SKRIPSI
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Teknik
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 20 Juni 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nyalah saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik,
Univeritas Indonesia. Skripsi ini saya persembahkan kepada orangtua, Ibunda Sri
Yulia Pujiastuti dan Ayahanda Rusmadi Eko Priyono, serta adik saya yang
tercinta Yusuf Donner Dwiyantama atas doa, kasih sayang serta dukungannya
terhadap saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, maka sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada.
1. Dr. Mochammad Chalid S.SI, M.Sc.Eng dan Dr. Lisman Suryanegara
M.Agr selaku dosen pembimbing yang membantu saya dalam penyusunan
skripsi.
2. Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia, M.T. dan Drs. Sari Katili, M.Sc, selaku dosen
pembimbing akademis yang senantiasa membantu saya dalam masa
perkuliahan
3. Orang Tua serta keluarga penulis yang telah memberikan bantuan
dukungan material dan moral
4. Rekan-rekan saya, Adam, Zainudin, Mbak Laili yang telah saling bekerja
sama dengan baik dari proses pembuatan sampel hingga penyusunan
skripsi,juga pihak yang telah membantu saya dalam memperoleh data yang
saya perlukan seperti mas Masruchin, Pak Sumanto, Mas Yus, Mbak Ary
serta staff pendamping lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
5. Teman teman di Teknik Metalurgi dan Material 2009, Pembina dan
Pengurus IROSI, FUSI, FORMASI, APSIA 2013, Pioneer FTUI atas setia
kebersamaannya mendukung saya dalam pembuatan skripsi ini.
6. Seluruh Karyawan di Departemen Metalurgi dan Material
v
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalasa segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan riset dalam pengembangan
material ke depannya.
Depok, Juni 2013
Penulis
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
vii
( Juniko nur Pratama )
viii
ABSTRAK
Penggunaan plastik konvensional yang terbuat dari minyak bumi atau diebut
sebagai petropolimer. Dalam kondisi ini, jumlah minyak bumi yang tersedia
didunia semakin habis, sehingga pengembangan plastik yang ramah lingkungan
dan terbuat dari bahan alami yang bersifat sustainable sebagai pengganti minyak
bumi sangat dibutuhkan. Polylactic acid (PLA) merupakan salah satu material
biopolimer yang memiliki sifat mekanik yang sangat baik, tetapi salah satu
kekurangannya ialah sifat getas dari PLA, sehingga membutuhkan pemlastis agar
PLA memiliki fleksibilitas yang dibutuhkan. Perlakuan panas seperti anilasi juga
dibutuhkan untuk memperbaiki sifat mekanik serta meningkatkan derajat
kristalinitas dari PLA. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penambahan diethylene glycol dibenzoate dan triacetine terhadap sifat mekanik
dan derajat kristalinitas polylactic acid. Sifat mekanik diamati dengan uji UTM
dan SEM. Perilaku molekul diamati dengan uji FTIR dan derajat kristalinitas PLA
diamati dengan uji DSC. Hasilnya, morfologi perpatahan menunjukkan
penambahan pemlastis menjadikan material PLA menjadi ulet. Kemungkinan
adanya interaksi molekul antara PLA dengan pemlastis. Triacetine lebih
meningkatkan elongasi dibandingkan dengan diethylene glycol dibenzoate. Dan
sebaliknya diethylene glycol dibenzoate lebih meningkatkan kristalinitas PLA
dibandingkan dengan triacetine.
Kata kunci :
Polylactic acid, diethylene glycol dibenzoate, triacetine, sifat mekanik, sifat
termal, elongasi, kristalinitas.
ix
x
ABSTRACT
The use of conventional plastics that increased dramatically, increase the capacity
of local waste volume. In this condition, the development of eco-friendly plastic
made from nature and the ability to decompose biologically in a relatively short
time is needed. Polylactic acid (PLA) is a biopolymer material that is brittle, so it
requires a pemlastis so that PLA has the flexibility required. Heat treatment such
as annealing also needed to improve the mechanical properties and increase the
degree of crystallinity of PLA. This research aims to study the effect of the
addition of diethylene glycol dibenzoate and triacetine on mechanical properties
and degree of crystallinity of polylactic acid. Mechanical properties were
observed by SEM and UTM test. Molecular behavior observed by FTIR test and
the degree of crystallinity of PLA were observed by DSC test. As a result, the
fracture morphology shows the addition of pemlastis s to make the PLA a resilient
material. The possible existence of molecular interactions between the PLA dan
pemlastis . Triacetine further improve elongation compared with diethylene glycol
dibenzoate. And conversely diethylene glycol dibenzoate further improve the
crystallinity of PLA compared with triacetine.
Keywords:
Polylactic acid, diethylene glycol dibenzoate, triacetine, mechanical properties ,
thermal properties, elongation, crystallinity.
xi
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
preventif dari masalah limbah plastik yang lebih efisien daripada solusi yang
bersifat kuratif dan yang membutuhkan biaya yang relatif mahal serta proses yang
relatif sulit. Biodegradable polymer dapat diproses dari bahan-bahan alami
seperti tumbuhan dan hewan yang dapat diperbaharui. Selain itu, pemanfaatan
biodegradable polymer akan meningkatkan pemberdayaan sektor agrobisnis.
PLA merupakan kelompok polimer dari gugus alifatik ester yang terbuat
dari asam hidroksi dan termasuk asam poliglikol serta asam polimandel. PLA
memiliki kekuatan, transparansi, kemampuan terurai dalam waktu relatif singkat
oleh alam dan persediaan bahan yang baik. PLA dibuat dengan proses
bioteknologi dari bahan yang terbaharukan, seperti jagung dan kentang. Walaupun
jagung merupakan sumber biomasa yang dapat digunakan untuk alternatif bahan
bakar, ia juga memiliki keuntungan lain karena dapat menghasilkan asam laktat
dengan kadar kemurnian tinggi. PLA dapat disintesis dari asam laktat dengan 2
cara: reaksi polikondensasi secara langsung ataupun polimerisasi cincin terbuka
dari monomer laktida. Teknik polimerisasi cincin terbuka memiliki keuntungan
dalam menghasilkan produk dengan berat molekul yang lebih tinggi. PLA
memiliki blok dasar sebagai penyusun berupa asam laktat (asam 2-
hidroksipropionat) dan struktur kimianya ditunjukkan pada Gambar 3.
Stereoisomeris perbandingan antara L/D dari unit laktida mempengaruhi sifat dari
PLA[2].
Universitas Indonesia
4
injeksi. PLA tidak boleh terekspose pada temperatur dan kelembaban tinggi untuk
menghindari degradasi. PLA mengalami degradasi termal pada temperatur 200 oC
oleh proses hidrolisis, pembentukan ulang laktida dan pemotongan rantai utama
akibat oksidasi dan reaksi transesterifikasi inter atau intramolekular. PLA juga
bisa ditambahkan filler/bahan penguat yang terbuat dari mineral yang banyak
digunakan sebagai aditif untuk mempercepat pertumbuhan titik nukleasi pada
produk injeksi, dan juga pemlastis yang ditambahkan pada plastik berbentuk
lapisan untuk memperbaiki ketangguhannya. PLA digunakan sebagai material
implan dan pembedahan serta sistem pelarutan obat dalam tubuh. Aplikasi plastik
yang dapat diuraikan sekarang lebih menarik perhatian daripada produk plastik
konvensional yang memiliki waktu penguraian yang relatif lebih lama.
Pengendalian kualitas produk dalam suatu industri merupakan komponen
penting yang menunjang kemajuan dan perkembangan dari industri tersebut.
Pengendalian kualitas yang baik dapat menjaga kepercayaan konsumen terhadap
produk yang dipakai. Dalam pemilihan material untuk aplikasi kemasan, PLA
memiliki kesulitan untuk diproses dengan mesin ekstrusi karena sifatnya yang
kaku dan tidak stabil terhadap panas[3]. Sifat fisik dari PLA dapat dimodifikasi
dengan mencampur polimer dengan pemlastis yang akan meningkatkan
fleksibilitas PLA yang dibutuhkan dalam aplikasi lapisan kemasan. Sebagai
contoh polimer yang telah dicampurkan dengan PLA adalah termoplastik dasar
pati[4], poli (etilena oksida)[5], poli (etilena glikol)[6], poli caprolaktan[7-9] dan
poli(hidroksibutirat)[10],[11]. Dan pemlastis yang sudah dicampurkan dengan PLA
diantaranya adalah gliserol[4], dan jenis ester dengan berat molekul rendah, seperti
sitrat[12].
Ljunberg yang meneliti efek pemlastis menemukan bahwa triacetine
merupakan salah satu jenis pemlastis yang sangat efektif dalam memplastisasi
PLA[13]. Perkembangan pemlastis selanjutnya menuntut agar penambahan
pemlastis tidak menyebabkan sifat toksik pada polimer. Maka dari itu,
penggunaan pemlastis yang tidak bersifat racun merupakan pilihan utama dalam
penggunaan pemlastis dalam skala industri saat ini.
Seperti halnya triacetine, saat ini terjadi banyak perubahan dalam pemilihan
pemlastis dalam dunia industri. Salah satu contohnya adalah diethylene glycol
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
PLA. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pemlastis triacetine dengan
fraksi masa 10 % dan DEDB dengan fraksi masa 10 % sebagai aditif yang
menambah fleksibilitas dan mengurangi sifat getas PLA.
Proses dalam memformulasikan aditif dan matriks polimer yang digunakan
adalah bagian terpenting dalam suatu proses produksi. Proses ini tentunya sangat
memperhatikan aspek perbandingan antara kualitas produk, biaya produksi dan
ketersediaan bahan. Oleh karena itu, penelitian ini sangat dibutuhkan untuk
memberikan gambaran mengenai pentingnya ketepatan formulasi antara bahan
aditif dan matriks polimer dalam proses compounding dan keberhasilan dalam
penelitian ini akan membuka banyak kesempatan untuk menghasilkan produk
dengan kualitas terbaik, dan memperbaiki sifat mekanik PLA.
PLA yang telah diberikan pemlastis triacetine dengan fraksi masa 10 %
dan DEDB dengan fraksi masa 10 % selanjutnya dilakukan hot press menjadi
bentuk dogbone dan dianilasi pada suhu 80 oC dan 100 oC dalam waktu 30 menit
sebagai perlakuan panas yang akan meningkatkan kekuatan mekanik PLA dan
merekristalisasi PLA sehingga akan meningkatkan derajat kristalinitas PLA.
Karakterisasi yang dilakukan berupa pengujian tarik micro tensile UTM
untuk melihat pengaruh pemberian pemlastis triacetine dengan fraksi masa 10 %
dan DEDB dengan fraksi masa 10 % serta pemberian perlakuan anil terhadap sifat
mekanik PLA yang telah mengalami rekristalisasi dan penambahan sifat plastis.
Selanjutnya pengujian dilanjutkan dengan melakukan pengujian Fourier Transfer
Infra Red untuk melihat ikatan yang terbentuk setelah pemlastis triacetine dan
DEDB dicampur dengan PLA. Selanjutnya dogbone PLA yang telah patah akibat
pengujian tarik micro tensile diuji dengan SEM untuk melihat morfologi
perpatahannya. Pengujian terakhir berupa pengujian DSC untuk melihat derajat
kristalinitas yang terbentuk akibat proses anilasi.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari peran pemlastis triacetine dan DEDB dalam
meningkatkan kekuatan mekanik PLA.
2. Mempelajari peran perlakuan anil terhadap dogbone PLA hasil
hotpress yang telah diberikan pemlastis triacetine dengan fraksi masa 10 % dan
Universitas Indonesia
7
Inti dari penelitian ini adalah mengembangkan PLA yang bersifat getas
menjadi PLA yang bersifat ulet, tangguh dan memiliki persen elongasi tinggi.
PLA yang telah dimodifikasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan dasar
untuk aplikasi kemasan fleksibel, pembungkus makanan, botol air minum dan
aplikasi lain yang berhubungan dengan keuletan dan ketangguhan tinggi. Berikut
ini adalah penjabaran ruang lingkup penelitian ini:
1. Pembuatan campuran larutan PLA dengan pemlastis
Bahan dasar yang digunakan adalah PLA 3001D
Pemlastis yang digunakan adalah triacetine dan DEDB
Metode preparasi yang digunakan adalah metode pelarutan PLA dengan
pemlastis dalam pelarut kimia
Universitas Indonesia
8
1.6. Hipotesis
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
11
Gambar 2.1. Metode sintesa untuk PLA dengan berat molekul rendah. [22]
Asam laktat (asam 2-hidroksi propionat) adalah asam hidroksi yang paling
sederhana dengan atom karbon yang asimetris dan muncul secara optis dalam dua
konfigurasi yang aktif. Isomer L(+)- diproduksi dalam metabolisme manusia,
sedangkan kedua enantiomer D(-)- dan L(+)- diproduksi dalam sistem
metabolisme bakteri. Secara umum, asam laktat diproduksi dengan bantuan
bakteri Lactobacilli dalam proses fermentasi karbohidrat.[26] Organisme yang
menghasilkan isomer L(+) adalah Lactobacilli amylophilus, L. bavaricus, L. casei,
L. maltaromicus dan L. salivarius. Sedangkan isomer D(-) dihasilkan dari
Lactobacilli jenis delbrueckii, jensenii dan acidophilus.[22] Proses fermentasi ini
membutuhkan waktu 3 6 hari hingga prosesnya selesai. Konsentrasi gula yang
digunakan 5 10 % yang menghasilkan 2 gram asam per 1 liter per jam.
Proses sintesa asam laktat menjadi PLA dengan berat molekul tinggi dapat
dicapai dengan dua jalan polimerisasi yang berbeda, lihat Gambar 2.1. Asam
laktat dipolimerisasi kondensasi untuk menghasilkan PLA dengan berat molekul
rendah dan bersifat kaku/getas.
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Fisik PLA Berat Molekul Tinggi dengan Variasi Kondisi
Orientasi[43]
Unoriented Oriented
Ultimate tensile strength (MPa) 47,6 53,1 47,6 166
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
(GPa)
Elongation at break 12 26 20 120 50 70 30 40
(%)
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
[13]
. Ljungberg menggunakan triasetin dan tributil sitrat sebagai pemlastis dan
menyimpulkan bahwa pemberian pemlastis dapat menurunkan nilai Tg dari PLA
sehingga lebih mudah mendapatkan PLA yang lebih lunak. Efek plastisasi
didapatkan setelah pemberian pemlastis yang dapat dilakukan dengan
menggunakan aditif yang secara kimia tidak berbahaya, memiliki titik didih dan
leleh tinggi dan ramah lingkungan, seperti triacetine dan dietilen glikol dibenzoat
(DEDB).
2.2.2. Penggunaan Triacetine sebagai Aditif dalam Formulasi PLA
Triacetine adalah zat kimia yang memiliki rumus molekul C9H14O6
dengan berat molekul dari senyawa kimia tersebut sebesar 218,2 g/mol.
Sedangkan titik didih dan massa jenisnya ialah 258 oC dan 1,16 g/cm3. Triacetine
memiliki sifat yang sangat baik untuk penggunaan sebagai pemlastis , selain itu
triacetine juga hampir larut pada semua pelarut organik, kompatibilitas yang baik
pada karet alam maupun sintetis serta ketahanan terhadap cahaya yang baik.
Triacetine memiliki variasi aplikasi sebagai pemlastis untuk filter rokok
dan selulosa nitrat, pelarut untuk membuat seluloid, lapisan fotografi, fungisida
untuk kosmetik dan beberapa untuk aditif makanan. [14]
Triacetine merupakan trigliserida dan rantai terpendek dari asam lemak
dari ester gliserol, yang mudah terhidrolisis menghasilkan asam asetat dan gliserol
pada lingkungan alkali. [41] Triacetine dapat larut pada air, hidrokarbon aromatik
dan hampir semua pelarut organik. Sebaliknya, triacetine tidak dapat larut pada
hidrokarbon alifatik, minyak sayur dan hewan.
Universitas Indonesia
19
pada PLA hingga konsentrasi 5%, serta meningkatkan persentasi elongasi hingga
18,5 %. Triacetine yang digunakan sebagai pemlastis diduga mempermudah
pergerakan rantai molekul sehingga dapat bergerak dan meningkatkan elongasi[47].
2.2.1. Penggunaan Diethylene Glycol Di Benzoat sebagai Aditif dalam
Formulasi PLA
DEDB memiliki rumus molekul C18H18O5 dengan berat molekul 314,34
gr/mol. Struktur molekul DEDB dapat dilihat pada gambar 2.4. DEDB memiliki
densitas 9.8 lb/gal, flash point dan titik didihnya berada pada 199C dan 230 oC
sehingga masih memungkinkan untuk diterapkan dalam pemrosesan PLA yang
berkisar pada suhu 180C.
DEDB merupakan senyawa yang tidak berbahaya dan dapat terdegradasi
[15]
. Hal ini juga sejalan dengan PLA yang ramah lingkungan, sehingga
penggunaan DEDB sebagai pemlastispada PLA akan menghasilkan material yang
ramah lingkungan.
Dalam penelitian yang dilakukan Azadeh[48], DEDB dikemukakan sebagai
green pemlastis . Konsep green pemlastis ini muncul karena pemlastis
konvensional seperti Dioctyl Terephthalate dan Di-(2-ethylhexyl) Terephtalate
merupakan zat kimia yang beracun dan diindikasikan memiliki pengaruh yang
buruk dalam kesehatan seperti pemicu kanker dan agen pemutasi bagi manusia,
hewan dan tumbuhan. Green pemlastis lahir sebagai pemlastis baru yang memiliki
sifat ramah lingkungan karena terbuat dari bahan biologi dan mampu terurai oleh
tanah[48].
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Gambar 2.6. Kurva tegangan-regangan PLA komperesi, PLA kompresi teranil dan PLA
kompresi steril dan teranil[49]
Penentuan nilai mekanik suatu bahan berbasiskan pada nilai modulus
kekakuan (E) diukur pada daerah elastis, dimana nilai modulus kekakuan diukur
dengan persamaan 1 berikut:
= ...........................................Persamaan 1
Dengan = tegangan dan = besar regangan
Persamaan 1 dikenal dengan hukum Hooke, dan hanya berlaku pada
daerah elastis saja, atau pengukuran yang dilakukan harus sebelum menyentuh
nilai yield strength, seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.[50] dan 2.8.[51]
Universitas Indonesia
22
Gambar 2.7. Skematik kurva tegangan-regangan untuk suatu material dalam menentukan nilai
yield dan tensile strength [50]
Pada Gambar 2.7. terlihat kemiringan garis pada daerah elastis yang
menunjukkan nilai modulus kekakuan suatu material, semakin tinggi kemiringan
garis, maka semakin kaku/plastis material tersebut.
Penentuan nilai modulus kekakuan dan pemuluran polimer selama proses
pengujian tarik uniaxial dapat dilakukan seperti pada Gambar 2.8. yang terlihat
pada gambar dibawah. Nilai elongasi pada titik yield dan elongasi pada saat
patahan pada polimer setelah uji tarik uniaxial.
2.3.1. Fenomena yielding dalam polimer
Pada saat fenomena necking terjadi pada rantai polimer yang bersifat semi
kristalin seperti PLA, terjadi penataan ulang rantai polimer akibat penarikan
uniaxial menyusun susunan fibril, dimana mereduksi jarak antar molekul dan
berkontribusi dalam menguatkan interaksi antara rantai molekul dan rapat jenis
energi kohesif dari sistem jaringan polimerik rantai molekul PLA[52]. Fenomena
necking pada rantai polimer bersifat amorfus terlihat pada Gambar 2.9.
Universitas Indonesia
23
Gambar 2.8. Diagram ilustrasi kurva tegangan-regangan dalam menentukan nilai kekakuan dan
pemuluran pada polimer [51]
Gambar 2.9. Presentasi skematik fenomena necking dititik (B) yang terjadi akibat proses drawing
sampel polimer amorfus [52]
Poly lactic acid tergolong kedalam material polimer termoplastik, dan
memiliki fasa kristalin dan amorfus dalam penyusunan rantai molekulnya,
sehingga PLA memiliki nilai Tg dan Tm. Proporsi fasa amorfus dan kristalin
menentukan nilai Tg dan Tm pada PLA, secara umum diketahui bahwa nilai Tg
PLA berada dalam rentang 55C - 65C[22].
Gambar 2.10. Skematik diagram orientasi keteraturan dan ketidakteraturan rantai molekul suatu
polimer[53]
Pada Gambar 2.10 terlihat bahwa polimer PLA memiliki fasa amorfus dan
fasa kristalin, dimana ada rantai molekul yang membentuk suatu pola keteraturan
(long range order) dan ada rantai molekul yang membentuk pola yang acak (short
range order), karena adanya fasa kristalin dan fasa amorfus dalam polimer PLA,
maka PLA tergolong sebagai polimer semikristalin, meskipun PLA dominan
memiliki fasa amorfus dalam jaringan polimerik yang terbentuk oleh monomer
laktida.[52]
Universitas Indonesia
24
Gambar 2.11. Tahapan deformasi elastis pada polimer semikristalin. (a) Dua sambungan susunan
rantai lamellae dan interlamellae sebelum deformasi. (b) Pemuluran rantai molekul fasa amorf
pada tahap awal deformasi. (c) Penambahan ketebalan kristalit lamellar (reversibel) akibat
penekukan dan penarikan rantai polimer pada fasa kristalin[50].
Pada Gambar 2.12. terlihat, setelah energi pembebanan tidak mampu lagi
diakomodasi oleh peregangan yang dilakukan rantai molekul polimer yang ada
pada masa fasa amorfus, maka terjadilah peregangan rantai molekul yang ada
pada fasa kristalin, dan terlihat pada tahap ke 3, saat rantai molekul polimer pada
fasa kristalin mengalami pergesekan. Proses shearing berlanjut dan menyebabkan
rantai molekul polimer pada fasa kristalin terfragmentasi menjadi beberapa bagian
kecil, seperti yang terlihat pada Gambar 2.12 tahap 4, dan akhirnya mengalami
failure pada saat hasil fragmentasi rantai molekul pada fasa kristalin mengalami
peregangan lebih lanjut dan akhirnya putus (tahap 5).
Universitas Indonesia
25
Gambar 2.12. Skematik deformasi plastik dalam polimer semikristalin. (b) lamellar chain folds
region kristalin mengalami deformasi sehingga mengalami kemiringan. (c) Pemisahan segmen
pada fasa kristalin. (d) Pemaketan orientasi segmen kristalin hasil pemisahan searah dengan sumbu
pembebanan dan menghasilkan produk deformasi pada polimer semikristalin [50]
2.4. Proses Kristalisasi PLA; Kaitannya dengan fenomena pelipatan
(folding)
2.4.1. Kristalisasi Polimer
Proses kristalisasi polimer dari lelehan dapat dibagi menjadi 3 tahapan,
yaitu nukleasi primer, pertumbuhan kristal dan proses kristalisasi sekunder.
Nukleasi primer adalah proses dimana nuklei kristalin terbentuk dalam kondisi
lelehan. Nuklei dapat dibentuk secara homogen maupun heterogen, walaupun
proses nukleasi lebih sering terjadi membentuk susunan nuklei yang heterogen
dan dimulai dari permukaan, lubang atau retakan dari pengotor yang tidak larut.
Setelah nuklei terbentuk, lamelar kristalin berkembang dan membentuk struktur 3
dimensi. Morfologi kristal yang sering terbentuk dari lelehan adalah sferulit,
walaupun struktur lain terbentuk juga seperti dendrit[54]. Pada umumnya proses ini
dilanjutkan dengan proses kristalisasi sekunder. Proses ini menghasilkan
peningkatan kristalinitas dan ketebalan kristal lamelar yang telah terbentuk,
seperti yang terjadi pada PE dan PHB[55].
Muthukumar mengatakan bahwa konektivitas antar rantai polimer
memiliki pengaruh terhadap proses nukleasi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan
beberapa rantai polimer yang panjang untuk bergabung dalam nuklei dan disebut
juga sebagai kondisi semikristalin, lihat Gambar 2.13.
Universitas Indonesia
26
Pada kristalisasi polimer, kekakuan lokal dari backbone rantai akan berkompetisi
dengan daya tarik monomer yang berdekatan akibat ikatan van der Waals
[56]
mengakibatkan pelipatan rantai pada lamelar . Perbedaan kondisi lipatan
polimer kristalin dipisahkan oleh lapisan pelindung nukleasi. Hal ini
membutuhkan pemahaman dari sifat lapisan pelindung antara kondisi yang
berbeda-beda untuk menjelaskan proses kuantisasi (jumlah lipatan rantai yang
terbentuk). Cheng mengatakan bahwa lapisan ini memiliki hubungan dengan nilai
entalpi dan entropi molekul polimer dan hal ini menentukan kecepatan
pertumbuhan kristal. Cheng juga mengatakan bahwa sifat alami dari struktur dan
rantai polimer yang panjang dapat mempengaruhi lapisan nukleasi ini secara
kuantitas.[57]
(2.1.)
Dimana apabila terdapat sebuah nukleus dengan ukuran jari-jari r dengan
kondisi fasa di sekelilingnya adalah cair. Terdapat perbedaan entalpi bebas, G,
antara kristal dan fluida. Sedangkan Gv adalah perbedaan entalpi bebas per unit
Universitas Indonesia
27
volume antara kristal dan fluida, adalah energi interfacial dan rk adalah ukuran
kritis nukleus.
Ketika temperatur turun, driving force akan meningkat dan kecepatan
tumbuh kristal pun akan meningkat. Pada sisi lain, pertumbuhan kristal diiringi
dengan pergerakan rantai molekul utama. Pergerakan ini membutuhkan pelepasan
antara satu rantai molekul yang terbelit dengan molekul lain seiring dengan aliran
lelehan polimer. Mobilitas polimer sangat dibutuhkan pada proses pertumbuhan
kristal dan hal ini sangat terkait pada temperatur dan panjang rantai molekul
polimer.[58]
Akibat dari dua efek yang berlawanan maka laju pertumbuhan kristal
dapat mencapai titik maksimum ketika berada pada temperatur di bawah Tm dan
akan menurun hingga tidak ada laju pertumbuhan pada Tg. Dapat dilihat pada
gambar 2.14 bahwa laju kristalisasi akan menjadi nol pada Tg dan Tm dan akan
mencapai titik maksimum pada suatu titik antara Tg dan Tm. Titik maksimum akan
semakin rendah ketika rantai molekul polimer lebih panjang. [58]
Pelipatan rantai dari blok polimer yang dapat mengalami kristalisasi pada
blok amorfus-kristalin juga bergantung pada proses segregasi dari kedua blok
pada kondisi lelehan. Sebagai contoh, ketika kopolimer blok adalah homogen atau
segregasi yang terjadi adalah segregasi lemah pada kondisi lelehan, pelipatan
rantai menjadi pelipatan yang tegak lurus terhadap lapisan lamelar. Sedangkan
saat kopolimer blok mengalami segregasi secara kuat, pelipatan akan menjadi
paralel pada lapisan lamelar.[59] Pada pelipatan rantai yang tegak lurus, menambah
suhu kristalisasi akan menambah ketebalan lapisan kristalin, mengurangi jumlah
Universitas Indonesia
28
pelipatan rantai dan akhirnya mengurangi luas yang ditempati satu rantai kristalin.
Saat luas untuk rantai kristalin berkurang, maka luas dari rantai amorfus akan
berkurang juga dan menyebabkan rantai amorfus menjadi lebih panjang.
Sedangkan untuk pelipatan rantai secara paralel, meningkatnya ketebalan lapisan
kristalin selama pemanasan diakibatkan oleh bertambahnya luas ruang antara
lipatan yang berseberangan dan mengarah paralel kepada lapisan kristalin, lihat
2.15.
Gambar 2.15. Perubahan peta rantai molekul saat terjadi pelipatan rantai[59]
Universitas Indonesia
29
Gambar 2.16. Skema berbagai jenis struktur kristal a) model fringed micel. b) Model
Paracrystalline. c) model lamella. d) spherulite. [58]
Universitas Indonesia
30
Gambar 2.17. Skema perkembangan kristalisasi dari regime I menuju regime II dan III[64]
Universitas Indonesia
31
Variasi ketebalan lamelar PLA bergantung pada suhu kristalisasi (Tc), waktu
kristalisasi (tc), kemurnian optis (OP) dan berat molekul. Dengan menggunakan
Atomic Force Microscope, pertumbuhan PLLA pada suhu 120 oC, 140 oC dan 160
o
C memiliki kecenderungan penghitungan lamelar masing-masing pada 14 16,
16 18 dan 18 22 nm. [60]
Untuk polimer dengan enantiomer-L yang banyak dan enantiomer-D serta
meso laktida yang sedikit, terdapat penurunan kesetimbangan suhu pelelehan
disertai dengan pengurangan kemurnian optis (OP). Setidaknya terdapat 2 alasan
mengapa terjadi penurunan kesetimbangan suhu pelelehan. Untuk kasus pertama,
diasumsikan ketidakmurnian secara optis atau penurunan kemurnian optis adalah
sebuah cacat dalam struktur kristal. Hal ini menyebabkan pengurangan suhu titik
pelelehan (Tm) akibat turunnya energi entalpi penggabungan. Pada kasus lainnya,
diasumsikan bahwa ketidakmurnian secara optis dari unit ditolak dari kristal
struktur, menyebabkan terjadinya penurunan suhu titik pelelehan (Tm) akibat
hilangnya efek entropi/ketidakberaturan. Baratian telah mempelajari derajat
kristalinitas, ketebalan sferulit dan suhu pelelehan dari beberapa jenis kopolimer
PLA dengan sifat optis seperti diatas, dibandingkan dengan efek ketidakmurnian
optis dari D-laktida dan meso-laktida. Hasil pengujian SAXS menunjukkan bahwa
ketebalan lamelar berkurang sejalan dengan menurunnya kemurnian optis pada
beberapa suhu pendinginan cepat. [60]
Pyda menjelaskan struktur sferulit untuk PLLA, pada gambar 2.18
diperlihatkan penggambaran kristal menggunakan Atomic Force Microscope dan
miksroskop cahaya polarisasi. Polimer ini dibuat dengan mekanisme ring opening
polymerization menggunakan katalis timbal oktat.[60]
Selama pemrosesan dan prosedur kristalisasi, polimer tidak mencapai titik
suhu kesetimbangan pelelehan mereka. Sebuah contoh yang menjelaskan titik
suhu pelelehan untuk PLA yang didominasi L-laktida dengan peningkatan meso-
laktida. Suhu pelelehan menurun sebesar 3 oC setiap pembentukkan 1% meso-
laktida.[60]
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
Adanya hubung silang antara rantai molekul akan membatasi mobilitas dan akan
meningkatkan Tg. Dengan jumlah hubung silang yang sedikit, efeknya akan
terbaca dengan jelas. Jumlah hubung silang yang lebih banyak akan menambah
efek yang semakin besar pada kenaikan Tg. [58]
Pada temperatur leleh, Tm, fasa solid dan fasa cair secara termodinamik
berada dalam kesetimbangan sesuai dengan persamaan berikut.
Universitas Indonesia
36
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
Universitas Indonesia
39
o
C selama 90 menit pada material PLA juga untuk meningkatkan kristalinitasnya
dengan pemlastis poly ethylene glycol dan silika sebagai penguat .[16] Wei juga
melakukan anilasi dengan suhu 120 oC dan 140 oC selama 120 menit untuk
menemukan puncak anilasi pada suhu endotermik rendah dan hubungan antara
perubahan mikrostruktur dan sifat fisik PLA setelah dianil pada suhu kristalisasi
[17]
dingin. Pada umumnya setelah proses anilasi berjalan dilakukan proses kuens
berupa pendinginan polimer dengan udara, air atau pelat baja pendingin menuju
suhu ruang.[15 17]
Kristalinitas juga dapat dikontrol dengan mengubah teknik pemrosesan.
Jumlah dari formasi kristal atau pembentukn kristal dapat berkurang dengan
melakukan pendinginan dengan sangat cepat atau dinamakan proses kuens.
Dengan teknik yang sama, jumlah dari formasi atau pembentukan kristal juga
dapat bertambah dengan melakukan proses anilasi. Proses anilasi dilakukan
dengan memanaskan polimer diatas Tg dan dibawah Tm ( biasanya tidak lebih
antara 5 - 30 oC). Proses anilasi dilakukan untuk mengatur pertumbuhan dan
perbesaran struktur kristalin.[63]
Salah satu pengaruh proses anilasi yang cukup penting ialah menambah
ketebalan dari kristal pada arah rantai ketika polimer semikristalin dipanaskan
pada suhu yang ditentukan. Terdapat dua poin yang diasumsikan untuk
menjelaskan peristiwa ini. Proses penebalan diyakini terjadi dalam keadaan padat
melalui mekanisme difusi khusus yang memungkinkan perpindahan urutan
molekul melalui kisi-kisi. Pada kondisi lain, diketahui juga penebalan lamelar
terjadi karena pelelehan sebagian atau seluruh kristal diikuti dengan proses
rekristalisasi dari lelehan.[63]
Universitas Indonesia
40
Gambar 2.24. Perubahan dari bagian rantai dari kumpulan lamelar. (a) Sebelum anilasi (b)
Setelah anilasi [63]
Universitas Indonesia
41
BAB 3
Metodologi Penelitian
Universitas Indonesia
42
Magnetic stirrer
Stirrer bar
Cawan petri
Pipet tetes
Timbangan digital
Lemari asam
Oven microwave
Teflon lembaran
Hot press
Alat uji UTM
Alat uji DSC
Alat uji SEM
Alat uji FTIR
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pelet PLA Ingeo Biopolymer 3001D yang dipasok dari Nature Works
sebagai bahan baku utama
Larutan DEDB sebagai pemlastis
Larutan TAc sebagai pemlastis
Larutan DCM sebagai pelarut
Universitas Indonesia
43
pemlastis sesuai dengan kadar yang diinginkan yakni masing-masing 10% dan
diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer kembali selama 5 menit. Untuk
sampel neat PLA tidak ditambahkan pemlastis . Semua sampel dituang pada
masing-masing cawan petri yang sudah dilapisi teflon lembaran di dalam lemari
asam. Sampel dibiarkan selama 12 jam di dalam lemari asam sehingga DCM
menguap dan didapatkan sampel berbentuk lembaran. Sampel ini dipotong kecil
agar sesuai dengan ukuran cetakan sampel dan selanjutnya dihotpress agar
berbentuk dogbone. Kemudian untuk sampel neat PLA, PLA/TAc dan
PLA/DEDB 10% dilakukan annealing dengan waktu 30 menit pada suhu 80 oC
dan 100 oC dengan menggunakan oven.
Masing-masing sampel diuji tarik micro tensile dengan UTM untuk melihat
nilai modulus, nilai kekuatan tensile dan persentase elongasi. Lalu diuji dengan
FTIR untuk melihat perilaku interaksi molekul antara PLA dengan triacetine dan
DEDB. Lalu diuji dengan SEM untuk melihat morfologi perpatahan sampel
dogbone setelah dilakukan uji tarik micro tensile. Dan yang terakhir, dilakukan uji
DSC untuk melihat derajat kristalinitas yang terbentuk.
Setelah semua prosedur penelitian ini dilakukan dan data telah terkumpul
maka selanjutnya dilakukan analisis data dan dibandingkan dengan literatur yang
ada sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
44
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
45
Neat PLA
50
45 45.05
40
35
% Kristalinitas
30 31.75
25
20 Neat PLA
15
10
5 6.7
0
Tanpa Anil 80 oC (30 mins) 100 oC (30 mins)
Suhu Anilasi
Gambar 4.1. Grafik variasi suhu anilasi terhadap derajat kristalinitas pada neat PLA
Hasil dari grafik diatas menunjukkan bahwa pemberian suhu anilasi akan
menaikkan % kristalinitas. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan % kristalinitas dari
6,7 % pada kondisi tanpa anilasi, 31,75 % pada anilasi suhu 80 oC dan 45 % pada
anilasi suhu 100 oC. Sedangkan grafik untuk melihat pengaruh suhu anilasi
terhadap % kristalinitas pada PLA yang telah ditambahkan triacetine dan DEDB
dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
PLA/TAc
50
45
42.86 42.12
40
35
% Kristalinitas
30
25
20 PLA/TAc
15 13.83
10
5
0
Tanpa Anil 80 oC (30 mins) 100 oC (30 mins)
Suhu Anilasi
Gambar 4.2. Grafik variasi suhu anilasi terhadap derajat kristalinitas pada PLA dengan
penambahan triacetine sebesar 10% fraksi massa
Universitas Indonesia
46
PLA/DEDB
60
50 52.41
49.9
% Kristalinitas
40
30
20 PLA/DEDB
14.78
10
0
Tanpa Anil 80 oC (30 mins) 100 oC (30 mins)
Suhu Anilasi
Gambar 4.3. Grafik variasi suhu anilasi terhadap derajat kristalinitas pada PLA dengan
penambahan DEDB sebesar 10% fraksi massa
Hasil yang terlihat pada grafik diatas menyatakan bahwa pada masing
masing PLA dengan penambahan triacetine dan DEDB sebesar 10 fraksi massa
terjadi penurunan kristalinitas pada kondisi anilasi pada suhu 100 oC. Puncak %
kristalinitas terjadi saat kondisi anilasi pada suhu 80 oC. Penambahan suhu anilasi
akan meningkatkan nilai derajat kristalinitas. Hal ini dibuktikan dengan
peningkatan nilai entalpi pembentukan (Hm) pada PLA yang telah dianilasi. Hm
pada PLA yang ditambahkan triacetine dan dianilasi pada suhu 80 oC dan 100 oC,
berturut- turut memiliki nilai sebesar 35,92 J/g dan 35,33 J/g, sehingga
berdasarkan perhitungan pada persamaan 1, akan didapatkan nilai persentasi
kristalinitas sebesar 42,86 pada suhu anilasi 100 oC yang merupakan penurunan
jika dibandingkan dengan nilai persentasi kristalinitas sebesar 42,12 pada suhu
anilasi 80 oC.
Sedangkan untuk peningkatan nilai entalpi pembentukan (Hm) pada
PLA yang telah dianilasi. Hm pada PLA yang ditambahkan DEDB dan dianilasi
pada suhu 80 oC dan 100 oC, berturut- turut memiliki nilai sebesar 43,97 J/g dan
41,86 J/g, sehingga berdasarkan perhitungan pada persamaan 1, akan didapatkan
o
nilai persentasi kristalinitas sebesar 49,9 pada suhu anilasi 100 C yang
merupakan penurunan jika dibandingkan dengan nilai persentasi kristalinitas
sebesar 52,41 pada suhu anilasi 80 oC.
Universitas Indonesia
47
100
(%) = 100 ...
93.1 %
Persamaan 1
Peningkatan dalam persentasi kristalinitas disebabkan oleh mekanisme
pemanasan pada rantai-rantai polimer yang bersifat amorfus. Pemanasan
dilakukan pada suhu diatas suhu transisi gelas yang merupakan titik transisi dari
suatu material pada fase yang keras menjadi fase yang lunak. Rantai polimer yang
bersifat amorfus akan lebih mudah bergerak daripada rantai yang bersifat kristalin.
Hal ini menyebabkan proses kristalisasi pada rantai polimer yang bersifat
amorfus, sehingga derajat kristalinitas akan meningkat.
Gambar 4.4. Penampang melintang struktur polimer sebelum anilasi (a) dan setelah anilasi (b) [17]
Pada gambar 4.4 diatas terlihat bahwa pada saat proses anilasi, daerah
amorfus (pada Gambar 4.2a) akan menjadi dua bagian daerah amorfus yang ada
(pada Gambar 4.2b), yaitu daerah amorfus yang bersifat rigid dan mobile. Sifat
yang rigid memiliki arti bahwa proses anilasi membantu penataan rantai polimer
yang bersifat amorfus menjadi bentuk lamelar yang mengindikasikan peningkatan
daerah lamelar dan kristalinitas. Sedangkan sifat mobile pada daerah amorfus
yang lain mengindikasikan pergerakan yang lebih mudah akibat pelepasan energi
regangan pada fase amorfus sebelum terjadinya proses anilasi.[17]
4.2. Analisa Pengaruh Sinergisitas Penambahan Pemlastis dan Proses
Anilasi Triacetine dan DEDB terhadap Derajat Kristalinitas
Pengaruh penambahan pemlastis triacetine dan DEDB dengan
persentasi fraksi masa 10 % terhadap derajat kristalinitas dapat dilihat setelah
proses anilasi dilakukan pada PLA. Penambahan pemlastis dan proses anilasi akan
Universitas Indonesia
48
50 52.41
49.9
42.86 45.05
42.12
% Kristalinitas
40
20 PLA/TAc 10
14.78
13.83 PLA/DEDB 10
10
6.7
0
Tanpa Anil 80 oC (30 mins) 100 oC (30 mins)
Suhu Anilasi
Gambar 4.5. Hasil pengujian DSC terhadap pemanasan dengan kecepatan 5 oC/menit pada neat
PLA dan PLA yang telah ditambahkan triacetine dan DEDB dan dianilasi pada suhu 80 oC dan
100 oC selama 30 menit
Universitas Indonesia
49
Universitas Indonesia
50
Gambar 4.6. Efek konektivitas antar rantai pada nukleasi yang dipengaruhi oleh peran
pemlastis [52]
Pelipatan rantai dari blok polimer yang dapat mengalami
kristalisasi pada blok amorfus-kristalin bergantung pada proses segregasi dari
kedua blok pada kondisi lelehan. Dalam studi ini, penambahan pemlastis akan
memberikan efek kebalikan dari daya tarik menarik antar rantai PLA yang
berseberangan (yang disebabkan oleh ikatan sekunder hidrogen) dan
menyebabkan rantai PLA terpisah akibat keberadaan pemlastis dan membuat
molekul PLA dapat bergerak lebih bebas. Keberadaan pemlastis ini selanjutnya
Universitas Indonesia
51
akan dijelaskan dalam mekanisme lubrikasi yang merupakan salah satu dari teori
plastisasi.
Mekanisme lubrikasi terjadi saat kondisi pelelehan PLA, saat itu
triacetine dan DEDB sebagai pemlastis akan masuk diantara rantai molekul PLA
yang daya tarik menarik akibat ikatan sekunder hidrogen melemah akibat
adanya energi panas saat masuk dalam fase pelelehan. Triacetine dan DEDB yang
merupakan pemlastis berjenis ester (ditandai dengan adanya unsur O dan H) dan
memiliki struktur molekul lurus, lihat Gambar 4.7, akan membentuk ikatan
sekunder O dan H baru terhadap PLA yang juga memiliki banyak ikatan O dan H,
sehingga triacetine dan DEDB akan menempel pada PLA akibat daya tarik
menarik ikatan sekunder O dan H yang ada antara PLA dengan triacetine dan
DEDB.
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
telah ditambahkan triacetine dan DEDB, serta yang telah melewati proses anilasi
pada suhu 100 oC selama 30 menit membuktikan bahwa triacetine dan DEDB
memiliki peranan penting dalam perilaku molekul serta proses anilasi yang tidak
menghilangkan pengaruh dari pemlastis dalam melakukan mekanisme lubrikasi
yang memudahkan mekanisme pelipatan molekul polimer yang menyebabkan
pembentukan lamelar dan meningkatkan derajat kristalinitas dari PLA.
Selain itu, pembentukan ikatan sekunder O H juga dapat dibuktikan
dengan meningkatnya persentasi terbentuknya ikatan primer C = O stretch pada
setiap penambahan triacetine dan DEDB. Peningkatan persentasi pembentukan
ikatan primer C = O stretch ini diyakini sebagai akibat munculnya ikatan sekunder
O H yang terbentuk dengan menarik gugus O pada pemlastis , sehingga terjadi
peningkatan pembentukan ikatan primer C = O stretch. Peningkatan persentasi
terbentuknya ikatan primer C = O stretch dievaluasi dengan penurunan nilai
transmitasi yang dihasilkan berdasarkan hasil uji FTIR yang disajikan pada Tabel
4.2.
Adanya interaksi antara PLA dengan pemlastisDEDB dan TAC
menunjukan kemungkinan bahwa pemlastisbekerja dengan pendekatan teori
lubrikasi di mana pemlastismelekat pada rantai molekul PLA dan meningkatkan
mobilitasnya. Peningkatan mobilitas ini didapatkan karena pemlastisyang
menempel akan membentuk gliding planes dengan molekul pemlastislainnya
seperti yang terlihat pada gambar 4.8. Pada proses pendinginan, PLA akan
mengalami solidifikasi dan proses kristalisasi dimulai, sedangkan pemlastisbaik
itu DEDB atau pun TAC akan tetap dalam fasa cair sehingga gliding planes dapat
terbentuk dan terjadi mekanisme lubrikasi pada PLA. Proses ini akan
mengakibatkan meningkatnya mobilitas rantai molekul PLA yang juga
mempermudah terjadinya proses kristalisasi. Peningkatan derajat kristalinitas
dibahas pada subbab selanjutnya.
FTIR
Sampe
Struktur Transmittance (%)
l cm-1 Ikatan
Neat 5 wt% 10 20
Universitas Indonesia
54
wt% wt%
Universitas Indonesia
55
Universitas Indonesia
56
C=O stretch
O H bonded
C=O stretch
Universitas Indonesia
57
Gambar 4.10 Kurva transmisi-wavenumber PLA dengan penambahan DEDB serta proses anilasi
berdasarkan hasil uji FTIR
Universitas Indonesia
58
Pada Gambar 4.12 terlihat penurunan nilai kekuatan tarik setelah sampel
diberikan triacetine dan DEDB. Hal ini sesuai dengan peran triacetine dan DEDB
sebagai pemlastis yang diberikan untuk meningkatkan flesikbilitas. Triacetine
berperan lebih baik dalam menurunkan nilai tegangan dan meningkatkan nilai
regangan jika dibandingkan dengan peran oleh DEDB yang cenderung memiliki
nilai tegangan yang lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh susunan struktur molekul
dan perilaku molekul yang berbeda-beda antara kedua pemlastis ini, walaupun
secara umum telah ditetapkan mekanisme yang digunakan oleh kedua pemlastis
dalam meningkatkan elongasi dari PLA adalah dengan dengan mekanisme
lubrikasi.
Dalam literatur dijelaskan bahwa pemberian pemlastis akan
meningkatkan nilai plastisasi atau fleksibilitas dari polimer. Hal ini dapat
direpresentasikan dalam bentuk penurunan nilai modulus kekakuan dan
peningkatan persentasi elongasi dari polimer.
Universitas Indonesia
59
341.62
350 332.58
318.39
300
Modulus Young (MPa)
250
Neat PLA
200
PLA/DEDB 10
100
97.32
50
65.99 66.31
0
Tanpa Anil 80 oC 100 oC
350
300
Modulus Young
250
200
150
100
50
0
Tanpa Anil 80 oC 100 oC
Neat PLA 318.39 332.58 341.62
PLA/DEDB 10 125.44 130.40 127.99
PLA/TAc 10 65.99 66.31 97.32
Gambar 4.12 Grafik nilai modulus kekakuan (E) terhadap PLA dengan penambahan
triacetine dan DEDB
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
61
30
20
10
0
Tanpa Anil 80 oC 100 oC
Neat PLA 44.085 46.22 48.17
PLA/DEDB 10 21.63 25.60 24.75
PLA/TAc 10 18.36 20.99 24.75
Universitas Indonesia
62
kekuatan tarik menjadi turun. Hal ini disebabkan oleh peran suhu anilasi yang
semakin meningkatkan nilai modulus kekakuan.
Pada neat PLA yang tidak diberikan proses anilasi memiliki nilai
kekuatan tarik sebesar 44,08 2,68 MPa yang mengalami penurunan menjadi
21,63 1,25 MPa ketika ditambahkan DEDB dengan fraksi berat 10%, sedangkan
penambahan triacetine dengan fraksi 10% menurunkan nilai kekuatan tarik
menjadi 18,36 1,62 MPa. Pada neat PLA yang diberikan proses anilasi pada
suhu 80 oC memiliki nilai kekuatan tarik sebesar 46,22 1,01 MPa yang
mengalami penurunan menjadi 26,24 1,74 MPa ketika ditambahkan DEDB
dengan fraksi berat 10%, sedangkan penambahan triacetine dengan fraksi 10%
menurunkan nilai kekuatan tarik menjadi 20,98 1,79 MPa. Pada neat PLA
diberikan proses anilasi pada suhu 100 oC memiliki nilai kekuatan tarik sebesar
48,17 1,83 MPa yang mengalami penurunan menjadi 24,74 3,31 MPa ketika
ditambahkan DEDB dengan fraksi berat 10%, sedangkan penambahan triacetine
dengan fraksi 10% menurunkan nilai kekuatan tarik menjadi 24,75 2,19 MPa.
Penambahan suhu anilasi menyebabkan peningkatan yang berbanding
lurus dengan nilai kekuatan tarik. Pada grafik 4.12 dapat dilihat penurunan nilai
modulus kekakuan pada penambahan DEDB dengan fraksi berat 10% antara
proses anilasi 80 oC dan 100 oC, yaitu dari 130,4 MPa menjadi 127,99 MPa.
Penurunan nilai modulus kekakuan antara PLA dengan DEDB dengan fraksi berat
10% dengan suhu anilasi 80 oC dan 100 oC, seolah menyatakan pengaruh anilasi
yang menurunkan nilai kekakuan modulus berkebalikan dengan literatur yang
menyatakan penambahan suhu anilasi akan berpengaruh dalam menambah
efektivitas dalam mengkristalisasi PLA, sehingga tren yang didapatkan
seharusnya peningkatan nilai modulus kekakuan.
Penurunan nilai modulus kekakuan pada proses anilasi 80 oC dan 100 oC
disebabkan oleh data yang kurang presisi, hal ini ditandai dengan standar deviasi
yang besar pada nilai kekakuan modulus pada PLA dengan penambahan DEDB
dengan fraksi berat 10% dan proses anilasi pada suhu 80 oC, yaitu 9,87 MPa,
sedangkan standar deviasi pada nilai kekakuan modulus pada PLA dengan
penambahan DEDB dengan fraksi berat 10% dan proses anilasi pada suhu 100 oC
memiliki nilai yang kecil, yaitu 1,86 MPa, sehingga tren peningkatan nilai
Universitas Indonesia
63
Universitas Indonesia
64
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengujian dan analisis dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pemberian DEDB dan TAc meningkatkan % elongasi dan menurunkan
nilai modulus kekakuan
2. Proses anilasi akan meningkatkan nilai modulus kekakuan dan kekuatan
tarik, tetapi menurunkan % elongasi
3. Pemberian DEDB lebih efektif dalam meningkatkan % kristalinitas
daripada TAc
4. Proses anilasi sangat efektif dalam meningkatkan % kristalinitas PLA
5. Proses anilasi pada PLA/DEDB lebih efektif dalam meningkatkan %
kristalinitas daripada PLA/TAc
5.2. Saran
Saran dan rekomendasi yang dapat dihimpun berdasarkan data pengujian
adalah sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan perbandingan sifat
mekanik antara material PLA yang berbeda grade nya, untuk melihat perilaku
setelah pemberian pemlastis lain maupun proses anilasi.
Universitas Indonesia
65
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
66
19. Lipinsky, E.S. and Sinclair, R.G., Chem. Eng. Prog., 82, 26 32, 1986.
20. Carothers, H., Dorough, G. L., and Van Natta, F.J., Am. Chem.Soc., 54,
761, 1932.
21. Nef, J.U., Ltebtgs. Ann. Chem., 403, 204, 1941; Pelouze, P.M.J., Ann.
Chem. Phys., 13, 257, 1845.
22. M. H. Hartmann (1998) in D. L. Kaplan (Ed.), BiopolymersRenewable
Resources, Springer-Verlag, Berlin, pp. 367411.
23. H. Benninga (Ed.) (1990) AHistory of Lactic Acid Making,Kluwer -
Academic Publishing, Boston, London, Dordrecht.
24. J. H. Van Ness (1981) in Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical
Technology, 3rd ed., Vol. 13, John Wiley and Sons, New York, to pp. 80
103.
25. R. Datta, S. Tsai, P. Bonsignore, S. Moon, and J. Frank (1995) FEMS
Microbiology Reviews 16, 221231.
26. K. Enomoto, M. Ajioka, dan A. Yamaguchi (1994) U.S. Patent 5, 310,
865.
27. T. Kashima, T. Kameoka, C. Higuchi, M. Ajioka dan A. Yamaguchi
(1995) U.S. Patent 5, 428, 126.
28. F. Ichikawa, M. Kobayashi, M. Ohta, Y. Yoshida, S. Obuchi dan H. Itoh
(1995) U.S. Patent 5, 440, 008.
29. M. Ohta, Y. Yoshida, S. Obuchi (1995) U.S. Patent 5, 144, 143.
30. W. H. Carothers, G. L. Dorough, and F. J. Van Natta (1932) Journal of the
American Chemical Society 54, 761772.
31. C. E. Lowe (1954) U.S. Patent 2,668,162
32. J. Lunt (1998) Polymer Degradation and Stability 59, 145 152.
33. G.B. Kharas, F. Sanchez-Riera and D.K. Severson (1994) in D.P. Mobley
(Ed.), Plastics From Microbes, Hanser-Gardner, Munich, pp. 93 137.
34. H.R. Kricheldorf, I. Kreiser-Saunders, C. Jurgens and D. Wolter (1996)
Die Makromolekulare Chemie, Macromolecular Symposia 103, 85 102.
35. D.K. Gilding and A.M. Reed (1979) Polymer 20, 1459 1464.
36. H.R. Kricheldorf, I. Kreiser-Saunders, and C. Boettcher (1995) Polymer
36(6), 1253 1259.
Universitas Indonesia
67
37. R. Vasanthakumari and A.J. Pennings (1983) Polymer 24(2), 175 178.
38. B. Kalb and A.J. Pennings (1980) Polymer 21(6),607 612.
39. G.L. Loomis and J.R. Murdoch (1990) U.S. Patent 4, 902, 515.
40. G.L. Loomis and J.R. Murdoch (1988) U.S. Patent 4, 719, 246.
41. D.M. Bigg (1996) in Society of Plastics Engineers- Annual Technical
Conference 54(2), 2028 2039.
42. G.Perego, G.D. Cella and C. Bastioli (1996) Journal of Applied Polymer
Science 59, 37 43.
43. M.H. Naitove (1995) Plastic Technology 41(3), 15 17
44. Tsuji H. 2002a. Poly(lactide). In: Doi Y, Steinbuchel A. editors.
Polyesters III (Biopolymers, vol. 4) Weinheim: Wiley-VCH. p. 129177.
45. Herman F. Mark, Encyclopedia of Polymer Science and Technology 3rd
edition, Willey & Sons
46. http://apps.kemi.se/flodessok/floden/ dietylenglykoldibensoat diakses
pada 24 mei 2013.
47. Mansor, M.K., Ibrahim, N.A., Wan, M.D. 2011. Effect of Triacetin On The
Mechanical Properties, Morphology and Water Absorption of
PLA/Tapioca Strach Composites. Malaysian Polymer Journal, Vol. 6,
No.2, p 165 175.
48. Kermanshahi, Azadeh.2010. Towards the Development of Green
Plasticizers. Department of Chemical Engineering. McGill University.
Canada
49. N.A. Weir, F.J. Buchanan, Elsevier, Biomaterial 25 (2004) 3939 3949
50. Callister, William D.Jr. 2007. Materials Science and Engineering An
Introduction 7th edition. John Wiley & Sons, Inc.
51. Shah, Vishu. 2007. Handbook of Plastics Testing and Failure Analysis 3rd
edition. Wiley&Sons.
52. Yves, Gnanou dan Fontanille, Michel. 2008. Organic and Physical
Chemistry of Polymers. John Wiley&Sons Inc.
53. Sweeney, J dan Ward, I.M. 2004. An Introduction to The Mechanical
Properties of Solid Polymers 2nd edition. John Wiley & Sons, Inc.
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia