Anda di halaman 1dari 17

EKOSISTEM ESTUARI

Disusun oleh:

Kelompok 5/ Perikanan A

Ana Muslimah 230110190008


Syifa Masyitoh 230110190027
Mellyan Wahda Hestiana 230110190028
Alvina Putri Cantika 230110190033

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
2020
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ii

1. PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2

2. PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1 Karakteristik ekosistem estuary.......................................................................3
2.2 Jenis dan karakteristik organisme di ekosistem estuari....................................6
2.3 Pemanfaatan habitat mendukung aktivitas perikanan kelautan......................8
2.4 Bedah Jurnal.....................................................................................................9

3. KESIMPULAN......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15

i
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Estuari.............................................................................................................................1
2. Estuari dengan tipe hidrografis berlapis.......................................................................4
3. Estuari dengan tipe hidrografis teraduk sebagian.......................................................4
4. Estuari dengan tipe hidrografis tercampur sempurna.................................................5

ii
3

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Estuari adalah suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan
paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia
maupun oleh proses-proses alamiah (Dahuri 1992). Disisi lain hampir mencapai 70%
penduduk dunia, termasuk di Indonesia bertempat tinggal di sekitar wilayah pesisir dan
sepanjang tepian sungai (Rositasari dan Rahayu 1994). Estuari berasal dari bahasa Latin
yaitu aestus, yan memiliki arti pasang-surut (Odum 1971). Berdasarkan definisi Pritchard
(dalam Odum 1971), estuari adalah suatu bentukan masa air di lingkungan pesisir yang semi
tertutup, berkaitan langsung dengan laut lepas, sangat terpengaruh oleh efek pasang-surut
dan masa airnya merupakan campuran dari air laut dan air tawar (Rositasari dan Rahayu
1994).

Gambar 1. Estuari
Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang
terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan contoh dari sistem
perairan estuari. Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi (ekoton) antara habitat laut
dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisis dan biologis pentingnya tidak
memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik
perairan yang khas (unik) (Rositasari dan Rahayu 1994).
Terdapat interaksi yang bersifat dinamis dan masing-masing komponen saling
mempengaruhi di antara kawasan pantai khususnya zona litoral dengan kawasan muara
sungai (estuaria) dan sangat berkaitan erat. Kedua lingkungan tersebut menyediakan
tempat hidup bagi organisme-organisme yang menempatinya, sebaliknya makhluk hidup
dapat mengembalikan energi yang dimanfaatkannya kedalam lingkungan. Pada kawasan
pantai terutama zona litoral dengan kawasan muara sungai (estuaria) terdapat Organisme
4

di dalam air sangat beragam dan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kehidupannya
atau kebiasaan hidupnya (Nontji 2002).
Kawasan pantai khususnya zona litoral dengan kawasan estuari memiliki karakteristik
yang sangat berbeda, zona litoral secara umum sangat dipengaruhi oleh pola pasang dan
surutnya air laut, sehingga dapat dikatakan bahwa bermacam-macam hewan yang hidup
pada daerah ini mempunyai kisaran ukuran yang sangat luas. Sedangkan kawasan estuari
terdapat fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung secara tetap yang berhubungan
dengan gerakan air pasang. Akibatnya wilayah estuari tersebut merupakan tempat yang
sulit untuk ditempati. Oleh karena itu ekosistem yang terdapat di kawasan litoral dengan
estuari memiliki perbedaan yang sangat jelas (Rositasari dan Rahayu 1994).
Ekosistem merupakan suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena merupakan
satuan terkecil yang memiliki komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi secara
lengkap, serta terdapat proses ekologi secara lengkap, sehingga dalam unit ini siklus materi
dan arus energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya (Odum 1993). Dalam suatu
ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang secara bersama-sama dengan
lingkungan fisik. Organisme tersebut akan melakukan adaptasi dengan lingkungan fisik dan
sebaliknya lingkungan fisik yang digunakan untuk keperluan hidup dapat dipengaruhi oleh
organisme (Rositasari dan Rahayu 1994).
Komponen hidup (biotik) dan komponen tak hidup (abiotik) merupakan komponen-
komponen pembentuk ekosistem. Kedua komponen tersebut membentuk suatu kesatuan
yang teratur berada pada suatu tempat dan saling berinteraksi. Salah satu komponen biotik
yaitu plankton yang menentukan kehidupan perairan. Plankton merupakan semua
kumpulan organisme, bisa hewan bisa juga tumbuhan air berukuran mikroskopis dan
hidupnya melayang mengikuti arus (Odum 1998).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik ekosistem estuari?
2. Bagaimana jenis dan karakteristik organisme di ekosistem estuari?
3. Bagaimana pemanfaatan habitat mendukung aktivitas perikanan kelautan?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui karakteristik ekosistem estuary
2. Dapat mengetahui jenis dan karakteristik organisme di ekosistem estuari
3. Dapat mengetahui pemanfaatan habitat mendukung aktivitas perikanan kelautan
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik ekosistem estuary


