Anda di halaman 1dari 65

STRUKTUR KOMUNITAS CACING PARASITIK PADA

IKAN KEMBUNG (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)


DI PERAIRAN TELUK BANTEN DAN PELABUHAN RATU

FORCEP RIO INDARYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Struktur Komunitas


Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)
di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Forcep Rio Indaryanto


NIM C251110071
RINGKASAN

FORCEP RIO INDARYANTO. Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan


Kembung (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta) di Perairan Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan RISA TIURIA.

Ikan kembung (Rastrelliger Spp.) merupakan salah satu ikan pelagis kecil
yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Parasitisme memiliki peran
penting dalam biologi perikanan. Parasitisme merupakan kejadian yang biasa
terjadi dalam lingkungan perairan laut dan memungkinkan semua ikan laut
terinfeksi cacing parasitik.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik struktur
komunitas cacing parasitik pada ikan R. brachysoma dan R. kanagurta di
perairanTeluk Banten dan Pelabuhan Ratu dan juga mempelajari interaksi tiga
komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai inang, lingkungan
perairan dan cacing parasitik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa cacing parasitik yang terdapat pada ikan
kembung adalah Lechitocladium angustiovum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea:
Lepocreadiidae) dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), dengan nilai
prevalensi 90,12%. Cacing L. Angustiovum sangat dominan. Species Anisakis
yang ditemukan bukan termasuk spesies zoonotic. Lambung dan usus merupakan
mikrohabitat bagi cacing parasitik. Secara statistik, jumlah parasit yang terdapat
pada ikan R. kanagurta dan R. Brachysoma tidak berbeda karena keduanya masih
memiliki kekerabatan yang dekat. Jumlah cacing parasitik pada daerah Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda, karena masih perada dalam kawasan
perairan tropis dan secara genetik ikan kembung pada kedua daerah masih
merupakan satu stok populasi. Faktor yang mempengaruhi jumlah infeksi cacing
parasitik pada saluran pencernaan Rastrelliger spp. adalah panjang, GSI, pH dan
suhu perairan.

Kata kunci: Cacing Parasitik, Ikan kembung, karakteristik habitat, Pelabuhan


Ratu, Rastrelliger spp., Teluk Banten
SUMMARY

FORCEP RIO INDARYANTO. Community Structure of Helminth Parasites of


Mackerel Species (Rastrelliger brachysoma and R. kanagurta) from Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu. Supervised by YUSLI WARDIATNO and RISA TIURIA.

The Rastrelliger Spp. is the most commercially important small pelagic fish
in Indonesia. Parasitism plays a central role in fish biology. Parasitism is a
ubiquitous phenomenon in the marine environment and it is probable that all
marine fishes are infected with parasites.
The main aim of this study was to identification a community structure of
helminth parasites of Rastrelliger brachysoma and R. kanagurta from Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu and to study an interaction tree component of fish
healthy management.
Helminth parasitic of Rastrelliger spp. are Lechitocladium angustiovum
(Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum
orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) and Anisakis typica (Nematodes:
Anisakidae), with 90.12% of prevalence. Anisakis species is not zoonotic parasite
kategories. The fish digestion was a microhabitat for helminth parasitik because
they have much foodstuff. They are not significant different of helminth parasitic
abundance from R. kanagurta and R. brachysoma, but significant in helminth
species richness. L. angustonum are dominances. The different location was’t
have significant different of helminth parasitic abundance because Indonesian in
the tropical zone. Fish body length, Gonads somatic index, water pH and water
temperature are the importance factor of mackerel parasites abundances.

Keywords: Helminth parasites, Pelabuhan Ratu Bay, The characteristic habitat,


Rastrelliger spp., Banten Bay
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRUKTUR KOMUNITAS CACING PARASITIK PADA
IKAN KEMBUNG (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)
DI PERAIRAN TELUK BANTEN DAN PELABUHANRATU

FORCEP RIO INDARYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si
3

Judul Tesis : Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung


(Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta) di Perairan Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu
Nama : Forcep Rio Indaryanto
NIM : C251110071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D
Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumberdaya
Perairan

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 07 Juli 2014 Tanggal Lulus: 14 Agustus 2014


4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini dengan judul
Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger
brachysoma dan R. Kanagurta) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan ratu.
Tesis ini tidak mungkin dapat tersusun tanpa bantuan dan dukungan moral dari
keluarga tercinta: ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak kepada Dr. Ir. Yusli
Wardiatno, M.Sc dan drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D selaku pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan dedikasi memberikan pengarahan dan masukan yang sangat
berarti dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih karena telah banyak
membantu di Laboratorium kepada Endang Juniardi dan mahasiswa Untirta di
Laboratorium budidaya Untirta, pak Eman dan Bibi (almarhum) di Laboratorium
Helmintologi IPB, staf Laboratorium Sumberdaya Air Provinsi Banten, juga
kepada Dr. Makoto TSUCHIYA, Dr. Hideyuki Imai dan Muhamad Fadry
Abdullah atas ilmu dan pengalamannya di University of the Ryukyus, Okinawa –
Japan. Penghargaan yang besar penulis sampaikan kepada Pak Agus beserta
nelayan Pelabuhan Ratu juga Pak Warca beserta nelayan Karangantu –Teluk
Banten yang juga telah memberikan bantuan berupa informasi dan juga
pendampingan selama penulis melakukan pengambilan sampel.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Forcep Rio Indaryanto


5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) 3
Infeksi Parasit 5
Lingkungan Perairan 7
Interaksi Komponen Kesehatan Ikan 8
3 METODE 9
Metode Pengambilan Sampel 9
Prosedur Pengukuran dan Pemeriksaan 10
Prosedur Analisis Data 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Hasil 14
Pembahasan 24
5 KESIMPULAN DAN SARAN 30
Kesimpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 43
6

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan kembung betina
menurut Burnahuddin et al. (1984) 11
2 Kategori nilai prevalensi menurut Williams dan Williams (1996) 12
3 Kategori nilai intensitas menurut Williams dan Williams (1996) 13
4 Amova population pairwise (FST) pada R. brachysoma 15
5 Karakteristik biologi R. kanagurta dan R. brachysoma dari perairan
Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 15
6 Karakteristik biologi reproduksi R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 15
7 Salinitas, suhu, turbidity, pH, DO dan curah hujan dari permukaan dan
kedalaman 10 meter perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 16
8 Komunitas cacing parasitik pada R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 22
9 Distribusi cacing parasitik pada organ lambung dan usus dari
Rastrelliger spp. Jumlah (A), intensity rata-rata (MI) and prevalensi (P) 22
10 Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata
(MI) dan prevalensi (P%) cacing parasitik 23
11 Inventaris cacing parasitik pada R. kanagurta dari berbagai negara 24
12 Daerah penyebaran, inang dan ukuran dari L. angustiovum dan L.
excisum menurut Gibson dan Bray (1986) 24

DAFTAR GAMBAR
1 Morphologi spesies-spesies ikan kembung 4
2 Lokasi pengambilan Rastrelliger sp. (1) Teluk Banten, dan (2)
Pelabuhan Ratu 9
3 Foto dan sketsa R. brachysoma dan R. Kanagurta dari Pelabuhan Ratu 14
4 Phylogenetic Tree (NJ dengan model kimura 2) dari DNA
L. angustiovum yang dibandingkan Family Hemiuridae lainnya 17
5 Anatomi specimen segar L. angustiovum perbesaran 100x (A) dan
specimen awetan L. angustiovum perbesaran 100x (B) dari R.
brachysoma di Pelabuhan Ratu. L. angustiovum dalam cawan petri
dengan diameter 5 cm dari R. kanagurta di Pelabuhan Ratu (C).
Keterangan: 1) oral sucker; 2) faring; 3) ventral sucker; 4) testis; 5)
ovarian; 6) uterus; dan 7) lubang ekskresi 18
6 Anatomi specimen segar Lecitochirium sp. perbesaran 100x dari R.
kanagurta di Pelabuhan Ratu 19
7 Anatomi specimen segar Prodistomum sp. perbesaran 100x (A) dan
dalam cawan petri diameter 5 cm (B) dari R. kanagurta di Pelabuhan
Ratu. Keterangan: 1) oral sucker; 2) ventral sucker 20
8 Anatomi specimen segar Anisakis typica. Keterangan: a) A. typica
perbesaran 100x diperoleh dari R. brachysoma di Teluk Banten, b)
A. typica pada cawan petri tanpa mikroskop dan c) A. typica perbesaran
40x dari TPI karangantu-Banten (penelitian pendahuluan) 21
7

9 Distribusi cacing parasitik pada lambung dan usus R. kanagurta dan


R. brachysoma 25
10 Nilai intensitas dan prevalensi cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma 26
11 Komposisi makanan pada berbagai kelompok umur R. kanagurta
menurut Yohannan (1995) 28
12 Tingkatan komponen karakteristik habitat infeksi cacing parasitik 29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data biologi ikan dan jumlah cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 36
2 Morphometrik cacing parasitik pada saluran pencernaan R. kanagurta
dan R. brachysoma pada perairan Teluk Banten (Tb) dan Pelabuhan
Ratu (Pr) 40
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan
yang cukup melimpah dan banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat di
Indonesia maupun dunia. Salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang banyak
disukai adalah ikan kembung (Rastrelliger spp.). Genus Rastrelliger terdiri dari tiga
spesies yaitu R. brachysoma, R. kanagurta dan R. faughni, namun di Indonesia R.
faughni tidak komersil seperti R. kanagurta dan R. brachysoma (Burnahuddin et al.
1984; Chee 2000). Volume produksi R. brachysoma pada tahun 2011 sebesar 291.863
ton. Ikan ini merupakan komoditas dengan volume produksi tertinggi ke-3 dibawah
ikan layang (Scad) 405.808 ton dan ikan Cakalang (Skipjack tuna) 372.211 ton.
Kenaikan rata-rata volume produksi dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 3,38%
(KKP 2012). Filipina merupakan negara dengan volume produksi R. brachysoma
tertinggi di dunia, yaitu 347.163 ton (FAO 2012). Volume produksi R. kanagurta
tahun 2011 hanya 19.688 ton (KKP 2012).
Ikan kembung disukai karena bergizi tinggi, dagingnya lembut, mudah
diperoleh, harga terjangkau dan tidak menimbulkan alergi (Santoso et al. 1997).
Tingkat kesukaan ikan kembung di Pulau Jawa adalah 7,87% dan 5,1% untuk ikan
asin peda (olahan ikan kembung) (DPPHP 2010), sedangkan di kota Serang – Provinsi
Banten adalah sebesar 12,7% (Indaryanto dan Saifullah 2011). Tingginya kesukaan
terhadap ikan kembung ini disatu sisi patut mendapat apresiasi karena nelayan
mendapat kepastian konsumen hasil tangkapannya namun disisi lain, ikan
mengandung cacing parasitik. Cacing merupakan salah satu kelompok parasit yang
banyak ditemukan pada tubuh suatu organisme, salah satunya adalah pada ikan
(Chandra 2006). Cacing parasit dari kelompok digenea dan nematoda lebih banyak
ditemukan pada bagian dalam tubuh (endoparasit) pada ikan-ikan bertulang belakang
sedangkan kelompok monogenea terdapat pada bagian luar tubuh ikan (ektoparasit)
(Chambers et al. 2001; Cribb et al. 2002).
Cacing parasitik dapat menimbulkan kerugian secara ekologis, biologis
maupun ekonomis. Parasit yang terdapat pada ikan jika dalam jumlah sedikit tidak
menyebabkan kerusakan yang berarti. Namun jika terdapat dalam jumlah banyak,
parasit dapat menyebabkan kematian pada ikan. Selain mengakibatkan kematian,
infeksi parasit juga menyebabkan menurunkan bobot tubuh, menurunkan ketahanan
tubuh, penurunan tingkat fekunditas.
Cacing parasitik pada ikan juga dapat berbahaya bagi manusia atau disebut
dengan Zoonosis. Cacing parasitik dari kelas Trematoda (Clonorchis sp. dan
Opisthorchis sp.) yang dapat menyebabkan kerusakan hati atau bahkan menjadi
kanker hati, cacing ini banyak ditemukan pada hasil perikanan air tawar di daerah
tropis dan subtropis. Kelas Cestoda (Diphylobothrium sp.) dapat menimbulkan sakit
perut dan diare. Kelas Nematoda (Anisakis sp. dan Pseudoterranova sp.) dapat
menimbulkan reaksi alergi, mual dan sakit perut akut (Jahncke dan Schwarz 2002).
R. kanagurta merupakan salah satu inang antara bagi cacing parasitik Anisakis
sp. (Arthur dan Lumanlan 1997; Arthur and Te 2006; Baladin 2007, Hutomo et al.
1978). Infeksi Anisakis simplex pada manusia pernah terjadi di negara Jepang, Belanda
dan Spanyol. Daging ikan yang dikonsumsi dalam keadaan matang tidak akan
menimbulkan masalah kesehatan. Pada era globalisasi pergerakan manusia semakin
2
cepat. Bangsa-bangsa lain yang datang ke Indonesia tentu saja juga membawa
kebiasaan dan kebudayaanya, termasuk kebiasaan dan budaya makan. Pada saat ini di
Indonesia semakin banyak restoran-restoran asing yang menghidangkan daging ikan
mentah atau setengah matang yang cepat atau lambat akan berpeluang timbulnya kasus
penyakit parasiter khususnya Anisakis sp. pada manusia (Jahncke dan Schwarz 2002).
Pemantauan penyakit pada ikan liar merupakan hal yang penting karena
beberapa ikan liar dapat menjadi inang ataupun pembawa berbagai jenis penyakit
terutama bila ikan tersebut memiliki pola migrasi (Duff 2003). Cacing parasitik
menunjukkan distribusi yang sama dengan distribusi inangnya (Madhavi dan Lakshmi
2011). Infeksi cacing parasitik pada ikan terjadi akibat ketidakserasian antara tiga
komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai inang, lingkungan perairan
dan cacing parasitik itu sendiri. Studi ekologi cacing parasitik pada ikan menunjukkan
adanya interaksi dari faktor ekstrinsik (habitat host) seperti karakteristik lingkungan
inang dan faktor-faktor intrinsik (biologi host) seperti ukuran tubuh atau jenis kelamin,
memainkan peran yang penting (Chandra et al. 2011;. Hamann 2012). Jumlah, ukuran,
perilaku setiap cacing parasitik terhadap inang ditentukan oleh umur, ukuran tubuh
inang, daya tahan inang, iklim, musim dan lokasi geografik (Noble dan Noble 1982).
Perbedaan karakteristik habitat inangnya akan menyebabkan perbedaan jumlah,
intensitas maupun prevalensi investasi spesies cacing parasitik terhadap inangnya pada
suatu daerah (Yamaguti 1953; Bray 1990; Arthur and Lumanlan 1997; Hariyadi 2006;
Awik et al. 2010; Liu et al. 2010; Madhavi and Lakshmi 2011). Perairan Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu adalah dua perairan yang memiliki karakteristik berbeda. Perairan
Teluk Banten berada di sebelah utara Jawa Barat yang berhadapan dengan Laut Jawa
sehingga memiliki karakteristik perairan dangkal dan tenang sedangkan perairan
Pelabuhan Ratu berada di sebelah selatan Jawa Barat yang berhadapan dengan
Samudra Hindia memiliki karakteristik perairan samudra.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
 Apakah jenis cacing parasitik yang terdapat pada ikan kembung?
 Spesies cacing parasitik apakah yang dominan?
 Adakah perbedaan jenis dan jumlah cacing parasitik yang terdapat pada
R. brachysoma dan R. kanagurta?
 Bagaimanakah penyebaran cacing parasitik di dalam organ?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap jenis kelamin ikan?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap perkembangan gonad?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap panjang tubuh ikan?
 Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap parameter kualitas air
 Adakah perbedaan jenis dan jumlah cacing parasitik ikan kembung dari Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
 Mengidentifikasi karakteristik struktur komunitas cacing parasitik pada ikan
R. brachysoma dan R. kanagurta di perairanTeluk Banten dan Pelabuhan Ratu
3
 Mempelajari interaksi tiga komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai
inang, lingkungan perairan dan cacing parasitik

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam hal pengembangan
ilmu pengetahuan dan penerapan di masyarakat serta sebagai bahan pertimbangan bagi
pengambil kebijakan
1. Sebagai bahan informasi untuk membuat peta distribusi cacing parasitik
2. Sebagai bahan informasi keamanan pangan untuk kesehatan manusia
3. Sebagai bahan informasi untuk managemen kesehatan ikan budidaya
4. Sebagai bahan pembuatan kebijakan karantina dan lalulintas perdagangan ikan

Hipotesis Penelitian
 Cacing parasitik yang menginfeksi Ikan kembung dominan oleh L. angustonum
 Terdapat perbedaan jumlah cacing parasitik pada R. brachysoma dan R. kanagurta
 Cacing parasitik banyak terdapat di lambung
 Jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap jenis kelamin ikan, perkembangan
gonad, panjang tubuh ikan, lokasi perairan dan suhu perairan

2 TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Kembung (Rastrelliger spp.)


Sistematika morphologi
Ikan kembung tergolong ke dalam genus Rastrelliger, famili Scombridae.
Klasifikasi ilmiah dari ikan kembung adalah :
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
Spesies : Rastrelliger kanagurta (Cuvier 1817)
Rastrelliger brachysoma (Bleeker 1851)

Genus Rastrelliger pada mulanya teridentifikasis memiliki sepuluh spesies,


namun dengan semakin mudahnya komunikasi para pakar maka diketahui banyak
spesies yang synonyms, sehingga saat ini genus Rastrelliger hanya terdiri dari tiga
spesies saja yaitu R. brachysoma, R. kanagurta and R. faughni. R. faughni tidak
komersil seperti R. kanagurta dan R. brachysoma. (Burnahuddin et al. 1984; Chee
2000). Di Indonesia R. kanagurta dikenal dengan nama kembung laki atau kembung
banjar, sedangkan R. brachysoma dikenal dengan nama ikan kembung perempuan atau
kembung gepeng atau puket atau peda. Akan tetapi, masyarakat pada umumnya
menyebut Rastrelliger sp adalah ikan kembung atau banjar, apapun spesiesnya.
4

Gambar 1. Morfologi spesies-spesies ikan kembung

Kunci identifikasi jenis Rastrelliger spp. (Burnahuddin et al. 1984; Sudjastani


1976; Jamaluddin 2010, lihat Gambar 1) adalah sebagai berikut :
1. Saringan insang sangat pendek, tidak terlihat bila mulut dibuka
a. Tubuhnya ramping dan bulat. Panjang baku 4,8-5,0 kali tinggi tubuh pada
bagian ujung tutup insang. Saringan insang berjumlah20-25 buah. Panjang
usus 1,0-1,2 kali panjang baku ....................................R. faughni MATSUI
2. Saringan insang sangat panjang, terlihat bila mulut dibuka
a. Tubuhnya panjang, sedikit bulat dan sedikit pipih. Panjang baku 3,8-4,5 kali
tinggi tubuh pada bagian ujung tutup insang. Panjang baku 3,3-3,7 kali panjang
kepala. Tubuhnya terdapat empat buah garis berwarna hijau. Terdapat bercak
hitam di sekitar punggung. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur
terdapat 5 sampai 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Formula sirip D1 XI
(IX-XI); D2 12 (12-13) + 5 ( 5 - 6 ) ; A 13 + 5 (5-6); P1 19 (19-20); P2 1.5
.................................................................................. R. kanagurta CUVIER
b. Bentuk tubuh pipih. Panjang baku 3,1-3,7 kali tinggi tubuh pada bagian ujung
tutup insang. Panjang baku 3,1-3,8 kali panjang kepala. Warna tubuh biru
kehijauan di bagian punggung dengan titik gelap atau hitam di atas garis rusuk
sedangkan bagian bawah tubuh berwarna putih perak. Sirip ekor berwarna
kekuningan. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5
sampai 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Formula sirip D1 XI (IX-XI); D2
12 (12-13) + 5 ( 5 - 6 ) ; A 13 + 5 (5-6); P1 19 (19-20); P2 1.5. ...................
............................................................................R. brachysoma BLEEKER
5
Reproduksi
Jenis kelamin ikan kembung tidak dapat dibedakan hanya dengan melihat
bentuk morfologi luar. Pada umumnya gonad ikan kembung terdiri dari dua bagian
yang tidak sama besar. Tidak semua ikan kembung dapat ditentukan jenis kelaminnya,
penentuan jenis kelamin ikan muda dilakukan dengan menggunakan mikroskop.
Bentuk gonad ikan jantan berbentuk pipih dan berwarna putih, sedangkan ikan betina
berbentuk bulat panjang dan berwarna merah atau kuning (Burnahuddin et al. 1984).
R. kanagurta di Laut Jawa mempunyai dua musim pemijahan yaitu pada
musim barat atau bulan Oktober–Februari dan musim timur atau bulan Juni–
September. Musim pemijahan R. brachysoma berlangsung mulai bulan Maret–Oktober
(Burnahuddin et al. 1984).
R. kanagurta di Laut Jawa pertama kali matang kelamin pada ukuran 19 (18-
20,5) cm atau pada umur tujuh bulan. R. brachysoma pertama kali matang kelamin
pada ukuran 17,3 (17,0-17,5) cm atau pada umur 7,5 bulan (Sudjastani 1974). Ukuran
ikan saat pertama kali gonadnya menjadi masak berhubungan dengan pertumbuhan
ikan itu sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Effendi 1979).
Pertumbuhan dan umur
Effendi (1979) menyatakan pertumbuhan suatu individu merupakan
pertambahan bobot atau panjang dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan dalam
suatu populasi dinyatakan dengan penambahan jumlah individu. populasi dinyatakan
dengan penambahan jumlah individu. Ada beberapa metode yang umum digunakan
untuk menduga parameter-parameter pertumbuhan (K=koefisien pertumbuhan; L∞ =
panjang asimtotik; t0 = umur ikan ketika panjangnya sama dengan nol). Studi tentang
pertumbuhan pada dasarnya merupakan penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi
umur. Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol, dapat diduga
secara terpisah menggunakan persamaan empiris (Burnahuddin et al. 1984).

