Anda di halaman 1dari 28

SKRIPSI

INVENTARISASI EKTOPARASIT PADA IKAN NILEM


(Osteochilus vittatus) DI BALAI BENIH IKAN SINGASARI DAN
UNIT PEMBENIHAN RAKYAT JIPANG

Dilaksanakan dan disusun guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di


Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:
Tesya Lintang Cahya Gemilang
NIM. L1B016003

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2021
SKRIPSI

INVENTARISASI EKTOPARASIT PADA IKAN NILEM


(Osteochilus vittatus) DI BALAI BENIH IKAN SINGASARI
DAN UNIT PEMBENIHAN RAKYAT DESA JIPANG

Oleh:
Tesya Lintang Cahya Gemilang
NIM. L1B016003

disetujui untuk dipresentasikan tanggal 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Anandita Ekasanti, S.Pt., M.Si. Emyliana Listiowati, S. Si., M. Sc


NIP. 197708052005012001 NIP. 197705112006042001

Mengetahui
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Jenderal Soedirman

Dr. Ir. Isdy Sulistyo, DEA


NIP. 19600307 198601 1 003
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................................v
I. PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3. Tujuan...............................................................................................................3
1.4. Manfaat.............................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4
2.1. Klasifikasi Ikan Nilem..................................................................................4
2.2. Habitat dan Penyebaran.................................................................................5
2.3. Ektoparasit.......................................................................................................6
2.4. Prevalensi dan Intensitas.................................................................................8
III. MATERI DAN METODE.....................................................................................10
3.1. Materi Penelitian...............................................................................................10
3.2. Metode penelitian...............................................................................................10
3.3. Prosedur Penelitian.............................................................................................11
3.4. Waktu dan Tempat.............................................................................................13
3.5. Analisi Data........................................................................................................13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................15
4.1. Hasil....................................................................................................................15
4.2. Pembahasan........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

ii
DAFTAR TABEL

Tabel..................................................................................................................halaman

1. Kategori prevalensi serangan parasit ikan........................................................14


2. Kategori intensitas serangan parasit pada ikan................................................14
3. Jenis – jenis ektoparasit yang ditemukan pada ikan nilem yang di
budidayakan di BBI Singasari dan Desa Jipang................................................15
4. Rata – rata Intesitas Ektoparasit pada Ikan nilem di BBI Singasari dan Desa
Jipang.......................................................................................................................16
5. Prevalensi Ektoparasit pada ikan nilem di BBI Singasari dan Desa Jipang..16

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar ............................................................................................................halaman
1. Ikan nilem (Osteochilus vittatus).............................................................................4
2. Jenis – ektopasarit yang ditemukan....................................................................16

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan


hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian
dengan judul “Inventarisasi Ektoparasit Pada Ikan Nilem (Osteochilus vittatus)
Di Balai Benih Ikan Singasari dan Unit Pembenihan Rakyat Desa Jipang”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar S1 Perikanan. Laporan penelitian
ini bertujuan untuk dapat mengetahui pengaruh tempat pemeliharaan terhadap
prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan nilem (Osteochilus vittatus).
penelitian ini telah disusun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca
sekalian.

Purwokerto, Mei 2021

Penulis

v
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan nilem (Osteochilus vittatus) mempunyai potensi yang cukup besar

dalam industri perikanan budidaya air tawar pada masa yang akan datang

karena mempunyai banyak keunggulan. Potensi budidaya ikan nilem di

Kabupaten Banyumas cukup besar dan produksinya meningkat dari tahun ke

tahun. Berdasarkan data budidaya ikan nilem dari badan pusat statistik.

produksi ikan Nilem pada tahun 2010 sebesar 626.685 ekor naik menjadi

803.465 ekor pada tahun 2014 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas,

2014).

Tingkat produktifitas kolam antara lain ditentukan oleh faktor

lingkungan, seperti kualitas air (sumber irigasi, saluran irigasi, oksigen terlarut,

pH, temperatur), dan faktor – faktor operasional kegiatan budidaya itu sendiri

seperti pemberian makanan dan tindakan operasional lainnya (Ningsih et al,

2013). Keadaan budidaya ikan nilem yang dilakukan baik di balai benih ikan

seperti di BBI Singasari maupun unit pembenihan rakyat di Desa Jipang

terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut diduga juga akan mempengaruhi

status kesehatan ikan yang dibudidayakan. Beberapa kendala yang dihadapi

pembudidaya ikan Nilem salah satunya adalah penyakit.

