SKRIPSI
ERLINA SUSANTI
ABSTRAK
ERLINA SUSANTI
Skripsi
sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
di Fakultas Kedokteran Hewan
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Lulus :
v
PRAKATA
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
Manfaat Penelitian ............................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
Ikan Famili Carangidae ..................................................................... 3
Nematoda .......................................................................................... 5
Digenea .............................................................................................. 8
Monogenea ........................................................................................ 11
BAHAN DAN METODE................................................................................ 17
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 17
Bahan dan Alat .................................................................................. 17
Teknis Parasitologi ............................................................................ 17
Analisis .............................................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 38
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ikan Carangidae dari Decapterus spp. ..................................................... 3
2 Persebaran populasi ikan Carangidae …………………………………… 4
3 Siklus hidup Nematoda pada ikan ………………………………………. 6
4 Morfologi Digenea Lecithocladium excisum pada lambung makarel …... 9
5 Struktur telur Trematoda ikan laut ............................................................ 10
6 Siklus hidup Digenea pada ikan ………………………………………… 11
7 Morfologi Monogenea (Hexostoma keokeo) ……………………………. 12
8 Siklus hidup Monogenea Tetraonchus alaskensis ……………………… 13
9 Diagram sistem reproduksi Polyopisthocotylea ………………………… 14
10 Telur Monogenea ……………………………………………………….. 15
11 Morfologi onchomiracidium Benedenia melleni …...…………………... 15
12 Genus Lecithochirium (hasil penelitian) ………………………………... 21
13 Morfologi Lecithochirium australis …………………………………….. 22
14 Genus Lecithocladium 1 (hasil penelitian) ……………………………… 23
15 Genus Lecithocladium 2 (hasil penelitian) ……………………………... 24
16 Genus Lecithocladium 3 (hasil penelitian) ................................................ 24
17 Lecithocladium angustiovum dan Lecithocladium scombri …………….. 25
18 Genus Mecoderus (hasil penelitian) …………………………………….. 26
19 Digenea 1 (hasil penelitian)........................................................................ 28
20 Digenea 2 (hasil penelitian)........................................................................ 29
21 Digenea 3 (hasil penelitian)........................................................................ 29
22 Digenea 4 (hasil penelitian)........................................................................ 30
23 Genus Hexostoma 1 (hasil penelitian) …………………………………... 31
24 Genus Hexostoma 2 (hasil penelitian) …………………………………... 32
25 Kait-kait pada Octostoma scombri. ……………………………………... 32
26 Hexostoma kawakawa …………………………………………………... 33
27 Nematoda 1 (hasil penelitian) …………………………………………... 35
28 Detail Nematoda 1 ………………………………………………………. 35
29 Cacing Nematoda 2 (hasil penelitian) …………………………………... 36
30 Stadium larva 3 Anisakis simplex .............................................................. 36
31 Nematoda 3 (hasil penelitian) ................................................................... 36
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Gambaran Digenea jenis Lecithochirium, Lecithocladium dan
Monogenea jenis Hexostoma berdasarkan ukuan tubuh, ukuran telur dan
lokasi atau inang .......................................................................................... 16
2 Rangkuman keragaman cacing parasitik dari ikan Decapterus spp.
berdasarkan jumlah genera yang ditemukan................................................ 19
3 Identifikasi cacing pada ikan kembung Decapterus spp.............................. 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dekade ini pola konsumsi masyarakat dunia lebih cenderung untuk
memilih bahan alami dalam memperoleh asupan makanan yang mengandung nilai
gizi tinggi. Pola konsumsi ini berawal ketika makanan cepat saji yang tinggi akan
lemak jenuh menimbulkan dampak yang tidak baik untuk kesehatan seperti
penyakit jantung koroner (Suriawiria 2002). Banyak masyarakat yang memilih
ikan sebagai sumber asam amino esensial dan omega 3 yang tidak dimiliki oleh
produk daratan (Anonim 2007). Kandungan asam lemak tak jenuh omega 3 (EPA
dan DHA) mampu menurunkan tekanan darah, mengurangi trombosis
(Harris et al. 2002), mencegah kanker kolon dan kanker prostat (Catherine et al.
2006) serta membantu perkembangan neuron otak ( Trivedi 2006).
Ikan kembung merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani bagi
konsumen terutama rakyat Indonesia sebab selain memiliki kandungan gizi yang
tinggi, ikan kembung ini mudah didapat oleh nelayan dan harganya relatif murah
sehingga ikan kembung ini memiliki sebutan ikan rakyat. Namun demikian dalam
sebuah ekosistem, parasit hidup berdampingan dengan mahkluk hidup termasuk
ikan sebagai salah satu inangnya sehingga ikan tidak dapat terhindar dari cacing
parasit yang bersaing untuk memperoleh makanan dan tempat tinggal. Ikan yang
terinfeksi berbagai jenis parasit dapat mempengaruhi cita rasa hidangan ikan
tersebut karena mengganggu metabolisme lemak (omega 3) dalam tubuh ikan
sehingga mempengaruhi nilai kualitas ikan kembung itu sendiri. Parasit zoonotik
pada ikan akan menjadi masalah terutama jika konsumen mengkonsumsi ikan
yang tidak dimasak atau mentah seperti Sashimi, Sushi, Cheviche dan Gravlaks
(Neta 2006). Pada tahun 1996 kasus hipersensitifitas anasakiosis akibat infeksi
larva nematoda tercatat di Sidoarjo Jawa Timur yang kemungkinan besar
mengkonsumsi ikan mentah atau kurang matang (Uga et al. 1996). Cacing
parasitik ini biasa ditemukan langsung di saluran pencernaan (Neta 2007) maupun
di insang (Khairunnisa 2007).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mempelajari
keragaman jenis cacing yang ada pada saluran pencernaan ikan kembung
(Decapterus spp.).
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi keanekaragaman
jenis cacing pada saluran cerna ikan kembung di pasar ikan Muara Angke dan
juga menambah kekayaan khazanah ilmu pengetahuan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan kembung (Gambar 1) kerap disebut juga dengan round scad, cigar
minnow, hardtail, cigar fish, chuparaco yang hidup di perairan subtropikal dan
tropikal (Smith-Vanizat et al. 1990). Distribusi ikan ini mencapai Kanada, Brazil,
Afrika Selatan, dan Asia Tenggara. Ikan ini hidup di pesisir pantai (Cervigón
1992) dengan kedalaman 0 -100 m dari permukaan ikan laut (Gambar 2). Ikan
ini pemakan planton, kopepoda, gastropoda, ostrakoda, pteropods dan memiliki
panjang tubuh 15-20 cm yang tidak lebih dari 30 cm serta memiliki berat
maksimum 300 gram (Berry & Smith 1978).
Di Indonesia, pada musim kemarau Juli-Agustus adalah waktu populasi
ikan kembung tertinggi (Sukarjaputra 2003). Ikan kembung sangat populer
dikalangan rakyat Indonesia karena kondisi iklim Indonesia yang tropis. Ikan
kembung merupakan salah satu ikan laut Indonesia yang memiliki kadar asam
lemak omega 3 yang cukup tinggi, bahkan menjadi komoditi makanan kaleng
yang siap diekspor (Astuti 2005).
5
CACING PARASITIK
Parasit adalah organisme yang hidup dalam tubuh inang serta
merugikannya. Kelompok parasit dibagi menjadi dua yaitu endoparasit dan
ektoparasit (Soulsby 1982). Parasit praktis menempati tubuh inang definitif yang
menyediakan tempat tingal dan makanan bagi parasit (Noble & Noble 1989).
Infeksi cacing parasitik menimbulkan kerusakan jaringan, anemia, menganggu
metabolisme tubuh dan kehilangan bobot badan (Woo 2006). Sebagian besar
cacing digolongkan dalam endoparasit seperti cacing Nematoda, Trematoda dan
Cestoda namun lain halnya cacing pada ikan. Cacing Monogenea pada ikan
sebagian besar digolongkan ektoparasit dan Digenea mampu menjadi ektoparasit
dalam kondisi tertentu.
Nematoda
Nematoda adalah cacing Nemathelminthes yang artinya berbadan panjang,
silindris, tipis tidak bersegmen yang umumnya dilapisi lapisan kutikula
(Buchmann & Bresciani 2001). Nematoda yang sudah ditemukan pada famili
Carangidae di Filipina adalah larva Anisakidae, Camalanus marinus, C. carangis,
C. paracarangis, Metabronema magnum (Arthur & Mayo 1997). Kutikula
menyelubungi permukaan luar dan juga melapisi rongga bukal, esofagus, vagina,
lubang sekretoris. Kutikula ini berguna sebagai selubung pelindung yang halus
dan lentur yang resisten terhadap enzim pencernaan hospes terutama cacing
dewasa yang hanya dapat ditembus oleh air dan ion-ion kecil (Noble & Noble
1989).
Nematoda memiliki mulut, usus dan anus yang berkembang, alat kelamin
yang terpisah, berperan sebagai endoparasit serta siklus hidupnya luas melibatkan
inang invertebrata (Buchmann & Bresciani 2001). Saluran pencernaan Nematoda
dimulai dengan mulut yang terdiri dari 3 labia, 1 di dorsal dan 2 di ventrolateral.
Ada kekhasan pada spesies Contracaecum memiliki penonjolan kerucut diantara
labia (interlabia), ada juga yang sama sekali tidak memiliki mulut (Philometra),
dan beberapa spesies Camallanus yaitu penebalan kutikula dari mulut hingga
bukal kapsul (Grabda 1991).
6
Trematoda
Trematoda adalah cacing pipih yang bersifat parasitik, beberapa
diantaranya hidup pada permukaan inang definitif dan beberapa lainnya di dalam
tubuh. Tubuh tertutup oleh tegumen yang biasanya licin tetapi kadang-kadang
berduri. Prevalensi kecacingan Trematoda pada ikan cukup tinggi. Dalam jumlah
yang banyak, infestasi Trematoda parasitik dapat mengakibatkan infeksi sekunder
pada organ terinfestasii dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme. Ciri
khas pada cacing pipih ini adalah sistem protonefridial yang terdiri atas flame cell
dihubungkan oleh tubulus yang bersatu menjadi duktus dan secara bebas keluar
atau bergabung dengan kandung kencing yang bermuara di posterior cacing
(Noble & Noble 1989).
8
Subkelas Digenea
Jenis Digenea yang sering pada ikan laut adalah Transversotrema
patialense, Lecithocladium excisum pada lambung makarel (Gambar 5),
Brachyphallus crenatus pada lambung salmon, Diplostomum spathaceum (Grabda
1991), Crepidostomum, Phyllodistomum, Nanophyetus, Sanguinicola,
Thylodelphysosis (Buchmann dan Bresciani 2001). Cacing yang telah ditemukan
pada ikan famili Carangidae adalah Lechitocladium angustiovum, L. megalaspis,
L. Alopecti, Alcicornis cirrudiscoides, Bucephalus varicus, B. Fragilis, B.
paraheterotentaculatus, Prosogonotrema bilabiatum, Erilepturus lemeriensis
(Arthur & Mayo 1997).
Parasit ini ditandai dengan bentuk tubuh seperti sepotong pensil yang pipih
dengan batil hisap muskuler yang berbentuk mangkuk, biasanya tanpa kait,
dengan lubang genital yang bermuara ke permukaan ventral antara batil-batil
hisap serta sebuah lubang eksetori posterior (Noble & Noble 1989) .
Digenea terdiri dari unit seluler yang memiliki lapisan luar (epikutikula)
yang tidak berinti, sinsitial dan dihubungkan oleh tabung-tabung sitoplasmik
sempit. Parasit ini biasanya terdiri dari dua batil hisap yakni mulut dan batil hisap
yang terletak di ventral terkadang di posterior tubuh (Gambar 4). Cacing
monostoma hanya memiliki satu batil hisap, cacing amphistoma memiliki oral
suker dan acetabulum di posterior cacing, dan cacing diastoma memiliki oral
suker dan acetabulum dimanapun letaknya kecuali di posterior cacing (Noble &
Noble 1989).
Digenea memiliki faring berotot yang mampu mendorong bahan makanan
dalam dua cabang atau lebih yang biasa disebut sekum dimana dilapisi oleh epitel
gastrodermis yang mampu melakukan absorbsi dan sekresi. Biasanya Digenea
tidak memiliki anus, tetapi beberapa spesies cacing daun pada ikan terdapat satu
lubang (antara seka dan vesikula ekskretoris) atau dua lubang anus yang membuka
keluar. Kebanyakan Digenea menjadi dewasa di saluran cerna hewan vertebrata
dengan mengambil bahan makanan dan mukus dari saluran cerna inang, namun
bila dalam kondisi kritis Digenea mampu mengambil dinding mukosa
(submukosa) serta darah inang sebagai bahan makanan sehingga sering
9
Cacing ini memliki ovarium tunggal dengan oviduk, ootipe (ruang dimana
telur dibentuk), kelenjar vitelin yang memproduksi kuning telur dan kulit telur,
serta memiliki kelenjar Mehlis menghasilkan sekret yang mampu memperlancar
jalannya telur. Telur ini mempunyai sebuah operkulum pada salah satu kutub dan
10
tidak berfilamen (Gambar 5), telur digenea pada umumnya memiliki ukuran yang
berbeda pada masing-masing spesies dan terkadang terdapat spina maupun
pundak pada beberapa spesies. Telur ini memiliki susunan kimia yang bervariasi
dan pada umumnya lapisan tersebut adalah lapisan protein (keratin) sehingga
tidak berwarna (Noble & Noble 1989). Telur yang dihasilkan oleh cacing
Digenea dewasa berjumlah banyak dibandingkan cacing Monogenea.
Siklus hidup Digenea dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan
menetas melalui terbukanya operkulum menjadi mirasidium dan kemudian
menembus permukaan kulit inang antara pertama (siput maupun moluska) yang
akan berkembang di tubuhnya menjadi serkaria dan lepas ke perairan menuju
inang antara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi metaserkaria dalam
tubuhnya (Gambar 6). Bila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh satwa lain
seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh manusia dalam kondisi mentah atau
kurang matang, dapat pula mengakibatkan kecacingan karena perkembangan
metaserkaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh inang definitif.
otot. Kontraksi otot inilah yang menyebabkan pergerakan tubuh monogenea dan
yang membuat tubuhnya dapat memanjang atau memendek (Noble & Noble
1989). Berbeda dengan subkelas Monophistocotylea atau Polionchoinea, batil
hisap berupa kait kecil dan kait besar (anchor) yang tidak berlapis otot membuat
cacing subkelas ini mampu merusak permukaan epitel inang definitifnya.
Haptor yang terletak di ujung anterior disebut prohaptor dan biasanya
tidak berkembang sebaik batil hisap mulut Digenea (Gambar 7). Haptor ini
berfungsi sebagai alat perekat penopang mulut terutama disaat cacing melakukan
absorsi makanan (Grabda 1991).
Parasit ini tidak memliki rongga tubuh, berbagai organ terdapat di dalam
jaringan pembungkus yang disebut parenkima (Noble & Noble 1989) dan
memiliki sistim saraf, mulut, faring, usus, sekum namun tidak memiliki anus
(Grabda 1991). Sekum dapat berbentuk sederhana maupun berbentuk kantong-
kantong kecil yang buntu (Noble & Noble 1989). Cacing ini bersifat hermafrodit
yang memiliki testis tunggal maupun banyak sedangkan ovarium berlipat-lipat
(Gambar 7). Lubang genital jantan dan betina berdekatan dan bermuara di
ventroanterior tubuh (Gambar 9).
13
Keterangan : p (panjang)
Sumber: Willian & William 1996, Manter 1954, Yamaguti 1953 dan
http://parasitology.informatik. uni-wuerzburg.de/login/n/h/0887.html.
17
Teknis Parasitologi
Ikan kembung Decapterus spp. yang digunakan sebanyak 18 ekor dari
pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Sampel cacing yang disolasi direlaksasi
dengan NaCl fisiologis dan difiksasi dengan ethanol 70% yang kemudian
diwarnai.
Pemeriksaan struktur morfologi cacing Trematoda menggunakan metoda
pewarnaan permanen yaitu pewarnaan Semichon Acetocarmine (Soulsby 1982).
Pewarnaan spesimen dilakukan dengan merendam sampel dalam larutan
Acetocarmine selama 15-20 menit hingga warna terserap (sampel menjadi warna
merah cerah). Setelah itu sampel dibilas dalam larutan asam alkohol (99 bagian
ethanol 70% dicampur dengan 1 bagian HCl) kemudian didehidrasi dengan
merendam dalam alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%) selama 5 menit
pada tiap-tiap konsentrasi alkohol. Perendaman dengan Xylol sampai sampel
terlihat tembus pandang kemudian membuat sediaan dengan bahan Entellan
sebagai media mounting.
18
Analisis
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Kriteria yang umum
digunakan untuk identifikasi cacing Monogenea adalah adanya bentuk opishaptor
yang dilengkapi sejumlah kait dan struktur telurnya, sedangkan Digenea adanya
jumlah dan letak batil hisap, letak alat kelamin, serta stuktur telurnya.
19
Organ mulut, alat perekat, testis, ovarium dan vitelin adalah kunci utama
yang dicari dari identifikasi cacing parasitik ini.
21
Lecithochirium sp
Cacing Digenea yang diidentifikasi adalah cacing dari filum
Plathyhelminthes, kelas Digenea, subordo Prosostomata, famili Hemiuridae,
subfamili Sterrhurinae, genus Lecithochirium. Digenea tergolong endoparasit
sehingga lazim jika ditemukan dalam saluran pencernaan. Cacing ini digolongkan
kelas Digenea karena memiliki dua batil hisap (diastoma) yang berotot, tidak
berkait seperti Monogenea.
Batil hisap pertama (mulut) terdapat di ujung atas tubuh oleh karena itu
cacing masuk subordo Prosostomata dan batil hisap kedua menonjol berada tepat
di bawah batil hisap pertama sebagai alat perekat pada jaringan inang
(asetabulum). Batil hisap atau asetabulum ini menjadi alat penggerak bagi
Digenea untuk berpindah tempat. Batil hisap pertama atau biasa disebut mulut
berukuran sangat kecil dibanding asetabulum yang menonjol keluar (Gambar 12 ).
Famili Hemiuridae ini mulai dibentuk klasifikasinya oleh Lute tahun 1901
(Yamaguti 1958), yakni memiliki percabangan saluran pencernaan di bagian atas
tubuh, kantong ekskretori yang berbentuk y yang berakhir di lubang ekskretori
tubuh bagian bawah (Gambar 12 A dan D). Duktus hermafrodit nampak di bawah
mulut, ovarium berbentuk bulat dan terlihat kompak di bagian bawah tubuh dan
testis yang sepasang pada median tubuh cacing. Cacing famili Hemiuridae ini
umum ditemukan pada ikan famili Scombridae (Tabel 1) (termasuk Decapterus
spp.) dan famili Clupeidae (Arthur & Te 2006).
Famili Hemiuridae dibagi beberapa subfamili, cacing ini masuk dalam
subfamili Sterrhurinae karena tubuhnya memanjang seperti pensil, pemanjangan
di bawah mulut cacing seperti leher dan terdapat pelebaran di ovariovitellaria
(Gambar 12 A). Subfamili ini memiliki mulut yang kecil di atas lobus batil hisap,
batil hisapnya besar di atas tubuh, sepasang testis tepat berada di bawah batil
hisap, vitelin berada di bawah testis atau mendekati ovarium serta tubuh yang
memiliki ekor (Gambar 12 A dan D). Menurut Yamaguti (1958), uterus meluas
hingga ke bagian belakang vitelaria (Gambar 12 D), duktus hermafrodit yang
pendek dan terdapat kantung seminis.
22
Telur Digenea berbentuk bulat agak oval dan tidak memiliki benang atau
filamen di salah satu sisi maupun keduanya, serta memiliki operkulum (Gambar
12 B). Telur tersebut membuktikan bahwa cacing berada pada stadium dewasa
dalam saluran pencernaan ikan laut. Cacing digenea dewasa ini memiliki panjang
tubuh 1,66 mm dan lebar tubuh 0,16 mm dan menurut Yamaguti (1958) genus
Lecithochirium memiliki ciri khas vitelin berbentuk penjuluran pendek seperti
bunga (Gambar 12 D), tidak terdapat kantung ejakulatori .
Genus ini pertama kali ditemukan oleh Lühe pada tahun 1901 dengan
persamaan nama Synaptobothrium oleh Linstow 1904 dan Plerurus oleh Loos
23
Lecithocladium sp
Cacing Digenea ini adalah cacing dari filum Plathyhelminthes, kelas
Digenea, subordo Prosostomata, famili Hemiuridae, subfamili Dinurinae, genus
Lecithocladium. Endoparasit genus ini ditemukan dalam saluran pencernaan ikan
Scombridae dan Clupeidae (Yamaguti 1958) . Cacing ini memiliki mulut dan batil
hisap (diastoma) yang muskuler dan bertubuh memanjang (2,12 x 0,26 mm)
sehingga digolongkan Digenea. Mulutnya terdapat di ujung atas tubuh oleh karena
itu cacing masuk subordo Prosostomata dan batil hisap berada tepat di bawah
mulut.
Famili Hemiuridae ini mulai dibentuk klasifikasinya oleh Lute
tahun 1901 (Yamaguti 1958), yang memiliki percabangan saluran pencernaan di
bagian atas tubuh, kantong ekskretori yang berbentuk y yang berakhir di lubang
ekskretori tubuh bagian bawah (Gambar 14 A). Duktus hermafrodit nampak di
bawah mulut, ovarium berbentuk bulat dan terlihat kompak di bagian bawah
tubuh dan testis yang sepasang pada median tubuh cacing (Gambar 14.A)
(Yamaguti 1958).
A. B
Gambar 17. (A) Lecithocladium angustiovum (B) Lecithocladium scombri
(Yamaguti 1953)
Keterangan : 1. Mulut 2. Faring 3. Saluran hermafrodit 4. Batil hisap 5.Kelenjar prostat
6. Kantung seminal 7. Testis 8.Ovarium 9. Vitelin 10. Ekor 11. Uterus
12. Sekum 13. Lubang ekskretori
Genus ini pertama kali ditemukan oleh Lühe pada tahun 1901 dengan
persamaan nama Clupenurus oleh Srivastava 1935 (Yamaguti 1958). Pernah
ditemukan L. Angustiovum (Gambar 17.A) dan L. Scombri (Gambar 17.B)
(Tabel1) oleh Yamaguti sendiri tahun 1953 di pulau Sulawesi Indonesia
(Yamaguti 1958). Lecithocladium angustiovum juga pernah ditemukan pada
Rastrelliger kanagurta di Palawan dan Luzon Filiphina (Arthur et al.1997) serta
L. Harpodentis pernah ditemukan oleh Srivastava di Laut Cina Selatan pada ikan
Decapterus sp (Arthur & Te 2006).
Lecithocladium sp memiliki pesebaran yang luas yakni di Bombay,
Bengal, Arimini, Naples, New Zealand, Jepang, Triest (Yamaguti 1958).
27
Mecoderus sp
Cacing lainnya adalah cacing Digenea yang memiliki mulut dan batil hisap
muskular serta bentuk telur yang bulat maupun oval tidak berfilamen. Telur yang
dihasilkan dalam jumlah banyak sehingga terlihat memadat khususnya pada uterus
inilah ciri khas dari cacing Digenea. Cacing Digenea yang diisolasi adalah cacing
Digenea yang berlainan genera.
Digenea 1
Cacing ini memiliki mulut dan batil hisap di subterminal (diastoma) yang
hampir sama ukurannya (Gambar 19. A), kantong seminal di tengah tubuh, dua
testis di bagian bawah tubuh dan uterus yang penuh berisi telur (Gambar 19.B).
Bentuk telur yang bulat tidak berfilamen serta membentuk suatu kumpulan di
uterus yang mencapai bawah tubuh (Gambar 19.A). Tubuhnya memanjang
berukuran 1,81 x 0,07 mm dan telur berukuran 0,018 x 0,011 mm.
Digenea 2
Cacing ini bertubuh memanjang (0,68 x 0,20 mm) dengan penyempitan
disalah satu ujungnya dan termasuk cacing berukuran kecil (Gambar 20.A).
Vitelinnya berlobus membentuk seperti bunga di tengah tubuh cacing, telur
berbentuk oval (21,3 x 13,8 µm ) dalam uterus yang menuju ke salah satu ujung
tubuh cacing (Gambar 20.B).
29
Gambar 20. Digenea 2 (hasil penelitian); (A) Tubuh keseluruhan (B) Telur
Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis 10. Kantong cirrus
11. Reseptakulum seminis 12. Faring
Digenea 3
Cacing ini bertubuh memanjang (1,9 x 0,2 mm) memiliki dua ujung
dimana kedua ujung tersebut belum jelas antara mulut, batil hisap atau lubang
ekskretori (Gambar 21. A). Tidak diketahui secara pasti bahwa cacing ini
diastoma atau monostoma. Vitelinnya menyebar, uterus dipenuhi oleh telur
berbentuk oval seperti beras (16,9 x 10,7 µm) (Gambar 21.B).
Digenea 4
Digenea ini memiliki mulut di ujung tubuhnya namun tidak diketahui
secara pasti apakah cacing ini memiliki batil hisap atau tidak (Gambar 22.A).
Tubuhnya memanjang (1,41 x 0,13 mm) dengan salah satu ujung bawah tubuhnya
adalah lubang ekretori. Vitelinnya berkumpul disatu tempat (di tengah tubuh) dan
telurnya berbentuk oval seperti beras (Gambar 22.B) yang berukuran 18,6 x 8,6
µm.
Gambar 22. Digenea 4 hasil penelitian, (A) Tubuh keseluruhan (B) Telur
Keterangan : 1. Mulut 2. Vitelin 3. Lubang ekskretori
Gambar 23. Genus Hexostoma 1 (hasil penelitian) (A) Telur (B) Opishaptor
(C)Anterior cacing
Keterangan : 1. Prohaptor 2. Telur 3. Vitelin
tulang yang berbentuk x pada bagian tengah clamp (Gambar 23.B dan 24.B) serta
lekuk tubuh seperti pinggang pada bagian tengah tubuh, ciri inilah yang mengacu
ke arah satu-satunya genus Hexostoma (Bychowsky 1962 dan William &
William 1996).
Genus ini belum pernah ditemukan di Asia Tenggara (Arthur & Te 2006
dan Arthur et al. 1997) namun cacing yang mendekati genus ini pernah ditemukan
yakni dari genera Kuhnia dan Indomazocraes (famili Mazocraeidea) pada ikan
kembung Rastellinger brachysoma dan R. faughni di Negros, Cebu, Luzon, dan
Palawan Filiphina (Arthur et al. 1997).
34
Gambar 28. Detail Nematoda 1; (A) Kepala Nematoda 1 (B) Posterior Nematoda 1 dan
(C) Esofagus dan saluran reproduksi Nematoda 1
Nematoda 2
Cacing Nematoda 2 ini berukuran 2,79x 0,05 mm (Gambar 29.A). Diduga
cacing ini masih dalam stadium larva 3 karena memiliki mukron pada ujung ekor
(Gamabar 29.B dan 30.B) dan gigi yang khas pada stadium larva (Gambar 29.C
dan 30.A).
36
Nematoda 3
Nematoda ke 3 (Gambat 31.A) ini berukuran 3,39x 0,64 mm. Pada bagian
anterior terlihat cincin saraf, esofagus dan sekum yang sederhana (Gambar 31.A).
Pada bagian posterior terdapat ekor yang kurang menunjukkan gambaran jelas
apakah cacing dalam stadium dewasa atau larva.
Kesimpulan
Cacing parasitik yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan kembung
Decapterus spp berasal dari famili Hemiuridae yaitu genus Lecithochirium,
Lecithocladium dan Mecoderus. Cacing-cacing tersebut memiliki keragaman
genus tertinggi adalah cacing Digenea diikuti dengan cacing Nematoda kemudian
Monogenea.
Saran
Metode pengambilan sampel ikan kembung dapat diperbaiki dengan
menggunakan ikan dalam keadaan segar untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi cacing postmortem selain itu perlu penelitian yang lebih spesifik
mengenai tempat dan habitat ditemukannya cacing untuk mempelajari sifat dan
risiko cacing.
Pembuatan daftar mengenai cacing-cacing parasitik pada ikan laut yang
berbeda di Indonesia termasuk mamalia laut perlu dilakukan untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia. Perlu diadakan penelitian mengenai
daya tarik spesies cacing Monogenea terhadap inang definitif untuk mempelajari
host specificity serta pengaruh infeksi cacing pada ikan laut terhadap hewan
pemangsa ikan seperti burung pelikan.
Penelitian mengenai pengaruh tindakan karantina ikan kembung pada
kasus kecacingan untuk tujuan ekspor impor serta mempelajari hubungan infeksi
cacing dan kriteria kelayakan bahan pangan asal ikan laut.
38
DAFTAR PUSTAKA
Allen G. 2000. Marine Fishes of South East Asia. Periplus Edition. Cetak ulang
oleh Western Australian Museum.
[Anonim]. 2007. Makan ikan : Baik untuk Kesehatan, Buruk untuk Lingkugan.
[terhubng berkala]. http://www.kompas.com/kompas-cetak. [13 Agustus
2007].
[Anonim]. 2008. Monogenea. [terhubung berkala]. http://parasitology.informatik.
uni-wuerzburg.de/login/n/h/0887.html. [Februari 2008].
[Anonim]. 2008. Ikan Kembung. [terhubung berkala]. http://www.geocities.com
/nauticaclub/indoindex. Html. [Februari 2008].
[Anonim]. 2008. Hexostoma keokeo. [terhubung berkala]. http://www.scielo.br/
img/revistas/rbzool/v21n2/20850f20.jpg. [Mei 2008].
Arthur JR, Susan L, Mayo. 1997. Checklist of the Parasithes of Fishes of the
Philippines. Rome: FAO Fisheries Technical Papers.
Arthur JR, Te BQ. 2006. Checklist of the Parasites of Fishes of VietNam. FAO
Fisheries Technical Papers. No 369/2. Roma : FAO.
Astuti PP. 2005. Otonomi. [terhubung berkala]. http://www.kompas.com/
kompascetak/0312/11/otonomi/734189.htm-40k. [11 Mei 2005].
Barnes RD. 1963. Invertebrate Zoology. Edisi ke-3. Toronto : W B Saunders
Company.
Berry FH, Smith-Vaniz. 1978. Carangidae. FAO Rome Volume 1. [terhubung
berkala]. http://nl.wikipedia.org/wiki/Decapterus_punctatus.
Buchmann K, Bresciani. 2001. Parasitic Disease of Freswater Trout. Denmark :
DSR Publishers.
Bychowsky. 1962. Monogenetis Trematodes. Edisi ke 9. Washington : Graphic
Arts Press, Inc.
Catherine H. et. al. 2006. Effects of ω−3 Fatty Acids on Cancer Risk. Journal of
the American Medical Association. 7 Juli 295 (4): 403-415.
39