SKRIPSI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Poliuretan” telah diuji dan dinyatakan LULUS pada sidang munaqosah Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari
Rabu 22 Januari 2020. Skripsi ini telah diterima untuk memenuhi salah satu syarat
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud Dr. La Ode Sumarlin, M. Si
NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19750918 200801 1 007
PERNYATAAN
LEMBAGA MANAPUN.
Bismillaahirrohmaanirrohim
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa penulisan sampaikan pada kehadirat
Nabi Muhammad SAW karena berkat jasa beliaulah manusia dibawa dari zaman
Dalam proses penulisan ini, banyak pihak yang telah berjasa dan
memberikan bantuannya baik melalui dorongan serta motivasi untuk dapat segera
menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas
diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terima kasih dengan ketulusan dan
arahan, masukan, dan saran untuk kemajuan penelitian penulis serta penulisan
skripsi ini;
3. Tarso Rudiana, M.Si selaku penguji I dan Nurmaya Arofah, M. Eng selaku
5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
6. Seluruh dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
mengikuti perkuliahan;
7. Kedua Orang Tua penulis atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan
8. Roy, Isti, Ade, Eka, Sipa, kak Farhan dan teman-teman penelitian lab polimer
9. Semua pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu
Semoga skripsi ini sedikitnya dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
x
3.4.3. Identifikasi dan Uji Karakteristik .............................................................. 24
3.4.3.1. Analisis Gugus Fungsi dengan FT-IR..................................................... 24
3.4.3.2. Analisis Struktur Kimia dengan 1H-NMR .............................................. 24
3.4.3.3. Uji Bilangan Isosianat dan Konversi Isosianat ....................................... 24
3.4.3.4. Uji Berat Molekul ................................................................................... 25
3.4.3.5. Uji Viskositas .......................................................................................... 25
3.4.3.6. Uji Epoxy Equivalent Weight .................................................................. 25
3.4.3.7. Uji Pot Life.............................................................................................. 26
3.4.3.8. Uji Kuat Tarik ......................................................................................... 26
3.4.3.9. Uji Kering Sentuh ................................................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................27
4.1 Sintesis Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ........................................... 27
4.2 Identifikasi Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ..................................... 28
4.2.1 Bilangan Isosianat dan Konversi Isosianat ................................................ 28
4.2.2 Gugus Fungsi Epoksi Termodifikasi Poliuretan ....................................... 30
4.2.3 Struktur Kimia Epoksi Termodifikasi Poliuretan...................................... 32
4.3 Pembuatan Lapisan Film Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ................ 34
4.4 Karakteristik Resin Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP) ......................... 36
4.4.1 Berat Molekul ............................................................................................ 36
4.4.2 Epoxy Equivalent Weight .......................................................................... 37
4.4.3 Viskositas .................................................................................................. 39
4.4.4 Pot Life ...................................................................................................... 40
4.4.5 Kering Sentuh ............................................................................................ 42
4.4.6 Kuat Tarik ................................................................................................. 43
BAB V PENUTUP................................................................................................45
5.1 Simpulan ........................................................................................................ 45
5.2 Saran .............................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................46
LAMPIRAN..........................................................................................................51
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Besi merupakan salah satu logam yang paling banyak dijumpai dalam kerak
bumi. Besi telah digunakan selama ribuan tahun dan kini terutama dimanfaatkan
sebagai bahan dasar pembuatan baja. Besi merupakan material paling melimpah di
diantaranya berada dalam lapisan kerak bumi (Taylor, 2007). Penciptaan besi di
dunia ini sangat luar biasa karena Allah menganggap besi memiliki manfaat yang
Artinya : Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu).
terhingga nilai dan manfaatnya. Besi dapat diaplikasikan pada berbagai macam
kendaraan, yaitu mudahnya terserang korosi pada chasis kendaraan. Korosi yang
kendaraan dan memperpendek usia pakai. Kendaraan memiliki resiko karat cukup
besar. Kelembapan udara, cipratan air hujan, benturan atau gesekan dengan benda
lain akan mempercepat proses korosi dan menjalarnya karat (Arbintarso, 2009).
1
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi laju korosi, seperti
penggunaan inhibitor, proteksi katodik, dan material pelapis atau coating (Afriani
et al., 2014; Setyawan et al., 2015; Yue dan Cao, 2015). Penggunaan material
pelapis lebih disukai karena dianggap lebih efektif dan mudah diaplikasikan.
Material pelapis yang saat ini umum digunakan adalah epoksi karena memiliki sifat
menahan kelembaban dan daya tahan yang baik terhadap persenyawaan kimia
menekan laju korosi (Nishimura, 2015). Terdapat kekurangan resin epoksi dalam
retak, rendahnya kekuatan impak, dan kecilnya kekuatan tarik (Czub et al., 2002;
sifat elastis, dan kekuatan mekanik material berbasis epoksi (Ghozali et al., 2014).
Modifikasi kimia merupakan salah satu metode yang tepat untuk mengatasi
metode yang menjanjikan untuk modifikasi resin epoksi. Poliuretan dipilih karena
memiliki sifat elastis yang baik yang diharapkan dapat meningkatkan kuat tarik dan
epoksi termodifikasi yang memiliki nilai kuat tarik lebih tinggi dibandingkan
dengan resin epoksi tanpa modifikasi. Penelitian lain oleh Ghozali et al. (2014)
2
melakukan pengujian karakterisasi seperti uji kandungan isosianat, uji kuat tarik,
uji adhesi, dan uji laju transmisi uap pada epoksi termodifikasi yang terbentuk.
Penelitian tersebut melakukan variasi rasio mol NCO/OH dan variasi penambahan
molekul besar seperti yang ditunjukan oleh peningkatan viskositas produk epoksi
termodifikasi.
yang berbasis polipropilen glikol dan tolonat serta melihat pengaruh waktu reaksi
weight, viskositas. waktu kering, pot life, dan kuat tarik untuk melihat karakteristik
3
1.2 Rumusan Masalah
yang terbentuk ?
2. Apakah karakteristik epoksi termodifikasi poliuretan lebih baik dari epoksi tanpa
modifikasi ?
1.3 Hipotesis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korosi
korosi diambil dari bahasa latin corrodere yang berarti menggerogoti (Groysman,
besi, sedangkan pada material lain selain besi, seperti plastik, kayu, dan beton
material dan berimplikasi pada kehidupan manusia baik dari segi teknis maupun
Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan berawal
dari logam yang teroksidasi di dalam larutan dan melepaskan elektron untuk
membentuk ion logam yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak sebagai
katoda dengan reaksi yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2, akibat
5
H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi di permukaan logam yang
Menurut Jones (1992), proses korosi hanya akan terjadi jika ada tiga
a. Anoda
terkorosi. Pada anoda, logam terlarut dalam larutan dan melepaskan elektron untuk
b. Katoda
menggunakan elektron yang dilepaskan oleh anoda. Pada lingkungan air alam,
2). Elekrolit
rangkaian elektrik, antara anoda dan katoda harus dilengkapi dengan elektrolit.
Antara anoda dan katoda haruslah terdapat suatu hubungan atau kontak agar
6
2.2. Coating
tanpa mengganggu fungsi dari material substrat. Objek dari coating (substrat)
lainnya seperti estetika. Contoh dari aplikasi coating ini adalah penggunaan cat
(Calbo, 1987).
komposisi dari coating itu sendiri. Bahan penyusun coating terdiri dari beberapa
Binder merupakan unsur utama pada cat yang berfungsi sebagai pengikat
Matriks akan terbentuk pada saat pelapisan, dan fase polimer pada resin. Matriks
ini akan berkelanjutan sampai semua komponen lain dapat dimasukkan. Kandungan
Dalam satu cat terdapat dua atau lebih binder yang dapat dikombinasikan.
Komponen binder dalam system pelapisan harus dikonversikan dari keadaan cair
berbagai jenis coating terdapat banyak binder yang telah dikenal di dalam industri
maritim seperti vinil, resin alam, epoksi, dan uretan (Ardianto, 2017).
7
2). Pelarut (solvent)
mengubah kekentalan atau viskositas suatu larutan. Pelarut yang memiliki nilai
tekanan uap yang tinggi sehingga proses penguapanya begitu cepat disebut dengan
fast atau hot solvent. Sedangkan pelarut yang lambat dalam proses penguapan
Jika pelarut yang tidak cocok dicampurkan maka beberapa efek yang akan muncul
diantaranya adalah coating tidak bisa membentuk lapisan halus dan kontinu,
coating mengalami kekerasan yang begitu cepat, dan tidak bisa bersatunya antara
3). Aditif
penggunaan aditif tidak melebihi 1 atau 2%, dan tingkat total semua aditif dalam
formulasi tidak melebihi 5% dari total produk. Berbagai tipe bahan yang
ditambahkan pada cat dalam jumlah yang kecil untuk meningkatkan kemampuan
cat sesuai dengan tujuan atau aplikasi cat. Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah
8
2.3. Polimer
disatukan oleh ikatan kovalen. Polimer dibuat melalui proses yang dikenal sebagai
dan polimer sintetis. Contoh polimer alami diantaranya protein, pati, selulosa, dan
lateks, sedangkan contoh polimer sintetis adalah plastik, cat, paralon dan lain-lain.
Polimer sintesis yang diproduksi secara komersial pada skala yang sangat besar
memiliki berbagai kegunaan, misalnya sebagai pengemas bahan pangan, dan cat
(Stevens, 2007).
Polimerisasi adisi adalah reaksi pembentukan suatu polimer yang ditandai dengan
terbukanya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Polimerisasi adisi biasanya tidak
1) Inisiasi
Pada tahap ini, monomer dari polimer yang akan terbentuk diubah menjadi
bentuk radikalnya. Reaksi ini disebabkan oleh suatu pemicu radikal seperti
dibenzoil peroksida.
9
2) Propagasi
Pada tahap ini, radikal bebas yang berasal dari monomer akan membentuk
suatu rantai radikal. Rantai radikal ini akan terus memanjang seiring dengan
yang terdapat pada campuran maka rantai radikal akan semakin panjang.
3) Terminasi
Pada tahap ini, radikal bebas sudah tidak terbentuk lagi, dan dari rantai
radikal terbentuklah suatu polimer. Rantai radikal yang terbentuk akan bereaksi
dengan rantai radikal lainnya ataupun dengan inisiator radikal sehingga terbentuk
monomer yang sama atau monomer yang berbeda, dalam hal ini gugus fungsi yaitu
-OH, -COOH, -NH2, -N=C=O. Reaksi polimerisasi kondensasi sering kali diikuti
eliminasi molekul kecil, seperti yang terjadi pada pembentukan nilon 66 (Gambar
2), akan tetapi reaksi tanpa eliminasi molekul juga dapat terjadi seperti pada reaksi
10
2.4. Epoksi
akhirnya berbentuk seperti kaca pada temperatur ruang yang mempunyai sifat
isolasi listrik yang layak dan juga mempunyai kekedapan air yang tinggi. Epoksi
uretan, akrilik, dan fenolik (Sukanya et al., 2016). Resin epoksi mempunyai
kegunaan yang luas dalam industri teknik kimia, listrik, mekanik, dan sipil, sebagai
perekat, cat pelapis, percetakan cor dan benda-benda cetakan. Sedikitnya terdapat
keuntungan resin epoksi yaitu bahan ini memiliki dielektrik yang baik dan mudah
dibentuk sesuai dengan desain yang diinginkan pada temperatur ruang (Syakur et
al., 2011).
Diglisidil eter bisfenol A (DGEBA) merupakan salah satu jenis epoksi yang
paling sederhana dan sering digunakan. DGEBA berwujud cair, memiliki warna
putih bening, dan viskositas berkisar 5-14 Pa.s pada 25◦C (Sukanya et al., 2016).
Karaktereristik sifat epoksi yang kuat dan rigid berasal dari bisphenol A, sementara
sifat kereaktifan yang tinggi dengan modifikasi membentuk reaksi cross linking
karena adanya gugus hidroksil pada struktur DGEBA seperti ditampilkan pada
Gambar 3.
11
2.5. Poliuretan
gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan
dihasilkan dari reaksi antara isosianat dengan senyawa yang mengandung gugus
hidroksil (Ashida, 2006). Poliuretan dibentuk melalui reaksi kimia antara isosianat
dan poliol membentuk kelompok uretan berulang, umumnya dengan adanya katalis
dan zat aditif lainnya. Reaksi yang terjadi digambarkan pada Gambar 4 (Zafar dan
Sharmin, 2012).
sintesis poliuretan akan mempengaruhi kecepatan reaksi dan sifat dari produk akhir
yang dihasilkan. Terdapat dua sistem yang dapat digunakan untuk membentuk
terapan yang amat luas, tidak hanya digunakan sebagai fiber (serat), tetapi dapat
juga digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/plastik) dan
lain-lain (Nicholson, 2006). Poliuretan juga merupakan salah satu jenis cat yang
memiliki banyak kelebihan dibandingkan jenis cat lainnya, diantaranya daya tahan
terhadap cuaca, tingkat kekerasan yang cukup baik, elastis, dan daya rekat yang
baik pada berbagai jenis bahan (logam, plastik, kayu) (Cowd dan Stark, 1991).
12
1) Isosianat
(Nicolshon, 2006). Tolonat merupakan salah satu jenis isosianat alifatik yang
yang rentan terhadap serangan oleh nukleofil dan oksigen atau nitrogen (Zafar dan
Sharmin, 2012). Isosianat bisa lebih jauh dimodifikasi dengan cara mereaksikan
sebuah poliol untuk membentuk ikatan uretan. Karakteristik penting pada isosianat
13
2) Poliol
dengan isosianat untuk membentuk poliuretan. Poliol yang memiliki dua gugus
hidroksi disebut diol dan yang memiliki tiga gugus hidroksi disebut triol dan
seterusnya. Poliol yang digunakan untuk produksi poliuretan adalah oligomer, yang
merupakan polimer berat molekul rendah yang memiliki setidaknya dua gugus
hidroksil yang dapat bereaksi dengan gugus isosianat. Poliol dapat dikelompokkan
a. Polieter poliol
propilena oksida, etilen oksida) dengan alkohol atau amina, dengan adanya inisiator
dan katalis (Zafar dan Sharmin, 2012). Polieter poliol adalah senyawa utama yang
digunakan dalam busa kaku dan busa fleksibel. Polieter poliol untuk busa poliuretan
b. Poliester poliol
Poliester poliol untuk busa poliuretan dapat diproduksi oleh reaksi asam
difungsional (misalnya: asam adipat dan asam ftalat) dengan glikol (misalnya:
etilena glikol dan propilen glikol) ataupun dibuat dengan pembukaan cincin
Namun, untuk busa poliuretan kaku, poliol poliester aromatik adalah tipe poliol
yang paling sering digunakan karena dapat meningkatkan ketahanan busa terhadap
14
Saat ini pembuatan poliol yang digunakan untuk membuat poliuretan telah
monomer yang digunakan untuk polimerisasi mempunyai atau lebih dari dua gugus
3) Katalis
senyawa basa (amina), garam logam atau senyawa organo logam. Senyawa amina
(Eaves, 2004). Katalis diperlukan terutama pada pembuatan busa pada temperatur
kamar, khususnya bila digunakan senyawa dengan gugus hidroksi sekunder (seperti
polipropilen glikol). Contoh katalis yang sering digunakan antara lain stannous 2-
15
2.6. Fourier Transform Infrared (FT-IR)
pada panjang gelombang 2,5 - 50 µm atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1.
inframerah pada frekuensi yang unik (Tabel 1). Pengujian dengan spektroskopi FT-
IR tidak memerlukan persiapan sampel yang rumit dan bias digunakan dalam
berbagai fasa baik padat, cair maupun gas. FT-IR juga bisa melakukan kalibrasi
16
2.7. Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
NMR pada dasarnya adalah suatu bentuk spektroskopi serapan, sama halnya
dengan spektrofotometer IR atau UV-Vis. Pada keadaan yang tepat, suatu sampel
radio sesuai ciri sampelnya, serapannya merupakan fungsi inti-inti tertentu dalam
Spektroskopi NMR telah menjadi alat yang paling efektif untuk menentukan
struktur semua jenis senyawa. 1H-NMR atau disebut proton NMR adalah penerapan
hidrogen. Perbedaan frekuensi resonansi setiap proton dalam cuplikan diukur relatif
chemical shift dan dihitung dalam bagian per juta/ parts per million – ppm. Setiap
proton atau kelompok proton yang berbeda lingkungan kimianya akan memberikan
resonansi berbeda dalam spektrum dalam spektrum NMR. Pergeseran kimia untuk
17
2.8. Gel Permeation Chromatography (GPC)
GPC bisa disebut juga sebagai size exclusion chromatography (SEC) atau
berbeda. Teknik ini didasarkan atas inklusi dan eksklusi suatu zat terlarut melalui
suatu fase diam yang terbuat dari gel polimer yang berikat silang dan berpori
pada ukuran, dimana semakin kecil ukuran molekul, maka akan semakin banyak
volume fase diam yang dapat dimasuki, dan semakin lama pula molekul berada
dalam fase tersebut. Akibatnya, molekul berukuran besar terelusi terlebih dahulu
dibandingkan dengan molekul kecil (Gambar 7). Teknik ini memberikan informasi
mengenai ukuran molekul polimer dalam solusi yang dikonversi menjadi bobot
18
2.9. Universal Testing Machine (UTM)
UTM merupakan mesin atau alat pengujian yang berfungsi untuk menguji
sifat mekanik yaitu kekuatan tarik dan kekuatan tekan suatu bahan atau material.
melakukan pengujian dengan berbagai jenis material (logam, baja, plastik, dll) dan
destructive test, yaitu pengujian dengan cara merusak sampel uji. Prinsip
spesimen tarik dengan dimensi yang telah diketahui (panjang dan luas penampang
ditarik dengan gaya yang meningkat secara kontinu. Akan terjadi perpanjangan
spesimen uji pada setiap penambahan gaya yang diberikan. Data perubahan gaya
mekanis (stress) dan regangan (strain) (Gambar 8). Kurva hubungan stress vs strain
dapat menunjukkan data nilai kuat tarik dari spesimen yang diuji.
19
2.10. Pot Life
Pot Life adalah istilah yang digunakan untuk pelapis dua komponen (multi-
pack) yang mengeras melalui reaksi kimia, seperti epoksi dan sebagian besar
poliuretan. Pot life atau working life dalam dua komponen campuran didefinisikan
sebagai waktu kerja campuran sebelum mencapai tingkat kekentalan yang tinggi
sehingga tidak dapat diaplikasikan dengan baik untuk menghasilkan produk yang
dapat diterima. Dalam pengertian yang berbeda, pot life dapat diartikan menjadi
waktu yang diperlukan campuran pada suhu kamar, agar viskositasnya meningkat
mencapai dua kali lipat dari viskositas awal. Setelah pencampuran dua komponen
antara resin dengan curing agent, reaksi ikat silang kimia antar komponen dimulai
viskositas, setelah beberapa waktu campuran akan menjadi terlalu tebal untuk
fase selama waktu curing, yang mulanya berbentuk liquid akan menjadi padat
dengan struktur polimer yang saling terkait silang. Waktu ketika formasi polimer
berada pada tahap awal dari proses ikat silang disebut gel time. Gel time diartikan
sebagai waktu yang dibutuhkan oleh campuran untuk menjadi gel. Pot life biasanya
terjadi sebelum waktu gel time, tetapi pada kenyataan waktu pot life sangat
bergantung pada sifat aplikasi campuran. Pot life dari campuran dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya reaktivitas kimia dari penyusun campuran, suhu, dan
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, hot plate,
Resonance (NMR) (JEOL JNM ECA 500 MHz), Gel Permeation Chromatography
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: resin epoksi (Avian
epoksi), tolonat (HDB), polipropilen glikol P400 (Sigma Aldrich), Versamid 140
(PT. Sigma utama), dibutiltin dilaurat (Sigma Aldrich), dibutil amina (Merck),
21
3.3. Diagram Alir
RESIN EPOKSI
+ PPG
+ Tolonat
+ DBTL
dicampur, diaduk,
dan dipanaskan
suhu 50°C selama
30,60,90 menit
kecepatan 200 rpm
dikarakterisasi:
dikarakterisasi:
• FT-IR
• FT-IR
• NMR
• NMR Epoksi
Epoksi Tanpa • GPC
• GPC Termodifikasi
Modifikasi • bilangan isosianat
• epoxy equivalent Poliuretan (ETP)
• epoxy equivalent
weight
weight
• viskositas
• viskositas
+ Versamid 140 + Versamid 140
Film epoksi
Film epoksi
termodifikasi
tanpa modifikasi
poliuretan
22
3.4. Prosedur penelitian
Prosedur ini mengacu pada penelitian Ghozali et al. (2014) dengan beberapa
cara mereaksikan resin epoksi seberat 407,7 g (1,2 mol), polipropilen glikol (PPG)
seberat 36,9 g (0,1 mol), dan tolonat seberat 44,8 g (0,1 mol) dalam reaktor yang
dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk secara simultan dengan bantuan katalis
variasi waktu 30, 60, dan 90 menit dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Produk
pada sub bab 3.4.3. Pengujian juga dilakukan terhadap resin epoksi tanpa
Prosedur ini mengacu pada penelitian Ghozali et al. (2014) dengan beberapa
dengan active hydrogen equivalent weight pada hardener (AHEW) versamid 140
polietilen dengan ketebalan film 0,3 mm menggunakan bar aplikator. Lapisan film
yang terbentuk kemudian dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam. Perhitungan
23
3.4.3. Identifikasi dan Uji Karakteristik
uji, baik epoksi maupun epoksi termodifikasi dicampurkan dengan serbuk KBr
menggunakan perbandingan 1:100. Campuran diambil dan digerus jadi satu lalu
instrumentasi NMR. Sampel yang akan diuji terlebih dahulu dilarutkan dalam
2-propanol dan beberapa tetes indikator bromophenol blue dan dititrasi dengan HCl
24
3.4.3.4. Uji Berat Molekul
diukur menggunakan detektor indeks refraktif dan kolom ultrahydrogel. Sampel uji
diinjeksi ke dalam kolom GPC dengan fasa gerak tetrahidrofuran (THF) dengan
laju alir 1 mL per menit. Standarisasi dilakukan dengan polisitren untuk pengujian
dan diatur pada kecepatan 100 rpm. Viskositas larutan sampel dilihat pada alat,
larutan HCl 0,2 N (17 mL HCl dalam 1 L piridin) dengan pemanasan suhu 40 oC,
dilanjutkan refluks pada suhu sekitar 115 oC. Setelah 20 menit refluks dihentikan,
equivalent weight (EEW) dilakukan dengan menggunakan Persamaan (4) dan (5)
25
3.4.3.7. Uji Pot Life
Uji Pot life dilakukan dengan mengukur viskositas epoksi atau epoksi
viskometer Brookfield (6 rpm; spindel no.6) pada interval waktu 5 menit selama
proses curing pada suhu kamar. Waktu pot life tercapai saat viskositas campuran
meningkat dua kali lipat dari viskositas awal, dengan viskositas awal dimulai sesaat
Uji kuat tarik lapisan film epoksi dan epoksi termodifikasi dilakukan
menggunakan alat UTM. Sampel diuji pada suhu kamar (kelembapan relatif 40-
60%) dengan kecepatan tarik 5 mm/min dan kapasitas beban maksimal 100 N.
Kekuatan tarik diukur sebagai kekuatan maksimum pada saat sampel putus dibagi
menyentuh permukaan lapisan film dengan ringan pada interval waktu 30 menit
meninggalkan bekas sentuhan jari pada daerah pengamatan yang sama (SNI
3564:2009).
26
BAB IV
poliuretan. Tolonat memiliki tiga gugus isosianat -N=C=O dalam strukturnya yang
dapat bereaksi dengan gugus hidroksil -OH resin epoksi maupun poliol membentuk
karbon isosianat oleh oksigen kaya elektron dari hidroksil epoksi maupun poliol,
yang dilanjutkan dengan transfer elektron membentuk ikatan uretan (Gambar 10).
muatan parsial positif pada karbon isosianat sehingga transfer elektron dari
metode one-shot process, dimana resin epoksi, tolonat, dan poliol direaksikan
secara simultan. Hal ini bertujuan agar poliuretan yang terbentuk tidak terlebih
dahulu mengeras sebelum direaksikan dengan resin epoksi (Ghozali et al., 2014).
Variasi waktu reaksi dilakukan pada 30; 60; dan 90 menit dengan hasil akhir produk
epoksi termodifikasi berwujud kental dengan warna bening keruh pada semua
variasi waktu reaksi (Lampiran 1). Secara keseluruhan reaksi pembentukan epoksi
27
Gambar 11. Sintesis epoksi termodifikasi poliuretan
menunjukkan banyaknya gugus isosianat yang tersisa atau tidak bereaksi dengan
28
bereaksi dengan epoksi dan poliol, sehingga bilangan isosianat pada tolonat
(Ibrahim, 2018).
gugus isosianat yang reaktif direaksikan dengan dibutilamina (basa) berlebih untuk
dengan asam klorida yang dapat memberikan perubahan warna dengan adanya
indikator (Savitri et al., 2015). Hasil titrasi yang didapat digunakan sebagai data
Data hasil uji pada Tabel 3 menunjukkan telah terjadinya reaksi modifikasi
epoksi yang ditunjukkan dengan nilai bilangan isosianat yang lebih rendah
isosianat bebas setelah bereaksi dengan gugus hidroksil pada epoksi maupun poliol.
(epoksi dan poliol) membentuk ikatan uretan (Pokropski dan Balas, 2003; Wicks et
al., 2007).
29
Sementara itu, berbeda dengan bilangan isosianat nilai konversi isosianat
didapati meningkat, dimana konversi dari ketiga produk mencapai angka 90%
dengan nilai tertinggi pada produk ETP 90 sebesar 97,84%. Hasil ini
bereaksi dengan isosianat seiring meningkatnya waktu reaksi (Gogoi et al., 2014).
terjadi pada resin epoksi sebelum dan setelah dimodifikasi. Spektrum epoksi dan
dengan resolusi scanning 1 cm-1. Spektrum hasil FT-IR epoksi dan epoksi hasil
C-O oksiran
a
-OH
b
Transmittan (%)
-NH
-COO uretan c
Gambar 12. Spektrum FT-IR (a) Epoksi, (b) ETP 30, (c) ETP 60, (d) ETP 90
30
Terbentuknya produk epoksi termodifikasi dapat diketahui dari munculnya
puncak serapan baru dan pergeseran serapan pada spektrum FT-IR. Hasil spektrum
FT-IR (Gambar 12) memperlihatkan serapan 1705,07 cm-1 pada ETP 30 muncul
sebagai puncak serapan baru dari gugus karboksil COO yang menandakan
uretan diketahui juga terjadi pada ETP 60 dan ETP 90 yang diamati dengan adanya
puncak serapan pada bilangan gelombang sekitar 1700 cm-1. Ghozali et al. (2014)
gelombang 1720-1680 cm-1 menunjukkan gugus karboksil COO yang berasal dari
ikatan uretan –NH-C=O-O-, hasil dari reaksi antara gugus isosianat dengan gugus
hidroksil. Hasil ini diperkuat dengan hilangnya serapan gugus isosianat bebas pada
spektrum FT-IR ETP disemua variasi, dimana gugus isosianat bebas muncul
(Kricheldorf et al., 2005). Hasil ini membuktikan keberhasilan reaksi antara gugus
hidroksil pada epoksi maupun polipropilen glikol dengan gugus isosianat untuk
produk ETP, namun bergeser pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 pada
semua variasi waktu reaksi. Hal ini menunjukkan masih tersedianya gugus hidroksil
pada produk epoksi termodifikasi, baik dari hidroksil epoksi maupun poliol yang
belum bereaksi. Pergeseran serapan ini diamati sebagai akibat overlaping antara
gugus OH dengan gugus -NH dari ikatan uretan yang telah terbentuk (João et al.,
2018).
31
4.2.3 Struktur Kimia Epoksi Termodifikasi Poliuretan
Data spektrum FT-IR diperkuat dengan adanya hasil analisis 1H-NMR yang
proton dari epoksi (Gambar 13) dan epoksi termodifikasi (Gambar 14).
32
Hasil spektrum 1H-NMR ETP 30 (Gambar 14) diketahui menunjukkan
pergeseran kimia yang serupa dengan geseran kimia pada epoksi tanpa modifikasi
(Gambar 13). Hal ini dapat dijelaskan karena total berat poliuretan yang
keseluruhan epoksi masih menjadi komponen utama dalam sistem polimer. Adapun
lemah baru pada kisaran geseran kimia δH 5,0 ppm seperti yang ditunjukkan pada
hasil spektrum 1H-NMR ETP 30 (Gambar 15). Hasil geseran kimia serupa juga
ditemukan pada hasil spektrum 1H-NMR ETP lainnya yaitu pada ETP 60 dan ETP
90. Kemunculan geseran kimia ini menunjukkan ikatan C-H sp3 yang terikat pada
Kemunculan sinyal baru ini oleh Ghozali et al. (2016) dilaporkan sebagai
akibat adanya perubahan pada ikatan -CH- yang sebelumnya terikat dengan gugus
-OH pada epoksi, berubah menjadi terikat dengan -O2C-NH- setelah bereaksi
dengan gugus isosianat pada tolonat. Perubahan ini selanjutnya dijelaskan dapat
menyebabkan pergeseran kimia ke arah medan rendah pada ikatan -CH-, dimana
kimia δH 4,25 ppm pada epoksi kemudian bergeser ke geseran kimia δH 5,07 ppm
pergeseran yang semula pada pergeseran kimia δH 4,1 ppm menjadi bergeser ke
geseran kimia δH 5,0 ppm. Adanya pergeseran kimia ke kiri ke arah medan rendah
ini terjadi karena sifat dari uretan -O2C-NH- sebagai penarik elektron yang lebih
kuat dibandingkan -OH yang menyebabkan efek deshielding pada inti atom
33
4.3 Pembuatan Lapisan Film Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP)
Pembentukan lapisan film terjadi melalui reaksi curing antara resin epoksi
poliamida (curing agent) berfungsi sebagai agen pengeras. Pembutan film ini
hingga kering dengan hasil akhir berbentuk lapisan film berwarna kekuningan
(Lampiran 2).
Analisis FT-IR dilakukan terhadap film hasil curing epoksi dan epoksi
untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi setelah proses curing.
Gambar 15.
a
Transmitansi (%)
N-H
Gambar 15.Spektrum FT-IR (a) Epoksi, (b) Film epoksi, (c) Film ETP 30,
(d) Film ETP 60, (e) Film ETP 90
34
Reaksi curing terjadi melalui proses pembukaan cincin epoksida pada rantai
utama polimer epoksi. Terjadinya reaksi antara resin epoksi dengan hardener dapat
diketahui dari intensitas cincin epoksida pada epoksi dan gugus hidroksil pada
spekturum FT-IR hasil curing. Data spektrum FT-IR (Gambar 15) menunjukkan
telah terjadinya proses curing pada film epoksi dan epoksi termodifikasi yang
bilangan gelombang 916,19 cm-1 yang merupakan serapan vibrasi ulur dari cincin
epoksida. Hal ini mengindikasikan bahwa epoksi telah bereaksi dengan hardener
dengan amina yaitu hilangnya serapan pada bilangan gelombang 3049,46 cm-1.
bilangan gelombang 3502,73 cm-1 pada epoksi sebelum curing, bergeser ke daerah
bilangan gelombang 3290,56 cm-1, dimana menurut Nikolic et al. (2010) pergeseran
ini disebabkan adanya serapan gugus N-H sisa amina hardener yang overlap
dengan gugus OH yang terbentuk dari hasil reaksi antara cincin epoksida dengan
gugus amina saat proses curing. Kehadiran serapan ini mengindikasi telah
terjadinya proses curing, dimana reaksi curing antara epoksi dengan curing agent
terjadi melalui reaksi poliadisi pembukaan cincin epoksida menjadi gugus hidroksil
35
4.4 Karakteristik Resin Epoksi Termodifikasi Poliuretan (ETP)
dan pot life. Film produk epoksi yang terbentuk dilakukan pengujian waktu kering
karakteristik lain seperti viskositas, pot life, ketahanan kimia, serta kemampuan
proses polimer dalam pelapisan (Benedek, 2004). Berat molekul polimer epoksi dan
hasil pengukuran berat molekul mendekati nilai yang sebenarnya (Verchere et al.,
1990).
molekul yang lebih besar dibandingkan epoksi tanpa modifikasi. Hal ini
meningkatkan berat molekul polimer epoksi. Resin epoksi diglisidil eter bisfenol A
memiliki berat molekul 350 g/mol (May, 2017). Sementara itu produk epoksi
36
Gambar 16. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap berat molekul ETP
antara poliisosianat dengan poliol atau epoksi (Gogoi et al., 2014). Selain itu reaksi
bertambahnya waktu reaksi. Hal ini membuat peningkatan berat molekul yang
Epoksi merupakan cat dua komponen yang harus melalui proses curing
kualitas akhir hasil coating. Dalam menentukan formulasi antara hardener dengan
resin, terlebih dahulu ditentukan nilai Epoxy Equivalent Weight (EEW) dari resin
epoksi. EEW didefinisikan sebagai berat resin epoksi yang mengandung satu
37
Resin epoksi diglisidil eter bisfenol A standar memiliki nilai EEW sekitar
180 – 210 g/eq (May, 2017). Hal ini dapat diartikan dalam 210 g berat molekul
resin terdapat satu gugus epoksida didalamnya. Modifikasi resin epoksi dengan
poliuretan dapat merubah nilai EEW produk epoksi hasil modifikasi. Hasil
90 menit (ETP 90) menunjukkan hasil tertinggi pada semua variasi waktu reaksi.
Peningkatan nilai EEW terjadi akibat meningkatnya berat molekul epoksi, dimana
dengan meningkatnya berat molekul menyebabkan berat polimer per gugus epoksi
tepat, apabila kadar hardener terlalu rendah akan menghasilkan lapisan hasil curing
yang mudah retak, kurang mengkilap, kurang keras, dan memiliki daya tahan yang
menimbulkan terbentuknya blister atau bintik air pada lapisan hasil curing yang
38
4.4.3 Viskositas
atau fluida. Viskositas produk epoksi pada penelitian ini diukur dengan viskometer
Brookfield dengan data yang dihasilkan dalam satuan centipoises (cP). Berdasarkan
hasil pengukuran viskositas epoksi tanpa modifikasi didapati sebesar 12.420 cP,
2017).
produk epoksi yang lebih kental dibandingkan epoksi tanpa modifikasi. Viskositas
tertinggi didapat pada produk ETP 90 dengan viskositas sebesar 31.740 cP. Hasil
rantai polimer yang saling terikat antara epoksi, poliisosianat, dan poliol sehingga
polimer menjadi lebih besar yang mempengaruhi berat molekul dan viskositas.
39
Selain itu, peningkatan viskositas juga dikaitkan dengan adanya interaksi ikatan
hidrogen antar-molekul antara epoksi dengan uretan. Semakin banyak ikatan uretan
yang terbentuk dalam sistem, semakin banyak pula pembentukan formasi ikatan
untuk bisa digunakan dengan beberapa peralatan pengecatan sederhana (kuas, rol,
atau spray) serta memiliki viskositas cukup tinggi sehingga tidak mudah menetes.
mencapai angka 32.000 cP, terjadi peningkatan yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan epoksi tanpa modifikasi yang hanya sekitar 12.000 cP.
Aplikasi coating pada viskositas tinggi kurang disukai, karena menurunkan kualitas
hasil coating. Namun dalam aplikasinya, viskositas resin untuk coating hingga
aplikasi dan untuk meningkatkan daya sebar, viskositas campuran harus diturunkan
pori dan rongga pada lapisan hasil coating yang terbentuk (Baptista et al., 2016).
40
Sebagai akibat meningkatnya berat molekul polimer yang disebabkan
pada pot life epoksi termodifikasi. Peningkatan pot life terjadi akibat menurunnya
laju curing, yang disebabkan oleh meningkatnya berat molekul polimer (Wicks et
al., 2007). Meningkatnya berat molekul terjadi akibat meningkatnya ikat silang
rantai polimer, ikat silang rantai yang makin kompleks dapat mengganggu mobilitas
difusi antar komponen aktif dalam rantai polimer untuk bereaksi, hal ini
Hasil pengujian didapati epoksi termodifikasi memiliki pot life yang relatif
sama yaitu sekitar 1 jam menggunakan hardener versamid. Pot life yang lebih lama
akan memberikan waktu kerja yang lebih panjang pada aplikasi coating.
Penggunaan hardener tipe poliamida memberikan pot life yang lebih lama
hardener versamid 140 (AHEW=97 g/eq) dapat memberikan pot life hingga 3 jam
(Gabrielchem, 2019).
41
Penggunaan jenis hardener akan mempengaruhi sifat produk hasil curing.
Versamid yang digunakan pada penelitian ini merupakan hardener tipe poliamida
yang terbentuk melalui reaksi kondensasi antara asam dimer dan poliamin.
dan ketahanan kimia yang baik pada lapisan film hasil coating (Licari dan Swanson,
2011).
kering sentuh didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan lapisan film hasil
curing aman untuk disentuh dan tidak menempel ketika disentuh dengan tangan
Gambar 20. Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap waktu kering sentuh
semua produk epoksi termodifikasi memiliki waktu kering sentuh selama 3 jam.
Hal ini mengindikasikan tidak adanya pengaruh waktu reaksi terhadap waktu kering
42
epoksi termodifikasi yang didapat. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hasil
epoksi tanpa modifikasi yang memiliki waktu kering selama 2,5 jam, waktu kering
kering tersebut disebabkan oleh hadirnya rantai poliuretan dalam struktur polimer
tidak menempel saat disentuh dengan tangan, namun dalam jangka waktu ini
dibutuhkan agar lapisan coating benar-benar kering adalah waktu kering sempurna,
dan biasanya menjadi patokan untuk pengecatan berikutnya. Secara umum resin
epoksi memiliki waktu kering sentuh pada 2-3 jam dan kering sempurna setelah 7
pengujian tarik pada lapisan film hasil curing. Nilai kuat tarik menunjukkan
ketegangan maksimum yang dapat ditahan oleh material, dalam hal ini film epoksi
dan epoksi termodifikasi ketika diregangkan atau ditarik sebelum patah. Hasil
pengujian kuat tarik pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 21.
43
Hasil pengujian tarik pada Gambar 21 menunjukkan peningkatan kuat tarik
tertinggi diperoleh pada produk ETP 90 dengan peningkatan kuat tarik material
hingga 2 kali lipat dibandingkan produk tanpa modifikasi (dari 4,415 ke 10,785
MPa). Hal ini disebabkan karena hadirnya rantai poliuretan ke dalam matriks epoksi
Pembentukan jaringan IPN terjadi melalui ikat-silang rantai polimer epoksi dengan
poliuretan yang menyebabkan struktur polimer menjadi lebih kaku (rigid), dimana
poliuretan juga ikut mempengaruhi kuat tarik material yang dihasilkan, seperti
dilaporkan oleh Ghozali et al. (2014) dimana terjadi peningkatan kuat tarik pada
kgf/cm2 atau setara dengan 9,51 MPa. Hal ini karena penggunaan poliol linear
lebih lunak, elastis, dan fleksibel sehingga meningkatkan kuat tarik resin epoksi
termodifikasi yang dihasilkan. Sementara itu nilai kuat tarik yang trendnya
dimana strukur jaringan ikat silang polimer yang terbentuk tidak beraturan sehingga
akan mempengaruhi sifat mekanik material yang dihasilkan (Savitri et al., 2015).
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
pada waktu reaksi 90 menit dengan berat molekul sebesar 4.235 g/mol, EEW
sebesar 239 g/eq, dan viskositas sebesar 31.740 cP. Peningkatan waktu reaksi
tidak mempengaruhi hasil pot life dan kering sentuh, dimana pot life epoksi
termodifikasi diperoleh pada waktu 1 jam dan kering sentuh pada waktu 3 jam
di semua variasi waktu reaksi. Hasil kuat tarik tertinggi didapat pada epoksi
epoksi tanpa modifikasi. Hal ini terlihat dari peningkatan sifat mekanik yang
10,785 MPa dibandingkan epoksi tanpa modifikasi sebesar 4,415 MPa pada
5.2 Saran
poliuretan (ETP) pada pengujian anti korosi untuk melihat sejauh mana pengaruh
waktu reaksi modifikasi dengan daya hambat korosi pada epoksi termodifikasi yang
terbentuk.
45
DAFTAR PUSTAKA
Afriani SF, Komalasari, dan Zultiniar. 2014. Proteksi Katodik Metoda Anoda
Tumbal Untuk Mengendalikan Laju Korosi. Jom FTEKNIK. 1(2): 240-245.
Agilent Technologies. 2015. An Introduction to Gel Permeation Chromatography
and Size Exclusion Chromatography. Shropshire: Agilent Technologies Inc.
Arbintarso ES. 2009. Perilaku Korosi pada Sambungan Plat Pembentuk Bodi
Mobil. Jurnal Teknologi Technoscienta. 2(1): 58-66.
Ardianto P. 2017. Pengaruh cacat coating dan perbedaan salinitas terhadap laju
korosi pada daerah splash zone enggunakan material baja a36 [skripsi].
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Ashida K. 2006. Polyurethane and Related Foams: Chemistry and Technology.
New York: CRC Press.
Astrom BT. 2002. Manufacturing of Polymer Composites. New York: CRC Press.
ASTM D-5155. Standart Test Method for Polyurethane Raw Materials
Determination of Isocyanate Content of Aromatic Isocyanates. United States:
Associations of Standard Testing Materials.
ASTM D-638-14. Standart Test Method for Tensile Properties of Plastics. United
States: Associations of Standard Testing Materials.
Baptista R, Mendão A, Guedes M, dan Marat-Mendes R. 2016. An experimental
study on mechanical properties of epoxy-matrix composites containing
graphite filler. Procedia Structural Integrity. 1(2016): 74–81.
Benedek I. 2004. Pressure-Sensitive Adhesives and Applications, Revised and
Expanded. Second edition. New York: Marcel Dekker, Inc.
Brostow W, Chonkaew W, Menard KP, dan Scharf TW. 2009. Modification of an
epoxy resin with a fluoroepoxy oligomer for improved mechanical and
tribological properties. Materials Science and Engineering A. 507(1-2): 241–
251.
Calbo LJ. 1987. Handbook of Coatings Additive. New York: Dekker.
Cognard P. 2005. Handbook of Adhesives and Sealants. London: Elsevier Science.
Cowd MA, dan Stark JD. 1991. Kimia Polimer. Bandung: ITB Press.
Czub P, Boncza-Tomaszewski Z, Penczek Z, dan Pielichowski J. 2002. Chemistry
and Technology of Epoxy Resins. Warszawa: Wydawnictwa
Naukowoechniczne.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Padang: LPTIK Universitas Andalas.
Davis JR. 2004. Tensile Testing. New Jersey: ASTM International.
Dwiyati ST. 2015. Pengaruh Kadar Hardener Terhadap Kualitas Produk Pengecatan
Plastik. JKEM UNJ. 2(2): 65-72.
46
Eaves D. 2004. Handbook of Polymer Foams. Shropshire: Rapra Technology
Limited.
Ferdosian F. 2015. Synthesis, Characterization, and Applications of Lignin-Based
Epoxy Resins [Tesis]. Ontario: The School of Graduate and Postdoctoral
Studies The University of Western Ontario.
Ghozali M, Fauzi LR, dan Triwulandari E. 2016. Sintesis dan Uji Mekanik Epoksi
Termodifikasi Poliuretan Berbasis Ester Gliserol Monooleat. Jurnal Kimia
Terapan Indonesia, 18(1) : 45-54.
Ghozali M, Saputra AH, Triwulandari E, dan Haryono A. 2014. Modifikasi Epoksi
dengan Poliuretan Tanpa Melalui Tahap Prepolimer Poliuretan. Jurnal Sains
Materi Indonesia, 15(4) : 208–213.
Gooch JW. 2011. Encyclopedic Dictionary of Polymers. New York: Springer.
Gogoi R, Alam MS, Khandal RK, dan Gogoi R. 2014. Effect of Reaction Time on
the Synthesis and Properties of Isocyanate Terminated Polyurethane
Prepolymer. International Journal of Engineering Research & Technology.
3(5): 1404-1411.
Groysman A. 2010. Corrosion for Everybody. New York: Springer.
Guo Q. 2018. Thermosets: Structure, Properties, and Applications. Second edition.
London: Elsevier Science.
Hermanto S. 2009. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi &
Spektroskopi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Huerta E, Corona JE, dan Oliva AJ. 2010. Universal testing machine for mechanical
properties of thin materials. Revista Mexicana De Fisica. 56(4): 317-322.
Hidayat D. 2013. Sifat Mekanik Hibrid Epoksi Poliamin dengan Poliuretan
[skripsi]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Ibrahim I. 2018. Sintesis dan Karakterisasi Epoksi Termodifikasi Poliuretan-
Siloksan Berbasis 1,4 Butandiol Monooleat dan 1,4 Butandiaol Monostearat
[skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
João AP, Cardozo NSM, dan Petzhold CL. 2018. Enzymatic synthesis of andiroba
oil based polyol for the production of flexible polyurethane foams. Industrial
Crops & Products. 113(2018): 55–63.
Jones D. 1992. Principles and Prevention of Corrosion. New York: Mcmillan
Publishing Company.
Kathalewar M, dan Sabnis A. 2014. Preparation of Novel CNSL-Based Urethane
Polyol via Nonisocyanate Route : Curing with Melamine-Formaldehyde Resin
and Structure – Property Relationship. J. APPL. POLYM. SCI. 41391(2019):
1–9.
Kausar A. 2019. Interpenetrating polymer network and nanocomposite IPN of
polyurethane/epoxy: a review on fundamentals and advancements. Polymer-
Plastics Technology and Materials. 1(2019): 1-17.
47
Klempner D, dan Frisch KC. 2001. Advances in Urethane Science and Technology.
Shropshire: Rapra Technology Limited.
Koch GH, Brongers MPH, dan Thompson MP. 2002. Corrosion Cost and
Preventive Strategies in The United States. Houston: NACE International.
Koleske JV. 2014. Paint and Coating Testing Manual. New Jersey: ASTM
International.
Kricheldorf HR, Nuyken O, dan Swift G. 2005. Handbook of Polymer Synthesis.
New York: Marcel Dekker, Inc.
Licari JJ, dan Swanson DW. 2011. Adhesives Technology for Electronic
Applications: Materials, Processing, Reliability. Second edition. New York:
William Andrew.
Lipke U, Haverkamp JB, Zapf T, dan Lipperheide C. 2015. Matrix Effect on
Leaching of Bisphenol A Diglycidyl Ether (BADGE) from Epoxy Resin
based Inner Lacquer of Aluminium Tubes into Semi-solid Dosage Forms.
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 101(2016): 1-8.
Mahajan S. 2001. Encyclopedia of Materials: Science and Technology. First
edition. Oxford: Pergamon Press.
Malada HP. 2015. Pengaruh Komposisi Triethylamine sebagai Curing Agent
Terhadap Sifat Mekanik dan Termal pada Epoksi DGEBA sebagai Adhesive
Baja A36. [skripsi]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya.
Mark HF. 2004. Encyclopedia of Polymer Science and Technology. New York:
Wiley-Interscience.
May CA. 2017. Epoxy Resins: Chemistry and Technology. Second edition. Florida:
CRC Press.
Nikolic G, Zlatkovic S, Cakic M, Cakic S, Lacnjevac C, dan Rajic Z. 2010. Fast
Fourier Transform IR Characterization of Epoxy GY Systems Crosslinked
with Aliphatic and Cycloaliphatic EH Polyamine Adducts. Sensors. 10(1):
684–696.
Nuraini L, Triwulandari E, Ghozali M, Hanafi M, dan Jumina. 2017. Synthesis of
Polyurethane/Silica Modified Epoxy Polymer Based on 1,3-Propanediol for
Coating Application. Indones. J. Chem. 17(3): 477 – 484.
Nishimura T. 2015. Epoxy Polymer Coating to Prevent The Corrosion of
Aluminum Nanoparticles. Polym. Adv. Technol. 27(6): 712–717.
Parameswaranpillai J, Hameed N, Pionteck J, dan Woo EM. 2017. Handbook of
Epoxy Blends. New York: Springer.
Perello M, Mueler A, Evans A, Vyorykka J, Yiu S, Schmitz M, Mulik S, dan
Colmou N. 2015. New Generation of Binder for 2K Fast Curing
Waterproofing Membranes. Drymix Mortar Yearbook 2015: 05-11.
Pokropski T, dan Balas A. 2003. Epoxy resins and polyurethanes - Mutual
modifying influence. Interpenetrating polymer networks (IPN). Polimery.
48(9): 591–597.
48
Prihastuti H. 2008. Studi Sintesis Foam Poliuretan dari Gliserol Monooleat
[Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Rochmadi, dan Permono A. 2015. Mengenal polimer dan polimerisasi.
Yogyakarta: UGM Press.
Sastrohamidjojo H. 1992. Spekstroskopi Inframerah. Yogyakarta: UGM Press.
Savitri, Triwulandari E, Haryono A, dan Syahputra OA. 2015. Pengaruh Senyawa
Silan Terhadap Sifat Mekanik Pelapis Paduan Hibrid Epoksi Termodifikasi
Poliuretan. JKTI. 17(1): 19-33.
Szycher M. 2012. Szycher's Handbook of Polyurethanes. Florida: CRC Press.
Setyawan DH, Risanti DD, dan Mawarni LJ. 2015. Pencegahan Korosi Dengan
Menggunakan Inhibitor Natrium Silikat (Na2SiO3) Hasil Sintesis dari
Lumpur Lapindo pada Baja Tulangan Beton. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November.
Shakhashiri B. 1983. Chemical Demonstrations: A Handbook for Teacher of
Chemistry. Wisconsin: The University of Wisconsin Press.
Silverstein. 2002. Identification of Organic Compound. Third edition. New Jersey:
John Wiley & Sons.
Striegel AM, Yau WW, Kirkland JJ, dan Bly DD. 2009. Modern Size-Exclusion
Liquid Chromatography. New Jersey: John Wiley & Sons.
Stevens MP. 2007. Kimia Polimer. Terjemahan Lis Sopyan. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia
Sukanya P, Priyanka P, Smita M, dan Sanjay KM. 2016. Insight on the Chemistry
of Epoxy and its Curing for Coating Aplications: A Detailed Investigation
and Future Perspectives. Polymer-Plastics Technology and Engineering.
55(8): 862–877.
Sulistyani M, dan Huda N. 2017. Optimasi Pengukuran Spektrum Vibrasi Sampel
Protein Menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR).
Indo. J. Chem. sci. 6(2): 174-180.
Syakur A, Berahim H, Tumiran, dan Rochmadi. 2011. Experimental Investigation
on Electrical Tracking of Epoxy Resin Compound with Silicon Rubber. High
Voltage Enginering. 37(11): 2780-2785.
Taylor C. 2007. The Kingfisher Science Encyclopedia. Terjemahan oleh Tim
Ensiklopedia. Jakarta: PT Lentera Abadi.
Theophanides T. 2012. Infrared Spectroscopy – Materials Sciences, Engineering,
and Technology. First edition. Rijeka: InTech.
Triwulandari E, Ramadhan MK, dan Ghozali M. 2017. Effect of Reaction Time and
Polyethylene Glycol Monooleate-Isocyanate Composition on the Properties
of Polyurethane-Polysiloxane Modified Epoxy. Jakarta (ID): Proceedings of
The 3rd International Symposium on Applied Chemistry (ISAC).
49
Triwulandari E, Ghozali M, dan Haryono A. 2013. Karakteristik Binder Epoksi
Sebagai Bahan Coating Dengan Variasi Jenis dan Komposisi Hardener. Solo
(ID): Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia (SNKTI).
Unnikrishnan KP, dan Thachil ET. 2006. Toughening of Epoxy Resins. Des Monom
Polymer. 9(2): 129-152.
Wang C, Xiao X, Lu Y, Shu C, dan Guo J. 2019. Utilization and properties of
modified epoxy resin for colorful anti-slip pavements. Construction and
Building Materials. 227(2019): 1–11.
Waters. 2019. Beginner's Guide to Size-Exclusion Chromatography. [diunduh 7
Nov 2019]. Tersedia pada: https://www.waters. com /nextgen/de /de.
html?locale=de_DE.
Wicks ZW, Jones FN, Pappas SP, dan Wicks DA. 2007. Organic Coatings : Science
and Technology. Third edition. New Jersey: Wiley-Interscience.
Verchere D, Sautereau H, dan Pascault JP. 1990. Buildup of Epoxycycloaliphatic
Amine Networks. Kinetics, Vitrification, and Gelation. Macromolecules.
23(3): 725–731.
Yahia L. 2015. Shape Memory Polymers for biomedical Applications. Cambridge:
Woodhead Publishing.
Young RJ. 1981. Introduction to Polymers. London: Chapman & Hall.
Yu M, Qi S, Fu J, Yang PA, dan Zhu M. 2016. Preparation and characterization of
a novel magnetorheological elastomer based on polyurethane/epoxy resin
IPNs matrix. Smart Mater. Struct. 24(2016): 1-9.
Yue J, dan Cao Y. 2015. Corrosion Prevention by Applied Coatings on Aluminum
Alloys in Corrosive Environments. Int. J. Electrochem. Sci. 10(2015): 5222
– 5237.
Zafar F, dan Sharmin E. 2012. Polyurethane: An Introduction. INTECH Open
Access Publisher.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 2. Data perhitungan bilangan isosianat
1. ETP 30
(13,375 - 13,15) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 1 = ×100 % = 1,74 %
0,0506
(13,375 - 13,2) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 2 = ×100 % = 1,35 %
0,0506
1,74 + 1,35
rata-rata = = 1,545 %
2
( 18,075 % - 1,545 %)
konversi isosianat = = 91,45 %
18,075 %
2. ETP 60
(13,375 - 13,2) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 1 = ×100 % = 1,35 %
0,0507
(13,375 - 13,3) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 2 = ×100 % = 0,58 %
0,0506
1,35 + 0,58
rata-rata = = 0,97 %
2
( 18,075 % - 0,97 %)
konversi isosianat = = 94,63 %
18,075 %
3. ETP 90
(13,375 - 13,30) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 1 = ×100 % = 0,58 %
0,0505
(13,375 - 13,35) × 0,0933 × 0,042
% isosianat 2 = ×100 % = 0,20 %
0,0507
0,58 + 0,20
rata-rata = = 0,39 %
2
( 18,075 % - 0,39 %)
konversi isosianat = = 97,84 %
18,075 %
52
Lampiran 3. Data perhitungan epoxy equivalent weight (EEW)
1. Epoksi
2. ETP 30
3. ETP 60
(53 − 30,5) × 0,09733
epoxy value 1 = = 0,4375
0,5005 × 10
100
EEW 1 = = 228,57
0,4375
(53 − 31,1) × 0,09733
epoxy value 2 = = 0,4255
0,5009 × 10
100
EEW 2 = = 235,02
0,4255
228,57 + 235,05
EEW = = 231,75
2
53
4. ETP 90
(53 − 31,4) × 0,09733
epoxy value 1 = = 0,4193
0,5013 × 10
100
EEW 1 = = 238,44
0,4193
(53 - 32) × 0,09733
epoxy value 2 = = 0,4156
0,5006 × 10
100
EEW 2 = = 240,58
0,4156
238,44 + 240,58
EEW = = 239,51
2
54
Lampiran 4. Data analisis FT-IR
1. Epoksi
2. ETP 30
55
3. ETP 60
4. ETP 90
56
5. Epoksi film
6. ETP 30 film
57
7. ETP 60 film
8. ETP 90 film
58
Lampiran 5. Data analisis 1H-NMR
1. Epoksi
2. ETP 30
59
3. ETP 60
4. ETP 90
60
Lampiran 6. Data analisis GPC
1. Epoksi
61
2. ETP 30
62
3. ETP 60
63
4. ETP 90
64
Lampiran 7. Data analisis kuat tarik
1. Epoksi
2. ETP 30
65
3. ETP 60
4. ETP 90
66
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Email : ekofahrulumam@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
PENGALAMAN ORGANISASI
67