JUDUL PROGRAM
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SEBAGAI BIOGAS
DENGAN OPTIMALISASI PRODUK
BIDANG KEGIATAN:
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Depok, 10 November
2016
Menyetujui
Kepala Departemen Teknik Kimia, Ketua Pelaksana,
(bhhsadkalsd) (bshadlasklflaf)
NUP. 1KJASD;SF NPM. ASHFKSFKASF
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa sehingga Program Karya
Mahasiswa (PKM) yang berjudul Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit
sebagai Biogas dengn Optimalisasi Produk ini dapat terselesaikan. Kami
menemui beberapa tantangan dalam pengerjaan karya tulis ini, namun semua
masalah dapat terlewati sehingga karya tulis ini pun dapat diselesaikan.
Masalah yang ada di masyarakat datang dari banyak hal, mulai dari
kebersihan hingga kesehatan. PKM ini mengambil inspirasi dari masalah sehari-
hari masyarakat di sekitar Universitas Indonesia, yaitu keruhnya air di Kukusan
Teknik, yang mayoritas penduduknya merupakan mahasisa Universitas Indonesia.
Di dalam karya tulis ini, penulis mengusulkan penjernihan air di Kukusan
Teknik dengan menggunakan adsorben arang aktif dari tanaman eceng gondok.
Eceng Gondok diambil sebagai bahan utama mengingat keberadaannya yang
mudah didapat dan jumlahnya yang sering kali tak terkontol pada danau atau
genangan air besar lainnya.
Penulis tentunya juga menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran dari pembaca,
dengan harapan dapat melakukan perbaikan pada karya tulis ini di kemudian hari.
Penulis sangat berharap bahwa karya tulis ini dapat memberikan manfaat yang
signifikan untuk masyarakat.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SEBAGAI BIOGAS
DENGAN OPTIMALISASI PRODUK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, bahan bakar di Indonesia masih didominasi oleh minyak bumi
dan batubara. Bahan bakar fossil merupakan bahan bakar yang tidak dapat
diperbaharui dan penggunaannya dapat menyebabkan pemanasan global.
Pembakaran bahan bakar fossil melepas karbondioksida dan gas lain seperti
metana, klor, dan belerang yang meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer. Ketergantungan terhadap bahan bakar fossil harus segera dialihkan
ke bahan bakar alternatif berbahan baku nabati yang sifatnya terbarukan.
Usaha mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan
pengembangan sumber energi alternatif termasuk bioenergi yang terus
dilakukan. Bioenergi adalah energi terbarukan yang berasal dari biomassa.
Energi terbarukan dihasilkan dari sumberdaya yang tidak pernah habis,
sumber energi terbarukan meliputi; matahari, angin, bumi, air, biomassa, dan
energi dari limbah (Mahajoeno; 2008).
Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah mulai dari hutan,
kelapa sawit, hingga buah-buahan dan sayuran. Kekayaan alam Indonesia juga
seringkali menimbulkan limbah dalam pengolahannya, contohnya pengolahan
minyak kelapa sawit. Limbah dari industri ini dapat dimanfaatkan sebagai
biogas yang merupakan energi terbarukan. Energi yang didapat dari
pengolahan limbah dapat mengurangi dua masalah vital saat ini yaitu
pencemaran lingkungan akibat limbah serta krisis energi.
Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia pada era
pembangunan ini sangat pesat. Produksi minyak kelapa sawit menghasilkan
2,5 ton limbah cair, yaitu berupa limbah organik berasal dari input air selama
proses separasi, klarifikasi, dan sterilisasi. Limbah cair yang dihasilkan dalam
jumlah besar dari berbagai tahapan proses fisika, perebusan, pembantingan,
penghancuran, pengenpaan, klarifiksi dan pemecahan biji. Produksi minyak
kelapa sawit berkapasitas olah 60 ton tandan buah segar/jam menghasilkan
limbah cair sebanyak 42 3 (Mahajoeno; 2008).
Menurut Manurung (2004), air buangan pabrik limbah kelapa sawit
dengan nilai BOD, COD, padatan tersuspensi dan kandungan total padatan
tinggi merupakan sumber pencemar sangat potensial. Limbah ini mengandung
senyawa organik dan anorganik. Limbah yang mengandung senyawa organik
dapat dirombak oleh mikroba dan dapat dikendalikan secara biologis.
Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan
anaerob. Proses anaerob mampu merombak senyawa organik yang terkandung
dalam limbah sampai batas tertentu yang dilanjutkan dengan proses aerob
secara alami atau dengan bantuan mekanik. Perombakan senyawa organik
tersebut akan menghasilkan gas metana, karbon dioksida yang merupakan
hasil kerja dari mikroba asetogenic dan metanogenic. Berbagai sistem dan
jenis air buangan telah dikembangkan dan diteliti, yang semuanya bertujuan
untuk memberi perlindungan terhadap lingkungan dan dari beberapa
penelitian tersebut diketahui bahwa proses anaerobik memberikan hasil yang
lebih baik untuk mengolah limbah dengan kadar COD yang lebih tinggi.
Kondisi Kekinian
Saat ini, Indonesia sedang mengalami krisis energi karena hampir seluruh bahan
bakar yang digunakan berbasis bahan bakar fosil. Selain itu, terjadi pencemaran
lingkungan oleh limbah pabrik industri dalam jumlah besar yang harus segera
ditangani. Untuk mengatasi solusi tersebut, dikembangkan energi alternatif yang
ramah lingkungan dan terbarukan, salah satunya ialah biogas. Biogas adalah gas
yang berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa,
kotoran manusia, kotoran hewan yang dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui
proses anaerobik digestion (Saputro dan Putri; 2010).
Biogas dapat dibuat dari limbah organik yang mengandung metana. Pengolahan
limbah cair kelapa sawit menjadi biogas menghasilkan metana dan produk
samping berupa karbondioksida (2) dan hidrogen sulfida (2 S). Menurut
Haryandi (2011), keberadaan gas ini dalam produk (metana) berdampak pada
turunnya kualitas biogas karena mengurangi nilai kalori pembakaran,
menyebabkan korosi, pada konsentrasi tertentu dapat besifat racun dan
menjadikan biogas tidak ekonomis. Pemanfaatan biogas dalam skala rumah
tangga juga belum maksimal karena tingginya kadar 2 menyebabkan
kurangnya efisiensi dari pembakaran biogas (Maarif dan Arif; )
Solusi Terdahulu
Solusi yang ditawarkan pada limbah cair kelapa sawit adalah pemanfaatannya
menjadi pupuk organik. Menurut Hidayanto(), Metode aplikasi limbah cair yang
umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui
pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder (flatbed) .
Ukuran flatbed adalah 2,5 m x 1,5 m x 0,25 m . Dosis pengaliran limbah cair
adalah 12,6 mm ekuivalen curah hujan (ECH)/Ha/bulan atau 126 m3/Ha/bulan .
Kandungan hara pada I m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,
3,0 kg MOP, dan 1,2 kg kieserit .
Dengan asumsi produksi kompos per hari 60 ton, maka biaya produksi kompos
adalah Rp . 150/kg. Dengan harga jual kompos bulk Rp. 400/kg.
Solusi yang ditawarkan pada tingginya kadar 2 yang terdapat di biogas hasil
pengolahan limbah cair kelapa sawit adalah dengan metode water scrubbing.
Metode water scrubber adalah pemurnian biogas berdasarkan absorbsi fisik.
Pemurnian ini dilakukan dengan prinsip kontak gas-cair secara lawan arah
(counter-current) pada suhu lingkungan dan bertekanan. Biogas yang
mengandung 2 dan metana kemudian dicampur dengan air dalam kolom bahan
isian. Biogas kemudian dikompres dan dimasukkan dalam kolom scrubber dari
sisi bawah dengan tekanan 1000-2000 kPa. Kolom kemudian ditambahkan air
hingga penuh menggunakan pompa air bertekanan tinggi. Perbedaan kelarutan
antara metana dan 2 menyebabkan karbondioksida akan larut dalam air dan
metana akan tetap dalam fase gas sehingga 2 akan dapat dipisahkan dari
metana (Andiani, Wresta, Atmaja, dan Saepudin; 2013)
Pengolahan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas akan menaikkan harga jual
dibandingkan dengan mengolah limbah menjadi pupuk kompos. Selain itu,
produk samping yang dihasilkan juga berupa pupuk. Optimalisasi produk berupa
biogas (menghilangkan CO2) maka metana yang dihasilkan dapat mencapai
kemurnian 99%.
Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) terlebih dahulu diproses melalui pengolahan
awal. Dalam proses pengolahan awal, POME dikondisikan untuk mencapai nilai-
nilai parameter yang dibutuhkan untuk masuk ke digester. Pada tahap ini,
dilakukan proses penyaringan untuk menghilangkan partikel besar seperti kotoran
atau serat. Proses pengadukan atau netralisasi pH dilakukan untuk mencapai pH
optimal pada 6,5-7,5. Sebuah sistem pendinginan berfungsi untuk menurunkan
LCKS menjadi sekitar 40o-50oC. Suhu digester harus dijaga dibawah 40oC agar
kondisi mesofilik optimal (Rahayu et al. 2015)
LCKS setelah pengolahan awal dipompa ke digester, yaitu kolam tertutup. Proses
penguraian POME menghasilkan biogas dan residu. Digester harus dirancang
kedap air dan udara. Berdasarkan Mahajoeno (2008) perancangan digester kolam
tertutup dapat dilakukan dengan cara berikut
Di bagian dasar kolam terdapat pipa inlet distribusi LCKS yang berfungsi sebagai
pengaduk, dan inokulum lumpur LCKS berada pada dasar bioreaktor. Hasil proses
fermentasi anaerob laju tinggi akan terbentuk biogas. Di bagian atas terdapat
penampung yang terbuat dari terpal plastik. Dalam kolam, terjadi fermentasi
dengan skema berikut
Hidrolisis
Asam organik rantai pendek
Asidifikasi
Pembentukan metana
Menurut Andriani, Wresta, Atmaja, dan Saepudin, titik didih metana pada
tekanan 1 atm adalah -161,5oC, lebih rendah daripada titik didih CO2 yaitu -
78,2oC. Hal ini memungkinkan pemisahan antara metana dan karbondioksida
dengan mencairkan CO2 dengan temperatur yang sangat rendah dan tekanan yang
tinggi. Biogas dikompres hingga 1000-8000 kPa. Gas yang telah dikompres
kemudian dikeringkan untuk mencegah terjadinya pembekuan dan didinginkan
pada suhu -25oC hingga 45oC. Karbon dioksida yang telah dikondensasi
kemudian dihilangkan. Biogas didinginkan lebih lanjut hingga mencapai -110oC.
Dalam kondisi ini, terdapat fase gas- padat, dimana padatan berupa CO2 dan gas
adalah metana dengan konsentrasi diatas 97%. Aliran gas CH4 dikumpulkan dan
dipanaskan sebelum meninggalkan instalasi. Produk akhir dari tahap ini adalah
Liquid Biomethane (LBM) yang setara dengan Liquid Natural Gas (LNG).
Pihak-pihak Terkait
Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) sebagai biogas
berhubungan secara langsung dengan lingkungan sekitar pabrik pengolahan
kelapa sawit. Demi mewujudkan pemanfaatan limbah sebagai energi terbarukan,
dibutuhkan koordinasi dan kerja sama dari berbagai pihak, di antaranya:
1. Pemilik pabrik pengolahan kelapa sawit
2. Divisi pengolahan limbah pada pabrik pengolahan kelapa sawit
2. Produsen energi di sekitar pabrik
4. Dinas Lingkungan tempat pabrik pengolahan kelapa sawit beroperasi
Pihak-pihak di atas berperan penting terhadap kelancaran pengolahan
LCKS menjadi biogas.
KESIMPULAN
Prediksi Hasil
Terdarpat peluang dan tantangan tersendiri dalam pengimplementasian
pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai biogas. Pembuatan biogas
ini relatif murah karena bahan bakunya merupakan limbah. Apabila
program pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas berhasil,
hasil yang dicapai antara lain menciptakan energi terbarukan yang ramah
lingkungan, mengurangi metana yang dilepaskan ke lingkungan, pengganti
bahan bakar fossil, serta mengurangi kadar CO2 dari pembakaran. Selain
itu, program ini juga dapat menjadi solusi dalam kelangkaan energi yaitu
sebagai pengganti LPG serta memiliki harga yang lebih murah.
DAFTAR PUSTAKA
Mahajoeno, E. (2008). Pengembangan Energi Terbarukan dari Limbah Cair Pabrik Minyak
Kelapa Sawit.
Hidayanto, M. (n.d). Limbah Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pupuk Organik dan Pakan
Ternak. [online]. p.86. Tersedia di:
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/plimbah08-
13.pdf?secure=1 [Diakses pada 2 November 2016]
Maarif, F. dan Arif, J. (n.d.) Absorbsi Gas Karbondioksida dalam Biogas dengan Larutan
NaOH secara Kontinyu.