SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Ikan kembung (Rastrelliger Spp.) merupakan salah satu ikan pelagis kecil
yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Parasitisme memiliki peran
penting dalam biologi perikanan. Parasitisme merupakan kejadian yang biasa
terjadi dalam lingkungan perairan laut dan memungkinkan semua ikan laut
terinfeksi cacing parasitik.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik struktur
komunitas cacing parasitik pada ikan R. brachysoma dan R. kanagurta di
perairanTeluk Banten dan Pelabuhan Ratu dan juga mempelajari interaksi tiga
komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai inang, lingkungan
perairan dan cacing parasitik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa cacing parasitik yang terdapat pada ikan
kembung adalah Lechitocladium angustiovum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea:
Lepocreadiidae) dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), dengan nilai
prevalensi 90,12%. Cacing L. Angustiovum sangat dominan. Species Anisakis
yang ditemukan bukan termasuk spesies zoonotic. Lambung dan usus merupakan
mikrohabitat bagi cacing parasitik. Secara statistik, jumlah parasit yang terdapat
pada ikan R. kanagurta dan R. Brachysoma tidak berbeda karena keduanya masih
memiliki kekerabatan yang dekat. Jumlah cacing parasitik pada daerah Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda, karena masih perada dalam kawasan
perairan tropis dan secara genetik ikan kembung pada kedua daerah masih
merupakan satu stok populasi. Faktor yang mempengaruhi jumlah infeksi cacing
parasitik pada saluran pencernaan Rastrelliger spp. adalah panjang, GSI, pH dan
suhu perairan.
The Rastrelliger Spp. is the most commercially important small pelagic fish
in Indonesia. Parasitism plays a central role in fish biology. Parasitism is a
ubiquitous phenomenon in the marine environment and it is probable that all
marine fishes are infected with parasites.
The main aim of this study was to identification a community structure of
helminth parasites of Rastrelliger brachysoma and R. kanagurta from Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu and to study an interaction tree component of fish
healthy management.
Helminth parasitic of Rastrelliger spp. are Lechitocladium angustiovum
(Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum
orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) and Anisakis typica (Nematodes:
Anisakidae), with 90.12% of prevalence. Anisakis species is not zoonotic parasite
kategories. The fish digestion was a microhabitat for helminth parasitik because
they have much foodstuff. They are not significant different of helminth parasitic
abundance from R. kanagurta and R. brachysoma, but significant in helminth
species richness. L. angustonum are dominances. The different location was’t
have significant different of helminth parasitic abundance because Indonesian in
the tropical zone. Fish body length, Gonads somatic index, water pH and water
temperature are the importance factor of mackerel parasites abundances.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRUKTUR KOMUNITAS CACING PARASITIK PADA
IKAN KEMBUNG (Rastrelliger brachysoma dan R. kanagurta)
DI PERAIRAN TELUK BANTEN DAN PELABUHANRATU
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si
3
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini dengan judul
Struktur Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger
brachysoma dan R. Kanagurta) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan ratu.
Tesis ini tidak mungkin dapat tersusun tanpa bantuan dan dukungan moral dari
keluarga tercinta: ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak kepada Dr. Ir. Yusli
Wardiatno, M.Sc dan drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D selaku pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan dedikasi memberikan pengarahan dan masukan yang sangat
berarti dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih karena telah banyak
membantu di Laboratorium kepada Endang Juniardi dan mahasiswa Untirta di
Laboratorium budidaya Untirta, pak Eman dan Bibi (almarhum) di Laboratorium
Helmintologi IPB, staf Laboratorium Sumberdaya Air Provinsi Banten, juga
kepada Dr. Makoto TSUCHIYA, Dr. Hideyuki Imai dan Muhamad Fadry
Abdullah atas ilmu dan pengalamannya di University of the Ryukyus, Okinawa –
Japan. Penghargaan yang besar penulis sampaikan kepada Pak Agus beserta
nelayan Pelabuhan Ratu juga Pak Warca beserta nelayan Karangantu –Teluk
Banten yang juga telah memberikan bantuan berupa informasi dan juga
pendampingan selama penulis melakukan pengambilan sampel.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) 3
Infeksi Parasit 5
Lingkungan Perairan 7
Interaksi Komponen Kesehatan Ikan 8
3 METODE 9
Metode Pengambilan Sampel 9
Prosedur Pengukuran dan Pemeriksaan 10
Prosedur Analisis Data 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Hasil 14
Pembahasan 24
5 KESIMPULAN DAN SARAN 30
Kesimpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 43
6
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan kembung betina
menurut Burnahuddin et al. (1984) 11
2 Kategori nilai prevalensi menurut Williams dan Williams (1996) 12
3 Kategori nilai intensitas menurut Williams dan Williams (1996) 13
4 Amova population pairwise (FST) pada R. brachysoma 15
5 Karakteristik biologi R. kanagurta dan R. brachysoma dari perairan
Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 15
6 Karakteristik biologi reproduksi R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 15
7 Salinitas, suhu, turbidity, pH, DO dan curah hujan dari permukaan dan
kedalaman 10 meter perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 16
8 Komunitas cacing parasitik pada R. kanagurta dan R. brachysoma dari
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 22
9 Distribusi cacing parasitik pada organ lambung dan usus dari
Rastrelliger spp. Jumlah (A), intensity rata-rata (MI) and prevalensi (P) 22
10 Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata
(MI) dan prevalensi (P%) cacing parasitik 23
11 Inventaris cacing parasitik pada R. kanagurta dari berbagai negara 24
12 Daerah penyebaran, inang dan ukuran dari L. angustiovum dan L.
excisum menurut Gibson dan Bray (1986) 24
DAFTAR GAMBAR
1 Morphologi spesies-spesies ikan kembung 4
2 Lokasi pengambilan Rastrelliger sp. (1) Teluk Banten, dan (2)
Pelabuhan Ratu 9
3 Foto dan sketsa R. brachysoma dan R. Kanagurta dari Pelabuhan Ratu 14
4 Phylogenetic Tree (NJ dengan model kimura 2) dari DNA
L. angustiovum yang dibandingkan Family Hemiuridae lainnya 17
5 Anatomi specimen segar L. angustiovum perbesaran 100x (A) dan
specimen awetan L. angustiovum perbesaran 100x (B) dari R.
brachysoma di Pelabuhan Ratu. L. angustiovum dalam cawan petri
dengan diameter 5 cm dari R. kanagurta di Pelabuhan Ratu (C).
Keterangan: 1) oral sucker; 2) faring; 3) ventral sucker; 4) testis; 5)
ovarian; 6) uterus; dan 7) lubang ekskresi 18
6 Anatomi specimen segar Lecitochirium sp. perbesaran 100x dari R.
kanagurta di Pelabuhan Ratu 19
7 Anatomi specimen segar Prodistomum sp. perbesaran 100x (A) dan
dalam cawan petri diameter 5 cm (B) dari R. kanagurta di Pelabuhan
Ratu. Keterangan: 1) oral sucker; 2) ventral sucker 20
8 Anatomi specimen segar Anisakis typica. Keterangan: a) A. typica
perbesaran 100x diperoleh dari R. brachysoma di Teluk Banten, b)
A. typica pada cawan petri tanpa mikroskop dan c) A. typica perbesaran
40x dari TPI karangantu-Banten (penelitian pendahuluan) 21
7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data biologi ikan dan jumlah cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu 36
2 Morphometrik cacing parasitik pada saluran pencernaan R. kanagurta
dan R. brachysoma pada perairan Teluk Banten (Tb) dan Pelabuhan
Ratu (Pr) 40
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan
yang cukup melimpah dan banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat di
Indonesia maupun dunia. Salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang banyak
disukai adalah ikan kembung (Rastrelliger spp.). Genus Rastrelliger terdiri dari tiga
spesies yaitu R. brachysoma, R. kanagurta dan R. faughni, namun di Indonesia R.
faughni tidak komersil seperti R. kanagurta dan R. brachysoma (Burnahuddin et al.
1984; Chee 2000). Volume produksi R. brachysoma pada tahun 2011 sebesar 291.863
ton. Ikan ini merupakan komoditas dengan volume produksi tertinggi ke-3 dibawah
ikan layang (Scad) 405.808 ton dan ikan Cakalang (Skipjack tuna) 372.211 ton.
Kenaikan rata-rata volume produksi dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 3,38%
(KKP 2012). Filipina merupakan negara dengan volume produksi R. brachysoma
tertinggi di dunia, yaitu 347.163 ton (FAO 2012). Volume produksi R. kanagurta
tahun 2011 hanya 19.688 ton (KKP 2012).
Ikan kembung disukai karena bergizi tinggi, dagingnya lembut, mudah
diperoleh, harga terjangkau dan tidak menimbulkan alergi (Santoso et al. 1997).
Tingkat kesukaan ikan kembung di Pulau Jawa adalah 7,87% dan 5,1% untuk ikan
asin peda (olahan ikan kembung) (DPPHP 2010), sedangkan di kota Serang – Provinsi
Banten adalah sebesar 12,7% (Indaryanto dan Saifullah 2011). Tingginya kesukaan
terhadap ikan kembung ini disatu sisi patut mendapat apresiasi karena nelayan
mendapat kepastian konsumen hasil tangkapannya namun disisi lain, ikan
mengandung cacing parasitik. Cacing merupakan salah satu kelompok parasit yang
banyak ditemukan pada tubuh suatu organisme, salah satunya adalah pada ikan
(Chandra 2006). Cacing parasit dari kelompok digenea dan nematoda lebih banyak
ditemukan pada bagian dalam tubuh (endoparasit) pada ikan-ikan bertulang belakang
sedangkan kelompok monogenea terdapat pada bagian luar tubuh ikan (ektoparasit)
(Chambers et al. 2001; Cribb et al. 2002).
Cacing parasitik dapat menimbulkan kerugian secara ekologis, biologis
maupun ekonomis. Parasit yang terdapat pada ikan jika dalam jumlah sedikit tidak
menyebabkan kerusakan yang berarti. Namun jika terdapat dalam jumlah banyak,
parasit dapat menyebabkan kematian pada ikan. Selain mengakibatkan kematian,
infeksi parasit juga menyebabkan menurunkan bobot tubuh, menurunkan ketahanan
tubuh, penurunan tingkat fekunditas.
Cacing parasitik pada ikan juga dapat berbahaya bagi manusia atau disebut
dengan Zoonosis. Cacing parasitik dari kelas Trematoda (Clonorchis sp. dan
Opisthorchis sp.) yang dapat menyebabkan kerusakan hati atau bahkan menjadi
kanker hati, cacing ini banyak ditemukan pada hasil perikanan air tawar di daerah
tropis dan subtropis. Kelas Cestoda (Diphylobothrium sp.) dapat menimbulkan sakit
perut dan diare. Kelas Nematoda (Anisakis sp. dan Pseudoterranova sp.) dapat
menimbulkan reaksi alergi, mual dan sakit perut akut (Jahncke dan Schwarz 2002).
R. kanagurta merupakan salah satu inang antara bagi cacing parasitik Anisakis
sp. (Arthur dan Lumanlan 1997; Arthur and Te 2006; Baladin 2007, Hutomo et al.
1978). Infeksi Anisakis simplex pada manusia pernah terjadi di negara Jepang, Belanda
dan Spanyol. Daging ikan yang dikonsumsi dalam keadaan matang tidak akan
menimbulkan masalah kesehatan. Pada era globalisasi pergerakan manusia semakin
2
cepat. Bangsa-bangsa lain yang datang ke Indonesia tentu saja juga membawa
kebiasaan dan kebudayaanya, termasuk kebiasaan dan budaya makan. Pada saat ini di
Indonesia semakin banyak restoran-restoran asing yang menghidangkan daging ikan
mentah atau setengah matang yang cepat atau lambat akan berpeluang timbulnya kasus
penyakit parasiter khususnya Anisakis sp. pada manusia (Jahncke dan Schwarz 2002).
Pemantauan penyakit pada ikan liar merupakan hal yang penting karena
beberapa ikan liar dapat menjadi inang ataupun pembawa berbagai jenis penyakit
terutama bila ikan tersebut memiliki pola migrasi (Duff 2003). Cacing parasitik
menunjukkan distribusi yang sama dengan distribusi inangnya (Madhavi dan Lakshmi
2011). Infeksi cacing parasitik pada ikan terjadi akibat ketidakserasian antara tiga
komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai inang, lingkungan perairan
dan cacing parasitik itu sendiri. Studi ekologi cacing parasitik pada ikan menunjukkan
adanya interaksi dari faktor ekstrinsik (habitat host) seperti karakteristik lingkungan
inang dan faktor-faktor intrinsik (biologi host) seperti ukuran tubuh atau jenis kelamin,
memainkan peran yang penting (Chandra et al. 2011;. Hamann 2012). Jumlah, ukuran,
perilaku setiap cacing parasitik terhadap inang ditentukan oleh umur, ukuran tubuh
inang, daya tahan inang, iklim, musim dan lokasi geografik (Noble dan Noble 1982).
Perbedaan karakteristik habitat inangnya akan menyebabkan perbedaan jumlah,
intensitas maupun prevalensi investasi spesies cacing parasitik terhadap inangnya pada
suatu daerah (Yamaguti 1953; Bray 1990; Arthur and Lumanlan 1997; Hariyadi 2006;
Awik et al. 2010; Liu et al. 2010; Madhavi and Lakshmi 2011). Perairan Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu adalah dua perairan yang memiliki karakteristik berbeda. Perairan
Teluk Banten berada di sebelah utara Jawa Barat yang berhadapan dengan Laut Jawa
sehingga memiliki karakteristik perairan dangkal dan tenang sedangkan perairan
Pelabuhan Ratu berada di sebelah selatan Jawa Barat yang berhadapan dengan
Samudra Hindia memiliki karakteristik perairan samudra.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah jenis cacing parasitik yang terdapat pada ikan kembung?
Spesies cacing parasitik apakah yang dominan?
Adakah perbedaan jenis dan jumlah cacing parasitik yang terdapat pada
R. brachysoma dan R. kanagurta?
Bagaimanakah penyebaran cacing parasitik di dalam organ?
Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap jenis kelamin ikan?
Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap perkembangan gonad?
Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap panjang tubuh ikan?
Apakah jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap parameter kualitas air
Adakah perbedaan jenis dan jumlah cacing parasitik ikan kembung dari Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
Mengidentifikasi karakteristik struktur komunitas cacing parasitik pada ikan
R. brachysoma dan R. kanagurta di perairanTeluk Banten dan Pelabuhan Ratu
3
Mempelajari interaksi tiga komponen utama penyebab penyakit yaitu ikan sebagai
inang, lingkungan perairan dan cacing parasitik
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam hal pengembangan
ilmu pengetahuan dan penerapan di masyarakat serta sebagai bahan pertimbangan bagi
pengambil kebijakan
1. Sebagai bahan informasi untuk membuat peta distribusi cacing parasitik
2. Sebagai bahan informasi keamanan pangan untuk kesehatan manusia
3. Sebagai bahan informasi untuk managemen kesehatan ikan budidaya
4. Sebagai bahan pembuatan kebijakan karantina dan lalulintas perdagangan ikan
Hipotesis Penelitian
Cacing parasitik yang menginfeksi Ikan kembung dominan oleh L. angustonum
Terdapat perbedaan jumlah cacing parasitik pada R. brachysoma dan R. kanagurta
Cacing parasitik banyak terdapat di lambung
Jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap jenis kelamin ikan, perkembangan
gonad, panjang tubuh ikan, lokasi perairan dan suhu perairan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Makanan
Pada perairan tropis, makanan merupakan faktor pertumbuhan yang lebih
penting daripada suhu perairan (Effendi 1979). Ikan kembung termasuk ikan pemakan
plankton. Kebiasaan makanan ikan kembung yaitu memangsa plankton, copepoda,
atau krustacea (Ganga 2010). Penyebaran ikan kembung dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyebaran secara vertikal dan horisontal. Penyebaran secara vertikal
dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton sedangkan penyebaran secara
horizontal dipengaruhi oleh arus laut (Baladin 2007).
Infeksi Parasit
Parasit berasal dari kata Parasitos yang berarti organisme yang mengambil
makanan, jadi parasit adalah organisme yang hidupnya tergantung pada beberapa
faktor metabolik esensial dari organisme lain. Parasitisme adalah suatu persekutuan
obligat antara dua atau lebih organisme yang berbeda spesies karena ketergantungan
faktor metabolik esensial dalam pertukaran zat antar kedua belah pihak dimana salah
satu organisme mendapat keuntungan sedangkan organisme lainnya menderita
kerugian yang bersifat sementara atau selamanya (Noble dan Noble 1982). Kelompok
parasit dibagi menjadi dua yaitu endoparasit dan ektoparasit (Soulsby 1982).
Cacing merupakan salah satu kelompok besar parasit ikan yang terdiri dari
trematoda (monogenea dan digenea), cestoda, nematoda dan acanthocephala
6
(Chandra 2006). Keberadaannya di dalam tubuh inangnya tidak tumpang tindih.
Kelompok cacing cestoda adalah endohelminths dominan pada ikan elasmobranchs.
Cacing parasit pada bagian luar tubuh ikan bertulang belakang (ektoparasit) adalah
monogenea dan digenea juga nematoda merupakan cacing dominan pada bagian
dalamnya atau endoparasit (Chambers et al. 2001; Cribb et al. 2002).
Trematoda (digenea)
Prevalensi kecacingan trematoda pada ikan cukup tinggi. Dalam jumlah yang
banyak, infeksi trematoda parasitik dapat mengakibatkan infeksi sekunder pada organ
terinfeksi dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme. Ciri khas cacing ini
adalah berbentuk pipih (Noble dan Noble 1982), dan disebut juga cacing hisap atau
flukes karena memiliki alat penghisap, atau juga disebut dengan cacing daun karena
bentuk tubuhnya pipih seperti daun (Natadisastra dan Agoes 2005). Tubuhnya dilapisi
kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai
alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman 1967).
Cacing digenea pada umumnya bersifat endoparasit yang dapat ditemukan
pada organ dalam ikan seperti usus, pembuluh darah. Parasit ini memiliki dua buah
batil isap muskuler berbentuk mangkok pada bagian mulut (oral sucker) dan ventral
(ventral sucker), biasanya tanpa kait atau organ-organ tambahan lain untuk
berpegangan, dengan lubang-lubang genital yang biasanya bermuara di permukaan
ventral antara batil- batil isap serta sebuah lubang ekskretoris posterior (Noble dan
Noble 1982).
Digenea merupakan parasit yang bersifat hermaprodit. Kelamin betina terdiri
dari ovarium tunggal, oviduk, ootipe, vitelaria, uterus, dan lubang kelamin. Kelamin
jantan terdiri dari testes yang kebanyakan sepasang, vas deferens, saluran ejakulasi,
dan penis. Siklus hidup digenea sangat kompleks dan biasanya melibatkan dua inang
antara dan satu inang definitif. Menurut Grabda (1991) stadium perkembangan
digenea adalah telur, mirasidium, sporokista, redia, serkaria, metaserkaria dan dewasa.
Nematoda
Nematoda artinya berbadan panjang, silindris, tipis tidak bersegmen yang
umumnya dilapisi lapisan kutikula (Buchmann dan Bresciani 2001). Kutikula
menyelubungi permukaan luar dan juga melapisi rongga bukal, esofagus, vagina,
lubang sekretoris. Kutikula ini berguna sebagai selubung pelindung yang halus dan
lentur yang resisten terhadap enzim pencernaan inang terutama cacing dewasa yang
hanya dapat ditembus oleh air dan ion-ion kecil (Noble dan Noble 1982). Nematoda
memiliki mulut, usus dan anus yang berkembang, alat kelamin yang terpisah, berperan
sebagai endoparasit serta siklus hidupnya luas melibatkan inang invertebrata
(Buchmann dan Bresciani 2001).
Perkembangan cacing nematoda membutuhkan satu hingga dua inang antara
sebelum menuju inang definitif dan ikan dapat menjadi inang antara dan inang
definitif. Sebagian besar larva cacing nematoda berkembang di jaringan ikan dan
organ parenkima contohnya Anisakis sp. Alat kelamin Anisakidae membentuk saluran,
cacing betina mempunyai dua saluran dimana bagian anteriornya terdapat ovari,
oviduk dan uterus tempat berkumpulnya telur matang (Grabda 1991).
7
Lingkungan Perairan
Lingkungan perairan merupakan habitat dari berbagai jenis biota akuatik, salah
satunya adalah ikan. Perubahan lingkungan hingga melewati batas normal akan
menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter yang penting adalah suhu, intensitas dan
waktu mendapat sinar, susunan kimia air, kandungan benda-benda biologis,
tersedianya ruangan dan makanan, serta hal-hal yang dapat membuat ikan stres.
Teluk Banten
Perairan Teluk Banten terletak pada posisi 5°53’07”-6°01’49”LS dan
106°04’30”-106°16’39”BT. Teluk ini mempunyai luas ± 150 km2 dan tersebar
beberapa pulau di dalamnya. Kedalaman teluk berkisar antara 1 – 10 meter dari muara
hingga mendekati ujung teluk, sedangkan kedalaman ujung teluk hingga pulau Tunda
dapat mencapai 40 – 60 meter. Sedimen Teluk Banten terdiri dari lumpur dan pasir.
Musim penghujan berlangsung antara November hingga Maret dan musim kemarau
antara April – Oktober (Green and Short 2003).
Gelombang maksimum di Teluk Banten mencapai ketinggian 1 meter. Tipe
pasang surut yang terjadi di Teluk Banten adalah tipe pasut campuran cenderung ke
diurnal dengan elevasi maksimum sebesar 8,5 meter. Suhu perairan di Teluk Banten
berkisar antara 29,2 – 29,6 °C. Berdasarkan pengukuran suhu secara vertikal pola suhu
menurun terhadap kedalaman, semakin dalam perairan maka suhu akan semakin kecil.
Salinitas di Teluk Banten berkisar antara 31,6 – 32 PSU. Secara vertikal pola salinitas
meningkat terhadap kedalaman, semakin dalam perairan maka salinitas semakin tinggi
(Purbani 2010).
Populasi fitoplankton didominasi oleh satu marga, yaitu Chaetoceros.
Kelimpahan fitoplankton di bagian timur Teluk Banten mencapai nilai tertinggi yaitu
9 juta sel/m3, sedangkan bagian baratnya mencapai nilai terendah yaitu 67 ribu sel/m3.
Kelimpahan zooplankton memiliki pola yang sama dengan fitoplankton. Kelimpahan
di bagian timur Teluk Banten yaitu 457.000 individu/103/m3 dan di bagian barat
35.000 individu/103/m3. Beberapa individu zooplankton antara lain Calanoid,
Cirripedia, Caridea, Brachyura, Luciferidae, Chaetognatha dan Larvacea (Adnan et
al. 1998).
3 METODE
Gambar 2. Lokasi pengambilan Rastrelliger sp. (1) Teluk Banten, dan (2) Pelabuhan Ratu
10
Identifikasi morfologi ikan dan cacing dilakukan di Laboratorium Helmintologi
FKH–Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Budidaya Perairan FAPERTA–
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, identifikasi genetik ikan dan cacing dominan
dilakukan di Laboratorium Biologi Laut Universitas Ryukyus-Jepang, dan analisis
kualitas air dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Air Provinsi Banten. Data curah
hujan diperoleh dari BMKG Provinsi Banten dan BMKG Pelabuhan Ratu.
Panjang-Berat Ikan
Menurut Effendi (1979), panjang ikan yang diukur adalah panjang total atau
total lenght (TL) yaitu diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae)
hingga ujung ekor dengan satuan centimeter (cm). Berat ikan adalah ditimbang seluruh
tubuh ikan atau body weigh (BW) dengan menggunakan timbangan elektonik dengan
satuan gram (gr).
Umur
Pertumbuhan pada tingkat individu, secara sederhana adalah pertambahan
ukuran panjang atau bobot tubuh ikan selama waktu tertentu. Model yang paling
umum digunakan dalam mempelajari tentang pertumbuhan ikan di daerah tropis
adalah dengan pendekatan frekuensi panjang, karena jika menggunakan lingkaran
tahun, ikan di perairan tropis batas lingkaran tahunnya tidak jelas, lain halnya dengan
di perairan dingin. Dari frekuensi panjang ikan maka dapat diperoleh model
pertumbuhan dan hubungan umur-panjang dengan persamaan pertumbuhan Von
Bertanlanffy. Menurut Ahmad (2000) dan Sudjastani (1974), persamaan pertumbuhan
Von Bertanlanffy ikan kembung di perairan Laut Jawa adalah:
= 1/ − (1 − /L) +
dengan : t = umur (bulan)
k = Koefisien pertumbuhan
R. kanagurta (0,2316) dan R. brachysoma (0,1885)
lt = panjang ikan saat ini (cm)
11
L = Panjang maksimum (asymptotic length)
R. kanagurta (23,8886) dan R. brachysoma (22,9170)
t0 = umur teoritis
R. kanagurta (0,5186) dan R. brachysoma (0,7638)
Jenis kelamin, Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Indeks Gonad (GSI)
Ikan kembung jantan memiliki gonad berbentuk pipih dan berwarna putih,
sedangkan ikan betina memiliki bentuk gonad bulat panjang dan berwarna merah atau
kuning (Burnahuddin et al. 1984). Pengamatan tingkat kematangan gonad (Tabel 1)
hanya dilakukan pada ikan kembung betina sedangkan pada ikan jantan hanya terbatas
pada penentuan jenis kelamin.