Makanan
Pada perairan tropis, makanan merupakan faktor pertumbuhan yang lebih
penting daripada suhu perairan (Effendi 1979). Ikan kembung termasuk ikan pemakan
plankton. Kebiasaan makanan ikan kembung yaitu memangsa plankton, copepoda,
atau krustacea (Ganga 2010). Penyebaran ikan kembung dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyebaran secara vertikal dan horisontal. Penyebaran secara vertikal
dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton sedangkan penyebaran secara
horizontal dipengaruhi oleh arus laut (Baladin 2007).

Infeksi Parasit
Parasit berasal dari kata Parasitos yang berarti organisme yang mengambil
makanan, jadi parasit adalah organisme yang hidupnya tergantung pada beberapa
faktor metabolik esensial dari organisme lain. Parasitisme adalah suatu persekutuan
obligat antara dua atau lebih organisme yang berbeda spesies karena ketergantungan
faktor metabolik esensial dalam pertukaran zat antar kedua belah pihak dimana salah
satu organisme mendapat keuntungan sedangkan organisme lainnya menderita
kerugian yang bersifat sementara atau selamanya (Noble dan Noble 1982). Kelompok
parasit dibagi menjadi dua yaitu endoparasit dan ektoparasit (Soulsby 1982).
Cacing merupakan salah satu kelompok besar parasit ikan yang terdiri dari
trematoda (monogenea dan digenea), cestoda, nematoda dan acanthocephala
6
(Chandra 2006). Keberadaannya di dalam tubuh inangnya tidak tumpang tindih.
Kelompok cacing cestoda adalah endohelminths dominan pada ikan elasmobranchs.
Cacing parasit pada bagian luar tubuh ikan bertulang belakang (ektoparasit) adalah
monogenea dan digenea juga nematoda merupakan cacing dominan pada bagian
dalamnya atau endoparasit (Chambers et al. 2001; Cribb et al. 2002).

Trematoda (digenea)
Prevalensi kecacingan trematoda pada ikan cukup tinggi. Dalam jumlah yang
banyak, infeksi trematoda parasitik dapat mengakibatkan infeksi sekunder pada organ
terinfeksi dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme. Ciri khas cacing ini
adalah berbentuk pipih (Noble dan Noble 1982), dan disebut juga cacing hisap atau
flukes karena memiliki alat penghisap, atau juga disebut dengan cacing daun karena
bentuk tubuhnya pipih seperti daun (Natadisastra dan Agoes 2005). Tubuhnya dilapisi
kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai
alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman 1967).
Cacing digenea pada umumnya bersifat endoparasit yang dapat ditemukan
pada organ dalam ikan seperti usus, pembuluh darah. Parasit ini memiliki dua buah
batil isap muskuler berbentuk mangkok pada bagian mulut (oral sucker) dan ventral
(ventral sucker), biasanya tanpa kait atau organ-organ tambahan lain untuk
berpegangan, dengan lubang-lubang genital yang biasanya bermuara di permukaan
ventral antara batil- batil isap serta sebuah lubang ekskretoris posterior (Noble dan
Noble 1982).
Digenea merupakan parasit yang bersifat hermaprodit. Kelamin betina terdiri
dari ovarium tunggal, oviduk, ootipe, vitelaria, uterus, dan lubang kelamin. Kelamin
jantan terdiri dari testes yang kebanyakan sepasang, vas deferens, saluran ejakulasi,
dan penis. Siklus hidup digenea sangat kompleks dan biasanya melibatkan dua inang
antara dan satu inang definitif. Menurut Grabda (1991) stadium perkembangan
digenea adalah telur, mirasidium, sporokista, redia, serkaria, metaserkaria dan dewasa.

Nematoda
Nematoda artinya berbadan panjang, silindris, tipis tidak bersegmen yang
umumnya dilapisi lapisan kutikula (Buchmann dan Bresciani 2001). Kutikula
menyelubungi permukaan luar dan juga melapisi rongga bukal, esofagus, vagina,
lubang sekretoris. Kutikula ini berguna sebagai selubung pelindung yang halus dan
lentur yang resisten terhadap enzim pencernaan inang terutama cacing dewasa yang
hanya dapat ditembus oleh air dan ion-ion kecil (Noble dan Noble 1982). Nematoda
memiliki mulut, usus dan anus yang berkembang, alat kelamin yang terpisah, berperan
sebagai endoparasit serta siklus hidupnya luas melibatkan inang invertebrata
(Buchmann dan Bresciani 2001).
Perkembangan cacing nematoda membutuhkan satu hingga dua inang antara
sebelum menuju inang definitif dan ikan dapat menjadi inang antara dan inang
definitif. Sebagian besar larva cacing nematoda berkembang di jaringan ikan dan
organ parenkima contohnya Anisakis sp. Alat kelamin Anisakidae membentuk saluran,
cacing betina mempunyai dua saluran dimana bagian anteriornya terdapat ovari,
oviduk dan uterus tempat berkumpulnya telur matang (Grabda 1991).
7
Lingkungan Perairan
Lingkungan perairan merupakan habitat dari berbagai jenis biota akuatik, salah
satunya adalah ikan. Perubahan lingkungan hingga melewati batas normal akan
menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter yang penting adalah suhu, intensitas dan
waktu mendapat sinar, susunan kimia air, kandungan benda-benda biologis,
tersedianya ruangan dan makanan, serta hal-hal yang dapat membuat ikan stres.

Teluk Banten
Perairan Teluk Banten terletak pada posisi 5°53’07”-6°01’49”LS dan
106°04’30”-106°16’39”BT. Teluk ini mempunyai luas ± 150 km2 dan tersebar
beberapa pulau di dalamnya. Kedalaman teluk berkisar antara 1 – 10 meter dari muara
hingga mendekati ujung teluk, sedangkan kedalaman ujung teluk hingga pulau Tunda
dapat mencapai 40 – 60 meter. Sedimen Teluk Banten terdiri dari lumpur dan pasir.
Musim penghujan berlangsung antara November hingga Maret dan musim kemarau
antara April – Oktober (Green and Short 2003).
Gelombang maksimum di Teluk Banten mencapai ketinggian 1 meter. Tipe
pasang surut yang terjadi di Teluk Banten adalah tipe pasut campuran cenderung ke
diurnal dengan elevasi maksimum sebesar 8,5 meter. Suhu perairan di Teluk Banten
berkisar antara 29,2 – 29,6 °C. Berdasarkan pengukuran suhu secara vertikal pola suhu
menurun terhadap kedalaman, semakin dalam perairan maka suhu akan semakin kecil.
Salinitas di Teluk Banten berkisar antara 31,6 – 32 PSU. Secara vertikal pola salinitas
meningkat terhadap kedalaman, semakin dalam perairan maka salinitas semakin tinggi
(Purbani 2010).
Populasi fitoplankton didominasi oleh satu marga, yaitu Chaetoceros.
Kelimpahan fitoplankton di bagian timur Teluk Banten mencapai nilai tertinggi yaitu
9 juta sel/m3, sedangkan bagian baratnya mencapai nilai terendah yaitu 67 ribu sel/m3.
Kelimpahan zooplankton memiliki pola yang sama dengan fitoplankton. Kelimpahan
di bagian timur Teluk Banten yaitu 457.000 individu/103/m3 dan di bagian barat
35.000 individu/103/m3. Beberapa individu zooplankton antara lain Calanoid,
Cirripedia, Caridea, Brachyura, Luciferidae, Chaetognatha dan Larvacea (Adnan et
al. 1998).

Teluk Pelabuhan Ratu


Kawasan Teluk Pelabuhan Ratu memiliki luas perairan sekitar 210 km2 berada
pada wilayah Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat yang secara astronomi berada pada
posisi 6057’ – 7025’ Lintang Selatan dan 106049’ – 107000' Bujur Timur. Kawasan ini
berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia (Samudera Hindia), sehingga
memiliki ciri berombak besar, batimetri laut dalam dan tinggi gelombang dapat
mencapai lebih dari 3 meter (PKSPL IPB 2003a).
Pada musim barat pola gerak arus adalah dari arah barat menyusur pantai
menuju teluk (11,6 – 21,7 cm/detik), selanjutnya arus bergerak kearah barat-barat laut
(8,2 – 14,7 cm/detik). Musim timur arus bergerak menuju teluk dari arah barat (13,0 –
16,1 cm/detik). Pola arus bagian tengah teluk umumnya menuju selatan - barat daya
dengan kecepatan 5,0 – 18,0 cm/detik. Gerak arus tersebut menyebarkan padatan
tersuspensi, terutama yang bersumber dari Sungai Cimandiri kearah tengah dan
selatan–barat daya, meningkatnya kekeruhan (79 – 660 mg/l) serta menurunnya
tingkat kecerahan terutama pada musim barat (Sanusi 2004).
8
Kisaran suhu permukaan 28,5 – 29,2 ºC, salinitas 32 – 35 PSU dan pH 8,30 –
8,31 pada musim barat memperlihatkan adanya perbedaan dibandingkan dengan
musim timur dimana tercatat kisaran suhu permukaan 25 – 27 ºC, salinitas 29 – 32
PSU dan pH 7,00 – 7,50. Pengaruh laut terbuka yang lebih dominan, pada musim barat
kualitas perairan teluk lebih menunjukkan keadaan perairan laut lepas dibandingkan
pada musim timur. Pada kedua musim menunjukkan bahwa secara vertikal suhu
permukaan tercatat lebih tinggi (sebesar 0,1 – 0,7 ºC) dibandingkan pada kedalaman
25 m, dan suhu perairan teluk pada musim barat relatif lebih tinggi dibandingkan pada
musim timur. Adanya perbedaan suhu tersebut selain disebabkan oleh faktor
penyinaran juga disebabkan percampuran dan pengadukan massa air (Sanusi 2004).
Organisme fitoplankton terdiri dari 3 kelas, yaitu Bacillariophyceae,
Cyanophyceae dan Dynophyceae. Organisme fitoplankton didominasi oleh kelas
Bacillariophyceae. Komunitas zooplankton dominan terdiri dari kelas Crustacea (14
taksa). Kelimpahan zooplankton di perairan permukaan lebih besar daripada yang
terukur pada kedalaman 25 m. Organisme tersebut hidup baik pada habitat dengan
tekstur dominan pasir maupun fraksi debu dan liat (Sanusi 2004).

Interaksi Komponen Kesehatan Ikan


Ikan dikenal sangat rentan terinfeksi parasit cacing. Beberapa ekor cacing dan
beberapa spesies sering menghuni satu tubuh ikan. Hubungan antara parasit dengan
inangnya merupakan suatu hubungan simbiosis yang keduanya hidup bersama dan
harus saling bertoleransi dalam pertukaran zat metabolik untuk dapat saling
menguntungkan. Inang yang tidak sehat berarti lingkungan yang sehat bagi parasit
(Noble dan Noble 1982). Organisme parasit secara normal hidup pada berbagai jenis
organisme perairan dan hanya menyebabkan penyakit bila daya tahan tubuh inangnya
menurun (Untergasser 1989). Inang adalah organisme yang merupakan habitat untuk
hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Penyebaran parasit ikan di laut dipengaruhi oleh
banyak faktor yang diantaranya komposisi kimia air laut, keberadaan inang antara,
zoonasi laut, salinitas dan suhu (Noble dan Noble 1982).
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang secara alamiah dapat berpindah
antara hewan dengan manusia. Sedangkan anthroponosis adalah penyakit atau infeksi
yang secara alamiah dapat berpindah antara manusia dengan hewan. Konsep zoonosis
secara keseluruhan adalah rumit, karena melibatkan manusia, parasit itu sendiri, inang,
vektor dan lingkungan yang membentuk keutuhan biologis (Noble dan Noble 1982).
Organisme parasit yang bersifat zoonosis merupakan indikator dapat terjadinya infeksi
parasit tersebut terhadap manusia di kemudian hari. Vektor adalah suatu organisme
yang di dalam tubuhnya mengandung parasit, berkembangan dan menularkan kepada
manusia atau hewan (Natadisastra 2005).
Parasit ada di lingkungan perairan seperti juga ikan hidup di lingkungan air.
Jika keadaan lingkungan air kualitasnya tidak sesuai dengan kehidupan ikan maka
akan mengakibatkan ikan menjadi stres, tetapi kondisi tersebut bagi parasit sangat
baik, hingga parasit berkembang biak dan populasinya cukup untuk menginfeksi ikan,
sehingga ikan itu dikatakan sakit. Bunga et al. (2009), meneliti bahwa 100% ikan
kerapu macan di keramba jaring apung terinfeksi parasit cacing parasitik sedangkan
Sarjito dan Desrina (2005) meneliti pada ikan kakap puith (Lates calcarifer) diperairan
Demak, hanya 63,3% ikan sampel yang terinfeksi cacing. Ikan budidaya umumnya
lebih stres sehingga lebih rentan terinfeksi parasit dan dapat memacu kecepatan
perkembangbiakan parasit (Awik et al. 2010).
9
Menurut Untergasser (1989), faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan
cacing parasitik antara lain: keberadaan inang, umur dan ukuran panjang inang,
kondisi inang, sifat patogenitas cacing parasitik. Faktor abiotik yang mempengaruhi
kehidupan cacing parasitik antara lain: suhu, salinitas, oksigen, ammonia, pH, cahaya,
kedalaman atau tekanan air, dan tingkat pencemaran. Penelitian Awik et al. (2010),
menunjukan bahwa perbedaan lokasi menyebabkan perbedaan inventaris spesies yang
ditemukan karena adanya perbedaan feeding habit.
Penelitian Bunga (2008), menunjukan bahwa perbedaan ukuran ikan
menyebabkan perbedaan intensitas parasit. Ikan berukuran kecil (rata-rata panjang
12,00 cm dan berat 34,2 gram) dengan ikan berukuran besar (rata-rata panjang 14,75
cm dan berat 123,4 gram) memiliki intensitas yang berbeda yaitu 58,8 individu/ikan
kecil dan 36,3 individu/ikan besar. Hal ini disebabkan karena respon imun ikan kecil
belum terbentuk sempurna sehingga daya tahan tubuhnya lebih lemah dan lebih rentan
terhadap parasit jika dibandingkan dengan ikan yang berukuran besar.

3 METODE

Metode Pengambilan Sampel


Penelitian dilakukan dengan dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan
dilaksanakan pada bulan Juli–Desember 2012 dengan tujuan untuk melakukan
identifikasi genetik R. brachysoma dan genetik parasit dominan (Lechitocladium sp.),
dan penelitian utama dilaksanakan bulan Februari–Juni 2013. Pengambilan ikan pada
penelitian utama dilakukan dengan menggunakan jaring insang (gill net) sebanyak 20-
30 ekor ikan di perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu (Gambar 2).

Gambar 2. Lokasi pengambilan Rastrelliger sp. (1) Teluk Banten, dan (2) Pelabuhan Ratu
10
Identifikasi morfologi ikan dan cacing dilakukan di Laboratorium Helmintologi
FKH–Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Budidaya Perairan FAPERTA–
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, identifikasi genetik ikan dan cacing dominan
dilakukan di Laboratorium Biologi Laut Universitas Ryukyus-Jepang, dan analisis
kualitas air dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Air Provinsi Banten. Data curah
hujan diperoleh dari BMKG Provinsi Banten dan BMKG Pelabuhan Ratu.

Prosedur Pengukuran dan Pemeriksaan


Pemeriksaan Infeksi Cacing Parasitik
Pembedahan tubuh ikan dilakukan dengan menggunting bagian bawah
abdomen ikan, mulai dari anus hingga ke bawah sirip dada. Insang dan saluran
pencernaan dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi NaCl fisiologis 0,85%.
Kemudian dilakukan pengamatan cacing parasitik yang terdapat dalam insang. Bagian
usus dan lambung dibuka dengan menggunting secara memanjang dan isi usus
dikeluarkan secara perlahan ke dalam cawan petri lain yang juga berisi NaCl fisiologis
0,85% kemudian lakukan pengamatan dan diambil gambar/fotonya. Pengambilan
gambar/foto dan pengukuran parasit menggunakan aplikasi mikroskop merk Leica
(Leica application suite/LAS EZ) version 1.8.0.
Identifikasi jenis cacing parasitik dilakukan dengan merujuk pada Madhavi dan
Lakshmi (2011), Williams dan Williams (1996), Noga (1995), Untergasser (1989),
Kabata (1985), Noble dan Noble (1982), Hoffman (1967) dan Yamaguti (1953).
Pemeriksaan morfologi cacing trematoda dan cestoda menggunakan metoda
pewarnaan permanen yaitu pewarnaan Semichon Acetocarmine (Lasee 2004).
Pemeriksaan morfologi cacing nematoda dipakai bahan pewarna minyak cengkeh.

Panjang-Berat Ikan
Menurut Effendi (1979), panjang ikan yang diukur adalah panjang total atau
total lenght (TL) yaitu diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae)
hingga ujung ekor dengan satuan centimeter (cm). Berat ikan adalah ditimbang seluruh
tubuh ikan atau body weigh (BW) dengan menggunakan timbangan elektonik dengan
satuan gram (gr).

Umur
Pertumbuhan pada tingkat individu, secara sederhana adalah pertambahan
ukuran panjang atau bobot tubuh ikan selama waktu tertentu. Model yang paling
umum digunakan dalam mempelajari tentang pertumbuhan ikan di daerah tropis
adalah dengan pendekatan frekuensi panjang, karena jika menggunakan lingkaran
tahun, ikan di perairan tropis batas lingkaran tahunnya tidak jelas, lain halnya dengan
di perairan dingin. Dari frekuensi panjang ikan maka dapat diperoleh model
pertumbuhan dan hubungan umur-panjang dengan persamaan pertumbuhan Von
Bertanlanffy. Menurut Ahmad (2000) dan Sudjastani (1974), persamaan pertumbuhan
Von Bertanlanffy ikan kembung di perairan Laut Jawa adalah:
= 1/ − (1 − /L) +
dengan : t = umur (bulan)
k = Koefisien pertumbuhan
R. kanagurta (0,2316) dan R. brachysoma (0,1885)
lt = panjang ikan saat ini (cm)
11
L = Panjang maksimum (asymptotic length)
R. kanagurta (23,8886) dan R. brachysoma (22,9170)
t0 = umur teoritis
R. kanagurta (0,5186) dan R. brachysoma (0,7638)

Jenis kelamin, Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Indeks Gonad (GSI)
Ikan kembung jantan memiliki gonad berbentuk pipih dan berwarna putih,
sedangkan ikan betina memiliki bentuk gonad bulat panjang dan berwarna merah atau
kuning (Burnahuddin et al. 1984). Pengamatan tingkat kematangan gonad (Tabel 1)
hanya dilakukan pada ikan kembung betina sedangkan pada ikan jantan hanya terbatas
pada penentuan jenis kelamin.

