BAWAL
WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP
Ketua Redaksi:
Drs. Bambang Sumiono, M.Si (Biologi Perikanan-P4KSI)
Anggota:
Prof. Dr. Wudianto, M.Si (Teknologi Penangkapan Ikan-P4KSI)
Prof. Dr. Ali Suman (Biologi Perikanan-BPPL)
Prof. Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc. (Oseanografi Perikanan-LIPI)
Dr. Agus Djoko Utomo, M.Si ( Biologi Perikanan-BRPPU)
Ir. Sulastri (Limnologi-LIPI)
Redaksi Pelaksana:
Ralph Thomas Mahulette, S.Pi., M.Si.
Kharisma Citra, S.Sn.
Desain Grafis:
Darwanto, S.Sos.
Alamat Redaksi/Penerbit:
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur Jakarta Utara 14430
Telp. (021) ; Fax. (021)
Email: drprpt2009@gmail.com
Widya Riset Perikanan Tangkap BAWAL merupakan wadah untuk menyampaikan informasi hasil penelitian
yang dilakukan para peneliti dari dalam maupun luar lingkup Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Sumber daya Ikan. Informasi-informasi tersebut sangat berguna bagi para pemangku kepentingan (stakeholders)
terutama para pengambil kebijakan sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan dan konservasi sumberdaya ikan di laut
maupun perairan umum daratan.
Seiring dengan terbitnya Widya Riset Perikanan Tangkap Bawal Volume 5 Nomor 1 April 2013 ini, kami ucapkan
terima kasih kepada para Mitra Bestari atas kesediaannya dalam menelaah beberapa naskah.
Pada volume ini, Bawal menampilkan tujuh artikel hasil penelitian perikanan di perairan umum daratan dan perairan
laut. Tujuh artikel tersebut mengulas tentang, distribusi ukuran, reproduksi dan habitat pemijahan ikan bilih
(Mystacoleucus Padangensis Blkr.) di danau Singkarak, komposisi jenis kepadatan dan keanekaragaman juvenil ikan
pada padang lamun gugus pulau Pari, biodiversitas ikan karang di perairan Taman Nasional Karimunjawa, Jepara,
interaksi pemanfaatan pakan alami oleh komunitas ikan di waduk Penjalin, Jawa Tengah, hubungan panjang-berat dan
faktor kondisi lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan Yogyakarta dan Pacitan, biologi reproduksi dan musim
pemijahan ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di perairan Selat Bali, struktur ukuran ikan dan parameter
populasi Madidihang (Thunnus albacares) di perairan Laut Banda.
Semua artikel pada edisi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang perikanan tangkap di Indonesia. Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para penulis
dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam edisi ini.
Redaksi
i
ISBN 1907-8226
BAWAL
Widya Riset Perikanan Tangkap
Volume 5 Nomor 1 April 2013
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR ........................... i
Distribusi Ukuran, Reproduksi dan Habitat Pemijahan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) di
Danau Singkarak
Oleh : Hafrijal Syandri, Azrita, dan Netti Aryani............................ 1-8
Komposisi Jenis, Kepadatan dan Keanekaragaman Juvenil Ikan Pada Padang Lamun Gugus Pulau Pari
Oleh : Isa Nagib Edrus dan Sri Turni Hartati......................................................................................................................... 9-22
Interaksi Pemanfaatan Pakan Alami oleh Komunitas Ikan di Waduk Penjalin, Jawa Tengah
Oleh : Dimas Angga Hedianto, Kunto Purnomo, dan Andri Warsa............. 33-40
Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Lobster Pasir (Panulirus homarus) di Perairan Yogyakarta
dan Pacitan
Oleh : Ignatius Tri Hargiyatno, Fayakun Satria, Andika Prima Prasetyo, dan Moh. Fauzi................. 41-48
Biologi Reproduksi dan Musim Pemijahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Perairan Selat
Bali
Oleh : Arief Wujdi, Suwarso, dan Wudianto.....
49-57
Struktur Ukuran Ikan dan Parameter Populasi Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Laut Banda
Oleh : Adrian Damora dan Baihaqi........
59-65
iii
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8
ABSTRAK
Penelitian tentang biologi reproduksi ikan bilih di Danau Singkarak dilakukan pada bulan Januari Desember
2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi ukuran, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan
pemijahan ikan bilih. Hasil penelitian menunjukkan ukuran panjang ikan bilih betina matang gonad berkisar antara
70-109 mm dan bobot tubuh berkisar antara 6,4-8,7 gram, ikan jantan pada panjang antara 70-89 mm dengan bobot
antara 4,5-6,6 gram. Persentase ikan betina yang memijah setiap stasiun berkisar 68,4-75,7% dan ikan jantan
berkisar 73,4-78,4%. Pada saat memijah ikan bilih beruaya dari danau ke sungai Sumpur, Paninggahan dan Baing
setiap hari dimulai pukul 16.00 hingga 23.00 WIB. Karakteristik habitat pemijahan mempunyai kecepatan arus
sungai antara 10-15 m/detik, kedalaman perairan berkisar antara 20-40 cm, substrat dasar perairan terdiri dari kerikil
dan karakal.
KATA KUNCI : Danau Singkarak, ikan bilih, reproduksi, habitat pemijahan, waktu pemijahan.
ABSTRACT
Study of biology reproduction bilih fish on Lake Singkarak has done a series of studies in January and
December 2010. The purpose of this study is to reveal the size distribution, gonada mature level, fecundity and
spawning of bilih fish. The research proves that the size of mature female fish gonads bilih range in size of 70-109
mm with a weight of 6.4 to 8.7 g and males 70-89 mm and weighs 4.4 to 6.6 g. Percentage of female fish to spawn
each research station ranged from 68.5-75.7 % and males 73.4-78.3%. Bilih spawning fish populations by conducting
migration from lakes to rivers Sumpur, Paninggahan and Baing everyday starting at 16:00 until 23:00 am.
Characteristics of spawning habitat with river flow velocity between 10-15 m / sec, water depth between 20-40 cm,
bottom substrate consists of gravel and karakal.
Korespondensi penulis:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang
Jl. Bronco No. 7 Lanud Tebing Padang, Email: hsyandri_bilih@yahoo.co.id 1
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8
Berkurangnya produksi dari hasil tangkapan dan bahan kebijakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah
semakin kecil ukuran ikan bilih yang tertangkap dalam usaha melestarikan ikan bilih di Danau Singkarak.
mengindikasikan bahwa populasi ikan bilih di Danau
Singkarak mulai terancam punah. Ancaman kepunahan METODE PENELITIAN
ikan bilih antara lain disebabkan oleh penangkapan yang
tidak terkendali dan berlebihan menggunakan jaring Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari - Desember
insang dengan ukuran mata jaring relatif kecil yaitu inci 2010. Contoh ikan bilih diambil dari Danau Singkarak yaitu
dan 5/8 inci, serta alat tangkap jala berukuran mata jaring pada stasiun bagian tengah danau (stasiun I) pada titik
inci yang dioperasikan dengan cara menghadang ikan koordinat 0o3634,99"S-100o3228,69"T, sebelah utara di
bilih yang akan memijah di daerah aliran sungai. Di lain muara Sungai Sumpur (stasiun II) pada titik koordinat
pihak usaha melestarikan populasi ikan melalui kearifan 0o3515,91"S-100o2938,65"T, sebelah barat di muara Sungai
lokal masyarakat di sekitarnya belum terlaksana dengan Paninggahan (stasiun III) pada titik koordinat 0o3845,72"S-
sempurna (Syandri et al., 2011). Berdasarkan kondisi 100o3143,85"T, sebelah selatan di muara Sungai Sumani
tersebut maka sangat diperlukan pengelolaan populasi (stasiun IV) pada titik koordinat 0 o 4132,86 " S-
ikan bilih di Danau Singkarak. Data dan informasi tentang 100o3550,56"T dan sebelah timur di hulu Sungai Ombilin
distribusi ukuran, aspek reproduksi dan habitat pemijahan (stasiun V) pada titik koordinat 0 o 3346,54 " S-
ikan bilih di alam diperlukan dalam upaya pengelolaan serta 100o3254,99"T.
STII
STV
STIII STI
STIV
Pengambilan contoh ikan dilakukan secara acak Paninggahan dengan alat tangkap alahan. Pengamatan
sederhana dari populasi yang tertangkap oleh nelayan tentang ukuran, jenis kelamin dan tingkat kematangan
yaitu sebanyak 200 ekor setiap stasiun penelitian setiap gonad dilakukan di laboratorium terpadu Fakultas
bulan (Wasito, 1993). Ikan bilih di perairan tengah danau Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta.
dan hulu sungai Ombilin ditangkap dengan jaring insang Kriteria tingkat kematangan gonad dibagi atas lima
berukuran inci dan 1,0 inci, di muara sungai Sumpur tingkatan yang mengacu kepada Syandri (1997). Untuk
dan muara sungai Sumani dengan alat tangkap jala menentukan nilai Indek Kematangan Gonad (IKG)
berukuran mata jaring 0,5 dan inci, di muara sungai mengacu kepada rumus Effendie (1979).
2
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8
Untuk megetahui waktu pemijahan ikan bilih, in-situ dan ex-situ. Analisa kualitas air menggunakan
penangkapan dilakukan dalam rentang waktu setiap satu metoda yang sudah baku (APHA, 1981).
jam dimulai pukul 16.00 - 24.00 WIB dengan asumsi bahwa
pada waktu tersebut ikan bilih banyak yang beruaya ke HASIL DAN BAHASAN
sungai. Indikator yang ditetapkan sebagai individu ikan
bilih siap memijah adalah ketika pada bagian perutnya HASIL
ditekan dengan lunak maka telur akan keluar melalui lubang
genital. Distribusi Ukuran Ikan
Baku mutu kualitas air (BMKA) di masing-masing Total ikan bilih yang diukur dari lima stasiun penelitian
stasiun yang diamati terdiri dari parameter fisika yaitu suhu sebanyak 12.964 ekor terdiri dari ikan betina 6.597 ekor
air, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus dan substrat (50,88%) dan ikan jantan 6.367 ekor (49,12%). Distribusi
dasar, sedangkan kimia perairan adalah oksigen terlarut, ukuran ikan bilih berdasarkan kelas ukuran dicantumkan
biological oksigen demand, alkalinitas, kesadahan, daya pada Tabel 1.
hantar listrik dan pH. Baku mutu kualitas air diukur secara
Tabel 1. Distribusi ukuran ikan bilih setiap stasiun di Danau Singkarak tahun 2010.
Table 1. Size distribution by station of bilih fish in Lake Singkarak 2010.
Panjang total ikan bilih betina yang tertangkap selama Tingkat Kematangan Gonad dan Indek Kematangan
penelitian berkisar antara 50-109 mm dan ikan jantan Gonad
berkisar antara 50-99 mm. Tidak ada yang tertangkap pada
ukuran < 50 mm dan >109 mm, artinya ukuran populasi Sampel sejumlah 12.964 ekor dari lima stasiun
ikan bilih betina lebih panjang daripada ikan bilih jantan. penelitian, diperoleh persentase jumlah ikan bilih
Distribusi ukuran ikan betina pada selang panjang total berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) seperti
antara 60-69 mm sebanyak 2.320 ekor (35,16%), sedangkan dicantumkan pada Tabel 3. Pada stasiun muara sungai
ikan jantan selang ukuran antara 50-59 mm sebanyak 2.371 Sumpur diperoleh ikan betina TKG IV sebanyak 68,37%
ekor (37,23%). Ikan jantan lebih dominan tertangkap pada dan jantan 78,31%, dan di muara sungai Paninggahan ikan
stasiun muara sungai Sumpur, muara sungai Paninggahan betina TKG IV sebanyak 78,31% dan jantan 73,39%.
dan tengah danau, sedangkan ikan betina lebih banyak
pada hulu sungai Ombilin dan muara sungai Sumani. Indek Kematangan Gonad (IKG) ikan bilih menurut
jenis kelamin dan TKG dicantumkan pada Tabel 4. Nilai
Ukuran rata-rata ikan bilih setiap bulan terdapat rata-rata IKG ikan betina pada matang gonad (TKG IV)
perbedaan, ukuran terpanjang dan terberat ikan betina adalah 13,091,92% dan jantan 7,421,58%. Semakin tinggi
terdapat pada bulan Februari 2010 dan ikan jantan pada TKG ikan maka nilai IKG semakin tinggi, kecuali pada TKG
bulan Maret 2010, sedangkan ukuran panjang ikan betina V karena ikan sudah selesai melakukan pemijahan.
terkecil diperoleh pada bulan Oktober 2010 dan ikan jantan
pada bulan Nopember 2010 (Tabel 2).
3
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8
Tabel 2. Rataan panjang total dan bobot tubuh ikan bilih di Danau Singkarak tahun 2010
Table 2. Avarage total length and weight of bilih fish in Lake Singkarak 2010
Tabel 3. Tingkat Kematangan Gonad (%) ikan bilih setiap stasiun di Danau Singkarak tahun 2010.
Table 3. Gonada maturity level (%) of bilih fish each station in Lake Singkarak 2010
Stasiun penelitian
TKG Muara Sungai Hulu Sungai Ombilin Muara Sungai Tengah Danau Muara Sungai
Sumpur Paninggahan Lembang
Betina n = 959 n = 1723 n = 811 n = 1153 n = 1987
I 0,41 30,98 0,91 15,75 2,65
II 1,35 39,97 3,31 22,70 30,76
III 2,69 23,36 7,42 27,53 51,71
IV 68,37 5,70 75,65 32,81 14,85
V 27,24 0,00 12,68 1,20 0,00
Jantan n =1652 n = 877 n= 1729 n= 1447 n = 613
I 0,30 29,10 0,69 12,88 3,56
II 2,07 46,07 1,04 23,81 25,20
III 2,31 22,75 9,27 27,89 62,83
IV 78,31 2,07 73,39 29,85 8,44
V 17,17 0,00 15,47 5,54 0,00
Tabel 4. Indek kematangan gonad ikan bilih berdasarkan tingkat kematangan gonad di Danau Singkarak 2010.
Table 4. Gonado somatic index of bilih fish based on maturity stage of the gonads in Lake Singkarak 2010
4
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8
Fekunditas dan Habitat Pemijahan Hasil pengamatan parameter kualitas air Danau
Singkarak yang merupakan habitat ikan bilih untuk tumbuh
Fekunditas ikan bilih berkisar antara 6.907 - 9.355 butir dan berkembangbiak dari setiap stasiun penelitian
per ekor dengan bobot tubuh berkisar antara 85,0-110,0 ditampilkan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis data
g. Nilai tersebut menunjukkan potensi telur yang kuantitas air dengan menggunakan analisis One Way
dihasilkan untuk satu kali pemijahan. Ikan bilih melakukan Anova dapat dinyatakan bahwa kualitas air pada setiap
pemijahan setiap hari dimulai pukul 16.00 - 24.00 WIB stasiun penelitian berbeda nyata (p<0,05).
(Gambar 2) dengan puncak pemijahan terjadi antara pukul
19.00-22.00 WIB dengan indikator jumlah ikan bilih yang Berdasarkan hasil analisis komponen utama (PCA),
memijah lebih dari 90%. diperoleh nilai ektraksi dari setiap parameter kualitas air
(Tabel 6). Nilai ektraksi yang mendekati 1,0 merupakan
120
faktor pembeda utama dari parameter kualitas air pada
Ikan memijah (%)
96
100 93 95 91 habitat ikan bilih di Danau Singkarak. Berdasarkan nilai
80 73 tersebut maka kecerahan air, kedalaman dan kecepatan
60
63
66 arus merupakan faktor pembeda utama dari habitat ikan
bilih.
40
20 10
14.5 Berdasarkan analisis diskriminan terhadap data
0 parameter kuantitas air, maka habitat perairan ikan bilih di
16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 Danau Singkarak terbagi atas empat kelompok yaitu
stasiun muara sungai Sumpur dengan muara sungai
Waktu Pemijahan (WIB) Paninggahan menjadi satu kelompok, stasiun Ombilin,
Gambar 2. Jumlah ikan bilih yang memijah berdasarkan stasiun muara sungai Sumani dan stasiun tengah danau
waktu pengamatan di Danau Singkarak 2010. terpisah (Gambar 3) karena daerah tersebut mempunyai
Figure 2. The number of bilih fish spawning by time of parameter kualitas air yang hampir sama yaitu perairan
observation in Lake Singkarak 2010. jernih, dangkal dan mempunyai arus sehingga merangsang
ikan bilih untuk memijah.
Tabel 5. Nilai parameter fisika dan kimia perairan setiap stasiun di Danau Singkarak tahun 2010.
Table 5. The value of physical and chemical parameter of water by station in Lake Singkarak 2010.
Stasiun Pengamatan
Parameter Satuanmuara sungai hulu sungai muara sungai muara sungai tengah danau
Sumpur Ombilin Paninggahan Sumani
suhu air C 24,500,50a 26,160,28b 23,830,28a 27,930,11c 27,500,50d
a a
kecerahan m 0,410,28 0,610,28 0,420,02a 0.550,50a 4.500,50d
a b
kekeruhan NTU 2.300,26 92,662,51 2,430,40a 265,005,00c 54.001,00d
a b
kedalaman m 0,410,02 4,500,50 0,200,01a 5,001,00b 150,005,00d
a b
kec. arus m/dt 47,002,00 21,661,52 57,662,51a 8,001,00c 2,830,15d
b
substrat dasar - pasir, kerikil & batu- batuan pasir, kerikil & lumpurc batu- batuanb
karakala karakala
a a
DO mg/l 8,360,20 8,100,17 8,430,40a 7,800,70a 7,760,15a
a b
BOD5 mg/l 2,100,10 1,500,10 1,900,10c 3,530,05d 2,400,10e
Alkalinitas mg/l 74,530,50a 72,660,57b 78,330,57c 72,001,00d 80,001,00e
a b
kesadahan mg/l 68,001,00 71,001,00 70,331,52b 68,330,57a 74,001,00b
a b
DHL mhos/cm 214,764,15 183,331,52 192,332,08c 227,000,50d 248,002,00e
a b
pH unit 7,660,28 6,600,10 7,360,32c 7,160,15d 7,600,10e
Keterangan : angka superskrip yang berbeda di atas angka rata-rata menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,05)
5
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8
Tabel 6. Nilai pembeda utama kualitas air pada habitat Canonical Discriminant Functions
Function 2
25
6
BAWAL Vol. 5 (1) April 2013 : 1-8
Nilai IKG ikan betina pada TKG IV adalah 13,091,92 3. Populasi ikan bilih memijah sepanjang tahun seperti di
% dan jantan 7,421,58 %. Berdasarkan nilai IKG tersebut aliran sungai Sumpur dan Paninggahan serta sungai
maka setiap individu ikan bilih dapat memijah sebanyak 3- kecil lainnya yang bermuara ke Danau Singkarak,
4 kali setiap tahun. Menurut Royce (1984) pada umumnya pemijahan terjadi dari pukul 16.00-24.00 WIB dengan
ikan betina dari famili Cyprinidae dapat memijah jika puncak pemijahan terjadi antara pukul 19.00-21.00 WIB.
memiliki nilai IKG berkisar antara 10-25% dan jantan 5- 4. Penciri utama habitat pemijahan ikan bilih adalah
10%. Bagenal (1978) mengemukakan bahwa ikan perairan jernih, dangkal, berarus, substrat dasar terdiri
Cyprinidae yang mempunyai nilai IKG lebih kecil daripada dari kerikil dan karakal.
20% dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya.
PERSANTUNAN
Fekunditas dan Habitat Pemijahan
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Fekunditas ikan bilih berkisar antara 6.907-9.355 butir Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
per ekor dengan bobot tubuh berkisar antara 85,0-110,0 Ditjen Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian
g. Nilai tersebut menunjukkan potensi telur yang ini melalui Skim Penelitian Strategis Nasional.
dihasilkan untuk suatu pemijahan. Puncak pemijahan
terjadi antara pukul 19.00-22.00 WIB, telur yang dipijahkan DAFTAR PUSTAKA
di kolom air pada sungai yang berarus hanyut ke perairan
danau kemudian menetas setelah 20 jam dari waktu APHA. 1981. Standard methods for the examination of
fertilisasi dan tumbuh menjadi dewasa. Berdasarkan kriteria waters and wastewater. 17th ed. American Public
kondisi perairan tempat ikan bilih memijah, maka dapat Health Association, American Water Works
dinyatakan faktor lingkungan yang mempengaruhi Association, Water Pollution Control
pemijahan ikan bilih adalah arus dan substrat dasar. Selain Federation.Washington, D,C. 1.467 p.
dari faktor arus dan substrat dasar, tingkat turbiditas media
penetasan juga mempengaruhi daya tetas telur ikan bilih Azrita, H. Syandri, E.Nugroho, Dahelmi & Syaifullah. 2011.
(Syandri et al., 1996). Variasi genetik ikan bujuk (Channa lucius Cuvier)
berdasarkan RAPD dari Sumatera Barat, Jambi dan
Berdasarkan hasil analisis komponen utama (PCA), Riau. Berita Biologi. 10 (5): 675-680.
diperoleh nilai ektraksi dari setiap parameter kualitas air.
Nilai ektraksi yang mendekati 1,0 merupakan faktor Bagenal, T.B. 1978. Aspects of fish fecundity. Ecology of
pembeda utama dari parameter kualitas air pada habitat freshwater fish production. Blackwell Scientific
ikan bilih di Danau Singkarak. Berdasarkan nilai tersebut Publication. Oxford. p. 75 101.
maka kecerahan air, kedalaman dan kecepatan arus
merupakan faktor pembeda utama dari habitat ikan bilih. Departemen PUTL. 1980. Inventarisasi irigasi, sungai dan
Setiap ikan mempunyai penciri kualitas air pada habitatnya. danau di Sumatera Barat. Ditjen Pengairan
Menurut (Wibowo et al., 2009) penciri utama habitat ikan Departemen PUTL RI.
Belida (Chitala lopis) di Sungai Kampar dan Siak Propinsi
Riau, Sungai Musi di Propinsi Sumatera Selatan, Sungai Dharmadi, E.S. Kartamihardja, A.D. Utomo & D. Oktaviani.
Tulang Bawang di Propinsi Lampung adalah total padatan 2009. Komposisi dan fuluktuasi hasil tangkapan tuguk
terlarut (TDS), dan daya hantar listrik (DHL), sedangkan di sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Jurnal
untuk ikan bujuk (Channa lucius Cuvier) di Danau Penelitian Perikanan Indonesia. 15 (2): 105-112.
Singkarak, Mentulik Kampar Riau, dan Pematang Lindung
Tanjung Jabung Timur Jambi faktor pembeda utama dari Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan
kualitas air adalah kesadahan, alkalinitas dan daya hantar Dewi Sri Bogor. 112 p.
listrik (Azrita, 2012).
Haryono. 2006. Aspek biologi ikan tambra (Tor tambroides
KESIMPULAN Blkr.) yang eksotik dan langka sebagai dasar
domestikasi. Biodiversitas. 7 (2): 195-198.
1. Distribusi ukuran panjang ikan bilih betina berkisar
antara 50 -149 mm dan jantan berkisar antara 50-99 mm, Purnomo. K & M.S.D. Sunarno. 2003. Beberapa aspek
ikan betina lebih banyak jumlahnya pada kelompok biologi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr)
ukuran antara 60-69 mm (35,16%), sedangkan ikan jantan di Danau Singkarak. Bawal. 2 (6): 265-271.
pada ukuran 50-59 mm (37,23%).
2. Fekunditas ikan bilih berkisar antara 6.907-9.355 butir per Puspito. G. 2008. Suatu tinjauan pengukuran selektifitas
ekor dengan bobot tubuh berkisar antara 85,0-110,0 g. jaring insang. Jurnal Penelitian Perikanan. 2 (1) :
59-64.
7
H. Syandri, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 1-8
Raghavana. R, A. Ali, N. Dahanukard & A. Rossera. padangensis Blkr) dari limbah hasil penangkapan
2011. Is the Deccan Mahseer, Tor khudree (Sykes, nelayan di Danau Singkarak. Jurnal Perikanan dan
1839) (Pisces: Cyprinidae) fishery in the Western Ghats Kelautan. 13 (1): 118-126.
Hotspot sustainable. A participatory approach to stock
assessment. Fisheries Research. 110 : 29-38. Syandri, H. 2011. Kadar nutrisi limbah telur ikan bilih
(Mystacoleucus padangensis Blkr) sebagai sumber
Royce, W. 1984. Introduction to the practice of fishery ransum pakan ikan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 10
science . Academic Press Inc. New York. (1): 74-80.
Syandri, H & M.I. Effendie. 1997. Distribusi umur dan Syandri, H. Junaidi & Azrita. 2011. Pengelolaan
pertumbuhan ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Sumberdaya ikan bilih (Mystacoleucus padangensis
Blkr) di Danau Singkarak. Terubuk. 67 (XVIII): 2-16. Blkr) berbasis kearifan lokal di Danau Singkarak.
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. 3 (2): 135-
Syandri, H. 1997. Perkembangan oosit dan testis ikan bilih 143.
(Mystacoleucus padangensis Blkr) di Danau
Singkarak. Fisheries Journal Garing. 2 (6): 1-8. Wasito, H. 1993. Pengantar metodologi Penelitian. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 98 p.
Syandri, H. Agustedi & E. Juita. 1996. Daya kelangsungan
hidup telur ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Wibowo, A, M. T. D. Sunarno, S. Makmur & Subagja.
Blkr) dalam berbagai turbiditas. Fisheries Journal 2008. Identifikasi struktur stok ikan belida (Chitala
Garing. 5 (1) : 32- 40. spp) dan implikasinya untuk manajemen populasi alami.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 14 (1) : 31-
Syandri, H. 2008. Ancaman terhadap plasma nutfah ikan 44.
bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) dan upaya
pelestariannya di Danau Singkarak. Orasi Ilmiah pada Wibowo, A, M. T. D. Sunarno & S. Makmur. 2009.
upacara pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Parameter fisika, kimia dan biologi penciri habitat ikan
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta belida (Chitala lopis). Jurnal Penelitian Perikanan
Padang. 25 p. Indonesia. 15 (1):13-21.
Syandri, H. Y. Basri, N. Aryani & Azrita. 2008. Kajian Wilson, D. S & A. B. Clarke. 1996. The shy and the bold.
kandungan nutrisi telur ikan bilih (Mystacoleucus Natural History. 9 (96): 26-28.
8
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
ABSTRAK
Penelitian tentang juvenil di padang lamun Pulau Pari pada bulan Juni 2009 bertujuan untuk mengetahui komposisi
jenis, kepadatan dan keanekaragaman juvenil ikan. Sampling dilakukan pada siang hari dengan menggunakan jaring
arad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ikan yang tertangkap terdiri dari 55 jenis yang berasal dari 42 marga
dan 23 suku. Sebanyak 52 jenis (98%) tergolong juvenil. Ikan dengan status penghuni tetap sebanyak 31 jenis,
musiman 11 jenis, dan penghuni tidak tetap 14 jenis. Kelompok ikan major terdapat 34 jenis, kelompok ikan target 20
jenis dan kelompok ikan indikator 2 jenis. Kepadatan antar lokasi berkisar antara 0,05 - 0,34 indivdu/m2 dengan rata-
rata 0,2 individu/m2 atau setara dengan 2.000 ekor per ha. Indeks keanekaragaman (H) berkisar antara 1,3 - 2,7. Jenis-
jenis yang mendominasi hasil tangkapan antara lain adalah Apogon margaritophorus, A.ceramensis, Acreichthys
tomentosus, Halichoeres argus, Lethrinus harax, Papilloculiceps longiceps dan Cheilodepterus quinquelineatus.
Tidak terdapat korelasi antara habitat (substrat, jenis, tutupan serta jumlah tegakan lamun/m2) terhadap pola keaneka-
ragaman juvenil ikan. Oleh karena itu perlu sampling yang lebih intensif (siang dan malam hari, saat pasang dan surut),
dan sampling di pulau-pulau lainnya yang terdapat di Kepulauan Seribu.
KATA KUNCI: Juvenil ikan, keanekaragaman, kepadatan, padang lamun, Gugusan Pulau Pari
ABSTRACT
This study conducted in the seagrass beds of Pari Islands in June 2009. The aims are to assess the fish juvenile
resources in terms of species diversity, stocks, composition, predominant, and group status. Data were collected
using an arad net for juvenile. A total of 56 species of fish juveniles belong to 42 genus and 24 families were collected
from seagrass bed of Pari Island. Those were consisted of 52 species (98%) that classified as juveniles. Among of
them (31 species) were resident fishes that use seagrass in their whole live, 11 species of seasonal/traveller fishes, and
14 species of non-resident fishes. From the total 55 species of fish samples, there were 34 species belonging to target
fishes, 20 species were major fishes, and 2 species were indicator fishes. The fish density ranged from 0.05 to 0.34
indivdual/m2 with an average of 0.2 individual/m2 or equivalen to 2.000 fishes per hectare. Diversity indeces (H)
ranged from 1.3 to 2.7. Predominant species that prefer seagrass bed as their permanent resident habitat were
Apogon margaritophorus, Apogon ceramensis, Acreichthys tomentosus, Halichoeres argus, Lethrinus harax,
Papilloculiceps longiceps, and Cheilodepterus quinquelineatus. There are no relationship between habitat (substrates,
seagrass species, percentage of cover, density of stems/number of stem/m2) and the diversity of fish juvenile pattern.
Therefore, more intensive sampling must be done such as in the day and night time, in the high and low tide condition
as well as sampling in other islands within the Seribu Islands.
Korespondensi penulis:
Balai Penelitian Perikanan Laut
Jl. Muara Baru Ujung Komplek Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman - Jakarta Utara, Email: 9
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
bagi beberapa jenis ikan (Whilfield, 1990). Penelitian kapasitas dalam menampung biota laut dan ikan yang
tentang hubungan ikan dengan kedua fungsi padang sesuai (Unsworth, 2007). Penelitian yang berkaitan antara
lamun telah dilakukan sejak lama sekali sebagai tanda, lamun dan juvenil ikan masih sangat jarang dilakukan.
bahwa begitu pentingnya ekosistem padang lamun Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji sumberdaya juvenil
sebagai habitat ikan-ikan konsumsi dan bernilai ekonomis ikan ditinjau dari keanekaragaman, status sediaan,
(Harada, 1963; Kinuchi, 1966; 1974; Springer & Mc. Erlean, komposisi dan dominasi jenis ikan di daerah padang lamun
1962). Penelitian ikan di daerah lamun terkait dengan di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
sturuktur komunitas, model distribusi dan sebaran spasial
dan temporal pernah dilakukan di Pulau Osi dan Marsegu BAHAN DAN METODE
Seram Barat (Peristiwady, 1994a; 1994b). Penelitian tentang
hubungan antara jarak ruaya dari juvenil ikan yang Penelitian tentang juvenil ikan dilakukan pada bulan
ditetaskan di laut dan proses pembesaran di padang lamun Juni 2009 di beberapa daerah lamun terpilih di sekitar Pulau
pernah dilakukan di goba penghalang pantai Australia Pari. Contoh juvenil ikan dikoleksi dari 8 stasiun
tenggara, sehingga beberapa jenis juvenil ikan dapat pengamatan yang ditentukan dengan menggunakan alat
dibagi ke dalam pola ruayanya (Hannan & Williams, 1998). GPS (Gambar 1).
Penelitian juvenil ikan yang berasosiasi dengan Pengumpulan sampel ikan dilakukan pada siang hari
ekosistem padang lamun penting artinya dalam usaha dengan menggunakan jaring arad. Bagian mulut jaring
pengelolaan ekosistem tersebut untuk pemanfaatan terbuat dari kerangka besi berukuran panjang 1 m dan
sumberdaya ikan berkelanjutan dan sekaligus melestarikan lebar 1,25 m. Bagian kantung jaring (cod-end) mempunyai
fungsi ekologis padang lamun. Padang lamun memiliki ukuran mata 2 mm.
Goba (Lagoon)
Laut Jawa
(Java Sea)
Gambar 1. Peta Gugusan Pulau Pari dan 8 stasiun sampling pada habitat lamun
Figure 1. Map of Pari Islands with 8 sampling stations at seagrass habitat
Kecepatan kapal waktu menarik pukat rata-rata 10 Indeks Dominasi D = {(ni(ni 1) / (N(N 1)} }, dimana
menit pada jarak 50 m. Penarikan jala dilakukan dua kali ni = jumlah ikan jenis ke i, dan N = total individu ikan
ulangan. Ikan yang tertangkap disortir dan dihitung jumlah untuk semua jenis.
dan beratnya. Identifikasi juvenil ikan menggunakan buku
panduan bergambar (Kuiter, 1992; Kuiter & Tonozuka, Kepadatan juvenil dihitung berdasarkan jumlah ikan
2001; Lieske & Myers, 1997). tertangkap dalam area luas sapuan pukat, seperti rumus
di bawah ini.
Analisis keanekaragaman menggunakan rumus indeks
Shannon Weaver (H) dan indeks dominasi (D) dari K = Xi/L, dimana K = Kepadatan (individu/m2); Xi :
Simpson (Ludwig & Reynold, 1988), seperti di bawah ini. jumlah individu semua jenis ikan yang tertangkap pada
stasiun ke i; Li = luas area sapuan pukat pada stasiun
Indeks Shannon Weaver H = {(ni/N) ln(ni/N)} }, dimana ke i (m2).
ni = jumlah ikan jenis ke i, dan N = total individu ikan
untuk semua jenis, H = Indeks Shannon, Sediaan juvenil (dalam satuan hektar) dihitung dengan
jalan mengkonversikan nilai kepadatan (K) ke dalam satuan
10
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
luas area dari total habitat lamun yang tersedia, seperti Komposisi Tangkapan dan Jenis
rumus di bawah ini.
Jumlah jenis juvenil ikan dalam 10 besar dominan
Sediaan = rata-rata Xi * Li-n dimana, Li luas area berturut-turut adalah : 1. Apogon margaritophorus (1123
sapuan pukat pada stasiun ke i) ekor), 2. Apogon ceramensis (466 ekor), 3. Acreichtys
tomentosus (138 ekor), 4. Halichoeres argus (121 ekor), 5.
Komposisi jenis (satuan dalam %) dihitung menurut Lethrinus harax (83 ekor), 6. Papilloculiceps longiceps
jumlah jenis ikan yang tertangkap per stasiun dibagi (75 ekor), 7. Cheilodepterus quinquelineatus (74 ekor), 8.
dengan jumlah total jenis yang tertangkap dan dikali 100%, Siganus canaliculatus (50 ekor), 9. Siganus virgatus (44
seperti rumus di bawah ini. ekor), dan 10. Corythoichtys intestinalis (43 ekor). Ditinjau
dari jumlah berat juvenil ikan dalam 10 urutan terberat
C = Spi/Spsi* 100%, dimana C : komposisi jenis; Spi : berturut-turut adalah : 1. Apogon margaritophorus
jumlah jenis tertentu yang tertangkap pada stasiun ke (1.079,3 gram), 2. Apogon ceramensis (751,1 gram), 3.
i; Spsi : jumlah seluruh jenis yang tertangkap pada Acreichtys tomentosus (437,5 gram), 4. Leptoscarus
stasiun ke i (jika pembagi tersebut merupakan Spsi...n vaigiensis (391 gram), 5. Siganus canaliculatus (370,7
untuk seluruh stasiun, maka nilai C yang didapat gram), Siganus virgatus (256,8 gram), 6. Triecanthus sp.
merupakan komposisi komulatif). (171,5 gram), 7. Halichoeres argus (170,8 gram), 8.
Centrogenys vaigiensis (165,8 gram), 9. Cheilodepterus
Frekuensi kemunculan jenis dihitung dari jumlah quinquelineatus (162 gram), dan 10. Siganus guttatus
kemunculan setiap jenis dari setiap penangkapan pada (148,6 gram).
setiap stasiun, seperti rumus di bawah ini.
Kepadatan dan Kelimpahan
F = ISpi/ISpi...n * 100% , dimana, ISpi : jumlah kemunculan
jenis ikan tertentu setiap kali penarikan pukat pada Ditinjau dari lokasi (stasiun) sampling, jumlah
stsiun ke i; ISpi : total kemunculan dari seluruh jenis individunya (spesimen) tertinggi ditemukan pada St. 1 (391
pada stasiun ke i (jika pembagi tersebut merupakan individu), St. 8. (596 individu), St. 7 (550 individu), St. 4
ISpi...n untuk seluruh stasiun, maka nilai F yang didapat (374 individu) dan St. 6 (310 individu). Bobot ikan tertinggi
merupakan frekuensi komulatif). juga dijumpai pada St.1 (1.858 gram), disusul St. 4 (974
gram), St. 7 (851 gram, St. 8 (637 gram) dan St. 6 (525 gram)
HASIL DAN BAHASAN (Tabel Lampiran 1).
11
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
ragaman jenis juvenil ikan tertinggi terdapat di St. 1 (34 jacksoniensis, Atherinomorus ogilbyi, dan Gerres
jenis), disusul St. 4 (22 jenis), St. 8 (21 jenis), St. 7 (20 jenis) subfasciatus mendominasi tangkapan, yaitu 46% dari
dan St. 2 dan St. 6 (19 jenis), indeks dominasi (D) berkisar seluruh jumlah individu. Penelitian Whitfield (1994) hanya
antara 0,11 0,52 dengan nilai tertinggi berdada di St. 2 menemukan 18 jenis dari 7 suku di wilayah estuaria yang
(0,52), disusul St. 6 (0,40), St. 7 (0,38) dan St. 8 (0,37), didominasi oleh suku Mugilidae. Jumlah tangkapan dan
sisanya stasiun lain memiliki nilai < 0,3. jenis dari lokasi yang berbeda menunjukkan bervariasi
karena banyak faktor yang berpengaruh, seperti cara
Frekuensi Kehadiran/Kemunculan penangkapan, waktu penangkapan, jenis vegetasi, dan
faktor fisik perairan dan lingkungan. Suhu, kekeruhan,
Dari 55 jenis juvenil ikan yang tertangkap, 10 jenis salinitas, waktu pasang surut, vegetasi, dan substrat
diantaranya yang memiliki frekuensi kehadiran kumulatif dipercaya berpengaruh pada jenis dan kelimpahan juvenil
tertinggi adalah : Apogon margaritophorus (7,12%), ikan di suatu lokasi (Cyrus & Blaber, 1987; Unsworth et
disusul Acreichthys tomentosus (4,73%), Papilloculiceps al., 2007, Whitfield, 1994).
longiceps (4,73%), , Fusigobius longipinnis (4,27%),
Apogon Ceramensis (4,26%), Canterines forticintus Sebanyak 52 (98%) jenis ikan yang tertangkap di
(4,25%), Cheilodepterus quinquelineatus (4,25%), gugusan Pulau Pari tergolong stadium juvenil. Kriteria
Halichoeres argus (3,79%), Siganus guttatus (3,78%), juvenil ditentukan berdasarkan perbandingan ukuran ikan
Siganus virgatus (2,84%) dan Lethrinus lencam (2,84%). tertangkap dibanding dengan ukuran stadium dewasanya
(Tabel Lampiran 2). Diantara ikan-ikan tersebut yang yang tercantum pada buku identifikasi ikan (Kuiter, 1992;
tertangkap di setiap stasiun adalah A. Margaritophorus Kuiter & Tonozuka, 2001; Lieske & Myers, 1997). Ikan
dan Cheilodepterus quinquelineatus dari famili yang tertangkap di Pulau Pari diperoleh dari pada lamun
Apogonidae, A. Tomentosus dan Canterines forticintus dengan 4 jenis lamun, yaitu jenis Enhalus acoroides,
dari famili Monacanthidae dan Papilloculiceps longiceps Thalasia hemprichii, Halophyla ovalis dan Cymodocea
dari famili Platycephalidae. rotundata dengan persentasi tutupan lamun berkisar 70-
100% dan tegakan antara 30-185 tegakan/m2. Substrat
Kelompok Juvenil dan Status Penghunian Habitat dasar terdiri atas pasir, pasir-lempung dan pasir-lumpur
(Tabel Lampiran 3).
Dari 55 jenis yang tertangkap, kelompok ikan mayor
(M) terdapat 34 jenis, kelompok ikan target (T) 20 jenis Komposisi jenis ditemukan berbeda antar wilayah yang
dan kelompok ikan indikator (I) 2 jenis. Kelompok ikan berbeda. Penelitian Whitfield (1994) di wilayah estuaria
terget yang ekonomis tinggi di antaranya kerapu Afrika Tenggara menemukan bahwa kelompok juvenil ikan
(Serranidae), kakap (Lutjanidae), lencam (Lethrinidae), biji belanak (suku Mugilidae) mendominasi hasil tangkapan.
nangka (Mullidae), baronang (Siganidae), kakatua Komposisi juvenil di wilayah estuaria tersebut terdiri atas
(Scariidae), dan kapas-kapas (Gerreidae). 7 suku dan 18 jenis, yaitu Carangidae 0,06% (Lichia amia),
Elopidae 0,03% (Elops machnata), Haemulidae 0,22%
BAHASAN (Pomadasys olivaceum), Mugilidae 96% (Crenimugil
crenilabis, Liza dumerilii, Liza rihardsonii, Liza
Komposisi Tangkapan dan Jenis tricuspidens, Mugil cephalus, Myxus capensis,
Valamugil buchanani), Soleidae 0,2% (Heteromycteris
Jumlah spesimen (2.589 ekor) dan jenis ikan (23 Suku, capensis, Solea bleekeri), Sparidae 3,4% (Diplodus
24 genus & 55 species) yang tertangkap di padang lamun sargus capensis, Lithognathus lithognathus,
gugusan Pulau Pari tidak dapat diperbandingkan begitu Rhabdosargus globiceps, Rhabdosargus holubi, Sarpa
saja dengan hasil penelitian lain, yaitu apakah lebih tinggi salpa), dan Ponidae 0,1% (Terapon jarbua).
atau lebih rendah, karena tiap-tiap padang lamun memiliki
kompleksitas tersendiri dan spesifik dari sisi lingkungan Kepadatan dan Kelimpahan
vegetasi dan perairan (Unsworth et al., 2007). Penelitian
Peristiwady (1994a) selama 3 bulan di Pulau Osi dan Penelitian Whitfield (1994) di wilayah estuaria Afrika
Marsegu (Seram Barat) masing-masing diperoleh 61.897 Tenggara yang mendapat pengaruh air tawar menemukan
dan 56.207 spesimen dengan jumlah jenis masing-masing kepadatan yang bervariasi untuk ketiga wilayah estuaria,
170 dan 163 spesies serta 52 dan 46 suku. Penelitian yaitu terendah 0,05 individu/m2 dan tertinggi antara 0,28
Hannan & Williams (1998) selama setahun di goba dan 0,29 individu/m2. Kepadatan yang tertinggi ditemukan
penghalang pantai Australia Tenggara menemukan 80 pada juvenil dari suku Mugilidae yang terdiri dari 7 jenis
spesies juvenil ikan dari 39 suku. Jenis tersebut berasal dan Soleidae yang terdiri dari 5 jenis. Menurut Whitfield
dari suku terbesar yaitu Gobiidae, Monacanthidae, (1994) beberapa faktor yang mempengaruhi kelimpahan
Syngnathidae, Tetraodontidae, Mugilidae, Atherinidae, pada tingkat paling dini dari siklus hidup ikan adalah
Clupeidae, Mullidae, Sparidae, dan Blenniidae. Ambassis besaran salinitas, suhu air, dan tingkatan kekeruhan.
12
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
13
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
dari ekosistem sekitarnya seperti mangrove dan terumbu terumbu karang, tetapi banyak dari jenis ikan di terumbu
karang, sehingga kekayaan jenis dan kelimpahan ikan di karang justru menaruh telurnya di padang lamun, antara
padang lamun juga bergantung pada ada tidaknya ke dua lain seperti ikan sembilang (Plotosus lineatus), kerapu
ekosistem tersebut di sekitarnya. (Cephalopholis spp; Epinephelus merra), kakap
(Lutjanus carponatus), baronang (siganus argenteus),
Kehadiran ikan indikator dengan banyak jenis dan betok (Amblyglyphidodon curacao), dan lain-lain.
jumlah adalah biasa digunakan sebagai petunjuk
kesehatan karang (Edrus et al., 2007), sedangkan pada Sediaan juvenil ikan di padang lamun pulau Pari
padang lamun kehadiran juvenil ikan indikator hanya 2 sebesar 2.000 ekor per hektar adalah tergolong tinggi.
jenis. Ikan kelompok indikator yang umumnya menyukai Menurut Unsworth (2007) dari hasil penelitian di Taman
terumbu karang, ternyata dua jenis di antaranya Nasional Laut Wakatobi, kepadatan sebesar itu adalah
beradaptasi dan menaruh anakannya di padang lamun, untuk tipe padang lamun dengan kompleksitas tinggi.
dimana setelah dewasa tidak pergi jauh dari perairan
padang lamun, walaupun dewasanya dari jenis KESIMPULAN DAN SARAN
Parachaetodon ocellatus dan Chaetodon rostratus sering
pula dijumpai di perairan terumbu karang yang memiliki KESIMPULAN
kecerahan rendah (agak keruh).
1. Pada padang lamun di sekitar goba Gugusan Pulau
Jadi dari total 55 jenis ikan yang diperoleh, ikan dengan Pari terdapat sedikitnya 55 jenis, dimana 98 % dari jenis
status tetap sebanyak 31 jenis, musiman 11 jenis, dan itu tergolong juvenil ikan dengan kepadatan rata-rata
penghuni tidak tetap 14 jenis (Tabel Lampiran 2). Hal ini 0,2 individu/m2. Jenis Apogon margaritiphorus (famili
membuktikan bahwa padang lamun merupakan ekosistem Apogonidae) adalah ikan yang mendominasi
yang penting bagi anakan ikan. Sebagian besar sampel tangkapan.
(98%) yang merupakan juvenil ikan memang memilih 2. Indeks keanekaragaman jenis dan indeks dominasi
padang lamun sebagai tempat tinggal permanen dan juvenil ikan di padang lamun Gugusan Pulau Pari relatif
sebagian lainnya secara musiman menempatkan telur di rendah, dimana tidak terlihat adanya pola hubungan
padang lamun untuk kemudian tumbuh dewasa dan erat antara habitat lamun berupa substrat dasar, jenis
bermigrasi kembali ke ekosistem perairan terumbu karang lamun, persentasi tutupan lamun dan jumlah tegakkan
dan/atau perairan dalam. Penelitian Hannan & Williams lamun/m2 terhadap indeks ekologi.
(1998) menemukan bahwa 47,5 % juvenil ikan ditetaskan 3. Ditinjau dari frekuensi kehadiran/kemunculan kumulatif
pada goba, 40% juvenil berasal dari telur yang ditetaskan ikan, 10 jenis juvenil ikan teratas seluruhnya (100%)
di luar goba, khususnya di pintu-pintu masuk goba, adalah ikan penghuni tetap ekosistem lamun. Secara
kemudian masuk kembali ke goba untuk tumbuh, dan sisa keseluruhan data frekuensi kehadiran kumulatif
10% tidak diketahui dimana penetasannya. menunjukkan bahwa terdapat 55% juvenil ikan
penghuni tetap, 20% penghuni musiman, dan 25%
Padang lamun juga memberikan kontribusi 36 % dalam penghuni tidak tetap.
menghasilkan ikan-ikan konsumsi bernilai ekonomis. 4. Kelompok juvenil ikan yang mendominasi komunitas
Selebihnya merupakan kelompok ikan major yang ikan lamun adalah kelompok ikan major (61%), disusul
berukuran kecil dan berasosiasi secara kuat dengan kelompok ikan target atau ikan konsumsi (36%) dan
padang lamun, dimana sebagian dari kelompok ikan ini terendah ikan indikator (3%).
menempati tingkat tropik bawah sebagai mangsa yang
menarik ikan-ikan dewasa masuk ke padang lamun untuk SARAN-SARAN
mencari makan. Seperti dinyatakan Unsworth (2007),
bahwa sejumlah besar ikan predator masuk ke padang 1. Keberadaan dan kesehatan padang lamun di gugusan
lamun sebagai akibat dari fungsi pasang surut air laut yang Pulau pari harus dijaga dengan baik.
mana kelimpahan ikan meningkat 45 % dari siang ke malam 2. Perlu penetapan zona perlindungan di wilayah goba
dan 30 % dari surut rendah ke surut tertinggi hanya untuk Pulau Pari yang sebagian besar mempunyai habitat
mencari makanan berupa udang dan ikan kecil. padang lamun.
Secara umum, jumlah jenis ikan juvenil yang hadir di DAFTAR PUSTAKA
padang lamun pulau Pari masih sedikit jika dibandingkan
dengan perairan padang lamun lain seperti di Seram Barat Cyrus, D.P. & S.J.M. Blaber. 1987. The influence of turbidity
(Peristiwadi, 1994ab), walaupun alat sampling yang on juvenile marine fish in the estuaries of Natal, South
digunakan berbeda. Begitu juga keanekaragaman ikan di africa. Journal of Experimental Marine Biology and
padang lamun masih di bawah keanekaragaman ikan di Ecology. 7 (11) : 14111416.
14
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
Edrus, I.N., Y. Siswantoro, & I. Suprihanto. 2007. Jenis- Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan
jenis dan kepadatan ikan karang di pulau Penata besar, Ekologis (Terj. Muhammad, Eidman, Koessoebiono,
Lemukutan, dan pulau Kabung, Perairan Kalimantan Dietriech G.B., Malikusworo Hutomo dan Sukristijono).
Barat. Jur. Pen. Perikanan Indonesia. 13 (1) : 21 34. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. 480 p.
English, S., C. Wilkinson & V. Baker.1994. Survei Manual Odum, E.P. 1975. Fundamental of Ecology. E.B. Sounders
for Tropical Marine Resources. Australian Institute Co., Philadelphia. 574 p.
of Marine Science, Townsville. Australia.
Peristiwady, T. 1994a. Ikan-ikan di padang lamun pulau
Hannan, J.C. & R. J. Williams. 1998. Recruitment of Juvenile Osi dan pulau marsegu, Seram Barat : I. Struktur
Marine Fishes to Seagrass Habitat in a Temperate Komunitas. Perairan Maluku dan Sekitarnya. 7: 35
Australian Estuary. Estuaries, Coastal and Estuarine 52.
Research Federation Publ. 21 (1): 29-51.
Peristiwady, T. 1994b. Ikan-ikan di padang lamun pulau
Harada, E. 1963. A contribution to the biology of the black Osi dan pulau marsegu, Seram Barat : II. Model
rockfish, Sebastews inermis, Cuvier and Valenciennes. distribusi dan sebaran spasial-temporal. Perairan
Publ. Seto Mar. Biol. Lab. 10 : 309-362. Maluku dan Sekitarnya. Vol 7 P3O-LIPI Ambon. p. 53
62.
Kinuchi, T.1966. An ecological study on animal
communities of the Zostera marina belt in Tomioka Springer, V.G. & A.J. Mc. Erlean. 1962. Seasonality of fishes
Bay, Amakusa, Kyushu. Publ. Amakusa Mar. Biol. Lab. on South Florida shore. Bull. Mar. Sci. Gulf Caribb.
1 (1): 1 106. 12 (1): 39 60.
Kinuchi, T. 1974. Japanese contributions on consumer Unsworth, RK.F. 2007. Aspects of the ecology of Indo-
ecology in eelgrass (Zostera marina L.) beds, with Pacific seagrass systems. A thesis submitted for the
special reference to trophic relationships and resources degree of doctor of philosophy Department of
in inshore fisheries. Aquaculture. 4 (2): 161 176. Biological Science, University of Essex. 200 p.
Kuiter, R.H. 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western R.K.F. Unsworth, J.J. Bell & D.J. Smith. 2007. Tidal fish
Pacific Indonesia and Adjacent Waters. Gramedia, connectivity of reef and sea grass habitats in the Indo-
Jakarta. Pacific. Jour. Mar. Biol. Ass. U.K. 87: 1287 1296.
Kuiter, R.H. & T. Tonozuka. 2001. Pictorial guide to Whitfield. A. K. 1990. Life-history styles of fishes in South
Indonesian Reef Fishes. Zooneticspo Publ., Australia, African estuaries. Environ. Biol. Fish. 28: 295- 308.
859 p.
Whitfield, A.K. 1994. Abundance of larval and 0+ juvenile
Lieske, E. & R. Myers. 1997. Reef Fishes of the World. marine fishes in the lower reaches of three southern
Periplus Edition. Jakarta, Indonesia. African estuaries with differing freshwater inputs. Mar.
Ecol. Prog. Ser. 105 (3): 257-267.
Ludwig, J.A. & J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. A
Primer on Methods and Computing. Jhon Wiley & Son,
New York. 337 p.
15
Tabel Lampiran 1. Hasil tangkapan ikan juvenil di masing-masing stasiun pada Gugusan Pulau Pari menggunakan pukat arad
16
Appendix Table 1. Catch of fish juvenile by station using arad net in the Pari Island
IV CENTRISTIDAE
5 Aeliscus strigatus 3 6,7 3,0 6,7
V SERRANIDAE
6 Centrogenys vaigiensis 4 84,1 2 52,9 1 28,8 7,0 165,8
7 Cephalopholis sp 1 22,3 1,0 22,3
8 Cromileptes altivelvis 1 3,2 1,0 3,2
9 Ephinephelus merra 1 48,6 1 7,0 2,0 55,6
VI TERAPONIDAE
10 Terapon Pelates Quadrilineatus 5 57,7 1 3,7 2 19,3 8,0 80,7
VII NEMIPTERIDAE
11 Scolopsis cilliata 1 28,8 1 4,5 2,0 33,3
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
VIII APOGONIDAE
12 Apogon albimaculosus 1 7,4 1,0 7,4
13 Apogon ceramensis 7 0,6 6 33,8 1 2,5 195 300,0 82 101,5 175 312,7 466,0 751,1
14 Apogon margaritophorus 99 102,7 130 110,8 1 18,6 180 274,1 36 31,4 49 38,9 319 285,5 309 217,3 1123,0 1079,3
15 Apogon sp2 8 38,8 8,0 38,8
16 Apogon sp3 8 45,3 8,0 45,3
17 Apogon sp5 4 19,9 4,0 19,9
18 Cheilodepterus quinquelineatus 41 105,9 7 10,3 12 14,3 2 1,0 9 26,5 1 0,1 2 4,2 74,0 162,3
19 Fowleria variegata 6 14,0 6,0 14,0
20 Sphaeremia orbicularIs 3 30,1 3,0 30,1
Sambungan (Continued )
LOKASI STASIUN (STUDY SITES )
1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah (Total )
JENIS (SPECIES )
ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram
Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram
IX LUTJANIDAE
21 Lutjanus carponatus 1 2,4 1,0 2,4
X LETTHRINIDAE
22 Lethrinus harax 4 2,9 79 7,9 83,0 10,8
23 Lethrinus Lentjan 5 63,3 3 25,8 1 6,0 5 15,5 14,0 110,6
24 Lethrinus ornatus 1 2,0 1,0 2,0
25 Lethrinus sp 4 13,9 1 6,0 3 6,8 1 2,7 9,0 29,4
XI MULLIDAE
26 Upeneus tragula 2 13,2 2 20,6 1 3,9 5,0 37,7
XII CHAETODONTIDAE
27 Chaetodon rostratus 1 2,2 1,0 2,2
28 Parachaetodon ocellatus 5 23,4 1 1,0 6,0 24,4
XIII POMACENTRIDAE
29 Amblyglyphydodon curacao 2 15,8 1 6,8 3,0 22,6
30 Dischistodus melanotus 5 48,8 2 5,6 1 2,2 8,0 56,6
31 Dischistodus prosopotaenia 2 35,8 1 1,3 1 4,9 4,0 42,0
XIV LABRIDAE
32 Cheilinnus trilobatus 1 2,3 1 3,7 2,0 6,0
33 Choerodon anchorago 2 43,3 2,0 43,3
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
XVII BLENNIDAE
44 Petroscirtes variabilis 1 3,7 2 5,8 1 0,8 4,0 10,3
17
Sambungan (Continued )
18
LOKASI STASIUN (STUDY SITES )
1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah (Total )
JENIS (SPECIES )
ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram ekor gram
Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram Ind. gram
XVIII SIGANIDAE
45 Siganus argenteus 2 1,2 2,0 1,2
46 Siganus canaliculatus 49 370,0 1 0,7 50,0 370,7
47 Siganus fuscescens 3 9,5 3,0 9,5
48 Siganus gutattus 8 54,0 1 8,5 9 14,2 1 53,2 4 7,5 4 11,2 27,0 148,6
49 Siganus virgatus 38 240,3 2 15,6 3 0,2 1 0,7 44,0 256,8
XIX SOLEIDAE
50 Pardachirus pavoninus 1 0,8 2 20,4 3 68,0 2 4,7 2 26,0 10,0 119,9
XX MONACANTHIDAE
51 Acreichthys tomentosus 1 4,3 24 62,3 8 45,7 6 22,3 4 15,7 94 278,2 1 9,0 138,0 437,5
52 Cantherhines fronticintus 1 5,1 14 47,6 4 16,4 2 7,7 2 11,0 1 9,5 2 8,5 26,0 105,8
XXI TETRAODONTIDAE
53 Arothron mappa 1 12,5 1,0 12,5
XXII TRIACHANTIDAE
54 Triachantus sp. 29 171,5 29,0 171,5
XXIII GERREIDAE
55 Gerres oyena 21 27,0 21,0 27,0
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
Tabel Lampiran 2. Data kumulatif dari jumlah total dan berat, kepadatan, persentasi komposisi jenis, frekuensi kehadiran, kelompok ikan (target, indikator, mayor),
persentasi kelimpahan, fase umur (juvenile dan dewasa) dan status residen dari juvenil ikan yang tertangkap di padang lamn Gugusan Pulau Pari
Appendix Table 2. Commulative data of total number and weight, density, percentage of composition, frequency of occurance, fish groups (target, indicator,
major species), percentage of abundance, age phase (juvenile and adult) and resident status of juvenile fish caught in the seagrass bed of Pari
Islands
II SYNGNATHIDAE
2 Corythoichtys intestinalis 0,215 1,66 1,98 3,3 7 M Dewasa 0,710 Tetap
3 Synghatoides biaculeatus 0,015 0,12 0,34 0,94 2 M Dewasa 0,014 Musiman
III PLATYCEPHALIDAE
4 Papilloculiceps longiceps 0,375 2,90 0,60 4,73 10 T Juvenil 1,774 Tetap
IV CENTRISTIDAE
5 Aeliscus strigatus 0,015 0,12 0,12 0,47 1 M Dewasa 0,007 Tetap
V SERRANIDAE
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
19
Sambungan (Continued )...
20
KEPADATAN KOMPOSISI FREKUENSI (FREQUENCY) KELOMPOK STADIUM KELIMPAHAN STATUS
JENIS (Density ) (Composition ) Komulatif Individu IKAN (Age Phase ) (Abundance ) PENGHUNI
(SPECIES) (m2) Individual Biomassa Commulative Individual Fish Group (%) (Resident
(%) (%) Status )
VIII APOGONIDAE
12 Apogon albimaculosus 0,005 0,04 0,13 0,47 1 M Juvenil 0,002 Tidak tetap
13 Apogon ceramensis 2,33 18,00 13,34 4,26 9 M Juvenil 9,926 Tetap
14 Apogon margaritophorus 5,615 43,38 19,17 7,12 15 M Juvenil 39,979 Tetap
15 Apogon sp2 0,04 0,31 0,69 0,47 1 M Juvenil 0,019 Tidak tetap
16 Apogon sp3 0,04 0,31 0,80 0,95 2 M Juvenil 0,038 Musiman
17 Apogon sp5 0,02 0,15 0,35 0,47 1 M Juvenil 0,009 Tidak tetap
18 Cheilodepterus quinquelineatus 0,37 2,86 2,88 4,25 9 M Juvenil 1,573 Tetap
19 Fowleria variegata 0,03 0,23 0,25 0,47 1 M Juvenil 0,014 Tidak tetap
20 Sphaeremia orbicularIs 0,015 0,12 0,53 0,47 1 M Juvenil 0,007 Tidak tetap
IX LUTJANIDAE
21 Lutjanus carponatus 0,01 0,04 0,04 0,47 1 T Juvenil 0,002 Tidak tetap
X LETHRINIDAE
22 Lethrinus harax 0,42 3,21 0,19 0,94 2 T Juvenil 0,390 Tetap
23 Lethrinus Lentjan 0,07 0,54 1,96 2,84 6 T Juvenil 0,199 Tetap
24 Lethrinus ornatus 0,01 0,04 0,04 0,47 1 T Juvenil 0,002
25 Lethrinus sp 0,05 0,35 0,52 2,36 5 T Juvenil 0,106 Tetap
XI MULLIDAE
26 Upeneus tragula 0,03 0,19 0,67 1,89 4 T Juvenil 0,047 Tetap
XII CHAETODONTIDAE
27 Chelmon rostratus 0,01 0,04 0,04 0,47 1 I Juvenil 0,002 Tidak tetap
28 Parachaetodon ocellatus 0,03 0,23 0,43 1,42 3 I Juvenil 0,043 Tidak tetap
XIII POMACENTRIDAE
29 Amblyglyphydodon curacao 0,02 0,12 0,40 0,94 2 M Juvenil 0,014 Musiman
30 Dischistodus melanotus 0,04 0,31 1,01 1,89 4 M Juvenil 0,076 Tetap
31 Dischistodus prosopotaenia 0,02 0,15 0,75 1,89 4 M Juvenil 0,038 Tetap
XIV LABRIDAE
32 Cheilinnus trilobatus 0,01 0,08 0,11 0,94 2 M Juvenil 0,009 Musiman
I.N. Edrus & S. T. Hartati/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
XV SCARIDAE
38 Hipposcarus longiceps 0,01 0,08 0,04 0,94 2 M Juvenil 0,009 Tetap
39 Leptoscarus vaigiensis 0,01 0,08 6,94 0,94 2 M Juvenil 0,009 Tetap
40 Scarus ghoban 0,05 0,39 2,10 2,37 5 M Juvenil 0,119 Tetap
XVI GOBIIDAE
41 Amblygobius palaenia 0,01 0,04 0,06 0,47 1 M Juvenil 0,002 Tetap
42 Fusigobius longipinnis 0,31 2,36 0,73 4,27 9 M Juvenil 1,302 Tetap
43 Istigobius ornatus 0,13 0,97 0,34 2,36 5 M Juvenil 0,295 Tetap
XVII BLENNIDAE
44 Petroscirtes variabilis 0,02 0,15 0,18 1,89 4 M Juvenil 0,038 Tetap
XVIII SIGANIDAE
45 Siganus argenteus 0,01 0,08 0,02 0,47 1 T Juvenil 0,005 Musiman
46 Siganus canaliculatus 0,25 1,93 6,58 1,42 3 T Juvenil 0,355 Tetap
47 Siganus fuscescens 0,02 0,12 0,17 0,47 1 T Juvenil 0,007 Musiman
48 Siganus gutattus 0,14 1,04 2,64 3,78 8 T Juvenil 0,510 Tetap
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 9-22
21
Tabel Lampiran 3. Gambaran tentang karakteristik habitat, populasi, dan indeks ekologi dari juvenil ikan dari setiap stasiun di padang lamun Gugusan Pulau Pari
22
Appendix Table 3. Illustration on habitat characteristicts, population and ecological indeces of fish juvenile at each sampling station of Pari Islands
Jumlah ekor (Individual Numbers ) 391 186 65 374 117 310 550 596
Jumlah Berat - Biomassa (gram) 1858 309 173 974 303 525 851 637
ABSTRAK
Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Kabupaten Jepara, dikelola
dengan sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata dan rekreasi. Terumbu karang dan komunitas ikannya merupakan ekosistem yang kompleks
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan biodiversitas
ikan karang yang tersebar di zona inti, zona perlindungan dan zona pemanfaatan Taman Nasional Karimunjawa,
Jepara. Penelitian dilakukan dengan metode transek 2,5 meter x 2,5 meter. Pencatatan jenis dan penghitungan
ikan menggunakan metode sensus visual. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ikan karang di zona inti, zona
perlindungan dan zona pemanfaatan adalah ditemukannya 10 famili dengan 59 spesies dan 1369 individu ikan
karang di ketiga lokasi penelitian, dengan rincian ikan karang di zona inti ditemukan 9 famili, 25 spesies dan 491
individu, di zona perlindungan terdapat 6 famili, 29 spesies dan 370 individu ikan karang dan terakhir di zona
pemanfaatan ditemukan 5 famili, 27 spesies dan 508 individu ikan karang. Distribusi jenis ikan karang di zona
perlindungan dan zona pemanfaatan lebih tinggi dibandingkan dengan di zona inti. Tingginya jumlah jenis ikan
karang di zona perlindungan dan zona pemanfaatan dikarenakan bervariasinya habitat yang terdapat di terumbu
karang. Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi di tiga lokasi penelitian adalah Pomacentrus alexanderae
sebesar 222 ind/m2.
ABSTRACT
Karimunjawa National Parks is one of nature conservation area in the district of Jepara, which is managed
by the zoning system can be utilized for the purpose of research, science, education, culture, tourism and
recreation. Coral reefs and fish communities is a complex ecosystem with high biodiversity. The aims of this
study is to determine abundance and biodiversity of reef fish species are scattered in the core zone, protection
zone and utilization zone in Karimunjawa National Parks, Jepara. The research was conducted by transect 2.5
meters x 2.5 meters. Recording types and counting fish used visual census method. The results obtained from
observations of reef fishes in the core zone, buffer zone and the zone was the discovery of 10 families with 59
species and 1369 individual reef fish in all three study sites, with details in the core zone of reef fish found 9
families, 25 species and 491 individuals, protection zone there are 6 families, 29 species and 370 individuals and
last in the utilization zone reef fish found 5 families, 27 species of reef fish and 508 individuals. The distribution
of reef fish species in protection zone and utilization zone higher than in core zone. The high number of species
of reef fish in the protection zone and utilization zone because of varied habitats found in coral reefs. The high
abundance of species of reef fish in three research sites is Pomacentrus alexanderae of 222 ind/m2.
Ikan-ikan tersebut pergerakannya beragam, tetapi pada JawaTimur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
umumnya mereka cenderung hidup menetap di ekosistem distribusi jenis, kelimpahan dan biodiversitas ikan karang
terumbu karang dari pada vertebrata lain yang sama yang terdapat di zona inti, zona perlindungan dan zona
ukurannya. Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa pemanfaatan Taman NasionaPl Karimunjawa.
mereka hidup pada lingkungan yang sangat terstruktur
akibat bentuk dari arsitektur terumbu karang yang BAHAN DAN METODE
kompleks, dan kebutuhan akan sumber daya tersedia
sepanjang waktu (Hutomo, 1993). Lokasi dan Waktu Penelitian
Di Indonesia banyak terdapat Taman Nasional selain Pengambilan data dilakukan dengan metode survey
Taman Nasional Karimunjawa seperti Taman Nasional (Stratified sampling method) pada lokasi yang mewakili
Ujung Kulon (Jawa Barat) dan Baluran (Jawa Timur). Kedua zona inti (Pulau Kumbang), zona perlindungan (Pulau
Taman Nasional tersebut memiliki keanekaragaman hayati Burung) dan zona pemanfaatan (Pulau Kecil) pada bulan
yang tinggi baik flora, fauna maupun ekosistemnya. April-Oktober 2011 ( Gambar 1) dan cara sampling dengan
Penelitian oleh Wahyudewantoro (2009) di Taman metode transek disajikan pada Gambar 2. Karakteristik dan
Nasional Ujung Kulon menemukan 24 famili, 33 spesies lokasi masing-masing zona tersebut dijelaskan pada Tabel
dan 283 individu ikan karang, sementara Syarifuddin et al. 1. Jumlah transek yang dipasang di setiap stasiun
(2010) menemukan 28 famili, 111 spesies dan 6.781 individu sebanyak 1 transek berukuran 3 x 25 m.
ikan karang di perairan Taman Nasional Baluran,
24
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
Kelimpahan ikan karang dihitung dengan transek visual meter dengan antar ulangan sepanjang 5 meter, dan garis
sesuai dengan English et al. (1997). Transek dibentangkan imajiner sepanjang 2.5 meter ke kiri dan ke kanan.
sepanjang 75 meter sejajar garis pantai, yang dibagi Identifikasi ikan mengacu kepada Allen (2003).
menjadi 3 (tiga) segmen atau pengulangan sepanjang 20
25
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
Analisis Data spesies tidak jauh berbeda, tidak ada dominasi dan tidak
ada tekanan terhadap ekosistem.
a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dihitung
dengan menggunakan persamaan (Ludwig & c. Indeks dominasi dihitung dengan persamaan Odum
Reynolds, 1988) sebagai berikut: (1971) sebagai berikut :
2
S
ni ni ni
H ': ln C :
i =1 N N N
Keterangan : Keterangan :
H = indeks keanekaragaman Shannon dan Wiener C = indeks dominasi
S = jumlah spesies dalam sampel n = jumlah individu jenis ke-i
ni = jumlah individu dalam sampel N = jumlah seluruh individu
N = jumlah individu seluruh spesies dalam sampel Interpretasi :
Interpretasi : 0,00 <C < 0,30 : dominansi rendah
H<1 : berarti komunitas dalam kondisi tak stabil 0,30<C<0,60 : dominansi sedang
1 < H < 3 :berarti komunitas dalam kondisi sedang 0,60<C< 1,00 : dominansi tinggi
(moderat)
H>3 : berarti komunitas dalam kondisi baik d. Indeks Kekayaan dihitung dengan persamaan Margalef
(1958) sebagai berikut :
b. Indeks Keseragaman dihitung dengan persamaan (Ludwig
S 1
& Reynolds ,1988) sebagai berikut : D:
ln( N )
H' Keterangan :
E ': S = Jumlah Spesies
Hmaks N = jumlah seluruh individu
Keterangan : Kriteria kekayaan jenis ikan karang dapat dilihat pada Tabel 2.
E = indeks keseragamanan
H = indeks keanekaragaman
Tabel 2. Kriteria indeks kekayaan jenis ikan karang
Hmaks = ln S
Table 2. Criteria richness index of reef fish species
S = jumlah spesies dalam sampel
26
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
Secara keseluruhan, distribusi jenis ikan karang di zona Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi (222 ind/m2)
pemanfaatan lebih tinggi dibandingkan dengan di zona diperoleh untuk jenis Pomacentrus alexanderae (Gambar 3).
inti dan di zona perlindugan (Tabel 4).
Tabel 4. Distribusi ikan karang menurut lokasi sampling di perairan Taman Nasional Karimunjawa
Table 4. Distribution of reef fish by sampling sites in Karimunjawa National Parks waters
Stasiun Penelitian
No. Famili Spesies Zona
Zona Inti Zona Perlindungan Pemanfaatan
1 Pomacentridae Neoglyphidodon melas + - +
2 Pomacentridae Pomacentrus bouroughi + + -
3 Pomacentridae Pomacentrus bantunai + - +
4 Pomacentridae Chrysiptera rex + + +
5 Pomacentridae Amblygliphidodon curacao + + +
6 Pomacentridae Pomacentrus alexanderae + + +
7 Pomacentridae Neoglyphidodon leucogaster + - -
8 Pomacentridae Chrysiptera springieri + - +
9 Pomacentridae Chrysiptera rolandi + - -
10 Pomacentridae Scarus bicolor - + -
11 Pomacentridae Chaetodon octofasciatus - + -
12 Pomacentridae Pomacentrus mauloccensis - + +
13 Pomacentridae Cromis atipectoralis - + -
14 Pomacentridae Amphiprion ocelaris - + -
15 Pomacentridae Scolopsis margaritifer - + +
16 Pomacentridae Pomacentrus philiphinus - + -
27
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
28
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
350
300
250
200
150
100
50
0
Dististodus
Pomacentrus
Amblygliphidodon
Diproxanthus
Chaetedontoplus
Chaetodontoplus
Neoglyphidodon
Neoglyphidodon
Neoglyphidodon
Chrysiptera rex
Siganus virgatus
Sinodus binotatus
Cromis viridis
Cromis atipectoralis
Apogon compressus
Clorurus sordidus
Epinephelus fasciatus
Cheilinus trilobatus
Scarus bicolor
Lutjanus kasmira
Gambar 3. Kelimpahan jenis ikan karang di lokasi penelitian
Figure 3. Abundance of reef fish spesies in sampling site
Tabel 5. Analisa indeks keanekaragaman jenis (H), indeks keseragaan (E), indeks dominansi (C) dan indeks kekayaan
jenis (D) di lokasi penelitian
Tabell 5. Analysis of diversity index (H), eveness index (E), dominance index (C) and richness index (D) at
sampling site
Stasiun Penelitian
Indeks
Zona Inti Zona Perlindungan Zona Pemanfaatan
Keanekaragaman (H') 2,334 1,997 2,463
Keseragaman (E') 0,725 0,593 0,747
Dominansi (C) 0144 0,291 0,107
Kekayaan Jenis (D) 3,873 4,735 4,334
29
Y. Sugianti & Mujiyanto/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
Tingginya jumlah jenis ikan karang di zona Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan riset
perlindungan dan zona pemanfaatan dikarenakan Identifikasi Habitat Kelimpahan dan Distribusi Ikan Hias
bervariasinya habitat yang terdapat di terumbu karang. di Perairan Karang Kepulauan Karimunjawa, Jawa
Zona perlindungan memiliki 23 genus karang hidup, Tengah, T.A. 2011 di Balai Penelitian Pemulihan dan
disusul zona pemanfaatan yang memiliki 15 genus karang Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur-Purwakarta.
hidup.Tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga
daerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, DAFTAR PUSTAKA
dan juga perairan yang dangkal dan dalam zona-zona yang
berbeda melintasi karang. Banyaknya karang-karang Allen, G.R. 2000. Indo-Pacific Coral-Reef Fishes As
bercabang di zona perlindungan menyediakan Indicators of Conservation Hotspots. Proceedings 9th
perlindungan bagi ikan-ikan kecil yang berenang-renang International Coral Reef Symposium Bali, Indonesia
memakan plankton dan kembali untuk berlindung di karang 23-27 October 2000. 2: 921-926.
tersebut.
Allen, G., R. Steene., P. Humann,& N. Deloach. 2003. Reef
Di perairan Karimunjawa ini zona pemanfaatan terbagi Fish Indentification-Tropical Pacific. New World
menjadi kawasan dengan dua peruntukan yaitu untuk Publications, INC. Jacksonville, Florida. USA. 465 p.
peruntukan perikanan tradisional dan daerah wisata
berbasis lingkungan. Bellwood, D.R. 1998. Ontogenetic Changes in the Diet of
Early Post-Settlement Scarus Species. J. Fish Biol. 33:
Zona inti memiliki genus karang hidup yang paling 213-219.
sedikit yaitu 12 genus, dead coral nya yang mencapai
12,2% . Selain itu letaknya yang dekat dengan pemukiman Dhahiyat, Y., D. Sinuhaji & H. Hamdani. 2003. Struktur
penduduk memungkinkan adanya aktifitas manusia yang Komunitas Ikan Karang di Daerah Transplantasi
terjadi di zona ini. Distribusi ikan karang sendiri sangat Karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Jurnal Iktiologi
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: kebiasaan, habitat, Indonesia. 3(2): 87-94.
arus dan larva.
English, S., C. Wilkinson, & V. Baker. 1994. Survey Manual
Hasil perhitungan indeks dominansi (C), menunjukkan for Tropical Marine Resources. Australian Institute
bahwa nilai indeks dominansi ikan karang pada selama of Marine Science. 390 p.
pengamatan berkisar antara 0.107-0.291. Kisaran nilai
tersebut masuk kedalam kategori sedang hal ini berarti Hutomo, M. 1993. Studi Komunitas Ikan Karang materi
bahwa di lokasi penelitian tidak ada dominasi oleh spesies Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan
ikan karang tertentu dan tidak ada tekanan terhadap Kondisi Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan
ekosistem. Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
KESIMPULAN
Jorgensen, S.E., R. Constanza & F.L. Xu. 2005. Handbook
1. Komposisi jenis ikan karang yang ditemukan di Taman of Ecological Indicators for Assesment of Ecosystem
Nasional Karimunjawa, Jepara terdiri dari 10 famili Health. CRC Press. www.crepress.com.
dengan 59 spesies dan 1369 individu ikan karang. Ludwig, J.A & J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : A
Distribusi jenis ikan karang di zona perlindungan dan Primer in Methods and Computing. John Wiley &
di zona pemanfaatan lebih tinggi dibandingkan dengan Sons, New York. 92 p.
di zona inti. Tingginya jumlah jenis ikan karang di zona
30
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 23-31
Montgomery, W.L, T. Gerrodete and L.D. Marshall. 1980. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan. Edisi
Effect of grazing by the yellowtail surgeonfish. Ketiga. Gajah Mada University Press. Jogjakarta. p.
Prionurus punctatus on algal communities in the gulf 134-162.
of California, Mexico. Bull. Mar. Sci. 30 (4) : 901-908.
Syarifuddin, S, Aunurohim & N. Abdulgani. 2010.
Margalef, D.R. 1958. Information Theory in Ecology. Distribusi Ikan Karang di Pantai Bama, Taman Nasional
General System 3. 36-71. Baluran, Jawa Timur. Paper ITS. p. 1-13.
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd edition. Wahyudewantoro, G. 2009. Komposisi Jenis Ikan Perairan
W.B. Saunders. Philadelphia. 574 p. Mangrove pada beberapa Muara Sungai di Taman
Nasional Ujung Kulon, Pandeglang Banten. Jurnal
Fauna Tropika : Zoo Indonesia. 18 (2): 89-98.
31
32
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
ABSTRAK
Faktor ketersediaan pakan alami di perairan waduk dapat menentukan komposisi dan penyebaran serta
proses adaptasi beberapa jenis ikan (adaptasi dari lingkungan mengalir menjadi tergenang). Tujuan dari penelitian
ini adalah mengkaji interaksi dalam memanfaatkan pakan alami yang tersedia dari komunitas ikan di Waduk
Penjalin. Pengambilan ikan contoh dilakukan pada bulan Juni dan Agustus 2011 menggunakan jaring insang
percobaan (ukuran 1-3 inci dengan interval 0,25 inci) dan hasil tangkapan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ikan beunteur (Puntius binotatus), nila (Oreochromis niloticus) dan tawes (Barbonymus gonionotus)
tergolong sebagai planktivora dengan makanan utama berupa fitoplankton masing-masing sebesar 92,23%,
86,91% dan 70,00%. Ikan nilem (Osteochilus vittatus) tergolong sebagai herbivora dengan makanan utama
berupa tumbuhan/makrofita sebesar 100,00%. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) dan manila gift (Parachromis
managuensis) tergolong sebagai predator dengan makanan utama berupa ikan masing-masing sebesar 89,33%
dan 95,34%. Ikan manila gift merupakan jenis ikan introduksi yang saat ini mendominasi perairan Waduk
Penjalin. Interaksi komunitas ikan dalam memanfaatkan pakan alami cenderung memiliki kompleksitas yang
rendah. Hal ini diduga akibat tingginya tingkat predasi oleh ikan predator asing, sehingga mengakibatkan
ketidakseimbangan antara jumlah ikan predator dan ikan yang dimangsa.
ABSTRACT
The availability of food resources in water reservoir determine the composition, dispersal rate and adaptation
of some species of fish (an adaptation from riverine to lacustrine). The purpose of this study is to analysing the
interaction in utilizing the available of natural resources by fish communities in Penjalin Reservoir. Research
was done on June and August 2011 using experimental gillnets (size 1-3 inches with intervals about 0.25 inches)
and the catch of fishermen. The results showed that spotted barb (Puntius binotatus), nile tilapia (Oreochromis
niloticus) and silver barb (Barbonymus gonionotus) classified as planktivora with the primary food were
phytoplankton respectively 92.23%, 86.91% and 70.00%. Bonylip Barb (Osteochilus vittatus) classified as
herbivores with the primary food were plant/macrophyte 100.00%. Marble goby (Oxyeleotris marmorata) and
jaguar guapote (Parachromis managuensis) classified as a predator with the primary food were fish (prey)
respectively 89.33% and 95.34%. Jaguar guapote was aliens species who dominated Penjalin Reservoir.
Interaction of food resource utilization of fish communities in Penjalin Reservoir tend to have a lower complexity.
This is due to the high levels of predation by dominance of alien predatory species, thus resulting in an imbalance
comparison between population of predator and prey.
071934.50
(Barbonymus gonionotus), lunjar padi (Rasbora
argyrotaenia), dan wader (Puntius binotatus) (Rukayah
& Wibowo, 2011). Ikan-ikan ini sebagian besar bernilai
ekonomis bagi masyarakat setempat yang memanfaatkan
071954.50
perikanan. Seiring berjalannya waktu, perairan Waduk
Penjalin justru lebih banyak didominasi oleh ikan predator
introduksi, yaitu ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)
(Abulias & Bhagawati, 2008).
072014.50
Pada penelitian ini ditemukan jenis ikan introduksi baru
yang mendominasi Waduk Penjalin, yaitu ikan manila gift
109215.00 109225.00 109235.00
(Parachromis managuensis). Masyarakat setempat
menganggap jenis ikan ini mirip dengan ikan nila, namun
pada kenyataannya justru berbeda karakteristik. Pengaruh Gambar 1. Peta lokasi stasiun penelitian di Waduk
keberadaan ikan introduksi terhadap komunitas ikan di Penjalin
Waduk Penjalin perlu dikaji sebagai basis data pengelolaan Figure 1. Map of research station in Penjalin
guna mengurangi dampak negatifnya secara ekologi.
Reservoir
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji interaksi
dalam memanfaatkan pakan alami yang tersedia oleh
komunitas ikan di Waduk Penjalin. Kebiasaan makanan dianalisis menggunakan indeks
bagian terbesar (Indeks of Preponderance) (Natarajan &
BAHAN DAN METODE Jhingran, 1961) :
34
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
n = Jumlah kelompok ukuran ikan (i = 1,2,3,.n) Pengelompokkan interaksi pemanfaatan pakan antar
m = Jumlah sumberdaya makanan ikan (j = jenis ikan dievaluasi berdasarkan pakan yang dikonsumsi
1,2,3,m) oleh ikan dan dihitung menggunakan jarak Euclidian (Sokal
& Rohlf, 1995) dari program Statistica 8.0 dengan rumus :
Analisis untuk mengetahui adanya tumpang tindih
relung pakan antar jenis ikan (niche overlap) dihitung
menggunakan model dari Pianka (1986) sebagai berikut: 1 1 2 = 1 2
2
=1 ................................. (4)
.
= Keterangan:
2 . 2 ............................(3)
x1, x2 = Indeks untuk individu dari jenis ikan ke-1 dan 2
Keterangan:
y = Kelompok pakan yang dikonsumsi ikan
i = Jenis kelompok pakan bervariasi dari 1 sampai n
Oij : Tumpang tindih relung antara jenis ikan ke-i dan
ke-j
HASIL DAN BAHASAN
Pij : Proposi jenis ikan ke-i dalam memanfaatkan
sumber daya makanan ke-k
HASIL
Pik : Proposi jenis ikan ke-j dalam memanfaatkan
sumber daya makanan ke-k
Ikan contoh yang tertangkap pada penelitian ini terdiri
atas tiga famili, enam genus, dan enam spesies. Jenis ikan
Tingkatan peluang terjadinya kompetisi ditentukan
yang tertangkap pada penelitian di Waduk Penjalin dapat
menurut kriteria yang diajukan oleh Moyle & Senanayake
dikelompokan atas ikan introduksi (tiga ekor) dan ikan
(1984) :
asli (tiga ekor). Komposisi jenis-jenis ikan yang tertangkap
tersaji pada Tabel 1. Pakan alami yang dimanfaatkan oleh
Bila Oij < 0,3 : Peluang terjadinya kompetisi
komunitas ikan di Waduk Penjalin terdapat delapan jenis
tergolong rendah
antara lain fitoplankton, tumbuhan (makrofita), detritus,
Bila 0,3 d Oij d 0,8 : Peluang terjadinya kompetisi zooplankton, annelida, insecta, crustacea dan ikan.
tergolong sedang Komposisi makanan yang dimanfaatkan oleh setiap jenis
ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin tersaji pada Tabel
Bila Oij > 0,8 : Peluang terjadinya kompetisi
2.
tergolong tinggi
Persentase
Tangkapa
Jenis n
No/ Nama Latin/ n (%)/ PT (cm)/ B (gram)/ N (ekor)/
Ikan/Fish (ekor)/
No Scientific Name Percentage TL (cm) W (gram) N (ind)
Species n (ind)
of Catch
(%)
1. Betutu* Oxyeleotris marmorata 22,5 8,6 - 24,5 8,5 - 198,5 45 21
Oreochromis niloticus 14,1 -
2. Nila* 9,5 9,4 - 28,0 19 17
435,1
Parachromis
3. Manila Gift* 64,5 6,0 - 20,1 6,6 - 155,9 129 110
managuensis
4. Nilem** Osteochilus vittatus 0,5 8,8 8,7 1 1
5. Tawes** Barbonymus gonionotus 0,5 12,1 32,6 1 1
6. Beunteur** Puntius binotatus 2,5 8,0 - 9,5 8,7 - 12,3 5 1
Ket: * = ikan introduksi (non indigenous); ** = ikan asli (indigenous); PT = Panjang Total (cm)/TL = Total Length (cm); B =
Bobot (gram)/W = Weight (gram); N = Jumlah Total Individu (ekor)/N = Number of species (ind); n = Jumlah Ikan Contoh
yang Diamati (ekor)/n = Number of Sample (ekor)
35
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
Tabel 2. Jenis pakan dan kebiasaan makanan dari komunitas ikan yang tertangkap di Waduk Penjalin
Table 2. Natural food and food habits of fish communities in Penjalin Reservoir
Ikan beunteur, nila dan tawes tergolong sebagai sedangkan pada ikan manila gift antara lain berupa
planktivora yang masuk kategori herbivora dengan potongan tumbuhan (0,03%), insecta (1,34%), crustacea
makanan utama berupa fitoplankton masing-masing (3,28%) dan detritus (0,01%). Jenis crustacea yang
sebesar 92,23%, 86,91% dan 70,00% (Tabel 2). Ikan dimanfaatkan ikan manila gift sebagai makanan tambahan
beunteur dan nila lebih banyak memanfaatkan jenis berupa udang (3,28%).
fitoplankton dari kelas Dinophyceae dengan persentase
masing-masing sebesar 52,79% dan 28,36%. Jenis Secara umum, nilai luas relung makanan dari komunitas
Dinophyceae yang dominan banyak ditemukan pada ikan di Waduk Penjalin berkisar antara 1,00-1,72 (Tabel 3).
lambung kedua ikan tersebut adalah Peridinium sp. Ikan Tinggi rendahnya nilai luas relung makanan menunjukkan
tawes lebih banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas tingkat generalitas ikan dalam memanfaatkan pakan alami
Bacillariophyceae sebesar 35,00% dimana genus yang yang ada (Kreb, 1989). Sifat selektif ditunjukkan oleh ikan
dominan ditemukan adalah Navicula sp. Ikan nilem nilem dan manila gift, karena hanya memanfaatkan salah
tergolong sebagai herbivora dengan makanan utama satu jenis pakan alami dengan persentase yang besar. Nilai
berupa tumbuhan/makrofita sebesar 100% (Tabel 2). tumpang tindih relung makanan dari komunitas ikan di
Waduk Penjalin berkisar antara 0,00-1,00 (Tabel 3). Hal ini
Ikan betutu dan manila gift tergolong sebagai predator mendeskripsikan adanya tingkat kompetisi yang rendah
dengan makanan utama berupa ikan masing-masing hingga tinggi antar jenis ikan. Kompetisi yang rendah
sebesar 89,33% dan 95,34% (Tabel 2). Ikan betutu terjadi antara ikan betutu dan manila gift dengan ikan
memanfaatkan insecta dan crustacea sebagai makanan lainnya, serta ikan nilem dengan ikan beunteur dan nila.
pelengkap dengan persentase masing-masing adalah Tingkat kompetisi sedang terjadi antara ikan tawes dengan
5,17% dan 5,25%, sedangkan pada lambung ikan manila ikan beunteur, nila dan nilem. Kompetisi yang tinggi terjadi
gift tidak ditemukan adanya makanan pelengkap. Jenis antara dua ikan predator, yaitu ikan betutu dengan ikan
crustacea yang dimanfaatkan oleh ikan betutu adalah manila gift (Oij=1,00), juga ikan nila dan beunteur (Oij=0,90)
udang (4,83%) dan ketam (0,42%). Makanan tambahan karena sama-sama memanfaatkan fitoplankton dari kelas
dari ikan betutu berupa potongan tumbuhan (0,25%), Bacillariophyceae dan Dinophyceae yang cukup tinggi.
36
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
Tabel 3. Luas relung dan tumpang tindih relung makanan dari komunitas ikan di Waduk Penjalin
Table 3. Niche breadth and niche overlap of fish communities in Penjalin Reservoir
Analisis dendrogram (jarak euclidean sebesar 50%) herbivora yang terdiri atas ikan nilem. Kelompok pertama
yang didasarkan pada kebiasaan makanan dari masing- dan kedua dikategorikan sebagai konsumen tingkat
masing jenis ikan didapatkan tiga kelompok dalam rantai pertama yang berhubungan langsung dengan produsen
makanan (Gambar 4). Kelompok pertama adalah kelompok (fitoplankton maupun makrofita). Kelompok terakhir adalah
ikan planktivora yang tergolong herbivora terdiri atas ikan kelompok ikan predator terdiri atas ikan manila gift dan
beunteur, nila, dan tawes. Kelompok kedua adalah ikan betutu yang dikategorikan sebagai konsumen tingkat akhir.
Parachrom is m anaguensis
Oreochrom is niloticus
Puntius b inotatus
Osteochilus vittatus
Gambar 4. Dendrogram interaksi pemanfaatan pakan alami dari komunitas ikan di Waduk Penjalin
Figure 4. Dendrogram of food web interaction of fish community in Penjalin Reservoir
37
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
Kartamihardja, 2005), namun sama seperti di Danau (Agasen et al., 2006). Adanya tekanan predasi akibat
Maninjau (Syandri, 2004). Makanan utama dari ikan nilem tingginya populasi ikan asing predator (manila gift dan
di Waduk Penjalin sama seperti di perairan Danau Maninjau betutu) dan kompetisi daerah teritorial oleh ikan cichlid
(Syandri, 2004) dan Waduk Cirata (Hedianto & (manila gift) diduga sebagai salah satu penyebab
Purnamaningtyas, 2011). rendahnya populasi tawes sebagai ikan asli.
Sifat predator ikan betutu di Waduk Penjalin seperti Kompleksitas rantai makanan berdasarkan tumpang
jenis ikan yang sama di Rawapening (Krismono et al., tindih relung dan interaksi dalam memanfaatkan pakan
2003a) dan Kedungombo (Krismono et al., 2003b). alami cenderung rendah, karena hanya melibatkan dua
Kebiasaan makanan ikan manila gift sebagai ikan piscivora posisi dalam rantai makanan (herbivora dan karnivora).
(predator) yang agresif, sama pula seperti ikan yang sama Hal ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan secara
di Danau Taal, Filipina (Agasen et al., 2006) dan Waduk Ir. ekologi akibat perbandingan yang tidak seimbang antara
H. Djuanda (Tjahjo et al., 2009). Adanya potongan jumlah ikan predator dan ikan mangsa (prey). Persentase
tumbuhan yang ditemukan pada lambung ikan betutu dan tangkapan antara ikan predator (piscivora) dan ikan
manila gift menunjukkan bahwa kedua jenis ikan tersebut mangsa (ikan planktivora dan herbivora) adalah 87,0% dan
mencari mangsa pada daerah litoral. Perbedaan antara 13,0% atau perbandingan antara jumlah ikan mangsa dan
keduanya dalam mencari mangsa ialah ikan betutu predator adalah 1:6,5. Perbandingan ini jauh berbeda
merupakan predator demersal yang pasif (Riede, 2004), dengan penelitian sebelumnya (Rukayah & Wibowo, 2011)
sedangkan ikan manila gift merupakan predator yang yang menyatakan bahwa perbandingan komposisi ikan
agresif dengan sifat benthopelagic dimana mampu mencari asli dan introduksi adalah sebesar 1,2:1, sedangkan
mangsa di dasar, kolom dan permukaan perairan (Agasen perbandingan kelimpahan ikan asli dan introduksi adalah
et al., 2006). 1:2,0. Komunitas ikan di Waduk Penjalin saat ini banyak
didominasi oleh ikan predator introduksi, terutama oleh
Menurut Collwel & Futuyma (1971), semakin besar nilai ikan manila gift. Menurut Krebs (1989), apabila suatu
luas relung makanan dari suatu ikan mengindikasikan perairan terlalu banyak terdapat ikan predator
semakin generalis dalam memanfaatkan sumber daya dibandingkan ikan mangsa, maka produktivitas perairan
pakan yang ada. Ikan tawes merupakan salah satu ikan cenderung rendah.
yang tergolong generalis daripada jenis ikan yang lainnya,
terutama karena mampu memanfaatkan dua sumber daya Kehadiran ikan manila gift dikhawatirkan dapat
yang berbeda sebagai makanan utama, yaitu fitoplankton berdampak negatif secara luas di Waduk Penjalin. Ikan ini
dan tumbuhan. Ikan yang memakan beragam sumber daya merupakan hasil introduksi yang tidak disengaja
makanan maka luas relung makanannya akan meningkat, (unintentional introductions) dengan karakteristik
walaupun sumber daya yang tersedia menurun (Krebs, toleransi yang tinggi terhadap suhu (berkisar antara 25-
1989). Selanjutnya, sifat generalis suatu jenis ikan dalam 36C) (Bussing, 1998) maupun pH (berkisar antara 7,0-8,7)
memanfaatkan pakan yang ada dapat meningkatkan jumlah (Agasen et al., 2006). Ikan manila gift justru dapat
populasinya (Effendie, 1997). Walau demikian, hasil berkembang dengan baik pada perairan yang hangat dan
tangkapan ikan tawes ternyata cenderung rendah keruh dengan dasar perairan berupa lumpur atau serasah
dibandingkan ikan lainnya. Hal ini berarti dalam ekologi serta tingkat eutrofikasi yang tinggi (Conkel, 1993). Apabila
rantai makanan, jenis-jenis ikan asli, seperti tawes diduga status trofik perairan Waduk Penjalin berubah menjadi
terganggu perkembangan populasinya akibat kehadiran eutrofik, maka dikhawatirkan populasi ikan manila gift akan
dan interaksi dengan ikan spesies asing. menjadi sangat dominan (invasive alien species). Jika hal
tersebut terjadi, maka ancaman penurunan komunitas ikan
Kehadiran ikan cichlid pada suatu perairan telah diteliti asli semakin tinggi (dampak negatif bagi ekologi) diiringi
dapat menimbulkan efek negatif secara ekologi, apabila menurunnya pendapatan nelayan (dampak negatif bagi
introduksi terjadi secara tidak terkontrol. Penelitian yang ekonomi). Ikan manila gift tergolong sebagai ikan
dilakukan Fuselier (2001) menunjukkan bahwa kehadiran ekonomis rendah bagi masyarakat sekitar, walaupun
ikan mujair (Oreochromis mossambicus) telah kelimpahannya tinggi di alam.
menimbulkan fragmentasi habitat pada perairan di Mexico
yang menyebabkan terjadi perebutan wilayah (teritorial) Upaya penebaran atau restocking dapat dilakukan
antara ikan cichlid introduksi (mujair) dengan ikan-ikan guna memperbaiki keseimbangan ekologi di Waduk
cyprinodontid (ikan-ikan putihan). Hal ini dikarenakan Penjalin, terutama dari jenis ikan asli. Namun, perlu
hampir kebanyakan ikan cichlid memiliki perilaku untuk diperhatikan tingginya jumlah ikan predator yang
menjaga wilayahnya (Patzner, 2008). dikhawatirkan jenis ikan yang akan ditebar justru menjadi
mangsa. Langkah awal terbaik untuk memulihkan ekologi
Ikan manila gift merupakan jenis ikan cichlid predator di Waduk Penjalin adalah dengan mengendalikan populasi
yang sangat menjaga wilayahnya untuk sarang dan anakan ikan predator, yaitu ikan manila gift dan betutu.
38
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
39
D.A. Hedianto, et al./BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 33-40
Needham, J. G. & P. R. Needham. 1963. A guide to the Rukayah, S. & D. N. Wibowo. 2011. Komposisi spesies
study of freshwater biology, 5th Ed. Revised and ikan indigenous dan introduksi pada ekosistem Waduk
Enlarged. Holden Day, Inc, San Fransisco. 180 p. Penjalin Kab. Brebes (acuan: budidaya ikan).
Prosiding. Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup.
Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. p. 39-48.
Birkett. Academic Press. New York. 352 p.
Sokal, R. R. & F. J. Rohlf. 1995. Biometry: the principle
Patzner, R. A. 2008. Reproductive strategies of fish. In practice of statistics in biological research. W. H.
Rocha, J. M., A. Arukwe & B. G. Kapoor. Fish Freeman and Co. 877 p.
Reproduction. Science Publishers. United States of
America. p. 311-350. Syandri, H. 2004. Penggunaan ikan nilem (Osteochilus
haselti CV) dan ikan tawes (Puntius javanicus CV)
Pianka, E. R. 1986. Ecology and natural history of desert sebagai agen hayati pembersih perairan Danau
lizards. Analyses of the Ecological Niche and Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Natur Indonesia. 6
Community Structure. Princeton University Press, (2): 87-90.
Princeton, New Jersey. 208 p.
Tjahjo, D. W. H. & S. E. Purnamaningtyas. 2009. Evaluasi
Purnomo, K & E. S. Kartamihardja. 2005. Pertumbuhan, kemampuan ikan bandeng dan nila tebaran dalam
mortalitas, dan kebiasaan makan ikan tawes (Barbodes memanfaatkan kelimpahan fitoplankton di Waduk Ir.
gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian H. Djuanda. Prosiding. FNPSI II. PI-02. 11 p.
Perikanan Indonesia. 11 (2): 8 p.
Tjahjo, D. W. H., S. E. Purnamaningtyas & A. Suryandari.
Quigley, M. 1977. Invertebrates of stream and rivers, a 2009. Evaluasi peran jenis ikan dalam pemanfaatan
key to identification. Edward Arnold. Northampton. sumber daya pakan dan ruang di Waduk Ir. H. Djuanda.
84 p. J. Lit. Perikan. Ind 15 (4): 267-276.
Riede, K. 2004. Global register of migratory species - from Wikipedia. 2013. Waduk Penjalin. http://id.wikipedia.org/
global to regional scales. In Fishbase. World Wide wiki/Waduk_Penjalin. Diakses Tanggal 24-05-2013.
Web electronic publication. www.fishbase.org. Final
Report of the R&D-Project. Federal Agency for Nature
Conservation, Bonn, Germany. 329 p.
40
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
Ignatius Tri Hargiyatno1), Fayakun Satria3), Andika Prima Prasetyo1), Moh. Fauzi2)
1)
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi dan Sumberdaya Ikan
2)
Balai Penelitian Perikanan Laut,
3
) Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Teregistrasi I tanggal: 8 Juni 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 21 Maret 2013;
Disetujui terbit tanggal: 25 Maret 2013
ABSTRAK
Pemanfaatan lobster yang intensif di perairan Selatan Jawa mengakibatkan terjadinya penurunan stok.
Untuk menganalisa hal ini perlu dilakukan penelitian mengenai beberapa aspek biologi. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisa hubungan panjang-berat dan faktor kondisi lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan
selatan Yogyakarta dan Pacitan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan panjang berat
lobster pasir di perairan selatan Yogyakarta dan Pacitan bersifat allometrik negatif. Nilai rata-rata berat relatif
(Wr) dan faktor kondisi (K) untuk lobster pasir (Panulirus homarus) jantan adalah 99,54 dan 0,933, sedangkan
lobster betina 101,96 dan 1,003. Nilai faktor kondisi dindikasikan semakin menurun seiring pertambahan kelas
ukuran panjang.
ABSTRACT
Intensive utilization on spiny lobster in the Southern Java waters impacted on lobster stocks depletion. To
analysis this issue, research on some of biological aspect need to be conducted. The aim of this research was to
analyze the length-weight relationship and condition factor of the scalloped spiny lobster (Panulirus homarus)
in Yogyakarta and Pacitan waters. The results shown P. homarus have allomatric negative growth pattern. The
average value of the relative weight (Wr) and condition faktor (K) of the scalloped spiny lobster (Panulirus
homarus) males were 99.54 and 0.933, while the female lobster 101.96 and 1.003. Condition factor value
decreases as the length of the class.
KEY WORD: Length-weight relationship, condition factor, Panulirus homarus, Yogyakarta, Pacitan
Korespondensi penulis:
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Jl. Pasir Putih II, Kompleks Bina Samudera, Ancol Timur Jakarta-Utara 41
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
BAHAN DAN METODA (K). Berat relatif (Wr) dihitung dengan menggunakan
persamaan Rypel & Richter (2008), yaitu:
Pengumpulan data dilakukan di beberapa tempat
pendaratan dan pengumpul lobster di daerah Gesing, Wr = (W/Ws) x 100 ........................... (2)
Baron, Tepus dan Drini (Kabupaten Gunung Kidul) dan
Watu Karung, Tamperan, Teleng Ria dan Tawang dimana Wr adalah berat realtif, W adalah berat tiap
(Kabupaten Pacitan). Pengambilan data di setiap ikan dan Ws adalah berat standar yang diprediksi yang
pendaratan dan pengumpul lobster dilaksanakan pada didapatkan dari hubungan panjang berat. Analisa faktor
bulan Mei, Oktober dan Desember (2010), Maret, Oktober, kondisi lobster menggunakan persamaan Effendie (2002)
November (2011). & King (1995):
W = a L b ..............................................................(1) HASIL
100 Betina
frekuensi
n=255
(n)
80
Jantan
frekuensi (n)
60 n=320
40
20
0
Gambar 1. Sebaran panjang karapas lobster pasir (Panulirus homarus) yang diperoleh selama periode penelitian di
perairan Yogyakarta dan Pacitan
Figure 1. Carapac length frequency distribution of scalloped spiny lobster (Panulirus homarus) during sampling
period in Yogyakarta and Pacitan waters
42
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
Hubungan panjang-berat dapat menunjukkan sifat pada lobster betina adalah W=0,002L2,828 (Gambar 2).
pertumbuhan lobster. Analisis hubungan panjang-berat Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan nyata
lobster jantan diperoleh nilai b = 2,7542 dan lobster betina dari persamaan hubungan panjang-berat antara lobster
dengan nilai b = 2,8288. Persamaan hubungan panjang- jantan dan betina.
berat lobster jantan adalah W=0,0025L2,7542 dan persamaan
600 600
berat (gram)
400 400
W = 0,002L2,828 W = 0,002L2,754
300 r = 0,9746 300 r = 0,9783
200 200
100 100
0 0
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
panjang karapas (mm) panjang karapas (mm)
Uji-t pada taraf nyata 95% dari nilai b terhadap nilai 3 rata 99,5 gram dan faktor kondisi Fulkon (K) berkisar antara
untuk kedua jenis kelamin lobster diperoleh thitung (69,304) 0,658-0,658 atau rata-rata 0,9. Berat relatif (Wr) lobster
> ttabel (1,9694) untuk lobster betina dan thitung (84,64) > ttabel betina berkisar antara 61,7-143,5 gram atau rata-rata 101,9
(1,9675) untuk lobster jantan. Dengan demikian maka gram dan nilai faktor kondisi Fulkon (K) berkisar antara
diterima nilai b<3 (allometrik negative) yang berarti 0,804-1,074 atau rata-rata 1,003. Rata-rata nila berat relatif
pertambahan panjang kedua jenis kelamin tersebut lebih dan faktor kondisi lobster jantan lebih kecil dari pada
cepat dari pada pertambahan beratnya (Tabel 1.). lobster betina (Tabel 2.). Hasil penelitian juga menujukkan
nilai faktor kondisi (K) terlihat semakin menurun seiring
Faktor Kondisi pertambahan kelas ukuran panjang karapas (Gambar 3).
Nilai K bulanan dari bulan Desember 2010 November
Hasil perhitungan menunjukkan nilai berat relatif (Wr) 2011 untuk lobster betina mengalami penurunan dari 1,28
lobster jantan berkisar antara 58,5-166,9gram atau rata- hingga 0,98. (Tabel 3).
Tabel 2. Rentang nilai Faktor kondisi Fulkon (K) dan Berat Relatif (Wr) lobster P homarus
Tabel 2. Range of condition faktor (K) and relative weight (Wr) of P. homarus
43
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
1.2
1
0.8
Indeks K
0.6
Betina
0.4
0.2 Jantan
Gambar 3. Grafik indeks faktor kondisi pada setiap ukuran kelas P. homarus
Figure 3. Condition factor based on CL class of P. homarus
44
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
No/ Tahun/
Lokasi/ Location b Keterangan/ Remark Sumber/Source
No Year
1 Aceh 1993 2,4322 Alometrik negatif Suman & Subani, 1993
2 Pangandaran 1994 2,317 Alometrik negatif Suman et al., 1994
3 Pangandaran 2006 2.513 Alometrik negatif Nuraini & Sumiono, 2006
Aisyah et al., 2009; Aisyah &
4 Yogyakarta 2009 2,788 Alometrik negatif
Setya, 2010
Teluk Ekas-
5 2010 - Alometrik negatif Junaidi et al., 2010
Lombok
Pola pertumbuhan ditentukan berdasarkan nilai b yang adanya penanda perubahan lingkungan (Raharjo et al.,
diperoleh dari persamaan hubungan panjang berat udang. 2011).
Nilai b dari setiap penelitian menunjukkan adanya
perbedaan besaran walaupun memiliki pola pertumbuhan Ketersediaan makanan merupakan salah satu hal yang
yang sama (Tabel 4). Perbedaan nilai b yang diperoleh berpengaruh terhadap keseimbangan habitat. Lobster jenis
umumnya terjadi pada daerah dan waktu pengambilan P. homarus mengkonsumsi bivalvia sebagai makanan
sample yang berbeda. Perbedaaan nilai b menunjukan utama; kepiting, gastropoda, barnacles dan alga sebagai
hubungan panjang-berat yang diakibatkan oleh faktor makanan sampingan. Sementara ikan, Echinodermata dan
ekologis dan biologis (Manik, 2009). Faktor ekologis Ascidiacea merupakan makanan tambahan jika tidak
diantaranya adalah musim, kualitas air, suhu, pH, salinitas, diketemukan makanan utama dan sampingan (Mashaii et
posisi geografis dan teknik sampling (Zargar et al., 2012; al., 2011). Pada kenyataanya nelayan di Yogyakarta dan
Jenning et al., 2001), Faktor biologis meliputi: Pacitan menggunakan bivalvia (lokal:rungken) sebagai
perkembangan gonad, kebiasaan makan, fase umpan untuk menangkap lobster dengan menggunakan
pertumbuhan dan jenis kelamin (Froese, 2006; Tarkan et jaring krendet (trap) yang dipasang secara proporsional.
al., 2006). Kondisi lingkungan yang berubah dapat Menurut Rao et al. (2010) ketersediaan bahan makanan
mengakibatkan kondisi ikan berubah sehingga hubungan yang cukup dapat mempercepat laju pertumbuhan lobster.
panjang berat akan menyimpang dari hukum kubik (Merta, Pertumbuhan berat lobster pasir sebesar 0,45% per hari
1993). pada pembesaran di tangki dan 0,5% per hari di laut.
Menurut Mulfizar et al. (2012), berat relatif (Wr) dan Selain ketersediaan makanan, faktor lingkungan juga
koefisien (K) faktor kondisi digunakan untuk mengevaluasi menjadi suatu hal yang berpengaruh terhadap
nilai faktor kondisi setiap individu. Nilai rata-rata berat pertumbuhan dan faktor kondisi lobster. Lobster terdapat
yang diamati (W) lebih rendah dari nilai rata-rata berat di sepanjang pantai selatan Gesing (DIY) sampai dengan
yang diprediksi (Ws) atau berat relative (Wr) kurang dari Prigi (Jawa Timur). Lobster hidup di daerah dengan
100 dapat diindikasikan perairan tersebut kurang karakteristik pantai pasir berbatu (Pratiwi, 2010) dan diatas
mendukung untuk pertumbuhan. Nilai rata-rata berat terumbu karang (Saudi et al., 2001). Lobster memiliki sifat
relative (Wr) di perairan Yogyakarta dan Pacitan mendekati hidup membenamkan diri pada siang hari dan aktif makan
angka 100 yang dapat diartikan perairan di kedua wilayah pada malam hari (nokturnal) (Setyono, 2006). Lobster jenis
tersebut masih mendukung untuk pertumbuhan lobster. P. homarus dapat hidup berasosiasi dengan jenis P.
penicillatus (Saudi et al., 2001).
Hal yang sama juga ditunjukkan nilai faktor kondisi
(K) hasil penelitian di perairan Yogyakarta dan Pacitan Pengamatan menunjukkan lingkungan perairan di
yang mendekati angka 1 yang memberi indikasi cukup selatan Kabupaten Gunung Kidul dan Pacitan
tersediaanya bahan makanan untuk pertumbuhan lobster. diindikasikan sudah mengalami penurunan kesuburan. Hal
Namun, perkembangan bulanan nilai faktor kondisi ini diakibatkan oleh adanya penggunaan bahan pencemar
cenderung menurun. Faktor kondisi merupakan indeks berupa sianida untuk memburu lobster masih sering di
yang mencerminkan interaksi antara faktor biotik dan lakukan oleh nelayan. Penggunaan sianida dapat
abiotik yang berpengaruh terhadap proses-proses berpengaruh juga terhadap kondisi karang sebagai habitat
fisiologis dalam tubuh ikan (Rahman et al., 2012). Faktor lobster. Banyaknya alat tangkap krendet dan gillnet
kondisi juga dapat digunakan sebagai instrumen yang yang tertinggal juga dapat merusak lingkungan perairan
efisien dan menunjukkan perubahan kondisi ikan dengan terjadinya ghost fishing. Ghost fishing dapat
sepanjang tahun dan secara tidak langsung menjadi diartikan sebagai alat tangkap yang hilang atau putus saat
45
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
dioperasikan tetapi akan tetap berfungsi untuk menangkap 2011. [Cited 9 October 2012] http://www.fao.org/
ikan Hal ini dapat mempengaruhi laju kematian (mortality) fishery/culturedspecies/Panulirus_homarus/en
organism laut yang tertangkap/terperangkap secara tidak
sengaja tanpa dapat dikontrol atau dikendalikan oleh Fischer, W. & G. Bianchi (eds).1984. FAO species
manusia (Matsuoka, 2005). identification sheets for fishery purposes. Western
Indian Ocean (Fishing Area 51). Prepared and printed
KESIMPULAN with the support of the Danish International
Development Agency (DANIDA). Rome, Food and
Lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan selatan Agricultural Organization of the United Nations, Vol.
Yogyakarta dan Pacitan menunjukkan pola pertumbuhan 1-6: pag.var.
yang bersifat allometrik negatif, dimana pertambahan
panjang tidak secepat pertambahan beratnya. Rata-rata Froese, R. 2006. Cube law, condition faktor and weight-
berat relatif (Wr) lobster jantan 99,5 gram dan betina 101,9 length relationships: history, meta-analysis and
gram serta faktor kondisi (K) lobster jantan adalah 0,9 dan recommendations. Journal of Applied Ichthyology. 22
lobster betina 1,0 dan ditemukan indikasi bahwa faktor (4): 241-253
kondisi semakin turun seiring dengan pertambahan
ukuran panjang karapasnya. Holthuis, L.B. 1981. FAO species catalogue. Vol. 13. Marine
lobsters of the world. An annotated andillustrated
PERSANTUNAN catalogue of species of interest to fisheries known to
date. FAO Fisheries Synopsis . 13 (125): 292.
Tulisan ini merupakan bagian dari Penelitian
Developing New Assessment and Policy Frameworks Jennings, S., M.J. Kaiser & J.D. Reynolds. 2001. Marine
for Indonesias Marine Fisheries, Including The Control fishery ecology. Blackwell Sciences, Oxford-US: 417 p.
and Management of Illegal, Unregulated and Unreported
(IUU) Fishing No. FIS/2006/142 dengan sumber dana Junaidi, M, N. Cokrowati & Z. Abidin, 2010. Aspek
dari Hibah Luar Negeri (HLN). Reproduksi Lobster (Panulirus sp.) di Perairan Teluk
Ekas Pulau Lombok. Jurnal Kelautan. 3 (1): 29-36
DAFTAR PUSTAKA
King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and
Aisyah, Badrudin, & S. Triharyuni. 2009. Lobster Seed Management. Fishing News Books: 341p.
Resources in the South Coast of Yogyakarta.
AARD.MMAF.25 p. (Unpubslihed Report) Manik, N. 2009. Hubungan Panjang-berat dan Faktor
Kondisi Ikan Layang (Decapterus russelli) di Perairan
Aisyah & S. Triharyuni. 2010. Production, Size Sekitar Teluk Likupang, Sulawesi Utara. Oseanologi
Distribution, and Length-Weight Relationship of dan Limnologi di Indonesia. 35(1): 65-74
Lobster landed in the South Coast of Yogyakarta,
Indonesia. Ind. Fish. Res.J. 16 (1): 15-24 Mashaii, M, F. Rajabipour & A. Shakouri. 2011. Feeding
Habits of the Scalloped Spiny Lobster, Panulirus
Aninomus. 2011a. Statistik Ekspor Hasil Perikanan. homarus (Linnaeus, 1758) (Decapoda: Palinuridae)
Buku I. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 524 p. from the South East Coast of Iran, Turkish Journal of
Fisheries and Aquatic Sciences. 11: 45-54
Aninomus. 2011b. Statistik Ekspor Hasil Perikanan.
Buku II. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 446 p. Matsuoka, T., T. Nakashima & N. Nagasawa.2005. A
Review of Ghost Fishing: Scientific Approaches to
Bal, D.V. & K.V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata Mc. Evaluation and Solutions. Fisheries Science. 71: 691-
GrawHill Publishing Company Limited, New Delhi: p. 702
5 24. Merta, I.G.S. 1993. Hubungan panjang beratdan faktor
kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru Bleeker, 1853
Effendie, I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka dari perairan Selat Bali. Jur.Pen.Per. Laut ( 73 ) : 35 -
Nusatama. Yogyakarta : 97p. 44.
FAO. 2011-2012.Cultured Aquatic Species Information Mulfizar, Zainal A. Muchlisin & I. Dewiyanti, 2012.
Programme. Panulirus homarus. Cultured Aquatic Hubungan panjang-berat dan faktor kondisi tiga jenis
Species Information Programme. Text by Jones, ikan yang tertangkap di perairan Kuala Gigieng, Aceh
C. In: FAO Fisheries and Aquaculture Besar,Provinsi Aceh. Depik, 1(1):1-9
Department [online]. Rome. Updated 16 September
46
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
Nuraini, S. & B. Sumiono. 2006. Parameter biologi udang Setyono, D.E.D. 2006. Budidaya Pembesaran Udang
barong di pantai selatan Pangandaran, Jawa Barat. Karang (Panulirus spp.). Oseana 31 (4): 39-48
Prosiding Seminar Nasional Perikanan. Universitas Suman, A. & W. Subani. 1993. Pengusahaan Sumberdaya
Gadjah Mada: 9 p. Udang Karang di Perairan Aceh Barat. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut (81): 84-90
Pratiwi, R. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomis Penting.
Oseana, Volume XXXIII (2): 1524 Suman, A., W. Subani & P. Prahoro. 1994. Beberapa
Parameter Biologi Udang Pantung (Panulirus
Raharjo, M.F. Djadja, S.S. Ridwan & A. Johannes, H. 2011. homarus) di Perairan Pangandaran Jawa Barat. Jurnal
Iktiology. Lubuk Agung Bandung: 396 p. Penelitian Perikanan Laut (85): 1-8
Rahman, M., Y. Hossain, A. S. Jewel, M. M. Rahman, S. Tarkan, A.S., Gaygusuz, ., Acipinar, P., Grsoy, C. &
Jasmine, E. M. Abdallah & J. Ohtomi. 2012. Population zulug,M. 2006. Length-weight relationship of fishes
Structure, Length-weight and Length-length from the Marmara region (NW-Turkey). Journal of
Relationships, and Condition Form-Faktors of the Pool Applied Ichthyology 22(4): 271-273.
barb Puntius sophore (Hamilton, 1822) (Cyprinidae)
from the Chalan Beel, North-Central Bangladesh. Sains Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Malaysiana 41(7): 795802 Sumberdaya Ikan (P4KSI). 2012. Developing New
Assessment and Policy Framework for Indonesias
Rao, G.S, R. M.George, M.K. Anil, K.N saleesa, S. Jasmine, Marine Fisheries, Including the Control and
H.J. Kingsly & G.H. Rao. 2010. Cage culture of the Management of Illegal, Unregulated and Unreported
spiny lobster Panulirus homarus (Linnaeus) at Fishing. Laporan Teknis: 111 p.
Vizhinjam,Trivandrum along the south-west coast of
India, Indian J. Fish., 57(1) : 23-29 Zargar,U.R., A. R. Yousuf, B. Mushtaq & D. Jan, 2012.
LengthWeight Relationship of the Crucian carp,
Rypel, A.L. & T.J. Richter. 2008. Emperical percentile Carassius carassius in Relation to Water Quality, Sex
standard weight equation forthe Blacktail Redhorse. and Season in Some Lentic Water Bodies of Kashmir
North American Journal of Fisheries Management Himalayas, Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
28:1843-1846 Sciences 12: 685-691
Suadi, R. Widaningroem, Soeparno, & N. Probosunu. Yusnaini, M.N. Nessa, M. I. Djawad,& D. D. Trijuno. 2009.
2001. Kajian sumber daya lobster di pantai selatan Ciri Morfologi Jenis Kelamin dan Kedewasaan Lobster
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Mutiara (Panulirus ornatus). Torani .Jurnal Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia, Edisi Khusus Kelautan dan Perikanan. 19 (3): 166 174
Crustacea. 1 (2): 33-42.
47
I.T. Hargiyanto, et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 41-48
Lampiran 1. Ciri-ciri family Panuridae dan bagian-bagiannya (a), dan Morfologi lobater pasir (Panulirus homarus)
(b)
Apendix 1. The characteristic of family Panuridae (a), and morphology of scalloped spiny lobster (Panulirus
homarus) (b)
48
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
ABSTRAK
Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan salah satu jenis ikan pelagis ekonomis penting dari famili Clupeidae
yang banyak tertangkap di perairan Selat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi
reproduksi ikan lemuru. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010-Desember 2011 di Muncar, Kabupaten
Banyuwangi. Hasil penelitian menunjukkan nilai rasio ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan menunjukan
keadaan yang seimbang. Panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan lemuru adalah 18,9 cmFL dan panjang rata-
rata populasi tertangkap (Lc) adalah 14,5 cmFL. Hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad (TKG)
menunjukkan bahwa ikan lemuru yang tertangkap didominasi oleh ikan dalam kondisi belum matang (immature).
Kondisi ikan yang matang gonad ditunjukkan dengan nilai IKG tertinggi yang terjadi pada bulan September 2010
dan 2011 yaitu 5,5% dan 14,4%. Lokasi pemijahan Ikan lemuru diduga terletak pada zona VI yaitu di bagian selatan
selat Bali mendekati paparan Pulau Bali.
ABSTRACT
Bali sardinella (Sardinella lemuru) is one of the economically important pelagic fish belng to family of clupidae
which caught mostly in the Bali strait waters. The objective of this research is to determine some aspects of
biological reproduction of Bali Sardinella. This research was conducted from August 2010 to December 2011 with
sampling location in Muncar fishing port at Banyuwangi Regency. The composition of male and female for Bali
Sardinella showed an equal sex ratio. The length at first maturity (Lm) is 18.9 cmFL and the Lc-50 is 14.5 cmFL.
Bali Sardinella caught dominantly in immature stage. The matured fish obtained mostly on September with the
highest values of gonado somatic index was found on September 2010 (5.5%) and September 2011 (14.4%).
Location of spawning of Bali sardinella presumably located in the southern part of Bali strait waters near Bali
island.
Korespondensi penulis:
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Jl. Pasir Putih II, Kompleks Bina Samudera, Ancol Timur Jakarta-Utara 49
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
Prosedur Pra Pengambilan Contoh Pengambilan contoh ikan menggunakan metode acak
proporsional menurut kelas panjang dimana setiap ukuran
Berdasarkan pengamatan pra sampling yang kelas panjang diwakili oleh jumlah ikan contoh yang sama.
dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 menunjukkan Pengambilan contoh dilakukan setiap bulan sebanyak 30-
bahwa gonad jantan dan betina ikan lemuru kategori 600 ekor/bulan (rata-rata 238 ekor/bulan). Karakter
dewasa (adult) sudah dapat dibedakan pada ukuran mulai individu yang diukur meliputi jenis kelamin, panjang total
13-14 cmFL. Untuk ukuran dibawah panjang tersebut pada (TL) dan panjang cagak (FL) dalam centimeter, bobot tubuh
umumnya belum dewasa dan ciri-ciri gonad jantan dan dalam keadaan segar (gram), tingkat kematangan gonad,
betina belum dapat dibedakan secara jelas. Oleh karena dan bobot gonad segar (gram). Tingkat kematangan gonad
itu, pengambilan contoh ikan untuk diamati tingkat diamati secara visual mengikuti skala kematangan gonad
kematangan gonadnya dilakukan terhadap ikan yang standard (five point maturity scale for partial spawners)
berukuran > 13 cmFL. yang mengacu pada Holden & Raitt (1974) seperti disajikan
pada Tabel 1. Tambahan sampel juga dilakukan untuk
melengkapi kekurangan ikan contoh pada ukuran tertentu
terutama ikan yang berukuran besar (>17 cmFL).
50
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
Analisis Data
[ ]
M = antilog m 1,96 var(m ) ...................(3)
Penentuan musim pemijahan dianalisis berdasarkan
pada pola fluktuasi bulanan dari nilai Indeks Kematangan dimana:
Gonad (IKG) atau gonado somatic index (GSI) dengan m = log panjang ikan saat pertama matang gonad
perhitungan menurut Effendie (2002): M = anti Log dari m
Xk = log ukuran ikan di mana 100% ikan contoh sudah
matang
...................................... (1) X = pertambahan log panjang nilai tengah kelas
pi = proporsi ikan matang pada kelompok ke-i
dimana: Wg = bobot gonad segar (gram)
W = bobot tubuh ikan (gram) HASIL DAN BAHASAN
51
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
Jumlah ikan jantan keseluruhan adalah 1.353 ekor, betina pada struktur ukuran ikan terjadi perbedaan yang
1.475 ekor, sedangkan sisanya 23 ekor tidak teridentifikasi. signifikan pada nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan
Dengan uji khi-kuadrat menunjukkan bahwa rasio jenis betina terutama pada ikan yang berukuran besar, dimana
kelamin ikan lemuru tidak berbeda nyata dan berada dalam ikan lemuru betina lebih banyak dari pada jantan (Gambar
keadaan seimbang. Namun demikian apabila didasarkan 2a).
100% 100%
90% 90%
80% 80%
70% 70%
60% 60%
50% 50%
Male Male
40% 40%
Female Female
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
14.0-15.0 15.0-16.0 16.0-17.0 17.0-18.0 18.0-19.0 19.0-20.0 Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
(521) (678) (840) (519) (51) (2) (a) (627) (1057) (209) (527) (51) (149) (b)
Gambar 2. Rasio jenis kelamin ikan lemuru menurut: a) struktur ukuran dan (b) daerah penangkapan
Figure 2. Sex Ratio of Bali Sardinella according to: a) size structure and b) fishing ground
Rata-rata Ukuran Panjang Populasi Tertangkap (Lc) dan TKG, IKG dan Musim Pemijahan
Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Secara umum terdapat korelasi antara ukuran panjang
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ikan dengan tingkat kematangan gonad ikan. Semakin besar
lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali memiliki rata- ukuran ikan semakin berkembang pula tingkat kematangan
rata ukuran panjang (Lc) sebesar 14,23 cm (Gambar 3). gonadnya. Tingkat kematangan gonad juga berpengaruh
Ikan lemuru betina mengalami matang gonad untuk pada indeks kematangan gonad, yaitu semakin matang
pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 18,9 cm atau gonad ikan maka indeks kematangan gonad semakin tinggi
pada kisaran antara 18,4-19,4 cm. Sedangkan ikan lemuru (Gambar 4). Hasil pengamatan visual tingkat kematangan
jantan berada dalam kondisi matang gonad untuk pertama gonad (TKG) menunjukkan lebih dari 90% ikan lemuru
kalinya pada ukuran panjang 17,78 cm. Hasil penelitian ini betina dan jantan adalah ikan-ikan belum matang (TKG I
menunjukkan bahwa ikan lemuru betina mengalami matang dan II). Ikan lemuru immature ditemukan di seluruh zona
gonad pada ukuran yang lebih besar dibandingkan ikan penangkapan di Selat Bali. Ikan lemuru betina dengan
lemuru jantan. gonad yang sudah matang (TKG III dan IV) ditemukan
pada perairan Selat Bali bagian selatan atau zona I dan VI
100 masing-masing 19 dan 48 ekor. Sedangkan ikan lemuru
Frekuensi kumulatif / Cumulative frequency (%)
52
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
22.0 15
(a) (b)
Panjang cagak / Fork-length (cm)
20.0
12
18.0
9
10.0 0
I II III IV V I II III IV V
Gambar 4. Perkembangan tingkat kematangan gonad berdasarkan (a) ukuran panjang dan (b) nilai GSI pada ikan lemuru
betina
Figure 4. Development of gonad maturity state according to (a) length of fish and (b) GSI for female of Bali
sardinella
(a) (b)
100% 100%
Persentase TKG / Percentage of gonad
80% 80%
60% 60%
maturity stage (%)
40% 40%
20% 20%
0% 0%
Feb
Nov
Dec
Nov
Dec
May
Aug
Sep
Aug
Sep
Jul
Mar
Apr
Jan
Jun
Oct
Feb
Oct
May
Nov
Dec
Jul
Nov
Dec
Aug
Sep
Aug
Sep
Mar
Apr
Oct
Oct
Jan
Jun
2010 2011 2010 2011
Bulan/Month Bulan/Month
Immature Developing Maturing Ripe Spent Immature Developing Maturing Ripe Spent
(a) (b)
100% 100%
Persentase TKG / percentage of gonad
80% 80%
60% 60%
maturity stage (%)
40% 40%
20% 20%
0% 0%
Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
Daerah penangkapan/fishing ground Daerah penangkapan/fishing ground
Immature Developing Maturing Ripe Spent Immature Developing Maturing Ripe Spent
Gambar 5. Tingkat kematangan gonad ikan lemuru menurut bulan penelitian dan zona penangkapan; (a) betina dan (b)
jantan
Figure 5. Gonad maturity stage of bali sardinella based on month and fishing zone; (a) female and (b) male
53
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
(a) (b)
16.0 16.0
12.0 12.0
GSI (%)
GSI (%)
8.0 8.0
4.0 4.0
0.0 0.0
Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
16.0
(a) 16.0
(b)
12.0 12.0
GSI (%)
GSI (%)
8.0 8.0
4.0 4.0
0.0 0.0
Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
Daerah penangkapan/fishing ground Daerah penangkapan/fishing ground
Gambar 6. Fluktuasi indeks kematangan gonad ikan lemuru (S.lemuru) menurut waktu penelitian dan zona penangkapan:
(a) betina dan (b) jantan
Figure 6. Fluctuation of gonado somatic index of Bali sardinella (S.lemuru) based on month and fishing zone: (a)
female and (b) male
54
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
kecil yaitu 17,6 cm untuk ikan lemuru betina. Sedangkan menyebar pada Zona VI (bagian selatan perairan Selat
Setyohadi (2010) memperoleh nilai Lm ikan lemuru betina Bali dekat paparan pulau Bali). Oleh karena itu, nelayan
pada ukuran 17,5 cmTL. Secara umum ikan lemuru disarankan untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan
mengalami kematangan gonad yang pertama terjadi pada di wilayah tersebut pada periode bulan September hingga
kisaran panjang antara 65-75% dari panjang maksimum November. Hal ini senada dengan hasil penelitian
(Setyohadi, 2010). Wudianto (2001), dimana sebaiknya nelayan tidak
melakukan penangkapan pada saat ikan lemuru masih
Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata ukuran ikan berukuran kecil (sempenit) yaitu antara bulan September
lemuru yang tertangkap (Lc) dengan ukuran panjang hingga Oktober. Menurut Merta et al. (2000) semakin ke
cagak 14,23 cm atau saat ikan berumur antara 0,8 sampai 1 selatan ukuran ikan lemuru yang ditemukan semakin besar.
tahun (Wujdi et al., 2012). Nilai Lc pada penelitian ini lebih Sedangkan Wudianto (2001) melalui survey akustik
kecil dibandingkan hasil penelitian Setyohadi et al. (1998), menemukan ikan lemuru berukuran besar (>17cm)
dimana diperoleh nilai Lc = 15,9 cm. Dwiponggo et al. terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan Selat Bali.
(1986) memperoleh Lc yang lebih kecil daripada penelitian Terdapat perbedaan musim pemijahan pada periode
ini yaitu 13,5 cm. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi penelitian Agustus 2010-Desember 2011 dengan penelitian
oleh perbedaan distribusi panjang ikan yang menjadi sebelumnya. Menurut Merta (1992b), berdasarkan
contoh saat pengamatan. Disamping itu juga dipengaruhi pengamatan visual terhadap gonad dan kondisi memijah
oleh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap salin (spent) pada ikan lemuru betina musim pemijahan
ikan lemuru. Sampel ikan yang tertangkap oleh alat tangkap ikan lemuru di Selat Bali terjadi dalam beberapa bulan,
bagan dan payang biasanya memiliki ukuran yang lebih yaitu Mei sampai Agustus dan September dengan
kecil. puncaknya terjadi pada bulan Juli. Menurut Dwiponggo
(1972), Ritterbush (1975) dan Burhanuddin, et al. (1984),
Panjang ikan lemuru pertama kali tertangkap pada musim pemijahan ikan lemuru bertepatan dengan
penelitian ini lebih kecil dari ukuran panjang ikan pertama terjadinya proses penaikan air laut (upwelling) di perairan
kali matang gonad (Lc < Lm). Hasil ini menunjukkan bahwa Selat Bali. Selanjutnya menurut Burhanuddin & Praseno
ikan-ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat (1982), upwelling terjadi pada musim timur yaitu pada
tangkap pukat cincin kebanyakan ikan muda dan belum bulan Juni-Agustus. Dengan adanya proses penaikan
mengalami matang gonad (immature). Hal ini diduga massa air (upwelling) diperkirakan tersedia nutrient yang
disebabkan oleh ukuran mata jaring pukat cincin yang cukup di perairan Selat Bali sehingga ikan lemuru
digunakan terlalu kecil yaitu sekitar inchi dan melakukan pemijahan pada waktu yang bertepatan dengan
dioperasikan di daerah-daerah dan waktu-waktu yang terjadinya upwelling.
bertepatan dengan melimpahnya ikan lemuru muda. Terkait
dengan hal tersebut diatas disarankan penggunaan alat KESIMPULAN
tangkap pukat cincin dapat menggunakan mata jaring yang
lebih besar daripada mata jaring yang digunakan pada 1. Rasio jenis kelamin ikan lemuru jantan dan betina
saat ini. Apabila kegiatan penangkapan pukat cincin terus secara keseluruhan adalah seimbang dan pada ikan
menggunakan mata jaring dengan ukuran seperti saat ini yang matang gonad jenis kelamin betina lebih banyak
dikhawatirkan akan mengakibatkan proses rekruitmen dibandingkan jantan sehingga kelangsungan
terhambat karena banyaknya ikan tertangkap yang belum rekruitmen dapat terjaga.
matang gonad. 2. Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad
(Lm) ikan lemuru lebih besar daripada ukuran panjang
Ukuran rata-rata ikan betina semakin besar sesuai populasi tertangkap (Lc). Dengan demikian sebagian
dengan tingkat kematangannya yang disebabkan oleh besar ikan lemuru tertangkap belum memijah. Hal ini
pertambahan berat gonad dan ukuran telur sehingga ikan sangat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan
yang gonadnya semakin matang akan memiliki Indeks lemuru.
Kematangan Gonad yang semakin tinggi pula. Sangat 3. Indeks kematangan gonad ikan lemuru berfluktuasi dan
rendahnya nilai GSI rata-rata tersebut menunjukkan terlalu memiliki nilai tertinggi pada bulan September 2010
banyaknya ikan tertangkap berukuran kecil yang (5,5%) dan September 2011 (14,4%). Adapun musim
umumnya masih dalam kondisi belum matang gonad pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan
(immature) dengan berat gonad yang masih ringan. September hingga Oktober atau November berlokasi
Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa distribusi nilai di bagian selatan perairan Selat Bali mendekati paparan
TKG dan IKG ikan memiliki nilai tertinggi pada bulan pulau Bali. Sebaiknya wilayah ini perlu dilindungi
September. Berdasarkan hal tersebut musim pemijahan ikan dengan cara penutupan area (closing area) atau
lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga 1 penutupan musim (closing season) sehingga
atau 2 bulan setelahnya (Oktober atau November) dan spawning stock ikan lemuru dapat terjamin.
55
A. Wujdi. et al/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
Burhanuddin & D.P. Praseno. 1982. Lingkungan Perairan Merta, I.G.S, K. Widana, Yunizal & R. Basuki. 2000. Status
Selat Bali. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, of the lemuru fishery in Bali Strait; Its development
Banyuwangi 18-21 januari 1982. p. 27-32. and progress. Papers presented at the workshop on
the fishery and the management of Bali Sardinella
Burhanuddin, M. Hutomo, S. Martosewojo & R. (Sardinella lemuru) in Bali Strait, Denpasar 6-8 April
Moeljanto. 1984. Sumberdaya Ikan Lemuru. LON-LIPI, 1999. FAO. Rome. 76 p.
Jakarta. 70 p.
Ritterbush, S.W. 1975. An Assessment of Population
Dulkhead, M.H. 1968. Sex Ratio and Maturity Stages of Biology of The Bali Strait Lemuru Fishery. LPPL. 1/
the Oil Sardine, Sardinella longiceps Val from 75-PL. 051/75. 37 p.
Mangalore Zone. Indian Journal Fisheries. 15 (1&2):
116-126. Setyohadi, D., D. Sutipto, & D.G.R. Wiadnya, 1998. Dinamika
populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) serta
Dwiponggo, A. 1972. Perikanan dan penelitian alternatif pengelolaannya. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu
pendahuluan kecepatan pertumbuhan lemuru Hayati. Lembaga Penelitian Unibraw. 10 (1): 91-104.
(Sardinella longiceps) di Muncar, Selat Bali. LPPL
(021): p. 117-143. Setyohadi, D. 2010. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali: Analisis
Dwiponggo, A., T. Hariati, S. Banon, M.L. Palomares, & Simulasi Kebijakan Pengelolaan 2008-2020. Disertasi
D. Pauly. 1986. Growth, mortality and recruitment of (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Fakultas
commercially important fishes and penaeid shrimp in Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 339 p.
Indonesia waters. ICLARM Technical Report. 17. 91 p.
Suwarso. 2010. Recording of Catch Landings and Fishery
Effendie, I. M. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Modeling. Sampling Procedure. Pusat Penelitian
Nusantara. Bogor. 163 p. Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya
Ikan. Balitbang Kelautan dan Perikanan. 3 p.
Holden, M. J., & D. F. S. Raitt. 1974. Manual of fisheries
science. Part 2: Methods of recources investigation Tampubolon, R.V., Sutrisno. S., & M.F. Rahardjo. 2002.
and their application. FAO Fish. Tech. Pap. (115): 214 p. Aspek Biologi Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan
Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di Perairan Teluk
Mahrus. 1995. Studi tentang Reproduksi Ikan Lemuru Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2 (1): 1-7.
(S. lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Alas, Nusa
Tenggara Barat. Thesis (Tidak dipublikasikan). Udupa, K. S. 1986. Statistical method of estimating the
Program Pascasarjana, Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. size of first maturity in fish. Fishbyte. ICLARM. Manila.
84 p. 4 (2): 8-10.
Merta, I.G.S. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru, Wahyuono, H., S. Budihardjo, Wudianto, & R. Rustam.
Sardinella lemuru Bleeker 1853. (Pisces: Clupeidae) di 1983. Pengamatan parameter biologi beberapa jenis
Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. ikan demersal di perairan Selat Malaka, Sumatera Utara.
Disertasi (Tidak dipublikasikan). Program Pasca Laporan Penelitian Perikanan Laut. 26: 29-48.
Sarjana-IPB. Bogor. 201 p.
56
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 49-57
Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Wujdi, A. Suwarso & Wudianto. 2012. Beberapa Parameter
Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Perairan Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru, Bleeker 1853)
Selat Bali; Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. di Perairan Selat Bali. Bawal. 4 (3): 177-184.
Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Program
Pascasarjana IPB. Bogor. 215 p.
57
58
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
ABSTRAK
Laut Banda merupakan salah satu wilayah yang menjadi alur migrasi dari beberapa jenis ikan tuna, di antaranya
ikan madidihang (Thunnus albacares). Hal ini menyebabkan Laut Banda menjadi salah satu daerah penangkapan
ikan madidihang yang potensial. Namun, seiring terus meningkatnya tekanan penangkapan, sering kali ikan madidihang
muda tertangkap. Hal ini tentunya akan mengancam kelestarian sumber daya ikan ini. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengungkapkan struktur ukuran dan parameter populasi ikan madidihang di perairan Laut Banda. Penelitian
dilakukan pada 5.609 ekor ikan contoh sejak bulan Februari sampai dengan Desember 2011. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode survei dengan aplikasi model analitik menggunakan program ELEFAN I. Hasil
penelitian menunjukkan panjang cagak ikan madidihang berada pada kisaran 55-215 cm, dengan panjang pertama
kali tertangkap (Lc) sebesar 131,85 cmFL. Parameter pertumbuhan von Bertalanffy untuk laju pertumbuhan (K),
lebar karapas asimptotik (L) dan umur ikan madidihang pada saat panjang ke-0 (t0), masing-masing sebesar 0,51/
tahun, 223 cmFL dan -0,1841 tahun. Persamaan kurva pertumbuhan sebagai Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)]. Parameter
mortalitas menunjukkan laju kematian total (Z) 2,4/tahun, laju kematian alamiah (M) 0,68/tahun dan laju kematian
karena penangkapan (F) 1,79/tahun.
ABSTRACT
Banda Sea is the one of migration area of some tuna species, including yellowfin tuna (T. albacares). This led
the Banda Sea to be the yellowfin tuna fishing ground potential. However, with the increasing fishing pressure, often
times young yellowfin tuna caught. This case will threaten the sustainability of the resources. The purpose of the
study was to identify the size distribution and population parameters of yellowfin tuna in Banda Sea. This study was
conducted of 5.609 samples during February until December 2011. The data were analyzed using the analytical
model application with ELEFAN I program. The results showed that fork length of yellowfin tuna in 55-215 cm
range with the length of first capture (Lc) was 131,85 cm FL. The von Bertalanffys growth parameters, K, L, and
t0 were 0,51 yr-1, 223 cm FL and -0,1841 yr. The growth curve were Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)], respectively.
Instantenous mortality parameters, total mortality rate (Z) and natural mortality rate (M) and fishing mortality rate
(F) were 2,4 yr-1, 0,68 yr-1 and 1,79 yr-1, respectively.
Korespondensi penulis:
Balai Penelitian Perikanan Laut
Jl. Muara Baru Ujung Komplek Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman - Jakarta Utara, Email: 59
Damora & Baihaqi/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
Ikan madidihang (T. albacares) dapat mencapai Laut Banda merupakan alur migrasi sekaligus daerah
panjang lebih dari 2 meter (Uktolseja, 1987). Jenis tuna ini mencari makanan bagi ikan-ikan tuna, khususnya ikan
menyebar di perairan dengan suhu yang berkisar antara madidihang.
17-31oC dengan suhu optimum yang berkisar antara 19-
23oC (Nontji, 1993), sedangkan suhu yang baik untuk Penelitian tentang ikan madidihang telah banyak
kegiatan penangkapan berkisar antara 20-28oC (Hela & dilakukan secara ekstensif di beberapa perairan samudera,
Laevastu, 1970). Ikan ini memiliki dua cuping (bagian yang di antaranya di wilayah selatan, barat laut, dan
tidak bertulang) di antara kedua sirip perutnya. Sirip dubur pertengahan Samudera Altantik. Di lingkup wilayah
berjari-jari 14-15 cm, diikuti 7-10 jari-jari sirip tambahan. Indonesia pun, penelitian terhadap ikan ini telah dilakukan
Satu lunas kuat pada batang sirip ekor diapit dua lunas di wilayah timur Indonesia, seperti di perairan Bacan, utara
kecil pada ujungnya. Untuk jenis dewasa, sirip punggung Sulawesi, dan tentunya Laut Banda. Mengingat sifat ikan
kedua dan dubur tumbuh sangat panjang dengan sirip ini yang beruaya jauh hingga lintas samudera
dada cukup panjang. Badan bersisik kecil-kecil, korselet (transboundary species), maka penelitian-penelitian terkait
bersisik agak besar tetapi tidak nyata. Warna badan bagian dengan populasi ikan madidihang mutlak dilakukan oleh
atas gelap keabuan dan kuning perak pada bagian bawah. negara-negara yang dilaluinya. Hal ini untuk mendukung
Sirip-sirip punggung, perut dan sirip tambahan berwarna pola pemanfaatannya yang berkelanjutan. Salah satu aspek
kuning cerah serta berpinggiran warna gelap (Ollivia, 2002). yang penting untuk diteliti adalah struktur ukuran ikan-
ikan yang tertangkap.
Sejak tahun 1962, kegiatan penangkapan tuna dunia
terus mengalami peningkatan. Direktorat Jenderal BAHAN DAN METODE
Perikanan menyatakan pada tahun 1983 potensi tahunan
perikanan tuna di perairan di bawah 200 mil dan perairan Penelitian didasarkan pada data hasil pengambilan
kepulauan diestimasi sebesar 80.000 ton dan sebesar contoh ikan madidihang (T. albacares) di perairan Laut
21.300 ton sudah tereksploitasi. Dari 59.700 ton sumber Banda pada bulan Februari-Desember 2011 dengan metode
daya yang belum tereksploitasi, sebesar 12.400 ton survei terhadap 5.609 ekor contoh ikan madidihang yang
bermigrasi di sekitar Laut Banda dan 47.300 ton bermigrasi ditangkap oleh alat tangkap pancing ulur. Pengambilan
di Zona Ekonomi Eksklusif antara Samudera Hindia dan data dilakukan dengan bantuan tenaga enumerator.
Samudera Pasifik (Comitini & Hardjolukito, 1986). Dari Pengamatan biometrik ikan yang dilakukan dengan
informasi tersebut, terlihat bahwa Laut Banda memiliki mengukur panjang cagak (fork length).
peran penting dalam perikanan tuna di Indonesia, di mana
60
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
Parameter pertumbuhan (K dan L ) ditentukan dengan Laju kematian total (Z) diduga dengan metode kurva
metode ELEFAN I (Gayanilo et al., 1994) didasari melalui hasil tangkapan (catch curve) yang menggunakan slope
persamaan von Bertalanffy sebagai berikut: (b) dan Ln N/t dengan umur relatif sesuai dengan rumus
Pauly (1980) sebagai berikut:
Lt = L (1 e K (t to)) ..................................................(3)
Ln N/t = a Zt ......................................................... (8)
dimana:
Lt = panjang cagak ikan saat umur ke-t (cm) dimana:
L = panjang cagak asimptotik ikan (cm) N = banyaknya ikan madidihang pada waktu t
K = laju pertumbuhan ikan t = waktu yang diperlukan untuk tumbuh suatu kelas
panjang
Parameter pertumbuhan t0 dihitung melalui persamaan a = hasil tangkapan yang dikonversikan terhadap
Pauly (1987) in Sparre & Venema (1992) sebagai berikut: panjang
log (-t0) = -0,3922 - 0,2752 log (L ) Sementara itu kematian alamiah ikan diduga dengan
- 1,038 log (K) ................................................... (4) menggunakan rumus empiris Pauly (1980) sebagai berikut:
Kemudian dengan mengestimasi melalui metode Log M= -0,0066-0,279 Log + 0,654 Log K + 0,4534
Gulland & Holt (1959) in Sparre & Venema (1992), Log T ......................................................... (9)
persamaan di atas diturunkan menjadi persamaan berikut:
dimana:
M = laju kematian alamiah
= KL K .............................................. (5) L = panjang cagak ikan maksimum (cm)
K = laju pertumbuhan (cm/tahun)
Dengan menganggap sebagai y, KL sebagai a dan T = suhu rata-rata (oC)
K sebagai b, maka nilai L dapat diestimasi melalui
persamaan: Untuk nilai laju kematian karena penangkapan
diperoleh dengan mengurangi laju kematian total (Z)
L = .................................................... (6) dengan laju kematian alamiah (M) atau F=Z-M dan laju
pengusahaan (E) dihitung sebagai E=F/Z (Sparre &
dan nilai K diestimasi melalui persamaan: Venema, 1992). Panjang pertama kali ikan tertangkap (Lc)
didapatkan dengan cara memplotkan frekuensi kumulatif
K = b ....................................................................(7) dengan setiap panjang cagak ikan, sehingga akan
61
Damora & Baihaqi/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
diperoleh kurva logistik baku, dimana titik potong antara Gambar 3 juga menunjukkan bahwa antara bulan
kurva dengan 50% frekuensi kumulatif adalah panjang Februari sampai Mei struktur ukuran ikan madidihang
saat 50% ikan tertangkap. mengalami pergerakan modus panjang ke arah kanan
meskipun tidak signifikan. Hal ini menandakan bahwa
HASIL DAN BAHASAN populasi madidihang di Laut Banda mengalami
pertumbuhan, antara bulan Juni sampai September relatif
HASIL tidak terjadi pergerakan modus atau stuktur ukuran ikan
madidihang berada dalam kondisi stabil. Hal ini
Struktur Ukuran dan Panjang Pertama Kali Tertangkap menandakan bahwa madidihang mengalami pertumbuhan
yang lambat.
Pengukuran panjang cagak madidihang dilakukan
terhadap 5.609 ekor ikan. Ukuran panjang cagak berkisar Panjang ikan madidihang pertama kali tertangkap (Lc)
antara 55-215 cm. Sebaran frekuensi panjang cagak setiap dengan alat tangkap pancing ulur yang didapatkan sebesar
bulannya ditampilkan pada Gambar 3. 131,85 cmFL. Pengukuran ini merupakan hal yang penting
untuk dipelajari untuk dapat dihubungkan dengan
panjang pertama kali matang gonad.
Gambar 3. Distribusi frekuensi panjang cagak ikan madidihang (Thunnus albacares) yang tertangkap di Laut Banda
secara bulanan.
Figure 3. Monthly fork length frequency distribution of yellowfin tuna (Thunnus albacares) caught in Banda Sea.
62
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
60
Lc = 131,85 cmFL
40
20
0
50 100 150 200
Laju Pertumbuhan dan Laju Kematian Gambar 6. Nilai Z sebagai slope kurva hasil tangkapan
ikan madidihang (Thunnus albacares) di Laut
Dengan merunut data frekuensi panjang total dari Banda.
bulan ke bulan, diperoleh laju pertumbuhan (K) madidihang Figure 6. The value of total mortality (Z) of yellowfin
di Laut Banda adalah 0,51/tahun dan panjang cagak tuna (Thunnus albacares) in Banda Sea.
asimptotik (L) adalah 223 cm FL serta umur ikan saat
panjang 0 (t0) sebesar -0,1841 tahun. Dengan demikian Kurva di atas menunjukkan beberapa observasi telah
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan dikeluarkan dari analisis regresi. Sembilan kelompok
madidihang sebagai Lt = 223[1-e-0.51(t+0.1841)]. Nilai K pertama membentuk bagian kurva yang naik. Ikan tersebut
madidihang yang kurang dari satu menunjukkan bahwa dianggap belum sepenuhnya masuk daerah penangkapan.
ikan ini mempunyai pertumbuhan yang lambat (Gulland, Satu kelompok terakhir juga dikeluarkan dari analisis
1983; Naamin, 1984). dikarenakan jumlah ikan contohnya yang sedikit. Selain
itu apabila mendekati L, hubungan antara umur (t) dengan
panjang (L) menjadi tidak menentu.
BAHASAN
63
Damora & Baihaqi/BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
64
BAWAL Vol. 5 (1)April 2013 : 59-65
Hela, I. & T. Laevastu. 1970. Fisheries Oceanography. Ollivia. 2002. Keragaan ekspor cakalang (skipjack) beku
Fishing News (Books) Ltd. London. 123 p. dan madidihang (yellowfin) segar Indonesia ke pasar
Jepang. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Le Guen, J.C. & G.T. Sakagawa. 1973. Apparent growth of Bogor. Bogor. 149 p.
the yellowfin tuna from the eastern Atlantic Ocean.
Fish. Bull. 85 (1): 175187. Pauly, D. 1980. A selection of a simple methods for the
assessment of the tropical fish stocks. FAO Fish. Circ.
Lessa, R. & P. Duarte-Neto. 2004. Age and growth of FIRM/C 729. Roma. 54 p.
yellowfin tuna (Thunnus albacares) in the western
equatorial Atlantic, using dorsal fin spines. Fisheries Pauly, D., J. Ingles & R. Neal. 1984. Application to shrimp
Research. 69: 157-170. stocks of objective methods for the estimation of
growth, mortality, and recruitment related parameters
Murphy, T.C. & G.T. Sakagawa. 1977. A review and from length frequency data (ELEFAN I and II). In
evaluation of estimates of natural mortality rates of Penaeid Shrimp-Their Biology and Management. 220-
tunas. Collective Volume of Scientific Papers ICCAT. 234. Fishing News Book Limited. Farnham-Surrey-
6 (1): 117-123. England.
Musick, J.A., M.M. Harbin, S.A. Berkeley, G.H. Burgess, Sparre, P. &S.C. Venema. 1992. Introduction to tropical
A.M. Ek-lund, L. Findley, R.G. Gilmore, J.T. Golden, fish stock assessment. Part I: Manual. FAO Fish. Tech.
D.S. Ha, G.R. Huntsman, J.C. McGovern, S.J. Parker, Pap. No. 306/1.
S.G. Poss, E. Sala, T.W. Schmidt, G.R. Sedberry, H.
Weeks, & S.G. Wright. 2000. Endangered species, Uktolseja, J.C.B. 1987. Estimated growth parameters and
marine estuarine, and diadromous fish stocks at risk migration of skipjack tuna, Katsuwonus pelamis in the
of extinction in North America exclusive of pacific Eastern Indonesia water through tagging experiments.
salmonids. Fish.Bull. 25(11): 630. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 43: 15-44.
Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung Wise, J.P. 1972. Yield per recruit estimates for eastern
(Penaeus merguiensis de Man) di perairan Arafura dan tropical Atlantic yellowfin tuna. Transactions of the
alternatif pengelolaannya. Disertasi. Doktor pada American Fisheries Society. 101: 75-79.
Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertaanian Bogor.
Bogor. 381 p. Zhu, G., L. Xu, X. Dai, & W. Liu. 2011. Growth and mortality
rates of yellowfin tuna, Thunnus
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. albacares(Perciformes: Scombridae), in the eastern
Jakarta. 368 p. and central Pacific Ocean. Zoologia. 28 (2): 199206.
65
BAWAL
WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP
Pedoman bagi Penulis
UMUM
1. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap memuat hasil-hasil penelitian bidang natural history ikan (pemijahan, pertumbuhan
serta kebiasaan makan dan makanan) serta lingkungan sumberdaya ikan.
2. Naskah yang dikirim asli dan jelas tujuan, bahan yang digunakan, maupun metode yang diterapkan dan belum pernah
dipublikasikan atau dikirimkan untuk dipublikasikan di mana saja.
3. Naskah ditulis/diketik dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak diperkenankan menggunakan singkatan yang tidak
umum
4. Naskah diketik dengan program MS-Word dalam 2 spasi , margin 4 cm (kiri)-3 cm (atas)-3 cm (bawah) dan 3 cm (kanan),
kertas A4, font 12-times news roman, jumlah naskah maksimal 15 halaman dan dikirim rangkap 3 beserta soft copynya.
Penulis dapat mengirimkan naskah ke Redaksi Pelaksana BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, Pusat Riset Perikanan
Tangkap, Jl. Pasir Putih No.1 Ancol, Jakarta Utara 14430, Telp.: (021) 64711940, Fax.: (021) 6402640, E-mail:
drprpt2009@gmail.com.
5. Dewan Redaksi berhak menolak naskah yang dianggap tidak layak untuk diterbitkan.
PENYIAPAN NASKAH
1. Judul : Naskah hendaknya tidak lebih dari 15 kata dan mencerminkan isi naskah, diikuti dengan nama
penulis. Jabatan atau instansi penulis ditulis sebagai catatan kaki di bawah halaman pertama.
2. Abstrak : Dibuat dengan Bahasa Indonesia dan Inggris paling banyak 250 kata, isinya ringkas dan jelas
serta mewakili isi naskah.
3. Kata Kunci : Ditulis dengan Bahasa Indonesia dan Inggris, terdiri atas 4 sampai 6 kata ditulis dibawah abstrak
dan dipilih dengan mengacu pada agrovocs.
4. Pendahuluan : Secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan, dan pentingnya penelitian. Jangan
menggunakan sub bab.
5. Bahan dan Metode : Secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian dengan rincian secukupnya sehingga
memungkinkan peneliti lain untuk mengulangi penelitian yang terkait.
6. Hasil dan Bahasan : Hasil dan bahasan dipisah, diuraikan secara jelas serta dibahas sesuai dengan topik atau
permasalahan yang terkait dengan judul.
7. Kesimpulan : Disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, serta hasil
penelitian.
8. Persantunan : Memuat judul kegiatan dan dana penelitian yang menjadi sumber penulisan naskah.
9. Daftar Pustaka : Disusun berdasarkan pada abjad tanpa nomor urut dengan urutan sebagai berikut.
Nama pengarang (dengan cara penulisan yang baku), tahun penerbitan, judul artikel, judul buku
atau nama dan nomor jurnal, penerbit dan kota, serta jumlah atau nomor halaman.
Contoh : Sunarno, M. T. D., A. Wibowo, & Subagja. 2007. Identifikasi tiga kelompok ikan belida (Chitala lopis) di
Sungai Tulang Bawang, Kampar, dan Kapuas dengan pendekatan biometrik. J.Lit.Perikan.Ind.
13 (3). 1-14.
Sadhotomo, B. 2006. Review of environmental features of the Java Sea. Ind.Fish Res J. 12 (2). 129-157.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scintific Publishing Company.
New York. 318 p.
Defeo, O., T. R. Mc Clanahan, & J. C. Castilla. 2007. A brief history of fisheries management with
emphasis on societal participatory roles. In McClanahan T. & J. C. Castilla (eds). Fisheries
Management: Progress toward Sustainability. Blackwell Publishing. Singapore. p. 3-24.
Utomo, A. D., M. T. D. Sunarno, & S. Adjie. 2005. Teknik peningkatan produksi perikanan perairan umum
di rawa banjiran melalui penyediaan suaka perikanan. In Wiadnyana, N. N., E. S. Kartamihardja,
D. I. Hartoto, A. Sarnita, & M. T. D. Sunarno (eds). Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia
Ke-1. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta. p. 185-192.
Publikasi yang tak diterbitkan tidak dapat digunakan, kecuali tesis, seperti contoh sebagai berikut:
Anderson, M.E, Satria F. 2007. A New Subfamily, Genus, and Species of Pearlfish (Teleostei: Ophidiiformes:
Carapidae) from Deep Water off Indonesia. Species Diversity 12: 73-82.
10. Tabel : Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, dengan judul di bagian atas tabel dan keterangan.
11. Gambar : Skema, diagram alir, dan potret diberi nomor urut dengan angka Arab. Judul dan keterangan
gambar diletakkan di bawah gambar dan disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
12. Foto : Dipilih warna kontras atau foto hitam putih, judul foto ditulis dalam dua Bahasa Indonesia dan
Inggris, dan nomor urut di sebaliknya. Dicetak dalam kertas foto atau dalam bentuk digital.
13. Cetak Lepas (Reprint) : Penulis akan menerima cetak lepas secara cuma-cuma. Bagi tulisan yang disusun oleh lebih dari
seorang penulis, pembagiannya diserahkan pada yang bersangkutan.