Gonado somatic index (GSI) atau Indeks Gonad adalah indeks kuantitatif yang
menunjukan kondisi kematangan seksual ikan. Menurut Zamroni et. al (2008), indeks
gonad dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
= 100%
Pengukuran pH
Menggunakan metode pH meter secara in situ berdasarkan pengukuran
aktivitas ion hidrogen secara potensiometrik/ elektrometrik.
mg ( − ℎ ) ( − ℎ ) 8 1000
O2 =
l ml sampel x
5 HASIL
Identifikasi spesies Rastrelliger spp.
Identifikasi spesies ikan kembung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
identifikasi berdasarkan morphologi tubuh ikan dan berdasarkan genetik. Di perairan
laut Jawa hanya terdapat dua spesies yaitu R. brachysoma dan R. kanagurta (Sujastani
1976). Keduanya memiliki karakteristik morphologi yang relative mirip. Mereka dapat
dibedakan dari rasio panjang-tinggi tubuhnya dan keberadaan garis-garis di sisi
tubuhnya, garis tersebut akan memudar jika kesegaran ikan sudah mulai menurun
(Gambar 3).
Gambar 3. Foto dan sketsa R. brachysoma dan R. kanagurta dari Pelabuhan Ratu
Karakteristik biologi
Identifikasi spesies berdasarkan rasio ukuran Panjang-Tinggi tubuh ikan
(Indaryanto et al. 2014). Karakteristik biologi dan biologi reproduksi R. kanagurta dan
R. brachysoma hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 7. Salinitas, suhu, turbidity, pH, DO dan curah hujan dari permukaan dan
kedalaman 10 meter perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Informasi genetik hasil sequencing DNA diperoleh 354 base pairs (bp) DNA
segment dengan komposisi basa (%) yaitu 17,7 A; 35,7 T; 29,6 G; dan 17,1 C, hasil ini
kemudian dibandingkan dengan beberapa DNA Family Hemiuridae yang diperoleh
dari GenBank, diantaranya Lecithocladium excisum AJ287529; Dinurus longisinus
AJ287501; Plerurus digitatus AF029803; dan Lecithochirium caesionis AJ287528
(Olson et. al 2003). Pohon phylogenetik Neighbor-joining (NJ dengan model kimura2)
digambarkan dalam Gambar 4 (Indaryanto et al. 2014).
Gambar 7. Anatomi specimen segar Prodistomum sp. perbesaran 100x (A) dan dalam
cawan petri diameter 5 cm (B) dari R. kanagurta di Pelabuhan Ratu.
Keterangan: 1) oral sucker; 2) ventral sucker
Anisakis typica
Class : Nematoda
Sub-class : Secernentea
Order : Ascaridida
Family : Anisakidae
Genus : Anisakis
Species : Anisakis typica Diesing 1860
Menurut penelitian Palm et al. (2008), Anisakis di perairan Bali maupun Laut
Jawa secara genotip memiliki kesamaan genetik dengan Anisakis typica. Spesies ini
hidup di perairan tropis atau hangat dengan inang akhir lumba-lumba dari famili
Delphinidae, Phocoenidae dan Pontoporidae (Palm et al. 2008; Iniguez el al. 2011).
Terdapat pada rongga tubuh ikan khususnya gonad dan hati (Strømnes dan Andersen
2003). Hanya spesies Anisakis simplex, A. pegreffii dan A. physeteris saja yang bersifat
zoonosis sedangkan spesies lainnya tidak (Arizono el al. 2012). Daerah penyebaran
Anisakis simplex adalah di daerah beriklim sedang (temperate zone) dan terdapat pada
otot daging ikan (Strømnes dan Andersen 2003).
21
Anisakis typica memiliki tubuh memanjang, dengan rata-rata panjang total
984,99 µm dan rata-rata lebar maksimum 64,88 µm yang terletak di bagian tengah
tubuh, lihat Gambar 8.
R.brachysoma R.kanagurta
Teluk Pelabuhanratu Total Teluk Pelabuhanratu Total
Cacing Parasitik
Banten (n = 61) (n = 107) Banten (n = 46) (n = 55)
(n = 46) (n = 9)
Digenea
Lecithocladium sp
n 466 499 965 69 194 263
Prevalensi (%) 80,4 86,9 84,1 100 84,8 87,3
Intensitas rata2 12,59 9,42 10,72 7,67 4,97 5,48
Intensitas 1 – 45 1 – 30 1 – 45 1 – 23 1 – 21 1 – 23
D 0,88 0,91 0,89 0,92 0,66 0,71
Lecitochirium sp
n 64 48 112 6 75 81
Prevalensi (%) 43,55 32,8 37,4 55,6 60,9 60,0
Intensitas rata2 3,20 2,40 2,80 1,2 2,68 2,45
Intensitas 1 – 10 1 – 11 1 – 11 1–2 1 – 11 1 – 11
D 0,12 0,09 0,10 0,08 0,25 0,22
Prodistomum sp
n 0 2 2 0 27 27
Prevalensi (%) 0 1,6 0,9 0 17,4 14,5
Intensitas rata2 0 2 2 0 3,38 3,38
Intensitas 0 2 2 0 2–5 2–5
D 0 0 0 0 0,09 0,07
Nematoda
Anisakis sp
n 1 0 1 0 0 0
Prevalensi (%) 2,2 0 0,9 0 0 0
Intensitas rata2 1 0 1 0 0 0
Intensitas 1 0 1 0 0 0
D 0 0 0 0 0 0
Total
n 533 547 1080 75 296 371
Prevalensi (%) 89,1 90,2 89,7 100 89,1 90,9
Intensitas rata2 12,95 9,98 11,25 8,33 7,22 7,42
Intensitas 1 – 45 1 – 31 1 – 45 1 – 23 1 – 31 1 – 31
Table 9. Distribusi cacing parasitik pada organ lambung dan usus dari Rastrelliger
spp. Jumlah (A), intensity rata-rata (MI) and prevalensi (P)
Cacing Usus Lambung
Parasitik A MI P A MI P
Lecithocladium 206 4.48 28.4 1182 8.56 85.19
Lecithochirium 11 1.57 4.32 186 2.55 45.06
Prodistomum 2 1 1.23 27 3 5.56
Anisakis 1 1 0.62 0 0 0
23
Interaksi antara cacing parasit dengan biologi inang (Intrinsik)
Melalui uji perbedaan Mann-Whitney U, terbukti tidak ada perbedaan jumlah
cacing parasitik yang terdapat saluran pencernaan R. kanagurta dan R. brachysoma
(U = 2,460E3; p > 0,05).
Berdasarkan jenis kelamin ikan, terbagi atas 80 ekor ikan jantan, 66 ekor ikan
betina dan 16 ekor ikan yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya. Tidak semua ikan
kembung dapat ditentukan jenis kelaminnya terutama jenis kelamin ikan muda
(Burnahuddin et al. 1984). Menurut uji perbedaan One-Way ANOVA, tidak ada
perbedaan jumlah cacing parasitik yang signifikan berdasarkan jenis kelamin ikan
(F(2,159) = 1,136; p > 0,05).
Pada Tabel 5 terlihat bahwa R. brachysoma betina berada pada musim
pemijahan karena sebagian berada pada TKG 6, sedangkan pada R. kanagurta tidak
berada pada musim pemijahan karena seluruhnya berada pada TKG 1. Berdasarkan
hasil korelasi Spearman’s, jumlah cacing parasitik berkorelasi dengan nilai Gonado
Somatic Index (GSI) pada R. brachysoma (rs = -0,382; p < 0,01), akan tetapi tidak ada
korelasi pada R. kanagurta (rs = -0,086; p > 0,05).
Berdasarkan hasil korelasi Spearman’s, jumlah cacing parasitik berkorelasi
terhadap pertumbuhan panjang ikan (rs = -0,403; p < 0,01), berdasarkan hasil uji
distribusi frekuensi terhadap panjang disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata (MI)
dan prevalensi (P%) cacing parasitik
R. brachysoma R. kanagurta
Ukuran A MI P (%) Ukuran A MI P (%)
<16 400 13,79 96,7 <14 40 6,67 100
16,1-18,5 421 12,38 91,9 14,1-16,9 134 11,17 85,7
18,6-21,0 185 9,73 82,6 17,0-19,9 182 7,00 92,9
21,1-23,5 71 5,46 81,3 20,0-22,9 12 2,40 100
>23,6 3 3,00 100 >23,0 3 3,00 50
Table 11. Inventaris cacing parasitik pada R. kanagurta dari berbagai negara
Bangladesh a Philipinab Viet Nam
c
Chinad Indiane
Digenea Digenea Digenea Digenea Digenea
Dinurinae. Lecithocladium Lecithocladium Prosorchiopsis Lecithocladium
sp. angustiovum apolecti rastrelligi angustiovum
Lecithocladium Aponurus
Nematoda Cestoda angustiovum laguncula
Anisakidae Nybelinia sp. L. parviovum
Nematoda
Anisakis sp.
Contracaecum sp.
Porrocaecum sp.
Sumber : a = Arthur dan Ahmed (2002); b = Arthur dan Lumanlan (1997); c = Arthur dan Te
(2006); d = Liu et al. (2010); e = Madhavi dan Lakshmi (2011)
Table 12. Daerah penyebaran, inang dan ukuran dari L. angustiovum dan L. excisum
menurut Gibson dan Bray (1986)
Daerah Panjang
Group species Mainhost Ukuran sucker
penyebaran Tubuh
L. excisum Mediterranean, Scomber ±3-8 mm ukuran sucker sama
NE Atlantic scombrus atau oral sucker
sedikit lebih besar
L. angustiovum Indo-Malaysian Scombrid, ± 4 mm Oral sucker lebih
Syn: Rastrelliger spp. besar dari ventral
L. scombri sucker
L. bulbolabrum
L. unibulbolabrum
Gambar 9. Distribusi cacing parasitik pada lambung dan usus R. kanagurta dan
R. brachysoma
26
Semua digenea mempunyai alat penghisap oral (anterior) di sekitar mulut dan
terdapat alat penghisap ventral di tengah atau posterior. Alat penghisap tersebut
berfungsi sebagai alat penempel pada tubuh inang, bukan untuk menghisap makanan
(Suwignyo et al. 2005). Infeksi cacing parasitik dari kelompok Digenea hanya sedikit
atau bahkan cenderung tidak menimbulkan kerusakan berat pada system pencernaan
ikan (Kabata 1985; Blair 1977). Hal ini dikarenakan cacing parasitik Digenea
berukuran kecil (dengan panjang sekitar 1-2 mm), bergerak dan tidak menimbulkan
bekas luka, tidak menempel terlalu dalam pada tubuh inang (Chambers et al. 2001).
Pada Anisakis sp. biasanya terdapat pada rongga tubuh ikan khususnya gonad
dan hati (Strømnes dan Andersen 2003). Penelitian Baladin (2007), infeksi larva
Anisakidae pada ikan kembung dari pelabuhan rakyat Muara Angke terdapat di organ
pencernaan dan di sekitar rongga abdomen yaitu pada mesenterium dan permukaan
organ viseral (47,6%), hati (29,8%), rongga abdomen (15,7%), dan usus (6,9%). Pada
penelitian ini cacing parasitik Anisakis typica hanya ditemukan pada usus ikan
kembung, hal ini menunjukan bahwa ikan kembung hanya sebagai inang pembawa
bagi cacing parasitik Anisakis typica.
12,00 100,0%
87,3% 90,0%
84,1%
10,00 80,0%
8,00 70,0%
Prevalensi
Intensitas
60,0%
60,0%
6,00 50,0%
10,72
37,4% 40,0%
4,00 30,0%
5,48 14,5% 20,0%
2,00 3,38
2,80 2,45 0,9% 2,00 10,0%
1,00 0,00
0,00 0,9% 0,0%
0,0%
Lechitocladium Lecitochirium Anisakis Prodistomum
Gambar 10. Nilai intensitas dan prevalensi cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma
Analisis perbedaan jumlah parasit pada Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Jumlah cacing parasitik pada ikan kembung yang berasal dari Teluk Banten
dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda. Hal ini karena kedua daerah tersebut masih dalam
daerah geografis yang hampir sama, selain itu secara genetik ikan kembung terutama
R. brachysoma masih merupakan satu stok populasi yang sama.
Ikan bersifat ektoterm atau poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya
bergantung pada suhu lingkungan tempat hidupnya atau biasa disebut juga dengan
hewan berdarah dingin. Suhu dan pH perairan sangat berpengaruh terhadap pola
sebaran cacing parasit pada ikan karena kedua faktor ini mempengaruhi kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air sebagai inang parasit (Rohlenova et al. 2011).
Demikian pula halnya dengan sistem imun, penyembuhan penyakit dan pencernaan
makanan sangat tergantung pada suhu dan pH tempat hidupnya.
Pada suhu perairan yang tinggi akan menyebabkan ikan membutuhkan energi
yang lebih besar sehingga asupan makanan akan bertambah, bahan makanan dalam
tubuh ikan tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh cacing parasitik untuk tumbuh dan
berkembang dibandingkan untuk kebutuhan ikan itu sendiri (Johnson et al. 2010).
Pertumbuhan parasit akan dapat meningkat dengan pesat walaupun hanya dengan
adanya peningkatan suhu yang sedikit (Macnab dan Barber 2011).
Perubahan suhu perairan akan diikuti dengan perubahan ketersediaan makanan
(Johnson et al., 2010). Suhu dan pH perairan berpengaruh terhadap pergerakan
plankton. Pergerakan harian plankton dan suhu perairan adalah faktor utama
pergerakan Rastrelliger spp. (Zamroni et al. 2008).
29
Analisis Karakteristik Habitat
Habitat infeksi cacing parasitik terbagi menjadi mikrohabitat atau habitat
dimana cacing parasitik tersebut hidup dan makrohabitat atau habitat tempat dimana
inangnya hidup. Terdapat tiga komponen utama dalam terjadinya infeksi cacing
parasitik, yaitu ikan, lingkungan dan cacing itu sendiri.
Menurut Untergasser (1989), faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan
cacing parasitik antara lain: keberadaan inang, umur dan ukuran panjang inang,
kondisi inang, sifat patogenitas cacing parasitik. Faktor abiotik yang mempengaruhi
kehidupan cacing parasitik antara lain: suhu, salinitas, oksigen, ammonia, pH, cahaya,
kedalaman atau tekanan air, dan tingkat pencemaran. Interaksi antara cacing parasitik
dengan faktor-faktor tersebut diatas telah dijelaskan sebelumnya. Interaksi tersebut
dapat dilihat dalam Gambar 12.
Kesimpulan
Komunitas cacing parasitik menginfeksi Rastrelliger spp. pada organ pencernaan
lambung dan usus, baik itu R. brachysoma maupun R. kanagurta baik itu berasal
dari Teluk Banten ataupun Pelabuhan Ratu adalah sama yaitu Lechitocladium
angustonum (Digenea), Lecitochirium sp. (Digenea), Prodistomum sp. (Digenea)
and Anisakis sp. (Nematodes). Komunitas ini yang didominasi L. angustonum
Faktor yang mempengaruhi jumlah infeksi cacing parasitik pada saluran
pencernaan Rastrelliger spp. adalah panjang, GSI, pH dan suhu perairan
Saran
Penelitian lanjutan sebaiknya dihubungkan dengan pola penyebaran plankton, food
habit dan feeding habit serta inventaris cacing parasitiknya
31
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Q., Sutomo, dan Garno YS. 1998. Pengamatan pendahuluan populasi fitoplankton dan
zooplankton di perairan Teluk Banten. Prosiding seminar nasional pengelolaan
lingkungan kawasan akuakultur secara terpadu. p266-271
Ahmad N. 2000. Kajian Beberapa Parameter Populasi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta) di Perairan Laut Jawa. [Tesis] IPB. Bogor
Alifuddin M, Priyono A, dan Nurfatihah A. 2002. Inventarisasi Parasit pada Ikan Hias yang
Dilalulintaskan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Jurnal Akuakultur
Indonesia 1(3):123-127
APHA. 1989. Standard methods for the examination of water and wastewater. 17th Edition.
American Public Health Association, Washington, DC, USA
Arizono N., Yamada M., Tegoshi T., dan Yoshikawa M. 2012. Anisakis simplex sensu strict
and Anisakis pegreffii: biological characteristics and pathogenetic potential in human
anisakiasis. Foodborne Pathology Disease 9: 517-521
Arthur JR. dan Lumanlan MS. 1997. Checklist of the parasites of fishes of the Philippines.
FAO Fisheries Technical Paper. No. 369. Rome, FAO. 102p
Arthur JR. dan Te BQ. 2006. Checklist of the parasites of fishes of Viet Nam. FAO Fisheries
Technical Paper. No. 369/2. Rome, FAO. 133p
Awik PDN., Hidayati D., dan Karimatul H. 2010. Identifikasi parasit pada insang dan usus
halus Ikan Kerapu (Epinephelus sexfasciatus) yang tertangkap di Perairan Glondong
Gede, Tuban. Hayati Edisi Khusus 4F: 9-12
Baladin LO. 2007. Studi ketahanan hidup larva anisakidae dengan suhu pembekuan dan
penggaraman pada ikan kembung (Rastrelliger spp.). [Thesis] IPB. Bogor. 65p
Bijukumar A. dan Deepthi GR. 2009. Mean trophic index of fish fauna associated with trawl
bycatch of Kerala, southwest coast of India. Journal Marine Biology Ass. India 51(2) :
145–157
Blair D. 1977. A key to cercariae of British strigeoids (Digenea) for which the life-cycle are
known, and notes on the characters used. Journal of Helminthology 51: 155–166
Bray RA. 1990. Hemiuridae (Digenea) from marine fishes of the Southern Indian Ocean:
Dinurinae, Elytrophallinae, Glomericirrinae and Plerurinae. Systematic Parasitology
17(3): 183–217
Bray RA. dan Gibson DI. 1990. The Lepocreadiidae (Digenea) of fishes of the north-east
Atlantic: review of the genera Opechona Looss, 1907 and Prodistomum Linton, 1910.
Systematic Parasitology 15:159-202.
Buchmann K. dan Bresciani. 2001. Parasitic Disease of Freswater Trout. DSR Publishers.
Denmark
Bunga M., Rantetondok A., dan Anshary H. 2009. Tingkat infeksi, mikrohabitat dan patologis
parasit Diplectanum sp. pada insang ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus
FORSSKAL) di karamba jaring apung. Jurnal Sains dan Teknologi 9(2): 73 – 80
Bunga M. 2008. Prevalensi dan Intensitas Serangan Parasit Diplectanum sp pada Insang Ikan
Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Torani
18(3): 204-210
Burnahuddin, Martosewojo S, Adrim M, dan Hutomo M. 1984. Sumber Daya Ikan Kembung.
Lembaga Oceanologi – LIPI. Jakarta
Bush AO., Lafferty KD., Lotz JM., dan Shostak AW. 1997. Parasitology meets ecology on its
own terms: Margolis et al. revisited. Journal Parasitology 83: 575–583
32
Chandra KJ. 2006. Fish Parasitological Studies in Bangladesh: A Review. J Agric Rural Dev
4(1&2), 9-18
Chandra KJ., Hasan M., and Basak SS. 2011. Prevalence of Genarchopsis dasus (Digenea:
Hemiuridae) in Channa punctatus of Mymensingh. The Bangladesh Veterinarian
28(1): 47–54
Chee P.E. 2000. Fishcode management: Supplement to the report of a workshop on the
fishery and management of a short mackerel (Rastrelliger spp.) on the West
Coast of Peninsular Malaysia. FAO, Rome
Chambers CB., Carlisle MS., Dove ADM., dan Cribb TH. 2001. A description of
Lecithocladium invisorn.sp. (Digenea: Hemiuridae) and the pathology
associated with Two Species of Hemiuridae in Acanthurid Fish. The Journal
Parasitology Reseach 87(8): 666–673
Chowdhury AK 1992: Helminth parasite infestation of histopathological changes in
snake-head fishes. MSc Thesis. Department of Zoology, University of Dhaka,
Bangladesh.
Cribb TH., Chisholm LA., dan Bray RA. 2002. Invited review diversity in the Monogenea and
Digenea: does lifestyle matter. International Journal for Parasitology 32(3): 321–328
Cribb TH., Bray RA., Olson PD. dan Littlewood DTJ. 2003. Life Cycle Evolution in the
Digenea: a New Perspective from Phylogeny. Advances In Parasitology 54: 198–254
Duff P. 2003. Wildlife Disease Surveillance by the Veterinary Laboratory Agency.
Microbiology Today 30
DPPHP [Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan]. 2010. Warta Pasar Ikan: Pulau
Jawa, Pasar Potensial untuk Hasil Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Tersedia pada http://www.wpi.kkp.go.id/?p=115
Effendi MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 155 p
FAO. 2012. Fisheries and Agriculture Department. Tersedia pada
www.fao.org/fishery/species/2477/en
Fischthal JH. dan Thomas JD. 1971. Some Hemiurid Trematodes of Marine Fishes
from Ghana. The Helminthological Society of Washington 38(2): 181–189
Ganga U. 2010. Investigations on the biology of Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta
(Cuvier) along the Central Kerala coast with special reference to maturation, feeding
and lipid dynamics. [Thesis] Cochin University Of Science And Technology
Gibson DI. dan Bray RA. 1986. The Hemiuridae (Digenea) of Fishes From The North-east
Atlantic. Bulletin British Museum Natural History (Zoology) 51(1): 1–125
Grabda J. 1991. Marine Fish Parasitology. Warszawa : Polish Scientific Publishers
Green EP. dan Short FT. 2003. World Atlas of Seagrass. UNEP dan WCMC
Hamann MI., Kehr AI., dan Gonzalez CE. 2012. Community structure of Helminth parasites
of Lepodactylus bufonius (Anura: Leptodactylidae) from Northeaster Argentina.
Journal Zoological studies 51(8): 1454–1463
Hariyadi AS. 2006. Pemetaan infestasi cacing parasitik dan risiko zoonosis pada ikan laut di
perairan Indonesia Bagian Selatan. [Thesis] IPB. Bogor. 65p
Hobbs JPA., Herwerden LV., Jerry DR., Jones GP. dan Munday PL. 2013. High genetic
diversity in geographically remote populations of endemic and widespread coral reef
Angelfishes (genus: Centropyge). Diversity 5(1): 39–50
Hoffman GL. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California
Press. London, England
Hutomo M., Burhanuddin, dan Hadidjaja P. 1978. Observations on the incidence and
intensity of infection of nematode larvae (Fam. Anisakidae) in certain marine
33
fishes of waters around Panggang Island, Seribu Islands. Marine Research
Indonesia 21: 49–60
Indaryanto FR, Wardiatno Y., Tiuria R., Abdullah MF., dan Imai H. 2014. A description of
Lecithocladium angustiovum (Digenea:Hemiuridae) in Indonesian short mackerel,
Rastrelliger brachysoma (Scombridae). Tropical Life Science Research Journal:
Submited
Indaryanto FR, Saifullah. 2011. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Pembelian Ikan Di
Pasar Rau Dan Pasar Lama, Kota Serang-Banten. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial
dan Eksakta 22 (3): 56–60
Iniguez AM., Carvalho VL., Motta MRA., Pinheiro DCSN., dan Vicente ACP. 2011. Genetic
analysis of Anisakis typica (Nematoda: Anisakidae) from cetaceans of the northeast
coast of Brazil: New data on its definitive hosts. Veterinary Parasitology 178: 293–
299
Jamaluddin JAF., Ahmad AT., Basir S., Rahim MA. dan Nor SAM. 2010. Rastrelliger
systematics inferred from mitochondrial cytochrome b sequences. African Journal of
Biotechnology 9(21): 3063–3067
Jahncke ML. dan Schwarz MH. 2002. Public, animal, and environmental aquaculture health
issues. Wiley interscience.USA
Johnson PTJ., Townsend AR., dan Cleveland CC. 2010. Linking environmental nutrient
enrichment and disease emergence in humans and wildlife. Ecological Applications
20: 16–29
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Cultured in The Tropics. Taylor & Francis Inc.
Philadelphia. USA
KLH [Kementrian Lingkungan Hidup]. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Kementrian
Lingkungan Hidup. Jakarta
KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. 2012. Statistik perikanan tangkap Indonesia
2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 182p
Koie M. 1991. Aspects of the morphology and life cycle of Lecithocladium excisum
(Digenea, Hemiuridae), a parasite of Scomber spp. International Journal for
Parasitology 21(5): 597–602
Lambert Y. dan Dutil JD. 1998. Energetic consequences of reproduction in Atlantic cod
(Gadus morhua) in relation to spawning level of somatic energy reserves. Canadian
Journal of Fish Aquatic Science 57(4): 815–825
Lasee B. 2004. National Wild Fish Health Survey Laboratory Procedures Manual, Second
Edition: Chapter 8. Parasitology – Section 1. U.S Fish and Wildlife Service
Liu SF, Peng WF, Gao P, Fu MJ, Wu HZ, Lu MK, Gao JQ, Xiao J. (2010). Digenean
parasites of Chinese marine fishes: a list of species, hosts and geographical
distribution. Systematic Parasitology 75(1): 1–52
Madhavi R. dan Lakshmi TT. 2011. Community ecology of the metazoan parasites of the
Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta (Scombridae) of Visakhapatnam coast, Bay
of Bengal. Journal of Parasitic Diseases 35(1): 66–74
Madhavi R. dan Lakshmi TT. 2012. Metazoan parasites of the Indian mackerel, Rastrelliger
kanagurta (Scombridae) from the coast of Visakhapatnam, Bay of Bengal. Journal of
Parasitic Diseases 36(2): 165–170
Macnab V dan Barber I. 2011. Some (worms) like it hot: fish parasites grow faster in warmer
water, and alter host thermal preferences. Blackwell Publishing. Global Change
Biology, doi: 10.1111/j.1365-2486.2011. 02595.x
34
Natadisastra D. dan Agoes R. 2009. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. EGC. Jakarta 450p
Noble GA. dan Noble ER. 1982. Parasitology: The Biology of Animal Parasites Fifth Edition.
Lea & Febiger.Philadelpia, USA. 566p
Noga EJ. 1996. Fish Disease Diagnosis and Treatment. Mosby-Year Book Inc .USA
Palm HW., Damriyasa IM., Linda dan Oka IBM. 2008. Molecular genotyping of
Anisakis Dujardin, 1845 (Nematoda: Ascaridoidea: Anisakidae) larvae from
marine fish of Balinese and Javanese waters, Indonesia. Helminthologia 45(1):
3 –12
PKSPL IPB [Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB]. 2003a. Profil Pesisir Teluk
PalabuhanRatu Kabupaten Sukabumi. Kerjasama antara Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sukabumi dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Purbani D., Sukresno B., Mustikasari E., Kusumah G., dan Solihuddin. 2010. Optimalisasi
data fisik perairan untuk kajian kelimpahan dan jenis ikan dl teluk banten. Pusat Riset
Wilayah Laut Dan Sumberdaya Non Hayati - Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta
Rohlenova K, Morand S, Hyrsl P, Tolarova S, Flajshans M, dan Sinkova A. 2011. Are Fish
Immune System Really Affected by Parasites? an Immunoecological Study of
Common Carp (Cyprinus carpio). Parasites and Vectors
Safar Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: protozoologi, entomologi dan helmintologi.
Penerbit Yrama widya. Bandung
Santoso J, Setyaningsih I, Herlijoso C. 1997. Perubahan kandungan asam lemak omega-3
pada pindang ikan kembung (Rastrelliger sp.) selama penyimpanan. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan, 3.
Sanusi HS. 2004. Karakteristik kimiawi dan kesuburan perairan teluk pelabuhan Ratu pada
musim barat dan timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 11(2):
93-100
Sarjito dan Desrina. 2005. “Analisis Infeksi Cacing Endoparasit Pada Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer Bloch) dari Perairan Pantai Demak”. Tersedia pada
http://eprints.undip.ac.id/21874/1/424-ki-fpik-06-a.pdf
Shih HH., Liu W. dan Zhao ZQ. 2004. Digenean fauna in marine fishes from
Taiwanese water with the description of a new species, Lecithochirium
tetraorchis sp. nov. Journal zoological studies 43(4): 671–676
Sivadas M. dan Bhaskaran MM. 2009. Stomach content analysis of the Indian mackerel
Rastrelliger kanagurta (Cuvier) from Calicut, Kerala. Indian Journal of Fish 56(2):
143–146
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthtopods, and Protozoa of Domesticated Animals. London:
Bailliere Tindall
Strømnes E. dan Andersen K. 2003. Growth of whaleworm (Anisakis simplex,
Nematodes, Ascaridoidea, Anisakidae) third-stage larvae in paratenic fish
hosts. Parasitology Research 89: 335–341
Sudjastani T. 1976. The Species of Rastrelliger in The Jawa Sea, Their Taxonomy
And Morphometry (Perciformes, Scombridae). Marine Research in Indonesia 16:
1–29
Sudjastani T. 1974. The Species of Rastrelliger in The Jawa Sea, Their Taxonomy,
Morphometry, and Population Dynamics. [Thesis] University of British Columbia.
147 p.
35
Sufren dan Natanael Y. 2013. Mahir Menggunakan SPSS secara Otodidak. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta
Suwignyo S., Widigdo B., Wardiatno Y., dan Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid 1.
Makaira-FPIK IPB. Bogor
Untergasser Dieter. 1989. Handbook of Fish Diseases. TFH Publications. Canada
Vivekanandan E., Gomathy S., Thirumilu P., Meiyappan MM. dan Balakumar SK. 2009.
Trophic level of fishes occurring along the Indian coast. Journal Marine Biology Ass.
India 51(1) : 44 - 51
William EH. dan William LB. 1996. Parasites of Offhore Big Game Fishes of Puerto Rico
and The Western Atlantic. Puerto Rico: The Puerto Rico of Natural and Environmental
Resources
Yamaguti S. 1953. Parasitic Worms mainly from Celebes. Part 3. Digenetic Trematodes of
Fishes. ActaMedica Okayama 8(3): 281–283
Yohannan TM. 1995. Observations on the spawning of mackerel. Indian Journal of Fish
40(3):197
Yohannan TM. 1979. The growth pattern of Indian mackerel. Indian Journal of Fish 26
(1&2): 207–216.
Zamroni A., Suwarso dan Mukhlis NA. 2007. Reproductive Biology and Genetic Population
of Short Mackerel (Rastrelliger brachysoma, Scombridae) in The Coastal Water of
Northern Jawa. Indonesian Fisheries Research Journal 14(2): 215–226
36
Lampiran 1. Data biologi ikan dan jumlah cacing parasitik pada R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
1 R brachysoma PelRatu Feb J 15,5 1,05 6,00 19 2 21
2 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,64 6,30 13 1 14
3 R brachysoma PelRatu Feb J 15 0,67 5,72 7 2 9
4 R brachysoma PelRatu Feb J 15,8 1,10 6,18 11 3 14
5 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,41 6,30 13 4 17
6 R brachysoma PelRatu Feb - 16 0,00 6,30 29 1 30
7 R brachysoma PelRatu Feb - 15,1 0,00 5,78 9 9
8 R brachysoma PelRatu Feb J 16 1,34 6,30 7 7
9 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,45 6,30 12 12
10 R brachysoma PelRatu Feb - 16,5 0,00 6,61 16 16
11 R brachysoma PelRatu Feb B 15,5 0,46 6,00
12 R brachysoma PelRatu Feb J 15,6 0,64 6,06 30 1 31
13 R brachysoma PelRatu Feb - 16,5 0,00 6,61 18 18
14 R brachysoma PelRatu Feb J 16 0,64 6,30 10 10
15 R brachysoma PelRatu Feb J 16,5 1,23 6,61 6 6
16 R brachysoma PelRatu Feb J 15,6 0,37 6,06 10 10
17 R brachysoma PelRatu Feb B 15,5 0,49 6,00 13 13
18 R brachysoma PelRatu Feb J 15,5 0,86 6,00 6 6
19 R brachysoma PelRatu Feb B 15,9 0,60 6,24 17 17
20 R brachysoma PelRatu Feb B 17,4 0,87 7,23 8 8
21 R brachysoma PelRatu Feb B 16 0,66 6,30 22 22
22 R brachysoma PelRatu Feb B 16 2,21 6,30 9 9
23 R brachysoma PelRatu Feb J 15,5 0,46 6,00 22 1 23
24 R brachysoma PelRatu Feb J 15,8 0,33 6,18 16 16
25 R brachysoma PelRatu Feb J 15,1 0,83 5,78 3 3
1 R brachysoma PelRatu Mart J 22 1,57 12,51 6 6
2 R kanagurta PelRatu Mart - 15 0,00 4,45 9 1 10
3 R kanagurta PelRatu Mart - 10 0,00 2,71 12 12
4 R kanagurta PelRatu Mart - 14 0,00 4,04 11 5 16
5 R kanagurta PelRatu Mart - 10,4 0,00 2,83 1 1
6 R brachysoma PelRatu Mart B 19,6 4,63 9,13 28 28
7 R brachysoma PelRatu Mart J 21 2,06 10,84 19 19
8 R brachysoma PelRatu Mart B 21,5 3,01 11,61
9 R brachysoma PelRatu Mart B 18,8 1,01 8,36 2 2
10 R brachysoma PelRatu Mart B 18,1 0,29 7,77 2 2
11 R brachysoma PelRatu Mart B 22 4,74 12,51 1 1
12 R brachysoma PelRatu Mart J 22,1 3,58 12,71 7 7
13 R kanagurta PelRatu Mart B 18,9 0,77 6,56 10 1 11
14 R brachysoma PelRatu Mart B 19,3 0,66 8,83 6 2 8
15 R brachysoma PelRatu Mart B 21,6 4,73 11,77 10 10
37
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
16 R brachysoma PelRatu Mart J 20,7 4,39 10,42 6 6
17 R kanagurta PelRatu Mart B 21 0,40 8,34 6 6
18 R brachysoma PelRatu Mart B 21,2 4,43 11,13
19 R brachysoma PelRatu Mart B 21,9 4,69 12,31 4 4
20 R brachysoma PelRatu Mart B 19 0,66 8,54 17 17
21 R brachysoma PelRatu Mart J 18,2 0,57 7,85 3 1 4
22 R brachysoma PelRatu Mart J 24,6 2,25 29,99 3 3
23 R brachysoma PelRatu Mart J 20,5 2,38 10,16 1 1
24 R brachysoma PelRatu Mart B 21,5 4,70 11,61 6 6
25 R brachysoma PelRatu Mart J 20,7 3,84 10,42 14 14
1 R brachysoma PelRatu Mei J 22 1,57 12,51 8 11 19
2 R kanagurta PelRatu Mei - 15 0,00 4,45 21 10 31
3 R kanagurta PelRatu Mei - 10 0,00 2,71 3 3
4 R kanagurta PelRatu Mei - 14 0,00 4,04 2 2 4
5 R kanagurta PelRatu Mei - 10,4 0,00 2,83 2 2 4
6 R brachysoma PelRatu Mei B 19,6 4,63 9,13 3 3 6
7 R brachysoma PelRatu Mei J 21 2,06 10,84 1 5 6
8 R brachysoma PelRatu Mei B 21,5 3,01 11,61 4 4
9 R brachysoma PelRatu Mei B 18,8 1,01 8,36 6 3 9
10 R brachysoma PelRatu Mei B 18,1 0,29 7,77 5 1 6
11 R brachysoma PelRatu Mei B 22 4,74 12,51 2 1 3
12 R brachysoma PelRatu Mei J 22,1 3,58 12,71 1 1
13 R kanagurta PelRatu Mei B 18,9 0,77 6,56 1 1 2
14 R brachysoma PelRatu Mei B 19,3 0,66 8,83 2 2
15 R brachysoma PelRatu Mei B 21,6 4,73 11,77 1 1 2
16 R brachysoma PelRatu Mei J 20,7 4,39 10,42
17 R kanagurta PelRatu Mei B 21 0,40 8,34 1 1
18 R brachysoma PelRatu Mei B 21,2 4,43 11,13
19 R brachysoma PelRatu Mei B 21,9 4,69 12,31 1 1
20 R kanagurta PelRatu Mei B 19 0,66 6,63 1 1
21 R brachysoma PelRatu Mei J 18,2 0,57 7,85 1 1
22 R kanagurta PelRatu Mei J 24,6 2,25 17,43
23 R brachysoma PelRatu Mei J 20,5 2,38 10,16
24 R brachysoma PelRatu Mei B 21,5 4,70 11,61 6 1 7
25 R brachysoma PelRatu Mei J 20,7 3,84 10,42 2 1 3
1 R kanagurta PelRatu Juni B 17,8 0,02 5,85 6 2 8
2 R kanagurta PelRatu Juni J 17,9 0,02 5,91 7 3 10
3 R kanagurta PelRatu Juni J 18,4 0,02 6,22 2 5 7
4 R kanagurta PelRatu Juni J 18,2 0,02 6,09 2 1 3
5 R kanagurta PelRatu Juni J 17,8 0,02 5,85 2 2 3 7
6 R kanagurta PelRatu Juni J 16,5 0,33 5,14 5 5 4 14
7 R kanagurta PelRatu Juni B 17,5 0,08 5,68 1 5 3 9
38
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
8 R kanagurta PelRatu Juni J 17,4 0,65 5,62 2 2
9 R kanagurta PelRatu Juni B 17,1 0,23 5,46 2 3 3 8
10 R kanagurta PelRatu Juni B 17,6 0,21 5,73 7 1 4 12
11 R kanagurta PelRatu Juni J 17,3 0,02 5,56 6 6
12 R kanagurta PelRatu Juni J 14,8 0,03 4,36
13 R kanagurta PelRatu Juni B 18,21 0,20 6,10
14 R kanagurta PelRatu Juni B 17,5 0,22 5,68 3 3
15 R kanagurta PelRatu Juni B 17,8 0,07 5,85 2 2
16 R kanagurta PelRatu Juni B 15 0,03 4,45 7 1 8
17 R kanagurta PelRatu Juni B 15,7 0,03 4,76 2 2
18 R kanagurta PelRatu Juni - 14,4 0,00 4,20 2 1 3
19 R kanagurta PelRatu Juni - 15 0,00 4,45 5 11 16
20 R kanagurta PelRatu Juni - 15,3 0,00 4,58 2 1 3
21 R kanagurta PelRatu Juni B 18 0,02 5,97
22 R kanagurta PelRatu Juni J 17,5 0,02 5,68 6 6
23 R kanagurta PelRatu Juni B 18,1 0,26 6,03 12 1 13
24 R kanagurta PelRatu Juni B 17,3 0,28 5,56 3 3 6
25 R kanagurta PelRatu Juni - 17,8 0,00 5,85 3 1 2 6
26 R kanagurta PelRatu Juni J 17,1 0,43 5,46 3 1 4
27 R kanagurta PelRatu Juni B 17 0,02 5,40 4 4
28 R kanagurta PelRatu Juni J 18,2 0,44 6,09 10 1 3 14
