Kata kunci: karamba jaring apung, padat tebar, pakan, udang vaname
ABSTRACT
White shrimp had high market demand and production with great
development opportunities. So it was need the shrimp farming intensification by
utilizing marine waters. This study aims to determine the best density of white
shrimp (Litopenaeus vannamei) under sea floating net cage by measuring the
survival rate, growth, feed conversion ratio, coefficient of diversity and biomass
production. White shrimp (1.7 ± 0.04 gram) reared in sea floating net cages of 1 x
1 x 2 m made of high density polyethylene (HDPE) with stocking density of 450,
600 and 750 shrimp/m2. Shrimp fed commercial pellets (protein 38 %) with
feeding rate of 10 % and 5 times a day. The research results showed that the
density affects growth and survival rate of white shrimp. The best density was 450
shrimp/m2, with survival rate was 76.3 %, daily growth rate was 0.19 g/day,
specific growth rate was 3.42 %, diversity coefficient was 13.16 %, feed
conversion ratio was 1.72 and biomass production was 4.47 kg/m2.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
Disetujui oleh
Dr. Ir. Irzal Effendi, M.Si. Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) yang Dipelihara pada Padat Tebar 450, 600 dan 750 ekor/m2 dalam
Karamba Jaring Apung di Kepulauan Seribu, Jakarta”. Penelitian dilaksanakan
pada Agustus hingga Oktober 2015 di Balai Sea Farming PKSPL IPB di perairan
pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar
besarnya atas bantuan yang telah diberikan kepada:
1. Dr. Ir. Irzal Effendi, M.Si. selaku Pembimbing I, Dr. Ir.Tatag Budiardi,
M.Si. selaku Pembimbing II dan Pembimbing Akademik Yuni Puji
Hastuti, S.Pi. M.Si. yang telah memberikan banyak saran dan dukungan
dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.
2. Penguji Tamu Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si. dan Komisi
Pendidikan Departemen Budidaya Perairan Ir. Dadang Shafruddin, MS.
yang telah banyak memberikan arahan, saran, dan masukan untuk
penyusunan tugas akhir ini.
3. Bapak Marjanta dan ibu Yuli Rohmalia, A.Md. yang telah membantu
mengelola administrasi seminar dan sidang skripsi.
4. Kedua orang tua, Bapak A. Ibrahim dan Ibu Kartikadhara yang selalu
mencurahkan kasih sayangnya, do’a dan dukungan yang tiada henti.
Kakek Adjat Sudrajat yang senantiasa memberikan motivasi, nasihat dan
semangat kepada penulis.
5. Evi Yulianti yang membantu mengerjakan revisi dan selalu memberikan
dukungan hingga selesainya tugas ini.
6. Teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP 47 khususnya Bagus, Bayu,
Kurnia, Alit dan Radhita atas semangat, motivasi, kebersamaan, dan
kenangan.
7. Pegawai Balai Sea Farming PKSPL IPB khususnya Mas Widi, Riki,
Anwar, Donal dan Rahmad yang telah membantu berjalannya penelitian
dari mulai persiapan hingga selesainya penelitian.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan,
masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan.
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Rancangan Penelitian 2
Teknik Budidaya 2
Parameter Uji 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 13
KESIMPULAN DAN SARAN 15
Kesimpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
(Effendie, 1997). Menurut Syafiuddin (2000), jika padat tebar terlalu rendah,
maka udang dapat menjadi kurang agresif terhadap pakan, maka asupan nutrisi
kurang dan metabolisme terganggu, sehingga pertumbuhannya kurang baik,
sedangkan pada padat tebar yang terlalu tinggi, udang semakin agresif dan saling
menyerang satu sama lain hingga terjadi kematian. Selain itu, persaingan
mendapatkan pakan lebih banyak dan ruang gerak udang semakin terbatas, maka
persaingan mendapatkan pakan dan koefisien keragaman menjadi tinggi, sehingga
dapat mengakibatkan menurunnya laju pertumbuhan, lebih lanjut udang menjadi
stres bahkan terjadi kematian. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan padat
tebar yang optimal bagi udang vaname. Dengan peningkatan jumlah padat tebar
yang digunakan dalam penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan produksi
udang vaname, serta informasi hasil penelitian dapat diterapkan pada
pembudidaya udang vaname.
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Rancangan Penelitian
Teknik Budidaya
udang diserang predator dari bawah. Setiap kantong jaring dilengkapi shelter
udang yang terbuat dari lembaran waring berukuran 20 x 20 cm sebanyak empat
lembar yang diikat dengan tali.
Udang vaname PL 10 berukuran bobot 0,003±0,0012 gram dan panjang
0,5±0,1517 cm dan berasal dari hatchery swasta di Labuan, Banten yang dideder
terlebih dahulu dalam hapa berukuran 3 x 3 x 1,2 m dengan bahan yang terbuat
dari bahan PE. Padat tebar pada saat pendederan yaitu 550 ekor/m2. Pemberian
pakan pada tahap pendederan dilakukan secara blind feeding. Jaring yang sudah
kotor akan sisa pakan, sisa metabolit dan bio fouling dibersihkan dengan cara
diganti dan direndam di petak khusus yang berisi ikan herbivora seperti ikan
baronang yang ditangkap dan dikumpulkan dalam satu petak jaring. Setelah
kotoran pada jaring sudah lebih bersih, jaring diangkat dari air dan dijemur. Hasil
pendederan diperoleh udang ukuran panjang 6,1±0,24 cm dan bobot 1,7±0,04
gram yang digunakan untuk penelitian ini.
Pemberian Pakan
Udang vaname dipelihara selama 60 hari dan diberi pelet komersial
(protein 38 %, lemak 4 %, serat kasar 3 %, abu 15 %, kadar air 10 %) sebanyak 10
% dari biomassa per hari, kemudian setelah dilakukan sampling kedua, dilakukan
pengurangan feeding rate (FR) pada kepadatan 450 dan 600 ekor/m2 menjadi 9 %
lalu 8%, tapi pada perlakuan 750 ekor/m2 tidak dilakukan pengurangan. Setelah
dilakukan sampling keempat, FR dikurangi pada perlakuan 450, 600 dan 750
ekor/m2 menjadi 9 %, 8 % dan 7 % yang diterapkan hingga akhir pengujian.
Pengurangan feeding rate dilakukan karena terdapat perbedaan bobot udang antar
perlakuan yang cukup tinggi. Pakan diberikan sebanyak lima kali sehari pada
pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan 22.00 WIB. Pakan ditimbang menggunakan
timbangan digital pada pagi hari sebelum pemberian pakan pertama setiap
harinya. Pakan yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam wadah kecil terbuat
dari bahan plastik sebanyak 9 buah yang dikelompokkan untuk masing-masing
petak perlakuan, untuk memudahkan pemberian pakan. Pakan ditebar secara
merata pada petak udang uji secara langsung. Bagian dasar jaring dilapisi dengan
jaring yang lebih rapat sehingga pakan tidak akan jatuh keluar jaring.
Pengambilan Sampel
Setiap dua minggu dilakukan sampling bobot dan panjang udang. Sampel
udang diambil dengan menggunakan serok, kemudian sampel udang sebanyak 30
ekor dimasukkan ke dalam ember plastik yang berisi air laut untuk selanjutnya
dilakukan pengukuran bobot dan panjang udang. Udang ditimbang dengan
timbangan digital berketelitian 0,01 g. Sebelum ditimbang udang dikeringkan
terlebih dahulu menggunakan tisu. Setelah itu panjang udang diukur dengan
menggunakan penggaris. Sampel udang dikembalikan ke dalam wadah percobaan
setelah selesai dilakukan pengukuran.
Parameter Uji
Keterangan :
TKH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah udang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah udang pada awal pemeliharaan (ekor)
Keterangan :
GR = Laju pertumbuhan bobot mutlak (g/hari)
Wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (g)
Wo = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (g)
T = Waktu pemeliharaan (hari)
5
[√ ]
Keterangan :
SGR = Pertumbuhan spesifik (%)
Wt = Bobot akhir (g)
Wo = Bobot awal (g)
t = Waktu (hari)
Koefisien Keragaman
Koefisien keragaman dalam penelitian ini dinyatakan dalam variasi
keragaman bobot udang. Koefisien ini adalah persentase dari simpangan baku
panjang udang contoh terhadap nilai tengahnya, dengan rumus Steel dan Torrie
(1982):
[ ]
Keterangan :
KK = Koefisien keragaman (%)
S = Simpangan baku
Y = Rata-rata contoh
[ ]
Keterangan :
RKP = Rasio konversi pakan
Wt = Biomassa benih waktu ke-t pemeliharaan (g)
Wd = Biomassa benih mati (g)
Wo = Biomassa benih pada awal pemeliharaan (g)
F = Jumlah pakan yang diberikan pada benih (g)
6
Produksi Biomassa
Produksi biomassa suatu sistem dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
( )
( ⁄ )
( )
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) SPSS 20
melalui analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
(p<0,05). Apabila terdapat perbedaan, maka untuk melihat beda nyata (p<0,05)
digunakan uji Tukey. Selain itu dilakukan pengujian polinomial ortogonal secara
linear untuk mengetahui hubungan fungsional antara perlakuan-perlakuan (x)
dengan pengaruhnya (y) terhadap objek penelitian pada percobaan berfaktor
tunggal. Grafik diperoleh dengan cara memasukkan data dalam bentuk grafik
scatter menggunakan Microsoft Excel, kemudian pilih polynomial orthogonal,
munculkan persamaan garis dan R2.
7
Hasil
90 89,78
Tingkat kelangsungan hidup (%)
y = 6,36 - 15,84x
80 R² = 0,93
79,11 78,83
72,83
70
60 60,00
58,00 a
49,87
50 b ab 49,33
40
34,67
30
400 450 500 550 600 650 700 750 800
Padat tebar (ekor/m2)
0,19
y = 0,17 - 0.02x
0,19
0,19 R² = 0.98
0,18 0,18
a
b
0,17 0,17 a
0,17
0,16 0,16
0,16
0,15
0,15 0,15
0,14
400 450 500 550 600 650 700 750 800
Padat tebar (ekor/m2)
3,45 3,46
3,44
3,40 y = 3,23 - 0.17x
3,35 3,38 R² = 0,99
3,30 a
3,25
b
hari)
3,23
3,20 a
3,21
3,15 3,13
3,10 3,11
3,09
3,05
3,00 3,01
2,95
350 400 450 500 550 600 650 700 750 800
Padat tebar (ekor/m2)
Koefisien Keragaman
Nilai koefisien keragaman (y) cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya padat tebar (x) mengikuti pesamaan y = 14,72 + 2,06x. Nilai rata-
rata tertinggi koefisien keragaman bobot udang vaname pada penelitian ini yaitu
pada perlakuan 750 ekor/m2 sebesar 17,28±1,77 % dan nilai terendah yaitu pada
perlakuan 450 ekor/m2 sebesar 13,16±1,08 % (Gambar 4). Berdasarkan analisis
ragam, nilai tingkat koefisien keragaman pada perlakuan 750 ekor/m2 berbeda
nyata dengan perlakuan 450 dan 600 ekor/m2 (p<0,05) (Lampiran 4).
20
b
19 y = 14,72 + 2.06x
R² = 0.95 18,61
Koefisien keragaman (%)
18 17,97
17
16
a a
15,18 15,27
15
14,37
14
13 13,26
12,78 12,70
12 12,32
11
10
400 450 500 550 600 650 700 750 800
Padat tebar (ekor/m2)
1,92 1,92
1,90
1,85 1,86
1,80 a 1,81
1,78 b
1,75 1,76
1,72 ab
1,70
1,67
1,65
1,60
400 450 500 550 600 650 700 750 800
Padat tebar (ekor/m2)
Produksi Biomassa
Nilai rata-rata produksi biomassa udang vaname pada padat tebar 450, 600
dan 750 ekor/m2 yaitu masing-masing sebesar 4,47±0,92, 4,84±0,86 dan
3,68±0,79 kg/m2 (Gambar 6). Berdasarkan analisis ragam, nilai produksi biomassa
semua perlakuan tidak berbeda nyata satu sama lain (p>0,05) (Lampiran 6).
6,00
y = -0.765x2 - 0.395x + 4.84
5,50 5,48 R² = 0.58
Produksi biomassa (kg/m2)
5,22 5,17
5,00
4,76
a
4,50
4,23
4,00 4,04
3,86
3,50 3,44 a
3,00 a
2,77
2,50
2,00
350 400 450 500 550 600 650 700 750 800
Padat tebar (ekor/m2)
Pembahasan
Padat tebar merupakan jumlah ikan atau udang per satuan luas wadah
budidaya. Penelitian padat tebar dilakukan untuk meningkatkan produksi
biomassa, efisiensi penggunaan air, efisiensi wadah pemeliharaan, efisiensi tenaga
kerja, serta meningkatkan efisiensi biaya produksi. Menurut Syafiuddin (2000),
jika padat tebar terlalu rendah maka udang dapat menjadi kurang agresif terhadap
pakan, sehingga pertumbuhannya kurang baik, sedangkan pada padat tebar yang
terlalu tinggi, udang menjadi lebih sulit dalam mendapatkan ruang serta oksigen
sehingga pertumbuhannya terhambat. Padat tebar dikatakan optimal apabila ikan
yang ditebar dalam jumlah tinggi, tetapi kompetisi pakan dan ruang gerak masih
dapat ditolerir oleh udang, sehingga menghasilkan tingkat kelangsungan hidup
dan laju pertumbuhan yang tinggi, serta variasi ukuran yang rendah (Effendie,
1997).
Tingkat kelangsungan hidup berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya.
Hasil pengujian menunjukkan nilai kelangsungan hidup cenderung menurun
dengan meningkatnya padat tebar dari 450, 600 dan 750 ekor/m2 yaitu masing-
masing 76,30±15,09 %, 69,89±10,72 % dan 44,62±8,63 %. Berdasarkan analisis
ragam, nilai tingkat kelangsungan hidup perlakuan 450 ekor/m2 berbeda nyata
dengan perlakuan 750 ekor/m2 (p<0,05). Nilai kelangsungan hidup yang kecil
pada padat tebar yang lebih tinggi pada penelitian ini diduga disebabkan oleh
ruang gerak udang semakin sempit dan persaingan mendapatkan pakan semakin
tinggi, yang menyebabkan udang menjadi lebih agresif. Penyebab kematian pada
penelitian ini terjadi karena udang moulting diserang oleh udang lain karena
memiliki sifat kanibal. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggoro (1992) yaitu
proses moulting yang tidak bersamaan diantara udang yang satu dengan udang
yang lainnya cenderung menyebabkan terjadinya kanibalisme terhadap udang
yang sedang moulting dan selanjutnya mengakibatkan kematian. Udang vaname
dengan kepadatan 100 – 200 ekor/m2 akan terjadi penurunan kelangsungan hidup
seriring dengan meningkatnya padat tebar (Zarain-Herzberg et al., 2006).
Menurut Kurata dalam Saefulhak (2004), pertumbuhan udang merupakan
pertambahan protoplasma dan pembentukan sel yang terus menerus, dan
pertambahan dalam tiga dimensi yang terjadi hanya pada waktu pergantian kulit.
Pertumbuhan pada penelitian ini menunjukkan nilai yang menurun seiring dengan
semakin tingginya padat tebar udang. Laju pertumbuhan harian udang vaname
yang diperoleh pada padat tebar 450, 600 dan 750 ekor/m2 yaitu masing-masing
sebesar 0.19±0.01, 0.16±0.01 dan 0.15±0.01 gram/hari. Nilai laju pertumbuhan
spesifik udang vaname pada penelitian ini yaitu 3.42±0.04, 3.18±0.07 dan
3.08±0.06 %. Berdasarkan analisis ragam, nilai laju pertumbuhan perlakuan 450
ekor/m2 berbeda nyata dengan perlakuan 600 dan 750 ekor/m2 (p<0,05).
Pertumbuhan yang lebih lambat pada padat tebar lebih tinggi dalam penelitian ini
diduga disebabkan oleh tingginya tingkat stress dan persaingan mendapatkan
pakan, yang menyebabkan udang uji tidak nafsu makan, sehingga proses
metabolisme terganggu dan pertumbuhannya semakin lambat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Zarain-Herzberg et al. (2006), bahwa kepadatan tinggi akan
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan spesifik udang. Perbedaan laju
pertumbuhan mengakibatkan adanya keragaman bobot udang.
Koefisien keragaman dalam penelitian ini dinyatakan dalam variasi
keragaman bobot udang vaname. Nilai koefisien keragaman pada perlakuan 450,
14
penempel pakan alami yang menjadi sumber nutrisi udang (Abreu et al., 2007
dalam Zarain-Herzberg et al., 2010). Pada penelitian ini banyak terjadi udang
memakan pakan alami yang menempel di dinding jaring pemeliharaan. Hal ini
diduga mengakibatkan nilai rasio konversi pakan menjadi lebih rendah. Pakan
alami menjadi pakan tambahan alternatif, sehingga jumlah pakan buatan yang
digunakan lebih sedikit digunakan sebagai sumber energi pertumbuhan. Menurut
Zarain-Herzberg et al. (2006), udang yang dibudidayakan di laut diuntungkan
dengan banyaknya ketersediaan bahan organik, yang berhubungan dengan
kecepatan pertumbuhan udang atau pakan alami (contoh: mikroalga dan
zooplankton) yang kaya akan nutrisi, seperti omega-3 yang tinggi akan asam
lemak tak jenuh, yang diketahui menjadi bagian penting dalam pertumbuhan
udang. Efisiensi pakan bergantung pada spesies (kebiasaan makan, ukuran atau
stadia), kualitas air dan kualitas dan kuantitas pakan (Effendi, 2004). Akan tetapi,
pada penelitian ini kualitas air masih termasuk batas toleransi udang.
Kualitas air yang baik dibutuhkan untuk menunjang kehidupan udang
vaname. Penelitian dilakukan di laut yang menjadi habitat asli udang, sehingga
memiliki kualitas air yang baik untuk kehidupan udang vaname. Kondisi perairan
di daerah penelitian termasuk potensial untuk kegiatan budidaya udang vaname.
Perairan ini memiliki kedalaman sekitar 7 meter dan kecepatan arus 0,14 m/detik,
yang terdapat di daerah laguna. Pengukuran kualitas air menunjukkan hasil yang
baik, tidak terjadi fluktuasi perubahan kualitas air yang dapat berakibat negatif
terhadap kehidupan udang vaname. Pengukuran langsung dilakukan di karamba
jaring apung. Pada dinding jaring terdapat bio fouling (organisme penempel), akan
tetapi jumlahnya tidak terlalu mengganggu sirkulasi air dari luar wadah
percobaan.
Padat tebar udang vaname terbaik dalam karamba jaring laut apung di laut
adalah 450 ekor/m2 karena memiliki tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan,
rasio konversi pakan dan koefisien keragaman paling tertinggi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amri K, Kanna I. 2008. Budidaya Udang Vannamei. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Anggoro S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya
tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon fabricius.
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Effendi I. 2004a. Pengantar Akuakultur. Jakarta (ID): PT Penebar Swadaya.
Effendi I. 2016b. Budidaya intensif udang vaname Litopenaeus vannamei di laut:
kajian lokasi, fisiologis dan biokimia [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama.
Ferreira NC, Bonetti C, Seiffert WQ. 2011. Hydrological and water quality
indicates as management tools in marine shrimp culture. Aquaculture.
318:425-433.
Gleason DF, Wellington GM. 1988. Food resources of postlarval brown shrimp
(Penaeus aztecus) in a Texas salt marsh. Mar. Biol. 97:329-337.
KKP. 2016. KKP targetkan produksi udang mencapai 600 ribu ton tahun ini
[Internet]. [diunduh 2016 Apr 15]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id.
Lombardi JV, Marquez HLA, Toledo R, Pereira L, Barreto OJS, Paula EJ. 2006.
Cage polyculture of the Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei and
the Philippines seaweed Kappapphycus alvarezii. Aquaculture. 258:412-
415.
Makmur, Fahrur M, Undu MC. 2016. Pengaruh tipe kincir terhadap produksi
tambak udang vaname (Litopenaeus vannamei) super intensif. Di dalam:
Irianto HE, Sugama K, Wijopriono, Giri INA, Syah R, Haryanti,
Alimuddin, Radiarta IN, Juwana S, Setiono DED, Sriyati E, Basuki PI,
Suprapti, Yulianti D, Suyatno, Puspa E, editor. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur 2016 [Internet]. [2016 Apr 25; Surabaya,
Indonesia]. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
hlm 277-284; [diunduh 2016 Okt 11]. Tersedia pada: http://ejournal-
balitbang.kkp.go.id/index.php/fita/article/view/1779.
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.
Maulina I, Handaka AA, Riyantini I. 2012. Analisis prospek budidaya tambak
udang di kabupaten Garut. Jurnal Akuatika. 3(1):49-62.
Nur A. 2011. Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname. Jakarta (ID): Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Syah R, Makmur M, Undu MC. 2014. Estimasi beban limbah nutrien pakan dan
daya dukung kawasan pesisir untuk tambak udang vaname superintensif.
Jurnal Riset Akuakultur. 9(3):439-448. http://dx.doi.org/10.15578/
jra.9.3.2014.439-448.
Saefulhak A. 2004. Metode pendugaan biomassa dan produktivitas udang vaname
(Litopenaeus vannamei) pada tambak biocrete [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
17
Steel GD, Torrie JH. 1993. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Supriyono E, Purwanto E, Utomo NBP. 2006. Produksi tokolan udang vanamei
(Litopenaeus vannamei) dalam hapa dengan padat penebaran yang
berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. 57-64.
Syafiuddin. 2000. Kinerja budidaya udang windu (Penaeus monodon fab) yang
dipelihara bertingkat dalam sistem resirkulasi [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zarain-Herzberg M, Campa-Cordova AI, Cavalli RO. 2006. Biological viability
of producing white shrimp Litopenaeus vannamei in seawater floating
cages. Aquaculture. 259: 283-289.
Zarain-Herzberg M, Fraga I, Hernandez-Llamas A. 2010. Advances in
intensifying the cultivation of the shrimp Litopenaeus vannamei in floating
cages. Aquaculture. 300: 87-92.
Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Udang.
Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
18
19
LAMPIRAN
20
21
a. Anova
Sumber Keragaman JK DB KT F P
b. Uji tukey
Perlakuan N α = 0.05
1 2
2
750 ekor/m 3 44,622
600 ekor/m2 3 69,889 69,889
2
450 ekor/m 3 76,296
P 0,087 0,791
a. Anova
Sumber Keragaman JK DB KT F P
b. Uji tukey
Perlakuan N α = 0.05
1 2
750 ekor/m2 3 0,154
2
600 ekor/m 3 0,163
2
450 ekor/m 3 0,189
P 0,198 1,000
22
a. Anova
Sumber Keragaman JK DB KT F P
b. Uji tukey
Perlakuan N α = 0.05
1 2
750 ekor/m2 3 3,083
2
600 ekor/m 3 3,177
2
450 ekor/m 3 3,424
P 0,223 1,000
a. Anova
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Total 42,010 8
*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup udang
vaname (p<0,05)
b. Uji tukey
Perlakuan N α = 0.05
1 2
450 ekor/m2 3 13,160
2
600 ekor/m 3 13,714
2
750 ekor/m 3 17,282
P 0,883 1,000
23
a. Anova
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Perlakuan 0,068 2 0,034 8,450 0,018*)
Sisa 0,024 6 0,004
Total 0,092 8
*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup udang
vaname (p<0,05)
b. Uji tukey
Perlakuan N α = 0.05
1 2
b. Uji tukey
Perlakuan N α = 0.05
1
RIWAYAT HIDUP