Anda di halaman 1dari 115

PENGARUH PENGHENTIAN NATRIUM BIKARBONAT

TERHADAP UNJUK KERJA FERMENTOR DENGAN


DAN TANPA RECYCLE PADA PROSES
FERMENTASI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT

TESIS

Oleh

FRISTYANA SOSANTY LUBIS


107022001/TK

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
Judul Tesis : PENGARUH PENGHENTIAN NATRIUM
BIKARBONAT TERHADAP UNJUK KERJA
FERMENTOR DENGAN DAN TANPA
RECYCLE PADA PROSES FERMENTASI
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Nama Mahasiswa : FRISTYANA SOSANTY LUBIS


Nomor Induk Mahasiswa : 107022001
Program Studi : MAGISTER TEKNIK KIMIA

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Komisi Pembimbing 1 Komisi Pembimbing II

(Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hsb, M. T) (Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si)
NIP. 196808081994032003 NIP.196808201995011001

Ketua Program Studi Dekan FT-USU

(Dr. Ir. Taslim, M. Si) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
NIP. 196501151990031002 NIP 19571001198501005

Telah diuji pada


Tanggal 26 Juni 2013
PENGARUH PENGHENTIAN NATRIUM BIKARBONAT
TERHADAP UNJUK KERJA FERMENTOR DENGAN
DAN TANPA RECYCLE PADA PROSES
FERMENTASI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik


Pada Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

FRISTYANA SOSANTY LUBIS


107022001/TK

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hsb, M. T


Anggota : - Dr. Eng. Ir. Irvan, M. Si
- Dr. Ir. Taslim, M. Si
- Dr. Ir. Fatimah, M. T
- Dr. Ir. Iriany, M. Si
ABSTRAK

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada, diketahui dengan adanya sistem recycle
sludge dapat meningkatkan laju dekomposisi COD, serta dapat meningkatkan nilai Volatil
Solid (VS), sehingga meningkatkan produksi biogas. Diketahui bahwa penggunaan NaHCO3
dalam proses anaerobik dapat mempengaruhi proses fermentasi. Penambahan NaHCO 3 juga
sangat dibutuhkan sebagai penetral pH, dan meningkatkan alkalinitas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jika dilakukan penghentian NaHCO3
terhadap produksi biogas, pH dan alkalinitas baik menggunakan sistem recycle maupun
tanpa recycle. Penelitian dilakukan dengan menggunakan reaktor berpengaduk kontinu
Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) bervolume 2 liter. Bahan yang digunakan sebagai
umpan fermentor adalah limbah cair dari PKS ADOLINA PTPN IV, dengan bahan tambahan
berupa natrium bikarbonat (NaHCO3), larutan logam (trace metals) FeCl2, NiCl.6H2O dan
CoCl2.6H2O. Variabel-variabel yang diamati antara lain M-Alkalinitas, Total Solid (TS), VS,
dan produksi biogas pada Hydraulic Retention Time (HRT) 6 hari. Dari hasil penelitian ini
diperoleh produksi biogas sistem recycle dengan dihentikan penambahan NaHCO 3 rata-rata
5,5-6,5 L/hari, menggunakan NaHCO3 7-8,5 L/hari, pH yang diperoleh stabil, alkalinitas
yang dihasilkan rata-rata 1500 mg/L , laju dekomposisi VS fermentasi recycle dihentikan
penambahan NaHCO3 rata-rata 60%, menggunakan NaHCO3 80%. Sedangkan untuk non-
recycle produksi biogas dihentikan penambahan NaHCO 3 rata-rata 5-6 L/hari,
menggunakan NaHCO3 6-8 L/hari, pH yang dihasilkan juga stabil, laju dekomposisi yang
dihasilkan dihentikan penambahan NaHCO3 rata-rata 45%, menggunakan NaHCO3 55%.

Kata kunci : Biogas, limbah cair pabrik kelapa sawit, natrium bikarbonat, thermofilik.
ABSTRACT

Based on the preliminary research, it was found that recycle sludge system can increase the
rate of COD decomposition and the value of Volatile Solid (VS) so that biogas production
can be increased. It was also found that the use of NaHCO 3, in the anaerobic process can
influence fermentation process. The increase of NaHCO 3 can also be needed to neutralize pH
and increase alkalinity. The objective of the research was to find out the amount of influence
if NaHCO3 was stopped on biogas production, pH, and alkalinity with or without recycle.
The research was conducted by using two liters of Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR).
The material used as ferment feedback was liquid waste from PKS ADOLINA PTPN IV with
supplements such as sodium bicarbonate (NaHCO 3), trace metals FeCl2, NiCl.6H2O, and
CoCl.6H2O. The observed variables were M-Alkalinity, Total Solid (TS), VS, and biogas
production in Hydraulic Retention Time (HRT) in six days. The result of the research showed
that biogas production of recycle system and the elimination of the average of 5,5-6,5 L/day
of NaHCO3, using NaHCO3, 7-8,5 L/day, pH was stable, alkalinity was on the average of
1500 mg/L, decomposition rate of VS fermentation recycle which was produced if the
additional NaHCO3 was stopped on the average of 60%, using 80% of NaHCO 3 on the
average of 5-6 L/day, using NaHCO 3 6-8 L/day, ph was stable, decomposition rate of which
was produced if the additional NaHCO 3 was stopped on the average of 45%, using 55% of
NaHCO3.
Keywords: Biogas, Liquid Waste of Oil Palm Plant, Sodium Bicarbonate, Thermophylic
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan

karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan

Hasil Penelitian untuk penyusunan tesis Magister Teknik Kimia.

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis mendapatkan bimbingan serta

bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hsb, MT

selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Anggota

Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam

penyusunan Laporan Hasil Penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Taslim, M.si

selaku ketua Program Studi Magister Teknik Kimia yang memberikan masukan dan

bantuan pada penulis dalam mengajukan Penelitian ini, Bapak Ir. Bambang Trisakti

dan Mr. Tomiuchi Yoshimassa yang telah memberikan masukan dan saran dalam

penyusunan Laporan Hasil Penelitian ini, rekan-rekan di LPPM USU yang telah

membantu dan memberi dukungan serta seluruh pihak yang telah membantu dalam

penulisan Laporan Hasil Penelitian ini.


Penulis mengharapkan masukan, saran maupun kritik yang membantu

sehingga Laporan Hasil Penelitian ini lebih sempurna lagi. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih.

Medan, 2013

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sosa pada tanggal 21 Agustus 1985 yang merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dahrial Efendy Lubis dan Ibu

Rohana Sinaga, S.E.

Pendidikan TK di tempuh di TK SISALANA Laras pada tahun 1989-1991,

kemudian melanjutkan ke pendidikan sekolah dasar di SDN IV Laras pada tahun

1991-1997, kemudian melanjutkan ke MTs Ponpes Modern Muhammadiyah

Langkat-Binjai pada tahun 1997-2000, dan MA Ponpes Modern Muhammadiyah

Langkat-Binjai pada tahun 2000-2003.

Pada tahun 2003 Penulis melanjutkan pendidikan di LPP Yogyakarta (D3) Teknik

Kimia dan lulus Ahli Madya (AMD) pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2006

Penulis melanjutkan pendidikan di IST AKPRIND Yogyakarta (S1) Teknik Kimia

dan lulus Sarjana Teknik pada tahun 2010. Setelah itu Penulis mengambil program

Magister Teknik Kimia di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.................................................................................................................i

ABSTRACT...............................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...............................................................................................iii

RIWAYAT HIDUP....................................................................................................v

DAFTAR ISI..............................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................x

DAFTAR TABEL......................................................................................................xii

DAFTAR SINGKATAN...........................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1. Latar Belakang.................................................................................1

1.2. Perumusan Masalah.........................................................................7

1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................8

1.4. Lingkup Penelitian...........................................................................8

1.5. Manfaat Penelitian...........................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10

2.1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit....................................................10

2.2. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik....................................12

2.3. Biogas...............................................................................................19

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas......................22


2.5. Komponen-Komponen dalam Biogas..............................................23

2.6. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)........................................................24

2.7. Pengaruh Sistem Recycle Terhadap Proses Pengolahan POME......25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................27

1.1. Lokasi Penelitian..............................................................................27

1.2. Bahan dan Peralatan.........................................................................27

1.3. Tahap Penelitian...............................................................................30

1.4. Prosedur Penelitian...........................................................................30

1.4.1. Loading Up...........................................................................30

1.4.2. Pembuatan Umpan...............................................................31

1.4.3. Prosedur Recycle..................................................................31

1.4.4. Pengujian Sampel.................................................................32

1.4.5. Prosedur Analisa...................................................................33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................35

1.1. Karakteristik LCPKS sebagai Bahan Baku......................................35

1.2. Produksi Biogas Selama Proses Fermentasi Anaerobik...................35

1.3. Pengaruh Penghentian NaHCO3 Terhadap M-Alkalinitas...............38

1.4. Pengaruh Penghentian NaHCO3 Terhadap pH.................................41

1.5. Pengaruh Penghentian NaHCO3 Terhadap Laju Dekomposisi

TS (%)..............................................................................................43

1.6. Pengaruh Penghentian NaHCO3 Terhadap Laju Dekomposisi

VS (%)..............................................................................................45
1.7. Profil Pengaruh Sistm Recycle dan Non-Recycle Terhadap

Laju Dekomposisi COD...................................................................47

1.8. Pengaruh Dihentikan Penambahan NaHCO3 Terhadap

Biaya Produksi.................................................................................48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................52

1.1. Kesimpulan......................................................................................52

1.2. Saran.................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................55

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN.............................................................59

LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan NaHCO3........................59

LA.2 Prosedur Loading Up.....................................................................60

LA.3 Pembuatan Umpan.........................................................................61

LA.4 Prosedur Recycle............................................................................62

LA.5 Pengujian Sampel..........................................................................63

LA.6 Prosedur Analisa............................................................................64

LA.7 Pembuatan Starter untuk Fermentasi Menggunakan NaHCO3......66

LA.8 Loading Up dan Operasi Target.....................................................66

LA.9 Prosedur Pembuatan Umpan..........................................................67

LA.10 Prosedur Recycle............................................................................67

LA.11 Pengujian Sampel..........................................................................68

LAMPIRAN B KARAKTERISTIK SAMPEL.........................................................73

LB.1 Karakteristik LCPKS Adolina dan Keluaran Fermentasi..............73


LB.2 Data Biogas Fermentasi dengan Recycle Dihentikan NaHCO3.....74

LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN............................................................85

LC.1 Perhitungan Produksi Biogas/VS...................................................85

LC.2 Perhitungan Laju TS dan VS yang Terdegradasi...........................85

LC.3 Perhitungan Kestabilan 3 × HRT 6................................................86

LC.4 Perhitungan Penggunaan NaHCO3................................................88

LAMPIRAN D DOKUMENTASI.............................................................................92
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Konversi Bahan Organik Menjadi Metana Secara Anaerobik..........................13

2.2 (A) Pembentukan Metana dari Asetat dan (B) dari Karbon Dioksida..............16

3.1 Skematik Rangkaian Peralatan Konversi LCPKS Menjadi Biogas..................29

4.1 Produksi Biogas vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle.......................36

4.2 Produksi Biogas vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle...............36

4.3 M-Alkalinity vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle.............................39

4.4 M-Alkalinity vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle.....................39

4.5 pH vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle.............................................41

4.6 pH vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle.....................................42

4.7 Laju Dekomposisi TS vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle..............43

4.8 Laju Dekomposisi TS vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle......44

4.9 Laju Dekomposisi Vs vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle...............46

4.10 Laju Dekomposisi Vs vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle.......46

A.1 Flowchart Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan

NaHCO3............................................................................................................59

A.2 Flowchart Prosedur Loading Up......................................................................60

A.3 Flowchart Pembuatan Umpan..........................................................................61

A.4 Flowchart Prosedur Recycle.............................................................................62

A.5 Flowchart Analisa M-Alkalinity.......................................................................64


D.1 Tangki Umpan..................................................................................................92

D.2 Fermentor..........................................................................................................92

D.3 Gas Meter..........................................................................................................93

D.4 Botol Keluaran Fermentor (Discharge)............................................................93

D.5 Botol Biogas (Gas Collector)...........................................................................94

D.6 Rangkaian Peralatan.........................................................................................94

D.7 Peralatan Analisa..............................................................................................95

D.8 Furnace.............................................................................................................95

D.9 Oven..................................................................................................................96
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Berbagai Penelitian Pembuatan Biogas yang Menggunakan NaHCO3

sebagai Sumber Alkali......................................................................................5

2.1 Sifat dan Komposisi LCPKS............................................................................10

2.2 Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit..................................11

2.3 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik...........................................18

2.4 Komposisi Biogas Secara Umum.....................................................................20

2.5 Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya..................................23

4.1 Pengaruh Recycle dan Non-Recycle Terhadap Laju Dekomposisi COD..........48

B.1 Karakteristik LCPKS Adolina dan Keluaran Fermentasi.................................73

B.2.1 Data Biogas untuk Fermentasi dengan Recycle Dihentikan NaHCO3..............74

B.2.2 Data Alkalinitas dan pH Dihentikan NaHCO3 dengan Recycle........................76

B.2.3 Data TS dan VS dengan Recycle Dihentikan NaHCO3....................................77

B.2.4 Data Biogas Fermentasi dengan Non-Recycle Dihentikan NaHCO3................78

B.2.5 Data Alkalinity dan pH dengan Non-Recycle Dihentikan NaHCO3..................80

B.2.6 Data TS dan VS dengan Non-Recycle Dihentikan NaHCO3............................81

B.2.7 Data Biogas Fermentasi Menggunakan NaHCO3.............................................82

B.2.8 Data Alkalinitas, Kandungan CH4 dan CO2 Menggunakan NaHCO3..............83

B.2.9 Data Kadar Fe, Laju Degradasi Total Solid dan Volatil Solid

Menggunakan NaHCO3....................................................................................84
L.C.1Persen Penggantian Isi Digester.......................................................................87
DAFTAR SINGKATAN

COD : Chemical Oxygen Demand


CSTR : Continuous Stirred Tank Reactor
CDM : Clean Development Mechanism
HRT : Hydraulic Retention Time
LCPKS : Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
PKS : Pabrik Kelapa Sawit
POME : Palm Oil Mill Effluent
PTPN : Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara
TS : Total Solid
VS : Volatile Solid
SRT : Sludge Retention Time
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri kelapa sawit di Indonesia saat ini tumbuh dengan pesat. Hal ini

diperlihatkan dari luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang terus

bertambah, demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Pada tahun 2009

luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan mencapai 7,5 juta

hektar dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) berkisar 23 juta ton. Besarnya

produksi CPO tersebut diikuti dengan produksi limbah pabrik kelapa sawit (PKS)

yang cukup besar juga, baik limbah padat seperti tandan kosong, cangkang, dan serat

(fiber) yang berkisar 15,2 juta ton/tahun, maupun limbah cair pabrik kelapa sawit

(LCPKS) yang berkisar 28,7 juta ton/tahun. Jumlah ini akan terus meningkat dengan

meningkatnya produksi tandan buah segar (TBS) Indonesia (Dinas Pertanian, 2010).

Dalam pengoperasian pabrik kelapa sawit, disamping akan menghasilkan

produk utama (main product) berupa CPO dan PKO, juga akan menghasilkan produk

samping (by-product), baik berupa limbah padat maupun limbah cair dan juga

polutan ke udara bebas (Henry Loekito, 2002). LCPKS merupakan salah satu produk

samping terbesar dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat

pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air

pencucian. LCPKS ini tidak dapat langsung dibuang ke perairan karena memiliki
Chemical Oxygen Demand (COD) dengan konsentrasi tinggi hingga mencapai

100.000 mg/l, kandungan lemaknya mencapai 4000 mg/l dan total solid (TS) 40.500

mg/l (Ngan, M.A, 2000). Parameter LCPKS tersebut berada di atas ambang batas

baku mutu limbah. Jika tidak dilakukan pencegahan dan pengolahan terhadap

LCPKS, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air,

menimbulkan bau, dan menghasilkan gas metana serta CO2 yang merupakan emisi

gas penyebab efek rumah kaca. Sehingga perlu dilakukan pengolahan terhadap

LCPKS tersebut sebelum dibuang ke perairan.

Secara konvensional pengolahan limbah cair kelapa sawit LCPKS yang banyak

digunakan oleh PKS adalah dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik

dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari. Pengolahan LCPKS

secara konvensional banyak dilakukan oleh pabrik kelapa sawit karena cukup

sederhana dengan biaya investasi yang lebih murah dan energi yang dibutuhkan

rendah. Tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam memiliki beberapa kelemahan

diantaranya yaitu kebutuhan areal untuk kolam yang cukup luas (sekitar 5 ha untuk

PKS dengan kapasitas 30 ton/jam), kemudian perlu biaya pemeliharaan untuk

pembuangan dan penanganan lumpur dari kolam dan juga terjadi emisi gas metana ke

udara bebas. Selain itu ketika limbah yang telah diolah dibuang ke sungai, dan semua

nutrisi yang berasal dari limbah (N, P, K, Mg, Ca) akan hilang, selain itu juga akan

menyebabkan pencemaran sungai (Dinas Pertanian, 2010).

Saat ini berbagai jenis penelitian telah dilakukan untuk menekan dampak

negatif limbah terhadap manusia dan lingkungan, juga agar limbah tersebut dapat
dimanfaatkan secara maksimal sehingga memberikan nilai tambah. Diantara upaya

tersebut adalah pemanfaatan LCPKS dengan proses fermentasi anaerobik untuk

menghasilkan biogas. Beberapa institusi telah mengembangkan beberapa metode

untuk mengolah LCPKS menjadi biogas, antara lain proses pengolahan anaerobik

mesofilik dan anaerobik termofilik dengan waktu tinggal yang bervariasi, diantaranya

adalah Novaviro Technology Sdn Bhd, Malaysia yang telah mengembangkan proses

pengolahan LCPKS menggunakan tangki reaktor anaerobik mesofilik. Pada proses

ini, gas metana yang terbentuk digunakan sebagai sumber energi bagi pabrik kelapa

sawit, proses yang dikembangkan merupakan proses kontiniu menggunakan

Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan waktu tinggal (Hydraulic Retention

Time, HRT) selama 18 hari dan menggunakan sistem pengembalian sludge dengan

waktu tinggal 2 hari dalam tangki sedimentasi (Novaviro, 2008). Selain itu, telah

dikembangkan juga proses pembentukan biogas dari LCPKS secara anaerobik

termofilik dengan HRT 8, 6 dan 4 hari oleh peneliti dari USU dan Metawater Jepang,

biogas yang diperoleh pada HRT 8 hari adalah sebanyak 6,05-9,82 liter/hari, pada

HRT 6 dan 4 diperoleh 6,93-8,94 dan 13,95-16,14 liter/hari (Irvan dkk, 2012).

Saat ini metode-metode yang dikembangkan dalam pengolahan dan

pemanfaatan LCPKS menjadi biogas ini tidak hanya sebatas teknologi untuk

mengkonversi LCPKS menjadi biogas, tetapi juga bagaimana memperoleh produksi

biogas yang optimum. Salah satunya adalah fermentasi POME dengan sistem

pengembalian lumpur (recycle sludge).


Dalam proses anaerobik, untuk memproduksi biogas diperlukan suatu kondisi

yang memungkinkan mikroorganisme pembentuk metana untuk dapat hidup dan

berkembang biak dengan baik. Salah satu kondisi yang harus dijaga adalah pH dari

sistem pengolahan anaerobik tersebut. Kondisi pH yang dibutuhkan oleh bakteri

metanogen adalah pada rentang nilai 6,5 hingga 7,2. Untuk mempertahankan kondisi

pH pada rentang yang dibutuhkan oleh mikroorganisme agar dapat hidup, maka

alkalinitas perlu dijaga dengan menambahkan NaHCO3 (Appels, L., dkk, 2008).

Alkalinitas adalah salah satu parameter yang paling penting dalam proses pengolahan

limbah cair karena alkalinitas berfungsi sebagai pengontrol pH (Morel, F. M, 1983).

Untuk meningkatkan alkalinitas ada beberapa jenis bikarbonat yang biasa digunakan,

yaitu: natrium bikarbonat, natrium karbonat, natrium hidroksida, magnesium oksida

atau kapur. Dari keseluruhan yang disebutkan, diketahui natrium bikarbonat memiliki

kelarutan yang tinggi dan kemampuan yang tinggi untuk menetralisasi karbon

dioksida sehingga menjadikannya mudah digunakan dan aman bagi lingkungan

(Speece, 1996). Disamping itu harganya relatif lebih murah dibandingkan bikarbonat

yang lain.

Beberapa penelitian yang berkenaan dengan penggunaan NaHCO3 diperlihatkan

pada Tabel 1.1.


Tabel 1.1 Berbagai Penelitian Pembuatan Biogas yang Menggunakan NaHCO3

sebagai Sumber Alkali

Peneliti Judul Jenis Limbah Metode Hasil Penelitian


B. I Effect of Buffer (NaHCO3) and Limbah Makanan Digestion Anaerobik, Dengan penambahan
Abdulkarim Waste Type in High Solid suhu 55oC, metode NaHCO3 pH yang dihasilkan
dan A. M Thermophilic Anaerobic analisis berdasarkan stabil, produksi biogas
Evuti, 2010 Digestion standard method. meningkat, dan persen
dekomposisi volatile solid
meningkat.

Ratusznei dkk, Effect of Bicarbonate Limbah keju Metode analisis Semakin besar penambahan NaHCO3
2003 Alkalinity on Gravimetric gravimetri menggunakan persen nilai VS dan TS yang didapat
Solids Analysis in Anaerobic NaHCO3 semakin tinggi
Wastewater Treatment

Damasceno, Interaction Analysis of


dkk, 2007 Limbah industri keju Reaktor anaerobik
Feeding Time and Organic Penambahan NaHCO3
Loading in a Sequential Batch ASBBR berpengaruh terhadap nilai Total
Biofilm Reactor (ASBBR) Solid dan Volatile Solid.
Treating Whey

Dengan penambahan 2,5 g/l


CSTR, Anerobik, suhu
Irvan, dkk, Methane from Digestion of LCPKS NaHCO3 pada HRT 8
55oC, NaHCO3, Trace
2012 Palm Oil Mill Effluent diperoleh biogas sebanyak
Metal, HRT 4, 6, 8,
(POME) in a Thermophilic 6,05-9,82 liter/hari, pada
penstabil pH NaHCO3
Anaerobic Reactor. HRT 6 dan 4 diperoleh
6,93-8,94 dan 13,95-16,14
liter/hari.
Saat ini Lembaga Penelitian USU bekerja sama dengan perusahaan Metawater

Jepang yang sedang mengembangkan metode pemanfaatan dan pengolahan LCPKS.

Metode yang dikembangkan adalah pengolahan LCPKS dengan proses anaerobik

secara termofilik untuk memperoleh biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

energi. Penelitian ini menggunakan digester berpengaduk dengan HRT 6 hari dan

temperatur operasional 55oC. Dalam proses pengolahannya dilakukan penambahan

NaHCO3 sebanyak 2,5 g/L LCPKS untuk menstabilkan alkalinitas dan penambahan

larutan FeCl2 25 mg/L, NiCl2 0,49 mg/L dan CoCl2 0,42 mg/L LCPKS untuk

meningkatkan produksi biogas. Penelitian USU ini berupa pilot plant dengan

menggunakan digester yang dapat menampung 3 ton LCPKS untuk diolah secara

anaerobik dan dapat menghasilkan biogas (Irvan, 2009).

Jika diaplikasikan dalam industri kelapa sawit untuk skala penuh (full scale)

dengan kapasitas produksi 40 ton per jam maka kebutuhan NaHCO 3 yang digunakan

untuk pengolahan limbah cairnya akan cukup besar. Bila suatu PKS mengolah 40 ton

tandan buah segar per jam dengan konversi TBS 60% (Novaviro, 2008) maka akan

diperoleh sekitar 24 ton LCPKS per jam. Jika diasumsikan waktu produksi selama 20

jam per hari maka jumlah LCPKS yang harus diolah sekitar 144.000 ton per tahun.

Sehingga berdasarkan metode yang dikembangkan oleh LP3M USU dan Metawater,

untuk mengolah LCPKS tersebut dibutuhkan kurang lebih 1.200 NaHCO3 gr per hari,

atau sekitar Rp. 2.760.000,- per harinya, sekitar Rp. 1.007.400.000,- M per tahun.

Jika dihentikan penambahan NaHCO3 dibutuhkan sekitar Rp. 30.360.000,- juta per

tahun. Selisih diantaranya adalah Rp. 977.040.000,- juta per tahun.


Diketahui bahwa dengan adanya sistem recycle sludge, dapat meningkatkan

produksi biogas, berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada penggunaan

NaHCO3 dalam proses anaerobik dapat mempengaruhi proses fermentasi.

Penambahan NaHCO3 juga sangat dibutuhkan sebagai penetral pH. Tetapi bila

diaplikasikan dalam skala penuh maka dana yang dibutuhkan akan sangat besar,

berdasarkan hal tersebut, dan mengambil referensi dari penelitian yang ada, disini

peneliti ingin melakukan serangkaian penelitian awal yaitu dengan dihentikan

penambahan NaHCO3 sehingga diketahui pengaruhnya terhadap produksi biogas, pH

serta nilai alkalinitas yang dihasilkan dari pengolahan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

NaHCO3 sangat dibutuhkan dalam fermentasi LCPKS. Keberadaannya sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan pH. Jika pH di dalam fermentor turun dibawah 6,5

maka populasi bakteri secara keseluruhan akan tidak seimbang dan tidak dapat

memproduksi biogas maka untuk menjaga alkalinitas perlu penambahan bikarbonat.

Jika diaplikasikan kedalam skala industri penggunaan bikarbonat sangatlah besar,

maka penelitian ini dilakukan dengan melakukan penghentian terhadap bikarbonat,

agar dapat menghemat biaya perusahaan dan ingin diketahui kondisi pH, produksi

biogas serta alkalinitasnya.


1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui seberapa besar pengaruh yang terjadi di dalam fermentor jika dilakukan

penghentian NaHCO3 terhadap perubahan produksi biogas, pH dan alkalinity yang

dihasilkan pada proses fermentasi LCPKS, baik itu dengan sistem recycle sludge

maupun non-recycle.

1.4. Lingkup Penelitian

Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)

yang berasal dari pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV. Penelitian dilakukan dengan

proses fermentasi anaerobik termofilik menggunakan fermentor jenis Continuous

Stirred Tank Reactor (CSTR).

Kondisi operasional pada penelitian ini adalah:

1. Temperatur : 55oC

2. Volume substrat : 2 liter

3. HRT : 6 hari

4. Konsentrasi NaHCO3 awal : 2,5 g/L

5. Kecepatan pengadukan : 150 rpm – 200 rpm

Parameter yang diukur adalah:

1. Dihentikan penambahan NaHCO3 dengan dan tanpa recycle terhadap

produksi biogas.
2. Terhadap TS.

3. Terhadap VS.

4. Terhadap Alkalinity.

5. Terhadap pH.

Variasi bebas:

1. Dihentikan Penambahan NaHCO3 dengan recycle.

2. Dihentikan Penambahan NaHCO3 tanpa recycle.

3. Tanpa Dihentikan Penambahan NaHCO3 dengan recycle.

4. Tanpa Dihentikan Penambahan NaHCO3 tanpa recycle.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini bagi industri dan masyarakat adalah:

1. Menyediakan informasi tentang penggunaan natrium bikarbonat

menggunakan fermentasi LCPKS anaerobik termofilik.

2. Dapat menghemat biaya perusahaan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping

dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat pada proses sterilisasi,

air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik.

LCPKS mengandung berbagai senyawa terlarut, termasuk serat-serat pendek,

hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-

mineral. Tabel 2.1 menyajikan sifat dan komponen LCPKS.

Tabel 2.1 Sifat dan Komposisi LCPKS (Ngan, 2000)


Parameter Rata-rata*
pH 4,7
Minyak 4000
BOD 25000
COD 50000
Total Solid 40500
Suspended Solid 18000
Total Volatile Solid 34000
Total Nitrogen 750
Mineral Rata-rata
Fosfor 180
Kalium 2270
Magnesium 615
Kalsium 439
Boron 7,6
Besi 46,5
Mangan 2,0
Tembaga 0,89
*Semua dalam mg/l, kecuali pH
Limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi,

berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan

residu minyak dengan BOD (biological oxygen demand) dan COD (chemical oxygen

demand) yang tinggi. Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan, maka

sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut,

menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem

perairan. Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan terlebih dahulu harus

diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan. Tabel 2.2 berikut

ini adalah baku mutu untuk limbah cair industri minyak kelapa sawit berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995.

Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit

Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemaran


(mg/l) Maksimum (Kg/ton)

BOD5 100 0,25


COD 350 0,88
TSS 250 0,63
Minyak dan lemak 25 0,063
Nitrogen total (sebagai N) 50,0 0,125

Nikel (Ni) 0,5 mg/l


Kobal (Co) 0,6 mg/ L
pH 6,0 – 9,0
Debit limbah maksimum 2,5 m3 per ton produk minyak sawit (CPO)

(Kep Men LH No.51, 1995)


Limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya karbon dan senyawa

organik, dimana dekomposisi senyawa organik ini oleh bakteri anaerob dapat

menghasilkan biogas yang terdiri dari 55% - 70% metan, 30% - 45% karbon dioksida

dan sedikit hidrogen sulfida (Deublein dan Steinhauster, 2008). Jika gas-gas tersebut

tidak diolah dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satu

penyebab pemanasan global karena gas metana dan karbon dioksida termasuk gas

rumah kaca.

2.2. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik

Pengolahan limbah cair secara anaerobik merupakan proses yang dapat terjadi

secara alami yang melibatkan beberapa jenis mikroorganisme yang berperan dalam

proses tersebut. Proses yang terjadi pada pengolahan secara anaerobik ini adalah

fermentasi, asidogenik dan metanogenesis. Beberapa jenis bakteri bersama-sama

secara bertahap mendegradasi bahan-bahan organik dari limbah cair (Deublein dan

Steinhauster, 2008). Tahapan yang terjadi dalam proses perombakan senyawa

organik menjadi gas metana ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Pada pengolahan secara anaerobik, bakteri yang berperan adalah bakteri

fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri metanogenik yang memiliki peran masing-

masing dalam mendegradasi senyawa organik menjadi produk akhir berupa gas

metana. Tiap fase dari proses fermentasi metana melibatkan mikroorganisme yang

spesifik dan memerlukan kondisi hidup yang berbeda-beda. Bakteri pembentuk gas

metana merupakan bakteri yang tidak memerlukan oksigen bebas dalam


metabolismenya, bahkan dengan adanya oksigen bebas dapat menjadi racun atau

mempengaruhi metabolisme bakteri tersebut (Deublein D. dan Steinhauster, A.

2008).

Senyawa Organik
Karbohidrat Protein Lemak

Hidrolisis
1 1 1

Gula Asam Amino As. Lemak alkohol

Volatile Fatty Acids Etanol


Asidogenesis 1
1
Asetogenesis
2

CH3COO- 3 CO2/ H2

Metanogenesis 5 4

CH4

1. Bakteri Fermentasi
2. Bakteri Asetogenik penghasil hidrogen
3. Bakteri Asetogenik pengguna hidrogen
4. Bakteri Metanogenik pereduksi karbon dioksida
5. Bakteri Metanogenik asetoclastic

Gambar 2.1 Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik (Jiang, 2006)

Gas metana yang diperoleh dari proses pengolahan limbah cair secara anaerobik

ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dan merupakan bahan bakar yang sangat

baik. Gas metana memiliki nilai bakar yang tinggi dan lebih ramah terhadap

lingkungan jika dibandingkan dengan bahan bakar petroleum ataupun batu bara.
Proses anaerobik melibatkan penguraian senyawa organik dan anorganik oleh

mikroorganisme tanpa adanya molekul oksigen bebas.

1. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan langkah awal untuk hampir semua proses penguraian

dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga

dapat diurai oleh bakteri pada proses fermentasi. Bakteri mendekomposisi rantai

panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang lebih pendek.

Solubilisasi melibatkan proses hidrolisis dimana senyawa-senyawa organik kompleks

dihidrolisis menjadi monomer-monomer. Sebagai contoh, polisakarida diubah

menjadi monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida dan asam amino. Lemak

dihidrolisis menjadi asam-asam lemak atau gliserol (Deublein dan Steinhauster,

2008).

Laju hidrolisis merupakan fungsi dari faktor seperti pH, suhu, komposisi dan

ukuran partikel substrat.

2. Asidogenesis

Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa, dikonversikan menjadi asam

lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh

bakteri pembentuk asam. Asam-asam organik yang terbentuk adalah asam asetat,

asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Reaksi asidogenesis dapat dilihat di

bawah ini:
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2
glukosa asam butirat

C6H12O6 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O


glukosa asam propionat

3. Metanogenesis

Produksi metana dan karbon dioksida dilakukan oleh bakteri methanogenic.

Sebanyak 70% dari metana yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan sisanya

30% dihasilkan dari konversi hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO2), menurut

persamaan berikut:

Asam asetat bakteri methanogenic


metana + karbon dioksida

Hidrogen + karbon dioksida bakteri methanogenic


metana + air

Metanogenesis merupakan langkah penting dalam proses pengolahan anaerobik

secara keseluruhan, karena proses ini adalah yang paling lambat pada proses reaksi

biokimia. Metanogenesis sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi. Komposisi bahan

baku, laju pengumpanan, suhu, dan pH adalah faktor yang mempengaruhi proses

metanogenesis. Overloading pada digester, perubahan suhu atau masuknya oksigen

dalam jumlah besar dapat mengakibatkan penghentian produksi metana (Seadi et al,

2008). Jalur untuk pembentukan metana dari asetat dan CO2 oleh mikroorganisme

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Rantai hidrokarbon panjang terlibat dalam proses ini seperti methanofuran

(misalnya R – C24H26N4O8) dan H4TMP (tetrahydromethanopterin) sebagai Co-faktor.

Corrinoid adalah molekul yang memiliki empat cincin pirol dalam cincin yang besar
dengan rumus empiris C19H22N4. Ketika pembentukan metana bekerja, fase

asetogenesis juga bekerja tanpa masalah. Masalah dapat terjadi ketika bakteri

asetogenic hidup bersimbiosis bukan dengan spesies methanogenic tetapi dengan

organisme lain dan menggunakan H2O.

(A) (B)

CoA = Koenzim A, CoM = Koenzim M)

Gambar 2.2. (A) Pembentukan Metana Dari Asetat dan (B) Dari Karbon Dioksida

(Jiang, 2006)

Terdapat dua kelompok organisme metanogenik yang terlibat dalam

pembentukan metana. Kelompok pertama merupakan aceticlastic methanogens yang

memecah asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Kelompok kedua antara lain
Methanobacterium yang menggunakan hidrogen dan karbon dioksida untuk

membentuk metana.

Metanogen dan asidogen membentuk suatu hubungan yang saling

menguntungkan dimana metanogen mengubah hasil dari proses asidogen seperti

hidrogen, asam format dan asetat menjadi metana dan karbon dioksida.

Mikroorganisme yang membentuk metana diklasifikasikan sebagai archaea yang

bekerja tanpa adanya oksigen. Mikroorganisme non metanogenik yang berperan

dalam hidrolisis dan fermentasi merupakan bakteri fakultatif (Deublein dan

Steinhauster, 2008).

Pengolahan secara anaerobik dengan reaktor dapat diaplikasikan untuk

mengolah limbah cair dalam jumlah yang besar karena menggunakan reaktor tertutup

dan waktu tinggal cairan limbah saat ini bisa lebih singkat, maka kebutuhan lahan

yang luas untuk mengolah limbah cair dapat dikurangi. Selain itu pengolahan limbah

cair secara anaerobik juga dapat memberikan sumber energi berupa gas metana yang

merupakan produk akhir dari proses anaerobik ini. Gas metana yang dihasilkan dapat

digunakan sebagai bahan bakar yang relatif terhadap ramah lingkungan.

Pengolahan anaerobik untuk menghasilkan biogas ini sangat bermanfaat dalam

mengurangi limbah biomassa organik namun tahap awal pembangunan reaktornya

membutuhkan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan pengolahan secara

aerobik. Beberapa kelebihan dan kekurangan proses anaerobik di tunjukkan pada

Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik

Keuntungan Kerugian

- Energi yang dibutuhkan sedikit - Biaya konstruksi yang mahal

- Produk samping yang dihasilkan - Membutuhkan penambahan


sedikit senyawa alkaliniti

- Menghasilkan senyawa metana yang - Sangat sensitif terhadap


merupakan sumber energi yang perubahan temperatur
potensial

- Baik untuk operasi skala besar karena - Menghasilkan senyawa yang


menggunakan reaktor beracun seperti H2S

- Sludge hasil buangannya dapat - Penyimpanan pupuknya sulit


digunakan sebagai pupuk

(Metcalf & Eddy, 2003)

Pengolahan secara anerobik adalah metode yang paling sesuai untuk mengolah

buangan industri yang mengandung karbon atau senyawa organik yang tinggi.

Pengolahan LCPKS dengan menggunakan reaktor anaerobik dilakukan dengan

mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional

kedalam tangki digester.

Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses anaerobik

dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan

jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta

kandungan racun dalam limbah. Disamping itu juga membantu peningkatan kualitas

pupuk dari sludge yang dihasilkan (Speece, 1996).


2.3. Biogas

Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik oleh

bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan dengan sedikit oksigen. Komponen

terbesar yang terkandung dalam biogas adalah metana 55 – 70 % dan karbon dioksida

30 – 45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfida (Deublein D dan

Steinhauster, A 2008).

Pengembangan biogas mulai mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun

masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam mengurangi subsidi

Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM sampai 100 %, bahkan untuk

minyak tanah sampai 125 % per 1 Oktober 2005. Mahalnya BBM dapat memicu

kerusakan lingkungan (kebun, hutan, atmosfir). Oleh karena itu pengembangan

biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka mencari sumber

energi alternatif sekaligus sebagai upaya konservasi. Disamping itu pengembangan

biogas secara tidak langsung mendukung program internasional yaitu mengurangi

dampak negatif dari efek gas rumah kaca. Gas metana termasuk gas rumah kaca

(greenhouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek

rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan

gas metana secara lokal dengan mengembangkan biogas dapat berperan positif dalam

upaya penyelesaian permasalahan global efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas dalam

mengurangi efek rumah kaca melalui tiga cara, pertama biogas memberikan substitusi

dari bahan bakar fosil untuk memasak dan penerangan. Kedua melalui proses
fermentasi, metana dirubah menjadi CO2, sehingga mengurangi jumlah metan yang

ada di udara. Ketiga penerapan biogas akan berdampak pada lestarinya hutan, karena

penebangan dapat dikurangi. CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan dan

diproses melalui fotosintesis menghasilkan oksigen yang berperan melawan efek

rumah kaca. Tapi hanya metana (CH4) yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Tabel 2.4 menunjukan komposisi biogas secara umum.

Tabel 2.4 Komposisi Biogas Secara Umum (Deublein dan Steinhauster, 2008)

Komposisi Biogas Jumlah

Metana (CH4) 55 – 70 %
Karbon dioksida (CO2) 30 – 45 %
Nitrogen (N2) 0 – 0,3 %
Hidrogen Sulfida (H2S) 1–5%

Biogas yang bebas pengotor (seperti H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan

telah mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini,

gas dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah

layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika

dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada

kendaraan. Di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat

karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi

biogas dan energi minyak bumi. Nilai 1 m3 biogas setara dengan 0,46 kg elpiji atau

0,8 liter bensin dan 0,52 liter solar (Dept. Pertanian, 2007).
Biogas yang kandungan metannya lebih dari 45 % bersifat mudah terbakar dan

merupakan bahan bakar yang cukup baik karena memiliki nilai kalor bakar yang

tinggi. Tetapi jika kandungan CO2 dalam biogas 25 – 50 % maka dapat mengurangi

nilai kalor bakar dari biogas tersebut. Sedangkan kandungan H2S dalam biogas dapat

menyebabkan korosi pada peralatan dan perpipaan dan nitrogen dalam biogas juga

dapat mengurangi nilai kalor bakar biogas tersebut. Selain itu juga terdapat uap air

yang juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembangkit yang digunakan (Deublein

dan Steinhauster, 2008).

Gas metana terbentuk karena proses fermentasi oleh bakteri anaerobik yaitu

bakteri metanogenik. Fermentasi pembentukan metana merupakan proses biologi

yang mampu mengkonversi bahan-bahan organik menjadi metana dan karbon

dioksida melalui tiga tahap reaksi yaitu proses hidrolisis dimana bahan-bahan

organik yang ada akan didegradasi menjadi bentuk yang lebih sederhana. Kemudian

proses asidifikasi yaitu proses fermentasi dan pembentukan asam dari hasil hidrolisis

senyawa organik, lalu proses pembentukan metana yang melibatkan mikroorganisme

untuk merubah asam-asam hasil fermentasi menjadi metana. Pada proses

pembentukan metana ini mikroorganisme yang berperan adalah jenis metanogen

pereduksi karbon dioksida atau metanogen acetoclastic yang mengubah asam-asam

dari hasil fermentasi menjadi metana (Jiang, 2006).


2.4. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas

Untuk mendapatkan produksi biogas yang optimum, perlu diperhatikan

beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam

fermentor. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dan dijaga agar proses produksi

biogas berjalan dengan stabil adalah pH, alkalinitas, organic loading rate, total solid,

volatile solid dan hydraulic retention time.

a. pH

Kondisi pH harus disesuaikan dengan kebutuhan mikroorganisme untuk dapat

hidup dan berkembang. Kondisi pH yang dibutuhkan oleh bakteri metanogen

adalah 6,5 – 7,2 (Appels, dkk. 2008).

b. Alkalinitas

Alkalinitas merupakan ukuran dari jumlah karbonat dalam suatu larutan. Untuk

dapat mempertahankan kondisi pH pada range yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme agar dapat hidup, maka alkalinitas perlu dijaga dengan

menambahkan bikarbonat (Appels, dkk. 2008).

c. Organic Loading Rate (OLR)

OLR adalah jumlah bahan organik yang masuk dan tersedia dalam fermentor.

Apabila OLR terlalu rendah maka proses fermentasi akan berjalan lambat

sedangkan jika terlalu tinggi maka terjadi overlaod dan substrat yang ada dapat

menjadi penghambat pertumbuhan mikroorganisme (Speece, 1996).


d. Total Solid (TS), dan Volatile Solid (VS)

Total solid (TS) adalah jumlah padatan yang terdapat dalam substrat baik

padatan yang terlarut maupun yang tidak terlarut. Sedangkan volatile solid (VS)

adalah padatan-padatan organik yang terdapat dalam substrat. Dari TS dan VS

inilah dapat diketahui berapa banyak produksi gas yang akan dihasilkan (U.S

Environmental Protection, 2001).

e. Hydraulic Retention Time (HRT)

HRT atau waktu tinggal merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh

limbah cair untuk tinggal di dalam reaktor. Nilai HRT merupakan perbandingan

antara volume reaktor dengan laju alir umpan yang masuk (Speece 1996).

2.5. Komponen-Komponen dalam Biogas

Komponen kecil yang paling penting dalam biogas adalah H2S, dimana

kuantitasnya dapat berfluktuasi dan sangat tergantung pada substrat input. Kisaran

fluktuasi untuk H2S dapat diperkirakan dari 200 sampai 10.000 ppm dalam produksi

biogas selama periode waktu tertentu (Gerhard, 2008).

Tabel 2.5 Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya

Komponen Kandungan Pengaruh


CH4 50-75 (%volume) Komponen yang mudah terbakar pada biogas pada
biogas

CO2 25-50 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar; meningkatkan anti-


ketukan sifat motor; menyebabkan korosi (karbonat
asam lemah), jika gas juga lembap itu kerusakan sel
bahan bakar alkali

H2S 0,005-0,5 mgS/m3 Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul emisi
SO2 setelah pembakaran H2S jika pembakaran tidak
sempurna; keracunan katalis

NH3 0-1 (%volume) Emisi NOx setelah pembakaran; berbahaya untuk


sel bahan bakar; meningkatkan anti-ketuk sifat
motor

Uap air 1-5 (%volume) Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat dan
pipa; kondensat akan menyebabkan kerusakan
instrumen dan agregat; dapat menyebabkan pipa
dan ventilasi membeku pada suhu beku

Debu >5 mikrometer Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan


bakar

N2 0-5 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar dan meningkatkan


sifat anti –ketuk motor

Siloxane 0-50 mg/m3 Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari
kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll, bertindak
sebagai media grinding kuarsa dan kerusakan
motor

(Gerhard, 2008)

2.6. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

Natrium bikarbonat atau hidrogen karbonat atau asam karbonat dengan rumus

kimia NaHCO3, adalah bahan kimia berbentuk kristal putih yang larut dalam air, yang

banyak dipergunakan di dalam industri makanan/biskuit (sebagai baking powder),

pengolahan kulit, farmasi, tekstil, kosmetika, pembuatan pasta gigi, pembuatan

permen (candy) dan industri pembuatan batik. NaHCO3 sangat banyak digunakan
dalam skala industri, disamping murah, NaHCO3 ramah lingkungan, sehingga industri

kelapa sawit juga bisa menggunakan NaHCO 3 untuk meningkatkan alkalinitas. Pada

skala industri, natrium bikarbonat dapat diproduksi melalui reaksi antara natrium

karbonat, air dan gas karbon dioksida:

Na2CO3 + H2O + CO2 2NaHCO3

Selain itu, natrium bikarbonat dapat pula dihasilkan dari reaksi antara natrium

klorida (NaCl), ammonia (NH3) dan karbon dioksida (CO2). Seperti halnya syarat

ketiadaan oksigen dan jangkauan temperatur yang sempit, bakteri metanogen juga

hanya dapat berkembang dengan baik pada jangkauan pH yang sempit, antara 6,5

hingga 8. Setelah bakteri pembentuk asam menghasilkan asam, metanogen akan

menggunakan asam tersebut dan mempertahankan pH pada tingkat netral. Akan tetapi

perlu diingat bahwa laju reaksi yang melibatkan bakteri pembentuk asam lebih tinggi

dibandingkan dengan laju reaksi yang melibatkan bakteri metanogen. Untuk itu,

populasi metanogen harus diusahakan dan dipertahankan lebih besar. Selain itu,

peningkatan pH dengan penambahan baking soda (NaHCO3) juga dapat dilakukan

untuk meningkatkan alkalinitas atau kapasitas buffering dari larutan fermentasi

(Direktori Artikel Aneka Ilmu Pengetahuan, 2008).

2.7. Pengaruh Sistem Recycle Terhadap Proses Pengolahan POME

Laju dekomposisi COD yang tinggi dapat menghasilkan biogas yang lebih

banyak. Dari penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa untuk meningkatkan
laju dekomposisi COD dapat dilakukan dengan meningkatkan Sludge Retention Time

(SRT) dengan mengembalikan lumpur dari digester ke reaktor. Oleh karena itu

pengaruh dari fermentasi POME dengan sistem recycle sludge diharapkan dapat

meningkatkan laju dekomposisi COD di atas 80%. Konversi Volatile Solid menjadi

gas adalah fungsi dari SRT. Pada fermentasi POME dengan digester anaerobik

berpengaduk HRT sama dengan SRT tetapi pada kondisi fermentasi dengan recycle

HRT tidak sama dengan SRT. SRT yang lama akan meningkatkan laju dekomposisi

VS pula (Burke, 2001). Selain parameter-parameter yang mengukur efisiensi suatu

proses anaerob dari segi kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan, parameter

yang menjadi indikator kualitas cairan fermentasi yang dikeluarkan atau discharged

sluury juga sangat penting dan harus memperhatikan baku mutu limbah buangan

industri yang berlaku. Parameter yang paling sering digunakan dalam hal ini adalah

COD (chemical oxygen demand), yakni ukuran tak langsung dari jumlah senyawa

organik, baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat terbiodegradasi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi Teknik Kimia, Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.2. Bahan dan Peralatan

Dalam penelitian ini bahan utama yang digunakan adalah limbah cair pabrik

kelapa sawit (LCPKS) yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV.

Sedangkan sebagai bahan pendukung antara lain Natrium bikarbonat (NaHCO3),

NiCl2 6H2O, CoCl2 6H2O, Asam Klorida (HCl) 0,1 M dan akuades.

Peralatan yang digunakan adalah:

1. Peralatan utama

Adapun peralatan utama yang digunakan adalah:

a. Fermentor jenis Continuous Stirred Tank (CSTR) (EYELA model No.: MBF

300 ME) bervolume 2 liter yang dilengkapi pengaduk dan sensor

temperatur.

b. Pompa sludge/slurry pump (HEISHIN, model No.: 3 NY06F).

c. Gas meter (SHINAGAWA, model No.: W-NK-0,5B).

d. Tangki umpan (service tank).


e. Pengaduk.

f. Sensor temperatur.

g. pH elektroda.

h. Timer (OMRON, model No.:H5F).

i. Botol penampungan keluaran fermentor.

j. Gas collector.

k. Recycle injector.

2. Peralatan analisa

Adapun peralatan analisa yang digunakan adalah:

a. Oven.

b. Desikator.

c. Timbangan elektrik (3 angka desimal).

d. Pipet volumetrik.

e. Karet penghisap.

f. Pengaduk magnetik.

g. Furnace.

Percobaan dilaksanakan pada suatu rangkaian peralatan yang secara skematik

disajikan pada Gambar 3.1. Dimana LCPKS segar dimasukkan ke dalam tangki

umpan (2) sebanyak 1 liter, kemudian ditambahkan NaHCO3 sebanyak 2,5 g/L dan

larutan Ni 0,49 mg/L, Co 0,42 mg/L, dengan kecepatan pengaduk di dalam tangki

umpan 100-110 rpm. Dimasukkan juga LCPKS segar ke dalam fermentor sebanyak 1
liter, dengan kecepatan pengaduk 150-200 rpm dengan suhu 55 oC. Lalu umpan akan

dipompakan dengan laju alir 333,333 ml/hari (3) masuk ke dalam fermentor (4) untuk

difermentasi kemudian gas yang terbentuk akan dibaca oleh gas meter (10). Dan

sludge dari fermentor dipompakan (3) menuju wadah keluaran fermentor (9). Sludge

yang keluar di dalam wadah keluaran fermentor diambil setiap hari dan dimasukkan

ke dalam jerigen dan disimpan di dalam kulkas, setelah tiga hari sludge dikeluarkan

dituang ke dalam gelas beker, kemudian didiamkan selama 6 jam, setelah 6 jam

terjadi pengendapan dan terbentuk lapisan atas dan bawah, kemudian diambil sampel

dari bagian atas dan bawah sebanyak 10 ml untuk uji TS, VS, ash, sisa dari sludge

diambil sebanyak 34% dari LCPKS yang diumpankan.


Ga

mbar 3.1 Skematik Rangkaian Peralatan Konversi LCPKS Menjadi Biogas

3.3. Tahap Penelitian

Adapun tahap penelitian yang dilakukan adalah:

a. Pertama dilakukan prosedur loading up hingga mencapai target HRT 6 hari dan

selama proses loading up, penambahan NaHCO3 2,5 gr/L per LCPKS, Ni dan

Co ke dalam tangki umpan.

b. Kemudian setelah dicapai HRT 6 hari, penambahan NaHCO3 dihentikan, tetapi

Ni dan Co tetap ditambahkan.


3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Loading Up

Adapun prosedur loading up adalah:

a. LCPKS yang telah difermentasikan dimasukkan ke dalam fermentor suhu

dalam fermentor diatur 55oC.

b. HRT awal dimulai dengan HRT 20 hari untuk adaptasi bakteri metanogen

dengan umpan dimasukkan secara bertahap yaitu 4 kali sehari.

c. Kecepatan di dalam fermentor diatur hingga kecepatan antara 150 - 200 rpm.

d. Apabila pada hari berikutnya pH pada fermentor sudah stabil dan nilai M-

Alkalinity tidak turun maka HRT dinaikkan 0,2 kali dari HRT awal hingga

mencapai target HRT 6 hari.

3.4.2. Pembuatan Umpan

Adapun prosedur pembuatan umpan yang dilakukan adalah:

a. 1 liter LCPKS segar dimasukkan ke dalam tangki umpan.

b. Timbang NaHCO3 sebanyak 2,5 g/L dan masukkan ke dalam pome segar.

c. Larutan Co dan Ni diambil dengan menggunakan micrometer sebanyak 300

μL, dan dicampurkan ke dalam pome segar.


d. Campuran diaduk hingga homogen dengan kecepatan pengaduk di dalam

tangki umpan mencapai 100 – 110 rpm sehingga larutan tercampur dengan

baik.

e. Umpan ini yang nantinya akan dipompakan ke dalam tangki fermentor.

3.4.3. Prosedur Recycle

Adapun prosedur recycle yang dilakukan adalah:

a. Pindahkan keluaran fermentor (discharge) ke dalam gelas ukur 1000 ml.

b. Biarkan keluaran fermentor (discharge) selama 6 jam hingga terjadi

sedimentasi.

c. Pisahkan bagian yang jernih dengan bagian yang mengendap.

d. Ambil lumpur bagian bawah sebanyak 34% dari LCPKS yang akan

diumpankan.

3.4.4. Pengujian Sampel

Pengujian yang akan dilakukan adalah:

a. Analisa Alkalinity

Analisa alkalinitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak karbonat

yang diperlukan untuk menetralkan asam yang terbentuk selama proses fermentasi.
Karena selama proses fermentasi pH dalam fermentor harus dijaga agar tetap

netral sehingga bakteri dapat bekerja dengan baik.

b. Analisa Total Solid (TS)

Total Solid merupakan gabungan antara padatan tersuspensi (suspended solid)

dan padatan yang terlarut (dissolved solid). Analisa ini perlu dilakukan agar dapat

diketahui parameter yang dibutuhkan dalam proses fermentasi sehingga diperoleh

efisiensi proses.

c. Analisa Abu dan Volatile Solid (VS)

Volatile solid (VS) merupakan materi organik atau padatan organik yang

menguap pada proses pembakaran diatas 500oC. Analisa VS ini perlu dilakukan

untuk mengetahui banyaknya materi organik dalam limbah. Materi organik inilah

yang akan dikonversikan menjadi biogas oleh metano bakteri.

3.4.5. Prosedur analisa:

a. Analisa M-alkalinity

Adapun analisa M-alkalinity yang dilakukan adalah:

1. Dimasukkan 5 ml sampel ke dalam gelas Beaker kemudian diencerkan

dengan aquadest hingga volume larutan menjadi 80 ml dan diaduk rata.


2. pH elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan ditambahkan HCl

0,1 N setetes demi setetes sambil terus diaduk hingga homogen. Larutan

HCl 0,1 N ditambahkan hingga pH mencapai 4,8 ± 0,02.

3. Analisa M-Alkalinity dilakukan untuk LCPKS dan cairan pada fermentor.

Vol .HCl yang terpakai × M HCl× 1000 × 5 ........(3.1)


M-Alkalinity = Vol Sampel

b. Prosedur Analisa TS

Adapun prosedur TS yang dilakukan adalah:

1. Cawan penguap dipanaskan selama 2 jam pada suhu 130oC, kemudian

dinginkan di dalam desikator, setelah dingin cawan kosong ditimbang.

2. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah

ditimbang sebelumnya kemudian ditimbang kembali.

3. Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven kemudian dipanaskan

selama 4 jam pada suhu 130oC untuk menghilangkan kadar airnya.

4. Setelah cawan didinginkan, kemudian ditimbang kembali.

5. Analisa TS dilakukan untuk LCPKS dan cairan di dalam jar fermentor.

Total Solid = a × (1000/v) ..........(3.2)

a = Selisih berat cawan setelah dipanaskan dengan sebelum dimasukkan

sampel.

v = volume sampel.

c. Prosedur analisa abu dan VS


Adapun prosedur analisa abu dan VS yang dilakukan adalaah:

1. Cawan berisi sampel yang telah ditimbang TS-nya kemudian dipanaskan

kembali di dalam muffle furnace pada suhu 700oC selama 3 jam.

2. Setelah itu cawan penguap didinginkan hingga mencapai suhu kamar dan

ditimbang kembali beratnya.

3. Analisa VS dilakukan untuk LCPKS dan cairan di dalam jar fermentor.

Ash [mg/l] = a × (1000/v) ..........(3.3)

a = perbedaan berat dari cawan penguap setelah dipanaskan pada suhu

700oC dengan berat cawan kosong.

v = volume sampel.

VS [mg/l] = TS [mg/l] - Ash [mg/l] ..........(3.4)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik LCPKS sebagai Bahan Baku


LCPKS yang digunakan berasal dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV,

Sumatera Utara. PKS Adolina mengolah 30 ton tandan buah segar (TBS)/ jam yang

berasal dari perkebunan sendiri yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai,

Sumatera Utara.

Lemak dan minyak yang terdapat dalam LCPKS dapat terhidrolisis oleh

mikroorganisme menjadi asam lemak dan sebagian besar dari asam lemak yang

terbentuk merupakan substrat yang potensial sebagai penghasil metan (Angelidaki et

al. 1990). Secara teori, mikroba akan terus berkembang biak dan berproduksi jika

makanan dan kondisi lingkungan tetap dijaga sehingga mikroba akan tetap hidup dan

akan terus pada fase stasionernya (Vawda, 2008).

4.2. Produksi Biogas Selama Proses Fermentasi Anaerobik

Dari data yang didapat, hasil produksi biogas selama masa

menunjukkan perbedaan nilai signifikan, baik menggunakan NaHCO3 maupun

dengan dihentikan NaHCO3 dengan sistem recycle dan non-recycle.


12
11 DNa MNa
10
Produksi BIogas (L/hari)

9
8
7
6
5
4
3
HRT 6 hari
2
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.1 Produksi Biogas dengan Sistem Recycle

12
11 DNa MNa
Produksi BIogas (L/hari)

10
9
8
7
6
5
4
3
HRT 6 hari
2
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.2 Produksi Biogas dengan Sistem Non-recycle

Ket: DNa = Dihentikan NaHCO3

MNa = Menggunakan NaHCO3


Gambar 4.1 memperlihatkan produksi biogas dengan dihentikan penggunaan

NaHCO3. Pada saat HRT 6 hari terjadi yaitu di hari kesebelas, produksi biogas

menurun drastis. Hal ini disebabkan karena pada saat HRT 6 hari tercapai

penggunaan NaHCO3 dihentikan, diprediksi mikroba di dalam fermentor, sebagian

tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, sehingga produksi

biogas menurun. Tetapi pada hari ke 18 produksi biogas kembali meningkat, ini

terjadi karena mikroba di dalam fermentor sudah dapat menyesuaikan diri dan

beradaptasi dengan lingkungannya, disamping adanya sistem recycle sehingga masih

terdapat kandungan Na di dalam limbah cair. Sedangkan untuk produksi biogas

menggunakan NaHCO3, pada saat hari pertama jumlah biogas yang dihasilkan masih

rendah, setelah HRT 6 hari tercapai produksi biogas semakin meningkat, pada hari ke

24 terjadi peningkatan produksi biogas secara drastis. Dari hasil yang didapat

diketahui, bahwa jumlah produksi biogas yang dihasilkan pada saat dihentikan

NaHCO3 tidak begitu mengalami penurunan yang sangat drastis. Hal ini

membuktikan bahwa mikroba di dalam fermentor tidak sepenuhnya mati.

Pada Gambar 4.2 untuk produksi biogas sistem non-recycle, dengan dihentikan

penggunaan NaHCO3, selang hari ke 20 dan 30 terjadi fluktuasi, yaitu penurunan

produksi biogas, dan pada saat hari ke 35 produksi biogas kembali stabil, hal ini

disebabkan terjadi akibat tidak dilakukannya sistem recycle. Untuk sistem yang

menggunakan NaHCO3, kondisi stabil diperoleh pada hari ke 35. Seiring

meningkatnya waktu, produksi gas semakin meningkat. Penambahan NaHCO3 dapat

meningkatkan produksi biogas, sebaliknya dengan dihentikan NaHCO3, masih bisa


dihasilkan produksi biogas, walaupun hasilnya tidak setinggi dengan penggunaan

NaHCO3. Hal ini membuktikan bahwa dengan dihentikan penambahan NaHCO 3, dan

menggunakan sistem recycle fermentor, tetap masih bisa menghasilkan produksi

biogas. Hasil yang didapat untuk rata rata produksi biogas dihentikan NaHCO 3

dengan sistem recycle 5,5 hingga 6,5 L/hari, untuk menggunakan NaHCO3 7 hingga

8,5 L/hari. Untuk rata-rata produksi biogas menggunakan NaHCO 3 dengan sistem

non-recycle dihentikan NaHCO3 5 hingga 6 L/hari, sedangkan produksi biogas

menggunakan NaHCO3 6 sampai 8 L/hari. Berdasarkan hasil penelitian ini

disimpulkan lebih menguntungkan jika penambahan NaHCO3 dihentikan terutama

dalam segi ekonomi. Jika dihentikan penambahan NaHCO 3 selama penelitian

berlangsung yaitu 50 hari, hanya dibutuhkan 9 gr NaHCO 3 untuk penggunaan

NaHCO3 sekitar Rp. 20.700,-. Jika menggunakan NaHCO 3 dibutuhkan 41 gr sekitar

Rp. 94.300,-. Kita dapat menghemat dana lebih dari 50% untuk mendapatkan biogas

yang cukup bagus.

4.3. Pengaruh Penghentian NaHCO3 terhadap M-Alkalinitas

Alkalinitas adalah salah satu parameter yang paling penting dalam proses

pengolahan limbah cair karena alkalinitas berfungsi sebagai pengontrol pH.

Konsentrasi dari alkalinitas pada limbah cair sangatlah penting selain karena kadar

alkalinitas mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi, juga dibutuhkan

sebagai nutrisi bagi mikroba (Hermawan dkk., 2007).


6500
M -A l k a l i n i ty (m g / L ) 6000
5500
5000
4500
4000
3500
3000 DNa MNa
2500
2000
1500
1000 HRT 6 HARI
500
0 10 20 30 40 50 60

Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.3 M-Alkalinity vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle

7000
6500
M -A l k a l in i ty (m g / L )

6000
5500
5000
4500
4000
3500 DNa MNa
3000
2500
2000
1500
1000 HRT 6 HARI
500
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.4 M-Alkalinity vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle

Ket: DNa = Dihentikan Penambahan NaHCO3, MNa = Menggunakan NaHCO3


Gambar 4.3 memperlihatkan pengaruh penghentian NaHCO3 terhadap M-

alkalinity dengan sistem recycle, menunjukan nilai alkalinitas tertinggi terjadi pada

awal proses, yaitu pada hari pertama HRT 6 hari, ini disebabkan karena masih adanya

suplai penambahan bikarbonat. Selanjutnya nilai alkalinitas mengalami penurunan,

mengindikasikan natrium bikarbonat telah berkurang didalam fermentor, sehingga

mikroba didalam fermentor tidak dapat bekerja dengan baik seperti di awal proses.

Nilai alkalinitas rata-rata menggunakan NaHCO3 yang dihasilkan cukup baik,

sebelum HRT 6 hari maupun sesudah HRT 6 hari tercapai. Terdapat perbedaan yang

signifikan antara penggunaan NaHCO3 dan penghentian NaHCO3, tetapi pada

dasarnya, pada penghentian NaHCO3 membuktikan, mikroba di dalam fermentor

tidak sepenuhnya mati, walaupun nilai alkalinitas yang dihasilkan tidak setinggi

dengan menggunakan NaHCO3.

Pada Gambar 4.4 nilai alkalinitas sistem non-recycle dengan penghentian

NaHCO3 terjadi penumpukan bikarbonat didalam fermentor, karena tidak adanya

sistem recycle, diprediksi NaHCO3 tersebut menjadi racun bagi bakteri sehingga

menurunkan kinerja dalam perombakan senyawa-senyawa organik. Sementara itu

pada sistem non-recycle menggunakan NaHCO3, nilai rata-rata alkalinitas yang

dihasilkan yaitu 4500 mg/L. Untuk dapat mempertahankan kondisi pH pada range

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme agar dapat hidup, maka alkalinitas perlu dijaga

dengan menambahkan bikarbonat (Appels, dkk. 2008). Berdasarkan teori tersebut,

penambahan NaHCO3 dapat meningkatkan nilai alkalinitas. Pada fermentasi

anaerobik, kadar alkalinitas yang diperbolehkan adalah diantara 2000 mg/L hingga
5000 mg/L untuk menetralkan asam volatil serta menjaga perubahan pH (Metcalf dan

Eddy, 2003).

Dari hasil penelitian ini dengan dihentikan penambahan NaHCO3 nilai

alkalinitas yang dihasilkan 1500 mg/L membuktikan mikroba masih bisa bertahan di

dalam fermentor.

4.4. Pengaruh Penghentian NaHCO3 terhadap pH

Di dalam proses anaerobik untuk memproduksi biogas diperlukan suatu kondisi

yang memungkinkan mikroorganisme pembentuk metana untuk dapat hidup dan

berkembang biak dengan baik. Kondisi pH yang dibutuhkan oleh bakteri metanogen

berada pada rentang 6,5 hingga 8,5 (Metcalf dan Eddy, 2003).

8.00

7.75

7.50

7.25
pH

7.00

6.75 DNa MNa

6.50
37 38 39 40 41 42 43
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.5 pH vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle


8.00

7.75

7.50

7.25
pH

7.00

DNa MNa
6.75

6.50
37.5 38 38.5 39 39.5 40 40.5 41 41.5 42 42.5
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.6 pH vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle

Ket: DN

a = Dihentikan Penambahan NaHCO3, MNa = Menggunakan NaHCO3

Dari Gambar 4.5 terlihat untuk sistem recycle dengan dihentikan penambahan

NaHCO3, nilai pH masih berada pada rentang yang diperbolehkan, dengan nilai pH

rata-rata 7,25 hal ini disebabkan karena adanya sistem recycle, sehingga kandungan

Na tidak terbuang semuanya. Sedangkan untuk nilai pH menggunakan NaHCO 3

nilai rata-rata adalah 7,50. Nilai pH mengalami kenaikan dan penurunan mengacu

pada kondisi mikroba yang ada pada fermentor.

Begitu juga dengan nilai pH yang dihasilkan dengan sistem non-recycle pada

Gambar 4.6. Dengan dihentikan penambahan NaHCO3, hasilnya menunjukan

kecenderungan grafik yang hampir sama dengan menggunakan NaHCO3, yaitu


masih berada pada rentang yang diperbolehkan. Dari Gambar 4.6 memperlihatkan

dengan menggunakan sistem recycle hasil yang didapat untuk nilai pH, cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan sistem non-recycle, dari penelitian ini

membuktikan dengan dilakukannya penghentian NaHCO3 tidak terlalu

mempengaruhi nilai pH yang dihasilkan dan mikroba di dalam fermentor tidak mati

secara keseluruhan, karena sebagian mikroba sudah bisa beradaptasi dengan

lingkungannya, dan adanya kandungan Na didalam sludge limbah cair.

4.5. Pengaruh Penghentian NaHCO3 terhadap Laju Dekomposisi TS (%)

Total Solid (TS) adalah jumlah padatan organik dan anorganik yang terdapat

pada limbah.

80

70 DNa MNa
60

50
%
m
D
L

40
u

S
a

o
e

s
j

)
i

30

20

10 HRT 6
HARI
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.7 Laju Dekomposisi TS vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Recycle


80

70 DNa MNa

60

50

40

%
m
D
L

T
u

S
a

o
e

s
j

)
i

i
30

20

10
HRT 6 HARI
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.8 Laju Dekomposisi TS vs Waktu Fermentasi dengan Sistem Non-Recycle

Ket: DNa = Dihentikan Penambahan NaHCO3, MNa = Menggunakan NaHCO3

Gambar 4.7 memperlihatkan pengaruh penghentian NaHCO3 terhadap laju

dekomposisi TS vs waktu fermentasi dengan sistem recycle, terlihat pada awal proses

nilai TS yang dihasilkan relatif tinggi, kemudian mengalami penurunan pada saat

HRT 6 hari terjadi. Pada hari ke 22 grafik nilai TS kembali stabil, karena mikroba

telah menyesuaikan diri di dalam fermentor.

Pada sistem yang menggunakan NaHCO3, nilai TS yang dihasilkan cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan dihentikan NaHCO3. Damasceno, dkk (2007)

menyatakan bahwa penambahan NaHCO3 pada pengolahan limbah industri keju,

sangat berpengaruh terhadap nilai TS dan VS. Pada percobaan ini dengan
menggunakan NaHCO3 nilai TS menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan

dihentikan penambahan NaHCO3. Pada Gambar 4.8 untuk sistem non-recycle, nilai

TS yang dihasilkan dari ke 2 grafik pada dasarnya memiliki trend yang hampir sama,

dari hasil penelitian yang dilakukan nilai TS dengan penghentian NaHCO 3 lebih

tinggi dibanding menggunakan NaHCO3. Hal ini diprediksi karena terjadi

penumpukan NaHCO3 di fermentor pada percobaan menggunakan NaHCO3, dan

tidak ada sistem recycle sehingga menurunkan kinerja mikroba. Tetapi pada saat

HRT 6 hari tercapai, nilai TS dengan dihentikan NaHCO 3 turun drastis, disebabkan

penambahan NaHCO3 dihentikan, kemudian nilai TS kembali stabil pada hari ke 20.

Dari percobaan yang dilakukan didapat nilai rata-rata untuk laju dekomposisi

TS(%) dihentikan penambahan NaHCO3 dengan sistem recycle adalah 40%,

sedangkan menggunakan NaHCO3 adalah 45%. Dengan dihentikan penambahan

NaHCO3 sistem non-recycle berkisar 43%, sedangkan menggunakan NaHCO3 adalah

42%. Dari hasil penelitian diatas penggunaan NaHCO3 lebih baik diberikan sesuai

kebutuhan dan tidak diberikan secara terus menerus.

4.6. Pengaruh Penghentian NaHCO3 terhadap Laju Dekomposisi VS (%)

Volatil solid merupakan bagian padatan (TS) yang berubah menjadi fase gas

pada tahapan asidifikasi dan metanogenesis sebagaimana dalam proses fermentasi

limbah organik dan potensi produksi biogas dapat disebut juga persentase volatil solid

(Budiman, 2010).
90

80

70

60

50

%
m
D

V
L

S
a

o
e

s
j

)
i

i
40

30
DNa MNa
20

10 HRT 6 HARI
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.9 Laju Dekomposisi VS dengan Sistem Recycle

90
80
70
60
50
%
m
D

V
L

S
a

o
e

s
j

)
i

40
30
20 DNa MNa
10
HRT 6 HARI
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu Fermentasi (hari)

Gambar 4.10 Laju Dekomposisi VS dengan Sistem Non-Recycle

Ket: DNa = Dihentikan Penambahan NaHCO3, MNa = Menggunakan NaHCO3


Gambar 4.9 memperlihatkan pengaruh dihentikan penambahan NaHCO3

terhadap laju dekomposisi VS (%). Dari gambar 4.9 dengan dihentikan penambahan

NaHCO3 sistem recycle terlihat, laju dekomposisi VS dicapai rata-rata 60%,

sedangkan menggunakan NaHCO3 laju dekomposisi VS dicapai 80%, terdapat

perbedaan nilai yang signifikan.

Pada Gambar 4.10 untuk hasil laju dekomposisi VS dengan dihentikan

penambahan NaHCO3 sistem non-recycle rata-rata 45%. Dan untuk menggunakan

NaHCO3 hasil yang didapat berkisar 55%. Membuktikan dengan dihentikan

penambahan NaHCO3 nilai dekomposisi VS yang dihasilkan masih memiliki

performa yang cukup baik. Pada dasarnya nilai dekomposisi VS sistem recycle lebih

menguntungkan dibanding sistem non-recycle.

4.7. Profil Pengaruh Sistem Recycle dan Non-Recycle Terhadap Laju

Dekomposisi COD

Selain parameter-parameter untuk mengukur efisiensi suatu proses anaerob

dari segi kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan, parameter yang menjadi

indikator kualitas cairan fermentasi yang dikeluarkan atau discharged slurry juga

sangat penting dan harus memperhatikan baku mutu limbah buangan industri yang

berlaku. Parameter yang paling sering digunakan dalam hal ini adalah COD

(chemical oxygen demand), yakni ukuran tak langsung dari jumlah senyawa organik,

baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat terbiodegradasi. Pengujian
COD biasanya dilakukan dengan mengukur kemampuan kalium dikromat untuk

mengoksidasi senyawa organik.

Tabel 4.1 Pengaruh Recycle dan Non Recycle Terhadap Laju Dekomposisi COD

Hari ke Recycle Non-recycle


% COD % COD
33 86,77 75,88
37 82,62 63,69
40 86,51 66,28
44 76,66 66,28

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa fermentasi anaerobik dengan recycle sludge lebih

meningkatkan laju dekomposisi COD dari pada dengan non-recycle sludge, yang

berarti limbah buangan yang dihasilkan lebih rendah konsentrasinya dan memenuhi

standar baku mutu limbah buangan, dengan rata-rata nilai 83% untuk recycle sludge,

dan non-recycle dengan rata-rata nilai 68%. Laju dekomposisi COD yang diperoleh

dari penelitian menggunakan NaHCO3 telah memenuhi persyaratan CDM yaitu laju

dekomposisi COD > 80%.

4.8. Pengaruh Dihentikan Penambahan NaHCO3 terhadap Biaya Produksi

Dari hasil penelitian yang didapat dengan dihentikan penambahan NaHCO3

dapat lebih menghemat biaya perusahaan. Berikut adalah perhitungan biaya dengan

skala penelitian 50 hari:


a. Dihentikan penambahan NaHCO3

Adapun perhitungan biaya dengan dihentikan penambahan NaHCO 3

adalah:

¿ gr L POME
NaHCO3 × × HRT 6 hari (digunakan selama 11 hari).
L hari

¿ 2,5 gr 1 L POME
NaHCO3 × × 11 hari = 9 gr.
L 3 hari

Rp .2300
= 9 gr × NaHCO3 = Rp. 20.700,-/50 hari.
kg

Jika dirupiahkan = Produksi biogas yang dihasilkan adalah rata–rata 6,5 L/hari.

1 kg
kg = 0,815 m3 = 815 L.
1,227

kg 1m ³
6,5 L × 1,227 × = 0,0079755 kg (densitas biogas 1,227 kg/m3).
m³ L

= 6,5 L/hari = 0,0079755 kg.

= 1 kg biogas Rp. ± 2500,- (www.kamase.org, 2011).

= Rp. 2500,- × 0,0079755 kg = Rp. 19,938/hari.

= Rp. 2500,- × 0,0079755 kg × 50 hari = Rp. 996,937/50 hari.

Total yang didapat selama 50 hari adalah: Rp. 996,937.

Dari hasil di atas diketahui bahwa dengan 6,5 L/hari menghasilkan Rp.

19,938. Jika selama 50 hari menghasilkan Rp. 996,937. Biaya penggunaan

NaHCO3 selama 50 hari sebesar Rp. 20.700,-.


b. Menggunakan NaHCO3

Adapun perhitungan biaya menggunakan NaHCO3 adalah:

¿ gr L POME
NaHCO3 × × digunakan selama 50 hari
L hari

¿ 2,5 gr 1 L POME
NaHCO3 × × 50 hari = 41 gr
L 3 hari

Rp .2300
= 41 gr × NaHCO3 = Rp. 94.300,-/50 hari
kg

Produksi biogas yang dihasilkan adalah 8,5 L/hari

1 kg
Jika dirupiahkan = kg = 0,815 m3 = 815 L
1,227

kg 1m ³
8,5 L × 1,227 × = 0,0104295 kg (densitas biogas 1,227 kg/m3).
m³ L

= 8,5 L / hari = 0,0104295 kg.

= 1 kg biogas Rp. ± 2500,- (www.kamase.org, 2011).

= Rp. 2500,- × 0,0104295 kg = Rp. 26,073/hari.

= Rp. 2500,- × 0,0104295 kg × 50 hari = Rp. 1.303,687/50 hari.

Total yang didapat selama 50 hari adalah = Rp. 1.303,687.

Dari hasil di atas diketahui bahwa 8,5 L/hari menghasilkan Rp. 26,073 per

hari. Jika selama 50 hari menghasilkan Rp. 1.303,687. Biaya penggunaan

NaHCO3 selama 50 hari sebesar Rp. 94.300,-.

Diketahui bahwa Produksi biogas menggunakan NaHCO3 = 7 - 8,5 L/hari


Produksi Biogas dihentikan penambahan NaHCO3 = 5,5 - 6,5 L/hari

Selisih produksi biogas diantara keduanya adalah 2 L/hari = 100 L/50 hari.

2 L = 0,002454 kg.

100 L = 0,1227 kg.

Dari penggunaan bahan diketahui jika dihentikan penambahan NaHCO3

hanya dibutuhkan 9 gr/L untuk penggunaan NaHCO3, membutuhkan dana

sebesar Rp. 20.700,-. Sedangkan menggunakan NaHCO3 dibutuhkan 41 gr/L

untuk penggunaan NaHCO3 membutuhkan dana sebesar Rp. 94.300.-. Selisih

diantara keduanya adalah Rp. 73.600,-. Kita dapat menghemat dana sebesar

Rp.73.600,- selama 50 hari. Dari hasil produksi biogas yang dihasilkan untuk

dihentikan penambahan NaHCO3 adalah 6,5 L/hari jika dirupiahkan sekitar Rp.

996,937. Sedangkan menggunakan NaHCO3 adalah 8,5 L/hari jika dirupiahkan

sekitar Rp. 1.303,687. Selisih harga diantaranya adalah Rp. 306,75 selama 50

hari. Diketahui bahwa lebih mengguntungkan jika dihentikan penambahan

NaHCO3. Dari segi penggunaan bahan NaHCO3 dapat menghemat dana sebesar

Rp. 73.600,-. Dari produksi biogas jika dihentikan penggunaan NaHCO 3,

selama 50 hari hanya terjadi pengurangan dana Rp. 306,75.-. Total keuntungan

dari penghentian NaHCO3 adalah Rp. 73.293,25. Perbedaan biogas yang

dihasilkan yaitu 2 liter per hari sekitar 0,002454 kg. Dari hasil diatas

disimpulkan bahwa dengan dihentikan penambahan NaHCO3 lebih dapat

menghemat biaya perusahaan dari segi penggunaan bahan NaHCO3.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Selama penelitian berlangsung yaitu 50 hari, nilai rata-rata alkalinitas yang

dihasilkan dengan sistem recycle dan non-recycle adalah 1500 mg/L, kadar

alkalinitas yang diperbolehkan adalah diantara 2000 mg/L - 5000 mg/L untuk

menetralkan asam volatil serta menjaga perubahan pH (Metcalf dan Eddy,

2003), hasil penelitian ini membuktikan pH masih bisa stabil dan mikroba

masih dapat hidup dengan nilai alkalinitas 1500 mg/L.

2. a. Laju Dekomposisi TS yang dihasilkan untuk sistem recycle dengan

dihentikan NaHCO3 adalah 40%, sedangkan menggunakan NaHCO3 43%.

b. Laju Dekomposisi TS yang dihasilkan dengan sistem non-recycle dengan

dihentikan penambahan NaHCO3 adalah 45%, sedangkan menggunakan

NaHCO3 42%.

3. a. Dengan dihentikan penambahan NaHCO3 nilai VS yang dihasilkan tidak

terlalu berbeda dengan menggunakan NaHCO3.


b. Laju Dekomposisi VS yang dihasilkan untuk sistem recycle dengan

dihentikan NaHCO3 adalah 60% sampai 70%, sedangkan menggunakan 80%

sampai 85%.

c. Laju Dekomposisi VS yang dihasilkan dengan sistem non-recycle dengan

dihentikan penambahan NaHCO3 adalah 45% sampai 60%, sedangkan

menggunakan NaHCO3 55% sampai 65%.

4. Laju dekomposisi COD yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dengan

menggunakan sistem recycle dibandingkan dengan sistem non-recycle.

5. a. Keuntungan produksi biogas dengan dihentikan penambahan NaHCO 3

sistem recycle dari penggunaan bahan adalah dapat menghemat dana

produksi lebih dari 50% dan produksi biogas yang dihasilkan cukup baik

yaitu selama waktu 50 hari.

b. Produksi biogas dihentikan penambahan NaHCO3 sistem recycle adalah 5,5-

6,6 L/hari, menggunakan NaHCO3 7-8,5 L/hari.

c. Produksi biogas sistem non-recycle dihentikan penambahan NaHCO3 adalah

5-6 L/hari, menggunakan NaHCO3 6-8 L/hari.

6. a. Rata-rata pH pada proses fermentasi sistem recycle menggunakan NaHCO3

adalah 7,52, sedangkan proses fermentasi dengan dihentikan penambahan

NaHCO3 7,25 dengan waktu selama 50 hari.


b. Rata-rata pH pada proses fermentasi dengan sistem non-recycle

menggunakan NaHCO3 adalah 7,55 sedangkan proses fermentasi dihentikan

penambahan NaHCO3 7,00 dengan waktu selama 50 hari.

7. Disimpulkan bahwa penghentian penambahan NaHCO3 lebih baik dilakukan,

penggunaan NaHCO3 diberikan sesuai keperluan, tidak diberikan secara terus

menerus, karena lebih menguntungkan. Didapat hasil dengan dihentikan

NaHCO3 selama 50 hari dibutuhkan 9 gr/L NaHCO 3, sedangkan menggunakan

NaHCO3 dibutuhkan 41 gr/L NaHCO3. Produksi biogas, pH dan alkalinitas

yang dihasilkan cukup baik dengan waktu penelitian selama 50 hari.

5.2. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penghentian NaHCO3 dengan

waktu yang lebih lama, agar dapat mengetahui lebih jelas pengaruh yang terjadi

tehadap produksi biogas, pH serta alkalinity, dan menghasilkan produksi biogas

yang optimum, sehingga dapat menghemat biaya perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Angelidaki, I., Petersen, S. P., dan Ahring, B. K., (1990). “Effect Of Lipids On
Thermophilic Anaerobic Digestion And Reduction Of Lipid Inhibition Upon
Addition Of Bentonite”. Appl Microbiology and Biotech 33:469-472.

Appels, L., Baeyans, J., Degrave, J., dan Dewil, R., (2008). “Principles And Potential
Of The Anaerobic Digestion Of Waste-Activated Sludge”. Progress in Energy
and Combustion Science 34: 755-78.

Abdulkarim, B.I, Abdullahi Mohammed Evuti, “Effect of Buffer (NaHCO3) and


Waste Type in High Solid Thermophilic Anaerobic Digestion”, International
Journal of ChemTech Research, Vol.2, No.2, pp 980-984, April-June 2010.

Budavari S, O’Neil MJ, Smith A, Heckelman PE, Kinneary JF (1996) “The Merck
Index: an Encyclopedia of Chemicals, Drugs and Biologicals”, Merck & Co.
Inc, New Jersey, USA.

Budiman,R.Saragih. 2010. Analisis Potensi Biogas untuk Menghasikan Energi Listrik


dan Thermal pada Gedung Komersil di Daerah Perkotaan. Program
Magister Teknik Elektro UI.

Burke, Dennis A. 2001. Dairy Waste anaerobic Digestion Handbook. Environmental


Energy Company. Olympia.

Damasceno LHS, Rodrigues JAD, Zaiat M, Foresti E (2007). “Interaction Analysis of


Feeding Time and Organic Loading in a Sequential Batch Biofilm Reactor
(ASBBR) Treating Whey”. J. Env. Manag.

Deublein, D. dan Steinhauster, A. (2008) “Biogas from Waste and Renewabe


Resources. An Introduction” WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA,
Weinheim.

Dinas Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. “Statistik Perkebunan


Indonesia, Kelapa Sawit (Oil Palma)”.

Direktorat Jendral Perkebunan, 2010. “Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh
Indonesia Menurut Pengusahaan”.

Direktori Artikel Aneka Ilmu Pengetahuan, 2008. “ Sekilas Tentang Manfaat


Natrium Bikarbonat (NaHCO3)”.
Elton dan Arie. 2011. “Peningkatan produksi biogas dari limbah cair pabrik kelapa
sawit pada skala pilot dengan recycle sludge” . Data penelitian. Lembaga
Penelitian dan pengembangan. USU.

G. Joseph. 2001. “Status Asam Basa Pada Ternak Kerbau Lumpur (Bubalus Bubalis)
Yang Diberi Pakan Jerami Padi Dan Konsentrat Dengan Penambahan
Natrium”. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, Fakultas Pertanian Jurusan
Peternakan Universitas Pattimura-Ambon 6(4): 235-238.

Gerhard, Agrinz. 2008. Biogas Purification and Assessment of The Natural Gas Grid.
Leitbnitz, Austria.

Harahap, M Izni dan Vivian. 2008. “Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) pada
kinerja Fermentor Anaerob berpengaduk terhadap Limbah Cair Kelapa
Sawit”. Laporan Hasil Penelitian. Departemen Teknik Kimia. USU.

Henry Loekito, :Teknologi Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit”, Jurnal


Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 3, September 2002:242-250.

Hermawan Beni, Lailatul Qodriyah, dan Candrarini Puspita. 2007. Pemanfaatan


Sampah Organik sebagai Sumber Biogas Untuk Mengatasi Krisis Energi
Dalam Negeri. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Lampung.

Ikbal, 2005,” Pengaruh Garam NaCL Terhadap Kinerja Biologis Anaerobik”. JAI
Vol. 1, No. 1 hal 82 – 87.

Irvan, (2009). “Studi Produksi Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Menggunakan Tangki Fermentor Anaerob Termofilik”. Laporan Penelitian
Dikti, Perpustakaan Universitas Indonesia, Jakarta.

Irvan, Bambang Trisakti, Vivian Wongistani, Yoshimasa Tomiuchi, 2012. “ Methane


from Digestion of Palm Oil Mill Effluent (POME) in a Thermofilic
Anaerobic Reactor. Internat. J. of Sci. and Eng., Vol. 3 (1):32-35, April
2012.

Jagadish. H. Patil, 2011, “Study on Effect of Pretreatment Methods on


Biomethanation of Water Hyacinth”.

Jiang, Bo. (2006) “The Effect of Trace Elements on the Metabolism of Methanogenic
Consortia”. Wageningen University. Switzerland.

Leonardo H. Soares Damasceno, José A. D. Rodrigues, Suzana M. Ratusznei,


Elizabeth Mattos Moraes, Marcelo Zaiat and Eugenio Foresti, “Effect Of
Bicarbonate Alkalinity On Gravimetric Solids Analysis In Anaerobic
Wastewater Treatment”, INCI vol.32 no.9 Caracas Sept. 2007.

Lindorfer, H. dan Lopez, P. (2007) “The Impact of Increasing Energy Crop Addition
on Process Performance and Residual Methane Potential in Anaerobic
Digestion”. Water Sci. Technology 56(10).

Metcalf & Eddy. 2003, Wastewater Engineering Treatment and Reuse, Mc Graw
Hill.

Morel, F.M. M., “Principles of Aquatic Chemistry”., Wiley – Interscience


Publications, 1983.

Ngan, M.A. (2000) ” Management Of Palm Oil Industrial Effluents” Advance In Oil
Palm Research, Vol 2, Malaysian Palm Oil Board, Malaysia.

Novaviro (2008) “Methane Recovery By KS Anaerobic Digester Technology For


Palm Oil Mill Eflluent”. Novaviro Technology SDN BHD. Malaysia.

Ratusznei SM, Rodrigues JAD, Zaiat M (2003) “Operating feasibility of anaerobic


whey treatment in a stirred sequencing batch reactor containing immobilized
biomass”. Water Sci. Technol. 48: 179-186.

Sa’adah, Nur Rahmi dan Winarti, Puji. 2010. Pengolahan Limbah Cair Domestik
Menggunakan Lumpur Akif Proses Anaerob. Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Diponegoro.

Seadi, T., Rutz, D. dan Prassl, H. (2008). “Biogas Handbook”. University Of


Southern Denmark Esbjerg, Denmark.

Senafati dan Amalia Yolanda. (2010). “Pengaruh Pengembalian Lumpur (Recycle


Sludge) terhadap Fermentasi Limbah Cair Kelapa Sawit”. Departemen
Teknik Kimia, USU.

Speece. R.E., (1996) “Anaerobic Biotechnology For Industrial Wastewaters”. Archae


Press, Tennessee.

Suriawiria, UH. 2005.” Menuai Biogas dari Limbah” http://www. Pikiran Rakyat
Cyber Media.

Takashima, M. dan Shimada, K. (2004) “Minimum Requirement for Trace Metals


(Fe, Ni, Co and Zn) in Thermophilic Methane Fermentation from Glucose”.
Proc., 10th World Congress Anaerobic Digestion, Montreal.
U.S. Environmental Protection Agency. (2001) “Methode 1684 Total, Fixed, and
Volatile Solid In Water, Solids and Biosolids” Office of Science and
Technology, Washington, US.

Vawda, Ahmed. 2008. Waste Water Treatment. Pada www.sucropedia.com. 21


Desember 2008.

Wirawan, S.S., (2007) “Energy Generation Opportunities From Palm Oil Mills In
Indonesia” Engineering Center- BPPT, Jakarta.

Yanfeng He., 2008 “Physicochemical Characterization of Rice Straw Pretreated with


NaOH in the Solid State for Enhancing Biogas Production”.

Yoshimassa, Tomiuchi. (2009) “Current Strategy of Metawater on Methane


Fermentation of Palm Oil Plant Wastewater”. Metawater Co.,Ltd., Jepang.

Zitomer, D.H. dan Speece, R.E. (2008) “Metal Stimulation and Municipal Digester
Thermophilic/ Mesophilic Activity”. Journal Environmental Eng., Vol. 134
hal 42-47.
LAMPIRAN A

PROSEDUR PENELITIAN

LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO3

Mulai

Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari

Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO3


2,5 g/L LCPKS, Ni dan Co ke dalam tangki umpan

Setelah HRT 6 hari tercapai, penambahan NaHCO3


dihentikan, tetapi Ni, Co tetap ditambahkan.

Selesai

Gambar A.1 Flowchart Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan

NaHCO3
LA.2 Prosedur Loading Up

Mulai

LCPKS yang telah difermentasikan dimasukkan


kedalam fermentor suhu didalam fermentor 55C

HRT awal dimulai HRT 20 untuk adaptasi bakteri metanogen


dengan umpan dimasukkan secara bertahap 4 kali sehari

Kecepatan didalam fermentor diatur hingga kecepatan antara


150 - 200 rpm

Apabila pada hari berikutnya pH pada fermentor sudah stabil dan nilai M-
Alkalinity tidak turun maka HRT dinaikkan 0,2 kali dari HRT awal hingga
mencapai target HRT 6 hari.

Selesai

Gambar A.2 Flowchart Prosedur Loading Up


LA.3 Pembuatan Umpan

Mulai

1 liter LCPKS segar dimasukkan ke dalam


tangki umpan

Timbang NaHCO3 sebanyak 2,5 g/L dan masukkan kedalam


pome segar.

Larutan Co dan Ni diambil dengan menggunakan micrometer


sebanyak 300 μL, dan dicampurkan ke dalam pome segar

Campuran diaduk hingga homogen dengan kecepatan pengaduk di dalam tangki


umpan mencapai 100 - 110rpm sehingga larutan tercampur dengan baik

Umpan ini yang nantinya akan dipompakan ke dalam


tangki fermentor

Selesai

Gambar A.3 Flowchart Pembuatan Umpan

.
LA.4 Prosedur Recycle

Mulai

Dibiarkan discharge ke dalam gelas ukur


100 ml

Dibiarkan disharge selama 6 jam hingga


terjadi sedimentasi

Diambil lumpur bagian bawah sebanyak


84 ml

Dikembalikan ke dalam fermentor

Selesai

Gambar A.4 Flowchart Prosedur Recycle


LA.5 Pengujian Sampel

1. Analisa Alkalinity

Analisa alkalinitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak karbonat

yang diperlukan untuk menetralkan asam yang terbentuk selama proses

fermentasi. Karena selama proses fermentasi pH dalam fermentor harus dijaga

agar tetap netral sehingga bakteri dapat bekerja dengan baik.

2. Analisa Total Solid (TS)

Total Solid merupakan gabungan antara padatan tersuspensi (suspended solid)

dan padatan yang terlarut (dissolved solid). Analisa ini perlu dilakukan agar

dapat diketahui parameter yang dibutuhkan dalam proses fermentasi sehingga

diperoleh efisiensi proses.

3. Analisa Abu dan Volatile Solid (VS)

Volatile solid (VS) merupakan materi organik atau padatan organik yang

menguap pada proses pembakaran diatas 500oC. Analisa VS ini perlu

dilakukan untuk mengetahui banyaknya materi organik dalam limbah. Materi

organik inilah yang akan dikonversikan menjadi biogas oleh metano bakteri.
LA.6 Prosedur Analisa

1. Analisa M-alkallinity
Mulai

Diambil beaker glass dan dimasukkan rotating


magnet ke dalamnya

Dimasukkan sampel sebanyak 5 ml

Ditambahkan aquadest hingga volume larutan


80 ml

Dirangkai peralatan analisa

Stirred dihidupkan dan kecepatan diatur


hingga sampel tercampur sempurna

Campuran dititrasi dengan larutan HCL 0,1 N

Apakah pH =
4,8 ± 0,02 ?

Selesai

Gambar A.5 Flowchart Analisa M-alkallinity


Vol .HCl yang terpakai × M HCl× 1000 × 5 ..........(LA.1)
M-Alkalinity = Vol Sampel

1. Prosedur Analisa TS

a. Cawan penguap dipanaskan selama 2 jam pada suhu 1300C, kemudian

dinginkan didalam desikator, setelah dingin cawan kosong ditimbang.

b. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang

sebelumnya kemudian ditimbang kembali.

c. Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven kemudian dipanaskan

selama 4 jam pada suhu 1300C untuk menghilangkan kadar airnya.

d. Setelah cawan didinginkan, kemudian ditimbang kembali.

e. Analisa TS dilakukan untuk LCPKS dan cairan di dalam jar fermentor.

Total Solid = a × (1000/v) ..........(LA.2)

a = Selisih berat cawan setelah dipanaskan dengan sebelum dimasukkan

sampel.

v = volume sampel.

2. Prosedur analisa abu dan VS

a. Cawan berisi sampel yang telah ditimbang TS-nya kemudian dipanaskan

kembali di dalam muffle furnace pada suhu 7000C selama 3 jam.

b. Setelah itu cawan penguap didinginkan hingga mencapai suhu kamar dan

ditimbang kembali beratnya.


c. Analisa VS dilakukan untuk LCPKS dan cairan di dalam jar fermentor.

Ash [mg/l] = a × (1000/v) ..........(LA.3)

a = perbedaan berat dari cawan penguap setelah dipanaskan pada suhu 700 0C

dengan berat cawan kosong.

v = volume sampel.

VS [mg/l] = TS [mg/l] - Ash [mg/l] ..........(LA.4)

LA.7 Pembuatan Starter untuk Fermentasi Menggunakan NaHCO3

Starter diambil dari proses fermentasi limbah cair kelapa sawit pada

penelitian sebelumnya.

LA.8 Loading Up & Operasi Target

1. Starter sebanyak 1 liter ditambahkan dengan 1 liter air dan 2,5 gram/L

NaHCO3, kemudian dimasukkan ke dalam fermentor.

2. Suhu di dalam fermentor diatur sedemikian rupa hingga suhunya

mencapai 55 0C.

3. Kecepatan impeller di dalam fermentor diatur hingga kecepatan antara 150

rpm-200 rpm.

4. Kecepatan di dalam tangki umpan POME segar diatur hingga kecepatan

mencapai 100-110 rpm agar larutan POME akan tercampur dengan baik.

5. HRT awal dimulai dengan HRT 12 hari karena untuk adaptasi metano

bakteria dengan umpan dimasukkan secara bertahap yaitu 4 kali sehari.


6. Apabila keesokan harinya pH pada fermentor sudah stabil dan nilai M-

Alkalinity tidak turun maka HRT kita naikkan 0,2 kali dari HRT awal.

7. Demikian seterusnya hingga mencapai target HRT yaitu HRT 6 hari.

LA.9 Prosedur Pembuatan Umpan

1. Ambil 1 liter POME segar.

2. Timbang NaHCO3 sebanyak 2,5 gram/liter dan masukkan ke dalam

POME segar.

3. Ambil metal solution dengan menggunakan micrometer sebanyak 300 μL,

kemudian masukkan ke dalam POME segar.

4. Aduk campuran hingga homogen.

5. Masukkan campuran ke dalam service tank.

LA.10 Prosedur Recycle

1. Pindahkan keluaran fermentor (discharge) ke dalam gelas ukur 1000 ml

2. Biarkan keluaran fermentor (discharge) selama 6 jam hingga terjadi

sedimentasi

3. Pisahkan bagian yang jernih dengan bagian yang mengendap

4. Ambil lumpur bagian bawah sebanyak 34% dari LCPKS yang akan

diumpankan.
LA.11 Pengujian Sampel

Pengujian yang dilaksanakan adalah :

a. Analisa M-Alkalinity

Analisa alkalinitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak karbonat

yang diperlukan untuk menetralkan asam yang terbentuk selama proses

fermentasi. Karena selama proses fermentasi pH dalam fermentor harus dijaga

agar tetap netral sehingga bakteri dapat bekerja dengan baik.

2. Ambil Beaker gelas kemudian masukkan rotating magnet ke dalamnya

3. Masukkan sampel sebanyak 5 ml ditambahkan dengan aquadest hingga

volume larutan 80 ml.

4. Beaker gelas diletakkan diatas magnetic stirrer, dan pH elektroda

diletakkan di dalam beaker gelas, kemudian stirrer dihidupkan dan

kecepatan diatur sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna

dengan aquadest.

5. Campuran dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8±

0,02.

6. Analisa M-Alkalinity dilakukan untuk POME dan limbah fermentasi pada

Jar fermentor.

Vol .HCl yang terpakai × M HCl× 1000 × 5


.....(LA.5)
M-Alkalinity = Vol Sampel

(Yoshimassa, 2009)
b. Analisa Total Solid

Total Solid merupakan gabungan antara padatan tersuspensi (suspended solid)

dan padatan yang terlarut (dissolve solid). Analisa ini perlu dilakukan agar

dapat diketahui parameter yang dibutuhkan dalam proses fermentasi sehingga

diperoleh efisiensi proses.

1. Panaskan cawan penguap selama 2 jam pada suhu 1300C

2. Dinginkan cawan penguap di dalam desikator.

3. Timbang berat cawan penguap.

4. Ambil sampel sebanyak 10 ml, lalu masukkan ke dalam cawan penguap

dan timbang beratnya.

5. Masukkan sampel ke dalam oven kemudian panaskan selama 4 jam pada

suhu 1300C.

6. Kemudian masukkan sampel ke dalam desikator untuk menurunkan

suhunya.

7. Timbang berat sampel setelah dingin.

8. Analisa TS dilakukan untuk POME dan cairan di dalam jar fermentor.

Total Solid = a*(1000/v) ..........(LA.6)

a = Selisih berat cawan setelah dipanaskan dengan sebelum dimasukkan

sampel.

v = volume sampel.

(Yoshimassa, 2009)
c. Analisa Ash dan VS

Volatile solid (VS) merupakan materi organik atau padatan organik yang

menguap pada proses pembakaran diatas 500oC. Analisa VS ini perlu

dilakukan untuk mengetahui banyaknya materi organik dalam limbah. Materi

organik inilah yang akan dikonversikan menjadi biogas oleh metano bakteri.

2. Cawan penguap setelah dari TS dipanaskan dengan menggunakan muffle

furnace pada suhu 7000C selama 2 jam.

3. Setelah itu dinginkan cawan penguap di dalam desikator hingga mencapai

suhu kamar.

4. Timbang berat cawan penguap.

5. Analisa VS dilakukan untuk POME dan cairan di dalam jar fermentor.

Ash [mg/l] = a*(1000/v) ..........(LA.7)

a = perbedaan berat dari cawan penguap setelah dipanaskan pada

suhu 7000C dengan berat cawan kosong

v = volume sampel

VS [mg/l] = TS [mg/l] - Ash [mg/l] ..........(LA.8)

(Yoshimassa, 2009)

d. Analisa COD

Analisis COD adalah menentukan banyaknya oksigen yang diperlukan untuk

mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. Hasil analisis COD


menunjukkan kandungan senyawa organik yang terdapat dalam limbah.

Analisa ini dilakukan di luar Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

1. Masukkan 10 ml atau 20 ml sampel kedalam labu erlenmeyer yang telah

berisi batu didih.

2. Tambahkan 0,4 gr kristal Hg2SO4, kemudian masukkan 10 ml larutan

standar kalium bikromat. Tambahkan dengan hati-hati 30 ml asam sulfat

yang telah mengandung Ag2SO4 sambil dikocok. Panaskan selama 2 jam.

3. Dinginkan, kemudian tambahkan aquadest sampai 100 ml.

4. Titrasi larutan tersebut dengan menggunakan larutan standar Ferro

amonium sulfat 0,05 N dengan indikator ferroin.

5. Catat pemakaian titran.

6. Lakukan cara yang sama terhadap aquadest sebagai blanko.

7. Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

mg/l COD = (1000 × (A-B) × NFAS × 8) ..........(LA.9)


ml sampel

Keterangan A = ml ferro amonium sulfat untuk titrasi blanko

B = ml ferro amonium sulfat untuk titrasi sampel

N = Normalitas ferro amonium sulfat

8 = berat equivalen oksigen

(Yoshimassa, 2009)
e. Analisa pH

pH mempunyai arti yang sangat penting di dalam pengolahan limbah cair

karena dari pH kita dapat mengetahui kondisi mikroba yang ada di dalam

limbah cair, oleh karena itu analisa ini perlu dilakukan.

2. Ambil sampel yang ingin dianalisa

3. Masukkan sampel ke dalam beaker gelas

4. pH elektroda diletakkan di dalam beaker gelas dan dicatat pH sampel

tersebut
LAMPIRAN B

KARAKTERISTIK SAMPEL

LB.1 Karakteristik LCPKS Adolina dan Keluaran Fermentasi

Tabel B.1 Karakteristik LCPKS Adolina dan Keluaran Fermentasi


Variabel Satuan LCPKS Keluaran
(Recycle)
TS mg/L 42,173 15,176
VS mg/L 33,390 8,891
COD mg/L 38,554 6700
Fe mg/L 220 60
Ni mg/L 0,49 0,28
Co mg/L 0,43 0,007
LB.2 Data Biogas Fermentasi dengan Recycle Dihentikan Penambahan NaHCO3

Tabel B.2.1 Data Biogas untuk Fermentasi dengan Recycle Dihentikan NaHCO3

Hari Ke Produksi Biogas L/hari Hari Ke Produksi Biogas L/hari


1 2,44 22 5,45
2 3,62 23 5,10
3 5,03 24 5,30
4 4,36 25 6,62
5 4,81 26 6,71
6 5,47 27 4,98
7 4,90 28 5,69
8 5,53 29 5,79
9 6,37 30 5,55
10 6,58 31 5,16
11 3,59 32 5,84
12 6,45 33 5,39
13 5,42 34 5,58
14 5,39 35 5,92
15 5,74 36 5,55
16 6,81 37 5,46
17 7,73 38 5,35
18 7,01 39 5,64
19 7,61 40 5,42
20 7,09 41 5,12
21 5,47 42 5,21
Hari Ke Produksi Biogas L/hari

43 5,75

44 5,06

45 5,16

46 5,15

47 5,35

48 6,32

49 3,00
Tabel B.2.2 Data Alkalinitas dan pH Dihentikan NaHCO3 dengan Recycle

Hari Ke Alkalinity pH Hari Ke Alkalinity pH

1 4800 7,63 23 2200 7,08


2 4600 7,52 24 2200 7,08
3 4800 7,25
4 3500 7,37
5 3500 7,10
6 2700 6,90
7 2000 6,70
8 1500 6,82
9 1700 6,73
10 2100 6,93
11 2100 6,94
12 2100 7,35
13 2450 7,20
14 2200 7,18
15 2200 7,16
16 2400 7,29
17 2600 7,19
18 2200 7,25
19 2500 7,23
20 2400 7,18
21 2300 6,89
22 2300 7,02
Tabel B.2.3 Data TS dan VS dengan Recycle Dihentikan Penambahan NaHCO3
Hari Ke TS VS
1 60,49 67,70
2 26,71 45,50
3 23,11 25,50
4 67,27 61,70
5 31,02 31,90
6 38,05 55,90
7 39,05 60,10
8 39,62 43,70
9 20,42 59,00
10 33,74 69,50
11 29,02 55,80
12 29,15 54,60
13 35,47 56,70
14 36,16 54,20
15 34,93 61,00
16 26,19 61,40
17 29,02 50,50
18 27,16 62,20
19 23,57 58,50
20 36,24 47,60
21 38,14 56,00
22 25,16 49,30
23 37,68 54,30
Tabel B.2.4 Data Biogas untuk Fermentasi dengan Non-Recycle Dihentikan
Penambahan NaHCO3
Hari Ke Produksi Biogas L/hari Hari Ke Produksi Biogas L/hari
1 3,02 21 4,01
2 4,98 22 4,43
3 5,68 23 4,20
4 5,17 24 5,58
5 5,89 25 5,43
6 6,49 26 5,92
7 7,45 27 6,72
8 7,97 28 4,94
9 7,92 29 6,14
10 7,86 30 5,16
11 7,75 31 4,75
12 7,43 32 4,54
13 7,03 33 3,91
14 7,25 34 4,02
15 7,60 35 3,64
16 7,01 36 4,50
17 7,02 37 4,60
18 5,13 38 4,36
19 4,63 39 4,61
20 4,25 40 4,57
Hari Ke Produksi Biogas
41 4,55
42 4,80
43 4,87
44 4,59
45 4,53
46 4,92
47 4,65
48 4,76
Tabel B.2.5 Data Alkalinity dan pH dengan Non-Recycle Dihentikan NaHCO3

Hari Ke Alkalinity pH Hari Ke Alkalinity pH

1 4700 7,38 22 1600 6,47

2 4500 7,42 23 1400 6,37


3 3300 7,52 24 1800 6,92
4 2900 7,17 3400 7,16
6 2900 7,02
7 2200 6,85
8 2400 7,14
9 2000 7,17
10 2000 7,00
11 1800 7,01
12 1800 7,16
13 2250 7,04
14 2100 7,28
15 1700 7,16
16 1900 7,02
17 2000 7,02
18 2200 7,02
19 1500 7,01
20 2000 7,08
21 1700 6,89
Tabel B.2.6 Data TS dan VS dengan Non-Recycle Dihentikan Penambahan NaHCO3
Hari Ke TS VS
1 57,20 70,70
2 37,9 44,90
3 9,48 34,70
4 48,60 62,80
5 23,08 47,60
6 38,52 38,70
7 46,47 45,80
8 47,47 48,60
9 53,88 28,30
10 62,53 40,70
11 48,33 35,00
12 48,30 37,00
13 51,78 43,10
14 48,86 42,30
15 56,03 38,50
16 52,09 36,10
17 47,22 38,70
18 59,67 40,40
19 47,62 32,30
20 40,23 40,80
21 46,82 48,30
22 43,32 39,10
23 51,09 35,50
Tabel B.2.7 Data Biogas untuk Fermentasi Menggunakan NaHCO3
VS VS VS Produksi
Produksi Terdegradas Biogas/VS
Hari ke- Biogas LCPKS Discharge i
(L/hari) (L/mgVS.hari)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)

1 7,61 26.474 7.616 18.858 0,000404

3 7,48 34.750 7.616 27.134 0,000276

5 7,46 34.750 8.056 26.694 0,000279

6 7,67 28.406 6.745 21.661 0,000354

8 7,05 37.385 6.745 30.640 0,00023

10 9,5 35.978 6.486 29.492 0,000322

12 8,83 35.905 6.486 29.419 0,0003

14 9,28 35.820 8.194 27.626 0,000336

16 9,17 34.157 8.026 26.131 0,000351

18 8,9 33.320 7.258 26.062 0,000341

20 10,92 40.402 7.258 33.144 0,000329

22 8,24 34.727 8.585 26.142 0,000315

25 6,46 35.928 7.562 28.366 0,000228

26 6,22 37.065 8.585 28.480 0,000218

28 6,64 31.506 7.562 23.944 0,000277

30 7,49 33.390 7.369 26.021 0,000288

31 7,75 44.036 7.369 36.667 0,000211

32 6,37 36.714 7.369 29.345 0,000217

33 6,77 34.813 6.502 28.311 0,000239

34 6,75 33.068 6.502 26.566 0,000254

35 7,16 37.470 6.502 30.968 0,000231

36 6,48 28.850 6.502 22.348 0,00029


37 6,82 26.237 8.891 17.346 0,000393

39 8,82 29.992 8.891 21.101 0,000418

41 7,01 31.727 7.217 24.510 0,000286

43 7,17 31.254 7.217 24.037 0,000298

44 7,71 31.254 8.642 22.612 0,000341

46 7,43 34.024 8.642 25.382 0,000293

Tabel B.2.8 Data Alkalinitas, kandungan CH4 dan CO2 Menggunakan NaHCO3

Alkalinitas Ph CO2
(mg/L) (mg/L)

6.050 7,5 38

5.000 31

4.650 7,55 40

5.550 7,56 32

5.000 35

4.800 38
Tabel B.2.9 Data Kadar Fe, Laju degradasi Total Solid dan Volatil Solid

Menggunakan NaHCO3

TS TS Laju TS VS VS Laju VS
Fe LCPKS Digester Terdegradasi LCPKS Digester Terdegradasi
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (%) (mg/L) (mg/L) (%)
40.307 30.127 25,26 33.068 19.660 40,55
236
330 43.934 26.340 40,05 35.905 19.210 46,5

340 37.090 28.716 22,58 28.850 19.555 32,22

350 44.164 27.805 37,04 37.470 19.627 47,62

380 42.081 27.147 35,49 33.320 19.149 42,53

450 44.679 30.322 32,13 35.928 21.851 39,18


LAMPIRAN C

CONTOH PERHITUNGAN

LC.1 Perhitungan Produksi Biogas / VS

Dari Tabel B.2.9 diperoleh:

Hari ke-1

Produksi Biogas = 7,61 L/hari

VS LCPKS = 26.474 mg/L

VS Discharge = 7.616 mg/L

VS Terdegradasi = 26.474 – 7.616 = 18.858 mg/L

Produksi Biogas/VS

76.000−22.000 7 , 61
Laju dekomposisi COD= × 100 %=71,05% =18858 =0 , 000404
76.000

L/mgVS.hari

LC.2 Perhitungan Laju TS dan VS yang terdegradasi

Dari Tabel B.2.13 diperoleh:

a. Laju TS terdegradasi

TS LCPKS = 40.307

TS Digester = 30.127

40. 307−30 .127


= ×100 %=25 , 26 %
Laju TS terdegradasi 40. 307
b. Laju VS terdegradasi

VS LCPKS = 33.068

VS Digester = 19.660

33 . 068−19 . 660
= ×100 %=40, 55%
Laju VS terdegradasi 33 . 068

LC.3 Perhitungan Kestabilan 3 x HRT 6

Volume Reaktor = 2000 ml

Laju alir masuk = 333 ml

Volume di dalam reaktor = (2000-333) ml

= 1667 ml

HRT = 6 hari

Laju alir keluar pada HRT 6 =

Laju alir masuk Volume didalam reaktor


+
6 6

333 1667
+
= 6 6

= 333 ml

Jumlah umpan di dalam reaktor =

Laju alir masuk + ( jumlah umpan didalam reaktor pada hari ke−n )× ( 56 )
=
333+ ( 333 )× ()
5
6
=610 ,5 ml
Jumlah umpan didalam reaktor
Penggantian isi digester (%) = Volume reaktor

610,5
= 2000 = 0,3052

= 30,52 %

Tabel L.C.1. Persen Penggantian Isi Digester

3x Jumlah umpan di dalam Penggantian isi digester


HRT reaktor (ml) (%)
1 333 16,5
2 610,5 30,52
3 841,75 42,08
4 1034,45 51,72
5 1195,04 59,75
6 1328,87 66,44
7 1440,39 72,01
8 1533,32 76,66
9 1610,77 80,53
10 1675,31 83,76
11 1729,09 86,45
12 1773,91 88,69
13 1811,25 90,56
14 1842,38 92,11
15 1868,31 93,41
16 1889,93 94,49
17 1907,94 95,39
18 1922,95 96,14
(Yoshimassa, 2009)

LC.4 Perhitungan Penggunaan NaHCO3

40 ton
Kapasitas TBS =
jam

Konversi TBS ke POME = 0,60 (60%) Novaviro, 2010

40 ton 20 jam
Jumlah Produksi POME = × 0,60 ×
jam hari

365 hari 175.200 kg


× =
tahun hari

20 jam
Jam Kerja =
hari

300 hari
Hari Kerja dalam setahun =
tahun

365 hari
Hari Operasi =
tahun

kg
1000
175.200ton tahun
Jumlah Kebutuhan POME = ×
tahun hari
365
tahun

480.000 kg
=
hari

kg
480.000
2,5 gr hari 1.200 kg
Jumlah Kebutuhan NaHCO3 (gr/L) = × =
L kg hari
1000
tahun
Harga Dihentikan Penggunaan NaHCO3 =

1.200 kg Rp .2.300
= × × digunakan selama 11hari =
hari kg

Rp .30 .360 .000 Jt


tahun

Harga Menggunakan NaHCO3 NaHCO3

1.200 kg Rp .2.300 365 hari


= × ×
hari kg tahun

Rp .1 .007 .400.000 M
=
tahun

1. Selisih harga dihentikan NaHCO3 vs Menggunakan NaHCO3

= Rp.1.007.400.000,- – Rp.30.360.000,- = Rp.977.040.000,-/tahun

Produksi biogas menggunakan NaHCO3 = 7 - 8,5 L/hari

Produksi Biogas dihentikan penambahan NaHCO3 = 5,5 - 6,5 L/hari

Selisih produksi biogas diantara keduanya adalah 2 L/hari = 100 L/50 hari.

Jika dihitung kedalam rupiah:

= 1 kg biogas = 815 liter ( densitas biogas 1,227 kg/m3)

= 2 L = 0,002454 kg, 100 L = 0,1227 kg

= 1 kg biogas Rp. ± 2500,- (www.kamase.org, 2011)

= Rp. 2500 × 0,002454 kg = Rp. 6,135/hari.

= Rp. 2500 × 0,1227 kg = Rp. 306,75/50 hari.

2. Perhitungan dengan skala penelitian 50 hari


a. Dihentikan penambahan NaHCO3:

¿ gr L POME
NaHCO3 × × HRT 6 hari (digunakan selama 11 hari)
L hari

¿ 2,5 gr 1 L POME
NaHCO3 × × 11 hari = 9 gr.
L 3 hari

Rp .2300
= 9 gr × NaHCO3 = Rp. 20.700,-/50 hari.
kg

Jika dirupiahkan:

Produksi biogas yang dihasilkan adalah rata – rata 6,5 L/hari.

1 kg
kg = 0,815 m3 = 815 L.
1,227

kg 1m ³
6,5 L × 1,227 × = 0,0079755 kg (densitas biogas 1,227 kg/m3).
m³ L

= 6,5 L / hari = 0,0079755 kg.

= 1 kg biogas Rp. ± 2500,- (www.kamase.org, 2011).

= Rp. 2500 × 0,0079755 kg = Rp. 19,938/hari.

= Rp. 2500 × 0,0079755 kg × 50 hari = Rp. 996,937.

Total yang didapat selama 50 hari adalah: Rp. 996,937.

b. Menggunakan NaHCO3:

¿ gr L POME
NaHCO3 × × digunakan selama 50 hari
L hari

¿ 2,5 gr 1 L POME
NaHCO3 × × 50 hari = 41 gr
L 3 hari
Rp .2300
= 41 gr × NaHCO3 = Rp. 94.300,-/50 hari
kg

Produksi biogas yang dihasilkan adalah 8,5 L/hari

Jika dirupiahkan:

1 kg
= kg = 0,815 m3 = 815 L.
1,227

kg 1m ³
8,5 L × 1,227 × = 0,0104295 kg (densitas biogas 1,227 kg/m3).
m³ L

= 8,5 L / hari = 0,0104295 kg.

= 1 kg biogas Rp. ± 2500,- (www.kamase.org, 2011).

= Rp. 2500 × 0,0104295 kg = Rp. 26,073/hari.

= Rp. 2500 × 0,0104295 kg × 50 hari = Rp. 1.303,687/50 hari.

Total yang didapat selama 50 hari adalah = Rp. 1.303,687.


LAMPIRAN D

DOKUMENTASI

Gambar D.1 Tangki Umpan

Gambar D.2 Fermentor


Gambar D.3 Gas Meter

Gambar D.4 Botol Keluaran Fermentor (discharge)


Gambar D.5 Botol Biogas (Gas Collector)

Gambar D.6 Rangkaian Peralatan


Gambar D.7 Peralatan Analisa

Gambar D.8 Furnace


Gambar D.9 Oven

Anda mungkin juga menyukai