Anda di halaman 1dari 142

PEMANFAATAN CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI

PENYANGGA PADA KATALIS Cu/Zn/KARBON AKTIF UNTUK


KONVERSI SYNGAS (H2/CO) MENJADI METANOL

SKRIPSI

DESTA VANTYCA

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1439 H
PEMANFAATAN CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI
PENYANGGA PADA KATALIS Cu/Zn/KARBON AKTIF UNTUK
KONVERSI SYNGAS (H2/CO) MENJADI METANOL

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

DESTA VANTYCA
1113096000064

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1439 H
ABSTRAK

DESTA VANTYCA. “Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Penyangga


pada Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif untuk Konversi Syngas (H2/CO) menjadi
Metanol”. Dibimbing oleh TRISAKSONO BAGUS PRIAMBODO dan
ISALMI AZIZ.

Limbah cangkang kelapa sawit dapat digunakan sebagai penyangga katalis,


karena mengandung 65-80% unsur karbon. Aktivitas katalis dapat ditingkatkan
dengan menambahkan logam Cu dan Zn pada karbon aktif. Tujuan penelitian ini
adalah untuk memanfaatkan limbah cangkang kelapa sawit sebagai penyangga
katalis, menentukan karakteristik katalis Cu/Zn/karbon aktif, dan menentukan
rasio katalis Cu/Zn/karbon aktif terbaik terhadap reaksi syngas menjadi metanol.
Pembuatan katalis dilakukan dengan metode impregnasi basah dengan rasio
Cu/Zn/karbon aktif sebesar 10/10/80 (%wt), 15/5/80 (%wt), dan 5/15/80 (%wt).
Karakterisasi katalis, meliputi BET, XRD, FTIR, SEM EDX, dan CHN analyzer.
Uji aktivitas katalis Cu/Zn/karbon aktif dalam microactivity PID reactor dengan
laju alir umpan gas H2:CO, yaitu 2:1 mL/menit, tekanan 12 bar, suhu reaksi 200-
260℃, konsentrasi katalis 20%, dan waktu reaksi 30 menit. Hasil uji aktivitas
katalis dianalisis menggunakan GC-TCD (%CO) dan GC-FID (%CH3OH). Hasil
penelitian ini, menunjukan bahwa analisis proksimat karbon aktif, yaitu kadar air
2,356%, kadar zat menguap 38,594%, kadar abu 3,672%, kadar karbon terikat
55,378 % dan analisis ultimate menunjukan kadar C 74,8%, kadar H 3,31%, kadar
N 0,56%, kadar S 0,35%, dan kadar O 20,98%. Hasil analisis BET menunjukan
bahwa luas permukaan karbon aktif sebelum diaktivasi sebesar 1,292 m2/g, dan
setelah diaktivasi 148,783 m2/g. Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt)
177,630 m2/g, 15/5/80 (%wt) 228,695 m2/g, dan 5/15/80 (%wt) 207,607 m2/g.
Analisis XRD menunjukan bahwa adanya pola difraksi CuO, ZnO, dan C (grafit).
Analisis FTIR menunjukan adanya gugus fungsi, yaitu C=C aromatik, O-H, dan
C=O karbonil. Analisis SEM-EDX menunjukan adanya unsur penyusun katalis,
seperti unsur C, O, Na, Si, C, Cu, Zn, dan Al. Analisis produk terbaik menunjukan
bahwa konversi CO dan yield metanol terbesar, yaitu 8,017% dan 3,207% dengan
selektivitas 40,002% dihasilkan dari katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt)
pada suhu 260℃.

Kata Kunci: Cangkang kelapa sawit, karakterisasi, karbon aktif, metanol, syngas.
ABSTRACT

DESTA VANTYCA. “Utilization of Palm Oil Shells as Support of


Cu/Zn/Activated Carbon Catalyst for Syngas Conversion (H2/CO) to Methanol”.
Guided by TRISAKSONO BAGUS PRIAMBODO dan ISALMI AZIZ.

Palm oil shell waste can be used as a catalyst support, as it contains 65-80%
carbon. The activity of catalyst can be increased by adding Cu and Zn metals to
activated carbon. The objective of this study was to utilize palm shell waste as
catalyst support, determine the characteristics of catalyst Cu/Zn/actived carbon,
and determine the best ratio of catalyst Cu/Zn/actived carbon in syngas reaction to
methanol. The catalyst preparation was carried out by wet impregnation method
with the ratio of Cu/Zn/activated carbon of 10/10/80 (%wt), 15/5/80 (%wt), and
5/15/80 (%wt). Characterization of the catalyst, including BET, XRD, FTIR, SEM
EDX, and CHN analyzer. The activity test of catalyst Cu/Zn/activated carbon in
microactivity PID reactor using feed gas H2: CO with flow rate of 2:1 mL/minute,
pressure of 12 bar, reaction temperature of 200-260℃, catalyst concentration of
20%, and reaction time of 30 min. The results of catalyst activity test were
analyzed using GC-TCD (%CO) and GC-FID (%CH3OH). The results of this
study showed that the proximate analysis of activated carbon, ie water content of
2.356%, vapor content of 38.594%, ash content of 3,672%, carbon content bound
of 55,378% and ultimate analysis of C 74,8%, H 3,31% , N 0.56%, S 0.35%, and
O 20.98%. The result of BET analysis showed that the surface area of activated
carbon before was activated 1,292 m2/g, and after was activated 148,783 m2/g.
Catalyst of Cu/Zn/activated carbon 10/10/80 (%wt) 177,630 m2/g, 15/5/80 (%wt)
228,695 m2/g, and 5/15/80 (%wt) 207,607 m2/g. XRD analysis showed that the
diffraction pattern of CuO, ZnO, and C (graphite). FTIR analysis showed the
presence of functional groups, such as C=C aromatic, O-H, and C=O carbonyl.
The SEM-EDX analysis showed the presence of catalyst elements, such as C, O,
Na, Si, C, Cu, Zn, and Al. The best product analysis showed that conversion of
CO and the highest yield of methanol, 8.017% and 3.207% with selectivity
40,002% were produced from catalyst of Cu/Zn/actived carbon 10/10/80 (%wt) at
260℃.

Key Word: Palm oil shell, characterization, activated carbon, methanol, syngas.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji serta syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit
sebagai Penyangga pada Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif untuk Konversi Syngas
(H2/CO) menjadi Metanol”. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, serta pengikutnya
yang memperjuangkan islam hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi dapat terselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dimulai dari proses perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini
selesai. Untuk itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada berbagai
pihak yang terlibat atas segala kesalahan penulis, dan mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ir. Trisaksono Bagus Priambodo, M.Eng selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
2. Isalmi Aziz, M.T. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
dan arahan selama penulisan skripsi penelitian ini.
3. Nanda Saridewi, M.Si selaku Penguji I yang telah memberikan saran dan
masukan terhadap penulis dalam penulisan skripsi penelitian.
4. Nurmaya Arofah, M.Eng selaku Penguji II yang telah memberikan saran
dan masukan terhadap penulis dalam penulisan skripsi penelitian.
5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Pembimbing Akademik dari penulis
yang telah memberikan masukan kepada penulis.

viii
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan sabar dan ikhlas selama
masa perkuliahan.
9. Fusia Mirdayanti, M.Si selaku Pembimbing Lapangan yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi penelitian ini.
Serta, seluruh pegawai kerja PTSEIK BPPT klaster energi, yaitu Mba Astri,
Mas Tutur, Kak Tyas, Kak Atti, Kak Agung, Pak Darudin, dan Pak Dwi
yang telah membantu dalam proses penelitian.
10. Keluarga tercinta, terutama untuk mama tercinta, yaitu Toipah yang selalu
mendoakan, melimpahkan kasih sayang, memberikan dukungan moril, dan
materil; saudara-saudari penulis, yaitu Ivan Indrawan, Nikmah, Vivi
Varlina, M. Syaddrah, Imelda Safitri, dan Sunaryadi; serta para ponakan,
yaitu Farraz, Dinda, Qarirah, dan Alvaro yang telah memberikan do’a dan
motivasi agar penulis tetap semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.
11. Teman-Teman Kimia angkatan tahun 2013 yang telah banyak memberikan
keceriaan, tawa, haru, motivasi, dan semangat, serta telah menjadi keluarga
selama 4 tahun bersama; teman-teman penelitian; dan sahabat-sahabat
Heptana; serta seluruh keluarga besar Himka (Himpunan Mahasiswa Kimia)
atas pertemanan, dukungan, dan bantuannya selama ini.
12. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung, moral,
maupun do’a, sehingga dapat terselesaikannya proses penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, September 2017

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... viii

DAFTAR ISI................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii

DAFTAR TABEL........................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 6
1.3 Hipotesis................................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8

2.1 Cangkang Kelapa Sawit.......................................................................... 8


2.2 Karbon Aktif........................................................................................... 8
2.3 Katalis......................................................................................................14
2.3.1 Komponen Katalis......................................................................... 15

2.3.2 Penggolongan Katalis..................................................................... 16

2.3.3 Impregnasi Katalis......................................................................... 17

2.4 Fischer-Tropsch...................................................................................... 18
2.5 Karakterisasi Katalis............................................................................... 19
2.5.1 BET (Bruneur-Emmet Teller)........................................................ 19

2.5.2 XRD (X-Ray Diffraction).............................................................. 21

2.5.3 FTIR (Fourier Transform Inframerah)......................................... 22

2.5.4 SEM-EDX (Scanning Eletron Microscopy- Energy Dispersed


X-ray Spectroscopy)......................................................................24

2.5.5 CHN Analyzer................................................................................ 26

x
2.5.6 Gas Chromatograph (GC)............................................................ 27

BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 30

3.1 Waktu dan Tempat.................................................................................. 30


3.2 Alat dan Bahan........................................................................................ 30
3.2.1 Alat................................................................................................. 30

3.2.2 Bahan.............................................................................................. 30

3.3 Prosedur Kerja........................................................................................ 31


3.3.1 Karbonisasi Cangkang Kelapa Sawit............................................. 31

3.3.2 Impregnasi Penyangga Katalis...................................................... 34

3.3.3 Karakterisasi Katalis...................................................................... 36

3.3.4 Uji Aktivitas Katalitik.................................................................... 39

3.3.5 Analisis Produk.............................................................................. 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 42

4.1 Karbonisasi Cangkang Kelapa Sawit...................................................... 42


4.2 Analisis Proksimat dan Ultimate............................................................ 43
4.2.1 Analisis Proksimat......................................................................... 43

4.2.2 Analisis Ultimate........................................................................... 47

4.3 Karakterisasi Katalis............................................................................... 51


4.3.1 Luas Permukaan Katalis................................................................ 51

4.3.2 Karakterisasi Katalis dengan XRD................................................ 54

4.3.3 Identifikasi Gugus Fungsi Katalis dengan FTIR........................... 57

4.3.4 Analisis Komponen Unsur dengan SEM-EDX.............................. 60

4.4 Uji Aktivitas Katalis............................................................................... 64


BAB V PENUTUP.......................................................................................... 70

5.1 Simpulan..................................................................................................70
5.2 Saran........................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 71

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Karbon Aktif........................................................................................ 11

Gambar 2. Grafik Energi Aktivasi Reaksi tanpa Katalis dan Adanya Katalis....... 14

Gambar 3. Alat Instrumentasi BET Autosorb 6..................................................... 20

Gambar 4. Skema Dasar XRD............................................................................... 21

Gambar 5. Alat Instrumentasi FTIR...................................................................... 23

Gambar 6. Skema kerja SEM-EDX....................................................................... 24

Gambar 7. Alat Intrumentasi CHN Analyzer......................................................... 27

Gambar 8. Alat Istrumentasi GC-TCD.................................................................. 29

Gambar 9. Alat Instrumentasi GC-FID.................................................................. 29

Gambar 10. Skema Microactivity PID Reactor..................................................... 40

Gambar 11. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt).............. 55

Gambar 12. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)................ 55

Gambar 13. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)................ 56

Gambar 14. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan
5/15/80
(%wt) ................................................................................................58

xii
Gambar 15. Morfologi Sampel Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (a) 10/10/80; (b)
15/5/80); (c) 5/15/80 (%wt) dengan Perbesaran 250x......................61

Gambar 16. Aktivitas Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80
(%wt) pada Konversi CO (%).......................................................... 65

Gambar 17. Aktivitas Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80
(%wt) pada Yield Metanol (%)......................................................... 66

Gambar 18. Luas Permukaan Katalis Karbon Aktif Sebelum Aktivasi................ 87

Gambar 19. Luas Permukaan Katalis Karbon Aktif Setelah Aktivasi.................. 88

Gambar 20. Luas Permukaan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)........ 89

Gambar 21. Luas Permukaan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)........... 90

Gambar 22. Luas Permukaan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt).......... 91

Gambar 23. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt).......... 93

Gambar 24. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)............ 93

Gambar 25. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)............ 94

Gambar 26. Kondisi Uji SEM EDX......................................................................95

Gambar 27. Morfologi dan Komponen Unsur Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif


10/10/80 (%wt)................................................................................. 96

Gambar 28. Morfologi dan Komponen Unsur Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80
(%wt)................................................................................................ 97

Gambar 29. Morfologi dan Komponen Unsur Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80
(%wt)................................................................................................ 98

xiii
Gambar 30. Umpan Gas CO (5 mL/menit)............................................................ 99

Gambar 31. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada Suhu
200℃............................................................................................... 100

Gambar 32. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada Suhu
230℃............................................................................................... 100

Gambar 33. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada Suhu
250℃............................................................................................... 101

Gambar 34. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada Suhu
240℃ dan 260℃............................................................................. 102

Gambar 35. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt).............. 103

Gambar 36. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt).............. 103

Gambar 37. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
240℃............................................................................................... 104

Gambar 38. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
250℃............................................................................................... 104

Gambar 39. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
260℃............................................................................................... 105

Gambar 40. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
200℃............................................................................................... 105

Gambar 41. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
230℃............................................................................................... 106

Gambar 42. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
240℃............................................................................................... 106

Gambar 43. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
250℃ dan 260℃..............................................................................107

xiv
Gambar 44. Umpan Gas CH3OH Standar............................................................ 110

Gambar 45. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada
Suhu 200℃, 230℃, dan 240℃........................................................111

Gambar 46. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada
Suhu 250℃ dan 260℃.................................................................... 112

Gambar 47. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
200℃, 230℃, dan 240℃................................................................. 113

Gambar 48. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
250℃ dan 260℃..............................................................................114

Gambar 49. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
200℃, 230℃, dan 240℃................................................................. 115

Gambar 50. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
250℃ dan 260℃..............................................................................116

Gambar 51. Cangkang Kelapa Sawit................................................................... 120

Gambar 52. Karbonisasi CKS.............................................................................. 120

Gambar 53. Karbon Aktif Dihaluskan................................................................. 120

Gambar 54. Karbon Aktif Setelah Dihaluskan.................................................... 120

Gambar 55. Karbon Aktif di Ayak.......................................................................120

Gambar 56. Aktivasi Karbon Aktif...................................................................... 120

Gambar 57. Karbon Aktif di Cuci Aquadest........................................................ 120

Gambar 58. Karbon Aktif Dinetralkan.................................................................120

xv
Gambar 59. Impregnasi Karbon aktif...................................................................120

xvi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif ................................................. 35

Tabel 2. Kondisi Uji Sampel Katalis Cu/Zn/ Karbon Aktif dengan XRD ............ 37

Tabel 3. Kondisi Analisis Unsur Sampel Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif dengan


SEM-EDX ............................................................................................... 38

Tabel 4. Kondisi Uji Leak Test dan Reduksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif .......... 40

Tabel 5. Kondisi Uji Produk Metanol dengan GC-FID dan GC-TCD ................. 41

Tabel 6. Analisis Proksimat Cangkang Kelapa Sawit dan Karbon Aktif ............. 43

Tabel 7. Analisis Ultimate Cangkang Kelapa Sawit dan Karbon Terikat............. 47

Tabel 8. Analisis BET Karbon Aktif dan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif ................ 51

Tabel 9. Pola Difraksi CuO dan ZnO pada Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80.
15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) .................................................................... 56

Tabel 10. Gugus Fungsi dan Bilangan Gelombang Spektrum FTIR ................... 58

Tabel 11. Komponen Unsur Penyusun Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80,


15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) .................................................................. 62

Tabel 12. Analisis Kadar Air Cangkang Kelapa Sawit ......................................... 82

Tabel 13. Analisis Kadar Zat Menguap Cangkang Kelapa Sawit ......................... 82

Tabel 14. Analisis Kadar Abu dan Kadar Karbon Terikat Karbon Aktif ............. 82

xvii
Tabel 15. Analisis Kadar Air Karbon Aktif .......................................................... 83

Tabel 16. Analisis Kadar Zat Menguap Karbon Aktif .......................................... 83

Tabel 17. Analisis Kadar Abu dan Kadar Karbon Terikat Karbon Aktif ............. 83

Tabel 18. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) ..................... 84

Tabel 19. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) ....................... 85

Tabel 20. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) ....................... 85

Tabel 21. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan
5/15/80 (%wt) ....................................................................................... 92

Tabel 22. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) ............... 108

Tabel 23. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) ................. 108

Tabel 24. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) ................. 109

Tabel 25. Hasil Konversi CO (%) untuk Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80,
15/5/80, 5/15/80 (%wt) pada Kondisi Suhu 200-260℃ ..................... 109

Tabel 26. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) .............. 117

Tabel 27. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) ................ 117

Tabel 28. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon AKtif 5/15/80 (%wt) ............... 118

Tabel 29. Hasil Yield Metanol (%) untuk Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80,
15/5/80, 5/15/80 (%wt) pada Kondisi Suhu 200-260℃ ..................... 118

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1Bagan Penelitian ................................................................................. 81

Lampiran 2 Analisis Proksimat ............................................................................. 82

Lampiran 3 Rendemen, Impregnasi, dan Konsentrasi Katalis .............................. 84

Lampiran 4 Karakterisasi BET.............................................................................. 87

Lampiran 5 Karakterisasi XRD ............................................................................. 92

Lampiran 6 Karakterisasi FTIR ............................................................................ 93

Lampiran 7 Karakterisasi SEM-EDX ................................................................... 95

Lampiran 8 Konversi CO (%) dan Perhitungan .................................................... 99

Lampiran 9 Yield Metanol (%) dan Perhitungan................................................. 110

Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian ................................................................. 120

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit nomor dua terbesar di

dunia setelah Malaysia. Sejak tahun 2003, produksi minyak kelapa sawit secara

nasional sudah mencapai 2 juta ton per tahun dan kecenderungannya semakin

meningkat pada tahun-tahun mendatang (Fauzi et al., 2008). Allah telah

menciptakan berbagai jenis tumbuhan dan tanaman di muka bumi ini memiliki

sejumlah manfaat, diantaranya tanaman kelapa sawit yang memiliki banyak

manfaat. Allah telah menjelaskannya dalam Qs. Asy-Syu’ara ayat 7, yaitu:

”Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya

kami tumbuhkan di bumi ini berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”

(QS.Asy-Syu’ara:7).

Berdasarkan ayat di atas bahwa Allah telah menumbuhkan berbagai jenis

tumbuhan yang baik, yaitu subur dan bermanfaat. Tanaman kelapa sawit banyak

dimanfaatkan untuk digunakan sebagai minyak goreng, santan, bahan baku

pembuatan biodiesel, dan pupuk kompos (Kurniawan et al., 2014). Produksi

kelapa sawit yang semakin meningkat akan diikuti pula dengan peningkatan

jumlah limbahnya. Salah satu limbah yang diproduksi dalam jumlah besar, yaitu

limbah padat. Limbah ini terdiri atas cangkang, janjang, tandan kosong, dan kulit

1
buah. Selama ini, penanganan limbah tersebut dilakukan oleh sebagian besar

pabrik kelapa sawit, yaitu dengan cara membakarnya secara terbuka, baik untuk

kebutuhan energi boilernya maupun hanya untuk tujuan menguranginya saja. Pada

proses tersebut sering kali menimbulkan pencemaran udara, sehingga meresahkan

masyarakat yang bermukim di sekitar pabrik tersebut (Kurniawan et al., 2014).

Menurut Fauzi et al., (2002), cangkang kelapa sawit merupakan salah satu

limbah yang jumlahnya mencapai 60% dari produksi minyak kelapa sawit (CPO).

Oleh karena itu, diperlukan suatu cara agar limbah kelapa sawit dapat

dimanfaatkan, sehingga limbah kelapa sawit dapat ditanggulangi. Salah satu

produk yang memiliki nilai ekonomis yang terbuat dari cangkang kelapa sawit

adalah karbon aktif. Karbon aktif dibuat melalui proses karbonisasi bahan mentah

dan diikuti proses aktivasi baik secara kimia maupun fisika (Kurniawan et al.,

2014).

Pemilihan cangkang kelapa sawit sebagai karbon aktif, karena karbon aktif

dari cangkang kelapa sawit memiliki luas permukaan yang sangat besar, berkisar

antara 300-2000 m2/g (Kurniati, 2008). Oleh karena luas permukaannya yang

sangat besar, maka karbon aktif dari cangkang kelapa sawit dapat digunakan

sebagai penyangga (support) katalis (Zurairah, 2016). Luas permukaannya yang

besar diperoleh dari kandungan bahan organik dalam cangkang kelapa sawit,

seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Khor, 2009). Umumnya, karbon aktif

mempunyai daya adsorbsi yang rendah, sehingga dapat diperbesar dengan cara

mengaktifkan karbon aktif menggunakan uap atau bahan kimia (Kurniati, 2008).

2
Aktivitas katalis dapat ditingkatkan dengan cara mendispersikan logam aktif

ke dalam pori-pori karbon aktif. Logam Cu dan Zn dipilih, karena logam Cu

mampu bertindak sebagai sisi aktif dari katalis. Namun, logam Cu mudah

terdeaktivasi pada suhu tinggi. Permasalahan ini dapat diatasi dengan

memodifikasi Cu dengan Zn, sehingga logam Zn bertindak sebagai promotor dari

katalis. Oleh sebab itu, logam Zn bertindak untuk mencegah Cu terdeaktivasi pada

suhu tinggi (Husin et al., 2010). Menurut Setiadi et al., (2007) bahwa katalis

logam Cu berperan sebagai logam aktif katalis dalam reaksi hidrogenasi CO2

menjadi metanol, sedangkan Zn berfungsi untuk mendispersikan dan

menstabilkan partikel kristal Cu yang terdispersi/tersebar pada permukaan

penyangga.

Katalis dari penyangga karbon aktif dibuat dengan cara memvariasikan rasio

logam Cu/Zn melalui metode impregnasi basah, yaitu rasio Cu/Zn/karbon aktif

10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) (Setiadi et al., 2007). Pemilihan rasio

bertujuan untuk menentukan pengaruh komposisi logam Cu dan Zn dalam

penyangga katalis terhadap karakterisasi dan aktivitas katalis dalam pembentukan

produk metanol. Menurut Setiadi et al., (2007) bahwa komposisi katalis CuO dan

ZnO dalam katalis CuO/ZnO/ZSM-5 adalah 10, 20, 30, 40 (%wt) untuk reaksi

hidrogenasi CO2 menjadi metanol. Menurut Husin et al., (2010) bahwa komposisi

katalis CuO dalam katalis Cu/ZnO/Al2O3 untuk proses steam reforming metanol

menjadi hidrogen adalah 1, 5, 10, dan 15 (%wt).

Selama ini, penyangga katalis yang digunakan dalam proses syngas menjadi

metanol adalah γ-Al2O3 (Prasetyo et al., 2017). Pemanfaatan katalis berpenyangga

3
karbon aktif belum banyak dilakukan, karena selama ini penggunaan karbon aktif

hanya sebagai adsorben (Vinsiah et al., 2014; Kurniawan et al., 2014). Katalis

penyangga karbon aktif digunakan untuk mengonversikan syngas menjadi

metanol. Hal ini bertujuan untuk menentukan potensi penggunaan karbon aktif

dari cangkang kelapa sawit untuk proses syngas.

Reaksi syngas menjadi metanol dilakukan dalam microactivity PID reactor

menggunakan konsentrasi katalis Cu/Zn/karbon aktif 20% pada kondisi operasi,

yaitu laju alir H2:CO 10:5 mL/menit; variasi suhu 200℃, 230℃, 240℃, 250℃,

260℃; tekanan 12 bar; dan selama 30 menit (Yue et al., 2000). Kondisi suhu yang

bervariasi, bertujuan untuk menentukan pengaruh kenaikan suhu terhadap katalis

Cu/Zn/karbon aktif dalam konversi CO dan yield metanol. Menurut Lourentius et

al., (2004) pada konversi syngas menjadi dimetil eter dengan katalis Cu-Zn/ γ-

Al2O3 dilakukan pada kondisi suhu 220-240℃ dan tekanan 40 bar. Produk

metanol memiliki sejumlah kegunaan, seperti dapat digunakan sebagai pengganti

bahan bakar dan bahan baku industri petrokimia (Prasetyo et al., 2017). Analisis

produk metanol dilakukan dengan menggunakan alat instrumentasi GC-TCD

untuk mengetahui konversi gas CO (%) dan GC-FID untuk yield metanol (%)

(Sumanti, 2011).

Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait, yaitu Hermansyah et al.,

(2010) mengenai sintesis dimetil eter menggunakan katalis Cu-Zn/γ-Al2O3 dalam

reaktor fixed bed. Hasil terbaik dengan metode sol-gel impregnasi bahwa

komposisi terbaik Cu-Zn/γ-Al2O3, yaitu 40/27/33 untuk hasil konversi CO sebesar

4
70%, selektivitas sebesar 80%, dan yield sebesar 54% pada kondisi operasi

tekanan 20 bar dan suhu 220℃.

Penelitian Husin et al., (2010) mengenai pembuatan katalis Cu/ZnO/Al2O3

untuk proses steam reforming metanol menjadi hidrogen sebagai bahan bakar

alternatif merupakan reaksi kebalikan dari reaksi syngas dengan menggunakan

cracking catalyst, yaitu Cu yang dipadukan dengan ZnO yang mampu mencegah

Cu agar tidak terdeaktivasi. Cu yang ditambahkan dengan ZnO dalam jumlah

yang proporsional, yaitu saat penambahan Cu 15% pada temperatur reaksi 350℃

diperoleh konversi metanol tertinggi, yaitu 86%. Penelitian Yue et al., (2000)

melaporkan bahwa katalis CuO/ZnO/Al2O3 umumnya digunakan sebagai katalis

pada reaksi syngas menjadi metanol. Kondisi suhu reaksi syngas rendah berkisar

antara 180-250℃ dan suhu sedang, yaitu 230-350℃.

Berdasarkan ulasan latar belakang diatas, maka akan dilakukan penelitian

yang bertujuan untuk mensintesis karbon aktif dari cangkang kelapa sawit sebagai

penyangga katalis melalui proses karbonisasi pada suhu 450℃ selama 3 jam dan

dilanjutkan melalui proses aktivasi kimia dengan 30 mL larutan H3PO4 9%.

Impregnasi logam Cu dan Zn untuk meningkatkan aktivitas katalis untuk reaksi

syngas menjadi metanol pada kondisi operasi, yaitu laju alir H2:CO 10:5

mL/menit; variasi suhu 200℃, 230℃, 240℃, 250℃, 260℃; tekanan 12 bar; dan

selama 30 menit.

5
1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah karbon aktif dari limbah cangkang kelapa sawit dapat

digunakan sebagai penyangga (support) katalis?

2) Apakah katalis Cu/Zn/karbon aktif dengan rasio 10/10/80, 15/5/80,

dan 5/15/80 (%wt) berpengaruh terhadap karakterisasi katalis (BET,

XRD, FTIR, dan SEM-EDX)?

3) Apakah katalis Cu/Zn/karbon aktif dengan rasio 10/10/80, 15/5/80,

dan 5/15/80 (%wt) berpengaruh terhadap reaksi syngas menjadi

metanol?

1.3 Hipotesis

1) Limbah cangkang kelapa sawit dapat digunakan sebagai penyangga

katalis.

2) Katalis Cu/Zn/karbon aktif dengan rasio 10/10/80, 15/5/80, dan

5/15/80 (%wt) berpengaruh terhadap karakterisasi katalis (BET, XRD,

FTIR, dan SEM-EDX).

3) Katalis Cu/Zn/karbon aktif dengan rasio 10/10/80, 15/5/80, dan

5/15/80 (%wt) berpengaruh terhadap reaksi syngas menjadi metanol.

1.4 Tujuan Penelitian

1) Memanfaatkan limbah cangkang kelapa sawit sebagai penyangga

katalis.

2) Menentukan karakteristik katalis Cu/Zn/karbon aktif menggunakan

alat instumen BET, XRD, FTIR, dan SEM-EDX.

6
3) Menentukan rasio katalis Cu/Zn/karbon aktif terbaik terhadap reaksi

syngas menjadi metanol.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Mengatasi persoalan limbah cangkang kelapa sawit yang semakin

meningkat.

2) Mengurangi produk impor katalis dengan mampu memproduksi

katalis yang memanfaatkan bahan baku alam yang berasal dari dalam

negeri.

3) Mampu memproduksi metanol, sehingga dapat digunakan sebagai

bahan bakar alternatif dan industri petrokimia.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cangkang Kelapa Sawit

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak

kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak kelapa

sawit (Fauzi et al., 2002). Limbah padat kelapa sawit mengandung hemiselulosa

33,52%, selulosa 38,52%, lignin 20,36%, zat ekstraktif 3,68% dan abu sebesar

3,92% (Khor, 2009).

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku yang kualitasnya

cukup baik untuk dijadikan karbon aktif. Cangkang kelapa sawit yang biasanya

dijadikan bahan pembuat karbon aktif adalah kelapa sawit yang dijadikan kopra.

Bentuk, ukuran, dan kualitas cangkang kelapa sawit harus diperhatikan. Jika

ukurannya terlalu hancur, maka cangkang kelapa sawit itu kurang baik dijadikan

bahan pembuat karbon aktif. Cangkang kelapa sawit yang umumnya dijadikan

syarat karbon aktif adalah cangkang kelapa sawit yang benar-benar tua, hingga

warnanya hitam mengkilap dan keras. Pembuatan karbon aktif yang berkualitas,

sebaiknya dilakukan dengan cara dibersihkan dan terpisah dari sabutnya, serta

berbentuk setengah atau seperempat cangkang kelapa sawit (Sya’ban, 2010).

2.2 Karbon Aktif

Karbon aktif adalah suatu bahan mengandung karbon amorf yang memiliki

permukaan dalam (internal surface), sehingga memiliki daya serap tinggi

(Purnomo, 2010). Karbon aktif merupakan nama dagang untuk arang aktif yang

mempunyai porositas yang tinggi, dibuat dari bahan baku yang mengandung

8
bahan dasar karbon. Tahapan pembuatan karbon aktif, diantaranya dehidrasi,

karbonisasi, dan aktivasi.

a. Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses penghilangan kandungan air yang terdapat

dalam bahan baku karbon aktif dengan tujuan untuk menyempurnakan proses

karbonisasi dan dilakukan dengan cara menjemur bahan baku di bawah sinar

matahari, atau dengan memanaskan sampel pada suhu berkisar antara 170℃

dalam oven (Melania, 2012).

b. Karbonisasi

Karbonisasi merupakan tahapan pemecahan bahan-bahan organik menjadi

karbon. Cangkang kelapa sawit yang mengandung karbon dikarbonisasi pada suhu

450℃ tanpa adanya gas oksigen dalam furnace. Tujuan proses karbonisasi, yaitu

untuk memisahkan bahan non karbon yang terperangkap dalam bahan baku,

sehingga sebagian besar yang tersisa dari bahan adalah karbon.

Sebelum proses karbonisasi, cangkang kelapa sawit dibersihkan agar dapat

dipisahkan dari kotorannya, seperti tanah dan kerikil. Selain itu, cangkang kelapa

sawit didehidrasi, bertujuan untuk menghilangkan kandungan air pada sampel.

Cangkang kelapa sawit yang sudah didehidrasi dipotong kecil-kecil untuk

menyempurnakan dan meratakan proses karbonisasi (Pujiarti et al., 2005).

Selanjutnya, cangkang kelapa sawit dipanaskan tanpa udara dan tanpa

penambahan zat kimia. Namun, pada pembentukan karbon proses karbonisasi

yang digunakan adalah pembakaran tidak sempurna. Pembakaran tidak sempurna

adalah proses pembakaran dengan persediaan oksigen terbatas yang akan

menghasilkan CO atau karbon dalam bentuk arang (karbon) (Fessenden, 1982).

9
Proses karbonisasi dilakukan pada suhu 450-700℃. Suhu harus

diperhatikan, karena jika suhu terlalu tinggi, seperti diatas 1000℃ akan

mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk, sehingga dapat menutupi pori-pori

dan membuat luas permukaan berkurang, serta daya adsorpsinya menurun (Shofa,

2012). Proses karbonisasi akan dihasilkan arang (karbon) yang mempunyai

kapasitas penyerapan rendah. Selanjutnya, akan dilakukan proses lanjutan, yaitu

aktivasi karbon aktif agar memiliki kapasitas penyerapan yang tinggi (Sya’ban,

2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonisasi, yaitu:

1. Waktu Karbonisasi

Waktu karbonisasi yang lama akan menghasilkan reaksi pirolisis yang

semakin sempurna, sehingga hasil arang semakin turun tetapi cairan dan gas

makin meningkat. Waktu karbonisasi berbeda-beda tergantung pada jenis-jenis

dan jumlah bahan yang diolah.

2. Suhu Karbonisasi

Suhu karbonisasi berpengaruh terhadap hasil arang, karena semakin tinggi

suhu, arang (karbon) yang diperoleh makin berkurang tapi hasil cairan dan gas

semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh makin banyaknya zat-zat terurai dan

yang teruapkan.

Proses karbonisasi mengeluarkan banyak asap sebagai indikasi bahwa

senyawa-senyawa volatil (CO, CO2, CH4, dan H2) yang terkandung dalam

cangkang kelapa menguap. Proses karbonisasi sudah selesai, ketika cangkang

kelapa sudah sepenuhnya berubah warna menjadi hitam dan hanya sedikit asap

yang keluar. Hal ini menunjukkan bahwa karbon aktif sudah terbentuk dan

10
senyawa-senyawa volatil sudah menguap. Karbon hasil proses karbonisasi

cangkang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Karbon Aktif (Shofa, 2012)

c. Aktivasi
Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon

meningkat, karena terjadinya penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa

karbonisasi (Shreve et al., 1977). Proses aktivasi bertujuan untuk membuka dan

menambah pori-pori pada karbon aktif. Semakin bertambahnya jumlah pori-pori

karbon aktif akan meningkatkan luas permukaan karbon aktif, sehingga kapasitas

penyerapannya menjadi bertambah besar.

Daya serap karbon aktif semakin kuat bersamaan dengan meningkatnya

konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Hal ini memberikan pengaruh yang

kuat untuk mengikat senyawa-senyawa tar keluar melewati mikro pori-pori dari

karbon aktif, sehingga permukaan dari karbon aktif tersebut semakin lebar atau

luas yang mengakibatkan semakin besar pula daya serap karbon aktif tersebut.

Studi tentang karbon aktif telah banyak melaporkan bahwa terdapat beberapa

kelebihan aktivasi kimia dibandingkan aktivasi fisika, bahwa kelebihannya, yaitu

aktivasi kimia memungkinkan untuk diperoleh luas permukaan karbon aktif yang

lebih tinggi daripada aktivasi fisika (Gunawan, 2010). Metode aktivasi yang dapat

digunakan, antara lain (Tutik et al., 2001).

11
1. Aktivasi kimia
Proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia sebagai

activating agent. Metode ini bertujuan untuk mendegradasi molekul organik

selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi

senyawa organik, dehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon,

membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan, serta

melindungi permukaan karbon (Alfiany et al., 2013).

Aktivasi kimia ini dilakukan dengan merendam arang (karbon) ke dalam

larutan kimia, diantaranya ZnCl2, HNO3, KCl, dan lain lain. Aktivasi kimia

dengan menggunakan ZnCl2 dan H3PO4 digunakan karena dapat meningkatkan

porositas dan rendemen. Akan tetapi penggunaan ZnCl2 bersifat korosif dan

berbahaya karena dapat mengeluarkan gas klor yang bersifat racun (Garcia et al.,

2002). Aktivasi menggunakan kombinasi H3PO4 dan uap air sangat dianjurkan

(Baker et al., 1997). Konsentrasi asam fosfat yang biasa digunakan untuk

mengaktifkan arang (karbon) adalah sebesar 10-15% yang direndam selama 12-24

jam (Sudrajat et al., 2011). Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang

ditambahkan tersebut akan meresap ke dalam karbon dan membuka permukaan

yang semula tertutup oleh komponen kimia, sehingga volume dan diameter pori

bertambah besar. Pemilihan jenis aktivator akan berpengaruh terhadap kualitas

karbon aktif. Masing-masing jenis aktivator akan memberikan pengaruh yang

berbeda-beda terhadap luas permukaan maupun volume pori-pori karbon aktif

yang dihasilkan (Kurniawan et al., 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivasi kimia, yaitu lamanya waktu

perendaman, sebab waktu perendaman untuk bermacam-macam zat tidak sama.

12
Sebagai contoh, tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl2 direndam selama 20

jam (Tutik et al., 2001). Selain itu, faktor lainnya yaitu konsentrasi aktivator.

Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia yang digunakan untuk aktivasi, maka

akan semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa

karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon, sehingga

permukaan karbon semakin besar (Sudrajat et al., 1994).

2. Aktivasi Fisika
Pada cara ini arang (karbon) dipanaskan dengan suhu tinggi didalam sistem

tertutup tanpa udara sambil dialiri gas inert. Saat ini terjadi reaksi lanjutan

pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan senyawa hidrokarbon sisa

karbonisasi, sehingga keluar dari permukaan karbon sebagai akibat gas bersuhu

tinggi dan adanya aliran gas inert, sehingga akan dihasilkan karbon dengan luas

permukaan yang cukup luas atau disebut karbon aktif (Tutik et al., 2001). Faktor

yang mempengaruhi aktivasi fisika, yaitu ukuran bahan. Semakin kecil ukuran

bahan, maka akan semakin cepat perataan keseluruh umpan, sehingga pirolisis

berjalan sempurna.

Selain itu, faktor lainnya yaitu suhu aktivasi. Semakin tinggi suhu aktivasi,

luas permukaan yang dihasilkan akan semakin besar. Peningkatan suhu selama

waktu tertentu akan meningkatkan pembentukan pori-pori baru baik mikropori,

mesopori, dan makropori. Namun, bila suhu dan waktu aktivasi meningkat terus

menerus akan menyebabkan luas permukaan menurun. Suhu dan waktu aktivasi

harus disesuaikan dengan kandungan karbon pada bahan baku agar karbon yang

terkandung pada bahan baku tidak habis (Shofa, 2012).

13
2.3 Katalis

Katalis adalah substansi/zat yang dapat memberikan jalur alternatif dalam

suatu reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi, sehingga energi minimum

yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi berkurang, dan reaksi menjadi lebih

cepat (Tsani, 2011). Energi aktivasi merupakan energi minimum yang dibutuhkan

oleh campuran reaktan untuk menghasilkan suatu produk. Perbedaan energi

aktivasi menggunakan katalis dan tanpa katalis dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Energi Aktivasi Reaksi tanpa Katalis dan Adanya Katalis
(Silberberg, 2008)
Penurunan energi aktivasi disebabkan reaksi tersebut menempuh jalan lain

dengan cara katalis terlebih dulu bereaksi dengan reaktan sebelum berinteraksi

dengan reaktan lainnya. Hasil interaksi katalis dengan reaktan tersebut adalah zat

antara (intermediet) yang bersifat reaktif dan selanjutnya menghasilkan produk

reaksi (Harfani, 2009).

Katalis bersifat spesifik dalam mempercepat laju reaksi. Artinya, suatu

katalis dapat mempercepat reaksi tertentu saja tidak pada semua reaksi kimia.

Kemampuan suatu katalis dalam mempercepat laju reaksi dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Faktor-faktor laju reaksi adalah kondisi operasi (temperatur,

tekanan, laju alir, dan waktu kontak); jenis umpan yang digunakan; dan jenis

padatan pendukung (support) yang digunakan. Katalis yang dipreparasi dengan

14
cara berbeda akan menghasilkan aktivitas dan selektivitas yang berbeda (Rieke et

al.,1997).

2.3.1 Komponen Katalis

Komponen katalis berpengaruh terhadap sifat aktivitas dan selektivitas dari

katalis, terdiri dari beberapa bagian yaitu:

1. Sisi Aktif
Sisi aktif katalis merupakan sisi yang berfungsi untuk melakukan proses

reaksi secara spesifik pada katalis. Sisi aktif yang terdapat pada katalis dapat

berupa logam transisi dimana logam tersebut memiliki orbital yang masih dapat

diisi oleh elektron dari reaktan, sehingga reaktan dapat dengan mudah membentuk

ikatan dengan logam tersebut dan dihasilkan reaksi yang diharapkan

(Siswodiharjo, 2006). Maka, komponen situs aktif mampu mengonversikan

reaktan dan selektif dalam pembuatan produk. Sisi aktif dapat berupa grup atau

kluster dengan atom tetangga pada permukaan katalis maupun spesi yang

teradsorpsi ke dalam katalis (Satterfield, 1991).

2. Penyangga (Support)
Penyangga merupakan substansi inert yang dapat mendispersikan sisi aktif

katalis. Penyangga berfungsi sebagai tempat distribusi fase aktif dengan reaktan.

Penyangga membantu proses adsorpsi dan desorpsi. Selain itu, penyangga katalis

digunakan untuk mengefektifkan penggunaan komponen katalis (sisi aktif) yang

cukup mahal, seperti platinum, dan untuk meningkatkan kekuatan mekanik dari

sisi aktif katalis agar tidak mudah hancur saat terjadi proses katalitik. Penyangga

katalis juga dapat berfungsi untuk menstabilkan struktur aktif dengan cara

katalitik, sehingga sintering (penggabungan) dapat dikurangi (Satterfield, 1991).

15
3. Promotor
Promotor adalah substansi dalam jumlah sedikit yang dapat meningkatkan

aktivitas, selektivitas, atau stabilitas katalis. Promotor dapat teradsorbsi dalam

katalis tersebut. Katalis yang ditambahkan promotor bertujuan untuk mencegah

aktivitas yang tidak diinginkan, seperti pembentukan deposit karbon. Promotor

dapat digolongkan menjadi dua, yaitu promotor tekstural dan promotor struktural

(Satterfield, 1991). Promotor tekstural adalah substansi inert yang mencegah

penggabungan (sintering) dari mikrokristal pada katalis aktif dimana promotor ini

ada dalam bentuk partikel yang sangat halus. Adapun, promotor struktural

merupakan promotor yang dapat mengubah komposisi kimia dari katalis

(Satterfield, 1991).

2.3.2 Penggolongan Katalis

Berdasarkan fasenya, katalis digolongkan menjadi katalis homogen dan

katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang fasenya sama dengan fase

reaksinya, sehingga sifat katalitiknya lebih besar daripada katalis heterogen.

Sulitnya memisahkan katalis dari sistem reaksinya menjadi kelemahan dari katalis

homogen. Adapun, katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan

fase reaksinya. Katalis heterogen relatif kurang reaktif dikarenakan heterogenitas

permukaannya. Namun, kelebihannya mudah untuk dipisahkan dari sistem

reaksinya dan relatif stabil terhadap perlakuan panas (Zhao et al., 2006).

Penggunaan katalis heterogen dalam segi biaya lebih murah daripada katalis

homogen. Secara lingkungan, penggunaan katalis heterogen lebih ramah

lingkungan daripada katalis homogen. Oleh karena itu, penggunaan katalis

16
heterogen menjadi suatu alternatif yang sangat menarik dalam industri kimia,

sebab mudah untuk digunakan kembali.

2.3.3 Impregnasi Katalis

Preparasi pada katalis heterogen umumnya dilakukan dengan cara

mengimpregnasikan komponen aktif pada penyangga katalis. Impregnasi

bertujuan untuk mengisi pori-pori penyangga dengan larutan logam aktif melalui

adsorpsi logam, yaitu dengan merendam penyangga dalam larutan yang

mengandung logam aktif. Pembuatannya dilakukan dengan mengontakkan

padatan penyangga katalis dengan larutan logam aktif yang mengandung senyawa

terlarut dalam air atau pelarut lainnya. Impregnasi dibagi menjadi dua, yaitu

impregnasi basah dan impregnasi kering. Pada impregnasi basah, penyangga

dilarutkan dengan sejumlah larutan yang mengandung senyawa logam yang

dengan volume berlebih dengan volume pori-pori penyangga, setelah itu

dikeringkan. Tujuan dikeringkan adalah untuk menghilangkan sisa air.

Selanjutnya, di kalsinasi bertujuan untuk mendekomposisi garam logam menjadi

oksida logam dan meningkatkan stabilitas katalis terhadap perubahan temperatur.

Kelebihan dengan impregnasi basah, yaitu pembuatannya sederhana, murah, dan

pemuatan logam dapat dilakukan berulang kali. Selain itu, kekurangan dari

impregnasi basah, yaitu jumlah logam yang terimpregnasi sangat bergantung pada

kelarutan senyawa logam tersebut. Impregnasi kering, penyangga dikontakkan

dengan larutan impregnan dalam volume yang sama dengan volume pori

penyangga (Taufiq, 1995).

17
2.4 Fischer-Tropsch

Sintesis Fischer-Tropsch merupakan proses penting dalam industri untuk

mengubah gas sintesis yang dihasilkan dari proses steam reforming, parsial

oksidasi atau autothermal reforming menjadi senyawa hidrokarbon dan oksigenat.

Saat ini, sintesis Fischer-Tropsch merupakan suatu pilihan untuk memproduksi

bahan bakar transportasi yang ramah lingkungan dan sebagai bahan baku kimia

(Sultan, 2011). Sintesis Fischer-Tropsch merupakan proses dalam indsutri untuk

mengubah gas sintesis (H2/CO) yang berasal dari bahan yang mengandung

karbon, seperti batubara, kelapa sawit, biomassa, dan gas alam.

Sintesis Fischer-Tropsch digunakan untuk konversi syngas (H2/CO)

menjadi metanol. Syngas merupakan gas yang terdiri dari campuran gas yang

mengandung sejumlah gas karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H2). Syngas

dapat digunakan untuk bahan bakar melalui proses Fischer-Tropsch. Pada

umumnya katalis yang banyak digunakan pada reaksi syngas menjadi metanol,

yaitu Fe/Cu/K untuk suhu tinggi berkisar antara 400-500℃ (Bayron et al., 2010)

dan katalis CuO/ZnO/Al2O3 untuk suhu rendah berkisar antara 180-250℃ dan

suhu sedang, yaitu 230-350℃ (Yue et al., 2000). Reaksi sintesis metanol

merupakan reaksi katalitik. Secara umum, reaksi sintesis metanol pada fase gas

dengan katalis berbasis Cu adalah sebagai berikut (Bondiera et al., 1991).

CO (g)+ 2H2 (g) → CH3OH (g) ∆H300 K = −90,77 kJ/mol

Reaksi tersebut merupakan reaksi eksotermis, karena entalpi pembentukan

metanol bernilai negatif. Pembentukan metanol ke arah produk menunjukan

terjadinya penurunan jumlah mol atau volume yang diperkecil, sehingga agar

tercapai kesetimbangan, maka tekanan harus diperbesar dan suhu diturunkan.

18
Pada sintesis metanol, jenis katalis yang digunakan mempengaruhi kondisi operasi

sintesis metanol, karena masing-masing katalis memiliki aktivitas katalitik pada

kondisi tertentu.

Produksi metanol dari hidrogenasi CO secara komersial pertama kali

dilakukan oleh Badische Anilin and Soda Fabrik (B.A.S.F.) di Jerman pada tahun

1923. Pada prosesnya digunakan tekanan tinggi dengan katalis berbasis Zn yang

mengandung ZnO/Cr2O3. Kondisi operasi pada teknologi proses BASF ini

memiliki tekanan 250–350 bar dan suhu 320–450℃. Perkembangan selanjutnya,

dikembangkan teknologi sintesis metanol pada tekanan rendah yang

menggantikan proses sebelumnya. Pada tahun 1966, Imperial Chemical

Industries, Ltd. (I.C.I.) mengembangkan proses sintesis metanol tekanan rendah

dengan menggunakan katalis berbasis Cu yang mengandung Cu/ZnO/ Al2O3.

2.5 Karakterisasi Katalis


2.5.1 BET (Bruneur-Emmet Teller)

Luas permukaan merupakan luasan yang ditempati satu molekul

adsorbat/zat terlarut yang merupakan fungsi langsung dari luas permukaan

sampel. Luas permukaan total merupakan kriteria krusial untuk katalis padat,

karena sangat menentukan jumlah situs aktif di dalam katalis yang berkaitan

dengan aktivitas katalitik. Prinsip pengukuran dengan metode BET adalah dengan

cara adsorpsi fisis gas, yaitu menentukan jumlah molekul yang dibutuhkan untuk

menutupi permukaan padatan dengan monolayer zat yang diserap (adsorbat),

dengan mengetahui luas yang ditempati oleh suatu molekul adsorbat, maka luas

permukaan katalis dapat diketahui ( Gregg et al.,1982).

19
Pengujian BET meliputi pengujian luas permukaan. Sebelum sampel diuji,

terlebih dahulu sampel dilakukan degassing pada suhu 120℃ selama 1 jam dan

pada suhu 320℃ selama 5 jam dalam keadaan vakum untuk menghilangkan uap

air pada permukaan penyangga dan pori-pori penyangga. Jika proses degassing

telah selesai, maka sampel dalam dewar flask diisi dengan nitrogen cair. Nitrogen

cair berfungsi untuk menciptakan kondisi suhu yang sama pada tabung sampel

agar tejadi adsorpsi dan desorpsi gas nitrogen ke permukaan sampel. Selanjutnya,

sampel dialirkan gas He untuk mengevakuasi kebocoran pada tabung dan

membersihkan sampel dari pengotor yang mampu mengganggu pembacaan

adsorpsi gas nitrogen pada penyangga. Gas nitrogen sebagai gas adsorbat yang

akan teradsorpsi pada permukaan dan pori-pori. Luas permukaan dipengaruhi oleh

ukuran partikel/pori, bentuk pori, dan susunan pori dalam partikel (Martin et

al.,1993). Analisis luas permukaan katalis menggunakan alat instrumentasi

Autosorb 6-B yang didasarkan pada metode pengujian untuk luas permukaan

(ASTM D3663-03).

Gambar 3. Alat Instrumentasi BET Autosorb 6 (Tamamy, 2012)

20
2.5.2 XRD (X-Ray Diffraction)

X-Ray Diffraction (XRD) adalah teknik analisis yang bertujuan untuk

mengetahui susunan berbagai jenis atom dalam kristal, orientasi kristal, dan cacat

kristal. XRD digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan

dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak

difraksi dengan data standar. Karakterisasi XRD bertujuan untuk mengidentifikasi

fase bulk katalis untuk menentukan sifat kristal atau kristalinasi dari suatu kristal.

XRD merupakan teknik untuk mengevaluasi sifat fase kristal dan ukuran kristal,

sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang

tinggi atau tidak (Leofanti et al., 1997).

Rancangan skematik spektrometer sinar-X yang didasarkan atas analisis

Bragg diperlihatkan pada Gambar 4 seberkas sinar-X terarah jatuh pada kristal

dengan sudut θ dan sebuah detektor diletakakan untuk mencatat sinar yang sudut

hamburannya sebesar θ. Ketika θ diubah, detektor akan mencatat puncak

intensitas yang bersesuaian dengan orde n yang akan divisualisasikan dalam

difraktogram.

Gambar 4. Skema Dasar XRD (Smallman, 2000)

21
Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai

permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian kristal

akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan

berinterferensi secara konstruktif dan destruktif. Hamburan sinar yang

berinterferensi konstruktif inilah yang digunakan sebagai analisis. Prinsip dasar

yang digunakan untuk menentukan sistem kristal adalah dengan menggunakan

persamaan hukum Bragg (Kittel, 1999).

2𝑑 sin 𝜃 = 𝑛𝜆 (1)

Keterangan:

d : jarak antar-bidang kisi

𝑛 : indeks difraksi

𝜆 : panjang gelombang sumber sinar-X

𝜃 : sudut pengukuran

Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan

jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada

sampel standar. Analisis karakterisasi katalis untuk mengetahui kritalinitas katalis

dengan menggunaan alat instrumentasi XRD Emperian yang didasarkan pada

metode pengujian ASTM D3906-03 dan ASTM D5758-01.

2.5.3 FTIR (Fourier Transform Inframerah)

Inframerah merupakan sinar elektromagnetik yang panjang gelombangnya

lebih daripada cahaya tampak dan kurang daripada mikrogelombang, yaitu

diantara 700 nm dan 1mm. Inframerah dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu

pada daerah inframerah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 M

atau pada panjang bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Vibrasi yang digunakan

22
untuk identifikasi adalah vibrasi tekuk, khususnya rocking, yaitu yang berada di

daerah bilangan gelombang 2000-400 cm-1. Karena, di daerah antara bilangan

gelombang 2000-400 cm-1 merupakan daerah khusus yang berguna untuk

identifikasi gugus fungsional, sehingga tiap senyawa mempunyai absorbansi yang

unik, sehingga daerah tersebut sering disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint

regio ) (Sari, 2010).

Energi yang diadsorp dari radiasi inframerah akan digunakan oleh ikatan

molekul untuk menaikkan energi vibrasi dari ikatan tersebut. Vibrasi suatu ikatan

adalah vibrasi ulur (stretch vibration) dan vibrasi tekuk (bend vibration). Setiap

suatu ikatan kovalen akan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang

tertentu untuk menaikkan energi vibrasinya. Perbedaan radiasi saat inframerah

masuk dan keluar sampai di deteksi dan hasilnya merupakan spektrum absorbansi

atau transmitansi (Coates, 2000).

FTIR (Fourier Tranform Inframerah) adalah alat instrumentasi yang dapat

mengidentifikasikan tipe ikatan kimia dalam molekul. Karakterisasi dengan

FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu sampel dan

dianalisis secara kualitatif. Prinsip FTIR adalah serapan dari senyawa dengan

tingkat energi vibrasi dan rotasi pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan

momen dipole dalam suatu molekul (Gotama, 2012). Analisis karakterisasi katalis

untuk mengetahui gugus fungsi pada katalis menggunakan alat instumentasi FTIR

yang didasarkan pada metode pengujian ASTM D6348-12e1.

Gambar 5. Alat Instrumentasi FTIR

23
2.5.4 SEM-EDX (Scanning Eletron Microscopy- Energy Dispersed X-ray
Spectroscopy)

SEM-EDX merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan

sampel dengan cara scanning (memindai) menggunakan sinar terfokuskan dari

elektron berenergi tinggi. Sumber elektron berasal dari katode pijar yang

dipanaskan secara vakum. Ketika elektron menumbuk sampel, maka elektron

akan diemisikan. Sinyal ini akan diterjemahkan oleh detektor dalam bentuk

gambaran umum morfologi suatu material. Adanya perbedaa warna yang

menujukkan topografi permukaan dan komposisi elemen yang berbeda.

Gambar 6. Skema kerja SEM-EDX (Hanke, 2001)


Berdasarkan Gambar 6 diatas, yaitu sebuah pistol elektron memproduksi

berkas elektron dan dipercepat pada anoda. Lensa magnetik kemudian

memfokuskan elektron menuju sampel. Berkas elektron yang terfokus memindai

(scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh kumparan pemindai. Ketika

elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron yang baru

yang akan diterima oleh detektor (Hanke, 2001).

24
Karakterisasi dengan menggunakan instumentasi SEM-EDX bertujuan

untuk mengetahui morfologi katalis Cu/Zn/karbon aktif. Sebelum sampel katalis

dikarakterisasi, sampel harus disiapkan dengan cara meratakan permukaan sampel

pada sampel holder dan ditambahkan carbon tape, karena memiliki double side

untuk merekatkan sampel dengan holder. Jika permukaan sampel tidak merata,

maka akan banyak lekukan, lipatan, atau lubang, sehingga tiap-tiap permukaan

akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda. Selanjutnya,

untuk sampel yang tidak memiliki sifat konduktivitas listrik, seperti karbon aktif

perlu untuk di coating (dilapisi) dengan Au dengan ketebalan 30 mm pada kuat

arus 30 mA selama 30 detik. Logam Au dipilih, karena logam Au memiliki

ukuran pori-pori yang kecil, sehingga tidak akan menutupi permukaan sampel.

Selanjutnya, sampel dikarakterisasi SEM-EDX menggunakan sumber elektron

dari tungsten pada tegangan 15 kV dalam kondisi vakum. Tungsten dipilih, karena

memiliki titik lebur yang tinggi dan tekanan uap yang paling rendah, sehingga

dapat dipanaskan untuk menghasilkan elektron. Sampel katalis yang berada dalam

chamber harus dalam kondisi vakum, bertujuan agar elektron tidak diskaterd

(terpencar) oleh molekul gas (O2) yang dapat menurunkan intensitas dan stability

beam. Jika tidak dalam kondisi vakum, maka akan terdapat molekul gas yang

dapat menyebabkan kontras menjadi lebih rendah dan bayangan menjadi kabur.

Sinyal yang dihasilkan SEM-EDX adalah berupa secondary electron dimana akan

menghasilkan topografi dari sampel yang dianalisis dalam bentuk warna yang

lebih cerah untuk permukaan yang lebih tinggi, akibat banyak melepaskan

elektron.

25
SEM EDX juga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi unsur dari

suatu sampel. Energy Dispersed X-ray (EDX) menghasilkan kandungan unsur

secara kualitatif ataupun semi kuantitatif terhadap suatu permukaan spesimen.

EDX juga dapat digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif persentase

masing–masing elemen (Cahyana et al., 2014). Analisis menggunakan SEM yang

digabung dengan EDX dapat mengidentifikasi unsur-unsur. EDX dihasilkan dari

sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin

diketahui komposisinya. Setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan, maka

akan muncul puncak–puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang

terkandung. Emisi sinar-X tiap unsur khas dalam energi dan panjang

gelombangnya, maka SEM EDX mampu menentukan tiap unsur yang

mengemisikan sinar-X (Nugandini, 2007). Analisis karakterisasi katalis untuk

mengetahui komposisi-komposisi unsur pada katalis menggunakan alat

instumentasi SEM-EDX yang didasarkan pada metode pengujian ASTM E1508-

12a.

2.5.5 CHN Analyzer

Prinsip kerja dari alat CHN analyzer, yaitu berdasarkan prinsip pembakaran

dengan mengubah bahan organik atau anorganik menjadi produk pembakaran,

kemudian gas hasil reaksi pembakaran berupa senyawa oksida dilewatkan media

reduksi dan mengalir melalui kolom kromatografi dengan bantuan gas helium,

kemudian dibakar pada temperatur tinggi, lalu gas yang dihasilkan dari

pembakaran tersebut dikontrol dalam tekanan, temperatur, volume tertentu

didalam chamber dan dipisahkan, kemudian gas yang sudah terpisah diukur oleh

detektor konduktivitas termal.

26
Hasil dari analisis ini direpresentasikan sebagai komponen gas C, H, dan S

(%w) dari sampel sedimen yang dianalisis (Faadeva et al., 2007). Analisis untuk

mengetahui kandungan unsur-unsur, yaitu C, H, dan N pada katalis menggunakan

alat instumentasi CHN analyzer yang didasarkan pada metode pengujian ASTM

D5373-16.

Gambar 7. Alat Intrumentasi CHN Analyzer


2.5.6 Gas Chromatograph (GC)

Kromatogram gas merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk

mengidentifikasi senyawa kimia yang bersifat mudah menguap. Kromatogram gas

(GC) merupakan suatu metode pemisahan campuran yang terdiri dari dua jenis

komponen atau lebih, yang didasarkan pada perbedaan migrasi di antara dua fase,

yaitu fase diam yang berupa padatan dan fase gerak berupa gas. Prinsip

kromatogram gas didasarkan pada berat molekul (Mr Senyawa) dari masing-

masing komponen gas, dimana komponen gas yang memiliki berat molekul lebih

ringan akan keluar terlebih dahulu dan komposisi gas lainnya yang memiliki berat

molekul yang lebih berat akan keluar lebih lama.

Kromatogram gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi dari

komponen yang dianalisis dengan waktu retensi zat baku pembanding (standar)

27
pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan

sampel untuk terdeteksi oleh detektor (ditandai dengan puncak pita elusi).

Komponen yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda akibat perbedaan

interaksi dengan fase diam (Abdullah et al., 2008). Analisis kuantitatif dilakukan

dengan cara perhitungan relatif dari tinggi atau luas puncak kromatogram

komponen yang dianalisis terhadap zat baku pembanding (standar) yang dianalisis

(McNair et al., 1998). Sebelum analisis sampel dilakukan, maka sebaiknya

dilakukan analisis terhadap gas standar terlebih dahulu, sehingga memiliki tujuan

untuk mengetahui waktu retensinya. Berikut ini adalah jenis-jenis kromatogram

gas, yaitu:

1. GC-TCD (Gas Chromatogram-Thermal Conductivity Detector)


GC-TCD merupakan analisis yang digunakan untuk gas-gas anorganik,

seperti argon, nitrogen, hidrogen, karbon monoksida, dan karbon dioksida, serta

molekul hidrokarbon kecil lainnya. Prinsip TCD, yaitu membandingkan

konduktivitas panas aliran gas, sehingga gas yang mempunyai konduktivitas

panas yang besar, karena adanya pergerakan molekul gas yang cepat, akan keluar

lebih dahulu sampai di detektor. Pergerakan molekul gas yang cepat adalah akibat

dari berat molekul gas yang ringan, sehingga memiliki daya hantar panas yang

lebih baik. Sebaliknya, ketika berat molekul gas besar, maka akan menyebabkan

konduktivitas panasnya menjadi kecil, akibat pergerakan molekulnya yang

lambat, sehingga gas akan keluar lebih lama untuk sampai di detektor.

Analisis produk menggunakan GC-TCD bertujuan untuk menentukan %

konsentrasi gas CO (karbon monoksida) yang masih terdapat dalam sampel yang

akan dibandingkan dengan gas CO (karbon monoksida) standar berdasarkan

28
waktu retensinya dan tinggi atau luas puncak kromatogram. Analisis

menggunakan alat instrumentasi GC-TCD didasarkan pada ASTM E516-95a.

Gambar 8. Alat Istrumentasi GC-TCD

2. GC-FID (Gas Chromatogram - Flame Ionization Detector)


Kromatogram gas yang digunakan dibedakan berdasarkan jenis detektornya,

yaitu GC-FID. Prinsip kerja FID, yaitu terjadinya pembakaran sampel dengan

menggunakan gas (udara dan hidrogen), sehingga dihasilkan ion-ion. Ion-ion

positif akan tertarik ke elektroda negatif, sehingga arus bertambah. Arus mengalir

melalui tahanan dan menimbulkan selisih tegangan. Penurunan tegangan yang

terjadi disalurkan melalui amplifier dan masuk ke dalam suatu rekorder (Eiceman,

2000).

Analisis produk menggunakan GC-FID bertujuan untuk menentukan %

konsentrasi (yield) gas metanol dari sampel yang dihasilkan yang akan

dibandingankan dengan gas metanol standar berdasarkan waktu retensinya dan

tinggi atau luas puncak kromatogram. Analisis menggunakan alat instrumentasi

GC-FID didasarkan pada ASTM E594-96.

Gambar 9. Alat Instrumentasi GC-FID

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dimulai bulan Januari 2017 di Laboratorium

Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK), Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek, Serpong.

Karakterisasi sampel katalis dilakukan di beberapa instansi, seperti BET di Batan,

XRD di BPPT klaster Geostek, FTIR di Batan, dan SEM-EDX di STP (Sentra

Teknologi Polimer).

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autosorb-6B, XRD

Empyrean PANalytical, FTIR, SEM-EDX, GC-FID Shimadzu, GC-TCD

Shimadzu, microactivity PID reactor, LECO CHN628 ultimate analyzer, cup

alumunium, desikator, cawan porselin dan cawan silica, seperangkat alat gelas

kimia, oven, furnace, magnetic strirer, sieve shaker, mixer mill.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu bahan baku limbah

cangkang kelapa sawit dari PTPN V Pekanbaru, Riau. Selain itu, bahan kimia

yang digunakan, antara lain larutan H3PO4 9%, Cu(NO3)2. 3H2O, Zn(NO3)2.4H2O,

pelet KBr untuk analisis FTIR, logam Au dan etanol p.a untuk analisis SEM-

EDX, gas Ar untuk GC-TCD, gas He untuk GC-FID, compress air, gas CO, gas

H2, dan gas N2 untuk reaksi syngas, serta aquadest.

30
3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Karbonisasi Cangkang Kelapa Sawit (Kurniawan et al., 2014; Mody,

2014; Erlidawati et al., 2009)

Cangkang kelapa sawit sebanyak 1000 gram dihilangkan uap air, lalu

dipanaskan pada suhu 450℃ selama 3 jam dalam furnace tanpa gas O2.

Kemudian, arang ditimbang dan dihaluskan dengan mixer mill, serta diayak

menjadi ukuran 60 mesh, 100 mesh, dan 200 mesh dengan alat sieve shaker.

Selanjutnya, arang ukuran 60 mesh dianalisis proksimat untuk mengetahui kadar

air (moisture), kadar zat mudah menguap (volatile matter), kadar abu (ash), kadar

karbon terikat (fixed carbon), dan analisis ultimate untuk mengetahui kadar C, H,

N, S, dan O (%w), serta analisis menggunakan instrumentasi BET sebagai karbon

aktif sebelum diaktivasi.

3.3.1.1 Analisis Proksimat

1. Kadar Air (Moisture) (ASTM D3173-11)

Cawan crucible ditimbang dengan tutupnya sebagai bobot kosong, lalu

ditimbang sampel yang lolos ayakan 60 mesh sebanyak 1 gram dan dimasukkan

ke dalam cawan crucible, serta dicatat bobotnya. Analisis kadar air dilakukan

pada suhu 105℃. Furnace diatur suhunya hingga mencapai suhu 105℃, jika

suhunya sudah konstan pada 105℃, maka tutup crucible dibuka, lalu crucible

dimasukkan ke dalam furnace selama 60 menit. Selanjutnya, crucible dikeluarkan

dari dalam furnace dan segera ditutup dengan tutup crucible, kemudian

dimasukkan ke dalam desikator. Selanjutnya, jika crucible sudah dingin, maka

crucible dikeluarkan dari desikator dan ditimbang, serta dicatat sebagai bobot

akhir. Kadar air dihitung menggunakan persamaan:

31
𝜑1− 𝜑2
KA = 𝑥 100% (2)
𝜑1

Keterangan:

KA: Kadar air (moisture) (%)

𝜑1: Bobot sampel awal (gram)

𝜑2: Bobot sampel akhir (gram)

2. Kadar Zat Menguap (Volatile Matter) (ASTM D3175-11)

Cawan crucible ditimbang dengan tutupnya sebagai bobot kosong, lalu

ditimbang sampel yang lolos ayakan 60 mesh sebanyak 1 gram dan dimasukkan

ke dalam cawan crucible, serta dicatat bobotnya. Analisis kadar volatile matter

dilakukan pada suhu 950℃. Sebelumnya, furnace diatur suhunya 105℃ selama 60

menit dengan tutup crucible yang dibuka, lalu dinaikkan suhunya hingga

mencapai 950℃ dengan menggunakan crucible dan tutupnya selama 7 menit.

Selanjutnya, crucible dikeluarkan dari dalam furnace, kemudian dimasukkan ke

dalam desikator. Selanjutnya, jika crucible sudah dingin, maka crucible

dikeluarkan dari desikator dan ditimbang, serta dicatat sebagai bobot akhir. Kadar

volatile matter dihitung menggunakan persamaan:

𝜑1− 𝜑2
Vm = 𝑥 100% - KA (3)
𝜑1

Keterangan:

Vm: Kadar zat menguap (volatile matter) (%)

KA: Kadar air (moisture) (%)

𝜑1: Bobot sampel awal (gram)

𝜑2: Bobot sampel akhir (gram)

32
3. Kadar Abu (Ash Content) (ASTM D3174-12)

Cawan crucible ditimbang dengan tutupnya sebagai bobot kosong, lalu

ditimbang sampel yang lolos ayakan 60 mesh sebanyak 1 gram dan dimasukkan

ke dalam cawan crucible, serta dicatat bobotnya. Analisis kadar ash content

dilakukan pada suhu 750℃. Furnace diatur suhunya hingga mencapai suhu 750℃,

jika suhunya sudah konstan pada 750℃, maka crucible tanpa tutupnya

dimasukkan ke dalam furnace selama 3 jam. Selanjutnya, crucible dikeluarkan

dari dalam furnace dan segera ditutup dengan tutup crucible, kemudian

dimasukkan ke dalam desikator. Selanjutnya, jika crucible sudah dingin, maka

crucible dikeluarkan dari desikator dan ditimbang, serta dicatat sebagai bobot

akhir. Kadar ash content dihitung menggunakan persamaan:

𝜑2
Ac = 𝜑1 𝑥 100% (4)

Keterangan:

Ac: Kadar abu (ash content) (%)

𝜑1: Bobot sampel awal (gram)

𝜑2: Bobot abu (gram)

4. Kadar Karbon Terikat (Fixed Carbon) (ASTM D3172-07a)

Kadar karbon terikat adalah fraksi karbon dalam arang selain fraksi air, zat

menguap, dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan

persamaan:

Fc = 100 – (KA+Vm+Ac) % (5)

33
Keterangan:

KA: Kadar air (moisture) (%)

Vm: Kadar zat menguap (volatile matter) (%)

Ac: Kadar abu (ash content) (%)

Analisis proksimat dikerjakan untuk karbon aktif hasil dari karbonisasi

cangkang kelapa sawit. Selain itu, untuk mengetahui perbandingannya terhadap

kadar air (moisture), kadar zat menguap (volatile matter), dan kadar abu (ash

content), maka analisis proksimat juga dikerjakan untuk bahan baku (raw

material) cangkang kelapa sawit sebelum dikarbonisasi.

3.3.1.2 Aktivasi Karbon Aktif (Kurniawan et al., 2014; Kurniati, 2008)

Arang yang telah homogen dan berukuran 200 mesh ditimbang masing-

masing sebanyak 12 gram untuk 3 sampel yang berbeda, masing-masing arang

(karbon) diaktivasi secara metode kimia dengan cara direndam dalam 30 mL

larutan H3PO4 9% selama 24 jam dalam gelas beaker yang tertutup dan dilapisi

aluminium foil. Setelah itu, arang yang telah diaktivasi disaring dan dinetralkan

pH-nya hingga netral (pH= 6/7) dengan menggunakan aquadest. Selanjutnya,

arang dikeringkan di dalam oven pada suhu 105℃ selama 3 jam, kemudian

dikarakterisasi dengan alat instrumentasi BET sebagai karbon aktif setelah

diaktivasi.

3.3.2 Impregnasi Penyangga Katalis (Husin et al., 2010)

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Impregnan (Setiadi et al., 2007; Husin et al.,


2010)
Larutan impregnan dibuat dengan mencampurkan Cu(NO3)2.3H2O dan

Zn(NO3)2.4H2O. Pembuatan katalis sebanyak 15 gram dilakukan dengan metode

34
impregnasi basah dengan rasio Cu/Zn/karbon aktif berturut-turut, yaitu sebesar

10/10/80 (%wt), 15/5/80 (%wt), dan 5/15/80 (%wt).

Tabel 1. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif

Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


Senyawa
10/10/80 15/5/80 5/15/80
Cu(NO3)2.3H2O 5,703 8,555 2,851
Zn(NO3)2.4H2O 5,997 2,998 8,995
Karbon Aktif 12 12 12

Masing-masing Cu(NO3)2.3H2O dan Zn(NO3)2.4H2O dilarutkan dalam suatu

gelas beaker 25 mL yang ditambahkan dengan 10 mL aquadest, selanjutnya

masing-masing campuran diaduk dengan magnetic stirer pada suhu ruang selama

1 jam hingga masing-masing campuran menjadi homogen.

3.3.2.2 Proses Perendaman (Impregnasi Basah) (Husin et al., 2010)


Pembuatan katalis dilakukan dengan cara impregnasi basah. Logam aktif

yang akan dipadukan, yaitu Cu dan promotornya, yaitu Zn. Impregnasi basah

dilakukan dengan merendam karbon aktif masing-masing sebanyak 12 gram

untuk ketiga rasio yang berbeda dalam 20 mL aquadest, lalu di aduk

menggunakan stirer dan diteteskan sedikit demi sedikit larutan campuran antara

Cu(NO3)2.3H2O dan Zn(NO3)2.4H2O dengan rasio 10/10/80 (%wt); 15/5/80

(%wt); dan 5/15/80(%wt), sehingga logam Cu dan Zn akan teradsorp oleh

permukaan penyangga katalis (karbon aktif) dan diaduk dengan magnetic stirer

dalam suhu ruang selama 24 jam dalam keadaan gelas beaker tertutup dan dilapisi

aluminium foil. Selanjutnya setelah 24 jam, suhunya dinaikkan menjadi 60℃

selama 3 jam untuk menguapkan kandungan air yang masih terdapat dalam

sampel secara perlahan-lahan dalam keadaan gelas beaker yang terbuka.

35
3.3.2.3 Kalsinasi Katalis (Setiadi et al., 2007)
Selanjutnya, sampel yang masih mengandung air dikeringkan pada suhu

105℃ selama ±16 jam dalam drying oven hingga seluruh kandungan airnya

menguap dan kering, kemudian sampel di kalsinasi dalam furnace pada suhu

350℃ selama 3 jam menggunakan cawan porselin. Karbon aktif yang telah

terimpregnasi logam Cu dan Zn dikarakterisasi dengan alat instrumentasi BET,

XRD, FTIR, dan SEM-EDX.

3.3.3 Karakterisasi Katalis

3.3.3.1 BET (Bruneur-Emmet Teller) (ASTM D3363-03)

Karakterisasi dengan BET diawali dengan tahap preparasi sampel. Preparasi

dilakukan dengan menimbang tabung sampel yang berisi filler dan tutup tabung

sebagai bobot kosong, kemudian sampel katalis dimasukkan ke dalam tabung dan

ditimbang sebanyak 0,2 gram. Tabung diisi dengan filler dan ditutup kembali.

Sebelum dilakukan proses analisis, terlebih dahulu dilakukan degassing.

Sampel yang akan di degassing dipasang pada degassing port dengan ditutup

menggunakan heating mantel. Proses degassing dilakukan pada suhu

120℃ selama satu jam, dilanjutkan dengan menaikkan suhunya menjadi 320℃

selama lima jam dalam kondisi vakum. Selanjutnya, sampel didingikan dengan

cara memindahkan tuas ke posisi off dan membuka heating mantel.

Sampel dibiarkan sampai dingin, lalu jika sudah dingin tabung ditimbang

kembali sebagai massa sampel setelah degassing. Selanjutnya, dilakukan analisis

terhadap sampel dengan memasang sampel pada port analysis. Sebelum dilakukan

analisis, dewar flask diisi dengan nitrogen cair. Sampel dialiri gas He, lalu sampel

dianalisis dengan gas N2 yang dialirkan ke dalam sampel dalam keadaan vakum.

36
3.3.3.2 XRD (X-Ray Diffraction) (ASTM D3906-03 dan ASTM D5758-01)
Sampel dihaluskan sebelum pengujian dan dipreparasi pada plat sampel. Uji

kristalinitas dilakukan dengan menggunakan alat instrumentasi XRD Empyrean

PANalytical menggunakan radiasi Cu pada tegangan 40 kV dan arus 25 mA

dengan rentang sudut 5-90. Difraktogram yang dihasilkan akan memberikan

informasi mengenai fase kristalin penyangga katalis dan katalis.

Tabel 2. Kondisi Uji Sampel Katalis Cu/Zn/ Karbon Aktif dengan XRD

Kondisi Uji
Tegangan 40 kV
Kuat Arus 25 mA
Sudut 5-90°

3.3.3.3. FTIR (Fourier Transform Infrared) (ASTM D6348-12e1)

Analisis dengan menggunakan alat instrumentasi FTIR dilakukan pada

Cu/Zn/karbon aktif. Mula-mula, sampel diencerkan dengan KBr dengan

perbandingan sampel:KBr, yaitu 1:10. Sampel diukur dengan parameter persen

absorbansi dan persen transmitannya pada rentang panjang bilangan gelombang

500– 4000 cm-1.

3.3.3.4. SEM-EDX (Scanning Eletron Microscopy- Energy Dispersed X-ray


Spectroscopy) (ASTM E1508-12a)

Sampel yang akan dikarakterisasi dengan alat instumentasi SEM-EDX

terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan. Lalu, sampel di dispersikan di atas

sampel holder. Selanjutnya, sampel dilapisi dengan lapisan tipis logam aurum

(Au) setebal 30 mm pada kuat arus 30 mA selama 60 detik, kemudian

ditambahkan carbon tape, setelah itu siap untuk dikarakterisasi dengan SEM-

EDX.

37
Tabel 3. Kondisi Analisis Unsur Sampel Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif dengan
SEM-EDX

Kondisi Uji
Tegangan 15 kV
Arus 30 mA
Coating Emas
Ketebalan 30 mm
Lama coating 60 detik
Perbesaran SEM 250x

3.3.3.5. CHN Analyzer (ASTM D5373-16)


Kandungan unsur karbon, hidrogen, nitrogen dalam sampel karbon aktif

dianalisis dengan metode analisis ultimate. Analisis ultimate dilakukan dengan

menggunakan alat CHN analyzer. Alat CHN analyzer dihidupkan, kemudian diset

kondisi operasi analisis dengan waktu tunggu 2 jam sampai kondisi stabil, setelah

itu dilakukan analisis blanko dan dilakukan kalibrasi dengan sampel standar.

Kemudian, sebanyak 0,2 gram sampel, yaitu cangkang kelapa sawit sebagai

raw material dan karbon aktif ditimbang dalam crucible keramik, serta dicatat

berat sampel yang dianalisis. Sampel yang terbungkus tin foil ditempatkan pada

loading head untuk dibersihkan. Sampel dibakar dalam combustion furnace tube

pada suhu 950℃ dalam aliran oksigen, sehingga seluruh hidrogen diubah menjadi

uap air, karbon menjadi karbondiokasida dan nitrogen oksida menjadi nitrogen.

Hasilnya dioksidasi dan dilakukan penyaringan partikel pada suhu 850℃. Uap air

dan karbondioksida ditangkap oleh detektor infra red cell (IR cell), sedangkan

nitrogen ditentukan dengan thermal conductivity cell (TC cell) dengan cara 3 mL

dialirkan ke alialiquop loop dengan carrier gas (He) untuk melewati copper stick

pada suhu 700℃ untuk merubah NOx menjadi gas N2. Kemudian, dialirkan

melalui Lecosorb dan Anhydrone untuk menghilangkan CO2 dan moisture.

Selanjutnya, hasil dalam bentuk % atau ppm. Selain itu, gas belerang oksida yang

38
terbentuk diserap oleh infra red cells (IR cell) dan kadar belerang yang diperoleh

ditampilkan pada monitor (ASTM D 5373-08).

3.3.4 Uji Aktivitas Katalitik (Husin et al., 2010; Hermansyah et al., 2010)

Uji aktivitas katalitik dilakukan pada konversi syngas (H2/CO) menjadi

metanol menggunakan katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80

(%wt) dalam microactivity PID reactor. Komponen penyusun reaktor, yaitu

syringe pump, syringe H2/CO, pemanas nikelin, tubular furnace, tabung gas N2

dan H2. Konsentrasi katalis yang digunakan untuk setiap reaksi adalah 20%

(Lampiran 3). Setelah itu, reaktor dimasukkan ke dalam furnace bertujuan untuk

mengatur temperatur reaksi. Bagian atasnya dihubungkan dengan pipa yang terlilit

pemanas nikelin dan bagian bawahnya dihubungkan ke kondensor. Pada pipa

yang terlilit nikelin, terdapat injektor untuk memasukkan syringe H2/CO dari

syringe pump. Syringe ini berfungsi untuk mengatur laju alir H2/CO (Abdullah et

al., 2008).

Gas nitrogen (N2) dialiri lebih dahulu pada suhu 220℃ dan tekanan 20 bar.

Gas N2 bertujuan untuk uji leak test dan untuk membuat suasana menjadi inert.

Leak test, yaitu test kebocoran agar tidak terdapat O2 yang terjebak dalam reaktor,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Uji leak test dicek setiap 15

menit selama 1 jam. Selama uji leak test, tekanan sebesar 20 bar seharusnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Sebelum reaksi, terlebih dahulu katalis

direduksi dengan gas H2, tujuannya untuk mengubah katalis oksida (CuO)

menjadi Cu yang merupakan fasa aktif dari katalis dengan kondisi suhu 220℃ dan

tekanan 12 bar selama 5 jam. Reaksi yang terjadi adalah:

CuO(s) + H2(g) → Cu(s) + H2O(g) ΔH = -87,7 kJ/mol

39
Tabel 4. Kondisi Uji Leak Test dan Reduksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif

Kondisi Uji
Leak Test Reduksi Katalis
Gas N2 (mL/menit) 30 Gas H2 (mL/menit) 30
Suhu Hot Box (℃) 60 Suhu Hot Box (℃) 180
Suhu Reaktor (℃) 220 Suhu Reaktor (℃) 220
Tekanan (Bar) 20 Tekanan (Bar) 12
Waktu (Jam) 1 Waktu (Jam) 5

Selanjutnya adalah tahap reaksi dengan kondisi suhu, yaitu 200℃, 230℃,

240℃, 250℃, 260℃ dengan umpan syngas (H2/CO) dengan perbandingan laju

alir gas H2, yaitu 10 mL/menit dan gas CO, yaitu 5 mL/menit pada tekanan 12 bar

selama 30 menit.
Cu/Zn/
KA

Gambar 10. Skema Microactivity PID Reactor

3.3.5 Analisis Produk

Reaksi syngas menghasilkan produk metanol berfase gas, sehingga gas

metanol yang dihasilkan ditampung dalam sample bag (wadah sample).

1. GC-TCD (ASTM E516-95a)

Valve gas Ar dibuka, selanjutnya dihidupkan GC-TCD dan chromatopac.

Kemudian, GC-TCD dikondisioning selama 1 jam. Selanjutnya, tombol open dan

charge pada GC-TCD dibuka, lalu sampel diinjeksikan dari sampel bag dengan

ditekan selama 30 detik. Berikut adalah formula untuk menentukan konversi CO.

40
(Luas Area Umpan−Luas Area Sampel)
% CO = x 100% (6)
Luas Area Umpan

2. GC-FID (ASTM E594-96)

Valve tabung gas H2, N2, udara tekan, dan He dibuka. Selanjutnya,

dihidupkan GC-FID dan chromatopac. Kemudian, GC-FID dikondisioning

selama 1 jam, setelah itu dinyalakan flame dengan pemantik, selain itu untuk

memastikan flame sudah nyala, maka dilakukan pengecekan dengan stainless steel

apakah sudah mengembun. Selanjutnya, tombol open dan charge pada GC-FID

dibuka, lalu sampel diinjeksikan dari sampel bag dengan ditekan selama 30 detik.

Berikut adalah formula untuk menentukan konversi metanol.

Luas Area Sampel


% CH3OH = Luas Area Umpan x 100% (7)

Tabel 5. Kondisi Uji Produk Metanol dengan GC-FID dan GC-TCD

Kondisi Uji GC-TCD GC-FID


Suhu Injektor (℃) 100 200
Suhu Detektor (℃) 100 200
Suhu Kolom (℃)
Inlet 50 175
Outlet 50 180
Carrier Gas Ar He
Flame Gas - H2
- N2
- Udara
Tekan
Thermal Flame
Detector Conductivity Ionization
Detector Detector
Column Shin Carbon Propak-Q

41
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karbonisasi Cangkang Kelapa Sawit

Karbonisasi cangkang kelapa sawit dalam furnace sebanyak 441,1676 gram

akan membentuk karbon sebanyak 131,7596 gram pada suhu 450℃ selama 3 jam.

Proses karbonisasi cangkang kelapa sawit memperoleh rendemen arang (karbon)

sebesar 29,866% (Lampiran 3). Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka akan

semakin banyak pula pori-pori karbon yang terbuka. Hal ini akan mengakibatkan

banyak komponen zat-zat, seperti air dan kandungan volatile matter yang masih

terjerap dalam pori akan keluar, sehingga mengakibatkan berat arang (karbon)

menjadi rendah. Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka akan semakin rendah

rendemen karbon yang akan dihasilkan, karena sebagian karbon telah berubah

menjadi abu dan gas-gas yang mudah menguap. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Paris et al., (2005) bahwa akibat suhu yang semakin meningkat menyebabkan

sebagian arang (karbon) berubah menjadi abu, gas CO, H2, dan gas-gas

hidrokarbon lainnya.

Berdasarkan penelitian oleh Gustama (2012) bahwa karbonisasi cangkang

kelapa sawit akan memperoleh rendemen arang (karbon) sebesar 36,38% pada

suhu 450℃ selama 5 jam. Rendemen yang lebih tinggi, karena proses karbonisasi

dilakukan dengan menggunakan retort listrik secara vakum. Apabila proses

karbonisasi tidak dilakukan secara vakum, maka arang (karbon) yang dihasilkan

akan rendah yang disebabkan oleh pengaruh udara. Udara yang cukup besar

menyebabkan bahan baku mengalami oksidasi secara berlebih, sehingga

menyebabkan terbentuknya abu lebih banyak daripada pembentukan arang

42
(karbon). Karbonisasi cangkang kelapa sawit dilakukan dalam furnace yang tidak

dilengkapi oleh sistem vakum, sehingga menyebabkan rendemen arang (karbon)

aktif menjadi rendah.

4.2 Analisis Proksimat dan Ultimate

Analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui apakah karbon aktif yang

telah disintesis dari cangkang kelapa sawit telah memenuhi syarat kualitas karbon

aktif standar. Kualitas karbon aktif standar mengacu pada SNI 06-3730-1995

tentang arang aktif teknis.

4.2.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat cangkang kelapa sawit dan karbon aktif meliputi, kadar

air, kadar zat mudah menguap, dan kadar abu (%w). Hasil analisis proksimat

cangkang kelapa sawit dan karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 6 dan secara rinci

pada Lampiran 2.

Tabel 6. Analisis Proksimat Cangkang Kelapa Sawit dan Karbon Aktif


Cangkang Kelapa Karbon SNI
Parameter Analisis Sawit Aktif 06-3730-
1995 (%)
Analisis Proksimat
Air (%) 9,997 2,356 Maks. 15
Zat Mudah
Menguap (%) 73,896 38,594 Maks. 25
Abu (%) 1,178 3,672 Maks. 10
Karbon Terikat (%) 14,929 55,378 Min. 65

Penetapan kadar air, zat mudah menguap, dan abu dilakukan dengan metode

gravimetrik. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis

karbon aktif. Kadar air cangkang kelapa sawit pada suhu 105℃ adalah 9,997%

lebih besar dari kadar air karbon aktif sebesar 2,356%. Hal ini karena,

43
bertambahnya suhu dan waktu karbonisasi menyebabkan molekul air dalam

karbon aktif semakin berkurang (Siahaan et al., 2013). Kadar air dalam karbon

aktif sebesar 2,356% memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-

3730-1995, yaitu maksimal 15% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Kadar air yang

dihasilkan relatif kecil, hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam karbon

aktif lebih dahulu keluar selama proses dehidrasi dan karbonisasi. Kandungan air

karbon aktif yang kecil dapat meningkatkan kualitas dari daya adsorpsi yang

dimilikinya (Suhendrawati et al., 2013).

Kadar zat menguap cangkang kelapa sawit pada suhu 950℃ adalah 73,896%

lebih besar dari kadar zat menguap karbon aktif sebesar 38,594%. Hal ini

disebabkan, senyawa-senyawa volatil dalam karbon aktif sebagian telah hilang

selama proses karbonisasi. Peningkatan suhu karbonisasi sebesar 450℃ dan waktu

karbonisasi selama 3 jam akan mengurangi kadar zat menguap dalam karbon

aktif. Kadar zat menguap dalam karbon aktif sebesar 38,594% tidak memenuhi

standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu maksimal 25%

untuk karbon aktif bentuk serbuk. Hal ini disebabkan oleh kandungan volatile

matter (zat yang mudah menguap) yang terperangkap dalam karbon aktif belum

seluruhnya menguap selama proses karbonisasi, karena suhu karbonisasi hanya

450℃, sedangkan suhu untuk analisis penetapan kadar zat menguap, yaitu 950℃.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat volatile matter yang tidak akan menguap

pada suhu karbonisasi, karena sebagian volatile matter akan menguap pada suhu

diatas 450℃ untuk senyawa volatile matter yang memiliki berat molekul besar

(Sudradjat et al., 2005).

44
Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat-zat penyusun karbon

aktif akibat proses pemanasan selama karbonisasi dan bukan merupakan

komponen penyusun karbon aktif (Pari, 2004). Karbon aktif dengan kadar zat

menguap yang tinggi akan menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula.

Penurunan kadar zat menguap seiring dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Hendra et al., (2000) bahwa besarnya kadar zat

menguap ditentukan oleh waktu dan suhu karbonisasi. Jika proses karbonisasi

lama dan suhunya dinaikkan, maka akan semakin banyak zat yang menguap,

sehingga akan diperoleh kadar zat menguap yang semakin rendah. Menurut Pari

(2004), yaitu meningkatnya suhu karbonisasi akan menguapkan senyawa volatil

yang masih tertinggal, hal ini akan menyebabkan jumlah pori yang terbentuk

bertambah banyak.

Kadar abu cangkang kelapa sawit pada suhu 750℃ adalah 1,178% lebih

kecil dari kadar abu karbon aktif sebesar 3,672%. Hal ini karena, adanya

peningkatan suhu dan waktu karbonisasi menyebabkan kadar abu semakin tinggi

(Pari, 2004). Kadar abu karbon aktif pada suhu 750℃ sebesar 3,672% memenuhi

standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu maksimal 10%

untuk karbon aktif bentuk serbuk. Penetapan kadar abu karbon aktif dilakukan

untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Oksida logam

merupakan senyawa antara logam dengan oksigen.

Kadar abu, yaitu sisa mineral yang tertinggal pada saat dibakar, karena

bahan alam sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif tidak hanya mengandung

senyawa karbon, tetapi juga mengandung beberapa mineral, dimana sebagian dari

mineral ini telah hilang pada saat karbonisasi, sebagian lagi diduga masih

45
tertinggal dalam karbon aktif (Suhendrawati et al., 2013). Garam-garam mineral

yang terdapat dalam abu, diantaranya yaitu natrium, kalsium, vanadium,

magnesium, silikon, besi, nikel, dan aluminium. Kandungan abu sangat

berpengaruh pada kualitas karbon aktif. Keberadaan abu yang berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori karbon aktif, sehingga luas

permukaan karbon aktif menjadi berkurang (Schroder, 2006).

Kadar karbon terikat, yaitu fraksi karbon (C) yang terikat di dalam karbon

aktif, selain fraksi air, zat mudah menguap, dan abu. Kadar karbon terikat dalam

cangkang kelapa sawit sebesar 14,929% lebih kecil dari kadar karbon terikat

dalam karbon aktif sebesar 55,378%. Kadar karbon terikat yang terlalu rendah

dari cangkang kelapa sawit disebabkan cangkang kelapa sawit masih memiliki

kandungan kadar air dan kadar zat mudah menguap yang masih tinggi, sehingga

perlu waktu proses karbonisasi yang lebih lama (Gustama, 2012).

Kadar karbon terikat yang lebih tinggi dari karbon aktif, karena rendahnya

nilai kadar air dan kadar zat terbang yang disebabkan proses karbonisasi. Kadar

karbon terikat akan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu dan waktu

karbonisasi (Siahaan et al., 2013). Hal ini karena, pada suhu karbonisasi yang

lebih tinggi molekul air dan kandungan volatil menguap lebih banyak, sehingga

kadar karbon terikatnya semakin meningkat. Menurut Pari (1996), bahwa tinggi

rendahnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh nilai kadar air, kadar zat mudah

menguap, kadar abu, dan senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada

permukaan karbon aktif. Tingginya kadar karbon yang terikat menunjukkan

bahwa fraksi karbon yang terikat di dalam masih tinggi. Hal ini menyebabkan luas

46
permukaan karbon aktif semakin besar dan jumlah pori-pori karbon aktif semakin

bertambah.

Berdasarkan penelitian oleh Gustama (2012) bahwa analisis proksimat

karbon aktif memiliki kandungan kadar air 3.34%, kadar zat mudah menguap

23.87%, kadar abu 4.65%, dan kadar karbon terikat 71.58%. Jika dibandingkan

dengan hasil penelitian bahwa perolehan kadar karbon terikat sebesar 55,378%

adalah lebih kecil. Hal ini karena, masih tingginya kandungan volatile matter

dalam karbon aktif yang belum menguap selama proses karbonisasi, sehinngga

kadar karbon terikat menjadi berkurang.

4.2.2 Analisis Ultimate

Analisis ultimate cangkang kelapa sawit dan karbon aktif meliputi, kadar C,

H, N, S, dan O (%w). Hasil analisis ultimate cangkang kelapa sawit dan karbon

aktif dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Ultimate Cangkang Kelapa Sawit dan Karbon Terikat

Analisis Ultimate Cangkang Kelapa Sawit Karbon Aktif


%C 45,8 74,8
%H 6,21 3,31
%N 0,23 0,56
%S 0,35 0,35
%O 47,41 20,98

Berdasarkan penelitian Bledzky et al., (2010) diperoleh bahwa analisis

ultimate memiliki kandungan karbon sebesar 74,3%. Jika dibandingkan dengan

hasil penelitian diperoleh bahwa, kandungan karbon pada karbon aktif, yaitu

74,8% adalah lebih tinggi. Hal ini karena, lebih banyak molekul air dan volatile

matter yang menguap lebih banyak selama proses karbonisasi, menyebabkan

semakin tingginya kandungan karbon dalam karbon aktif.

47
Selain itu, kandungan karbon cangkang kelapa sawit lebih kecil daripada

karbon aktif. Hal ini karena, sebagian molekul air dan senyawa volatil masih

terperangkap dalam cangkang kelapa sawit. Kandungan karbon yang semakin

besar dapat dijadikan sebagai penyangga katalis, sebab karbon memiliki luas

permukaan yang besar. Kandungan karbon dalam karbon aktif sebesar 74,8%

memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995, yaitu

minimal 65% untuk karbon aktif bentuk serbuk.

Berdasarkan penelitan oleh Bermudez et al., (2010) bahwa analisis ultimate

memiliki kandungan hidrogen sebesar 0,5%. Jika dibandingkan dengan hasil

penelitian diperoleh bahwa, kandungan hidrogen pada karbon aktif, yaitu 3,31%

adalah lebih tinggi. Kandungan hidrogen yang besar dalam karbon aktif,

mengindikasikan bahwa banyaknya molekul air yang terperangkap dalam pori-

pori karbon aktif selama proses aktivasi. Kandungan hidrogen dalam karbon aktif

yang tinggi akan menyebabkan hidrogen sulit untuk dilepaskan.

Selain itu, kandungan hidrogen cangkang kelapa sawit lebih tinggi daripada

karbon aktif. Hal ini karena, molekul air lebih dahulu keluar dari pori-pori selama

proses karbonisasi, sehingga menyebabkan kandungan hidrogen dalam karbon

aktif menjadi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iskandar et al., (2012)

bahwa semakin rendah kandungan hidrogen dalam biomassa, maka akan semakin

mudah hidrogen tersebut dilepaskan saat proses karbonisasi.

Berdasarkan penelitan oleh Bermudez et al., (2010) bahwa analisis ultimate

memiliki kandungan nitrogen sebesar 0,5%. Jika dibandingkan dengan hasil

penelitian diperoleh bahwa, kandungan nitrogen pada karbon aktif, yaitu 0,56%

adalah lebih tinggi. Kandungan nitrogen pada sampel biomassa berhubungan erat

48
dengan udara yang dibutuhkan saat proses pembakaran. Menurut Patabang (2012)

bahwa semakin tinggi kandungan nitrogennya, maka akan semakin cepat

biomassa tersebut terbakar. Kandungan nitrogen dalam karbon aktif yang tinggi

ini akan membutuhkan udara yang lebih sedikit untuk melangsungkan proses

pembakaran agar tetap terjadi.

Selain itu, kandungan nitrogen cangkang kelapa sawit lebih kecil daripada

karbon aktif. Hal ini karena, terdapat sebagian nitrogen yang terikat dalam pori-

pori karbon aktif selama proses aktivasi dan impregnasi. Proses aktivasi

menggunakan larutan H3PO4 dan proses impregnasi menggunakan larutan

Cu(NO3)2.3H2O dan Zn(NO3)2.4H2O, sehingga akan terdekomposisi membentuk

NO2 dan menyebabkan kandungan unsur nitrogen dalam karbon aktif menjadi

lebih besar (Raidah, 2012).

Berdasarkan penelitan oleh Bledzky et al., (2010) bahwa analisis ultimate

memiliki kandungan sulfur sebesar 0,5%. Jika dibandingkan dengan hasil

penelitian diperoleh bahwa, kandungan sulfur pada cangkang kelapa sawit, yaitu

0,35% adalah lebih rendah. Menurut Rismayawati (2012) bahwa sulfur dapat

mudah bereaksi dengan hidrogen dan oksigen membentuk senyawa asam,

sehingga dapat menyebabkan polusi udara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

semakin sedikitnya kandungan sulfur dalam biomassa, maka akan mengurangi

polusi udara. Oleh sebab itu, kandungan sulfur dalam karbon aktif yang rendah

dapat dijadikan pilihan alternatif untuk bahan bakar, sebab sulfur yang rendah

akan menghasilkan sedikit polutan.

Selain itu, kandungan sulfur cangkang kelapa sawit sama dengan karbon

aktif. Hal ini karena, sulfur yang terikat dalam cangkang kelapa sawit dan karbon

49
aktif merupakan sulfur organik yang relatif sulit dihilangkan, karena senyawa ini

terikat kuat dengan unsur karbon. Senyawa sulfur organik diantaranya terdapat

dalam bentuk tiofen, disulfida, merkaptans, sedangkan sulfur anorganik terdapat

dalam bentuk pirit dan senyawa sulfat yang mudah dihilangkan selama proses

karbonisasi dan aktivasi (Nasir, 1999).

Berdasarkan penelitan oleh Bledzky et al., (2010) bahwa analisis ultimate

memiliki kandungan oksigen sebesar 21,9%. Jika dibandingkan dengan hasil

penelitian diperoleh bahwa, kandungan oksigen pada karbon aktif, yaitu 20,98%

adalah lebih rendah. Menurut Patabang (2009), semakin besarnya kandungan

oksigen, maka akan semakin berkurangnya udara yang dibutuhkan pada saat

proses pembakaran berlangung. Hal tersebut karena, dalam udara juga terdapat

oksigen. Keberadaan oksigen yang cukup tinggi dapat menyebabkan proses

pembakaran lebih cepat. Proses pembakaran membutuhkan kandungan oksigen

yang lebih banyak agar proses pembakaran dapat dengan mudah dilakukan.

Adanya kandungan fixed carbon tinggi yang terdapat dalam karbon aktif,

sehingga kandungan oksigen menjadi lebih rendah, maka akan membutuhkan

oksigen yang cukup banyak untuk melangsungkan proses pembakaran agar dapat

terjadi.

Selain itu, kandungan oksigen cangkang kelapa sawit lebih besar daripada

karbon aktif. Hal ini karena, sebagian molekul oksigen dalam karbon aktif yang

berasal dari molekul air dan oksida logam telah keluar dari pori-pori selama

proses karbonisasi, sehingga menyebabkan kandungan oksigen dalam karbon aktif

menjadi lebih rendah.

50
4.3 Karakterisasi Katalis

4.3.1 Luas Permukaan Katalis

Hasil analisis BET untuk menentukan luas permukaan katalis Cu/Zn/karbon

aktif. Berikut adalah luas permukaan karbon aktif sebelum aktivasi, setelah

aktivasi, dan setelah di impregnasi logam Cu dan Zn dapat dilihat pada Tabel 8

dan secara rinci pada Lampiran 4.

Tabel 8. Analisis BET Karbon Aktif dan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif

Karbon Aktif Katalis Cu/Zn/karbon aktif (%wt)


Parameter Sebelum Setelah 10/10/80 15/5/80 5/15/80
Aktivasi Aktivasi
Luas Permukaan
1,292 148,783 177,630 228,695 207,607
(m2/g)

Berdasarkan data pada Tabel 8 karbon aktif yang telah diaktivasi memiliki

luas permukaan yang lebih besar, yaitu 148,783 m2/g dari karbon aktif yang

belum diaktivasi, yaitu 1,292 m2/g. Peningkatan luas permukaan setelah diaktivasi

terjadi karena proses aktivasi dapat menghilangkan sebagian pengotor-pengotor,

seperti mineral Na, K, Ca, dan senyawa volatil lainnya yang masih terperangkap

dalam pori-pori, sehingga dapat menurunkan luas permukaan karbon aktif. Luas

permukaan karbon aktif akan meningkat setelah diaktivasi, karena mineral-

mineral pengotor yang menutupi permukaan pori-pori karbon aktif telah hilang

(Kurniawan et al., 2014).

Selanjutnya, pengaruh impregnasi logam Cu dan Zn pada penyangga katalis.

Luas permukaan katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt), yaitu 177,630 m2/g

lebih besar daripada karbon aktif setelah aktivasi, yaitu 148,783 m2/g. Hal ini

karena, logam Cu dan Zn yang menempel pada permukaan pori-pori mampu

membentuk agregat dan terjadi pembentukan luas permukaan yang baru menjadi

51
lebih besar. Luas permukaan katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) adalah

177,630 m2/g lebih kecil daripada katalis 15/5/80 (%wt). Hal ini karena, 10/10/80

(%wt) memiliki jumlah logam Zn lebih banyak. Logam Zn akan lebih banyak

terdispersi pada permukaan pori-pori penyangga katalis, sehingga akan

membentuk luas permukaan yang kecil. Komposisi logam Cu dan Zn dalam

katalis 10/10/80 sebanding, yaitu Cu 10% dan Zn 10%, sehingga tidak terjadi

kompetisi untuk berdifusi ke dalam pori-pori penyangga katalis. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Abdullah et al., (2010) bahwa ketika jumlah ZnO memiliki

komposisi yang lebih besar dalam katalis, maka akan mempengaruhi luas

permukaannya menjadi lebih kecil.

Katalis 15/5/80 (%wt) memiliki luas permukaan lebih besar, yaitu 228,695

m2/g. Hal ini karena, komposisi logam Zn dalam katalis hanya sebesar 5%.

Logam Zn akan lebih sedikit terdispersi pada permukaan pori-pori penyangga

katalis. Komposisi logam Cu dan Zn dalam katalis 15/5/80 (%wt) tidak

sebanding, yaitu Cu 15% dan Zn 5%, sehingga terjadi kompetisi untuk berdifusi

ke dalam pori-pori penyangga katalis. Komposisi logam Cu yang lebih banyak

menyebabkan difusi logam Cu ke dalam pori-pori lebih besar daripada difusi

logam Zn. Hal ini mengakibatkan sebagian logam Cu tidak ditutupi logam Zn,

sehingga akan membentuk luas permukaan yang lebih besar (Abdullah et al.,

2010).

Katalis Cu/Zn/karbon aktif 5/15/80 (%wt) memiliki luas permukaan, yaitu

207,607 m2/g lebih kecil dari katalis 15/5/80 (%wt). Hal ini karena, komposisi

logam Cu dalam katalis hanya sebesar 5%. Logam Cu akan lebih sedikit

terdispersi pada permukaan pori-pori penyangga katalis. Komposisi logam Cu dan

52
Zn dalam katalis 5/15/80 (%wt) tidak sebanding, yaitu Cu 5% dan Zn 15%,

sehingga terjadi kompetisi untuk berdifusi ke dalam pori-pori penyangga katalis.

Komposisi logam Zn yang lebih banyak menyebabkan difusi logam Zn ke dalam

pori-pori lebih besar daripada difusi logam Cu. Hal ini mengakibatkan sebagian

logam Zn tidak ditutupi logam Cu (Abdullah et al., 2010).

Logam Cu dan Zn yang ditambahkan akan menyumbat pori-pori penyangga

katalis. Semakin banyak logam Cu dan Zn yang ditambahkan pada permukaan

penyangga, maka akan berpengaruh pada menurunnya luas permukaan spesifik

katalis. Hal ini karena, jumlah logam Cu dan Zn yang ditambahkan semakin

banyak, sehingga akan terjadi kompetisi berdifusi ke dalam pori-pori penyangga

(Astuti et al., 2007). Penurunan luas permukaan di atas juga dapat terjadi karena

proses pendispersian logam Cu dan Zn ke dalam pori-pori penyangga tidak merata

dan terjadi penumpukan logam yang mengakibatkan tertutupnya pori-pori

penyangga (Savitri et al., 2016).

Luas permukaan katalis akan mempengaruhi aktivitas katalis. Semakin luas

permukaan suatu katalis, maka fasa aktif yang tersebar dalam penyangga katalis

semakin banyak, sehingga akan meningkatkan aktivitas katalis dan meningkatkan

aktivitas pembentukan produk (Putera, 2008; Abdullah et al., 2008). Luas

permukaan katalis yang tinggi akan memberikan luas kontak yang besar antara

molekul reaktan dengan katalis. Besarnya kontak tersebut secara langsung akan

mempengaruhi proses katalisis secara keseluruhan. Molekul reaktan akan

bergerak bebas sebelum mengalami adsorpsi pada permukaan katalis, kemudian

teraktivasi dan bereaksi menghasilkan produk (Rodiansono et al., 2007). Jadi,

53
penurunan luas permukaan katalis mengakibatkan sisi aktif katalis juga menurun

(Savitri et al., 2016).

4.3.2 Karakterisasi Katalis dengan XRD

Analisis XRD sampel katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80, 15/5/80, dan

5/15/80 (%wt) bertujuan untuk memastikan logam Cu dan Zn sudah

terimpregnasi. Sampel katalis Cu/Zn/karbon aktif belum direduksi oleh gas H2,

sehingga pola difraksi katalis Cu/Zn/karbon aktif masih mengandung oksida

logam, seperti CuO dan ZnO. Hal ini karena, impregnasi logam Cu dalam

Cu(NO3)2.3H2O mengalami reaksi dekomposisi menjadi CuO sesuai dengan

persamaan reaksi (Raidah, 2012):

Cu(NO3)2.3H2O → Cu(NO3)2 + 3H2O

2Cu(NO3)2 → 2CuO + 4NO2 + O2

Selain itu, impregnasi logam Zn dalam Zn(NO3)2.4H2O mengalami reaksi

dekomposisi menjadi ZnO sesuai dengan persamaan reaksi (Raidah, 2012):

Zn(NO3)2.4H2O → Zn(NO3)2 + 4H2O

2Zn(NO3)2 → 2ZnO + 4NO2 + O2

Pola difraksi sampel katalis Cu/Zn/karbon aktif yang mengandung oksida

logamnya diolah menggunakan software aplikasi Match-3. Hasil analisis XRD

katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) dapat dilihat

pada Gambar (11), (12), dan (13) berikut dan secara rinci pada Tabel 9.

54
I

2𝜃
Gambar 11. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)

2𝜃
Gambar 12. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

55
I

2𝜃
Gambar 13. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)
Berdasarkan peneltian oleh Wismadi (2001) dan Marwan (2009) bahwa

puncak difraksi CuO akan terlihat pada sudut, yaitu 35,306°; 38,502°; 61,475°;

dan 65,538°. Selain itu, Septiani et al., (2014) bahwa puncak difraksi ZnO akan

terlihat pada sudut, yaitu 31,75°; 34,40°; dan 36,22° (Lampiran 5).

Tabel 9. Pola Difraksi CuO dan ZnO pada Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80.
15/5/80, dan 5/15/80 (%wt)

Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


10/10/80 15/5/80 5/15/80
2𝜃() I(a.u) 2𝜃() I(a.u) 2𝜃() I(a.u)
35,74 630,5 35,59 1000 35,49 333
CuO 38,92 619,6 38,81 881,7 38,84 40,4
61,71 125,9 61,65 181,3 61,46 35,4
65,95 15,9 65,86 71,4 65,97 38
ZnO 31,98 537,4 31,85 233,3 31,75 599
34,66 286,3 34,52 177,3 34,42 490
36,49 1000 36,39 534,8 36,25 1000
C (grafit) 26,66 74,5 26,73 59,3 26,63 66,4

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh bahwa puncak utama difraksi CuO pada

sudut sekitar 35° dan ZnO sekitar 36°. Hal ini sesuai dengan penelitian Jiang et

al., (2007) bahwa puncak tertinggi CuO pada sudut, yaitu 35,545° dan

Raghvendra et al., (2007) bahwa puncak tertinggi ZnO pada sudut, yaitu 36,250°.

56
Pola difraksi CuO pada sudut 35° akan memiliki intensitas terbesar pada katalis

Cu/Zn/karbon aktif 15/5//80 (%wt). Pola difraksi ZnO pada sudut 36° akan

memiliki intensitas terbesar pada katalis Cu/Zn/karbon aktif 5/15//80 (%wt). Hal

ini sesuai dengan penelitian bahwa semakin banyak komposisi logam Cu dan Zn

yang ditambahkan dalam pori-pori penyangga katalis, maka pola difraksinya akan

memiliki intensitas yang semakin besar (Barokah, 2014).

Berdasarkan peneltian oleh Azizah (2016) bahwa puncak utama difraksi C

(grafit) terletak pada sudut, yaitu 26°. Berdasarkan Tabel 9 bahwa pola difraksi C

(grafit) yang memiliki intensitas terbesar, yaitu katalis Cu/Zn/karbon aktif

10/10/80 (%wt) sebesar 74,5. Hal ini akan menyebabkan derajat kristalinitas

katalis 10/10/80 (%wt) menjadi besar (Gustama, 2012). Struktur kristalin pada

arang (karbon) terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan

heksagonal. Grafit merupakan material berbasis karbon yang berstruktur kristal,

bersifat tidak elastis, dan memiliki konduktivitas termal dan listrik yang baik.

Atom-atom karbon dalam grafit tersusun membentuk heksagonal di sistem cincin

planar terkondensasi. Masing-masing atom karbon berikatan kovalen dengan atom

karbon tetangganya, sedangkan antar lapisan membentuk ikatan van der walls

(Pari, 2004).

4.3.3 Identifikasi Gugus Fungsi Katalis dengan FTIR

Analisis FTIR terhadap katalis bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus

fungsi yang terdapat dalam katalis. Hasil analisis FTIR katalis Cu/Zn/karbon aktif

10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) dapat dilihat pada Tabel 10.

57
Tabel 10. Gugus Fungsi dan Bilangan Gelombang Spektrum FTIR

Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


Gugus Fungsi 10/10/80 15/5/80 5/15/80
-1
Bilangan Gelombang (cm )
O-H 3427,51 3442,94 3441,01
O-H bending - - 1357,89
C=O 1705,07 1710,86 -
1591,27
C=C aromatik 1487,12 1489,05 -
1433,11
C=C alifatik - 1614,42 1602,85
C-O 1109,07 1109,07 1114,86
C-H aromatik 798,53 800,46 786,96

Berdasarkan Tabel 10 diperoleh data bahwa selama proses karbonisasi

terjadi penguraian struktur kimia. Perlakuan panas dari karbonisasi

mengakibatkan terjadinya penguraian dan perubahan gugus fungsi. Adanya

degradasi senyawa-senyawa kimia, khususnya senyawa selulosa dan lignin (Pari,

2011).
%T

1/cm
Gambar 14. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan
5/15/80 (%wt)
Gambar 14 menunjukkan bahwa ikatan C=C aromatik terbentuk akibat

proses karbonisasi dan aktivasi menjadi karbon aktif. Senyawa C=C aromatik

merupakan senyawa penyusun struktur heksagonal karbon dan karbon aktif (Pari,

2004). Ikatan C=C adalah gugus fungsi aromatik lignin pada bilangan gelombang

58
1400 cm-1. Adanya ikatan C=C aromatik menunjukkan bahwa terdapat sebagian

lignin yang belum terkarbonisasi menjadi karbon (Yanti, 2016). Pola spektrum ini

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ercin et al., (2003) dan Kimura et al.,

(2004) yang menyimpulkan bahwa menurunnya transmitan serapan di daerah

bilangan gelombang 2700-3000 cm-1 akan meningkatkan terbentuknya senyawa

aromatik dari atom karbon. Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) memiliki

transmitan ikatan C=C aromatik paling rendah, sehingga hanya terdapat sebagian

lignin yang belum terkarbonisasi menjadi karbon.

Kandungan selulosa dicirikan oleh gugus fungsi C=O karbonil pada

bilangan gelombang 1700 cm-1. Adanya ikatan C=O karbonil menunjukkan bahwa

terdapat sebagian selulosa yang belum terkarbonisasi menjadi karbon (Yanti,

2016). Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) memiliki transmitan ikatan

C=O karbonil paling rendah, sehingga hanya terdapat sebagian selulosa yang

belum terkarbonisasi menjadi karbon.

Ikatan O-H stretching pada bilangan gelombang 3000-3700 cm-1. Ikatan O-

H terbentuk akibat adanya uap air yang terikat masuk ke dalam pori-pori selama

proses aktivasi dan adanya uap air dari udara atmosferik yang mengikat dan

masuk ke dalam struktur pori-pori karbon aktif selama proses preparasi sampel.

Pita serapan yang menunjukkan vibrasi O-H dengan transmitan yang cukup tinggi

pada spektrum FTIR mengindikasikan bahwa katalis yang dihasilkan bersifat

polar (Wibowo et al., 2011). Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) memiliki

transmitan ikatan O-H stretching paling rendah, sehingga hanya menyerap sedikit

molekul air dari proses aktivasi dan mengikat sedikit uap air dari atmosferik.

59
Ikatan C-O merupakan vibrasi ulur terletak dalam daerah sidik jari pada

bilangan gelombang 1100 cm-1, yaitu penghubung rantai karbon dalam senyawa

selulosa. Ikatan C-H aromatik pada bilangan gelombang 790-800 cm-1 (Parshetti

et al., 2012).

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yaitu oleh Wibowo et al.,

(2011) yang menyatakan bahwa spektrum FTIR sampel karbon aktif dari

tempurung biji nyamplung mempunyai pita serapan pada bilangan gelombang

3430 cm-1 yang merupakan gugus fungsi O-H, pita serapan pada 1741 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi regangan gugus C=O, pita serapan pada 1511 cm-1

menunjukkan adanya ikatan C=C aromatik, pita serapan pada 1109 cm-1 yang

menunjukkan adanya vibrasi C-O, pita serapan pada 896 cm-1 yang menunjukkan

adanya vibrasi asimetris C-H, pita serapan pada 810 dan 751 cm-1 yang

merupakan gugus fungsi C-H aromatik, dan pita serapan pada bilangan

gelombang 1624 cm-1 yang merupakan vibrasi C=C alifatik, serta pita serapan

pada bilangan gelombang 1323 cm-1 yang merupakan O-H bending (Lampiran 6).

4.3.4 Analisis Komponen Unsur dengan SEM-EDX

Karakterisasi dengan menggunakan instumentasi SEM-EDX bertujuan

untuk mengetahui morfologi katalis Cu/Zn/karbon aktif. Berikut adalah morfologi

dari katalis Cu/Zn/karbon aktif dengan masing-masing komposisi, yaitu 10/10/80

(%wt), 15/5/80 (%wt), dan 5/15/80 (%wt).

60
(a) (b) (c)

Gambar 15. Morfologi Sampel Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (a) 10/10/80; (b)
15/5/80); (c) 5/15/80 (%wt) dengan Perbesaran 250x
Proses karbonisasi dan aktivasi mempengaruhi struktur morfologi pori-pori

suatu bahan. Pori-pori terbentuk dari penguapan zat mudah menguap dan

terdegradasinya senyawa organik oleh panas selama proses karbonisasi (Novicio

et al., 1998). Pada struktur dan morfologi biomasa dengan rongga yang sempit,

kondensat tersebut terutama senyawa tar (sisa hasil karbonisasi) dapat

terperangkap dalam pori-pori karbon aktif. Hal ini juga akan mengurangi jumlah

bahan yang dapat menguap, sehingga potensi pembentukan porositas pada karbon

akan berkurang. Permasalahan ini dapat diatasi melalui proses aktivasi dengan 30

mL larutan H3PO4 9%, sehingga rongga yang terbentuk berperan sebagai media

untuk menyalurkan aktivator ke dalam struktur pori-pori karbon untuk

melepaskan uap air dan senyawa tar yang terperangkap dalam pori-pori karbon

aktif. Kondisi ini akan memudahkan terbentuknya porositas, sehingga jumlah

pori-pori karbon aktif akan bertambah (Darmawan, 2014). Gambar 15

menunjukkan morfologi karbon aktif berbentuk granula yang diperoleh dari

cangkang kelapa sawit (Kvech et al., 2010).

61
Proses karbonisasi pada karbon menggunakan suhu 450℃ menyebabkan

mineral-mineral anorganik menguap membentuk abu yang akan menyumbat pori-

pori. Abu merupakan hasil degradasi senyawa anorganik atau mineral oleh suhu

tinggi. Abu yang terbentuk pada karbon dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15

yang berwarna putih diduga adalah kandungan abu. Penggunaan suhu tinggi dan

waktu aktivasi yang lebih panjang menyebabkan proses degradasi senyawa

anorganik lebih banyak. Degradasi oleh suhu tinggi menyebabkan endapan

anorganik yang lebih banyak menempel pada bahan. Oleh sebab itu, semakin

tinggi suhu yang digunakan, maka abu yang terbentuk akan semakin tinggi

(Gustama, 2012).

Analisis SEM-EDX untuk mengetahui komposisi unsur penyusun katalis.

Berikut adalah Tabel 11 yang menyajikan komponen unsur dalam katalis

Cu/Zn/karbon aktif dengan komposisi, yaitu 10/10/80 (%wt), 15/5/80 (%wt), dan

5/15/80 (%wt) dan secara rinci pada Lampiran 7.

Tabel 11. Komponen Unsur Penyusun Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80,


15/5/80, dan 5/15/80 (%wt)

Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


Unsur (%)
10/10/80 15/5/80 5/15/80
C 60,84 39,25 46,76
O 17,58 28,46 20,05
Na 1,70 0,00 3,56
Si 2,24 6,28 3,84
Ca 0,41 1,09 0,69
Cu 7,27 14,12 6,38
Zn 9,96 9,99 18,12
Al 0,00 0,80 0,61
Total 100,00 100,00 100,00

62
Adanya unsur-unsur seperti pada Tabel 11, karena bahan baku cangkang

kelapa sawit tidak hanya mengandung senyawa karbon, melainkan mengandung

bahan-bahan mineral, seperti Na, Si, Ca, dan Al yang akan teroksidasi oleh gas O2

membentuk seyawa oksida-oksida logam. Sebagian dari oksida logam akan

menguap selama proses karbonisasi, sebagian lagi terperangkap dalam pori-pori

karbon aktif. Kemudian, pada saat proses aktivasi senyawa oksida-oksida logam

tidak keluar dari pori-pori penyangga. Senyawa oksida-oksida logam masih tetap

terikat di dalam pori-pori penyangga hingga sampai proses impregnasi logam Cu

dan Zn (Fauziah, 2009).

Kandungan unsur, seperti unsur C diperoleh dari kandungan selulosa,

hemiselulosa, dan lignin dalam cangkang kelapa sawit. Semakin besar unsur C,

maka semakin banyak pula senyawa volatile matter yang menguap. Katalis

Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) memiliki unsur C paling besar. Hal ini karena,

sebagian selulosa dan lignin sudah terkarbonisasi menjadi karbon, sehingga

menyebabkan kandungan unsur C semakin besar.

Kandungan unsur O diperoleh dari oksida logam dan molekul air yang

mengikat masuk ke dalam pori-pori penyangga. Semakin besar unsur O, maka

semakin banyak pula oksida logam yang terbentuk dan semakin banyak pula

moekul air yang terperangkap dalam pori. Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80

(%wt) memiliki unsur O paling rendah. Hal ini karena, oksida logam yang

terbentuk dari mineral anorganik lebih sedikit dan molekul air yang terikat dalam

pori dalam jumlah sedikit, sehingga menyebabkan kandungan unsur O menjadi

lebih rendah.

63
Kandungan unsur Cu diperoleh dari impregnasi logam Cu dalam larutan

Cu(NO3)2.3H2O dan unsur Zn diperoleh dari impregnasi logam Zn dalam larutan

Zn(NO3)2.4H2O. Kandungan unsur Na diperoleh dari logam oksida Na2O, unsur

Si diperoleh dari logam oksida SiO2, unsur Ca diperoleh dari logam oksida CaO,

dan unsur Al diperoleh dari logam oksida Al2O3 (Trisnawati et al,. 2008).

Semakin besar kandungan unsur Na, Si, Ca, dan Al, maka akan semakin banyak

pula abu yang terbentuk. Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) memiliki

unsur Si, Ca, dan Al paling rendah. Hal ini karena, oksida logam yang terbentuk

dari mineral anorganik Si, Ca, dan Al lebih sedikit.

Berdasarkan penelitan oleh Bermudez et al., (2010) bahwa komponen unsur

pada karbon aktif memiliki kandungan unsur Ca 6,4% dan unsur Na 3,01%. Jika

dibandingkan dengan hasil penelitian diperoleh bahwa, kandungan unsur Ca

adalah lebih rendah. Unsur Ca yang lebih rendah menunjukkan bahwa hanya ada

sedikit abu yang terbentuk dari mineral anorganik Ca. Selain itu, unsur Na yang

lebih besar menyebabkan abu yang terbentuk dari mineral anorganik Na akan

lebih besar.

4.4 Uji Aktivitas Katalis

Kinerja katalis komposisi, yaitu 10/10/80 (%wt), 15/5/80 (%wt), dan

5/15/80 (%wt) secara kuantitatif ditinjau dari konversi gas CO (%) dan yield gas

metanol (%).

a. Konversi CO (%CO)

Konversi CO (%) ditentukan dengan menggunakan alat instumen GC-TCD.

Hasil perhitungan konversi gas CO (%) berdasarkan pada ada atau tidaknya sisa

gas CO yang masih terdapat dalam sampel bag. Berdasarkan hasil uji gas CO

64
standar, yaitu gas CO standar akan berada pada waktu retensi berkisar antara

2,314-2,165 dan luas area rata-rata 227414. Konversi gas CO (%) untuk katalis

Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80, 15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) seperti diperlihatkan

pada Gambar 16 dan Lampiran 8.

9
8
7
% CO

Biru: Cu/Zn/KA
6
10/10/80
5 Merah: Cu/Zn/ KA
15/5/80
4 Hijau: Cu/Zn/KA
3 5/15/80
200 230 240 250 260
Suhu (℃)
Gambar 16. Aktivitas Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan
5/15/80 (%wt) pada Konversi CO (%)
Gambar 16 menunjukkan bahwa konversi gas CO (%) semakin meningkat

seiring dengan semakin meningkatnya suhu reaksi. Suhu yang semakin tinggi

menunjukkan bahwa konversi CO akan semakin besar (Abdullah et al., 2008).

Konversi CO (%) terbesar dihasilkan oleh katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80

(%wt) pada suhu 260℃, yaitu sebesar 8,017%. Suhu reaksi yang lebih tinggi

menyebabkan laju reaksi semakin meningkat. Hal ini karena, adanya kenaikan

suhu menyebabkan energi kinetik dari molekul-molekul yang bereaksi akan

bertambah. Molekul-molekul tersebut akan bergerak dengan kecepatan lebih

tinggi, sehingga akan memperbesar jumlah tabrakan tiap satuan waktu, sehingga

reaksi berjalan lebih cepat (Nelson et al., 2000). Hal ini sesuai dengan Hukum

Arrhenius, yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu reaksi, maka laju reaksi

pembentukan produk menjadi lebih besar (Castellan, 1982).

65
b. Yield CH3OH (%)

Berdasarkan hasil uji metanol standar, yaitu gas metanol standar akan

berada pada waktu retensi berkisar antara 1,259 dan luas area 186130. Produk

reaksi syngas diinjeksikan ke dalam GC-FID untuk mengetahui yield metanol

(%). Hasil analisis yield metanol (%) untuk katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80,

15/5/80, dan 5/15/80 (%wt) seperti diperlihatkan pada Gambar 17 dan Lampiran

9.

3.5
3
2.5 Biru: Cu/Zn/KA
%CH3OH

2 10/10/80
Merah: Cu/Zn/ KA
1.5 15/5/80
1 Hijau: Cu/Zn/KA
0.5 5/15/80
0
200 230
240 250 260
Suhu (℃)
Gambar 17. Aktivitas Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan
5/15/80 (%wt) pada Yield Metanol (%)

Gambar 17 menujukkan bahwa semakin meningkatnya suhu, maka akan

semakin besar pula yield metanol yang dihasilkan. Hal ini karena, pada suhu yang

lebih tinggi menghasilkan energi yang lebih besar, sehingga dapat mempercepat

reaksi (Nelson et al., 2000). Kenaikan yield metanol ini sesuai dengan hukum

Arrhenius yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu, maka laju reaksinya

akan semakin meningkat (Castellan, 1982).

Katalis Cu/Zn/karbon aktif 10/10/80 (%wt) memiliki yield metanol yang

lebih besar dibandingkan dengan komposisi katalis lainnya. Hal ini karena, pada

katalis Cu/Zn/karbon aktif menujukkan bahwa logam Cu sebesar 10% (%wt)

66
berperan aktif sebagai logam aktif yang mampu mengonversikan syngas menjadi

metanol dan Zn sebesar 10% (%wt) berperan sebagai promotor yang mampu

mencegah Cu terdeaktivasi pada suhu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Cu

sebagai logam aktif pada katalis Cu/ZnO/karbon aktif yang memiliki peranan

penting terhadap kereaktifan katalis dalam membentuk yield metanol (Husin et

al., 2010).

Katalis Cu/Zn/karbon aktif 15/5/80 (%wt) menunjukkan bahwa logam Cu

sebesar 15% (%wt) akan mengalami aglomerasi, akibat logam Zn hanya terdapat

sebesar 5% (%wt). Jika logam Zn sebagai promotor ditambahkan dalam jumlah

kecil, maka Cu akan mengalami penurunan luas permukaan akibat terjadinya

aglomerasi (Hermansyah et al., 2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdullah

et al., (2008) bahwa deaktivasi katalis terjadi karena pengaruh adanya aglomerasi.

Aglomerasi Cu akan semakin cepat terjadi dengan kadar promotor (Zn) yang

sedikit.

Katalis Cu/Zn/karbon aktif 5/15/80 (%wt) menunjukkan bahwa logam Cu

hanya sebesar 5% (%wt), dan logam Zn sebesar 15% (%wt). Apabila logam Zn

yang terdapat dalam katalis ditambahkan dalam jumlah yang besar, dan jumlah Cu

yang ditambahkan dalam jumlah sedikit, maka sisi aktif katalis akan berkurang,

sebab Cu bertindak sebagai logam aktif. Hal ini mengakibatkan aktivitas katalis

menjadi rendah (Hermansyah et al., 2010).

Reaksi pembentukan metanol tidak tunggal dan secara simultan terjadi

pembentukan produk lain, seperti dimetil eter (DME) dan metana. Tahap pertama

reaksi syngas membentuk metanol dari reaksi (a) dan (b), lalu air dihilangkan.

67
Selanjutnya, DME diproduksi dengan mendehidrasi metanol (c). Semua reaksi (a),

(b) dan (c) berlangsung secara eksotermis (Bondiera et al., 1991).

Sintesis Metanol 1: CO + 2H2 → CH3OH ∆H = -90.7 kJ/mol (a)

Sintesis Metanol 1: CO2 + 3H2 → CH3OH +H2O ∆H = -49.4 kJ/mol (b)

Dehidrasi Metanol: 2CH3OH → CH3OCH3 + H2O ∆H = -23.4 kJ/mol (c)

Pada mulanya, DME merupakan produk samping dari sintesis metanol

pada tekanan yang lebih tinggi, yaitu sekitar 40 bar. Pada tekanan lebih tinggi

reaksi syngas akan membetuk DME dan bukan membentuk metanol (Lourentius

et al., 2004). Konversi DME tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan, tetapi juga

ratio H2/CO. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Roesyadi et

al., (2004) terkait sintesis dimetil eter dengan katalis Cu/ZnO/γ-Al2O3 melalui

reaksi syngas pada kondisi suhu reaksi 220-300℃ dan tekanan 40 bar diperoleh

konversi CO (%) sebesar 76,86% pada suhu 260℃. Secara teoritis, konversi DME

akan meningkat dengan naiknya tekanan, tetapi capital cost juga akan semakin

naik (Yudiputri, 2014).

Selain reaksi syngas mampu membentuk produk lain, terdapat faktor lain

yang mempengaruhi konversi CO tidak seluruhnya membentuk produk metanol,

yaitu adanya kebocoran pipa saluran dalam microactivity PID reactor. Hal ini

menyebabkan umpan gas H2 dan CO lebih dulu menguap sebelum bereaksi

dengan katalis, sehingga tidak adanya kontak molekul reaktan dengan katalis

mengakibatkan tidak terbentuknya produk metanol. Faktor lainnya, yaitu

ketidakmampuan konsentrasi katalis sebesar 20% untuk mengonversikan umpan

gas seluruhnya. Yield metanol (%) terbesar dihasilkan oleh katalis Cu/Zn/karbon

aktif 10/10/80 (%wt) pada suhu 260℃, yaitu sebesar 3,207% dengan selektivitas

68
40,002%. Suhu dapat mempengaruhi selektivitas pembentukan produk metanol

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17. Pada suhu yang lebih tinggi, yaitu

suhu 260℃ diperoleh selektivitas produk yang paling besar Hal ini sesuai dengan

penelitian Sumanti (2011) bahwa selektivitas produk lebih banyak dihasilkan

pada suhu yang lebih tinggi.

Yield metanol yang dihasilkan dari katalis Cu/Zn/kabon aktif masih

tergolong kecil. Hal ini karena, luas permukaan katalis yang tidak begitu besar,

sehingga akan mengakibatkan sedikitnya sisi aktif katalis yang akan bereaksi

dengan syngas (Yanti, 2016). Meskipun, yield metanol yang dihasilkan masih

rendah, tetapi penyangga karbon aktif dari cangkang kelapa sawit memiliki

potensi untuk dijadikan sebagai katalis untuk konversi syngas (H2/CO) menjadi

metanol.

69
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Cangkang kelapa sawit dapat dijadikan penyangga katalis.

2. Katalis Cu/Zn/karbon aktif 15/5/80 (%wt) memiliki luas permukaan

terbesar, yaitu 228,65 m2/g. Analisis XRD menunjukkan adanya pola

difraksi CuO, ZnO, dan C (grafit). Spektrum FTIR katalis 10/10/80 (%wt)

memiliki transmitan paling rendah untuk gugus fungsi O-H streching, C=C

aromatik, dan C=O karbonil. Analisis SEM menunjukkan bahwa kadar

unsur C dalam katalis 10/10/80 (%wt) memiliki nilai terbesar, yaitu 60,84%

dan kadar unsur mineral anorganik (Ca, Si, dan Al) memiliki nilai terendah,

yaitu 0,41%; 2,24%, dan 0%.

3. Katalis Cu/Zn/karbon aktif dengan komposisi 10/10/80 (%wt) memiliki

konversi CO dan yield metanol (%) terbesar, yaitu 8,017 dan 3,207 dengan

selektivitas 40,002% pada suhu 260℃ dan tekanan 12 bar.

5.2 Saran

Saran dari penulis agar penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut

untuk menghasilkan katalis yang memiliki selektivitas yang tinggi terhadap

pembentukan metanol.

70
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah., Triyono., dan Setiadji, B. 2001. Pembuatan Pelet Katalis Ni-Pt/Zeolit


untuk Konversi Amll dan lsoamll Alkohol manjadi Hidrokarbon. Indonesian
Journal Chemisty. 1(2): 53-62.

Abdullah, M., Khairurrijal., Maruly, A.R., Liherlinah., dan Sanny, M. 2008.


Sintesis dan Pengujian Katalis Nanokristallin Cu/ZnO/Al2O3 dengan
Metode Pemanasan dalam Larutan Polimer untuk Aplikasi Konversi
Metanol menjadi Hidrogen. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. 1(1): 1-9.
ISSN: 1979-0880.

Alfiany, H., Bahri, S., dan Nurakhirawati. 2013. Kajian Penggunaan Arang Aktif
Tongkol Jagung sebagai Adsorben Logam Pb dengan Beberapa Aktivator
Asam. Jurnal Natural Science. 2(3): 75-86. ISSN: 2338-0950.

American Standards Testing and Material (ASTM). 1982. Standards Test Method
for Surface Area of Catalyst and Catalyst carriers. Annual Book of ASTM
Standards D3663-03. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2010. Standard Test Method
for Determination of Elemental Content of Polyolefins by Wavelength
Dispersive X-ray Fluorescence Spectrometry. Annual Book of ASTM
Standards D6247-10. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2011. Standard Practice for
Proximate Analysis of Coal and Coke. Annual Book of ASTM Standards
D3172 - 07a. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2011. Standard Test Method
for Moisture in the Analysis Sample of Coal and Coke. Annual Book of
ASTM Standards D3173 – 11. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2011. Standard Test Method
for Ash in the Analysis Sample of Coal and Coke from Coal. Annual Book
of ASTM Standards D3174 – 12. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2011. Standard Test Method
for Volatile Matter in the Analysis Sample of Coal and Coke. Annual Book
of ASTM Standards D3175 – 11. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2012. Standard Test Methods
for Determination of Carbon, Hydrogen and Nitrogen in Analysis Samples
of Coal and Carbon in Analysis Samples of Coal and Coke. Annual Book of
ASTM Standards D5373 – 16. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2012. Standard Test Method
for Determination of Gaseous Compounds by Extractive Direct Interface

71
Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. Annual Book of ASTM
Standards D6348-12e1. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2012. Standard Practice for
Optimization, Sample Handling, Calibration, and Validation of X-ray
Fluorescence Spectrometry Methods for Elemental Analysis of Petroleum
Products and Lubricants. Annual Book of ASTM Standards D7343-07.
Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2012. Standard Guide for
Quantitative Analysis by Energy-Dispersive Spectroscopy. Annual Book of
ASTM Standards E1508-12a. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2012. Standard Practice for
Testing Thermal Conductivity Detectors Used in Gas Chromatography.
Annual Book of ASTM Standards ASTM E516 -95a. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2012. Standard Practice for
Testing Flame Ionization Detectors Used in Gas or Supercritical Fluid
Chromatography. Annual Book of ASTM Standards ASTM E594–96.
Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2013. Standard Test Method
for Determination of Relative X-ray Diffraction Intensities of Faujasite-
Type Zeolite-Containing Materials. Annual Book of ASTM Standards
D3906-03. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2014. Standard Guide for X-
Ray Fluorescence (XRF) Spectroscopy of Pigments and Extenders. Annual
Book of ASTM Standards D5381 - 93. Philadelphia.

American Standards Testing and Material (ASTM). 2015. Standard Test Method
for Determination of Relative Crystallinity of Zeolite ZSM-5 by X-Ray
Diffraction. Annual Book of ASTM Standards D5758-01. Philadelphia.

Astuti., Jumaeri., Lestari, W.T.P. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit dari
Abu Layang Batubara secara Alkali Hidrotermal. Reaktor. 11: 38-44.

Azizah, U. 2016. Sintesis Grafit Terlapisi Karbon (Citric Acid) dengan Variasi
Komposisi sebagai Bahan Anoda pada Baterai Ion Lithium. Skripsi.
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Baker, F.S., Miller, C.E., Repik, A.J., and Tollens, E.D. 1997. Activated Carbon.
Didalam Rasjiddin, I. 2006. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji
Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian
Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

72
Barokah, S. 2014. Aktivitas Fotokatalitik CuO/ZnO pada Reaksi Oksidasi Fenol.
Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Bayron., Loganathan., and Shanta. 2010. A Review of the Water Gas Shift
Reaction Kinetics. The Berkeley Electronic.

Bermudez, J.M., Fidalgo, B., Arenillas, A., dan Menedez, J.A. 2010. Dry
Reforming of Coke Oven Gases Over Activated Carbon to Produce Syngas
for Methanol Synthesis. Journal of Elsevier Fuel. 89: 2897-2902.

Bledzky, A.K., Mamun, A.A., and Volk, J. 2010. Barley Husk and Coconut Shell
Reinforced Polypropylene Composites: The Effect of Fibre Physical,
Chemical and Surface Properties. Composites Science and Technology. 70:
840-846.

Bondiera, J., and Naccache, C. 1991. Kinetics of Methanol Dehydration in


Dealuminated H-Mordenite: Model with Acid and Base Active Centres.
Applied Catalysis. 69: 139-148.

Cahyana, A., Marzuki, A., dan Cari. 2014. Analisa SEM (Scanning Electron
Microscope) pada Kaca Tzn yang Dikristalkan Sebagian. Prosiding
Mathematics and Science Forum.

Castellan, G.W. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York: General
Graphic Services.

Coates, J. 2000. Interpretation of Infrared Spectra, A Pratical Approach. USA:


John Willey & Sons Ltd, Chichester.

Darmawan, S. 2014. Karbon Nanoporous dari Biomasa Hutan melalui Proses


Karbonisasi Bertingkat: Pirolisis, Hidrotermal dan Aktivasi. Disertasi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Eiceman, G.A. 2000. Instrumentation of Gas Chromatography. Chichester : John


Wiley & Sons Ltd.

Ercin, D., and Yurum, Y. 2003. Carbonisation of Fir (Abies bornmulleriana)


Wood in An Open Pyrolysis System at 50-300℃. Journal Anal and Appl
Pyrol. 67: 11-22.

Erlidawati., Gani, A., Mara, M.N., Gani, A., Edi, S., dan Sari, D.I. 2009.
Karakterisasi Sifat-Sifat Arang Kompos dari Limbah Padat Kelapa Sawit
(Elaeis guinensis Jack). Journal Tropical Wood Science & Technology.
7(2): 85-91.

Faadeva, V.P., Tikhova, V.D., dan Nikulicheva, O.N. 2007. Elemental Analysis of
Organic Compounds with The Use of Automated CHNS Analyzers. The
Journal of Analytical Chemistry. 11: 1094-1106.

73
Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., dan Satyawibawa, I. 2002. Pemanfaatan Hasil dan
Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran Kelapa Sawit Seri Agribisnis.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Fauzi,Y., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, I., dan Hatono, R. 2008. Kelapa Sawit,
Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah. Edisi revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Fauziah, N. 2009. Pembuatan Arang Aktif secara Langsung dari Kulit Acasia
Mangium Wild dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya sebagai Adsorben.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fessenden, J. dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik. Terjemahan oleh


Pudjaatmaka, A.H. Jakarta: Erlangga.

Gotama, H.S. 2012. Oksidasi Parsial Metana Menggunakan Co-ZSM 5 Pengaruh


Double Template dan Perlakuan Alkali terhadap Mesoporositas dan
Selektivitas Produk. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Gregg, S.J., and Sing, K.S.W. 1982. Adsorpsi, Surface, and Porosity 2ed. London:
Academic Press.

Gunawan, E. R., dan Suhendra, D. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya pada
Penjerapan Ion Tembaga (II). Makara Sains. 14(1): 22-26.

Gustama, A. 2012. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit sebagai


Adsorben dalam Pemurnian Biodiesel. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Hanke, L.D. 2001. Handbook of Analytical Methods for Materials. Materials


Evaluation and Engineering, Inc. Plymouth.

Harfani, R. 2009. Sintesis Katalis Padatan Asam Gamma Alumina Terfosfat (γ-
Al2O3/PO4) dan digunakan untuk Sintesis Senyawa Metil Ester Asam
Lemak dari Limbah Produksi Margarin. Skripsi. Depok: Universitas
Indonesia.

Hendra, D. 2000. Pembuatan Arang dan Briket Arang dari Limbah Gergajian
Kayu. Temu Lapang Hasil Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Pusat
Penelitian Hasil Hutan.

Hermansyah, H., Slamet., Rahman, S.F., dan Restu, W.K. 2010. Sintesis Dimetil
Eter Menggunakan Katalis Cu-Zn/γ-Al2O3 dalam Reaktor Fixed Bed.
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.

74
Husin, H., dan Syamsuddin, Y. 2010. Pembuatan Katalis Cu/Zn/Al2O3 untuk
Proses Steam Reforming Metanol menjadi Hidrogen sebagai Bahan Bakar
Alternatif. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 7(3): 98-104. ISSN:
1412-5064.

Iskandar, G. dan Pambayun, S. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung


Kelapa. Jurnal Teknik Pomits. 1(2).

Jiang, Z., Niu, Q., and Peng, W. 2007. Hydrothermal Synthesis of CuO
Nanostructures with Novel Shaped. 12(1): 40-44.

Khor, K.H., Lim, K.O., dan Zainal, Z.A. 2009. Characterization of Bio-Oil: A By
Product from Slow Pyrolysis of Oil Palm Empty Fruit Bunches. Journal
Applied Sciences. 6(9): 1647-1652.

Kimura, Y., Sato, T., and Kaito, C. 2004. Production and Structural
Characterization of Carbon Soot with Narrow UV Absorption Feature.
Carbon. 42: 33-38.

Kittel, C. 1999. Intoduction to Solid State Physics (Seven Edition). Singapore:


John Willey and Sons Inc.

Kurniati, E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Arang Aktif.


Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2): 96-103.

Kurniawan, R., Lutfi, M., dan Agung, W. 2014. Karakterisasi Luas Permukaan
BET (Braunanear, Emmelt, dan Teller) Karbon Aktif dari Tempurung
Kelapa dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan Aktivasi Asam
Fosfat (H3PO4). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 2(1):
15-20.

Kvech., Steve., and Erika, T. 2010. Production of Granular Activated Carbons


from Select Agricultural by-Products and Evaluation of Their Physical,
Chemical and Adsorption Properties. Bioresource Technology. 71(2): 113-
123.

Marwan. 2009. Kinerja Katalis Paduan ZnO dengan Tembaga dan Logam-Logam
Golongan VIII pada Steam Reforming Etanol menjadi Hidrogen. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 7(2): 76-81. ISSN: 1412-5064.

Mody, L. 2014. Pembuatan dan Kegunaan Arang Aktif. Jurnal Info Teknis Eboni.
11(2): 65-80.

Nelson, D.L., and Cox, M. M. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry-Third


Edition. New York: Worth Publishers.

75
Leofanti, G., Tozzola, G., Padovan, M., Petrini, G., Bordiga, S., and Zecchina, A.
1997. Catalyst Characterization: Characterization Techniques. Catal. 34:
307-327.

Lourentius, S., Roesyadi, A., Mahfud., dan Abbas, S. 2004. Pengaruh Suhu
terhadap Konversi dan Selektivitas pada Konversi Gas Sintesis menjadi
Dimethyl Eter dengan Katalis Cu-Zn/γ-Al2O3. Prosiding SNTPK VI. ISSN:
1410-9891.

Martin, A., Swarbrik, J., dan Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar
Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

McNair, H., and Miller, J.M. 1998. Basic Gas Chromatography. New York: John
Willey & Sons.

Melania, M.S. 2012. Produksi Karbon Aktif dari Bambu dengan Aktivasi
Menggunakan Kalium Hidroksida. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Nasir, S. 1999. Pengaruh Asam Formiat dalam Penentuan Kadar Sulfur Sulfat
pada Batu Bara Peringkat Rendah. Palembang: Lembaga Penelitian
Universitas Brawijaya.

Niemansverdriet, J.W. 2000. Spectroscopy in Catalysis. New York: Willey-VCH.

Novicio, L.P., Hata, T., Kajimoto, T., Imamura, Y., and Ishihara, S. 1998.
Removal of Mercury from Aqueous Solution of Mercurc Chloride Using
Wood Powder Carbonized at High Temperature. Journal of Wood Research.
85: 48-55.

Nugandini, S. 2007. Sintesis Material Mesopori dari Abu Sekam Padi dengan
Penambahan Sumber Silika. Semarang: Universitas Diponegoro.

Pari, G. 1996. Kualitas Arang Aktif dari Lima Jenis Kayu. Buletin Penelitian
Hasil Hutan. 14: 60-68.

Pari, G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu sebagai
Adsorben Formaldehida Kayu Lapis. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Pari, G. 2011. Pengaruh Selulosa terhadap Struktur Karbon Arang. Jurnal


Penelitian Hasil Hutan. 29(1): 33-45.

Paris, O., Zollfrank, C., and Zickler, G.A. 2005. Decomposition and
Carbonization of Wood Biopolymer Microstructural Study of Softwood
Pyrolisis. Carbon. 43: 53-66.

Parshetti, G.K., Kent, H.S., Balasubramanian, R. 2012. Chemical, Structural and


Combustion Characteristics of Carbonaceous Products Obtained by

76
Hydrothermal Carbonization of Palm Empty Fruit Bunches. Bioresource
Technology. 135: 683-689.

Patabang, D. 2009. Analisis Kebutuhan Udara Pembakaran untuk Membakar


Berbagai Jenis Batubara. Jurnal SmartTek. 4(7): 279-282.

Patabang, D. 2012. Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi dengan Variasi
Bahan Perekat. Jurnal Mekanikal. 2(3): 286-292.

Prasetyo, J., Adiarso., Murti, G.W., Rahmawati, N., Puspitarini, T., Dwiratna, B.,
dan Rosyadi, E. 2017. Studi Pendahuluan Katalis Biaya Rendah untuk
Produksi Metanol dengan Target sebagai Proses Kelanjutan dari Model
Sistem Gasifikasi pada Fluidized Bed Berkatalis. Jurnal Ilmiah Teknik
Kimia UNPAM. 1(1): 1-10. ISSN: 2549 – 0699.

Pujiarti, P., dan Sutapa, JPG. 2005. Mutu Arang Aktif dari Limbah Kayu Mahoni
sebagai Bahan Penjernih Air. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 3(2):
33-38.

Purnomo, S.E. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Kulit Biji Kopi dan Aplikasinya
sebagai Adsorben Zat Warna Methylene Blue (Kation dan Naphthol Yellow
(Anion). Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Putera, D.D. 2008. Sintesis Fotokatalisis CuO/ZnO untuk Konversi Metanol


menjadi Hidrogen. Skripsi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Qs. Asy-Syu’ara (26) ayat ke-7.

Raghvendra, S., Avinash, Y., dan Sanjay, P.S.S. 2007. ZnO Porous Structures
Synthesized by CTAB-Assisted Hydrothermal Process. Journal of
Structural Chemistry. 18: 1001-1004.

Raidah, A. 2012. Pengaruh Garam Prekursor terhadap Aktivitas CuO/γ-Al2O3


yang Digunakan dalam Reaksi Hidrogenasi Minyak Jarak. Skripsi. Depok:
Universitas Indonesia.

Rieke, R.D., Thakur, D., Roberts, B., and White, T. 1997. Fatty Methyl Ester
Hydrogenation to Fatty Alcohol Part II: Process Issues. JAOCS. 74 (4): 342-
345.

Rismayawati. 2012. Analisis Batubara. Jakarta: Gramedia.

Rodiansono, Trisunaryanti, W., Triyono. 2007. Pengaruh Pengemban Logam Ni


dan Nb2O5 pada Karakter Katalis Ni/Zeolit dan Ni/Zeolit-Nb2O5. Sains dan
Terapan Kimia. 1(1): 20-28.

Roesyadi, A., dan Abbas, S. 2004. Sintesa Dimethyl Eter dari Gas Sintetik
(CO/H2) dengan Katalis Cu/ZnO/Al2O3/γ-Al2O3. Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.

77
Sari, M. 2010. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier Transform Infrared
(FTIR). Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Satterfield, C.N. 1991. Heterogenous Catalysis in Industrial Practice Second


Edition. Mexico : McGraw-Hill, In.

Savitri., Nugraha, A.S., Aziz, I. 2016. Pembuatan Katalis Asam (Ni/γ-Al2O3) dan
Katalis Basa (Mg/γ-Al2O3) untuk Aplikasi Pembuatan Biodiesel dari Bahan
Baku Minyak Jelantah. Jurnal Kimia Valensi: Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Ilmu Kimia. 2(1): 1-10.

Schroder, E., Thomauske, K., Weber, C., Hornung, A., dan Tumiatti, V. 2007.
Experiment on The Generation of Activated Carbon from Biomassa.
Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. 79(1-2): 106-111.

Setiadi., Darmawan, Y., dan Fitria, M. 2007. Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai
Komponen Penyangga Katalis untuk Reaksi Hidrogenasi CO2 &
Perengkahan Minyak Sawit. Jurnal Zeolit Indonesia. 6(1): 24-31. ISSN:
1411-6723.

Septiani, U., Bella, I., dan Syukri. 2014. Pembuatan dan Karakterisasi Katalis
ZnO/Karbon Aktif dengan Metode Solid State dan Uji Aktifitas Katalitiknya
pada Degradasi Rhodamin B. Jurnal Ris Kimia. 7(2): 180-185. ISSN: 1978-
628X.

Shofa. 2012. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan
Aktivasi Kalium Hidroksida. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Shreve, R.N., and Brink, J.A. 1977. Chemical Process Industries. Kogasha:
McGrowHill.

Siahaan, S., Hutapea, M., dan Hasibuan, R. 2013. Penentuan Kondisi Optimum
Suhu dan Waktu Karbonisasi pada Pembuatan Arang dari Sekam Padi.
Jurnal Teknik Kimia USU. 2(1): 26-30.

Silberberg, M. 2008. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change


(5ed). New York: MC Graw Hill Science/Engineering/Math.

Siswodiharjo. 2006. Reaksi Hidrorengkah Katalis Ni/Zeolit, Mo/Zeolit,


NiMo/Zeolit terhadap Parafin. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

Smallman, R.E., dan Bishop, R.J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material. Jakarta: Erlangga.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Arang Aktif Teknis. SNI 06-370-1995.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

78
Sudradjat, R., dan Salim, S. 1994. Petunjuk Pembuatan Arang Aktif. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Sudradjat, R., Anggorowati., dan Setiawan, D. 2005. Pembuatan Arang Aktif dari
Kayu Jarak Pagar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Pusat Litbang
Hasil Hutan.

Sudrajat, R., Gustan, P. 2011. Arang Aktif: Teknologi Pengolahan dan Masa
Depannya. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Suhendrawati, L., Suharto, B., dan Susanawati, L.D. 2013. Pengaruh Kosentrasi
Laruta Kalium Hidroksida pada Abu Dasar Ampas Tebu Teraktivasi. Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Malang: Universitas Brawijaya.

Sultan, I. 2011. Pemodelan dan Simulasi Reaktor Unggun Tetap untuk Reaksi
Fischer Tropsch dengan Menggunakan CFD (Computational Fluid
Dinamic). Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Sumanti, I. 2011. Sintesis Fischer Tropsch dengan Menggunakan Katalis Fe-Mn


Industri. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Sya’ban, Q. 2010. Penyerapan Ion Aluminium (Al) dan Besi (Fe) dalam Larutan
Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.

Tamamy, F. 2012. Hidrolisis Minyak Jarak Pagar Menggunakan Katalis


Heterogen CaO. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Taufiq, A. 1995. Sifat Katalitik dan Kimia Permukaan Sistem Perlakuan


ZnO/Al2O3 untuk Dekomposisi Metanol. Skripsi. Depok: Universitas
Indonesia.

Trisnawati, E., Sembiring, S., Simanjuntak, W., dan Ginting, I. 2008.


Karakterisasi Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang Diperoleh
dengan Metode Ekstraksi. Jurnal MIPA. 37(1): 47-52.

Tsani, F. 2011. Preparasi dan Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 untuk Sintesis


Bahan Bakar Bio dari Minyak Jarak melalui Pirolisis Berkatalis. Skripsi.
Depok: Universitas Indonesia.

Tutik, M., dan Faizah, H. 2001. Aktivasi Arang Tempurung Kelapa secara Kimia
dengan Larutan Kimia ZnCl2, KCl dan HNO3. Yogyakarta: Universitas
Pembangunan Nasional.

Utomo, B.N., dan Widjaja, E. 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit
sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang Pertanian.
23(1): 73-82.

79
Vinsiah, R., Suharman, A., dan Desi. 2014. Pembuatan Karbon Aktif dari
Cangkang Kulit Buah Karet (Hevea brasilliensis). Jurnal Kajian Hasil
Penelitian. 1(2): 189-199.

Wibowo, S., Syafi, W., dan Pari, G. 2011. Karakterisasi Permukaan Arang Aktif
Tempurung Biji Nyamplung. Jurnal Makara. 15(1): 17-24.

Wismadi, T. 2001. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan Tipis Copper Oxide


(CuO) sebagai Sensor Gas. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yanti, F.M. 2016. Sintesis dan Karakterisasi Zeolit ZSM-5 Mesopori dari
Campuran Abu Terbang Batubara dan Abu Sekam Padi sebagai Katalis
Heterogen pada Reaksi Oksidasi Parsial Metana menjadi Metanol. Tesis.
Depok: Universitas Indonesia.

Yudiputri, A.P., Setiawati, E.D.I., Wibawa, G., dan Winarsih. 2014. Pra-Desain
Pabrik Dimetil Eter (DME) dari Gas Alam. Junal Teknik POMITS. 3(2):
216-219. ISSN: 2337-3539.

Yue, L., Qi, F., dan Maria, F.S. 2010. Low-Temperature Water Gas Shift Reaction
Over Cu and Ni Loaded Cerium Oxide Catalysts. Elsevier Applied Catalysis
B: Environmental. 27: 179-191.

Yuliati, W., Ilyah, M., dan Indirawati, K. 2012. Analisa Kinerja Gas
Chromatography Tipe Shimadzu GC-FID 2010 pada Pengaruh Perubahan
Temperature Column terhadap Nilai Retention Time dan Area of Detection
Peak dari Bhypenile In N-Hexane di PT. Ditek Jaya. Jurnal Teknik Fisika.
1(1): 1-5. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Zhao, X., Max, L., dan Graeme, J. 2006. Advanced in Mesoporous Molecular
Sieve MCM-41. Industrial Engineering Chemical. Research. 35: 2075-
2090.

Zurairah, M. 2016. Preparasi dan Karakterisasi Karbon Nanotube dengan Metode


Chemical Vapour Deposition. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia. ISBN: 978-602-432-004-2.

80
Lampiran 1

Bagan Penelitian

Cangkang kelapa sawit 1000 gram di dehidrasi.

Di karbonisasi pada suhu 450℃ selama 3 jam.

60 mesh
200 mesh Arang dihaluskan.

Analisis
proksimat.
BET Ditimbang 12 gram dan di aktivasi dalam 30 mL 1) Air
larutan H3PO4 9% selama 24 jam. 2) Zat
mudah
Disaring dan menguap
Dibuat 3) Abu
dinetralkan, serta 4) Karbon
Cu(NO3)2
dikeringkan dalam terikat
Dibuat Cu/Zn/karbon aktif .3H2O Analisis
oven 105℃ 3 jam.
10/10/80 (%wt), 15/5/80 (%wt), dan Ultimate
dan 5/15/80 (%wt). Zn(NO3)2 1) % C
2) % H
.4H2O 3) % N
Metode 4) % S
5) % O
Impregnasi Basah

Katalis dikeringkan
Katalis direndam dengan pada suhu 105℃ Katalis di kalsinasi
20 mL aquadest, selama ±16 jam dalam furnace pada
diteteskan dalam drying oven. suhu 35℃ selama 3 jam.
Cu(NO3)2.3H2O dan
Zn(NO3)2.4H2O pada
suhu ruang selama 24 Uji Aktivitas
jam. Katalis Karakterisasi Katalis
10/10/80 (%wt),
1) Leak test 15/5/80 (%wt), dan
Katalis 20% pada
2) Reduksi tekanan 12 bar, laju 5/15/80 (%wt).
3) Reaksi alir H2:CO (2:1).
1) GC-FID
2) GC-TCD
1. BET
2. XRD
Analisis 200℃, 230℃, 240℃, 3. FTIR
Produk. 250℃, 260℃ selama 4. SEM EDX
30 menit.

81
Lampiran 2

Analisis Proksimat

a. Analisis Proksimat Cangkang Kelapa Sawit


Tabel 12. Analisis Kadar Air Cangkang Kelapa Sawit

No. m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g) % MC


1. 12,6666 13,6781 13,5766 1,0115 10,0346
2. 12,4588 13,4656 13,3661 1,0068 9,8828
3. 12,9748 13,9852 13,8834 1,0104 10,0752
Rata2 (%) 9,99753

Tabel 13. Analisis Kadar Zat Menguap Cangkang Kelapa Sawit

No. m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g) m5 (g) % VM % VM-MC


1. 12,1933 13,2113 12,3642 1,018 0,8471 83,2122 73,2146
2. 12,5691 13,569 12,7424 0,9999 0,8266 82,6683 72,6707
3. 12,972 13,9813 13,1153 1,0093 0,866 85,802 75,8045
Rata2 (%) 73,8966

Tabel 14. Analisis Kadar Abu dan Kadar Karbon Terikat Karbon Aktif

No. m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g) m5 (g) % AC


1. 12,1808 13,1818 12,1902 1,001 0,0094 0,9390
2. 12,2112 13,2126 12,2252 1,0014 0,014 1,39804
3. 12,4089 13,4092 12,4209 1,0003 0,012 1,1996
Rata2 (%) 1,1789
FC (%) 14,9269

Keterangan:

m1 = Cawan kosong + tutup

m2 = Cawan kosong + tutup + sampel (awal)

m3 = Cawan kosong + tutup + sampel (sesudah)

m4= Massa sampel

m5= Massa hilang

82
b. Analisis Proksimat Karbon Aktif

Tabel 15. Analisis Kadar Air Karbon Aktif

No. m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g) % MC


1. 11,788 12,7906 12,7666 1,0026 2,3937
2. 11,6446 12,6491 12,6249 1,0045 2,4091
3. 12,1825 13,1836 13,1609 1,0011 2,2675
Rata2 (%) 2,3568

Tabel 16. Analisis Kadar Zat Menguap Karbon Aktif

No. m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g) m5 (g) % VM % VM-MC


1. 12,6338 13,6427 13,241 1,0089 0,4017 39,8156 37,458
2. 12,0802 13,086 12,6538 1,0058 0,4322 42,9708 40,614
3. 12,5799 13,6286 13,2084 1,0487 0,4202 40,0687 37,711
Rata2 (%) 38,5948

Tabel 17. Analisis Kadar Abu dan Kadar Karbon Terikat Karbon Aktif

No. m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g) m5 (g) % AC


1. 12,0802 12,6538 12,1027 0,5736 0,0225 3,9225
2. 11,8569 12,8573 11,8961 1,0004 0,0392 3,9184
3. 12,4465 13,4477 12,4783 1,0012 0,0318 3,1761
Rata2 (%) 3,6724
FC (%) 55,3759

Keterangan:

m1 = Cawan kosong + tutup

m2 = Cawan kosong + tutup + sampel (awal)

m3 = Cawan kosong + tutup + sampel (sesudah)

m4= Massa sampel

m5= Massa hilang

83
Lampiran 3

Rendemen, Impregnasi, dan Konsentrasi Katalis

a. Karbonisasi Cangkang Kelapa Sawit

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓


Rendemen Karbon Aktif (%) = 𝑥 100 % (8)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛

131,7596
= 441,1676 x 100 %

= 29,866 %

b. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif

Tabel 18. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)

Katalis Cu/Zn/Karbon 10/10/80 (%wt)


Aktif

Karbon aktif 80%

Cu(NO3)2. 3H2O 10%

1,5 gram

Χ 5,703 gram

Zn(NO3)2.4H2O 10%

1,5 gram

χ 5,997 gram

84
Tabel 19. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

Katalis Cu/Zn/Karbon 15/5/80 (%wt)


Aktif

Karbon aktif 80%

Cu(NO3)2. 3H2O 15%

2,25 gram

χ 8,555 gram
Zn(NO3)2.4H2O 5%

0,75 gram

χ 2,998 gram

Tabel 20. Komposisi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)

Katalis Cu/Zn/Karbon 5/15/80 (%wt)


Aktif

Karbon aktif 80%

Cu(NO3)2. 3H2O 5%

0,75 gram

χ 2,851 gram
Zn(NO3)2.4H2O 15%

2,25 gram

χ 8,995 gram

85
c. Konsentrasi Katalis

Gas H2 dengan laju alir 10 mL/menit

mL
10 x 30 menit = 300 mL = 0,3 L
menit

PV = nRT

massa
V=
Mr H2
massa
0,3 =
2,016

massa = 0,6048 gram

Gas CO dengan laju alir 5 mL/menit

mL
5 x 30 menit = 150 mL = 0,15 L
menit

PV = nRT

massa
V=
Mr CO
massa
0,15 =
28,010

massa = 4,2015 gram

Umpan gas total

Massa H2 + Massa CO = 0,6048 + 4,2015 = 4,8063 gram

Katalis sebanyak 1 gram untuk konversi umpan gas sebanyak 4,8063 gram.
Sehingga, perbandingannya adalah 1:4,8063.
1
x 100% = 20,80%
4,8063

86
Lampiran 4

Karakterisasi BET

Gambar 18. Luas Permukaan Katalis Karbon Aktif Sebelum Aktivasi

87
Gambar 19. Luas Permukaan Katalis Karbon Aktif Setelah Aktivasi

88
Gambar 20. Luas Permukaan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)

89
Gambar 21. Luas Permukaan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

90
Gambar 22. Luas Permukaan Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)

91
Lampiran 5

Karakterisasi XRD

Tabel 21. Pola Difraksi Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80, 15/5/80, dan
5/15/80 (%wt)

Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


10/10/80 15/5/80 5/15/80
CuO ZnO CuO ZnO CuO ZnO
2𝜃 I0 2𝜃 I0 2𝜃 I0 2𝜃 I0 2𝜃 I0 2𝜃 I0
32,72 68,6 31,98 537,4 32,6 85,5 31,85 233,3 32,51 35,1 31,75 599,3
35,74 630,5 34,66 286,3 35,59 1000 34,52 177,3 35,49 333 34,42 489,7
38,92 619,6 36,49 1000 38,81 881,7 36,39 534,8 38,84 40,4 36,25 1000
49 138,5 47,66 129,2 48,84 155,2 47,68 41 48,73 51,3 47,62 22,4
56,85 202,2 56,85 202,2 56,69 112,6 56,69 112,6 56,72 27,5 56,72 27,5
58,41 61,1 63,07 188 58,38 74,2 63,14 40,7 61,46 35,4 63,04 22,2
61,71 125,9 66,4 105 61,65 181,3 66,48 79,7 65,97 38 66,61 22,8
65,95 15,9 68,18 117,9 65,86 71,4 68,08 180,3 66,38 41,9 68,14 34,1
66,4 105 69,05 67,4 66,48 79,7 69,17 39,5 68,14 34,1 69,32 19,6
68,18 117,9 - - 68,08 180,3 - - 69,09 80,5 - -
69,05 67,4 - - 69,17 39,5 - - - - - -

92
Lampiran 6
Karakterisasi FTIR

%
T

1/cm
Gambar 23. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)

%
T

1/cm
Gambar 24. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

93
%
T

1/cm

Gambar 25. Spektrum FTIR Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)

94
Lampiran 7

Karakterisasi SEM-EDX

Gambar 26. Kondisi Uji SEM EDX

95
Gambar 27. Morfologi dan Komponen Unsur Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif
10/10/80 (%wt)

96
Gambar 28. Morfologi dan Komponen Unsur Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif
15/5/80 (%wt)

97
Gambar 29. Morfologi dan Komponen Unsur Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif
5/15/80 (%wt)

98
Lampiran 8

Konversi CO (%) dan Perhitungan

Gambar 30. Umpan Gas CO (5 mL/menit)

99
a. Konversi CO (%)

Gambar 31. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada


Suhu 200℃

Gambar 32. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada


Suhu 230℃

100
Gambar 33. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada
Suhu 250℃

101
Gambar 34. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada
Suhu 240℃ dan 260℃

102
Gambar 35. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

pada Suhu 200℃

Gambar 36. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)


pada Suhu 230℃

103
Gambar 37. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
240℃

Gambar 38. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
250℃

104
Gambar 39. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
260℃

Gambar 40. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
200℃

105
Gambar 41. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
230℃

Gambar 42. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
240℃

106
Gambar 43. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
250℃ dan 260℃

107
b. Perhitungan Konversi CO (%)

Luas Area Rata-Rata Umpan Gas CO (Laju alir: 5 mL/menit)

222599 + 232228
= 227414
2
(Luas Area Umpan−Luas Area Sampel)
% CO = x 100%
Luas Area Umpan

Tabel 22. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)

Suhu (℃) Konversi CO (%)


200 (227414 − 213359)
𝑥 100% = 6,180
227414
230 (227414 − 212675)
𝑥 100% = 6,481
227414
240 (227414 − 211551)
𝑥 100% = 6,975
227414
250 (227414 − 210938)
𝑥 100% = 7,244
227414
260 (227414 − 209181)
𝑥 100% = 8, 017
227414

Tabel 23. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

Suhu (℃) Konversi CO (%)


200 (227414 − 219976)
𝑥 100% = 3,270
227414
230 (227414 − 218182)
𝑥 100% = 4,059
227414
240 (227414 − 217277)
𝑥 100% = 4,457
227414
250 (227414 − 212968)
𝑥 100% = 6,352
227414
260 (227414 − 212691)
𝑥 100% = 6,474
227414

108
Tabel 24. Konversi CO Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt)

Suhu (℃) Konversi CO (%)


200 (227414 − 217503)
𝑥 100% = 4,358
227414
230 (227414 − 217449)
𝑥 100% = 4,381
227414
240 (227414 − 216977)
𝑥 100% = 4,589
227414
250 (227414 − 215464)
𝑥 100% = 5,254
227414
260 (227414 − 214030)
𝑥 100% = 5,885
227414

Tabel 25. Hasil Konversi CO (%) untuk Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80,
15/5/80, 5/15/80 (%wt) pada Kondisi Suhu 200-260℃

Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


Suhu (℃)
10/10/80 (%) 15/5/80 (%) 5/15/80 (%)
200 6,180 3,270 4,358
230 6,481 4,059 4,381
240 6,975 4,457 4,589
250 7,244 6,352 5,254
260 8,017 6,474 5,885

109
Lampiran 9
Yield Metanol (%) dan Perhitungan

a. Yield Metanol (%)

Gambar 44. Umpan Gas CH3OH Standar

110
Gambar 45. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada
Suhu 200℃, 230℃, dan 240℃

111
Gambar 46. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt) pada
Suhu 250℃ dan 260℃

112
Gambar 47. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
200℃, 230℃, dan 240℃

113
Gambar 48. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt) pada Suhu
250℃ dan 260℃

114
Gambar 49. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
200℃, 230℃, dan 240℃

115
Gambar 50. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%wt) pada Suhu
250℃ dan 260℃

116
b. Yield Metanol (%)
Luas Area Umpan CH3OH = 186130

Luas Area Sampel


% CH3OH = Luas Area Umpan x 100%

Tabel 26. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%wt)

Suhu (℃) Yield Metanol (%)


200 1987
𝑥 100% = 1,067
186130
230 2296
𝑥 100% = 1,233
186130
240 3475
𝑥 100% = 1,866
186130
250 3833
𝑥 100% = 2,059
186130
260 5970
𝑥 100% = 3,207
186130

Tabel 27. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%wt)

Suhu (℃) Yield Metanol (%)


200 1779
𝑥 100% = 0,955
186130
230 1436
𝑥 100% = 0,771
186130
240 3395
𝑥 100% = 1,823
186130
250 3790
𝑥 100% = 2,036
186130
260 5746
𝑥 100% = 3,087
186130

117
Tabel 28. Yield Metanol Katalis Cu/Zn/Karbon AKtif 5/15/80 (%wt)

Suhu (℃) Yield Metanol (%)


200 1311
𝑥 100% = 0,704
186130
230 1435
𝑥 100% = 0,770
186130
240 3651
𝑥 100% = 1,961
186130
250 3655
𝑥 100% = 1,963
186130
260 5753
𝑥 100% = 3,090
186130

Tabel 29. Hasil Yield Metanol (%) untuk Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80,
15/5/80, 5/15/80 (%wt) pada Kondisi Suhu 200-260℃

Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif (%wt)


Suhu (℃)
10/10/80 (%) 15/5/80 (%) 5/15/80 (%)
200 1,067 0,955 0,704
230 1,233 0,771 0,770
240 1,866 1,823 1,961
250 2,059 2,036 1,963
260 3,207 3,087 3,090

c. Selektivitas
Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 10/10/80 (%) pada Suhu 260℃

𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
Selektivitas= x 100% (9)
𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝐶𝑂

3,207
= 8,017 x 100 %

= 40,002%

Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 15/5/80 (%) pada Suhu 260℃

𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
Selektivitas= x 100%
𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝐶𝑂

3,087
= 6,474 x 100 %

= 47,683%

118
Katalis Cu/Zn/Karbon Aktif 5/15/80 (%) pada Suhu 260℃

𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
Selektivitas= x 100%
𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝐶𝑂

3,090
= 5,885 x 100 %

= 52,506%

119
Lampiran 10
Dokumentasi Penelitian

Gambar 51. Cangkang Gambar 52. Gambar 53. Karbon


Kelapa Sawit Karbonisasi CKS Aktif Dihaluskan

Gambar 54. Karbon Gambar 55. Karbon Aktif di Gambar 56. Aktivasi
Aktif Setelah Ayak Karbon Aktif
Dihaluskan

Gambar 57. Karbon Aktif Gambar 58. Karbon Gambar 59.


di Cuci Aquadest Aktif Dinetralkan Impregnasi Karbon
aktif

120
BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Desta Vantyca

Tempat Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 5 Desember 1995

NIM : 1113096000064

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Pangeran Antasari Gg. Mulya Jaya

No.62 Kedamaian, Bandar Lampung

Telp/HP. : 081296509591

Email : destavantyca1@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SDN 2 Sawah Brebes Bandar Lampung Lulus

tahun 2017

Sekolah Menengah Pertama : SMPN 5 Bandar Lampung Lulus tahun 2010

SLTA/SMK : SMAN 8 Bandar Lampung Lulus tahun 2013

Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk tahun

2013

PENDIDIKAN NON

FORMAL

Kursus/Pelatihan

1. Pelatihan Pemahaman : No. Sertifikat AT-HACCP/12.2K16/RPT-

HACCP BOG/2907

121
2. Pelatihan Pemahaman : No. Sertifikat AT-GMP/12.2K16/RPT-

GMP BOG/2932

3. Pelatihan Pemahaman No. Sertifikat AT-FSMS/12.2K16/RPT-

Sistem Manajemen BOG/2882

Keamanan Pangan (ISO

22000:2005)

4. Pengenalan ISO :

9001:2015 : No. Sertifikat QPM-012/12/2016

5. Pengenalan Audit Internal No. Sertifikat QPM-033/12/2016

ISO 9001:2015

6. Pengenalan OHSAS : No. Sertifikat QPM-0402/PT/17-006

18001:2017 dan ISO

45001.2

7. Kursus Bahasa Inggris di : Sertifikat ada

LBI (Lembaga Bahasa

Internasional) FIB UI,

Salemba 2017

8. Kursus Bahasa Inggris di : Certificate No. 00004/TP-2/1/17/CP

LBPP LIA, Ciputat 2016

PENGALAMAN :

ORGANISASI

1. Himpunan Mahasiswa Jabatan Staf Ahli Departemen Riset dan

Kimia Kabinet Teknologi Tahun 2014 sd 2015

122
Pengabdian (HIMKA)

2. Himpunan Mahasiswa Jabatan Mentri Departemen Riset dan

Kimia Kabinet Inspiratif Teknologi Tahun 2015 sd 2016

(HIMKA)

PENGALAMAN KERJA :

1. Praktek Kerja Lapangan : Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

(PKL) RI (2016)

Judul PKL Penetapan Kadar Antioksidan

Sintetik Butil Hidroksi Anisol (BHA) dan

Butil Hidroksi Toluen (BHT) dalam Minyak

Goreng secara Kromatorafi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT)

2. Sony Sugema College Pengajar Kimia (2017)

(SSC) Mutiara Ilmu

SEMINAR/LOKAKARYA

1. Seminar Nasional Peningkatan Kapasitas Keilmuan dan

Biokimia 2014 Penelitian Bidang Biokimia dan Bioteknologi

Menuju Kemandirian Bangsa, 22 Mei 2014

Sertifikat Pemakalah (ada)

123

Anda mungkin juga menyukai