Anda di halaman 1dari 99

“UNJUK KERJA DESAIN PERENCANAAN DAN STUDI

KELAYAKAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA


ON-GRID SISTEM DC COUPLING KAPASITAS 17 KWP PADA
GEDUNG HUNIAN GRAHA CENDEKIA YOGYAKARTA
MENGGUNAKAN PVSYST 6.8.4”

“THE PERFORMANCE OF ON-GRID SOLAR POWER PLANT


DC COUPLING SISTEM CAPACITY 17 KWP PLANNING
DESIGN AND FEASIBILITY STUDY AT YOGYAKARTA GRAHA
CENDEKIA RESIDENTIAL BUILDING USING PVSYST 6.8.4”

SKRIPSI

Disusun oleh :
NUR ARIFIN
151041041

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2019
iii

“UNJUK KERJA DESAIN PERENCANAAN DAN STUDI


KELAYAKAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA
ON-GRID SISTEM DC COUPLING KAPASITAS 17 KWP ADA
GEDUNG HUNIAN GRAHA CENDEKIA YOGYAKARTA
MENGGUNAKAN PVSYST 6.8.4”

“THE PERFORMANCE OF ON-GRID SOLAR POWER PLANT


DC COUPLING SISTEM CAPACITY 17 KWP PLANNING
DESIGN AND FEASIBILITY STUDY AT YOGYAKARTA GRAHA
CENDEKIA RESIDENTIAL BUILDING USING PVSYST 6.8.4”

SKRIPSI

Disusun oleh :
NUR ARIFIN
NIM : 151041041
Program Studi : Teknik Elektro
Jenjang Studi : Strata Satu (S-1)
Konsentrasi : Ketenagaan
Jurusan : Teknik Elektro
Fakultas : Teknologi Industri

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND


YOGYAKARTA
2019

iii
iv

HALAMAN P ENGESA HAN

iv
iii

HALAMAN P ERSETUJUAN

iii
iv

HALAMAN P ERNYATAAN

iv
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
barokah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Unjuk
Kerja Desain Perencanaan dan Studi Kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
On-Grid Sistem DC Coupling Kapasitas 17 kWp pada Gedung Hunian Graha
Cendekia Yogyakarta Menggunakan PVSyst 6.8.4”. Laporan skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T)
pada Program Studi S1 Teknik Elektro Fakultas Teknik Industri Institut Sains &
Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan skripsi ini penulis
telah mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Rektor IST AKPRIND Yogyakarta, Dr. Ir. Amir Hamzah, MT.
2. Dekan Fakultas Teknologi Industri, Dr. Ir. Toto Rusianto, MT.
3. Ketua Jurusan Teknik Elektro, Sigit Priyambodo, ST., MT.
4. Pembimbing 1, Slamet Hani, ST., MT.
5. Pembimbing 2, Subandi, ST., MT.
6. Dosen wali Slamet Hani, ST., MT.
7. Kepala Proyek Graha Cendekia, Ade Imam Samsul Rahman, ST., M. Eng

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu semua jenis saran, kritik dan masukan yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dan memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri.

Penulis

v
vi

MOTTO /HALAMAN PERSEMBAHAN

“Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh”


Puji dan syukur selalu tercurahkan kepada-Nya atas limpahan anugerah,
rahmat dan karunia serta kelancaran yang telah Engkau berikan hingga Skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
sehingga Laporan Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang sangat
berarti untuk saya:
1. Keluarga tercinta, orang tua saya Bapak Karsimin, Ibu Wiwit Winarsih, Mbah
Uti, Mas Rosyid, Mba Nisa, Dek Rahma dan Dek Ridwan yang selalu
menyelipkan doa untukku serta kasih sayang, semangat, perhatian yang begitu
tulus dan dukungan secara moril maupun materil.
2. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi SI Teknik Elektro Institut Sains &
Teknologi AKPRIND Yogyakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan,
motivasi, melatih mental dan waktu serta kasih sayangnya selama 9 semester.
3. Rekan-rekan santri PPM Jogja yang sudah menemani saya dalam berproses dan
juga memperbaiki kualitas diri dari sisi agama dan juga UKM Hiking yang sudah
mau mengajak saya untuk mendaki gunung-gunung di Indonesia, mantap pisan!
4. Pak Ade Imam Samsul Rahman selaku pak Kyai PPM Jogja yang sudah
mengajarkan saya banyak hal dan jalan-jalan kemana-mana hehe
5. Sahabat saya, Rafi Bramantyo yang selalu memacu saya untuk menjadi orang
yang berhasil dalam urusan kedunyaan, dan Mas Aji juga.
6. Avenged Seven Fold, Guns N’ Rosses, Tulus, Didi Kempot, Koplo Time, Nella
Kharisma, Ana Sentina, Payung Teduh, Syaikh Abdul Karim dan band/musisi
lainnya yang telah menghibur saya dengan lagu-lagunya yang sangat super
sekali Bosquh sehingga bisa mengembalikan mood saya untuk garap skripsi ini.
Juga dirty talks Reza Arap Oktovian yang sangat menghibur saya di kala penat
dan suntuk sebagai pelampiasan hehehe
Untuk kalian semua saya ucapkan terima kasih….
“Wassalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh”

vi
vii

INTISARI
Graha Cendekia Yogyakarta merupakan gedung hunian yang terletak di
Yogyakarta yang direncanakan menggunakan sistem PLTS (Pembangkit Listrik
Tenaga Surya) untuk memenuhi sekitar 80% kebutuhan listrik yang On-Grid
dengan listrik PLN. Perencanaan dan simulasi PLTS dilakukan dengan
menggunakan software PvSyst 6.8.4 kemudian dianalisis dan hasilnya berupa
report yang terstruktur. Simulasi penelitian menunjukkan bahwa PLTS memiliki
performa sistem sebesar 75,4% yang dapat memenuhi 42.16% dari total kebutuhan
listrik yang diperkirakan mampu dilayani oleh PLTS atau dengan kata lain
memenuhi 34.01% dari total kebutuhan listrik gedung Graha cendekia Yogyakarta.
Untuk mendapatkan daya sebesar itu membutuhkan 52 modul fotovoltaik dengan
total kapasitas terpasang sebesar 17,42 kWp, 80 unit baterai sistem 24V dengan
kapasitas total 8000 Ah dan 4 unit inverter dengan kapasitas total 16 kW AC yang
diperuntukkan melayani kebutuhan listrik ketika malam hari.
Analisis kelayakan investasi dilakukan dengan menggunakan NPV (Net
Present Value), PI (Profitability Index) dan PBP (Pay Back Period). Hasil analisis
menunjukan NPV sebesar Rp 11.509.198,-, PI bernilai positif 1,013 dan PBP
selama 12 tahun 5 bulan. Simpulan dari kajian ini adalah investasi proyek PLTS
pada Graha Cendekia Yogyakarta berdasarkan aspek teknis dan aspek biaya layak
dilaksanakan.

Kata-Kata kunci: PLTS, Performa, Kelayakan.

vii
viii

ABSTRACT
Graha Cendekia Yogyakarta is a residential building located in
Yogyakarta that is planned to use the PLTS (Solar Power Generation) system to
meet about 80% of electricity needs that are On-Grid with PLN electricity. PLTS
planning and simulation is done using PvSyst 6.8.4 software and then analyzed and
the results are structured reports. The research simulation shows that PLTS has a
system performance of 75.4% that can meet 42.16% of the total electricity needs
that are estimated to be able to be served by PLTS or in other words meet 34.01%
of the total electricity needs of the Graha Cendekia Yogyakarta building. To get
that much power requires 52 photovoltaic modules with a total installed capacity
of 17.42 kWp, 80 24V system batteries with a total capacity of 8000 Ah and 4 units
of inverters with a total capacity of 16 kW AC which is intended to serve electricity
needs at night.
Investment feasibility analysis is performed using NPV (Net Present
Value), PI (Profitability Index) and PBP (Pay Back Period). The analysis shows
the NPV of Rp. 11.509.198, PI has a positive value of 1,013 and PBP for 12 years
5 months. The conclusion of this study is the investment of PLTS projects in Graha
Cendekia Yogyakarta based on technical aspects and cost aspects are feasible.
Keywords: PLTS, Performance,Eligibility.

viii
ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

MOTTO /HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ vi

INTISARI.............................................................................................................. vii

ABSTRACT ........................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 2

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................. 3

1.4.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3

1.4.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3

1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................... 3

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 5

ix
x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .......................... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 7

2.2 Landasan Teori ......................................................................................... 8

2.2.1 Macam-macam Sistem PLTS ............................................................. 10

2.2.1.1 PLTS Off-Grid ................................................................................ 10

2.2.1.2 PLTS On-Grid ................................................................................. 11

2.2.2 Macam-macam Konfigurasi Sistem Penyambungan PLTS................ 12

2.2.2.1 Konfigurasi Penyambungan DC-Coupling ..................................... 12

2.2.2.2 Konfigurasi Penyambungan AC-Coupling ...................................... 13

2.2.3 Komponen-komponen Penyusun PLTS ............................................. 14

2.2.5.1 PV (Photovoltaic)............................................................................ 15

2.2.5.2 SCC (Solar Charge Control) ........................................................... 22

2.2.5.3 Inverter Jaringan.............................................................................. 26

2.2.5.4 Baterai ............................................................................................. 28

2.2.4 Evaluasi Ekonomi Sistem PLTS ......................................................... 36

2.2.4.1 Biaya Investasi PLTS (Cost) ........................................................... 36

2.2.4.2 Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost) ............................................. 37

2.2.4.3 Biaya Pemeliharaan dan Operasional.............................................. 37

2.2.4.4 Faktor Diskonto (Discount factor) .................................................. 38

2.2.4.5 Biaya Energi (Cost of Energy) ........................................................ 38

2.2.5 Analisis Kelayakan Investasi PLTS .................................................... 39

x
xi

2.2.5.1 NPV (Net Present Value) ................................................................ 39

2.2.5.2 Profitability Index (PI) .................................................................... 39

2.2.5.3 PBP (Pay Back Periode) ................................................................. 40

2.2.6 PvSyst 6.8.4 ........................................................................................ 40

2.3 Persamaan dan Bagian Listing Program ................................................. 41

2.4 Hipotesis ................................................................................................. 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 43

3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................ 43

3.1.1 Alat .................................................................................................. 43

3.1.2 Bahan............................................................................................... 45

3.2 Alur Penelitian ........................................................................................ 47

3.3 Tahapan Pemodelan Simulasi ................................................................ 50

3.4 Cara Analisis .......................................................................................... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 58

4.1 Perhitungan Kebutuhan Daya Listrik ..................................................... 58

4.2 Perhitungan Kebutuhan Larik Modul Fotovoltaik ................................. 63

4.3 Perhitungan Kebutuhan Kapasitas SCC (Solar Charge Control) .......... 66

4.4 Perhitungan Sistem Penyimpanan Energi Listrik ................................... 68

4.5 Analisa Hasil Simulasi PvSyst 6.8.4 ...................................................... 71

4.6 Perhitungan Evaluasi Keuangan ............................................................. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 79

xi
xii

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 79

2.5 Saran ....................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.................................................................................. 4

Tabel 2.1 Perhitungan Kapasitas SCC (Solar Charge Control) ........................... 25

Tabel 2.2 Perhitungan Kapasitas Baterai .............................................................. 35

Tabel 4.1 Kebutuhan Daya Listrik Graha Cendekia Yogyakarta ......................... 58

Tabel 4.2 Rincian Pembagian Daya Berdasarkan Durasi oleh PLTS. .................. 59

Tabel 4.3 Jam Pelayanan Konsumsi Listrik oleh PLTS berdasarkan item. .......... 60

Tabel 4.4 Jam Pelayanan Konsumsi Listrik oleh PLN berdasarkan item ............. 61

Tabel 4.5 Perhitungan Kapasitas SCC (Solar Charge Control) ........................... 66

Tabel 4.6 Perhitungan Kapasitas Baterai .............................................................. 68

Tabel 4.7 RAB PLTS Graha Cendekia Yogyakarta.............................................. 74

Tabel 4.8 Perhitungan Keuangan .......................................................................... 77

xiii
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 PLTS Off-Grid .................................................................................... 8

Gambar 2.2 Macam-macam Sistem PLTS .............................................................. 9

Gambar 2.3 Skema Sistem PLTS Konfigurasi Off-Grid DC Coupling ................ 11

Gambar 2.4 Skema Konfigurasi Sistem DC-Coupling ......................................... 13

Gambar 2.5 Skema Konfigurasi Sistem AC-Coupling.......................................... 14

Gambar 2.6 Struktur Modul Photovoltaic............................................................. 15

Gambar 2.7 Definisi Fotovoltaik .......................................................................... 16

Gambar 2.8 Nameplate Modul Photovoltaic ........................................................ 17

Gambar 2.9 Cara Menghubungkan Modul Fotovoltaik ........................................ 18

Gambar 2.10 (a) Pemasangan sistem penyisipan .................................................. 20

Gambar 2.11 SCC (Solar Charge Control) .......................................................... 22

Gambar 2.12 Pemasangan SCC pada sistem PLTS pada umunya ........................ 22

Gambar 2.13 Nameplate SCC merk Schneider & Leonic ..................................... 23

Gambar 2.14 Skema pemasangan beberapa SCC secara parallel ......................... 25

Gambar 2.15 Inverter Jaringan merk SMA ........................................................... 26

Gambar 2.16 Nameplate Solar Charge Controller merk Sunny Tripower ........... 27

Gambar 2.17 Battery power Station ...................................................................... 29

Gambar 2.18 Skema instalasi umum bank baterai ................................................ 30

Gambar 2.19 Istiah-istilah pada baterai ................................................................ 31

xiv
xv

Gambar 2.20 Kurva DOD (Depth of Discharge) .................................................. 33

Gambar 2.21 Kurva Lifetime vs temperature ........................................................ 34

Gambar 2.22 Konfigurasi bank baterai sistem 45 VDC pada umumnya .............. 35

Gambar 2.23 Logo Software PvSyst 6.8.4 ............................................................ 41

Gambar 3.1 Meteran Gulung................................................................................. 43

Gambar 3.2 APD (Alat Pelindung diri)................................................................. 44

Gambar 3.3 Laptop ASUS Seri A455L SonicMaster ........................................... 44

Gambar 3.4 Signature ™ Black SPR-X21-335-BLK ........................................... 45

Gambar 3.5 Inverter SOFAR 4000 TLM .............................................................. 46

Gambar 3.6 Baterai Narada MPG 12V200 ........................................................... 46

Gambar 3.7 Tampilan awal PvSyst 6.8.4 .............................................................. 50

Gambar 3.8 Tampilan awal project ....................................................................... 51

Gambar 3.9 Peta Geografi Lokasi Graha Cendekia Yogyakarta .......................... 52

Gambar 3.10 Kondisi iklim dan cuaca Lokasi Graha Cendekia Yogyakarta ....... 52

Gambar 3.11 Simulasi 3D Graha Cendekia Yogyakarta ...................................... 53

Gambar 3.12 Menentukan orientation & sudut azimut ........................................ 54

Gambar 3.13 Menentukan Durasi Beban listrik .................................................... 55

Gambar 3.14 Menentukan kebutuhan konsumsi listrik ........................................ 55

Gambar 3.15 Manajemen Penyimpanan Energi Listrik ........................................ 56

Gambar 3.16 Tampilan Run Simulation ................................................................ 56

xv
xvi

Gambar 4.1 Kurva Beban Berdasarkan Jam Pelayanan ........................................ 61

Gambar 4.2 Kurva Beban Berdasarkan Jam Pelayanan ........................................ 62

Gambar 4.3 Konfigurasi Pemasangan Modul Fotovoltaik .................................... 64

Gambar 4.4 Kurva Karakteristik String & Photovoltaik ....................................... 65

