Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH BIOLOGI LAUT

Ekosistem Subtidal dan Laut Dalam

DOSEN PENGAJAR :
Bony Irawan, M.Pd.

DISUSUN OLEH :

1. Afriliani 140384205011
2. Agus Rianti 140384205036
3. Ryanda Bima Jatra 140385205038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan Rahmat, Karunia
serta Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Biologi Laut.
Selain itu, penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman para mahasiswa mengenai Ekosistem Subtidal dan Laut Dalam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Bony Irawan, M.Pd selaku
dosen pengajar mata kuliah Biologi Laut, atas bimbingan dan materi yang telah
diberikan kepada Kami dalam kegiatan perkuliahan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan, semua itu karena kami masih dalam tahap pembelajaran. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang
akan datang.

Tanjungpinang, 09 Oktober 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen
abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain
dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen
ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi
perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut
(misalnya perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan
menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif
dan kuantitatif organismenya). Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi
keseluruhan sistemyang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun
dalam keseimbangannya. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem dapat menentukan
kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen yang terlibat dalam
sistemtersebut. Oleh sebab itu, untuk menjamin sumberdaya hayatinya, maka
hubungan-hubungan ekologis yang berlangsung di antara komponen-komponen
sumberdaya hayati yang menyusun suatu sistem, perlu diperhatikan

Dari seluruh komponen biotik yang ada, maka salah satu di antaranya
yangmenarik untuk dikaji adalah organisme subtidal, yaitu daerah yang
terletek antarabatas air surut terendah di pantai dengan ujung paparan dunia yang
di pengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain: pergerakan ombak,
salinitas, suhu, penetrasi cahaya, persediaan makanan, topograpi. Dan organisme
yang hidup pada zona subtidal diantaranya: lamun, anemone, siput laut, ganggang
coklat, ganggang merah, bintang laut dan sebagainya.

Laut dalam merupakan daerah yang tidak pernah diungkapkan dan


dijelajahi. Orang banyak mengeksplorasi ke luar angkasa dari pada ke bawah laut.
Itulah sebabnya banyak yang tidak meng etahui keajaiban-keajaiban yang ada
dilaut.

Di tahun 1960, Bathyscaphe Trieste menuju ke dasar dari Palung Mariana


dekat Guam, pada kedalaman 35.798 kaki (10.911 m), titik terdalam di bumi. Jika
Gunung Everest ditenggelamkan, maka puncaknya akan berada lebih dari satu mil
dari permukaan. Pada kedalaman ini, ikan kecil mirip flounder terlihat.

Kapal selam penelitian Jepang, Kaiko, adalah satu-satunya yang dapat


menjangkau kedalaman ini, dan lalu hilang di tahun 2003. Hingga tahun 1970,
hanya sedikit yang diketahui tentang kemungkinan adanya kehidupan pada laut
dalam. Namun penemuan koloni udang dan organisme lainnya di sekitar
hydrothermal vents mengubah pandangan itu. Organisme-organisme tersebut
hidup dalam keadaan anaerobik dan tanpa cahaya pada keadaan kadar garam yang
tinggi dan temperatur 149 oC. Mereka menggantungkan hidup mereka pada
hidrogen sulfida, yang sangat beracun pada kehidupan di daratan. Penemuan
revolusioner tentang kehidupan tanpa cahaya dan oksigen ini meningkatkan
kemungkinan akan adanya kehidupan di tempat lain di alam semesta ini..

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana keadaan lingkungan pada ekosistem subtidal ?
b. Bagaimana keadaan lingkungan pada ekosistem laut dalam ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui bagaimana keadaan lingkungan pada ekosistem subtidal.
b. Mengetahui bagaimana keadaan lingkungan pada ekosistem laut dalam .
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekosistem Subtidal

2.1.1 Definisi Subtidal

Zona Subtidal merupakan daerah yang terletak antara batas air surut
terendah di pantai dengan ujung paparan benua (continental shelf), dengan
kedalaman sekitar 200 meter. Pada skema klasifikasi ini dikenal sebagai
sublitoral. Zona paparan atau sublitoral adalah zona lentik pada paparan benua di
bawah zona pelagik neritik. Zona ini mendapat cahaya dan pada umumnya dihuni
oleh bermacam jenis biota laut yang melimpah dari berbagai komunitas, termasuk
padang lamun dan terumbu karang. Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-
rata level pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus
menerus.Lamun tidak mempunyai struktur yang besar, namun dapat mereduksi
pengaruh kekuatan dan energi ombak yang menerpanya.Pada zona subtidal,
tampaknya lamun lebih tahan terhadap badai daripada terumbu karang dan bakau
(Hatcher dkk, 1989).

2.1.2 Karakteristik Zonasi/Distribusi

a) Zona ini merupakan zona fotik (masih mendapatkan cahaya). Zona Fotik atau
eufotik merupakan perairan pelagik yang masih mendapatkan cahaya
matahari. Batas bawah zona ini tergantung pada batas kedalaman tembus
cahaya, dan biasanya bervariasi berdasarkan tingkat kejernihan air. Umumnya
batas bawah zona fotik terletak pada kedalaman 100-150 meter.
b) Kedalaman sekitar 200 m. Zona subtidal berada pada bagian laut yang
terletak antara batas air surut terendah di pantai dengan ujung paparan benua,
pada kedalaman sekitar 200m. pada skema klasifikasi, daerah ini dikenal
sebagai sublitoral.

c) Terdiri dari sedimen lunak, pasir, lumpur, dan sedikit daerah dengan substrat
keras.

d) Turbulensi tinggi. Pada perairan-dangkal ini, interaksi ombak, arus dan


upwelling menumbulkan turbulensi. Turbulensi ini secara umum mencegah
perairan pantai terstratifikasi secara termal kecuali untuk waktu yang singkat
di daerah beriklim sedang.

e) Produsen melimpah, namun kebanyakan tersusun atas selulosa yang tidak


bisa dicerna oleh hewan laut. Produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan
dengan perairan lepas pantai. Produktivitasnya yang tinggi ini menyangga
populasi zooplankton dan organisme benthos yang tinggi. ( Rahman, 2008)

gambar 1. struktur ekosistem subtidal

2.1.3 Proses Adaptasi Organisme Subtidal


Karena organisme intertidal umumnya berasal dari laut, maka adaptasi yang
ditelititerutama harus menyangkut penghindaran atau pengurangan tekanan yang
timbul karenakeadaan yang terbuka setiap hari pada lingkungan daratan. Tekanan
yang utama darilingkungan laut adalah ombak.
A. Daya Tahan Terhadap Kehilangan Air

Mekanisme yang sedehana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada


hewan-hewan yang bergerak, misalnya kepiting. Hewan ini dengan mudah
berpindah dari daerah permukaan yang terbuka di intertidal ke dalam lubang-
lubang, celah atau galian yang sangat basah sehingga kehilangan air dapat diatasi.
Hewan ini menghindarai kondisi lingkungan pantai yang kurang baik dengan aktif
memilih mikrohabitat yang baik. Situasi yang serupaterjadi pada beberapa spesies
anemon seperti Anthopleura xanthigrammica di pesisir Pasifik Amerika Utara.
Tubuhnya lunak tanpa sistem pencegah kehilangan air. Akan tetapi spesiesini
biasanya ditemukan di antara teritip atau di dalam celah dimana kehilangan air
dapatdikurangi sehingga adaptasi fisiologis tidak dibutuhkan.

Mekanisme sederhana lainnya terdapat pada beberapa genera alga intertidal


bagianatas yaittu Porphyra, Fucus, Enteromorpha. Tumbuhan ini tidak dapat
bergerak dan tidak memiliki mekanisme untuk menghindari kehilangan air.
Mereka beradaptasi untuk mengatasikehilangan air yang besar hanya dengan
jaringannya.

