Anda di halaman 1dari 70

ISSN 1907-8226

BAWAL
WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP

Volume 5 Nomor 1 April 2013


Nomor Akreditasi : 419/AU/P2MI-LIPI/04/2012
(Periode: April 2012-April 2015)

BAWAL, Widya Riset Perikanan Tangkap adalah wadah informasi perikanan,


baik laut maupun perairan umum. Publikasi ini memuat hasil-hasil penelitian bidang natural history
ikan (pemijahan, pertumbuhan, serta kebiasaan makan dan makanan)
serta lingkungan sumber daya ikan.

Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi penerbitan


tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan:
APRIL, AGUSTUS, DESEMBER.

Ketua Redaksi:
Drs. Bambang Sumiono, M.Si (Biologi Perikanan-P4KSI)

Anggota:
Prof. Dr. Wudianto, M.Si (Teknologi Penangkapan Ikan-P4KSI)
Prof. Dr. Ali Suman (Biologi Perikanan-BPPL)
Prof. Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc. (Oseanografi Perikanan-LIPI)
Dr. Agus Djoko Utomo, M.Si ( Biologi Perikanan-BRPPU)
Ir. Sulastri (Limnologi-LIPI)

Mitra Bestari untuk Nomor ini:


Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc (Hidro Akustik Perikanan-IPB)
Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc. (Pencemaran Perairan-LIPI)
Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal (Ikhtiologi-IPB)
Dr. Estu Nugroho (Genetika Populasi Ikan-BPPAT)
Lilis Sadiyah, Ph.D. (Permodelan Perikanan-P4KSI)

Redaksi Pelaksana:
Ralph Thomas Mahulette, S.Pi., M.Si.
Kharisma Citra, S.Sn.

Desain Grafis:
Darwanto, S.Sos.

Alamat Redaksi/Penerbit:
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur Jakarta Utara 14430
Telp. (021) ; Fax. (021)
Email: drprpt2009@gmail.com

BAWAL-WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pengelolaan


Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan - Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan.
KATA PENGANTAR

Widya Riset Perikanan Tangkap BAWAL merupakan wadah untuk menyampaikan informasi hasil penelitian
yang dilakukan para peneliti dari dalam maupun luar lingkup Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Sumber daya Ikan. Informasi-informasi tersebut sangat berguna bagi para pemangku kepentingan (stakeholders)
terutama para pengambil kebijakan sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan dan konservasi sumberdaya ikan di laut
maupun perairan umum daratan.

Seiring dengan terbitnya Widya Riset Perikanan Tangkap Bawal Volume 5 Nomor 1 April 2013 ini, kami ucapkan
terima kasih kepada para Mitra Bestari atas kesediaannya dalam menelaah beberapa naskah.

Pada volume ini, Bawal menampilkan tujuh artikel hasil penelitian perikanan di perairan umum daratan dan perairan
laut. Tujuh artikel tersebut mengulas tentang, distribusi ukuran, reproduksi dan habitat pemijahan ikan bilih
(Mystacoleucus Padangensis Blkr.) di danau Singkarak, komposisi jenis kepadatan dan keanekaragaman juvenil ikan
pada padang lamun gugus pulau Pari, biodiversitas ikan karang di perairan Taman Nasional Karimunjawa, Jepara,
interaksi pemanfaatan pakan alami oleh komunitas ikan di waduk Penjalin, Jawa Tengah, hubungan panjang-berat dan
faktor kondisi lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan Yogyakarta dan Pacitan, biologi reproduksi dan musim
pemijahan ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di perairan Selat Bali, struktur ukuran ikan dan parameter
populasi Madidihang (Thunnus albacares) di perairan Laut Banda.

Semua artikel pada edisi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang perikanan tangkap di Indonesia. Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para penulis
dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam edisi ini.

Redaksi

i
ISBN 1907-8226

BAWAL
Widya Riset Perikanan Tangkap
Volume 5 Nomor 1 April 2013

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ........................... i

DAFTAR ISI .............. iii

Distribusi Ukuran, Reproduksi dan Habitat Pemijahan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) di
Danau Singkarak
Oleh : Hafrijal Syandri, Azrita, dan Netti Aryani............................ 1-8

Komposisi Jenis, Kepadatan dan Keanekaragaman Juvenil Ikan Pada Padang Lamun Gugus Pulau Pari
Oleh : Isa Nagib Edrus dan Sri Turni Hartati......................................................................................................................... 9-22

Biodiversitas Ikan Karang di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Jepara


Oleh : Yayuk Sugianti dan Mujiyanto................................. 23-31

Interaksi Pemanfaatan Pakan Alami oleh Komunitas Ikan di Waduk Penjalin, Jawa Tengah
Oleh : Dimas Angga Hedianto, Kunto Purnomo, dan Andri Warsa............. 33-40

Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Lobster Pasir (Panulirus homarus) di Perairan Yogyakarta
dan Pacitan
Oleh : Ignatius Tri Hargiyatno, Fayakun Satria, Andika Prima Prasetyo, dan Moh. Fauzi................. 41-48
Biologi Reproduksi dan Musim Pemijahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Perairan Selat
Bali
Oleh : Arief Wujdi, Suwarso, dan Wudianto.....
49-57
Struktur Ukuran Ikan dan Parameter Populasi Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Laut Banda
Oleh : Adrian Damora dan Baihaqi........
59-65

iii
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8

DISTRIBUSI UKURAN, REPRODUKSI DAN HABITAT PEMIJAHAN IKAN


BILIH (Mystacoleucus padangensis Blkr.) DI DANAU SINGKARAK

SIZE DISTRIBUTION, REPRODUCTION AND SPAWNING HABITAT OF


BILIH FISH (Mystacoleucus padangensis Blkr.) IN LAKE SINGKARAK

Hafrijal Syandri,1) Azrita1) dan Netti Aryani2)


1)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang
2)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau
Teregistrasi I tanggal: 1 Maret 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 14 Januari 2013;
Disetujui terbit tanggal: 17 Januari 2013

ABSTRAK

Penelitian tentang biologi reproduksi ikan bilih di Danau Singkarak dilakukan pada bulan Januari Desember
2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi ukuran, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan
pemijahan ikan bilih. Hasil penelitian menunjukkan ukuran panjang ikan bilih betina matang gonad berkisar antara
70-109 mm dan bobot tubuh berkisar antara 6,4-8,7 gram, ikan jantan pada panjang antara 70-89 mm dengan bobot
antara 4,5-6,6 gram. Persentase ikan betina yang memijah setiap stasiun berkisar 68,4-75,7% dan ikan jantan
berkisar 73,4-78,4%. Pada saat memijah ikan bilih beruaya dari danau ke sungai Sumpur, Paninggahan dan Baing
setiap hari dimulai pukul 16.00 hingga 23.00 WIB. Karakteristik habitat pemijahan mempunyai kecepatan arus
sungai antara 10-15 m/detik, kedalaman perairan berkisar antara 20-40 cm, substrat dasar perairan terdiri dari kerikil
dan karakal.

KATA KUNCI : Danau Singkarak, ikan bilih, reproduksi, habitat pemijahan, waktu pemijahan.

ABSTRACT

Study of biology reproduction bilih fish on Lake Singkarak has done a series of studies in January and
December 2010. The purpose of this study is to reveal the size distribution, gonada mature level, fecundity and
spawning of bilih fish. The research proves that the size of mature female fish gonads bilih range in size of 70-109
mm with a weight of 6.4 to 8.7 g and males 70-89 mm and weighs 4.4 to 6.6 g. Percentage of female fish to spawn
each research station ranged from 68.5-75.7 % and males 73.4-78.3%. Bilih spawning fish populations by conducting
migration from lakes to rivers Sumpur, Paninggahan and Baing everyday starting at 16:00 until 23:00 am.
Characteristics of spawning habitat with river flow velocity between 10-15 m / sec, water depth between 20-40 cm,
bottom substrate consists of gravel and karakal.

KEYWORDS : Lake Singkarak, bilih fish, reproduction, spawning habitat.

PENDAHULUAN untuk menghasilkan daya listrik 175 MW dan bermuara ke


pantai barat pulau Sumatera yaitu di daerah Asam Pulau
Danau Singkarak terletak di Kabupaten Tanah Datar Kabupaten Padang Pariaman. Danau ini dimanfaatkan
dan Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat pada untuk berbagai kegiatan antara lain perikanan tangkap,
ketinggian 361 m di atas permukaan laut (dpl), merupakan perikanan budidaya, pariwisata, irigasi dan pembangkit
danau vulkanis yaitu bekas letusan gunung berapi yang listrik tenaga air (PLTA). Jumlah spesies ikan yang terdapat
terjadi pada masa Kwarter yaitu ditemukan jenis-jenis di Danau Singkarak sebanyak 19 spesies dan populasi
batuan di sekitar danau tersebut. Luas danau menurut paling dominan adalah ikan bilih. Saat sekarang populasi
Depertemen PUTL (1980) tercatat sekitar 12.200 Ha. Sumber ikan bilih di Danau Singkarak semakin berkurang dan
air danau Singkarak berasal dari lima buah sungai besar ukuran yang tertangkap semakin kecil, berkisar antara 6-
yang bermuara ke danau ini yaitu Sungai Sumpur, Sungai 7 cm (Syandri et al., 2011) dibandingkan dengan ukuran
Paninggahan, Sungai Baing, Sungai Lembang dan Sungai yang tertangkap tahun 1996 berkisar antara 10-15 cm
Saning Bakar. Selanjutnya air danau ini keluar mengalir ke (Syandri & Effendie, 1997). Penelitian oleh Purnomo &
Sungai Ombilin yang bermuara ke pantai timur pulau Sunarno (2003) diperoleh rata-rata panjang total ikan bilih
Sumatera. Semenjak tahun 1998 air Danau Singkarak lebih di Danau Singkarak adalah 6,5 cm.
dominan dialirkan melalui terowongan PLTA Singkarak

Korespondensi penulis:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang
Jl. Bronco No. 7 Lanud Tebing Padang, Email: hsyandri_bilih@yahoo.co.id 1
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8

Berkurangnya produksi dari hasil tangkapan dan bahan kebijakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah
semakin kecil ukuran ikan bilih yang tertangkap dalam usaha melestarikan ikan bilih di Danau Singkarak.
mengindikasikan bahwa populasi ikan bilih di Danau
Singkarak mulai terancam punah. Ancaman kepunahan METODE PENELITIAN
ikan bilih antara lain disebabkan oleh penangkapan yang
tidak terkendali dan berlebihan menggunakan jaring Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari - Desember
insang dengan ukuran mata jaring relatif kecil yaitu inci 2010. Contoh ikan bilih diambil dari Danau Singkarak yaitu
dan 5/8 inci, serta alat tangkap jala berukuran mata jaring pada stasiun bagian tengah danau (stasiun I) pada titik
inci yang dioperasikan dengan cara menghadang ikan koordinat 0o3634,99"S-100o3228,69"T, sebelah utara di
bilih yang akan memijah di daerah aliran sungai. Di lain muara Sungai Sumpur (stasiun II) pada titik koordinat
pihak usaha melestarikan populasi ikan melalui kearifan 0o3515,91"S-100o2938,65"T, sebelah barat di muara Sungai
lokal masyarakat di sekitarnya belum terlaksana dengan Paninggahan (stasiun III) pada titik koordinat 0o3845,72"S-
sempurna (Syandri et al., 2011). Berdasarkan kondisi 100o3143,85"T, sebelah selatan di muara Sungai Sumani
tersebut maka sangat diperlukan pengelolaan populasi (stasiun IV) pada titik koordinat 0 o 4132,86 " S-
ikan bilih di Danau Singkarak. Data dan informasi tentang 100o3550,56"T dan sebelah timur di hulu Sungai Ombilin
distribusi ukuran, aspek reproduksi dan habitat pemijahan (stasiun V) pada titik koordinat 0 o 3346,54 " S-
ikan bilih di alam diperlukan dalam upaya pengelolaan serta 100o3254,99"T.

STII

STV

STIII STI

STIV

Gambar 1. Stasiun pengambilan contoh ikan bilih di danau Singkarak


Picture 1. Sampling station bilih fish in Lake Singkarak

Pengambilan contoh ikan dilakukan secara acak Paninggahan dengan alat tangkap alahan. Pengamatan
sederhana dari populasi yang tertangkap oleh nelayan tentang ukuran, jenis kelamin dan tingkat kematangan
yaitu sebanyak 200 ekor setiap stasiun penelitian setiap gonad dilakukan di laboratorium terpadu Fakultas
bulan (Wasito, 1993). Ikan bilih di perairan tengah danau Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta.
dan hulu sungai Ombilin ditangkap dengan jaring insang Kriteria tingkat kematangan gonad dibagi atas lima
berukuran inci dan 1,0 inci, di muara sungai Sumpur tingkatan yang mengacu kepada Syandri (1997). Untuk
dan muara sungai Sumani dengan alat tangkap jala menentukan nilai Indek Kematangan Gonad (IKG)
berukuran mata jaring 0,5 dan inci, di muara sungai mengacu kepada rumus Effendie (1979).

2
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8

Untuk megetahui waktu pemijahan ikan bilih, in-situ dan ex-situ. Analisa kualitas air menggunakan
penangkapan dilakukan dalam rentang waktu setiap satu metoda yang sudah baku (APHA, 1981).
jam dimulai pukul 16.00 - 24.00 WIB dengan asumsi bahwa
pada waktu tersebut ikan bilih banyak yang beruaya ke HASIL DAN BAHASAN
sungai. Indikator yang ditetapkan sebagai individu ikan
bilih siap memijah adalah ketika pada bagian perutnya HASIL
ditekan dengan lunak maka telur akan keluar melalui lubang
genital. Distribusi Ukuran Ikan

Baku mutu kualitas air (BMKA) di masing-masing Total ikan bilih yang diukur dari lima stasiun penelitian
stasiun yang diamati terdiri dari parameter fisika yaitu suhu sebanyak 12.964 ekor terdiri dari ikan betina 6.597 ekor
air, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus dan substrat (50,88%) dan ikan jantan 6.367 ekor (49,12%). Distribusi
dasar, sedangkan kimia perairan adalah oksigen terlarut, ukuran ikan bilih berdasarkan kelas ukuran dicantumkan
biological oksigen demand, alkalinitas, kesadahan, daya pada Tabel 1.
hantar listrik dan pH. Baku mutu kualitas air diukur secara

Tabel 1. Distribusi ukuran ikan bilih setiap stasiun di Danau Singkarak tahun 2010.
Table 1. Size distribution by station of bilih fish in Lake Singkarak 2010.

Ukuran ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 Jumlah (ekor)


panjang
(mm)
50-59 221 925 262 283 259 690 263 267 510 206 1515 2371
60-69 338 430 409 410 442 556 422 601 709 253 2320 2250
70-79 242 180 674 100 80 483 274 428 365 107 1635 1298
80-89 97 93 320 73 19 60 113 123 353 36 902 385
90-99 36 13 53 11 3 0 36 28 41 11 169 63
100-109 25 0 5 0 8 0 9 0 9 0 56 0
Jumlah 959 1652 1723 877 811 1729 1153 1447 1987 613 6597 6367
ST1= muara sungai Sumpur; ST2 = hulu sungai Ombilin; ST3 = muara sungai Paninggahan, ST4= tengah danau, ST5= muara sungai
Lembang

Panjang total ikan bilih betina yang tertangkap selama Tingkat Kematangan Gonad dan Indek Kematangan
penelitian berkisar antara 50-109 mm dan ikan jantan Gonad
berkisar antara 50-99 mm. Tidak ada yang tertangkap pada
ukuran < 50 mm dan >109 mm, artinya ukuran populasi Sampel sejumlah 12.964 ekor dari lima stasiun
ikan bilih betina lebih panjang daripada ikan bilih jantan. penelitian, diperoleh persentase jumlah ikan bilih
Distribusi ukuran ikan betina pada selang panjang total berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) seperti
antara 60-69 mm sebanyak 2.320 ekor (35,16%), sedangkan dicantumkan pada Tabel 3. Pada stasiun muara sungai
ikan jantan selang ukuran antara 50-59 mm sebanyak 2.371 Sumpur diperoleh ikan betina TKG IV sebanyak 68,37%
ekor (37,23%). Ikan jantan lebih dominan tertangkap pada dan jantan 78,31%, dan di muara sungai Paninggahan ikan
stasiun muara sungai Sumpur, muara sungai Paninggahan betina TKG IV sebanyak 78,31% dan jantan 73,39%.
dan tengah danau, sedangkan ikan betina lebih banyak
pada hulu sungai Ombilin dan muara sungai Sumani. Indek Kematangan Gonad (IKG) ikan bilih menurut
jenis kelamin dan TKG dicantumkan pada Tabel 4. Nilai
Ukuran rata-rata ikan bilih setiap bulan terdapat rata-rata IKG ikan betina pada matang gonad (TKG IV)
perbedaan, ukuran terpanjang dan terberat ikan betina adalah 13,091,92% dan jantan 7,421,58%. Semakin tinggi
terdapat pada bulan Februari 2010 dan ikan jantan pada TKG ikan maka nilai IKG semakin tinggi, kecuali pada TKG
bulan Maret 2010, sedangkan ukuran panjang ikan betina V karena ikan sudah selesai melakukan pemijahan.
terkecil diperoleh pada bulan Oktober 2010 dan ikan jantan
pada bulan Nopember 2010 (Tabel 2).

3
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8

Tabel 2. Rataan panjang total dan bobot tubuh ikan bilih di Danau Singkarak tahun 2010
Table 2. Avarage total length and weight of bilih fish in Lake Singkarak 2010

Betina (female) Jantan (male)


Bulan (month) n Panjang Total Bobot Tubuh n Panjang Total Bobot Tubuh
(ekor) (mm) (g) (ekor) (mm) (g)
Januari 492 76,02 6,37 458 67,45 4,46
Februari 550 84,97 8,68 440 76,53 6,60
Maret 500 83,59 8,27 446 77,47 6,60
April 550 83,05 6,25 450 70,98 4,93
Mei 530 87,70 5,98 430 69,07 4,45
Juni 500 74,62 4,82 460 69,26 4,27
Juli 500 72,56 4,51 520 65,19 3,42
Agustus 550 67,59 4,12 510 67,24 3,34
September 504 67,92 4,05 499 62,68 3,20
Oktober 684 67,50 4,03 470 61,65 3,11
November 501 68,37 4,24 499 60,72 3,17
Desember 678 70,79 4,83 480 64,25 3,80
JumIah 6.597 5.882

Tabel 3. Tingkat Kematangan Gonad (%) ikan bilih setiap stasiun di Danau Singkarak tahun 2010.
Table 3. Gonada maturity level (%) of bilih fish each station in Lake Singkarak 2010

Stasiun penelitian
TKG Muara Sungai Hulu Sungai Ombilin Muara Sungai Tengah Danau Muara Sungai
Sumpur Paninggahan Lembang
Betina n = 959 n = 1723 n = 811 n = 1153 n = 1987
I 0,41 30,98 0,91 15,75 2,65
II 1,35 39,97 3,31 22,70 30,76
III 2,69 23,36 7,42 27,53 51,71
IV 68,37 5,70 75,65 32,81 14,85
V 27,24 0,00 12,68 1,20 0,00
Jantan n =1652 n = 877 n= 1729 n= 1447 n = 613
I 0,30 29,10 0,69 12,88 3,56
II 2,07 46,07 1,04 23,81 25,20
III 2,31 22,75 9,27 27,89 62,83
IV 78,31 2,07 73,39 29,85 8,44
V 17,17 0,00 15,47 5,54 0,00

Tabel 4. Indek kematangan gonad ikan bilih berdasarkan tingkat kematangan gonad di Danau Singkarak 2010.
Table 4. Gonado somatic index of bilih fish based on maturity stage of the gonads in Lake Singkarak 2010

Jenis kelamin TKG n (ekor) IKG (%)


Kisaran Rataan SD

Betina I 781 0,25-3,59 1,520,58


II 1600 1,17-7,50 3,031,16
III 1832 4,83-2,05 7,711,59
IV 2039 5,20-22,36 13,091,92
V 378 1,51-9,55 6,03 1,41
Jantan I 480 0,02-3,33 1,260,56
II 956 0,43-5,08 2,390,95
III 1183 2,03-12,34 4,591,37
IV 3065 5,03-17,49 7,421,58
V 631 2,74-9,61 5,751,60

4
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8

Fekunditas dan Habitat Pemijahan Hasil pengamatan parameter kualitas air Danau
Singkarak yang merupakan habitat ikan bilih untuk tumbuh
Fekunditas ikan bilih berkisar antara 6.907 - 9.355 butir dan berkembangbiak dari setiap stasiun penelitian
per ekor dengan bobot tubuh berkisar antara 85,0-110,0 ditampilkan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis data
g. Nilai tersebut menunjukkan potensi telur yang kuantitas air dengan menggunakan analisis One Way
dihasilkan untuk satu kali pemijahan. Ikan bilih melakukan Anova dapat dinyatakan bahwa kualitas air pada setiap
pemijahan setiap hari dimulai pukul 16.00 - 24.00 WIB stasiun penelitian berbeda nyata (p<0,05).
(Gambar 2) dengan puncak pemijahan terjadi antara pukul
19.00-22.00 WIB dengan indikator jumlah ikan bilih yang Berdasarkan hasil analisis komponen utama (PCA),
memijah lebih dari 90%. diperoleh nilai ektraksi dari setiap parameter kualitas air
(Tabel 6). Nilai ektraksi yang mendekati 1,0 merupakan
120
faktor pembeda utama dari parameter kualitas air pada
Ikan memijah (%)

96
100 93 95 91 habitat ikan bilih di Danau Singkarak. Berdasarkan nilai
80 73 tersebut maka kecerahan air, kedalaman dan kecepatan
60
63
66 arus merupakan faktor pembeda utama dari habitat ikan
bilih.
40

20 10
14.5 Berdasarkan analisis diskriminan terhadap data
0 parameter kuantitas air, maka habitat perairan ikan bilih di
16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 Danau Singkarak terbagi atas empat kelompok yaitu
stasiun muara sungai Sumpur dengan muara sungai
Waktu Pemijahan (WIB) Paninggahan menjadi satu kelompok, stasiun Ombilin,
Gambar 2. Jumlah ikan bilih yang memijah berdasarkan stasiun muara sungai Sumani dan stasiun tengah danau
waktu pengamatan di Danau Singkarak 2010. terpisah (Gambar 3) karena daerah tersebut mempunyai
Figure 2. The number of bilih fish spawning by time of parameter kualitas air yang hampir sama yaitu perairan
observation in Lake Singkarak 2010. jernih, dangkal dan mempunyai arus sehingga merangsang
ikan bilih untuk memijah.

Tabel 5. Nilai parameter fisika dan kimia perairan setiap stasiun di Danau Singkarak tahun 2010.
Table 5. The value of physical and chemical parameter of water by station in Lake Singkarak 2010.

Stasiun Pengamatan
Parameter Satuanmuara sungai hulu sungai muara sungai muara sungai tengah danau
Sumpur Ombilin Paninggahan Sumani
suhu air C 24,500,50a 26,160,28b 23,830,28a 27,930,11c 27,500,50d
a a
kecerahan m 0,410,28 0,610,28 0,420,02a 0.550,50a 4.500,50d
a b
kekeruhan NTU 2.300,26 92,662,51 2,430,40a 265,005,00c 54.001,00d
a b
kedalaman m 0,410,02 4,500,50 0,200,01a 5,001,00b 150,005,00d
a b
kec. arus m/dt 47,002,00 21,661,52 57,662,51a 8,001,00c 2,830,15d
b
substrat dasar - pasir, kerikil & batu- batuan pasir, kerikil & lumpurc batu- batuanb
karakala karakala
a a
DO mg/l 8,360,20 8,100,17 8,430,40a 7,800,70a 7,760,15a
a b
BOD5 mg/l 2,100,10 1,500,10 1,900,10c 3,530,05d 2,400,10e
Alkalinitas mg/l 74,530,50a 72,660,57b 78,330,57c 72,001,00d 80,001,00e
a b
kesadahan mg/l 68,001,00 71,001,00 70,331,52b 68,330,57a 74,001,00b
a b
DHL mhos/cm 214,764,15 183,331,52 192,332,08c 227,000,50d 248,002,00e
a b
pH unit 7,660,28 6,600,10 7,360,32c 7,160,15d 7,600,10e
Keterangan : angka superskrip yang berbeda di atas angka rata-rata menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,05)

5
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8

Tabel 6. Nilai pembeda utama kualitas air pada habitat Canonical Discriminant Functions

ikan bilih di Danau Singkarak 2010


75 Kualitasair
Table 6. The main differentiator value of water quality Tengahdanau
Sumpur
ombilin
parameter bilih fish in Lake Singkarak 2010 Paninggahan
50 Sumani
Tengahdanau
Group Centroid

Parameter Initial Extraction

Function 2
25

Suhu air 1,000 0,956


Kecerahan 1,000 0,990 0
Sumpur

Kekeruhan 1,000 0,943 Paninggahan


ombilin

Kedalaman 1,000 0,989 -25

Kec.Arus 1,000 0,969


Sumani
Oksigen 1,000 0,564 -50

BOD 1,000 0,929 -50 0 50 100

Alkalinitas 1,000 0,870 Function 1

Kesadahan 1,000 0,895


Daya Hantar Listrik 1,000 0,950 Gambar 3. Pengelompokan parameter kualitas air habitat
pH 1,000 0,937 ikan bilih di Danau Singkarak
Figure 3. Grouping parameters of water quality of
bilih fish in Lake Singkarak

BAHASAN kelangsungan sumberdaya ikan pada suatu perairan akan


tetap lestari (Puspito, 2008). Alat tangkap yang selektif
Distribusi Ukuran adalah alat tangkap yang mampu menangkap ikan yang
sudah layak tangkap baik dari segi umur maupun ukuran
Distribusi ukuran panjang total ikan betina berkisar dan dapat meloloskan ikan yang tidak layak tangkap, ikan
antara 50-109 mm dan jantan antara 50-99 mm, ukuran yang dilindungi dan ikan yang tidak diinginkan tanpa
tersebut lebih kecil dari pada hasil pengamatan pada tahun melukai dan membunuhnya. Ukuran spesies ikan pada
1994 yaitu ikan betina berkisar pada ukuran 50-149 mm suatu badan air dapat dipengaruhi oleh jenis alat tangkap
dan jantan ukuran 50-119 mm (Syandri & Effendie, 1997), yang digunakan (Wibowo et al., 2008), eksploitasi yang
sedangkan Purnomo & Sunarno (2003) melaporkan rata- berlebihan akan mengakibatkan berkurangnya kepadatan
rata panjang total ikan bilih di Danau Singkarak adalah 65 populasi, mengecilnya ukuran ikan sehingga dapat
mm. Semakin kecilnya ukuran yang tertangkap saat menurunkan nilai fekunditas dan kehilangan variasi genetik
sekarang dapat disebabkan karena penangkapan yang (Wilson & Clarke, 1996).
tidak terkendali dengan alat tangkap jaring insang dengan
ukuran mata jaring relatif kecil yaitu inci dan 5/8 inci Tingkat Kematangan Gonad dan Indek Kematangan
sehingga tidak selektif dalam menghadang ikan. Gonad
Selektivitas suatu alat tangkap adalah kemampuan suatu
alat tangkap dengan tingkat selektivitas yang tinggi dapat Pada stasiun muara sungai Sumpur diperoleh ikan
menyebabkan upaya penangkapan lebih efisien dan betina yang matang gonad (TKG IV) sebanyak 68,37%
kelangsungan sumberdaya ikan pada suatu perairan akan dan jantan 78,31%, dan di muara sungai Paninggahan
tetap lestari (Puspito, 2008). Alat tangkap yang selektif diperoleh TKG IV sebanyak 78,31% dan jantan 73,39%.
adalah alat tangkap yang mampu menangkap ikan yang Tingginya persentase tersebut berhubungan dengan sifat
sudah layak tangkap baik dari segi umur maupun ukuran pemijahan ikan bilih yang diduga melakukan ruaya dari
dan dapat meloloskan ikan yang tidak layak tangkap, ikan danau ke sungai. Karakteristik habitat sungai yang sesuai
yang dilindungi dan ikan yang tidak diinginkan tanpa bagi kehidupan ikan bilih yaitu berarus, perairan jernih
melukai dan membunuhnya. Ukuran spesies ikan pada dan dangkal (20-30 cm), substrat dasar perairan berupa
suatu badan air dapat dipengaruhi oleh jenis alat tangkap kerikil dan karakal, suhu air antara 24-26oC. Ikan bilih
yang digunakan (Wibowo et al., 2008), eksploitasi yang melakukan ruaya dari danau ke sungai adalah untuk
berlebihan akan mengakibatkan berkurangnya kepadatan memijah. Menurut Raghavana et al. (2011) sungai
populasi, mengecilnya ukuran ikan sehingga dapat merupakan salah tempat pemijahan bagi ikan yang beruaya
menurunkan nilai fekunditas dan kehilangan variasi genetik dari danau. Pada umumnya ikan dari Famili cyprinidae di
(Wilson & Clarke, 1996). daerah tropis memiliki faktor utama yang mempengaruhi
proses pemijahan di perairan sungai adalah arus dan
Selektivitas suatu alat tangkap adalah kemampuan fluktuasi tingginya permukaan air sungai (Haryono, 2006;
suatu alat tangkap dengan tingkat selektivitas yang tinggi Dharmadi et al., 2009).
dapat menyebabkan upaya penangkapan lebih efisien dan

