Disusun Oleh :
NIM : 41419110078
i
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN CT RING PADA
SISTEM KOORDINASI PROTEKSI GARDU DISTRIBUSI CKP
340 FEEDER KADES DENGAN ETAP 12.6
Disusun Oleh :
NIM : 41419110078
Mengetahui,
Pembimbing Tugas Akhir
ii
HALAMAN PERNYATAAN
NIM : 41419110078
Fakultas : Teknik
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Laporan Tugas Akhir yang telah
saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata
dikemudian hari penulisan Laporan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau
Mercu Buana.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
menyelesaikan pendidikan pada jenjang Sarjana pada Bidang Studi Teknik Listrik,
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana dengan
judul :
ANALISA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN CT RING PADA SISTEM
KOORDINASI PROTEKSI GARDU DISTRIBUSI CKP 340 FEEDER
KADES DENGAN ETAP 12.6
Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa dukungan, bimbingan dan doa dari
berbagai pihak, oleh karenanya dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua Orang Tuaku, Bapak Ir. I Made Diarka dan Ibu Tri Wijayanti, yang
tanpa lelah terus memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi dan doa
untuk saya sepanjang hidup saya.
2. Kakak dan Adikku, Putu Indraswari Aryanti dan Yama Dharma Putera.
Terima Kasih karena tanpa lelah selalu mengasihi, mendukung dan
mendoakanku.
3. Dr.Setiyo Budiyanto, ST.MT dan Muhammad Hafizd Ibnu Hajar,ST.M.Sc
yang telah memberikan fasilitas terbaik dan memastikan seluruh kegiatan
perkuliahan berjalan dengan baik selama saya berkuliah di Fakultas Teknik
Mercubuana.
4. Dr. Umaisaroh, S.ST yang telah memberikan bimbingan dan arahannya
kepada saya, baik sebelum masa pembuatan Tugas Akhir hingga selesainya
tugas akhir ini.
5. Seluruh Dosen di Fakultas Teknik, Teknik Elektro Mercubuana yang telah
memberikan pengetahuannya selama saya menimba ilmu di Universitas
Mercubuana.
vi
6. Teman-teman di mahasiswa Mercubuana yang selalu menghiasi hari-hari
saya dengan berbagai hal.
7. Seluruh pihak yang berperan baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir masih terdapat kekurangan.
Penulis memohon maaf dan memohon kritik dan saran pembaca dalam penyusunan
Tugas Akhir ini. Penulis berharap, Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas.
Penulis,
41419110078
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT .............................................................................................................. v
viii
2.2.6 Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik ............................. 18
3.2.4 Perhitungan.......................................................................................... 34
ix
4.7 Analisa .......................................................................................................... 51
BAB V PENUTUP................................................................................................ 59
Lampiran ............................................................................................................ 63
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR SINGKATAN
GI = Gardu Induk
PMT = Pemutus Tenaga
SKTM = Saluran Kabel Tegangan Menengah
SKTR = Saluran Kabel Tegangan Rendah
TM = Tegangan Menegah
CT = Current Transformer
PT = Potential Transformer
SLD = Single Line Diagram
GH = Gardu Hubung
GD = Gardu Distribusi
PHB = Panel Hubung Bagi
TD = Transformator Distribusi
CB = Circuit Breaker
ACB = Air Circuit Breaker
VCB = Vacuum Circuit Breaker
GCB = Gas Circuit Breaker
OCB = Oil Circuit Breaker
SUTR = Saluran Udara Tegangan Rendah
SUTT = Saluran Udara Tegangan Tinggi
SKTT = Saluran Kabel Tegangan Tinggi
LBS = Load Break Switch
NGR = Neutral Ground Resistor
MOC = Moment Overcurrent
MGF = Moment Ground Fault
OC = Overcurrent
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ini terjadi dikarenakan CT blok yang digunakan di CB pada gardu distribusi
membaca nilai arus gangguan yang lebih besar dari rasio CT blok. Sehingga, relai
tidak dapat membaca gangguan tersebut dan CB tidak bekerja.
Dalam pemasangan CT untuk metering, perlu mempertimbangkan akurasi
pengukuran. Sehingga CT yang terpasang memiliki rasio mendekati daya kontrak
pelanggan. Sehingga dengan rasio CT yang mendekati daya kontrak, tentunya hal
ini mengakibatkan range rasio pembacaan arus untuk proteksi menjadi rendah.
Sedangkan pemasangan CT untuk proteksi harus mempertimbangkan besarnya arus
gangguan yang timbul. Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa CT pengukuran dan
proteksi harus dipisah. CT yang digunakan untuk proteksi harus memiliki range
rasio pembacaan arus yang besar, serta pengaturan relai proteksi pada peralatan
proteksi harus mempertimbangkan arus gangguan yang timbul. Untuk dapat
mengurangi gangguan proteksi yang timbul, maka diperlukan untuk menganalisa
penggunaan CT ring pada sistem koordinasi proteksi gardu distribusi CKP 340.
2
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian tugas akhir ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kehandalan sistem tenaga listrik.
2. Melakukan analisa efektifitas CT ring pada sistem koordinasi jaringan
tegangan menengah 20kV yang mengalami kegagalam proteksi
diakibatkan karena CT blok mengalami kondisi jenuh dan tidak dapat
bekerja secara optimal.
3
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menjelaskan mengenai penelitian terdahulu, konsep
dari sistem proteksi, peralatan utama proteksi dan persyaratan
sistem proteksi yang handal.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini membahas mengenai perancangan desain simulasi
pada ETAP dan perhitungan penggunaan peralatan proteksi.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas hasil simulasi ETAP dan hasil perhitungan
secara manual. Hasil perhitungan manual dan ETAP dibandingan
dan dilakukan analisa efektifitas CT Ring pada sistem koordinasi
proteksi.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan yang
telah diperoleh.
4
BAB II
TEORI PENUNJANG
5
perhitungan matematis. Solusi yang diberikan adalah dengan menambahkan
peralatan proteksi tambahan berdasarkan hasil analisa (Faisal, 2016).
Sehingga dapat meningkatkan kehandalan sistem.
• Penelitian yang berjudul Studi Analisa Koordinasi Menggunakan Relay
OCR (Overcurrent Relay) Untuk Gangguan Hubung Singkat Pada
Penyulang 2 Distribusi 20 KV GI Jajar Surakarta Menggunakan ETAP
12.6. pada penelitian ini dibahas mengenai koordinasi proteksi arus lebih
pada penyulang distribusi di GI Jajar Surakarta. Penelitian ini menggunakan
metode perhitungan matematis yang kemudian disimulasikan dengan
menggunakan aplikasi ETAP. (Muhammad, 2017)
6
2.2.2 Sistem Proteksi
Sistem proteksi merupakan suatu sistem pengamanan terhadap peralatan
listrik, untuk melindungi suatu system yang saling terintegrasi dari adanya
gangguan.
Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem tenaga listrik dan
bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem tersebut seperti arus,
tegangan, atau sudut fasa antara keduanya. Informasi yang diperoleh dari sistem
tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan besarannya dengan besaran
ambang-batas (threshold setting) pada peralatan proteksi. Apabila besaran yang
diperoleh dari sistem melebihi setting ambang-batas peralatan proteksi, maka
sistem proteksi akan bekerja untuk mengamankan kondisi tersebut.(Akhmad, 2016)
Adapun persyaratan terpenting dari sistem proteksi yaitu :
a. Kepekaan (Sensitivity)
Pada dasarnya suatu relai harus peka atau sensitif sehingga dapat
mendeteksi adanya gangguan sejak dini. Sebagai pengaman peralatan seperti motor,
generator atau trafo, relai yang memiliki sensitifitas yang baik dapat mendeteksi
gangguan pada tingkatan yang masih dini sehingga membatasi kerusakan yang terjadi.
Bagi peralatan seperti tersebut di atas hal ini sangat penting karena jika gangguan itu
sampai merusak bagian penting pada peralatan maka perbaikannya akan sangat
mahal.
Namun jika relai terlalu peka, relai akan sering trip untuk gangguan yang
sangat kecil. Dimana gangguan tersebut yang mungkin bisa hilang sendiri atau
resikonya dapat diabaikan atau dapat diterima suatu sistem.
b. Keandalan (Reliability)
Keandalan harus memenuhi 3 aspek, yaitu :
• Kepercayaan (Dependability)
Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan kemapuan
bekerjanya). Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan
bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang
7
terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan kata lain
dependability-nya harus tinggi.
• Keterjaminan (Security)
Keterjaminan merupakan tingkat kepastian untuk tidak salah kerja atau
error. Salah kerja atau error disini merupakan pada kondisi relai
bekerja tidak pada waktu setting. Sehingga relai bekerja lebih awal atau
relai merespon ganggua terlalu lamban sehingga arus gagguan lolos.
• Ketersediaan (Availability)
Sistem proteksi yang baik dilengkapi dengan kemampuan
mendeteksi terputusnya sirkit trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit
sekunder tegangan serta hilangnya tegangan searah (DC voltage),
dan memberikan alarm sehingga bisa diperbaiki, sebelum kegagalan
proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya benar-benar terjadi.
c. Selektifitas
Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu
sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan yang terganggu saja
yang termasuk dalam kawasan pengaman utamanya. Pengamanan yang
sedemikian disebut pengaman yang selektif.
Jadi relai harus dapat membedakan apakah :
• Gangguan terletak di kawasan pengaman utamanya dimana ia harus
bekerja cepat.
• Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja
dengan waktu tunda (sebagai pengaman cadangan) atau menahan
diri untuk tidak trip.
• Gangguannya diluar daerah pengamanannya atau sama sekali tidak
ada gangguan, dimana ia tidak harus bekerja sama sekali.
Untuk itu relai-relai diatur dengan mengatur peningkatan waktu
(time grading) atau peningkatan setting arus (current grading) atau
gabungan dari keduanya.
Untuk itulah relai dibuat dengan bermacam-macam jenis dan
karakteristiknya. Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relai yang tepat,
8
spesifikasi trafo arus yang besar, serta penentuan setting relai yang
terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh.
Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan kecepatan yang
tinggi, seperti pengaman transformator tenaga, generator, dan busbar pada
sistem tegangan ekstra tinggi dibuat berdasarkan prinsip kerja yang
mempunyai kawasan pengaman yang batasnya sangat jelas dan pasti dan
tidak sensitif terhadap gangguan diluar kawasannya, sehingga sangat
selektif, tapi tidak bisa memberikan pengamanan cadangan bagi seksi
berikutnya.
d. Kecepatan (Speed)
Setelah CT membaca adanya arus gangguan yang tinggi, dan
mengirimkan informasi ke relai maka relai harus dapat bekerja secepat
mungkin sebelum arus gangguan tersebut lolos dan menimbulkan kerugian
yang lebih besar. Untuk memperkecil kerugian atau kerusakan akibat
gangguan, maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin
dari bagian sistem lainnya.
Kecepatan itu penting untuk :
• Menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui
arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang terganggu.
• Mempertahankan kestabilan sistem.
e. Ekonomis dan sederhana
Dalam menentukan relai pengaman yang akan digunakan harus
ditinjau nilai ekonomisnya. Pemilihan relai harus tepat sesuai dengan
kegunaannya.
9
apabila kontak-kontak dari rele tersebut bergerak membuka dan menutup dari
kondisi awalnya.
Apabila relai mendapat satu atau beberapa sinyal input sehingga dicapai
suatu harga pick-up tertentu, maka rele kerja dengan menutup kontak-kontaknya.
Maka rele akan tertutup sehingga tripping coil akan bekerja untuk memutuskan
beban. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.
10
dengan membuka circuit dengan menutup circuit (sebagai sakelar)
dengan membawa beban secara pengawasan manual atau otomatis,
sedangkan jika dalam keadaan gangguan atau keadaan tidak normal
PMT dapat membuka dengan bantuan relai yang mendeteksi, sehingga
gangguan dapat dipisahkan.
Selama beroperasi pada keadaan normal PMT dapat dibuka
dan ditutup tanpa menimbulkan akibat yang merugikan. Dalam
keadaan gangguan atau keadaan yang tidak normal relai akan
mendeteksi dan menutup rangkaian tripping dari PMT maka akan
menggerakkan mekanisme penggerak untuk membuka kontak-
kontak PMT.
Jaringan sistem tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan
yang berbeda jenis dan karakteristik dan secara fisik dipisahkan oleh
PMT (pemutus tenaga).
PMT berfungsi untuk memisahkan atau menghubungkan satu
bagian jaringan dengan bagian lain, baik jaringan dalam keadaan
normal maupun dalam keadaan terganggu. Bagian-bagian jaringan
tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau lebih.
Berdasarkan media pemutus listrik / peredam bunga api,
terdapat empat jenis Circuit Breaker, yaitu :
• ACB (Air Circuit Breaker), menggunakan media berupa udara
• VCB (Vacuum Circuit Breaker), menggunakan media berupa
vakum
• GCB (Gas Circuit Breaker), menggunakan media berupa gas
SF6
• OCB (Oil Circuit Breaker), menggunakan media berupa
minyak
Berikut ini merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
pemutus daya, yaitu :
• Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara kontinu
11
• Mampu memutuskan atau menutup jaringan dalam keadaan
berbeban ataupun dalam keadaan hubung singkat tanpa
menimbulkan kerusakan pada pemutus daya itu sendiri
• Mampu memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan
tinggi
b. Relai Proteksi
Relai proteksi adalah susunan piranti, baik elektronik maupun
magnetik yang direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi
ketidaknormalan pada peralatan listrik yang dapat membahayakan
atau tidak diinginkan. Jika gangguan terjadi maka relai proteksi akan
secara otomatis akan memberikan sinyal atau perintah untuk
membuka PMT agar bagian yang terganggu dapat dipisahkan dari
sistem yang normal.
Pada prinsipnya relai proteksi yang dipasang pada sistem
tenaga listrik mempunyai 3 macam fungsi (Soekarto, 1985), yaitu :
• Merasakan, mengukur, dan menentukan bagian sistem yang
terganggu serta memisahkan secepatnya;
• Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang
terganggu;
• Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang
tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta dapat beroperasi
normal, juga untuk mencegah meluasnya gangguan.
Berdasarkan fungsi kerjanya, relai diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis diantaranya yaitu :
1. Overcurrent Relay
Relai ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada
zona proteksinya, pada umumnya relai ini menjadi pengaman
cadangan dari suatu sistem kelistrikan tegangan tinggi.
2. Differential Relay
12
Relai ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder dari trafo
arus (CT) yang terpasang pada terminal peralatan listrik dan relai ini
akan bekerja jika terdapat perbedaan arus antara sisi pengirim dan
sisi penerima.
3. Distance Relay
Relai ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara
mengukur arus dan tegangan pada suatu zona apakah sesuai atau
tidak dengan batas settingnya.
13
b. Trafo Arus ProteksiTrafo arus proteksi memiliki ketelitian tinggi
sampai arus yang besar yaitu pada saat terjadi gangguan, dimana
arus yang mengalir mencapai beberapa kali dari arus pengenalnya
dan trafo arus proteksi mempunyai tingkat kejenuhan cukup tinggi.
Grafik dapat dilihat dari Gambar 2.3.
14
Isn = Arus pengenal sekunder (A)
RCT = Tahanan dalam CT pada 750C (ohm)
nALF = Accuracy Limit Factor
f. Pengawatan (Wiring)
Wiring adalah sistem pengawatan untuk menghubungan antara
komponen proteksi yang meliputi : Relai, PMT, CT, PT, dan baterai
15
sehingga perangkat sistem proteksi tersebut dapat bekerja sesuai
ketentuan.
Ada persyaratan yang harus diperhatikan didalam pengawatan,
misalnya : penggunaan jenis kabel/kawat, besar penampang kabel,
panjang kabel, warna kabel, dan kode-kode.
a) t b) t
t set
I set Instant
I I set Definite I
c) t d) t
16
a) Relai arus lebih seketika/ Moment / Instant
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai
tanpa penundaan waktu, kerjanya sangat cepat / waktunya pendek
(20–100 mili detik).
b) Relai arus lebih dengan tunda waktu (Time Delay) / definite
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai
diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tidak tergantung dari
besarnya arus yang menggerakkannya.
c) Relai arus lebih inverse
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai
diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari
besarnya arus yang menggerakkannya. Semakin besar arus yang
melewati relai, maka semakin cepat relai bekerja dan sebaliknya.
Karakteristik OCR Inverse ada 4 macam:
a. Standard Inverse / Normally Inverse Formula perhitungan
penyetalan :
0,14xTMS
t= I … … … … … … … … … . . (2.2)
( f )0,02 −1
Is
b. Very Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
13,5xTMS
t= I … … … … … … … … … . . (2.3)
( f )−1
Is
c. Extremelly Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
80xTMS
t= I … … … … … … … . … … . . (2.4)
( f )2 −1
Is
13,5xTMS
t= I … … … … … … … … … . . (2.5)
( f )−1
Is
17
Dimana :
t = Waktu kerja (trip) relai dalam detik
If = Arus gangguan (A)
Is = Arus setting (A)
TMS = Time Multiple Setting
d) Relai arus lebih kombinasi
Jangka waktu kerja relai merupakan kombinasi dari inverse
dan definite. Relai mulai pick-up sampai selesai diperpanjang
dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang
menggerakkannya, dan pada nilai arus tertentu relai harus kerja
dengan definite time (Gambar 2.4d). Dalam hal tertentu dapat
dilakukan penerapan kombinasi antara dua macam karakteristik,
misal : IDMT (Inverse Definite Minimum Time).
a) Gangguan Sistem
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga
listrik seperti pada generator, trafo, SUTT, SKTT dan lain sebagainya.
Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai gangguan permanen dan
gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang hilang
dengan sendirinya bila PMT terbuka, misalnya sambaran petir yang
18
menyebabkan flash over pada isolator SUTT. Pada keadaan ini PMT
dapat segera dimasukan kembali, secara manual atau otomatis dengan
Auto Recloser. Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak hilang
dengan sendirinya, sedangkan untuk pemulihan diperlukan perbaikan atau
pergantian perangkat, misalnya kawat SUTM putus. Jenis gangguan yang
diakibatkan oleh sistem, yaitu :
• Gangguan hubung singkat
Gangguan hubung singkat dapat terjadi dua fasa, tiga fasa, satu fasa ke
tanah, dua fasa ke tanah, atau 3 fasa ke tanah. Dalam proteksi system tenaga
listrik penting untuk mengetahui distribusi arus dan tegangan di berbagai
tempat sebagai akibat timbulnya gangguan. Karakteristik kerja relai
proteksi dipengaruhi oleh besarnya energy yang terukur oleh relai seperti
arus atau tegangan. Dengan mengetahui distribusi arus dan tegangan
diberbagai tempat maka dapat dilakukan setelan (setting) untuk relai
proteksi dan rating dari CB (circuit breaker).
• Gangguan satu fasa ke tanah
Gangguan ini merupakan gangguan asimetris sehingga memerlukan
metode asimetris untuk menganalisa tegangan dan arus pada saat
terjadinya gangguan. Gangguan yang terjadi dapat dianalisa dengan
menghubung-singkatkan semua sumber tegangan yang ada pada sistem
dan mengganti titik (node) gangguan dengan sebuah sumber tegangan
yang besarnyasama dengan tegangan sesaat sebelum terjadinya
gangguan di titik gangguan tersebut. Ilustrasi seperti Gambar 2.6.
19
• Gangguan hubung singkat dua fasa
Merupakan gangguan yang disebabkan karena fasa dan fasa antar kedua
fasa terhubung singkat dan tidak terhubung ke tanah. Ilustrasi seperti
Gambar 2.7.
20
Gambar 2.9 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
21
b. Kabel kontrol terhubung singkat
c. Interferensi / induksi pada kabel kontrol
dengan beda fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang sama
seperti fasor sistem. Pada sistem tenaga listrik tidak dipengaruhi oleh
hubungan belitan transformator maupun sistem pentanahan titik netral
generator. Pada rangkaian urutan positif pada generator maka impedansi
urutan positifnya terhubung seri dengan sumber tegangan.
2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besar
22
umumnya rangkaian urutan nol berbeda dengan rangkaian urutan positif
maupun rangkaian urutan negatif. Rangkaian urutan nol tidak mempunyai
sumber tegangan. Nilai impedansi suatu rangkaian urutan nol sangat
dipengaruhi oleh hubungan belitan trafo dan pentanahan titik netral
generator.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.11 fasor tegangan
seimbang.
23
2.2.8 Perhitungan Arus Gangguan dengan Metode Komponen Simetris
Data-data yang diperlukan sebagai berikut : MVA hubung singkat di sisi
busbar tegangan tinggi. MVA, ZT%, kV dari trafo tenaga yang mensuplai jaringan,
karena incoming trafo tenaga mensuplai tegangan untuk jaringan.
Perhitungan untuk menghitung besar arus hubung singkat dalam sistem
tenaga listrik dapat dilakukan dengan perumusan antara lain sebagai berikut :
Dimana :
Xs = Reaktansi sumber (Ω)
kV = Tegangan saluran transmisi 150 kV (kV)
MVAsc = Daya pada saat hubung singkat (MVA)
Isc = Arus hubung singkat di sisi 150 kV (kA)
Untuk menghitung impedansi sumber, dapat dilakukan dengan persamaan
Z = R + jX … … … … … … … . … . … … … … … … . . (2.8)
Zs = R + jXs … … … … … … … … … … . . … … … … . (2.9)
Dimana :
Zs = Impedansi sumber (Ω)
R = Tahanan sumber riil (Ω)
Xs = Reaktansi sumber (Ω)
Dalam perhitungan ini, R dianggap bernilai 0 ohm. Maka persamaan
menjadi :
Zs = jXs … … . … … … … … … … . . … … … … … . (2.10)
Impedansi sumber ini adalah nilai tahanan pada sisi 150 kV. Arus
gangguan hubung singkat yang akan dihitung adalah gangguan hubung
24
singkat di sisi 20 kV, maka impedansi sumber tersebut harus
dikonversikan ke sisi 20 kV dengan menggunakan persamaan :
𝑘𝑉12 𝑘𝑉22
= … … … . … … … … … … … . . … … … … … (2.11)
𝑍𝑠 𝑍𝑠2
Dimana :
kV1 = Tegangan transformator tenaga sisi primer (kV)
kV2 = Tegangan transformator tenaga sisi sekunder (kV)
Zs = Impedansi transformator tenaga sisi primer (Ω)
Zs2 = Impedansi transformator tenaga sisi sekunder (Ω)
Dimana :
XT1 = Reaktansi urutan positif (Ω)
%XT = Impedansi trafo tenaga (%)
kV = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV)
MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA)
Berdasarkan persamaan (2.8), maka impedansi urutan positif
trafo tenaga diperoleh dengan :
ZT1 = jX T1 … … … . … … … … … … … … … … … . . . (2.15)
25
b. Impedansi urutan nol
Pada perhitungan reaktansi urutan nol trafo tenaga, tergantung dari ada
atau tidaknya belitan delta di dalam trafo tenaga.
• Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Dyn dimana
kapasitas belitan delta (D) sama dengan kapasitas belitan Y,
maka :
XT0 = X T1 … … … . … … … … … … … … … … … … (2.16)
• Untuk trafo tenaga dengan belitan Ydyn atau YNyn d, dimana
kapasitas belitan delta (d) sepertiga dari kapasitas belitan Y
(belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan
belitan delta tetap ada di dalam trafo tenaga, tetapi tidak
dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka
:
𝑀𝑉𝐴𝑡𝑟
XT0 = x XT1 … … … . … … … … … … … … . . (2.17)
𝑀𝑉𝐴∆
Dimana :
XT0 = Reaktansi urutan nol (Ω)
MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA)
MVA∆ = Kapasitas belitan delta (MVA)
XT1 = Reaktansi urutan positif (Ω)
• Apabila tidak ada belitan delta, maka perhitungan reaktansi
urutan nol adalah :
XT0 = 9 s/d 14 x XT1 … … … . … … … … … . … . . . (2.18)
Berdasarkan persamaan (2.8), maka impedansi urutan nol trafo
tenaga diperoleh dengan :
ZT0 = jX T0 … … … . … … … … … … … … … … … . . . (2.19)
26
dan panjang penghantar. Untuk menghitung impedansi feeder,
menggunakan rumus :
Z1 = Z2 … … … . … … … … … … … … … … … . . … . . (2.20)
Z1 feeder = Z1 x 𝑙 … … . … … … … … … … … … … … (2.21)
Z0 feeder = Z0 x 𝑙 … … . … … … … … … … … … … … (2.22)
Dimana :
Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω)
Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
Z1 = Impedansi urutan positif penghantar (Ω/km)
Z0 = Impedansi urutan negatif penghantar (Ω/km)
l = Panjang penghantar (km)
27
5. Perhitungan Arus Hubung Singkat
Perhitungan arus hubung singkat terdiri dari empat kondisi
gangguan, yaitu:
a. Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Gangguan satu fasa ketanah merupakan hubung singkat yang
digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan
satu fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
28
Gambar 2.13 Model Saluran Gangguan Dua Fasa ke Tanah
Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Ea
If2fasa tanah = Z2eq xZ0eq … … … … … … … . (2.26)
Z1eq + ( )
Z2eq +Z0eq
Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
Dimana :
E = Tegangan fasa-fasa (V)
29
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
Karena Z1 dan Z2 memiliki nilai yang sama, maka :
E
If 2fasa = 2 x Z … … … … . … … … … … … . … … . (2.28)
1eq
Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z1eq = Impedansi urutan positif (Ω)
e. Perhitungan Arus Nominal
Perhitungan arus nominal dilakukan untuk mengetahui besarnya
arus berdasarkan daya kontrak yang tersambung.
P = V x I x Cos ɵ x √3 … … … … . … … … … … … (2.30)
Dimana :
P = Daya kontrak pelanggan (kVA)
V = Tegangan tersambung (V)
I = Arus nominal (A)
30
2.2.9 Pemilihan Penyetelan Relai Arus Lebih
Penyetelan relai arus lebih terdiri dari penyetelan arus dan penyelan
waktu. Berikut ini merupakan penjelasan dari penyetelan relai.
Penyetelan arus untuk relai arus lebih mempunyai batasan
besarnya arus. Pada dasarnya batas penyetelan relai arus lebih
adalah relai tidak boleh bekerja pada saat beban maksimum. Arus
penyetelannya harus lebih besar dari arus beban maksimum.
a. Penyetelan OCR
Penyetelan OCR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan dari
arus gangguan hubung singkat 2 fasa dan 3 fasa. Batas penyetelan harus
memperhatikan kesalahan pick up, menurut Standard British BS 142-
1983 batas penyetelan untuk relai inverse antara nominal 1.05 – 1.3
Inominal dan untuk relai definite antara nominal 1,2 – 1,3 x Inominal.
Mengacu pada standar tersebut, pada tugas akhir ini lebih amannya
menggunakan konstanta 1,05 (Sarimun, 2012), sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut : (Wijana, 2018)
Iset =≥ 1,05 x Inominal … … … … . … … … … … … (2.31)
Iset
Is OCR = Rasio … … … … . … … … … … … . … … . . (2.32)
CT
Dimana :
Iset = Arus setting di sisi primet CT
Is OCR = Arus setting di sisi sekunder CT
b. Penyetelan GFR
Penyetelan GFR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan
dari arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Besarnya
penyetelan GFR (Ground Fault Relay) dapat disetel 6% sampai
dengan 12% dikali arus hubung singkat satu fasa tanah terkecil/terjauh.
s
Is GFR = 6% d 12% x If 1fasa tanah terkecil … … … (2.33)
31
2.2.10 Penyetelan Waktu Relai
Dengan mengacu pada konsep daerah pengamanan, maka penyetelan relai
arus lebih memiliki peranan yang penting dalam koordinasi setting relai pengaman.
Penyetelan relai arus lebih dapat dilakukan berdasarkan setelan waktu, setelan arus
maupun kombinasi keduanya.
Berdasarkan Standar IEEE 242 waktu yang dibutuhkan untuk kerja relai
sampai circuit breaker membuka adalah 0.3-0.4 s, dengan asumsi : (Abdullah,
2014)
• Waktu terbuka circuit breaker 5 cycle : 0.08 detik
• Overtravel dari relai : 0.1 detik
• Faktor keamanan : 0.22 detik
Dimana :
∆t = 0,3 detik
t = penyetelan waktu pada feed
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Berikut ini merupakan alur penelitian yang dilakukan penulis dalam
Menyusun Tugas Akhir ini.
32
Berdasarkan flowchart di atas, penelitian diawali dengan melakukan studi
litelatur yang berkaitang dengan Tugas Akhir. Setelah itu penulis melakukan
pengumpulan data dilapangan berupa data arus hubung singkat sistem 3 fasa,
peralatan proteksi dan setting relai proteksi, single line diagram, jenis dan panjang
penghantar feeder Kades guna menunjang proses perhitungan. Setelah dilakukan
pengumpulan data dilapangan, selanjutnya dilakukan perhitungan arus nominal,
perhitungan setting relai dan analisa perhitungan waktu setting relai. Setelah itu
dilakukan perhitungan arus hubung singkat 3 fasa menggunakan komponen simetris
dan simulasi ETAP. Setelah didapatkan nilai arus gangguan hubung singkat 3 fasa
selanjutnya dilakukan simulasi ketika tanpa adanya CT Ring dan dengan adanya
CT Ring. Berdasarkan hasil hitungan dan simulasi maka selanjutnya dilakukan
analisa efektifitas dari penggunaan CT Ring pada gardu distribusi CKP 340 feeder
Kades.
33
• Data penghantar, baik itu luas penampang, impedansi, jenis dan panjang
penghantar pada feeder Kades.
• Data setelan relai proteksi feeder Kades.
3.2.4 Perhitungan
Perhitungan dilakukan untuk menentukan besarnya arus nominal, arus
hubung singkat 3 fasa dan untuk menentukan nilai setting relai. Setelah didapatkan
hasil perhitungan nilai arus nominal dan nilai arus gangguan hubung singkat 3 fasa
maka selanjutnya menentukan setting relai. Untuk menghitung arus setting rele arus
lebih, harus diketahui terlebih dahulu arus beban maksimum yang melalui jaringan
tersebut. Syarat yang harus terpenuhi untuk waktu setting relai adalah waktu setting
34
minimum pada relai arus lebih (terutama di penyulang) tidak lebih kecil dari 0,3
detik. Pertimbanganaini diambil agar relai tidak sampai trip kembali, akibat arus
inrush current pada transformator distribusi, sewaktu PMT penyulang tersebut
dioperasikan
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Sedangkan untuk setting peralatan proteksi arus lebih pada outgoing Trafo
3 GI Balaraja dapat dilihat pada tabel 4.3.
36
Tabel 4.3 Data Setting Relai Arus Lebih Outgoing Trafo 1
Rele arus lebih dengan kurva karakteristik inverse sangat bermanfaat untuk
mengamankan gangguan akibat overload/beban lebih, karena bekerja dengan waktu
tunda yang tergantung dari besarnya arus secara terbalik (inverse time), makin besar
arus maka makin kecil waktu tundanya.
37
4. CKP 322 CKP 136 3,26 kms SKTM
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat perbandingan jarak gardu distribusi dengan
gardu induk. Untuk jarak gardu distribusi CKP 340 dari gardu induk adalah sejauh
5,311 km. Untuk data Teknik feeder Kades dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Data Teknik Feeder Kades
3. Tegangan 20 kV
Simulasi pada Etap 12.6 dibuat berdasarkan single line diagram feeder
Kades. Untuk gambar single line diagram feeder Kades dapat dilihat pada gambar
4.1 dibawah ini
38
Di sisi hulu feeder Kades dipasang peralatan proteksi Over Current Relay
dan Ground Fault Relay yang berfungsi sebagai pengaman arus lebih bila terjadi
gangguan di saluran transmisi tegangan menengah 20 kV, mulai gardu CKP 340
hingga GH 221. Berikut ini data teknik proteksi feeder Kades pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Teknik Peralatan Proteksi Feeder Kades
Pada feeder Kades terpasang CT dengan rasio 800/5 dan class proteksi
10P10. Untuk relai eksisting feeder Kades terpasang 1 set relai Siemens.
Sedangkan untuk setting peralatan proteksi arus lebih pada feeder Kades GI
Balaraja dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Setting Relai Arus Lebih Feeder Kades
Berdasarkan Tabel 4.7, pada relai arus lebih feeder Kades di setting relai
GFR dan OCR dengan kurva pembacaan standart inverse yang tergantung dari
besarnya arus secara terbalik (inverse time). Inverse time merupakan kemampuan
relay untuk bekerja dengan jangka waktu kerja relai mulai pik up sampai kerja relay
39
waktunya berbanding terbalik dengan besarnya arus. Sedangkan standar inverse,
waktu relai bekerja berbanding lurus dengan besarnya arus.
40
Keterangan:
PT (Potential Transformer)
CT (Current Transformer) ring
CT (Current Transformer) blok
In going
Out going
Berdasarkan Gambar 4.2, gardu CKP 340 memiliki satu buah peralatan proteksi
yang memberikan proteksi arah pelanggan. Arus nominal pada CKP 340 dihitung
berdasarkan besarnya daya kontrak pelanggan. Dengan asumsi cos phi = 1 maka
perhitungan arus nominal sesuai persamaan 2.30.
P = V x I x Cos ɵ x √3
233000 = 20000 x I x 1 x √3
233000
𝐼=
20000 𝑥 1 𝑥 √3
𝐼 = 6.7 𝐴
Peralatan proteksi pada gardu CKP 340 ada didalam CBOG arah pelanggan.
Berikut ini adalah data teknik peralatan proteksi di CKP 340 pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data Teknik Peralatan Proteksi CKP 340
Pada eksisting gardu CKP 340 terpasang CT blok dengan class proteksi
5P10 dengan rasio 10/5. Sedangkan untuk setting peralatan proteksi arus lebih pada
gardu distribusi CKP 340 dapat dilihat pada tabel 4.9.
41
Tabel 4.9 Data Setting Relai Arus Lebih CKP 340
Berdasarkan Tabel 4.9, setting moment ground fault dan moment over
current dilakukan setting time delay sebesar 0 s. Hal ini karena apabila arus moment
muncul, maka circuit breaker trip seketika tanpa waktu tunda.
1502
X s (sisi 150kV) = 8469,7 = 2,65 𝛺
42
Besarnya impedansi sumber dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan (2.10)
Zs = jXs … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … … … (2.10)
Zs = j2,65 Ω
Untuk mengetahui impedansi sisi sekunder trafo pada bus 20 kV
dengan menggunakan persamaan (2.12), maka :
kV2
Zs2 = kV22 × Zs … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … (2.12)
1
202
Zs2 = 1502 × j2,65 = j0,047 Ω
202
X T1 = 12,79 % × = 0,853 Ω
60
60
XT0 = × 0,853 = 2,559 Ω
20
43
Dengan persamaan (2.19), maka nilai impedansi trafo urutan nol
trafo tenaga adalah :
ZT0 = jXT0 … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … … (2.19)
ZT0 = j2,559 Ω
44
Tabel 4.10 Perhitungan Impedansi Penghantar NA2XSEYBY Urutan Positif dan
Negatif Tiap Segmen
45
Tabel 4. 11 Perhitungan Impedansi Penghantar NA2XSEYBY Urutan Nol
Berdasarkan Tabel 4.11 jarak gardu distribusi dari GI dan panjang kabel
yang digunakan, maka semakin jauh jarak gardu distribusi dari GI maka semakin
besar impedansi kabel.
46
Tabel 4.12 Perhitungan Impedansi Ekuivalen Urutan Positif dan Negatif
Z0eq = ZT0 + (3 × R n )
+ Z0 feeder … … … . … … … … … … … … . . … … … … . (2.23)
= 𝑗2,559 + (3 × 12) + Z0 feeder
= 𝑗2,559 + 36 + Z0 feeder
Dengan asumsi lokasi gangguan terjadi pada gardu CKP 340 feeder
Kades maka perhitungan Z0eq dapat dilihat pada Tabel 4.13.
47
Tabel 4.13 Perhitungan Impedansi Ekuivalen Urutan Nol
Ea
If 3fasa = Z v… … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … . (2.29)
1eq
20000
√3
If 3fasa = Z1eq
48
11547
If 3fasa = Z1eq
Dari data nilai impedansi urutan positif ekuivalen (Z1eq) pada Tabel
4.12, maka nilai arus hubung singkat 3 fasa dapat dihitung. Tabel 4.14
merupakan hasil perhitungan arus hubung singkat 3 fasa dengan
komponen simetris.
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Arus Hubung Singkat 3 Fasa dengan Komponen
Simetris
Pada Tabel 4.14 merupakan hasil perhitungan arus hubung singkat 3 fasa
dengan komponen simetris.
Tabel 4. 15 Data Gangguan Hubung Singkat feeder Kades Berdasarkan Hasil
Perhitungan
Panjang Panjang Arus Gangguan Hubung
Gardu Singkat 3 fasa
(km) (%)
12830 A
0 0
GI
7959,6 A
4,514 46,6
CA 365
49
7491,07 A
5,172 53,4
CKP 340
7389,49 A
5,311 54,9
CKP 322
5674,17 A
CKP 136 8,571 88,6
5249,98 A
9,671 100
GH 221
Berdasarkan Tabel 4.15, semakin jauh jarak gardu distribusi dari gardu
induk maka semakin kecil nilai arus gangguan hubung singkat 3 fasa hal ini
berbanding lurus dengan semakin jauh jarak gardu distribusi dari gardu induk maka
semakin tinggi nilai impedansi pada saluran kabel.
12,82 kA 12,830 kA
0 0
GI
5,6 kA 5,249 kA
9,671 100
GH 221
50
Pada Tabel 4.16 merupakan hasil simulasi yang dilakukan dengan Etap 12.6.
Simulasi dilakukan dengan melakukan simulasi hubung singkat 3 fasa pada tiap
segment gardu distribusi di feeder Kades.
4.7 Analisa
Dengan perhitungan arus gangguan hubung singkat 3 fasa, maka dapat
diketahui besarnya nilai arus gangguan di tiap gardu distribusi apabila terjadi
hubung singkat 3 fasa. Berdasarkan hasil simulasi dan data hsil perhitungan manual
maka untuk menganalisa koordinasi proteksi dapat dilakukan dengan melihat
peralatan proteksi akan bekerja atau tidak terhadap arus gangguan yang timbul. Hal
ini dapat diketahui dengan perhitungan arus yang dapat terbaca dipengukuran sisi
primer CT proteksi.
1. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi Outgoing GI Cikupa
Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi dapat menggunakan persamaan 2.1.
2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn
30 + 0,07 x 52
n = 10x
3 + 0,07 x 52
n = 66,84
Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:
Imaks sekunder = n x Isn
= 66,84 x 5
= 334,2 A
Sedangkan arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi primer
adalah sebagai berikut:
Ipn
Imaks primer = Imaks sekunder x
Isn
2000
Imaks primer = 334,2 x
5
51
= 133,68 kA
Berdasarkan hasil perhitungan arus gangguan 3 fasa pada Gardu
CKP 340 maka dengan besarnya arus gangguan 7,49 kA (perhitungan
manual) dan 7,73 kA (pada perhitungan ETAP 12.6) CT Proteksi pada GI
Cikupa dapat membaca arus gangguan yang timbul karena batas maksimal
arus yang dapat dibaca adalah 113,68 kA.
Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:
52
feeder Kades dapat membaca arus gangguan yang timbul karena batas
maksimal arus yang dapat dibaca adalah 28,208 kA.
3. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi (CT Blok) CKP 340 Feeder Kades
Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi 5P10 rasio 10/5 dapat menggunakan persamaan 2.1.
2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn
7,5 + 0,07 x 52
n = 10x
3 + 0,07 x 52
n = 19,47
Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:
53
4. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi (Ring) CKP 340 Feeder Kades
Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi 5P20 dengan rasio 400/5 dapat menggunakan persamaan 2.1.
2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn
20 + 0,07 x 52
n = 20x
10 + 0,07 x 52
n = 37,02
Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:
54
4.8 Setting Relai GI Cikupa dan CKP 340
Berikut ini merupakan perhitungan setting relai pada gardu CKP 340. Iset
overcurrent dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.31.
Overcurrent
Iset = 1,2 x 1,5 x Inominal … … … . … … … … … … … … . . … … (2.31)
Iset = 1,4 x 6,726 A
Iset = 12,1074 A
Moment Overcurrent
Iset = 4 x Iset OC
Iset = 4 x 12,1074 A
Iset = 48,43 A
0,14
t = 0,05 x +0
7491,07 0,02
( 12,1 ) −1
0,14
t = 0,13 x +0
12830 0,02
( 320 ) −1
55
4.9 Hasil Simulasi Etap 12.6
Setelah dilakukan perhitungan, maka dilakukan simulasi dengan
menggunakan Etap 12.6 untuk melihat hasil kerja sistem koordinasi proteksi dan
melakukan input setting relai yang telah dihitung.
56
Beradasarkan Gambar 4.3 maka dapat dilihat, saat ada arus gangguan maka
relai GI akan bekerja untuk trip CB GI. Sehingga akan mengakibatkan padam satu
feeder.
Selanjutnya dilakukan simulasi jaringan menggunakan CT ring pada gardu
CKP 340 dengan Etap. Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pada
Gambar 4.4 terlihat bahwa yang bekerja pertama kali untuk melokalisir arus
gangguan sisi pelanggan sebesar 7,42 kA adalah CB CKP 340.
57
bekerjanya CB CKP 340, maka dapak gangguan tidak meluas hingga padam satu
feeder. Untuk grafik hasil simulasi dengan menggunakan CT ring dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan Tugas Akhir ini, maka penulis memberikan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Current transformer yang digunakan untuk pengukuran atau metering
(CT blok) dapat jenuh apabila ada arus gangguan melebihi rating 194,7 A
dari current transformer. Sehingga ketika ada arus gangguan melebihi
rating current transformer maka current transformer tidak akan
merespon sehingga relai tidak bekerja dan CB CKP 340 tidak trip.
2. Pemasangan current transformer (CT) ring dengan rasio 400/5 dan class
proteksi 5P20 dapat menghasilkan pembacaan arus gangguan sebesar 14,8
kA.
3. Arus gangguan yang timbul pada CKP 340 adalah sebesar 7,49 kA dan
7,73 kA.
4. Jarak antara gardu distribusi dan gardu induk mempengaruhi besarnya
arus gangguan yang timbul. Gardu CA 365 berjarak 4,514 km dari gardu
induk, arus gangguan yang timbul sebesar 8,17 kA. Sedangkan gardu CKP
340 berjarak 5,172 km dari gardu induk, arus gangguan yang timbul
sebesar 7,73 kA. Hal ini dipengaruhi oleh semakin panjang penghantar,
maka hambatan kabel semakin tinggi.
5. Dengan dilakukan pemasangan CT ring pada CKP 340, maka dapat
meningkatkan efektifitas koordinasi proteksi sehingga dapat mencegah
terjadinya padam meluas. Berasarkan grafik koordinasi proteksi CKP 340,
kurva tidak berpotongan, grading time antara relai CKP 340 dan
penyulang Kades adalah 0,424 s, hal ini sesuai dengan standar IEC 60255
yaitu 0,3-0,5 s.
59
5.2 Saran
Setelah melakukan proses simulasi dan analisa, beberapa saran yang dapat
penulis sampaikan, yaitu :
1. Untuk pelanggan tegangan menengah dengan daya lebih besar dari 197
kVA, maka disarankan untuk dilakukan pemasangan CT ring untuk
mengantisipasi timbulnya arus gangguan sisi pelanggan.
2. Hasil perhitungan pada tugas akhir ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam setting relai pada sisi pelanggan.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R.A., Pujiantara, Margo., & Musthofa, Arif. (2014). Kordinasi
Proteksi Pada Sistem Distribusi Ring PT Pupuk Kaltim Akibat
Penambahan Pabrik 5 (PKT-5). Jurnal. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Akhmad, Faisal. (2016). Analisa Dan Solusi Kegagalan Sistem Proteksi Arus
Lebih Pada Gardu Distribusi JTU5 Feeder Arsitek. Skripsi. Universitas
Mercubuana. Meruya.
Bariq, J.F. (2016). Analisis Perencanaan Koordinasi Sistem Proteksi Relay
Arus Lebih pada Jaringan Distribusi Tenaga Listrik di Pusdiklat Migas
Cepu. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
IEEE Guide for Protective Relay Aplication to Power System Buses. IEEE
Standard C37.234-2009.
IEEE Std 242-2001™, “IEEE Recommended Practice for Protection and
Coordination of Industrial and Commercial Power Systems”, The
Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc.. New York. Ch.
15, 2001.
I Gde Komang Jaryanta A.M , I. A. Dwi Giriantari dan I Wayan Sukerayasa.
(2018). Analisis Hubung Singkat Pada Jaringan Tegangan Menengah
20 kV Penyulang Kedonganan. Majalah Ilmiah Teknik Elektro. Vol. 17.
No. 2. Mei - Agustus 2018.
Kusuma, M.P., Windarta,Jaka., & Facta, Mochammad. (2017). Evaluasi
Koordinasi Proteksi Relay Arus Lebih dan Gangguan Tanah GIS
Kandang Sapi Penyulang Garden 1, Garden 2, AEON 1, AEON 2,
Ladang, Lapindo, dan Bethok Menggunakan ETAP 12.6.0. Jurnal.
Universitas Diponegoro. Semarang.
PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali. (2005). Modul Pelatihan Relai OCR.
Badan Penerbit PLN. Jakarta.
Syafi’i, Alfian. (2016). Analisa Koordiasi Recloser Dan OCR (Over Current
Relay) Untuk Gangguan Hubung Singkat Pada Penyulang 3 Distribusi
20 KV. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
61
Sarimun, Wahyudi. (2012). Proteksi Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Depok
: Garamond.
Soekarto, J. (1985). Relai Proteksi Periode 2. LMK PT. PLN (Persero),
Jakarta.
Wijana, Wayan., Wijaya, I Ketut., & Mataram, I Made. (2018). Analisis
Koordinasi Relay Arus Lebih (OCR) Dan Recloser Pada Sistem
Eksisting Penyulang Bukit Jati. Jurnal. Universitas Udayana Denpasar.
Bali.
Wisnu Wijanarko. (2019). Optimalisasi Sistem Proteksi Overcurrent Relays
(OCR) Pada Feeder Cikande di PT PLN (Persero) UP3 Cikupa
Menggunakan Etap 16.0. Jurnal. Universitas Mercubuana. Meruya.
Zulkarnaini, Diaz. (2019). Analisa Proteksi Arus Lebih Pada Generator
PLTU Teluk Sirih. Jurnal. Institut Teknologi Padang. Padang.
62
Lampiran
63
Lampiran 3. Proses Pemasangan Relai CT ring
Lampiran 4. Pengawatan CT
64
Lampiran 5. CT ring
65
Lampiran 7. Pengujian Relai
66
Lampiran 9. Datasheet Relai
67
Lampiran 8. Datasheet Relai (2)
68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Riwayat Pendidikan :
• (2000 – 2001) TK Permata Hati Bogor
• (2001 – 2007) SDN Ngesrep 02 Semarang
• (2007 – 2010) SMPN 21 Semarang
• (2010 – 2013) SMAN 04 Semarang
• (2014 – 2017) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
• (2019 – 2021) Universitas Mercubuana
Pengalaman Kerja :
• Kerja Praktek di PT PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Timur
Pengalaman Organisasi :
• TPKH ITS 2015/2016
• Ketua Biro Keilmiahan HMJ D3 Teknik Elektro 2016/2017
• Trainer Keilmiahan ITS 2016/2017
69