i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Usulan Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
NIM : 1404405054
Tanda Tangan :
Tanggal :
ii
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
MENYETUJUI
Dr. Ida Bagus Gede Manuaba, ST., MT. Prof. Ir. Rukmi Sari Hartati, MT.,PhD
NIP : 196901091997031003 NIP : 195308131979032001
iii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan
Yang Maha Esa, karena hanya atas rahmat-Nya usulan skripsi yang berjudul
“ANALISIS SISTEM KELISTRIKAN BALI MENGGUNAKAN METODE
BACTERIAL FORAGING ALORITHM” dapat diselesaikan. Dalam usulan skripsi ini,
penulis banyak memperoleh petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehingga
pada kesempatan ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Gede Arsa dan Ibu Ni Luh Putu Sumerta, selaku kedua orang tua dan
keluarga yang telah mendukung penuh lahir batin penulis.
2. Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT, Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. Ida Bagus Gede Manuaba, ST., MT selaku Ketua Program Studi
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana dan sebagai dosen
pembimbing.
4. Keluarga besar saya yang selalu memotivasi memberikan semangat serta saran.
5. Pengupa Jiwa sebagai grup yang selalu memberi masukan serta nasehat.
6. Team Rasio Elektrifikasi, Team CORE yang selalu memberi saran,nasehat dan
kritik.
7. Teman-teman Elektro Udayana, yang selalu memberi semangat dan dukungan.
Usulan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian usulan tugas akhir ini.
Denpasar, 2019
Penulis
iv
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR
v
2.2.2.1 Small – Signal Stability pada Multi Machine Infinite Bus ................... 14
2.2.2.3 Pemodelan Multi Machine Infinite Bus Untuk Small Signal Stability .. 18
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 7 Model dasar untuk sistem multi machine infinite bus .......................... 19
vii
DAFTAR SINGKATAN
GA = Genetic Algorithm
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi listrik merupakan energi yang saat ini menjadi sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kehidupan masyarakat sehari – hari. Kebutuhan yang diperlukan bervariasi
dari penerangan, pemanas, pendingin, kegiatan produksi yang menggunakan peralatan
elektronik bahkan kegiatan pariwisata di Bali memerlukan energi litrik didalam setiap
kegiatannya. Begitu besarnya manfaat dari energi listrik membuat PT. PLN (Persero)
harus dapat menjaga kontiunitas energi listrik untuk meningkatkan mutu pelayanan
kepada konsumennya. Namun tidak semua gangguan yang terjadi langsung dapat
diselesaikan hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mengembalikan sistem tenaga listrik ke kondisi semula. Dari banyaknya gangguan
yang terjadi PT. PLN (Persero) mengharapkan tidak terjadinya Blackout atau sistem
tenaga listrik padam total untuk waktu yang lama, akan tetapi hal itu tidak bisa
dihindari. Gangguan pada tanggal 12 Juli 2014 pukul 20:48 wita terjadi gangguan petir
yang menyebabkan terjadinya trip pada saluran kabel laut 1 sampai 4 sehingga
membentuk island operation subsistem bali, dan juga membuat pembangkit subsistem
bali yang beroperasi saat itu satu persatu mulai trip. Selain itu gangguan pada tanggal
5 September 2018 terjadi pada Saluran Udara Extra Tinggi (SUTET) 500 kV Paiton –
Grati yang mengakibatkan putusnya saluran PLTU Pacitan dan PLTU Paiton sehingga
membentuk island operation subsistem bali. Bila terjadi island operation subsistem
bali maka bali disuplai dari unit pembangkit celukan bawang, unit pembangkit
pesanggaran, unit pembangkit gilimanuk dan unit pembangkit pemaron dalam
pengoperasiannya ini pun harus tetap menjaga stabilitas sistem.
Untuk menjaga kestabilan pada sistem tenaga listrik, maka digunakan sistem
kontrol demi meningkatkan redaman dalam sistem tenaga tersedia seperti Static
voltage condenser (SVC), high voltage direct current (HVDC), dan power system
stabilizer (PSS). Pengoperasian sistem tenaga mengalami perubahan yang di sebabkan
1
2
pola beban, variasi pembangkitan listrik, gangguan, topologi transmisi, dan peralihan
saluran. Dalam meningkatkan sistem redaman generator perlu dilengkapi dengan
stabilisator sistem daya yang menyediakan tambahan umpan balik untuk menstabilkan
sinyal dalam sistem ekstensi (G. Shahgholian Ghfaroki, 2007). Power System Stabilizer
(PSS) adalah salah satu metode yang banyak digunakan dalam literatur dan dirancang
untuk meningkatkan karakteristik redaman sistem tenaga listrik dan small signal
stability dengan memanfaatkan sinyal tambahan melalui eksitasi generator. Namun,
untuk memperoleh semua kondisi variabel adalah masalah utama yang terkait dengan
desain PSS (Rittu Anggu, 2017). Dua aspek penting yang harus dipertimbangkan
mengenai pengaturan dan kinerja PSS untuk redaman osilasi antara lain; (1). Kesulitan
penyetelan PSS muncul ketika dipertimbangkan bahwa mode osilasi yang harus
dikompensasi; (2) PSS yang tidak memungkinkan mempertimbangkan seluruh
interaksi dinamis tempat generator akan terpapar oleh pengontrol bervariasi dengan
titik operasi sistem dan reaktansi jaringan yang terlihat di terminal generator. Selain
itu, untuk memperoleh redaman baik mode lokal maupun antar area, diperlukan
kompensasi fase pada rentang frekuensi yang lebih luas yang mungkin sulit untuk
dicapai (Andrea Angel Zea, 2013). Berbagai macam metode kontrol telah diusulkan
untuk desain PSS dengan kinerja yang baik dalam kontrol stabilitas sistem daya dan
berhasil meningkatkan redaman sistem seperti; adaptive controller, robust controller,
extended integral controller, state feedback controller, fuzzy logic controller dan
variable structure controller. Pada sebuah mesin sinkron Fuzzy logic didalam PSS
memiliki prilaku seperti kontroler Propotional Integral Derivative (PID) yang mana
stabilitas lebih cepat dari sinyal kesalahan frekuensi dan lebih sedikit ketergantungan
pada ruler fuzzy yang diusulkan. Dalam adaptif PSS tidak langsung adalah dirancang
menggunakan dua sinyal input, deviasi kecepatan dan deviasi daya ke kontroler neural
network (G. Shahgholian Ghfaroki, 2007). Menurut Chaturvedi pemasalahan yang ada
pada fuzzy logic controller antara lain; (1). Masih dalam basis atruran dari fuzzy ruller;
(2). Tidak kuat dalam perubahan topologi sistem, perubahan seperti itu akan menuntut
perubahan basis aturan (Chaturvedi, 2012).
3
Dewasa ini, teknik global optimization seperti Genetic Algorithm (GA), dan
teknik heuristik lainnya seperti tabu search dan simulated annealing telah menarik
perhatian untuk optimasi parameter PSS. Tidak seperti teknik lain, metode GA
memiliki kemampuan untuk mencapai titik solusi global dengan cepat, karena dapat
menangani ruang pencarian serentak dari berbagai arah. Operator crossover dan mutasi
antara kromosom, membuat metode GA jauh lebih tidak sensitif untuk dijebak dalam
optima lokal. Namun, ketika sistem fungsi obyektifnya sangat epistatic (yaitu di mana
parameter yang dioptimalkan adalah sangat berkorelasi), dan jumlah parameter yang
harus dioptimalkan besar, maka metode GA menunjukkan efisiensi terdegradasi. Untuk
menghilangkan masalah ini, skema pengoptimalan bacterial foraging alogrithm (BFA)
digunakan untuk parameter desain PSS. Teknik optimasi ini diusulkan oleh Passino
dan selanjutnya dikembangkan oleh Mishra sebagai alat pengoptimalan. Dalam tulisan
ini, fungsi tujuan berbasis eigenvalue mencerminkan kombinasi faktor redaman dan
redaman rasio, dioptimalkan untuk empat kondisi pengoperasian yang berbeda dari
sistem tenaga. Juga terlihat bahwa beberapa fitur adaptif yang sederhana tergabung
dalam algoritma utama membuat konvergensinya bahkan lebih cepat. Waktu
pengoptimalan dengan skema yang diusulkan dan kinerja redaman untuk berbagai
gangguan dibandingkan dengan kinerja yang sesuai di metode GA. Ditemukan bahwa
teknik yang diusulkan tidak hanya mengoptimalkan parameter lebih cepat, tetapi juga
dengan keuntungan yang dioptimalkan yang didasarkan pada bakteri yang mencari
redaman PSS menunjukkan bahwa kinerja damping yang lebih baik ketika sistem
terganggu. (S. Mishra, 2006).
Penggunaan metode Bacterial Forgazing Optimization Algorithm sudah pernah
dilakukan pada sistem Jawa – Bali 500 kV oleh Manuaba. Metode Bacterial Forgazing
Optimization Algorithm adalah teknik kecerdasaan buatan yang biasa digunakan dalam
proses pencarian solusi yang sangat sulit atau maksimilasi numerik yang tidak mungkin
atau masalah minimisasi. Teknik yang digunakan dalam pencarian nilai optimal adalah
teknik probabilistik dengan memodelkan swarming, chemotaxis, reproduction, dan
elimination – dispersal dari bakteri seperti E-coli. Tujuan digunakan metode Bacterial
4
4. Untuk jenis - jenis pembangkit pada masing – masing unit pembangkit menjadi
satu
5. Tidak menggunakan perubahan model beban yang berubah – ubah setiap waktu
6. Mengabaikan noise dan delay
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Muktahir
Penelitian mengenai analisis sistem kelistrikan di Bali tehadap small signal
stability menggunakan metode bacterial foraging algorithm telah banyak dilakukan.
Berbagai tujuan dan latar belakang digunakan dalam penelitian tersebut, akan tetapi
penelitian mengenai small signal stability menggunakan metode bacterial foraging
algorithm di Bali masih terbatas. Penelitian skripsi ini membahas tentang perfoma dari
sistem kelistrikan di Bali menggunakan metode bacterial foraging algorithm. Berikut
ini beberapa penelitian terkait dengan analisis sistem kelistrikan tehadap small signal
stability menggunakan metode bacterial foraging algorithm.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wael Korani dengan judul
“Bacterial Foraging Oriented by Particle Swarm Optimization Strategy for PID
Tuning” yang diterbitkan pada jurnal University of Cairo tahun 2008, yang mana hasil
performa PID Tuning membandingkan 3 metode antara lain BF, PSO, dan BF – PSO
dan diuji menggunakan fungsi transfer dari urutan sistem yang berbeda. Performa dari
PID Tuning dilihat dari nilai 𝐾𝑝 , 𝐾𝑖 , 𝐾𝑑 dan nilai ekonomis (fungsi cost). Dari 7 kondisi
terdapat 2 kondisi yang mana ketiga metode saling mendekati yaitu kondisi no 2 dan
no 7, menggunakan medote BF – PSO yang merupakan gabungan dari BF dan PSO
menghasilkan nilai ekonomis yang lebih rendah dibandingankan BF dan PSO, dan juga
nilai PID Tuning lebih rendah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu Yijian dengan judul
“Optimization Design of PID Kontroller Parameters Based on Improved E.Coli
Foraging Optimization Algorithm” yang diterbitkan pada jurnal Nanjing Normal
University tahun 2008. Dalam banyak kasus, industri merencanakan karakteristik
proses dari nonlinear dan time delay. Desain dari kontroler, dalam rencana ini sering
disederhanakan sebagai satu atau dua urutan proses dari typical industrial. Terdapat 3
cara dalam mengoptimalkan kontrol PID tunning antara lain menggunakan metode
6
7
formula Z – N, metode ISTE, dan metode IEFOA. Setelah parameter dioptimisasi oleh
IEFOA, indek kinerja respon dari pembangkit meningkat dengan cepat dengan
overshoot menurun nyata dan meminimalkan pengaturan waktu dan juga setelah
IEFOA mengoptimasi parameter kontrol PID respon sistem transien dan performa
stabil ditingkat secara cepat. Parameter dari kontrol PID didapatkan menggunakan
formula Z – N, parameter dari kontrol PID diperoleh oleh optimalisasi metode PID
tunning berdasarkan pada kriteria performa ISTE. Jadi performa kontrol PID lebih
bagus saat menggunakan metode IEFOA.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sambarta Dasgupta dengan judul
“Adaptive Computational Chemotaxis in Bacterial Foraging Algorithm” yang
diterbitkan pada jurnal Jadavur University tahun 2008. Dalam menghitung chemotaxis
pada BFA klasik menggunakan test yang dikenal dengan fungsi benchmark: fungsi
Sphere 𝑓1 , Rosenbrock 𝑓2 , Rastrigin 𝑓3 , Griewank 𝑓4 , Ackley 𝑓5 dan fungsi Shekel
Foxhole 𝑓6 . Pengaturan parameter disimpan untuk kedua algoritma. Setiap algoritma
telah di jalankan telah ditentukan sebelumnya jumlah maksimum dari Function
Evaluations – FE’s. Hasil yang tidak berpasangan dari t – test antar algoritma bersaing
setiap masalah. Usulan ABFA dilakukan dengan sangat baik jika dibandingkan BFA
klasik dalam statistic yang signifikan (kesalahan standar perbedaan dua sarana, 95%
untuk interval kepercayaan perbedaan ini, nilai, dan nilai dua sisi 𝑃).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh E. Daryabeigi dengan judul “A
New Power Sistem Stabilizer Design By Using Smart Bacteria Foraging Algorithm”
yang diterbitkan pada jurnal Islamic Azad University tahun 2011. Dalam simulasi ini
menggunakan single line diagram dari dua area yang menggunakan empat mesin, dan
membandingkan variasi kecepatan generator dengan mengunakan metode
convensional, BFA, dan SBFA. Parameter yang digunakan untuk setiap metode.
Setelah dijalankan didapatkan hasil berupa variasi kecepatan dari setiap generator
dengan metode – metode yang digunakan sebagai contoh generator saat menggunakan
metode konvensional, BFA, dan SBFA titik kecepatan tertinggi pada 1,003 dan untuk
8
mendapatkan titik steady state setiap metode memerlukan waktu yang berbeda untuk
metode konvensional mengalami steady state pada kecepatan 1,001 dengan waktu 5
detik, untuk metode BFA steady state pada kecepatan 1 dengan waktu 6 detik, dan
untuk metode SBFA steady state pada kecepatan 1 dengan waktu 4 detik. Jadi SBFA
lebih baik dari pada BFA dan konvensional dilihat dari fungsi cost yang menurun dan
kecepatan konvergensi yang meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I.B.G Manuaba dengan judul
“Coordination Kontroller Power System in Java-Bali 500 kV interconnected Based on
Combination Bacteria Foraging and Particle Swarm Optimization for Small Signal
Stability Improvement” yang diterbitkan pada jurnal Udayana University tahun 2015
dilakukan dengan menggunakan software Matlab untuk menganalisis peningkatan
performa dinamik dari sistem tenaga listrik. Dalam simulasi ini menggunakan single
line diagram dari sistem interkoneksi Jawa – Bali 500 kV yang terdiri dari 23 bus
dengan 28 jaringan transmisi dan 8 generator. Metode yang digunakan dalam simulasi
ini antara lain: Tanpa kontrol, CPSS+SVC, PIDPSS+SVC, PIDPSS3B+SVC, Optimasi
BFA, dan Optimasi BFA – PSO. Untuk hasil simulasi menunjukkan bahwa indeks
kinerja sistem berdasarkan metode yang diusulkan adalah 42,7890, metode BF-
PSOTVAC memiliki kemampuan untuk meredaman secara optimal dan menekan
erornya sampai minimal.
Yang menjadi acuan dalam pembuatan simulasi ini adalah penelitian dilakukan
oleh E. Daryabeigi dan I.B.G Manuaba, hal yang membedakan simulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah bus, jumlah jaringan transmisi dan
jumlah generator pada simulasi. Penelitian yang dilakukan oleh Swagatam Das
menjelaskan mengenai inisialisasi BFA dan alur flowchart simulasi BFA.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Stabilitas Sistem Tenaga Listrik
Stabilitas sistem tenaga listrik mungkin bisa diartikan sebagai komponen –
komponen peralatan sistem tenaga listrik yang memungkinkan untuk komponen –
komponen tetap bisa beroperasi di bawah kondisi normal operasinya dan untuk dapat
9
beban pada sistem dalam berbagai derajat tergantung pada karakteristik peralatan.
Sebagai tambahan, alat digunakan untuk melindungi peralatan itu sendiri
memungkinkan merespon variasi variabel pada sistem dan dengan demikian
mempengaruhi performa sistem. Dalam situasi tertentu, respon hanya terbatas pada
jumlah peralatan yang signifikan. Dibawah ini merupakan gambar 2.1 klasifikasi dari
stabilitas sistem tenaga listrik. (Prabha Kundur, 1993)
stator. Jumlah frekuensi pada stator listrik disinkronkan dengan kepecatan mekanis
rotor, karena didesain “mesin sinkron”. (Prabha Kundur, 1993)
Ketika dua atau lebih mesin sinkorn terinterkoneksi, tegangan stator dan arus
pada semua mesin harus memiliki frekuensi yang sama dengan kecepatan mekanik
rotor pada setiap sinkronisasi untuk frekuensi. Karena itu, semua rotor yang
terinterkoneksi mesin sinkron harus sinkron. (Prabha Kundur, 1993)
2.2.1.2 Hubungan Daya dengan Sudut
Karakteristrik penting dalam stabilitas sistem tenaga listrik adalah hubungan
antara pertukaran daya dan posisi sudut rotor pada mesin sinkron. Hubungan ini adalah
sangat nonlinear. Terhubungnya dua mesin sinkron pada saluran transmisi memiliki
reaktansi induktif 𝑋𝐿 pada resistor dan kapasitor. Jika diasumsikan mesin 1 dianggap
sebagai generator pemberi daya utnuk motor sinkron diasumsikan sebagai mesin 2.
Transfer daya dari generator menuju motor merupakan fungsi dari pemisahan sudut (𝛿)
antara rotor pada dua mesin. Pemisahan sudut ini disebabkan oleh tiga komponen
antaranya : sudut internal generator 𝛿𝐺 ( yang mana sudut rotor generator leads medan
putar pada stator); perbedaan sudut angular antara tegangan terminal pada generator
dan motor ( yang mana sudut medan stator pada generator leads motor ); dan sudut
internal motor ( yang mana sudut rotor lags medan putar motor ). Sebuah model
sederhana terdiri dari tegangan internal dibalik reaktansi yang efektif, di gunakan untuk
setiap mesin sinkron. Nilai dari reaktansi mesin digunakan dengan tujuan untuk
pembelajaran. Untuk analysis performa steady – state, digunakan reaktansi sinkron
dengan tegangan internal sama dengan tegangan eksitasi. Sebuah diagram phasor
mewakili hubungan antara tegangan generator dan rotor. Transfer daya dari generator
menuju rotor sebagai berikut ;
𝐸𝐺 𝐸𝑀
𝑃= 𝑠𝑖𝑛𝛿 (2.1)
𝑋𝑇
Dimana
𝑋𝑇 = 𝑋𝐺 + 𝑋𝐿 + 𝑋𝑀
12
Hubungan antara daya dan sudut dapat dilihat pada gambar 2.2. Dengan memodelkan
dapat digunakan untuk mewakili mesin sinkron, variasi daya sebagai sinus dari sudut :
hubungan nonlinear sangat tinggi. Dengan lebih banyak variasi daya dengan sudut
akan menyimpang secara signifikan dari hubungan sinusoidal; bagaimanapun bentuk
secara umum akan terlihat sama. Ketika sudut bernilai nol, tidak ada daya yang
ditransfer. Ketika sudut nilainya dinaikkan, daya yang ditransferkan naik hingga titik
maksimum. Setelah sudut mencapai 90o, hasil lebih lanjut sudut meningkat dalam
penurunan transfer daya. Karena itu daya maksimum steady – state bisa disalurkan
antara dua mesin. (Prabha Kundur, 1993)
(b) Model
Gambar 2.4 menunjukkan struktur dari tengan listrik yang kompleks. Setiap mesin
model mewakili 𝑑 − 𝑞 yang mana merujuk pada putaran dengan rotor. Untuk solusi
dari persamaan jaringan interkoneksi, semua tegangan dan arus harus dapat dijabarkan
dalam referensi secara umum. Biasanya acuan putaran pada kecepatan sinkron
digunakan sebagai acuan umum. Persamaan transformasi axis digunakan untuk
mentransformasi antara kerangka acuan mesin individu (𝑑 − 𝑞) dan kerangkan acuan
umum (𝑅 − 𝐼). Untuk memudahkan dalam mengoperasikan persamaan aljabar yang
lengkap, persamaan stator mesin harus mewakili dalam kerangka acuan yang umum.
(Prabha Kundur, 1993)
𝑅 − axis dari kerangka acuan yang umum biasanya digunakan sebagai acuan
mengukur sudut mesin rotor. Untuk mewakali mesin secara detail termasuk dinamik
dari rangkain rotor satu atau lebih, sudut rotor 𝛿 didefinisikan sebagai sudut yang mana
𝑞 − axis leads 𝑅 − axis seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5. Untuk mesin yang
diwakili oleh model klasik, sudut rotor merupakan sudut yang mana tegangan 𝐸′ lead
𝑅 − axis. Dalam kondisi yang dinamis, sudut rotor 𝛿 berubah dengan kecepatan rotor.
(Prabha Kundur, 1993)
𝑒𝑑 = 𝐸𝑅 𝑠𝑖𝑛𝛿 − 𝐸𝐼 𝑐𝑜𝑠𝛿
𝑒𝑞 = 𝐸𝐼 𝑠𝑖𝑛𝛿 − 𝐸𝑅 𝑐𝑜𝑠𝛿
𝐸𝑅 = 𝑒𝑑 𝑠𝑖𝑛𝛿 − 𝑒𝑞 𝑐𝑜𝑠𝛿
𝐸𝐼 = 𝑒𝑞 𝑠𝑖𝑛𝛿 − 𝑒𝑑 𝑐𝑜
Elemen 𝑌𝑁 termasuk effek dari beban static nonlinear. Menyamakan persamaan (2.5)
terkait dengan perangkat dan persamaan (2.6) terkait dengan jaringan, maka didapatkan
𝐶𝐷 𝑥 − 𝑌𝐷 ∆𝑣 = 𝑌𝑁 ∆𝑣
Karena itu,
∆𝑣 = (𝑌𝑁 + 𝑌𝐷 )−1 𝐶𝐷 𝑥
Subsitusi persamaan diatas untuk ∆𝑣 dalam persmaan (2.75) menghasilkan persamaan
status sistem secara keseluruhan:
𝑥̇ = 𝐴𝐷 𝑥 + 𝐵𝐷 (𝑌𝑁 + 𝑌𝐷 )−1 𝐶𝐷 𝑥 (2.7)
= 𝐴𝑥
Ketika kondisi matriks A dari sistem yang komplit diberikan oleh
𝐴 = 𝐴𝐷 + 𝐵𝐷 (𝑌𝑁 + 𝑌𝐷 )−1 𝐶𝐷 (2.8)
Metode membangun matrik 𝐴𝑖 , 𝐵𝑖 , 𝐶𝑖 , dan 𝑌𝑖 untuk mesin sinkorn dan kontrol terkait
bisa mengikuti pendeketan umum. (Prabha Kundur, 1993)
2.2.2.2 Variabel keadaan redundan
Formulasi dari persaaman sistem diatas dijelaskan menggunakan perubahan
mutlak dalam kecepatan rotor mesin dan sudut sebagai variabel kondisi. Dengan seperti
itu formulasi matriks dari sistem yang mana tidak terdapat bus tak terhingga akan
memilik satu atau dua nilai eigen nol. Satu dari nol nilai eigen terkait dengan kurangnya
keunikan dari sudut rotor absolut. Dengan kata lain, jika sudut rotor pada semua mesin
dinaikkan oleh nilai yang konstan, stabilitas sistem tidak berpengaruh. Redundan
dalam sudut rotor bisa di eleminasi dengan memilih satu dari mesin sebagai acuan dan
menggambarkan perubahan sudut dari semua mesin dengan memperhatikan acuan itu.
(Prabha Kundur, 1993)
Untuk acuan mesin R,
𝑝∆𝛿𝑅 = 0
Untuk setiap mesin lainnya 𝑖 (𝑖 = 1, … , 𝑛; 𝑖 ≠ 𝑅,
𝑝∆𝛿𝑅 = (∆𝜔𝑟 dari mesin 𝑖) − (∆𝜔𝑟 dari mesin 𝑅)
18
Kedua nol nilai eigen ada jika semua torsi generator diasumsikan untuk menjadi
independen dari penyimpangan kecepatan, jika istilaha redaman diwakilkan oleh 𝐾𝐷
tidak termasuk dalam persamaan swing dan kecepatan governor tidak diwakili. Nol
nilai eigen ini bisa juga dihindari dengan mengukur penyimpangan kecepatan dengan
memperhatikan acuan mesin. Secara matematis, proses dari acuan sudut rotor atau
penyimpangan kecepatan ke mesin acuan sama dengan transformasi. Bagaimana pun,
nol nilai eigen mungkin tidak dapat dihitung benar karena dari ketidakcocokan dalam
solusi aliran daya dan batas akurasi dari kalkulasi rutin nilai eigen. Karena itu muncul
sebagai nilai kecil eigen. (Prabha Kundur, 1993)
2.2.2.3 Pemodelan Multi Machine Infinite Bus Untuk Small Signal Stability
Sistem tenaga modern sangat sering dipengaruhi oleh gangguan yang mengarah
pada osilasi frekuensi rendah. Osilasi frekuensi rendah ini terkait dengan stabilitas
sinyal kecil dari sistem tenaga. Sekarang generator sinkron adalah bagian utama dari
sistem tenaga dari sudut pandang pembangkit listrik. Jadi semua gangguan itu
tercermin pada alternator. Single line diagram dasar multi machine infinite bus dapat
diwakilkan pada gambar (2.6),
sedangkan untuk small signal stability dari sistem harus dilinearisasi dan model
linerisasi yang sesuai dengan multi machine infinite bus dikenal dengan model Heffron
– Phillips diwakilkan pada gambar (2.7) (Soumyabrata Barik,2018).
[𝐼 ]̅ = [𝑌̅] [[𝑒 𝑗(90−𝛿) ][𝐸𝑞′ ] + [𝑋𝑑 − 𝑋𝑑′ ][𝑒 −𝑗𝛿 ][𝐼𝑞 ]] (2.10)
Dimana
−1
̅̅̅̅̅
[𝑌̅] ≜ [[𝑌 −1 ′
𝑡 ] + 𝑗[𝑋𝑑 ]] (2.11)
Untuk mesin ke–n dari sistem mesin di D–Q mengoordinasikan arus yang memiliki
syarat
Dimana ̅̅̅
𝑌𝑖𝑗 ≜ 𝑌𝑖𝑗 𝑒 𝑗𝛽𝑖𝑗 dan 𝛿𝑖𝑗 ≜ 𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 , karena itu
21
𝑛
′ ′
𝑖𝑑𝑖 = 𝑅𝑒(𝑖𝑖 ) = ∑ 𝑌𝑖𝑗 [−𝑆𝑖𝑗 𝐸𝑞𝑗 + (𝑋𝑞𝑖 − 𝑋𝑑𝑖 )𝐶𝑖𝑗 𝐼𝑞𝑗 ]
𝑗=1
(2.14)
𝑛
′ ′
𝑖𝑞𝑖 = 𝐼𝑚(𝑖𝑖 ) = ∑ 𝑌𝑖𝑗 [𝐶𝑖𝑗 𝐸𝑞𝑗 + (𝑋𝑞𝑖 − 𝑋𝑑𝑖 )𝑆𝑖𝑗 𝐼𝑞𝑗 ]
𝑗=1
Dimana 𝐶𝑖𝑗 ≜ 𝑐𝑜𝑠(𝛽𝑖𝑗 + 𝛿𝑖𝑗 ) dan 𝑆𝑖𝑗 ≜ 𝑠𝑖𝑛(𝛽𝑖𝑗 + 𝛿𝑖𝑗 ), setelah linearisasi persamaan
saat ini untuk sistem mesin ke-n maka didapatkan
[∆𝐼𝑑 ] = [𝑃𝑑 ][∆𝛿] + [𝑄𝑑 ][∆𝐸𝑞′ ] + [𝑀𝑑 ][∆𝐼𝑑 ]
(2.15)
[𝐿𝑞 ][∆𝐼𝑑 ] = [𝑃𝑑 ][∆𝛿] + [𝑄𝑑 ][∆𝐸𝑞′ ]
Dimana
′ ′
𝑃𝑑𝑖𝑗 = −𝑌𝑖𝑗 [𝐶𝑖𝑗 𝐸𝑞𝑗 + (𝑋𝑞𝑗 − 𝑋𝑑𝑗 )𝑆𝑖𝑗 𝐼𝑞𝑗 ] 𝑗≠𝑖
′ ′
𝑃𝑞𝑖𝑗 = −𝑌𝑖𝑗 [𝑆𝑖𝑗 𝐸𝑞𝑗 − (𝑋𝑞𝑗 − 𝑋𝑑𝑗 )𝐶𝑖𝑗 𝐼𝑞𝑗 ] 𝑗≠𝑖
Konstanta K3ii, K3ij, K4ii dan K4ij memiliki persamaan tegangan internal untuk n mesin
dapat ditulis sebagai
[𝐼] + 𝑠[𝑇′𝑑0 ][∆𝐸′𝑞 ] = [∆𝐸𝑓𝑑 ] − [𝑋𝑑 − 𝑋′𝑑 ][∆𝐼𝑑 ] (2.25)
Dimana [𝐼] adalah matriks identitas, dan [𝑇′𝑑0 ] adalah diagonal matriks. Subsitusi [∆𝐼𝑑 ]
untuk mesin ith dapat ditulis sebagai berikut
1
[1 + 𝑠𝑇′𝑑0𝑖 𝐾3𝑖𝑖 ]∆𝐸′𝑞𝑖 = 𝐾3𝑖𝑖 [∆𝐸𝑓𝑑 − ∑𝑛𝑗≠1 ∆𝐸′𝑞𝑑 − ∑𝑛𝑗≠1 𝐾4𝑖𝑗 ∆𝛿𝑗 ] (2.26)
𝐾3𝑖𝑗
Dimana
𝐾3𝑖𝑖 = (1 + (𝑋𝑑𝑖 − 𝑋′ 𝑑𝑖 )𝑌𝑑𝑖𝑖 )−1
Maka didapatkan
[∆𝑉𝑡 ] = [𝐾5 ][∆𝛿] + [𝐾6 ][∆𝐸′𝑞 ] (2.29)
Dimana
(𝑉𝑑𝑖 𝑋𝑞𝑖 𝐹𝑞𝑖𝑗 −𝑉𝑞𝑖 𝑋 ′ 𝑑𝑖 𝐹𝑑𝑖𝑗 )
𝐾5𝑖𝑗 = ∀𝑗 = 1, … , 𝑖, … , 𝑛 (2.30)
𝑉𝑖
input ke PSS dan outputnya ditambahkan ke input referensi AVR untuk mengubah
tegangan eksitasi. Dasar teoritis untuk PSS dapat diilustrasikan dengan diagram blok
diperpanjang dari model Heffron-Phillips sistem eksitasi seperti yang digambarkan di
bawah ini. Karena tujuan PSS adalah untuk memperkenalkan komponen torsi redaman,
sinyal logis yang digunakan untuk mengendalikan eksitasi generator adalah kecepatan
deviasi (Soumyabrata Barik,2018)
Lead – lag time constant merupakan sistem kompensasi fase yang diwakili oleh
dua fungsi transfer lead-lag tingkat pertama, yang digunakan untuk mengkompensasi
lag fase antara tegangan eksitasi dan torsi listrik dari mesin sinkron.
2.2.4 Bacterial Foraging Algorithm
Bacterial Foraging Algorithm (BFA) adalah teknik Artificial Intelligence (AI)
yang bisa digunakan menemukan solusi perkiraan untuk maslah maximum atau
minimum numerik yang sangat sulit atau tidak mungkin. BFA adalah teknik
probabilistik yang memodelkan pencarian makanan dan prilaku reproduksi bakteri
umum seperti E – coli dalam memecahkan masalah pengoptimalan numerik dimana
tidak ada pendekatan deterministik yang efektif. BFA diperkenalkan oleh Kevin M.
Passino pada tahun 2000 untuk masalah optimasi distribusi. Bacterial Foraging
Optimization (BFA) adalah algoritma perhitungan evolusioner baru yang diusulkan
berdasarkan prilaku mencari makan dari bakteri Escherichia coli (E – coli) yang hidup
dalam usus manusia. Algotitma BFO merupakan teknik komputasi yang terinpirasi
secara biologis yang mana berdasarkan meniru prilaku mencari makan bakteri E – coli.
Seleksi alam cenderung menyingkirkan hewan dengan strategi mencari makan yang
buruk dan mendukung sirkulasi gen dari hewan – hewan yang memiliki strategi pencari
makanan yang sukses, karena mereka lebih cenderung menikmati kesuksesan
reproduksi. Setelah beberapa generasi, strategi mencari makan yang buruk dihapus atau
dibentuk menjadi baik. Kegiatan mencari makan ini digunakan dalam proses optimasi.
(Ms. Kiran,2013).
Ketika bakteri mendapat makanan dengan jumlah yang cukup, bakteri
bertambah panjang dan di hadapan suhu yang sesuai mereka membelah dua di tengah
untuk untuk membentuk replika yang tepat dari dirinya sendiri. Phenomena ini
menginspirasi Passino untuk memperkenalkan acara reproduksi di BFA. Disebabkan
oleh terjadinya perubahan atau serangan lingkungan mendadak, kemajuan kemokastik
dapat dihancurkan, dan kumpulan dari bakteria mungkin dapat dipindahkan ke
beberapa tempat lain atau beberapa lainnya diperkenalkan di kelompok. Ini merupakan
peristiwa elimination – dispersal dalam populasi bakteri nyata, dimana semua bakteri
26
di suatu wilayah dibunuh atau kelompok tersebar ke bagian baru dari lingkungan.
Misalkan ingin mencari minimum dari 𝐽(𝜃), dimana 𝜃𝜖ℜ𝑝 (𝜃 adalah vektor dimensi –
p dari angka nyata) dan tidak memiliki pengukuran atau deskripsi analitis tentang
gradien ∇𝐽(𝜃). BFA meniru empat mekanisme utama yang diamati dalam sistem
bakteri yang nyata: chemotaxis, swarming, reproduction, dan elimination – dispersal
didefinisikan sebagai berikut. (Swagatam Das, 2009)
2.2.4.1 Chemotaxis
Karakteristik pergerakan bakteri dalam mencari makanan dapat didefinisikan
dalam dua cara, yaitu swimming dan tumbling yang dikenal sebagai chemotaxis.
Bakteri dikatakan ' swimming ' jika bergerak ke arah yang telah ditentukan sebelumnya,
dan 'tumbling' jika bergerak ke arah yang sama sekali berbeda. Secara matematis,
jumlah bakteri apa pun dapat direpresentasikan dengan satuan panjang yang acak 𝜙(𝑗)
dikalikan dengan panjang langkah bakteri C(i). Dalam hal swimming, panjang acak ini
sudah ditentukan sebelumnya (Mishra, 2006).
Menurut Swagatam Das komputasi chemotaxis, pergerakkan bakteri dapat
diwakili sebagai berikut
∆(𝑖)
𝜃 𝑖 (𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙) = 𝜃1 (𝑗, 𝑘, 𝑙) + 𝐶(𝑖) (2.32)
√∆𝑇 (𝑖)∆(𝑖)
Dimana ∆ menunjukkan panjang unit vektor dalam arah acak. (Swagatam Das, 2009)
2.2.4.2 Swarming
Adalah perilaku kelompok yang menarik diamati untuk beberapa spesies
bakteri termasuk E.Coli dan S.typhimurium, di mana pola kawanan spatiotemporal
yang rumit dan stabil terbentuk dalam medium nutrisi semipadat. Kelompok dari sel
E.Coli mengatur diri mereka sendiri dalam berpergian dengan bergerak menaikkan
gradien nutrisi ketika ditempatkan dalam matriks semipadat dengan chemo – efek gizi
tunggal. Sel – sel dirangsang oleh suksinat yang tingkat tinggi melepaskan asminat
atraktan, yang membantu mereka untuk berkumpul menjadi kelompok – kelompok,
dengan demikian bakteri bergerak sebagai kosentris dari kawanan dengan kepadatan
27
bakteri yang tinggi. Pensinyalan sel – sel dalam E.Coli swarm dapat diwakili oleh
fungsi sebagai berikut
𝐽𝑐𝑐 (𝜃, 𝑃(𝑗, 𝑘, 𝑙)) (2.33)
𝑠
Dimana 𝐽𝑐𝑐 (𝜃, 𝑃(𝑗, 𝑘, 𝑙)) adalah nilai objektif – fungsi untuk ditambahkan ke fungsi
obyektif yang sebenarnya (untuk diminimumkan) untuk menyajikan fungsi obyektif
yang bervariasi waktu. Koefisien 𝑑𝑎𝑡𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑎𝑛𝑡 , 𝑤𝑎𝑡𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑎𝑛𝑡 , ℎ𝑟𝑒𝑝𝑒𝑙𝑙𝑎𝑛𝑡 , dan 𝑤𝑟𝑒𝑝𝑒𝑙𝑙𝑎𝑛𝑡
mengontrol kuat sinyal dari sel – sel. Lebih spesifik 𝑑𝑎𝑡𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑎𝑛𝑡 adalah kedalaman
atraktan yang dilepas oleh sel, 𝑤𝑎𝑡𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑎𝑛𝑡 adalah ukuran lebar sinyal penarik
(kuantifikasi tingkat difusi kimia), ℎ𝑟𝑒𝑝𝑒𝑙𝑙𝑎𝑛𝑡 = 𝑑𝑎𝑡𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑎𝑛𝑡 adalah tinggi dari efek
repellent (sel bakteri juga mengusir sel di dekatnya dalam arti bahwa ia mengkonsumsi
nutrisi terdekat, dan secara fisik tidak mungkin untuk memiliki dua sel di lokasi yang
sama) dan 𝑤𝑟𝑒𝑝𝑒𝑙𝑙𝑎𝑛𝑡 adalah ukuran lebar reppelant. (Swagatam Das, 2009).
2.2.4.3 Reproduction
Sekelompok bakteri asli, setelah berevolusi melalui beberapa tahap chemotaxis
mencapai tahap reproduction. Disini, kelompok bakteri terbaik (dipilih dari semua
tahap chemotaxis) dibagi menjadi dua kelompok. Setengah sehat menggantikan
separuh bakteri lainnya yang dihilangkan, karena kemampuan mencari makan yang
lebih buruk. Ini membuat populasi bakteri konstan dalam proses evolusi (Mishra,
2006).
28
∆(𝑖)
𝜑(𝑖) = 𝛽(𝑖) (2.34)
√∆𝑇 (𝑖)∆(𝑖)
e) Pindakan : biarkan
∆(𝑖)
𝜃 𝑖 (𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙) = 𝜃1 (𝑗, 𝑘, 𝑙) + 𝐶(𝑖)
√∆𝑇 (𝑖)∆(𝑖)
Hasil dalam langkah ini langsung menuju tumbling untuk bakteri 𝑖
f) Hitung 𝐽(𝑖, 𝑗 + 1, 𝑘; 𝑙) dan biarkan 𝐽(𝑖, 𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙) = 𝐽(𝑖, 𝑗, 𝑘, 𝑙) + 𝐽𝑐𝑐 (𝜃 𝑖 (𝑗 +
1, 𝑘, 𝑙), 𝑃(𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙))
g) Swim
i. Biarkan 𝑚 = 0 (counter untuk panjang renang)
ii. Sementara 𝑚 < 𝑁𝑠 (jika belum turun terlalu lama)
Biarkan 𝑚 = 𝑚 + 1
Jika 𝐽(𝑖, 𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙) < 𝐽𝑙𝑎𝑠𝑡 (jika melakukan yang terbaik),
biarkan 𝐽𝑙𝑎𝑠𝑡 = 𝐽(𝑖, 𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙)
∆(𝑖)
𝜃 𝑖 (𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙) = 𝜃1 (𝑗, 𝑘, 𝑙) + 𝐶(𝑖)
√∆𝑇 (𝑖)∆(𝑖)
Dan gunakan 𝜃 𝑖 (𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙) untuk menghitung 𝐽(𝑖, 𝑗 + 1, 𝑘, 𝑙)
yang baru seperti yang dilakukan di [f]
Lainnya, biarkan 𝑚 = 𝑁𝑠 ; ini merukan akhir dari kondisi
sementara.
h) Lanjutkan ke bakteri selanjutnya (𝑖 + 1) jika 𝑖 ≠ 𝑆 (kembali ke [b] untuk
memproses bakteri selanjutnya)
5. Jika 𝑗 < 𝑁𝑐 , kembali ke langkah no 4. Dalam masalah ini, kelanjutan
chemotaxis ketika hidup bakteri belum berakhir
6. Reproduction:
a) Untuk yang diberikan 𝑘 dan 𝑙, dan untuk setiap 𝑖 = 1,2, … , 𝑆
𝑁𝑐 +1
𝑖
𝐽ℎ𝑒𝑎𝑙𝑡ℎ = ∑ 𝐽(𝑖, 𝑗, 𝑘, 𝑙)
𝑗=1
Menjadi kesehatan bakteri 𝑖 (ukuran berapa banyak nutrisi yang didapat selama
masa hidupnya dan seberapa suksesnya menghindari zat berbahaya). Semacam
31
bakteri dan parameter chemotaxis 𝐶(𝑖) dalam urutan biaya yang naik 𝐽ℎ𝑒𝑎𝑙𝑡ℎ
(harga yang mahal berarti kesehatan yang rendah)
b) Bakteri 𝑆𝑟 dengan nilai mati 𝐽ℎ𝑒𝑎𝑙𝑡ℎ yang sangat tinggi dan mengingat bakteri
𝑆𝑟 dengan nilai membelah terbaik (proses ini dilakukan oleh salinan yang
dibuat ditempatkan di lokasi yang sama dengan orang tua mereka)
7. Jika 𝑘 < 𝑁𝑟𝑒 , kembali ke langkah no 3. Dalama masalah ini, belum
mendapatkan jumlah yang ditentukan langkah reproduction, maka mulai
generasi selanjutnya dari chemotaxis loop
8. Elimination – dispersal: untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑆 dengan probabilitas 𝑃𝑒𝑑 , eliminasi
dan menyebarkan masing – masing bakteri (ini menjaga jumlah bakteri dalam
populasi tetap konstan). Untuk melakukan ini, jika bakteri dieliminasi hanya
membubarkan satu sama lain ke lokasi acak pada domain optimasi. Jika 𝑙 <
𝑁𝑒𝑑 kembali ke langkah 2, dengan kata lain, selesai.
32
33
34
Mulai A B
Membandingkan
Running hasil simulasi
1. Studi literatur
metode Open
2. Pengumpulan Loadflow
loop, CPSS, dan
data
BFA
A B
36
DAFTAR PUSTAKA
Anggu, Rittu. dan Mehta, R.K. 2017. A Single Machine Infinite Bus Power System
Daming Control Design With Extend State Observer. India. Jurnal Cogent
Engineering. 4:1369923
Chaturvedi, D.K. Vijay, Himanshu. Kumar, Sanjeev. 2012. System Identification of
Single Machine Infinite Bus Using GA-Fuzzy Technique. India. Proceedings of
the International Conf.
Daryabeigi, E.Moazzami, M. 2011. A New Power System Stabilizer Design By Using
Smart Bacteria Foraging Algorithm. Iran. IEEE CCECE.
Das, Swagatam. 2009. On Stability of The Chemotactic Dynamic in Bacterial –
Foraging Optimization Algorithm.IEEE: Vol 39, No 3.
Dasgupta, Sambarta. Biswas, Arijit, Abraham, Ajith. 2008. Adaptive Computional
Chemotaxis in Bacterial Foraging Algorithm. India. International Conference
on Complex, Intelligent and Software Intesive Systems.
Ghfarokhi, G Shahgholian. Arezoomand, M. Mahmoodian, H. 2007. Analysis and
Simulation of the Singel Machine Infinite Bus with Power System Stabilizer
Parameter and Parameter Variation Effects. Egypt 6(1) : 44-48.
Kasilingam, Gowrishankar. Pasupuleti, Jagadeesh. 2015. Coordination of PSS and PID
Controller for Power System Stability Enhancement – Overview. Malaysia.
Indian Journal of Science and Technology: Vol 8(2),142-151.
Khodabakhshian, Amin. 2013. A New Optimization Approach For Multi – Machine
Power System Stabilizer Design Using Smart Bacteria Foraging Algorithm.
Simulation: Transaction of the society for Modeling and Simulation
Internasional:89(9).
Kiran, Ms.Choundary, Sunita. Sunita, Ms. 2013. Bacterial Foraging Optimization :
Review. India. International Jurnal of Engineering Research & Technology.
ISSN :2278-0181.
37