1. Secara umum estuari dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
a. Estuari positif adalah suatu estuari dimana air tawar yang masuk dari sangai dan
hujan lebih banyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas
permukaan lebih rendah daripada laut terbuka. Kebanyakan estuari yang ada
adalah estuari positif.
b. Estuari negatif yaitu penguapan lebih besar daripada aliran sungai dan hujan,
karena itu akan terjadi keadaan “asin berlebih” atau hypersaline.
2. Penggolongan Estuaria Berdasarkan Pencampuran Air yaitu:
a. Estuaria positif adalah perairan di mana jumlah air tawar yang masuk lebih besar
daripada penguapan air laut  maka air tawar berada di atas air laut sehingga
menimbulkan pergerakan air laut ke atas mengikuti pola percampuran air tawar 
dan air laut. Hal ini terjadi pada bulan Oktober sampai Februari.
b. Estuaria negatif adalah perairan yang memiliki penguapan air laut lebih besar
daripada pemasukan air tawar, sehingga menimbulkan peregerakan air laut dari
atas ke bawah. Hal ini terjadi pada bulan April- Agustus
c. Estuaria netral adalah perairan yang mengalami percampuran air karena adanya
penghadangan air laut terhadap air tawar yang datang. Hal ini terjadi pada bulan
Maret dan bulan September.
3. Penggolongan Estuaria secara geomorfologi menurut Pritchard (1967) terbagi
menjadi 4 macam yaitu:
a. Estuari yang berupa rataan tergenang (Drowned river valley).
Biasanya banyak terbentuk di sepanjang pantai yang memiliki rataan pantai
yang dangkal dan lebar. Pada musim penghujan, air dari sungai mengangkut
sejumlah besar sedimen ke arah estuari. Sedangkan pada musim kemarau aliran dari
laut mendominasi lingkungan estuari, karena debit air dari sungai sangat rendah.
b. Estuari Fyord.
Tipe estuari ini biasanya terbentuk di perairan dalam. Morfologi dasar
perairan estuari ini biasanya berbentuk huruf U. Pembentukannya diperkirakan
dimulai pada jaman es (glasial period), sehingga dapat digolongkan sebagai
bentukan geologis berumur tua.
c. Estuari dengan pasir penghalang (bar-built estuaries).
Merupakan cekungan dangkal yang sebagian dasar perairannya akan
muncul pada saat surut. Perairan ini dapat dikategorikan sebagai perairan semi
tertutup, dengan adanya gundukan pasir penghalang (bars) atau pulau-pulau
penghalang (barrier islands). Bentukan penghalang tersebut terputus-putus oleh
saluran-saluran kecil (inlet) yang berhubungan langsung dengan laut lepas.
d. Estuari yang terbentuk oleh proses vulkanik
Tipe estuari ini terbentuk dari lekukan garis pantai (pesisir), dimana lekukan
tersebut terbentuk karena terjadinya patahan geologis atau oleh penurunan muka
bumi secara lokal, proses tersebut biasanya diikuti dengan pemasukan air tawar
yang besar.
4. Pengklasifikasian tipe estuari menurut Pritchard (dalam Odum 1971) dapat didasarkan
pada perbedaan profil hidrografik, yaitu:
a. Profil hidrografis berlapis (Highly stratified).

