PIPIT PITRIANI
1
SINTESIS DAN APLIKASI KITOSAN DARI CANGKANG
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) SEBAGAI PENYERAP
ION BESI (Fe) DAN MANGAN (Mn) UNTUK PEMURNIAN
NATRIUM SILIKAT
Skripsi
Oleh:
PIPIT PITRIANI
106096003242
Skripsi
Oleh:
PIPIT PITRIANI
106096003242
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
3
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Sintesis dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Rajungan
(Portunus pelagicus) Sebagai Penyerap Ion Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
untuk Pemurnian Natrium Silikat” yang ditulis oleh Pipit Pitriani, NIM
106096003242 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, tanggal 9 Desember 2010. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
(S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
4
PERNYATAAN
LEMBAGA MANAPUN.
Pipit Pitriani
106096003242
5
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, irodat dan
sebagai Penyerap Ion Besi (Fe) dan Mangan (Mn) untuk Pemurnian Natrium
Silikat”.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak dapat melupakan jasa-jasa dari
berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan fakultas Sains dan
2. Ibu Sri Yadial Chalid M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
3. Ibu Hendrawati M.Si dan Bapak Dr. Ir. Florentinus Firdiyono selaku
5. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan
6
6. Kepala dan para karyawan Laboratorium Metalurgi - LIPI yang telah
9. Afit dan Qosim sebagai teman seperjuangan selama penelitian ini telah
10. Indra Rani, teman yang selalu bisa bekerja sama dengan baik, bimbingan
11. Ami, dede dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak disebutkan
Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi seluruh umat manusia yang
Penulis,
7
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ………………………………………………………………… xv
8
2.7. Spektroskopi Infra Merah (Fourier Transform Infra Red/FTIR) ……... 23
9
4.2. Isolasi Kitin dan Transformasi Kitosan ………………………………. 42
4.3. Pengaruh variasi massa kitosan terhadap adsorpsi ion logam Fe & Mn.. 49
4.4. Pengaruh variasi waktu terhadap adsorpsi ion logam Fe & Mn ……… 50
4.6. Pengaruh variasi suhu terhadap adsorpsi ion logam Fe & Mn ………... 54
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 66
10
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 17. Spektrum FTIR kitin standar produksi Wako, Jepang ………. 48
Gambar 18. Variasi massa kitosan terhadap adsorpsi ion Fe & Mn ……… 49
11
Gambar 24. (a) grafik isoterm Langmuir adsorpsi ion Mn ……………….. 57
(b) grafik isoterm Freundlich adsorpsi ion Mn ………………. 57
12
DAFTAR TABEL
Hal
13
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
14
ABSTRAK
15
ABSTRACT
Chitosan made of the crab shell (Portunus pelagicus) can be used to reduce the
level of metal Fe and Mn ions in sodium silicate sample by adsorption process.
The experiment was conducted for laboratory scale using batch method.
Determination for optimum conditions pervades variance of adsorbent mass, time
contact, pH, and temperature. Characterization of chitosan performed by FTIR,
and the adsorption of metal ions in sodium silicate was analyzed by AAS.the
transformation from chitin into chitosan obtained deacetylation degree of 75,99%.
The best mass of chitosan is 0.5 grams, it gives percentage adsorption for 59,09 %
of Fe and 51,69 % of Mn. The best contact time is 30 minutes, it gives 72,07 %
for Fe and 52,5 % for Mn. Optimum pH is pH 3 which gives percentage
adsorption for 77,68% of Fe and 58,67% of Mn. The best temperature is 70oC for
Fe gives 85,39% and is 60oC for Mn gives 65,72%. Adsorption of metal ions of
Fe and Mn by sodium silicate occur by chemical and physical process, but
dominantly for chemically with value of linearity 99,9% given (R2= 0,999).
16
BAB I
PENDAHULUAN
teknologi baru yang dapat menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi.
yaitu menghasilkan jumlah energi yang cukup besar, biaya ekonomis dan tidak
diarahkan pada pemanfaatan energi matahari baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan menggunakan panel sel surya yang dapat mengubah energi
matahari menjadi energi listrik yang dinamakan solar cell (Sinamo, 2007).
Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi
bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Bahan silikon terdapat
oksigen. Terdapat di alam dalam bentuk pasir silika atau yang dikenal juga dengan
quartz dengan rumus kimia SiO2. Silikon yang digunakan untuk sel surya
bagian per semilyar (ppb) atau bagian per trilyun (ppt). Jika kadar kemurnian
17
silikon di bawah nilai nominal tersebut, dapat dijamin bahwa sebuah prosesor atau
memori komputer atau sel surya tidak dapat berjalan dengan baik (Adhi, 2008).
Tengah dan Jawa Tengah. Di pesisir pantai selatan Jawa juga diyakini memiliki
kandungan pasir silika. Silikon yang dipakai untuk keperluan semikonduktor dan
sel surya diambil dari hasil pemisahan Si dan O. Saat ini, penghasil silikon
terbesar di dunia ialah Cina, Amerika, Brazil, Norwegia dan Prancis. Cadangan
sumber daya silika dan kebutuhan tenaga listrik yang cukup besar menjadi alasan
2008).
Pasir kuarsa dari Indonesia mengandung pengotor unsur Al, Fe, Ca, Mg,
Ti dan lain-lain yang membentuk ikatan kompleks dengan senyawa SiO2. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk memurnikan silika dari pasir kuarsa agar
adsorpsi melalui proses pengubahan cangkang rajungan menjadi kitin dan kitosan.
cangkang rajungan agar memiliki nilai dan daya guna limbah cangkang rajungan
menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi adalah pengolahan menjadi kitin
dan kitosan.
berlimpah. Kitin yang terkandung dalam Crustacea berada dalam kadar yang
Indonesia yang dihasilkan saat ini sekitar 56.200 ton pertahun (Departemen
18
Keberadaan gugus amida dalam kitin dan gugus amina dalam kitosan telah
menjadikan kitin dan kitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam
berat seperti Cd, Cu, Pb, Fe, Mn dan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kitosan dapat mengikat logam berat 4 sampai 5 kali lebih besar
adsorpsinya dari kitin (Kusumawati, 2009). Hal ini terkait dengan adanya gugus
amina terbuka sepanjang rantai kitosan sehingga kitosan lebih mudah berinteraksi
dengan larutan berpelarut air (lebih hidrofilik) dari pada kitin (Herwanto dan
Santoso, 2006).
terdapat pada pasir kuarsa dengan metode adsorpsi menggunakan kitosan dari
AAS (Atomic Adsorption Spectroscopy), agar diperoleh silika dari pasir kuarsa
yang mempunyai kemurnian yang sangat tinggi untuk keperluan pembuatan sel
surya.
pH, dan suhu) terhadap kemampuan adsorpsi ion logam Fe dan Mn oleh
kitosan?
19
1.3. Tujuan Penelitian
2. Mengetahui proses adsorpsi yang terjadi pada ion logam Fe dan Mn oleh
kitosan.
pembuatan kitosan dari limbah rajungan, dan manfaat kitosan sebagai pengikat
ion logam Fe dan Mn untuk memurnikan pasir kuarsa (silika) sebagai bahan baku
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pasir kuarsa merupakan bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika
pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan bijih
batuan. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang
kalsit untuk membentuk batu pasir tersebut. Batu pasir paling umum terdiri atas
butir kuarsa sebab kuarsa adalah suatu mineral yang umum yang bersifat
menentang laju arus. Batu pasir dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan
warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan putih.
Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis
tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat diidentikkan dengan daerah
tertentu. Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat
21
Sifat kimia batu pasir diantaranya konstitusi kimia dari batu pasir adalah
sama dengan pasir, batu dengan demikian pada dasarnya terdiri dari kuarsa.
Bahan penyemenan alam yang mengikat pasir bersama sebagai batu biasanya
terdiri dari silika, kalsium karbonat, atau oksida besi. Persentase masing-masing
¾ SiO2 93-94%
• Warna
Warna bervariasi dari merah, hijau, kuning, abu-abu dan putih. Variasi
tersebut adalah hasil dari materi yang mengikat dan persentase konstituen.
• Penyerapan Air
• Kekerasan
• Porositas
• Kekuatan tekan
22
Batuan dan mineral yang mengandung silikon, umumnya merupakan zat
padat yang mempunyai titik didih tinggi (2355oC), keras, yang setiap kepingnya
merupakan suatu kisi yang kontinu terdiri dari atom-atom yang terikat erat.
Sebuah contoh dari zat padat demikian, adalah silikon dioksida, yang terdapat
dialam dalam bentuk kuarsa, aqata (akik), pasir, dan seterusnya (Rohayati, 2009).
kembali segala macam sumber batuan pada kondisi tekanan (P) dan temperatur
(T) normal di permukaan bumi. Proses pembentukan batuan sedimen klastika ini
sumbernya melalui beberapa media, yaitu berupa air, angin, ataupun es.
material yang terangkut dari hasil pengangkutan batuan asal yang dikenal
bahan galian alam seperti pasir kuarsa belum berkembang pesat, salah satu
pasir kuarsa banyak tersebar di beberapa tempat di Indonesia dan beberapa tempat
TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung
pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat jenis 2,65 g/cm3, titik
23
lebur 1715oC, bentuk kristal hexagonal, panas spesifik 0,185, dan konduktivitas
gamping, tanah liat dan pasir kuarsa memiliki kualitas yang rendah, disebabkan
ini dapat terjadi karena adanya proses sedimentasi endapan lumpur yang mungkin
bercampur dengan mineral tersebut. Pasir kuarsa merupakan salah satu mineral
2005).
meluas, baik langsung sebagai bahan baku utama maupun bahan ikutan. Sebagai
bahan baku utama, misalnya digunakan dalam industri gelas kaca, semen, tegel,
mosaik keramik, bahan baku fero silikon, silikon carbide bahan abrasit (ampelas
dan sand blasting) dan sekarang dipakai untuk bahan baku pembuatan sel surya
dengan cara memurnikan SiO2 yang terdapat pada pasir kuarsa. Sedangkan
sebagai bahan ikutan, misal dalam industri cor, industri perminyakan dan
pertambangan, bata tahan api (refraktori), dan lain sebagainya (Kimung, 2008).
Pasir kuarsa (silika) dapat dibentuk menjadi kaca natrium silikat dengan
Titik leleh dari kaca tersebut sekitar 900 oC, dan keadaan berkaca dihasilkan jika
pendinginan melewati suhu tersebut dilakukan dengan cepat. Produk ini dapat
24
2.2. Rajungan (Portunus pelagicus)
yang umumnya berenang ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan.
Rajungan hidup di daerah pantai berpasir lumpur dan di perairan depan hutan
pasir. Rajungan jantan berwarna dasar biru dengan bercak-bercak putih terang,
sedangkan rajungan betina berwarna dasar hijau kotor dengan bercak-bercak putih
rajungan yang mencapai 75% - 85%, dapat diolah menjadi kitin dan kitosan
dengan rentang pemanfaatan yang luas, yaitu dapat diaplikasikan pada bidang
2009).
25
Selain itu juga, kitosan dari limbah cangkang rajungan dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan, salah satunya yang sedang marak diteliti saat ini adalah
pemanfaatan kitosan sebagai penyerap (adsorben) logam berat pada air limbah.
Kitosan dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam dalam air limbah karena
kitosan mempunyai gugus amino (NH2) dan gugus hidroksil (OH) bebas yang
berfungsi sebagai situs chelation (situs ikatan koordinasi) dengan ion logam guna
2.3. Kitosan
hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang, dan serangga. Nama kitin
(chitin) berasal dari bahasa Yunani yang artinya “Jubah” atau “amplop”. Kitosan
dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida seperti zat pati (tepung) dan
glukosa. Struktur kitin hampir sama dengan selulosa yang tidak dapat dicerna oleh
vertebrata, perbedaannya gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang
kedua selulosa digantikan oleh gugus amida pada kitin (Sedjati, 2006). Kitin tidak
larut dalam air sehingga penggunaannya terbatas. Salah satu turunan kitin adalah
amina primer dan amida pada atom C-1 unit polimer. Jika gugus amina primer
lebih banyak (>50%) daripada gugus amida maka polimer disebut kitosan
26
(Sedjati, 2006). Kitosan didapatkan melalui proses deasetilasi dari kitin, dimana
gugus asetil pada kitin, oleh hidrogen diubah menjadi gugus amin dengan
2006). Secara struktur kimia, kitosan adalah kitin yang telah mengalami
(a)
(b)
deasetilasi. Sedangkan kitin dapat diperoleh dari kulit udang, kulit kepiting, dan
serangga. Kitin banyak terdapat juga pada jamur. Isolasi kitin dari jamur pertama
kali dilakukan oleh peneliti asal Prancis, Henri Braconnot, pada tahun 1811.
Isolasi kitin dari serangga pertama kali dilakukan oleh A. Odier, peneliti asal
Prancis juga, pada tahun 1820. Sedangkan konversi kitin menjadi kitosan
ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859. pada saat itu, Rouget berhasil
menemukan bahwa kitin dapat menjadi senyawa yang lebih larut dalam air setelah
27
Kitosan tidak larut dalam larutan alkali dengan pH diatas 6,5. Kitosan
mudah larut dalam asam organik seperti asam format, asam asetat, dan asam sitrat
mengandung 3 jenis gugus fungsi yaitu gugus amino, gugus hidroksi primer dan
reaktifitas kimia yang tinggi dan kitosan dapat berperan sebagai donor elektron
logam (asam Lewis) membentuk ikatan kovalen koordinasi. Dengan gugus fungsi
berinteraksi dengan kation logam berat (Marganof, 2003; Rora, 2007; Rahayu dan
pengkelat logam-logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Ag, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn, dan
biopolimer alam yang bersifat polielektrolit kationik yang berpotensi tinggi untuk
logam menjadi ion kompleks. Model pertama yaitu pola rantai (perdant pattern)
dimana ion-ion logam berikatan satu gugus amino pada kitosan seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 4(1). Model yang kedua yaitu pola jembatan (bridge
pattern) dimana ion logam mengikat dua atau lebih gugus amino dan satu atau
lebih gugus hidroksil pada kitosan seperti yang disajikan pada gambar 4(2) dan
gambar 4(3).
28
Gambar 4. Struktur senyawa kompleks kitosan dengan Fe (Rosita, 2005)
29
bioteknologi, kosmetika, biomedika, industri kertas, industri pangan, industri
(Hendri, 2008).
mengikat air dan minyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar
yang dikandungnya. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut non polar
kitosan yang bersifat basa, karena mengandung dua gugus fungsi amina setiap
unit berulangnya dapat mengikat asam lemak bebas melalui ikatan asam-basa.
atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil, dan pembentuk
2.4. Adsorpsi
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam
(Atkins,1999). Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau
molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan
padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya. Akibatnya,
konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas
atau zat terlarut dalam larutan. Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa padat-cair,
padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut
30
disebut adsorben. Pada adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya
antara lain:
1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, pori-pori, dan
komposisi kimia.
2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu ukuran molekul, polaritas molekul,
adsorben dengan ikatan yang lemah (ikatan Van Der Waals). Adsorpsi ini bersifat
dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut. Panas adsorpsi
Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur yang rendah dan jumlah
zat yang teradsorpsi akan semakin kecil dengan naiknya suhu. Demikian juga
adsorbat. Hal ini dikarenakan dalam fisika tidak melibatkan energi aktivasi.
adsorben bereaksi secara kimia. Hal ini disebabkan pada adsorpsi kimia terjadi
mempunyai kisaran yang sama seperti reaksi kimia, yaitu berkisar 100 kJ/mol.
Ikatan antara adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya
31
tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel dan diperlukan
energi yang banyak untuk melepaskan kembali adsorbat (dalam proses adsorpsi)
karena ikatannya berupa ikatan kimia yang sangat kuat. Pada umumnya, dalam
Secara singkatnya perbedaan adsorpsi secara fisika dan secara kimia dapat
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya van Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan
der Waals kimia
Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan
fungsi adsorbat karakteristik adsorben dan adsorbat
jumlah gas teradsorpsi (pada adsorben) dan tekanan gas. Pengukuran ini dilakukan
pada suhu tetap, dan hasil pengukuran digambarkan dalam grafik dan disebut
isoterm adsorpsi.
32
2.5.1. Isoterm Adsorpsi Langmuir
adsorpsi Langmuir terjadi pada adsorben yang bersifat homogen. Selain itu, panas
1982):
……………………………………… 2.3)
Keterangan:
C = konsentrasi molekul zat yang bebas (yaitu terdapat dalam larutan)
x = jumlah mol zat yang terjerap per milligram penjerap
a = tetapan
x/m = kapasitas monolayer
yang tetap dan adsorpsi yang terjadi pada permukaan multilayer. Artinya pusat-
33
Gambar 6. Isoterm adsorpsi Freundlich
…………………………… 2.4)
Keterangan:
X = berat zat teradsorpsi (mg/L)
M = berat adsorben (g)
C = konsentrasi zat terlarut setelah tercapai kesetimbangan adsorpsi (mg/L)
k dan n = tetapan yang tergantung pada jenis adsorben, adsorbat, dan temperatur
Nilai k dan n dari persamaan ini adalah tetapan yang menyatakan keheterogenan
dimana pada isoterm adsorpsi Freundlich gaya yang terjadi antara adsorbat
dengan permukaan adsorben merupakan gaya Van der Waals, sehingga adsorpsi
Sedangkan pada isoterm adsorpsi Langmuir ikatan yang terjadi antara adsorbat
2007).
34
2.6. Logam Pengotor
besi (Fe), aluminium (Al), kalsium (Ca), titanium (Ti), mangan (Mn), magnesium
(Mg), dan karbon (C) (Guntoro, 2008). Ikatan kompleks antara kristal silika
tergantung pada pengotor oksida didalamnya. Selain itu komposisi pasir juga
SiO2 70,0
TiO2 0,58
Al2O3 8,2
Fe2O3 2,5
FeO 1,5
MnO 0,06
MgO 1,9
CaO 4,3
Na2O 0,58
K2O 2,1
H2O 3,0
Besi merupakan logam transisi dan memiliki nomor atom 26. Bilangan
oksidasi Fe adalah +3 dan +2. Besi memiliki berat atom 55,845 g/mol, titik leleh
1.5380 C, dan titik didih 2.8610 C. Besi mempunyai urutan sepuluh besar sebagai
unsur di bumi. Besi menyusun 5 - 5,6% dari kerak bumi dan menyusun 35% dari
terdapat pada lapisan dalam dari inti bumi dan sejumlah kecil terdapat di lapisan
35
terluar kerak bumi. Beberapa tempat di bumi bisa mengandung Fe mencapai 70%
dapat ditemukan sebagai unsur bebas. Fe diperoleh dalam bentuk tidak murni
terutama sebagai mineral hematit (Fe2O3); magnetit (Fe3O4); mineral lain yang
takonit.
Bijih besi yang dipanaskan dengan karbon (C) pada suhu 1100-1200oC
akan menghasilkan lelehan alloy yang mengandung 95% Fe dam 3,5% C. Bijih
besi hematit (Fe2O3) mengandung 70% Fe; magnetit (Fe3O4) mengandung 72%
Fe; limonit (Fe2O3 + H2O) mengandung 50-66% Fe; dan siderit (FeCO3)
Besi diproduksi secara industri dari bijih besi, yaitu hematit (Fe2O3) dan
Logam besi (Fe) sebagian besar digunakan dalam pembuatan baja dan
Fe (II) oksida atau FeO, berupa bubuk berwarna hitam, dalam keadaan
tertentu bisa mengakibatkan ledakan ketika terkena panas; Fe (III) atau Fe2O3,
36
dapat digunakan dalam pelapisan magnet audio dan komputer, dan dalam
feri cukup lama melalui oksigen atmosfer. Senyawa yang terbentuk adalah Fe2O3
atau dalam bentuk hidratnya. Feri oksida umumnya tidak berubah karena
batu pasir tersement bersama dengan silika atau kalsium karbonat atau oksida
besi. Warna coklat dan belang pada batu pasir yang kasar disebabkan sejumlah
kecil dari mineral mineral besi (Anonim, 2008). Kandungan besi dalam pasir
mirip dengan besi (Fe), merupakan logam keras, mudah retak, serta mudah
teroksidasi. Sebagian Mn memiliki bilangan oksidasi (biloks) +2, +3, +4, +6, dan
+7. Contohnya MnO (biloks +2), Mn2O3 (biloks +3), MnO2 (biloks +4), Mn2O72-
(biloks +6) dan Mn2O7 (biloks +7). Biloks +2 mudah bereaksi dengan asam
stabil dan mudah berubah menjadi biloks +2. Status biloks +4 banyak sebagai
MnO2, sedangkan biloks +4 bersifat amfoterik (bisa bersifat asam maupun basa)
yang dapat mendonasikan dan menerima elektron dalam reaksi kimia. Bilangan
+7 terdapat dalam ion permanganat (Mn4-) yang bersifat stabil. Terdapat pula
37
biloks +1 (pengompleks sianida), juga terdapat biloks +5 yang bersifat tidak
Mineral mangan tersebar secara luas dalam banyak bentuk; oksida, silikat,
karbonat adalah senyawa yang paling umum. Penemuan sejumlah besar senyawa
Mangan berwarna putih keabu-abuan, dengan sifat yang keras tapi rapuh.
Mangan sangat reaktif secara kimiawi, dan terurai dengan air dingin perlahan-
lahan. Mangan digunakan untuk membentuk banyak alloy yang penting. Dalam
baja, mangan meningkatkan kualitas tempaan baik dari segi kekuatan, kekerasan,
sebagai bentuk allotropik dengan empat jenis. Salah satunya, jenis alfa, stabil pada
suhu luar biasa tinggi; sedangkan mangan jenis gamma, yang berubah menjadi
alfa pada suhu tinggi, dikatakan fleksibel, mudah dipotong dan ditempa (Widowati
dkk., 2008).
Mangan bereaksi dengan air dan larut dalam larutan asam menghasilkan
garam mangan yang larut dan hydrogen (H2). Reaksi mangan sebagai berikut:
Mn + 2HCl MnCl2 + H2
Mangan banyak digunakan pada berbagai alloy. Mangan digunakan sebagai bahan
Sekitar 90% mangan (Mn) dunia digunakan dengan tujuan metalurgi, yaitu untuk
38
lain digunakan untuk membuat baterai kering, keramik, gelas, serta bahan kimia
Jika air yang mengandung besi atau mangan dibiarkan terkena udara atau
oksigen maka reaksi oksidasi besi atau mangan akan timbul dengan lambat
membentuk endapan atau gumpalan koloid dari oksida besi atau oksida mangan
yang tidak diharapkan. Menurut Widowati dkk (2008), keberadaan mangan (Mn)
dalam suatu batuan itu kandungannya berbeda-beda. Seperti pada batuan kapur
keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan (Giwangkara S., 2007).
daerah panjang gelombang pada Tabel 2, sinar infra merah dibagi atas tiga daerah,
yaitu:
39
a. Daerah Infra Merah dekat
atau pada bilangan gelombang 4.000 – 200 cm-1. Daerah tersebut adalah cocok
untuk perubahan energi vibrasi dalam molekul. Daerah inframerah yang jauh
(400-10 cm-1), berguna untuk molekul yang mengandung atom berat, seperti
1991).
40
2.7.2. Jenis Vibrasi Molekul
1. Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu
bidang datar.
bidang datar.
Contoh dari vibrasi adalah siklo pentana. Senyawa ini memiliki vibrasi bengkokan
pada gugus C–H, berada pada daerah bilangan gelombang 1455 cm-1.
41
Gambar 8. Vibrasi bengkokan
Dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini masing-masing gugus fungsi memiliki
42
2.7.4. Prinsip Kerja Alat FTIR
diserap dengan tingkat energi tertentu. Apabila frekuensi tertentu diserap ketika
melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi tersebut
Radiasi dari sumber infra merah dipecah oleh pencacah sinar menjadi dua
bagian yang sama dengan arah yang saling tegak lurus. Kemudian kedua radiasi
pencacah sinar untuk saling berinteraksi. Dari sini sebagian sinar diarahkan ke
tetapi terkendali.
43
2.7.5. Keunggulan FTIR
dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia
bernama Alan Walsh pada tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung
spektroskopi serapan atom. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada
tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka ia
bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu
spesifik, dan eksitasi secara serentak pada berbagai spesies dalam suatu campuran
dapat saja terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur dengan tingkat
44
eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya
atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup
besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan
kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi
absorbsi yang merupakan pengukuran spektrum serapan cahaya dari suatu atom,
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu
Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan memperoleh garis
A = -log lt / lo = bc
Keterangan:
lo = Intensitas sumber sinar
lt = Intensitas sinar yang diteruskan
= Absortivitas molar
c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
b = Panjang medium
A = Absorbansi
45
2.8.2. Komponen-komponen AAS
Lampu katoda berongga terdiri atas tabung gelas yang diisi dengan
gas argon (Ar) atau neon (Ne) bertekanan rendah (4-10 torr) dan di dalamnya
dipasang sebuah katoda berongga dan anoda. Rongga katoda berlapis logam
murni dari unsur obyek analisis. Batang anoda terbuat dari logam
wolfram/tungsten (W).
menjadi aerosol. Dinding dalam dari spray chamber ini dibuat dari
c. Pembakar (Burner)
atom-atom analit yang akan diukur. Alat ini terbuat dari logam yang tahan
panas dan tahan korosi. Desain burner harus dapat mencegah masuknya nyala
ke dalam spray chamber. Hal ini disebut ”blow back” dan amat berbahaya.
Burner untuk nyala udara asetilen (suhu 2000-2200 0C) berlainan dengan
untuk nyala nitrous oksida-asetilen (suhu 2900-3000 0C). Burner harus selalu
46
d. Monokromator & Slit (Peralatan optik)
e. Detektor
tube, yang jauh lebih peka daripada phototube biasa dan responnya juga
sangat cepat (10-9 det). Fungsinya untuk mengubah energi radiasi yang jatuh
f. Lain-lain
47
b. Tambahkan 5 mL HNO3, kemudian panaskan diatas hotplate sampai
sisa endapan.
a. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur yang berlainan dapat diukur.
d. Dapat diaplikasikan kepada jenis unsur dalam banyak jenis (Apriliani, 2010).
pisah yang tinggi sehingga dapat difokuskan ke titik (spot) yang sangat kecil.
48
Gambar 11. Diagram alir SEM
SEM memiliki perbesaran bervariasi mulai dari 500 kali sampai 10.000
memiliki kevakuman yang tinggi. Molekul gas (dalam hal ini gas nitrogen) akan
menangkap elektron sehingga elektron yang terhambur akan mengenai benda uji
49
BAB III
METODE PENELITIAN
Serpong.
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkang rajungan
(Portunus pelagicus) dari Serang, pasir kuarsa dari Kalimantan Timur, Na2CO3
anhidrat, NaOH pa. 1M, NaOH pa. 50%, HCl pa. 1M, aquadest, dan larutan
standar Fe (1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; dan 4 ppm), Mn (0,2 ppm; 0,5 ppm; 1,0 ppm;
dan 2,0 ppm) dan kitosan produk BATAN (spesifikasi: derajat deasetilasi 91,12%,
ukuran 1 mm, rendemen 20%, kadar abu 0,2% dan kadar air 10%).
3.2.2. Alat
cawan silikon karbida/krusibel, gelas beaker, gelas ukur, labu ukur, botol pereaksi,
botol semprot, hotplate magnetic (Nuova), timer, termometer, kertas saring Whatman
no. 40, pH indikator (Merck), FTIR (Perkin Elmer), AAS (Analytikjena novAA
50
3.3. Metode Kerja
sampai hilang kotoran berupa humus maupun lumpur. Setelah bersih, ditandai
dengan air cucian yang sudah jernih, maka pasir kuarsa tersebut dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC ± 2 jam sehingga air cucian menguap sempurna. 165
gram pasir kuarsa dan 135 gram natrium karbonat (Sulistiyono, 2005) dimasukkan
kemudian ditahan sampai 2 jam. Pada percobaan ini diperoleh leburan natrium
silikat dimana leburan tersebut langsung dikeluarkan dan dalam kondisi cair
dituangkan dari dalam krusibel ke dalam loyang stainless steel. Kemudian lelehan
didinginkan dalam pendingin kipas agar cepat dingin, kemudian lelehan yang
telah dingin digerus sehingga menjadi serbuk. Serbuk ini dinamakan dengan
Natrium Silikat Kotor (NSK) karena masih mengandung pengotor ion-ion logam.
sebelumnya) dan diaduk selama 2 jam. Larutan selanjutnya disaring dengan kertas
saring Whatman no. 40, sehingga dapat dipisahkan masing-masing residu dan
filtrat. Dilakukan proses analisa terhadap larutan dan residu untuk menentukan
51
3.3.3. Persiapan Awal Pembuatan Kitosan
Kemudian dihaluskan lalu diayak dengan ukuran 100 mesh, maka jadilah tepung
rajungan.
a. Demineralisasi
= 1:15 (gr serbuk/ml HCl) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian di dekantasi
b. Deproteinasi
Kitin yang telah dihasilkan pada proses diatas dimasukkan dalam larutan
NaOH 50% 1:15 (gr serbuk/ml NaOH) pada suhu 90°C sambil diaduk dengan
aquadest lalu ditambah larutan HCl encer agar pH netral kemudian dikeringkan.
Maka terbentuklah kitosan. Gambar proses dapat dilihat pada lampiran hal. 76.
digerus sampai halus. Campuran sampel dan KBr dimasukan dalam alat pencetak
pellet dan di pres dengan tekanan 7-8 ton sambil di vakum untuk menarik uap air
52
yang ada. Film yang terbentuk kemudian dibaca dengan alat FTIR pada panjang
Sampel yang telah bersih dan kering ditempelkan pada sample holder
dengan perekat dua sisi, dilanjutkan dengan pelapis tipis emas dalam mesin
Kitosan dengan massa yang berbeda (0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 dan 0,6 gram)
asam. Kemudian diaduk pada temperatur ruang selama 30 menit. Setelah itu
campuran disaring dengan kertas saring Whatman no. 40. Filtrat yang dihasilkan
Keterangan:
C0 = konsentrasi awal logam (mg/L)
C = konsentrasi logam setelah adsorpsi pada fasa cair (mg/L)
Natrium Silikat Kotor (NSK), kemudian diaduk pada temperatur ruang. Waktu
kontak divariasikan selama 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit.
53
Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman no. 40. Filtrat yang
masing-masing ion logam yang masih tersisa dalam larutan. Analisis dilakukan
diaduk pada temperatur ruang dengan menggunakan waktu kontak yang terbaik.
Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman no. 40. Filtrat yang
masing-masing ion logam yang masih tersisa dalam larutan. Analisis dilakukan
analisis selanjutnya.
d. Pengaruh Suhu
Natrium Silikat Kotor (NSK) dengan pH yang terbaik, kemudian diaduk pada
temperatur yang divariasikan (30oC, 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, dan 80oC) dengan
menggunakan waktu kontak yang terbaik. Setelah itu campuran disaring dengan
kertas saring Whatman no. 40. Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan
54
e. Perbandingan Kitosan Sintesis dengan Kitosan Produk BATAN
dengan kondisi pH, suhu dan waktu yang terbaik. Setelah itu campuran disaring
dengan kertas saring Whatman no. 40. Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan
masih tersisa dalam larutan. Analisis dilakukan dua kali pengulangan (duplo).
dibandingkan.
55
56
BAB IV
Pasir kuarsa merupakan bahan baku pada penelitian ini. Pasir kuarsa yang
(morfologi) dari suatu permukaan pasir kuarsa. Adapun gambar hasil analisis
100
100 µm
µm
Selain itu, untuk mengetahui pengotor apa saja yang terdapat pada pasir
kuarsa, maka dilakukan analisis terhadap pasir kuarsa dengan menggunakan AAS
dari laboratorium pengujian tekMIRA Bandung. Hasil analisis AAS (lihat pada
lampiran 10 hal. 81) didapatkan kandungan pengotor yang terdapat pada pasir
57
Tabel 6. Pengotor pada pasir kuarsa
Natrium silikat dibuat dari campuran pasir kuarsa (silika) dengan natrium
Timur. Campuran pasir kuarsa dengan Na2CO3 dibakar dalam tanur pada suhu
1200 oC selama ± 2 jam. Pada pencampuran ini terjadi reaksi sebagai berikut:
dipanaskan di atas titik lelehnya dan kemudian harus didinginkan dengan cepat
dengan air mendidih, lalu direaksikan dengan kitosan untuk menghilangkan ion-
Bahan awal yang digunakan untuk membuat kitin dan kitosan adalah
limbah cangkang rajungan (Portunus pelagicus) yang telah dikeringkan dan telah
dibuat serbuk. Limbah cangkang rajungan ini berasal dari Serang, Banten-Jawa
Barat. Kitin dapat diperoleh dari cangkang rajungan melalui proses demineralisasi
58
dan deproteinasi, kemudian untuk mendapatkan kitosan dilakukan proses
deasetilasi.
terutama CaCO3 dan sedikit Ca3(PO4)2 mudah hilang dengan penambahan HCl
dan dapat menghasilkan kitin dengan kandungan mineral yang lebih rendah
(Ruswanti dkk, 2007). Pada tahap ini, ketika HCl 1M direaksikan dengan serbuk
rajungan akan terbentuk buih yang terkumpul pada permukaan larutan. Setelah 1
jam buih berkurang dan larutan berwarna kuning keruh. Terbentuknya buih
tersebut menandakan adanya gas karbon dioksida (CO2) dan uap air. Reaksi yang
CaCO3 (s) + 2HCl (aq) CaCl2 (aq) + H2O (l) + CO2 (g) …..(4.2)
atau pelepasan ikatan antara protein dan kitin. Deproteinasi dilakukan dengan
menggunakan NaOH 1 M selama 1 jam pada suhu 80-90 oC. Pada tahap ini,
protein akan terlepas dan membentuk Na-proteinat yang dapat larut dan hilang
selama proses pencucian dan penyaringan (Ruswanti dkk, 2007). Hal ini
ditunjukan dengan perubahan warna larutan dari jernih menjadi coklat. Filtrat
yang dihasilkan berwarna coklat dan endapan putih kecoklatan. Reaksi yang
59
Pada setiap tahap dilakukan pencucian sampai larutan netral, bertujuan
sempurna akan mengakibatkan mineral yang terlepas dapat melekat kembali pada
menjadi kitosan dengan proses hidrolisis. Pada tahap ini digunakan larutan NaOH
50% disebabkan pada kondisi tersebut merupakan kondisi optimum pada proses
transformasi gugus asetil yang berikatan dengan atom nitrogen membentuk gugus
amina (Rochima dkk, 2007). Perendaman dalam NaOH konsentrasi tinggi (≥40%)
(katalis) ikatan antara gugus asetil dengan atom nitrogen sehingga berubah
menjadi gugus amino (-NH2). Pada tahap ini tidak menggunakan air atau alkohol
atau ikatan glikosidik yang terdapat pada struktur kitosan dapat putus. Reaksi
60
Gambar 14. Reaksi kitin menjadi kitosan (Rahayu dan Purnavita, 2007)
gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan kitin dan kitosan
kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat
berperan sebagai adsorben logam berat dalam air limbah (Marganof, 2003).
Kitosan yang didapatkan dari hasil sintesis sebesar 34,89 gram (57 % berat) dari
diduga karena kitin secara alami berbentuk kristalin yang mengandung rantai-
rantai polimer kitin berkerapatan sangat tinggi, yang satu sama lain terikat dengan
kitin hampir tidak pernah selesai sehingga dalam kitosan masih ada gugus asetil
yang terikat pada beberapa gugus N (Kusumawati, 2009). Derajat deasetilasi juga
dipengaruhi oleh waktu. Menurut Purnawan dkk (2009), bahwa semakin lama
61
tinggi. Hal ini disebabkan semakin lama waktu reaksi hidrolisis kitin, gugus asetil
semakin tinggi. Pada penelitian ini, ketika masih sebagai serbuk rajungan
memiliki derajat deasetilasi 21,39%. Akan tetapi setelah menjadi kitosan, derajat
Deasetilasi menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari kitin
sehingga dihasilkan kitosan. Makin berkurangnya gugus asetil pada kitosan maka
interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat. Spektrum
14
13
2523.86
12
11
10
9
CH 953.14
%T 8
7 491.27
6 2958.412928.85 712.86
565.40
5 1154.35
4
C=O 1029.67
3 NH2 1072.72
873.06
3295.94
2 3423.02
3446.62 1654.61
1541.20
1
1416.73
0.0
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
cm-1
62
26.4
26 Laboratory Test Result
Kitosan Sintesis
25
24
23
22
21
20 895.14
1260.55
19
%T
18 1419.39
1323.97 530.05
17
CH 953.59
577.01
1380.14
1559.45
16
1624.53 1156.54
1661.76
15 2883.11 1028.43
1078.35
14
NH
NH2 C-O
13 C=O
12
10.9 3426.27
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
cm-1
Pita absorpsi FTIR (cm-1) Pita absorpsi FTIR (cm-1) Gugus fungsi kitin dan kitosan
cangkang rajungan kitosan
3423,03 3426,27 O-H stretching dan N-N (-NH2)
amina
2958,41 - 2928,85 2883,11 C-H stretching (C-H ring, -CH3
dan -CH2-)
1654,61 1661,76 C=O stretching (NHCOCH3)
amida I
- 1559,45 N-H dan C-N (NHCOCH3) amida
II dan III
1416,73 1419,39 - 1380,14 C-H bending (C-H ring, -CH2, -
CH3) dan C-C
1154,35 1156,54 Bridge-O-stretching (C-O-C)
1072,72 – 1029,67 1078,35 – 1028,43 C-Oasym & C-Osym stretching
873,06 895,14 Ring stretching (C-H ring)
63
NH2 C=O
Gambar 17. Spektrum FTIR kitin standar produksi Wako, Jepang (Hendri, 2008)
Pada kitin standar, pita serapan 3388,7 cm-1 menunjukkan gugus O-H dan
NH amida sekunder. Pita serapan 1627,8- 1662,55 cm-1 didapatkan gugus C=O
melebar. Bila dibandingkan antara kitosan hasil sintesis dengan kitin standar dapat
dibedakan pada gugus C=O. Untuk kitin standar serapannya masih melebar
sedangkan kitosan sintesis terlihat lebih tajam. Hal ini menandakan bahwa gugus
gugus amino. Dapat ditandai dengan hilangnya/ berkurangnya serapan gugus C=O
dari molekul pada spektrum FTIR (Syahmani dan Sholahuddin, 2009). Akan
tetapi dalam penelitian ini gugus C=O masih ada, sehingga hasil deasetilasi belum
sempurna. Derajat deasetilasi yang didapatkan yaitu 75,99%. Hal ini disebabkan
kurang lamanya proses pemanasan dan suhu yang kurang tinggi, sehingga
pemutusan gugus asetil kurang sempurna. Menurut Rahayu dan Purnavita (2007)
64
secara umum derajat deasetilasi untuk kitosan sekitar 60% dan sekitar 90-100%
Pada analisis ini dilakukan sebanyak dua kali (duplo). Kondisi variabel
pada percobaan ini dilakukan pada suhu kamar (30 0C) pH 3 dan waktu 30 menit.
Pada gambar 18. dapat dilihat massa yang terbaik untuk penyerapan ion logam Fe
dan Mn sebesar 0,5 gram kitosan. Banyaknya massa kitosan yang direaksikan
59,09% dan Mn sebesar 51,69%. Hal ini disebabkan semakin banyaknya jumlah
kitosan maka semakin besar pula kemampuan mengikat ion-ion logam yang ada
65
Secara teori, jika dalam adsorpsi telah tercapai massa optimum, maka
selanjutnya tidak akan terjadi kenaikan atau penurunan adsorpsi, akan tetapi
bersifat statis dan relatif konstan. Hal ini berarti proses adsorpsi diperkirakan telah
mencapai kesetimbangan. Akan tetapi pada gambar 18, adsorpsi ion logam Fe
terjadinya kesalahan pada analisis atau kurang teliti pada saat melakukan analisis.
Data pengaruh waktu terhadap adsorpsi ion logam Fe dan Mn dapat dilihat
pada gambar 19. yang menunjukkan bahwa adsorpsi ion logam Fe tidak terlihat
kenaikan yang signifikan, sedangkan pada adsorpi ion logam Mn terlihat kenaikan
yang signifikan dari waktu 15 menit menuju ke 30 menit. Pada percobaan ini,
dilakukan pada kondisi suhu kamar (30 0C), pH 3 dan jumlah kitosan 0,2 gram.
dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Selain itu semakin
kecil ukuran partikel kitosan yang digunakan, maka semakin besar kecepatan
adsorpsinya, sehingga dalam waktu 30 menit sudah tercapai waktu yang optimum
dikarenakan reaksi yang terjadi dapat berlangsung dengan cepat dan sempurna.
bahwa kitosan dapat menyerap ion logam secara optimum selama 15 menit (lihat
66
Gambar 19. Variasi waktu terhadap adsorpsi ion Fe dan Mn
adsorpsi, diduga karena gugus amin dan hidroksil yang terdapat pada kitosan
sudah penuh mengikat komponen lain (H+) atau sudah jenuh. Pada kondisi
adsorpsi yang terlalu lama, kemungkinan ion logam yang sudah terikat oleh
adsorben (kitosan) dapat terlepas lagi atau terjadi desorpsi (Khotimah dkk, 2010).
Atau kemungkinan lain disebabkan juga oleh suhu percobaan yang rendah (suhu
kamar), sehingga ikatan yang terjadi bersifat ikatan lemah. Selain itu perubahan
pH larutan menjadi naik kemungkinan dapat terjadi karena kontak dengan kitosan.
Semakin lama proses adsorpsi berlangsung, maka larutan akan semakin basa,
terikatnya logam transisi persatuan waktu meningkat dengan urutan Fe (II) > Mn
(II). Semua hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa setelah kondisi optimum
signifikan, mengindikasikan bahwa situs aktif kitosan telah jenuh oleh ion logam
67
4.5. Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Adsorpsi Logam Fe dan Mn
pH. Keasaman dan kebasaan larutan natrium silikat mempengaruhi adsorpsi ion
logam. Kondisi percobaan disini pada suhu kamar (30 0C) dengan massa kitosan
0,2 gram dan waktu yang optimum. Karena kitosan tidak dapat bereaksi dalam pH
dari masing-masing ion logam tersebut. Hasil adsorpsi optimum dari ion logam
besi (Fe) dan mangan (Mn) oleh kitosan terjadi pada pH 3 (lihat data lampiran 5
no.3). Dalam larutan asam, gugus amina bebas sangat cocok sebagai polikationik
bebas pada atom N. Gugus amina ini bertindak sebagai basa lewis dengan
Pada pH yang sangat asam (misalnya pH 2) jumlah ion hidrogen (H+) sangat
banyak sehingga terjadi kompetisi antara ion logam dengan ion hidrogen untuk
68
pertukaran ion dan penyerapan terhadap ion logam Fe maupun Mn. Berdasarkan
kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat
berperan sebagai penukar ion dan berfungsi sebagai adsorben terhadap logam
menjadi basa, maka terjadi pengendapan ion logam. Larutan dalam keadaan basa
tersebut menjadikan daya kerja dari kitosan menjadi menurun, karena kitosan
hanya efektif bekerja pada pH asam. Selain itu, pada standar kalibrasi seharusnya
dibuat dalam berbagai pH, sehingga analisis pada AAS akan didapatkan hasil
kapasitas serapan suatu bahan ditentukan oleh pH dan lamanya waktu berinteraksi
yang spesifik untuk setiap bahan. Semakin naik pH, maka semakin kecil adsorpsi
sedangkan Mn(OH)2 sebesar 2x10-13. Pada umumnya dalam medium asam, logam
(M) berada sebagai ion kation bebas. Tetapi pada kondisi netral hingga basa,
69
4.6. Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Adsorpsi Logam Fe dan Mn
Pada percobaan ini, dilakukan dengan menggunakan massa 0,2 gram pada
kondisi waktu dan pH yang optimum. Dilihat pada gambar 18, suhu yang paling
Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka reaksi berlangsung lebih cepat karena
makin besar energi kinetik molekul zat dan gerak partikel-partikel kitosan makin
besar. Akibatnya frekuensi tumbukan yang terjadi akan makin besar, sehingga
sampel yang bereaksi dengan kitosan akan lebih banyak dibandingkan dengan
sistem sehingga semakin banyak tumbukan antar partikel yang dapat terjadi maka
Kenaikan suhu sampel akan menaikan kelarutan dari kitosan sehingga akan
tidak terjadi peningkatan adsorpsi, akan tetapi terjadi penurunan adsorpsi. Hal ini
diperkirakan suhu yang terlalu tinggi mungkin akan memberikan energi yang
berlebih sehingga ion logam yang telah terikat akan terlepas kembali.
70
4.7. Perbandingan Kitosan Sintesis dengan Kitosan Produk BATAN
Pada penelitian ini, selain menggunakan kitosan yang dibuat sendiri untuk
adsorpsi, juga digunakan kitosan produk BATAN sebagai pembanding. Dari data
dengan kitosan produk BATAN hanya didapatkan 69,33%. Begitu pula pada
Gambar 22. Diagram perbandingan kitosan sintesis dengan kitosan produk BATAN
kitosan produk BATAN. Hal ini bisa disebabkan: 1) Karena perbedaan bahan
dasar kitosan, dimana kitosan sintesis dibuat dari cangkang rajungan sedangkan
kitosan produk BATAN ukuran partikelnya lebih besar daripada kitosan sintesis.
Sudah dicoba untuk menyamakan ukuran partikel, akan tetapi kitosan produk
BATAN tidak dapat diperkecil lagi ukurannya, diduga hal ini mempengaruhi hasil
adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel dari kitosan sehingga luas permukaan
71
4.8. Isoterm Adsorpsi
Sedangkan pada isoterm Freundlich, proses adsorpsi yang terjadi secara fisisorpsi
(a)
(b)
Gambar 23. (a) grafik isoterm Langmuir dan (b) grafik isoterm Freundlich adsorpsi ion Fe
bahwa grafik yang didapatkan merupakan grafik yang linear dengan persamaan
y= a + bx, dengan nilai koefisien korelasi adalah 99,9% (R2 = 0,999). Sedangkan
72
0,992 (lihat data lampiran 6 no.1). Dilihat dari nilai R2 ini dapat diketahui model
persamaan kesetimbangan mana yang dapat mewakili reaksi yang terjadi pada
penelitian ini. Dari kedua grafik isoterm adsorpsi ion logam Fe, dapat dilihat
linieritas isoterm adsorpsi tipe Langmuir (99,9%) lebih tinggi dibandingkan tipe
Freundlich (99,2%). Data ini menunjukan bahwa mekanisme adsorpsi ion logam
diatas 90%, akan tetapi lebih dominan terjadi secara kimisorpsi (isoterm
Langmuir).
(a)
(b)
Gambar 24. (a) grafik isoterm Langmuir dan (b) grafik isoterm Freundlich adsorpsi ion Mn
logam Mn mempunyai nilai linearitas yang tinggi yaitu 99,9% (R2 = 0,999),
73
sedangkan pada gambar 24(b) yang merupakan grafik isoterm Freundlich ion
logam Mn mempunyai nilai linearitas 98,3% (R2 = 0,983). Dilihat dari data diatas,
adsorpsi ion logam Mn dapat terjadi secara kimia maupun fisika, dan termasuk ke
dalam tipe isoterm Langmuir dan Freundlich karena mempunyai nilai linearitas
diatas 90%, akan tetapi lebih dominan ke dalam tipe Langmuir (lihat data
lampiran 6 no.2).
karena adanya ikatan kimia antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Karena
ikatan kimia yang terjadi cukup kuat maka ketika permukaan adsorben sudah
tertutupi adsorbat, adsorbat hanya teradsorpsi pada lapisan pertama atau satu
diperoleh dengan asumsi bahwa adsorpsi terjadi pada permukaan homogen dari
Langmuir ini adalah daya regenerasi dari adsorben lebih kecil karena ikatan kimia
yang terjadi sangat kuat sehingga ion-ion logam yang sudah terserap oleh
adsorben sulit untuk dilepaskan kembali, dan dibutuhkan reagent lain untuk
melepaskannya.
Menurut Wahyuni dan Widiyastuti (2009), dari data dan koefisien korelasi
(R2) dapat diketahui adsorpsi logam dapat mengikuti model Langmuir ataupun
kimia lebih spesifik, sehingga adsorben mampu mengikat logam dengan ikatan
memungkinkan terjadinya ikatan antara ion logam yang terdapat dalam larutan,
selain ikatannya dengan adsorben, kedua ikatan tersebut hanya terikat oleh gaya
Van Der Waals sehingga ikatan antara adsorbat dengan adsorben bersifat lemah.
74
Hal ini memungkinkan adsorbat leluasa bergerak hingga akhirnya berlangsung
Dapat dilihat pada gambar 25, dari hasil adsorpsi ion besi (Fe) dan mangan
(Mn), maka sudah dipastikan kadar ion-ion pengotor pada natrium silikat
mengalami pengurangan. Ion pengotor besi (Fe) telah berkurang dari konsentrasi
0,8534 ppm menjadi 0,2121 ppm atau sebesar 85,39%. Sedangkan logam
pengotor Mn telah berkurang dari konsentrasi 0,12540 ppm menjadi 0,04299 ppm
Dengan demikian jika dilihat dari gambarnya, pengurangan ion besi lebih besar
daripada pengurangan ion mangan. Semakin rendah kadar ion besi dan mangan,
75
BAB V
5.1. Kesimpulan
didapatkan pada penelitian ini, dari 200 gram cangkang rajungan sebesar
34,89 gram.
3. Massa yang paling optimum dari kitosan adalah 0,5 gram untuk dapat
30 menit.
pH 3.
76
5.2. Saran
dari kitosan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Apriliani, Ade. 2010. Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion
Logam Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Air Limbah [skripsi]. UIN, Jakarta.
Asmuni. 2008. Karakterisasi Pasir Kuarsa (SIO2) dengan Metode XRD [jurnal].
Universitas Sumatera Utara.
Edi Cahyaningrum, Sari dkk. 2007. Pemakaian Kitosan Limbah Udang Windu
sebagai Matriks Pendukung pada Imobilisasi Papain [jurnal kimia vol.2].
Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.
78
Ermawati, Yunita, dkk. 2009. Pemanfaatan Kitosan Dari Limbah Rajungan
(Portunus pelagicus) Sebagai Antimikroba Pada Obat Kumur [jurnal].
UGM, Yogyakarta.
Fathul Karamah, Evi dan Adhi Septiyanto. 2009. Pengaruh Suhu dan Tingkat
Keasaman (pH) pada Tahap Pralakuan Koagulasi (Koagulan Aluminum
Sulfat) dalam Proses Pengolahan Air Menggunakan Membran
Mikrofiltrasi Polipropilen Hollow Fibr [jurnal]. Universitas Indonesia,
Depok
Firdaus, Dery. 2008. Proses Pemurnian Air Dengan Modifikasi Filtrasi Kitosan
[skripsi]. IPB, Bogor.
Hargono, Abdullah dan Indro Sumantri. 2008. Pembuatan Kitosan Dari Limbah
Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak
Kambing [jurnal]. UNDIP, Semarang.
Herwanto, Bimbing dan Eko Santoso. 2006. Adsorpsi Ion Logam Pb(II) pada
Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang [jurnal]. ITS, Surabaya.
Indah, Sinta dan Rohaniah. 2009. Studi Regenerasi Adsorben Kulit Jagung (zea
mays l.) Untuk Menyisihkan Logam Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dari Air
Tanah [jurnal]. Universitas Andalas, Padang.
Khotimah, Nurul dkk. 2010. Adsorpsi Logam Kromium (IV) oleh Biomassa
Chara Fragilis Menggunakan Spektroskopi Serapan Atom [PKM-GT].
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kurniawan Siregar, SK. 2007. Perubahan Fasa Baja Mangan (FeMn) Hadfield
3401 pada Proses Pemanasan dan Perlakuan Pendinginan Cepat (water
quenching) dan Lambat (air cooling) [tesis]. Universitas Sumatera Utara.
79
Kusumawati, Yuli. 2009. Mengenal Lebih Dekat Kitosan.
Kusumawati, Nita. 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Membrane Ultrafiltrasi [jurnal]. UNS.
Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (timbal,
kadmium, dan tembaga) di Perairan [tesis]. IPB, Bogor.
Nugroho Catur Saputro, Agung dkk. 2009. Pengaruh Metode Isolasi Terhadap
Sifat Karakterisasi Kitosan. Prosiding seminar nasional kimia dan
pendidikan kimia 2009. UNS & UGM.
Oxtoby, David W., et al. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi keempat,
diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi. Erlangga, Jakarta.
Rochima, Emma dkk. 2007. Viskositas dan Berat Molekul Kitosan Hasil Reaksi
Enzimatis Kitin Deasetilase Isolat [makalah nasional]. IPB, Bogor.
Rochima, Emma. 2008. Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan
Cirebon Jawa Barat [jurnal]. IPB, Bogor.
80
Rora, Elis. 2007. Modifikasi Kitosan Menjadi Karboksimetil Kitosan Dan
Aplikasinya Sebagai Pengikat Logam Berat Hg, Pb, Dan Cd Pada Daging
Kerang Hijau (Perna viridis Linn.)[skripsi]. Universitas Indonesia, Depok.
Ruswanti, Indah, Khabibi, dan Retno Ariadi Lusiana. 2007. Membran Kitosan
Padat Dari Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) dan Aplikasinya
Sebagai Adsorben Ion Mangan(II) dan Besi(II) [jurnal]. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Saniyyah, Nubzah. 2010. Penyerapan Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Air Limbah
Menggunakan Sekam Padi [skripsi]. UIN, Jakarta.
Sedjati, Sri. 2006. Pengaruh Kitosan Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus
heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar [tesis].
UNDIP, Semarang.
Setiasih, Lilis. 2009. Pembuatan Kitosan Untuk Penjernihan Air Dari Cangkang
Udang. Bandung.
Shofiyani, Anis dan Titin Anita Zaharah. 2005. Kinetika Adsorpsi Cu(II) pada Adsorben
Karbon Aktif dan Chitosan Hasil Preparasi dari Cangkang Udang Windu (Penaus
monodon) [jurnal]. Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Sinamo, Alim Senina. 2007. Mengenal Solar Cell Sebagai Energi Alternatif.
Jurnal Puslitbang Iptekhan Balitbang Dephan.
Sulistiyono, Eko. 2005. Kajian proses ekstraksi unsur besi dari pasir kuarsa
[jurnal]. Pusat Penelitian Metalurgi, LIPI. Serpong.
Syahmani dan Arif Sholahuddin. 2009. Interaksi Cd(II) dengan Kitin dan Kitosan
Isolat Limbah Kulit Udang [jurnal]. Banjarmasin.
Tanindya Apsari, Ajeng dan Dina Fitriasti. 2010. Studi kinetika penjerapan ion
kromium dan ion tembaga menggunakan kitosan produk dari cangkang
kepiting [jurnal]. Universitas Diponegoro, Semarang.
Wahyuni, Suci dan Nurul Widiastuti. 2009. Adsorpsi Ion Logam Zn(II) pada
Zeolit A yang Disintesis dari Abu Dasar Batubara Pt Ipmomi Paiton
Dengan Metode Batch [jurnal]. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Widowati, Wahyu; Astiana Sastiono; dan Raymond Jusuf. 2008. Efek Toksik
Logam, Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
81
Lampiran 1. Bagan Kerja Pembuatan Kitosan
Pencucian
Pengeringan
Penghancuran
Kitin
Pengeringan
Kitosan
82
Lampiran 2. Bagan Kerja Pembuatan Natrium Silikat
Pasir
Dicuci
Dikeringkan
disaring
83
Lampiran 3. Rendemen, derajat deasetilasi, dan tekstur kitosan dari
cangkang rajungan
= x 100% = 30,60%
= x 100% = 57,00%
b. Untuk menentukan Derajat Deasetilasi (DD) dengan metode Base Line yang
Keterangan:
A = log
84
25.2
Laboratory Test Result
24
23 kitosan sintesis
22
21
20
19
18
17
16
15
%T 14
13 Po
12
11
10
9
1661.76 Po1380.14
8
7
P
6
3426.27 1078.35
5
P
3.5
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
cm-1
= 75,99%
85
Lampiran 4. Kurva Standar Logam
1. Kurva Standar Fe
2. Kurva Standar Mn
86
Lampiran 5. Data adsorpsi ion Fe dan Mn
a. Besi
Konsentrasi larutan Natrium Silikat sebelum diadsorpsi (C0) adalah 1,1290 ppm.
b. Mangan
Konsentrasi larutan Natrium Silikat sebelum diadsorpsi (C0) adalah 0,10140 ppm.
87
2. Adsorpsi logam berdasarkan variasi waktu
a. Besi
Konsentrasi larutan Natrium Silikat sebelum diadsorpsi (C0) adalah 0,8476 ppm.
b. Mangan
88
3. Adsorpsi logam berdasarkan variasi konsentrasi asam
a. Besi
b. Mangan
89
4. Adsorpsi logam berdasarkan variasi suhu
a. Besi
Konsentrasi larutan Natrium Silikat sebelum diadsorpsi (C0) adalah 0,8534 ppm.
b. Mangan
Konsentrasi larutan Natrium Silikat sebelum diadsorpsi (C0) adalah 0,12540 ppm.
90
5. Perbandingan kitosan sintesis dengan kitosan produk BATAN
a. Besi
b. Mangan
91
Lampiran 6. Adsorpsi logam dengan persamaan isoterm adsorpsi
1. Besi
Keterangan:
m = bobot adsorben kitosan (gram)
C0 = konsentrasi awal (mg/L)
C = konsentrasi akhir (mg/L)
x = konsentrasi awal- konsentrasi akhir (mg/L)
R² = 0,999.
dengan R² = 0.992.
92
2. Mangan
R² = 0,999.
dengan R² = 0.983.
93
Lampiran 7. Foto-foto hasil penelitian
94
Tanur Stirer bar
Demineralizer Oven
95
Timbangan analitik Eksikator
FTIR AAS
SEM Krusibel
96
Lampiran 8: Hasil analisa pasir kuarsa dengan SEM
100
100 µm
µm
97
Lampiran 9: Hasil Analisa Kandungan Pasir Kuarsa dengan AAS
98
Bagan Alir Kerja Penelitian
+ H2O
Analisis FTIR
40