6
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8

Nilai IKG ikan betina pada TKG IV adalah 13,091,92 3. Populasi ikan bilih memijah sepanjang tahun seperti di
% dan jantan 7,421,58 %. Berdasarkan nilai IKG tersebut aliran sungai Sumpur dan Paninggahan serta sungai
maka setiap individu ikan bilih dapat memijah sebanyak 3- kecil lainnya yang bermuara ke Danau Singkarak,
4 kali setiap tahun. Menurut Royce (1984) pada umumnya pemijahan terjadi dari pukul 16.00-24.00 WIB dengan
ikan betina dari famili Cyprinidae dapat memijah jika puncak pemijahan terjadi antara pukul 19.00-21.00 WIB.
memiliki nilai IKG berkisar antara 10-25% dan jantan 5- 4. Penciri utama habitat pemijahan ikan bilih adalah
10%. Bagenal (1978) mengemukakan bahwa ikan perairan jernih, dangkal, berarus, substrat dasar terdiri
Cyprinidae yang mempunyai nilai IKG lebih kecil daripada dari kerikil dan karakal.
20% dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya.
PERSANTUNAN
Fekunditas dan Habitat Pemijahan
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Fekunditas ikan bilih berkisar antara 6.907-9.355 butir Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
per ekor dengan bobot tubuh berkisar antara 85,0-110,0 Ditjen Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian
g. Nilai tersebut menunjukkan potensi telur yang ini melalui Skim Penelitian Strategis Nasional.
dihasilkan untuk suatu pemijahan. Puncak pemijahan
terjadi antara pukul 19.00-22.00 WIB, telur yang dipijahkan DAFTAR PUSTAKA
di kolom air pada sungai yang berarus hanyut ke perairan
danau kemudian menetas setelah 20 jam dari waktu APHA. 1981. Standard methods for the examination of
fertilisasi dan tumbuh menjadi dewasa. Berdasarkan kriteria waters and wastewater. 17th ed. American Public
kondisi perairan tempat ikan bilih memijah, maka dapat Health Association, American Water Works
dinyatakan faktor lingkungan yang mempengaruhi Association, Water Pollution Control
pemijahan ikan bilih adalah arus dan substrat dasar. Selain Federation.Washington, D,C. 1.467 p.
dari faktor arus dan substrat dasar, tingkat turbiditas media
penetasan juga mempengaruhi daya tetas telur ikan bilih Azrita, H. Syandri, E.Nugroho, Dahelmi & Syaifullah. 2011.
(Syandri et al., 1996). Variasi genetik ikan bujuk (Channa lucius Cuvier)
berdasarkan RAPD dari Sumatera Barat, Jambi dan
Berdasarkan hasil analisis komponen utama (PCA), Riau. Berita Biologi. 10 (5): 675-680.
diperoleh nilai ektraksi dari setiap parameter kualitas air.
Nilai ektraksi yang mendekati 1,0 merupakan faktor Bagenal, T.B. 1978. Aspects of fish fecundity. Ecology of
pembeda utama dari parameter kualitas air pada habitat freshwater fish production. Blackwell Scientific
ikan bilih di Danau Singkarak. Berdasarkan nilai tersebut Publication. Oxford. p. 75 101.
maka kecerahan air, kedalaman dan kecepatan arus
merupakan faktor pembeda utama dari habitat ikan bilih. Departemen PUTL. 1980. Inventarisasi irigasi, sungai dan
Setiap ikan mempunyai penciri kualitas air pada habitatnya. danau di Sumatera Barat. Ditjen Pengairan
Menurut (Wibowo et al., 2009) penciri utama habitat ikan Departemen PUTL RI.
Belida (Chitala lopis) di Sungai Kampar dan Siak Propinsi
Riau, Sungai Musi di Propinsi Sumatera Selatan, Sungai Dharmadi, E.S. Kartamihardja, A.D. Utomo & D. Oktaviani.
Tulang Bawang di Propinsi Lampung adalah total padatan 2009. Komposisi dan fuluktuasi hasil tangkapan tuguk
terlarut (TDS), dan daya hantar listrik (DHL), sedangkan di sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Jurnal
untuk ikan bujuk (Channa lucius Cuvier) di Danau Penelitian Perikanan Indonesia. 15 (2): 105-112.
Singkarak, Mentulik Kampar Riau, dan Pematang Lindung
Tanjung Jabung Timur Jambi faktor pembeda utama dari Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan
kualitas air adalah kesadahan, alkalinitas dan daya hantar Dewi Sri Bogor. 112 p.
listrik (Azrita, 2012).
Haryono. 2006. Aspek biologi ikan tambra (Tor tambroides
KESIMPULAN Blkr.) yang eksotik dan langka sebagai dasar
domestikasi. Biodiversitas. 7 (2): 195-198.
1. Distribusi ukuran panjang ikan bilih betina berkisar
antara 50 -149 mm dan jantan berkisar antara 50-99 mm, Purnomo. K & M.S.D. Sunarno. 2003. Beberapa aspek
ikan betina lebih banyak jumlahnya pada kelompok biologi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr)
ukuran antara 60-69 mm (35,16%), sedangkan ikan jantan di Danau Singkarak. Bawal. 2 (6): 265-271.
pada ukuran 50-59 mm (37,23%).
2. Fekunditas ikan bilih berkisar antara 6.907-9.355 butir per Puspito. G. 2008. Suatu tinjauan pengukuran selektifitas
ekor dengan bobot tubuh berkisar antara 85,0-110,0 g. jaring insang. Jurnal Penelitian Perikanan. 2 (1) :
59-64.

7
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8

Raghavana. R, A. Ali, N. Dahanukard & A. Rossera. padangensis Blkr) dari limbah hasil penangkapan
2011. Is the Deccan Mahseer, Tor khudree (Sykes, nelayan di Danau Singkarak. Jurnal Perikanan dan
1839) (Pisces: Cyprinidae) fishery in the Western Ghats Kelautan. 13 (1): 118-126.
Hotspot sustainable. A participatory approach to stock
assessment. Fisheries Research. 110 : 29-38. Syandri, H. 2011. Kadar nutrisi limbah telur ikan bilih
(Mystacoleucus padangensis Blkr) sebagai sumber
Royce, W. 1984. Introduction to the practice of fishery ransum pakan ikan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 10
science . Academic Press Inc. New York. (1): 74-80.

Syandri, H & M.I. Effendie. 1997. Distribusi umur dan Syandri, H. Junaidi & Azrita. 2011. Pengelolaan
pertumbuhan ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Sumberdaya ikan bilih (Mystacoleucus padangensis
Blkr) di Danau Singkarak. Terubuk. 67 (XVIII): 2-16. Blkr) berbasis kearifan lokal di Danau Singkarak.
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. 3 (2): 135-
Syandri, H. 1997. Perkembangan oosit dan testis ikan bilih 143.
(Mystacoleucus padangensis Blkr) di Danau
Singkarak. Fisheries Journal Garing. 2 (6): 1-8. Wasito, H. 1993. Pengantar metodologi Penelitian. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 98 p.
Syandri, H. Agustedi & E. Juita. 1996. Daya kelangsungan
hidup telur ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Wibowo, A, M. T. D. Sunarno, S. Makmur & Subagja.
Blkr) dalam berbagai turbiditas. Fisheries Journal 2008. Identifikasi struktur stok ikan belida (Chitala
Garing. 5 (1) : 32- 40. spp) dan implikasinya untuk manajemen populasi alami.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 14 (1) : 31-
Syandri, H. 2008. Ancaman terhadap plasma nutfah ikan 44.
bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) dan upaya
pelestariannya di Danau Singkarak. Orasi Ilmiah pada Wibowo, A, M. T. D. Sunarno & S. Makmur. 2009.
upacara pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Parameter fisika, kimia dan biologi penciri habitat ikan
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta belida (Chitala lopis). Jurnal Penelitian Perikanan
Padang. 25 p. Indonesia. 15 (1):13-21.

Syandri, H. Y. Basri, N. Aryani & Azrita. 2008. Kajian Wilson, D. S & A. B. Clarke. 1996. The shy and the bold.
kandungan nutrisi telur ikan bilih (Mystacoleucus Natural History. 9 (96): 26-28.

8
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

KOMPOSISI JENIS, KEPADATAN DAN KEANEKARAGAMAN


JUVENIL IKAN PADA PADANG LAMUN GUGUS PULAU PARI

SPECIES COMPOSITION, DENSITY AND DIVERSITY OF JUVENILE OF FISH IN


THE SEAGRASS BEDS OF PARI ISLAND

Isa Nagib Edrus1) dan Sri Turni Hartati2)


1)
Peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta
2)
Peneliti pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Teregistrasi I tanggal: 27 Juli 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 04 Januari 2013;
Disetujui terbit tanggal: 09 Januari 2013

ABSTRAK

Penelitian tentang juvenil di padang lamun Pulau Pari pada bulan Juni 2009 bertujuan untuk mengetahui komposisi
jenis, kepadatan dan keanekaragaman juvenil ikan. Sampling dilakukan pada siang hari dengan menggunakan jaring
arad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ikan yang tertangkap terdiri dari 55 jenis yang berasal dari 42 marga
dan 23 suku. Sebanyak 52 jenis (98%) tergolong juvenil. Ikan dengan status penghuni tetap sebanyak 31 jenis,
musiman 11 jenis, dan penghuni tidak tetap 14 jenis. Kelompok ikan major terdapat 34 jenis, kelompok ikan target 20
jenis dan kelompok ikan indikator 2 jenis. Kepadatan antar lokasi berkisar antara 0,05 - 0,34 indivdu/m2 dengan rata-
rata 0,2 individu/m2 atau setara dengan 2.000 ekor per ha. Indeks keanekaragaman (H) berkisar antara 1,3 - 2,7. Jenis-
jenis yang mendominasi hasil tangkapan antara lain adalah Apogon margaritophorus, A.ceramensis, Acreichthys
tomentosus, Halichoeres argus, Lethrinus harax, Papilloculiceps longiceps dan Cheilodepterus quinquelineatus.
Tidak terdapat korelasi antara habitat (substrat, jenis, tutupan serta jumlah tegakan lamun/m2) terhadap pola keaneka-
ragaman juvenil ikan. Oleh karena itu perlu sampling yang lebih intensif (siang dan malam hari, saat pasang dan surut),
dan sampling di pulau-pulau lainnya yang terdapat di Kepulauan Seribu.

KATA KUNCI: Juvenil ikan, keanekaragaman, kepadatan, padang lamun, Gugusan Pulau Pari

ABSTRACT

This study conducted in the seagrass beds of Pari Islands in June 2009. The aims are to assess the fish juvenile
resources in terms of species diversity, stocks, composition, predominant, and group status. Data were collected
using an arad net for juvenile. A total of 56 species of fish juveniles belong to 42 genus and 24 families were collected
from seagrass bed of Pari Island. Those were consisted of 52 species (98%) that classified as juveniles. Among of
them (31 species) were resident fishes that use seagrass in their whole live, 11 species of seasonal/traveller fishes, and
14 species of non-resident fishes. From the total 55 species of fish samples, there were 34 species belonging to target
fishes, 20 species were major fishes, and 2 species were indicator fishes. The fish density ranged from 0.05 to 0.34
indivdual/m2 with an average of 0.2 individual/m2 or equivalen to 2.000 fishes per hectare. Diversity indeces (H)
ranged from 1.3 to 2.7. Predominant species that prefer seagrass bed as their permanent resident habitat were
Apogon margaritophorus, Apogon ceramensis, Acreichthys tomentosus, Halichoeres argus, Lethrinus harax,
Papilloculiceps longiceps, and Cheilodepterus quinquelineatus. There are no relationship between habitat (substrates,
seagrass species, percentage of cover, density of stems/number of stem/m2) and the diversity of fish juvenile pattern.
Therefore, more intensive sampling must be done such as in the day and night time, in the high and low tide condition
as well as sampling in other islands within the Seribu Islands.

KEYWORDS: Juvenile fishes, diversity, density, seagrass beds, Pari Island

PENDAHULUAN perairan dangkal dan sumber makanan penting bagi


banyak organisme laut. Asosiasi biota laut dengan lamun
Salah satu ekosistem terpenting yang dijumpai di berkaitan dengan beragam fungsi lamun, seperti tempat
gugusan Pulau Pari adalah padang lamun. Hamparan lamun berlindung, pemijahan mencari makan, dan tempat asuhan
dijumpai pada daerah intertidal yang luas dan pada area anakan/juvenil ikan (Nybakken, 1988).
laguna (goba) yang relatif terendam air terus menerus.
Kedua area tersebut merupakan habitat bagi Padang lamun bukan saja penting bagi organisme
beranekaragam ikan dan biota laut yang selalu berasosiasi hidup, tetapi juga menarik sebagai wilayah penelitian.
dengan vegetasi dan substrat padang lamun. Vagetasi Salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah berkaitan
lamun merupakan sumber utama produktivitas primer di dengan padang lamun sebagai tempat memijah dan asuhan

Korespondensi penulis:
Balai Penelitian Perikanan Laut
Jl. Muara Baru Ujung Komplek Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman - Jakarta Utara, Email: 9
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

bagi beberapa jenis ikan (Whilfield, 1990). Penelitian kapasitas dalam menampung biota laut dan ikan yang
tentang hubungan ikan dengan kedua fungsi padang sesuai (Unsworth, 2007). Penelitian yang berkaitan antara
lamun telah dilakukan sejak lama sekali sebagai tanda, lamun dan juvenil ikan masih sangat jarang dilakukan.
bahwa begitu pentingnya ekosistem padang lamun Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji sumberdaya juvenil
sebagai habitat ikan-ikan konsumsi dan bernilai ekonomis ikan ditinjau dari keanekaragaman, status sediaan,
(Harada, 1963; Kinuchi, 1966; 1974; Springer & Mc. Erlean, komposisi dan dominasi jenis ikan di daerah padang lamun
1962). Penelitian ikan di daerah lamun terkait dengan di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
sturuktur komunitas, model distribusi dan sebaran spasial
dan temporal pernah dilakukan di Pulau Osi dan Marsegu BAHAN DAN METODE
Seram Barat (Peristiwady, 1994a; 1994b). Penelitian tentang
hubungan antara jarak ruaya dari juvenil ikan yang Penelitian tentang juvenil ikan dilakukan pada bulan
ditetaskan di laut dan proses pembesaran di padang lamun Juni 2009 di beberapa daerah lamun terpilih di sekitar Pulau
pernah dilakukan di goba penghalang pantai Australia Pari. Contoh juvenil ikan dikoleksi dari 8 stasiun
tenggara, sehingga beberapa jenis juvenil ikan dapat pengamatan yang ditentukan dengan menggunakan alat
dibagi ke dalam pola ruayanya (Hannan & Williams, 1998). GPS (Gambar 1).

Penelitian juvenil ikan yang berasosiasi dengan Pengumpulan sampel ikan dilakukan pada siang hari
ekosistem padang lamun penting artinya dalam usaha dengan menggunakan jaring arad. Bagian mulut jaring
pengelolaan ekosistem tersebut untuk pemanfaatan terbuat dari kerangka besi berukuran panjang 1 m dan
sumberdaya ikan berkelanjutan dan sekaligus melestarikan lebar 1,25 m. Bagian kantung jaring (cod-end) mempunyai
fungsi ekologis padang lamun. Padang lamun memiliki ukuran mata 2 mm.

Goba (Lagoon)

Laut Jawa
(Java Sea)

Gambar 1. Peta Gugusan Pulau Pari dan 8 stasiun sampling pada habitat lamun
Figure 1. Map of Pari Islands with 8 sampling stations at seagrass habitat

Kecepatan kapal waktu menarik pukat rata-rata 10 Indeks Dominasi D = {(ni(ni 1) / (N(N 1)} }, dimana
menit pada jarak 50 m. Penarikan jala dilakukan dua kali ni = jumlah ikan jenis ke i, dan N = total individu ikan
ulangan. Ikan yang tertangkap disortir dan dihitung jumlah untuk semua jenis.
dan beratnya. Identifikasi juvenil ikan menggunakan buku
panduan bergambar (Kuiter, 1992; Kuiter & Tonozuka, Kepadatan juvenil dihitung berdasarkan jumlah ikan
2001; Lieske & Myers, 1997). tertangkap dalam area luas sapuan pukat, seperti rumus
di bawah ini.
Analisis keanekaragaman menggunakan rumus indeks
Shannon Weaver (H) dan indeks dominasi (D) dari K = Xi/L, dimana K = Kepadatan (individu/m2); Xi :
Simpson (Ludwig & Reynold, 1988), seperti di bawah ini. jumlah individu semua jenis ikan yang tertangkap pada
stasiun ke i; Li = luas area sapuan pukat pada stasiun
Indeks Shannon Weaver H = {(ni/N) ln(ni/N)} }, dimana ke i (m2).
ni = jumlah ikan jenis ke i, dan N = total individu ikan
untuk semua jenis, H = Indeks Shannon, Sediaan juvenil (dalam satuan hektar) dihitung dengan
jalan mengkonversikan nilai kepadatan (K) ke dalam satuan

10
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

luas area dari total habitat lamun yang tersedia, seperti Komposisi Tangkapan dan Jenis
rumus di bawah ini.
Jumlah jenis juvenil ikan dalam 10 besar dominan
Sediaan = rata-rata Xi * Li-n dimana, Li luas area berturut-turut adalah : 1. Apogon margaritophorus (1123
sapuan pukat pada stasiun ke i) ekor), 2. Apogon ceramensis (466 ekor), 3. Acreichtys
tomentosus (138 ekor), 4. Halichoeres argus (121 ekor), 5.
Komposisi jenis (satuan dalam %) dihitung menurut Lethrinus harax (83 ekor), 6. Papilloculiceps longiceps
jumlah jenis ikan yang tertangkap per stasiun dibagi (75 ekor), 7. Cheilodepterus quinquelineatus (74 ekor), 8.
dengan jumlah total jenis yang tertangkap dan dikali 100%, Siganus canaliculatus (50 ekor), 9. Siganus virgatus (44
seperti rumus di bawah ini. ekor), dan 10. Corythoichtys intestinalis (43 ekor). Ditinjau
dari jumlah berat juvenil ikan dalam 10 urutan terberat
C = Spi/Spsi* 100%, dimana C : komposisi jenis; Spi : berturut-turut adalah : 1. Apogon margaritophorus
jumlah jenis tertentu yang tertangkap pada stasiun ke (1.079,3 gram), 2. Apogon ceramensis (751,1 gram), 3.
i; Spsi : jumlah seluruh jenis yang tertangkap pada Acreichtys tomentosus (437,5 gram), 4. Leptoscarus
stasiun ke i (jika pembagi tersebut merupakan Spsi...n vaigiensis (391 gram), 5. Siganus canaliculatus (370,7
untuk seluruh stasiun, maka nilai C yang didapat gram), Siganus virgatus (256,8 gram), 6. Triecanthus sp.
merupakan komposisi komulatif). (171,5 gram), 7. Halichoeres argus (170,8 gram), 8.
Centrogenys vaigiensis (165,8 gram), 9. Cheilodepterus
Frekuensi kemunculan jenis dihitung dari jumlah quinquelineatus (162 gram), dan 10. Siganus guttatus
kemunculan setiap jenis dari setiap penangkapan pada (148,6 gram).
setiap stasiun, seperti rumus di bawah ini.
Kepadatan dan Kelimpahan
F = ISpi/ISpi...n * 100% , dimana, ISpi : jumlah kemunculan
jenis ikan tertentu setiap kali penarikan pukat pada Ditinjau dari lokasi (stasiun) sampling, jumlah
stsiun ke i; ISpi : total kemunculan dari seluruh jenis individunya (spesimen) tertinggi ditemukan pada St. 1 (391
pada stasiun ke i (jika pembagi tersebut merupakan individu), St. 8. (596 individu), St. 7 (550 individu), St. 4
ISpi...n untuk seluruh stasiun, maka nilai F yang didapat (374 individu) dan St. 6 (310 individu). Bobot ikan tertinggi
merupakan frekuensi komulatif). juga dijumpai pada St.1 (1.858 gram), disusul St. 4 (974
gram), St. 7 (851 gram, St. 8 (637 gram) dan St. 6 (525 gram)
HASIL DAN BAHASAN (Tabel Lampiran 1).

HASIL Kepadatan juvenil ikan antar stasiun pengamatan


berkisar antara 0,05 individu/m2 sampai 0,34 indivdu/m2
Jumlah individu dan biomasa ikan yang tertangkap dengan rata-rata 0,2 individu/m2. Hal ini berarti bahwa
dengan menggunakan pukat arad menurut lokasi sampling sediaan sumberdaya juvenil diasumsikan sebesar 2.000
dan jenis ikan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Secara ekor per hektar atau setara dengan 70,4 kg per hektar.
total diperoleh 2.589 ekor individu (spesimen) juvenil ikan Kepadatan ikan tertinggi dijumpai pada St. 1 (0,34 juvenil
yang tergolong atas 55 jenis yang mewakili 42 marga ikan/m2), disusul St. (0,22 juvenil ikan/m2), St. 8 (0,21 juvenil
(genus) dan 23 suku (famili) serta 1 jenis udang, yaitu ikan/m2), St. 7 (0,20 juvenil ikan/m2) dan St. 2 dan 6 (0,19
Penaeus sp. (jenis udang tersebut tidak diikut sertakan juvenil ikan/m2) (Tabel Lampiran 2).
dalam perhitungan selanjutnya).
Persentasi kelimpahan juvenil ikan untuk seluruh lokasi
Analisis data jumlah individu dan biomasa tersebut sampling berkisar antara 0,002% (terendah) hingga
menggambarkan sifat-sifat kepadatan, komposisi, 39,979% (tertinggi). Juvenil ikan yang memiliki persentasi
frekuensi kemunculan, kelompok juvenil ikan, stadium ikan, kelimpahan tertinggi adalah Apogon margaritophorus
kelimpahan dan status penghunian menurut jenis. Hasil (39,98%), disusul A. ceramensis (9,93%), Acreichtys
analisa dirangkum pada Tabel Lampiran 2. tomentosus (3,26%), Halichoeres argus (2,29%), dan
Fusigobius longipinnis (1,30%), sedangkan sisanya
Analisis data yang menggambarkan karakteristik memiliki persentasi kelimpahan < 1% (Tabel Lampiran 2).
habitat (substrat dasar, jenis, tutupan dan jumlah tegakan
lamun), populasi (jumlah jenis, jumlah individu, berat Indeks Keanekaragaman
masing-masing jenis dan kepadatannya), dan indeks
keanekaragaman (indeks keanekaragaman jenis dan indeks Indeks keanekaragaman jenis (indeks H) berkisar antara
dominasi populasi) menurut lokasi sampling disajikan 1,3 2,7. St. 1 memiliki nilai tertinggi (2,7) disusul St. 5
pada Tabel Lampiran 3. (2,3), St. 4 (1,6) dan St. 6 (1,5). Stasiun lainnya memiliki
nilai < 1,5. Ditinjau dari lokasi (stasiun) sampling, keaneka-

11
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

ragaman jenis juvenil ikan tertinggi terdapat di St. 1 (34 jacksoniensis, Atherinomorus ogilbyi, dan Gerres
jenis), disusul St. 4 (22 jenis), St. 8 (21 jenis), St. 7 (20 jenis) subfasciatus mendominasi tangkapan, yaitu 46% dari
dan St. 2 dan St. 6 (19 jenis), indeks dominasi (D) berkisar seluruh jumlah individu. Penelitian Whitfield (1994) hanya
antara 0,11 0,52 dengan nilai tertinggi berdada di St. 2 menemukan 18 jenis dari 7 suku di wilayah estuaria yang
(0,52), disusul St. 6 (0,40), St. 7 (0,38) dan St. 8 (0,37), didominasi oleh suku Mugilidae. Jumlah tangkapan dan
sisanya stasiun lain memiliki nilai < 0,3. jenis dari lokasi yang berbeda menunjukkan bervariasi
karena banyak faktor yang berpengaruh, seperti cara
Frekuensi Kehadiran/Kemunculan penangkapan, waktu penangkapan, jenis vegetasi, dan
faktor fisik perairan dan lingkungan. Suhu, kekeruhan,
Dari 55 jenis juvenil ikan yang tertangkap, 10 jenis salinitas, waktu pasang surut, vegetasi, dan substrat
diantaranya yang memiliki frekuensi kehadiran kumulatif dipercaya berpengaruh pada jenis dan kelimpahan juvenil
tertinggi adalah : Apogon margaritophorus (7,12%), ikan di suatu lokasi (Cyrus & Blaber, 1987; Unsworth et
disusul Acreichthys tomentosus (4,73%), Papilloculiceps al., 2007, Whitfield, 1994).
longiceps (4,73%), , Fusigobius longipinnis (4,27%),
Apogon Ceramensis (4,26%), Canterines forticintus Sebanyak 52 (98%) jenis ikan yang tertangkap di
(4,25%), Cheilodepterus quinquelineatus (4,25%), gugusan Pulau Pari tergolong stadium juvenil. Kriteria
Halichoeres argus (3,79%), Siganus guttatus (3,78%), juvenil ditentukan berdasarkan perbandingan ukuran ikan
Siganus virgatus (2,84%) dan Lethrinus lencam (2,84%). tertangkap dibanding dengan ukuran stadium dewasanya
(Tabel Lampiran 2). Diantara ikan-ikan tersebut yang yang tercantum pada buku identifikasi ikan (Kuiter, 1992;
tertangkap di setiap stasiun adalah A. Margaritophorus Kuiter & Tonozuka, 2001; Lieske & Myers, 1997). Ikan
dan Cheilodepterus quinquelineatus dari famili yang tertangkap di Pulau Pari diperoleh dari pada lamun
Apogonidae, A. Tomentosus dan Canterines forticintus dengan 4 jenis lamun, yaitu jenis Enhalus acoroides,
dari famili Monacanthidae dan Papilloculiceps longiceps Thalasia hemprichii, Halophyla ovalis dan Cymodocea
dari famili Platycephalidae. rotundata dengan persentasi tutupan lamun berkisar 70-
100% dan tegakan antara 30-185 tegakan/m2. Substrat
Kelompok Juvenil dan Status Penghunian Habitat dasar terdiri atas pasir, pasir-lempung dan pasir-lumpur
(Tabel Lampiran 3).
Dari 55 jenis yang tertangkap, kelompok ikan mayor
(M) terdapat 34 jenis, kelompok ikan target (T) 20 jenis Komposisi jenis ditemukan berbeda antar wilayah yang
dan kelompok ikan indikator (I) 2 jenis. Kelompok ikan berbeda. Penelitian Whitfield (1994) di wilayah estuaria
terget yang ekonomis tinggi di antaranya kerapu Afrika Tenggara menemukan bahwa kelompok juvenil ikan
(Serranidae), kakap (Lutjanidae), lencam (Lethrinidae), biji belanak (suku Mugilidae) mendominasi hasil tangkapan.
nangka (Mullidae), baronang (Siganidae), kakatua Komposisi juvenil di wilayah estuaria tersebut terdiri atas
(Scariidae), dan kapas-kapas (Gerreidae). 7 suku dan 18 jenis, yaitu Carangidae 0,06% (Lichia amia),
Elopidae 0,03% (Elops machnata), Haemulidae 0,22%
BAHASAN (Pomadasys olivaceum), Mugilidae 96% (Crenimugil
crenilabis, Liza dumerilii, Liza rihardsonii, Liza
Komposisi Tangkapan dan Jenis tricuspidens, Mugil cephalus, Myxus capensis,
Valamugil buchanani), Soleidae 0,2% (Heteromycteris
Jumlah spesimen (2.589 ekor) dan jenis ikan (23 Suku, capensis, Solea bleekeri), Sparidae 3,4% (Diplodus
24 genus & 55 species) yang tertangkap di padang lamun sargus capensis, Lithognathus lithognathus,
gugusan Pulau Pari tidak dapat diperbandingkan begitu Rhabdosargus globiceps, Rhabdosargus holubi, Sarpa
saja dengan hasil penelitian lain, yaitu apakah lebih tinggi salpa), dan Ponidae 0,1% (Terapon jarbua).
atau lebih rendah, karena tiap-tiap padang lamun memiliki
kompleksitas tersendiri dan spesifik dari sisi lingkungan Kepadatan dan Kelimpahan
vegetasi dan perairan (Unsworth et al., 2007). Penelitian
Peristiwady (1994a) selama 3 bulan di Pulau Osi dan Penelitian Whitfield (1994) di wilayah estuaria Afrika
Marsegu (Seram Barat) masing-masing diperoleh 61.897 Tenggara yang mendapat pengaruh air tawar menemukan
dan 56.207 spesimen dengan jumlah jenis masing-masing kepadatan yang bervariasi untuk ketiga wilayah estuaria,
170 dan 163 spesies serta 52 dan 46 suku. Penelitian yaitu terendah 0,05 individu/m2 dan tertinggi antara 0,28
Hannan & Williams (1998) selama setahun di goba dan 0,29 individu/m2. Kepadatan yang tertinggi ditemukan
penghalang pantai Australia Tenggara menemukan 80 pada juvenil dari suku Mugilidae yang terdiri dari 7 jenis
spesies juvenil ikan dari 39 suku. Jenis tersebut berasal dan Soleidae yang terdiri dari 5 jenis. Menurut Whitfield
dari suku terbesar yaitu Gobiidae, Monacanthidae, (1994) beberapa faktor yang mempengaruhi kelimpahan
Syngnathidae, Tetraodontidae, Mugilidae, Atherinidae, pada tingkat paling dini dari siklus hidup ikan adalah
Clupeidae, Mullidae, Sparidae, dan Blenniidae. Ambassis besaran salinitas, suhu air, dan tingkatan kekeruhan.

