Anda di halaman 1dari 34

POTENSI IMUNOMODULATOR

MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn)


TERHADAP AKTIFITAS TNFα
PADA AYAM LAYER

DISUSUN OLEH:

Latifah Ayu Prameswari (061511133090)


Endah Paraswati (061411131128)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul :Potensi Imunomodulator Meniran


(Phyllanthus niruri Linn) terhadap Aktifitas
TNF-a pada Ayam Layer
2. Bidang Kegiatan :LKTI
3. Ketua Pelaksana
a. Nama Lengkap :Latifah Ayu Prameswari
b. NIM :061511133090
c. Jurusan :S1 Pendidikan Dokter Hewan
d. Universitas :Airlangga
e. Alamat Rumah dan Telp/HP :Jl. Dharmawangsa Barat 24 Surabaya/
081342520218
f. Alamat Email :prameswarilatifah@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan :1 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Emy Koestanti Sabdoningrum, M.Kes., drh
b. NIP : 197012101999032002

Surabaya, 10 September 2017


Mengetahui
Dosen Pembimbing Ketua Pelaksana

(Emy Koestanti Sabdoningrum, M.Kes., drh.) (Latifah Ayu Prameswari)


NIP. 197012101999032002 NIM. 061511133090

Wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

(Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, drh.)


NIP 195910031987011001

ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
KARYA TULIS ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :1. Latifah Ayu Prameswari
2. Endah Paraswati
Universitas : Airlangga
Fak/Prog. Studi : S1 Pendidikan Dokter Hewan
Judul Karya Tulis Ilmiah :Potensi Imunomodulator Meniran
(Phyllanthus niruri Linn) terhadap Aktifitas
TNF-a pada Ayam Layer

Dengan ini saya/kami menyatakan bahwa tulisan/naskah yang saya/kami


sertakan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah yang diadakan PT. Medion adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri/kelompok, bukan jiplakan karya orang lain
dan belum pernah diikutkan dalam segala bentuk perlombaan serta belum pernah
dimuat di manapun.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Jika di kemudian hari


ditemukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku, saya/kami bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan dari pihak perusahaan.

Surabaya, 10 September 2017

Yang Menyatakan Mengetahui, Menyetujui,

Peserta 1 Peserta 2 Dosen Pembimbing Dekan Universitas

iii
ABSTRAK

Industri peternakan ayam layer menuntut tingkat produktifitas maksimal sehingga


memaksa para ahli untuk menciptakan unggas dengan tingkat produktifitas telur yang tinggi.
Ayam layer dipacu untuk berproduktifitas tinggi akan berakibat timbulnya kondisi stress. Stress
pada ayam layer akan berdampak pada menurunnya sistem imun, sehingga ayam mudah terjangkit
infeksi. Meniran (Phyllanthus niruri L) mempunyai zat aktif flavonoid yang salah satunya
berfungsi sebagai imunomodulator. Studi efek imunomodulator dari ekstrak meniran (Phyllanthus
niruri L) terhadap aktifitas TNF-a dilakukan pada ayam layer. Ekstrak diberikan secara oral yang
sebelumnya dibuat suspensi dengan dosis 10 mg/kg BB; 20 mg/kg BB; 30 mg/kg BB dan larutan
0,5% NaCMC sebagai kontrol diberikan secara oral 1 kali sehari selama 6 hari. Setelah dilakukan
pemberian ekstrak meniran pada ayam selama 6 hari, ayam diambil serumnya. Kadar TNFa diukur
dengan ELISA metode sandwich. Data dianalisa dengan Uji Kruskal-Wallis, dengan tingkat
kepercayaan 95%. Dari hasil penelitian in vitro, pemberian ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L)
diketahui mempunyai efek terhadap respons imun spesifik yaitu meningkatkan sekresi TNFα yang
berdampak pada meningkatnya imunitas ayam layer.

Kata kunci : Imunomodulator, Meniran (Phyllanthus niruri L), TNFα, Ayam Layer

iv
KATA PENGATAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah dan petunjuk bagi umat manusia, demikian juga Shalawat
dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik dan
patut kita contoh dalam kehidupan kita sehari- hari karena limpahan rahmat dan
karunia-Nyalah sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Potensi
Imunomodulator Meniran (Phyllanthus niruri Linn) terhadap Aktifitas TNF-a
pada Ayam Layer dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah yang
diadakan oleh PT.Medion ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen


pembimbing kami Emy Koestanti Sabdoningrum, M.Kes., drh. yang telah
membagi pengetahuannya kepada kami serta memberi masukan yang tentunya
bermanfaat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungan. Kami menyadari
bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, dan harapan
semoga kedepannya apa yang telah penulis tuangkan dalam Karya Tulis Ilmiah ini
dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan industri peternakan, khususnya
penggunaan tanaman herbal sebagai imunomodulator.

Surabaya, 10 September 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
COVER.................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS........................................ iii
ABSTRAK............................................................................................... vi
KATA PENGATAR................................................................................ v
DAFTAR ISI............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ ix
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Penilitian............................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................ 2
1.3 Manfaat.......................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 3
2.1 Meniran (Phyllanthus niruri L)..................................... 3
2.1.1 Sinonim Meniran.............................................. 3
2.1.2 Klasifikasi Meniran........................................... 3
2.1.3 Morfologi Meniran........................................... 3
2.1.4 Kandungan Meniran......................................... 4
2.1.5 Ekstrak Meniran................................................ 5
2.1.6 Immunomodulator pada Meniran..................... 6
2.1.7 Kandungan Meniran dapat Meningkatkan 6
Sistem Imun.......................................................
2.2 Flavonoid....................................................................... 7
2.3 TNF-a............................................................................. 7
2.4 Ayam Petelur................................................................. 9
2.4.1 Deskripsi Ayam Petelur.................................... 9
2.4.2 Fase Ayam Petelur............................................ 10
a. Fase Starter................................................ 10
b. Fase Grower.............................................. 10
c. Fase Layer................................................. 11
BAB 3 MATERI DAN METODE....................................................... 13
3.1 Alat................................................................................. 13
3.1.1 Alat ekstraksi dan pembuatan suspensi............ 13
3.1.2 Alat uji ELISA.................................................. 13
3.2 Bahan............................................................................. 13
3.2.1 Alat ekstraksi dan pembuatan suspensi............ 13
3.2.2 Bahan material ELISA...................................... 13
3.3 Metode Kerja Ekstraksi dan Suspensi........................... 13
3.3.1 Pengambilan Sampel........................................ 13
3.3.2 Perencanaan Dosis............................................ 13
3.3.3 Persiapan Hewan Percobaan............................. 13
3.3.4 Pembuatan Larutan Uji..................................... 14
3. 4 Metode Kerja ELISA..................................................... 14
BAB 4 PEMBAHASAN 16
4.1 Analisis Data.................................................................. 16

vi
4.2 Pembahasan................................................................... 16
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 17
5.1 Kesimpulan..................................................................... 17
5.2 Saran............................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 18
LAMPIRAN............................................................................................. 20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CV)....................................................... 24

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampilan Meniran Hijau..................................................... 4


Gambar 2.2 Ayam Layer............................................................................. 10
Gambar 4.1 Alur Pengaktifan TNFa........................................................... 16

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Proses Pembuatan Ekstrak Meniran............... 20


Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup........................................................... 24

ix
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri peternakan ayam layer menuntut tingkat produktifitas maksimal


sehingga memaksa para ahli untuk menciptakan unggas dengan tingkat
produktifitas telur yang tinggi. Namun, kondisi ini tidak diimbangi dengan
perkembangan sistem kekebalan tubuh yang memenuhi syarat seiring digenjotnya
produktifitas tersebut.
Setiap unggas yang dipacu untuk berproduktifitas tinggi akan berakibat
timbulnya kondisi stress. Bercermin dari situasi dan kondisi tersebut, tidak
mengherankan apabila ayam layer pada saat ini sangat mudah terserang penyakit
atau sering mengalami kegagalan dalam pembentukan kekebalan/vaksinasi.
Penyakit yang menyerang ayam layer sebagian tidak menunjukkan gejala klinis
secara langsung, namun menyebabkan produksi dan kualitas telur menurun.
Untuk menjawab tuntutan dan mengatasi kondisi yang tidak kondusif tersebut,
diperlukan terobosan atau inovasi baru agar industri ayam layer dapat mengatasi
kerugian akibat kurang mampunya unggas memproduksi tingkat kekebalan yang
protektif.
Meniran adalah herba yang berasal dari genus Phyllanthus dengan nama
ilmiah Phylanthus niruri Linn. Tumbuhan ini kaya akan berbagai kandungan
kimia, antara lain : lignan (filantin, hipofilantin, nirantin, lintetratin), flavonoid
(quersetin dan rutin), dll (Wibowo, 2009). Meniran memiliki aktivitas
immunomodulator. Immunomodulator berperan membuat sistem tubuh lebih aktif
menjalankan tugasnya, termasuk menguatkan sistem imun/sistem kekebalan
tubuh. Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan tubuh terhadap serangan
berbagai bakteri dan virus juga meningkat.
Dalam kaitannya dengan sistem imun, pemberian ekstrak Phyllanthus niruri
Linn dapat meningkatkan aktivitas dan fungsi beberapa komponen imunitas
nonspesifik maupun spesifik, baik humoral maupun selular. Meniran telah diteliti
sebagai peningkat daya immunomodulator salah satunya adalah Meniran Hijau
(Maat 1997). Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian yang menyatakan
2

