SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI TEKNIK MANUFAKTUR
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI TEKNIK I&UqLTFAKTTIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Rudianto Rahario, ST.. MT. Tesuh Dwi lryidodo, ST.. M. Ens,. Ph.D.
NIP. 19820225 201212 I 002 NrP. 201411 841t23 1 001
Mengetahui,
KOMISI PEMBIMBING
Pembimbing I : Rudianto Raharjo, ST., MT.
Pembimbing II : Teguh Dwi Widodo, ST., M.Eng., Ph.D.
berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang
diteliti dan diulas didalam Naskah Skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya. Tidak pernah
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini
dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila temyata di dalam naskah Skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
jiplakan, saya bersedia Skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Sa Arjun Adi Warman, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Juni 2018, Pengaruh Perendaman NaOH Pada Serat Bambu Petung (Dendracalamus Asper)
Penyusunan Searah Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Bermatrik Polyester, Dosen
Pembimbing: Rudianto Raharjo, ST., MT dan Teguh Dwi Widodo, ST., M.Eng., Ph.D.
Penggunaan material yang ramah lingkungan menjadi salah satu hal yang perlu
dipertimbangkan dan dikembangkan saat ini. Keadaan pada alam adalah faktor yang menjadi
pertimbangannya, dikarenakan sulitnya suatu material terurai dengan alam. Serat bambu
petung (Dendrocalamus Asper) memiliki potensi yang baik sebagai penguat pada komposit
dan merupakan sumber dari alam. Dengan perpaduan dengan matrik polyester yang
memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik Pada
penelitian ini, uji tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dari berbagai jenis
komposit. Penelitian ini menggunakan metode true experimental, dengan ukuran spesimen
tarik sesuai standar ASTM D638-03. Dalam penelitian ini, digunakan komposit serat bambu
petung tanpa perendaman NaOH, 1 jam perendaman NaOH, 2 jam perendaman NaOH dan
3 jam perendaman NaOH. Pembuatan spesimen komposit untuk uji tarik dilakukan dengan
metode Vacuum Infusion.Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposit bermatrik
polyester tanpa perendaman NaOH memiliki kekuatan tarik paling tinggi dibanding dengan
variasi perendaman yang lain. Perbedaan kekuatan tarik dari berbagai variasi disebabkan
oleh sifat dan karakteristik serat akibat perendaman NaOH yang berbeda pula. Perendaman
NaOH bertujuan untuk memperbaiki sifat permukaan untuk menghilangkan zat lignin dan
selulose pada serat bambu petung untuk meningkatkan kekuatan ikatan antara serat dan
matrik Tetapi pada konsentrasi 6% NaOH pada perendaman 1 jam, 2 jam dan 3 jam
menurunkan kekuatan tariknya dikarenakan zat dan komposisi kimia pada serat terdegradasi
dan melemahkan kekuatan serat.
Kata Kunci : Serat Bambu Petung, Vacuum infusion, Kekuatan Tarik, Polyester
SUMMARY
i
Sa Arjun Adi Warman, Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering,
Universitas Brawijaya, Juni 2018, Effect of NaOH Submersion on Tensile Stength of Petung
Bamboo Fibers (Dendracalamus Asper) Unidirectional Firm Composite with Polyester
Matrix, Academic Supervisor : Rudianto Raharjo, ST., MT and Teguh Dwi Widodo, ST.,
M.Eng.
The use of green materials becomes one of the things that should be considered and
developed at this time. Nature is a factor of that reason, due to the difficulty of a
biodegradable material with nature. Petung bamboo fiber (Dendrocalamus Asper) has a
good potential as reinforcement in composite and it obtained from nature. With a fusion of
polyester matrix with petung bamboo fiber (Dendrocalamus Asper) in composite
manufacture. Polyester resin has an excellent mechanical strength, heat resistance, and
chemical resistance. In this research, tensile test was conducted to determine the tensile
strength from various soaking time duration of petung bamboo fiber. This research use a
true experimental method, the dimensions of the specimen using ASTM D638-03 standard.
In this research, the various soaking time of NaOH solution are 0 hour (without soaking), 1
hour, 2 hour, and 3 hour with vacuum infusion method. The results from this research
showed that composite without soaking of NaOH solution (0 hour) had highest tensile
strength compared to other variations, difference of the tensile strength from each variation
occur because of the characteristics from each fibers due to soaking time of NaOH solutions.
Modification of a fiber surface with NaOH solution improved adhesion characteristic due
to increase surface tension of the fiber. And increased composite mechanical properties. In
addition, the removal lignin and other surface waxy substances by NaOH solution increased
the chance of mechanical interlocking of matrix fiber. And the other various soaking time
with 6% NaOH (1 hour, 2 hour and 3 hour) decreased tensile strength due to excessive
delignification of fiber and caused a fiber damage that led to weakening of strength.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik. Laporan
skripsi ini berjudul “Pengaruh Perendaman NaOH Pada Serat Bambu Petung
(Dendrocalamus Asper) Penyusunan Searah Terhadap Kekuatan Tarik Komposit
Bermatrik Polyester”.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dokumentasi dan hasil akhir dari proses
perkuliahan yang telah dilaksanakan. Laporan ini juga diajukan sebagai syarat kelulusan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik dalam kurikulum program studi Teknik Mesin
Universitas Brawijaya.
Dalam melaksanakan proses penelitian dan penyusunan laporan ini, penulis menyadari
bahwa tidak akan dapat menyelesaikan semuanya dengan baik tanpa bantuan dari banyak
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada banyak pihak di antaranya:
1. Ir. Djarot B. Darmadi, MT., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Teguh
Dwi Widodo, ST., M.Eng. Ph.D. selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin
2. Dr. Eng. Mega Nur Sasongko, ST., MT. selaku Ketua Program Studi S1 Jurusan
Teknik Mesin Universitas Brawijaya yang telah membantu kelancaran proses
administrasi.
3. Ir. Tjuk Oerbandono, MSc.CSE selaku Ketua Kelompok Dasar Keahlian
Konsentrasi Teknik Manufaktur
4. Bapak Rudianto Raharjo, ST., MT. selaku dosen pembimbing I yang telah
memberi bimbingan serta ilmu dalam penyusunan skripsi ini
5. Bapak Teguh Dwi Widodo, ST., M.Eng., Ph.D selaku dosen pembimbing II yang
telah memberi saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini
6. Kepada Papa Suna Pana Ashok Kumar dan Mama Nita Saraswati sebagai orang
tua penulis, dan Sa Bashkaran Adi Warman Adik Kandung penulis yang telah
memberikan doa, dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staff jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya yang telah
memberi ilmu selama perkuliahan dan memberi kelancaran dalam proses
kelulusan dari penulis
8. Keluarga Besar PAMBAJA yang tidak dapat ditulis satu per satu, atas segala
dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini
9. Keluarga besar kost Cengger Ayam Dalam, Ibu Wiwin ( Ibu Kost ) , Andi Rosadi,
Ilyas Abdi, dan Septian Helmi Nugraha yang telah menemani dan memberikan
tempat tinggal ternyaman dalam proses pembuatan skripsi dari penulis
10. Seluruh keluarga besar Mesin angkatan 2014 yang selalu menjadi bagian yang
tidak terlupakan dalam proses penulis mencapai penyelesaian skripsi ini
11. Sahabat dari Jaman maba hingga saat ini yaitu Pendekar Banten dan RECEH, yang
menjadi pemberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
12. Wanita yang selalu ada di kehidupan penulis dan mencintai penulis. Terimakasih
pengalaman hidup untuk penulis. Kepada Anisa Nadya Salma
13. Seseorang yang sudah menjadi motivator untuk membantu dan mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membantu
perkembangan pembahasan terkait topik laporan ini maupun bagi penulis secara pribadi.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi perkembangan keilmuan
Teknik Mesin Universitas Brawijaya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... vii
RINGKASAN ...................................................................................................................... ix
SUMMARY ........................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
1.3 Batasan Masalah ................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 3
i
2.11 Jenis Cacat Pada Komposit ................................................................................ 26
2.12 Teori Ikatan Matriks Dan Serat Penguat ............................................................ 27
2.13 Metode Manufaktur Komposit ........................................................................... 27
2.13.1 Proses Cetakan Terbuka / Open-Mold Proces ......................................... 28
2.13.2 Proses Cetakan Tertutup / Closed Mold Processes .................................. 31
2.14 Pengaruh Metode Manufaktur Komposit Terhadap Material Cacat .................. 33
2.15 Pengujian Kekuatan Tarik .................................................................................. 33
2.16 Hipotesis............................................................................................................. 34
ii
4.5 SEM Patahan Komposit berpenguat Bambu petung ............................................ 61
4.6 Analisis Patahan Komposit .................................................................................. 64
4.6.1 Analisis Patahan Matrik Tanpa Perendaman NaOH .................................. 64
4.6.2 Analisis Patahan Matrik Perendaman NaOH 1 jam ................................... 65
4.6.3 Analisis Patahan Matrik Perendaman NaOH 2 jam ................................... 66
4.6.4 Analisis Patahan Matrik Perendaman NaOH 3 jam ................................... 67
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 69
5.2 Saran ..................................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
No. Judul
Lampiran 1 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 0 Jam (Tanpa Perendaman) Spesimen 1
Lampiran 2 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 0 Jam (Tanpa Perendaman) Spesimen 2
Lampiran 3 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 0 Jam (Tanpa Perendaman) Spesimen 3
Lampiran 4 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 1 Jam Spesimen 1
Lampiran 5 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 1 Jam Spesimen 2
Lampiran 6 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 1 Jam Spesimen 3
Lampiran 7 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 2 Jam Spesimen 1
Lampiran 8 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 2 Jam Spesimen 2
Lampiran 9 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 2 Jam Spesimen 3
Lampiran 10 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 3 Jam Spesimen 1
Lampiran 11 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 3 Jam Spesimen 2
Lampiran 12 Pengujian Serat Tunggal Perlakuan Naoh 3 Jam Spesimen 3
Lampiran 13 Tabel Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Tanpa Perendaman Naoh
Lampiran 14 Tabel Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Perendaman 1 Jam Naoh
Lampiran 15 Tabel Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Perendaman 2 Jam Naoh
Lampiran 16 Tabel Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Perendaman 3 Jam Naoh
Lampiran 17 Pengujian Pull Out Serat Perendaman Naoh 0 Jam Bermatrik Polyester
Lampiran 18 Pengujian Pull Out Serat Perendaman Naoh 1 Jam Bermatrik Polyester
Lampiran 19 Pengujian Pull Out Serat Perendaman Naoh 2 Jam Bermatrik Polyester
Lampiran 20 Pengujian Pull Out Serat Perendaman Naoh 3 Jam Bermatrik Polyester
Lampiran 21 Pengujian Pull Out Variasi Serat Perendaman Naoh Bermatrik Polyester
Lampiran 22 Penelitian Uji Tarik Komposit
Lampiran 23 Hasil Uji Tarik Komposit
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu
juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di
sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan
(Krisdianto, G. S., dkk, 2006).
Penelitian yang mengarah terhadap pengembangan komposit telah dilakukan,
terutama komposit penguat serat alam. Penelitian ini dilakukan seiring dengan majunya
eksploitasi penggunaan bahan alam dalam kehidupan sehari-hari. Keuntungan mendasar
yang dimiliki oleh serat alam adalah jumlah berlimpah, dapat diperbaharui dan di daur
ulang serta tidak mencemari lingkungan. Untuk memperoleh sifat mekanik yang tinggi
maka serat alam telah diberi berbagai macam perlakuan yang dapat meningkatkan sifat
mekaniknya.
Serat-serat alam dikelompokan berdasarkan sumbernya yaitu berasal dari tanaman,
binatang atau mineral. Serat hewan, terdiri atas protein-protein, sementara serat tanaman
terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat tanaman meliputi serat kulit pohon, daun
atau serat-serat keras, benih, buah, kayu, dan serat-serat rumput lain. Sudah banyak serat-
serat alam yang telah dikembangkan sebagai penguat dalam bahan komposit.Dan ternyata
hasil yang diinginkan memang sangat memuaskan disamping keunikan yang dimiliki serat
alam ciri khas dari serat alami ini menjadi kelebihan tersendiri dari bahan komposit tersebut.
Bahan-bahan komposit serat alam telah meningkat penggunaan karena harganya relatif
murah, mampu untuk didaur ulang dan dapat bersaing dengan baik berdasarkan kekuatan
per berat dari material.
Pada komposit polimer berpenguat serat alam, sifat antar muka matriks dan serat perlu
diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan kompatibilitas antara serat dengan matriks dan sifat
hidrofilik serat. Alkalisasi adalah salah satu cara modifikasi serat alam untuk meningkatkan
kompatibilitas matriks-serat.Lokantara dan Suardana telah meneliti, tentang analisis arah
serat serta rasio hardener terhadap sifat fisis dan mekanis komposit polyester dimana
perlakuan NaOH. Perlakuan NaOH pada serat membeikan pengaruh yang signifikan
terhadap kekuatan tarik.
Dari pertimbangan-pertimbangan diatas peneliti mencoba untuk memanfaatkan bambu
jenis petung sebagai bahan komposit dengan matriks polyester. Dalam penelitian ini
komposit serat bambu yang bermatrik polyester diuji dengan metode pengujian serat tunggal
dan dilakukan dengan cara resin infusion.
3
4
5
2.2 Bambu
Salah satu jenis pohon yang kegunaannya begitu luar biasa adalah bambu. Mulai
dari tunas, akar hingga daun bisa dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan manusia
Pohon bambu merupakan salah satu jenis tanaman dengan pertumbuhan paling cepat.
6
Dalam sehari bisa tumbuh hingga 60 cm lebih. Ini di karenakan bambu memiliki sistem
rhizoma-dependen unik. Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang sangat
penting bagi pembangunan Indonesia. Bambu telah menjadi bahan baku produk seperti
mebel, anyaman, ukiran, perabot rumah tangga, alat musik dan konstruksi. Salah satu
jenis bambu yang diperdagangkan untuk bermacam-macam keperluan yaitu bambu
petung.
2.2.1 Jenis-jenis Bambu
1. Arundinaria japonica
Arundinaria japonica atau bambu jepang memliki ciri batangnya yang
berwarna kuning-cokelat dan memiliki daun seperti palm. Tanaman ini
merupakan jenis bambu yang tumbuh dengan baik di daerah dingin dan tempat-
tempat teduh serta di bawah sinar matahari penuh.
3. Bambusa Blumeana
Disebut juga dengan bambu duri karena pada ranting dan batangnya tumbuh
duri. Di Jawa bambu ini dikenal dengan pring gesing dan haur cucuk untuk orang
Sunda. Bambu duri memiliki penampilan luar berwarna hijau dimana panjang ruas
berkisar 25-35 cm dan diameter 8-15 cm. Bentuk daunnya seperti tombak dengan
panjang rata-rata 10-20 cm dan lebar 12-25 mm. Bambu jenis ini tumbuh di
daerah.tropis lembab dan kering seperti di tepi sungai, lereng bukit dan di
sepanjang sungai air tawar.
4. Bambusa Polymorpha
Ciri fisik bambu ini bisa dilihat dari warna batangnya yang hijau, ditutupi
dengan rambut cokelat keputihan dana akan berubah menjadi hujau kecokelatan
saat terjadi kekeringan.. Bambu ini mempunyai cabang yang dimulai dari
pertengahan batang ke atas. Batangnya terbungkus dengan selubung berwarna
hijau muda dan menjadi cokelat ketika sudah dewasa.
Kandungan air dalam tiap jenis bambu berbeda tergantung dari banyak faktor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tebal bilah masing-masing bambu
tersebut. Semakin tebal dinding/bilah bambu maka makin tinggi air yang dapat
dikandung bambu tersebut. Bambu betung memiliki tebal bilah 10- 25 mm (Pujirahayu
2012). Pada umumnya jika bambu sudah berumur lebih dari tiga tahun akan mengalami
penurunan kadar air. Pada batang bambu muda penurunan kadar air berkisar antara 50-
90%, sedang pada bambu tua berkisar antara 12-18% (Dransfield dan Widjaja, 1995).
campuran tersebut dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya.
Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:
1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih
rigid serta lebih kuat.
2. Matrik, umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas yang
lebih rendah.
Pada material komposit sifat unsur pendukungnya masih terlihat dengan jelas,
sedangkan pada alloy/paduan sudah tidak kelihatan lagi unsur-unsur pendukungnya.
Salah satu keunggulan dari material komposit bila dibandingkan dengan material
lainnya adalah penggabungan unsur-unsur yang unggul dari masing-masing unsur
pembentuknya tersebut. Sifat material yang unggul dari masing-masing unsur
pembentuknya tersebut. Sifat material kelemahan yang ada pada masing-masing
material penyusunnya. Sifat-sifat yang dapat diperbaiki antara lain:
1. Kekuatan (Strength)
2. Kekakuan (Stiffness)
3. Ketahanan korosi (Corrosion resistance)
4. Ketahanan gesek/aus (Wear resistance)
5. Berat (Weight)
6. Ketahanan lelah (Fatigue lift)
7. Meningkatkan konduktivitas panas
8. Tahan lama.
Secara alami kemampuan tersebut diatas tidak ada semua pada waktu yang
bersamaan. Sekarang ini perkembangan teknologi komposit mulai berkembang dengan
pesat. Komposit sekarang ini digunakan dalam berbagai variasi komponen antara lain
untuk otomotif, pesawat terbang, pesawat luar angkasa, kapal dan alat-alat olah raga.
Keunikan dari komposit adalah, sifat dari komposit tergantung dari sifat material
penyusunnya, sehingga aplikasi material komposit sangat luas dan dapat disesuaikan
sesuai dengan kebutuhan. Material penyusun yang berbeda akan memberikan sifat yang
berbeda pada komposit. Material komposit serat alam, atau lebih familiar disebut bio-
komposit, merupakan komposit yang menggunakan natural fiber sebagai penguatnya.
Hal ini tentu sangan cocok dikembangkan di Indonesia yang memiliki sumber daya alam
yang melimpah dan memiliki potensi untuk dikembangkan.
Keuntungan dan kerugian penggunaan material komposit diantaranya adalah:
14
Keuntungan :
1. Bobotnya yang lebih ringan jika dibandingkan dengan material logam tetapi
memiliki keuntungan yang hampir sama.
2. Tahan korosi.
3. Tidak sensitif terhadap bahan-bahan kimia.
4. Sifat komposit tergantung dari sifat material pembentuknya sehingga mudah di
sesuaikan dengan kebutuhan.
5. Ekonomis (biaya produksi murah).
Kerugian :
1. Metode pengujian komposit yang cenderung rumit dan mahal.
2. Proses pembuatan yang relatif rumit dan memerlukan waktu yang lama.
3. Memerlukan perlindungan cahaya dari sinar matahari.
Komposit ini terdiri dari bermacam-macam lapisan material dalam satu matriks. Bentuk
nyata dari komposit lamina adalah:
a. Bimetal
Bimetal adalah lapis dari dua buah logam yang mempunyai koefisien
ekspansi thermal yang berbeda. Bimetal akan melengkung seiring dengan
berubahnya suhu sesuai dengan perancangan, sehingga jenis ini sangat cocok
untuk alat ukur suhu.
b. Pelapisan logam
Pelapisan logam yang satu dengan yang lain dilakukan untuk mendapatkan
sifat terbaik dari keduanya.
17
2. Matrik
Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa
meneruskan beban, sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel
antara serat dan matrik. Umumnya matrik dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang
tinggi.
Matrik yang digunakan dalam komposit adalah harus mampu meneruskan beban
sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan
matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Menurut Diharjo (1999) pada
bahan komposit matrik mempunyai kegunaan yaitu sebagai berikut :
a. Matrik memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.
b. Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke
unsur utamanya yaitu serat.
c. Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical insulation.
Menurut Diharjo (1999), bahan matrik yang sering digunakan dalam
komposit antara lain :
a. Polimer : Polimer merupakan bahan matrik yang paling sering digunakan.
Adapun jenis polimer yaitu:
1. Thermoset, adalah plastik atau resin yang tidak bisa berubah karena
panas (tidak bisa didaur ulang). Misalnya : epoxy, polyester, phenotic.
2. Termoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus
menerus dengan pemanasan atau dikeraskan dengan pendinginan dan
bisa berubah karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya : Polyamid, nylon,
polysurface, polyether.
b. Keramik
Pembuatan komposit dengan bahan keramik yaitu Keramik dituangkan pada serat
yang telah diatur orientasinya dan merupakan matrik yang tahan pada temperatur
tinggi. Misalnya : SiC dan SiN yang sampai tahan pada temperatur 1650 oC
c. Karet
Karet adalah polimer bersistem cross linked yang mempunyai kondisi semi kristalin
di bawah temperatur kamar.
d. Matrik logam
Matrik cair dialirkan ke sekeliling sistem fiber, yang telah diatur dengan perekatan
difusi atau pemanasan.
19
e. Matrik karbon
Fiber yang direkatkan dengan karbon sehingga terjadi karbonisasi.
Pemilihan matrik harus didasarkan pada kemampuan elongisasi saat patah yang
lebih besar dibandingkan dengan filler. Selain itu juga perlunya diperhatikan berat
jenis, viskositas, kemampuan membasahi filler, tekanan dan suhu curring, penyusutan
dan voids.
Voids (kekosongan) yang terjadi pada matrik sangatlah berbahaya, karena pada
tersebut fiber tidak didukung oleh matriks, sedangkan fiber selalu akan mentransfer
tegangan ke matriks. Hal seperti ini menjadi penyebab munculnya crack, sehingga komposit
akan gagal lebih awal. Kekuatan komposit terkait dengan void adalah berbanding terbalik
yaitu semakin banyak void maka komposit semakin rapuh dan apabila sedikit void
komposit semakin kuat.
Dalam pembuatan sebuah komposit, matriks berfungsi sebagai pengikat bahan
penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan.
Beberapa bahan matriks dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan sebagai keliatan dan
ketangguhan. Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah polimer termoset dengan
jenis resin polyester Matriks polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi
konstruksi ringan, selain itu harganya murah, resin ini mempunyai karakteristik yang khas
yaitu dapat diwarnai, transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan air, tahan cuaca
dan bahan kimia.
3. Polyester
Resin polyester, fiberglass resin atau resin kapal banyak dipasarkan di dunia
khususnya Indonesia dengan warna yang berbeda-beda seperti merah, putih kekuning-
kuningan dan hijau yang akan telihat sedikit transparan apabila diaplikasikan dalam lapisan
yang relatif tipis. Penggunaan jenis polyester resin diperkirakan sekitar 70% dalam seluruh
penggunaan seluruh jenis resin diseluruh dunia. Proses pengerasan resin ini akan dimulai
setelah dicampur rata dengan katalis yang biasanya dijual sepaket dengan resin polyester.
Kekurangan resin ini adalah tidak akan kuat apabila hanya digunakan untuk lapisan tipis
tetapi memerlukan bahan lain seperti talek (mirip bedak bayi) dan serat kaca (matfiberglass)
karena tanpa bahan tambahan ini lapisan resin polyester hanya akan mudah retak atau
terkelupas.
Sifat lain resin polyester adalah permukaan akhir yang tetap lengket di udara
terbuka karena memang dirancang khusus demikian untuk memperkuat rekatan dengan
lapisan-lapisan selanjutnya. Polyester resin ini tidak cocok untuk lapisan akhir (finishing)
20
untuk aplikasi pada permukaan benda-benda tertentu terutama kayu yang menonjolkan
corak artistik kayu tersebut. Karena dengan resin polyester ini, kita akan membutuhkan
waktu dan tenaga lebih banyak lagi untuk menghilangkan sifat lengket dan bekas jari
apabila disentuh. Untuk finishing tentunya kita menginginkan tampilan yang menarik dan
elegan yaitu mengkilap (glossy) dan memang ini bisa diakali dengan cara mengamplas habis
lapisan yang lengket tersebut dan memoles lagi dengan alat pemoles dan pasta/krim khusus
waxing atau melapisinya lagi dengan cat transparan (clear). Opsi paling mudah adalah
dengan melapisi permukaan yang lengket langsung dengan resin sejenis atau resin epoxy.
Resin polyester ini sangat baik dalam produksi fiberglass seperti pembuatan kapal, fairing
motor, kotak atau kontainer penampungan air, dan tentu masih banyak lagi yang tidak
membutuhkan tampilan glossy dan transparan dan tahan untuk jangka waktu lebih dari 15
tahun.
terhadap serat alam untuk meningkatkan ketangguhan serat alam tersebut sebagai bahan
penguat komposit. (Winoto dkk, 2013).
Perlakuan atau modifikasi kimia terhadap serat sangat berpengaruh secara langsung
terhadap struktur serat. Dari modifikasi kimia tersebut dapat merubah komposisi serat,
mengurangi kecenderungan penyerapan, kelembapan oleh serat sehingga akan
meningkatkan ikatan antar serat dengan matriks yang lebih baik. Hal ini dapat menghasilkan
suatu komposit dengan sifat mekanik yang lebih baik.
Kekuatan dan kekakuan serat alam banyak atau hampir semua tergantung pada
kandungan selulosa serat tersebut. Apabila kandungan selulosa pada serat tersebut tinggi
atau banyak maka serat tersebut memiliki kekuatan atau kekakuan serat yang baik. Selulosa
adalah suatu unsur yang menjadi faktor kunci untuk meningkatkan sifat serat maka dari itu
serat diberikan perlakuan seperti perlakuan alkali. (Witono dkk, 2013).
Perlakuan alkali pada serat alam dilakukan untuk tujuan membersihkan permukaan
serat dari kotoran dan getah yang menempel pada serat dan mereduksi kandungan air yang
ada di serat tersebut sehingga ikatan interfacial Antara serat dan matriks pada komposit
menjadi lebih baik. Alkali memiliki tiga jenis larutan berupa KOH, LiOH, NaOH dimana
larutan yang sering digunakan untuk memodifikasi serat alam adalah NaOH. Pengaruh
perlakuan alkali NaOH pada serat alam menyebabkan selulosa mengalami peningkatan mutu
permukaan serat alami dan menyebabkan meningkat pula kekerasan pada permukaan
sehingga dapat meningkatkan daya ikat interfacial antara serat dan matriks. Permukaan
tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik dengan matriks. (Bifel
dkk, 2015).
2.8.1 Perlakuan Alkali (NaOH)
Sifat alami serat adalah Hyrophilic, yaitu suka terhadap air berbeda dari
polimer yang hidrophilic. Pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat permukaan serat
alam selulosa telah diteliti dimana kandungan optimum air mampu direduksi
sehingga sifat alami hidropholic serat dapat memberikan ikatan interfecial dengan
matrik secara optimal (Bismarck dkk 2002).
NaOH merupakan larutan basa yang tergolong mudah larut dalam air dan
termasuk basa kuat yang dapat terionisasi dengan sempurna. Menurut teori
arrhenius basa adalah zat yang dalam air menghasilkan ion OH negatif dan
ion positif. Larutan basa memiliki rasa pahit, dan jika mengenai tangan terasa
licin (seperti sabun). Sifat licin terhadap kulit itu disebut sifat kaustik basa.
22
Tabel 2.1
Komposisi Beberapa Biofiber
Moisture
Hemicellulose
Fiber (%) Cellulose (%) Lignin (%) Others (%) Content
(%)
(%)
Mps 72.14 20.2 3.44 4.2 4.2-5.2
Cotton 85-90 1-3 0.7-1.6 5.4-13.3 8-10
Flax 85 9 4 2 8.76-10
Saseviera 79.7 10.13 3.8 0.09 6.02
Hemp 58.7 14.2 6 21.1 12
Jute 58-63 20-24 12-15 - 10.99
Rice Straw 64 - 8 3 10-22
Sea Grass 57 28 5 10 -
Sorghum
65.1 - 5.5 29.4 9.5
Stem
Wheat Straw 38.8 39.5 17.1 4.6 5
Sisal 78 19 8 3 10-22
Coir 32-43 0.15-0.25 40-45 3-4 8
Alfa Grass 33-38 - 17-19 33-40 10.2
Sumber: Suryanto et al., 2014 b
2.9.1 Selulosa
Selulosa merupakan komponen struktural yang paling penting dari hampir
semua dinding sel tanaman hijau, terutama di banyak serat alam seperti rami, goni,
rami, kapas, dll. Polimer selulosa terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, dengan
gambaran struktur selulosa. Selulosa adalah senyawa polisakarida yang dapat
diturunkan menghasilkan glukosa. Unit terkecil yang berulang adalah
selobiosadibentuk oleh kondensasi dua unit glukosa dan oleh karena itu juga dikenal
sebagai anhydroglucose (glukosa minus air). Masing-masing satuan berulang berisi
tiga kelompok hidroksil. Kelompok hidroksil ini dan kemampuannya untuk
mengikat hidrogen memainkan peran yang utama di dalam mengarahkan struktur
kristalin dan juga mengembangkan sifat fisika dari selulosa (Summerscales et al.,
2010).
2.9.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida dengan berat molekul rendah, sering
mengalami kopolimer dengan glukosa, asam glukuronat, mannosa, arabinosa dan
xilosa, dapat berbentuk acak, bercabang amorf atau struktur nonlinier dengan
kekuatan rendah. Hemiselulosa mudah dihidrolisis oleh asam atau basa encer, atau
enzim hidrolisis (Summerscales et al., 2010). Pada tanaman serat, hemiselulosa
berfungsi sebagai matrik dari selulosa (Bergander & Salmen, 2002).
Secara umum, fraksi hemiselulosa tanaman terdiri dari kumpulan polimer
polisakarida dengan derajat polimerisasi lebih rendah dibandingkan dengan selulosa
dan mengandung terutama gula D-xylopyranose,D-glukopiranosa, D-
galactopyranose, Larabinofuranose, D-mannopyranose, dan asam D-
glucopyranosyluronic dengan sejumlah kecil gula lainnya. Polisakarida tersebut
biasanya berisi rantai utama yang terdiri dari satuunit gula berulang terkait dengan
titik cabang (1-2), (1-3), dan / atau (1-6) (1-4) (Rowell et al., 2000).
2.9.2 Lignin
Lignin dibentuk dengan penghilangan non-reversibel air dari gula (terutama
xilosa) untuk membuat struktur aromatik. Lignifikasi berlangsung pada tanaman
dewasa untuk kestabilan mekanik tanaman. Lignin berfungsi memberi kekakuan
kepada tanaman, terlokalisasi pada permukaan lumen dan daerah dinding berpori
untuk mempertahankan kekuatan dinding, permeabilitas dan membantu transport air.
Lignin tahan serangan mikroorganisme dan kebanyakan dalam bentuk cincin
aromatik yang tahan terhadap proses anaerobik sehingga kerusakan akibat proses
anaerobik pada lignin adalah lambat (Bismarck et al., 2005).
Lignin bersifat hydrophobic secara alami dan mengandung tiga ko-polimer
dimensional dari unsur-unsur aromatik dan alifatik dengan bobot molekul yang
25
sangat tinggi yaitu hidroksil, metoksil dan gugus karbonil. Lignin diketahui
mengandung lima hidroksil dan lima metoksil per unit bangun. Diyakini bahwa
satuan struktural dari molekul lignin diturunkan dari 4-hydroxy-3-methoxy
phenylpropane. Kesulitan utama di dalam kimia lignin adalah tidak ada metoda yang
mapan untuk mengisolasikan lignin dalam kondisi asli dari serat. Lignin dianggap
sebagai suatu polimer termoplastik yang memperlihatkan adanya temperatur transisi
glass di sekitar 90°C dan meleleh pada temperatur sekitar 170°C (Olesen & Plackett,
1999). Lignin tidak terhidrolisis oleh asam, hanya dapat larut di dalam alkali panas,
dapat teroksidasi, dan dengan mudah terkondensasi dengan fenol (Bismarck et al.,
2005).
C. Pressure Bag
Pressure bag memiliki kesamaan dengan metode vacuum bag, perbedaannya
adalah metode ini tidak memakai pompa vakum tetapi menggunakan udara atau
uap bertekanan yang dimasukkan malalui suatu wadah elastis. Wadah elastis ini
yang akan berkontak pada komposit yang akan dilakukan proses. Besar tekanan
yang di berikan pada proses ini adalah sebesar 30 sampai 50 psi.
D. Spray-Up
Spray-up merupakan metode cetakan terbuka yang dapat menghasilkan
bagian-bagian yang lebih kompleks dan lebih ekonomis dari hand lay-up. Proses
spray-up dilakukan dengan cara penyemprotan serat (fibre) yang telah melewati
tempat pemotongan (chopper). Sementara resin yang telah dicampur dengan
katalis juga disemprotkan secara bersamaan Wadah tempat pencetakan spray-up
telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu proses selanjutnya adalah dengan
membiarkannya mengeras pada kondisi atsmosfer standar. Teknologi ini
menghasilkan struktur kekuatan yang rendah, yang biasanya tidak termasuk pada
30
produk akhir. Spray-up ini juga digunakan secara terbatas untuk mendapatkan
fiberglass splash dari alat transfer.
E. Filament Winding
Fiber tipe roving atau single strand dilewatkan melalui wadah yang berisi resin,
kemudian fiber tersebut akan diputar sekeliling mandrel yang sedang bergerak dua
arah, arah radial dan arah tangensial. Proses ini dilakukan berulang, sehingga cara
ini didapatkan lapisan serat dan sesuai dengan yang diinginkan.
B. Injection Molding
Metode injection molding juga dikenal sebagai reaksi pencetakan
cairan atau pelapisan tekanan tinggi. Fiber dan resin dimasukkan ke dalam
rongga cetakan bagian atas, kondisi temperatur dijaga supaya tetap dapat
mencairkan resin. Resin cair beserta fiber akan mengalir ke bagian bawah,
kemudian injeksi dilakukan oleh mandrel ke arah nozel menuju cetakan.
C. Continuous Pultrusion
Fiber jenis roving dilewatkan melalui wadah berisi resin, kemudian
secara kontinu dituangkan ke cetakan pra cetak dan diawetkan (cure),
kemudian dilakukan pengerolan sesuai dengan dimensi yang diinginkan.
Atau juga bisa disebut sebagai penarikan serat dari suatu jaring atau creel
melalui bak resin, kemudian dilewatkan pada cetakan yang telah dipanaskan.
Fungsi dari cetakan tersebut ialah mengontrol kandungan resin, melengkapi
pengisian serat, dan mengeraskan bahan menjadi bentuk akhir setelah
melewati cetakan.
P = Beban (N)
Aₒ = Luas penampang patahan (mm²)
34
Nilai regangan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : (Kurniawan, K., 2012)
△𝐿
Ɛ= …………………………………………………………(2-2)
𝐿
Dimana :
Ɛ = Tegangan-regangan (%)
△L = Deformasi/pemanjangan (mm)
L = Panjang daerah ukur (mm)
Sebuah spesimen uji tarik dikatakan elastis apabila diberikan beban, spesimen
meregang sesuai dengan beban. Efek ini disebut sifat elastis linier, jika beban ditiadakan
spesimen kembali ke bentuk dan panjangnya semula. (Kalpakijan dkk, 2001).
Ketika beban mulai mengalami peningakatan pada level tegangan tertentu, spesimen
mengalami perubahan bentuk permanen (plastis). Pada tingkatan itu, tegangan dan
regangan tidak lagi sebanding seperti pada daerah elastis. Tegangan dimana peristiwa
ini terjadi disebut dengan tegangan yield (yield strength). Istilah tegangan yield juga
digunakan untuk menetapkan titik dimana tegangan dan regangan tidak lagi sebanding.
Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) adalah tegangan maksimum
yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai
kekuatan tarik maksimum ditentukan dari beban maksimum dibagi dengan luas penampang
lintang awal. (Yuwono,2009)
Jika spesimen diberi beban diluar dari kekuatan tarik maksimumnya, maka akan
terjadi necking. Sepanjang daerah necking luas daerah spesimen tidak lagi seragam
panjangnya dan lebih kecil pada daerah necking. Ketika pengujian diteruskan maka
tegangan teknik akan turun dan spesimen akan mengalami perpatahan di daerah necking.
Tegangan teknik saat terjadi patah disebut sebagai tegangan patah atau tegangan putus.
(Kalpakijan dkk, 2001)
35
2.16 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, muncul hipotesis dari permasalahan yang diamati.
Perbedaan karakteristik pada tiap perendaman akan membuat hasil kekuatan tarik yang
berbeda pula pada tiap komposit yang akan dihasilkan. Semakin lama perendaman akan
membuat komposisi kimia dari serat bambu akan berubah dikarenakan perlakuan alkalisasi
menyebabkan hilangnya kandungan lignin pada serat membuat selulosa serat bambu petung
terdegradasi yang menyebabkan turunnya hasil kekuatan tarik komposit.
BAB III
METODE PENELITIAN
36
37
A. Serat
Serat adalah bahan penguat yang memiliki kekuatan serta kekakuan yang bagus.
Serat yang digunakan adalah serat bambu betung.
B. Larutan Alkalisasi
Larutan alkali (NaOH) Natrium Hidroxida adalah larutan yang digunakan untuk
membersihkan lignin, silica dan hemiselulosa. Untuk meningkatkan penyatuan atau
impregnasi antara serat dan matrik.
Gambar 3.4. Mesin Uji Tarik Serat Tunggal dan Pull Out
Spesifikasi :
- Merek : IMADA
- Kapasitas : 50-60 N
B. Mesin Uji Tarik Komposit
1. Mesin uji tarik
Alat ini digunakan untuk memberikan beban tarik kepada spesimen yang akan di ukur
kekuatan tariknya. Mesin uji tarik ini memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Max. Load : 20 kN
Load capacity : 0,4% - 100% of max test load
Load accuracy : ≤ ± 1%
Resolution of displacement measurement : better than 0,01 mm
Crosshead velocity : 0,01 mm/min – 500 mm/min
C. Cetakan
Cetakan digunakan untuk meletakkan resin dan serat yang telah tercampur, dan
dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan serta sesuai dengan standar yang
digunakan. Dalam cetakan ini dibagi menjadi cetakan untuk uji tarik.
D. Timbangan digital
Timbangan digital untuk mengukur berat dari serat, matrik, katalis dan promoter,
serta untuk membuat larutan alkali.
E. Sealent Tape
Berfungsi Sebagai perekat dan mencegah kebocoran.
F. Peel Ply
Peel Ply berfungsi untuk memudahkan pencabutan komposit setelah proses
pembuatan specimen selesai.
G. Mesh
Mesh berfungsi sebagai jalan masuk serin setelah proses vakum selesai.
H. Plastic Bag
Plastic Bag berfungsi sebagai penjebak udara dalam ruang agar tidak ada yang
masuk dari lari dan menjaga udara agar hanya keluar melalui T-Connector.
I. Vacuum Compressor
Berfungsi sebagai pemberi ruang hampa dengan menghisap udara yang ada pada
tempat cetakan.
J. Resin Trap
Berfungsi sebagai penampung resin agar tidak masuk terus sampai ke Vacuum
Compressor.
Ukuran spesimen uji tarik berdasarkan standar ASTM dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Ukuran Spesimen Uji Tarik ASTM D638-03, T = 3.2 mm (0.12)
Dimension Value, mm (in)
Thickness <7mm (0.28in), T 32 ± 0.4 (0.12 ± 0.02)
Width of narrow selection, W 13 (0.5)
Length of narrow selection, L 57 (2.25)
Width overall, WO 19 (0.75)
Length overall, LO 165 (6.5)
Gauge length, G 50 (2.00)
Distance between grips, D 115 (4.5)
Radius of fillet, R 76 (3.00)
Sumber : ASTM D638-03, Standard Test Method for Tensile Properties of Plastic
h) Merendam serat bambu petung pada larutan alkali yang telah disiapkan
i) Merendam serat bambu petung selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
j) Jika perendaman telah mencapai 1 jam, 2 jam dan 3 jam maka serat di cuci dengan air
bersih dan kemudian dikeringkan
13. Mengukur selang spiral sesuai panjang salah satu sisi cetakan pola dan memotong
sebanyak dua
14. Memasang T-connector pada bagian tengah selang spiral
15. Meletakkan kedua selang spiral yang telah di pasang T-connector pada kedua sisi
cetakan pola
16. Memberikan sealant tape pada setip siku T-connector
17. Menutup semua bagian yang ada di atas alas cetakan dengan plastic bag
18. Memberi lubang untuk T-connector agar dapat menebus plastic bag
19. Merekatkan plastic bag dengan sealant tape yang terpasang pada alas cetakan
20. Memberikan sealant tape lagi pada siku T-connector
21. Memotong PE-tube sesuai panjang yang disesuaikan dengan jarak dari penampung
resin ke cetakan pola, cetakan pola ke resin trap dan dari resin trap ke vacuum
compressor
22. Memasang PE-tube dengan kedua Tconnector
23. Menyumbat PE-tube arah masuk resin dengan clamp
24. Menyambungkan PE-tube arah keluar ke resin trap
25. Menyambungkan PE-tube dari resin trap ke vacuum compressor
26. Menyalakan vacuum compressor
27. Menunggu sampai pressure gauge sudah tidak dapat naik (kondisi maksimal)
28. Mematikan vacuum compressor dan menunggu selama dua jam untuk mengetahui
kebocoran
29. Jika tekanan stabil selama 2 jam, melakukan pencampuran resin dan katalis dengan
volume yang sudah disesuaikan
30. Setelah resin dan katalis tecampur lalu menyambungkan PE-tube arah masuk
kedalam tempat penampung resin dan buka clamp
31. Menunggu sesaat sampai resin mengalir ke cetakan dan masuk ke resin trap untuk
memastikan semua resin masuk ke dalam cetakan
32. Menyumbat kedua aliran masuk dan keluar dengan clamp dan menunggu resin
hingga mengering
48
Mulai
Identifikasi masalah
studii literatur
Mempersiapkan Alat
dan Bahan
Uji Serat
Uji
SeratTari
k
Data Tidak
terpenuhi
Ya
A
49
Variasi
perendaman ( 0
jam, 1 jam, 2 jam
dan 3 jam)
Sepesimen Uji
Tarik
Uji Tarik
Uji SEM
Analisis pembahasan
Kesimpulan
Selesai
50
Data yang diambil pada penelitian kali ini meliputi pengujian Tarik dan pengujian foto
makro dari produk komposit yang dihasilkan guna mengetahui kualitas produk. Pada setiap
variasi resin akan dilakukan pengujian kekuatan tarik sebanyak 3 kali guna memastikan
validasi nilai uji tariknya dan dapat digunakan sebagai pembanding dari data . Data yang
didapat akan dicatat dan diolah kemudian dimasukkan kedalam tabel. Adapun rancangan
tabel data yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Hasil Uji kekuatan Tarik
Kekuatan tarik
No Resin Pengulangan
(Mpa)
1
1 Polyester 2
3
Sumber: Dokumentasi Pribadi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
250
Kekuatan Tarik (MPa)
50
0
0 1 2 3
Waktu Perendaman (Jam)
Gambar 4.1 Menunjukkan perbandingan kekuatan tari dari setiap perendaman NaOH
pada serat bambu petung. Urutan kekuatan serat tunggal jika diurutkan dari yang paling
rendah ke tinggi adalah perendaman 3 jam NaOH yaitu 98,4 Mpa, perendaman 2 jam NaOH
yaitu 112,5 Mpa, perendaman 1 jam NaOH yaitu 138,7 Mpa, dan yang memiliki kekuatan
tarik yang paling tinggi adalah serat tunggal tanpa perendaman NaOH yaitu sebesar 191,3
Mpa. Peranan penting dari matrik alami pada serat bambu petung itu sendiri yang mampu
memperkuat ikatan, sehingga dapat dilihat nilai kekuatan tarik tertinggi terdapat pada variasi
tanpa perlakuan karena matrik alami dari polyester tidak terpengaruh sama sekali oleh
perlakuan alkalisasi. Terlepasnya matrik alami karena perlakuan NaOH diharapkan dapat
digantikan oleh matrik resin yang akan digabungkan menjadi komposit. Dari gambar terlihat
penurunan kekuatan pada serat dengan variasi perendaman 1 jam, 2 jam, dan 3 jam NaOH.
yang terjadi pada saat proses perendaman kandungan zat kimia serat terlepas, sehingga
semakin lama waktu perendaman maka semakin banyak pula zat kimia serat yang terlepas
51
52
sehingga pada variasi perendaman 3 jam memiliki kekuatan serat tunggal paling kecil, serat
atau komposisi yang berfungsi sebagai penguat ikut terkikis karena lamanya waktu
perendaman dan matrik pada serat sendiri memang belum mencapai kondisi maksimal untuk
mengisi peranan sebagai pengikat yang alami.kimia serat terlepas dan serat yang berfungsi
sebagai penguat, dan matrik belum maksimal untuk mengisi peranan sebagai pengikat alami.
53
4.2 Analisis Pengaruh Perendaman Naoh Pada Serat Tunggal Bambu petung
Komposit Bermatrik Polyester Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Pada
Pengujian Pull Out
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Perendaman Naoh Pada Serat Tunggal Bambu petung
Komposit Bermatrik Polyester Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Pada Pengujian Pull Out
Tabel 4.1
Tabel Hasil Pengujian Pull Out
No Perlakuan Foto Keterangan Kekuatan
NaOH 6% Tarik
1 0 jam Tercabut 189.94 Mpa
(a)
2 1 jam Tercabut 135,58 Mpa
(b)
3 2 jam Tercabut 106.83 Mpa
(c)
4 3 jam Tercabut 97.8 Mpa
(d)
Sumber: Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
55
Pada Tabel 4.1 menunjukan hasil lubang cabutan pengujian pull out fiber dengan
serat polyester tanpa perendaman NaOH (a) menunjukan hasil cabutan serat tanpa perlakuan
perendaman NaOH mengalami kerusakan dikarenakan kompabilitas antara serat dengan
matrik resin polyester bagus sehingga resin menempel pada serat dan serat rusak, sedangkan
pada (b), (c), (d) menunjukan lubang hasil cabutan serat dengan perlakuan perendaman
NaOH dengan lama perendaman 60 menit, 120 menit, dan 180 menit yang dimana resin
yang menempel pada serat mulai berkurang dan serat setelah tercabut masih utuh seperti
semula ini dikarenakan perendaman NaOH dapat mempengaruhi komposisi dari serat
sehingga serat dan resin tidak berikatan dengan baik.
56
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Kekuatan Tarik Polyester, Serat Bambu Petung Dan
Komposit
Gambar 4.3 Dapat dilihat pada masing-masing variasi memiliki tiga spesimen yang
sudah diproses menjadi komposit. Serat polyester yang sudah diproses menjadi komposit
jika diurutkan dari yang paling tinggi ke rendah maka yang memiliki kekuatan tarik yang
paling tinggi adalah pada serat polyester tanpa perendaman yaitu sebesar 171 Mpa, serat
polyester perendaman 1 jam sebesar 138 Mpa, serat polyester perendaman 2 jam sebesar 102
Mpa, dan yang memiliki kekuata tarik paling rendah adalah pada serat bambu perendama 3
jam yaitu sebesar 81 Mpa. Dengan urutan kekuatan tarik seperti diatas memiliki kesamaan
dengan hasil pengujian tarik serat tunggal, nilai kekuatan tarik paling besar berada pada serat
tanpa perendaman NaOH dan kekuatan tarik serat tunggal akan menurun seiring lama waktu
perendaman. Komposisi kimia pada serat menjadi salah satu faktor utama dalam menentukan
kekuatan tarik dari serat karena pada komposit tanpa perendaman NaOH terhalang oleh
adanya lapisan lignin di permukaan serat seperti pada dasar teori lignin merupakan salah satu
senyawa kimia pada serat alami yang bersifat kaku, lepasnya ikatan antara serat dengan
matrik yang disebut dengan istilah “fiber pull out” menjadi penyebab utama ketika diuji tarik
mengalami kegagalan. Kekuatan tarik yang paling rendah terjadi pada perendaman dengan
waktu selama 3 jam yang memiliki nilai kekuatan tarik sebesar 81 Mpa. Senyawa kimia
57
penyusun serat alam ada yang mengalami kerusakan atau terlepas dari ikatan seperti lignin
dan hemiselulosa dengan sifat yang dimiliki oleh zat tersebut akan sangat mempengaruhi
kekuatan tarik dari serat ketika senyawa tersebut terlepas dari ikatan karena waktu
perendaman yang cukup lama. Kemampuan matrik dan serat pada saat menahan beban dan
meregang lebih besar memang masih terlihat, namun ikatan yang seharusnya terbentuk
antara matrik dengan serat gagal, maka komposit yang terbentuk pun mengalami kegagalan
lebih awal akrena serat-serat yang terkandung mengalami degradasi. Hal ini dapat diperjelas
karena pada perendaman NaOh 6% seperti yang sudah dibahas sebelumnya, hemiselulosa
dan lignin berangsur-angsur berkurang karena lamanya waktu perendaman, kekuatan serat
alam yang terbentuk secara alami akan menurun karena kumpulan microfibil penyusun serat
menjadi salah satu faktor penguat yang disatukan leh senyawa bernama lignin akan terpisah,
sehingga serat yang terdapat menyisakan serat-serat halus yang hanya memiliki sedikit atau
cenderung mulai habis dari kandungan senyawa pembentuk tadi sehingga terpisah satu sama
lain.
58
Selulosa
227 µm
227 µm
Lignin
Gambar 4.4 Foto SEM 0 Jam Pada Serat Bambu Petung (Tanpa Perendaman)
Selulosa mulai
terpecah
Lignin
berkurang
0.72 µm
227 µm
\
Gambar 4.5 Foto SEM 1 Jam Pada Serat Bambu Petung Perendaman Naoh 6%
59
Lignin berkurang
0.45 µm
227 µm
Gambar 4.6 Foto SEM 2 Jam Pada Serat Bambu Petung Perendaman Naoh 6%
Selulosa terkikis
Selulosa pecah
Gambar 4.7 Foto SEM 3 Jam Pada Serat Bambu Petung Perendaman Naoh 6%
Pada gambar 1 Serat tanpa perlakuan yang memiliki kekuatan tarik paling tinggi
dibandingkan dengan serat yang sudah mengalami perlakuan, pada foto hasil pengujian
tersebut dapat dilihat serat bambu petung tanpa perlakuan masih dipenuhi lignin yang
menempel pada permukaannya seperti yang terbentuk secara alami, banyaknya lignin akan
menyebabkan serat dan matrik merekat tidak maksimal. Nampak hemiselulosa masih utuh
belum mengalami keretakan.
60
Pada gambar 2 permukaan serat terlihat lebih bersih karena telah melalu proses
perendaman NaOH selama 1 jam, namun terdapat bagian pada permukaan serat yang
mengalami keretakan kecil. Sedangkan pada gambar 3 dengan serat perlakuan NaOH selama
2 jam adanya retakan pada permukaan serat yang lebih besar daripada serat polyester
perlakuan NaOH 1 jam. Lalu, pada gambar 4 dengan perlakuan NaOH 3 jam selulosa dan
lignin atau yang bisa dianggap daging serat mulai terkikis, serat mulai terlihat rusak.
Presentase NaOH yang cukup besar yang digunakan untuk perlakuan pada serat bambu
petung, hal ini akan berpengaruh langsung kepada kondisi serat polyester itu sendiri terutama
pada bagian permukaan seratnya dengan begitu kandungan kimia yang sebelumnya
terbentuk akan mengalami perubahan bahkan rusak seiring bertambahnya lama waktu
perendaman. Dengan kondisi kandungan kimia yang berubah dan cenderung akan rusak
tentunya mengakibatkan munculnya rongga-rongga pada serat hal inilah yang dapat
menyebabkan penurunan kekuatan dikarenakan distribus tegangan yang akan diterima
menjadi tidak merata dan akan terkonsentrasi pada titik tertentu. Dengan begitu akan sangat
mempengaruhi karakteristik dari serat tersebut.
61
Pull Out
Pull Out
Matrik
Retak
Gambar 4.8 Foto SEM Pada Komposit Serat Bambu Petung Tanpa Perendaman Naoh 6%
Pull Out
Matrik
Retak
Gambar 4.9 Foto SEM Pada Komposit Serat Bambu Petung Perendaman 1 Jam Naoh 6%
62
Serat Mulai
mengalami
kerapuhan
Resin
Starved
Gambar 4.10 Foto SEM Pada Komposit Serat Bambu Petung Perendaman 2 Jam Naoh 6%
Pull Out
Gambar 4.11 Foto SEM Pada Komposit Serat Bambu Petung Perendaman 3 Jam Naoh 6%
Kandungan NaOH 6% terlalu besar sehingga mengikis sebagian besar lignin seiring
bertambahnya waktu perendaman. Karena zat kandungan penting menghilang,
menyebabkan serat menjadi rusak dan menurunkan kekuatan tarik serat bambu petung ini.
Dan besarnya tegangan dan regangan yang mampu ditahan oleh komposit menjadi menurun
seiring lamanya perendaman.
Serat membengkak dikarenakan semakin lama waktu perendaman semakin banyak
pula molekul air yang diserap oleh serat. Lepasnya ikatan permukaan serat dengan polyester
atau disebut debonding pada serat yang berakibat pada kerusakan mekanis atau menurunnya
kekuatan mekanis komposit, seperti ditunjukkan pada patahan foto SEM pada gambar.
Pada penampang patahan komposit tanpa perendaman (Gambar 4.8). Pada patahan tersebut
Nampak jelas beberapa titik terjadi cacat atau kegagalan pull out, hal ini mampu mengurangi
kekuatan Tarik. Pada tahap pembesaran selanjutnya ditemukan kembali fakto yang dapat
mempengaruhi kekuatan yaitu Debonding, Lepasnya daya ikat antara serat dan matrik.
Pada sampel uji dengan lama perendaman NaOH selama 1 jam (Gambar 4.9)
menunjukkan jenis kegagalan yaitu debonding dan fiber pull out. Namun persentase
kegagalan lebih didominasi oleh mekanisme fiber pull out daripada kegagalan debonding.
Kegagalan debonding lebih disebabkan karena lemahnya ikatan antara serat dan matriks.
Sedangkan jenis kegagalan fiber pull out lebih disebabkan karena putusnya serat sebagai
akibat serat tidak mampu menanggung beban yang diterima. Debonding yang terjadi pada
perendaman 1 jam NaOH lebih sedikit daripada komposit serat bambu petung tanpa
perendaman NaOH.
Pada sampel uji dengan lama perendaman NaOH selama 2 jam (Gambar 4.10)
menunjukkan jenis kegagalan berupa banyak serat terlihat mulai rapuh yang lebih banyak
daripada tanpa perendaman NaOH dan perendaman 1 jam NaOH kerapuhan ini sangat
berdampak besar pada kekuatan tarik dari komposit karena jika tersebar pada seluruh serat
tentunya akan menurunkan kekuatan secara drastis. Penyebabnya adalah kekuatan serat lebih
rendah daripada kekuatan ikatan serat-matriks sehingga serat yang mengalami patah lebih
dahulu. Gambar 4.11 adalah penampang patahan komposit 3 jam yang memiliki nilai
kekuatan tarik terendah. Dikarenakan serat terlihat sangat rapuh dan kerapuhan pada serat
telah merata ketika dikenai perendaman 3 jam. Sehingga putusnya ikatan antara serat dan
matriks disebabkan oleh rapuhnya serat. Dengan rapuhnya serat tersebut mengakibatkan
lignin dan hemiselulosa hamper menghilang atau hanya tersisa sedikit saja.
64
Pull Out
Debonding
Gambar 4.13 Foto Permukaan Patah Spesimen Komposit Serat Tanpa Perendaman Naoh
Dari gambar diatas terlihat bahwa komposit dengan Serat Tanpa Perendaman
NaOH terdapat pull out dan debonding. Apabila dilihat lebih seksama, komposit dengan
matrik Tanpa Perendaman NaOH, rata-rata debonding sebesar 4.75 %. Pada produk
komposit dengan tanpa perlakuan perendaman NaOH, memiliki debonding cenderung
paling kecil atau memiliki rataan yang kecil dibandingkan dengan patahan komposit
lainnya. Mekanisme lepasnya serat dan matrik akibat kurang mampunya gaya ikat antara
matrik dan serat sehingga terkelupas sebelum dapat mentransfer gaya yang diterima
dengan maksimal. Jika dibandingkan dengan patahan komposit lain, komposit bermatrik
Tanpa Perendaman NaOH memiliki daerah patahan yang lebih seragam dan perpaduan
komposisi antara serat dan resin cukup baik. Dan komposit serat bambu petung tanpa
perendaman NaOH juga memiliki kekuatan tarik yang paling tinggi yaitu 171 MPa.
65
Pull Out
Debonding
Gambar 4.14 Foto Permukaan Patah Spesimen Komposit Serat Perendaman Naoh 1 Jam
Dari gambar diatas terlihat bahwa produk komposit dengan serat dengan 1 jam
Perendaman NaOH menunjukkan jenis kegagalan kombinasi antara debonding dan fiber
pull out. Fiber Pull Out yang terjadi pada komposit serat bambu dengan perendaman 1 jam
lebih mendominasi daripada debonding yang terjadi. Kegagalan debonding lebih disebabkan
karena lemahnya ikatan antara serat dan matriks. Sedangkan jenis kegagalan fiber pull out
lebih disebabkan karena putusnya serat sebagai akibat serat tidak mampu menanggung beban
yang diterima. Rata-rata debonding yang ada pada spesimen komposit serat bambu petung
dengan perendaman NaOH 1 jam yaitu 4,88 %. Dan kekuatan tariknya menurun menjadi
138 MPa dikarenakan perlakuan alkalisasi serat 1 jam NaOH kondisi permukaan serat yang
langsung membuat serat mulai terdegradasinya kandungan lignin dan hemiselulosa pada
serat bambu petung yang berpengaruh pada kekuatan tarik komposit dan ikatan pada matrik
polyester
66
Pull Out
Resin Starved
Debonding
Gambar 4.15 Foto Permukaan Patah Spesimen Komposit Serat Perendaman Naoh 2 Jam
Dari gambar diatas terlihat bahwa produk komposit dengan serat dengan 2 jam
Perendaman NaOH menunjukkan serat tercabut dari matriks yang lebih banyak daripada
tanpa perendaman NaOH dan perendaman 1 jam NaOH dan pada komposit ini terdapat resin
starved yaitu merupakan cacat yang terjadi akibat kurangnya resin yang diberikan pada serat
sehingga terjadi kekuarangan resin pada komposit. Penyebab dari tercabutnya serat matrik
adalah kekuatan serat lebih rendah daripada kekuatan ikatan serat-matriks sehingga serat yang
mengalami patah lebih awal, sedangkan kekurangan resin terjadi karena lepasnya resin yang
tidak mengikat secara penuh serat yang diakibatkan beban yang diterima material komposit.
Pada produk komposit ini juga terjadi pull out. Serabut yang keluar dari komposit ini adalah
serabut-serabut yang gagal patah pada daerah patahan matrik saat pembebanan pada materia,
sehingga patahan pada serabut serat berebeda. Ketidakmampuan menerima gaya secara
merata, sehingga terjadilah Pull Out. Patahan yang terjadi bukan dikarenakan debonding
tetapi lebih didominasi oleh berberapa serat yang mulai rapuh dan kekuatan tariknya menurun
menjadi 102 MPa dikarenakan perlakuan alkalisasi serat 2 jam NaOH kondisi permukaan
67
serat yang langsung membuat serat lebih terdegradasinya kandungan zat amorf pada serat
bambu petung dari variasi komposit tanpa perendaman dan perendaman 1 jam NaOH.
Pull Out
Pull Out
Debonding
Gambar 4.16 Foto Permukaan Patah Spesimen Komposit Serat Perendaman Naoh 3 Jam
Dari gambar patahan diatas, dapat terlihat bahwa produk komposit dengan matrik
Perendaman NaOH 3 jam mengalami kegagalan material yang cukup mempengaruhi
kekuatannya diantaranya adalah disebabkan oleh rapuhnya dan semakin menjadi licin pada
permukaan serat saat perendaman 3 jam NaOH menghasilkan patahan komposit 3 jam yang
memiliki nilai kekuatan tarik terendah. Dengan perendaman 3 jam serat lebih banyak yang
lepas dari ikatan matriksnya karena ketidakmampuannya membuat ikatan satu sama lain
dibandingkan dengan perendaman 2 jam, 1 jam dan tanpa perendaman. Dengan kekuatan
tarik komposit terendah yaitu 81 Mpa. Presentase NaOH yang cukup besar sangat-sangat
mempengaruhi dari komposisi serat tertutama pada perendaman 3 jam adalah alkalisasi
terlama pada serat bambu petung sehingga sangat banyak memberi pengaruh terhadap
kondisi permukaan serat yang langsung membuat serat menjadi terdegradasi dan
68
kandungan kimianya rusak. Hal ini terjadi dikarenakan alkali tersebut akan mengikis
permukaan dari serat bambu petung ini. Sehingga patah komposit tidak disebabkan oleh
debonding tetapi disebabkan oleh rapuhnya serat ketika diberi perlakuan perendaman
NaOH. Namun, terdapat pula Pull Out yang membuat kekuatn dari komposit semakin
menurun.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dillakukan maka dapat disimpulkan bahwa Pengaruh
perendaman NaOH pada serat bambu petung (dendrocalamus asper) dengan penyusunan
searah terhadap kekuatan tarik komposit bermatrik polyester adalah semakin lama waktu
perlakuan alkalisasi atau perendaman akan menurunkan kekuatan tarik dari produk komposit,
sementara produk komposit tanpa perendaman akan memiliki kekuatan tarik yang paling
tinggi. Didapatkan hasil Didapatkan hasil pengujian kekuatan tarik produk komposit dengan
metode vacuum infusion tertinggi terdapat pada komposit serat bambu petung tanpa
perendaman NaOh yaitu sebesar 171 Mpa, komposit serat bambu petung dengan 1 jam
perendaman yaitu sebesar 138 MPa, komposit serat bambu petung dengan 2 jam perendaman
NaOH yaitu sebesar 102 MPa, komposit serat bambu petung dengan 3 jam perendaman
NaOH yaitu sebesar 81 Mpa.
Hal Tersebut terjadi pada saat proses perendaman kandungan zat kimia serat terlepas,
sehingga semakin lama waktu perendaman maka semakin banyak pula zat kimia serat yang
terlepas sehingga pada variasi perendaman 3 jam memiliki kekuatan produk komposit paling
kecil, serat atau komposisi yang berfungsi sebagai penguat ikut terkikis karena lamanya
waktu perendaman dan matrik pada serat sendiri memang belum mencapai kondisi maksimal
untuk mengisi peranan sebagai pengikat yang alami. Bambu etung memiliki ikatan alami
yang sudah kuat dibandingkan pada bambu petung yang sudah diberi perlakuan
5.2 Saran
1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kekuatan maksimal pada
matrik dengan serat bambu petung yang lebih spesifik.
2. Perlunya ketelitian dalam proses pembuatan spesimen terutama ketika proses
pembuatan dengan metode vacuum infusion dan pengaruh alkalisasi
3. Perlu dilakukan pencarian alat pendukung yang mempermudah metode vacuum
infusion.
4. Mencari variasi perendaman yang tepat dalam perlakuan NaOH karena kekuatan yang
terdapat pada serat malah semakin menurun
69
DAFTAR PUSTAKA
Bowyer, J. L., R. Shmulsky dan J. G. Haygreen. (2003). Forest Products and Wood
Science. USA : An Introduction, 4th edition. Iowa State Press.
Callister W. D. (2007). Material Science and Engineering, 7nd edition. New York
: Jhon Wolley & Sons, Inc.
Clayton A. (1987). Epoxy Resins: Chemistry and Technology (Second ed.). New
York : Marcel Dekker Inc. p. 794. ISBN 0-8247-7690-9.
David Farelly. (1984). The Book Of Bamboo. Sierra Club Books. University of
Minnesota
Diharjo, K. (2006). Kajian sifat fisis-mekanis dan akustik komposit sandwich serat
kenafpolyester dengan core kayu sengon laut. Disertasi Program Doktor,
Ilmu-ilmu Teknik UGM : Yogyakarta.
Kaw Autar. (2006). Mechanics of Composites Material. New York : CRC Press-
Taylor & Francis Group.
Krisdianto, G.S. (2000). Sari Hasil Penelitian Bambu. Sari Hasil Penelitian Rotan
dan Bambu. Bogor : Puslitbang Hasil Hutan
Mutia, T., Susi S., Teddy K., Hendro R (2014). Potensi Serat dan Pulp Bambu
untuk Komposit Peredam Suara. Jurnal Selulosa, Vol. 4, No. 1.
PT. Justus Sakti Raya. (2003). Jakarta : Spesifikasi Resin Hardener Epoxy.
Sanjay K. Mazumdar, Ph.D. (2002) Composites manufacturing : materials,
product, and process engineering. Corporate Blvd. Florida : Boca Raton.
S.A.H Roslan, M.Z. Hasan, S.A Zaki. (2015). Sifat mekanik komposit bambu
berpenguat epoxy dengan struktur sandwich. Malaysia : Universiti Teknologi
Sidik Mustafa. ( 2005 ). Karakteristik Sifat Fisika Dan Mekanika Bambu Petung
Pada Bambu Muda, Dewasa Dan Tua. Universitas Gajahmada
Suryanto .et.al. (2004) . Serat Alam : Komposisi, Struktur, Dan Sifat Mekanis.
Ziaulla, Yousif, Mainul. (2016). Analisis patahan pada komposit epoxy berpenguat
serat bambu. Asutralia : University Queensland