Tabel 1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan kembung betina menurut


Burnahuddin et al. (1984)
Klasifikasi Uraian
Tingkat I Panjang gonad kurang dari 1/2 rongga tubuh, berwarna jernih
Kisaran panjang gonad 10 – 15 mm dan Lebar 1 – 3 mm
Tingkat II Gonad berwarna kemerahan seperti buah anggur
Kisaran panjang gonad 20 – 25 mm dan Lebar 2 – 4 mm
Tingkat III Panjang gonad 2/3 rongga tubuh, berwarna kekuningan dan butir telur
telah terlihat. Kisaran panjang 24 – 32 mm dan Lebar 5 – 10 mm
Tingkat IV Panjang gonad lebih dari 2/3 rongga tubuh. Warna butir telur keputihan,
warna gonad kuning disertai adanya pembuluh darah. Kisaran panjang
gonad 30 – 35 mm dan Lebar 10 – 14 mm
Tingkat V Hampir seluruh rongga tubuh dipenuhi gonad. Pembuluh darah pada
dinding gonad terlihat jelas. Kisaran panjang gonad 42 – 47 mm dan
Lebar 9 – 19 mm
Tingkat VI Hampir seluruh rongga tubuh dipenuhi gonad
Terdapat gelembung minyak berukuran 0,20 – 0,25 mm
Kisaran panjang gonad 43 – 62 mm dan Lebar 12 – 24 mm
Tingkat VII Kisaran panjang gonad 50 – 65 mm dan Lebar 15 – 30 mm
Ovarium sebagian atau seluruhnya kosong

Gonado somatic index (GSI) atau Indeks Gonad adalah indeks kuantitatif yang
menunjukan kondisi kematangan seksual ikan. Menurut Zamroni et. al (2008), indeks
gonad dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

= 100%

dengan : Wg = berat gonad (gram)


Bw = berat tubuh ikan (gram)

Pengukuran Kekeruhan (Turbidity)


Menggunakan metode alat turbidy meter secara in situ. Pengukuran kekeruhan
dalam air berdasarkan pengukuran intensitas cahaya yang dipendarkan oleh zat-zat
tersupensi dalam air.
12
Pengukuran Salinitas
Menggunakan metode alat Refraktometer. Mengukur konsentrasi bahan
terlarut dengan memanfaatkan refraksi cahaya secara in situ. Sebuah benda yang di
masukan ke dalam cairan akan terlihat membengkok, semakin tinggi konsentrasi
bahan terlarut maka pembengkokannya semakin besar, maka sudut refraksi dari prisma
ke sampel akan kecil sehingga cahaya akan jatuh pada skala yang besar dan begitupula
sebaliknya.

Pengukuran pH
Menggunakan metode pH meter secara in situ berdasarkan pengukuran
aktivitas ion hidrogen secara potensiometrik/ elektrometrik.

Pengukuran Oksigen (DO)


Menggunakan modifikasi metode Winkler (APHA 1989). Pengikatan oksigen
(O2) oleh pereduksi Mn(OH)2 sehingga terbentuk endapan coklat. Endapan ini
membebaskan I2 dari KI. Jumlah I2 yang dibebaskan setara dengan jumlah oksigen
dalam air. I2 yang bebas ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi menggunakan Na-
thiosulfat. Nilai DO didapat dengan menggunakan rumus :

mg ( − ℎ ) ( − ℎ ) 8 1000
O2 =
l ml sampel x

Prosedur Analisis Data


Intensitas dan Prevalensi
Parasit yang ditemukan baik dari ikan dihitung nilai intensitas dan prevalensi.
Menurut Bush et al. (1997), prevalensi adalah persentase (%) jumlah ikan
mengandung inventaris parasit (spesies ataupun kelompok) dibandingkan dengan
jumlah ikan yang diperiksa, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
n
Prevelensi = x 100%
N
dengan : n = Jumlah sampel ikan yang terinventaris parasit (ekor)
N = Jumlah seluruh sampel ikan yang diamati (ekor)

Tabel 2. Kategori nilai prevalensi menurut Williams dan Williams (1996)


Nilai Prevalensi Kategori
100 – 99 % Selalu/Always
98 -90 % Hampir selalu/Almost always
89 – 70 % Pada umumnya/Usually
69 – 50 % Sering/Frequently
49 – 30 % Biasa/Commonly
29 – 10 % Sering kali/Often
9–1% Terkadang/Occasionally
1 – 0,1 % Jarang/Rarely
0,1 – 0,01% Sangat jarang/Very rarely
< 0,01% Hampir tidak pernah/Almost never
13
Sedangkan intensitas menurut Bush et al. (1997) adalah jumlah individu parasit
yang terinventaris dalam tubuh ikan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑P
Intensitas =
n
dengan : n = Jumlah sampel ikan yang terinfeksi parasit (ekor)
ΣP = Jumlah total infeksi parasit (individu)

Tabel 3. Kategori nilai intensitas menurut Williams dan Williams (1996)


Nilai intensitas Kategori
< 1 individu parasit/ikan Infeksi parasit sangat ringan
1 – 5 individu parasit/ikan Infeksi parasit ringan
6 – 50 individu parasit/ikan Infeksi parasit sedang
51 – 100 individu parasit/ikan Infeksi parasit berat
100+ individu parasit/ikan Infeksi parasit sangat berat
1000+ individu parasit/ikan Super infeksi parasit

Analisis dominansi cacing parasitik


Untuk mengetahui dominansi infeksi cacing parasitik digunakan indeks
dominansi Berger-Parker (d) (Hamann et al. 2012). Selain itu dihitung juga kekayaan
spesies (richness/R).

Analisis ekstrinsik dan intrinsik


Uji perbedaan Mann-Whitney U (U), digunakan untuk mengetahui perbedaan
antara dua kelompok pada data tidak terdistribusi normal, yaitu :
1. Jumlah cacing parasitik pada saluran pencernaan R. brachysoma dan R. kanagurta
2. Jumlah cacing parasitik pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Uji perbedaan Independent Samples T-Tes (t),digunakan untuk mengetahui
perbedaan antara dua kelompok pada data terdistribusi normal, yaitu:
1. Ukuran cacing L. angustiovum pada R. brachysoma dan R. kanagurta
2. Ukuran cacing L. angustiovum pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Uji perbedaan One-Way ANOVA (F), digunakan untuk mengetahui perbedaan
antara tiga kelompok atau lebih, yaitu :
1. Jumlah cacing parasitik pada jenis kelamin ikan kembung (Jantan, Betina dan
yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya)
Uji non-parametrik Spearman’s rank test (rs), digunakan untuk mengetahui
korelasi antara dua kelompok pada data tidak terdistribusi normal, yaitu:
1. Jumlah parasit dengan Gonado Somatik Indeks (GSI)
2. Jumlah parasit dengan pertumbuhan panjang tubuh ikan kembung
3. Jumlah parasit dengan parameter kualitas air

Data dihitung dan dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 21


(Sufren dan Natanael 2013). Data yang belum diolah diatas maka digunakan analisis
deskripsi eksplainasi yaitu penggambaran dan penjelasan, selain itu digunakan untuk
analisis lebih lanjut.
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL
Identifikasi spesies Rastrelliger spp.
Identifikasi spesies ikan kembung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
identifikasi berdasarkan morphologi tubuh ikan dan berdasarkan genetik. Di perairan
laut Jawa hanya terdapat dua spesies yaitu R. brachysoma dan R. kanagurta (Sujastani
1976). Keduanya memiliki karakteristik morphologi yang relative mirip. Mereka dapat
dibedakan dari rasio panjang-tinggi tubuhnya dan keberadaan garis-garis di sisi
tubuhnya, garis tersebut akan memudar jika kesegaran ikan sudah mulai menurun
(Gambar 3).

Gambar 3. Foto dan sketsa R. brachysoma dan R. kanagurta dari Pelabuhan Ratu

Hasil uji genetik R. brachysoma dan R. kanagurta, diketahui bahwa mereka


memiliki segmen DNA sekitar 445 base pairs (bp) dengan komposisi basa nukleotida
29,1% A; 32,9% T; 22,8% G; dan 15,2% C. Ikan kembung yang memiliki rasio
panjang dengan tinggi tubuh lebih kecil dari empat termasuk dalam spesies
R. brachysoma, sedangkan jika rasionya lebih besar dari empat termasuk dalam
spesies R. kanagurta. R. brachysoma memiliki keragaman genetik yang rendah yaitu
0.009-0.013, hal ini menunjukan bahwa ikan ini memiliki daerah penyebaran yang
luas (Indaryanto et al. 2014). Umumnya ikan laut memiliki keragaman genetik yang
rendah yaitu kurang dari 0,5 (Hobbs et al. 2013).
Amova population pairwise (FST) menunjukan bahwa R. brachysoma di pulau
Jawa memiliki dua stok, yaitu stok Jawa Barat (Pelabuhan Ratu, Lampung, Banten dan
Jakarta) dan stok Jawa Timur (Banyuwangi) (Tabel 4). Hypothesis stok yang
dilakukan oleh Hardenberg pada tahun 1938 berdasarkan migrasi Decapterus sp.
adalah bahwa terdapat dua stok ikan Rastrelliger spp. di Laut Jawa, satu stok
merupakan asli dari bagian timur laut jawa dan stok lainnya berasal dari samudra
hindia. Terpisahnya stok ini disebabkan adanya hambatan geografi alami dan isolasi
geografi pada zaman es (ice age) yang memisahkan sebagian spesies laut menjadi
populasi Indian dan Pasific (Sujastani 1976).
15
Table 4. Amova population pairwise (FST) pada R. brachysoma
Jakarta Lampung Pelabuhan ratu Banten Banyuwangi
Jakarta -*- – – – +
Lampung -0.00226 -*- – – +
Pelabuhan Ratu 0.00060 -0.01617 -*- – +
Banten -0.00720 0.00499 0.00477 -*- +
Banyuwangi 0.14047 0.14375 0.17250 0.11562 *
Keterangan: - = tidak berbeda populasi secara genetik, + = berbeda populasi secara genetik

Karakteristik biologi
Identifikasi spesies berdasarkan rasio ukuran Panjang-Tinggi tubuh ikan
(Indaryanto et al. 2014). Karakteristik biologi dan biologi reproduksi R. kanagurta dan
R. brachysoma hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Karakteristik biologi R. kanagurta dan R. brachysoma dari perairan Teluk


Banten dan Pelabuhan Ratu
Total R. brachysoma R. kanagurta
Karakteristik
Banten P.Ratu Banten P.Ratu Banten P.Ratu
Panjang 15,5-25 10-24,6 15,5-20,1 15-24,6 15,9-25 10-24,6
Tinggi 3,9-5,7 2,0-6,3 4,0-5,2 3,9-6,3 3,9-5,7 2,0-6,0
Rasio P-T 3,4-4,5 3,6-5.8 3,4-4,0 3,6-4,0 4,0-4,5 4,1-5,8
Berat 46-185 9.3-208 46-102 45,6-208 46-185 46-185
Umur 4,8-24,3 2,7-29,9 6,0-9,6 5,7-29,9 4,8-24,3 2,7-17,4
GSI 0,01-6,9 0,00-4,7 0,01-6,9 0,00-4,7 0,01-2,0 0,00-2,2
TKG 1-7 1-6 1-7 1-6 1-5 1-2

Tabel 6. Karakteristik biologi reproduksi R. kanagurta dan R. brachysoma dari


perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Belum teridentifikasi Jantan Betina
Karakteristik
Rb Rk Rb Rk Rb Rk
Panjang 15,1-16,5 10,0-17,8 15,0-24,6 14,5-24,6 15,5-22,0 15,0-25,0
Rasio P-T 3,7-3,9 4,6-5,7 3,4-3,9 4,0-5,3 3,3-3,9 4,0-5,2
Umur 5,7-6,6 2,7-5,8 5,7-29,9 4,2-17,4 6,0-12,5 4,4-24,3
GSI --- --- 0,1-6,9 0,01-2,2 0,01-4,8 0,02-2,0
TKG 1 --- --- --- --- 10 16
2 --- --- --- --- 8 5
3 --- --- --- --- 4 0
4 --- --- --- --- 3 0
5 --- --- --- --- 5 1
6 --- --- --- --- 13 0
7 --- --- --- --- 1 0
Keterangan: Rb = R. brachysoma dan Rk = R. kanagurta

Ikan kembung dengan panjang 16,0-18,0 sebagian dapat teridentifikasi jenis


kelaminnya dan sebagian lainnya tidak, sebab tidak semua ikan kembung dapat
ditentukan jenis kelaminnya terutama jenis kelamin ikan muda (Burnahuddin et al.
1984). R. kanagurta di Laut Jawa pertama kali matang kelamin pada ukuran 19 (18-
20,5) cm atau pada umur 7 bulan, sedangkan pada R. brachysoma terjadi pada ukuran
16
17,3 (17,0-17,5) cm atau pada umur 7,5 bulan (Sudjastani 1974). R. brachysoma
berada pada musim pemijahan karena sebagian berada pada TKG 6, sedangkan R.
kanagurta tidak berada pada musim pemijahan karena seluruhnya berada pada TKG 1,
hal ini sesuai dengan Burnahuddin et al. (1984).

Kondisi Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu


Lingkungan perairan merupakan habitat dari berbagai jenis biota akuatik dan
memiliki parameter-parameter yang mempengaruhi homeostatis yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan. Bila lingkungan berubah dari
batas normal akan dapat menimbulkan penyakit.
Perairan Teluk Banten memiliki karakteristik perairan berombak tenang
dengan dasar berpasir, sedangkan Pelabuhan Ratu berombak besar dengan dasar
perairan berlumpur. Curah hujan yang tinggi (10 – 35,9 mm) merupakan salah satu ciri
musim penghujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan gerak arus yang
menyebarkan padatan tersuspensi terutama yang bersumber dari sungai – sungai
disekitarnya dan meningkatnya kekeruhan.
Parameter lingkungan seperti salinitas, suhu, turbidity, pH dan kandungan
oksigen (DO) pada kedua perairan masih berada dalam kisaran yang baik bagi
kehidupan biota perairan sesuai dengan kriteria KLH 2004 (Tabel 7), sehingga faktor
lingkungan tidak menyebabkan ikan stres. Inang yang tidak sehat berarti lingkungan
yang sehat bagi parasit (Noble dan Noble 1982).

Tabel 7. Salinitas, suhu, turbidity, pH, DO dan curah hujan dari permukaan dan
kedalaman 10 meter perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu

Salinitas Suhu Turbidity DO Nitrat Curah Hujan


Lokasi pH
(PSU) (oC) (NTU) (mg/l) (mg/l) (mm)
P Ratu Permukaan 31 29,3 2,11 8,77 6,9 0,06
Feb 35,9
Dasar/10 m 24,8 27,9 3,01 9,11 5,2 0,05
P Ratu Permukaan 33 29,1 0,48 9,2 5,2 0,05
Mart 19,5
10 m 24,8 27,1 0,66 9,31 5,2 0,05
P Ratu Permukaan 31 28,9 0,33 9,1 8,4 0,08
Mei 16,7
10 m 24,9 27,1 0,59 9,2 8,3 0,07
P Ratu Permukaan 31 28,8 0,53 8,9 7,8 0,06
Juni 22,2
Dasar/10 m 25,2 26,2 0,61 9,12 7,9 0,05
Banten Permukaan 31 28,7 4,55 9,5 5,2 0,05
Feb 33
Dasar/8 m 25 25,9 2,07 9,25 6,8 0,05
Banten Permukaan 34 28,8 1,48 6,86 8,1 1,04
Mei 10
Dasar/9 m 32 26,7 1,48 6,96 8,6 1,11

Identifikasi Jenis Cacing Parasitik


Hasil pemeriksaan sebanyak 162 ekor ikan Rastrelliger spp., 142 ikan dalam
saluran pencernaannya terdapat cacing parasitik yaitu Lechitocladium angustiovum
(Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum
orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae).
17
Lechitocladium angustonum Yamaguti 1953
Sub-class : Digenea
Order : Strigeida
Super-family: Hemiuroidea
Family : Hemiuridae
Sub-family : Elytrophallinae
Genus : Lecithocladium
Species : Lecithocladium angustiovum Yamaguti 1953

Informasi genetik hasil sequencing DNA diperoleh 354 base pairs (bp) DNA
segment dengan komposisi basa (%) yaitu 17,7 A; 35,7 T; 29,6 G; dan 17,1 C, hasil ini
kemudian dibandingkan dengan beberapa DNA Family Hemiuridae yang diperoleh
dari GenBank, diantaranya Lecithocladium excisum AJ287529; Dinurus longisinus
AJ287501; Plerurus digitatus AF029803; dan Lecithochirium caesionis AJ287528
(Olson et. al 2003). Pohon phylogenetik Neighbor-joining (NJ dengan model kimura2)
digambarkan dalam Gambar 4 (Indaryanto et al. 2014).

Gambar 4. Pohon Phylogenetik (NJ dengan model kimura 2) dari DNA L.


angustiovum yang dibandingkan Family Hemiuridae lainnya

L. angustiovum memiliki tubuh memanjang dan dapat mengulur, dengan rata-


rata panjang total 2,897 (1,389 – 5,490) mm dan rata-rata maksimum lebar 0,332
(0,169 – 0,655) mm yang terletak pada pertengahan tubuh. Rata-rata panjang badan
1,622 (0,704 – 4,050) mm dan rata-rata ecsoma 1,274 (0,423 – 2,492) mm. Bagian
ecsoma meruncing kearah posterior, terkadang memanjang, memendek dan juga
membulat. Panjang badan adalah 56,0% sedangkan ecsoma 44,0% dari total panjang
tubuh. Oral sucker lebih besar dibandingkan ventral sucker. Oral sacker berukuran
0,207 (0,111 – 0,379) mm and ventral sucker 0,184 (0,078 – 0,95) mm dengan rasio
1:0,88. Jarak antara anterior ke ventral sucker 0,558 (0,298 – 1,140) mm atau terletak
pada 19,30% dari panjang total (Gambar 5).
Famili Hemiuridae pertama kali dibentuk klasifikasinya oleh Lühe pada tahun
1901. Di dunia, terdapat 83 spesies Lechitocladium spp. dan 32 spesies terdapat di
kawasan perairan Indian. Sebagian besar dari spesies tersebut belum terdefinisikan
dengan jelas (Madhavi dan Lakshmi 2011). Gibson dan Bray (1986) mendefinisikan
ulang spesies cacing parasitk ini dari ikan-ikan di kawasan perairan Indian dan
menguranginya menjadi enam spesies.
18

Gambar 5. Anatomi specimen segar L. angustiovum perbesaran 100x (A) dan


specimen awetan L. angustiovum perbesaran 100x (B) dari R.
brachysoma di Pelabuhan Ratu. L. angustiovum dalam cawan petri
dengan diameter 5 cm dari R. kanagurta di Pelabuhan Ratu (C).
Keterangan: 1) oral sucker; 2) faring; 3) ventral sucker; 4) testis; 5)
ovarian; 6) uterus; dan 7) lubang ekskresi

Madhavi dan Lakshmi (2011) mengatakan bahwa L. angustiovum merupakan


spesies yang paling dominan terdapat di saluran pencernaan ikan-ikan kelompok
Scombridae, yang salah satunya pada R. kanagurta yaitu dengan nilai prevalensi
88,5%. L. angustiovum terdapat di beberapa negara seperti India, Indonesia,
Philippines, Chinese and Indian (Bray 1990; Yamaguti 1953; Arthur dan Lumanlan
1997; Liu et al. 2010; Madhavi and Lakshmi 2011). Bray (1990), mengatakan bahwa
L. angustiovum menginfeksi lima famili Perciform di Indo-West Pacific yaitu families
Carangidae (47%) and Scombridae (44%), dengan infeksi terbesar pada R. kanagurta
yaitu (37%) dari seluruhnya. Di Ghana, parasit ini menginfeksi ikan Upeneus
prayensis (Mullidae), Trachinotus glaucus and T. goreensis (Fischthal dan Thomas
1971). L. angustiovum juga pernah ditemukan pada R. kanagurta di Palawan dan
Luzon Filiphina (Arthur dan Lumanlan 1997). L. angustiovum dilaporkan oleh
Yamaguti tahun 1953 terdapat di pulau Sulawesi Indonesia (Yamaguti 1953).

Lecitochirium sp. Luhe 1901


Sub-class : Digenea
Order : Strigeida
Super-family: Hemiuroidea
Family : Hemiuridae
Sub-family : Lecithochiriinae
Genus : Lecithochirium Luhe 1901
Species : Lecithochirium sp.
19
Lecitochirium sp. memiliki tubuh memanjang, dengan rata-rata panjang total
1003,76 (410,77 – 1855,51) µm dan rata-rata lebar maksimum 194,62 (71,040 –
401,82) µm yang terletak pada posterior tubuh. Tidak memiliki ecsoma. Oral sucker
berbentuk corong terletak di anterior tubuh. Oral sucker lebih besar dibandingkan
ventral sucker. Oral sacker berukuran 89,28 (23,97 – 208,41) µm and ventral sucker
67,98 (10,34 – 145,93) µm dengan rasio 1:0,76. Jarak antara anterior ke ventral sucker
286,65 (108,89 – 534,58) µm atau terletak pada 28,6% dari panjang total (Gambar 6).
Lecitochirium sp. termasuk kedalam Famili Hemiuridae dan merupakan jenis
cacing parasitik dengan daerah penyebaran yang luas dan dengan inang beragam.
Parasit ini memiliki lebih dari 100 spesies dengan morphologi yang kompleks. Faktor
ekologi, fisiologi dan adaptasi parasit menyebabkan variasi morfologi yang kompleks
(Shih et al. 2004). L. imocavum pernah ditemukan di teluk Tonkin Vietnam pada tahun
1970 dan L. Magnaporum, L. Microstomum dan L. Monticelli di laut Cina Selatan
(Arthur dan Te 2006). Pernah juga ditemukan cacing L. magnaporum pada ikan
tongkol oleh Fischthal dan Kuntz tahun 1964 di Palawan Filiphina (Arthur dan
Lumanlan 1997). Di Indonesia, ditemukan pada ikan Caranx sp. oleh Yamaguti di
Makassar pada tahun 1952 dengan nama L. lobatum (Yamaguti 1953).

Gambar 6. Anatomi specimen segar Lecitochirium sp. perbesaran 100x dari R.


kanagurta di Pelabuhan Ratu

Prodistomum orientalis Layman 1930


Sub-class : Digenea
Order : Plagiorchiida
Super-family: Lepocreadioidea
Family : Lepocreadiidae
Genus : Prodistomum
Species : Prodistomum orientalis Layman 1930
20
Prodistomum orientalis memiliki tubuh bulat memanjang, dengan rata-rata
panjang total 861,52 (702,97 – 1065,28) µm dan rata-rata lebar maksimum 248,516
(183,980 – 291,56) µm yang terletak dekat dengan posterior tubuh. Oral sucker
berbentuk bulat terletak di anterior tubuh. Oral sucker lebih kecil dibandingkan ventral
sucker. Oral sucker berukuran 44,853 (29,41 – 59,82) µm and ventral sucker 86,958
(71,00 – 117,07) µm dengan rasio 1:1,938. Jarak antara anterior ke ventral sucker
290,25 (139,59 – 415,06) µm atau terletak pada 33,7% dari panjang total. (Lihat
Gambar 7).

Gambar 7. Anatomi specimen segar Prodistomum sp. perbesaran 100x (A) dan dalam
cawan petri diameter 5 cm (B) dari R. kanagurta di Pelabuhan Ratu.
Keterangan: 1) oral sucker; 2) ventral sucker

Pada awalnya cacing ini dikelompokan dalam genus Opechona namun


kemudian menjadi genus tersendiri karena tidak memiliki uroproct (Madhavi dan
Lakshmi 2011; Bray dan Gibson 1990), berukuran lebih kecil, penghisap oral kecil
dan memiliki dua lengan ekskretoris lateralis. Prodistomum orientalis dominan
didapatkan pada ikan kelompok Scombrid dengan nilai prevalensi yang tinggi
diantaranya pada Rastrelliger kanagurta, Scomber japonicus, dan S. australasicus.
Prodistomum orientalis dewasa terdapat di pyloric caeca (Bray dan Gibson 1990).
Cacing ini memiliki daerah penyebaran yang sangat luas. Pernah ditemukan oleh
Yamaguti tahun 1953 di pulau Sulawesi Indonesia (Yamaguti 1953).

Anisakis typica
Class : Nematoda
Sub-class : Secernentea
Order : Ascaridida
Family : Anisakidae
Genus : Anisakis
Species : Anisakis typica Diesing 1860

Menurut penelitian Palm et al. (2008), Anisakis di perairan Bali maupun Laut
Jawa secara genotip memiliki kesamaan genetik dengan Anisakis typica. Spesies ini
hidup di perairan tropis atau hangat dengan inang akhir lumba-lumba dari famili
Delphinidae, Phocoenidae dan Pontoporidae (Palm et al. 2008; Iniguez el al. 2011).
Terdapat pada rongga tubuh ikan khususnya gonad dan hati (Strømnes dan Andersen
2003). Hanya spesies Anisakis simplex, A. pegreffii dan A. physeteris saja yang bersifat
zoonosis sedangkan spesies lainnya tidak (Arizono el al. 2012). Daerah penyebaran
Anisakis simplex adalah di daerah beriklim sedang (temperate zone) dan terdapat pada
otot daging ikan (Strømnes dan Andersen 2003).
21
Anisakis typica memiliki tubuh memanjang, dengan rata-rata panjang total
984,99 µm dan rata-rata lebar maksimum 64,88 µm yang terletak di bagian tengah
tubuh, lihat Gambar 8.

(a) (b) (c)


Gambar 8. Anatomi specimen segar Anisakis typica. Keterangan: a) A. typica
perbesaran 100x diperoleh dari R. brachysoma di Teluk Banten, b)
A. typica pada cawan petri tanpa mikroskop dan c) A. typica perbesaran
40x dari TPI karangantu-Banten (penelitian pendahuluan)

Anisakis sp. di Indonesia terdapat pada R. kanagurta di pulau panggang


kepulauan seribu pada tahun 1974 – 1975 dengan nilai prevalensi yang bervariasi yaitu
4,0 – 87,7% dan intensitas 1,5 – 13 individu/ikan (Hutomo et al. 1978). Selain itu juga
pada ikan kembung (Rastrelliger sp.) dari Muara Angke dengan prevalensi sebesar
58,7% dan intensitas 3 larva/ikan (Baladin 2007). Pengamatan pada ikan di beberapa
perairan Indonesia menunjukkan prevalensi larva Anisakidae pada ikan Ekor Kuning
di Selat Sunda (67%), Laut Bali (67%) dan Laut NTT (17%), ikan Tuna di Laut Bali
(67%) dan Laut NTT (17%) dan ikan Kerapu di Selat Sunda (25%), Laut Bali (43%)
dan Laut NTT (17%) (Hariyadi 2006).

Jumlah, Intensitas dan Prevalensi Cacing Parasitik


Nilai prevalensi infeksi cacing parasitik seluruhnya adalah 90,12% (142 dari
162 ikan yang diperiksa) atau menurut kategori Williams dan Williams (1996)
tergolong hampir selalu/Almost always ada cacing parasitik pada saluran pencernaan
ikan genus Rastrelliger. Ikan yang terinfeksi, 78 ekor ikan (53,42%) terdapat satu
spesies cacing parasitik dalam saluran pencernaannya, 61 ekor ikan (41,78%) terdapat
dua spesies dan 7 ekor ikan (4,79%) terdapat tiga spesies cacing parasitik.
Nilai prevalensi pada R. brachysoma adalah 89,7% dengan intensitas 11,25
(1 – 45) cacing parasitik/ikan, nilai ini menurut kategori Williams dan Williams
(1996) tergolong pada umumnya/Usually ada cacing parasitik pada saluran
pencernaannya dengan kategori infeksi parasit sedang. Nilai prevalensi pada R.
kanagurta adalah 90,9% dengan intensitas 7,42 (1 – 31) cacing parasitik/ikan, nilai ini
menurut kategori Williams dan Williams (1996) tergolong pada hampir selalu/Almost
always ada cacing parasitik pada saluran pencernaannya dengan kategori infeksi
parasit sedang.
22
Tabel 8. Komunitas cacing parasitik pada R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu

R.brachysoma R.kanagurta
Teluk Pelabuhanratu Total Teluk Pelabuhanratu Total
Cacing Parasitik
Banten (n = 61) (n = 107) Banten (n = 46) (n = 55)
(n = 46) (n = 9)
Digenea
Lecithocladium sp
n 466 499 965 69 194 263
Prevalensi (%) 80,4 86,9 84,1 100 84,8 87,3
Intensitas rata2 12,59 9,42 10,72 7,67 4,97 5,48
Intensitas 1 – 45 1 – 30 1 – 45 1 – 23 1 – 21 1 – 23
D 0,88 0,91 0,89 0,92 0,66 0,71
Lecitochirium sp
n 64 48 112 6 75 81
Prevalensi (%) 43,55 32,8 37,4 55,6 60,9 60,0
Intensitas rata2 3,20 2,40 2,80 1,2 2,68 2,45
Intensitas 1 – 10 1 – 11 1 – 11 1–2 1 – 11 1 – 11
D 0,12 0,09 0,10 0,08 0,25 0,22
Prodistomum sp
n 0 2 2 0 27 27
Prevalensi (%) 0 1,6 0,9 0 17,4 14,5
Intensitas rata2 0 2 2 0 3,38 3,38
Intensitas 0 2 2 0 2–5 2–5
D 0 0 0 0 0,09 0,07
Nematoda
Anisakis sp
n 1 0 1 0 0 0
Prevalensi (%) 2,2 0 0,9 0 0 0
Intensitas rata2 1 0 1 0 0 0
Intensitas 1 0 1 0 0 0
D 0 0 0 0 0 0
Total
n 533 547 1080 75 296 371
Prevalensi (%) 89,1 90,2 89,7 100 89,1 90,9
Intensitas rata2 12,95 9,98 11,25 8,33 7,22 7,42
Intensitas 1 – 45 1 – 31 1 – 45 1 – 23 1 – 31 1 – 31

Penyebaran cacing parasitik dalam organ (Microhabitat)


Distribusi cacing parasitik pada organ pencernaan Rastrelliger spp. banyak
terdapat pada usus dan lambung (Yamaguti 1953; Fischthal dan Thomas 1971; Bray
1990). Cacing parasitik pada lambung adalah sebanyak 84,8% sedangkan usus
sebanyak 15,2% (lihat Tabel 9).

Table 9. Distribusi cacing parasitik pada organ lambung dan usus dari Rastrelliger
spp. Jumlah (A), intensity rata-rata (MI) and prevalensi (P)
Cacing Usus Lambung
Parasitik A MI P A MI P
Lecithocladium 206 4.48 28.4 1182 8.56 85.19
Lecithochirium 11 1.57 4.32 186 2.55 45.06
Prodistomum 2 1 1.23 27 3 5.56
Anisakis 1 1 0.62 0 0 0
23
Interaksi antara cacing parasit dengan biologi inang (Intrinsik)
Melalui uji perbedaan Mann-Whitney U, terbukti tidak ada perbedaan jumlah
cacing parasitik yang terdapat saluran pencernaan R. kanagurta dan R. brachysoma
(U = 2,460E3; p > 0,05).
Berdasarkan jenis kelamin ikan, terbagi atas 80 ekor ikan jantan, 66 ekor ikan
betina dan 16 ekor ikan yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya. Tidak semua ikan
kembung dapat ditentukan jenis kelaminnya terutama jenis kelamin ikan muda
(Burnahuddin et al. 1984). Menurut uji perbedaan One-Way ANOVA, tidak ada
perbedaan jumlah cacing parasitik yang signifikan berdasarkan jenis kelamin ikan
(F(2,159) = 1,136; p > 0,05).
Pada Tabel 5 terlihat bahwa R. brachysoma betina berada pada musim
pemijahan karena sebagian berada pada TKG 6, sedangkan pada R. kanagurta tidak
berada pada musim pemijahan karena seluruhnya berada pada TKG 1. Berdasarkan
hasil korelasi Spearman’s, jumlah cacing parasitik berkorelasi dengan nilai Gonado
Somatic Index (GSI) pada R. brachysoma (rs = -0,382; p < 0,01), akan tetapi tidak ada
korelasi pada R. kanagurta (rs = -0,086; p > 0,05).
Berdasarkan hasil korelasi Spearman’s, jumlah cacing parasitik berkorelasi
terhadap pertumbuhan panjang ikan (rs = -0,403; p < 0,01), berdasarkan hasil uji
distribusi frekuensi terhadap panjang disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata (MI)
dan prevalensi (P%) cacing parasitik
R. brachysoma R. kanagurta
Ukuran A MI P (%) Ukuran A MI P (%)
<16 400 13,79 96,7 <14 40 6,67 100
16,1-18,5 421 12,38 91,9 14,1-16,9 134 11,17 85,7
18,6-21,0 185 9,73 82,6 17,0-19,9 182 7,00 92,9
21,1-23,5 71 5,46 81,3 20,0-22,9 12 2,40 100
>23,6 3 3,00 100 >23,0 3 3,00 50

Melalui uji perbedaan independent samples T-Test, terbukti ada perbedaan


ukuran cacing L. angustonum antara R. brachysoma dan R. kanagurta t(30) = 2,898; p
< 0,05). Ukuran cacing L. angustonum pada R. kanagurta (M = 3,319; SD = 1,090)
lebih panjang daripada ukuran cacing L. angustonum pada R. brachysoma (M = 2,474;
SD = 0,712)

Interaksi antara jumlah cacing parasitik dengan habitat inang (Ekstrinsik)


Melalui uji perbedaan Mann-Whitney U, terbukti tidak ada perbedaan jumlah
cacing parasitik pada ikan kembung yang berasal dari Teluk Banten dan Pelabuhan
Ratu (U=2,701E3; p > 0,05). Parameter lingkungan yang diamati diantaranya adalah
salinitas, suhu, turbidity, pH, DO, Nitrat dan curah hujan. Jumlah parasit pada R.
brachysoma dipengaruhi oleh pH (rs = - 0,465; p < 0,01) dan suhu perairan (rs = 0,203;
p < 0,05) sedangkan pada R. kanagurta dipengaruhi oleh pH (rs = - 0,304; p < 0,05).
Melalui uji perbedaan independent samples T-Test, tidak terbukti ada perbedaan
ukuran cacing L. angustonum yang berasal dari perairan Teluk Banten dan Pelabuhan
Ratu t(38) = 1,165; p > 0,05).
24
6 PEMBAHASAN
Komunitas cacing parasitik
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada saluran pencernaan ikan kembung
hampir selalu dapat ditemukan cacing parasitik dengan kategori infeksi parasit sedang.
Jenis-jenis cacing parasitik yang ditemukan pada saluran pencernaan R. kanagurta
berbeda-beda pada setiap negara (Tabel 11). Cacing yang paling sering terdapat pada
saluran pencernaan genus Rastrelliger adalah Famili Hemiuridae (diantaranya adalah
Dinurinae. sp., Aponurus sp., Lecithocladium sp. dan Lecitochirium sp.), Opechona
bacillaris, Prodistomum spp. dan Renodidymocystis yamaguti (Madhavi dan Lakshmi
2011). Hal ini berhubungan dengan ketersediaan zooplankton terutama copepoda
sebagai makanan utama genus Rastrelliger (Madhavi dan Lakshmi 2011). Sivadas dan
Bhaskaran (2009) mengatakan bahwa copepoda mencapai 75% dari seluruh komponen
makanan Rastrelliger spp.

Table 11. Inventaris cacing parasitik pada R. kanagurta dari berbagai negara
Bangladesh a Philipinab Viet Nam
c
Chinad Indiane
Digenea Digenea Digenea Digenea Digenea
Dinurinae. Lecithocladium Lecithocladium Prosorchiopsis Lecithocladium
sp. angustiovum apolecti rastrelligi angustiovum
Lecithocladium Aponurus
Nematoda Cestoda angustiovum laguncula
Anisakidae Nybelinia sp. L. parviovum
Nematoda
Anisakis sp.
Contracaecum sp.
Porrocaecum sp.
Sumber : a = Arthur dan Ahmed (2002); b = Arthur dan Lumanlan (1997); c = Arthur dan Te
(2006); d = Liu et al. (2010); e = Madhavi dan Lakshmi (2011)

Table 12. Daerah penyebaran, inang dan ukuran dari L. angustiovum dan L. excisum
menurut Gibson dan Bray (1986)
Daerah Panjang
Group species Mainhost Ukuran sucker
penyebaran Tubuh
L. excisum Mediterranean, Scomber ±3-8 mm ukuran sucker sama
NE Atlantic scombrus atau oral sucker
sedikit lebih besar
L. angustiovum Indo-Malaysian Scombrid, ± 4 mm Oral sucker lebih
Syn: Rastrelliger spp. besar dari ventral
L. scombri sucker
L. bulbolabrum
L. unibulbolabrum

Cacing parasitik yang dominan terdapat pada saluran pencernaan ikan


Rastrelliger spp. adalah dari kelompok digenea terutama spesies L. angustonum (lihat
Tabel 13). Hal ini juga terjadi pada R. kanagurta di perairan Indian yaitu dengan nilai
prevalensi 88,5%. Cacing ini juga ditemukan di negara Philipina dan China. Siklus
hidup Lechitocladium spp. melibatkan organisme plankton seperti kopepoda dan
medusa sebagai inang antara (Koie 1991). Menurut Gibson dan Bray (1986), daerah
25
penyebaran L. angustiovum adalah perairan Indo-Malaysian. L. excisum memiliki
bentuk yang hampir sama dengan L. angustiovum namun mereka memiliki daerah
distribusi, inang, dan ukuran yang berbeda (Tabel 12).
Anisakis sp. dalam penelitian ini memiliki nilai intensitas (1 parasit per ekor
ikan) dan prevalensi (2,2%) yang terendah dan bukan termasuk cacing parasitik yang
bersifat zoonosis. R. kanagurta merupakan karnivor tingkat pertama dengan nilai
tropic level 3,20 – 3,40 (Bijukumar dan Deepthi 2009; Vivekanandan et al. 2009).
Siklus hidup Anisakis sp. melibatkan krustasea sebagai inang antara, beberapa ikan
laut sebagai inang pembawa dan mamalia laut sebagai inang akhir. Ikan tuna, ekor
kuning dan kerapu juga merupakan inang pembawa Anisakis sp. (Hariyadi 2006).
Menurut nelayan setempat, daerah Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu sering terlihat
sekawanan Lumba-lumba dan pesut.

Penyebaran cacing parasitik dalam organ


Saluran pencernaan merupakan mikrohabitat bagi cacing parasitik karena
merupakan sumber bahan organik yang juga merupakan makanan yang siap diserap
oleh tubuh cacing parasitik. Cacing parasitik digenea dan nematoda tidak dapat
merombak bahan organik yang belum disederhanakan. Tubuhnya dilapisi dengan
kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai
alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman 1967).
Penyebaran cacing parasitik pada lambung banyak ditemukan pada bagian
posterior hingga bagian tengah lambung dan pada usus cacing parasitik tersebar pada
seluruh bagian usus (Gambar 9). Cacing parasitik famili Hemiuridae umumnya
menginfeksi pada bagian anterior system pencernaan seperti lambung. Infeksi cacing
parasitik Genarchopsis dasus (Digenea: Hemiuridae) pada Channa punctatus di
wilayah Mymensingh-India 72,8% terdapat pada lambung, 6,6% pada anterior usus,
9,0% pada pertengahan usus dan 11,6% pada posterior usus (Chandra et al. 2011).
Cacing parasitik digenea terakumulasi di dalam lambung dan akan berpindah ke usus
bila sudah dewasa (Chowdhury 1992). Cacing parasitik digenea umumnya memiliki
dua inang dalam melengkapi siklus hidupnya (Chandra et al. 2011). Reproduksi
seksual dari digenea akan menghasilkan telur-telur cacing yang akan keluar bersamaan
dengan feses ikan dan hidup bebas di perairan hingga menemukan inang antara (Cribb
et al. 2003).

Gambar 9. Distribusi cacing parasitik pada lambung dan usus R. kanagurta dan
R. brachysoma
26
Semua digenea mempunyai alat penghisap oral (anterior) di sekitar mulut dan
terdapat alat penghisap ventral di tengah atau posterior. Alat penghisap tersebut
berfungsi sebagai alat penempel pada tubuh inang, bukan untuk menghisap makanan
(Suwignyo et al. 2005). Infeksi cacing parasitik dari kelompok Digenea hanya sedikit
atau bahkan cenderung tidak menimbulkan kerusakan berat pada system pencernaan
ikan (Kabata 1985; Blair 1977). Hal ini dikarenakan cacing parasitik Digenea
berukuran kecil (dengan panjang sekitar 1-2 mm), bergerak dan tidak menimbulkan
bekas luka, tidak menempel terlalu dalam pada tubuh inang (Chambers et al. 2001).
Pada Anisakis sp. biasanya terdapat pada rongga tubuh ikan khususnya gonad
dan hati (Strømnes dan Andersen 2003). Penelitian Baladin (2007), infeksi larva
Anisakidae pada ikan kembung dari pelabuhan rakyat Muara Angke terdapat di organ
pencernaan dan di sekitar rongga abdomen yaitu pada mesenterium dan permukaan
organ viseral (47,6%), hati (29,8%), rongga abdomen (15,7%), dan usus (6,9%). Pada
penelitian ini cacing parasitik Anisakis typica hanya ditemukan pada usus ikan
kembung, hal ini menunjukan bahwa ikan kembung hanya sebagai inang pembawa
bagi cacing parasitik Anisakis typica.

Perbedaan jumlah cacing parasitik pada R. brachysoma dan R. kanagurta


R. brachysoma dan R. kanagurta merupakan ikan dari genus yang sama yaitu
Rastrelliger. Secara ekologi kedua spesies hidup pada perairan pantai, namun daerah
penyebaran R. kanagurta lebih oceanik. Perbedaan pola hidup ini tidak berpengaruh terhadap
jumlah cacing parasitik yang terdapat dalam saluran pencernaannya.

12,00 100,0%
87,3% 90,0%
84,1%
10,00 80,0%
8,00 70,0%
Prevalensi
Intensitas

60,0%
60,0%
6,00 50,0%
10,72
37,4% 40,0%
4,00 30,0%
5,48 14,5% 20,0%
2,00 3,38
2,80 2,45 0,9% 2,00 10,0%
1,00 0,00
0,00 0,9% 0,0%
0,0%
Lechitocladium Lecitochirium Anisakis Prodistomum

R brachysoma R kanagurta R kanagurta R brachysoma

Gambar 10. Nilai intensitas dan prevalensi cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma

R. brachysoma hidup pada perairan dekat pantai dengan kondisi lingkungan


daerah penyebaran yang cenderung sama sehingga memberi kesempatan cacing
parasitik L. angustonum untuk mendominasi dengan nilai intensitas yang tinggi
sehingga hanya 1-2 spesies cacing parasitik saja yang terdapat di dalam tubuh
inangnya (rata-rata 1,2 spesies/ikan). Ketika spesies cacing parasitik hidup bersama dalam
satu organ maka mikrohabitat mereka dibatasi oleh keberadaan parasit lain sehingga
mereka akan mengeluarkan feronom untuk berusaha mencegah parasit lain untuk
27
tinggal (Noble dan Noble 1982), sehingga dengan adanya cacing parasitik yang
mendominasi maka keragaman jenis lainnya akan berkurang. Dalam hal ini, cacing
L. angustonum diduga melakukan perkembangbiakan aseksual secara intensif
sehingga ukuran tubuhnya lebih kecil jika dibandingkan dengan yang terdapat pada
saluran pencernaan R. kanagurta.
Pada R. kanagurta yang penyebarannya lebih oceanik, cacing parasitik
L. angustonum tidak memiliki kesempatan untuk mendominasi dan bahkan
berkesempatan membawa cacing parasitik spesies lainnya dari daerah tertentu
sehingga menyebabkan jenis cacing parasitiknya mencapai 2-3 spesies/ikan (rata-rata
1,6 spesies/ikan) (lihat Gambar 10).

Pengaruh jumlah parasit terhadap jenis kelamin dan perkembangan gonad


Komposisi makanan, kebutuhan energy dan intensitas makan antara ikan jantan
dan betina pada R. kanagurta tidak berbeda (Sivadas and Bhaskaran 2009; Ganga
2010), sehingga jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap jumlah cacing parasitik
yang ada di dalam tubuhnya. R. brachysoma sedang dalam musim pemijahan sehingga
nilai GSI berpengaruh terhadap jumlah cacing parasitik dalam tubuhnya. Ketika
mendekati masa matang kelamin maka energi banyak digunakan untuk perkembangan
gonad sehingga akan menurunkan intensitas makannya (Lambert and Dutil 1998).

Pengaruh pertumbuhan ikan terhadap jumlah parasit


Pertumbuhan merupakan proses biologis yang rumit, pada tingkat individu
secara sederhana adalah pertambahan ukuran panjang atau bobot tubuh ikan selama
waktu tertentu. Pada perairan tropis, makanan merupakan faktor pertumbuhan yang
lebih penting daripada suhu perairan (Effendi 1979).
Pengaruh jumlah cacing parasitik terhadap pertumbuhan panjang ikan
berdasarkan hasil uji distribusi frekuensi menunjukan bahwa dengan bertambahnya
panjang atau umur ikan maka jumlah cacing parasitik yang ada dalam tubuhnya
cenderung rendah lalu meningkat secara fluktuatif dan kemudian akan menurun secara
berfluktuasi, sedangkan nilai prevalensinya cenderung stabil. Hal tersebut diatas
berkaitan dengan perkembangan system imum dan juga kebiasaan makan. Madhavi
dan Lakshmi (2012) juga menyatakan bahwa panjang tubuh R. kanagurta tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah cacing parasitik namun cenderung menurun seiring
dengan bertambahnya panjang ikan.
Noble dan Noble (1982) menyatakan bahwa pada beberapa spesies ikan,
semakin meningkat umur ikan maka intensitas parasitnya cenderung semakin
berkurang, hal ini karena system imun pada ikan semakin berkembang dengan baik
seiring pertumbuhan tubuhnya. Namun semakin tua ikan maka nilai prevalensinya
cenderung meningkat, hal ini karena semakin tua ikan berarti semakin lama waktu
yang dimiliki ikan untuk kontak dengan parasit (Alifuddin et al. 2002).
Kebiasaan makan ikan akan berubah dengan adanya perubahan umur atau
lingkungan (Chandra et al. 2011), R. kanagurta memiliki perbedaan kesukaan jenis
makanan berdasarkan kelompok ukuran, lihat Gambar 11. Kelompok panjang ikan
14,1-17,0 cm adalah kelompok dengan aktivitas makan dan komposisi makanan yang
rendah, dan kemudian meningkat tajam pada ukuran panjang 17,1-23,0 cm dan
kemudian akan mencapai puncaknya pada saat mulai matang kelamin dan melakukan
aktivitas bertelur (Yohannan 1995). Secara umum, ketika mendekati masa matang
kelamin maka energi banyak digunakan untuk perkembangan gonad sehingga akan
28
menurunkan intensitas makannya (Lambert and Dutil 1998). Intensitas makan akan
menurun pada ukuran ikan >23,1 cm yaitu pada proses penyesuaian diri pada
penurunan pertumbuhan atau sudah mencapai ukuran maksimal (asymptotic
age/length) (Yohannan 1979).

Gambar 11. Komposisi makanan pada berbagai kelompok umur R. kanagurta


menurut Yohannan (1995)

Analisis perbedaan jumlah parasit pada Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Jumlah cacing parasitik pada ikan kembung yang berasal dari Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda. Hal ini karena kedua daerah tersebut masih dalam
daerah geografis yang hampir sama, selain itu secara genetik ikan kembung terutama
R. brachysoma masih merupakan satu stok populasi yang sama.
Ikan bersifat ektoterm atau poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya
bergantung pada suhu lingkungan tempat hidupnya atau biasa disebut juga dengan
hewan berdarah dingin. Suhu dan pH perairan sangat berpengaruh terhadap pola
sebaran cacing parasit pada ikan karena kedua faktor ini mempengaruhi kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air sebagai inang parasit (Rohlenova et al. 2011).
Demikian pula halnya dengan sistem imun, penyembuhan penyakit dan pencernaan
makanan sangat tergantung pada suhu dan pH tempat hidupnya.
Pada suhu perairan yang tinggi akan menyebabkan ikan membutuhkan energi
yang lebih besar sehingga asupan makanan akan bertambah, bahan makanan dalam
tubuh ikan tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh cacing parasitik untuk tumbuh dan
berkembang dibandingkan untuk kebutuhan ikan itu sendiri (Johnson et al. 2010).
Pertumbuhan parasit akan dapat meningkat dengan pesat walaupun hanya dengan
adanya peningkatan suhu yang sedikit (Macnab dan Barber 2011).
Perubahan suhu perairan akan diikuti dengan perubahan ketersediaan makanan
(Johnson et al., 2010). Suhu dan pH perairan berpengaruh terhadap pergerakan
plankton. Pergerakan harian plankton dan suhu perairan adalah faktor utama
pergerakan Rastrelliger spp. (Zamroni et al. 2008).
29
Analisis Karakteristik Habitat
Habitat infeksi cacing parasitik terbagi menjadi mikrohabitat atau habitat
dimana cacing parasitik tersebut hidup dan makrohabitat atau habitat tempat dimana
inangnya hidup. Terdapat tiga komponen utama dalam terjadinya infeksi cacing
parasitik, yaitu ikan, lingkungan dan cacing itu sendiri.
Menurut Untergasser (1989), faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan
cacing parasitik antara lain: keberadaan inang, umur dan ukuran panjang inang,
kondisi inang, sifat patogenitas cacing parasitik. Faktor abiotik yang mempengaruhi
kehidupan cacing parasitik antara lain: suhu, salinitas, oksigen, ammonia, pH, cahaya,
kedalaman atau tekanan air, dan tingkat pencemaran. Interaksi antara cacing parasitik
dengan faktor-faktor tersebut diatas telah dijelaskan sebelumnya. Interaksi tersebut
dapat dilihat dalam Gambar 12.

Gambar 12. Tingkatan komponen karakteristik habitat infeksi cacing parasitik


30
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ikan kembung memiliki sistem
imunitas yang sangat baik, hal ini terbukti dengan hanya ditemukan jenis-jenis cacing
yang spesifik menginfeksi pada genus Rastrelliger yaitu Lechitocladium angustiovum
(Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum
orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae).
Mikrohabitat cacing parasitik pada saluran pencernaan ikan kembung adalah
pada lambung dan usus karena merupakan sumber bahan organik yang juga
merupakan makanan yang siap diserap oleh tubuh cacing parasitik. Infeksi cacing
parasitik dari kelompok Digenea hanya sedikit atau bahkan cenderung tidak
menimbulkan kerusakan berat pada system pencernaan ikan. Hubungan antara parasit
dengan inangnya merupakan suatu hubungan simbiosis yang keduanya hidup bersama
dan harus saling bertoleransi dalam pertukaran zat metabolik untuk dapat saling
menguntungkan.
Makrohabitat cacing parasitik ikan kembung pada perairan dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga tingkatan,
semakin tinggi tingkatannya berarti komponen tersebut dipengaruhi oleh komponen
lain dalam infeksi cacing parasitik. Faktor utama yang sangat mempengaruhi jumlah
cacing parasitik dalam saluran pencernaan ikan kembung (Rastrelliger spp.) adalah
perkembangan gonad, keberadaan inang antara (kopepoda dan krustasea) dalam rantai
makanan dan siklus hidup dari cacing parasitik itu sendiri.

7 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
 Komunitas cacing parasitik menginfeksi Rastrelliger spp. pada organ pencernaan
lambung dan usus, baik itu R. brachysoma maupun R. kanagurta baik itu berasal
dari Teluk Banten ataupun Pelabuhan Ratu adalah sama yaitu Lechitocladium
angustonum (Digenea), Lecitochirium sp. (Digenea), Prodistomum sp. (Digenea)
and Anisakis sp. (Nematodes). Komunitas ini yang didominasi L. angustonum
 Faktor yang mempengaruhi jumlah infeksi cacing parasitik pada saluran
pencernaan Rastrelliger spp. adalah panjang, GSI, pH dan suhu perairan

Saran
 Penelitian lanjutan sebaiknya dihubungkan dengan pola penyebaran plankton, food
habit dan feeding habit serta inventaris cacing parasitiknya
31
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Q., Sutomo, dan Garno YS. 1998. Pengamatan pendahuluan populasi fitoplankton dan
zooplankton di perairan Teluk Banten. Prosiding seminar nasional pengelolaan
lingkungan kawasan akuakultur secara terpadu. p266-271
Ahmad N. 2000. Kajian Beberapa Parameter Populasi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta) di Perairan Laut Jawa. [Tesis] IPB. Bogor
Alifuddin M, Priyono A, dan Nurfatihah A. 2002. Inventarisasi Parasit pada Ikan Hias yang
Dilalulintaskan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Jurnal Akuakultur
Indonesia 1(3):123-127
APHA. 1989. Standard methods for the examination of water and wastewater. 17th Edition.
American Public Health Association, Washington, DC, USA
Arizono N., Yamada M., Tegoshi T., dan Yoshikawa M. 2012. Anisakis simplex sensu strict
and Anisakis pegreffii: biological characteristics and pathogenetic potential in human
anisakiasis. Foodborne Pathology Disease 9: 517-521
Arthur JR. dan Lumanlan MS. 1997. Checklist of the parasites of fishes of the Philippines.
FAO Fisheries Technical Paper. No. 369. Rome, FAO. 102p
Arthur JR. dan Te BQ. 2006. Checklist of the parasites of fishes of Viet Nam. FAO Fisheries
Technical Paper. No. 369/2. Rome, FAO. 133p
Awik PDN., Hidayati D., dan Karimatul H. 2010. Identifikasi parasit pada insang dan usus
halus Ikan Kerapu (Epinephelus sexfasciatus) yang tertangkap di Perairan Glondong
Gede, Tuban. Hayati Edisi Khusus 4F: 9-12
Baladin LO. 2007. Studi ketahanan hidup larva anisakidae dengan suhu pembekuan dan
penggaraman pada ikan kembung (Rastrelliger spp.). [Thesis] IPB. Bogor. 65p
Bijukumar A. dan Deepthi GR. 2009. Mean trophic index of fish fauna associated with trawl
bycatch of Kerala, southwest coast of India. Journal Marine Biology Ass. India 51(2) :
145–157
Blair D. 1977. A key to cercariae of British strigeoids (Digenea) for which the life-cycle are
known, and notes on the characters used. Journal of Helminthology 51: 155–166
Bray RA. 1990. Hemiuridae (Digenea) from marine fishes of the Southern Indian Ocean:
Dinurinae, Elytrophallinae, Glomericirrinae and Plerurinae. Systematic Parasitology
17(3): 183–217
Bray RA. dan Gibson DI. 1990. The Lepocreadiidae (Digenea) of fishes of the north-east
Atlantic: review of the genera Opechona Looss, 1907 and Prodistomum Linton, 1910.
Systematic Parasitology 15:159-202.
Buchmann K. dan Bresciani. 2001. Parasitic Disease of Freswater Trout. DSR Publishers.
Denmark
Bunga M., Rantetondok A., dan Anshary H. 2009. Tingkat infeksi, mikrohabitat dan patologis
parasit Diplectanum sp. pada insang ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus
FORSSKAL) di karamba jaring apung. Jurnal Sains dan Teknologi 9(2): 73 – 80
Bunga M. 2008. Prevalensi dan Intensitas Serangan Parasit Diplectanum sp pada Insang Ikan
Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Torani
18(3): 204-210
Burnahuddin, Martosewojo S, Adrim M, dan Hutomo M. 1984. Sumber Daya Ikan Kembung.
Lembaga Oceanologi – LIPI. Jakarta
Bush AO., Lafferty KD., Lotz JM., dan Shostak AW. 1997. Parasitology meets ecology on its
own terms: Margolis et al. revisited. Journal Parasitology 83: 575–583
32
Chandra KJ. 2006. Fish Parasitological Studies in Bangladesh: A Review. J Agric Rural Dev
4(1&2), 9-18
Chandra KJ., Hasan M., and Basak SS. 2011. Prevalence of Genarchopsis dasus (Digenea:
Hemiuridae) in Channa punctatus of Mymensingh. The Bangladesh Veterinarian
28(1): 47–54
Chee P.E. 2000. Fishcode management: Supplement to the report of a workshop on the
fishery and management of a short mackerel (Rastrelliger spp.) on the West
Coast of Peninsular Malaysia. FAO, Rome
Chambers CB., Carlisle MS., Dove ADM., dan Cribb TH. 2001. A description of
Lecithocladium invisorn.sp. (Digenea: Hemiuridae) and the pathology
associated with Two Species of Hemiuridae in Acanthurid Fish. The Journal
Parasitology Reseach 87(8): 666–673
Chowdhury AK 1992: Helminth parasite infestation of histopathological changes in
snake-head fishes. MSc Thesis. Department of Zoology, University of Dhaka,
Bangladesh.
Cribb TH., Chisholm LA., dan Bray RA. 2002. Invited review diversity in the Monogenea and
Digenea: does lifestyle matter. International Journal for Parasitology 32(3): 321–328
Cribb TH., Bray RA., Olson PD. dan Littlewood DTJ. 2003. Life Cycle Evolution in the
Digenea: a New Perspective from Phylogeny. Advances In Parasitology 54: 198–254
Duff P. 2003. Wildlife Disease Surveillance by the Veterinary Laboratory Agency.
Microbiology Today 30
DPPHP [Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan]. 2010. Warta Pasar Ikan: Pulau
Jawa, Pasar Potensial untuk Hasil Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Tersedia pada http://www.wpi.kkp.go.id/?p=115
Effendi MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 155 p
FAO. 2012. Fisheries and Agriculture Department. Tersedia pada
www.fao.org/fishery/species/2477/en
Fischthal JH. dan Thomas JD. 1971. Some Hemiurid Trematodes of Marine Fishes
from Ghana. The Helminthological Society of Washington 38(2): 181–189
Ganga U. 2010. Investigations on the biology of Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta
(Cuvier) along the Central Kerala coast with special reference to maturation, feeding
and lipid dynamics. [Thesis] Cochin University Of Science And Technology
Gibson DI. dan Bray RA. 1986. The Hemiuridae (Digenea) of Fishes From The North-east
Atlantic. Bulletin British Museum Natural History (Zoology) 51(1): 1–125
Grabda J. 1991. Marine Fish Parasitology. Warszawa : Polish Scientific Publishers
Green EP. dan Short FT. 2003. World Atlas of Seagrass. UNEP dan WCMC
Hamann MI., Kehr AI., dan Gonzalez CE. 2012. Community structure of Helminth parasites
of Lepodactylus bufonius (Anura: Leptodactylidae) from Northeaster Argentina.
Journal Zoological studies 51(8): 1454–1463
Hariyadi AS. 2006. Pemetaan infestasi cacing parasitik dan risiko zoonosis pada ikan laut di
perairan Indonesia Bagian Selatan. [Thesis] IPB. Bogor. 65p
Hobbs JPA., Herwerden LV., Jerry DR., Jones GP. dan Munday PL. 2013. High genetic
diversity in geographically remote populations of endemic and widespread coral reef
Angelfishes (genus: Centropyge). Diversity 5(1): 39–50
Hoffman GL. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California
Press. London, England
Hutomo M., Burhanuddin, dan Hadidjaja P. 1978. Observations on the incidence and
intensity of infection of nematode larvae (Fam. Anisakidae) in certain marine
33
fishes of waters around Panggang Island, Seribu Islands. Marine Research
Indonesia 21: 49–60
Indaryanto FR, Wardiatno Y., Tiuria R., Abdullah MF., dan Imai H. 2014. A description of
Lecithocladium angustiovum (Digenea:Hemiuridae) in Indonesian short mackerel,
Rastrelliger brachysoma (Scombridae). Tropical Life Science Research Journal:
Submited
Indaryanto FR, Saifullah. 2011. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Pembelian Ikan Di
Pasar Rau Dan Pasar Lama, Kota Serang-Banten. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial
dan Eksakta 22 (3): 56–60
Iniguez AM., Carvalho VL., Motta MRA., Pinheiro DCSN., dan Vicente ACP. 2011. Genetic
analysis of Anisakis typica (Nematoda: Anisakidae) from cetaceans of the northeast
coast of Brazil: New data on its definitive hosts. Veterinary Parasitology 178: 293–
299
Jamaluddin JAF., Ahmad AT., Basir S., Rahim MA. dan Nor SAM. 2010. Rastrelliger
systematics inferred from mitochondrial cytochrome b sequences. African Journal of
Biotechnology 9(21): 3063–3067
Jahncke ML. dan Schwarz MH. 2002. Public, animal, and environmental aquaculture health
issues. Wiley interscience.USA
Johnson PTJ., Townsend AR., dan Cleveland CC. 2010. Linking environmental nutrient
enrichment and disease emergence in humans and wildlife. Ecological Applications
20: 16–29
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Cultured in The Tropics. Taylor & Francis Inc.
Philadelphia. USA
KLH [Kementrian Lingkungan Hidup]. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Kementrian
Lingkungan Hidup. Jakarta
KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. 2012. Statistik perikanan tangkap Indonesia
2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 182p
Koie M. 1991. Aspects of the morphology and life cycle of Lecithocladium excisum
(Digenea, Hemiuridae), a parasite of Scomber spp. International Journal for
Parasitology 21(5): 597–602
Lambert Y. dan Dutil JD. 1998. Energetic consequences of reproduction in Atlantic cod
(Gadus morhua) in relation to spawning level of somatic energy reserves. Canadian
Journal of Fish Aquatic Science 57(4): 815–825
Lasee B. 2004. National Wild Fish Health Survey Laboratory Procedures Manual, Second
Edition: Chapter 8. Parasitology – Section 1. U.S Fish and Wildlife Service
Liu SF, Peng WF, Gao P, Fu MJ, Wu HZ, Lu MK, Gao JQ, Xiao J. (2010). Digenean
parasites of Chinese marine fishes: a list of species, hosts and geographical
distribution. Systematic Parasitology 75(1): 1–52
Madhavi R. dan Lakshmi TT. 2011. Community ecology of the metazoan parasites of the
Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta (Scombridae) of Visakhapatnam coast, Bay
of Bengal. Journal of Parasitic Diseases 35(1): 66–74
Madhavi R. dan Lakshmi TT. 2012. Metazoan parasites of the Indian mackerel, Rastrelliger
kanagurta (Scombridae) from the coast of Visakhapatnam, Bay of Bengal. Journal of
Parasitic Diseases 36(2): 165–170
Macnab V dan Barber I. 2011. Some (worms) like it hot: fish parasites grow faster in warmer
water, and alter host thermal preferences. Blackwell Publishing. Global Change
Biology, doi: 10.1111/j.1365-2486.2011. 02595.x
34
Natadisastra D. dan Agoes R. 2009. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. EGC. Jakarta 450p
Noble GA. dan Noble ER. 1982. Parasitology: The Biology of Animal Parasites Fifth Edition.
Lea & Febiger.Philadelpia, USA. 566p
Noga EJ. 1996. Fish Disease Diagnosis and Treatment. Mosby-Year Book Inc .USA
Palm HW., Damriyasa IM., Linda dan Oka IBM. 2008. Molecular genotyping of
Anisakis Dujardin, 1845 (Nematoda: Ascaridoidea: Anisakidae) larvae from
marine fish of Balinese and Javanese waters, Indonesia. Helminthologia 45(1):
3 –12
PKSPL IPB [Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB]. 2003a. Profil Pesisir Teluk
PalabuhanRatu Kabupaten Sukabumi. Kerjasama antara Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sukabumi dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Purbani D., Sukresno B., Mustikasari E., Kusumah G., dan Solihuddin. 2010. Optimalisasi
data fisik perairan untuk kajian kelimpahan dan jenis ikan dl teluk banten. Pusat Riset
Wilayah Laut Dan Sumberdaya Non Hayati - Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta
Rohlenova K, Morand S, Hyrsl P, Tolarova S, Flajshans M, dan Sinkova A. 2011. Are Fish
Immune System Really Affected by Parasites? an Immunoecological Study of
Common Carp (Cyprinus carpio). Parasites and Vectors
Safar Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: protozoologi, entomologi dan helmintologi.
Penerbit Yrama widya. Bandung
Santoso J, Setyaningsih I, Herlijoso C. 1997. Perubahan kandungan asam lemak omega-3
pada pindang ikan kembung (Rastrelliger sp.) selama penyimpanan. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan, 3.
Sanusi HS. 2004. Karakteristik kimiawi dan kesuburan perairan teluk pelabuhan Ratu pada
musim barat dan timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 11(2):
93-100
Sarjito dan Desrina. 2005. “Analisis Infeksi Cacing Endoparasit Pada Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer Bloch) dari Perairan Pantai Demak”. Tersedia pada
http://eprints.undip.ac.id/21874/1/424-ki-fpik-06-a.pdf
Shih HH., Liu W. dan Zhao ZQ. 2004. Digenean fauna in marine fishes from
Taiwanese water with the description of a new species, Lecithochirium
tetraorchis sp. nov. Journal zoological studies 43(4): 671–676
Sivadas M. dan Bhaskaran MM. 2009. Stomach content analysis of the Indian mackerel
Rastrelliger kanagurta (Cuvier) from Calicut, Kerala. Indian Journal of Fish 56(2):
143–146
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthtopods, and Protozoa of Domesticated Animals. London:
Bailliere Tindall
Strømnes E. dan Andersen K. 2003. Growth of whaleworm (Anisakis simplex,
Nematodes, Ascaridoidea, Anisakidae) third-stage larvae in paratenic fish
hosts. Parasitology Research 89: 335–341
Sudjastani T. 1976. The Species of Rastrelliger in The Jawa Sea, Their Taxonomy
And Morphometry (Perciformes, Scombridae). Marine Research in Indonesia 16:
1–29
Sudjastani T. 1974. The Species of Rastrelliger in The Jawa Sea, Their Taxonomy,
Morphometry, and Population Dynamics. [Thesis] University of British Columbia.
147 p.
35
Sufren dan Natanael Y. 2013. Mahir Menggunakan SPSS secara Otodidak. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta
Suwignyo S., Widigdo B., Wardiatno Y., dan Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid 1.
Makaira-FPIK IPB. Bogor
Untergasser Dieter. 1989. Handbook of Fish Diseases. TFH Publications. Canada
Vivekanandan E., Gomathy S., Thirumilu P., Meiyappan MM. dan Balakumar SK. 2009.
Trophic level of fishes occurring along the Indian coast. Journal Marine Biology Ass.
India 51(1) : 44 - 51
William EH. dan William LB. 1996. Parasites of Offhore Big Game Fishes of Puerto Rico
and The Western Atlantic. Puerto Rico: The Puerto Rico of Natural and Environmental
Resources
Yamaguti S. 1953. Parasitic Worms mainly from Celebes. Part 3. Digenetic Trematodes of
Fishes. ActaMedica Okayama 8(3): 281–283
Yohannan TM. 1995. Observations on the spawning of mackerel. Indian Journal of Fish
40(3):197
Yohannan TM. 1979. The growth pattern of Indian mackerel. Indian Journal of Fish 26
(1&2): 207–216.
Zamroni A., Suwarso dan Mukhlis NA. 2007. Reproductive Biology and Genetic Population
of Short Mackerel (Rastrelliger brachysoma, Scombridae) in The Coastal Water of
Northern Jawa. Indonesian Fisheries Research Journal 14(2): 215–226
36
Lampiran 1. Data biologi ikan dan jumlah cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
1 R brachysoma PelRatu Feb J 15,5 1,05 6,00 19 2 21
2 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,64 6,30 13 1 14
3 R brachysoma PelRatu Feb J 15 0,67 5,72 7 2 9
4 R brachysoma PelRatu Feb J 15,8 1,10 6,18 11 3 14
5 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,41 6,30 13 4 17
6 R brachysoma PelRatu Feb - 16 0,00 6,30 29 1 30
7 R brachysoma PelRatu Feb - 15,1 0,00 5,78 9 9
8 R brachysoma PelRatu Feb J 16 1,34 6,30 7 7
9 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,45 6,30 12 12
10 R brachysoma PelRatu Feb - 16,5 0,00 6,61 16 16
11 R brachysoma PelRatu Feb B 15,5 0,46 6,00
12 R brachysoma PelRatu Feb J 15,6 0,64 6,06 30 1 31
13 R brachysoma PelRatu Feb - 16,5 0,00 6,61 18 18
14 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,64 6,30 10 10
15 R brachysoma PelRatu Feb J 16,5 1,23 6,61 6 6
16 R brachysoma PelRatu Feb J 15,6 0,37 6,06 10 10
17 R brachysoma PelRatu Feb B 15,5 0,49 6,00 13 13
18 R brachysoma PelRatu Feb J 15,5 0,86 6,00 6 6
19 R brachysoma PelRatu Feb B 15,9 0,60 6,24 17 17
20 R brachysoma PelRatu Feb B 17,4 0,87 7,23 8 8
21 R brachysoma PelRatu Feb B 16 0,66 6,30 22 22
22 R brachysoma PelRatu Feb B 16 2,21 6,30 9 9
23 R brachysoma PelRatu Feb J 15,5 0,46 6,00 22 1 23
24 R brachysoma PelRatu Feb J 15,8 0,33 6,18 16 16
25 R brachysoma PelRatu Feb J 15,1 0,83 5,78 3 3
1 R brachysoma PelRatu Mart J 22 1,57 12,51 6 6
2 R kanagurta PelRatu Mart - 15 0,00 4,45 9 1 10
3 R kanagurta PelRatu Mart - 10 0,00 2,71 12 12
4 R kanagurta PelRatu Mart - 14 0,00 4,04 11 5 16
5 R kanagurta PelRatu Mart - 10,4 0,00 2,83 1 1
6 R brachysoma PelRatu Mart B 19,6 4,63 9,13 28 28
7 R brachysoma PelRatu Mart J 21 2,06 10,84 19 19
8 R brachysoma PelRatu Mart B 21,5 3,01 11,61
9 R brachysoma PelRatu Mart B 18,8 1,01 8,36 2 2
10 R brachysoma PelRatu Mart B 18,1 0,29 7,77 2 2
11 R brachysoma PelRatu Mart B 22 4,74 12,51 1 1
12 R brachysoma PelRatu Mart J 22,1 3,58 12,71 7 7
13 R kanagurta PelRatu Mart B 18,9 0,77 6,56 10 1 11
14 R brachysoma PelRatu Mart B 19,3 0,66 8,83 6 2 8
15 R brachysoma PelRatu Mart B 21,6 4,73 11,77 10 10
37
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
16 R brachysoma PelRatu Mart J 20,7 4,39 10,42 6 6
17 R kanagurta PelRatu Mart B 21 0,40 8,34 6 6
18 R brachysoma PelRatu Mart B 21,2 4,43 11,13
19 R brachysoma PelRatu Mart B 21,9 4,69 12,31 4 4
20 R brachysoma PelRatu Mart B 19 0,66 8,54 17 17
21 R brachysoma PelRatu Mart J 18,2 0,57 7,85 3 1 4
22 R brachysoma PelRatu Mart J 24,6 2,25 29,99 3 3
23 R brachysoma PelRatu Mart J 20,5 2,38 10,16 1 1
24 R brachysoma PelRatu Mart B 21,5 4,70 11,61 6 6
25 R brachysoma PelRatu Mart J 20,7 3,84 10,42 14 14
1 R brachysoma PelRatu Mei J 22 1,57 12,51 8 11 19
2 R kanagurta PelRatu Mei - 15 0,00 4,45 21 10 31
3 R kanagurta PelRatu Mei - 10 0,00 2,71 3 3
4 R kanagurta PelRatu Mei - 14 0,00 4,04 2 2 4
5 R kanagurta PelRatu Mei - 10,4 0,00 2,83 2 2 4
6 R brachysoma PelRatu Mei B 19,6 4,63 9,13 3 3 6
7 R brachysoma PelRatu Mei J 21 2,06 10,84 1 5 6
8 R brachysoma PelRatu Mei B 21,5 3,01 11,61 4 4
9 R brachysoma PelRatu Mei B 18,8 1,01 8,36 6 3 9
10 R brachysoma PelRatu Mei B 18,1 0,29 7,77 5 1 6
11 R brachysoma PelRatu Mei B 22 4,74 12,51 2 1 3
12 R brachysoma PelRatu Mei J 22,1 3,58 12,71 1 1
13 R kanagurta PelRatu Mei B 18,9 0,77 6,56 1 1 2
14 R brachysoma PelRatu Mei B 19,3 0,66 8,83 2 2
15 R brachysoma PelRatu Mei B 21,6 4,73 11,77 1 1 2
16 R brachysoma PelRatu Mei J 20,7 4,39 10,42
17 R kanagurta PelRatu Mei B 21 0,40 8,34 1 1
18 R brachysoma PelRatu Mei B 21,2 4,43 11,13
19 R brachysoma PelRatu Mei B 21,9 4,69 12,31 1 1
20 R kanagurta PelRatu Mei B 19 0,66 6,63 1 1
21 R brachysoma PelRatu Mei J 18,2 0,57 7,85 1 1
22 R kanagurta PelRatu Mei J 24,6 2,25 17,43
23 R brachysoma PelRatu Mei J 20,5 2,38 10,16
24 R brachysoma PelRatu Mei B 21,5 4,70 11,61 6 1 7
25 R brachysoma PelRatu Mei J 20,7 3,84 10,42 2 1 3
1 R kanagurta PelRatu Juni B 17,8 0,02 5,85 6 2 8
2 R kanagurta PelRatu Juni J 17,9 0,02 5,91 7 3 10
3 R kanagurta PelRatu Juni J 18,4 0,02 6,22 2 5 7
4 R kanagurta PelRatu Juni J 18,2 0,02 6,09 2 1 3
5 R kanagurta PelRatu Juni J 17,8 0,02 5,85 2 2 3 7
6 R kanagurta PelRatu Juni J 16,5 0,33 5,14 5 5 4 14
7 R kanagurta PelRatu Juni B 17,5 0,08 5,68 1 5 3 9
38
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
8 R kanagurta PelRatu Juni J 17,4 0,65 5,62 2 2
9 R kanagurta PelRatu Juni B 17,1 0,23 5,46 2 3 3 8
10 R kanagurta PelRatu Juni B 17,6 0,21 5,73 7 1 4 12
11 R kanagurta PelRatu Juni J 17,3 0,02 5,56 6 6
12 R kanagurta PelRatu Juni J 14,8 0,03 4,36
13 R kanagurta PelRatu Juni B 18,21 0,20 6,10
14 R kanagurta PelRatu Juni B 17,5 0,22 5,68 3 3
15 R kanagurta PelRatu Juni B 17,8 0,07 5,85 2 2
16 R kanagurta PelRatu Juni B 15 0,03 4,45 7 1 8
17 R kanagurta PelRatu Juni B 15,7 0,03 4,76 2 2
18 R kanagurta PelRatu Juni - 14,4 0,00 4,20 2 1 3
19 R kanagurta PelRatu Juni - 15 0,00 4,45 5 11 16
20 R kanagurta PelRatu Juni - 15,3 0,00 4,58 2 1 3
21 R kanagurta PelRatu Juni B 18 0,02 5,97
22 R kanagurta PelRatu Juni J 17,5 0,02 5,68 6 6
23 R kanagurta PelRatu Juni B 18,1 0,26 6,03 12 1 13
24 R kanagurta PelRatu Juni B 17,3 0,28 5,56 3 3 6
25 R kanagurta PelRatu Juni - 17,8 0,00 5,85 3 1 2 6
26 R kanagurta PelRatu Juni J 17,1 0,43 5,46 3 1 4
27 R kanagurta PelRatu Juni B 17 0,02 5,40 4 4
28 R kanagurta PelRatu Juni J 18,2 0,44 6,09 10 1 3 14
29 R kanagurta PelRatu Juni J 18,5 0,54 6,29 5 4 9
30 R kanagurta PelRatu Juni B 17,5 0,02 5,68 3 3
31 R kanagurta PelRatu Juni J 15,4 0,03 4,62 5 1 6
32 R kanagurta PelRatu Juni J 14,5 0,03 4,24
1 R brachysoma TBanten Feb B 16,5 3,18 6,61 8 6 14
2 R brachysoma TBanten Feb J 18 4,22 7,69 31 2 33
3 R brachysoma TBanten Feb J 16,1 2,72 6,36 3 3
4 R brachysoma TBanten Feb B 17,6 3,48 7,38 2 2 4
5 R brachysoma TBanten Feb J 17 2,02 6,95 2 2 4
6 R kanagurta TBanten Feb J 20,1 0,01 7,49 1 1 2
7 R brachysoma TBanten Feb J 17 4,09 6,95 1 5 6
8 R brachysoma TBanten Feb J 16,2 3,49 6,42 4 4
9 R brachysoma TBanten Feb B 19 4,80 8,54 6 3 9
10 R brachysoma TBanten Feb B 18,6 2,78 8,18 4 1 5
11 R brachysoma TBanten Feb J 16,2 1,57 6,42 2 1 3
12 R kanagurta TBanten Feb J 20,5 0,57 7,85 1 1
13 R kanagurta TBanten Feb J 19,5 0,01 7,00 1 2 3
14 R brachysoma TBanten Feb B 19,2 0,01 8,73 2 2
15 R kanagurta TBanten Feb B 21 0,52 8,34 1 1 2
16 R brachysoma TBanten Feb J 20 0,45 9,57
17 R brachysoma TBanten Feb B 18,4 2,68 8,01 1 1
39
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
18 R brachysoma TBanten Feb J 18,5 2,29 8,10
19 R brachysoma TBanten Feb J 17,4 4,35 7,23 1 1
20 R brachysoma TBanten Feb J 19 3,87 8,54 1 1
21 R brachysoma TBanten Feb J 16,5 3,20 6,61 1 1
22 R brachysoma TBanten Feb J 17,1 6,90 7,02
23 R brachysoma TBanten Feb J 18,7 3,68 8,27
24 R brachysoma TBanten Feb B 20,1 4,17 9,68 5 1 6
25 R kanagurta TBanten Feb B 25 2,04 24,38 2 1 3
1 R brachysoma TBanten Mei J 15,5 0,43 6,00 3 10 13
2 R brachysoma TBanten Mei B 16,2 0,61 6,42
3 R brachysoma TBanten Mei J 15,6 0,18 6,06 10 10
4 R brachysoma TBanten Mei J 17,1 0,61 7,02 9 1 10
5 R brachysoma TBanten Mei B 17,1 0,49 7,02 3 2 5
6 R brachysoma TBanten Mei B 15,8 0,45 6,18 10 10
7 R brachysoma TBanten Mei J 16,6 0,99 6,68 16 2 18
8 R brachysoma TBanten Mei B 15,5 0,38 6,00 5 5
9 R brachysoma TBanten Mei J 16,5 1,00 6,61 3 3
10 R brachysoma TBanten Mei B 19,5 1,21 9,03 40 1 41
11 R brachysoma TBanten Mei J 15,5 0,45 6,00 6 6
12 R brachysoma TBanten Mei J 16 1,94 6,30 24 24
13 R brachysoma TBanten Mei B 16,1 0,50 6,36 45 45
14 R brachysoma TBanten Mei J 16,2 0,80 6,42 9 9
15 R brachysoma TBanten Mei B 17 0,86 6,95 23 2 25
16 R brachysoma TBanten Mei J 16,2 0,58 6,42 45 45
17 R brachysoma TBanten Mei J 17 0,88 6,95 10 1 11
18 R brachysoma TBanten Mei J 16,2 0,62 6,42 28 28
19 R brachysoma TBanten Mei J 15,8 0,73 6,18 16 16
20 R kanagurta TBanten Mei B 15,9 0,47 4,85 6 6
21 R kanagurta TBanten Mei J 17 0,54 5,40 23 23
22 R brachysoma TBanten Mei B 17,5 0,58 7,30 8 8
23 R brachysoma TBanten Mei J 17,1 0,85 7,02 6 6
24 R brachysoma TBanten Mei B 15,5 1,70 6,00 5 5
25 R brachysoma TBanten Mei J 16,5 0,42 6,61 21 21
26 R brachysoma TBanten Mei B 16,5 0,57 6,61 31 5 36
27 R brachysoma TBanten Mei J 16,5 0,16 6,61 16 16
28 R kanagurta TBanten Mei J 16,6 0,32 5,19 12 1 13
29 R brachysoma TBanten Mei J 15,5 0,85 6,00 18 18
30 R kanagurta TBanten Mei J 16 0,41 4,90 22 22
Keterangan : Sex = jenis kelamin (J = Jantan; B = Betina; - = belum dapat teridentifikasi); Cacing
parasitik (A = Lecithocladium; B = Lecithochirium ; C = Anisakis; D = Prodistomum)
40
Lampiran 2. Morfometrik cacing parasitik pada saluran pencernaan R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten (Tb) dan Pelabuhan Ratu (Pr)

L. angustiovum satuan: mm
Spesies Ikan Panjang badan Panjang ecsoma Oral sucker Ventral sucker
Tb Pr Tb Pr Tb Pr Tb Pr
R. brachysoma 1,867 0,914 1,402 0,824 0,146 0,114 0,149 0,731
2,112 1,512 0,863 1,314 0,246 0,159 0,213 0,144
1,164 1,242 0,423 1,131 0,140 0,233 0,108 0,122
1,538 1,531 1,533 1,560 0,231 0,252 0,127 0,179
1,260 1,111 1,320 1,082 0,227 0,177 0,155 0,152
0,964 2,015 0,907 2,014 0,154 0,224 0,078 0,171
0,814 1,657 0,683 1,611 0,111 0,206 0,085 0,148
1,081 0,704 0,759 0,685 0,126 0,118 0,105 0,112
1,221 1,300 1,212 1,787 0,153 0,270 0,950 0,174
1,160 1,076 1,025 1,120 0,125 0,135 0,107 0,134
R. kanagurta 2,910 1,652 2,300 0,957 0,364 0,168 0,351 0,107
0,982 2,038 0,912 1,880 0,131 0,365 0,120 0,164
0,965 4,050 0,712 1,440 0,141 0,379 0,084 0,296
2,310 1,775 2,492 1,450 0,322 0,248 0,246 0,128
2,488 1,400 1,150 1,020 0,259 0,147 0,209 0,084
1,317 1,420 1,236 0,915 0,153 0,150 0,098 0,099
1,600 2,450 1,231 1,920 0,324 0,225 0,158 0,144
1,874 2,167 1,467 1,715 0,225 0,264 0,163 0,158
1,896 2,070 1,180 1,190 0,194 0,201 0,149 0,143
1,398 1,890 0,527 2,037 0,197 0,282 0,120 0,195

Lecithochirium sp. satuan: µm


Spesies Ikan Panjang badan Oral sucker Ventral sucker
Tb Pr Tb Pr Tb Pr
R. brachysoma 1.422,7 1288,69 91,19 208,41 76,24 103,64
493,86 704,65 45,88 75,37 47,13 52,18
722,32 893,88 34,89 82,24 53,23 73,09
1.524,52 1025,68 125,36 58,84 123,46 59,44
1.056,08 1287,69 83,43 207,41 81,00 10,34
1.273,41 479,28 105,82 38,6 131,05 22,56
1.585,66 993,26 147,3 86,22 145,93 72,95
R. kanagurta 794,03 1.855,51 71,09 126,18 33,28 98,23
1051,13 1.404,09 79,62 90,24 62,14 74,11
771,12 501,41 85,35 53,43 59,07 47,08
1140 410,77 80,80 23,97 73,10 31,11
675 810,52 46,20 83,54 41,80 56,48
1463 1.112,30 103,00 86,31 65,50 48,04
1.326,07 82,91 70,64
1.485,09 96,16 90,51
41

P. orientalis satuan: µm
Spesies Ikan Panjang badan Oral sucker Ventral sucker
Tb Pr Tb Pr Tb Pr
R. brachysoma 792,32 48 117,07
823,35 29,41 77,24
R. kanagurta 1059,82 37,00 87,28
938,27 59,82 75,47
1065,28 55,76 104,14
702,97 50,12 79,62
765,38 41,59 71,00
872,55 50,36 87,28
733,74 31,62 83,53
792,32 48 117,07
823,35 29,41 77,24

A. typica satuan: µm
Spesies Ikan Panjang badan Lebar badan
R. brachysoma 984,99 64,88
42
43
RIWAYAT HIDUP
Forcep Rio Indaryano dilahirkan di Tj. Karang – Bandar Lampung pada tanggal
28 September 1981, sebagai putra pertama dari pasangan Ir. H. Wahyu Subandrio
dengan Hj. Ida Indrayani, BA (almarhum). Pada Januari 2007 penulis menikah dengan
Dewi Aristyaningsih, S.Pi dan dikarunia dua orang putra yaitu Ariftanto Hilmy dan
Aristanto Fami.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan dengan Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran –
Bandung, lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2011 penulis diterima di Program
Study/Major Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP) pada Program Pascasarjana
IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementrian Pendidikan
Nasional (BPPS Dikti). Pada bulan Oktober – Desember 2012 penulis berkesempatan
mengikuti program penelitian di University of the Ryukyus, Okinawa – Japan.
Kegiatan tersebut merupakan kerjasama penelitian antara IPB dengan University of
the Ryukyus dengan Thema penelitian tentang variasi genetik ikan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma) dan identifikasi genetik cacing parasitik
dominan pada ikan tersebut.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Banten. Sejak tahun 2008. Bidang keahlian yang
menjadi tanggung jawab penulis adalah Manajemen Sumberdaya Perairan.
Karya ilmiah yang dihasilkan selama mengikuti program pascasarjana (S2)
diantaranya berjudul : A description of Lecithocladium angustiovum (Digenea:
Hemiuridae) in Indonesian short mackerel, Rastrelliger brachysoma (Scombridae)
submitted pada Tropical Life Science Research Journal (Universiti Sains Malaysia),
Genetic variation of Short Mackerel, Rastrelliger brachysoma (Scombridae) from
Jawa Island base on Mitochondrial DNA Control Region Sequences submitted pada
Kasetsart Journal Natural Science (The Kasetsart University Thailand), Struktur
Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) di Perairan Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu submitted pada Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia
(LPPM IPB), dan Inventarisasi Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger
spp.) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu submitted pada Jurnal Veteriner
(Universitas Udayana).
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2014 Vol. 19 (1): 1 8
ISSN 0853 – 4217

Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger


Spp.) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Community Structure Of Helminth Parasites Of Mackerel
(Rastrelliger Spp.) From Banten Bay Dan Pelabuhan Ratu Bay
1* 2 3
Forcep Rio Indaryanto , Yusli Wardiatno , Risa Tiuria

ABSTRAK
Ikan kembung (Rastrelliger spp.) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat disukai oleh masyarakat
Indonesia. Parasitisme memiliki peran penting dalam biologi perikanan. Parasitisme merupakan kejadian yang
biasa terjadi dalam lingkungan perairan laut dan memungkinkan semua ikan laut terinfeksi cacing parasitik. Cacing
parasitik yang menginfeksi ikan kembung diantaranya adalah Lechitocladium angustiovum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) dan Anisakis typica
(Nematodes: Anisakidae), dengan nilai prevalensi sebesar 90,12%. Cacing parasitik L. angustiovum sangat
dominan menginfeksi ikan kembung dan A. typica yang ditemukan bukan termasuk spesies zoonotic. Jumlah
parasit yang terdapat pada ikan R. kanagurta dan R. brachysoma tidak berbeda karena keduanya masih memiliki
kekerabatan yang dekat. Jumlah cacing parasitik pada daerah Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda,
karena masih berada dalam kawasan perairan tropis dan secara genetik ikan kembung pada kedua daerah masih
merupakan satu stok populasi. Lambung dan usus merupakan habitat bagi cacing parasitik karena banyak terdapat
bahan makanan. Jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap panjang tubuh ikan dan berkaitan dengan
perkembangan sistem kekebalan tubuh dan juga kebiasaan makan.

Kata Kunci: cacing parasitik, ikan kembung, pelabuhan ratu, struktur komunitas, teluk Banten

ABSTRACT
The short mackerel is the most commercially important small pelagic fish in Indonesia. Parasitism plays a
central role in fish biology. Parasitism is a ubiquitous phenomenon in the marine environment and it is probable
that all marine fishes are infected with parasites. Helminth parasitic of Rastrelliger spp. are Lechitocladium
angustonum (Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea:
Lepocreadiidae) and Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), with 90.12% of prevalence. They are not significant
different of helminth parasitic abundance from R. kanagurta and R. brachysoma, but significant in helminth species
richness. This different of helminth species richness was because of L. angustonum dominances. The different
location wasn’t have significant different of helminth parasitic abundance because Indonesian in the tropical zone.
Anisakis species in Java sea have a same genetic with Anisakis typical and not zoonotic parasite kategories. The
fish digestion was a microhabitat for helminth parasitik because they have much food stuff. The fish growth have
significant different in helminth parasitic abundance and intencity. This situation was because the fish immunity
development and the food habit of fish.

Keywords: Banten bay, community structure, helminth parasites, Pelabuhan Ratu bay, Rastrelliger spp.

PENDAHULUAN tiga spesies, yaitu R. brachysoma, R. kanagurta, and


R. faughni. R. faughni tidak komersil seperti R.
Sumber daya ikan kembung (Rastrelliger spp.) kanagurta dan R. brachysoma (Burnahuddin et al.
disukai masyarakat karena bernilai gizi tinggi karena 1984; Chee 2000). R. brachysoma merupakan salah
mengandung minyak omega-3 yang sangat tinggi, satu yang digemari di Indonesia, dengan volume
dagingnya lembut, mudah diperoleh karena tersedia produksi tahun 2011 sebesar 291.863 ton dan
mulai dari pasar tradisional hingga supermarket, merupakan komoditas dengan volume produksi
harga terjangkau, dan tidak menimbulkan alergi tertinggi ke-3 dibawah ikan layang (Scad) 405.808 ton
(Santoso et al. 1997). Genus Rastrelliger terdiri dari dan ikan Cakalang (Skipjack tuna) 372.211 ton.
Sedangkan volume produksi R. kanagurta hanya
1
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan 19.688 ton (KKP 2012).
Ageng Tirtayasa, Kampus Untirta Serang, Jln Raya Cacing merupakan salah satu kelompok besar
Jakarta km4 Pakupatan, Serang Banten. parasit ikan (Chandra 2006). Menurut Noble dan
2
Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas
Noble (1982), ikan sangat rentan terinfeksi cacing
Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680. parasitik, beberapa ekor atau beberapa spesies
3
Departemen Kesehatan Hewan dan Kesehatan cacing parasitik sering menghuni satu tubuh ikan.
Masyarakat, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Parasitisme adalah suatu persekutuan obligat antara
Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680. dua atau lebih organisme yang berbeda spesies
* Penulis korespondensi: E-mail: for_cf@yahoo.com karena ketergantungan faktor metabolik esensial
2 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8

dalam pertukaran zat antar kedua belah pihak dimana memiliki karakteristik perairan dangkal dan tenang
salah satu organisme mendapat keuntungan sedangkan perairan Pelabuhan Ratu berada di
sedangkan organisme lainnya menderita kerugian sebelah selatan Jawa Barat yang berhadapan dengan
yang bersifat sementara atau selamanya. Samudra Hindia memiliki karakteristik perairan
Cacing parasitik dapat menimbulkan kerugian samudra yang dalam dan berombak besar.
secara ekologis, biologis maupun ekonomis. Selain Pada ikan yang hidup bebas di alam, cacing
mengakibatkan kematian, infeksi parasit juga parasitik tidak bersifat mematikan terhadap individu
menyebabkan penurunan tingkat fekunditas, ikan tersebut, namun ikan tersebut berperan sebagai
mempengaruhi perkembangan benih ikan (Grabda transmisi penyakit bagi ikan yang dibudidayakan
1991). Selain daripada itu, beberapa jenis cacing melalui interaksi lingkungan aquatik yang kompleks.
parasitik ikan juga dapat menginfeksi manusia atau Pemantauan kesehatan dan penyakit pada satwa
disebut Zoonosis. Salah satu jenis cacing parasitik bebas merupakan hal yang penting karena beberapa
ikan yang bersifat zoonosis adalah Anisakis sp. dan spesies satwa liar dapat menjadi inang ataupun
ikan kembung (R. kanagurta) merupakan salah satu pembawa berbagai jenis penyakit terutama bila ikan
ikan yang di dalam tubuhnya terdapat cacing parasitik tersebut memiliki pola migrasi dari satu tempat ke
Anisakis sp. (Arthur & Lumanlan 1997; Arthur & Te tempat lainnya.
2006; Baladin 2007).
Infeksi cacing parasitik pada ikan terjadi akibat
ketidakserasian antara tiga komponen utama METODE PENELITIAN
penyebab penyakit, yaitu ikan sebagai inang,
lingkungan perairan dan cacing parasitik itu sendiri Pengambilan sampel ikan kembung (Rastrelliger
(Noble & Noble 1982). Study komunitas cacing spp.) dilakukan pada bulan Februari Juni 2013
parasitik ikan menunjukkan bahwa interaksi dari faktor dengan menggunakan jaring insang sebanyak 25 30
ekstrinsik (habitat host) seperti karakteristik ekor ikan di perairan Teluk Banten (Provinsi Banten)
lingkungan inang dan faktor-faktor intrinsik (biologi dan Pelabuhan ratu (Provinsi Jawa Barat) (Gambar
host) seperti ukuran tubuh atau jenis kelamin, 1).
memainkan peran yang penting (Chandra et al. 2011; Identifikasi spesies ikan kembung dilakukan
Hamann et al. 2012). Jumlah, ukuran, perilaku setiap secara morphologi berdasarkan rasio tinggi dengan
cacing parasitik terhadap inang ditentukan oleh umur, panjang tubuh (Sudjastani 1976; Burnahuddin et al.
ukuran tubuh inang, daya tahan inang, iklim, musim, 1984). Menurut Effendi (1979), panjang ikan yang
dan lokasi geografik (Noble & Noble 1982). Perairan diukur adalah panjang total atau total lenght (TL),
Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu adalah dua yaitu diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
perairan yang memiliki karakteristik berbeda. Perairan (premaxillae) hingga ujung ekor dengan satuan
Teluk Banten berada di sebelah utara Jawa Barat centimeter (cm).
yang berhadapan dengan Laut Jawa sehingga Identifikasi cacing dilakukan di Laboratorium

Gambar 1 Lokasi sampling. Note: 1) Teluk Banten dan 2) Pelabuhan Ratu.


ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8 3

Helmintologi FKH–IPB. Identifikasi jenis cacing 2013).


parasitik dilakukan dengan merujuk pada Madhavi Uji spearman’s rank (rs) digunakan untuk
dan Lakshmi (2011), Williams dan Williams (1996), menunjukkan ada atau tidak perbedaan yang nyata
Bray (1990), Noble dan Noble (1982), dan Yamaguti antara indeks dominansi dengan keanekaragaman
(1953). Pemeriksaan struktur morfologi cacing spesies cacing parasitik (richness) dan antara jumlah
Trematoda dan Cestoda menggunakan metoda parasit dengan panjang tubuh ikan (Hamann et al.
pewarnaan permanen, yaitu pewarnaan Semichon 2012). Data dihitung menggunakan software SPSS
Acetocarmine (Lasee 2004), sedangkan untuk cacing (Sufren & Natanael 2013). Statistik deskriptif dan Uji
Nematoda dipakai bahan pewarna minyak cengkeh. distribusi frekuensi dilakukan untuk menggambarkan
hasil uji tersebut diatas dengan hasil penelitian
Analisis Data lainnya.
Parasit yang ditemukan baik dari ikan dihitung nilai
intensitas dan prevalensi. Menurut Bush et al. (1997),
prevalensi adalah persentase jumlah ikan HASIL DAN PEMBAHASAN
mengandung inventaris parasit dibandingkan dengan
jumlah ikan yang diperiksa, atau dapat dirumuskan Keragaman Cacing Parasitik
sebagai berikut: Sebanyak 162 ekor ikan kembung (Rastrelliger
spp.) diperiksa cacing parasitik yang terdapat dalam
saluran pencernaannya, 142 ikan yang diperiksa
(90,12% dari total ikan) terdapat cacing
dengan n = jumlah ikan mengandung inventaris Lechitocladium angustonum (Digenea: Hemiuridae),
parasit Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae),
N = jumlah ikan yang diperiksa Prodistomum orientalis (Digenea: Lepocreadiidae)
dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae) (Tabel
Sedangkan intensitas menurut Bush et al. (1997) 1). Cacing parasitik yang sering kali terdapat pada
adalah jumlah individu parasit (spesies/kelompok) saluran pencernaan ikan kembung (Rastrelliger spp.)
dalam tubuh ikan yang terinfeksi, atau dapat adalah Famili Hemiuridae (Lechitocladium
dirumuskan sebagai berikut: angustonum dan Lecitochirium sp.), Opechona
bacillaris, Prodistomum spp. dan Renodidymocystis
yamaguti (Madhavi & Lakshmi 2011).
L. angustonum merupakan cacing parasitik
dengan P = jumlah parasit (spesies/kelompok) dengan nilai intensitas, prevalensi dan paling dominan
n = jumlah ikan mengandung inventaris terdapat pada saluran pencernaan ikan Rastrelliger
parasit spp. (lihat Tabel 1). Parasit ini sering kali terdapat
Uji chi-square (χ ) digunakan untuk menunjukkan
2
pada ikan-ikan dari famili Scombridae khususnya
ada atau tidak perbedaan yang nyata antara jumlah Rastrelliger spp. dari beberapa negara seperti India,
cacing parasitik dan juga keanekaragaman spesies Indonesia, Philippines, Chinese, and Indian (Yamaguti
cacing parasitik (richness) dengan ikan R.brachysoma 1953; Bray 1990; Arthur dan Lumanlan 1997; Liu et al.
maupun R.kanagurta, dan perbedaan jumlah cacing 2010; Madhavi & Lakshmi 2011) (Tabel 2). Hal ini
parasitik pada lokasi perairan Teluk Banten dan berhubungan dengan prilaku makan dari Rastrelliger
Pelabuhan Ratu (Hamann et al. 2012). Data dihitung spp., yaitu plankton feeder dengan zooplankton
menggunakan software SPSS (Sufren & Natanael (copepoda) sebagai makanannya (Madhavi &

Table 1 Tingkat infeksi cacing parasitik yang terdapat pada ikan Rastrelliger spp.
Lecithocladium Lecithochirium Prodistomum Anisakis
Pr Tb Pr Tb Pr Tb Pr Tb
R. brachysoma
Jumlah parasit 499 466 48 64 2 --- --- 1
Intensitas 9,42 12,59 2,40 3,20 2 --- --- 1
Range Intensitas 1–30 1–45 1–11 1–10 2 --- --- 1
Prevalensi (%) 86,9 80,4 32,8 43,55 1,6 --- --- 2,2
Indeks dominasi (d) 0,91 0,88 0,09 0,12 0,00 --- --- 0,00
R. kanagurta
Jumlah parasit 194 69 75 6 27 --- --- ---
Intensitas 4,97 7,67 2,68 1,20 3,38 --- --- ---
Range Intensitas 1–21 1–23 1–11 1–2 2–5 --- --- ---
Prevalensi (%) 84,8 100 60,9 55,6 17,4 --- --- ---
Indeks dominasi (d) 0,66 0,92 0,25 0,08 0,09 --- --- ---
Keterangan: Pr = Pelabuhan Ratu dan Tb = Teluk Banten
4 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8

Table 2 Inventaris cacing parasitik pada Rastrelliger kanagurta


a b c
Philipines Chinese Indian
Digenea Digenea Digenea
Lechitocladium angustiovum Prosorchiopsis rastrelligi Lechitocladium angustiovum
Nematoda Lechitocladium angustiovum Aponurus laguncula
Anisakidae Lechitocladium parviovum
Sumber: a = Arthur dan Lumanlan (1997); b = Liu et al. (2010); c = Madhavi dan Lakshmi (2011)

Lakshmi 2011). Siklus hidup Lechitocladium spp. Cacing Parasitik pada Spesies Rastrelliger spp.
Hasil analisis dengan uji chi-square (χ = 21.430;
2
melibatkan organisme plankton seperti copepoda
sebagai inang antara (Koie 1991). Sivadas dan df = 30; p > 0,05) menunjukkan bahwa tidak terdapat
Bhaskaran (2009) mengatakan bahwa copepoda perbedaan yang signifikan antara jumlah cacing
mencapai 75% dari seluruh komponen makanan parasitik dengan spesies ikan namun berbeda nyata
Rastrelliger spp. antara keanekaragaman spesies cacing parasitik
dengan spesies ikan (χ = 19.129; df = 3; p < 0,01).
2
Lecitochirium sp. termasuk kedalam Famili
Hemiuridae dan merupakan jenis cacing parasitik Perbedaan jumlah spesies cacing parasitik yang
dengan daerah penyebaran yang luas dan dengan menginfeksi Rastrelliger spp. adalah karena adanya
inang beragam. Parasit ini memiliki lebih dari 100 dominansi dari suatu spesies cacing parasitik dalam
spesies dengan morphologi yang kompleks. Faktor tubuh inangnya. Keberadaan cacing L. angustonum
ekologi, phisiologi, dan adaptasi parasit menyebabkan pada R. brachysoma memiliki nilai indeks dominansi
variasi morphologi yang kompleks (Shih et al. 2004). rata-rata 0,82 dan 0,70 pada R. kanagurta. Menurut
Lecithochirium imocavum pernah ditemukan di teluk hasil uji Spearman’s Rank Correlation antara indeks
Tonkin Vietnam tahun 1970 dan L. Magnaporum, L. dominansi dengan kekayaan spesies cacing parasitik
Microstomum, dan L. Monticelli di laut Cina Selatan menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (rs = -
(Arthur & Te 2006). Pernah juga ditemukan cacing L. 0,342; p < 0,01).
magnaporum pada ikan tongkol oleh Fischthal dan Ketika berbagai spesies cacing parasitik hidup
Kuntz tahun 1964 di Palawan Filiphina (Arthur & bersama dalam satu organ maka microhabitat mereka
Lumanlan 1997). Di Indonesia, ditemukan pada ikan dibatasi oleh keberadaan parasit lain sehingga
Caranx sp. oleh Yamaguti di Makassar pada tahun mereka akan mengeluarkan feronom untuk berusaha
1952 dengan nama L. lobatum (Yamaguti 1953). mencegah parasit lain untuk tinggal (Noble & Noble
Prodistomum orientalis dominan didapatkan pada 1982), sehingga dengan adanya cacing parasitik yang
ikan kelompok Scombrid dengan nilai prevalensi yang mendominasi maka keragaman jenis lainnya akan
tinggi diantaranya pada Rastrelliger kanagurta, berkurang.
Scomber japonicus, dan S. australasicus (Bray &
Gibson 1990). Pada awalnya cacing ini dikelompokan Cacing Parasitik pada Perairan yang Berbeda
dalam genus Opechona namun kemudian menjadi Hasil analisis dengan uji chi-square menunjukkan
genus tersendiri karena tidak memiliki uropoct (Bray & bahwa antara jumlah cacing parasitik pada R.
brachysoma (χ = 29.284; df = 30; p > 0,05) juga pada
2
Gibson 1990; Madhavi & Lakshmi 2011;), berukuran
R. kanagurta (χ = 18.901; df = 17; p > 0,05) dengan
2
lebih kecil, penghisap oral kecil dan memiliki dua
lengan ekskretoris lateralis. Prodistomum orientalis lokasi perairan, yaitu perairan Teluk Banten dan
dewasa terdapat di pyloric caeca (Bray & Gibson Pelabuhan Ratu tidak terdapat perbedaan yang
1990). signifikan karena Indonesia beriklim tropis sehingga
Anisakis sp. dalam penelitian ini memiliki nilai kualitas perairan relative stabil dan seragam.
intensitas dan prevalensi yang terendah, namun
beberapa spesies dari parasit ini bersifat zoonosis Cacing Parasitik pada Organ Pencernaan
atau dapat ditularkan kepada manusia dan Distribusi cacing parasitik pada organ pencernaan
menyebabkan penyakit Anisakidosis. Cacing parasitik Rastrelliger spp. (Yamaguti 1953; Fischthal & Thomas
Anisakis di perairan Bali maupun Laut Jawa secara 1971; Bray 1990), yaitu terdapat pada lambung 84,8%
genotipe memiliki kesamaan genetik dengan Anisakis dan usus 15,2% (Gambar 2).
typica. Spesies ini hidup di perairan tropis atau hangat Saluran pencernaan merupakan microhabitat bagi
dengan inang akhir adalah lumba-lumba dari famili cacing Lechitocladium angustonum, Lecitochirium sp.,
Delphinidae, Phocoenidae, dan Pontoporidae (Palm Prodistomum sp., dan Anisakis sp. yang merupakan
et al. 2008). Terdapat pada rongga tubuh ikan sumber bahan organik yang juga merupakan
khususnya gonad dan hati (Strømnes & Andersen makanan yang siap diserap oleh tubuh cacing
2003). Hanya spesies Anisakis simplex, A. pegreffii, parasitik. Hal ini karena cacing parasitik digenea dan
dan A. physeteris saja yang bersifat zoonosis nematoda tidak dapat merombak bahan organik yang
sedangkan spesies lainnya tidak (Arizono et al. 2012). belum disederhanakan. Tubuhnya dilapisi dengan
Daerah penyebaran Anisakis simplex adalah di kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna
daerah beriklim sedang dan terdapat pada otot daging oleh inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat
ikan (Strømnes & Andersen 2003). kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman
1967).
ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8 5

Gambar 2 Distribusi cacing parasitik pada organ pencernaan.

Tabel 3 Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata (MI) dan prevalensi (P%) cacing parasitik
R. brachysoma R. kanagurta
Ukuran A MI P (%) Ukuran A MI P (%)
<16 400 13,79 96,7 <14 40 6,67 100
16,1 18,5 407 14,03 100 14,1 16,9 134 11,17 85,7
18,6 21,0 144 8,47 85,0 17,0 19,9 182 7,00 92,9
21,1 23,5 118 6,55 78,3 20,0 22,9 12 2,40 100
>23,6 3 3,00 100 >23,0 3 3,00 50

Cacing parasitik famili Hemiuridae umumnya organ viseral (47,6%), hati (29,8%), rongga abdomen
menginfeksi pada bagian anterior system pencernaan (15,7%), dan usus (6,9%).
seperti lambung, seperti halnya infeksi Genarchopsis
dasus (Digenea: Hemiuridae) pada Channa punctatus Cacing Parasitik dengan Pertumbuhan Ikan
di wilayah Mymensingh-India yang 72,8% terdapat Pertumbuhan pada tingkat individu adalah
pada lambung, 6,6% pada anterior usus, 9,0% pada pertambahan ukuran panjang atau bobot tubuh ikan
pertengahan usus dan 11,6% pada posterior usus selama waktu tertentu. Panjang tubuh (rs = -0,403; p
(Chandra et al. 2011). Cacing parasitik digenea < 0,01) pada R. brachysoma berpengaruh nyata
terakumulasi di dalam lambung dan akan berpindah terhadap jumlah cacing parasitik yang ada di dalam
ke usus bila sudah dewasa (Chowdhury 1992). tubuhnya, sedangkan pada R. kanagurta panjang
Cacing parasitik digenea umumnya memiliki dua tubuh (rs = -0,251; p > 0,05) tidak berpengaruh nyata
inang dalam melengkapi siklus hidupnya (Chandra et terhadap jumlah cacing parasitik.
al. 2011). Reproduksi seksual dari digenea akan Uji distribusi frekuensi panjang, bobot dan umur
menghasilkan telur-telur cacing yang akan keluar dilakukan untuk memperjelas uji Spearman’s Rank
bersamaan dengan feses ikan dan hidup bebas di Correlation diatas. Tabel 3 menunjukkan bahwa
perairan hingga menemukan inang antara yang dengan bertambahnya panjang tubuh ikan (kedua
sesuai (Cribb et al. 2003). spesies Rastrelliger) berpengaruh terhadap jumlah
Semua digenea mempunyai alat penghisap oral atau intensitas rata-rata cacing parasitik yang ada
(anterior) di sekitar mulut dan terdapat alat penghisap dalam tubuhnya. Nilai tersebut cenderung rendah
ventral di tengah tubuhnya. Infeksi cacing parasitik pada ikan-ikan muda lalu meningkat secara fluktuatif
dari kelompok digenea hanya sedikit atau bahkan pada ikan dewasa dan kemudian akan menurun
cenderung tidak menimbulkan kerusakan berat pada secara berfluktuasi pada ikan tua. Sedangkan nilai
system pencernaan ikan (Kabata 1985; Blair 1977). prevalensinya berfluktuatif cenderung stabil. Hal
Hal ini dikarenakan cacing parasitik digenea tersebut diatas berkaitan dengan perkembangan
berukuran kecil (dengan panjang sekitar 1 2 mm), sistem imum dan juga kebiasaan makan.
bergerak dan tidak menimbulkan bekas luka, juga Noble dan Noble (1982), menyatakan bahwa pada
tidak menempel terlalu dalam pada organ tubuh inang beberapa spesies ikan, semakin meningkat
(Chambers et al. 2001). umur/panjang tubuh ikan maka intensitas parasitnya
Pada cacing parasitik Anisakis sp. biasanya cenderung semakin berkurang, hal ini karena system
terdapat pada rongga tubuh ikan khususnya gonad imun pada ikan semakin berkembang dengan baik
dan hati (Strømnes & Andersen 2003). Penelitian seiring pertumbuhan tubuhnya. Namun semakin tua
Baladin (2007), menunjukkan bahwa infeksi larva ikan maka nilai prevalensinya cenderung meningkat,
Anisakidae pada ikan kembung dari Muara Angke hal ini karena semakin tua ikan berarti semakin lama
terdapat di organ pencernaan dan di sekitar rongga waktu yang dimiliki ikan untuk kontak dengan parasit
abdomen, yaitu pada mesenterium dan permukaan (Alifuddin et al. 2002).
6 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8

100%
90%
80%
70%
Persentase (%)

60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
< 14 14,1 – 17,0 17,1 – 21,0 21,1 – 24,0 > 24,1

Panjang Tubuh IKan (cm)

Kopepoda Diatom Foraminifera Algae Detritus/pasir Krustasea Makanan tercerna Lainnya

Gambar 3 Komposisi makanan pada berbagai kelompok umur R. kanagurta.

Kebiasaan makan ikan akan berubah dengan karena Indonesia beriklim tropis sehingga kualitas
adanya perubahan umur atau lingkungan (Chandra et perairan relative stabil dan seragam. Anisakis di
al. 2011; Sivadas & Bhaskaran 2009). Menurut perairan Laut Jawa secara genotipe memiliki
Sivadas dan Bhaskaran (2009), kebiasaan makan R. kesamaan genetik dengan Anisakis typical sehingga
kanagurta berbeda kesukaan jenis makannannya tidak bersifat zoonosis. Saluran pencernaan
berdasarkan kelompok ukuran, Gambar 3. Kelompok merupakan microhabitat cacing parasitik karena
panjang ikan 14,1 17,0 cm adalah kelompok dengan terdapat sumber makanan yang siap diserap oleh
aktivitas makan dan komposisi makanan yang rendah, tubuhnya. Pertambahan panjang tubuh ikan
dan kemudian meningkat tajam pada ukuran panjang berpengaruh terhadap jumlah atau intensitas rata-rata
17,1 23,0 cm dan kemudian akan mencapai cacing parasitik yang ada dalam tubuhnya. Hal ini
puncaknya pada saat mulai matang kelamin dan berkaitan dengan perkembangan system imum dan
melakukan aktivitas bertelur. Secara umum, ketika juga kebiasaan makan.
mendekati masa matang kelamin maka energy
banyak digunakan untuk perkembangan gonad
sehingga akan menurunkan intensitas makannya DAFTAR PUSTAKA
(Lambert & Dutil 1998). Intensitas makan akan
menurun pada ukuran ikan >23,1 cm, yaitu pada Alifuddin M, Priyono A, Nurfatihah A. 2002.
proses penyesuaian diri pada penurunan Inventarisasi Parasit pada Ikan Hias yang
pertumbuhan atau sudah mencapai ukuran maksimal Dilalulintaskan di Bandara Soekarno-Hatta,
(asymptotic age/length) (Yohannan 1979). Cengkareng, Jakarta. Jurnal Akuakultur Indonesia.
1(3): 123 127.
Arizono N, Yamada M, Tegoshi T, Yoshikawa M.
KESIMPULAN 2012. Anisakis simplex sensu strict and Anisakis
pegreffii: biological characteristics and patho-
Cacing parasitik yang terdapat pada saluran
genetic potential in human anisakiasis. Foodborne
pencernaan ikan kembung (Rastrelliger spp.) adalah
Pathology Disease. 9: 517 521.
Lechitocladium angustonum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Arthur JR, Lumanlan MS. 1997. Checklist of the
Prodistomum orientalis (Digenea: Lepocreadiidae), parasites of fishes of the Philippines. FAO
dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), dengan Fisheries Technical Paper. No. 369. Rome (IT).
nilai prevalensi 90,12%. Jumlah cacing parasitik pada
Arthur JR, Te BQ. 2006. Checklist of the parasites of
saluran pencernaan R. kanagurta dan R. brachysoma
fishes of Vietnam. FAO Fisheries Technical Paper.
tidak terdapat perbedaan yang nyata, tetapi berbeda
No. 369/2. Rome (IT).
dalam keanekaragaman spesies cacing parasitik.
Perbedaan keanekaragaman cacing parasitik karena Baladin LO. 2007. Studi ketahanan hidup larva
adanya dominansi dari suatu spesies cacing parasitik anisakidae dengan suhu pembekuan dan
dalam tubuh inangnya, yaitu L. angustonum. Pada penggaraman pada ikan kembung (Rastrelliger
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu jumlah spp.). [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
cacing parasitik tidak terdapat perbedaan yang nyata Bogor.
ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8 7

Blair D. 1977. A key to cercariae of British strigeoids Hoffman GL. 1967. Parasites of North American
(Digenea) for which the life-cycle are known, and Freshwater Fishes. University of California Press.
notes on the characters used. Journal of London, England.
Helminthology. 51: 155 166.
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Cultured
Bray RA. 1990. Hemiuridae (Digenea) from marine in The Tropics. Taylor & Francis Inc. Philadelphia
fishes of the Southern Indian Ocean: Dinurinae, (US).
Elytrophallinae, Glomericirrinae and Plerurinae.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012.
Systematic Parasitology. 17(3): 183 217. Statistik perikanan tangkap Indonesia 2011.
Burnahuddin, Martosewojo S, Adrim M, Hutomo M. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
1984. Sumber Daya Ikan Kembung. Lembaga (ID).
Oceanologi–LIPI. Jakarta (ID). Koie M. 1991. Aspects of the morphology and life
Bush AO, Lafferty KD, Lotz JM, Shostak AW. 1997. cycle of Lecithocladium excisum (Digenea,
Parasitology meets ecology on its own terms: Hemiuridae), a parasite of Scomber spp.
Margolis et al. revisited. Journal Parasitology. 83: International Journal for Parasitology. 21(5): 597–
575–583. 602.
Chandra KJ, Hasan M, Basak SS. 2011. Prevalence Lambert Y, Dutil JD. 1998. Energetic consequences of
of Genarchopsis dasus (Digenea: Hemiuridae) in reproduction in Atlantic cod (Gadus morhua) in
Channa punctatus of Mymensingh. The relation to spawning level of somatic energy
Bangladesh Veterinarian. 28(1): 47–54. reserves. Canadian Journal of Fish Aquatic
Science. 57(4): 815–825.
Chandra KJ. 2006. Fish Parasitological Studies in
Bangladesh: A Review. Journal Agricultural Rural Lasee B. 2004. National Wild Fish Health Survey
Development. 4(1&2): 9–18. Laboratory Procedures Manual, Second Edition:
U.S Fish and Wildlife Service.
Chambers CB, Carlisle MS, Dove ADM, Cribb TH.
2001. A description of Lecithocladium invisorn Liu SF, Peng WF, Gao P, Fu MJ, Wu HZ, Lu MK, Gao
(Digenea: Hemiuridae) and the pathology JQ, Xiao J. 2010. Digenean parasites of Chinese
associated with Two Species of Hemiuridae in marine fishes: a list of species, hosts and
Acanthurid Fish. The Journal Parasitology geographical distribution. Systematic Parasitology.
Reseach. 87(8): 666–673. 75(1): 1–52.
Chowdhury AK. 1992. Helminth parasite infestation of Madhavi R, Lakshmi TT. 2011. Metazoan parasites of
histopathological changes in snake-head fishes. the Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta
[Thesis]. Bangladesh (BD): University of Dhaka. (Scombridae) of Visakhapatnam coast, Bay of
Bengal. Journal of Parasitic Diseases. 35(1): 66–
Chee PE. 2000. Fishcode management: Supplement 74.
to the report of a workshop on the fishery and
management of a short mackerel (Rastrelliger Noble GA, Noble ER. 1982. Parasitology: The Biology
spp.) on the West Coast of Peninsular Malaysia. of Animal Parasites Fifth Edition. Lea & Febiger.
FAO, Rome (IT). Philadelpia (US).
Cribb TH, Chisholm LA, Bray RA. 2002. Invited review Palm HW, Damriyasa IM, Linda, Oka IBM. 2008.
diversity in the Monogenea and Digenea: does Molecular genotyping of Anisakis Dujardin, 1845
lifestyle matter. International Journal for (Nematoda: Ascaridoidea: Anisakidae) larvae from
Parasitology. 32(3): 321–328. marine fish of Balinese and Javanese waters,
Indonesia. Helminthologia. 45(1): 3–12.
Effendi MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri. Bogor (ID). 155 p. Santoso J, Setyaningsih I, Herlijoso C. 1997.
Perubahan kandungan asam lemak omega-3 pada
Fischthal JH, Thomas JD. 1971. Some Hemiurid pindang ikan kembung (Rastrelliger sp.) selama
Trematodes of Marine Fishes from Ghana. The penyimpanan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan.
Helminthological Society of Washington. 38(2): 3.
181–189.
Shih HH, Liu W, Zhao ZQ. 2004. Digenean fauna in
Grabda J. 1991. Marine Fish Parasitology. Warszawa marine fishes from Taiwanese water with the
(PL): Polish Scientific Publishers. description of a new species, Lecithochirium
Hamann MI, Kehr AI, Gonzalez CE. 2012. Community tetraorchis sp. nov. Zoological Studies. 43(4): 671–
structure of Helminth parasites of Lepodactylus 676.
bufonius (Anura: Leptodactylidae) from Sivadas M, Bhaskaran MM. 2009. Stomach content
Northeaster Argentina. Journal Zoological studies. analysis of the Indian mackerel Rastrelliger
51(8): 1454–1463. kanagurta (Cuvier) from Calicut, Kerala. Indian
Journal of Fish. 56(2): 143–146.
8 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8

Strømnes E, Andersen K. 2003. Growth of whaleworm William EH, William LB. 1996. Parasites of Offhore
(Anisakis simplex, Nematodes, Ascaridoidea, Big Game Fishes of Puerto Rico and The Western
Anisakidae) third-stage larvae in paratenic fish Atlantic. Puerto Rico: The Puerto Rico of Natural
hosts. Parasitology Research. 89: 335–341. and Environmental Resources.
Sufren, Natanael Y. 2013. Mahir Menggunakan SPSS Yamaguti S. 1953. Parasitic Worms mainly from
secara Otodidak. PT Elex Media Komputindo. Celebes. Part 3. Digenetic Trematodes of Fishes.
Jakarta (ID). ActaMedica Okayama. 8(3): 281–283.
Sudjastani T. 1976. The Species of Rastrelliger in The Yohannan TM. 1979. The growth pattern of Indian
Jawa Sea, Their Taxonomy And Morphometry mackerel. Indian Journal of Fish. 26 (1&2): 207–
(Perciformes, Scombridae). Marine Research in 216.
Indonesia. 16: 1–29.

Anda mungkin juga menyukai