Gambar 4.5 Konfigurasi Modul Fotovoltaik ke SCC ........................................... 66

Gambar 4.6 Spesifikasi SCC Inverter ................................................................... 67

Gambar 4.7 Konfigurasi Bank Baterai .................................................................. 69

Gambar 4.8 Adjustment sistem Penyimpanan Energi Listrik................................ 70

Gambar 4.9 Tampilan rangkuman Report ............................................................. 71

Gambar 4.10 Grafik Produksi Energi Listrik ........................................................ 72

Gambar 4.11 Grafik Unjuk Kerja atau PR (Performance Ratio) .......................... 73

xvi
xvii

DAFTAR SINGKATAN

Pada halaman ini berisi tentang kepanjangan dari singkatan/istilah/simbol yang


digunakan pada penulisan skripsi dengan tujuan mempermudah pembaca dalam
memahami isinya, yakni antara lain sebagai berikut:

A–Z

AC Alternating Current

Ah Ampere Hour

APD Alat Pelindung Diri

BCR Battery Charge Control

COE Cost of Energi

CPU Center Processor Unit

CRF Capital Recovery Factor

DC Direct Current

DF Discountant Factor

DoD Dept of Discharge

PBP (Pay Back Periode)

EBT Energi Baru Terbarukan

ESDM Energi & Sumber Daya Mineral

II Initial Investment

kW Kilo Watt

kWd Kilo Watt Day

kWh Kilo Watt Hour

kWp Kilo Watt Peak

LCC Life Cycle Cost

xvii
xviii

NASA National Aeronautics and Spade Administration

NCF Net Cash Flow

NPC Net Present Cost

NPV Net Present Value

O&M Operation & Maintenance

PI Profitability Index

PLN Perusahaan Listrik Negara

PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya

PV Photovoltaic

RAB Rencana Anggaran Belanja

RP Renewable Penetration
SCC Solar Charge Control
SOW State of Wear
STC Standard Test Condition

TFSC Thin Film Solar Cell

WP Watt Peak

xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan suatu kebutuhan yang perannya sangat vital di dunia saat
ini. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut selama ini masyarakat
mengandalkan sumber energi yang berasal dari bahan-bahan yang tidak terbarukan
dan bersifat merusak lingkungan seperti batubara, gas, minyak bumi dsb.
Pertumbuhan tingkat konsumsi energi dunia saat ini, diprediksi akan meningkat
sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal dari
fosil, menyumbang sekitar 87,7% dari total kebutuhan dunia. Atas dasar itulah
timbul kesadaran masyarakat untuk mencari sumber energi baru terbarukan yang
ramah lingkungan, aman dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.
EBT (Energi Baru Terbarukan) merupakan sumber energi yang berasal dari
alam yang sifatnya berkelanjutan seperti pancaran sinar matahari, angin, dan air.
Energi terbarukan dapat diaplikasikan dimana saja selama ada sumber energi
terbarukan termasuk hingga sampai ke rumah-rumah. Selain itu pemanfaatan energi
terbarukan dapat membantu pelaku home industry yang membutuhkan listrik di atas
rata-rata untuk menghemat biaya produksi yang harus dikeluarkan.
Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa mempunyai sumber energi
surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi surya rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2
per hari di seluruh wilayah Indonesia. Berlimpahnya sumber energi surya ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, topografi dan geografi wilayah Indonesia
tidak memungkinkan kebutuhan listrik dipenuhi melalui jaringan (grid)
konvensional. Tidaklah berlebihan dan sangatlah bijak apabila masyarakat ikut
andil dalam menjaga bumi ini dengan berupaya memproduksi listrik sendiri dengan
sistem PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) baik itu sistem On-Grid maupun
Off-Grid, sehingga dapat menekan dampak negatif dari pembangkit listrik tenaga
thermal yang umum digunakan saat ini di berbagai sisi kehidupan.
Pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber energi listrik terbarukan dengan
menggunakan photovoltaic (PV) kini sudah banyak dilakukan oleh instansi swasta

1
2

maupun negeri dan perkembangannya pun terbilang cukup signifikan. Salah


satunya yaitu Ormas Islam Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang mendukung
penuh program pemerintah dalam pengembangan EBT (Energi Baru Terbarukan)
yang dibuktikan dengan membangunan PLTS di salah satu ponpes binaannya, yaitu
Pondok Pesantren Wali Barokah, Burengan, Kediri dengan kapasitas terpasang
sebesar 80 kWp. Kini Ormas tersebut hendak mengembangkan misinya dalam
pemasangan sistem PLTS, dalam hal ini Graha Cendekia Yogyakarta.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan diteliti
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana merencanakan estimasi kebutuhan beban pada gedung Graha
Cendekia Yogyakarta?
2. Bagaimana merencanakan PLTS sistem On-Grid DC Coupling pada gedung
hunian berbasis PvSyst 8.6.4 mulai dari modul fotovoltai, SCC dan baterai?
3. Bagaimana simulasi unjuk kerja PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)
sistem On-Grid DC Coupling pada gedung hunian berbasis PvSyst 8.6.4?
4. Bagaimana evaluasi nilai ekonomi perancangan PLTS (Pembangkit Listrik
Tenaga Surya) sistem On-Grid DC Coupling pada gedung hunian?
5. Bagaimana studi kelayakan perancangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga
Surya) sistem On-Grid DC Coupling pada gedung hunian?

1.3 Batasan Masalah


Pada skripsi ini penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :
1. Tidak membahas secara detail pada sistem kontrol yang digunakan dalam
perancangan PLTS dan tidak pada analisa aliran beban.
2. Tidak membahas pada sistem proteksi sistem PLTS.
3. Evaluasi keuangan dan studi kelayakan dilakukan menggunakan
perhitungan manual, tidak dengan PvSyst 6.8.4.
4. Tidak membahas pada kontruksi penopang Photovoltaik pada atap gedung.
3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan laporan ini adalah:
1. Mengetahui cara merencanakan estimasi kebutuhan beban pada gedung
Graha Cendekia Yogyakarta?
2. Mengetahui cara merencanakan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)
sistem On-Grid DC Coupling pada gedung hunian berbasis PvSyst 8.6.4.
3. Mengetahui simulasi unjuk kerja PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)
sistem On-Grid DC Coupling pada gedung hunian berbasis PvSyst 8.6.4.
4. Mengetahui evaluasi nilai ekonomi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga
Surya) sistem On-Grid DC Coupling pada gedung hunian.
5. Memeroleh sistem penyedia daya dengan nilai ekonomis yang tinggi serta
menawarkan investigasi energi terbarukan Hybrid PLN – Solar cell.

1.4.2 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari perancangan alat ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui cara merencanakan estimasi kebutuhan beban pada
gedung Graha Cendekia Yogyakarta?
2. Dapat mengetahui cara merencanakan PLTS sistem On-Grid DC Coupling
pada gedung hunian berbasis PvSyst 8.6.4.
3. Dapat mengetahui simulasi unjuk kerja PLTS sistem On-Grid DC Coupling
pada gedung hunian berbasis PvSyst 8.6.4.
4. Dapat mengetahui evaluasi nilai ekonomi PLTS On-Grid DC Coupling
pada gedung hunian.
5. Dapat memperoleh sistem penyedia daya dengan nilai ekonomis yang
tinggi serta menawarkan investigasi energi terbarukan Hybrid.

1.5 Keaslian Penelitian


Keaslian penelitian ditunjukkan dengan menampilkan beberapa metode
penelitian sebelumnya (seperti tinjauan pustaka), kemudian tunjukkan rencana
metode penelitian Anda yang membedakan penelitian-penelitian sebelumnya.
4

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


DUKUNGAN
NO PENELITI JUDUL PUBLIKASI KETERANGAN
TEORI
Perencanaan Universitas Menggunak Berupa
S.G Pembangkit Trisakti an metode perencanaan
Ramadhan Listrik Tenaga luas area dan perhitungan
1 & Ch. Surya di Atap evaluasi manual.
Rangkuti Gedung Harry ekonomi.
Hartanto
Universitas
Trisakti

Kajian Teknis & Politeknik Menggunak Perhitungan


Analisis Negeri an rumus berdasarkan
Ekonomi PLTS Pontianak kajian standar.
2 Ruskadi Off-Grid Solar terstruktur
Sistem Sebagai dan analisis
Sumber ekonomi.
Alternatif

Optimasi Universitas Menggunak Berupa


Pembangkit Islam an software analisis, tindak
Bobby Hybrid PLN – Indonesia mumpuni lanjut dan
3
Haryanto Solar Cell pada rekomendasi
Aplikasi Home
Industri

Dasar Universitas Dasar-dasar Berupa


Rafael
4 Perencanaan Trisakti perencanaan perhitungan
Sianipar
PLTS PLTS sederhana

Instalasi Energising Kajian & Berupa kajian,


Ing. Bagus Pembangkit Developme teori lengap tindak lanjut
5 Ramadhani, Listrik Tenaga nt (EnDev) perncanaan dan
M.Sc Surya Dos & Indonesia PLTS rekomendasi
Don’ts

Studi Penelitian Universitas Tahap dan Proses


Pengaruh Udayana alur dijelaskan
I ketut Perubahan Posisi pemodelan dengan detail
7 Suantika Terhadap PLTS
dkk. Efisiensi Panel
Surya LPJU By
Pass Ngurah Rai
5

1.6 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan yang akan digunakan
agar mudah dipahami dan dimengerti adalah disusun dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan
tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, manfaat penulisan dan keaslian
penelitian untuk mempermudah pembaca agar dapat memahami isi dari skripsi
ini dengan mudah.

Bab II Tinjauan Pustaka


Bab ini akan membahas teori-teori dasar tentang EBT (Energi Baru
Terbarukan), PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), perencanaan, evaluasi
ekonomi dan juga pemaparan tentang standar ketentuan yang digunakan untuk
menentukan kualitas atau mutu dari perancangan PLTS.

Bab III Metodologi Penelitian


Pada bab ini akan diuraikan tentang metode penelitian yang digunakan
mulai dari pengambilan data dan langkah-langkah yang dilakukan untuk
merencanakan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) pada gedung hunian
menggunakan software PVSyst 6.8.4

Bab IV Hasil dan Pembahasan


Pada bab ini membahas tentang data-data teknis dan juga evaluasi
ekonomi hasil analisa dan simulasi dari PvSyst 6.8.4 berupa perhitungan, grafik
dan kurva juga membahas pada analisis potensi pembangkit.

Bab V Kesimpulan dan Saran


Pada bab ini akan berisi tentang paparan kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1Tinjauan Pustaka
Energi merupakan kebutuhan primer yang dapat dimanfaatkan manusia bagi
kehidupan. Pertumbuhan tingkat konsumsi energi dunia saat ini, diprediksi akan
meningkat sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang
berasal dari fosil, menyumbang sekitar 87,7% dari total kebutuhan dunia. Cadangan
sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40
tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara.
Kondisi keterbatasan sumber energi ditengah semakin meningkatnya kebutuhan
energi dunia dari tahun ketahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja
sebesar 4,3%), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan
polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi
sumber energi yang terbaharukan. Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa
mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi surya
rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Berlimpahnya
sumber energi surya ini belum dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, topografi
dan geografi wilayah Indonesia tidak memungkinkan kebutuhan listrik dipenuhi
melalui jaringan (grid) konvensional. (Ruskardi, 2015)

Dalam satu dekade terakhir di Indonesia, pemanfaatan fotovoltaik untuk


pembangkit tenaga listrik berkembang dengan pesat, khususnya dalam usaha
pemerintah untuk mencapai rasio kelistrikan mencapai >70% pada tahun 2012.
Pemilihan teknologi ini dilakukan karena lokasi yang akan dilistriki berada pada
lokasi yang jauh atau terisolir seperti pulau-pulau terluar dan terpisah oleh
gunung/bukit, dimana menarik jaringan listrik dari eksisting yang ada secara teknis
dan ekonomis bukan merupakan keputusan yang tepat. (Sianipar, L, 2014).

Sistem PLTS terdiri dari modul fotovoltaik, solar charge controller atau
inverter jaringan, baterai, inverter baterai, dan beberapa komponen pendukung

7
8

lainnya. Ada beberapa jenis sistem PLTS, baik untuk sistem yang tersambung ke
jaringan listrik PLN (on-grid) maupun sistem PLTS yang berdiri sendiri atau tidak
terhubung ke jaringan listrik PLN (off-grid). Meskipun sistem PLTS tersebar SHS
(solar home sistem) lebih umum digunakan karena relatif murah dan desainnya
yang sederhana, saat ini PLTS terpusat dan PLTS hibrida (PLTS yang
dikombinasikan dengan sumber energi lain seperti angina atau diesel) juga banyak
diterapkan, yang bertujuan untuk mendapatkan daya dan penggunaan energi yang
lebih tinggi serta mencapai keberlanjutan sistem yang lebih baik melalui
kepemilikan secara kolektif (komunal). PLTS tersebar dapat menjadi pilihan ketika
persebaran rumah penduduk yang berjauhan satu sama lain (Ramadhani, B, 2018)

2.2 Landasan Teori

Gambar 2.1 PLTS Off-Grid


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Sistem fotovoltaik atau PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) adalah


sistem pembangkitan energi listrik yang mengubah energi elektromagnetik dari
sinar matahari menjadi energi listrik. Pembangkit listrik berbasis energi terbarukan
ini merupakan salah satu solusi yang direkomendasikan untuk listrik di daerah
pedesaan terpencil di mana sinar mataharinya melimpah, bahan bakar sulit didapat
9

dan relatif mahal juga listrik belum dikomersilkan. Alasan utama menggunakan
teknologi fotovoltaik saat ini adalah antara lain sebagai berikut:
- Sumber energi matahari yang gratis dan melimpah.
- Sumber energi matahari tersedia di tempat dan tidak perlu diangkut.
- Biaya pengoperasian dan pemeliharaan sistem PLTS yang relatif kecil
- Tidak perlu pemeliharaan yang sering dan dapat dilakukan oleh operator
setempat yang terlatih.
- Ramah lingkungan, tidak ada emisi gas, limbah cair ataupun padat yang
berbahaya
Sistem PLTS terdiri dari berbagai komponen seperti modul fotovoltaik,
SCC (Solar Charge Controller) atau inverter jaringan, MPPT, baterai, dan beberapa
komponen pendukung lainnya. Ada beberapa jenis sistem PLTS yang ada saat ini,
baik untuk sistem yang tersambung ke jaringan listrik PLN (On-Grid) maupun
sistem PLTS yang berdiri sendiri atau tidak terhubung ke jaringan listrik PLN (Off-
Grid). Meskipun sistem PLTS SHS (Solar Home System) lebih umum digunakan
karena relatif murah dan desainnya yang sederhana, saat ini PLTS terpusat dan
PLTS Hybrid (PLTS yang dikombinasikan dengan sumber energi lain seperti angin,
air atau diesel) juga banyak digunakan, yang bertujuan untuk memeroleh dan
menggunakan energi listrik yang lebih tinggi serta mencapai keberlanjutan sistem
yang lebih baik.

Gambar 2.2 Macam-macam Sistem PLTS


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)
10

Dibandingkan dengan teknologi energi terbarukan lainnya, seperti


pembangkit listrik tenaga air (hidro), sistem PLTS relatif baru di Indonesia.
Pemerintah pertama kali mengimplementasikan sistem PLTS tersebar untuk listrik
pedesaan pada tahun 1987. Seiring berjalannya waktu, penerapan sistem PLTS di
Indonesia telah berkembang dari sistem tersebar ke sistem komunal atau terpusat.
Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia telah menjajaki teknologi PLTS sejak
tahun 1970-an, keahlian tentang sistem fotovoltaik masih dalam tahap awal. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya ketersediaan tenaga ahli, teknisi terampil, dan
perusahaan rekayasa yang kompeten untuk merancang, membangun, dan
memelihara sistem. (Ramadhani, B, 2018).
2.2.1 Macam-macam Sistem PLTS
2.2.1.1 PLTS Off-Grid
PLTS Off-grid adalah sistem pembangkitan energi listrik yang berdiri
sendiri (stand-alone), beroperasi secara independen tanpa terhubung dengan
jaringan PLN. Sistem ini membutuhkan baterai untuk menyimpan energi listrik
yang dihasilkan di siang hari untuk memenuhi kebutuhan listrik di malam hari. Ada
dua konfigurasi sistem PLTS off-grid yang umum digunakan yang akan dijelaskan
dalam bab ini, yaitu sistem penyambungan AC atau AC-coupling dan
penyambungan DC atau DC-coupling.
Secara singkat, DC adalah singkatan untuk direct current (arus searah),
sementara AC adalah singkatan untuk alternating current (arus bolak-balik).
Penyambungan (coupling) mengacu pada titik penyambungan di dalam sistem.
Sistem DC-coupling menghubungkan rangkaian modul fotovoltaik ke sisi DC
sistem PLTS melalui solar charge controller. Sementara itu, sistem AC-coupling
menghubungkan rangkaian modul surya dan baterai ke sisi AC melalui inverter
jaringan dan inverter baterai. Jika ada kelebihan daya yang tidak digunakan oleh
beban, maka kelebihan daya akan dikonversi kembali ke DC oleh inverter baterai
dan energi akan disimpan dalam baterai. Gambar di bawah mengilustrasikan contoh
sistem PLTS dalam konfigurasi DC-coupling.
11

Gambar 2.3 Skema Sistem PLTS Konfigurasi Off-Grid DC Coupling


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Secara umum, kedua konfigurasi tersebut menggunakan komponen yang


sama kecuali untuk solar charge controller (SCC), komponen yang dipasang di sisi
setelah kotak penggabung (combiner box). Penggunaan SCC di dalam sistem DC-
coupling diganti dengan inverter jaringan di dalam system AC-coupling. Tabel
berikut menjelaskan secara singkat fungsi masing-masing komponen.

2.2.1.2 PLTS On-Grid


PLTS On-Grid merupakan teknologi yang menggunakan sel photovoltaik
untuk mengubah sinar matahari (surya) menjadi energi listrik yang dapat langsung
digunakan ke beban (self consumption) juga untuk charging baterai dan selebihnya
akan disalurkan ke dalam jaringan PLN. Sistem ini memiliki keunggulan lebih
hemat biaya bila dibandingkan system Off-Grid, sebab pada system Off-Grid
12

memerlukan komponen pembangkitan listrik yang lebih banyak tergantung dari


pada permintaan beban dari konsumen. Meski demikian, disisi lain system On-Grid
harus memiliki system yang handal sebab pada system ini terjadi system switching
antara PLN dan PLTS dalam kurun waktu yang telah ditentukan pada system
kontrol, dan dengan alasan ini pula system On-Grid dapat dikatakan lebih rumit dan
memerlukan system control yang handal.

2.2.2 Macam-macam Konfigurasi Sistem Penyambungan PLTS


Ada dua jenis konfigurasi sistem PLTS yang umum digunakan yang akan
dijelaskan dalam sub bab ini, yaitu sistem penyambungan AC atau AC-coupling dan
penyambungan DC atau DC-coupling.

2.2.2.1 Konfigurasi Penyambungan DC-Coupling


Secara singkat, DC adalah singkatan untuk direct current (arus searah).
Penyambungan (coupling) mengacu pada titik penyambungan di dalam sistem.
Sistem DC-coupling menghubungkan rangkaian modul fotovoltaik ke sisi DC
sistem PLTS melalui solar charge controller. Sistem dianggap memiliki
konfigurasi penyambungan sistem DC (DC-coupling) jika komponen utamanya
terhubung di bus DC. Daya listrik dibangkitkan oleh modul fotovoltaik dan
digunakan untuk mengisi baterai melalui solar charge controller. SCC (Solar
Charge Control) adalah pengonversi DC-DC untuk menurunkan tegangan modul
fotovoltaik ke level tegangan baterai yang juga dilengkapi dengan MPPT
(maximum power point tracker) untuk mengoptimalkan penangkapan energi.
Di siang hari, dengan radiasi sinar matahari yang cukup, baterai diisi untuk
mencapai kondisi pengisian SoC (state of charge) yang maksimal. Seiring dengan
meningkatnya permintaan listrik hingga beban melebihi daya larik fotovoltaik yang
terhubung, inverter baterai akan menyalurkan energi dari baterai ke beban dan akan
berhenti beroperasi ketika SoC baterai mencapai batas minimum.
13

Gambar 2.4 Skema Konfigurasi Sistem DC-Coupling


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

2.2.2.2 Konfigurasi Penyambungan AC-Coupling


Komponen utama yang membedakan antara sistem AC-coupling dengan
DC-coupling adalah inverter jaringan. Dalam konfigurasi AC-coupling, modul
fotovoltaik dan baterai dihubungkan di bus AC melalui inverter jaringan dan
inverter baterai. Modul fotovoltaik terhubung ke inverter jaringan dimana tegangan
diubah dari DC ke AC. Serupa dengan charge controller, inverter jaringan juga
dilengkapi dengan perangkat MPPT untuk mengoptimalkan penangkapan energi.
Daya dari rangkaian modul fotovoltak dapat langsung digunakan oleh beban di
siang hari dan kelebihannya digunakan untuk mengisi baterai melalui inverter
baterai pada saat yang sama.
Berbeda dengan sistem DC-coupling, inverter baterai dalam sistem AC-
coupling bekerja secara dua arah (bidirectional). Alat ini berfungsi sebagai
pengatur pengisian baterai (charger) ketika radiasi sinar matahari cukup, beban
terpenuhi, dan baterai belum terisi penuh (SoC rendah). Ketika beban melampaui
jumlah daya masukan modul fotovoltaik, biasanya pada malam hari atau saat hari
sedang berawan, maka inverter baterai akan beralih menjadi inverter mengubah
arus DC-AC sehingga energy dari baterai dapat digunakan untuk memenuhi
permintaan beban.
14

Gambar 2.5 Skema Konfigurasi Sistem AC-Coupling


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Sistem konversi di sistem AC-coupling bekerja dalam dua cara. Hal ini
menyebabkan rugi-rugi konversi yang lebih besar dibandingkan sistem DC-
coupling. Namun demikian, sistem AC-coupling lebih menguntungkan jika
kemungkinan beban pada siang hari lebih besar karena dalam hal ini kerugian
konversi hanya akan terjadi di inverter jaringan. Disisi lain, konfigurasi AC
memberi lebih banyak fleksibilitas untuk dengan mudah diperluas dengan
tambahan rangkaian modul fotovoltaik atau dijalankan secara hibrida bersama
dengan pembangkit listrik lainnya.
Mirip dengan sistem DC-coupling, inverter baterai harus bekerja secara
paralel untuk mencapai keluaran daya yang lebih besar. Karena inverter baterai
adalah “otak” pembentukan jaringan distribusi di dalam PLTS off-grid, harus ada
setidaknya satu inverter yang bertindak sebagai “master” yang menyediakan
referensi tegangan dan frekuensi, sementara inverter baterai sisanya bertindak
sebagai “slave” yang bergabung di dalam jaringan.

2.2.3 Komponen-komponen Penyusun PLTS


Dalam perancangannya, PLTS memerlukan berbagai macam komponen
listrik yang digunakan mulai dari komponen hingga peralatan pendukung. Pada sub
bab ini akan dibahas mengenai beberapa komponen utama sebagai berikut.
15

2.2.5.1 PV (Photovoltaic)
Modul fotovoltaik adalah salah satu komponen yang paling penting dalam
sistem PLTS. Modul fotovoltaik mengubah radiasi sinar matahari menjadi energi
listrik melalui proses fotoelektrik. Sel fotovoltaik sangat sensitif dan rentan
terhadap kerusakan akibat beban mekanik. Pita busbar tipis, yang melakukan
interkoneksi antara sel-sel fotovoltaik, juga cenderung dapat retak karena proses
pembuatan modul fotovoltaik yang tidak tepat. Cacat ini dapat mengurangi kinerja
dan keluaran modul fotovoltaik bahkan bisa menimbulkan tidak ada keluaran sama
sekali sehingga diharuskan untuk diperlakukan secara hati-hati.

Gambar 2.6 Struktur Modul Photovoltaic


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

1. Bingkai atau frame, biasanya terbuat dari aluminium anodized untuk


menghindari korosi. Pemasangan bingkai dilakukan di akhir proses pembuatan,
sehingga memiliki fungsi untuk memastikan kekokohan panel.
2. Kaca Pelindung, melindungi sel fotovoltaik dari lingkungan dan memastikan
kekokohan panel. Karena fungsi tersebut kaca pelindung mengambil proporsi
tertinggi dari total berat modul fotovoltaik.
3. Enkapsulasi atau Laminasi, adalah lapisan antara sel fotovoltaik dan kaca
pelindung. Laminasi digunakan untuk mencegah kerusakan mekanis pada sel
fotovoltaik dan mengisolasi tegangan dari sel fotovoltaik dengan bagian modul
lainnya. Biasanya lembaran laminasi menggunakan bahan ethylene-vinyl
acetate (EVA).
16

4. Sel fotovoltaik, merupakan komponen utama dari modul fotovoltaik. Sel ini
terbuat dari bahan semikonduktor yang menangkap sinar matahari dan
mengubahnya menjadi listrik. Sel-sel saling terhubung secara seri untuk
mendapatkan tegangan total yang lebih tinggi melalui kawat busbar. Bahan
yang digunakan untuk sel fotovoltaik umumnya adalah silikon, seperti
polycrystalline dan monocrystalline.
5. Lembar insulasi (Backsheet), terbuat dari bahan plastik untuk melindungi dan
secara elektrik mengisolasi sel-sel dari kelembaban dan cuaca.
6. Kotak penghubung (Junction box), digunakan sebagai terminal penghubung
antara serangkaian sel fotovoltaik ke beban atau ke panel lainnya. Perangkat
ini berisi kawat busbar dari rangkaian sel fotovoltaik, kabel dan bypass diode.

Gambar 2.7 Definisi Fotovoltaik


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Modul fotovoltaik harus diberi label nameplate pada sisi belakang panel yang
berisi tentang informasi karakteristik kinerja photovoltaic yang setidaknya harus
menyebutkan beberapa parameter input & output sebagai berikut:
17

Gambar 2.8 Nameplate Modul Photovoltaic


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Merk : Pabrikan dan tipe produk modul fotovoltaik.


Jenis : Jenis sel (Monocrystaline, Polycrystaline, dll.)
Peak Power : Daya maksimum yang mampu dicapai modul.
Dimension : Menyatakan ukuran modul fotovoltaik.
Output Tolerance : Besaran nilai toleransi keluaran modul fotovoltaik.
Open Circuit Voltage (Voc) : Tegangan keluaran modul fotovoltaik tanpa beban.
Short Circuit Current (Isc) : Arus yang melalui modul ketika hubung singkat.
Maximum Power Voltage (Vmp) : Tegangan operasional saat daya maksimum.
Maximum Power Current (Imp) : Arus operasional saat daya maksimum.
Maximum System Voltage (Vmax): Tegangan maksimum modul

Label nameplate berfungsi sebagai referensi untuk kinerja modul


fotovoltaik selama proses komisioning dan juga saat pemeriksaan dan menyediakan
informasi tentang karakteristik modul fotovoltaik ketika diperlukan kegiatan
pemeliharaan dan atau penggantian.
Menurut interkoneksinya, PLTS dibangun dari koneksi seri dan paralel dari
modul fotovoltaik individual untuk mencapai tegangan dan arus yang dikehendaki.
18

Pembangkit terdiri dari modul fotovoltaik individual yang terhubung secara seri
untuk menaikkan tegangan. Setelah tegangan keluaran yang dikehendaki tercapai,
sambungan secara seri dari modul fotovoltaik individual dihubungkan secara
paralel di dalam kotak penggabung (combiner box) untuk menaikkan arus. Keluaran
daya yang dikehendaki adalah linear (sebanding) dengan jumlah panel. Oleh karena
modul fotovoltaik memiliki keterbatasan tegangan, jumlah panel dan tegangan
rangkaian terbuka tidak boleh melebihi tingkat tegangan dari panel individual.

Dalam melakukan interkoneksi modul fotovoltaik terdapat beberapa hal


yang perlu menjadi pertimbangan, yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Jumlah panel yang terbentuk secara seri harus mempertimbangkan tegangan
masukan maksimum dan minimum dari SCC dan inverter jaringan.
2. Semua komponen harus memiliki rating insulasi 1000 VDC atau setidaknya
sebesar tegangan rangkaian terbuka maksimum di seluruh string modul
fotovoltaik dalam kondisi apapun. Tegangan string modul fotovoltaik tidak
boleh melebihi rating tegangan (1000 VDC) atau tegangan maksimum dari
perangkat lainnya.
3. String modul fotovoltaik harus terdiri dari modul fotovoltaik dengan
karakteristik yang sama untuk menghindari penurunan daya.

Gambar 2.9 Cara Menghubungkan Modul Fotovoltaik


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)
19

Sama seperti label nameplate pada fotovoltaik, gambar kerja konfigurasi


rangkaian modul fotovoltaik secara lengkap harus tersedia di lokasi. Setiap kotak
penggabung atau bahkan string harus diberi label dengan diberi nomor untuk
memudahkan penelusuran. Hal ini berfungsi sebagai referensi untuk kinerja
interkoneksi modul fotovoltaik selama proses komisioning dan juga saat
pemeriksaan dan menyediakan informasi tentang karakteristik interkoneksi modul
fotovoltaik ketika diperlukan kegiatan pemeliharaan (maintenance and repair) dan
atau penggantian.
Dalam pemasangan modul fotovoltaik direkomendasikan menggunakan
teknik tertentu sehingga modul pemasangan terhindar dari berbagai resiko yang
dapat menyebabkan kerusakan pada rangka dan modul fotovoltaik.

1. Sistem Penyisipan
- Modul fotovoltaik dipasang menyusur ke sisi dalam rel pemasang.
- Untuk melindungi permukaan rangka dari kerusakan, dapat mempergunakan
pelindung rangka dari PVC di dalam rel.
2. Klem tengah
- Modul fotovoltaik dijepit oleh klem di kedua sisi.
- Klem dipasang pada struktur penopangsepanjang rangka modul fotovoltaik dan
harus dalam posisi simetris.
- Tidak boleh diberi tekanan yang berlebihan untuk menghindari kerusakan atau
defomasi rangka yang akan segera membahayakan penutup kaca
3. Lubang Pemasangan di Rangka
- Modul fotovoltaik dipasang secara langsung di struktur pemasangan.
- Modul fotovoltaik harus memiliki empat lubang pemasangan yang terlebih
dahulu dibor di sepanjang sisi memanjang rangka dengan dua lubang
pemasangan di setiap sisi.
20

(a) (b) (c)


Gambar 2.10 (a) Pemasangan sistem penyisipan
(b) Pemasangan klem tengah
(c) Pemasangan lubang di rangka
(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Dalam menentukan jumlah modul fotovoltaik maka harus mengetahui luas


area array terlebih dahulu yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
P∆t = Ct x ∆t x Pnom … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … . . (1)
Dimana:
P∆t = Daya pada perubahan temperature (Watt)
Ct = Koefisien daya pada level temperatur (%/oC)
Pnom = Daya nominal modul PV (Watt)
Setelah P∆t diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan nilai Pmax t,
yaitu besarnya daya keluaran modul fotovoltaik pada level temperatur tertentu yang
dirumuskan sebagai berikut:
Pmax t = Pnom − P∆t … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2)
Dimana:
Pmax t = Daya keluaran modul fotovoltaik pada level temperatur (Watt)
Pnom = Daya nominal modul PV (Watt)
P∆t = Daya pada perubahan temperatur (Watt)

Setelah Pmax t diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan nilai TCF


(Temperatur Correction Factor) yang dirumuskan sebagai berikut:
Pmax t
TCF = … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3)
Pnom
21

Dimana:
TCF = Temperatur Correction Factor
Pmax t = Daya keluaran modul fotovoltaik pada level temperatur (Watt)
Pnom = Daya nominal modul PV (Watt)

Apabila nilai Gav (Intensitas matahari harian), El (Estimasi energi yang


dibangkitkan), ꞃ PV, ꞃ out, TCF, sudah diketahui maka luas Array dapat dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
El
Luas 𝐴𝑟𝑟𝑎𝑦 = … … … … … … … … … … … … . . (3)
Gav x n PV x n out x TCF
Dimana:
Luas Array (m2)
El = Kebutuhan daya (kWh/hari)
Gav = Intensitas matahari harian (KW/m2/hari)
ꞃ PV = Efisiensi modul fotovoltaik (%)
ꞃ out = Efisiensi keluaran (%) asumsi 0,98
TCF = Temperatur Correction Factor

Setelah mengetahui nilai parameter di atas, selanjutnya adalah menentukan


daya yang dibangkitkan dengan rumus sebagai berikut:
Pwp = Area Array x PSI x n PV. … … … … … … … … … … … … … … … … . (4)
Dimana:
PWp = Power Watt Peak (Wp)
PSI = Peak Sun Insolation (1000 W/m2)
ꞃ PV = Efisiensi modul fotovoltaik (%)

Lalu menentukan jumlah modul fotovoltaik dengan rumus sebagai berikut:


PWp
Jumlah modul PV = … … … … … … … … … … … … … … … … … … (5)
Pnom
Dimana:
Jumlah modul PV = Unit
PWp = Power Watt Peak (Wp)
Pnom = Daya nominal modul fotovoltaik (Wp)
22

2.2.5.2 SCC (Solar Charge Control)

Gambar 2.11 SCC (Solar Charge Control)

Solar charge controller (SCC) atau juga dikenal sebagai battery charge
regulator (BCR) adalah komponen elektronik daya di PLTS untuk mengatur
pengisian baterai dengan menggunakan modul fotovoltaik menjadi lebih optimal.
Perangkat ini beroperasi dengan cara mengatur tegangan dan arus pengisian
berdasarkan daya yang tersedia dari larik modul fotovoltaik dan status pengisian
baterai SoC (state of charge). Untuk mencapai arus pengisian yang lebih tinggi,
beberapa SCC dapat dipasang secara paralel di bank baterai yang sama dan
menggabungkan daya dari larik modul fotovoltaik.

Gambar 2.12 Pemasangan SCC pada sistem PLTS pada umunya


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Adapun fungsi dari pemasangan SCC (Solar Charge Controller) adalah


antara lain sebagai berikut:
23

1. Mengubah arus DC bertegangan tinggi dari larik modul fotovoltaik ke


tegangan yang lebih rendah baterai (tegangan sistem 24 VDC).
2. Melindungi bank baterai dari pengisian yang berlebih dengan mengurangi arus
pengisian dari larik modul fotovoltaik di saat baterai sudah penuh. Tergantung
pada teknologi baterai, pengisian baterai yang berlebihan (overcharge) dapat
menyebabkan timbulnya gas dan ledakan.
3. Memaksimalkan transfer daya dari larik modul fotovoltaik ke baterai dengan
menggunakan algoritma MPPT (maximum power point tracker) yang berfungsi
untuk melacak dan mendapatkan daya maksimum dari larik fotovoltaik dalam
kondisi tertentu.
4. Memblokir arus balik dari bank baterai di saat radiasi sinar matahari tidak
mencukupi atau di malam hari.
5. Mengukur dan memonitor tegangan, arus, dan energi yang ditangkap dari larik
modul fotovoltaik dan mengirimkannya ke bank baterai.

Memilih tipe dan desain SCC yang tepat merupakan hal penting untuk menjaga
efisiensi PLTS dan umur pakai dari baterai. Spesifikasi SCC ditentukan
berdasarkan konfigurasi larik modul fotovoltaik, sistem tegangan yang dipakai, dan
karakteristik baterai.

Gambar 2.13 Nameplate SCC merk Schneider & Leonic


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)
24

Adapun pemilihan SCC yang ideal adalah antara lain sebagai berikut:
1. Tegangan dan arus masukan (input) maksimum SCC harus lebih tinggi dari
tegangan dan arus maksimum larik modul fotovoltaik yang terhubung pada
kondisi apapun, dengan mempertimbangkan juga koefisien temperatur modul
fotovoltaik. Temperatur modul yang kurang dari 25°C akan menaikkan tegangan
keluaran modul, sementara temperature yang lebih tinggi akan menaikkan arus
keluarannya. Batas aman (safety margin) sebesar 1,25 untuk arus dan tegangan
masukan harus dipertimbangkan.
2. Pengisian (charging) baterai dengan kompensasi temperatur adalah kemampuan
SCC dalam mengendalikan tegangan pengisian berdasarkan temperatur baterai.
3. Sesuai dengan teknologi baterai yang terpasang (misalnya lead-acid, lithium-
ion, zinc-air, dll.). Arus keluaran nominal SCC seharusnya tidak lebih tinggi dari
arus pengisian yang diperbolehkan baterai yang digunakan. Batas pemutusan
(cut-off limit) atau nilai ambang pemutusan tegangan-tinggi dari baterai harus
dikonfigurasikan terlebih dahulu..
4. C-rate adalah nilai yang menentukan durasi baterai untuk diisi atau dipakai pada
kapasitas penuh. Charging atau discharging rate atau I10 berarti arus yang
diperlukan untuk membuat baterai penuh dan habis terpakai waktu 10 jam,
misalnya I10 dari baterai 1000 Ah adalah 100 A. Baterai lithium-ion dapat
digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan arus yang lebih tinggi hingga 1C.
5. Tampilan yang mudah digunakan untuk mengatur dan menunjukkan status SCC.
Tampilan ini akan membantu operator atau teknisi untuk dapat dengan mudah
memantau sistem.
25

Gambar 2.14 Skema pemasangan beberapa SCC secara parallel


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Tabel 2.1 Perhitungan Kapasitas SCC (Solar Charge Control)


Perhitungan Kapasitas SCC
B1 Pnom Modul fotovoltaik Wp
B2 Jumlah Modul fotovoltaik Unit
B3 Jumlah larik atau String ….
B4 Jumlah Modul fotovoltaik per String(B2/B3) Unit
B5 Jumlah Modul fotovoltaik terubung seri Unit
B6 Jumlah Modul fotovoltaik terubung paralel Unit
B7 Rating tegangan modul PV Volt
B8 Rating arus modul PV Ampere
B9 Tegangan input SCC (B5xB7) Volt
B10 Arus input SCC (B6xB7) Ampere
26

2.2.5.3 Inverter Jaringan

Gambar 2.15 Inverter Jaringan merk SMA


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Inverter jaringan atau dikenal juga sebagai inverter PV atau grid inverter
adalah komponen elektronik daya yang mengonversi tegangan DC dari larik modul
fotovoltaik menjadi tegangan AC baik untuk pemakaian langsung atau untuk
menyimpan kelebihan daya ke dalam baterai. Serupa dengan solar charge
controller (SCC), perangkat ini juga dilengkapi dengan MPPT (maximum power
point tracker) untuk mengoptimalkan daya yang ditangkap dari larik modul
fotovoltaik. Karena inverter ini tidak dapat beroperasi tanpa tegangan dan frekuensi
jaringan, inverter baterai harus tetap dalam kondisi operasional dan menjaga bank
baterai tetap pada state of charge baterai yang ditetapkan. Pada kasus khusus
dimana tersedia tegangan jaringan, inverter akan melakukan sinkronisasi dengan
tegangan dan frekuensi jaringan agar dapat bergabung dengan jaringan tersebut dan
mengirimkan daya yang telah dikonversi ke jaringan AC.

Fungsi inverter jaringan adalah Anti-islanding, yaitu untuk mematikan


otomatis inverter dari jaringan ketika jaringan listrik tidak tersedia untuk
memberikan keamanan terhadap jaringan dan memaksimalkan transfer daya dari
larik modul fotovoltaik ke baterai dengan menggunakan algoritma MPPT. Keluaran
dari inverter dapat dimasukkan ke dalam satu-fasa (220 VAC) atau tiga-fasa (380
VAC) tergantung pada jenis dan konfigurasi jaringan. Beberapa inverter jaringan
biasanya memiliki masukan dari multi-string untuk memungkinkan beberapa string
27

dihubungkan tanpa menggunakan kotak penggabung tambahan. Spesifikasi inverter


jaringan ditetapkan berdasarkan parameter-parameter berikut.

Gambar 2.16 Nameplate Solar Charge Controller merk Sunny Tripower


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Merk : Pabrikan dan tipe produk modul fotovoltaik.


VDC Max. (V) : Tegangan DC input maksimum dari larik modul PV
VDC MPP (V) : Rentang tegangan MPP.
PAC (W) : Daya keluaran kondisi normal.
IDC Max. (A) : Arus DC input maksimum dari larik modul PV.
VAC Rated (V) : Tegangan AC keluaran (1 phase arau 3 phase)
IAC Rated (V) : Arus AC keluaran
Adapun beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan saat memilih
inverter jaringan adalah antara lain sebagai berikut:
1. Inverter jaringan harus memenuhi persyaratan dan diuji menurut EN 50530 dan
IEC 62109 untuk memastikan kualitas inverter. Inverter juga harus memiliki
masa garansi selama lebih dari lima (5) tahun.
2. Daya keluaran inverter jaringan harus berada pada kisaran 0,9 sampai 1,25 kali
dari kapasitas terpasang larik modul fotovoltaik yang tersambung. Namun
demikian, disarankan untuk menggunakan rasio 1:1 antara kapasitas PV dan
daya inverter dalam pengukuran agar tidak terjadi inefisiensi2 yang disebabkan
oleh ukuran inverter yang terlalu besar.
3. Efisiensi konversi yang tinggi (≥ 98%) dan dilengkapi dengan MPPT.
28

4. Sebaiknya terdapat minimum dua inverter untuk menambah keandalan sistem


PLTS jika salah satu rusak. Direkomendasikan untuk hanya menggunakan
inverter jaringan dengan merk sama untuk menjaga konsistensi dalam protokol
komunikasinya.
5. Tampilan yang mudah digunakan yang menunjukkan status inverter jaringan.
Ini akan membantu operator & teknisi untuk memantau sistem dengan mudah
6. Diproduksi oleh perusahaan terkemuka yang memiliki rekam jejak yang bagus
dan prosedur garansi yang jelas.
7. Dilengkapi dengan masukan multi-string dan modul komunikasi untuk
keperluan pemantauan.

2.2.5.4 Baterai
Baterai digunakan dalam sistem PLTS untuk menyimpan energi yang
dihasilkan oleh modul fotovoltaik di siang hari, lalu memasok ke beban di malam
hari atau saat cuaca berawan. Baterai bertindak sebagai penyimpan energi
sementara (buffer) untuk mengatasi perbedaan antara pasokan listrik dari modul
fotovoltaik dan permintaan listrik. Saat ini, baterai merupakan cara paling praktis
untuk menyimpan tenaga listrik yang dihasilkan oleh rangkaian modul fotovoltaik
melalui reaksi elektrokimia. Komponen ini merupakan salah satu komponen yang
penting dan sekaligus rentan dalam sistem PLTS off-grid. Desain yang kurang baik
atau ukuran baterai yang tidak tepat dapat mengurangi umur pakai yang diharapkan,
berkurangnya energi, kerusakan, hingga bahaya keselamatan pada pengguna.
Baterai memiliki keterbatasan umur pakai yang bergantung pada perilaku
penggunaan serta temperatur pengoperasian.
29

Gambar 2.17 Battery power Station


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Adapun fungsi dari baterai adalah antaa lain sebagai berikut:


1. Sebagai suplai bagi beban dengan tegangan dan arus yang stabil melalui inverter
baterai, juga dalam hal terjadi putusnya pasokan daya (intermittent) dari modul
fotovoltaik.
2. Bertindak sebagai cadangan untuk mengatasi perbedaan antara daya yang
tersedia dari modul fotovoltaik dan permintaan dari beban.
3. Menyediakan cadangan energi untuk digunakan di hari-hari dengan cuaca
berawan atau pada kondisi darurat. Penentuan kapasitas baterai harus
memperhitungkan hari-hari ketika sistem berjalan penuh tanpa pasokan daya
dari modul fotovoltaik untuk memenuhi kebutuhan listrik (hari otonom).
4. Memasok daya ke komponen elektronika daya seperti solar charge controller
dan inverter.
30

Gambar 2.18 Skema instalasi umum bank baterai


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Terdapat banyak teknologi baterai yang tersedia untuk sistem PLTS off-grid
seperti lead-acid, lithium ion, Zinc air, Nickel cadmium, dll. Namun,
mempertimbangkan kematangan teknologi, kinerja, serta keamanannya, hanya
sedikit jenis baterai yang digunakan di daerah terpencil. Baterai lead-acid paling
umum digunakan pada sistem PLTS off-grid, meskipun terdapat alternatif baterai
penyimpan yang lebih baru seperti Lithium ion dan Zinc air yang sudah mulai
dipertimbangkan dengan umur pakai yang lebih panjang. Baik baterai Lithium ion
maupun Zinc air memerlukan sistem pengelolaan baterai (battery management
system) untuk keamanannya dan memperpanjang umur pakai baterai. Dikarenakan
densistas energi baterai lithium yang lebih tinggi (Wh/kg) dibanding lead acid,
terkadang penggunaannya lebih menguntungkan untuk dipakai di daerah terpencil.
Baterai berjenis lead acid dengan pemakaian hingga charge rendah (deep
cycle) banyak digunakan karena andal dalam waktu lama, lebih aman, mudah
digunakan, dan biaya yang relatif lebih rendah per siklusnya. Penting untuk
menggunakan jenis baterai yang mudah dirawat untuk dipasang di daerah terpencil
dan sulit diakses. Jenis baterai OPzV atau Ortsfest (stasioner) PanZerplatte (pelat
tubular) Verschlossen (tertutup) adalah salah satu jenis baterai yang paling banyak
digunakan untuk sistem PLTS off-grid. Baterai ini adalah baterai VRLA (valve
regulated lead acid) dengan teknologi pelat tubular dan gel yang tidak bergerak
31

(immobilized) sebagai elektrolitnya untuk kinerja yang lebih tinggi. Baterai ini
mampu mencapai setidaknya 1500 siklus dengan 80% depth of discharge, dimana
sangat ideal untuk digunakan. Baterai biasanya ditentukan oleh tegangan dan
kapasitas nominalnya. Tegangan nominal pada dasarnya adalah tegangan titik
tengah baterai atau tegangan yang diukur saat baterai memiliki status pengisian
sebesar 50%. Sedangkan kapasitasnya adalah jumlah arus yang dapat disediakan
baterai untuk waktu tertentu (Ah). Kapasitas nominal biasanya diukur dengan
pemakaian baterai dalam 10 jam dengan pemakaian arus 1/10 dari kapasitas baterai.
Dalam pengoperasiannya, baterai memiliki banyak istilah yang perlu
dipahami, yaitu antara lain sebagai berikut:

