Editor:
Prof. Dr. Ali Suman
Prof. Dr. Wudianto
Drs. Bambang Sumiono, M.Si
Kerja Sama
Editor:
Prof. Dr. Ali Suman
Prof. Dr. Wudianto
Drs. Bambang Sumiono, M.Si
ISBN: 978-979-493-479-1
KATA PENGANTAR
v
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kepala Balai
vi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................. v
Daftar Isi............................................................................................ vii
Daftar Tabel...................................................................................... xi
Daftar Gambar.................................................................................. xvii
vii
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
• LAUT BANDA
13. Kelimpahan dan Sebaran Larva Scombridae di Perairan Laut
Banda
Oleh Karsono Wagiyo, Umi Chodrijah, dan Yoke Hany
Restiangsih.............................................................................. 193
14. Komposisi Ukuran, Tingkat Kematangan Gonad dan
Makanan Ikan Banyar (Rastrelliger kanagurta
CUVIER 1817) di Perairan Kendari
Oleh Tuti Hariati, Suwarso dan M. Taufik................................ 209
15. Perikanan Pelagis Besar yang Berbasis di Pelabuhan
Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
Oleh Umi Chodrijah, Tegoeh Noegroho dan Enjah Rahmat..... 227
viii
Daftar Isi
ix
DAFTAR tabel
xii
Daftar Tabel
xiv
Daftar Tabel
xv
DAFTAR GAMBAR
xvii
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
xix
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
xx
Daftar Gambar
xxi
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
xxii
Daftar Gambar
xxiii
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
xxiv
Daftar Gambar
xxv
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
xxvi
Daftar Gambar
xxvii
1
BIOLOGI DAN PARAMETER PERTUMBUHAN
UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis)
DI PERAIRAN BONE, SULAWESI SELATAN
Oleh
Duranta Diandria Kembaren1), Bambang Sumiono2), Suprapto1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
2)
Peneliti Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
E-mail: dd.kembaren@gmail.com
Abstrak
Penelitian aspek biologi dan parameter pertumbuhan udang
sebagai bahan masukan untuk mengelola perikanan udang yang
bertanggung jawab perlu diketahui. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Maret sampai Desember 2011. Contoh udang diperoleh dari
hasil tangkapan sero yang didaratkan di sentra pendaratan udang di
Desa Lamuru, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Aspek biologi yang
diamati meliputi jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, panjang
karapas, dan berat. Pendugaan parameter pertumbuhan dianalisis
menggunakan alat bantu FISAT II. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa udang jerbung pertama kali tertangkap pada panjang karapas
21,33 mm. Laju pertumbuhan (K) udang jerbung 1,2 per tahun dan
panjang karapas asimtosis (L∞) 39 mm. Persamaan pertumbuhan Von
Bertalanfy udang jerbung di perairan Bone adalah Lt = 39 (1 - e -1.2(t+-0.12)).
Laju kematian total (Z) 7,86 per tahun, laju kematian alami (M) 1,90
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
per tahun, laju kematian karena penangkapan (F) 5,96 per tahun, dan
laju pengusahaan (E) sekitar 0,76. Laju pengusahaan udang jerbung
sudah berada pada kondisi lebih tangkap (growth overfishing). Oleh
karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang salah
satunya dengan memindahkan lokasi penangkapan dan pelarangan
pengoperasian sero di muara sungai.
Kata Kunci: udang jerbung, biologi, parameter pertumbuhan
Pendahuluan
Udang jerbung (Penaeus merguiensis) merupakan salah satu jenis
udang penaeid yang secara alamiah memiliki dua fase kehidupan, yaitu
kehidupan di kawasan estuari dan laut lepas, sehingga udang ini juga
disebut dengan spesies amphibiotic (Garcia 1988). Siklus hidup udang
dimulai dari telur yang dihasilkan oleh induk-induk udang dewasa yang
matang telur di daerah pemijahan (spawning ground) yang berada di
laut lepas dengan kadar salinitas yang tinggi. Telur-telur akan menetas
menjadi larva yang bersifat planktonik. Proses perkembangan larva ini
dimulai dari stadia nauplius (N1-N5), zoea (Z1-Z3), mysis (M1-M3), dan
pascalarva. Pascalarva selanjutnya bermigrasi menuju daerah estuari
yang memiliki kadar salinitas lebih rendah, untuk melanjutkan stadia
kehidupannya menjadi yuwana dan setelah menjadi udang dewasa
akan kembali ke laut lepas (Garcia & Reste 1981; Garcia 1988).
Udang jerbung pada umumnya ditangkap dengan menggunakan
jaring insang tiga lapis (trammel net), lampara dasar/pukat hela (trawl),
jaring dogol, belat, apong, dan sero (Subani & Barus 1988; Saputra
& Subiyanto 2007). Di perairan Bone, alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap udang jerbung adalah sero. Sero merupakan alat
penangkapan ikan yang dioperasikan di daerah perairan pantai. Alat ini
bersifat menetap (stationary) dan berfungsi sebagai perangkap (trap)
bagi ikan-ikan yang melakukan gerakan ke pantai atau ikan-ikan yang
habitatnya di pantai. Sero dipasang dengan cara ditancap menggunakan
bambu, pada kedalaman antara 1,5 sampai 3 m. Bahan yang digunakan
adalah waring ukuran mata 4 mm. Sero di perairan Bone ini dipasang
di muara sungai yang berdekatan dengan perkampungan nelayan.
2
Biologi dan Parameter Pertumbuhan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) di Perairan Bone, Sulawesi Selatan
3
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
4
Biologi dan Parameter Pertumbuhan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) di Perairan Bone, Sulawesi Selatan
5
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
6
Biologi dan Parameter Pertumbuhan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) di Perairan Bone, Sulawesi Selatan
Parameter Pertumbuhan
Laju pertumbuhan
Parameter pertumbuhan udang jerbung di perairan ini
diinterpretasikan dari data sebaran frekuensi panjang karapas dengan
melacak adanya pergeseran modus sebaran frekuensi panjang karapas
dalam suatu urutan waktu yang disesuaikan dengan kurva pertumbuhan
Von Bertalanffy. Selanjutnya kurva yang melalui modus paling banyak
akan menggambarkan pola pertumbuhan (Sparre & Venema 1999).
7
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
8
Biologi dan Parameter Pertumbuhan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) di Perairan Bone, Sulawesi Selatan
9
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
10
Biologi dan Parameter Pertumbuhan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) di Perairan Bone, Sulawesi Selatan
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang jerbung yang banyak
tertangkap di perairan Bone adalah udang betina dan persentase
matang gonad udang jerbung ini sangat rendah. Hal ini disebabkan
ukuran udang yang tertangkap didominasi oleh udang muda yang
belum mencapai kematangan kelamin. Udang jerbung di perairan
Bone ini memiliki laju pertumbuhan dan laju kematian yang cepat.
Laju pengusahaan udang jerbung di perairan ini berada dalam
keadaan lebih tangkap atau lebih tepatnya growth overfishing. Oleh
karena itu diperlukan langkah-langkah pengelolaan yang tepat seperti
pemindahan daerah penangkapan dan pelarangan pengoperasian sero
di muara sungai.
Persantunan
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan hasil penelitian
Pengkajian Stok dan Pengusahaan Sumber Daya Udang Penaeid dan
Krustasea Lainnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Selat Makasar,
Laut Flores, dan Teluk Bone T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan
Laut, Muara Baru, Jakarta.
Daftar Pustaka
Garcia, S., & L. Le Reste. 1981. Life cycle, dynamic, exploitation and
management of coastal Penaeid shrimp stocks. FAO Fisheries
11
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
12
Biologi dan Parameter Pertumbuhan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis) di Perairan Bone, Sulawesi Selatan
13
2
DINAMIKA POPULASI UDANG JERBUNG
(Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN
KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN
Oleh
Adrian Damora1) dan Wedjatmiko1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Diindikasikan telah terjadi penurunan stok udang jerbung di
perairan Kotabaru yang disebabkan upaya tangkap yang berlebih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan dinamika populasi
udang jerbung (Penaeus merguiensis) di perairan Kotabaru, Kalimantan
Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan April–Desember 2011.
Udang jerbung contoh diambil dengan penarikan contak acak berlapis
dan diolah dengan aplikasi model analitik menggunakan program
ELEFAN 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan udang
jerbung bersifat allometrik negatif, di mana pertambahan panjang
lebih cepat dibandingkan pertambahan bobotnya. Panjang pertama
kali udang jerbung tertangkap adalah 29 mm CL untuk udang betina
dan 27,2 mm CL untuk udang jantan. Parameter pertumbuhan Von
Bertalanffy untuk udang betina, laju pertumbuhan (K) dan panjang
karapas asimptotik (L∞), masing-masing sebesar 1,46/tahun dan 51
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Perairan timur Kalimantan, termasuk di dalamnya perairan
Kotabaru, sejak dahulu merupakan daerah potensial penangkapan
udang. Komoditas utamanya merupakan jenis-jenis udang yang
masuk ke dalam famili Penaeidae dan udang jerbung (Penaeus
merguiensis) merupakan jenis yang paling dominan tertangkap di
wilayah ini. Semenjak digunakannya alat tangkap pukat udang (trawl),
pengusahaan udang jerbung di wilayah ini pun terus mengalami
peningkatan. Meskipun udang merupakan termasuk sumber daya
yang dapat pulih, tetapi upaya penangkapan yang terus meningkat
tanpa adanya pengendalian akan menyebabkan hilangnya sumber
daya tersebut.
Data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru (2010)
menunjukkan sejak tahun 2004 telah terjadi penurunan jumlah hasil
tangkapan udang jerbung dari 11957,6 ton menjadi 6971,8 ton pada
tahun 2009. Sebaliknya, upaya tangkap terus mengalami peningkatan.
Hal ini mengindikasikan telah terjadi penurunan stok udang jerbung
di perairan Kotabaru yang diduga disebabkan upaya tangkap yang
berlebih.
Untuk mencegah penurunan populasi udang jerbung diperlukan
upaya pengelolaan, di mana informasi tentang dinamika populasi udang
jerbung menjadi bahan masukannya. Tulisan ini bertujuan membahas
dinamika populasi udang jerbung di perairan Kotabaru dan diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pengelolaan sumber
daya udang jerbung yang berkelanjutan di perairan Kotabaru.
16
Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan
17
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
19
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
20
Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan
21
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
22
Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan
(a)
(b)
Gambar 4. Penyebaran frekuensi panjang karapas udang jerbung
(Penaeus merguiensis) betina (a) dan jantan (b) yang
dirunut dengan ELEFAN
Selanjutnya dengan menggunakan parameter pertumbuhan
udang jerbung yang telah dihitung dan menjadikannya sebagai bahan
masukan untuk membuat kurva hasil tangkap, diperoleh nilai dugaan
Z untuk udang betina sebesar 8,18/tahun dan 9,32/tahun untuk udang
jantan (Gambar 5). Nilai dugaan laju kematian alamiah (M) untuk udang
betina 2,01/tahun dan 1,88/tahun untuk udang jantan. Nilai dugaan
laju kematian karena penangkapan (F) udang betina sebesar 6,18/
tahun dan 7,45/tahun untuk udang jantan. Dengan menggunakan nilai
laju kematian karena penangkapan (F) dan nilai laju kematian total (Z)
23
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
24
Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan
Kesimpulan
Pertumbuhan udang jerbung bersifat allometrik negatif, di
mana pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan
beratnya.
Udang jerbung di perairan Kotabaru memiliki laju pertumbuhan
dan laju kematian yang cepat sehingga perlu dilakukan upaya penataan
pemanfaatannya agar keberlangsungan populasinya terjamin.
Laju pengusahaan udang jerbung di perairan Pemalang
menunjukkan tingkat pemanfaatan yang tinggi lebih tangkap dan
sudah mengarah pada tekanan penangkapan yang berlebih.
Persantunan
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan hasil penelitian
Pengkajian Stok dan Pengusahaan Sumber Daya Udang Penaeid dan
Krustasea Lainnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Selat Makasar,
Laut Flores dan Teluk Bone T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan
Laut, Muara Baru, Jakarta.
25
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Daftar Pustaka
Atmaja, S.B. & Nugroho, D. 2004. Karakteristik parameter populasi
ikan siro (Amblygaster sirm, Clupeidae) dan model terapan
Beverton dan Holt di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 10 (4): 21-27.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru. 2010. Statistik
Perikanan Kabupaten Kotabaru 2009. Kotabaru.
Gayanilo Jr., F.C., Sparre, P. &Pauly, D. 1994. The FAO-ICLARM
Stock Assessment Tools FISAT User’s Guide. FAO Computerized
Information Series Fisheries. No. 6. Rome. FAO. 186.
Gokhan, G., A. Ilker & M. Cengiz. 2007. Length–weight relationships
of 7 fish species from the North Aegean Sea, Turkey. In Karna,
S.K., S. Panda & B.C. Guru. 2011. Length-weight relationship (Lwr)
and seasonal distribution of Valamugil speigleri (Valancienues)
through size frequency variation and landing assessment in
Chilika Lagoon, India. Asian J. Exp. Biol. Sci. 2(4): 654-662.
Gulland, J.A. 1983. Fish stock assessment. A Manual of Basic
Methods. John Wiley & Sons. Chicester. 233 pp.
Jennings S., M. Kaiser,&J.D. Reynolds. 2001. Marine Fisheries
Ecology. Alden Press Ltd. Blackwell Publishing. United Kingdom.
417 pp.
Karna, S. K., S. Panda & B. C. Guru. 2011. Length-weight relationship
(Lwr) and seasonal distribution of Valamugil speigleri
(Valancienues) through size frequency variation and landing
assessment in Chilika Lagoon, India. Asian J. Exp. Biol. Sci. 2(4):
654-662.
Lagler, K.F. 1972. Freshwater Fishery Biology. W.M.C. Brown
Company Publisher. Dubuque, Iowa. 421 pp.
Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus
merguiensis de Man) di perairan Arafura dan alternatif
pengelolaannya. Disertasi. Doktor pada Fakultas Pasca Sarjana.
Institut Pertaanian Bogor. Bogor. 381 pp.
26
Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan
27
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
28
3
KEANEKARAGAMAN JENIS UDANG DI
PERAIRAN SELAT MAKASAR
Oleh
Suprapto1), Pratiwi Lestari1) dan Nurulludin1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian telah dilakukan di Selat Makasar, sekitar perairan
pantai Provinsi Kalimantan Timur, pada bulan Juni dan Oktober 2011,
bertepatan dengan musim angin selatan dan musim utara. Tujuannya
mendapatkan informasi indeks keanekaragaman jenis udang yang
diharapkan berguna sebagai baseline study maupun sebagai salah
satu data dukung bagi kebijakan pengelolaan sumber daya udang yang
berkelanjutan. Data dikumpulkan dari hasil sampling penangkapan
(fishing) menggunakan jaring lampara dasar (bottom minitrawl) yang
dioperasikan kapal motor 20GT. Metode yang digunakan adalah sapuan
area dengan rancangan penelitian acak berlapis (stratified random).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekayaan jenis udang sebanyak
22 spesies, yang mewakili 5 suku. Status keanekaragaman jenis udang
di perairan Selat Makasar tergolong tingkat sedang, dengan indeks
keragaman jenis Shannon-Wiener (H’) = 2. Sifat penyebaran spesies
dalam komunitas cenderung cukup merata, tidak banyak spesies
yang mendominasi. Di antara spesies yang mendominasi ditemukan 6
sampai 7 spesies yang paling melimpah
Kata Kunci: udang, keanekaragaman jenis, Selat Makasar.
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Keanekaragaman jenis udang pada suatu perairan merupakan
kekayaan plasma nutfah yang telah memberikan manfaat banyak bagi
masyarakat, baik ditinjau dari segi ekonomi karena termasuk komoditas
ekspor, maupun dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat karena
tingginya kandungan protein. Dengan potensinya tersebut, sumber
daya udang pada beberapa perairan di Indonesia menjadi salah satu
target eksploitasi yang intensif.
Keberadaan keragaman jenis udang tidak merata pada semua
perairan, tergantung ekosistemya. Di Selat Makasar, khususnya
perairan sekitar pantai Provinsi Kalimantan Timur, dikenal sebagai
daerah penangkapan udang yang produktif, karena didukung oleh
biofisik pantai seperti banyaknya muara sungai dan ekosistem hutan
bakau yang tumbuh subur. Eksploitasi sumber daya udang secara
inetnsif di kawasan ini telah dilakukan sejak 1975 (Naamin 1977;
Sumiono & Priyono 1998). Alat tangkap yang digunakan utamanya
jaring trawl dengan jumlah yang padat, berikutnya berkembang
pula alat tangkap sejenis trawl, seperti jaring dogol, lampara dasar,
pukat hela (Barus & Mahiswara 1994; Sumiono & Djamali 2006)
yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini. Indikasi tersebut
menunjukkan bahwa sumber daya udang di perairan ini mendapat
tekanan penangkapan yang berat, komunitasnya diduga tidak mantap
dan status keanekaragaman jenisnya diprediksi telah berubah yang
cenderung berkurang. Makalah bertujuan membahas potensi kekayaan
jenis dan status nilai indeks keanekaragaman hayati udang di perairan
Selat Makassar pada saat ini. Penelitian ini merupakan suatu analisis
kajian yang lebih bersifat baseline study yang diharapkan menjadi
salah satu kontribusi referensi bagi studi lanjutan di perairan yang
sama atau di perairan lainnya, serta dapat dijadikan sebagai salah satu
data dukung dalam menentukan opsi kebijakan pengelolaan sumber
daya udang yang berkelanjutan.
30
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
31
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
32
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
33
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
34
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
35
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Komposisi Jenis
Berdasarkan banyaknya jumlah individu udang yang tertangkap,
memperlihatkan bahwa spesies udang yang mendominasi pada bulan
Juni adalah Squilla sp 22%, Trachypenaeus asper 20%, dan Penaeus
merguensis 17%, lainnya mendominasi kurang dari 10%, sedangkan pada
bulan Oktober didominasi Parapenaeopsis sp 32%, Metapenaeopsis sp
21%, dan Parapenaeus coromandalica 13% (Gambar 2 dan 3). Udang-
udang tersebut sebagian besar berukuran kecil dan memiliki nilai
ekonomi relatif rendah, kecuali Penaeus merguiensis.
36
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
37
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
38
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
Kesimpulan
Status keanekaragaman jenis udang di perairan Selat Makassar
tergolong tingkat sedang, dengan indeks keragaman jenis Shannon-
Wiener (H’) = 2. Sifat penyebaran spesies dalam komunitas cenderung
cukup merata, tidak banyak spesies yang mendominasi. Di antara
spesies yang mendominasi ditemukan 6 sampai 7 spesies yang paling
melimpah yakni cakrek (Squilla sp), udang krosok (Trachypenaeus
asper), udang jerbung (Penaeus merguensis), udang dogol
(Metapenaeus ensis), udang krosok (Trachypenaeopsis sp), dan udang
tiger (Penaeus semisulcatus).
Persantunan
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan hasil penelitian
Pengkajian Stok dan Pengusahaan Sumber Daya Udang Penaeid dan
Krustasea Lainnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Selat Makassar,
Laut Flores, dan Teluk Bone T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan
Laut, Muara Baru, Jakarta.
Daftar Pustaka
Anonimous, 2010. Survey sumber daya kan demersal dan udang
di perairan Laut Timor dan Laut dengan Kapal Baruna Jaya VIII,
Laporan Teknis ATSEA- BalaiRiset Perikanan Laut Jakarta.
Badrudin, Sasanti, R.Suharti, Yahmantoro, dan Imam.S., 2003. Indeks
Kenaekaragaman Hayati Ikan Kepe-kepe (Chaetodontidae) di
Perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Jur.Penel.Perik.Ind., Edisi
39
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
40
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
41
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
42
Keanekaragaman Jenis Udang di Perairan Selat Makasar
43
4
KOMPOSISI DAN PENYEBARAN IKAN
DEMERSAL DI PERAIRAN SELAT
MAKASSAR
Oleh
Prihatiningsih1), Suprapto1), dan Wedjatmiko1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Perairan Selat Makassar merupakan daerah yang potensial untuk
penangkapan ikan demersal. Pemanfaatan sumber daya ikan demersal
sudah berlangsung cukup lama dan saat ini telah mengindikasikan
kondisi lebih tangkap (overfishing). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui komposisi dan penyebaran ikan demersal sebagai bahan
masukan dalam pengembangan pemanfaatan dan perencanaan
kebijakan pengelolaan sumber daya ikan demersal di Selat Makassar.
Penelitian dilakukan menggunakan kapal perikanan komersial lampara
dasar pada bulan Juni dan Oktober 2011. Komposisi hasil tangkapan
ikan demersal didominasi oleh famili Leiognathidae (peperek) dan
Nemipteridae (kurisi) masing-masing sebesar 40,0% dan 13,6% pada
Juni serta 56,9% dan 12,6% pada Oktober. Laju tangkap lampara dasar
pada Juni sebesar 31,49 kg/jam dan Oktober sebesar 23,12 kg/jam
dengan rata-rata sebesar 27,66 kg/jam. Penyebaran ikan demersal
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Sumber daya ikan di Selat Makassar dimanfaatkan oleh nelayan
dan perusahaan penangkapan yang berada di kawasan Provinsi
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan
Selatan, Bali, dan Jawa. Perairan Selat Makassar mempunyai sumber
daya ikan yang potensial karena adanya arus dari utara, merupakan
daerah estuari dan adanya daerah up welling yang menyebabkan
tingkat kesuburannya tinggi.
Pemanfaatan sumber daya ikan demersal dan udang di perairan
Selat Makassar sudah berlangsung cukup lama paling tidak sejak
dekade delapan puluhan dan cenderung status pengusahaannya
berada dalam tingkatan yang jenuh (Dwiponggo 1987; Naamin et al.
1992). Sementara itu beberapa wilayah yang berbatasan dengan area
yang tercakup pada penelitian ini telah mengembangkan perikanan
tangkap dengan berbagai bentuk dan skala usaha.
Eksploitasi ikan demersal cenderung meningkat dengan masuknya
bentuk penangkapan baru, yaitu mini trawl dari kelas ukuran di bawah
30 GT yang berpangkalan di berbagai tempat dan beroperasi di daerah
dekat pantai. Informasi dari berbagai kegiatan menunjukkan bahwa
seluruh armada penangkapan telah mencapai jumlah lebih dari 1000
unit yang berpangkalan di pantai timur Kalimantan dengan daerah
penangkapan telah menjangkau seluruh bagian perairan hingga daerah
perairan dangkal (untuk jenis mini trawl) dan terkonsentrasi di lokasi
yang padat kelimpahannya.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan guna memperoleh
data dan informasi terbaru tentang komposisi dan penyebaran ikan
demersal sebagai bahan masukan dalam pengembangan pemanfaatan
dan perencanaan kebijakan pengelolaan sumber daya ikan demersal
46
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
47
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
48
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
Jarak sapuan (=S) dihitung dari posisi sejak jaring mulai ditarik
sampai pada posisi jaring mulai diangkat. Penentuan posisi dilakukan
dengan menggunakan GPS. Dari persamaan (2) kepadatan stok ikan
dapat dihitung berdasarkan rumus
Cw 1
D = x kg/km2 ........................................................................(3)
ef a
dengan keterangan:
D = kepadatan stok
Cw = bobot tangkapan (kg)
a = luas daerah sapuan (km2)
ef = faktor daya tangkap, merupakan perbandingan antara jumlah
ikan yang tertangkap dengan jumlah yang ada di perairan.
Menurut Shindo (1973) nilai yang biasa digunakan di perairan
Asia Tenggara adalah 0,5
49
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Laju Tangkap
Laju tangkap merupakan salah satu indeks kelimpahan stok sumber
daya ikan di suatu perairan, yang dalam hal ini adalah hasil tangkapan
per-jam tarikan dari jaring lampara dasar. Menurut waktu pengamatan,
laju tangkap lampara dasar terhadap ikan demersal di perairan Selat
Makassar pada Juni lebih tinggi daripada Oktober. Laju tangkap ikan
demersal pada Juni 2011 (M. Timur) dari 32 stasiun pengamatan diperoleh
sebesar 31,49 kg/jam atau 89% dari total laju tangkap, sedangkan pada
Oktober 2011 (M. Peralihan II) dari 27 stasiun pengamatan diperoleh
50
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
laju tangkap sebesar 23,12 kg/jam atau 92% dari total laju tangkap
sehingga diperoleh rata-rata laju tangkap ikan demersal di perairan
Selat Makassar tahun 2011 sebesar 27,66 kg/jam.
Rata-rata laju tangkap ikan demersal yang diperoleh pada penelitian
ini, dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (tahun 2004-2005)
pada lokasi yang sama ternyata memperlihatkan penurunan yang cukup
tajam hampir sepuluh kali lebih rendah (Anonymous 2005). Perbedaan
yang sangat signifikan diduga karena beberapa faktor antara lain
dinamika oseanografi dan dampak penangkapan yang berbeda.
Faktor pertama adalah kondisi cuaca belum beruntung, dengan
menggunakan kapal kecil diduga arus dan angin yang kencang sangat
berpengaruh terhadap kinerja “opening trawl” tidak sempurna
yang berdampak ikan yang tertangkap sedikit. Faktor kedua diduga
akibat lebih tangkap, dalam kurun waktu sekitar 7 tahun telah terjadi
penangkapan yang sangat intensif dengan alat tangkap dogol dan
lampara dasar yang telah menguras sumber daya ikan demersal.
Ciri-ciri dari perairan yang mengalami lebih tangkap yaitu hasil
tangkapan didominasi oleh ikan berukuran kecil dan berumur pendek
misalnya Leiognathidae, berkurangnya ikan berkuran besar, dan
berumur panjang misalnya ikan kerapu dan kakap merah dari perairan
tersebut. Dilihat dari komposisi hasil tangkapan ikan demersal, ikan
peperek (Leiognathidae) mendominasi hasil tangkapan sebesar 40,0%,
sedangkan ikan kekakapan (Lutjanidae) dan kerapu (Serranidae)
memiliki nilai komposisi jenis sebesar 1,0% dari total hasil tangkapan.
Hasil penelitian menggunakan KM Bawal Putih tahun 2005 di perairan
yang sama yaitu di Selat Makassar menunjukkan komposisi hasil
tangkapan didominasi oleh ikan peperek sebesar 17,42% (urutan
kedua setelah ikan Ariidae), kemudian ikan kekakapan (Lutjanidae)
sebesar 0,81%, dan ikan kerapu (Serranidae) sebesar 2,50% dari total
hasil tangkapan.
Berdasarkan data statistik nasional tahunan periode 2001-2009,
hasil tangkapan per unit upaya penangkapan ikan demersal di perairan
Selat Makassar dan Laut Flores relatif menurun dari 19,23 ton/unit/
tahun (2001) menjadi 9,55 ton/unit/tahun atau menurun sekitar 50%
(Gambar 2). Di perairan ini telah beroperasi ribuan kapal dogol dan
51
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
52
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
53
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
54
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
55
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kepadatan Stok
Pendugaan kepadatan stok ikan demersal pada Juni 2011 dari
32 stasiun pengamatan diperoleh sebesar 1,0 ton/km2 dan pada
Oktober dari 27 stasiun pengamatan sebesar 0,9 ton/km2. Dari 2 kali
pengamatan, nilai kepadatan stok lebih rendah 3-4 kali dari hasil yang
diperoleh tahun 2004-2005 di perairan yang sama (Anynomous 2005)
dan di perairan yang berbeda yaitu di perairan Aru (Wedjatmiko et al.
2009). Hal ini menunjukkan adanya penurunan stok ikan demersal di
perairan Selat Makassar, dibandingkan dengan di perairan utara Jawa
Tengah pada kedalaman lebih dari 20 m nilainya lebih tinggi yaitu
sebesar 0,8 ton/km2 (Sumiono 2002).
56
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
Kesimpulan
Komposisi hasil tangkapan ikan demersal di perairan Selat Makassar
didominasi oleh famili Leiognathidae (peperek) dan Nemipteridae
(kurisi)
Laju tangkap lampara dasar terhadap ikan demersal berkisar 23,12
- 31,49 kg/jam dengan rata-rata sebesar 27,66 kg/jam dan pada saat
ini telah mengalami penurunan yang cukup tajam hampir sepuluh kali
lebih rendah dari tahun 2004-2005.
Penyebaran ikan demersal secara vertikal (kedalaman) di perairan
Selat Makassar terkonsentrasi pada kedalaman 0-20 m dan secara
horizontal (spasial) dominan tertangkap di perairan Balikpapan dan
Tanah Grogot.
Kepadatan stok ikan demersal di perairan Selat Makassar berkisar
0,9 – 1,0 ton/km2, semakin dalam suatu perairan semakin rendah
kepadatan stok ikan demersal.
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian
Pengkajian Stok dan Distribusi Sumber Daya Ikan Demersal dan Biota
Lainnya di Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk Bone, T.A. 2011, di
Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-Jakarta.
Daftar Pustaka
Anonymous, 2005. Riset pengkajian stok, life history dan dinamika
populasi sumber daya ikan demersal dan udang penaeid di Laut
Cina Selatan, Utara Jawa dan Selat Makassar. Laporan Hasil Riset.
Balai Riset Perikanan Laut. (Tidak dipublikasikan)
Allen, G. 2000. Marine Fishes of South East Asia. Western Australian
Museum, 1999.
Badruddin, M. 1988. Parameter stok dan potensi penangkapan ikan
petek (Leiognathidae) di perairan pantai utara Jawa Tengah. Jurnal
Penelitian Perikanan laut. No. 47 tahun 1988. Jakarta.
57
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Badrudin & karyana, 1992. Indeks kelimpahan stok sumber daya ikan
demersal di perairan pantai barat Kalimantan. Jurnal Penelitian
Perikanan laut No. 71 : 1-8.
Dwiponggo, A. 1987. Indonesia’s marine fisheries resources. ICLARM-
DGF-MFRI, Philippines.
Naamin et al., 1992. Pedoman teknis pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya udang penaeid bagi pembangunan perikanan. Seri
Pengembangan Penelitian perikanan No. PHP/KAN/PT/22/1992.
Badan Litbang Pertanian.
Saadah, 2000. Beberapa aspek biologi ikan petek (Leiognathus
splendens Cuv.) di perairan Teluk Labuan, Jawa Barat. Skripsi.
FPIK-IPB, Bogor. 34 Hal.
Sumiono, B., Sudjianto, Y. Soselisa, & TS Murtoyo. 2002. Laju tangkap
dan komposisi jenis ikan demersal dan udang yang tertangkap
trawl pada musim timur di perairan utara Jawa Tengah. JPPI Edisi
Sumber Daya dan Penangkapan. Vol 8 No. 4.
Carpenter, K.E. & V.H. Niem, 1999. The living Marine Reources of The
Western Centrak Pacific. Volume 4. Species Identification Guide
For Fishery Purposes. Food And Agriculture Organization Of The
United Nations. Rome 1999.
De Bruin G.H.P., Russell, B.C & Bogusch, A., 1994. FAO Species
Identification Guide For Fishery Purposes. The Marine Fishery
Resources of Sri Lanka. Food And Agriculture Organization Of The
United Nations. Rome 1994
Foote, K., H. Knutsen, G. Vestnes, D. MacLennan & E.J. Simmonds.
1987. Calibration of acoustic instruments for fish density
estimation: a practical guide. Amsterdam: International Council
for the Exploration of the Sea.
Kailola, P.J. and Tarp, T.G. 1984. Trawled fishes of Southern Indonesia
and Northwestern Australia. Australian Development Assistance
Bereau. Directorat General of fisheries – Indonesia. German
Agency for Technical Cooperation.
Sparre, P. & S.C. Venema. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis.
58
Komposisi dan Penyebaran Ikan Demersal di Perairan Selat Makassar
59
5
KEANEKARAGAMAN IKAN DEMERSAL DI
PERAIRAN SEKITAR BALIKPAPAN DAN
KOTA BARU
Oleh
Isa Nagib Edrus1), Prihatiningsih1) dan Suprapto1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian dilakukan tahun 2011 di wilayah pesisir zona 4 mil dari
mulai perairan Balikpapan sampai dengan Perairan Kota Baru. Tujuan
penelitian adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman ikan demersal
di wilayah perairan tersebut. Metode pengambilan data dengan metode
survei, menggunakan jaring lampara dasar. Analisis data mengunakan
dua indeks keragaman biologis, yaitu indeks kekayaan jenis Margalef
(R) dan indeks keanekaragaman Shannon Weaver (H). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tangkapan jaring lampara didominasi oleh ikan
demersal (>95 %). Total jenis demersal hasil tangkapan dari 61 lokasi
towing adalah 129 jenis. Variasi jumlah jenis tangkapan antarlokasi
adalah terendah 14 jenis dan tertinggi 58 jenis. Kekayaan jenis memilki
indeks Margalef (R) termasuk rendah dengan modus 5 dan 6. Tingkat
keragaman jenis termasuk kategori sedang dengan nilai indeks Shannon-
Wiener (H1) berkisar 1,2 sampai 2,8.
Kata Kunci: Ikan demersal, keanekaragaman, jaring lampara dasar,
Selat Makassar, Balikpapan, Kota Baru
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Setiap perairan pantai memiliki properti ekologis tersendiri dalam
hal area pendudukan koloni ikan tertentu yang sangat ditentukan oleh
sifat substrat dasar perairan dan kolom air yang mendapat pengaruh
besar dari muara-muara sungai. Sifat-sifat tersebut membawa
konsekuensi kepada keanekaragaman ikan dan non ikan yang spesifik
dari area tersebut (Mallela et al. 2007).
Perairan pantai Kota Balipapan sampai Kota Baru umumnya
memiliki kekeruhan tinggi hingga 2 mil ke arah laut dengan dasar
perairan berlumpur. Kondisi seperti itu dijumpai mulai dari area pasang
surut sampai kedalaman di bawah 10 meter hingga 30 meter. Menurut
data hasil survei BPPL 2011, kecerahan kolom air bervariasi dari 1
meter sampai 5 meter. Rata-rata oksigen terlarut pada kedalamaan 10
dan 30 meter masing-masing 5,55 ± 0,5 ppt dan 5,35 ± 0,3, salinitas
masing-masing 31,85 ± 1,45 dan 32,8 ± 1,4. Kondisi kimiawi ini masih
dalam ambang batas yang dapat ditoleransi oleh ikan (Putra 2011).
Tetapi secara umum kondisi fisik perairan seperti itu tergolong buruk
untuk ikan-ikan karang tertentu dan sebaliknya cocok untuk ikan-
ikan demersal dan udang-udangan yang dapat bertahan pada kondisi
keruh. Oleh alasan itu, usaha perikanan pesisir di Balikpapan banyak
menggunakan alat tangkap lampara dasar untuk usaha udang, di mana
ikan demersal merupakan hasil samping yang justru mendominasi
tangkapan (95%). Penelitian usaha perikanan lampara ini akan sangat
bermanfaat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan keberlangsungan
usaha perikanan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman
jenis ikan demersal di perairan Selat Makassar.
62
Keanekaragaman Ikan Demersal di Perairan Sekitar Balikpapan dan Kota Baru
63
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
64
Keanekaragaman Ikan Demersal di Perairan Sekitar Balikpapan dan Kota Baru
65
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
66
Keanekaragaman Ikan Demersal di Perairan Sekitar Balikpapan dan Kota Baru
Pembahasan
Nilai indeks kekayaan jenis (R) berhubungan langsung dengan
jumlah jenis, di mana semakin tinggi indeks R tersebut di suatu lokasi,
semakin banyak jumlah jenis ikan di lokasi tersebut. Modus indeks R
pada lokasi penelitian antara 5 sampai 6, sedangkan nilai R tertinggi
8,7 pada stasiun 9. Nilai ini masuk pada kategori rendah. Alasannya,
67
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
68
Keanekaragaman Ikan Demersal di Perairan Sekitar Balikpapan dan Kota Baru
pada perairan terumbu karang yang relatif jernih antara lain kerapu
(Cephalopolis boenack, Ephinephelus aerolatus, E.sexfasciatus),
buntal (Diodon hystrix), kakap (Lutjanus vitta dan Lutjanus sabae),
kepe-kepe (Heniochus acuminatus, Parachaetodon ocelatus), kembel
(Platax tiera), sembilang karang (Plotosus lineatus), swanggi malam
(Priacanthus tayenus), pasir-pasir (Scolopsis spp), baronang (Siganus
canaliculatus), barakuda (Sphyraena baracuda dan S.jellow), serta
biji nangka (Upheneus tragulla). Keberadaan jenis ikan ini dapat
diasumsikan bahwa di perairan Balikpapan dan Kota Baru masih
dijumpai adanya onggokan atau tandes karang dalam (path reefs).
Perairan berlumpur dengan kekeruhan yang tinggi sebagai akibat
pengaruh muara-muara sungai tergolong area yang kurang baik sebagai
habitat bagi ikan-ikan karang pada umumnya, karena terumbu karang
tidak dapat berkembang. Dasar perairan yang berlumpur seperti
itu dapat diadaptasi oleh ikan demersal tertentu dan membentuk
distribusi dan struktur komunitas tersendiri serta umumnya berukuran
kecil, karena bagian dari pertahanan diri pada kolom air yang sedikit
gelap (Mallela et al. 2007), seperti jenis-jenis yang disajikan pada
Tabel 1 yang umumnya berukuran kecil. Pada kondisi berlumpur, jenis
ikan tertentu seperti dari suku Leiognathidae yang bertubuh keperak-
perakan mampu berkembang dengan baik dan mendominasi populasi
yang ada dalam komunitas ikan demersal.
Rendahnya nilai indeks keanekaragaman (H < 3) di hampir semua
lokasi penangkapan adalah indikasi dari kondisi lingkungan yang
ekstrem dengan pengaruh sungai-sungai besar, seperti ditandai oleh
adanya dominasi ikan tertentu yang mampu bertahan pada kondisi
seperti itu. Distribusi dari jumlah individu masing-masing populasi
tidak seimbang karena adanya dominasi tersebut dan jumlah jenis juga
rendah pada masing-masing lokasi penangkapan. Kedua hal tersebut
dianggap sebagai penyebab dari rendahnya nilai indeks H di hampir
semua lokasi penelitian. Secara alamiah, kekeruhan yang tinggi sebagai
akibat dari adanya sedimentasi dapat mengurangi keanekaragaman
ikan (Amesbury 1981). Ikan secara potensial dapat berguna sebagai
indikator awal dari lingkungan yang mengalami tekanan karena sifat
mobilitas ikan memberikan kesempatan kepada ikan untuk melarikan
diri dari area di mana kualitas lingkungan menurun. Lebih jauh Amesbury
69
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
70
Keanekaragaman Ikan Demersal di Perairan Sekitar Balikpapan dan Kota Baru
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian
Pengkajian Stok dan Distribusi Sumber Daya Ikan Demersal dan Biota
Lainnya di Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk Bone, T.A. 2011, di
Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-Jakarta.
Daftar Pustaka
Allen, G., 2000. Marine Fishes of South-East Asia, Periplus Editions
(Hk) Ltd, Singapore.
Amesbury, S. S. (1981). Effects of turbidity on shallow-water reef fish
assemblages in Truk, Eastern Caroline Islands. Proceedings of the
Fourth International Coral Reef Symposium, Manilla 1, 155–159.
Bakosurtanal, 2007a. Sumberdaya Alam Pulau Kecil Terluar - Pulau
Manterawu. Publs. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut,
Bakosurtanal, Cibinong.
Bakosurtanal, 2007b. Sumberdaya Alam Pulau Kecil Terluar
Pulau Makalehi. Publs. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut,
Bakosurtanal, Cibinong.
Bakosurtanal, 2008. Pulau Marore, Pulau Kawio Gerbang Utara
Nusantara. Publs. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut,
Bakosurtanal, Cibinong.
Critic-Coremap II, 2007a. Baseline Ekologi Buton, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Critic-Coremap II, 2007. Baseline
Ekologi Wakatobi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.
71
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
72
Keanekaragaman Ikan Demersal di Perairan Sekitar Balikpapan dan Kota Baru
73
6
KOMPOSISI UKURAN DAN PARAMETER
PERTUMBUHAN IKAN MALALUGIS (Decapterus
macarellus) DI SELAT MAKASSAR
Oleh
Achmad Zamroni1), Moh. Fauzi1) dan Hari Ilhamdi1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Ikan malalugis merupakan salah satu sumber daya ikan pelagis
kecil yang mempunyai tingkat eksploitasi tinggi. Ikan tersebut selain
dikonsumsi juga dimanfaatkan sebagai umpan bagi perikanan tuna
long line. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi ukuran
serta pertumbuhan dari ikan malalugis dari Selat Makassar yang
didaratkan di TPI Paotere, Makassar. Pengambilan data berupa
pengukuran panjang cagak dilakukan setiap bulan dari Februari 2011
sampai Desember 2011. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kisaran
ukuran kelas panjang cagak (fork length) yang diperoleh selama
penelitian adalah dari 5 – 31,5 cm. Nilai panjang maksimum yang
diperoleh adalah 34,25 cm dan koefisien laju pertumbuhan adalah
sebesar 0,75 per tahun. Nilai mortalitas total sebesar 2,27 dengan nilai
mortalitas alami sebesar 1,14 dan nilai mortalitas akibat penangkapan
sebesar 1,13. Untuk nilai tingkat pemanfaatan dari ikan malalugis yang
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Perairan Selat Makassar termasuk dalam WPP-RI 713 yang
memiliki sumber daya ikan melimpah dan beraneka ragam. Dari data
produksi tahun 1999-2007 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi
dan jumlah nelayan untuk melakukan penangkapan ikan, baik dari
ikan pelagis besar maupun pealgis kecil. Seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan kebutuhan pangan dan gizi yang lebih baik
sangat memacu tingginya permintaan masyarakat pada kebutuhan
konsumsi ikan. Permintaan ikan yang meningkat tentu berpengaruh
positif bagi peningkatan pendapatan nelayan, tetapi perlu disadari
bahwa peningkatan permintaan sumber daya tersebut selalu diikuti
tekanan untuk melakukan eksploitasi semakin intensif.
Salah satu sumber daya ikan pelagis kecil yang penting dan bersifat
strategis adalah spesies ikan malalugis (Decapterus macarellus).
Disamping dikonsumsi lokal, jenis ikan momar/malalugis (Decapterus
macarellus) telah dimanfaatkan sebagai ikan umpan bagi perikanan
tuna long line sejak tahun 1990-an (Yusuf & Hamzah 1990); produksi
ikan momar tahun 1989 di sekitar Ambon sebesar 6571 ton. Sumber
daya ini telah dimanfaatkan sejak lama oleh perikanan tradisional
(purse seine mini, bagan, payang). Berdasarkan statistik perikanan
wilayah, dugaan hasil tangkapan lestari (MSY) ”stok” ikan layang
(Decapterus) yang tersebar di Laut Banda, sekitar Pulau Buru, Seram,
Halmahera, Ternate, dan Bacan sebesar 5500 ton dengan tingkat
pemanfaatan telah mencapai 98%. Berdasarkan statistik perikanan
Indonesia, estimasi potensi perikanan pelagis Laut Banda sebesar 236
ribu ton/tahun, di mana kelompok ikan pelagis kecil kira-kira sebesar
132 ribu ton/tahun atau sekitar 60% dari total ikan pelagis dengan rata-
rata produksi sebesar 146 ribu ton/tahun; tingkat pemanfaatan saat
itu diperkirakan telah mencapai lebih dari 100% (Anonimous 2001).
Sebelumnya, Dwiponggo (1987) melaporkan ”potential yield” sumber
76
Komposisi Ukuran dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Selat Makassar
77
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Hubungan antara mortalitas total, mortalitas alami, dan mortalitas
penangkapan adalah Z = M + F; sedangkan laju eksploitasi diduga
dengan menggunakan rumus Baranov (Sparre dan Venema 1999)
sebagai berikut.
E =
Hasil dan Pembahasan
Komposisi ukuran ikan malalugis yang didaratkan di TPI Paotere
Makassar selama periode Februari 2011 sampai Desember 2011
sangat bervariasi. Kisaran ukuran kelas panjang cagak (fork length)
yang diperoleh adalah dari 5 – 31,5 cm (Gambar 1). Pada Gambar 1
diketahui bahwa dari hasil pengukuran diperoleh tiga modus/puncak
ukuran, yaitu pada kelas ukuran panjang 9,5 – 10 cm, 15,5 – 16 cm
dan 24,5 – 25 cm, dengan modus tertinggi terdapat pada kelas ukuran
panjang 24,5 – 25 cm dengan jumlah individu sebesar 338 ekor. Akan
tetapi, dua modus ukuran yang lain termasuk dalam ukuran ikan
yang masih muda (sub-adult) atau di bawah nilai panjang pertama
kali matang gonad. Menurut Fauzi et al. (2012) panjang pertama kali
matang gonad ikan malalugis yang didaratkan di TPI Paotere adalah
20,39 cm. Bisa dikatakan bahwa ikan malalugis yang didaratkan di TPI
Paotere didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran muda.
78
Komposisi Ukuran dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Selat Makassar
79
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
80
Komposisi Ukuran dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Selat Makassar
81
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
82
Komposisi Ukuran dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Selat Makassar
83
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
84
Komposisi Ukuran dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Selat Makassar
Kesimpulan
Kisaran ukuran kelas panjang cagak (fork length) yang diperoleh
selama penelitian adalah dari 5 – 31,5 cm dengan modus yang
tertinggi terdapat pada kelas ukuran panjang 24,5 – 25 cm. Nilai
panjang maksimum yang diperoleh adalah 34,25 cm dan koefisien
laju pertumbuhan adalah sebesar 0,75 per tahun. Nilai mortalitas
total sebesar 2,27 dengan nilai mortalitas alami sebesar 1,14 dan
nilai mortalitas akibat penangkapan sebesar 1,13. Untuk nilai tingkat
pemanfaatan dari ikan Malalugis yang diperoleh yaitu sebesar 0,50.
Persantunan
Penelitian ini merupakan sebagian hasil dari kegiatan penelitian
APBN tahun 2011 berjudul “Penelitian potensi, distribusi-kelimpahan
85
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
dan biologi ikan pelagis kecil di WPP 713 (Selat Makassar – Laut Flores
– Teluk Bone) dan WPP 714 (Laut Banda – Teluk Tolo)”.
Daftar Pustaka
Andamari, R. T. Zubaidi. 1994. Some aspect of reproductive biology
of Decapterus macarellus in Banda Island, Maluku. Presented in
the Workshop on Biology, Dynamic and Exploitation of the Small
Pelagic Fishes in the Java Sea. Bogor, 21-22 March 1994. Java Sea
Pelagic Fishery Assessment Project, 12 p.
Anonimus. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat
Riset Perikanan Tangkap, BRKP-DKP dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta
Anonimus. 2005. Teluk Tomini: Ekologi, Potensi Sumber Daya, Profil
Perikanan dan Biologi Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting. Balai
Riset Perikanan Laut. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Brojo M & Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus
tambuloides Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan
Labuan, Pandeglang. Jurnal Iktiologi Indonesia 2(1) : 9-13.
Dalzell, P. and D. Pauly. 1989. Assessment of the fish resources of
Southeast Asia, with emphasis on the Banda and Arafura Seas.
Netherlands J. Sea Research, 24(4): 641-650.
Darayatne, P. 1997. Review of small pelagic fishes of Sri Lanka. In
Devaraj, M & P. Martosubroto (Eds.) Small pelagic fishes in Asia-
Pasific region. Proceeding of th APFIC Working Party on Marine
Fishes. 1st Session 13 -15 May 1997. Bangkok. Thailand.
Dwiponggo, A. 1987. Indonesia’s marine fisheries resources. In: C.
Bailey, A. Dwiponggo & F. Marahudin. Indonesian Marine Capture
Fisheries. ICLARM. Studies and Review 10: 10-63.
Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta.
Fauzi, Moh., Suwarso, Yahya, F. 2012. Biologi Reproduksi dan Dugaan
86
Komposisi Ukuran dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Selat Makassar
87
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
88
7
DISTRIBUSI IKAN PELAGIS KECIL DI SELAT
MAKASSAR BAGIAN SELATAN
Oleh
Rodo Lasniroha1), Asep Priatna1) dan Suwarso1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari distribusi spasial
kepadatan serta biomassa ikan pelagis dan hubungannya dengan
kondisi fisik perairan pada musim timur di Selat Makassar bagian
selatan berdasarkan sampling akustik pada bulan Juni 2011. Data
target strength menunjukkan bahwa ikan pelagis dengan ukuran kecil
(target strength < –51 dB) paling banyak didapati pada area survei,
terutama pada strata kedalaman 0–75 m. Hal ini mengindikasikan
bahwa target yang terdeteksi merupakan ikan pelagis kecil yang
rata-rata mempunyai ukuran 5 sampai 15 cm. Sebaran densitas ikan
pelagis kecil Selat Makassar bagian selatan menunjukkan nilai terbesar
terdapat pada strata kedalaman 50-75 m, dengan densitas rata-rata
232 ikan/1000 m³. Sementara densitas terkecil terdapat pada strata
kedalaman 75-100 m dan 100-125 m, dengan densitas rata-rata 5
ikan/1000 m³. Pada seluruh strata kedalaman densitas ikan yang
lebih tinggi dijumpai pada bagian selatan area survei, terutama di
bagian utara Kepulauan Spermonde. Terkonsentrasinya densitas ikan
yang tinggi pada daerah ini diduga karena dekat dengan Kepulauan
Spermonde yang didominasi oleh terumbu karang, sehingga
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Selat Makassar merupakan wilayah yang memiliki karakteristik
habitat yang sangat spesifik dengan kompleksitas masalah yang
relatif tinggi dalam hal pengelolaan sumber daya perikanan. Untuk
itu diperlukan informasi mengenai sumber daya hayati ikan yang
bermanfaat sebagai landasan bagi opsi kebijakan dalam pengelolaan
usaha perikanan. Perairan Selat Makassar bagian selatan yang meliputi
perairan Sulawesi Selatan mempunyai garis pantai sepanjang 2.500
km, dan sebagian besar nelayan di sepanjang pantai Sulawesi Selatan
tersebut memanfaaatkan sumber daya perikanan di wilayah perairan
Selat Makassar dan perairan Laut Flores. Potensi sumber daya
perikanan di perairan Selat Makassar (bagian barat Sulawesi Selatan)
diperkirakan 307.380 ton per tahun (Dinas Perikanan Sulawesi Selatan
2002)
Untuk mendapatkan hasil pendugaan densitas dan ukuran ikan
yang cepat dan relatif akurat, penerapan metode akustik diharapkan
dapat memberikan hasil yang diinginkan. Pengetahuan mengenai
penyebaran atau distribusi ikan sangat berguna untuk menjawab
beberapa pertanyaan sehubungan dengan pencarian ikan dan
pemilihan teknik penangkapan yang sesuai.
Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai
kondisi lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan lingkungan
90
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
Akuisisi Data
Perekaman data akustik sepanjang alur pelayaran menggunakan
software ER60 yang menghasilkan data dengan format RAW dan
dilakukan pada kolom perairan dengan kedalaman berkisar antara
0-150 meter. Pengambilan data suhu dan salinitas, yaitu pada titik-
titik pengambilan sampel dan disesuaikan dengan kedalaman perairan
menghasilkan 20 stasiun oseanografi seperti tampak pada Gambar 1.
91
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
92
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
93
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
94
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
95
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
96
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
97
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Suhu yang lebih rendah dan terutama salinitas yang lebih tinggi
pada bulan Juli/Agustus karena dalam bulan-bulan tersebut (muson
timur) daerah perairan ini telah dipengaruhi oleh air bersalinitas tinggi
dari timur selain adanya penaikan air upwelling berskala kecil di daerah
perairan ini (Ilahude 1978). Upwelling menyebabkan suatu perairan
kaya akan unsur hara, sehingga ikan akan mengumpul pada daerah
tersebut. Secara umum, distribusi mendatar densitas ikan pelagis
memperlihatkan bahwa pada subarea 2 (pesisir Sulawesi Selatan)
mempunyai nilai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan pada
subarea 1 (pesisir Sulawesi Barat). Hal ini sesuai dengan hasil yang
diperoleh Sadhotomo et.al. (2004), pada penelitian dengan akustik
tahun 2004 yang meliputi 3 kabupaten, yaitu perairan Kabupaten
Pangkep, perairan Kabupaten Maros, dan perairan Kabupaten Takalar.
Pada penelitian tersebut didapati target ikan pelagis terbanyak
terdeteksi di strata kedalaman 30-80 m, dengan kepadatan tertinggi
terdapat di perairan Kabupaten Takalar yaitu 0,39 ton/km2, yang
berada di sebelah selatan area survei.
(a) (b)
Gambar 5. Sebaran spasial kelimpahan (a) fitoplankton dan (b)
zooplankton di perairan Selat Makassar
98
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
Suhu yang lebih rendah dan terutama salinitas yang lebih tinggi
juga diperlihatkan pada Gambar 6, karena pada wilayah ini sering
terjadi upwelling kecil. Hasil pengamatan suhu dari survei eksplorasi
menunjukkan bahwa di perairan Selat Makassar memiliki lapisan
termoklin di kedalaman 50 - 150 meter. Penurunan yang cepat dari
salinitas di lapisan haloklin terjadi pada kedalaman 50-150 m, sama
seperti dijumpai pada lapisan termoklin.
99
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
terus ke tenggara dan selatan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Wyrtki (1961) bahwa di Selat Makasar arus mengalir secara tetap
sepanjang tahun menuju ke selatan dengan kecepatan yang cukup
tinggi. Arus yang mengalir di area penelitian berkisar antara 0,13 m/
det hingga 0,47 m/det.
100
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
101
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
102
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
Tabel 4. Nilai estimasi biomassa ikan pelagis kecil dari survei akustik
0-25 8596
25-50 15071
50-75 8464
75-100 13830
Total 45960
Nilai biomassa tersebut terbagi menurut strata kedalaman yaitu
strata-1 (0-25 m), strata-2 (25-50 m), strata-3 (50-75 m), dan strata-4
(75-100 m). Selama dilakukannya penelitian melalui survei eksplorasi
103
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Gambar 11. Persentase nilai biomassa ikan pelagis kecil tiap strata
kedalaman
Kesimpulan
Densitas absolut rata-rata ikan pelagis di perairan Selat Makassar
bagian selatan pada musim timur terkonsentrasi pada kedalaman 0-75
m, dengan densitas tertinggi sebesar 232 ikan/1000 m³. Sementara
densitas terkecil terdapat pada strata kedalaman 75-100 m dan 100-
125 m, sebesar 5 ikan/1000 m³.
Pada musim timur, densitas ikan pelagis lebih terkonsentrasi di
bagian selatan, semakin ke arah selatan nilainya semakin tinggi. Kondisi
perairan di bagian selatan (subarea 2) yang kaya akan sumber makanan
(plankton) diduga menyebabkan ikan terkumpul pada wilayah ini. Selain
104
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
itu, upwelling kecil yang sering terjadi di wilayah ini juga menyebabkan
wilayah ini kaya akan unsur hara sebagai makanan ikan.
Ikan pelagis dengan ukuran kecil (target strength < –51 dB) paling
banyak didapati pada area survei, terutama pada strata kedalaman
0–75 m. Hal ini diduga karena ikan-ikan sampel masih dalam kondisi
immature atau premature.
Estimasi biomassa ikan pelagis kecil memperlihatkan nilai terbesar
terdapat pada strata kedalaman 25-50 m, yaitu 15.071 ton, sedangkan
biomassa terkecil didapati pada strata kedalaman 50-75 m, yaitu 8.464
ton.
Persantunan
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan hasil Penelitian
Potensi, Distribusi-Kelimpahan dan Biologi Ikan Pelagis Kecil di WPP
713 (Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone) dan WPP 714 (Laut
Banda-Teluk Tolo) T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan Laut, Muara
Baru, Jakarta.
Daftar Pustaka
Burcynzki, J.J dan Jhonson, R.L. 1986. Application of dual-beam
acoustic survey techniques to Limnetic Populations of Juvenile
Sockeye Salmon (Oncorhynchus nerka). Can. J. Fish. Aquat.Sci.
Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan, 2002. Laporan Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan.
Gunarso, W. 1998. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan
Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan. Fakultas Perikanan. IPB.
Bogor.
Ilahude, A. G. 1978. On the occurence of upwelling in Southem
Makassar Strait . Mar. Res. Indonesia 10 : 3 – 33.
Laevastu T. and Hela I. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News
(Books) Ltd., London.
Mac Lennan, D. N. and E. J. Simmonds. 1992. Fisheries acoustic.
105
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
106
8
ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN
PERIKANAN UDANG DI PERAIRAN
BALIKPAPAN DAN SEKITARNYA
Oleh
Tri Wahyu Budiarti1) dan Mahiswara1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Email : diyarty@yahoo.com dan mahiswr@yahoo.com
Abstrak
Terdapat kecenderungan penurunan produksi perikanan udang
(pukat dogol dan trammel net) yang beroperasi di perairan Balikpapan
dan sekitarnya periode antara 1990 - 2010. Penambahan upaya
penangkapan tidak serta merta meningkatkan produksi udang.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari–September 2011 di
perairan Balikpapan dan sekitarnya. Kajian kapasitas penangkapan
perikanan udang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan
udang yang diperoleh dari hasil tangkapan di perairan Balikpapan
dan sekitarnya. Metode Peak to Peak digunakan untuk menganalisis
data produksi dan upaya penangkapan udang periode 1990 – 2010.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan kapasitas
penangkapan optimal berlangsung dalam 7 periode yaitu tahun 1990,
1991, 1996, 2001, 2005, 2007, dan 2010 (CU=1). Perikanan udang di
Balikpapan mengalami kapasitas berlebih pada tahun 1992 sampai
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Produksi ikan di Provinsi Kalimantan Timur dari penangkapan
di laut tahun 1994 mencapai 63.586,4 ton, sebanyak 6031,1 ton di
antaranya merupakan hasil tangkapan udang (Setiajie dan Kirom
1998). Menurut Setiajie & Kirom (1998), Pemda Kalimantan Timur
telah menetapkan udang sebagai komoditas andalan pada sektor
perikanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
RI No. Kep.45/Men/2011, nilai potensi sumber daya udang di WPP
713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Bali, dan Laut Flores) sebesar
4.800 ton/ tahun. Jenis-jenis udang di perairan timur Kalimantan yang
tertangkap nelayan antara lain udang windu (Penaeus monodon),
udang putih (P.merguensis), udang flower (P. semisulcatus), udang
bintik (Metapenaeus brevicornis), udang api-api (M. Monocores),
dan udang lurik (Parapenaeopsis sculptilis). Wedjatmiko et.al (1999)
menyatakan bahwa di perairan timur Kalimantan terdapat sumber
daya induk udang windu (P. monodon) yang masih dapat memenuhi
kebutuhan panti benih dengan tingkat eksploitasi rendah. Sebagian
besar udang di perairan timur Kalimantan ditangkap dengan
menggunakan trammel net dan jaring dogol. Di antara alat tangkap
udang, trammel net dan jaring dogol merupakan jenis alat tangkap
yang paling produktif di wilayah perairan timur Kalimantan (Anonim
1991). Berdasarkan laporan Lukman et al. (1995) produksi udang di
perairan timur Kalimantan mengalami penurunan pada periode antara
tahun 1990-1995 akibat adanya penangkapan yang intensif.
Aktivitas penangkapan udang yang berlebihan akan mengakibatkan
ancaman terhadap keberlanjutan sumber daya, lingkungan, dan usaha
penangkapan. Pemanfaatan sumber daya udang perlu mengikuti
kaidah-kaidah yang mampu menjamin keberkelanjutan sumber
108
Analisis Kapasitas Pengkapan Perikanan Udang Di Perairan Balikpapan Dan Sekitarnya
109
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
110
Analisis Kapasitas Pengkapan Perikanan Udang Di Perairan Balikpapan Dan Sekitarnya
Gambar 1. Fluktuasi jumlah kapal dan hasil tangkapan udang alat tangkap
dogol dan trammel net di perairan Balikpapan dan sekitarnya,
tahun 1990 – 2010
111
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
112
Analisis Kapasitas Pengkapan Perikanan Udang Di Perairan Balikpapan Dan Sekitarnya
113
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
114
Analisis Kapasitas Pengkapan Perikanan Udang Di Perairan Balikpapan Dan Sekitarnya
115
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
116
Analisis Kapasitas Pengkapan Perikanan Udang Di Perairan Balikpapan Dan Sekitarnya
117
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kesimpulan
Nilai CPUE perikanan udang di perairan Balikpapan dan sekitarnya
pada kurun waktu antara tahun 1990-2010 berfluktuatif, dengan nilai
MSY sebesar 1.941 ton per tahun pada tingkat upaya 542 unit kapal
setara kapal jaring dogol.
Kapasitas penangkapan optimal terjadi pada tahun 1990, 1991,
1996, 2001, 2005, 2007, dan 2010 (CU = 1), dan sebaliknya pada tahun
lainnya (1992-1995, 1997-2000, 2002-2004, 2006, dan 2008) belum
optimal (CU < 1).
Kapasitas berlebih (overcapacity) perikanan udang di perairan
Balikpapan dan sekitarnya terjadi pada tahun 1992 sampai 2003, dan
cenderung mengarah pada kondisi overfishing jika berlangsung secara
terus-menerus.
Saran
Agar diperoleh nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan
perikanan udang yang optimal di perairan Balikpapan perlu dilakukan
kontrol terhadap (perubahan) upaya secara periodik.
Persantunan
Penelitian ini merupakan salah satu hasil dari penelitian “Analisis
Kapasitas Penangkapan Perikanan Pukat Hela, Pukat Cincin, dan
Pancing Tuna di Selat Makassar dan Laut Banda” dengan sumber dana
dari DIPA BPPL Tahun Anggaran 2011.
Daftar Pustaka
Anonim, 1991. Studi tentang Pemasaran dan Prospek Investasi Udang
di Indonesia. Jakarta
Fauzi, A. & Suzy Anna. 2005. Data Envelopment Analysis (DEA)
kapasitas perikanan di periaran pesisir DKI Jakarta. Permodelan
Sumber Daya Perikanan dan Kelautan: untuk Analisis
Kebijakan. Jakarta: P.T. Gramedia Pustakan Utama.343 hal.
118
Analisis Kapasitas Pengkapan Perikanan Udang Di Perairan Balikpapan Dan Sekitarnya
119
9
ESTIMASI STANDING STOK IKAN DEMERSAL
DI PERAIRAN PANGKEP-SELAT MAKASSAR
Oleh
Asep Priatna1) dan Bambang Sadhotomo1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian yang bertujuan untuk mengestimasi biomassa dan
standing stock ikan demersal di perairan Pangkep-Selat Makassar
bagian Timur pada luasan 1861 km2 dilakukan pada bulan Oktober 2011.
Survei eksplorasi menggunakan metode akustik dengan perangkat
Biosonics DT-X Scientific Digital Echosounder untuk akuisisi datanya.
Komposisi ukuran panjang dan bobot ikan kakap merah (Lutjanus
malabaricus) digunakan untuk verifikasi data akustik. Komposisi ukuran
ikan demersal hasil deteksi akustik terdistribusi pada panjang 14-75
cm dan kisaran bobot 50-5000 gram, dengan modus ukuran panjang
pada kisaran 30-40 cm. Estimasi total biomassa diperoleh 1038 ton
dan kepadatan stok 0,56 ton/km2. Densitas ikan demersal yang relatif
tinggi didapat pada area di luar zona terumbu karang atau di perairan
yang lebih dalam.
Kata kunci: biomassa, hidroakustik, ikan demersal, perairan
Pangkep
Pendahuluan
Perairan laut Pangkajene dan kepulauan (Pangkep) termasuk
dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Selat Makassar. Luas laut
Kabupaten Pangkep sekitar 11.464,44 km2 dengan luas terumbu karang
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
123
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
ke arah luar (Gambar 1). Rata-rata kecepatan kapal saat akuisisi data
akustik yaitu 6 knot.
124
Estimasi Standing Stok Ikan Demersal di Perairan Pangkep-Selat Makassar
125
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
126
Estimasi Standing Stok Ikan Demersal di Perairan Pangkep-Selat Makassar
127
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
128
Estimasi Standing Stok Ikan Demersal di Perairan Pangkep-Selat Makassar
129
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Total luas perairan yang diamati adalah 543 nmi2 atau 1861 km2.
Nilai estimasi total biomassa ikan demersal diperoleh sebesar 1038
ton dengan kepadatan stok adalah 0,56 ton/km2 (Tabel 2). Komposisi
jumlah individu, biomassa, serta kepadatan stok untuk masing-masing
selang ukuran ikan disajikan pada Tabel 2.
Tren menunjukkan bahwa dengan meningkatnya ukuran panjang
dan bobot sumber daya ikan yang menghuni area tersebut, nilai
130
Estimasi Standing Stok Ikan Demersal di Perairan Pangkep-Selat Makassar
131
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kesimpulan
Luas perairan yang dikaji hanya sekitar 20% dari total luas perairan
laut Pangkep. Walaupun demikian, area penelitian telah mencakup
hampir semua zona terumbu karang yang merupakan habitat utama
bagi ikan karang (termasuk ikan demersal). Secara spasial, penelitian
dengan survei eksplorasi ini telah berhasil mengestimasi stok berikut
agregasi ikan demersal.
Terlepas dari bias yang melekat dalam hal konversi nilai akustik
(pantulan echo) menjadi nilai yang umum digunakan (ukuran panjang-
cm dan biomassa-ton), komposisi ukuran ikan hasil observasi akustik
132
Estimasi Standing Stok Ikan Demersal di Perairan Pangkep-Selat Makassar
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian
Pengkajian Stok dan Distribusi Sumber Daya Ikan Demersal dan Biota
Lainnya di Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk Bone, T.A. 2011, di
Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-Jakarta.
Daftar Pustaka
AFAS. 2007. Report of The 1st Asian Fisheries Acoustics Society (AFAS).
6-8 November 2007. DALIAN, CHINA.
Anonymous. 2002. Norwegian Combined Acoustic and Bottom Trawl
Surveys for Demersal fish in the Barents Sea During winter. IMR/
PINRO Joint Report Series, No. 6/2002. ISSN 1502-8828. 63 pp.
Balai Riset Perikanan Laut. 2007. Status dan Tren Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan Laut Arafura. Executive Summary. BRKP. DKP.
2p.
Doray M. and Reynal L., 2003, Catch per trip variability analysis related
to several fishing effort components in the small-scale, large
pelagic fishery in Martinique (FWI): an attempt to define more
accurate fishing effort units function of the different types of fish
133
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
134
Estimasi Standing Stok Ikan Demersal di Perairan Pangkep-Selat Makassar
135
10
PRODUKTIVITAS USAHA PENANGKAPAN IKAN
DENGAN PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) DI
WATAMPONE, SULAWESI SELATAN
Oleh
Erfind Nurdin1), Hufiadi1), dan Mahiswara1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Pukat cincin merupakan alat tangkap yang banyak digunakan
nelayan Watampone, Sulawesi Selatan. Salah satu indikator kinerja
perikanan tangkap adalah produksi hasil tangkapan, di mana ukuran
upaya penangkapan menentukan hasil produksi. Dinamika perikanan
tangkap dapat digambarkan dari fluktuasi upaya penangkapan,
produksi, dan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat produktivitas usaha penangkapan yang meliputi produktivitas
per trip unit alat tangkap, produktivitas per trip anak buah kapal
(ABK), dan produktivitas per trip upaya penangkapan unit armada.
Pengambilan data sampel dilakukan pada bulan Mei – Oktober 2012.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang bersifat studi
kasus. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata produktivitas
per unit alat tangkap sebesar 103,35 ton/unit/tahun, produktivitas per
ABK sebesar 0,30 ton/orang/trip, dan rata-rata produktivitas upaya
penangkapan per trip sebesar 4,45 ton/trip/unit. Hasil analisis regresi
berganda diketahui bahwa secara bersama-sama seluruh variabel
bebas mampu memengaruhi variabel tidak bebas secara signifikan
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
dengan nilai koefisien determinasi (R2) 97,15% dan Fhit > Ftab pada
tingkat kepercayaan 95%.
Kata kunci: produktivitas, pukat cincin, Watampone, Sulawesi
Selatan
Pendahuluan
Para pelaku usaha perikanan pukat cincin di Watampone, Sulawesi
Selatan terus mengembangkan operasional penangkapan ikan,
baik sistem maupun teknik penangkapannya. Dalam melaksanakan
kegiatannya nelayan sangat bergantung pada faktor-faktor produksi
(input) yang terus mengalami kenaikan dengan harapan hasil
tangkapan (output) yang juga akan ikut bertambah. Faktor-faktor
produksi tersebut antara lain lama hari di laut, jumlah tenaga kerja,
bahan bakar, unit alat tangkap dan unit aramada. Meskipun pada
kenyataannya hasil tangkapan ikan di laut cenderung tidak pasti yang
dapat menyebabkan produksi menurun sehingga penghasilan nelayan
pun ikut menurun.
Sumber daya perikanan adalah milik bersama (common property),
di mana pemanfaatan dapat digunakan secara terbuka dalam waktu
yang bersamaan oleh beberapa pelaku perikanan (open access).
Nelayan berlomba untuk menangkap ikan sebanyak mungkin.
Terdapatnya keuntungan ekonomis menyebabkan masuknya
perusahaan-perusahaan baru yang lebih besar untuk ikut bersaing
dalam pengusahaan sumber daya tersebut, sehingga peningkatan
intensitas upaya penangkapan cenderung akan menambah tekanan
terhadap sumber daya yang dapat berpengaruh terhadap hasil
tangkapan.
Hal inilah yang memudahkan keluar masuknya pelaku usaha
pemanfaatan sumber daya ikan. Pada jenis usaha yang memberikan
tingkat keuntungan yang relatif lebih baik, tekanan pemanfaatan
akan semakin kuat. Pemanfaatan sumber daya ini bila tidak diatur
dengan baik mengakibatkan pemanfaatan yang berlebih dan akan
menimbulkan dampak yang dapat mengancam kelangsung usaha itu
sendiri. Oleh sebab itu, perlu adanya pengelolaan yang seksama agar
produksi optimum dapat dicapai dan kelestarian sumber daya ikan
dapat terjamin.
138
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
Metode
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengukurun secara
langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data
statistik tahun 2005 – 2010 di Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten
Bone. Data primer meliputi dimensi kapal (panjang, lebar, dan dalam),
dimensi jaring, sedangkan data sekunder adalah produksi perikanan,
jumlah ABK, bahan bakar, upaya (jumlah trip).
Analisis Produktivitas
Pengukuran produktivitas dari alat tangkap ini meliputi produktivitas
per unit alat tangkap, produktivitas per ABK, dan produktivitas per trip
penangkapan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Produktivitas per unit per tahun =
Σ
= (kg/unit/tahun) ................................................................... (1)
Σ
139
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah uji regresi berganda untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan
produktivitas pukat cincin Watampone. Analisis ini digunakan untuk
membuat estimasi parameter dari suatu hubungan fungsional antara
satu variabel dependen (produksi hasil tangkapan) dengan lebih dari
satu variabel independen (jumlah hari di laut, jumlah ABK, bahan
bakar, panjang jaring, dan panjang kapal).
Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi adalah hubungan fisik
antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X).
Variabel yang dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan
berupa input. Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas,
hubungan Y dan X dapat diketahui. Secara matematis hubungan itu
dapat dituliskan sebagai berikut.
Log Y = Log a0 + a1 LogX1 + a2 LogX2 + a3 LogX3 + a4 LogX4 + a5 LogX5 + e
di mana:
Y = Produksi
X1 = Jumlah hari di laut dalam satu trip (hari)
X2 = ABK (orang)
X3 = Bahan bakar (liter)
X4 = Panjang jaring (meter)
X5 = Panjang kapal (meter)
e = Kesalahan pengganggu
a = Koefisien regresi
Log a0 = Konstanta
Dengan menjumlahkan nilai elastisitas (nilai koefisien regresi a ) pada
fungsi produksi Cobb Douglas, diketahui skala kenaikan hasil, sebagai
berikut.
Jika jumlah a i = 1, dapat dikatakan skala kenaikan hasil yang tetap.
Jika jumlah a i > 1, dikatakan skala kenaikan hasil yang semakin bertambah.
140
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
141
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Satu unit armada pukat cincin memiliki rumpon lebih dari satu buah
yang tersebar pada beberapa daerah penangkapan. Konsentrasi
rumpon nelayan Wantampone secara umum beroperasi di perairan
Teluk Bone, Laut Flores, dan perairan Sulawesi Tenggara (Gambar 1).
Kapal pukat cincin yang digunakan nelayan Watampone berbahan
dasar kayu dengan dimensi panjang (L) 16 meter, lebar (B) 4 meter,
dan dalam (D) 1,5 meter. Kapal ini menggunakan dua buah mesin yaitu
mesin utama sebagai tenaga penggerak Mitsubishi 6 silinder 120 PK
dan mesin bantu untuk menarik jarring Dongfeng 24 PK. Lama operasi
penangkapan ikan antara 3-8 hari dengan jumlah anak buah kapal
(ABK) sebanyak 15 orang.
Jaring terbuat dari bahan nylon (PA) dengan ukuran mata jaring
1 inci (Gambar 2). Pukat cincin Watampone memiliki kantong yang
terletak di salah satu sisi jaring. Menurut Nomura & Yamazaki (1977),
bentuk dan konstruksi jaring dengan posisi kantong di bagian samping
diklasifikasikan sebagai pukat cincin tipe Amerika. Pelampung yang
digunakan sebanyak 600 buah jenis TF 17A terbuat dari bahan plastik
berdiameter 11 cm dengan jarak antar pelampung 40-60 cm. Pemberat
keseluruhan mencapai 200 kg, terbuat dari bahan timah dengan jarak
15-20 cm. Cincin yang digunakan terbuat dari bahan timah berdiameter
22 cm, berat 1 kg dengan jarak antar cincin 1 meter. Tali kolor yang
digunakan untuk menarik jaring terbuat dari bahan polyester (PE)
berdiameter 20 mm dengan panjang mencapai 650 meter.
142
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
Hasil Tangkapan
Selama enam tahun terakhir hasil tangkapan pukat cincin nelayan
Watampone mengalami penurunan (Tabel 1). Hasil tangkapan pukat
cincin nelayan Watampone pada tahun 2005 sebesar 12.543,1 ton
dengan jumlah hasil tangkapan tertinggi didapatkan pada tahun 2008
sebesar 15.582,2 ton. Sementara jumlah hasil tangkapan terendah
terjadi pada tahun 2010 sebesar 2.306,7 ton yang merupakan jumlah
hasil tangkapan terendah selama kurun waktu 6 tahun (2005-2010).
Perubahan hasil tangkapan yang terjadi dapat dipengaruhi upaya
pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan yang disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan rumpon sebagai alat bantu pengumpul
ikan dalam operasional penangkapan. Pada Tabel 1, terlihat adanya
tren kenaikan upaya pemanfaatan (jumlah trip) hingga tahun 2008
sebanyak 3804 trip yang kemudian mengalami penurunan drastis
hingga tahun 2010 menjadi 1.295 trip.
Dalam penelitiannya, Zulbainarni (2011) menyatakan bahwa
dalam jangka pendek kenaikan jumlah upaya penangkapan akan
meningkatkan jumlah hasil tangkapan, tetapi dalam jangka panjang
kenaikan upaya penangkapan tidak diikuti oleh kenaikan jumlah
produksi hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkapan ini juga dapat
disebabkan oleh adanya pengaruh cuaca ekstrem yang tidak menentu
yang menyebabkan nelayan mengurangi aktivitas melaut sehingga
menyebabkan jumlah produksi hasil tangkapan ikan berkurang.
Penurunan hasil tangkapan diikuti dengan menurunnya hasil tangkapan
per satuan upaya seperti tampak pada Tabel 1.
143
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
144
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
145
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
146
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
147
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kesimpulan
Produktivitas usaha pukat cincin nelayan Watampone dari tahun
2005 hingga 2010 menunjukkan kecenderungan menurun, dengan
nilai rata-rata produktivitas upaya penangkapan sebesar 4,45 ton/trip/
unit, produktivitas anak buah kapal (ABK) sebesar 0,30 ton/orang/trip,
dan nilai rata-rata produktivitas unit alat tangkap sebesar 103,35 ton/
unit/tahun.
Faktor yang berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas
adalah lama hari di laut dengan nilai elastisitas produksi sebesar 0,47.
Persantunan
Penelitian ini merupakan salah satu hasil dari penelitian “Analisis
Kapasitas Penangkapan Perikanan Pukat Hela, Pukat Cincin dan
Pancing Tuna di Selat Makassar dan Laut Banda” dengan sumber dana
dari DIPA BPPL Tahun Anggaran 2011.
Daftar Pustaka
Nomura, M. Dan Yamazaki,T. 1977. Fishing Technique I. Japan
International Cooperation Agency, Tokyo. 206 pp.
Purwanto dan D. Nugroho, 2011. Daya Tangkap Kapal Pukat Cincin dan
Upaya Penangkapan Pada Perikanan Pelagis Kecil di Laut Jawa,
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 17 No 1. hal 23-30.
Setyorini, Agus Suherman & Imam Triarso, 2009. Analisis Perbandingan
Produktivitas Usaha Penangkapan Ikan Rawai Dasar (Bottom Set
Long Line) dan Cantrang (Boat Seine) di Juwana Kabupaten Pati.
Jurnal Saintek Perikanan vol. 5, no. 1, hal 7-14.
Sismadi, 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Input Alat Tangkap Pukat
cincin di Kota Pekalongan. Tesis magister ilmu ekonomi dan studi
pembangungan Undip, Semarang. 134 hal.
Soekartawi, 1990, Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok Bahasan
Analisis Fungsi Cobb-Douglass. CV. Rajawali Pers. Jakarta, 252
hal.
148
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
149
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Lampiran
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.985674
R Square 0.971553
Adjusted R Square 0.829316
Standard Error 0.068955
Observations 7
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 5 0.162388 0.0324777 6.830529682 0.282276706
Residual 1 0.004755 0.0047548
Total 6 0.167143
150
11
HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL
DI SELAT MAKASSAR, TELUK BONE, LAUT
FLORES, DAN LAUT BANDA
Oleh
Suwarso1), Achmad Zamroni1) dan Adi Kuswoyo1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
E-mail: swarsorimf@gmail.com
Abstrak
Kajian hasil tangkapan ikan pelagis kecil dilaksanakan di perairan
Selat Makassar, Teluk Bone-Laut Flores dan Laut Banda, untuk
menduga indeks kelimpahan, pola musiman, dan tren hasil tangkapan
per upaya (CPUE). Pengumpulan contoh hasil tangkapan selama tahun
2011 dan dilakukan di beberapa tempat pendaratan, yaitu Kampung
Baru (Balikpapan, Kaltim), Watampone, Barru (Sulawesi Selatan), dan
Kendari (Sulawesi Tenggara), di mana masing-masing mewakili perairan
Selat Makassar bagian tengah, Selat Makassar bagian selatan, Teluk
Bone-Laut Flores, dan Laut Banda. Contoh hasil tangkapan per kapal
pukat cincin mini dan payang diperoleh dari juragan/pemilik kapal
(Kampung Baru dan Watampone) dan pencatatan hasil tangkapan
secara harian di Barru dan Kendari.
Hasil tangkapan per upaya (CPUE) ikan pelagis kecil bervariasi
secara musiman. Puncak musim tangkapan umumnya terjadi sekitar
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Ikan pelagis kecil merupakan ikan peruaya dan umumnya tersebar
luas terutama di perairan Indonesia Timur. Sumber daya ini potensial
sebagai sumber pendapatan nelayan skala kecil (purse seine mini)
dengan jenis utama berupa ikan layang (Decapterus spp). Di Provinsi
Sulawesi Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, dan NTT (kabupaten
Sikka) komoditas ikan pelagis kecil memberi kontribusi sekitar 47%
dengan produksi yang tercatat masing-masing 73635 ton, 26400 ton
dan 5000 ton (Statistik Perikanan 2009), di Kendari tercatat sebanyak
6440 ton (Statistik Produksi PPS Kendari 2009). Di Provinsi Sulawesi
Selatan sebagian besar (93%) pendaratan ikan pelagis kecil berasal
dari perairan barat dan selatan Sulawesi Selatan serta Teluk Bone
(laut dalam), sedangkan di Provinsi Kalimantan Timur (Balikpapan dan
Samarinda) berasal dari Selat Makassar ”laut dangkal” (perairan timur
Kalimantan) yang merupakan fishing ground purse seine ”Jawa”.
152
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
153
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
154
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
155
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
156
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
157
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Gambar 2. Tren laju tangkapan (kg/trip) dan jumlah trip purse seine
mini (pajala) asal Mamuju (Sulawesi Barat) di peraian barat
Mamuju, tahun 2004-2010
158
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
159
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
160
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
masing sekitar 41%, 30% dan 24%; ikan malalugis sedikit tertangkap.
Sedang pada bagan hasil tangkapan utama berupa ikan malalugis
(Decapterus macarellus) dan teri (Stolephorus) masing-masing
sebanyak 32% dan 39% (Gambar 5).
161
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
162
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
bulan Maret, puncak utama yang lebih besar berlangsung sekitar bulan
Agustus (purse seine) dan September (bagan).
163
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
164
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
Tabel 7. Hasil tangkapan total, jumlah hari operasi pukat cincin mini,
dan indek kelimpahan total di perairan Kendari dari tahun
2006-2011
2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Hasil tangkapan 6250 8667 9660 6440 11 836 5360
total (kg)
Jumlah trip 2001 2440 2054 2368 3329 1692
Laju tangkap (kg/ 36280 40345 59176 32201 43429 31017
trip)
*sampai Oktober
165
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
166
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
Gambar 9. Hasil tangkapan per trip (CPUE) ikan pelagis yang tertangkap
purse seine mini di perairan Kendari 2006-2010 (kiri) dan
perubahan komposisi hasil tangkapan tahun 2009-2010
(kanan) (Keterangan: IPK= ikan pelagis kecil; IPB= ikan
pelagis besar)
Ikan tongkol tertangkap setiap bulan, persentase yang rendah
umumnya terjadi antara bulan Mei sampai September; sebaliknya
ketika hasil tangkapan tongkol rendah maka hasil tangkapan ikan
layang menunjukkan lebih besar. Ikan layang tertangkap pada setiap
bulan dengan persentase yang bervariasi. Persentase ikan layang yang
tinggi biasanya terjadi antara bulan April sampai Agustus. Persentase
ikan layang yang rendah di bawah 20% terjadi sekitar bulan Nopember-
Desember (Gambar 9). Selama periode tahun 2006-2008, persentase
ikan pelagis besar naik, sedangkan ikan pelagis kecil turun masing-
masing 5%. Berdasarkan nilai indek kelimpahan (CPUE) diduga stok
ikan layang lebih kecil dibandingkan dengan stok ikan tongkol.
167
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Bahasan
Pola Musiman Hasil Tangkapan
Di perairan laut dalam sekitar Sulawesi jumlah hasil tangkapan
ikan pelagis kecil bervariasi menurut lokasi maupun musim, tapi pola-
pola musiman hasil tangkapan yang hampir bersamaan terlihat dari
data-data yang tersedia meskipun sementara ini dugaan musim untuk
perairan Mamuju didasarkan pada hasil observasi dikarenakan data
belum tersedia. Puncak musim tangkapan umumnya terjadi sekitar
bulan Agustus-September (musim peralihan 2), puncak yang lebih
kecil antara bulan Maret-April (peralihan 1), sedang musim paceklik
biasanya sekitar musim barat (Desember-Januari) dan musim tenggara
(Agustus). Berdasarkan observasi produktivitas (cpue) purse seine
Mamuju pada saat puncak musim dapat mencapai 3-5 ton/tawur.
Pola musiman ikan layang/momar juga telah ditunjukkan oleh Yusuf &
Hamzah (1990) di perairan Maluku.
Di perairan Barru puncak musim berlangsung sekitar Februari
(kecil) dan puncak yang lebih besar pada bulan Agustus. Alat tangkap
payang dioperasikan dengan target penangkapan berupa ikan tongkol
dan cakalang, sedang jenis ikan pelagis kecil (malalugis) tertangkap
oleh alat bagan. Di Teluk Bone-Laut Flores puncak hasil tangkapan juga
terjadi sekitar bulan Agustus, puncak yang lebih kecil pada bulan Maret.
Sedang di perairan Kendari, ikan pelagis kecil (malalugis) merupakan
bagian dari hasil tangkapan purse seine selain ikan-ikan pelagis besar
yang lebih banyak jumlahnya; puncak musim tangkapan ikan pelagis
kecil berlangsung antara akhir musim timur sampai musim peralihan 2
(Juni-Agustus sampai November).
Pola musiman kelimpahan ikan pelagis umumnya berhubungan
dengan kesuburan perairan dan melimpahnya plankton sebagai
makanan ikan yang diketahui berhubungan langsung dengan proses
upwelling (di Sulawesi Selatan dan Laut Banda terjadi pada musim
timur, Juni-Agustus) (Ilahude, 1978). Di perairan Kendari kandungan
klorofil-a tertinggi terjadi pada musim peralihan 2 sebesar 0,47 mg/m3,
sedangkan terendah pada musim peralihan 1 (0,13 mg/m3). Puncak
kandungan klorofil-a pada musim peralihan 2 tersebut berasal dari
168
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
169
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
170
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
Saran
Kajian lebih mendalam tentang fluktuasi musiman kelimpahan
ikan pelagis di perairan Mamuju diperlukan sebagai validasi data dan
informasi yang telah diperoleh, serta kajian yang lebih terarah tentang
status stok dan eksploitasi ikan pelagis di perairan Kendari. Informasi
tentang karakter biologi sumberdaya sangat penting dipahami sebagai
landasan kuat untuk pengelolaan berkelanjutan.
Persantunan
Penelitian ini merupakan sebagian hasil dari kegiatan penelitian
APBN tahun 2011 berjudul “Penelitian potensi, distribusi-kelimpahan
171
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
dan biologi ikan pelagis kecil di WPP 713 (Selat Makassar – Laut Flores
– Teluk Bone) dan WPP 714 (Laut Banda – Teluk Tolo)”.
Daftar Pustaka
Prasetyo, A. P. dan Suwarso. 2010. Hubungan kelimpahan
ikan layang (Decapterus spp.) dengan suhu permukaan laut
dan kesuburan perairan di Selat Makassar bagian selatan.
Semnaskan UGM 2010.
Anonimous. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia.
Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP-DKP dan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan. 2011.
Statistik Perikanan Tangkap Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung
Pandang.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2010. Statistik Perikanan
Tangkap Indonesia, 2009. Jakarta.
Hariati, T., K. Amri & U. Chodriyah. 2010. Fluktuasi hasil tangkapan
ikan layang (Decapterus spp.) di perairan Kendari dan sekitarnya
serta kaitannya dengan sebaran suhu permukaan laut, salinitas
dan Klorofil-A permukaan. J. Lit. Perikan Ind. Vol 16.No. 2, Juni
2010 :
Hufiadi dan Erfind Nurdin. 2012. Efisiensi penangkapan pukat
cincin Watampone di beberapa daerah penangkapan. Diajukan
pada Seminar Hasil Riset 2011.
Martosubroto, P. 2005. Menuju pengelolaan Perikanan yang
bertanggung jawab. Forum Pengkajian Stok Ikan Laut, Hotel
Bintang. Jakarta, 27-28 Desember 2005.
Yusuf, S. A. dan M. S. Hamzah. 1990. Pengaruh musim terhadap
produksi ikan momar (Decapterus sp.) dikaitkan dengan kondisi
hidrologi di perairan Kepulauan Lease, Maluku Tengah. Jurnal
Pen. Perikanan Laut, 79, 40-46. Pross. Simposium Perikanan
Indonesia I. Buku II: Bidang Sumberdaya Perikanan dan
Penangkapan. Puslitbang Perikanan, 93-101.
172
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
173
12
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG BIRU/
MALALUGIS (Decapterus macarellus) DI
SELAT MAKASSAR, LAUT FLORES
DAN LAUT BANDA
Oleh
Moh. Fauzi1), Suwarso1) dan M. Fadli Yahya1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi aspek
biologi reproduksi ikan layang biru (Decapterus macarellus) di Selat
Makasar, Laut Flores dan Laut Banda, sebagai bahan masukan dalam
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Selama periode tahun 2010
sampai 2011 spesimen ikan layang biru yang dianalisis sebanyak 3738.
Populasi ikan layang biru didominasi oleh ikan-ikan muda subadult.
Nilai nisbah kelamin betina dan jantan tidak berbeda nyata. Ikan
jantan dengan ukuran panjang lebih besar dari 26 cmFL mendominasi
hasil tangkapan. Musim pemijahan ikan layang biru di Selat Makasar
terjadi yaitu pada awal musim barat (bulan Februari) dan awal musim
timur (bulan Agustus). Panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan
layang biru di Selat Makasar adalah 25,12 cmFL, di Laut Banda sebesar
25,45 cmFL dan di Laut Flores 25,86 cmFL.
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Kawasan Timur
Indonesia telah dilakukan secara intensif. Selain dikonsumsi, jenis ikan
ini juga dimanfaatkan sebagai umpan pada perikanan tuna. Untuk
menjaga agar sumberdaya ini tetap lestari maka perlu adanya opsi-
opsi pengelolaan yang tepat. Salah satu aspek yang dapat dijadikan
parameter kondisi suatu sumberdaya di sebuah wilayah perairan adalah
kondisi biologi reproduksinya. Pengetahuan mengenai aspek biologi
reproduksi mencakup sebaran ukuran panjang, kondisi kematangan
seksual, nisbah kelamin, indeks kematangan gonad dan ukuran
pertama kali matang dapat dijadikan dasar bagi pengelolaannya.
Ikan layang biru, D. macarellus (Gambar 1) merupakan jenis ikan
yang bersifat oseanik, menghuni perairan laut dalam dengan kadar
garam minimum 34 permil. Secara morfologis jenis ikan layang biru
yang hidup di laut dalam sama dengan jenis ikan layang yang hidup
di perairan dangkal (paparan) hanya sedikit perbedaan tampak pada
warnanya yang lebih biru (gelap). Daerah penyebarannya meliputi
perairan ZEE Selat Malaka, Samudera Hindia (lepas pantai barat
Sumatera Utara, Kepulauan Mentawai dan di selatan Jawa). Selain
itu ikan layang biru terdapat pula di perairan Indonesia bagian timur
antara lain Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda dan Teluk Tomini
(Hariati, 2005).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan parameter
biologi reproduksi dan dugaan musim pemijahan ikan layang biru D.
macarellus di perairan Selat Makasar, Laut Flores dan Laut Banda.
176
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
177
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
178
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
179
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Perairan
Karakter
Laut Banda Laut Flores Selat Makassar
180
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
181
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
182
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
Tabel 3. Sebaran nilai GSI ikan layang biru betina menurut tingkat
kematangan seksual di perairan Selat Makasar, Laut Banda
dan Laut Flores
Tingkat Kematangan Seksual
Perairan Karakter
TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4 TKG 5
Kisaran GSI 0,07-1,49 0,048-3,49 0,33-5,43 1,5-4,39 0,08-0,63
Laut Rata-rata
0,24 1,58 2,44 2,86 0,21
Banda GSI
n 129 71 288 97 8
1,49-
Kisaran GSI 0,12-0,13 0,58-2,04 1,05-4,51 *
2,62
Laut
Rata-rata
Flores 0,13 1,43 2,79 2,07 *
GSI
n 2 14 116 40 *
2,34-
Kisaran GSI 0,08-0,89 0,43-3,31 0,03-6,96 *
7,21
Selat
Rata-rata
Makassar 0,19 1,38 2,55 3,76 *
GSI
n 242 128 341 40 *
Bila dilihat dari komposisi TKG ikan layang biru betina pada tiap-
tiap kelas panjang cagak terlihat bahwa pada panjang cagak 26 cm
ke atas didominasi oleh ikan-ikan dengan kondisi menjelang matang
(TKG 3) dan matang (TKG 4). Proses pematangan merupakan fase
terpanjang dalam proses reproduksi ikan layang. Ikan dengan TKG 3
memiliki kisaran ukuran panjang cagak terlebar yaitu dari 18-32 cmFL
sedangkan ikan yang telah benar-benar matang (TKG 4) 21-32 cmFL
dengan jumlah yang lebih sedikit (Gambar 5).
183
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
184
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
pada kelas panjang tersebut ikan layang biru betina menuju waktu
pemijahan. Mereka keluar dari perikanan hingga waktu pasca memijah
dan awal matang gonad berikutnya. Pada kelas panjang tersebut
populasi didominasi oleh ikan dalam kondisi menjelang matang (TKG
3) dan matang (TKG 4).
Gambar 6. Perbandingan Jenis kelamin ikan layang biru pada tiap kelas
panjang cagak
185
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
186
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
Dari hasil analisa terlihat bahwa terdapat kesamaan nilai Lm ini kan
layang biru di Selat Makasar, Laut Banda, danLaut Flores. Berdasarkan
penelitian Zamroni & Suwarso (2011) terhadap ikan layang biru di
187
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kesimpulan
Ikan layang biru (malalugis) dewasa pada umumnya memiliki
ukuran tubuh lebih besar dari 17 cmFL dengan nilai GSI lebih dari 4.
Di Selat Makasar, Laut Flores dan Laut Banda populasi ikan layang biru
didominasi oleh ikan-ikan muda (immature).
Nisbah kelamin jantan dan betina ikan layang biru secara umum
memiliki perbandingan yang seimbang. Individu jantan mendominasi
populasi pada panjang lebih dari 26 cmFL.
Musim pemijahan ikan layang biru di selat Makasar terjadi dua kali
yaitu pada akhir musim barat (bulan Februari) dan akhir musim Timur
(bulan Agustus).
Ikan betina dewasa matang (TKG IV; GSI>4) sangat jarang
tertangkap. Dengan asumsi bahwa individu ikan betina dengan Tingkat
Kematangan Gonad 4 dianggap sebagai individu yang matang (mature),
maka nilai Lm ikan layang biru betina di Selat Makasar sebesar 25,12
cmFL, Laut Banda sebesar 25,45 cmFL dan Laut Flores 25,86 cmFL.
Persantunan
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan hasil riset Kajian
Struktur Genetik Populasi dan Biologi Reproduksi Ikan Malalugis
188
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
Daftar Pustaka
Hariati, T. 2005. Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus), salah satu
spesies ikan pelagis kecil laut dalam di Indonesia. Warta Penelitian
Perikanan Indonesia XI(5): 27 hal.
Holden, M.J. and D.F.S. Raitt. 1974. Manual of Fisheries science. Part
2. Methods of resources investigation and their application. FAO
Fish. Tech. Pap. (115). Rev. 1. 214p.
Krissunari, D. & T. Hariati. 1994. Pendugaan ukuran pertama kali
matang gonad beberapa ikan pelagis kecil di perairan Utara
Rembang. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 85: 48-53
Nikolskii.G.V. 1969. Fish Population Dynamics. Oliver and Boyd.
Edinburg. 323 p.
Suwarso & Wudianto. 2002. Sustainable pelagic fisheries in the
south china sea: Prosedur sampling dan pengukuran. Pedoman
Teknis. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Riset kelautan
dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 6 hal (tidak
diterbitkan).
Udupa, K.S. 1986. Statistical method of estimating the size at first
maturity in fishes. Fishbyte. ICLARM. Philippines. 4.2.8-10.
Zamroni, A. & Suwarso. 2011. Studi tentang biologi reproduksibeberapa
spesies ikan pelagis kecil di perairan Laut Banda. Bawal. III (5):
337-343.
189
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
190
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
191
13
KELIMPAHAN DAN SEBARAN LARVA
SCOMBRIDAE DI PERAIRAN LAUT BANDA
Oleh
Karsono Wagio , Umi Chodrijah1) dan Yoke Hany Restiangsih1)
1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Studi larva merupakan aspek dasar yang sangat diperlukan untuk
keberhasilan pengelolaan ikan pelagis besar, yang terkendala karena
sifatnya bermigrasi jauh (highly migratory). Sampling larva dan kondisi
oseanografi dilakukan pada musim peralihan I (April 2011) pada 26
titik lokasi. Deteksi sebaran vertikal larvaceanid digunakan akustik,
sebaran horisontal dengan bonggo net dan akustik. Hasil penelitian
menunjukkan kelimpahan larva dari 10 jenis Scombridae, kelimpahan
larvaceanid tertinggi pada kedalaman 5-25 m dengan rata-rata sebesar
6817 ind/1000 m³, kelimpahan iktioplankton rata-rata 353 ind/1000 m³.
Kelimpahan larva scombridae tertinggi di stasiun 18 (sekitar P. Hatta)
dan stasiun 19 (selatan P. Gunung api) masing-masing 49 ind/1000
m³ dan 37 ind/1000 m³. Komposisi larva scombridae didominasi oleh
Thunnus obesus 33,33 %, T. albacares 25,76 % dan Euthynnus sp. 7,58
%. Komposisi tingkatan larva semua jenis scombridae mempunyai
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Laut Banda merupakan perairan yang kaya sumberdaya pelagis
besar (Scombridae). Penerapan pengelolaan sumberdayanya,
terkendala karena sifatnya yang bermigrasi jauh (highly migratory).
Studi larva dan telur merupakan aspek dasar yang sangat diperlukan
untuk keberhasilan pengelolaan perikanan karena sangat diperlukan
untuk kajian stok sumber daya ikan (Vazvuez et. al., 2006), khusus di
daerah tropis karena datanya masih langka,oleh karena itu informasi ini
sangat penting (Soewito, 1987). Menurut Westhaust (2002) studi larva
berguna untuk prediksi stok, melindungi dan memperkaya lingkungan
serta ekploitasi yang optimum. Menurut Unesco (1975 ) studi larva
memberikan informasi mengenai; area dan musim pemijahan,
kelimpahan stok absolut, interaksi yang dapat mempengaruhi stok.
Perairan Laut Banda selain sebagai daerah asuhan dan ruaya, diduga
merupakan daerah pemijahan berbagai ikan pelagis besar. Penemuan
larva Scombridae beserta kelimpahan dan sebarannya diduga Laut
Banda merupakan daerah pemijahan. Khusus untuk penemuan larva
berbagai tuna, genus Thunnus akan memberikan implikasi dalam
pengelolaan share stok. Implikasi dapat berupa kuota pemanfaatan
dan penerapan teknik pengelolaaan yang tepat untuk kelestarian
sumberdaya. Tulisan ini menyajikan hasil penelitian mengenai sebaran
dan kelimpahan larva, struktur ukuran dan tingkatan larva serta kondisi
lingkungannya.
194
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
195
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
196
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
Kelimpahan Iktioplankton
197
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
198
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
199
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
11,5-
12,2-21,4 12,5-22,0 11,5-22,7 9,0-21,8 10,2-15,0 9,5-11,0
Body 20,5
length
(15,3) (16,6) (16,3 (13,4) (12,2) (10,3)
(15,8)
200
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
201
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
b. Salinitas
Salinitas perairan di lapisan homogen rata-rata 33,56 ‰ dan
dilapisan termoklin rata-rata 34,02 ‰ (Gambar 9). Pada stasiun
dijumpai larva T. albacares salinitas permukaan lebih rendah dari
yang lainnya rata-rata salinitas pada lapisan homogen 33,29 ‰ dan
pada lapisan termoklin 33,94 ‰. Perbedaan antara salinitas di lapisan
homogen dan termoklin rendah (0,55 ‰). Pada stasiun dijumpai
larva T. obesus salinitas permukaan relatif lebih tinggi 33,24 ‰ dan
pada lapisan termoklin 34,05 ‰. Perbedaan antara salinitas dilapisan
homogen dan termokline lebar (0,81‰).
202
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
203
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
e. Oksigen terlarut
Oksigen terlarut perairan di lapisan homogen rata-rata 5,14 ppm
dan dilapisan termoklin rata-rata 4,93 ppm (Gambar 12). Pada stasiun
dijumpai larva T. albacares oksigen terlarut permukaan 5,32 ppm dan
pada lapisan termoklin 5,15 ppm. Perbedaan antara oksigen terlarut
di lapisan homogen dan termoklin rendah (0,17 ppm). Pada stasiun
dijumpai larva T. obesus oksigen terlarut permukaan 5,32 ppm dan
pada lapisan termoklin 5,02 ppm. Perbedaan antara oksigen terlarut
di lapisan homogen dan termokline lebar (0,30).
204
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
205
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Saran
Diperlukan adanya kajian lanjutan untuk menetapkan lokasi dan
musim pemijahan ikan tuna di Laut Banda secara tepat karena di
perairan ini ditemukan larva ikan tuna.
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian Indeks
Kelimpahan Sumber daya Ikan Pelagis Besar dan Oseanografis di WPP
Laut Banda T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-
Jakarta.
Daftar Pustaka
Anonymous.2007. Larval Fish. Identification Guide for the China Sea
and Gulf of Thailand.Southeast Asian Fisheries Development
Center in Collaboration with the UNEF/GEF South China Sea
Project.
Leis, J.M. & D.S. Rennis. 1983. The Larvae of Indo-Pacific Coral Reef
Fishes. New South Wales University Press and University of
Hawaii Press. Sydney.Honolulu.
Leis, J.M. & T. Trnski.1989. The Larvae of Indo-Pacific Shorefishes.
New SouthWales University Press.
Leis, J.M. & B.M.Carson-Ewart.2000. The Larvae of Indo-Pacific
Coastal Fishes. An Identification guide to marine fish larvae.
Fauna Malesiana Handbook 2.Brill.
Roper, D.S.1986. Occurrence and Recruitment of Fish Larvae in a
Northern New Zealand Estuary. Estuarine, Coastal and Shelf
206
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
207
14
KOMPOSISI UKURAN, TINGKAT
KEMATANGAN GONAD, DAN MAKANAN IKAN
BANYAR (Rastrelliger kanagurta CUVIER 1817)
DI PERAIRAN KENDARI
Oleh
Tuti Hariati1), Suwarso1) dan Ma. Taufik1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) adalah jenis ikan pelagis kecil
bernilai ekonomis, penting, disukai masyarakat, serta mengandung
omega 3 yang berguna bagi tubuh manusia. Di perairan Kendari dan
sekitarnya, ikan banyar tertangkap dengan pukat cincin mini (105 ton
per tahun) dan bagan, diduga sudah mengalami tekanan penangkapan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi beberapa
aspek biologi ikan banyar seperti sebaran panjang dan Lc, dugaan waktu
pemijahan, Lm serta kebiasaan makanan untuk penyusunan dasar
kebijakan pengelolaan. Pengambilan sampel ikan banyar dilakukan
secara acak dari hasil tangkapan pukat cincin dan bagan di PPI Kendari
beberapa bulan dalam periode tahun 2007-2011. Ikan diukur panjang
dan beratnya, diamati jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad-
nya, terutama ikan betina. Analisis data dilakukan secara tabulasi dan
grafik, pengujian menggunakan uji Chi-kwadrat, Ogive selektivitas dan
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Perairan Kendari dan sekitarnya di tepi barat Laut Banda merupakan
perairan yang kaya akan sumber daya ikan pelagis. Di perairan Kendari,
sumber daya ikan pelagis (pelagis kecil dan pelagis besar) tertangkap
dengan pukat cincin mini atau pajeko (Hariati et al. 2010). Dalam hasil
tangkapan pajeko yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudra
(PPS) Kendari tahun 2006 sampai dengan 2008 yang berkisar antara
6000-9000 ton tiap tahun, jenis ikan pelagis kecil yang dominan adalah
ikan layang (32-36%), sedangkan jenis ikan pelagis besar yang dominan
adalah ikan tongkol (60%).
Salah satu jenis ikan pelagis kecil lainnya adalah ikan banyar
(Rastrelliger kanagurta). Jumlah hasil tangkapan ikan banyar tiap tahun
hanya 0,7 % -2,2% dari total hasil tangkapan pajeko atau rata-rata 105
ton (Hariati et al. 2010) yang menunjukkan kecilnya stok yang tersedia.
Ikan banyar diduga telah mengalami tekanan penangkapan oleh pukat
cincin mini dan bagan. Pengukuran sebaran frekuensi panjang ikan
banyar yang rutin untuk kajian stok terkendala karena jumlah sampel
yang tidak memadai.
Ikan banyar dalam berbagai ukuran sangat disukai masyarakat dan
mengandung Omega 3 yang berguna bagi kesehatan tubuh manusia.
210
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
211
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
212
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
TKG/
Stadium Deskripsi
Maturity
213
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Analisis data
Informasi tentang Lc (panjang pertama kali tertangkap) ikan banyar,
sex ratio, komposisi TKG, indeks gonad, komposisi TKG menurut bulan
, dan Lm (panjang pertama kali memijah) dihasilkan dari beberapa
analisis data sebagai berikut.
Lc (panjang rata-rata pertama kali tertangkap): data sebaran
panjang ikan banyar dianalisis untuk memperoleh nilai Lc yang
tertangkap masing-masing oleh bagan dan pukat cincin mini, serta
nilai Lc gabungan kedua jenis alat. Dari akumulasi data sebaran
frekuensi panjang dihitung nilai Lc dengan rumus ogive selektivitas
(Sparre & Venema 1999). Sebelumnya jumlah individu dalam setiap
kelas panjang/mid-length ditransformasi menjadi angka pecahan yang
berjumlah 1. Angka pecahan tersebut diakumulasikan dari mid-length
terkecil sampai yang terbesar sehingga angka pada mid-length yang
terbesar adalah 1, dinamakan lajur SL. Dari nilai-nilai SL dibuat lajur
lainnya dengan nilai Ln (1/SL-1). Hubungan antara Ln (1/SL-1) (sebagai
y) dengan mid-length (sebagai x) dengan menggunakan analisis regresi
diperoleh nilai intercept a dan slope -b. Dalam rumus selektivitas ogive
persamaan no 6.1.1 (Sparre & Venema 1999) yaitu Ln (1/SL-1) = S1-S2
* L nilai-nilai a dan- b yang dihasilkan tersebut adalah nilai-nilai S1 dan
S2. Maka Lc= S1/S2.
Perbandingan jenis kelamin: perbandingan jumlah jantan dan
betina diuji dengan uji Chi-kuadrat (Bal & Rao 1984): X2= ∑ (f0-fh)2/
fn. X2= Chi kuadrat, f0= frekuensi yang diamati, dan fn=frekuensi yang
214
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
215
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
216
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
217
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Tabel 2. Jumlah individu ikan betina, panjang ikan, berat gonad dan
indeks gonad ikan banyar betina menurut TKG dari perairan
Kendari
Tingkat Kematangan Gonad (TKG)/Maturity
I II III IV V
∑ individu =N 50 (28%) 17 (9%) 36 (20%) 33 (18%) 43 (24%)
(%)
Kisaran 1 6 - 1 8 1 7 - 2 0 1 8 - 2 0 2 1 - 2 3 22-24 (22,5)
dan Modus (16,5) (17,6) (19,5) (21,5)
Panjang ikan 25-27 (26,5)
(cm Fl) 1 8 - 2 2 2 1 - 2 5 2 1 - 2 6 24-27
(19,5) (22,5) (23,5) (24,5)
Kisaran berat 39,2-117,3 6 9 , 7 - 59-184,7 95,1-262 196-334
ikan (gram) 176,9
Jika jumlah TKG I dan TKG II digabung sebagai gonad yang belum
matang dan jumlah TKG III, TKG IV dan TKG V digabung sebagai gonad
yang sudah matang, ditemukan bahwa jumlah ikan betina yang matang
lebih banyak daripada yang belum matang (Gambar 3 ).
218
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
219
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
10
00%
8
80%
6
60%
4
40%
2
20%
0%
Peraliihan1 T
Timur P
Peralihan2 Barat
Musim
m
TKGI TKG
GII TKGIII TKGIV TKGV
Gambar 4. Komposisi TKG ikan banyar betina pada musim peralihan
1, musim timur dan musim peralihan 2 di perairan Kendari
periode tahun 2007-2011
Pada musim timur, ikan banyar betina dengan TKG IV mendominasi
persentase tertinggi daripada ikan dengan TKG I, TKG II dan TKG III,
sedangkan ikan dengan TKG V tidak ditemukan. Pada musim timur
terjadi proses pematangan gonad sampai mencapai tingkat matang.
Berdasarkan kisaran dan modus sampel, diameter telur TKG IV yang
diperoleh belum mencapai ukuran maksimum sehingga belum siap
memijah. Karena untuk menjadi ikan yang cukup matang untuk
memijah, ikan dengan TKG IV harus melakukan migrasi ke laut yang
lebih dalam sebagai masa persiapan pemijahan. Pada musim peralihan
2, tertangkap ikan banyar dengan TKG V dalam kondisi sedang memijah
dan yang sudah selesai memijah dengan persentase yang sangat
dominan (Gambar 4) dan sisanya terdiri dari ikan banyar betina dalam
fase Dara (TKG I).
220
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
221
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
222
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
223
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
TKG IV yang belum siap memijah dan masih harus migrasi ke perairan
yang lebih dalam untuk melangsungkan proses pematangan hingga
siap memijah.
Nilai Lc ikan banyar yang tertangkap dengan pukat cincin masih
di bawah nilai Lm sehingga diperlukan tindakan pengelolaan misalnya
dengan cara memperbesar ukuran mata jaring yang sekarang lebih
dari 1 inci.
Jenis makanan ikan banyar dari perairan Kendari terdiri dari 3
bagian besar yaitu fitoplankton, zooplankton, dan ikan muda/kecil.
Saran
Sumber daya ikan banyar di perairan Kendari mengalami tekanan
penangkapan dari alat tangkap bagan yang menangkap ikan banyar
muda dan pukat cincin mini. Oleh sebab itu, pengelolaan sumber daya
ikan banyar perlu dilakukan, misalnya dengan melarang operasi bagan
pada saat berlangsungnya rekrutmen ikan banyar yaitu pada bulan
Juni-Juli.
Persantunan
Penelitian ini merupakan sebagian hasil dari kegiatan penelitian
APBN tahun 2011 berjudul “Penelitian potensi, distribusi-kelimpahan
dan biologi ikan pelagis kecil di WPP 713 (Selat Makassar – Laut Flores
– Teluk Bone) dan WPP 714 (Laut Banda – Teluk Tolo)”.
Daftar Pustaka
Atmaja, S.B. B. Sadhotomo & Suwarso. 1995. Reproduction of the main
small pelagic species. BIODYNEX, Biology, Dynamics, Exploitation
of the Small Pelagic Fishes in the Java Sea. AARD, ORSTOM, EU :
69-84.
Bal, D. V. & K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Part 1 : Methodology
in Fisheries Biology. Tata M. G. Hill Com. Limited, New Delhi. :
1-24.
Hariati, T., M. Taufik & A. Zamroni. 2005. Beberapa aspek reproduksi
224
Komposisi Ukuran Dan Parameter Pertumbuhan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) Di Selat Makassar
225
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
226
15
PERIKANAN PELAGIS BESAR YANG
BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDRA KENDARI, SULAWESI TENGGARA
Oleh
Umi Chodrijah1), Tegoeh Noegroho1) dan Enjah Rahmat1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Perairan Kendari dan sekitarnya merupakan bagian dari Laut
Banda, memiliki berbagai jenis sumber daya ikan pelagis yang telah
dieksploitasi dengan berbagai macam alat tangkap. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh informasi tentang perikanan pelagis
besar yang berbasis di Kendari. Penelitian dilakukan pada bulan
Februari sampai dengan Oktober 2011 di Pelabuhan Perikanan Samudra
Kendari, Sulawesi Tenggara. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan
terkait aspek eksploitasi perikanan huhate (pole and line), pukat cincin
(purse seine), tonda (troll line), dan pancing ulur (hand line). Data lain
yang dikumpulkan adalah produksi ikan tuna yang didaratkan di PPS
Kendari selama 10 tahun terakhir, serta data komposisi hasil tangkap
bulanan masing-masing alat tangkap pada tahun 2010. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada 4 jenis alat tangkap ikan utama pelagis besar
yang berbasis di Kendari yaitu huhate, purse seine, tonda, dan pancing
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
ulur. Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap dengan alat tangkap
huhate, purse seine, tonda, dan pancing ulur didominasi oleh ikan
cakalang.
Kata Kunci: perikanan pelagis besar, Kendari, Sulawesi Tenggara
Pendahuluan
Kendari merupakan salah satu basis perikanan tangkap di Kawasan
Timur Indonesia yang letaknya berhadapan langsung dengan Laut
Banda. Di Kendari, terdapat dua pelabuhan perikanan, yaitu Pelabuhan
Perikanan Samudra (PPS) Kendari dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Sodohoa. Kedua pelabuhan ini merupakan basis perikanan tangkap
bagi nelayan skala industri dan tradisional di Kendari.
Sumber daya ikan yang terdapat di perairan Kendari terdiri
atas sumber daya ikan karang (Hartati & Pralampita 1993), pelagis,
demersal dan biota laut lainnya (Linting dkk. 1994). Sumber daya ikan
pelagis terdiri atas kelompok-kelompok ikan pelagis besar dan pelagis
kecil.
Sumber daya ikan pelagis besar yang dominan adalah tuna.
Eksploitasi sumber daya tuna dilakukan oleh berbagai bentuk
penggunaan alat tangkap di antaranya adalah purse seine, huhate
(pole and line), rawai tuna (tuna longline), dan pancing ulur (Diniah
dkk. 2001).
Tulisan ini membahas tentang perikanan pelagis besar di Kendari,
yang terkait dengan aspek operasional penangkapan huhate, pukat
cincin, pancing tonda, dan pancing ulur. Selain itu juga dibahas hasil
tangkapannya berdasarkan data dan informasi yang terkumpul di PPS
Kendari Sulawesi Tenggara. Informasi tersebut diharapkan menjadi
masukan bagi cara-cara pengelolaan sumber daya ikan pelagis besar
agar pemanfaatannya optimum dan berkelanjutan.
228
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
Gambar 1. Jumlah unit alat penangkap ikan tuna menurut jenis dan
ukuran kapal di PPS Kendari 2010
229
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Produksi
Produksi ikan pelagis besar khususnya ikan tuna yang didaratkan
ke PPS Kendari dari tahun 2000 sampai tahun 2010 tercatat dengan
baik. Statistik produksi tuna menunjukkan fluktuasi selama 11 tahun
terakhir (Gambar 2). Produksi tuna tertinggi terjadi pada tahun
2000 dan diikuti pada tahun 2010. Setelah tahun 2000 produksi
terus mengalami penurunan sampai puncaknya, yaitu pada tahun
2006. Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 diduga banyak
kapal yang tidak mendaratkan hasil tangkapannya ke PPS Kendari
lagi, tetapi mendaratkan hasil tangkapannya ke Ambon setelah usai
pascakerusuhan. Pada tahun 2008 produksi mulai mengalami kenaikan
sampai tahun 2010.
230
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
231
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
232
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
Purse Seine
Purse seine tuna dioperasikan dengan menggunakan alat bantu
pengumpul ikan seperti lampu dan rumpon. Pertama lampu di kapal
dinyalakan semua, pada waktu menjelang malam tiba. Bila fishing
ground telah ditetapkan maka di situlah setting alat dilakukan. Setelah
lampu pada kapal dan ”kapal lampu” menyala maka kapal dengan
234
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
235
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
236
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
Gambar 12. Desain pancing tuna pada kapal hand line di PPS Kendari
Pancing Taber
Pancing taber dioperasikan dengan arah vertikal. Umpan yang
digunakan adalah kain layar atau sutra. Pancing dioperasikan pada
237
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
238
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
Pancing Coping
Pancing coping dioperasikan dari kapal yang tidak bergerak dan
ditempatkan di belakang ponton. Dengan melempar pemberat ke laut
diharapkan umpan/mata pancing akan ikut tenggelam. Senar diulur
antara 15 sampai 25 meter, setelah itu pancing langsung ditarik ke
atas. Dalam keadaan ini sebaiknya pancing ditarik hingga mata pancing
paling bawah untuk menaikkan ikan dan sekaligus mengecek kondisi
senar dan mata pancing kusut atau tidak. Jumlah mata pancing yang
digunakan adalah 1 buah (Gambar 15). Pancing nomor 7/8 digunakan
dengan umpan dari jerigen, botol minuman, atau keping VCD bekas
yang dipotong kecil menyerupai bentuk ikan.
Kesimpulan
Berdasarkan alat tangkap utama ikan yang digunakan, terdapat 4
jenis perikanan pelagis besar yang bebasis di Kendari yaitu perikanan
huhate, purse seine, tonda, dan pancing ulur.
Jenis-jenis pelagis besar yang tertangkap dengan alat tangkap
huhate, purse seine, tonda, dan pancing ulur didominasi oleh ikan
cakalang.
239
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian Indeks
Kelimpahan Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Oseanografis di WPP
Laut Banda T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-
Jakarta.
Daftar Pustaka
Collete, B.B. & C.E. Nouen. 1983. Food and Agriculture Organization
species catalogue. Vol. 2. Scombrids of the Worlds An Annotated
illustrated Catalogue of Tunas, Mackerels, and Bonitos, and
Related Species Known to Date Food and Agriculture Organization
Fish. Synop. 125 (2):137 pp.
Diniah, M. A. Yahya, S. Pujiyati, Parwinia, S. Effendy. M. Hatta, M.
Sabri, Rusyadi, & A. Farhan. 2001. Pemanfaatan sumberdaya tuna-
cakalang secara terpadu. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Hartati, S. T. & W. A. Pralampita, 1993. Potensi dan tingkat pengusahaan
sumber daya perikakanan karang ekonomis penting di perairan
Kendari, Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Laut.
76:59-66.
Linting , M. Badrudin, & N. Wirdaningsih. 1994. Indeks kelimpahan
stok sumber daya ikan pelagis kecil di perairan Suwesi Tenggara.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 87: 48-55.
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari. 2010. Statistik Perikanan
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Tahun 2010. Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan
Perikanan.
240
Perikanan Pelagis Besar Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara
Lampiran
Standardisasi alat tangkap untuk menangkap ikan pelagis besar di
perairan Laut Banda dan sekitarnya, tahun 2006
Jumlah
Alat tangkap Catch (Kg) CPUE FPI Alat baku
kapal
Huhate 359 1,254,507 3,494.4 1 359
Pancingtonda 272 234,434 861.9 0.2466454 67
Pancingulur 53 1,814 34.2 0.0097945 1
PukatCincin 2918 3,867,796 1,325.5 0.3793147 1107
Rawaituna 23 25,844 1,123.7 0.3215535 7
Total 5,384,395 1541
241
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
242
16
AKTIVITAS PENANGKAPAN PANCING ULUR
TUNA DI KEPULAUAN BANDA NEIRA
Oleh
Baihaqi1) dan Helman Nr Yusuf1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian perikanan pancing tuna di kepulauan Banda Neira
Propinsi Maluku Tengah dilaksanakan pada Februari – Desember
2011. Penelitian dilakukan menggunakan metode survei lapangan
dengan teknik wawancara langsung kepada nelayan pada armada
perikanan pancing tuna dan kapal penampung. Tujuan penulisan
ini adalah untuk mendapatkan informasi berupa produktifitas hasil
tangkapan pancing tuna per trip dan per lokasi penangkapan, laju
tangkap serta indeks musim penangkapan tuna di Banda Neira. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produktifitas hasil tangkapan ikan
tuna di Banda Neira berkisar antara 123,9 – 162,4 Kg/trip, sedangkan
lokasi penangkapan yang berbeda menunjukkan produktifitas yang
berbeda pula. Diketahui bahwa musim penangkapan tuna di Banda
Neira berada pada Agustus – Desember, dengan puncak musim terjadi
pada bulan Oktober – Desember.
Kata kunci : perikanan pancing tuna, laju tangkap, produktifitas,
laut banda
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Wilayah Banda Neira merupakan salah satu wilayah kecamatan di
Kabupaten Maluku Tengah dengan luas wilayah 172 Km2 dan memiliki
panjang garis pantai 90,377 Km. Banda Neira terletak antara 050 43’ 00’’
- 060 31’ 00’’ Lintang Selatan dan 1290 44’ 00’’ – 1300 04’ 00’’ Bujur Timur.
244
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
245
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Analisis Data
Analisis hasil tangkapan sederhana terhadap perikanan pancing
tuna dilakukan untuk mengetahui produktifitas per unit penangkapan
(CpUE). Penghitungan menggunakan rumus Sparre and Venema (1999)
sebagai berikut.
Catch
CpUE = ....................................................................... (1)
Effort
246
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
Kriteria penentuan musim ikan ialah jika indeks musim lebih dari
1 (lebih dari 100 %) atau di atas rata-rata, dan bukan musim jika indeks
musim kurang dari 1 (kurang dari 100 %). Apabila IM = 1 (100 %), nilai
ini sama dengan harga rata-rata bulanan sehingga dapat dikatakan
dalam keadaan normal atau berimbang.
247
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
sedangkan orang asli Banda Neira sendiri sudah tidak ada diwilayah
ini. Hal ini erat hubungannya dengan peristiwa di masa penjajahan
Belanda di masa lalu.
Perkembangan jumlah nelayan di Banda Neira pasca kerusuhan
tahun 1999 mengalami peningkatan hingga 50%, hal ini terjadi akibat
banyaknya gelombang pengungsi yang berasal dari wilayah – wilayah
yang berada disekitar Banda Neira. Dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Gambar 2 bahwasanya pada tahun 2000 jumlah nelayan di Banda
Neira mencapai 6.266 orang dan mengalami pengurangan dari tahun
ke tahun mengikuti keadaan yang terjadi pasca kerusuhan di Ambon.
Dengan semakin kondusifnya keadaan pasca kerusuhan, secara
bertahap nelayan yang melakukan migrasi ke Banda Neira kembali ke
wilayah masing – masing hingga tahun 2005 berjumlah 3.793. Tahun –
tahun berikutnya jumlah nelayan di Banda Neira relatif sama.
Perkembangan produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Banda
Neira dalam 10 tahun terakhir didominasi oleh tangkapan tuna
(thunnus albacores), cakalang (Katsuanus pelamis), layang (Decapterus
sp) serta ikan pelagis lainnya.
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Banda Neira cukup
beragam (Gambar 3), data Dinas Kelautan dan Perikanan menunjukkan
perkembangan sebagai berikut.
248
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
249
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pancing Tuna
Pancing tuna adalah alat tangkap khusus untuk menangkap ikan
tuna yang panjang talinya sekitar 300 – 500 meter yang terbuat dari
nylon philipine (PA)100 atau 150 dan kili – kili (swivel), kawat (wire)
dan pancing tunggal atau ganda yang terkait terbalik, timah pemberat
sekitar 1 kg dan umpan ikan (layang) atau dengan rapala (umpan tiruan)
dengan nomor pancing 5 atau 7. Pada prinsipnya dalam pengoperasian
pancig tuna hampir dengan pancing ulur yang membedakan adalah
panjang talinya, karena target tangkapan ikan tuna yellow fin dan big
eye yang berada di strata kedalaman sekitar 300 – 500 meter. Dalam
pengoperasiannya setiap kapal terdiri dari 2 – 4 nelayan sesuai dengan
ukuran kapal. Daerah penagkapan pancing tuna di Pulau Banda
relatif aman bagi nelayan, karena seluruh wilayah di kepulan Banda
mempunyai pontesi sebaran ikan tuna relative sama, hanya pada saat
musim selatan saja nelayan beroperasi di wilayah sekitar selatan Pulau
Seram.
Pancing Ulur
Armada penangkapan yang mengoperasikan alat tangkap pancing
ulur rata-rata dalam 1 (satu) kali trip melakukan penangkapan ikan
250
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
selama 1 (satu) hari (one day fishing/ berangkat pagi pulang sore hari).
Armada penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing ulur
menggunakan bahan bakar solar, dengan penggunaan 1 (satu) atau 2
(dua) buah mesin dalam sekali trip penangkapan bisa menghabiskan
bahan hingga 50 liter dan 80 – 100 liter yang melakukan penangkapan
di sekitar Pulau seram (pulau Manukang). Selain bahan bakar solar,
operasional lain yang perlu diperhatikan adalah bekal es tetapi es
tersebut para nelayan tidak terbeban biaya operasional karena
setiap nelayan mendapatkan 7 – 15 balok es dari kapal penampung
yang berada di Banda Neira, jumlah es yang digunakan tergantung
pada besar kecilnya palkah ikan dan lokasi fishing ground yang akan
ditempuh.
Wilayah fishing ground nelayan pancing ulur yang berada di
kepulauan Banda Neira berada disekitar pulau – pulau yang ada di
Kepulauan Banda Neira, yakni sekitar pulau Rhun, Pulau Hatta, Pulau
Manukang, Pulau Ay, Pulau Syahrir, Pulau Karaka, Pulau Nailaka, Pulau
Batu Kapal, dan Pulau Kecil.
Pancing Layang-layang
Pancing layang-layang merupakan alat bantu yang hanya digunakan
pada saat tertentu yaitu pada kondisi ikan berada disekitar permukaan
air laut, maka pancing layang-layang siap untuk dioperasikan.
Penggunaan alat pancing layang-layang ini hampir dilakukan oleh
semua nelayan pancing ulur.
251
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
253
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
254
Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda
255
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Persantunan
Kegiatan dari hasil riset Kapasitas Penangkapan Perikanan Pukat
Hela di Selat Makasar dan Pancing Tuna di Laut Banda TA. 2011 di Balai
Riset Perikanan Laut.
Kesimpulan
Perolehan hasil tangkapan pancing tuna per trip dan per unit per
hari berbeda-beda. Perbedaan hasil tangkapan antara lain disebabkan
oleh : a). Jumlah tawur/setting yang berbeda- beda tiap hari nya dalam
setiap trip dan b). Kondisi fishing ground yang berbeda.
Pola musim penangkapan ikan tuna dengan pancing tuna secara
umum memperlihatkan bahwa musim penangkapan ikan terjadi pada
Agustus hingga Desember yaitu dengan nilai IMP di atas nilai 100.
Puncak musim terjadi pada Desember, sedang puncak paceklik terjadi
pada Januari.
Daftar Pustaka
Brandt, A. V. 1984. Fish catching methods of the world. Third Edition.
Fishing News Book Ltd. Farnham. Surrey England.
Dinas Kelautan dan Perikanan Banda Neira, 2010. Buku Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap Kepulauan Banda Neira Tahun 2000
- 2010. Maluku.
Farë R, Grosskopf S, Lovel C.A.K. 1994. Production Frontiers. United
Kingdom: Cambridge University Press. 296p.
Hufiadi dan Nurdin E. 2006. Laju tangkap dan kepadatan stok ikan
demersal di perairan sekiktar P.Berhala, Selat Malaka. Prosiding
Seminar Nasional Perikanan Tangkap. IPB Bogor.
Nakamura, H. 1969. Tuna Distribution and migration. Fishing New
(Books). Ltd. London 76 p.
Subani, W. dan. Barus, H.R. 1989. Alat penangkapan ikan dan udang
laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, No.50 (Special
Edition). Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 248 hal
257
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
258
17
LAJU TANGKAP PANCING ULUR DAN
SEBARAN PANJANG HASIL TANGKAPAN
(IKAN TUNA MADIDIHANG (Thunnus
albacares) DI PERAIRAN KEPULAUAN BANDA
Oleh
Thomas Hidayat1), Tegoeh Nugroho1) dan Karsono Wagiyo1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Pancing ulur (hand line) merupakan alat tangkap utama ikan tuna
di perairan Kepulauan Banda. Penelitian di perairan tersebut dilakukan
antara Februari sampai Desember 2011. Metode observasi digunakan
untuk mengetahui teknik penangkapan dan sebaran panjang serta laju
tangkap hasil tangkapan. Pancing ulur dioperasikan tidak jauh di sekitar
gerombolan ikan lumba-lumba. Umpan yang digunakan yaitu umpan
hidup (ikan layang atau selar bentong) dengan panjang tali pancing
100-150 cm. Ikan madidihang yang tertangkap pancing ulur memiliki
panjang cagak (FL) berkisar antara 88-178 cm dengan rata-rata 130,98
cm. Laju tangkap rata-rata ikan madidihang yang tertangkap pancing
yaitu 133 kg/hari.
Kata Kunci: pancing ulur, madidihang, perairan kepulauan Banda
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Ikan tuna merupakan sumber daya ikan oseanik yang utama dan
penting di Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik.
Secara ekonomi, ikan tuna merupakan sumber daya ikan yang bernilai
tinggi. Permintaan pasar terus meningkat sehingga mendorong
eksploitasi yang semakin intensif, baik oleh perikanan skala kecil
(nelayan setempat) maupun skala besar.
Penangkapan ikan tuna di perairan Laut Banda sudah berlangsung
sejak lama. Sekitar tahun 1975 armada milik PT. Perikanan Samodra
Besar (sekarang PT. Perikanan Nusantara) sudah mengoperasikan
armada kapal rawai tunanya di perairan tersebut, bahkan sebelum
tahun 1975 melalui perjanjian Banda Sea Agreement sekitar 100
armada rawai Jepang sudah beroperasi di perairan Laut Banda.
Penangkapan ikan tuna di perairan Kepulauan Banda mempunyai
ciri yang khas yaitu menggunakan alat tangkap pancing ulur (hand
line) dengan teknik pengoperasian tanpa rumpon di sekitar areal
gerombolan ikan lumba-lumba.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui operasional penangkapan
ikan madidihang dengan pancing ulur, teknik penangkapan, daerah
penangkapan, serta laju tangkap hasil tangkapan pancing ulur (hand
line) serta ukuran panjang cagak (fork length) ikan madidihang yang
tertangkap di perairan Pulau Banda. Data dan informasi tersebut
merupakan bahan dasar untuk menganalisis status sumberdaya tuna
di perairan Laut Banda.
260
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
261
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
262
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
263
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
A B
Gambar 3. Perahu penangkap ikan dengan handline (bodi) (A) dan
jaring bobo (mini purse seine) di Bandanaira (B)
Sasaran utama kedua macam jaring ini yaitu ikan momar
(Decapterus macrosoma), selar (Selaroides sp) dan ikan pelagis kecil
lainnya yang dijual sebagai umpan pancing ulur. Hasil tangkapan kedua
jaring tersebut yaitu ikan cakalang dan tuna kecil berukuran < 40 cm.
Jaring bobo mempunyai panjang 300 m dengan lebar 70 m (Gambar 3
B). Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam peti berinsulasi yang terbuat
dari kayu dan diberi es curah. Peti dapat menampung ikan tuna 3 – 8
ekor dengan berat antara 60 – 80 kg.
264
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
266
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
267
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
268
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
Hasil Tangkapan
a. Sebaran Ukuran
Panjang cagak (FL) ikan madidihang (Thunnus albacares) hasil
tangkapan pancing ulur bulan Februari sampai dengan Oktober 2011
berkisar dari 88-178 cm (Tabel 2 dan Gambar 7).
269
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
270
Laju Tangkap Pancing Ulur Dan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan (Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares)
Di Perairan Kepulauan Banda
Juli (65.8 kg/hari) (Gambar 8). Rata-rata laju tangkap dari Februari
sampai Desember yaitu 133 kg/hari.
800
700
LajuTangkap(Kg/hari)
600
500
400
300
200
100
0
Bulan
Kesimpulan
Alat tangkap ikan tuna yang dominan di perairan Pulau Banda
yaitu pancing ulur (hand line)
Panjang cagak ikan madidihang yang tertangkap pancing ulur di
perairan Pulau Banda berkisar antara 88-178 cm dengan rata-rata
130.98 cm
Rata-rata laju tangkap pancing ulur terhadap ikan madidihang
yaitu 133 kg/hari.
Persantunan
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Indeks
Kelimpahan Sumber daya Ikan Pelagis Besar dan Oseanografis di WPP
Laut Banda T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan Laut-Muara Baru-
Jakarta.
271
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Bandanaira.
Balai Riset Perikanan Laut. 2010. Riset Sumber Daya Ikan Pelagis Besar
Di Perairan Teluk Tomini. Laporan Akhir Tahun 2010. Balai Riset
Perikanan Laut. Jakarta.
Itano, D.G. 2004. The Reproductive Biology of Yellowfin Tuna (Thunnus
albacares) in Hawaiian Waters and the Western Tropical Pasific
Ocean: Project Summary. SOEST 00-01 JIMAR Contribution 00-
328.
Wudianto, K. Wagiyo & B. Wibowo. 2003. Sebaran daerah penangkapan
ikan tuna di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. 9(7).
272
18
PERIKANAN CAKALANG (Katsuwanus pelamis)
DI KEPULAUAN BANDA NEIRA
Oleh
Helman Nur Yusuf , Baihaqi1) dan Tri Wahyu Budiarti1)
1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Penelitian perikanan cakalang di kepulauan Banda Neira Propinsi
Maluku Tengah dilaksanakan pada Februari – Desember 2011.
Penelitian dilakukan menggunakan metode survey lapangan dengan
teknik wawancara langsung kepada nelayan pada armada perikanan
jaring bobo (mini purse seine). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi berupa hasil tangkapan jaring bobo per
trip dan per lokasi penangkapan, laju tangkap serta indeks musim
penangkapan cakalang di Banda Neira. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata laju tangkap tertinggi pada bulan Desember sebesar
10,9 kg/trip dan terendah pada bulan Maret sebesar 1,9 kg/trip.
Musim penangkapan cakalang di Banda Neira berada pada Agustus –
Desember, dengan puncak musim terjadi pada bulan Desember.
Kata kunci : perikanan jaring bobo, laju tangkap, laut banda
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Pendahuluan
Wilayah Banda Neira merupakan salah satu wilayah kecamatan di
Kabupaten Maluku Tengah dengan luas wilayah 172 Km2 dan memiliki
panjang garis pantai 90,377 Km. Banda Neira terletak antara 05043’00’’
- 06031’00’’ Lintang Selatan dan 129044’00’’ – 130004’00’’ Bujur Timur.
Kondisi pantai di sebagian besar Kepulauan Banda berbentuk curam,
perairannya lebih dalam yang mempunyai salinitas tinggi yaitu 34,2 ‰
di permukaan dan 33,8‰ -34,2 ‰ pada kedalaman 30 m (Hamzah, et
al., 1992). Kondisi perairan sangat baik untuk usahan perikanan tuna
ataupun jenis ikan pelagis besar lainnya.
Salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi adalah ikan
cakalang (Katsuwanus pelamis) dan musim penangkapan madidihang
yang baik di perairan Laut Banda adalah pada Juli – Desember,
dengan puncak musim terjadi di bulan November – Desember. Untuk
menangkap ikan cakalang nelayan Banda mengunakan alat tangkap
jaring bobo (mini purse seine) dimana perkembangan alat tangkap
relatif tetap dalam 10 tahun terakhir (2000-2010) yaitu rata-rata 6,36 %
pertahun. Perkembangan produksi tuna menunjukan fluktuasi dengan
rata-rata kenaikan 8 % pertahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Banda
Neira, 2010).
Usaha perikanan jaring bobo di Kepulauan Banda tergolong usaha
perikanan kecil yang ditandai dengan modal yang terbatas, managemen
dan teknologi yang sederhana, dimana nelayan mengunakan perahu
sederhana dengan tenaga pengerak sebuah perahu motor tempel,
jumlah alat tangkap yang digunakan hanya 1 unit dan daerah
penangkapan yang tidak jauh dari pantai. Dalam usaha perikanan jaring
bobo yang penting dikembangkan adalah bagaimana mempetinggi
efektivitas alat tangkap yang digunakan untuk dapat menangkap ikan
cakalang sebanyak-banyaknya dan berukuran ekspor(>3 kg) yang
hidup pada kedalaman tertentu dan menghasilkan ikan yang bermutu
baik agar bernilai jual tinggi.
Untuk tujuan meningkatkan efektifitas alat tangkap yang digunakan
dan produktifitas alat tangkap jaring bobo guna mendapatkan hasil
tangkapan yang optimal dan pendapatan nelayan.
274
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
. Gambar 2. Desain jaring bobo di Kepulauan Banda Naira
275
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Metode
a. Pengumpulan Data
Penelitian menggunakan metode survei dengan melakukan
observasi lapangan, pengukuran dan wawancara. Data hasil tangkapan
dan unitnya serta aspek perikanan lain berupa data sekunder diperoleh
dari data statistik perikanan. Data primer hasil interview dengan
nelayan menggunakan questioner dan pencatatan oleh petugas
enumerator.
Data primer aspek penangkapan meliputi : ukuran kapal, dimensi
alat tangkap, ABK dan kekuatan mesin kapal diperoleh melalui
pengukuran secara langsung. Informasi operasional, konsumsi
BBM (liter), jumlah trip per bulan, jumlah hari di laut terhadap hasil
tangkapan utamanya diperoleh melalui wawancara dengan nelayan.
b. Analisis Data
Analisis hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui produktifitas
per unit penangkapan (CpUE). Penghitungan menggunakan rumus
Sparre and Venema, 1999 sebagai berikut :
Catch
CpUE = ……………….……........................................…......(1)
Effort
Dimana CpUE : Catch per unit Effort
Catch : Jumlah hasil tangkapan (kg)
Effort : Jumlah upaya (hari, trip, unit)
b. Indeks Musim Penangkapan
Pola musim penangkapan ikan dianalisis menggunakan Metode
Persentase Rata-rata (The Average Percentage Methods) yang
didasarkan pada Analisis Runtun Waktu (Times Series Analysis) (Spiegel,
1961). Prosedurnya ialah sebagai berikut :
Hitung nilai hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE = Catch Per
Unit of Effort = U) per bulan (Ui) dan rata-rata bulanan CPUE dalam
setahun ( U ) .
1 m
U = ∑ U i ……………….………...................................................(2)
m i =1
276
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
-4.43 277
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
278
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
279
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
280
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
Gambar 10. Laju tangkap jaring bobo di Banda Neira tahun 2006-2010
282
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
Gambar 11. Rata – rata laju tangkap jaring bobo di Banda Neira tahun
2006- 2010
Indeks Musim Penangkapan
Informasi musim penangkapan ikan di perlukan untuk menentukan
waktu operasi penangkapan ikan yang tepat dan mengurangi resiko
kerugian. Berdasarkan IMP terjadi pola musim perikanan jaring
bobo selama kurun waktu tahun 2000-2010 (Gambar 10). Pola
musim penangkapan ikan cakalang dengan jaring bobo secara umum
memperlihatkan bahwa musim penangkapan ikan terjadi pada bulan
Agustus hingga Desember dengan nilai IMP tertinggi, sedang puncak
paceklik terjadi bulan April.
283
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju tangkap jarring
bobo tertinggi terjadi pada bulan Desember yakni sebesar 10,9 kg/trip
dan terendah pada bulan Maret sebesar 1,9 kg/trip.
Pola musim penangkapan ikan cakalang secara umum
memperlihatkan bahwa musim penangkapan ikan terjadi pada bulan
Agustus sampai Desember yaitu dengan nilai IMP tertinggi terjadi pada
bulan Desember, sedangkan puncak paceklik terjadi bulan April.
Persantunan
Kegiatan dari hasil riset Kapasitas Penangkapan Perikanan Pukat
Hela di Selat Makasar dan Pancing Tuna di Laut Banda TA. 2011 di Balai
Riset Perikanan Laut.
Daftar Pustaka
Brandt, A. V. 1984. Fish catching methods of the world. Third Edition.
Fishing News Book Ltd. Farnham. Surrey England.
Dinas Kelautan dan Perikanan Banda Neira, 2010. Buku Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap Kepulauan Banda Neira Tahun 2000
- 2010. Maluku.
Farë R, Grosskopf S, Lovel C.A.K. 1994. Production Frontiers. United
Kingdom: Cambridge University Press. 296p.
Hufiadi dan Nurdin E. 2006. Laju tangkap dan kepadatan stok ikan
demersal di perairan sekiktar P.Berhala, Selat Malaka. Prosiding
Seminar Nasional Perikanan Tangkap. IPB Bogor.
Subani, W. dan. Barus, H.R. 1989. Alat penangkapan ikan dan udang
laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, No.50 (Special
Edition). Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 248 hal
Spiegel, M. R., 1961. Theory and Problems of Statistics. Schaum Publ.
Co., New York. 359 p
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. 367
hal.
284
Perikanan Cakalang (Katsuwanus pelamis) Di Kepulauan Banda Neira
285
19
STRUKTUR UKURAN DAN DAERAH
PENANGKAPAN IKAN CAKALANG
(Katsuwonus pelamis) YANG BERBASIS DI
PPS KENDARI
Oleh
Tegoeh Noegroho , Thomas Hidayat1) dan Umi Chodrijah1)
1)
1)
Peneliti Balai Penelitan Perikanan Laut
Abstrak
Cakalang merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang
memiliki nilai komersial tinggi. Penelitian dilakukan pada bulan
Februari sampai dengan Desember 2011. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui perkembangan produksi, distribusi sebaran panjang
dan daerah penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang
tertangkap dengan alat tangkap purse seine, pole and line, pancing
tonda, pancing ulur.. Produksi ikan cakalang di PPS Kendari dari tahun
2004-2010 mulai terdapat tren naik pada tahun 2009 dan mencapai
puncaknya pada tahun 2010. Hal ini karena pada tahun 2009 kapal
penampung dari purse seine pelagis besar mulai mendaratkan hasil
tangkapannya ke PPS Kendari. Rata-rata produksi cakalang sampai
tahun 2010 adalah 2789.7 ton/tahun. Nilai ini lebih dari 50% dari total
produksi ikan tuna di PPS Kendari. Dari sebaran panjang cagak ikan
cakalang diperoleh kisaran dari 12-73 cmFL. Frekuensi panjang ikan
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
yang tertangkap dengan purse seine, modus berada pada kisaran 44-46
cmFL, yang tertangkap pole and line modus pada kisaran 40-42 cmFL,
yang tertangkap pancing tonda modus pada kisaran 44-46 cmFL, dan
yang tertangkap pancing ulur modus pada kisaran 38-40 cmFL. Panjang
rata-rata tertangkap (Lc) untuk ikan cakalang yang tertangkap purse
seine adalah 40.6 cm, pole and line 40.9 cm, pancing tonda 40.2 cm,
dan pancing ulur 38.4 cm. Terjadi tumpang tindih daerah penangkapan
ikan cakalang dari beberapa jenis alat tangkap.
Kata Kunci: struktur ukuran , daerah penangkapan, ikan cakalang,
PPS Kendari.
Pendahuluan
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu jenis
sumberdaya perikanan terpenting baik sebagai komoditi ekspor
maupun sebagai bahan konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu
peranannya di dalam penambahan devisa negara cukup besar dan
pemenuhan kebutuhan protein domestik.
Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae. Collete
(1983) menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk
fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gillrakes) berjumlah
53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang
terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari
keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet.
Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal
diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan
(corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung
berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan,
dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada
bagian samping badan.
Pengusahaan ikan cakalang di PPS Kendari dilakukan dengan
menggunakan alat tangkap purse seine, pole and line (huhate), pancing
tonda, pancing ulur, dan berbagai jenis pancing lainnya. Sebagian alat
tangkap tersebut biasa diopersikan di sekitar rumpon. Kapal purse
seine pelagis besar berukuran antara 29-85 GT, sedangkan purse seine
288
Struktur Ukuran Dan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Berbasis di Pps Kendari
pelagis kecil mulai dari 5-30 GT. Kapal pole and line berukuran mulai
dari 10-50 GT. Kapal pancing tonda dan pancing ulur paling banyak
berukuran 5-10 GT. Jumlah alat tangkap yang paling dominan adalah
purse seine 56%, kemudian pancing ulur 22%, pancing tonda 15%, dan
pole and line 7%.
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari merupakan salah
satu sentra perikanan di Kawasan Indonesia Timur selain Bitung,
Ambon, Ternate dan Sorong. Tulisan ini menyajikan informasi tentang
perkembangan produksi, struktur ukuran, hubungan panjang berat
dan daerah penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang
tertangkap dengan alat tangkap purse seine, pole and line, pancing
tonda dan pancing ulur.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di PPS. Kendari, Sulawesi Tenggara pada tahun
2011. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder meliputi
data produksi ikan cakalang dari tahun 2004-2010 dan data daerah
penangkapan, serta data primer antara lain data ukuran panjang ikan
(cmFL), dan data hasil observasi langsung dengan mengikuti kapal
nelayan di laut. Data ukuran panjang ikan dikumpulkan mulai bulan
Februari sampai dengan Desember 2011.
Data produksi ikan digunakan untuk melihat perkembangan
produksi ikan cakalang dan perubahan tren yang terjadi, data
daerah penagkapan divalidasi dengan data hasil observasi langsung
saat mengikuti kapal penangkap (purse seine). Dari data sebaran
panjang ikan cakalang pada tiap-tiap alat tangkap dibuat persentase
frekuensinya dengan selang kelas 2 cm. Dari grafik yang terbentuk
dapat ditentukan nilai modus sebaran panjang ikan cakalang pada
tiap-tiap alat tangkap.
Pendugaan ukuran panjang rata-rata tertangkap (Lc) dengan
membuat persentase frekuensi pada tiap kelas panjang (nilai tengah
cm) kemudian dari persentase tiap kelas panjang dicari persen frekuensi
kumulatifnya. Dengan software sigmaplot 10, diplotkan nilai tengah
(sumbu x), dan frekuensi kumulatif (sumbu y) dalam kurva sigmoid,
289
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
kemudian dari hasil kurva sigmoid yang muncul bisa ditentukan nilai
Lc pada posisi 50% (L50). Data hasil perhitungan Lc akan dianalisis
dan dibandingkan dengan Lc/Lm ikan cakalang yang sudah ada dari
beberapa literatur.
Menurut Effendie (1997), hubungan panjang-berat ikan berguna
untuk mengatur pengelolaan perikanan di suatu wilayah, karena dari
hubungan panjang berat diketahui pola pertumbuhan ikan. Kriteria ini
dianalisa dengan melihat nilai b yaitu:
Nilai b = 3, maka pertumbuhan ikan isometrik artinya pertumbuhan
panjang sebanding dengan pertumbuhan berat.
Nilai b< 3, maka perumbuhan ikan alometrik negatif artinya
pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan
berat.
Nilai b> 3, maka pertumbuhan ikan alometrik positif artinya
pertumbuhan berat lebih cepat dari pada pertumbuhan panjang.
290
Struktur Ukuran Dan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Berbasis di Pps Kendari
9000
8000
PRODUKSI (TON)
Cakalang
7000
6000 Tuna
5000
4000
3000
2000
1000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
TAHUN
Gambar 1. Perkembangan produksi ikan cakalang di PPS Kendari tahun
2004- 2010
291
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
292
Struktur Ukuran Dan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Berbasis di Pps Kendari
KisaranPanjang(cmFL)
15,00 Cakalang
Frekuensi(%)
KisaranPanjang(cmFL)
15,00 Cakalang293
ekuensi(%)
Pancing Tonda
10,00
n= 2665
5,00
10,00 Pole and Line
Frekuensi(
n= 6035
5,00
0,00
KisaranPanjang(cmFL)
15,00 Cakalang
Frekuensi(%)
Pancing Tonda
10,00
n= 2665
5,00
0,00
22Ͳ24
24Ͳ26
26Ͳ28
28Ͳ30
30Ͳ32
32Ͳ34
34Ͳ36
36Ͳ38
38Ͳ40
40Ͳ42
42Ͳ44
44Ͳ46
46Ͳ48
48Ͳ50
50Ͳ52
52Ͳ54
54Ͳ56
56Ͳ58
58Ͳ60
KisaranPanjang(cmFL)
15,00 Cakalang
Frekuensi(%)
KisaranPanjang(cmFL)
294
Struktur Ukuran Dan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Berbasis di Pps Kendari
dari Lc ikan cakalang di Laut Sulawesi dan Laut Maluku, yaitu 49.3 cmFL
(Nugraha & Rahmat, 2008).
295
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Bulan n a b R²
Januari 48 0,013000 3,098 0,9871
Mei 198 0,005000 3,335 0,9380
Juni 37 0,000004 3,433 0,9820
Agustus 61 0,061000 2, 678 0,8798
Oktober 54 0,006600 3,266 0,7036
Jika memperhatikan Tabel 2 menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan ikan cakalang yang diteliti bersifat alometrik positif,
kecuali pada bulan Agustus memiliki pola pertumbuhan alometrik
negatif karena memiliki nilai b<3.
296
Struktur Ukuran Dan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Berbasis di Pps Kendari
297
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
Kesimpulan
Produksi ikan cakalang di PPS Kendari tahun 2004-2010 mulai
menunjukkan tren meningkat setelah masuknya kapal penampung
purse seine pelagis besar. Puncak produksi terjadi tahun 2010 yaitu
sebesar 7648.3 ton.
Produksi ikan cakalang per jenis alat tangkap menunjukkan bahwa
purse seine tercatat sebesar 57% dari total produksi, pole and line
sebesar 36%, pancing tonda sebesar 5%, dan pancing ulur 2%.
Terdapat perbedaan kisaran panjang dan modus ikan cakalang
yang tertangkap dari beberapa alat tangkap. Perbedaan tersebut dapat
diduga karena perbedaan tingkat selektifitas dari masing-masing alat
tangkap dan beberapa kesamaan daerah penangkapan yang berbeda.
298
Struktur Ukuran Dan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Berbasis di Pps Kendari
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian Indeks
Kelimpahan Sumber daya Ikan Pelagis Besar dan Oseanografis di WPP
Laut Banda T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan laut-Muara Baru-
Jakarta.
Daftar Pustaka
Collete, B. B. & Nauen, C. E, 1983. FAO Species Catalogue. Scombride
of The World. An Annotated and Illustrated Catalogue of tunas,
Mackarels, Bonitos, and related Species Known to Date, FAO Fish,
Synop. vol 2, 137 pp.
Data-data Statistik PPS Kendari Tahun 2004-2011.
Effendie, M.I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama:
163 hal.
Endralin, Tandog. D.D., Zaragoza, Cortez, C. E., Dalzell, P., D. Pauly.
1990. Some Aspect of The Biology of Skipjack (Katsuwonus
pelamis) in Philppine Water. Asian Marine Bilogy, Vol. 7, pg. 15-
29.
Nugraha, B. & E. Rahmat. 2008. Status perikanan huhate (Pole and
Line) di Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, Badan Riset Kelautan dan Perikanan : 639.205, volume
: 14 No : 3 Hal. 311-318.
299
Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone
300