Anda di halaman 1dari 93

PEMBUATAN PUPUK KALIUM SULFAT

DARI LIMBAH BIODIESEL MINYAK GORENG BEKAS

NANI SURYANI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013 M / 1434 H
PEMBUATAN PUPUK KALIUM SULFAT

DARI LIMBAH BIODIESEL MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:
NANI SURYANI
109096000040

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013 M/ 1434 H
Bismillahirrahmaanirrahiim…

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Al-


Insyirah: 6)

Sebuah kado kecil di bulan Oktober…

Kado kecil yang sejak dahulu ingin kupersembahkan untuk kedua


orang tuaku…

Bapak, mama…

Alhamdulillah…
Dengan semangat kegigihan, aku selalu berusaha untuk terus
mewujudkan ini semua..

Semoga melalui goresan ini menjadi langkah awalku untuk menjadi


pribadi yang lebih bermanfaat untuk bangsa dan agama…
Aamiiin…
ABSTRAK

NANI SURYANI. Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat dari Limbah Biodiesel


Minyak Goreng Bekas. Isalmi Aziz, MT. dan Hendrawati, M.Si.

Masalah limbah akhir-akhir ini menjadi perhatian di lingkungan kita


termasuk limbah domestik atau rumah tangga. Salah satu bahan pokok yang
menghasilkan limbah adalah minyak goreng. Untuk mengurangi limbah tersebut,
dapat dilakukan dengan memanfaatkannya menjadi sumber energi alternatif dan
lebih ramah lingkungan yaitu dalam bentuk biodiesel. Dalam pembuatan biodiesel
tersebut dihasilkan limbah crude glycerol yang mengandung katalis KOH,
sehingga crude glycerol ini dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan pupuk
kalium sulfat dengan cara KOH yang terdapat pada crude glycerol ditambahkan
dengan asam sulfat pekat sehingga menghasilkan kalium sulfat. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan kondisi optimum (waktu reaksi, suhu, dan
konsentrasi asam sulfat) pembuatan pupuk kalium sulfat dan menentukan kualitas
pupuk kalium sulfat yang dihasilkan dari limbah biodiesel minyak goreng bekas.
Kondisi optimum (dilihat dari jumlah pupuk terbanyak yang dihasilkan)
pembuatan pupuk kalium didapatkan pada waktu reaksi 30 menit, suhu 600C dan
konsentrasi asam sulfat yang digunakan 2,5% (v/v). Kualitas pupuk kalium sulfat
yang dihasilkan pada kondisi optimum adalah kadar kalium 55%, kadar sulfur
18%, kadar klorin 0,006% dan kadar air 1% dengan konversi reaksi sebesar 31%.
Analisa sifat fisika kimia ini menunjukkan bahwa pupuk kalium sulfat yang
dihasilkan memenuhi persyaratan SNI pupuk kalium sulfat tahun 2005.

Kata kunci: Minyak Goreng Bekas, Crude Glycerol, KOH, Pupuk Kalium Sulfat.
ABSTRACT

NANI SURYANI. Potassium Sulfate Fertilizer Production of Biodiesel from


Waste of Used Cooking Oil. Isalmi Aziz, MT. dan Hendrawati, M.Si.

The problem of waste recently became attention in our environment including


domestic or household waste. One of the essential commodities that produce
waste is cooking oil. To reduce the waste, it can be conducted by use them into
the alternative energy sources and more environmentally friendly is in biodiesel
form. In the manufacture of biodiesel, was produced a crude glycerol of waste that
can still be used in the process of the manufacture of potassium sulphate fertilizer
by way, that KOH on crude glycerol is added with concentrated sulfuric acid to
produce potassium sulfate fertilizer. This research is aimed to determine the
condition (time reaction, temperature, and the concentration of sulphuric acid) the
manufacture of potassium sulphate fertilizer and determining the quality of
potassium sulphate fertilizer produced from the wastes of biodiesel used cooking
oil. Optimum conditions of manufacture potassium sulphate fertilizers (seen from
the amount of manure produced the highest) obtained in the 30 minutes reaction,
temperature 600C and concentration of sulphuric acid used 2.5 % (v/v). The
quality of potassium sulphate fertilizer that produced on optimum the conditionis
about 55% potassium, 18 % sulphur level, 0,006 % chlorine level and the water
level is about 1 % with 50 % conversion value . This analysis of chemical and
physical traits showed that potassium sulphate fertilizer produced is meet the
standards of SNI requirements of potassium sulphate fertilizer, 2005.

Keywords: Used Cooking Oil, Crude Glycerol, KOH, Potassium Sulfate


Fertilizer.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBUATAN PUPUK

KALIUM SULFAT DARI LIMBAH BIODIESEL MINYAK GORENG

BEKAS”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri teladan

kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabatnya dan para pengikutnya

yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan sunnahnya hingga akhir zaman,

dan semoga kita semua termasuk pengikutnya yang istiqomah dalam mengemban

risalahnya. Aamiin

Ada pun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengembangkan

penelitian di bidang kimia dan untuk memenuhi syarat akhir kelulusan di jenjang

pendidikan strata 1 (S1). Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis

menyadari begitu banyaknya dukungan dan bimbingan yang telah diberikan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa

hormat yang mendalam kepada:

1. Isalmi Aziz, MT. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing

penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

2. Hendrawati, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing

dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

ix
3. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi.

4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kedua orang tuaku Darta dan Maryati yang telah memberikan

pengorbanan dalam materi, do’a dan kasih sayang yang tulus tiada batas

kepada penulis.

6. Seluruh Dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis

selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu

sampaikan memberikan manfaat dan mendapatkan keberkahan dari Allah

SWT.

7. Ibu Anggia Soediro, selaku pimpinan Women’s International Club (WIC)

Scholarship yang telah memberikan bantuan dukungan material kepada

penulis.

8. Kepada adik dan kakakku tersayang Ka Dewi, Deti dan Mahran, yang

selalu memberikan semangat dan keceriaan kepada penulis.

9. Kepada teman-temanku seperjuangan angkatan 2009, Fitri, Nia,

Adawiyah, Tiara, Putri, Rafi, Dhoni, Luthfi, Hafiz, dll yang masih tetap

semangat dalam menyelesaikan studi S1-nya.

10. Kepada kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah memberikan masukan

dan motivasi kepada penulis.

x
11. Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan, baik dalam penulisan maupun penyusunannya. Maka penulis

memohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk penyusunan

skripsi yang lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, terutama

untuk menambah pengetahuan mengenai kimia khususnya di bidang pemanfaatan

energi. Aamiin

Wassalaamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

xi
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ................................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3. Hipotesis .................................................................................................. 5

1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1. Pupuk ....................................................................................................... 6

2.1.1. Pupuk Kalium ................................................................................ 9

2.1.2. Pupuk Kalium Sulfat .................................................................... 12

2.2. Biodiesel ................................................................................................ 14

2.3. Minyak Goreng ...................................................................................... 18

2.4. Spektrofotometri UV .............................................................................. 21

2.5. Spektrofotometri Serapan Atom ............................................................. 25

2.5.1. Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom .............................. 25

xii
2.5.2. Komponen Utama Instrumentasi Spektrofotometer Serapan
Atom ........................................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 31

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 31

3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 31

3.2.1. Alat .............................................................................................. 31

3.2.2. Bahan ........................................................................................... 31

3.3. Prosedur Kerja ....................................................................................... 32

3.3.1. Pembuatan Biodiesel .................................................................... 32

3.3.2. Pembuatan Pupuk Kalium ............................................................ 32

3.3.3. Analisa Kadar Kalium dengan AAS (Atomic Absorption


Spectrophometry) ........................................................................ 33

3.3.4. Analisa Kadar Sulfur dengan Spektrofometri ............................... 34

3.3.5. Analisa Kadar Klorin ................................................................... 35

3.3.6. Analisa Kadar Air ........................................................................ 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 37

4.1. Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat dari Crude Glycerol ............................ 37

4.2. Optimasi Kondisi Reaksi Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat .................... 40

4.2.1. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Massa Pupuk K2SO4 ............... 41

4.2.2. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Massa Pupuk K2SO4 .................. 43

4.2.3. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap Massa Pupuk K2SO4 ........ 45

4.3. Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Pupuk Kalium Sulfat ...................... 48

4.3.1. Analisa Kadar Kalium Pada Pupuk Kalium Sulfat ........................ 49

4.3.2. Analisa Kadar Sulfur Pada Pupuk Kalium Sulfat ......................... 50

xiii
4.3.3. Analisa Kadar Klorin ................................................................... 51

4.3.4. Analisa Kadar Air ........................................................................ 52

4.4. Konversi Reaksi Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat .................................. 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 55

5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 55

5.2. Saran ...................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 56

LAMPIRAN ................................................................................................ 61

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi pada Pembuatan Biodiesel ........................ 16

Gambar 2. Struktur Gliserol ............................................................................. 18

Gambar 3. Struktur Trigliserida ........................................................................ 19

Gambar 4. Minyak Goreng Bekas .................................................................... 20

Gambar 5. Diagram Spektrofotometer .............................................................. 21

Gambar 6. Spektrofotometer Berkas Tunggal ................................................... 22

Gambar 7. Spektrofotometer Berkas Ganda ...................................................... 22

Gambar 8. Skema Alat Monokromator ............................................................. 23

Gambar 9. Sel yang Digunakan dalam Spektrofotometer .................................. 24

Gambar 10. Skema Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom Berkas


Ganda ........................................................................................... 28

Gambar 11. Pemisahan Crude Glycerol dengan Biodiesel ................................ 38

Gambar 12. Crude Glycerol Setelah Ditambahkan H2SO4 Pekat ....................... 38

Gambar 13. Pemisahan Endapan K2SO4 dengan Residu ................................... 39

Gambar 14. Pemisahan Larutan K2SO4 dengan Residu dan


Asam Lemak Bebas ....................................................................... 39

Gambar 15. Pupuk Kalium Sulfat ..................................................................... 40

Gambar 16. Hasil Pupuk K2SO4 Variasi Waktu (a) 15 Menit,


(b) 30 Menit .................................................................................. 42

Gambar 17. Hasil Endapan Variasi Waktu 60 Menit ........................................ 42

Gambar 18. Hasil Endapan Variasi Waktu 120 Menit ...................................... 43

Gambar 19. Hasil Pupuk K2SO4 Variasi Suhu (a) 300C , (b) 40 0C, (c) 600C,
(d) 800C ........................................................................................ 45

xv
Gambar 20. Hasil Pemisahan Filtrat K2SO4 Variasi Konsentrasi 1% ................. 46

Gambar 21. Hasil Pupuk K2SO4 Variasi Konsentrasi (a) 2%, (b) 2.5%,
(c) 5% ........................................................................................... 47

Gambar 22. Titrasi Cl- dengan AgNO3 .............................................................. 51

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Harga Pupuk Kalium di Dunia .................................... 11

Tabel 2. Syarat Mutu Pupuk Kalium Sulfat ...................................................... 12

Tabel 3. Sifat Fisik Gliserol ............................................................................. 17

Tabel 4. Panjang Gelombang Serapan Maksimum Berbagai Atom Logam ....... 27

Tabel 5. Variabel Penelitian ............................................................................. 33

Tabel 6. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Massa Pupuk K2SO4 yang


Dihasilkan ........................................................................................... 41

Tabel 7. Pengaruh Suhu Terhadap Massa Pupuk K2SO4 yang Dihasilkan ......... 44

Tabel 8. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap Massa Pupuk K2SO4


yang Dihasilkan .................................................................................. 46

Tabel 9. Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Pupuk Kalium Sulfat .................. 48

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian ................................................................ 61

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Kalium dalam Kalium Sulfat .......................... 62

Lampiran 3. Perhitungan Mol KOH yang Bereaksi .......................................... 63

Lampiran 4. Perhitungan Mol KOH Mula-mula ............................................... 64

Lampiran 5. Perhitungan Konversi Reaksi ....................................................... 65

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Sulfur ............................................................. 66

Lampiran 7. Perhitungan Mol Sulfat dalam Kalium Sulfat ............................... 67

Lampiran 8. Perhitungan Standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,01N ................... 68

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Klorin (Cl-) ..................................................... 69

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Air ................................................................ 70

Lampiran 11. Perhitungan Massa K2SO4 Teoritis ............................................. 71

Lampiran 12. Perhitungan Kadar Kalium dalam K2SO4 Secara Teoritis ........... 72

Lampiran 13. Perhitungan Kadar Sulfur dalam K2SO4 Secara Teoritis ............. 73

Lampiran 14. Kurva Kalibrasi Standar Kalium ................................................. 74

Lampiran 15. Kurva Kalibrasi Standar Sulfat ................................................... 75

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini masalah-masalah yang terjadi di lingkungan kita menjadi salah

satu hal yang hangat untuk dibicarakan. Mulai dari masalah ketersediaan

sumber pangan, papan dan sandang hingga masalah limbah yang dihasilkan

manusia setiap harinya. Oleh karena itu, sebagai makhluk ciptaan-Nya kita

memiliki kewajiban untuk dapat mengatasi setiap masalah-masalah yang

terjadi di lingkungan kita dengan menggunakan akal kita. Sebagaimana

tertulis dalam firman-Nya Surah Yunus ayat 101, yang berarti:

Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.

Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi

peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".(Depag, 1987)

Dari kutipan ayat Allah SWT tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT

memerintahkan kita untuk memperhatikan segala hal yang ada di sekitar

lingkungan kita, dengan memanfaatkan akal kita untuk dapat berfikir

memahami dan menganalisa berbagai masalah yang terdapat di sekitar kita

untuk dicari solusinya. Berdasarkan firman-Nya yang lain Allah SWT juga

memerintahkan kita untuk berfikir dan mengambil manfaat dari setiap hal

yang terjadi disekitar kita. Hal ini dapat dilihat pada Surah Ali- Imran ayat

191 yang berbunyi:

1
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan

langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau

menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, Maka peliharalah Kami

dari siksa neraka. (Depag, 1987)

Dalam ayat ini Allah SWT juga menjelaskan bahwa sesungguhnya Dia

menciptakan semua ini tidaklah sia-sia. Segala sesuatu semuanya memiliki

manfaat jika kita mau berfikir, merenungi dan menganalisanya, dengan tujuan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di zaman sekarang

ini.

Masalah limbah akhir-akhir ini menjadi perhatian di lingkungan kita.

Beberapa bahan pokok yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari,

dapat pula meninggalkan limbah sehingga mencemari lingkungan apabila

tidak dikelola dengan baik. Salah satu bahan pokok yang banyak

menghasilkan limbah adalah minyak goreng.

Seperti yang telah kita ketahui, berbagai macam industri yang bergerak

dibidang pengolahan pangan mulai dari industri rumah tangga hingga industri

yang lebih besar lagi (restoran), menggunakan minyak goreng sebagai bahan

untuk mengolah produknya. Semakin sering minyak goreng tersebut

digunakan untuk proses penggorengan, akan menimbulkan dampak yang tidak

baik untuk kesehatan tubuh kita ketika mengkonsumsi makanan tersebut

(Rukmini, A., 2007). Oleh karena itu, untuk mengelola hasil dari limbah-

limbah minyak goreng tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkannya

2
menjadi sumber energi baru dan lebih ramah lingkungan yaitu dalam bentuk

biodiesel (Imaduddin, et al. 2008).

Pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas (minyak nabati)

dilakukan melalui reaksi transesterifikasi dengan alkohol dan katalis seperti

KOH. Produk utama yang dihasilkan adalah biodiesel dan produk sampingnya

adalah gliserol. Gliserol yang dihasilkan masih merupakan crude glycerol.

Pada crude glycerol terkandung katalis KOH. Menurut Yuniwati dan Karim

(2009) katalis KOH dapat mempercepat reaksi ke kanan antara trigliserida dan

alkohol. Sebagaimana fungsi katalis, yang ikut bereaksi pada saat

berlangsungnya reaksi, tetapi dapat diperoleh kembali pada akhir reaksi. Agar

katalis KOH ini tidak menjadi limbah yang sia-sia, maka dapat diolah menjadi

pupuk kalium sulfat.

Di Indonesia pembuatan pupuk kalium sulfat masih sangat jarang

dilakukan. Pupuk kalium sulfat sangat jarang digunakan karena harganya yang

cukup mahal jika dibandingkan dengan pupuk kalium yang lainnya seperti

kalium klorida (Gunadi, 2009). Oleh karena itu, melalui penelitian ini akan

dibuat pupuk kalium sulfat dari limbah biodiesel yang dapat menekan biaya

produksi agar relatif lebih murah dan lebih efisien. Selain itu, pupuk kalium

sulfat juga mengandung sulfur (belerang) yang juga dibutuhkan oleh tanaman

sebagai makro nutrien yang dapat meningkatkan hasil pertanian.

Menurut Setyaningsih, et al.(2007) pembuatan pupuk kalium sulfat

dari limbah gliserol hasil samping biodiesel dapat dibuat dari minyak jarak

dengan cara menambahkan asam sulfat pekat tetes demi tetes. Konversi reaksi

3
pembuatan pupuk kalium sulfat sebesar 2,8% dengan recovery sebesar 18%.

Hasil pengujian pupuk kalium sulfat menunjukkan kadar air sebesar 7,76%,

kadar sulfat 61% dan kadar potassium 0,078%.

Sutiyono(2007) juga melakukan penelitian pembuatan kalium sulfat

dari kotoran burung puyuh yang mengandung K2O dengan cara menambahkan

asam sulfat yang berasal dari air kawah Gunung Ijen. Proses ini menghasilkan

kadar K2SO4 sebesar 44.503,5403 (mg/L) dan konversi reaksi sebesar 86,62%,

dengan suhu optimum 900C dan lama waktu pengadukan 25 menit.

Merujuk pada referensi penelitian-penelitian sebelumnya, metode yang

akan dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan menambahkan asam sulfat

pekat tetes demi tetes ke dalam crude glycerol yang dihasilkan dari limbah

biodiesel minyak goreng bekas. Pupuk kalium sulfat yang dihasilkan diuji

kualitasnya sesuai SNI tahun 2005 tentang pupuk kalium sulfat. Analisa

kualitas pupuk meliputi, penentuan kadar unsur kalium dengan metode AAS

(Atomic Absorption Spectrophotometry), kadar air melalui metode gravimetri,

kadar klorin melalui metode argentometri dan kadar sulfur dengan

instrumentasi spektrofotometri.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh waktu reaksi, suhu dan konsentrasi asam sulfat

terhadap jumlah pupuk kalium sulfat yang dihasilkan?

2. Bagaimana kualitas pupuk kalium sulfat yang dihasilkan?

4
1.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Adanya pengaruh waktu reaksi, suhu, dan konsentrasi asam sulfat yang

digunakan terhadap jumlah pupuk kalium sulfat yang dihasilkan

2. Pupuk kalium sulfat yang dihasilkan memenuhi standar SNI.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan kondisi optimum (waktu reaksi, suhu dan konsentrasi

asam sulfat) pembuatan pupuk kalium sulfat

2. Menentukan kualitas pupuk kalium sulfat yang dihasilkan dari limbah

biodiesel minyak goreng bekas.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat

bagi masyarakat Indonesia, diantaranya:

1. Pemanfaatan limbah industri biodiesel menjadi produk yang bernilai

ekonomis dan ramah lingkungan

2. Mengurangi hasil-hasil limbah industri yang tidak memiliki nilai jual

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk

Menurut PP No. 8 tahun 2001, pupuk adalah bahan kimia atau

organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan

tanaman secara langsung atau tidak langsung.

Berdasarkan proses terjadinya pupuk dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

1. Pupuk alami (organik) yaitu pupuk yang berasal dari pembusukan

makhluk hidup

2. Pupuk buatan (sintetik) yaitu pupuk yang tidak berasal dari pembusukan

makhluk hidup.

Berdasarkan unsur hara yang dikandungnya pupuk sintetik dibedakan menjadi

4, yaitu:

1. Pupuk tunggal yaitu pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara

utama

2. Pupuk campuran adalah campuran dari beberapa pupuk tunggal yang

dicampurkan secara manual

3. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur

hara di dalamnya

6
4. Pupuk majemuk khusus adalah pupuk majemuk yang dibuat secara

khusus, seperti dalam bentuk tablet atau pellet.

Pupuk mengandung berbagai macam hara tanaman, Hara tanaman

merupakan zat-zat yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan,

pembentukan jaringan dan kegiatan hidup lainnya (Idrus, F., 1987). Selain

mengandung hara tanaman, pupuk juga mengandung bahan lain, yaitu:

1. Zat pembawa atau carrier. Double superfosfat (DS): zat pembawanya

adalah CaSO4 dan hara tanamannya fosfor (P).

2. Senyawa-senyawa lain berupa kotoran (impurities) atau campuran

bahan lain dalam jumlah relatif sedikit. Misalnya ZA (zwavelzuure

amoniak) sering mengandung kotoran sekitar 3% berupa klor, asam

sulfat (H2SO4) dan sebagainya.

3. Bahan mantel (coated) ialah bahan yang melapisi pupuk supaya pupuk

mempunyai nilai lebih baik misalnya kelarutannya berkurang, nilai

higroskopisnya menjadi lebih rendah, dan agar lebih menarik. Bahan

yang digunakan untuk selaput pelindungnya dapat berupa aspal, lilin,

malam, wax dan sebagainya. Pupuk yang bermantel harganya lebih

mahal dibandingkan tanpa mantel.

4. Filler (pengisi). Pupuk majemuk atau pupuk campur yang kadarnya

tinggi sering diberi filler agar ratio fertilizernya dapat sesuai dengan

yang diinginkan, juga dengan maksud agar mudah disebar lebih merata

(Setyaningsih, et al. 2007).

7
Dalam praktik, perlu diketahui istilah-istilah khusus yang sering

digunakan dalam pupuk antara lain ialah:

a. Mutu pupuk atau grade fertilizer artinya angka yang menunjukkan

kadar hara tanaman utama (N, P, dan K) yang dikandung oleh pupuk

yang dinyatakan dalam persen N total, P2O5 dan K2O. Misalnya pupuk

Rustika Yellow 15-10-12 berarti kadar N 15%, P2O5 10% dan K2O

12%.

b. Perbandingan pupuk atau ratio fertilizer ialah perbandingan unsur N, P

dan K yang dinyatakan dalam N total, P2O5 dan K2O merupakan

penyederhanaan dari grade fertilizer. Misalnya grade fertilizer 16-12-

20 berarti ratio fertilizernya 4:3:5.

c. Mixed fertilizer atau pupuk campur ialah pupuk yang berasal dari

berbagai pupuk yang kemudian dicampur oleh pemakainya. Misalnya

pupuk Urea, TSP, dan KCl dicampur menjadi satu dengan

perbandingan tertentu sesuai dengan mutu yang diinginkan. Hal ini

berbeda dengan pupuk majemuk, yaitu pupuk yang mempunyai dua

atau lebih hara tanaman dibuat langsung dari pabriknya.

Zat-zat penyusun tumbuhan terdiri dari unsur-unsur esensial dan unsur-unsur

non esensial.

1. Unsur-unsur esensial adalah unsur-unsur yang mutlak diperlukan oleh

segala macam tumbuhan. Unsur-unsur ini disebut juga unsur hara

makro dan mikro. Unsur-unsur makro adalah unsur yang diperlukan

dalam jumlah banyak, yaitu C, H, O, N, P, K, Mg, dan S. Sedangkan

8
unsur-unsur mikro yaitu zat hara tambahan, misalnya Fe, Mn, Cu, Mo,

Cl, Zn, dan B.

2. Unsur-unsur non esensial adalah unsur tambahan yang hanya

diperlukan oleh jenis tumbuhan tertentu, baik dalam jumlah besar

maupun kecil. Misalnya Na, Co, Al, dan Si.

Berdasarkan macam hara tanaman yang terkandung pupuk dibedakan menjadi:

a. Pupuk makro ialah pupuk yang hanya mengandung hara makro saja,

misalnya: NPK, nitrophoska, gandasil.

b. Pupuk mikro ialah pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja,

misalnya: mikrovet, mikroplek, metalik.

c. Campuran makro dan mikro misalnya pupuk gandasil, bayfolan, rustika.

Sering juga ke dalam pupuk campur makro dan mikro ditambahkan

juga zat pengatur tumbuh (hormon tumbuh).

2.1.1. Pupuk Kalium

Kalium (K) memainkan beberapa peranan di dalam tanaman dan pada

nutrien lain. Kalium tidak menjadi bagian langsung pada struktur tanaman

tetapi bertindak sebagai pengatur keseimbangan air, peredaran nutrisi dan gula

dalam jaringan tanaman, sintesis protein dan pati serta mengatur fiksasi

nitrogen. Gejala yang timbul apabila tanaman kekurangan unsur K meliputi

pertumbuhan lambat, perkembangan sistem perakaran kurang baik dan batang

menjadi lemah, hasil panen (yield) rendah, biji atau buah menjadi layu, mudah

9
terserang penyakit dan tidak tahan pada musim dingin, penggunaan air kurang

efisien dan pengikatan N berkurang (Setyaningsih, et al. 2007).

Kalium diperlukan tanaman untuk berbagai fungsi fisiologis, termasuk

di dalamnya adalah metabolisme karbohidrat, aktivitas enzim, regulasi

osmotik, efisiensi penggunaan air, serapan unsur nitrogen, sintesis protein, dan

translokasi asimilat ( Gunadi, 2009). Unsur K memegang peranan penting di

dalam metabolisme tanaman antara lain terlibat langsung dalam beberapa

proses fisiologis (Farhad,et al. 2010). Keterlibatan tersebut dikelompokkan

dalam dua aspek, yaitu: (1) aspek biofisik dimana kalium berperan dalam

pengendalian tekanan osmotik, turgor sel, stabilitas pH, dan pengaturan air

melalui kontrol stomata, dan (2) aspek biokimia, kalium berperan dalam

aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein, serta meningkatkan

translokasi fotosintat dari daun (Taiz dan Zeiger, 2002).

Selain itu unsur K berperan memperkuat dinding sel dan terlibat di

dalam proses lignifikasi jaringan sclerenchym (Syakir dan Gusmaini, 2012).

Kalium dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu

(Fageria, et al.2009). Dengan demikian, adanya pemberian K dapat

membentuk senyawa lignin yang lebih tebal, sehingga dinding sel menjadi

lebih kuat dan dapat melindungi tanaman dari gangguan dari luar (Syakir dan

Gusmaini, 2012). Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang tinggi

yaitu berkisar antara 50-300 kg/ ha/ musim tanam (Laegreid,et al. 1999).

Kebutuhan K oleh tanaman setara dengan kebutuhan N, bahkan pada

beberapa tanaman serapan K lebih tinggi dibandingkan N seperti pada lahan

10
sawah dan kering (Fageria, et al. 2001). Hal ini menunjukkan bahwa

kebutuhan K oleh tanaman cukup tinggi dan apabila kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi maka proses metabolisme tanaman terganggu sehingga produktivitas

tanaman dan mutu hasil menjadi rendah (Syakir dan Gusmaini, 2012).

Pupuk kalium yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah KCl

(Kalium Klorida) dengan kadar 60% K2O. Selain itu terdapat pula pupuk

kalium lainnya, seperti kalium sulfat (K2SO4), kalium magnesium sulfat

(K2SO4.MgSO4), dan kalium nitrat (Gunadi, 2009).

Pupuk KCl harganya lebih murah dibandingkan dengan K2SO4.

Namun demikian, dari hasil penelitian menunjukkan telah terbukti K2SO4

mampu memperbaiki karakteristik kualitas beberapa produk sayuran (Gunadi,

2007). Hal ini disebabkan karena di dalam pupuk kalium sulfat selain

mengandung unsur K juga mengandung unsur S yang berperan penting selama

proses sintesis metabolisme tanaman termasuk pembentukan metabolik

sekunder (Kumar, et al.2010). Berikut ini adalah tabel perkembangan harga

pupuk kalium dari tahun 2000-2002.

Tabel 1. Perkembangan Harga Pupuk Kalium di Dunia

Pupuk Harga (US$/ton)


2000 2001 2002
Urea - 463 -
Ammonium sulfat 58 63 56
Ammonium nitrat 40 - -
Kalsium nitrat 100 116 106
Potasium sulfat 167 167 177
Sumber: Tyson, 2003

11
2.1.2. Pupuk Kalium Sulfat.

Kalium sulfat merupakan senyawa yang berbentuk kristal yang

mempunyai kapasitas panas sebesar 33,l J/K (Perry R.H.,1998). Pupuk kalium

sulfat (K2SO4) banyak digunakan baik untuk perkebunan maupun petani kecil.

McKenzie (2000) menambahkan bahwa kalium sulfat merupakan pupuk

kalium yang penting bagi area yang membutuhkan nutrien Kalium sekaligus

Sulfur.

Kalium sulfat (K2SO4) merupakan pupuk yang rendah akan kadar

klorida (Cl). Kalium sulfat juga merupakan pupuk yang paling populer di

dunia yang menyediakan nutrien dalam konsentrasi tinggi bagi tanaman.

Pupuk kalium sulfat memiliki syarat mutu komponen yang terkandung di

dalamnya. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan syarat mutu pupuk

kalium sulfat.

Tabel 2. Syarat Mutu Pupuk Kalium Sulfat

No Uraian Satuan Persyaratan


1. Kalium sebagai kalium oksida K2O % Min. 50
2. Kadar belerang (S) % Min. 17
3. Asam bebas sebagai H2SO4 % Maks. 2,5
4. Klorida (Cl) % Maks. 2,5
5. Kadar air (H2O) % Maks. 1
Sumber : SNI, 2005

Unsur S merupakan makro nutrien keempat bagi tanaman selain N, P

dan K. Amonium sulfat, single superphosphate (SSP) dan kalium sulfat

(K2SO4) merupakan jenis pupuk yang banyak tersedia di dunia sebagai sumber

S. Setiap tahunnya sekitar 75% dari 10 juta ton produksi sulfur digunakan

12
sebagai pupuk. Kebanyakan pupuk sulfat berasal dari anion SO42- (Messick

dan Brey, 2002).

Pupuk kalium sulfat dapat dibuat dari garam komplek K2SO4.2MgSO4.

Garam komplek ini dilarutkan dalam air kemudian diberi KCl, dengan

persamaan reaksi:

K2SO4.2MgSO4(aq) + 4 KCl(aq) 3 K2SO4(s) + 2 MgCl2(aq)

K2SO4 akan mengendap dan untuk memisahkannya maka MgCl2

didekantasi. Pupuk ini sejak lama banyak digunakan di Indonesia untuk

tanaman serat misalnya rami, rosella, dan kapas, dengan adanya pemupukan K

mengakibatkan kualitas serat tanaman tersebut menjadi lebih tinggi.

Menurut Messick dan Brey (2002), kalium sulfat (K2SO4) dapat

diproduksi melalui metode Mannheim, yaitu dengan cara mendekomposisi

kalium klorida (KCl) menggunakan asam sulfat (H2SO4). Hidrogen klorida

yang terbentuk dievaporasi dan dapat digunakan untuk memproduksi HCl.

Mereka juga menyatakan bahwa pupuk kalium sulfat dapat digunakan sebagai

sumber K bagi tanaman yang rentan terhadap tingginya kandungan klorida.

Kalium sulfat juga lebih disukai karena selain membutuhkan nutrien K,

tanaman juga membutuhkan nutrien S sebagai makro nutrien.

Pembuatan pupuk kalium sulfat dilakukan melalui reaksi asam basa,

reaksi ini bersifat irreversibel. Pada reaksi irreversibel, laju reaksi dipengaruhi

oleh temperatur dan konsentrasi reaktan (Husin, et al. 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kalium sulfat

adalah sebagai berikut :

13
1. Waktu Reaksi

Pencampuran biasanya terdiri atas satu fase atau lebih. Fungsi

lamanya pengadukan pada saat reaksi adalah untuk mempercepat

distribusi, semakin lama waktu pengadukan maka reaksi antara kalium

dengan asam sulfat akan semakin sempurna.

2. Suhu Reaksi

Energi yang diperlukan dalam reaksi biasanya dalam bentuk panas

(suhu). Umumnya suhu proses yang digunakan adalah di bawah titik

didih pelarutnya. Hal ini dimaksudkan agar pelarut tidak ikut menguap.

Semakin tinggi suhu yang digunakan maka reaksi pembentukan kalium

sulfat akan berjalan lebih cepat.

3. Kecepatan Pengadukan

Adanya pengadukan maka pergerakan panasakan bertambah besar

dan perpindahan material dari permukaan partikel ke dalam larutan

bertambah cepat. Di samping itu dengan adanya pengadukan akan

mencegah terjadinya pengendapan. Semakin cepat pengadukan maka

akan semakin banyak partikel yang bertumbukan sehingga reaksi berjalan

dengan sempurna dan kalium sulfat yang dihasilkan semakin besar

(Damayanti, 1999).

2.2. Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari

pengolahan tumbuhan) di samping bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa alkil

14
ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara

trigliserida dengan metanol atau etanol menggunakan bantuan katalis

basa/asam menjadi alkil ester dan gliserol. Biodiesel juga dapat dibuat dari

reaksi esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol serta

katalis asam menjadi senyawa alkil ester dan air.

Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan pada proses transesterifikasi

minyak (atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-

sisa katalis, metanol, dan gliserol atau air. Untuk memurnikannya, biodiesel

mentah (kasar) tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor

tersebut larut ke dalam air dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya

dipisahkan. Air yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam

atau basa untuk menetralkan sisa-sisa katalis ( Yuniwati dan Karim, 2009).

Bahan baku pembuatan biodiesel dapat digunakan antara lain minyak

jarak, minyak sawit, minyak kelapa dan lain sebagainya. Minyak goreng bekas

dapat juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Minyak ini

merupakan limbah sisa penggorengan industri makanan dan rumah tangga.

Pemanfaatan minyak goreng bekas ini diharapkan dapat meminimalisir

pembuangan limbah ke lingkungan.

Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta

mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya

dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari

hidrokarbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda.

15
Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum

diesel dari senyawa hidrokarbon.

Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan ester dimana

salah satu pereaksinya juga merupakan senyawa ester. Jadi disini terjadi

pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara senyawa ester

(Aziz, 2007). Umumnya, katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH.

Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong

reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester (biodiesel)

digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang

dihasilkan harus dipisahkan (Setyaningsih, et al. 2007). Pada Gambar 1

disajikan reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester (biodiesel).

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi pada Pembuatan Biodiesel

16
Pada proses transesterifikasi selain menghasilkan biodiesel, hasil

sampingnya adalah gliserol. Gliserol yang dihasilkan masih merupakan

gliserol kasar. Gliserol kasar ini dapat dimurnikan menggunakan H2SO4 pekat.

Dari hasil pemurnian ini diperoleh limbah yang kaya akan kalium sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat pupuk.

Gliserol (1,2,3-propanatriol) atau disebut juga gliserin merupakan

senyawa alkohol trihidrat dengan rumus bangun C3H8O3. Gliserol berwujud

cairan jernih, higroskopis, kental, dan terasa manis. Gliserol terdapat pada

susunan minyak dan lemak nabati maupun hewani namun jarang ditemukan

dalam bentuk tersendiri. Gliserol menyusun minyak dan lemak setelah

berkombinasi dengan asam lemak seperti asam stearat, asam oleat, asam

palmitat, dan asam laurat. Berikut ini sifat fisik dari gliserol terdapat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Fisik Gliserol

Sifat Nilai
Bobot molekul 92,09382 g/mol
Viskositas pada suhu 200C 1499 cP
Panas spesifik pada suhu 260C 0,5795 kal/g
Densitas 1,261 g/cm3
Titik leleh 180C
Titik didih 290 0C
Sumber: Kern, 1966

Gliserol dari trigliserida dapat diperoleh dari dua sumber. Pertama,

gliserol dihasilkan dari pembuatan sabun. Minyak atau lemak direaksikan

dengan soda kaustik sehingga menghasilkan garam sabun dan gliserol. Kedua,

minyak atau lemak dihidrolisis tanpa penambahan alkali (Kern, 1966).

17
Gliserol juga dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel. Pada reaksi

transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol dengan

adanya asam atau basa kuat. Produk yang dihasilkan adalah metil ester sebagai

biodiesel dan gliserol sebagai produk samping (Schuchardt, et al.1998). Dari

100% biodiesel hasil transesterifikasi, rendemen gliserol yang dihasilkan

sebanyak 10% (Bondioli, 2003).

Gliserol memiliki banyak kegunaan, di antaranya sebagai emulsifier,

pelembut, plasticizer, stabilizer es krim ,pelembab kulit, pasta gigi, dan obat

batuk. Dan juga digunakan sebagai media pencegah reaksi pembekuan sel

darah merah, sperma, kornea, dan jaringan lainnya, sebagai tinta printing dan

bahan aditif pada industri pelapis dan cat, sebagai bahan antibeku, sumber

nutrisi dalam proses fermentasi, dan bahan baku untuk nitogliserin. Rumus

struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.Struktur Gliserol

2.3. Minyak Goreng

Minyak merupakan trigliserida (Gambar 3) yang tersusun atas tiga

unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25°C) dan lebih banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi.

Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat

bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak

18
kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari

hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus dan lain-lain

(Ketaren, 1986).

Gambar 3. Struktur Trigliserida

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia

sebagai alat pengolah bahan – bahan makanan. Minyak goreng berfungsi

sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin

meningkat. Di Indonesia, minyak goreng diproduksi dari minyak kelapa sawit

dalam skala besar. Hingga tahun 2010 diperkirakan produksi minyak sawit

mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun.

Minyak goreng bekas (Gambar 4) maupun minyak nabati yang baru

tersusun atas trigliserida yang mempunyai rantai panjang, yaitu ester antara

gliserol dengan asam karboksilat. Perbedaan minyak goreng bekas dengan

minyak nabati yang baru terletak pada komposisi asam lemak jenuh dan tak

jenuh. Hal ini disebabkan pada proses penggorengan terjadi perubahan rantai

tak jenuh menjadi rantai jenuh pada senyawa penyusunnya. Komposisi lemak

19
tak jenuh dalam minyak jelantah adalah 30% sedangkan asam lemak jenuh

70% (Kusuma, 2003).

Gambar 4. Minyak Goreng Bekas

Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan

pada suhu tinggi 170C-180C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini

menyebabkan terjadinya suatu proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi

yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton,

aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Penggunaan minyak

nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini dikarenakan

selain semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng

akibat penggorengan bahan makanan sebelumnya dan semakin banyaknya

senyawa – senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak serta warna

minyak goreng yang semakin tidak jernih, sedangkan pembuangan minyak

goreng bekas secara langsung ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran,

( Ketaren, 1986 ).

20
2.4. Spektrofotometri UV

Spektrofotometri adalah suatu cara analisa yang mencakup

pengukuran absorbsi oleh senyawa kimia dengan panjang gelombang tertentu

menggunakan radiasi monokromatik. Radiasi monokromatik adalah radiasi

dari satu panjang gelombang. Di dalam praktek radiasi monokromatik

dihasilkan dengan gelombang prisma difraksi kiri yang memiliki panjang

gelombang lebih dari satu. Biasanya ruang spektra di isolasi di dalam

spektrofotometri.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans dan

absorbans suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang. Penggunaan

absorbansi atau transmitansi dalam spektrofotometer UV-VIS dapat

digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia ( Khopkar,

2002). Pengukuran terhadap suatu deretan contoh pada suatu panjang

gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan. Alat-alat demikian dapat

dikelompokkan baik sebagai manual, perekam maupun sinar tunggal atau

sinar rangkap. Berikut ini diagram sederhana dari spektrofotometer :

Gambar 5. Diagram Spektrofotometer

21
Terdapat dua jenis alat spektrofotometer, yaitu berkas tunggal

(Gambar 6) dan berkas rangkap (Gambar 7).

Gambar 6. Spektrofotometer Berkas Tunggal

Gambar 7. Spektrofotometer Berkas Ganda

Komponen – komponen utama spektrofotometer UV terdiri dari:

1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi

adalah lampu wolfarm, deuterium lampu hidrogen. Lampu wolfarm

22
digunakan untuk daerah visibel (tampak) sedangkan untuk lampu hidrogen

atau deuterium digunakan untuk sumber daerah UV.

2. Monokromator

Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan

radiasi polikromatik dan berfungsi untuk memunculkan garis resonansi dari

semua garis yang tidak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.

Alatnya dapat berupa prisma atau grating. Proses kerja dari monokromator

dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema Alat Monokromator

23
3. Sel Penyerap

Penempatan cuplikan yang akan dipelajari pada daerah UV – VIS,

pada pengukuran daerah tampak, kuvet kaca corex dapat digunakan tetapi

untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa

karena pada daerah ini gelas tidak tembus cahaya. Umumnya tebal kuvet

adalah 10 nm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar digunakan.

Contoh dari sel dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Sel yang Digunakan dalam Spektrofotometer

4. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap

cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor yang digunakan dalam

UV – VIS disebut “ detektor fotolistrik”

Persyaratan-persyaratan penting untuk detektor meliputi :

1. Sensivitas tinggi hingga dapat mendeteksi tenaga cahaya yang

mempunyai tingkatan rendah sekalipun

24
2. Waktu respon yang pendek.

3. Stabilitas yang panjang

4. Sinar elektronik yang mudah diperjelas dan sistem pembacaan.

2.5. Spektrofotometri Serapan Atom

Alat spektrophotometer yang secara khusus mengukur konsentrasi

bahan kimia berupa atom bukan senyawa disebut spektrofotometer nyala

(flame spectrophotometer) yang memakai obyek nyala api pembakar.

Berdasarkan metodenya (emisi atau absorpsi), dikenal dua jenis

spektrofotometer nyala yaitu Spektrofotometer Emisi Nyala disingkat SEN

(Flame Emission Spectrophotometer, FES) dan Spektrofotometer Serapan

Atom disingkat SSA (Atomic Absorbtion Spectroscopy, AAS).

2.5.1. Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom

Sampel berupa molekul akan didisosiasikan (terurai) menjadi atom-

atom di dalam nyala api pada alat spektrofotometer serapan atom, atom

menyerap energi sehingga elektron-elektronnya mengalami eksitasi. Energi

eksitasi ini berasal dari pancaran sinar sebuah sumber cahaya lampu, dimana

energi yang terserap sama dengan selisih antara dua energi.

Peralihan antara dua energi yang melibatkan posisi dasar biasanya

mempunyai intensitas pancaran dan serapan yang lebih kuat daripada

kemungkinan peralihan yang lain. Peralihan dari posisi dasar ke posisi

eksitasi yang pertama disebut garis resonansi. Garis resonansi ini sangat

25
penting artinya pada atom absorpsi, sebab pada atom absorpsi ini tiap

elemen dalam sampel akan menyerap sinar dengan jumlah jarak gelombang

yang terbatas dalam kawasan spektrum yang sempit. Dari spektrum serapan

ini akan dapat diperoleh data-data mengenai zat sampel. Nyala api gas

pembakar molekul / atom yang ada dalam sebuah proses spektrofotometer

serapan atom seolah-olah berfungsi sebagai kuvet pada spektrofotometer

Ultra Violet – Visibel (UV-Vis).

Dalam prakteknya, kita diharuskan membuat kurva standar antara

ekstingsi (serapan) dengan konsentrasi larutan sampel. Dari grafik standar

ini kemudian dilarutkan sampel yang telah diukur serapannya, kemudian

dapat ditentukan konsentrasinya secara interpolasi atau ekstrapolasi.

Prinsip pengukuran spektrofotometer serapan atom analog dengan

prinsip pengukuran pada serapan molekuler spektrofotometer. Garis yang

terpenting dalam spektrofotometer serapan atom adalah garis resonansi.

Ukuran lebar alami garis resonansi ini terletak dalam kisaran 0,005 nm. Pada

garis ini tidak akan muncul pelebaran garis akibat peralihan vibrasi dan

rotasi, sebagaimana halnya pada molekuler spektrofotometer. Sebuah

monokromator hanya dapat mengisolasikan seberkas sinar sumber cahaya

dari suatu kawasan gelombang yang lebarnya sama dengan himpunan

spektrum monokromator itu sendiri.

Unsur atau atom yang diselidiki dengan spektrofotometer serapan

atom ialah terutama unsur-unsur yang garis resonansinya berada di bawah

500 nm. Untuk unsur-unsur natrium, kalium dan kalsium dapat diukur

26
dangan alat spektrofotometer serapan atom tanpa saling mengganggu

terhadap garis-garis spektrumnya. Sedangkan unsur-unsur dalam Tabel 4

berikut harus diselidiki secara sendiri bila menggunakan alat

spektrofotometer serapan atom.

Kegunaan spektrofotometer serapan atom lebih berfokus pada

analisis kuantitatif atom-atom logam, hingga saat ini sudah ada sekitar 70

jenis atom yang dapat dianalisis, diantaranya tercantum dalam Tabel 4.

Tabel 4. Panjang Gelombang Serapan Maksimum Berbagai Atom Logam


Atom Garis Resonansi (nm)
Ag 328,1
Ar 193,7
Au 142,8
B 149,7
Be 234,9
Ca 422,7
Co 240,7
Cr 357,9
Cu 324,7
Fe 248,3
Hg 253,7
Mg 285,2
Na 589,0
Ni 232,0
Pb 283,3
Pt 265,9
Sb 217,5
Se 296,0
Ti 364,6
Tl 276,8
U 351,4
Zn 215,8
Sumber: Ewing G. W., 1975

27
Pada sistem instrumentasi spektrofotometer serapan atom dikenal dua jenis

sistem optik yaitu berkas tunggal dan berkas ganda, namun yang banyak

digunakan dalam spektrofotometer serapan atom modern adalah jenis berkas

ganda, seperti Gambar 10.

Gambar 10. Skema Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom Berkas Ganda

2.5.2. Komponen Utama Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Beberapa komponen utama pada instrumentasi spektrofotometer

serapan atom adalah sebagai berikut :

1. Sumber Cahaya

Sumber cahaya berupa lampu yang dapat memancarkan energi yang

cukup. Ada jenis lampu yang dapat memancarkan spektrum kontinyu

sebaliknya ada lampu yang dapat memancarkan spektrum garis. Untuk

spektrofotometer tipe spektrofotometer serapan atom dipergunakan jenis

lampu katoda dengan spektrum garis.

Lampu katoda terdiri atas sebuah katoda berongga berbentuk tabung

dan berhadapan dengan anoda dari kawat wolfram, keduanya terbungkus

28
dengan bahan gelas. Lampu ini diisi dangan gas mulia seperti argon, neon,

helium atau kripton sampai tekanan maksimal 1 cmHg. Kelemahan lampu

katoda berongga ini adalah bahwa pada alat spektrofotometer serapan atom

harus dipergunakan lampu dengan katoda yang dibuat dari elemen atau unsur

yang sejenis dengan unsur yang dianalisis.

2. Monokromator

Monokromator merupakan suatu alat yang diletakkan diantara nyala

dan detektor pada suatu rangkaian instrumentasi spektrofotometer serapan

atom. Ada dua jenis monokromator yang dipakai yaitu monokromator celah

dan kisi difraksi.

3. Gas dan Alat Pembakar

Gas dan alat pembakar pada spektrofotometer serapan atom dikenal

dua jenis gas pembakar yang bersifat oksidasi dan bahan bakar. Gas

pengoksidasi misalnya udara (O2) atau campuran O2 dan N2O, sedangkan

sebagai bahan bakar adalah gas alam, propana, butana, asetilen dan H2. Gas

pembakar dapat pula berupa campuran udara dengan propana, udara dengan

asetilen (terbanyak dipakai) dan N2O dengan asetilen.

4. Kuvet

Kuvet merupakan suatu tempat untuk nyala api dan atom-atom yang

ada didalamnya, seolah-olah berfungsi sebagai kuvet.

5. Detektor

Detektor berfungsi sebagai alat penguat dari spektrum cahaya yang

telah melewati sampel. Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah detektor

29
adalah memiliki respon yang linear terhadap energi sinar dalam kawasan

spektrum yang bersangkutan. Pada spektrofotometer serapan atom detektor

yang lazim dipakai adalah Detektor Tabung Pengadaan Photon Multiplier

Tube Detector (PMTD).

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian

dilaksanakan selama 5 bulan mulai dari bulan Februari sampai Juni 2013.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hotplate,

termometer, gelas piala, magnetic stirrer, pompa vakum, neraca analitik,

corong pisah, beaker glass, labu ukur, buret, penyaring TSS, kertas saring,

oven, desikator, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan lampu katoda

kalium Perkin Elmer dan Spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer.

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain minyak

goreng bekas yang berasal dari salah satu Rumah makan di Jakarta, padatan

KOH, metanol, etanol 96%, akuades, larutan baku kalium, larutan baku

sulfat, larutan AgNO3 0,01N, indikator kromat, dan H2SO4 pekat.

31
3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Pembuatan Biodiesel (Aziz, 2007)

Dilarutkan padatan KOH 1% dari berat minyak (gram) dalam metanol

(1L), kemudian dipanaskan minyak goreng bekas (4L) sampai suhu 600C,

setelah itu ditambahkan larutan metanol-KOH. Diatur laju pengadukannya

sebesar 400 rpm. Biarkan reaksi selama 60 menit dan dijaga suhunya agar

tetap konstan. Hasil reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian

dibiarkan selama 12 jam sampai terjadi pemisahan yang sempurna. Lapisan

atas menunjukkan biodiesel dan lapisan bawah menunjukkan crude glycerol.

Lapisan bawah inilah yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan pupuk

kalium sulfat.

3.3.2. Pembuatan Pupuk Kalium (Setyaningsih, et al. 2007)

Limbah biodiesel (crude glycerol) sebanyak 100 mL dipanaskan pada

suhu 40oC setelah itu ditambahkan H2SO4 pekat 2,5%, (v/v) sedikit demi

sedikit. Reaksi dijalankan selama 15, 30, 60 dan 120 menit. Larutan yang

terbentuk kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, endapan

yang terbentuk dipisahkan dari filtratnya dengan pompa vakum. Endapan

yang terbentuk ditambahkan akuades (5:1) untuk memisahkan larutan garam

dari residu yang tidak ikut bereaksi. Larutan garam kemudian diuapkan di

atas hot plate sampai terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk kemudian

disaring dengan penyaring vakum sambil dicuci dengan etanol 96% sehingga

32
terbentuk pupuk K2SO4. Selanjutnya ditimbang massa pupuk yang

dihasilkan.

Setelah didapatkan waktu optimum selanjutnya dilakukan variasi suhu

(30, 40, 60, 80oC) dan variasi konsentrasi asam sulfat (1%, 2%, 2,5%, 5%

v/v).

Tabel 5. Variabel Penelitian

Variasi Parameter Konstan Tujuan


Waktu (15, 30, 60 dan 120  H2SO42,5% Waktu optimum
menit)  Suhu 40°C
Suhu (30, 40, 60, 80°C)  H2SO42,5% Suhu optimum
 Waktu optimum
H2SO4 (1%, 2%, 2,5%, 5%  Waktu optimum Kondisi reaksi
v/v)  Suhu optimum optimum

Setelah didapatkan kondisi optimum selanjutnya dilakukan uji

kualitas pupuk meliputi : uji kadar Kalium (K), kadar Sulfur (S), kadar klorin,

dan kadar air. Kemudian dihitung pula konversi reaksi pembuatan kalium

sulfat yang dihasilkan dengan menggunakan rumus


= 100% …………………………...… (1)

3.3.3. Analisa Kadar Kalium dengan AAS (Atomic Absorption

Spectrophotometry) (Thorpe, V.A. 1973)

1. Pembuatan Deret Standar

Dipipet masing-masing 1 mL; 3 mL; 5 mL; dan 10 mL larutan standar

kalium 100 mg/L, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian

33
ditambahkan akuades sampai tanda tera sehingga diperoleh konsentrasi

kalium: 1 mg/L; 3 mg/L; 5 mg/L; dan 10 mg/L.

2. Preparasi larutan sampel

Ditimbang dengan teliti 2,5 gram sampel pupuk, kemudian

ditambahkan 150 mL akuades dan dipanaskan diatas hot plate selama 30

menit hingga larut. Lalu didinginkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur

volume 250 mL. Kemudian ditambahkan akuades hingga tanda tera, lalu

disaring dengan kertas saring hingga jernih. Selanjutnya diukur larutan

sampel dengan AAS pada panjang gelombang 766,5 nm.


× ×
= ………………………………………………………(2)

Dimana:

C adalah konsentrasi contoh uji hasil pengukuran


FP adalah faktor pengenceran
V adalah volume larutan
M adalah massa sampel pupuk yang digunakan

3.3.4. Analisa Kadar Sulfur dengan Spektrofotometri (SNI 06-6989.20-

2004)

1. Pereaksi Kondisi

Ditimbang 7,5 gram NaCl ke dalam 27,5 mL akuades, ditambahkan 3

mL HCl pekat, 10 mL etanol dan 5 mL gliserol. Lalu ditepatkan dengan

akuades hingga 100 mL (larutan ini stabil kira-kira 2 minggu pada suhu

kamar).

2. Kristal BaCl2.2H2O

34
3. Larutan Baku Sulfat 100 mg/L

Dilarutkan 0,1479 gram Na2SO4 anhidrat dengan akuades dalam labu

ukur 1L.

4. Pembuatan Deret Standar

Dipipet masing-masing 5 mL; 10 mL; 15 mL; 20 mL; 25 mL; 30 mL;

35 mL dan 40 mL larutan baku sulfat 100 mg/L, dimasukkan ke dalam labu

ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan akuades sampai tanda tera sehingga

diperoleh konsentrasi sulfat: 5 mg/L; 10 mg/L; 15 mg/L; 20 mg/L; 25 mg/L;

30 mg/L; 35 mg/L dan 40 mg/L.

5. Cara Kerja

Dipipet 100 mL sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL,

kemudian ditambahkan 5 mL larutan kondisi dan diaduk dengan magnetic

stirrer. Ketika diaduk ditambahkan ±0,2 gram BaCl2.2H2O diaduk selama 2

menit. Setelah itu dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 340 nm.

= …………………………..……… (3)

Dimana:

C adalah konsentrasi contoh uji hasil pengukuran


F adalah faktor pengenceran


= ………………..…….. (4)

3.3.5. Analisa Kadar Klorin (Effendi dan Kasno, 2011)

Ditimbang 2,5 gram sampel ke dalam labu ukur 250 mL, ditambah

150 mL akuades, dikocok dengan mesin pengocok selama 30 menit dengan

35
kecepatan 400 rpm. Kemudian ditambah akuades sampai tera 250 mL,

dikocok dengan tangan (cara bolak balik). Larutan disaring dengan kertas

saring sampai jernih. Dipipet 10 mL sampel jernih ke dalam erlenmeyer,

ditambah beberapa tetes indikator kromat 5%. Dititar dengan larutan AgNO3

0,01N, sampai terbentuk endapan merah bata, dicatat volume titran (V),

(dilakukan duplo) kemudian dihitung kadar klorin dengan rumus:


× × .
( ) = × 100% ……………………………..….(5)

Keterangan:

V= volume AgNO3 yang digunakan (mL)


N= normalitas AgNO3 (N)
m= massa sampel yang digunakan (mg)

3.3.6. Analisa Kadar Air (Laksono, et al. 2012)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu

dimasukkan ke dalam desikator. Sebanyak 5 gram sampel pupuk (W1)

dimasukan ke dalam cawan tersebut dan ditimbang (W2), dipanaskan selama

4-6 jam pada suhu 130oC. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang

(W3). Kadar air dicari dengan rumus:

(%) = × 100 ....................................................................(6)

Keterangan:

W1 = berat sampel (gram)


W2 = berat cawan + sampel pupuk sebelum dipanaskan (gram)
W3 = berat cawan + sampel pupuk setelah dipanaskan (gram)

36
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat dari Crude Glycerol

Pembuatan pupuk kalium sulfat dilakukan dengan mereaksikan crude

glycerol dari limbah biodiesel minyak goreng bekas yang mengandung katalis

KOH dengan asam sulfat pekat. Sebagai katalis, KOH merupakan katalis

homogen yang bersifat basa, yang dalam reaksinya tidak membutuhkan suhu dan

tekanan yang tinggi (Kirk & Othmer, 1980; Yucel, et al., 2000). Selain itu, KOH

juga memiliki beberapa kelebihan yaitu, nilai konversi yang tinggi, tidak bersifat

korosif seperti katalis asam, dan lebih aman dalam penggunaannya (Schuchardt, et

al., 1998).

Keberadaan katalis KOH dalam proses pembuatan biodiesel akan

dihasilkan kembali pada produknya. Dimana dalam hal ini KOH akan cenderung

berada lebih banyak pada crude glycerol dibandingkan pada biodiesel. Hal ini

disebabkan karena sifat katalis KOH yang mudah larut dalam air, seperti halnya

dengan crude glycerol. Katalis KOH yang terdapat dalam crude glycerol ini dapat

dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk.

Crude glycerol yang digunakan dalam pembuatan pupuk kalium sulfat

dalam penelitian ini berwarna coklat kehitaman. Hal ini disebabkan masih banyak

pengotor-pengotor yang terkandung di dalamnya yaitu meliputi metanol dan

minyak goreng bekas yang tidak bereaksi (Aziz, 2009) . Berikut ini pada Gambar

11 dapat dilihat pemisahan dari crude glycerol dengan biodiesel.

37
Biodiesel

Crude glycerol

Gambar 11. Pemisahan Crude Glycerol dengan Biodiesel

Pembuatan pupuk kalium sulfat ini menggunakan H2SO4 pekat yang

ditambahkan tetes demi tetes volumenya ke dalam crude glycerol. Penambahan

volume H2SO4 dilakukan sedikit demi sedikit agar larutan dapat tercampur secara

homogen dan terjadi reaksi yang sempurna antara crude glycerol dengan asam

sulfat pekat, pada saat penambahan H2SO4 pekat ke dalam crude glycerol terjadi

perubahan larutan menjadi kuning kecokelatan dan larutan yang lebih kental

disertai endapan (Gambar 12).

Gambar 12. Crude Glycerol Setelah Ditambahkan H2SO4 Pekat

Endapan yang dihasilkan yaitu merupakan endapan K2SO4, dengan persamaan

reaksi sebagai berikut

2KOH(aq) + H2SO4 (l) K2SO4 (s) + 2H2O(aq)

Setelah didapatkan endapan, selanjutnya endapan disaring dengan

penyaring vakum. Pada saat penyaringan, endapan disaring perlahan-lahan hingga

38
terjadi pemisahan antara residu dengan endapan K2SO4 yang terbentuk. Gambar

13 menunjukkan proses penyaringan antara endapan K2SO4 dengan residu.

Endapan K2SO4

Residu

Gambar 13. Pemisahan Endapan K2SO4 dengan Residu

Endapan K2SO4 yang terbentuk dari hasil penyaringan masih berwarna

cokelat kekuningan, hal ini disebabkan karena masih terkandungnya residu dan

asam lemak bebas yang tidak ikut bereaksi. Residu yang dihasilkan yaitu berupa

senyawa alkena dan air, dimana pada kondisi ini terjadi reaksi dehidrasi alkohol

(Fessenden dan Fessenden, 1986) dengan persamaan reaksi.


H2 SO4
C3H8O3 C3H4 + 2H2O
Kalor

Selanjutnya endapan K2SO4 dilarutkan dengan air agar endapan yang terbentuk

terpisahkan dari residu dan asam lemak bebas (Gambar 14).

Residu dan asam


lemak bebas
Larutan K2SO4

Gambar 14. Pemisahan Larutan K2SO4 dengan Residu dan Asam Lemak Bebas

39
Larutan K2SO4 ditampung, selanjutnya dilakukan proses kristalisasi yaitu

dengan menguapkannya di atas hot plate hingga volume larutan berkurang.

Setelah itu sisa larutan didinginkan pada suhu ruang, kemudian dilanjutkan

dengan pendinginan dengan es. Setelah dingin, larutan K2SO4 akan mengkristal

dan membentuk kristal pupuk K2SO4.

Pupuk K2SO4 kemudian disaring dengan penyaring vakum. Pada saat

disaring, pupuk tersebut ditambahkan dengan etanol. Hal ini bertujuan untuk

memurnikan pupuk K2SO4 dari pengotor-pengotor lain dan mempercepat

pengeringan pupuk K2SO4. Selanjutnya dilakukan penimbangan massa pupuk

K2SO4 yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian diperoleh massa pupuk sebanyak

5,21 gram dari penggunaan 100 mL crude glycerol dan 2,5% asam sulfat pekat.

Bentuk pupuk K2SO4 dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pupuk Kalium Sulfat

4.2. Optimasi Kondisi Reaksi Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat

Kondisi optimum dari pembuatan pupuk kalium sulfat ditentukan terlebih

dahulu untuk mendapatkan hasil pupuk yang maksimal. Kondisi optimum ini

ditentukan berdasarkan massa pupuk tertinggi yang dihasilkan ditiap parameter.

40
Parameter yang digunakan meliputi waktu reaksi, suhu reaksi, dan konsentrasi

H2SO4.

4.2.1. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap MassaPupuk K2SO4

Penentuan kondisi optimum dari pembuatan pupuk kalium sulfat pada

penelitian ini dimulai dari penentuan waktu reaksi. Pada penentuan waktu reaksi

digunakan waktu yang bervariasi yaitu 15, 30, 60, dan 120 menit. Pada kondisi

ini, suhu dan konsentrasi dari H2SO4 yang digunakan dibiarkan tetap, yaitu pada

suhu 40 0C dan konsentrasi H2SO4 2,5% (v/v). Hal ini mengacu pada penelitian

Setyaningsih, et al. (2007) yang menunjukkan pada kondisi tersebut didapatkan

pupuk kalium yang optimum.

Berdasarkan penelitian, diperoleh massa K2SO4 dari masing-masing

variasi waktu yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Massa Pupuk K2SO4 yang Dihasilkan
Waktu (menit) Massa Pupuk K2SO4 (gram)
15 4.23
30 5.18
60 Tidak terbentuk kristal
120 Tidak terbentuk Kristal

Tabel 6 memperlihatkan pengaruh waktu reaksi terhadap massa pupuk

yang dihasilkan. Pada waktu reaksi 15 menit pupuk K2SO4 yang dihasilkan

sebanyak 4,23 gram, kemudian waktu reaksi 30 menit pupuk K2SO4 yang

dihasilkan meningkat menjadi 5,18 gram (Gambar 16). Selanjutnya pada waktu 60

menit dan 120 menit tidak dihasilkan pupuk. Hal ini disebabkan pada saat waktu

41
reaksi berlangsung selama 60 menit, endapan K2SO4 yang terbentuk mengalami

lisis atau terlarut kembali. Endapan K2SO4 kembali larut akibat lamanya proses

reaksi. Gambar 17 menunjukkan hasil endapan yang terbentuk.

(a) (b)

Gambar 16. Hasil Pupuk K2SO4 Variasi Waktu (a) 15 Menit, (b) 30 Menit

Gambar 17. Hasil Endapan Variasi Waktu 60 Menit

Seperti halnya pada sampel variasi waktu reaksi 60 menit, pada variasi

waktu reaksi 120 menit juga menunjukkan hasil yang sama. Endapan K2SO4 yang

dihasilkan larut kembali, hal ini disebabkan karena gliserol yang terlalu lama

bereaksi dengan H2SO4 pekat. Sehingga viskositas dari endapan yang dihasilkan

semakin meningkat. Hal ini dapat diamati dari tampilan endapan yang terlihat

pekat pada Gambar 18.

42
Gambar 18. Hasil Endapan Variasi Waktu 120 Menit

Berdasarkan data tersebut diperoleh waktu optimum reaksi pada penelitian

ini adalah pada waktu reaksi 30 menit. Menurut Damayanti (1999) pembuatan

kalium sulfat dari limbah pabrik tanah serap (bleaching earth) dan ekstrak abu

batang pisang, mencapai kondisi optimum reaksi pada suhu 70 0C selama 60

menit. Sedangkan pada penelitian Sutiyono (2007) mengenai pembuatan kalium

sulfat dari kotoran burung puyuh dan air kawah Gunung Ijen, dicapai kondisi

optimum reaksi dalam waktu 25 menit pada suhu 90 0C. Menurut Setyaningsih, et

al. (2007) dalam penelitiannya mengenai pembuatan pupuk kalium dari proses

pemurnian gliserol hasil samping industri biodiesel waktu optimum reaksi terjadi

selama 30 menit. Perbedaan ini dilihat dari bahan baku yang digunakan pada

pembuatan pupuk kalium sulfat tersebut.

4.2.2. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Massa PupukK2SO4

Setelah didapatkan waktu optimum reaksi, selanjutnya ditentukan suhu

optimum reaksi. Penentuan suhu optimum reaksi dilakukan dengan variasi suhu

30, 40, 60, dan 80 0C. Konsentrasi H2SO4 yang digunakan dibiarkan tetap yaitu

2,5% (v/v) dengan waktu reaksi yang digunakan yaitu 30 menit sebagai waktu

optimum yang telah didapatkan.

43
Tabel 7. Pengaruh Suhu Terhadap Massa Pupuk K2SO4 yang Dihasilkan
Suhu (0C) Massa PupukK2SO4(gram)
30 5.16
40 5.18
60 5.21
80 4.68

Berdasarkan penelitian pada Tabel 7 dapat dilihat massa pupuk K2SO4

yang dihasilkan dari masing-masing variasi suhu reaksi. Penggunaan suhu reaksi

30 0C menghasilkan massa K2SO4 sebanyak 5,16 gram. Pada suhu 400C massa

K2SO4 yang dihasilkan 5,18 gram dan pada suhu 600C dihasilkan massa K2SO4

5,21 gram.

Data tersebut memperlihatkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi yang

digunakan maka semakin banyak massa pupuk K2SO4 yang dihasilkan. Meskipun

kenaikan massa pupuk yang dihasilkan tidak signifikan, yaitu hanya sekitar 0,48%

dari pupuk yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu, menyebabkan energi kinetik

yang dimiliki molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara

molekul pereaksi juga meningkat. Hal ini menyebabkan kecepatan reaksi semakin

besar (Aziz, 2007).

Namun pada suhu 800C, massa K2SO4 yang dihasilkan mengalami

penurunan. Hal ini terjadi karena suhu yang terlalu tinggi menyebabkan semakin

banyaknya tumbukan antar partikel reaktan. Akibatnya K2SO4 yang terbentuk

kelarutannya menjadi bertambah, menjadi mudah untuk terlarut kembali.

Sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu terbaik yang

44
menghasilkan massa pupuk terbanyak didapatkan pada suhu 600C. Berikut ini

Gambar 19 menunjukkan hasil pupuk dari masing-masing variasi.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 19. Hasil Pupuk K2SO4 Variasi Suhu (a) 300C,(b) 400C,(c) 600C,(d) 800C

Menurut Edahwati (2010) kondisi terbaik pembuatan pupuk kalium sulfat

dari ekstrak abu batang pisang dan limbah pabrik tanah serap (bleaching earth)

juga terjadi pada suhu 600C dengan kecepatan alir 10 ml/detik dengan konversi

yang dihasilkan sebesar 88,061%. Sedangkan menurut Sutiyono (2007) kondisi

terbaik pada penelitiannya mengenai pembuatan kalium sulfat dari kotoran burung

puyuh dan air kawah gunung ijen dicapai pada suhu 900C, lama pengadukan 25

menit dan kadar kalium sulfat yang terbentuk 44.503,5403 (mg/L) dengan

konversi reaksi sebesar 86,62%.

4.2.3. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap MassaPupuk K2SO4

Setelah didapatkan waktu dan suhu optimum reaksi, selanjutnya

ditentukan konsentrasi H2SO4 optimum dari reaksi tersebut. Untuk pengujiannya

digunakan konsentrasi yang bervariasi yaitu 1; 2; 2,5; dan 5% (v/v), dengan

45
penggunaan waktu dan suhu optimum yang telah didapat yaitu waktu 30 menit

dan suhu 600C.

Tabel 8. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap Massa Pupuk K2SO4 yang


Dihasilkan
Konsentrasi H2SO4(%) Massa PupukK2SO4(gram)
1 Tidak terbentuk kristal
2 3.45
2.5 5.21
5 3.27

Tabel 8 menjelaskan pengaruh konsentrasi H2SO4 terhadap massa pupuk

K2SO4 yang dihasilkan. Pada konsentrasi H2SO4 1% (v/v) tidak dihasilkan pupuk

K2SO4, hal ini disebabkan karena konsentrasi H2SO4 yang digunakan terlalu kecil.

Sehingga ion SO4-2 tidak dapat mengikat ion K+ seluruhnya. Akibatnya tidak

dapat dilakukan proses kristalisasi. Gambar 20 menunjukkan hasil pemisahan

filtrat K2SO4 dengan residu yang tidak ikut bereaksi.

Gambar 20. Hasil Pemisahan Filtrat K2SO4 Variasi Konsentrasi 1% (v/v)

Pada konsentrasi H2SO4 2% (v/v) didapatkan massa K2SO4 sebanyak 3,45

gram, dan pada konsentrasi H2SO4 2,5% (v/v) dihasilkan massa K2SO4 sebanyak

5,21 gram. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan jumlah massa K2SO4

46
setiap penambahan konsentrasi H2SO4. Sedangkan pada konsentrasi H2SO4 5%

(v/v) massa K2SO4 yang dihasilkan mengalami penurunan drastis. Hal ini terjadi

karena masih banyaknya pengotor-pengotor yang terdapat pada bahan baku crude

glycerol sehingga mempengaruhi kesetimbangan reaksi yang terjadi.

Menurut Chang (2005) perubahan konsentrasi, tekanan, dan volume dapat

mengubah konsentrasi-konsentrasi kesetimbangan dari campuran yang bereaksi,

tetapi ketiga faktor ini tidak dapat mengubah konstanta kesetimbangan apabila

suhunya tidak berubah. Akibatnya pada saat proses kristalisasi kristal pupuk

K2SO4 yang dihasilkan menjadi berkurang. Berdasarkan penelitian didapatkan

konsentrasi H2SO4 optimum dari reaksi adalah 2,5%. Pada Gambar 21 dapat

dilihat pupuk K2SO4 yang dihasilkan dari masing-masing variasi.

(a) (b) (c)

Gambar 21. Hasil Pupuk K2SO4 Variasi Konsentrasi (a) 2%, (b) 2.5%, (c) 5%

Hasil optimasi kondisi reaksi pada penelitian didapatkan pada kondisi

suhu 60 0C, waktu reaksi 30 menit dan konsentrasi H2SO4 yang digunakan 2,5%

(v/v).

47
4.3. Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Pupuk Kalium Sulfat

Pupuk kalium sulfat yang dihasilkan dari proses reaksi asam basa antara

KOH (crude glycerol) dengan H2SO4 pekat berlangsung secara cepat dengan

waktu reaksi 30 menit, suhu reaksi 60 0C, dan konsentrasi H2SO4 2,5% (v/v) dari

volume crude glycerol. Berdasarkan penelitian pada kondisi tersebut pupuk

kalium sulfat yang dihasilkan paling maksimal. Kadar kalium yang didapat

sebesar 55% dengan konversi reaksi sebesar 31% yang didapat dari hasil

perhitungan perbandingan mol KOH mula-mula dengan KOH reaksi (Lampiran

5).

Penentuan sifat fisik dan kimia pupuk kalium sulfat meliputi analisa kadar

kalium, kadar sulfur, kadar klorin dan kadar air. Hasil analisa yang didapat

tercantum dalam Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Pupuk Kalium Sulfat

No Sifat Fisik Satuan Nilai Persyaratan SNI 2005


&Kimia
1 Kadar kalium % 55 Min. 50
2 Kadar sulfur % 18 Min. 17
3 Kadar klorin % 0,006 Maks. 2,5
4 Kadar Air % 1 Maks. 1

Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan bahwa nilai dari masing-masing

parameter yang diuji sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI tahun 2005

tentang pupuk kalium sulfat.

48
4.3.1. Analisa Kadar Kalium Pada Pupuk Kalium Sulfat

Pengujian kadar kalium dengan menggunakan instrumen Atomic

Absorption Spectrophotometry (AAS) pada panjang gelombang 766,5 nm

diketahui kadar kalium yang terkandung dalam pupuk kalium sulfat adalah 55%.

Hal ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI, bahwa kadar kalium

dalam pupuk kalium sulfat minimal 50% (SNI, 2005).

Sedangkan berdasarkan perhitungan teoritis didapatkan kadar kalium

dalam kalium sulfat sebesar 44,57% (Lampiran 12). Hal ini menunjukkan bahwa

ada beberapa ion K+ yang berikatan dengan ion lain yaitu OH- dan Cl- pada saat

reaksi berlangsung.

Menurut Hidayati dan Ghulamahdi (2009) pemupukan kalium

berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan produksi tanaman pegagan dengan

nilai optimum pupuk kalium adalah 136 ± 3 K2O (kg/ha). Hal ini berkaitan

dengan fungsi kalium yang mampu meningkatkan pertumbuhan akar,

pembentukan selulosa, aktivitas enzim, fotosintesis, transportasi gula dan pati,

meningkatkan kandungan protein tanaman, mempertahankan turgor dan

membantu menghambat penyakit tanaman dan nematode (Dona dan Guntoro,

2008).

Menurut Haris dan Krestiani (2005), apabila kadar kalium yang diberikan

pada tanaman kurang dari 50% maka tanaman akan menunjukkan gejala pada

daun bawah ujungnya menguning dan mati, kemudian menjalar ke bagian pinggir

daun. Meskipun kekurangan kalium masih mampu berbuah, tetapi tongkol yang

dihasilkannya kecil dan ujungnya meruncing.

49
4.3.2. Analisa Kadar Sulfur Pada Pupuk Kalium Sulfat

Kadar sulfur yang terkandung dalam pupuk kalium sulfat diuji dengan

menggunakan metode turbidimetri menggunakan spektofotometer UV-Vis dalam

bentuk anion sulfat. Dalam penentuannya digunakan pereaksi kondisi yang

bertujuan untuk membentuk anion sulfat dalam suasana asam (SNI, 2004).

Pereaksi kondisi dibuat dari campuran garam NaCl yang berfungsi sebagai

pembentuk ion Cl-, HCl pekat sebagai pembentuk suasana asam, etanol dan

gliserol. Penambahan kristal barium klorida bertujuan untuk membentuk endapan

barium sulfat, yang berwarna putih keruh dengan persamaan reaksi sebagai

berikut.

SO4-2 + BaCl2 BaSO4 + 2Cl-

Larutan barium sulfat ini kemudian diuji dengan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 340 nm. Sehingga didapatkan konsentrasi sulfat yang

terukur sebesar 5.511,75 ppm, dengan faktor pengenceran 200 kali. Konsentrasi

sulfur dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan massa atom relatif

antara atom S dengan anion sulfat. Sehingga didapatkan konsentrasi sulfur sebesar

1.837,25 ppm, dan jika dikonversi dalam bentuk persen menjadi 18%. Hal ini

sesuai dengan perhitungan teoritis kadar sulfur yang terkandung dalam kalium

sulfat yaitu sebesar 18,28% (Lampiran 13).

Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar sulfur

dalam pupuk kalium sulfat sesuai dengan ketetapan dari SNI, yaitu minimal 17%.

Penggunaan sulfur pada tanaman perlu mendapat perhatian, karena sulfur

50
merupakan unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman. Kekurangan Sulfur

dapat mempengaruhi jumlah nitrogen dalam tanaman, akibatnya pembentukan

protein akan menurun dan juga menurunkan kandungan asam-asam amino cystine,

systeine dan methionine (Robson dan Pitman, 1983).

Sulfur merupakan bagian dari hasil metabolisme senyawa-senyawa

kompleks. Fungsi utamanya adalah penyusun protein yaitu dalam pembentukan

ikatan disulfida antara rantai-rantai peptida (Tisdale, et al., 1985). Sulfur juga

berfungsi sebagai aktivator, kofaktor atau regulator enzim dan berperan dalam

proses fisiologi tanaman (Danapriatna, 2009 ).

4.3.3. Analisa Kadar Klorin

Penentuan kadar klorin yang terkandung dalam pupuk kalium sulfat

menggunakan metode argentometri, dimana ion Cl- yang telah ditambahkan

dengan indikator kromat setelah dititrasi dengan AgNO3 akan membentuk

endapan putih, dan kelebihan Ag+ akan membentuk endapan merah bata (Effendi

dan Kasno, 2011).

Sebelum dititrasi Setelah dititrasi

Gambar 22. Titrasi Cl- dengan AgNO3

Gambar 22 menunjukkan hasil pengujian kadar klorin. Pada awal sebelum

titrasi larutan berwarna kuning. Kemudian setelah dititrasi larutan berubah

51
membentuk endapan berwarna putih, yaitu endapan AgCl. Lalu dengan adanya

ion CrO4-2 endapan AgCl berubah warna menjadi merah bata membentuk endapan

Ag2CrO4. Berikut ini persamaan reaksinya:

Cl- + AgNO3 AgCl ↓ + NO3-

2AgCl ↓ + CrO4-2  Ag2CrO4 ↓ + 2Cl-

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar klorin yang terkandung dalam

pupuk kalium sulfat sebesar 0,006%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar klorin

masih berada dalam batas aman dari SNI. Menurut Marschner (1995) kisaran

optimal konsentrasi Cl dalam tanaman adalah 0,3 – 1,0 g Cl/kg berat kering. Jika

dilihat dari fungsinya, klor memiliki fungsi yang cukup penting dalam proses

pembukaan stomata dan respirasi daun tanaman. Apabila kadar klorin dalam

pupuk tinggi maka akan menyebabkan semakin tinggi pula kandungan klorin yang

ada dalam tanaman tersebut.

4.3.4. Analisa Kadar Air

Pengujian kadar air pada pupuk kalium sulfat menggunakan metode

gravimetri, berdasarkan data penelitian kadar air yang dihasilkan sebesar 1%. Hal

ini menunjukkan bahwa kandungan air yang terdapat pada pupuk telah memenuhi

standar yang ditetapkan SNI.

Kadar air dalam pupuk kalium sulfat sangat berpengaruh pada penampilan

kristal yang dihasilkannya. Apabila kadar air dalam pupuk kalium sulfat berlebih

52
maka akan terbentuk kristal yang tidak sempurna, dan juga tidak tahan lama

dalam penyimpanannya.

Jumlah air yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman bervariasi,

tergantung pada jenis tanaman. Kekurangan air mempengaruhi semua aspek

pertumbuhan tanaman, yang meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan

morfologi (Ai dan Banyo, 2011). Kekurangan air yang terus menerus akan

menyebabkan perubahan tidak dapat balik dan pada akhirnya tanaman akan mati

(Winarno, 1991).

Kelebihan air juga dapat menyebabkan terjadinya pembusukan pada

tanaman apabila tidak terkontrol dengan baik. Sehingga kadar air yang terkandung

dalam pupuk kalium sulfat harus dijaga agar tidak melebihi standar SNI.

4.4. Konversi Reaksi Pembuatan Pupuk Kalium Sulfat

Penentuan konversi reaksi pembuatan pupuk kalium sulfat didapat dari

perhitungan perbandingan mol KOH yang bereaksi terhadap mol KOH mula-

mula. Dimana mol KOH yang bereaksi berasal dari perbandingan koefisien K2SO4

terhadap KOH dengan persamaan reaksi

2KOH(aq) + H2SO4(l) K2SO4(s) + 2H2O(aq)

Berdasarkan perhitungan didapatkan mol K dalam K2SO4 sebanyak 0,035 mol.

Sehingga didapatkan mol K2SO4 setengah dari mol K+ yaitu 0,0175 mol (lampiran

3) dari persamaan reaksi

K2SO4 2K+ + SO4-2

53
Mol KOH reaksi dapat dicari dengan perbandingan koefisien antara KOH

dengan K2SO4. Dimana mol KOH dua kali dari mol K2SO4, sehingga diperoleh

mol KOH reaksi sebesar 0,035 mol. Kemudian untuk mol KOH awal didapat dari

perhitungan KOH yang terdapat pada crude glycerol, dengan estimasi KOH hasil

reaksi pembuatan biodiesel terkandung semua ke dalam crude glycerol yaitu

sebanyak 0,11 mol (lampiran 4). Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan

konversi reaksi pembuatan pupuk kalium sulfat sebanyak 31%. Sedangkan pada

penelitian Setyaningsih et al (2007) pembuatan pupuk kalium sulfat dari

pemurnian gliserol hasil samping industri biodiesel menghasilkan pupuk kalium

sulfat sebesar 2,8%.

54
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Kondisi optimum reaksi pembuatan pupuk kalium sulfat dari limbah

biodiesel minyak goreng bekas didapatkan pada suhu 600C, dengan

waktu reaksi 30 menit, dan konsentrasi H2SO4 2,5% (v/v).

2. Pupuk kalium sulfat yang dihasilkan dari proses ini memiliki kadar

kalium sebesar 55%, kadar sulfur 18%, kadar klorin 0,006% dan

kadar air 1%, dengan konversi reaksi sebesar 31%.

3. Pupuk kalium sulfat yang dihasilkan memenuhi SNI tahun 2005

tentang pupuk kalium sulfat.

5.2. Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk

kalium sulfat yang dihasilkan pada sampel tanaman uji sebagai aplikasi dari

pemanfaatan pupuk tersebut.

55
DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. dan Y. Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator


Kekurangan Air pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2: 166-
173.

Aziz, I. 2007. Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas.Valensi


Vol 1:19-23.

Aziz, I., S. Nurbayti dan F. Luthfiana. 2009. Pemurnian Gliserol dari Hasil
Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng
Bekas. 157-162.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

Bondioli P. 2004.The Preparation of Fatty Acid Esters by Means of Catalytic


Reactions: Catalytic Conversion of Renewables. Guest Editors:
Hermanvan Bekkum and Pierre Gallezot,Topics in Catalysis, 27:77-82,
Springer Publishing.

Damayanti, I. 1999. Pemanfaatan Limbah Pabrik Tanah Serap dan Ekstrak Abu
Batang Pisang Untuk Pembuatan Kalium Sulfat. UPN "Veteran" Jawa
Timur.

Danapriatna, N. 2009. Peranan Sulfur Bagi Pertumbuhan Tanaman. 153-166.

Depag RI. 1987. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT. Sygma Examedia
Arkanleema.

Dona, P. J. dan D. Guntoro. 2008. Pengaruh Kalium Terhadap Pertumbuhan,


Produksi dan Kualitas Jagung Muda (Zea mays L.). Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Edahwati, L. 2010. Sulphate Potasium Extraction From Banana Stem Ash With
Bleaching Earth Waste Liquid. Jurnal Teknik Kimia Vol. 4, No. 2: 314-
317.

Effendi, D. S. dan A. Kasno. 2011. Kandungan Klor Tanaman Kelapa Sawit


Berdasarkan Jenis Tanah dan Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. 92-99.

Ewing, G.W., 1975, ”Instrumental Methodes of Chemical Analysis”, 4thed.,pp.


148-162, McGraw-Hill Kogakhusya, Ltd.

56
Fageria, N.K., M.P.B. Filho, and J.H.C. Da Costa. 2001. Potassium Use
Efficiency In Common Bean Genotype. J. Plant Nutr. 24:1937-1945.

Fageria, N.K., M.P.B. Filho, and J.H.C. Da Costa. 2009. Potassium In The Use Of
Nutrients In Crop Plants. Crc Press Taylor & Francis Group, Boca Raton,
London, New York. 131-163.

Farhad, I.S.M., M.N. Islam, S. Hoque, and M.S.I. Bhuiyan. 2010. Role Of
Potassium And Sulphur On The Growth, Yield, And Oil Content Of
Soybean (Glycine Max L.). Ac. J. Plant Sci. 3(2): 99-103.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 1 Edisi Kedua.
Erlangga: Jakarta.

Gunadi, N. 2007. Penggunaan Kalium Sulfat Sebagai Alternatif Sumber Pupuk


Kalium Pada Tanaman Kentang. J. Hort. 17(1):52-60.

Gunadi, N. 2009. Kalium Sulfat Dan Kalium Klorida Sebagai Sumber Pupuk
Kalium Pada Tanaman Bawang Merah.J. Hort. 19(2):174-185.

Haris, A. dan V. Krestiani.2005. Studi Pemupukan Kalium Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt)
Varietas Super Bee.

Hidayati, F. dan M. Ghulamahdi.2009. Pengaruh Pemupukan Kalium Terhadap


Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
di Dataran Tinggi.Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Husin, I., dkk. 2007. Kinetika Reaksi Pembentukan Pupuk Kalium Sulfat dari
Ekstrak Abu Kelopak Batang Pisang dan Gibs dalam Reaktor
Berpengaduk. Fakultas Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala

Idrus, F. 1987. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Greisinda Press: Surabaya.

Imaduddin, M., Yoeswono, K.Wijaya, dan I.Tahir.2008. Ekstraksi Kalium dari


Abu Tandan Kosong Sawit sebagai Katalis pada Reaksi Transesterifikasi
Minyak Sawit. Bulletin of Chemical Engineering and Catalysis, 3(1-3):14-
20.

Kern, J. 1966. Glycerol.Encyclopedia Of Chemical Technology Vol.


10.Interscience Publishers, New York.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan


Pertama. Jakarta : UI-Press.

Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik.UI-Press. Jakarta

57
Kirk R.E., and D.F. Othmer, 1980.Encyclopedia of Chemical Technology, vol. 9,
th
3 ed., John Wiley and Sons, New York.

Kumar, A., H.K. Patro, and Kewalanand. 2010. Effect Of Zinc And Sulphur On
Herb, Oil Yield, And Quality Of Menthol Mint (Mentha Arvensis L.) Var.
Kosi. J. Chem. Pharm. Res. 2(4):642-648.

Kusuma, I.G.B.W., 2003. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dan


Pengujian terhadap Prestasi Kerja Mesin Diesel, Poros, Vol 6 No. 4: 227-
234.

Laegreid, M., O.C.Bockman and O. Kaarstad. 1999. Agriculture, Fertilizers And


The Environment.Cabi Publishing In Association With Norsk Hydro Asa.

Laksono, M. A., V.P.Bintoro, dan S.Mulyani.2012. Daya Ikat Air, Kadar Air, dan
Protein Nugget Ayam yang Disubstitusi dengan Jamur Tiram Putih
(Pleourotus Ostreatus). Animal Agriculture Journal.Vol. 1, No. 1: 685-
696.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. Academic Press,
San Diego,NY.

Mckenzie, R. 2000. Potassium Fertilizer Application In Crop Production.


Agriculture And Food, Goverment Of Alberta
[Http:Lm.Agric.Gov.Ab.Ca].

Messick, D. L. dan C. De Brey.2002. Sulphur Fertilizers - New Products Add To


Conventional Sources To Offer A Wide Range Of Options.The
SulphurInstitute, Washington, USA.

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2001 tentang pupuk budidaya tanaman.

Perry. R.H ,1998.Perry’s Chemical Engineers Hand Book.Sixth Edition.New


York: Mc. Graw Hill Book Co.

Robson, A.D. and M.G. Pitman. 1983. Interaction between nutrient in higher
plants. Encyclopedia of Plant Physiology. 154: 147 –180.

Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam


Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Program Studi Teknologi Pertanian,
Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Sari, N.K. 2010. Analisa Instrumentasi. Yayasann Humaniora: Klaten.

Schuchardt, U., Sercheli, R., Vargas, R.M. 1998. Transesterification of Vegetable


Oils : a Review. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 9, No. 1: 199-210.

58
Setyaningsih, D., E.Hambali, dan O.Farobie.2007. Pembuatan Pupuk Potassium
Dari Proses Pemurnian Gliserol Hasil Samping Industri Biodiesel.
Surfactant And Bioenergy Research Centre (Sbrc), LPPM-IPB.276-289

SNI 06-6989.20-2004. Air dan Limbah- Bagian 20: Cara Uji Sulfat, SO4-2 secara
Turbidimetri.

SNI 02-2809-2005. Pupuk Kalium Sulfat

SNI 06-2385-2006. Minyak Nilam

SNI 2803:2010. Pupuk NPK Padat

Sundaryono, Agus. 2005. Karakterisasi Biodiesel dan Blending Biodiesel dari Oil
Losses Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit.Universitas Bengkulu.

Sutiyono. 2007. Pembuatan Kalium Sulfat Dari Kotoran Burung Puyuh Dan Air
Kawah Gunung Ijen.Saintek, Vol. 11, No. 1: 73-78.

Syakir, M. dan Gusmaini. 2012. Pengaruh Penggunaan Sumber Pupuk Kalium


Terhadap Produksi Dan Mutu Minyak Tanaman Nilam. Jurnal Littri 18(2):
60-65.

Taiz, L. And E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc.,


Publisher. Sunderland, Massachusetts.

Thorpe, V.A. 1973. Direct Determination of Potash in Fertilizers by AAS. J.


AOAC. 56: 147.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers.
4th ed. MacMillan Publishing Company. New York.

Tyson, S.2003. Biodiesel R&D Potential.Montana Biodiesel Workshop 8Oktober


2003. National Bioenergy Center and Renewable Energy Laboratory US.
Department of Energy.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Yucel S.O., and Turkay, S., 2000. Fatty Acids Ethyl Esters from Rice Bran Oil by
In-Situ Esterification as A Biodiesel Fuel, Research Submitted to Istanbul
Technical University, Chemical and Metallurgical Faculty, Chemical
Engineering Department, Maslak- Istanbul.

59
Yuniwati, M. dan A.A. Karim.2009. Kinetika Reaksi Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Goreng Bekas (Jelantah) dan Metanol dengan Katalisator KOH.
Jurnal Teknologi, Vol 2 No 2:130-136.

60
Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian

+
Minyak Goreng Bekas Metanol + KOH 1%
(MGB)

Reaktor
Suhu 600C, diaduk selama 60menit dan
dipisahkan

Biodiesel
Crude Gliserol

H2SO4 Pekat

Waktu (15, 30, 60, 120 menit)


Kondisi optimum
Suhu (30, 40, 60, 80oC) di dapat

Konsentrasi H2SO4 (1%, 2%, 2,5%, 5% v/v)

Didiamkan selama 30 menit

Endapan
Ditambahkan air

Endapan : Air 1:5

Diuapkan, disaring dan dicuci dengan etanol 96%


Analisa :
Pupuk K2SO4
Kadar Kalium, SO4,
Klorin, dan Air.

61
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Kalium dalam Kalium Sulfat

Diketahui : C = 5,464 mg/L

FP = 1000

V = 250 mL

Ditanya: Kadar K = …?
× ×
Dijawab: = 100%

. × × .
= × 100%
. ×

= 55%

62
Lampiran 3. Perhitungan Mol KOH yang Bereaksi

Diketahui: C = 5,475 mg/L

FP = 1000

V = 250 mL

Ar K = 39,0983 gram/mol

Reaksi : 2KOH + H2SO4 K2SO4 + 2H2O ……………… (1)

K2SO4 2K+ + SO4-2 ………………………..…… (2)

Ditanya: mol KOH yang bereaksi =….?

Dijawab: = 5,475 × 1000 × 0,25

= 1368,75

= 1,36875
,
=
= ,

= 0,035008 ≈ 0,035

= ×

= × 0,035 = 0,0175

= ×

= × 0,0175

= 0,035

63
Lampiran 4. Perhitungan Mol KOH Mula-mula

Diketahui: persen gliserol = 13% (v/v)

Volume minyak + metanol = 1,25 L

V Gliserol = 100 mL

Massa KOH = 10 gram

Mr KOH = 56,10564 gram/mol

Ditanya : mol KOH mula-mula =….?

Dijawab : = ( + )

= 13% ( / ) × 1,25

= 0,1625

= 162,5

= ,
× 10 = 6,15385

,
= =
,

= 0,109683 ≈ 0,11

64
Lampiran 5. Perhitungan Konversi Reaksi

Diketahui : mol KOH reaksi = 0,035 mol

Mol KOH mula-mula = 0,11 mol

Ditanya : Konversi reaksi =….?



Dijawab : =
× 100%

,
= ,
× 100%

= 31%

65
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Sulfur

Diketahui : C1 = 27,0880 mg/L

C2 = 28,0295 mg/L

FP = 200

Mr SO4 = 96

Ditanya : Kadar sulfur =….?

Dijawab : = ×

1 = 27.0880 × 200 = 5417.6

2 = 28.0295 × 200 = 5605.9

. .
− = = 5511.75


=
×

= × 5511.75 = 1837.25

×
= × 100%

. × .
= . ×
× 100%

= 18%

66
Lampiran 7. Perhitungan Perbandingan Mol Sulfat

Diketahui: C1 = 27,0880 mg/L

C2 = 28,0295 mg/L

FP = 200

Mr SO4 = 96

Ditanya : mol sulfat =….?


, ,
Dijawab : = = 27,55875 × 200 × 0,25

= 1377,9375

= 1,3779375
,
= = = 0,014344 ≈ 0,014
,

67
Lampiran 8. Perhitungan Standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,01N

Diketahui : NNaCl = 0,01N

VNaCl = 10 mL

VAgNO3 = 9,4 mL

Ditanya : NAgNO3 =….?


×
Dijawab : 3
=
3

0,01 ×10
3
= 9,4

3
= 0,010638 ≈ 0,01

68
Lampiran 9. Perhitungan Kadar Klorin (Cl-)

Diketahui : V = 0,4 mL

N = 0,01 N

Massa sampel = 2,5 gram

Ditanya : kadar klorin =…?


× × .
Dijawab : ( ) = × 100%

. × . × .
( )= × 100%
. ×

( ) = 0,006%

69
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Air

Diketahui : W1 = 21,11 gram

W2 = 26,11 gram

W3 = 25,88 gram

Ditanya : kadar air =…?

Dijawab : = × 100%

. .
= × 100%
.

= 1%

70
Lampiran 11. Perhitungan Massa K2SO4 Teoritis

Diketahui : Volume crude glycerol= 100 mL

Massa KOH dalam crude glycerol = 6,15 gram (Lampiran 4)

mol KOH awal = 0,11 mol

Mr K2SO4 = 175 gram/mol

Persamaan reaksi: 2KOH + H2SO4 K2SO4 + 2H2O

Ditanya : massa K2SO4 =…?

Dijawab: = ×

= × 0,11

= 0,05

= ×

= 0,05 × 174

= 8,7

71
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Kalium dalam K2SO4 Secara Teoritis

Diketahui: Ar K = 39 gram/mol

Mr K2SO4 = 175 gram/mol

Persamaan Reaksi : K2SO4  2K+ + SO4-2

Ditanya : kadar kalium dalam K2SO4 = … ?


Dijawab : = × 100%

2 × 39
= × 100%
175

= 44,57%

72
Lampiran 13. Perhitungan Kadar Sulfur dalam K2SO4 Secara Teoritis

Diketahui: Ar S = 32 gram/mol

Mr K2SO4 = 175 gram/mol

Persamaan Reaksi : K2SO4  2K+ + SO4-2

Ditanya : kadar sulfur dalam K2SO4 = … ?


Dijawab : = × 100%

=
× 100%

= 18,28%

73
Lampiran 14. Kurva Kalibrasi Standar Kalium

180
160
140
120 y = 15.364x + 3.3304
R² = 0.9986
100
80
60
40
20
0
0 2 4 6 8 10 12
konsentrasi (ppm)

74
Lampiran 15. Kurva Kalibrasi Standar Sulfat

0.7
0.6
0.5 y = 0.0153x + 0.0246
R² = 0.9936
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50

75

Anda mungkin juga menyukai