Anda di halaman 1dari 81

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

EPOKSI TERMODIFIKASI POLIURETAN

SKRIPSI

EKO FAHRUL UMAM

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
SINTESIS DAN KARAKTERISASI
EPOKSI TERMODIFIKASI POLIURETAN

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

EKO FAHRUL UMAM


NIM: 11150960000037

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
SINTESIS DAN KARAKTERISASI
EPOKSI TERMODIFIKASI POLIURETAN

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

EKO FAHRUL UMAM


NIM: 11150960000037

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Siti Nurbayti, M.Si Evi Triwulandari, M.Si


NIP. 19740721 200212 2 002 NIP. 19810906 200604 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si


NIP. 19750918 200801 1 007
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Epoksi Termodifikasi

Poliuretan” telah diuji dan dinyatakan LULUS pada sidang munaqosah Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari

Rabu 22 Januari 2020. Skripsi ini telah diterima untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Tarso Rudiana, M.Si Nurmaya Arofah, M. Eng


NIDN. 0425028704 NIP. 19870610 201903 2 016

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Siti Nurbayti, M. Si Evi Triwulandari, M. Si


NIP. 19740721 200212 2 002 NIP. 19810906 200604 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud Dr. La Ode Sumarlin, M. Si
NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19750918 200801 1 007
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2020

Eko Fahrul Umam


11150960000037
ABSTRAK

EKO FAHRUL UMAM. Sintesis dan Karakterisasi Epoksi Termodifikasi


Poliuretan. Dibimbing oleh SITI NURBAYTI dan EVI TRIWULANDARI

Epoksi merupakan material yang umum digunakan dalam industri pelapisan


logam karena memiliki ketahanan terhadap korosi dan bersifat isolasi elektrik.
Dalam aplikasinya resin epoksi memiliki beberapa keterbatasan yang disebabkan
buruknya ketangguhan retak, rendahnya kekuatan impak dan kecilnya kekuatan
tarik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan performa resin epoksi melalui
modifikasi dengan menggunakan poliuretan dengan melihat pengaruh waktu reaksi
terhadap karakteristik resin epoksi termodifikasi yang terbentuk. Epoksi,
polipropilen glikol, dan tolonat direaksikan secara simultan dengan bantuan katalis
dibutiltindilaurat. Identifikasi produk hasil modifikasi dilakukan dengan
menentukan bilangan isosianat untuk menentukan tingkat konversi isosianat dan
Fourier Transform Infra Red (FT-IR) serta Nuclear Magnetic Resonance (NMR).
Karakteristik resin epoksi termodifikasi terhadap waktu reaksi diuji dengan
pengujian berat molekul dengan menggunakan Gel Permeation Chromatography
(GPC), epoxy equivalent weight, uji viskositas, uji waktu kering, uji pot life, dan uji
kuat tarik. Hasil karakterisasi menunjukkan hasil pengujian tertinggi pada waktu
reaksi 90 menit dengan berat molekul sebesar 4.235 g/mol, EEW sebesar 239 g/eq,
dan viskositas sebesar 31.740 cP. Sementara peningkatan waktu reaksi tidak terlihat
mempengaruhi hasil pot life dan kering sentuh epoksi termodifikasi. Hasil kuat tarik
tertinggi didapat pada epoksi termodifikasi dengan waktu reaksi 90 menit,
menunjukkan semakin banyak struktur IPN terbentuk yang mempengaruhi kuat
tarik seiring dengan meningkatnya waktu reaksi modifikasi.

Kata Kunci : Epoksi, modifkasi, pelapis, poliuretan, waktu reaksi.


ABSTRACT

EKO FAHRUL UMAM. Synthesis and Characterization of Polyurethane


Modified Epoxy. Supervised by SITI NURBAYTI and EVI TRIWULANDARI

Epoxy is a material commonly used in the metal coating industry because it


has corrosion resistance and is electrically insulating. In its application epoxy resin
has several limitations due to poor fracture toughness, low impact strength and low
tensile strength. This study aims to improve the performance of epoxy resins
through modification using polyurethanes by looking at the effect of reaction time
on the characteristics of the modified epoxy resin formed. Epoxy, polypropylene
glycol, and tolonate were reacted simultaneously with the help of a
dibutylindicurate catalyst. The modified product identification is done by
determining the isocyanate number to determine the conversion rate of isocyanate
and Fourier Transform Infra Red (FT-IR) and Nuclear Magnetic Resonance
(NMR). The characteristics of the modified epoxy resin on reaction time were tested
by molecular weight testing using Gel Permeation Chromatography (GPC), epoxy
equivalent weight, viscosity test, dry time test, pot life test, and tensile strength test.
The characterization results showed the highest test results at the reaction time of
90 minutes with a molecular weight of 4.235 g/mol, EEW of 239 g/eq, and viscosity
of 31.740 cP. While the increase in reaction time did not appear to affect the results
of pot life and dry touch of the modified epoxy. The highest tensile strength results
obtained on the modified epoxy with a reaction time of 90 minutes, showed that
more IPN structures were formed which affected the tensile strength as the reaction
time of modification increased.

Keywords: Epoxy, modification, coating, polyurethane, time reaction.


KATA PENGATAR

Bismillaahirrohmaanirrohim

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa penulisan sampaikan pada kehadirat

Nabi Muhammad SAW karena berkat jasa beliaulah manusia dibawa dari zaman

jahiliyah ke zaman yang terang benderang oleh ilmu pengetahuan.

Atas kehendak dan izin Allah, skripsi yang penelitiannya dilakukan di

Laboratorium Polimer, LIPI – Kimia berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Epoksi

Termodifikasi Poliuretan” telah selesai disusun.

Dalam proses penulisan ini, banyak pihak yang telah berjasa dan

memberikan bantuannya baik melalui dorongan serta motivasi untuk dapat segera

menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas

diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terima kasih dengan ketulusan dan

kerendahan hati kepada :

1. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan

pengetahuan dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

2. Evi Triwulandari, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak

arahan, masukan, dan saran untuk kemajuan penelitian penulis serta penulisan

skripsi ini;

3. Tarso Rudiana, M.Si selaku penguji I dan Nurmaya Arofah, M. Eng selaku

penguji II yang telah memberi saran dan masukan yang bermanfaat;


4. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

6. Seluruh dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan;

7. Kedua Orang Tua penulis atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan

motivasinya kepada penulis;

8. Roy, Isti, Ade, Eka, Sipa, kak Farhan dan teman-teman penelitian lab polimer

yang senantiasa membantu dan memberikan dukungan selama proses

penelitian dan menyelesaikan tugas akhir ini;

9. Semua pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu

persatu, tanpa mengurangi rasa hormat dan syukur penulis.

Semoga skripsi ini sedikitnya dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan

juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan kedepannya.

Jakarta, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGATAR........................................................................................... viii


DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Hipotesis .......................................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
2.1. Korosi ............................................................................................................... 5
2.2. Coating ............................................................................................................. 7
2.3. Polimer ............................................................................................................. 9
2.4. Epoksi ............................................................................................................ 11
2.5. Poliuretan ....................................................................................................... 12
2.6. Fourier Transform Infrared (FT-IR) ............................................................. 16
2.7. Nuclear Magnetic Resonance (NMR)............................................................ 17
2.8. Gel Permeation Chromatography (GPC) ...................................................... 18
2.9. Universal Testing Machine (UTM)................................................................ 19
2.10. Pot Life......................................................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................21
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................................... 21
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................... 21
3.2.1. Alat ............................................................................................................ 21
3.2.2. Bahan ......................................................................................................... 21
3.3. Diagram Alir .................................................................................................. 22
3.4. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 23
3.4.1. Sintesis Epoksi Termodifikasi Poliuretan ................................................. 23
3.4.2. Pembentukan Lapisan Film ....................................................................... 23

x
3.4.3. Identifikasi dan Uji Karakteristik .............................................................. 24
3.4.3.1. Analisis Gugus Fungsi dengan FT-IR..................................................... 24
3.4.3.2. Analisis Struktur Kimia dengan 1H-NMR .............................................. 24
3.4.3.3. Uji Bilangan Isosianat dan Konversi Isosianat ....................................... 24
3.4.3.4. Uji Berat Molekul ................................................................................... 25
3.4.3.5. Uji Viskositas .......................................................................................... 25
3.4.3.6. Uji Epoxy Equivalent Weight .................................................................. 25
3.4.3.7. Uji Pot Life.............................................................................................. 26
3.4.3.8. Uji Kuat Tarik ......................................................................................... 26
3.4.3.9. Uji Kering Sentuh ................................................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................27
4.1 Sintesis Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ........................................... 27
4.2 Identifikasi Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ..................................... 28
4.2.1 Bilangan Isosianat dan Konversi Isosianat ................................................ 28
4.2.2 Gugus Fungsi Epoksi Termodifikasi Poliuretan ....................................... 30
4.2.3 Struktur Kimia Epoksi Termodifikasi Poliuretan...................................... 32
4.3 Pembuatan Lapisan Film Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ................ 34
4.4 Karakteristik Resin Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ......................... 36
4.4.1 Berat Molekul ............................................................................................ 36
4.4.2 Epoxy Equivalent Weight .......................................................................... 37
4.4.3 Viskositas .................................................................................................. 39
4.4.4 Pot Life ...................................................................................................... 40
4.4.5 Kering Sentuh ............................................................................................ 42
4.4.6 Kuat Tarik ................................................................................................. 43
BAB V PENUTUP................................................................................................45
5.1 Simpulan ........................................................................................................ 45
5.2 Saran .............................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................46
LAMPIRAN..........................................................................................................51

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme reaksi korosi ..................................................................... 5


Gambar 2. Reaksi polimerisasi nilon 66.............................................................. 10
Gambar 3. Struktur diglisidil eter bisphenol A.................................................... 11
Gambar 4. Reaksi pembentukan uretan ............................................................... 12
Gambar 5. Struktur tolonat .................................................................................. 13
Gambar 6. Struktur polipropilen glikol ............................................................... 15
Gambar 7. Mekanisme pemisahan polimer pada GPC ....................................... 18
Gambar 8. Kurva hubungan tegangan mekanis dan regangan ............................ 19
Gambar 9. Skema kerja penelitian ....................................................................... 22
Gambar 10. Mekanisme pembentukan ikatan uretan .......................................... 27
Gambar 11. Sintesis epoksi termodifikasi poliuretan .......................................... 28
Gambar 12. Spektrum FT-IR epoksi termodifikasi poliuretan ............................ 30
Gambar 13. Spektrum 1H-NMR epoksi ............................................................... 32
Gambar 14. Spektrum 1H-NMR ETP 30 ............................................................. 32
Gambar 15. Spektrum FT-IR film hasil curing ................................................... 34
Gambar 16. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap berat molekul .................... 37
Gambar 17. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap EEW ................................. 38
Gambar 18. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap viskositas .......................... 39
Gambar 19. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap pot life............................... 41
Gambar 20. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap waktu kering sentuh ......... 42
Gambar 21. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap kuat tarik ........................... 43

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Serapan-serapan gugus fungsi dalam spektrofotometer FT-IR .............. 16


Tabel 2. Pergeseran kimia proton senyawa organik ............................................. 17
Tabel 3. Bilangan isosianat epoksi hasil modifikasi ............................................ 29

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil sintesis ETP dan film hasil curing......................................... 51


Lampiran 2. Data perhitungan bilangan isosianat ............................................... 52
Lampiran 3. Data perhitungan epoxy equivalent weight .................................... 53
Lampiran 4. Data analisis FT-IR ......................................................................... 55
Lampiran 5. Data analisis 1H-NMR .................................................................... 59
Lampiran 6. Data analisis GPC ........................................................................... 61
Lampiran 7. Data analisis kuat tarik .................................................................... 65

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Besi merupakan salah satu logam yang paling banyak dijumpai dalam kerak

bumi. Besi telah digunakan selama ribuan tahun dan kini terutama dimanfaatkan

sebagai bahan dasar pembuatan baja. Besi merupakan material paling melimpah di

bumi, diperkirakan sekitar 35% dari keseluruhan massa bumi dengan 5%

diantaranya berada dalam lapisan kerak bumi (Taylor, 2007). Penciptaan besi di

dunia ini sangat luar biasa karena Allah menganggap besi memiliki manfaat yang

sangat penting dalam kehidupan manusia sebagaimana telah disampaikan dalam

QS. Al-Hadid ayat 25 yang berbunyi:

ِ َّ‫شدِيدٌ َو َمنَافِ ُع ِللن‬


‫اس‬ ٌ ْ ‫نزلنَا ْال َحدِيدَ فِي ِه بَأ‬
َ ‫س‬ ْ َ ‫َوأ‬

Artinya : Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu).

Allah SWT menganugerahkan besi (al-Hadid) sebagai karunia yang tidak

terhingga nilai dan manfaatnya. Besi dapat diaplikasikan pada berbagai macam

keperluan tak terkecuali pada kendaraan sebagai moda transportasi. Dibalik

kelebihan besi terdapat masalah yang ditemukan dalam aplikasinya pada

kendaraan, yaitu mudahnya terserang korosi pada chasis kendaraan. Korosi yang

menyerang chasis kendaraan akan berakibat fatal pada berkurangnya kekuatan

kendaraan dan memperpendek usia pakai. Kendaraan memiliki resiko karat cukup

besar. Kelembapan udara, cipratan air hujan, benturan atau gesekan dengan benda

lain akan mempercepat proses korosi dan menjalarnya karat (Arbintarso, 2009).

1
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi laju korosi, seperti

penggunaan inhibitor, proteksi katodik, dan material pelapis atau coating (Afriani

et al., 2014; Setyawan et al., 2015; Yue dan Cao, 2015). Penggunaan material

pelapis lebih disukai karena dianggap lebih efektif dan mudah diaplikasikan.

Material pelapis yang saat ini umum digunakan adalah epoksi karena memiliki sifat

menahan kelembaban dan daya tahan yang baik terhadap persenyawaan kimia

(Hidayat, 2013). Pelapisan menggunakan polimer epoksi juga terbukti mampu

menekan laju korosi (Nishimura, 2015). Terdapat kekurangan resin epoksi dalam

aplikasinya yang disebabkan oleh sifat mekaniknya seperti buruknya ketangguhan

retak, rendahnya kekuatan impak, dan kecilnya kekuatan tarik (Czub et al., 2002;

Unnikrishnan dan Tachil, 2006).

Banyak penelitian dilakukan untuk mengurangi kegetasan, meningkatkan

sifat elastis, dan kekuatan mekanik material berbasis epoksi (Ghozali et al., 2014).

Modifikasi kimia merupakan salah satu metode yang tepat untuk mengatasi

kelemahan dan meningkatkan sifat epoksi. Penggunaan poliuretan merupakan

metode yang menjanjikan untuk modifikasi resin epoksi. Poliuretan dipilih karena

memiliki sifat elastis yang baik yang diharapkan dapat meningkatkan kuat tarik dan

fleksibilitas epoksi (Ghozali et al., 2016).

Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan tentang modifikasi epoksi

dan pengujian karakteristiknya. Ghozali et al. (2016) mereaksikan epoksi dengan

poliuretan menggunakan ester gliserol monooleat sebagai poliol menghasilkan

epoksi termodifikasi yang memiliki nilai kuat tarik lebih tinggi dibandingkan

dengan resin epoksi tanpa modifikasi. Penelitian lain oleh Ghozali et al. (2014)

berhasil memodifikasi epoksi menggunakan poliuretan polipropilen glikol dan

2
melakukan pengujian karakterisasi seperti uji kandungan isosianat, uji kuat tarik,

uji adhesi, dan uji laju transmisi uap pada epoksi termodifikasi yang terbentuk.

Penelitian tersebut melakukan variasi rasio mol NCO/OH dan variasi penambahan

poliuretan, dan menghasilkan karakteristik epoksi yang meningkat sejalan dengan

penambahan rasio mol NCO/OH yang ditambahkan.

Waktu reaksi memainkan peranan penting dalam karakteristik epoksi

termodifikasi yang dihasilkan. Triwulandari et al. (2017) dalam penelitiannya

menguji pengaruh waktu reaksi sintesis terhadap karakteristik epoksi termodifikasi

poliuretan berbasis polietilen glikol monooleat, hasil penelitian menunjukkan

peningkatan waktu reaksi sebanding dengan peningkatan viskositas epoksi

termodifikasi yang terbentuk. Peningkatan viskositas diduga terjadi karena semakin

lamanya reaksi polimerisasi yang menghasilkan produk reaksi dengan berat

molekul besar seperti yang ditunjukan oleh peningkatan viskositas produk epoksi

termodifikasi.

Penelitian ini dilakukan untuk mensintesis epoksi termodifikasi poliuretan

yang berbasis polipropilen glikol dan tolonat serta melihat pengaruh waktu reaksi

terhadap karakteristik epoksi termodifikasi poliuretan yang dihasilkan. Hasil

sintesis diidentifikasi dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR), Nuclear

Magnetic Resonance (NMR), dan konversi isosianat serta dikarakterisasi meliputi

berat molekul dengan Gel Permeation Chromatography (GPC), epoxy equivalent

weight, viskositas. waktu kering, pot life, dan kuat tarik untuk melihat karakteristik

resin yang terbentuk.

3
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh waktu reaksi terhadap karakteristik epoksi termodifikasi

yang terbentuk ?

2. Apakah karakteristik epoksi termodifikasi poliuretan lebih baik dari epoksi tanpa

modifikasi ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Semakin lama waktu reaksi dapat meningkatkan karakteristik epoksi

termodifikasi yang terbentuk.

2. Epoksi termodifikasi poliuretan dapat memberikan karakteristik yang lebih baik

daripada epoksi tanpa modifikasi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh waktu reaksi terhadap karakteristik epoksi termodifikasi

dan pelapis yang terbentuk.

2. Mengetahui perubahan karakteristik dari epoksi yang termodifikasi poliuretan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

perkembangan penelitian di bidang pelapisan pada material. Selain itu diharapkan

dapat diperoleh informasi mengenai pembuatan epoksi termodifikasi poliuretan dan

karakterisasinya sebagai bahan baku pelapis.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Korosi

Korosi dapat diartikan sebagai reaksi kimia atau elektrokimia antara

material dengan lingkungannya yang menyebabkan kerusakan material. Istilah

korosi diambil dari bahasa latin corrodere yang berarti menggerogoti (Groysman,

2010). Korosi umumnya dipakai untuk menunjukkan terjadinya kerusakan pada

besi, sedangkan pada material lain selain besi, seperti plastik, kayu, dan beton

digunakan istilah degradasi. Korosi dapat menimbulkan efek merugikan pada

material dan berimplikasi pada kehidupan manusia baik dari segi teknis maupun

ekonomis (Koch et al., 2002).

Gambar 1. Mekanisme reaksi korosi (Groysman, 2010)

Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan berawal

dari logam yang teroksidasi di dalam larutan dan melepaskan elektron untuk

membentuk ion logam yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak sebagai

katoda dengan reaksi yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2, akibat

5
H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi di permukaan logam yang

menyebabkan pengelupasan akibat pelarutan logam ke dalam larutan secara

berulang-ulang, seperti digambarkan pada Gambar 1 (Hakim, 2011).

Menurut Jones (1992), proses korosi hanya akan terjadi jika ada tiga

komponen utama dalam korosi, yaitu:

1). Logam atau bahan

Terdapat 2 komponen penting dalam penentuan terjadinya reaksi korosi

dalam suatu logam atau bahan, yaitu:

a. Anoda

Anoda adalah bagian permukaan yang mengalami reaksi oksidasi atau

terkorosi. Pada anoda, logam terlarut dalam larutan dan melepaskan elektron untuk

membantuk ion logam yang bermuatan positif.

b. Katoda

Katoda adalah elektroda yang mengalami reaksi reduksi dengan

menggunakan elektron yang dilepaskan oleh anoda. Pada lingkungan air alam,

proses yang sering terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2.

2). Elekrolit

Untuk mendukung suatu reaksi reduksi dan oksidasi dan melengkapi

rangkaian elektrik, antara anoda dan katoda harus dilengkapi dengan elektrolit.

Elektrolit menghantarkan arus listrik karena mengandung ion-ion yang mampu

menghantarkan elektroequivalen force sehingga reaksi dapat berlangsung.

3). Rangkaian listrik

Antara anoda dan katoda haruslah terdapat suatu hubungan atau kontak agar

elektron dapat mengalir dari anoda menuju katoda.

6
2.2. Coating

Coating atau pelapisan merupakan salah satu teknik perlakuan permukaan

(surface treatment). Teknologi pelapisan dikembangkan untuk menunjang

performa dari suatu komponen dengan mengaplikasikannya untuk tujuan tertentu

tanpa mengganggu fungsi dari material substrat. Objek dari coating (substrat)

berupa solid, karena coating diaplikasikan untuk memproteksi permukaan (surface)

ketika permukaan tersebut berinteraksi dengan lingkungannya atau untuk tujuan

lainnya seperti estetika. Contoh dari aplikasi coating ini adalah penggunaan cat

(Calbo, 1987).

Sifat yang dihasilkan dari suatu coating biasanya dipengaruhi oleh

komposisi dari coating itu sendiri. Bahan penyusun coating terdiri dari beberapa

bahan dasar yakni (Ardianto, 2017):

1). Pengikat (binder)

Binder merupakan unsur utama pada cat yang berfungsi sebagai pengikat

antar komponen-komponen cat. Binder ketika mengikat akan membentuk matriks.

Matriks akan terbentuk pada saat pelapisan, dan fase polimer pada resin. Matriks

ini akan berkelanjutan sampai semua komponen lain dapat dimasukkan. Kandungan

binder mempunyai pengaruh langsung terhadap kemampuan cat yaitu kekerasan,

ketahanan pelarut, dan ketahanan pada cuaca.

Dalam satu cat terdapat dua atau lebih binder yang dapat dikombinasikan.

Komponen binder dalam system pelapisan harus dikonversikan dari keadaan cair

ke keadaan padat sehingga dapat melekat dan melindungi permukaan. Dalam

berbagai jenis coating terdapat banyak binder yang telah dikenal di dalam industri

maritim seperti vinil, resin alam, epoksi, dan uretan (Ardianto, 2017).

7
2). Pelarut (solvent)

Pelarut berfungsi untuk melarutkan pengikat (binder) dan juga untuk

mengubah kekentalan atau viskositas suatu larutan. Pelarut yang memiliki nilai

tekanan uap yang tinggi sehingga proses penguapanya begitu cepat disebut dengan

fast atau hot solvent. Sedangkan pelarut yang lambat dalam proses penguapan

disebut slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating dan

beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidakcocokan dalam pemilihan pelarut.

Jika pelarut yang tidak cocok dicampurkan maka beberapa efek yang akan muncul

diantaranya adalah coating tidak bisa membentuk lapisan halus dan kontinu,

coating mengalami kekerasan yang begitu cepat, dan tidak bisa bersatunya antara

material dengan cat (Ardianto, 2017).

3). Aditif

Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam

jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat pelapisan. Tingkat

penggunaan aditif tidak melebihi 1 atau 2%, dan tingkat total semua aditif dalam

formulasi tidak melebihi 5% dari total produk. Berbagai tipe bahan yang

ditambahkan pada cat dalam jumlah yang kecil untuk meningkatkan kemampuan

cat sesuai dengan tujuan atau aplikasi cat. Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah

surfaktan, anti-pegendapan (anti-settling agent), pencampur (coalescing agents),

anti pengulitan (anti-skinning agents), katalis, defoamers, penyerap cahaya

ultraviolet (ultraviolet light absorbers), pendispersi, bahan pengawet

(preservatives), pengering (driers) dan plastisizers (Ardianto, 2017).

8
2.3. Polimer

Polimer adalah molekul panjang yang mengandung rantai atom yang

disatukan oleh ikatan kovalen. Polimer dibuat melalui proses yang dikenal sebagai

polimerisasi, dimana molekul monomer bereaksi secara kimiawi membentuk rantai

linear atau jaringan tiga dimensi rantai polimer (Young, 1981).

Berdasarkan sumbernya, polimer dibagi menjadi dua, yakni polimer alami

dan polimer sintetis. Contoh polimer alami diantaranya protein, pati, selulosa, dan

lateks, sedangkan contoh polimer sintetis adalah plastik, cat, paralon dan lain-lain.

Polimer sintesis yang diproduksi secara komersial pada skala yang sangat besar

memiliki berbagai kegunaan, misalnya sebagai pengemas bahan pangan, dan cat

(Stevens, 2007).

Polimer juga dapat diklasifikasikan berdasarkan karateristik reaksi

pembentukannya, menjadi polimerisasi adisi dan kondensasi (Shakhashiri, 1983).

Polimerisasi adisi adalah reaksi pembentukan suatu polimer yang ditandai dengan

terbukanya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Polimerisasi adisi biasanya tidak

menghasilkan hasil samping dalam prosesnya. Adapun menurut Stevens (2007)

tahapan dari polimerisasi adisi adalah sebagai berikut:

1) Inisiasi

Pada tahap ini, monomer dari polimer yang akan terbentuk diubah menjadi

bentuk radikalnya. Reaksi ini disebabkan oleh suatu pemicu radikal seperti

dibenzoil peroksida.

9
2) Propagasi

Pada tahap ini, radikal bebas yang berasal dari monomer akan membentuk

suatu rantai radikal. Rantai radikal ini akan terus memanjang seiring dengan

banyaknya monomer yang terdapat dalam campuran. Semakin banyak monomer

yang terdapat pada campuran maka rantai radikal akan semakin panjang.

3) Terminasi

Pada tahap ini, radikal bebas sudah tidak terbentuk lagi, dan dari rantai

radikal terbentuklah suatu polimer. Rantai radikal yang terbentuk akan bereaksi

dengan rantai radikal lainnya ataupun dengan inisiator radikal sehingga terbentuk

suatu polimer dengan bobot molekul tinggi.

Polimerisasi kondensasi terjadi melalui reaksi antara gugus fungsi pada

monomer yang sama atau monomer yang berbeda, dalam hal ini gugus fungsi yaitu

-OH, -COOH, -NH2, -N=C=O. Reaksi polimerisasi kondensasi sering kali diikuti

eliminasi molekul kecil, seperti yang terjadi pada pembentukan nilon 66 (Gambar

2), akan tetapi reaksi tanpa eliminasi molekul juga dapat terjadi seperti pada reaksi

pembentukan poliuretan (Rochmadi dan Permono, 2015).

Gambar 2. Reaksi polimerisasi nilon 66 (Rochmadi dan Permono, 2015)

10
2.4. Epoksi

Resin epoksi adalah jenis polimer dimana campuran dua komponen

akhirnya berbentuk seperti kaca pada temperatur ruang yang mempunyai sifat

isolasi listrik yang layak dan juga mempunyai kekedapan air yang tinggi. Epoksi

termasuk ke dalam keluarga resin termoset bersama dengan poliester, silikon,

uretan, akrilik, dan fenolik (Sukanya et al., 2016). Resin epoksi mempunyai

kegunaan yang luas dalam industri teknik kimia, listrik, mekanik, dan sipil, sebagai

perekat, cat pelapis, percetakan cor dan benda-benda cetakan. Sedikitnya terdapat

keuntungan resin epoksi yaitu bahan ini memiliki dielektrik yang baik dan mudah

dibentuk sesuai dengan desain yang diinginkan pada temperatur ruang (Syakur et

al., 2011).

Diglisidil eter bisfenol A (DGEBA) merupakan salah satu jenis epoksi yang

paling sederhana dan sering digunakan. DGEBA berwujud cair, memiliki warna

putih bening, dan viskositas berkisar 5-14 Pa.s pada 25◦C (Sukanya et al., 2016).

DGEBA disintesis dari bisphenol A dan epiklorohidrin dengan berbagai reaktan

tambahan seperti cross linkers, dan chain-stoppers (Lipke et al., 2015).

Karaktereristik sifat epoksi yang kuat dan rigid berasal dari bisphenol A, sementara

sifat kereaktifan yang tinggi dengan modifikasi membentuk reaksi cross linking

karena adanya gugus hidroksil pada struktur DGEBA seperti ditampilkan pada

Gambar 3.

Gambar 3. Struktur diglisidil eter bisphenol A (Mark, 2004)

11
2.5. Poliuretan

Poliuretan merupakan bahan polimer yang mempunyai ciri khas adanya

gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan

dihasilkan dari reaksi antara isosianat dengan senyawa yang mengandung gugus

hidroksil (Ashida, 2006). Poliuretan dibentuk melalui reaksi kimia antara isosianat

dan poliol membentuk kelompok uretan berulang, umumnya dengan adanya katalis

dan zat aditif lainnya. Reaksi yang terjadi digambarkan pada Gambar 4 (Zafar dan

Sharmin, 2012).

Gambar 4. Reaksi pembentukan uretan

Jenis isosianat, poliol ataupun pemanjang rantai yang digunakan dalam

sintesis poliuretan akan mempengaruhi kecepatan reaksi dan sifat dari produk akhir

yang dihasilkan. Terdapat dua sistem yang dapat digunakan untuk membentuk

poliuretan, sistem one-step (one-shot process) adalah semua bahan untuk

menghasilkan polimer dicampur bersama-sama, sedangkan sistem two-step

(prepolymer process) pemanjang rantai ditambahkan ke dalam campuran pada

tahap kedua (Klempner dan Frisch, 2001).

Poliuretan berkembang menjadi suatu material khas yang mempunyai

terapan yang amat luas, tidak hanya digunakan sebagai fiber (serat), tetapi dapat

juga digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/plastik) dan

lain-lain (Nicholson, 2006). Poliuretan juga merupakan salah satu jenis cat yang

memiliki banyak kelebihan dibandingkan jenis cat lainnya, diantaranya daya tahan

terhadap cuaca, tingkat kekerasan yang cukup baik, elastis, dan daya rekat yang

baik pada berbagai jenis bahan (logam, plastik, kayu) (Cowd dan Stark, 1991).

12
1) Isosianat

Isosianat adalah komponen penting yang diperlukan untuk sintesis

poliuretan. Molekul yang mengandung dua gugus isosianat disebut diisoisanat.

Molekul tersebut juga dikaitkan dengan monomer sebab digunakan untuk

menghasilkan isosianat polimerik yang mengandung tiga atau lebih gugus

fungsional isosianat. Isosianat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu isosianat

aromatik seperti difenilmetana diisosianat (MDI), toluena diisosianat (TDI), xilen

diisosianat (XDI), meta-tetrametilxilen diisosianat (TMXDI) dan isosianat alifatik

seperti heksametilena diisosianat (HDI), dan isoforon diisosianat (IPDI)

(Nicolshon, 2006). Tolonat merupakan salah satu jenis isosianat alifatik yang

banyak dipakai dengan struktur seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur tolonat (Ghozali et al., 2014)

Isosianat mengandung sekuens ikatan rangkap yang terakumulasi sebagai

R – N = C = O, dimana reaktivitas isosianat diatur oleh karakter positif atom karbon,

yang rentan terhadap serangan oleh nukleofil dan oksigen atau nitrogen (Zafar dan

Sharmin, 2012). Isosianat bisa lebih jauh dimodifikasi dengan cara mereaksikan

sebuah poliol untuk membentuk ikatan uretan. Karakteristik penting pada isosianat

adalah % kandungan NCO dan viskositas (Ulrich, 1997).

13
2) Poliol

Komponen penting kedua poliuretan adalah poliol. Poliol dapat bereaksi

dengan isosianat untuk membentuk poliuretan. Poliol yang memiliki dua gugus

hidroksi disebut diol dan yang memiliki tiga gugus hidroksi disebut triol dan

seterusnya. Poliol yang digunakan untuk produksi poliuretan adalah oligomer, yang

merupakan polimer berat molekul rendah yang memiliki setidaknya dua gugus

hidroksil yang dapat bereaksi dengan gugus isosianat. Poliol dapat dikelompokkan

menjadi 2 (dua) kategori yaitu:

a. Polieter poliol

Polieter poliol diproduksi melalui reaksi adisi alkilena oksida (misalnya:

propilena oksida, etilen oksida) dengan alkohol atau amina, dengan adanya inisiator

dan katalis (Zafar dan Sharmin, 2012). Polieter poliol adalah senyawa utama yang

digunakan dalam busa kaku dan busa fleksibel. Polieter poliol untuk busa poliuretan

kaku diproduksi menggunakan inisiator fungsionalitas tinggi seperti gliserol,

sorbitol dan sukrosa (Eaves, 2004).

b. Poliester poliol

Poliester poliol untuk busa poliuretan dapat diproduksi oleh reaksi asam

difungsional (misalnya: asam adipat dan asam ftalat) dengan glikol (misalnya:

etilena glikol dan propilen glikol) ataupun dibuat dengan pembukaan cincin

polimerisasi lakton. Contoh dari jenis poliol ini adalah poli(1,6-heksanadiol)

karbonat. Bahan-bahan ini digunakan dalam pembuatan poliuretan yang fleksibel.

Namun, untuk busa poliuretan kaku, poliol poliester aromatik adalah tipe poliol

yang paling sering digunakan karena dapat meningkatkan ketahanan busa terhadap

api dan asap yang dihasilkan sedikit (Eaves, 2004).

14
Saat ini pembuatan poliol yang digunakan untuk membuat poliuretan telah

dikembangkan agar mempunyai tingkat reaktivitas yang lebih tinggi dengan

isosianat untuk memproduksi poliuretan dengan sifat khusus. Selain itu,

penggunaan poliol dalam pembuatan poliuretan seperti polipropilen glikol

(Gambar 6) mulai digalakkan. Penggunaan poliol dikembangkan karena apabila

monomer yang digunakan untuk polimerisasi mempunyai atau lebih dari dua gugus

fungsi akan membentuk ikatan silang (crosslinking) dalam jaringan polimernya

sehingga akan dihasilkan poliuretan dengan sifat khusus.

Gambar 6. Struktur polipropilen glikol (Eaves, 2004)

3) Katalis

Pembuatan poliuretan biasanya dipercepat oleh adanya katalis berupa

senyawa basa (amina), garam logam atau senyawa organo logam. Senyawa amina

fungsinya untuk mempercepat reaksi isosianat-air dan reaksi isosianat-poliol

(Eaves, 2004). Katalis diperlukan terutama pada pembuatan busa pada temperatur

kamar, khususnya bila digunakan senyawa dengan gugus hidroksi sekunder (seperti

polipropilen glikol). Contoh katalis yang sering digunakan antara lain stannous 2-

ethylhexanoate, di-butyl tin di-laurate, pentamethyldiethylene triamine, kalium

oktoat, dan lainnya (Ashida, 2006).

15
2.6. Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Metode pengukuran dengan spektroskopi inframerah berkembang dan

dikenal dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR). Pengukuran pada spektrum

inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu

pada panjang gelombang 2,5 - 50 µm atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1.

Perbedaan antara spektrofotometer FT-IR dengan spektrofotometer IR dispersi

adalah pada pengembangan sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah

melewati sampel (Hermanto, 2009).

Spektroskopi FT-IR sangat berguna untuk analisis kualitatif (identifikasi)

dari senyawa organik karena masing-masing kelompok fungsional menyerap sinar

inframerah pada frekuensi yang unik (Tabel 1). Pengujian dengan spektroskopi FT-

IR tidak memerlukan persiapan sampel yang rumit dan bias digunakan dalam

berbagai fasa baik padat, cair maupun gas. FT-IR juga bisa melakukan kalibrasi

sendiri atau self calibrating (Sulistyani, 2017).

Tabel 1. Serapan-serapan gugus fungsi dalam Spektrofotometer FT-IR


Gugus
Jenis senyawa Daerah serapan (cm-1)
fungsi
C-H Alkana 2850-2960,1350-1470
C-H Alkena 3020-3080, 675-870
C-H Aromatik 3000-3100, 675-870
C-H Alkuna 3300
C-C Alkena 1640-1680
C-O Alkohol, eter, asam 1080-1300
karboksilat, ester
C=O Aldehid, keton, asam 1690-1760
karboksilat, ester
O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640
O-H Asam karboksilat 3000-3600 (lebar)
N-H Amina 3310-3500
C-N Amina 1180-1360
Sumber: Sastrohamidjojo (1992)

16
2.7. Nuclear Magnetic Resonance (NMR)

NMR pada dasarnya adalah suatu bentuk spektroskopi serapan, sama halnya

dengan spektrofotometer IR atau UV-Vis. Pada keadaan yang tepat, suatu sampel

yang diukur dengan NMR menyerap gelombang elektromagnet di daerah frekuensi

radio sesuai ciri sampelnya, serapannya merupakan fungsi inti-inti tertentu dalam

molekul (Silverstein et al., 1986).

Spektroskopi NMR telah menjadi alat yang paling efektif untuk menentukan

struktur semua jenis senyawa. 1H-NMR atau disebut proton NMR adalah penerapan

spektroskopi resonansi magnetik inti yang memungkinkan identifikasi atom

hidrogen. Perbedaan frekuensi resonansi setiap proton dalam cuplikan diukur relatif

terhadap frekuensi resonansi dari proton-proton senyawa standar. Senyawa standar

yang umum digunakan yaitu tetrametilsilan (TMS) (Dachriyanus, 2004).

Skala horisontal ditunjukkan sebagai (ppm), dinamakan pergeseran kimia/

chemical shift dan dihitung dalam bagian per juta/ parts per million – ppm. Setiap

proton atau kelompok proton yang berbeda lingkungan kimianya akan memberikan

resonansi berbeda dalam spektrum dalam spektrum NMR. Pergeseran kimia untuk

beberapa proton senyawa organik ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pergeseran kimia proton senyawa organik


Jenis senyawa Jenis proton δH (ppm)
Alkana C-CH3 0,5 – 2
Alkuna C=C-H 2,5 - 3,5
Eter H3C-O- 3,5 - 3,8
Alkena H2C=C 4,5 - 7,5
Alkohol R-OH 5 - 5,5
Aromatik Ar-H 6–9
Aldehid H-C=O 9,8 - 10,5
Karboksilat HO-C=O 11,5 - 12,5
Sumber: Sudjadi (1983)

17
2.8. Gel Permeation Chromatography (GPC)

GPC bisa disebut juga sebagai size exclusion chromatography (SEC) atau

gel filtration chromatography (GFC), merupakan metode kromatografi yang

menggunakan partikel berpori untuk memisahkan molekul dengan ukuran yang

berbeda. Teknik ini didasarkan atas inklusi dan eksklusi suatu zat terlarut melalui

suatu fase diam yang terbuat dari gel polimer yang berikat silang dan berpori

heterogen (Striegel et al., 2009).

Penggunaan GPC memiliki dua kegunaan utama, untuk karakterisasi

polimer dan pemisahan campuran menjadi fraksi terpisah, seperti polimer,

oligomer, monomer, dan aditif non-polimer. Pemisahan ini dilakukan berdasarkan

pada ukuran, dimana semakin kecil ukuran molekul, maka akan semakin banyak

volume fase diam yang dapat dimasuki, dan semakin lama pula molekul berada

dalam fase tersebut. Akibatnya, molekul berukuran besar terelusi terlebih dahulu

dibandingkan dengan molekul kecil (Gambar 7). Teknik ini memberikan informasi

mengenai ukuran molekul polimer dalam solusi yang dikonversi menjadi bobot

molekul melalui penggunaan kalibrasi (Agilent, 2015).

Gambar 7. Mekanisme pemisahan polimer pada GPC (Yahia, 2015)

18
2.9. Universal Testing Machine (UTM)

UTM merupakan mesin atau alat pengujian yang berfungsi untuk menguji

sifat mekanik yaitu kekuatan tarik dan kekuatan tekan suatu bahan atau material.

Istilah "universal" dalam penyebutannya mencerminkan kemampuan untuk

melakukan pengujian dengan berbagai jenis material (logam, baja, plastik, dll) dan

standar yang dapat digunakan. Pengujian UTM termasuk kedalam golongan

destructive test, yaitu pengujian dengan cara merusak sampel uji. Prinsip

pengujiannya adalah dengan menerapkan beban longitudinal atau aksial pada

spesimen tarik dengan dimensi yang telah diketahui (panjang dan luas penampang

spesimen) hingga spesimen putus/patah (Huerta et al., 2010).

Spesimen uji dibentuk dengan alat khusus membentuk seperti dayung

(dumbbell) dengan ukuran yang ditentukan berdasarkan standar. Spesimen uji

ditarik dengan gaya yang meningkat secara kontinu. Akan terjadi perpanjangan

spesimen uji pada setiap penambahan gaya yang diberikan. Data perubahan gaya

dan pertambahan panjang dapat dikonversi menjadi kurva hubungan tegangan

mekanis (stress) dan regangan (strain) (Gambar 8). Kurva hubungan stress vs strain

dapat menunjukkan data nilai kuat tarik dari spesimen yang diuji.

Gambar 8. Kurva hubungan tegangan mekanis dan regangan (Davis, 2004)

19
2.10. Pot Life

Pot Life adalah istilah yang digunakan untuk pelapis dua komponen (multi-

pack) yang mengeras melalui reaksi kimia, seperti epoksi dan sebagian besar

poliuretan. Pot life atau working life dalam dua komponen campuran didefinisikan

sebagai waktu kerja campuran sebelum mencapai tingkat kekentalan yang tinggi

sehingga tidak dapat diaplikasikan dengan baik untuk menghasilkan produk yang

dapat diterima. Dalam pengertian yang berbeda, pot life dapat diartikan menjadi

waktu yang diperlukan campuran pada suhu kamar, agar viskositasnya meningkat

mencapai dua kali lipat dari viskositas awal. Setelah pencampuran dua komponen

antara resin dengan curing agent, reaksi ikat silang kimia antar komponen dimulai

dan membuat campuran lama kelamaan menebal sehingga meningkatkan

viskositas, setelah beberapa waktu campuran akan menjadi terlalu tebal untuk

menyebar dan menepel pada substrat (Cognard, 2005; Gooch, 2011;

Parameswaranpillai et al., 2017).

Sistem resin termoset seperti epoksi akan mengalami beberapa perubahan

fase selama waktu curing, yang mulanya berbentuk liquid akan menjadi padat

dengan struktur polimer yang saling terkait silang. Waktu ketika formasi polimer

berada pada tahap awal dari proses ikat silang disebut gel time. Gel time diartikan

sebagai waktu yang dibutuhkan oleh campuran untuk menjadi gel. Pot life biasanya

terjadi sebelum waktu gel time, tetapi pada kenyataan waktu pot life sangat

bergantung pada sifat aplikasi campuran. Pot life dari campuran dipengaruhi oleh

berbagai faktor, diantaranya reaktivitas kimia dari penyusun campuran, suhu, dan

kuantitas campuran (Cognard, 2005).

20
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada Februari 2019-November 2019 di Laboratorium

Polimer, LIPI Kimia Serpong, Tanggerang Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, hot plate,

termometer, papan polietilen, peralatan gelas, viskometer Brookfield DV-E,

Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Shimadzu IR Prestige-21), Nuclear Magnetic

Resonance (NMR) (JEOL JNM ECA 500 MHz), Gel Permeation Chromatography

(GPC) (Shimadzu), dan Universal Testing Machine (UTM) (Yasuda 216).

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: resin epoksi (Avian

epoksi), tolonat (HDB), polipropilen glikol P400 (Sigma Aldrich), Versamid 140

(PT. Sigma utama), dibutiltin dilaurat (Sigma Aldrich), dibutil amina (Merck),

toluene (Merck), 2-propanol (Merck), metanol (Merck), asam klorida (Merck),

natrium hidroksida (Merck), piridin (Merck), kloroform (Merck), indikator

bromophenol blue (BPB), dan indikator phenolphtalein (PP).

21
3.3. Diagram Alir

RESIN EPOKSI

+ PPG
+ Tolonat
+ DBTL

dicampur, diaduk,
dan dipanaskan
suhu 50°C selama
30,60,90 menit
kecepatan 200 rpm
dikarakterisasi:
dikarakterisasi:
• FT-IR
• FT-IR
• NMR
• NMR Epoksi
Epoksi Tanpa • GPC
• GPC Termodifikasi
Modifikasi • bilangan isosianat
• epoxy equivalent Poliuretan (ETP)
• epoxy equivalent
weight
weight
• viskositas
• viskositas
+ Versamid 140 + Versamid 140

diuji pot diuji pot


dibentuk film dibentuk film
life life

Film epoksi
Film epoksi
termodifikasi
tanpa modifikasi
poliuretan

dikarakterisasi diuji kering sentuh dikarakterisasi diuji kering sentuh


FT-IR diuji kuat tarik FT-IR diuji kuat tarik

Gambar 9. Skema kerja penelitian

22
3.4. Prosedur penelitian

3.4.1. Sintesis Epoksi Termodifikasi Poliuretan

Prosedur ini mengacu pada penelitian Ghozali et al. (2014) dengan beberapa

modifikasi. Pembuatan epoksi termodifikasi poliuretan (ETP) dilakukan dengan

cara mereaksikan resin epoksi seberat 407,7 g (1,2 mol), polipropilen glikol (PPG)

seberat 36,9 g (0,1 mol), dan tolonat seberat 44,8 g (0,1 mol) dalam reaktor yang

dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk secara simultan dengan bantuan katalis

dibutiltin dilaurat (DBTL) seberat 0,48 g. Penambahan poliuretan sebesar 20%

(berat/berat) terhadap berat resin epoksi yang digunakan, dengan perbandingan

poliol-isosianat sebesar 1:1. Reaksi berlangsung pada suhu 50°C menggunakan

variasi waktu 30, 60, dan 90 menit dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Produk

yang dihasilkan diidentifikasi dan dikarakterisasi dengan prosedur yang dijelaskan

pada sub bab 3.4.3. Pengujian juga dilakukan terhadap resin epoksi tanpa

modifikasi sebagai pembanding.

3.4.2. Pembentukan Lapisan Film

Prosedur ini mengacu pada penelitian Ghozali et al. (2014) dengan beberapa

modifikasi. Lapisan film epoksi dan epoksi termodifikasi dibuat dengan

menambahkan versamid 140 menggunakan perbandingan EEW/AHEW sebesar 1:1

dengan active hydrogen equivalent weight pada hardener (AHEW) versamid 140

sebesar 97 g/eq. Pembentukan lapisan film dilakukan di atas permukaan papan

polietilen dengan ketebalan film 0,3 mm menggunakan bar aplikator. Lapisan film

yang terbentuk kemudian dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam. Perhitungan

berat hardener dengan perbandingan EEW/AHEW menggunakan Persamaan (1).

berat resin epoksi × AHEW × 1 (1)


berat hardener yang dipakai =
EEW

23
3.4.3. Identifikasi dan Uji Karakteristik

3.4.3.1. Analisis gugus fungsi dengan FT-IR

Pengujian FT-IR dilakukan pada epoksi dan epoksi termodifikasi. Sampel

uji, baik epoksi maupun epoksi termodifikasi dicampurkan dengan serbuk KBr

menggunakan perbandingan 1:100. Campuran diambil dan digerus jadi satu lalu

dimasukkan ke dalam holder sampel dan dianalisis pada bilangan gelombang

4000-450 cm-1 dengan resolusi scanning 1 cm-1 (Ibrahim, 2018).

3.4.3.2. Analisis struktur kimia dengan 1H-NMR

Struktur kimia epoksi dan epoksi termodifikasi diidentifikasi menggunakan

instrumentasi NMR. Sampel yang akan diuji terlebih dahulu dilarutkan dalam

kloroform (CDCI3). Larutan sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung

injection kemudian diletakkan dalam instrumen NMR untuk kemudian dianalisis


1
H-NMR 500 MHz (Ibrahim, 2018).

3.4.3.3. Uji Bilangan Isosianat dan Konversi Isosianat

Sebanyak 0,05 g epoksi termodifikasi poliuretan ditambahkan 12,5 mL

dibutilamina 0,1 N dan 12,5 mL toluena dan diaduk dengan menggunakan

pengaduk megnetik selama 15 menit. Kemudian sampel ditambahkan 50 mL

2-propanol dan beberapa tetes indikator bromophenol blue dan dititrasi dengan HCl

0,1 N hingga berwarna kuning. Pengujian dilakukan duplo dengan pengukuran

bilangan isosianat menggunakan Persamaan (2) dan konversi isosianat

menggunakan Persamaan (3) (ASTM D-5155).

(V HCl blanko - V HCl sampel) × N HCl × 0,042 (2)


% isosianat = × 100%
massa sampel
(% isosianat tolonat - % isosianat sampel) (3)
konversi isosianat =
% isosianat tolonat

24
3.4.3.4. Uji Berat Molekul

Berat molekul dari resin epoksi dan epoksi termodifikasi dianalisis

menggunakan Gel Permeation Chromatography (GPC). Berat molekul sampel

diukur menggunakan detektor indeks refraktif dan kolom ultrahydrogel. Sampel uji

diinjeksi ke dalam kolom GPC dengan fasa gerak tetrahidrofuran (THF) dengan

laju alir 1 mL per menit. Standarisasi dilakukan dengan polisitren untuk pengujian

larutan standar (Ferdosian, 2015).

3.4.3.5. Uji Viskositas

Uji viskositas resin epoksi dan epoksi termodifiakasi dilakukan dengan

menggunakan viskometer Brookfield. Spindel nomor 5 dipasang pada viskometer

dan diatur pada kecepatan 100 rpm. Viskositas larutan sampel dilihat pada alat,

dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali pada tiap sampel (SNI 06-6446.2-2000).

3.4.3.6. Uji epoxy equivalent weight

Sebanyak 0,05 g sampel epoksi atau epoksi termodifikasi dilarutkan pada

larutan HCl 0,2 N (17 mL HCl dalam 1 L piridin) dengan pemanasan suhu 40 oC,

dilanjutkan refluks pada suhu sekitar 115 oC. Setelah 20 menit refluks dihentikan,

labu dan isinya didinginkan, kemudian ditambahkan dengan 6 mL akuades.

Kemudian ditambahkan 2 tetes indikator phenolphtalein dan dititrasi dengan

NaOH-etanol 0,1 N sampai berwarna merah muda. Pengukuran nilai epoxy

equivalent weight (EEW) dilakukan dengan menggunakan Persamaan (4) dan (5)

(Brostow et al., 2009).

(V HCl blanko-V HCl sampel) × N NaOH (4)


epoxy value =
massa sampel × 10
100 (5)
EEW =
epoxy value

25
3.4.3.7. Uji Pot Life

Uji Pot life dilakukan dengan mengukur viskositas epoksi atau epoksi

termodifikasi selama proses curing. Pengukuran viskositas diukur dengan

viskometer Brookfield (6 rpm; spindel no.6) pada interval waktu 5 menit selama

proses curing pada suhu kamar. Waktu pot life tercapai saat viskositas campuran

meningkat dua kali lipat dari viskositas awal, dengan viskositas awal dimulai sesaat

setelah epoksi dan hardener direaksikan (Perello et al., 2015).

3.4.3.8. Uji Kuat Tarik

Uji kuat tarik lapisan film epoksi dan epoksi termodifikasi dilakukan

menggunakan alat UTM. Sampel diuji pada suhu kamar (kelembapan relatif 40-

60%) dengan kecepatan tarik 5 mm/min dan kapasitas beban maksimal 100 N.

Kekuatan tarik diukur sebagai kekuatan maksimum pada saat sampel putus dibagi

dengan luas penampang sampel (ASTM D-638-14).

3.4.3.9. Uji Kering Sentuh

Uji kering sentuh epoksi dan epoksi termodifikasi dilakukan dengan

menyentuh permukaan lapisan film dengan ringan pada interval waktu 30 menit

selama proses pengeringan. Lapisan tersebut disebut kering bila tidak

meninggalkan bekas sentuhan jari pada daerah pengamatan yang sama (SNI

3564:2009).

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP)

Modifikasi kimia resin epoksi dilakukan dengan mereaksikan epoksi,

tolonat dan poliol polipropilen glikol untuk membentuk epoksi termodifikasi

poliuretan. Tolonat memiliki tiga gugus isosianat -N=C=O dalam strukturnya yang

dapat bereaksi dengan gugus hidroksil -OH resin epoksi maupun poliol membentuk

ikatan uretan. Mekanisme pembentukannya terjadi melalui penyerangan atom

karbon isosianat oleh oksigen kaya elektron dari hidroksil epoksi maupun poliol,

yang dilanjutkan dengan transfer elektron membentuk ikatan uretan (Gambar 10).

Kehadiran substituen penarik elektron, yaitu oksigen dan nitrogen meningkatkan

muatan parsial positif pada karbon isosianat sehingga transfer elektron dari

nukleofil menjadi lebih mudah (Syzcher, 2012).

Gambar 10. Mekanisme pembentukan ikatan uretan (Prihastuti, 2008)

Proses modifikasi dilakukan dalam wadah atau reaktor berpengaduk dengan

metode one-shot process, dimana resin epoksi, tolonat, dan poliol direaksikan

secara simultan. Hal ini bertujuan agar poliuretan yang terbentuk tidak terlebih

dahulu mengeras sebelum direaksikan dengan resin epoksi (Ghozali et al., 2014).

Variasi waktu reaksi dilakukan pada 30; 60; dan 90 menit dengan hasil akhir produk

epoksi termodifikasi berwujud kental dengan warna bening keruh pada semua

variasi waktu reaksi (Lampiran 1). Secara keseluruhan reaksi pembentukan epoksi

termodifikasi poliuretan ditunjukan oleh Gambar 11.

27
Gambar 11. Sintesis epoksi termodifikasi poliuretan

4.2 Identifikasi Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP)

4.2.1 Bilangan Isosianat dan Konversi Isosianat

Keberhasilan modifikasi epoksi secara kuantitatif dibuktikan melalui

pengujian bilangan isosianat. Bilangan isosianat pada produk epoksi termodifikasi

menunjukkan banyaknya gugus isosianat yang tersisa atau tidak bereaksi dengan

hidroksil epoksi maupun polipropilen glikol. Tolonat dalam proses modifikasi

28
bereaksi dengan epoksi dan poliol, sehingga bilangan isosianat pada tolonat

digunakan sebagai pembanding bilangan isosianat sampel epoksi termodifikasi

(Ibrahim, 2018).

Prinsip dari analisis bilangan isosianat adalah titrasi asam-basa, dimana

gugus isosianat yang reaktif direaksikan dengan dibutilamina (basa) berlebih untuk

membentuk urea, selanjutnya kelebihan dibutilamina yang tidak bereaksi dititrasi

dengan asam klorida yang dapat memberikan perubahan warna dengan adanya

indikator (Savitri et al., 2015). Hasil titrasi yang didapat digunakan sebagai data

untuk menentukan bilangan isosianat menggunakan Persamaan 1. Hasil

perhitungan bilangan isosianat dan nilai konversi isosianat epoksi termodifikasi

yang didapat (Lampiran 2) diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bilangan Isosianat epoksi hasil modifikasi


Bilangan isosinat Konversi Isosianat
Sampel
(%) (%)
Tolonat 18,075 -
ETP 30 1,545 91,45
ETP 60 0,97 94,63
ETP 90 0,39 97,84

Data hasil uji pada Tabel 3 menunjukkan telah terjadinya reaksi modifikasi

epoksi yang ditunjukkan dengan nilai bilangan isosianat yang lebih rendah

dibandingkan pada tolonat dan menurun seiring meningkatnya waktu reaksi.

Penurunan bilangan isosianat ini diindikasikan sebagai akibat berkurangnya gugus

isosianat bebas setelah bereaksi dengan gugus hidroksil pada epoksi maupun poliol.

Penggunaan katalis dibutiltin dilaurat serta proses pemanasan selama proses

modifikasi, ikut mengarahkan gugus isosianat untuk bereaksi dengan hidroksil

(epoksi dan poliol) membentuk ikatan uretan (Pokropski dan Balas, 2003; Wicks et

al., 2007).

29
Sementara itu, berbeda dengan bilangan isosianat nilai konversi isosianat

didapati meningkat, dimana konversi dari ketiga produk mencapai angka 90%

dengan nilai tertinggi pada produk ETP 90 sebesar 97,84%. Hasil ini

menggambarkan banyak gugus isosianat yang telah dikonversi, dimana

peningkatan nilai konversi mengindikasikan telah terjadinya perpanjangan rantai

melalui pembentukan ikatan uretan atau pembentukan reaksi samping yang

bereaksi dengan isosianat seiring meningkatnya waktu reaksi (Gogoi et al., 2014).

4.2.2 Gugus Fungsi Epoksi Termodifikasi Poliuretan

Analisis FT-IR dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang

terjadi pada resin epoksi sebelum dan setelah dimodifikasi. Spektrum epoksi dan

epoksi termodifikasi dianalisis pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1

dengan resolusi scanning 1 cm-1. Spektrum hasil FT-IR epoksi dan epoksi hasil

modifikasi diperlihatkan pada Gambar 12.

C-O oksiran
a

-OH

b
Transmittan (%)

-NH
-COO uretan c

4000 3000 2000 1000 500


-1
Bilangan gelombang (cm )

Gambar 12. Spektrum FT-IR (a) Epoksi, (b) ETP 30, (c) ETP 60, (d) ETP 90

30
Terbentuknya produk epoksi termodifikasi dapat diketahui dari munculnya

puncak serapan baru dan pergeseran serapan pada spektrum FT-IR. Hasil spektrum

FT-IR (Gambar 12) memperlihatkan serapan 1705,07 cm-1 pada ETP 30 muncul

sebagai puncak serapan baru dari gugus karboksil COO yang menandakan

terbentuknya ikatan uretan pada epoksi hasil modifikasi. Pembentukan ikatan

uretan diketahui juga terjadi pada ETP 60 dan ETP 90 yang diamati dengan adanya

puncak serapan pada bilangan gelombang sekitar 1700 cm-1. Ghozali et al. (2014)

dalam penelitiannya melaporkan bahwa kemunculan serapan pada bilangan

gelombang 1720-1680 cm-1 menunjukkan gugus karboksil COO yang berasal dari

ikatan uretan –NH-C=O-O-, hasil dari reaksi antara gugus isosianat dengan gugus

hidroksil. Hasil ini diperkuat dengan hilangnya serapan gugus isosianat bebas pada

spektrum FT-IR ETP disemua variasi, dimana gugus isosianat bebas muncul

dengan serapan tajam pada bilangan gelombang antara 2275-2240 cm-1

(Kricheldorf et al., 2005). Hasil ini membuktikan keberhasilan reaksi antara gugus

hidroksil pada epoksi maupun polipropilen glikol dengan gugus isosianat untuk

membentuk ikatan uretan.

Spektrum FT-IR epoksi memperlihatkan serapan gugus OH pada bilangan

gelombang 3502,73 cm-1. Sementara, serapan gugus OH juga ditemukan pada

produk ETP, namun bergeser pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 pada

semua variasi waktu reaksi. Hal ini menunjukkan masih tersedianya gugus hidroksil

pada produk epoksi termodifikasi, baik dari hidroksil epoksi maupun poliol yang

belum bereaksi. Pergeseran serapan ini diamati sebagai akibat overlaping antara

gugus OH dengan gugus -NH dari ikatan uretan yang telah terbentuk (João et al.,

2018).

31
4.2.3 Struktur Kimia Epoksi Termodifikasi Poliuretan

Data spektrum FT-IR diperkuat dengan adanya hasil analisis 1H-NMR yang

dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur kimia melalui pergeseran kimia

proton dari epoksi (Gambar 13) dan epoksi termodifikasi (Gambar 14).

Gambar 13. Spektrum 1H-NMR Epoksi

Gambar 14. Spektrum 1H-NMR ETP 30

32
Hasil spektrum 1H-NMR ETP 30 (Gambar 14) diketahui menunjukkan

pergeseran kimia yang serupa dengan geseran kimia pada epoksi tanpa modifikasi

(Gambar 13). Hal ini dapat dijelaskan karena total berat poliuretan yang

ditambahkan adalah 20 % (berat/berat) dari total berat epoksi, sehingga secara

keseluruhan epoksi masih menjadi komponen utama dalam sistem polimer. Adapun

keberhasilan modifikasi epoksi dapat diketahui dengan melihat kehadiran sinyal

lemah baru pada kisaran geseran kimia δH 5,0 ppm seperti yang ditunjukkan pada

hasil spektrum 1H-NMR ETP 30 (Gambar 15). Hasil geseran kimia serupa juga

ditemukan pada hasil spektrum 1H-NMR ETP lainnya yaitu pada ETP 60 dan ETP

90. Kemunculan geseran kimia ini menunjukkan ikatan C-H sp3 yang terikat pada

atom O dari uretan (-O2C-NH-) (Nuraini et al., 2017).

Kemunculan sinyal baru ini oleh Ghozali et al. (2016) dilaporkan sebagai

akibat adanya perubahan pada ikatan -CH- yang sebelumnya terikat dengan gugus

-OH pada epoksi, berubah menjadi terikat dengan -O2C-NH- setelah bereaksi

dengan gugus isosianat pada tolonat. Perubahan ini selanjutnya dijelaskan dapat

menyebabkan pergeseran kimia ke arah medan rendah pada ikatan -CH-, dimana

dalam penelitiannya dilaporkan pergeseran yang semula muncul pada pergeseran

kimia δH 4,25 ppm pada epoksi kemudian bergeser ke geseran kimia δH 5,07 ppm

pada produk epoksi termodifikasi. Sementara pada penelitian ini didapati

pergeseran yang semula pada pergeseran kimia δH 4,1 ppm menjadi bergeser ke

geseran kimia δH 5,0 ppm. Adanya pergeseran kimia ke kiri ke arah medan rendah

ini terjadi karena sifat dari uretan -O2C-NH- sebagai penarik elektron yang lebih

kuat dibandingkan -OH yang menyebabkan efek deshielding pada inti atom

hidrogen yang berikatan.

33
4.3 Pembuatan Lapisan Film Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP)

Pembentukan lapisan film terjadi melalui reaksi curing antara resin epoksi

dengan hardener. Proses curing dilakukan dengan mencampurkan epoksi maupun

epoksi termodifikasi dengan versamid 140 sebagai curing agent dengan

perbandingan EEW/AHEW sebesar 1:1. Versamid 140 yang termasuk golongan

poliamida (curing agent) berfungsi sebagai agen pengeras. Pembutan film ini

dilakukan di permukaan papan polietilen, kemudian didiamkan pada suhu kamar

hingga kering dengan hasil akhir berbentuk lapisan film berwarna kekuningan

(Lampiran 2).

Analisis FT-IR dilakukan terhadap film hasil curing epoksi dan epoksi

termodifikasi, kemudian dibandingkan dengan spektrum epoksi sebelum curing

untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi setelah proses curing.

Spektrum FT-IR resin hasil curing menggunakan hardener ditunjukkan oleh

Gambar 15.

-OH C-O oksiran


C-H oksiran

a
Transmitansi (%)

N-H

4000 3000 2000 1000 500


Panjang gelombang (cm-1)

Gambar 15.Spektrum FT-IR (a) Epoksi, (b) Film epoksi, (c) Film ETP 30,
(d) Film ETP 60, (e) Film ETP 90

34
Reaksi curing terjadi melalui proses pembukaan cincin epoksida pada rantai

utama polimer epoksi. Terjadinya reaksi antara resin epoksi dengan hardener dapat

diketahui dari intensitas cincin epoksida pada epoksi dan gugus hidroksil pada

spekturum FT-IR hasil curing. Data spektrum FT-IR (Gambar 15) menunjukkan

telah terjadinya proses curing pada film epoksi dan epoksi termodifikasi yang

dibuktikan dengan hilangnya puncak serapan khas cincin epoksida di daerah

bilangan gelombang 916,19 cm-1 yang merupakan serapan vibrasi ulur dari cincin

epoksida. Hal ini mengindikasikan bahwa epoksi telah bereaksi dengan hardener

yang mengandung gugus amina melalui pembukaan cincin epoksida. Data

pendukung lainnya yang membuktikan bahwa cincin epoksida telah bereaksi

dengan amina yaitu hilangnya serapan pada bilangan gelombang 3049,46 cm-1.

Hilangnya serapan pada bilangan gelombang tersebut menunjukkan hilangnya

serapan vibrasi tekuk dari cincin epoksida (Triwulandari et al., 2013).

Selain itu ditemukan pergeseran serapan gugus OH yang mulanya berada di

bilangan gelombang 3502,73 cm-1 pada epoksi sebelum curing, bergeser ke daerah

bilangan gelombang 3290,56 cm-1, dimana menurut Nikolic et al. (2010) pergeseran

ini disebabkan adanya serapan gugus N-H sisa amina hardener yang overlap

dengan gugus OH yang terbentuk dari hasil reaksi antara cincin epoksida dengan

gugus amina saat proses curing. Kehadiran serapan ini mengindikasi telah

terjadinya proses curing, dimana reaksi curing antara epoksi dengan curing agent

terjadi melalui reaksi poliadisi pembukaan cincin epoksida menjadi gugus hidroksil

(Triwulandari et al., 2013).

35
4.4 Karakteristik Resin Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP)

Proses variasi dilakukan dalam proses modifikasi epoksi untuk mengetahui

pengaruh waktu reaksi terhadap karakteristik resin epoksi termodifikasi yang

terbentuk. Pengujian meliputi berat molekul, viskositas, epoxy equivalent weight

dan pot life. Film produk epoksi yang terbentuk dilakukan pengujian waktu kering

serta sifat mekaniknya dianalisis menggunakan pengujian kuat tarik.

4.4.1 Berat Molekul

Karakteristik utama material pelapis berbasis polimer adalah berat molekul.

Berat molekul polimer merupakan parameter penting yang dapat mempengaruhi

karakteristik lain seperti viskositas, pot life, ketahanan kimia, serta kemampuan

proses polimer dalam pelapisan (Benedek, 2004). Berat molekul polimer epoksi dan

epoksi hasil modifikasi diukur dengan instrumentasi GPC menggunakan standar

polistiren. Penggunaan standar polistiren dalam aplikasi GPC dapat mengarahkan

hasil pengukuran berat molekul mendekati nilai yang sebenarnya (Verchere et al.,

1990).

Hasil pengukuran menunjukkan epoksi termodifikasi memiliki berat

molekul yang lebih besar dibandingkan epoksi tanpa modifikasi. Hal ini

menunjukkan bahwa proses modifikasi epoksi dengan poliuretan dapat

meningkatkan berat molekul polimer epoksi. Resin epoksi diglisidil eter bisfenol A

memiliki berat molekul 350 g/mol (May, 2017). Sementara itu produk epoksi

termodifikasi, yaitu ETP 90 menunjukan berat molekul tertinggi dibandingkan

variasi waktu lainnya. Hasil ini mengindikasikan terjadinya peningkatan berat

molekul seiring dengan meningkatnya waktu reaksi. Adapun hasil pengukuran

berat molekul epoksi hasil modifikasi ditunjukkan pada Gambar 16.

36
Gambar 16. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap berat molekul ETP

Gambar 16 memperlihatkan peningkatan berat molekul epoksi hasil

modifikasi seiring dengan meningkatnya waktu reaksi modifikasi. Peningkatan

berat molekul dalam proses modifikasi epoksi dengan poliuretan menunjukkan

telah terjadinya reaksi perpanjangan rantai melalui pembentukan ikatan uretan

antara poliisosianat dengan poliol atau epoksi (Gogoi et al., 2014). Selain itu reaksi

pembentukan poliuretan berjalan menggunakan prinsip reaksi polimerisasi step-

growth, dimana proses pertumbuhan rantai terjadi secara bertahap seiring

bertambahnya waktu reaksi. Hal ini membuat peningkatan berat molekul yang

bertahap seiring dengan meningkatnya rantai yang terbentuk.

4.4.2 Epoxy Equivalent Weight

Epoksi merupakan cat dua komponen yang harus melalui proses curing

dengan penambahan hardener agar dapat diaplikasikan sebagai coating. Formulasi

antara resin dengan hardener merupakan faktor penting yang mempengaruhi

kualitas akhir hasil coating. Dalam menentukan formulasi antara hardener dengan

resin, terlebih dahulu ditentukan nilai Epoxy Equivalent Weight (EEW) dari resin

epoksi. EEW didefinisikan sebagai berat resin epoksi yang mengandung satu

equivalen gugus epoksida (Licari dan Swanson, 2011).

37
Resin epoksi diglisidil eter bisfenol A standar memiliki nilai EEW sekitar

180 – 210 g/eq (May, 2017). Hal ini dapat diartikan dalam 210 g berat molekul

resin terdapat satu gugus epoksida didalamnya. Modifikasi resin epoksi dengan

poliuretan dapat merubah nilai EEW produk epoksi hasil modifikasi. Hasil

perhitungan EEW epoksi hasil modifikasi (Lampiran 3) diperlihatkan Gambar 17.

Gambar 17. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap EEW

Gambar 17 memperlihatkan peningkatan nilai EEW seiring dengan

meningkatnya waktu reaksi. Epoksi termodifikasi dengan waktu reaksi modifikasi

90 menit (ETP 90) menunjukkan hasil tertinggi pada semua variasi waktu reaksi.

Peningkatan nilai EEW terjadi akibat meningkatnya berat molekul epoksi, dimana

dengan meningkatnya berat molekul menyebabkan berat polimer per gugus epoksi

bertambah (Wicks et al., 2007).

Penambahan hardener dalam proses curing harus dalam komposisi yang

tepat, apabila kadar hardener terlalu rendah akan menghasilkan lapisan hasil curing

yang mudah retak, kurang mengkilap, kurang keras, dan memiliki daya tahan yang

kurang baik. Sementara itu penggunaan hardener yang berlebihan dapat

menimbulkan terbentuknya blister atau bintik air pada lapisan hasil curing yang

menurunkan kualitas tampilannya (Dwiyati, 2015).

38
4.4.3 Viskositas

Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan

atau fluida. Viskositas produk epoksi pada penelitian ini diukur dengan viskometer

Brookfield dengan data yang dihasilkan dalam satuan centipoises (cP). Berdasarkan

hasil pengukuran viskositas epoksi tanpa modifikasi didapati sebesar 12.420 cP,

diidentifikasi sebagai epoksi DGEBA dengan viskositas 5.000-14.000 cP (May,

2017).

Hasil pengujian menunjukkan proses modifikasi epoksi mengasilkan

produk epoksi yang lebih kental dibandingkan epoksi tanpa modifikasi. Viskositas

tertinggi didapat pada produk ETP 90 dengan viskositas sebesar 31.740 cP. Hasil

ini mengindikasikan terjadinya peningkatan viskositas seiring meningkatnya waktu

reaksi modifikasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap viskositas

Gambar 18 menunjukkan peningkatan viskositas epoksi termodifikasi

seiring dengan meningkatnya waktu reaksi. Peningkatan viskositas dikaitkan

dengan meningkatnya berat molekul polimer. Proses modifikasi menghasilkan

rantai polimer yang saling terikat antara epoksi, poliisosianat, dan poliol sehingga

polimer menjadi lebih besar yang mempengaruhi berat molekul dan viskositas.

39
Selain itu, peningkatan viskositas juga dikaitkan dengan adanya interaksi ikatan

hidrogen antar-molekul antara epoksi dengan uretan. Semakin banyak ikatan uretan

yang terbentuk dalam sistem, semakin banyak pula pembentukan formasi ikatan

hidrogen antar-molekul pada struktur polimer yang menyebabkan viskositas sistem

menjadi lebih tinggi (Kathalewar dan Sabnis, 2014).

Sebagai komponen utama dalam coating, viskositas resin epoksi sangat

menentukan viskositas coating. Coating harus mempunyai viskositas cukup rendah

untuk bisa digunakan dengan beberapa peralatan pengecatan sederhana (kuas, rol,

atau spray) serta memiliki viskositas cukup tinggi sehingga tidak mudah menetes.

Hasil pengujian menunjukkan epoksi hasil modifikasi dengan viskositas tertinggi

mencapai angka 32.000 cP, terjadi peningkatan yang cukup tinggi bila

dibandingkan dengan epoksi tanpa modifikasi yang hanya sekitar 12.000 cP.

Aplikasi coating pada viskositas tinggi kurang disukai, karena menurunkan kualitas

hasil coating. Namun dalam aplikasinya, viskositas resin untuk coating hingga

mencapai 50.000 cP masih dapat dilakukan. Akan tetapi untuk memudahkan

aplikasi dan untuk meningkatkan daya sebar, viskositas campuran harus diturunkan

melalui pemanasan atau pemberian pelarut tertentu (May, 2017).

4.4.4 Pot life

Pot life ditentukan melalui pertumbuhan viskositas saat proses curing

dengan perbandingan EEW/AHEW sebesar 2:1. Selama proses curing terjadi

peningkatan viskositas campuran, sehingga aplikasi coating dilakukan sebelum

viskositas campuran menjadi terlalu tinggi, sehingga sulit untuk diaplikasikan.

Aplikasi yang buruk akibat besarnya viskositas mengakibatkan terbentuknya pori-

pori dan rongga pada lapisan hasil coating yang terbentuk (Baptista et al., 2016).

40
Sebagai akibat meningkatnya berat molekul polimer yang disebabkan

meningkatnya waktu reaksi modifikasi, pot life epoksi termodifikasi mengalami

peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap pot life

Gambar 19 menunjukkan terjadinya peningkatan yang kurang signifikan

pada pot life epoksi termodifikasi. Peningkatan pot life terjadi akibat menurunnya

laju curing, yang disebabkan oleh meningkatnya berat molekul polimer (Wicks et

al., 2007). Meningkatnya berat molekul terjadi akibat meningkatnya ikat silang

rantai polimer, ikat silang rantai yang makin kompleks dapat mengganggu mobilitas

difusi antar komponen aktif dalam rantai polimer untuk bereaksi, hal ini

menyebabkan laju curing menjadi lebih lambat (Astrom, 2002).

Hasil pengujian didapati epoksi termodifikasi memiliki pot life yang relatif

sama yaitu sekitar 1 jam menggunakan hardener versamid. Pot life yang lebih lama

akan memberikan waktu kerja yang lebih panjang pada aplikasi coating.

Penggunaan hardener tipe poliamida memberikan pot life yang lebih lama

dibandingkan hardener alifatik poliamina (Guo, 2018). Secara umum penggunaan

hardener versamid 140 (AHEW=97 g/eq) dapat memberikan pot life hingga 3 jam

(Gabrielchem, 2019).

41
Penggunaan jenis hardener akan mempengaruhi sifat produk hasil curing.

Versamid yang digunakan pada penelitian ini merupakan hardener tipe poliamida

yang terbentuk melalui reaksi kondensasi antara asam dimer dan poliamin.

Penggunaan tipe poliamida menguntungkan karena dapat memberikan fleksibilitas

dan ketahanan kimia yang baik pada lapisan film hasil coating (Licari dan Swanson,

2011).

4.4.5 Kering Sentuh

Waktu pengeringan mencerminkan kekuatan curing resin epoksi, yang

dalam penelitian ini dilakukan pengujian kering permukaan/kering sentuh. Waktu

kering sentuh didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan lapisan film hasil

curing aman untuk disentuh dan tidak menempel ketika disentuh dengan tangan

(Koleske, 2014). Waktu kering resin hasil curing menggunakan perbandingan

EEW/AHEW sebesar 2:1 ditunjukkan oleh Gambar 20.

Gambar 20. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap waktu kering sentuh

Gambar 20 menunjukkan tidak adanya perbedaan waktu kering epoksi

termodifikasi di semua variasi waktu reaksi. Berdasarkan hasil pengujian didapati

semua produk epoksi termodifikasi memiliki waktu kering sentuh selama 3 jam.

Hal ini mengindikasikan tidak adanya pengaruh waktu reaksi terhadap waktu kering

42
epoksi termodifikasi yang didapat. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hasil

epoksi tanpa modifikasi yang memiliki waktu kering selama 2,5 jam, waktu kering

epoksi termodifikasi meningkat di semua variasi waktu reaksi. Peningkatan waktu

kering tersebut disebabkan oleh hadirnya rantai poliuretan dalam struktur polimer

epoksi yang dapat menurunkan laju curing (Wang et al., 2019).

Setelah waktu kering sentuh terlewati, permukaan hasil coating menjadi

tidak menempel saat disentuh dengan tangan, namun dalam jangka waktu ini

lapisan belum benar-benar kering secara optimal. Sedangkan waktu yang

dibutuhkan agar lapisan coating benar-benar kering adalah waktu kering sempurna,

dan biasanya menjadi patokan untuk pengecatan berikutnya. Secara umum resin

epoksi memiliki waktu kering sentuh pada 2-3 jam dan kering sempurna setelah 7

hari pada suhu 25 oC (Mahajan, 2001).

4.4.6 Kuat Tarik

Sifat mekanik resin epoksi dan epoksi termodifikasi dipelajari melalui

pengujian tarik pada lapisan film hasil curing. Nilai kuat tarik menunjukkan

ketegangan maksimum yang dapat ditahan oleh material, dalam hal ini film epoksi

dan epoksi termodifikasi ketika diregangkan atau ditarik sebelum patah. Hasil

pengujian kuat tarik pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap kuat tarik

43
Hasil pengujian tarik pada Gambar 21 menunjukkan peningkatan kuat tarik

epoksi termodifikasi dibandingkan dengan tanpa modifikasi. Nilai kuat tarik

tertinggi diperoleh pada produk ETP 90 dengan peningkatan kuat tarik material

hingga 2 kali lipat dibandingkan produk tanpa modifikasi (dari 4,415 ke 10,785

MPa). Hal ini disebabkan karena hadirnya rantai poliuretan ke dalam matriks epoksi

yang meningkatkan kekuatan struktur melalui pembentukan jaringan polimer

interpenetrasi (interpenetration polymer network/IPN) (Yu et al., 2016).

Pembentukan jaringan IPN terjadi melalui ikat-silang rantai polimer epoksi dengan

poliuretan yang menyebabkan struktur polimer menjadi lebih kaku (rigid), dimana

kehadiran ikatan hidrogen antar-molekul memainkan peranan penting dalam

pembentukan jaringan yang saling mengunci (Kausar, 2019). Dengan seiring

meningkatnya waktu reaksi modifikasi, akan lebih banyak menghasilkan struktur

IPN yang terbentuk, sehingga meningkatkan kuat tarik yang dihasilkan.

Penggunaan polipropilen glikol sebagai bahan dasar pembentukan

poliuretan juga ikut mempengaruhi kuat tarik material yang dihasilkan, seperti

dilaporkan oleh Ghozali et al. (2014) dimana terjadi peningkatan kuat tarik pada

epoksi termodifikasi poliuretan dengan polipropilen glikol hingga mencapai 97,05

kgf/cm2 atau setara dengan 9,51 MPa. Hal ini karena penggunaan poliol linear

bifunctional seperti polipropilen glikol, dapat memberikan sifat poliuretan yang

lebih lunak, elastis, dan fleksibel sehingga meningkatkan kuat tarik resin epoksi

termodifikasi yang dihasilkan. Sementara itu nilai kuat tarik yang trendnya

fluktuatif, disebabkan karena reaksi modifikasinya dilakukan secara simultan,

dimana strukur jaringan ikat silang polimer yang terbentuk tidak beraturan sehingga

akan mempengaruhi sifat mekanik material yang dihasilkan (Savitri et al., 2015).

44
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik resin epoksi termodifikasi menunjukkan hasil pengujian tertinggi

pada waktu reaksi 90 menit dengan berat molekul sebesar 4.235 g/mol, EEW

sebesar 239 g/eq, dan viskositas sebesar 31.740 cP. Peningkatan waktu reaksi

tidak mempengaruhi hasil pot life dan kering sentuh, dimana pot life epoksi

termodifikasi diperoleh pada waktu 1 jam dan kering sentuh pada waktu 3 jam

di semua variasi waktu reaksi. Hasil kuat tarik tertinggi didapat pada epoksi

termodifikasi dengan waktu reaksi 90 menit, menunjukkan semakin banyak

struktur jaringan polimer interpenetrasi (IPN) terbentuk yang mempengaruhi

kuat tarik seiring dengan meningkatnya waktu reaksi modifikasi.

2. Epoksi termodifikasi menunjukkan karakteristik yang lebih baik dibandingkan

epoksi tanpa modifikasi. Hal ini terlihat dari peningkatan sifat mekanik yang

ditunjukkan oleh peningkatan kuat tarik epoksi termodifikasi hingga mencapai

10,785 MPa dibandingkan epoksi tanpa modifikasi sebesar 4,415 MPa pada

komposisi perbandingan epoksi-hardener sebesar 1:1.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam aplikasi epoksi termodifikasi

poliuretan (ETP) pada pengujian anti korosi untuk melihat sejauh mana pengaruh

waktu reaksi modifikasi dengan daya hambat korosi pada epoksi termodifikasi yang

terbentuk.

45
DAFTAR PUSTAKA

Afriani SF, Komalasari, dan Zultiniar. 2014. Proteksi Katodik Metoda Anoda
Tumbal Untuk Mengendalikan Laju Korosi. Jom FTEKNIK. 1(2): 240-245.
Agilent Technologies. 2015. An Introduction to Gel Permeation Chromatography
and Size Exclusion Chromatography. Shropshire: Agilent Technologies Inc.
Arbintarso ES. 2009. Perilaku Korosi pada Sambungan Plat Pembentuk Bodi
Mobil. Jurnal Teknologi Technoscienta. 2(1): 58-66.
Ardianto P. 2017. Pengaruh cacat coating dan perbedaan salinitas terhadap laju
korosi pada daerah splash zone enggunakan material baja a36 [skripsi].
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Ashida K. 2006. Polyurethane and Related Foams: Chemistry and Technology.
New York: CRC Press.
Astrom BT. 2002. Manufacturing of Polymer Composites. New York: CRC Press.
ASTM D-5155. Standart Test Method for Polyurethane Raw Materials
Determination of Isocyanate Content of Aromatic Isocyanates. United States:
Associations of Standard Testing Materials.
ASTM D-638-14. Standart Test Method for Tensile Properties of Plastics. United
States: Associations of Standard Testing Materials.
Baptista R, Mendão A, Guedes M, dan Marat-Mendes R. 2016. An experimental
study on mechanical properties of epoxy-matrix composites containing
graphite filler. Procedia Structural Integrity. 1(2016): 74–81.
Benedek I. 2004. Pressure-Sensitive Adhesives and Applications, Revised and
Expanded. Second edition. New York: Marcel Dekker, Inc.
Brostow W, Chonkaew W, Menard KP, dan Scharf TW. 2009. Modification of an
epoxy resin with a fluoroepoxy oligomer for improved mechanical and
tribological properties. Materials Science and Engineering A. 507(1-2): 241–
251.
Calbo LJ. 1987. Handbook of Coatings Additive. New York: Dekker.
Cognard P. 2005. Handbook of Adhesives and Sealants. London: Elsevier Science.
Cowd MA, dan Stark JD. 1991. Kimia Polimer. Bandung: ITB Press.
Czub P, Boncza-Tomaszewski Z, Penczek Z, dan Pielichowski J. 2002. Chemistry
and Technology of Epoxy Resins. Warszawa: Wydawnictwa
Naukowoechniczne.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Padang: LPTIK Universitas Andalas.
Davis JR. 2004. Tensile Testing. New Jersey: ASTM International.
Dwiyati ST. 2015. Pengaruh Kadar Hardener Terhadap Kualitas Produk Pengecatan
Plastik. JKEM UNJ. 2(2): 65-72.

46
Eaves D. 2004. Handbook of Polymer Foams. Shropshire: Rapra Technology
Limited.
Ferdosian F. 2015. Synthesis, Characterization, and Applications of Lignin-Based
Epoxy Resins [Tesis]. Ontario: The School of Graduate and Postdoctoral
Studies The University of Western Ontario.
Ghozali M, Fauzi LR, dan Triwulandari E. 2016. Sintesis dan Uji Mekanik Epoksi
Termodifikasi Poliuretan Berbasis Ester Gliserol Monooleat. Jurnal Kimia
Terapan Indonesia, 18(1) : 45-54.
Ghozali M, Saputra AH, Triwulandari E, dan Haryono A. 2014. Modifikasi Epoksi
dengan Poliuretan Tanpa Melalui Tahap Prepolimer Poliuretan. Jurnal Sains
Materi Indonesia, 15(4) : 208–213.
Gooch JW. 2011. Encyclopedic Dictionary of Polymers. New York: Springer.
Gogoi R, Alam MS, Khandal RK, dan Gogoi R. 2014. Effect of Reaction Time on
the Synthesis and Properties of Isocyanate Terminated Polyurethane
Prepolymer. International Journal of Engineering Research & Technology.
3(5): 1404-1411.
Groysman A. 2010. Corrosion for Everybody. New York: Springer.
Guo Q. 2018. Thermosets: Structure, Properties, and Applications. Second edition.
London: Elsevier Science.
Hermanto S. 2009. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi &
Spektroskopi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Huerta E, Corona JE, dan Oliva AJ. 2010. Universal testing machine for mechanical
properties of thin materials. Revista Mexicana De Fisica. 56(4): 317-322.
Hidayat D. 2013. Sifat Mekanik Hibrid Epoksi Poliamin dengan Poliuretan
[skripsi]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Ibrahim I. 2018. Sintesis dan Karakterisasi Epoksi Termodifikasi Poliuretan-
Siloksan Berbasis 1,4 Butandiol Monooleat dan 1,4 Butandiaol Monostearat
[skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
João AP, Cardozo NSM, dan Petzhold CL. 2018. Enzymatic synthesis of andiroba
oil based polyol for the production of flexible polyurethane foams. Industrial
Crops & Products. 113(2018): 55–63.
Jones D. 1992. Principles and Prevention of Corrosion. New York: Mcmillan
Publishing Company.
Kathalewar M, dan Sabnis A. 2014. Preparation of Novel CNSL-Based Urethane
Polyol via Nonisocyanate Route : Curing with Melamine-Formaldehyde Resin
and Structure – Property Relationship. J. APPL. POLYM. SCI. 41391(2019):
1–9.
Kausar A. 2019. Interpenetrating polymer network and nanocomposite IPN of
polyurethane/epoxy: a review on fundamentals and advancements. Polymer-
Plastics Technology and Materials. 1(2019): 1-17.

47
Klempner D, dan Frisch KC. 2001. Advances in Urethane Science and Technology.
Shropshire: Rapra Technology Limited.
Koch GH, Brongers MPH, dan Thompson MP. 2002. Corrosion Cost and
Preventive Strategies in The United States. Houston: NACE International.
Koleske JV. 2014. Paint and Coating Testing Manual. New Jersey: ASTM
International.
Kricheldorf HR, Nuyken O, dan Swift G. 2005. Handbook of Polymer Synthesis.
New York: Marcel Dekker, Inc.
Licari JJ, dan Swanson DW. 2011. Adhesives Technology for Electronic
Applications: Materials, Processing, Reliability. Second edition. New York:
William Andrew.
Lipke U, Haverkamp JB, Zapf T, dan Lipperheide C. 2015. Matrix Effect on
Leaching of Bisphenol A Diglycidyl Ether (BADGE) from Epoxy Resin
based Inner Lacquer of Aluminium Tubes into Semi-solid Dosage Forms.
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 101(2016): 1-8.
Mahajan S. 2001. Encyclopedia of Materials: Science and Technology. First
edition. Oxford: Pergamon Press.
Malada HP. 2015. Pengaruh Komposisi Triethylamine sebagai Curing Agent
Terhadap Sifat Mekanik dan Termal pada Epoksi DGEBA sebagai Adhesive
Baja A36. [skripsi]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya.
Mark HF. 2004. Encyclopedia of Polymer Science and Technology. New York:
Wiley-Interscience.
May CA. 2017. Epoxy Resins: Chemistry and Technology. Second edition. Florida:
CRC Press.
Nikolic G, Zlatkovic S, Cakic M, Cakic S, Lacnjevac C, dan Rajic Z. 2010. Fast
Fourier Transform IR Characterization of Epoxy GY Systems Crosslinked
with Aliphatic and Cycloaliphatic EH Polyamine Adducts. Sensors. 10(1):
684–696.
Nuraini L, Triwulandari E, Ghozali M, Hanafi M, dan Jumina. 2017. Synthesis of
Polyurethane/Silica Modified Epoxy Polymer Based on 1,3-Propanediol for
Coating Application. Indones. J. Chem. 17(3): 477 – 484.
Nishimura T. 2015. Epoxy Polymer Coating to Prevent The Corrosion of
Aluminum Nanoparticles. Polym. Adv. Technol. 27(6): 712–717.
Parameswaranpillai J, Hameed N, Pionteck J, dan Woo EM. 2017. Handbook of
Epoxy Blends. New York: Springer.
Perello M, Mueler A, Evans A, Vyorykka J, Yiu S, Schmitz M, Mulik S, dan
Colmou N. 2015. New Generation of Binder for 2K Fast Curing
Waterproofing Membranes. Drymix Mortar Yearbook 2015: 05-11.
Pokropski T, dan Balas A. 2003. Epoxy resins and polyurethanes - Mutual
modifying influence. Interpenetrating polymer networks (IPN). Polimery.
48(9): 591–597.

48
Prihastuti H. 2008. Studi Sintesis Foam Poliuretan dari Gliserol Monooleat
[Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Rochmadi, dan Permono A. 2015. Mengenal polimer dan polimerisasi.
Yogyakarta: UGM Press.
Sastrohamidjojo H. 1992. Spekstroskopi Inframerah. Yogyakarta: UGM Press.
Savitri, Triwulandari E, Haryono A, dan Syahputra OA. 2015. Pengaruh Senyawa
Silan Terhadap Sifat Mekanik Pelapis Paduan Hibrid Epoksi Termodifikasi
Poliuretan. JKTI. 17(1): 19-33.
Szycher M. 2012. Szycher's Handbook of Polyurethanes. Florida: CRC Press.
Setyawan DH, Risanti DD, dan Mawarni LJ. 2015. Pencegahan Korosi Dengan
Menggunakan Inhibitor Natrium Silikat (Na2SiO3) Hasil Sintesis dari
Lumpur Lapindo pada Baja Tulangan Beton. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November.
Shakhashiri B. 1983. Chemical Demonstrations: A Handbook for Teacher of
Chemistry. Wisconsin: The University of Wisconsin Press.
Silverstein. 2002. Identification of Organic Compound. Third edition. New Jersey:
John Wiley & Sons.
Striegel AM, Yau WW, Kirkland JJ, dan Bly DD. 2009. Modern Size-Exclusion
Liquid Chromatography. New Jersey: John Wiley & Sons.
Stevens MP. 2007. Kimia Polimer. Terjemahan Lis Sopyan. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia
Sukanya P, Priyanka P, Smita M, dan Sanjay KM. 2016. Insight on the Chemistry
of Epoxy and its Curing for Coating Aplications: A Detailed Investigation
and Future Perspectives. Polymer-Plastics Technology and Engineering.
55(8): 862–877.
Sulistyani M, dan Huda N. 2017. Optimasi Pengukuran Spektrum Vibrasi Sampel
Protein Menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR).
Indo. J. Chem. sci. 6(2): 174-180.
Syakur A, Berahim H, Tumiran, dan Rochmadi. 2011. Experimental Investigation
on Electrical Tracking of Epoxy Resin Compound with Silicon Rubber. High
Voltage Enginering. 37(11): 2780-2785.
Taylor C. 2007. The Kingfisher Science Encyclopedia. Terjemahan oleh Tim
Ensiklopedia. Jakarta: PT Lentera Abadi.
Theophanides T. 2012. Infrared Spectroscopy – Materials Sciences, Engineering,
and Technology. First edition. Rijeka: InTech.
Triwulandari E, Ramadhan MK, dan Ghozali M. 2017. Effect of Reaction Time and
Polyethylene Glycol Monooleate-Isocyanate Composition on the Properties
of Polyurethane-Polysiloxane Modified Epoxy. Jakarta (ID): Proceedings of
The 3rd International Symposium on Applied Chemistry (ISAC).

49
Triwulandari E, Ghozali M, dan Haryono A. 2013. Karakteristik Binder Epoksi
Sebagai Bahan Coating Dengan Variasi Jenis dan Komposisi Hardener. Solo
(ID): Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia (SNKTI).
Unnikrishnan KP, dan Thachil ET. 2006. Toughening of Epoxy Resins. Des Monom
Polymer. 9(2): 129-152.
Wang C, Xiao X, Lu Y, Shu C, dan Guo J. 2019. Utilization and properties of
modified epoxy resin for colorful anti-slip pavements. Construction and
Building Materials. 227(2019): 1–11.
Waters. 2019. Beginner's Guide to Size-Exclusion Chromatography. [diunduh 7
Nov 2019]. Tersedia pada: https://www.waters. com /nextgen/de /de.
html?locale=de_DE.
Wicks ZW, Jones FN, Pappas SP, dan Wicks DA. 2007. Organic Coatings : Science
and Technology. Third edition. New Jersey: Wiley-Interscience.
Verchere D, Sautereau H, dan Pascault JP. 1990. Buildup of Epoxycycloaliphatic
Amine Networks. Kinetics, Vitrification, and Gelation. Macromolecules.
23(3): 725–731.
Yahia L. 2015. Shape Memory Polymers for biomedical Applications. Cambridge:
Woodhead Publishing.
Young RJ. 1981. Introduction to Polymers. London: Chapman & Hall.
Yu M, Qi S, Fu J, Yang PA, dan Zhu M. 2016. Preparation and characterization of
a novel magnetorheological elastomer based on polyurethane/epoxy resin
IPNs matrix. Smart Mater. Struct. 24(2016): 1-9.
Yue J, dan Cao Y. 2015. Corrosion Prevention by Applied Coatings on Aluminum
Alloys in Corrosive Environments. Int. J. Electrochem. Sci. 10(2015): 5222
– 5237.
Zafar F, dan Sharmin E. 2012. Polyurethane: An Introduction. INTECH Open
Access Publisher.

50
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil sintesis ETP dan film hasil curing

Hasil sintesis epoksi termodifikasi poliuretan (ETP)

Film hasil curing

51
Lampiran 2. Data perhitungan bilangan isosianat

(V HCl blanko - V HCl sampel) × N HCl × 0,042


% isosianat = ×100 %
massa sampel
( % isosianat tolonat - % isosianat sampel)
konversi isosianat =
% isosianat Tolonat
% isosianat Tolonat = 18,075 %

1. ETP 30
(13,375 - 13,15) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 1 = ×100 % = 1,74 %
0,0506
(13,375 - 13,2) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 2 = ×100 % = 1,35 %
0,0506
1,74 + 1,35
rata-rata = = 1,545 %
2
( 18,075 % - 1,545 %)
konversi isosianat = = 91,45 %
18,075 %
2. ETP 60
(13,375 - 13,2) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 1 = ×100 % = 1,35 %
0,0507
(13,375 - 13,3) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 2 = ×100 % = 0,58 %
0,0506
1,35 + 0,58
rata-rata = = 0,97 %
2
( 18,075 % - 0,97 %)
konversi isosianat = = 94,63 %
18,075 %
3. ETP 90
(13,375 - 13,30) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 1 = ×100 % = 0,58 %
0,0505
(13,375 - 13,35) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 2 = ×100 % = 0,20 %
0,0507
0,58 + 0,20
rata-rata = = 0,39 %
2
( 18,075 % - 0,39 %)
konversi isosianat = = 97,84 %
18,075 %

52
Lampiran 3. Data perhitungan epoxy equivalent weight (EEW)

(V HCL blanko - V HCL sampel) × N NaOH


epoxy value =
massa sampel × 10
100
EEW =
epoxy value

1. Epoksi

(53 - 28,6) × 0,09733


epoxy value = = 0,4744
0,5005 × 10
100
EEW = = 210,79
0,4744

2. ETP 30

(53 − 29,7) × 0,09733


epoxy value 1 = = 0,4528
0,5008 × 10
100
EEW 1 = = 220,83
0,4528
(53 − 30) × 0,09733
epoxy value 2 = = 0,4470
0,5007 × 10
100
EEW 2 = = 223,71
0,4470
220,83 + 223,71
EEW = = 222,27
2

3. ETP 60
(53 − 30,5) × 0,09733
epoxy value 1 = = 0,4375
0,5005 × 10
100
EEW 1 = = 228,57
0,4375
(53 − 31,1) × 0,09733
epoxy value 2 = = 0,4255
0,5009 × 10
100
EEW 2 = = 235,02
0,4255
228,57 + 235,05
EEW = = 231,75
2

53
4. ETP 90
(53 − 31,4) × 0,09733
epoxy value 1 = = 0,4193
0,5013 × 10
100
EEW 1 = = 238,44
0,4193
(53 - 32) × 0,09733
epoxy value 2 = = 0,4156
0,5006 × 10
100
EEW 2 = = 240,58
0,4156
238,44 + 240,58
EEW = = 239,51
2

54
Lampiran 4. Data analisis FT-IR
1. Epoksi

2. ETP 30

55
3. ETP 60

4. ETP 90

56
5. Epoksi film

6. ETP 30 film

57
7. ETP 60 film

8. ETP 90 film

58
Lampiran 5. Data analisis 1H-NMR

1. Epoksi

2. ETP 30

59
3. ETP 60

4. ETP 90

60
Lampiran 6. Data analisis GPC

1. Epoksi

61
2. ETP 30

62
3. ETP 60

63
4. ETP 90

64
Lampiran 7. Data analisis kuat tarik

1. Epoksi

2. ETP 30

65
3. ETP 60

4. ETP 90

66
BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Eko Fahrul Umam


Tempat Tanggal Lahir : Pemalang, 12 Agustus 1997
NIM : 11150960000037

Anak ke : 1 dari 0 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Eman 2 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta


Selatan, Jakarta
Telp/HP : 085710040805

Email : ekofahrulumam@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SDN 04 Petang Jakarta Lulus Tahun 2009

Sekolah Menengah Pertama : SMPN 87 Jakarta Lulus Tahun 2012


Sekolah Menengah Atas : SMAN 87 Jakarta Lulus Tahun 2015
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk Tahun 2015

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Himpunan Mahasiswa Kimia : Jabatan Staff Ahli Depatemen Infokom


Tahun 2016 - 2017
: Jabatan Staff Ahli Departemen Akademik
Tahun 2017 – 2018
2. Laboratory Management of : Jabatan Staff Divisi Teknik Lab
Chemistry Tahun 2015 - 2016
: Jabatan Ketua Divisi Teknik Lab
Tahun 2017 -2018

67

Anda mungkin juga menyukai