Gambar 2.19 Istiah-istilah pada baterai


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

1. Kapasitas nominal atau C, menunjukkan jumlah pengisian yang dapat


disimpan di dalambaterai atau yang dapat diambil dari sel baterai yang terisi
penuh berdasarkan tingkat pemakaian tertentu. Kapasitas nominal
32

menggunakan satuan Ampere-jam (Ampere-hour, Ah), atau terkadang dapat


dikonversi ke dalam Watt-jam jika tegangan sistem diketahui.
2. SoC (State of charge), adalah kondisi charge dalam baterai atau rasio antara
kapasitas sisa dan kapasitas nominal yang dinyatakan dalam persentase (%).
3. DoD (Depth of discharge) adalah jumlah energi yang digunakan dari baterai.
Ini adalah kebalikan dari state of charge. Oleh karena itu, ketika spesifikasi
baterai menyatakan bahwa siklus hidupnya mungkin lebih besar dari 1500
siklus dengan DoD 80%, artinya hal tersebut hanya akan terjadi jika
penggunaan energi tidak melebihi 80% dari kapasitas nominalnya.
4. C-rate menyatakan pengisian atau pemakaian energi yang sama dengan
kapasitas baterai dibagi dengan waktu. Sebagai contoh: tingkat pemakaian C10
(atau I10) untuk 1000 Ah adalah sebesar 1000/10 atau sebesar 100 A.
5. Deep discharge adalah ketika energi baterai dipakai di bawah tegangan end-of-
discharge atau tegangan di pemakaian akhir. Tegangan end-of-discharge itu
sendiri adalah titik tegangan baterai ketika baterai telah benar-benar habis
terpakai atau ketika SoC kurang dari 20%
6. Round-trip efficiency adalah menyatakan rasio antara energi yang digunakan
selama pemakaian dan energi untuk mengisi kembali baterai sampai penuh.
Efisiensi termasuk rugirugi selama pemakaian dan pengisian. Baterai lead acid
pada umumnya memiliki efisiensi sekitar 85% atau sedikit lebih rendah dari
lithium-ion yang efisiensinya mencapai 95%.
7. Overcharge adalah kondisi ketika arus berlebih diterapkan pada baterai di akhir
pengisian. Overcharge menyebabkan terjadinya elektrolisis sehingga terjadi
pembentukan gas serta hilangnya air.
8. Siklus/ Cycle adalah satu kali urutan pengisian dan pemakaian. Lead acid
baterai ditentukan sebagai siklus pakai atau jumlah siklus sebelum baterai
mengalami penurunan kapasitas atau rusak. Idealnya, baterai yang baik harus
memiliki setidaknya 2000 siklus atau setara dengan 5 tahun operasi.
9. State of health (SoH) adalah rasio kondisi baterai saat ini terhadap kondisi ideal
atau kapasitasnya ketika masih baru dan dimyatakan dalam persentase. Salah
33

satu alasan turunnya nilai SoH adalah meningkatnya hambatan internal baterai
yang membuat sebagian dari kapasitas baterai tidak dapat digunakan
10.Self-discharge rate adalah tingkat penurunan kapasitas baterai tanpa terhubung
ke beban atau karena aktivitas kimia internal. Tingkat penurunan kapasitas
pada baterai lead acid biasanya maksimal 2% per bulan pada temperatur 20°C.
Angka ini menentukan persyaratan pengisian baterai saat tidak digunakan.
11.Open circuit voltage adalah tegangan baterai tanpa beban.

Berikut adalah beberapa faktor mempengaruhi umur pakai dan kapasitas baterai:
1. Depth of discharge (DoD), Semakin besar depth of discharge, maka semakin
kecil jumlah siklus umur pakainya. Untuk mencapai minimum 1.825 siklus (5
tahun) pada temperatur 20° C, DoD dari baterai tidak boleh lebih tinggi dari
sekitar 75%. Temperatur ruangan. Artinya dalam hal ini adalah apabila
penggunaan baterai terbilang tinggi hingga memorsir baterai untuk mencapai
DoD tinggi maka perlu dibuat kajian khusus untuk bisa memperkirakan evaluasi
ekonomi sehingga didapat cost yang serendah-rendahnya tanpa mengurangi
keandalan sistem PLTS.

Gambar 2.20 Kurva DOD (Depth of Discharge)


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)
34

2. Semakin tinggi temperatur ruangan, maka semakin berkurang siklus umur


pakainya. Grafik menunjukkan bahwa umur pakai berkurang hingga
setengahnya dengan peningkatan temperatur sebesar 10℃.

Gambar 2.21 Kurva Lifetime vs temperature


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)

Bank baterai terdiri dari satu rangkaian atau beberapa rangkaian baterai
yang terhubung secara paralel. Satu rangkaian terdiri dari sel baterai individual
yang dihubungkan secara seri. Masing-masing sel menghasilkan tegangan sekitar
2,1 V untuk baterai lead acid dan bervariasi tergantung pada teknologi baterai serta
kondisi state of charge-nya. Bank baterai kemudian dikonfigurasi berdasarkan
tegangan sistem yang diinginkan (tegangan baterai) dan kapasitas. Ketika
membutuhkan tegangan yang lebih tinggi, baterai dengan kapasitas yang sama
dihubungkan secara seri sampai tegangan rangkaian baterai mencapai tegangan
yang dibutuhkan, biasanya senilai 48 VDC. Sementara untuk meningkatkan
kapasitas, rangkaian baterai dengan tegangan dan karakteristik nominal yang sama
dihubungkan secara paralel.
35

Tabel 2.2 Perhitungan Kapasitas Baterai


Perhitungan Kapasitas Baterai
B1 Jumlah hari tanpa sinar matahari …..hari
B2 DoD (Depth of Discharge) dalam desimal …..
B3 Kapasitas baterai terbutuhkan (AhxB1)/B2 …..Ah
B4 Kapasitas Ah baterai yang dipilih …..Ah
B5 Jumlah baterai yang dihubungkan paralel (B3/B4) …..Unit
B6 Jumlah baterai seri (Sistem 24V, tegangan baterai 12V) …..Unit
B7 Jumlah total baterai (B5xB6) …..Unit
B8 Total Kapasitas Ah baterai (B4xB5) …..Ah
B9 Total kapasitas kWh baterai (B8x24v)/B4 …..kWh

Dalam penyambungan baterai tentu terdapat beberapa hal yang perlu


menjadi pertimbangan sehingga bank baterai dapat bekerja dengan optimal dan
tidak timbul banyak losses. Beberapa pertimbangan tersebut adalah antara lain
sebagai nerikut:

Gambar 2.22 Konfigurasi bank baterai sistem 45 VDC pada umumnya


(Sumber: Pedoman Instalasi PLTS Dos & Don’ts)
36

1. Sebaiknya hanya menyambungkan baterai dengan teknologi, pabrikan, jenis,


kapasitas nominal, serta state of health yang sama di bank baterai. Karakteristik
yang berbeda dapat mengakibatkan pengisian dan pemakaian yang tidak efisien
bahkan mungkin merusak baterai.
2. Ketidakcocokan kapasitas baterai dapat menyebabkan baterai yang lebih besar
tidak terisi penuh dan baterai yang kecil akan terisi penuh bahkan berlebih.
Selama berlangsungnya pemakaian, baterai yang kecil akan habis lebih cepat
dan memungkinkan membuat rusak baterai.
3. Sebaiknya tidak menghubungkan lebih dari empat (4) string baterai secara
paralel, untuk menghindari masalah pengisian dan pemakaian karena adanya
perbedaan state of charge dan state of health dari setiap rangkaian.
4. Perangkat proteksi arus berlebih harus dipasang pada setiap sisi positif dan
negatif dari rangkaian baterai. Perangkat proteksi arus berlebih tersebut harus
ditentukan berdasarkan 1,25 x tegangan baterai dan 1,25 x kemungkinan
pengisian atau pemakaian arus, biasanya I10-rate. Kompensasi untuk
temperatur maksimal 45℃ harus diterapkan dalam perhitungan.
5. Baterai di bank baterai harus berada pada state of health dan state of charge
yang sama. State of charge dilihat dari tegangan setiap sel selama kondisi
rangkaian terbuka atau tanpa beban. Tegangan di tiap sel sebaiknya tidak
memiliki perbedaan hingga 0,02 V atau mengacu pada ketentuan pabrikan.
State of charge harus disesuaikan sebelum pemasangan dilakukan.
6. Tegangan, arus, dan temperatur baterai harus diperiksa secara berkala untuk
dapat mengambil tindakan pencegahan jika tegangan dan temperatur baterai
menunjukkan penurunan state of health.
2.2.4 Evaluasi Ekonomi Sistem PLTS
2.2.4.1 Biaya Investasi PLTS (Cost)
Biaya investasi awal PLTS (Cost) yang terpasang pada Graha Cendekia
Yogyakarta mencakup biaya-biaya seperti: biaya umum, akomodasi, transportasi,
Engineering Design, biaya instalasi pekerjaan mekanikal, pekerjaan elektrikal, dan
pekerjaan sipil dsb. Untuk mengetahui biaya investasi awal (C) diperlukanlah
beberapa studi dan survei pasar untuk bisa menentukan harga pada komonen-
37

komponen tertentu, sehingga didapatkanlah cost yang serendah-rendahnya tanpa


mengabaikan dan atau mengurangi keandalan sistem PLTS.

2.2.4.2 Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost)


Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost) suatu sistem adalah semua biaya yang
dikeluarkan guna dapat beroperasinya sistem dengan waktu yang telah ditentukan.
Pada sistem PLTS, biaya siklus hidup (LCC) ditentukan oleh nilai sekarang dari
biaya total sistem PLTS yang terdiri dari biaya investasi awal, biaya jangka panjang
untuk pemeliharaan dan operasional serta biaya penggantian baterai. Adapun
persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai LCC adalah sebagai berikut:
LCC = C + M … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (6)
Dimana:
LCC = Life Cycle Cost (Rp)
C = Cost (Rp)
M = Biaya Pemeliharaan dan Operasional (Rp)

2.2.4.3 Biaya Pemeliharaan dan Operasional


Adapun besar biaya pemeliharaan dan operasional (M) per tahun yang
dikeluarkan guna beroperasinya dan menjaga keandalan sistem PLTS adalah
sebagai berikut:
M = 1% x Total biaya Investasi … … … … … … . … … … … … … … … … . . (7)
Nilai sekarang pada biaya tahunan yang akan dikeluarkan beberapa tahun
mendatang (selama umur proyek), dengan jumlah pengeluaran yang tetap, dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
(1 + 𝑖)𝑛 − 1
P=A … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (8)
𝑖(1 + 𝑖)𝑛
Dimana:
P = Nilai sekarang biaya tahunan selama proyek (Rp)
A = Biaya tahunan (Rp)
i = Tingkat diskonto (Rp)
n = Umur proyek (Tahun)
38

2.2.4.4 Faktor Diskonto (Discount factor)


Faktor diskonto (Discount factor) adalah faktor yang digunakan untuk
menilai sekarangkaian penerimaan-penerimaan di masa mendatang sehingga dapat
dibandingkan dengan pengeluran pada masa sekarang. Adapun rumus faktor
diskonto adalah sebagai berikut:
1
DF = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (9)
(1 + 𝑖)𝑛
Dimana :
DF = Faktor Diskonto
i = Tingkat diskonto
n = Periode dalam tahun (Umur inverstasi)

2.2.4.5 Biaya Energi (Cost of Energy)


Perhitungan biaya energi suatu sistem PLTS ditentukan oleh biaya siklus
hidup (LCC), faktor pemulihan modal (CRF) dan kWh produksi tahunan pada
sistem PLTS. Faktor pemulihan modal digunakan untuk mengonversikan semua
arus kas biaya siklus hidup (LCC) menjadi serangkaian biaya tahunan dengan
diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:
𝑖(1 + 𝑖)𝑛
CRF = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (10)
(1 + 𝑖)𝑛 − 1
Dimana:
CRF = Capital Recovery Factor
i = Tingkat diskonto
n = Periode tahun inverstasi
Menurut Wengqiang dkk, (2004), perumusan biaya energi adalah sebagai berikut :
LCC x CRF
COE = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (11)
AkWh
Dimana :
COE = Cost of Energy / Biaya Energi (Rp/kWh)
LCC = Life Cycle Cost (Rp)
CRF = Capital Recovery Factor
AKWH = Energi yang dibangkitkan tahunan (kWh/tahun)
39

2.2.5 Analisis Kelayakan Investasi PLTS


Kelayakan investasi PLTS ditentukan berdasarkan hasil perhitungan NPV
(Net Present Value), PI (Profitability Index) dan PBP (Pay Back Period) yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.2.5.1 NPV (Net Present Value)
Net Present Value (NPV) menyatakan bahwa seluruh aliran kas bersih
dinilai sekarang atas dasar faktor diskon (discount factor). Untuk menghitung Net
Present Value (NPV) dipergunakan rumus sebagai berikut:
𝑛
𝑁𝐶𝐹𝑡
NPV = ∑ − II … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (12)
(1 + 𝑖)𝑡
𝑡=1

Dimana:
NPV = Net Present Value (Rp)
NCFt = Net Cash Flow periode tahun ke-1 sd ke-n (Rp)
i = Tingkat diskonto
II = Initial Investment/Investasi Awal (Rp)
Atau bisa dicari dengan rumus yang lain sebagai berikut:
NPV = PVNCFt − II … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (13)
Dimana:
NPV = Net Present Value (Rp)
PNCFt = Nilai sekarang arus kas bersih periode tahun ke-n.
II = Initial Investment/Investasi Awal (Rp)
Kriteria pengambilan keputusan untuk menentukan investasi layak diterima
atau layak ditolak maka distandarkan sebagai berikut :
- Investasi dinilai layak, jika Net Present Value (NPV) bernilai positif (> 0).
- Investasi dinilai tidak layak, jika Net Present Value (NPV) bernilai negative (< 0).

2.2.5.2 Profitability Index (PI)


Profitability Index merupakan perbandingan antara seluruh kas bersih nilai
sekarang dengan investasi awal. Teknik ini juga sering disebut dengan model rasio
manfaat biaya (benefit cost ratio). Teknik Profitability Index dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
40

PVNCFt
PI = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (14)
II
Dimana:
PI = Profitability Index
PVNCFt = Nilai sekarang arus kas bersih periode tahun ke-n (Rp)
II = Initial Investment/Investasi Awal (Rp)

Kriteria pengambilan keputusan untuk menentukan investasi layak diterima


atau layak ditolak maka distandarkan sebagai berikut:
- Investasi dinilai layak, jika PI (Profitability Index) lebih besar dari satu (>1)
- Investasi dinilai tidak layak, jika PI (Profitability Index) lebih kecil dari satu (< 1)

2.2.5.3 PBP (Pay Back Periode)


Pay Back Periode adalah periode lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi. PBP dilakukan berdasarkan ketentuan menteri
ESDM No.17 Tahun 3‘‘‘2013 tentang pembelian listrik tenaga surya yang
menyebutkan bahwa pembelian tenaga listrik tenaga PLTS akan ditetapkan dengan
harga US$ 25 sen/kWh. Adapun kurs nilai dollar ke rupiah per bulan Desember
2019 adalah Rp13.976,60. Maka pendapatan yang dihasilkan sistem PLTS per
tahun yaitu = (US$ x 0,25) x AKWH.

LCC
PBP = … … … … … … … … … … . … . … … … … … (15)
Keuntungan per tahun
Dimana:
AKWH = Energi yang dibangkitkan (kWh/tahun)
US$ = Kurs Dollar (Rp)
PBP = Pay Back Periode
Keuntungan per tahun (Rp)

2.2.6 PvSyst 6.8.4


PvSyst adalah perangkat lunak aplikasi komputer yang komprehensif untuk
sistem surya yang mencakup pada seperangkat alat untuk mempelajari, me-
41

rescaling, menyimulasikan dan menganalisis data sistem PV, dengan tujuan


membantu arsitek, insinyur, peneliti, dan bahkan mahasiswa yang tertarik dalam
penelitian dan bekerja di bidang perancangan system PV, dalam hal ini adalah
PLTS pada Graha Cendekia Yogyakarta.

Gambar 2.23 Logo Software PvSyst 6.8.4


(Sumber: Koleksi pribadi)

Perangkat lunak ini mencakup menu Bantuan yang sangat rinci yang
sepenuhnya menggambarkan model dan metode yang digunakan, sehingga siapa
pun dapat memulai proyek dalam lingkungan yang benar-benar ramah pengguna
dan intuitif. PVsyst dapat mengimpor data meteorologi dari berbagai sumber, serta
informasi pribadi (secara manual), kemudian menganalisis dan melaporkannya
dalam bentuk susunan laporan yang komprehensif.

2.3 Persamaan dan Bagian Listing Program


Persamaan dan listing program pada pemodelan ini sudah tersedia lengkap
pada software PvSyst 6.8.4 mulai dari berbagai macam perhitungan, simulasi,
analisa hingga tindakan rekomendasi.

2.4 Hipotesis

Hipotesis atau dugaan awal perancangan sistem PLTS ini adalah antara lain
sebagai berikut:

1 Rincian kebutuhan beban Graha Cendekia Yogyakarta sebesar 189,72


kWh/hari yang disuplai dengan sistem PLTS On-Grid oleh PLN sebesar 36,3
kWh/hari dan PLTS sebesar 153.42 kWh/hari.
2 Kebutuhan listrik pada gedung Graha Cendekia Yogyakarta dapat dilayani oleh
sistem PLTS On-Grid DC Coupling dengan menggunakan 52 modul
fotovoltaik berkapasitas total 17,4 kWp, 4 unit inverter berkapasitas total 16
kW AC dan 80 unit baterai berkapasitas total 8000 Ah.
42

3 Simulasi menggunakan software PvSyst 6.8.4 bernilai baik menunjukkan


unjuk kerja (Performance) sebesar >75%
4 Evaluasi ekonomi menunjukkan investasi awal tidak lebih dari Rp
1.000.000.000,- dan pengembalian investasi tidak lebih dari 25 tahun.
5 Studi kelayakan menunjukkan nilai yang baik dengan PI bernilai >1 yang
berarti bahwa perencanaan dinyatakan layak dilaksanakan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian skripsi ini digunakanlah metode pengambilan


data primer (hardcopy) secara langsung dari proyek pembangunan gedung Graha
Cendekia Yogyakarta untuk menginspeksi dan memastikan proyek pembangunan
gedung sesuai dengan gambar atau blueprint yang juga didapat dari kepala proyek
milik CV. Graha Kontruksi, Bp. Ade Imam Samsul Rahman, ST., M. Eng. Setelah
data didapatkan langkah berikut yang dilakukan adalah merancang pemodelan
PLTS menggunakan software PVSyst 6.8.4 mulai dari pemodelan bentuk gedung,
pemodelan larik modul fotovoltaik, menentukan sudut azimuth, simulasi, analisa,
hingga tindakan rekomendasi.

3.1 Alat dan Bahan


Dalam penyusunannya terdapat beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk
mendapatkan beberapa parameter yang diinginkan, antara lain sebagai berikut:

3.1.1 Alat
1. Meteran Gulungan

Gambar 3.1 Meteran Gulung


(Sumber: 5 CM official)
Alat ini digunakan untuk mengukur beberapa bagian bangunan yang terkait
dengan pemodelan pada PvSyst 6.8.4 seperti luas atap, tinggi tiang dsb.

43
44

2. APD (Alat Pelindung diri)

Gambar 3.2 APD (Alat Pelindung diri)


(Sumber: Indrakarya.co.id)

APD ini digunakan saat melaksanakan inspeksi pada gedung untuk


menghindari kecelakan kerja dan atau beberapa resiko kemungkinan terburuk yang
dapat terjadi selama inspeksi.

3. Laptop

Gambar 3.3 Laptop ASUS Seri A455L SonicMaster


(Sumber: Jakartanotebook.com)

Dalam pengolahan berbagai data termasuk penyusunan naskah skripsi


45

dibutuhkanlah laptop dengan spesifikasi mumpuni sehingga proses pengerjaan


pemodelan dapat berjalan dengan lancer. Adapun spesifikasi laptop ini yaitu:
Processor : Intel Core™ i3-5005U CPU 2 GHz
RAM : 4 GB
System Type : 64-Bit Operating System
VGA : NVIDIA® Geforce 930 M

3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam perencanaan ini berupa beberapa
datasheet antara lain sebagai berikut:
1. Solar Modul

Gambar 3.4 Signature ™ Black SPR-X21-335-BLK


(Sumber: SunPower Solar modul Data Sheet)

Spesifikasi Solar Modul ini adalah antara lain sebagai berikut:

Nominal Power (Pnom) : 335 W


Power Tolerance : +5/–0%
Avg. Panel Efficiency : 21.0%
Rated Voltage (Vmpp) : 57.3 V
Rated Current (Impp) : 5.85 A
Open-Circuit Voltage (Voc) : 67.9 V
Short-Circuit Current (Isc) : 6.23 A
Max. System Voltage : 600 V UL & 1000 V IEC
Maximum Series Fuse : 15 A
Power Temp Coef. : - 0.29% / oC
46

Voltage Temp Coef. : - 167.4 mV / oC


Current Temp Coef. : 2.9 mA /oC
Area : 1,67 m2
2. Inverter

Gambar 3.5 Inverter SOFAR 4000 TLM


(Sumber: SOFAR Inverter Data Sheet)

Inverter ini digunakan untuk mengubah listrik DC dari bank baterai


menjadi listrik AC-Pure Sin Wave dengan rating 230 VAC, sehingga listrik
keluaran bisa langsung dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan

3. Baterai

Gambar 3.6 Baterai Narada MPG 12V200


(Sumber: Narada Battery Data Sheet)
Baterai ini digunakan untuk menyimpan energi listrik dari modul larik
fotovoltaik dengan kapasitas besar yang mampu melayani beban hingga 154
kW yang konfigurasi pemasangannya disusun seri paralel sehingga
didapatkanlah nominal yang sesuai.
47

3.2 Alur Penelitian


Metode yang digunakan dalam upaya unjuk kerja pemodelan PLTS pada
gedung hunian bersifat kualitatif dan kuantitatif yang mana memanfaatkan data dan
teori sebagai acuan awal dengan harapan hasil akhir sesuai dengan teori dan dapat
diterapkan pada tempat yang semestinya, dalam hal ini adalah gedung hunian Graha
Cendekia Yogyakarta. Keabsahan data dalam suatu tindakan penelitian atau
inspeksi diharapkan agar memeroleh ketepatan dan validasi data dengan data pra
perancangan awal, dalam hal ini blueprint gedung hunian dalam keakurasian
pemasangan jumlah fotovoltaik pada atap gedung. Teknik keabsahan data diambil
peneliti berdasarkan hasil pengamatan, peninjauan, evaluasi, penilaian sumber data
sekaligus persamaan-persamaan yang terdapat pada software PvSyst 6.8.4. Adapun
diagram alir (flow diagram) pada proses penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
48

Mulai

Studi Pustaka

Pengambilan Data

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Pemodelan
Menggunakan Software PVSyst 6.8.4

Simulasi, Analisis, dan Pembahasan

Kesimpulan, Saran dan Laporan

Selesai

Gambar 3. 1 Diagram alir perancangan sistem

1. Studi Pustaka
Penulis mengumpulkan data berdasarkan dari beberapa referensi,
literatur atau berita yang diterbitkan dalam bentuk buku, paper, majalah, jurnal,
manual book dan eksplorasi informasi penelusuran pustaka melalui jaringan
informasi/IPTEK NET, Google ataupun dari data penelitian yang relevan
dengan penelitian ini. Selain itu penulis juga mengumpulkan informasi seputar
komponen yang diperlukan untuk pemodelan sistem PLTS agar tidak salah
dalam menentukan kapasitas sesuai dengan kebutuhan dan juga sesuai dengan
standarisasi yang ada.
49

2. Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber
yaitu antara lain sebagai berikut:
- Data primer (hardcopy) yang diambil langsung dari proyek pembangunan
gedung Graha Cendekia Yogyakarta guna meninjau dan memastikan proyek
pembangunan gedung sesuai dengan gambar atau blueprint yang didapat
dari kepala proyek milik CV. Graha Kontruksi, Bp. Ade Imam Samsul
Rahman, ST., M. Eng.
- Softfile AutoCAD berupa blueprint gedung Graha Cendekia Yogyakarta.
- Letak geografis Graha Cendekia Yogyakarta yang didapat melalui Google
Map dan atau Meteonorm 7.2 yang tersedia langsung pada PvSyst 6.8.4.
- Data potensi surya yang didapat dari NASA (National Aeronautics and
Spade Administration) dan Meteonorm 7.2 yang tersedia langsung pada
software PvSyst 6.8.4.
- Referesi tentang EBT dan perencanaan PLTS Hybrid PLN – Solar Cell.
3. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Setelah diandalkan studi pendahuluan dan pengambilan data,
permasalahan di area gedung Graha Cendekia Yogyakarta barulah dapat
diidentifikasikan, ditelusuri dan dilakukan pemodelan dengan software PvSyst
6.8.4 dengan rumusan-rumusan tertentu sesuai dengan parameter yang
dibutuhkan mulai dari estimasi kebutuhan daya, evaluasi ekonomi serta
lingkungan.
4. Pemodelan
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan software PvSyst 6.8.4
berdasarkan data yang telah didapatkan sebelumnya. Langkah awal yang
dilakukan dalam pemodelan yaitu dengan membangun gedung Graha Cendekia
Yogyakarta sesuai dengan blueprint, membangun sistem pembangkitan energi
listrik dari fotovoltaik, membangun sistem penyimpanan energi, manajemen
energi, manajemen pembayangan fotovoltaik, menentukan orientasi
fotovoltaik serta evaluasi ekonomi. Selanjutnya diolah dan dianalisa secara
otomatis yang hasil akhirnya berupa laporan yang tersusun komprehensif.
50

5. Simulasi, Analisis dan Pembahasan


Simulasi dilakukan menggunakan program PVSyst untuk mendapatkan
nilai daya output maksimal yang mampu dilakukan oleh solar cell pada lokasi
penelitian. Menganalisis perbandingan daya output yang dihasilkan oleh solar
cell secara riil dari perhitungan langsung dengan daya output maksimal sesuai
lokasi terpasang yang diperoleh dari hasil simulasi program PVSyst.
6. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan berisi tentang hasil akhir dari penelitian yang telah
dilakukan yang mengacu pada rumusan penelitian dan berkaitan dengan tujuan.
Pada sub bab ini juga berisi saran untuk membangun sehingga penelitian ini
akan dikembangkan dan dilanjutkan dengan baik kedepanya.

3.3 Tahapan Pemodelan Simulasi


Tahapan atau langkah – langkah pembuatan menggunakan program
simulasi PVSyst akan dijelaskan pada sub bab ini. Berikut tahapannya
1. Membuka program PVSyst 6.8.4, lalu pilih project design dan pilih Grid-
Connected untuk sistem On-Grid yang terhubung dengan PLN

Gambar 3.7 Tampilan awal PvSyst 6.8.4


(Sumber: Software PvSyst)
4 Membuat proyek baru dengan nama “Trial Tlukan Project”, mengisi kolom
project name dengan nama peneliti dan memastikan perangkat laptop sudah
51

terhubung internet agar dapat mengunduh data-data terkini dan terkait

Gambar 3.8 Tampilan awal project


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)

5 Menentukan parameter Site and Meteo. Di tahap ini memasukan letak


koordinat dari lokasi proyek Graha Cendekia Yogyakartadengan
menggunakan fitur Interactive Map agar lebih akurat. Setelah menandai lokasi
lalu klik Import maka pada kolom Geographical Coordinates akan otomatis
terisi dan data acuan meteorologi atau nilai Latitude sesuai letak Graha
Cendekia Yogyakarta dapat diketahui.
52

Gambar 3.9 Peta Geografi Lokasi Graha Cendekia Yogyakarta


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)

Gambar 3.10 Kondisi iklim dan cuaca Lokasi Graha Cendekia Yogyakarta
(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)
53

6 Merancang pemodelan gedung sesuai dengan blueprint berdasarkan data yang


sudah didapatkan sebelumnya dan memasang larik modul fotovoltaik dengan
jumlah tertentu pada atap gedung.

Gambar 3.11 Simulasi 3D Graha Cendekia Yogyakarta


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)

7 Tahap selanjutnya adalah mengisi System Variant dari PLTS, mulai dari
menentukan rincian detail spesifikasi hingga jumlah fotovoltaik, jumlah string
dan mengestimasi jumlah modul fotovoltaik yang dapat dipasang pada atap
dengan luas atap yang terbatas, menentukan inverter, menentukan baterai dsb.
54

8 Selanjutnya menentukan kemiringan larik modul fotovoltaik sesuai dengan


kemiringan atap dan menentukan jumlah (Orientation) dengan azimuth sesuai
dengan lokasi gedung.

Gambar 3.12 Menentukan orientation & sudut azimut


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)
9 Tahap selanjutnya adalah mengisi Self-consumption dan user need’s dari
PLTS. Pada tahap ini dilakukan untuk menentukan berapa banyak jumlah
beban yang akan dibebankan ke PLTS yang akan dirancang dan berapa lama
beban akan on.
55

Gambar 3.13 Menentukan Durasi Beban listrik


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)

Gambar 3.14 Menentukan kebutuhan konsumsi listrik


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)
56

10 Menentukan sistem penyimpanan daya listrik.

Gambar 3.15 Manajemen Penyimpanan Energi Listrik


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)
11 Setelah memasukan semua data, maka tahap terakhiryang dilakukan yaitu
menjalankan simulasi. Agar memperoleh data yang diinginkan klik report,
akan memuculkan data dari hasil simulation PVSyst.

Gambar 3.16 Tampilan Run Simulation


(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)
57

3.4 Cara Analisis


Analisis dilakukan dengan mengitung manual sebagai gambaran awal
(draft) yang kemudian hasilnya dikaitkan dengan perhitungan otomatis
menggunakan software PvSyst 6.8.4. Pada perhitungan manual analisis dilakukan
dengan menentukan nilai-nilai hasil perhitungan berdasarkan standar yang telah ada
dan disebutkan pada panduan Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya “Dos &
Don’ts” juga pada referensi lainnya. Sementara itu, perhitungan otomatis yang
dilakukan pada software PvSyst 6.8.4 semuanya bersifat trial & error yang artinya
apabila terdapat kesalahan dalam draft perhitungan, pemilihan komponen, dan
datasheet, maka akan dikoreksi oleh software PvSyst 6.8.4 dan akan memberikan
rekomendasi tindakan atau penanganan yang sesuai dengan standar yang
diberlakukan pada software PvSyst 6.8.4.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dalam bab ini dibagi menjadi beberapa sub-bab mulai dari
perhitungan daya hingga penentuan kelayakan sistem PLTS. Adapaun pembahasan
tersebut di jelaskan dalam sub bab sebagai berikut.

4.1 Perhitungan Kebutuhan Daya Listrik


Berdasarkan perhitungan estimasi kebutuhan energi listrik pada Graha
Cendekia Yogyakarta, maka disusunlah berdasarkan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Kebutuhan Daya Listrik Graha Cendekia Yogyakarta


Daya/Item Tot. Daya Durasi Daya
No Item Jumlah
(Watt) (kWh) (Jam) (kWh)
1 Lampu Neon 170 25 4.25 8 34
2 Lampu Tidur 32 5 0.16 5 0.8
2 Water Dispenser 8 200 1.6 10 16
3 Air Conditioner 8 735 5.88 4 23.52
4 Rice Cooker 32 350 11.2 4 44.8
5 Kulkas 6 200 1.2 24 28.8
6 Laptop 64 65 4.16 5 20.8
7 Setrika 6 300 1.8 1 1.8
8 Televisi 3 100 0.3 8 2.4
9 Stand Fan 32 35 1.12 6 6.72
10 Ceiling Fan 10 75 0.75 4 3
11 Mesin Cuci 2 300 0.6 2 1.2
12 Pompa Air 1 1470 1.47 4 5.88
Total 374 3860 34.49 85 189.72

Berdasarkan perhitungan estimasi daya listrik didapatkanlah konsumsi


listrik Graha Cendekia Yogyakarta sebesar 189.72 kW dengan rincian konsumsi
listrik per item yang sudah ditentukan sebelumnya. Konsumsi listrik terbesar
terdapat pada Rice cooker dengan total daya per hari sebesar 44.8 kWh, sedangkan

58
59

konsumsi daya terendah pada lampu tidur dengan konsumsi listrik sebesar 0.8 kWh.

Tabel 4.2 Rincian Pembagian Daya Berdasarkan Durasi oleh PLTS.


Total Daya Durasi (Jam) Daya (kWh)
No Item
(kWh) PLN PLTS PLN PLTS
1 Lampu Neon 4.25 0 8 0 34
2 Lampu Tidur 0.16 0 5 0 0.8
2 Water Dispenser 1.6 5 5 8 8
3 Air Conditioner 5.88 0 4 0 23.52
4 Rice Cooker 11.2 0 4 0 44.8
5 Kulkas 1.2 9 15 10.8 18
6 Laptop 4.16 2 3 8.32 12.48
7 Setrika 1.8 1 0 1.8 0
8 Televisi 0.3 4 4 1.2 1.2
9 Stand Fan 1.12 3 3 3.36 3.36
10 Ceiling Fan 0.75 1 3 0.75 2.25
11 Mesin Cuci 0.6 1 1 0.6 0.6
12 Pompa Air 1.47 1 3 1.47 4.41
Total 34.49 27 58 36.30 153.42

Kebutuhan Daya PLN/PLTS


Persentase Kebutuhan Listrik = x100%
Total Kebutuhan Daya
153.42
Persentase Kebutuhan Listrik PLTS = x 100%
189.72
= 80.87 %
36.3
Persentase Kebutuhan Listrik PLN = x 100%
189.72
= 19.13 %
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sistem PLTS melayani
kebututuhan listrik sebesar 153.42 kWh (80.87%), sementara itu PLN melayani
kebutuhan listrik sebesar 36.30 kWh (19.13%) dari total kebutuhan listrik gedung
sebesar 189.72 kWh.
60
61

Tabel 4.3 Jam Pelayanan Konsumsi Listrik oleh PLN berdasarkan item
Daya Waktu Jam
No Item Jumlah
(Watt) (Jam) 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Lampu Neon 170 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Lampu Tidur 32 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Water Dispenser 8 200 5 1 1 0 1 1 1 0 0 0
4 Air Conditioner 8 735 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Rice Cooker 32 350 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Kulkas 6 200 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Laptop 64 65 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0
8 Setrika 6 300 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
9 Televisi 3 100 4 1 1 0 0 1 1 0 0 0
10 Stand Fan 32 35 3 0 0 0 0 1 1 1 0 0
11 Ceiling Fan 10 75 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
12 Mesin Cuci 2 300 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Pompa Air 1 1470 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Total 374 3860 27 5 4 2 2 5 4 2 1 2

Kurva Beban
25000

20000
Beban (Watt)

15000

10000

5000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Malam (PLTS) Waktu (Jam)
Siang (PLN)

Gambar 4.1 Kurva Beban Berdasarkan Jam Pelayanan


(Sumber: Perhitungan manual menggunakan Ms. Excel)
62

Gambar 4.2 Kurva Beban Berdasarkan Jam Pelayanan


(Sumber: Perhitungan otomatis menggunakan PvSyst 6.8.4)

Berdasarkan pada tabel 4.3 dan 4.4 yang kemudian divisualisasikan


menggunakan kurva beban pada gambar 4.1 dan atau 4.2 maka terlihat bahwa
kebutuhan listrik terbesar yang dilayani oleh sistem PLTS mulai jam 17.00 – 07.00
serta mencapai beban puncak (Peak Load), yaitu terjadi pada jam 20.00 – 21.00
sebesar 22.41 kWh dan kebutuhan listrik terendah terjadi pada jam 24.00 – 04.00
sebesar 1.36 kWh. Sementara itu pada saat kebutuhan listrik dilayani oleh PLN pada
rentang waktu jam 08.00 – 16.00, kebutuhan listrik tertinggi terjadi pada 08.00
sebesar 7.86 kWh dan terendah pada jam 15.00 sebesar 1.2 kWh. Adapun rata-rata
kebutuhan listrik per jamnya yaitu sebesar 6.39 kW dan kebutuhan listrik per
harinya yaitu sebesar 0.153 MW/hari atau 153,42 kW/hari.
63

4.2 Perhitungan Kebutuhan Larik Modul Fotovoltaik


Untuk memenuhi kebutuhan listrik sebesar 153.42 kWh maka diperlukanlah
perhitungan dalam menentukan jumlah modul fotovoltaik. Namun sebelum itu
perlu diketahui Array Area dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Luas area array dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:
P∆t = Ct x ∆t x Pnom
= 0,29 x 2,5 x 335
= 2,51 Wp
Setelah P∆t diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan nilai Pmax t,
yaitu besarnya daya keluaran modul fotovoltaik pada level temperatur tertentu yang
dirumuskan sebagai berikut:
Pmax t = Pnom − P∆t
= 335 − 2,51
= 332,49 Wp
Setelah Pmax t diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan nilai TCF
(Temperatur Correction Factor) yang dirumuskan sebagai berikut:
Pmax t
TCF =
Pnom
332,49
=
335
= 0,9925
Apabila nilai Gav (Intensitas matahari harian), El (Estimasi energi yang
dibangkitkan), ꞃ PV, ꞃ out, TCF, sudah diketahui maka luas Array dapat dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
El
Luas 𝐴𝑟𝑟𝑎𝑦 =
Gav x n PV x n out x TCF
153,42
=
4,24 x 0,21 x 0,98 x 0,9925
= 177,15 m2
Setelah mengetahui nilai parameter di atas, selanjutnya adalah menentukan
daya yang dibangkitkan oleh dengan rumus sebagai berikut:
Pwp = Area Array x PSI x n PV
64

= 177,15 x 1000 x 0,21


= 37.201,42 Wp
Lalu menentukan jumlah modul fotovoltaik dengan rumus sebagai berikut:
PWp
Jumlah modul PV =
Pnom
37.201,42
=
335
= 111 Unit
Berdasarkan perhitungan di atas menunjukkan bahwa jumlah modul
fotovoltaik yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan listrik sbebesar 153,42
kWh adalah sebanyak 111 unit. Setelah mengetahui jumlah modul fotovoltaik yang
dibutuhkan, selanjutnya adalah menyesuaikan hasil perhitungan dengan luas atap
gedung dengan perhitungan sebagai berikut:
Luas Atap (m2 )
Jumlah modul PV (Unit) =
Luas PV (m2 )
122 (m2 )
=
1.67 (m2 )
= 73 Unit
Berdasarkan perhitungan di atas didapati bahwa jumlah modul fotovoltaik
yang dapat dipasang pada atap yaitu tidak lebih dari 73 unit. Langkah berikutnya
adalah memasang 73 modul fotovoltaik pada atap gedung Graha cendekia
Yogyakarta menggunakan PvSyst 6.8.4 yg ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.3 Konfigurasi Pemasangan Modul Fotovoltaik


(Sumber: Simulasi 3 Dimensi menggunakan PvSyst 6.8.4)

Setelah dilakukan simulasi pemasangan modul fotovoltaik pada atap


gedung ternyata hanya 52 modul fotovoltaik saja yang dapat terpasang dengan
kapasitas total sebesar 17 kWp. Hal tersebut dikarenakan terdapat celah antar modul
65

dan terdapat area kosong yang tersisa pada setiap ujung atap. Tidak hanya itu, huruf
“X” berwarna pada gambar di atas juga menunjukkan tingkat pembayangan yang
tinggi yang dapat menyebabkan penurunan performa yang sangat signifikan,
sehingga sangat tidak direkomendasikan untuk dipasang modul fotovoltaik pada
area tersebut.

Gambar 4.4 Kurva Karakteristik String & Photovoltaik


(Sumber: Hasil simulasi pada Software PvSyst 6.8.4)

Berdasarkan hasil simulasi perhitungan kebutuhan modul solar cell


menggunakan software PvSyst 6.8.4, pada gambar di atas menunjukkan bahwa
Pnom (Power Nominal) pada kondisi STC (Standard Test Condition) mampu
66

menghasilkan energi listrik sebesar 17.4 kWp, sementara itu bila megacu pada
kondisi lingkungan gedung maka didapatkanlah Pmax (Power Maximum) sebesar
16.3 kWp, yang artinya terdapat penurunan penangkapan daya listrik pada larik
modul fotovoltaik sebesar 1.1 kWp.

4.3 Perhitungan Kebutuhan Kapasitas SCC (Solar Charge Control)


Untuk menentukan spesifikasi SCC yang sesuai maka diperlukanlah
perhitungan seperti dibawah ini:
Tabel 4.4 Perhitungan Kapasitas SCC (Solar Charge Control)
Perhitungan Kapasitas SCC
B1 Pnom Modul fotovoltaik 335 Wp
B2 Jumlah Modul fotovoltaik 52 Unit
B3 Jumlah larik atau String 4
B4 Jumlah modul fotovoltaik per String (B2/B3) 12.25 Unit
B5 Jumlah modul fotovoltaik terubung seri 13 Unit
B6 Jumlah modul fotovoltaik terubung paralel 1 Unit
B7 Rating tegangan modul fotovoltaik 57.3 Volt
B8 Rating arus modul fotovoltaik 5.85 Ampere
B9 Tegangan input SCC (B5xB7) 744.9 Volt
B10 Arus input SCC (B6xB7) 5.85 Ampere

Gambar 4.5 Konfigurasi Modul Fotovoltaik ke SCC


(Sumber: Desain Paint)
67

Berdasarkan perhitungan di atas didapati bahwa untuk mengontrol daya


keluaran larik modul fotovoltaik yang digunakan untuk charging baterai maka
digunakanlah SCC (Solar Charge Control) dengan spesifikasi tegangan input 744.9
Volt dan arus input sebesar 5.85 Ampere. Mengingat tegangan input sebesar 744.9
volt termasuk tegangan yang cukup tinggi, sehingga perlu adanya perhatian khusus
dalam menjaga keandalan sistem isolasi komponen penghubung/penghantar dan
komponen pendukung lainnya. Sistem isolasi yang tidak handal dapat
menyebabkan losses yang tak terduga sehingga dapat menurunkan tingkat produksi
energi listrik dari sistem PLTS.

Gambar 4.6 Spesifikasi SCC Inverter


(Sumber: Hasil simulasi pada Software PvSyst 6.8.4)
68

Perencanaan sistem PLTS pada program PvSyst 6.8.4 menggunakan SCC


inverter merk “SOFAR 4400TL-X”. Pada gambar di atas menunjukkan spesifikasi
beberapa parameter masukan (input) SCC bahwa tegangan minimum SCC sebesar
160 V yang artinya SCC tidak akan bekerja apabila <160V dan tegangan minimum
Pnom 180 V. Arus maksimum pada SCC sebesar 11.4 A yang artinya terpaut 5.55
A untuk melebihi arus maksimal dan sangat tidak dimungkinkan terjadinya
overcurrent, sehingga ini dianggap aman. Tegangan maksimum pada SCC sebesar
960 V yang artinya terpaut 215.1 V untuk melebihi tegangan maksimal yang
diizinkan, sehingga ini dianggap aman dan masih bisa ditambah 3 modul
fotovoltaik lagi apabila ingin menambah daya.

Adapun pada sisi keluaran SCC (output) diketahui bahwa tegangan keluaran
1 phase 230 VAC, daya nominal sebesar 4 kVA dan daya maksimum keluaran 4,4
kVA, arus AC nominal sebesar 5,77 A dan arus AC maksimum sebesar 6,4 A. Dan
Efisiensi maksimum SCC inverter merk “SOFAR 4400TL-X” ini sebesar 98.0 %

4.4 Perhitungan Sistem Penyimpanan Energi Listrik


Dalam menentukan kapasitas bank baterai maka digunakanlah rumus yang
tertera pada hal 34, sebagai berikut:
Tabel 4.5 Perhitungan Kapasitas Baterai
Perhitungan Kapasitas Baterai
C1 Jumlah hari tanpa sinar matahari 1 hari
C2 DoD (Depth of Discharge) dalam desimal 0.8
C3 Kapasitas baterai terbutuhkan (AhxC1)/C2 7990.6 Ah
C4 Kapasitas Ah baterai yang dipilih 200 Ah
C5 Jumlah baterai yang dihubungkan paralel (C3/C4) 39.95 Unit
C6 Jumlah baterai seri (Sistem 24V, tegangan baterai 12V) 2 Unit
C7 Jumlah total baterai (C5xC6) 79.90 Unit
C8 Total Kapasitas Ah baterai (C4xC5) 7990.6 Ah
C9 Total kapasitas kWh baterai (C8x24v)/B4 958.87 kWh

Pada tabel ditentukan jumlah hari tanpa matahari adalah 1 hari dan batas
pengambilan energi dari baterai sebesar 80 % (0,8). Untuk menentukan Ah yaitu
69

dengan membagi kebutuhan daya listrik dengan sistem baterai, yaitu 153420/24 =
6392.5. Untuk kapasitas baterai yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan cara C3
= (Ah x C1) / C2 = (6392.5 x 1) / 0,8 = 7990.6 Ah. Untuk kapasitas Ah baterai yang
dipilih yaitu sebesar 200 Ah, jumlah baterai yang dihubungkan secara paralel
adalah C5 = C3 / C4 = 7990.6 Ah /200 = 39.95 dibulatkan menjadi 40 unit. Untuk
jumlah baterai yang dihubungkan seri adalah C6 = Tegangan sistem baterai atau
tegangan baterai yang dipilih = 24 V / 12 V = 2 unit.Maka total jumlah baterai yang
dibutuhkan adalah C7 = C5 x C6 = 40 x 2 = 80 unit, dengan total kapasitas Ah
baterai C8 = C4 x C5 = 200 x 40 = 8000 Ah dan total kapasitas kWh baterai adalah
C9 = (C8 x 24 V) / Ah baterai yang dipilih = (7990.6 x 24) / 200 = 264 kWh.
Melakukan koreksi silang (cross check) dengan beban puncak. Beban
puncak tidak boleh lebih dari tingkat pemakaian C10.
Diketahui : - Efisiensi baterai = 97%
- DoD (Depth of Discharge) = 80%
Kebutuhan Daya Listrik
Kapasitas yang dibutuhkan =
Efisiensi x 𝐷𝑜𝐷
153.42
=
0.97 x 0.80
= 197.7 kWh
Kapasitas yang dibutuhkan
Tingkat C10 =
10 jam
197.7
Tingkat C10 =
10
Tingkat C10 = 19.77 kWh
Beban puncak = 22.41 kWh

Gambar 4.7 Konfigurasi Bank Baterai


70

(Sumber: Desain Paint)

Gambar 4.8 Adjustment sistem Penyimpanan Energi Listrik


(Sumber: Hasil simulasi pada Software PvSyst 6.8.4)

Perencanaan sistem PLTS menggunakan PvSyst 6.8.4 menggunakan baterai


merk “Narada MPG 12V200”. Pada gambar di atas menunjukkan bahwa
konfigurasi bank baterai sebanyak 80 unit disusun secara seri parallel sehingga
didapatlah kapasitas bank baterai 8.000 Ah dengan sistem 24 V, DoD baterai 80%
sebesar 154 kWh dan berat total bank baterai sebesar 5360 Kg.
Pada System Information yang tertera pada pojok kanan bawah
menunjukkan bahwa Pnom larik fotovoltaik sebesar 17.420 Wp dan beban puncak
konsumen sebesar 22.410 w, maka untuk menampung daya sebesar itu diperlukan
waktu selama 8.8 jam hingga baterai terisi penuh. Apabila Discharging baterai di
bawah rata-rata maka baterai mampu melayani beban hingga 24 jam, dan mampu
melayani beban pucak selama 6.9 jam saja.
71

4.5 Analisa Hasil Simulasi PvSyst 6.8.4


Hasil simulasi ditampilkan dalam bentuk report sebagai berikut:

Gambar 4.9 Tampilan rangkuman Report


(Sumber: Hasil Simulasi pada Software PvSyst 6.8.4)
72

Berdasarkan simulasi PLTS yang dilakukan menggunakan PvSyst 6.8.4,


untuk memenuhi 80.87% kebutuhan listrik gedung sebesar 153 kWh/hari atau 56
MWh/tahun yang harus dilayani oleh PLTS maka didapatkanlah sistem PLTS
dengan jumlah modul PV sebanyak 52 unit merk SPR-X21-335-BLK dengan Pnom
sebesar 335 Wp yang terbagi menjadi 4 string dengan 2 jenis orientasi (kemiringan
PV/azimuth) yaitu, 29o/0o dan 29o/180o dengan total Pnom sebesar 17.42 kWp. Pada
sistem PLTS ini menggunakan 4 unit SCC Inverter merk SOFAR 4400 TL-X
dengan Pnom 4 kW AC/unit sehingga didapatkanlah total Pnom inverter sebesar 16
kW AC yang siap memenuhi kebutuhan listrik gedung Graha Cendekia Yogyakarta.

Pada bagan Main Simulation Result menunjukkan bahwa energi listrik yang
dihasilkan sistem PLTS sebesar 23.61 MWh/tahun dengan rincian produksi energi
listrik sebesar 1.355 kWh/kWp/Tahun. Ini menunjukkan bahwa sistem PLTS
memenuhi 42.16% dari total kebutuhan listrik yang diperkirakan mampu dilayani
oleh PLTS sebesar 56 MWh/tahun, atau dengan kata lain memenuhi 34.01% dari
total kebutuhan listrik gedung Graha cendekia Yogyakarta sebesar 69.25
MWh/tahun. Adapun baterai sebagai penyimpan energi listrik dapat digunakan
hingga masa pakai (Lifetime) selama 8 tahun dengan tingkat pemakaian baterai
maksimal SOW (State of Wear) sebesar 91.7%.

Gambar 4.10 Grafik Produksi Energi Listrik


(Sumber: Hasil Simulasi pada Software PvSyst 6.8.4)
73

Pada grafik di atas menunjukkan produksi listrik dalam satuan


kWh/kWp/hari dalam periode 1 tahun di setiap bulannya. Aksen warna merah (Yf)
pada gambar di atas menunjukkan energi listrik AC siap pakai yang merupakan
listrik keluaran dari inverter, aksen warna hijau (Ls) merupakan losses pada sistem
konversi energi dari energ cahaya menjadi energi listrik, sedangkan aksen warna
biru (Lc) merupakan losses pada larik modul PV. Pada grafik di atas menunjukkan
bahwa sistem PLTS mencapai YF tertinggi pada bulan November dan terendah pada
bulan Desember, juga didapatkanlah nilai rata-rata Yf= 3.37 kWh/kWp/day, Ls=
0.44 kWh/kWp/day dan Lc= 0.66 kWh/kWp/day.

Gambar 4.11 Grafik Unjuk Kerja atau PR (Performance Ratio)


(Sumber: Hasil Simulasi pada Software PvSyst 6.8.4)

Grafik di atas merupakan performa sistem PLTS dalam periode 1 tahun di


setiap bulannya. PR (Performance Ratio) berbanding terbalik dengan Losses yang
ada, semakin besar Losses pada sistem maka performa juga akan menurun dan
sebaliknya. Pada grafik di atas menunjukkan bahwa sistem PLTS mencapai
performa tertinggi pada bulan Januari dengan nilai sebesar 0,78 dan terendah pada
bulan Maret dan September dengan nilai performa sebesar 0,74. Apabila diambil
nilai rata-rata dalam 1 tahun maka didapatlah performa sistem PLTS sebesar 0,754
atau dengan persentasi sebesar 75,4%.
74

4.6 Perhitungan Evaluasi Keuangan


Tabel 4.6 RAB PLTS Graha Cendekia Yogyakarta
No. Nama Barang Qty. Satuan Harga Total
1 Engineering Design 1 Jasa Rp30,000,000 Rp30,000,000
2 Jasa Instalasi 17 /kWh Rp3,000,000 Rp51,000,000
3 Mobilisasi 1 Jasa Rp10,000,000 Rp10,000,000
4 Sertifikat Laik Operasi 1 Berkas Rp50,000,000 Rp50,000,000
5 Baterai 80 Unit Rp3,000,000 Rp240,000,000
6 Modul PV 335 Wp 52 Unit Rp6,000,000 Rp312,000,000
7 Penampang PV 1 Borongan Rp15,000,000 Rp15,000,000
8 On-Grid Inverter 4 kW 4 Unit Rp25,000,000 Rp100,000,000
9 Kabel Penghantar PV 1 Borongan Rp20,000,000 Rp20,000,000
10 Kabel Aki 1 Borongan Rp10,000,000 Rp10,000,000
11 Control Room 1 Borongan Rp20,000,000 Rp20,000,000
12 Controller 1 Borongan Rp20,000,000 Rp20,000,000
13 Connector 1 Borongan Rp5,000,000 Rp5,000,000
14 Komponen lainnya 1 Borongan Rp20,000,000 Rp20,000,000
Total Rp903,000,000

4.5.1 Biaya Investasi PLTS (Cost)


Biaya investasi awal PLTS (Cost) yang terpasang pada Graha Cendekia
Yogyakarta mencakup biaya-biaya seperti: biaya umum, akomodasi, transportasi,
Engineering Design, biaya instalasi pekerjaan mekanikal, pekerjaan elektrikal, dan
pekerjaan sipil dan lain sebagainya dengan total sebesar Rp 903.000.000,-

4.5.2 Biaya Pemeliharaan dan Operasional


Adapun besar biaya pemeliharaan dan operasional (M) per tahun yang
dikeluarkan guna beroperasinya dan menjaga keandalan sistem PLTS adalah
sebagai berikut:
M = 1% x Total biaya Investasi
M = 1% x Rp 903.000.000,-
M = Rp 9.030.000, −
75

PLTS Graha Cendekia diasumsikan beroperasi selama 25 tahun. Penetapan


umur proyek ini mengacu kepada jaminan (garansi) yang dikeluarkan oleh
produsen panel surya. Besarnya tingkat diskonto (i) yang dipergunakan untuk
menghitung nilai sekarang pada penelitian ini adalah sebesar 5.25%. Penentuan
tingkat diskonto ini mengacu kepada tingkat suku bunga kredit Bank Indonesia per
19 September 2019. Besar nilai sekarang (present value) untuk biaya pemeliharaan
dan operasional (P) PLTS selama umur proyek 25 tahun dengan tingkat diskonto
5,25% adalah :
(1 + 𝑖)𝑛 − 1
P=Ax
𝑖(1 + 𝑖)𝑛
(1 + 0.0525)25 − 1
P = Rp 9.030.000 x
0.0525(1 + 0.0525)25
2.59
P = Rp 9.030.000 x
0.188
P = Rp 9.030.000 x 13.77
P = Rp 124.402.659, −

4.5.3 Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost)


Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost) suatu sistem adalah semua biaya yang
dikeluarkan guna dapat beroperasinya sistem dengan waktu yang telah ditentukan.
LCC = C + P
= Rp 903.0000.000 + Rp 124.402.659
= Rp 1.027.402.659, −

4.5.4 Faktor Diskonto (Discount factor)


Adapun faktor diskonto pada tahun ke 25 adalah sebagai berikut:
1
DF =
(1 + 𝑖)𝑛
1
DF =
(1 + 0.0525)25
DF = 0.2783
76

4.5.6 Biaya Energi (Cost of Energy)


Perhitungan biaya energi suatu sistem PLTS ditentukan oleh biaya siklus
hidup (LCC), faktor pemulihan modal (CRF) dan kWh produksi tahunan pada
sistem PLTS. Faktor pemulihan modal digunakan untuk mengonversikan semua
arus kas biaya siklus hidup (LCC) menjadi serangkaian biaya tahunan dengan
diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:
𝑖(1 + 𝑖)𝑛
CRF =
(1 + 𝑖)𝑛 − 1
0,0525(1 + 0,0525)25
=
(1 + 0,0525)25 − 1
0,188673939
=
2,593789312
= 0,0727

Estimasi kebutuhan energi listrik Graha Cendekia Yogyakarta sebesar 64,68


kWh per hari, sehingga pemakaian energi tahunan PLTS diperhitungkan sebagai
berikut :
AkWh = kWh harian x 365
= 64,68 x 365
= 23.610 kWh
Setelah itu menghitung COE (Cost of Energy) dengan rumus perhitungan
sebagai erikut:
LCC x CRF
COE =
AkWh
Rp 1.027.139.654 x 0,0727
=
23.610
= Rp 3.165/kWh, atau dibulatkan menjadi Rp 3.200/kWh

4.5.7 Analisa Kelayakan PLTS


Kelayakan investasi PLTS ditentukan berdasarkan hasil perhitungan NPV
(Net Preseynt Value), PI (Profitability Index) dan PBP (Pay Back Periode) yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
77

Tabel 4.7 Perhitungan Keuangan

4.5.8 NPV (Net Present Value)


NPV (Net Present Value) menyatakan bahwa seluruh aliran kas bersih
sekarang atas dasar faktor diskon yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑛
𝑁𝐶𝐹𝑡
NPV = ∑ − II, atau
(1 + 𝑖)𝑡
𝑡=1

NPV = PVNCFt − II
= Rp 914.509.198 − Rp 903.000.000
= Rp 11.509.198, −
Dikarenakan jika Net Present Value (NPV) bernilai >0 maka investasi dinilai layak.

4.5.9 PI (Profitability Index)


Profitability Index merupakan perbandingan antara seluruh kas bersih nilai
sekarang dengan investasi awal. Teknik ini juga sering disebut dengan model rasio
manfaat biaya (benefit cost ratio). Teknik Profitability Index dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
78

PVNCFt
PI =
II
Rp 914.509.198
=
Rp 903.000.000
= 1.013
Dikarenakan PI (Profitability Index) bernilai >1 maka investasi dinilai layak.

4.5.10 PBP (Pay Back Periode)


Pay Back Periode adalah periode lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi. PBP dilakukan berdasarkan ketentuan menteri
ESDM No.17 Tahun 2013 tentang pembelian listrik tenaga surya yang
menyebutkan bahwa pembelian tenaga listrik tenaga PLTS akan ditetapkan dengan
harga US$ 25 sen/kWh. Adapun kurs nilai dollar ke rupiah per bulan Desember
2019 adalah Rp13.976,60. Maka pendapatan yang dihasilkan PLTS per tahun
adalah = (Rp 13.976,60 x 0,25) x AKWH
= Rp 3.494 x 23.610
= Rp 82.493.340
LCC
PBP =
Keuntungan per tahun
Rp 1.027.139.654
PBP =
Rp 82.493.340
= 12,45
Berdasarkan perhitungan di atas maka didapatkanlah Pay Back Periode
investasi selama 12,45 tahun atau sekitar 12 tahun 5 bulan.
Setelah investasi dinyatakan lunas maka kebutuhan listrik setelahnya adalah
gratis dan keuntungan yang didapatkan dari sistem PLTS selama 25 tahun dihitung
dengan TDL berdasarkan Permen ESDM No. 30 tahun 2012 untuk golongan listrik
1.300 VA seharga Rp 1.467,28. Besarnya pendapatan yang didapat adalah
Rp 1.467,28 x 23.610 = Rp 34.642.481/tahun, setelah itu dikalikan dengan 12,55
yang merupakan sisa waktu proyek karena investasi telah lunas, sehingga Rp
34.642.481 x 12.55 = Rp 434.763.134. Sehingga keuntungan yang didapatkan
dengan dipasangya PLTS selama 25 tahun adalah senilai Rp 434.763.134,-
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan perancangan PLTS On-grid Graha Cendekia,
Yogyakarta maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1 Sistem PLTS memenuhi 42.16% dari total kebutuhan listrik yang diperkirakan
mampu dilayani oleh PLTS atau dengan kata lain memenuhi 34.01% dari total
kebutuhan listrik gedung Graha cendekia Yogyakarta.
2 Untuk melayani beban dibutuhkanlah modul PV sebanyak 52 dengan total
kapasitas terpasang sebesar 17.420 Wp dan memiliki performa sebesar 75,4 %.
3 Perencanaan PLTS menggunakan 80 unit baterai merk “Narada MPG 12V200”
dengan kapasitas total sebesar 8000 Ah sistem 24 V, DoD 80%. Apabila
Discharging baterai di bawah beban rata-rata maka baterai mampu melayani
beban hingga 24 jam, dan mampu melayani beban pucak selama 6.9 jam saja.
4 Perencanaan PLTS menggunakan 4 unit inventer merk “SOFAR 4400TL-X”
dengan kapasitas total sebesar 16 kW.
5 Investasi awal yang harus dikeluarkan senilai Rp 903.000.000,- hingga
didapatkanlah harga COE (Cost of Energy) senilai Rp 3.200,-/kWh dan LCC
(Life Cycle Cost) selama 25 tahun senilai Rp 1.027.139.654,-
6 Studi kelayakan menyatakan NPV bernilai Rp 11.509.198,-, PI bernilai 1.013
dan Pay Back Periode selama 12 tahun 5 bulan yang artinya investasi
pembangunan PLTS Graha Cendekia Yogyakarta dinilai layak dilaksanakan.

5.2 Saran
1. Mengurangi pembebanan pada saat PLTS bekerja.
2. Mengurangi jam pembebanan pada PLTS.
3. Apabila sistem kelistrikan gedung beroperasi berdasarkan perencanaan
maka terdapat resiko terjadinya PLTS tidak mampu melayani kebutuhan
listrik gedung, sehingga harus menyediakan pembangkit listrik alternatif
seperti generator listrik.

79
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, Bobby. (2018). Optimasi Pembangkit Hybrid PLN – Solar Cell Pada
Aplikasi Home Industri. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia

Fatwa, Ibrahim. (2017). Studi Kelayakan Penggunaan Sel Surya Dengan Sistem
Off-Grid Pondok Pesantren Sidrotul Muntaha. Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Ramadhan, S.G & Rangkuti, Ch. (2016). Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya di Atap Gedung Harry Hartanto. Jakarta. Universitas Trisakti

Ramadhani, Bagus. (2018). Instalasi Pembangkit Listrik Dos & Don’ts. Jakarta.
Energising Development Indonesia

Ruskadi. (2015). Kajian Teknis & Analisis Ekonomi PLTS Off-Grid Solar System
Sebagai Sumber Alternatif Politeknik Negeri Pontianak. Pontianak.
Politeknik Pontianak

Sianipar, Rafael. (2014). Dasar Perencanaan PLTS. Jakarta. Universitas Trisakti

Suantika, Ketut dkk. (2018) Studi Penelitian Pengaruh Perubahan Posisi Terhadap
Efisiensi Panel Surya LPJU By Pass Ngurah Rai. Bali. Universitas
Udayana

Tobing, L. (2012). Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Ciracas,


Jakarta 13740. Erlangga, (2), 178.

Vember. (2015). Perencanaan PLTS Terpusat (Off-Grid) di Dusun Tikalong


Kabupaten Mempawah. Universitas Tanjungpura

Yuliananda. (2013). Kajian Aspek Teknis dan Aspek Biaya Investasi Proyek PLTS
pada Atap Beton Gedung. Surabaya. Untag
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai