SKRIPSI
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Aspek Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) yang
Didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
Jakarta
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
ii
RINGKASAN
Ikan ekor kuning merupakan salah satu jenis ikan konsumsi bernilai
ekonomis penting yang dominan ditemukan di wilayah Perairan Kepulauan
Seribu. Produksi ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu cenderung
meningkat pada beberapa tahun terakhir. Kondisi tekanan penangkapan yang
tinggi serta volume produksi yang terus meningkat dapat mengakibatkan
penipisan stok ikan atau menurunnya jumlah populasi ikan ekor kuning di
Perairan Kepulauan Seribu yang bila terus menerus dapat mencapai kondisi
tangkap lebih (overfishing). Penelitian ini dilakukan selama bulan April sampai Juli
2010, dengan tujuan untuk mengkaji beberapa parameter dan pola pertumbuhan,
mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi yang meliputi rasio kelamin, ukuran
pertama kali matang gonad, potensi reproduksi, pola pemijahan, dan musim
pemijahan, serta menduga mortalitas dan laju eksploitasi sebagai informasi dasar
dalam merumuskan upaya pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan ekor
kuning yang optimal dan lestari sumberdaya ikan tersebut.
Jenis data yang dikumpulkan adalah berupa data primer merupakan
pengambilan langsung contoh ikan sebanyak enam ali dengan interval dua
minggu. Pengambilan contoh ikan di-lakukan dengan metode penarikan contoh
berlapis (stratified random sampling) adalah penarikan contoh yang dilakukan
dengan cara populasi dibagi menjadi beberapa lapis-an berdasarkan
karakteristiknya. Ikan contoh dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu kecil,
sedang, dan besar. Contoh ikan ekor kuning secara total adalah sebanyak 300 ekor
yang terdiri dari 189 ekor ikan jantan dan 111 ekor ikan betina.
Pengukuran panjang total dilakukan dengan menggunakan penggaris
dengan ketelitian 0,1 cm dengan cara mengukur panjang total ikan. Penimbangan
bobot ikan dilakukan dengan cara menimbang seluruh tubuh ikan dengan
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Jenis kelamin
ditentukan dengan melihat secara morfologis gonad masing-masing ikan contoh
yang sudah dibedah. Penentuan TKG dilakukan melalui pengamatan morfologi
gonad secara langsung dengan kriteria tingkat kematangan gonad modifikasi
Cassie. Diameter telur contoh diukur pada tiga bagian gonad yaitu bagian anterior,
median, dan posterior, masing-masing bagian sebanyak 50 butir dengan
menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler yang
sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif. Nilai L∞, K, Z dan M
diperoleh dengan bantuan program FiSAT II berdasarkan data panjang dan
parameter pertumbuhan.
Ukuran panjang minimum dan maksimum ikan ekor kuning yang diamati
selama pengamatan adalah 110 mm dan 325 mm. Diketahui persamaan
pertumbuhan Von Bartalanffy untuk ikan ekor kuning adalah Lt = 334,43 (1-e-
0,49(t+1,0449)) dengan pola pertumbuhan isometrik. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan
iii
jantan:betina TKG IV adalah 2,1:1. Nilai indeks kematangan gonad ikan ekor
kuning berdasarkan waktu pengamatan di wilayah Kepulauan Seribu cenderung
berfluktuatif. Nilai IKG meningkat sejalan dengan peningkatan TKG. Ikan ekor
kuning di wilayah perairan Kepulauan Seribu yang diamati memiliki kisaran 4.513-
38.702 butir telur setiap satu induk betinanya. Berdasarkan perhitungan ukuran
ikan pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Sperman-Karber,
ukuran ikan ekor kuning jantan pada saat pertama kali matang gonad adalah
195,55-195,60 mm, sedangkan ukuran ikan ekor kuning betina pada saat pertama
kali matang gonad adalah 218,00-219,07 mm. Pola sebaran diameter telur ikan
memiliki satu puncak, yakni pada ukuran diameter telur 0,35-0,37 mm. Musim
pemijahan diduga terjadi pada bulan Februari-April. Laju eksploitasi ikan
menunjukkan indikasi over fishing dengan nilai 0,7582.
Saran pengelolaan yang diajukan adalah (1) pengaturan ukuran mata jaring
muroami menjadi ukuran 3 inch, (2) pembatasan upaya penangkapan berupa
penetapan jumlah tangkapan dan pelarangan penambahan jumlah kapal (3) perlu
diterapkannya sistem buka tutup suatu lokasi penangkapan ikan ekor kuning pada
musim pemijahan dan (4) konsistensi serta komitmen dari semua pihak, baik dari
pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga terkait lainnya terkait dalam hal
pengawasan, penegakan hukum, dan pengelolaan.
iv
ASEK PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI
IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN
DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
v
PENGESAHAN SKRIPSI
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
vi
PRAKATA
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Isdadjad Setyobudiandi, M. Sc dan Ir. Zairion, M. Sc selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, nasehat, serta
masukan kepada penulis selama penelitian sampai dengan penyusunan skripsi
ini.
2. Dr. Ir. H. Ridwan Affandi selaku penguji tamu dan Ir. Agustinus M. Samosir,
M. Phil selaku dosen penguji dari komisi pendidikan S1 atas saran, nasehat, dan
perbaikan yang diberikan.
3. Keluarga tercinta; almarhum Ayahanda Umar Sidik, Ibunda Asmeirina, Kak
Sheirley, Bang Ronggur, Mas Jati dan Athar yang telah memberikan doa,
dukungan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan selama ini.
4. Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan Suku Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
5. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widaryanti serta seluruh civitas
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan kepada penulis.
6. Desi Harmiyati yang sudah memberikan inspirasi awal dalam penelitian ini.
Chikarista Irfangi, Widya Dharma, Ilmi Ading, Febri, Damora, dan Adisti yang
turut membantu dalam penyusunan dan terciptanya skripsi ini. Sahabat-
sahabatku ADC++; Gafar AK, Denny ‘Bibir’, Dinda ‘Mamake’ Zakiyah, Dwi
Endah Wardhani, Astri Ayuningtias, Luly Nurul Fadhilah, Restu Rahayu
Bratadiredja, Khoirul Umam dan Danang Dwiananto yang telah memberikan
kesabaran, dukungan, masukkan, dan bantuan kepada penulis selama masa
perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini. Faridh Nadler, Viga Desya,
Tantri Jiebhan, Irin, CheChe, dan Hanum yang juga turut memberikan
dukungan serta semangat selama penyusunan skripsi ini.
7. Keluarga besar MSP 42, 43, 44 dan UKM MAX!! atas dukungan dan
kebersamaannya selama ini serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu
per satu.
viii
RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
2.1. Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) ......................................................... 4
2.2. Pertumbuhan ........................................................................................... 5
2.3. Distribusi Frekuensi Panjang ................................................................ 6
2.4. Faktor Kondisi ......................................................................................... 7
2.5. Aspek Reproduksi .................................................................................. 8
2.5.1. Rasio kelamin ............................................................................. 8
2.5.2. Tingkat kematangan gonad ..................................................... 9
2.5.3. Indeks kematangan gonad ....................................................... 9
2.5.4. Fekunditas .................................................................................. 10
2.5.5. Ukuran ikan pertama kali matang gonad .............................. 10
2.5.6. Diameter telur dan pola pemijahan ........................................ 11
2.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ............................................................ 12
2.7. Kondisi Wilayah Kepulauan Seribu..................................................... 12
3. METODE PENELITIAN ................................................................................ 15
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................ 15
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 16
3.3. Metode Kerja ........................................................................................... 16
3.3.1. Pengambilan dan penanganan ikan contoh........................... 16
3.3.2. Pengamatan ikan contoh .......................................................... 17
a. Pengukuran panjang dan berat ikan contoh ................... 17
b. Pembedahan ikan contoh ................................................... 17
c. Penentuan jenis kelamin .................................................... 17
d. Penentuan tingkat kematangan gonad ............................ 17
e. Penentuan diameter telur................................................... 18
3.4. Analisis Data ........................................................................................... 19
3.4.1. Distribusi frekuensi panjang .................................................... 19
3.4.2. Hubungan panjang dan berat .................................................. 20
3.4.3. Faktor kondisi ............................................................................ 21
3.4.4. Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0 .................................. 22
3.4.5. Rasio kelamin ............................................................................. 23
3.4.6. Indeks kematangan gonad ....................................................... 23
3.4.7. Fekunditas .................................................................................. 23
3.4.8. Ukuran ikan pertama kali matang gonad .............................. 24
3.4.9. Mortalitas dan laju eksploitasi ................................................. 24
3.4.10. Penetapan ukuran mata jaring................................................. 25
x
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 26
4.1. Distribusi Frekuensi Panjang ................................................................ 26
4.2. Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0 ............................................... 28
4.3. Hubungan Panjang dan Bobot .............................................................. 30
4.4. Faktor Kondisi ......................................................................................... 33
4.5. Aspek Reproduksi .................................................................................. 35
4.5.1. Rasio Kelamin ............................................................................ 35
4.5.2. Tingkat Kematangan Gonad .................................................... 37
4.5.3. Indeks kematangan gonad ....................................................... 39
4.5.4. Fekunditas .................................................................................. 41
4.5.5. Ukuran ikan pertama kali matang gonad .............................. 42
4.5.6. Diameter telur dan pola pemijahan ........................................ 42
4.5.7. Menentukan musim pemijahan ............................................... 43
4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ............................................................ 44
4.7. Alternatif Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning .... 44
5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 47
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 47
5.2. Saran ......................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 48
LAMPIRAN............................................................................................................. 51
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil tangkapan ikan ekor kuning di Kepulauan Seribu ........................... 1
2. Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie pada Effendie (1979) ....... 18
3. Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0 ikan ekor kuning
(Ceasio cuning) ................................................................................................... 28
4. Parameter pertumbuhan ikan ekor kuning (Caesio cuning) dari
dua waktu penelitian ....................................................................................... 28
5. Hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning (Caesio cuning)
setiap waktu pengamatan setelah dilakukan uji-t ....................................... 30
6. Proporsi ikan ekor kuning (Caesio cuning) jantan dan betina..................... 36
7. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan ekor kuning (Caesio cuning)...... 44
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan ekor kuning (Caesio cuning) .................................................................... 4
2. Peta lokasi penelitian, wilayah perairan Taman Nasional Laut (TNL)
Kepulauan Seribu ............................................................................................. 15
3. Bagan alir pengambilan data .......................................................................... 19
4. Sebaran frekuensi ukuran panjang ikan ekor kuning (Caesio cuning)
secara total ......................................................................................................... 26
5. Sebaran frekuensi ukuran panjang ikan ekor kuning (Caesio
cuning) setiap waktu pengamatan.................................................................. 27
6. Kurva pertumbuhan ikan ekor kuning (Caesio cuning) ............................... 29
7. Hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning (Caesio cuning)
(a) jantan, (b) betina, dan (c) secara total....................................................... 32
8. Faktor kondisi ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan selang
kelas panjang ..................................................................................................... 33
9. Faktor kondisi ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan waktu
pengamatan ....................................................................................................... 34
10. Faktor kondisi ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan tingkat
kematangan gonad ........................................................................................... 35
11. Rasio kelamin ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan
(a) waktu pengamatan dan (b) selang kelas panjang .................................. 37
12. Tingkat kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
(a) jantan dan (b) betina berdasarkan selang kelas panjang....................... 38
13. Tingkat kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
(a) jantan dan (b) betina berdasarkan waktu pengamatan ......................... 39
14. Indeks kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
berdasarkan waktu pengamatan .................................................................... 40
15. Indeks kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
berdasarkan tingkat kematangan gonad....................................................... 41
16. Hubungan panjang total dan fekunditas ikan ekor kuning
(Caesio cuning) ................................................................................................... 42
17. Sebaran diameter telur ikan ekor kuning (Caesio cuning) ........................... 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Alat-alat dan bahan yang digunakan ............................................................ 52
2. Sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning pada tiap pengamatan ...... 54
3. Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN I yang
dikemas dalam progam FiSAT II ................................................................... 55
4. Hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning pada tiap
pengamatan ....................................................................................................... 58
5. Faktor kondisi ikan ekor kuning .................................................................... 60
6. Tingkat kematangan gonad ikan ekor kuning ............................................. 61
7. Indeks kematangan gonad ikan ekor kuning ............................................... 62
8. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan ekor kuning
betina dengan metode Sperman Karber........................................................ 63
9. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan ekor kuning
jantan dengan metode Sperman Karber........................................................ 64
10. Pendugaan mortalitas total (Z) dengan menggunakan metode Jones &
Van Zelinge yang dikemas dalam progam FiSAT II ................................... 65
11. Pendugaan mortalitas alami (M) dengan menggunakan rumus Pauly
yang dikemas dalam progam FiSAT II.......................................................... 66
xiv
1
1. PENDAHULUAN
meningkat tiap tahunnya. Nggajo (2009) juga menyebutkan bahwa hasil tangkapan
ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu umumnya merupakan ikan yang
memiliki tingkat kematangan gonad I dan II, yang berarti penangkapan ikan ekor
kuning didominasi oleh ikan yang masih muda atau dalam kondisi pertumbuhan.
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Jabbar (2008) yang menyebutkan bahwa
kelompok ikan ukuran kecil pada ukuran 7,0-28,9 cm lebih banyak tertangkap dan
umumnya ikan-ikan itu dalam kondisi belum matang gonad. Kondisi tekanan
penangkapan yang tinggi serta volume produksi yang terus meningkat dapat
mengakibatkan penipisan stok ikan atau menurunnya jumlah populasi ikan ekor
kuning di Perairan Kepulauan Seribu yang bila terus menerus dapat mencapai
kondisi tangkap lebih (overfishing).
kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, potensi reproduksi, pola pemijahan,
dan musim pemijahan, serta menduga mortalitas dan laju eksploitasi ikan ekor
kuning di wilayah Perairan Kepulauan Seribu. Hasil kajian di atas kemudian dapat
digunakan sebagai informasi dasar dalam merumuskan upaya pengelolaan
pemanfaatan sumberdaya ikan ekor kuning yang optimal dan lestari.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk badan ikan ekor kuning adalah memanjang, melebar, pipih, mulut
kecil, memiliki gigi-gigi kecil, dan lancip. Tubuh ikan ekor kuning bagian atas
sampai punggung berwarna ungu kebiruan. Ekor berwarna kuning, bagian bawah
kepala, badan, sirip perut, dan dada berwarna merah jambu. Pinggiran sirip
punggung sedikit hitam dan ketiak sirip dada berwarna hitam. Panjang tubuhnya
dapat mencapai 35 cm tetapi pada umumnya hanya dapat mencapai 25 cm
(www.fishbase.com).
5
2.2. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang paling intensif dipelajari
dalam biologi perikanan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan merupakan indikator
yang baik untuk mengetahui kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan
dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat,
dalam satuan waktu (Moyle and Cech 1988). Sebagian besar ikan memiliki
kemampuan untuk meneruskan pertumbuhan selama hidup bila kondisi
lingkungannya sesuai dan ketersediaan makanan cukup baik, walaupun pada
umur tua, pertumbuhan ikan hanya sedikit. Ikan tidak memiliki limit tertentu
untuk membatasi pertumbuhan (undeterminate growth) (Effendie 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat digolongkan
menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor
ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor dalam umumnya
adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, diantaranya adalah keturunan, jenis
kelamin, umur, parasit, dan penyakit (Effendie 1997). Menurut Moyle & Cech
6
(1988), umur dan kedewasaan pun ikut menjadi faktor internal yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Beberapa faktor eksternal yang ikut mempengaruhi pertumbuhan antara
lain suhu, oksigen terlarut, kadar amonia, salinitas, kompetisi dan ketersediaan
makanan (Moyle and Cech 1988). Selain itu, Effendie (1997) juga menyatakan
bahwa fotoperiod (panjang hari) juga ikut mempengaruhi pertumbuhan.
Jabbar (2008) menyatakan bahwa hasil penelitiannya pada bulan Maret
2007, mendapatkan ukuran panjang ikan ekor kuning yang terkecil adalah 15,0-15,9
cm dan ukuran yang terbesar 28,0-28,9 cm dengan rata-rata panjang 19,64 cm. Pada
bulan Juli 2007, didapatkan data hasil pengukuran berat berkisar antara 7,1-470
gram dengan rata-rata 95,94 gram. Pola hubungan panjang dan berat yang
menunjukkan pola pertumbuhan bersifat isometrik (b=3,021) dengan koefisien
determinasi (R²=0,987) yang berarti penambahan panjang ikan sama dengan
pertambahan berat tubuh ikan.
Panjang ikan dapat ditentukan dengan mudah dan cepat dalam investigasi
di lapangan, karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk
suatu distribusi normal sehingga umur bisa ditentukan dari distribusi frekuensi
panjang melalui analisis kelompok umur. Kelompok umur bisa diketahui dengan
mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus
panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompok umur. Hasil identifikasi
kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan dan laju
pertumbuhan (Busacker et al. in Schreck & Moyle 1990). Ketika suatu contoh besar
yang tidak bisa diambil dari suatu stok ikan atau invertebrata, panjang masing-
masing individu bisa diukur dan digambarkan sebagai diagram frekuensi panjang.
Jika pemijahan terjadi sebagai suatu peristiwa diskret, hal ini akan menghasilkan
kelompok ukuran atau kelas yang berbeda yang dibuktikan dengan puncak atau
modus pada distribusi frekuensi panjang (King 1995).
perbedaan laju mortalitas, terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara teatur,
yaitu pada awal pemijahan didominasi oleh ikan jantan kemudian seimbang pada
saat terjadi pemijahan dan didominasi oleh betina sampai pemijahan selesai
(Nikolsky 1963)
telur. Dengan memantau perubahan IKG dari waktu ke waktu, maka dapat
diketahui ukuran ikan waktu memijah (Effendie 1997).
Pada TKG yang sama, IKG ikan jantan akan berbeda dengan ikan betina.
Umumnya kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG
ikan jantan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran gonad antara ikan jantan
dan betina. Biasanya ovarium pada ikan betina akan lebih berat daripada testis
pada ikan jantan (Effendie 1997).
2.5.4. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah. Fekunditas terdiri dari dua istilah, yaitu fekunditas individu dan
fekunditas relatif. Fekunditas individu atau fekunditas mutlak adalah jumlah telur
masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Sedangkan fekunditas
relatif atau fekunditas nisbi adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan.
Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang daripada berat, karena
panjang penyusutannya relatif kecil dan panjang akan cepat mengalami perubahan
pada waktu musim pemijahan (Effendie 1997).
Umumnya ikan teleostei perairan laut memiliki tingkat fekunditas tinggi,
mencapai ribuan sampai jutaan setiap ikan betinanya pertahun. Jumlah telur yang
dihasilkan akan meningkat sejalan dengan perkembangan ukuran tubuh.
Fekunditas meningkat lebih cepat dengan pertambahan ukuran panjang dibanding
dengan pertambahan berat ikan (Jennings et al. 2001).
Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh
ikan betina antara lain fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk (parental
care), ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi (Moyle & Cech
1988). Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar pada umumnya memijah di
daerah permukaan, sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil umumnya
melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tanaman
atau habitat lainnya (Nikolsky 1963).
reproduksinya. Tiap spesies ikan tidak sama ukuran dan umur pertama kali
matang gonad, bahkan ikan-ikan pada spesies yang sama juga akan berbeda bila
berada pada kondisi dan letak geografis yang berbeda (Nasution 2004).
Umumnya ikan akan terus menerus memijah setelah pertama kali matang
gonad, namun bergantung kepada daur pemijahannya, ada yang satu tahun sekali,
beberapa kali dalam satu tahun, dan sebagainya (Reay 1984 in Nasution 2004).
Dikatakan pula bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan daur
reproduksi antara lain adalah suhu, oksigen terlarut dalam perairan dan hormon
yang berperan dalam reproduksi yang dapat memacu organ-organ reproduksi
untuk berfungsi (Nasution 2004).
Ukuran ikan pada waktu pertama kali matang gonad berhubungan dengan
pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Affandi &
Tang 2002). Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad memiliki
ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut masih satu spesies. Hal tersebut
diakibatkan karena adanya perbedaan kondisi ekologis perairan (Blay & Egeson
1980 in Makmur & Prasetyo 2006).
Umur pada awal reproduksi bervariasi terhadap jenis kelamin. Bagi ikan
jantan maupun betina, umur pertama kali memijah bergantung kepada kondisi
lingkungan yang sesuai. Pada lingkungan yang tidak sesuai untuk tumbuh dan
mempertahankan sintasan, ikan-ikan cenderung akan menangguhkan pemijahan,
karena akan menurunkan tingkat pertumbuhan dan sintasan, sehingga reproduksi
cenderung akan berlangsung pada umur lebih muda (Nasution 2004).
Sedangkan lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur.
Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama semua menunjukkan
waktu pemijahannya pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus
menerus ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovarium
(Effendie 1997). Pola pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada yang
berlangsung singkat (total spawning), dan ada pula yang berlangsung dalam waktu
yang panjang (partial spawning).
pulau dipengaruhi oleh adanya pasang surut yang mencapai 1-15 meter di atas
Pelabuhan Tanjung Priok. Pada umumnya keadaan geologi di Kepulauan Seribu
terbentuk dari batuan kapur, karang/pasir, dan sedimen yang berasal dari Pulau
Jawa dan Laut Jawa, terdiri atas susunan bebatuan malihan/metamorfosa dan
batuan beku, di atas batuan dasar diendapkan sedimen epiklastik, batu gamping,
batu lempung yang menjadi dasar pertumbuhan gamping terumbu Kepulauan
Seribu (www.kepulauanseribu.net).
Secara umum keadaan laut di wilayah Kepulauan Seribu mempunyai
kedalaman yang berbeda-beda, yaitu berkisar antara 0-40 meter. Di Kepulauan
Seribu tidak terdapat sumber hidrologi permukaan, seperti sungai, dan mata air.
Kondisi air tanah di wilayah Kepulauan Seribu sangat tergantung pada kepadatan
vegetasinya. Pulau-pulau yang mempunyai vegetasi padat dan mempunyai
lapisan tanah yang cukup tebal, maka kondisi air tanah akan mempunyai kualitas
air tawar yang baik. Hal tersebut karena vegetasi dan lapisan tanah tersebut dapat
menyimpan air tanah yang berasal dari hujan (www.kepulauanseribu.net).
Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin
monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi angin musim barat
(Desember-Maret) dan angin musim timur (Juni-September). Musim pancaroba
terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada
musim barat bervariasi antara 7-20 knot, biasanya terjadi pada bulan Desember-
Februari. Pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot yang
bertiup dari arah Timur Laut sampai tenggara (www.kepulauanseribu.net).
Musim hujan di Kepulauan Seribu biasanya terjadi antara bulan November-
April dengan hari hujan antar 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada
bulan Januari. Musim kemarau terkadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari
pada saat hujan berkisar antara 4-10 hari perbulannya. Biasanya curah hujan
terkecil terjadi pada bulan Agustus. Curah hujan tahun 2008 tercatat mencapai
169,4 mm sedangkan pada saat bulan-bulan kering yaitu bulan Juni sampai dengan
bulan September. Curah hujan bermusim yang dominan di wilayah Kepulauan
Seribu yaitu musim barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan musim
timur (musim angin timur serta kering). Musim-musim tersebut mempunyai
pengaruh besar bagi kehidupan penduduk maupun bagi kegiatan-kegiatan lainnya
14
serta kondisi wilayah. Hal tersebut mempengaruhi kegiatan nelayan yang akan
sangat terganggu pada saat musim angin barat (www.kepulauanseribu.net).
Tipe iklimnya adalah tropika panas dengan suhu rata-rata berkisar antara
26,5°-28,5°C, sedangkan suhu permukaan air pada saat musim barat berkisar antara
28,5°-30°C dan musim timur suhu permukaan berkisar antara 28,5°-31°C. Salinitas
permukaan berkisar antara 30-34‰ baik pada musim barat dan musim timur
(Pemprov DKI Jakarta 2008) dan untuk bagian dasar berkisar antara 32,3-33,35‰.
15
3. METODE PENELITIAN
P. Pramuka
Gambar 2. Peta lokasi penelitian, wilayah perairan Taman Nasional Laut (TNL)
Kepulauan Seribu
16
contoh. Total ikan contoh yang diambil sebanyak 50 ekor setiap pengambilan
contoh.
Ikan contoh kemudian dimasukkan kedalam plastik dan cool box, kemudian
diawetkan dengan dengan formalin 10% dan dibawa ke Laboratorium Bio Makro I,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis lebih lanjut.
IKG Pola
Nisbah
TKG pemijahan
kelamin Fekunditas
Potensi reproduksi
Gambar 3. Bagan alir pengumpulan data dari ikan contoh (Modifikasi Adisti
2010)
(2) Dengan melihat hasil pengamatan frekuensi pada setiap selang kelas panjang
ikan ditetapkan jumlah kelas sebanyak 10 kelas dengan interval sebesar 22
mm.
(3) Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas yang pertama dan kemudian
limit atas kelasnya. Limit atas didapatkan dengan cara menambahkan lebar
kelas pada limit bawah kelas.
(4) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.
(5) Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan merata-
ratakan limit kelas.
(6) Menetukan frekuensi bagi masing-masing kelas.
Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masing-masing
kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya.
Dari grafik tersebut dapat terlihat jumlah puncak yang menggambarkan jumlah
kelompok umur (kohort) yang ada. Dapat terlihat juga pergeseran distribusi kelas
panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran frekuensi panjang menggambarkan
jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terjadi pergeseran modus sebaran
frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort. Bila terdapat lebih dari
satu kohort, maka dilakukan pemisahan distribusi normal. Menurut Sparre dan
Venema (1999), metode yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi
komposit ke dalam distribusi normal adalah metode Bhattacharya (1967) in Sparre
dan Venema (1999) dengan bantuan software program FiSAT II.
W aLb
W = bobot ikan (gram)
L = panjang total ikan (mm)
a dan b = konstanta
b b0
t hitung
sb0
105 W
K
L3
Lt L 1 e K t t0 (1)
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang
maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan
(per satuan waktu), t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol.
Untuk t0 sama dengan nol, persamaan (1) dapat ditulis menjadi:
Lt L 1 e Kt (2)
sehingga untuk t sama dengan t+1 dan t sama dengan t, persamaan (2) bagi Lt+1-Lt
menjadi:
Lt 1 Lt L 1 e K t 1 L 1 e Kt (3)
sehingga
Lt 1 Lt L e Kt 1 e K (4)
Lt 1 Lt L Lt 1 e K (5)
sehingga
Lt 1 L 1 e K Lt e K (6)
Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang dipisahkan
oleh interval waktu yang konstan (1 = tahun, bulan, atau minggu) (Pauly 1984).
Persamaan (7) dapat diduga dengan persamaan regresi linear dan jika Lt sebagai
absis diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat maka garis lurus yang dibentuk akan
memiliki kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama
dengan:
L 1 e Kt
Dengan demikian, nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara sebagai berikut:
K ln b (7)
a (8)
L
1 b
23
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara
terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983):
3.4.7. Fekunditas
Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan cara gabungan antara
gravimetrik dengan volumetrik dan dihitung dengan menggunakan rumus
(Effendie 1997):
G V X
F
Q
F = fekunditas
G = berat gonad (gram)
V = volume pengenceran (cc)
X = jumlah telur tiap cc
Q = berat telur contoh (gram)
24
x n
m xk x pi
2 i 1
m = Logaritma dari kelas panjang pada kematangannya yang pertama
x = Selisih logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang
k = Jumlah kelas panjang
xk = Logaritma nilai tengah panjang dimana ikan 100% matang gonad (atau
dimana pi = 1)
pi = Proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i
Nilai variance dari persamaan ini adalah:
n
p q
Ragam x 2 i i
i 1 ni 1
m z / 2 Ragam
Ukuran pertama kali matang gonad ikan (Lm) dapat diduga dengan menggunakan
antilog nilai m.
Jantan Betina
50
45
40
35
Frekuensi
30
25
20
15
10
5
0
Gambar 4. Sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning (Caesio cuning) secara
total
Gambar 5. Sebaran frekuensi ukuran panjang ikan ekor kuning (Caesio cuning)
setiap waktu pengamatan
28
Tabel 3. Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0 ikan ekor kuning (Ceasio cuning)
Parameter Pertumbuhan
Contoh Ikan
K (per tahun) L∞ (mm) t0 (tahun)
Total 0,49 334,43 -1,0449
Jantan 0,49 334,43 -1,0449
Betina 0,47 334,43 -1,0911
Tabel 4. Parameter pertumbuhan ikan ekor kuning (Caesio cuning) dari dua waktu
penelitian di Kepulauan Seribu
Parameter Pertumbuhan Periode Pengambilan
Sumber
K (per tahun) L∞ (mm) Data
Penelitian ini (Habibun 2011) 0,49 334,43 April – Juli 2010
Harmiyati (2009) 0,55 303,00 Maret – Mei 2009
29
400
350 Lt = 334,43 (1-e-0,49(t+1,0449))
300
Panjang (mm)
250
200
150
100
50
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Umur (bulan)
Tabel 5. Hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning (Caesio cuning) setiap
waktu pengamatan setelah dilakukan uji-t
Waktu Pengamatan Persamaan Hubungan Panjang-Bobot Pola Pertumbuhan
I Jantan: W=5x10-6L3,143; R2=0,987; n=30 Allometrik positif
(28 April 2010) Betina: W=3x10-6L3,235; R2=0,992; n=20 Allometrik positif
II Jantan: W=9x10 L ; R =0,979; n=28
-6 3,029 2 Isometrik
(12 Mei 2010) Betina: W=1x10-5L2,996; R2=0,991; n=22 Isometrik
III Jantan: W=4x10 L ; R =0,965; n=35
-6 3,171 2 Allometrik positif
(26 Mei 2010) Betina: W=2x10-6L3,347; R2=0,799; n=15 Allometrik positif
IV Jantan: W=5x10-6L3,141; R2=0,975; n=32 Allometrik positif
(9 Juni 2010) Betina: W=2x10 L ; R =0,944; n=18
-5 2,844 2 Allometrik negatif
V Jantan: W=3x10-6L3,229; R2=0,958; n=32 Allometrik positif
(23 Juni 2010) Betina: W=1x10 L ; R =0,968; n=18
-5 2,947 2 Isometrik
VI Jantan: W=8x10-6L3,025; R2=0,973; n=32 Isometrik
(7 Juli 2010) Betina: W=3x10 L ; R =0,979; n=18
-6 3,179 2 Allometrik positif
Secara umum, hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan panjang dan bobot
ikan ekor kuning memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini dibuktikan dengan
nilai model observasi (R2) yang mendekati 1, atau 100%.
Secara keseluruhan, hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning di
wilayah perairan Kepulauan Seribu (Gambar 7) memiliki pola pertumbuhan
isometrik (b=2,964), yakni pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan
bobot. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jabbar
31
(2008) dengan nilai b=3,021 dan Harmiyati (2009) dengan nilai b=3,009. Nilai b ikan
ekor kuning jantan lebih besar dibanding ikan ekor kuning betina. Hal ini berarti
pada selang waktu pengamatan, ikan ekor kuning betina menggunakan energi
lebih besar dibanding ikan ekor kuning jantan, yang menyebabkan bentuk ikan
ekor kuning jantan betina lebih langsing dan kurus. Hal ini dapat disebabkan
kemungkinan ikan betina telah menghabiskan energinya untuk melakukan
pemijahan sebelumnya.
Menurut Bagenal (1978), faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b
selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam
spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan
gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut.
Moutopoulos dan Stergiou (2002) in Kharat et al. (2008) in Harmiyati (2009)
menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan
jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.
Menurut Effendie (1997) apabila nilai b sama dengan 3 (tiga) menunjukkan
bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya atau pertambahan panjang
ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Apabila nilai b yang didapatkan
lebih besar dari 3 (tiga) maka ikan tersebut dalam keadaan gemuk (montok),
dimana pertambahan berat lebih cepat dari panjangnya, sedangkan apabila nilai b
yang diperoleh lebih kecil dari 3 (tiga) maka ikan tersebut berada dalam kondisi
kurus, dimana pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan beratnya.
Pengamatan hubungan panjang berat ikan ekor kuning ternyata diperoleh
hasil bahwa ikan ekor kuning termasuk dalam kategori ikan yang pertumbuhannya
tidak berubah bentuk atau pertambahan panjang ikan seimbang dengan
pertambahan beratnya. Menurut Effendie (1997) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar
yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang
menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor
kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang gonad.
32
350
300 ♂ W = 9x10-6L3,022
250 R² = 0,952
Bobot (gram)
200 n=189
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Panjang Total (mm)
(a)
350
300 ♀ W = 2x10-5L2,821
250 R² = 0,945
Bobot (gram)
200 n=111
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Panjang Total (mm)
(b)
350
300 W = 1x10-5L2,964
250 R² = 0,951
Bobot (gram)
200 n=300
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Panjang Total (mm)
(c)
Gambar 7. Hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning (Caesio cuning) (a)
jantan, (b) betina, dan (c) secara total
33
1,60
1,40
1,20
Faktor Kondisi
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
Gambar 8. Faktor kondisi ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan selang
kelas panjang
hal, antara lain umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad
(Effendie 1997).
Nilai faktor kondisi ikan ekor kuning berdasarkan waktu pengamatan di
wilayah Kepulauan Seribu cenderung berfluktuatif. Pada pengamatan ke III (26
Mei 2010) terlihat penurunan nilai faktor kondisi ikan ekor kuning betina (Gambar
9). Hal ini diduga ikan ekor kuning betina telah melakukan proses pemijahan, dan
cenderung kembali beradaptasi dengan lingkungannya yang menyebabkan kondisi
tubuh ikan yang semakin menurun karena pemanfaatan energi untuk
pertumbuhan cenderung dipakai untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Jantan Betina
1,4
1,2
Faktor Kondisi
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
28A 12M 26M 09JN 23JN 07JL
Waktu Penelitian
Gambar 9. Faktor kondisi ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan waktu
pengamatan
Jantan Betina
1,60
1,40
Faktor Kondisi 1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
I II III IV
Tingkat Kematangan Gonad
Gambar 10. Faktor kondisi ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan tingkat
kematangan gonad
Menurut Tamsil (2000) faktor kondisi ikan akan terus berkembang pada
setiap siklusnya dan akan mencapai nilai maksimal pada TKG IV, kemudian
menurun karena ikan sudah melakukan pemijahan. Akan tetapi pada kondisi
lingkungan yang tidak memungkinkan, penurunan faktor kondisi dapat terjadi
sebelum pemijahan apabila terjadi atresia, yaitu penyerapan kembali oosit oleh
tubuh ikan karena adanya gangguan dalam proses reproduksi pada tahap
perkembangan gonad.
Tabel 6. Proporsi ikan ekor kuning (Caesio cuning) jantan dan betina
Proporsi Jenis Kelamin
Proporsi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
Jantan 0,6774 0,1020 0,5754 < p < 0,7794
Betina 0,3226 0,1478 0,1748 < p < 0,4704
Hasil uji chi-square pada selang kepercayaan 95% terhadap rasio kelamin
ikan ekor kuning jantan dan ikan ekor kuning betina secara keseluruhan
menunjukan hasil nyata yang menyimpulkan bahwa rasio kelamin ikan ekor
kuning adalah tidak seimbang dengan perbandingan jantan:betina adalah 2,1:1.
Keadaan tidak seimbangnya rasio kelamin ini dapat diduga karena ikan ekor
kuning jantan dan ikan ekor kuning betina yang tidak berada dalam satu area
pemijahan, sehingga peluang tertangkapnya berbeda.
Melihat rasio kelamin pada Gambar 11, terlihat perbandingan jantan:betina
dengan mendekati nilai 1:1 terjadi pada 28 April – 12 Mei. Diduga musim
pemijahan terjadi pada selang waktu ini atau sebelumnya. Keseimbangan rasio
kelamin dapat berubah disaat menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya
pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang
pemijahan populasi ikan jantan dan betina berada dalam kondisi seimbang, lalu
didominasi oleh ikan betina. Secara keseluruhan dapat disebutkan bahwa populasi
ikan ekor kuning bukan pada dalam kondisi musim pemijahan. Selain itu, tidak
seimbangnya jumlah ikan jantan dan betina yang memiliki TKG IV berdasarkan
waktu penelitian mengindikasikan kondisi pemijahan yang maksimal pada
populasi, yakni ikan ekor kuning betina dibuahi oleh dua ikan ekor kuning jantan.
Umumnya perbedaan jumlah ikan yang tertangkap oleh nelayan berkaitan
dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah maupun mencari
makan. Hal ini diduga karena terkait dengan proses alamiah dari strategi
reproduksi ikan tersebut, yaitu jumlah ikan jantan yang lebih banyak dibutuhkan
untuk memenuhi kuantitas sperma dalam menunjang keberhasilan reproduksi,
meskipun belum diketahui secara pasti berapa komposisi jantan dan betina dalam
pemijahan. Hal tersebut sehubungan dengan fertilisasi eksernal ikan yang memiliki
faktor penghambat fertiliasasi yang sangat besar, seperti faktor lingkungan dan
37
predator, maka kuantitas sperma yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur harus
berada dalam jumlah besar.
7
Rasio Kelamin (J/B) 6
5
4
3
2
1
0
28A 12M 26M 09JN 23JN 07JL
Waktu Pengamatan
(a)
8
Rasio Kelamin (J/B)
7
6
5
4
3
2
1
0
(b)
Gambar 11. Rasio kelamin ikan ekor kuning (Caesio cuning) berdasarkan (a) waktu
pengamatan dan (b) selang kelas panjang
ditemukannya ikan ekor kuning betina dengan TKG III maupun IV. Selain itu, baik
ikan ekor kuning jantan dan betina didominasi oleh ikan dengan TKG I dan II.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, hal ini dapat diduga karena pada
saat pengamatan berlangsung, populasi ikan ekor kuning diduga bukan dalam
kondisi musim pemijahan.
100%
Tingkat Kematangan Gonad
90%
80%
70%
♂
60%
50% TKG IV
40%
TKG III
30%
20% TKG II
10% TKG I
0%
(a)
100%
Tingkat Kematagan Gonad
90%
80%
70%
♀
60%
50% TKG IV
40%
TKG III
30%
20% TKG II
10% TKG I
0%
(b)
Gambar 12. Tingkat kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
(a) jantan dan (b) betina berdasarkan selang kelas panjang
39
100%
90%
(a)
100%
90%
Tingkt Kematangan Gonad
80%
70% ♀
60%
TKG IV
50%
40% TKG III
30% TKG II
20% TKG I
10%
0%
28A 12M 26M 09JN 23JN 07JL
Waktu Pengamatan
(b)
Gambar 13. Tingkat kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning) (a)
Jantan dan (b) betina berdasarkan waktu pengamatan
pada waktu pengamatan III (26 Mei 2010) dan V (23 Juni 2010). Hal ini berarti bobot
gonad ikan ekor kuning betina pada saat itu lebih kecil dibanding ikan ekor kuning
jantan.
Jantan Betina
0,02
Indeks Kematangan Gonad
0,015
0,01
0,005
0
28A 12M 26M 09JN 23JN 07JL
-0,005
-0,01
Waktu Pengamatan
Gambar 14. Indeks kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
berdasarkan waktu pengamatan
Jantan Betina
0,030
0,025
Indeks Keatangan Gonad
0,020
0,015
0,010
0,005
0,000
I II III IV
-0,005
Tingkat Kematangan Gonad
Gambar 15. Indeks kematangan gonad ikan ekor kuning (Caesio cuning)
berdasarkan tingkat kematangan gonad
4.5.4. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah (Effendie 1997). Umumnya ikan teleostei perairan laut memiliki tingkat
fekunditas tinggi, mencapai ribuan sampai jutaan setiap ikan betinanya pertahun.
Ikan ekor kuning di wilayah perairan Kepulauan Seribu yang diamati memiliki
kisaran 4.513-38.702 butir telur setiap satu induk betinanya. Nilai fekunditas yang
tinggi ini berarti ikan ekor kuning memiliki potensi reproduksi yang tinggi pula,
sehingga berpengaruh pula pada tingginya kesedian stok dan rekruitmen ikan ekor
kuning. Gambar 16 memperlihatkan hubungan antara fekunditas dengan panjang
total ikan ekor kuning yang berada di Kepulauan Seribu yang memperlihatkan
nilai model observasi (R2) sebesar 0,206. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 20,6%
dari keragaman nilai fekunditas ikan ekor kuning yang dapat dijelaskan oleh
panjang total. Gambar 16 diatas juga menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r)
sebesar 0,454 yang berarti hubungan panjang total dan fekunditas ikan ekor kuning
adalah kurang erat.
42
45000
40000 F = 90,79L + 2249
R² = 0,206
35000
r = 0,454
Fekunditas (butir)
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Panjang Total (mm)
Gambar 16. Hubungan panjang total dan fekunditas ikan ekor kuning (Caesio
cuning)
250
200
150
Fi
100
50
Gambar 17. Sebaran diameter telur ikan ekor kuning (Caesio cuning)
Lama pemijahan pada ikan dapat diduga dari ukuran dameter telur. Jika
waktu pemijahan pendek, maka semua telur masak yang ada di ovarium
berukuran sama, dimana ukuran ini berbeda dengan ukuran telur pada saat folikel
masih muda. Tetapi bila waktu pemijahan terus menerus pada kisaran waktu yang
lama, maka ukuran telur masak yang ada dalam ovarium berbeda-beda (Hoar 1957
in Siregar 2004).
yang cenderung stabil antara ikan jantan dan betina pada tanggal tersebut sehingga
mendukung untuk melakukan pemijahan.
Tabel 7. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan ekor kuning (Caesio cuning)
Mortalitas Nilai (Per Tahun)
Total (Z) 2,3610
Alami (M) 0,5707
Penangkapan (F) 1,7902
Laju Eksploitasi (E) 0,7582
Tabel diatas memperlihatkan bahwa nilai laju eksploitasi ikan ekor kuning
di wilayah Kepulauan Seribu sudah terindikasi pada kondisi tangkap lebih
(overfishing). Hal ini dikarenankan nilai laju eksploitasi (E) yang melebihi laju
eksploitasi optimum yaitu 0,5. Mortalitas ikan ekor kuning didominasi dikarenakan
akibat penangkapan dibanding mortalitas alami. Tingginya intensitas penangkapan
ini dapat mengakibatkan panjang maksimum ikan ekor kuning yang tertangkap
lebih kecil.
(4) Perlu adanya konsistensi dan komitmen dari semua pihak, baik dari
pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga terkait lainnya terkait dalam hal
pengawasan, penegakan hukum, dan pengelolaan.
47
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pola pertumbuhan ikan ekor kuning di wilayah Perairan Kepulauan Seribu
adalah bersifat isometrik, dengan ikan ekor kuning jantan memiliki laju
pertumbuhan yang lebih cepat dibanding ikan ekor kuning betina.
2. Rasio kelamin ikan jantan-betina setiap pengambilan contoh adalah tidak
seimbang dengan perbandingan jantan:betina adalah 2,1:1
3. Ikan ekor kuning jantan lebih cepat matang gonad dibanding ikan ekor
kuning betina dengan ukuran pertama kali matang gonad adalah 195,55-
195,60 mm (ikan jantan) dan 218,00-219,07 mm (ikan betina).
4. Ikan ekor kuning memiliki fekunditas yang tinggi yang menunjukkan
potensi reproduksi yang cukup tinggi sehingga diduga tingkat rekruitmen
ikan juga tinggi selama jumlah induk dewasa yang matang gonad tersedia
dengan memadai.
5. Berdasarkan pola pemijahannya, ikan ekor kuning termasuk total spawner.
6. Musim pemijahan ikan ekor kuning di wilayah Perairan Kepulauan Seribu
diduga terjadi pada bulan Februari-April.
7. Mortalitas ikan ekor kuning didominasi akibat upaya penangkapan dengan
laju eksploitasi yang tinggi yakni 0,7582.
5.2. Saran
Agar ketersediaan ikan dewasa yang sudah matang gonad memadai untuk
menjaga kelestarian sumberdaya dan menyeimbangi potensi reproduksi yang
tinggi, diperlukan dilakukannya berbagai upaya pengelolaan. Selain itu, perlu
adanya penelitian lanjutan terkait dengan kajian biologi reproduksi ikan ekor
kuning di wilayah perairan Taman Nasional Laut (TNL) Kepulauan Seribu yang
lebih mendalam pada musim pemijahan serta perlu adanya kajian struktur
populasi ikan ekor kuning agar dapat diketahui letak penangkapan ikan yang baik
pada musim-musim tertentu.
48
DAFTAR PUSTAKA
Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe,
1838) di Perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPI Muara Angke,
Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64
hlm.
Affandi R & Tang UM. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Pekanbaru. 108 hlm.
Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163
hlm.
Harmiyati D. 2009. Analisis hasil tangkapan sumberdaya ikan ekor kuning (Caesio
cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm.
Jabbar MA. 2008. Pengelolaan sumberdaya perikanan ekor kuning (Caesio cuning)
di perairan Kepulauan Seribu. Institut Teknologi Bandung. Program Studi
Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan Hidup
Tropika SITH ITB. Bandung. Abstrak [terhubung berkala].
http://www.sith.itb.ac.id/abstract/s2/ 2008-S2MeuthiaAulaJabbar. [17
Desember 2009]
Jennings S, Kaiser MJ, Reynolds JD. 2001. Marine fisheries ecology. Blackwell
Science Ltd. Oxfords, London.
Juraida. 2004. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan tetet (Johnius belangerii
C.V.) di Perairan Pantai Mayangan, Pamanukan, Jawa Barat [skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
King M. 1995. Fisheries biology; assessment & management. Fishing News Books in
UK. 341 p.
Makmur S & Prasetyo D. 2006. Kebiasaan makan, tingkat kematangan gonad, dan
fekunditas ikan haruan (Channa striata Bloch), di Suaka Perikanan Sungai
Sambujur, DAS Barito, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan
Kelautan Indonesia 13(1):27 – 31.
49
Moyle PB & Cech JJ. 1988. Fishes an introduction to ichthyology 2nd edition.
Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
Nggajo R. 2009. Keterkaitan sumberdaya ikan ekor kuning (Caesio cuning) dengan
karakteristik habitat pada ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu
[tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 90 hlm.
Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Academic Press. London & New York.
203 p.
[Pemprov DKI Jakarta] Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2008.
Laporan tahunan 2008 Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan
Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kapulauan Seribu. Jakarta. 48 hlm.
Schreck CB & Moyle PB, (editor). 1990. Methods for fish biology. American
Fisheries Society. Maryland, USA. 684 p.
Siregar RPA. 2004. Aspek biologi reproduksi induk ikan patin kunyit (Pangasius
kunyit) di perairan Sungai Kampar, Propinsi Riau [tesis]. Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sjafei DS, Rahardjo MF, Affandi R, Brodjo M, Sulistiono. 1992. Fisiologi ikan II,
reproduksi ikan. IPB Press.
50
Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-i manual
(Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-
Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.
Walpole RE. 1995. Pengantar statistika, Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 515 hlm.
Weatherley, AH. 1972. Growth and ecology of fish population. Academic Press.
London.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 (Lanjutan)
54
Lampiran 2. Sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning pada tiap pengamatan
14 14
12 12
10 10
8 8
Fi
Fi
6 6
4 4
2 2
0 0
I II
14 14
12 12
10 10
8 8
Fi
Fi
6 6
4 4
2 2
0 0
III IV
14 14
12 12
10 10
8 8
Fi
Fi
6 6
4 4
2 2
0 0
V VI
55
Lampiran 3 (Lanjutan)
Lampiran 3 (Lanjutan)
Lampiran 4. Hubungan panjang dan bobot ikan ekor kuning pada tiap
pengamatan
120 140
100
y= 5E-06x3,143 120
y = 3E-06x3,2352
R² = 0,9876 100 R² = 0,992
80
80
Bobot
Bobot
60
60
40
40
20 20
0 0
I (Jantan) I (Jantan)
180 160
Bobot
80
80
60
60
40
40
20 20
0 0
II (Jantan) II (Betina)
300 45
250
y= 4E-06x3,1716 40 y = 2E-06x3,3478
R² = 0,9656 35 R² = 0,7992
200 30
25
Bobot
Bobot
150
20
100 15
10
50
5
0 0
Lampiran 4 (Lanjutan)
350 250
Bobot
150
100
100
50
50
0 0
0 50 100 150 200 250 300 350 0 50 100 150 200 250 300
IV (Jantan) IV (Jantan)
300 300
Bobot
150 150
100 100
50 50
0 0
0 50 100 150 200 250 300 350 0 50 100 150 200 250 300 350
V (Jantan) V (Betina)
250 350
300 y = 3E-06x3,1796
200
y= 8E-06x3,0254 250
R² = 0,9792
150
R² = 0,9739
200
Bobot
Bobot
150
100
100
50
50
0 0
0 50 100 150 200 250 300 0 50 100 150 200 250 300 350
VI (Jantan) VI (Betina)
60
Jantan Betina
Selang
FK FK FK Rata- FK FK FK Rata-
Kelas STDEV STDEV
Min Max Rata Min Max Rata
110 - 131 0,7366 1,4410 1,0666 0,1430 0,8548 1,3042 1,2064 0,1158
132 - 153 0,6605 1,2267 0,9780 0,1514 0,9189 0,9189 1,2865 0,1339
154 - 175 0,6708 1,1129 0,8024 0,1212 0,8307 1,4739 1,0066 0,1940
176 - 197 0,9648 1,2514 1,0880 0,0890 1,1937 1,5481 1,3630 0,1138
198 - 219 0,7295 1,5234 1,0830 0,1987 0,9496 1,5710 1,2403 0,2502
200 - 241 0,7675 1,2677 0,9692 0,1661 0,9971 1,3625 1,1491 0,1330
242 - 263 0,8129 1,1342 0,9888 0,1104
264 - 285 0,8596 1,1531 1,0163 0,0991
286 - 307 0,8779 1,2356 1,0168 0,1542 1,3732 1,4136 1,3934 0,0285
308 - 329 1,1073 1,2033 1,1553 0,0678
61
Jantan Betina
Selang
TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG
Kelas
I II III IV I II III IV
110 - 131 29 2 4 24 2
132 - 153 37 7 1 18 19
154 - 175 14 11 4 15
176 - 197 8 3 2 1 4 2 2
198 - 219 1 12 8 2 3 3 2
200 - 241 2 13 12 3 5 1
242 - 263 2 4 1
264 - 285 1 7 1
286 - 307 1 3 2
308 - 329 2
62
Jantan Betina
Selang Kelas
IKG Rata-Rata STDEV IKG Rata-Rata STDEV
110 - 131 0,0057 0,0114 0,0019 0,0009
132 - 153 0,0022 0,0025 0,0027 0,0015
154 - 175 0,0028 0,0027 0,0047 0,0028
176 - 197 0,0057 0,0051 0,0098 0,0117
198 - 219 0,0043 0,0038 0,0064 0,0093
200 - 241 0,0043 0,0031 0,0034 0,0021
242 - 263 0,0086 0,0042 0,0008
264 - 285 0,0078 0,0031 0,0073
286 - 307 0,0068 0,0041 0,0078 0,0001
308 - 329 0,0060 0,0005
63
Lampiran 8. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan ekor kuning betina dengan metode Sperman Karber
Selang Kelas (B) Nt fi (Ni) TKG IV (Nb) LOG Nt (Xi) Nb/Ni (Pi) X(i+1)-Xi 1-Pi (Qi) Pi * Qi Ni - 1 Pi*Qi/Ni-1
110 - 131 120,5 35 0 2,0810 0 0,0728 1 0 34 0
132 - 153 142,5 45 0 2,1538 0 0,0624 1 0 44 0
154 - 175 164,5 25 0 2,2162 0 0,0545 1 0 24 0
176 - 197 186,5 13 2 2,2707 0,1538 0,0484 0,8462 0,1302 12 0,0108
198 - 219 208,5 23 2 2,3191 0,0870 0,0436 0,9130 0,0794 22 0,0036
200 - 241 230,5 30 3 2,3627 0,1000 0,0396 0,9000 0,0900 29 0,0031
242 - 263 252,5 6 4 2,4023 0,6667 0,0363 0,3333 0,2222 5 0,0444
264 - 285 274,5 8 7 2,4385 0,8750 0,0335 0,1250 0,1094 7 0,0156
286 - 307 296,5 4 3 2,4720 0,7500 0,0311 0,2500 0,1875 3 0,0625
308 - 329 318,5 0 0 2,5031
Total 189 21 2,6325 0,4221 0,1401
Rata Rata 0,0469 0,0156
Lampiran 9. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan ekor kuning jantan dengan metode Sperman Karber
Selang Kelas (B) Nt fi (Ni) TKG IV (Nb) LOG Nt (Xi) Nb/Ni (Pi) X(i+1)-Xi 1-Pi (Qi) Pi * Qi Ni - 1 Pi*Qi/Ni-1
110 - 131 120,5 26 0 2,0810 0 0,0728 1 0 25 0
132 - 153 142,5 37 0 2,1538 0 0,0624 1 0 36 0
154 - 175 164,5 19 0 2,2162 0 0,0545 1 0 18 0
176 - 197 186,5 9 2 2,2707 0,2222 0,0484 0,7778 0,1728 8 0,0216
198 - 219 208,5 8 2 2,3191 0,2500 0,0436 0,7500 0,1875 7 0,0268
200 - 241 230,5 6 1 2,3627 0,1667 0,0396 0,8333 0,1389 5 0,0278
242 - 263 252,5 1 0 2,4023 0 0,0363 1 0 0 0
264 - 285 274,5 1 1 2,4385 1 0,0335 0 0 0 0
286 - 307 296,5 2 2 2,4720 1 0,0311 0 0 1 0
308 - 329 318,5 2 2 2,5031 1 0 0 1 0
Total 111 10 3,6389 0,4221 0,0762
Rata Rata 0,0469 0,0076
Lampiran 10. Pendugaan mortalitas total (Z) dengan menggunakan metode Jones
& Van Zelinge yang dikemas dalam progam FiSAT II
66