Gambar 2. Estuari dengan tipe hidrografis berlapis


Profil perairan ini disebabkan karena terdapatnya dominasi aliran sungai
dibandingkan dengan pasang-surut, sebagaimana yang biasa terjadi di muara sungai
besar. Masa air tawar yang besar cenderung terapung di atas air laut yang memiliki
berat jenis yang lebih tinggi, sehingga terbentuk bidang pemisah di antar kedua
lapisan tesebut (wedge) yang melintang di sepanjang dasar perairan
b. Profit hidrografis teraduk sebagian (Partially mixed).

Gambar 3. Estuari dengan tipe hidrografis teraduk sebagian

Pada profil seperti ini, input air tawar dan pasang-surut lebih seimbang
pengaruhnya. Media pengadukkan yang bekerja secara dominan pada tipe perairan
ini adalah efek pasang-surut yang berlangsung secara periodik. Profil salinitas secara
vertikal lebih tergradasi karena terdapatnya pengadukan secara vertikal yang
kemudian membentuk pola pelapisan yang kompleks pada masa air
c. Profil hidrografis tercampur sempurna (Vertically homogenous estuary).

Gambar 4. Estuari dengan tipe hidrografis tercampur sempurna

Tipe estuari ini didominasi oleh efek pasang-surut yang kuat. Air cenderung
teraduk dengan sangat baik mulai dan permukaan hingga dasar perairan.
Kandungan salinitas relatif tinggi, hampir mendekati salinitas air laut.
5. Penggolongan estuari berdasarkan pada bentuk, kedalaman dan sebaran air laut
serta berbagai material lain ke seluruh sistem terbagi menjadi 4 macam, yaitu:
a. Subsistem laut (Marine).
Subsistem ini terletak tepat di mulut sungai yang langsung berhubungan
dengan laut. Pada zona yang didominasi oleh pengaruh laut ini, selalu terjadi
percampuran biota yang berasal dari lingkungan laut menuju estuari dan
sebaliknya..
b. Subsistem teluk ( Bay )
Daerah ini dicirikan dengan adanya hamparan rataan lumpur yang tampak
ke permukaan pada saat surut, dan tergenang oleh campuran air tawar dan air laut
pada saat pasang.
c. Rawa - rawa ( Slough )
Rawa-rawa ini merupakan percabangan kecil yang menghubungkan teluk
dengan saluran utama dari sungai. Input air tawar di lingkungan ini biasanya sedikit.
Pengaruh pasang-surut di lingkungan ini tidak sebesar bagian lain dari estuari yang
lebih dekat dengan laut.
d. Sungai ( Riverine )
Subsistem ini terletak di daerah masuknya air tawar dari gunung menuju
lingkungan estuari. Sebagian besar dari subsistem ini berbentuk menyudut dan
biasa disebut saluran sungai yang terpengaruh pasang-surut. Salinitas sepanjang
tahun di lingkungan ini rendah, malah sebagian dari subsistem ini seluruhnya terdiri
dari air tawar.

2.2 Jenis dan karakteristik organisme di ekosistem estuari


Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara yang
hidup endemik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut
dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan
osmoregulasi yang tinggi. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient)
estuari dikenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan,
invertebrate (Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi
kelompok infauna).  Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis penting seperti siganus,
baronang, sunu dan masih banyak lagi menjadikan daerah estuari sebagai daerah pemijahan
dan pembesaran. Udang niaga yang memijah di laut lepas membesarkan larvanya di
ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan.
Pada Biota Estuari terdapat dua macam komposisi yaitu:
a. Komposisi Fauna
Di perairan estuaria terdapat 3 komponen fauna yaitu: fauna laut, fauna air
tawar dan fauna payau. Komponen fauna yang terbesar adalah fauna air laut yaitu
hewan stenohaline yang terbatas kemampuannya dalam mentolelir perubahan
salinitas (umumnya ≥ 30‰) dan hewan euryhaline yang mempunyai kemampuan
untuk mentolerir berbagai perubahan atau penurunan salinitas di bawah 30‰.
Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar
garam antara 5-30‰, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang
sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis
tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes,
dan cacing polikaeta Nereis. Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang
tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa
jenis udang Penaeus, misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria,
untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan
salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam
perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak
jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke
estuaria untuk mencari makanan (Nybakken 1988). Akan tetapi sesungguhnya, dari
segi jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan
dengan keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan.
Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang
mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa
fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi
yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap
terbatasnya fauna khas setempat sehingga jumlah spesies organisme yang
mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup
di perairan tawar dan laut. Hal ini karena ketidakmampuan organisme air tawar
mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air laut mentolerir penurunan salinitas
estuaria. Akibatnya hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologi yang mampu
bertahan hidup di estuari.
b. Komponen Flora
Hampir semua bagian esturari terendam terdiri dari subtrat lumpur dan tidak
cocok untuk melekatnya makroalga. Selain karena substrat, pengaruh sinar cahaya
yang minim menyebabkan terbentuknya dua lapisan. Lapisan bawah  tanpa
tumbuhan hidup dan lapisan atas mempunyai tumbuhan yang terbatas. Di daerah
hilir estuari terdapat padang rumput laut (Zostera dan Cymodeca). Selain itu
terdapat padang lamun. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan
berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang
salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma,
daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai
tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang,
berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
Selain miskin dengan jumlah fauna estuari juga miskin dengan flora. Keruhnya
perairan estuari menyebabkan hanya tumbuhan yang mencuat yang dapat tumbuh
mendominasi, mungkin terdapat padang rumput laut (Zosfera thalassia, Cymodocea)
selain di tumbuhi oleh alga hijau dari Genera Ulva, Entheromorpha dan Chadophora.
Estuaria berperan sebagai perangkap nutrien (nutrient trap) yang mengakibatkan
semua unsur-unsur esensial dapat didaur ulang oleh bermacam kerang, cacing dan
oleh detritus atau bekteri secara berkesinambungan sehingga terwujud
produktivitas primer yang tinggi.
Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies. Dengan demikian,yang
ditemukan hanya jenis diatom dan diflagellata. Jenis diatom yang dominan adalah
Skeletonema, Asterionella dan Melosira. Sedangkan diflagellata yang melimpah
adalah Gymnodinium,Gonyaulax dan Ceratium. Banyaknya zooplankton yang
berkembang membuktikan bahwa terjadi keterbatasan produktivitas fitoplankton.

2.3 Pemanfaatan habitat mendukung aktivitas perikanan kelautan


Ekosistem di wilayah pesisir memiliki peranan yang sangat penting dan nilai yang
paling tinggi diantara ekosistem di bumi ini dalam memberikan pelayanan terhadap
keseimbangan lingkungan (Constanza et. al 1997). Estuaria adalah suatu tempat pertemuan
antara air tawar dan air laut atau transisi antara habitat tawar dan habitat laut. Habitat
estuaria lebih subur (produktif) sehingga daerah ini menjadi daerah asuhan (nursery
ground) yang baik bagi larva maupun udang, ikan dan kerang, bahkan menjadikan estuaria
sebagai habitat sepanjang hidupnya (Genisa et al 1999). Menurut Tulungen et al., (2003)
Selain fungsi ekologis, estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat bermukim,
tempat penangkapan dan budidaya perikanan, jalur transportasi , tempat pelabuhan dan
kawasan industri. Ekosistem estuaria ini berperan besar terhadap masyarakat sekitar
mengingat dominasi wilayahnya adalah wilayah ekosistem mangrove, areal pertambakan,
pertanian dan pelabuhan.

2.4 Bedah Jurnal


Judul Diversitas Ikan Pada Perairan Estuari Desa Rawa Mekar Jaya
Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak
Jurnal Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik
Volume dan Nomor Vol.1, No.1
Tahun April 2020
Penulis Eni Sumiarsih, Nur El Fajri, dan Roida Mawati Capah
1. Urgensi penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang keanekaragaman ikan
pada ekosistem estuari. Hasil penelitian bisa menjadi dasar penyusunan kebijakan
konservasi di kawasan tersebut. Selain itu data dari hasil penelitian ini bisa dijadikan
inventarisasi ikan yang hidup di ekosistem estuaria dan sebagai basis data keanekaragaman
ikan yang hidup pada ekosistem estuaria Desa Mekar Jaya.
2. Metode yang digunakan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu metode penetapan sampel dengan aktifitas yang ada di lokasi. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah : a) ikan-ikan yang ditangkap dengan bantuan nelayan setempat,
b) formalin 10%. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: alat tangkap (pengilar, serok
dan pancing), perahu, cool box, hand refraktometer, pH meter, dan lain-lain.
3. Hasil yang didapat serta kesimpulan
Hasil
Ikan yang tertangkap selama penelitian terdiri dari 13 spesies dari 12 familia, yaitu
Plotosidae, Hemirampidae, Serranida, Tetraodontidae, Bagridae, Gobiidae, Bothidae,
Ariidae, Cyprinidae, Belontiidae, Channidae dan Clariidae. Paraplotosus albilabris atau ikan
sembilang merupakan ikan yang paling banyak ditemukan, yakni 65 ekor. Jumlah total ikan
yang paling sedikit ditemukan di perairan estuari Desa Rawa Mekar Jaya adalah jenis ikan
Pseudorhombus arsius atau ikan sebelah sebanyak 2 ekor.
Hubungan antara laut melalui aktifitas pasang surut dan aliran sungai berpengaruh
terhadap diversitas ikan yang didapatkan pada perairan estuari di Desa Rawa Mekar Jaya
yang menyebabkan berbagai spesies. Terdapat 5 famili yang merupakan ikan air tawar yaitu
famili Belontiidae (Trichogaster trichopterus) sepat, Cyprinidae (Rasbora caudimaculatus
dan Rasbora agryrotaenia) pantau dan seluang, Hemirampidae (Dermogensys sp) julung,
Channidae (Channa striata) gabus, Clariidae (Clarias nieuhofii) ikan Keli. Struktur komunitas
ikan meliputi indeks keanekaragaman (H’) berkisar 2,0132-2,3074, indeks keseragaman (E)
0,8743-0,9623 dan indeks dominansi (C) 0,1072-0,1616.
Berdasarkan hasil penelitian nilai indeks keanekaragaman (H’) yang tertinggi
terdapat pada Stasiun II (2,3074) dan terendah pada Stasiun I (2,0132), indeks kemerataan
(E) yang tertinggi terdapat pada Stasiun II (0,9623) sedangkan yang terendah terdapat
pada Stasiun I (0,8743). Untuk indeks dominansi (C) ikan tertinggi terdapat pada Stasiun I
(0,1616) dan terendah terdapat pada Stasiun II (0,1072). Indeks H’ ikan di perairannya masuk
dalam kategori tingkat keanekargaman sedang. Pada Stasiun I masuk dalam kategori
sedang dan tidak ada ikan yang mendominansi. Kondisi lingkungan Stasiun I memiliki nilai
salinitas paling tinggi yaitu 15‰ dan kecerahan 45 cm masih mendekati baku mutu perairan
sehingga cahaya masih bisa masuk dan mendukung produktivitas primer sebagai sumber
makanan ikan.
Pada Stasiun I kelimpahan Ikan Paraplotosus albilabris yang paling banyak
ditemukan. Ikan ini hidup pada kisaran salinitas yang luas, karena dapat hidup di air tawar,
payau dan laut yang berasosiasi dengan mangrove.
Salinitas tertinggi terdapat pada Stasiun I yang dekat ke muara perairan, sehingga
mendapat pengaruh dari air laut lebih besar. Semakin ke hulu salinitas perairan semakin
