Anda di halaman 1dari 6

Artikel

SOTONG (Sepia sp.)

Disusun oleh :
Asa Rudi Asmaradhanthi
17/414709/PN/15290

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
SOTONG
(Sepia sp.)

Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
Ordo : Sepiida
Famili : Sepiidae
Genus : Sepia
Spesies : Sepia sp.
Sotong merupakan hewan laut yang termasuk kedalam genus Sepia.
Sotong memiliki bentuk tubuh bulat sedangkan cumi-cumi memiliki tubuh
menyerupai tabung. Sotong memiliki 8 lengan dengan 2 tentakel panjang.
Tentakel ini berfungsi sebagai alat untuk menangkap mangsa dan menjerat
mangsa, memiliki cangkang yang berisi mantel dan meiliki tinta sebagai alat
pertahanan diri.
Habitat sotong beragam termasuk di terumbu karang. Sotong spesies
Sepioteuthis lessoniana yang terkenal dengan sebutan sotong karang merupakan
jenis sotong yang terbesar. Mantelnya dapat mencapai 26 cm dengan berat
mencapai 1,8 kg. Sotong hidup bergerombol di panta, dan bernilai ekonomis
tinggi di pasar intrnasional jika dibandingkan dengan cumi-cumi yang masih
dikembangkan secara tradisional dan skala kecil (Kordi dan Ghufran, 2010).
Sotong termasuk kedalam filum Mollusca. Mollusca merupakan hewan
lunak dan tidak memiliki ruas. Tubuh hewan ini tripoblastik, bilateral simetri,
umumnya memiliki mantel yang menghasilkan bahan cangkok berupa kalsium
karbonat. Namun terdapat kelompok Mollusca yang tidak mempunyai cangkang
luar atau cangkok yaitu Sotong (Sepia sp.), Gurita (Octopus sp.), Cumi-cumi
(Loligo sp.) dan Siput (Rusyana, 2011).
Sotong memiliki tubuh relatif pendek yang menyerupai kantung, mata
tanpa kelopak dan dilapisi selaput transparan, cangkang terdapat di dalam mantel,
berwarna putih, tebal dan terbuat dari kapur. Gambar 1. menunjukkan struktur
anatomi sotong.

Gambar 1. Anatomi sotong (Sepia sp.)


Sotong memiliki tenta yang digunakan sebagai alat pertahanan diri yang
terdapat dalam suatu kantung pada tubuhnya. Memiliki kepala besar dengan 8
lengan dan 2 tentakel panjang yang disembunyikan dalam kantung pada dasar
tentakel. Tentakel ini berfungsi untuk menangkap mangsa berupa ikan-ikan kecil
dan Crustacea dan terdapat batil isap (sucker) pada tentakel dan lengannya. Salah
satu lengan pada sotong mengalami modifikasi yang disebut hectocotylus yang
berperan sebagai alat untuk memindahkan sperma kepada pasangannya dan
merangsang sotong betina.
Sotong hidup di teluk dan laut terbuka namun terdapat pula di laut dalam.
Sotong termasuk kedalam hewan demersal dan suka hidup menyendiri (soliter),
serta lebih menyukai berada di sekitar karang. Pada malam hari, sotong bermigrasi
ke perairan dangkal untuk mencari makanan berupa ikan-ikan kecil dan pada
umumnya nelayan menangkap sotong pada malam hari dengan menggunakan
lampu, adanya cahaya lampu membuat sotong mudah ditangkap mengingat sotong
memiliki sifat fototaksis aktif (suka mendekati cahaya). Kemampuan berenang
sotong merupakan yang paling menonjol karena adanya sirip lateral yang panjang
dan lentur, dengan kemampuannya menghasilkan semburan air dari rongga mantel
melalui sifon, dan pada umumnya merupakan pemangsa (predator) (Kordi dan
Ghufran, 2010).
Menurut studi terbaru menunjukkan, bahwa cumi-cumi adalah salah satu
invertebrata paling cerdas. Dan sotong juga salah satu hewan laut, yang
memiliki otak terbesar dengan rasio ukuran semua invertebrata. Cumi-cumi
memiliki struktur internal yang disebut cuttlebone, yang berpori dan terbuat dari
aragonit. Pori-pori tersebut menyediakannya daya apung, yang mengatur dengan
mengubah gas menjadi cairan pada bilik cuttlebone melalui siphuncle ventral.
Cuttlebone setiap spesies memiliki bentuk dan ukuran yang
berbeda. Cuttlebone sendiri, bagi sotong adalah hal yang cukup unik, karena
itulah yang membedakan mereka dari kerabat cumi-cumi yang lainnya. Sotong
hewan laut yang pandai menyamar menyerupai lingkungannya untuk berburu
mangsa. Sotong, seperti halnya cephalopoda yang lainnya, memiliki mata yang
juga canggih. Struktur dari mata cephalopoda pada dasarnya berbeda dari
vertebrata seperti manusia. kesamaan superfisial antara cephalopoda dan mata
vertebrata dianggap contoh evolusi konvergen. Meskipun tidak bisa melihat warna,
tetapi mereka dapat merasakan polarisasi cahaya, yang meningkatkan persepsi
mereka tentang kontras. Mereka memiliki dua tempat sel sensor yang
terkonsentrasi di retina mereka (dikenal sebagai foveae), satu untuk melihat lebih
ke depan, dan satu lagi untuk melihat lebih ke belakang. Perubahan mata fokus
dengan menggeser posisi seluruh lensa sehubungan dengan retina, bukan
membentuk kembali lensa seperti pada mamalia. Berbeda dengan mata vertebrata,
tidak ada blind spot, karena saraf optik diposisikan di belakang retina. Mata
Sotong itu yang berspekulasi untuk dikembangkan sepenuhnya sebelum kelahiran
dan mulai mengamati lingkungan, termasuk mengenali makanan mereka, ketika
masih dalam telur. Sotong memiliki tinta, seperti cumi-cumi dan spesies gurita ,
yang mereka gunakan untuk membantu menghindari predatornya, dan tinta ini
disimpan di dalam sebuah kantung tinta.
Saat musim kawin tiba, para sotong jantan akan bertarung untuk
memperebutkan sotong betina dan jantan yang terbesar dan terkuat lah, yang
biasanya mendominasi si betina. Biasanya perebutan betina tidak hanya dilakukan
oleh dua ekor jantan, bahkan bisa mencapai 10 ekor jantan sekaligus. Karena
termasuk dalam hewan yang pintar, maka sotong jantan yang berbadan keil,
biasanya berkamuflase untuk menyamarkan diri mereka sebagai cumi-cumi betina.
Mengubah warna tubuh mereka, dan menyembunyikan senjata ekstra mereka
(laki-laki memiliki empat pasang, perempuan hanya memiliki tiga), dan bahkan
berpura-pura untuk memegang karung telur, dan ketika jantan yang lain lengah,
maka si keil ini akan langsung mengambil betina yang diperebutkan. Sotong
kadang-kadang disebut sebagai “bunglon laut”, ini karena kemampuan luar biasa
mereka untuk secara cepat mengubah warna kulit mereka. Perubahan warna
Sotong, pola (termasuk polarisasi gelombang cahaya yang dipantulkan), dan
bentuk kulit dimaksudkan untuk berkomunikasi dengan sotong lainnya,
menyamarkan diri mereka sendiri, dan sebagai tampilan deimatic untuk
memperingatkan predator potensial. Sotong dapat dengan cepat mengubah warna
kulit mereka, untuk mencocokkan lingkungan mereka dan menciptakan pola
warna kompleks. Mereka juga terlihat memiliki kemampuan untuk menilai
lingkungan mereka dan sesuai dengan warna, kontras dan tekstur substrat bahkan
dalam kegelapan total. Variasi warna dalam substrat dan kulit hewan yang ditiru
sangat mirip. Tergantung pada spesies, kulit sotong yang merespon substrat
perubahan dengan cara yang berbeda. Gambar 2. menunjukkan variasi warna
sotong.

Gambar 2. menunjukkan variasi warna sotong.


Sotong menggunakan penyamaran mereka untuk berburu dan menyelinap di
antara mangsa mereka. sotong akan menembakkan sebuah jet air yang keluar dari
siphon, untuk mencari mangsa yang terkubur di dalam pasir. Penelitian replikasi
biologis warna - perubahan telah menyebabkan rekayasa kromatofora buatan dari
perangkat kecil yang dikenal sebagai aktuator elastomer dielektrik. Insinyur di
University of Bristol telah merekayasa bahan lembut yang terinspirasi dari
kemampuan sotong untuk berubah warna itu, untuk membuat semacam “pakaian
cerdas” dan aplikasi kamuflase. Dan karena keunikannya ini juga, si sotong sering
kali menjadi obyek atau model favorit para pehobi foto underwater.
Sotong memiliki kandungan unsur gizi seperti omega 3 0,179 g, kolestrol
95,0 mg, lemak total 0,590 g, protein 13,80 g, lemak jenuh 0,100 g dan natrium
316 mg (Ainsworth, 2009). Komposisi kimia lain yang terkandung didalamnya
ialah kalsium, kalium, besi, seng, lemak dan fosfor (Thanonkaew dkk, 2006).
Selain itu sotong banyak mengandung asam lemak tak jenuh dan asam amino
essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Perbedaan kandungan gizi pada sotong
disebabkan adanya perbedaan spesies dan kondisi biologis sotong, perbedaan
tersebut dapat pula disebabkan karena adanya ketersediaan makanan pada perairan
serta jenis sotong itu sendiri (Papan dkk, 2011). Selain itu sotong mengandung
asam lemak tak jenuh terutama golongan PUFA seperti DHA dan EPA (Kordi dan
Ghuafran, 2010).

Anda mungkin juga menyukai