Anda di halaman 1dari 70

Tema Unggulan : Biodiversitas Tropis Dan

Bioprospeksi
Topik : Nutrasetika hewan indigenous di
Banyumas dan sekitarnya

LAPORAN
RISET PENINGKATAN KOMPETENSI

KERAGAMAN DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA AYAM KAMPUNG


(Gallus gallus domesticus )DAN PENGARUHNYA TERHADAP BERAT TUBUH

OLEH :
DRS. EDY RIWIDIHARSO, M.S NIDN : 0010035704
Dr. HERY PRATIKNYO , M.Si NIDN : 0014096207
Dr. ENDANG ARIYANI S, M.Si NIDN : 0019096209

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
OKTOBER 2020
HALAMAN PENGESAHAN

RISET PENINGKATAN KOMPETENSI

Judul Penelitian : Keragaman Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ayam


Kampung danPengaruhnya Terhadap Berat tubuh

1. Kode/Nama Rumpun Ilmu : 113/Biologi


Tema Unggulan PT : Biodiversitas dan Bioprospeksi
Topik Unggulan :Netrasetika Hewan Indigenous di Banyumas dan Sekitarnya

Ketua Peneliti
a. Nama lengkap : Drs. Edy Riwidiharso, M.S
b. NIDN : 0010035704
c. Jabatan funsional : Lektor Kepala pd m.k Parasitologi
d. Fakultas : Biologi
e. No.Hp : 081327130441
f. E-mail : edyriwi@yahoo.co.id
Anggota peneliti : 2 (dua) orang
1. Nama : Dr. Hery Pratiknyo,M.S
2. Nama : Dr. Endang Ariyani.S, M.Si

2. Usul jangka waktu Penelitian : 1 Tahun (10 Bulan)


3. Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp. 20.000.000

Purwokerto, Nopember 2020

Mengetahui , Ketua Peneliti,

Prof. Dr.rer.nat Imam Widhiono,MZ.MS Drs. Edy Riwidiharso, M.S


NIP. 195904201985031002 NIP. 195703101984031002

Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian da Pengabdian Kepada Masyarakat

Prof. Dr. Rifda Naufalin .S.P.M.Si


NIP.197011211995122001

ii
DAFTARISI
Halaman
Halaman Judul ........................................................................................................ i
Halaman Pengesahan................................................................................ ............... ii
Daftar isi ................................................................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................................................ iv
Daftar Gambar ........................................................................................................ v
Daftar Lampiran ..................................................................................................... vi
Ringkasan ............................................................................................................... vi
BAB1. PENDAHULUAN.........................................................................................
1
BAB2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
BAB3. MATERI DAN METODE PENELITIAN.................................................. 5
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN.......................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 14
iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Table 3.1. Parameter Lingkungan dari lima Lokasi Pengambilan sampel ayam
Kampung .................................................................................. 6

Tabel 4.1. Kelimpahan Ektoparasit pada Ayam Kampung .................................... 8

Tabel 4.2. Parameter keragaman dari lima lokasi pengambilan sampel


yang berbeda ........................................................................................ 9

Tabel 4.3. Distribusi ektoparasit di daerah tubuh ayam kampung ........................ 10

Tabel 4.4. Prevalensi ektoparasit pada ayam kampung di lima lokasi pengambilan
sampel yang berbeda ........................................................................... 11
iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1. Lokasi sampling Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Indonesia .... 6
Gambar 4.1. Spesies Ektoparasit yang ditemukan pada ayam kampung di lima
lokasi sampling ................................................................................ 7

Gambar 4.2. Distribusi dan Kelimpahan (%) tiap jenis Ektoparasit pada
regio ayam ....................................................................................... 10
v
RINGKASAN
Budi daya ayam kampung (Gallus gallus domesticus) merupakan usaha yang sangat
umum dilakukan oleh masyarakat di pedesaan dan pada umumnya dilakukan secara
tradisional dengan melepas untuk mencari pakan. Sehingga sangat sering dijumpai
terjadinya kekurangan pakan, mudah terserang penyakit dan parasit. Ektoparasit yang
menyerang ayam kampung biasanya terdiri atas tungau dan serangga Ordo
Pteriraphtera. Serangan ektoparasit tidak mematikan tetapi sangat mengganggu
pertumbuhan ayam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman
ektoparasit dan tingkat serangannya pada ayam kampung dan hubunganya dengan berat
badan. Dalam jangka panjang penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar metode
pengendalian ektoparasit pada ayam kampung. Penelitian ini dilakukan dengan metode
survey dengan pengambilan sample secara random pada 5 desa di sekitar kota
Purwokerto. Setiap desa diambil 10 ayam betina dan 10 ayam pejantan. Pengambilan
sampel ectoparasit dilakukan pada bagian kepala, sayap, ekor, punggung dan kaki.
Sampel ektoparasit selanjutnya diamati dibawah mikroskup di laboratorium Entomologi
dan Parasitologi Fakultas Biologi Unsoed. Berdasarkan hasil penelitian, keragaman
dan prevalensi ektoparasit pada ayam kampung di Kabupaten Banyumas tergolong
rendah. Hanya enam spesies yang ditemukan dengan prevalensi tertinggi M. gallinae (
45%). Infestasi ektoparasit pada ayam kampung dapat menyebabkan penurunan berat
badan ayam. Oleh karena itu, meskipun prevalensi ektoparasit rendah, ini adalah
faktor utama yang perlu dipertimbangkan oleh peternak ayam di pedesaan, untuk
mencegah serangan ektoparasit pada ayam mereka, sehingga meningkatkan
produktivitas.
Kata kunci : ayam kampung, berat badan, ektoparasit, Pteriraphtera, serangga, tungau
vi
BAB 1. PENDAHULUAN

Peternakan ayam kampung (Gallus gallus domesticus ) sangat umum dijumpai di


masyarakat pedesaan maupun disekitar perkotaan di berbagai negara berkembang
termasuk Indonesia. Peternakan ini merupakan bagian yang sangat penting dalam
penyediaan daging ayam. Pada saat ini daging ayam kampung lebih banyak digemari
dibanding ayam pedaging karena lebih alami tanpa bahan kimia dan dagingnya lebih
gurih (Nik Hasan, et al, 2015).
Peternakan ayam kampung dipedesaan umumnya dikelola dengan sangat sedehana
dan diliarkan, akibatnya sangat rentan terhadap serangan parasit, baik endoparasit
maupun ecto parasit. Produksi ayam kampung di pedesaan menghadapi banyak kendala
seperti kurangnya pakan ayam, pengelolaan yang buruk dan ketiadaan biosekuriti.
Kebiasaan meliarkan ayam kampung sepanjang hari untuk mendapatkan pakan,
menyebabkan ayam kampung sangat rentan terhadap serangan ektoparasit, karena tanpa
sengaja ayam kampung akan mendapatkan telur infektiv, larva maupun hospes
intermediate dari ektoparasit. Menurut Abdul Wahabet al. (2009), serangan ektoparasit
merupakan salah satu masalah utama dalam budidaya ayam kampung di pedesaan.
Ektoparasit yang sangat umum dijumpai pada ayam kampung adalah dari jenis kutu dan
tungau. Kutu yang menyerang ayam umumnya dari ordo Pteriraphtera familia
Mallophaga (Mccrea et al., 2005).
Menurut Ilyes et al., (2013), serangan ektoparasit terutama dari serangga Ordo
Pteriraphtera familia Mallophaga, sangat umum dijumpai pada ayam kampung.
Serangan ektoparasit dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ayam dengan
merusak jaringan dan menyebabkan kehilangan darah (Vegad, 2004), toksikosis (Aleya
dan Sabrina, 2011) ,dermatitis dan alergi (Taylor et al, 2007). Menurut Swai et al
(2010) beberapa jenis ektoparaist juga dapat menyebabkan atau sebagai vector berbagai
pathogen, dan dalam serangan yang berat akan melemahkan ayam kampung dan dapat
menyebabkan kematian (Nick Hasan et al, 2015).
Hasil penelitian Nick Hasan et al (2105) menemukan jenis ektoparasit dan
prevalensinya di Kalimantan sebesar; Dermanyssus gallinae dengan prevalensi (78%),
Lipeurus caponis (80%) dan Menopon gallinae (100%). Sedangkan Love et al (2017)
dalam penelitiannya di Benin menemukan jenis ektoparasit Menacanthus stramineus,
Menopon gallinae dan Lipeurus caponis dengan prevalensi sebesar M.stramineus
(56%), diikuti oleh M. gallinae (34%) dan L. caponis (10%). Selanjutnya Rama et al
(2107) dalam penelitiannya pada itik menemukan 3 spesies ektoparasit dengan
prevalensi yang berbeda yaitu Anaticola crassicornis 60%, Menacanthus stramineus
25% dan Lipeuruscaponis 17.5%. Serangan ektoparasit pada ayam kampung sangat
umum di temukan pada peternakan ayam tradisional di berbagai negara seperti di
California ( Murillo and Mullens, 2017), India ( Sreedevi et al, 2016), Bulgaria
(Prelezov & Koinarski, 2006), Mesir ( Aw et al, 2008), Benin ( Love et al, 2017).
Walaupun ektoparasit pada ayam kampung merupakan faktor yang penting dalam
budidaya, namun penelitian tentang jenis dan tingkat serangan ektoparasit dan
dampaknya terhadap berat badan ayam kampung masih sangat jarang dilakukan di
Indonesia. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman
ektoparasit dan tingkat seranganya serta hubunganya dengan berat badan ayam
kampung. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah sebagai dasar pengendalian
serangan ektoparasit pada ayam kampung yang diliarkan.
Selain itu penelitian ini pada akhir tahun menghasilkan luaran berupa publikasi
ilmiah di journal internasional bereputasi (terindex Scopus dan ber impact factor) “
Biodiversitas “. Rencana target capaian tahunan disajikan pada tabel 1.1.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) tersebar diseluruh dunia,


40% diantaranya berada di negara-negara Asia, dan 30% diantaranya dipelihara dengan
cara diliarkan (Nik Hasan et al, 2015). Permintaan pasar yang tinggi terhadap daging
dan telur ayam kampung disebabkan oleh rasa daging dan kebutuhan makanan organic
yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan perhatian terhadap peternakan ayam
kampung terus meningkat. Menurut Moreki (2015) pembeda utama peternakan ayam
kampung dengan ayam buras adalah adanya kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan setempat, namun dicirikan juga dengan produktivitas yang rendah,
kematian yang tinggi, malnutrisi dan pertumbuhan yang lambat.
Infeksi parasit merupakan salah satu penyebab buruknya konsisi kesehatan
budidaya ayam kampung yang diliarkan, dimana kondisi ini sangat dipengaruhi kondisi
geografi dan iklim (Ahlers et al, 2009, dan Sabuni et al, 2010). Sehingga serangan
parasit pada ayam kampung telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab
rendahnya produktivitas peternakan ayam kampung (Jacob et al, 2014). Katoch et al.
(2012) melaporkan bahwa 24% kehilangan berat badan ayam kampung disebabkan oleh
serangan parasit di India. Kebanyakan hasil penelitian menunjukan bahwa dampak
serangan parasit sangat bergantung pada prevalensi, intensitas serangan, kondisi tubuh
ayam, geografi dan iklim local (Zeryehun et al, 2015). Ayam kampung yang diliarkan
mendapatkan pakan dari berbagai sumber berupa biji-bijian sampai serangga yang
kemungkinan ditinggali oleh telur ektoparasit sehingga memperbesar kemungkinan
untuk terserang ektoparasit (Abdullah et al, 2013). Kerusakan fisik yang disebabkan
oleh serangan ektoparasit akan menyebabkan penurunan produksi telur dan berat badan
(Nik Hasan et al, 2015). Penyakit parasit atau lebih tepatnya disebut dermatosis yang
disebabkan oleh kutu penghisap darah dan kutu penggigit akan mengawali terjadinya
luka yang menyebabkan kerontokan bulu ayam, gatal dan luka gores. (Aw et al, 2013).
Ektoparasit pada ayam berasal dari Ordo Pteriraphtera, dua sub ordo serangga yaitu
Mallophaga (kutu penggigit) dan Anoplura (kutu penghisap); namun demikian pada
saat ini sub ordo Mallophaga ternyata terdiri atas 4 sub ordo yaitu, Anoplura,
Rhyncophthirina, Ischnocera dan Amblycera. Dari sekitar 2,500 spesies anggota
Mallophaga, sekitar 2000 spesies merupakan ektoparasit pada unggas dan hanya spesies
merupakan ektoparasit pada mamalia. Kutu penggigit (Pteriraphtera: Amblycera,
Ischnocera) merupakan ektoparasit yang sangat penting dalam budidaya ayam
kampung, dengan cara hidup dikulit dan diantara bulu ayam kampung (Nasser et al,
2015). Menurut Banda (2011) kutu penggigit dari familia Menoponidae lebih
mematikan dibanding dari familia Philopteridae, karena lebih mempunyai kekuatan
merusak integument dan ukuran tubuhnya lebih besar. Spesies Menacanthus stramineus
danMenacanthus cornutus menggigit pada aliran darah menyebabkan luka dan
menimbulkan anemia yang dapat menyebabkan kematian ayam. Selain itu M.
stramineus and Menopon gallinae dapat membawa bibit Pasteurella multocida,
Salmonella gallinarum, Escherichia coli and Streptococus sp.(Ndadi and George,
2010).
Menurut Prelezov dan. Koinarski (2006), suatu pertanyaan yang harus dijawab
tentang serangan kutu penggigit adalah keragaman dan struktur populasinya, yaitu
perbandingan serangan pada ayam jantan dan ayam betina serta pada berbagai struktur
umur. Dengan menghitung perbandinganya dapat ditentukan apakah ektoparasit dari
subordo Mallopaga bersifat endemic (Kumar, 2014). Nik Hassan et al (2015)
menemukan keragaman ektoparasit dan prevalensinya di Borneo yaitu Dermanyssus
gallinae(prevalensi 78%), Lipeurus caponis (80%) and Menopon gallinae
(100%).Sedangkan Love et al (2013) di Benin menemukan spesiesMenocanthus
stramineus, Menopon gallinae,Lipeurus caponis dengan tingkat prevalensi tertinggi
pada M. stramineus (56%), diikuti olehM. gallinae (34%) dan L. caponis (10%).
Abdullah et al (2013) dalam penelitianya di Irak, menemukan 90% ayam kampung
terinfeksi ektoparasit dan spesies yang ditemukan meliputi (Menacanthus stramineus,
Goniocotes gallinae, Menopon gallinae, Goniodes gigas, Cuclotogaster heterographus
) . Sedangkan Prelezov and Koinarski (2006) di Bulgaria menemukan 4 species dari
Ordo Pteriraphtera yaitu Menopon gallinae (Linné, 1758), Menacanthus stramineus
(Mönnig, 1934),Menacanthus cornutus (Schömmer, 1913), and Goniocotes gallinae (De
Geer, 1778). Di Aljazair lebih banyak ditemukan spesies ektoparasit yaitu 9 spesies
yang terdiri atas Menopon gallinae,Goniocotes gallinae, Lipeurus caponis,Goniodes
dissimilis, Goniodes gigas, Menacanthus stramineus,Cuclotogaster heterographus,
Menacanthus cornutus and Menacanthus pallidulus. Menopon gallinae ( Ilyes et al,
2013)
4
hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa serangan ektoparasit pada kampung sangat
umum terjadi di berbagai negara, dengan spesies dan prevalensi yang hampir sama,
namun demikian penelitian tentang keragaman dan prevalensi ektoparasit ayam
kampung sangat jarang dipublikasikan.
5
BAB 3. MATERI DAN METHODE PENELITIAN

a. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di 5 desa sekitar kota Purwokerto yaitu desa Karanglewas, desa
Kedungwringin, desa Kutasari, desa Karangsalam dan desa Karanggintung.
b. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan purposive
sampling pada 5 desa terpilih. Setiap desa diambil sampel 20 ekor ayam secara
acak yang terdiri atas 10 ekor betina dan 10 ekor pejantan. Umur ayam diketahui
dengan menanyakan kepada pemilik. Parameter yang diukur meliputi jumlah jenis
dan individu ektoparasit, lokasi pada bagian tubuh ditemukanya ektoparasit serta
berat tubuh ayam yang terpilih.
c. Cara pengambilan sample
Setiap ekor ayam sample diamati pada siang hari dengan menggunaka kaca
pembesar untuk melihat ektoparasit. Bagian yang diamati meliputi kepala dengan
bulu disekitar kepala, bulu dan kulit pada sayap, ekor, bagian dada, paha dan kaki.
Untuk mendapatkan ektoparasit digunakan sikat gigi untuk menyikat bagian-bagian
yang terlihat ada kutunya. Untuk menampung kutu yang jatuh karena sikat maka
disiapkan kertas putih pada bagian bawah ayam. Selain dengan menggunakan sikat,
pengambilan kutu juga menggunakan pinset. Kutu yang tertangkap per bagian
tubuh selanjutnya diawetkan dengan alcohol 70% untuk pengamatan dan
identifikasi di laboratorium
d. Identifikasi ektoparasit

Identifikasi ektoparasit dilakukan di laboratorium Entomologi dan Parasitologi,


Fakultas Biologi Unsoed dengan menggunakan makalah Nasser et al (2015).
Sedangkan untuk konfirmasi sample di kirim ke Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
e. Analisis data

Data keragaman tungau ektoparasit ayam kampung di analisis dengan


menggunakan
indeks Shannon-Wiener ( H ), Shannon Eveness ( E) dan indeks dominasi
Simspson (D) dengan bantuan software BD Pro 2 ( Mc Aleece et al.,
1997).Keragaman Shannon-Wiener dan Indek Eveness dihitung dengan formula
(Magurran 2000)
Untuk menganalisis perbedaan antar desa dan jenis kelamin dilakukan Anova, dan
analisis korelasi dengan bantuan software SPSS 21.

Gambar 3.1 Lokasi sampling Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Indonesia

Table 3.1. Parameter Lingkungan dari lima Lokasi Pengambilan sampel ayam kampung
Parameter Kedungwuluh Kedungwringin Kutasari Karangaslam Karanggintung
Temperatur (oC) 30-32 30-32 30-32 30-32 30-32
Kelembaban (%) 90-95 90-95 90-95 90-95 90-95
Kebersihan Bersih Bersih Bersih Bersih Kotor
Populasi(individual) 10-15 5-10 10-15 10-15 15-20
/
Living area (m) <50 <50 <50 <50 >50
Perawatan free cage cage cage cage
7
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Ektoparasit
Sebanyak 1.047 parasit terdiri dari tiga spesies kutu (Lice), dua spesies tungau
(Mite), dan 1 spesies kutu (Ticks) ditemukan dalam penelitian ini. Spesies kutu yang
ditemukan adalah Menopon gallinae (kutu poros), Menacanthus cornutus (kutu tubuh),
dan Lipeurus caponis (kutu sayap).Tungau terdiri dari Megninia ginglymura ,
(Astigmata,Analgidae) dan Dermanyssus gallinae (Astigmata,Dermanyssidae) dan kutu
Haemaphysallis sp.( Gambar 4.1 dan Tabel 4.1)

A B C

D E F
Gambar 4.1. Spesies Ektoparasit yang ditemukan pada ayam kampung di lima lokasi sampling. A
. Menopon gallinae; B Menacanthus cornutus; C. Lipeurus caponis; D. Haemaphysallis
sp.; E . Dermanyssus gallinae; F. Megninia ginglymura

Jumlah spesies yang ditemukan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian
lain, mungkin karena jumlah ukuran sampel. Serangan ektoparasit yang tinggi
disebabkan oleh tingkat kebersihan halaman, kelembaban udara, suhu sekitar,dan curah
hujan (Rahman dan Haziqoh 2015). Hasil ini sesuai dengan Nik-Hasan et al. (2015)
dalam penelitian mereka tentang beban parasit dan hubungannya dengan berat badan
ayam kampung di kelapa sawit mendominasi Kabupaten Sandakan Kalimantan
Malaysia di mana hanya ditemukan empat spesies ektoparasit .Rahman dan Haziqoh
(2015) menemukan sepuluh spesies ektoparasit dalam penelitian mereka tentang ayam
asli di daerah perkotaan.Lebih lanjut, keanekaragaman ektoparasit yang tinggi
ditemukan di ayam asli di wilayah Afrika, yang diserang oleh ektoparasit seperti
Menopon gallinae , Menacanthus stramineus ,Menacanthus cornutus , Menacanthus
pallidulus , Lipeuruscaponis , Goniocotes gallinae , Goniodes dissimilis ,Goniodes
gigas (El-Aw et al. 2013) sementara Zeryehun dan Yohannes (2015) menemukan lima
spesies tungau

Tabel 4.1. Kelimpahan Ektoparasit pada Ayam Kampung

Lokasi Σ
Spesies I II III IV V
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betin Jantan Betina Jantan Betina
a
Lice
Menopon 31 57 28 20 24 21 34 46 24 25 310
gallinae
Lipeurus caponis 16 27 18 13 14 16 21 25 11 23 184
Menacanthus 24 37 34 22 19 28 32 37 21 36 290
cornutus
Tick
Haemaphysallis 16 2 17 9 7 3 14 16 18 9 111
sp.
Mite
Dermanyssus 10 15 12 7 5 1 10 13 7 11 91
gallinae
Megninia 5 5 11 11 5 6 8 16 9 12 88
ginglymura
Total 102 143 120 82 74 75 119 153 90 116 1074

Di antara semua lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini, paling banyak
ektoparasit yang melimpah adalah Menopon gallinae (310 individu, 29,60%), diikuti oleh
M. cornuthus (290 individu, 27%), sedangkan yang paling sedikit adalah Megninia
ginglymura dengan 88 individu (8%) (Tabel 4.1). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya di lokasi pengambilan sampel (F 4,24
; p > 0,05 ). Dominasi kutu M. gallinae sangat umum karena ektoparasit ini tersebar
luas. M. gallinae menyerang bulu dan menyebabkan hilangnya bulu ayam. M. gallinae
dewasa berukuran panjang sekitar 2 mm, dan betina menyimpan telur di pangkal paha
dan bulu dada. Kutu unggas biasanya berpindah ke ayam yang laim dengan cara
kontak langsung dengan hospesnya. Banyaknya jumlahM. gallinae menyebabkan
mudah menyebar di antara ayam.
Indeks keanekaragaman Shannon (H ′) di antara lokasi pengambilan sampel hampir
sama, mulai dari H ′: 1,551 (situs III) hingga H ′:1.712 (situs II).

9
Ini berarti bahwa semua sampel ayam di setiap lokasi diinfestasikan oleh spesies
ektoparasit dengan jumlah yang sama (enam ektoparasit) (Tabel 4.1)). Kepadatan
kandang sangat mempengaruhi jumlah ektoparasit pada ayam karena tingginya tingkat
kontak antara masing-masing ayam,
karena sebagian besar penularan ektoparasit antar individu melalui kontak langsung
(Suahila et al. 2015). Selain serangga, penelitian ini juga menemukan dua spesies
tungau, yaitu, D. gallinae (91individu, 8,4%) dan M. ginglymura (88 individu,8.1%).
Kehadiran tungau ini biasa terjadi, karena mereka tersebar luas pada ayam di seluruh
dunia. D.gallinae merupakan hematofag menyebabkan penurunan telur peringkat dan
anemia pada burung (Sparagano et al. 2009).Ektoparasit ini adalah yang paling penting
yang mempengaruhi ayam di seluruh dunia. Kehadiran tungau ini terkait dengan virus
zoonosis dan beberapa bakteri (Marangi et al. 2009). Satu spesies kutu (Acari,
Ixodidae) yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Haemaphysallis sp.,yang
merupakan kutu penghisap darah dan didistribusikan secara luasdi Asia Tenggara. Ini
adalah parasit yang sangat penting pada peternakan ayam karena dapat menyebabkan
infeksi dan menjadi vektor penyakit lain (Ernieenor et al. 2017). Haemaphysallis sp.
juga ditemukan dalam penelitian Rahman dan Haziqoh (2015) di M alaysia dengan
populasi rendah.
Tabel 4.2. Parameter keragaman dari lima lokasi pengambilan sampel yang berbeda

Keanekaragaman Kedungwuluh Kedungwringin Kutasari Karangaslam Karanggintung


Taxa_S 6 6 6 6 6
Individu 245 202 149 272 206
Dominance_D 0,2393 0,1941 0,2428 0,2066 0,1956
Shannon_H 1.575 1.712 1.551 1.675 1.707
Simpson_1-D 0,7607 0,8059 0,7572 0,7934 0,8044
Evenness_e ^ H / S 0,8048 0,9238 0,7863 0,8895 0,9183
Equitability_J 0,8788 0,9558 0.8658 0,9347 0,9524

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektoparasit ditemukan diempat bagian yang


diamati, yaitu kepala-leher, punggung, sayap, dada-kaki,dan ekor. Namun, spesies
ektoparasit ini memiliki preferensi untuk bagian tubuh ayam yang berbeda. L.caponis
ditemukan di semua bagian tubuh ayam yang diamati, M. cornutus ditemukan di empat
bagian tubuh ayam kecuali sayap, M. gallinae hanya ditemukan dikepala-leher,
punggung, dan kaki-dada. M. ginglymura hanya ditemukan pada sayap dan ekor (Tabel
4.3 dan Gambar 4.2))

10
.Di antara bagian-bagian tubuh ayam, yang diamati itu,bagian punggung dan dada
adalah tempat tinggal yang paling umum bagi ektoparasit dengan lima spesies hadir,
diikuti oleh bagian kepala-leher dengan empat spesies, dan sayap memiliki tiga jenis.
Kutu yang diidentifikasi adalah M. gallinae, M. cornutus,L. caponis , tungau yaitu
Goniocotes gallinae, Megniniaginglymura dan scrab adalah Haemaphysallis sp.

Tabel 4.3. Distribusi ektoparasit di daerah tubuh ayam kampung


agian Tubuh Ektoparasit
M.gallinae M. cornutus L. caponis D. gallinae M.ginglymur Haemaphysallis sp.
agian Tubuh Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %
Kepala-leher 142 37.9 130 34.7 72 19.2 31 8.3 - - - -
Punggung 137 56.4 67 27.6 16 6.6 10 4.1 - - 2 0.8
Sayap - - - - 26 39.4 - - 11 4.5 40 60.6
Dada-kaki 31 10.5 65 22.03 54 18.3 50 16.9 - - 36 12.2
Ekor - - 28 29.5 16 16.8 - - 59 20.0 33 34.7

70%
61%
60% 56%

50% M.gallinae
39%
40% 38%35% 35%
L. caponis
29% M. pallidus
30% 28%
22% D. gallinae
Jumlah 19% 18%17%20% 17% 19% Haemaphysa sp
20%
ektoparasit 11% 12%
8% 7% 4% 5% M.synglineura
10%
0%
0% 1% 0% 0%
0% 0% 0% 0%
0%

er g p ki or
l- eh un ya ka Ek
ng
g Sa da
-
ala Pu Da
K ep
Regio Ayam

Gambar 4.2. Distribusi dan Kelimpahan (%) tiap jenis Ektoparasit pada regio ayam

Prevalensi

Di lima lokasi pengambilan sampel, prevalensi tertinggi adalah M. gallinae


(45%), diikuti oleh L. caponis (40%),M. cornutus (38%), dan tungau M. ginglymura
(25%). Ini mungkin disebabkan oleh sifat M. gallinae (kutu badan ayam), yang
merupakan ektoparasit yang rakus sehingga penyebarannya sangat cepat.

11
Selain itu, pengembangan Populasi M. gallinae sangat dipengaruhi oleh perubahan
faktor lingkungan, terutama suhu udara (Ilyes et al. 2013)
Hasil penelitian ini sejalan dengan sebagian besar penelitian yang menemukan M.
gallinae dengan prevalensi tertinggi. Suhaila et al. (2015) di Malaysia Utara
menemukan empat spesies dari ektoparasit, yang terdiri dari tiga kutu dan kutu yang
prevalensi tertinggi adalah M. gallinae (93,8%), M.pallidulus (81,3%), Haemaphysalis
sp. (37,5%), dan L.caponis (18,8%).
Selanjutnya, M. gallinae adalah ektoparasit yang paling umum dengan kejadian 76,7%,
diikuti oleh L. caponis (63,3%) di Penang Malaysia (Rahman danHaziqoh 2015). Hasil
yang sama ditemukan oleh Ilyes et al.(2013) dalam penelitian mereka di Aljazair,
dengan prevalensi yang tertinggi adalah M. gallinae (97%), diikuti oleh L.caponis
(41%), dan Menacantus cornutus hanya 20%. Dominasi M. gallinae juga dicatat oleh
Deephali et.al. (2005) di India, Prelezov dan Koinarski (2006) di Bulgaria dan Marin-
Gomez serta Benavides-Montano (2007) di Columbia di Benin, tiga spesies kutu ( M.
gallinae, M. stramineus, dan L. caponis ) terdeteksi dan diidentifikasi pada unggas
lokal. Spesies paling melimpah dalam penelitian ini adalah M. gallinae, dengan
prevalensi sekitar 69,84% (Love et al. 2017), sedangkan Mansur et al. (2019) di Mesir
menemukan M. gallinae sebagai ektoparasit yang paling umum dengan prevalensi
76,7%, diikuti oleh L.caponis (63,3%) dan M. pallidulus (41,7%). Perbedaan dalam
penemuan ini mungkin karena perbedaan dalam faktor lingkungan, terutama suhu
harian dan kelembaban (Kaboudi et al. 2019). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa prevalensi ektoparasit pada ayam kampung di Kabupaten
Banyumas rendah, dibandingkan dengan hasil penelitian di tempat lain. M. cornutus
memiliki Prevalensi yang tertinggi, ditemukan dalam penelitian Zeryehun danYohannes
(2013) di Ethiopia dan Kumar dan Kumar (2014)di India.

Tabel 4.4. Prevalensi ektoparasit pada ayam kampung di lima lokasi pengambilan
sampel yang berbeda
Spesies Lokasi Prevalensi
Kedung Kedungw Kutasari Karangsal Karang X̅ ± SD
wuluh ringin am gintung
M. gallinae 40 45 40 45 55 45 +̲ 5.5
L .caponis 45 40 35 35 45 40 +̲ 4.5
M. cornutus 35 40 35 35 45 38 +̲ 4.0
Haemaphysalis sp. 15 20 25 35 35 26 +̲ 8.0
D. gallinae 25 10 30 25 35 25 +̲ 8.4
M. synglineura 15 15 30 30 35 25 +̲ 8.4

12
Berat badan

Hubungan serangan ektoparasit dengan penurunan berat badan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa ada hubungan nyata (r: 0,98); semakin tinggi serangan ektoparasit,
semakin rendah berat badan ayam. Ini mungkin karena iritasi pada ayam, sehingga
mengurangi tidur dan nafsu makan. Ektoparasit dari unggas hidup di kulit atau
menembus ke dalam kulit atau bahkan di kantung udara, sementara beberapa hidup di
bawah bulu.
Ektoparasit menyebabkan iritasi, mengganggu konsumsi pakan dan dengan demikian
terkait dengan kekurusan, anemia, dan akhirnya kehilangan produksi (Mishra et al.
2017). Meskipun kutu unggas tidak diketahui menularkan patogen unggas apa pun,
keberadaan kutu sering menyertai kesehatan yang buruk yang disebabkan oleh
penyebab lain, dan sangat berbahaya bagi burung muda, di mana kutu dalam jumlah
besar dapat menyebabkan gangguan tidur.Kutu Amblycera dapat menyebabkan iritasi
pada kulit, gelisah, melemahnya keseluruhan, dan menurunnya nafasu makan. Ini
mengakibatkan penurunan berat badan, kapasitas bertelur yang lebih rendah, dan lesi
kulit yang mungkin menjadi lokasi infeksi sekunder (Mullen dan Durden 2002). Katoch
et al. (2012) melaporkan penurunan 24% dalam berat badan ayam kampung di India
karena serangan parasit.
13
BAB 5. KESIMPULSN

Berdasarkan hasil penelitian, keragaman dan prevalensi ektoparasit pada ayam


kampung di Kabupaten Banyumas tergolong rendah. Hanya enam spesies yang
ditemukan dengan prevalensi tertinggi M. gallinae ( 45%). Infestasi ektoparasit pada
ayam kampung dapat menyebabkan penurunan berat badan ayam. Oleh karena itu,
meskipun prevalensi ektoparasit rendah, ini adalah faktor utama yang perlu
dipertimbangkan oleh peternak ayam di pedesaan, untuk mencegah serangan ektoparasit
pada ayam mereka, sehingga meningkatkan produktivitas.
14
DAFTAR PUSTAKA

Aleya B, Sabrina S. 2011. Prevalence and seasonal variation of ectoparasite in pigeon,


Columba livia (Gmelin, 1979) of Dhaka, Bangladesh. Bangladesh J Zool 39 (2):
223- 230.

El-Aw, MAK, Draz A, Abdel-Hamed A, Awad MA. 2008. Identification of biting lice
species on infected domestic chickens and their distribution on different body
regions. J Agric Env Sci AlexUniv Egypt 7 (2): 137-143.

Ernieenor FCL, Ernna G, Mariana A. 2017. Phenotypic and genotypic identification of


hard ticksof the genus Haemaphysalis (Acari: Ixodidae) in Peninsular Malaysia.
Exp Appl Acarol 71: 387-400.

Faleireo DCC, Toldi M, Da Silva GL, Ferla NJ. 2015. The ectoparasites Dermanyssus
gallinae and Megninia ginglymura: bioecology and natural enemies in
commercial egg- laying hens.Syst Appl Acarol 20 (8): 861-874. DOI:
10.11158/saa.20.8.3

FAO. 2014. Decision Tools for Family Poultry Development. FAO Animal Production
and Health Guidelines, Rome, Italy.

Gunya B, Muhenje V, Gxasheka M, Tyasi LT, Masika PJ. 2020. Management practices
and contribution of village chickens to livelihoods of communal farmers: The case
of centane and Mount Frere in Eastern Cape, South Africa. Biodiversitas 21
(4)1345- 1351.

Ilyes M, Ahmed B, Kheira S, Hanene D, Fouz M. 2013. Prevalence and distribution of


chewing lice (Phthiraptera) in free-range chickens from the traditional rearing
system the Algerian North East, Area of El-Tarf. Int J Poult Sci 12 (12): 721-725.

Kaboudi K, Romdhane RB, Salem AB, Bouzouaia M. 2019. Occurrence of


ectoparasites in backyard domestic chickens (Gallus gallus domesticus) in the
northeast of Tunisia. J Anim Health Prod 7 (3): 92-98. DOI:
10.17582/journal.jahp/2019/7.3.92.98

Katoch R, Yadav A, Godara R, Khajuria JK, Borkataki S, Sodhi SS. 2012 Prevalence
and impact of gastrointestinal helminths on body weight gain in backyard
chickens in subtropical and humid zone of Jammu, India. J Parasit Dis 36 (1):
49-52.

Kumar A, Kumar R. 2014. Seasonal changes in the population of Menacanthus


cornutus (Phthiraptera: Amblycera). J Parasit Dis 38 (3): 307-310.
Love O, Johnny R, Valentine OR. 2018. A study of the prevalence and abundance of
chewing lice (Phthiraptera) in selected poultry farms in Benin City, Edo State. Intl
J Anim Sci Tech 1(1): 35-42.

15

Mansur KM, Mahmoud NM, Allamoushi SM, El Aziz MM. 2019. Biodiversity and
prevalence of chewing lice on local poultry. J Dairy Vet Anim Res 8 (1): 26-31.

Marangi M, Cafiero MA, Capelli G, Camarda A, Sparagano O, Giangaspero A. 2009.


Evaluation of the poultry red mite, Dermanyssus gallinae (Acari: Dermanyssidae)
susceptibility to someacaricides in field populations from Italy. Exp Appl Acarol
48: 11- 18.

Magurran EA. 2000. Ecological Diversity and its Measurement. 2nd ed. Chapman and
Hall, London.

Marin-Gomez SY, Benavides-Montano JA. 2007. Parásitos en aves domésticas (Gallus


domesticus) en el Noroccidente de Colombia. Vet Zootec 1: 43-51. [Spanish]

McAleece N, Lambshead PJD, Paterson GLJ. 1997. Biodiversity Pro. The Natural
History Museum, London.

Mishra S, Pednekar R, Mohanty BS, Gatne M. 2017. Prevalence, economic loss and
control of lice infestation in poultry. Intl J Sci Environ Tech 6 (3): 1745-1757.

Mullen RM, Durden LA 2002. Medical and Veterinary Entomology. 1st ed. Elsevier
Science, Nederlands.

Murillo AC, Mullens BA. 2016. Diversity and prevalence of ectoparasites on backyard
chicken flocks in California. J Med Entomol 53 (3): 707-711.

Nnadi PA, George SO. 2010. A cross-sectional survey on parasites of chickens in


selected villages in the subhumid zones of South-Eastern Nigeria. J Parasitol Res.
DOI: 10.1155/2010/141824.

Nik-Hassan NRN, Awang A, Rahman AMD. 2015. Parasitic burden and its relation
with the bodyweight of free-range chicken in oil palm dominated Sandakan
District of Malaysian Borneo. Intl J Livestock Res. DOI:
10.5455/ijlr.20150909073638.

Oliveira TM, Teixeira CM, Arcebispo TCM, Antunes KD, Rezende LC, Cunha LM,
Diniz TA, Silva MX. 2017. Epidemiological characterization and risk evaluation
associated with the presence of Megninia spp. in posture farms. Ciência Rural,
Santa Maria, v.47: 09, e20170186.

Prelezov PN, Koinarski KV. 2006. Species variety and population structure of
Mallophaga (Insecta: Phthiraptera) on chickens in the region of Stara Zagora.
Bulgarian J Vet Med 9 (3): 193-200.

Rahman WA, Haziqoh F. 2015. Ectoparasitic fauna of scavenging chickens (Gallus


domesticus) from Penang Island, Peninsular Malaysia. Malays J Vet Res 6 (1): 342

16

Sparagano O, Pavlicevic A, Murano T, Camarda A, Sahibi H, Kilpinen O, Mul M,


Emous RV, Bouquin S, Hoel K, Cawero MA. 2009. Prevalence and key figures for
the poultry red mite Dermanyssus gallinae infections in poultry farm systems.
Exp Appl Acarol 48: 3-10.

Suhaila AH, Sabrina DL, Ahmad N, Irwan Izzauddin NH, Hamdan A, Khadijah S.
2015. Study of parasites in commercial free-range chickens in northern Peninsular
Malaysia. Malaysian J Vet Res 6: 53-64

Sreedevi C, Ramesh P, Mala Kondaiah P, Lakshmi Rani N, & Abhishek M. 2016.


Occurrence of Knemidokoptes mutans and Laminosioptes crysticola in backyard
poultry in India. J Parasitic Dis 40: 1627-1630.

Swai ES, Kessy M, Sanka P, Bwanga S, Kaaya JE. 2010. A survey on ectoparasites and
haemoparasites of free-range indigenous chickens of Northern Tanzania. Livest
Res Rural Devt 22 (9).

Zeryehun T, Yohannes Y. 2015. Ectoparasite infestation of free scavenging chickens


reared under traditional backyard production system in Wolayita Zone, Southern
Ethiopia. Ethiopian Vet J 19 (2) : 55-66.
17
BAB 1. PENDAHULUAN

Peternakan ayam kampung (Gallus gallus domesticus ) sangat umum dijumpai di


masyarakat pedesaan maupun disekitar perkotaan di berbagai negara berkembang
termasuk Indonesia. Peternakan ini merupakan bagian yang sangat penting dalam
penyediaan daging ayam. Pada saat ini daging ayam kampung lebih banyak digemari
dibanding ayam pedaging karena lebih alami tanpa bahan kimia dan dagingnya lebih
gurih (Nik Hasan, et al, 2015).
Peternakan ayam kampung dipedesaan umumnya dikelola dengan sangat sedehana
dan diliarkan, akibatnya sangat rentan terhadap serangan parasit, baik endoparasit
maupun ecto parasit. Produksi ayam kampung di pedesaan menghadapi banyak kendala
seperti kurangnya pakan ayam, pengelolaan yang buruk dan ketiadaan biosekuriti.
Kebiasaan meliarkan ayam kampung sepanjang hari untuk mendapatkan pakan,
menyebabkan ayam kampung sangat rentan terhadap serangan ektoparasit, karena tanpa
sengaja ayam kampung akan mendapatkan telur infektiv, larva maupun hospes
intermediate dari ektoparasit. Menurut Abdul Wahabet al. (2009), serangan ektoparasit
merupakan salah satu masalah utama dalam budidaya ayam kampung di pedesaan.
Ektoparasit yang sangat umum dijumpai pada ayam kampung adalah dari jenis kutu dan
tungau. Kutu yang menyerang ayam umumnya dari ordo Pteriraphtera familia
Mallophaga (Mccrea et al., 2005).
Menurut Ilyes et al., (2013), serangan ektoparasit terutama dari serangga Ordo
Pteriraphtera familia Mallophaga, sangat umum dijumpai pada ayam kampung.
Serangan ektoparasit dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ayam dengan
merusak jaringan dan menyebabkan kehilangan darah (Vegad, 2004), toksikosis (Aleya
dan Sabrina, 2011) ,dermatitis dan alergi (Taylor et al, 2007). Menurut Swai et al
(2010) beberapa jenis ektoparaist juga dapat menyebabkan atau sebagai vector berbagai
pathogen, dan dalam serangan yang berat akan melemahkan ayam kampung dan dapat
menyebabkan kematian (Nick Hasan et al, 2015).
Hasil penelitian Nick Hasan et al (2105) menemukan jenis ektoparasit dan
prevalensinya di Kalimantan sebesar; Dermanyssus gallinae dengan prevalensi (78%),
Lipeurus caponis (80%) dan Menopon gallinae (100%). Sedangkan Love et al (2017)
dalam penelitiannya di Benin menemukan jenis ektoparasit Menacanthus stramineus,
Menopon gallinae dan Lipeurus caponis dengan prevalensi sebesar M.stramineus
(56%), diikuti oleh M. gallinae (34%) dan L. caponis (10%). Selanjutnya Rama et al
(2107) dalam penelitiannya pada itik menemukan 3 spesies ektoparasit dengan
prevalensi yang berbeda yaitu Anaticola crassicornis 60%, Menacanthus stramineus
25% dan Lipeuruscaponis 17.5%. Serangan ektoparasit pada ayam kampung sangat
umum di temukan pada peternakan ayam tradisional di berbagai negara seperti di
California ( Murillo and Mullens, 2017), India ( Sreedevi et al, 2016), Bulgaria
(Prelezov & Koinarski, 2006), Mesir ( Aw et al, 2008), Benin ( Love et al, 2017).
Walaupun ektoparasit pada ayam kampung merupakan faktor yang penting dalam
budidaya, namun penelitian tentang jenis dan tingkat serangan ektoparasit dan
dampaknya terhadap berat badan ayam kampung masih sangat jarang dilakukan di
Indonesia. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman
ektoparasit dan tingkat seranganya serta hubunganya dengan berat badan ayam
kampung. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah sebagai dasar pengendalian
serangan ektoparasit pada ayam kampung yang diliarkan.
Selain itu penelitian ini pada akhir tahun menghasilkan luaran berupa publikasi
ilmiah di journal internasional bereputasi (terindex Scopus dan ber impact factor) “
Biodiversitas “. Rencana target capaian tahunan disajikan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Rencana target capaian tahunan


No Jenis luaran Indikator capaian
Tahun 1

1 Publikasi ilmiah Internasional Draft

Nasional terkareditasi Tidak ada

2 Pemakalah dalam temu Internasional Dilaksanakan


ilmiah
Nasional Dilaksanakan

3 Invited speaker dalam Internasional Tidak ada


temu ilmiah
Nasional Tidak ada

4 Visiting lectures Internasional Tidak ada

5 Hak Kekayaan Intelektual Paten Tidak ada

Paten Sederhana Tidak ada

Hak cipta Tidak ada

Merek Dagang Tidak ada

Rahasia dagang Tidak ada

Desain Produk Industri Tidak ada

Indikasi geografis Tidak ada

Perlindungan species Tidak ada


terancam

Perlindungan topografi Tidak ada


sirkuit terpadu

6 Teknologi tepat guna Tidak ada

7 Model/Purwarupa/Desain/karya seni/rekayasa sosial Tidak ada

8 Buku Ajar (ISBN) Tidak ada

9 Tingkat Kesiapan Teknologi Tidak ada

Rencana penelitian
Ditemukan spesies ektoparasit dan
Penelitian tentang keragaman dan prevalensi prevalensinya
ektoparasit pada ayam kampung serta Ditemukan hubungan antara infeksi
hubungannya dengan berat badan(2020 ) ektoparasit dengan berat badan ayam
kampung
Penelitian tentang metode pengendalian
ektoparasit pada ayam kampung (2021) Ditemukan metode pengendalian
ektoparasit pada ayam kampong

Metode pengendalian ektoparasit pada ayam kampung

Road map penelitian

4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Peternakan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) tersebar diseluruh dunia,
40% diantaranya berada di negara-negara Asia, dan 30% diantaranya dipelihara dengan
cara diliarkan (Nik Hasan et al, 2015). Permintaan pasar yang tinggi terhadap daging
dan telur ayam kampung disebabkan oleh rasa daging dan kebutuhan makanan organic
yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan perhatian terhadap peternakan ayam
kampung terus meningkat. Menurut Moreki (2015) pembeda utama peternakan ayam
kampung dengan ayam buras adalah adanya kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan setempat, namun dicirikan juga dengan produktivitas yang rendah,
kematian yang tinggi, malnutrisi dan pertumbuhan yang lambat.
Infeksi parasit merupakan salah satu penyebab buruknya konsisi kesehatan
budidaya ayam kampung yang diliarkan, dimana kondisi ini sangat dipengaruhi kondisi
geografi dan iklim (Ahlers et al, 2009, dan Sabuni et al, 2010). Sehingga serangan
parasit pada ayam kampung telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab
rendahnya produktivitas peternakan ayam kampung (Jacob et al, 2014). Katoch et al.
(2012) melaporkan bahwa 24% kehilangan berat badan ayam kampung disebabkan oleh
serangan parasit di India. Kebanyakan hasil penelitian menunjukan bahwa dampak
serangan parasit sangat bergantung pada prevalensi, intensitas serangan, kondisi tubuh
ayam, geografi dan iklim local (Zeryehun et al, 2015). Ayam kampung yang diliarkan
mendapatkan pakan dari berbagai sumber berupa biji-bijian sampai serangga yang
kemungkinan ditinggali oleh telur ektoparasit sehingga memperbesar kemungkinan
untuk terserang ektoparasit (Abdullah et al, 2013). Kerusakan fisik yang disebabkan
oleh serangan ektoparasit akan menyebabkan penurunan produksi telur dan berat badan
(Nik Hasan et al, 2015). Penyakit parasit atau lebih tepatnya disebut dermatosis yang
disebabkan oleh kutu penghisap darah dan kutu penggigit akan mengawali terjadinya
luka yang menyebabkan kerontokan bulu ayam, gatal dan luka gores. (Aw et al, 2013).
Ektoparasit pada ayam berasal dari Ordo Pteriraphtera, dua sub ordo serangga yaitu
Mallophaga (kutu penggigit) dan Anoplura (kutu penghisap); namun demikian pada
saat ini sub ordo Mallophaga ternyata terdiri atas 4 sub ordo yaitu, Anoplura,
Rhyncophthirina, Ischnocera dan Amblycera. Dari sekitar 2,500 spesies anggota
Mallophaga, sekitar 2000 spesies merupakan ektoparasit pada unggas dan hanya spesies
merupakan ektoparasit pada mamalia. Kutu penggigit (Pteriraphtera: Amblycera,
Ischnocera) merupakan ektoparasit yang sangat penting dalam budidaya ayam
kampung, dengan cara hidup dikulit dan diantara bulu ayam kampung (Nasser et al,
2015). Menurut Banda (2011) kutu penggigit dari familia Menoponidae lebih
mematikan dibanding dari familia Philopteridae, karena lebih mempunyai kekuatan
merusak integument dan ukuran tubuhnya lebih besar. Spesies Menacanthus stramineus
danMenacanthus cornutus menggigit pada aliran darah menyebabkan luka dan
menimbulkan anemia yang dapat menyebabkan kematian ayam. Selain itu M.
stramineus and Menopon gallinae dapat membawa bibit Pasteurella multocida,
Salmonella gallinarum, Escherichia coli and Streptococus sp.(Ndadi and George,
2010).
Menurut Prelezov dan. Koinarski (2006), suatu pertanyaan yang harus dijawab
tentang serangan kutu penggigit adalah keragaman dan struktur populasinya, yaitu
perbandingan serangan pada ayam jantan dan ayam betina serta pada berbagai struktur
umur. Dengan menghitung perbandinganya dapat ditentukan apakah ektoparasit dari
subordo Mallopaga bersifat endemic (Kumar, 2014). Nik Hassan et al (2015)
menemukan keragaman ektoparasit dan prevalensinya di Borneo yaitu Dermanyssus
gallinae(prevalensi 78%), Lipeurus caponis (80%) and Menopon gallinae
(100%).Sedangkan Love et al (2013) di Benin menemukan spesiesMenocanthus
stramineus, Menopon gallinae,Lipeurus caponis dengan tingkat prevalensi tertinggi
pada M. stramineus (56%), diikuti olehM. gallinae (34%) dan L. caponis (10%).
Abdullah et al (2013) dalam penelitianya di Irak, menemukan 90% ayam kampung
terinfeksi ektoparasit dan spesies yang ditemukan meliputi (Menacanthus stramineus,
Goniocotes gallinae, Menopon gallinae, Goniodes gigas, Cuclotogaster heterographus
) . Sedangkan Prelezov and Koinarski (2006) di Bulgaria menemukan 4 species dari
Ordo Pteriraphtera yaitu Menopon gallinae (Linné, 1758), Menacanthus stramineus
(Mönnig, 1934),Menacanthus cornutus (Schömmer, 1913), and Goniocotes gallinae (De
Geer, 1778). Di Aljazair lebih banyak ditemukan spesies ektoparasit yaitu 9 spesies
yang terdiri atas Menopon gallinae,Goniocotes gallinae, Lipeurus caponis,Goniodes
dissimilis, Goniodes gigas, Menacanthus stramineus,Cuclotogaster heterographus,
Menacanthus cornutus and Menacanthus pallidulus. Menopon gallinae ( Ilyes et al,
2013).

6
Hasil hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa serangan ektoparasit pada kampung
sangat umum terjadi di berbagai negara, dengan spesies dan prevalensi yang hampir
sama, namun demikian penelitian tentang keragaman dan prevalensi ektoparasit ayam
kampung sangat jarang dipublikasikan.

7
BAB 3. MATERI DAN METHODE PENELITIAN

f. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di 5 desa sekitar kota Purwokerto yaitu desa Karanglewas, desa
Kedungwringin, desa Kutasari, desa Karangsalam dan desa Karanggintung.
g. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan purposive
sampling pada 5 desa terpilih. Setiap desa diambil sampel 20 ekor ayam secara
acak yang terdiri atas 10 ekor betina dan 10 ekor pejantan. Umur ayam diketahui
dengan menanyakan kepada pemilik. Parameter yang diukur meliputi jumlah jenis
dan individu ektoparasit, lokasi pada bagian tubuh ditemukanya ektoparasit serta
berat tubuh ayam yang terpilih.
h. Cara pengambilan sample
Setiap ekor ayam sample diamati pada siang hari dengan menggunaka kaca
pembesar untuk melihat ektoparasit. Bagian yang diamati meliputi kepala dengan
bulu disekitar kepala, bulu dan kulit pada sayap, ekor, bagian dada, paha dan kaki.
Untuk mendapatkan ektoparasit digunakan sikat gigi untuk menyikat bagian-bagian
yang terlihat ada kutunya. Untuk menampung kutu yang jatuh karena sikat maka
disiapkan kertas putih pada bagian bawah ayam. Selain dengan menggunakan sikat,
pengambilan kutu juga menggunakan pinset. Kutu yang tertangkap per bagian
tubuh selanjutnya diawetkan dengan alcohol 70% untuk pengamatan dan
identifikasi di laboratorium
i. Identifikasi ektoparasit

Identifikasi ektoparasit dilakukan di laboratorium Entomologi dan Parasitologi,


Fakultas Biologi Unsoed dengan menggunakan makalah Nasser et al (2015).
Sedangkan untuk konfirmasi sample di kirim ke Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
j. Analisis data

Data keragaman tungau ektoparasit ayam kampung di analisis dengan


menggunakan
indeks Shannon-Wiener ( H ), Shannon Eveness ( E) dan indeks dominasi
Simspson (D) dengan bantuan software BD Pro 2 ( Mc Aleece et al.,
1997).Keragaman Shannon-Wiener dan Indek Eveness dihitung dengan formula
(Magurran 2000)
Untuk menganalisis perbedaan antar desa dan jenis kelamin dilakukan Anova, dan
analisis korelasi dengan bantuan software SPSS 21.

Gambar 3.1 Lokasi sampling Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Indonesia

Table 3.1. Parameter Lingkungan dari lima Lokasi Pengambilan sampel ayam kampung
Parameter Kedungwuluh Kedungwringin Kutasari Karangaslam Karanggintung
Temperatur (oC) 30-32 30-32 30-32 30-32 30-32
Kelembaban (%) 90-95 90-95 90-95 90-95 90-95
Kebersihan Bersih Bersih Bersih Bersih Kotor
Populasi(individual) 10-15 5-10 10-15 10-15 15-20
/
Living area (m) <50 <50 <50 <50 >50
Perawatan free cage cage cage cage

9
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Ektoparasit
Sebanyak 1.047 parasit terdiri dari tiga spesies kutu (Lice), dua spesies tungau
(Mite), dan 1 spesies kutu (Ticks) ditemukan dalam penelitian ini. Spesies kutu yang
ditemukan adalah Menopon gallinae (kutu poros), Menacanthus stramineus (kutu
tubuh), dan Lipeurus caponis (kutu sayap).Tungau terdiri dari Megninia ginglymura ,
(Astigmata,Analgidae) dan Dermanyssus gallinae (Astigmata,Dermanyssidae) dan kutu
Haemaphysallis sp.( Gambar 4.1 dan Tabel 4.1)

A B C

D E F
Gambar 4.1. Spesies Ektoparasit yang ditemukan pada ayam kampung di lima lokasi sampling. A
. Menopon gallinae; B Menacanthus comutus; C. Lipeurus caponis; D. Haemaphysallis
sp.; E . Dermanyssus gallinae; F. Megninia ginglymura

Jumlah spesies yang ditemukan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian
lain, mungkin karena jumlah ukuran sampel. Serangan ektoparasit yang tinggi
disebabkan oleh tingkat kebersihan halaman, kelembaban udara, suhu sekitar,dan curah
hujan (Rahman dan Haziqoh 2015). Hasil ini sesuai dengan Nik-Hasan et al. (2015)
dalam penelitian mereka tentang beban parasit dan hubungannya dengan berat badan
ayam kampung di kelapa sawit mendominasi Kabupaten Sandakan Kalimantan
Malaysia di mana hanya ditemukan empat spesies ektoparasit .Rahman dan Haziqoh
(2015) menemukan sepuluh spesies ektoparasit dalam penelitian mereka tentang ayam
asli di daerah perkotaan.Lebih lanjut, keanekaragaman ektoparasit yang tinggi
ditemukan di ayam asli di wilayah Afrika, yang diserang oleh ektoparasit seperti
Menopon gallinae , Menacanthus stramineus ,Menacanthus cornutus , Menacanthus
pallidulus , Lipeuruscaponis , Goniocotes gallinae , Goniodes dissimilis ,Goniodes
gigas (El-Aw et al. 2013) sementara Zeryehun dan Yohannes (2015) menemukan lima
spesies tungau

Tabel 4.1. Kelimpahan Ektoparasit pada Ayam Kampung

Lokasi Σ
Spesies I II III IV V
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betin Jantan Betina Jantan Betina
a
Lice
Menopon 31 57 28 20 24 21 34 46 24 25 310
gallinae
Lipeurus caponis 16 27 18 13 14 16 21 25 11 23 184
Menacanthus 24 37 34 22 19 28 32 37 21 36 290
cornutus
Tick
Haemaphysallis 16 2 17 9 7 3 14 16 18 9 111
sp.
Mite
Dermanyssus 10 15 12 7 5 1 10 13 7 11 91
gallinae
Megninia 5 5 11 11 5 6 8 16 9 12 88
ginglymura
Total 102 143 120 82 74 75 119 153 90 116 1074

Di antara semua lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini, paling banyak
ektoparasit yang melimpah adalah Menopon gallinae (310 individu, 29,60%), diikuti oleh
M. cornuthus (290 individu, 27%), sedangkan yang paling sedikit adalah Megninia
ginglymura dengan 88 individu (8%) (Tabel 4.1). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya di lokasi pengambilan sampel (F 4,24
; p > 0,05 ). Dominasi kutu M. gallinae sangat umum karena ektoparasit ini tersebar
luas. M. gallinae menyerang bulu dan menyebabkan hilangnya bulu ayam. M. gallinae
dewasa berukuran panjang sekitar 2 mm, dan betina menyimpan telur di pangkal paha
dan bulu dada. Kutu unggas biasanya berpindah ke ayam yang laim dengan cara
kontak langsung dengan hospesnya. Banyaknya jumlahM. gallinae menyebabkan
mudah menyebar di antara ayam.
11
Indeks keanekaragaman Shannon (H ′) di antara lokasi pengambilan sampel hampir
sama, mulai dari H ′: 1,551 (situs III) hingga H ′:1.712 (situs II). Ini berarti bahwa
semua sampel ayam diinfestasikan oleh spesies ektoparasit dengan jumlah yang sama
(enam ektoparasit) (Tabel 4.1)). Kepadatan kandang sangat mempengaruhi jumlah
ektoparasit pada ayam karena tingginya tingkat kontak antara masing-masing ayam,
karena sebagian besar penularan ektoparasit antar individu melalui kontak langsung
(Suahila et al. 2015). Selain serangga, penelitian ini juga menemukan dua spesies
tungau, yaitu, D. gallinae (91individu, 8,4%) dan M. ginglymura (88 individu,8.1%).
Kehadiran tungau ini biasa terjadi, karena mereka tersebar luas pada ayam di seluruh
dunia. D.gallinae merupakan hematofag menyebabkan penurunan telur peringkat dan
anemia pada burung (Sparagano et al. 2009).Ektoparasit ini adalah yang paling penting
yang mempengaruhi ayam di seluruh dunia. Kehadiran tungau ini terkait dengan virus
zoonosis dan beberapa bakteri (Marangi et al. 2009). Satu spesies kutu (Acari,
Ixodidae) yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Haemaphysallis sp.,yang
merupakan kutu penghisap darah dan didistribusikan secara luasdi Asia Tenggara. Ini
adalah parasit yang sangat penting pada peternakan ayam karena dapat menyebabkan
infeksi dan menjadi vektor penyakit lain (Ernieenor et al. 2017). Haemaphysallis sp.
juga ditemukan dalam penelitian Rahman dan Haziqoh (2015) di M alaysia dengan
populasi rendah.
Tabel 4.2. Parameter keragaman dari lima lokasi pengambilan sampel yang berbeda

Keanekaragaman Kedungwuluh Kedungwringin Kutasari Karangaslam Karanggintung


Taxa_S 6 6 6 6 6
Individu 245 202 149 272 206
Dominance_D 0,2393 0,1941 0,2428 0,2066 0,1956
Shannon_H 1.575 1.712 1.551 1.675 1.707
Simpson_1-D 0,7607 0,8059 0,7572 0,7934 0,8044
Evenness_e ^ H / S 0,8048 0,9238 0,7863 0,8895 0,9183
Equitability_J 0,8788 0,9558 0.8658 0,9347 0,9524

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektoparasit ditemukan diempat bagian yang


diamati, yaitu kepala-leher, punggung, sayap, dada-kaki,dan ekor. Namun, spesies
ektoparasit ini memiliki preferensi untuk bagian tubuh ayam yang berbeda. L.caponis
ditemukan di semua bagian tubuh ayam yang diamati, M. cornutus ditemukan di empat
bagian tubuh ayam kecuali sayap, M. gallinae hanya ditemukan dikepala-leher,
punggung, dan kaki-dada. M. ginglymura hanya ditemukan pada sayap dan ekor (Tabel
4.3 dan Gambar 4.2))
12
.Di antara bagian-bagian tubuh ayam, yang diamati itu,bagian punggung dan dada
adalah tempat tinggal yang paling umum bagi ektoparasit dengan lima spesies hadir,
diikuti oleh bagian kepala-leher dengan empat spesies, dan sayap memiliki tiga jenis.
Kutu yang diidentifikasi adalah M. gallinae, M. cornutus,L. caponis , tungau yaitu
Goniocotes gallinae, Megniniaginglymura dan scrab adalah Haemaphysallis sp.

Tabel 4.3. Distribusi ektoparasit di daerah tubuh ayam kampung


agian Tubuh Ektoparasit
M.gallinae M. cornutus L. caponis D. gallinae M.ginglymur Haemaphysallis sp.
agian Tubuh Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %
Kepala-leher 142 37.9 130 34.7 72 19.2 31 8.3 - - - -
Punggung 137 56.4 67 27.6 16 6.6 10 4.1 - - 2 0.8
Sayap - - - - 26 39.4 - - 11 4.5 40 60.6
Dada-kaki 31 10.5 65 22.03 54 18.3 50 16.9 - - 36 12.2
Ekor - - 28 29.5 16 16.8 - - 59 20.0 33 34.7

70%
61%
60% 56%

50% M.gallinae
39%
40% 38%35% 35%
L. caponis
29% M. pallidus
30% 28%
22% D. gallinae
Jumlah 19% 18%17%20% 17% 19% Haemaphysa sp
20%
ektoparasit 11% 12%
8% 7% 4% 5% M.synglineura
10%
0%
0% 1% 0% 0%
0% 0% 0% 0%
0%

er g p ki or
l- eh un ya ka Ek
la gg Sa da
-
pa P un Da
K e
Regio Ayam

Gambar 4.2. Distribusi dan Kelimpahan (%) tiap jenis Ektoparasit pada regio ayam

Prevalensi

Di lima lokasi pengambilan sampel, prevalensi tertinggi adalah M. gallinae


(45%), diikuti oleh L. caponis (40%),M. cornutus (38%), dan tungau M. ginglymura
(25%). Ini mungkin disebabkan oleh sifat M. gallinae (kutu badan ayam), yang
merupakan ektoparasit yang rakus sehingga penyebarannya sangat cepat. Selain itu,
pengembangan Populasi M. gallinae sangat dipengaruhi oleh perubahan faktor
lingkungan, terutama suhu udara (Ilyes et al. 2013)
13
Hasil penelitian ini sejalan dengan sebagian besar penelitian yang menemukan M.
gallinae dengan prevalensi tertinggi. Suhaila et al. (2015) di Malaysia Utara
menemukan empat spesies dari ektoparasit, yang terdiri dari tiga kutu dan kutu yang
prevalensi tertinggi adalah M. gallinae (93,8%), M.pallidulus (81,3%), Haemaphysalis
sp. (37,5%), dan L.caponis (18,8%). Selanjutnya, M. gallinae adalah ektoparasit yang
paling umum dengan kejadian 76,7%, diikuti oleh L. caponis (63,3%) di Penang
Malaysia (Rahman danHaziqoh 2015). Hasil yang sama ditemukan oleh Ilyes et al.
(2013) dalam penelitian mereka di Aljazair, dengan prevalensi yang tertinggi adalah
M. gallinae (97%), diikuti oleh L.caponis (41%), dan Menacantus cornutus hanya 20%.
Dominasi M. gallinae juga dicatat oleh Deephali et.al. (2005) di India, Prelezov dan
Koinarski (2006) di Bulgaria dan Marin-Gomez serta Benavides-Montano (2007) di
Columbia di Benin, tiga spesies kutu ( M. gallinae, M. stramineus, dan L. caponis )
terdeteksi dan diidentifikasi pada unggas lokal. Spesies paling melimpah dalam
penelitian ini adalah M. gallinae, dengan prevalensi sekitar 69,84% (Love et al. 2017),
sedangkan Mansur et al. (2019) di Mesir menemukan M. gallinae sebagai ektoparasit
yang paling umum dengan prevalensi 76,7%, diikuti oleh L.caponis (63,3%) dan M.
pallidulus (41,7%). Perbedaan dalam penemuan ini mungkin karena perbedaan dalam
faktor lingkungan, terutama suhu harian dan kelembaban (Kaboudi et al. 2019). Secara
keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ektoparasit pada ayam
kampung di Kabupaten Banyumas rendah, dibandingkan dengan hasil penelitian di
tempat lain. M. cornutus memiliki Prevalensi yang tertinggi, ditemukan dalam
penelitian Zeryehun danYohannes (2013) di Ethiopia dan Kumar dan Kumar (2014)di
India.

Tabel 4.4. Prevalensi ektoparasit pada ayam kampung di lima lokasi pengambilan
sampel yang berbeda

Spesies Lokasi Prevalensi


Kedung Kedungw Kutasari Karangsal Karang X̅ ± SD
wuluh ringin am gintung
M. gallinae 40 45 40 45 55 45 +̲ 5.5
L .caponis 45 40 35 35 45 40 +̲ 4.5
M. cornutus 35 40 35 35 45 38 +̲ 4.0
Haemaphysalis sp. 15 20 25 35 35 26 +̲ 8.0
D. gallinae 25 10 30 25 35 25 +̲ 8.4
M. synglineura 15 15 30 30 35 25 +̲ 8.4
14
Berat badan

Hubungan serangan ektoparasit dengan penurunan berat badan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa ada hubungan nyata (r: 0,98); semakin tinggi serangan ektoparasit,
semakin rendah berat badan ayam. Ini mungkin karena iritasi pada ayam, sehingga
mengurangi tidur dan nafsu makan. Ektoparasit dari unggas hidup di kulit atau
menembus ke dalam kulit atau bahkan di kantung udara, sementara beberapa hidup di
bawah bulu. Ektoparasit menyebabkan iritasi, mengganggu konsumsi pakan dan dengan
demikian terkait dengan kekurusan, anemia, dan akhirnya kehilangan produksi (Mishra
et al. 2017). Meskipun kutu unggas tidak diketahui menularkan patogen unggas apa
pun, keberadaan kutu sering menyertai kesehatan yang buruk yang disebabkan oleh
penyebab lain, dan sangat berbahaya bagi burung muda, di mana kutu dalam jumlah
besar dapat menyebabkan gangguan tidur.Kutu Amblycera dapat menyebabkan iritasi
pada kulit, gelisah, melemahnya keseluruhan, dan menurunnya nafasu makan. Ini
mengakibatkan penurunan berat badan, kapasitas bertelur yang lebih rendah, dan lesi
kulit yang mungkin menjadi lokasi infeksi sekunder (Mullen dan Durden 2002). Katoch
et al. (2012) melaporkan penurunan 24% dalam berat badan ayam kampung di India
karena serangan parasit.
15

BAB 5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, keragaman dan prevalensi ektoparasit pada ayam


kampung di Kabupaten Banyumas tergolong rendah. Hanya enam spesies yang
ditemukan dengan prevalensi tertinggi M. gallinae ( 45%). Infestasi ektoparasit pada
ayam kampung dapat menyebabkan penurunan berat badan ayam. Oleh karena itu,
meskipun prevalensi ektoparasit rendah, ini adalah faktor utama yang perlu
dipertimbangkan oleh peternak ayam di pedesaan, untuk mencegah serangan ektoparasit
pada ayam mereka, sehingga meningkatkan produktivitas.
16

DAFTAR PUSTAKA

Aleya B, Sabrina S. 2011. Prevalence and seasonal variation of ectoparasite in pigeon,


Columba livia (Gmelin, 1979) of Dhaka, Bangladesh. Bangladesh J Zool 39 (2):
223- 230.

El-Aw, MAK, Draz A, Abdel-Hamed A, Awad MA. 2008. Identification of biting lice
species on infected domestic chickens and their distribution on different body
regions. J Agric Env Sci AlexUniv Egypt 7 (2): 137-143.

Ernieenor FCL, Ernna G, Mariana A. 2017. Phenotypic and genotypic identification of


hard ticksof the genus Haemaphysalis (Acari: Ixodidae) in Peninsular Malaysia.
Exp Appl Acarol 71: 387-400.

Faleireo DCC, Toldi M, Da Silva GL, Ferla NJ. 2015. The ectoparasites Dermanyssus
gallinae and Megninia ginglymura: bioecology and natural enemies in
commercial egg- laying hens.Syst Appl Acarol 20 (8): 861-874. DOI:
10.11158/saa.20.8.3

FAO. 2014. Decision Tools for Family Poultry Development. FAO Animal Production
and Health Guidelines, Rome, Italy.

Gunya B, Muhenje V, Gxasheka M, Tyasi LT, Masika PJ. 2020. Management practices
and contribution of village chickens to livelihoods of communal farmers: The case
of centane and Mount Frere in Eastern Cape, South Africa. Biodiversitas 21
(4)1345- 1351.

Ilyes M, Ahmed B, Kheira S, Hanene D, Fouz M. 2013. Prevalence and distribution of


chewing lice (Phthiraptera) in free-range chickens from the traditional rearing
system the Algerian North East, Area of El-Tarf. Int J Poult Sci 12 (12): 721-725.

Kaboudi K, Romdhane RB, Salem AB, Bouzouaia M. 2019. Occurrence of


ectoparasites in backyard domestic chickens (Gallus gallus domesticus) in the
northeast of Tunisia. J Anim Health Prod 7 (3): 92-98. DOI:
10.17582/journal.jahp/2019/7.3.92.98

Katoch R, Yadav A, Godara R, Khajuria JK, Borkataki S, Sodhi SS. 2012 Prevalence
and impact of gastrointestinal helminths on body weight gain in backyard
chickens in subtropical and humid zone of Jammu, India. J Parasit Dis 36 (1):
49-52.

Kumar A, Kumar R. 2014. Seasonal changes in the population of Menacanthus


cornutus (Phthiraptera: Amblycera). J Parasit Dis 38 (3): 307-310.

Love O, Johnny R, Valentine OR. 2018. A study of the prevalence and abundance of
chewing lice (Phthiraptera) in selected poultry farms in Benin City, Edo State. Intl
J Anim Sci Tech 1(1): 35-42.
17
Mansur KM, Mahmoud NM, Allamoushi SM, El Aziz MM. 2019. Biodiversity and
prevalence of chewing lice on local poultry. J Dairy Vet Anim Res 8 (1): 26-31.

Marangi M, Cafiero MA, Capelli G, Camarda A, Sparagano O, Giangaspero A. 2009.


Evaluation of the poultry red mite, Dermanyssus gallinae (Acari: Dermanyssidae)
susceptibility to someacaricides in field populations from Italy. Exp Appl Acarol
48: 11- 18.

Magurran EA. 2000. Ecological Diversity and its Measurement. 2nd ed. Chapman and
Hall, London.

Marin-Gomez SY, Benavides-Montano JA. 2007. Parásitos en aves domésticas (Gallus


domesticus) en el Noroccidente de Colombia. Vet Zootec 1: 43-51. [Spanish]

McAleece N, Lambshead PJD, Paterson GLJ. 1997. Biodiversity Pro. The Natural
History Museum, London.

Mishra S, Pednekar R, Mohanty BS, Gatne M. 2017. Prevalence, economic loss and
control of lice infestation in poultry. Intl J Sci Environ Tech 6 (3): 1745-1757.

Mullen RM, Durden LA 2002. Medical and Veterinary Entomology. 1st ed. Elsevier
Science, Nederlands.

Murillo AC, Mullens BA. 2016. Diversity and prevalence of ectoparasites on backyard
chicken flocks in California. J Med Entomol 53 (3): 707-711.

Nnadi PA, George SO. 2010. A cross-sectional survey on parasites of chickens in


selected villages in the subhumid zones of South-Eastern Nigeria. J Parasitol Res.
DOI: 10.1155/2010/141824.

Nik-Hassan NRN, Awang A, Rahman AMD. 2015. Parasitic burden and its relation
with the bodyweight of free-range chicken in oil palm dominated Sandakan
District of Malaysian Borneo. Intl J Livestock Res. DOI:
10.5455/ijlr.20150909073638.

Oliveira TM, Teixeira CM, Arcebispo TCM, Antunes KD, Rezende LC, Cunha LM,
Diniz TA, Silva MX. 2017. Epidemiological characterization and risk evaluation
associated with the presence of Megninia spp. in posture farms. Ciência Rural,
Santa Maria, v.47: 09, e20170186.

Prelezov PN, Koinarski KV. 2006. Species variety and population structure of
Mallophaga (Insecta: Phthiraptera) on chickens in the region of Stara Zagora.
Bulgarian J Vet Med 9 (3): 193-200.

Rahman WA, Haziqoh F. 2015. Ectoparasitic fauna of scavenging chickens (Gallus


domesticus) from Penang Island, Peninsular Malaysia. Malays J Vet Res 6 (1): 342
18
Sparagano O, Pavlicevic A, Murano T, Camarda A, Sahibi H, Kilpinen O, Mul M,
Emous RV, Bouquin S, Hoel K, Cawero MA. 2009. Prevalence and key figures for
the poultry red mite Dermanyssus gallinae infections in poultry farm systems.
Exp Appl Acarol 48: 3-10.

Suhaila AH, Sabrina DL, Ahmad N, Irwan Izzauddin NH, Hamdan A, Khadijah S.
2015. Study of parasites in commercial free-range chickens in northern Peninsular
Malaysia. Malaysian J Vet Res 6: 53-64

Sreedevi C, Ramesh P, Mala Kondaiah P, Lakshmi Rani N, & Abhishek M. 2016.


Occurrence of Knemidokoptes mutans and Laminosioptes crysticola in backyard
poultry in India. J Parasitic Dis 40: 1627-1630.

Swai ES, Kessy M, Sanka P, Bwanga S, Kaaya JE. 2010. A survey on ectoparasites and
haemoparasites of free-range indigenous chickens of Northern Tanzania. Livest
Res Rural Devt 22 (9).

Zeryehun T, Yohannes Y. 2015. Ectoparasite infestation of free scavenging chickens


reared under traditional backyard production system in Wolayita Zone, Southern
Ethiopia. Ethiopian Vet J 19 (2) : 55-66.
19

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Jumlah tiap jenis ektoparasit pada Region ayam kampung (Jantan dan
betina dari tiap lokasi sampling (Data dihitung dari 10 ekor ayam per sampling/desa, )

Spesies Regio Lokasi


Ektoparasit Kw Kr Ks Ks Kg Σ
J B J B J B J B J B
M. gallinae K-L 13 25 16 9 12 9 16 23 7 12 142
(Gbr 2) P 15 23 11 11 11 11 15 15 15 10 137
Sa - - - - - - - - - - -
DK 3 9 1 - 1 1 3 8 2 3 31
Ek - - - - - - - - - - -
Jumlah Ektoparasit 31 57 28 20 24 21 34 46 24 25 310
L. caponis K-L 3 16 3 3 3 14 6 10 3 11 72
(Gbr 1) P 3 2 1 2 1 2 1 2 2 16
Sa - - 4 3 - - 4 8 2 5 26
DK 6 9 6 5 6 - 6 5 6 5 54
Ek 4 - 4 - 4 - 4 - - - 16
Jumlah Ektoparasit 16 27 18 13 14 16 21 25 11 23 184
M. pallidus K-L 8 14 13 15 12 16 13 16 7 16 130
(Gbr 3) P 2 11 2 7 2 11 2 14 2 14 67
Sa - - - - - - - - - - -
DK 7 12 12 - 5 1 10 7 5 6 65
Ek 7 7 - - - 7 - 7 - 28

Jumlah Ektoparasit 24 37 34 22 19 28 32 37 21 36 290


Tungau K-L 2 6 4 3 - - 3 5 3 5 31
D. gallinae P 3 3 - 1 - 1 - 1 - 1 10
(Gbr 6) Sa - - - - - - - - - - -
DK 5 6 8 3 5 - 7 7 4 5 50
Ek - - - - - - - - - - -
Jumlah ektoparasit 10 15 12 7 5 1 10 13 7 11 91
Tungau K-L - - - - - - - - - - -
Haemaphysa P - 2 - - - - - - - - 2
llis sp Sa 5 - 5 3 5 3 5 6 5 3 -
(Gbr 4) DK 6 - 6 4 1 - 4 4 7 4 40
Ek 5 - 6 2 1 - 5 6 6 2 36
33
Jumlah Ektoparasit 16 2 17 9 7 3 14 16 18 9 111
Tungau K-L - - - - - - - - - - -
M. P - 1 - 3 - 2 - 3 - 2 11
gynglineura Sa - - - - - - - - - - -
(Gbr 5.) DK 5 4 7 6 5 4 5 9 7 7 59
Ek - - 4 2 - - 3 4 2 3 18
Jumlah Ektoparasit 5 5 11 11 5 6 8 16 9 12 88
total ektoparasit 102 143 120 82 74 75 119 153 90 116
245 202 149 272 206 1074
20
Lampiran 2. Data Jumlah jenis dan individu ektoparasit pada ayam sampel ( 10 ekor ayam)
Spesies Lokasi sampling Σ
Kedungwuluh Kedungwringi Kutasari Karangsalam Karanggintung
n
J B J B J B J B J B
M. gallinae 31 57 28 20 24 21 34 46 24 25 310
(Gbr 2)
L. caponis 16 27 18 13 14 16 21 25 11 23 184
(Gbr 1
M. pallidus 24 37 34 22 19 28 32 37 21 36 290
(Gbr 3)
Tungau 10 15 12 7 5 1 10 13 7 11 91
D. gallinae
(Gbr 6)
Tungau 16 2 17 9 7 3 14 16 18 9 111
Haemaphysallis
M. gynglineura 5 5 11 11 5 6 8 16 9 12 88
(Gbr 5.)
102 143 120 82 74 75 119 153 90 116 1074

Keterangan : Data untuk perhitungan Indeks Keragaman Shanon Winner

Lampiran 3 . Prevalensi ayam terinfestasi tiap jenis ektoparasit (dari 10 ayam sampel)

Kedungwulu Kutasari Kedungringin Karanggintung Karangsalam


h (sampling (Sampling ke (Sampling ke 3) (Sampling ke 4) (Sampling ke 5)
ke 1) 2)
Spesies Ayam Σ ayam % Σayam % Σayam % Σayam % Σayam % Prevalensi
terinfe terinfe terinfe terinfest terinfest
stasi stasi stasi asi asi
M.gallinae Jantan 4 40 4 40 4 40 4 40 6 60 44 +̲ 8,0
Betina 4 40 5 50 4 40 5 50 5 50 46 +̲ 5,0
Rata-rata 40 45 40 45 55 45 +̲ 5,5
Jantan 4 40 3 30 3 30 3 30 5 50 36 +̲ 8,0
L. caponis Betina 5 50 5 50 4 40 4 40 4 40 44 +̲ 5,0
Rata-rata 45 40 35 35 45 40 +̲ 4,5
M.cornutus Jantan 3 30 4 40 4 40 3 30 5 50 38 +̲ 7,5
Betina 4 40 4 40 3 30 4 40 4 40 38 +̲ 4,0
Rata-rata 35 40 35 35 45 38 +̲ 4,0
D.gallinae Jantan 2 20 1 10 3 30 2 20 4 40 24 +̲ 10,2
Betina 3 30 1 10 3 30 3 30 3 30 26 +̲ 8,0
Rata-rata 25 10 30 25 35 25 +̲ 8,4
Haemaphy Jantan 2 20 3 30 3 30 4 40 5 50 34 + ̲10,2
sa sp Betina 1 10 1 10 2 20 3 30 2 20 18 +̲ 7,5

Rata-rata 15 20 25 35 35 26 +̲ 8,0
M.syngline Jantan 1 10 1 10 4 40 3 30 4 40 26 +̲ 13,6
ura Betina 2 20 2 20 2 20 3 30 3 30 24 +̲ 4,5

Rata-rata 15 15 30 30 35 25 +̲ 8,4
21

Lampiran 4. Analisis data hasil penelitian


Data jumlah tiap jenis ektoparasit pada ayam kampung jantan

Descriptives
Jumlah Ektoparasit

95% Confidence Interval


for Mean

Spesies Std. Lower Upper


ektoparasit N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minim Maximu

M. gallinae 5 28.20 4.382 1.960 22.76 33.64 24 34


L. caponis 5 16.00 3.808 1.703 11.27 20.73 11 21
M. pallidus 5 26.00 6.671 2.983 17.72 34.28 19 34
D. gallinae 5 8.80 2.775 1.241 5.35 12.25 5 12
Haemaphysa sp. 5 14.40 4.393 1.965 8.95 19.85 7 18
M. synglineura 5 7.60 2.608 1.166 4.36 10.84 5 11
Total 30 16.83 8.898 1.625 13.51 20.16 5 34

ANOVA
Jumlah Ektoparasit
SV Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1848.167 5 369.633 19.802 .000


Within Groups 448.000 24 18.667
Total 2296.167 29

adalah “berbeda” secara signifikan. Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai


sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah
ektoparasit pada ayam kampung jantan
22

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah Ektoparasit
LSD

(I) Jenis (J) Jenis 95% Confidence Interval


Ektoparasit pada Ektoparasit pada Mean Difference
Ayam Jantan Ayam Jantan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

M. gallinae L. caponis 12.200 *


2.733 .000 6.56 17.84

M. pallidus 2.200 2.733 .429 -3.44 7.84

D. gallinae 19.400 *
2.733 .000 13.76 25.04

Haemaphysa sp. 13.800* 2.733 .000 8.16 19.44

M. synglineura 20.600 *
2.733 .000 14.96 26.24
L. caponis M. gallinae -12.200* 2.733 .000 -17.84 -6.56
M. pallidus -10.000* 2.733 .001 -15.64 -4.36
D. gallinae 7.200 *
2.733 .015 1.56 12.84
Haemaphysa sp. 1.600 2.733 .564 -4.04 7.24
M. synglineura 8.400* 2.733 .005 2.76 14.04
M. pallidus M. gallinae -2.200 2.733 .429 -7.84 3.44
L. caponis 10.000 *
2.733 .001 4.36 15.64
D. gallinae 17.200 *
2.733 .000 11.56 22.84
Haemaphysa sp. 11.600* 2.733 .000 5.96 17.24
M. synglineura 18.400* 2.733 .000 12.76 24.04
D. gallinae M. gallinae -19.400 *
2.733 .000 -25.04 -13.76
L. caponis -7.200*
2.733 .015 -12.84 -1.56
M. pallidus -17.200* 2.733 .000 -22.84 -11.56
Haemaphysa sp. -5.600 2.733 .052 -11.24 .04
M. synglineura 1.200 2.733 .664 -4.44 6.84
Haemaphysa sp. M. gallinae -13.800 *
2.733 .000 -19.44 -8.16
L. caponis -1.600 2.733 .564 -7.24 4.04
M. pallidus -11.600* 2.733 .000 -17.24 -5.96
D. gallinae 5.600 2.733 .052 -.04 11.24
M. synglineura 6.800 *
2.733 .020 1.16 12.44
M. synglineura M. gallinae -20.600* 2.733 .000 -26.24 -14.96

L. caponis -8.400* 2.733 .005 -14.04 -2.76

M. pallidus -18.400* 2.733 .000 -24.04 -12.76

D. gallinae -1.200 2.733 .664 -6.84 4.44

Haemaphysa sp. -6.800* 2.733 .020 -12.44 -1.16


*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

23
Data jumlah tiap jenis ektoparasit pada ayam kampung betina

Descriptives
Jumlah Ektoparasit

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Std. Lower Upper


N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum

M. gallinae 5 33.80 16.724 7.479 13.03 54.57 20 57


L. caponis 5 20.80 6.017 2.691 13.33 28.27 13 27
M. pallidus 5 32.00 6.745 3.017 23.62 40.38 22 37
D. gallinae 5 9.40 5.550 2.482 2.51 16.29 1 15
Haemaphysa sp. 5 7.80 5.630 2.518 .81 14.79 2 16
M. synglineura 5 10.00 4.528 2.025 4.38 15.62 5 16
Total 30 18.97 13.425 2.451 13.95 23.98 1 57

ANOVA
Jumlah Ektoparasit

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3449.367 5 689.873 9.314 .000


Within Groups 1777.600 24 74.067
Total 5226.967 29

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit pada ayam kampung betina
adalah “berbeda” secara signifikan
24
Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah Ektoparasit
LSD

(I) Jenis 95% Confidence Interval


Ektoparasit (J) Jenis
pada Ayam Ektoparasit pada Mean Difference Std.
Betina Ayam Betina (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound

M. gallinae L. caponis 13.000 *


5.443 .025 1.77 24.23

M. pallidus 1.800 5.443 .744 -9.43 13.03

D. gallinae 24.400 *
5.443 .000 13.17 35.63

Haemaphysa sp. 26.000* 5.443 .000 14.77 37.23

M. synglineura 23.800 *
5.443 .000 12.57 35.03
L. caponis M. gallinae -13.000* 5.443 .025 -24.23 -1.77
M. pallidus -11.200 5.443 .051 -22.43 .03
D. gallinae 11.400 *
5.443 .047 .17 22.63
Haemaphysa sp. 13.000 *
5.443 .025 1.77 24.23
M. synglineura 10.800 5.443 .059 -.43 22.03
M. pallidus M. gallinae -1.800 5.443 .744 -13.03 9.43
L. caponis 11.200 5.443 .051 -.03 22.43
D. gallinae 22.600 *
5.443 .000 11.37 33.83
Haemaphysa sp. 24.200* 5.443 .000 12.97 35.43
M. synglineura 22.000* 5.443 .000 10.77 33.23
D. gallinae M. gallinae -24.400 *
5.443 .000 -35.63 -13.17
L. caponis -11.400 *
5.443 .047 -22.63 -.17
M. pallidus -22.600* 5.443 .000 -33.83 -11.37
Haemaphysa sp. 1.600 5.443 .771 -9.63 12.83
M. synglineura -.600 5.443 .913 -11.83 10.63
Haemaphysa M. gallinae -26.000 *
5.443 .000 -37.23 -14.77
sp. L. caponis -13.000* 5.443 .025 -24.23 -1.77
M. pallidus -24.200* 5.443 .000 -35.43 -12.97
D. gallinae -1.600 5.443 .771 -12.83 9.63
M. synglineura -2.200 5.443 .690 -13.43 9.03
M. synglineura M. gallinae -23.800* 5.443 .000 -35.03 -12.57

L. caponis -10.800 5.443 .059 -22.03 .43

M. pallidus -22.000* 5.443 .000 -33.23 -10.77

D. gallinae .600 5.443 .913 -10.63 11.83


Haemaphysa sp. 2.200 5.443 .690 -9.03 13.43

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

25

Data jumlah tiap jenis ektoparasit pada ayam kampung

Descriptives
Jumlah Ektoparasit

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Std. Lower Upper


Ektoparasit N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum

M. gallinae 10 31.00 11.898 3.762 22.49 39.51 20 57


L. caponis 10 18.40 5.379 1.701 14.55 22.25 11 27
M. pallidus 10 29.00 7.071 2.236 23.94 34.06 19 37
D. gallinae 10 9.10 4.149 1.312 6.13 12.07 1 15
Haemaphysa sp. 10 11.10 5.896 1.865 6.88 15.32 2 18
M. synglineura 10 8.80 3.706 1.172 6.15 11.45 5 16
Total 60 17.90 11.343 1.464 14.97 20.83 1 57

ANOVA
Jumlah Ektoparasit

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 5015.600 5 1003.120 21.030 .000


Within Groups 2575.800 54 47.700
Total 7591.400 59

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah tiap jenis ektoparasit pada ayam
kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
26

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah Ektoparasit
LSD

Mean 95% Confidence Interval


(I) Jenis (J) Jenis Difference
Ektoparasit Ektoparasit (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

M. gallinae L. caponis 12.600 *


3.089 .000 6.41 18.79

M. pallidus 2.000 3.089 .520 -4.19 8.19

D. gallinae 21.900 *
3.089 .000 15.71 28.09

Haemaphysa sp. 19.900* 3.089 .000 13.71 26.09

M. synglineura 22.200 *
3.089 .000 16.01 28.39
L. caponis M. gallinae -12.600 *
3.089 .000 -18.79 -6.41
M. pallidus -10.600* 3.089 .001 -16.79 -4.41
D. gallinae 9.300 *
3.089 .004 3.11 15.49
Haemaphysa sp. 7.300 *
3.089 .022 1.11 13.49
M. synglineura 9.600 *
3.089 .003 3.41 15.79
M. pallidus M. gallinae -2.000 3.089 .520 -8.19 4.19
L. caponis 10.600 *
3.089 .001 4.41 16.79
D. gallinae 19.900 *
3.089 .000 13.71 26.09
Haemaphysa sp. 17.900 *
3.089 .000 11.71 24.09
M. synglineura 20.200* 3.089 .000 14.01 26.39
D. gallinae M. gallinae -21.900 *
3.089 .000 -28.09 -15.71
L. caponis -9.300 *
3.089 .004 -15.49 -3.11
M. pallidus -19.900 *
3.089 .000 -26.09 -13.71
Haemaphysa sp. -2.000 3.089 .520 -8.19 4.19
M. synglineura .300 3.089 .923 -5.89 6.49
Haemaphysa M. gallinae -19.900 *
3.089 .000 -26.09 -13.71
sp. L. caponis -7.300 *
3.089 .022 -13.49 -1.11
M. pallidus -17.900* 3.089 .000 -24.09 -11.71
D. gallinae 2.000 3.089 .520 -4.19 8.19
M. synglineura 2.300 3.089 .460 -3.89 8.49
M. M. gallinae -22.200 *
3.089 .000 -28.39 -16.01
synglineura L. caponis -9.600* 3.089 .003 -15.79 -3.41

M. pallidus -20.200 *
3.089 .000 -26.39 -14.01

D. gallinae -.300 3.089 .923 -6.49 5.89


Haemaphysa sp. -2.300 3.089 .460 -8.49 3.89

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

27

Data jumlah ektoparasit (M. gallinae /ekor) ayam pada tiap regio ayam

Descriptives
Jumlah M. gallinae

95% Confidence Interval

Std. for Mean

Deviatio Std. Lower


N Mean n Error Bound Upper Bound Minimum Maximum

kepala-leher 5 1.4200 .47381 .21190 .8317 2.0083 .95 1.95


punggung 5 1.3700 .33838 .15133 .9498 1.7902 1.10 1.90
sayap 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
dada-kaki 5 .3100 .25348 .11336 -.0047 .6247 .05 .60
ekor 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Total 25 .6200 .70563 .14113 .3287 .9113 .00 1.95

ANOVA
Jumlah M. gallinae

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 10.337 4 2.584 32.043 .000


Within Groups 1.613 20 .081
Total 11.950 24

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit M. gallinae pada tiap regio
ayam kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
28

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah M. gallinae
LSD

(I) Organ (J) Organ tubuh Mean 95% Confidence Interval

tubuh ayam ayam Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kepala-leher Punggung .05000 .17961 .784 -.3247 .4247

Sayap 1.42000 *
.17961 .000 1.0453 1.7947

dada-kaki 1.11000* .17961 .000 .7353 1.4847

Ekor 1.42000 *
.17961 .000 1.0453 1.7947
punggung kepala-leher -.05000 .17961 .784 -.4247 .3247
Sayap 1.37000* .17961 .000 .9953 1.7447
dada-kaki 1.06000 *
.17961 .000 .6853 1.4347
Ekor 1.37000 *
.17961 .000 .9953 1.7447
sayap kepala-leher -1.42000 *
.17961 .000 -1.7947 -1.0453
Punggung -1.37000* .17961 .000 -1.7447 -.9953
dada-kaki -.31000 .17961 .100 -.6847 .0647
Ekor .00000 .17961 1.000 -.3747 .3747
dada-kaki kepala-leher -1.11000 *
.17961 .000 -1.4847 -.7353
Punggung -1.06000* .17961 .000 -1.4347 -.6853
Sayap .31000 .17961 .100 -.0647 .6847
Ekor .31000 .17961 .100 -.0647 .6847
ekor kepala-leher -1.42000 *
.17961 .000 -1.7947 -1.0453

punggung -1.37000* .17961 .000 -1.7447 -.9953

sayap .00000 .17961 1.000 -.3747 .3747

dada-kaki -.31000 .17961 .100 -.6847 .0647

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


29

Data jumlah ektoparasit (L. caponis/ekor) ayam kampung di tiap regio ayam

Descriptives
Jumlah L. caponis

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Std. Lower Upper


N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum

kepala-leher 5 .7200 .25150 .11247 .4077 1.0323 .30 .95


Punggung 5 .1600 .05477 .02449 .0920 .2280 .10 .25
Sayap 5 .2600 .25836 .11554 -.0608 .5808 .00 .60
dada-kaki 5 .5400 .15969 .07141 .3417 .7383 .30 .75
Ekor 5 .1600 .08944 .04000 .0489 .2711 .00 .20
Total 25 .3680 .28317 .05663 .2511 .4849 .00 .95

ANOVA
Jumlah L. caponis

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.258 4 .315 9.447 .000


Within Groups .666 20 .033
Total 1.924 24

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit L. caponis pada tiap regio
ayam kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
30

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah L. caponis
LSD

Mean 95% Confidence Interval


(I) Organ (J) Organ tubuh Difference
tubuh ayam ayam (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kepala-leher Punggung .56000 *


.11541 .000 .3193 .8007

Sayap .46000* .11541 .001 .2193 .7007

dada-kaki .18000 .11541 .135 -.0607 .4207

Ekor .56000* .11541 .000 .3193 .8007


Punggung kepala-leher -.56000 *
.11541 .000 -.8007 -.3193
Sayap -.10000 .11541 .397 -.3407 .1407
dada-kaki -.38000* .11541 .004 -.6207 -.1393
Ekor .00000 .11541 1.000 -.2407 .2407
Sayap kepala-leher -.46000 *
.11541 .001 -.7007 -.2193
Punggung .10000 .11541 .397 -.1407 .3407
dada-kaki -.28000* .11541 .025 -.5207 -.0393
Ekor .10000 .11541 .397 -.1407 .3407
dada-kaki kepala-leher -.18000 .11541 .135 -.4207 .0607
Punggung .38000 *
.11541 .004 .1393 .6207
Sayap .28000* .11541 .025 .0393 .5207
Ekor .38000* .11541 .004 .1393 .6207
Ekor kepala-leher -.56000 *
.11541 .000 -.8007 -.3193

punggung .00000 .11541 1.000 -.2407 .2407

sayap -.10000 .11541 .397 -.3407 .1407

dada-kaki -.38000* .11541 .004 -.6207 -.1393

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


31

Data jumlah ektoparasit (M. pallidus/ekor ) ayam kampung di tiap regio

Descriptives
Jumlah M. pallidus

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Lower Upper


N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

kepala-leher 5 1.3000 .16202 .07246 1.0988 1.5012 1.10 1.45


Punggung 5 .6700 .14405 .06442 .4911 .8489 .45 .80
Sayap 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
dada-kaki 5 .6500 .25739 .11511 .3304 .9696 .30 .95
Ekor 5 .2800 .15652 .07000 .0856 .4744 .00 .35
Total 25 .5800 .47170 .09434 .3853 .7747 .00 1.45

ANOVA
Jumlah M. pallidus

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.789 4 1.197 43.457 .000


Within Groups .551 20 .028
Total 5.340 24

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit M. pallidus pada tiap regio
ayam kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
32

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah M. pallidus
LSD

Mean 95% Confidence Interval


(I) Organ tubuh (J) Organ tubuh Difference
ayam ayam (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kepala-leher Punggung .63000* .10498 .000 .4110 .8490

Sayap 1.30000 *
.10498 .000 1.0810 1.5190

dada-kaki .65000* .10498 .000 .4310 .8690

Ekor 1.02000 *
.10498 .000 .8010 1.2390
punggung kepala-leher -.63000* .10498 .000 -.8490 -.4110
Sayap .67000* .10498 .000 .4510 .8890
dada-kaki .02000 .10498 .851 -.1990 .2390
Ekor .39000 *
.10498 .001 .1710 .6090
sayap kepala-leher -1.30000* .10498 .000 -1.5190 -1.0810
Punggung -.67000* .10498 .000 -.8890 -.4510
dada-kaki -.65000 *
.10498 .000 -.8690 -.4310
Ekor -.28000 *
.10498 .015 -.4990 -.0610
dada-kaki kepala-leher -.65000* .10498 .000 -.8690 -.4310
Punggung -.02000 .10498 .851 -.2390 .1990
Sayap .65000 *
.10498 .000 .4310 .8690
Ekor .37000 *
.10498 .002 .1510 .5890
ekor kepala-leher -1.02000* .10498 .000 -1.2390 -.8010

punggung -.39000* .10498 .001 -.6090 -.1710

sayap .28000* .10498 .015 .0610 .4990

dada-kaki -.37000* .10498 .002 -.5890 -.1510

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


33

Data jumlah ektoparasit (D. gallinae/ekor) ayam kampung di tiap regio ayam

Descriptives
Jumlah D. gallinae

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Lower Upper


N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

kepala-leher 5 .3100 .17464 .07810 .0932 .5268 .00 .40


punggung 5 .0900 .11937 .05339 -.0582 .2382 .00 .30
sayap 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
dada-kaki 5 .4000 .25495 .11402 .0834 .7166 .05 .70
ekor 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Total 25 .1600 .21602 .04320 .0708 .2492 .00 .70

ANOVA
Jumlah D. gallinae

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .681 4 .170 7.756 .001


Within Groups .439 20 .022
Total 1.120 24

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit D. gallinae pada tiap regio
ayam kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
34

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah D. gallinae
LSD

Mean 95% Confidence Interval


(I) Organ (J) Organ tubuh Difference
tubuh ayam ayam (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kepala-leher Punggung .22000* .09370 .029 .0245 .4155

Sayap .31000* .09370 .004 .1145 .5055

dada-kaki -.09000 .09370 .348 -.2855 .1055

Ekor .31000* .09370 .004 .1145 .5055


punggung kepala-leher -.22000* .09370 .029 -.4155 -.0245
Sayap .09000 .09370 .348 -.1055 .2855
dada-kaki -.31000 *
.09370 .004 -.5055 -.1145
Ekor .09000 .09370 .348 -.1055 .2855
sayap kepala-leher -.31000* .09370 .004 -.5055 -.1145
Punggung -.09000 .09370 .348 -.2855 .1055
dada-kaki -.40000 *
.09370 .000 -.5955 -.2045
Ekor .00000 .09370 1.000 -.1955 .1955
dada-kaki kepala-leher .09000 .09370 .348 -.1055 .2855
Punggung .31000 *
.09370 .004 .1145 .5055
Sayap .40000 *
.09370 .000 .2045 .5955
Ekor .40000* .09370 .000 .2045 .5955
ekor kepala-leher -.31000* .09370 .004 -.5055 -.1145

punggung -.09000 .09370 .348 -.2855 .1055

sayap .00000 .09370 1.000 -.1955 .1955

dada-kaki -.40000 *
.09370 .000 -.5955 -.2045

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


35

Data jumlah ektoparasit (Haemaphysa sp./ekor) ayam kampung di tiap regio


ayam

Descriptives
Jumlah Haemaphysa sp.

95% Confidence Interval


for Mean

Std. Std. Lower


N Mean Deviation Error Bound Upper Bound Minimum Maximum

kepala-leher 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00


punggung 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
sayap 5 .4200 .07583 .03391 .3258 .5142 .35 .55
dada-kaki 5 .3600 .19812 .08860 .1140 .6060 .05 .55
ekor 5 .3300 .18908 .08456 .0952 .5648 .05 .55
Total 25 .2220 .22036 .04407 .1310 .3130 .00 .55

ANOVA
Jumlah Haemaphysa sp.

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .842 4 .211 13.040 .000


Within Groups .323 20 .016
Total 1.165 24

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit Haemaphysa sp. pada tiap
regio ayam kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
36

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah Haemaphysa sp.
LSD

Mean 95% Confidence Interval


(I) Organ (J) Organ tubuh Difference Std.
tubuh ayam ayam (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kepala-leher Punggung .00000 .08037 1.000 -.1677 .1677

Sayap -.42000 *
.08037 .000 -.5877 -.2523

dada-kaki -.36000* .08037 .000 -.5277 -.1923

Ekor -.33000 *
.08037 .001 -.4977 -.1623
punggung kepala-leher .00000 .08037 1.000 -.1677 .1677
Sayap -.42000* .08037 .000 -.5877 -.2523
dada-kaki -.36000 *
.08037 .000 -.5277 -.1923
Ekor -.33000 *
.08037 .001 -.4977 -.1623
sayap kepala-leher .42000 *
.08037 .000 .2523 .5877
Punggung .42000* .08037 .000 .2523 .5877
dada-kaki .06000 .08037 .464 -.1077 .2277
Ekor .09000 .08037 .276 -.0777 .2577
dada-kaki kepala-leher .36000 *
.08037 .000 .1923 .5277
Punggung .36000* .08037 .000 .1923 .5277
Sayap -.06000 .08037 .464 -.2277 .1077
Ekor .03000 .08037 .713 -.1377 .1977
ekor kepala-leher .33000 *
.08037 .001 .1623 .4977

Punggung .33000* .08037 .001 .1623 .4977

Sayap -.09000 .08037 .276 -.2577 .0777

dada-kaki -.03000 .08037 .713 -.1977 .1377

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


37

Data jumlah ektoparasit (M. synglineura/ekor) ayam kampung di tiap regio


ayam

Descriptives
Jumlah M. synglineura

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Lower Upper


N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

kepala-leher 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00


punggung 5 .1100 .04183 .01871 .0581 .1619 .05 .15
sayap 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
dada-kaki 5 .5400 .12450 .05568 .3854 .6946 .45 .70
ekor 5 .1800 .16808 .07517 -.0287 .3887 .00 .35
Total 25 .1660 .22113 .04423 .0747 .2573 .00 .70

ANOVA
Jumlah M. synglineura

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .992 4 .248 27.242 .000


Within Groups .182 20 .009
Total 1.174 24

Berdasarkan analisi Anova, diketahui nilai sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah ektoparasit M. synglineura, pada tiap
regio ayam kampung adalah “berbeda” secara signifikan.
38
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah M. synglineura
LSD

Mean 95% Confidence Interval

(I) Organ (J) Organ tubuh Difference (I- Lower


tubuh ayam ayam J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound

kepala-leher Punggung -.11000 .06033 .083 -.2359 .0159

Sayap .00000 .06033 1.000 -.1259 .1259

dada-kaki -.54000 *
.06033 .000 -.6659 -.4141

Ekor -.18000* .06033 .007 -.3059 -.0541


punggung kepala-leher .11000 .06033 .083 -.0159 .2359
Sayap .11000 .06033 .083 -.0159 .2359
dada-kaki -.43000* .06033 .000 -.5559 -.3041
Ekor -.07000 .06033 .260 -.1959 .0559
sayap kepala-leher .00000 .06033 1.000 -.1259 .1259
Punggung -.11000 .06033 .083 -.2359 .0159
dada-kaki -.54000* .06033 .000 -.6659 -.4141
Ekor -.18000 *
.06033 .007 -.3059 -.0541
dada-kaki kepala-leher .54000 *
.06033 .000 .4141 .6659
Punggung .43000 *
.06033 .000 .3041 .5559
Sayap .54000* .06033 .000 .4141 .6659
Ekor .36000 *
.06033 .000 .2341 .4859
ekor kepala-leher .18000 *
.06033 .007 .0541 .3059

punggung .07000 .06033 .260 -.0559 .1959

sayap .18000 *
.06033 .007 .0541 .3059

dada-kaki -.36000* .06033 .000 -.4859 -.2341

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Correlations

Correlations

Rata-rata infestasi
Ektoparasit (x) Rata-rata bobot ayam (y)

Rata-rata infestasi Pearson Correlation 1 -.918*


Ektoparasit (x) Sig. (2-tailed) .028

N 5 5
Rata-rata bobot ayam (y) Pearson Correlation -.918* 1

Sig. (2-tailed) .028

N 5 5

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


39

Berdasarkan tabel output diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Berdasarkan nilai signifikasi Sig. (2-tailed) sebesar 0,028 < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikasi antara variabel rata-rata
investasi ektoparasit dengan rata-rata bobot ayam.
2. Berdasarkan nilai r hitung (Pearson Correlations), diketahui nilai r hitung untuk
hubungan rata-rata infestasi ektoparasit dengan rata-rata bobot ayam adalah
sebesar 0,918 > r tabel 0,878, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
atau korelasi antara variabel rata-rata infestasi ektoparasit dengan rata-rata
bobot ayam. Karena r hitung/ Pearson Correlations dalam analisis ini bernilai
negatif, maka hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat negatif atau
dengan kata lain semakin meningkatnya rata-rata infestasi ektoparasit maka
akan semakin menurun rata-rata bobot ayamnya.
Regression

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Rata-rata infestasi
. Enter
Ektoparasit (x)b
a. Dependent Variable: Rata-rata bobot ayam (y)
b. All requested variables entered.

Model Summary
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .918 a
.843 .791 .07446
a. Predictors: (Constant), Rata-rata infestasi Ektoparasit (x)

Berdasarkan tabel Model Summary di atas, nilai korelasi (R) adalah 0,918. Nilai
ini dapat diinterpretasikan bahwa hubungan kedua variabel penelitian ada di
kategori kuat. Melalui tabel ini juga diperoleh nilai R Square atau koefisien
determinasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang
dibentuk oleh interaksi variabel bebas dan variabel terikat. Nilai KD yang
diperoleh adalah 84,3% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel bebas X (rata-rata
infestasi ektoparasit) memiliki pengaruh kontribusi sebesar 84,3% terhadap
40
variabel Y (rata-rata bobot ayam) dan 15,7% lainnya dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain diluar variabel X.

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .089 1 .089 16.106 .028b

Residual .017 3 .006

Total .106 4

a. Dependent Variable: Rata-rata bobot ayam (y)


b. Predictors: (Constant), Rata-rata infestasi Ektoparasit (x)

Berdasarkan tabel Anova di atas, diketahui nilai sig sebesar 0,028 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa model regresi adalah linier. Berdasarkan tabel di atas,
maka model persamaan regresi adalah signifikan dan memenuhi kriteria linieritas.

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 2.728 .186 14.676 .001

Rata-rata infestasi
-.068 .017 -.918 -4.013 .028
Ektoparasit (x)

a. Dependent Variable: Rata-rata bobot ayam (y)

Adapun model persamaan regresi yang diperoleh dengan koefisien


konstanta dan koefisien variabel yang ada di kolom Unstandardized
Coefficients. Berdasarkan tabel di atas diperoleh model persamaan regresi
: Y = 2,728 - 0,068x.
41

Tabel Perhitungan indeks keragaman ektoparasit pada ayam kampung

Shannon Index Results


Lokasi sampling

Index Kedungwuluh Kedungwringin Kutasari Karangsalam Karanggintung

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Shannon H'
0.721 0.627 0.742 0.743 0.702 0.626 0.72 0.731 0.738 0.726
Log Base 10.

Shannon
Hmax Log 0.778 0.778 0.778 0.778 0.778 0.778 0.778 0.778 0.778 0.778
Base 10.

Shannon J' 0.926 0.806 0.953 0.955 0.902 0.805 0.926 0.939 0.949 0.933

Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman


spesies ektoparasit pada ayam adalah rendah (H’<1)
42
Lampiran 5. Gambar ayam kampung yang dipelihara secara diliarkan

43

70

Anda mungkin juga menyukai