BUKU 1
PELAJARAN 1 :
Sistem PLTS Photovoltaic
TUJUAN PELAJARAN :
Setelah mengikuti mata pelajaran Sistem PLTS Photovoltaic ini, peserta
diharapkan memahami sistem PLTS sebagai dasar dari desain PLTS
DURASI :
4 jam
PENYUSUN :
1. Winner Sianipar
2. Husein Sobri
3. Agus Yogianto
4. Agung Bayu Kusumo
5. Anang Imam S.
6. Wida Ningrum
DAFTAR ISI
PLTS Photovoltaic adalah pembangkit listrik yang menggunakan radiasi sinar matahari sebagai
sumber energi dengan menggunakan sel atau modul photovoltaic. Selain bersih, gratis dan
tersedia hampir di semua lokasi, pemanfaatan energi surya juga memberikan peluang
pengembangan sistem kelistrikan untuk daerah-daerah isolated dimana sumber energi lain
tidak tersedia.
Secara prinsip, sistem PLTS Photovoltaic memanfaatkan proses kimia yang terjadi pada bahan
semikonduktor saat mendapat energi photon dari irradiasi matahari, sehingga dihasilkan aliran
elektron yang merupakan dasar pembangkitan energi listrik. Listrik yang dihasilkan oleh sel
photovoltaic (atau dalam aplikasi biasanya menggunakan modul atau array modul) dalam
bentuk arus DC. Untuk memanfaatkan listrik output dari modul surya, diperlukan berbagai
komponen utama pengkondisian daya untuk merubah listrik DC tersebut sesuai dengan
kebutuhan beban di sistem kelistrikan di lokasi PLTS tersebut. Karena sumber energi matahari
bersifat intermitten, untuk dapat memenuhi kebutuhan listrik selama 24 jam per hari seringkali
digunakan baterai sebagai penyimpan energi yang berfungsi juga untuk menstabilkan tegangan
dan frekuensi output dari sistem PLTS (terutama untuk sistem hybrid).
Potensi daya matahari di suatu lokasi bisa diukur dengan pyranometer, dimana hasil yang
tercatat merupakan radiasi global (total) di lokasi tersebut, biasanya dinyatakan dalam kW/m2.
Radiasi global matahari merupakan gabungan dari direct radiation dan diffuse radiation.
Dengan pengukuran yang kontinyu dalam jangka waktu panjang (beberapa tahun)
memungkinkan dihasilkan suatu data rata-rata dan tipikal untuk setiap lokasi yang bisa
Data (atau historis data) radiasi matahari diperlukan sebagai data referensi dalam menganalisa
potensi energi matahari yang bisa dimanfaatkan oleh sistem PLTS Photovoltaic pada suatu
loaksi spesifik di permukaan bumi. Mendapatkan data insolasi matahari yang relevan dan
akurat jelas penting dalam desain suatu PLTS, namun seringkali sulit dilakukan. Umumnya
data yang tersedia berupa radiasi rata-rata harian, bulanan atau tahunan (dalam global
radiation) pada bidang horisontal atau sudut tertentu. Beberapa data yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan potensi energi matahari di suatu lokasi antara lain:
Peak Sun Hour adalah jumlah energi matahari yang didapatkan dalam satu hari selama
proses akumualasi radiasi energy totalnya. Pada puncak energi yang tertinggi pada
proses suatu rangkaian photovoltaic yang digunakan pada PLTS sekitar pukul jam 12
siang. Akan tetapi waktu tepat energy matahari adalah waktu matahari berada tepat 90º
atau tegak lurus permukaan bumi yang sering disebut pukul 12 waktu matahari.
Pengukuran Peak Sun adalah sebesar 1000 W/m².
Suatu daerah memiliki potensi energy matahari setiap harinya dengan kapasitas 500
Wh/m² selama 4 jam dan kapasitas 250 Wh/m² selama 6 jam maka langkah perhitungan
peak sun hour adalah:
- Hitung total kapasitas yang ada yaitu 4 jam x 500 W/m² sebesar 2000 Wh/m² dan
6 jam x 250 W/m² sebesar 1500 Wh/m². Total Irradiasi adalah 3500 Wh/m²
- Peak Sun adalah 1000 W/m², maka dengan ini Peak Sun Hour yang ada adalah
sebesar 3500 Wh/m² / 1000 W/m² yaitu 3,5 Peak Sun Hour.