Penyakit ikan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit infeksi

dan non infeksi. Salah satu penyakit infeksi disebabkan oleh parasit. Parasit

adalah organisme yang berukuran ≥ 10 µm hidup di tubuh dan menjadikan

tubuh sebagai inang (Manurung dan Fatmawati, 2016). Parasit berdasarkan

tempat menempel dan hidupnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu

1
endoparasit dan ektoparasit (Schmidt dan Robert, 2000).

Ektoparasit yang ditemukan pada ikan di kawasan budidaya ikan

daerah Subak “Baru” Tabanan berikut prevalensinya adalah Trichodina sp.

(80%), Dactylogyrus sp. (70%), Gyrodactylus sp. (30%), Vorticella sp. (30%), dan

Oodinium sp. (20%) (Wirawan et al, 2018). Ektoparasit yang menginfeksi ikan di

Balai Benih Ikan Noekele berikut prevalensinya yaitu Trichodina sp

(43,31%), Vorticella sp (6,67%), Oodinium sp (33,33%), Gyrodactylus sp (20,20%),

dan Dactylogyrus sp (60%) (Affandi et al, 2019). Dampak negatif pada tubuh

ikan akibat serangan ektoparasit terlihat jelas pada bagian luar tubuh dan

apabila infeksi berlanjut akan menyebabkan kematian pada ikan

(Purbomartono et al, 2010). Inventarisasi ektoparasit sangat diperlukan untuk

pencegahan maupun efektifitas pengobatannya. Informasi mengenai jenis-jenis

ektoparasit pada ikan Nilem yang dibudidayakan di Kabupaten Banyumas

masih belum banyak tersedia. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian

mengenai inventarisasi ektoparasit yang menginfeksi ikan Nilem baik yang

dibudidayakan di BBI maupun pembenihan rakyat di Kabupaten Banyumas.

1.2. Rumusan Masalah

Ikan Nilem memiliki potensi untuk dikembangkan karena banyak

keunggulannya. Budidaya ikan Nilem di kabupaten Banyumas telah banyak

dilakukan baik di Balai Benih Ikan maupun pembenihan rakyat. Kendala yang

sering dihadapi dalam budidaya ikan Nilem adalah penyakit. Parasit

merupakan salah satu agen penyakit yang sering menginfeksi ikan Nilem.

Infeksi parasit akan memberikan dampak terhadap ikan budidaya bahkan

kematian. Inventarisasi ektoparasit perlu dilakukan sebagai upaya

2
pencegahannya. Informasi mengenai jenis-jenis ektoparasit yang menginfeksi

ikan Nilem yang dibudidayakan di Kabupaten Banyumas belum banyak

ditemukan. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian

ini adalah:

1. Apa jenis – jenis ektoparasit yang menginfeksi ikan nilem di Balai Benih

Ikan Singasari dan Unit Pembenihan Rakyat desa Jipang?

2. Berapa tingkat intensitas dan prevalensi ektoparasit yang menginfeksi

ikan nilem di Balai Benih Ikan Singasari dan Unit Pembenihan Rakyat

desa Jipang?

1.3. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Jenis – jenis ektoparasit pada ikan nilem di Balai Benih Ikan Singasari

dan Unit Pembenihan Rakyat desa Jipang.

2. Tingkat intensitas dan prevalensi ektoparasit pada ikan nilem di Balai

Benih Ikan Singasari dan Unit Pembenihan Rakyat desa Jipang.

1.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat memberi

informasi bahwa tempat pemeliharaan yang berbeda dapat mempengaruhi

jenis ektoparasit, tingkat intensitas dan prevalensi yang menginfeksi ikan

nilem.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Nilem

Gambar 1. Ikan nilem (Osteochilus vittatus)


Sumber: www.fishbase.se

Klasifikasi ikan nilem, menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Familia : Cyprinidae

Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus vittatus

Ikan nilem mempunyai dua pasang sungut peraba pada sudut – sudut

mulutnya, bentuk tubuh yang memanjang dan pipih kesamping (compress),

panjang baku 2,5 –3,0 kali tinggi badan, mulut dapat disembulkan dengan bibir

berkerut dan permukaan punggung terletak di permukaan sirip dada

(Hardjamulia 1979 dalam Wijayanti 2002). Sirip punggung memiliki 3 jari – jari

keras dan 12 – 18 jari – jari lemah. Sirip ekor berbentuk cagak dan simetris, sirip

dubur terdiri dari 3 jari – jari keras dan 5 jari – jari lunak. Sirip perut terdiri dari

oleh 1 jari – jari keras dan 13 –15 jari – jari lemah. Jumlah sisik gurat sisi ada 33

4
– 36 keping serta dapat mempunyai panjang tubuh mencapai 32 cm di alam

bebas (Susanto, 2006). Ikan nilem mempunyai bintik bulat besar pada batang

ekor, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung

dikelilingi 26 sisik (Kottelat, 1993 dalam Mulyasari, 2010) .