12
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

Indeks Keanekaragaman Frekuensi Kehadiran/Kemunculan

Odum (1975) menyebutkan bahwa tingginya Jenis-jenis Apogon margaritophorus, Acreichthys


keanekaragaman di suatu habitat adalah suatu petunjuk tomentosus, Papilloculiceps longiceps, Fusigobius
tentang beragam jenis dalam suatu komunitas dapat longipinnis, Apogon ceramensis, Canterines forticintus,
tumbuh berkembang bersama tanpa adanya kondisi yang Cheilodepterus quinquelineatus, Halichoeres argus,
saling menghambat dan kondisi seperti ini dikategorikan Siganus guttatus, Siganus virgatus dan Lethrinus lencam
sehat, menyenangkan serta layak untuk beragam jenis memiliki probilitas tinggi untuk tertangkap dalam area
tersebut hidup dan berkembang. Sebaliknya, ketika padang lamun, karena seluruh jenis tersebut adalah benar-
kondisinya menurun menjadi kurang baik atau menjadi benar (100%) ikan penghuni tetap padang lamun, dimana
lebih buruk, biasanya timbul satu atau lebih jenis yang fase juvenilnya juga terdapat di padang lamun. Jenis-jenis
mendominasi komunitas karena jenis tersebut mampu tersebut menyenangi area padang lamun dan bahkan dalam
bertahan dan berkembang, sehingga nilai keaneka- masa hidupnya dihabiskan di dalam area tersebut sebagai
ragaman jenis menjadi menurun. Contohnya, stasiun 1 area asuhan, berlindung, bertelur, dan menemukan
menunjukkan indeks jenis yang tertinggi (3,4), sedangkan makannya (Whitfield, 1990 & Peristiwady, 1994b).
indeks dominannya terendah (0,11). Sebaliknya, St. 2
memiliki indeks keanekaragaman terendah (1,3), namun nilai Kelompok Juvenil dan Status Penghunian Habitat
indeks dominannya tertinggi (0,52). Jadi kedua indeks
menunjukkan hubungan terbalik. Indeks dominasi yang Tiga kelompok juvenil ikan yang ditemukan dari hasil
tinggi menunjukkan adanya dominasi suatu spesies (jenis) tangkapan digolongkan dalam kelompok mayor, target
tertentu yang akan menyebabkan keanekaragaman jenis dan indikator, yaitu penggolongan yang sama untuk
menjadi rendah. Walaupun terlihat adanya pola indeks komunitas ikan-ikan di terumbu karang (English et al.,
ekologi yang saling berlawanan antara St.1 da St. 2, namun 1994). Juvenil dari kelompok ikan mayor dan ikan terget
jika ditinjau dari habitatnya dapat dikatakan kedua stasiun adalah yang terbanyak seperti juga biasa terdapat pada
memiliki habitat yang relatif sama, yaitu substrat dasar ekosistem terumbu karang, sedangkan kelompok ikan
kedua stasiun adalah pasir berlempung dengan jenis lamun indikator sangat sedikit sekali dan tidak seperti biasa yang
monospesifik (hanya satu jenis), Enhalus acoroides, dan ditemukan di area karang.
persentasi tutupannya sama, 90 %, kecuali jumlah tegakan
lamun yang berbeda, dimana St. 1 terdapat 155 tegakan Ikan mayor terbagi atas 2 kelompok, yaitu yang
lamun/m2, sedangkan di St. 2 hanya ada 122 tegakan lamun/ berstatus penghuni tetap dan tidak tetap (Tabel Lampiran
m2 (Tabel Lampiran 3). Stasiun 6 memiliki substrat yang 2). Ikan penghuni tetap padang lamun antara lain Apogon
sama, jenis lamun monospesifik yang sama dengan St. 1 margaritophorus, Apogon ceramensis, Acreichtys
dan St. 2, sedangkan persentasi tutupannya (100%) dan tomentosus, Cheilodepterus quinquelineatus,
jumlah tegakan/m2 (185 tegakan/m2) lebih tinggi, namun Halichoeres argus, Fusigobius longipinnis, Istigobius
memiliki nilai indeks keaneka-ragaman jenis yang rendah ornatus, Papilloculiceps longiceps. Ikan mayor bukan
(1,5) dan indeks dominan yang tinggi (0,4) mirip seperti penghuni tetap, dimana pada fase dewasa ikan-ikan ini
St. 2 (Tabel Lampiran 3). Lebih lanjut, di St. 5 terdapat 4 adalah ikan penghuni terumbu karang, seperti famili
jenis lamun, di St. 4 ada 3 jenis lamun dan di St. 7 dan St. 8 Pomacentridae, yaitu Amblyglyphydodon curacao, famili
masing-masing ada 2 jenis lamun, dimana stasiun-stasiun Labridae, dengan jenis Cheilinus trilobatus, Choerodon
tersebut diasumsikan seharusnya memiliki indeks anchorago, dan Pseudojuloides sp., serta famili
keanekaragaman jenis juvenil ikan yang juga tinggi, karena Tetraodontidae dengan jenis Arothron mappa.
habitatnya lebih bervariasi. Jadi, dari hasil kajian ini tampak
bahwa habitat (substrat, jenis, tutupan serta jumlah Juvenil ikan yang tergolong dalam kelompok ikan terget
tegakan lamun/m2) belum dapat mengindikasikan pola ekonomis tinggi, seperti kerapu, kakap, lencam, biji nangka,
keanekaragaman jenis juvenil ikan. Oleh karena itu perlu baronang, kakatua dan kapas-kapas, selalu dijumpai di
sampling yang lebih banyak lagi, tidak saja di Gugusan padang lamun. Menurut Unsworth (2007), jenis-jenis ikan
Pulau Pari, namun juga pada padang lamun di pulau-pulau ekonomis penting tersebut biasanya memilih padang
lainnya yang ada di Kepulauan Seribu. Disamping itu, lamun sebagai tempat pemijahan dan pembesaran serta
waktu sampling juga perlu dirancang dalam kaitannya mencari makan, sehingga berstatus sebagai ikan musiman
dengan sampling malam atau siang dan sampling saat atau penghuni tidak tetap (Tabel Lampiran 2). Ikan-ikan
pasang atau surut untuk mengkaji pengaruhnya. Perlakuan sebagai penghuni tidak tetap biasanya setelah dewasa
tersebut menurut Peristiwady, (1994a&b) tidak saja bermigrasi kembali ke ekosistem terumbu karang, kecuali
berpengaruh pada hasil tangkapan tetapi berpengaruh kelompok ikan kapas-kapas (Gerreidae) yang memilih
pada variabilitas komunitas ikan padang lamun dari menetap di padang lamun. Unsworth (2007) menyebutkan
tangkapan dengan menggunakan pukat pantai. bahwa padang lamun memainkan peranan tersendiri
sebagai koridor dari banyak jenis ikan yang keluar masuk

13
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

dari ekosistem sekitarnya seperti mangrove dan terumbu terumbu karang, tetapi banyak dari jenis ikan di terumbu
karang, sehingga kekayaan jenis dan kelimpahan ikan di karang justru menaruh telurnya di padang lamun, antara
padang lamun juga bergantung pada ada tidaknya ke dua lain seperti ikan sembilang (Plotosus lineatus), kerapu
ekosistem tersebut di sekitarnya. (Cephalopholis spp; Epinephelus merra), kakap
(Lutjanus carponatus), baronang (siganus argenteus),
Kehadiran ikan indikator dengan banyak jenis dan betok (Amblyglyphidodon curacao), dan lain-lain.
jumlah adalah biasa digunakan sebagai petunjuk
kesehatan karang (Edrus et al., 2007), sedangkan pada Sediaan juvenil ikan di padang lamun pulau Pari
padang lamun kehadiran juvenil ikan indikator hanya 2 sebesar 2.000 ekor per hektar adalah tergolong tinggi.
jenis. Ikan kelompok indikator yang umumnya menyukai Menurut Unsworth (2007) dari hasil penelitian di Taman
terumbu karang, ternyata dua jenis di antaranya Nasional Laut Wakatobi, kepadatan sebesar itu adalah
beradaptasi dan menaruh anakannya di padang lamun, untuk tipe padang lamun dengan kompleksitas tinggi.
dimana setelah dewasa tidak pergi jauh dari perairan
padang lamun, walaupun dewasanya dari jenis KESIMPULAN DAN SARAN
Parachaetodon ocellatus dan Chaetodon rostratus sering
pula dijumpai di perairan terumbu karang yang memiliki KESIMPULAN
kecerahan rendah (agak keruh).
1. Pada padang lamun di sekitar goba Gugusan Pulau
Jadi dari total 55 jenis ikan yang diperoleh, ikan dengan Pari terdapat sedikitnya 55 jenis, dimana 98 % dari jenis
status tetap sebanyak 31 jenis, musiman 11 jenis, dan itu tergolong juvenil ikan dengan kepadatan rata-rata
penghuni tidak tetap 14 jenis (Tabel Lampiran 2). Hal ini 0,2 individu/m2. Jenis Apogon margaritiphorus (famili
membuktikan bahwa padang lamun merupakan ekosistem Apogonidae) adalah ikan yang mendominasi
yang penting bagi anakan ikan. Sebagian besar sampel tangkapan.
(98%) yang merupakan juvenil ikan memang memilih 2. Indeks keanekaragaman jenis dan indeks dominasi
padang lamun sebagai tempat tinggal permanen dan juvenil ikan di padang lamun Gugusan Pulau Pari relatif
sebagian lainnya secara musiman menempatkan telur di rendah, dimana tidak terlihat adanya pola hubungan
padang lamun untuk kemudian tumbuh dewasa dan erat antara habitat lamun berupa substrat dasar, jenis
bermigrasi kembali ke ekosistem perairan terumbu karang lamun, persentasi tutupan lamun dan jumlah tegakkan
dan/atau perairan dalam. Penelitian Hannan & Williams lamun/m2 terhadap indeks ekologi.
(1998) menemukan bahwa 47,5 % juvenil ikan ditetaskan 3. Ditinjau dari frekuensi kehadiran/kemunculan kumulatif
pada goba, 40% juvenil berasal dari telur yang ditetaskan ikan, 10 jenis juvenil ikan teratas seluruhnya (100%)
di luar goba, khususnya di pintu-pintu masuk goba, adalah ikan penghuni tetap ekosistem lamun. Secara
kemudian masuk kembali ke goba untuk tumbuh, dan sisa keseluruhan data frekuensi kehadiran kumulatif
10% tidak diketahui dimana penetasannya. menunjukkan bahwa terdapat 55% juvenil ikan
penghuni tetap, 20% penghuni musiman, dan 25%
Padang lamun juga memberikan kontribusi 36 % dalam penghuni tidak tetap.
menghasilkan ikan-ikan konsumsi bernilai ekonomis. 4. Kelompok juvenil ikan yang mendominasi komunitas
Selebihnya merupakan kelompok ikan major yang ikan lamun adalah kelompok ikan major (61%), disusul
berukuran kecil dan berasosiasi secara kuat dengan kelompok ikan target atau ikan konsumsi (36%) dan
padang lamun, dimana sebagian dari kelompok ikan ini terendah ikan indikator (3%).
menempati tingkat tropik bawah sebagai mangsa yang
menarik ikan-ikan dewasa masuk ke padang lamun untuk SARAN-SARAN
mencari makan. Seperti dinyatakan Unsworth (2007),
bahwa sejumlah besar ikan predator masuk ke padang 1. Keberadaan dan kesehatan padang lamun di gugusan
lamun sebagai akibat dari fungsi pasang surut air laut yang Pulau pari harus dijaga dengan baik.
mana kelimpahan ikan meningkat 45 % dari siang ke malam 2. Perlu penetapan zona perlindungan di wilayah goba
dan 30 % dari surut rendah ke surut tertinggi hanya untuk Pulau Pari yang sebagian besar mempunyai habitat
mencari makanan berupa udang dan ikan kecil. padang lamun.

Secara umum, jumlah jenis ikan juvenil yang hadir di DAFTAR PUSTAKA
padang lamun pulau Pari masih sedikit jika dibandingkan
dengan perairan padang lamun lain seperti di Seram Barat Cyrus, D.P. & S.J.M. Blaber. 1987. The influence of turbidity
(Peristiwadi, 1994ab), walaupun alat sampling yang on juvenile marine fish in the estuaries of Natal, South
digunakan berbeda. Begitu juga keanekaragaman ikan di africa. Journal of Experimental Marine Biology and
padang lamun masih di bawah keanekaragaman ikan di Ecology. 7 (11) : 14111416.

14
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

Edrus, I.N., Y. Siswantoro, & I. Suprihanto. 2007. Jenis- Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan
jenis dan kepadatan ikan karang di pulau Penata besar, Ekologis (Terj. Muhammad, Eidman, Koessoebiono,
Lemukutan, dan pulau Kabung, Perairan Kalimantan Dietriech G.B., Malikusworo Hutomo dan Sukristijono).
Barat. Jur. Pen. Perikanan Indonesia. 13 (1) : 21 34. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. 480 p.

English, S., C. Wilkinson & V. Baker.1994. Survei Manual Odum, E.P. 1975. Fundamental of Ecology. E.B. Sounders
for Tropical Marine Resources. Australian Institute Co., Philadelphia. 574 p.
of Marine Science, Townsville. Australia.
Peristiwady, T. 1994a. Ikan-ikan di padang lamun pulau
Hannan, J.C. & R. J. Williams. 1998. Recruitment of Juvenile Osi dan pulau marsegu, Seram Barat : I. Struktur
Marine Fishes to Seagrass Habitat in a Temperate Komunitas. Perairan Maluku dan Sekitarnya. 7: 35
Australian Estuary. Estuaries, Coastal and Estuarine 52.
Research Federation Publ. 21 (1): 29-51.
Peristiwady, T. 1994b. Ikan-ikan di padang lamun pulau
Harada, E. 1963. A contribution to the biology of the black Osi dan pulau marsegu, Seram Barat : II. Model
rockfish, Sebastews inermis, Cuvier and Valenciennes. distribusi dan sebaran spasial-temporal. Perairan
Publ. Seto Mar. Biol. Lab. 10 : 309-362. Maluku dan Sekitarnya. Vol 7 P3O-LIPI Ambon. p. 53
62.
Kinuchi, T.1966. An ecological study on animal
communities of the Zostera marina belt in Tomioka Springer, V.G. & A.J. Mc. Erlean. 1962. Seasonality of fishes
Bay, Amakusa, Kyushu. Publ. Amakusa Mar. Biol. Lab. on South Florida shore. Bull. Mar. Sci. Gulf Caribb.
1 (1): 1 106. 12 (1): 39 60.

Kinuchi, T. 1974. Japanese contributions on consumer Unsworth, RK.F. 2007. Aspects of the ecology of Indo-
ecology in eelgrass (Zostera marina L.) beds, with Pacific seagrass systems. A thesis submitted for the
special reference to trophic relationships and resources degree of doctor of philosophy Department of
in inshore fisheries. Aquaculture. 4 (2): 161 176. Biological Science, University of Essex. 200 p.

Kuiter, R.H. 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western R.K.F. Unsworth, J.J. Bell & D.J. Smith. 2007. Tidal fish
Pacific Indonesia and Adjacent Waters. Gramedia, connectivity of reef and sea grass habitats in the Indo-
Jakarta. Pacific. Jour. Mar. Biol. Ass. U.K. 87: 1287 1296.

Kuiter, R.H. & T. Tonozuka. 2001. Pictorial guide to Whitfield. A. K. 1990. Life-history styles of fishes in South
Indonesian Reef Fishes. Zooneticspo Publ., Australia, African estuaries. Environ. Biol. Fish. 28: 295- 308.
859 p.
Whitfield, A.K. 1994. Abundance of larval and 0+ juvenile
Lieske, E. & R. Myers. 1997. Reef Fishes of the World. marine fishes in the lower reaches of three southern
Periplus Edition. Jakarta, Indonesia. African estuaries with differing freshwater inputs. Mar.
Ecol. Prog. Ser. 105 (3): 257-267.
Ludwig, J.A. & J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. A
Primer on Methods and Computing. Jhon Wiley & Son,
New York. 337 p.

15
Tabel Lampiran 1. Hasil tangkapan ikan juvenil di masing-masing stasiun pada Gugusan Pulau Pari menggunakan pukat arad

16
Appendix Table 1. Catch of fish juvenile by station using arad net in the Pari Island

LOKASI STASIUN (STUDY SITES )


1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah (Total )
JENIS (SPECIES )
ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram
Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram
I PLOTOSIDAE
1 Plotosus lineatus 2 0,3 2,0 0,3
II SYNGNATHIDAE
2 Corythoichtys intestinalis 10 18,5 12 27,6 14 30,2 4 17,9 1 13,2 2 4,2 43,0 111,6
3 Synghatoides biaculeatus 2 11,8 1 7,5 3,0 19,3
III PLATYCEPHALIDAE
4 Papilloculiceps longiceps 1 1,3 1 0,3 44 15,9 13 7,6 8 6,4 5 1,2 3 1,2 75,0 33,9

IV CENTRISTIDAE
5 Aeliscus strigatus 3 6,7 3,0 6,7
V SERRANIDAE
6 Centrogenys vaigiensis 4 84,1 2 52,9 1 28,8 7,0 165,8
7 Cephalopholis sp 1 22,3 1,0 22,3
8 Cromileptes altivelvis 1 3,2 1,0 3,2
9 Ephinephelus merra 1 48,6 1 7,0 2,0 55,6
VI TERAPONIDAE
10 Terapon Pelates Quadrilineatus 5 57,7 1 3,7 2 19,3 8,0 80,7

VII NEMIPTERIDAE
11 Scolopsis cilliata 1 28,8 1 4,5 2,0 33,3
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

VIII APOGONIDAE
12 Apogon albimaculosus 1 7,4 1,0 7,4
13 Apogon ceramensis 7 0,6 6 33,8 1 2,5 195 300,0 82 101,5 175 312,7 466,0 751,1
14 Apogon margaritophorus 99 102,7 130 110,8 1 18,6 180 274,1 36 31,4 49 38,9 319 285,5 309 217,3 1123,0 1079,3
15 Apogon sp2 8 38,8 8,0 38,8
16 Apogon sp3 8 45,3 8,0 45,3
17 Apogon sp5 4 19,9 4,0 19,9
18 Cheilodepterus quinquelineatus 41 105,9 7 10,3 12 14,3 2 1,0 9 26,5 1 0,1 2 4,2 74,0 162,3
19 Fowleria variegata 6 14,0 6,0 14,0
20 Sphaeremia orbicularIs 3 30,1 3,0 30,1
Sambungan (Continued )
LOKASI STASIUN (STUDY SITES )
1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah (Total )
JENIS (SPECIES )
ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram
Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram
IX LUTJANIDAE
21 Lutjanus carponatus 1 2,4 1,0 2,4

X LETTHRINIDAE
22 Lethrinus harax 4 2,9 79 7,9 83,0 10,8
23 Lethrinus Lentjan 5 63,3 3 25,8 1 6,0 5 15,5 14,0 110,6
24 Lethrinus ornatus 1 2,0 1,0 2,0
25 Lethrinus sp 4 13,9 1 6,0 3 6,8 1 2,7 9,0 29,4

XI MULLIDAE
26 Upeneus tragula 2 13,2 2 20,6 1 3,9 5,0 37,7

XII CHAETODONTIDAE
27 Chaetodon rostratus 1 2,2 1,0 2,2
28 Parachaetodon ocellatus 5 23,4 1 1,0 6,0 24,4
XIII POMACENTRIDAE
29 Amblyglyphydodon curacao 2 15,8 1 6,8 3,0 22,6
30 Dischistodus melanotus 5 48,8 2 5,6 1 2,2 8,0 56,6
31 Dischistodus prosopotaenia 2 35,8 1 1,3 1 4,9 4,0 42,0

XIV LABRIDAE
32 Cheilinnus trilobatus 1 2,3 1 3,7 2,0 6,0
33 Choerodon anchorago 2 43,3 2,0 43,3
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

34 Halichoeres chloropterus 2 21,0 1 6,4 9 49,9 12,0 77,3


35 Halichoeres argus 94 130,8 17 23,4 5 4,7 3 6,6 2 5,3 121,0 170,8
36 Pseudojuloides sp 1 1,1 1,0 1,1
37 Thalassoma amblyghchephalum 1 0,4 1 7,5 4 12,0 6,0 19,9
XV SCARIDAE
38 Hipposcarus longiceps 1 2,2 1 0,2 2,0 2,4
39 Leptoscarus vaigiensis 2 391,0 2,0 391,0
40 Scarus ghoban 2 82,5 7 34,2 1 1,3 10,0 118,0
XVI GOBIIDAE
41 Amblygobius palaenia 1 3,4 1,0 3,4
42 Fusigobius longipinnis 15 10,5 18 9,9 8 7,7 9 6,1 11 6,7 61,0 40,9
43 Istigobius ornatus 9 11,7 12 5,2 3 2,1 1 0,2 25,0 19,2

XVII BLENNIDAE
44 Petroscirtes variabilis 1 3,7 2 5,8 1 0,8 4,0 10,3

17
Sambungan (Continued )

18
LOKASI STASIUN (STUDY SITES )
1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah (Total )
JENIS (SPECIES )
ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram
Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram
XVIII SIGANIDAE
45 Siganus argenteus 2 1,2 2,0 1,2
46 Siganus canaliculatus 49 370,0 1 0,7 50,0 370,7
47 Siganus fuscescens 3 9,5 3,0 9,5
48 Siganus gutattus 8 54,0 1 8,5 9 14,2 1 53,2 4 7,5 4 11,2 27,0 148,6
49 Siganus virgatus 38 240,3 2 15,6 3 0,2 1 0,7 44,0 256,8

XIX SOLEIDAE
50 Pardachirus pavoninus 1 0,8 2 20,4 3 68,0 2 4,7 2 26,0 10,0 119,9

XX MONACANTHIDAE
51 Acreichthys tomentosus 1 4,3 24 62,3 8 45,7 6 22,3 4 15,7 94 278,2 1 9,0 138,0 437,5
52 Cantherhines fronticintus 1 5,1 14 47,6 4 16,4 2 7,7 2 11,0 1 9,5 2 8,5 26,0 105,8

XXI TETRAODONTIDAE
53 Arothron mappa 1 12,5 1,0 12,5

XXII TRIACHANTIDAE
54 Triachantus sp. 29 171,5 29,0 171,5

XXIII GERREIDAE
55 Gerres oyena 21 27,0 21,0 27,0
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
Tabel Lampiran 2. Data kumulatif dari jumlah total dan berat, kepadatan, persentasi komposisi jenis, frekuensi kehadiran, kelompok ikan (target, indikator, mayor),
persentasi kelimpahan, fase umur (juvenile dan dewasa) dan status residen dari juvenil ikan yang tertangkap di padang lamn Gugusan Pulau Pari
Appendix Table 2. Commulative data of total number and weight, density, percentage of composition, frequency of occurance, fish groups (target, indicator,
major species), percentage of abundance, age phase (juvenile and adult) and resident status of juvenile fish caught in the seagrass bed of Pari
Islands

KEPADATAN KOMPOSISI FREKUENSI (FREQUENCY) KELOMPOK STADIUM KELIMPAHAN STATUS


(Density ) (Composition ) Komulatif Individu IKAN (Age Phase ) (Abundance ) PENGHUNI
JENIS (m2) Individual Biomassa Commulative Individual Fish Group (%) (Resident
(SPECIES) (%) (%) Status )
I PLOTOSIDAE
1 Plotosus lineatus 0,01 0,08 0,01 0,47 1 T Juvenil 0,005 Tidak tetap

II SYNGNATHIDAE
2 Corythoichtys intestinalis 0,215 1,66 1,98 3,3 7 M Dewasa 0,710 Tetap
3 Synghatoides biaculeatus 0,015 0,12 0,34 0,94 2 M Dewasa 0,014 Musiman
III PLATYCEPHALIDAE
4 Papilloculiceps longiceps 0,375 2,90 0,60 4,73 10 T Juvenil 1,774 Tetap

IV CENTRISTIDAE
5 Aeliscus strigatus 0,015 0,12 0,12 0,47 1 M Dewasa 0,007 Tetap
V SERRANIDAE
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

6 Centrogenys vaigiensis 0,035 0,27 2,94 2,37 5 M Juvenil 0,083 Tetap


7 Cephalopholis sp 0,005 0,04 0,40 0,47 1 T Juvenil 0,002 Tidak tetap
8 Cromileptes altivelvis 0,005 0,04 0,06 0,47 1 T Juvenil 0,002 Tidak tetap
9 Ephinephelus merra 0,01 0,08 0,99 0,94 2 T Juvenil 0,009 Musiman
VI TERAPONIDAE
10 Terapon Pelates Quadrilineatus 0,04 0,31 1,43 1,89 4 T Dewasa 0,076 Tetap
VII NEMIPTERIDAE
11 Scolopsis cilliata 0,01 0,08 0,59 0,94 2 T Juvenil 0,009 Musiman

19
Sambungan (Continued )...

20
KEPADATAN KOMPOSISI FREKUENSI (FREQUENCY) KELOMPOK STADIUM KELIMPAHAN STATUS
JENIS (Density ) (Composition ) Komulatif Individu IKAN (Age Phase ) (Abundance ) PENGHUNI
(SPECIES) (m2) Individual Biomassa Commulative Individual Fish Group (%) (Resident
(%) (%) Status )
VIII APOGONIDAE
12 Apogon albimaculosus 0,005 0,04 0,13 0,47 1 M Juvenil 0,002 Tidak tetap
13 Apogon ceramensis 2,33 18,00 13,34 4,26 9 M Juvenil 9,926 Tetap
14 Apogon margaritophorus 5,615 43,38 19,17 7,12 15 M Juvenil 39,979 Tetap
15 Apogon sp2 0,04 0,31 0,69 0,47 1 M Juvenil 0,019 Tidak tetap
16 Apogon sp3 0,04 0,31 0,80 0,95 2 M Juvenil 0,038 Musiman
17 Apogon sp5 0,02 0,15 0,35 0,47 1 M Juvenil 0,009 Tidak tetap
18 Cheilodepterus quinquelineatus 0,37 2,86 2,88 4,25 9 M Juvenil 1,573 Tetap
19 Fowleria variegata 0,03 0,23 0,25 0,47 1 M Juvenil 0,014 Tidak tetap
20 Sphaeremia orbicularIs 0,015 0,12 0,53 0,47 1 M Juvenil 0,007 Tidak tetap
IX LUTJANIDAE
21 Lutjanus carponatus 0,01 0,04 0,04 0,47 1 T Juvenil 0,002 Tidak tetap

X LETHRINIDAE
22 Lethrinus harax 0,42 3,21 0,19 0,94 2 T Juvenil 0,390 Tetap
23 Lethrinus Lentjan 0,07 0,54 1,96 2,84 6 T Juvenil 0,199 Tetap
24 Lethrinus ornatus 0,01 0,04 0,04 0,47 1 T Juvenil 0,002
25 Lethrinus sp 0,05 0,35 0,52 2,36 5 T Juvenil 0,106 Tetap
XI MULLIDAE
26 Upeneus tragula 0,03 0,19 0,67 1,89 4 T Juvenil 0,047 Tetap
XII CHAETODONTIDAE
27 Chelmon rostratus 0,01 0,04 0,04 0,47 1 I Juvenil 0,002 Tidak tetap
28 Parachaetodon ocellatus 0,03 0,23 0,43 1,42 3 I Juvenil 0,043 Tidak tetap
XIII POMACENTRIDAE
29 Amblyglyphydodon curacao 0,02 0,12 0,40 0,94 2 M Juvenil 0,014 Musiman
30 Dischistodus melanotus 0,04 0,31 1,01 1,89 4 M Juvenil 0,076 Tetap
31 Dischistodus prosopotaenia 0,02 0,15 0,75 1,89 4 M Juvenil 0,038 Tetap
XIV LABRIDAE
32 Cheilinnus trilobatus 0,01 0,08 0,11 0,94 2 M Juvenil 0,009 Musiman
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

33 Choerodon anchorago 0,01 0,08 0,77 0,47 1 M Juvenil 0,005 Musiman


34 Halichoeres chloropterus 0,06 0,46 1,37 2,37 5 M Juvenil 0,142 Tetap
35 Halichoeres argus 0,61 4,67 3,03 3,79 8 M Juvenil 2,293 Tetap
36 Pseudojuloides sp 0,01 0,04 0,02 0,47 1 M Juvenil 0,002 Tidak tetap
37 Thalassoma amblyghchephalum 0,03 0,23 0,35 1,41 3 M Juvenil 0,042 Tetap
Sambungan (Continued )...
KEPADATAN KOMPOSISI FREKUENSI (FREQUENCY) KELOMPOK STADIUM KELIMPAHAN STATUS
(Density ) (Composition ) Komulatif Individu IKAN (Age Phase ) (Abundance ) PENGHUNI
JENIS (m2) Individual Biomassa Commulative Individual Fish Group (%) (Resident
(SPECIES) (%) (%) Status )

XV SCARIDAE
38 Hipposcarus longiceps 0,01 0,08 0,04 0,94 2 M Juvenil 0,009 Tetap
39 Leptoscarus vaigiensis 0,01 0,08 6,94 0,94 2 M Juvenil 0,009 Tetap
40 Scarus ghoban 0,05 0,39 2,10 2,37 5 M Juvenil 0,119 Tetap

XVI GOBIIDAE
41 Amblygobius palaenia 0,01 0,04 0,06 0,47 1 M Juvenil 0,002 Tetap
42 Fusigobius longipinnis 0,31 2,36 0,73 4,27 9 M Juvenil 1,302 Tetap
43 Istigobius ornatus 0,13 0,97 0,34 2,36 5 M Juvenil 0,295 Tetap

XVII BLENNIDAE
44 Petroscirtes variabilis 0,02 0,15 0,18 1,89 4 M Juvenil 0,038 Tetap
XVIII SIGANIDAE
45 Siganus argenteus 0,01 0,08 0,02 0,47 1 T Juvenil 0,005 Musiman
46 Siganus canaliculatus 0,25 1,93 6,58 1,42 3 T Juvenil 0,355 Tetap
47 Siganus fuscescens 0,02 0,12 0,17 0,47 1 T Juvenil 0,007 Musiman
48 Siganus gutattus 0,14 1,04 2,64 3,78 8 T Juvenil 0,510 Tetap
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

49 Siganus virgatus 0,22 1,70 4,56 2,84 6 T Juvenil 0,625 Tetap


XIX SOLEIDAE
50 Pardachirus pavoninus 0,05 0,39 2,13 2,83 6 T Juvenil 0,142 Tetap
XX MONACANTHIDAE
51 Acreichthys tomentosus 0,69 5,33 7,77 4,73 10 M Juvenil 3,264 Tetap
52 Cantherhines fronticintus 0,13 1,00 1,88 4,25 9 M Juvenil 0,553 Tetap
XXI TETRAODONTIDAE
53 Arothron mappa 0,01 0,04 0,22 0,47 1 M Juvenil 0,002 Tidak tetap
XXII TRIACHANTIDAE
54 Triachantus sp. 1,12 3,05 0,95 2 M Juvenil Tetap
XXIII GERREIDAE
55 Gerres oyena 0,11 0,81 0,48 0,95 2 T Juvenil 0,100 Tetap

21
Tabel Lampiran 3. Gambaran tentang karakteristik habitat, populasi, dan indeks ekologi dari juvenil ikan dari setiap stasiun di padang lamun Gugusan Pulau Pari

22
Appendix Table 3. Illustration on habitat characteristicts, population and ecological indeces of fish juvenile at each sampling station of Pari Islands

LOKASI STASIUN (STUDY SITES )


Posisi Lokasi (Study Site Position ) 1 2 3 4 5 6 7 8
o o o o o o o o
Lintang Selatan - (South Latitudes ) 05 51 47.8 05 52 00.4 05 51 40.0 05 51 45.2 05 51 13.7 05 51 47.1 05 51 22,3 05 51 34.6
o o o o o o o o
Bujur Timur (East Lines ) 106 36 00.4 106 36 24.5 106 36 39.7 106 35 04.8 106 35 00 106 35 49.4 106 36 12,4 106 35 46.0
Ecopath
Tipe Substrat (Bottom Types ) Pasir berlempung Pasir berlempung Pasir lumpur Pasir Pasir Pasir berlempung Pasir Pasir berlempung
(Clay sand ) (Clay sand ) (Silt) (Sand ) (Sand ) (Clay sand ) (Sand ) (Clay sand )
Jenis Vegetasi (Seagrass Species ) Ea Ea Ea Ea;Th;Cr. Ea;Th;Ho;Cr. Ea Ea; Th Ea; Th
Persentasi Tutupan - Percent Cover (%) 90 90 90 90 100 100 70 100
Kerapatan (abundance )
Enhalus acoroides (Ea) btg-Stems /m2 155 211 75 55 37 185 30 73
Thalassia hemprichii (Th), btg-Stems /m2 68 58 40 154
Halophila ovalis (Ho), btg-Stems /m2 36
Cymodocea rotundata (Cr), btg-stems /m2 43 47

Populasi Ikan (Fish Population )


Jumlah Jenis (Species numbers ) 34 19 5 22 16 19 20 21
Kepadatan (ekor/m2) - Density (individual/m2) 0,34 0,19 0,05 0,22 0,16 0,19 0,20 0,21
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22

Jumlah ekor (Individual Numbers ) 391 186 65 374 117 310 550 596
Jumlah Berat - Biomassa (gram) 1858 309 173 974 303 525 851 637

Indeks Ekologis (Ecological Indices )


Indeks Dominasi - Dominance Indices (D) 0,11 0,52 0,25 0,31 0,14 0,4 0,38 0,37
Indeks Keanekaragaman (Shannon
Weaver Diversity Indices ) - (H) 2,7 1,3 1,4 1,6 2,3 1,5 1,4 1,3
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

BIODIVERSITAS IKAN KARANG


DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA, JEPARA

BIODIVERSITY OF CORAL FISH IN KARIMUNJAWA NATIONAL PARKS WATERS,


JEPARA

Yayuk Sugianti dan Mujiyanto


Peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
Teregistrasi I tanggal: 11 Juni 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 28 Februari 2013;
Disetujui terbit tanggal: 05 Maret 2013

ABSTRAK

Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Kabupaten Jepara, dikelola
dengan sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata dan rekreasi. Terumbu karang dan komunitas ikannya merupakan ekosistem yang kompleks
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan biodiversitas
ikan karang yang tersebar di zona inti, zona perlindungan dan zona pemanfaatan Taman Nasional Karimunjawa,
Jepara. Penelitian dilakukan dengan metode transek 2,5 meter x 2,5 meter. Pencatatan jenis dan penghitungan
ikan menggunakan metode sensus visual. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ikan karang di zona inti, zona
perlindungan dan zona pemanfaatan adalah ditemukannya 10 famili dengan 59 spesies dan 1369 individu ikan
karang di ketiga lokasi penelitian, dengan rincian ikan karang di zona inti ditemukan 9 famili, 25 spesies dan 491
individu, di zona perlindungan terdapat 6 famili, 29 spesies dan 370 individu ikan karang dan terakhir di zona
pemanfaatan ditemukan 5 famili, 27 spesies dan 508 individu ikan karang. Distribusi jenis ikan karang di zona
perlindungan dan zona pemanfaatan lebih tinggi dibandingkan dengan di zona inti. Tingginya jumlah jenis ikan
karang di zona perlindungan dan zona pemanfaatan dikarenakan bervariasinya habitat yang terdapat di terumbu
karang. Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi di tiga lokasi penelitian adalah Pomacentrus alexanderae
sebesar 222 ind/m2.

KATA KUNCI : Biodiversitas, ikan karang, Taman Nasional Karimunjawa

ABSTRACT

Karimunjawa National Parks is one of nature conservation area in the district of Jepara, which is managed
by the zoning system can be utilized for the purpose of research, science, education, culture, tourism and
recreation. Coral reefs and fish communities is a complex ecosystem with high biodiversity. The aims of this
study is to determine abundance and biodiversity of reef fish species are scattered in the core zone, protection
zone and utilization zone in Karimunjawa National Parks, Jepara. The research was conducted by transect 2.5
meters x 2.5 meters. Recording types and counting fish used visual census method. The results obtained from
observations of reef fishes in the core zone, buffer zone and the zone was the discovery of 10 families with 59
species and 1369 individual reef fish in all three study sites, with details in the core zone of reef fish found 9
families, 25 species and 491 individuals, protection zone there are 6 families, 29 species and 370 individuals and
last in the utilization zone reef fish found 5 families, 27 species of reef fish and 508 individuals. The distribution
of reef fish species in protection zone and utilization zone higher than in core zone. The high number of species
of reef fish in the protection zone and utilization zone because of varied habitats found in coral reefs. The high
abundance of species of reef fish in three research sites is Pomacentrus alexanderae of 222 ind/m2.

KEYWORDS : Composition, biodiversity, reef fish, Karimunjawa National Parks


PENDAHULUAN Menurut Bellwood (1988) klasifikasi ikan karang
didasarkan pada tingkat asosiasi ekologis antara ikan dan
Terumbu karang merupakan ekosistem yang kompleks karang, dari segi peran karang dalam menyediakan
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Komunitas makanan dan/atau tampat perlindungan. Ikan karang ini
ikan merupakan salah satu komponen utama dari terumbu terdiri dari semua famili yang ditemukan pada terumbu
karang dan mempunyai peran penting di ekosistem karang (meliputi famili : Acanthuridae, Apogonidae,
terumbu karang, misalnya sebagai grazer dalam Blenniidae, Carangidae, Chaetodontidae, Holocentridae,
mengontrol pertumbuhan alga dan secara komersial Labridae, Mullidae, Pomacentridae, dan Scaridae).
penting dalam bidang perikanan (English et al., 1994). Sepuluh famili dominan tersebut dianggap sebagai
karakteristik famili ikan karang berdasarkan esensi fauna
ikan karang yang berlimpah dan khas pada terumbu karang.
Korespondensi penulis:
Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jatiluhur
Jl. Cilalawi Tromol Pos No. 1 Jatiluhur, Purwakarta-Jawa Barat 41152 23
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Ikan-ikan tersebut pergerakannya beragam, tetapi pada JawaTimur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
umumnya mereka cenderung hidup menetap di ekosistem distribusi jenis, kelimpahan dan biodiversitas ikan karang
terumbu karang dari pada vertebrata lain yang sama yang terdapat di zona inti, zona perlindungan dan zona
ukurannya. Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa pemanfaatan Taman NasionaPl Karimunjawa.
mereka hidup pada lingkungan yang sangat terstruktur
akibat bentuk dari arsitektur terumbu karang yang BAHAN DAN METODE
kompleks, dan kebutuhan akan sumber daya tersedia
sepanjang waktu (Hutomo, 1993). Lokasi dan Waktu Penelitian

Di Indonesia banyak terdapat Taman Nasional selain Pengambilan data dilakukan dengan metode survey
Taman Nasional Karimunjawa seperti Taman Nasional (Stratified sampling method) pada lokasi yang mewakili
Ujung Kulon (Jawa Barat) dan Baluran (Jawa Timur). Kedua zona inti (Pulau Kumbang), zona perlindungan (Pulau
Taman Nasional tersebut memiliki keanekaragaman hayati Burung) dan zona pemanfaatan (Pulau Kecil) pada bulan
yang tinggi baik flora, fauna maupun ekosistemnya. April-Oktober 2011 ( Gambar 1) dan cara sampling dengan
Penelitian oleh Wahyudewantoro (2009) di Taman metode transek disajikan pada Gambar 2. Karakteristik dan
Nasional Ujung Kulon menemukan 24 famili, 33 spesies lokasi masing-masing zona tersebut dijelaskan pada Tabel
dan 283 individu ikan karang, sementara Syarifuddin et al. 1. Jumlah transek yang dipasang di setiap stasiun
(2010) menemukan 28 famili, 111 spesies dan 6.781 individu sebanyak 1 transek berukuran 3 x 25 m.
ikan karang di perairan Taman Nasional Baluran,

Gambar 1. Peta menunjukkan lokasi penelitian di perairan Karimunjawa


Figure 1. Map showing sampling sites in Karimunjawa waters

24
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Tabel 1. Karakteristik lokasi penelitian di perairan Taman Nasional Karimunjawa


Table 1. Characteristics of sampling sites in National Parks Karimunjawa waters

No Zona/Lokasi Nama lokasi Posisi Keterangan


geografis
1 Zona Inti Pulau Kumbang 5o46, 337 LS Kawasan ini mutlak
110o14, 514 dilindungi, tanpa
BT pemanenan dan tertutup
untuk pengunjung.
Daerah ini juga
merupakan daerah
pembesaran ikan dan
biota laut lainnya.
Kondisi ekosistem
terumbu karang di
daerah ini cenderung
lebih baik dimana
penutupan karang lebih
dari 50%.
2 Zona Pulau Burung 5o53, 336 LS Kawasan perairan yang
Perlindungan 110o20, 475 diperuntukkan sebagai
BT wilayah perlindungan
spesies, habitat ataupun
ekosistem yang bisa
mendukung fungsi dari
zona inti.

3 Zona Pulau Kecil 5o49, 372 LS Kawasan ini terbagi


Pemanfaatan 110o30, 442 menjadi kawasan dengan
BT dua peruntukan yaitu
untuk kegiatan
perikanan tradisional
dan daerah wisata
berbasis lingkungan.
Zona pemanfaatan
pariwisata merupakan
kawasan perairan yang
diperuntukkan sebagai
daerah wisata yang
berbasis lingkungan,
dengan kriteria
mempunyai kondisi
lingkungan yang dapat
mendukung upaya
pengembangan
pariwisata dan rekreasi
alam.

Kelimpahan ikan karang dihitung dengan transek visual meter dengan antar ulangan sepanjang 5 meter, dan garis
sesuai dengan English et al. (1997). Transek dibentangkan imajiner sepanjang 2.5 meter ke kiri dan ke kanan.
sepanjang 75 meter sejajar garis pantai, yang dibagi Identifikasi ikan mengacu kepada Allen (2003).
menjadi 3 (tiga) segmen atau pengulangan sepanjang 20

25
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Gambar 2. Visualisasi sampling dengan cara sensus visual


Figure 2. Visualization by visual sensus

Analisis Data spesies tidak jauh berbeda, tidak ada dominasi dan tidak
ada tekanan terhadap ekosistem.
a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dihitung
dengan menggunakan persamaan (Ludwig & c. Indeks dominasi dihitung dengan persamaan Odum
Reynolds, 1988) sebagai berikut: (1971) sebagai berikut :
2
S
ni ni ni
H ': ln C :
i =1 N N N
Keterangan : Keterangan :
H = indeks keanekaragaman Shannon dan Wiener C = indeks dominasi
S = jumlah spesies dalam sampel n = jumlah individu jenis ke-i
ni = jumlah individu dalam sampel N = jumlah seluruh individu
N = jumlah individu seluruh spesies dalam sampel Interpretasi :
Interpretasi : 0,00 <C < 0,30 : dominansi rendah
H<1 : berarti komunitas dalam kondisi tak stabil 0,30<C<0,60 : dominansi sedang
1 < H < 3 :berarti komunitas dalam kondisi sedang 0,60<C< 1,00 : dominansi tinggi
(moderat)
H>3 : berarti komunitas dalam kondisi baik d. Indeks Kekayaan dihitung dengan persamaan Margalef
(1958) sebagai berikut :
b. Indeks Keseragaman dihitung dengan persamaan (Ludwig
S 1
& Reynolds ,1988) sebagai berikut : D:
ln( N )
H' Keterangan :
E ': S = Jumlah Spesies
Hmaks N = jumlah seluruh individu
Keterangan : Kriteria kekayaan jenis ikan karang dapat dilihat pada Tabel 2.
E = indeks keseragamanan
H = indeks keanekaragaman
Tabel 2. Kriteria indeks kekayaan jenis ikan karang
Hmaks = ln S
Table 2. Criteria richness index of reef fish species
S = jumlah spesies dalam sampel

Kriteria Indeks kekayaan jenis


Interpretasi : Baik > 4,0
Bila E mendekati 0 (nol), spesies penyusun tidak Moderat 2,5 4,0
banyak ragamnya, ada dominasi dari spesies tertentu dan Buruk < 2,5
menunjukkan adanya tekanan terhadap ekosistem. Bila E Source : Jorgensen et al. (2005)
mendekati 1 (satu), jumlah individu yang dimiliki antar

26
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Kelimpahan individu ikan dikelompokkan berdasarkan HASIL DAN BAHASAN


familinya. Hasil pengelompokkan dianalisis dengan
membandingkan kelimpahan rata-rata antar stasiun. HASIL
Kelimpahan suatu organisme dalam suatu perairan dapat
dinyatakan sebagai jumlah individu per area (Odum, 1993), Keragaan Jenis
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
Secara keseluruhan di ketiga lokasi yang diamati
Xi
A= diperoleh 10 famili ikan karang, dengan 58 spesies dan
ni 1369 individu ikan karang. Masing-masing lokasi memiliki
Keterangan : komposisi jenis ikan yang berbeda. Berdasarkan jumlah
A = Kelimpahan individu (ind/m) spesies yang ditemukan, terlihat lebih banyak di zona
Xi = Jumlah individu dari spesies ke-i perlindungan. Dari jumlah individu yang ditemukan paling
ni = Jumlah luasan kuadran spesies ke-i ditemukan banyak pada zona pemanfaatan (Tabel 3).

Tabel 3. Komposisi ikan karang di lokasi penelitian


Table 3. Composition of reef fish in sampling site

No. Lokasi Jumlah famili Jumlah spesies Jumlah individu


1 Zona Inti 9 25 491
2 Zona Perlindungan 6 29 370
3 Zona Pemanfaatan 5 27 508

Secara keseluruhan, distribusi jenis ikan karang di zona Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi (222 ind/m2)
pemanfaatan lebih tinggi dibandingkan dengan di zona diperoleh untuk jenis Pomacentrus alexanderae (Gambar 3).
inti dan di zona perlindugan (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi ikan karang menurut lokasi sampling di perairan Taman Nasional Karimunjawa
Table 4. Distribution of reef fish by sampling sites in Karimunjawa National Parks waters

Stasiun Penelitian
No. Famili Spesies Zona
Zona Inti Zona Perlindungan Pemanfaatan
1 Pomacentridae Neoglyphidodon melas + - +
2 Pomacentridae Pomacentrus bouroughi + + -
3 Pomacentridae Pomacentrus bantunai + - +
4 Pomacentridae Chrysiptera rex + + +
5 Pomacentridae Amblygliphidodon curacao + + +
6 Pomacentridae Pomacentrus alexanderae + + +
7 Pomacentridae Neoglyphidodon leucogaster + - -
8 Pomacentridae Chrysiptera springieri + - +
9 Pomacentridae Chrysiptera rolandi + - -
10 Pomacentridae Scarus bicolor - + -
11 Pomacentridae Chaetodon octofasciatus - + -
12 Pomacentridae Pomacentrus mauloccensis - + +
13 Pomacentridae Cromis atipectoralis - + -
14 Pomacentridae Amphiprion ocelaris - + -
15 Pomacentridae Scolopsis margaritifer - + +
16 Pomacentridae Pomacentrus philiphinus - + -

27
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Lanjutan Tabel 4. .....


Continued Table 4. ......

17 Pomacentridae Discistodus melanotus - + -


18 Pomacentridae Cheilinus trilobatus - + -
19 Pomacentridae Epinephelus fasciatus - + -
20 Pomacentridae Dacylus trimaculatus - + +
21 Pomacentridae Cromis atipectoralis - - +
22 Pomacentridae Amblygliphidodon leucogaster - - +
23 Pomacentridae Apogon compressus - - +
24 Pomacentridae Cheilinus fasciatus - - +
25 Pomacentridae Cromis viridis - - +
26 Pomacentridae Lutjanus kasmira - - +
27 Pomacentridae Abudefduf sexfasciatus - - +
28 Pomacentridae Dististodus melanotus - - +
29 Labridae Thalassoma lunare + + +
30 Labridae Cheilinus fasciatus + + +
31 Labridae Cheilinus trilobatus + - -
32 Labridae Halichoeres leucurus + - +
33 Labridae Labroides dimidiatus + + -
34 Labridae Diproxanthus xanthurus + - -
35 Labridae Ephibulus insidiator + + +
36 Labridae Amblyglyphidodon leucogaster - + -
Neoglyphidodon
37 Labridae thoracotaeniatus - + -
38 Labridae Scolopsis linietus - + -
39 Labridae Caesio teres - - +
40 Labridae Chaetedontoplus mesoleucus - - +
41 Labridae Caesio caenulaurea - - +
42 Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus + - +
43 Chaetodontidae Chaetodontoplus mesoleucus + - -
44 Chaetodontidae Premnas biacelatus - + -
45 Chaetodontidae Chaerodon anchorago - + -
46 Chaetodontidae Sinodus binotatus - + -
47 Chaetodontidae Lutjanus biguttatus - - +
48 Lutjanidae Lutjanus deccusatus + - -
49 Lutjanidae Lutjanus kasmira + - -
50 Lutjanidae Halichoeres leucurus - + -
51 Nemipteridae Scolopsis bilineatus + + -
52 Apogonidae Apogon compressus + - -
53 Caesionidae Caesio teres + - -
54 Holocentridae Sargocentron cornutum + - -
55 Siganidae Siganus virgatus + - -
56 Scaridae Caesio teres - + -
57 Scaridae Chaetodontoplus mesoleucus - + -
58 Scaridae Clorurus sordidus - - +
Keterangan/Remarks : (+) banyak ditemukan (many)
(-) sedikit ditemukan (rare)

28
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

350
300
250
200
150
100
50
0

Dististodus
Pomacentrus

Amblygliphidodon

Diproxanthus

Chaetedontoplus
Chaetodontoplus
Neoglyphidodon

Neoglyphidodon

Neoglyphidodon
Chrysiptera rex

Siganus virgatus
Sinodus binotatus
Cromis viridis
Cromis atipectoralis

Apogon compressus

Clorurus sordidus
Epinephelus fasciatus

Cheilinus trilobatus
Scarus bicolor

Lutjanus kasmira
Gambar 3. Kelimpahan jenis ikan karang di lokasi penelitian
Figure 3. Abundance of reef fish spesies in sampling site

Biodiversitas (H) tertinggi terdapat di zona pemanfaatan sebesar 2.463


(Tabel 5). Untuk indeks kekayaan jenis (D) nilai tertinggi
Perhitungan indeks keanekaragaman (H) ikan karang adalah 4.735 terdapat di zona perlindungan (Tabel 5).
selama penelitian diperoleh nilai indeks keanekaragaman

Tabel 5. Analisa indeks keanekaragaman jenis (H), indeks keseragaan (E), indeks dominansi (C) dan indeks kekayaan
jenis (D) di lokasi penelitian
Tabell 5. Analysis of diversity index (H), eveness index (E), dominance index (C) and richness index (D) at
sampling site

Stasiun Penelitian
Indeks
Zona Inti Zona Perlindungan Zona Pemanfaatan
Keanekaragaman (H') 2,334 1,997 2,463
Keseragaman (E') 0,725 0,593 0,747
Dominansi (C) 0144 0,291 0,107
Kekayaan Jenis (D) 3,873 4,735 4,334

BAHASAN Famili Pomacentridae merupakan ikan karang yang


paling banyak jenisnya dan sebagian besar memang
Keragaan Jenis berasosiasi dengan terumbu karang. Secara keseluruhan
ditemukan 28 jenis, sekitar 9 spesies ditemukan di zona
Perbedaan keragaan jenis ikan disebabkan karena inti, 14 spesies di zona perlindungan dan 16 spesies di
kondisi terumbu karang di masing-masing zona yang zona pemanfaatan. Dominasi spesies dari famili
bervariasi karena spesies ikan karang memerlukan tempat Pomacentridae ini disebakan juga oleh sifat mereka yang
bernaung yang kompleks berupa relung, celah dan goa. teritorialisme, dimana ikan ini relatif stabil dan dijumpai
mulai dari daerah pasang surut sampai kedalaman 40 m
Terdapat 10 famili ikan karang yang ditemukan di ketiga (Montgomery et al., 1980). Keberadaan famili ini juga
lokasi penelitian, 9 diantaranya termasuk famili ikan yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik morfologis dari
sering ditemukan pada terumbu karang. Famili tersebut substrat, bahkan beberapa spesies diantaranya
adalah Apogonidae, Lutjanidae, Caesinoidae, cenderung menggunakan karang sebagai habitat untuk
Nemipteridae, Chaetodontidae, Pomacentridae, Labridae, mencari makanan (Dhahiyat et al., 2003). Disusul kemudian
Scaridae, dan Siganidae. Menurut Allen (2000) terdapat dengan ikan karang dari famili Labridae, dengan jumlah
29 famili ikan karang yang termasuk mayoritas terdapat jenis yang ditemukan sebanyak 14 spesies secara
pada terumbu karang dimana 29 famili ikan tersebut keseluruhan di tiga lokasi penelitian. Pada zona inti
merupakan 85-90% dari total fauna ikan yang ditemukan ditemukan 7 spesies, serta 8 spesies ditemukan di zona
di terumbu karang. perlindungan dan zona pemanfaatan.

29
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Biodiversitas perlindungan dan zona pemanfaatan dikarenakan


bervariasinya habitat yang terdapat di terumbu karang.
Dari biodiversitasnya, jenis ikan di zona pemanfaatan 2. Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi di tiga lokasi
lebih rendah dibandingkan dengan di zona perlindungan. penelitian adalah Pomacentrus alexanderae yaitu
Hal ini diindikasikan dengan nilai keseragaman (E) dimana sebesar 222 ind/m2.
nilai indeks keseragaman di zona pemanfaatan lebih tinggi 3. Keseimbangan ikan karang dalam komunitasnya
dibandingkan dengan zona perlindungan. termasuk kategori stabil berdasarkan indeks
Keanekaragaman jenis dari suatu komunitas sangat keanekaragaman, keseragaman, kekayaan jenis dan
ditentukan oleh kekayaan dan keseragaman jenis. Dan dominansinya.
Indeks keseragaman menjadi tinggi apabila tidak terjadi
pemusatan individu ada suatu jenis tertentu (Odum, 1971). PERSANTUNAN

Tingginya jumlah jenis ikan karang di zona Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan riset
perlindungan dan zona pemanfaatan dikarenakan Identifikasi Habitat Kelimpahan dan Distribusi Ikan Hias
bervariasinya habitat yang terdapat di terumbu karang. di Perairan Karang Kepulauan Karimunjawa, Jawa
Zona perlindungan memiliki 23 genus karang hidup, Tengah, T.A. 2011 di Balai Penelitian Pemulihan dan
disusul zona pemanfaatan yang memiliki 15 genus karang Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur-Purwakarta.
hidup.Tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga
daerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, DAFTAR PUSTAKA
dan juga perairan yang dangkal dan dalam zona-zona yang
berbeda melintasi karang. Banyaknya karang-karang Allen, G.R. 2000. Indo-Pacific Coral-Reef Fishes As
bercabang di zona perlindungan menyediakan Indicators of Conservation Hotspots. Proceedings 9th
perlindungan bagi ikan-ikan kecil yang berenang-renang International Coral Reef Symposium Bali, Indonesia
memakan plankton dan kembali untuk berlindung di karang 23-27 October 2000. 2: 921-926.
tersebut.
Allen, G., R. Steene., P. Humann,& N. Deloach. 2003. Reef
Di perairan Karimunjawa ini zona pemanfaatan terbagi Fish Indentification-Tropical Pacific. New World
menjadi kawasan dengan dua peruntukan yaitu untuk Publications, INC. Jacksonville, Florida. USA. 465 p.
peruntukan perikanan tradisional dan daerah wisata
berbasis lingkungan. Bellwood, D.R. 1998. Ontogenetic Changes in the Diet of
Early Post-Settlement Scarus Species. J. Fish Biol. 33:
Zona inti memiliki genus karang hidup yang paling 213-219.
sedikit yaitu 12 genus, dead coral nya yang mencapai
12,2% . Selain itu letaknya yang dekat dengan pemukiman Dhahiyat, Y., D. Sinuhaji & H. Hamdani. 2003. Struktur
penduduk memungkinkan adanya aktifitas manusia yang Komunitas Ikan Karang di Daerah Transplantasi
terjadi di zona ini. Distribusi ikan karang sendiri sangat Karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Jurnal Iktiologi
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: kebiasaan, habitat, Indonesia. 3(2): 87-94.
arus dan larva.
English, S., C. Wilkinson, & V. Baker. 1994. Survey Manual
Hasil perhitungan indeks dominansi (C), menunjukkan for Tropical Marine Resources. Australian Institute
bahwa nilai indeks dominansi ikan karang pada selama of Marine Science. 390 p.
pengamatan berkisar antara 0.107-0.291. Kisaran nilai
tersebut masuk kedalam kategori sedang hal ini berarti Hutomo, M. 1993. Studi Komunitas Ikan Karang materi
bahwa di lokasi penelitian tidak ada dominasi oleh spesies Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan
ikan karang tertentu dan tidak ada tekanan terhadap Kondisi Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan
ekosistem. Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
KESIMPULAN
Jorgensen, S.E., R. Constanza & F.L. Xu. 2005. Handbook
1. Komposisi jenis ikan karang yang ditemukan di Taman of Ecological Indicators for Assesment of Ecosystem
Nasional Karimunjawa, Jepara terdiri dari 10 famili Health. CRC Press. www.crepress.com.
dengan 59 spesies dan 1369 individu ikan karang. Ludwig, J.A & J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : A
Distribusi jenis ikan karang di zona perlindungan dan Primer in Methods and Computing. John Wiley &
di zona pemanfaatan lebih tinggi dibandingkan dengan Sons, New York. 92 p.
di zona inti. Tingginya jumlah jenis ikan karang di zona

30
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31

Montgomery, W.L, T. Gerrodete and L.D. Marshall. 1980. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan. Edisi
Effect of grazing by the yellowtail surgeonfish. Ketiga. Gajah Mada University Press. Jogjakarta. p.
Prionurus punctatus on algal communities in the gulf 134-162.
of California, Mexico. Bull. Mar. Sci. 30 (4) : 901-908.
Syarifuddin, S, Aunurohim & N. Abdulgani. 2010.
Margalef, D.R. 1958. Information Theory in Ecology. Distribusi Ikan Karang di Pantai Bama, Taman Nasional
General System 3. 36-71. Baluran, Jawa Timur. Paper ITS. p. 1-13.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd edition. Wahyudewantoro, G. 2009. Komposisi Jenis Ikan Perairan
W.B. Saunders. Philadelphia. 574 p. Mangrove pada beberapa Muara Sungai di Taman
Nasional Ujung Kulon, Pandeglang Banten. Jurnal
Fauna Tropika : Zoo Indonesia. 18 (2): 89-98.

31
32
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

INTERAKSI PEMANFAATAN PAKAN ALAMI OLEH


KOMUNITAS IKAN DI WADUK PENJALIN, JAWA TENGAH

INTERACTIONS OF FOOD RESOURCES ULITIZATION BY FISH COMMUNITIES IN


PENJALIN RESERVOIR, CENTRAL JAVA

Dimas Angga Hedianto, Kunto Purnomo, dan Andri Warsa


Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
Teregistrasi I tanggal: 7 Mei 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 18 Desember 2012;
Disetujui terbit tanggal: 09 Januari 2013

ABSTRAK

Faktor ketersediaan pakan alami di perairan waduk dapat menentukan komposisi dan penyebaran serta
proses adaptasi beberapa jenis ikan (adaptasi dari lingkungan mengalir menjadi tergenang). Tujuan dari penelitian
ini adalah mengkaji interaksi dalam memanfaatkan pakan alami yang tersedia dari komunitas ikan di Waduk
Penjalin. Pengambilan ikan contoh dilakukan pada bulan Juni dan Agustus 2011 menggunakan jaring insang
percobaan (ukuran 1-3 inci dengan interval 0,25 inci) dan hasil tangkapan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ikan beunteur (Puntius binotatus), nila (Oreochromis niloticus) dan tawes (Barbonymus gonionotus)
tergolong sebagai planktivora dengan makanan utama berupa fitoplankton masing-masing sebesar 92,23%,
86,91% dan 70,00%. Ikan nilem (Osteochilus vittatus) tergolong sebagai herbivora dengan makanan utama
berupa tumbuhan/makrofita sebesar 100,00%. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) dan manila gift (Parachromis
managuensis) tergolong sebagai predator dengan makanan utama berupa ikan masing-masing sebesar 89,33%
dan 95,34%. Ikan manila gift merupakan jenis ikan introduksi yang saat ini mendominasi perairan Waduk
Penjalin. Interaksi komunitas ikan dalam memanfaatkan pakan alami cenderung memiliki kompleksitas yang
rendah. Hal ini diduga akibat tingginya tingkat predasi oleh ikan predator asing, sehingga mengakibatkan
ketidakseimbangan antara jumlah ikan predator dan ikan yang dimangsa.

KATA KUNCI: Interaksi, makanan, komunitas ikan, Waduk Penjalin

ABSTRACT

The availability of food resources in water reservoir determine the composition, dispersal rate and adaptation
of some species of fish (an adaptation from riverine to lacustrine). The purpose of this study is to analysing the
interaction in utilizing the available of natural resources by fish communities in Penjalin Reservoir. Research
was done on June and August 2011 using experimental gillnets (size 1-3 inches with intervals about 0.25 inches)
and the catch of fishermen. The results showed that spotted barb (Puntius binotatus), nile tilapia (Oreochromis
niloticus) and silver barb (Barbonymus gonionotus) classified as planktivora with the primary food were
phytoplankton respectively 92.23%, 86.91% and 70.00%. Bonylip Barb (Osteochilus vittatus) classified as
herbivores with the primary food were plant/macrophyte 100.00%. Marble goby (Oxyeleotris marmorata) and
jaguar guapote (Parachromis managuensis) classified as a predator with the primary food were fish (prey)
respectively 89.33% and 95.34%. Jaguar guapote was aliens species who dominated Penjalin Reservoir.
Interaction of food resource utilization of fish communities in Penjalin Reservoir tend to have a lower complexity.
This is due to the high levels of predation by dominance of alien predatory species, thus resulting in an imbalance
comparison between population of predator and prey.

KEYWORD: Interactions, food, fish communities, Penjalin Reservoir

PENDAHULUAN antara setiap jenis ikan yang ada di dalam memanfaatkan


sumber daya pakan alami yang tersedia (Kartamihardja,
Komunitas ikan yang menghuni perairan waduk pada 1994).
awalnya terdiri dari jenis-jenis ikan asli yang hidup di
perairan sungai (riverine) untuk kemudian beradaptasi Waduk Penjalin terletak di Desa Winduaji Kec.
untuk hidup dan atau berkembang biak di habitat perairan Paguyangan Kab. Brebes, Jawa Tengah pada ketinggian
tergenang (Kartamihardja, 2009). Salah satu faktor penentu 365 mdpl dengan luas permukaan sebesar 125 ha dan
kesuksesan adaptasi tersebut adalah ketersediaan pakan volume 9,5 juta m3. Sumber air waduk berasal dari aliran
alami dan interaksi dalam tingkat komunitas (Effendie, Sungai Penjalin, Sungai Soka, Sungai Garung. Waduk
1997). Studi mengenai kebiasaan makanan ikan pada Penjalin selain berfungsi sebagai irigasi, juga dimanfaatkan
tingkat komunitas berguna untuk mengetahui hubungan sebagai lokasi wisata dan perikanan tangkap serta
Korespondensi penulis:
Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jatiluhur
Jl. Cilalawi Tromol Pos No. 1 Jatiluhur, Purwakarta-Jawa Barat 41152 33
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

budidaya (Wikipedia, 2013). Ikan-ikan asli di Waduk


Penjalin lebih banyak didominasi oleh ikan famili
Cyprinidae, seperti ikan brek (Puntius orphoides), tawes

071934.50
(Barbonymus gonionotus), lunjar padi (Rasbora
argyrotaenia), dan wader (Puntius binotatus) (Rukayah
& Wibowo, 2011). Ikan-ikan ini sebagian besar bernilai
ekonomis bagi masyarakat setempat yang memanfaatkan

071954.50
perikanan. Seiring berjalannya waktu, perairan Waduk
Penjalin justru lebih banyak didominasi oleh ikan predator
introduksi, yaitu ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)
(Abulias & Bhagawati, 2008).

072014.50
Pada penelitian ini ditemukan jenis ikan introduksi baru
yang mendominasi Waduk Penjalin, yaitu ikan manila gift
109215.00 109225.00 109235.00
(Parachromis managuensis). Masyarakat setempat
menganggap jenis ikan ini mirip dengan ikan nila, namun
pada kenyataannya justru berbeda karakteristik. Pengaruh Gambar 1. Peta lokasi stasiun penelitian di Waduk
keberadaan ikan introduksi terhadap komunitas ikan di Penjalin
Waduk Penjalin perlu dikaji sebagai basis data pengelolaan Figure 1. Map of research station in Penjalin
guna mengurangi dampak negatifnya secara ekologi.
Reservoir
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji interaksi
dalam memanfaatkan pakan alami yang tersedia oleh
komunitas ikan di Waduk Penjalin. Kebiasaan makanan dianalisis menggunakan indeks
bagian terbesar (Indeks of Preponderance) (Natarajan &
BAHAN DAN METODE Jhingran, 1961) :

Penelitian dilakukan di perairan Waduk Penjalin, Jawa ( . )


Tengah. Pengambilan ikan contoh dilakukan pada bulan = 100 .................................. (1)
( . )
Juni dan Agustus 2011. Hasil tangkapan ikan contoh
merupakan percobaan penangkapan ikan menggunakan
jaring insang percobaan dan hasil tangkapan nelayan. Keterangan:
Variasi ukuran mata jaring insang percobaan yang IP = Indeks bagian terbesar (index of preponderance)
digunakan mulai dari ukuran 1-3 inci dengan interval 0,25 Vi = Persentase volume makanan ikan jenis ke-i
inci. Jaring insang percobaan yang dipasang sebanyak Oi = Persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
tiga set yang mewakili daerah inlet (1 dan 2), tengah (3) n = Jumlah organisme makanan ikan (i = 1,2,3,...n)
dan outlet waduk (4) secara sejajar garis pantai (Gambar
1). Jaring insang dipasang pada sore hari, kemudian Untuk menganalisis kategori kebiasaan makanan pada
diangkat pada pagi hari. ikan, maka urutan persentase makanan dibedakan
berdasarkan Nikolsky (1963), yaitu apabila IP bernilai >25
Ikan contoh yang diperoleh kemudian diukur panjang dikategorikan sebagai makanan utama, 5 d IP d 25
totalnya menggunakan papan ukur dengan ketelitian 0,1 sebagai makanan pelengkap, dan jika IP bernilai <5 sebagai
cm dan ditimbang berat tubuhnya menggunakan makanan tambahan.
timbangan digital dengan ketelitian 0,1 gram. Beberapa
sampel ikan yang diperoleh kemudian diawetkan dengan Luas relung pakan dihitung menggunakan metode
formalin 10% untuk diidentifikasi dengan mengacu pada Levins Measure (Collwel & Futuyma, 1971), dengan
Kottelat et al. (1993) & Fishbase (Froese & Pauly, 2012). rumus :
Ikan contoh dibedah dan diambil saluran pencernaannya 1
untuk mendapatkan sampel isi perut, kemudian diawetkan = 2
..........(2)
menggunakan larutan formalin 5% dan dimasukkan ke =1 =1
dalam plastik sampel. Analisis kebiasaan makanan
dilakukan di Laboratorium Biologi Balai Penelitian Keterangan :
Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya. Identifikasi Bij = Luas relung kelompok ukuran ikan ke-i terhadap
organisme jenis makanan mikroskopis dan makroskopis sumberdaya makanan ke-j
mengacu pada Needham & Needham (1963), Edmonson Pij = Proporsi dari kelompok ukuran ikan ke-i yang
(1978) & Quigley (1977). berhubungan dengan sumberdaya makanan ke-
j

34
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

n = Jumlah kelompok ukuran ikan (i = 1,2,3,.n) Pengelompokkan interaksi pemanfaatan pakan antar
m = Jumlah sumberdaya makanan ikan (j = jenis ikan dievaluasi berdasarkan pakan yang dikonsumsi
1,2,3,m) oleh ikan dan dihitung menggunakan jarak Euclidian (Sokal
& Rohlf, 1995) dari program Statistica 8.0 dengan rumus :
Analisis untuk mengetahui adanya tumpang tindih
relung pakan antar jenis ikan (niche overlap) dihitung
menggunakan model dari Pianka (1986) sebagai berikut: 1 1 2 = 1 2
2
=1 ................................. (4)

.
= Keterangan:
2 . 2 ............................(3)
x1, x2 = Indeks untuk individu dari jenis ikan ke-1 dan 2
Keterangan:
y = Kelompok pakan yang dikonsumsi ikan
i = Jenis kelompok pakan bervariasi dari 1 sampai n
Oij : Tumpang tindih relung antara jenis ikan ke-i dan
ke-j
HASIL DAN BAHASAN
Pij : Proposi jenis ikan ke-i dalam memanfaatkan
sumber daya makanan ke-k
HASIL
Pik : Proposi jenis ikan ke-j dalam memanfaatkan
sumber daya makanan ke-k
Ikan contoh yang tertangkap pada penelitian ini terdiri
atas tiga famili, enam genus, dan enam spesies. Jenis ikan
Tingkatan peluang terjadinya kompetisi ditentukan
yang tertangkap pada penelitian di Waduk Penjalin dapat
menurut kriteria yang diajukan oleh Moyle & Senanayake
dikelompokan atas ikan introduksi (tiga ekor) dan ikan
(1984) :
asli (tiga ekor). Komposisi jenis-jenis ikan yang tertangkap
tersaji pada Tabel 1. Pakan alami yang dimanfaatkan oleh
Bila Oij < 0,3 : Peluang terjadinya kompetisi
komunitas ikan di Waduk Penjalin terdapat delapan jenis
tergolong rendah
antara lain fitoplankton, tumbuhan (makrofita), detritus,
Bila 0,3 d Oij d 0,8 : Peluang terjadinya kompetisi zooplankton, annelida, insecta, crustacea dan ikan.
tergolong sedang Komposisi makanan yang dimanfaatkan oleh setiap jenis
ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin tersaji pada Tabel
Bila Oij > 0,8 : Peluang terjadinya kompetisi
2.
tergolong tinggi

Tabel 1. Komposisi komunitas ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin


Table 1. Composition of fish communities in Penjalin Reservoir

Persentase
Tangkapa
Jenis n
No/ Nama Latin/ n (%)/ PT (cm)/ B (gram)/ N (ekor)/
Ikan/Fish (ekor)/
No Scientific Name Percentage TL (cm) W (gram) N (ind)
Species n (ind)
of Catch
(%)
1. Betutu* Oxyeleotris marmorata 22,5 8,6 - 24,5 8,5 - 198,5 45 21
Oreochromis niloticus 14,1 -
2. Nila* 9,5 9,4 - 28,0 19 17
435,1
Parachromis
3. Manila Gift* 64,5 6,0 - 20,1 6,6 - 155,9 129 110
managuensis
4. Nilem** Osteochilus vittatus 0,5 8,8 8,7 1 1
5. Tawes** Barbonymus gonionotus 0,5 12,1 32,6 1 1
6. Beunteur** Puntius binotatus 2,5 8,0 - 9,5 8,7 - 12,3 5 1
Ket: * = ikan introduksi (non indigenous); ** = ikan asli (indigenous); PT = Panjang Total (cm)/TL = Total Length (cm); B =
Bobot (gram)/W = Weight (gram); N = Jumlah Total Individu (ekor)/N = Number of species (ind); n = Jumlah Ikan Contoh
yang Diamati (ekor)/n = Number of Sample (ekor)

35
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

Tabel 2. Jenis pakan dan kebiasaan makanan dari komunitas ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin
Table 2. Natural food and food habits of fish communities in Penjalin Reservoir

Puntius Oreochromis Barbonymus Osteochilus Oxyeleotris Parachromis


Jenis Pakan
binotatus niloticus gonionotus vittatus marmorata managuensis
Fitoplankton 92,23 86,91 70,00
Bacillariophyceae 23,33 24,62 35,00
Chlorophyceae 4,44 10,87 5,44
Conjugatophyceae 11,66 20,70 3,89
Cyanophyceae 0,00 2,29 17,11
Dinophyceae 52,79 28,36 8,56
Euglenophyceae 0,00 0,08 0,00
Zooplankton 0,46
Cladocera 0,02
Protoza 0,01
Rotifera 0,43
Tumbuhan 7,77 11,38 30,00 100,00 0,25 0,03
Insecta 5,17 1,34
Annelida 0,01
Oligochaeta 0,01
Ikan 89,33 95,34
Crustacea 5,25 3,28
Ketam 0,42
Udang 4,83 3,28
Detritus 1,24 0,01

Ikan beunteur, nila dan tawes tergolong sebagai sedangkan pada ikan manila gift antara lain berupa
planktivora yang masuk kategori herbivora dengan potongan tumbuhan (0,03%), insecta (1,34%), crustacea
makanan utama berupa fitoplankton masing-masing (3,28%) dan detritus (0,01%). Jenis crustacea yang
sebesar 92,23%, 86,91% dan 70,00% (Tabel 2). Ikan dimanfaatkan ikan manila gift sebagai makanan tambahan
beunteur dan nila lebih banyak memanfaatkan jenis berupa udang (3,28%).
fitoplankton dari kelas Dinophyceae dengan persentase
masing-masing sebesar 52,79% dan 28,36%. Jenis Secara umum, nilai luas relung makanan dari komunitas
Dinophyceae yang dominan banyak ditemukan pada ikan di Waduk Penjalin berkisar antara 1,00-1,72 (Tabel 3).
lambung kedua ikan tersebut adalah Peridinium sp. Ikan Tinggi rendahnya nilai luas relung makanan menunjukkan
tawes lebih banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas tingkat generalitas ikan dalam memanfaatkan pakan alami
Bacillariophyceae sebesar 35,00% dimana genus yang yang ada (Kreb, 1989). Sifat selektif ditunjukkan oleh ikan
dominan ditemukan adalah Navicula sp. Ikan nilem nilem dan manila gift, karena hanya memanfaatkan salah
tergolong sebagai herbivora dengan makanan utama satu jenis pakan alami dengan persentase yang besar. Nilai
berupa tumbuhan/makrofita sebesar 100% (Tabel 2). tumpang tindih relung makanan dari komunitas ikan di
Waduk Penjalin berkisar antara 0,00-1,00 (Tabel 3). Hal ini
Ikan betutu dan manila gift tergolong sebagai predator mendeskripsikan adanya tingkat kompetisi yang rendah
dengan makanan utama berupa ikan masing-masing hingga tinggi antar jenis ikan. Kompetisi yang rendah
sebesar 89,33% dan 95,34% (Tabel 2). Ikan betutu terjadi antara ikan betutu dan manila gift dengan ikan
memanfaatkan insecta dan crustacea sebagai makanan lainnya, serta ikan nilem dengan ikan beunteur dan nila.
pelengkap dengan persentase masing-masing adalah Tingkat kompetisi sedang terjadi antara ikan tawes dengan
5,17% dan 5,25%, sedangkan pada lambung ikan manila ikan beunteur, nila dan nilem. Kompetisi yang tinggi terjadi
gift tidak ditemukan adanya makanan pelengkap. Jenis antara dua ikan predator, yaitu ikan betutu dengan ikan
crustacea yang dimanfaatkan oleh ikan betutu adalah manila gift (Oij=1,00), juga ikan nila dan beunteur (Oij=0,90)
udang (4,83%) dan ketam (0,42%). Makanan tambahan karena sama-sama memanfaatkan fitoplankton dari kelas
dari ikan betutu berupa potongan tumbuhan (0,25%), Bacillariophyceae dan Dinophyceae yang cukup tinggi.

36
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

Tabel 3. Luas relung dan tumpang tindih relung makanan dari komunitas ikan di Waduk Penjalin
Table 3. Niche breadth and niche overlap of fish communities in Penjalin Reservoir

Jenis Luas Relung Tumpang Tindih Relung (Oij)/Niche Overlap (Oij)


Ikan/Fish (Bij)/Niche
Species Breadth (Bij) Betutu Beunteur Nila Nilem Manila Gift Tawes
Betutu 1,24

Beunteur 1,17 0,00

Nila 1,30 0,00 0,90

Nilem 1,00 0,00 0,13 0,25

Manila Gift 1,10 1,00 0,00 0,00 0,00

Tawes 1,72 0,00 0,52 0,71 0,60 0,00

Analisis dendrogram (jarak euclidean sebesar 50%) herbivora yang terdiri atas ikan nilem. Kelompok pertama
yang didasarkan pada kebiasaan makanan dari masing- dan kedua dikategorikan sebagai konsumen tingkat
masing jenis ikan didapatkan tiga kelompok dalam rantai pertama yang berhubungan langsung dengan produsen
makanan (Gambar 4). Kelompok pertama adalah kelompok (fitoplankton maupun makrofita). Kelompok terakhir adalah
ikan planktivora yang tergolong herbivora terdiri atas ikan kelompok ikan predator terdiri atas ikan manila gift dan
beunteur, nila, dan tawes. Kelompok kedua adalah ikan betutu yang dikategorikan sebagai konsumen tingkat akhir.

Oxyeleotris m arm orata

Parachrom is m anaguensis

Barb onym us gonionotus

Oreochrom is niloticus

Puntius b inotatus

Osteochilus vittatus

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Jarak Euclidean (Dlink/Dmax)*100

Gambar 4. Dendrogram interaksi pemanfaatan pakan alami dari komunitas ikan di Waduk Penjalin
Figure 4. Dendrogram of food web interaction of fish community in Penjalin Reservoir

BAHASAN Dinophyceae, terutama pada bulan September-Oktober


2008 (Tjahjo & Purnamaningtyas, 2009). Kebiasaan
Kebiasaan makanan ikan pada satu badan air dengan makanan ikan beunteur di Waduk Penjalin serupa dengan
badan air lainnya dapat berbeda ataupun sama (Effendie, jenis ikan yang sama di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et
1997). Kebiasaan makanan ikan nila di Waduk Penjalin al., 2009), sedangkan kebiasaan makanan ikan tawes di
mirip dengan ikan yang sama di Waduk Ir. H. Djuanda Waduk Penjalin berbeda dengan di Waduk Kedungombo
yang banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas (Kartamihadja, 1994) dan di Waduk Wonogiri (Purnomo &

37
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

Kartamihardja, 2005), namun sama seperti di Danau (Agasen et al., 2006). Adanya tekanan predasi akibat
Maninjau (Syandri, 2004). Makanan utama dari ikan nilem tingginya populasi ikan asing predator (manila gift dan
di Waduk Penjalin sama seperti di perairan Danau Maninjau betutu) dan kompetisi daerah teritorial oleh ikan cichlid
(Syandri, 2004) dan Waduk Cirata (Hedianto & (manila gift) diduga sebagai salah satu penyebab
Purnamaningtyas, 2011). rendahnya populasi tawes sebagai ikan asli.

Sifat predator ikan betutu di Waduk Penjalin seperti Kompleksitas rantai makanan berdasarkan tumpang
jenis ikan yang sama di Rawapening (Krismono et al., tindih relung dan interaksi dalam memanfaatkan pakan
2003a) dan Kedungombo (Krismono et al., 2003b). alami cenderung rendah, karena hanya melibatkan dua
Kebiasaan makanan ikan manila gift sebagai ikan piscivora posisi dalam rantai makanan (herbivora dan karnivora).
(predator) yang agresif, sama pula seperti ikan yang sama Hal ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan secara
di Danau Taal, Filipina (Agasen et al., 2006) dan Waduk Ir. ekologi akibat perbandingan yang tidak seimbang antara
H. Djuanda (Tjahjo et al., 2009). Adanya potongan jumlah ikan predator dan ikan mangsa (prey). Persentase
tumbuhan yang ditemukan pada lambung ikan betutu dan tangkapan antara ikan predator (piscivora) dan ikan
manila gift menunjukkan bahwa kedua jenis ikan tersebut mangsa (ikan planktivora dan herbivora) adalah 87,0% dan
mencari mangsa pada daerah litoral. Perbedaan antara 13,0% atau perbandingan antara jumlah ikan mangsa dan
keduanya dalam mencari mangsa ialah ikan betutu predator adalah 1:6,5. Perbandingan ini jauh berbeda
merupakan predator demersal yang pasif (Riede, 2004), dengan penelitian sebelumnya (Rukayah & Wibowo, 2011)
sedangkan ikan manila gift merupakan predator yang yang menyatakan bahwa perbandingan komposisi ikan
agresif dengan sifat benthopelagic dimana mampu mencari asli dan introduksi adalah sebesar 1,2:1, sedangkan
mangsa di dasar, kolom dan permukaan perairan (Agasen perbandingan kelimpahan ikan asli dan introduksi adalah
et al., 2006). 1:2,0. Komunitas ikan di Waduk Penjalin saat ini banyak
didominasi oleh ikan predator introduksi, terutama oleh
Menurut Collwel & Futuyma (1971), semakin besar nilai ikan manila gift. Menurut Krebs (1989), apabila suatu
luas relung makanan dari suatu ikan mengindikasikan perairan terlalu banyak terdapat ikan predator
semakin generalis dalam memanfaatkan sumber daya dibandingkan ikan mangsa, maka produktivitas perairan
pakan yang ada. Ikan tawes merupakan salah satu ikan cenderung rendah.
yang tergolong generalis daripada jenis ikan yang lainnya,
terutama karena mampu memanfaatkan dua sumber daya Kehadiran ikan manila gift dikhawatirkan dapat
yang berbeda sebagai makanan utama, yaitu fitoplankton berdampak negatif secara luas di Waduk Penjalin. Ikan ini
dan tumbuhan. Ikan yang memakan beragam sumber daya merupakan hasil introduksi yang tidak disengaja
makanan maka luas relung makanannya akan meningkat, (unintentional introductions) dengan karakteristik
walaupun sumber daya yang tersedia menurun (Krebs, toleransi yang tinggi terhadap suhu (berkisar antara 25-
1989). Selanjutnya, sifat generalis suatu jenis ikan dalam 36C) (Bussing, 1998) maupun pH (berkisar antara 7,0-8,7)
memanfaatkan pakan yang ada dapat meningkatkan jumlah (Agasen et al., 2006). Ikan manila gift justru dapat
populasinya (Effendie, 1997). Walau demikian, hasil berkembang dengan baik pada perairan yang hangat dan
tangkapan ikan tawes ternyata cenderung rendah keruh dengan dasar perairan berupa lumpur atau serasah
dibandingkan ikan lainnya. Hal ini berarti dalam ekologi serta tingkat eutrofikasi yang tinggi (Conkel, 1993). Apabila
rantai makanan, jenis-jenis ikan asli, seperti tawes diduga status trofik perairan Waduk Penjalin berubah menjadi
terganggu perkembangan populasinya akibat kehadiran eutrofik, maka dikhawatirkan populasi ikan manila gift akan
dan interaksi dengan ikan spesies asing. menjadi sangat dominan (invasive alien species). Jika hal
tersebut terjadi, maka ancaman penurunan komunitas ikan
Kehadiran ikan cichlid pada suatu perairan telah diteliti asli semakin tinggi (dampak negatif bagi ekologi) diiringi
dapat menimbulkan efek negatif secara ekologi, apabila menurunnya pendapatan nelayan (dampak negatif bagi
introduksi terjadi secara tidak terkontrol. Penelitian yang ekonomi). Ikan manila gift tergolong sebagai ikan
dilakukan Fuselier (2001) menunjukkan bahwa kehadiran ekonomis rendah bagi masyarakat sekitar, walaupun
ikan mujair (Oreochromis mossambicus) telah kelimpahannya tinggi di alam.
menimbulkan fragmentasi habitat pada perairan di Mexico
yang menyebabkan terjadi perebutan wilayah (teritorial) Upaya penebaran atau restocking dapat dilakukan
antara ikan cichlid introduksi (mujair) dengan ikan-ikan guna memperbaiki keseimbangan ekologi di Waduk
cyprinodontid (ikan-ikan putihan). Hal ini dikarenakan Penjalin, terutama dari jenis ikan asli. Namun, perlu
hampir kebanyakan ikan cichlid memiliki perilaku untuk diperhatikan tingginya jumlah ikan predator yang
menjaga wilayahnya (Patzner, 2008). dikhawatirkan jenis ikan yang akan ditebar justru menjadi
mangsa. Langkah awal terbaik untuk memulihkan ekologi
Ikan manila gift merupakan jenis ikan cichlid predator di Waduk Penjalin adalah dengan mengendalikan populasi
yang sangat menjaga wilayahnya untuk sarang dan anakan ikan predator, yaitu ikan manila gift dan betutu.

38
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

KESIMPULAN Fuselier, L. 2001. Impacts of Oreochromis mossambicus


(perciformes: cichlidae) upon habitat segregation
1. Ikan beunteur, nila dan tawes tergolong sebagai among cyprinodontids (cyprinodontiformes) of a
planktivora, ikan nilem tergolong sebagai herbivora species flock in Mexico. Rev. Biol. Trop. 49 (2): 647-
dan ikan betutu dan manila gift tergolong sebagai 656.
piscivora/predator.
Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World Wide
2. Interaksi komunitas ikan dalam memanfaatkan pakan
Web electronic publication. www.fishbase.org,
alami di Waduk Penjalin cenderung memiliki
version (10/2012).
kompleksitas yang rendah akibat tingginya tingkat
predasi.
Hedianto, D. A & S. E. Purnamaningtyas. 2011. Beberapa
PERSANTUNAN aspek biologi ikan nilem (Osteochilus vittatus,
Valenciennes, 1842) di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan Prosiding. Semnaskan Indonesia. STP. p. 95-107.
Penelitian Potensi Sumber Daya Ikan untuk Pengembangan
Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya (Culture-Based Kartamihardja, E. S. 1994. Pembagian sumber daya pakan
Fisheries, CBF) di Propinsi Jawa Tengah (Waduk Sempor, diantara lima jenis ikan yang dominan di Waduk
Penjalin dan Wadaslintang) dan Daerah Istimewa Kedungombo, Jawa Tengah. Bul. Penel. Perik. Darat.
Yogyakarta (Waduk Sermo), T.A. 2011, di Balai Penelitian 12 (2): 133-140.
Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Purwakarta.
Kartamihardja, E. S. 2009. Mengapa ikan bandeng
DAFTAR PUSTAKA diintroduksikan di Waduk Djuanda, Jawa Barat.
Prosiding. Forum Pemacuan Sumberdaya Ikan II. PI-
Abulias, M. N. & D. Bhagawati. 2008. Studi awal 06. 14 p.
keragaman genetik ikan betutu (Oxyeleotris sp.) di
Waduk Penjalin menggunakan lima macam isozim. Kottelat, M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari & S.
Prosiding. Seminar Nasional Sains dan Teknologi. (2): Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western
88-95. Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd.
Hongkong. 377 p.
Agasen, E. V., J. P. Clemente, M. R. Rosana & N. S. Kawit.
2006. Biological investigation of jaguar guapote Krebs, C. J. 1989. Ecological methodology. University of
Parachromis managuensis (Gunther) in Taal Lake, British Columbia. Harper and Row Publisher. New York.
Philippines. Journal of Environmental Science and 654 p.
Management. 9 (2): 20-30.
Krismono, A. Azizi, A. s. Sarnita & A. S. N. Krismono.
Bussing, W. A. 1998. Peces de las aguas continentales de 2003a. Kajian dampak penebaran ikan betutu
Costa Rica [Freshwater fishes of Costa Rica]. 2nd Ed. (Oxyeleotris marmorata) terhadap perikanan di
San Jos Costa Rica: Editorial de la Universidad de perairan Rawapening. Prosiding Hasil-Hasil Riset.
Costa Rica. 468 p. In Froese, R. & D. Pauly. Editors. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 10 p.
2012. FishBase. World Wide Web electronic
publication. www.fishbase.org, version (10/2012). Krismono, A. Azizi, A. Sarnita & A. S. N. Krismono. 2003b.
Kajian dampak penebaran ikan betutu (Oxyeleotris
Conkel, D. 1993. Cichlids of North and Central America. marmorata) terhadap perikanan tangkap di perairan
T.F.H. Publications, Inc., USA. In Froese, R. & D. Pauly. Waduk Kedungombo. Prosiding Hasil-Hasil Riset.
Editors. 2012. FishBase. World Wide Web electronic Pusat Riset Perikanan Tangkap. 14 p.
publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Moyle, P. B. & F. R. Senanayake. 1984. Resource
partitioning among fishes of rainforest streams in Sri
Collwel, R. K. & D. J. Futuyma. 1971. On the measurement
Lanka. J. Zool. London. (202): 195-223.
of niche bredth and overlap. Ecology. 52 (4): 567-576.
Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961. Index of
Edmonson, W. T. 1978. Freshwater biology. 2nd Ed. John
preponderance-a method of grading the food elements
Wiley & Sonc, Inc. New York. 1.248 p.
in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of
Fisheries. 8 (1): 54-59.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka
Nusatama. Bogor. 157 p.

39
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40

Needham, J. G. & P. R. Needham. 1963. A guide to the Rukayah, S. & D. N. Wibowo. 2011. Komposisi spesies
study of freshwater biology, 5th Ed. Revised and ikan indigenous dan introduksi pada ekosistem Waduk
Enlarged. Holden Day, Inc, San Fransisco. 180 p. Penjalin Kab. Brebes (acuan: budidaya ikan).
Prosiding. Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup.
Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. p. 39-48.
Birkett. Academic Press. New York. 352 p.
Sokal, R. R. & F. J. Rohlf. 1995. Biometry: the principle
Patzner, R. A. 2008. Reproductive strategies of fish. In practice of statistics in biological research. W. H.
Rocha, J. M., A. Arukwe & B. G. Kapoor. Fish Freeman and Co. 877 p.
Reproduction. Science Publishers. United States of
America. p. 311-350. Syandri, H. 2004. Penggunaan ikan nilem (Osteochilus
haselti CV) dan ikan tawes (Puntius javanicus CV)
Pianka, E. R. 1986. Ecology and natural history of desert sebagai agen hayati pembersih perairan Danau
lizards. Analyses of the Ecological Niche and Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Natur Indonesia. 6
Community Structure. Princeton University Press, (2): 87-90.
Princeton, New Jersey. 208 p.
Tjahjo, D. W. H. & S. E. Purnamaningtyas. 2009. Evaluasi
Purnomo, K & E. S. Kartamihardja. 2005. Pertumbuhan, kemampuan ikan bandeng dan nila tebaran dalam
mortalitas, dan kebiasaan makan ikan tawes (Barbodes memanfaatkan kelimpahan fitoplankton di Waduk Ir.
gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian H. Djuanda. Prosiding. FNPSI II. PI-02. 11 p.
Perikanan Indonesia. 11 (2): 8 p.
Tjahjo, D. W. H., S. E. Purnamaningtyas & A. Suryandari.
Quigley, M. 1977. Invertebrates of stream and rivers, a 2009. Evaluasi peran jenis ikan dalam pemanfaatan
key to identification. Edward Arnold. Northampton. sumber daya pakan dan ruang di Waduk Ir. H. Djuanda.
84 p. J. Lit. Perikan. Ind 15 (4): 267-276.

Riede, K. 2004. Global register of migratory species - from Wikipedia. 2013. Waduk Penjalin. http://id.wikipedia.org/
global to regional scales. In Fishbase. World Wide wiki/Waduk_Penjalin. Diakses Tanggal 24-05-2013.
Web electronic publication. www.fishbase.org. Final
Report of the R&D-Project. Federal Agency for Nature
Conservation, Bonn, Germany. 329 p.

40
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

HUBUNGAN PANJANG-BERAT DAN FAKTOR KONDISI LOBSTER PASIR (Panulirus


homarus) DI PERAIRAN YOGYAKARTA DAN PACITAN

LENGTH-WIGHT RELATIONSHIP AND CONDITION FACTORS OF SCALLOPED


SPINY LOBSTER (Panulirus homarus) IN YOGAYAKARTA AND PACITAN WATERS

Ignatius Tri Hargiyatno1), Fayakun Satria3), Andika Prima Prasetyo1), Moh. Fauzi2)
1)
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi dan Sumberdaya Ikan
2)
Balai Penelitian Perikanan Laut,
3
) Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Teregistrasi I tanggal: 8 Juni 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 21 Maret 2013;
Disetujui terbit tanggal: 25 Maret 2013

ABSTRAK

Pemanfaatan lobster yang intensif di perairan Selatan Jawa mengakibatkan terjadinya penurunan stok.
Untuk menganalisa hal ini perlu dilakukan penelitian mengenai beberapa aspek biologi. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisa hubungan panjang-berat dan faktor kondisi lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan
selatan Yogyakarta dan Pacitan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan panjang berat
lobster pasir di perairan selatan Yogyakarta dan Pacitan bersifat allometrik negatif. Nilai rata-rata berat relatif
(Wr) dan faktor kondisi (K) untuk lobster pasir (Panulirus homarus) jantan adalah 99,54 dan 0,933, sedangkan
lobster betina 101,96 dan 1,003. Nilai faktor kondisi dindikasikan semakin menurun seiring pertambahan kelas
ukuran panjang.

KATA KUNCI: Panjang-berat, faktor kondisi, Panulirus homarus, Yogyakarta, Pacitan

ABSTRACT

Intensive utilization on spiny lobster in the Southern Java waters impacted on lobster stocks depletion. To
analysis this issue, research on some of biological aspect need to be conducted. The aim of this research was to
analyze the length-weight relationship and condition factor of the scalloped spiny lobster (Panulirus homarus)
in Yogyakarta and Pacitan waters. The results shown P. homarus have allomatric negative growth pattern. The
average value of the relative weight (Wr) and condition faktor (K) of the scalloped spiny lobster (Panulirus
homarus) males were 99.54 and 0.933, while the female lobster 101.96 and 1.003. Condition factor value
decreases as the length of the class.

KEY WORD: Length-weight relationship, condition factor, Panulirus homarus, Yogyakarta, Pacitan

PENDAHULUAN mengalami penurunan dari tahun 2001-2008 (Pusat


Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Indonesia merupakan salah satu penghasil lobster di Sumberdaya Ikan, 2012). Penurunan produksi ini diduga
Asia Tenggara (FAO, 2011). Terdapat beberapa jenis lobster merupakan salah satu akibat dari tekanan penangkapan
yang memiliki nilai ekspor dari Indonesia diantaranya yang terjadi. Dampak lain dari tekanan penangkapan adalah
lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster batu semakin mengecilnya ukuran lobster yang tertangkap.
(Panulirus penniculatus). Nilai ekspor dari kedua jenis
lobster tersebut pada tahun 2010 mencapai US $13 juta Agar pemanfaatan sumberdaya lobster di perairan ini
dengan harga US $6-7 /kg di pasar Negara Jepang tetap lestari maka perlu dilakukan pengelolaan yang
(Anonimus, 2011a;2011b). rasional dengan mempertimbangkan masukan dari aspek
biologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
Daerah penyebaran lobster terdapat di sepanjang hubungan panjang-berat dan faktor kondisi lobster pasir
pantai selatan Jawa dan salah satu pusat penangkapannya (Panulirus homarus) di Selatan Jawa khususnya di pantai
adalah di perairan pantai selatan Kabupaten Gunung Kidul Selatan Yogyakarta dan Pacitan. Hasil dari penelitian ini
dan Kabupaten Pacitan. Pada saat ini penangkapan dan diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi studi
pemanfaatan lobster di daerah tersebut melibatkan populasi dan kebijakan pemanfaatan sumberdaya lobster
nelayan, pengumpul/distributor dan eksportir. Persentase di Selatan Jawa.
produksi lobster pasir (Panulirus homarus) di daerah ini

Korespondensi penulis:
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Jl. Pasir Putih II, Kompleks Bina Samudera, Ancol Timur Jakarta-Utara 41
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

BAHAN DAN METODA (K). Berat relatif (Wr) dihitung dengan menggunakan
persamaan Rypel & Richter (2008), yaitu:
Pengumpulan data dilakukan di beberapa tempat
pendaratan dan pengumpul lobster di daerah Gesing, Wr = (W/Ws) x 100 ........................... (2)
Baron, Tepus dan Drini (Kabupaten Gunung Kidul) dan
Watu Karung, Tamperan, Teleng Ria dan Tawang dimana Wr adalah berat realtif, W adalah berat tiap
(Kabupaten Pacitan). Pengambilan data di setiap ikan dan Ws adalah berat standar yang diprediksi yang
pendaratan dan pengumpul lobster dilaksanakan pada didapatkan dari hubungan panjang berat. Analisa faktor
bulan Mei, Oktober dan Desember (2010), Maret, Oktober, kondisi lobster menggunakan persamaan Effendie (2002)
November (2011). & King (1995):

Pengukuran panjang karapas lobster menggunakan Kt=102 W/L3 ............................................................... (3)


jangka sorong dengan ketelitian 1 mm. Pengukuran berat
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 dimana Kt adalah faktor kondisi, W adalah bobot rata-
gram. Pengamatan secara visual dilakukan untuk rata lobster (g), daan L adalah panjang rata-rata lobster
mengetahui jenis kelamin dan perkembangan seksual. (mm).
Analisis hubungan panjang-berat menggunakan
persamaan Bal & Rao (1984) dan King (1995), yaitu : HASIL DAN BAHASAN

W = a L b ..............................................................(1) HASIL

Hubungan Panjang dan Berat


dimana W adalah berat lobster (gr), L adalah panjang
karapas (mm), a adalah konstanta dan b adalah nilai
Jumlah lobster pasir (Panulirus homarus) yang diukur
eksponensial antara 2-5. Berdasarkan persamaan tersebut
selama penelitian sebanyak 575 ekor, terdiri dari kelamin
dapat diketahui pola pertumbuhan panjang dan bobot ikan.
jantan 320 ekor (56 %) dan betina 255 ekor (44%). Secara
Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menentukan pola
keseluruhan, lobster pasir memiliki ukuran panjang karapas
pertumbuhan. Selanjutnya dilakukan uji-t untuk nilai b
berkisar antara 28,2-85,2 mm atau rata-rata 50.93 mm.
yang diperoleh pada selang kepercayaan 95% (=0.05)
Lobster jantan memiliki kisaran panjang karapas antara
untuk mengetahui kesamaan terhadap angka 3. Jika nilai
28,2-85,2 mm atau rata-rata 49,7 mm dengan kelas panjang
b=3 berarti pola pertumbuhan bersifat isometrik, b<3 atau
dominan berada pada kisaran 45,0-49,9 mm. Lobster betina
b> 3 pola pertumbuhan bersifat allometrik.
memiliki kisaran kelas panjang antara 35,8-84,34 mm atau
rata-rata 52,54 mm dengan kelas panjang dominan berada
Untuk menganalisis kondisi individu lobster perlu
pada kisaran antara 50,0-59,99 mm (Gambar 1.).
diketahui berat relatif (Wr) dan nilai indeks faktor kondisi

100 Betina
frekuensi

n=255
(n)

80
Jantan
frekuensi (n)

60 n=320
40
20
0

Kelas Panjang Karapas (mm)

Gambar 1. Sebaran panjang karapas lobster pasir (Panulirus homarus) yang diperoleh selama periode penelitian di
perairan Yogyakarta dan Pacitan
Figure 1. Carapac length frequency distribution of scalloped spiny lobster (Panulirus homarus) during sampling
period in Yogyakarta and Pacitan waters

42
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

Hubungan panjang-berat dapat menunjukkan sifat pada lobster betina adalah W=0,002L2,828 (Gambar 2).
pertumbuhan lobster. Analisis hubungan panjang-berat Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan nyata
lobster jantan diperoleh nilai b = 2,7542 dan lobster betina dari persamaan hubungan panjang-berat antara lobster
dengan nilai b = 2,8288. Persamaan hubungan panjang- jantan dan betina.
berat lobster jantan adalah W=0,0025L2,7542 dan persamaan

600 600

500 betina 500 jantan


n=225 n=320
berat (gram)

berat (gram)
400 400
W = 0,002L2,828 W = 0,002L2,754
300 r = 0,9746 300 r = 0,9783
200 200
100 100
0 0
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
panjang karapas (mm) panjang karapas (mm)

Gambar 2. Grafik hubungan panjang berat lobster pasir (P. homarus)


Figure 2. Length-weight relationship of P.homarus

Uji-t pada taraf nyata 95% dari nilai b terhadap nilai 3 rata 99,5 gram dan faktor kondisi Fulkon (K) berkisar antara
untuk kedua jenis kelamin lobster diperoleh thitung (69,304) 0,658-0,658 atau rata-rata 0,9. Berat relatif (Wr) lobster
> ttabel (1,9694) untuk lobster betina dan thitung (84,64) > ttabel betina berkisar antara 61,7-143,5 gram atau rata-rata 101,9
(1,9675) untuk lobster jantan. Dengan demikian maka gram dan nilai faktor kondisi Fulkon (K) berkisar antara
diterima nilai b<3 (allometrik negative) yang berarti 0,804-1,074 atau rata-rata 1,003. Rata-rata nila berat relatif
pertambahan panjang kedua jenis kelamin tersebut lebih dan faktor kondisi lobster jantan lebih kecil dari pada
cepat dari pada pertambahan beratnya (Tabel 1.). lobster betina (Tabel 2.). Hasil penelitian juga menujukkan
nilai faktor kondisi (K) terlihat semakin menurun seiring
Faktor Kondisi pertambahan kelas ukuran panjang karapas (Gambar 3).
Nilai K bulanan dari bulan Desember 2010 November
Hasil perhitungan menunjukkan nilai berat relatif (Wr) 2011 untuk lobster betina mengalami penurunan dari 1,28
lobster jantan berkisar antara 58,5-166,9gram atau rata- hingga 0,98. (Tabel 3).

Tabel 1. Hasil perhitungan analisis pada lobster pasir (Panulirus homarus)


Table 1. T-test result for P. Homarus

Sex b t-test t-tabel Keterangan/remark


Betina/Female 2,8288 69,304 1,9694 Allometrik negatif
Jantan/ Male 2,7542 84,64 1,9675 Allometrik negatif

Tabel 2. Rentang nilai Faktor kondisi Fulkon (K) dan Berat Relatif (Wr) lobster P homarus
Tabel 2. Range of condition faktor (K) and relative weight (Wr) of P. homarus

Sex Wr-min Wr-max Mean WrSD Kmin Kmax MeanK SD


Betina/ Female 61,77 143,57 101,9610,72 0,804 1,074 1,0030,09
Jantan/male 58,56 166,93 99,5411,23 0,658 1,121 0,9330,14

43
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

Tabel 3. Nilai bulanan Faktor kondisi Fulkon (K) lobster P. homarus


Table 3. Monthly value of condition factor value of P. homarus

Nilai Faktor Kondisi/ Condition Factor (K)


No/No Bulan/Month
Betina/Female Jantan/Male
1 Oktober 2010 0,850 0,841
2 Desember 2010 1,276 1,039
3 Maret 2011 1,115 1,023
4 Oktober 2011 1,029 1,062
5 November 2011 0,987 0,925

1.2
1
0.8
Indeks K

0.6
Betina
0.4
0.2 Jantan

kelas panjang karapas (mm)

Gambar 3. Grafik indeks faktor kondisi pada setiap ukuran kelas P. homarus
Figure 3. Condition factor based on CL class of P. homarus

BAHASAN flagella) dan kaki jalan bercorak belang putih (Lampiran


1.)
Jenis lobster pasir (Panulirus homarus) masuk ke
dalam family Palinuridae. Secara morfologi family Terdapat beberapa cara untuk mengetahui ukuran
Palinuridae dibagi menjadi dua bagian utama yaitu lobster, diantaranya adalah dengan pengukuran panjang
chepalotorax (bagian kepala yang menyatu dengan dada) karapas dan berat total. Pengukuran panjang dan berat
dan bagian abdomen (badan). Menurut Yusnaini et al., lobster dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
2009 secara eksternal lobster dapat dibedakan jenis konversi dan ukuran panjang ke berat atau sebaliknya
kelaminnnya dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut: sehingga dapat di jadikan petunjuk kesehatan, kegemukan,
(1) Pada kedua pangkal kaki jalan ke-3 terdapat tonjolan produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk
berwarna putih bening untuk lobster betina; (2) Bagian perkembangan gonad (Merta, 1993). Hasil penelitian
sisi dalam kaki renang terdapat lembaran berpasangan yang menunjukkan pola pertumbuhan lobster pasir (Panulirus
berjumlah 2 lembar pada lobster betina dan 1 lembar pada homarus) di Selatan DIY dan Pacitan bersifat allometrik
lobster jantan.; (3) Ruas kaki jalan ke-5 bercabang tiga negatif. Beberapa hasil penelitian hubungan panjang-berat
untuk lobster betina; dan (4) Pada tangkai kaki jalan ke-5 lobster pasir sudah banyak dilakukan. Pola pertumbuhan
terdapat tonjolan yang berhubungan dengan testis pada
yang bersifat allometrik negatif diperoleh pada penelitian
lobster jantan. Telur lobster menempel pada bagian
abdomen lobster betina. Ciri khusus dari jenis Panulirus di Pangandaran, Teluk Ekas-Lombok, Aceh dan Selatan
homarus dapat dilihat melalui warna antena (antenullar Yogyakarta (Tabel 4).

44
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

Tabel 4. Beberapa hasil penelitian pola pertumbuhan lobster P.homarus di Indonesia


Table 4. Some rusult of growth pattern research of P. homarus in Indonesian

No/ Tahun/
Lokasi/ Location b Keterangan/ Remark Sumber/Source
No Year
1 Aceh 1993 2,4322 Alometrik negatif Suman & Subani, 1993
2 Pangandaran 1994 2,317 Alometrik negatif Suman et al., 1994
3 Pangandaran 2006 2.513 Alometrik negatif Nuraini & Sumiono, 2006
Aisyah et al., 2009; Aisyah &
4 Yogyakarta 2009 2,788 Alometrik negatif
Setya, 2010
Teluk Ekas-
5 2010 - Alometrik negatif Junaidi et al., 2010
Lombok

Pola pertumbuhan ditentukan berdasarkan nilai b yang adanya penanda perubahan lingkungan (Raharjo et al.,
diperoleh dari persamaan hubungan panjang berat udang. 2011).
Nilai b dari setiap penelitian menunjukkan adanya
perbedaan besaran walaupun memiliki pola pertumbuhan Ketersediaan makanan merupakan salah satu hal yang
yang sama (Tabel 4). Perbedaan nilai b yang diperoleh berpengaruh terhadap keseimbangan habitat. Lobster jenis
umumnya terjadi pada daerah dan waktu pengambilan P. homarus mengkonsumsi bivalvia sebagai makanan
sample yang berbeda. Perbedaaan nilai b menunjukan utama; kepiting, gastropoda, barnacles dan alga sebagai
hubungan panjang-berat yang diakibatkan oleh faktor makanan sampingan. Sementara ikan, Echinodermata dan
ekologis dan biologis (Manik, 2009). Faktor ekologis Ascidiacea merupakan makanan tambahan jika tidak
diantaranya adalah musim, kualitas air, suhu, pH, salinitas, diketemukan makanan utama dan sampingan (Mashaii et
posisi geografis dan teknik sampling (Zargar et al., 2012; al., 2011). Pada kenyataanya nelayan di Yogyakarta dan
Jenning et al., 2001), Faktor biologis meliputi: Pacitan menggunakan bivalvia (lokal:rungken) sebagai
perkembangan gonad, kebiasaan makan, fase umpan untuk menangkap lobster dengan menggunakan
pertumbuhan dan jenis kelamin (Froese, 2006; Tarkan et jaring krendet (trap) yang dipasang secara proporsional.
al., 2006). Kondisi lingkungan yang berubah dapat Menurut Rao et al. (2010) ketersediaan bahan makanan
mengakibatkan kondisi ikan berubah sehingga hubungan yang cukup dapat mempercepat laju pertumbuhan lobster.
panjang berat akan menyimpang dari hukum kubik (Merta, Pertumbuhan berat lobster pasir sebesar 0,45% per hari
1993). pada pembesaran di tangki dan 0,5% per hari di laut.

Menurut Mulfizar et al. (2012), berat relatif (Wr) dan Selain ketersediaan makanan, faktor lingkungan juga
koefisien (K) faktor kondisi digunakan untuk mengevaluasi menjadi suatu hal yang berpengaruh terhadap
nilai faktor kondisi setiap individu. Nilai rata-rata berat pertumbuhan dan faktor kondisi lobster. Lobster terdapat
yang diamati (W) lebih rendah dari nilai rata-rata berat di sepanjang pantai selatan Gesing (DIY) sampai dengan
yang diprediksi (Ws) atau berat relative (Wr) kurang dari Prigi (Jawa Timur). Lobster hidup di daerah dengan
100 dapat diindikasikan perairan tersebut kurang karakteristik pantai pasir berbatu (Pratiwi, 2010) dan diatas
mendukung untuk pertumbuhan. Nilai rata-rata berat terumbu karang (Saudi et al., 2001). Lobster memiliki sifat
relative (Wr) di perairan Yogyakarta dan Pacitan mendekati hidup membenamkan diri pada siang hari dan aktif makan
angka 100 yang dapat diartikan perairan di kedua wilayah pada malam hari (nokturnal) (Setyono, 2006). Lobster jenis
tersebut masih mendukung untuk pertumbuhan lobster. P. homarus dapat hidup berasosiasi dengan jenis P.
penicillatus (Saudi et al., 2001).
Hal yang sama juga ditunjukkan nilai faktor kondisi
(K) hasil penelitian di perairan Yogyakarta dan Pacitan Pengamatan menunjukkan lingkungan perairan di
yang mendekati angka 1 yang memberi indikasi cukup selatan Kabupaten Gunung Kidul dan Pacitan
tersediaanya bahan makanan untuk pertumbuhan lobster. diindikasikan sudah mengalami penurunan kesuburan. Hal
Namun, perkembangan bulanan nilai faktor kondisi ini diakibatkan oleh adanya penggunaan bahan pencemar
cenderung menurun. Faktor kondisi merupakan indeks berupa sianida untuk memburu lobster masih sering di
yang mencerminkan interaksi antara faktor biotik dan lakukan oleh nelayan. Penggunaan sianida dapat
abiotik yang berpengaruh terhadap proses-proses berpengaruh juga terhadap kondisi karang sebagai habitat
fisiologis dalam tubuh ikan (Rahman et al., 2012). Faktor lobster. Banyaknya alat tangkap krendet dan gillnet
kondisi juga dapat digunakan sebagai instrumen yang yang tertinggal juga dapat merusak lingkungan perairan
efisien dan menunjukkan perubahan kondisi ikan dengan terjadinya ghost fishing. Ghost fishing dapat
sepanjang tahun dan secara tidak langsung menjadi diartikan sebagai alat tangkap yang hilang atau putus saat

45
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

dioperasikan tetapi akan tetap berfungsi untuk menangkap 2011. [Cited 9 October 2012] http://www.fao.org/
ikan Hal ini dapat mempengaruhi laju kematian (mortality) fishery/culturedspecies/Panulirus_homarus/en
organism laut yang tertangkap/terperangkap secara tidak
sengaja tanpa dapat dikontrol atau dikendalikan oleh Fischer, W. & G. Bianchi (eds).1984. FAO species
manusia (Matsuoka, 2005). identification sheets for fishery purposes. Western
Indian Ocean (Fishing Area 51). Prepared and printed
KESIMPULAN with the support of the Danish International
Development Agency (DANIDA). Rome, Food and
Lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan selatan Agricultural Organization of the United Nations, Vol.
Yogyakarta dan Pacitan menunjukkan pola pertumbuhan 1-6: pag.var.
yang bersifat allometrik negatif, dimana pertambahan
panjang tidak secepat pertambahan beratnya. Rata-rata Froese, R. 2006. Cube law, condition faktor and weight-
berat relatif (Wr) lobster jantan 99,5 gram dan betina 101,9 length relationships: history, meta-analysis and
gram serta faktor kondisi (K) lobster jantan adalah 0,9 dan recommendations. Journal of Applied Ichthyology. 22
lobster betina 1,0 dan ditemukan indikasi bahwa faktor (4): 241-253
kondisi semakin turun seiring dengan pertambahan
ukuran panjang karapasnya. Holthuis, L.B. 1981. FAO species catalogue. Vol. 13. Marine
lobsters of the world. An annotated andillustrated
PERSANTUNAN catalogue of species of interest to fisheries known to
date. FAO Fisheries Synopsis . 13 (125): 292.
Tulisan ini merupakan bagian dari Penelitian
Developing New Assessment and Policy Frameworks Jennings, S., M.J. Kaiser & J.D. Reynolds. 2001. Marine
for Indonesias Marine Fisheries, Including The Control fishery ecology. Blackwell Sciences, Oxford-US: 417 p.
and Management of Illegal, Unregulated and Unreported
(IUU) Fishing No. FIS/2006/142 dengan sumber dana Junaidi, M, N. Cokrowati & Z. Abidin, 2010. Aspek
dari Hibah Luar Negeri (HLN). Reproduksi Lobster (Panulirus sp.) di Perairan Teluk
Ekas Pulau Lombok. Jurnal Kelautan. 3 (1): 29-36
DAFTAR PUSTAKA
King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and
Aisyah, Badrudin, & S. Triharyuni. 2009. Lobster Seed Management. Fishing News Books: 341p.
Resources in the South Coast of Yogyakarta.
AARD.MMAF.25 p. (Unpubslihed Report) Manik, N. 2009. Hubungan Panjang-berat dan Faktor
Kondisi Ikan Layang (Decapterus russelli) di Perairan
Aisyah & S. Triharyuni. 2010. Production, Size Sekitar Teluk Likupang, Sulawesi Utara. Oseanologi
Distribution, and Length-Weight Relationship of dan Limnologi di Indonesia. 35(1): 65-74
Lobster landed in the South Coast of Yogyakarta,
Indonesia. Ind. Fish. Res.J. 16 (1): 15-24 Mashaii, M, F. Rajabipour & A. Shakouri. 2011. Feeding
Habits of the Scalloped Spiny Lobster, Panulirus
Aninomus. 2011a. Statistik Ekspor Hasil Perikanan. homarus (Linnaeus, 1758) (Decapoda: Palinuridae)
Buku I. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 524 p. from the South East Coast of Iran, Turkish Journal of
Fisheries and Aquatic Sciences. 11: 45-54
Aninomus. 2011b. Statistik Ekspor Hasil Perikanan.
Buku II. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 446 p. Matsuoka, T., T. Nakashima & N. Nagasawa.2005. A
Review of Ghost Fishing: Scientific Approaches to
Bal, D.V. & K.V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata Mc. Evaluation and Solutions. Fisheries Science. 71: 691-
GrawHill Publishing Company Limited, New Delhi: p. 702
5 24. Merta, I.G.S. 1993. Hubungan panjang beratdan faktor
kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru Bleeker, 1853
Effendie, I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka dari perairan Selat Bali. Jur.Pen.Per. Laut ( 73 ) : 35 -
Nusatama. Yogyakarta : 97p. 44.

FAO. 2011-2012.Cultured Aquatic Species Information Mulfizar, Zainal A. Muchlisin & I. Dewiyanti, 2012.
Programme. Panulirus homarus. Cultured Aquatic Hubungan panjang-berat dan faktor kondisi tiga jenis
Species Information Programme. Text by Jones, ikan yang tertangkap di perairan Kuala Gigieng, Aceh
C. In: FAO Fisheries and Aquaculture Besar,Provinsi Aceh. Depik, 1(1):1-9
Department [online]. Rome. Updated 16 September

46
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

Nuraini, S. & B. Sumiono. 2006. Parameter biologi udang Setyono, D.E.D. 2006. Budidaya Pembesaran Udang
barong di pantai selatan Pangandaran, Jawa Barat. Karang (Panulirus spp.). Oseana 31 (4): 39-48
Prosiding Seminar Nasional Perikanan. Universitas Suman, A. & W. Subani. 1993. Pengusahaan Sumberdaya
Gadjah Mada: 9 p. Udang Karang di Perairan Aceh Barat. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut (81): 84-90
Pratiwi, R. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomis Penting.
Oseana, Volume XXXIII (2): 1524 Suman, A., W. Subani & P. Prahoro. 1994. Beberapa
Parameter Biologi Udang Pantung (Panulirus
Raharjo, M.F. Djadja, S.S. Ridwan & A. Johannes, H. 2011. homarus) di Perairan Pangandaran Jawa Barat. Jurnal
Iktiology. Lubuk Agung Bandung: 396 p. Penelitian Perikanan Laut (85): 1-8

Rahman, M., Y. Hossain, A. S. Jewel, M. M. Rahman, S. Tarkan, A.S., Gaygusuz, ., Acipinar, P., Grsoy, C. &
Jasmine, E. M. Abdallah & J. Ohtomi. 2012. Population zulug,M. 2006. Length-weight relationship of fishes
Structure, Length-weight and Length-length from the Marmara region (NW-Turkey). Journal of
Relationships, and Condition Form-Faktors of the Pool Applied Ichthyology 22(4): 271-273.
barb Puntius sophore (Hamilton, 1822) (Cyprinidae)
from the Chalan Beel, North-Central Bangladesh. Sains Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Malaysiana 41(7): 795802 Sumberdaya Ikan (P4KSI). 2012. Developing New
Assessment and Policy Framework for Indonesias
Rao, G.S, R. M.George, M.K. Anil, K.N saleesa, S. Jasmine, Marine Fisheries, Including the Control and
H.J. Kingsly & G.H. Rao. 2010. Cage culture of the Management of Illegal, Unregulated and Unreported
spiny lobster Panulirus homarus (Linnaeus) at Fishing. Laporan Teknis: 111 p.
Vizhinjam,Trivandrum along the south-west coast of
India, Indian J. Fish., 57(1) : 23-29 Zargar,U.R., A. R. Yousuf, B. Mushtaq & D. Jan, 2012.
LengthWeight Relationship of the Crucian carp,
Rypel, A.L. & T.J. Richter. 2008. Emperical percentile Carassius carassius in Relation to Water Quality, Sex
standard weight equation forthe Blacktail Redhorse. and Season in Some Lentic Water Bodies of Kashmir
North American Journal of Fisheries Management Himalayas, Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
28:1843-1846 Sciences 12: 685-691

Suadi, R. Widaningroem, Soeparno, & N. Probosunu. Yusnaini, M.N. Nessa, M. I. Djawad,& D. D. Trijuno. 2009.
2001. Kajian sumber daya lobster di pantai selatan Ciri Morfologi Jenis Kelamin dan Kedewasaan Lobster
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Mutiara (Panulirus ornatus). Torani .Jurnal Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia, Edisi Khusus Kelautan dan Perikanan. 19 (3): 166 174
Crustacea. 1 (2): 33-42.

47
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48

Lampiran 1. Ciri-ciri family Panuridae dan bagian-bagiannya (a), dan Morfologi lobater pasir (Panulirus homarus)
(b)
Apendix 1. The characteristic of family Panuridae (a), and morphology of scalloped spiny lobster (Panulirus
homarus) (b)

48
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

BIOLOGI REPRODUKSI DAN MUSIM PEMIJAHAN IKAN LEMURU (Sardinella


lemuru Bleeker 1853)
DI PERAIRAN SELAT BALI

BIOLOGY REPRODUCTION AND SPAWNING SEASON OF BALI SARDINELLA


(Sardinella lemuru Bleeker 1853) IN BALI STRAIT WATERS

Arief Wujdi1), Suwarso2) dan Wudianto1)


1)
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan-Jakarta
2)
Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-Jakarta
Teregistrasi I tanggal: 31 Mei 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 27 Maret 2013;
Disetujui terbit tanggal: 01 April 2013

ABSTRAK

Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan salah satu jenis ikan pelagis ekonomis penting dari famili Clupeidae
yang banyak tertangkap di perairan Selat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi
reproduksi ikan lemuru. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010-Desember 2011 di Muncar, Kabupaten
Banyuwangi. Hasil penelitian menunjukkan nilai rasio ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan menunjukan
keadaan yang seimbang. Panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan lemuru adalah 18,9 cmFL dan panjang rata-
rata populasi tertangkap (Lc) adalah 14,5 cmFL. Hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad (TKG)
menunjukkan bahwa ikan lemuru yang tertangkap didominasi oleh ikan dalam kondisi belum matang (immature).
Kondisi ikan yang matang gonad ditunjukkan dengan nilai IKG tertinggi yang terjadi pada bulan September 2010
dan 2011 yaitu 5,5% dan 14,4%. Lokasi pemijahan Ikan lemuru diduga terletak pada zona VI yaitu di bagian selatan
selat Bali mendekati paparan Pulau Bali.

KATA KUNCI: Biologi reproduksi, pemijahan, ikan lemuru, Selat Bali

ABSTRACT

Bali sardinella (Sardinella lemuru) is one of the economically important pelagic fish belng to family of clupidae
which caught mostly in the Bali strait waters. The objective of this research is to determine some aspects of
biological reproduction of Bali Sardinella. This research was conducted from August 2010 to December 2011 with
sampling location in Muncar fishing port at Banyuwangi Regency. The composition of male and female for Bali
Sardinella showed an equal sex ratio. The length at first maturity (Lm) is 18.9 cmFL and the Lc-50 is 14.5 cmFL.
Bali Sardinella caught dominantly in immature stage. The matured fish obtained mostly on September with the
highest values of gonado somatic index was found on September 2010 (5.5%) and September 2011 (14.4%).
Location of spawning of Bali sardinella presumably located in the southern part of Bali strait waters near Bali
island.

KEYWORDS: Biological reproduction, spawning, Bali sardinella, Bali Strait.


PENDAHULUAN perkembangan perikanan lemuru ini didukung pula oleh
adanya pabrik-pabrik pengolahan, seperti pengalengan
Perikanan lemuru di perairan Selat Bali berkembang ikan, pemindangan, tepung ikan, serta industri jasa
sangat pesat sejak diperkenalkannya alat tangkap pukat penyimpanan ikan (cold storage) yang terdapat di sekitar
cincin oleh peneliti Lembaga Penelitian Perikanan Laut tempat pendaratan utama, yaitu di Muncar dan
(LPPL) yang sekarang menjadi BPPL yaitu pada tahun Pengambengan.
1972. Sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Selat Bali
terdiri dari berbagai jenis ikan seperti lemuru, layang, Secara umum, tingkat pemanfaatan ikan lemuru di Selat
kembung, tembang dan selar, tetapi yang dominan adalah Bali dari tahun ke tahun terus meningkat. Terjadinya
ikan lemuru (Sardinella lemuru). Hasil tangkapan ikan peningkatan pemanfaatan sumber daya ikan, di samping
lemuru memberi kontribusi yang sangat besar terhadap armada penangkapan (baik ukuran maupun jumlah) yang
total hasil tangkapan pukat cincin di perairan Selat Bali bertambah, disebabkan pula oleh meningkatnya kapasitas
(Merta et al., 2000; Budiharjo et al., 1990; Wudianto, 2001). alat tangkap, mesin penggerak dan pemanfaatan alat bantu
Pada tahun 1998 ikan lemuru memberikan kontribusi penangkapan seperti penggunaan lampu sebagai alat
sebesar 98% terhadap total hasil tangkapan armada pukat bantu pengumpul ikan. Dengan pemanfaatan sumber daya
cincin di Selat Bali (Wudianto, 2001). Pesatnya ikan lemuru yang semakin meningkat, diduga

Korespondensi penulis:
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Jl. Pasir Putih II, Kompleks Bina Samudera, Ancol Timur Jakarta-Utara 49
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

mengakibatkan terjadinya penurunan stok sumberdaya BAHAN DAN METODE


ikan lemuru di perairan Selat Bali. Dengan adanya tekanan
pemanfaatan sumber daya ikan diperkirakan memiliki Pengambilan contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru)
dampak terhadap proses biologi dari ikan tersebut. yang diamati aspek biologinya merupakan hasil tangkapan
pukat cincin yang beroperasi di perairan Selat Bali.
Tulisan ini menguraikan hasil kajian biologi reproduksi Pengambilan contoh ikan dilakukan secara rutin bulanan
ikan lemuru yang selanjutnya dapat digunakan sebagai oleh peneliti dan enumerator mulai bulan Agustus 2010
bahan masukkan bagi upaya pengelolaan terhadap sumber hingga Desember 2011 di Pelabuhan Perikanan Pantai
daya ikan lemuru di wilayah perairan Selat Bali sehingga Muncar, Banyuwangi. Ikan contoh diambil secara acak
pemanfaatan sumber daya ikan tersebut dapat dilakukan melalui pengukuran sistematis dengan mengikuti standar
secara berkelanjutan. prosedur pengambilan contoh dan pengukuran menurut
Suwarso (2010). Daerah penangkapan ikan lemuru
menyebar di perairan Selat Bali dan dapat dikelompokkan
seperti pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Daerah penangkapan ikan lemuru (S.lemuru) di Selat Bali


Figure 1. Fishing ground of Bali sardinella (S.lemuru) in Bali Strait waters
Keterangan/Remarks:
Zona I : Karang Ente, Tanjung Pasir, Ujung Angguk;
Zona II : Sembulungan, Anyir, Watu Layar, Sekeben, Senggrong, Klosot, Prepat, Lampu Kelip, Kapal pecah;
Zona III : Teluk Pang-pang (khusus bagan);
Zona IV : Blimbing Sari, Bomo;
Zona V : Pengambengan, Kayu Gede;
Zona VI : Bukit, Benoa, Jimbaran, Pemancar;
Zona VII : Grajagan, Pancer, Watu loro (Samudera Hindia).

Prosedur Pra Pengambilan Contoh Pengambilan contoh ikan menggunakan metode acak
proporsional menurut kelas panjang dimana setiap ukuran
Berdasarkan pengamatan pra sampling yang kelas panjang diwakili oleh jumlah ikan contoh yang sama.
dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 menunjukkan Pengambilan contoh dilakukan setiap bulan sebanyak 30-
bahwa gonad jantan dan betina ikan lemuru kategori 600 ekor/bulan (rata-rata 238 ekor/bulan). Karakter
dewasa (adult) sudah dapat dibedakan pada ukuran mulai individu yang diukur meliputi jenis kelamin, panjang total
13-14 cmFL. Untuk ukuran dibawah panjang tersebut pada (TL) dan panjang cagak (FL) dalam centimeter, bobot tubuh
umumnya belum dewasa dan ciri-ciri gonad jantan dan dalam keadaan segar (gram), tingkat kematangan gonad,
betina belum dapat dibedakan secara jelas. Oleh karena dan bobot gonad segar (gram). Tingkat kematangan gonad
itu, pengambilan contoh ikan untuk diamati tingkat diamati secara visual mengikuti skala kematangan gonad
kematangan gonadnya dilakukan terhadap ikan yang standard (five point maturity scale for partial spawners)
berukuran > 13 cmFL. yang mengacu pada Holden & Raitt (1974) seperti disajikan
pada Tabel 1. Tambahan sampel juga dilakukan untuk
melengkapi kekurangan ikan contoh pada ukuran tertentu
terutama ikan yang berukuran besar (>17 cmFL).

50
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

Tabel 1. Deskripsi tingkat kematangan gonad


Table 1. Description of gonad maturity stages

Stadium/ Status/ Keterangan/Remarks


Stage Condition
I Belum matang/ Ovari dan testes kira-kira 1/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna
Immature kemerah-merahan bening. Testes berwarna keputih-putihan. Telur
tidak terlihat dengan mata telanjang
II Perkembangan/ Ovari dan testes kira-kira panjang rongga badan, bening atau jernih.
Developing Testes keputih-putihan, kurang lebih simetris. Telur tidak terlihat
dengan mata telanjang
III Pematangan/ Ovari dan testes kira-kira 2/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna
Ripening kuning kemerah-merahan dan butiran telur mulai kelihatan. Testes
keputih-putihan sampai krem. Tidak ada telur yang tembus cahaya atau
jernih.
IV Matang/ Ovari dan testes 2/3 sampai memenuhi rongga badan. Ovari berwarna
Ripe or Fully Mature merah jambu/orange dengan pembuluh darah terlihat jelas di
permukaannya. Terlihat telur yang masak dan tembus cahaya. Testes
keputih-putihan/krem dan lembut
V Mijah salin/ Ovari dan testes mengerut sampai menjadi kira-kira rongga badan.
Spent Dinding-dinding mengendur. Ovari dapat mengandung sisa-sisa telur
Sumber/Source: Holden & Raitt (1974).

Analisis Data
[ ]
M = antilog m 1,96 var(m ) ...................(3)
Penentuan musim pemijahan dianalisis berdasarkan
pada pola fluktuasi bulanan dari nilai Indeks Kematangan dimana:
Gonad (IKG) atau gonado somatic index (GSI) dengan m = log panjang ikan saat pertama matang gonad
perhitungan menurut Effendie (2002): M = anti Log dari m
Xk = log ukuran ikan di mana 100% ikan contoh sudah
matang
...................................... (1) X = pertambahan log panjang nilai tengah kelas
pi = proporsi ikan matang pada kelompok ke-i
dimana: Wg = bobot gonad segar (gram)
W = bobot tubuh ikan (gram) HASIL DAN BAHASAN

Ukuran panjang pertama kali lemuru tertangkap (length HASIL


at first capture atau Lc) diperoleh dengan cara
memplotkan frekuensi kumulatif ikan yang tertangkap Nisbah Kelamin Berdasarkan Struktur Ukuran dan
dengan panjang cagak sehingga akan diperoleh kurva Daerah Penangkapan
logistik baku, dimana titik potong antara kurva logistik
baku dengan 50% frekuensi kumulatif merupakan nilai rata- Contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang diamati
rata ukuran panjang ikan yang tertangkap. dalam penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 2.851
ekor, terdiri dari 2.620 ekor ikan dewasa (adults) dan 231
Ukuran panjang saat pertama kali ikan lemuru mencapai ikan muda (sub adults). Ikan lemuru memiliki ukuran
kematangan gonad (Lm) dihitung mengikuti metode panjang cagak dengan nilai tengah berkisar antara 13,5-
Spearman-Karber menurut Udupa (1986) pada persamaan 19,5 cmFL. Sampel ikan lemuru terbanyak ditangkap dari
(2). Asumsi yang digunakan adalah tingkat kematangan daerah penangkapan zona II yaitu sebanyak 43,07%,
gonad III (ripening) juga dianggap sebagai ikan-ikan yang kemudian zona I (22,80%) dan zona VI (18,69%), sedangkan
mature, hal ini dipertimbangkan karena ikan lemuru dengan yang tertangkap di zona V dan VII berturut-turut adalah
kondisi TKG IV (mature) jumlahnya sangat sedikit. 7,3% dan 1,79%. Ikan lemuru yang tertangkap di daerah
yang tidak diketahui daerah penangkapannya (unknown
m=(Xk+X/2)-(X.Spi ) ...................................... (2) zone) sebanyak 6,31%.
Kisaran panjang ikan pertama kali matang gonad
diperoleh dari nilai antilog m (M) pada selang kepercayaan Secara keseluruhan nisbah kelamin ikan lemuru jantan
95% : dan betina pada penelitian ini adalah 1:1,09 (Gambar 2).

51
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

Jumlah ikan jantan keseluruhan adalah 1.353 ekor, betina pada struktur ukuran ikan terjadi perbedaan yang
1.475 ekor, sedangkan sisanya 23 ekor tidak teridentifikasi. signifikan pada nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan
Dengan uji khi-kuadrat menunjukkan bahwa rasio jenis betina terutama pada ikan yang berukuran besar, dimana
kelamin ikan lemuru tidak berbeda nyata dan berada dalam ikan lemuru betina lebih banyak dari pada jantan (Gambar
keadaan seimbang. Namun demikian apabila didasarkan 2a).
100% 100%
90% 90%
80% 80%
70% 70%
60% 60%
50% 50%
Male Male
40% 40%
Female Female
30% 30%

20% 20%

10% 10%

0% 0%
14.0-15.0 15.0-16.0 16.0-17.0 17.0-18.0 18.0-19.0 19.0-20.0 Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
(521) (678) (840) (519) (51) (2) (a) (627) (1057) (209) (527) (51) (149) (b)

Gambar 2. Rasio jenis kelamin ikan lemuru menurut: a) struktur ukuran dan (b) daerah penangkapan
Figure 2. Sex Ratio of Bali Sardinella according to: a) size structure and b) fishing ground

Rata-rata Ukuran Panjang Populasi Tertangkap (Lc) dan TKG, IKG dan Musim Pemijahan
Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Secara umum terdapat korelasi antara ukuran panjang
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ikan dengan tingkat kematangan gonad ikan. Semakin besar
lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali memiliki rata- ukuran ikan semakin berkembang pula tingkat kematangan
rata ukuran panjang (Lc) sebesar 14,23 cm (Gambar 3). gonadnya. Tingkat kematangan gonad juga berpengaruh
Ikan lemuru betina mengalami matang gonad untuk pada indeks kematangan gonad, yaitu semakin matang
pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 18,9 cm atau gonad ikan maka indeks kematangan gonad semakin tinggi
pada kisaran antara 18,4-19,4 cm. Sedangkan ikan lemuru (Gambar 4). Hasil pengamatan visual tingkat kematangan
jantan berada dalam kondisi matang gonad untuk pertama gonad (TKG) menunjukkan lebih dari 90% ikan lemuru
kalinya pada ukuran panjang 17,78 cm. Hasil penelitian ini betina dan jantan adalah ikan-ikan belum matang (TKG I
menunjukkan bahwa ikan lemuru betina mengalami matang dan II). Ikan lemuru immature ditemukan di seluruh zona
gonad pada ukuran yang lebih besar dibandingkan ikan penangkapan di Selat Bali. Ikan lemuru betina dengan
lemuru jantan. gonad yang sudah matang (TKG III dan IV) ditemukan
pada perairan Selat Bali bagian selatan atau zona I dan VI
100 masing-masing 19 dan 48 ekor. Sedangkan ikan lemuru
Frekuensi kumulatif / Cumulative frequency (%)

90 jantan yang matang gonad ditemukan pada zona I, II dan


80 VI masing-masing berjumlah 22, 19 dan 14 ekor. Sedangkan
70 tahapan mijah salin (spent) ditemukan pada bulan
60
November 2010 dan September 2011 (Gambar 5).
50
14,23 cm Perkembangan kematangan gonad pada umumnya
40
ditunjukkan oleh indeks kematangan gonad (Gonad
30
somatic index atau GSI) yang nilainya berfluktuasi setiap
20 bulan. Hasil pengamatan menunjukkan GSI ikan betina
10 berkisar antara 0,0314,4% (rata-rata 0,53%), sedangkan
0 pada ikan jantan GSI antara 0,0210,7% (rata-rata 0,47%).
6 8 10 12 14 16 18 20 22
Gonad somatic index ikan lemuru jantan dan betina
Panjang cagak / Fork length (cm)
memiliki puncak pada bulan September (2010 & 2011),
kemudian menurun pada bulan Oktober. NIlai GSI pada
Gambar 3.Frekuensi kumulatif dari distribusi frekuensi panjang bulan September 2010 dan 2011 berturut-turut adalah 5,5%
ikan lemuru di perairan Selat Bali dan 14,4%.
Figure 3. Cumulative frequency of the length frequency
distribution of Bali sardinella caught from Bali Strait
waters

52
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

22.0 15
(a) (b)
Panjang cagak / Fork-length (cm)
20.0
12
18.0
9

IKG / GSI (%)


16.0 Min Min
Mean 6 Mean
14.0
Max Max
12.0 3

10.0 0
I II III IV V I II III IV V

TKG / Gonad stage maturity TKG / Gonad stage maturity

Gambar 4. Perkembangan tingkat kematangan gonad berdasarkan (a) ukuran panjang dan (b) nilai GSI pada ikan lemuru
betina
Figure 4. Development of gonad maturity state according to (a) length of fish and (b) GSI for female of Bali
sardinella

(a) (b)
100% 100%
Persentase TKG / Percentage of gonad

Persentase TKG / Percentage of gonad

80% 80%
60% 60%
maturity stage (%)

maturity stage (%)

40% 40%
20% 20%
0% 0%
Feb
Nov
Dec

Nov
Dec

May
Aug
Sep

Aug
Sep
Jul
Mar
Apr
Jan

Jun

Oct

Feb

Oct
May

Nov
Dec

Jul

Nov
Dec
Aug
Sep

Aug
Sep
Mar
Apr
Oct

Oct

Jan

Jun
2010 2011 2010 2011
Bulan/Month Bulan/Month
Immature Developing Maturing Ripe Spent Immature Developing Maturing Ripe Spent

(a) (b)
100% 100%
Persentase TKG / percentage of gonad

Persentase TKG / percentage of gonad

80% 80%

60% 60%
maturity stage (%)

maturity stage (%)

40% 40%

20% 20%

0% 0%
Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
Daerah penangkapan/fishing ground Daerah penangkapan/fishing ground

Immature Developing Maturing Ripe Spent Immature Developing Maturing Ripe Spent

Gambar 5. Tingkat kematangan gonad ikan lemuru menurut bulan penelitian dan zona penangkapan; (a) betina dan (b)
jantan
Figure 5. Gonad maturity stage of bali sardinella based on month and fishing zone; (a) female and (b) male

53
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

(a) (b)
16.0 16.0

12.0 12.0
GSI (%)

GSI (%)
8.0 8.0

4.0 4.0

0.0 0.0
Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2010 2011 2010 2011


Bulan/Month Bulan/Month

16.0
(a) 16.0
(b)

12.0 12.0
GSI (%)

GSI (%)
8.0 8.0

4.0 4.0

0.0 0.0
Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
Daerah penangkapan/fishing ground Daerah penangkapan/fishing ground

Gambar 6. Fluktuasi indeks kematangan gonad ikan lemuru (S.lemuru) menurut waktu penelitian dan zona penangkapan:
(a) betina dan (b) jantan
Figure 6. Fluctuation of gonado somatic index of Bali sardinella (S.lemuru) based on month and fishing zone: (a)
female and (b) male

BAHASAN banyak dari ikan jantan. Sedikitnya jumlah ikan jantan


diduga disebabkan umur ikan jantan telah memasuki
Pengamatan terhadap nibah kelamin ikan lemuru sangat penuaan dan lebih cepat mati akibat laju pertumbuhannya
penting karena untuk mengetahui keseimbangan populasi yang lebih cepat daripada ikan betina. Menurut Balan
ikan jantan dan betina. Hasil penelitian tentang nisbah (1973) dalam Merta (1992a) & Dulkhead (1968), rasio ikan
kelamin ikan lemuru saat ini sama dengan penelitian oleh jantan dan betina ikan Sardinella longiceps yang
Merta (1992a) yang menyebutkan bahwa jumlah ikan tertangkap di perairan Mangalore dan Kochin (India) tidak
lemuru betina sedikit lebih banyak dibanding ikan jantan berbeda nyata. Untuk ikan yang belum matang gonad,
pada Agustus 1989 hingga Juli 1990. Namun dengan uji ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan, sedangkan
chi-kuadrat didapatkan hasil nisbah kelamin ikan lemuru untuk ikan-ikan yang telah memijah (spent) adalah
jantan dan betina berada dalam keadaan seimbang. Kondisi sebaliknya (Radhakhrisnan, 1969 dalam Merta, 1992).
nisbah kelamin yang seimbang secara keseluruhan juga Fenomena ini disebabkan ikan-ikan betina mortalitasnya
ditemukan oleh Ritterbush (1975) & Setyohadi (2010) di lebih tinggi saat setelah memijah (Bal & Rao, 1984 dalam
perairan Selat Bali; Mahrus (1995) di perairan Selat Alas; Merta, 1992).
Burhanuddin et al. (1984) pada Sardinella sirm di Pulau
Panggang; Tampubolon et al. (2002) pada Sardinella Rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (length
longiceps di Teluk Sibolga. Nisbah kelamin digunakan at first maturity) didefinisikan sebagai ukuran panjang
untuk melihat populasi ikan dalam mempertahankan dimana diperoleh 50% kumulatif persen frekuensi ikan
kelestariannya. Agar kelestarian populasi tetap terjaga dalam kondisi matang gonad. Ikan lemuru betina memiliki
idealnya rasio jenis kelamin berada pada keadaan seimbang ukuran yang lebih panjang dibanding ikan lemuru jantan
atau jumlah ikan betina lebih banyak (Wahyuono et al., pada saat pertama matang gonad. Menurut Udupa (1986),
1983). ukuran ikan pada waktu matang gonad pertama (Lm)
adalah bervariasi antar spesies dan di dalam spesies itu
Perbandingan rasio kelamin ikan lemuru pada tiap sendiri sehingga ikan-ikan pada kohort atau ukuran yang
kelompok ukuran dan zona daerah penangkapan sama tidaklah perlu mendapatkan kematangan gonadnya
cenderung berbeda. Pada kelompok ukuran 13,0-16,9 cmFL yang pertama pada suatu umur atau panjang yang sama
rasio jenis kelamin jantan dan betina cenderung seimbang. pula. Nilai Lm ikan lemuru jantan dan betina pada penelitian
Sedangkan pada kelompok 17,0-19,9 cmFL rasio jenis ini berturut-turut adalah 17,78 dan 18,91. Menurut Wujdi
kelamin berada dalam kondisi tidak seimbang dimana ikan et al. (2012), ukuran tersebut dicapai pada saat ikan lemuru
betina lebih banyak dibanding jantan. Pada daerah di perairan Selat Bali berumur antara 1,4 hingga 2 tahun.
penangkapan zona II, V dan VI ikan lemuru betina lebih Merta & Badrudin (1992) mendapatkan nilai Lm yang lebih

54
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

kecil yaitu 17,6 cm untuk ikan lemuru betina. Sedangkan menyebar pada Zona VI (bagian selatan perairan Selat
Setyohadi (2010) memperoleh nilai Lm ikan lemuru betina Bali dekat paparan pulau Bali). Oleh karena itu, nelayan
pada ukuran 17,5 cmTL. Secara umum ikan lemuru disarankan untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan
mengalami kematangan gonad yang pertama terjadi pada di wilayah tersebut pada periode bulan September hingga
kisaran panjang antara 65-75% dari panjang maksimum November. Hal ini senada dengan hasil penelitian
(Setyohadi, 2010). Wudianto (2001), dimana sebaiknya nelayan tidak
melakukan penangkapan pada saat ikan lemuru masih
Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata ukuran ikan berukuran kecil (sempenit) yaitu antara bulan September
lemuru yang tertangkap (Lc) dengan ukuran panjang hingga Oktober. Menurut Merta et al. (2000) semakin ke
cagak 14,23 cm atau saat ikan berumur antara 0,8 sampai 1 selatan ukuran ikan lemuru yang ditemukan semakin besar.
tahun (Wujdi et al., 2012). Nilai Lc pada penelitian ini lebih Sedangkan Wudianto (2001) melalui survey akustik
kecil dibandingkan hasil penelitian Setyohadi et al. (1998), menemukan ikan lemuru berukuran besar (>17cm)
dimana diperoleh nilai Lc = 15,9 cm. Dwiponggo et al. terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan Selat Bali.
(1986) memperoleh Lc yang lebih kecil daripada penelitian Terdapat perbedaan musim pemijahan pada periode
ini yaitu 13,5 cm. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi penelitian Agustus 2010-Desember 2011 dengan penelitian
oleh perbedaan distribusi panjang ikan yang menjadi sebelumnya. Menurut Merta (1992b), berdasarkan
contoh saat pengamatan. Disamping itu juga dipengaruhi pengamatan visual terhadap gonad dan kondisi memijah
oleh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap salin (spent) pada ikan lemuru betina musim pemijahan
ikan lemuru. Sampel ikan yang tertangkap oleh alat tangkap ikan lemuru di Selat Bali terjadi dalam beberapa bulan,
bagan dan payang biasanya memiliki ukuran yang lebih yaitu Mei sampai Agustus dan September dengan
kecil. puncaknya terjadi pada bulan Juli. Menurut Dwiponggo
(1972), Ritterbush (1975) dan Burhanuddin, et al. (1984),
Panjang ikan lemuru pertama kali tertangkap pada musim pemijahan ikan lemuru bertepatan dengan
penelitian ini lebih kecil dari ukuran panjang ikan pertama terjadinya proses penaikan air laut (upwelling) di perairan
kali matang gonad (Lc < Lm). Hasil ini menunjukkan bahwa Selat Bali. Selanjutnya menurut Burhanuddin & Praseno
ikan-ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat (1982), upwelling terjadi pada musim timur yaitu pada
tangkap pukat cincin kebanyakan ikan muda dan belum bulan Juni-Agustus. Dengan adanya proses penaikan
mengalami matang gonad (immature). Hal ini diduga massa air (upwelling) diperkirakan tersedia nutrient yang
disebabkan oleh ukuran mata jaring pukat cincin yang cukup di perairan Selat Bali sehingga ikan lemuru
digunakan terlalu kecil yaitu sekitar inchi dan melakukan pemijahan pada waktu yang bertepatan dengan
dioperasikan di daerah-daerah dan waktu-waktu yang terjadinya upwelling.
bertepatan dengan melimpahnya ikan lemuru muda. Terkait
dengan hal tersebut diatas disarankan penggunaan alat KESIMPULAN
tangkap pukat cincin dapat menggunakan mata jaring yang
lebih besar daripada mata jaring yang digunakan pada 1. Rasio jenis kelamin ikan lemuru jantan dan betina
saat ini. Apabila kegiatan penangkapan pukat cincin terus secara keseluruhan adalah seimbang dan pada ikan
menggunakan mata jaring dengan ukuran seperti saat ini yang matang gonad jenis kelamin betina lebih banyak
dikhawatirkan akan mengakibatkan proses rekruitmen dibandingkan jantan sehingga kelangsungan
terhambat karena banyaknya ikan tertangkap yang belum rekruitmen dapat terjaga.
matang gonad. 2. Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad
(Lm) ikan lemuru lebih besar daripada ukuran panjang
Ukuran rata-rata ikan betina semakin besar sesuai populasi tertangkap (Lc). Dengan demikian sebagian
dengan tingkat kematangannya yang disebabkan oleh besar ikan lemuru tertangkap belum memijah. Hal ini
pertambahan berat gonad dan ukuran telur sehingga ikan sangat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan
yang gonadnya semakin matang akan memiliki Indeks lemuru.
Kematangan Gonad yang semakin tinggi pula. Sangat 3. Indeks kematangan gonad ikan lemuru berfluktuasi dan
rendahnya nilai GSI rata-rata tersebut menunjukkan terlalu memiliki nilai tertinggi pada bulan September 2010
banyaknya ikan tertangkap berukuran kecil yang (5,5%) dan September 2011 (14,4%). Adapun musim
umumnya masih dalam kondisi belum matang gonad pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan
(immature) dengan berat gonad yang masih ringan. September hingga Oktober atau November berlokasi
Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa distribusi nilai di bagian selatan perairan Selat Bali mendekati paparan
TKG dan IKG ikan memiliki nilai tertinggi pada bulan pulau Bali. Sebaiknya wilayah ini perlu dilindungi
September. Berdasarkan hal tersebut musim pemijahan ikan dengan cara penutupan area (closing area) atau
lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga 1 penutupan musim (closing season) sehingga
atau 2 bulan setelahnya (Oktober atau November) dan spawning stock ikan lemuru dapat terjamin.

55
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

PERSANTUNAN ___________. 1992a. Beberapa Parameter Biologi Ikan


Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) dari Perairan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. (67): p.
penelitian Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Lemuru di 1-10.
Selat Bali kerjasama penelitian antara Kementerian
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan ___________. 1992b. Review Of The Lemuru In The Bali
Kerajaan Norwegia pada tahun 2010-2011 dengan judul Strait. Journal Marine Resources Fisheries. Inst. 67:
Capacity Buliding in Fisheries and Aquaculture. Penulis 91-105.
mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Norwegia
atas bantuan dana untuk penelitian ini. Merta, I.G.S & M. Badrudin. 1992. Dinamika Populasi dan
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lemuru di Perairan
DAFTAR PUSTAKA Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. (65): 1-9.

Burhanuddin & D.P. Praseno. 1982. Lingkungan Perairan Merta, I.G.S, K. Widana, Yunizal & R. Basuki. 2000. Status
Selat Bali. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, of the lemuru fishery in Bali Strait; Its development
Banyuwangi 18-21 januari 1982. p. 27-32. and progress. Papers presented at the workshop on
the fishery and the management of Bali Sardinella
Burhanuddin, M. Hutomo, S. Martosewojo & R. (Sardinella lemuru) in Bali Strait, Denpasar 6-8 April
Moeljanto. 1984. Sumberdaya Ikan Lemuru. LON-LIPI, 1999. FAO. Rome. 76 p.
Jakarta. 70 p.
Ritterbush, S.W. 1975. An Assessment of Population
Dulkhead, M.H. 1968. Sex Ratio and Maturity Stages of Biology of The Bali Strait Lemuru Fishery. LPPL. 1/
the Oil Sardine, Sardinella longiceps Val from 75-PL. 051/75. 37 p.
Mangalore Zone. Indian Journal Fisheries. 15 (1&2):
116-126. Setyohadi, D., D. Sutipto, & D.G.R. Wiadnya, 1998. Dinamika
populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) serta
Dwiponggo, A. 1972. Perikanan dan penelitian alternatif pengelolaannya. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu
pendahuluan kecepatan pertumbuhan lemuru Hayati. Lembaga Penelitian Unibraw. 10 (1): 91-104.
(Sardinella longiceps) di Muncar, Selat Bali. LPPL
(021): p. 117-143. Setyohadi, D. 2010. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali: Analisis
Dwiponggo, A., T. Hariati, S. Banon, M.L. Palomares, & Simulasi Kebijakan Pengelolaan 2008-2020. Disertasi
D. Pauly. 1986. Growth, mortality and recruitment of (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Fakultas
commercially important fishes and penaeid shrimp in Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 339 p.
Indonesia waters. ICLARM Technical Report. 17. 91 p.
Suwarso. 2010. Recording of Catch Landings and Fishery
Effendie, I. M. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Modeling. Sampling Procedure. Pusat Penelitian
Nusantara. Bogor. 163 p. Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya
Ikan. Balitbang Kelautan dan Perikanan. 3 p.
Holden, M. J., & D. F. S. Raitt. 1974. Manual of fisheries
science. Part 2: Methods of recources investigation Tampubolon, R.V., Sutrisno. S., & M.F. Rahardjo. 2002.
and their application. FAO Fish. Tech. Pap. (115): 214 p. Aspek Biologi Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan
Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di Perairan Teluk
Mahrus. 1995. Studi tentang Reproduksi Ikan Lemuru Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2 (1): 1-7.
(S. lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Alas, Nusa
Tenggara Barat. Thesis (Tidak dipublikasikan). Udupa, K. S. 1986. Statistical method of estimating the
Program Pascasarjana, Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. size of first maturity in fish. Fishbyte. ICLARM. Manila.
84 p. 4 (2): 8-10.

Merta, I.G.S. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru, Wahyuono, H., S. Budihardjo, Wudianto, & R. Rustam.
Sardinella lemuru Bleeker 1853. (Pisces: Clupeidae) di 1983. Pengamatan parameter biologi beberapa jenis
Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. ikan demersal di perairan Selat Malaka, Sumatera Utara.
Disertasi (Tidak dipublikasikan). Program Pasca Laporan Penelitian Perikanan Laut. 26: 29-48.
Sarjana-IPB. Bogor. 201 p.

56
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57

Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Wujdi, A. Suwarso & Wudianto. 2012. Beberapa Parameter
Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Perairan Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru, Bleeker 1853)
Selat Bali; Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. di Perairan Selat Bali. Bawal. 4 (3): 177-184.
Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Program
Pascasarjana IPB. Bogor. 215 p.

57
58
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

STRUKTUR UKURAN IKAN DAN PARAMETER POPULASI MADIDIHANG (Thunnus


albacares) DI PERAIRAN LAUT BANDA

SIZE DISTRIBUTION AND POPULATION PARAMETERS OF YELLOWFIN TUNA


(Thunnus albacares) IN BANDA SEA

Adrian Damora dan Baihaqi


Peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta
Teregistrasi I tanggal: 20 Februari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 14 Maret2013;
Disetujui terbit tanggal: 18 Maret 2013

ABSTRAK

Laut Banda merupakan salah satu wilayah yang menjadi alur migrasi dari beberapa jenis ikan tuna, di antaranya
ikan madidihang (Thunnus albacares). Hal ini menyebabkan Laut Banda menjadi salah satu daerah penangkapan
ikan madidihang yang potensial. Namun, seiring terus meningkatnya tekanan penangkapan, sering kali ikan madidihang
muda tertangkap. Hal ini tentunya akan mengancam kelestarian sumber daya ikan ini. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengungkapkan struktur ukuran dan parameter populasi ikan madidihang di perairan Laut Banda. Penelitian
dilakukan pada 5.609 ekor ikan contoh sejak bulan Februari sampai dengan Desember 2011. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode survei dengan aplikasi model analitik menggunakan program ELEFAN I. Hasil
penelitian menunjukkan panjang cagak ikan madidihang berada pada kisaran 55-215 cm, dengan panjang pertama
kali tertangkap (Lc) sebesar 131,85 cmFL. Parameter pertumbuhan von Bertalanffy untuk laju pertumbuhan (K),
lebar karapas asimptotik (L) dan umur ikan madidihang pada saat panjang ke-0 (t0), masing-masing sebesar 0,51/
tahun, 223 cmFL dan -0,1841 tahun. Persamaan kurva pertumbuhan sebagai Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)]. Parameter
mortalitas menunjukkan laju kematian total (Z) 2,4/tahun, laju kematian alamiah (M) 0,68/tahun dan laju kematian
karena penangkapan (F) 1,79/tahun.

KATA KUNCI : Stuktur ukuran, pertumbuhan, ikan madidihang, Laut Banda

ABSTRACT

Banda Sea is the one of migration area of some tuna species, including yellowfin tuna (T. albacares). This led
the Banda Sea to be the yellowfin tuna fishing ground potential. However, with the increasing fishing pressure, often
times young yellowfin tuna caught. This case will threaten the sustainability of the resources. The purpose of the
study was to identify the size distribution and population parameters of yellowfin tuna in Banda Sea. This study was
conducted of 5.609 samples during February until December 2011. The data were analyzed using the analytical
model application with ELEFAN I program. The results showed that fork length of yellowfin tuna in 55-215 cm
range with the length of first capture (Lc) was 131,85 cm FL. The von Bertalanffys growth parameters, K, L, and
t0 were 0,51 yr-1, 223 cm FL and -0,1841 yr. The growth curve were Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)], respectively.
Instantenous mortality parameters, total mortality rate (Z) and natural mortality rate (M) and fishing mortality rate
(F) were 2,4 yr-1, 0,68 yr-1 and 1,79 yr-1, respectively.

KEYWORDS: Size distribution, growth, yellowfin tuna, Banda Sea

PENDAHULUAN sumber daya ikan tuna tersebut cenderung melewati


perairan Indonesia sepanjang tahun dan di antara jenis
Letak geografis Indonesia yang berada di antara ikan tuna yang ada, ikan madidihang (Thunnus albacares)
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menyebabkan merupakan jenis yang dominan tertangkap di perairan
perairan Indonesia memiliki sebagian besar jenis ikan yang Indonesia, selain jenis ikan tuna mata besar (T. obesus)
juga berada di kedua samudera tersebut, termasuk di dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) (Comitini &
antaranya jenis tuna. Dilihat dari peta penyebarannya, Hardjolukito, 1986).

Korespondensi penulis:
Balai Penelitian Perikanan Laut
Jl. Muara Baru Ujung Komplek Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman - Jakarta Utara, Email: 59
Damora & Baihaqi/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

Gambar 1. Jalur migrasi ikan-ikan tuna di barat-tengah Samudera Pasifik.


Figure 1. Migration routes of tunas in the western-central Pacific.
(Morgan & Valencia 1983 in Comitini & Hardjolukito, 1986).

Ikan madidihang (T. albacares) dapat mencapai Laut Banda merupakan alur migrasi sekaligus daerah
panjang lebih dari 2 meter (Uktolseja, 1987). Jenis tuna ini mencari makanan bagi ikan-ikan tuna, khususnya ikan
menyebar di perairan dengan suhu yang berkisar antara madidihang.
17-31oC dengan suhu optimum yang berkisar antara 19-
23oC (Nontji, 1993), sedangkan suhu yang baik untuk Penelitian tentang ikan madidihang telah banyak
kegiatan penangkapan berkisar antara 20-28oC (Hela & dilakukan secara ekstensif di beberapa perairan samudera,
Laevastu, 1970). Ikan ini memiliki dua cuping (bagian yang di antaranya di wilayah selatan, barat laut, dan
tidak bertulang) di antara kedua sirip perutnya. Sirip dubur pertengahan Samudera Altantik. Di lingkup wilayah
berjari-jari 14-15 cm, diikuti 7-10 jari-jari sirip tambahan. Indonesia pun, penelitian terhadap ikan ini telah dilakukan
Satu lunas kuat pada batang sirip ekor diapit dua lunas di wilayah timur Indonesia, seperti di perairan Bacan, utara
kecil pada ujungnya. Untuk jenis dewasa, sirip punggung Sulawesi, dan tentunya Laut Banda. Mengingat sifat ikan
kedua dan dubur tumbuh sangat panjang dengan sirip ini yang beruaya jauh hingga lintas samudera
dada cukup panjang. Badan bersisik kecil-kecil, korselet (transboundary species), maka penelitian-penelitian terkait
bersisik agak besar tetapi tidak nyata. Warna badan bagian dengan populasi ikan madidihang mutlak dilakukan oleh
atas gelap keabuan dan kuning perak pada bagian bawah. negara-negara yang dilaluinya. Hal ini untuk mendukung
Sirip-sirip punggung, perut dan sirip tambahan berwarna pola pemanfaatannya yang berkelanjutan. Salah satu aspek
kuning cerah serta berpinggiran warna gelap (Ollivia, 2002). yang penting untuk diteliti adalah struktur ukuran ikan-
ikan yang tertangkap.
Sejak tahun 1962, kegiatan penangkapan tuna dunia
terus mengalami peningkatan. Direktorat Jenderal BAHAN DAN METODE
Perikanan menyatakan pada tahun 1983 potensi tahunan
perikanan tuna di perairan di bawah 200 mil dan perairan Penelitian didasarkan pada data hasil pengambilan
kepulauan diestimasi sebesar 80.000 ton dan sebesar contoh ikan madidihang (T. albacares) di perairan Laut
21.300 ton sudah tereksploitasi. Dari 59.700 ton sumber Banda pada bulan Februari-Desember 2011 dengan metode
daya yang belum tereksploitasi, sebesar 12.400 ton survei terhadap 5.609 ekor contoh ikan madidihang yang
bermigrasi di sekitar Laut Banda dan 47.300 ton bermigrasi ditangkap oleh alat tangkap pancing ulur. Pengambilan
di Zona Ekonomi Eksklusif antara Samudera Hindia dan data dilakukan dengan bantuan tenaga enumerator.
Samudera Pasifik (Comitini & Hardjolukito, 1986). Dari Pengamatan biometrik ikan yang dilakukan dengan
informasi tersebut, terlihat bahwa Laut Banda memiliki mengukur panjang cagak (fork length).
peran penting dalam perikanan tuna di Indonesia, di mana

60
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

Gambar 2. Lokasi penelitian di perairan Laut Banda.


Figure 2. Research site in Banda Sea.

Parameter pertumbuhan (K dan L ) ditentukan dengan Laju kematian total (Z) diduga dengan metode kurva
metode ELEFAN I (Gayanilo et al., 1994) didasari melalui hasil tangkapan (catch curve) yang menggunakan slope
persamaan von Bertalanffy sebagai berikut: (b) dan Ln N/t dengan umur relatif sesuai dengan rumus
Pauly (1980) sebagai berikut:
Lt = L (1 e K (t to)) ..................................................(3)
Ln N/t = a Zt ......................................................... (8)
dimana:
Lt = panjang cagak ikan saat umur ke-t (cm) dimana:
L = panjang cagak asimptotik ikan (cm) N = banyaknya ikan madidihang pada waktu t
K = laju pertumbuhan ikan t = waktu yang diperlukan untuk tumbuh suatu kelas
panjang
Parameter pertumbuhan t0 dihitung melalui persamaan a = hasil tangkapan yang dikonversikan terhadap
Pauly (1987) in Sparre & Venema (1992) sebagai berikut: panjang

log (-t0) = -0,3922 - 0,2752 log (L ) Sementara itu kematian alamiah ikan diduga dengan
- 1,038 log (K) ................................................... (4) menggunakan rumus empiris Pauly (1980) sebagai berikut:

Kemudian dengan mengestimasi melalui metode Log M= -0,0066-0,279 Log + 0,654 Log K + 0,4534
Gulland & Holt (1959) in Sparre & Venema (1992), Log T ......................................................... (9)
persamaan di atas diturunkan menjadi persamaan berikut:
dimana:
M = laju kematian alamiah
= KL K .............................................. (5) L = panjang cagak ikan maksimum (cm)
K = laju pertumbuhan (cm/tahun)
Dengan menganggap sebagai y, KL sebagai a dan T = suhu rata-rata (oC)
K sebagai b, maka nilai L dapat diestimasi melalui
persamaan: Untuk nilai laju kematian karena penangkapan
diperoleh dengan mengurangi laju kematian total (Z)
L = .................................................... (6) dengan laju kematian alamiah (M) atau F=Z-M dan laju
pengusahaan (E) dihitung sebagai E=F/Z (Sparre &
dan nilai K diestimasi melalui persamaan: Venema, 1992). Panjang pertama kali ikan tertangkap (Lc)
didapatkan dengan cara memplotkan frekuensi kumulatif
K = b ....................................................................(7) dengan setiap panjang cagak ikan, sehingga akan

61
Damora & Baihaqi/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

diperoleh kurva logistik baku, dimana titik potong antara Gambar 3 juga menunjukkan bahwa antara bulan
kurva dengan 50% frekuensi kumulatif adalah panjang Februari sampai Mei struktur ukuran ikan madidihang
saat 50% ikan tertangkap. mengalami pergerakan modus panjang ke arah kanan
meskipun tidak signifikan. Hal ini menandakan bahwa
HASIL DAN BAHASAN populasi madidihang di Laut Banda mengalami
pertumbuhan, antara bulan Juni sampai September relatif
HASIL tidak terjadi pergerakan modus atau stuktur ukuran ikan
madidihang berada dalam kondisi stabil. Hal ini
Struktur Ukuran dan Panjang Pertama Kali Tertangkap menandakan bahwa madidihang mengalami pertumbuhan
yang lambat.
Pengukuran panjang cagak madidihang dilakukan
terhadap 5.609 ekor ikan. Ukuran panjang cagak berkisar Panjang ikan madidihang pertama kali tertangkap (Lc)
antara 55-215 cm. Sebaran frekuensi panjang cagak setiap dengan alat tangkap pancing ulur yang didapatkan sebesar
bulannya ditampilkan pada Gambar 3. 131,85 cmFL. Pengukuran ini merupakan hal yang penting
untuk dipelajari untuk dapat dihubungkan dengan
panjang pertama kali matang gonad.

Gambar 3. Distribusi frekuensi panjang cagak ikan madidihang (Thunnus albacares) yang tertangkap di Laut Banda
secara bulanan.
Figure 3. Monthly fork length frequency distribution of yellowfin tuna (Thunnus albacares) caught in Banda Sea.

62
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

ini sebesar 2,4/tahun (Gambar 6). Nilai dugaan laju


100 kematian alamiah (M) sebesar 0,68/tahun dan nilai dugaan
Frekuensi Kumulatif/Cummulation Frequency (%)

laju kematian karena penangkapan (F) sebesar 1,79/tahun.


80

60

Lc = 131,85 cmFL

40

20

0
50 100 150 200

Panjang Cagak/Fork Length (cm)


Gambar 4. Panjang pertama kali tertangkap ikan
madidihang (Thunnus albacares) di Laut
Banda.
Figure 4. Length of first capture of yellowfin tuna
(Thunnus albacares) in Banda Sea.

Laju Pertumbuhan dan Laju Kematian Gambar 6. Nilai Z sebagai slope kurva hasil tangkapan
ikan madidihang (Thunnus albacares) di Laut
Dengan merunut data frekuensi panjang total dari Banda.
bulan ke bulan, diperoleh laju pertumbuhan (K) madidihang Figure 6. The value of total mortality (Z) of yellowfin
di Laut Banda adalah 0,51/tahun dan panjang cagak tuna (Thunnus albacares) in Banda Sea.
asimptotik (L) adalah 223 cm FL serta umur ikan saat
panjang 0 (t0) sebesar -0,1841 tahun. Dengan demikian Kurva di atas menunjukkan beberapa observasi telah
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan dikeluarkan dari analisis regresi. Sembilan kelompok
madidihang sebagai Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)]. Nilai K pertama membentuk bagian kurva yang naik. Ikan tersebut
madidihang yang kurang dari satu menunjukkan bahwa dianggap belum sepenuhnya masuk daerah penangkapan.
ikan ini mempunyai pertumbuhan yang lambat (Gulland, Satu kelompok terakhir juga dikeluarkan dari analisis
1983; Naamin, 1984). dikarenakan jumlah ikan contohnya yang sedikit. Selain
itu apabila mendekati L, hubungan antara umur (t) dengan
panjang (L) menjadi tidak menentu.

BAHASAN

Lambatnya pertumbuhan ikan madidihang sangat


dipengaruhi oleh faktor makanan, lingkungan perairan dan
fase pertumbuhannya. Ikan madidihang muda akan
tumbuh lebih cepat sehingga perlu dipertimbangkan waktu
yang tepat untuk menangkap ikan ini, baik ditinjau dari
sumber dayanya maupun segi ekonominya. Ikan-ikan yang
berumur muda harus dibiarkan tumbuh dewasa terlebih
dahulu sebelum ditangkap agar tercapai pola
Gambar 5. Kurva pertumbuhan ikan madidihang (Thunnus pemanfaatannya yang lestari. Penangkapan ikan-ikan
albacares) di perairan Laut Banda. muda yang berlebihan akan mengakibatkan kelebihan
Figure 5. Growth curve of yellowfin tuna (Thunnus tangkap pertumbuhan (growth overfishing). Hal ini juga
albacares) in Banda Sea. menyebabkan kelebihan tangkap penambahan baru
(recruitment overfishing), karena ikan-ikan muda yang
belum sempat dewasa dan bertelur sudah tertangkap
Selanjutnya dengan menggunakan parameter
terlebih dahulu sehingga kehilangan kesempatan untuk
pertumbuhan ikan madidihang yang telah dihitung dan
penambahan baru (recruitment).
menjadikannya sebagai bahan masukan untuk membuat
kurva hasil tangkap, diperoleh nilai dugaan Z untuk ikan

63
Damora & Baihaqi/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

Hasil penelitian yang dilakukan Lessa & Duarte- KESIMPULAN


Neto (2004) terhadap jenis yang sama di perairan barat
khatulistiwa Samudera Atlantik menunjukkan nilai K Ikan madidihang (T. albacares) yang tertangkap di Laut
sebesar 0,267/tahun dengan L sebesar 230,7 cm FL. Banda memiliki kisaran panjang cagak antara 55-215 cm,
Sementara Zhu et al. (2011) menemukan nilai K T. dengan panjang pertama kali tertangkap (Lc) sebesar
albacares di perairan timur dan tengah Samudera Pasifik 131,85 cmFL. Parameter pertumbuhan von Bertalanffy
sebesar 0,52/tahun dengan L sebesar 175,9 cm FL. Faktor untuk laju pertumbuhan (K), panjang cagak asimptotik
lingkungan perairan di Laut Banda dan Samudera Pasifik (L) dan umur ikan madidihang pada saat panjang ke-0
diduga sangat rnendukung pertumbuhan madidihang (t0), masing-masing sebesar 0,51/tahun, 223 cmFL dan -
yang lebih cepat dibandingkan di Samudera Atlantik. 0,1841 tahun, dengan persamaan kurva pertumbuhannya
Selain faktor lingkungan, diduga makanan tersedia cukup sebagai Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)]. Parameter mortalitas
banyak sehingga pertumbuhannya lebih cepat. menunjukkan laju kematian total (Z) 2,4/tahun, laju
kematian alamiah (M) 0,68/tahun dan laju kematian karena
Perhitungan parameter pertumbuhan dengan penangkapan (F) 1,79/tahun. Ikan madidihang memilki laju
menggunakan metode berbeda atau bahkan dengan pertumbuhan yang lambat dengan kematian akibat
metode yang sama, sering kali menunjukkan hasil yang penangkapan yang termasuk tinggi, sehingga perlu
berbeda. Nilai L yang berbeda dikarenakan hanya dilakukan upaya untuk mengurangi tekanan penangkapan
diestimasikan untuk perikanan di lokasi tersebut. Demikian terutama dalam menangkap ikan-ikan muda.
pula dengan nilai K, sering kali memiliki perbedaan yang
nyata. Menurut Musick et al. (2000), nilai K terkadang PERSANTUNAN
menunjukkan pertumbuhan yang lambat (K = 0,035) (Le
Guen & Sakagawa, 1973) atau sebaliknya mengalami Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil
pertumbuhan yang cepat (K = 0,884) (Gaertner & Pagavino, riset kapasitas penangkapan pancing tuna di Laut Banda
1991) dalam lokasi yang sama. Oleh karena itu, penting dan pukat hela di Selat Makassar, T. A. 2011, di Balai
untuk lebih memahami konsekuensi dari penerapan Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru, Jakarta.
parameter pertumbuhan ke dalam model pengkajian stok
karena prediksi populasi ikan dari masing-masing model DAFTAR PUSTAKA
sangat bergantung pada masukan data, termasuk usia dan
pertumbuhan (Lessa & Duarte-Neto, 2004). BPPL. 2012. Penelitian distribusi dan kelimpahan
sumberdaya ikan pelagis besar di WPP 716 Laut
Wise (1972) menyatakan bahwa nilai Z untuk ikan Sulawesi dan WPP 712 Laut Jawa. Laporan Akhir. Balai
madidihang berkisar antara 1,4-2,4/tahun dan nilai Z pada Penelitian Perikanan Laut, Pusat Penelitian
penelitian ini berada dalam kisaran tersebut. Nilai Z sering Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya
kali berbeda diakibatkan perbedaan alat tangkap yang Ikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
digunakan dalam menangkap madidihang: 1,52/tahun dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
untuk alat tangkap pole and line, 2,32/tahun untuk alat Jakarta. 217 p.
tangkap purse seine dan 1,88 untuk alat tangkap longline
(Wise, 1972). Dalam penelitian ini, diperoleh nilai Z sebesar Comitini, S. & S. Hardjolukito. 1986. Economic benefits
2,4/tahun untuk alat tangkap pancing ulur. and costs of alternative arrangements for tuna fisheries
development in Exclusive Economic Zone: the case of
Estimasi nilai kematian alami (M) menimbulkan Indonesia. Ocean Management. 10 (1986): 37-55.
beberapa kesulitan karena dapat dipengaruhi oleh
pemilihan model estimasi dan lokasi observasi. Namun, Gaertner, D. & M. Pagavino. 1991. Observations sur la
nilai M ikan madidihang biasanya berada pada kisaran croissance de lalbacore (Thunnus albacares) dans l
0,6-1,2/tahun (Murphy & Sakagawa, 1977) dan nilai M Atlantique Ouest. Coll. Vol. Sci. Pap. ICCAT 36: 479
pada penelitian ini berada pada kisaran tersebut. 505.
Mengingat laju kematian alamiah (M) tidak terlalu besar
variasinya, biasanya nilainya dianggap tetap dari tahun Gayanilo Jr., F.C., P. Sparre & D. Paul. 1994. The FAO-
ke tahun (Pauly et al., 1984). Hal ini menyebabkan laju ICLARM Stock Assessment Tools FISAT Users
kematian total (Z) dari tahun ke tahun banyak ditentukan Guide. FAO Computerized Information Series
oleh laju kematian karena penangkapan (F). Nilai F Fisheries. No. 6. Rome. FAO. 186 p.
bervariasi menurut keragaman upaya penangkapan (f)
setiap tahunnya, yang menunjukkan seberapa besar dan Gulland, J.A. 1983. Fish stock assessment. A Manual of
meningkatnya tekanan penangkapan (fishing pressure) Basic Methods. John Wiley & Sons. Chicester. 233 p.
terhadap stok ikan di suatu perairan.

64
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65

Hela, I. & T. Laevastu. 1970. Fisheries Oceanography. Ollivia. 2002. Keragaan ekspor cakalang (skipjack) beku
Fishing News (Books) Ltd. London. 123 p. dan madidihang (yellowfin) segar Indonesia ke pasar
Jepang. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Le Guen, J.C. & G.T. Sakagawa. 1973. Apparent growth of Bogor. Bogor. 149 p.
the yellowfin tuna from the eastern Atlantic Ocean.
Fish. Bull. 85 (1): 175187. Pauly, D. 1980. A selection of a simple methods for the
assessment of the tropical fish stocks. FAO Fish. Circ.
Lessa, R. & P. Duarte-Neto. 2004. Age and growth of FIRM/C 729. Roma. 54 p.
yellowfin tuna (Thunnus albacares) in the western
equatorial Atlantic, using dorsal fin spines. Fisheries Pauly, D., J. Ingles & R. Neal. 1984. Application to shrimp
Research. 69: 157-170. stocks of objective methods for the estimation of
growth, mortality, and recruitment related parameters
Murphy, T.C. & G.T. Sakagawa. 1977. A review and from length frequency data (ELEFAN I and II). In
evaluation of estimates of natural mortality rates of Penaeid Shrimp-Their Biology and Management. 220-
tunas. Collective Volume of Scientific Papers ICCAT. 234. Fishing News Book Limited. Farnham-Surrey-
6 (1): 117-123. England.

Musick, J.A., M.M. Harbin, S.A. Berkeley, G.H. Burgess, Sparre, P. &S.C. Venema. 1992. Introduction to tropical
A.M. Ek-lund, L. Findley, R.G. Gilmore, J.T. Golden, fish stock assessment. Part I: Manual. FAO Fish. Tech.
D.S. Ha, G.R. Huntsman, J.C. McGovern, S.J. Parker, Pap. No. 306/1.
S.G. Poss, E. Sala, T.W. Schmidt, G.R. Sedberry, H.
Weeks, & S.G. Wright. 2000. Endangered species, Uktolseja, J.C.B. 1987. Estimated growth parameters and
marine estuarine, and diadromous fish stocks at risk migration of skipjack tuna, Katsuwonus pelamis in the
of extinction in North America exclusive of pacific Eastern Indonesia water through tagging experiments.
salmonids. Fish.Bull. 25(11): 630. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 43: 15-44.

Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung Wise, J.P. 1972. Yield per recruit estimates for eastern
(Penaeus merguiensis de Man) di perairan Arafura dan tropical Atlantic yellowfin tuna. Transactions of the
alternatif pengelolaannya. Disertasi. Doktor pada American Fisheries Society. 101: 75-79.
Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertaanian Bogor.
Bogor. 381 p. Zhu, G., L. Xu, X. Dai, & W. Liu. 2011. Growth and mortality
rates of yellowfin tuna, Thunnus
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. albacares(Perciformes: Scombridae), in the eastern
Jakarta. 368 p. and central Pacific Ocean. Zoologia. 28 (2): 199206.

65
BAWAL
WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP
Pedoman bagi Penulis

UMUM

1. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap memuat hasil-hasil penelitian bidang natural history ikan (pemijahan, pertumbuhan
serta kebiasaan makan dan makanan) serta lingkungan sumberdaya ikan.
2. Naskah yang dikirim asli dan jelas tujuan, bahan yang digunakan, maupun metode yang diterapkan dan belum pernah
dipublikasikan atau dikirimkan untuk dipublikasikan di mana saja.
3. Naskah ditulis/diketik dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak diperkenankan menggunakan singkatan yang tidak
umum
4. Naskah diketik dengan program MS-Word dalam 2 spasi , margin 4 cm (kiri)-3 cm (atas)-3 cm (bawah) dan 3 cm (kanan),
kertas A4, font 12-times news roman, jumlah naskah maksimal 15 halaman dan dikirim rangkap 3 beserta soft copynya.
Penulis dapat mengirimkan naskah ke Redaksi Pelaksana BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, Pusat Riset Perikanan
Tangkap, Jl. Pasir Putih No.1 Ancol, Jakarta Utara 14430, Telp.: (021) 64711940, Fax.: (021) 6402640, E-mail:
drprpt2009@gmail.com.
5. Dewan Redaksi berhak menolak naskah yang dianggap tidak layak untuk diterbitkan.

PENYIAPAN NASKAH

1. Judul : Naskah hendaknya tidak lebih dari 15 kata dan mencerminkan isi naskah, diikuti dengan nama
penulis. Jabatan atau instansi penulis ditulis sebagai catatan kaki di bawah halaman pertama.
2. Abstrak : Dibuat dengan Bahasa Indonesia dan Inggris paling banyak 250 kata, isinya ringkas dan jelas
serta mewakili isi naskah.
3. Kata Kunci : Ditulis dengan Bahasa Indonesia dan Inggris, terdiri atas 4 sampai 6 kata ditulis dibawah abstrak
dan dipilih dengan mengacu pada agrovocs.
4. Pendahuluan : Secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan, dan pentingnya penelitian. Jangan
menggunakan sub bab.
5. Bahan dan Metode : Secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian dengan rincian secukupnya sehingga
memungkinkan peneliti lain untuk mengulangi penelitian yang terkait.
6. Hasil dan Bahasan : Hasil dan bahasan dipisah, diuraikan secara jelas serta dibahas sesuai dengan topik atau
permasalahan yang terkait dengan judul.
7. Kesimpulan : Disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, serta hasil
penelitian.
8. Persantunan : Memuat judul kegiatan dan dana penelitian yang menjadi sumber penulisan naskah.
9. Daftar Pustaka : Disusun berdasarkan pada abjad tanpa nomor urut dengan urutan sebagai berikut.
Nama pengarang (dengan cara penulisan yang baku), tahun penerbitan, judul artikel, judul buku
atau nama dan nomor jurnal, penerbit dan kota, serta jumlah atau nomor halaman.

Contoh : Sunarno, M. T. D., A. Wibowo, & Subagja. 2007. Identifikasi tiga kelompok ikan belida (Chitala lopis) di
Sungai Tulang Bawang, Kampar, dan Kapuas dengan pendekatan biometrik. J.Lit.Perikan.Ind.
13 (3). 1-14.
Sadhotomo, B. 2006. Review of environmental features of the Java Sea. Ind.Fish Res J. 12 (2). 129-157.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scintific Publishing Company.
New York. 318 p.
Defeo, O., T. R. Mc Clanahan, & J. C. Castilla. 2007. A brief history of fisheries management with
emphasis on societal participatory roles. In McClanahan T. & J. C. Castilla (eds). Fisheries
Management: Progress toward Sustainability. Blackwell Publishing. Singapore. p. 3-24.
Utomo, A. D., M. T. D. Sunarno, & S. Adjie. 2005. Teknik peningkatan produksi perikanan perairan umum
di rawa banjiran melalui penyediaan suaka perikanan. In Wiadnyana, N. N., E. S. Kartamihardja,
D. I. Hartoto, A. Sarnita, & M. T. D. Sunarno (eds). Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia
Ke-1. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta. p. 185-192.
Publikasi yang tak diterbitkan tidak dapat digunakan, kecuali tesis, seperti contoh sebagai berikut:
Anderson, M.E, Satria F. 2007. A New Subfamily, Genus, and Species of Pearlfish (Teleostei: Ophidiiformes:
Carapidae) from Deep Water off Indonesia. Species Diversity 12: 73-82.

10. Tabel : Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, dengan judul di bagian atas tabel dan keterangan.
11. Gambar : Skema, diagram alir, dan potret diberi nomor urut dengan angka Arab. Judul dan keterangan
gambar diletakkan di bawah gambar dan disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
12. Foto : Dipilih warna kontras atau foto hitam putih, judul foto ditulis dalam dua Bahasa Indonesia dan
Inggris, dan nomor urut di sebaliknya. Dicetak dalam kertas foto atau dalam bentuk digital.
13. Cetak Lepas (Reprint) : Penulis akan menerima cetak lepas secara cuma-cuma. Bagi tulisan yang disusun oleh lebih dari
seorang penulis, pembagiannya diserahkan pada yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai