Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Manajemen Sumberdaya Perairan

Dosen Pengampu : Andi Sompa, S.Kel., M.Si

MAKALAH
“Pengelolaan Sumberdaya Perairan Estuari”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3
NIRWANA (190304004)
MUH. TAUFIK (190304008)
AMBO ASO (190304001)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA


PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG
SENGKANG
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, oleh karena berkat izin-Nya, sehingga makalah
ini dengan judul “Pengelolaan Sumberdaya Perairan Estuari” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan


hambatan, tetapi karena adanya niat dan usaha serta tujuan untuk membangun diri
sehingga tugas ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan artikel ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliriuan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang membangun demi kesempurnaan dalam penulisan tugas selanjutnya.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang


telah membantu dalam penulisan artikel ini, khususnya kepada dosen mata kuliah
yang telah memberikan petunjuk untuk mengerjakan makalah ini.

Sengkang, 13 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. I

DAFTAR ISI........................................................................................................................... II

BAB I...................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................................2
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................2

BAB II..................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN...................................................................................................................... 3

2.1 JENIS EKOSISTEM PADA PERAIRAN ESTUARIA.................................................................3


2.2 URGENITAS PENATAAN DALAM PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARI DI INDONESIA.......8
2.3 PENGELOLAAN PERIKANAN PADA PERAIRAN ESTUARI YANG BERBASIS EKOSISTEM.....9

PENUTUP............................................................................................................................. 14

3.1 KESIMPULAN.................................................................................................................14
3.2 SARAN.............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

lndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Negara ini


memiliki pulau sebanyak 17.504 yang terbentang dari barat (Provinsi Aceh)
sampai timur (Provinsi Papua) dan dari utara (Provinsi Sulawesi Utara) sampai
selatan (Provinsi Nusa Tenggara Timur). Negara kita juga memiliki laut yang luas
(5 ,8 juta km') atau mencapai 2/3 dari luas wilayah negara secara keseluruhan dan
garis pantai sepanjang 95.181 km yang merupakan garis pantai terpanjang di
dunia (Anonimous 2009).
Di wilayah daratan, lndonesia memiliki banyak sungai yang jumlahnya
diperkirakan mencapai sekitar 565 (Anonimous 20 I I) dengan beragam ukuran
panjang. Berbagai sungai tersebut bennuara ke laut dan menjadikan wilayah
pesisir sebagai daerah yang sangat subur akan zat hara dan menjadi habitat
berbagai sumberdaya perairan. Wilayah pertemuan antara sungai dan laut tersebut
secara umum dinamakan estuaria.
Estuari yang berasal dari bahasa Latin aestus, berarti pasang-surut (ODUM
1971). Berdasarkan definisi PRITCHARD (dalam ODUM 1971), estuari
merupakan suatu bentukan masa air yang semi tertutup di lingkungan pesisir,
yang berhubungan langsung dengan laut lepas, sangat dipengaruhi oleh efek
pasang-surut dan masa airnya merupakan campuran dari air laut dan air tawar.
Estuaria adalah tipe peralihan antara perairan laut dan perairan tawar.
Estuaria sangat dipen-garuhi oleh air tawar dan air laut, sehingga mem-punyai
dinamika perairan yang unik. Estuaria mem-punyai dinamika perairan yang sangat
dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan musim, sehingga or-ganisme yang ada
di perairan tersebut harus tahan terhadap perubahan (Barnes and Green 1971: 98).

1
Estuaria adalah suatu tempat pertemuan antara air tawar dan air laut atau
transisi antara habitat tawar dan habitat laut. Habitat estuaria lebih subur
(produktif) sehingga daerah ini menjadi daerah asuhan (nursery ground) yang baik
bagi larva maupun udang, ikan dan kerang, bahkan menjadikan estuaria sebagai
habitat sepanjang hidupnya (Genisa et al., 1999). Menurut Tulungen et al., (2003)
Selain fungsi ekologis, estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat
bermukim, tempat penangkapan dan budidaya perikanan, jalur transportasi ,
tempat pelabuhan dan kawasan industri.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaiman jenis ekosistem pada perairan estuaria
2) Bagaimana urgenitas penataan dalam pengelolaan kawasan estuari di
indonesia
3) Bagaiman pengelolaan perikanan pada perairan estuari yang berbasis
ekosistem

1.3 Tujuan
1) Menjelaskan jenis ekosistem pada perairan estuaria
2) Menjelaskan urgenitas penataan dalam pengelolaan kawasan estuari di
Indonesia
3) Menjelaskan pengelolaan perikanan pada perairan estuari yang
berbasis ekosistem

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis Ekosistem pada Perairan Estuaria


Wilayah estuari banyak didiami berbagai jenis ikan. Menurut
Moyle dan Cech (1988), terdapat lima tipe umum ikan yang ditemukan di
wilayah tersebut, yaitu: (I) ikan estuari murni, (2) ikan yang bermigrasi
antara sungai dan laut secara reguler (diadromolls), (3) ikan laut
nondependen, (4) ikan laut dependen, serta (5) ikan air tawar. Biasanya
wilayah estuari memiliki kelima tipe ikan ini , tetapi jumlah relative
populasi masing-masing tipe bervariasi dari musim ke musim dan dari
lokasi ke lokasi.
1. Ikan estuari murni adalah ikan yang menghabiskan seluruh siklus
hidupnya di daerah estuari. Ikan-ikan ini merupakan bagian penting
dari komunitas ikan di daerah estuari, tetapi hanya ada beberapa
spesies ikan yang termasuk dalam tipe ini. Oi wilayah Sungai Pedes
(Karawang), jenis ikan yang masuk dalam kelompok ini antara lain
ikan blodok (Boleophfhalmus boddarfii) dan ikan janjan
(Pseudopocrypfes sp) (Sulistiono 1987', Sulistiono dkk 2015).
2. Ikan diadromolls merupakan ikan yang ditemukan di wilayah estuary
dalam jumlah besar ketika ikan-ikan tersebut bergerak dari perairan
tawar ke arah laut atau sebaliknya. Wilayah estuari sering kali berperan
sebagai daerah persiapan bagi ikan-ikan yang bermigrasi dari laut ke
sungai (anadroll1olls). Bagi kebanyakan spesies ikan-ikan
anadromous, daerah estuari juga merupakan tempat penting bagi
pertumbuhan ikan muda. Ikan bulu ayam (Alosasapidissima) biasa
menghabiskan beberapa buIan pertama dalam hidupnya di daerah
estuari. Jenis ikan kelompok diadromus yang ditemukan di perairan
estuari adalah kelompok ikan lundu (Macrones gulio) dan kakap putih

3
(Lales calcarifer). Ketika musim penghujan, ikan lundu banyak yang
bermigrasi ke ekosistem air tawar . Setelah menetas ikan-ikan tersebut
pergi ke wilayah estuari. Ikan kakap putih pada waktu memijah akan
pergi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi, setelah menetas pergi
ke wilayah estuari (Sulistiono 1987a , Sulistiaono dkk 2015).
3. Ikan laut yang tidak bergantung pada estuari yaitu ikan laut yang biasa
ditemukan diderah hilir estuari tetapi siklus hidup mereka tidak
bergantung dengan daerah ini. Selain merupakan bagian penting
ekosistem estuary, spesies ikan ini biasanya juga merupakan bagian
penting komunitas perairan dangkal pesisir laut pada umumnya. Jenis
ikan kakap merah (Luljanlls argenlimaculallls), selar (Caranx sp.),
julung- julung (Tylosurus sp), dan kresek (Thlyssa sp.) merupakan
kelompok ikan yang umum di laut dan termasuk golongan ikan ini.
4. Ikan laut yang bergantung pada estuari adalah ikan-ikan laut yang
biasa menghabiskan paling tidak salah satu fase siklus hidup mereka di
perairan estuari, dengan menggunakan daerah ini sebagai lokasi
pemijahan, tempat pertumbuhkembangan ikan muda, atau tempat
mencari makan bagi ikan dewasa. Kebanyakan spesies ikan laut pad a
fase muda yang mengambil keuntungan dari estuari biasanya
melakukan pemijahan di luar estuari, dan ikan-ikan muda yang baru
men etas terse but kemudian bermigrasi ke estuari. Berdasarkan
pengamatan, ikan belanak (Mugi/ dussumieri) dan ikan kada
(Valamugil buchanan i) merupakan kelompok ikan-ikan ini (Sulistiono
dkk 2015).
5. kelompok ikan air tawar merupakan kelompok ikan yang dapat
menghabiskan keseluruhan siklus hidupnya di daerah hulu estuari,
tetapi sebagian besar ikan air tawar yang dijumpai di estuari
kemungkinan merupakan ikan yang terbawa arus dari daerah hulu
sungai dan hanya merupakan penghuni sementara. Kebanyakan ikan-
ikan air tawar murni tidak bisa hidup di perairan dengan kadar garam
di atas 3-5 ppt, dan bahkan spesies-spesies ikan air tawar yang lebih

4
toleran tidak bisa bertahan di perairan dengan kadar garam di atas 10-
15 ppt.
Ikan yang hidup di wilayah estuaria pada umumnya ber-sifat
eurahaline yaitu toleran terhadap perubahan salinitas tinggi. Jenis ikan
ekonomis penting yang sering dijumpai di estuaria yaitu: Belanak,
Dukang, Sembilang, Udang galah, Kakap dan lain-lain. Estuaria juga
merupakan perairan yang potensial untuk peri-kanan tangkap. Banyak
masyarakat yang tinggalnya di daerah pesisir yang hidupnya sangat
tergantung dari lingkungan sumber daya pesisir (Supriharyono 2000:
56).
Sumber protein dari laut (seafood) merupakan contoh populasi
yang baik dari percampuran jenis endemik dan jenis perairan laut.
Contoh dari jenis-jenis tersebut adalah kerapu dari jenis Cynoscion
nubulosus, sedangkan ikan dari jenis Brevootia sp di jumpai hidup di
perairan estuari hanya pada stadium awal. Demikian juga dengan
kebanyakan jenis-jenis komersial seperti tiram dan kepiting yang
merupakan jenis utama lingkungan ini. beberapa jenis komersial
penting dari berbagai jenis udang hidup di laut lepas pada stadium
dewasa, dan melewati stadium awal hidupnya di lingkungan estuari.
Daur hidup seperti ini sangat umum dijumpai pada biota nekton di
daerah pesisir, dimana estuari digunakan sebagai lahan asuhan.
kecenderungan tersebut diduga karena pada stadium larva, biota-biota
memerlukan perlindungan dan persediaan makanan yang baik.
Ketergantungan dari sejumlah besar ikan yang memiliki nilai
komersial tinggi di lingkungan estuari, merupakan salah satu sebab
ekonomis yang utama dalam pelaksanaan preservasi habitat ini.

Estuaria merupakan ekosistem produktif yang setara dengan hutan


hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai
sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam
sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta

5
sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang
surut. Kondisi ekosistem yang produktif inilah maka estuaria menjadi
salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi.
Produktifitas merupakan suatu proses produksi yang menghasilkan
bahan organik yang meliputi produktifftas primer ataupun sekunder.
Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat di artikan sebagai
banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifltas
fotosintesis dari organisme produser, terutama tanaman yang
berklorofil dalam bentuk-bentuk substansi organik yang dapat
digunakan sebagai bahan makanan. Produktifftas ini dilakukan oleh
organisme 'outotroph' seperti juga semua tumbuhan hijau
mengkonversi energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi
karbondioksida, memisahkan molekuler air dan memproduksi
karbohidrat dan oksigen. Kegiatan fotosintesis yang dilakukan oleh
organisme dalam mengkonversi energi cahaya menjadi karbohidrat
dan oksigen pada letak lintang rendah (tropik) sampai tinggi (kutub)
ternyata sangat berbeda-beda (Gambar 3). Pada daerah dekat kutub,
puncak ketinggian fitoplankton dan zooplankton mengikuti musim
dengan adanya penyinaran matahari, sedangkan daerah yang memiliki
empat musim juga memperlihatkan turun naiknya kelim-pahan
fitoplankton dan zooplankton tidak memperlihatkan variasi yang besar
FLORES-VERDAGO et. al. (dalam DAY dkk. 1989). Selanjutnya
disebutkan bahwa pada wilayah estuaria tropik, masa air permukaan
maupun di dasar cukup menerima cahaya matahari sepanjang tahun
karena ketinggian matahari tidak banyak berubah sepanjang tahun
dengan demikian diperoleh kondisi cahaya optimal bagi produksi
fitoplankton. Faktor penting lainnya yang mempengaruhi produktifitas
fitoplankton, yaitu curah hujan yang membawa unsur-unsur hara dari
darat ke laut melalui aliran sungai, adanya pengadukan oleh angin,
arus pasang surut dan gelombang, kemudian unsur hara akan terangkat
dari dasar ke permukaan. Proses pengadukan tersebut menjadikan

6
pertumbuhan fitoplankton di muara sungai lebih baik (SUTOMO
1999).

Vegetasi di wilayah perairan estuaria tropik yang mendukung


produktifitas primer antara lain adalah lamun, beberapa jenis algae
hijau, diatom bentik di dataran lumpur dan komunitas mangrove yang
memagari wilayah estuaria. Keberadaan vegetasi di wilayah ini
menjadikan estuaria lebih produktif dari pada perairan laut dalam,
sehingga tingkat produktifitasnya bisa mencapai sekitar 15 sampai 20
kali lipat dari produktifitas samudera (ODUM 1962). Adanya
komposisi tumbuhan yang beragam tersebut, menyebabkan produksi
primer mampu mensuplai dalam bentuk bahan organik dan oksigen
bagi keperluan organisme.

Sumbangan bahan organik selain diperoleh dari hasil produksi


primer (fatosintesis) juga dihasilkan dari serasah daun mangrove yang
mengalami proses dekomposisi. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan sumbangan serasah daun man-grove di wilayah perairan
estuaria tropik menunjukkan jumlah cukup tinggi.

7
Adapun tabel hasil beberapa penelitian jumlah serasah daun
mangrove di wilayah perairan estuaria, yaitu:

Hasil ini membuktikan bahwa sumbangan bahan organik


dari serasah daun mangrove daerah tropik sangat tinggi, jika
dibandingkan dengan daerah sub-tropis JENSEN (dalam
SOEROYO 1999; ELLISON 1994).

Ekosistem mangrove mempunyai fungsi yang sangat


penting bagi kehidupan baik secara fisik, ekonomis maupun
biologis. Secara biologis, fungsi ekosistem mangrove antara lain
sebagai: tempat asuhan, tempat mencari makanan, tempat berkem-
bang biak bagi jenis ikan, udang, dan biota lainnya (Gunarto 2004:
16).

8
2.2 Urgenitas Penataan Dalam Pengelolaan Kawasan Estuari di Indonesia

Sudah sejak berabad-abad lalu manusia di seluruh dunia termasuk


di Indonesia memanfaatkan daerah pesisir untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani. Selain meman-faatkannya sebagai daerah pemukiman,
iqdustri, pertanian, perikanan dan pariwisata, daerah estuari pun digunakan
sebagai tempat penampungan limbah baik industri maupun domestik.
Peningkatan jumlah penduduk beserta kualitas hidupnya, telah
meningkatkan kebutuhan manusia akan sumberdaya dan jasa-jasa dari
lingkungan estuari ini. DAHURI (1992) menyebutkan bahwa peningkatan
permintaan akan sumberdaya beserta jasa-jasa dari lingkungan estuari ini
telah menimbulkan tekanan terhadap sebagian perairan estuari di
Indonesia, khususnya di daerah industri dan padat penduduk. Hal ini
merupakan ancaman terhadap kapasitas berkelanjutan dari perairan estuari
dalam memenuhi permintaan manusia dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan.

Dengan curah hujan yang tinggi dan banyaknya jumlah sungai


yang bermuara di laut, Indonesia memiliki daerah estuari yang sangat luas
dan produktif (DAHURI 1992). Sudah selayaknyalah kekayaan alam yang
kita miliki ini dimanfaatkan dengan baik dan bijaksana, yakni dengan
mempertimbangkan keutamaan fungsi lingkungan ini secara alamiah.
Perencanaan pemanfaatan yang holostik, yakni dengan
mempertimbangkan faktor ekologis dan kelangsungan setiap elemen
ekosistem ini, tidak hanya meng-hasilkan keuntungan sesaat pada manusia
sebagai pengguna utama, tapi juga akan mendatangkan keuntungan
berganda bagi pengguna itu sendiri. Keuntungan ganda yang dimaksud
adalah keuntungan yang dapat dimanfaatkan secara alamiah dan
keuntungan yang didapat dengan modifikasi pengolahan yang bijaksana.
ODUM (1976) berpendapat bahwa perencanaan penggunaan
kawasan pantai harus dikaitkan dengan perencanaan penyeluruh secara

9
ekologis dalam bentuk zonasi lingkungan. Perencanaan zonasi lingkungan
dikelompokkan dalam tiga kategori penggunaan sebagai berikut :
1. Zona untuk pengembangan intensif.
2. Zona untuk kohservasi.
3. Zona untuk preservasi.
KASRY (1992) berpendapat bahwa perencanaan lingkungan
dengan sistem zonasi ini cukup kompleks, namun dengan dukungan
berbagai pihak yang berwenang terutama pihak pengambil keputusan,
maka hasil yang diharapkan lebih mungkin untuk dapat tercapai.
Keberhasilan penerapan sistem penzonaan ini memerlukan dua prasarana
pendukung utama yaitu :
1. Harus ada peraturan perundangan dan organisasi administratif yang
kuat dalam pemerintahan, untuk dapat menciptakan, memelihara dan
memiliki kekuatan dalam pengaturan penzonaan ini, sehingga integritas
zona-zona tersebut dapat dipertahankan.
2. Harus ada metoda yang mendasari keputusan penentuan penzonaan
ini. Keputusan ini jangan semata-mata didasari pada kemauan politis,
tapi juga didasarkan pada pertimbangan nyata dan akurat terhadap
faktor ekonomis, ekologis dan estetika.

2.3 Pengelolaan Perikanan Pada Perairan Estuari yang Berbasis


Ekosistem
Perikanan berkelanjutan pada hakikatnya adalah perikanan yang
ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian sumberdaya perikanan.
Untuk mempertahankan kelestarian tersebut, diperlukan pemaham yang
cukup baik tentang ekosistem perairan estuari. Dengan demikian perlu
digunakan pendekatan ekosistem dalam mengelola perikanan di estuari.
Suatu pendekatan ekosistem mempertimbangkan interaksi antara
komponen fisik, biologis, dan manusia yang dapat menjamin kesehatan
setiap komponen, termasuk di dalamnya keberlanjutan spesies yang
dikelola. Interaksi di dalam ekosistem memerlukan identifikasi empat

10
kompartemen utama ekosistem, yakni: kompartemen nir hayati,
kompartemen hayati, kompartemen perikanan tangkap, dan kompartemen
kelembagaan Garcia dkk 2003).
Termasuk kompartemen hayati antara lain: spesies target, spesies
lain, predator, dan mangsa. Kompartemen nir hayati mencakup antara
laingraft, tipe habitat, kualitas air. Keempat kompartemen tersebut saling
berinteraksi dan dipengaruhi oleh kegiatan nonperikanan, misalnya
penebangan hutan mangrove. Kompartemen perikanan, misalnya alat
tangkap dapat mengubah struktur komunitas ikan. Terambilnya spesies
target (ikan tertentu) akan mengubah komposisi atau jumlah populasiyang
pada gilirannya akan memengaruhi alokasi sumberdaya pakan Garing
makanan). Pada intinya pendekatan ekosistem membawa pemasukan
bahwa perubahan pada satu bagian dari suatu kompartemen mengubah
komposisi kompartemen tersebut dan efek rambatannya adaIah perubahan
komposisi bagian dari kompartemen yang lain.

Gambar diagram suatu ekosistem dan kegiatan perikanan

Pendekatao biologi ikan (fish biological approach)


Pada pengelolaan perikanan yang baik adalah pengelolaan yang
mesti didasarkan pada data biologi ikan (hasil suatu penelitian). Kegiatan

11
penangkapan ikan hendaknya tidak dilakukan pada saat ikan melakukan
pemijahan (terutama pada puncak pemijahan). Jenis ikan blodok memiliki
puncak pemijahan pada bulan Agustus, ikan janjan bersisik pada Juni, ikan
lundu pada November, ikan kresek Maret/April dan November /
Desember, tembang pada September, rejum pada Desember, belanak pada
Januari- Juni, serta ikan betok pada Desember. Dari data tersebut, Juni dan
Desember merupakan waktu yang umum kegiatan pemijahan ikan-ikan
estuari (Sulistiono dkk 2015). Dalam rangka pelestarian sumberdaya alam
estuari tersebut penting juga dilakukan program Fisheries Refusia yang
dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi eko-biologi wilayah
tersebut, misalnya penutupan wilayah estuari pada waktu tertentu (musim
pemijahan, sekitar Juni dan Desember).
Kegiatan tersebut juga mesti didukung dengan data ukuran pertama
kali matang gonad ikan tersebut, misalnya ikan blodok > 160 mm, ikan
janjan bersisik > 190 mm, lundu > II 0 mm, ikan kresek >80 mm, ikan
tembang > 150 mm, ikan belanak >75 mm, ikan rejum > 121 mm, dan
ikan betook >93mm. Data-data tersebut dijadikan dasar dalam menentukan
mess size mata jaring yang dipergunakan sehingga ikan yang tertangkap
merupakan ikan yang telah melakukan pemijahan.
Peodekatao ekologi (ecological approach)
Bekaitan dengan data ekologi, penting untuk ditetapkan suatu
wilayah yang dilindungi dalam rangka pelestarian sumberdaya estuari
yang umum dinamakan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Daerah
perlindungan laut ditujukan untuk melindungi ekosistem estuari yang
umumnya juga banyak terdapat mangrove sehingga fungsi ekologis
ekosistem dapat dipertahankan. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi
ekologis penting bagi keberlanjutan sumberdaya perikanan serta menjaga
keseimbangan lingkungan estuari. Fungsi ekologis estuari dan mangrove
antara lain:
a. Sebagai habitat biota laut
b. Tempat pemijahan (spawning ground), tempat asuhan larva atau

12
juvenil (nursery ground), dan tempat mencari makan (feeding ground)
c. Produsen detritus dan zat hara, serta eksportir bahan nutrien ke
ekosistem pesisir dan laut
d. Perlindungan pantai dari abrasi
Kawasan estuari umumnya didominasi oleh ekosistem mangrove yang
cukup lebat dan luas. Fungsi ekologis ekosistem mangrove yang besar
dalam memberikan kontribusi kepada potensi sumberdaya perikanan.
Kondisi ekosistem akan sangat menentukan keberadaan biota-biota
perairan. Ancaman dari pola pemanfaatan yang tidak atau kurang ramah
lingkungan akan menyebabkan kerusakan dan degradasi ekosistem
mangrove. Oleh karena itu, untuk mempertahankan daya dukung
sumberdaya perikanan tetap tinggi, diperlukan upaya untuk menjaga
keberadaan ekosistem mangrove tetap dalam kondisi yang baik.
Perlindungan ekosistem mangrove dapat dilakukan melalui konsep
konservasi dengan menetapkan Daerah Perlindungan Laut (DPL).
Daerah Perlindungan Laut yang terdiri atas ekosistem mangrove dapat
ditentukan pada beberapa daerah habitat mangrove yang letaknya strategis.
Penetapan Daerah Perlindungan Laut diprioritaskan pada habitat
mangrove yang berfungsi utama penyuplai stok pada daerah tangkap
(fishing ground) dan memiliki ancaman atau degradasi yang tinggi.
Pengelolaan Dearah Perlindungan Laut dapat dilakukan melalui kajian
penentuan ekosistem mangrove sebagai DPL dan penyusunan strategi
pengelolaannya.
Pemantauan Sumberdaya Perikanan
Pemantauan berkelanjutan sumberdaya perikanan di estuari dapat
diartikan sebagai upaya mengelola terus-menerus status terkini populasi
ikan dan habitatnya. Tujuan utama pemantauan sumberdaya perikanan
adalah mengumpulkan data dan infonnasi dalam upaya untuk mengkaji
sumberdaya perikanan (mulai dari analisis tren indeks kelimpahan stok,
hingga ke pengkajian kuantitatif stok). Selain itu, pemantauan
berkelanjutan bertujuan untuk:

13
1. Memantau spesies target berbasis tahunan untuk menyediakan data
bagi pengkajian stok perikanan;
2. Melengkapi dan membangun data komoditas ikan-ikan komersial. Dan
3. Menyediakan informasi secara berkelanjutan tentang stok ikan-ikan
kunci / utama di perairan estuari

Pemantauan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan perairan


estuari sangat dibutuhkan untuk membangun model pengkajian stuk dan
pengelolaan serta evaluasi strateginya. Data yang dikumpulkan dalam
pemantauan berkelanjutan akan tetap menjadi dasar dan berintegrasi bagi
kegiatan perikanan sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan dapat
diperbaiki secara terus-menerus pada tingkat konsep maupun teknis.
Perbaikan-perbaikan metode pemantauan juga mesti terus-menerus
dilakukan, terutama dikaitkan dengan permintaan data yang berkualitas
dalam rangka peningkatanlperbaikan model pengkajian stok yang sudah
dibuat. Melalui proses pengambilan dan pengolahan data yang kontinyu,
pengkajian pengembangan dan perbaikan protokol pemantauan, maka
pengkajian dan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di estuari
dapat optimal.

BAB III

14
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) Wilayah estuari banyak didiami berbagai jenis ikan. Menurut Moyle
dan Cech (1988), terdapat lima tipe umum ikan yang ditemukan di
wilayah tersebut, yaitu: (I) ikan estuari murni, (2) ikan yang
bermigrasi antara sungai dan laut secara reguler (diadromolls), (3)
ikan laut nondependen, (4) ikan laut dependen, serta (5) ikan air tawar.
Biasanya wilayah estuari memiliki kelima tipe ikan ini , tetapi jumlah
relative populasi masing-masing tipe bervariasi dari musim ke musim
dan dari lokasi ke lokasi.
2) Estuaria merupakan ekosistem produktif yang setara dengan hutan
hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai
sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam
sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta
sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang
surut. Kondisi ekosistem yang produktif inilah maka estuaria menjadi
salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi
3) DAHURI (1992) menyebutkan bahwa peningkatan permintaan akan
sumberdaya beserta jasa-jasa dari lingkungan estuari ini telah
menimbulkan tekanan terhadap sebagian perairan estuari di Indonesia,
khususnya di daerah industri dan padat penduduk. Hal ini merupakan
ancaman terhadap kapasitas berkelanjutan dari perairan estuari dalam
memenuhi permintaan manusia dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan.
4) Dengan demikian perlu digunakan pendekatan ekosistem dalam
mengelola perikanan di estuari. Suatu pendekatan ekosistem
mempertimbangkan interaksi antara komponen fisik, biologis, dan
manusia yang dapat menjamin kesehatan setiap komponen, termasuk
di dalamnya keberlanjutan spesies yang dikelola. Interaksi di dalam
ekosistem memerlukan identifikasi empat kompartemen utama
ekosistem, yakni: kompartemen nir hayati, kompartemen hayati,
kompartemen perikanan tangkap, dan kompartemen kelembagaan
Garcia dkk 2003).

3.2 Saran

Kami tentunya masih menyadari bahwa makalah diatas masih


terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Pada tugas

15
selanjutnya kami akan memperbaiki dengan berpedoman pada banyak
sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
.

DAFTAR PUSTAKA

16
Ahmad Zahid, Charles P.H. Simanjuntak, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono (2011).
“Iktiofauna ekosistem estuari Mayangan, Jawa Barat”. Jurnal Iktiologi
Indonesia vol 11 (1) Hal 77-85.
http://msp.fpik.ipb.ac.id/download/publikasi/charles/ART2011_CPH1.pdf.
Diakses pada 8 Nov 2020
Indarto Happy Supriadi (2001). “Dinamika Estuaria Tropik”. Jurnal Oseana Vol
XXVI (4) Hal 1-11.
http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvi(4)1-11.pdf. Diakses
pada 9 Nov 2020
Kamaluddin Kasim, Eko Prianto, Husnah dan Setiya Triharyuni (2017).
“Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Melalui Pendekatan Ekosistem Di
Paparan Banjiran Giam Siak Kecil”. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia
(JKPI) vol 19 (2) Hal 115-124. Diakses pada 12 Nov 2020
Moh. Rasyid Ridho dan Enggar Patriono (2017). “ Keanekaragaman Jenis Ikan di
Estuaria Sungai Musi, Pesisir Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera
Selatan “. Jurnal Penelitian Sains Vol 19 (1).
http://ejurnal.mipa.unsri.ac.id/index.php/jps/article/download/9/6. Diakses
pada 12 Nov 2020
Mulyono S. Baskoro, Ari Purbayanto, John Haluan, I Nyoman S. Nuitja,
Sulistiono, Ridwan Affandi, Komar Sumantadinata, Muhammad Zairin Jr.,
Fachriyan Hasmi Pasaribu, Linawati Hardjito, Nurjanah, Indra Jaya
(2016). “Teknologi Pengembangan Perikanan dan Kelautan untuk
Memperkuat Ketahanan Pangan serta Memacu Perekonomian Nasional
secara Berkelanjutan”. Buku Kumpulan Naskah Orasi Ilmiah Guru Besar
Intitut Pertanian Bogor C.I /09.2016
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/88425/1/Ekobiologi
%20ikan%20sebagai%20dasar%20pengelolaan%20perikanan%20estuari
%20berkelanjutan.pdf. Diakses pada 12 Nov 2020
Ricky Rositasari dan Sri Kusdi Rahayu (1994) “ Sifat-Sifat Estuari Dan
Pengelolaannya”. Jurnal Oseana Vol XIX (3) Hal 21-31.

17
http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xix(3)21-31.pdf. Diakses
pada 9 Nov 2020
Taufik Indarmawan dan Abdul Manan (2011). “ Pemantauan Lingkungan
Estuaria Perancak Berdasarkan Sebaran Makrobenthos”. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan vol 3 (2). Diakses pada 8 Nov 2020
Yulia Asyiawati dan Lely Syiddatul Akliyah. “Identifikasi Dampak Perubahan
Fungsi Ekosistem Pesisir Terhadap Lingkungan di Wilayah Pesisir
Kecamatan Muaragembong”. Jurnal Perencanaa Wilayah dan Kota vol 14
(1). Diakses pada 12 Nov 2020

18

Anda mungkin juga menyukai