bahwa tanaman tersebut dapat meningkatkan respon imun spesifik berupa


peningkatkatan sekresi Tumor Necrosis Faktor-α (TNFα) (Sjahrurachman, 2004).
TNF merupakan sitokin utama pada respons inflamasi akut. Infeksi yang
berat dapat memicu produksi TNF dalam jumlah besar yang menimbulkan reaksi
sistemik. TNF disebut TNF-α atas dasar historis dan untuk membedakannya dari
TNF-β atau limfotoksin (Baratawidjaja, 2006). TNF-α dan –β secara struktur
berhubungan, mengikat reseptor seluler yang sama, dan menghasilkan perubahan
biologi yang mirip pada berbagai sel. TNF-α diproduksi oleh neutrofil, limfosit
yang diaktifkan, makrofag sel NK, dan beberapa sel non limfoid seperti astrosit,
sel endotel dan sel otot polos (Detrick et al., 2008). TNF-α bekerja terhadap
leukosit dan endotel, menginduksi inflamasi akut pada kadar rendah karena TNF-
α merupakan pirogen yang kuat.TNF-α berperan pada inflamasi sistemik pada
kadar sedang. TNF-α menimbulkan kelainan patologis syok septik pada kadar
yang tinggi, sebab TNF-α bersifat sitotoksik.

1.2 Tujuan
Mengetahui potensi imunomodulator meniran (Phyllanthus niruri Linn)
terhadap aktifitas TNF-a pada ayam layer

1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
kemampuan aktivitas imunomodulator dari ekstrak meniran (Phyllanthus niruri
Linn) terhadap aktifitas TNF-a pada ayam layer, sehingga dapat digunakan
sebagai imunomodulator alami ayam layer.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Meniran (Phyllanthus niruri L)

2.1.1 Sinonim Meniran

Nama lain dari Phyllanthus niruri L. adalah Phyllanthus urinaria L.,


Phyllanthus alatas BI, Phyllanthus cantonensis Hornen, Phyllanthus echinatus
Wall, Phyllanthus leptocarpus Wight. Disetiap daerah meniran memiliki nama
sendiri misalkan di Jawa nama lain dari meniran yaitu meniran merah, meniran
hijau. Di Sunda: memeniran. Di Maluku: gosau cau, hsieh hsia chu (Dalimarta
2000).

2.1.2 Klasifikasi Meniran

Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.) memiliki klasifikasi menurut


(Van Steenis 2003) sebagai berikut:
Kingdom :Plantae
Divisi :Spermatophyta
Subdivisi :Angiospermae
Kelas :Dicotyledonae
Bangsa :Euphorbiales
Suku :Euphorbiaceae
Marga :Phyllanthus
Jenis :Phylantus niruri Linn

2.1.3 Morfologi Meniran

Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tumbuhan terna semusim,


tumbuh tegak, bercabang-cabang, tinggi 30-50 cm. Batang bulat, liat, tidak
berbulu, licin, hijau pucat, diameter ± 3 mm, bagian bawah batang berwarna
kecokelatan dan cabangnya hijau pucat (Damle, 2008; Herbal Guides, 2008).
Daun majemuk berseling, warna hijau, anak daun 15-24 helai, bulat telur, tepi
4

rata, pangkal membulat, ujung tumpul, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm.
Dalam 1 tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga jantan keluar di
bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak daun, bunga
berwarna kekuningan. Daun kelopak berbentuk bintang, mahkota putih kecil.
Buah kotak, bulat, licin, bergaris tengah 2- 2,5 mm, berwarna hijau keunguan. Biji
kecil, keras, bentuk ginjal, cokelat (Damle, 2008; Indonesian Hospital
Association, 2004).

Spesies meniran yang biasa digunakan untuk pengobatan hanya dua


spesies yaitu meniran hijau dan meniran merah (Gambar 2.1). Khusus untuk
pengobatan, Phyllanthus niruri L. (meniran hijau) lebih dominan digunakan
dibandingkan dengan Phyllanthus urinaria L. (meniran merah). Komponen yang
terkandung dalam meniran hijau lebih banyak dibandingkan dengan meniran
merah (Taylor 2003).

Gambar 2.1 Penampilan meniran hijau


Sumber : meniran.com

2.1.4 Kandungan Meniran

Kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan meniran adalah lignan


(filantin dan hipofilantin), saponin, flavonoid, tannin, kalium dan damar
(Wiyowidagdodan Sitanggang, 2002). Sejauh ini kualitas meniran ditentukan
berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal dari golongan lignan. Lignan
5

merupakan bahan penguat yang terdapat bersama-sama dengan selulosa di dalam


dinding sel tumbuhan. Kandungan lignan didalam tumbuhan terdiri dari filantin
dan hipofilantin. Konstituen utama tumbuhan ini berupa lignan filantin (0,5%) dan
hipofilantin hingga (0,2%) (Daniel,2006). Filantin dan hipofilantin telah terbukti
sebagai antihepatotoksik terhadap karbon tetraklorida (Syamsunder,1985).

Flavonoid merupakan senyawa aktif yang telah digunakan dalam


pengobatan. Senyawa ini mampu sebagai anti oksidan dan peningkat daya
immunomudulator (Sharififar et al, 2009). Selain digunakan sebagai senyawa
aktif dalam pengobatan, flavonoid juga dapat digunakan sebagai penanda
molekuler untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies pada kelompok
tertentu (Seiger, 1981).

2.1.5 Ekstrak Meniran

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat


aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Ekstraksi adalah penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah
obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat aktif yang diinginkan
dapat larut. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dipilih berdasarkan
kemampuan pelarut dalam melarutkan jumlah maksimum zat aktif yang dinginkan
larut dan seminimum mungkin untuk unsur yang tidak di inginkan. Zat aktif dari
tanaman obat yang secara umum sama sifat kimianya, mempunyai sifat kelarutan
yang sama dan dapat diekstraksi secara simultan dengan pelarut tunggal atau
campuran (Ansel, 1989).

Sistem ekstraksi yang digunakan untuk menyari zat aktif dalam herba
meniran (Phyllantus niruri L.) yaitu sistem penyarian dengan metode maserasi
dengan pelarut etanol 70%. Pada akhir ekstraksi akan didapatkan ekstrak kental
herba meniran (Phyllantus niruri L.). Digunakan pelarut etanol karena etanol
tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, sehingga memperbaiki stabilitas
6

bahan obat terlarut. Dengan etanol kadar 70% volume dapat dihasilkan bahan
aktif yang optimal, karena bahan pengotor hanya larut dalam skala kecil.

2.1.6 Immunomodulator pada Meniran

Penelitian terbaru menyingkapkan bahwa Meniran memiliki aktivitas


immunomodulator. Immunomodulator berperan membuat sistem tubuh lebih aktif
menjalankan tugasnya, termasuk menguatkan sistem imun/sistem kekebalan
tubuh. Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan tubuh terhadap serangan
berbagai bakteri dan virus juga meningkat.

Olahan meniran dimanfaatkan sebagai imunomodulator yang berperan


meningkatkan daya tahan tubuh. Mengenai hal ini, Dr. Drs. Suprapto Ma’at,
Apoteker MS, farmakolog dan ahli obat tradisional di Yayasan Kanker
Wisnuwardhana, Surabaya, telah membuktikannya. Penelitian mengenai
keamanan dan karakteristik imunomodulasi tanaman ini sudah dilakukan sejak
1992 terhadap mencit (tikus). Hasilnya, ekstrak meniran mampu merangsang
sistem imun nonspesifik dan spesifik. Tidak hanya itu, ekstrak meniran juga tidak
mengandung zat toksik. Ini dilakukan setelah Suprapto memberikan bahan ekstrak
sebanyak-banyaknya secara oral kepada tikus. Tidak ada seekor tikus pun yang
menunjukkan gejala patologis dan histopatologis. Hal penting lain yang perlu
diingat, ada banyak macam Phyllanthus di dunia. Akan tetapi yang mampu
meningkatkan kekebalan tubuh (imunomodulator) yang pernah diteliti adalah
jenis Phyllanthus Niruri L.

2.1.7 Kandungan Meniran dapat Meningkatkan sistem imun

Penelitian lain tentang kandungan kimia dari Triphala megaExt


mempunyai efek imunomodulasi yaitu flavonoid, alkaloid, tanin, saponin,
glikosida, dan komponen fenolik (Rinki, 2011). flavonoid terdapat pada tumbuhan
tingkat tinggi dan hanya terdapat pada organ-organ tertentu dari tumbuhan seperti
akar, batang, daun, bunga, biji, dan kulit kayu. flavonoid dari meniran bekerja
pada sel-sel tubuh yang menjadi bagian dari sistem imun. caranya dengan
mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel sehingga bekerja lebih optimal.
7

Sistem imun dalam sel berfungsi memakan fagosit, maka nafsu makan sel imun
tersebut akan meningkat. jika fungsinya mengeluarkan gobetween yang
menambah ketahanan tubuh, hasil pengeluaran akan lebih baik. atau jika kerjanya
mengeluarkan sel lain, proses urainya berlangsung dengan baik.

Dari hasil penelitian in vitro, pemberian ekstrak Phyllanthus niruri L


diketahui mempunyai efek terhadap respons imun spesifik yaitu meningkatkan
sekresi TNFα.

2.2 Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok senyawa polifenol yang memiliki aktivitas


scavenger radikal bebas, penghambat enzim hydrolitic dan oksidatif, serta anti-
inflamasi8. Flavonoid memiliki aktivitas antimalaria melalui penghambatan
terhadap biosintesis asam lemak (FAS-II) parasit dan menghambat influx L-
glutamin dan myoinositol kedalam eritrosit terinfeksi.

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mampu mengikat


protein sehingga dapat mengganggu proses metabolisme bakteri, selain itu juga
akan melindungi membran lipid terhadap reaksi merusak (Harimukti,2013)

Mekanisme aksi sebagai immunostimulan. Pemeberian ekstrak


Phyllanthus niruri L dapat meningkatkan aktifitas r4espon imun nonspesifik
melalui peningkatan fagositosis sel monosit/makrofag, peningkatan rekasi
inflamasi melalui peningkatan ativitas kemotaksis sel monosit/makrofag dan sel
neutrofil, dan peningkatan sitotoksisitas sel NK (Natural Killer). Phyllanthus
niruri L juga dapat meningkatkan aktifitas respon imun spesifik melalui
peningkatan prolifrasi limfosit T, peningkatan sekresi interleukin-4 (IL-4) oleh
subset limfosit T helper-2 (Th-2) peningktan produksi antibodi spesifik IgG dan
IgM, peningkatan proliferasi limfosit B, dan peningkatan sekresi TNF-a oleh
subset T helper-1 (Th-1). (Ma’at, 1997)

Flavonoid dapat menurunkan ekspresi pro-inflamasi sitokin / kemokin


termasuk TNF-alpha, IL-1beta, IL-6, IL-8 dan monosit-chemoattractant protein-1.
Quercetin dan catechin menambah aksi penghambatan mereka pada TNF-alpha
8

dan IL-1beta. Genistein telah dilaporkan menghambat IL-1beta, IL-6 dan TNF α
yang diproduksi dalam darah.

Flavonoid telah lama dikenal untuk memiliki sifat imunomodulator, anti-


inflamasi, antioksidan, anti alergi, hepatoprotektif, antitrombotik, antivirus, dan
anti kanker, sehingga sudah digunakan untuk obat sejak ratusan tahun yang lalu.
Flavonoid juga bisa menghambat neutrofil myeloperoxidase (MPO), quercetin
dan chalcone sebagai inhibitor lemah sekresi neutrofil b-glucuronidase.

Flavonoid ini secara signifikan menghambat sekresi asam arakidonat dari


membrandan ada korelasi antara degranulasi dan sekresi asam arakidonat,
degranulasi asam arakidonat juga menghambat tirosin fosforilasi dan fosfolipase
D, sehingga dapat menghambat pembentukan prostaglandin dan menghambat
adanya sekresi dari agen-agen pro-inflamasi

2.3 TNF-a

TNF-α berperan dalam pertahanan pejamu untuk infeksi bakteri, virus dan
parasit. TNF-α diproduksi oleh makrofag dan diaktifkan oleh sel T limfosit,
antigen, sel NK, dan sel mast 12,14. TNF-α biasanya tidak terdeteksi pada
individu sehat tapi sering ditemukan dalam kondisi inflamasi dan infeksi dalam
serum12. TNF-α bekerja terhadap leukosit dan endotel, menginduksi inflamasi
akut pada kadar rendah karena TNF-α merupakan pirogen yang kuat12.TNF-α
berperan pada inflamasi sistemik pada kadar sedang.TNF-α menimbulkan
kelainan patologis syok septik pada kadar yang tinggi, sebab TNF-α bersifat
sitotoksik12.

Efek biologis TNF-α sebagai berikut :


a. Pengerahan neutrofil dan monosit ke tempat infeksi serta mengaktifkan
sel- sel tersebut untuk menyingkirkan mikroba dan virus.
b. Memacu ekspresi molekul adhesi sel-sel endotel vaskuler untuk leukosit.
c. Merangsang makrofag mensekresi kemokin dan menginduksi kemotaksis
serta pengerahan leukosit.
9

d. Merangsang fagosit mononuklear untuk mensekresi IL-1 dengan efek


seperti TNF-α.
e. Menginduksi apoptosis sel inflamasi yang sama.
f. Merangsang hipotalamus yang menginduksi panas, sehingga disebut
pirogen endogen.
g. Produksi TNF-α dalam jumlah besar dapat mencegah kontraktilitas
myokard dan tonus otot polos vaskuler yang menurunkan tekanan darah
atau syok dan sel lemah yang menimbulkan kaheksia (gangguan
metabolisme berat seperti gula darah turun sampai dengan kadar yang
tidak memungkinkan untuk hidup).
h. Komplikasi sindrom syok sepsis yang ditimbulkan bakteri gram negatif
atau gram positif yang ditandai dengan kolaps vaskuler 9,14,15.
Dengan demikian beberapa fungsi biologis TNF-α terdiri proliferasi seluler dan
diferensiasi, tumor igenesis, apoptosis atau kematian sel nekrotik, imunoregulator,
metabolisme lipid, koagulasi dan fungsi endotel.

2.4 Ayam Petelur

2.5.1 Deskripsi Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan ayam dipelihara dengan tujuan untuk


menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh
disilangkan kembali (Sudaryani dan Santosa, 2000). Ayam layer mulai bertelur
umur + 5 bulan dengan jumlah telur sekitar 250-300 butir per ekor per tahun
(Susilorini, dkk., 2008). Bobot telur ayam ras rata-rata 57,9 g dan rata-rata
produksi telur hen day 70% (Mc Donald, dkk.,2002). Menurut Sudarmono (2003),
ayam tipe sedang memiliki ukuran badan lebih besar dan lebih kokoh daripada
ayam tipe ringan, berperilaku tenang, tipe sedang jumlah daging dan lemaknya
lebih banyak sehingga timbangan badan lebih berat dibanding ayam tipe ringan,
otot-otot kaki dan dada lebih tebal, kulit telur lebih tebal dan berwarna cokelat
serta produksi telur cukup tinggi. Rasyaf (2001) menyatakan bahwa ayam layer
tipe medium merupakan ayam tipe dwiguna dan memiliki berat badan antara
ayam tipe ringan dan tipe berat. Ayam tipe dwiguna yang dimaksud yaitu selain
10

dimanfaatkan ayam layer juga dimanfaatkan sebagai ayam pedaging bila sudah
memasuki masa afkir.

Gambar 2.2 Ayam Layer


Sumber: http://duniatentangayam.blogspot.co.id/

2.5.2 Fase Ayam Petelur

Menurut Fadilah dan Fatkhuroji (2013) pemeliharaan ayam layer pada


umumnya dibagi tiga fase pemeliharaan berdasarkan umur, yaitu fase starter (1
hari-6 minggu), fase grower (6-18 minggu) dan fase layer (18 minggu-afkir).

a. Fase Starter

Fase starter adalah ayam yang berumur 0 sampai 6 atau 7 minggu, dimana
tingkat pertumbuhannya relatif cepat dan merupakan masa yang menentukan bagi
kehidupan selanjutnya (Rasyaf, 1997). Pertumbuhan periode starter dipengaruhi
seleksi ketat yang meliputi keaktifan gerak, nafsu makan baik, pertumbuhan
cepat, bobot badan seragam, tingkat kematian rendah, kaki kuat dan mata cerah
(Siregar dan Sabrani, 1986).

b. Fase Grower

Fase grower pada ayam layer terbagi kedalam dua kelompok yaitu umur 6-
10 minggu disebut fase awal grower, ayam terjadi pertumbuhan anatomi dan
11

sistem hormonal. Sedangkan, pada umur 10-18 minggu sering disebut fase
developer, perkembangan ditandai dengan pertumbuhan anatomi kerangka ayam
dan otot daging yang lebih dominan (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Fase grower
secara fisik tidak mengalami perubahan yang berarti, perubahan hanya dari ukuran
tubuh yang semakin bertambah dan bulu yang semakin lengkap serta kelamin
sekunder yang mulai nampak. Rasyaf (1995) mengatakan bahwa selama fase ini
terjadi perkembangan ukuran dan terbentuknya rangka, perkembangan organ
tubuh, perkembangan hormonal, dan perkembangan organ reproduksi (Rasyaf,
1995).

Pada fase grower terjadi perkembangan ukuran sel. Di fase ini Frame size
(kerangka tubuh) berkembang mencapai bentuk sempurna. Fase grower memiliki
3 waktu kritis yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu umur 6-7 minggu, 12
minggu, dan 14 minggu. Antara minggu 6 dan 7 adalah puncak perkembangan
frame size, dimana 80% frame size sudah mencapai dimensi akhir. Oleh karena
itu, saat penimbangan berat badan di minggu kelima, ayam-ayam yang belum
memiliki frame size optimal dipisahkan lalu tetap diberikan ransum starter dan
diberikan multivitamin (Adlan dkk., 2012). Perkembangan kerangka tubuh
minggu ke-12 telah mencapai maksimal setidaknya ada dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu mengejar ketinggalan frame size (berat badan) sebelum minggu
ke-12, dan mempertahankan berat tubuh yang sudah sama atau 10% di atas
standar untuk menghadapi masa awal bertelur. Selain tercapainya berat tubuh
yang sesuai dan perkembangan frame size yang optimal, tingkat keseragaman
ayam juga perlu tetap diperhatikan (Adlan dkk., 2012). Lebih lanjut dinyatakan
bahwa pada minggu ke 14 merupakan perkembangan organ reproduksi dan
medullary bone ( bagian tulang yang menyimpan cadangan kalsium untuk
cangkang telur pada ayam) yang pesat. Pada fase ini ketersediaan kalsium dan
vitamin D sangat dibutuhkan.

c. Fase Layer

Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006) fase layer adalah ayam umur
18 minggu setelah melewati fase pertumbuhan, ayam ini mulai dipindahkan ke
kandang dan tidak memindahkan ayam yang sudah berproduksi. Setelah
12

memasuki umur 18 minggu ayam petelur mempunyai pertumbuhan yang baik,


organ reproduksinya sudah dewasa ditandai dengan berkembangnya kelamin
sekunder ayam betina yaitu jengger dan pial mulai memerah, mata bersinar, dan
postur tubuh sebagai ayam layer mulai terbentuk (North dan Bell, 1990).

Yuwanta (2010) menyatakan bahwa apabila ayam bertelur pada umur 20


minggu maka berat telur akan meningkat secara cepat pada 6 minggu pertama
setelah bertelur, kemudian kenaikan terjadi secara perlahan setelah 30 minggu dan
akan mencapai berat maksimal setelah umur 50 minggu. Kenaikan berat telur ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah putih telur sedangkan berat kuning telur
relatif stabil.

Scott, dkk. (1982) membagi periode produksi ayam layer menjadi dua
periode yaitu fase I dari umur 22-42 minggu dengan rataan produksi telur 78%
dan berat telur 56 g, fase II umur 42-72 minggu dengan rataan produksi telur 72%
dan bobot telur 60 g.
13

BAB 3
MATERI DAN METODE

3. 1 Alat
3.1.1 Alat ekstraksi dan pembuatan suspensi
Pelatan yang dipakai terdiri dari kapas, kertas saring, destilasi vakum,
rotary evaporator, pipet tetes, gelas ukur, timbangan hewan, spatel, jarum
oral, timbangan analitik, kaca objek, cawan penguap, oven, desikator, neraca
listrik, mortar dan stamper, spuit berukuran 5 ml, kandang ayam, mikropipet,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, batang pengaduk, erlenmeyer, corong gelas,
neraca timbangan.
3.1.2 Alat uji ELISA
96-Wells Microplate, Micropipettes, Multichannel pipette, Elisa test kit.

3.2 Bahan
3.2.1 Bahan ekstraksi dan pembuatan suspensi
Bahan yang dipakai terdiri dari meniran kering 1,4 kg, etanol, akuades,
tinta cina, larutan NaCl fisiologis 0,9%, heparin, NaCMC 0,5%, asam asetat
1% dan tween 80 1%.
3.2.2 Bahan material ELISA
Antigen M, Monoclonal Ab, Microplate, Blocking Buffer, Serum
sample, Conjugate (secondary Ab + Enzyme), Subtrate, Stop Sol.

3. 3 Metode Kerja Ekstraksi dan Suspensi


3.2.1 Pengambilan Sampel
Herba meniran diambil dari Kabupaten Malang, Jawa Timur.
3.2.2 Perencanaan Dosis
Dosis ekstrak etanol meniran yang dipakai adalah 10 mg/kg BB, 20
mg/kg BB, 30 mg/kg BB, larutan NaCMC 0,5% sebagai kontrol negatif.
3.2.3 Persiapan Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam layer yang
berumur tiga minggu. Ayam layer dipilih karena merupakan ternak yang
cukup potensial di daerah Kabupaten Malang. Disamping itu ayam layer juga
14

sering terjangkit oleh penyakit sehingga menjadikannya sebagai objek yang


tepat dalam percobaan penelitian ini.

3.2.4 Pembuatan Larutan Uji


Ekstrak meniran disuspensikan dalam NaCMC 0.5%. Misal pada dosis
10 mg/kg BB dan dibuat larutan dengan konsentrasi 1% sebanyak 10 mL,
Ekstrak sebanyak 10 mg dan NaCMC 50 mg, NaCMC ditaburkan ke dalam
air panas (20 kalinya) dalam wadah. Biarkan 15 menit sampai mengembang,
lalu gerus hingga homogen, kemudian tambahkan 10 mg ekstrak pada wadah
gerus homogen. Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sampai volume 10
mL. Lakukan hal yang sama untuk semua dosis.

3. 4 Metode Kerja ELISA


Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk
mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya
ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut
akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari
konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar
yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu
sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum
albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate
mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum
memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan
sampel serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer
yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena
imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik,
maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang
diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
15

terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain
atau protein yang terbloking.
e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi,
ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi
menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika
antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.
f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang
tidak terikat.
g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan
sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat
optik/ elektrokimia lainnya.
16

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data
Kadar TNFa diukur dengan ELISA metode sandwich. Data dianalisa
dengan Uji Kruskal-Wallis, dengan tingkat kepercayaan 95%.
4.2 Pembahasan

Gambar 4.1 Alur pengaktifan TNFa


Zat flavonoid pada meniran (Phyllanthus niruri Linn) melalui jalur
intrinsik maka mekanisme yang berperan secara immunologik melalui seluler.
Flvonoid melalui seluler maka yang berperan T limfosit (spesifik atau adaptif
imun) sehingga sel T berdiferensiasi menjadi sel T helper (Th), sel T helper (Th)
akan berproliferasi menjadi sel Th1, Th2 dan sel Th17. Sel Th1 yang dirangsang
oleh flavonoid sebagai immunomodulator akan mengeluarkan sitokin
proinflamatori yaitu TNFa untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh ayam
layer.
17

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian in vitro, pemberian ekstrak meniran (Phyllanthus


niruri L) diketahui mempunyai efek terhadap respons imun spesifik yaitu
meningkatkan sekresi TNFα yang berdampak pada meningkatnya imunitas ayam
layer.

5.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan diatas, maka dibutuhkan proses lebih lanjut


dalam mengolah ekstrak meniran sehingga dapat menjadi obat stimulator untuk
ternak ayam layer.
18

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penilaian Ternak
Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral.
Soedirman. Purwokerto.
Baratawidjaja K. Imunologi Dasar. Ed. 7. Jakarta: Penerbit FKUI, 2006.
Dalimartha Setiawan. 2000. Atlas TumbuhanObat Indonesia. Bogor
:TrobusAgriwidya.
Detrick B, Nagineni CN, Hooks J. Cytokines: Regulators of Immune Responses
and Key Therapeutic Targets. IN: Gorman MRG ,Donnenberg AD. (Eds).
Handbook of Human Imunology. 2nd ed. CRC Press, 2008. HTA Indonesia,
37-40.
Fadilah, R. ;Iswandari ; Polana , A. 2007. Beternak Unggas Bebas Flu Burung,
Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 48-76.
Fadilah, R. danFatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Fadilah, R., A. Polana, S. Alamdan E. Purwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Harimuksti, I. 2013. Kandungan Saponin dan Flavonoid pada Daun Pepaya
(Carica Papaya L.) Akibat Perebusan Bersama Daun Singkong (Manihot
utilissima), Skripsi. Semarang : IKIP PGRI . hal. 17-18.
Kardinan. A., & Kusuma. F., 2004, Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh
Alami, Jakarta: Agromedia
Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.
Surabaya.
Maat S. 1997. Phyllanthus niruri L sebagai imunostimulator pada mencit.
[Disertasi]. Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Mc Donald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002.
Animal Nutrition. 5 th Edition. Longman Scientific and Technical, New
York.
Rasyaf, M. 2001. BeternakAyamPedaging. CetakanKe-XX. PenebarSwadaya.
Jakarta.
19

Sjahrurachman A, Sukmana, N, Setiati S. Munazir Z, Rubiana H, Nelwan,


Lesmana dan Dianiati, 2004, Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal.
Jurnal
Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Jakarta:
Penerbit Kanisius. Hal: 22; 49; 64-82.
Sudaryani dan Santosa, 2000.Pembibitan Ayam Ras. Jakarta. Penebar swadaya.
Van Steenis, C.G.G.J., 2003, Flora, hal 233-236, P.T. Pradya Paramita, Jakarta.
Wibowo AS, 2009, Efek Imunostimulan Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri L)
secara in vivo pada Tikus (Immunostimulan Effect of Extract in vivo on
Rat). Jurnal Bahan Alam Indonesia.
Yuwanta,T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
20

Gambar.1. Pemilihan Bahan

Gambar 2. Proses penggilingan Bahan Gambar 3. Penampungan Bahan

Gambar 4.Penempatan Bahan


21

Gambar 5. Proses Pengeringan Bahan

Gambar 6.Penepungan Gambar 7.Hasil penepungan

Gambar 8.Penimbangan Gambar 9.Maserasi


22

Gambar 10.Pemerasan Bahan Gambar11.Evaporasi

Gambar 12.Penimbangan Hasil evaporasi Gambar13.Penimbangan CMC Na

Gambar 14. CMC Na+AirHangat Gambar 15. CMC Na+Meniran


23

Gambar 16. Pengemasan


24

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CV PESERTA)

A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Latifah Ayu Prameswari
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi S1 Pendidikan Dokter Hewan
4 NIM 061511133090
5 Tempat dan Tanggal Lahir Merauke, 15 Mei 1997
6 E-mail prameswarilatifah@gmail.com
7 Nomer Telepon/HP 085731317505

B. Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA
Nama Institusi SDN 3 Sambirejo SMP Maryam SMAN 17 Surabaya
Jurusan - - IPA
Tahun Masuk-Lulus 2003 - 2009 2009-2012 2012-2015

C. Pemakalah Seminar Ilmiah ( Oral Presentation )

Nama Pertemuan Ilmiah / Judul Artikel


No Waktu dan Tempat
Seminar Ilmiah

1 - - -

D. Penghargaan dalam 10 tahun terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau


institusi lainnya)

Institusi Pemberi
No. Jenis Penghargaan Tahun
Penghargaan

1.
25

A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Endah Paraswati
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi S1 Pendidikan Dokter Hewan
4 NIM 061411131128
5 Tempat dan Tanggal Lahir Nganjuk, 16 November 1995
6 E-mail endah.paraswati@yahoo.com
7 Nomer Telepon / HP 085735314414

B. Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA
SDN SMPN 1 SMAN
Nama Institusi Tanjunganom 1 Tanjunganom 1Tanjunganom
Jurusan - - IPA
Tahun Masuk-Lulus 2001-2008 2008-2011 2011-2014

C. Pemakalah Seminar Ilmiah ( Oral Presentation )


Nama Pertemuan Ilmiah / Judul Artikel
No Waktu dan Tempat
Seminar Ilmiah
1 - - -

D. Penghargaan dalam 10 tahun terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau


institusi lainnya)

Institusi Pemberi
No. Jenis Penghargaan Tahun
Penghargaan

1 Emas PIMNAS Kategori Poster PKM-K DIKTI 2016


2 Perak PIMNAS Kategori Presentasi PKM-K DIKTI 2016

Anda mungkin juga menyukai