Berlawanan dengan di atas, banyak spesies-spesies hewan intertidal


mempunyaimekanisme untuk mencegah kehilangan air. Mekanisme ini dapat
terjadi baik secara struktural, tingkah laku, maupun kedua-duanya. Banyak spesies
teritip merupakan spesies yang utama di zona intertidal di seluruh dunia. Hewan
ini sesil dan kehilangan air dapat dihindari dengan merapatkan cangkangnya pada
waktu air surut. Adanya cangkang yang kedap air menyebabkan berkurangnya
kehilangan air akibat penguapan. Limpet dari
genus Patella, Acmaea, Collisella merupakan hewan yang dominan di daerah
intertidal berbatu. Spesies limpet tertentu mempunyai goresan rumah (home
scar) dimana cangkang dapat dengan pas menempatinya. Pada waktu pasang
turun, mereka kembali ke rumahnya dan dengan menempati lubang tersebut
kehilangan air dapat dicegah. Limpet lainnya yang tidak mempunyai goresan,
menempel rapat pada batu-batu sehingga tidak ada satu jaringan punyang terbuka
kecuali cangkang. Gastropoda lainnya seperti siput (Littorina) mempunyai
operkula yang menutup celah cangkang. Ketika pasang turun mereka masuk ke
dalam cangkang, lalu menutup celah menggunakan operkulum sehingga
kehilangan air dapat dikurangi. Beberapa Bivalvia seperti Mytilus edulisdapat
hidup di daerah intertidal karena memiliki kemampuan menutup rapat valvanya
untuk mencegah kehilangan air. Organisme lain seperti anemoneActinia dan
hydroid Clava squamata menghasilkan lendir (mucus) untuk mencegah
kehilangan air. Penghuni-penghuni pasir atau lumpur biasanya hanya mengubur
diri ke dalam substrat untuk mencegah kekeringan.

B. Pemeliharaan Keseimbangan Panas

Walaupun kematian akibat kedinginan ditemukan juga pada beberapa


organisme intertidal, namun suhu rendah yang ekstrem nampaknya tidak begitu
menjadi masalah bagiorganisme pantai dibandingkan suhu yang tinggi. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa organisme-organisme tersebut hidup lebih dekat
dengan suhu letal atasnya daripada suhu letal bawahnya. Jadi mekanism e
keseimbangan panas hampir seluruhnya berkenaan dengan cara mengatasi suhu
yang terlalu tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan pengurangan panas yang berasal
dari lingkungan dan menngkatkan kehilangan panas dari tubuh hewan. Panas yang
didapat dari lingkungan dapat dikurangi dengan beberapa cara. Cara pertama
adalah dengan memperbesar ukuran tubuh relatif bila dibandingkan spesies yang
sama baik di intertidal maupun di subtidal. Dengan memperbesar ukuran tubuh
berarti perbandingan antara luas permukaan dengan volume tubuh menjadi lebih
kecil sehingga luas daerah tubuh yang mengalami peningkatan suhu menjadi lebih
kecil. Pada keadaan yang sama, tubuh yang lbih besar memerlukan waktu yang
lebih lama untuk bertambah panas dibandingkan dengan tubuh yang lebih kecil.
Moluska gastropoda seperti Littorina littorea dan Olivella biplicata denganukuran
tubuh besar banyak terdapat di daerah intertidal. Mekanisme lain untuk
mengurangi panas adalah dengan cara mengurangi kontak antara jaringan tubuh
dengan substrat.

C. Tekanan Mekanik
Gerakan ombak mencapai puncaknya di zona intertidal. Karena itu, setiap
organisme yang hidup di daerah ini perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri
dari pengaruh pukulan ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang
berbeda pada pantai berbatu, dan pada pantai berpasir, sehingga membutuhkan
adaptasi yang berbeda pula. Untuk mempertahankan posisi menghadapi gerakan
ombak, organisme intertidal telah membentuk beberapa adaptasi. Salah satu
diantaranya yang ditemukan pada teritip, tiram, dan cacing polikaeta serpulida,
adalah dengan melekat kuat pada substrat. Sedangkan alga di daerah intertidal
menyatukandirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekat.

Organisme lain juga membuat alat pelekat yang kuat tetapi tidak permanen,
sehingga membatasi pergerakan. Sebagai contoh adalah benang bisal
pada Mytilus yang dapat menambatkan hewan tersebut dengan kokoh tetapi tetap
dapat putus dan dapat dibuat kembalisehingga membatasi gerakan yang lambat.

Moluska intertidal yang dominan seperti beberapa macam limpet dan kiton,
mempertahankan diri dari gerakan ombak dengan kaki yang kuat dan besar yang
diletakkan pada substrat. Organisme motil seperti kepiting tidak mempunyai
mekanisme struktural untuk mempertahankan diri dari sapuan ombak dan mereka
dapat terus hidup hanya dengan berlindung pada celah batu atau dibawah batu.
Hampir semua moluska intertidal beradaptasi terhadap serangan ombak dengan
jlan mempertebal cangkang, lebih tebal dibandingkandengan individu yang sama
yang terdapat di daerah subtidal dan mengurangi ukuran tubuhyang amat mudah
pecah bila terpukul ombak.

D. Pernapasan

Karena hewan-hewan penghuni zona intertidal merupakan hewan laut, maka


mereka mempunyai tonjolan organ pernapasan yang mampu mengambil oksigen
dari air. Biasanya tonjolan itu tipis dan merupakan perluasan dari permukaan
tubuh. Organ-organ pernapasan ini amat peka terhadap kekeringan di udara dan
tidak akan berfungsi kecuali jika dicelupkan ke dalam air. Organ seperti ini tidak
diperlukan di daerah intertidal. Di antara hewan intertidal, terdapat kecenderungan
untuk memasukkan organ pernapasan ini ke dalam rongga perlindungan untuk
mencegah kekeringan. Hal ini dapat terlihat jelas pada berbagai moluska dimana
insangnya terdapat dalam rongga mantel yang dilindungi oleh cangkang. Keadaan
yang sama dijumpai pada teritip dimana jaringan mantel bertindak sebagai organ
pernapasan. Hewan-hewan dengan organ pernapasan yang terlindung juga harus
mempertahankan air pada waktu pasang turun, karena itu mereka sering menutup
operkulum atau mengaitkan diri (kiton, limpet), dengan demikian pertukaran gas
berkurang. Jadi, untuk mempertahankan oksigen dan air ketika pasang turun,
banyak hewan yang berdiam diri.

E. Cara Makan

Pada waktu makan, seluruh hewan intertidal harus mengeluarkan bagian-


bagian berdaging dari tubuhnya. Hal ini berarti bahwa bagian-bagian yang terbuka
ini harus tahan terhadap kekeringan. Karena itu, seluruh hewan intertidal hanya
aktif jika pasang naik dantubuhnya terendam air. Hal ini berlaku bagi seluruh
hewan baik pemakan tumbuhan, pemakan bahan-bahan tersaring, pemakan
detritus, maupun predator.

F. Tekanan Salinitas

Zona intertidal juga mendapat limpahan air tawar, yang dapat menimbulkan
masalah tekanan osmotik bagi organisme intertidal yang hanya dapat
menyesuaikan diri dengan air laut. Karena hampir semua organisme intertidal
tidak memperlihatkan adaptasi daya tahan terhadap perubahan salinitas, tidak
seperti organisme estuaria. Kebanyakan tidak mempunyai mekanisme untuk
mengontrol kadar garam cairan tubuhnya dan karena itu disebut osmokonformer.
Adaptasi satu-satunya sama dengan adaptasi untuk melindungi tubuh dari
kekeringan, misalnya untuk teritip dan moluska adalah dengan menutup valva
atau cangkang. Keadaan ini mungkin yang menyebabkan mortalitas katastrofik
pada organisme intertidal jika terjadi hujan deras atau aliran air tawar. Tetapi
nampaknya keadaan ini amat jarang terjadi sehingga mekanisme khusus tidak
terlalu dibutuhkan.

G. Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau bahkan melekat,
sehingga dalam penyebarannya mereka menghsailkan telur atau larva yang
terapung bebas sebagai plankton. Adaptasi reproduksi kedua yang diakibatkan
oleh posisi intertidal adalah bahwa hampir semua organisme mempunyai daur
perkembangbiakan yang seirama dengan munculnya arus pasang surut tertentu,
seperti misalnya pada waktu pasang purnama. Contohnya Mytilus edulis, gonad
menjadi dewasa selama pasang purnama dan pemijahannya berlangsung ketika
pasang perbani. PadaLittorina neritoides, telurnya diletakkan pada saat pasang
purnama.

2.1.4 Kondisi Lingkungan


Perairan paparan benua kurang konstan dan kondisi lingkungannya
menunjukkan lebih banyak variasi dibandingkan dengan daerah epipelagik laut
terbuka atau laut-dalam. Kemungkinan faktor fisik terpenting yang bereaksi pada
komunitas dasar adalah turbulensi atau gerakan ombak. Pada perairan-dangkal ini,
interaksi ombak, arus dan upwelling menumbulkan turbulensi. Turbulensi ini
secara umum mencegah perairan pantai terstratifikasi secara termal kecuali untuk
waktu yang singkat di daerah beriklim sedang. Jadi nutrient jarang menjadi faktor
pembatas. Produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan perairan lepas
pantai yang serupa karena melimpahnya nutrient, baik yang berasal dari runoff
daratan maupun pendaurulangan. Produktivitasnya yang tinggi ini menyangga
populasi zooplankton dan organisme benthos yang tinggi.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mengendalikan


Zona perairan subtidal dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara
lain:

a. Pergerakan Ombak

Pergerakan ombak merupakan faktor yang penting di daerah ini. Periode


pergerakan laut dan gelombang badai yang lama, berpengaruh terhadap dasar
perairan yang dangkal ini. Pada dasar yang lunak, jalur ombak ini dapat
menimbulkan gerakan bergelombang besar di dasar, yang sangat mempengaruhi
stabilitas substrat. Partikel substrat dapat teraduk dan tersuspensi kembali. Hal ini
sangat mempengaruhi hewan infauna yang hidup di dalam substrat. Pergerakan
ombak juga menentukan tipe partikel yang terkandung. Pergerakan ombak yang
kuat memindahkan partikel halus sebagai suspense dan menyisakan pasir. Jadi
sedimen lumpur yang baik hanya dapat terbentuk pada dasar yang pergerakan
ombaknya rendah atau letaknya lebih dalam sehingga tidak dipengaruhi oleh
ombak.

b. Salinitas

Salinitas di daerah ini lebih bervariasi daripada di laut terbuka atau laut-
dalam, tetapi kecuali di daerah dekat sungai-sungai besar yang mengeluarkan
sejumlah besar air tawar, salinitas tidak berubah banyak sehingga dapat
menimbulkan perbedaan ekologis.

c. Suhu

Suhu juga lebih bervariasi di perairan pantai dan menunjukkan perubahan


musiman yang jelas di daerah yang beriklim sedang. Perubahan suhu ini dapat
menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri berbagai
aktivitas, misalnya reproduksi.

d. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya pada perairan turbulen ini lebih kecil dibandingkan dengan
daerah laut terbuka. Kumpulan partikel-partikel sisa, baik dari daratan, dari
potongan-potongan kelp dan rumput laut, ditambah kepadatan plankton yang
tinggi akibat melimpahnya nutrient, menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya
sampai beberapa meter.

e. Persediaan Makanan

Persediaan makanan di daerah ini melimpah. Sebagian disebabkan karena


produktivitas plankton meningkat dan juga disebabkan oleh produksi tumbuhan
yang melekat seperti kelp dan rumput laut. Ini merupakan salah satu dari sedikit
daerah di laut di mana tumbuhan makroskopik mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap produksi. Sumber makanan terakhir adalah runoff dari daratan.
Walaupun terdapat banyak tanaman besar di daerah perairan sublitoral, secara
relative terdapat sedikit hewan pemakan tanaman yang berukuran besar.
Penggunaan terbesar dari kelp dan rumput laut sebagai makanan hanyalah setelah
tanaman tersebut dirombak menjadi partikel detritus.

f. Topografi.

Dasar lunak di sublitoral tidak memiliki diversitas topografik dan menyebar


luas secara monoton sampai jarak yang jauh. Karena kurangnya relief topografik,
maka untuk membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lain hanyalah
berdasarkan besarnya butir-butir substrat. Di pihak lain substrat subtidal yang
keras dapat memiliki relief yang cukup besar dengan banyak habitat yang
potensial. Kurangnya relief di daerah infauna umumnya berarti lebih sedikit
variasi habitat untuk dihni hewan dan lebih sedikit cara yang potensial untuk
mempertahankan hidup. Akibatnya jumlah spesies infauna lebih sedikit daripada
jumlah spesies epifauna. Relung yang terdapat juga lebih sedikit. Kebanyakan
hewan infauna merupakan pemakan deposit, mencerna detritus yang berlimpah
yang jatuh ke bawah, atau sebagai pemakan suspense-menyaring plankton yang
berlimpah atau detritus yang melayang dalam kolom air. Di pihak lain, ikan-ikan
yang hidup di dasar umumnya karnivora.

2.1.6 Komunitas Ekosistem Subtidal

Berdasarkan subtratnya dibagi menjadi 2 yaitu soft bottom dan hard bottom.
Soft bottom mencakup semua bidang yang tidak terkonsolidasi misalkan lumpur
dan pasir. Sebagian besar organisme subtidal soft bottom didominasi oleh
invertebrata infauna seperti cacing polychaete, krustasea, echinodermata dan
moluska epifauna umum yang ditemukan pada permukaan sedimen dapat
mencakup spesies udang, kepiting, siput, kerang, teripang, dan sand dollar.
Produsen primer pada komunitas ini adalah fitoplankton seperti diatom, mikro
alga, dan bakteri.Hard bottom memiliki subtrat yang keras dan berbatu, organisme
yang dapat ditemui adalah lamun, rumput laut, kepiting, lobster, sea urchin,
bintang laut Salah satu tanaman yang paling mencolok, kelp raksasa (Macrocystis
pyrifera), dapat membentuk kanopi permukaan yang mengambang, menciptakan
habitat vertikal, yang dapat terdiri dari beberapa lapisan ( harmer,2014)
2.1.7 Organisme yang Hidup di Zona Subtidal

Secara ekologis ada 2 kelompok organisme yang hidup di daerah subtidal:

1. pelagik adalah makhluk hidup yang hidup melayang pada perairan seperti
plankton dan nekton

2. bentik adalah organisme yang hidup di atas substrat lunak. Meliputi


epifauna yang hidup diatas subtrat dan infauna ynag hidup didalam subtrat
(Wahyuno, 2011)

gambar 2 makhluk hidup di zona subtidal

2.1.8 Contoh Organisme Subtidal


1. Organisme Pelagik

a. Penyu hijau

Chelonia mydas, atau yang biasanya dikenal dengan nama penyu hijau
adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Hewan ini
adalah satu-satunya spesies dalam golongan Chelonia. Penyu hijau hidup di
semua laut tropis dan subtropis, terutama di samudra atlantik dan pasifik.
Dalam ekosistem subtidal penyu hijau biasa menggunakan lamun sebagai
sumber makanannya.

Penyu laut bersifat amfibi, yaitu hidup di dua alam/habitat (air dan
darat). Sifat ini berhubungan dengan siklus hidup penyu laut. Penyu laut hidup
di perairan dangkal, dan juga muncul ke pesisir pantai untuk berjemur atau
penyu betina naik ke daratan untuk menggali sarang dan telur. Penyu laut
melakukan migrasi jauh antara tempat sumber makanan dengan lokasi
peneluran. Pada umumnya, penyu laut mencari makan di perairan yang
ditumbui oleh tanaman atau alga laut. Laut yang dihuni oleh penyu laut
memiliki karakteristik yaitu perairan karang, pantai yang landai, dan luas, atau
perairan yang bersuhu sedang dan dingin (Nuitja, 1992).

Gambar 4. Penyu Hijau

b. Dugong

Dugong dugon adalah sejenis mamalia laut yang merupakan salah satu
anggota Sirenia atau lembu laut yang masih bertahan hidup selain Manatee.
Duyung bukanlah ikan karena menyusui anaknya dan masih merupakan
kerabat evolusi dari gajah. Ia merupakan satu-satunya hewan yang mewakili
famili Dugongidae. Sama seperti penyu hijau, ikan duyung menggunakan
lamun sebagai sumber makanannya (Azkab, 1998)

Dugong merupakan hewan mamalia yang bernafas menggunakan paru-


paru, sehingga dugong harus selalu mengambil nafas ke permukaan. Dugong
memiliki kemampuan menahan nafas ketika menyelam selama 8 menit.
Pengambilan nafas dilakukan dengan menggunakan dua lubang hidung yang
terdapat pada moncong mulutnya sekitar 2 detik. Dugong dapat berenang
dengan kecepatan 8-10 km/jam dengan gerakan mengombak ekor dan
tubuhnya ke atas dan ke bawah untuk membuat gaya dorong ke depan. Adapun
pengaturan arah berenang menggunakan kepala dan flippenya (Grzimek,
1975).

Makanan utama dugong adalah lamun. Dugong memakan lamun yang


berada di dasar perairan, sehingga dugong masuk dalam hewan air pemakan
dasar perairan. Perilaku makan dugong adalah dengan menyapu padang lamun
dengan memanfaatkan bentuk kepalanya. Dugong dewasa dapat menghabiskan
25-30 kg lamun basah tiap harinya. Dugong juga termasuk hewan yang makan
di malam hari (Jefferson et al, 1998).

Morfologi bentuk bagian mulut menunjukkan bahwa dugong adalah


pemakan dasar. kepala dugong bulat dan besar, sehingga dapat disesuaikan
dengan kebutuhan menjadi pemakan tumbuhan dasar perairan. Pada bagian
moncong terdapat penebalan kulit. Bulu-bulu pada hidung tumbuh dengan
baik dan diperkirakan sebagai sensor lokasi lamun. Gigi premaxilla dugong
lebih besar, panjang, dan tinggi. lambung dugong mempunyai banyak bakteri
untuk menghancurkan dinding sel lamun (Azkab 1998).

Gambar 5. Dugong

c. Paus
Paus biru termasuk dalam subordo Mysticeti yang berciri tidak
memiliki gigi, melainkan baleen yaitu penyaring besar dalam mulut. Paus biru
mempunyai warna kulit biru keabu-abuan, dan bintik putih keabu-abuan
dengan sisi terang. Makanan utama paus biru adalah zooplankton, krill atau
udang-udang kecil dan organisme kecil lainnya. Paus biru mempunyai 300
hingga 400 pasang baleen berwarna hitam yang digunakan untuk menyaring
makanan dari laut. Baleen adalah struktur berbentuk sikat terbuat dari keratin
yang tersusun dalam pelat di rahang atas paus (NMFS, 1998).

Hewan ini memiliki dua buah blowhole atau lubang tiup yang terletak
di sisi atas kepala, fluke dan flipper sebagai alat gerak dan sirip dorsal
berbentuk sabit. Paus biru memiliki bentuk tubuh ramping dan memanjang
dengan aspek rasio fluke tinggi, yang mana merupakan perangkat hidrodinamik
untuk meningkatkan efisiensi daya dorong. Semakin tinggi efisiensi
memungkinkan paus menambah lebih banyak daya dorong pada area fluke
untuk menambah kecepatan, tenaga, dan gerakan fluke sambil meminimalkan
gesekan. Kecepatan ini berguna untuk penjelajahan saat mencari makan
(Woodward et al. 2006).

Gambar 6. Paus (Balaenoptera muscules)

d. Hiu

Hiu mempunyai tubuh yang dilapisi kulit dermal denticles untuk melindungi
kulit dari kerusakan, infeksi yang disebabkan oleh parasit dan juga untuk
menambah dinamika air. Celah insang hiu terletak di belakang mata pada
kedua sisi kepalanya dimana dalam melakukan pernapasan, air ditarik masuk
melalui mulut dan di pompa ke luar melalui celah insang. Sirip pada hiu
mempunyai dua fungsi utama yaitu 1) menahan hiu tidak terguling, hal ini
karena hiu mempunyai satu atau dua sirip punggung (dorsal fin) yang menjaga
keseimbangan tubuh hiu dan 2) membantu mendorong dan mengarahkan gerak
hiu, dimana sirip dada (pectoral fin) mampu mengangkat hiu pada saat
berenang dan mencegah tenggelam serta mencegah hiu terombang-ambing dan
bergerak tidak stabil, sedangkan sirip ekor (caudal fin) membantu hiu bergerak
ke depan. Hiu berevolusi sehingga mempunyai bentuk badan ramping dan sisik
dadanya yang besar berfungsi sebagai hidrofoil yang memberikan daya apung
yang cukup besar (Nontji, 1987).

Hati hiu berukuran besar, dan berminyak. Adapun organ ini menempati
25% dari total berat badan. Hati hiu mempunyai dua fungsi, pertama sebagai
penyimpan energi dimana semua cadangan lemak disimpan, kedua adalah
sebagai organ hidrostastik. Pelumas yang lebih ringan dari air disimpan di
dalam hati. hal ini untuk mengurangi kepadatan sehingga memberikan daya
apung tubuh untuk mencegah tenggelamnya hiu (Musthofa, 2011).

Gambar 7 . Ikan Hiu


2. Organisme Bentik

a. Siput Laut

Siput laut memang mirip dengan siput yang biasa kita jumpai di daratan
tapi tanpa cangkang dan memiliki variasi warna yang sungguh sangat indah.
Siput laut sering juga disebut nudibranch. Nudibranch berasal dari bahasa Latin
nudus yang berarti telanjang, dan bahasa Yunani brankhia yang berarti insang.
Nudibranch memiliki kepala bertentakel, yang sangat sensitif terhadap
sentuhan, rasa, dan bau. Rhinophore berbentuk seperti pentungan berperan
untuk mendeteksi bau (hidung). Mereka merupakan hewan hermafrodit, tetapi
jarang melakukan fertilisasi sendiri. Siput laut tertentu yang memakan karang
dan anemon laut menelan sel penyengat mangsa mereka tanpa pemakaian
mereka; ini kemudian lulus dari saluran pencernaan siput terhadap ceratia, di
mana mereka digunakan oleh siput untuk pertahanan sendiri
( Romimohtarto,2001)
Siput Laut (nudibranch) tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah
terbesar dan jenis terbesar ditemukan di perairan tropis.Kebanyakan siput laut
memiliki dua pasang tentakel di kepala, yang digunakan untuk penerimaan
taktil dan chemosensory, dengan mata kecil di dasar sungut masing-masing.
selain itu dalam rangka kamuflase hewan ini juga dapat memanipulasi warna
tubuhnya sehingga menjadi lebih mirip dengan lingkungan sekitarnya.

Gambar 8. Siput laut goniobranchus albopuncatus

Sumber : http://3.bp.blogspot.com/

b. Bintang laut
Bintang laut dicirikan oleh simetri radial, dan jumlah lengan (5 atau
dikalikan dengan 5) menjulur dari badan pusat. Mulut dan anus saling
berdekatan, anus berada di pusat disk bersama-sama dengan madreporite.
Memiliki pedicellaria yang membuat lengannya mampu bergerak bebas

Sebagian besar bintang laut karnivora dan memakan spons, bryozoa,


ascidia dan moluska. Bintang laut lainnya adalah pemakan dentritus.Bintang
laut memiliki kemampuan regenerasi. Sebuah hewan baru dengan bagian tubuh
lengkap dapat tumbuh dari sebuah fragmen kecil seperti lengan. Dalam
beberapa spesies (Linckia multifora dan Echinaster luzonicus) salah satu bisa
menarik diri sendiri dan lepas dari tubuh semula, meregenerasi dan membentuk
hewan baru. Autotomy (amputasi sendiri) biasanya adalah fungsi perlindungan,
kehilangan bagian tubuh untuk menghindari predator bukannya dimakan. Tapi
di sini berfungsi sebagai bentuk reproduksi aseksual. Dalam spesies lain
bintang laut (Allostichaster polyplax dan Coscinasterias calamaria) jika tubuh
dipotong menjadi bagian-bagian yang tidak sama maka anggota tubuh yang
hilang atau terlepas akan beregenerasi ( Kombo,2008).

Gambar 8. Bintang laut

Sumber : https://tse4.mm.bing.net

c . Bulu babi

Badan simetris radial dengan kerangka kitin eksternal dan terletak di pusat
rahang (disebut lentera Aristoteles) dengan gigi horny. Mulut terdiri dari
pengaturan kompleks otot dan pelat sekitarnya pembukaan melingkar. Anus
terletak di permukaan atas. Beberapa bulu babi memiliki bola, bola seperti
kloaka (untuk menyimpan feces) yang menonjol dari pembukaan dubur. Hal ini
dapat ditarik masuk ke shell.Tergantung pada spesies, duri memiliki berbagai
ukuran dan bentuk, duri melekat pada tubuh. Sering berupa duri tajam, berdiri
tegak dan dalam beberapa kasus bahkan berbisa. Memiliki penjepit pedicellaria
untuk meraih mangsa kecil. Beberapa pedicellaria juga beracun. Hidup
diantara bebatuan dan pasir. Kelimpahan bulu babi dapat menjadi tanda untuk
kondisi air yang jelek.

Bergerak dengan kaki tabung tetapi juga dapat bergerak dengan duri di
bagian bawah tubuh. Bulu babi bersifat nocturnal, pada siang hari bersembunyi
di celah karang. Namun beberapa bulu babi seperti Diadema kadang hidup di
tempat yang terbuka. Beberapa jenis bulu babi dapat menyamar. Mereka
berlindung dengan menggunakan duri dan bersembunyi di bawah
bebatuan. Beberapa bulu babi bahkan membawa karang lunak hidup atau
anemone untuk melindungi diri.Kebanyakan bulu babi adalah pemakan alga
tetapi, ada juga yang memakan spons, bryozonan dan ascidia. Ada juga yang
pemakan dentritus.Bulu babi memiliki jenis kelamin terpisah dan mudah
terbentuk secara tidak langsung oleh fusi sperma dan telur dilepaskan ke dalam
air.

Gambar 9. Bulu Babi

Sumber : https://tse1.mm.bing.net/
d . Anemon Laut

Merupakan class terbesar dari phylum Coelenterata adalah Anthozoa


atau Actinozoa. Termasuk di dalamnya coelenterata laut dan palypoid
coelenterata, hidup berkoloni, dalam fase medusa semuanya hidup sendiri-
sendiri. Koloni Anthozoa terdiri dari banyak coral dari jenis yang berbeda-
beda. Koloni Anthozoa adalah anemone laut, masuk ke dalam ordo Actinaria.
Jumlahnya melimpah dan dikenal sebagai hewan-hewan yang mendiami
perairan hangat di seluruh dunia. Genus umumnya Adamsia, Edwarsia,
Metridium, dan Urticina. Studi kebanyakan mempelajari Metridium (L.,
metricus), dan umumnya adalah spesies M. marginatum.

Metridium merupakan anemone laut yang mendiami perairan pantai


yang hangat sepanjang sepanjang pantai Atlantik dan Pasifik. Metridium juga
hidup di air dangkal atau zona litoral, kebanyakan melekat pada bebatuan dan
substrat keras.Hewan karnivora, memakan crustacean, cacing. (Kotpal, 2009).
Makanan akan melewati rongga pencernaan, kemudian akan dicernakan oleh
enzim yang dihasilkan oleh filament. Anemon laut memiliki banyak tentakel
yang berukuran pendek. Tentakel ini berfungsi untuk berpegangan pada benda
padat dalam laut di zona subtidal dan laut dalam.(Karmana, 2007).

Adapun kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan anemon laut


adalah: suhu air 24 - 29 0C, oksigen terlarut 2,4 - 6 mg/l, atau 4 - 7 mg/I, nitrit
0,551 - 0,552 mg/I atau 0,5 mg/I , Ammonia 0,01 - 0,021 mg/l atau 0,1 mg/l
dan pH 7,2 - 8,3 atau 8 - 8,3. Syarat hidup anemon yang baik berada pada
kisaran suhu 29-32 0C dan dengan kadar salinitas berkisar antara 31 - 33 .
Anemon akan optimum hidup pada perairan yang memiliki intensitas cahaya
matahari yang hangat dan nutrient yang melimpah, seperti pada ekosistem
terumbu karang dimana pada ekosistem tersebut memiliki asupan nutrient yang
banyak dan intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Cahaya matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme anemon
karena cahaya matahari berperan penting dalam proses fotosintesis. Organisme
yang bersimbiosis mutualisme dengan anemon laut yaitu zooxanthellae.
Zooxanthellae merupakan faktor pengendali dalam kelimpahan dan
metabolisme anemon laut artinya semakin kecil intensitas cahaya matahari
yang masuk ke perairan maka proses fotosintesis akan berkurang atau menjadi
terhambat, begitu pula dengan zooxanthellae akan semakin berkurang
populasinya karena banyak yang mati akibat penetrasi cahaya matahari yang
kurang sehingga organisme tersebut sulit untuk membuat makanannya sendiri
atau berfotosintesis. Hal ini mengakibatkan kelimpahan dan metabolisme
anemon akan terganggu.

Gambar 11. Anemon Laut

Sumber : https://tse3.mm.bing.net/

3.Produsen

a. KELP

Kelp adalah makroalga yang berukuran raksasa termasuk dalam alga


coklat dan digolongkan dalam genus Laminariales. Ada sekitar 30 genera.
Beberapa spesies dapat sangat panjang dan membentuk hutan kelp. Kelp
tumbuh di bawah hutan (kelp hutan) di lautan dangkal. Memerlukan air yang
kaya dengan nutrien dengan suhu di bawah 20 C (68 F). Hal ini
menyebabkan tingkat pertumbuhannya sangat tinggi yaitu
genera Macrocystis dan Nereocystis tumbuh dengan cepat setengah meter
sehari, sehingga mencapai 30 sampai 80 m.

Kelp menempel pada substrat tidak dengan akar, tetapi dengan struktur
yang disebut Holdfast. Dari holdfast timbul batang atau cabang yang disebuut
stipe. Stipe ini diakhiri dengan satu atau lebih daun (blade) yang gepeng dan
lebar. Dipangkal daun terdapat pneumatokist atau pelampung, yang menjaga
daun tetap di permukaan. Seperti halnya fitoplankton, kelp mendapatkan
makanannya langsung dari air laut. Mereka mengandalkan gerakan air yang
melewatinya secara konstan untuk menghindari kekurangan nutrien. Karena
perairan dangkal secara konstan dipengaruhi oleh aktivitas ombak dan arus,
nutrien tersedia terus melalui turbelensi, upwelling, dan masukkan dari daratan.
Kekurangan nutrien jarang terjadi sehingga terjadi pertumbuhan yang subur,
membentuk kebun kelp.

Kelp tumbuh dan berkembang pesat di daerah yang beriklim sedang yaitu
daerah yang memiliki 4 musim, seperti Amerika, Jepang, Inggris. Kebun kelp
tidak ditemukan di daerah Indonesia, karena Indonesia beriklim tropis.

Bull kelp, Nereocystis luetkeana, sebuah spesies barat laut Amerika yang
digunakan oleh masyarakat adat untuk membuat jaring ikan.

Giant kelp, Macrocystis pyrifera, Raksasa kelp, Macrocystis


pyrifera, rumput laut yang terbesar. Ditemukan di Pasifik pantai Amerika
Utara dan Amerika Selatan.

Kombu, Laminaria japonica dan lain-lain, beberapa jenis edible kelp


ditemukan di Jepang.

Gambar 11. Kelp

b. Lamun

Lamun adalah kelompok tumbuhan berbunga (angiospermae) yang


berbiji tertutup (Angiospermae), berkeping tunggal (monokotil) dan
mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah serta mampu hidup secara
permanen di bawah permukaan air laut. Kehadiran jenis tumbuhan lamun pada
suatu lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh faktor biologis, fisika dan
kimia lingkungan perairan dan penyebarannya hampir di seluruh zona intertidal
dan zona subtidal, sepanjang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari.
Lamun sangat bermanfaat baik secara ekologis maupun ekonomis. Terdapat di
perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir. Mampu hidup sampai
kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung. Sangat tergantung pada
cahaya matahari yang masuk ke perairan. Mampu melakukan proses
metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk
daur generative. Mampu hidup di media air asin. Mempunyai sistem perakaran
yang berkembang baik. Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun
baik yang bersifat padang lamun monospesifik maupun padang lamun
campuran yang luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2 (Nienhuis 1993).

Pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain


dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan
hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30C fotosintesis bersih akan meningkat
dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan
meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35C.

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun
yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986).
Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 /o,
namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk
pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 /0. Salinitas juga dapat
berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan
kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa,
produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 /o.
Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas,
namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun.

Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan lamun


karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun untuk
berfotosintesis masuk ke dalam air. Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya
partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikel-partikel hidup seperti plankton
maupun partikel-partikel mati seperti bahan-bahan organik, sedimen dan
sebagainya.Contoh intensitas cahaya pada perairan yang jernih di Pulau Barang
Lompo mencapai 400 u,E/m2/dtk pada kedalaman 15 meter. Sedangkan di
Gusung Tallang yang mempunyai perairan keruh didapatkan intensitas cahaya
sebesar 200 uJ3/m2/dtk pada kedalaman 1 meter.Pada perairan pantai yang
keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi
lamun. Adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap pertumbuhan panjang dan
bobot E. acoroides.

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.


Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai
kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang
didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule
pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal
bawah.Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan
pertumbuhan lamun. Pertumbuhan tertinggiE. acoroidesterletak pada lokasi
yang dangkal dengan suhu tinggi.

Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun


dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas
pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang
jernih.Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara,
terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat
dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun. Ditambahkan bahwa
kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi
oleh ukuran sedimen, sedimen ini mempunyai kapasitas penyerapan yang
paling tinggi.Di Pulau Barang Lompo kadar nitrat dan fosfet di air antara lebih
besar dibanding di air kolom, dimana di air antara ditemukan sebesar 45,5 uM
(nitrat) dan 7,1118 uM (fosfet), sedangkan di air kolom sebesar 21,75 uM
(nitrat) dan 0,8397 uM (fosfet).Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh
daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di
daerah tropik. Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun.

Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia


padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan
karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur,
lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang. Tipe
substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986). Selain itu
rasio biomassa di atas dan dibawah substrat sangat bervariasi antar jenis
substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi
1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Zieman 1986).
Lamun mengembangkan sistem perakaranan rhizome yang sangat luas
untuk menangkap nutrien-nutrien dan POM (Particulate Organic Material).
Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat produktif dan mempunyai
peran penting dalam dinamika nutrien pesisir. Selain itu padang lamun juga
berhubungan dengan perolehan perikanan lokal, dan ekosistem tetangganya,
seperti terumbu karang. Padang lamun sebagai tempat dan sumber makanan
bagi spesies duyung (Dugong-dugong) dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Ekosistem ini tidak sepenuhnya terisolasi. Interaksi dengan ekosistem yang
berdekatan dengan hubungan timbal balik yang rumit melalui beberapa
mekanisme. Komunitas lamun mampu menjadi habitat bagi sejumlah besar
organisme bentik, demersal (organisme yang hidup di dasar laut), dan
organisme pelagik, baik penghuni tetap atau sementara. Spesies yang tinggal
sementara biasanya masih tahap awal, yang merupakan tahap kritis dalam
siklus hidupnya untuk mencari makan atau berlindung di padanglamun
(Tomascik dkk, 1997).
2.1.9 Manfaat Zona Subtidal

Zona subtidal (padang lamun) merupakan ekosistem yang sangat produktif.


Lamun mengembangkan sistem perakaranan rhizome yang sangat luas untuk
menangkap nutrien-nutrien. Memiliki produktivitas tinggi untuk ekosistem laut
dalam. Sebagai tempat sumber makanan bagi duyung & penyu Sebagai habitat
bagi sejumlah besar organisme bentik, demersal (organisme yang hidup di dasar
laut), dan organisme pelagik. Tempat mata pencaharian nelayan dengan
menangkap ikan atau udang udangan yang memiliki nilai ekonomis. Berperan
sebagai tempat pariwisata bahari seperti scuba diving.

2.2 Ekosistem Laut Dalam

2.2.1 Pengertian Laut Dalam


Laut dalam merupakan semua zona yang terletak di bawah zona eufotik
(zona bercahaya) mencakup zona batipelagis, abilsal dan hadal
(Nontji,2002).Bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman
yang dapat diterangi sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan
benua (>200m)

Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada dibawah


lapisanthermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan
tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, dan sebagian besar organisme
bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik. Karena alasan inilah
para saintis mengira bahwa kehidupan di tempat ini akan sangat sedikit, namun
dengan adanya peralatan yang dapat menyelam ke kedalaman, ditemukan bahwa
ditemukan cukup banyak kehidupan di arena ini.

2.2.2 Kondisi Fisik Lingkungan Laut dalam


Ekosistem laut dalam memiliki perbedaan yang sangat besar dibandingkan
ekosistem laut dangkal. Keadaan tersebut juga mempengaruhi individu-individu
biota laut dalam tersebut. Cahaya matahari hampirdikatakan tidak menembus laut
dalam sehingga kondisi laut dalam tersebut gelap gulita dan dipastikan hampir
tidak ada proses fotosintesis. Organisme yang hidup di perairan ini merupakan
organism yang sangat hebat, karena dapat bertahan hidup dengan kadar oksigen
yang sangat minim.

A. Tekanan Hidrostatis

Tekanan hidrostatis di lingkungan laut dalam (>300m) sangat tinggi karena


tekanan hidrostatik bertambah secara konstan seiring dengan bertambahnya
kedalaman air. Setiap kedalaman 10 m tekanan hidrostatik bertambah sebesar 1
atm yang setara dengan 1,03 kg/cm2 atau 14,7 lbs/in2. Dengan demikian pada
kedalaman 100 m ikan akan mengalami tekanan sebesar 10 atm atau setara
dengan 10,03 kg pada setiap luasan 1 cm2 dari tubuhnya yang berlaku secara
proporsional, artinya tekanan hidrostatik yang dialami ikan tersebut sama pada
seluruh bagian tubuhnya.

Besar tekanan hidrostatik pada permukaan air laut cenderung berubah-ubah


setiapwaktu yang disebabkan oleh adanya ombak, sedangkan pada bagian yang
lebih dalam tekanan secara konstan bertambah sesuai dengan bertambahnya
kedalaman. Tekanan hidrostatik berhubungan erat dengan mekanisme pengaturan
daya apung pada ikan. Ikan-ikan yang melakukan migrasi vertikal atau hidup
dekat permukaan harus mampu mengatur daya apungnya untuk mengimbangi
perubahan tekanan hidrostatik yang drastis.

B. Kadar Oksigen

Sumber oksigen utama di perairan laut dalam berasal dari air permukaan
laut di Antartika dan Arktik yang kaya Oksigen. Kadar oksigen dalam air laut
akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen
yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung
pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam
keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat
bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen
dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang
kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978).

C. Suhu

Keadaan suhu air laut dipengaruhi oleh penetrasi cahaya yang mampu
menembus kedalaman laut. Semakin dalam laut maka suhu semakin rendah
karena ketidak mampuan penetrasi cahaya matahari hingga ke laut dalam. Di laut
yang sangat dalam, suhu umumnya seragam dengan kisaran 130C (kecuali
wilayah hydrothermal vents (>80oC) dan cold hydrocarbon seeps (<1oC)).

D. Salinitas

Secara sederhana, salinitas diartikan sebagai jumlah dari seluruh garam-


garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktik, sangat sukar
untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas
dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Di
laut dalam, salinitas umumnya seragam (35 ppm) pada daerah cold
hydrocarbonseeps (hipersain = 40 permil).

Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga


mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara konstan terhadap
kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,50
400LU atau 23,5 - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di
kedalaman akibat tingginya aktifitas evaporasi (penguapan). Di kedalaman
sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah
secara tetap terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di
permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibat tingginya presipitasi
(curah hujan).

E. Sirkulasi Air

Sirkulasi air di laut dalam Sangat lamban (< 5 cm/detik), tergantung pada
bentuk dan topografi dasar laut. Sikulasi air dan ventilasi dalam palung sangat
menentukan kadar oksigen di laut dalam.
F. Suplai Pakan

Pakan yang terdapat di laut dalam jumlahnya sangat sedikit, tergantung


pada Pakan yang diproduksi di tempat lain dan terangkut oleh proses
hidrodinamis ke arah laut dalam. pakan pada ekosistem laut dalam berasal dari
sisa sisa makanan dari ekosistem laut dangkal. Selain itu pakan bagi organisme
organisme ialah organisme yang telah mati. Selain itupakan juga dapat berasal
dari jatuhan bangkai hewan besar (ikan) atau tumbuhan, beberapa jenis bakteri
yang mudah dicerna dan berbagai bahan organik terlarut.

2.2.3 Adaptasi Organisme Organisme Laut Dalam

Salah satu pembatas kehidupan organisme laut adalah kedalaman.


Kedalaman berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan yang lain seperti makanan,
cahaya, tekanan, suhu dan lain-lain, semuanya berpengaruh terhadap kondisi
ekologi laut dalam terutama terhadap kehidupan organisme (ikan).

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan


sekitarnya untuk bertahan hidup. Dengan keadaan tanpa adanya cahaya matahari,
tekanan tinggi, salinitas tinggi dan faktor faktor yang terdapat di dalam
ekosistem laut dalam ini membuat biota laut dalam tersebut melakukan adaptasi,
yakni :

1. Adapasi morfologi

Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan


dengan kebutuhan organisme hidup. Pada biota laut dalam, adaptasi morfologi
dapat dilihat dari bentuk tubuh biota laut dalam yang kecil dan pada umumnya
bertubuh transparan karena tubuhnya tidak mengandung pigmen.Secara
morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut
mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah
mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus
seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Praktek
kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.
Bentuk spesies non ikan seperti moluska dan sebangsanya akan adaptif
untuk memakan mikroorganisme yang ada. Mereka sulit bersaing dengan ikan
yang ganas. Untuk senjata mempertahankan diri, mereka biasanya mampu
berkamuflase dengan kondisi sekitar.Satu persamaan dari mereka adalah, evolusi
morfologis mengubah bentuk mereka menjadi kecil. Jarang ada organisme yang
berdimensi panjang lebih dari 25 cm. Contoh dari hewan-hewan laut yang mampu
hidup pada zona ini adalah Phronima, Cumi-cumi, Amoeba, Comb Jelly, Cope
pod, dan ikan Hatchet.

1. Warna

Umumnya biota laut dalam bertubuh transparan karena tubuhnya tidak


mengandung pigmen. Ikan-ikan mesopelagik khusunya cenderung berwarna abu-
abu keperakan atau hitam kelam. Tidak terdapat kontras warna seperti pada ikan-
ikan epipelagik.

2. Mata

Ikan laut dalam biasanya memiliki mata yang sangat kecil atau bahkan
tidak bermata karena untuk hidup di lingkungan yang gelap gulita mata tidak
diperlukan. Namun pada beberapa ikan memiliki mata yang sangat besar.

Seekor Fangtooth meskipun wajahnya menakutkan, fangtooth adalah ikan


sangat kecil. Yang terbesar hanya tumbuh panjang sekitar 6 inci . Mereka adalah
ikan yang hidup di laut terdalam, karena telah terlihat di kedalaman 16.000 kaki.
Fangtooths dewasa memiliki adaptasi yang menarik untuk hidup dengan giant
fangs, mereka memiliki mata yang besar, kemungkinan untuk mengumpulkan
cahaya sebanyak mungkin karena di laut dalam terdapat cahaya sedikit atau tidak
ada sama sekali selain mata yang besar ikan ini memiliki lubang, atau sinus, pada
rahang atas mereka dan tengkorak bahwa gigi bawah mereka sesuai dengan ketika
mulut mereka ditutup. Mereka menggunakan taring yang ganas untuk berburu
ikan lain dan cumi, yang bisa sangat cepat untuk menangkap. Mereka tidak
memiliki lampu khusus atau umpan seperti ikan viper, sehingga mereka bergerak
membabi buta dalam kegelapan laut dalam, pada dasarnya apapun yang
menyambar ke mereka akan lari ke dalam kegelapan bahkan jika itu lebih besar
dari mereka! Fangooth memegang rekor dunia untuk gigi terbesar di laut (relatif
terhadap ukuran tubuh).

Ikan laut dalam relatif memiliki ukuran mulut besar. Dalam mulutnya
terdapat gigi yang tajam dan melengkung ke arah tenggorokan, ini menjamin
bahwa apa yang tertangkap tidak akan keluar lagi dari mulut.

ikan Viper (Chauliodus macouni). Ikan Viper (ditemukan di 80-1600 meter


sekitar satu mil di bawah permukaan laut) adalah beberapa ikan yang tampak
paling jahat di kedalaman. Mereka juga memiliki mata yang besar, kemungkinan
untuk mengumpulkan cahaya sebanyak mungkin karena cahaya sedikit atau tidak
sama sekali. Ahli biologi berspekulasi bahwa gigi yang tampak mengerikan dan
rahang merupakan adaptasi untuk hidup di lingkungan rendah energi dari laut
dalam. Makanan sangat langka di lingkungan yang tidak ramah, sehingga ikan
yang tinggal di sini telah mengembangkan rahang yang sangat mematikan untuk
memastikan bahwa mangsa mereka tangkap di rahang mereka tidak memiliki cara
untuk melarikan diri. (photo courtesy of Paul Yancey, Biology Dept., Whitman
College, Walla Walla Washington)

3. Bioluminescence

Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut


adalah Bioluminescence. Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan
oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara
permanen didalam sebuah perangkap. Bioluminescence digunakan oleh hewan
laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih
bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence
dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun
beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya
bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan
merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme
bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam tersebut
menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya.

2. Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk
mempertahankan hidup dengan baik. Di ekosistem laut dalam dapat dikatakan
tidak terdapat produsen karena tidak adanya sinar matahari yang menyebabkan
tidak adanya proses fotosintesis pada ekosistem tersebut, sehingga biota laut
dalam melakukan adaptasi fisiologi. Bentuk adaptasi fisiologi biota laut dalam
adalah adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi
yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka
bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang
akan terpakai dengan stok makanan yang didapat.

2.2.4 Organisme Organisme laut dalam


Organisme organisme laut dalam menunjukan adaptasinya terhadap
karakteristik laut dalam ( bertekanan besar, sushu ekstrem, langkanya makan,
suasana gelap gulita ).Contoh adaptasi adaptasi tersebut dapat kita lihat dari
contoh organisme yang hidup pada laut dalam antara lain :

a. Viperfish

Viperfish ( ditemukan di zona mesopelagik pada kedalaman 80 1600


meter ) merupakan ikan yang terlihat seperti monster laut yang kejam. Beberapa
dari mereka berwarna hitam saat malam dengan organ cahaya ( yang disebut
dengan photophores ). Fotofor terletak pada salah satu tempat strategis pada
tubuhnya. Beberapa viperfish dan banyak spesies ikan laut dalam lainnya tidak
memiliki pigmen sehingga semua nya transparan.Mereka juga memiliki mata
yang besar untuk mengumpulkan cahaya dari daerah yang sangan minim cahaya.
Organ penghasil cahaya dari hewan laut mengahsilkan cahaya karena
bioluminescen.

b. Fangtooth

Fangtooth atau Anoplogaster cornuta hidup pada kedalaman 16 feet .


Meskipun terlihat seperti monster, hanya tumbuh sampai 6 inchi panjangnya,
memiliki body yang pensek dan kepala yang besar. Anoplogaster cornuta disebut
juga fangtooth karena memiliki taringyang panjang , tajam , serta ggi gigi lain
yang menyerupai taring dalam jumlah yang banyak dan mulut yang besar.

Warna dari fangtooth dewasa berkisar antara coklat gelap hingga hitam.
Sedangkan fangtooth muda berwarna abu abu cerah. Tekanan pada kedalaman 16
feet sangat lah tinggi , air juga hampir membeku, makanan juga sangat langka
sehingga fangtooth akan memakan apa saja yang dapat ia temukan.
Fangtooth ditemukan hampir ditemukan di seluruh laut dalam di dunia termasuk
di daerah tropis.

c. Dragonfish

Ikan naga ( dragonfish ) atau Grammatostomias flagellibarba,adalah


predator buas meskipun berukuran kecil. Dragonfish memiliki kepala yang besar ,
mulut yang dilengkapi dengan gigi yang menyerupai taring yang tajam. Ikan ini
mampu tumbuh hingga panjangnya 6 inchi.Ikan naga (n dragonfish ) memiliki
photophores di sepanjang sisi tubuhnya. Organ penghasil cahaya inilah yng
digunakan sebagai tanda kepada dragonfish lainnya selama kawin selain itu
digunakan pula untuk menarik perhatian mengsanya . Dragonfish hidup pada
kedalaman 5000 feet ( 1500 ) meter dan ditemukan pada laut tropis.

d. Angler (Melanocetus johnsoni )

Angler atau Melanocetus johnsoni, memiliki badan yang berbentuk seperti


bola basket. . Melanocetus johnsoni memiliki mulut yang lebar dengan gigi yang
menyerupai taring yang tajam. Melanocetus johnsoni hanya tumbuh hingga
panjang 5 inchi. Melanocetus johnsonidiberi julukan angler karena
ikan tersebutmemiliki tulang belakang yang panjang dan pada ujungnya terdapat
photophores ( yang memproduksi cahaya ). Fakta yang naeh dari ikan ini adalah
bahwa ikan yang jantan lebih kecil dari iakn betina dan memiliki gigi kait yang
kecil yang digunakan untuk menempel pada ikan betina. Ketika menempel maka
pembuluh darah iakn jantan akan menyatu dengan pembuluh darah ikan betina.
Ikan jantan seperti parasit, karena mendapat seluruh nutrisi nya dari ikan betina.
Apabila ikan jantan tidak mampu menempel pada betina maka ia akan mati
kelaparan. Melanocetus johnsoni ditemukan pada kedalaman lebih dari 3000 feet.

e. Gulper Eel (Eurypharynx pelecanoides)

Gulper Eel atau nama latinnya Eurypharynx pelecanoides merupakan salah


satu makhluk teraneh yang hidup di laut dalam. Mulut dari ikan ini sangat lebar
sehingga dapat memangsa hewan yang lebih besar dari nya. Perut iakn ini juga
dapat meregang untuk mengakomodasi makanan yang besar.Selain
itu Eurypharynx pelecanoides juga memiliki ekor yang panjang . Ikan jenis ini
ditemukan hampir di seluruh laut di dunia pada kedalaman 3000- 6000 kaki

f. Architeuthis dux

Architeuthis dux, merupakan salah satu dari hewan terbesar di bumi dengan
panjang mencapa 60 kaki sehingga Architeuthis dux sekaligus menjadi
avertebrata terbesar di dunia. Architeuthis dux masuk ke dalam kelas
cephalopoda filum molluska dan merupakan hewan karnivora ( kan memakan apa
saja yang dapat ditangkap ).

g. Harriotta raleighana

Harriotta raleighana dapat mencapai 5 feet panjangnya . Ikan jenis


memiliki belati kecil seperti hidung yang mengingatkan pada salah satu kontur
hidung pesawat jet supersonik. Harriotta raleighana memiliki racun pada bgaian
pertama tulang belakang nya yang dapat membunuh manusia. Ikan ini hidup pada
kedalaman 8000 kaki.

h. Bathynomus giganteus

Isopoda raksasa atau yang di kenal dengan nama ilmiah Bathynomus


giganteus merupakan salah satu anggota dari family isopoda Hewan ini dapat
mencapai panjang hingga 16 inchi . Bathynomus giganteus merupakan krustasea
karnivor yang beradaptasi untuk memakan apasaja yang jatuh dasar laut selain itu
ia juga memakan beberapa invertebrate kecil yang hidup pada kedalaman 2000
kaki.
BAB III
PENUTUP

3.1 kesimpulan
Zona Subtidal merupakan daerah yang terletak antara batas air surut terendah
di pantai dengan ujung paparan benua (continental shelf), dengan kedalaman
sekitar 200 meter. Pada skema klasifikasi ini dikenal sebagai sublitoral. Zona
paparan atau sublitoral adalah zona lentik pada paparan benua di bawah zona
pelagik neritik. Zona ini mendapat cahaya dan pada umumnya dihuni oleh
bermacam jenis biota laut yang melimpah dari berbagai komunitas, termasuk
padang lamun dan terumbu karang.

Secara ekologis ada 2 kelompok organisme yang hidup di daerah subtidal:


pelagik adalah makhluk hidup yang hidup melayang pada perairan seperti
plankton dan nekton bentik adalah organisme yang hidup di atas substrat lunak.
Meliputi epifauna yang hidup diatas subtrat dan infauna ynag hidup didalam
subtrat
Laut dalam merupakan semua zona yang terletak di bawah zona eufotik
(zona bercahaya) mencakup zona batipelagis, abilsal dan hadal
(Nontji,2002).Bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman
yang dapat diterangi sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan
benua (>200m)

Organisme organisme laut dalam menunjukan adaptasinya terhadap


karakteristik laut dalam ( bertekanan besar, sushu ekstrem, langkanya makan,
suasana gelap gulita )
DAFTAR PUSTAKA

Blogspot. 2011. Ekosistem Laut Dalam. http://rumengan-irman.


blogspot.com/2010/10/interaksi-organisme-laut-dalam-dengan_10.html. Diakses
tanggal 25 Desember 2016.

BlogFriendster. 2011. Ekosistem


Laut.http://safarila.blog.friendster.com/2009/07/ekosistem-laut/. Diakses tanggal
25 Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai