Anda di halaman 1dari 101

PENURUNAN LIMBAH CAIR BOD DAN COD PADA INDUSTRI TAHU

MENGGUNAKAN TANAMAN CATTAIL (Typha Angustifolia) DENGAN


SISTEM CONSTRUCTED WETLAND

SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia

Oleh :
Mika Septiawan Muhajir
NIM. 4350408054

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang


panitia ujian skripsi pada:
Hari

: Jumat

Tanggal : 26 April 2013

Pembimbing I

Pembimbing II

Dra. Sri Mantini Rahayu S, M.Si


NIP. 195010171976032001

F. Widhi Mahatmanti, S.Si, M.Si


NIP. 196912171997022001

ii

PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul:
PENURUNAN LIMBAH CAIR BOD DAN COD PADA INDUSTRI TAHU
MENGGUNAKAN TANAMAN CATTAIL (Typha Angustifolia) DENGAN
SISTEM CONSTRUCTED WETLAND
Disusun oleh
Nama

: Mika Septiawan Muhajir

NIM

: 4350408054

telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES


pada tanggal
Panitia Ujian
Ketua

Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si


NIP. 196310121988031001

Dra. Woro Sumarni,M.Si


NIP. 196507231993032001

Ketua Penguji

Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si


NIP. 197810282006042001

Anggota Penguji/
Pembimbing Utama

Anggota Penguji/
Pembimbing Pendamping

Dra. Sri Mantini Rahayu S, M.Si


NIP. 195010171976032001

F. Widhi Mahatmanti, S.Si, M.Si


NIP. 196912171997022001

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar


hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari
terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Semarang, 26 April 2013

Mika Septiawan Muhajir


NIM 4350408054

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :
Hendaknya kita tidak mengukur ilmu bukan dari tumpukan buku yang kita
habiskan, bukan dari tumpukan naskah yang kita hasilkan, bukan juga dari
penatnya mulut dalam diskusi panjang. Tetapi dari amal yang keluar dari setiap
desah nafas kita (Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah).
Orangorang yang hebat dalam bidang apapun bukan baru bekerja karena
mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka bekerja.
Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu terinspirasi (Ernest
Newman).
PERSEMBAHAN
Allah SWT atas segala nikmat, karunia
dan anugrahNya
Untuk Abah,Ummi, Kakak, adik dan
seluruh keluarga besar atas doa dan
dukungannya
Semua sahabat-sahabat saya yang
mengajari saya arti sebuah
persahabatan
BFOC 08 yang memberikan
kehangatan kekeluargaan yang tak
akan pernah terlupakan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Penurunan Limbah Cair BOD dan COD Pada Industri Tahu Menggunakan
Tanaman Cattail (Typha Angustifolia) dengan Sistem Constructed Wetland.
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan
bantuan yang tidak ternilai harganya. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa
terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah
memberikan izin penelitian.
2. Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
3. Ketua Prodi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
4. Ibu Dra. Sri Mantini Rahayu Sedywati, M.Si. selaku Pembimbing I yang
senantiasa memberi petunjuk, pengarahan hingga selesainya skripsi ini.
5. Ibu F. Widhi Mahatmanti, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II atas petunjuk dan
bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si selaku Penguji Utama yang telah memberikan
pengarahan, kritikan membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan bekal dalam
penyusunan skripsi ini.

vi

8. Laboran serta teknisi laboratorium Kimia UNNES atas bantuan yang


diberikan selama pelaksanaan penelitian.
9. Kedua orang tua khususnya keluarga besar dan saudara-saudara atas doa dan
motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
10. Sahabat-sahabat Chemscoy atas semangat dan kebersamaannya.
11. Keluarga besar Big Family Of Chemistry 08 atas kebersamaannya sehingga
dapat terselesaikannya skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Semarang, 26 April 2013

Penulis

vii

ABSTRAK
Muhajir, Mika Septiawan. 2013. Penurunan Limbah Cair BOD dan COD
pada Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail (Typha Angustifolia)
dengan Sistem Constructed Wetland. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing Utama Dra. Sri Mantini Rahayu Sedyawati, M.Si dan
Pembimbing Pendamping F. Widhi Mahatmanti, S.Si, M.Si.
Kata kunci : BOD, COD, Constructed Wetland, Cattail, limbah tahu.
Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu masih mengandung padatan
tersuspensi dan terlarut yang dapat mencemari perairan, oleh karena itu harus
diturunkan kadarnya sebelum dibuang ke perairan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan cara biofilter. Biofilter yang digunakan adalah
menggunakan tanaman cattail (Thypa Angustifolia) dengan sistem Constructed
wetland yang bertujuan untuk mengetahui penurunan optimum kadar limbah cair
BOD, COD dan TSS pada limbah cair tahu. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan kadar limbah cair BOD, COD, dan TSS pada industri tahu dengan
variasi waktu lama penanaman terendah terjadi pada waktu tinggal hari ke 5
dengan nilai BOD 640 mg/L (14,6%), COD 1072 mg/L (12,2%) dan TSS 520
mg/L (23,4%), sedangkan penurunan maksimum terjadi pada waktu tinggal hari
ke 20 dengan nilai BOD 177 mg/L (78%), COD277 mg/L (77,3%), dan TSS 146
mg/L (78%). Penurunan terendah limbah cair BOD, COD dan TSS pada variasi
berat tanaman cattail terjadi pada berat 1 kg dengan nilai BOD 400 mg/L
(38,2%), COD 752 mg/L (39,4%) dan TSS 353 mg/L (45,6%), sedangkan
penurunan maksimum terjadi pada berat cattail sebesar 4 kg dengan nilai BOD 80
mg/L (87,6 %), COD 165 mg/L (86,7%) dan TSS 63 mg/L (90,2%).

viii

ABSTRACT
Muhajir, Mika Septiawan, 2013. Liquid Waste Reduction Of BOD and COD
Tofu Industry Using Cattail (Typha angustifolia) with System Constructed
Wetland. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra.
Sri Mantini Rahayu Sedyawati, M.Si dan Pembimbing Pendamping F. Widhi
Mahatmanti, S.Si, M.Si.
Keywords : Constructed Wetland, BOD, COD, Cattail, tofu industry.
Wastewater was generated from industry tofu still contains suspended and
dissolved solid that can pollute the water, therefore must lowered the rate prior to
discharge into water. One of the ways that can be done by way of biofilter.
Biofilter using cattail plants (thypa angustifolia) constructed wetland system aims
to determine the optimum decreased levels of BOD, COD and TSS in the tofu
wastewater. The research showed decreased levels wastewater of BOD, COD and
TSS in the tofu wastewater with variation time of planting the lowest accurs
retention time of 5 days with a BOD value of 640 milligrams/L (14,6%), COD
1027 milligrams/L (12,2%), and TSS 520 milligrams/L (23,4%) while the
maximum decrease occured retention time of 20 days with a BOD value of 177
milligrams/L (78%), COD 277 milligrams/L (77,3%) and TSS 146 milligrams/L
(78%). Lowest decrease rate of effluent BOD, COD and TSS in the variation of
weight cattail plant accurs at weight 1 kg with BOD value 400 milligrams/L
(38,2%), COD 752 milligrams/L (39,4%) and TSS 353 milligrams/L (45,6%),
whereas the maximum decrease occurred in cattail weight 4 kg with value BOD
80 milligrams/L (87,6%), COD 165 milligrams/L (86,7%), and TSS
63 milligrams/L (90,2%).

ix

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
PERNYATAAN ................................................................................................. iv
MOTTO .............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I

: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Permasalahan ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Limbah Cair .............................................................................. 5

2.2 Sumber Limbah Cair ................................................................. 5


2.3 Komposisi Limbah Cair ............................................................ 5
2.4 Proses Pembuatan Tahu dan Limbah yang dihasilkan ............... 6
2.5 BOD (Biochemical Oxigen Demand) ........................................ 10
2.6 COD (Chemical Oxugen Demand) ............................................ 11
2.7 TSS (Total Suspended Solid) .................................................... 12
2.8 Tanaman Cattail (Thypa Angustifolia)....................................... 13
2.9 Constructed Wetland (lahan Basah Buatan) .............................. 15
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................. 19
3.2 Sampel Penelitian ..................................................................... 19
3.3 Variabel Penelitian ................................................................... 19
3.4 Alat dan Bahan ......................................................................... 20
3.5 Cara Kerja ................................................................................ 20
3.5.1 Perlakuan Awal ................................................................. 20
3.5.2 Aklimatisasi Tanaman ....................................................... 21
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................... 22
3.7 Analisis COD ........................................................................... 24
3.8 Analisis BOD ........................................................................... 25
3.9 Analisis TSS ............................................................................. 26
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 27
4.1.1 Kualitas Limbah Cair Tahu .............................................. 27

xi

4.1.2 Penurunan Limbah Industri Tahu dengan Sistem


Constructed Wetland ........................................................ 28
4.1.3 Pengaruh Variasi Waktu Penanaman Terhadap
Penurunan Kadar BOD, COD dan TSS ........................... 29
4.1.4 Pengaruh Variasi Berat Tanaman Terhadap Penurunan
Kadar BOD, COD dan TSS ............................................. 30
4.2 Pembahasan .............................................................................. 30
4.2.1 Penurunan Limbah Industri Tahu dengan Sistem
Constructed Wetland ........................................................ 33
4.2.2 Penurunan BOD, COD dan TSS Terhadap Variasi
Waktu Penanaman ................................................................... 35
4.2.3 Penurunan BOD, COD dan TSS Terhadap Variasi
Berat Penanaman ..................................................................... 38
BAB V : PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................. 45
5.2 Saran ......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46
LAMPIRAN........................................................................................................ 49

xii

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Kualitas Limbah Cair Tahu ...................................................................... 8


2. Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu ................................................... 9
3. Kinerja Lahan Basah Buatan Aliran Atas Permukaan Berdasarkan
Jenis Media yang digunakan ................................................................... 18
4. Kualitas Awal Limbah Tahu Desa Sumur Jurang.................................... 27
5. Data Penurunan Limbah Menggunakan Sub-Surface Wetland ............... 28
6. Data Penurunan Limbah Menggunakan Surface Wetland ...................... 28
7. Penurunan BOD, COD dan TSS dengan variasi lama penanaman ......... 29
8. Pengaruh variasi berat tanaman terhadap penurunan kadar BOD,
COD dan TSS .......................................................................................... 30

xiii

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1. Pengelompokan Bahan yang Terkandung Di Dalam Limbah ............... 6


2. Proses Pembuatan Tahu ........................................................................... 7
3. Tanaman Cattail (Thypa Angustifolia) .................................................... 13
4. Tipe Aliran Lahan Basah Buatan ............................................................. 16
5. Pengepresan Tahu .................................................................................... 33
6. Limbah Awal Tahu .................................................................................. 33
7. Perbandingan Sistem SSFW dan SFW Terhadap Penurunan Limbah
Cair BOD, COD dan TSS ..................................................................... 34
8. Penurunan BOD, COD dan TSS dengan Variasi Lama Penanaman ....... 36
9. Penurunan Kadar BOD, COD dan TSS dengan Variasi Berat Cattail ..... 39

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

1. Alur Kerja .............................................................................................. 49


1.1 Prosedur Perlakuan Awal .................................................................. 49
1.2 Analisis Kadar COD ......................................................................... 50
1.3 Analisis Kadar BOD ....................................................................... 51
1.4 Analisis Kadar TSS ......................................................................... 52
2. Pembuatan Reagen ................................................................................ 53
3. Hasil Instrumen .................................................................................... 56
2.1 Limbah Sebelum Perlakuan ............................................................ 56
2.2 Perhitungan Hasil Titrasi .................................................................. 56
2.4 SSFW 10 Hari dengan 2 kg Cattail ................................................... 58
2.5 SFW 10 Hari dengan 2 kg Cattail ..................................................... 60
2.6 Hari Ke-5 dengan Berat 2 kg .......................................................... 62
2.7 Hari Ke-10 dengan Berat 2 kg ........................................................ 65
2.8 Hari Ke-15 dengan Berat 2 kg ........................................................ 67
2.9 Hari Ke-20 dengan Berat 2 kg ........................................................ 69
2.10 Berat 1 kg Selama 20 Hari .............................................................. 71
2.11 Berat 2 kg Selama 20 Hari .............................................................. 73

xv

2.12 Berat 3 kg Selama 20 Hari .............................................................. 75


2.13 Berat 4 kg Selama 20 Hari .............................................................. 77
3. Dokumentasi Penelitian ........................................................................... 80

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri

tahu

merupakan

usaha

yang

didirikan

dalam

rangka

pengembangan kegiatan di bidang pangan yang mempunyai dampak positif dan


negatif bagi lingkungan. Dampak positif berupa pemenuhan kebutuhan
masyarakat akan sumber pangan sedangkan dampak negatif dari industri tahu
berupa limbah buangan yang menimbulkan masalah pencemaran sehingga
merusak lingkungan. Pencemaran lingkungan tersebut berupa hasil pembuangan
limbah padat (ampas tahu) dan limbah cair. Sebagian besar limbah cair yang
dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari
gumpalan tahu yang disebut air dadih.
Limbah cair yang mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut,
mengalami perubahan fisik, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat
beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Limbah akan berubah
warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan
mengakibatkan gangguan pernafasan. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai
maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan
penyakit gatal, diare, dan mual.
Salah satu cara untuk mengetahui seberapa jauh beban pencemaran pada
air limbah adalah dengan mengukur BOD (Biological Oxygen Demand), dan
COD (Chemical Oxygen Demand) (Masturi, 1997).

BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah kebutuhan oksigen yang


diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik yang ada
dalam limbah. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi (Alaerts dan
Santika, 1984).
Sumber limbah industri tahu di Semarang berasal dari beberapa tahapan
proses yang menghasilkan nilai rata-rata BOD, COD total, dan TSS berturut-turut
adalah 3,500 mg/L, 7,300 mg/L, 5,600 mg/L. 500 mg/L (Romli, 2009). Hal ini
sangat jauh dari ambang batas yang ditentukan baku mutu air limbah industri tahu
oleh pemerintah menurut Perda Provinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004 yaitu
pH 6-9; kadar BOD 150 mg/L, COD 275 mg/L; dan TSS 100 mg/L. Dengan
demikian diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh
limbah cair BOD, COD dan TSS, maka proses pengolahan limbah yang wajib
dilakukan sebelum limbah tersebut dibuang ke badan perairan.
Pengolahan limbah yang cukup murah dan aman adalah biofilter
menggunakan tanaman air, contohnya cattail (Typha Angustifolia). Cattail (Typha
Angustifolia) adalah jenis tumbuhan yang bersifat colonial. Tumbuhan ini juga
mempunyai rizom serta berbentuk panjang dan ramping. Tumbuhan cattail
memiliki rhyzosfera merupakan sistem perakaran yang banyak dapat menyerap
zat organik di badan air. Rizka (2005) menggunakan tanaman kanna (Canna sp)
sebagai media untuk menurunkan kadar COD. Pada penelitiannya tersebut
diperoleh prosentase penurunan konsentrasi COD sebesar 71,8% pada waktu
tinggal 12 dan 15 hari. Penurunan kandungan BOD tertinggi terjadi pada waktu

tinggal 15 hari sebesar 81,6% dan penurunan kandungan TSS tertinggi sebesar
83,3%.
Berdasarkan morfologi dari tumbuhan cattail (Typha Angustifolia) sangat
cocok untuk pengolahan limbah cair dengan sistem Constructed Wetland. Lahan
basah buatan atau constructed wetland merupakan sistem pengolahan terencana
atau terkontrol yang telah didesain dan dibangun menggunakan proses alami yang
melibatkan vegetasi, media, dan mikroorganisme untuk mengolah air limbah.
Secara umum sistem pengolahan limbah dengan lahan basah buatan
(Constructed Wetland) ada 2 (dua) tipe, yaitu sistem aliran permukaan (Surface
Flow Constructed Wetland) adalah sistem aliran yang mengalir dipermukaan
tanah, dan Sub-Surface Flow yaitu sistem aliran yang mengalir melalui bawah
tanah (Leady, 1997). Penelitian Supradata (2005) sistem aliran bawah permukaan
menggunakan tanaman rumput hias (Cyperus alterifolius) menurunkan BOD dan
COD masing-masing sebesar 89% dan 70%. Menurut Awalina dan Meutia (2005)
Pemanfaatan Sub-Surface flow constructed wetland untuk mengolah limbah
tapioka dengan media tanah dan air dengan jenis tanaman canna dapat
menurunkan efesiensi pengolahan COD 72,98%, BOD 84,57% dengan luas
permukaan wetland 3 m2 dan debit air 290 m3/perhari.
Pada penelitian ini akan dilakukan penurunan limbah COD, BOD, dan
TSS sebagai parameter dalam menentukan kualitas air menggunakan tanaman
cattail dengan sistem constructed wetland.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut :
a.

Bagaimanakah perbandingan sistem subsurface wetland dan surface


wetland pada penurunan limbah BOD dan COD industri tahu menggunakan
tanaman cattail (Typha Angustifolia)?

b.

Bagaimanakah pengaruh berat tanaman cattail (Typha Angustifolia)


terhadap penurunan limbah cair BOD dan COD industri tahu?

c.

Bagaimanakah pengaruh waktu lama penanaman tanaman cattail (Typha


Angustifolia) terhadap penurunan limbah cair BOD dan COD industri tahu?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
a.

Mengetahui perbandingan sistem subsurface wetland dan surface wetland


pada penurunan limbah BOD dan COD industri tahu.

b.

Mengetahui pengaruh berat tanaman cattail (Typha Angustifolia) terhadap


penurunan limbah cair BOD dan COD industri tahu.

c.

Mengetahui pengaruh waktu lama penanaman tanaman cattail (Typha


Angustifolia) terhadap penurunan limbah cair BOD dan COD industri tahu.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah :
Memberikan informasi mengenai teknologi sederhana yang tepat untuk
mengolah air limbah tahu secara alamiah sehingga sistem ini juga dapat
diaplikasikan sebagai upaya untuk menanggulangi masalah limbah tahu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair
Air limbah (waste water) adalah air buangan dari masyarakat, rumah
tangga, industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya (Sutapa DAI,
1999). Di dalam limbah cair terkandung zat-zat pencemar dengan konsentrasi
tertentu yang bila dimasukkan ke bahan air dapat mengubah kualitas airnya.
Kualitas air merupakan pencerminan kandungan konsentrasi makhluk hidup,
energi, zat-zat, atau komponen lain yang ada dalam air. Limbah cair mempunyai
efek negatif bagi lingkungan karena mengandung zat-zat beracun yang
mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup yang
terdapat di dalamnya (Sutapa DAI, 1999).
2.2 Sumber Limbah Cair
Air limbah merupakan kotoran dari rumah tangga, industri, air permukaan
serta air permukaan lainnya. Air buangan ini bersifat kotor pada umumnya
(Sugiarto, 1987 : 36). Sumber limbah cair terdiri dari dua sumber yaitu sumber
domestik (rumah tangga), meliputi permukiman, kota, pasar, jalan, dan sumber
non-domestik (industri, pertanian, peternakan, dan sumber-sumber lainnya) (Unus
Suriawirna, 1996 : 48).
2.3 Komposisi Air Limbah
Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai komposisi
yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap waktu. Akan tetapi secara

garis besar zat-zat yang terdapat dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti
gambar 1 :

Air limbah
Air (90 %)

Bahan padat (0,1%)


anorganik

organik

Protein(65%)

- Butiran

Karbohidrat(25%)

- Garam

Lemak(10%)

- Metal

Gambar.1. Diagram pengelompokan bahan yang terkandung di dalam limbah


(Sugiharto. 1987)
2.4 Proses Pembuatan Tahu dan Limbah yang dihasilkan
Tahu diperoleh melalui proses pengumpalan (pengendapan) protein susu
kedelai, bahan yang digunakan adalah batu tahu (CaSO4), Asam cuka
(CH3COOH) dan MgSO4. Secara umum proses pembuatan tahu meliputi,
perendaman,

penggilingan,

pemasakan,

penyaringan,

pengumpalan,

pencetakan/pengerasan dan pemotongan. Menurut Kafadi (1990), tujuan


penambahan asam cuka dalam proses pembuatan tahu untuk mengembangkan
pati, membuat tahu semakin padat, dan mempersatukan pati. Tahu merupakan
salah satu sumber makanan yang berasal dari kedelai yang mengandung protein
tinggi, dimana dalam 100 g tahu mengandung 68 g kalori, protein 7,8 g, lemak
4,6 g, hidrat arang 1,6 g, kalsium 124 g, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06
mg, air 84,8 g (Partoatmojo,S. 1991).

kedelai
air

Pencucian kedelai

Kotoran limbah cair

Perendaman(air hangat 55 C : 3 jam )

Kotoran limbah cair

penggilingan

Pemasakan (100 C selama 30-45 menit)

penyaringan

Ampas tahu

penggumpalan

whey

pencetakan

whey

pemotongan

tahu

Perendaman (air hangat 80 C)

tahu

Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Tahu


(Sumber : Potter dkk., 1994)

Hasil analisis kualitas limbah tahu yang ada di Jateng disajikan pada tabel
berikut ini :
Tabel 1. Kualitas Limbah Cair Tahu
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Parameter
Temperatur
Zat Padat Terlarut
Zat Padat Tersuspensi
BOD
COD
Amoniak
Sulfida
Ph

Satuan
Kadar
C
40-60
Mg/L
2000-5650
Mg/L
1000-4000
Mg/L
2000-5389
Mg/L
4000-7050
Mg/L
0,0-30,0
Mg/L
0,0-10,0
Mg/L
4-5
Sumber : Data Uji BPPI Semarang, tahun 2004

Menurut Hartati (2003) dalam menentukan karakteristik limbah cair tahu


adalah sebagai berikut.
a. Padatan tersuspensi
Adanya padatan tersuspensi pada air limbah akan mempengaruhi
kekeruhan. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukan padatan ini
disaluran umum, maka dapat mengubah peruntukan perairan tersebut.
b. Kekeruhan
Kekeruhan yang terjadi karena adanya bahan organik (seperti karbohidrat
dan protein) yang mengalami peruraian serta bahan koloid yang sukar
mengendap.
c. Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah berurai
dalam limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang
menimbulkan penciuman tidak enak yang disebabkan adanya campuran dari

nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang
dikandung limbah. Timbulnya bau yang diakibatkan limbah merupakan suatu
indikator bahwa terjadi proses alamiah.
d. Temperatur
Limbah

yang mempunyai

temperatur

panas

akan

mengganggu

pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair


harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas
kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan
mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar daripada suhu tiggi
dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.
e. Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan
(secara alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan. Warna berkaitan
dengan kekeruhan dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna
nyata.
Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu
No
1.
2.
3.
4.

Parameter

Industri Tahu
Pencemaran Maksimun

Kadar Beban
(mg/L) (kg/ton)
Temperatur
38C
BOD
150
3
COD
275
5,5
TSS
100
2
Sumber : Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor : 10 tahun 2004

Catatan :
1.

Kadar maksimun untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan


dalam milligram parameter per liter air limbah.

10

2.

Beban pencemaran maksimun untuk setiap parameter pada tabel diatas


dinyatakan dalam kilogram parameter per ton kedelai.

2.5 BOD (Biological Oxygen Demand)


BOD (Biological Oxygen Demand ) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan
untuk mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh
organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi
(Alaerts dan Santika, 1984).
Berkurangnya oksigen selama oksidasi ini sebenarnya selain digunakan
untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta
oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat
digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya
terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi
oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin
banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahanbahan organik di dalamnya (Kristanto, 2002).
Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD ini dapat diketahui dengan
menginkubasikan contoh air pada suhu 20C selama lima hari. Untuk
memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20C
sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya diambil

11

waktu lima hari sebagai standar. Inkubasi selama 5 hari tersebut hanya dapat
mengukur kira-kira 68% dari total BOD (Sasongko, 1990).
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah
penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar
oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat,
diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, kemudian diukur oksigen
terlarutnya. Botol yang tersisa diukur oksigen terlarutnya pada hari ke nol dengan
menambahkan 1 mL MnSO4 + 1 mL reagen alkali iodida azida + 1 mL H2SO4
pekat. Setelah itu ditambah 3 tetes amilum dan dititrasi dengan larutan natrium
thiosulfat. Selanjutnya dilakukan perhitungan BOD dan penurunan BOD limbah
tahu sebelum dan sesudah perlakuan (Alaerts dan Santika, 1984).
2.6 COD (Chemical Oxygen Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel
air, dimana pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMNO4. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah
dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini
dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum,
CaHbOc + Cr2O72- + H+

CO2 + H2O + 2Cr3+

Ag2SO4
Kuning

katalisator

Hijau

(Alaerts dan Santika, 1984).

12

Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat


reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan
klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan untuk memastikan bahwa
hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih
harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa menentukan berapa besar
oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi
dengan Ferro Ammonium Sulfat (FAS). Reaksi yang berlangsung adalah sebagai
berikut.
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+

6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O


(Alaerts dan Santika, 1984).

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu


disaat warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7
dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak
mengandung zat organik yang dioksidasi oleh K2Cr2O7 (Alaerts dan Santika,
1984).
2.7 TSS (Total Suspended Solid)
TSS (Total Suspended Solid) adalah residu dari padatan total yang tertahan
oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal atau lebih besar dari ukuran
partikel koloid. Bagian yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam
oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan
flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di

13

perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS (Sutrisno
dan Suciastuti, 1991).
Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan
cahaya, Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam
sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optic pola dan intensitas sebaran
akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi.
(Sugiharto, 1987).
2.8 Tanaman Cattail (typha Angustifolia)
Cattail (Thypa Angustifolia) adalah jenis tumbuhan herba serta besifat
colonial. Tumbuhan ini juga mempunyai rizom serta berbentuk panjang dan
ramping. Rizomnya akan menjalar di bawah permukaan tanah yang berlumpur
untuk memulakan tumbuahan baru secara melintang. Tumbuhan ini mempunyai
jangka hayat selama beberapa musim dan akan terus membiak apabila mencapai
tahap kematangan tumbuh secara rumpun (Bagwell, 1998).
Kingdom : plantae, Subkingdom :
Tracheobionta, Super Divisi :
Spermatophyta, Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida, Sub kelas :
Commelinidae, Ordo : Typhales, Famili :
Typhaceae, Genus : Typha, Spesies :
Typha Angustifolia

Gambar 3. Klasifikasi Tanaman Cattail (Thypa Angustifolia)

14

Jenis tamanan yang sering digunakan untuk lahan basah buatan adalah
jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup diair tergenang (Submerged
plants atau amphibiuos plants). Pada umumnya tanaman air tersebut berdasarkan
proses biofilter dapat dibedakan menjadi 3 tipe, berdasarkan area pertumbuhannya
didalam air ketiga tipe tanaman air tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tanaman yang mencuat kepermukaan air, merupakan tanaman air yang
memiliki sistem perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun berada jauh
diatas permukaan air.
b. Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang seluruh
tanaman (akar, batang, daun) berada didalam air.
c. Tanaman yang mengapung di permukaan air, merupakan tanaman air yang
akar dan batangnya berada dalam air, sedangkan daun diatas permukaan air
(Supradata, 2005).
Tanaman cattail (Thypa Angustifolia) mempunyai akar serabut yang
sangat lebat, daun yang berbentuk tirus panjang (narrow-leave), dan agak lebar
sedikit (broad-leave) sehingga penyerapan terhadap bahan pencemar terhadap
unsur hara yang dibutuhkan relative besar. Cattail (Thypa Angustifolia)
merupakan sejenis tumbuhan semi-akuatik yang mana tidak memerlukan kuantiti
air yang banyak sebagaimana tumbuhan akuatik yang sebenarnya.
Tujuan penggunaan tanaman pada constructed wetland adalah untuk
menyediakan oksigen di zona akar tanaman dan untuk menambah luas permukaan
bagi pertumbuhan mikroorganisme yang tumbuh di zona akar selain itu tanaman

15

juga dapat menyerap logam dari air limbah yang diolah (Hidayah dan Wahyu,
2010).
2.9 Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands )
Constructed wetland (CW) atau rawa buatan adalah konstruksi yang
dirancang untuk menarik keuntungan hakiki dari perbaikan fungsi kualitas air
pada lahan basah alami (dimana rawa adalah salah satu bagian dari lahan basah)
untuk penggunaan dan kepentingan manusia. Konstruksi ini dirancang sedemikian
rupa sehingga proses perbaikan kualitas air secara khusus meliputi pengendalian
outflow dan meminimalkan fungsi pengolahan tertentu. Tatkala CW dirancang
secara benar maka sistem ini mampu secara efektif memurnikan kembali limbah
cair dengan menggunakan proses yang sama terjadi pada wetland alamiah yang
terdiri atas tumbuhan, tanah dan komunitas mikrobial yang terkait, tetapi dalam
lingkungan yang lebih terkontrol (Hammer, 2004).
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan penelitian, maka definisi tersebut
disempurnakan oleh Metcalf & Eddy (2003), menjadi sistem yang termasuk
pengolahan alami, dimana terjadi aktivitas pengolahan sedimentasi, filtrasi,
transfer gas, adsorpsi, pengolahan kimiawi dan biologis, karena aktivitas
mikroorganisme dalam tanah dan aktivitas tanaman.
2.9.1 Lahan Basah Alamiah (Natural Wetland)
Sistem ini umumnya merupakan suatu sistem pengolahan limbah dalam
area yang sudah ada secara alami, contohnya daerah rawa. Kehidupan biota dalam
lahan basah alamiah sangat beragam. Debit air limbah yang masuk, jenis tanaman

16

dan jarak tumbuh pada masing-masing tanaman tidak direncanakan serta terjadi
secara alamiah (Supradata, 2005).
2.9.2 Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem Pengolahan yang direncanakan, seperti untuk debit limbah, beban
organik, kedalaman media, jenis tanaman lainnya, sehingga kualitas air limbah
yang keluar dari sistem tersebut dapat dikontrol sesuai dengan yang dikehendaki
oleh pembuatnya. Secara umum sistem pengolahan limbah dengan lahan basah
buatan (Constructed Wetland) ada 2 (dua) tipe, yaitu sistem aliran permukaan
(Surface FlowConstructed Wetland) atau FWS (Free Water System) dan sistem
aliran bawah permukaan (Sub-Surface Flow Constructed Wetland) atau sering
dikenal dengan sistem SSF-Wetlands (Leady, 1997). Perbedaan sistem aliran dari
kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada Gambar 4.
berikut ini :

Gambar 4. Tipe Aliran Lahan Basah Buatan


Sedangkan klasifikasi lahan basah buatan (Constructed Wetlands)
berdasarkan jenis tanaman yang digunakan, terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok :

17

1.

Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta mengambang atau sering


disebut dengan lahan basah sistem tanaman air mengambang (Floating
Aquatic Plant System).

2.

Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (Submerged)


dan umumnya digunakan pada sistem lahan basah buatan tipe aliran
permukaan (Surface Flow Wetlands).

3.

Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam


atau sering disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk
lahan

basah

buatan

tipe

aliran

bawah

permukaan

(Subsurface

FlowWetlands) SSF-Wetlands. (Suriawiria, 1993).


Menurut Tangahu dan Warmadewanthi (2001), pengolahan air limbah
dengan sistem wetland lebih dianjurkan karena beberapa alasan sebagai berikut :
a.

Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri


termasuk logam berat.

b.

Efisiensi pengolahan tinggi (80 %).

c.

Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak


membutuhkan ketrampilan yang tinggi.
Proses pengolahan air limbah dengan sistem ini dipengaruhi oleh media

yang sangat berpengaruh terhadap kinerja sistem wetland. Media reaktor lahan
basah aliran permukaan (SF-Wetlands) dan aliran bawah permukaan (SSFWetland) secara umum dapat berupa tanah, pasir, batuan atau bahan-bahan
lainnya. Tingkat permeabilitas dan konduktivitas hidrolis media tersebut sangat
berpengaruh terhadap waktu detensi air limbah, dimana waktu detensi yang cukup

18

akan memberikan kesempatan kontak antara mikroorganisme dengan air limbah,


serta oksigen yang dikeluarkan oleh akar tanaman (Tangahu & Warmadewanthi,
2001).
Khiatuddin, M. (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kinerja
SSF wetlands berdasarkan media yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Kinerja Lahan Basah Buatan Aliran Atas Permukaan Berdasarkan
Jenis Media Yang Digunakan
No
1.
2.
3.
4.

Jenis Media
Kerikil
Tanah
Pasir
Tanah Liat

BOD
55 96
62 85
96
92

Presentase Pengurangan Polutan


SS
Coliform
51 98
99
49 85
94
100
91
Sumber : Khiatuddin, M. (2003)

Khiatuddin (2003), menyatakan bahwa dibawah permukaan tanah, akar


tumbuhan akuatik mengeluarkan oksigen, sehingga terbentuk zona rizosfer yang
kaya akan oksigen diseluruh permukaan rambut akar. Oksigen tersebut mengalir
ke akar melalui batang setelah berdifusi dari atmosfir melalui pori-pori daun.
Pendapat tersebut diperkuat dengan penyataan Tangahu dan Warmadewanthi
(2001), yang menyatakan bahwa pelepasan oksigen disekitar akar (rizosfer) terjadi
karena jenis tanaman hydrophyta mempunyai ruang antar sel atau lubang saluran
udara (aerenchyma) sebagai alat transportasi oksigen dari atmosfer ke bagian
perakaran.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Tempat untuk Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perum Perhutani
Unit 1 Jawa Tengah untuk analisis kadar BOD, COD dan TSS pada limbah
industri tahu.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu yang
dihasilkan dari industri tahu di Desa Sumur Jurang, Kecamatan Gunung pati,
Kabupaten Semarang, diambil pagi hari sekitar jam 09.00 WIB.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1

Variabel bebas variabel yang nilainya divariasi dalam penelitian ini


adalah sistem constructed wetland, berat tanaman dan waktu
penanaman.

3.3.2

Variabel terikat adalah variabel yang menjadi titik pusat penelitian,


dalam hal ini adalah penurunan angka limbah tahu BOD, COD dan
TSS.

3.3.3

Variabel terkendali yaitu variabel yang dijaga dalam penelitian ini


adalah suhu, pH, volume limbah.

19

20

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1

Alat
Buret 50 mL, Erlenmeyer 500 mL, Pipet volume 10 mL, Gelas ukur 25

mL, Pipet tetes, Labu ukur 1000 mL, Botol Winkler yang volumenya telah
diketahui dengan ketelitian 0,1 mL lengkap dengan tutupnya.
3.4.2

Bahan
Tanaman cattail (Thypa Angustifolia), Limbah cair industri tahu di Desa

Sumur Jurang, Kecamatan Gunung pati, Kabupaten Semarang, larutan standar


kalium bichromat K2Cr2O7 0,25 N (Mr = 294,216 g/mol; merek = E. Merck),
Ag2SO4 (Mr = 311,79 g/mol; merek = E. Merck), pembuatan larutan perak sulfat asam sulfat (Ag2SO4. H2SO4), Indikator feroin, larutan standar FAS (Fe (NH4)2
(SO4)2) 0,1 N (Mr = 390,00 g/mol; merek = E. Merck), larutan Na2SO3 0,1 N (Mr
= 248,21 g/mol; merek = E. Merck), larutan MnSO4, Merkuri sulfat (HgSO4)
bubuk atau kristal, larutan 1 mL alkil azida.
3.5 Cara Kerja
3.5.1

Perlakuan Awal

Perlakuan awal dalam penelitian ini adalah pembuatan media constructed


wetland yang terdiri dari model surface wetland dan sub surface wetland
menggunakan tanaman cattail. Pengambilan tanaman cattail berdasarkan kriteria
jumlah daun, batang, dan tinggi tanaman yang sama. Selanjutnya akar tanaman
cattail dibersihkan dengan air sumur cattail dilakukan secara bersamaan,
dilanjutkan proses aklimatisasi tanaman. Setelah proses aklimatisasi, tanaman
cattail ditimbang dengan berat 1 kg, 2 kg, 3 kg dan 4 kg, untuk variasi kebutuhan

21

dalam penelitian. Media wetland yang disiapkan berupa ember yang berisi tanah,
pasir dan kerikil sebanyak 4 ember untuk proses constructed wetland. Air limbah
dalam penelitian ini menggunakan air limbah industri tahu dari Desa Sumur
Jurang, Kecamatan Gunung Pati, Kabupaten Semarang, waktu pengambilannya
pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB ketika industri tahu melakukan proses
produksi. Pengambilan sampel dilakukan dari satu titik dengan volume yang sama
hingga volume sampel total ditampung dalam jerigen 20 L yang dibilas terlebih
dahulu dengan air limbah itu sendiri. Kemudian jerigen ditutup rapat dan dipererat
dengan plastik hitam.

3.5.2 Aklimatisasi tanaman percobaan

Tanaman Cattail yang digunakan untuk penelitian ini dipilih yang satu
sama lain saling berdekatan. Setelah itu tanaman cattail diseleksi, dicuci dengan
air sumur sampai bersih untuk menghilangkan kotoran dalam akar tanaman
cattail. Tanaman diaklimatisasi dengan cara ditanam pada ember yang berisi
tanah, pasir dan kerikil selama 1 minggu.
Tujuan pemeliharaan tanaman cattail pada air limbah tanaman cattail pada
proses aklimatisasi untuk menstabilkan dan menyesuaikan keadaan lingkungan
wetland untuk memulai proses biofilter.

22

3.6 Prosedur penelitian

Limbah industri tahu di alirkan secara vertikal dan horisontal kedalam


masing-masing bak yang berisi media serta tanaman cattail untuk proses
constructed wetland, hitung kadar BOD, COD dan TSS limbah awal sebelum
perlakuan. Langkah selanjutnya melakukan pengukuran kadar BOD, COD dan
TSS sampel limbah cair tahu menggunakan sistem Subsurface wetland dan
Surface wetland dengan berat tanaman cattail 2 kg dan lama penanaman selama
10 hari untuk mencari hasil optimum. Setelah mendapatkan metode yang lebih
baik antara Subsurface dan Surface wetland, dilakukan perlakuan berat tanaman
cattail 2 kg dengan variasi hari ke 5, ke 10, ke 15, dan ke 20 hari. Perlakuan
selanjutnya menggunakan tanaman cattail dengan variasi berat 1 kg, 2 kg, 3 kg,
dan 4 kg dengan waktu yang maksimum, dilanjutkan proses pengujian parameter
BOD, COD dan TSS.

23

Rangkaian alat constructed wetland:


Limbah
industri tahu

cattail

Limbah
industri tahu

Tanah

pasir
kerkil

cattail

Tanah
pasir
kerkil

Hasil limbah
Hasil limbah

A. Sub-Surface Wetland

B. Surface Wetland
(Borkar.R.P, Mahatme.P.S, 2011)

Keterangan :
A. Metode Sub-Surface Wetland dimana limbah industri tahu dialirkan
dengan cara horisontal melewati kerikil, pasir, tanah dan akar tanaman
cattail.
B. Metode Surface Wetland dimana limbah industri tahu dialirkan secara
vertikal dari atas melalui tanaman cattail, akar cattail, tanah, pasir, dan
kerikil.

24

3.7 Analisis Uji COD


Pipet 5 mL larutan sampel, kemudian dimasukkan kedalam tabung
erlenmeyer 250 mL. Setelah itu dilakukan penambahan 1 gram Hg2SO4, 1 mL
K2Cr2O7 0,25 N, 3 mL reagen yang berisi campuran Ag2SO4 dan H2SO4 ,
kemudian mulut tabung COD ditutup , dikocok sampai homogen. Selanjutnya
tabung COD beserta isinya dimasukkan kedalam reactor COD, tekan tombol on
pada temperatur 148 C, kemudian membiarkannya selama 2 jam. Setelah 2 jam
sampel dipanaskan, kemudian reactor COD dimatikan dengan cara menekan
tombol of, kemudian tabung COD dituangkan kedalam erlenmeyer dan tabung
COD dibilas dengan aquadest. Kemudian larutan tersebut ditambahkan indikator
feroin dan dilakukan titrasi dengan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,1 N.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar COD limbah cair industri tahu yang
telah mendapat perlakuan dan blanko.( Alaerts dan Santika, 1984).
-

Perhitungan COD

(Dwinanto, A. 2009)
-

Keterangan :
A = mL titran blangko
B = mL titran sample
N = Normalitas FAS
Be O2 = 8000
P = Pengenceran

25

Perhitungan setelah perlakuan

3.8 Analisis Uji BOD


Pipet 5 mL sampel kedalam larutan Erlenmeyer tutup asah, tambahkan 1
mL MnSO4 dan 1 mL larutan alkali azida, tutup sampel dan kocok dengan
membolak balikkan botol beberapa kali, biarkan hingga terbentuk endapan
setengah bagian. Tambahkan 1 mL H2SO4 pekat melalui dinding botol, kemudian
tutup kembali, kocok kembali sampai endapan larut. Masukkan secara kuantitatif
kedalam erlenmeyer yang berisi larutan jernih, diaduk hingga homogen. Titrasi
larutan dengan natrium thiosulfat 0.1 N sampai warna kuning muda, tambahkan 1
2 mL indikator kanji sampai warna biru dan lanjutkan titrasi sampai warna biru
hilang. Lakukan hal sama dengan blanko. ( Alaerts dan Santika, 1984).
-

Perhitungan BOD sebelum perlakuan

(Dwinanto, A. 2009)
BOD = DO0 DO5
-

Keterangan :
DO0 = Oksigen terlarut 0 hari
DO5 = Oksigen terlarut 5 hari
Be O2 = 8000
P = Pengenceran

26

Perhitungan BOD setelah perlakuan

3.9 Analisis Uji TSS


Pengujian dilakukan dengan melakukan penyaringan menggunakan
peralatan vakum. Saringan dibasahi dengan sedikit aquades. Contoh uji diaduk
dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh uji yang lebih homogen.
Contoh uji dipipet dengan volume tertentu, pada waktu contoh diaduk dengan
pengaduk magnetik. Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring yang
dicuci dengan 3x10 mL air suling, dibiarkan kering sempurna, dan dilanjutkan
penyaringan dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna.
Kemudian contoh uji dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian
tambahan. Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring dan
dipindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Kemudian
dikeringkan dalam oven minimal selama 1 jam pada suhu 103 sampai dengan
105C ( Alaerts dan Santika, 1984).
-

Perhitungan TSS

(Dwinanto, A. 2009)
Keterangan : A = berat sample setelah ditimbang
B = berat cawan tanpa sample (mg)
C = berat cawan(mg)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1

Kualitas limbah cair tahu


Pada penelitian ini telah dilakukan penurunan limbah cair dari industri

tahu di Desa Sumur Jurang, Kecamatan Gunung Pati, Kabupaten Semarang.


Penelitian dilakukan di Laboratorium Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
Kegiatan penelitian meliputi analisis kadar BOD, COD, dan TSS menggunakan
tanaman cattail dengan sistem constructed wetland. Sampel yang dianalisis
berasal dari sisa pengepresan. Suhu limbah pada tanggal 24 Desember 2012 saat
pengambilan adalah 29,5 C.
Sebelum diberi perlakuan dengan metode wetland limbah cair tahu
dianalisis BOD, COD, TSS dan pH untuk mengetahui kualitas dari limbah
tersebut. Hasil analisis limbah cair tahu dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kualitas awal limbah tahu Desa Sumur Jurang.
Parameter

Satuan

Hasil Uji

BOD
mg/L
COD
mg/L
TSS
mg/L
PH
Sumber : Data primer

800
1232
667
4,5

Baku Mutu Air


Limbah
150
275
100
6,0-9,0

Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat diketahui bahwa limbah tahu Desa


Sumur Jurang tidak layak dibuang langsung ke perairan karena nilai BOD, COD,
TSS dan pH nya melebihi baku mutu air limbah. Dengan demikian limbah perlu

27

28

diberi perlakuan sebelum di buang ke perairan. Pada penelitian ini perlakuan


limbah tahu dilakukan dengan sistem constructed wetland menggunakan tanaman
cattail.
4.1.2

Penurunan limbah industri dengan sistem constructed wetland


Penurunan Limbah industri dengan sistem constructed wetland pada

penelitian ini menggunakan constructed wetland horizontal subsurface wetland


dan vertical surface wetland dengan menanam tanaman cattail seberat 2 Kg
selama 10 hari penanaman untuk menentukan sistem constructed wetland yang
terbaik dalam menurunkan kadar limbah cair industri tahu. Hasil pengukuran
terhadap parameter uji (BOD, COD dan TSS) menggunakan perbandingan sistem
constructed wetland dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6.
Tabel 5. Data penurunan limbah menggunakan SubSurface Wetland
No

Parameter

Satuan

Hasil
Uji

1.
2.
3.
4.

BOD
COD
TSS
pH

mg/L
mg/L
mg/L
-

640
858
547
5

Baku Mutu Air


Limbah
Industri Tahu
150
275
100
6,0-9,0

Metode

SubSurface
Wetland

Tabel 6. Data penurunan limbah menggunakan Surface Wetland


No

Parameter

Satuan

Hasil
Uji

1.
2.
3.
4.

BOD
COD
TSS
pH

mg/L
mg/L
mg/L
-

693
944
621
4,5

Baku Mutu Air


Limbah
Industri Tahu
150
275
100
6,0-9,0

Metode

Surface Wetland

Berdasarkan perbandingan Tabel 5 dan 6 menunjukkan penurunan kadar


BOD, COD dan TSS pada limbah industri tahu. Kedua tabel tersebut

29

menunjukkan sistem SubSurface wetland mampu menurunkan kadar dengan


prosentase BOD 30,3%, COD 20%, dan TSS 17,9%, yang lebih baik
dibandingkan dengan sistem Surface wetland yang hanya mampu menurunkan
kadar dengan prosentase BOD 23,3%, COD 13,3% dan TSS 6,8%. Berdasarkan
hasil tersebut menunjukkan bahwa sistem SubSurface wetland lebih baik dalam
menurunkan kadar BOD, COD dan TSS dibandingkan dengan sistem Surface
wetland.
4.1.3

Pengaruh variasi waktu penanaman terhadap penurunan BOD, COD


dan TSS
Setelah diketahui sistem Sub-Surface Wetland mempunyai kemampuan

menurunkan kadar BOD, COD dan TSS yang lebih baik dibandingkan dengan
sistem Surface wetland. Langkah selanjutnya adalah optimasi waktu penanaman
cattail untuk mengetahui penurunan maksimum kadar BOD, COD dan TSS
terhadap variasi waktu penanaman selama 5, 10, 15 dan 20 hari dengan berat
tanaman cattail sebanyak 2 kg. Hasil analisis kadar BOD, COD dan TSS terhadap
variasi waktu penanaman dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Penurunan BOD, COD dan TSS dengan variasi lama
penanaman
Parameter

Satuan

No
1.
2.
3.
4.

BOD
mg/L
COD
mg/L
TSS
mg/L
pH
Sumber : Data primer

Baku
Mutu

5 hari

150
275
100
6,0-9,0

640
1072
520
5,5

Waktu Penanaman
10
15 hari
20 hari
hari
623
266
177
837
602
277
481
245
146
6,0
6,5
6,0

30

Tabel 7 menunjukkan penurunan kadar BOD, COD dan TSS terendah


pada hari ke 5 dengan nilai BOD 640 mg/L (14,6%), COD 1072 mg/L (12,2%)
dan TSS 520 mg/L (23,4%), sedangkan penurunan optimum kadar BOD, COD
dan TSS pada penelitian terjadi pada hari ke 20 dengan nilai BOD 177 mg/L (78
%), COD 277 mg/L (77,3%) dan TSS 146 mg/L (78%).
4.1.4

Pengaruh variasi berat tanaman terhadap penurunan kadar BOD,


COD dan TSS
Hasil pemeriksaan BOD, COD dan TSS dari keempat reaktor bak wetland

dengan variasi berat tanaman sebesar 1, 2, 3 dan 4 kg selama 20 dapat dilihat pada
tabel 8.
Tabel 8. Penurunan kadar BOD, COD dan TSS dengan variasi berat cattail
Parameter
No
1.
2.
3.
4.

BOD
COD
TSS
pH

Satuan
mg/L
mg/L
mg/L
-

Baku
mutu
150
275
100
6,0-9,0

1 kg
400
752
353
6,0

Berat cattail
2 kg
3 kg
160
106
330
261
142
93
6,5
7,0

4 kg
80
165
63
7,0

Tabel 8 menunjukkan penurunan terendah pada tanaman cattail seberat


1 kg dengan nilai BOD 400 mg/L (38,2%), COD 752 mg/L (39,4%) dan TSS
353 mg/L (45,6%), sedangkan penurunan maksimum terjadi pada berat cattail
4 kg dengan nilai BOD 80 mg/L (87,6 %), COD 165 mg/L (86,7%) dan TSS
63 mg/L (90,2%). Hasil Penurunan BOD, COD dan TSS dengan berat cattail 4 kg
ternyata sudah masuk dalam baku mutu air limbah yang layak dibuang diperairan.

31

4.2 Pembahasan
Parameter uji penurunan kadar limbah cair pada industri tahu di Desa
Sumur Jurang, Kecamatan Gunung Pati, Kabupaten Semarang meliputi BOD,
COD dan TSS yang menggunakan tanaman cattail (Thypa Angustifolia) dengan
sistem constructed wetland. Penentuan nilai BOD pada percobaan ini adalah
dengan menggunakan metode titrasi winkler yang secara umum banyak
digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsip metode winkler
adalah oksigen didalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke
dalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2. Penambahan
asam sulfat dan kalium iodida menyebabkan dibebaskannya iodin yang ekuivalen
dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisis
dengan metode titrasi iodometri dengan larutan standard tiosulfat dan indikator
kanji.
Berikut ini reaksi dalam metoda Titrasi Winkler yaitu
MnSO4 + 2KOH
Mn(OH)2 + 1/2 O2

Mn(OH)2(aq) + K2SO4 (aq)


MnO2(s) + H2O(l)
(endapan)

MnO2 + 2KI + 2H2O


I2 + 2Na2S2O3

Mn(OH)2 + I2 + KOH
2NaI + Na2S2O6
(Salmin, 2005)

Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO)


adalah lebih mudah karena hanya dilakukan cara titrasi, lebih teliti dan akurat
apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan
dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan

32

tio dan penambahan indikator amilumnya, sedangkan cara DO meter, harus


memperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Disamping itu,
sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan
akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan
oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya
bersifat kisaran.
Penentuan nilai COD pada penelitian ini dengan titrasi metode refluks
tertutup. Sampel diambil sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung,
ditambah dengan 1 g H2SO4, 1 mL K2Cr2O7 0,25 N, dan 3 mL reagen yang berisi
campuran Ag2SO4 dan H2SO4 kemudian mulut tabung COD ditutup rapat,
dikocok sampai homogen. Selanjutnya tabung beserta isinya dimasukkan ke
dalam COD reaktor, yang dioperasikan pada suhu 1500C selama 120 menit.
selanjutnya larutan yang telah dingin dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah
2 tetes indikator ferroin, dan dititrasi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat
(FAS) 0,1 N. Analisis BOD, COD dan TSS dilakukan pada limbah industri tahu
baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan dengan sistem constructed
wetland (Alaerts dan Santika, 1984).
Berdasarkan hasil pengukuran BOD, COD dan TSS limbah awal pada
tabel 4, maka limbah tahu Sumur Jurang belum layak dibuang langsung ke
perairan karena nilai BOD, COD dan TSS nya masih melebihi ambang batas baku
mutu limbah tahu, terutama nilai BOD, COD dan TSS, sehingga perlu perlakuan

33

terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan. Pada penelitian ini perlakuan limbah
tahu dilakukan dengan sistem constructed wetland menggunakan tanaman cattail.
Sistem pengolah limbah Wetlands ini hanya membutuhkan bak-bak
(kolam) sederhana, sehingga tidak membutuhkan biaya besar untuk membuat
instalasi bangunannya. Pengolahan limbah mengandalkan kinerja tanaman dan
mikrobia yang bekerja secara alamiah, sehingga tidak membutuhkan sistem
pengoperasian yang rumit dan dapat menekan biaya operasionalnya. Keunggulan
lain dari sistem ini adalah relatif tahan dengan debit limbah yang bervariasi,
sehingga cocok digunakan untuk pengolahan air limbah home industri
(Suriawiria, U. 1993).

Gambar 5. Pengepresan tahu

gambar 6. Limbah awal tahu

Pengolahan limbah domestik dengan sistem lahan basah buatan


(Wetlands) sangat mengandalkan kemampuan bakteri dan tanaman air dalam
mengolah limbah (Suriawiria, U. 1993).

34

4.2.1

Penurunan limbah industri tahu dengan sistem constructed wetland


Penurunan limbah industri tahu dengan sistem Constructed wetland pada

penelitian digunakan metode SubSurface wetland dan Surface wetland dengan


menanam tanaman cattail seberat 2 kg selama 10 hari penanaman untuk
menentukan sistem constructed wetland yang terbaik dalam menurunkan kadar
limbah cair industri tahu. Constructed wetland pada sistem ini menggunakan
aliran horisontal pada SubSurface wetland dan aliran vertikal Surface wetland.
Hasil pengukuran terhadap uji BOD, COD dan TSS menggunakan perbandingan
sistem constructed wetland dapat dilihat pada gambar 7 berikut,
1000

944

900

858

800

Kadar mg/L

700
600

693
640

621
547
BOD

500

COD

400

TSS

300
200
100
0

SSFW

SFW

Gambar 7. Grafik perbandingan sistem SSFW dan SFW terhadap penurunan


limbah cair BOD, COD dan TSS selama 10 hari.
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa penurunan kadar limbah
cair BOD, COD dan TSS tertinggi adalah menggunakan sistem horizontal

35

subsurface wetland dengan kandungan BOD 640 mg/L (30,3%), COD 858 mg/L
(20%) dan TSS 547 mg/L (17,9%) dari kadar limbah awal dimana BOD sebesar
1232 mg/L, COD sebesar 800 mg/L dan TSS sebesar 667 mg/L. Sedangkan
penurunan kadar limbah cair BOD, COD dan TSS dengan sistem vertikal Surface
wetland menghasilkan kandungan kadar BOD 693 mg/L (23,3%), COD 944 mg/L
(13,3%) dan 621 mg/L (6,8%).
Ditinjau dari pola aliran air limbah terlihat bahwa aliran air limbah yang
masuk secara horizontal kedalam lahan basah ternyata lebih efektif menurunkan
kadar pencemaran (COD, BOD dan TSS) daripada yang mengalir secara vertical
kebawah. Sistem horizontal subsurface wetland (aliran dari bawah) lebih efektif
untuk proses berlangsungnya degradasi secara simultan antara kondisi aerobik dan
anaerobik. Dengan demikian proses biodegradasi lebih besar daripada sistem
aliran dari atas (vertical surface wetland) yang kontak awal berlangsungnya
degradasi dalam kondisi aerobik, sehingga proses biodegeadasi hanya terbatas
pada senyawa organik sederhana saja (Supradata, 2005).
Penggunaan

reaktor

vertikal

pada

sistem

constructed

wetland

menghasilkan penurunan kadar BOD, COD dan TSS yang rendah karena adanya
kelemahan pada reaktor tersebut. Salah satu kelemahan reaktor vertical adalah
kemungkinan adanya aliran pendek yang terjadi dalam reaktor dimana air limbah
yang masuk sebagai influen akan melewati jalur terpendek untuk dapat keluar dari
reaktor. Hal ini menyebabkan air limbah tidak mencapai akar-akar cattail dengan
optimal dan merata. Air limbah akan sulit didegradasi sempurna karena air limbah
hanya mencapai permukaan tanah sehingga proses pengolahan yang terjadi akan

36

berlangsung kurang efektif, sedangkan pada reaktor constructed wetland aliran


horizontal, permasalahan aliran pendek tersebut dapat teratasi sehingga penurunan
kadar BOD, COD dan TSS lebih efisiens.
4.2.2 Penurunan BOD, COD dan TSS terhadap variasi waktu penanaman
Setelah diketahui sistem Sub-Surface wetland yang paling baik dalam
menurunkan kadar BOD, COD dan TSS, langkah selanjutnya untuk mengetahui
penurunan maksimum dalam penurunan kadar BOD, COD dan TSS terhadap
variasi waktu penanaman selama 5, 10, 15 dan 20 hari dengan berat tanaman
cattail 2 kg. Hasil pengukuran uji BOD, COD dan TSS terhadap variasi waktu
penanaman dapat dilihat pada gambar 8.
1200
1072
1000
837

Kadar mg/L

800
640
600

623
520

602

BOD
COD

481

TSS
400
266

277

245
177

200

146

0
5 Hari

10 Hari

15 Hari

20 Hari

Gambar 8. Penurunan Kadar BOD, COD dan TSS


dengan variasi lama penanaman

37

Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin lama waktu penanaman semakin


besar penurunan kadar BOD, COD dan TSS pada limbah tahu. Setelah perlakuan
kadar BOD, COD dan TSS mengalami penurunan pada hari ke 5 dengan nilai
kadar BOD 640 mg/L (14,2%), COD 1072 mg/L (12,9%) dan TSS 520 mg/L
(21,5%). Penurunan yang sangat maksimum terjadi pada hari ke 20 dengan nilai
BOD 177 mg/L (77,8%), COD 277 mg/L (77,1%), sedangkan TSS 146 mg/L
(78,4%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecenderungan penurunan
konsentrasi COD sejalan dengan penurunan konsentrasi BOD secara bertahap
mengindikasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah
sebagian besar merupakan bahan organik yang bersifat biodegradable (dapat
terdegradasi secara biologis). Hal senada juga dinyatakan oleh Tebbut (1977),
bahwa komposisi padatan yang terdapat dalam limbah industri tahu 70%
merupakan bahan organik. Hal ini disebabkan dari hasil proses biodegradasi oleh
mikroorganisme dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara selama masa pertumbuhan.
Aktivitas mikroorganisme dalam reaktor mampu mendegradasi sebagian
besar bahan organik dalam air limbah yang akan mempengaruhi konsentrasi
BOD, COD dan TSS pada awal penelitian. Disamping itu proses pengolahan
secara fisik (filtrasi dan sedimentasi) yang terjadi di dalam media reaktor cukup
besar pada hari ke-20 sehingga mempengaruhi penurunan konsentrasi BOD, COD
dan TSS pada effluent air limbah.

38

Menurut Tangahu dan Warmadewanthi (2001) mekanisme filtrasi dan


sedimentasi juga terjadi dalam sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan
(SSF-Wetlands) tersebut. Proses filtrasi dilakukan oleh media dan akar tanaman
yang terdapat dalam reaktor, dimana proses tersebut terjadi karena kemampuan
partikel-partikel media maupun sistem perakaran membentuk filter yang dapat
menahan partikel-partikel solid yang terdapat dalam air limbah.
Hasil penelitian ini menunjukkan kadar nilai BOD, COD dan TSS terjadi
penurunan walaupun masih dibawah standar baku mutu limbah industri tahu
Perda Jawa Tengah 2004. Berdasarkan waktu tinggal penanaman,

maka

penggunaan tanaman air jenis Cattail (Typha angustifolia) memiliki efektivitas /


kinerja yang tidak jauh berbeda dengan jenis tanaman yang telah umum
digunakan dalam SSFWetlands.
Hasil yang sama diperoleh oleh Tjokrokusumo (2003) bahwa eceng
gondok (Eichhornia crassipe) dengan berat 1 kg mampu menurunkan nilai BOD,
COD dan TSS berturut-turut sebesar 64%, 67%,dan 65% selama 10 hari waktu
tinggal. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu perlakuan untuk menghasilkan
penurunan yang lebik baik yaitu dengan merubah variasi berat tanaman cattail
dengan waktu penanaman maksimum untuk menghasilkan penurunan yang lebih
baik.
4.2.3

Penurunan maksimum kadar BOD, COD dan TSS terhadap variasi


berat tanaman
Penurunan kadar BOD, COD dan TSS terhadap variasi waktu

penanaman dapat menurunkan kadar BOD, COD dan TSS , akan tetapi hasil
tersebut masih belum layak untuk dibuang keperairan sehingga masih dibutuhkan

39

suatu perlakuan lebih lajut untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.


Berdasarkan hasil pemeriksaan BOD, COD dan TSS dari keempat reaktor bak
wetland dengan berat tanaman sebesar 1, 2, 3 dan 4 kg selama 20 hari terjadi
penurunan kadar yang maksimum dilihat pada gambar 9.
800

752

700

Kadar mg/L

600
500
400
400

BOD
353

COD

330

300

TSS

261

200

160

165

142
106

93

100

80

63

0
1 Kg

2Kg

3Kg

4Kg

Gambar 9. Penurunan kadar BOD, COD dan TSS dengan


variasi berat cattail

Gambar diatas menunjukkan pengaruh berat tanaman cattail terhadap


penurunan kadar BOD, COD dan TSS dengan lama penanaman selama 20 hari
sangat signifikan dari limbah awal. Hasil penurunan terendah terjadi pada berat
tanaman cattail 1 kg selama penanaman 20 hari menghasilkan kadar BOD sebesar
400 mg/L (41,8%), COD 400 mg/L (41,8%), dan TSS 353 mg/L (45,6%),
Sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada berat tanaman cattail 4 kg dengan

40

nilai BOD sebesar 80 mg/L (86,7%), COD 165 mg/L (88,8%), dan TSS 63 mg/L
(90,2%).
Gambar 9 menunjukkan penurunan kadar BOD, COD dan TSS pada hari
ke 20 dengan berat 1 kg sudah terjadi penurunan selama proses wetland. Hal ini
menunjukkan berat jumlah tanaman dan lama waktu tinggal ternyata akan
meningkatkan penurunan kadar BOD, COD dan TSS yang terjadi. Semakin lama
waktu kontak antara air limbah dengan biomassa maka proses degradasi
parameter-parameter pencemar organik dapat berlangsung lebih lama sehingga
kinerja reaktor akan semakin baik dan konsentrasi effluent yang dihasilkan juga
semakin rendah.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Fachrurrozi (2010)
memakai tanaman kayu apu dengan variasi berat tanaman dari 50 gram sampai
250 gram dengan waktu penanaman selama 7 hari dapat menurunkan kadar BOD,
COD dan TSS pada limbah cair tahu di Dusun Klero Sleman Yogyakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar BOD, COD dan TSS terjadi pada
berat 250 gram dengan waktu tinggal optimal adalah 7 hari dapat menurunkan
prosentase BOD sebesar 91,7%, COD 89,9%, dan TSS 84,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa biomassa tanaman kayu apu hanya dengan berat 50 - 250
gram mampu menurunkan kadar BOD, COD dan TSS. Perbedaan penurunan
kadar BOD, COD dan TSS disebabkan karena untuk biomassa 250 gram terdapat
banyak tanaman yang rusak, daun - daun yang telah rusak dan terendam air
limbah akan membusuk. Pembusukan tersebut tentu akan menambah jumlah

41

bahan organik dalam air limbah sehingga oksigen yang terlarut menjadi berkurang
dan akhirnya menambah nilai COD air limbah.
Tanaman cattail memiliki rongga batang yang banyak, akar lebat dan daun
tanaman cattail sangat kuat tidak seperti tanaman air lainnya sehingga resiko
jatuhnya daun yang dapat mengganggu pembusukan dapat terhindarkan. Jumlah
biomassa atau berat tanaman sangat mempengaruhi proses penurunan kadar BOD,
COD dan TSS. Semakin kecil berat tanaman akan semakin besar kemungkinan
tanaman tersebut akan mati mengakibatkan proses penurunan kadar limbah cair
akan terganggu, sehingga jumlah berat tanaman sangat diperlukan untuk
menggantikan

tanaman

yang

mati

(Suriawira

2003).

Hasil

penelitian

menunjukkan biomassa berat tanaman cattail sangat berpengaruh terhadap


penurunan maksimal kadar limbah BOD, COD dan TSS. Tanaman kayu apu sama
hal nya dengan tanaman jenis air lainnya, akan tetapi dari segi kemampuan untuk
menurunkan kadar BOD, COD dan TSS tanaman cattail cenderung lebih baik
daripada tanaman kayu apu.
Nilai BOD dipengaruhi juga oleh adanya tanaman yang menutupi
permukaan air limbah. Keberadaan tanaman tersebut dapat menyerap zat organik
yang terdapat dalam air limbah. Semakin banyak tanaman, maka semakin banyak
bahan organik yang terserap dan bahan organik yang harus didegradasi oleh
mikroorganisme semakin sedikit. Semakin sedikit bahan organik yang harus
didegradasi oleh mikrobia, maka kandungan oksigen dalam air limbah semakin
tinggi. Oksigen terlarut dalam air limbah juga semakin banyak karena adanya
suplai oksigen dari hasil fotosintesis tanaman. Jadi semakin banyak tanaman,

42

maka nilai BOD semakin kecil yang berarti semakin baik kualitas air limbah
tersebut.
Nilai COD merupakan jumlah oksigen

yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik dalam air secara kimiawi. Jika bahan organik yang
belum diolah dibuang ke badan perairan, maka bakteri akan menggunakan
oksigen untuk proses pembusukannya. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari pada
nilai BOD karena bahan buangan yang dapat dioksidasi melalui proses kimia
lebih banyak dari pada bahan buangan yang dapat dioksidasi melalui proses
biologi.
Penurunan nilai COD tersebut disebabkan karena bahan padatan telah
mulai mengendap sehingga bahan buangan di air limbah juga berkurang. Selain
itu, sebagian bahan buangan telah teroksidasi dan sebagian lagi juga telah terserap
oleh tanaman sehingga juga mengurangi nilai COD. Penurunan ini juga
dikarenakan suplai oksigen terlarut cukup banyak terutama dari hasil fotosintesis
tanaman sehingga menyebabkan dekomposisi bahan organik menjadi lebih
efektif.
Menurut Haberl dan Langergraber (2002), bahwa proses fotosintetis pada
tanaman cattail (Thypa Angustifolia), memungkinkan adanya pelepasan oksigen
pada daerah sekitar perakaran (zona rhizosphere). Kondisi zona rhizosphere yang
kaya akan oksigen, menyebabkan perkembangan bakteri aerob di zona tersebut.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suriawiria (1993), bahwa kadar oksigen
bebas suatu perairan dapat ditentukan oleh adanya aktivitas fotosintesis
didalamnya, serta hubungan antara permukaan perairan dengan udara bebas.

43

Reaksi fotosintesis : 6CO2 + 6H2O

C6H12O6 + 6O2

Nilai padatan tersuspensi total menunjukkan banyaknya bahan yang


tersuspensi di dalam air. TSS (Total Suspended Solid) adalah berat mg/L kering
lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan
membran berukuran 0,45 mikron. Analisa TSS atau padatan tersuspensi penting
dilakukan untuk mengetahui kuantitas senyawa-senyawa organik dan anorganik
yang larut dalam air, mineral, dan garam. Aplikasi dalam penurunan nilai TSS
digunakan sebagai dasar pengolahan dan pengawasan air minum atau air buangan.
Penurunan nilai TSS juga disebabkan karena tanaman Thypa Angustifolia
memiliki akar serabut yang dapat menjadi tempat menempelnya koloid yang
melayang di air. Semakin tinggi biomassa tanaman, semakin banyak akar
serabutnya, maka semakin banyak koloid yang menempel di akar-akar tersebut.
Endapan dan koloid serta bahan terlarut yang berasal dari bahan buangan yang
berbentuk padat akan mengendap di dasar bila tidak dapat larut dan sebagian akan
menjadi koloidal bila dapat larut. Endapan yang tidak dapat larut sebelum
mencapai dasar akan melayang-layang dalam air bersama koloidial. Akar tanaman
cattail yang panjang dan lebat dapat menjangkau area yang lebih dalam dan luas
sehingga dapat lebih banyak menyerap nutrien seperti senyawa organik, phospat
dan nitrogen dalam tanah serta mentransfer oksigen ke dalam dasar media dan
memungkinkan mikroorganisme tumbuh di sekitar perakaran sehingga oksidasi
zat organik berlangsung lebih baik.
Reaksi yang terjadi pada proses penguraian bahan organik baik secara
aerob maupun anaerob menurut Hammer (1986) adalah sebagai berikut :

44

Aerob : senyawa organik + O2


Anaerob : senyawa organik + NO3-

CO2 + H2O + e
CO2 + N2 + e

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peran utama mikroorganisme dalam


mendegradasi bahan organik dalam sistem wetlands tersebut, akan dapat
menjelaskan trend/kecenderungan penurunan bahan organik dari hasil percobaan.
Adanya proses aklimatisasi tanaman pada awal percobaan, akan memberikan
kesempatan pada bakteri yang terdapat rhizosphere untuk tumbuh dan beradaptasi,
sehingga lag phase akan terjadi saat proses aklimatisasi tersebut.
Media yang digunakan dalam reaktor wetland berupa tanah, pasir dan
kerikil yang tingkat permeabilitas dan konduktivitas hidrolis media tersebut
sangat berpengaruh terhadap waktu detensi air limbah, dimana waktu detensi yang
cukup akan memberikan kesempatan kontak antara mikroorganisme dengan air
limbah (Kurniawan, 2005). Menurut Crites & Tchobanoglous (1998), media pasir
yang digunakan pada reaktor SSF-Wetland akan dapat menurunkan kecepatan
aliran air limbah yang masuk dalam reaktor. Penurunan debit air limbah ini akan
memudahkan terjadinya proses sedimentasi partikel-partikel solid dalam air
limbah. Proses penurunan kandungan kadar limbah BOD, COD dan TSS dalapada
industri tahu dengan sistem constructed wetland menggunakan tanaman cattail
(Thypa Angustifolia) dalam variasi waktu penanaman dan jumlah berat tanaman
cattail mampu menurunkan kadar BOD, COD dan TSS sehingga hasil yang
diperoleh layak dibuang keperairan dan sesuai baku mutu limbah industri tahu.

BAB V
PENUTUP
V.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Sistem Sub-Surface wetland mampu menurunkan kadar BOD dengan
prosentase sebesar 30,3%, COD : 20% dan TSS :17,9%, dibandingkan
Surface wetland prosentase penurunan BOD hanya sebesar 23,3%,
COD:13,3% dan TSS : 6,8%.
2. Waktu lama penanaman cattail pada hari ke 5 mampu menurunkan
prosentase kadar BOD sebesar 14,6%, COD : 12,2% dan TSS : 23,4%, dan
penurunan maksimum terjadi pada hari ke 20 dengan prosentase BOD sebesar
78%, COD : 77,3% dan TSS : 78%.
3. Berat tanaman cattail 1 kg mampu menurunkan kadar BOD sebesar 38,2%,
COD :39,4% dan TSS : 45,6%, dan penurunan maksimum terjadi pada berat
4 Kg dengan prosentase BOD sebesar 86,7%, COD : 88,8 % dan TSS: 90,2%.
5.2 Saran
1. Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan tanaman air lainnya
untuk proses aklimatisasi yang lebih baik sehingga diharapkan menghasilkan
variasi penurunan kadar BOD, COD dan TSS.
2. Perlu dilakukan penelitian menggunakan sistem constructed wetland untuk
tanaman air dengan media air sehingga diharapkan menghasilkan penurunan
limbah yang lebih efisien dan akurat.

45

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts G., & S.S Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional.
Surabaya. Indonesia.
Anonim. 2004. Laboratorium Pengujian Limbah dan Lingkungan dan Aneka
Komoditi. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan
Perdagangan : Semarang.
Awalina, Ami A. dan Meutia. 2005. Aplikasi Lahan Basah Buatan Tropis Jenis
Aliran Permukaan Untuk Menyisihkan SS dan Konstituen Organik dalam
Limbah Industri Tepung Tapioka. Jurnal Vol.4, No.12, Bogor : Puslit
Limnologi-LlPI.
Bagwell, E. C. 1998. Physiological of Rhizophere Diazotroph Assemblages of
Selected Salt Marsh Grasses, Applied and Environmental Microbiology
Journal of Science Education, Vol. 64, No.11, p.c4276-4282.
Borkar.R.P, Mahatme.P.S. 2011. Wastewater Treatment with Vertical Flow
Constructed Wetland. International Journal of Environmental Sciences
Volume 2 No.2.
Dwinanto, A. 2009. Analisis Kadar Parameter Air Limbah Industri. Prosedur
Analisis Laboratorium PERUM PERHUTANI UNIT 1, Jawa Tengah.
Fachrurrozi. 2010. Pengaruh Variasi Biomassa Pistia stratiotes L. Terhadap
Penurunan Kadar BOD, COD, dan TSS Limbah Cair Tahu. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Haberl, R., and Langergraber, H. 2002. Constructed wetlands: a chance to solve
wastewater problems in developing countries. Wat. Sci. Technol. 40:1117.
Hammer, M. J. 1986. Water and Wasterwater Tecnology 5th ed,Prentice-Hall, Inc,
Upper Sadlle River, New Jersey 07458.
Hartati. 2003. Mengelola Air Limbah Hasil Proses Pembuangan Tahu. Surabaya :
ProRistand Indag.
Hidayah, E. N dan Aditia, W. 2010. Potensi Dan Pengaruh Tanaman Pada
Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Sistem Constructed Wetland.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2: 11-18
Kafadi, N. M. 1990. Memproduksi Tahu Secara Praktis. Surabaya: Karya Anda.

46

47

Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa


Buata. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Ando Offest
Kurniawan. 2005. proses pengolahan air limbah dengan sistem wetland. Jakarta :
Karya Anda Edisi 2.
Leady, B. 1997. Constructed Subsurface Flow Wetlands For Wastewater
Treatment, Purdue University.
Masturi. 1997. Pengambilan Minyak Kedelai Pra Proses Pembuatan Tahu.
Laporan Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Semarang.
Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and
Reuse. Mc Graw Hill Inc. New York.
Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment and Reuse, Fourth
Edition, International Edition. McGraw-Hill. New York.
Partoatmojo, S. 1991. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Tahu dan
Pengolahannya dengan Ecenggondok (Eichormia Crasipes(Mart)
Solums. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut
Pertanian Bogor.
Potter, C. Soeparwadi, M & Gani A. 1994. Limbah Cair Berbagai Industri di
Indonesia. Sumber Pengendalian dan Baku mutu. Enviromental
Management Development in Indonesia (EMDI).
Rizka. 2005. Studi Penurunan Kandungan COD dan BOD Air Limbah Domestik
dengan Menggunakan Tanaman Kana (Canna Sp) dalam Sistem SubSurface Flow Constructed Wetland. Tugas Akhir. Jurusan Teknik
Lingkungan ITS, Surabaya.
Romli. 2009. Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Tahu. Jurnal Vo1. 10,
No.2. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Jurnal Oseana, Vol xxx, No 3 : 21-26.
Sasongko dan Setia, B. 1990. Beberapa Parameter Kimia Sebagai Analisi. Edisi
keempat. Semarang: Reaktor
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Universitas
Indonesia Prees.

48

Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Menggunakan Tanaman Rumput Hias


(Cyperus alterifolius L) dengan Sistem Aliran Bawah Permukaan.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Sutapa D. AI. 1999. Lumpur Aktif : Alternatif Pengolah Limbah Cair, Jurnal
Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, No.3; 25-38.
Sutrisno, dan Suciati. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka
Cipta Karya.
Tangahu, B. V. dan Warmadewanthi, I. D. A. A. 2001. Pengelolaan Limbah
Rumah Tangga Dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha
angustifolia) dalam Sistem Constructed Wetland. jurnal Purifikasi,
Volume 2 Nomor 3, ITS Surabaya.
Tebbut, T. H. Y. 1977. Principles of Water Quality Control. 2-nd Ed. University
of Birmigham, England.
Tjokrokusumo, W. 2003. Tanaman Potensial Penyerap Studi Kasus Di Pulau
Batam .J. Tek.Ling. P3TL-BPPT.4(2):8-15).
Unus Suriawiria. 1996. Mikrobiologi Air. Bandung : Karya Cipta Edisi 2.

49

Lampiran 1
Alur Kerja
1.1 Skema Prosedur Perlakuan awal
Cattail

Diambil dari sawah dengan


kriteria umur, tinggi yang sama
Bak ember

diaklimatisasi selama 1
minggu
Cattail ditimbang dengan
berat 1 kg, 2 kg, 3 kg dan 4kg
Constructed wetland

Limbah industri tahu

Dimasukkan kedalam
wetland dengan volume 16 lt
Limbah hasil wetland

Diukur BOD, COD dan TSS


masing-masing variasi lama
penanaman dan berat cattail

50

1.2. Skema analasis kadar COD


Sampel 5 mL

Ditambah 1 mg HgSO4
+ 1mL K2Cr2O7 + 3 mL reagen
Ag2SO4 dan H2SO4

Tabung COD

Dikocok sampai homogen

Reaktor/
Hotplate
Dibiarkan selama 2 jam
dengan Temperatur 148C
Erlenmeyer berisi sampel+1 mg HgSO4 + 1mL
K2Cr2O7 + 3 mL reagen Ag2SO4 dan H2SO4
Dititrasi dengan FAS 0,1 N
Warna larutan kuning
Ditambah indikator feroin
Warna coklat kemerahan
Erlenmeyer

Catat volume titrasi


balnko dan sampel

hasil titrasi

51

1.3. Analisis Kadar BOD

Sampel limbah 5 mL

Botol winkler
Diinkubasi selama 5 hari
Dituangkan secara kuntitatif

Erlenmeyer berisi
sampel inkubasi
Diaduk sampai homogen
ditambah 1mL MnSO4
+ 1 mL alkil iodida azida
dikocok
ditambah 1mL H2SO4
Erlenmeyer berisi sampel+1mL MnSO4+1 mL
alkil iodida azida+1mL H2SO4
dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N
warna kuning muda
ditambah indikator amilum
warna biru
Erlenmeyer
hasil titrasi

catat volume titrasi


blanko dan sampel

52

1.4. Skema Analisis TSS


Contoh uji
diaduk dengan pengaduk magnetik
dipipet dengan volume tertentu
Kertas saring yang dicuci 3x10
mL air suling

disaring untuk penyaringan sempurna

vakum selama 3 menit

Oven
Biarkan kering sempurna
selama 1 jam, suhu 103 sampai 105 C
timbang
magnetik

catat berat kosong dan isi

53

Lampiran 2
2.1 Pembuatan reagen
1. Pembuatan larutan standar kalium dikromat 0,25 N
Perhitungan :
2 K+ + Cr2O7

K2Cr2O7
Cr2O72- + 14 H+ + 6 e

2 Cr3+ + 7H2O
~ 1mol Cr2O72-

1 mol K2Cr2O7

~ 6 mol
~ 6 ekivalen
~ 6 berarti valensi 6
Mr K2Cr2O7
a. M =

= 294,18
=

= 0,0417

b. Volume yang dibutuhkan 1000 mL


c. Massa K2Cr2O7 = V. M . . Mr.10-3
=

= 12,259 g
Jadi ditimbang sebanyak 12,259 g K2Cr2O7 , kemudian dilarutkan
dalam aquades hingga 1000 mL.
2. Pembuatan larutan standar FAS 0,1 N
a. Volume yang dibutuhksan : 250 mL
b. Mr (Fe(NH2)2(SO4)2.6H2O) : 390 g/mol

54

c. Fe2+

Fe3+ + 1e

1mol Fe2+ ~ 1mol e


= n atau valensi
d. Massa Fe (NH2)2 = V. M . . Mr.10-3
=
=
Sebanyak 9,75 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dilarutkan dalam kurang lebih 100
mL aquades, kemudian tambahkan 5 mL H2SO4 pekat, larutan
didinginkan, lalu masukkan kedalam labu takar 250 mL dan ditambahkan
aquades sampai tanda tera. Standarisasikan dengan K2Cr2O7 0,2499 N.
3. Pembuatan indikator fenantrolin Ferro sulfat (feroin)
Digunakan labu takar 100 mL untuk melarutkan penantrolin monohidrat
sebanyak 1,485 g dan 0,695 g FeSO4.7H2O dengan sedikit aquades,
kemudian encerkan 100 mL
4. Pembutan reagen asam sulfat-perak sulfat
2,53 g Ag2SO4 dilarutkan dalam 250 mL H2SO4 pekat, aduk dan biarkan
selama 1-2 hari untuk melarutkan.
5. Pembuatan reagen Ag2SO4.H2SO4.
Serbuk Ag2SO4 sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam 500 mL H2SO4 pekat,
diaduk, dan didiamkan selama satu sampai dua hari untuk proses
pelarutannya. Campuran disimpan di dalam botol gelap tertutup.
6. Pembuatan larutan MnSO4

55

Serbuk MnSO4.H2O sebanyak 36,4 g dilarutkan dalam akuades dan


ditepatkan volumenya sampai dengan 100 mL.
7. Pembuatan larutan alkali iodida azida
Padatan NaOH atau KOH sebanyak 50 g dan 15 g KI dilarutkan dengan
akuades sampai dengan volume 100 mL. Kemudian ditambahkan larutan 1
g NaN3 dalam 4 mL akuades.
8. Pembuatan larutan natrium thio-sulfat 0,1 N
Dibuat Na2S2O3. 5H2O 0,1 N dengan cara melarutkan kristal Na2S2O3.
5H2O sebanyak 12,4 g dalam labu takar dengan akuades sampai menjadi
1000 mL. Sebanyak 62,5 mL larutan Na2S2O3. 5H2O 0,1 N diencerkan
menjadi 250 mL. Larutan ini distandarisasi dengan K2Cr2O7 0,25 N.
9. Pembuatan larutan standar kalium dikromat 0,025 N
10. Pembuatan larutan mangan sulfat
11. Pembuatan larutan indikator kanji
Serbuk amilum sebanyak 2 g amilum dan 0,2 gram asam salisilat sebagai
pengawet dilarutkan dalam 100 mL air yang telah dididihkan.

56

Lampiran 3
3.1 Hasil data limbah sebelum perlakuan

No

Parameter

Satuan

Hasil Uji

1.
2.
3.
4.

BOD
COD
TSS
pH

mg/L
mg/L
mg/L
-

803
1232
667
4,5

3.2 lampiran hasil titrasi


3.2.1 Limbah sebelum perlakuan
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2,68 mL (A)
1. Vol titrasi : 1,92 mL(B)

= 1216 mg/L
2. Vol titrasi : 1,91 mL(B)

= 1232 mg/L
3. Vol titrasi : 1,90 mL(B)

= 1248 mg/L

= 1232 mg/L

Baku Mutu Air Limbah


Industri Tahu
150
275
100
6,0 9,0

57

BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 2,5/ DO5 = 2,0

= 3200 mg/L
BOD = DO DO5
= 4000 3200
= 800 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 2,4/ DO5 = 1,9

= 3840 mg/L

= 3040 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3840 3040
= 800 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 2,4/ DO5 = 1,9

= 3840 mg/L

= 3040 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3840 3040
= 800 mg/L

= 800 mg/L
TSS
B = 46,1024 mg

58

A = 12,7187 mg
C = 50 mL

= 667 mg/L
3.2.2 SSFW 10 hari dengan 2 Kg cattail
No
Baku Mutu Air
Parameter
Satuan Hasil
Limbah
Uji
Industri Tahu
BOD
mg/L
640
150
1.
COD
mg/L
858
275
2.
TSS
mg/L
547
100
3.
Hasil Titrasi
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2,68 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,12 mL(B)

= 896 mg/L
2. Vol titrasi : 2,13 mL(B)

= 880 mg/L
3. Vol titrasi: 2,18 mL(B)

= 800 mg/L

Metode

SubSurface
Wetland

59

= 858 mg/L

= 30,3%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 2,4/ DO5 = 2,0

= 3840 mL

= 3200 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3840 3200
= 640 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 2,2/ DO5 = 1,8

= 3520 mg/L

= 2880 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3520 2880
= 640 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 2,0/ DO5 = 1,6

= 3200 mg/L

60

= 2560 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3200 2560
= 640 mg/L

= 640 mg/L
BOD

= 20%
TSS
B = 40,1022 mg
A = 18,7184 mg
C = 50 mL

= 547 mg/L
TSS

= 17,9%
3.2.3 SFW 10 hari dengan 2 Kg cattail
No Parameter Satuan
Baku Mutu Air
Hasil
Limbah
Uji
Industri Tahu
BOD
mg/L
693
150
1.
COD
mg/L
944
275
2.
TSS
mg/L
621
100
3.
4.
pH
4,5
6,0-9,0

Metode

Surface Wetland

61

Hasil Titrasi
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2,68 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,06 mL(B)

= 992 mL
2. Vol titrasi : 2,09 mL(B)

= 944 mL
3. Vol titrasi : 2,12 mL(B)

= 896 mL

= 944 mL
COD

= 23,3%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 2,7/ DO5 = 2,3

62

= 4320 mg/L

= 3680 mg/L
BOD = DO0 DO
= 4320 3680
= 640 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 2,7/ DO5 = 2,1

= 4320 mg/L

= 3360 mg/L
BOD = DO0 DO
= 4320 3360
= 960 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 2,6/ DO5 = 2,3

= 4160 mg/L

= 3680 mg/L
BOD = DO0 DO
= 4160 3680
=480 mg/L

= 693 mg/L

63

BOD

= 13,3%
TSS
B = 43,8114 mg
A = 12,7180 mg
C = 50 mL

= 621 mg/L
TSS

3.2.4

5 hari 2 kg
Parameter

Satuan

No
1.
2.
3.
4.

BOD
COD
TSS
pH

mg/L
mg/L
mg/L
-

Hasil titrasi
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2,68 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,0mL(B)

Baku
Mutu

5 hari

150
275
100
6,0-9,0

640
1072
520
5,5

Waktu Penanaman
10
15 hari
20 hari
hari
623
266
177
837
602
277
481
245
146
6,0
6,5
6,0

64

= 1088 mL
2. Vol titrasi : 2,05 mL(B)

= 1008 mL
3. Vol titrasi : 1,98 mL(B)

COD

=12,2%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 2,1/ DO5 = 1,7

= 3360 mg/L

65

= 2720 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3360 2720
= 640 mg/L

2. Vol titrasi : DO0 = 2,2/ DO5 = 1,7

= 3520 mg/L

= 2720 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3520 2720
= 800 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 1,9/ DO5 = 1,6

= 3040

BOD = DO0 DO
= 3040 2560
= 480 mg/L

=640 mg/L

= 14,6%

66

TSS
B = 38,7173 mg
A = 12,7170 mg
C = 50 mL

= 520 mg/L

=22%
3.2.5 10 hari 2 kg
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2 ,68mL (A)
1. Vol titrasi : 2,0 mL(B)

= 896 mL
2. Vol titrasi : 2,18 mL(B)

= 800 mL
3. Vol titrasi : 2,17 mL(B)

67

= 816 mL

= 837 mL

= 31,4%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 1,70/ DO5 = 1,40

= 2720 mg/L

=2240 mg/L

BOD = DO0 DO
= 2720 2240
= 480 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 1,71/ DO5 = 1,35

= 2750 mg/L

BOD = DO0 DO
= 2750 2160
= 590 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 1,70/ DO5 = 1,39

68

= 2720 mg/L

= 2224 mg/L
BOD = DO0 DO
= 2720 2224
= 496mg/L

= 522 mg/L

= 30,4%
TSS
B = 36,8112 mg
A = 12,7021 mg
C = 50 mL

= 27,9%
3.2.6 15 hari 2 kg
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2 ,68mL (A)
1. Vol titrasi : 2,30mL(B)

69

2.

= 608 mg/L
Vol titrasi : 2,33 mL(B)

= 560 mg/L
3. Vol titrasi : 2,28 mL(B)

= 640 mg/L

= 602 mg/L

= 50,6%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 1,41/ DO5 = 1,21

=2256 mg/L

=1936 mg/L
BOD = DO0 DO

70

= 2256 1936
= 320
2. Vol titrasi : DO0 = 1,40/ DO5 = 1,20

= 2240 mg/L

= 1920 mg/L
BOD = DO0 DO
= 2240 1920
= 320 mg/L
3. Vol titrasi : DO0= 1,40/ DO5 = 1,30

= 2240 mg/L

=2080 mg/L
BOD = DO0 DO
= 22402080
= 160 mg/L

= 64,5%

TSS
B = 25,0164 mg
A = 12,7241 mg

71

C = 50 mL

= 245 mg/L

= 6,39%
3.2.7 20 hari 2 kg
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2 ,68 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,50 mL(B)

= 288 mL
2. Vol titrasi : 2,53 mL(B)

= 240 mg/L
3. Vol titrasi: 2,49 mL(B)

= 304 mg/L

72

= 277 mg/L

= 77,3%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 1,21/ DO5 = 1,01

= 1936 mg/L

=1616 mg/L
BOD = DO0 DO
= 1936 1616
= 320 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 1,20/ DO5 = 1,00

= 1920 mg/L

BOD = DO0 DO
= 1920 1600
= 320 mg/L
3. Vol titrasi : DO0= 1,19/ DO5 = 1,10

= 1904 mg/L

73

BOD = DO0 DO
= 1904 1760
= 144 mg/L

= 165 mg/L

= 78%
TSS
B = 20,0143 mg
A = 12,6991 mg
C = 50 mL

= 146 mg/L

= 78,4%
3.2.8 1 kg 20 hari
Parameter
No
1.
2.

BOD
COD

Satuan
mg/L
mg/L

Baku
mutu
150
275

1 Kg
400
752

Berat cattail
2 Kg
3 Kg
160
106
330
261

4 Kg
80
165

74

3.
4.

TSS
pH
Hasil titrasi

mg/L
-

100
6,0-9,0

Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2,68 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,21mL(B)

= 768 mg/L
2. Vol titrasi : 2,25 mL(B)

= 704 mg/L
3. Vol titrasi : 2,20 mL(B)

= 784 mg/L

= 752 mg/L

= 39,4%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 2,16/ DO5 = 1,89

353
6,0

142
6,5

93
7,0

63
7,0

75

= 3456 mg/L

= 3024 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3456 3024
= 432 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 2,12/ DO5 = 1,88

= 3392 mg/L

= 3008 mg/L
BOD = DO0 DO
= 3392 3008
=384 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 2,13/ DO5 = 1,89

=3408 mg/L

=3024 mg/L
BOD = DO0 DO
= 33408 3024
= 384 mg/L

= 400 mg/L

= 41,8%

76

TSS
B = 30,4016 mg
A = 12,7341 mg
C = 50 mL

= 353 mg/L

= 45,6%
3.2.9 2 kg 20 hari
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2 ,69mL (A)
1. Vol titrasi : 2,48mL(B)

= 336 mg/L
2. Vol titrasi : 2,48 mL(B)

= 336 mg/L
3. Vol titrasi : 2,50 mL(B)

77

= 304 mg/L

= 325 mL

= 73,4%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 1,41/ DO5 = 1,30

= 2256 mg/L

=2080 mg/L
BOD = DO0 DO
= 2256 2080
= 176
2. Vol titrasi : DO0 = 1,40/ DO5 = 1,31

= 2240 mg/L

BOD = DO0 DO
= 2240 2094
= 144 mg/L
3. Vol titrasi : DO0 = 1,40/ DO5 = 1,30

78

= 2240 mg/L

=2080 mg/L
BOD = DO0 DO
= 2240 2080
= 160 mg/L

=160 mg/L

= 75,3%
TSS
B = 19,8716 mg
A = 12,7300 mg
C = 50 mL

= 142 mg/L

= 78,1%
3.2.10 3 kg 20 hari
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2 ,69 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,50 mL(B)

79

= 304 mg/L
2. Vol titrasi : 2,54 mL(B)

= 240 mg/L

3. Vol titrasi: 2,54 mL(B)

= 240 mg/L

= 261 mg/L

= 78,9%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 1,20/ DO5 = 1,14

=1920 mg/L

80

=1824 mg/L
BOD = DO0 DO
=1920 1824
= 96 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 1,19/ DO5 = 1,11

=1904 mg/L

= 1776 mg/L
BOD = DO0 DO
= 19041776
= 128 mg/L
3. Vol titrasi : DO0= 1,19/ DO5 = 1,13

= 1904 mg/L

=1808 mg/L
BOD = DO0 DO
= 19041808
= 96 mg/L

= 106 mg/L

= 83,6%
TSS
B = 17,4081 mg
A = 12,7409 mg
C = 50mL

81

= 93 mg/L

= 85,6%
3.2.11. 20 hari 4 kg
Vol sampel : 5 mL
Vol blanko : 2 ,69 mL (A)
1. Vol titrasi : 2,59 mL(B)

= 160 mg/L
2. Vol titrasi : 2,59mL(B)

= 160 mg/L
3. Vol titrasi : 2,58 mL(B)

= 176 mg/L

= 165 mg/L

82

= 86,7%
BOD
1. Vol titrasi : DO0 = 1,14/ DO5 = 1,09

= 1824 mg/L

=1744 mg/L

BOD = DO0 DO
= 1824 1744
= 80 mg/L
2. Vol titrasi : DO0 = 1,13/ DO5 = 1,07

= 1808 mg/L

= 1712 mg/L
BOD = DO0 DO
= 1808 1712
= 96 mg/L
3. Vol titrasi : DO0= 1,14/ DO5 = 1,10

= 1824 mg/L

=1760 mg/L
BOD = DO0 DO
= 1824 1760
= 64 mg/L

83

= 80 mg/L

= 87,6%
TSS
B = 15,5713 mg
A = 12,4124 mg
C = 50 mL

= 63 mg/L

= 90,2%

84

Lampiran 3
3.1 dokumentasi penelitian

Gambar 10. Pembersihan akar

gambar 11. Aklimatisasi

Gambar 12. Penimbangan

Gambar 13. Media wetland

85

Gambar 14. Wetland beserta media Gambar 15. SSFW dan SFW

Gambar17. Pengambilan sampel wetland

Gambar 18. Limbah awal

5 HARI

10 HARI

15HARI

Gambar 19. hasil SSFW dan SFW

Gambar 21. Hasil variasi berat 1 kg, 2 kg, 3 kg dan 4 kg

20 HARI

Anda mungkin juga menyukai