Anda di halaman 1dari 74

DISERTASI TK186601

KARAKTERISTIK DINAMIK DAN CONTROL


REAKTOR OXIDATIVE DAN COUPLING METHANE
PADA CATALYTIC MEMBRANE REAKTOR

AKAS STEVEN TAMBUNAN


6007222026

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Latifah Nurahmi, S.T. Ir.
Bambang P,M.Sc.Eng, Ph.D.

PROGRAM PASCA SARJANA


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN REKAYASA SISTEM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2023

i
DISERTASI TK143531

KARAKTERISTIK DINAMIK DAN CONTROL


REAKTOR OXIDATIVE DAN COUPLING METHANE
PADA CATALYTIC MEMBRANE REAKTOR

AKAS STEVEN TAMBUNAN

6007222026

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Latifah Nurahmi, S.T. Ir.
Bambang P,M.Sc.Eng, Ph.D.

PROGRAM PASCA SARJANA


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN REKAYASA SISTEM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN DISERTASI
Disertasi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister (Msc)
di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
AKAS STEVEN
NRP: 6007222026

Tanggal ujian: 26 Januari 2024


Periode wisuda: Maret 2024

Disetujui oleh:
Pembimbing:

1. Prof. Ir. Renanto, M.Sc., Ph.D ………………………


NIP: 19530719 197803 1 001

2. Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc ………………………


NIP: 19510804 197412 1 001

3. Juwari, S.T., M.Eng., Ph.D ………………………


NIP: 19730615 199903 1 003

Penguji:

1. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA ………………………


NIP: 19601111 198603 1 004

2. Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng ………………………


NIP: 19630122 198701 1 001

3. Fadlilatul Taufany, S.T., Ph.D ………………………


NIP: 19810713 200501 1 001

Kepala Departemen Teknik Mesin


Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem

Dr.Eng. Widiyastuti, S.T., M.T.


NIP: 19750306 200212 2 002

i
ii
KARAKTERISTIK DINAMIK DAN CONTROL PADA
OXIDATIVE DAN COUPLING METHANE REAKTOR
DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI CATALYTIC
MEMBRAN
Nama Mahasiswa : Akas Steven Tambunan
NRP 6007222026
Pembimbing : Dr. Latifah N, S.T., M.Sc.Co-
Pembimbing 1 : Ir. Bambang , M.Sc.Eng,
Ph.D..

ABSTRAK
Oxidative and Coupling Methane (OCM) adalah salah satu teknologi yang
menjanjikan untuk mengubah gas alam menjadi Etilena. Ethylene sendiri
merupakan produk intermediate polymer yang banyak digunakan untuk berbagai
kebutuhan industri kimia. Reaktor Oxidative dan Coupling Methane saat ini sedang
dalam Penelitian secara lanjut untuk menghasilkan produksi yang paling
menguntungkan. Konfigurasi reaktor yang saat ini paling menjanjikan yaitu dual
reactor dengan menggunakan konfigurasi katalitik membran.
Penelitian ini tentang Teknologi Oxidative dan Coupling Methane sebagai
salah satu teknologi untuk mengendalikan konversi Methane dan Ethane pada gas
alam untuk menghasilkan Ethylene dengan konversi terbesar, menentukan
parameter tuning terbaik antara LSTM Network dan MPC (Model Predictive
Control), dan membandingkan keduanya untuk mendapatkan pengaturan kontrol
terbaik. Untuk itu dilakukan simulasi kontrol terhadap 9 variabel terkontrol dengan
menggunakan dua jenis kontroller. Gangguan yang diberikan pada penelitian ini
adalah +20% dan -20% pada komposisi kondisi operasi aliran umpan (suhu,
tekanan, dan laju aliran). Perbandingan nilai IAE dari masing-masing kontroler
digunakan untuk menentukan konfigurasi kontroler terbaik.

Kata kunci: Oxidative and Coupling Methane, LSTM Network, MPC, IAE

iii
CHARACTERISTIC DYNAMIC AND CONTROL OF
OXIDATIVE AND COUPLING METHANE IN CATALYTIC
MEMBRANE REACTOR

By : Akas Steven Tambunan


Student number 6007222026
Supervisor : Dr. Latifah N, S.T., M.Sc.
Co-Supervisor 1 : Ir. Bambang, M.Sc.Eng,
Ph.D..

ABSTRACT
Oxidative and Coupling Methane (OCM) can be a promising technology for
converting natural gas to Ethylene. Ethylene itself is an intermediate polymer product
which is widely used for various needs of the chemical industry. The Oxidative and
Coupling Methane reactor is currently in the researched to produce the most favorable
conditions. The reactor configuration that is currently the most advantageous for
application to oxidative and coupling methane reactors is the dual catalytic membrane
reactor.
This research is about Oxidative and Coupling Methane Technology for
controlling Methane and Ethane conversion systems in natural gas to produce
Ethylene with the greatest conversion, determining the best tuning parameters
between LSTM Network and MPC (Model Predictive Control), and comparing the
two of them to get the best control arrangement. For this reason, control simulations
are carried out on 9 controlled variables using two control structures,. The
disturbances given in this study were + 20% and -20% in the composition of the
feed flow operating conditions (temperature, pressure, and flow rate). A comparison
of the IAE values of each controller is used to determine the best controller
configuration.

Keywords: Oxidative and Coupling Methane, LSTM Network, MPC, IAE

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas Kasih Karunia-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Thesis dengan Judul
“Karakteristik Dinamik dan Control Pada Oxidative & Coupling Methane
Reaktor dengan Menggunakan Konfigurasi Dual Catalytic Membran”.
Laporan Thesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program Pasca Sarjana pada Departemen Teknik Mesin ITS.
Disertasi ini merupakan bagian dari penelitian pada rumpun keilmuan rekayasa
sistem proses dengan obyek kajian berupa penurunan emisi gas rumah kaca dari
Industri melalui carbon capture and storage maupun carbon capture and utilization.
Disertasi ini telah melalui ujian kualifikasi dan mendapatkan banyak masukan dari
pembimbing maupun penguji, serta telah melalui pemeriksaan akhir. Sejumlah
topik di dalam disertasi ini juga telah dipresentasikan di seminar internasional dan
dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi yaitu di Journal of Cleaner
Production.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para
pembimbing, Prof. Ir. Renanto, M.Sc, Ph.D, Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc, dan
Juwari, S.T, M.Eng, Ph.D, yang secara intensif memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan disertasi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada para
penguji Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng, Fadlilatul Taufany, S.T, Ph.D dan Prof.
Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA, atas segala masukan dan saran untuk
perbaikan disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr.Eng. Widiyastuti, S.T,
M.T selaku Kepala Departemen Teknik Mesin ITS, Firman Kurniawansyah, S.T,
M.EngSc, Ph.D selaku Ketua Program Pasca Sarjana Teknik Mesin ITS, Dr.
Tantular Nurtono, S.T, M.Eng selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin ITS,
Dr. Rendra Panca Anugraha, S.T selaku Kepala Laboratorium RSK Teknik Mesin
serta seluruh Dosen dan tenaga kependidikan di Teknik Mesin ITS. Ucapan terima

v
kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa S2 Teknik Mesin
angkatan 2023 atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh studi, rekan-
rekan anggota laboratorium RSK dan para alumninya atas segala bantuan dan
supportnya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan, cinta dan terima
kasih yang sedalam-dalamnya untuk keluarga tercinta, Ibu-ku Nuria Manurung dan
Sahabat dan Rekan Kerja, Via Titania yang selalu sabar membersamai dan menjadi
penyejuk hati penulis, juga untuk Bapak Ibu mertua yang senantiasa memberikan
dukungan, serta untuk kakak-kakak dan saudara-saudara penulis semua atas
supportnya.
Saya berharap disertasi ini bisa berkontribusi secara keilmuan di bidang
rekayasa sistem Kontrol, dan juga dalam penelitian lebih lanjut mengenai OCM
Reaktor dan Optimasinya.

Surabaya, April 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................i


ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ..............................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR NOTASI ................................................................................................xv
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar belakang ............................................................................................1
1.2 Perumusan masalah ...................................................................................8
1.3 Tujuan penelitian .......................................................................................9
1.4 Manfaat penelitian .....................................................................................9
1.5 Kebaharuan penelitian ................................................................................9
1.6 Batasan dan ruang lingkup penelitian ......................................................10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................13
2.1 Teknologi untuk mitigasi perubahan iklim ..............................................13
2.2 Karakteristik teknis system CCSU ...........................................................20
2.3 Keekonomian sistem CCSU ....................................................................29
2.4 Analisa pinch system CCS/U ...................................................................41
2.5 Integrasi proses ........................................................................................44
BAB 3. METODOLOGI..........................................................................................47
3.1 Diagram Alir Penelitian ...........................................................................47
3.2 Langkah-langkah penelitian .....................................................................48
3.3 Data dan variabel penelitian.....................................................................64
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................73
4.1 Ilustrasi hirarki manajemen karbon pada sistem CCSU single region .....73
4.2 Ilustrasi hirarki manajemen karbon pada sistem CCSU multi region ......90

4.3 Implementasi hirarki manajemen karbon pada sistem CCSU di wilayah


vii
Indonesia .......................................................................................................... 114
4.4 Batasan desain CCS/U dengan metode pinch ....................................... 142
4.5 Kontribusi metode yang diusulkan terhadap target penurunan emisi dan
estimasi carbon tax ........................................................................................... 145
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 149
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 149
5.2 Saran...................................................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 151
LAMPIRAN 1. PROSEDUR PENTARGETAN SISTEM CCS/U DAN HASIL
CASCADE TABEL ............................................................................................. 159
LAMPIRAN 2. DESAIN JARINGAN CCS DENGAN DIAGRAM GRID ........ 191
LAMPIRAN 3. LISTING PROGRAM GAMS ................................................... 201
LAMPIRAN 4. PERSAMAAN DAN METODOLOGI DESAIN
TRANSPORTASI CO2 ......................................................................................................................................209
LAMPIRAN 5. CONTOH PERHITUNGAN ...................................................... 219
LAMPIRAN 6. PETA REPRESENTASI JARINGAN CCS/CCU DI WILAYAH
INDONESIA ........................................................................................................ 231
BIOGRAFI PENULIS ......................................................................................... 235

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan-tahapan mata rantai CCU .................................................... 16


Gambar 2.2 Superstruktur CCUS dengan berbagai opsi untuk setiap komponen. 17
Gambar 2.3 Proses Absorpsi TEG untuk dehidrasi flue gas .................................. 30
Gambar 2.4 Proses flow diagram absorpsi CO2 dengan pelarut MEA .................. 31
Gambar 2.5 Kurva komposit sistem CCS .............................................................. 43
Gambar 3.1 Kerangka metodologi pentargetan dan desain CCSU ........................ 47
Gambar 3.2 Hirarki manajemen karbon ................................................................ 50
Gambar 3.3 Visualisasi komponen GEP sistem CCSU pada diagram pinch......... 54
Gambar 3.4 Representasi capital-carbon trade-off pada diagram grid .................. 60
Gambar 3.5 Peta sebaran lokasi source dan sink untuk studi kasus CCS di Indonesia
....................................................................................................................... 70
Gambar 4.1 Diagram grid untuk studi kasus Indonesia Barat ............................... 76
Gambar 4.2 Diagram grid jaringan CCS Indonesia Barat dengan dtmin 5 tahun 78
Gambar 4.3 Diagram grid jaringan CCS Indonesia Barat dengan dtmin 10 tahun . 79
Gambar 4.4 Diagram grid jaringan CCS Indonesia Barat dengan dtmin 15 tahun . 79
Gambar 4.5 Capital-carbon trade-off..................................................................... 81
Gambar 4.6 Diagram grid jaringan CCU wilayah Indonesia Barat ....................... 83
Gambar 4.7 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Barat ..................... 85
Gambar 4.8 Kurva komposit sistem CCS wilayah Indonesia Barat dengan
penambahan tshift 3 tahun pada SK2....................................................................... 87
Gambar 4.9 Kurva komposit sistem CCS wilayah Indonesia Barat dengan
penambahan tshift 3 tahun pada SK3....................................................................... 87
Gambar 4.10 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Barat dengan
penambahan tshift pada SK2 sebesar 3 tahun .......................................................... 88
Gambar 4.11 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Barat dengan
penambahan tshift pada SK3 sebesar 3 tahun .......................................................... 89
Gambar 4.12 Diagram grid untuk studi kasus CCS Indonesia Tengah dan Timur93
Gambar 4.13 Diagram grid jaringan CCS Indonesia Tengah dan Timur dengan dtmin
5 tahun ................................................................................................................... 95

ix
Gambar 4.14 Diagram grid jaringan CCS Indonesia Tengah dan Timur dengan dtmin
10 tahun ................................................................................................................. 96
Gambar 4.15 Diagram grid jaringan CCS Indonesia Tengah dan Timur dengan dtmin
15 tahun ................................................................................................................. 96
Gambar 4.16 Capital-carbon trade-off sistem CCS Indonesia Tengah dan Timur
dengan perubahan dtmin .......................................................................................................................................... 98
Gambar 4.17 Diagram grid jaringan CCU wilayah Indonesia Tengah dan Timur
..................................................................................................................... 100
Gambar 4.18 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Tengah dan Timur
..................................................................................................................... 101
Gambar 4.19 Kurva komposit sistem CCS wilayah Indonesia Tengah dan Timur
dengan penambahan tshift 3 tahun pada SK4. ..................................................... 103
Gambar 4.20 Kurva komposit sistem CCS wilayah Indonesia Tengah dan Timur
dengan penambahan tshift 3 tahun pada SK5......................................................... 103
Gambar 4.21 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Tengah dan Timur
dengan penambahan tshift 3 tahun pada SK4......................................................... 104
Gambar 4.22 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Tengah dan Timur
dengan penambahan tshift 3 tahun pada SK5......................................................... 105
Gambar 4.23 Diagram grid untuk studi kasus CCS Indonesia Tengah dan Timur
secara sekuensial .................................................................................................. 108
Gambar 4.24 Diagram grid jaringan CCU wilayah Indonesia Tengah dan Timur
secara sekuensial .................................................................................................. 111
Gambar 4.25 Diagram grid jaringan CCSU wilayah Indonesia Tengah dan Timur
dengan pendekatan sekuensial ............................................................................. 112
Gambar 4.26 Diagram grid untuk studi kasus CCS Indonesia secara simultan ... 116
Gambar 4.27 Diagram grid jaringan CCS Indonesia dengan dtmin 5 tahun.......... 118
Gambar 4.28 Diagram grid jaringan CCS Indonesia dengan dtmin 10 tahun........ 119
Gambar 4.29 Diagram grid jaringan CCS Indonesia dengan dtmin 15 tahun........ 119
Gambar 4.30 Capital-carbon trade-off sistem CCS seluruh wilayah Indonesia
dengan perubahan dtmin.......................................................................................................................................121
Gambar 4.31 Diagram grid jaringan CCU seluruh wilayah Indonesia ................ 125
Gambar 4.32 Diagram grid jaringan CCSU seluruh wilayah Indonesia .............. 127
Gambar 4.33 Kurva komposit sistem CCS wilayah Indonesia dengan penambahan
tshift 3 tahun pada SK3 .......................................................................................... 129

x
Gambar 4.34 Kurva komposit sistem CCS wilayah Indonesia dengan penambahan
tshift 3 tahun pada SK4........................................................................................... 129
Gambar 4.35 Diagram grid jaringan CCS wilayah Indonesia dengan penambahan
tshift pada SK3 sebesar 3 tahun .............................................................................. 130
Gambar 4.36 Diagram grid jaringan CCU wilayah Indonesia dengan penambahan
tshift pada SK3 sebesar 3 tahun .............................................................................. 131
Gambar 4.37 Diagram grid jaringan CCS wilayah Indonesia dengan penambahan
tshift 3 tahun pada SK4........................................................................................... 132
Gambar 4.38 Diagram grid jaringan CCU wilayah Indonesia dengan penambahan
tshift 3 tahun pada SK4........................................................................................... 133
Gambar 4.39 Diagram grid jaringan CCS wilayah Indonesia dengan area constraint
..................................................................................................................... 136
Gambar 4.40 Diagram grid jaringan CCU wilayah Indonesia dengan area
constraint .............................................................................................................. 139
Gambar 4.41 Profil emisi GRK Indonesia hasil inventarisasi KLHK dan pemodelan
BAU...................................................................................................................... 145

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala permasalahan dalam CCUS.......................................................... 20


Tabel 2.2 Tipikal komposisi gas dari sumber-sumber CO2 di Industri .................. 21
Tabel 2.3 Spesifikasi CO2 untuk transportasi dan storage ..................................... 24
Tabel 2.4 Alternatif utilisasi CO2 dan syarat kualitasnya ...................................... 27
Tabel 2.5 Deskripsi dan syarat konversi proses utilisasi CO2 .................................................28
Tabel 2.6 Parameter perhitungan biaya investasi carbon capture and compression
....................................................................................................................... 33
Tabel 2.7 Parameter perhitungan biaya operasi carbon capture and compression 33
Tabel 2.8 Konstanta persamaan biaya perpipaan IEA GHG tahun 2002 ............... 34
Tabel 2.9 Biaya O&M untuk booster station ......................................................... 36
Tabel 2.10 Biaya investasi transportasi CO2 dengan kapal.................................... 39
Tabel 2.11 Biaya operasi transportasi CO2 dengan kapal ...................................... 40
Tabel 3.1 Utilisasi CO2: jenis produk, harga dan yield .......................................... 59
Tabel 3.2 Karakteristik source untuk system CCS di wilayah Indonesia............... 66
Tabel 3.3 Data sink untuk system CCS di wilayah Indonesia................................ 66
Tabel 3.4 Komponen biaya dalam sistem CCS...................................................... 67
Tabel 3.5 Estimasi demand sink utilisasi ............................................................... 68
Tabel 3.6 Data sink untuk system CCSU di wilayah Indonesia............................. 69
Tabel 3.7 Laju emisi CO2 per satuan produk utilisasi ............................................ 69
Tabel 3.8 Jarak antara source dan sink dalam km .................................................. 70
Tabel 3.9 Emisi CO2 yang dipilih dari aktivitas Industri di wilayah Indonesia ..... 71
Tabel 4.1 Karakteristik source dan sink di wilayah Indonesia barat...................... 73
Tabel 4.2 Hasil pentargetan sistem CCS wilayah Indonesia Barat ........................ 75
Tabel 4.3 Pasangan source dan sink sistem CCS wilayah Indonesia Barat ........... 76
Tabel 4.4 Hasil unjuk kerja desain sistem CCS wilayah Indonesia Barat ............. 76
Tabel 4.5 Nilai performa desain CCS dengan dtmin 0, 5, 10, dan 15 tahun ............ 80
Tabel 4.6 Karakteristik source dan sink utilisasi di wilayah Indonesia barat ........ 82
Tabel 4.7 Pasangan source dan sink sistem CCU wilayah Indonesia Barat........... 84

xii
Tabel 4.8 Hasil unjuk kerja desain sistem CCSU wilayah Indonesia Barat .......... 85
Tabel 4.9 Performa sistem CCSU wilayah Indonesia Barat dengan adanya
penambahan tshift pada sink SK2 dan SK3 sebesar 3 tahun .................................... 90
Tabel 4.10 Karakteristik source dan sink di wilayah Indonesia Tengah dan Timur
....................................................................................................................... 91
Tabel 4.11 Hasil pentargetan sistem CCS wilayah Indonesia Tengah dan Timur 92
Tabel 4.12 Pasangan source dan sink sistem CCS wilayah Indonesia Barat......... 93
Tabel 4.13 Hasil unjuk kerja desain sistem CCS wilayah Indonesia Tengah dan
Timur ..................................................................................................................... 94
Tabel 4.14 Nilai performa desain CCS Indonesia Tengah dan Timur dengan dtmin
0, 5, 10, dan 15 tahun ............................................................................................ 97
Tabel 4.15 Karakteristik source dan sink utilisasi di wilayah Indonesia Tengah dan
Timur ..................................................................................................................... 99
Tabel 4.16 Pasangan source dan sink sistem CCU Indonesia Tengah dan Timur
..................................................................................................................... 100
Tabel 4.17 Hasil unjuk kerja desain sistem CCSU wilayah Indonesia Tengah dan
Timur ................................................................................................................... 102
Tabel 4.18 Performa sistem CCSU wilayah Indonesia Tengah dan Timur dengan
adanya penambahan tshift pada SK4 dan SK5 ...................................................... 106
Tabel 4.19 Hasil pentargetan sistem CCS wilayah Indonesia Tengah dan Timur
secara sekuensial ................................................................................................. 107
Tabel 4.20 Hasil unjuk kerja desain sistem CCS wilayah Indonesia Tengah dan
Timur secara sekuensial ...................................................................................... 109
Tabel 4.21 Karakteristik source dan sink utilisasi di wilayah Indonesia Tengah dan
Timur secara sekuensial ...................................................................................... 110
Tabel 4.22 Pasangan source dan sink sistem CCU wilayah Indonesia Tengah dan
Timur secara sekuensial ...................................................................................... 111
Tabel 4.23 Hasil unjuk kerja desain sistem CCSU wilayah Indonesia Tengah dan
Timur ................................................................................................................... 113
Tabel 4.24 Karakteristik source dan sink di seluruh wilayah Indonesia .............. 114
Tabel 4.25 Hasil pentargetan sistem CCS wilayah Indonesia ............................. 115
Tabel 4.26 Hasil unjuk kerja desain sistem CCS seluruh wilayah Indonesia ...... 117
Tabel 4.27 Nilai performa desain CCS Indonesia dengan dtmin 0, 5, 10, dan 15 tahun
..................................................................................................................... 120
Tabel 4.28 Karakteristik source dan sink utilisasi di wilayah Indonesia ............. 123

xiii
Tabel 4.29 Hasil pentargetan desain sistem CCU seluruh wilayah Indonesia ..... 124
Tabel 4.30 Pasangan source dan sink sistem CCU seluruh wilayah Indonesia.... 126
Tabel 4.31 Hasil unjuk kerja desain sistem CCSU seluruh wilayah Indonesia.... 127
Tabel 4.32 Performa sistem CCSU wilayah Indonesia dengan adanya penambahan
tshift pada SK3 dan SK4 ........................................................................................ 134
Tabel 4.33 Hasil pentargetan sistem CCS seluruh wilayah Indonesia dengan area
constraint ............................................................................................................. 135
Tabel 4.34 Hasil unjuk kerja desain sistem CCS wilayah Indonesia dengan area
constraint ............................................................................................................. 137
Tabel 4.35 Karakteristik source dan sink utilisasi di wilayah Indonesia dengan area
constraint ............................................................................................................. 138
Tabel 4.36 Pasangan source dan sink sistem CCU wilayah Indonesia dengan area
constraint ............................................................................................................. 140
Tabel 4.37 Hasil unjuk kerja desain sistem CCSU wilayah Indonesia dengan area
constraint ............................................................................................................. 141
Tabel 4.38 Perbandingan desain HEN dan CCS/U .............................................. 144

xiv
DAFTAR NOTASI

𝑦𝑖 [-] Gas phase mol fraction


AC [m2] Cross section area of tube
Ashell [m2] Cross section area of shell
av [m2m-3] Specific surface area of catalyst pellet
cp [Kj mol-1 Specific heat
K]
Ct [mol m-3] Total concentration
Cj [mol m-3] Concentration of species j
dt [m] Tube diameter
dp [m] Pellet diameter
Di [m] Tube inside diameter
Dro [m] Tube outside diameter
Ft [mol/s] Total molar rate
hf [W/m2K] Gas-catalyst heat transfer coefficient
ΔHi [kj/mol] Heat of reaction
kgi [mol/s] Mass transfer coefficient between
Gas and solid phaseforcomponenti
𝑃𝑠ℎ [Bar] Shell side pressure
𝐻
𝑃𝑡 [bar] Tube side pressure
𝐻
P [mol/m1s1p Permeability of hydrogen through Pd–Ag
a0.5] layer
ri [mol g-1s] Rate of formation of reaction
Ri [M] Inner radius of Pd–Ag layer
RO [M] Outer radius of Pd–Ag layer
Re [-] Reynolds number
T [K] temperature
Tex [K] External temperature
Tshell [K] Temperature of coolan tstream,infixed
bedreactor
US [m/s] superficial velocity
U [Wm-2 K] Overall heat transfer coefficient
Ushell [Wm-2 K] Overall heat transfer coefficient between
coolant and process streams
xv
xvi
Subscript
FOPDT First-order plus dead time
IAE Integral absolute error
MPC Model predictive control
SISO Single input single output
PI Proportional Integral
PID Proportional Integral Derivatives
LSTM Network Long Shorterm Memory Network

xvii
Superscript
max Laju alir maksimum CO2
pinch Titik pinch waktu (y)
end Akhir waktu operasi source atau sink (y)
start Awal waktu operasi source atau sink (y)

Satuan
y Year, tahun
Mt Million ton, juta ton
USD US Dollar
MPa Mega Pascal
MWe Mega Watt Electric
M Meter
Kg Kilogram
S Second, detik

xviii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Etilena adalah komoditas kimia perantara yang sangat penting. Produksi
etilen di dunia melebihi produksi senyawa organik lainnya. Etilena digunakan untuk
menghasilkan polietilen, polivinil klorida, etilen oksida, etilen klorida, etilbenzena,
alfa-olefin, alkohol linier, vinil asetat, campuran bahan bakar, serta senyawa
aromatik, alkana dan alkena. Saat ini, produksi etilen terbesar dihasilkan melalui
Thermal Cracking/ Catalytic Cracking. Produksi etilen dengan proses ini
membutuhkan bahan baku berupa nafta . Dalam proses Thermal Cracking/
Catalytic Cracking, panas diperlukan untuk memutus rantai C-C dan C-H. Masalah
utamanya adalah kebutuhan energi yang sangat tinggi dan pencemaran lingkungan
yang sangat tinggi . Dapat dikatakan bahwa 3 ton CO2, gas rumah kaca yang
berbahaya, dapat dihasilkan untuk setiap ton produksi etilen. Untuk itu, upaya
melakukan penelitian terkait proses yang lebih sederhana, murah, dan ramah
lingkungan telah dilakukan selama 30 tahun terakhir. Dengan ketersediaan gas alam
yang melimpah di dunia (7299 TCF), Oxidative Coupling of Methane (OCM) telah
diteliti sebagai solusi yang potensial.

.Proses OCM melibatkan Proses oksidasi parsial berurutan yang mengubah


metana menjadi etana dan kemudian etilena, reaksi dalam reaktor OCM adalah
sebagai berikut:

(Reaksi Utama)

2 CH4 + ½ O2 ↔ C2H6 + H2O ∆H298 = -177 kJ/mol (1)

C2H6 + ½ O2 ↔ C2H4 + H2O ∆H298 = -105 kJ/mol (2)

(Reaksi Samping)

CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O ∆H298 = -105 kJ/mol (3)

CH4 + ½ O2 → CO + 2 H2O (4)

8
Seluruh proses dibagi menjadi dua unit: reaktor FT untuk meningkatkan
produksi olefin dalam OCM serta konsumsi karbon monoksida dan hidrogen
menuju lebih banyak C5+ dan dalam reaktor kedua reaktor untuk OCM. Reaktor
pertama menggunakan fisher tropsch (FT) untuk mengubah CO & CO2 dari
keseluruhan proses menjadi hidrokarbon, dan reaktor kedua untuk reaktor OCM
dengan katalis untuk mengubah hidrokarbon (Methane,Ethane) menjadi Ethylene
dan meminimalkan produk samping dari proses. Reaktor membran FT terdiri dari
shell and tube. Reaksi berlangsung di sisi shell setelah proses gas alam keluar gas
melewati sisi tabung . Dinding tabung dalam sistem ini mampu perembesan selektif
hidrogen dan gradien tekanan parsial hidrogen antara tabung dan tabung shell
memungkinkan difusi hidrogen melalui lapisan membran berbasis Pd ke bagian
reaksi.
ditangkap.

1.2 Perumusan masalah


Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Penelitian simulasi dinamik pada sistem reaktor OCM menggunakan software
ANSYS
2. Pengendalian dan Optimasi sistem Reaktor OCM menggunakan dengan
membandingkan controller kontroler Model Predictive Control (MPC) dan
LSTM Network
3. Dari segi proses sangat mahal, disamping kendala untuk meminimalisir hasil
sampingan yang tidak diinginkan yaitu CO dan CO2.

8
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik dinamik sistem reaktor OCM menggunakan Software
ANSYS
2. Mengetahui strategi pengendalian Model Predictive Control (MPC) & LSTM
Network terbaik di Sistem Reaktor OCM

1.4 Manfaat penelitian


Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah didapatkannya kondisi
operasi optimum untuk reactor OCM dengan konfigurasi Dual Catalytic Membrane
untuk menghasilkan ethylene dengan produksi dan selektivitas maksimum
disamping meminimalkan produk samping yang tidak diinginkan.

1.5 Kebaharuan penelitian


Kebaharuan dari penelitian ini adalah menghubungkan Aplikasi ANYSYS
dengan Matlab untuk di kontrol proses yang terjadi dengan controller dan juga
membandingkan jenis controller MPC (Model Predictive Control) & LSTM
Network.

9
1.6 Batasan dan ruang lingkup penelitian
Model sistem CCSU di dalam penelitian ini terdiri dari sejumlah source dan
sink yang beroperasi secara multi-region dan multi-period. Secara formal batasan
dan ruang lingkup penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Sistem Menggunakan Konfigurasi Reaktor
2. Dengan konfigurasi reactor yang sudah ada dibandingkan

11
Halaman ini sengaja dikosongkan

12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi untuk mitigasi perubahan iklim


Kebutuhan energi dunia, terutama yang berasal dari bahan bakar fosil
mengalami peningkatan selama beberapa decade terakhir. Peningkatan konsumsi
bahan bakar fosil, terutama oleh industry, menjadi salah satu penyebab kenaikan
emisi CO2 di atmosfer. Sepanjang tahun 2016 jumlah emisi CO2 di seluruh dunia
tercatat sebesar 32.3 Gt, dimana sebagian besar emisi berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil (IEA, 2016). Negara berkembang seperti Indonesia, memiliki
kebutuhan energi yang cukup besar seiring dengan cepatnya pertumbuhan ekonomi
dan industrialisasi serta semakin membaiknya akses ke sumber-sumber energi di
Negara tersebut. Indonesia memiliki laju emisi gas rumah kaca terbesar di antara
Negara-negara ASEAN lainnya. Level GRK di Indonesia naik 5.3% setiap
tahunnya antara 2003 s.d 2005 hingga mencapai 1760 Mt pada tahun 2013 (Asian
Development Bank, 2013).
Salah satu teknologi yang potensial untuk mencegah emisi GRK adalah
CCS. Teknologi CCS dapat berkontribusi hingga 19% untuk menurunkan emisi
sampai dengan tahun 2050 atau sekitar sekitar 9 Gt/y pengurangan CO2 dari 48 Gt/y
(IEA, 2016). Hambatan utama dalam pengembangan CCS di sejumlah Negara
adalah biaya yang relative tinggi. Terdapat tiga komponen utama di dalam teknologi
ini, yang masing-masing memiliki biaya investasi dan operasi, yaitu : (1) Capture –
pemisahan dan komperasi CO2 dari gas yang diproduksi di fasilitas proses industry
seperti pembangkit listrik, pabrik semen dan kilang migas petrokimia, (2)
Transportasi – menggunakan jaringan perpipaan atau dikapalkan menuju sink yang
sesuai, (3) Storage – penyimpanan gas karbon dioksida di geological storage dengan
cara menginjeksikan ke dalam formasi batuan tertentu di dalam tanah.
Tingginya biaya CCS, maka diperlukan insentif ekonomi, serta pajak
karbon untuk mendorong implementasi CCS terutama di sektor pembangkit listrik

13
(Grimaud dan Rouge, 2014). Sebagai alternatif, daripada mengelola CO2 yang telah
di-capture sebagai entitas yang memiliki nilai ekonomi yang negatif, CO2 dapat
dimanfaatkan untuk sejumlah aplikasi yang memiliki nilai ekonomi positif. Strategi
ini disebut sebagai carbon capture and utilization (CCU) (Li dkk., 2016). CCU
dapat diaplikasikan bersama dengan CCS menjadi satu system CCSU atau CCUS
sehingga dapat menurunkan biaya investasi dan operasional secara keseluruhan
(Tapia dkk., 2018).

2.1.1 Teknologi carbon capture and storage


Carbon capture storage, atau sering disebut sebagai carbon capture and
sequestration, bertujuan untuk mencegah terlepasnya emisi CO2 ke atmosfer dalam
jumlah banyak. Teknologi ini mencakup penangkapan CO2 yang diproduksi oleh
pabrik atau industri, mengkompresi dan mentransportasikannya menuju sink atau
geological storage, dan terakhir menyimpannya dengan cara menginjeksikan ke
dalam reservoir yang sesuai di kedalaman tertentu bawah tanah, dimana reservoir
tersebut merupakan tempat penyimpanan yang permanen (GCCSI, 2011). Reservoir
yang digunakan sebagai geological storage, bisa berupa saline acquifer, reservoir
minyak dan gas, dan lapisan batubara yang sudah tidak diakses (Davison dkk.
2010).
Seiring dengan meningkatnya efisiensi energi dan penggunaan bahan bakar
karbon yang rendah, Teknologi CCS menjadi teknologi yang penting dalam
mitigasi gas rumah kaca. Tahapan awal dalam rangkaian aktivitas CCS adalah
penangkapan emisi CO2 hasil buangan industri, yang kebanyakan merupakan hasil
pembakaran bahan bakar fosil di furnace ataupun pembangkit listrik. Untuk
menghasilkan aliran CO2 yang relatif murni, dapat dilakukan melalui berbagai
teknik seperti pre-combustion, post-combustion dan oxyfuel combustion. Teknologi
CO2 capture saat ini mampu menangkap 90% emisi gas CO2 yang dihasilkan.
Tahapan kedua dalam aktivitas CCS adalah transportasi. Pada umumnya CO2
diangkut menggunakan pipa dalam bentuk cair. Hal ini bertujuan agar transportasi
mernjadi lebih efisien dan membutuhkan pipa yang lebih kecil daripada jika
diangkut dalam bentuk gas. Di Inggris, CO2 diangkut melalui jaringan pipa yang
dibangun (baik onshore atau offshore) atau melalui bekas jaringan pipa gas alam,

14
menuju storage yang aman jauh di dasar laut. Meskipun pipa adalah pilihan yang
utama, kapal juga dapat digunakan untuk transportasi CO2 skala besar. Tahap
terakhir dalam aktivitas CCS adalah penyimpanan. Penyimpanan dilakukan di
reservoir geologi yang sesuai. Reservoir geologi di seluruh dunia telah dievaluasi,
dan diperkirakan terdapat potensi carbon storage dengan kapasitas penyimpanan
sebesar 8000 s.d 55.000 Gt CO2, yang dapat digunakan selama beberapa dekade
(Kearns dkk., 2017)

2.1.2 Teknologi carbon capture and utilization


Karbondioksida merupakan salah satu komponen gas buang yang menjadi
sumber pencemaran udara. Namun demikian ada sejumlah aplikasi teknologi yang
dapat mengkonversi karbondioksida menjadi komoditas yang bernilai tinggi.
Pilihan utilisasi CO2 secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori
utama, yaitu : (1) penggunaan CO2 sebagai bahan baku produk-produk kimia dan,
(2) penggunaan CO2 sebagai fluida injeksi (Tapia dkk., 2018). Untuk opsi yang
pertama, CO2 yang telah di-capture dapat digunakan sebagai bahan-baku
pembuatan bahan bakar sintetis seperti methanol atau bahan untuk material
synthesis seperti polimer dan chemical. Untuk opsi yang pertama dari sudut
pandang kesetimbangan karbon, penggunaan CO2 sebagai bahan-baku tidak
menghasilkan penyimpanan yang permanen. Sehingga utilisasi CO2 dengan cara
seperti ini dianggap sebagai suatu bentuk strategi konservasi sumber daya (Bruhn
dkk., 2016). Adapun untuk opsi kedua, CO2 juga dapat digunakan untuk aplikasi
enhanced oil recovery (EOR) dan enhanced coal bed methane (ECBM) recovery
dan enhanced shale gas recovery (ESGR) (Li dkk., 2016). Opsi kedua ini mampu
menyimpan CO2 secara permanen ke dalam formasi geologi, pada saat sejumlah
produk seperti minyak atau gas di-rekoveri. Disamping dua opsi utilisasi tersebut,
CO2 juga dapat digunakan untuk opsi utilisasi yang lain misalnya untuk aplikasi
makanan dan minuman yang memerlukan level purity tertentu atau spesifikasi
dengan kualitas tertentu (Mohd Nawi dkk., 2016). Dengan demikian hanya CO2
yang berasal dari alam atau yang bukan berasal dari proses pembakaran di Industri
yang dapat memenuhi persyaratan tersebut (Middleton dkk., 2015).

15
Mata rantai CCU dapat digambarkan dalam enam tahapan utama,
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1, tahap pertama adalah karakterisasi
sumber-sumber CO2, yang meliputi data lokasi, laju alir luaran CO2, CO2 purity,
dan jenis serta komposisi aliran. Tahap kedua adalah CO2 capture, dimana CO2
dipisahkan dari aliran menggunakan teknologi yang sesuai berdasarkan tipe aliran.
Tahap selanjutnya adalah purifikasi dilanjutkan dengan kompresi berdasarkan jenis
transportasi dan syarat purity yang diinginkan oleh receiver. Tahap kelima adalah
transportasi CO2 ke receiver. Tipe transportasi ditentukan oleh karakteristik aliran
(seperti: flowrate, purity), jarak antara source dengan sink, dan karakteristik
regional lainnya. Tahap akhir adalah utilisasi dimana CO2 dengan purity dan
flowrate tertentu dikonversi menjadi produk akhir (Pieri dkk., 2018).

Karakterisasi
Capture Purifikasi Kompresi Transportasi Utilisasi
Source

Gambar 2.1 Tahapan-tahapan mata rantai CCU

2.1.3 Teknologi carbon capture utilization and storage


Integrasi CCS dengan CCU menjadi CCUS, diproyeksikan dapat
memberikan nilai ekonomi yang positip. Gambar 2.2 menunjukkan integrasi mata
rantai CO2 dalam teknologi CCUS. Sumber-sumber CO2 di industry dapat
dilengkapi dengan teknologi CO2 capture untuk menangkap dan memproduksikan
CO2 dengan berbagai level kualitas. Sebagai contoh pembangkit listrik yang
menggunakan bahan bakar fosil, meskipun sudah menggunakan teknologi
purifikasi CO2, namun CO2 yang ditangkap dari flue gas tidak dapat digunakan
sebagai untuk industry proses makanan, dan sintesa kimia karena keberadaan
impurities yang tidak diinginkan seperti SOx dan NOx. Di sejumlah aplikasi lainnya,
ekstraksi CO2 dari sumur minyak atau gas lebih sering digunakan sebagai injeksi
EOR di reservoir minyak yang mengalami penurunan produksi. (Middleton dkk.,
2015).

16
CO2 Sources Capture Options Utilization Options
Flue gas
captured CO2
Fossil fuel Pre-combustion Chemical synthesis
source capture (carbonate, polyurethane, etc)
Oxy-fuel combustion
capture High Fuel products (methanol,
High purity quality CO2 hydrocarbon, etc)
sources
Chemical looping
combustion CO2 injection (EOR, ECBM,
ESGR)
CO2
source

Industrial
captured CO2
Depleted oil and gas reservoir
combustion
capture

Natural CO2 Extracted CO2 Un-mineable coal beds


wells

Saline aquifer storage

Storage Options

Gambar 2.2 Superstruktur CCUS dengan berbagai opsi untuk setiap komponen
(Tapia dkk., 2018)

Setelah memilih sumber-sumber CO2 dengan berbagai pilihan teknologi


capture yang sesuai, aliran CO2 dengan berbagai level kualitas dapat didistribusikan
ke sejumlah pilihan utilisasi dan storage. Beberapa pilihan utilisasi seperti sintesa
kimia untuk pembuatan polimer, carbonate, cyanate, produksi methanol dan
hidrokarbon serta injeksi CO2 untuk EOR. Alternatif selanjutnya adalah
menyimpan secara permanen di dalam geological storage seperti pada depleted oil
reservoir, deep saline aquifer, atau inaccessible coal seam. Di sisi lain, utilisasi dan
storage dapat digabungkan secara simultan melalui enhanced material recovery
(EMR) dan penyimpanan secara geologi. Sejumlah minyak dan gas dapat dinaikkan
recovery-nya dengan menginjeksikan CO2.
Berkaitan dengan mitigasi perubahan iklim tujuan perencanaan system
CCUS adalah untuk memaksimalkan penggunaan CO2 yang ter-captured.
Bergantung pada penalti energi dan keekonomian CO2 yang di-capture, selanjutnya

17
perlu dibuat skema insentif atau mekanisme pembiayaan untuk mendorong
implementasi CCUS. Kenaikan jumlah alternatif utilisasi dan penyimpanan CO2
dapat mempercepat penyebaran CCUS.
Implementasi dan demonstrasi sejumlah proyek CCS dan CCUS secara
global telah dikembangkan hingga saat ini, untuk memperoleh informasi mengenai
skalabilitas teknologi CCUS. Sampai dengan tahun 2016 terdapat 21 proyek CCS
skala industri yang telah dibuat konsepnya, dikembangkan dan dioperasikan sejak
tahun 1970-an (GCCSI, 2016). Pada tahap awal demonstrasi CCS, lebih ditekankan
penggunaan CO2 untuk EOR (Bruhn dkk., 2016). Sumber-sumber CO2 yang masuk
dalam demonstrasi proyek terutama berasal dari sumur-sumur minyak dan gas serta
kilang-kilang industri skala kecil sampai menengah, seperti kilang pupuk, natural
gas sweetening, dll. Sejumlah usaha dilakukan utnuk meningkatkan jumlah proyek
CCS skala besar, terutama pada sektor pembangkit listrik. Seperti yang berlangsung
saat ini terdapat 11 proyek sektor pembangkit listrik skala global dalam tahap
perencanaan pengembangan CCS. Diharapkan proyek-proyek ini dapat dimulai
pada dekade berikutnya. Selanjutnya di masa depan mulai dikembangkan sistem
CCS dan CCUS skala regional dengan multiple CO2 source dan sink menggunakan
infrastruktur distribusi yang digunakan bersama. Perencanaan energi di masa depan
akan memerlukan integrasi berbagai proyek yang berbeda untuk mempercepat
reduksi CO2 melalui CCUS yang digabungkan dengan strategi managemen carbon
yang lainnya (GCCSI, 2016).
Berdasarkan laporan Global CCS Institute (2016) terdapat 17 proyek
utilisasi CO2 non EOR, yang mana 15 diantaranya masih beroperasi. Beberapa
pilihan utilisasi yang tidak memerlukan injeksi CO2 diantaranya adalah food and
beverage, treatment mineralisasi dan karbonasi. Tujuan utama dari pilihan utilisasi
ini adalah untuk mendapatkan proses yang lebih efisien dibandingkan proses
konvensional sebelumnya. Beberapa proyek diidentifikasi mampu mengolah CO2
hingga 0.15 Mt per tahun. Sejumlah proyek telah menggunakan pembangkit listrik
berbahan bakar batubara sebagai sumber CO2 untuk aplikasi food and beverage.
Pilihan utilisasi ini memerlukan sejumlah proses tambahan untuk menghilangkan
sejumlah kecil impurities yang tidak diinginkan. Selanjutnya dari proyek-proyek
tersebut dapat diperoleh informasi bahwa hanya sejumlah kecil keluaran CO2 yang

18
dapat diproses untuk keperluan utilisasi, bergantung pada perbedaan skala proses
utilisasi. Meskipun terbatas, CCU masih merupakan bagian strategi yang penting
dalam upaya pencegahan perubahan iklim bergantung pada keekonomiannya jika
dibandingkan dengan CCS.
Pengembangan CCUS secara global masih cukup lambat, namun seiring
bertambahnya proyek-proyek rintisan CCU yang baru, maka sangat mungkin untuk
mempercepat pertumbuhan CCUS untuk mendapatkan target penurunan emisi yang
diinginkan. Keberhasilan integrasi CCU dengan CCS bergantung apakah CCU
dapat memberikan revenue yang cukup untuk mengimbangi biaya CCS. Terdapat
sejumlah masalah utama dalam pengembangan CCUS, namun hambatan utamanya
adalah kurangnya insenstif yang menjadi penyebab kegagalan proyek. Sejumlah
permasalahan integrasi dapat diselesaikan menggunakan pendekatan PSE dengan
berbagai alat-bantu perencanaan.
Integrasi sumber-sumber CO2, teknologi CO2 capture, pemilihan utilisasi
dan storage site merupakan salah satu masalah utama dalam penyebaran CCUS
pada skala besar. Masalah utama lainnya termasuk penurunan kebutuhan energi
untuk penangkapan CO2, pemilihan teknologi utilisasi yang tepat serta masalah
ketidakpastian karakteristik geological storage. Di samping itu masalah lain
muncul pada saat dilakukan integrasi komponen-komponen CCUS seperti ketidak-
cocokan waktu operasi, dan laju alir komponen-komponen CCUS. Karena
komponen-komponen dalam sistem umumnya berupa kilang yang dioperasikan
oleh perusahaan yang berbeda, maka diperlukan fasilitas yang dapat digunakan
secara bersama-sama seperti perpipaan untuk transportasi CO2. Integrasi
komponen-komponen CCUS juga memasukkan problem skalabilitas. Tabel 2.1
merangkum sejumlah permasalahan CCUS, yang mana dapat diselesaikan dengan
skala teknologi yang berbeda.

19
Tabel 2.1 Skala permasalahan dalam CCUS (Tapia dkk., 2018)

Area Permasalahan
Source Kesesuaian CO2 source dengan pilihan utilisasi
Capture • Kebutuhan energy yang tinggi untuk CO2 capture
• Biaya yang tinggi untuk CO2 capture
• Kesesuaian CO2 capture dengan CO2 source
Utilization • Proses tambahan untuk memenuhi persyaratan utilisasi
• Kebutuhan energi untuk utilisasi yang mungkin akan
menghasilkan net positive CO2 footprint
• Sebagian besar teknologi tidak didesain untuk tujuan
jangka panjang
• Sumber-sumber CO2 yang konvensional masih
mendominasi CO2 capture di sebagian besar proses
Storage • Masalah keamanan storage seperti kontaminasi air bawah
permukaan.
• Ketidakpastian kapasitas penyimpanan CO2 serta batasan
injeksi yang mempengaruhi perencanaan jangka panjang.

2.2 Karakteristik teknis system CCSU


2.2.1 Karakteristik carbon source
Percobaan awal untuk mengkarakterisasi sumber-sumber CO2 telah
dilakukan oleh IPCC dengan mempresentasikan profil kemurnian dan kuantitas
sumber-sumber CO2 utama di seluruh dunia. Tidak ada kesepakatan secara nasional
ataupun internasional tentang klasifikasi sumber-sumber CO2 berdasarkan purity-
nya. (Jin dkk., 2012) mengklasifikasikan sumber-sumber CO2 ke dalam 4 kategori
yang berbeda yaitu: High > 90%, Secondary High 50-90%, Moderat 20-50%, dan
Low < 20%. Klasifikasi ini berdasarkan dampak konsesntrasi CO2 terhadap
kebutuhan energy dan hubungannya dengan biaya pemisahan CO2 dari aliran gas.
Angelis-Dimakis dan Castillo-Castillo (2016) mengusulkan 4 kategori klasifikasi
yaitu yaitu: High > 90%, Moderat 20-90%, dan Low < 20%. Adanya overlaping di
dalam pengklasifikasian serta ketidakkonsistenan diantara para peneliti menjadikan
tujuan dan aplikasi kategorisasi ini menjadi tidak jelas dan kurang bermanfaat (Pieri
dkk, 2018).

20
Secara umum terdapat dua jenis sumber aliran gas CO2, pertama high purity
CO2 stream, yang merupakan hasil pemisahan langsung CO2 dengan aliran produk
hidrokarbon atau gas synthesis. Gas CO2 yang dipisahkan biasanya memiliki purity
96-100%. Kedua flue gas, yang merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil.
Flue gas biasanya memiliki kandungan CO2 yang rendah serta tekanan yang rendah.
High purity CO2 stream biasanya dihasilkan dari sejumlah proses industry seperti
gas processing plant, LNG plant, Refinery, Ammonia plant dan steel plant.
Komposisi aliran gas dari sejumlah sumber-sumber CO2 ditunjukkan oleh Tabel 2.2

Tabel 2.2 Tipikal komposisi gas dari sumber-sumber CO2 di Industri (IPCC, 2005)

Industrial CO2 sources Gas composition

Power station flue gas

NG fired boiler CO2: 7-10%, N2: 78-80%, O2: 2-3%

Gas Turbine CO2: 3-4%

Oil fired boiler CO2 11%, N2: 78-80%, O2: 2-6%

Coal fired boiler CO2: 11%, O2: 6%, N2: 76%, H2O: 6%, Ar:
1%, NOx, Hg, Cd: 1%

IGCC after combustion CO2: 12-14%

Oil refinery & PC fired heater CO2: 8-24%, O2: 1-4%, N2: 59-74%, H2O:
15%, NOx, SOx: <1%

Gas Sweetening CO2: 96-99%, CH4: 1-4%

Ammonia production CO2: 18%

Methanol production CO2: 10%

Cement kiln CO2: 22.4%, N2: 68.1%, O2: 2.3%, H2O: 7.2%

2.2.2 Carbon capture


Teknologi carbon capture diklasifikasikan berdasarkan pemisahan CO2 dari
aliran, yang terdiri dari tiga kategori, yaitu:

21
• Pre-combustion
Sistem pre-combustion adalah proses penangkapan CO2 dari bahan bakar
fosil yang terjadi sebelum proses pembakaran. Sistem pre-combustion ini
memproses bahan bakar utama dengan uap dan udara ataupun dengan oksigen
dalam reaktor untuk menghasilkan campuran yang terdiri dari karbon monoksida
(CO) dan hydrogen (H2) sebagai komponen utamanya. Hidrogen tambahan,
bersama-sama dengan CO2, diproduksi oleh reaksi CO dengan uap dalam reaktor
kedua (shift reactor). Campuran yang dihasilkan dari H2 dan CO2 kemudian dapat
dipisahkan ke dalam aliran gas CO2 dan aliran hidrogen. Jika yang disimpan adalah
CO2, maka hidrogen akan membawa energi bebas karbon yang dapat dibakar untuk
menghasilkan listrik atau panas. Meskipun langkah awal dari konversi bahan bakar
ini lebih rumit dan lebih mahal jika dibandingkan dengan sistem Post-combustion,
namun tekanan dan konsentrasi CO2 yang dihasilkan oleh shift reactor lebih tinggi
(biasanya 15-60% volume dari basis kering), sehingga hal ini dapat lebih
menguntungkan dalam pemisahan CO2. Sistem ini juga dapat digunakan pada
pembangkit listrik yang menggunakan teknologi Integrated Gasification Combined
Cycle (IGCC) (IPCC, 2005).
• Post-combustion
Sistem post-combustion adalah memisahkan CO2 dari gas buang yang
dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar utama di udara. Sistem ini biasanya
menggunakan pelarut cair untuk menangkap sebagian kecil CO2 (biasanya 3-15%
volume) yang ada dalam aliran gas buang, dimana komponen utamanya adalah
nitrogen (dari udara). Untuk pulvuraized coal (PC) dalam pembangkit listrik atau
gas alam biasanya menggunakan pelarut organik seperti mono-etanolamin (MEA)
(IPCC, 2005).
• Oxyfuel combustion
Pada sistem ini menggunakan oksigen murni untuk menghasilkan gas buang
yang berupa uap air dan CO2 dengan konsentrasi CO2 yang lebih tinggi daripada
uap airnya (lebih dari 80% volume). Dalam system ini uap air hasil dari gas buang,
kemudian dihilangkan dengan mendinginkan dan mengkompresi aliran gas.
Oxyfuel combustion memerlukan pemisahan oksigen dari udara dengan kemurnian

22
95-99%, sedangkan untuk menghilangkan polutan udara dan gas non-kondensabel
(seperti nitrogen) dari gas buang CO2, diperlukan penanganan lebih lanjut sebelum
dikirim ke penyimpanan (IEA, 2013). Secara teori, teknologi ini lebih sederhana dan
lebih murah daripada proses absorbsi, namun salah satu kelemahannya adalah
untuk menghasilkan aliran oksigen murni dibutuhkan biaya yang lebih tinggi.

2.2.3 Carbon purification


Purifikasi dalam konteks CCSU termasuk di dalamnya pemisahan CO2
selama carbon capture yang diikuti dengan dehidrasi dan kompresi untuk keperluan
transportasi dan utilisasi. Cole dkk. (2011) telah mengidentifikasi pengaruh
impurities terhadap peralatan selama transportasi seperti korosi dan perubahan
property fisik serta pengaruhnya pada kondisi dan parameter desain. Hasil studi
mereka menunjukkan bahwa keberadaan impurities menyebabkan naiknya tekanan
yang dibutuhkan agar CO2 tetap dalam kondisi superkritis. Keberadaan H2S SO2,
NO2 disamping dapat menyebabkan korosi, juga dapat menaikkan viskositas dan
menurunkan densitas.
Semua aliran gas CO2 disarankan untuk dipurifikasi sebelum
ditransportasikan, karena keberadaan impuritis dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kerusakan akibat korosi, serta memerlukan kompresi yang lebih
tinggi karena perubahan fase. Oleh karena itu purifikasi merupakan mandatory yang
direkomendasikan meskipun sejumlah opsi utilisasi tidak memerlukan CO2 dengan
purity yang tinggi. Level purifikasi yang diperlukan bergantung pada batasan teknis
peralatan yang biasanya berhubungan dengan aspek kesehatan dan keselamatan
kerja. Uni Eropa melalui proyek “Dynamis” merekomendasikan batasan komposisi
aliran gas CO2 untuk CCS sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.3. Berdasarkan
laporan tersebut, konsentrasi minimum CO2 yang disyaratkan sebesar 95.5%.

23
Tabel 2.3 Spesifikasi CO2 untuk transportasi dan storage (Onyebuchi dkk., 2017)

Komponen Batas konsentrasi Pertimbangan


H2O 500 ppm Mencegah air bebas
H2S 200 ppm Kesehatan dan keselamatan kerja
CO 2000 ppm Kesehatan dan keselamatan kerja
SOx 100 ppm Kesehatan dan keselamatan kerja
NOx 100 ppm Kesehatan dan keselamatan kerja
O2 < 4% vol Untuk aquifer storage
< 1000 ppm Batasan teknis untuk EOR
CH4 < 4% vol Untuk aquifer storage
< 2% vol Untuk EOR
N2 + Ar + H2 < 4% vol total H2 memiliki kandungan energi yang tinggi

2.2.4 Transportasi carbon


Gas CO2 yang telah ditangkap dan dipisahkan dari gas buang atau gas asam,
selanjutnya ditransportasikan menuju sink. Kelayakan suatu proyek CCS
dipengaruhi oleh sistem transportasi yang handal, ekonomis dan aman. Terdapat
sejumlah fasilitas transportasi untuk mendistribusikan CO2 mulai dari perpipaan,
truk tangki, tanker kereta api dan kapal tanker, bergantung pada volumenya (Leung
dkk., 2014). Truk tangki cocok digunakan untuk kapasitas kecil mulai dari puluhan
hingga ratusan ton CO2 per hari, dan biasanya diaplikasikan untuk konsumen lokal.
Tanker kereta api dapat digunakan untuk mengangkut ratusan ton CO2. Penggunaan
tanker kereta api untuk transportasi CO2 akan lebih tepat diaplikasikan untuk
Negara-negara yang memiliki jaringan rel kereta api yang sangat baik, seperti di
Inggris (Indonesia CCS Study Working Group, 2009). Perpipaan merupakan
metode transportasi yang sangat handal untuk mengirimkan CO2 dalam jumlah
yang besar dan jarak yang jauh (Svensson dkk., 2004). Di dalam analisa ekonomi,
metode yang paling efisien untuk mentransportasikan CO2 dari sumber-sumber CO2
yang besar dan memiliki periode waktu operasi yang panjang hingga lebih dari 23
tahun, seperti pembangkit listrik adalah dengan perpipaan. Truk tangki dan tanker
kereta api akan lebih kompetitif untuk periode waktu yang pendek (Norişor dkk,
2012). Gas CO2 dapat ditransportasikan pada kondisi bertekanan sebagai
refrigerated liquid. Gas CO2 juga secara rutin dikapalkan untuk penggunaan

24
komersil dalam jumlah yang relatif kecil. Untuk aplikasi tersebut, CO2
ditransportasikan dalam bentuk liquid dengan kargo yang bertekanan 15-18 bar
absolute, dan temperatur berkisar antara -22 sampai -28oC (Skagestad dkk., 2014).
Untuk sistem CCS dengan volume yang lebih besar, pengapalan CO2 dilakukan
pada kondisi liquid dengan tekanan 7-9 bar absolut, dan suhu diturunkan hingga -
50oC untuk menghindari resiko terbentuknya dry ice (ZEP, 2011). Kondisi operasi
tersebut secara praktis serupa dengan kondisi kargo kapal semi refrigerated LPG.
Selama transportasi, panas yang terpapapr ke dalam tangki kapal akan
meningkatkan suhu dan tekanan kargo. Untuk alasan ini kondisi tekanan selama
pengiriman dijaga pada 8-9 bar absolut, bergantung pada jarak yang ditempuh.
Perpipaan dan kapal tanker merupakan metode transportasi yang paling
layak untuk mengangkut CO2 dalam jumlah besar di dalam sistem CCS. Perpipaan
CO2 dapat beroperasi pada kondisi dense phase atau gas phase. Tekanan CO2 di
dalam pipa maksimum 38 bar untuk gas phase dan 78 bar untuk dense phase
(Mallon dkk., 2013). Meskipun bisa ditransportasikan melalui pipa dalam kondisi
gas phase, namun direkomendasikan untuk menjaga CO2 dalam kondisi dense
phase di sepanjang perpipaan untuk menghindari terjadinya perubahan fase di
dalam pipa (ZEP, 2011). Gas CO2 ditransportasikan sebagai dense phase baik dalam
kondisi liquid ataupun superkritis. Untuk mendapatkan kondisi super kritis, kondisi
operasi harus dijaga senatiasa dalam supercritical envelope, yaitu pada 32.1oC dan
72.9 bar (Johnsen dkk., 2011). Perubahan fase tidak diijinkan terjadi di dalam pipa,
sehingga harus dipastikan CO2 stabil dalam kondisi satu phase. Secara umum CO2
ditransportasikan pada tipikal kisaran suhu 55oF hingga 110oF dan tekanan 85 bar
hingga 149.6 bar (WRI, 2008). Transportasi CO2 dalam kondisi super kritis akan
memberikan keuntungan berupa ukuran diameter pipa yang lebih kecil serta
pressure drop yang lebih rendah, sehingga kebutuhan energi akan lebih kecil untuk
setiap aliran massa CO2.

2.2.5 Carbon utilization


Tahap akhir dalam mata rantai CCSU adalah utilisasi karbon. Pada tahap
ini CO2 yang telah dipurifikasi dikonversi menjadi produk atau komoditas lainnya
atau dimanfaatkan secara langsung untuk kebutuhan atau aplikasi proses tertentu.

25
Ada dua karakteristik penting di dalam implementasi utilisasi CO2 yaitu: (a)
minimum CO2 purity dan (b) besarnya aliran yang diperlukan.
Daftar pilihan-pilihan utilisasi yang ada saat ini dipublikasikan oleh Global
CCS Institute yang dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori utama, yaitu: (a)
direct use, (b) mineral carbonation, (c) fuels production dan (d) chemical
production. Beberapa peneliti telah mengkompilasi lebih detail dengan
menambahkan syarat komposisi, kesiapan teknologi, besarnya konversi, kondisi
operasi dan sejumlah aspek lainnya. Rincian pilihan utilisasi dengan sejumlah
persyaratannya ditunjukkan oleh Tabel 2.4 dan 2.5.

26
Tabel 2.4 Alternatif utilisasi CO2 dan syarat kualitasnya (Pieri dkk., 2018)

Kategori utilisasi Syarat purity TRL*


Direct use
Beverage carbonation High > 99.0% 9
Food processing, preservation and packaging High > 99.0% 9
Supercritical CO2 as a solvent High > 99.0% 9
Steel manufacture High 9
Metal working High 9
Welding High > 99.8%]
Pulp and paper processing High
Water treatment High > 99%
Electronics Supercritical phase
Power generation (as power cycle working fluid)
Pneumatics 9
Fire suppression technology High > 99.5% 9
Refrigerant gas High > 95.5% 9
Horticulture High 9
Pharmaceutical processes High > 99.5%
Mineral Carbonation
Calcium carbonate and magnesium carbonate Medium-Low 7–8
CO2 concrete curing Medium-Low 7–8
Baking soda (sodium bicarbonate) Medium-Low
Bauxite residue treatment (“red mud”) High 7–9
Fuels Production
Renewable methanol High 7–8
Formic acid High
Algae cultivation Medium-Low 4–7
CO2 injection to conventional methanol synthesis High
Genetically engineered micro-organisms High > 99.5%
Enhanced oil recovery (EOR) High 95.0% 9
Enhanced coal bed methane recovery (ECBM) High-Medium-Low 7
Chemicals Production
Urea yield boosting High 9
Polymer processing High 7
Chemical synthesis (diluar polymers and fuels) High 6–8
*TRL: Technology Readiness Level.

27
Tabel 2.5 Deskripsi dan syarat konversi proses utilisasi CO2 (Patricio dkk., 2017)

Tekanan (P),
Teknologi Syarat
Deskripsi Faktor konversi Suhu (T),
utilisasi CO2 purity
Katalis
Microalgae CO2 digunakan 1,65 – 1,85 ton 5-22% CO2, Low T, tanpa
cultivation sebagai sumber CO2 per ton dry hindari SOx, katalis
nutrisi untuk algae biomass NOx, VOC
memproduksi alga
Horticulture CO2 digunakan 0,5 – 0,6 Bergantung Tanpa katalis
sebagai sumber kgCO2/hr per ton jenis tanaman
nutrisi untuk dry algae biomass hindari SOx,
pertumbuhan NOx, dan
tanaman logam berat
Methanol Reduksi 1 ton CO2 dan High pure High P (5
production elektrokimia CO2 0,14 ton H2 CO2 MPa), High T
menghasilkan (225oC),
0,68 ton methanol katalis metal
oxide
Methane Hydrogen + CO2 1 ton CO2 dan Katalis nikel
production 0,18 ton H2 atau cobalt
menghasilkan
0,364 ton CH4
Urea yield Ammonia + CO2 0,735 – 0,75 ton High pure High P, High
boosting CO2 per ton urea CO2 T, tanpa
katalis
Carbon Limbah alkali + 0,18 ton CO2 per Optimal P: 40-
mineralization CO2 ton terak baja 150 atm
0,12 ton CO2 per Optimal T:
ton limbah padat 100-180oC
Bauxite Slurry + CO2 30-50 kg CO2 per >85% High P (4
residue menjadi solid ton red mud MPa)
carbonation carbonate
Propylene Propylene oxide + 0,43 ton CO2 per High pure Katalis ionic
carbonate CO2 ton Propylene CO2 liquid
production carbonate
Polyurethane Epoxide + CO2 0,1-0,3 ton CO2 High pure Katalis Zink
production per ton Polyol CO2
Polycarbonate Propylene oxide + 0,43 ton CO2 per High pure Senyawa
production CO2 ton Propylene CO2 katalis
carbonate
EOR Injeksi CO2 ke Dry (untuk Tanpa katalis
reservoir minyak menghindari
untuk menaikkan korosi), High
produksi minyak pure CO2

28
2.3 Keekonomian sistem CCSU
2.3.1 Keekonomian carbon capture
Biaya pemisahan CO2 dipublikasikan di sejumlah literatur berdasarkan jenis
source atau teknologi yang digunakan seperti pre-combustion, post combustion atau
oxy-fuel combustion. Biaya pemisahan ini dibagi menjadi biaya operasi dan
maintenance serta biaya modal investasi (capital), dan biasa dinyatakan dalam
levelized cost of capture dan cost of CO2 avoided. Pada kasus pembangkit listrik
biaya juga dinyatakan dalam levelized cost of electricity. Pengukuran biaya yang
dinyatakan dalam cost of CO2 avoided merupakan ukuran yang paling banyak
digunakan dalam laporan studi biaya CCS. Pengukuran ini dihitung dengan cara
membandingkan suatu plant yang dilengkapi CCS dengan “reference plant” yang
tanpa CCS, untuk mengukur biaya rata-rata penurunan emisi CO2 ke atmosfer
(biasanya dalam metric ton atau ton) sambil tetap menghasilkan unit produk yang
berguna. Penentuan dan formulasi biaya carbon capture tersebut telah didiskusikan
dalam sejumlah manuskrip dan laporan (IPCC, 2005; Rubin, 2012). Formulasi cost
of CO2 avoided dipaparkan oleh Rao dan Rubin sebagai berikut:

$
𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐶𝑂2 𝑎𝑣𝑜𝑖𝑑𝑒𝑑 ( )
𝑡𝐶𝑂2
(2.1)
($/𝑀𝑊ℎ)𝑐𝑎𝑝𝑡𝑢𝑟𝑒 − ($/𝑀𝑊ℎ)𝑟𝑒𝑓
=
(𝑡𝐶𝑂 ⁄𝑀𝑊ℎ) − (𝑡𝐶𝑂 ⁄𝑀𝑊ℎ)
2 𝑟𝑒𝑓 2 𝑐𝑎𝑝𝑡𝑢𝑟𝑒

Dimana
($/MWh)capture = biaya kelistrikan suatu plant yang dilengkapi dengan fasilitas
carbon capture.
($/MWh)ref = biaya kelistrikan suatu plant yang tidak dilengkapi dengan
fasilitas carbon capture (reference plant).
(tCO2/MWh)capture =jumlah CO2 yang di-emisikan suatu plant yang dilengkapi
dengan fasilitas carbon capture.
(tCO2/MWh)ref = jumlah CO2 yang di-emisikan oleh reference plant yang tidak
dilengkapi dengan fasilitas carbon capture.

29
Sumber-sumber emisi CO2, terutama yang berasal dari flue gas mengandung
gas-gas seperti CO2, N2, O2, H2, H2O, CO dan sejumlah kecil gas NOx dan SOx.
Komposisi flue gas dari sejumlah Industri dapat dilihat pada tabel 2.2. Keberadaan
NOx dan SOx biasanya dihilangkan terlebih dahulu melalui unit desulfurisasi. Flue
gas dapat mengandung H2O dengan kadar 5 – 15%, bergantung pada sumber
emisinya. Keberadaan H2O tidak dapat ditoleransi di dalam proses carbon capture,
sehingga feed gas harus dalam keadaan kering, dry gas. Untuk menghilangkan
kandungan air digunakan proses TEG dehydration sebagaimana ditunjukkan pada
gambar 2.3. Proses tersebut mampu mereduksi kadar air hingga kurang dari 0,1%
(Hasan dkk., 2014).

Gambar 2.3 Proses Absorpsi TEG untuk dehidrasi flue gas.

Berdasarkan referensi (Hasan dkk., 2014) biaya dehidrasi dengan proses


absorpsi TEG sebesar 10,22 USD/ton CO2 untuk saturated flue gas yang berasal
dari pembangkit listrik. Penelitian ini tidak mempertimbangkan biaya dehidrasi flue
gas, demikian pula biaya proses purifikasi lainnya seperti penghilangan SOx dan
NOx.

30
Hasan dkk., 2014 telah melakukan pemodelan dan optimisasi proses
absorpsi CO2 dengan basis MEA. Gambar 2.4 menunjukkan process flow diagram
proses absorpsi dengan integrasi panas yang telah dioptimisasi. Gas CO2 yang telah
diabsorpsi oleh pelarut keluar dari bagian bawah kolom sebagai CO2 rich solvent,
selanjutnya melalui beberapa tahapan pemanasan sebelum akhirnya dipisahkan
dengan solvent melalui flash drum dan kolom CO2 stripper. Pelarut MEA memiliki
power solvent dan selektifitas yang tinggi serta penggunaan packing pada kolom
absorpsi dan stripper meningkatkan efisiensi absorpsi dan pemisahan, sehingga
mampu memisahkan CO2 dengan purity yang tinggi >99%. Gas-gas seperti N2, O2
dan H2 dipisahkan di kolom absorpsi dan keluar dari top kolom absorber sebagai
clean gas.

Gambar 2.4 Proses flow diagram absorpsi CO2 dengan pelarut MEA.

Perhitungan biaya carbon capture di dalam penelitian ini menggunakan


model persamaan carbon capture and compression yang dikembangkan oleh Hasan
dkk., 2014. Hasan dkk. telah mengembangkan persamaan untuk empat jenis proses

31
carbon capture yang telah proven serta banyak diaplikasikan, yaitu: absorpsi,
pressure swing adsorption (PSA), vacuum swing adsorption (VSA) dan membrane.
Hasan dkk. mengembangkan input – output model untuk menyatakan secara
ekstensif biaya investasi (IC) dan biaya operasi (OC) yang menggunakan fungsi-
fungsi eskpresi sederhana. Model tersebut dinyatakan sebagai fungsi komposisi
feed CO2 (xCO2) dan laju alir CO2 (F):

𝐼𝐶𝑐𝑎𝑝𝑡 = 𝛼 + (𝛽𝑥𝑛 + 𝛾)𝐹𝑚 (2.2)


𝐶𝑂2

𝑂𝐶𝑐𝑎𝑝𝑡 = 𝛼′ + (𝛽′𝑥𝑛 + 𝛾′)𝐹𝑚 (2.3)


𝐶𝑂2

Dengan:
, , , n dan m = parameter-parameter model input-output.

Harga parameter , , , n dan m untuk proses absorpsi, PSA, VSA, dan membran
untuk berbagai material ditunjukkan oleh Tabel 2.6 dan 2.7

32
Tabel 2.6 Parameter perhitungan biaya investasi carbon capture and compression

Proses Material    n M xCO2


Absorpsi MEA 7719 67871 901.000 0.660 0.800 0.01 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Absorpsi PZ 0 59956 226.932 0.566 0.800 0.01 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA 13X 220462 26720 895.262 0.508 0.804 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA AHT 214535 17833 4607.297 0.744 0.813 0.05 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA MVY 162447 22468 6408.791 1.000 0.797 0.05 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA WEI 142320 19332 6076.357 0.610 0.779 0.05 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA 13X 91060 23096 7688.408 0.470 0.763 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA AHT 113969 24939 2659.383 0.468 0.786 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA MVY 119259 21652 8101.014 1.000 0.795 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA WEI 180953 15644 7751.257 0.874 0.802 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Membran FSC PVAm 177500 16505 18912.000 0.880 0.770 0.30 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Membran POE-1 568 19151 29669.274 0.778 0.735 0.30 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Membran POE-2 53960 19967 28462.417 0.656 0.744 0.30 ≤ xCO2 ≤ 0.70

Tabel 2.7 Parameter perhitungan biaya operasi carbon capture and compression

Proses Material    n M xCO2


Absorpsi MEA 0 24 088 0 1.000 1.000 0.01 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Absorpsi PZ 0 26 825 0 0.945 0.966 0.01 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA 13X 0 11 352 3115.833 1.000 0.974 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA AHT 0 7040 983.893 0.626 1.000 0.05 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA MVY 0 7265 1328.677 0.756 1.000 0.05 ≤ xCO2 ≤ 0.70
PSA WEI 0 6398 1257.721 0.554 0.991 0.05 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA 13X 0 8167 1580.419 0.590 0.985 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA AHT 0 8545 1725.654 0.842 0.996 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA MVY 0 9117 1839.193 1.000 1.000 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
VSA WEI 0 7378 1493.500 0.753 1.000 0.10 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Membran FSC PVAm 0 11 619 0 0.210 1.000 0.30 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Membran POE-1 0 12 798 0 0.134 0.980 0.30 ≤ xCO2 ≤ 0.70
Membran POE-2 0 13 556 0 0.135 0.984 0.30 ≤ xCO2 ≤ 0.70

33
2.3.2 Keekonomian transportasi carbon
Perpipaan merupakan alternatif transportasi CO2 yang paling efektif. Biaya
transportasi dengan perpipaan termasuk biaya investasi dan operasi dihitung
menggunakan persamaan linier biaya perpipaan yang dikembangkan oleh IEA
GHG. Laporan IEA GHG tahun 2002 menganalisa biaya untuk transmisi CO2,
energy di darat dan di laut. Persamaan biaya investasi perpipaan dimodelkan
sebagai fungsi jarak dan diameter sebagai berikut:

𝐼𝐶𝑝𝑖𝑝𝑖𝑛𝑔 = (𝑎1 × 𝐿 + 𝑏1 + (𝑎2 × 𝐿 + 𝑏2) × 𝐷𝑜 + (𝑎3 × 𝐿 + 𝑏3) × 𝐷𝑂2)


(2.4)
× 𝐹𝑇 × 𝐹𝑅

Dengan:
IC = biaya investasi (juta USD2000),
ai, bi = konstanta,
L = panjang atau jarak yang ditempuh pipa (km),
DO = diameter luar pipa (inch),
FT = faktor koreksi untuk berbagai kontur medan,
FR = faktor koreksi untuk wilayah yang berbeda.

Nilai konstanta ditunjukkan pada Tabel 2.8

Tabel 2.8 Konstanta persamaan biaya perpipaan IEA GHG tahun 2002

ANSI 900# ANSI 1500#


Konstanta
Onshore Offshore Onshore Offshore
a1 0.0619 0.4061 0.057 0.4048
b1 0.8529 4.6926 1.8663 4.6936
a2 0.00115 -0.00174 0.00129 -0.00153
b2 -0.00001 -0.01133 0 -0.0113
a3 0.000299 0.000325 0.000486 0.000511
b3 0.0003 0.000169 0.000007 0.000204

34
Di banyak literatur, biaya operasi dan maintenance (O&M) tahunan untuk
perpipaan umumnya dinyatakan sebagai persentase biaya modal investasi yang
berkisar antara 1.5-4%, dalam bentuk persamaan atau nilai yang fix per satuan
panjang pipa. Laporan IEA GHG menyatakan biaya O&M dalam bentuk persamaan
sebagai fungsi panjang dan diameter:

𝑂𝐶𝑝𝑖𝑝𝑖𝑛𝑔 = (−400000 + 2,521𝐷𝑂 + 2,7𝑙) × 1,327 (𝑜𝑛𝑠ℎ𝑜𝑟𝑒) (2.5)

𝑂𝐶𝑝𝑖𝑝𝑖𝑛𝑔 = (154 + 19,8𝑙) × 1000 × 1,327 (𝑜𝑓𝑓𝑠ℎ𝑜𝑟𝑒) (2.6)

Dengan:
OC = operating cost (USD2010), DO
= diameter luar pipa (mm), l =
panjang pipa (m).

Transportasi CO2 yang menempuh jarak yang jauh memerlukan booster


station untuk mengkompresi kembali CO2 yang mengalami penurunan head akibat
friksi di sepanjang perpipaan. Biaya investasi booster station relative lebih kecil
daripada biaya investasi perpipaan. IEA GHG memberikan persamaan biaya
investasi booster station sebagai berikut:

𝐼𝐶𝑏𝑜𝑜𝑠𝑡𝑒𝑟 = (𝑊 × 12 + 0,71) × 106 × 1,327 (2.7)

Dengan:
ICbooster = biaya investasi booster station (USD2010),
W = kapasitas booster station (MWe).

Kapasitas booster station dapat dihitung dengan persamaan 2.8.

𝑚 (𝑃𝑓𝑖𝑛𝑎𝑙 − 𝑃𝑐𝑢𝑡−𝑜𝑓𝑓)
𝑊= × (2.8)
𝜌 𝑏𝑜𝑜𝑠𝑡𝑒𝑟

35
dengan:
m = laju alir massa (kg/s),
 = densitas (kg/m3),
Pfinal = tekanan outlet booster station (MPa),
Pcut-off = tekanan inlet booster station (MPa),
booster = efisiensi booster.

Biaya O&M booster station dapat dibagi menjadi fixed O&M dan biaya
energi. Biaya fixed O&M seringkali dinyatakan dalam bentuk persentase biaya
investasi dan memiliki kisaran 1,5 – 5%. Biaya energi, berhubungan dengan harga
listrik, jam operasi dan kapasitas yang terpasang. Model biaya O&M diberikan oleh
sejumlah literature seperti ditunjukkan oleh Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Biaya O&M untuk booster station (Knoope dkk., 2013)

Konsumsi energi
Model Biaya O&M
(kWh/t CO2)
Element energy 5% 1,9
IEA GHG 2002 N × (-0,28W2 + 1033W + 244.788) 1,9
McCollum and 4% 1,9
Ogden, 2006
Rubin et al., 2008 1,5% 1,43

Kompresor atau pompa diperlukan untuk menghasilkan tekanan awal pada


inlet pipa. Biaya investasi kompresor CO2 dari sejumlah literatur sangat bervariasi
dengan hasil estimasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan asumsi
faktor instalasi (Knoope dkk., 2015). Estimasi biaya untuk kompresor dapat
dinyatakan dalam bentuk power law of capacity yang diberikan di persamaaan 2.9

𝑊𝑐𝑜𝑚𝑝 𝑦
𝐼𝐶𝑐𝑜𝑚𝑝 = 𝐼𝐶0 × ( ) (2.9)
𝑊𝑐𝑜𝑚𝑝,0

36
dengan:
ICcomp = biaya investasi kompresor (juta USD),
IC0 = base cost (0,0984 juta USD2000),
Wcomp = kapasitas kompresor,
Wcomp,0 = base scale capacity kompresor (0,25 MWe),
y = faktor skala (0,46).

Desain pompa CO2, ketika CO2 berada pada fase liquid, sama seperti desain
pompa air. Dengan demikian biaya pompa CO2 dapat didekati dengan biaya pompa
air (Knoope dkk., 2014). Kapasitas maksimum pompa CO2 adalah 2,0 MWe (IEA
GHG 2002), dengan demikian untuk kapasitas yang lebih besar dibutuhkan dua unit
pompa atau lebih yang harus diinstal secara paralel dengan kapasitas yang sama.
Biaya investasi pompa CO2 diambil dari Knoope dkk. (2014) diberikan pada
persaman 2.10.

𝐼𝐶𝑝𝑢𝑚𝑝 = 74.3 × 𝑊𝑝𝑢𝑚𝑝0.58 × 𝑁0.9 × 1,327 (2.10)

dengan:
ICpump = biaya investasi pompa (seribu USD2010),
Wpump = kapasitas pompa (kWe),
N = jumlah unit pompa secara paralel.

Transportasi CO2 menggunakan kapal laut masih terus dikembangkan,


terutama untuk wilayah yang tidak terjangkau dengan perpipaan. Biaya pengapalan
CO2 terdiri dari sejumlah unsur biaya yaitu: (a) biaya investasi pembuatan kapal
laut, fasilitas loading dan unloading, intermediate storage dan fasilitas pencairan
gas CO2, (b) biaya operasi yang terdiri dari biaya tenaga kerja, bahan bakar kapal,
kelistrikan, dan pajak pelabuhan, dan (c) biaya maintenance. Tidak ada model
persamaan khusus untuk perhitungan biaya transportasi dengan kapal. Sejumlah
publikasi telah melaporkan kelayakan biaya investasi dan operasi transportasi CO2

37
dengan kapal seperti yang dipresentasikan oleh ZEP (2011), Skagestad dkk. (2014),
GCCSI (2014). Perhitungan biaya transportasi dengan kapal laut dapat
menggunakan standar biaya yang dikeluarkan oleh pabrikan seperti Mitsubishi
Heavy Industry, Tel-Tek atau menggunakan perkiraan kisaran biaya yang
dipublikasikan oleh sejumlah institusi.
Evaluasi ekonomi desain kapal laut dihitung berdasarkan sejumlah
referensi. Penelitian ini mempertimbangkan tiga ukuran kapal yang diusulkan oleh
MHI (2004). Ukuran kargo kapal mengacu pada kapasitas kargo kapal LPG tipe
semi refrigerated dan low temperature. Diasumsikan mesin kapal menggunakan
bahan bakar heavy fuel oil tipe C, dengan asumsi harga US$182 per ton bahan
bakar. Re-likuefaksi BOG meskipun memungkinkan tidak diperhitungkan di dalam
sistem ini karena emisi CO2 dari mesin kapal lebih dominan. Kelengkapan dan
detail fasilitas kapal lainnya seperti bentuk storage, jenis material tidak
diperhitungkan. Sejumlah peneliti telah mempublikasikan estimasi biaya investasi
dan operasi kapal laut untuk pengangkutan CO2. Data biaya investasi dan biaya
operasi kapal diperoleh dari sejumlah referensi yang dirangkum pada Tabel 2.10
dan 2.11

38
Tabel 2.10 Biaya investasi transportasi CO2 dengan kapal

Biaya Tahun
Scale
Elemen biaya Base capacity konstruksi ref. Referensi
factor
(M$) biaya
Liquefactiona 2.5 Mt CO2/y 0.9 30.19 2010 ZEP (2011)
Intermediate 4500 m3 1 7.48 2014 Decarre dkk. (2010)
storageb Seo dkk. (2016)
Loading 0.8 Mt CO2/y 1 1.463 2014 Skagestad dkk.
equipmentc (2014)
Ship buildingd 10 kton n.a 34 (15 knot) 2004 MHI (2004)
n.a 35 (18 knot) 2004 MHI (2004)
30 kton n.a 58 (15 knot) 2004 MHI (2004)
n.a 60 (18 knot) 2004 MHI (2004)
50 kton n.a 82 (15 knot) 2004 MHI (2004)
n.a 85 (18 knot) 2004 MHI (2004)
Floating 10 kton 0.69 13.57 2015 Knoope dkk. (2015)
vessele 30 kton 0.69 28.95 2015 Knoope dkk. (2015)
50 kton 0.69 41.19 2015 Knoope dkk. (2015)
Keterangan:
a
ZEP mengestimasi capital cost unit pencairan untuk kapasitas 2.5 MtCO2/y dan 20
MtCO2/y sebesar 22.7 dan 147 M€, berturut-turut. Kedua nilai ini digunakan untuk
mengestimassi faktor skala sebesar 0.9. biaya investasi dinyatakan dalam M€
selanjutnya dikonversi ke dalam M$ melalui perkalian dengan angka1.33.
b
Desain intermediate storage berdasarkan konsep tangki penyimpanan yang
dikembangkan oleh Decarre dan Seo. Decarre dkk (2010) mengajukan desain
tangki silinder horisontal dengan kapasitas 4500 m3. Tangki tersebut terdiri dari dua
lapisan casing. Casing terluar memiliki tebal 10 mm dengan material stainless steel
material yang dipadukan senyawa Ni 9%. Diantara casing luar dan dalam diisi
dengan perlite dengan tebal 30 cm. Tangki memiliki diameter external 14.7 m dan
panjang 32.3 m. Seo dkk. (2016) mengestimasi biaya kapital untuk tangki silinder
horisontal dengan kapasitas maximum 5000 m3 dan tebal maximum 40 mm. Di
dalam studi ini, dipilih kapasitas tangki sebesar 4500 m3 dan tebal dinding
maksimum maximum 40 mm. Dimensi tangki mengikuti Decarre dkk (2010).
Besarnya biaya kapital bejana tekan diperoleh dari www.matche.com berdasarkan
perhitungan desain tangki.
c
Fasilitas loading diasumsikan dipasang di pelabuhan. MHI (2004) mengestimasi
biaya peralatan loading sebesar M$ 8 untuk handling CO2 dengan laju alir massa
6.2 Mt/y. Apeland (2011) mengasumsikan biaya fasilitas loading sebesar 9.5 M€
untuk handling CO2 dengan laju alir massa sebesar 1, 3, dan 5 MtCO2/y. Skagestad
dkk. (2014) mengusulkan biaya investasi yang lebih rendah sebesar 1.1 M€ untuk

39
loading CO2 dengan kapasitas 0.8 MtCO2/y. Estimasi biaya oleh Skagestad dkk.
(2014) digunakan sebagai referensi pada studi ini. Nilai tukar mata uang dari euro
ke dollar sebesar 1.33.
d
Mitsubishi Heavy Industries (MHI, 2004) mengajukan dua konsep desain awal
pembuatan kapal dengan tiga ukuran kapasitas (10,000 ton, 30,000 ton and 50,000
ton) dan dua layanan kecepatan (15 knots and 18 knots) untuk mengakomodasi
transportasi CO2 dari skala kecil hingga besar. Desain tersebut diaplikasikan untuk
mengestimasi biaya kapal.
e
Floating vessel digunakan sebagai offshore temporary storage dan dapat dibuat
dengan cara mengkonversi kapal tangker yang sudah tua. Kapasitas floating vessel
diasumsikan sama dengan ukuran kapal yang dipilih untuk mengangkut CO2.
Knoope dkk. (2015) menghitung biaya konversi tiga ukuran kapal yang digunakan
sebagai floating vessel. Besarnya biaya konversi adalah 23 M€ untuk 25 ktonCO2,
28 M€ untuk 35 ktonCO2, 33 M€ untuk 45 ktonCO2. Dengan menggunakan power
law of capacity diperoleh faktor skala sebesar 0.69. faktor ini digunakan untuk
menghitung biaya konversi floating vessel dari tiga ukuran kapal yang digunakan
dalam studi ini (10 ktonCO2, 30 ktonCO2, and 50 ktonCO2). Nilai tukar rata-rata
euro terhadap dollar pada tahun 2015 sebesar 1.11 digunakan untuk konversi.

Tabel 2.11 Biaya operasi transportasi CO2 dengan kapal (MHI, 2004)

Elemen biaya Kapasitas Komponen O&M Value


Liquefaction O&M 5% of investment/year
Intermediate storage O&M 5% of investment/year
Loading equipment O&M $2,000,000/year
Transport ship 10 kton CIM 5% of investment/year
Harbor fee 2 x $21,690/cycle/ship
Fuel cost $9,150/day/ship
30 kton CIM 5% of investment/year
Harbor fee 2 x $34,270/cycle/ship
Fuel cost $11,480/day/ship
50 kton CIM 5% of investment/year
Harbor fee 2 x $45,850/cycle/ship
Fuel cost $12,700/day/ship
Floating vessel O&M 5% of investment/year

2.3.3 Keekonomian carbon injection


Biaya injeksi CO2 berupa biaya injeksi ke dalam storage atau utilisasi, biaya
pembangunan sumur-sumur baru, serta biaya monitoring. Biaya injeksi CO2 ke

40
dalam storage bergantung pada jenis reservoir (misal onshore atau offshore,
depleted field atau saline formation) serta karakteristik individu reservoir (misal
porositas, permeabilitas, kedalaman). Ogden dkk memperkenalkan model biaya
investasi sebagai fungsi jumlah sumur injeksi, Nwell, seperti ditunjukkan pada
persamaan 2.11

𝐼𝐶𝑖𝑛𝑗,𝑗 = (𝑐𝑖1𝑑𝑤𝑒𝑙𝑙,𝑗 + 𝑐𝑖2) × 𝑁𝑤𝑒𝑙𝑙,𝑗 (2.11)

∑𝑖 𝑆𝑖,𝑗
𝑁𝑤𝑒𝑙𝑙,𝑗 = [ ] (2.12)
𝑚𝑖𝑤𝑒𝑙𝑙

dengan:
ci1 dan ci2 = parameter injeksi
dwell = kedalaman sumur
miwell = maksimum injeksi CO2 ke dalam sumur,
Si,j = jumlah CO2 yang ditransportasikan dari source i ke sink j.

Biaya investasi tahunan sumur injeksi, AICinj, ditunjukkan pada persamaan


2.13. Biaya tahunan O&M untuk sumur injeksi dinyatakan dalam bentuk factor
persentase biaya investasi seperti ditunjukkan persamaan 2.14 yang besarnya
adalah 4%.

𝑟(1 + 𝑟)𝑛
𝐴𝐼𝐶𝑖𝑛𝑗,𝑗 = × 𝐼𝐶𝑖𝑛𝑗,𝑗 (2.13)
(1 + 𝑟)𝑛 − 1
𝑂𝐶𝑖𝑛𝑗,𝑗 = 𝑂&𝑀𝑤𝑒𝑙𝑙 × 𝐼𝐶𝑖𝑛𝑗,𝑗 (2.14)

2.4 Analisa pinch system CCS/U


Analisa pinch dapat memberikan gambaran kuantitatif yang sangat
bermanfaat di dalam perencanaan system CCS/U. Metode analisa pinch telah
diaplikasikan untuk perencanaan system CCS yang terdiri dari multiple source,
teknologi CO2 capture yang tersedia, serta CO2 storage sink (Tan dkk, 2010).

41
Metode analisa pinch juga telah diperluas penggunaannya untuk aplikasi CCSU
dimana sink utilisasi memerlukan CO2 dengan kualitas tertentu. Metode analisa
pinch untuk CCSU memiliki tiga tujuan utama yaitu untuk menentukan desain CCS
yang paling baik dari sisi pemanfaatan energy, menentukan pasangan yang optimal
antara source dengan sink, serta memaksimalkan utilisasi CO2.
Metode pinch pada awalnya dikembangkan untuk perencanaan jaringan
penukar panas. Metode ini dibangun atas dasar hukum-hukum termodinamika
perpindahan panas. Teknologi ini didominasi oleh metode perancangan jaringan
penukar panas (Heat Exchanger Network atau HEN) yang memberikan
penghematan biaya energi optimum. Kemudahan dan unjuk kerjanya yang baik
membuat teknologi ini banyak digunakan sebagai metoda standar dalam melakukan
perancangan dan analisa sistem proses.
Metode analisa pinch telah mengalami pengembangan dari perencanaan
system CCS menuju ke perencanaan CCUS ataupun CCSU dengan
mempertimbangkan keberadaan sumber-sumber CO2 untuk utilisasi dan
sequestration. Analisa pinch yang telah diaplikasikan untuk penyelesaian
permasalahan system CCS atau CCSU terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan
grafik dan aljabar. Kedua pendekatan tersebut digunakan pada berbagai studi kasus
single-region dan single-period hingga multi-region dan multi-period.

2.4.1 Kurva komposit


Penyelesain problem perencanaan system CCS atau CCSU secara grafik
dengan membuat kurva komposit. Secara umum, tujuan membuat kurva komposit
adalah untuk melihat kelayakan desain sistem CCS. Hal ini dilakukan dengan cara
menggeser kurva komposit sink ke kanan sehingga berada di bawah kurva komposit
source atau terjadi persinggungan garis dari kedua kurva. Titik singgung ini
dinamakan titik pinch. Contoh kurva komposit system CCS ditunjukkan pada
Gambar 2.5

42
Gambar 2.5 Kurva komposit sistem CCS

Salah satu kelemahan penyelesaian dengan pendekatan grafik adalah


kesulitan untuk mendapatkan kurva komposit jika jumlah garis yang dikompositkan
lebih dari dua, atau dengan kata lain jika problem yang diselesaikan merupakan
system yang terdiri dari multi source atau multi sink. Untuk menyelesaikan problem
multi source dan multi sink, pendekatan cascade table dapat memberikan hasil yang
lebih baik.

2.4.2 Cascade table


Pendekatan grafik memiliki sejumlah keterbatasan, terutama jika
diaplikasikan untuk permasalahan yang kompleks seperti studi kasus multi-period.
Teknik aljabar dapat digunakan untuk melengkapi metode grafik sehingga
diperoleh target akurat. Teknik aljabar atau yang sering disebut carbon capture and
storage cascade analysis (CCSCA) pertama kali dikembangkan oleh Diamante dkk
(2014) merupakan metode yang serupa dengan problem table algorithm pada heat
exchanger network (HEN). Pendekatan ini dapat digunakan untuk menentukan
jumlah excess CO2 storage ataupun jumlah emisi CO2 yang tidak ter-recovery.
Prosedur perencanaan sistem CCSU dengan cascade table diuraikan di lampiran 1.

43
2.5 Integrasi proses
Integrasi proses merupakan pendekatan yang holistik di dalam desain
proses, perbaikan atau revamping serta operasi yang menekankan pada kesatuan
proses (El-Halwagi 1997). Integrasi proses sering digunakan sebagai pendekatan
untuk menyelesaikan permasalahan desain dan perencanaan sistem CCS/U.
Integrasi proses terdiri dari beberapa aktivitas yaitu:
1. Identifikasi permasalahan: tahap awal dalam sintesa proses adalah merumuskan
tujuan yang akan dicapai dan menggambarkannya dalam bentuk tugas yang bisa
diselesaikan. Sebagai contoh pencegahan polusi digambarkan sebagai usaha
untuk menurunkan limbah jenis tertentu dalam jumlah tertentu. Perbaikan
kualitas dapat ditunjukkan secara terukur.
2. Pentargetan: mengacu pada identifikasi standard performa sebelum melakukan
detail desain. Targeting lebih menekankan dalam hal penggunaan data dan
perhitungan yang minimal untuk mengidentifikasi batasan performa. Dengan
kata lain targeting memberikan gambaran besar dari suatu sistem.Terdapat
sejumlah tools atau metode sistematik yang dapat digunakan untuk menentukan
target massa sistem CCS/U. Fokus dari metode tersebut adalah mengevaluasi
target yang dituju tanpa harus mempertimbangkan aspek-aspek seperti:
teknologi mana yang harus dipilih, perubahan desain, analisa ekonomi secara
detail dan dampaknya terhadap target.
3. Membuat alternatif (sintesa): memberikan sejumlah alternative solusi yang
mungkin dilakukan untuk mencapai target. Alternatif memerlukan sejumlah
kerangka atau prosedur untuk bisa menjawab pertanyaan terkait performa yang
ingin dicapai seperti berapa banyak CO2 yang harus ditangkap, berapa batasan
injeksi CO2 ke dalam storage sink.
Sintesa proses sering didefinisikan sebagai aktivitas membuat keputusan secara
bertahap mulai dari memilih komponen atau bagian-bagian yang akan
digunakan dilanjutkan dengan mengkoneksikan komponen-komponen tersebut
menjadi satu struktur yang memberikan solusi optimal bagi permasalahan
desain.
4. Memilih alternatif (sintesa): di dalam sintesa seringkali dihasilkan sejumlah
alternatif, sehingga perlu diekstrak untuk mendapatkan alternatif yang

44
optimum. Beberapa metode yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan
grafik, aljabar, dan optimisasi matematika.
5. Analisa alternatif yang dipilih: analisa proses meliputi prediksi dan
memvalidasi performa sistem berdasarkan data atau hasil yang terpercaya.

45
Halaman ini sengaja dikosongkan

46
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Diagram Alir Penelitian


Metode penelitian secara keseluruhan ditunjukkan secara skematik pada
gambar 3.1 sebagai berikut:

1- Identifikasi tujuan dan


ruang lingkup sistem

3-Analisa sensitivitas: 2-Pentargetan dan desain


Min. time difference sistem CCS (simultan)

4-Analisis kriteria
performa sistem CCS

5-Set kriteria performa


CCS sebagai benchmark

6-Pemilihan opsi utilisasi

8-Analisa sensitivitas: 7-Integrasi utilisasi 11-Mengembangkan


Demand manipulation menjadi sistem CCSU alternatif desain

9-Evaluasi kriteria
performa sistem CCSU

10-Potensi improvement?

12-Rangking feasibilitas
desain sistem CCSU

Gambar 3.1 Kerangka metodologi pentargetan dan desain CCSU

47
3.2 Langkah-langkah penelitian
3.2.1 Mengambil Studi Kasus untuk melakukan process simulasi
Tahap Kasus yang dipelajari dari konfigurasi ini didasarkan pada penelitian
A.Ghareghasi et al pada gambar 1. Terdapat banyak informasi dalam literatur yang
berhubungan dengan kinetika reaksi OCM dan FT. Menggunakan katalis
La2O3/CaO dan model reaktor yang digunakan adalah satu dimensi. Untuk FT,
persamaan kinetik didasarkan pada eksperimen di pabrik percontohan di RIPI dan
Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC), dengan katalis bifungsional Fe-HZSM5
(bagian logam: 100 Fe/5,4 Cu/7 K2O/21SiO2, bagian asam: SiO2/ Al2O3 = 28)
digunakan.

Gambar 1. Dua Reaktor Membran OCM & FTS

3.2.2 Mengambil Studi Kasus untuk melakukan process simulasi


Tahap Model Kinetik Reaktor Membran OCM dan FTS Seperangkat model
kinetik yang digunakan yaitu 10 Reaksi pada proses OCM, dan 6 model kinetik
pada reactor membran FTS menggunakan katalis La2O3/CaO menjelaskan
perbedaan laju pembentukan untuk berbagai spesies termasuk fase gas dan reaksi
katalitik. Set persamaan stoikiometrik pada tiap reactor yaitu sebagai berikut :

151
Himpunan persamaan stoikiometri dalam Reaktor OCM

Himpunan persamaan stoikiometri dalam Reaktor


Membran FTS
Tabel 1. Kinetic parameters OCM

Step 𝑚𝑜𝑙 𝑘𝑗 mj nj Kj,co2 (pa-1) ΔHad,co2(Kj Kj,o2 (pa-1) ΔHad,co2(


𝐾𝑜,𝑗 ( 𝑔 𝐸𝑎,𝑗 ( 𝑚𝑜𝑙 ) /mol) Kj/mol)
∗𝑠
∗ 𝑝𝑎−(𝑚+𝑛))
1 0.2 x 10-5 48 0.24 0.76 0.25 x 10-12 - 175 0.23 x 10 -11 - 124
2 23.2 182 1 0.4 0.83 x 10-13 - 186
3 0.52 x 10-6 68 0.57 0.85 0.36 x 10-13 - 187
4 0.11 x 10-3 104 1 0.55 0.4 x 10-12 - 168
5 0.17 157 0.95 0.37 0.45 x 10-12 -166
6 0.06 166 1 0.96 0.16 x 10-12 - 211
7 1.2 x 10-7a 226
8 9.3 x 103 300 0.97 0
9 0.19 x 10-3 173 1 1
10 0.26 x 10-1 220 1 1

Table 2. Kinetic parameters of FTS Membrane

Reaction m n Ki Ei
1 - 1.0889 1.5662 142583.8 83423.9
2 0.7622 0.0728 51.556 65018
3 - 0.5645 1.3155 24.717 49782
151
4 0.4051 0.6635 0.4632 34885.5
5 0.4728 1.1389 0.00474 27728.9
6 0.8204 0.5026 0.00832 25730.1
7 0.5850 0.5982 0.02316 23564.3
8 0.5742 0.710 410.667 58826.3

DAFTAR PUSTAKA

151
Angelis-Dimakis, A., Castillo-Castillo, A., 2016. A. Enabling New Values Chains
for CO2 Reuse. In: Kungolos, A. (Ed.), The 13th International Conference on
Protection and Restoration of the Environment. Grafima Publications,
Thessaloniki, Greece, pp. 489–496.
Asian Development Bank, 2013. Prospects for Carbon Capture and Storage in
Southeast Asia. Global CCS Institute, Mandaluyong City.
Asian Development Bank, 2019. Carbon Dioxide-Enhanced Oil Recovery in
Indonesia.
Baldwin, P., Williams, J., 2009. Capturing CO2: Gas Compression vs Liquefaction
[WWW Document]. Power Mag. URL www.powermag.com
BPS, 2020. Buletin statistik perdagangan luar negeri.
Bruhn, T., Naims, H., Olfe-Kräutlein, B., 2016. Separating the debate on CO2
utilisation from carbon capture and storage. Environ. Sci. Policy 60, 38–43.
Chrysolite, H., Utami, A.F., Mahardika, D., Wijaya, A., 2020. Looking past the
horizon: The case for Indonesia’s Long Term Strategy for climate action.
Climate Action Tracker, 2021. Climate Governance: Assesment of the
government’s ability and readiness to transform Indonesia into a zero
emissions society.
Cole, I.S., Corrigan, P., Sim, S., Birbilis, N., 2011. Corrosion of pipelines used for
CO 2 transport in CCS: Is it a real problem? Int. J. Greenh. Gas Control 5,
749–756.
Cuéllar-Franca, R.M., Azapagic, A., 2015. Carbon capture, storage and utilisation
technologies: A critical analysis and comparison of their life cycle
environmental impacts. J. CO2 Util. 9, 82–102.
Decarre, S., Berthiaud, J., Butin, N., Guillaume-Combecave, J.L., 2010. CO2
maritime transportation. Int. J. Greenh. Gas Control 4, 857–864.
Diamante, J.A.R., Tan, R.R., Foo, D.C.Y., Ng, D.K.S., Aviso, K.B.,
Bandyopadhyay, S., 2013. A graphical approach for pinch-based source-sink

151
matching and sensitivity analysis in carbon capture and storage systems. Ind.
Eng. Chem. Res. 52, 7211–7222.
Diamante, J.A.R., Tan, R.R., Foo, D.C.Y., Ng, D.K.S., Aviso, K.B.,
Bandyopadhyay, S., 2014. Unified pinch approach for targeting of carbon
capture and storage (CCS) systems with multiple time periods and regions. J.
Clean. Prod. 71, 67–74.
El-Halwagi, M.M., 2012. Introduction to sustainabillity, sustainable design and
process integration. In: Sustainable Design through Process Integration.
Butterworth-Heinneman, pp. 3–4.
El-Halwagi, M.M., Gabriel, F., Harell, D., 2003. Rigorous graphical targeting for
resource conservation via material recycle/reuse networks. Ind. Eng. Chem.
Res. 42, 4319–4328.
EPA, 2009. Technical Support Document for the Soda Ash Manufacturing Sector :
Proposed Rule for Mandatory Reporting of Greenhouse Gases.
ESDM, K., 2021. Menteri ESDM Paparkan Usulan Skema Penerapan Pajak Karbon
Sektor Energi [WWW Document]. URL
https://ebtke.esdm.go.id/post/2021/11/17/3012/menteri.esdm.paparkan.usula
n.skema.penerapan.pajak.karbon.sektor.energi (accessed 2.1.22).
Foo, D.C.Y., Ooi, M.B.L., Tan, R.R., Tan, J.S., 2008. A heuristic-based algebraic
targeting technique for aggregate planning in supply chains. Comput. Chem.
Eng. 32, 2217–2232.
GCCSI, 2011. The global status of CCS: 2011.
GCCSI, 2014. The Global Status of CCS: 2014. Melbourne.
GCCSI, 2016. The Global Status of CCS: 2016.
Government of Indonesia, 2016. First Nationally Determined Contribution
Republic of Indonesia 1–18.
Grimaud, A., Rouge, L., 2014. Carbon sequestration, economic policies and
growth. Resour. Energy Econ. 36, 307–331.
Hasan, M.M.F., Boukouvala, F., First, E.L., Floudas, C.A., 2014. Nationwide,
regional, and statewide CO2 Capture, Utilization, and Sequestration supply
chain network optimization. Ind. Eng. Chem. Res. 53, 7489–7506.
IEA, 2013. Technology Roadmap Carbon capture and storage. International Energy

152
Agency, Paris.
IEA, 2016. World Energy Outlook 2016: Executive Summary.
Indonesia CCS Study Working Group, 2009. Understanding Carbon Capture and
Storage Potential in Indonesia [WWW Document]. URL
https://ukccsrc.ac.uk/sites/default/files/publications/ccs-
reports/DECC_CCS_117.pdf (accessed 12.11.19).
IPCC, 1996. Industrial Processes. In: IPCC Guidelines for National Greenhouuse
Gas Inventories: Reference Manual. p. 22.
IPCC, 2005. IPCC Special Report on Carbon Dioxide Capture and Storage.
Cambridge University Press, New York, USA.
Iskandar, U.P., Usman, U., Sofyan, S., 2013. Ranking of Indonesia sedimentary
basin and storage capacity estimates for CO2 geological storage. Energy
Procedia 37, 5172–5180.
Jin, H., Gao, L., Li, S., Van Sambeek, E., Porter, R., Mikunda, T., Dijkstra, J.W.,
de Coninck, H., Jansen, D., 2012. Supporting Early Carbon Capture Utilisation
and Storage Development in Non-Power Industrial Sectors, Shaanxi Province,
China. Birmingham, UK.
Jing, L., El-houjeiri, H.M., Monfort, J., Brandt, A.R., Masnadi, M.S., Gordon, D.,
Bergerson, J.A., 2020. Carbon intensity of global crude oil refining and
mitigation potential. Nat. Clim. Chang.
Johnsen, K., Helle, K., Røneid, S., Holt, H., 2011. DNV recommended practice:
Design and operation of CO2 pipelines. Energy Procedia 4, 3032–3039.
Kajaste, R., Hurme, M., Oinas, P., 2018. Methanol-Managing greenhouse gas
emissions in the production chain by optimizing the resource base. AIMS
Energy 6, 1074–1102.
Kearns, J., Teletzke, G., Palmer, J., Thomann, H., Kheshgi, H., Chen, Y.H., Paltsev,
S., Herzog, H., 2017. Developing a consistent database for regional geologic
CO2 storage capacity worldwide. Energy Procedia 114, 4697–4709.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2020. Laporan Investarisasi Gas
Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV) 2019,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim, Jakarta, Indonesia.

153
Klemeš, J.J., Varbanov, P.S., Wan Alwi, S.R., Manan, Z.A., 2014. Process
Integration and Intensification: Saving Energy, Water and Resources, 1st
editio. ed. De Gruyter, Berlin.
Knoope, M.M.J., Guijt, W., Ramírez, A., Faaij, A.P.C., 2014. Improved cost models
for optimizing CO2 pipeline configuration for point-to-point pipelines and
simple networks. Int. J. Greenh. Gas Control 22, 25–46.
Knoope, M.M.J., Ramírez, A., Faaij, A.P.C., 2013a. A state-of-the-art review of
techno-economic models predicting the costs of CO2 pipeline transport. Int. J.
Greenh. Gas Control 16, 241–270.
Knoope, M.M.J., Ramírez, A., Faaij, A.P.C., 2013b. A state-of-the-art review of
techno-economic models predicting the costs of CO2 pipeline transport. Int. J.
Greenh. Gas Control 16, 241–270.
Knoope, M.M.J., Ramírez, A., Faaij, A.P.C., 2015. Investing in CO2 transport
infrastructure under uncertainty: A comparison between ships and pipelines.
Int. J. Greenh. Gas Control 41, 174–193.
Kongpanna, P., Pavarajarn, V., Gani, R., Assabumrungrat, S., 2015. Techno-
economic evaluation of different CO2-based processes for dimethyl carbonate
production. Chem. Eng. Res. Des. 93, 496–510.
Kusnandar, V.B., 2021. KLHK: Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Capai 1637 Gg
CO2e pada 2018 [WWW Document]. katadata.co.id. URL
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/23/klhk-emisi-gas-
rumah-kaca-indonesiacapai-1637-gg-co2e-pada-2018 (accessed 2.9.22).
Lee, J.Y., Chen, C.L., 2012. Comments on continuous-time optimization model for
source-sink matching in carbon capture and storage systems. Ind. Eng. Chem.
Res. 51, 11590–11591.
Lee, J.Y., Tan, R.R., Chen, C.L., 2014. A unified model for the deployment of
carbon capture and storage. Appl. Energy 121, 140–148.
Leung, D.Y.C., Caramanna, G., Maroto-Valer, M.M., 2014. An overview of current
status of carbon dioxide capture and storage technologies. Renew. Sustain.
Energy Rev. 39, 426–443.
Li, Q., Chen, Z.A., Zhang, J.T., Liu, L.C., Li, X.C., Jia, L., 2016. Positioning and
revision of CCUS technology development in China. Int. J. Greenh. Gas

154
Control 46, 282–293.
Linnhoff, B., Flower, J.R., 1978. Synthesis of heat exchanger networks: I,
Systematic generation of energy optimal networks. AIChE J. 24, 633–642.
Lu, H., Ma, X., Huang, K., Fu, L., Azimi, M., 2020. Carbon dioxide transport via
pipelines: A systematic review. J. Clean. Prod. 266, 121994.
Mallon, W., Buit, L., Wingerden, J. Van, Lemmens, H., Eldrup, N.H., 2013. Costs
of CO2 transportation infrastructures. Energy Procedia 37, 2969–2980.
Manan, Z.A., Wan Alwi, S.R., Sadiq, M.M., Varbanov, P., 2014. Generic Carbon
Cascade Analysis technique for carbon emission management. Appl. Therm.
Eng. xxx, 1–7.
MHI, 2004. IEA Greenhouse Gas R& D Programme : Report on Ship Transport of
CO2.
Middleton, R.S., Levine, J.S., Viswanathan, H.S., Carey, J.W., Stauffer, P.H., 2015.
Jumpstarting commercial-scale CO2 capture and storage with ethylene
production and enhanced oil recovery in the US Gulf. Greenh. Gases Sci.
Technol. 5, 241–253.
Munir, S.M., Abdul Manan, Z., Wan Alwi, S.R., 2012. Holistic carbon planning for
industrial parks: a waste-to-resources process integration approach. J. Clean.
Prod. 33, 74–85.
Nawi, W.N.R.M., Wan Alwi, S.R., Manan, Z.A., Klemes, J.J., 2015. A New
Algebraic Pinch Analysis Tool for Optimising CO2 Capture , Utilisation and
Storage. Chem. Eng. Trans. 45, 265–270.
Nawi, W.N.R.M., Wan Alwi, S.R., Manan, Z.A., Klemeš, J.J., 2016. Pinch Analysis
targeting for CO2 Total Site planning. Clean Technol. Environ. Policy 18,
2227–2240.
Norişor, M., Badea, A., Dincă, C., 2012. Economical and Technical Analysis of
CO2 Transport Ways. U.P.B. Sci. Bull. 74, 127–138.
Onyebuchi, V.E., Kolios, A., Hanak, D.P., Biliyok, C., Manovic, V., 2017. A
systematic review of key challenges of CO2 transport via pipelines. Renew.
Sustain. Energy Rev. 1–21.
Ooi, R.E.H., Foo, D.C.Y., Ng, D.K.S., Tan, R.R., 2013. Planning of carbon capture
and storage with pinch analysis techniques. Chem. Eng. Res. Des. 91, 2721–

155
2731.
Patricio, J., Angelis-dimakis, A., Castillo-castillo, A., Kalmykova, Y., Rosado, L.,
2017. Method to identify opportunities for CCU at regional level — Matching
sources and receivers. J. CO2 Util. 22, 330–345.
Peletiri, S.P., Rahmanian, N., Mujtaba, I.M., 2018. CO2 Pipeline design: A review.
Energies 11.
Pieri, T., Nikitas, A., Castillo-Castillo, A., Angelis-Dimakis, A., 2018. Holistic
Assessment of Carbon Capture and Utilization Value Chains. Environments 5,
108.
Putra, A.A., Juwari, Handogo, R., 2018. Multi Region Carbon Capture and Storage
Network in Indonesia Using Pinch Design Method. Process Integr. Optim.
Sustain. 2, 321–341.
SAM, S.A.M., 2018. Novel Carbon Capture and Utilisation. Brussels.
Seo, Y., Huh, C., Lee, S., Chang, D., 2016. Comparison of CO2 liquefaction
pressures for ship-based carbon capture and storage (CCS) chain. Int. J.
Greenh. Gas Control 52, 1–12.
Skagestad, R., Eldrup, N., Richard, H., Belfroid, S., Mathisen, A., Lach, A.,
Haugen, H.A., Skagestad, R., Eldrup, N., Ri-, H., Belfroid, S., Mathi-, A.,
2014. Ship transport of CO2. Porsgrunn Norway.
Svensson, R., Odenberger, M., Johnsson, F., Str, L., 2004. Transportation systems
for CO2 –– application to carbon capture and storage 45, 2343–2353.
Tan, R.R., Aviso, K.B., Bandyopadhyay, S., Ng, D.K.S., 2012a. Continuous-Time
Optimization Model for Source − Sink Matching in Carbon Capture and
Storage Systems. Ind. Eng. Chem. Res. 51, 10015–10020.
Tan, R.R., Aviso, K.B., Bandyopadhyay, S., Ng, D.K.S., 2012b. Optimal Source –
Sink Matching in Carbon Capture and Storage Systems with Time , Injection
Rate , and Capacity Constraints. Environ. Prog. Sustain. Energy 00, 1–6.
Tan, R.R., Foo, D.C.Y., 2007. Pinch analysis approach to carbon-constrained
energy sector planning. Energy 32, 1422–1429.
Tan, R.R., Ng, D.K.S., Foo, D.C.Y., Aviso, K.B., 2009. Pinch analysis approach to
carbon constrained planning for sustainable power generation. J. Clean. Prod.
17, 940–944.

156
Tapia, J.F.D., Lee, J.Y., Ooi, R.E.H., Foo, D.C.Y., Tan, R.R., 2016. Optimal CO2
allocation and scheduling in enhanced oil recovery (EOR) operations. Appl.
Energy 184, 337–345.
Tapia, J.F.D., Lee, J.Y., Ooi, R.E.H., Foo, D.C.Y., Tan, R.R., 2018. A review of
optimization and decision-making models for the planning of CO2 capture,
utilization and storage (CCUS) systems. Sustain. Prod. Consum. 13, 1–15.
The World Bank, 2021. State and Trends of Carbon Pricing 2021, State and Trends
of Carbon Pricing 2021. Washington, DC.
Thengane, S.K., Tan, R.R., Foo, D.C.Y., Bandyopadhyay, S., 2019. A Pinch-Based
Approach for Targeting Carbon Capture, Utilization, and Storage Systems.
Ind. Eng. Chem. Res. 58, 3188–3198.
UNFCCC, 2015. Key aspects of the Paris Agreement [WWW Document]. URL
https://unfccc.int/process-and-meetings/the-paris-agreement/the-paris-
agreement/key-aspects-of-the-paris-agreement (accessed 1.30.22).
Usman, Iskandar, U.P., Sugiharadjo, Lastiadi S, H., 2014. A Systematic Approach
to Source-Sink Matching for CO2 EOR and Sequestration in South Sumatera.
Energy Procedia 63, 7750–7760.
Wijaya, A., Chrysolite, H., Ge, M., Wibowo, C.K., Pradana, A., 2017. How can
Indonesia achieve its climate change mitigation goal? an analysis of potential
emissions reductions from energy and land-uses policies, World Resources
Institute.
World Bank Group, 2019. State and Trends of Carbon Pricing 2019. The World
Bank, Washington DC, USA.
WRI, 2008. CCS GUIDELINES: Guidelines for Carbon Dioxide Capture ,
Transport , and Storage. World Resources Institute, Washington, DC.
Yusuf, A.A., Resosudarmo, B.P., 2014. On the distributional impact of a carbon tax
in developing countries : the case of Indonesia. Environ. Econ. Policy Stud.
ZEP, 2011. The Costs of CO2 Transport: Post-demonstration CCS in the EU.
Brussels.
Zhang, S., Liu, L., Zhang, L., Zhuang, Y., Du, J., 2018. An optimization model for
carbon capture utilization and storage supply chain: A case study in
Northeastern China. Appl. Energy 231, 194–206.

157
158
236

Anda mungkin juga menyukai