2.2. Habitat dan Penyebaran

Habitat ikan nilem di lingkungan air tawar dengan kisaran pH 6-7

dengan kandungan oksigen terlarut yang cukup 5-7 mg/l (Cholik et al., 2005

dalam Mulyasari, 2010). Suhu yang optimum bagi ikan nilem antara 25-29ºC

(Wicaksono, 2005). Kandungan ammonia yang disarankan untuk ikan nilem

adalah lebih rendah dari 0,5 ppm (PBIAT Muntilan, 2007).

Pertumbuhan ikan nilem optimum di lingkungan yang memiliki suhu

18-28ºC, pH berkisar 6,7-8,6 (susanto, 2006). Sedangkan menurut PBIAT

Muntilan (2007), untuk kandungan amonia yang disarankan adalah 0,5 ppm.

Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5 –

6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan

yaitu ≤ 1 ppm (Willoughby, 1999).

Ikan nilem merupakan ikan endemik Indonesia yang biasa hidup pada

sungai, danau dan rawa yang terdapat di Pulau Jawa, Sumatera dan

Kalimantan. Ikan tersebut kemudian dibudidayakan di kolam untuk tujuan

komersial sejalan dengan perkembangan jaman. Keberadaan ikan nilem di

Indonesia kurang dikenal masyarakat kecuali Jawa Barat. Hampir 80%

produksi nasional ikan nilem berasal dari Jawa Barat (Cholik et al. 2005 dalam

Mulyasari, 2010).

5
2.3. Ektoparasit

Ektoparasit merupakan organisme yang hidup atau menempel pada

bagian luar tubuh atau di dalam liang liang kulit inang. Ektoparasit disini

berarti adalah organisme yang hidup pada permukaan luar tubuh atau di

dalam liang liang kulit ikan seperti lendir, insang, dan sirip yang berperan

sebagai sumber nutrien dan tempat hidup dan tinggal bagi ektoparasit.

Ektoparasit pada umumnya dapat muncul dikarenakan beberapa faktor.

Kualitas air yang buruk, pemberian dan perubahan iklim merupakan faktor

penyebab munculnya parasit (Pudjiastuti, 2015). Ektoparasit yang sering

ditemukan pada ikan nilem yaitu:

1. Trichodina sp

Trichodina sp. memiliki bentuk tubuh lingkaran yang bergerigi, tubuhnya

juga dikelilingi oleh silia dan transparan sehingga mudah diidentifikasi. Bagian

anterior Trichodina sp lebih cembung. Pergerakan Trichodina sp secara tiba-tiba

dan tidak menentu arahnya (Klinger dan Floyd, 2013).

Siklus hidup Trichodina sp sangat sederhana, yaitu merupakan inang

tunggal dan tidak menggunakan pergantian generasi atau penggandaan diri

secara asexual pada inang. Reproduksi Trichodina sp dengan pembelahan biner

(membelah menjadi dua) dan konjungsi dengan temperatur optimum untuk

reproduksi 20-29˚C (FAO, 1985). Gejala klinis ikan yang terinfeksi Trichodina sp.

yaitu warna kulit menjadi lebih gelap, nafsu makan menurun, lendir berlebih,

mengalami penurunan berat badan dan adanya nekrosis pada jaringan epitel

organ yang terinfeksi (Sarjito, et al., 2013).

6
2. Oodinium sp.

Oodinium sp. berbentuk oval seperti telur dan memiliki alat penetrasi

yang disebut rhizoid. Rhizoid pada Oodinium sp. dapat melekat dalam jaringan

epitel ikan air tawar yang terinfeksi. Organ tersebut mampu mengeluarkan

sekret yang bersifat litik. Sekret tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada

organ yang terinfeksi. Organ insang ikan merupakan organ yang sering

terinfeksi oleh Oodinium sp. (Kabata, 1985).

3. Ichthyophthirius multifiliis

Ichthyophthirius multifiliis merupakan ektoparasit jenis protozoa dari

famili Ophryoglidae. Spesies ini memiliki morfologi berbentuk ovoid dengan

diameter 50-1000 μm. hampir di seluruh permukaan tubuh I. Multifiliis tertutup

oleh silia yang berfungsi untuk pergerakan, pada bagian bagian sitoplasma

terdapat makronukleus yang berbentuk seperti tapal kuda (Kabata, 1985).

4. Dactylogyrus sp

Dactylogyrus sp. merupakan cacing dari kelas monogenea yang dapat

menyebabkan penyakit dactylogyriasis. Ikan air tawar yang terinfeksi

Dactylogyrus sp. akan menampakkan gejala kurus dan respirasi meningkat.

Filamen ikan menonjol keluar dari tutup insang sehingga terjadi kerusakan

berat pada insang. Mukosa insang berwarna gelap dan menutupi insang

sehingga insang tampak seperti lumpur. Cacing ini memiliki panjang tubuh

mencapai 2 mm dan lebar 400 μm pada saat dewasa, terdapat 2 pasang eye spots

pada ujung anterior. Pada ujung posterior terdapat alat penempel yang terdiri

atas dua pasang kait besar (anchors) yang dikelilingi 14 kait lebih kecil disebut

opisthaptor. Mulut terletak dekat ujung anterior tubuh (Reed, et al., 2012 dalam

7
Kumalasari, 2016).

Siklus hidup Dactylogyrus sp adalah secara langsung. Telur menetas

kemudian menjadi larva bersilia yang disebut onchomiracidium, yang

menyerang hospes atau hanya hidup bebas di air sebelum menempel pada

hospes. Waktu telur menjadi dewasa bergantung dari suhu. Suhu yang lebih

rendah (< 22 ˚C) akan memperlambat proses pendewasaan dari beberapa

minggu hingga bulan (Irianto, 2005).

5. Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. merupakan cacing dari kelas monogenea yang

memiliki tubuh pipih memanjang dan terdapat dua tonjolan pada bagian

anterior. Sedangkan pada bagian posteriuor dilengkapi dengan alat untuk

menempel (Opisthaptor). Opisthaptor dilengkapi dengan sepasang kait yang

dikelilingi oleh 16 kait tepi (Irwandi et al., 2017).

Siklus hidup Gyrodactylus sp.umumnya pada permukaan kulit inang.

Hal ini didukung oleh Riauwaty (2006), bahwa Gyrodactylus sp. umumnya

menyerang epidermis kulit dan jarang ditemukan di insang. Kulit inang yang

terinfeksi Gyrodactylus sp. akan terlihat pucat, serta terdapat bintik merah pada

bagian kulit dan sisik pada kulit mudah terlepas (Hasyimia et al., 2016).

2.4. Prevalensi dan Intensitas

Prevalensi adalah jumlah suatu parasit pada ikan (Irmawati et al., 2013).

Nilai prevalensi ektoparasit dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu

faktornya adalah aktivitas budidaya dan kondisi kualitas air. Pencemaran

lingkungan yang disebabkan oleh zat zat organik tertentu tersebut akan

mengakibatkan perubahan kualitas air dan meningkatkan jumlah parasit pada

8
ikan. Intensitas merupakan nilai suatu tingkatan atau ukuran parasit yang

menyerang ikan. Semakin tinggi nilai prevalensi dan intensitas dapat

menyebabkan kerugian pada proses budidaya ikan nilem.

9
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian

3.1.1. Objek penelitian

Objek penelitian yang digunakan adalah ikan nilem (Osteochilus vittatus).

Ikan nilem ini didapat dari desa Jipang, dan BBI Singasari. Sampel yang

diambil sebanyak 30 ekor untuk setiap tempat. Untuk ukuran ikan nilem yang

digunakan untuk pengamatan ektoparasit antara 10-15 cm.

3.1.2. Alat

Alat utama yang digunakan untuk melakukan pengamatan ektoparasit

yaitu kaca preparat, mikroskop, cover glass, ember, timbangan, baki,

millimeter blok, penggaris, alat tulis, gunting dan pipet. Alat untuk mengukur

kualitas air yaitu termometer, kertas pH, dan DO meter.

3.1.3. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air dari kolam

pemeliharaan ikan, larutan fisiologis.

3.2. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode observatif. Metode

ini dilakukan untuk menggali informasi mengenai keberadaan ektoparasit

pada 2 tempat. Tempat pengambilan sampel yaitu desa Jipang, dan BBI

Singasari. Ikan sampel diambil kemudian dibawa ke Laboratorium Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan untuk dilakukan pengamatan ektoparasit.

3.3. Prosedur Penelitian

10
3.3.1. Persiapan

Tahapan survey lapangan untuk mendapatkan informasi awal

mengenai ikan nilem di lingkungan berbeda khususnya di pembudidaya desa

Jipang, dan BBI Singasari Kabupaten Banyumas. Persiapan alat dan bahan

yang akan digunakan untuk penelitian.

3.3.2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel ikan nilem dilakukan dengan menggunakan

jaring. Benih ikan nilem yang telah diambil dari kolam dilakukan penyortiran

menurut ukuran. Ikan nilem dikemas dengan cara diletakan pada plastik yang

sebelumnya telah diisi air kolam dan diberi oksigen. Ikan nilem yang telah

dikemas dibawa ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan untuk

dilakukan pengamatan ektoparasit. Sampel ikan nilem diambil sebanyak 30

ekor secara bertahap di masing – masing tempat pemeliharaan.

3.3.3. Pemeriksaan Ektoparasit Pada Sampel

Pemeriksaan ektoparasit dilakukan dengan mengamati organ tubuh

bagian luar ikan nilem. Pada permukaan tubuh dan insang diamati ada atau

tidak adanya parasit secara makro. Jika ada maka ambil dan diletakan dalam

petridish yang berisi larutan fisiologis. Sebelum melakukan pemeriksaan parasit

secara mikroskopis pada permukaan kulit dan insang terlebih dahulu

disiapkan objek glass. Mukus diambil dengan cara dikerik menggunakan cover

glass bedah, cover glass atau alat lainnya. Sedangkan untuk pemeriksaan

insang, sampel insang diambil bagian kiri dan dilakukan dengan cara

digunting. Sampel mukus dan insang diletakan pada kaca preparat yang

ditetesi dengan larutan fisiologis. Kemudian sampel dihomogenkan, lalu

11
ditutup menggunakan cover glass. Selanjutnya preparat yang berisi sampel

mukus dan insang diamati dibawah mikroskop untuk dilihat dan dihitung

ektoparasit yang ditemukan. Identifikasi, perhitungan prevalensi dan intensitas

ektoparasit

Identifikasi jenis ektoparasit dilakukan dengan cara mencocokan hasil

pengamatan dengan gambar parasit yang ada pada buku identifikasi Kabata

(1985). Perhitungan nilai prevalensi, dan intensitas ektoparasit yang ditemukan

dihitung berdasarkan rumus, menurut Kabata (1985).

jumlah ikan yang terserang satu jenis ektoparasit


Prevalensi(% )= x 100 %
jumlah ikan yang di periksa

Intensitas ( ekor
ind
)= jumlah
jumlah satu jenis ektoparasit yang ditemukan
ikan yang terinfeksi satu jenis ektoparasit

3.3.4. Parameter Kualitas Air

Pengukuran kualitas air kolam pemeliharaan dilakukan saat

pengambilan sampel. Parameter yang diukur adalah temperatur, pH, dan DO.

Cara pengukuran kualitas air sebagai berikut:

1. Temperatur

Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termometer.

Termometer dicelupkan kedalam kolam selama 1 menit atau sampai

menunjukkan angka konstan. Kemudian angka konstasn dicatat sebagai hasil.

2. pH

pengukuran pH dilakukan menggunakan pH, kertas pH dicelupkan

kedalam kolam beberapa detik, selanjutnya diangkat dan diangin-anginkan

sebentar. Kemudian, dicocokan perubahan skala warna sesuai dengan skala

yang ada pada kotak kertas pH tersebut dan dicatat dengan angka pada

12
kombinasi warna mana yang paling cocok.

3. DO

Pengambilan sampel ini dilakukan dengan alat yaitu DO meter.

Sebelum menggunakan DO meter, dinyalakan alat dan dilakukan kalibrasi DO

meter. Konsentrasi DO diukur dari sampel dengan mencelupkan probe atau

ujung batang DO meter ke dalam air sampel. Hasil dipastikan stabil dengan

melihat angka yang muncul di alat tidak berubah beberapa saat. Setelah

muncul hasil dicatat dan probe dicuci dengan cara dibilas menggunakan

akuades.

3.4. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2020. Tempat

pelaksanaan dilakukan di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas

Jenderal Soedirman.

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu jenis ektoparasit, serta

nilai prevalensi dan intensitas dari ektoparasit. Data mengenai jenis - jenis

ektoparasit yang ditemukan disajikan dalam bentuk gambar serta tabel. Data

jenis ektoparasit yang ditemukan di analisis secara deskriptif dengan

mendeskripsikan jenis-jenis ektoparasit. Data nilai prevalensi dan intensitas

dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji T untuk membandingkan

hasil rerata antar lingkungan. Penentu kategori prevalensi dan intensitas secara

deskriptif berdasarkan Tabel 1 dan 2.

Pada tabel dibawah ini adalah penentuan tingkat prevalensi dan


intensitas serangan parasit pada ikan dengan dikelompokan menggunakan

13
kategori sebagai berikut:
Tabel 1. Kategori prevalensi serangan parasit ikan.
No Kategori Infeksi Prevalensi
1 Selalu 99-100%
2 Hampir selalu 90-98%
3 Biasanya 70-89%
4 Sering kali 50-69%
5 Umumnya 30-49%
6 Sering 10-29%
7 Kadang – kadang 1-9%
8 Jarang <0.1-1%
9 Sangat jarang 0.01-0.1%
10 Hampir tidak ada <0.01%
Sumber : (Williams dan bunkley Williams., 1996 dalam Riko et al., 2012).

Tabel 2. Kategori intensitas serangan parasit pada ikan


Intensitas Serangan Tingkat Serangan
0.0-1.0 Sehat
>1-25 Ringan
>25-50 Sedang
>50-75 Berat
>75 Sangat berat
Sumber: pusat karantina ikan (2005).

14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Jenis – jenis ektoparasit pada ikan Nilem yang dibudidayakan di BBI
Singasari dan Desa Jipang
Hasil penelitian mengenai ektoparasit yang dibudidayakan pada 2
tempat berbeda yaitu BBI Singasari dan desa Jipang ditemukan 4 jenis parasit
yaitu Trichodina sp, Oodinium sp. Ichthyophthirius multifiliis, dan Monogenea
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Jenis – jenis ektoparasit yang ditemukan pada ikan nilem yang di
budidayakan di BBI Singasari dan Desa Jipang.

No Jenis Ektoparasit yan ditemukan BBI Singasari Desa Jipang


1 Trichodina sp √ √
2 Oodinium sp - √
3 Ichthyophthirius sp - √
4 Monogenea √ √

b
b
A B

a
a

b b

C D
Gambar 2. Jenis – ektopasarit yang ditemukan

15
(A) Trichodina sp a. Cilia b. Dentikel, (B) Oodinium sp a. Flagel b. sitoplasma,
(C) Ichthyophthirius sp a. Macronucleus b. micronucleus, (D) Monogenea
a. Eye spots b. Kait.

4.1.2. Nilai Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit pada ikan Nilem di BBI
Singasari dan Desa Jipang
Hasil penelitan ektoparasit yang dibudidayakan pada 2 tempat
pemeliharan yaitu BBI Singasari dan Desa Jipang dapat dilihat intensitas dan
prevalensi di tabel 5. dan tabel 6.
Tabel 4. Rata – rata Intesitas Ektoparasit pada Ikan nilem di BBI Singasari dan
Desa Jipang.
Nilai intensitas (ind/ekor)

Permukaan tubuh Insang


Jenis
BBI Desa BBI Desa
singasari Jipang P Singasari Jipang P

Trichodina sp 1,27 1,71 0,47 8 100,2 0,00

Oodinium sp - 4 - - - -

Ichthyophthirius sp - 2 - - 1,71 -

Monogenea - 1 - 2,64 1,71 0,69

Keterangan : Nilai P < 0,05 menunjukan ada perbedaan intensitas di antara


ektoparasit di BBI Singasari dan Desa Jipang.

Tabel 5. Prevalensi Ektoparasit pada ikan nilem di BBI Singasari dan Desa
Jipang

Nilai Prevalensi (%)

Permukaan tubuh Insang


Jenis

BBI Singasari Desa Jipang BBI Singasari Desa Jipang

Trichodina sp 55 35 45 95

Oodinium sp - 10 - -

Ichthyophthirius sp - 20 - 35

Monogenea - 5 70 75

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat persamaan antara beberapa jenis

16
ektoparasit yang ditemukan pada kedua tempat yaitu pada jenis Trichodina sp.
dan Monogenea. Namun terdapat perbedaan jenis ektoparasit yang di
temukan pada ikan nilem di Desa Jipang yaitu jenis Oodinium sp diduga ikan
nilem pada desa Jipang sedang stress. Parasit jenis Oodinium sp merupakan
parasit yang hidup berkoloni dan menyebabkan velvet disease pada ikan. Ikan
yang dipilih oleh parasit Oodinium sp, yaitu ikan yang imunitas sedang
menurun dan ikan yang stress (Salam,2017). dan Ichthyophthirius sp. diduga
karena suhu kolam desa Jipang lebih mendukung untuk Ichthyophthirius sp.
hidup yaitu sebesar 27,5 ˚C, suhu optimum untuk Ichthyophthirius sp hidup
ialah 26-28 ˚C, semakin rendah suhu semakin lama waktu dalam proses
berkembangbiak Ichthyophthirius sp (Esti, 2015).
adanya perbedaan yang ditemukan ini diduga karena kondisi
lingkungan seperti yang ada di lokasi BBI Singasari dasar kontruksi kolam
beton sedangkan Desa Jipang tanah sehingga saat pemeliharaan banyak
penumpukan bahan organik seperti sisa-sisa pakan hal ini yang berpengaruh
dalam infeksi ektoparasit lebih banyak di desa jipang. tempat pemeliharaan
yang banyak mengandung sisa – sisa pakan dan terjadi penumpukan bahan
organik sehingga akan berpengaruh terhadap keberadaan ektoparasit
(Wulandari, 2014).
Intensitas menunjukkan seberapa banyak ektoparasit menyerang
(Pujiastuti dan Setiati, 2015). Berdasarkan hasil tabel 5. Nilai intensitas jenis
jenis ektoparasit yang tertinggi Desa Jipang di permukaan tubuh dan insang
yaitu parasit Oodinium sp dan Trichodina sp sebesar 4 ind/ekor dan 100,2
ind/ekor dapat dikategorikan “ringan” dan “sangat berat” berdasarkan pusat
karantina ikan, 2015 (tabel 2). Ferghany (2013) menemukan Oodinium sp pada
ikan nilem di desa Beji tingkat intensitas sebesar 1,17 ind/ekor dengan kategori
serangan “sehat” hal ini diduga imunitas ikan terjaga, karena ektoparasit jenis
ini memiliki kemampuan menyesuaikan diri untu berkembangbiak kurang
cepat, sehingga ektoparasit ini tidak dapat menginfeksi ikan dengan mudah
(Herowati, 2018).
Sedangkan nilai intensitas tertinggi di BBI Singasari di permukaan
tubuh maupun insang yaitu Trichodina sp. sebesar 1,27 ind/ekor dan 8

17
ind/ekor dengan kategori “ringan” berdasarkan pusat karantina ikan, 2015
(tabel 2). Rokhmani et al (2020) juga mendapakan Trichodina sp pada ikan nilem
di kabupaten banyumas dengan tingkat intensitas sebesar 48,1 ind/ekor
dengan kategori tingkat serangan “sedang”. Tinggi nilai intensitas Trichodina sp
diduga karena kondisi lingkungan budidaya yang sesuai dengan kelangsungan
hidup Trichodina sp. Hal tersebut dikarenakan parasit Trichodina sp mempunyai
penyebaran yang luas, dan dapat berkembang biak secara cepat (Riko et al.,
2012).
Banyaknya Trichodina sp yang menyerang insang diduga karena
Trichodina sp ini memakan sel darah merah dan sel epitel insang. Pada insang
terdapat banyak sel darah merah dibanding pada bagian kulit. Lamella
merupakan tempat pertukaran darah atau cairan (Smith dan Roberts, 2010
dalam Lestari, 2011).
Berdasarkan hasil uji statistika, nilai intensitas pada kedua tempat
pemeliharaan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata kecuali pada parasit
Trichodina sp. di Desa Jipang yang menginfeksi insang adanya perbedaan
signifikan. Perbedaan yang signifikan ini diduga karena kolam yang
digunakan pada Desa Jipang mengingat kolam pada Desa Jipang
menggunakan kolam tanah, kontruksi kolam berpengaruh terhadap kualitas
air tersebut, seperti rendahnya kandungan ongksigen di kolam pemeliharaan.
kandungan oksigen serta yang bersifat racun yang diakibatkan endapan sisa
pakan karena sedikitnya pergantian air di kolam kemungkinan sebagai
penyebab parahnya serangan parasit Trichodina sp. kualitas air, volume air dan
alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya suatu penyakit (Irianto,2015).

Tingkat prevalensi menunjukan serangan ektoparasit terhadap ikan


(Pujiastuti dan Setiati, 2015). Berdasarkan tabel 6. Nilai prevalensi yang paling
tinggi pada desa Jipang terdapat dibagian insang adalah Trichodina sp sebersar
95% tergolong infeksi “parah”. Rokhmani et al. (2018) mendapatkan Trichodina
sp. pada ikan nilem di banyumas dengan prevalensi 73,3%. Tinggi prevalensi
Trichodina sp diduga karena DO pada Desa Jipang lebih rendah sebesar 6,7
mg/L sehingga berpengaruh pada kondisi ikan. Menurut Pramono dan
Syakuri (2008) menyatakan bahwa jika ikan yang mengalami stress atau

18
kualitas air yang menurun maka parasit Trichodina sp ini akan berkembang
dengan cepat.
Sedangkan nilai prevalensi yang paling tinggi pada BBI singasari adalah
Monogenea sebesar 70 % dengan kategori “sedang”. Putri et al (2016)
menemukan monogenea pada ikan mas yang dibudidayakan di desa Ngrajek
Magelang sebesar 66,66% dengan ketegori infeksi “sangat sering”. Tingginya
prevalensi monogenea diduga karena insang merupakan organ yang
mengandung banyak nutrisi yang didapat melalui penyaringan makanan
berupa partikel dan mengikat oksigen sehingga paling rentan dijadikan tempat
hidup parasit. Monogenea mengambil makanan pada inang menggunakan
jangkar dan alat penghisap pada ophistaptor terdapat kait jangkar dan alat hisap
yang akan menyebabkan kerusakan insang (Syukran et al., 2017).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpilan dari penelitian ini adalah:

1. Jenis ektoparasit yang ditemukan pada kedua tempat pemeliharaan yaitu

Trichodina sp. Dan Monogenea. Sedangkan Oodinium sp. dan

Ichthyophthirius sp. hanya ditemukan pada kolam desa Jipang.

2. Nilai intensitas jenis jenis ektoparasit yang tertinggi Desa Jipang di

permukaan tubuh dan insang yaitu parasit Oodinium sp dan Trichodina

sp sebesar 4 ind/ekor dan 100,2 ind/ekor dapat dikategorikan “ringan”

dan “sangat berat”, sedangkan nilai intensitas tertinggi di BBI Singasari

di permukaan tubuh maupun insang yaitu Trichodina sp. sebesar 1,27

ind/ekor dan 8 ind/ekor dengan kategori “ringan”. Nilai prevalensi

yang paling tinggi pada desa Jipang terdapat pada insang adalah

Trichodina sp sebersar 95% tergolong infeksi “parah”, sedangkan nilai

19
prevalensi yang paling tinggi pada BBI singasari adalah Monogenea

sebesar 70 % dengan kategori “sedang”.

5.2. Saran

Sebaiknya pengecekan kualitas air dilakukan secara rutin, agar dapat

mengantisipasi perkembangbiakan infeksi pembawa penyakit khususnya parasite.

20
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, S. Risamasu, Fonny, J. L. Dan Jasmanindar, Yudiana. 2019. Studi
prevalensi dan intensitasektoparasit pada beberapa jenis ikan air tawar
dibalai benih ikan sentral (BBIS) Noekele, Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Aquatik. Vol 2(2):81-88

Durborow, R.M. 2003. Protozoa Parasites. SRAC Publication No. 4701.

Fisheries and Aqualculture of FAO. 1985. Training Manual Integrated Fish


Farming in China. FAO.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Irmawati, A Ramadhan dan Sutrisnawati. 2013. Prevalensi larva


Echinostomatidae pada berbagai jenis gastropoda air tawar di kecamatan
Dolo kabupaten Sigi. e-Jipbiol. (2): 1-6.

Klinger, R. dan R.F. Floyd. 2013. Indroduction to Freshwater Fish Parasites. The
institude of Food and Agricultural Sciences (IFAS), University of Florida.
CIR716.

Manurung UN dan Fatmawati. 2016. Identifikasi dan prevalensi ektoparasit


pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) di kolam budidaya Kampung
Hiung, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Budidaya
Perairan. 4(2): 26-30.

Ningsih, Fildia. Rahman, Mijani. Dan Rahman abdur. 2013. Analisis Kesesuaian
Kualitas Air Kolam Berdasarkan Parameter pH, DO, Amoniak,
Karbondioksida, dan Alkalinitas di Balai Benih dan Induk Ikan Air
Tawar (BBI-IAT) Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Fish
Scientiae. Vol 4(6):102-113

PBIAT Muntilan. 2007. Pusat Budidaya Ikan Air Tawar. Muntilan.

Pouder, D.B., E. W. Curtis & R.P.E. Yanong. 2011. Common Freshwater Fish
Parasites Pictorial Guide: Motile Ciliates. The Institute of Food and
Agricultural Sciences (IFAS), University of Florida. FA-108.

Pudjiastuti, N., 2015. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Konsumsi di
Balai Benih Ikan Siwarak. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.

Purbomartono, C., I, Mariya dan Suwarsito. 2010. Ektoparasit Benih Ikan


Gurami (Osphronemus gouramy, Lac) di Unit Pembenihan Rakyat (UPR)
Beji dan Sidabowa Kabupaten Banyumas. Fakultas Perikanan Dan
Kelautan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sains Akuatik.
10(1):54-65.

21
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Cetakan I. Bina Cipta,
Jakarta.

Sarjito, Prayitno, S.B., dan Haditomo, A.H.C. 2013. Buku Pengantar Parasit dan
Penyakit Ikan. UPT UNDIP Press, Semarang.

Schmidt, G.D. and Roberts, L.S. 2000. Foundations of Parasitogy. 7th Edition Mc
Graw. Hill Higher Education. Singapore.

Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan edisi Revisi. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Wicaksono, P. 2005. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan dan


Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus vittatus C.V. yang dipelihara
dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton.
Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Willougbhy, S. 1999. Manual of Salmonid Farming. Black Well Science. London.

22

Anda mungkin juga menyukai