Anda di halaman 1dari 83

TUGAS AKHIR

ANALISA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN CT RING PADA


SISTEM KOORDINASI PROTEKSI GARDU DISTRIBUSI CKP
340 FEEDER KADES DENGAN ETAP 12.6
Diajukan guna melengkapi sebagian syarat
Dalam mencapai gelar sarjana strata satu (S1)

Disusun Oleh :

Nama : M Detya Dharma Yudha

NIM : 41419110078

Pembimbing : Dr. Umaisaroh, S.ST

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN CT RING PADA
SISTEM KOORDINASI PROTEKSI GARDU DISTRIBUSI CKP
340 FEEDER KADES DENGAN ETAP 12.6

Disusun Oleh :

Nama : M Detya Dharma Yudha

NIM : 41419110078

Program Studi : Teknik Elektro

Mengetahui,
Pembimbing Tugas Akhir

(Dr. Umaisaroh, S.ST)

Kaprodi Teknik Elektro Koordinator Tugas Akhir

(Dr.Setiyo Budiyanto, ST.MT) (Muhammad Hafizd Ibnu Hajar,ST.M.Sc)

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : M Detya Dharma Yudha

NIM : 41419110078

Fakultas : Teknik

Program Studi : Teknik Elektro

Judul Tugas Akhir : Analisa Efektifitas Penggunaan CT Ring Pada

Sistem Koordinasi Proteksi Gardu Distribusi

CKP 340 Feeder Kades Dengan Etap 12.6

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Laporan Tugas Akhir yang telah

saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata

dikemudian hari penulisan Laporan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau

penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung

jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan di Universitas

Mercu Buana.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

M Detya Dharma Yudha

iii
ABSTRAK

Dalam sistem distribusi tenaga listrik, kehandalan jaringan listrik


merupakan faktor utama untuk menjaga kontinuitas penyaluran tenaga listrik. Salah
satu upaya dalam menjaga kehandalan penyaluran tenaga listrik, dibutuhkan suatu
sisitem proteksi untuk meminimalisir gangguan dan mengisolir titik yang
terdampak gangguan. Sistem proteksi berperan penting dalam mendeteksi adanya
arus gangguan. Sehingga dapat mengisolir gangguan yang timbul. Pada sistem
proteksi yang sudah existing proteksi saat ini, masih memungkinkan adanya resiko
terjadinya kegagalan koordinasi proteksi saat gangguan hubung singkat. Hal ini
berpotensi mengakibatkan PMT (Pemutus Tenaga) di Gardu Induk Cikupa trip
(padam satu feeder). Kegagalan koordinasi ini terjadi dikarenakan CT blok yang
digunakan di CB (Circuit Breaker) pada gardu distribusi CKP 340 mengalami
keterbatasan rasio CT blok terhadap arus gangguan yang timbul. Sehingga arus
gangguan tidak terbaca CT blok. Penambahan CT ring sisi pelanggan dapat
membantu melakukan pembacaan arus gangguan tinggi yang tidak terbaca CT
blok. CT ring sisi pelanggan akan berfungsi hanya untuk proteksi arus gangguan
yang tinggi, berbeda dengan CT blok yang berfungsi untuk metering dan proteksi.
Permasalahan koordinasi relai proteksi dapat dianalisa dengan menganalisis
koordinasi sistem proteksi pada feeder Kades. Analisa dilakukan dengan cara
menghitung besarnya arus gangguan yang timbul dengan perhitungan matematis
dan simulasi ETAP. Berdasarkan hasil perhitungan dan simulasi ETAP, dengan
penambahan CT ring pada CKP 340 maka dapat mendeteksi timbulnya arus
gangguan hubung singkat sisi pelanggan. Sehingga dengan penambahan CT ring
sisi pelanggan dapat mengurangi dampak dari arus gangguan yang timbul.

Kata Kunci : koordinasi proteksi, CT Ring, CT blok, ETAP

iv
ABSTRACT

In an electric power distribution system, network reliability is a major factor


in maintaining the continuity of electricity distribution. Minimizing disturbances
and isolating those affected is an effort to maintain the reliability of electric power.
The protection system plays an important role in detecting the presence of fault
currents and so it can isolate any disturbances that arise. The current protection
system, has the risk of failure of protection coordination during short circuit faults.
So that it has the potential to cause PMT at the Cikupa Main Substation to trip (one
feeder goes out). This coordination failure occurs because the CT block used in the
CB (Circuit Breaker) at the CKP 340 distribution substation is saturated with the
fault currents that arise. So that the fault current is not read by the CT block. Due
to the limitation of the CT block ratio, a CT ring was added to make high noise
current readings that the CT block could not read.

Protection relay coordination problems can be analyzed by analyzing the


coordination of the protection system at the Kades feeder. The analysis is done by
calculating the magnitude of the disturbance currents that arise with mathematical
calculations and ETAP simulations. Based on the results of calculations and
simulations of ETAP, with the addition a CT ring on CKP 340, it can detect the
occurrence of short circuit fault currents on the customer side. So that, with the
addition of the customer side CT ring, it can reduce the impact of the disturbance
currents that arise.

Keywords: protection coordination, CT Ring, CT block, ETAP

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
menyelesaikan pendidikan pada jenjang Sarjana pada Bidang Studi Teknik Listrik,
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana dengan
judul :
ANALISA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN CT RING PADA SISTEM
KOORDINASI PROTEKSI GARDU DISTRIBUSI CKP 340 FEEDER
KADES DENGAN ETAP 12.6
Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa dukungan, bimbingan dan doa dari
berbagai pihak, oleh karenanya dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua Orang Tuaku, Bapak Ir. I Made Diarka dan Ibu Tri Wijayanti, yang
tanpa lelah terus memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi dan doa
untuk saya sepanjang hidup saya.
2. Kakak dan Adikku, Putu Indraswari Aryanti dan Yama Dharma Putera.
Terima Kasih karena tanpa lelah selalu mengasihi, mendukung dan
mendoakanku.
3. Dr.Setiyo Budiyanto, ST.MT dan Muhammad Hafizd Ibnu Hajar,ST.M.Sc
yang telah memberikan fasilitas terbaik dan memastikan seluruh kegiatan
perkuliahan berjalan dengan baik selama saya berkuliah di Fakultas Teknik
Mercubuana.
4. Dr. Umaisaroh, S.ST yang telah memberikan bimbingan dan arahannya
kepada saya, baik sebelum masa pembuatan Tugas Akhir hingga selesainya
tugas akhir ini.
5. Seluruh Dosen di Fakultas Teknik, Teknik Elektro Mercubuana yang telah
memberikan pengetahuannya selama saya menimba ilmu di Universitas
Mercubuana.

vi
6. Teman-teman di mahasiswa Mercubuana yang selalu menghiasi hari-hari
saya dengan berbagai hal.
7. Seluruh pihak yang berperan baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir masih terdapat kekurangan.
Penulis memohon maaf dan memohon kritik dan saran pembaca dalam penyusunan
Tugas Akhir ini. Penulis berharap, Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas.

Jakarta, 18 Januari 2021

Penulis,

M Detya Dharma Yudha

41419110078

vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

ABSTRACT .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah ............................................................................................. 2

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3

1.5 Metode Penulisan ........................................................................................... 3

1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 3

BAB II TEORI PENUNJANG ............................................................................... 5

2.1 Literature Review ........................................................................................... 5

2.2 Dasar Teori ..................................................................................................... 6

2.2.1 Gardu distribusi ..................................................................................... 6

2.2.2 Sistem Proteksi ...................................................................................... 7

2.2.3 Prinsip Kerja Relai proteksi .................................................................. 9

2.2.4 Peralatan Utama Sistem Proteksi ........................................................ 10

2.2.5 Relai Arus Lebih (Over Current Relay) .............................................. 16

viii
2.2.6 Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik ............................. 18

2.2.7 Analisis Gangguan Hubung Singkat ................................................... 22

2.2.8 Perhitungan Arus Gangguan dengan Metode Komponen Simetris .... 24

2.2.9 Pemilihan Penyetelan Relai Arus Lebih ............................................. 31

2.2.10 Penyetelan Waktu Relai .................................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 32

3.1 Flowchart Penelitian ..................................................................................... 32

3.2 Tahapan Penelitian ........................................................................................ 33

3.2.1 Studi Literatur ..................................................................................... 33

3.2.2 Pengumpulan Data .............................................................................. 33

3.2.3 Pengolahan Data .................................................................................. 34

3.2.4 Perhitungan.......................................................................................... 34

3.2.5 Analisa Efektifitas CT Ring ................................................................ 35

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 36

4.1 Data Operasional Gardu Induk Cikupa ......................................................... 36

4.2 Data Feeder Kades........................................................................................ 37

4.3 Arus Nominal Gardu CKP 340 ..................................................................... 40

4.4 Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa dengan Komponen


Simetris ........................................................................................................ 42

4.4.1 Menghitung Impedansi Sumber .......................................................... 42

4.4.2 Menghitung Impedansi Trafo Tenaga ................................................. 43

4.4.3 Menghitung Impedansi Feeder 20 kV ................................................ 44

4.4.4Menghitung Impedansi Ekuivalen Jaringan ......................................... 46

4.5 Arus Gangguan Hubung Singkat .................................................................. 48

4.6 Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Dengan Etap ........................ 50

ix
4.7 Analisa .......................................................................................................... 51

4.8 Setting Relai GI Cikupa dan CKP 340.......................................................... 55

4.9 Hasil Simulasi Etap 12.6 ............................................................................... 56

BAB V PENUTUP................................................................................................ 59

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 59

5.2 Saran ............................................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61

Lampiran ............................................................................................................ 63

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Relai Proteksi .............................................................. 10


Gambar 2.2 Rangkaian Peralatan Proteksi ............................................................ 10
Gambar 2.3 Kurva Tingkat Kejenuhan Trafo Arus Proteksi ................................ 14
Gambar 2.4 Grafik Karakteristik OCR ................................................................. 16
Gambar 2.5 Rangkaian Kerja Relai ...................................................................... 18
Gambar 2.6 Gangguan Satu Fasa .......................................................................... 19
Gambar 2.7 Gangguan Dua Fasa .......................................................................... 20
Gambar 2.8 Gangguan Dua Fasa Ke Tanah .......................................................... 20
Gambar 2.9 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa ............................................... 21
Gambar 2.10 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa Ke Tanah ............................ 21
Gambar 2.11 Fasor Tegangan Tiga Fasa Seimbang.............................................. 23
Gambar 2.12 Model Saluran Gangguan Satu Fasa ke Tanah................................ 28
Gambar 2.13 Model Saluran Gangguan Dua Fasa ke Tanah ................................ 29
Gambar 2.14 Model Saluran Gangguan Dua Fasa ................................................ 29
Gambar 2.15 Model Saluran Gangguan Tiga Fasa ............................................... 30
Gambar 2.16 Skema Koordinasi Waktu Relai ...................................................... 32
Gambar 4.1 Simulasi Single Line Diagram Menggunakan Etap 12.6 ................. 38
Gambar 4.2 Tata Letak Material Distribusi Gardu CKP 340................................ 40
Gambar 4.3 Single Line Gardu CKP 340 .............................................................. 40
Gambar 4.4 Simulasi Sebelum CT Ring ............................................................... 56
Gambar 4.5 Urutan Koordinasi Proteksi Sebelum Pemasangan CT Ring ............ 56
Gambar 4.6 Simulasi Menggunakan CT Ring ...................................................... 57
Gambar 4.7 Urutan Koordinasi Proteksi Dengan CT Ring................................... 57
Gambar 4.8 Grafik Simulasi Dengan CT Ring ..................................................... 58

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rekap Jurnal Studi Litelature ................................................................ 36


Tabel 4.1 Data Teknik Trafo 1 GI Cikupa ............................................................ 36
Tabel 4.2 Data Teknik Peralatan Proteksi Outgoing Trafo 1 ................................ 36
Tabel 4.3 Data Setting Relai Arus Lebih Outgoing Trafo 1 ................................. 37
Tabel 4.4 Data Panjang Kabel Penyulang Kades .................................................. 37
Tabel 4.5 Data Teknik Feeder Kades ................................................................... 38
Tabel 4.6 Data Teknik Peralatan Proteksi Feeder Kades ..................................... 39
Tabel 4.7 Data Setting Relai Arus Lebih Feeder Kades ....................................... 39
Tabel 4.8 Data Teknik Peralatan Proteksi CKP 340 ............................................. 41
Tabel 4.9 Data Setting Relai Arus Lebih CKP 340 ............................................... 42
Tabel 4.10 Perhitungan Impedansi Penghantar NA2XSEYBY Urutan Positif dan
Negatif Tiap Segmen............................................................................................. 45
Tabel 4.11 Perhitungan Impedansi Penghantar NA2XSEYBY Urutan Nol ......... 46
Tabel 4.12 Perhitungan Impedansi Ekuivalen Urutan Positif dan Negatif ........... 47
Tabel 4.13 Perhitungan Impedansi Ekuivalen Urutan Nol ................................... 48
Tabel 4.14 Perhitungan Arus Hubung Singkat 3 Fasa dengan Komponen Simetris
............................................................................................................................... 49
Tabel 4.15 Data Gangguan Hubung Singkat feeder Kades................................... 49
Tabel 4.16 Simulasi Gangguan Hubung Singkat Dengan Etap ............................ 50

xii
DAFTAR SINGKATAN

GI = Gardu Induk
PMT = Pemutus Tenaga
SKTM = Saluran Kabel Tegangan Menengah
SKTR = Saluran Kabel Tegangan Rendah
TM = Tegangan Menegah
CT = Current Transformer
PT = Potential Transformer
SLD = Single Line Diagram
GH = Gardu Hubung
GD = Gardu Distribusi
PHB = Panel Hubung Bagi
TD = Transformator Distribusi
CB = Circuit Breaker
ACB = Air Circuit Breaker
VCB = Vacuum Circuit Breaker
GCB = Gas Circuit Breaker
OCB = Oil Circuit Breaker
SUTR = Saluran Udara Tegangan Rendah
SUTT = Saluran Udara Tegangan Tinggi
SKTT = Saluran Kabel Tegangan Tinggi
LBS = Load Break Switch
NGR = Neutral Ground Resistor
MOC = Moment Overcurrent
MGF = Moment Ground Fault
OC = Overcurrent

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan kebutuhan energi listrik dewasa ini semakin meningkat seiring
dengan bertumbuhnya jumlah penduduk. Energi listrik merupakan energi primer
yang dibutuhkan tiap individu. Peningkatan kebutuhan listrik masyarakat
berdampak pada kehandalan jaringan listrik. Kehandalan penyediaan tenaga listrik
dibutuhkan dalam sistem distribusi tenaga listrik untuk menjaga kualitas listrik
yang tersalurkan.
Selama proses penyediaan energi listrik tersebut, diperlukan peralatan
proteksi guna meningkatkan kehandalan penyaluran energi listrik serta mencegah
peralatan dari kerusakan akibat gangguan (SPLN 1:1995). Kehandalan jaringan
distribusi ditunjang oleh peralatan proteksinya (Ontoseno, 2013). Sistem proteksi
selain untuk mengamankan jaringan distribusi, juga berperan penting dalam
meminimalisir daerah padam yang disebabkan oleh gangguan. Sistem proteksi
yang baik adalah suatu sistem yang dapat memberikan perlindungan untuk
mengisolir bagian yang mengalami gangguan, sehingga gangguan tidak meluas dan
dapat dilokalisir.
Gardu distribusi menyalurkan energi listrik ke pelanggan tegangan
menengah (pelanggan khusus) atau tegangan rendah (pelanggan umum). Pada suatu
gardu distribusi, terdapat peralatan proteksi yaitu pelebur / fuse, untuk pelanggan
tegangan rendah. Sedangkan untuk pelanggan tegangan menegah, dapat
menggunakan relai yang dirangkai dengan Current Transformer (CT), Potential
Transformer (PT) dan Circuit Breaker (CB). CT dan PT tersebut digunakan pula
untuk keperluan pengukuran energi listrik (metering).
Sistem proteksi yang sudah ada saat ini, memiliki resiko terjadinya
kegagalan koordinasi proteksi saat gangguan hubung singkat masih besar. Sehingga
berpotensi mengakibatkan PMT (Pemutus Tenaga) di Gardu Induk trip (padam satu
feeder). Hal ini tentunya mengakibatkan kerugian bagi pelanggan dan mengurangi
kehandalan sistem. Kegagalan koordinasi proteksi saat gangguan hubung singkat

1
ini terjadi dikarenakan CT blok yang digunakan di CB pada gardu distribusi
membaca nilai arus gangguan yang lebih besar dari rasio CT blok. Sehingga, relai
tidak dapat membaca gangguan tersebut dan CB tidak bekerja.
Dalam pemasangan CT untuk metering, perlu mempertimbangkan akurasi
pengukuran. Sehingga CT yang terpasang memiliki rasio mendekati daya kontrak
pelanggan. Sehingga dengan rasio CT yang mendekati daya kontrak, tentunya hal
ini mengakibatkan range rasio pembacaan arus untuk proteksi menjadi rendah.
Sedangkan pemasangan CT untuk proteksi harus mempertimbangkan besarnya arus
gangguan yang timbul. Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa CT pengukuran dan
proteksi harus dipisah. CT yang digunakan untuk proteksi harus memiliki range
rasio pembacaan arus yang besar, serta pengaturan relai proteksi pada peralatan
proteksi harus mempertimbangkan arus gangguan yang timbul. Untuk dapat
mengurangi gangguan proteksi yang timbul, maka diperlukan untuk menganalisa
penggunaan CT ring pada sistem koordinasi proteksi gardu distribusi CKP 340.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah pada Tugas Akhir ini
adalah, bagaimana efektifitas penggunaan CT Ring pada gardu distribusi akibat
kegagalan sistem proteksi gardu distribusi.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Penelitian tentang sistem koordinasi proteksi hanya dilakukan pada


peralatan proteksi di feeder Kades wilayah kerja PT PLN (Persero) UP3
Cikupa.
2. Analisa perancangan sistem proteksi dilakukan pada gardu distribusi 20
kV.
3. Penelitian hanya berfokus pada CT ring dan sistem koordinasi proteksi
terlepas dari nilai ekonomis peralatan.
4. Simulasi koordinasi proteksi dengan menggunakan ETAP yang
didasarkan pada kondisi ketika adanya arus hubung singkat 3 fasa pada
sisi jaringan 20 kV.

2
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian tugas akhir ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kehandalan sistem tenaga listrik.
2. Melakukan analisa efektifitas CT ring pada sistem koordinasi jaringan
tegangan menengah 20kV yang mengalami kegagalam proteksi
diakibatkan karena CT blok mengalami kondisi jenuh dan tidak dapat
bekerja secara optimal.

1.5 Metode Penulisan


Untuk mendapatkan hasil yang maksimal menggunakan metode penulisan
sebagai berikut:
1. Metode Literatur
Dalam metode ini pengumpulan data menggunakan literatur yang
berasal dari buku, jurnal, paper dan penilitian lainnya yang berkaitan
dengan sistem proteksi tenaga listrik.
2. Metode Observasi dan Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi di lapangan, sehingga
mendapatkan data yang akurat serta dapat melakukan wawancara
langsung dengan pakarnya.
3. Metode Analisa
Melakukan analisa pada data yang sudah didapatkan dan selanjutnya
akan di bahas permasalahannya untuk mendapatkan hasil analisa sesuai
dengan tujuan penulisan ini.
4. Metode Praktis
Untuk mendukung analisa berdasarkan data-data yang sudah didapat,
maka dapat dilakukan simulasi percobaan menggunakan aplikasi.

1.6 Sistematika Penulisan


Pembahasan Tugas Akhir ini akan dibagi menjadi lima Bab dengan
sistematika sebagai berikut:

3
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menjelaskan mengenai penelitian terdahulu, konsep
dari sistem proteksi, peralatan utama proteksi dan persyaratan
sistem proteksi yang handal.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini membahas mengenai perancangan desain simulasi
pada ETAP dan perhitungan penggunaan peralatan proteksi.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas hasil simulasi ETAP dan hasil perhitungan
secara manual. Hasil perhitungan manual dan ETAP dibandingan
dan dilakukan analisa efektifitas CT Ring pada sistem koordinasi
proteksi.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan yang
telah diperoleh.

4
BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 Literature Review


Banyak penelitian yang sebelumnya dilakukan mengenai koordinasi
proteksi pada jaringan distribusi tegangan menengah, maka dari itu dalam upaya
pengembangan perlu dilakukan beberapa Literature Review terhadap penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian yang sudah penulis kumpulkan antara
lain:
• Penelitian dengan judul Analisa Proteksi Arus Lebih Pada Generator PLTU
Teluk Sirih membahas mengenai jenis gangguan arus listrik yang mengalir
menuju generator, gangguan ini mengakibatkan aliran arus yang tinggi dan
tidak seimbang dalam sistem tiga-fasa sehingga mengakibatkan penyaluran
energi listrik ke beban menjadi terganggu dan merusak generator itu sendiri.
(Zulkarnaini, 2019)
• Dalam penelitian yang berjudul Analisis Hubung Singkat Pada Jaringan
Tegangan Menengah 20 kV Penyulang Kedonganan dibahas mengenai
sistem backup dengan menggunakan generator set yang saat ini masih di
desain secara partial sehingga tidak menjamin keandalannya. (Jaryanta,
2018)
• Selain itu penelitian yang berjudul Optimalisasi Sistem Proteksi
Overcurrent Relays (OCR) Pada Feeder Cikande di PT PLN (Persero) UP3
Cikupa Menggunakan Etap 16.0 membahas mengenai sistem proteksi OCR
dan metode setting relai pada feeder Cikande (Wisnu, 2019). Penelitian ini
menggunakan simulasi Etap dan permodalan sistem yang mendekati
kondisi dilapangan.
• Penelitian yang berjudul Analisa Dan Solusi Kegagalan Sistem Proteksi
Arus Lebih Pada Gardu Distribusi JTU5 Feeder Arsitek membahas
mengenai kegagalan sistem proteksi pada gardu distribusi JTU5 feeder
Arsitek, sedangkan untuk metode penelitian dilakukan dengan menghitung
arus hubung singkat yang terjadi pada jaringan distribusi menggunakan

5
perhitungan matematis. Solusi yang diberikan adalah dengan menambahkan
peralatan proteksi tambahan berdasarkan hasil analisa (Faisal, 2016).
Sehingga dapat meningkatkan kehandalan sistem.
• Penelitian yang berjudul Studi Analisa Koordinasi Menggunakan Relay
OCR (Overcurrent Relay) Untuk Gangguan Hubung Singkat Pada
Penyulang 2 Distribusi 20 KV GI Jajar Surakarta Menggunakan ETAP
12.6. pada penelitian ini dibahas mengenai koordinasi proteksi arus lebih
pada penyulang distribusi di GI Jajar Surakarta. Penelitian ini menggunakan
metode perhitungan matematis yang kemudian disimulasikan dengan
menggunakan aplikasi ETAP. (Muhammad, 2017)

2.2 Dasar Teori


Parameter keberhasilan sistem proteksi penting untuk diketahui dalam
melakukan analisa koordinasi sistem proteksi pada jaringan tegangan menengah
beserta teori yang berhubungan dengan koordinasi sistem proteksi tersebut. Berikut
ini merupakan penjelasan singkat mengenai parameter-parameter dan teori yang
dinunakan dalam penulisan penelitian ini :

2.2.1 Gardu distribusi


Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem
distribusi yang terdiri dari instalasi Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan
Menengah (PHB-TM), Transformator Distribusi (TD), dan Perlengkapan Hubung
Bagi Tegangan Rendah (PHB-TR). Gardu distribusi berfungsi untuk
menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk mendistribusikan tenaga listrik
pada konsumen (TM 20 kV dan TR 220/380 V). Jenis perlengkapan hubung bagi
tegangan menengah pada gardu distribusi berbeda sesuai dengan jenis konstruksi
gardunya. Untuk tegangan rendah dengan ambang batas 220 V seperti pada saluran
rumah, sedangkan tegangan menengah dengan tegangan 20 KV (20.000 V) dan
tegangan tinggi dengan range 30 KV – 150 KV.

6
2.2.2 Sistem Proteksi
Sistem proteksi merupakan suatu sistem pengamanan terhadap peralatan
listrik, untuk melindungi suatu system yang saling terintegrasi dari adanya
gangguan.
Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem tenaga listrik dan
bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem tersebut seperti arus,
tegangan, atau sudut fasa antara keduanya. Informasi yang diperoleh dari sistem
tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan besarannya dengan besaran
ambang-batas (threshold setting) pada peralatan proteksi. Apabila besaran yang
diperoleh dari sistem melebihi setting ambang-batas peralatan proteksi, maka
sistem proteksi akan bekerja untuk mengamankan kondisi tersebut.(Akhmad, 2016)
Adapun persyaratan terpenting dari sistem proteksi yaitu :
a. Kepekaan (Sensitivity)
Pada dasarnya suatu relai harus peka atau sensitif sehingga dapat
mendeteksi adanya gangguan sejak dini. Sebagai pengaman peralatan seperti motor,
generator atau trafo, relai yang memiliki sensitifitas yang baik dapat mendeteksi
gangguan pada tingkatan yang masih dini sehingga membatasi kerusakan yang terjadi.
Bagi peralatan seperti tersebut di atas hal ini sangat penting karena jika gangguan itu
sampai merusak bagian penting pada peralatan maka perbaikannya akan sangat
mahal.
Namun jika relai terlalu peka, relai akan sering trip untuk gangguan yang
sangat kecil. Dimana gangguan tersebut yang mungkin bisa hilang sendiri atau
resikonya dapat diabaikan atau dapat diterima suatu sistem.
b. Keandalan (Reliability)
Keandalan harus memenuhi 3 aspek, yaitu :
• Kepercayaan (Dependability)
Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan kemapuan
bekerjanya). Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan
bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang

7
terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan kata lain
dependability-nya harus tinggi.
• Keterjaminan (Security)
Keterjaminan merupakan tingkat kepastian untuk tidak salah kerja atau
error. Salah kerja atau error disini merupakan pada kondisi relai
bekerja tidak pada waktu setting. Sehingga relai bekerja lebih awal atau
relai merespon ganggua terlalu lamban sehingga arus gagguan lolos.
• Ketersediaan (Availability)
Sistem proteksi yang baik dilengkapi dengan kemampuan
mendeteksi terputusnya sirkit trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit
sekunder tegangan serta hilangnya tegangan searah (DC voltage),
dan memberikan alarm sehingga bisa diperbaiki, sebelum kegagalan
proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya benar-benar terjadi.
c. Selektifitas
Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu
sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan yang terganggu saja
yang termasuk dalam kawasan pengaman utamanya. Pengamanan yang
sedemikian disebut pengaman yang selektif.
Jadi relai harus dapat membedakan apakah :
• Gangguan terletak di kawasan pengaman utamanya dimana ia harus
bekerja cepat.
• Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja
dengan waktu tunda (sebagai pengaman cadangan) atau menahan
diri untuk tidak trip.
• Gangguannya diluar daerah pengamanannya atau sama sekali tidak
ada gangguan, dimana ia tidak harus bekerja sama sekali.
Untuk itu relai-relai diatur dengan mengatur peningkatan waktu
(time grading) atau peningkatan setting arus (current grading) atau
gabungan dari keduanya.
Untuk itulah relai dibuat dengan bermacam-macam jenis dan
karakteristiknya. Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relai yang tepat,

8
spesifikasi trafo arus yang besar, serta penentuan setting relai yang
terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh.
Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan kecepatan yang
tinggi, seperti pengaman transformator tenaga, generator, dan busbar pada
sistem tegangan ekstra tinggi dibuat berdasarkan prinsip kerja yang
mempunyai kawasan pengaman yang batasnya sangat jelas dan pasti dan
tidak sensitif terhadap gangguan diluar kawasannya, sehingga sangat
selektif, tapi tidak bisa memberikan pengamanan cadangan bagi seksi
berikutnya.

d. Kecepatan (Speed)
Setelah CT membaca adanya arus gangguan yang tinggi, dan
mengirimkan informasi ke relai maka relai harus dapat bekerja secepat
mungkin sebelum arus gangguan tersebut lolos dan menimbulkan kerugian
yang lebih besar. Untuk memperkecil kerugian atau kerusakan akibat
gangguan, maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin
dari bagian sistem lainnya.
Kecepatan itu penting untuk :
• Menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui
arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang terganggu.
• Mempertahankan kestabilan sistem.
e. Ekonomis dan sederhana
Dalam menentukan relai pengaman yang akan digunakan harus
ditinjau nilai ekonomisnya. Pemilihan relai harus tepat sesuai dengan
kegunaannya.

2.2.3 Prinsip Kerja Relai proteksi


Relai dapat bekerja apabila mendapatkan sinyal-sinyal input yang melebihi
dari setting relai tersebut. Besaran ukur yang dipakai untuk sinyal input yaitu
berupa arus, tegangan, impedansi, daya, arah daya, pemanasan, pembentukan gas,
frekuensi, gelombang eksplosi dan sebagainya. Rele dikatakan kerja (operasi),

9
apabila kontak-kontak dari rele tersebut bergerak membuka dan menutup dari
kondisi awalnya.
Apabila relai mendapat satu atau beberapa sinyal input sehingga dicapai
suatu harga pick-up tertentu, maka rele kerja dengan menutup kontak-kontaknya.
Maka rele akan tertutup sehingga tripping coil akan bekerja untuk memutuskan
beban. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Relai Proteksi


2.2.4 Peralatan Utama Sistem Proteksi
Sistem proteksi terdiri dari peralatan CT, PT, PMT, Catu Daya DC/AC,
relai proteksi, yang diintegerasikan dalam suatu rangkaian wiring. Secara
sederhana salah satu contoh sistem proteksi ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rangkaian Peralatan Proteksi


a. PMT (Pemutus tenaga)
PMT (Pemutus tenaga) atau CB (Circuit Breaker) adalah suatu
alat otomatis yang mampu memutus/menutup rangkaian pada semua
kondisi yaitu kondisi gangguan maupun kondisi normal, atau dapat juga
sebagai alat yang dibutuhkan untuk mengontrol jaringan tenaga listrik

10
dengan membuka circuit dengan menutup circuit (sebagai sakelar)
dengan membawa beban secara pengawasan manual atau otomatis,
sedangkan jika dalam keadaan gangguan atau keadaan tidak normal
PMT dapat membuka dengan bantuan relai yang mendeteksi, sehingga
gangguan dapat dipisahkan.
Selama beroperasi pada keadaan normal PMT dapat dibuka
dan ditutup tanpa menimbulkan akibat yang merugikan. Dalam
keadaan gangguan atau keadaan yang tidak normal relai akan
mendeteksi dan menutup rangkaian tripping dari PMT maka akan
menggerakkan mekanisme penggerak untuk membuka kontak-
kontak PMT.
Jaringan sistem tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan
yang berbeda jenis dan karakteristik dan secara fisik dipisahkan oleh
PMT (pemutus tenaga).
PMT berfungsi untuk memisahkan atau menghubungkan satu
bagian jaringan dengan bagian lain, baik jaringan dalam keadaan
normal maupun dalam keadaan terganggu. Bagian-bagian jaringan
tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau lebih.
Berdasarkan media pemutus listrik / peredam bunga api,
terdapat empat jenis Circuit Breaker, yaitu :
• ACB (Air Circuit Breaker), menggunakan media berupa udara
• VCB (Vacuum Circuit Breaker), menggunakan media berupa
vakum
• GCB (Gas Circuit Breaker), menggunakan media berupa gas
SF6
• OCB (Oil Circuit Breaker), menggunakan media berupa
minyak
Berikut ini merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
pemutus daya, yaitu :
• Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara kontinu

11
• Mampu memutuskan atau menutup jaringan dalam keadaan
berbeban ataupun dalam keadaan hubung singkat tanpa
menimbulkan kerusakan pada pemutus daya itu sendiri
• Mampu memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan
tinggi

b. Relai Proteksi
Relai proteksi adalah susunan piranti, baik elektronik maupun
magnetik yang direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi
ketidaknormalan pada peralatan listrik yang dapat membahayakan
atau tidak diinginkan. Jika gangguan terjadi maka relai proteksi akan
secara otomatis akan memberikan sinyal atau perintah untuk
membuka PMT agar bagian yang terganggu dapat dipisahkan dari
sistem yang normal.
Pada prinsipnya relai proteksi yang dipasang pada sistem
tenaga listrik mempunyai 3 macam fungsi (Soekarto, 1985), yaitu :
• Merasakan, mengukur, dan menentukan bagian sistem yang
terganggu serta memisahkan secepatnya;
• Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang
terganggu;
• Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang
tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta dapat beroperasi
normal, juga untuk mencegah meluasnya gangguan.
Berdasarkan fungsi kerjanya, relai diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis diantaranya yaitu :
1. Overcurrent Relay
Relai ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada
zona proteksinya, pada umumnya relai ini menjadi pengaman
cadangan dari suatu sistem kelistrikan tegangan tinggi.
2. Differential Relay

12
Relai ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder dari trafo
arus (CT) yang terpasang pada terminal peralatan listrik dan relai ini
akan bekerja jika terdapat perbedaan arus antara sisi pengirim dan
sisi penerima.
3. Distance Relay
Relai ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara
mengukur arus dan tegangan pada suatu zona apakah sesuai atau
tidak dengan batas settingnya.

c. Trafo Arus atau Current Transformer (CT)


Trafo arus/ Current Transformer adalah suatu peralatan listrik yang
dapat memperkecil arus besar menjadi arus kecil, dipergunakan dalam
rangkaian arus bolak-balik.(Sarimun, 2012).
Fungsi trafo arus dalam sistem proteksi saluran transmisi adalah :
• Mengkonversi besaran arus pada sistem tenaga listrik dari besaran
primer menjadi besaran sekunder untuk keperluan pengukuran dan
proteksi;
• Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer, sebagai
pengamanan terhadap manusia atau operator yang melakukan
pengukuran;
• Standarisasi besaran sekunder, untuk arus nominal 1 ampere dan 5
ampere.
Berdasarkan penggunaan, trafo arus dikelompokkan menjadi dua
kelompok dasar, yaitu; trafo arus metering dan trafo arus proteksi
a. Trafo arus metering
Trafo arus pengukuran untuk metering memiliki ketelitian tinggi
pada daerah kerja (daerah pengenalnya) antara 5% - 120% arus
nominalnya, tergantung dari kelas dan tingkat kejenuhan.

13
b. Trafo Arus ProteksiTrafo arus proteksi memiliki ketelitian tinggi
sampai arus yang besar yaitu pada saat terjadi gangguan, dimana
arus yang mengalir mencapai beberapa kali dari arus pengenalnya
dan trafo arus proteksi mempunyai tingkat kejenuhan cukup tinggi.
Grafik dapat dilihat dari Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kurva Tingkat Kejenuhan Trafo Arus Proteksi


Selain itu, CT juga memiliki kelas akurasi (Accuracy Class). Yang
dimaksud dengan kelas akurasi adalah arus pada CT yang dibatasi oleh
kesalahan arus dan kesalahan fasa. Standard kelas akurasi yang
dipergunakan untuk proteksi adalah 5P, 10P. Tanda “P” adalah tanda
“Protection”, dan angka 5 atau 10 adalah nilai kesalahan arus (Composite
Error) dalam persen (%). CT yang ada untuk proteksi antara lain 5P10,
5P20, 5P25 dan 5P30 atau 10P10, 10P20, 10P25 dan 10P30.(Sarimun,
2012)
Pada karakteristik utama dari CT untuk proteksi adalah akurasi
rendah (kesalahan lebih besar diijinkan bila dibandingkan untuk
pengukuran) dan kejenuhan tegangan (saturation voltage) tinggi. Pada
kejenuhan tegangan dikatakan sebagai Accuracy Limit Factor (ALF)
adalah rasio antara arus lebih primer pada spesifik akurasi dan nilai arus
primer. Nilai kejenuhan dari CT yang terpasang untuk proteksi dapat
diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut.(Sarimun, 2012)
2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … … … … … … . (2.1)
S + R CT x Isn
Dimana :
Sn = Burden pengenal (VA)
S = Burden sesungguhnya (VA)

14
Isn = Arus pengenal sekunder (A)
RCT = Tahanan dalam CT pada 750C (ohm)
nALF = Accuracy Limit Factor

d. Trafo Tegangan atau PT (Potential Transformer)


Fungsi trafo tegangan dalam sistem proteksi saluran transmisi
adalah :
• Mentransformasikan besaran tegangan sistem dari yang tinggi ke
besaran tegangan listrik yang lebih rendah sehingga dapat digunakan
untuk peralatan proteksi dan pengukuran yang lebih aman, akurat,
dan teliti;
• Mengisolasi bagian primer yang tegangannya sangat tinggi dengan
bagian sekunder yang tegangannya rendah untuk digunakan
sebagai sistem proteksi dan pengukuran peralatan dibagian primer.
Sebagai standarisasi besaran tegangan sekunder (100, 100/√3,
110/√3 dan 110 volt) untuk keperluan peralatan sisi sekunder;
• Memiliki 2 kelas, yaitu kelas proteksi (3P, 6P) dan kelas pengukuran
(0,1; 0,2; 0,5;1,3).

e. Catu daya (DC Power Supply)


Catu daya ini merupakan pencatu daya cadangan yang terdiri dari
battery charger dan battery. Battery Charger berfungsi sebagai peralatan
yang merubah tegangan AC ke DC, sedangkan battery berfungsi sebagai
penyimpan daya cadangan yang akan menjadi sumber tenaga untuk PMT
dan catu daya untuk relai. DC Power Supply merupakan peralatan yang
sangat vital karena jika terjadi gangguan dan kontak telah terhubung,
maka DC Power Supply akan bekerja dan menyebabkan CB terbuka.

f. Pengawatan (Wiring)
Wiring adalah sistem pengawatan untuk menghubungan antara
komponen proteksi yang meliputi : Relai, PMT, CT, PT, dan baterai

15
sehingga perangkat sistem proteksi tersebut dapat bekerja sesuai
ketentuan.
Ada persyaratan yang harus diperhatikan didalam pengawatan,
misalnya : penggunaan jenis kabel/kawat, besar penampang kabel,
panjang kabel, warna kabel, dan kode-kode.

2.2.5 Relai Arus Lebih (Over Current Relay)


Prinsip kerja relai arus lebih yaitu jika relai dilewati arus yang
melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting / setelan waktu tertentu),
maka relai akan mulai bekerja. OCR bekerja berdasarkan kenaikan arus
yang terdeteksi oleh relai.
Berdasarkan karakteristik waktu kerja, relai arus lebih
diklasifikasikan sebagai berikut :

a) t b) t

t set

I set Instant
I I set Definite I

c) t d) t

I Set Inverse I I set Kombinasi I

Gambar 2. 4 Grafik Karakteristik OCR

16
a) Relai arus lebih seketika/ Moment / Instant
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai
tanpa penundaan waktu, kerjanya sangat cepat / waktunya pendek
(20–100 mili detik).
b) Relai arus lebih dengan tunda waktu (Time Delay) / definite
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai
diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tidak tergantung dari
besarnya arus yang menggerakkannya.
c) Relai arus lebih inverse
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai
diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari
besarnya arus yang menggerakkannya. Semakin besar arus yang
melewati relai, maka semakin cepat relai bekerja dan sebaliknya.
Karakteristik OCR Inverse ada 4 macam:
a. Standard Inverse / Normally Inverse Formula perhitungan
penyetalan :
0,14xTMS
t= I … … … … … … … … … . . (2.2)
( f )0,02 −1
Is

b. Very Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
13,5xTMS
t= I … … … … … … … … … . . (2.3)
( f )−1
Is

c. Extremelly Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
80xTMS
t= I … … … … … … … . … … . . (2.4)
( f )2 −1
Is

d. Long Time Inverse


Formula perhitungan penyetalan :

13,5xTMS
t= I … … … … … … … … … . . (2.5)
( f )−1
Is

17
Dimana :
t = Waktu kerja (trip) relai dalam detik
If = Arus gangguan (A)
Is = Arus setting (A)
TMS = Time Multiple Setting
d) Relai arus lebih kombinasi
Jangka waktu kerja relai merupakan kombinasi dari inverse
dan definite. Relai mulai pick-up sampai selesai diperpanjang
dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang
menggerakkannya, dan pada nilai arus tertentu relai harus kerja
dengan definite time (Gambar 2.4d). Dalam hal tertentu dapat
dilakukan penerapan kombinasi antara dua macam karakteristik,
misal : IDMT (Inverse Definite Minimum Time).

Gambar 2.5 Rangkaian Kerja Relai


2.2.6 Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik
Gangguan merupakan suatu ketidaknormalan (interferes) dalam sistem
tenaga listrik yang mengakibatkan mengalirnya arus yang tidak seimbang dalam
suatu sistem jaringan listrik. Secara umum klasifikasi gangguan pada sistem tenaga
listrik disebabkan oleh 2 faktor, yaitu gangguan sistem dan gangguan non sistem.

a) Gangguan Sistem
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga
listrik seperti pada generator, trafo, SUTT, SKTT dan lain sebagainya.
Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai gangguan permanen dan
gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang hilang
dengan sendirinya bila PMT terbuka, misalnya sambaran petir yang

18
menyebabkan flash over pada isolator SUTT. Pada keadaan ini PMT
dapat segera dimasukan kembali, secara manual atau otomatis dengan
Auto Recloser. Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak hilang
dengan sendirinya, sedangkan untuk pemulihan diperlukan perbaikan atau
pergantian perangkat, misalnya kawat SUTM putus. Jenis gangguan yang
diakibatkan oleh sistem, yaitu :
• Gangguan hubung singkat
Gangguan hubung singkat dapat terjadi dua fasa, tiga fasa, satu fasa ke
tanah, dua fasa ke tanah, atau 3 fasa ke tanah. Dalam proteksi system tenaga
listrik penting untuk mengetahui distribusi arus dan tegangan di berbagai
tempat sebagai akibat timbulnya gangguan. Karakteristik kerja relai
proteksi dipengaruhi oleh besarnya energy yang terukur oleh relai seperti
arus atau tegangan. Dengan mengetahui distribusi arus dan tegangan
diberbagai tempat maka dapat dilakukan setelan (setting) untuk relai
proteksi dan rating dari CB (circuit breaker).
• Gangguan satu fasa ke tanah
Gangguan ini merupakan gangguan asimetris sehingga memerlukan
metode asimetris untuk menganalisa tegangan dan arus pada saat
terjadinya gangguan. Gangguan yang terjadi dapat dianalisa dengan
menghubung-singkatkan semua sumber tegangan yang ada pada sistem
dan mengganti titik (node) gangguan dengan sebuah sumber tegangan
yang besarnyasama dengan tegangan sesaat sebelum terjadinya
gangguan di titik gangguan tersebut. Ilustrasi seperti Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Gangguan Satu Fasa

19
• Gangguan hubung singkat dua fasa
Merupakan gangguan yang disebabkan karena fasa dan fasa antar kedua
fasa terhubung singkat dan tidak terhubung ke tanah. Ilustrasi seperti
Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Gangguan Dua Fasa

• Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah


Gangguan dua fasa ke tanah terjadi ketika dua buah fasa dari sistem
tenaga listrik terhubung singkat ke tanah. Gangguan dua fasa ke tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini :

Gambar 2.8 Gangguan Dua Fasa Ke Tanah

• Gangguan hubung singkat tiga fasa


Gangguan hubung singkat tiga fasa termasuk dalam klasifikasi
gangguan simetris, dimana arus maupun tegangan stiap fasanya tetap
seimbang setelahgangguan terjadi. Sehingga pada sistem seperti ini
dapat dianalisa hanya dengan menggunakan urutan positif saja.
Gangguan hubung singkat tiga fasa dapat dilihat seperti pada Gambar
2.9.

20
Gambar 2.9 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa

• Gangguan hubung singkat tiga fasa ke tanah


Gangguan tiga fasa ke tanah terjadi ketika ketiga fasa dari sistem tenaga
listrik terhubung singkat ke tanah. Gangguan tiga fasa ke tanah dapat
dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa Ke Tanah

• Gangguan beban lebih (Overload)


Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan
terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik yang dialiri
arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang mengalir
melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang terpasang.

b) Gangguan Non Sistem


Gangguan non sistem adalah gangguan yang menyebabkan PMT
terbuka yang dikarenakan relai yang bekerja sendiri atau kabel kontrol yang
terkelupas atau oleh sebab interferensi, dan lain sebagainya.
Jenis gangguan non-sistem antara lain :
a. Kerusakan komponen relai

21
b. Kabel kontrol terhubung singkat
c. Interferensi / induksi pada kabel kontrol

2.2.7 Analisis Gangguan Hubung Singkat


Gangguan hubung singkat ini sendiri digolongkan menjadi dua kelompok
yakni gangguan hubung singkat simetri dan gangguan hubung singkat asimetri
(tidak simetri). Yang termasuk dalam gangguan simetri adalah gangguan hubung
singkat tiga fasa, sedangkan yang lainnya termasuk dalam gangguan hubung
singkat asimetri yakni hubung singkat satu fasa ke tanah, dua fasa ke tanah, dan
hubung singkat antar dua fasa.
Hampir semua gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik adalah
gangguan hubung singkat asimetri, gangguan ini menyebabkan mengalirnya arus
tidak seimbang dalam sistem sehingga untuk analisis gangguan digunakan metode
komponen simetri baik menentukan arus maupun tegangan disemua bagian sistem
setelah terjadi gangguan.
Prinsip dasar dari komponen simetris pada rangkaian sistem tiga fasa yang
tidak seimbang yaitu bahwa pada setiap fasor yang tidak seimbang pada sistem
tenaga dapat diuraikan menjadi tiga kelompok fasor yang seimbang, yaitu :
1. Komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang besarnya sama

dengan beda fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang sama
seperti fasor sistem. Pada sistem tenaga listrik tidak dipengaruhi oleh
hubungan belitan transformator maupun sistem pentanahan titik netral
generator. Pada rangkaian urutan positif pada generator maka impedansi
urutan positifnya terhubung seri dengan sumber tegangan.
2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besar

berbeda fasa 1200 dan mempunyai urutan berlawanan dengan fasor


sistem, model rangkaiannya sama seperti hubungan rangkaian urutan
positif hanya saja tidak memiliki sumber tegangan. Nilai impedansi
urutan negatif sama dengan nilai impedansi urutan positif.
3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan
mempunyai pergeseran fasa sebesar 00 antara satu dengan yang lain. Pada

22
umumnya rangkaian urutan nol berbeda dengan rangkaian urutan positif
maupun rangkaian urutan negatif. Rangkaian urutan nol tidak mempunyai
sumber tegangan. Nilai impedansi suatu rangkaian urutan nol sangat
dipengaruhi oleh hubungan belitan trafo dan pentanahan titik netral
generator.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.11 fasor tegangan
seimbang.

Gambar 2.11 Fasor Tegangan Tiga Fasa Seimbang


Dimana :
Va0 , Vb0 , Vc0 adalah komponen urutan nol
Va1 , Vb1 , Vc1 adalah komponen urutan positif
Va2 , Vb2 , Vc2 adalah komponen urutan negatif
Impedansi urutan dapat didefinisikan sebagai suatu impedansi yang
dirasakan oleh arus urutan bila tegangan urutannya dipasang pada
peralatan atau sistem tersebut. Seperti juga tegangan dan arus di dalam
metode komponen simetris dan tak simetris. Impedansi yang dikenal ada
tiga macam yaitu :
a. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan
oleh arus urutan positif.
b. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan
oleh arus urutan negatif.
c. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan nol.

23
2.2.8 Perhitungan Arus Gangguan dengan Metode Komponen Simetris
Data-data yang diperlukan sebagai berikut : MVA hubung singkat di sisi
busbar tegangan tinggi. MVA, ZT%, kV dari trafo tenaga yang mensuplai jaringan,
karena incoming trafo tenaga mensuplai tegangan untuk jaringan.
Perhitungan untuk menghitung besar arus hubung singkat dalam sistem
tenaga listrik dapat dilakukan dengan perumusan antara lain sebagai berikut :

1. Perhitungan Impedansi Sumber


Pada sisi 20 kV dari gardu induk 150 kV dengan data MVA hubung
singkat yang ada, maka :
MVASC = √3 x kV x Isc … … … … … … … … … … . . (2.6)
kV2
XS = MVA … … … … … . … … … … … … … … … . . … (2.7)
sc

Dimana :
Xs = Reaktansi sumber (Ω)
kV = Tegangan saluran transmisi 150 kV (kV)
MVAsc = Daya pada saat hubung singkat (MVA)
Isc = Arus hubung singkat di sisi 150 kV (kA)
Untuk menghitung impedansi sumber, dapat dilakukan dengan persamaan
Z = R + jX … … … … … … … . … . … … … … … … . . (2.8)
Zs = R + jXs … … … … … … … … … … . . … … … … . (2.9)
Dimana :
Zs = Impedansi sumber (Ω)
R = Tahanan sumber riil (Ω)
Xs = Reaktansi sumber (Ω)
Dalam perhitungan ini, R dianggap bernilai 0 ohm. Maka persamaan
menjadi :
Zs = jXs … … . … … … … … … … . . … … … … … . (2.10)

Impedansi sumber ini adalah nilai tahanan pada sisi 150 kV. Arus
gangguan hubung singkat yang akan dihitung adalah gangguan hubung

24
singkat di sisi 20 kV, maka impedansi sumber tersebut harus
dikonversikan ke sisi 20 kV dengan menggunakan persamaan :

𝑘𝑉12 𝑘𝑉22
= … … … . … … … … … … … . . … … … … … (2.11)
𝑍𝑠 𝑍𝑠2

Dimana :
kV1 = Tegangan transformator tenaga sisi primer (kV)
kV2 = Tegangan transformator tenaga sisi sekunder (kV)
Zs = Impedansi transformator tenaga sisi primer (Ω)
Zs2 = Impedansi transformator tenaga sisi sekunder (Ω)

Untuk menghitung impedansi sumber di sisi 20 kV, maka


persamaan menjadi :
kV2
Zs2 = kV22 x Zs … … … . … … … … … … … . . … … … (2.12)
1

2. Perhitungan Impedansi Trafo Tenaga


a. Impedansi urutan positif dan impedansi urutan negatif
XT1 = X T2 … … … . … … … … … … … . . … … … … . (2.13)
Dimana :
XT1 = Reaktansi urutan positif (Ω)
XT2 = Reaktansi urutan negatif (Ω)
Untuk menghitung XT1 menggunakan rumus :
kV2
XT1 = %X T x MVA … … … . … … … … … … … … . . (2.14)
tr

Dimana :
XT1 = Reaktansi urutan positif (Ω)
%XT = Impedansi trafo tenaga (%)
kV = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV)
MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA)
Berdasarkan persamaan (2.8), maka impedansi urutan positif
trafo tenaga diperoleh dengan :
ZT1 = jX T1 … … … . … … … … … … … … … … … . . . (2.15)

25
b. Impedansi urutan nol
Pada perhitungan reaktansi urutan nol trafo tenaga, tergantung dari ada
atau tidaknya belitan delta di dalam trafo tenaga.
• Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Dyn dimana
kapasitas belitan delta (D) sama dengan kapasitas belitan Y,
maka :
XT0 = X T1 … … … . … … … … … … … … … … … … (2.16)
• Untuk trafo tenaga dengan belitan Ydyn atau YNyn d, dimana
kapasitas belitan delta (d) sepertiga dari kapasitas belitan Y
(belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan
belitan delta tetap ada di dalam trafo tenaga, tetapi tidak
dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka
:
𝑀𝑉𝐴𝑡𝑟
XT0 = x XT1 … … … . … … … … … … … … . . (2.17)
𝑀𝑉𝐴∆

Dimana :
XT0 = Reaktansi urutan nol (Ω)
MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA)
MVA∆ = Kapasitas belitan delta (MVA)
XT1 = Reaktansi urutan positif (Ω)
• Apabila tidak ada belitan delta, maka perhitungan reaktansi
urutan nol adalah :
XT0 = 9 s/d 14 x XT1 … … … . … … … … … . … . . . (2.18)
Berdasarkan persamaan (2.8), maka impedansi urutan nol trafo
tenaga diperoleh dengan :
ZT0 = jX T0 … … … . … … … … … … … … … … … . . . (2.19)

3. Perhitungan Impedansi Feeder


Impedansi feeder yang akan dihitung tergantung dari besarnya
impedansi per km (Ω/km) dari feeder yang dihitung. Nilai dari
impedansi per km tergantung dari jenis pengahantar, luas pengahantar,

26
dan panjang penghantar. Untuk menghitung impedansi feeder,
menggunakan rumus :
Z1 = Z2 … … … . … … … … … … … … … … … . . … . . (2.20)
Z1 feeder = Z1 x 𝑙 … … . … … … … … … … … … … … (2.21)
Z0 feeder = Z0 x 𝑙 … … . … … … … … … … … … … … (2.22)
Dimana :
Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω)
Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
Z1 = Impedansi urutan positif penghantar (Ω/km)
Z0 = Impedansi urutan negatif penghantar (Ω/km)
l = Panjang penghantar (km)

4. Perhitungan Impedansi Saluran Ekuivalen


Untuk menghitung nilai impedansi urutan positif ekuivalen
dan urutan negatif ekuivalen pada saluran transmisi adalah: (Syafi’i,
2016)
Z1eq = Z2eq = Zs2 + ZT1 + Z1 feeder … … … … . (2.23)
Dimana :
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
Zs2 = Impedansi sumber sisi 20 kV (Ω)
ZT1 = Impedansi urutan positif trafo tenaga (Ω)
Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω)

Untuk menghitung nilai impedansi urutan nol ekuivalen pada


saluran transmisi adalah:
Z0eq = ZT0 + (3xR n ) + Z0 feeder … … … … … . . . (2.24)
Dimana :
Z0eq = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
ZT0 = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
Rn = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω)

27
5. Perhitungan Arus Hubung Singkat
Perhitungan arus hubung singkat terdiri dari empat kondisi
gangguan, yaitu:
a. Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Gangguan satu fasa ketanah merupakan hubung singkat yang
digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan
satu fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Model Saluran Gangguan Satu Fasa ke Tanah


Besarnya arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
3xEa
If 1fasa tanah = Z … … … … . … … … . (2.25)
0eq +Z1eq +Z2eq

Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)

b. Gangguan Hubung ke Tanah


Gangguan dua fasa ke tanah merupakan hubung singkat yang
digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan
dua fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.13.

28
Gambar 2.13 Model Saluran Gangguan Dua Fasa ke Tanah
Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Ea
If2fasa tanah = Z2eq xZ0eq … … … … … … … . (2.26)
Z1eq + ( )
Z2eq +Z0eq

Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)

c. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa


Gangguan hubung singkat antar dua fasa digolongkan sebagai
gangguan asimetri. Model saluran gangguan dua fasa dapat dilihat
pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Model Saluran Gangguan Dua Fasa


Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
E
If 2fasa = Z … … … … . … … … … … . … … . (2.27)
1eq +Z2eq

Dimana :
E = Tegangan fasa-fasa (V)

29
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
Karena Z1 dan Z2 memiliki nilai yang sama, maka :
E
If 2fasa = 2 x Z … … … … . … … … … … … . … … . (2.28)
1eq

d. Gangguan Hubung Singkat 3 fasa


Gangguan tiga fasa secara langsung merupakan hubung
singkat yang digolongkan sebagai gangguan simetri. Model saluran
gangguan tiga fasa dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Model Saluran Gangguan Tiga Fasa


Besarnya arus gangguan hubung singkat tiga fasa dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Ea
If 3fasa = Z … … … … . … … … … … … . … … . (2.29)
1eq

Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z1eq = Impedansi urutan positif (Ω)
e. Perhitungan Arus Nominal
Perhitungan arus nominal dilakukan untuk mengetahui besarnya
arus berdasarkan daya kontrak yang tersambung.
P = V x I x Cos ɵ x √3 … … … … . … … … … … … (2.30)
Dimana :
P = Daya kontrak pelanggan (kVA)
V = Tegangan tersambung (V)
I = Arus nominal (A)

30
2.2.9 Pemilihan Penyetelan Relai Arus Lebih
Penyetelan relai arus lebih terdiri dari penyetelan arus dan penyelan
waktu. Berikut ini merupakan penjelasan dari penyetelan relai.
Penyetelan arus untuk relai arus lebih mempunyai batasan
besarnya arus. Pada dasarnya batas penyetelan relai arus lebih
adalah relai tidak boleh bekerja pada saat beban maksimum. Arus
penyetelannya harus lebih besar dari arus beban maksimum.
a. Penyetelan OCR
Penyetelan OCR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan dari
arus gangguan hubung singkat 2 fasa dan 3 fasa. Batas penyetelan harus
memperhatikan kesalahan pick up, menurut Standard British BS 142-
1983 batas penyetelan untuk relai inverse antara nominal 1.05 – 1.3
Inominal dan untuk relai definite antara nominal 1,2 – 1,3 x Inominal.
Mengacu pada standar tersebut, pada tugas akhir ini lebih amannya
menggunakan konstanta 1,05 (Sarimun, 2012), sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut : (Wijana, 2018)
Iset =≥ 1,05 x Inominal … … … … . … … … … … … (2.31)
Iset
Is OCR = Rasio … … … … . … … … … … … . … … . . (2.32)
CT

𝑂𝐶𝑅 = 1,2 x 1,5 x Inominal … … … … . … … … … (2.33)

Dimana :
Iset = Arus setting di sisi primet CT
Is OCR = Arus setting di sisi sekunder CT
b. Penyetelan GFR
Penyetelan GFR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan
dari arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Besarnya
penyetelan GFR (Ground Fault Relay) dapat disetel 6% sampai
dengan 12% dikali arus hubung singkat satu fasa tanah terkecil/terjauh.
s
Is GFR = 6% d 12% x If 1fasa tanah terkecil … … … (2.33)

31
2.2.10 Penyetelan Waktu Relai
Dengan mengacu pada konsep daerah pengamanan, maka penyetelan relai
arus lebih memiliki peranan yang penting dalam koordinasi setting relai pengaman.
Penyetelan relai arus lebih dapat dilakukan berdasarkan setelan waktu, setelan arus
maupun kombinasi keduanya.
Berdasarkan Standar IEEE 242 waktu yang dibutuhkan untuk kerja relai
sampai circuit breaker membuka adalah 0.3-0.4 s, dengan asumsi : (Abdullah,
2014)
• Waktu terbuka circuit breaker 5 cycle : 0.08 detik
• Overtravel dari relai : 0.1 detik
• Faktor keamanan : 0.22 detik

Gambar 2.16 Skema Koordinasi Waktu Relai


Untuk relai static dan relai digital berbasis mikroprosesor, overtravel dari
relai dapat diabaikan. Dari standard tersebut ditentukan koordinasi antara dua relai
yang bekerja sebagai relai utama dan relai backup adalah 0.3s. Misalnya pada
koordinasi relai yang mempergunakan karakteristik definite time secara bertingkat
seperti terlihat pada Gambar 2.16. Untuk waktunya dipilih setting dari sisi hulu
sampai dengan sisi hilir, dengan tunda waktu 0.3 s.
Tset = ∆t + t … … … … . . … … … … . … … … … … . (2.34)

Dimana :
∆t = 0,3 detik
t = penyetelan waktu pada feed

32
BAB III
METODE PENELITIAN
Berikut ini merupakan alur penelitian yang dilakukan penulis dalam
Menyusun Tugas Akhir ini.

3.1 Flowchart Penelitian


Diagram alir/Flowchart dari penelitian dapat dlihat dibawah ini:

(BERDASARKAN ARUS HS)

(BERDASARKAN ARUS HS)

32
Berdasarkan flowchart di atas, penelitian diawali dengan melakukan studi
litelatur yang berkaitang dengan Tugas Akhir. Setelah itu penulis melakukan
pengumpulan data dilapangan berupa data arus hubung singkat sistem 3 fasa,
peralatan proteksi dan setting relai proteksi, single line diagram, jenis dan panjang
penghantar feeder Kades guna menunjang proses perhitungan. Setelah dilakukan
pengumpulan data dilapangan, selanjutnya dilakukan perhitungan arus nominal,
perhitungan setting relai dan analisa perhitungan waktu setting relai. Setelah itu
dilakukan perhitungan arus hubung singkat 3 fasa menggunakan komponen simetris
dan simulasi ETAP. Setelah didapatkan nilai arus gangguan hubung singkat 3 fasa
selanjutnya dilakukan simulasi ketika tanpa adanya CT Ring dan dengan adanya
CT Ring. Berdasarkan hasil hitungan dan simulasi maka selanjutnya dilakukan
analisa efektifitas dari penggunaan CT Ring pada gardu distribusi CKP 340 feeder
Kades.

3.2 Tahapan Penelitian

3.2.1 Studi Literatur


Dalam tahap studi literatur penulis mencari dan mengumpulkan sumber
referensi yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini. Mengumpulkan sumber-
sumber berupa bacaan atau literatur baik dari buku, jurnal maupun dari internet.
Dengan menggunakan metode ini penulis dapat mendapatkan berbagai sumber
informasi sebagai acuan referensi dalam melakukan penulisan Tugas Akhir ini.

3.2.2 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan langsung pengambilan data
dilapangan. Selanjutnya melakukan analisa data-data yang diperlukan untuk
mengetahui efektifitas CT Ring. Dikarenakan pada tugas akhir ini penulis
menggunakan program ETAP untuk simulasi, sehingga penulis memerlukan data
sebagai berikut :
• Single Line Diagram sistem 20 kV PT. PLN (Persero) UP3 Cikupa
khususnya untuk feeder Kades GI Cikupa.
• Data arus hubung singkat sistem 150 kV pada GI Cikupa.
• Data Trafo Tenaga 3 (Stepdown 150/20 kV) GI Cikupa

33
• Data penghantar, baik itu luas penampang, impedansi, jenis dan panjang
penghantar pada feeder Kades.
• Data setelan relai proteksi feeder Kades.

3.2.3 Pengolahan Data


a. Perhitungan arus gangguan menggunakan rumus komponen simetris
Perhitungan arus gangguan pada Tugas Akhir ini menggunakan metode
komponen simetris. Hasil perhitungan digunakan untuk mengamati perbedaan
kondisi kelistrikan sebelum dan sesudah perbaikan. Perhitungan dimulai dengan
menghitung arus hubung singkat sistem 20 kV yang didapatkan berdasarkan
konversi dari data arus hubung singkat sistem 150 kV yang sudah ada. Untuk
analisa gangguan akan menggunakan metode komponen simetris pada sistem 3
fasa, oleh karena itu dibutuhkan perhitungan impedansi ekuivalen urutan positif,
negatif dan nol. Setelah semua dihitung berdasarkan rumus maka akan didapat arus
gangguan pada setiap titik simulasi gangguan yang ditentukan. Dan langkah
terakhir adalah dengan menghitung setting proteksi berdasarkan perhitungan arus
gangguan.
b. Perhitungan arus gangguan dan simulasi menggunakan ETAP
Dengan menggunakan ETAP, dilakukan simulasi berdasarkan kondisi
dilapangan. Untuk acuan setting peralatan menggunakan data dilapangan dan
perhitungan. Melalui simulasi yang dijalankan, dapat diamati besarnya arus hubung
singkat yang timbul dan sistem koordinasi proteksi Ketika ada arus gangguan.
Dalam simulasi Etap dapat diamati perbedaan kondisi kelistrikan sebelum dan
sesudah perbaikan melalui aplikasi ETAP.

3.2.4 Perhitungan
Perhitungan dilakukan untuk menentukan besarnya arus nominal, arus
hubung singkat 3 fasa dan untuk menentukan nilai setting relai. Setelah didapatkan
hasil perhitungan nilai arus nominal dan nilai arus gangguan hubung singkat 3 fasa
maka selanjutnya menentukan setting relai. Untuk menghitung arus setting rele arus
lebih, harus diketahui terlebih dahulu arus beban maksimum yang melalui jaringan
tersebut. Syarat yang harus terpenuhi untuk waktu setting relai adalah waktu setting

34
minimum pada relai arus lebih (terutama di penyulang) tidak lebih kecil dari 0,3
detik. Pertimbanganaini diambil agar relai tidak sampai trip kembali, akibat arus
inrush current pada transformator distribusi, sewaktu PMT penyulang tersebut
dioperasikan

3.2.5 Analisa Efektifitas CT Ring


Setelah pengolahan data dan mendapatkan hasil perhitungan yang
dibutuhkan. Selanjutnya dilakukan uji coba hubung singkat dengan kondisi tanpa
adanya CT ring dan kondisi dengan adanya CT ring maka selanjutnya dilakukan
analisa terhadap efektifitas penggunaan CT Ring pada gardu distribusi CKP 340
feeder Kades. Dari hasil analisa efektifitas CT Ring, maka dapat diambil
kesimpulan untuk adanya penambahan CT Ring pada gardu distribusi guna
meningkatkan kehandalan jaringan listrik.

35
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Operasional Gardu Induk Cikupa


Gardu Induk (GI) Cikupa melayani wilayah kerja PT. PLN (Persero) UP3
Cikupa. GI cikupa memasok gardu pelanggan umum dan gardu pelanggan khusus.
GI Cikupa memiliki 3 trafo step down 150 kV/20 kV. Berikut ini merupakan data
teknik dari trafo tenaga 1 GI Cikupa.
Tabel 4.1 Data Teknik Trafo 1 GI Cikupa

No. Parameter Nilai Satuan


1. Daya 60 MVA
2. Impedansi (Z%) 12,79 %
3. Tegangan primer 150 kV
4. Tegangan sekunder 20 kV
5. Hubungan belitan trafo Ynyn0 (d11)
6. Netral Ground Resistor (NGR) 12 ohm
7. Jumlah feeder 16 u
8. Belitan Delta 20 MVA

Pada sisi outgoing trafo 1 GI Cikupa sisi 20 kV dipasang proteksi OCR


(Overcurrent Relay) yang berfungsi sebagai pengaman arus lebih di sisi rel busbar
20 kV. Berikut ini data teknik proteksi outgoing trafo 1 sisi 20 kV.
Tabel 4.2 Data Teknik Peralatan Proteksi Outgoing Trafo 1

No. Material Jumlah Satuan Keterangan


Proteksi
1. CT 3 (2000/5 A) set Kelas 10P10
(Burden 30 A)
2. Relay 1 set Merk Mif II

Sedangkan untuk setting peralatan proteksi arus lebih pada outgoing Trafo
3 GI Balaraja dapat dilihat pada tabel 4.3.

36
Tabel 4.3 Data Setting Relai Arus Lebih Outgoing Trafo 1

No. Parameter Pickup Delay TMS (time Kurva


(arus (waktu measurement
maksimal tunda) setting)
terbaca)

1. 50P1 MOC 8000 A 0,4 s

2. 51G GFR 300 A 0,18 s Standart


Inverse

3. 51P OCR 2000 A 0,2 s Standart


Inverse

Rele arus lebih dengan kurva karakteristik inverse sangat bermanfaat untuk
mengamankan gangguan akibat overload/beban lebih, karena bekerja dengan waktu
tunda yang tergantung dari besarnya arus secara terbalik (inverse time), makin besar
arus maka makin kecil waktu tundanya.

4.2 Data Feeder Kades


Penyulang atau feeder Kades merupakan feeder (SKTM) Saluran Kabel
Tegangan Menengah murni tanpa adanya (SUTM) Saluran Udara Tegangan
Menengah. Feeder Kades termasuk dalam konfigurasi jaringan Spindle, yang
bermuara ke GH 221. Berikut ini merupakan data operasional dari feeder Kades.

Tabel 4.4 Data Panjang Kabel Penyulang Kades

No. Titik Awal Titik Akhir Nilai Satuan Keterangan

1. Gardu Induk CA 365 4,514 kms SKTM

2. CA 365 CKP 340 0,658 kms SKTM

3. CKP 340 CKP 322 0,139 kms SKTM

37
4. CKP 322 CKP 136 3,26 kms SKTM

5. CKP 136 GH 221 1,1 kms SKTM

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat perbandingan jarak gardu distribusi dengan
gardu induk. Untuk jarak gardu distribusi CKP 340 dari gardu induk adalah sejauh
5,311 km. Untuk data Teknik feeder Kades dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Data Teknik Feeder Kades

No. Parameter Nilai Satuan Keterangan

1. Beban feeder 300 A Beban Maksimal

2. Jumlah gardu distribusi 6 set

3. Tegangan 20 kV

4. Total panjang feeder 9671 m SKTM

5. Segmen feeder terpanjang 4514 m SKTM

6. Ukuran inti SKTM 240 mm2 NA2XSEYBY

7. PMT feeder 1 set

Simulasi pada Etap 12.6 dibuat berdasarkan single line diagram feeder
Kades. Untuk gambar single line diagram feeder Kades dapat dilihat pada gambar
4.1 dibawah ini

Gambar 4.1 Simulasi Single Line Diagram Menggunakan Etap 12.6

38
Di sisi hulu feeder Kades dipasang peralatan proteksi Over Current Relay
dan Ground Fault Relay yang berfungsi sebagai pengaman arus lebih bila terjadi
gangguan di saluran transmisi tegangan menengah 20 kV, mulai gardu CKP 340
hingga GH 221. Berikut ini data teknik proteksi feeder Kades pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Teknik Peralatan Proteksi Feeder Kades

No. Parameter Nilai Satuan Keterangan


Kelas 10P10
1. Rasio CT 800/5 A
(Burden 15 A)

2. Relai OCR/GFR 1 set Siemens

Pada feeder Kades terpasang CT dengan rasio 800/5 dan class proteksi
10P10. Untuk relai eksisting feeder Kades terpasang 1 set relai Siemens.
Sedangkan untuk setting peralatan proteksi arus lebih pada feeder Kades GI
Balaraja dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Setting Relai Arus Lebih Feeder Kades

No. Parameter Pickup Delay TMS Kurva

1. 50G1 MGF 800 A 0,15 s

2. 50P1 MOC 4000 A 0,25 s

3. 50P2 MOC 6500 A 0s

4. 51G GFR 80 A 0,13 Standart Inverse

5. 51P OCR 320 A 0,13 Standart Inverse

Berdasarkan Tabel 4.7, pada relai arus lebih feeder Kades di setting relai
GFR dan OCR dengan kurva pembacaan standart inverse yang tergantung dari
besarnya arus secara terbalik (inverse time). Inverse time merupakan kemampuan
relay untuk bekerja dengan jangka waktu kerja relai mulai pik up sampai kerja relay

39
waktunya berbanding terbalik dengan besarnya arus. Sedangkan standar inverse,
waktu relai bekerja berbanding lurus dengan besarnya arus.

4.3 Arus Nominal Gardu CKP 340


Gardu distribusi CKP 340 melayani satu pelanggan khusus tegangan
menengah dengan daya kontrak sebesar 233 kVA. Dengan LBS arah CA 365, LBS
motorize arah CKP 101. Kontruksi gardu CKP 340 merupakan konstruksi gardu
beton, tata letak material distribusi pada gardu CKP 340 dapat dilihat pada Gambar
4.1.

LBS LBS CBOM


ARAH
ARAH ARAH
PELANGGA
CA 365 CKP
N

Gambar 4.2 Tata Letak Material Distribusi Gardu CKP 340

Gambar 4.3 Single Line Gardu CKP 340

40
Keterangan:
PT (Potential Transformer)
CT (Current Transformer) ring
CT (Current Transformer) blok
In going

Out going
Berdasarkan Gambar 4.2, gardu CKP 340 memiliki satu buah peralatan proteksi
yang memberikan proteksi arah pelanggan. Arus nominal pada CKP 340 dihitung
berdasarkan besarnya daya kontrak pelanggan. Dengan asumsi cos phi = 1 maka
perhitungan arus nominal sesuai persamaan 2.30.
P = V x I x Cos ɵ x √3
233000 = 20000 x I x 1 x √3
233000
𝐼=
20000 𝑥 1 𝑥 √3
𝐼 = 6.7 𝐴

Peralatan proteksi pada gardu CKP 340 ada didalam CBOG arah pelanggan.
Berikut ini adalah data teknik peralatan proteksi di CKP 340 pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data Teknik Peralatan Proteksi CKP 340

No. Parameter Nilai Satuan Keterangan

1. Rasio CT Blok 10/5 A Kelas 5P10

(Burden 7,5 VA)

2. Relai OCR/GFR 1 set Mikro W125SE

Pada eksisting gardu CKP 340 terpasang CT blok dengan class proteksi
5P10 dengan rasio 10/5. Sedangkan untuk setting peralatan proteksi arus lebih pada
gardu distribusi CKP 340 dapat dilihat pada tabel 4.9.

41
Tabel 4.9 Data Setting Relai Arus Lebih CKP 340

No. Parameter Pickup Delay TMS Kurva

1. 50G1 MGF 500 A 0s

2. 50P1 MOC 1500 A 0s

3. 51G GFR 50 A 0,05 Standart Inverse

4. 51P OCR 200 A 0,05 Standart Inverse

Berdasarkan Tabel 4.9, setting moment ground fault dan moment over
current dilakukan setting time delay sebesar 0 s. Hal ini karena apabila arus moment
muncul, maka circuit breaker trip seketika tanpa waktu tunda.

4.4 Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa dengan Komponen


Simetris
Arus gangguan hubung singkat 3 fasa ini dihitung berdasarkan panjang
penyulang, yaitu diasumsikan terjadi di GI Cikupa sisi 20 kV dan masing-masing
gardu di feeder Kades.
4.4.1 Menghitung Impedansi Sumber
Berdasarkan data arus hubung singkat, pada busbar sisi primer 150
kV di Gardu Induk Cikupa adalah sebesar 32,6 kA (Sumber perhitungan
hubung singkat PLN TJBB. Berdasarkan persamaan (2.6), nilai MVAsc
adalah :
MVAsc = √3 × kV x Isc … … … . … … … … … … … … . . … … … . (2.6)
MVAsc = √3 × 150 x 32,6
MVAsc = 8469,7 MVA

Kemudian nilai reaktansi sumber sisi 150 kV dapat diketahui


berdasarkan persamaan (2.7)
kV2
X s (sisi 150kV) = MVA
sc

1502
X s (sisi 150kV) = 8469,7 = 2,65 𝛺

42
Besarnya impedansi sumber dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan (2.10)
Zs = jXs … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … … … (2.10)
Zs = j2,65 Ω
Untuk mengetahui impedansi sisi sekunder trafo pada bus 20 kV
dengan menggunakan persamaan (2.12), maka :
kV2
Zs2 = kV22 × Zs … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … (2.12)
1

202
Zs2 = 1502 × j2,65 = j0,047 Ω

4.4.2 Menghitung Impedansi Trafo Tenaga


Besarnya reaktansi trafo tenaga tiga di Gardu Induk Cikupa adalah
12,79 %. Berikut merupakan perhitungan impedansi trafo tenaga pada GI
Cikupa.
• Reaktansi urutan positif dan negatif (XT1 = XT2)
Diketahui impedansi trafo sebesar 12,79 %, dengan menggunakan
persamaan (2.14) nilai reaktansi urutan positif trafo adalah :
kV2
XT1 = %XT × … … … . … … … … … … … … . . … … … . … (2.14)
MVAtr

202
X T1 = 12,79 % × = 0,853 Ω
60

Dengan persamaan (2.15), maka nilai impedansi trafo tenaga urutan


positif adalah :
ZT1 = jXT1 … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … … (2.15)
ZT1 = j0,853 Ω
• Reaktansi urutan nol (XT0)
Diketahui kapasitas belitan delta pada trafo tenaga sebesar 20 MVA,
dengan persamaan (2.17), maka nilai reaktansi urutan nol trafo adalah:
MVAtr
XT0 = × XT1 … … … . … … … … … … … … . . … … … . … (2.17)
MVA∆

60
XT0 = × 0,853 = 2,559 Ω
20

43
Dengan persamaan (2.19), maka nilai impedansi trafo urutan nol
trafo tenaga adalah :
ZT0 = jXT0 … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … … (2.19)
ZT0 = j2,559 Ω

4.4.3 Menghitung Impedansi Feeder 20 kV


Diketahui :
Segmen feeder terpanjang SKTM ( l ) : 5,404 km (Seksi GI – GH 221)
Jenis penghantar : NA2XSEYBY
Luas penampang : 240mm2
• Impedansi feeder urutan positif dan urutan negatif
Nilai impedansi feeder urutan positif dan urutan negatif dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan (2.20) :
Z1 = Z2 = (0,125 + j0,097) Ω/km (SPLN 64 : 1995)
Z1 feeder = Z1 × 𝑙 … … … . … … … … … … … … . . … … … . … … (2.20)
Z1 feeder = (0,125 + j0,097) × 9,671
Z1 feeder = 1,208 + j0,938 Ω

Nilai impedansi di atas merupakan impedansi feeder urutan positif


dan urutan negatif total dari GI Cikupa hingga GH 221. Sedangkan untuk
menentukan nilai impedansi masing-masing gardu dapat ditunjukkan
pada Tabel 4.10 di bawah ini :

44
Tabel 4.10 Perhitungan Impedansi Penghantar NA2XSEYBY Urutan Positif dan
Negatif Tiap Segmen

Panjang Panjang Impedansi Penyulang


Gardu
(km) Penghantar (Z1feeder=Z2feeder)
yang digunakan
(%)

0 0
GI
46,6% × (1,208 + j0,938)
CA 365 4,514 46,6
= 0,563 + j0,437 Ω
53,4% × (1,208 + j0,938)
CKP 340 5,172 53,4
= 0,645 + j0,5 Ω
54,9% × (1,208 + j0,938)
CKP 322 5,311 54,9
= 0,663 + j0,515 Ω
88,6% × (1,208 + j0,938)
CKP 136 8,571 88,6
= 1,07 + j0,831 Ω
100% × (1,208 + j0,938)
GH 221 9,671 100
= 1,208 + j0,938 Ω
Berdasarkan Tabel 4.10 setelah dilakukan perhitungan maka pada gardu
CKP 340 besarnya impedansi penyulang adalah sebesar 0,645 + j0,5 Ω. Maka
selanjutnya dilakukan perhitungan im pedansi feeder urutan nol
• Impedansi feeder urutan nol
Nilai impedansi feeder urutan nol dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan (2.22) :
Z0 = (0,275 + j0,029) Ω/km (SPLN 64 : 1995) … … … . … (2.22)
Z0 feeder = (0,275 + j0,029) × 9,671
Z0 feeder = 2,659 + j0,28 Ω
Nilai impedansi di atas merupakan impedansi urutan nol dari GI Cikupa
hingga GH 221. Sedangkan untuk menentukan nilai impedansi masing-
masing gardu dapat ditunjukkan pada Tabel 4.11 di bawah ini :

45
Tabel 4. 11 Perhitungan Impedansi Penghantar NA2XSEYBY Urutan Nol

Jarak dari Panjang Impedansi Penyulang


Gardu
GI (km) Penghantar yang (Z0 feeder)
digunakan (%)

0 0
GI
46,6% × (2,659+ j0,28)
CA 365 4,514 46,6
= 1,239 + j0,13 Ω
53,4% × (2,659+ j0,28)
CKP 340 5,172 53,4
= 1,42 + j0,15 Ω
54,9% × (2,659+ j0,28)
CKP 322 5,311 54,9
= 1,46 + j0,154 Ω
88,6% × (2,659+ j0,28)
CKP 136 8,571 88,6
= 2,356 + j0,248 Ω
100% × (2,659+ j0,28)
GH 221 9,671 100
= 2,659+ j0,28 Ω

Berdasarkan Tabel 4.11 jarak gardu distribusi dari GI dan panjang kabel
yang digunakan, maka semakin jauh jarak gardu distribusi dari GI maka semakin
besar impedansi kabel.

4.4.4 Menghitung Impedansi Ekuivalen Jaringan


• Perhitungan Z1eq dan Z2eq ditentukan berdasarkan persamaan (2.23) :
Z1eq = Z2eq = Zs2 + ZT1 + Z1 feeder … … … . … … … … … … (2.23)
= j0,047 + j0,853 + Z1 feeder
= j0,9 + Z1 feeder

Karena lokasi gangguan diasumsikan terjadi pada masing-masing


gardu di feeder Kades, maka perhitungan Z1eq = Z2eq adalah :

46
Tabel 4.12 Perhitungan Impedansi Ekuivalen Urutan Positif dan Negatif

Panjang Panjang Impedansi Penyulang


Gardu
(km) (%) (Z1eq = Z2eq)
j0,9 + 0 = j0,9 Ω
0 0
GI
j0,9 + 0,563 + j0,437
CA 365 4,514 46,6
= 0,563 + j1,337 Ω
j0,9 + 0,645 + j0,5
CKP 340 5,172 53,4
= 0,645 + j1,4 Ω
j0,9 + 0,663 + j0,515
CKP 322 5,311 54,9
= 0,663 + j1,415 Ω
j0,9 + 1,07 + j0,831
CKP 136 8,571 88,6
= 1,07 + j1,731 Ω
j0,9 + 1,208 + j0,938
GH 221 9,671 100
= 1,208 + j1,838 Ω

Pada Tabel 4.12 merupakan hasil perhitungan impedansi ekuivalen urutan


positif dan negatif. Nilai impedansi ekuivalen urutan positif dan negatif pada gardu
CKP 340 adalah sebesar 0,645 + j1,4 Ω.
• Perhitungan Z0eq ditentukan berdasarkan persamaan (2.23) :
Diketahui pada Tabel 4.1 nilai R n yaitu netral ground resistor sebesar
12 Ω. Maka nilai Z0eq adalah:

Z0eq = ZT0 + (3 × R n )
+ Z0 feeder … … … . … … … … … … … … . . … … … … . (2.23)
= 𝑗2,559 + (3 × 12) + Z0 feeder
= 𝑗2,559 + 36 + Z0 feeder

Dengan asumsi lokasi gangguan terjadi pada gardu CKP 340 feeder
Kades maka perhitungan Z0eq dapat dilihat pada Tabel 4.13.

47
Tabel 4.13 Perhitungan Impedansi Ekuivalen Urutan Nol

Panjang Panjang Impedansi Penyulang


Gardu
(km) (%) (Z0 feeder)
j2,559 + 36 + 0
GI 0 0
= j2,559 + 36 Ω
j2,559 + 36 + 1,239 + j0,13
CA 365 4,514 46,6
= j2,689 + 37,239 Ω
j2,559 + 36 + 1,42 + j0,15
CKP 340 5,172 53,4
= j2,709 + 37,42 Ω
j2,559 + 36 + 1,46 + j0,154
CKP 322 5,311 54,9
= j2,713 + 37,46 Ω
j2,559 + 36 + 2,356 + j0,248
CKP 136 8,571 88,6
= j2,807 + 38,356 Ω
j2,559 + 36 + 2,659+ j0,28
GH 221 9,671 100
= j2,839 + 38,659 Ω

Pada Tabel 4.13 merupakan hasil perhitungan impedansi ekuivalen urutan


nol. Nilai impedansi ekuivalen urutan nol pada gardu CKP 340 adalah sebesar
j2,709 + 37,42 Ω.

4.5 Arus Gangguan Hubung Singkat


Setelah mendapatkan nilai impedansi ekuivalen sesuai dengan lokasi
gangguan, selanjutnya perhitungan arus gangguan hubung singkat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus dasar seperti dijelaskan sebelumnya.
• Gangguan hubung singkat 3 fasa
Untuk menghitung arus gangguan hubung singkat 3 fasa, dapat
menggunakan persamaan (2.29), yaitu :

Ea
If 3fasa = Z v… … … . … … … … … … … … . . … … … . … … … … . (2.29)
1eq

20000
√3
If 3fasa = Z1eq

48
11547
If 3fasa = Z1eq

Dari data nilai impedansi urutan positif ekuivalen (Z1eq) pada Tabel
4.12, maka nilai arus hubung singkat 3 fasa dapat dihitung. Tabel 4.14
merupakan hasil perhitungan arus hubung singkat 3 fasa dengan
komponen simetris.
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Arus Hubung Singkat 3 Fasa dengan Komponen
Simetris

Panjang Panjang Arus Gangguan Hubung Singkat


Gardu
(km) (%) 3 Fasa
11547
GI 0 0 = 12830 𝐴
j0,9
11547
CA 365 4,514 46,6 = 7959,6 𝐴
0,563 + j1,337
11547
CKP 340 5,172 53,4 = 7491,07 𝐴
0,645 + j1,4
11547
CKP 322 5,311 54,9 = 7389,49 𝐴
0,663 + j1,415
11547
CKP 136 8,571 88,6 = 5674,17 𝐴
1,07 + j1,731
11547
GH 221 9,671 100 = 5249,98 A
1,208 + j1,838

Pada Tabel 4.14 merupakan hasil perhitungan arus hubung singkat 3 fasa
dengan komponen simetris.
Tabel 4. 15 Data Gangguan Hubung Singkat feeder Kades Berdasarkan Hasil
Perhitungan
Panjang Panjang Arus Gangguan Hubung
Gardu Singkat 3 fasa
(km) (%)
12830 A
0 0
GI
7959,6 A
4,514 46,6
CA 365

49
7491,07 A
5,172 53,4
CKP 340
7389,49 A
5,311 54,9
CKP 322
5674,17 A
CKP 136 8,571 88,6

5249,98 A
9,671 100
GH 221

Berdasarkan Tabel 4.15, semakin jauh jarak gardu distribusi dari gardu
induk maka semakin kecil nilai arus gangguan hubung singkat 3 fasa hal ini
berbanding lurus dengan semakin jauh jarak gardu distribusi dari gardu induk maka
semakin tinggi nilai impedansi pada saluran kabel.

4.6 Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Dengan Etap


Perhitungan arus gangguan hubung singkat 3 fasa dengan menggunakan
ETAP 12.6 dilakukan dengan melakukan simulasi terjadi gangguan hubung singkat
3 fasa pada gardu distribusi feeder Kades. Hasil simulasi dapat dilihat pada tabel
4.16.
Tabel 4.16 Perbandingan Arus Gangguan Hubung Singkat Dengan Etap dan
Perhitungan
Panjang Panjang Arus Gangguan Arus Gangguan
Gardu Hubung Singkat 3 Hubung Singkat 3
(km) (%)
fasa (ETAP) fasa (perhitungan)

12,82 kA 12,830 kA
0 0
GI

4,514 46,6 8,17 kA 7,959 kA


CA 365
7,73 kA 7,491 kA
5,172 53,4
CKP 340
7, 64 kA 7,389 kA
5,311 54,9
CKP 322
6,01 kA 5,674 kA
CKP 136 8,571 88,6

5,6 kA 5,249 kA
9,671 100
GH 221

50
Pada Tabel 4.16 merupakan hasil simulasi yang dilakukan dengan Etap 12.6.
Simulasi dilakukan dengan melakukan simulasi hubung singkat 3 fasa pada tiap
segment gardu distribusi di feeder Kades.

4.7 Analisa
Dengan perhitungan arus gangguan hubung singkat 3 fasa, maka dapat
diketahui besarnya nilai arus gangguan di tiap gardu distribusi apabila terjadi
hubung singkat 3 fasa. Berdasarkan hasil simulasi dan data hsil perhitungan manual
maka untuk menganalisa koordinasi proteksi dapat dilakukan dengan melihat
peralatan proteksi akan bekerja atau tidak terhadap arus gangguan yang timbul. Hal
ini dapat diketahui dengan perhitungan arus yang dapat terbaca dipengukuran sisi
primer CT proteksi.
1. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi Outgoing GI Cikupa
Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi dapat menggunakan persamaan 2.1.

2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn

30 + 0,07 x 52
n = 10x
3 + 0,07 x 52
n = 66,84
Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:
Imaks sekunder = n x Isn
= 66,84 x 5
= 334,2 A
Sedangkan arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi primer
adalah sebagai berikut:
Ipn
Imaks primer = Imaks sekunder x
Isn
2000
Imaks primer = 334,2 x
5

51
= 133,68 kA
Berdasarkan hasil perhitungan arus gangguan 3 fasa pada Gardu
CKP 340 maka dengan besarnya arus gangguan 7,49 kA (perhitungan
manual) dan 7,73 kA (pada perhitungan ETAP 12.6) CT Proteksi pada GI
Cikupa dapat membaca arus gangguan yang timbul karena batas maksimal
arus yang dapat dibaca adalah 113,68 kA.

2. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi Feeder Kades GI Cikupa


Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi dapat menggunakan persamaan 2.1.
2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn
15 + 0,07 x 52
n = 10x
3 + 0,07 x 52
n = 35,26

Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:

Imaks sekunder = n x Isn


= 35,26 x 5
= 176,3 A
Arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi primer adalah
sebagai berikut:
Ipn
Imaks primer = Imaks sekunder x
Isn
800
Imaks primer = 176,3 x
5
= 28,208 kA
Berdasarkan hasil perhitungan arus gangguan 3 fasa pada Gardu
CKP 340 maka dengan besarnya arus gangguan 7,49 kA (perhitungan
manual) dan 7,73 kA (pada perhitungan ETAP 12.6) CT Proteksi pada

52
feeder Kades dapat membaca arus gangguan yang timbul karena batas
maksimal arus yang dapat dibaca adalah 28,208 kA.

3. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi (CT Blok) CKP 340 Feeder Kades
Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi 5P10 rasio 10/5 dapat menggunakan persamaan 2.1.
2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn
7,5 + 0,07 x 52
n = 10x
3 + 0,07 x 52
n = 19,47

Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:

Imaks sekunder = n x Isn


= 19,47 x 5
= 97,35 A

Sedangkan arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi primer


adalah sebagai berikut:
Ipn
Imaks primer = Imaks sekunder x
Isn
10
Imaks primer = 97,35 x
5
= 194,7 A

Berdasarkan hasil perhitungan arus gangguan 3 fasa pada Gardu


CKP 340 maka dengan besarnya arus gangguan 7,49 kA (perhitungan
manual) dan 7,73 kA (pada perhitungan ETAP 12.6) CT Proteksi pada gardu
CKP 340 tidak dapat membaca arus gangguan yang timbul karena batas
maksimal arus yang dapat dibaca adalah 194,7 A. CT proteksi akan
mengalami kondisi jenuh karena batas maksimal arus yang dapat dibaca
hanya 194,7 A.

53
4. Pengukuran arus maksimal CT Proteksi (Ring) CKP 340 Feeder Kades
Untuk perhitungan arus maksimal yang mampu dibaca oleh CT
Proteksi 5P20 dengan rasio 400/5 dapat menggunakan persamaan 2.1.

2
Sn + R CT x Isn
n = nALF x 2
… … … . … … … … … … … … . . … … … (2.1)
S + R CT x Isn
20 + 0,07 x 52
n = 20x
10 + 0,07 x 52
n = 37,02

Jadi arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi sekunder adalah
sebagai berikut:

Imaks sekunder = n x Isn


= 37,02 x 5
= 185,1 A

Sedangkan arus maksimal yang dapat dibaca CT pada sisi primer


adalah sebagai berikut:
Ipn
Imaks primer = Imaks sekunder x
Isn
400
Imaks primer = 185,1 x
5
= 14,808 kA
Berdasarkan perhitungan arus maksimal pada CT ring yaitu sebesar 14,808
kA maka CT ring akan bekerja (tidak jenuh) saat ada arus gangguan 3 fasa sesuai
hasil perhitungan manual 7,49 kA dan 7,73 kA pada perhitungan Etap 12.6.
Sehingga CT ring dapat menjadi solusi dari kegagalan proteksi pada CT blok yang
tidak dapat membaca arus gangguan dengan nilai lebih besar dari arus maksimum
CT blok.

54
4.8 Setting Relai GI Cikupa dan CKP 340

Berikut ini merupakan perhitungan setting relai pada gardu CKP 340. Iset
overcurrent dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.31.
Overcurrent
Iset = 1,2 x 1,5 x Inominal … … … . … … … … … … … … . . … … (2.31)
Iset = 1,4 x 6,726 A
Iset = 12,1074 A
Moment Overcurrent
Iset = 4 x Iset OC
Iset = 4 x 12,1074 A
Iset = 48,43 A

Dikarenakan pengaturan pada relai proteksi menggunakan Time Dial, maka


nilai TMS harus dikonversikan kedalam format Time Dial dengan menggunakan
persamaan dibawah ini.(PLN, 2005) (Singh, 2012)
Perhitungan Time Dial CKP 340
k
t = TMS x I 0,02 +c
( f3fasa ) −1
Iset

0,14
t = 0,05 x +0
7491,07 0,02
( 12,1 ) −1

t = 0,051 s (pada CKP 340)

Perhitungan Time Dial GI Cikupa


k
t = TMS x I 0,02 +c
( f3fasa ) −1
Iset

0,14
t = 0,13 x +0
12830 0,02
( 320 ) −1

t = 0,24 s (pada CKP 340)

55
4.9 Hasil Simulasi Etap 12.6
Setelah dilakukan perhitungan, maka dilakukan simulasi dengan
menggunakan Etap 12.6 untuk melihat hasil kerja sistem koordinasi proteksi dan
melakukan input setting relai yang telah dihitung.

Gambar 4.4 Simulasi Sebelum CT Ring


Pada Gambar 4.2 merupakan hasil simulasi pada Etap saat gardu CKP 340
belum terpasang CT ring. Berdasarkan hasil simulasi, ketika ada arus gangguan
sebesar 7,42 kA pada sisi pelanggan, maka arus gangguan tidak dapat tedeteksi oleh
CT blok namun terbaca oleh CT di GI sehingga arus gangguan dilokalisir oleh CB
GI. Namun tentunya apabila CB GI bekerja maka akan memadamkan satu feeder
kades, sehingga gardu lainnya akan terdampak.

Gambar 4.5 Urutan Koordinasi Proteksi Sebelum Pemasangan CT Ring

56
Beradasarkan Gambar 4.3 maka dapat dilihat, saat ada arus gangguan maka
relai GI akan bekerja untuk trip CB GI. Sehingga akan mengakibatkan padam satu
feeder.
Selanjutnya dilakukan simulasi jaringan menggunakan CT ring pada gardu
CKP 340 dengan Etap. Untuk hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pada
Gambar 4.4 terlihat bahwa yang bekerja pertama kali untuk melokalisir arus
gangguan sisi pelanggan sebesar 7,42 kA adalah CB CKP 340.

Gambar 4.6 Simulasi Menggunakan CT Ring

Gambar 4.7 Urutan Koordinasi Proteksi Dengan CT Ring


Urutan koordinasi proteksi saat ada arus gangguan sisi pelanggan sebesar
7,42 kA dapat dilihat pada Gambar 4.6. Berdasarkan hasil simulasi Etap setelah
pemasangan CT ring pada gardu CKP 340, maka saat ada arus gangguan timbul
sebesar 7,42 kA dapat terbaca oleh CT ring sehingga CB CKP 340 trip. Dengan

57
bekerjanya CB CKP 340, maka dapak gangguan tidak meluas hingga padam satu
feeder. Untuk grafik hasil simulasi dengan menggunakan CT ring dapat dilihat pada
Gambar 4.6.

Gambar 4.8 Grafik Simulasi Dengan CT Ring


Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat sistem koordinasi proteksi pada
CKP 340 dan gardu induk. Berdasarkan Gambar 4.6 diketahui bahwa kurva tidak
berpotongan, antara CT ring pada CKP 340 dan relai gardu induk, maka koordinasi
berjalan dengan sesuai. Untuk grading time antara relai CKP 340 dan penyulang
Kades adalah 0,424 s, hal ini sesuai dengan standar IEC 60255 yaitu 0,3-0,5 s.
(Kusuma, 2017). Dengan sistem proteksi yang dapat mengisolir gangguan pada
CKP 340. Maka dapat meningkatkan kehandalan sistem (gardu yang masih
beroperasi saat terjadi gangguan/ jumlah gardu dalam satu feeder) sebesar 80%.

58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan Tugas Akhir ini, maka penulis memberikan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Current transformer yang digunakan untuk pengukuran atau metering
(CT blok) dapat jenuh apabila ada arus gangguan melebihi rating 194,7 A
dari current transformer. Sehingga ketika ada arus gangguan melebihi
rating current transformer maka current transformer tidak akan
merespon sehingga relai tidak bekerja dan CB CKP 340 tidak trip.
2. Pemasangan current transformer (CT) ring dengan rasio 400/5 dan class
proteksi 5P20 dapat menghasilkan pembacaan arus gangguan sebesar 14,8
kA.
3. Arus gangguan yang timbul pada CKP 340 adalah sebesar 7,49 kA dan
7,73 kA.
4. Jarak antara gardu distribusi dan gardu induk mempengaruhi besarnya
arus gangguan yang timbul. Gardu CA 365 berjarak 4,514 km dari gardu
induk, arus gangguan yang timbul sebesar 8,17 kA. Sedangkan gardu CKP
340 berjarak 5,172 km dari gardu induk, arus gangguan yang timbul
sebesar 7,73 kA. Hal ini dipengaruhi oleh semakin panjang penghantar,
maka hambatan kabel semakin tinggi.
5. Dengan dilakukan pemasangan CT ring pada CKP 340, maka dapat
meningkatkan efektifitas koordinasi proteksi sehingga dapat mencegah
terjadinya padam meluas. Berasarkan grafik koordinasi proteksi CKP 340,
kurva tidak berpotongan, grading time antara relai CKP 340 dan
penyulang Kades adalah 0,424 s, hal ini sesuai dengan standar IEC 60255
yaitu 0,3-0,5 s.

59
5.2 Saran
Setelah melakukan proses simulasi dan analisa, beberapa saran yang dapat
penulis sampaikan, yaitu :
1. Untuk pelanggan tegangan menengah dengan daya lebih besar dari 197
kVA, maka disarankan untuk dilakukan pemasangan CT ring untuk
mengantisipasi timbulnya arus gangguan sisi pelanggan.
2. Hasil perhitungan pada tugas akhir ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam setting relai pada sisi pelanggan.

60
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R.A., Pujiantara, Margo., & Musthofa, Arif. (2014). Kordinasi
Proteksi Pada Sistem Distribusi Ring PT Pupuk Kaltim Akibat
Penambahan Pabrik 5 (PKT-5). Jurnal. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Akhmad, Faisal. (2016). Analisa Dan Solusi Kegagalan Sistem Proteksi Arus
Lebih Pada Gardu Distribusi JTU5 Feeder Arsitek. Skripsi. Universitas
Mercubuana. Meruya.
Bariq, J.F. (2016). Analisis Perencanaan Koordinasi Sistem Proteksi Relay
Arus Lebih pada Jaringan Distribusi Tenaga Listrik di Pusdiklat Migas
Cepu. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
IEEE Guide for Protective Relay Aplication to Power System Buses. IEEE
Standard C37.234-2009.
IEEE Std 242-2001™, “IEEE Recommended Practice for Protection and
Coordination of Industrial and Commercial Power Systems”, The
Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc.. New York. Ch.
15, 2001.
I Gde Komang Jaryanta A.M , I. A. Dwi Giriantari dan I Wayan Sukerayasa.
(2018). Analisis Hubung Singkat Pada Jaringan Tegangan Menengah
20 kV Penyulang Kedonganan. Majalah Ilmiah Teknik Elektro. Vol. 17.
No. 2. Mei - Agustus 2018.
Kusuma, M.P., Windarta,Jaka., & Facta, Mochammad. (2017). Evaluasi
Koordinasi Proteksi Relay Arus Lebih dan Gangguan Tanah GIS
Kandang Sapi Penyulang Garden 1, Garden 2, AEON 1, AEON 2,
Ladang, Lapindo, dan Bethok Menggunakan ETAP 12.6.0. Jurnal.
Universitas Diponegoro. Semarang.
PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali. (2005). Modul Pelatihan Relai OCR.
Badan Penerbit PLN. Jakarta.
Syafi’i, Alfian. (2016). Analisa Koordiasi Recloser Dan OCR (Over Current
Relay) Untuk Gangguan Hubung Singkat Pada Penyulang 3 Distribusi
20 KV. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

61
Sarimun, Wahyudi. (2012). Proteksi Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Depok
: Garamond.
Soekarto, J. (1985). Relai Proteksi Periode 2. LMK PT. PLN (Persero),
Jakarta.
Wijana, Wayan., Wijaya, I Ketut., & Mataram, I Made. (2018). Analisis
Koordinasi Relay Arus Lebih (OCR) Dan Recloser Pada Sistem
Eksisting Penyulang Bukit Jati. Jurnal. Universitas Udayana Denpasar.
Bali.
Wisnu Wijanarko. (2019). Optimalisasi Sistem Proteksi Overcurrent Relays
(OCR) Pada Feeder Cikande di PT PLN (Persero) UP3 Cikupa
Menggunakan Etap 16.0. Jurnal. Universitas Mercubuana. Meruya.
Zulkarnaini, Diaz. (2019). Analisa Proteksi Arus Lebih Pada Generator
PLTU Teluk Sirih. Jurnal. Institut Teknologi Padang. Padang.

62
Lampiran

Lampiran 1. Simulasi Etap 12.6

Lampiran 2. Gardu CKP 340

63
Lampiran 3. Proses Pemasangan Relai CT ring

Lampiran 4. Pengawatan CT

64
Lampiran 5. CT ring

Lampiran 6. Setting Relai

65
Lampiran 7. Pengujian Relai

Lampiran 8. Pemasangan CT ring

66
Lampiran 9. Datasheet Relai

67
Lampiran 8. Datasheet Relai (2)

68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : M Detya Dharma Yudha


Jenis Klemin : Laki – laki
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 15 November 1994
Agama : Hindu
Kebangsaan : Indonesia
Tinggi/ Berat Badan : 171 cm/ 53 kg
Kesehatan : Baik
Alamat Asal : Semarang
E-mail : detyadharma@gmail.com

Riwayat Pendidikan :
• (2000 – 2001) TK Permata Hati Bogor
• (2001 – 2007) SDN Ngesrep 02 Semarang
• (2007 – 2010) SMPN 21 Semarang
• (2010 – 2013) SMAN 04 Semarang
• (2014 – 2017) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
• (2019 – 2021) Universitas Mercubuana

Pengalaman Kerja :
• Kerja Praktek di PT PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Timur

Pengalaman Organisasi :
• TPKH ITS 2015/2016
• Ketua Biro Keilmiahan HMJ D3 Teknik Elektro 2016/2017
• Trainer Keilmiahan ITS 2016/2017

69

Anda mungkin juga menyukai