Anda di halaman 1dari 7

POTENSI ENERGI SURYA DI INDONESIA

Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah ekuator tepatnya
berada pada 11o LS-6o LU dan 95o BT-141o BB. Indonesia memiliki iklim tropis yang hanya
mempunyai 2 musim sepanjang tahunnya yaitu musim kering (kemarau) dan musim basah
(hujan). Letak geografis Indonesia yang berada di ekuator menyebabkan Indonesia adalah salah
satu daerah yang memiliki nilai surplus sinar matahari karena mendapat sinar matahari sepanjang
tahun. Berbeda halnya dengan negara-negara di Benua Eropa yang mempunyai 4 musim. Hal ini
disebabkan oleh perjalanan semu matahari yang seakan-akan bergerak ke utara dan selatan bumi
membentuk lintasan sinusoidal (mempunyai puncak dan lembah) sehingga daerah ekuator
mempunyai radiasi matahari rata-rata yang tinggi sepanjang tahun.

Dikarenakan Indonesia merupakan daerah surplus radiasi matahari, maka energi surya
diyakini sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam hal ini, energi surya merupakan alternatif
energi terbarukan yang mampu menjadi salah satu solusi untuk menjadi pengganti energi
fosil. Selain itu, energi surya juga adalah salah satu sumber energi bersih yang memberikan
dampak negatif minimal bagi lingkungan. Diproyeksikan di masa yang akan datang, energi surya
akan menjadi salah satu energi yang dapat mengakomodir kebutuhan manusia dan paling banyak
digunakan di banyak negara termasuk Indonesia.

Berdasarkan letak geografis yang strategis, hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi
untuk dikembangkan PLTS dengan daya rata-rata mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat Indonesia
memiliki distribusi penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10% sementara
kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan
sekitar 9%. Hal ini perlu dimanfaatkan dengan baik dengan percepatan pembangunan
pembangkit listrik tenaga surya di berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan
Indonesia.

Pemanfaatan potensi energi surya dapat diterapkan dalam 2 teknologi. Teknologi pertama
yaitu teknologi photovoltaic (PV). Photovoltaic (Photo berarti cahaya, dan voltaic berarti
tegangan) yaitu alat yang mengkonversi cahaya menjadi listrik. Sederhananya, proses pada PV
menggunakan bahan semikonduktor yang dapat melepaskan elektron untuk membentuk dasar
listrik. Kemudian PV tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air,
televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin dengan kapasitas total ± 6 MW. Sementara
teknologi kedua adalah teknologi energi surya termal yang pada umumnya digunakan untuk
memasak (kompor surya), mengeringkan pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman
pangan) dan memanaskan air.

Saat ini, terdapat 2 jenis teknologi PV yang telah dikembangkan, yaitu PV dengan bahan
kristalin/silikon (mono kristalin dan poli kristalin) dan thin film. Keduanya mempunyai
karakteristik dan efisiensi tersendiri. Sel PV mempunyai paling tidak dua lapisan semi konduktor
yang bermuatan negatif dan bermuatan positif. Ketika cahaya bersinar, perpindahan elektron
terjadi sehingga menyebabkan listrik mengalir dan membangkitkan arus DC. Pada dasarnya,
sistem PV tidak membutuhkan cahaya terang untuk beroperasi sehingga dalam kondisi mendung
pun sistem ini tetap dapat beroperasi.

Secara ilmiah, ada beberapa jenis radiasi yang masuk ke permukaan bumi, yakni direct
irradiation yaitu radiasi langsung tanpa melewati hambatan, reflected irradiation yaitu radiasi
yang dipantulkan, absorbed irradiation yaitu radiasi yang diserap, diffused irradiation yaitu
radiasi yang dibelokkan, ground-reflected irradiation yaitu radiasi yang dipantulkan oleh
permukaan bumi (tanah) dan yang terakhir adalah global irradiation yaitu radiasi total yang
diterima. Dalam prosesnya, respon panel surya mengubah energi foton (cahaya) menjadi daya
listrik dengan menangkap global irradiation. Dalam pemanfaatan potensi energi surya ini, global
irradiation sangat dipengaruhi oleh interaksi radiasi dari mulai eksosfer (atmosfer terluar) hingga
troposfer (atmosfer terendah).

Pada awal proses penyinaran, matahari meradiasikan gelombang elektromagnetik ke


segala arah. Sebagian besar energi hilang ke alam semesta, dan hanya sebagian kecil saja hanya
dapat diterima bumi. Matahari memancarkan radiasi elektromagnetik yang diemisikan pada
panjang gelombang yang sangat pendek dan biasanya dinyatakan dalam mikron (1 µm = 10-6 m).
Daerah cahaya tampak terletak pada panjang gelombang 0,4 µm untuk cahaya violet hingga 0,7
µm. Radiasi dengan panjang gelombang lebih pendek dari 0,4 µm disebut ultra violet dan radiasi
dengan panjang gelombang lebih besar dari 0,7 µm disebut radiasi inframerah. Radiasi matahari
akan mengalami atenuasi yaitu berkurangnya intensitas radiasi karena adanya hamburan atau
penyerapan oleh molekul debu dan partikel awan sehingga dalam penjalarannya, hanya sebagian
kecil saja dari radiasi matahari yang mencapai bumi.

Dalam penjalarannya di atmosfer, ada proses absorpsi dalam udara oleh ozon, uap air,
dan partikel debu. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ozon mengabsorpsi radiasi ultraviolet
dengan panjang gelombang dibawah 0,3 µm. Sedangkan di troposfer, CO2 menyerap radiasi
inframerah dengan panjang gelombang terutama pada 2,8 µm hingga 4,3 µm. Sinar matahari
dalam penjalarannya akan bertemu dengan benda yang berdimensi sangat kecil yang akan
menyebabkan difusi (pemantulan, pembiasan, dan hamburan). Beberapa benda yang akan
menyebabkan difusi antara lain molekuler dan aerosol.

Awan dapat mempengaruhi perilaku penjalaran radiasi matahari di atmosfer. Tetes air
atau kristal es yang terdapat pada awan mempunyai dimensi yang lebih besar daripada
gelombang radiasi, dalam hal ini difusi awan secara praktis tidak bergantung pada panjang
gelombang. Sebagian dari radiasi yang dihamburkan hilang ke alam semesta, dan radiasi
lainnya di transmisikan sampai permukaan bumi. Diperkirakan bahwa 35% dari radiasi matahari
yang diterima pada batas atas atmosfer dikembalikan ke ruang angkasa dalam bentuk gelombang
pendek oleh hamburan dan pemantulan awan, partikel debu, molekul udara, dan permukaan
bumi.

Komplikasi penjalaran radiasi matahari di atmosfer menyebabkan efisiensi listrik yang


dihasilkan masih berkisar antara 15-20%. Oleh karena itu, perkembangan teknologi PV masih
terus dilakukan terutama oleh negara-negara maju seperti China. Hingga saat iniChina, telah
menerapkan PLTS di sebagian besar wilayahnya.. Sementara itu di Indonesia, PLTS sudah mulai
dikembangkan sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selama ini,
pengembangan listrik tenaga surya masih dikembangkan dalam skala kecil saja seperti untuk
skala rumah tangga dengan menggunakan Solar Home System (SHS). Sedangkan, PLTS skala
besar ditargetkan untuk lokasi yang sulit akses dan masih belum mendapatkan listrik (rasio
elektrifikasi rendah). Berdasarkan data persebarannya, hampir seluruh PLTS di Indonesia
terletak di Indonesia bagian Timur. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia bagian Timur secara
meteorologis cenderung kering dan lebih panas. Berdasarkan perhitungan dari Balai Penelitian
dan Pengembangan ESDM diketahui bahwa PLTS di Indonesia dapat menghasilkan hingga 560
GWp. Sayangnya, pada kenyataannya PLTS yang sudah dibangun bahkan belum
dapat mencapai 1% dari potensi yang tersedia. Saat ini, salah satu pembangkit listrik tenaga
surya terbesar ada di Kupang, NTT yang memiliki kapasitas 5 MW.

Komitmen untuk mempercepat produksi listrik tenaga surya tenaga surya dan panas bumi
di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dilanjutkan oleh Presiden Jokowi. Presiden
Jokowi berjanji di depan kepala pemerintahan seluruh dunia pada forum COP 21 di Paris pada
30 november 2015 bahwa Indonesia akan mencapai 23% energi terbarukan pada tahun 2025.
Sudah saatnya Indonesia dapat fokus untuk melakukan percepatan pembangunan energi
terbarukan khususnya energi surya di masa depan.

artikel ini ditulis oleh Muhammad Fadhil Firdaus

Sumber:

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2013.

Ahrens. (2009). Essentials of Meteorology: An Invitation to the Atmosphere.

Tjasyono, B. (2004). Klimatologi. ITB, Bandung, 53-63.

Monteith, J.L. (2013). Solar Radiation and Productivity in Tropical Ecosystem. Nottingham.
University of Nottingham.

Hasan, M.H., dkk. (2012). Renewable and Sustainable Energy Reviews. University of Malaya.

Tharakan, Pradeeb. (2015). Summary of Indonesia’s Energy Sector Assessment. ADB Papers on
Indonesia.
Energi surya atau matahari di Indonesia. Energi surya adalah energi yang berupa panas
dan cahaya yang dipancarkan matahari. Energi surya (matahari) merupakan salah satu sumber
energi terbarukan yang paling penting. Indonesia mempunyai potensi energi surya yang melimpah.
Namun melimpahnya sumber energi surya di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal.

Matahari adalah sumber energi yang memancarkan energi sangat besarnya ke permukaan
bumi. Permeter persegi permukaan bumi menerima hingga 1000 watt energi matahari. Sekitar 30%
energi tersebut dipantulkan kembali luar angkasa, dan sisanya diserap oleh awan, lautan, dan
daratan. Jumlah energi yang diserap oleh atmosfer, lautan, dan daratan bumi sekitar 3.850.000
eksajoule (EJ) per tahun. Untuk melukiskan besarnya potensi energi surya, energi surya yang
diterima bumi dalam waktu satu jam saja setara dengan jumlah energi yang digunakan dunia
selama satu tahun lebih.

Berbagai sumber energi terbarukan lainnya, semisal energi angin, biofuel, air, dan
biomassa, berasal dari energi surya. Bahkan sumber energi fosil pun terbentuk lewat bantuan
energi matahari. Hanya energi panas bumi dan pasang surut saja yang relatif tidak memperoleh
energi dari matahari.

Salah satu cara untuk memanen radiasi panas dan cahaya yang dipancarkan matahari
menjadi listrik adalah dengan memanfaatkan teknologi termal dan teknologi sel surya atau sel
photovoltaic. Teknologi termal biasanya digunakan untuk mengeringkan hasil pertanian dan
perikanan, memasak (kompor surya), dan memanaskan air. Sedangkan sel surya merupakan alat
untuk mengonversi cahaya matahari menjadi energi listrik menggunakan efek fotoelektrik. Dengan
teknologi sel surya (photovoltaic) energi surya diubah menjadi energi listrik yang bisa digunakan
untuk berbagai hal.

Dengan potensinya yang sangat besar tersebut, energi surya diyakini menjadi sumber
energi utama di masa depan. Apalagi dengan beberapa keunggulan energi surya seperti energi
surya merupakan sumber yang hampir tak terbatas dan ramah lingkungan. Yang hingga kini masih
menjadi kendala adalah teknologi sel surya dan media penyimpanan yang masih sangat mahal dan
memiliki kemampuan yang terbatas.
Sebagai negara yang berada di kawasan khatulistiwa, potensi energi surya di Indonesia
sangat besar. Indonesia memiliki sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp energi
surya. Sayangnya, seperti berbagai energi terbarukan lainnya, energi surya ini belum dimanfaatkan
secara optimal. Dari total potensi energi surya tersebut, Indonesia baru memanfaatkan sekitar 10
MWp.

Bagi Indonesia, energi surya menjadi salah satu alternatif energi terbaik. Dengan
potensinya yang besar akan mampu melepaskan Indonesia dari ketergantungan terhadap sumber
energi konvensional. Energi surya pun cocok diterapkan pada daerah-daerah terpencil maupun
pulau-pulau kecil di Indonesia. Pemanfaatan energi surya menjadi salah satu sumber energi
alternatif ini bisa dilakukan dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
maupun Solar Home System (SHS), yaitu pemanfaatan skala rumahan.

Beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia antara lain :

 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kabupaten Karangasem dan Bangli, Bali
dengan kapasitas masing-masing 1 MW
 PLTS di pulau-pulau Nusa Tenggara Barat yang meliputi Pulau Gili Trawangan
berkapasitas 600 kWp, Pulau Gili Air (160 kWp), serta Pulau Gili Meno (60 kWp), dan di
Pulau Medang, Sekotok, Moyo, Bajo Pulo, Maringkik, dan Lantung dengan total kapasitas
900 kWp.
 PLTS di Nusa Tenggara Timur yang meliputi PLTS Raijua (Kabupaten Sabu Raijua)
berkapasitas 150 kilo kWp, PLTS Nule (Kab. Alor) berkapasitas 250 kWp, PLTS Pura
(Kab. Alor) berkapasitas 175 kWp, dan PLTS Solor Barat (Kab. Flores Timur) berkapasitas
275 kWp.

Dengan krisis energi dan listrik serta masih bergantungnya pada sumber energi
konvensional, padahal sumber bahan bakar fosil semakin habis, Indonesia seharusnya mulai serius
memanfaatkan energi surya. Mendorong penelitian-penelitian untuk meningkatkan teknologi
Pembangkit Listrik Tenaga Surya sehingga potensi 112.000 GWp energi surya yang dimiliki oleh
Indonesia dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyat Indonesia. Memanen energi surya
menjadi energi terbarukan yang murah, ramah lingkungan, dan menjangkau seluruh pelosok
negeri.

Baca artikel tentang lingkungan hidup dan energi lainnya :

 Kelebihan dan Kekurangan Energi Geothermal


 Energi Panas Bumi (Geothermal Energy) di Indonesia
 Gerakan Nasional Hemat Energi (BBM dan Listrik)
 8 Sumber Energi Terbarukan di Indonesia
 Energi Terbarukan di Indonesia
 2012 Adalah Tahun Internasional Energi Terbarukan

Referensi dan gambar :


www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-energi-surya.html
id.wikipedia.org/wiki/Energi_surya
www.pln.co.id/blog/pln-operasikan-4-pembangkit-listrik-tenaga-surya-di-ntt
teknologisurya.wordpress.com/dasar-teknologi-sel-surya/prinsip-kerja-sel-surya
www.kendaraanlistrik.net/2013/06/bali-digadang-untuk-kembangkan-plts.html
www.kendaraanlistrik.net/2012/10/pln-7-plts-baru-di-ntb.html
teknologi.news.viva.co.id/news/read/439468-energi-alternatif-masih-suli

Anda mungkin juga menyukai