Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KERJA PRAKTEK

RESEARCH AND TECHNOLOGY CENTER PT. PERTAMINA (PERSERO)

PULOGADUNG JAKARTA TIMUR

Periode 24 Juli 1 September 2017

KARAKTERISASI KATALIS ULTRA LOW SULFUR

Disusun oleh :

Mutia Ayu Utami

NIM. 011400390

PROGRAM STUDI TEKNOKIMIA NUKLIR

JURUSAN TEKNOKIMIA NUKLIR

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

YOGYAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN INSTANSI
LAPORAN KERJA PRAKTEK

KARAKTERISASI KATALIS ULTRA LOW SULFUR

LABORATORY CATALYST AND MATERIAL


RESEARCH AND TECHNOLOGY CENTER DIREKTORAT PENGOLAHAN
PERTAMINA
24 JULI 2017 1 SEPTEMBER 2017

Disusun oleh :
Mutia Ayu Utami
011400390
Program Studi D-IV Teknokimia Nuklir
Jurusan Teknokimia Nuklir
STTN-BATAN

Dinyatakan telah diperiksa dan disetujui :


Jakarta, 1 September 2017

Mengetahui
Pembimbing Instansi

Wawan Rustyawan, S.ST.


NOPEG. 748673
LEMBAR PENGESAHAN JURUSAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK

KARAKTERISASI KATALIS ULTRA LOW SULFUR

LABORATORY CATALYST AND MATERIAL


RESEARCH AND TECHNOLOGY CENTER DIREKTORAT PENGOLAHAN
PERTAMINA
24 JULI 2017 1 SEPTEMBER 2017

Disusun oleh :
Mutia Ayu Utami
011400390
Program Studi D-IV Teknokimia Nuklir
Jurusan Teknokimia Nuklir
STTN-BATAN

Dinyatakan telah disetujui dan disahkan :


Yogyakarta, September 2017

Mengetahui
Pembimbing Kerja Praktek Ketua Jurusan Teknokimia Nuklir

Kartini Megasari,S.ST.,M.Eng Kartini Megasari,S.ST.,M.Eng


NIP. 19831228 200604 2 003 NIP..19831228 200604 2 003
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Kerja Praktek ini. Shalawat serta salam

semoga senantiasa Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan

pengikutnya sampai akhir zaman.

Atas kehendak dan izin Allah SWT, Tugas Kerja Praktek ini yang berjudul Evaluasi

Katalis Utranosulfurdapat terselesaikan dengan baik. Tugas Khusus ini dilaksanakan di

Laboratorium Catalyts and Material Research & Technology Center Unit pengolahan

Pertamina Pulogadung Jakarta-Timur.

Kerja Praktek ini tidak mungkin dapat selesai tanpa pihak-pihak yang terus

memberikan bimbingan serta dukungannya. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan semangat, motivasi, kasih sayang

serta doa yang tidak ada putusnya untuk kesehatan, keselamatan dan kesuksesan

putra-putrinya.

2. Adik-adik penulis yang telah memberikan semangat kasih sayang dan doa kepada

penulis.

3. Ferry Fathoni, M.T selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, bimbingan, dan arahan untuk pelaksanaan Kerja Praktek di RTC PT.

PERTAMINA (PERSERO).
4. Kartini Megasari,S.ST.,M.Eng selaku pembimbing kerja praktek sekaligus ketua

jurusan Teknokimia-Nuklir STTN-BATAN yang telah memberikan ilmu , arahan,

nasehat, dan mendukung penulis .

5. Wawan Rustyawan, S.T yang telah memberikan ilmu pengetahuan, ide penelitian,

memberikan semangat , bimbingan, dan arahan untuk pelaksanaan Kerja Praktek

6. Aras,Annisa,Amanda, Nisa, Ahyud, Karima, Prajna putri,Ribka,Hasna, Ayu dan

Pietter sebagai teman seperjuangan yang selalu membantu menyemangati dan

membatu penulis.

7. Mbak Suci, Mbak Tya, Mbak Rahma, Kak Fuad,dan Mas Muhajir serta seluruh staf

R&D yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

8. Bapak Ahmad yang telah memberikan membantu dan memberikan semangat dan

dukungan kepada penulis.

9. Teman-teman Teknokimia Nuklir angkatan 2012 Sekolah Tinggi Teknokimia Nuklir

Yogyakarta yang telah membantu memberikan semangat dan motivasi untuk segera

menyelesaikan Tugas Khusus.

Penulis menyadari dalam penyusunan Kerja Praktek ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, Semoga

Laporan ini bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Agustus 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kerja Praktik

Dunia ini mengalami perkembangan dalam segala aspek kehidupan yang pesat, salah satunya

pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan sumber

daya manusia yang berkualitas. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN yang

merupakan salah satu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tingkat atas di

Indonesia dituntut juga untuk ikut serta dalam menjawab berbagai tantangan dunia

yang ada.

PT. Pertamina (Persero) Research and Technology Center unit Pengolahan

merupakan salah satu unit industri penelitian dan pengembangan yang dapat dijadikan

tempat Kerja Praktek bagi Mahasiswa D-IV Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-

BATAN yang merupakan salah satu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tingkat

atas di Indonesia dituntut juga untuk ikut serta dalam menjawab berbagai tantangan

dunia, maka pendidikan tinggi sebagai lembaga yang menyiapkan tenaga kerja harus

memiliki kualitas yang diharapkan dapat menghasilkan tenaga kerja berkualitas dan

siap terjun ke dunia kerja.

Kerja Praktek merupakan mata kuliah yang mempunyai bobot tiga satuan

kredit studi (sks) yang wajib ditempuh sebagai syarat kelulusan mahasiswa program

D-IV program studi Teknokimia Nuklir untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Terapan. Sebagai realisasi tuntutan pemenuhan tenaga kerja yang berkualitas bagi

industri dan untuk memenuhi syarat wajib kelulusan, kami memilih PT.

PERTAMINA (PERSERO) unit Pengolahan sebagai tempat untuk melaksanakan

Kerja Praktek selama enam minggu di Laboratorium Catalys and Material. Pada kerja

praktek kali ini praktikan mengambil bidang analisis dengan melakukan pembuatan

support dan karakterisasi katalis secara fisik dan kimia.


1.2. Latar Belakang Masalah

Minyak bumi banyak mengandung banyak pengotor yaitu sulfur,nitrogen, dan logam

(Ni dan V). kontaminan ini berakibat pada kerusakan pada peralatan,katalis,kualitas produk

rendah dan pencemaran lingkungan,maka dari itu hilangkan. Katalis merupakan suatu

substansi yang dapat mempercepat tercapainya kesetimbangan dan meningkatkan laju suatu

reaksi, serta menurunkan energi aktivasi dan energi yang dibutuhkan dalam suatu reaksi

tanpa mengalami perubahan kimia akibat reaksi tersebut. Hydrotreating atau disebut juga

hydroprocessing adalah proses hidrogenasi katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan

menghilangkan sulphur,nitrogen,oksigen dan logam dari aliran proses. Hydrotreating biasa

dilakukan untuk umpan naptha sebelum dialirkan ke unit platforming (platina) sangat sensiif

terhadap impurities seperti sulur,nitrogen,oksigen dan logam. Hydrotreating biasanya juga

digunakan untuk umpan diesel untuk perbaikan kualitas diesel dan juga untuk mengurangi

kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya unstability produk.

diesel. Katalis hydrotreating komersial yang biasa digunakan adalah katalis heterogen,seperti

NiMo/ -Al2O3 dan NiW/- Al2O3.

Reaksi hydrotreating dikelompokkan menjadi:

a. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon)

b. Desulfurisasi (penghilangan sulfur) atau sering disebut HDS (hydrodesulfurization)

c. Denitrifikasi (pnghilangan nitrogen)atau sering disebut HDN (hydrodenitrification)

d. Deoksigenasi (penghilangan oksigen)

e. Demetalisasi (penghilangan logam) atau sering disebut HDM (hydrometalization)

Proses penyingkiran senyawa sulfur dikenal dengan hydrosulfurisasi (HDS).

Proses ini dilakukan karena didalam minyak bumi banyak mengandung sulfur dan

semakin berat fraksi minyak bumi,semakin komplek struktur molekul pengotor sulfur.
Katalis merupakan suatu substansi yang dapat mempercepat tercapainya

kesetimbangan dan meningkatkan laju suatu reaksi, serta menurunkan energi aktivasi

dan energi yang dibutuhkan dalam suatu reaksi tanpa mengalami perubahan kimia

akibat reaksi tersebut. oleh karena itu, harus diketahui sifat fisika dan kimianya, hal

ini diperoleh dari hasil evaluasi dan karakteristik katalis. Katalis yang digunakan

dalam proses treating disesuaikan dengan fungsi proses untuk mendapatkan hasil

yang diinginkan.

Karakterisasi katalis perlu dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia

dari katalis sehingga diharapkan katalis yang diproduksi memiliki kualitas yang baik

sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualitas katalis sangat berpengaruh

pada hasil suatu proses. Katalis dengan kualitas yang baik akan menghasilkan produk

keluaran dengan kualitas yang baik pula, sehingga pada kerja praktek ini dilakukan

karakterisasi katalis Hidrodesulfurization untuk mengetahui kualitas katalis.

1.3. Tujuan

Kerja praktek dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut

1. Mahasiswa dapat mempelajari serta mengaplikasikan materi yang telah diterima

di bangku kuliah dengan yang ada di lapangan.

2. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan keteknikan serta

teknologi baru yang diperoleh di PT. Pertamina (Persero) Research and

Technology Center unit Pengolahan Jakarta dimana belum pernah didapatkan

sebelumnya di lembaga pendidikan.

3. Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi katalis fluid catalytic cracking (FCC)

meliputi karakterisasi dengan X-Ray Fluorescent (XRF). Karakterisasi dengan X-

Ray Diffraction (XRD) dan karakterisasi dengan Autosorb


4. Mahasiswa dapat memahami kinerja katalis hidrotreating dengan metode

Hidrodesulfurisasi (HDS)

5. Mahasiswa dapat memperluas jaringan dan menambah pengetahuan sebelum

memasuki dunia kerja.

1.4. Waktu dan Tempat Kerja Praktik

Tempat : PT.Pertamina (Persero) Research and Development unit Pengolahan Jakarta.

Jl. Raya Bekasi KM 20 Pulogadung Kode Pos : 15920

Waktu : 24 Juli 2017-1 September 2017

1.5. Batasan Masalah


Laporan dibatasi oleh karakterisasi katalis pada proses hidrodesulfurisasi (HDS) dalam proses hidrotreating.
Dengan karakterisasi akan diketahui sifat-sifat yang digunakan proses Hidrosulfurisasi (HDS) dan mengetahui
sifat-sifat dari katalis Fluid Catalytic Cracking (FCC).
1.6. Metode Kerja Praktik

Pengumpulan data dalam penyusunan laporan Kerja Praktek ini menggunakan

beberapa metode, yaitu sebagai berikut.

a. Metode Wawancara (Interview)

Metode ini dilakukan dalam bentuk wawancara atau tanya jawab dengan

pembimbing atau teknisi di lapangan secara langsung guna memperoleh informasi

atas materi yang diambil.

b. Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan melihat, mengamati, dan mempelajari secara

langsung mengenai suatu instrumen di lapangan secara langsung dengan

didampingi pembimbing guna mendapatkan data secara lengkap.

c. Metode Studi Literatur


Metode ini dilakukan dengan mencari referensireferensi yang mendukung

laporan kerja praktek yang diambil dari perpustakaan di PT. Pertamina (Persero)

Research and Technology Center unit Pengolahan Jakarta maupun jurnal-jurnal.

1.7.Sistematika Penulisan

Agar penulisan dan pembahasan laporan kerja praktek berurutan, mudah dimengerti

pembaca, dan tidak terjadi kerancuan atau pembahasan masalah secara berulang-ulang, maka

penulisannya dibagi dalam sistematika sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang, tujuan, waktu dan tempat, batasan masalah, metode kerja

praktek, dan sistematika penulisan laporan kerja pratek.

Bab II.Profil PT. Pertamina (Persero) RTC Jakarta

Bab ini menjelaskan secara umum tentang sejarah dan struktur organisasi di PT.

Pertamina (Persero) RTC unit Pengolahan Jakarta.

Bab III. Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan tentang masalah umum, katalis, proses fluid catalytic cracking, katalis

cracking, serta sarana penunjang dan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan di yang terdapat

di PT. Pertamina (Persero) RTC unit Pengolahan.

Bab IV. Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan langkah-langkah tentang karakterisasi katalis dan pelumas dengan

menggunakan alat yang ada di PT. Pertamina (Persero) RTC Jakarta.

Bab V. Pembahasan

Bab ini berisi tentang bahasan permasalahan yang telah diteliti atau di uji di PT.

Pertamina (Persero) RTC Jakarta.

Bab VI Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Profil PT. Pertamina (persero) Research and Technology Center

Sebagai lokomotif perekonomian bangsa Pertamina merupakan perusahaan

milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru

dan terbarukan. Pertamina menjalankan kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip-

prinsip tata kelola korporasi yang baik sehingga dapat berdaya saing yang tinggi di

dalam era globalisasi.

Dengan pengalaman lebih dari 55 tahun, Pertamina semakin percaya diri untuk

berkomitmen menjalankan kegiatan bisnisnya secara profesional serta penguasaan

teknis yang tinggi mulai dari kegiatan hulu sampai hilir. Berorientasi pada

kepentingan pelanggan juga merupakan suatu hal yang menjadi komitmen Pertamina

agar dapat berperan dalam memberikan nilai tambah bagi kemajuan dan kesejahteraan

bangsa Indonesia.

Upaya perbaikan dan inovasi sesuai tuntutan kondisi global merupakan salah

satu komitmen Pertamina dalam setiap kiprahnya menjalankan peran strategis dalam

perekonomian nasional. Semangat terbarukan yang dicanangkan saat ini merupakan

salah satu bukti komitmen Pertamina dalam menciptakan alternatif baru dalam

penyediaan sumber energi yang lebih efisien dan berkelanjutan serta berwawasan

lingkungan. Dengan inisatif dalam memanfaatkan sumber daya dan potensi yang

dimiliki untuk mendapatkan sumber energi baru dan terbarukan di samping bisnis

utama yang saat ini dijalankannya, Pertamina bergerak maju dengan mantap untuk

mewujudkan visi perusahaan, Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.


Mendukung visi tersebut, Pertamina menetapkan strategi jangka panjang

perusahaan, yaitu Aggressive in Upstream, Profitable in Downstream, yang

bermakna perusahaan berupaya untuk melakukan ekspansi bisnis hulu dan

menjadikan bisnis sektor hilir migas menjadi lebih efisien dan menguntungkan.

Pertamina menggunakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan kiprahnya

untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan menerapkan tata kelola

Perusahaan yang sesuai dengan standar global best practice, serta dengan mengusung

tata nilai korporat yang telah dimiliki dan dipahami oleh seluruh unsur perusahaan,

yaitu Clean, Competitive, Confident, Customer-focused, Commercial dan Capable.

Seiring dengan itu Pertamina juga senantiasa menjalankan program sosial dan

lingkungannya secara terprogram dan terstruktur, sebagai perwujudan dari kepedulian

serta tanggung jawab perusahaan terhadap seluruh stakeholder-nya.

Sejak didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina menyelenggarakan usaha

minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir. Bisnis sektor hulu Pertamina yang

dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri meliputi kegiatan di

bidang-bidang eksplorasi, produksi, serta transmisi minyak dan gas. Untuk

mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi tersebut, Pertamina juga menekuni

bisnis jasa teknologi dan pengeboran, serta aktivitas lainnya yang terdiri atas

pengembangan energi panas bumi dan Coal Bed Methane (CBM). Dalam

pengusahaan migas baik di dalam dan luar negeri, Pertamina beroperasi baik secara

independen maupun melalui beberapa pola kerja sama dengan mitra kerja yaitu Kerja

Sama Operasi (KSO), Joint Operation Body (JOB), Technical Assistance Contract

(TAC), Indonesia Participating/ Pertamina Participating Interest (IP/PPI), dan Badan

Operasi Bersama (BOB).


Aktivitas eksplorasi dan produksi panas bumi oleh Pertamina sepenuhnya

dilakukan di dalam negeri dan ditujukan untuk mendukung program pemerintah

menyediakan 10.000 Mega Watt (MW) listrik tahap kedua. Di samping itu Pertamina

mengembangkan CBM atau juga dikenal dengan gas metana batubara (GMB) dalam

rangka mendukung program diversifikasi sumber energi serta peningkatan pasokan

gas nasional pemerintah. Potensi cadangan gas metana Indonesia yang besar dikelola

secara serius yang dimana saat ini Pertamina telah memiliki 6 Production Sharing

Contract (PSC)-CBM.

Sektor hilir Pertamina meliputi kegiatan pengolahan minyak mentah,

pemasaran dan niaga produk hasil minyak, gas dan petrokimia, dan bisnis perkapalan

terkait untuk pendistribusian produk Perusahaan. Kegiatan pengolahan terdiri dari:

RU II (Dumai), RU III (Plaju), RU IV (Cilacap), RU V (Balikpapan), RU VI

(Balongan) dan RU VII (Sorong).

Selanjutnya, Pertamina juga mengoperasikan Unit Kilang LNG Arun (Aceh) dan Unit Kilang
LNG Bontang (Kalimantan Timur). Sedangkan produk yang dihasilkan meliputi bahan bakar
minyak (BBM) seperti premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, minyak bakar
dan Non BBM seperti pelumas, aspal, Liquefied Petroleum Gas (LPG), Musicool, serta
Liquefied Natural Gas (LNG), Paraxylene, Propylene, Polytam, PTA dan produk lainnya.

Selain itu Direktorat Gas, Energi Baru dan Terbarukan mengelola bisnis Gas, Power, dan
NRE sebagai core business Pertamina untuk memperkuat business positioning dan daya
saing, mengoptimalkan profit serta mendukung business sustainability Perseroan. Strategi:

1. Mengembangkan penguasaan pasar Gas, Power, dan NRE dengan mengamankan sisi
pasokan, serta meng-create dan memperluas pasar untuk mengembangkan skala bisnis
melalui optimalisasi bisnis eksisting dan penguasaan resources baru.
2. Ekspansi pasar baru untuk mengakselerasi bisnis Direktorat GEBT di bidang Gas,
Power, dan NRE
3. Mengembangkan resources dan bisnis baru sebagai new growth engine
4. Ekspansi pasar baru untuk mengakselerasi bisnis Direktorat GEBT di bidang Gas,
Power, dan NRE
5. Mengembangkan resources dan bisnis baru sebagai new growth engine.
2.2. Sejarah Singkat PT Pertamina (Persero) Research and Technology Center

Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam sumber daya

alam seperti minyak bumi dan gas alam. Minyak bumi dan gas alam telah mulai

dikelola sejak masa penjajah Belanda. Minyak bumi sendiri banyak digunakan untuk

menghasilkan energi (bahan bakar) dan pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia,

minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan

karena disamping untuk dikonsumsi dalam negeri, juga diekspor sehingga dapat

meningkatkan devisa negara.

Pada zaman penjajahan Belanda, Sejak tahun 1871 orang-orang Belanda telah

mulai berusaha untuk mendapatkan minyak bumi di Indonesia dengan jalan

melakukan pemboran di daerah-daerah sumber minyak bumi untuk diolah menjadi

minyak lampu. Pada tanggal 15 Juni tahun 1885, seorang pemimpin perkebunan

Belanda bernama Aeilco Janszoon Zylker berhasil melakukan pemboran yang

pertama di Telaga Tunggal dekat Pangkalan Brandan di Sumatera Utara pada

kedalaman kira-kira 400 kaki. Sejak penemuan ini, pencarian minyak bumi terus

berlanjut. Pada saat yang hampir bersamaan telah ditemukan pula sumber minyak

bumi di Indonesia, seperti di desa Ledok Jawa Tengah, di desa Minyak Hitam di

daerah Muara Enim Palembang, dan Riam Kiwa dekat Sangasanga di Kalimantan

Timur.

2.3. Visi, Misi, Tata Nilai, dan Arti Logo PT. PERTAMINA (Persero)

Visi : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.

Misi : Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara

terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Untuk mewujudkan Visi Perseroan sebagai perusahaan kelas dunia, maka Perseroan sebagai
perusahan milik Negara (100% saham dimiliki Negara) turut melaksanakan serta menunjang
kebijakan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan usaha energi, yaitu minyak dan gas bumi,
energi baru dan terbarukan baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan lain yang
terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang energi tersebut serta pengembangan
optimalisasi sumber daya yang dimiliki Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan
nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

Misi Perseroan menjalankan usaha inti minyak, gas, bahan bakar nabati serta kegiatan
pengembangan, eksplorasi, produksi serta niaga energi baru dan terbarukan (new and
renewable energy) secara terintegrasi.

2.4. Tata Nilai Perusahaan

Pertamina menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi

pedoman bagi seluruh karyawan dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata nilai

perusahaan Pertamina adalah sebagai berikut:

a) CLEAN (BERSIH)

Maksud dari bersih disini adalah dikelola secara profesional, menghindari

benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan

dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

b) COMPETITIVE (KOMPETITIF)

Kompetitif adalah mampu berkompetisi dalam skala regional maupun

internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya

sadar biaya dan menghargai kinerja.

c) CONFIDENT (PERCAYA DIRI)

Percaya diri yaitu berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi

pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.

d) CUSTOMER FOCUS (FOKUS PADA PELANGGAN)

Focus pada pelanggan yaitu berorientasi pada kepentingan pelanggan dan

berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan.


e) COMMERCIAL (KOMERSIAL)

Komersial adalah menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial,

mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

f) CAPABLE (BERKEMAMPUAN)

Maksud dari berkemampuan yaitu dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang

profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen

dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.5. Arti Logo

Selama 37 tahun (20 Agustus 1968 - 1 Desember 2005) orang mengenal logo

kuda laut sebagai identitas PERTAMINA. Permohonan pendaftaran ciptaan logo baru

telah disetujui dan dikeluarkan oleh Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata

Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, Departemen Hukum dan HAM dengan

syarat pendaftaran ciptaan No.0.8344 tanggal 10 Oktober 2005. Logo baru

PERTAMINA sebagai identitas perusahaan dikukuhkan dan diberlakukan terhitung

mulai tanggal 10 Desember 2005 ditunjukkan pada Gambar 1. Selama masa transisi,

lambang/tanda pengenal PERTAMINA masih dapat dipergunakan.

Gambar 1 Logo PT. Pertamina

Arti makna Logo adalah sebagai berikut :


1. Elemen logo membentuk huruf P yang secara keseluruhan yang merupakan

representasi bentuk panah, dimaksudkan sebagai PERTAMINA yang bergerak

maju dan progresif

2. Warna-warna yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil

PERTAMINA dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan

dinamis yaitu :

Biru : mencerminkan andal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.

Hijau : mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.

Merah : mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam

menghadapi berbagai macam kesulitan.

2.6. Kegiatan PT. PERTAMINA (Persero)

Kegiatan PERTAMINA dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan

petrokimia, terbagi menjadi dua sektor, yaitu Hulu dan Hilir, serta ditunjang oleh

kegiatan Anak-Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan.

Usaha Hulu

Kegiatan usaha PERTAMINA Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak,

gas, dan panas bumi. Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas

dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Pengusahaan di

dalam negeri dikerjakan oleh PERTAMINA Hulu melalui kerjasama dengan mitra,

sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis

bersama dengan mitra. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas

bumi, kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri.

Untuk mendukung kegiatan intinya, PERTAMINA Hulu juga memiliki usaha di

bidang pemboran minyak dan gas.


Aktivitas eksplorasi dan produksi dilakukan melalui operasi sendiri dan

konsep kemitraan dengan pihak ketiga. Pola kemitraan dalam bidang minyak dan gas

berupa JOB-EOR (Joint Operating Body for Enhanced Oil Recovery), JOB-PSC

(Joint Operating Body for Production Sharing Contract), TAC (Technical Assistance

Contract), BOB (Badan Operasi Bersama), penyertaan berupa IP (Indonesian

Participation) dan PPI (Pertamina Participating Interest), serta proyek pinjaman,

sedangkan pengusahaan panasbumi berbentuk JOC (Joint Operating Contract).

Pengusahaan minyak dan gas melalui operasi sendiri dilakukan di 7 (tujuh)

Daerah Operasi Hulu (DOH). Ketujuh daerah operasi tersebut adalah DOH Nangroe

Aceh Darussalam (NAD), DOH Sumatra Bagian Tengah, DOH Sumatra Bagian

Selatan, DOH Jawa Bagian Barat, DOH Jawa Bagian Timur, DOH Kalimantan, dan

DOH Papua.

Pengusahaan bidang panas bumi dilakukan di 4 (empat) area panas bumi

dengan total kapasitas terpasang sebesar 402 MW. Keempat Area Panas Bumi

tersebut adalah Area Kamojang-Jawa Barat (200 MW), Lahendong - Sulawesi Utara

(80 MW), Sibayak - Sumatera Utara (12 MW) dan Ulubelu - Lampung (110 MW).

Sampai akhir tahun 2004 jumlah kontrak pengusahaan migas bersama dengan

mitra sebanyak 92 kontrak yang terdiri dari 6 JOB-EOR, 15 JOB-PSC, 44 TAC, 27

IP/PPI (termasuk BOB-CPP) dan 5 proyek loan. Sedangkan untuk bidang panas bumi

terdapat 8 JOC.

Dalam hal pengembangan usaha, Pertamina telah mulai mengembangkan

usahanya baik di dalam dan luar negeri melalui aliansi strategis dengan mitra.

Pertamina juga memiliki usaha yang prospektif di bidang jasa pemboran minyak dan

gas melalui Pertamina Drilling Service (PDS) yang memiliki 26 unit rig pemboran

serta anak perusahaan PT Usayana yang memiliki 7 rig pemboran. Dalam kegiatan
transmisi gas, Pertamina memiliki jaringan pipa gas dengan panjang total 3800 Km

dan 64 stasiun kompresor.

Usaha Hilir (Pengolahan, Pemasaran & Niaga dan Perkapalan)

Kegiatan usaha PERTAMINA Hilir meliputi pengolahan, pemasaran & niaga

dan perkapalan serta distribusi produk Hilir baik dalam maupun keluar negeri yang

berasal dari kilang PERTAMINA maupun impor yang didukung oleh sarana

transportasi darat dan laut.

Usaha hilir merupakan integrasi Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha

Niaga, dan Usaha Perkapalan.

Usaha Pengolahan

Bidang Pengolahan mempunyai tujuh unit Kilang dengan kapasitas total

1.041,20 Ribu Barrel per tahun. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang

Petrokimia dan memproduksi NBBM. Disamping kilang minyak, PERTAMINA Hilir

mempunyai kilang LNG di Arun dan di Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6 train

dan LNG Badak di Bontang dengan 8 train. Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta

Ton per tahun , sedangkan LNG Badak 18,5 Juta Ton per tahun.

Beberapa Kilang tersebut juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan

Brandan, Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Mundu.

Kilang Cilacap adalah satu-satunya penghasil lube base oil dengan grade HVI-

60, HVI 95, HVI -160 S dan HVI 650. Produksi lube base ini disalurkan ke

Lube Oil Blending Plant (LOBP) untuk diproduksi menjadi produk pelumas dan

kelebihannya diekspor.
2.7. Sejarah Singkat Research and Technology Center PT. PERTAMINA (Persero)

Research and Technology Center PT. Pertamina (Persero) adalah salah satu

fungsi dibawah Direktur Pengolahan yang didirikan pada awal tahun 1973 dan telah

mengalami beberapa perubahan nama sesuai dengan perkembangan dan tugas yang

diemban. Berikut di bawah ini adalah fasa perubahan nama dari tahun ke tahun.

Periode tahun 1973-1976

Pada tahun 1973 Pertamina mendirikan Sales Service Laboratory (SSL), yang

bertugas menunjang produk-produk pemasaran produk petrokimia pertama Pertamina

yaitu produk propilena (PP) dengan nama dagang Polytam dengan memberikan

berbagai penyuluhan dan bimbingan teknis kepada para pembelinya. Di samping itu,

SSL juga membantu para pelanggannya dalam menyusun Engineering Package SSL

dengan PT. Pusri dalam penyusunan Engineering Package untuk Pabrik Karung

Plastik I dan PT. Karuna untuk membuat pabrik karung plastik.

Dalam periode yang sama, selain dengan pengendali mutu Polytam, SSL juga

mengadakan penelitian-penelitian yang berhasil menyempurnakan formula system

aditif Polytam yang berguna untuk pembuatan film dan yarn (serat-serat) yang sesuai

dengan kebutuhan dalam negeri. Kegiatan-kegiatan SSL ini akhirnya dapat menjalin

kerjasama yang dapat saling menguntungkan antara Pertamina sebagai produsen

dengan industri hilir sebagai konsumen.

Periode tahun 1976-1980

Sales Service Laboratory (SSL) berubah menjadi pusat Pramuteknik

Petrokimia Laboratorium Plastik (P3LP). Kegiatan diperluas dengan membuka

kemungkinan kerjasama penelitian dengan berbagai lembaga dan perguruan tinggi.

Periode tahun 1980-1987


Selain memproduksi produk propilena (PP), Pertamina mendirikan Petrokimia

Plant lain yang memproduksi metanol, asam tareftalat murni/PTA, Petroleum Cokes

dan lain sebagainya. Namanya disesuaikan jadi Pusat Pramuteknik Petrokimia (PPP).

Kegiatan dan semua perangkat laboratorium disesuaikan sehingga tercakup produk-

produk baru tersebut. Dengan adanya pembangunan Olefn Centre di Aceh Utara yang

salah satu produknya adalah produk Polietilena (PE), PPP juga mengadakan studi

permarketing PE.

Periode tahun 1987-1991

Kegiatan diperluas dan ditingkatkan dengan mengadakan berbagai penelitian

dengan sasaran meningkatkan nilai tambah produk kilang minyak Pertamina dan ikut

membantu pengembangan industri petrokimia di Indonesia dan namanya disesuaikan

jadi Pusat Pengendalian Mutu Petrokimia (PPMP). Dalam hal ini PPMP dengan aktif

menawarkan berbagai fasilitas yang dimiliki untuk dapat dimanfaatkan oleh Industri

Petrokimia di Indonesia dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.

Periode tahun 1991-2002

Tahun 1991 Pusat Pengendalian Mutu Petrokimia (PPMP) berubah menjadi

Dinas Pengendalian Mutu Petrokimia (DPMP). Perubahan nama ini berarti

peningkatan status organisatoris/kedudukan menjadi lebih tinggi dalam lingkungan

pertamina. Kegiatannya pun diperluas dengan melaksanakan penelitian dan

pengembangan produk-produk Non-Bahan Bakar Minyak (NBBM) dan Petrokimia.

Selain itu, memberikan jasa kepada pihak ketiga berupa Research and Development

(Penelitian dan Pengembangan), Technical Service (Pelayanan Teknik), Plan Service

(Pelayanan Konsultasi), Plan Suport (Pengendalian Mutu NBBM atau Petrokimia),


Engineering (Permesinan), Trainning (Pelatihan) dan Joint Venture (Kerjasama

Usaha).

Industri NBBM dan petrokimia Pertamina saat ini adalah polypropylene Plant,

Methanol Plant, Pure Terepthalic Acid/PTA Plant, Aromatic Centre, LPG, LNG,

pelumas dan sebagainya.

Periode tahun 2002-2009

Sesuai dengan tugas dan kebutuhan, Dinas Pengendalian Mutu Petrokimia

(DPMP) diganti menjadi Penelitian dan Laboratorium Bidang Pengolahan (P dan L).

Tugas-tugas yang diemban Penelitian dan Laboratorium Bidang Pengolahan (P dan L)

sebagai berikut:

a. Plant Suport, dengan melaksanakan pengendalian produk-produk dari kilang

petrokimia serta membantu permasalahan proses dari kilang bersama-sama

dengan Dinas Teknologi.

b. Research and Development, yaitu mengadakan penelitian dalam skala

laboratorium untuk usaha diversivikasi produk-produk kilang sehingga memiliki

nilai tambah.

c. Plan Service, dengan diperolehnya ISO Guide 25 dan ISO 9001-2000 maka P&L

harus tetap memberikan jasa pengujian, jasa penelitian, paket pelatihan dan

sebagainya.

Periode 2009 sampai sekarang

Penelitian & Laboratorium PT. Pertamina (Persero) berubah menjadi Research

& Development Direktorat Pengolahan PT. Pertamina (Persero). Adapun kegiatan

utamanya adalah sebagai berikut:

a. Riset laboratorium (Product and Process Technology)

b. Pelayanan teknis
c. Pelayanan uji

d. Pembinaan laboratorium kilang

2.8. Latar Belakang Terbentuknya Research and Development PT. PERTAMINA

Latar belakang terbentuknya R&D Direktorat Pengolahan adalah sebagai berikut :

a. Sesuai sasaran strategis RJPP 2008-2012 untuk membangun kemampuan

teknologi, riset dan pengembangan.

b. Perusahaan memerlukan engineering center dan research & development yang

handal, seperti halnya di perusahaan minyak kelas dunia lain.

2.9. Visi dan Misi Research and Technology Center PT. PERTAMINA

Visi

Menjadi World Class Research & Technology Organization in Petroleum,

Petrochemicals and Green Products in 2015

Misi

Misi dari RTC Direktorat Pengolahan adalah :

a. Mendorong proses transformasi di Pertamina untuk mencapai sasarannya

dengan lancar melalui layanan prima bagi korporat, mendukung inovasi, serta

pengembangan teknologi yang tepat guna.

b. Mengambil posisi sebagai faktor kunci dalam proses inovasi, keberlanjutan

pengembangan usaha dan pertumbuhan bisnis secara sehat melalui

pencapaian kegiatan serta hasil riset dan pengembangan yang berkualitas

tinggi.

c. Meningkatkan dan mengamankan daya saing Pertamina melalui

pengembangan berkelanjutan serta penciptaan terobosan teknologi dan

produk baru dengan nilai kekayaan intelektual yang kokoh.


2.10. Struktur Organisasi Research and Technology Center PT. PERTAMINA

Organisasi merupakan alat bagi manajemen agar tujuan perusahaan semakin

tercapai, Struktur Organisasi yang terdapat di Research and Technology Center PT.

PERTAMINA Direktorat Pengolahan dapat dilihat pada bagan berikut :

(terlampir)

2.11. Kepegawaian Research and Technology Center PT. PERTAMINA

Kepegawaian di Research and Technology Center PT. PERTAMINA (Persero)

Direktorat Pengolahan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Pegawai tetap

Pegawai tetap yang bekerja di Research and Development PT. PERTAMINA

(Persero) berstatus pegawai BUMN.

2. Tenaga kontrak (out sourcing)

Tenaga kontrak (out sourcing) Research and Development PT. PERTAMINA

(Persero) merupakan tenaga kerja yang dikontrak oleh PERTAMINA dalam

jangka waktu tertentu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan kontrak

yang telah disepakati bersama.

2.12. Kedisiplinan Kerja Research and Technology Center PT. PERTAMINA

Untuk mengembangkan perusahaan diperlukan disiplin pekerja. Waktu kerja

yang berlaku di Research and Technology Center PT. PERTAMINA (Persero) yaitu

limited flexy time adalah sebagai berikut:

Hari Kerja : Senin sampai dengan Jumat

Masuk : Flexy time 07:00 07:30

Istirahat : 11:30 -12:30

Pulang : Flexy time 16:00 16:30

Kegiatan olah raga bersama dilakukan setiap hari Jumat pagi.


2.13. Lokasi Perusahaan Research and Technology Center PT. PERTAMINA

Gambar 2 adalah lokasi perusahaan PT.PERTAMINA (PERSERO) Research

and Technology Center unit pengolahan Jakarta.

Gambar 2 Denah Lokasi Research and Technology Center PT. Pertamina


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Hidrotreating

Hidrotreating adalah proses hidrogenas berkatalisyang bertujuan untuk menjenuhkan hidrokarbon tak jenuh dan
menyingkirkan atau mengurangi pengotor seperti sulphur,nitrogen,oksigen, dan logam dari fraksi minyak bumi.
Penyingkiran atau pengurangan dilakukan untuk mencegah deaktivasi katalis yang digunakan pada proses
selanjutnya, mencegah pembentukan kokas,mencegah terjadinya korosi selama proses penghilangan, dan
mengurangi polusi lingkungan (Topsoe,Henrik,Clausen,Bjerne S, Massoth & franklin E,1996).

Hidrotreating biasa dilakukan untuk umpan naphta sebelum dialirkan ke unit platforming,karena katalis
platforming (platina) sangat senditif terhadap impurities seperti sulphur,nitrogen,oksigen,dan logam.
Hydrotreating biasa juga dilakukan untuk umpan diesel untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk
mengurangi kandungan sulphur dalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat
terutama dalam hal kandungan sukfur maksimum) dan juga untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam diesel
yang dapat menyebabkan terjadinya color unstability produk diesel. (Budiarto,2014)

Kinerjanya dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia katalis yang dapat diatur dengan memilih promotor (Co atau
Ni),menyesuaikan kadar Mo, penggunaan adiktif, bentuk dan ukuran partikel,luas permukaan dan ukuran pori.

Katalis hidrotreating memiliki sifat anara lain :

a. Memiliki komponen aktif Mo


b. Promotor Ni
c. Penyangga Al2O3
d. Memiliki nentuk trilobe
e. Memiliki ukuran diameter 1 mm dengan panjang 3-4 mm
(

Reaksi hydrotreating dikelompokkan menjadi:

f. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon)

g. Desulfurisasi (penghilangan sulfur) atau sering disebut HDS (hydrodesulfurization)

h. Denitrifikasi (pnghilangan nitrogen)atau sering disebut HDN (hydrodenitrification)

i. Deoksigenasi (penghilangan oksigen)

j. Demetalisasi (penghilangan logam) atau sering disebut HDM (hydrometalization)

Tujuan proses hydrotreating;hydroprocessing adalah:

1. Memperbaiki kualitas produk akhir (seperti diesel)

2. Pretreating stream (persiapan umpan lanjutan)untuk mencegah keracunan katalis

di downstream process:
Catalytic Reforming (Platforming)

Fluid Catalystic Cracking (FCC)

Hydrocracking

3. Memenuhi standar lingkungan (untuk diesel sebelum dikirim ke tangki

penyimpanan produk)

(Budiarto,2014)

Reaksi di Unit Hydrotreating

1. Reaksi Hidrodesulfurasi (HDS)

Reaksi Hydrodesulfuras (HDS) yang umum terjadi di hydrocracker adalah ebagai

berikut :

Merkaptan

Sulfida

Disulfida

Sulfide siklik

Thiophene
(Budhiarto,2014)

2. Reaksi Hidrodenitrogenasi (HDN)

Biasanya kandungan nitrogen dalam umpan lebih sedikit daripada kandungan sulfur

dalam umpan. Namun, reaksi penghilangan nitrogen jauh lebih sulit daripada reaksid

penghilangan sulfur, yaitu kurang lebih 5 kali lebih sulit. Untuk unit naphta

hydrotreating akan digunaka sebagai umpan unit platforming maka batasan

maksimum kandungan sulfur dalam produk heavy naphta adalah 0.5 ppm agar tidak

meracuni katalis reforming yang snagat sensitive terhadap impurities (Budiarto,2014)

3. Reaksi Hidrodeoksigenasi (HDO)

Reaksi penghilangan oksigen yang umum terjadi adalah sebagai berikut

(Budhiarto,2014).

4. Reaksi penjenuhan Olefin (HYD)

Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi adalah sebagai berikut.

5. Reaksi Hidrodemetalisasi (HDM)


Sebagan besar impurities metal yang terjadi pada level part per billion (ppb) didalam

naphta. Biasanya katalis naphta hydrotreater mampu menghilangkan senyawa metal ini

pada konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu hingga 5 ppmwt atau lebih dengan basis pada

kondisi normal operasi. Impurities metal ini tetap berada dalam katalis hydrotreater dan

dianggap sebagai racun katalis permanen karena meracuni katalis secara permanen,tidak

dapat dihilangkan dengan cara regenerasi katalis. Beberapa logam yang sering terdeteksi

dalam spent catalyst hydrotreater adalah arsenic,iron,calcium, magnesium,phosphorous,

lead (timbal),silicon,copper, dan sodium.

Iron biasanya ditemukan terkonsentrasi pada bagian bagian atas catalyst bed sebagai iron

sulfide. Sedangkan arsenic walaupun ditemukan lebih dari 1 ppbwtt pada straight run

naphta,namun sangat penting diperhatikan karena merupakan potensi racun katalis

platformer (yang berupa logam platina). Lead yang terkandung dalam spent catalyst

hydritreater berasal dari kontanimasi fasilitas tangki oleh leaded gasoline atau dan

reprocessing leaded gasoline di crude distillation unit. Sodium, calcium, dan magnesium

biasanya berasal dari adanya kontak umpan dengan salt water (misalnya terkontaminasi

oleh ballast water) atau addiives.

Penghilangan metal dapat dilakukan diatas temperature 315C hingg metal loading

sekitar 2-3% berat total katalis. Dengan metal loading diatas 3%, katalis akan mendekati

tingkat penjenuhan yang seimbang, sehingga memungkinkan terjadinya metal

breakthrough (metal dalam umpan tidak dapat lagi dihilangkan metal dengan mekanisme

sebagai berikut:
(Budhiarto,2014)

Deaktivasi Katalis

Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

Akumulasi senyawa ammonia pada katalis

Reaksi hydrotreating akan mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan

menjadi ammonia. Jika kandungan ammonia dalam recycle gas tinggi, maka ammonia akan

berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active site katalis. Jika active site katalis

tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari

terjadinya akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada

effluent reactor, sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi

recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash water

dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis,

namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka akumulasi ammonia pada

permukaan katalis akan langsung hilang.

Coke

Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut : Temperature reaksi yang tidak

sesuai (temperatur terlalu tinggi atau umpan minyak terlalu ringan). Hydrogen partial

pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen purity recycle gas yang

rendah).Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah
daripada disain). Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen

partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau penggunaan

carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.

Keracunan logam

Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan

menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis

hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic,

timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat

hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi

kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang

terkandung dalam umpan hydrotreater adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2

ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

Severity operasi

Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju pembentukan coke

meningkat, sehingga akan meningkatkan laju deaktivasi katalis.

(Budhiarto,2014)

3.2. Katalis

Definisi katalis jenis pertama kali dikemukakan oleh Ostwald, yaitu suatu

substansi yang menubah laju suatu reaksi kimia tanpa mengubah besarnya energi

yang menyertai reaksi tersebut. Menurut Wilkinson (1989) dan Sukarjo (1997) katalis

adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi, akan tetapi zat tersebut tidak

mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi sedangkan menurut Gates (1992)

katalis didefinisikan sebagai substansi yang meningkatkan tercapainya kesetimbangan

suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi. Gambar 5 menggambarkan energi aktifasi

tanpa adanya katalis.


Gambar 3 Energi aktivasi tanpa katalis

Secara umum fungsi katalis adalah:

1. Mempercepat laju reaksi.

2. Mengarahkan suatu reaksi menuju suatu produk tertentu.

3. Memperkecil reaksi samping yang tidak diinginkan

Beberapa factor yang mempengaruhi aktivitas katalis antara lain ikatan,sisi

aktif, dan koordinasi. Katalis umumnya bekerja dengan membentuk ikatan kimia

dengan satu atau lebih reaktan. Pembentukan ikatan kimia antara absorbant dngn

permukaan katalis dan pemutusan ikatan tersebut pada langkah berikutnya merupakan

langkah utama dalam katalis heterogen. Ikatan kimia yang terlalu lemah

mengakibatkan adsorpsi kimia tidak akan terjadi,sedangkan ikatan terlalu kuat

mengakibatkan desorpsi akan sukar terjadi (SISWODIHARJO,2006).

Proses katalis berhubungan dengn luas permukaan katalis yang dapat

berfungsi sebagai situs adsorpsi. Adsorpsi pada permukaan katalis agar dapat

berlangsung harus mempunyai energy aktivasi yang relative rendah dan mampu

membentuk spesies permukaan yang reaktif. Reaksi dilakukan sesuai dengan energy
yng dibutuhkan untuk pemutusan ikatan yang sesuai. Energy yang terlalu besar dalam

suatu reaksi akan berpengaru terhadap pemutusan ikatan yang mengakibatkan

pembentukan ikatan yang tidak diharapkan sedangkan energy yang terlalu kecil

kurang mendukung proses pemutusan ikatan karena energy yang dibutuhkan tidak

memadai (SISWIDIHARJO,2006).

Pemilihan katalis untuk suatu reaksi sangat penting karena dapat memenuhi

tuntutan efisiensi waktu, bahan baku, energi, dan upaya pelestarian lingkungan.

Skema umum reaksi katalitik adalah sebagai berikut.

A + C AC (3)

B + AC D + C (4)

A+B D (5)

Katalis C ikut bereksi terlebih dahulu dengan pereaksi pada reaksi (3), namun

dihasilkan kembali pada reaksi (4), sehingga reaksi keseluruhan adalah reaksi (5).

Katalis terdiri dari tiga komponen penyusun yaitu komponen aktif, penyangga

(support) dan promotor. Ketiga komponen ini mempunyai fungsi sebagai berikut.

1. Komponen aktif

Komponen aktif menentukan fungsi utama katalis dalam mempercepat dan

mengarahkan reaksi. Komponen ini harus dapat mengkonversi reaktan secara aktif

dan selektif dalam pembentukan produk yang diinginkan, contohnya unsur Mo pada

katalis hydrotreating.

2. Penyangga (support)

Penyangga (support) berfungsi untuk mempertahankan komponen aktif terdispersi

secara luas, karena untuk memperoleh aktifitas yang tinggi komponen aktif harus
terdispersi seluas-luasnya dan beberapa sifat-sifat penyangga yang harus diperhatikan

adalah kemampuan untuk tidak bereaksi dengan molekul lain, kekuatan mekanik,

kestabilan pada rentang kondisi reaksi dan regenerasi, luas permukaan dan, porositas.

Disamping hal tersebut penyangga juga harus tahan terhadap panas dan mempunyai

titik leleh yang tinggi agar dapat mempertahankan komponen aktif dari terjadinya

sintering (penggumpalan karena panas). Biasanya senyawa yang mempunyai titik

leleh tinggi adalah senyawa-senyawa oksida seperti SiO2, gamma Al2O3, silika,

ataupun zeolit. Pada katalis hydrotreating yang biasa menjadi penyangga adalah

gamma Al2O3 karena mempunyai luas permukaan yang tinggi.

3. Promotor

Promotor digunakan untuk menghambat aktivitas yang tidak diinginkan atau

mengarahkan reaksi, contohnya logam Ni pada katalis hydrotreating. Promotor dapat

dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu :

a. Promotor tekstural berinteraksi secara fisika, berfungsi sebagai senyawa

pemisah partikel fasa aktif sehingga dapat menghambat terjadinya sintering

fasa aktif.

b. Promotor struktural berinteraksi secara kimia, dapat diidentifikasi dari adanya

perubahan energi aktivitas reaksi dan isotherm adsorpsi katalis akibat

penambahan promoter.

Menurut Smith (1994), katalis berdasarkan pada fase-fasenya digolongkan

dalam katalis homogen (fase yang sama dengan campuran reaksinya) dan heterogen

(fase yang berbeda dengan campuran reaksinya). Proses katalisis berhubungan dengan

luas permukaan katalis yang dapat berfungsi sebagai situs adsorpsi.

Adsorpsi pada permukaan katalis agar dapat berlangsung harus mempunyai

energi aktivasi yang relatif rendah dan mampu membentuk spesies permukaan yang
reaktif. Reaksi dilakukan sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk pemutusan

ikatan yang dihasilkan dari pembentukan ikatan yang sesuai. Energi yang terlalu besar

dalam suatu reaksi akan berpengaruh terhadap pemutusan ikatan yang mengakibatkan

pembentukan ikatan yang tidak diharapkan sedangkan energi yang terlalu kecil

kurang mendukung proses pemutusan ikatan karena energi yang dibutuhkan tidak

memadai.

Adsorbat atau reaktan, untuk terjadinya adsorpsi dengan permukaan,

memerlukan adanya valensi bebas atau orbital kosong pada permukaan adsorben,

sehingga terdapat jumlah minimum koordinasi atom permukaan. Umumnya katalis

heterogen lebih disukai daripada homogen karena pemisahan dan penggunaan

kembali katalis setelah reaksi lebih mudah dilakukan (Triyono,1994).

Katalis Hydrotreating Process

Katalis hydrotreating terdiri dari tiga komponen yaitu komponen aktif, pomotor, dan

penyangga. Kompoenn aktif merupakan pusat aktif katalis yang berfungsi untuk

mempercepat dan mengarahkan reaksi yang digunakan dalam katalis hydrootreating adalah

molybdenum (Mo) dan tungsten (W). Tungsten jarang dguynakan sebagai komponen aktif

dibandingkan Mo karena harganya yang jauh lebih mahal. Kadar Mo dalam katalis sebesa

16-28% dalam bentuk oksida (MoO3)(Fujikawa,dkk,2003.Topsoe,dkk,1996)

Promotor ditambahkan pada katalis dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja katalis

(aktivitas dan/atau selektivittas). Promotor yang biasa digunakan adalah kobalt (Co) dan

Nikel (Ni). Kadar kobalt atau nikel yang digunakan dalam katalis hydrotreating berkisar

antara 1-4% (Topsoe dkk,1996)

Penyangga berfungsi untuk menyedikana permukaan yang luas untuk menebarkan

komponen aktif agar permukaan kontaknya lebih luas dan efisien. Penyangga merupakan

komponen terbesar terbesar dalam katalis sehingga harus dipilih yang memiliki stabilitas dan
konduktifitas yang tinggi, serta harganya yang murah. Bahan penyangga yang digunakan

untuk katalis hidrotreating adalah alumina (Al2O3), silica-alumina, silica,zeolite,kiselguhr,

dan magnesi, dengan luas permukaan antar 100-300 m2/g. bahan penyangga yang paling

umum digunakaan adalah gamma alumina atau -Al2O3 (Topsoe dkk,1996).

Katalis hydrotreating komersial yang biasa digunakan adlah CoMo/ Al2O3 dan NiW/ Al2O3.

Katalis NiW/ Al2O3 jarang digunakan karean harga katalis yang cukup mahal dibandngkan

katalis CoMo/ Al2O3 dan NiMo/ Al2O3. Pemilihan antara katalis CoMo/ Al2O3 dan NiMo/

Al2O3 untuk reaksi hydrotreating berdasarkan pada umpan yang akan diolah. CoMo

mempunyai aktivitas aktivitas yang lebih baik untuk proses hidrosulfurasi (HDS), sedangkan

NiMo baik untuk hidrodenitrogenasi (HDN) dan hidrogenasi (HYD) (Lestari &

Subagjo,2006).

3.3. Zeolit

Zeolit merupakan salah satu katalis hydrocracker maupun cracker. Zeolit

adalah mineral alumina silikat terhidrat yang tersusun atas tetrahedral-tetrahedral

alumina (AlO45) dan silika (SiO44-) yang membentuk struktur bermuatan negatif dan

berongga terbuka/berpori. Muatan negatif pada kerangka zeolit dinetralkan oleh

kation yang terikat lemah. Selain kation, rongga zeolit juga terisi oleh molekul air

yang berkoordinasi dengan kation.

Rumus umum zeolit adalah Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].mH2O. Dengan M adalah

kation bervalensi n. (AlO2)x(SiO2)y adalah kerangka zeolit yang bermuatan negatif.

H2O adalah molekul air yang terhidrat dalam kerangka zeolit.

Zeolit pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu zeolit alam dan

zeolit sintetik. Zeolit alam biasanya mengandung kation-kation K+ ,Na+, Ca2+ atau

Mg2+ sedangkan zeolit sintetik biasanya hanya mengandung kation-kation K+ atau


Na+. Pada zeolit alam, adanya molekul air dalam pori dan oksida bebas di permukaan

seperti Al2O3, SiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O dapat menutupi pori-pori atau situs aktif

dari zeolit sehingga dapat menurunkan kapasitas adsorpsi maupun sifat katalisis dari

zeolit tersebut. Inilah alasan mengapa zeolit alam perlu diaktivasi terlebih dahulu

sebelum digunakan. Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan secara fisika maupun kimia.

Secara fisika, aktivasi dapat dilakukan dengan pemanasan pada suhu 300-400 oC

dengan udara panas atau dengan sistem vakum untuk melepaskan molekul air.

Aktivasi secara kimia dilakukan melalui pencucian zeolit dengan larutan Na2EDTA

atau asam-asam anorganik seperti HF, HCl, dan H2SO4 untuk menghilangkan oksida-

oksida pengotor yang menutupi permukaan pori.

Rasio Si/Al merupakan perbandingan jumlah atom Si terhadap jumlah atom Al

di dalam kerangka zeolit. Zeolit-A merupakan zeolit sintetik yang mempunyai rasio

Si/Al sama dengan satu. Beberapa zeolit mempunyai rasio Si/Al yang tinggi seperti

zeolit ZK-4 (LTA), yang mempunyai struktur kerangka seperti zeolit-A, mempunyai

rasio 2,5. Banyak zeolit sintetik yang dikembangkan untuk katalis mempunyai kadar

Si yang tinggi seperti ZMS-5 (MFI) (Zeolit Socony-Mobil) dengan rasio Si/Al antara

20 sampai tak terhingga (murni SiO2). Ini jauh melebihi mordenit (rasio Si/Al = 5,5)

yang merupakan zeolit alam yang dikenal paling banyak mengandung Si.

Perubahan rasio Si/Al dari zeolit akan mengubah muatan zeolit sehingga pada

akhirnya akan mengubah jumlah kation penyeimbang. Lebih sedikit atom Al artinya

lebih sedikit muatan negatif pada zeolit sehingga lebih sedikit pula kation

penyeimbang yang ada. Zeolit berkadar Si tinggi bersifat hidrofobik dan mempunyai

affinitas terhadap hidrokarbon.

Zeolit merupakan katalis yang sangat berguna yang menunjukkan beberapa

sifat penting yang tidak ditemukan pada katalis amorf tradisional. Katalis amorf
hampir selalu dibuat dalam bentuk serbuk untuk memberikan luas permukaan yang

besar sehingga jumlah sisi katalitik semakin besar. Keberadaan rongga pada zeolit

memberikan luas permukaan internal yang sangat luas sehingga dapat menampung

100 kali molekul lebih banyak daripada katalis amorf dengan jumlah yang sama.

Zeolit merupakan kristal yang mudah dibuat dalam jumlah besar mengingat zeolit

tidak menunjukkan aktivitas katalitik yang bervariasi seperti pada katalis amorf. Sifat

penyaring molekul dari zeolit dapat mengontrol molekul yang masuk atau keluar dari

situs aktif. Karena adanya pengontrolan seperti ini maka zeolit disebut sebagai katalis

selektif bentuk.

Aktivitas katalitik dari zeolit terdeionisasi dihubungkan dengan keberadaan

situs asam yang muncul dari unit tetrahedral [AlO4] pada kerangka. Situs asam ini

bisa berkarakter asam Bronsted maupun asam Lewis. Zeolit sintetik biasanya

mempunyai ion Na+ yang dapat dipertukarkan dengan proton secara langsung dengan

asam, memberikan permukaan gugus hidroksil (situs Bronsted). Jika zeolit tidak stabil

pada larutan asam, situs Bronsted dapat dibuat dengan mengubah zeolit menjadi

garam NH4+ kemudian memanaskannya sehingga terjadi penguapan NH3 dengan

meninggalkan proton. Pemanasan lebih lanjut akan menguapkan air dari situs

Bronsted menghasilkan ion Al terkoordinasi 3 yang mempunyai sifat akseptor

pasangan elektron (situs lewis). Permukaan zeolit dapat menunjukkan situs Bronsted,

situs Lewis ataupun keduanya tergantung pada cara zeolit tersebut dipreparasi.

Tidak semua katalis zeolit menggunakan prinsip deionisasi atau bentuk asam.

Sifat katalisis juga dapat diperoleh dengan mengganti ion Na+ dengan ion lantanida

seperti La3+ atau Ce3+. Ion-ion ini kemudian memposisikan dirinya sehingga dapat

mencapai kondisi paling baik yang dapat menetralkan muatan negatif yang terpisah

dari tetrahedral Al pada kerangka. Pemisahan muatan menghasilkan gradien medan


elektrostatik yang tinggi di dalam rongga yang cukup besar untuk mempolarisasi

ikatan C-H atau mengionisasi ikatan tersebut sehingga reaksi selanjutnya dapat

terjadi. Efek ini dapat diperkuat dengan mereduksi Al pada zeolit sehingga unit

[AlO4] terpisah lebih jauh. Tanah jarang sebagai bentuk tersubtitusi dari zeolit-X

menjadi katalis zeolit komersial pertama untuk proses cracking petroleum pada tahun

1960an. Akan tetapi katalis ini telah digantikan oleh Zeolit-Y yang lebih stabil pada

suhu tinggi. Katalis ini menghasilkan 20% lebih banyak petrol (gasolin) dibandingkan

zeolit-X.

Cara ketiga penggunaan zeolit sebagai katalis adalah dengan menggantikan

ion Na+ dengan ion logam lain seperti Ni2+, Pd2+ atau Pt2+ dan kemudian

mereduksinya secara in situ sehingga atom logam terdeposit di dalam kerangka zeolit.

Material yang dihasilkan menunjukkan sifat gabungan antara sifat katalisis logam

dengan pendukung katalis logam (zeolit) dan penyebaran logam ke dalam pori dapat

dicapai dengan baik.

Teknik lain untuk preparasi katalis dengan pengemban zeolit melibatkan

adsorsi fisika dari senyawa anorganik volatil diikuti dengan dekomposisi termal.

Ni(CO)4 dapat teradsorb pada zeolit-X dan dengan pemanasan hati-hati akan

terdekomposisi meninggalkan atom nikel pada rongga. Katalis ini merupakan katalis

yang baik untuk konversi karbon monoksida menjadi metana.

Zeolit mempunyai tiga tipe katalis selektif bentuk yaitu:

1. Katalis selektif reaktan

Katalis selektif reaktan berarti hanya molekul (reaktan) dengan ukuran tertentu

yang dapat masuk ke dalam pori dan akan bereksi di dalam pori.

2. Katalis selektif produk


Katalis selektif produk berarti hanya produk yang berukuran tertentu yang dapat

meninggalkan situs aktif dan berdifusi melewati saluran (channel) dan keluar

sebagai produk.

3. Katalis selektif keadaan transisi

katalis selektif keadaan transisi berarti reaksi yang terjadi melibatkan keadaan

transisi dengan dimensi yang terbatasi oleh ukuran pori.

3.1 Teori dasar sinar-X

Sinar-X merupalan gelombang elektromagnetik atau sering juga disebut

sebagai foton, yang diidentifikasikan sebagai suatu gelombang yang terdiri atas

gelombang listrik dan gelombang magnet. Sinar-X merupakan salah satu gelombang

elektromagnetik yang mempunyai energi relatif besar sehingga daya tembusnya

tinggi, bahkan dapat menembus lapisan logam.

Sinar-X dapat dibedakan menjadi sinar-X karakteristik dan sinar-X

brehmsstrahlung. Sinar-X karakteristik dipancarkan oleh atom yang tereksitasi,

sedangkan sinar-X brehmsstrahlung terjadi bila radiasi beta atau elektron dibelokkan

(atau dipantulkan) oleh atom.

Setelah peristiwa eksitasi terjadi di dalam atom, dalam waktu yang sangat

singkat, eketron akan berpindah kembali ke tempat asalnya dengan memancarkan

energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang disebut sinar-X karakteristik.

Gambar 4 menjelaskan proses pembentukkan sinar-X karakteristik .

Gambar 4 Proses pembentukan sinar X karakteristik


Ketika memasuki atom, radiasi partikel bermuatan (beta atau elektron) akan

dibelokkan atau dipantulkan oleh inti atom sehingga terjadi perubahan momentum.

Perubahan momentum ini menyebabkan pancaran energi berbentuk gelombang

elektromagnetik yang masuk kategori sinar-X dan disebut sebagai brehmsstrahlung.

Permasalahan ini dijelaskan dengan Gambar 5.

Gambar 5 Proses pembentukan sinar-X Brehmstrahlung


3.2X-Ray Fluorescence (XRF)

X-Ray Fluorescence (XRF) adalah salah satu metode pengujian yang

mempergunakan sinar-X untuk mengidentifikasi sampel. Pada saat ini metode XRF

secara luas digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan komposisi unsur yang

ada pada sampel. Sampel yang dianalisis dapat berupa padatan ataupun cairan.

Apabila terjadi eksitasi sinar-X primer yang berasal dari tabung X-ray atau sumber

radioaktif mengenai sampel, sinar-X dapat diabsorpsi atau dihamburkan oleh material.

Proses dimana sinar-X diabsorpsi oleh atom dengan mentransfer energinya pada

elektron yang terdapat pada kulit yang lebih dalam disebut efek fotolistrik. Selama
proses ini, bila sinar-X primer memiliki cukup energi, elektron pindah dari kulit yang

di dalam menimbulkan kekosongan. Kekosongan ini menghasilkan keadaan atom

yang tidak stabil. Apabila atom kembali pada keadaan stabil, elektron dari kulit luar

pindah ke kulit yang lebih dalam dan proses ini menghasilkan energi sinar-X yang

tertentu dan berbeda antara dua energi ikatan pada kulit tersebut. Emisi sinar-X

dihasilkan dari proses yang disebut sinar-X karakteristik yang kemudian digunakan di

alat XRF. Pada umumnya kulit K dan L terlibat pada deteksi XRF. Jenis spektrum

sinar-X dari sampel yang diradiasi akan menggambarkan puncak-puncak pada

intensitas yang berbeda. Skema perpindahan sinar-X dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 6 Spektrum perpindahan sinar-X

Jenis spektrum sinar-X dari sampel yang diradiasi akan menggambarkan puncak-

puncak pada intensitas yang berbeda. Panjang gelombang (energi) dari fluorescence radiation

tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 6.

= h.c/E (6)

Dengan :

= panjang gelombang

h = konstanta Planck
c = kecepatan cahaya

E = energi

Sampel Kolimator
Sekunder dan
detektor

Kolimator
primer

Kristal

Gambar 7 Ilustrasi prinsip kerja WDXRF

3.3 X-Ray Diffraction (XRD)

Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada

hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik.

Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang

konstruktif.

Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah

berdasarkan persamaan Bragg:

n. = 2.d.sin (7)

n = 1,2,...
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel

kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang

gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan

akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak

difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat

intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD

mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga

dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian

dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material.

Standar ini disebut JCPDS.

Gambar 8 Skema alat XRD

Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari tiga

bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar X.

Sinar X dihasilkan di tabung sinar X yang berisi katoda memanaskan filamen,

sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan 4 menyebabkan percepatan


elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang

tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar X.

Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar

X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk

grafik. Skema alat XRD dapat dilihat pada Gambar 11.

Temperature Programmed Desorption (TPD)

Di dalam teknik ini, kemampuan kemisorpsi untuk senyawa-senyawa probe dapat diuji untuk
mendapatkan sifat-sifat katalis tertentu, seperti: kekuatan keasaman dan kebasaan katalis,
bahkan dapat juga digunakan untuk menentukan jumlah situs asam atau basa di dalam katalis.
Kaitannya dengan NH3- TPD, jika CO2terdesorpsi pada suhu tinggi maka tingkat kebasaan
katalis juga tinggi, karena NH3 sebagai senyawa probe yang bersifat basa,sebaliknya jika NH3
terdesorpsi pada suhu rendah, maka tingkat kebasaan katalis juga rendah. Pengukuran dalam
pengujian NH3 -TPD dapat dilakukan di dalam sebuah reaktor kuarsa menggunakan gas
helium sebagai gas carrier. Karakterisasi NH3-TPD ini biasanya dilakukan di dalam sebuah
unit TPD/TPR, biasanya merknya Micromeritics 2900 TPD/TPR yang dilengkapi dengan
TCD (Termal Conductivity Detector). Didalam metode ini, sampel katalis (sekitar 0.05 gram)
mula-mula dikalsinasi pada suhu 300 C . Dengan prinsip yang hampir sama dengan NH3-
TPD, maka metode TPD ini dapat juga digunakan untuk karakterisasi tingkat keasaman dan
jumlah situs asam dari katalis dengan menggunakan gas NH3 (amonia) sebagai adsorbatnya.
Jumlah situs asam dapat ditentukan dari jumlah molekul amonia yang teradsorpsi di situs
asam. Alat yang digunakan untuk karakterisasi NH3-TPD juga sama dengan alat untuk CO2-
TPD. Sejumlah katalis (sekitar 300 mg) dikalsinasi pada suhu 300C dengan adanya aliran
gas helium (25 cm3/menit) selama satu jam. Sampel tersebut kemudian didinginkan hingga
suhu ambien. Sampel tersebut kemudian dijenuhkan dengan mengalirkan gas ammonia (25
cm3/menit) selama 1 jam.. Jumlah amonia yang teradsobsi dianalisis dengan memanaskan
hingga 800C dengan menggunakan pemanasan bertingkat dengan adanya aliran gas helium.
Jumlah NH3 yang terdesorpsi dianalisis dan ditentukan jumlahnya dengan Micromatics TPx.

Gambar Alat micromeritics Chemisorb 2750 dan Detector TPx.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Uji Luas Permukaan Spesifik, Volume Pori Dan Diameter Pori

Luas permukaan spesifik, ukuran pori dan volume pori adalah sifat-sifat dasar

yang sangat penting dari suatu katalis, karena pusat aktif tersebar dan berada pada

permukaan katalis dan pori-pori katalis. Agar kontak antara reaktan dan katalis

optimum maka reaktan harus dapat melewati atau masuk ke dalam pori-pori katalis.

Dengan demikian pori-pori katalsi harus disesuaikan dengan ukuran molekul reaktan

yang digunakan.

Luas permukaan spesifik yang dimaksud pada pengujian ini adalah ukuran

permukaan total suatu material yang dinyatakan dalam satuan luas per satuan berat.

Volume pori adalah ukuran bukaan kecil dalam material padat ( tempat terjadinya
adsorpsi atau lalu lintas cairan) yang dinyatakan dalam satuan volume per satuan

berat. Dan diameter pori adalah ukuran bukaan kecil dalam material padat yang

dinyatakan dalam satuan diameter.

Pada laboratorium katalis alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah

micromeritics ASAP 2400. Tujuan dilakukannya degassing adalah untuk

menghilangkan kandungan air (moisture content) dalam sampel dan juga untuk

membuka pori-pori sampel. Metode pengujian ini mengacu pada ASTM D3663-

03,ASTM D4641-94, ASTM D4222-03 yaitu dengan menimbang sample cell kosong

dan dicatat beratnya.

Pada evaluasi ini dilakukan karakterisasi pada enam sampel katalis. Sampel

katalis yang dikarakterisasi berupa bubuk seperti Gambar 12.

Gambar 9 Sampel Katalis Hidrotreating


Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu.

Persiapan utama dari sampel sebelum dianalisa adalah dengan menghilangkan gas

gas yang terjerap (degassing). Alat surface area analyzer ini terdiri dari dua bagian

utama yaitu Degasser dan Analyzer. Degasser berfungsi untuk memberikan perlakuan

awal pada bahan uji sebelum dianalisa. Fungsinya adalah untuk menghilangkan gas

gas yang terjerap pada permukaan padatan dengan cara memanaskan dalam kondisi

vakum. Sampel dimasukkan ke dalam tabung sebanyak 0,1 gram. Selanjutnya

tabung dipasang pada alat degasser dengan cara dipasangkan sekrup pengencang

abtara sample cell yang berisi sample dengan alat degasser. Biasanya degassing

dilakukan selama 1 jam pada suhu 120C dan 4 jam dengan suhu berkisar 320C.

Lalu dihidupkan lalu atur program degassing sesuai dengan SOP yang tersedia

Degasser terpasang seperti Gambar 13.

Setelah dilakukan degassing, tabung ditimbang untuk mengetahui massa sampel

setelah degassing. Kemudian tabung dipasang pada analyzer dengan dewarflask yang

sudah terisi nitrogen cair. Fungsi nitrogen cair yang dimasukkan ke dalam dewarflask

adalah untuk menciptakan kondisi dengan temperature rendah agar terjadi adsorpsi

gas nitrogen ke permukaan sampel.

Luas permukaan katalis dalam pengujian ini ditentukan dengan mengukur

volume nitrogen yang diadsorpsi oleh sampel ( sampai tekanan jenuh nitrogen

tercapai). Kemudian dengan alat dapat dilihat data dan kurva isotherm adsorpsi

BET(Bruneaur Emmet Teller). Berdasarkan data dan kurva tersebut akan diperoleh

suatu proses perhitungan yang akan menghasilkan luas permukaan, volume pori dan

diameter pori yang secara otomatis diolah dengan program komputer.


Gambar 10 Surface Area Analyzer (micromeritics ASAP 2400)

4.2. Karakterisasi Katalis Dengan XRF

Karakterisasi katalis dengan menggunakan XRF dilakukan untuk mengetahui

kadar unsur yang terkandung di dalam katalis XRF yang digunakan di Laboratory

Catalyst and Material Research and Development Direktorat Pengolahan Pertamina

adalah XRF jenis WDXRF merk Axios produksi PANalytical. Axios XRF dapat

menganalisis semua unsur dari berilium (Be) sampai uranium (U).

Sebelum dilakukan karakterisasi sampel dengan XRF, dilakukan preparasi

terlebih dahulu. Preparasi sampel dilakukan memasukkan sampel yang berupa bubuk
ke dalam cup aluminium, lalu dipadatkan dengan menggunakan alat press. Sebelum di

press, katalis dicampur dengan asam borat untuk mengikat partikel katalis menjadi

padat saat menjadi plat katalis. Preparasi ini dilakukan untuk meratakan bidang

sampel yang akan dianalisis agar pada waktu karakterisasi semua bagian sampel

menerima sudut penyinaran yang sama. Sampel yang telah dipadatkan lalu

dikarakterisasi dengan menggunakan XRF dengan menggunakan aplikasi IQ+.

Gambar 11 Sampel katalis RCC untuk karakterisasi dengan XRF


Gambar 12 Tempat Sampel pada alat XRF

Sampel yang ditempatkan ke alat, dikenai sinar-X yang bersumber dari X ray

tube kemudian melewati entrance slit (tempat jalannya sinar) dan masuk ke curved

crystal. Di dalam Kristal terdapat beberapa unsur, sehingga sinar yang keluar dari

Kristal melalui exit slit merupakan spesifikasi unsur yang terdeteksi. Dari exit slit

sinar yang masuk diteruskan ke detector untuk diubah menjadi signal yang masuk ke

komputer. Dengan menggunakan aplikasi IQ+ dapat mengetahui semua unsur yang

terkandung dalam sampel. Dengan menggunakan intensitas cacahan pada sudut

tertentu maka dapat diketahui kadar unsur dalam sampel.

4.3. Karakterisasi Katalis Dengan Menggunakan Xrd

Karakterisasi dengan menggunakan XRD dilakukan untuk mengidentifikasi fase

kristalin di dalam material. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran

dengan menggunakan XRD kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar X.

Sebelum dilakukan karakterisasi dengan menggunakan XRD, dilakukan preparasi

terlebih dahulu. Preparasi dilakukan dengan memasukkan sampel bubuk ke dalam plat
sampel dan dipadatkan hingga permukaan sampel sama rata dan datar. Tujuannya

adalah agar semua bagian sampel menerima sudut penyinaran yang sama.

Gambar 13 Sampel Katalis untuk karakterisasi dengan XRD

Setelah dilakukan preparasi sampel, selanjutnya dilakukan karakterisasi dengan

menggunakan XRD. Dalam pengujian ini menggunakan tegangan listrik dan arus

listrik sebesar 40 mV dan 25 mA. XRD yang digunakan di Laboratory Catalyst and

Material Research and Development Direktorat Pengolahan Pertamina adalah XRD

Emperian produksi PANalytical.


Gambar 14 Alat XRD di Laboratorium Katalis dan Material

4.4. Uji keasaman (TPD)

Pada teknik ini, kemampuan kemisorp untuk senyawa senyawa probe dapat diuji

untuk mendapatkan sifat-sifat katalis tertentu,seperti: kekuatan keasaman (NH3) dan

kebasaan katalis (CO2),bahkan dapat juga digunakan untuk menentukan jumlah situs

asam atau basa didalam katalis.

Kaitannya dengan NH3 TPD, jika NH3 terdesorpsi pada suhu tinggi maka tingkat

keasamaan katalis juga tinggi, karena NH3 sebagai senyawa probe yng bersifat basa,

sebaliknya jika NH3 terdesorpsi pada suhu rendah, maka tingkat keasaman katalis

juga rendah. Pengukuran dalam pengujian NH3 TPD dapat dilakukan didalam sebuah

reactor kuarsa menggunakan gas helium sebagai gas carrier. Karakterisas NH3 TPD

ini biasanya dilakukan dalam sebuah unit TPD/TPR (micrometrics chemisorb 2750)

yang dilengkapi dengan TCD (Thermal Conductivity Detector). Didalam metode ini,
sampel katalis (sekitar 0.05 gram) mula-mula dikalsinasi pada suhu 300C dengan

aliran Helium selama satu jam, proses ini dinamakan proses deggas yang bertujuan

untuk menghilangkan pengotor yang terdapat dalam sampel. Khemisorpsi gas NH3

dilakukan selama 1 jam pada suhu ruang. Kemudian dipanaskan dengan

menggunakan gas helium hingga temperature 800C dengan pemanasan bertingkat .

Jumlah NH3 yang terdesorpsi dianalisis dan ditentukan jumlahnya dengan Gas

Chromatography (GC) yang dilengkapi dengan detector jenis TCD. Jumlah situs asam

ditentukan dari jumlah molekul ammonia yang teradsorps di situs asam.

Gambar 18 Alat Chemisorb 2750 di Laboratorium Katalis dan Material


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada kerja praktek di Laboratory Catalyst and Material Reasearch and Technology Center Pengolahan Pertamina
telah dilakukan karakterisasi katalis TDHT. Karakterisasi yang dilakukan yaitu karakterisasi XRF, karakterisasi
XRD, karakterisasi dengan ASAP dan karakterisasi TPD. Sampel katalis TDHT merupakan sampel katalis
campuran zeolite dengan support dan telah diaktivasi dengan menggunakan logam. Katalis ini merupakan katalis
Hidrotreating. Penambahan zeolite bertujuan untuk mempermudah katalis membuka cincin aromatic, karena
setelah dilakukan cracking biasanya masih terdapat cincin aromatic yang didalamnya terkandung sulphur.
Karakterisasi ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia katalis. Setelah dilakukan karakterisasi maka
dapat dilakukan evaluasi terhadap katalis yang akan menentukan kualitas katalis itu sendiri. Evaluasi dilakukan
dengan membandingkan karakteristik katalis yang telah ditambahkan zeolite dengan sampel xandong dan katalis
dengan penambahan Fluid Catalyst Cracking (FCC).

Parameter yang digunakan untuk perbandingan antara lain luas permukaan (surface Area), dan Unit Cell Size (UCS).
Surface area dan UCS dapat digunakan sebagai indikasi performa katalis. Luas permukaan,ukuran pori dan volume
pori adalah sifat-sifat dasar yang sangat penting dari suatu katalis,karena pusat aktif tersebar dan berada pada
permukaan katalis dan pori-pori katalis.agar kontak reaktan dan katalis optimum maka reaktan harus dapat
melewati atau masuk ke dalam pori-pori katalis,sedangkan UCS akan mengendalikan aktivias dari zeolite.

Surface Area
300

250

200

150

100

50

0
GAMBAR GRAFIK PERBANDINGAN SA SAMPEL KATALIS

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa hasil analisa SA dari sampel katalis HDS memiliki luas permukaan
spesifik yang lebih tinggi yang merupakan katalis FCC dengan metode pisah. Sedangkan sampel katalis
pembanding 1 mempunyai nilai luas permukaan dan nilai UCS yang lebih rendah. Luas permukaan sampel katalis
pembandiing 1 berada pada rentang nilai luas permukaan katalis. Kelima -Al2O3 hasil pengembangan
memperlihatkan distribusi ukuran pori yang sama, dengan ukuran pori dalam rentang 30-150 . Berdasarkan ukuran
pori tersebut, ketiga -Al2O3 hasil pengembangan hanya memiliki ukuran pori mesopore (20-500 ) (Botchwey,
2010). Penyangga komersial juga hanya memiliki ukuran pori mesopore tetapi dengan distribusi yang lebih lebar 30-
250 . Diameter pori rata-rata penyangga hasil pengembangan dan komersial hampir sama yaitu sekitar 76 yang
mendekati dengan ukuran molekul fraksi nafta.
Analisis menggunakan XRD dilakukan untuk mengetahui pola kristalitas dari katalis. Analisis pada katalis zeolite,
katalis pembanding dan katalis FCC dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pola krisalinitas dari
katalis dengan pemberian zeolite yang berbeda dan adanya peak gamma alumina. Analisis kristalinitas katalis ini
menggunakan instrument XRD (X-Ray Diffraction) PANalaytical. Hasil yang diperoleh berupa kurva difraktogram
dengan sumbu x adalah sudut difraksi (2 ) dan sumbu y adalah intensittas relative (%I). Hasil uji kristalinitas
katalis HDS ditampilkan pada Gambar.

Gambar . Pola difraksi katalis HDS

Gambar menampilkan pola difraksi katalis TDHT dengan menggunakan zeolite yang berbeda. Hasil analisis 3 pola
difraksi katalis kode A,kode B dan kode C memiliki sedikit perbedaan yaitu pada peaknya. Pola difraksi katalis
TDHT menunjukkan puncak yang sama dengan puncak pola difraksi -Al2O3. Penelitian yang dilakukan oleh
okamoto et al,(1998) yang menyatakan bahwa puncak reflektan untuk tipe -Al2O3 yakni pada 2 :37,46, dan
67. Hal ini menunjukan bahwa katalis TDHT memiliki struktur yang mirip -Al2O3 dengan tingkat kristanilitas
yang rendah. Sedangkan hasil XRD pada katalis pembanding pada gambar

Katalis Pembanding
Katalis FCC

Pada gambar menunjukkan pola difraksi yang berbeda antra katalis pembanding dan katalis fcc. Ditampilkan
dengan adanya puncak-puncak di sudut 2 awal. Puncak ini dapat diindikasikan sebagai terbentuknya Kristal
MoO3. Menurut Okamoto et al., (1998), puncak Kristal MoO3 akan muncul pada sudut 2 : 23,3; 25,7;27,3.
Terbentuknya Kristal MoO3 mengindikasikan bahwa logam aktif terdispersi secara merata kedalam pori-pori
penyanga. Pembentukan Kristal MoO3 yang tidak merata juga menyebabkan sukarnya pembentukan fasa akttif
setelah proses sulfidasi (Ulfah et al.,2012). Terbentuknya Kristal MoO3 disebabkan oleh beberapa factor,salah
satunya menurut Okamoto et al., (1998) distribusi logam Mo yang tidak merata dapat terbentukya Kristal MoO3.

Pada pola difraksi katalis pembanding dan katalis FCC merupakan puncak pola difraksi seperti -Al2O3, sama
juga seperti puncak difraksi katalis hierarki. -Al2O3 sebagai penyangga dalam katalis erfungsi untuk
menyediakan luas permukaan yang besar bagi intii aktif. Berdasarkan gambar katalis FCC dan katalis pembanding,
pada sudut 2 terdapat puncak senyawa MoO3, hal ini mengindikasikan disperse logam aktif yang tidak merta,
disperse logam aktif yang tidak merata menyebabkan aktivitas katalis menurun. Namun tidak dapat diketahuin
kadar MoO3 yang terdapat pada setiap katalis, hasil analisis ini hanya mengetahui keberadaannya saja. Maka dapat
disimpulkan bahwa katalis TDHT layak digunakan untuk proses hidrosulfurisasi namun belum sempurna.

Kandungan logam pada katalis dalam fasa oksida dinalisis meggunakan instrument XRF (X-Ray Flouresence). Nilai
kandungan logam pada katalis FCC, katalis TDHT dan katalis pembanding disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Kandungan Logam katalis FCC, katalis TDHT dan katallis pembanding
Phospor(
Nam sampel Nikel (%) Molibdenum (%)
%)
katalis A 2.988 6.508 2.78
katalis B 2.898 6.706 2.82
katalis C 2.935 6.588 2.63
katalis FCC
-0.022 0 3.64
pisah
katalis FCC
-0.023 0 3.31
campur
katalis
3.402 10.931 1.42
pembanding 1
katalis
3.013 9.141 1.02
pembanding 2
katalis
2.431 9.129 1.02
pembanding 3

Berdasarkan analisis pada Tabel 2 diketahui bahwa katalis TDHT yang dibuat (katalis A-C) kandungan logam aktif
yang rendah dibandingkan katalis pembanding. Kandungan katalis yang dibuat menginginkan katalis menangakap
logam nikel sebanyak 3% dan logam Molibdenumnya 14% sedangkan setelah analisa katalis hanya dapat
menangkap nikel sebanyak 2.98% dan molibdenumnya sebanyak 6.7%, hal ini disebabkan oleh pelarutan Mo
dengan NH4OH yang kurang sempurna sehingga banyak Mo yang masih mengendap dan pH NH4OH tidak 14.
Logam pemolybdenum berperan sebagai komponen aktif yang bertugas mempercepat dan mengarahkan reaksi,
mampu mengkonversi reaktan dan selektif dalam pembuatan produk. Logam nikel berperann sebagai promotor
yan bertugas untuk menghasilkan aktivitas,selektivitas,stabilitas katalis dan meningkatkan hidrogenolisis pada
ikatan C-S. Logam phosphor berfungsi berfungsi untuk memperluas pore diameter.Menurut Maity et al., telah
ditemukan effect P dalam hidrotreating pada Heavy crude kaitannya tidak hanya pada keaktivannya tetapi juga
pada struktur pori kattalis. Dapat disimpulkan bahwa P dapat meningkatkan aktivitas dan menghambat
terbentuknya coke. Menurut Bartok et.al., reaksi hidrogenolisis adalah reaksi reduksi dengan cara pemutusan
ikatan sigma ( ). Pemecahan molekul sebagai akibat adanya pemutusan ikatan, biasanya terjadi pada ikatan C-S
maupun C-N,tergantung pada jenis ikatan yang terdapat dalam senyawa organic yang akan direduksi. Apabila
pemutusan yang terjadi adalah pemutusan ikatan C-S maka reaksi hidrogenolisis yang terjadi disebut dengan reaksi
hidrodesulfurisasi. Nilai minus pada logam nikel katalis FCC disebabkan oleh nilainya tidak berada pada rentang
grafik metode sedangkan menggunakan metode omnion juga bernilai sangat kecil, hal ini berarti tidak adanya
logam nikel yang terdapat pada katalis, sehingga katalis FCC baik apabila digunakan sebagai katalis cracking.
Semakin tinggi kandungan logam pada katalis maka kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan akan semakin
besar, aktivitas dan sabilitasnya akan semakin bagus juga. Maka berdasarkan hasil ini semua katalis TDHT kode A-
C dan katalis FCC pisah maupun campur belum mencapai target sehingga belum layak untuk dipakai pada proses
hidrosulfurisasi nafta.

Keasamannya diukur dengan menggunakan mettode TPD NH3 dengan mocrometics TPx solution dan
mikrometics Chemisorb 2750. Prinsip TPD yaitu NH3 yang terdesorpsi setara dengan jumlah asam yang
dibutuhkan, sama halnya pada proses titrasi. Total keasaman terhitung dari integrasi profil TPD dari suhu 0C
sampai 800C. proporsi stus asam kuat dapat terhitung pada area temperature peak tinggi yaitu pada pada peak
katalis kode A dengan luas area 0.00364
Tabel volume keasamaan (cc) pada TPD
volume
volume volume volume
sampel Area keasamaan
standar loop NH3
(cc)
-
katalis kode A 0.01 0.0502 0.1 -0.15904364
0.31682
-
Katalis kode B 0.01 0.0502 0.1 -0.09713198
0.19349
-
Katalis kode C 0.01 0.0502 0.1 -0.12938548
0.25774
Ketiga alumina ini termasuk pada asam lemah karena bedaa pada temperature peak dibawah 600C. Perbedaan
yang utama diantara ketiga alumina tersebut adalah di atas temperatur 600oC, kurva dari -Al2O3-1 ,2dan 3 cenderung
turun, hal ini disebabkan oleh desorbsi NH3. Grafik situs asam diperolehh dari absorpsi NH, karena banyaknya NH3
yang mengalir setara dengan kadar asam yang terdapat pada katalis tersebut. Diketahui tingkat keasamannya untuk
membuka ikatan cincin menjadi rantai lurus, agar pengambilan sulphur dapat lebih mudah. Pada karakterisasi ini
belum dapat di simpulkan dikarenakan hasilnya negative, hal ini disebabkan karena pada proses desorbsi yang belum
selesai sehingga grafiknya turun.
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut

a. Praktikan telah mempelajari serta mengaplikasikan materi yang telah

diberikan di lapangan maupun dibangku kuliah.

b. Praktikan telah melakukan karakterisasi katalis TDHT dengan menggunakan

alat XRF, XRD,TPD dan ASAP.

c. Keasaman belum dapat di simpulkan karena menghasilkan grafik yang

negative.

d. Beberapa sampel katalis kode A-C dan FCCdengan luas permukaan yang

rendah namun kemungkinan dapat dilakukan regenerasi karena nilai UCS

sampel yang masih tinggi.

5.2. Saran

a) Setiap karakteristik dan analisis data sebaknya dilakukan minimal 2 kali agar ada pembandingnya
b) Perlu dilakukan pengujian pada reactor untuk mengtahui kinetika reaksi yang berjalan dan kinerja katalis
yang dibuat.

Anda mungkin juga menyukai