kecil sehingga jenis ikan (black fish) seperti famili Belontiidae (sepat rawa) Channidae
(gabus) dan Clariidae (keli) banyak ditemukan pada Stasiun II dan III. Rendahnya nilai
kualitas air di duga disebabkan oleh masukan air tawar yang diperoleh dari hulu sungai dan
hutan rawa gambut lebih banyak dari pada masukan air laut pada saat surut sehingga ikan
dari kelompok black fish banyak ditemukan.
Pada Stasiun II Nilai indeks keanekaragaman 2,2074, indeks keseragaman 0,9623
dan dominansi 0,1072. Nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman masuk dalam
kategori sedang dan nilai indeks dominansi masuk dalam kategori rendah menandakan
distribusi ikan secara merata. Hasil pengukuran kualitas air, salinitas yang didapatkan
sebesar 5,5 ‰ dengan suhu perairan 290C. Pada Stasiun III menunjukkan indeks
keanekaragaman jenis tergolong dalam kategori sedang yaitu sebesar 2,2484, indeks
keseragaman 0,9377 dan indeks dominansi 0,1140. Pada Stasiun III merupakan daerah
peralihan. Semakin ke hilir, serasah dan batang semakin berkurang dan mulai di dapat pasir,
lumpur bercampur tanah liat. Semakin ke hilir substrat semakin keras, karena hampir
keseluruhannya adalah tanah liat.
Parameter fisika kimia perairan di estuari Desa Rawa Mekar Jaya masih mendukung
untuk kehidupan organisme atau biota, suhu berkisar 28-300C, kecepatan arus 0,011-0,041
m/det, kecerahan 43-45 cm, salinitas 1,5- 15 ‰, oksigen terlarut 3,25-4,16 mg/L dan pH 5-6.
Hasil yang didapat cerminan dari kondisi perairan estuari Desa Rawa Mekar Jaya sebagai
habitat dari berbagai biota perairan. Suhu perairan estuari Desa Rawa Mekar Jaya berkisar
28-300C. Kordi et al. (2007) menyatakan kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di
perairan tropis berkisar 28- 320C. Maka perairan Estuari Desa Rawa Mekar Jaya masih
tergolong alami.
Kecepatan arus perairan pada tiap Stasiun penelitian berkisar 0,011-0,041 m/det.
Kecepatannya masuk dalam kategori arus sedang. Nilai kecerahan perairan pada masing-
masing stasiun pengamatan berkisar 43-45 cm. Kecerahan perairannya tergolong rendah
jika dibandingkan dengan baku mutu air laut yang diperuntukkan bagi biota laut (Kepmen
LH No. 51 Tahun 2004). Difusi oksigen berasal dari udara bebas yang masuk ke perairan.
Kisaran Nilai DO yang didapatkan jika dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota
mangrove Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 berada pada ambang batas baku mutu. Hal ini
disebabkan karena terjadinya fluktuasi lingkungan sebagai akibat dari aktifitas pasang surut
air laut.
Derajat keasaman (pH) pada masing-masing stasiun penelitian berkisar antara 5-6.
Jika diidentifikasi dari warna air, masa air pada estuari Desa Rawa Mekar Jaya identic
dengan warna air gambut (merah kecoklatan). Effendi (2003) menyatakan kisaran pH 5-9
masih bisa mendukung kehidupan biota di dalam perairan.
Kesimpulan
Struktur komunitas ikan di perairan estuari Desa Rawa Mekar Jaya, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak berjumlah 403 ekor ikan, yang terdiri dari 12 famili yang
mewakili 13 spesies. Keanekaragam jenis ikan di estuari Desa Rawa Mekar Jaya termasuk
dalam kategori sedang, keseragaman tinggi dan dominasi rendah. Parameter kualitas air
yang diamati meliputi: parameter fisika (suhu, kecepatan arus dan kecerahan), parameter
kimia perairan (salinitas, oksigen terlarut dan pH) yang diperoleh masih mendukung
pertumbuhan ikan sehingga perairan estuari Desa Rawa Mekar Jaya struktur komunitasnya
masuk dalam kategori seimbang.
BAB III
KESIMPULAN

Estuari adalah suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan
paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia
maupun oleh proses-proses alamiah.
Ekosistem estuaria merupakan bagian dari ekosistem air laut yang terdapat dalam
zona litoral (kelompok ekosistem pantai). Estuaria merupakan tempat pertemuan air tawar
dan air asin. Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir sungai dan
masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran air laut
dan air tawar dari sungai atau drainase yang berasal dari muara sungai, teluk, rawa pasang
surut.
Ekosistem perairan estuary memiliki karakteristik dasar yaitu memiliki salinitas
diantara salinitas perairan tawar dan salinitas perairan laut. Di estuaria terdapat tiga
komponen fauna, yaitu fauna laut, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar
didominasi oleh fauna laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam
mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin yang mempunyai kemampuan
mentolerir berbagai penurunan salinitas yang lebar. Ciri khas estuaria cenderung lebih
produktif daripada laut ataupun air tawar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Constanza,R., R. d’Arge, R. de Groot, S. Farber, M.Grasso, B. Hannon, K. Limburg, S. Naeem,


R.V. O’Neill, J. Paruelo, R.G. Raskin, P.Sutton and M.V. Belt. 1997. The Value of The
World’s Ecosystem Service and Natural Capital. Nature 387: 255-60
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 Hal.
Genisa, A.S., Wijopriono dan S. Budiharjo. 1999. Keanekaragaman Ikan di Muara Sungai
Memberamo, Irian Jaya. Prosiding Seminar Biologi Menuju Millenium III, Fak. Biologi
UGM. pp 237 – 248
Kennish, M. J. 1990. Ecology of Estuaries, Volume II: Biological Aspec t. CRC Press. United
State.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun (2004) tentang baku mutu
air laut. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup.
Khalil, M., M. Ainol dan Rachmawaty, R. 2015. Pengaruh Penurunan Salinitas Terhadap Laju
Oksigen dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Jurnal Acta
Aquatica. 2 (2 ): 114-121.
Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology 3rd Ed. 1971. W.B. Saunders Co., Toronto : 374 pp.

Odum, W.E. 1976. Ecologycal gudelinines for tropical coastal development. International
Union for Conservation of Nature and Resources. Morges. Switzerland.
Pritchard, D.W. 1976. What is an estuary : Physical view point. In Estuaries (G.H. Lauff, es.).
Amer. Assoc. Adv. Sci. Publ. No. 83. Washington D.C. p:3-5
Rais, A.H., Ruoawan., dan Herlan. 2017. Hubungan Kepadatan Ikan Dengan Kondisi
Lingkungan Perairan Estuari Di Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. 23(2), 111-122
Rositasari, dan R., Rahayu, S.R. 1994. Sifat-Sifat Estuari Dan Pengelolaannya. Balai Penelitian
dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.
LIPI. Jakarta. 19(3), 21-31
Sakinah, W. 2016. Pemodelan sebaran kualitas air estuari wonorejo dan dampaknya
terhadap ekosistem perairan estuari. Fakultas Teknologi Kelautan. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

15
16

Simanjuntak, C. P. H., Sulistiono, Rahardjo M. F., & Zahid, A. (2011). Iktiodiversitas di perairan
Teluk Bintuni, Papua Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11 (2), 107- 126.
Tulungen, J.J., M. Kasmidi, C. Rotinsulu, M. Dimpudus dan M. Tangkilisan. 2003. Panduan
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. USAID. Jakarta. Hal 2
– 6.
Zahid, A., Simanjuntak, C. P. H., Rahardjo, M. F, & Sulistiono. (2011). Iktiofauna ekosistem
estuari Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1), 77-86.

Anda mungkin juga menyukai