Anda di halaman 1dari 70

PENCEMARAN MIKROPLASTIK MENGGUNAKAN Sepia

pharaonis DI PASAR PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE

DIMAS PRASETYO

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

TAHUN 2020 M/1442 H


PENCEMARAN MIKROPLASTIK MENGGUNAKAN Sepia pharaonis DI
PASAR PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DIMAS PRASETYO
11160950000026

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1442 H

i
PENCEMARAN MIKROPLASTIK MENGGUNAKAN Sepia pharaonis DI
PASAR PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DIMAS PRASETYO
11160950000026

Menyetujui :

Mengetahui :
Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M.Si


NIP. 197505262000122001

ii
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Pencemaran Mikroplastik Menggunakan Sepia Pharaonis Di Pasar


Pelelangan Ikan Muara Angke” yang ditulis oleh Dimas Prasetyo. NIM.
11160950000026 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang
Skripsi/Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada 15 Oktober 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si Narti Fitriana, M.Si


NIP. 197203222002122002 NIDN. 0331107403

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti. M.Si


NIP. 197505262000122001

iii
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL


KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI
ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.

Jakarta, 22 Oktober 2020

Dimas Prasetyo
11160950000026

iv
ABSTRAK

DIMAS PRASETYO. Pencemaran Mikroplastik Menggunakan Sepia pharaonis


di Pasar Pelelangan Ikan Muara Angke. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
Dibimbing oleh: Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud dan Mardiansyah
M.Si. 2020.
Mikroplastik (MP) baru-baru ini menjadi masalah signifikan dalam pencemaran laut,
mengancam keamanan pangan dan kesehatan manusia. Sepia pharaonis atau sotong
merupakan salah satu komoditas laut yang dikonsumsi oleh manusia, sehingga
memerlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui terkontaminasi mikroplastik atau
tidak. Kelimpahan dan karakteristik (bentuk, ukuran, dan warna) MP diamati pada
permukaan luar tubuh, insang, usus, dan dianalisis korelasi antara MP dan total panjang
tubuh, panjang mantel, umur, serta jenis kelamin. Seluruh sampel (16 individu)
dikumpulkan dari pasar ikan di sekitar Pasar Pelelangan Ikan di Pelabuhan Muara
Angke, Jakarta Utara, Indonesia. Partikel MP pada permukaan luar, insang, dan usus
masing-masing adalah (4520 ± 97.67), (9924.5 ± 522.11), dan (10.942 ± 329.67)
partikel, dengan serat, fragmen, dan bentuk film, rentang ukuran <0,25 hingga 2,0 mm,
dan warna-warna termasuk hitam, transparan, biru, hijau, merah, dan kuning. Hasil
identifikasi jenis kelamin didapatkan 7 jantan dan 9 betina dengan 3 kelompok umur
yaitu 5,6, 6, 6,3 bulan. Jumlah anggota parlemen tidak berkorelasi (thitung <ttabel =
1.401 <2.145) dengan total panjang tubuh, dan juga tidak ada perbedaan antara panjang
mantel dan umur (p> 0,05). Sotong betina memiliki kadar mikroplastik yang lebih
tinggi dibandingkan sotong jantan. Semua sampel sotong telah terkontaminasi MP.
Namun, tidak ada bukti bahwa partikel MP akan menyebabkan sotong mati atau
membahayakan kesehatan manusia, dan diperlukan studi lebih lanjut tentang potensi
dampak tersebut.

Kata Kunci: Karakteristik, mikroplastik, morfologi, sotong

v
ABSTRACT
DIMAS PRASETYO. Microplastic Contamination Using Sepia pharaonis at
Muara Angke Fish Auction Market. Undergraduate Thesis. Biology Study
Program. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatulah State Islamic
University Jakarta. Supervised by: Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env.
Stud and Mardiansyah M.Si. 2020.
Microplastics (MPs) have recently become a significant issue in ocean pollution,
threatening food safety and human health. Sepia pharaonis or cuttlefish is one of the
marine commodities consumed by humans, which require further analysis to determine
whether or not they are contaminated by microplastics. The abundance and
characteristics (shape, size, and color) of MPs were observed in the outer body, gills,
intestines, and the correlations between MPs and total body length, mantle length, age,
and sex were analyzed. All samples (16 individuals) were collected from the fish
market surrounding the fish auction market at Muara Angke Port, North Jakarta,
Indonesia. MPs particles on the outer surface, gills, and intestines were (4520 ± 97.67),
(9924.5 ± 522.11), and (10.942 ± 329.67) particles respectively, with fiber, fragment,
and film shapes, a size range of <0.25 to 2.0 mm, and colors including black,
transparent, blue, green, red, and yellow. The results of gender identification found 7
males and 9 females with 3 age groups, namely 5,6, 6, 6,3 months.The total MPs did
not correlate (tcount<ttable=1.401<2.145) with the total body length, and there was
also no difference between the mantle length and the age (p>0.05). Female cuttlefish
had higher levels of microplastics than males. All cuttlefish samples had been
contaminated with MPs. However, there is no evidence that the MPs will cause the
cuttlefish to die or be harmful to human health, and further studies are needed on these
potential impacts.
Keywords: Characteristic, cuttlefish, microplastic, morphology

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pencemaran Mikroplastik Menggunakan Sepia pharaonis di Pasar Pelelangan
Ikan Muara Angke Jakarta” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari banyak pihak yang
teribat dalam penulisan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Sebagai Dosen Pembimbing I.
2. Dr. Priyanti, M. Si. Selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran bagi penulis.
4. Mardiansyah M.Si. Selaku Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, arahan,
bimbingan, serta saran yang bermnafaat selama penelitian hingga selesai penulisan
skripsi.
5. Dr. Agus Salim M.Si dan Dr. Megga Ratnasari Pikoli M.Si selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dan saran bagi penulis.
6. Puji Astuti, S. Si, Festy Auliyaur Rahmah, S.Si, Nur Amaliah Solihat, S.Si dan
Dinda Hari Wibowo, S. Si yang telah memberikan kemudahan perizinan Selama
Penulis melakukan penelitian di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
7. Keluarga dan pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

vii
Penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik yang telah disebutkan dan yang tidak disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT memberi balasan kebaikan atas bantuan semua pihak. Penulis
menyadari tulisan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif untuk perbaikan tulisan ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 22 Oktober 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ..................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
1.6. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
2.1. Plastik ......................................................................................................... 6
2.2. Mikroplastik (MPs) ................................................................................... 10
2.3. Keamanan Pangan yang Tercemar Mikroplastik ....................................... 12
2.4. Sepia pharaonis (Sotong) .......................................................................... 15
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 20
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 20
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................... 20
3.3. Cara Kerja ................................................................................................ 20
3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel .............................................................. 20
3.3.2. Identifikasi Sepia pharaonis .............................................................. 21
3.3.3. Isolasi Mikroplastik ........................................................................... 21
3.3.4. Identifikasi Mikroplastik .................................................................... 22
3.3.5. Analisis Data ..................................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 24
4.1. Kelimpahan Mikroplastik.......................................................................... 24
4.2. Bentuk Mikroplastik ................................................................................. 28
4.3. Ukuran Mikroplastik ................................................................................. 31
4.4. Warna Mikroplastik .................................................................................. 33
4.5. Hubungan Parameter Biologis dengan Kontaminasi Mikroplastik ............. 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 38
5.1. Kesimpulan............................................................................................... 38
5.2. Saran ........................................................................................................ 38

ix
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 39
LAMPIRAN .......................................................................................................... 49

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Tipe plastik, kegunaannya, sifat bahan, dan hasil daur ulang ....................... 6
Tabel 2. Zat adiktif serta efek penggunaanya bagi kesehatan ..................................... 9

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir ................................................................................... 5
Gambar 2. Bentuk Mikroplastik, (a,b) Fiber, (c,d) Fragmen, (e) Film, (f) granul ..... 11
Gambar 3. Morfologi dan Anatomi Sotong (g:insang,bh:jantung, an: anus, ang:kelenjar
nidamental, fun: funnel, flc: funnel locking cartilage apparatus, ins: kelenjar
tinta, int: usus, ng: kelenjar nidamental, oe: esophagus ........................... 16
Gambar 4. Mikroplastik (MPs) Pada Permukaan Luar Tubuh, Insang dan Usus Sotong
............................................................................................................... 24
Gambar 5. Bentuk mikroplastik yang ditemukan pada Permukaan Luar Tubuh, Insang,
dan Usus. A), B) Fiber, C) Fragmen, D) Film. ......................................... 28
Gambar 6. Bentuk Mikroplastik pada Permukaan Luar Tubuh, Insang, dan Usus
Sotong. ................................................................................................... 29
Gambar 7. Kisaran Ukuran (mm) pada Mikroplastik yang ditemukan pada Organ
Pengamatan............................................................................................. 31
Gambar 8.Warna pada Partikel Mikroplastik yang ditemukan pada Permukaan Luar
Tubuh, Insang, dan Usus Sotong ............................................................. 33
Gambar 9. A) Sepia pharaonis, B) Cuttlebone betina, C) Cuttlebone jantan ............ 34
Gambar 10. Korelasi Panjang Tubuh Sepia pharaonis dengan Total Mikroplastik Pada
Semua Organ. ......................................................................................... 36
Gambar 11. Perbedaan Kontaminasi Total Mikroplastik Pada Jantan dengan Betina 37

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Tabel Kelimpahan Mikroplastik pada Bagian Luar, Insang dan Saluran
Pencernaan. ........................................................................................ 49
Lampiran 2. Dokumentasi Pengamatan Partikel Mikroplastik Berdasarkan Bentuk
dan Ukuran. ........................................................................................ 50
Lampiran 3. Partikel Mikroplastik dengan karakteristik warna dan bentuk .............. 51
Lampiran 4. Dokumentasi Morfologi Sepia pharaonis ............................................ 52
Lampiran 5. Data Hasil Analisis ANOVA (One Way) Pada Panjang Mantel Dan
Umur Sepia pharaonis. ....................................................................... 53

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepia pharaonis atau sotong adalah moluska yang masuk kedalam kelas
Chepalopoda serta genus Sepia. Sotong salah satu komoditas unggulan hasil perikanan
di Indonesia sejak tahun 2012-2017 sebesar 120 ribu ton (KKP, 2018). Sotong yang
memiliki corak garis putih dan warna ungu atau putih kecoklatan merupakan tangkapan
dominan dari nelayan Muncar, Banyuwangi, dan di daerah laut Arafuru serta
ditemukan di perairan lain yaitu Bali, Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Sulawesi, dan
Sumatera (Barrat & Allcock, 2012; Setyohadi et al., 2016; Tirtadanu & Suprapto,
2016). Hidup pada daerah demersal (dasar perairan) dan termasuk predator aktif yang
memangsa ikan, kepiting, udang, dan lainnya (Dickel et al., 2013). Sotong dijual pada
pasar ikan hasil laut di Indonesia salah satunya terdapat pada Pasar perikanan Muara
Angke yang terletak di Jakarta. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke termasuk
pusat industri perikanan baik di ekspor maupun sebagai penopang kebutuhan perikanan
di wilayah Jabodetabek (http://pipp.djpt.kkp.go.id). Sotong yang didaratkan di TPI
Muara Angke beberapa berasal dari Perairan di Pulau Jawa. Lebih lanjut, Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perairan di Pulau Jawa telah
terkontaminasi mikroplastik pada air dan sedimen di perairan (Dwiyitno et al., 2018;
Priscilla & Patria, 2020; Rahmad et al., 2019; Septian et al., 2018; Widianarko &
Hantoro, 2018).
Mikroplastik berasal dari degradasi sampah plastik makro dilingkungan oleh
pengaruh sinar UV, erosi air, angin, radiasi, dan lainnya (He et al., 2018). Limbah
plastik yang berbentuk makro dan mikro tersebut akan berakhir di lautan dan
menyebabkan masalah pada lingkungan perairan laut (Eriksen et al., 2014; He et al.,
2018). Indonesia termasuk penyumbang cemaran sampah plastik ke laut sebanyak 0,48
– 1,29 juta ton per tahun serta terdapat kandungan mikroplastik pada air sebanyak 30
– 960 partikel/liter (Jambeck et al., 2015; Litbangkes, 2019). Mikroplastik termasuk
partikel berukuran 1 nm hingga <5 mm. Sumber primer mikroplastik dihasilkan dari

1
2

bahan campuran kosmetik (scrubber) dan industri plastik (GESAMP, 2015).


Mikroplastik sekunder dihasilkan dari fragmentasi plastik yang berasal dari beberapa
sektor industri yaitu tekstil, transportasi, pengemasan, bangunan, perikanan, kesehatan,
dan lain-lain (PlasticEurope, 2017). Perairan yang tercemar mikroplastik ditemukan
dari permukaan air hingga mengendap pada bagian dasar perairan atau sedimen.
Ukuran yang kecil dan sifatnya yang persisten di lingkungan dapat mengkontaminasi
berbagai organisme laut (Bessa et al., 2018).

Organisme yang terkontaminasi mikroplastik dari invertebrata sampai dengan


vertebrata (Davidson & Dudas, 2016; Desforges et al., 2015; Nelms et al., 2019).
Mikroplastik yang mengkontaminasi organisme laut di dominansi oleh ukuran terkecil
sebesar 37-58% yaitu pada ukuran <0,25 µm (Naji et al., 2018). Sotong termasuk yang
dapat terkontaminasi mikroplastik di perairan laut. Penelitian ini akan mengamati
kontaminasi pada bagian luar, insang, dan usus. Kontaminasi mikroplastik pada bagian
luar dan dalam dapat disebabkan oleh kontaminasi sekunder, air laut, dan
terkontaminasi secara tidak sengaja melalui mangsa yang dikonsumsi. Akibat yang
ditimbulkan dari konsumsi mikroplastik pada biota diantaranya dapat menyebabkan
kerusakan fisik pada organ pencernaan, menganggu pernapasan pada insang, dan
menyebabkan kematian (Cole et al., 2013; Su et al., 2018).