29 R kanagurta PelRatu Juni J 18,5 0,54 6,29 5 4 9
30 R kanagurta PelRatu Juni B 17,5 0,02 5,68 3 3
31 R kanagurta PelRatu Juni J 15,4 0,03 4,62 5 1 6
32 R kanagurta PelRatu Juni J 14,5 0,03 4,24
1 R brachysoma TBanten Feb B 16,5 3,18 6,61 8 6 14
2 R brachysoma TBanten Feb J 18 4,22 7,69 31 2 33
3 R brachysoma TBanten Feb J 16,1 2,72 6,36 3 3
4 R brachysoma TBanten Feb B 17,6 3,48 7,38 2 2 4
5 R brachysoma TBanten Feb J 17 2,02 6,95 2 2 4
6 R kanagurta TBanten Feb J 20,1 0,01 7,49 1 1 2
7 R brachysoma TBanten Feb J 17 4,09 6,95 1 5 6
8 R brachysoma TBanten Feb J 16,2 3,49 6,42 4 4
9 R brachysoma TBanten Feb B 19 4,80 8,54 6 3 9
10 R brachysoma TBanten Feb B 18,6 2,78 8,18 4 1 5
11 R brachysoma TBanten Feb J 16,2 1,57 6,42 2 1 3
12 R kanagurta TBanten Feb J 20,5 0,57 7,85 1 1
13 R kanagurta TBanten Feb J 19,5 0,01 7,00 1 2 3
14 R brachysoma TBanten Feb B 19,2 0,01 8,73 2 2
15 R kanagurta TBanten Feb B 21 0,52 8,34 1 1 2
16 R brachysoma TBanten Feb J 20 0,45 9,57
17 R brachysoma TBanten Feb B 18,4 2,68 8,01 1 1
39
Data Ikan Jumlah Cacing Parasitik
No Jenis Ikan Lokasi Bulan
Sex Panjang GSI Umur A B C D Total
18 R brachysoma TBanten Feb J 18,5 2,29 8,10
19 R brachysoma TBanten Feb J 17,4 4,35 7,23 1 1
20 R brachysoma TBanten Feb J 19 3,87 8,54 1 1
21 R brachysoma TBanten Feb J 16,5 3,20 6,61 1 1
22 R brachysoma TBanten Feb J 17,1 6,90 7,02
23 R brachysoma TBanten Feb J 18,7 3,68 8,27
24 R brachysoma TBanten Feb B 20,1 4,17 9,68 5 1 6
25 R kanagurta TBanten Feb B 25 2,04 24,38 2 1 3
1 R brachysoma TBanten Mei J 15,5 0,43 6,00 3 10 13
2 R brachysoma TBanten Mei B 16,2 0,61 6,42
3 R brachysoma TBanten Mei J 15,6 0,18 6,06 10 10
4 R brachysoma TBanten Mei J 17,1 0,61 7,02 9 1 10
5 R brachysoma TBanten Mei B 17,1 0,49 7,02 3 2 5
6 R brachysoma TBanten Mei B 15,8 0,45 6,18 10 10
7 R brachysoma TBanten Mei J 16,6 0,99 6,68 16 2 18
8 R brachysoma TBanten Mei B 15,5 0,38 6,00 5 5
9 R brachysoma TBanten Mei J 16,5 1,00 6,61 3 3
10 R brachysoma TBanten Mei B 19,5 1,21 9,03 40 1 41
11 R brachysoma TBanten Mei J 15,5 0,45 6,00 6 6
12 R brachysoma TBanten Mei J 16 1,94 6,30 24 24
13 R brachysoma TBanten Mei B 16,1 0,50 6,36 45 45
14 R brachysoma TBanten Mei J 16,2 0,80 6,42 9 9
15 R brachysoma TBanten Mei B 17 0,86 6,95 23 2 25
16 R brachysoma TBanten Mei J 16,2 0,58 6,42 45 45
17 R brachysoma TBanten Mei J 17 0,88 6,95 10 1 11
18 R brachysoma TBanten Mei J 16,2 0,62 6,42 28 28
19 R brachysoma TBanten Mei J 15,8 0,73 6,18 16 16
20 R kanagurta TBanten Mei B 15,9 0,47 4,85 6 6
21 R kanagurta TBanten Mei J 17 0,54 5,40 23 23
22 R brachysoma TBanten Mei B 17,5 0,58 7,30 8 8
23 R brachysoma TBanten Mei J 17,1 0,85 7,02 6 6
24 R brachysoma TBanten Mei B 15,5 1,70 6,00 5 5
25 R brachysoma TBanten Mei J 16,5 0,42 6,61 21 21
26 R brachysoma TBanten Mei B 16,5 0,57 6,61 31 5 36
27 R brachysoma TBanten Mei J 16,5 0,16 6,61 16 16
28 R kanagurta TBanten Mei J 16,6 0,32 5,19 12 1 13
29 R brachysoma TBanten Mei J 15,5 0,85 6,00 18 18
30 R kanagurta TBanten Mei J 16 0,41 4,90 22 22
Keterangan : Sex = jenis kelamin (J = Jantan; B = Betina; - = belum dapat teridentifikasi); Cacing
parasitik (A = Lecithocladium; B = Lecithochirium ; C = Anisakis; D = Prodistomum)
40
Lampiran 2. Morfometrik cacing parasitik pada saluran pencernaan R. kanagurta dan
R. brachysoma pada perairan Teluk Banten (Tb) dan Pelabuhan Ratu (Pr)
L. angustiovum satuan: mm
Spesies Ikan Panjang badan Panjang ecsoma Oral sucker Ventral sucker
Tb Pr Tb Pr Tb Pr Tb Pr
R. brachysoma 1,867 0,914 1,402 0,824 0,146 0,114 0,149 0,731
2,112 1,512 0,863 1,314 0,246 0,159 0,213 0,144
1,164 1,242 0,423 1,131 0,140 0,233 0,108 0,122
1,538 1,531 1,533 1,560 0,231 0,252 0,127 0,179
1,260 1,111 1,320 1,082 0,227 0,177 0,155 0,152
0,964 2,015 0,907 2,014 0,154 0,224 0,078 0,171
0,814 1,657 0,683 1,611 0,111 0,206 0,085 0,148
1,081 0,704 0,759 0,685 0,126 0,118 0,105 0,112
1,221 1,300 1,212 1,787 0,153 0,270 0,950 0,174
1,160 1,076 1,025 1,120 0,125 0,135 0,107 0,134
R. kanagurta 2,910 1,652 2,300 0,957 0,364 0,168 0,351 0,107
0,982 2,038 0,912 1,880 0,131 0,365 0,120 0,164
0,965 4,050 0,712 1,440 0,141 0,379 0,084 0,296
2,310 1,775 2,492 1,450 0,322 0,248 0,246 0,128
2,488 1,400 1,150 1,020 0,259 0,147 0,209 0,084
1,317 1,420 1,236 0,915 0,153 0,150 0,098 0,099
1,600 2,450 1,231 1,920 0,324 0,225 0,158 0,144
1,874 2,167 1,467 1,715 0,225 0,264 0,163 0,158
1,896 2,070 1,180 1,190 0,194 0,201 0,149 0,143
1,398 1,890 0,527 2,037 0,197 0,282 0,120 0,195
P. orientalis satuan: µm
Spesies Ikan Panjang badan Oral sucker Ventral sucker
Tb Pr Tb Pr Tb Pr
R. brachysoma 792,32 48 117,07
823,35 29,41 77,24
R. kanagurta 1059,82 37,00 87,28
938,27 59,82 75,47
1065,28 55,76 104,14
702,97 50,12 79,62
765,38 41,59 71,00
872,55 50,36 87,28
733,74 31,62 83,53
792,32 48 117,07
823,35 29,41 77,24
A. typica satuan: µm
Spesies Ikan Panjang badan Lebar badan
R. brachysoma 984,99 64,88
42
43
RIWAYAT HIDUP
Forcep Rio Indaryano dilahirkan di Tj. Karang – Bandar Lampung pada tanggal
28 September 1981, sebagai putra pertama dari pasangan Ir. H. Wahyu Subandrio
dengan Hj. Ida Indrayani, BA (almarhum). Pada Januari 2007 penulis menikah dengan
Dewi Aristyaningsih, S.Pi dan dikarunia dua orang putra yaitu Ariftanto Hilmy dan
Aristanto Fami.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan dengan Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran –
Bandung, lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2011 penulis diterima di Program
Study/Major Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP) pada Program Pascasarjana
IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementrian Pendidikan
Nasional (BPPS Dikti). Pada bulan Oktober – Desember 2012 penulis berkesempatan
mengikuti program penelitian di University of the Ryukyus, Okinawa – Japan.
Kegiatan tersebut merupakan kerjasama penelitian antara IPB dengan University of
the Ryukyus dengan Thema penelitian tentang variasi genetik ikan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma) dan identifikasi genetik cacing parasitik
dominan pada ikan tersebut.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Banten. Sejak tahun 2008. Bidang keahlian yang
menjadi tanggung jawab penulis adalah Manajemen Sumberdaya Perairan.
Karya ilmiah yang dihasilkan selama mengikuti program pascasarjana (S2)
diantaranya berjudul : A description of Lecithocladium angustiovum (Digenea:
Hemiuridae) in Indonesian short mackerel, Rastrelliger brachysoma (Scombridae)
submitted pada Tropical Life Science Research Journal (Universiti Sains Malaysia),
Genetic variation of Short Mackerel, Rastrelliger brachysoma (Scombridae) from
Jawa Island base on Mitochondrial DNA Control Region Sequences submitted pada
Kasetsart Journal Natural Science (The Kasetsart University Thailand), Struktur
Komunitas Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) di Perairan Teluk
Banten dan Pelabuhan Ratu submitted pada Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia
(LPPM IPB), dan Inventarisasi Cacing Parasitik pada Ikan Kembung (Rastrelliger
spp.) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu submitted pada Jurnal Veteriner
(Universitas Udayana).
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2014 Vol. 19 (1): 1 8
ISSN 0853 – 4217
ABSTRAK
Ikan kembung (Rastrelliger spp.) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat disukai oleh masyarakat
Indonesia. Parasitisme memiliki peran penting dalam biologi perikanan. Parasitisme merupakan kejadian yang
biasa terjadi dalam lingkungan perairan laut dan memungkinkan semua ikan laut terinfeksi cacing parasitik. Cacing
parasitik yang menginfeksi ikan kembung diantaranya adalah Lechitocladium angustiovum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea: Lepocreadiidae) dan Anisakis typica
(Nematodes: Anisakidae), dengan nilai prevalensi sebesar 90,12%. Cacing parasitik L. angustiovum sangat
dominan menginfeksi ikan kembung dan A. typica yang ditemukan bukan termasuk spesies zoonotic. Jumlah
parasit yang terdapat pada ikan R. kanagurta dan R. brachysoma tidak berbeda karena keduanya masih memiliki
kekerabatan yang dekat. Jumlah cacing parasitik pada daerah Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu tidak berbeda,
karena masih berada dalam kawasan perairan tropis dan secara genetik ikan kembung pada kedua daerah masih
merupakan satu stok populasi. Lambung dan usus merupakan habitat bagi cacing parasitik karena banyak terdapat
bahan makanan. Jumlah cacing parasitik berpengaruh terhadap panjang tubuh ikan dan berkaitan dengan
perkembangan sistem kekebalan tubuh dan juga kebiasaan makan.
Kata Kunci: cacing parasitik, ikan kembung, pelabuhan ratu, struktur komunitas, teluk Banten
ABSTRACT
The short mackerel is the most commercially important small pelagic fish in Indonesia. Parasitism plays a
central role in fish biology. Parasitism is a ubiquitous phenomenon in the marine environment and it is probable
that all marine fishes are infected with parasites. Helminth parasitic of Rastrelliger spp. are Lechitocladium
angustonum (Digenea: Hemiuridae), Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Prodistomum orientalis (Digenea:
Lepocreadiidae) and Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), with 90.12% of prevalence. They are not significant
different of helminth parasitic abundance from R. kanagurta and R. brachysoma, but significant in helminth species
richness. This different of helminth species richness was because of L. angustonum dominances. The different
location wasn’t have significant different of helminth parasitic abundance because Indonesian in the tropical zone.
Anisakis species in Java sea have a same genetic with Anisakis typical and not zoonotic parasite kategories. The
fish digestion was a microhabitat for helminth parasitik because they have much food stuff. The fish growth have
significant different in helminth parasitic abundance and intencity. This situation was because the fish immunity
development and the food habit of fish.
Keywords: Banten bay, community structure, helminth parasites, Pelabuhan Ratu bay, Rastrelliger spp.
dalam pertukaran zat antar kedua belah pihak dimana memiliki karakteristik perairan dangkal dan tenang
salah satu organisme mendapat keuntungan sedangkan perairan Pelabuhan Ratu berada di
sedangkan organisme lainnya menderita kerugian sebelah selatan Jawa Barat yang berhadapan dengan
yang bersifat sementara atau selamanya. Samudra Hindia memiliki karakteristik perairan
Cacing parasitik dapat menimbulkan kerugian samudra yang dalam dan berombak besar.
secara ekologis, biologis maupun ekonomis. Selain Pada ikan yang hidup bebas di alam, cacing
mengakibatkan kematian, infeksi parasit juga parasitik tidak bersifat mematikan terhadap individu
menyebabkan penurunan tingkat fekunditas, ikan tersebut, namun ikan tersebut berperan sebagai
mempengaruhi perkembangan benih ikan (Grabda transmisi penyakit bagi ikan yang dibudidayakan
1991). Selain daripada itu, beberapa jenis cacing melalui interaksi lingkungan aquatik yang kompleks.
parasitik ikan juga dapat menginfeksi manusia atau Pemantauan kesehatan dan penyakit pada satwa
disebut Zoonosis. Salah satu jenis cacing parasitik bebas merupakan hal yang penting karena beberapa
ikan yang bersifat zoonosis adalah Anisakis sp. dan spesies satwa liar dapat menjadi inang ataupun
ikan kembung (R. kanagurta) merupakan salah satu pembawa berbagai jenis penyakit terutama bila ikan
ikan yang di dalam tubuhnya terdapat cacing parasitik tersebut memiliki pola migrasi dari satu tempat ke
Anisakis sp. (Arthur & Lumanlan 1997; Arthur & Te tempat lainnya.
2006; Baladin 2007).
Infeksi cacing parasitik pada ikan terjadi akibat
ketidakserasian antara tiga komponen utama METODE PENELITIAN
penyebab penyakit, yaitu ikan sebagai inang,
lingkungan perairan dan cacing parasitik itu sendiri Pengambilan sampel ikan kembung (Rastrelliger
(Noble & Noble 1982). Study komunitas cacing spp.) dilakukan pada bulan Februari Juni 2013
parasitik ikan menunjukkan bahwa interaksi dari faktor dengan menggunakan jaring insang sebanyak 25 30
ekstrinsik (habitat host) seperti karakteristik ekor ikan di perairan Teluk Banten (Provinsi Banten)
lingkungan inang dan faktor-faktor intrinsik (biologi dan Pelabuhan ratu (Provinsi Jawa Barat) (Gambar
host) seperti ukuran tubuh atau jenis kelamin, 1).
memainkan peran yang penting (Chandra et al. 2011; Identifikasi spesies ikan kembung dilakukan
Hamann et al. 2012). Jumlah, ukuran, perilaku setiap secara morphologi berdasarkan rasio tinggi dengan
cacing parasitik terhadap inang ditentukan oleh umur, panjang tubuh (Sudjastani 1976; Burnahuddin et al.
ukuran tubuh inang, daya tahan inang, iklim, musim, 1984). Menurut Effendi (1979), panjang ikan yang
dan lokasi geografik (Noble & Noble 1982). Perairan diukur adalah panjang total atau total lenght (TL),
Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu adalah dua yaitu diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
perairan yang memiliki karakteristik berbeda. Perairan (premaxillae) hingga ujung ekor dengan satuan
Teluk Banten berada di sebelah utara Jawa Barat centimeter (cm).
yang berhadapan dengan Laut Jawa sehingga Identifikasi cacing dilakukan di Laboratorium
Table 1 Tingkat infeksi cacing parasitik yang terdapat pada ikan Rastrelliger spp.
Lecithocladium Lecithochirium Prodistomum Anisakis
Pr Tb Pr Tb Pr Tb Pr Tb
R. brachysoma
Jumlah parasit 499 466 48 64 2 --- --- 1
Intensitas 9,42 12,59 2,40 3,20 2 --- --- 1
Range Intensitas 1–30 1–45 1–11 1–10 2 --- --- 1
Prevalensi (%) 86,9 80,4 32,8 43,55 1,6 --- --- 2,2
Indeks dominasi (d) 0,91 0,88 0,09 0,12 0,00 --- --- 0,00
R. kanagurta
Jumlah parasit 194 69 75 6 27 --- --- ---
Intensitas 4,97 7,67 2,68 1,20 3,38 --- --- ---
Range Intensitas 1–21 1–23 1–11 1–2 2–5 --- --- ---
Prevalensi (%) 84,8 100 60,9 55,6 17,4 --- --- ---
Indeks dominasi (d) 0,66 0,92 0,25 0,08 0,09 --- --- ---
Keterangan: Pr = Pelabuhan Ratu dan Tb = Teluk Banten
4 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8
Lakshmi 2011). Siklus hidup Lechitocladium spp. Cacing Parasitik pada Spesies Rastrelliger spp.
Hasil analisis dengan uji chi-square (χ = 21.430;
2
melibatkan organisme plankton seperti copepoda
sebagai inang antara (Koie 1991). Sivadas dan df = 30; p > 0,05) menunjukkan bahwa tidak terdapat
Bhaskaran (2009) mengatakan bahwa copepoda perbedaan yang signifikan antara jumlah cacing
mencapai 75% dari seluruh komponen makanan parasitik dengan spesies ikan namun berbeda nyata
Rastrelliger spp. antara keanekaragaman spesies cacing parasitik
dengan spesies ikan (χ = 19.129; df = 3; p < 0,01).
2
Lecitochirium sp. termasuk kedalam Famili
Hemiuridae dan merupakan jenis cacing parasitik Perbedaan jumlah spesies cacing parasitik yang
dengan daerah penyebaran yang luas dan dengan menginfeksi Rastrelliger spp. adalah karena adanya
inang beragam. Parasit ini memiliki lebih dari 100 dominansi dari suatu spesies cacing parasitik dalam
spesies dengan morphologi yang kompleks. Faktor tubuh inangnya. Keberadaan cacing L. angustonum
ekologi, phisiologi, dan adaptasi parasit menyebabkan pada R. brachysoma memiliki nilai indeks dominansi
variasi morphologi yang kompleks (Shih et al. 2004). rata-rata 0,82 dan 0,70 pada R. kanagurta. Menurut
Lecithochirium imocavum pernah ditemukan di teluk hasil uji Spearman’s Rank Correlation antara indeks
Tonkin Vietnam tahun 1970 dan L. Magnaporum, L. dominansi dengan kekayaan spesies cacing parasitik
Microstomum, dan L. Monticelli di laut Cina Selatan menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (rs = -
(Arthur & Te 2006). Pernah juga ditemukan cacing L. 0,342; p < 0,01).
magnaporum pada ikan tongkol oleh Fischthal dan Ketika berbagai spesies cacing parasitik hidup
Kuntz tahun 1964 di Palawan Filiphina (Arthur & bersama dalam satu organ maka microhabitat mereka
Lumanlan 1997). Di Indonesia, ditemukan pada ikan dibatasi oleh keberadaan parasit lain sehingga
Caranx sp. oleh Yamaguti di Makassar pada tahun mereka akan mengeluarkan feronom untuk berusaha
1952 dengan nama L. lobatum (Yamaguti 1953). mencegah parasit lain untuk tinggal (Noble & Noble
Prodistomum orientalis dominan didapatkan pada 1982), sehingga dengan adanya cacing parasitik yang
ikan kelompok Scombrid dengan nilai prevalensi yang mendominasi maka keragaman jenis lainnya akan
tinggi diantaranya pada Rastrelliger kanagurta, berkurang.
Scomber japonicus, dan S. australasicus (Bray &
Gibson 1990). Pada awalnya cacing ini dikelompokan Cacing Parasitik pada Perairan yang Berbeda
dalam genus Opechona namun kemudian menjadi Hasil analisis dengan uji chi-square menunjukkan
genus tersendiri karena tidak memiliki uropoct (Bray & bahwa antara jumlah cacing parasitik pada R.
brachysoma (χ = 29.284; df = 30; p > 0,05) juga pada
2
Gibson 1990; Madhavi & Lakshmi 2011;), berukuran
R. kanagurta (χ = 18.901; df = 17; p > 0,05) dengan
2
lebih kecil, penghisap oral kecil dan memiliki dua
lengan ekskretoris lateralis. Prodistomum orientalis lokasi perairan, yaitu perairan Teluk Banten dan
dewasa terdapat di pyloric caeca (Bray & Gibson Pelabuhan Ratu tidak terdapat perbedaan yang
1990). signifikan karena Indonesia beriklim tropis sehingga
Anisakis sp. dalam penelitian ini memiliki nilai kualitas perairan relative stabil dan seragam.
intensitas dan prevalensi yang terendah, namun
beberapa spesies dari parasit ini bersifat zoonosis Cacing Parasitik pada Organ Pencernaan
atau dapat ditularkan kepada manusia dan Distribusi cacing parasitik pada organ pencernaan
menyebabkan penyakit Anisakidosis. Cacing parasitik Rastrelliger spp. (Yamaguti 1953; Fischthal & Thomas
Anisakis di perairan Bali maupun Laut Jawa secara 1971; Bray 1990), yaitu terdapat pada lambung 84,8%
genotipe memiliki kesamaan genetik dengan Anisakis dan usus 15,2% (Gambar 2).
typica. Spesies ini hidup di perairan tropis atau hangat Saluran pencernaan merupakan microhabitat bagi
dengan inang akhir adalah lumba-lumba dari famili cacing Lechitocladium angustonum, Lecitochirium sp.,
Delphinidae, Phocoenidae, dan Pontoporidae (Palm Prodistomum sp., dan Anisakis sp. yang merupakan
et al. 2008). Terdapat pada rongga tubuh ikan sumber bahan organik yang juga merupakan
khususnya gonad dan hati (Strømnes & Andersen makanan yang siap diserap oleh tubuh cacing
2003). Hanya spesies Anisakis simplex, A. pegreffii, parasitik. Hal ini karena cacing parasitik digenea dan
dan A. physeteris saja yang bersifat zoonosis nematoda tidak dapat merombak bahan organik yang
sedangkan spesies lainnya tidak (Arizono et al. 2012). belum disederhanakan. Tubuhnya dilapisi dengan
Daerah penyebaran Anisakis simplex adalah di kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna
daerah beriklim sedang dan terdapat pada otot daging oleh inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat
ikan (Strømnes & Andersen 2003). kait untuk melekatkan diri pada inangnya (Hoffman
1967).
ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8 5
Tabel 3 Hubungan antara panjang (cm) dengan jumlah (A), intensitas rata-rata (MI) dan prevalensi (P%) cacing parasitik
R. brachysoma R. kanagurta
Ukuran A MI P (%) Ukuran A MI P (%)
<16 400 13,79 96,7 <14 40 6,67 100
16,1 18,5 407 14,03 100 14,1 16,9 134 11,17 85,7
18,6 21,0 144 8,47 85,0 17,0 19,9 182 7,00 92,9
21,1 23,5 118 6,55 78,3 20,0 22,9 12 2,40 100
>23,6 3 3,00 100 >23,0 3 3,00 50
Cacing parasitik famili Hemiuridae umumnya organ viseral (47,6%), hati (29,8%), rongga abdomen
menginfeksi pada bagian anterior system pencernaan (15,7%), dan usus (6,9%).
seperti lambung, seperti halnya infeksi Genarchopsis
dasus (Digenea: Hemiuridae) pada Channa punctatus Cacing Parasitik dengan Pertumbuhan Ikan
di wilayah Mymensingh-India yang 72,8% terdapat Pertumbuhan pada tingkat individu adalah
pada lambung, 6,6% pada anterior usus, 9,0% pada pertambahan ukuran panjang atau bobot tubuh ikan
pertengahan usus dan 11,6% pada posterior usus selama waktu tertentu. Panjang tubuh (rs = -0,403; p
(Chandra et al. 2011). Cacing parasitik digenea < 0,01) pada R. brachysoma berpengaruh nyata
terakumulasi di dalam lambung dan akan berpindah terhadap jumlah cacing parasitik yang ada di dalam
ke usus bila sudah dewasa (Chowdhury 1992). tubuhnya, sedangkan pada R. kanagurta panjang
Cacing parasitik digenea umumnya memiliki dua tubuh (rs = -0,251; p > 0,05) tidak berpengaruh nyata
inang dalam melengkapi siklus hidupnya (Chandra et terhadap jumlah cacing parasitik.
al. 2011). Reproduksi seksual dari digenea akan Uji distribusi frekuensi panjang, bobot dan umur
menghasilkan telur-telur cacing yang akan keluar dilakukan untuk memperjelas uji Spearman’s Rank
bersamaan dengan feses ikan dan hidup bebas di Correlation diatas. Tabel 3 menunjukkan bahwa
perairan hingga menemukan inang antara yang dengan bertambahnya panjang tubuh ikan (kedua
sesuai (Cribb et al. 2003). spesies Rastrelliger) berpengaruh terhadap jumlah
Semua digenea mempunyai alat penghisap oral atau intensitas rata-rata cacing parasitik yang ada
(anterior) di sekitar mulut dan terdapat alat penghisap dalam tubuhnya. Nilai tersebut cenderung rendah
ventral di tengah tubuhnya. Infeksi cacing parasitik pada ikan-ikan muda lalu meningkat secara fluktuatif
dari kelompok digenea hanya sedikit atau bahkan pada ikan dewasa dan kemudian akan menurun
cenderung tidak menimbulkan kerusakan berat pada secara berfluktuasi pada ikan tua. Sedangkan nilai
system pencernaan ikan (Kabata 1985; Blair 1977). prevalensinya berfluktuatif cenderung stabil. Hal
Hal ini dikarenakan cacing parasitik digenea tersebut diatas berkaitan dengan perkembangan
berukuran kecil (dengan panjang sekitar 1 2 mm), sistem imum dan juga kebiasaan makan.
bergerak dan tidak menimbulkan bekas luka, juga Noble dan Noble (1982), menyatakan bahwa pada
tidak menempel terlalu dalam pada organ tubuh inang beberapa spesies ikan, semakin meningkat
(Chambers et al. 2001). umur/panjang tubuh ikan maka intensitas parasitnya
Pada cacing parasitik Anisakis sp. biasanya cenderung semakin berkurang, hal ini karena system
terdapat pada rongga tubuh ikan khususnya gonad imun pada ikan semakin berkembang dengan baik
dan hati (Strømnes & Andersen 2003). Penelitian seiring pertumbuhan tubuhnya. Namun semakin tua
Baladin (2007), menunjukkan bahwa infeksi larva ikan maka nilai prevalensinya cenderung meningkat,
Anisakidae pada ikan kembung dari Muara Angke hal ini karena semakin tua ikan berarti semakin lama
terdapat di organ pencernaan dan di sekitar rongga waktu yang dimiliki ikan untuk kontak dengan parasit
abdomen, yaitu pada mesenterium dan permukaan (Alifuddin et al. 2002).
6 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8
100%
90%
80%
70%
Persentase (%)
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
< 14 14,1 – 17,0 17,1 – 21,0 21,1 – 24,0 > 24,1
Kebiasaan makan ikan akan berubah dengan karena Indonesia beriklim tropis sehingga kualitas
adanya perubahan umur atau lingkungan (Chandra et perairan relative stabil dan seragam. Anisakis di
al. 2011; Sivadas & Bhaskaran 2009). Menurut perairan Laut Jawa secara genotipe memiliki
Sivadas dan Bhaskaran (2009), kebiasaan makan R. kesamaan genetik dengan Anisakis typical sehingga
kanagurta berbeda kesukaan jenis makannannya tidak bersifat zoonosis. Saluran pencernaan
berdasarkan kelompok ukuran, Gambar 3. Kelompok merupakan microhabitat cacing parasitik karena
panjang ikan 14,1 17,0 cm adalah kelompok dengan terdapat sumber makanan yang siap diserap oleh
aktivitas makan dan komposisi makanan yang rendah, tubuhnya. Pertambahan panjang tubuh ikan
dan kemudian meningkat tajam pada ukuran panjang berpengaruh terhadap jumlah atau intensitas rata-rata
17,1 23,0 cm dan kemudian akan mencapai cacing parasitik yang ada dalam tubuhnya. Hal ini
puncaknya pada saat mulai matang kelamin dan berkaitan dengan perkembangan system imum dan
melakukan aktivitas bertelur. Secara umum, ketika juga kebiasaan makan.
mendekati masa matang kelamin maka energy
banyak digunakan untuk perkembangan gonad
sehingga akan menurunkan intensitas makannya DAFTAR PUSTAKA
(Lambert & Dutil 1998). Intensitas makan akan
menurun pada ukuran ikan >23,1 cm, yaitu pada Alifuddin M, Priyono A, Nurfatihah A. 2002.
proses penyesuaian diri pada penurunan Inventarisasi Parasit pada Ikan Hias yang
pertumbuhan atau sudah mencapai ukuran maksimal Dilalulintaskan di Bandara Soekarno-Hatta,
(asymptotic age/length) (Yohannan 1979). Cengkareng, Jakarta. Jurnal Akuakultur Indonesia.
1(3): 123 127.
Arizono N, Yamada M, Tegoshi T, Yoshikawa M.
KESIMPULAN 2012. Anisakis simplex sensu strict and Anisakis
pegreffii: biological characteristics and patho-
Cacing parasitik yang terdapat pada saluran
genetic potential in human anisakiasis. Foodborne
pencernaan ikan kembung (Rastrelliger spp.) adalah
Pathology Disease. 9: 517 521.
Lechitocladium angustonum (Digenea: Hemiuridae),
Lecitochirium sp. (Digenea: Hemiuridae), Arthur JR, Lumanlan MS. 1997. Checklist of the
Prodistomum orientalis (Digenea: Lepocreadiidae), parasites of fishes of the Philippines. FAO
dan Anisakis typica (Nematodes: Anisakidae), dengan Fisheries Technical Paper. No. 369. Rome (IT).
nilai prevalensi 90,12%. Jumlah cacing parasitik pada
Arthur JR, Te BQ. 2006. Checklist of the parasites of
saluran pencernaan R. kanagurta dan R. brachysoma
fishes of Vietnam. FAO Fisheries Technical Paper.
tidak terdapat perbedaan yang nyata, tetapi berbeda
No. 369/2. Rome (IT).
dalam keanekaragaman spesies cacing parasitik.
Perbedaan keanekaragaman cacing parasitik karena Baladin LO. 2007. Studi ketahanan hidup larva
adanya dominansi dari suatu spesies cacing parasitik anisakidae dengan suhu pembekuan dan
dalam tubuh inangnya, yaitu L. angustonum. Pada penggaraman pada ikan kembung (Rastrelliger
perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu jumlah spp.). [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
cacing parasitik tidak terdapat perbedaan yang nyata Bogor.
ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8 7
Blair D. 1977. A key to cercariae of British strigeoids Hoffman GL. 1967. Parasites of North American
(Digenea) for which the life-cycle are known, and Freshwater Fishes. University of California Press.
notes on the characters used. Journal of London, England.
Helminthology. 51: 155 166.
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Cultured
Bray RA. 1990. Hemiuridae (Digenea) from marine in The Tropics. Taylor & Francis Inc. Philadelphia
fishes of the Southern Indian Ocean: Dinurinae, (US).
Elytrophallinae, Glomericirrinae and Plerurinae.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012.
Systematic Parasitology. 17(3): 183 217. Statistik perikanan tangkap Indonesia 2011.
Burnahuddin, Martosewojo S, Adrim M, Hutomo M. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
1984. Sumber Daya Ikan Kembung. Lembaga (ID).
Oceanologi–LIPI. Jakarta (ID). Koie M. 1991. Aspects of the morphology and life
Bush AO, Lafferty KD, Lotz JM, Shostak AW. 1997. cycle of Lecithocladium excisum (Digenea,
Parasitology meets ecology on its own terms: Hemiuridae), a parasite of Scomber spp.
Margolis et al. revisited. Journal Parasitology. 83: International Journal for Parasitology. 21(5): 597–
575–583. 602.
Chandra KJ, Hasan M, Basak SS. 2011. Prevalence Lambert Y, Dutil JD. 1998. Energetic consequences of
of Genarchopsis dasus (Digenea: Hemiuridae) in reproduction in Atlantic cod (Gadus morhua) in
Channa punctatus of Mymensingh. The relation to spawning level of somatic energy
Bangladesh Veterinarian. 28(1): 47–54. reserves. Canadian Journal of Fish Aquatic
Science. 57(4): 815–825.
Chandra KJ. 2006. Fish Parasitological Studies in
Bangladesh: A Review. Journal Agricultural Rural Lasee B. 2004. National Wild Fish Health Survey
Development. 4(1&2): 9–18. Laboratory Procedures Manual, Second Edition:
U.S Fish and Wildlife Service.
Chambers CB, Carlisle MS, Dove ADM, Cribb TH.
2001. A description of Lecithocladium invisorn Liu SF, Peng WF, Gao P, Fu MJ, Wu HZ, Lu MK, Gao
(Digenea: Hemiuridae) and the pathology JQ, Xiao J. 2010. Digenean parasites of Chinese
associated with Two Species of Hemiuridae in marine fishes: a list of species, hosts and
Acanthurid Fish. The Journal Parasitology geographical distribution. Systematic Parasitology.
Reseach. 87(8): 666–673. 75(1): 1–52.
Chowdhury AK. 1992. Helminth parasite infestation of Madhavi R, Lakshmi TT. 2011. Metazoan parasites of
histopathological changes in snake-head fishes. the Indian mackerel, Rastrelliger kanagurta
[Thesis]. Bangladesh (BD): University of Dhaka. (Scombridae) of Visakhapatnam coast, Bay of
Bengal. Journal of Parasitic Diseases. 35(1): 66–
Chee PE. 2000. Fishcode management: Supplement 74.
to the report of a workshop on the fishery and
management of a short mackerel (Rastrelliger Noble GA, Noble ER. 1982. Parasitology: The Biology
spp.) on the West Coast of Peninsular Malaysia. of Animal Parasites Fifth Edition. Lea & Febiger.
FAO, Rome (IT). Philadelpia (US).
Cribb TH, Chisholm LA, Bray RA. 2002. Invited review Palm HW, Damriyasa IM, Linda, Oka IBM. 2008.
diversity in the Monogenea and Digenea: does Molecular genotyping of Anisakis Dujardin, 1845
lifestyle matter. International Journal for (Nematoda: Ascaridoidea: Anisakidae) larvae from
Parasitology. 32(3): 321–328. marine fish of Balinese and Javanese waters,
Indonesia. Helminthologia. 45(1): 3–12.
Effendi MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri. Bogor (ID). 155 p. Santoso J, Setyaningsih I, Herlijoso C. 1997.
Perubahan kandungan asam lemak omega-3 pada
Fischthal JH, Thomas JD. 1971. Some Hemiurid pindang ikan kembung (Rastrelliger sp.) selama
Trematodes of Marine Fishes from Ghana. The penyimpanan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan.
Helminthological Society of Washington. 38(2): 3.
181–189.
Shih HH, Liu W, Zhao ZQ. 2004. Digenean fauna in
Grabda J. 1991. Marine Fish Parasitology. Warszawa marine fishes from Taiwanese water with the
(PL): Polish Scientific Publishers. description of a new species, Lecithochirium
Hamann MI, Kehr AI, Gonzalez CE. 2012. Community tetraorchis sp. nov. Zoological Studies. 43(4): 671–
structure of Helminth parasites of Lepodactylus 676.
bufonius (Anura: Leptodactylidae) from Sivadas M, Bhaskaran MM. 2009. Stomach content
Northeaster Argentina. Journal Zoological studies. analysis of the Indian mackerel Rastrelliger
51(8): 1454–1463. kanagurta (Cuvier) from Calicut, Kerala. Indian
Journal of Fish. 56(2): 143–146.
8 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 19 (1): 1 8
Strømnes E, Andersen K. 2003. Growth of whaleworm William EH, William LB. 1996. Parasites of Offhore
(Anisakis simplex, Nematodes, Ascaridoidea, Big Game Fishes of Puerto Rico and The Western
Anisakidae) third-stage larvae in paratenic fish Atlantic. Puerto Rico: The Puerto Rico of Natural
hosts. Parasitology Research. 89: 335–341. and Environmental Resources.
Sufren, Natanael Y. 2013. Mahir Menggunakan SPSS Yamaguti S. 1953. Parasitic Worms mainly from
secara Otodidak. PT Elex Media Komputindo. Celebes. Part 3. Digenetic Trematodes of Fishes.
Jakarta (ID). ActaMedica Okayama. 8(3): 281–283.
Sudjastani T. 1976. The Species of Rastrelliger in The Yohannan TM. 1979. The growth pattern of Indian
Jawa Sea, Their Taxonomy And Morphometry mackerel. Indian Journal of Fish. 26 (1&2): 207–
(Perciformes, Scombridae). Marine Research in 216.
Indonesia. 16: 1–29.