SKRIPSI
Disusun oleh :
NUR ARIFIN
151041041
SKRIPSI
Disusun oleh :
NUR ARIFIN
NIM : 151041041
Program Studi : Teknik Elektro
Jenjang Studi : Strata Satu (S-1)
Konsentrasi : Ketenagaan
Jurusan : Teknik Elektro
Fakultas : Teknologi Industri
iii
iv
iv
iii
HALAMAN P ERSETUJUAN
iii
iv
HALAMAN P ERNYATAAN
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
barokah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Unjuk
Kerja Desain Perencanaan dan Studi Kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
On-Grid Sistem DC Coupling Kapasitas 17 kWp pada Gedung Hunian Graha
Cendekia Yogyakarta Menggunakan PVSyst 6.8.4”. Laporan skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T)
pada Program Studi S1 Teknik Elektro Fakultas Teknik Industri Institut Sains &
Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan skripsi ini penulis
telah mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Rektor IST AKPRIND Yogyakarta, Dr. Ir. Amir Hamzah, MT.
2. Dekan Fakultas Teknologi Industri, Dr. Ir. Toto Rusianto, MT.
3. Ketua Jurusan Teknik Elektro, Sigit Priyambodo, ST., MT.
4. Pembimbing 1, Slamet Hani, ST., MT.
5. Pembimbing 2, Subandi, ST., MT.
6. Dosen wali Slamet Hani, ST., MT.
7. Kepala Proyek Graha Cendekia, Ade Imam Samsul Rahman, ST., M. Eng
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu semua jenis saran, kritik dan masukan yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dan memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri.
Penulis
v
vi
vi
vii
INTISARI
Graha Cendekia Yogyakarta merupakan gedung hunian yang terletak di
Yogyakarta yang direncanakan menggunakan sistem PLTS (Pembangkit Listrik
Tenaga Surya) untuk memenuhi sekitar 80% kebutuhan listrik yang On-Grid
dengan listrik PLN. Perencanaan dan simulasi PLTS dilakukan dengan
menggunakan software PvSyst 6.8.4 kemudian dianalisis dan hasilnya berupa
report yang terstruktur. Simulasi penelitian menunjukkan bahwa PLTS memiliki
performa sistem sebesar 75,4% yang dapat memenuhi 42.16% dari total kebutuhan
listrik yang diperkirakan mampu dilayani oleh PLTS atau dengan kata lain
memenuhi 34.01% dari total kebutuhan listrik gedung Graha cendekia Yogyakarta.
Untuk mendapatkan daya sebesar itu membutuhkan 52 modul fotovoltaik dengan
total kapasitas terpasang sebesar 17,42 kWp, 80 unit baterai sistem 24V dengan
kapasitas total 8000 Ah dan 4 unit inverter dengan kapasitas total 16 kW AC yang
diperuntukkan melayani kebutuhan listrik ketika malam hari.
Analisis kelayakan investasi dilakukan dengan menggunakan NPV (Net
Present Value), PI (Profitability Index) dan PBP (Pay Back Period). Hasil analisis
menunjukan NPV sebesar Rp 11.509.198,-, PI bernilai positif 1,013 dan PBP
selama 12 tahun 5 bulan. Simpulan dari kajian ini adalah investasi proyek PLTS
pada Graha Cendekia Yogyakarta berdasarkan aspek teknis dan aspek biaya layak
dilaksanakan.
vii
viii
ABSTRACT
Graha Cendekia Yogyakarta is a residential building located in
Yogyakarta that is planned to use the PLTS (Solar Power Generation) system to
meet about 80% of electricity needs that are On-Grid with PLN electricity. PLTS
planning and simulation is done using PvSyst 6.8.4 software and then analyzed and
the results are structured reports. The research simulation shows that PLTS has a
system performance of 75.4% that can meet 42.16% of the total electricity needs
that are estimated to be able to be served by PLTS or in other words meet 34.01%
of the total electricity needs of the Graha Cendekia Yogyakarta building. To get
that much power requires 52 photovoltaic modules with a total installed capacity
of 17.42 kWp, 80 24V system batteries with a total capacity of 8000 Ah and 4 units
of inverters with a total capacity of 16 kW AC which is intended to serve electricity
needs at night.
Investment feasibility analysis is performed using NPV (Net Present
Value), PI (Profitability Index) and PBP (Pay Back Period). The analysis shows
the NPV of Rp. 11.509.198, PI has a positive value of 1,013 and PBP for 12 years
5 months. The conclusion of this study is the investment of PLTS projects in Graha
Cendekia Yogyakarta based on technical aspects and cost aspects are feasible.
Keywords: PLTS, Performance,Eligibility.
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
INTISARI.............................................................................................................. vii
ix
x
2.2.5.1 PV (Photovoltaic)............................................................................ 15
x
xi
3.1.2 Bahan............................................................................................... 45
xi
xii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2 Rincian Pembagian Daya Berdasarkan Durasi oleh PLTS. .................. 59
Tabel 4.3 Jam Pelayanan Konsumsi Listrik oleh PLTS berdasarkan item. .......... 60
Tabel 4.4 Jam Pelayanan Konsumsi Listrik oleh PLN berdasarkan item ............. 61
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.12 Pemasangan SCC pada sistem PLTS pada umunya ........................ 22
Gambar 2.16 Nameplate Solar Charge Controller merk Sunny Tripower ........... 27
xiv
xv
Gambar 2.22 Konfigurasi bank baterai sistem 45 VDC pada umumnya .............. 35
Gambar 3.10 Kondisi iklim dan cuaca Lokasi Graha Cendekia Yogyakarta ....... 52
xv
xvi
xvi
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A–Z
AC Alternating Current
Ah Ampere Hour
DC Direct Current
DF Discountant Factor
II Initial Investment
kW Kilo Watt
xvii
xviii
PI Profitability Index
PV Photovoltaic
RP Renewable Penetration
SCC Solar Charge Control
SOW State of Wear
STC Standard Test Condition
WP Watt Peak
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan suatu kebutuhan yang perannya sangat vital di dunia saat
ini. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut selama ini masyarakat
mengandalkan sumber energi yang berasal dari bahan-bahan yang tidak terbarukan
dan bersifat merusak lingkungan seperti batubara, gas, minyak bumi dsb.
Pertumbuhan tingkat konsumsi energi dunia saat ini, diprediksi akan meningkat
sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal dari
fosil, menyumbang sekitar 87,7% dari total kebutuhan dunia. Atas dasar itulah
timbul kesadaran masyarakat untuk mencari sumber energi baru terbarukan yang
ramah lingkungan, aman dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.
EBT (Energi Baru Terbarukan) merupakan sumber energi yang berasal dari
alam yang sifatnya berkelanjutan seperti pancaran sinar matahari, angin, dan air.
Energi terbarukan dapat diaplikasikan dimana saja selama ada sumber energi
terbarukan termasuk hingga sampai ke rumah-rumah. Selain itu pemanfaatan energi
terbarukan dapat membantu pelaku home industry yang membutuhkan listrik di atas
rata-rata untuk menghemat biaya produksi yang harus dikeluarkan.
Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa mempunyai sumber energi
surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi surya rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2
per hari di seluruh wilayah Indonesia. Berlimpahnya sumber energi surya ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, topografi dan geografi wilayah Indonesia
tidak memungkinkan kebutuhan listrik dipenuhi melalui jaringan (grid)
konvensional. Tidaklah berlebihan dan sangatlah bijak apabila masyarakat ikut
andil dalam menjaga bumi ini dengan berupaya memproduksi listrik sendiri dengan
sistem PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) baik itu sistem On-Grid maupun
Off-Grid, sehingga dapat menekan dampak negatif dari pembangkit listrik tenaga
thermal yang umum digunakan saat ini di berbagai sisi kehidupan.
Pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber energi listrik terbarukan dengan
menggunakan photovoltaic (PV) kini sudah banyak dilakukan oleh instansi swasta
1
2
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan
tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, manfaat penulisan dan keaslian
penelitian untuk mempermudah pembaca agar dapat memahami isi dari skripsi
ini dengan mudah.
2.1Tinjauan Pustaka
Energi merupakan kebutuhan primer yang dapat dimanfaatkan manusia bagi
kehidupan. Pertumbuhan tingkat konsumsi energi dunia saat ini, diprediksi akan
meningkat sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang
berasal dari fosil, menyumbang sekitar 87,7% dari total kebutuhan dunia. Cadangan
sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40
tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara.
Kondisi keterbatasan sumber energi ditengah semakin meningkatnya kebutuhan
energi dunia dari tahun ketahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja
sebesar 4,3%), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan
polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi
sumber energi yang terbaharukan. Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa
mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi surya
rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Berlimpahnya
sumber energi surya ini belum dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, topografi
dan geografi wilayah Indonesia tidak memungkinkan kebutuhan listrik dipenuhi
melalui jaringan (grid) konvensional. (Ruskardi, 2015)
Sistem PLTS terdiri dari modul fotovoltaik, solar charge controller atau
inverter jaringan, baterai, inverter baterai, dan beberapa komponen pendukung
7
8
lainnya. Ada beberapa jenis sistem PLTS, baik untuk sistem yang tersambung ke
jaringan listrik PLN (on-grid) maupun sistem PLTS yang berdiri sendiri atau tidak
terhubung ke jaringan listrik PLN (off-grid). Meskipun sistem PLTS tersebar SHS
(solar home sistem) lebih umum digunakan karena relatif murah dan desainnya
yang sederhana, saat ini PLTS terpusat dan PLTS hibrida (PLTS yang
dikombinasikan dengan sumber energi lain seperti angina atau diesel) juga banyak
diterapkan, yang bertujuan untuk mendapatkan daya dan penggunaan energi yang
lebih tinggi serta mencapai keberlanjutan sistem yang lebih baik melalui
kepemilikan secara kolektif (komunal). PLTS tersebar dapat menjadi pilihan ketika
persebaran rumah penduduk yang berjauhan satu sama lain (Ramadhani, B, 2018)
dan relatif mahal juga listrik belum dikomersilkan. Alasan utama menggunakan
teknologi fotovoltaik saat ini adalah antara lain sebagai berikut:
- Sumber energi matahari yang gratis dan melimpah.
- Sumber energi matahari tersedia di tempat dan tidak perlu diangkut.
- Biaya pengoperasian dan pemeliharaan sistem PLTS yang relatif kecil
- Tidak perlu pemeliharaan yang sering dan dapat dilakukan oleh operator
setempat yang terlatih.
- Ramah lingkungan, tidak ada emisi gas, limbah cair ataupun padat yang
berbahaya
Sistem PLTS terdiri dari berbagai komponen seperti modul fotovoltaik,
SCC (Solar Charge Controller) atau inverter jaringan, MPPT, baterai, dan beberapa
komponen pendukung lainnya. Ada beberapa jenis sistem PLTS yang ada saat ini,
baik untuk sistem yang tersambung ke jaringan listrik PLN (On-Grid) maupun
sistem PLTS yang berdiri sendiri atau tidak terhubung ke jaringan listrik PLN (Off-
Grid). Meskipun sistem PLTS SHS (Solar Home System) lebih umum digunakan
karena relatif murah dan desainnya yang sederhana, saat ini PLTS terpusat dan
PLTS Hybrid (PLTS yang dikombinasikan dengan sumber energi lain seperti angin,
air atau diesel) juga banyak digunakan, yang bertujuan untuk memeroleh dan
menggunakan energi listrik yang lebih tinggi serta mencapai keberlanjutan sistem
yang lebih baik.
Sistem konversi di sistem AC-coupling bekerja dalam dua cara. Hal ini
menyebabkan rugi-rugi konversi yang lebih besar dibandingkan sistem DC-
coupling. Namun demikian, sistem AC-coupling lebih menguntungkan jika
kemungkinan beban pada siang hari lebih besar karena dalam hal ini kerugian
konversi hanya akan terjadi di inverter jaringan. Disisi lain, konfigurasi AC
memberi lebih banyak fleksibilitas untuk dengan mudah diperluas dengan
tambahan rangkaian modul fotovoltaik atau dijalankan secara hibrida bersama
dengan pembangkit listrik lainnya.
Mirip dengan sistem DC-coupling, inverter baterai harus bekerja secara
paralel untuk mencapai keluaran daya yang lebih besar. Karena inverter baterai
adalah “otak” pembentukan jaringan distribusi di dalam PLTS off-grid, harus ada
setidaknya satu inverter yang bertindak sebagai “master” yang menyediakan
referensi tegangan dan frekuensi, sementara inverter baterai sisanya bertindak
sebagai “slave” yang bergabung di dalam jaringan.
2.2.5.1 PV (Photovoltaic)
Modul fotovoltaik adalah salah satu komponen yang paling penting dalam
sistem PLTS. Modul fotovoltaik mengubah radiasi sinar matahari menjadi energi
listrik melalui proses fotoelektrik. Sel fotovoltaik sangat sensitif dan rentan
terhadap kerusakan akibat beban mekanik. Pita busbar tipis, yang melakukan
interkoneksi antara sel-sel fotovoltaik, juga cenderung dapat retak karena proses
pembuatan modul fotovoltaik yang tidak tepat. Cacat ini dapat mengurangi kinerja
dan keluaran modul fotovoltaik bahkan bisa menimbulkan tidak ada keluaran sama
sekali sehingga diharuskan untuk diperlakukan secara hati-hati.
4. Sel fotovoltaik, merupakan komponen utama dari modul fotovoltaik. Sel ini
terbuat dari bahan semikonduktor yang menangkap sinar matahari dan
mengubahnya menjadi listrik. Sel-sel saling terhubung secara seri untuk
mendapatkan tegangan total yang lebih tinggi melalui kawat busbar. Bahan
yang digunakan untuk sel fotovoltaik umumnya adalah silikon, seperti
polycrystalline dan monocrystalline.
5. Lembar insulasi (Backsheet), terbuat dari bahan plastik untuk melindungi dan
secara elektrik mengisolasi sel-sel dari kelembaban dan cuaca.
6. Kotak penghubung (Junction box), digunakan sebagai terminal penghubung
antara serangkaian sel fotovoltaik ke beban atau ke panel lainnya. Perangkat
ini berisi kawat busbar dari rangkaian sel fotovoltaik, kabel dan bypass diode.
Modul fotovoltaik harus diberi label nameplate pada sisi belakang panel yang
berisi tentang informasi karakteristik kinerja photovoltaic yang setidaknya harus
menyebutkan beberapa parameter input & output sebagai berikut:
17
Pembangkit terdiri dari modul fotovoltaik individual yang terhubung secara seri
untuk menaikkan tegangan. Setelah tegangan keluaran yang dikehendaki tercapai,
sambungan secara seri dari modul fotovoltaik individual dihubungkan secara
paralel di dalam kotak penggabung (combiner box) untuk menaikkan arus. Keluaran
daya yang dikehendaki adalah linear (sebanding) dengan jumlah panel. Oleh karena
modul fotovoltaik memiliki keterbatasan tegangan, jumlah panel dan tegangan
rangkaian terbuka tidak boleh melebihi tingkat tegangan dari panel individual.
1. Sistem Penyisipan
- Modul fotovoltaik dipasang menyusur ke sisi dalam rel pemasang.
- Untuk melindungi permukaan rangka dari kerusakan, dapat mempergunakan
pelindung rangka dari PVC di dalam rel.
2. Klem tengah
- Modul fotovoltaik dijepit oleh klem di kedua sisi.
- Klem dipasang pada struktur penopangsepanjang rangka modul fotovoltaik dan
harus dalam posisi simetris.
- Tidak boleh diberi tekanan yang berlebihan untuk menghindari kerusakan atau
defomasi rangka yang akan segera membahayakan penutup kaca
3. Lubang Pemasangan di Rangka
- Modul fotovoltaik dipasang secara langsung di struktur pemasangan.
- Modul fotovoltaik harus memiliki empat lubang pemasangan yang terlebih
dahulu dibor di sepanjang sisi memanjang rangka dengan dua lubang
pemasangan di setiap sisi.
20
Dimana:
TCF = Temperatur Correction Factor
Pmax t = Daya keluaran modul fotovoltaik pada level temperatur (Watt)
Pnom = Daya nominal modul PV (Watt)
Solar charge controller (SCC) atau juga dikenal sebagai battery charge
regulator (BCR) adalah komponen elektronik daya di PLTS untuk mengatur
pengisian baterai dengan menggunakan modul fotovoltaik menjadi lebih optimal.
Perangkat ini beroperasi dengan cara mengatur tegangan dan arus pengisian
berdasarkan daya yang tersedia dari larik modul fotovoltaik dan status pengisian
baterai SoC (state of charge). Untuk mencapai arus pengisian yang lebih tinggi,
beberapa SCC dapat dipasang secara paralel di bank baterai yang sama dan
menggabungkan daya dari larik modul fotovoltaik.
Memilih tipe dan desain SCC yang tepat merupakan hal penting untuk menjaga
efisiensi PLTS dan umur pakai dari baterai. Spesifikasi SCC ditentukan
berdasarkan konfigurasi larik modul fotovoltaik, sistem tegangan yang dipakai, dan
karakteristik baterai.
Adapun pemilihan SCC yang ideal adalah antara lain sebagai berikut:
1. Tegangan dan arus masukan (input) maksimum SCC harus lebih tinggi dari
tegangan dan arus maksimum larik modul fotovoltaik yang terhubung pada
kondisi apapun, dengan mempertimbangkan juga koefisien temperatur modul
fotovoltaik. Temperatur modul yang kurang dari 25°C akan menaikkan tegangan
keluaran modul, sementara temperature yang lebih tinggi akan menaikkan arus
keluarannya. Batas aman (safety margin) sebesar 1,25 untuk arus dan tegangan
masukan harus dipertimbangkan.
2. Pengisian (charging) baterai dengan kompensasi temperatur adalah kemampuan
SCC dalam mengendalikan tegangan pengisian berdasarkan temperatur baterai.
3. Sesuai dengan teknologi baterai yang terpasang (misalnya lead-acid, lithium-
ion, zinc-air, dll.). Arus keluaran nominal SCC seharusnya tidak lebih tinggi dari
arus pengisian yang diperbolehkan baterai yang digunakan. Batas pemutusan
(cut-off limit) atau nilai ambang pemutusan tegangan-tinggi dari baterai harus
dikonfigurasikan terlebih dahulu..
4. C-rate adalah nilai yang menentukan durasi baterai untuk diisi atau dipakai pada
kapasitas penuh. Charging atau discharging rate atau I10 berarti arus yang
diperlukan untuk membuat baterai penuh dan habis terpakai waktu 10 jam,
misalnya I10 dari baterai 1000 Ah adalah 100 A. Baterai lithium-ion dapat
digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan arus yang lebih tinggi hingga 1C.
5. Tampilan yang mudah digunakan untuk mengatur dan menunjukkan status SCC.
Tampilan ini akan membantu operator atau teknisi untuk dapat dengan mudah
memantau sistem.
25
Inverter jaringan atau dikenal juga sebagai inverter PV atau grid inverter
adalah komponen elektronik daya yang mengonversi tegangan DC dari larik modul
fotovoltaik menjadi tegangan AC baik untuk pemakaian langsung atau untuk
menyimpan kelebihan daya ke dalam baterai. Serupa dengan solar charge
controller (SCC), perangkat ini juga dilengkapi dengan MPPT (maximum power
point tracker) untuk mengoptimalkan daya yang ditangkap dari larik modul
fotovoltaik. Karena inverter ini tidak dapat beroperasi tanpa tegangan dan frekuensi
jaringan, inverter baterai harus tetap dalam kondisi operasional dan menjaga bank
baterai tetap pada state of charge baterai yang ditetapkan. Pada kasus khusus
dimana tersedia tegangan jaringan, inverter akan melakukan sinkronisasi dengan
tegangan dan frekuensi jaringan agar dapat bergabung dengan jaringan tersebut dan
mengirimkan daya yang telah dikonversi ke jaringan AC.
2.2.5.4 Baterai
Baterai digunakan dalam sistem PLTS untuk menyimpan energi yang
dihasilkan oleh modul fotovoltaik di siang hari, lalu memasok ke beban di malam
hari atau saat cuaca berawan. Baterai bertindak sebagai penyimpan energi
sementara (buffer) untuk mengatasi perbedaan antara pasokan listrik dari modul
fotovoltaik dan permintaan listrik. Saat ini, baterai merupakan cara paling praktis
untuk menyimpan tenaga listrik yang dihasilkan oleh rangkaian modul fotovoltaik
melalui reaksi elektrokimia. Komponen ini merupakan salah satu komponen yang
penting dan sekaligus rentan dalam sistem PLTS off-grid. Desain yang kurang baik
atau ukuran baterai yang tidak tepat dapat mengurangi umur pakai yang diharapkan,
berkurangnya energi, kerusakan, hingga bahaya keselamatan pada pengguna.
Baterai memiliki keterbatasan umur pakai yang bergantung pada perilaku
penggunaan serta temperatur pengoperasian.
29
Terdapat banyak teknologi baterai yang tersedia untuk sistem PLTS off-grid
seperti lead-acid, lithium ion, Zinc air, Nickel cadmium, dll. Namun,
mempertimbangkan kematangan teknologi, kinerja, serta keamanannya, hanya
sedikit jenis baterai yang digunakan di daerah terpencil. Baterai lead-acid paling
umum digunakan pada sistem PLTS off-grid, meskipun terdapat alternatif baterai
penyimpan yang lebih baru seperti Lithium ion dan Zinc air yang sudah mulai
dipertimbangkan dengan umur pakai yang lebih panjang. Baik baterai Lithium ion
maupun Zinc air memerlukan sistem pengelolaan baterai (battery management
system) untuk keamanannya dan memperpanjang umur pakai baterai. Dikarenakan
densistas energi baterai lithium yang lebih tinggi (Wh/kg) dibanding lead acid,
terkadang penggunaannya lebih menguntungkan untuk dipakai di daerah terpencil.
Baterai berjenis lead acid dengan pemakaian hingga charge rendah (deep
cycle) banyak digunakan karena andal dalam waktu lama, lebih aman, mudah
digunakan, dan biaya yang relatif lebih rendah per siklusnya. Penting untuk
menggunakan jenis baterai yang mudah dirawat untuk dipasang di daerah terpencil
dan sulit diakses. Jenis baterai OPzV atau Ortsfest (stasioner) PanZerplatte (pelat
tubular) Verschlossen (tertutup) adalah salah satu jenis baterai yang paling banyak
digunakan untuk sistem PLTS off-grid. Baterai ini adalah baterai VRLA (valve
regulated lead acid) dengan teknologi pelat tubular dan gel yang tidak bergerak
31
(immobilized) sebagai elektrolitnya untuk kinerja yang lebih tinggi. Baterai ini
mampu mencapai setidaknya 1500 siklus dengan 80% depth of discharge, dimana
sangat ideal untuk digunakan. Baterai biasanya ditentukan oleh tegangan dan
kapasitas nominalnya. Tegangan nominal pada dasarnya adalah tegangan titik
tengah baterai atau tegangan yang diukur saat baterai memiliki status pengisian
sebesar 50%. Sedangkan kapasitasnya adalah jumlah arus yang dapat disediakan
baterai untuk waktu tertentu (Ah). Kapasitas nominal biasanya diukur dengan
pemakaian baterai dalam 10 jam dengan pemakaian arus 1/10 dari kapasitas baterai.
Dalam pengoperasiannya, baterai memiliki banyak istilah yang perlu
dipahami, yaitu antara lain sebagai berikut:
satu alasan turunnya nilai SoH adalah meningkatnya hambatan internal baterai
yang membuat sebagian dari kapasitas baterai tidak dapat digunakan
10.Self-discharge rate adalah tingkat penurunan kapasitas baterai tanpa terhubung
ke beban atau karena aktivitas kimia internal. Tingkat penurunan kapasitas
pada baterai lead acid biasanya maksimal 2% per bulan pada temperatur 20°C.
Angka ini menentukan persyaratan pengisian baterai saat tidak digunakan.
11.Open circuit voltage adalah tegangan baterai tanpa beban.
Berikut adalah beberapa faktor mempengaruhi umur pakai dan kapasitas baterai:
1. Depth of discharge (DoD), Semakin besar depth of discharge, maka semakin
kecil jumlah siklus umur pakainya. Untuk mencapai minimum 1.825 siklus (5
tahun) pada temperatur 20° C, DoD dari baterai tidak boleh lebih tinggi dari
sekitar 75%. Temperatur ruangan. Artinya dalam hal ini adalah apabila
penggunaan baterai terbilang tinggi hingga memorsir baterai untuk mencapai
DoD tinggi maka perlu dibuat kajian khusus untuk bisa memperkirakan evaluasi
ekonomi sehingga didapat cost yang serendah-rendahnya tanpa mengurangi
keandalan sistem PLTS.
Bank baterai terdiri dari satu rangkaian atau beberapa rangkaian baterai
yang terhubung secara paralel. Satu rangkaian terdiri dari sel baterai individual
yang dihubungkan secara seri. Masing-masing sel menghasilkan tegangan sekitar
2,1 V untuk baterai lead acid dan bervariasi tergantung pada teknologi baterai serta
kondisi state of charge-nya. Bank baterai kemudian dikonfigurasi berdasarkan
tegangan sistem yang diinginkan (tegangan baterai) dan kapasitas. Ketika
membutuhkan tegangan yang lebih tinggi, baterai dengan kapasitas yang sama
dihubungkan secara seri sampai tegangan rangkaian baterai mencapai tegangan
yang dibutuhkan, biasanya senilai 48 VDC. Sementara untuk meningkatkan
kapasitas, rangkaian baterai dengan tegangan dan karakteristik nominal yang sama
dihubungkan secara paralel.
35
Dimana:
NPV = Net Present Value (Rp)
NCFt = Net Cash Flow periode tahun ke-1 sd ke-n (Rp)
i = Tingkat diskonto
II = Initial Investment/Investasi Awal (Rp)
Atau bisa dicari dengan rumus yang lain sebagai berikut:
NPV = PVNCFt − II … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (13)
Dimana:
NPV = Net Present Value (Rp)
PNCFt = Nilai sekarang arus kas bersih periode tahun ke-n.
II = Initial Investment/Investasi Awal (Rp)
Kriteria pengambilan keputusan untuk menentukan investasi layak diterima
atau layak ditolak maka distandarkan sebagai berikut :
- Investasi dinilai layak, jika Net Present Value (NPV) bernilai positif (> 0).
- Investasi dinilai tidak layak, jika Net Present Value (NPV) bernilai negative (< 0).
PVNCFt
PI = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (14)
II
Dimana:
PI = Profitability Index
PVNCFt = Nilai sekarang arus kas bersih periode tahun ke-n (Rp)
II = Initial Investment/Investasi Awal (Rp)
LCC
PBP = … … … … … … … … … … . … . … … … … … (15)
Keuntungan per tahun
Dimana:
AKWH = Energi yang dibangkitkan (kWh/tahun)
US$ = Kurs Dollar (Rp)
PBP = Pay Back Periode
Keuntungan per tahun (Rp)
Perangkat lunak ini mencakup menu Bantuan yang sangat rinci yang
sepenuhnya menggambarkan model dan metode yang digunakan, sehingga siapa
pun dapat memulai proyek dalam lingkungan yang benar-benar ramah pengguna
dan intuitif. PVsyst dapat mengimpor data meteorologi dari berbagai sumber, serta
informasi pribadi (secara manual), kemudian menganalisis dan melaporkannya
dalam bentuk susunan laporan yang komprehensif.
2.4 Hipotesis
Hipotesis atau dugaan awal perancangan sistem PLTS ini adalah antara lain
sebagai berikut:
3.1.1 Alat
1. Meteran Gulungan
43
44
3. Laptop
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam perencanaan ini berupa beberapa
datasheet antara lain sebagai berikut:
1. Solar Modul
3. Baterai
Mulai
Studi Pustaka
Pengambilan Data
Pemodelan
Menggunakan Software PVSyst 6.8.4
Selesai
1. Studi Pustaka
Penulis mengumpulkan data berdasarkan dari beberapa referensi,
literatur atau berita yang diterbitkan dalam bentuk buku, paper, majalah, jurnal,
manual book dan eksplorasi informasi penelusuran pustaka melalui jaringan
informasi/IPTEK NET, Google ataupun dari data penelitian yang relevan
dengan penelitian ini. Selain itu penulis juga mengumpulkan informasi seputar
komponen yang diperlukan untuk pemodelan sistem PLTS agar tidak salah
dalam menentukan kapasitas sesuai dengan kebutuhan dan juga sesuai dengan
standarisasi yang ada.
49
2. Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber
yaitu antara lain sebagai berikut:
- Data primer (hardcopy) yang diambil langsung dari proyek pembangunan
gedung Graha Cendekia Yogyakarta guna meninjau dan memastikan proyek
pembangunan gedung sesuai dengan gambar atau blueprint yang didapat
dari kepala proyek milik CV. Graha Kontruksi, Bp. Ade Imam Samsul
Rahman, ST., M. Eng.
- Softfile AutoCAD berupa blueprint gedung Graha Cendekia Yogyakarta.
- Letak geografis Graha Cendekia Yogyakarta yang didapat melalui Google
Map dan atau Meteonorm 7.2 yang tersedia langsung pada PvSyst 6.8.4.
- Data potensi surya yang didapat dari NASA (National Aeronautics and
Spade Administration) dan Meteonorm 7.2 yang tersedia langsung pada
software PvSyst 6.8.4.
- Referesi tentang EBT dan perencanaan PLTS Hybrid PLN – Solar Cell.
3. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Setelah diandalkan studi pendahuluan dan pengambilan data,
permasalahan di area gedung Graha Cendekia Yogyakarta barulah dapat
diidentifikasikan, ditelusuri dan dilakukan pemodelan dengan software PvSyst
6.8.4 dengan rumusan-rumusan tertentu sesuai dengan parameter yang
dibutuhkan mulai dari estimasi kebutuhan daya, evaluasi ekonomi serta
lingkungan.
4. Pemodelan
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan software PvSyst 6.8.4
berdasarkan data yang telah didapatkan sebelumnya. Langkah awal yang
dilakukan dalam pemodelan yaitu dengan membangun gedung Graha Cendekia
Yogyakarta sesuai dengan blueprint, membangun sistem pembangkitan energi
listrik dari fotovoltaik, membangun sistem penyimpanan energi, manajemen
energi, manajemen pembayangan fotovoltaik, menentukan orientasi
fotovoltaik serta evaluasi ekonomi. Selanjutnya diolah dan dianalisa secara
otomatis yang hasil akhirnya berupa laporan yang tersusun komprehensif.
50
Gambar 3.10 Kondisi iklim dan cuaca Lokasi Graha Cendekia Yogyakarta
(Sumber: Software PvSyst 6.8.4)
53
7 Tahap selanjutnya adalah mengisi System Variant dari PLTS, mulai dari
menentukan rincian detail spesifikasi hingga jumlah fotovoltaik, jumlah string
dan mengestimasi jumlah modul fotovoltaik yang dapat dipasang pada atap
dengan luas atap yang terbatas, menentukan inverter, menentukan baterai dsb.
54
Pembahasan dalam bab ini dibagi menjadi beberapa sub-bab mulai dari
perhitungan daya hingga penentuan kelayakan sistem PLTS. Adapaun pembahasan
tersebut di jelaskan dalam sub bab sebagai berikut.
58
59
konsumsi daya terendah pada lampu tidur dengan konsumsi listrik sebesar 0.8 kWh.
Tabel 4.3 Jam Pelayanan Konsumsi Listrik oleh PLN berdasarkan item
Daya Waktu Jam
No Item Jumlah
(Watt) (Jam) 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Lampu Neon 170 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Lampu Tidur 32 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Water Dispenser 8 200 5 1 1 0 1 1 1 0 0 0
4 Air Conditioner 8 735 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Rice Cooker 32 350 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Kulkas 6 200 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Laptop 64 65 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0
8 Setrika 6 300 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
9 Televisi 3 100 4 1 1 0 0 1 1 0 0 0
10 Stand Fan 32 35 3 0 0 0 0 1 1 1 0 0
11 Ceiling Fan 10 75 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
12 Mesin Cuci 2 300 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Pompa Air 1 1470 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Total 374 3860 27 5 4 2 2 5 4 2 1 2
Kurva Beban
25000
20000
Beban (Watt)
15000
10000
5000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Malam (PLTS) Waktu (Jam)
Siang (PLN)
dan terdapat area kosong yang tersisa pada setiap ujung atap. Tidak hanya itu, huruf
“X” berwarna pada gambar di atas juga menunjukkan tingkat pembayangan yang
tinggi yang dapat menyebabkan penurunan performa yang sangat signifikan,
sehingga sangat tidak direkomendasikan untuk dipasang modul fotovoltaik pada
area tersebut.
menghasilkan energi listrik sebesar 17.4 kWp, sementara itu bila megacu pada
kondisi lingkungan gedung maka didapatkanlah Pmax (Power Maximum) sebesar
16.3 kWp, yang artinya terdapat penurunan penangkapan daya listrik pada larik
modul fotovoltaik sebesar 1.1 kWp.
Adapun pada sisi keluaran SCC (output) diketahui bahwa tegangan keluaran
1 phase 230 VAC, daya nominal sebesar 4 kVA dan daya maksimum keluaran 4,4
kVA, arus AC nominal sebesar 5,77 A dan arus AC maksimum sebesar 6,4 A. Dan
Efisiensi maksimum SCC inverter merk “SOFAR 4400TL-X” ini sebesar 98.0 %
Pada tabel ditentukan jumlah hari tanpa matahari adalah 1 hari dan batas
pengambilan energi dari baterai sebesar 80 % (0,8). Untuk menentukan Ah yaitu
69
dengan membagi kebutuhan daya listrik dengan sistem baterai, yaitu 153420/24 =
6392.5. Untuk kapasitas baterai yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan cara C3
= (Ah x C1) / C2 = (6392.5 x 1) / 0,8 = 7990.6 Ah. Untuk kapasitas Ah baterai yang
dipilih yaitu sebesar 200 Ah, jumlah baterai yang dihubungkan secara paralel
adalah C5 = C3 / C4 = 7990.6 Ah /200 = 39.95 dibulatkan menjadi 40 unit. Untuk
jumlah baterai yang dihubungkan seri adalah C6 = Tegangan sistem baterai atau
tegangan baterai yang dipilih = 24 V / 12 V = 2 unit.Maka total jumlah baterai yang
dibutuhkan adalah C7 = C5 x C6 = 40 x 2 = 80 unit, dengan total kapasitas Ah
baterai C8 = C4 x C5 = 200 x 40 = 8000 Ah dan total kapasitas kWh baterai adalah
C9 = (C8 x 24 V) / Ah baterai yang dipilih = (7990.6 x 24) / 200 = 264 kWh.
Melakukan koreksi silang (cross check) dengan beban puncak. Beban
puncak tidak boleh lebih dari tingkat pemakaian C10.
Diketahui : - Efisiensi baterai = 97%
- DoD (Depth of Discharge) = 80%
Kebutuhan Daya Listrik
Kapasitas yang dibutuhkan =
Efisiensi x 𝐷𝑜𝐷
153.42
=
0.97 x 0.80
= 197.7 kWh
Kapasitas yang dibutuhkan
Tingkat C10 =
10 jam
197.7
Tingkat C10 =
10
Tingkat C10 = 19.77 kWh
Beban puncak = 22.41 kWh
Pada bagan Main Simulation Result menunjukkan bahwa energi listrik yang
dihasilkan sistem PLTS sebesar 23.61 MWh/tahun dengan rincian produksi energi
listrik sebesar 1.355 kWh/kWp/Tahun. Ini menunjukkan bahwa sistem PLTS
memenuhi 42.16% dari total kebutuhan listrik yang diperkirakan mampu dilayani
oleh PLTS sebesar 56 MWh/tahun, atau dengan kata lain memenuhi 34.01% dari
total kebutuhan listrik gedung Graha cendekia Yogyakarta sebesar 69.25
MWh/tahun. Adapun baterai sebagai penyimpan energi listrik dapat digunakan
hingga masa pakai (Lifetime) selama 8 tahun dengan tingkat pemakaian baterai
maksimal SOW (State of Wear) sebesar 91.7%.
NPV = PVNCFt − II
= Rp 914.509.198 − Rp 903.000.000
= Rp 11.509.198, −
Dikarenakan jika Net Present Value (NPV) bernilai >0 maka investasi dinilai layak.
PVNCFt
PI =
II
Rp 914.509.198
=
Rp 903.000.000
= 1.013
Dikarenakan PI (Profitability Index) bernilai >1 maka investasi dinilai layak.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan perancangan PLTS On-grid Graha Cendekia,
Yogyakarta maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1 Sistem PLTS memenuhi 42.16% dari total kebutuhan listrik yang diperkirakan
mampu dilayani oleh PLTS atau dengan kata lain memenuhi 34.01% dari total
kebutuhan listrik gedung Graha cendekia Yogyakarta.
2 Untuk melayani beban dibutuhkanlah modul PV sebanyak 52 dengan total
kapasitas terpasang sebesar 17.420 Wp dan memiliki performa sebesar 75,4 %.
3 Perencanaan PLTS menggunakan 80 unit baterai merk “Narada MPG 12V200”
dengan kapasitas total sebesar 8000 Ah sistem 24 V, DoD 80%. Apabila
Discharging baterai di bawah beban rata-rata maka baterai mampu melayani
beban hingga 24 jam, dan mampu melayani beban pucak selama 6.9 jam saja.
4 Perencanaan PLTS menggunakan 4 unit inventer merk “SOFAR 4400TL-X”
dengan kapasitas total sebesar 16 kW.
5 Investasi awal yang harus dikeluarkan senilai Rp 903.000.000,- hingga
didapatkanlah harga COE (Cost of Energy) senilai Rp 3.200,-/kWh dan LCC
(Life Cycle Cost) selama 25 tahun senilai Rp 1.027.139.654,-
6 Studi kelayakan menyatakan NPV bernilai Rp 11.509.198,-, PI bernilai 1.013
dan Pay Back Periode selama 12 tahun 5 bulan yang artinya investasi
pembangunan PLTS Graha Cendekia Yogyakarta dinilai layak dilaksanakan.
5.2 Saran
1. Mengurangi pembebanan pada saat PLTS bekerja.
2. Mengurangi jam pembebanan pada PLTS.
3. Apabila sistem kelistrikan gedung beroperasi berdasarkan perencanaan
maka terdapat resiko terjadinya PLTS tidak mampu melayani kebutuhan
listrik gedung, sehingga harus menyediakan pembangkit listrik alternatif
seperti generator listrik.
79
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto, Bobby. (2018). Optimasi Pembangkit Hybrid PLN – Solar Cell Pada
Aplikasi Home Industri. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia
Fatwa, Ibrahim. (2017). Studi Kelayakan Penggunaan Sel Surya Dengan Sistem
Off-Grid Pondok Pesantren Sidrotul Muntaha. Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Ramadhan, S.G & Rangkuti, Ch. (2016). Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya di Atap Gedung Harry Hartanto. Jakarta. Universitas Trisakti
Ramadhani, Bagus. (2018). Instalasi Pembangkit Listrik Dos & Don’ts. Jakarta.
Energising Development Indonesia
Ruskadi. (2015). Kajian Teknis & Analisis Ekonomi PLTS Off-Grid Solar System
Sebagai Sumber Alternatif Politeknik Negeri Pontianak. Pontianak.
Politeknik Pontianak
Suantika, Ketut dkk. (2018) Studi Penelitian Pengaruh Perubahan Posisi Terhadap
Efisiensi Panel Surya LPJU By Pass Ngurah Rai. Bali. Universitas
Udayana
Yuliananda. (2013). Kajian Aspek Teknis dan Aspek Biaya Investasi Proyek PLTS
pada Atap Beton Gedung. Surabaya. Untag
LAMPIRAN