Berdasarkan penelitian kontaminasi mikroplastik pada jenis Sepia officinalis yang


dibudidaya dan hasil tangkapan liar menunjukkan adanya kandungan mikroplastik
pada bagian lambung, saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan yang didominasi
oleh bentuk fiber, fragmen, dan film (Oliveira et al., 2020). Kontaminasi plastik juga
ditemukan pada perut cumi-cumi Dosidicus gigas dengan ukuran 4 cm - 10 cm (Rosas-
Luis, 2016). Lebih lanjut, penelitian di invertebrata yaitu pada Gastropoda dan
Chepalopoda diantaranya, Mytilus galloprovincialis, Ruditapes decussatus dan
Crassostrea gigas, Hexaplex trunculus, Bolinus brandaris, dan Sepia officinalis telah
terkontaminasi mikroplastik pada bagian saluran pencernaan dan jaringan lunak yang
terdapat pada cangkang (Abidli et al., 2019).
3

Pencemaran mikroplastik tersebut masuk dalam rantai makanan yang dimakan


oleh biota dan secara tidak langsung akan mengkontaminasi manusia dari konsumsi
biota laut tersebut. Kontaminasi mikroplastik pada manusia dapat menyebabkan
masalah pencernaan, sirkulasi, reproduksi, respirasi, dan lain-lain (Carbery et al.,
2018). Hal itu sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan hasil laut dan kesehatan
manusia. Terutama pada biota laut seperti moluska, krustasea, ikan kecil yang dimakan
secara utuh dapat meningkatkan kontaminasi terhadap makanan laut (Barboza et al.,
2018). Salah satunya konsumsi pada udang (Crangon crangon) diperkirakan telah
terkontaminasi manusia sebesar 15 sampai 175 partikel mikroplastik per orang tiap
tahunnya (Devriese et al., 2015). Akan tetapi informasi mikroplastik pada sotong di
Indonesia belum dilaporkan, untuk itu penelitian mengenai kelimpahan, karakteristik
(bentuk, ukuran, dan warna) dari mikroplastik, hubungan antara panjang mantel, umur
dengan parameter berdasarkan ukuran panjang mantel, dan jenis kelamin dengan
mikroplastik yang ditemukan pada permukaan luar tubuh, insang, dan usus diperlukan.
Maka dari itu, kontaminasi di biota moluska dapat dijadikan informasi manajemen
pengelolaan limbah di lingkungan dan evaluasi resiko keamanan pangan sumber daya
laut Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana kelimpahan mikroplastik pada permukaan luar tubuh, insang dan usus
sotong?
2) Bentuk, ukuran, dan warna mikroplastik apakah yang terkandung pada permukaan
luar tubuh, insang dan usus sotong?
3) Apakah terdapat perbedaan total mikroplastik terhadap parameter biologi yaitu
panjang mantel, umur dan jenis kelamin serta hubungannya dengan panjang total
tubuh sotong ?

1.3. Hipotesis
1) Kelimpahan mikroplastik pada luar tubuh dan insang lebih tinggi dari bagian usus
pada sotong.
4

2) Bentuk, ukuran dan warna mikroplastik yang ditemukan bervariasi dan di


diantaranya fiber, fragmen dan film, ukuran <5 mm serta warna yang beragam.
3) Kontaminasi mikroplastik berdasarkan panjang mantel dan umur tidak ditemukan
perbedaan sedangkan pada jenis kelamin ditemukan perbedaan serta pada panjang
total tubuh tidak ditemukan hubungan dengan total kontaminasi mikroplastik

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu, memperoleh data mengenai karakteristik dan
kontaminasi mikroplastik pada salah satu organisme laut konsumsi yaitu sotong pada
organ luar maupun dalam. Data tersebut dapat dijadikan acuan untuk manajemen
pengelolaan limbah plastik di lingkungan, menemukan potensi sotong sebagai salah
satu biota yang dapat menjadi bioindikator pencemaran mikroplastik, dan evaluasi
resiko keamanan pangan sumber daya laut Indonesia

1.5. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi terkait pencemaran mikroplastik pada sotong serta solusi


untuk konservasi dan usaha penanganan menjaga keamanan pangan biota laut
konsumsi.
5

1.6. Kerangka Berpikir


Kerangka Berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut (Gambar 1).

Aktivitas Manusia Ekonomi


(antropogenik)
Pariwisata

Pencemaran sampah Pemukiman


plastik di laut

Mikroplastik

Kontaminasi pada
biota laut konsumsi Sepia pharaonis

Luar Tubuh

Jumlah, bentuk, Hubungan kelimpahan


ukuran, dan warna mikroplastik dengan jenis Insang
mikroplastik kelamin dan panjang
tubuh
Usus

Keamanan Pangan
Biota laut Konsumsi

Gambar 1. Kerangka Berpikir


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plastik

Plastik merupakan gabungan monomer-monomer yang terbuat dari bahan kimia


dan diproduksi lebih menarik dengan variasi warna, fleksibilitas, dan keunggulan
lainnya. Bahan plastik terbuat dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam,
dan batu bara (Wang et al., 2019). Produk berbahan plastik memiliki biaya murah,
kerapatan yang rendah, termal atau tahan panas, konduktivitas listrik rendah, tidak
terjadi korosi, tahan air serta oksigen sehingga mudah untuk dibuat serta jangkauan
yang luas (Frias & Nash, 2019). Plastik mulai digunakan pada tahun 1950 oleh
masyarakat dunia. Produk plastik biasanya digunakan untuk keperluan rumah tangga,
pengemasan, mainan, dan sektor industri lainnya. Berdasarkan 50 tahun terakhir,
produksi global plastik adalah sekitar 380 miliar ton, dengan peningkatan tahunan 8,4%
dan diperkirakan 5 triliun keping plastik berada di lautan (Geyer, Jambeck, & Law,
2017). Menurut World Economic Forum (2016), bahwa lautan dunia pada tahun 2050
diprediksi berat plastik akan melebihi ikan di lautan.
Plastik terbuat dari bahan baku yang terdiri dari petroleum, gas alam, karbon,
garam biasa, dan lain – lain. Asal plastik saat ini hampir seluruhnya dari petrokimia
yang dihasilkan dari miyak bumi (fosil). Komponen utama dari produk plastik terbuat
dari 58% plasticizer, 3% stabilisator panas, 8% FRs, 9% zat peniup, 12% pewarna, dan
7% bahan lainnya (Hassanpour & Unnisa, 2017). Berikut merupakan tipe plastik,
kegunaannya, sifat bahan, dan plastik di daur ulang kembali yaitu pada (Tabel 1) (Alabi
et al., 2019 & https://www. aaapolymer.com) :

Tabel 1. Tipe Plastik, Kegunaannya, Sifat Bahan, dan Hasil Daur Ulang

Simbol Tipe plastik Kegunaan Sifat bahan Hasil Daur


ulang

6
7

Polyethylene Minuman ringan, Bersih, kuat, Bantal, alas


Terephthalates botol air, wadah, tahan pelarut, tidur, baju, botol,
pembungkus, dan penghalang karpet
tempat salad gas, dan
kelembaban
serta dapat
meleleh pada
suhu 80˚C
High Density Tas belanja, Semi fleksibel, Tempat sampah
Polyethylene plastik es batu, tahan bahan
(HDPE) ember, botol kimia, dan uap
sampo, botol air, permukaan
susu, wadah es terdapat lilin,
krim, botol jus, buram,
botol zat kimia, melunak pada
dan detergen, pipa suhu 75˚C,
untuk pertanian, mudah
peti. diwarnai dan
dibentuk.
Polyvinyl Tempat kosmetik, Kuat, melunak Tempat sampah
Chloride pipa, konduktor pada 80˚C,
(PVC) listrik, penutup fleksibel, jelas,
Plasticized dinding, atap elastis, bisa
Polyvinyl terpal, kantong dibersihkan
chloride PVC- darah, kabel, sol dengan pelarut
P sepatu, selang,
botol.
8

Low Density Kantong sampah, Fleksibel dan Tempat sampah


Polyethylene selang irigasi, lembut, tembus
(LDPE) film mulsa, cahaya,
perekat bungkus permukaan
makanan, botol. terdapat lilin,
meleleh pada
70˚C, mudah
tergores.
Polypropylene Tempat Keras dan Pasak, tempat
(PP) microwave, kotak tembus cahaya, sampah, pipa,
makan, pita tahan pelarut dan lembaran
pengemasan, dan serbaguna, palet
furniture taman, meleleh pada
ceret, botol, dan 140˚C
bak eskrim,
sedotan.
Polystyrene Kasing CD, Bersih, kaku Tempat sampah
(PS) peralatan makan seperti kaca, hasil daur ulang
Expanded plastik, mainan, buram dan
polystyrene kasing video, semikeras,
(PS-E) polistiren berbusa meleleh pada
cangkir, 95˚C, rendah
pelindung dalam serap
kemasan, barang air, tidak
bangunan, dan berbau dan
makanan. berasa, tahan
alkali dan
larutan garam,
terpengaruh
9

jika terkena
lemak, asam
dan pelarut.
Other Otomotif, Semua resin Tempat sampah
komputer, dan campuran hasil daur ulang
elektronik, botol, material
dan pengemasan. contoh :
laminasi
(pelapis kertas
tertentu)

Bahan plastik yang sering digunakan oleh berbagai sektor industri memiliki sifat bahan
yang mudah dibentuk, tidak larut air, tidak korosi, tahan lama, dan kepadatannya
rendah adalah PET, HDPE, PVC, LDPE, PP, PS. Salah satu campurannya
menggunakan zat adiktif untuk produksi plastik. Berikut merupakan jenis zat adiktif
beracun yang memiliki efek samping untuk kesehatan jika digunakan dalam produksi
plastik (Tabel 2) (Halden, 2010).

Tabel 2. Zat Adiktif Serta Efek Penggunaanya Bagi Kesehatan

Zat adiktif Menggunakan Efek kesehatan Tipe plastik


Beracun
Bisphenol A Plasticizer, pelapis Kerusakan PVC dan PC
ovarium
Phthalates Plasticizer, Mengganggu PS dan PVC
pewangi buatan pembentukan
hormon testosteron
dan pergerakkan
sperma
10

Persistent pestisida, tahan api Menganggu sistem Semua plastik


Organic saraf dan terjadi
Pollutants (POPs) kerusakan pada
sistem reproduksi
Dioxins Dibentuk saat suhu Karsinogenik, Semua plastik
rendah mengganggu
pembakaran PVC pembentukan
hormon testosteron
Polycyclic Digunakan dalam Beracun pada Semua plastik
aromatic pembuatan sistem
hydrocarbon pestisida perkembangan dan
(PAHs) reproduksi
Polychlorinated Dielektrik dalam Mengganggu Semua plastik
biphenyls (PCBs) peralatan listrik pembentukan
hormon tiroid
Styrene monomer Kerusakan produk Karsinogenik Polystyrene
Nonylphenol Anti-statis, anti- Meniru estrogen PVC
kabut, surfaktan
(dalam deterjen)

2.2. Mikroplastik (MPs)


Mikroplastik adalah partikel plastik yang memiliki ukuran lebih kecil dari 5 mm
(Dowarah & Devipriya, 2019). Sumber mikroplastik dapat masuk kelautan luas dari
berbagai sektor diantaranya, agricultural, perikanan, akuakultur, transportasi, jasa
pengiriman, pariwisata, industri tekstil, olahraga, produksi plastik, pendaur ulang, dan
packaging (kosmetik, makanan, dan minuman). Mikroplastik terbagi menjadi dua
berdasarkan sumbernya yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder
(GESAMP, 2015).
Mikroplastik primer diproduksi berukuran mikro seperti kebanyakan pelet resin
sebelum produksi, mikrobead dalam kosmetik, pasta gigi, serbuk berukuran mikro
11

untuk pelapis tekstil, dan media pengiriman obat (Cole et al., 2011). Partikel primer
dapat dihasilkan dari pabrik pengolahan plastik (pelet atau serbuk) atau dari sumber
yang lebih tersebar seperti tempat-tempat berpenduduk di sepanjang sungai dan garis
pantai (microbeads, abrasive industri) (GESAMP, 2015). Mikroplastik sekunder
adalah hasil fragmentasi bahan plastik yang berukuran besar oleh fotooksidasi,
degradasi mekanik dan biodegradasi menjadi partikel yang tersebar di lingkungan
(Andrady, 2011). Meluasnya degradasi dan fragmentasi plastik adalah salah satu faktor
utama penyebab mikroplastik berada di lingkungan laut (GESAMP, 2015).
Kerusakan puing-puing plastik yang lebih besar dapat menghasilkan mikroplastik
sekunder (ukuran <5 mm), yang merupakan sumber utama mikroplastik di lingkungan
akuatik (Jiang et al., 2018). Bentuk mikroplastik terdiri dari beberapa macam
diantaranya adalah serat, fragmen, film, busa, manik-manik, dan pelet (Lusher et al.,
2017b). Bentuk busa lebih ringan seperti styrofoam putih dan kuning serta berpori.
Selain itu, pada fragmen dengan ciri keras, bergerigi, dan tidak teratur. Bentuk serpihan
seperti lembar plastik datar, sedangkan pada bentuk film lebih transparan, lembut, dan
tipis. Kemudian pelet memiliki tekstur keras, teratur, piringan, dan berbentuk ovoid
atau silinder. Bentuk serat yang biasanya berasal dari pancingan ikan yang berbahan
tipis (Gambar 2) (Zhou et al., 2018).

Gambar 2. Bentuk Mikroplastik, (a,b) Fiber, (c,d) Fragmen, (e) Film, (f) granul (Jiang
et al., 2018).
12

Mikroplastik telah terdeteksi secara luas di laut, air tawar, lingkungan darat, dan
organisme dalam beberapa tahun terakhir (Zhang et al., 2018). Masuknya mikroplastik
ke wilayah perairan dapat tersebar di permukaan air, kolom air, dan dasar perairan atau
sedimen (De Sá et al., 2018) bahkan sudah mengkontaminasi biota laut (Wang et al.,
2019). Mikroplastik yang dikonsumsi oleh organisme air sudah diamati dari
invertebrata mikroskopis sampai vertebrata besar (Bessa et al., 2018). Mikroplastik
menyerap berbagai polutan yang bersifat patogen dan toksisitas pada organisme
perairan (Bakir et al., 2014), mengandung logam, mikroorganisme patogen, dan zat
adiktif (Lusher et al., 2017a). Dampak organisme yang mengonsumsi mikroplastik
menyebabkan efek negatif, seperti gangguan makan, reduksi reproduksi, kerusakan
usus, gangguan metabolisme energi, dan lain-lain (Lei et al., 2018), mengancam
terhadap keamanan pangan dan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme
perairan (Van Cauwenberghe & Janssen, 2014). Ukuran mikroplastik yang sangat kecil
sangat membahayakan kesehatan manusia melalui air yang diminum, produk hasil laut,
kosmetik, dan udara (Revel, Châtel, & Mouneyrac, 2018). Penelitian yang dilakukan
oleh (Batel et al., 2016) menggunakan Artemia naupili yang terpapar mikroplastik
dapat menyebabkan bioakumulasi dan translokasi pada jaringan. Pencemaran
mikroplastik juga dianalisis kandungannya pada invertebrata yaitu moluska, cnidaria
dan annelida dengan hasil kelimpahan mikroplastik tertinggi ditemukan pada biota
filter feeder (Sfriso et al., 2020). Bentuk yang ditemukan terdiri dari fragmen, fiber,
dan film yang memiliki warna berbeda. Lebih lanjut dari hasil penelitian Naji et al.,
(2018), mikroplastik jenis pellet dan serat ditemukan di jenis kerang-kerangan yaitu
Cerithidea cingulata, Thais mutabilis, Amiantis umbonella, Amiantis purpuratus, dan
Pinctada radiate. Beberapa bentuk salah satunya adalah pelet dan yang paling
melimpah adalah berbentuk serat dengan kandungan sebesar 58% (Naji et al., 2018).

2.3. Keamanan Pangan yang Tercemar Mikroplastik


Pemakaian plastik serta bahan lain yang mengandung plastik telah memicu
berbagai polemik di lingkungan mulai dari penumpukan sampah serta pengelolaan
sampah yang belum terancang dengan baik. Pencemaran plastik yang terjadi pada
13

perairan Indonesia mengancam dari berbagai aspek kehidupan. Plastik yang telah
terdegradasi menjadi mikroplastik di lingkungan sangat membahayakan keamanan
pangan hasil laut di Indonesia. Menurut (Jovanović, 2017) jika proses degradasi plastik
mencapai puncaknya, kelimpahan mikroplastik akan jauh lebih besar dibandingkan
plankton di lautan. Mikroplastik dengan ukurannya yang kecil akan sangat berpotensi
masuk ke dalam tubuh biota laut. Polutan mikroplastik akan masuk kedalam sistem
rantai makanan setelah tercemar dialam, terjadi kontaminasi dari cemaran lain, masuk
ke tingkat trofik rendah dan termakan oleh predator seperti ikan, kepiting, dan akan
berakhir dikonsumsi oleh manusia yang menyebabkan berbagai gangguan kesehatan
(Carbery et al., 2018).
Menurut Sfriso et al., 2020 bahwa rantai trofik terendah seperti filter feeder, dan
pemakan tumbuhan menunjukkan kontaminasi jumlah partikel mikroplastik tertinggi.
Pencegahan lebih dini harus dilakukan dengan mengkaji lebih lanjut mengenai polutan
mikroplastik yang terkontaminasi pada Seafood atau biota yang dikonsumsi oleh
manusia. Menurut penelitian (Van Cauwenberghe & Janssen, 2014) bahwa 11.000
partikel mikroplastik telah dikonsumsi manusia dari moluska yang telah tercemar
polutan mikroplastik di laut pada negara Eropa yang mengonsumsi kerang cukup
tinggi. Penelitian juga telah dilakukan oleh beberapa institusi baik pada air laut,
sedimen, dan biota laut konsumsi. Indonesia salah satunya di Pulau Jawa ditemukan
mikroplastik dengan berbagai bentuk, ukuran, warna, dan juga bahan dasar plastik
maupun zat adiktif yang terkandung di dalamnya. Adanya kandungan kompleks pada
mikroplastik sangat berbahaya bagi lingkungan laut maupun hasil laut yang diperoleh.
Hal tersebut mengkhawatirkan terhadap hasil laut Indonesia yang sangat melimpah
tetapi telah terkontaminasi mikroplastik dan berpotensi tinggi untuk merusak ekosistem
alam, penurunan populasi, gangguan kesehatan dan perilaku biota, meningkatkan
pencemaran ke tingkat trofik yang lebih tinggi sampai kepada manusia yang
mengkonsumsi biota laut. Mikroplastik terakumulasi di dalam tubuh manusia
menyebabkan gangguan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deng
et al., (2017) menggunakan tikus (Mus musculus) yang terpapar mikroplastik dapat
terjadi penumpukan di hati, ginjal dan usus tikus yang menyebabkan beberapa efek
14

buruk pada hati karena terjadi defisiensi energi yang menyebabkan penurunan
konsentrasi ATP dan peningkatan tajam aktivitas LDH di hati serta terjadi gangguan
metabolisme lipid, stres oksidatif, dan respons neurotoksik. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran tentang toksisitas seluler mikroplastik yang tertelan ke sel hati manusia.
Kandungan zat aktif, akumulasi racun dan mikroorganisme patogen pada
mikroplastik dapat menjadi zat kompleks yang akan sangat berbahaya di lingkungan.
Kandungan berbahaya yang terakumulasi pada partikel mikroplastik dapat
menyebabkan beberapa hal diantaranya, penurunan nafsu makan pada biota, penurunan
bobot tubuh, pertumbuhan terhambat, gangguan sistem reproduksi, berkurangnya
mobilitas dan bahkan menyebabkan kematian (Wang et al., 2019). Partikel
mikroplastik dapat menyebabkan biomagnifikasi dan terjadi bioakumulasi di tubuh
manusia yang dapat berpotensi besar dalam menganggu kesehatan manusia diantaranya
dapat menyebabkan iritasi pada kulit, masalah pada pernapasan, timbul penyakit sistem
peradaran darah, masalah pada pencernaan dan sistem reproduksi (Carbery et al.,
2018).

Pencemaran mikroplastik ini harus secepat mungkin menjadi perhatian dan


dilakukan upaya-upaya dalam mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan
sehari-hari. Jika hal ini terus terjadi maka diperkirakan jumlah produksi plastik akan
meningkat 100 kali lipat pada tahun 2050 (Rochman et al., 2015). Berdasarkan
kementrian kesehatan, BPOM, dan FAO-WHO belum mengatur batas aman
mikroplastik pada pangan (Litbangkes, 2019). Menurut Widianarko & Hantoro (2018)
pencegahan kontaminasi mikroplastik pada seafood yang dikonsumsi maka diperlukan
adanya acuan atau ketetapan oleh pemerintah terkait nilai action level (AL) untuk
melihat kadar mikroplastik pada seafood. Nilai tersebut diperuntukkan untuk melihat
kadar mikroplastik yang terdapat pada seafood apakah dalam batas normal atau sudah
melampaui batas. Nilai yang melebihi ambang batas, maka dapat dilakukan tindakan
berupa penarikan dari pemasaran atau dapat memusnahkannya. Pemantauan juga
dilakukan pada daerah pantai maupun budidaya, jika nilai AL melebihi ambang batas
15

maka harus dilakukan penutupan sementara hingga terjadi penurunan nilai AL pada
tempat budidaya atau perairan tersebut.

Solusi lainnya adalah dimulai dengan kesadaran masyarakat dalam mengurangi


penggunaan plastik dan membuangnya secara tepat. Selain itu, pihak pemerintah
memberikan peraturan terkait larangan penggunaan plastik serta mendukung dengan
pemberian fasilitas dalam pengelolaan limbah sampah plastik dan bahan berbahaya.
Hal ini dilakukan agar terorganisir dengan baik sehingga mengurangi sampah plastik
yang masuk ke perairan dan mencegah terjadinya bioakumulasi di lingkungan perairan.
Upaya tersebut harus didukung dan dijalankan oleh berbagai pihak agar dapat
terlaksana dengan baik dan menjadikan alam ini tetap terjaga. Keamanan pangan dapat
terjaga dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta menciptakan hidup sehat bagi
biota maupun manusia.

2.4. Sepia pharaonis (Sotong)


Sotong adalah moluska laut yang termasuk ke dalam kelas Cephalopoda. Sotong
memiliki mantel yang kuat, datar, lebar, berbentuk oval, lonjong, dan mantel punggung
bagian depan tidak menyatu dengan kepala (Reid et al., 2005). Sotong ditandai dengan
kulit internal atau cuttlebone sebagai kerangka yang dibentuk oleh matriks kalsium
karbonat yang sangat berguna dalam mengontrol daya apung pada saat berenang
16

Gambar 3. Morfologi dan Anatomi Sotong (g:insang,bh:jantung, an: anus, ang:kelenjar


nidamental, fun: funnel, flc: funnel locking cartilage apparatus, ins: kelenjar
tinta, int: usus, ng: kelenjar nidamental, oe: esophagus (Reid et al., 2005;
Gestal et al., 2019).
(Almonacid et al., 2009). Sotong memiliki sirip sempit yang terletak di punggung atas
mantel dan ukurannya sama dengan panjang mantel. Lobus sirip posterior bebas, tidak
terhubung satu sama lain. Memiliki kepala kuat, mata menonjol, ditutupi oleh selaput
transparan dan terdapat lipatan sekunder yang mencolok di mata. Mulut dikelilingi oleh
8 lengan (octopoda) dan 2 tentakel serta memiliki sepasang insang. Selain itu, terdapat
corak pada mantel sotong, bagian kepala sotong berbentuk tentracular, dan cuttlebone
pada setiap jenis berbeda-beda. Hal ini dapat digunakan untuk identifikasi sotong
berdasarkan morfologinya (Gambar 3) (Reid et al., 2005).
Taksonomi dari sotong adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Filum :
Moluska, Kelas : Cephalopoda, Sub kelas : Coleoidea, Ordo : Sepioidea, Famili :
Sepiidae, Genus : Sepia, Spesies : Sepia pharaonis (Reid et al., 2005). Sotong termasuk
kedalam predator aktif yang memangsa ikan, udang, cephalopoda, dan lainnya
(Oliveira et al., 2020). Sotong hidup pada wilayah demersal atau di dasar perairan
(Setyohadi et al., 2016). Sotong hidup di kedalaman 130 m yang ditemukan pada
wilayah pesisir dangkal hingga kedalaman 100 m. Sotong bermigrasi ke perairan yang
lebih dangkal selama musim kawin dan pada saat malam hari untuk mencari makan
(Tehranifard & Dastan, 2011). Sotong memiliki perbedaan antara jantan dan betina
yang dapat diamati pada cuttlebone dan sistem reproduksi (Marrero et al., 2019).
Sistem reproduksi pada betina memiliki ovarium pada bagian belakang dekat dengan
anus, kelenjar telur, kelenjar nidamental berpasangan, dan wadah bukal sedangkan
pada jantan terdapat sepasang testis dan memiliki saluran ejakulatori yang terletak pada
terminal (penis), testis, kelenjar spermatophoric, sperm duct, dan sperm resevoir (Al-
behbehani, 2006; Huang et al., 2018;Gestal et al., 2019). Jantan berukuran lebih besar
dibandingkan dengan betina. Jantan memiliki ciri pada bagian mantel dorsal atau
punggungnya dan pada lengannya bewarna coklat gelap dan terdapat garis putih. Pada
betina bagian dorsal atau punggungnya cenderung bewarna coklat pucat yang terdapat
garis putih tipis serta bintik bulat putih. Warna tubuh pada jantan dan betina timbul
17

pada usia setelah 60 hari dan pada jantan usia setelah 120 hari sudah terbentuk
sempurna pola tubuhnya seperti corak kulit harimau. Masa hidup rata-rata selama 271
secara laboratorium contohnya Sepia pharaonis (Nabhitabhata & Nilaphat, 1999).

Perilaku kawin Sepia pharaonis jantan dengan melindungi dan mengikuti betina
kemanapun pergi selama musim kawin. Jantan dengan tubuh yang berukuran lebih
besar berani untuk mendekatkan betina yang telah memiliki pasangan untuk bersaing
dengan pasangannya sedangkan jantan yang lebih kecil cenderung menunggu dan
berusaha melihat peluang untuk mendapatkan betina. Sepia pharaonis siap kawin saat
memasuki umur 90 hari. Jantan akan menarik perhatian betina dengan mengulurkan
lengan dan menampakkan corak tubuh seperti harimau. Posisi pada saat kawin
berlangsung dengan kepala jantan dan betina saling berhadapan dan kopulasi bisa
terjadi selama 1 sampai 30 menit. Jantan mencengkram lengan betina diputar sehingga
posisinya berhadapan. Setelah itu, jantan memindahkan spermatophores dari lengan
keempat dan menempel pada wadah mani di daerah bukal mani betina. Jantan
melindungi dari gangguan individu jantan yang lain dan menjaga pasangannya dari
jauh hingga bertelur bahkan sampai betina tersebut mengalami kematian. Sepia
pharaonis remaja dan dewasa lebih sering menghabiskan waktunya di dasar perairan
dengan menggali pasir atau substrat yang berada di dasar perairan (Lee et al., 2016;
Nabhitabhata & Nilaphat, 1999).

Pemijahan Sepia pharaonis terjadi setelah berusia 110 hari atau sekitar 1-3 minggu
setelah kawin dan satu individunya dapat menghasilkan telur sebanyak 30 - 5000 telur
dan butuh waktu selama 14 hari untuk berkembang pada suhu 28˚C. Telur yang
dikeluarkan bewarna putih transparan dengan perkembangan embrio pada Sepia
pharaonis terbagi menjadi 4 tahapan yaitu fase cleavage, blastulasi, gastrulasi, dan
organogenesis. Telur disimpan tersembuyi agar terhindar dari predator yang akan
memangsa telur tersebut (Lee et al., 2016; Nabhitabhata & Nilaphat, 1999). Betina
menyimpan kelompok telur di atas rumput laut, kerang, batu karang dan substrat lain
di sepanjang dasar laut. Masa penetasan telur dalam satu cluster pemijahan yang sama
adalah 3 – 10 hari sejak telur pertama di keluarkan. Mereka mulai makan pada hari
18

pertama sekitar 6 - 12 jam setelah menetas. Pada umur 0 – 10 hari panjang mantel
sekitar 7,7 mm – 10,9 mm (Nabhitabhata & Nilaphat, 1999). Kematangan reproduksi
pada sotong dimulai pada umur 3 bulan dan siap untuk melakukan perkawinan dan
pertumbuhan panjang lebih tinggi dari betina sedangkan betina memiliki berat yang
lebih dibanding jantan. Pertumbuhan panjang betina menurun seiring dengan
pematangan dan pertambahan berat badan yang disebabkan oleh besarnya gonad
(Sasikumar et al., 2013). Sotong memiliki kemampuan untuk berkamuflase baik dari
pola tubuh dan warna pada lingkungan (Akkaynak et al., 2013).

Sotong terdistribusi dan ditemukan pada wilayah perairan di lapisan paling atas
kolom perairan dengan kedalaman 0 - 200 m dan memilki ukuran tubuh dari kecil
hingga sedang di sebagian besar lautan dunia dan aktif mencari makan pada malam
hari (nocturnal) (Gestal et al., 2019; Mehanna & Al-Mamry, 2013). Sotong
menggunakan tentakel dan lengannya untuk menangkap mangsanya dan menghisap
dengan batil penghisap untuk melemahkan mangsa agar dapat dimasukkan kedalam
mulut (Rochman et al., 2013). Sotong merupakan penghuni dasar berbagai habitat,
termasuk berbatu, substrat berpasir, berlumpur, lamun, rumput laut, dan terumbu
karang. Sotong adalah perenang yang lebih lambat dari pada cumi-cumi yang bertubuh
ramping. Spesies besar seperti Sepia latimanus, S. officinalis, dan S. pharaonis hidup
pada kedalaman yang lebih dangkal (Reid et al., 2005). Habitatnya berkisar dari daerah
batas air surut terendah di pantai hingga kedalaman 200 meter. Beberapa spesies juga
memiliki kebiasaan untuk bermigrasi secara musiman sebagai respons terhadap
perubahan suhu dan agregat ke perairan yang lebih dangkal pada waktu pemijahan
(Reid et al., 2005). Sepia menghabiskan musim semi dan musim panas di perairan
pantai, kemudian bermigrasi kedalaman 100 m hingga 200 m selama musim gugur dan
musim dingin (Compton & Wiley, 2011)

Sotong merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor hasil perikanan di


Indonesia sebesar 120 ribu ton sejak tahun 2012-2017 (KKP, 2018). Sotong di dunia
juga relatif stabil jumlah hasil tangkapannya sejak 2008 yaitu sebesar 300 ribu sampai
dengan 350 ribu ton (Gestal et al., 2019). Manfaat untuk manusia yang terdapat pada
19

sotong diantaranya adalah sebagai salah satu biota yang diminati untuk dikonsumsi
karena nilai pasar yang tinggi, mengandung protein tinggi, dan lemak tak jenuh serta
tintanya dapat digunakan sebagai obat, pewarna, dan cat (Gestal et al., 2019). Manfaat
sotong untuk alam sendiri berperan pada ekologis dalam tingkat yang lebih besar dari
rantai makanan sebagai predator dan mangsa sejumlah organisme yang beragam
diantaranya mamalia besar seperti, hiu, lumba-lumba, paus, ikan besar, dan anjing laut
(Compton & Wiley, 2011). Sotong di Indonesia ditemukan beberapa jenis dengan nama
lokal yang berbeda-beda diantaranya adalah Sepia pharaonis dengan nama lokal zebra,
Sepia latimanus atau koral, dan Sepia esculenta atau pasir. Jenis Sepia pharaonis
merupakan tangkapan dominan dari nelayan Muncar, Banyuwangi (Setyohadi et al.,
2016). Tangkapan pada daerah laut Arafuru yang menggunakan trawl dengan
dominan tangkapan sotong Sepia pharaonis sebesar (6,53%), Sepia smithi, Sepia
brevimana, Sepia apama, Sepia elliptica, Sepia papuensis (Tirtadanu & Suprapto,
2016). Selain itu, di perairan Sulawesi Utara terdapat habitat dari Sepia latimanus
yang menempatkan telur pada karang yang memiliki kerapatan atau koloni banyak
serta celah yang sempit untuk melindungi dari arus air laut (Pratasik et al., 2017).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2020. Lokasi pengambilan


sampel di Tempat Pelelangan Ikan, Muara Angke Jakarta dan analisis kandungan
mikroplastik di Laboratorium Ekologi, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, etanol 70%, NaCl,
asam nitrat (HNO3), sotong. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas
beker, spatula, pemanas, lemari asam, kamera, kertas label, pendingin (lemari es),
mikroskop cahaya, mikroskop BX 50, pipet tetes, kaca preparat, penutup kaca preparat,
oven, botol fido, plastik sampel, timbangan analitik, penggaris, alat bedah, dan masker.

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sotong dilakukan dengan mengumpulkan hasil tangkapan


nelayan di Pelelangan Ikan Muara Angke, Jakarta. Metode dan teknik pengambilan
dilakukan secara kuantitatif dan random sampling. Penelitian ini menggunakan data
primer (pengambilan langsung di lapangan) dengan sampel diambil sebanyak 16
individu yang memiliki ukuran, umur, dan jenis kelamin yang berbeda sesuai hasil
tangkapan. Pengambilan jumlah sampel belum terdapat standar dalam penelitian
kontaminasi mikroplastik pada biota. Sampel dipilih berdasarkan kualitas yang masih
terjaga diantaranya, belum terjadi pembusukkan, bagian mantel masih terlihat corak,
bagian luar, dan dalam tubuh sotong masih lengkap. Sampel dibawa ke laboratorium
menggunakan cooling box agar terjaga untuk tetap dingin (Neves et al., 2015).

20
21

3.3.2. Identifikasi Sepia pharaonis

Identifikasi Sepia pharaonis mengacu pada buku pedoman Chepalopod of the


world (Reid et al., 2005). Kemudian, diukur panjang total tubuh dari bagian ujung
kedua tentakel hingga bagian ujung pada mantel, pengukuran panjang mantel dari
bagian mantel yang berbatasan dengan kepala hingga bagian mantel sebelum spine,
identifikasi jenis kelamin dilihat berdasarkan perbedaan cuttlebone dari kedua jenis
kelamin pada betina lebih lebar dibandingkan dengan jantan ukuran yang difungsikan
untuk tempat telur sebelum dikeluarkan dari dalam tubuh dan sistem reproduksi pada
betina terdapat nidamental glands sedangkan pada jantan terdapat testis, dan penentuan
umur berdasarkan panjang mantel. Perkiraan umur Sepia pharaonis dilihat berdasarkan
pertumbuhan panjang mantel karena seiring bertambahnya umur maka semakin
panjang mantel berdasarkan penelitian secara laboratorium (Nabhitabhata & Nilaphat,
1999; Neethiselvan, 2001).

3.3.3. Isolasi Mikroplastik

Teknik untuk mengisolasi mikroplastik pada sotong dilakukan melalui


beberapa tahapan diantaranya adalah isolasi mikroplastik bagian luar tubuh sotong,
diseksi, dan homogenisasi jaringan pencernaan dengan bahan kimia (Lusher et al.,
2017b). Alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol
70% untuk mengurangi kontaminasi mikroplastik. Tahapan tersebut meliputi :

1) Isolasi Mikroplastik Bagian Luar Tubuh sotong


Isolasi mikroplastik bagian luar tubuh sotong dilakukan dengan cara melakukan
penyiraman seluruh tubuh dengan larutan garam jenuh sebanyak 20 ml. Kemudian
cairan tersebut diambil menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml dilakukan
pengulangan 3x pada setiap setiap sampel organ.
2) Diseksi (pembedahan)
Diseksi dilakukan untuk organ target yang akan diamati kandungan
mikroplastiknya. Pembedahan sotong pada bagian organ usus dan insang.
Kemudian, dilakukan pembedahan menggunakan alat bedah. Lalu, dipisahkan
22

bagian usus dan insang. Penimbangan pada masing-masing organ dilakukan


menggunakan timbangan analitik yang dicatat hasil timbangannya dalam satuan
gram (g). Penyimpanan sementara pada cawan petri dalam kondisi tertutup untuk
menghindari kontaminasi dari mikroplastik di udara.
3) Peleburan Usus dan Insang
Pemisahan mikroplastik dari usus dan insang dilakukan dengan bahan pengoksidasi
yang kuat untuk bahan biogenik menggunakan HNO3. Hal ini di karenakan HNO3
terbukti 98% dapat menurunkan berat jenis bahan organik (Claessens et al., 2013).
Organ pencernaan dan insang direndam dalam HNO3 (70%) selama 2 hari pada suhu
ruangan di ruangan asam dengan perbandingan 1:5 dari berat organ (gram) terhadap
HNO3 (ml) yang ditaruh pada botol fido berbeda. Suspensi diencerkan
menggunakan NaCl (larutan garam jenuh) dengan perbandingan 1:4 volume HNO3
terhadap NaCl (ml) untuk memisahkan partikel kurang padat seperti mikroplastik
yang terdapat pada masing-masing organ usus dan insang secara terpisah. Kemudian
cairan tersebut diambil menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml dilakukan 3x
pengulangan pada masing-masing sampel.

3.3.4. Identifikasi Mikroplastik

Identifikasi mikroplastik yang telah melalui tahapan isolasi menggunakan


mikroskop cahaya pada perbesaran 400x dan diukur menggunakan mikroskop
Olympus BX 50 dengan perbesaran 10x pada setiap sampel bagian permukaan luar
tubuh, insang, dan usus Sepia pharaonis yang dilakukan dengan 3x dengan menarik
garis mengikuti arah bentuk mikroplastik pada setiap partikel yang ditemukan.
Identifikasi mikroplastik berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna pada partikel
mikroplastik. Bentuk mikroplastik dibagi menjadi fiber, fragmen, dan film (Jiang et al.,
2018). Ukuran mikroplastik dibagi menjadi 5 yaitu <0.25 mm, 0.25 – 0.50 mm, 0.51
– 2 mm, 2 – 5 mm, dan >5 mm (modifikasi dari Abbasi et al., 2018). Warna
mikroplastik dibagi menjadi transparan, hitam, biru, merah, hijau, dan kuning yang
diidentifikasi menggunakan penglihatan langsung di lensa pada mikroskop cahaya
(Abidli et al., 2019). Sampel diletakkan pada kaca preparat lalu diamati. Selanjutnya,
23

mikroplastik yang teridentifikasi dihitung menggunakan mikroskop dengan


penglihatan dan dicatat setiap bentuk, ukuran, dan warna yang ditemukan serta
didokumentasikan.

3.3.5. Analisis Data

Komposisi mikroplastik yang ditemukan pada luar tubuh, insang dan usus
diklasifikasikan berdasarkan bentuk, ukuran dan warna mikroplastik yang dianalisis
secara deskriptif. Kelimpahan MPs disajikan sebagai partikel/ml dihitung dengan
rumus :

Jumlah mikroplastik pada organ


Kelimpahan Mikroplastik = x 100%
Total mikroplastik pada organ pengamatan
Analisis data untuk melihat perbedaan pada kelimpahan mikroplastik terhadap
panjang mantel, umur sotong, dan jenis kelamin menggunakan Anaylisis of Variance
(ANOVA) one way dengan taraf signifikasi 0,05 serta uji regresi linear untuk melihat
korelasi antara panjang total tubuh sotong dengan total mikroplastik yang dikonsumsi.
Analisa menggunakan perangkat lunak SPSS IBM 20 dan Microsoft Excel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kelimpahan Mikroplastik

Berdasarkan hasil pengamatan pada bagian permukaan luar tubuh, insang, dan
usus Sepia pharaonis didapatkan partikel mikroplastik dengan jumlah yang berbeda-
beda. Kelimpahan total mikroplastik pada permukaan luar tubuh paling sedikit sebesar
(4520 ± 97,67) partikel, insang sebesar (9924,5 ± 522,11) partikel, dan usus
terkontaminasi mikroplastik paling banyak sebesar (10942 ± 329,67) partikel (Gambar
4). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadinya kontaminasi dari lingkungan yang
mengakibatkan terdapatnya mikroplastik pada bagian permukaan luar tubuh maupun
organ dalam pada sotong.

12000 (10942 ± 329,67)


Jumlah Mikroplastik (Partikel)

(9924,5 ± 522,11)
10000

8000

6000
(4520 ± 97,67)
4000

2000

0
Permukaan Luar Insang Usus
Organ Tubuh

Gambar 4. Mikroplastik (MPs) Pada Permukaan Luar Tubuh, Insang dan Usus Sotong.

Kontaminasi mikroplastik dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya


perilaku hidup sotong, pencemaran pada wilayah tempat hidup, pergerakkan partikel
mikroplastik pada perairan dan perlakuan pada saat penanganan biota tersebut sebelum
diperjualbelikan. Penanganan yang kurang higienis dapat dilihat dari kebersihan

24
25

tempat penjual dan kontaminasi dari bahan yang digunakan untuk pengawetan
diantaranya es balok yang digunakan, air ataupun melalui udara. Faktor lain juga dapat
dikaitkan dengan produksi lendir oleh sel mukosa pada kulit sotong bertekstur seperti
lem yang terdapat pada permukaan mantel, alat penghisap, dan bagian luar tubuh lain
(Accogli et al., 2017) yang memperbesar kemungkinan dapat melekat dan menumpuk
partikel mikroplastik di bagian permukaan luar tubuh sotong. Menurut Chan et al.,
(2019) bahwa pencemaran mikroplastik pada bagian luar hewan juga dapat berasal dari
kontaminasi sekunder terkait pada penyimpanan, penjualan, dan transportasi hasil
tangkapan yang dijual pada pasar pelelangan ikan. Lebih lanjut, EFSA (2016)
menyatakan bahwa konsumsi mikroplastik pada invertebrata laut terjadi karena cara
makan dan konsentrasi partikel pada daerah tersebut.

Kontaminasi yang terjadi pada bagian insang sotong pada saat air mengalir di
antara lamella masing-masing insang atau pada saat respirasi itu terjadi. Air laut atau
sedimen yang tercemar mikroplastik akan masuk kedalam lamela insang pada saat
terjadi penyerapan O2. Hal tersebut berpotensi tinggi untuk masuk ke dalam sistem
sirkulasi dikarenakan kedua jantung yang terhubung dengan insang pada saat terjadi
pertukaran gas antara sistem respirasi dan sirkulasi serta dapat masuk ke dalam rongga
mantel yang akan mencemari bagian luar organ dalam sotong. Kontaminasi
mikroplastik yang ditemukan pada usus disebabkan oleh partikel mikroplastik yang
menyerupai mangsa alami serta mangsa yang telah terkontaminasi oleh mikroplastik.
Partikel atau mangsa yang masuk melalui mulut, dan sampai kebagian usus dapat
menyebabkan usus sotong terkontaminasi dan akan menghambat pencernaan sehingga
menganggu kualitas hidup individu tersebut.

Pada penelitian del Carmen Alejo-Plata et al., (2019) mikroplastik ditemukan pada
bagian cangkang, dan rongga dalam tubuh (insang, ovarium, usus, dan saluran telur)
gurita Argonauta nouryi. Selanjutnya, penelitian Li et al., 2015 menunjukkan bahwa
adanya kontaminasi mikroplastik di jaringan 9 jenis kerang yang di dapat dari pasar
perikanan di Cina dengan jumlah total 2.1 – 10.5 partikel/gram dan 4.3 – 57.2
partikel/individu. Selanjutnya, partikel mikroplastik juga ditemukan pada insang dan
26

saluran pencernaan kepiting Carcinus maenas melalui proses ventilasi yang ditemukan
pada bagian internal insang serta kontaminasi pada pencernaan karena konsumsi hewan
seperti Mytilus edulis yang terkontaminasi mikroplastik (Watts et al., 2014). Penelitian
Rochman et al., (2015) menunjukkan hasil laut yang dijual di pasar ikan Paotere,
Sulawesi Selatan ditemukan 28% terkontaminasi mikroplastik pada bagian usus hewan
laut yang diamati. Penelitian lain juga menemukan beberapa hewan laut hasil
tangkapan pada beberapa tempat di laut Persia dengan total partikel yang ditemukan
sebanyak 828 partikel mikroplastik yang terdeteksi melekat pada kulit serta terdapat
pada otot, insang, usus, dan hati pada biota demersal dan ikan pelagis (Abbasi et al.,
2018).

Menurut Priscilla et al., (2019) semakin besar makanan dan air yang masuk akan
memperbesar partikel mikroplastik yang masuk kedalam tubuh secara tidak sengaja
dan dapat menempel pada saluran pencernaan biota laut yang terkontaminasi.
Pencemaran mikroplastik yang terdapat pada organ hewan menimbulkan efek
toksisitas pada organ. Sifat mikroplastik menyerap polutan yang bersifat patogen,
kandungan logam, mikroorganisme patogen, dan zat adiktif (Bakir et al., 2014; Carson
et al., 2013). Hasil penelitian Deng et al., (2017) dengan menggunakan tikus,
mikroplastik terpapar pada organ hati, ginjal, dan usus tikus dan menyebabkan efek
buruk pada hati, gangguan energi, metabolisme lipid, stres oksidatif dan respon
neurotoksik.

Perilaku sotong yang hidup pada bagian demersal atau dasar perairan dapat
memperbesar kemungkinan tertelannya mikroplastik. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Koongolla et al., (2020) yang menunjukkan bahwa lingkungan hidup
mempengaruhi konsumsi mikroplastik dan ditemukan paling banyak pada biota yang
hidup di dasar perairan atau demersal dibandingkan biota pelagis. Berdasarkan
penelitian (Woodall et al., 2014) bahwa partikel mikroplastik lebih banyak pada dalam
laut dibandingkan dengan permukaan laut diantaranya pada Samudra Atlantik, Laut
Mediterania, dan Samudra Hindia. Lebih lanjut, kontaminasi mikroplastik terjadi di
biota demersal Platycephalus indicus dan Saurida tumbil pada bagian kulit, otot,
27

insang, dan pencernaan (Abbasi et al., 2018). Hal tersebut dikarenakan plastik dari
berbagai sumber yang telah mengalami fragmentasi akan menjadi mikroplastik dan
terbawa ke lautan bebas. Kemudian, akan mengalami pengendapan pada bagian dasar
laut yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik perairan diantaranya arus, angin dan
gelombang air laut. Pengendapan mikroplastik pada bagian dasar laut dapat
membahayakan biota demersal seperti sotong. Mikroplastik dapat dianggap sebagai
mangsa atau makanan yang dapat menyebabkan retaknya vili dan pemisahan enterosit
pada Danio rerio (Lei et al., 2018; Mistri et al., 2020).

Informasi sotong ditemukan di beberapa wilayah laut Indonesia diantaranya


Banyuwangi (Jawa Timur), Sumatera Utara, Jepara, Rembang, Manado, Maluku
(Abdul, 1999; Setyohadi et al., 2016). Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh dari
Pelabuhan Muara Angke, Jakarta sotong ditemukan dari daerah laut Pemalang, Batang,
dan Lambuan Penimbang (Banten) yang berada di bagian utara Jawa. Hasil penelitian
mikroplastik menunjukkan bahwa habitat sotong telah mengalami pencemaran
mikroplastik dengan ditemukan mikroplastik pada bagian luar tubuh dan organ dalam.
Menurut, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sampah yang ditemukan di
beberapa daerah pulau Jawa di dominasi oleh sampah plastik dan ditemukan juga dalam
bentuk mikroplastik (Maharani et al., 2018; Rahmad et al., 2019). Pencemaran
mikroplastik juga disebabkan terdapatnya arus balik pasang surut dominan di laut Jawa
dengan kecepatan arus rata-rata 0,04 – 0,32 m/s. Perairan Jawa berpeluang besar
menjadi patch mikroplastik terbesar di Indonesia karena arus baliknya yang mampu
menjebak partikel-partikel tersebut dalam waktu yang lama (Handyman et al., 2019).
Hal lain juga dapat disebabkan oleh Pulau Jawa memiliki penduduk terpadat di
Indonesia yang berpeluang besar mengalami pencemaran sampah dan sampah yang
telah mengalami fragmentasi menjadi partikel mikroplastik akan terbawa oleh arus dan
gelombang sejauh 1258,90-1399,88 km dalam kurun waktu 7 bulan (Handyman et al.,
2019). Lebih lanjut, pulau Jawa berpotensi sebagai tempat pencemaran mikroplastik
yang dapat membahayakan hasil perikanan karena pulau Jawa sebagai salah satu
potensi perikanan tertinggi di Indonesia. Jenis sotong masuk kedalam 3 komoditas
28

ekspor tertinggi di Indonesia (KKP, 2018)., sehingga akan berakibat pada ekosistem,
kelimpahan sotong dialam serta kesehatan manusia secara tidak langsung.

4.2. Bentuk Mikroplastik

Hasil penelitian pada permukaan luar tubuh dan dalam sotong ditemukan tiga
bentuk mikroplastik yaitu fiber, fragmen, dan film (Gambar 5). Fiber merupakan
bentuk mikroplastik yang paling dominan pada bagian permukaan luar tubuh, insang
dan usus dengan jumlah 410 partikel yang diikuti oleh fragmen 211 partikel dan film
sebanyak 38 partikel (Gambar 6). Bentuk fiber paling banyak ditemukan pada ketiga
organ tersebut diikuti oleh fragmen serta paling sedikit pada organ yaitu bentuk film.
Pada masing-masing bentuk mikroplastik memiliki ciri yang khas. Bentuk fiber
memiliki ciri seperti serat tipis yang memanjang seperti silindris. Bentuk fragmen
memiliki ciri keras, bergerigi, dan tidak teratur sedangkan film lebih transparan, lembut
dan tipis. Mikroplastik bentuk fiber, fragmen, dan film yang mengkontaminasi Sepia
pharonis dapat berasal dari sumber primer ataupun sekunder yang tercemar di
lingkungan karena pengolahan limbah yang kurang baik dari industri, pabrik ataupun
antropogenik menghasilkan sampah plastik yang kemudian dapat terdegradasi secara
kimia, biologi, dan mekanis dialam.

Gambar 5. Bentuk mikroplastik yang ditemukan pada Permukaan Luar Tubuh,


Insang, dan Usus. A), B) Fiber, C) Fragmen, D) Film.
29

FIBER
FRAGMEN
180 FILM
Jumlah Mikroplastik (partikel)
160

140

120

100

80

60

40

20

0
Permukaan Luar Insang Usus
Organ Tubuh

Gambar 6. Bentuk Mikroplastik pada Permukaan Luar Tubuh, Insang, dan Usus
Sotong.
Mikroplastik dalam bentuk fiber dilaporkan paling banyak ditemukan baik pada
sedimen (Sathish et al., 2019), air (Priscilla et al., 2019) ataupun pada biota laut (James
et al., 2020) salah satunya pada Sepia pharaonis. Berdasarkan penelitian Oliveira et al.,
2020 bahwa bentuk mikroplastik yang didominasi oleh fiber, fragmen, dan mikrofilm.
Mikroplastik fiber paling banyak digunakan dalam industri tekstil yang terbuat dari
bahan Polypropylene (PP), Polyehtylene (PE), dan alat pancing yang digunakan juga
berkontribusi sebagai penghasil mikroplastik fiber pada perairan laut (Kor et al., 2020).
Sementara itu, mikroplastik dalam bentuk fragmen dan film ditemukan dari bahan
campuran polimer Polypropylene (PP) dan Polyehtylene (PE). Fragmen dan film
berasal dari mikroplastik sekunder yang lebih besar dan telah terpecah menjadi puing-
puing dalam waktu yang panjang. Bentuk ini ditemukan dari jenis sampah plastik
seperti kantong plastik rusak, mulsa film (limbah plastik pertanian), dan pelat apung
(Zhou et al., 2018).
30

Pencemaran mikroplastik dalam berbagai bentuk partikel dapat terjadi dari sektor
perikanan, pariwisata, populasi yang tinggi, dan lain-lain. Kurangnya kesadaran
masyarakat akan bahaya mikroplastik dan makroplastik serta pengelolaan limbah
sampah plastik yang belum terorganisir dengan benar menjadi pemicu pencemaran
partikel yang akan berakhir dilautan. Menurut Dowarah & Devipriya (2019) dan
Maharani et al., (2018) bahwa terdapat hubungan erat antara kegiatan manusia,
pariwisata, dan pemancingan terhadap persebaran makroplastik dan mikroplastik di
perairan. Penelitian mengenai persebaran sampah plastik di Pulau Jawa telah dilakukan
Teluk Jakarta dengan intensitas yang bervariasi dari 30%-70% serta ditemukan
mikroplastik pada sedimen, air, ikan, dan kerang dengan berbagai bentuk yang
didominasi oleh fragmen (Dwiyitno et al., 2018). Selanjutnya, perairan laut Pulau
Tunda, Pangandaran, Banyuurip Gresik, Jawa Timur ditemukan sebaran makroplastik
dan mikroplastik dalam bentuk fiber, fragmen, dan film yang berasal dari limbah rumah
tangga dan kegiatan antropogenik (Ayuningtyas et al., 2019; Maharani et al., 2018;
Septian et al., 2018).
Kegiatan penangkapan ikan merupakan kontributor utama dari pencemaran
mikroplastik. Kegiatan penangkapan modern melibatkan lebih banyak plastik karena
keunggulannya dibandingkan dengan bahan alami. Alat yang biasa digunakan adalah
tali, pelampung, jaring, kotak ikan, sarung tangan, tali pengikat, dan lain-lain (Dowarah
& Devipriya, 2019). Lebih lanjut, sumber lainnya disebabkan oleh pengolahan limbah
yang kurang tepat pada industri tekstil atau limbah rumah tangga. Hasil penelitian
Napper & Thompson (2016) menunjukkan bahwa 700.000 fiber dari pencucian 6 kg
kain akan terlepas dan akan memasuki wilayah akuatik salah satunya perairan laut. Hal
tersebut akan memperburuk toksisitas pada perairan karena industri tekstil akan
menyebarkan partikel plastik berbentuk fiber yang berbahan dasar zat kimia berbahaya
ke lingkungan (Koongolla et al., 2020).
Bentuk-bentuk mikroplastik tersebut akan membahayakan ekosistem perairan.
Biota demersal seperti sotong lebih banyak terkontaminasi oleh mikroplastik dengan
tingkat kepadatan yang lebih tinggi karena cenderung tenggelam seperti berbahan dasar
nilon dan PVC. Mikroplastik pada air memiliki kepadatan lebih rendah serta tidak
31

menutup kemungkinan juga dapat mengkontaminasi sotong dengan jenis bahan seperti
PP, PE, dan EPS (Chan et al., 2019). Bentuk dan ukuran partikel dapat mempengaruhi
toksisitas terhadap organisme (Naji et al., 2018). Mikroplastik yang bentuknya tidak
beraturan dan berserat jika tertelan pada biota akan terjerat dalam saluran usus yang
berpotensi mengakibatkan penyumbatan usus dan tidak dapat didegradasi sehingga
menyebabkan waktu retensi lebih lama atau terjadi penyumbatan pada usus biota laut
(Kor et al., 2020).

4.3.Ukuran Mikroplastik

Jumlah mikroplastik berdasarkan ukuran ditunjukkan pada (Gambar 7).


Kelimpahan mikroplastik dengan ukuran <0.25 mm lebih besar pada permukaan luar
tubuh, organ insang, dan usus diikuti dengan ukuran mikroplastik 0.25 – 0.50 mm, 0.51
– 2 mm dan tidak ditemukan ukuran mikroplastik 5 mm atau >5 mm (Gambar 7).
Ukuran mikroplastik terbesar ditemukan pada bagian permukaan luar tubuh, insang,
dan pencernaan masing masing sebesar 0.438 mm, 0.430 mm, 0.586 sedangkan ukuran
terkecil masing – masing 0.024 mm, 0.026 mm, dan 0.022 mm.

< 0.25 0.25 - 0.50 0.51 - 2 2.0 - 5 >5

60
Jumlah MPs (Partikel)

50

40

30

20

10

0
Permukaan Luar Insang Usus
Organ Tubuh

Gambar 7. Kisaran Ukuran (mm) pada Mikroplastik yang ditemukan pada Organ
Pengamatan.
Ukuran mikroplastik berbeda karena plastik memiliki beragam bentuk dan jenis.
Salah satu faktor perbedaan ukuran disebabkan oleh fisik dan kimia yang berpengaruh
32

terhadap degradasi mikroplastik sehingga memiliki ukuran yang beragam (Septian et


al., 2018). Selain itu, semakin kecil ukuran partikel mikroplastik peluang kemungkinan
tertelan secara tidak sengaja oleh biota laut akan semakin besar dan partikel tersebut
akan masuk ke beberapa organ atau jaringan dalam Sepia pharaonis yang dapat
mengancam kelangsungan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh
pada penelitian ini lebih didominansi oleh mikroplastik dengan ukuran terkecil <0,25
mm.

Berdasarkan penelitian Avio et al., (2015) ditemukan ukuran partikel mikroplastik


pada saluran pencernaan paling banyak berukuran 0,5 – 1 mm. Mikroplastik ditemukan
pada hewan invetebrata filter feeder didominasi oleh ukuran 50 dan 100 µm (Sfriso et
al., 2020). Mikroplastik yang ditemukan pada insang dan saluran pencernaan lebih
besar ukurannya dibandingkan dengan organ lain dan variasi kelimpahan mikroplastik
pada pencernaan dapat menunjukkan variasi jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi (Abbasi et al., 2018). Menurut penelitian (Kazour et al., 2019) bahwa
ukuran mikroplastik yang ditemukan pada ikan teri dan spiny oyster pada saluran
pencernaannya berukuran <200 µm. Selain itu, ukuran partikel juga tidak memiliki
hubungan yang jelas dengan ukuran ikan karena hampir di setiap spesimen yang
teramati ditemukan ukuran partikel yang beragam (Foekema et al., 2013). Ukuran
partikel mikroplastik menentukan tingkat toksisitas pada biota yang terkontaminasi.
Menurut hasil penelitian Lei et al., (2018) bahwa pada usus ikan Danio rerio ditemukan
mikroplastik dengan berbagai ukuran yang terakumulasi, menyebabkan kerusakan
jaringan usus dan pada Caenorhabditis elegans partikel dengan ukuran 1 µm yang
terakumulasi menyebabkan kematian tertinggi karena terjadi kerusakan jaringan
melalui cedera mekanis atau nutrisi yang tidak mencukupi.

Partikel mikroplastik dalam ukuran, memiliki pergerakkan yang cukup tinggi


sehingga berpotensi besar memasuki ekosistem dan rantai makanan. Ukuran
mikroplastik dapat mempengaruhi bioavabilitas di lingkungan perairan karena
permukaan mikroplastik dapat menyerap polutan yang masuk ke perairan (Kor et al.,
2020). Lebih lanjut, permukaan mikroplastik merupakan tempat untuk menempel
33

kandungan logam beracun yang terakumulasi (Sathish et al., 2019). Sifat hidrofobik
yang dimiliki mikroplastik dapat mempermudah kontaminan organik terserap pada
permukaan partikel seiring dengan meningkatnya luas permukaan mikroplastik
(Khamarzadeh et al., 2019).

4.4. Warna Mikroplastik

Warna pada partikel mikroplastik yang ditemukan memiliki warna yang bervariasi
diantaranya adalah biru, kuning, merah, hijau, hitam, dan transparan (Lampiran 3).
Partikel mikroplastik dengan warna dominan yang ditemukan pada ketiga organ yang
diamati adalah warna hitam (44%) dan transparan (29%). Warna lain seperti biru (9%),
hijau (9%), merah (6%), dan kuning (3%) (Gambar 8).

Transparent
9% 3%
6% 29% Black
9% Blue
Red
Green
44%
Yellow

Gambar 8.Warna pada Partikel Mikroplastik yang ditemukan pada Permukaan Luar
Tubuh, Insang, dan Usus Sotong
Penelitian Abbasi et al., (2018) menyebutkan warna yang ditemukan pada 5
spesies ikan didominasi oleh warna hitam, hijau, dan biru sedangkan pada penelitian
(Bessa et al., 2018) warna mikroplastik yang mendominasi adalah biru, transparan, dan
hitam. Warna partikel pada penelitian mikroplastik sangat beragam dan variatif yang
ditemukan baik pada sedimen, air ataupun organ pada biota. Variabilitas warna partikel
mikroplastik dapat dikaitkan dari berbagai sumber atau asal sampah plastik tetapi dapat
berubah karena terjadi pelapukan di alam (Sathish et al., 2019).

Warna pada mikroplastik juga dapat meningkatkan kontaminasi pada organisme


laut karena karakteristik yang dimiliki mikroplastik sama dengan makanan laut atau
34

mangsa alami. Partikel mikroplastik berwarna dapat menjadi vektor kontaminasi


dikarenakan partikel tersebut dapat menarik predator seperti sotong untuk memangsa
karena memiliki kesamaan warna dengan mangsa alami. Pentingnya identifikasi warna
pada mikroplastik juga dapat menentukan potensi kontaminasi mikroplastik
berdasarkan perilaku yang biasa dilakukan oleh organisme tersebut (Wright et al.,
2013). Menurut Tata et al., (2020) beberapa karakteristik warna dapat dikaitkan dengan
kemiripan warna mangsa diantaranya mikroplastik biru dapat secara keliru dicerna
sebagai beberapa spesies cepepoda, putih/ transparan dicerna oleh tiram dan kerang
dan warna hitam, putih, terang serta biru dapat keliru yang dapat dicerna oleh ikan-ikan
laut.

4.5. Hubungan Parameter Biologis dengan Kontaminasi Mikroplastik

Hasil identifikasi sotong yang didapatkan dari pedagang di TPI Muara Angke
sebanyak 16 individu masuk kedalam jenis Sepia pharaonis. Sepia pharaonis memiliki
ciri morfologi diantaranya terdapat bintil bintil putih pada bagian mantel, bewarna
pucat kecoklatan atau ungu kemerahan, terdapat corak garis tipis putih pada bagian
mantel, kepala, dan tentakel serta memiliki bentuk cuttlebone memiliki ciri tebal, lebar,
bagian ujungnya berbentuk V terbalik, bagian tengah posteriornya rata, papila terdapat
pada mantel punggung (Gambar 9).

Gambar 9. A) Sepia pharaonis, B) Cuttlebone betina, C) Cuttlebone jantan


35

Jenis Kelamin Sepia pharaonis dari 16 individu yang diamati terdapat 7 individu
jantan dan 9 individu betina dengan persentase jenis kelamin sebesar 43,75% dan
56,25%. Selain itu, panjang total tubuh yang ditemukan berkisar antara 31 – 58,5 cm
serta panjang mantel berkisar antara 8.5 – 14,5 cm. Umur terbagi menjadi 3 kelompok
yaitu 5,6, 6, 6,3 bulan. Penentuan umur dapat dilakukan berdasarkan pengukuran
panjang mantel pada sotong. Hal tersebut mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Nabhitabhata & Nilaphat, (1999) panjang mantel sotong berkisar antara 0,77 – 13.94
cm yang memiliki kisaran umur antara 0 – 210 hari dengan rata – rata masa hidupnya
sekitar 9 bulan pada skala laboratorium sedangkan pada penelitian ini memiliki panjang
mantel 8,3 – 14,5 cm dengan perkiraan umur dari 4 – 6.5 bulan dan sudah masuk
kedalam kategori remaja dan siap untuk berkembang biak.
Berdasarkan hasil parameter biologis tersebut dapat dikaitkan dengan adanya
kontaminasi mikroplastik yang dilakukan pengujian secara statistik. Hasil tersebut
mengungkapkan bahwa tidak ditemukan perbedaan total mikroplastik yang dilihat
berdasarkan panjang mantel dan umur dari sotong (ANOVA: p > 0.05) (Lampiran 5).
Pada panjang mantel 11.4 cm memiliki rata – rata terendah (29,3±16.8) dan rata – rata
tertinggi pada panjang mantel 12 cm (57.3 ±16.5) dalam konsumsi mikroplastik. Jika
dilihat berdasarkan umur sotong maka kelompok umur 6.3 bulan memiliki memiliki
rata – rata terendah (37.9 ± 17.4) dan kelompok umur 5.6 bulan dengan rata-rata
tertinggi (43.8 ± 16.4) (Lampiran 5). Pada pengujian jenis pada jenis kelamin yaitu
tujuh jantan dan tujuh betina diperoleh rata – rata betina lebih tinggi terkontaminasi
mikroplastik (15.54 ± 7.66) sedangkan jantan lebih rendah (11.72 ± 6.50) dengan
signifikansi (P<0.05) (Lampiran 5). Hasil lain menyatakan bahwa uji regresi panjang
total tubuh dengan total konsumsi mikroplastik tidak memiliki pengaruh (R = 0.123;
thitung < ttabel=1.401 < 2.145) (Gambar 10 & lampiran 5).
36

70
60 y = 0,5754x + 17,531

Total Mikroplastik
R² = 0,123

(Partikel/ml)
50
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80
Panjang Tubuh (cm)

Gambar 10. Korelasi Panjang Tubuh Sepia pharaonis dengan Total Mikroplastik
Pada Semua Organ.
Hasil uji regresi dan ANOVA mengindikasikan bahwa panjang total tubuh,
panjang mantel dan bertambahnya umur tidak menentukan konsumsi mikroplastik pada
Sepia pharaonis. Hal ini dapat disebabkan karena pola hidup yang dimiliki Sepia
pharaonis sejak lahir sudah menjadi predator aktif (Dickel et al., 2013). Konsumsi
mikroplastik dapat dilihat dari faktor lain yaitu tergantung dari seberapa banyak
polutan tersebut berada dalam habitat hidupnya. Menurut penelitian sebelumnya bahwa
panjang tubuh tidak memiliki hubungan dengan konsumsi mikroplastik spesimen tetapi
kuantitas mikroplastik dapat disebakan oleh tipe habitat dari biota yang diamati (Güven
et al., 2017; Foekema et al., 2013; Sbrana et al., 2020).
37

Gambar 11. Perbedaan Kontaminasi Total Mikroplastik Pada Jantan dengan Betina

Kontaminasi mikroplastik berdasarkan jenis kelamin, ditemukan terdapat perbedaan


antara sotong jantan dan betina. Sotong betina terkontaminasi mikroplastik lebih
banyak dibanding dengan jantan dengan nilai signifikansi (P<0.05) (Gambar 11 &
Lampiran 5). Kontaminasi mikroplastik yang berbeda pada jenis kelamin disebabkan
habitat, perilaku yang berbeda antara jantan dan betina, dan tekanan antropogenik
(Sbrana et al., 2020). Lebih lanjut, Sbrana et al., (2020) menemukan hasil yang berbeda
jantan menelan lebih banyak partikel mikroplastik dibandingkan dengan betina pada
Boobs boobs (L.). Hasil penelitian (Oliveira et al., 2020) mengenai kontaminasi
mikroplastik pada Sepia officinalis yang terdapat di alam liar dan hasil budidaya
ditemukan perbedaan kandungan mikroplastik pada kelenjar pencernaan dengan jantan
lebih banyak (0.9 serat/gram) dibandingkan dengan betina (0.8 serat/gram) pada
kondisi yang di budidaya hasil tersebut belum dapat dijadikan pembanding
dikarenakan jumlah sampel yang digunakan sangat sedikit serta perbandingan antara
jantan dan betina tidak sesuai. Kontaminasi partikel mikroplastik tersebut dapat
disebabkan oleh air laut, asupan makanan yang masuk, serta tempat hidup dikarenakan
kontaminasi lebih tinggi pada hewan liar (Oliveira et al., 2020).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kontaminasi mikroplastik pada sotong ditemukan pada permukaan luar tubuh,


insang, dan usus. Karakteristik mikroplastik memiliki variasi baik bentuk, ukuran, dan
juga pada warna yang ditemukan. Kontaminasi pada biota laut konsumsi memberikan
suatu kondisi perairan laut sudah mengalami pencemaran. Data tersebut dapat
dijadikan untuk menunjang pengelolaan sampah plastik yang benar sesuai dengan jenis
agar tidak mengalami pencemaran dilingkungan terutama perairan laut. Penelitian ini
juga mengindikasikan bahwa sotong bisa dijadikan salah satu bioindikator yang dilihat
dari berbagai parameter agar dapat menggambarkan kondisi sebenernya dari wilayah
tempat sotong tersebut ditemukan. Kontaminasi mikroplastik pada sotong juga dapat
dijadikan acuan untuk mengambil langkah mengenai baku mutu atau batas aman yang
tepat terhadap kandungan polutan mikroplastik dalam makanan laut. Hal tersebut dapat
meminimalisir bahaya mikroplastik jika tertelan pada biota maupun manusia.

5.2.Saran

Perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap partikel mikroplastik untuk mengetahui


kandungan bahan, patogen serta bahan lain yang terdapat pada partikel mikroplastik
yang ditemukan. Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak toksikologis secara
langsung terhadap biota laut dan manusia agar tercipta ketahanan dan keamanan
pangan pada biota laut. Perlu adanya pengurangan penggunaan plastik dalam
kehidupan sehari – hari, pembuangan sampah dan pengelolaan sampah yang benar agar
dapat tertangani dengan baik serta tidak mencemari perairan yang berujung ke laut.
Perlu adanya kajian mengenai standar polutan mikroplastik yang aman terkandung
pada biota laut konsumsi.

38
DAFTAR PUSTAKA

AAA Polymer. Recyclable Plastic Materials. https://www.aaapolymer.com/. Diakses


pada 11 April 2020

Abbasi, S., Soltani, N., Keshavarzi, B., Moore, F., Turner, A., & Hassanaghaei, M.
(2018). Microplastics in different tissues of fish and prawn from the Musa
Estuary, Persian Gulf. Chemosphere, 205, 80–87.

Abdul, G. (1999). Indonesian Seas Chephalopods : A Collection Of Fisheries


Laboratories Diponegoro University. Journal of Coastal Development, 2(2), 347–
354.

Abidli, S., Lahbib, Y., & Trigui El Menif, N. (2019). Microplastics in commercial
molluscs from the lagoon of Bizerte (Northern Tunisia). Marine Pollution
Bulletin, 142, 243–252.

Accogli, G., Scillitani, G., Mentino, D., & Desantis, S. (2017). Characterization of the
skin mucus in the common octopus Octopus vulgaris (Cuvier) reared paralarvae.
European Journal of Histochemistry, 61(3), 204–214.

Akkaynak, D., Allen, J. J., Mäthger, L. M., Chiao, C. C., & Hanlon, R. T. (2013).
Quantification of cuttlefish (Sepia officinalis) camouflage: A study of color and
luminance using in situ spectrometry. Journal of Comparative Physiology A:
Neuroethology, Sensory, Neural, and Behavioral Physiology, 199(3), 211–225.

Alabi, O., Ologbonjaye, K., Awosolu, O., & Alalade, O. (2019). Toxicology and Risk
Assessment Public and Environmental Health Effects of Plastic Wastes Disposal :
A Riview. Toxicology and Risk Assessment, 5(2), 1–13.

Al-behbehani, B. E. (2006). Study of the morphology and parasitic infection of the


cuttlefish,. Egyptian Journal of Aquatic Biology and Fisheries, 10(4), 211–231.

Almonacid, E., Solari, A., Santana-del-pino, A., & Castro, J. J. (2009). Sex
identification and biomass reconstruction from the cuttlebone of Sepia officinalis.
Journal Marine Biodiversity Records.

Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine Pollution


Bulletin, 62(8), 1596–1605.

Avio, C. G., Gorbi, S., & Regoli, F. (2015). Experimental development of a new
protocol for extraction and characterization of microplastics in fish tissues: First
observations in commercial species from Adriatic Sea. Marine Environmental
Research, 111, 18–26.

39
40

Ayuningtyas, W. C., Yona, D., Julinda, S. H., & Irawati, F. (2019). Kelimpahan
Mikroplastik Pada Perairan Di Banyuurip, Gresik, Jawa Timur. Journal of
Fisheries and Marine Research, 3(1), 41–45.

Bakir, A., Rowland, S. J., & Thompson, R. C. (2014). Enhanced desorption of


persistent organic pollutants from microplastics under simulated physiological
conditions. Environmental Pollution, 185, 16–23.

Barboza, L. G. A., Dick Vethaak, A., Lavorante, B. R. B. O., Lundebye, A. K., &
Guilhermino, L. (2018). Marine microplastic debris: An emerging issue for food
security, food safety and human health. Marine Pollution Bulletin, 133, 336–348.

Barrat, I., & Allcock, L. (2012). Sepia pharaonis, Pharaoh Cuttlefish. The IUCN Red
List of Threatened Species 2012: E.T162504A904257.

Batel, A., Linti, F., Scherer, M., Erdinger, L., & Braunbeck, T. (2016). Transfer of
benzo[a]pyrene from microplastics to Artemia nauplii and further to zebrafish via
a trophic food web experiment: CYP1A induction and visual tracking of persistent
organic pollutants. Environmental Toxicology and Chemistry, 35(7), 1656–1666.

Bessa, F., Barría, P., Neto, J. M., Frias, J. P. G. L., Otero, V., & Sobral, P. (2018).
Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural estuarine
environment Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural
estuarine environment. Marine Pollution Bulletin, 128, 575–584.

Carbery, M., O’Connor, W., & Palanisami, T. (2018). Trophic transfer of microplastics
and mixed contaminants in the marine food web and implications for human
health. Environment International, 115, 400–409.

Carson, H. S., Nerheim, M. S., Carroll, K. A., & Eriksen, M. (2013). The plastic-
associated microorganisms of the North Pacific Gyre. Marine Pollution Bulletin,
75(1–2), 126–132.

Chan, H. S. H., Dingle, C., & Christelle. (2019). Evidence for non-selective ingestion
of microplastic in demersal fish. Marine Pollution Bulletin, 149, 110523.

Claessens, M., Cauwenberghe, L. Van, Vandegehuchte, M. B., & Janssen, C. R.


(2013). New techniques for the detection of microplastics in sediments and field
collected organisms. Marine Pollution Bulletin, 70(1–2), 227–233.

Cole, M., Lindeque, P., Fileman, E., Halsband, C., Goodhead, R., Moger, J., &
Galloway, T. S. (2013). Microplastic Ingestion by Zooplankton. Enviromental
Science & Technology, 47, 6646–6655.

Cole, M., Lindeque, P., Halsband, C., & Galloway, T. S. (2011). Microplastics as
contaminants in the marine environment: A review. Marine Pollution Bulletin,
41

62(12), 2588–2597.
Compton A. L., & Wiley L. (2011) Sepia officinalis. https://animaldiversity.org/.
Diakses 20 Maret 2020.

Davidson, K., & Dudas, S. E. (2016). Microplastic Ingestion by Wild and Cultured
Manila Clams (Venerupis philippinarum) from Baynes Sound , British Columbia.
Archives of Environmental Contamination and Toxicology. 1-10.

De Sá, L. C., Oliveira, M., Ribeiro, F., Rocha, T. L., & Futter, M. N. (2018). Studies
of the effects of microplastics on aquatic organisms: What do we know and where
should we focus our efforts in the future? Science of the Total Environment, 645,
1029–1039.

del Carmen Alejo-Plata, M., Herrera-Galindo, E., & Cruz-González, D. G. (2019).


Description of buoyant fibers adhering to Argonauta nouryi (Cephalopoda:
Argonautidae) collected from the stomach contents of three top predators in the
Mexican South Pacific. Marine Pollution Bulletin, 142, 504–509.

Deng, Y., Zhang, Y., Lemos, B., & Ren, H. (2017). Tissue accumulation of
microplastics in mice and biomarker responses suggest widespread health risks of
exposure. Scientific Reports, 7(1), 1–10.

Desforges, J.-P., Galbraith, M., & Ross, P. S. (2015). Ingestion of Microplastics by


Zooplankton in the Northeast Pacific Ocean. Archives of Environmental
Contamination and Toxicology, 69(3), 320–330.

Devriese, L. I., van der Meulen, M. D., Maes, T., Bekaert, K., Paul-Pont, I., Frère, L.,
… Vethaak, A. D. (2015). Microplastic contamination in brown shrimp (Crangon
crangon, Linnaeus 1758) from coastal waters of the Southern North Sea and
Channel area. Marine Pollution Bulletin, 98(1–2), 179–187.

Dickel, L., Darmaillacq, A. S., Jozet-Alves, C., & Bellanger, C. (2013). Learning,
Memory, and Brain Plasticity in Cuttlefish (Sepia officinalis). Handbook of
Behavioral Neuroscience, 22, 318–333.

Dowarah, K., & Devipriya, S. P. (2019). Microplastic prevalence in the beaches of


Puducherry, India and its correlation with fishing and tourism/recreational
activities. Marine Pollution Bulletin, 148(2019), 123–133.

Dwiyitno, D., Wibowo, S., Januar, I. H., Andayani, F., Yusuf, G., Barokah, R. G., Putri,
K. A. (2018). Ancaman Cemaran Marine Debris dan Mikroplastik Pada
Lingkungan Peraira dan Produk Perikanan. Balai Riset Pengolahan Produk Dan
Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan.

EFSA CONTAM Panel (EFSA Panel on Contaminants in the Food Chain). (2016).
42

Presence of microplastics and nanoplastics in food, with particular focus on


seafood. EFSA Journal, 14(6), 4501.

Eriksen, M., Lebreton, L. C. M., Carson, H. S., Thiel, M., Moore, C. J., Borerro, J. C.,
Ryan, P. G. (2014). Plastic Pollution in the World ’ s Oceans : More than 5 Trillion
Plastic Pieces Weighing over 250,000 Tons Afloat at Sea. PLOS ONE, 9(12), 1–
15.

Foekema, E. M., Gruijter, C. De, Mergia, M. T., Franeker, J. A. Van, Murk, A. J., &
Koelmans, A. A. (2013). Foekema EM. Plastic in North Sea Fish. Environmenrtal
Science & Technology, 47, 8818–8824.

Forum, W. E. (2016). The New Plastics Economy: Rethinking the future of plastics.
Commited To Improving The State OF The World, 120.

Frias, J. P. G. L., & Nash, R. (2019). Microplastics : Finding a consensus on the


definition. Marine Pollution Bulletin, 138, 145–147.

GESAMP. (2015). Sources, fate and effects of MP in the marine environment.


(IMO/FAO/UNESCO-IOC/UNIDO/WMO/IAEA/UN/UNEP/UNDP Joint Group
of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection)., 90, 96.
Retrieved from www.imo.org

Gestal, C., Pascual, S., Guerra, A., Fiorito, G., & Vieites, J. M. (2019). Handbook of
pathogens and diseases in cephalopods. ANFACO-CECOPESCA and Regional
Ministry for Maritime Affairs.

Geyer, R., Jambeck, J. R., & Law, K. L. (2017). Production, use, and fate of all plastics
ever made. Science Advance, 3, 25–29.

Güven, O., Gökdağ, K., Jovanović, B., & Kıdeyş, A. E. (2017). Microplastic litter
composition of the Turkish territorial waters of the Mediterranean Sea, and its
occurrence in the gastrointestinal tract of fish. Environmental Pollution, 223, 286–
294.

Halden, R. U. (2010). Plastics and Health Risks. Annual Riview of Public Health, 31,
179–194.

Handyman, D. I. W., Purba, N. P., Pranowo, W. S., Harahap, S. A., Dante, I. F., &
Yuliadi, L. P. S. (2019). Microplastics patch based on hydrodynamic modeling in
the north Indramayu, Java sea. Polish Journal of Environmental Studies, 28(1),
135–142.

Hassanpour, M., & Unnisa, S. A. (2017). Plastics; Applications, Materials, Processing


and Techniques. Plastic Surgery Mod Tech, 2017(02).
43

He, D., Luo, Y., Lu, S., Liu, M., Song, Y., & Lei, L. (2018). Microplastics in soils:
Analytical methods, pollution characteristics and ecological risks. TrAC - Trends
in Analytical Chemistry, 109, 163–172.

Huang, J. D., Lee, S. Y., Chiang, T. Y., Lu, C. C., & Lee, M. F. (2018). Morphology
of reproductive accessory glands in female Sepia pharaonis (Cephalopoda:
Sepiidae) sheds light on egg encapsulation. Journal of Morphology, 279(8), 1120–
1131.

Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., Law,
K. L. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Marine Pollution
Bulletin, 347(6223), 768–770.

James, K., Vasant, K., Padua, S., Gopinath, V., Abilash, K. S., Jeyabaskaran, R., John,
S. (2020). An assessment of microplastics in the ecosystem and selected
commercially important fishes off Kochi, south eastern Arabian Sea, India.
Marine Pollution Bulletin, 154, 111027.

Jiang, C., Yin, L., Wen, X., Du, C., Wu, L., Long, Y., Pan, H. (2018). Microplastics in
sediment and surface water of west dongting lake and south dongting lake:
Abundance, source and composition. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 15(10), 1–15.

Jovanović, B. (2017). Ingestion of microplastics by fish and its potential consequences


from a physical perspective. Integrated Environmental Assessment and
Management, 13(3), 510–515.

Kazour, M., Jemaa, S., Issa, C., Khalaf, G., & Amara, R. (2019). Microplastics
pollution along the Lebanese coast (Eastern Mediterranean Basin): Occurrence in
surface water, sediments and biota samples. Science of the Total Environment,
696, 133933.

Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2015). Pusat Informasi


Pelabuhan Perikanan Muara Angke. http://pipp.djpt.kkp.go.id. Diakses 16
September 2020.

Khamarzadeh, M., Nassiri, M., & Kor, K. (2019). Microplastics in the surface
seawaters of Chabahar Bay , Gulf of Oman (Makran Coasts). Marine Pollution
Bulletin, 143(2018), 125–133.

KKP. (2018). Produktivitas perikanan indonesia. Evaluasi Pelaksanaan Anggaran


Tahun 2017. Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Koongolla, J. B., Lin, L., Pan, Y. F., Yang, C. P., Sun, D. R., Liu, S., … Li, H. X.
(2020). Occurrence of microplastics in gastrointestinal tracts and gills of fish from
Beibu Gulf, South China Sea. Environmental Pollution, 258, 113734.
44

Kor, K., Ghazilou, A., & Ershadifar, H. (2020). Microplastic pollution in the littoral
sediments of the northern part of the Oman Sea. Marine Pollution Bulletin, 155,
111166.

Lee, M., Lin, C., Chiao, C., & Lu, C. (2016). Reproductive Behavior and Embryonic
Development of the Pharaoh Cuttlefish, Sepia pharaonis (Cephalopoda :
Sepiidae) Reproductive Behavior and Embryonic Development of the Pharaoh
Cuttlefish, Sepia pharaonis (Cephalopoda : Sepiidae). Zoological Studies, 55(41).

Lei, L., Wu, S., Lu, S., Liu, M., Song, Y., Fu, Z., He, D. (2018). Microplastic particles
cause intestinal damage and other adverse effects in zebrafish Danio rerio and
nematode Caenorhabditis elegans. Science of the Total Environment, 619–620,
1–8.

Li, J., Yang, D., Li, L., Jabeen, K., & Shi, H. (2015). Microplastics in commercial
bivalves from China. Environmental Pollution, 207, 190–195.

Litbangkes. (2019). Fakta Tentang Mikroplastik. Media Inspirasi Dan Ide Litabangkes,
XIV(2), 1–64.

Lusher, A., Hollman, P., & Mendozal, J. (2017a). Microplastics in fisheries and
aquaculture: status of knowledge on their occurrence and implications for aquatic
organisms and food safety. In FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper,
615(2017), 1-147.

Lusher, A. L., Welden, N. A., Sobral, P., & Cole, M. (2017b). Analytical Methods.
Royal Society Of Chemistry, 9, 1346–1360.

Maharani, A., Purba, N. P., & Faizal, I. (2018). Occurrence of beach debris in Tunda
Island, Banten, Indonesia. E3S Web of Conferences, 47, 1–12.

Marrero, A. G., Alvarado, D. J., García, V. H., & Muñoz, L. C. (2019). Cuttlebone
morphometrics and sex identification of Sepia bertheloti (d’ Orbigny, 1835) from
the central ‑ east Atlantic. Helgoland Marine Research, 73(10), 1–7.

Mehanna, S. f, & Al-Mamry, D. (2013). Population dynamics of the hooded cuttlefish


sepia prashadi (Winckworth, 1936) from the omani coastal waters of the arabian
sea. Journal Of Fisheries Sciences, 7(1), 89–98.

Mistri, M., Scoponi, M., Granata, T., Moruzzi, L., Massara, F., & Munari, C. (2020).
Types, occurrence and distribution of microplastics in sediments from the
northern Tyrrhenian Sea. Marine Pollution Bulletin, 153, 111016.

Murray, F., Rhys, P., & Sea, C. (2011). Plastic contamination in the decapod crustacean
Nephrops norvegicus ( Linnaeus , 1758 ). Marine Pollution Bulletin, 62(6), 1207–
1217.
45

Nabhitabhata, J., & Nilaphat, P. (1999). Life Cycle of Cultured Pharaoh Cuttlefish ,
Sepia pharaonis Ehrenberg , 1831. Phuket Marine Biological Center Special
Publication, 19(1), 25–40.

Naji, A., Nuri, M., & Vethaak, A. D. (2018). Microplastics contamination in molluscs
from the northern part of the Persian Gulf. Environmental Pollution, 235, 113–
120.

Napper, I. E., & Thompson, R. C. (2016). Release of synthetic microplastic plastic


fibres from domestic washing machines: Effects of fabric type and washing
conditions. Marine Pollution Bulletin, 112(1–2), 39–45.

Neethiselvan, N. (2001). A new species of cuttlefish Sepia ramani sp. nov. (Class :
Cephalopoda) from Tuticorin Bay, southeast coast of India. Indian Journal of
Marine Sciences, 30(2), 81–86.

Nelms, S. E., Barnett, J., Brownlow, A., Davison, N. J., Deaville, R., Galloway, T. S.,
Godley, B. J. (2019). Microplastics in marine mammals stranded around the
British coast: ubiquitous but transitory? Scientific Reports, 9(1), 1–8.

Neves, D., Sobral, P., Lia, J., & Pereira, T. (2015). Ingestion of microplastics by
commercial fish off the Portuguese coast. Marine Pollution Bulettin, 101(1), 119–
126.

Oliveira, A. R., Sardinha-Silva, A., Andrews, P. L. R., Green, D., Cooke, G. M., Hall,
S., Sykes, A. V. (2020). Microplastics presence in cultured and wild-caught
cuttlefish, Sepia officinalis. Marine Pollution Bulletin, 160, 1–6.

PlasticEurope. (2017). Plastics – the Facts 2017. Plastics Europe, Brussels, 44p.

Pratasik, S. B., Marsoedi, Arfiati, D., & Setyohadi, D. (2017). Egg placement habitat
selection of cuttlefish, Sepia latimanus (Sepiidae, Cephalopoda, Mollusca) in
North Sulawesi waters, Indonesia. AACL Bioflux, 10(6), 1514–1523.

Priscilla, V., & Patria, M. P. (2020). Comparison of microplastic abundance in


aquaculture ponds of milkfish Chanos chanos (Forsskål , 1775) at Muara Kamal
and Marunda , Jakarta Bay. IOP Conference Series. Earth and Environmental
Sciences.

Priscilla, V., Sedayu, A., & Patria, M, P. (2019). Microplastic abundance in the water,
seagrass, and sea hare Dolabella auricularia in Pramuka Island, Seribu Islands,
Jakarta Bay, Indonesia. Journal of Physics: Conference Series.

Rahmad, S., Purba, N., Agung, M., & Yuliadi, L. (2019b). Karakteristik sampah
mikroplastik di Muara Sungai DKI Jakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir
Dan Perikanan, 8(1), 9–17.
46

Reid, Jereb, P., & Roper, C, F, E. (2005). An Annotates And Illustrated Catalogue Of
Species Known To Date. Food And Agriculture Organization Of The United
Nations (FAO), 1(4).

Revel, M., Châtel, A., & Mouneyrac, C. (2018). Micro(nano)plastics: a threat to human
health? Current Opinion in Environmental Science & Health, 1, 17–23.

Rochman, C. M., Tahir, A., Williams, S. L., Baxa, D. V., Lam, R., Miller, J. T., … Teh,
S. J. (2015). Anthropogenic debris in seafood: Plastic debris and fibers from
textiles in fish and bivalves sold for human consumption. Scientific Reports, 5, 1–
10.

Rochman, N., Haeruddin., & Afiati, N., (2013). Studi morfometri dan faktor kondisi
sotong (Sepiella inermis: orbigny, 1848) yang didaratkan di PPI Tambaklorok,
Semarang. 2, 91–99.

Rosas-Luis, R. (2016). Description of plastic remains found in the stomach contents of


the jumbo squid Dosidicus gigas landed in Ecuador during 2014. Marine
Pollution Bulletin, 113(1–2), 302–305.

Sasikumar, G. (2013). Fishery and biology of pharaoh cuttlefish Sepia pharaonis.


Central Marine Fisheries Research Institute, 7–10.

Sasikumar, G., Mohamed, K. S., & Bhat, U. S. (2013). Inter-cohort growth patterns of
pharaoh cuttlefish Sepia pharaonis (Sepioidea: Sepiidae) in Eastern Arabian Sea.
Revista de Biologia Tropical, 61(1), 1–14.

Sathish, N., Jeyasanta, K. I., & Patterson, J. (2019). Abundance, characteristics and
surface degradation features of microplastics in beach sediments of five coastal
areas in Tamil Nadu, India. Marine Pollution Bulletin, 142(2019), 112–118.

Sbrana, A., Valente, T., Scacco, U., Bianchi, J., Silvestri, C., Palazzo, L., Matiddi, M.
(2020). Spatial variability and in fl uence of biological parameters on microplastic
ingestion by Boops boops (L.) along the Italian coasts (Western Mediterranean
Sea). Environmental Pollution, 263, 114429.

Septian, F.M., Purba, N. P., Agung, M. U. K., Yuliadi, L. P. S., Akuan, L.F., Mulyani,
P. G. (2018). Sebaran Spasial Mikroplastik di Sedimen Pantai Pangandaraan,
Jawa Barat. Journal Geomaritim Indonesia, Vol. 1, pp. 1–8.

Setyohadi, D., Sunardi, S., Mukhlis, N., & Nilam Cahya, C. (2016). Cuttlefish (Sepia
Spp) identification and biological analysis of a dominant cuttlefish species landed
in muncar, banyuwangi regency, east java. Research Journal of Life Science, 3(2),
109–118.

Sfriso, A. A., Tomio, Y., Rosso, B., Gambaro, A., Sfriso, A., Corami, F., Munari, C.
47

(2020). Microplastic accumulation in benthic invertebrates in Terra Nova Bay


(Ross Sea, Antarctica). Environment International, 137, 105587.

Su, L., Deng, H., Li, B., Chen, Q., Pettigrove, V., Wu, C., & Shi, H. (2018). The
occurrence of microplastic in specific organs in commercially caught fishes from
coast and estuary area of east China. Journal of Hazardous Materials.

Tata, T., Belabed, B. E., Bououdina, M., & Bellucci, S. (2020). Occurrence and
characterization of surface sediment microplastics and litter from North African
coasts of Mediterranean Sea: Preliminary research and first evidence. Science of
the Total Environment, 713, 136664.

Tirtadanu, T., & Suprapto, S. (2016). Sebaran cumi-cumi (loliginidae ) dan sotong
(sepiidae) yang tertangkap trawl di laut arafura. Marine Resources Exploration
and Management, 77–81.
Tehranifard, A., & Dastan, K. (2011). General morphological characteristics of the
Sepia pharaonis (cephalopoda) from Persian gulf, Bushehr region. International
Conference on Biomedical Engineering and Technology, 11, 120–126.

Van Cauwenberghe, L., & Janssen, C. R. (2014). Microplastics in bivalves cultured for
human consumption. Environmental Pollution, 193, 65–70.

Wang, W., Gao, H., Jin, S., Li, R., & Na, G. (2019). The ecotoxicological effects of
microplastics on aquatic food web , from primary producer to human : A review.
Ecotoxicology and Environmental Safety, 173, 110–117.

Wang, W., Ge, J., & Yu, X. (2019). Bioavailability and toxicity of microplastics to fish
species: A review. Ecotoxicology and Environmental Safety, 109913.

Watts, A. J. R., Lewis, C., Goodhead, R. M., Beckett, S. J., Moger, J., Tyler, C. R., &
Galloway, T. S. (2014). Uptake and retention of microplastics by the shore crab
Carcinus maenas. Environmental Science and Technology, 48(15), 8823–8830.

Widianarko, B., & Hantoro, I. (2018). Mikroplastik dalam seafood dari Pantai Utara
Jawa. Universitas Katolik Soegijapranata.

Woodall, L. C., Sanchez-Vidal, A., Canals, M., Paterson, G. L. J., Coppock, R., Sleight,
V., … Thompson, R. C. (2014). The deep sea is a major sink for microplastic
debris. Royal Society Open Science, 1(4).
Wright, S. L., Thompson, R. C., & Galloway, T. S. (2013). The physical impacts of
microplastics on marine organisms: a review. Environmental Pollution, 178, 483–
492.

Zhang, K., Shi, H., Peng, J., Wang, Y., Xiong, X., Wu, C., & Lam, P. K. S. (2018).
Microplastic pollution in China’s inland water systems: A review of findings,
48

methods, characteristics, effects, and management. Science of the Total


Environment, 630, 1641–1653.

Zhou, Q., Zhang, H., Fu, C., Zhou, Y., Dai, Z., & Li, Y. (2018). The distribution and
morphology of microplastics in coastal soils adjacent to the Bohai Sea and the
Yellow Sea Geoderma The distribution and morphology of microplastics in
coastal soils adjacent to the Bohai Sea and the Yellow Sea. Geoderma, 32, 201–
208.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Kelimpahan Mikroplastik pada Bagian Luar, Insang dan Saluran
Pencernaan.
Sepia Permukaan
ml Total Insang ml Total Pencernaan ml Total
pharaonis Luar Tubuh
1 14 20 280 10 48 480 7 77,5 542,5
2 8 20 160 15 57,5 862,5 12 42,5 510
3 7 20 140 22 45 990 15 50 750
4 14 20 280 13 45 585 14 67,5 945
5 10 20 200 15 42,5 637,5 14 40 560
6 13 20 260 23 40 920 12 48 576
7 11 20 220 3 42,5 127,5 15 55 825
8 14 20 280 24 65 1560 16 40 640
9 14 20 280 24 82,5 1980 17 80 1360
10 25 20 500 11 35 385 11 55 605
11 14 20 280 6 10 60 7 30 210
12 14 20 280 7 20 140 9 25 225
13 15 20 300 11 22 242 10 115 1150
14 24 20 480 21 17,5 367,5 13 84 1092
15 18 20 360 4 30 120 11 24 264
16 11 20 220 17 27,5 467,5 25 27,5 687,5
Total (partikel) 4520 9924,5 10942
Standar Deviasi 97,67 522,11 329,67

49
50

Lampiran 2. Dokumentasi Pengamatan Partikel Mikroplastik Berdasarkan Bentuk dan


Ukuran.

Gambar 1. Bentuk mikroplastik A = Fiber (384,05 µm), B = Fragmen (116,61 µm), C


= Fragmen (59.95 µm), D = Film (273,27 µm).
51

Lampiran 3. Partikel Mikroplastik dengan karakteristik warna dan bentuk

Gambar 2. A = Fiber (Kuning); B,C = Fiber (Merah); D = Fragmen (Hitam)

Gambar 3. E = Fiber (Biru), F = Fiber (Hitam), G = Fiber (Hijau), H = Film


(Transparan).
52

Lampiran 4. Dokumentasi Morfologi Sepia pharaonis

A B

Gambar 1. Panjang total tubuh Sepia pharaonis; [A: Testis; B: Nidamental glands
53

Lampiran 5. Data Hasil Analisis ANOVA (One Way) Pada Panjang Mantel Dan
Umur Sepia Pharaonis.
1) Panjang Mantel

Descriptives

Total Mikroplastik

Panjang N Mean Std. Deviation


Mantel
8.3 3 30.3333 10.69268
10.7 3 39.0000 7.81025
11 3 55.3333 14.64013
11.1 3 36.0000 11.13553
11.4 3 29.3333 16.80278
12 3 57.3333 16.50253
12.1 3 36.3333 9.29157
12.4 3 47.0000 16.64332
12.5 3 33.6667 20.50203
12.7 3 44.0000 21.00000
14.5 3 53.3333 16.07275
Total 33 41.9697 15.95205

Test of Homogeneity of Variances


Total Mikroplastik
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
.466 10 22 .894

ANOVA
Total Mikroplastik
Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Between Groups 3040.303 10 304.030 1.311 .285
Within Groups 5102.667 22 231.939
Total 8142.970 32
54

2) Umur Sepia pharaonis

Descriptives

Total Mikroplastik

Umur Sepia N Mean Std.


pharaonis Deviation
5.6 12 43.8333 16.48048
6 12 40.9167 15.28195
6.3 12 37.9167 17.42756
Total 36 40.8889 16.13121

Test of Homogeneity of Variances


Total Mikroplastik
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
.304 2 33 .740

ANOVA
Total Mikroplastik
Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Between Groups 210.056 2 105.028 .390 .680
Within Groups 8897.500 33 269.621
Total 9107.556 35

3) Jenis Kelamin

Descriptives
Total Mikroplastik
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Minimum Maximum
Deviation Error Mean
Lower Upper
Bound Bound
Betina 54 15.54 7.660 1.042 13.45 17.63 3 39
Jantan 54 11.72 6.502 .885 9.95 13.50 3 30
Total 108 13.63 7.326 .705 12.23 15.03 3 39
55

Test of Homogeneity of Variances


Total Mikroplastik
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
.237 1 106 .628

ANOVA
Total Mikroplastik
Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Between Groups 392.926 1 392.926 7.785 .006
Within Groups 5350.259 106 50.474
Total 5743.185 107

1) Regresi total mikroplastik terhadap panjang tubuh

ANOVAa
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
1 Regression 194.512 1 194.512 1.964 .183b
Residual 1386.488 14 99.035
Total 1581.000 15
a. Dependent Variable: Total Mikroplastik
b. Predictors: (Constant), Panjang Tubuh

0.183 > 0.05, tidak terdapat pengaruh antara panjang tubuh dengan konsumsi
mikroplastik pada sotong.

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 17.531 17.106 1.025 .323
Panjang Tubuh .575 .411 .351 1.401 .183
a. Dependent Variable: Total Mikroplastik

ttabel = (n/2) ; n-k-1)


= (0.05/2 ; 16 – 1 – 1)
= (0.025 ; 14)
56

= 2.145
thitung < ttabel = 1.401 < 2.145, tidak terdapat pengaruh antara panjang tubuh dengan
konsumsi mikroplastik pada Sepia pharaonis.

Anda mungkin juga menyukai