Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Iklim tropis dan letak lautan Indonesia yang berada di khatulistiwa
menyebabkan laut Indonesia kaya akan sumberdaya ikan. Di samping itu kondisi
oseanografi dan topografi dasar perairan laut Indonesia juga memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Dilihat dari segi oseanografi laut Indonesia
memiliki kedalaman yang berbeda-beda. Sedangkan ditinjau dari segi topografi
dasar perairan khususnya perairan pantai, laut Indonesia mempunyai tipe yang
bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lainnya seperti, dasar yang
datar, landai, curam dengan dasar berpasir, pasir berlumpur, berkarang dan
berbatu. Tentunya perbedaan-perbedaan kondisi perairan ini, membawa dampak
terhadap penyebaran jenis-jenis ikan sebagai tempat hidupnya. Hal ini
disebabkan karena untuk setiap jenis ikan memiliki karakteristik lingkungan
sendiri sebagai habitatnya.
Menurut Subani dan Barus (1989), adanya perbedaan sumberdaya ikan,
kondisi oseanografi dan topografi dasar perairan membawa dampak terhadap
cara-cara penangkapan ikan terutama dalam penggunaan alat tangkap dan
teknologi penangkapannya. Pemilihan alat tangkap dan teknologi penangkapan
harus disesuaikan dengan jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan,
tingkah laku ikan dan sifat-sifat dari ikan. Hal ini sangat penting untuk
diperhatikan, meskipun diakui bahwa sebagian dari jenis biota lain yang tidak
termasuk sasaran, kadangkala ikut tertangkap secara kebetulan.

Di samping hal-hal tersebut di atas, keberhasilan suatu penangkapan ikan


juga harus diimbangi dengan pemilihan bahan dan material yang sesuai.
Pemilihan bahan untuk suatu alat tangkap harus disesuaikan dengan jenis alat
tangkap, jenis ikan sasaran, cara operasi penangkapan, dan syarat-syarat lain
yang telah ditentukan. Hampir semua alat tangkap saat ini terbuat dari serat
sintetis. Serat sintetis memiliki banyak kelebihan dibanding serat alami, seperti
tahan lama, perawatan lebih mudah, lebih tahan terhadap pembusukuan
walaupun terendam lama secara terus-menerus di dalam air dan resistance
terhadap pengaruh cuaca. Pemilihan serat sintetis yang akan digunakan sebagai
bahan alat tangkap disesuaikan dengan tujuan penggunaan alat tangkap
tersebut. Untuk rawai dibutuhkan serat yang memiliki ketahanan putus dan
kemuluran yang tinggi. Untuk membuat trawl dibutuhkan serat yang tahan
terhadap gesekan dan memiliki nilai kekuatan putus yang tinggi. Untuk membuat
gillnet dibutuhkan serat yang tipis, elastis dan warnanya tidak mencolok, dan lain
sebagainya.
Material dari alat tangkap ikan sehubungan dengan pemakaiannya secara
praktis menghendaki beberapa persyaratan tertentu. Maka perlulah untuk
mengetahui apa-apa saja yang menjadi sifat-sifat material tersebut. Sifat ini akan
berbeda untuk berbagai macam atau jenis material. Setiap material akan
memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri dibandingkan dengan jenis material yang
lain (Murdiyanto, 1975).
Serat sintetis yang banyak digunakan untuk membuat alat tangkap adalah
polyamide (PA) dan polyethylene (PE). Penggunaan serat PA pada alat tangkap
tertentu adalah hampir di seluruh bagian alat tangkap. Menurut Murdiyanto
(1975) serat PA adalah yang paling cocok atau umum untuk pembuatan berbagai

macam alat tangkap ikan. Hal ini karena PA lebih lentur dan lebih mulur daripada
serat lainnya. Klust (1987), dalam tulisannya menyebutkan bahwa sifat benang
PA adalah daya tarik putus bersimpul dalam keadaan basah tertinggi, cukup
mulur dan elastis, diameter kecil dan tahan gesekan.
Berbeda dengan PA, penggunaan serat PE lebih sedikit dan terbatas
pada bagian-bagian tertentu saja, meskipun ada beberapa alat seperti trawl dan
cantrang yang keseluruhan bagiannya terbuat dari bahan PE. Penggunaan serat
PE sebagai bahan alat tangkap lebih sering dikombinasikan dengan bahan
lainnya. Secara umum serat PE dibutuhkan untuk bagian-bagian alat tangkap
yang membutuhkan kekuatan yang tinggi misalnya pada bagian tali ris, tali
pelampung dan tali pemberat. Untuk alat tangkap tertentu seperti gillnet, pukat
cincin, dan trammel net yaitu pada bagian selvedge banyak digunakan serat PE
walaupun ada juga yang menggunakan bahan lain seperti PA, namun dengan
catatan bahwa alat tersebut keseluruhan bagiannya terbuat dari serat PA dan
menggunakan nomor benang yang lebih besar.
Menurut Sadhori (1984), bahan selvedge biasanya dipilih bahan yang
lebih kaku dari bahan jaring utama seperti PE. Dalam penerapannya untuk
pembuatan suatu alat tangkap, kedua serat ini lebih sering dikombinasikan.
Dalam

pembuatan

suatu

jaring

dibutuhkan

simpul-simpul

untuk

membentuk suatu mata jaring dan menyatukan mata jaring. Selain itu simpul
juga dibuat dengan tujuan agar mata jaring tidak mudah bergeser sehingga
ukuran mata jaring tidak akan berubah karena pengaruh operasi penangkapan.
Selain pada jaring, pemakaian simpul juga dibutuhkan untuk alat tangkap long
line yaitu menghubungkan antara mine line dengan mine line, mine line dengan
branch line, branch line dengan sekiyama, dan sekiyama dengan wire leader.

Keberadaan simpul pada alat tangkap dapat menambah kekuatan putus bahan
akan tetapi simpul juga dapat menambah berat jenis alat tangkap dalam air dan
memperbesar kemungkinan terjadinya gesekan dengan dasar perairan. Ada
beberapa jenis simpul yang umum digunakan untuk pembuatan suatu alat
tangkap, yaitu reef knot, english knot (weavers knot) dan double english (double
weavers) knot. Dari jenis simpul yang berbeda akan memberikan nilai kekuatan,
kemuluran dan kestabilan simpul yang berbeda untuk masing-masing jenis
bahan. Maka dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian labolatoris terhadap
kemuluran, kekuatan tarik benang bersimpul dan kestabilan simpul pada
berbagai macam simpul dari jenis bahan yang berbeda.
1.2. Permasalahan
Keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan sangat ditentukan oleh
ketepatan

dalam

membuat

desain

konstruksi,

pemilihan

bahan,

cara

pengoperasian, metode penangkapan dan ketepatan dalam penentuan fishing


ground. Sedangkan standar efisiensi usaha penangkapan tidak cukup hanya
dengan menitik beratkan pada metode dan teknologi penangkapan saja, akan
tetapi perlu juga diperhatikan bahan dari alat yang digunakan. Untuk setiap alat
tangkap membutuhkan karakteristik bahan dan ukuran bahan yang berbedabeda. Perbedaan ini didasarkan atas fungsi pada masing-masing bagian dari alat
tersebut. Adanya perbedaan beban kerja dan fungsi pada masing-masing bagian
alat ini mengharuskan nelayan umumnya dan para pembuat jaring khususnya
untuk jeli dalam menentukan jenis bahan dan ukuran yang sesuai untuk
pembuatan suatu alat tangkap. Untuk bagian alat tangkap yang memiliki beban

kerja terbesar tentunya membutuhkan bahan dengan nomor benang yang lebih
besar, sehingga akan memberikan kekuatan yang besar.
Untuk bagian alat tertentu juga dibutuhkan simpul-simpul untuk
menyatukan antara bagian yang satu dengan yang lainnya, sehingga menjadikan
bagian-bagian tersebut dapat menyatu dengan kuat. Pada alat yang berupa
jaring, setiap mata jaring terdiri dari simpul-simpul yang membentuk sudut-sudut
tertentu yang berfungsi untuk menjaga ukuran mata jaring agar tidak berubah
(stabil).
Keberadaan simpul pada bagian atau alat tertentu akan dapat
memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kekuatan dan kemuluran
bahan tergantung dari beban kerja yang dikenakan pada bagian alat tersebut.
Pada prinsipnya, bahan yang diberi simpul dapat memberikan kekuatan yang
lebih besar daripada bahan tanpa simpul. Namun dalam penerapan terhadap
suatu alat tangkap, adanya simpul-simpul ini justru akan memicu terhadap
adanya kerusakan bahan akibat pengaruh kerja alat, terutama untuk alat yang
ditarik yang menyebabkan simpul-simpul tersebut bergesekan dengan dasar
perairan. Kerusakan pada simpul akan dapat mempercepat kerusakan bahan
yang menyebabkan turunnya kekuatan dan kemuluran akibat serat yang menjadi
aus.
1.3. Pendekatan Masalah
Efisiensi dan Efektifitas berkaitan erat dengan pemilihan bahan yang
digunakan untuk pembuatan alat tangkap. Ketepatan dalam pemilihan bahan
suatu alat tangkap akan menjadikan alat tersebut menjadi tepat guna dan tahan
lama. Untuk jenis alat yang berbeda membutuhkan jenis dan karakteristik bahan

yang berbeda. Begitu juga untuk bagian yang berbeda, juga akan membutuhkan
bahan dan nomor benang yang berbeda sesuai dengan fungsi dan beban kerja
masing-masing. Untuk pembuatan suatu alat tangkap bahan yang paling populer
digunakan adalah bahan yang berasal dari serat sintetis. Ada banyak
keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan serat sintetis sebagai bahan
alat tangkap, seperti tahan lama, perawatan lebih mudah, tahan terhadap
pembusukan, tidak terpengaruh cuaca sehingga menjadikan bahan menjadi awet
dan tahan lama.
Bahan baku untuk pembuatan alat tangkap yang banyak digunakan
adalah Polyamide (PA) dan Polyethilene (PE). Dalam penerapannya bahan PA
dan PE dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasikan. Untuk bahan PA
yang penggunaannya secara tersendiri sudah umum diterapkan pada berbagai
alat tangkap, sedangkan untuk bahan PE penggunaannya hanya terbatas pada
alat tertentu saja. Untuk alat tangkap yang dibuat dengan mengkombinasikan
antara PA dan PE, pemakaian PE hanya terbatas untuk bagian-bagian tertentu
saja misalnya untuk bagian selvedge, tali ris, tali pelampung dan tali pemberat.
Ada pengaruh jenis simpul dan nomor benang berbeda dari jenis bahan
yang berbeda terhadap kekuatan, kemuluran dan kestabilan simpul. Untuk
mengetahui perbedaan terhadap nilai kekuatan, kemuluran dan kestabilan simpul
tersebut, maka perlu dilakukan suatu pengujian dalam skala laboratorium.
Sampel yang dipergunakan adalah bahan baru dari jenis PA dan PE dengan
beberapa nomor benang yang berbeda untuk masing-masing bahan uji. Dengan
pengujian ini maka akan dapat diketahui perbedaan kekuatan, kemuluran dan
kestabilan simpul dari tiga jenis simpul yang berbeda (reef knot, english knot dan
double english knot). Masing-masing sampel akan diuji dengan mesin penguji

ketegangan (Tensile Strength Tester) dan data hasil pengujian dianalisa untuk
pembuatan referensi dan direkomendasikan untuk keperluan pemilihan bahan
dan penentuan jenis simpul yang sesuai dalam pembuatan jaring, pukat dan
rawai.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui pengaruh jenis simpul yang berbeda terhadap nilai


knot breaking strength dan elongation at break.

2.

Untuk mengetahui pengaruh jenis simpul dan bentuk kombinasi terhadap


nilai knot breaking strength dan elongation at break.

3.

Untuk mengetahui pengaruh jenis simpul dan bentuk kombinasi terhadap


knot stability.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai sumber informasi
bagi nelayan khususnya dan bagi perancang alat tangkap umumnya dalam
melakukan pemilihan bahan, penentuan nomor benang untuk bagian alat
tangkap yang berbeda dan penentuan jenis simpul yang sesuai untuk jenis
bahan, jenis alat tangkap dan bagian alat yang berbeda. Disamping itu juga
untuk memperluas referensi tentang ilmu bahan yang berkenaan dengan
perbedaan kekuatan, kemuluran dan kestabilan simpul akibat pengaruh jenis
simpul dan kombinasi nomor dan bahan yang dapat dijadikan sebagai acuan
atau rujukan dalam usaha pembuatan alat tangkap.

Anda mungkin juga menyukai