Anda di halaman 1dari 50

IDENTIFIKASI CACING PARASITIK

PADA SALURAN PENCERNAAN


IKAN KEMBUNG (Decapterus spp.)

SKRIPSI
ERLINA SUSANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ii

ABSTRAK

ERLINA SUSANTI. Identifikasi Cacing Parasitik Pada Saluran


Pencernaan Ikan Kembung (Decapterus spp.). Dibimbing oleh RISA TIURIA dan
ADHI RACHMAT HARIYADI.
Pengamatan kesehatan ikan dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis
cacing pada saluran pencernaan ikan kembung (Decapterus spp.) yang berasal
pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan Juli hingga Agustus 2007.
Jumlah ikan kembung yang diambil sejumlah 18 ekor dan cacing yang didapat
dari saluran cerna ikan kembung sebanyak 14 cacing. Cacing tersebut diwarnai
dengan metode pewarnaan permanen (Semichon Acetocarmine) untuk mewarnai
cacing Trematoda dan pewarnaan minyak cengkeh untuk mewarnai cacing
Nematoda. Identifikasi cacing dilakukan dengan mengamati ukuran dan struktur
morfologinya. Cacing yang diidentifikasi adalah cacing Monogenea yang
memiliki opishaptor dan prohaptor serta tulang medial berbentuk x pada clamp
opishaptor menunjukkan cacing berasal dari genus Hexostoma. Cacing
berikutnya adalah cacing Digenea dengan ciri diastoma, sepasang testis diagonal
di bawah batil hisap dan vitelin seperti bunga menunjukkan cacing berasal dari
genus Lecithochirium serta cacing Digenea yang diastoma, memanjang, berekor
dan vitelin yang berbentuk tabung seperti jari menunjukkan berasal dari genus
Lecithocladium. Genus Mecoderus yang ditemukan memiliki ciri khas leher yang
memanjang dan bentuk vitelin yang berbentuk 7 tabung. Beberapa Digenea dan
Nematoda lainnya belum teridentifikasi namun dapat disimpulkan sebagai
Digenea dan Nematoda yang berlainan dan salah satu Nematoda yang ditemukan
memungkinkan berasal dari famili Anisakidae.

Kata kunci: Lecithochirium, Lecithocladium, Mecoderus, Hexostoma,


Decapterus spp.
iii

IDENTIFIKASI CACING PARASITIK


PADA SALURAN PENCERNAAN
IKAN KEMBUNG (Decapterus spp.)

ERLINA SUSANTI

Skripsi
sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
di Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
iv

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan


Ikan Kembung (Decapterus spp.).
Nama : Erlina Susanti
NRP : B 04104193

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.drh.Risa Tiuria, MS Adhi R. Hariyadi, Bsc.Msi


NIP. 131 690 352

Mengetahui,
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Dr. Nastiti Kusumorini


NIP. 131 669 942

Tanggal Lulus :
v

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karuniaNya, penulis dapat


menyelesaikan skripsi dan program studi sarjana pada Fakultas Kedokteran
Hewan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian identifikasi cacing
parasitik pada saluran pencernaan ikan Decapterus spp, sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr. drh. Risa Tiuria, MS selaku pembimbing pertama dan Adhi Rachmat
Sudrajat Haryadi, Bsc. Msi, selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas
bimbingan, pengarahan, masukkan serta kesabarannya selama penelitian
dan penulisan skripsi ini.
2. Dosen Pembimbing Akademik Dr. drh. Muhammad Agil, MSc, Agr yang
senantiasa memberi dorongan moral.
3. Keluarga : Papa, Mama, Mbak Ita, Ka Felmon, Mbak Rika, Mbak Ovi,
Osi, Brevia, William, Swasti, Mbak Pia, Pak Subali, Mas Agus, Alphons,
yang selalu memberikan semangat dan dukungan doa dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
4. Rekan penelitian Ronaldo, Asri, Uya, Vonti, Ina, Sio, Nova, Ari, Arios,
Debi, Dwi, Reni, dan Ivan atas kerjasamanya, serta kepada seluruh staf
dan pegawai Laboratorium Helmintologi (Pak Eman dan Bu Irawati) yang
telah banyak membantu pelaksanaan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.
5. Die Brüke Ibu Heidi Rathsam, Ibu Agnes dan Ibu Christin yang memberi
dukungan moral dan materi serta mengajarkan penulis sebuah kerja keras
dan kejujuran.
6. Anggota Proyek Masa Depan (Mas Tera, Ka Sari, Sahad, Ka Anissa, Tuti,
Helda, Christin, Dayat, Irma, Stevi, Ronald, Nurul, Epi), Persekutuan
Fakultas Kedokteran Hewan dan Asteroidea yang sudah menjadi keluarga
bagi penulis.

Bogor, 18 Juli 2008


Erlina Susanti
vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Semarang pada tanggal 5 Desember 1985 dan merupakan


anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Ayah Eddy Susanto dan Ibu
Atiek Rofiah.
Pada tahun 1991 penulis masuk Sekolah Dasar St. Bernardus Semarang
dan lulus dari Sekolah Dasar, St. Fransiskus Asisi I Jakarta pada tahun 1997.
Penulis melanjutkan sekolah kembali ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) St.
Fransiskus Asisi yang diselesaikan pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus
dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Kolese Gonzaga Jakarta. Tahun 2004
penulis berhasil lulus seleksi tes masuk IPB melalui jalur SPMB pada Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB,
penulis menjadi anggota Himpunan Minat Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa
Aquatik (HKSA), anggota Steril FKH IPB (Paduan Suara Gita Klinika dan
Teater), anggota Basket Putri FKH IPB, badan pengurus harian Persekutuan
Fakultas FKH IPB, badan pengurus harian Proyek Masa Depan (yayasan Die
Brüke).
vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
Manfaat Penelitian ............................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
Ikan Famili Carangidae ..................................................................... 3
Nematoda .......................................................................................... 5
Digenea .............................................................................................. 8
Monogenea ........................................................................................ 11
BAHAN DAN METODE................................................................................ 17
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 17
Bahan dan Alat .................................................................................. 17
Teknis Parasitologi ............................................................................ 17
Analisis .............................................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 38
viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ikan Carangidae dari Decapterus spp. ..................................................... 3
2 Persebaran populasi ikan Carangidae …………………………………… 4
3 Siklus hidup Nematoda pada ikan ………………………………………. 6
4 Morfologi Digenea Lecithocladium excisum pada lambung makarel …... 9
5 Struktur telur Trematoda ikan laut ............................................................ 10
6 Siklus hidup Digenea pada ikan ………………………………………… 11
7 Morfologi Monogenea (Hexostoma keokeo) ……………………………. 12
8 Siklus hidup Monogenea Tetraonchus alaskensis ……………………… 13
9 Diagram sistem reproduksi Polyopisthocotylea ………………………… 14
10 Telur Monogenea ……………………………………………………….. 15
11 Morfologi onchomiracidium Benedenia melleni …...…………………... 15
12 Genus Lecithochirium (hasil penelitian) ………………………………... 21
13 Morfologi Lecithochirium australis …………………………………….. 22
14 Genus Lecithocladium 1 (hasil penelitian) ……………………………… 23
15 Genus Lecithocladium 2 (hasil penelitian) ……………………………... 24
16 Genus Lecithocladium 3 (hasil penelitian) ................................................ 24
17 Lecithocladium angustiovum dan Lecithocladium scombri …………….. 25
18 Genus Mecoderus (hasil penelitian) …………………………………….. 26
19 Digenea 1 (hasil penelitian)........................................................................ 28
20 Digenea 2 (hasil penelitian)........................................................................ 29
21 Digenea 3 (hasil penelitian)........................................................................ 29
22 Digenea 4 (hasil penelitian)........................................................................ 30
23 Genus Hexostoma 1 (hasil penelitian) …………………………………... 31
24 Genus Hexostoma 2 (hasil penelitian) …………………………………... 32
25 Kait-kait pada Octostoma scombri. ……………………………………... 32
26 Hexostoma kawakawa …………………………………………………... 33
27 Nematoda 1 (hasil penelitian) …………………………………………... 35
28 Detail Nematoda 1 ………………………………………………………. 35
29 Cacing Nematoda 2 (hasil penelitian) …………………………………... 36
30 Stadium larva 3 Anisakis simplex .............................................................. 36
31 Nematoda 3 (hasil penelitian) ................................................................... 36
ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Gambaran Digenea jenis Lecithochirium, Lecithocladium dan
Monogenea jenis Hexostoma berdasarkan ukuan tubuh, ukuran telur dan
lokasi atau inang .......................................................................................... 16
2 Rangkuman keragaman cacing parasitik dari ikan Decapterus spp.
berdasarkan jumlah genera yang ditemukan................................................ 19
3 Identifikasi cacing pada ikan kembung Decapterus spp.............................. 20
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dekade ini pola konsumsi masyarakat dunia lebih cenderung untuk
memilih bahan alami dalam memperoleh asupan makanan yang mengandung nilai
gizi tinggi. Pola konsumsi ini berawal ketika makanan cepat saji yang tinggi akan
lemak jenuh menimbulkan dampak yang tidak baik untuk kesehatan seperti
penyakit jantung koroner (Suriawiria 2002). Banyak masyarakat yang memilih
ikan sebagai sumber asam amino esensial dan omega 3 yang tidak dimiliki oleh
produk daratan (Anonim 2007). Kandungan asam lemak tak jenuh omega 3 (EPA
dan DHA) mampu menurunkan tekanan darah, mengurangi trombosis
(Harris et al. 2002), mencegah kanker kolon dan kanker prostat (Catherine et al.
2006) serta membantu perkembangan neuron otak ( Trivedi 2006).
Ikan kembung merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani bagi
konsumen terutama rakyat Indonesia sebab selain memiliki kandungan gizi yang
tinggi, ikan kembung ini mudah didapat oleh nelayan dan harganya relatif murah
sehingga ikan kembung ini memiliki sebutan ikan rakyat. Namun demikian dalam
sebuah ekosistem, parasit hidup berdampingan dengan mahkluk hidup termasuk
ikan sebagai salah satu inangnya sehingga ikan tidak dapat terhindar dari cacing
parasit yang bersaing untuk memperoleh makanan dan tempat tinggal. Ikan yang
terinfeksi berbagai jenis parasit dapat mempengaruhi cita rasa hidangan ikan
tersebut karena mengganggu metabolisme lemak (omega 3) dalam tubuh ikan
sehingga mempengaruhi nilai kualitas ikan kembung itu sendiri. Parasit zoonotik
pada ikan akan menjadi masalah terutama jika konsumen mengkonsumsi ikan
yang tidak dimasak atau mentah seperti Sashimi, Sushi, Cheviche dan Gravlaks
(Neta 2006). Pada tahun 1996 kasus hipersensitifitas anasakiosis akibat infeksi
larva nematoda tercatat di Sidoarjo Jawa Timur yang kemungkinan besar
mengkonsumsi ikan mentah atau kurang matang (Uga et al. 1996). Cacing
parasitik ini biasa ditemukan langsung di saluran pencernaan (Neta 2007) maupun
di insang (Khairunnisa 2007).
2

Pada penelitian ini identifikasi cacing Trematoda dilakukan dengan


penggunaan pewarnaan Acetocarmine (permanen) sedangkan cacing Nematoda
dengan menggunakan pewarnaan semi permanen yaitu minyak cengkeh (Eugenol
aromatika). Kalium hidroksida 10% dapat digunakan sebagai keratolitikum yang
mempercepat keratolisis dan menjadikan lapisan kutikula Nematoda memiliki
permeabilitas terhadap zat pewarna.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mempelajari
keragaman jenis cacing yang ada pada saluran pencernaan ikan kembung
(Decapterus spp.).

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi keanekaragaman
jenis cacing pada saluran cerna ikan kembung di pasar ikan Muara Angke dan
juga menambah kekayaan khazanah ilmu pengetahuan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

IKAN FAMILI CARANGIDAE


Ikan merupakan bahan pangan alternatif sebagai sumber protein selain
produk daratan yang banyak dijual di pasar lokal. Selain mengandung protein
yang kadarnya hampir dua kali lipat dari telur, ikan ini juga mengandung omega
3, vitamin dan mineral (Neta 2007). Asam lemak esensial inilah yang
mengakibatkan ikan memiliki cita rasa yang tinggi.
Ikan famili Carangidae adalah ikan pelagis (perenang bebas) dimana
beberapa contohnya meliputi genera Selar, Selariodes, Seriola, dan Decapterus
atau ikan kembung (Allen 2000) yang pada umumnya banyak dikonsumsi
manusia. Ikan famili Carangidae memiliki ciri khas warna abu­abu mengkilat
yang hidup dalam populasi cukup besar sehingga memudahkan nelayan untuk
menjaringnya di laut.

Jenis Dan Klasifikasi


Taksonomi ikan genus Decapterus menurut Cuvier 1829 adalah sebagai
berikut:
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus

Gambar 1. Ikan Carangidae dari Decapterus spp.


(http://www.geocities.com/nauticaclub/indoindex.html)
4

Gambar 2. Persebaran populasi Ikan Carangidae dari Decapterus spp. di Benua


Amerika dan Afrika
(http://www.geocities.com/nauticaclub/indoindex.html)

Ikan kembung (Gambar 1) kerap disebut juga dengan round scad, cigar
minnow, hardtail, cigar fish, chuparaco yang hidup di perairan subtropikal dan
tropikal (Smith-Vanizat et al. 1990). Distribusi ikan ini mencapai Kanada, Brazil,
Afrika Selatan, dan Asia Tenggara. Ikan ini hidup di pesisir pantai (Cervigón
1992) dengan kedalaman 0 -100 m dari permukaan ikan laut (Gambar 2). Ikan
ini pemakan planton, kopepoda, gastropoda, ostrakoda, pteropods dan memiliki
panjang tubuh 15-20 cm yang tidak lebih dari 30 cm serta memiliki berat
maksimum 300 gram (Berry & Smith 1978).
Di Indonesia, pada musim kemarau Juli-Agustus adalah waktu populasi
ikan kembung tertinggi (Sukarjaputra 2003). Ikan kembung sangat populer
dikalangan rakyat Indonesia karena kondisi iklim Indonesia yang tropis. Ikan
kembung merupakan salah satu ikan laut Indonesia yang memiliki kadar asam
lemak omega 3 yang cukup tinggi, bahkan menjadi komoditi makanan kaleng
yang siap diekspor (Astuti 2005).
5

CACING PARASITIK
Parasit adalah organisme yang hidup dalam tubuh inang serta
merugikannya. Kelompok parasit dibagi menjadi dua yaitu endoparasit dan
ektoparasit (Soulsby 1982). Parasit praktis menempati tubuh inang definitif yang
menyediakan tempat tingal dan makanan bagi parasit (Noble & Noble 1989).
Infeksi cacing parasitik menimbulkan kerusakan jaringan, anemia, menganggu
metabolisme tubuh dan kehilangan bobot badan (Woo 2006). Sebagian besar
cacing digolongkan dalam endoparasit seperti cacing Nematoda, Trematoda dan
Cestoda namun lain halnya cacing pada ikan. Cacing Monogenea pada ikan
sebagian besar digolongkan ektoparasit dan Digenea mampu menjadi ektoparasit
dalam kondisi tertentu.

Nematoda
Nematoda adalah cacing Nemathelminthes yang artinya berbadan panjang,
silindris, tipis tidak bersegmen yang umumnya dilapisi lapisan kutikula
(Buchmann & Bresciani 2001). Nematoda yang sudah ditemukan pada famili
Carangidae di Filipina adalah larva Anisakidae, Camalanus marinus, C. carangis,
C. paracarangis, Metabronema magnum (Arthur & Mayo 1997). Kutikula
menyelubungi permukaan luar dan juga melapisi rongga bukal, esofagus, vagina,
lubang sekretoris. Kutikula ini berguna sebagai selubung pelindung yang halus
dan lentur yang resisten terhadap enzim pencernaan hospes terutama cacing
dewasa yang hanya dapat ditembus oleh air dan ion-ion kecil (Noble & Noble
1989).
Nematoda memiliki mulut, usus dan anus yang berkembang, alat kelamin
yang terpisah, berperan sebagai endoparasit serta siklus hidupnya luas melibatkan
inang invertebrata (Buchmann & Bresciani 2001). Saluran pencernaan Nematoda
dimulai dengan mulut yang terdiri dari 3 labia, 1 di dorsal dan 2 di ventrolateral.
Ada kekhasan pada spesies Contracaecum memiliki penonjolan kerucut diantara
labia (interlabia), ada juga yang sama sekali tidak memiliki mulut (Philometra),
dan beberapa spesies Camallanus yaitu penebalan kutikula dari mulut hingga
bukal kapsul (Grabda 1991).
6

Saluran pencernaan Nematoda berupa tabung sederhana terdiri dari sel-sel


yang tersusun dalam lapisan tunggal dan makanan yang masuk hanya sebagian
saja dicerna sebelum ditelan masuk esophagus (Noble & Noble 1989). Esofagus
dilapisi oleh lapisan kutikula dan pada beberapa spesies esofagus serta usus halus
terpisah oleh kelenjar ventrikulus. Mikrovili usus memiliki fungsi penghasil
enzim pencernaan, penyerap nutrisi, menyimpan makanan dan pengekresi hasil
metabolisme ke lumen usus yang berakhir di rektum berbentuk garis kutikular
berujung anus. Sistem ekresi pada kebanyakan Nematoda terdiri dari dua
pembuluh simetris diantara lapisan lateral hipodermal, pembuluh melebur di
vental menjadi saluran umum yang terletak di anterior tubuh. Detail dari sistem
ekresi ini merupakan faktor pembeda diantara Nematoda. Sistem respiratorinya
tidak ada karena hidupnya dibawah kondisi tanpa oksigen, dan energinya berasal
dari glukosa sel epitel usus (Noble & Noble 1989).
Sistem saraf Nematoda terdiri cincin jaringan syaraf yang mengelilingi
esofagus dan cincin-cincin syaraf lain mengelilingi bagian posterior usus. Organ
sensorinya banyak terdapat di bibir mulut berupa papil dan di sekitar anus pada
cacing jantan sebagai alat penunjang (Grabda 1991). Nematoda termasuk cacing
dimorfisme yang kulit telurnya terdiri atas 3 lapisan pokok yakni lapisan vitelin,
lapisan kitinosa, dan lapisan lipida.

Gambar 3. Siklus hidup Nematoda pada ikan (Noga 1996)


7

Sebagian cacing Nematoda adalah ovipar kecuali genera Camallanus,


Philometra, dan Skrjabillanus dimana larva berkembang dalam empat tahap dan
pada tahap keempat ini organ seksual menjadi dewasa. Perkembangan cacing
Nematoda membutuhkan satu hingga dua inang antara sebelum menuju inang
definitif dan ikan dapat menjadi inang antara dan inang definitif (Gambar 3). Ikan
mulai terinfeksi cacing Nematoda yang berasal dari krustacea (Gambar 3)
(Copepoda, Amphipoda, Euphausiacea, Decapoda) (Grabda 1991).
Sebagian besar larva cacing Nematoda berkembang di jaringan ikan dan
organ parenkima contohnya Anisakis sp. yang larvanya memiliki 3 bibir yang
mengelilingi mulut (1 dorsal dan 2 ventrodorsal). Alat kelamin Nematoda
membentuk saluran, cacing betina mempunyai dua saluran dimana bagian
anteriornya terdapat ovari, oviduk dan uterus tempat berkumpulnya telur matang
(pada Nematoda ovipar seperti Anisakidae) atau larva (pada Nematoda vivipar
seperti Philometridae). Cacing jantan membentuk saluran tunggal dimana testis
diikuti vas deferens, spikulum yang berotot kuat sebagai saluran ejakulasi dan
saluran tersebut akan bermuara ke kloaka. Pada beberapa spesies spikulum
tersebut tajam dan berukuran besar, bentuk anatominya sebagai faktor pembeda
jenis Nematoda (Grabda 1991).

Trematoda
Trematoda adalah cacing pipih yang bersifat parasitik, beberapa
diantaranya hidup pada permukaan inang definitif dan beberapa lainnya di dalam
tubuh. Tubuh tertutup oleh tegumen yang biasanya licin tetapi kadang-kadang
berduri. Prevalensi kecacingan Trematoda pada ikan cukup tinggi. Dalam jumlah
yang banyak, infestasi Trematoda parasitik dapat mengakibatkan infeksi sekunder
pada organ terinfestasii dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme. Ciri
khas pada cacing pipih ini adalah sistem protonefridial yang terdiri atas flame cell
dihubungkan oleh tubulus yang bersatu menjadi duktus dan secara bebas keluar
atau bergabung dengan kandung kencing yang bermuara di posterior cacing
(Noble & Noble 1989).
8

Subkelas Digenea
Jenis Digenea yang sering pada ikan laut adalah Transversotrema
patialense, Lecithocladium excisum pada lambung makarel (Gambar 5),
Brachyphallus crenatus pada lambung salmon, Diplostomum spathaceum (Grabda
1991), Crepidostomum, Phyllodistomum, Nanophyetus, Sanguinicola,
Thylodelphysosis (Buchmann dan Bresciani 2001). Cacing yang telah ditemukan
pada ikan famili Carangidae adalah Lechitocladium angustiovum, L. megalaspis,
L. Alopecti, Alcicornis cirrudiscoides, Bucephalus varicus, B. Fragilis, B.
paraheterotentaculatus, Prosogonotrema bilabiatum, Erilepturus lemeriensis
(Arthur & Mayo 1997).
Parasit ini ditandai dengan bentuk tubuh seperti sepotong pensil yang pipih
dengan batil hisap muskuler yang berbentuk mangkuk, biasanya tanpa kait,
dengan lubang genital yang bermuara ke permukaan ventral antara batil-batil
hisap serta sebuah lubang eksetori posterior (Noble & Noble 1989) .
Digenea terdiri dari unit seluler yang memiliki lapisan luar (epikutikula)
yang tidak berinti, sinsitial dan dihubungkan oleh tabung-tabung sitoplasmik
sempit. Parasit ini biasanya terdiri dari dua batil hisap yakni mulut dan batil hisap
yang terletak di ventral terkadang di posterior tubuh (Gambar 4). Cacing
monostoma hanya memiliki satu batil hisap, cacing amphistoma memiliki oral
suker dan acetabulum di posterior cacing, dan cacing diastoma memiliki oral
suker dan acetabulum dimanapun letaknya kecuali di posterior cacing (Noble &
Noble 1989).
Digenea memiliki faring berotot yang mampu mendorong bahan makanan
dalam dua cabang atau lebih yang biasa disebut sekum dimana dilapisi oleh epitel
gastrodermis yang mampu melakukan absorbsi dan sekresi. Biasanya Digenea
tidak memiliki anus, tetapi beberapa spesies cacing daun pada ikan terdapat satu
lubang (antara seka dan vesikula ekskretoris) atau dua lubang anus yang membuka
keluar. Kebanyakan Digenea menjadi dewasa di saluran cerna hewan vertebrata
dengan mengambil bahan makanan dan mukus dari saluran cerna inang, namun
bila dalam kondisi kritis Digenea mampu mengambil dinding mukosa
(submukosa) serta darah inang sebagai bahan makanan sehingga sering
9

mengakibatkan ruptura submukosa saluran cerna termasuk saluran empedu dan


menyebabkan anemia (Grabda 1991).
Digenea memiliki sepasang ganglion di anterior cacing (antara
percabangan sekum dan faring) sebagai saraf sensorik dimana pada stadium larva
saraf ini berkembang pesat yang terdiri dari kemoreseptor dan fotoreseptor dan
akan berkurang pada saat cacing menjadi dewasa (Grabda 1991).
Digenea pada ikan biasanya bersifat hermafrodit (Gambar 4) untuk
menyesuaikan kondisi siklus hidupnya yang banyak berpindah tempat atau inang
antara sehingga sedikit yang mampu mencapai inang definitif. Digenea biasanya
memiliki dua testis yang kompak namun juga ada yang memiliki lebih dari dua
yang berbentuk seperti cabang pohon, juga memiliki vas deferens, vesikel
seminal, duktus ejakulatori dan cirrus dimana fungsinya sama dengan penis yang
biasa ada dalam kantong cirrus. Fertilisasi terjadi secara internal dimana sperma
berjalan menuju Laurers Canal melalui cirrus. Tata letak ujung genitalia jantan ini
menjadi pembeda yang sangat penting untuk menentukan tingkatan famili maupun
genus Digenea.

Gambar 4. Morfologi Digenea Lecithocladium excisum pada lambung makarel


(Grabda 1991)

Cacing ini memliki ovarium tunggal dengan oviduk, ootipe (ruang dimana
telur dibentuk), kelenjar vitelin yang memproduksi kuning telur dan kulit telur,
serta memiliki kelenjar Mehlis menghasilkan sekret yang mampu memperlancar
jalannya telur. Telur ini mempunyai sebuah operkulum pada salah satu kutub dan
10

tidak berfilamen (Gambar 5), telur digenea pada umumnya memiliki ukuran yang
berbeda pada masing-masing spesies dan terkadang terdapat spina maupun
pundak pada beberapa spesies. Telur ini memiliki susunan kimia yang bervariasi
dan pada umumnya lapisan tersebut adalah lapisan protein (keratin) sehingga
tidak berwarna (Noble & Noble 1989). Telur yang dihasilkan oleh cacing
Digenea dewasa berjumlah banyak dibandingkan cacing Monogenea.
Siklus hidup Digenea dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan
menetas melalui terbukanya operkulum menjadi mirasidium dan kemudian
menembus permukaan kulit inang antara pertama (siput maupun moluska) yang
akan berkembang di tubuhnya menjadi serkaria dan lepas ke perairan menuju
inang antara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi metaserkaria dalam
tubuhnya (Gambar 6). Bila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh satwa lain
seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh manusia dalam kondisi mentah atau
kurang matang, dapat pula mengakibatkan kecacingan karena perkembangan
metaserkaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh inang definitif.

Gambar 5. Struktur telur Trematoda ikan laut


Keterangan : 1. Asymphylodora tincae 2. A. carpiae 3. A. imitans
4. Allocreadium isosporum 5. Crepidostomum farionis 6. Clinostomum tilapiae
(Heinz, Reichenbach, dan Klinke 1973 dan Hendrix & Robinson 2006)
11

Gambar 6. Siklus hidup Digenea pada ikan (Noga 1996)


Monogenea
Monogenea adalah Plathyhelmintes yang berbentuk pipih dorsoventral,
konkav pada bagian ventral dan konvek di bagian dorsal yang biasanya hidup
sebagai ektoparasit (Grabda 1991). Monogenea mampu hidup di ureter contohnya
cacing genus Acolpenteron (Du Plessis 1948), di kloaka ikan contohnya genus
Calicotyle, di rongga hidung yakni Paraquadriacanthus (Ergens 1988a) dan di
saluran cerna yakni Enterogyrus cichlidarum (Paperna 1963c). Parasit dewasa
melekat pada inang definitif dengan suatu modifikasi ujung posteriornya yang
dikenal dengan opishaptor (Gambar 7) dan Monogenea pada ikan laut berukuran
lebih besar dibandingkan pada ikan air tawar (Barnes 1963).
Opisthaptor tersebut dilengkapi dengan kait besar (jangkar) maupun kait
tipis serta mempunyai bantalan perekat pada Monogenea subkelas Oligonchoinea
atau Poliphistocotylea sehingga mampu berpegang kuat untuk dapat
mempertahankan posisinya pada inang definitif dan mampu berpindah lokasi
seperti lintah (Buchmann & Bresciani 2001). Jumlah clamp yang semakin banyak
pada opishaptor membuat bagian posterior tubuhnya semakin besar berbentuk
seperti piring yang terbagi radier oleh sekat-sekat dan clamp yang diaktifkan oleh
12

otot. Kontraksi otot inilah yang menyebabkan pergerakan tubuh monogenea dan
yang membuat tubuhnya dapat memanjang atau memendek (Noble & Noble
1989). Berbeda dengan subkelas Monophistocotylea atau Polionchoinea, batil
hisap berupa kait kecil dan kait besar (anchor) yang tidak berlapis otot membuat
cacing subkelas ini mampu merusak permukaan epitel inang definitifnya.
Haptor yang terletak di ujung anterior disebut prohaptor dan biasanya
tidak berkembang sebaik batil hisap mulut Digenea (Gambar 7). Haptor ini
berfungsi sebagai alat perekat penopang mulut terutama disaat cacing melakukan
absorsi makanan (Grabda 1991).

Gambar 7. Morfologi Monogenea (Hexostoma keokeo)


(http://www.scielo.br/img/revistas/rbzool/v21n2/20850f20.jpg)

Parasit ini tidak memliki rongga tubuh, berbagai organ terdapat di dalam
jaringan pembungkus yang disebut parenkima (Noble & Noble 1989) dan
memiliki sistim saraf, mulut, faring, usus, sekum namun tidak memiliki anus
(Grabda 1991). Sekum dapat berbentuk sederhana maupun berbentuk kantong-
kantong kecil yang buntu (Noble & Noble 1989). Cacing ini bersifat hermafrodit
yang memiliki testis tunggal maupun banyak sedangkan ovarium berlipat-lipat
(Gambar 7). Lubang genital jantan dan betina berdekatan dan bermuara di
ventroanterior tubuh (Gambar 9).
13

Hampir seluruh spesies monogenea bersifat host spesific yang berarti


cacing tersebut tidak melibatkan inang antara (Gambar 8) untuk menyempurnakan
siklus hidupnya dan mampu memiliki beberapa inang definitif dalam ordo ikan
yang sama (Buchmann & Bresciani 2001). Contohnya telur cacing famili
Mazocraeidae mampu menginfeksi ikan ordo Clupeiformes dan Perciformes
(Bychowsky 1962). Menurut Reed et al. 2002, Monogenea bersifat site spesific
yang tinggal secara tetap pada satu lokasi tertentu dari tubuh inang definitif
beberapa Monogenea dewasa.

Gambar 8. Siklus hidup Monogenea Tetraonchus alaskensis


Keterangan : A. Pelepasan telur, B. Telur menetas, C. Oncomiracidium
(Buchmann & Bresciani 2001)

Gambar. 9 Diagram system reproduksi Polyopisthocotylea


(http://parasitology.informatik.uni-wuerzburg.de/login/n/h/0887.html)
14

Menurut Grabda (1991), hampir seluruh Monogenea adalah ovipar,


produksi telurnya dilepas serta menetas di lingkungan air. Telur Monogenea
berbeda dengan telur Digenea yang umumnya berbentuk bulat oval. Bentuk telur
Monogenea lebih beraneka ragam dan memiliki operkulum pada salah satu ujung
(biasanya pada bagian kutub atas).
Telur Monogenea dapat berbentuk seperti bola, oval, maupun segitiga
dan bentuk telur ini menyesuaikan susunan permukaan bagian dalam dari ootip
(Gambar10). Menurut Bychowsky pada umumnya telur Monogenea lebih mudah
diketahui karena pada ujung atas, atau ujung bawah, maupun keduanya memiliki
tunas. Tunas pada ujung atas disebut filamen dan tunas pada ujung bawah biasa
disebut “kaki kecil” dan kedua tunas ini tidak memiliki persamaan yang
mendasar. Kedua tunas inilah yang membantu telur untuk mengapung di perairan
dan menempel ke mukus ikan (Grabda 1991). Telur cacing pada ikan laut
diantaranya memiliki bentuk filamen dan “kaki pendek” dalam jumlah banyak
seperti Macrocotyle gotoi (Gambar 10.L) dan terkadang filamen telur tersebut
mampu menggumpal satu dengan yang lainnya (Bychowsky 1962). Bentuk dan
ukuran filamen maupun “kaki pendek” berbeda pada masing-masing spesies
namun tetap memiliki sedikit persamaan pada tingkat famili. Jumlah telur
Monogenea yang dihasilkan relatif lebih sedikit dibandingkan cacing Digenea dan
berwarna mulai dari kuning terang hingga coklat gelap.
Larva Monogenea disebut onkomirasidium yang dilengkapi dengan silia
untuk mengapung ke arah inang definitif selama 6-8 jam, bintik mata, faring,
kepala, kelenjar yang berkembang namun tidak aktif, serta opishaptor dengan
kait-kait (Gambar 11). Monogenea (Gyrodactilus dan Macrogyrodactylus) adalah
vivipar (Grabda 1991), cacing vivipar ini mengembangkan embrio di uterusnya
dan akan keluar bila di uterusnya sudah penuh.
15

Gambar 10. Telur Monogenea


Keterangan : A. Amphibdella torpedinis B. Ancylodiscoides vistulensis
C. Dactylogyrus anchoratus D. Encotyllabecpagelli E. Udonella sp
F.Diplozoon paradozum G. Erpocotyle catenulate H. Entobdella soleae
I. Diplectanum aucleatum (dengan perbesaran pada ujung filamen)
J..Mazocraes alosae K. Benedenia derzhavini L. Macrocotyle gotoi
M. Acanthocotyle verrilli N. Protoancyrocehalus strelkowi
O. Allopseudaxine macrova P. Rajonchocotyloides emarginata Q. Hexostoma keokeo
Sumber : Grabda (1991), Dawes D (1956), dan Bychowsky (1962).

Gambar 11. Morfologi onkomirasidium Benedenia melleni (Barnes 1963)


16

Tabel 1. Gambaran Digenea jenis Lecithochirium, Lecithocladium dan Monogenea jenis


Hexostoma berdasarkan ukuan tubuh, ukuran telur dan lokasi atau inang.
Jenis cacing Ukuran tubuh Ukuran telur Lokasi dan inang
(mm)

Lecithochirium 3,7 x 0,9 8 – 9 µm Saluran pencernaan


australis makarel
(Gambar 13)

L. genypteri 2,0-3,0 x 0,67-0,98 8 – 11 µm Lambung makarel

L.flexum 4,2-5,0 x 1,3-1,6 11 – 13 µm Lambung


Leptocephalus

L. conviva 3,0-3,4 x 1,2-1,5 9 – 10 µm Lambung


Leptocephalus

Lecithocladium 6,0-15,0(p) 20 – 22 µm Lambung makarel


excisum
(Gambar 4)

L. angustiovum 2,5-4 x 0,32-0,55 16-20 x 7-9 µm Lambung Scomber


(Gambar 17.A) kanagunta

L.scombri 1,9 – 3,2 (p) 16-21 x 9-12 µm Lambung Scomber


(Gambar 17.B) kanagunta

Hexostoma keokeo 3,57 x 0,74 0.198 × 0.075 mm -


(Gambar 7)

H. kawakawa 3,4-8,4 (p) - Insang ikan tongkol


(Gambar 22)

H. thynni 5,0-7,4 (p) - Insang dan mulut


ikan tongkol

H. extensicaudum 11 x 1,5 0,25 x 0,15 mm Insang ikan tuna

Keterangan : p (panjang)
Sumber: Willian & William 1996, Manter 1954, Yamaguti 1953 dan
http://parasitology.informatik. uni-wuerzburg.de/login/n/h/0887.html.
17

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Pengambilan sampel dilakukan mulai bulan Juli 2007 hingga Agustus
2007. Isolasi, fiksasi dan pewarnaan dilaksanakan di laboratorium Helmintologi,
bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB.

Bahan dan Alat Penelitian


Bahan dan alat yang digunakan dalam tehnik parasitologi adalah
timbangan, alat- alat bedah, cawan petri, kertas label, gelas objek, cover glass,
kaca pembesar, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, akuades, NaCl fisiologis,
pewarna Semichon Acetocarmine, KOH bubuk, alkohol bertingkat, Xylol,
Entellan.

Teknis Parasitologi
Ikan kembung Decapterus spp. yang digunakan sebanyak 18 ekor dari
pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Sampel cacing yang disolasi direlaksasi
dengan NaCl fisiologis dan difiksasi dengan ethanol 70% yang kemudian
diwarnai.
Pemeriksaan struktur morfologi cacing Trematoda menggunakan metoda
pewarnaan permanen yaitu pewarnaan Semichon Acetocarmine (Soulsby 1982).
Pewarnaan spesimen dilakukan dengan merendam sampel dalam larutan
Acetocarmine selama 15-20 menit hingga warna terserap (sampel menjadi warna
merah cerah). Setelah itu sampel dibilas dalam larutan asam alkohol (99 bagian
ethanol 70% dicampur dengan 1 bagian HCl) kemudian didehidrasi dengan
merendam dalam alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%) selama 5 menit
pada tiap-tiap konsentrasi alkohol. Perendaman dengan Xylol sampai sampel
terlihat tembus pandang kemudian membuat sediaan dengan bahan Entellan
sebagai media mounting.
18

Pemeriksaan struktur morfologi cacing Nematoda dipakai bahan pewarna


minyak cengkeh. Konsentrasi KOH 10% dibuat dengan pengenceran akuades
dengan perbanding 1:10 air. Tehnik pewarnaan Nematoda didahului dengan
perendaman sample dalam KOH 10% selama 1-3 menit (Khairunnisa 2007).
Perendaman ini bertujuan untuk menipiskan lapisan kutikula agar cacing
Nematoda dapat terlihat dengan transparan. Setelah itu sample dimasukkan ke
dalam wadah yang berisi minyak cengkeh selama 30 detik hingga 1 menit
kemudian sampel cacing yang sudah diwarnai dimasukkan ke dalam alkohol
bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%) masing-masing selama 15-30 detik.

Analisis
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Kriteria yang umum
digunakan untuk identifikasi cacing Monogenea adalah adanya bentuk opishaptor
yang dilengkapi sejumlah kait dan struktur telurnya, sedangkan Digenea adanya
jumlah dan letak batil hisap, letak alat kelamin, serta stuktur telurnya.
19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cacing parasitik yang berhasil diisolasi pada ikan Decapterus spp.


memiliki keragaman yang disajikan dalam Tabel.2 di bawah ini
Tabel 2. Rangkuman keragaman cacing parasitik dari ikan Decapterus spp.
berdasarkan jumlah genera yang ditemukan

Jenis cacing Jumlah genera yang ditemukan


Digenea 7
Monogenea 1
Nematoda 3

Jenis cacing dengan keragaman tertinggi adalah cacing Digenea, cacing


Nematoda dan diikuti dengan cacing Monogenea (Tabel.2). Hal ini berkaitan
dengan lingkungan perairan ikan kembung Decapterus spp. yang didominasi oleh
telur-telur dari genera cacing tersebut. Akan berbeda jumlah genera maupun jenis
cacing yang ditemukan bila ikan didapat pada area yang berbeda.
Cacing Digenea dengan keragaman genera tertinggi dipengaruhi oleh
lingkungan tempat tinggal cacing yakni saluran pencernaan ikan. Saluran
pencernaan ikan Decapterus spp. memberikan lingkungan yang cocok bagi
beragam genera cacing Digenea dan juga cacing Nematoda berupa bahan
makanan bagi cacing. Cacing Digenea mengambil mukus dan sari-sari makanan
sedangkan cacing Nematoda pada umumnya mengambil mukus dan epitel saluran
pencernaan.
Cacing Monogenea dengan keragaman terkecil menunjukkan
kemungkinkan lingkungan tempat tinggal cacing yang kurang cocok karena pada
umumnya cacing Monogenea digolongkan dalam ektoparasit. Beberapa
Monogenea endoparasit yang pernah ditemukan adalah Acolpenteron dalam
ureter, Diplozoon dalam pembuluh darah dan Enterogyrus dalam lambung.
Penelitian ini berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi cacing parasitik
Digenea dari genera Lecithochirium, Lecithocladium, dan Mecoderus. Selain itu
cacing Monogenea dari genus Hexostoma dan beberapa cacing Digenea lainnya
serta Nematoda sebagaimana dijabarkan dalam Tabel 3.
20

Tabel 3. Identifikasi cacing pada ikan kembung Decapterus spp.


Jenis Cacing Ukuran Identifikasi
(mm)

Digenea- 1,66 x 0,16 Diastoma, esophagus pendek, sepasang testis


Lecithochirium simetris, ovarium lobus pendek, vitelin
(Gambar 12 ) menjari, sekum panjang, tubuh berekor, telur
bulat agak oval tidak berfilamen.

Digenea- 2,12 x 0,2 Diastoma, vitelin berbentuk tujuh tabung,


Lecithocladium 1,17 x 0,16 sepasang testis, sekum mencapai bawah
(Gambar 14,15, 16) 1,44 x 0,20 tubuh.

Digenea-Mecoderus 1,43 x 0,12 Diastoma, vitelin berbentuk tujuh tabung,


(Gambar 18) batil hisap besar dan menonjol, sepasang testis
mendekati ovarium, “leher”

Digenea 1 1,81 x 0,07 Diastoma, sepasang testis di bawah tubuh,


(Gambar 19) uterus penuh telur yang mencapai bawah
tubuh.

Digenea 2 0,68 x 0,20 Vitelin berlobus seperti bunga, telur banyak


(Gambar 20) dan tidak berfilamen

Digenea 3 1,9 x 0,2 Diastoma atau monostoma, vitelin menyebar


(Gambar 21) dan telur berbentuk oval tidak berfilamen
dalam jumlah banyak

Digenea 4 1,41 x 0,13 Diastoma atau monostoma, vitelin di satu


(Gambar 22) tempat dan telur tidak berfilamen

Monogenea- 3,40 x 0,64 Prohaptor, opishaptor, kait 2 pasang, 4 pasang


Hexostoma 3,47 x 0,60 clamp, tulang bentuk x pada clamp, ovarium
(Gambar 23,24) bentuk u, testis banyak, telur berfilamen

Nematoda 1 2,71x0,045 Memiliki vulva, esophagus dan saluran


(Gambar 27,28) reproduksi

Nematoda 2- 2,79x 0,05 Memiliki mukron, gigi dan esophagus yang


kemunginan sederhana
Anisakis sp
(Gambar 29)

Nematoda 3 3,39 x 0,64 Memiliki cincin saraf, esophagus dan sekum


(Gambar 31) sederhana.

Organ mulut, alat perekat, testis, ovarium dan vitelin adalah kunci utama
yang dicari dari identifikasi cacing parasitik ini.
21

Lecithochirium sp
Cacing Digenea yang diidentifikasi adalah cacing dari filum
Plathyhelminthes, kelas Digenea, subordo Prosostomata, famili Hemiuridae,
subfamili Sterrhurinae, genus Lecithochirium. Digenea tergolong endoparasit
sehingga lazim jika ditemukan dalam saluran pencernaan. Cacing ini digolongkan
kelas Digenea karena memiliki dua batil hisap (diastoma) yang berotot, tidak
berkait seperti Monogenea.
Batil hisap pertama (mulut) terdapat di ujung atas tubuh oleh karena itu
cacing masuk subordo Prosostomata dan batil hisap kedua menonjol berada tepat
di bawah batil hisap pertama sebagai alat perekat pada jaringan inang
(asetabulum). Batil hisap atau asetabulum ini menjadi alat penggerak bagi
Digenea untuk berpindah tempat. Batil hisap pertama atau biasa disebut mulut
berukuran sangat kecil dibanding asetabulum yang menonjol keluar (Gambar 12 ).
Famili Hemiuridae ini mulai dibentuk klasifikasinya oleh Lute tahun 1901
(Yamaguti 1958), yakni memiliki percabangan saluran pencernaan di bagian atas
tubuh, kantong ekskretori yang berbentuk y yang berakhir di lubang ekskretori
tubuh bagian bawah (Gambar 12 A dan D). Duktus hermafrodit nampak di bawah
mulut, ovarium berbentuk bulat dan terlihat kompak di bagian bawah tubuh dan
testis yang sepasang pada median tubuh cacing. Cacing famili Hemiuridae ini
umum ditemukan pada ikan famili Scombridae (Tabel 1) (termasuk Decapterus
spp.) dan famili Clupeidae (Arthur & Te 2006).
Famili Hemiuridae dibagi beberapa subfamili, cacing ini masuk dalam
subfamili Sterrhurinae karena tubuhnya memanjang seperti pensil, pemanjangan
di bawah mulut cacing seperti leher dan terdapat pelebaran di ovariovitellaria
(Gambar 12 A). Subfamili ini memiliki mulut yang kecil di atas lobus batil hisap,
batil hisapnya besar di atas tubuh, sepasang testis tepat berada di bawah batil
hisap, vitelin berada di bawah testis atau mendekati ovarium serta tubuh yang
memiliki ekor (Gambar 12 A dan D). Menurut Yamaguti (1958), uterus meluas
hingga ke bagian belakang vitelaria (Gambar 12 D), duktus hermafrodit yang
pendek dan terdapat kantung seminis.
22

Gambar 12. Genus Lecithochirium (hasil penelitian)

Telur Digenea berbentuk bulat agak oval dan tidak memiliki benang atau
filamen di salah satu sisi maupun keduanya, serta memiliki operkulum (Gambar
12 B). Telur tersebut membuktikan bahwa cacing berada pada stadium dewasa
dalam saluran pencernaan ikan laut. Cacing digenea dewasa ini memiliki panjang
tubuh 1,66 mm dan lebar tubuh 0,16 mm dan menurut Yamaguti (1958) genus
Lecithochirium memiliki ciri khas vitelin berbentuk penjuluran pendek seperti
bunga (Gambar 12 D), tidak terdapat kantung ejakulatori .
Genus ini pertama kali ditemukan oleh Lühe pada tahun 1901 dengan
persamaan nama Synaptobothrium oleh Linstow 1904 dan Plerurus oleh Loos
23

1907 (Dawes 1956). Pernah ditemukan L. Australe (Manter 1954)(Gambar 13)


oleh karena itu tidak ada perbedaan bila dilihat dari segi morfologi organ kedua
cacing tersebut. Lecithochirium imocavum pernah ditemukan di teluk Tonkin
VietNam tahun 1970 selain itu L. Magnaporum, L. Microstomum dan L.
Monticelli di laut Cina Selatan (Arthur & Te 2006).
Pernah juga ditemukan cacing Lecithochirium magnaporum pada ikan
tongkol oleh Fischthal dan Kuntz tahun 1964 di Palawan Filiphina (Arthur et al.
1997). Cakupan wilayah cacing genus ini sangat luas yakni di Florida, Bombay,
Panama, kepulauan Galapagos, New Zealand, Laut Hitam, laut Merah, Jepang dan
termasuk Indonesia yakni di Makassar pada ikan Caranx sp. oleh Yamaguti
sendiri tahun 1952 dengan nama Lecithochirium lobatum (Yamaguti 1958).

Gambar 13. Morfologi Lecithochirium australis (Manter 1954)


Keterangan : 1. Mulut 2. Faring 3. Lubang genital 4. Kantong prostat 5. Preasetabula pit
6. Kantung seminal 7. Batil hisap 8. Testis 9. Uterus 10. Ovarium 11. Vitelin 12. Sekum
13. Ekor 14. Perut (eksoma) 15. Lubang ekskretori

Kecacingan ikan oleh cacing Digenea dewasa pada saluran pencernaan


ikan tidak menimbulkan dampak besar dan akan menimbulkan dampak besar bila
infeksi terjadi pada organ selain saluran pencernaan seperti pembuluh darah, hati,
saluran urin (Paperna 1996).
24

Lecithocladium sp
Cacing Digenea ini adalah cacing dari filum Plathyhelminthes, kelas
Digenea, subordo Prosostomata, famili Hemiuridae, subfamili Dinurinae, genus
Lecithocladium. Endoparasit genus ini ditemukan dalam saluran pencernaan ikan
Scombridae dan Clupeidae (Yamaguti 1958) . Cacing ini memiliki mulut dan batil
hisap (diastoma) yang muskuler dan bertubuh memanjang (2,12 x 0,26 mm)
sehingga digolongkan Digenea. Mulutnya terdapat di ujung atas tubuh oleh karena
itu cacing masuk subordo Prosostomata dan batil hisap berada tepat di bawah
mulut.
Famili Hemiuridae ini mulai dibentuk klasifikasinya oleh Lute
tahun 1901 (Yamaguti 1958), yang memiliki percabangan saluran pencernaan di
bagian atas tubuh, kantong ekskretori yang berbentuk y yang berakhir di lubang
ekskretori tubuh bagian bawah (Gambar 14 A). Duktus hermafrodit nampak di
bawah mulut, ovarium berbentuk bulat dan terlihat kompak di bagian bawah
tubuh dan testis yang sepasang pada median tubuh cacing (Gambar 14.A)
(Yamaguti 1958).

Gambar 14. Genus Lecithocladium 1 (hasil penelitian)


25

Gambar 15. Genus Lecithocladium 2 (hasil penelitian)


Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis 10. Kelenkar prostat
11. Reseptakulum seminis 12. Faring

Gambar 16. Genus Lecithocladium 3 (hasil penelitian)


Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis 10. Kantong cirrus
11. Reseptakulum seminis 12. Faring

Menurut Yamaguti 1958 cacing ini digolongkan ke dalam subfamili


Dinurinae karena tubuh memanjang, memiliki ekor (Gambar 14 A, 15, dan 16.A ),
testes yang biasanya di bawah batil hisap dan ovarium yang tidak sepenuhnya
bulat. Telur Digenea berbentuk bulat agak oval (0,17 x 0,11 mm) dan tidak
memiliki benang atau filamen di salah satu sisi maupun keduanya, serta memiliki
operkulum (Gambar 14 B). Telur tersebut membuktikan bahwa cacing berada
pada stadium dewasa dalam saluran pencernaan ikan laut.
26

Cacing ini masuk dalam genus Lecithocladium karena ovari di tengah


tubuh, vitelin yang berbentuk tujuh tabung panjang, sekum mencapai pada bagian
bawah tubuh, mulut berbentuk seperti cangkir dan memiliki ekor yang panjang
(Gambar14.A, 15, dan 16.B), kantung seminal yang tebal (Gambar 14.A), kelenjar
prostat panjang.

A. B
Gambar 17. (A) Lecithocladium angustiovum (B) Lecithocladium scombri
(Yamaguti 1953)
Keterangan : 1. Mulut 2. Faring 3. Saluran hermafrodit 4. Batil hisap 5.Kelenjar prostat
6. Kantung seminal 7. Testis 8.Ovarium 9. Vitelin 10. Ekor 11. Uterus
12. Sekum 13. Lubang ekskretori

Genus ini pertama kali ditemukan oleh Lühe pada tahun 1901 dengan
persamaan nama Clupenurus oleh Srivastava 1935 (Yamaguti 1958). Pernah
ditemukan L. Angustiovum (Gambar 17.A) dan L. Scombri (Gambar 17.B)
(Tabel1) oleh Yamaguti sendiri tahun 1953 di pulau Sulawesi Indonesia
(Yamaguti 1958). Lecithocladium angustiovum juga pernah ditemukan pada
Rastrelliger kanagurta di Palawan dan Luzon Filiphina (Arthur et al.1997) serta
L. Harpodentis pernah ditemukan oleh Srivastava di Laut Cina Selatan pada ikan
Decapterus sp (Arthur & Te 2006).
Lecithocladium sp memiliki pesebaran yang luas yakni di Bombay,
Bengal, Arimini, Naples, New Zealand, Jepang, Triest (Yamaguti 1958).
27

Mecoderus sp

Gambar 18. Genus Mecoderus (hasil penelitian)


Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis

Cacing ini digolongkan dalam filum Plathyhelminthes, kelas Digenea,


subordo Prosostomata, famili Hemiuridae, subfamili Dinurinae, genus Mecoderus.
Cacing ini memiliki persamaan dengan cacing Lecithocladium sp. yakni masuk
dalam subfamili Dinurinae karena bentuk vitelin seperti tabung yang menjulur
panjang, ovarium di tengah tubuh, memiliki ekor, dan sepasang testis di depan
ovairum. Genus Mecoderus ini memiliki ciri khas tubuh postasetabular yang
panjang (nampak seperti leher yang menjulur panjang) dan sepasang testis yang
sangat dekat dengan ovarium (Gambar 18.A)(Yamaguti 1958). Cacing genus ini
ditemukan oleh Manter tahun 1940 di Ecuador dan diberi nama M. Oligoplitis
(Yamaguti 1958) dan hingga saat ini belum ditemukan daftar genus ini di Asia
Tenggara (Arthur & Te 2006 dan Arthur et al. 1997).
28

Cacing lainnya adalah cacing Digenea yang memiliki mulut dan batil hisap
muskular serta bentuk telur yang bulat maupun oval tidak berfilamen. Telur yang
dihasilkan dalam jumlah banyak sehingga terlihat memadat khususnya pada uterus
inilah ciri khas dari cacing Digenea. Cacing Digenea yang diisolasi adalah cacing
Digenea yang berlainan genera.
Digenea 1
Cacing ini memiliki mulut dan batil hisap di subterminal (diastoma) yang
hampir sama ukurannya (Gambar 19. A), kantong seminal di tengah tubuh, dua
testis di bagian bawah tubuh dan uterus yang penuh berisi telur (Gambar 19.B).
Bentuk telur yang bulat tidak berfilamen serta membentuk suatu kumpulan di
uterus yang mencapai bawah tubuh (Gambar 19.A). Tubuhnya memanjang
berukuran 1,81 x 0,07 mm dan telur berukuran 0,018 x 0,011 mm.

Gambar 19. Digenea 1 (hasil penelitian)


Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis 10. Kantong cirrus
11. Reseptakulum seminis 12. Faring

Digenea 2
Cacing ini bertubuh memanjang (0,68 x 0,20 mm) dengan penyempitan
disalah satu ujungnya dan termasuk cacing berukuran kecil (Gambar 20.A).
Vitelinnya berlobus membentuk seperti bunga di tengah tubuh cacing, telur
berbentuk oval (21,3 x 13,8 µm ) dalam uterus yang menuju ke salah satu ujung
tubuh cacing (Gambar 20.B).
29

Gambar 20. Digenea 2 (hasil penelitian); (A) Tubuh keseluruhan (B) Telur
Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis 10. Kantong cirrus
11. Reseptakulum seminis 12. Faring

Digenea 3
Cacing ini bertubuh memanjang (1,9 x 0,2 mm) memiliki dua ujung
dimana kedua ujung tersebut belum jelas antara mulut, batil hisap atau lubang
ekskretori (Gambar 21. A). Tidak diketahui secara pasti bahwa cacing ini
diastoma atau monostoma. Vitelinnya menyebar, uterus dipenuhi oleh telur
berbentuk oval seperti beras (16,9 x 10,7 µm) (Gambar 21.B).

Gambar 21. Digenea 3 (hasil penelitian); (A)Tubuh keseluruhan (B) Telur


Keterangan : 1. Mulut 2. Batil hisap 3. Lubang genital 4. Vitelin 5. Uterus 6. Ovarium
7. Lubang ekskretori 8. Kantung Seminal 9. Testis 10. Kantong cirrus
11. Reseptakulum seminis 12. Faring
30

Digenea 4
Digenea ini memiliki mulut di ujung tubuhnya namun tidak diketahui
secara pasti apakah cacing ini memiliki batil hisap atau tidak (Gambar 22.A).
Tubuhnya memanjang (1,41 x 0,13 mm) dengan salah satu ujung bawah tubuhnya
adalah lubang ekretori. Vitelinnya berkumpul disatu tempat (di tengah tubuh) dan
telurnya berbentuk oval seperti beras (Gambar 22.B) yang berukuran 18,6 x 8,6
µm.

Gambar 22. Digenea 4 hasil penelitian, (A) Tubuh keseluruhan (B) Telur
Keterangan : 1. Mulut 2. Vitelin 3. Lubang ekskretori

Cacing berikut adalah cacing Monogenea berjumlah dua cacing dengan


keragaman terkecil pada saluran pencernaan Decapterus spp.
Hexostoma sp
Hasil cacing yang teridentifikasi berikutnya adalah cacing dari filum
Plathyhelminthes, kelas Monogenea, subkelas Oligonchoinea, ordo Mazocraeidae
subordo Mazocraeinae, famili Hexostomatidae, genus Hexostoma.
Bentuk cacing ini pipih simetris bilateral, ukuran tubuhnya 3,40 x 0,64
mm dan 3,47 x 0,60 mm serta bersifat hermafrodit. Cacing ini memiliki mulut
yang disebut prohaptor dan memiliki clamp pada bagian bawah tubuh yang
disebut opishaptor (Gambar 23.B dan 24.A) dan dilengkapi kait pada bagian
mediannya (Gambar 20.B). Opishaptor ini terdiri beberapa pasang clamp sehingga
digolongkan dalam kelas Monogenea (Gambar 23.A dan 24.A). Monogenea ini
hanya memiliki 2 pasang kait pada ujung opishaptor (Gambar 24.B) sehingga
digolongkan subkelas Oligonchoinea yang artinya kait berjumlah sedikit.
31

Gambar 23. Genus Hexostoma 1 (hasil penelitian) (A) Telur (B) Opishaptor
(C)Anterior cacing
Keterangan : 1. Prohaptor 2. Telur 3. Vitelin

Opishaptor ini digunakan cacing Monogenea untuk berpindah tempat serta


didukung badannya yang lentur mampu memanjang dan memendek seperti lintah
(William & William 1996). Prohaptor digunakan untuk makan (darah, jaringan
dan mukus) dan membantu untuk berpindah tempat (Woo 2006). Cacing ini
memiliki ovariumnya seperti labu yang melengkung pada bagian anteriornya
membentuk huruf u dimana apeks ovarium menghadap ke posterior cacing dan
struktur ini umum ditemukan pada ovarium ikan laut lainnya. Selain itu juga dua
pasang kait (Gambar 24.B), empat pasang batil hisap yang disebut clamp yang
simetris pada opishaptor serta pada bagian posterior ovarium terdapat testis yang
lebih dari satu (Gambar 24.A) menjadi ciri ordo Mazocraeindea (Bychowsky
1962).
Kait pada famili Hexostomatidae (Gambar 24.B) memiliki kemiripan
dengan kait famili Mazocraeidae (Gambar 25) karena masih dalam satu subordo
Mazocraeinae (Bychowsky 1962).
Cacing ini tidak memiliki mata, namun ususnya berkembang dimulai dari
esofagus hingga depan opishaptor, serta telur berbentuk oval (panjang 0,67mm)
yang dilengkapi ekor (Gambar 23.A) seperti benang pada kedua sisinya dan
menjadi ciri famili Hexostomatidae (Bychowsky 1962). Adanya telur tersebut
menandakan cacing Monogenea berada pada stadium dewasa. Cacing ini memiliki
32

tulang yang berbentuk x pada bagian tengah clamp (Gambar 23.B dan 24.B) serta
lekuk tubuh seperti pinggang pada bagian tengah tubuh, ciri inilah yang mengacu
ke arah satu-satunya genus Hexostoma (Bychowsky 1962 dan William &
William 1996).

Gambar 24. Cacing genus Hexostoma 2 (hasil penelitian)

Gambar 25. Kait-kait pada Octostoma scombri (Bychowsky 1962).


33

Cacing Hexostomatidae pertama kali ditemukan oleh Monticelli pada


tahun 1903 dengan nama Plagiopeltinae karena ditemukan pada ikan pelagis
namun baru digolongkan dalam famili Hexostomatidae oleh Price tahun 1936.
Cacing ini mirip dengan Hexostoma kawakawa (Gambar 26) yang memiliki tubuh
seperti pinggang dimana pernah ditemukan di perairan Caribbean dan memiliki
panjang 3,4 mm (William & William 1996).
Kecacingan oleh parasit Monogenea mengakibatkan rusak berat pada
jaringan inang karena cacing Monogenea memiliki kait maupun clamp untuk
melekatkan diri. Kerusakan jaringan akibat infestasi cacing monogenea mampu
mengakibatkan iritasi dan anemia bahkan mengundang infeksi sekunder oleh
bakteri maupun fungi yang mampu merusak jaringan hingga menyebabkan
kematian langsung pada ikan laut lepas (Reed, Floyd, dan Klinger 2008). Telah
diketahui bahwa cacing ini tidak zoonosis (Bychowsky 1962) dan genus
Hexostoma ini baru ditemukan sembilan spesies di dunia.

Gambar 26. Hexostoma kawakawa (William dan William 1996)


Keterangan : a. Prohaptor b. Faring c. Lubang genital d. Sekum e. Uterus
f.Vas defferent g. Ovarium h. Vitelin i. Testis j. Opishaptor k. Kait l. Clamp

Genus ini belum pernah ditemukan di Asia Tenggara (Arthur & Te 2006
dan Arthur et al. 1997) namun cacing yang mendekati genus ini pernah ditemukan
yakni dari genera Kuhnia dan Indomazocraes (famili Mazocraeidea) pada ikan
kembung Rastellinger brachysoma dan R. faughni di Negros, Cebu, Luzon, dan
Palawan Filiphina (Arthur et al. 1997).
34

Beberapa Hexostoma yang telah ditemukan adalah H. extensicauda, H.


thynni, H. kawakawa (Tabel 1), H. auxisi, H. thunninae, H. grossum semuanya
ditemukan pada insang. Dan H. Lintoni ditemukan di Atlantik Bonito didapat
pada mulut ikan tongkol. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya bahwa tidak
semua Monogenea bersifat ektoparasit dengan dibuktikan bahwa Enterogyrus
cichlidarum yang ditemukan pada lambung memiliki lapisan kutikula yang tebal,
opishaptor yang kurang berkembang, dan kepala yang rudimenter (Grabda 1991).
Hal ini memungkinkan cacing tersebut beradaptasi dengan kondisi lingkungan
yang berbeda yakni dalam saluran cerna inang untuk bertahan hidup.
Subkelas Monophistocotylea (Myers 2001) atau Polionchoinea
(Bychowsky 1962) seperti Gyrodactylus umum ditemukan pada insang, kulit,
maupun sirip ikan (Bychowsky 1962). Subkelas ini beradaptasi di lingkungan luar
dengan membentuk satu batil hisap besar pada bagian bawah tubuh dilengkapi
oleh banyak kait dan jangkar yang kuat. Bila ditinjau lebih lanjut, Hexostoma
tidak termasuk dalam subkelas ini namun masuk dalam subkelas Oligonchoinea
(sedikit kait kitin pada bagian tengah opishaptor) (Bychowsky 1962) atau
Poliphistocotylea (memiliki banyak batil hisap atau clamp yang dilapisi otot)
(Myers 2001). Clamp yang berlapis otot inilah (Gambar 23.B dan 24.B) yang
memampukan Hexostoma maupun cacing subkelas Oligonchoinea atau
Poliphistocotylea mampu bertahan hidup dalam tubuh ikan (saluran pencernaan,
pembuluh darah, mata maupun saluran urin).
Cacing ini memungkinkan jenis Hexostoma baru yang mampu hidup di
saluran cerna ikan kembung. Monogenea memiliki reseptor untuk menangkap
bahan kimia spesifik dari mukus yang dihasilkan permukaan epidermis inang
definitif dimana komposisi kimia kulit setiap ikan berbeda (Whittington et al.
2000).
35

Cacing Nematoda yang ditemukan sebanyak 3 cacing dengan


kemungkinan berdasarkan morfologi tubuhnya. Ketiga cacing ini adalah cacing
Nematoda yang saling berlainan.
Nematoda 1
Cacing ini (Gambar 27) berukuran 2,71x 0,045 mm dan berada dalam
stadium dewasa karena pada bagian posterior terdapat vulva (Gambar 28. B).

Gamabar 27. Nematoda 1 (hasil penelitian)

Pada bagian anterior cacing terdapat kepala (Gamabr 28.A) namun


kurang jelas untuk diidentifikasi. Pada bagian anterior (Gambar 28.C) juga
terdapat esofagus serta saluran reproduksi.

Gambar 28. Detail Nematoda 1; (A) Kepala Nematoda 1 (B) Posterior Nematoda 1 dan
(C) Esofagus dan saluran reproduksi Nematoda 1

Nematoda 2
Cacing Nematoda 2 ini berukuran 2,79x 0,05 mm (Gambar 29.A). Diduga
cacing ini masih dalam stadium larva 3 karena memiliki mukron pada ujung ekor
(Gamabar 29.B dan 30.B) dan gigi yang khas pada stadium larva (Gambar 29.C
dan 30.A).
36

Gambar 29. Cacing Nematoda 2 (hasil penelitian)


(A) Tubuh keseluruhan (B) Anterior (C) Posterior

Gambar 30. Stadium larva 3 Anisakis simplex (Grabda 1991)


Keterangan : (A) Bagian kepala (B) Ujung ekor (C) Ventrikulus; lt.gigi larva,
ep.lubang ekskretori, oe.esofagus, v.ventrikulus, m.mukron

Cacing nematoda 2 ini tidak memiliki penjuluran ventrikel ke posterior


dan penjuluran sekum ke arah anterior (Gamabr 29.C) sehingga kemungkinan
cacing ini memiliki saluran pencernaan yang sederhana seperti Anisakis sp.
(Gambar 30.C).

Nematoda 3
Nematoda ke 3 (Gambat 31.A) ini berukuran 3,39x 0,64 mm. Pada bagian
anterior terlihat cincin saraf, esofagus dan sekum yang sederhana (Gambar 31.A).
Pada bagian posterior terdapat ekor yang kurang menunjukkan gambaran jelas
apakah cacing dalam stadium dewasa atau larva.

Gambar 31. Nematoda 3 (hasil penelitian); (A)Anterior Nematoda


(B) Posterior Nematoda (C) Keseluruhan tubuh
37

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Cacing parasitik yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan kembung
Decapterus spp berasal dari famili Hemiuridae yaitu genus Lecithochirium,
Lecithocladium dan Mecoderus. Cacing-cacing tersebut memiliki keragaman
genus tertinggi adalah cacing Digenea diikuti dengan cacing Nematoda kemudian
Monogenea.

Saran
Metode pengambilan sampel ikan kembung dapat diperbaiki dengan
menggunakan ikan dalam keadaan segar untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi cacing postmortem selain itu perlu penelitian yang lebih spesifik
mengenai tempat dan habitat ditemukannya cacing untuk mempelajari sifat dan
risiko cacing.
Pembuatan daftar mengenai cacing-cacing parasitik pada ikan laut yang
berbeda di Indonesia termasuk mamalia laut perlu dilakukan untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia. Perlu diadakan penelitian mengenai
daya tarik spesies cacing Monogenea terhadap inang definitif untuk mempelajari
host specificity serta pengaruh infeksi cacing pada ikan laut terhadap hewan
pemangsa ikan seperti burung pelikan.
Penelitian mengenai pengaruh tindakan karantina ikan kembung pada
kasus kecacingan untuk tujuan ekspor impor serta mempelajari hubungan infeksi
cacing dan kriteria kelayakan bahan pangan asal ikan laut.
38

DAFTAR PUSTAKA

Allen G. 2000. Marine Fishes of South East Asia. Periplus Edition. Cetak ulang
oleh Western Australian Museum.
[Anonim]. 2007. Makan ikan : Baik untuk Kesehatan, Buruk untuk Lingkugan.
[terhubng berkala]. http://www.kompas.com/kompas-cetak. [13 Agustus
2007].
[Anonim]. 2008. Monogenea. [terhubung berkala]. http://parasitology.informatik.
uni-wuerzburg.de/login/n/h/0887.html. [Februari 2008].
[Anonim]. 2008. Ikan Kembung. [terhubung berkala]. http://www.geocities.com
/nauticaclub/indoindex. Html. [Februari 2008].
[Anonim]. 2008. Hexostoma keokeo. [terhubung berkala]. http://www.scielo.br/
img/revistas/rbzool/v21n2/20850f20.jpg. [Mei 2008].
Arthur JR, Susan L, Mayo. 1997. Checklist of the Parasithes of Fishes of the
Philippines. Rome: FAO Fisheries Technical Papers.
Arthur JR, Te BQ. 2006. Checklist of the Parasites of Fishes of VietNam. FAO
Fisheries Technical Papers. No 369/2. Roma : FAO.
Astuti PP. 2005. Otonomi. [terhubung berkala]. http://www.kompas.com/
kompascetak/0312/11/otonomi/734189.htm-40k. [11 Mei 2005].
Barnes RD. 1963. Invertebrate Zoology. Edisi ke-3. Toronto : W B Saunders
Company.
Berry FH, Smith-Vaniz. 1978. Carangidae. FAO Rome Volume 1. [terhubung
berkala]. http://nl.wikipedia.org/wiki/Decapterus_punctatus.
Buchmann K, Bresciani. 2001. Parasitic Disease of Freswater Trout. Denmark :
DSR Publishers.
Bychowsky. 1962. Monogenetis Trematodes. Edisi ke 9. Washington : Graphic
Arts Press, Inc.
Catherine H. et. al. 2006. Effects of ω−3 Fatty Acids on Cancer Risk. Journal of
the American Medical Association. 7 Juli 295 (4): 403-415.
39

Cervigón F. 1992. Guía de campo de las especies comerciales marinas y de aquas


salobres de la costa septentrional de Sur América. [Abstrak]. FAO Roma.
p513 . [terhubung berkala]. http://nl.wikipedia.org/wiki/Decapterus_
punctatus. [Mei 2008].
Dawes D. 1956. The Trematoda. Cambridge : The Syndics Of The Cambridge
University Press.
Du Plessis SS. 1948. A gyrodactylid parasite from the ureters of large mouth bass
at the Jonkershoek inland fish hatchery, South Africa. Trans. Am. Fish.
Soc 75: 105–109.
Ergens R. 1988a. Four species of the genus Annulotrema Paperna & Thurston,
1969 (Monogenea: Ancyrocephalinae) from Egyptian freshwater fish.
Folia Parasitol 35: 209–215. [terhubung berkala].
http://www.fao.org/docrep/008/v9551e/V9551E13.htm. [Mei 2008].
Grabda J. 1991. Marine Fish Parasitology. Warszawa : Polish Scientific
Publishers.
Harris WS et al. 2002. New guidelines focus on fish, fish oil, omega-3 fatty acids.
[terhubung berkala]. http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?
identifier=3006624. [Mei 2008].
Heinz, Reichenbach H, Klinke. 1973. Fish Pathology. Gemany : T.F.H.
Publicatio. Inc. Tld.
Hendrix CM, Robinson. Diagnostic Parasitology for Veterinary Technician. Edisi
ke-3. Philadelphia : Mosby Inc.
Khairunnisa. 2007. Minyak cengkeh (Eugenia aromatica) Dan Kalium Hidroksida
10% Sebagai Bahan Pewarna Semi Permanen Pada Cacing Nematoda
Dan Acanthocephala Ikan Air Laut. [skipsi]. Bogor : Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Kusumamihardja S. 1989. Diktat Parasitologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Manter HW. 1954. Some Digenetic Trematodes From Fishes of New Zealand.
New Zealand : University of Nebraska.
Myers P. 2001. Monogenea. [terhubung berkala]. http://animaldiversity.
ummz.umich.edu /site/accounts/information/Monogenea.html. [21 April
2008].
40

Neta MYR. 2006. Identifikasi Cacing Acanthocephala pada Saluran Pencernaan


Jkan Tuna (Famili Scrombidae). [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Noble ER, Noble GA. 1989. Parasitilogy : The Biology of Animal Parasites. Edisi
ke-5. Wardiarto, penerjemah; Soeripto, editor. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Noga EJ. 1996. Fish Disease (Diagnosis and Treatment). North Carolina : Mosby
Year Book Inc.
Paperna I. 1963c. Enterogyrus cichlidarum gen. n. sp. n., a monogenetic
trematode parasitic in the intestine of fish. Bull. Res. Counc. Israel 118:
183–187. [terhubung berkala]. http://www.fao.org/docrep/008/v9551e/
V9551E13.htm. [20 April 2008].
Paperna I. 1996. Parasites, infections and disease of fishes in Africa. CIFA
Technical Paper 31: 220.
Reed P, Floyd RF, Klinger RE. 2008. [terhubung berkala]. Monogenean Parasites
of Fish. http://edis.ifas.ufl.edu/FA033 . [20 April 2008]
Smith-Vaniz WF, Quéro JC, Desoutter M. 1990. Carangidae. Hal. 729-755.
[terhubung berkala]. http://nl.wikipedia.org/wiki/Decapterus_punctatus.
[20 April 2008].
Sukarjaputra R. 2003. Membagi Wilayah, Membagi Ikan. [terhubung berkala].
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/13/bahari/472146.htm-40k.
[5 Februari 2008].
Suriawiria HU. 2002. Omega 3 Mengurangi Ancaman Sakit Jantung. [terhubung
berkala].http://www.kompas.com/kesehatan/news/0205/31/2341.htm33k
[4 Februari 2004].
Soulsby EJL. 1982. Helmints, Athropods and Protozoa of Domesticated Animals.
Edisi ke-7. London : Baillire Tindall.
Triverdi B. 2006. The good, the fad, and the unhealthy. New Scientist.
Hal.42-49.
41

Uga S, Ono K, Kataoka N, Hasan H. 1996. Saro epidemiology of five major


zoonotic parasite infection in inhabitants of Sidoarjo, East Java,
Indonesia. [abstrac]. Southeast Asian, J Trop Med Public Health 27 (3) :
556-61.
Whittington, Cribb , Hamwood, Halliday. 2000. Host-specificity of monogenean
(platyhelminth) parasites: a role for anterior adhesive areas.[abstrac]
International Journal for Parasitology 30 (3) : 305-320.
William E H, William L B. 1996. Parasites of Offhore Big Game Fishes of Puerto
Rico and The Western Atlantic. Puerto Rico: The Puerto Rico of Natural
and Environmental Resources.
Woo PTK. 2006. Fish Disease and Disorder. Edisi ke-2. Canada: AMA DataSet
Ltd.
Yamaguti S. 1953. Parasitic worms mainly from Celebes. [Catatan Penelitian].
Acta Medica Okayama 8(3): 296.
Yamaguti S. 1958. Systema Helminthum. Volume ke-1. The digenetic trematodes
of fishes. New York : Interscience Publishers, Inc.

Anda mungkin juga menyukai