Untuk desain suatu sistem Photovoltaic, data sunshine hours bisa dikonversi menjadi
rata-rata global radiation per hari pada suatu bidang horisontal dengan rumus:
Karena hanya fokus pada direct radiation dari sinar matahari, hasil data dengan metode
ini tidak terlalu akurat kualitasnya dan tidak direkomendasikan untuk sistem PLTS
Photovoltaic konvensional.
Meskipun tidak didesain untuk menunjukkan data ekstrem, TMY data dibuat
berdasarkan suatu periode yang lama dan menampilkan variasi musiman dan kondisi
klimatologi tipikal pada suatu lokasi tertentu. Untuk setiap bulan, radiasi rata-rata
selama periode pengukuran dihitung, demikian juga radiasi rata-rata per bulan-nya.
Data-data pada bulan tersebut yang memiliki radiasi rata-rata paling mendekati rata-rata
bulan tersebut kemudian dipilih sebagai data tipikal untuk bulan tersebut. Proses ini
diulang untuk setiap bulan dalam setahun dan digabungkan menjadi satu set data untuk
setahun.
TMY dikembangkan oleh NREL sejak 1948, dan telah dua kali di-review ulang,
sehingga sampai saat ini telah ada 3 TMY dataset yaitu TMY (periode 1948-1980),
TMY2 (1961-1990) dan TMY3 (1976-2005).
Data TMY adalah spesifik untuk lokasi/area tertentu dan disajikan dalam bentuk tabel
berisi data-data meteorologi setiap jam pada periode pengukurannya. Berkaitan dengan
desain suatu PLTS Photovoltaic, data yang penting antara lain waktu (DATE dan
HOUR) dan GHI (Global Horizontal Irradiance). Contoh data TMY dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Pemahaman atas kondisi beban suatu sistem kelistrikan, baik yang telah eksisting maupun
yang sedang dalam tahap akan dibangun, sangat penting dalam perancangan suatu sistem
PLTS Photovoltaic, antara lain berguna untuk:
Beban suatu sistem kelistrikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang kuantitatif maupun
non-kuantitatif. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi beban suatu sistem kelistrikan,
antara lain:
a. Faktor demografis
Jumlah, komposisi dan penyebaran penduduk sangat mempengaruhi beban listrik suatu
sistem distribusi. Semakin besar populasi suatu daerah, semakin besar kebutuhan
energi listrik sehingga semakin tinggi beban listrik yang harus disediakan. Komposisi
penduduk, dalam hal ini jumlah individu per keluarga, karakter penduduk (musiman atau
penduduk tetap) dan komposisi usia, juga mempengaruhi besaran dan pola beban
suatu sistem kelistrikan. Sebagai contoh, suatu daerah dengan komposisi penduduk
musiman yang besar, kemungkinan memiliki pola dan besaran beban yang berbeda
pada saat liburan atau akhir pekan dibandingkan daerah dengan penduduk tetap.
Hal inilah yang menyebabkan daerah kota industri cenderung memiliki pola beban yang
lebih mendatar (beban siang mendekati beban malam), dibanding daerah urban dimana
d. Faktor geografis
Kondisi dan letak geografis bisa mempengaruhi besar dan pola beban di suatu lokasi.
Sebagai contoh, daerah dengan 4 musim akan membutuhkan energi ekstra (listrik atau
gas) pada saat musim dingin (untuk menghangatkan/memanaskan) dan saat musim
panas (untuk pendinginan), yang mungkin sangat berbeda dengan daerah 2 musim
dimana beban listrik akan dominan untuk pendingin udara saja.
e. Faktor budaya/sosial
Faktor lain yang sulit diukur namun ikut berpengaruh pada besar dan pola pembebanan
kelistrikan adalah faktor budaya, antara lain:
kesadaran budaya hemat energi
perbedaan standar kenyamanan
gaya hidup, dll
Karakteristik Beban
Beban yang dilayani oleh suatu sistem distribusi merupakan gabungan dari berbagai peralatan
yang menggunakan listrik sebagai sumber energi. Secara umum beban yang dilayani oleh
sistem distribusi ini dibagi dalam beberapa sektor, antara lain sektor perumahan, sektor
industri, sektor komersial dan sektor usaha. Masing-masing sektor beban tersebut mempunyai
karakteristik-karakteristik yang berbeda, sebab hal ini berkaitan dengan pola konsumsi energi
pada masing-masing konsumen di sektor tersebut. Sebagai contoh, karakteristik beban pada
sektor perumahan cenderung memiliki fluktuasi yang cukup besar, karena konsumsi listrik
tersebut dominan pada malam hari. Sedang pada sektor industri fluktuasi konsumsi energi
sepanjang hari akan lebih merata. Beban pada sektor komersial dan usaha mempunyai
karakteristik yang hampir sama, hanya pada sektor komersial akan mempunyai beban puncak
yang lebih tinggi pada malam hari.
Gambar 5.Pola Beban Sektor Industri, Lampu Jalan Dan Rumah Tangga
a. Beban rumah tangga, dimana pada umumnya beban rumah tangga berupa lampu untuk
penerangan, alat rumah tangga, seperti kipas angin, pemanas air, lemari es, penyejuk
udara, mixer, oven, motor pompa air dan sebagainya. Beban rumah tangga biasanya
memuncak pada malam hari.
b. Beban komersial, pada umumnya terdiri atas penerangan untuk reklame, kipas angin,
penyejuk udara dan alat-alat listrik lainnya yang diperlukan untuk restoran. Beban hotel
juga diklasifikasikan sebagai beban komersial (bisnis) begitu juga perkantoran. Beban
ini secara drastis naik di siang hari untuk beban perkantoran dan pertokoan dan
menurun di waktu sore.
c. Beban industri dibedakan dalam skala kecil dan skala besar. Untuk skala kecil banyak
beropersi di siang hari sedangkan industri besar sekarang ini banyak yang beroperasi
sampai 24 jam.
d. Beban fasilitas umum dan perkantoran pemerintahan, dimana beban puncak terjadi
saat siang hari karena pemakaian peralatan kantor (misalnya komputer, printer, server,
dll) dan sistem penunjang gedung (pendingin, pompa air dll). Sedangkan pada malam
hari, beban listrik relatif kecil, hanya untuk penerangan.
Kurva beban menggambarkan variasi perbebanan dari suatu sistem distribusi yang diukur
dengan KW, Ampere atau KVA, sebagai fungsi dari waktu (periode). Untuk mendapatkan kurva
beban, beban pada waktu yang spesifik diukur dalam interval waktu 15 menit, 30 menit, 1 jam,
1 hari atau 1 minggu. Interval waktu pengukuran biasanya ditentukan berdasarkan pada
penggunaan hasil pengukuran, misalnya interval waktu 30 menit atau 60 menit sangat berguna
dalam penentuan pola beban harian suatu sistem distribusi, sedangkan interval harian atau
mingguan dipergunakan untuk estimasi pertumbuhan beban tahunan.
Untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik beban, baik dari segi kuantitas
pembebanannya maupun dari segi kualitasnya, faktor-faktor penilaian beban perlu
dipertimbangkan. Faktor-faktor ini ikut menentukan efek pembebanan terhadap kapasitas
sistem, juga bisa digunakan untuk meramalkan karakteristik beban di masa mendatang. Faktor-
faktor penilaian beban tersebut antara lain:
Beban maksimum adalah beban rata-rata terbesar yang terjadi pada suatu demand
interval. Misalnya, Dmax 1 jam pada T = 24 jam, berarti besarnya beban rata-rata
terbesar untuk selang waktu 1 jam pada interval waktu T = 24 jam.
Beban puncak adalah nilai terbesar dari pembebanan sesaat pada suatu demand
interval tertentu.
Keterangan:
Interval Demand : T= 24 jam
Demand = Paverage = 27 kW
Beban Maksimum 1 jam = 95 kW
Beban Puncak = 100 kW
Beban Terpasang
Beban terpasang dari suatu sistem adalah jumlah total daya dari seluruh peralatan
sesuai dengan KW atau KVA yang tertulis pada papan nama (name plat) peralatan
yang akan dilayani oleh sistem tersebut.
Definisi dari faktor beban ini dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini:
Bila diterapkan pada sistem pusat pembangkit, faktor beban dapat dirumuskan:
dengan:
T = periode waktu
= Beban rata – rata dalam periode T
Prata-rata
Pp = beban puncak yang terjadi dalam periode T pada selang
waktu tertentu (15 menit atau 30 menit).
Bila T dalam setahun, maka didapat faktor beban tahunan, bila dalam satu bulan
didapat faktor beban bulanan dan bila harian menjadi faktor beban harian.
Bila Dmax-i untuk seluruh unit bersamaan waktunya maka fdiv akan berharga 1, tetapi bila
tidak fdiv akan lebih besar dari 1.
Dalam desain/perencanaan sistem PLTS Photovoltaic, kondisi beban eksisting suatu daerah
perlu dipertimbangkan kaitannya dengan, antara lain kapasitas, konfigurasi dan pola operasi
PLTS Photovoltaic (nantinya akan dibahas lebih detail pada Bab Desain PLTS).
Selain kondisi beban eksisting, estimasi pertumbuhan beban pada sistem kelistrikan dimana
PLTS Photovoltaic akan dibangun juga perlu dipertimbangkan secara teliti. Hal ini diperlukan
untuk:
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 11
Memperkirakan kebutuhan beban yang tepat di masa mendatang, sehingga kapasitas
PLTS yang akan dibangun bisa memadai dalam memenuhi kebutuhan tersebut
Perencanaan perluasan PLTS atau peningkatan kapasitas sistem pembangkit lain di
masa mendatang
Seperti pada kondisi beban eksisting, pertumbuhan beban pada suatu sistem kelistrikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
c. Rasio elektrifikasi
Dengan rasio elektrifikasi yang masih relatif rendah dan daftar tunggu pelanggan yang
masih panjang, estimasi kebutuhan daya di masa mendatang harus
mempertimbangkan rasio elektrifikasi yang ingin dicapai serta memenuhi permintaan
penyambungan tenaga listrik.
d. Faktor regulasi
Dalam beberapa kasus, faktor regulasi turut mempengaruhi pertumbuhan beban listrik
suatu negara/daerah, misalnya:
- perbedaan tarif untuk kapasitas pelanggan berbeda
- feed-in tariff untuk home solar panel
- insentif/disinsentif berkaitan dengan efisiensi energi
Untuk mengestimasi pertumbuhan beban, beberapa metode bisa dipergunakan, antara lain:
Metoda ini dibangun berdasarkan data dan analisa penggunaan tenaga listrik pada setiap
sektor pemakaian. Keuntungan metoda ini ialah hasil ramalan merupakan simulasi dari
penggunaan tenaga elektrik di masyarakat dengan lebih terinci serta dapat pada
mensimulasikan perubahan teknologi, kebiasaan pemakaian dan kebijaksaaan
pemerintah. Kelemahannya adalah dalam hal penyediaan data yang banyak dan kadang-
kadang tidak tersedia di pusat data. Metoda ini biasanya digunakan untuk menganalisis
penggunaan energi pada sektor rumah tangga, dan dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
Metoda ini biasanya dipergunakan untuk meramalkan daerah yang luas tetapi mempunyai
keadaan perlistrikan yang hampir merata, atau sedikitnya tidak terdapat perbedaan yang
menyolok. Jadi untuk meramalkan kebutuhan tenaga listrik keseluruhan daerah yang luas
cukup dengan mengambil suatu daerah sebagai sample yang dapat mewakili
keseluruhan, sehingga mempermudah perhitungan. Dengan demikian metoda ini
memerlukan persyaratan perlistrikan yang merata dan persyaratan inilah yang tidak dapat
dipenuhi untuk kondisi daerah yang sedang berkembang.
b. Metode Ekstrapolasi
Metoda ini sangat bersandar pada data-data masa lampau, untuk kemudian
diproyeksikan ke masa yang akan datang. Teknik ekstrapolasi ini beranggapan bahwa
faktor perubahan yang tercermin pada masa lampau akan memiliki pengaruh yang sama
dan bersifat kontinyu dimasa yang akan datang. Bila terjadi fluktuasi-fluktuasi seperti
terjadi pada daerah yang sedang berkembang maka metoda ini kurang tepat.
c. Metode Perbandingan
Yaitu proyeksi dengan analisa perbandingan dan kecenderungan yang homogen pada
daerah lain. Metoda ini hanya bisa diterapkan pada daerah yang mempunyai sistem
kelistrikan yang mirip dalam hal jumlah dan komposisi jenis pelanggan.
Metoda ini disebut juga metoda kecenderungan yaitu metoda yang dibangun berdasarkan
hubungan data masa lalu tanpa memperhatikan penyebab (pengaruh ekonomi, iklim,
teknologi, dan lain-lain). Metoda ini biasanya digunakan untuk peramalan jangka pendek.
d. Metode Sektoral
Metoda ini mengamati pertumbuhan beban listrik pada tiap-tiap sektor beban. Dimana
beban dikelompokkan kedalam beberapa sektor beban, pada studi ini beban dibagi
menjadi empat sektor beban, yaitu sektor rumah tangga, komersil, industri dan fasilitas
umum. Kebutuhan tenaga listrik di pusat beban adalah merupakan jumlah kebutuhan
keempat sektor di dalam pusat beban tersebut. Metoda inicocok digunakan untuk
menghasilkan perhitungan yang lebih teliti dibandingkan dengan metoda yang lainnya.
e. Metode Gabungan, yang merupakan metoda gabungan dari keempat metode diatas.
Dalam implementasinya, PLTS Photovoltaic oleh PLN di Indonesia diprioritaskan pada lokasi-
lokasi terpencil/isolated, terutama untuk komunitas/penduduk di pulau-pulau kecil yang tersebar
di seluruh wilayah. Selain disebabkan oleh beban yang relatif kecil dan faktor ketersediaan
sumber daya energi untuk pembangkit listrik, hal ini juga dipengaruhi oleh kenyataan bahwa di
sebagian besar pulau-pulau kecil tersebut, penyaluran listrik oleh PLN saat ini tidak dilakukan
sepanjang hari, namun hanya 12 jam sehari (pada malam hari saja) bahkan sebagian daerah
hanya beroperasi 6 jam. Pembangunan PLTS Photovoltaic diharapkan mampu meningkatkan
pola operasi sistem kelistrikan di lokasi-lokasi tersebut hingga 24 jam sehari.
Dalam kaitannya dengan estimasi pertumbuhan beban, perubahan pola operasi penyaluran
listrik oleh PLN tersebut harus bisa diantisipasi pada saat perencanaan atau desain PLTS
Photovoltaic. Beberapa hal yang perlu diantisipasi saat perubahan tersebut antara lain:
Untuk memperkirakan pertumbuhan beban akibat perubahan pola operasi menjadi 24 jam,
beberapa cara bisa dilakukan, antara lain:
Berdasarkan SPLN D5.005 2012 tentang Pedoman Umum PLTS, yang dimaksud PLTS sistem
berdiri sendiri (Off-Grid) adalah sistem PLTS yang memproduksi daya listrik dan berdiri sendiri
serta direncanakan dan dibangun untuk tidak dihubungkan ke utilitas/jaringan listrik yang ada
(sistem pembangkit listrik tenaga surya komunal yang terisolasi dari jaringan/sistem luar).
Sistem ini dibangun bila di dalam suatu kawasan tidak terdapat jaringan listrik, atau jauh dari
sumber jaringan listrik.
SCC Inverter
Baterai
Beberapa kriteria pembangunan PLTS Sistem berdiri sendiri/Off grid sebagai berikut:
a. Daerah-daerah yang belum berlistrik dan/atau berada pada wilayah perbatasan negara,
dan/atau ibukota pemerintahan;
b. Daerah tersebut tidak/terbatas memiliki potensi energi primer dari energi baru dan
terbarukan lainnya;
- Jarak lokasi dari jaringan PLN adalah lebih dari 5 km atau apabila perluasan
jaringan TM/TR ke lokasi tidak memungkinkan atau biaya perluasan jaringan ke
lokasi lebih mahal dari biaya pengembangan PLTS Terpusat (Komunal);
Karena sistem PLTS Off-Grid diperuntukkan pada daerah yang belum berlistrik, perhitungan
estimasi beban listrik pada daerah tersebut menjadi faktor penting dalam perencanaan sistem
PLTS yang akan dibangun. Dalam hal ini, pemilihan metode penghitungan perkiraan beban
listrik perlu mempertimbangkan kondisi spesifik daerah tersebut. Sebagai contoh:
Daerah dengan jumlah calon pelanggan relatif sedikit dan kebanyakan rumah tangga,
bisa menggunakan metode sampling statistik dengan pertimbangan variasi besar dan
pola beban tidak terlalu besar.
Daerah yang memiliki kemiripan dalam hal jumlah penduduk, tingkat perekonomian dan
kondisi geografis dengan daerah lain yang sudah berlistrik, bisa menggunakan metode
perbandingan.
Daerah dengan perkiraan beban tinggi dan jenis pelanggan bervariasi, perlu
mempertimbangkan penggunaan metode kombinasi (gabungan), dengan juga
memperhitungkan setiap sektor/jenis pelanggan.
Dalam kaitannya dengan rencana kapasitas sistem PLTS, faktor beban puncak dalam sistem
PLTS Off-Grid menjadi faktor kunci karena seluruh beban listrik akan ditanggung oleh sistem
PLTS, sehingga kapasitas setiap komponen sistem harus bisa memenuhi kebutuhan beban
puncak tersebut.
Dalam implementasinya di PLN, penerapan sistem PLTS Off-Grid diatur dalam aturan
tersendiri, yang bertujuan untuk mengendalikan pola operasi sistem tersebut, melalui
Keputusan Direksi No. 1227.K/DIR/2011 tentang Layanan Penerangan Listrik dengan
Memanfaatkan Energi Surya untuk Daerah Terpencil. Beberapa aspek penting dalam aturan
tersebut berkaitan dengan sistem PLTS Off-Grid (atau di keputusan tersebut disebut sebagai
PLTS Komunal Mandiri) antara lain:
Pelanggan PLTS Komunal Mandiri adalah golongan tarif S-1 daya tersambung 220 VA
Pemakaian pelanggan dibatasi dengan menggunakan pembatas arus (MCB) dan
pembatas energi (energy limiter) per hari.
Besaran dan pengaturan waktu operasi energy limiter disesuaikan dengan kemampuan
atau kapasitas PLTS
1.3.2. On-Grid
Berdasarkan SPLN D5.005 2012 tentang Pedoman Umum PLTS, sistem PLTS On-Grid
didefinisikan sebagai sistem PLTS yang dihubungkan ke utilitas/jaringan yang sudah ada.
Jaringan Distribusi 20 kV
AC Bus
PV Array
Step Up Transformer
Inverter
PLTD (PLN)
a. Sistem yang ada (eksisting) telah beroperasi 24 jam perhari atau beroperasi siang hari
b. Dengan maksud mengurangi/membatasi pemakaian bahan bakar minyak
c. Penyambungan sistem PLTS ke sistem yang ada (eksisting) tidak mengganggu
operasional sistem yang ada (eksisting).
Dalam sistem PLTS On-Grid, aspek teknis dalam sinkronisasi PLTS ke sistem eksisting
menjadi salah satu faktor penting. Hal ini disebabkan karena pasokan/suplai daya listrik dari
PLTS sangat dipengauhi oleh sumber energi matahari yang bisa dimanfaatkan modul surya,
dimana sumber ini tidak dapat sepenuhnya dikontrol (dipengaruhi kondisi cuaca, musim, dll).
Perubahan mendadak pada jumlah irradiasi yang sampai ke modul surya akan berpengaruh
terhadap electrical output dari sistem PLTS (termasuk tegangan, arus, frekuensi) yang bisa
berakibat pada:
Kegagalan sinkronisasi
Naik turunnya tegangan dan frekuensi pada pembangkit lain
Kerusakan komponen sistem kelistrikan
Hingga black-out sistem kelistrikan
1.3.3. Hybrid
Sistem PLTS Hybrid didefinisikan sebagai sistem PLTS yang dihubungkan ke utilitas/jaringan
yang sudah ada, dan dioperasikan dengan pembangkit yang sudah ada (PLTD, PLTM, PLTB,
dll) dengan pengaturan dan pembagian waktu operasi masing-masing pembangkit secara
optimal. PLTS Hybrid dilengkapi battery storage.
JTM 20 KV
PV Array Express Feeder
AC Bus Bus Existing
400 V 20 KV (PLN)
Outgoing
Feeder
(Existing)
Grid Inverter
PLTD (PLN)
a. Menambah jam pelayanan sistem yang ada (eksisting) terutama periode siang hari
b. Dengan maksud mengurangi jam operasi PLTD yang ada (eksisting)
c. Sistem dilengkapi batere dengan kapasitas sesuai pola operasi.
Karena menggunakan baterai, sistem Hybrid bisa didesain hingga kapasitas besar terhadap
sistem eksisting. Baterai dalam hal ini, tidak hanya berperan sebagai penyimpan energi, namun
juga bermanfaat untuk men-stabilkan tegangan dan frekuensi output dari sistem PLTS
Photovoltaic.
1. Apakah pengaruh perbedaan profil beban pada suatu daerah dalam desain PLTS?
2. Apakah pengaruh pertumbuhan beban terhadap desain PLTS?
3. Hal apa yang mempengaruhi penentuan konfigurasi PLTS pada suatu daerah?
4. Suatu daerah memiliki potensi energy matahari setiap harinya dengan kapasitas
300 Wh/m² selama 3 jam dan kapasitas 450 Wh/m² selama 4 dan kapasitas 250
Wh/m2 selama 2 jam Hitunglah PSH pada daerah tersebut!