Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FISIKA


PADA PENGOLAHAN LUMPUR

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengolahan Limbah Cair
Dosen : Bibit Nasrokhatun D, S.KM, M.Kes

KELOMPOK 7

Ana Nur Faidah CMR0160064


Anes Marsella CMR0160065
Nurfany Daistin F. CMR0160082
Windy Maretha CMR0160092

KELAS REGULER C

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah dengan judul “Pengolahan Limbah Secara Fisika Pada Pengolahan
Lumpur” sebagai tugas mata kuliah Pengolahan Limbah Cair.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak menerima bantuan bimbingan
dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, kami tidak lupa
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Bibit Nasrokhatun D, S.KM, M.Kes selaku dosen mata kuliah
Pengolahan Limbah Cair
2. Teman-teman kami di STIKes Kuningan umumnya dan kelas Reguler C
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat khususnya atas segala bantuannya.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
STIKes Kuningan. Kami menyadari bahwa penulisan makalah masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun.
Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi penulis serta pembaca pada umumnya.

Kuningan, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Limbah .................................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Limbah Cair ................................................................. 4
2.1.2 Pengolahan Limbah ....................................................................... 4
2.1.3 Proses Pengolahan Limbah Cair .................................................... 4
2.1.4 Sumber Limbah Cair ...................................................................... 8
2.2 Lumpur Aktif .......................................................................................... 8
2.2.1 Pengertian Lumpur Aktif ............................................................... 8
2.2.2 Proses Lumpur Aktif ...................................................................... 9
2.2.3 Pengolahan Lumpur Aktif ............................................................. 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17
3.2 Saran ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengolahan limbah cair pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan
dengan metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode
Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk
menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme
sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga
menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya
(Ginting, 2002).
Dalam pengolahan limbah cair secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi
dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam limbah air limbah dengan
menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam
mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi
sehingga mikroorganisme baru dapat bertumbuh. Proses pengolahan secara
biologi yang paling sering digunakan adalah proses pengolahan dengan
menggunakan metode lumpur aktif (Ginting, 2002).
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa
baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower
(diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan
mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok
menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan
memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Dengan menerapkan sistem ini
didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan
bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali
sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan
sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan

1
cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan
masyarakat akan air (Ginting, 2002)..
Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses
pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut. Air
tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri
selanjutnya. Air daur ulang tersebut dapat dimanfaatkan dengan aman untuk
kebutuhan konsumsi air seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher,
penyiraman tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan kebutuhan air yang
lainnya. Dalam hal ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan
lumpur (slurry) yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini
mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah
dari berbagai jenis industri seperti industri pangan, pulp, kertas, tekstil, bahan
kimia dan obat-obatan. Teknik Pengolahan lumpur ini banyak ragamnya. Salah
satu dari teknik lumpur adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni.
Pengolahan ini termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan bantuan
mikroorganisma pada proses pengolahannya (Dini, 2004).
Proses lumpur aktif merupakan proses pengolahan secara biologis aerobik
dengan mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam
keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan
mekanis, yaitu aerator dan blower, karena selain berfungsi untuk suplai oksigen
juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa
mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan
pembuangan lumpur dalam jumlah tertentu (Dini, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu “Bagamaimanakah proses pengelolaan limbah dengan metode
pengolahan lumpur?”

2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
cara pengolahan limbah dengan menggunakan metode pengolahan lumpur.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu memberikan informasi dan
mengetahui tentang pengolahan limbah dengan metode pengolahan lumpur.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Limbah Cair


2.1.1 Pengertian Limbah Cair
Limbah cair merupakan salah satu jenis air buangan yang sukar diolah,
karena proses yang digunakan sangat bervariasi, sehingga karakteristik limbah
cair yang dihasilkannya pun sangat bervariasi. Umumnya limbah cair memiliki
warna yang pekat, bersifat basa, kandungan padatan tersuspensi (TSS) yang
tinggi, temperatur tinggi, konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) dan
Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi (Sugiharto, 2007).

2.1.2 Pengolahan Limbah


Pengolahan limbah adalah suatu upaya pengurangan volume, konsentrasi
dan tingkat bahaya limbah dengan jalan pengolahan fisik, kimia, hayati atau
gabungan antara ketiganya. Kegiatan pengolahan limbah merupakan salah atu
cara untuk mengendalikan pencemaran limbah, namun kegiatan untuk mengurangi
jumlah limbah yang keluar juga merupakan salah satu langkah yang akan
membantu menurunkan beban pencemaran (Sugiharto, 2007).

2.1.3 Proses Pengolahan Limbah Cair


Menurut Sugiharto tahun 2007 menyatakan bahwa proses pengolahan air
limbah terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :
1) Proses Primer
a. Penyaringan kasar
Air limbah dari hasil proses produksi dibuang melalui saluran pembuangan
terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi
dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna.
Untuk mencegah agar sisa-sisa kotoran padat dan sampah dalam air limbah
terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan
saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

4
b. Penghilangan warna
Limbah cair berwarna yang berasal dari proses produksi setelah
melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, air
tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama yang
terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan
koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk
pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan
ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya untuk
menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua
limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut
ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan
terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses
pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara
padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam
tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini
sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa
langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang
masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses
dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru
yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal
dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
c. Ekualisasi
Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum yang menampung dua
sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal
dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan
air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu untuk
memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan
menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH
7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih
dahulu air melewati saringan halus dan cooling tower, karena untuk proses

5
aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi
ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup.
d. Penyaringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan
padatan dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari
padatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
e. Pendinginan
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara
35-40oC, sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang
bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif.
Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC.

2) Proses Sekunder
a. Proses Biologi
Pada umumnya dalam proses biologi ini membutuhkan tiga bak aerasi,
yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak
memerlukan blower sehingga dapat menghemat biaya listrik, selain itu
perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah
lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya
terjadi pada bak persegi panjang.. Pada masing-masing bak aerasi ini
terdapat sparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke
dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi
dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. parameter-
parameter tersebut harus terus dijaga sehingga penguraian polutan yang
terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri.
Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar
4000 – 6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30oC.
b. Proses Sedimentasi
Bak sedimentasi II biasanya mempunyai bentuk bundar pada bagian
atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan

6
pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi
ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan
lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return
sludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi hampir mendekati
anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS
dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan
pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS
dengan menggunakan alat MLSS meter.

3) Proses Tersier
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium
Sulfat (Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi
padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini
diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air
tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam
bak interdiet yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk
mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan
menggunakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan
alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 – 300 ppm) dan polimer
(konsentrasi antara 0,5 – 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah
mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah
yang berasal pengolahan air baku (water teratment) yang bertujuan
menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya
flok.
Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat
proses persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH
kontrol yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke
perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan dengan
sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan

7
pada tangki sedimentasi III. Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki
penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter
machine.

2.1.4 Sumber Limbah Cair


Sumber air limbah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :
a. Air limbah domestik atau rumah tangga
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun
2003, limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari usaha dan
atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan,
apartemen, dan asrama. Air limbah domestik mengandung berbagai bahan,
yaitu kotoran, urine, dan air bekas cucian yang mengandung deterjen,
bakteri, dan virus (Mahida, 2004).
b. Air limbah industri
Air yang dihasilkan oleh industri, baik akibat proses pembuatan atau
produksi yang dihasilkan industri tersebut maupun proses lainnya. Limbah
non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian,
perternakan, perikanan, transportasi, dan sumbersumber lain (Mahida,
2004).
c. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui
sambungan pipa, pipa bocor, atau dinding manhole, sedangkan inflow
adalah masuknya aliran air permukaan melalui tutup manhole, atap, area
drainase, cross connection saluran air hujan maupun air buangan (Mahida,
2004).

2.2 Lumpur Aktif


2.2.1 Pengertian Lumpur Aktif
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu
proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder

8
secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa
baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi
mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan (Dini, 2004).

2.2.2 Proses Lumpur Aktif


Proses lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara
biologi, dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau
tangki aerasi. Padatan biologis aktif akan mengoksidasi kandungan zat di dalam
air limbah secara biologis, yang di akhir proses akan dipisahkan dengan sistem
pengendapan. Proses lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun
1914 oleh Ardern dan Lockett dan dinamakan lumpur aktif karena prosesnya
melibatkan massa mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah
secara aerobik. Istilah lumpur aktif diterapkan baik pada proses maupun padatan
biologis di dalam unit pengolahan (Ignasius,1999).

Gambar 1 : Kegiatan dan alat proses sistem lumpur aktif

Proses lumpur aktif terdiri dari dua tangki, yaitu:


a. Tangki aerasi, di dalam bak ini terjadi reaksi penguraian zat organik oleh
mikroorganisme dengan bantuan oksigen terlarut.
b. Bak pemisah (Clarifier) yaitu tempat lumpur aktif dipisahkan dari cairan
untuk dikembalikan ke tangki aerasi, kelebihannya dibuang (Ignasius, 1999).

9
2.2.3 Pengolahan Lumpur
Tahapan pengolahan lumpur, diantaranya :
a) Pengentalan (Thickening
Tujuan thickening adalah mengurangi volume lumpur dengan
membuang supernatannya. Supernatan adalah cairan atau fase cair di
dalam lumpur yang akan terpisah dengan fase padatannya. Jika konsentrasi
solid dalam lumpur semula sebesar 2% maka setelah thickening,
konsentrasi padatan dalam lumpur akan bertambah menjadi 5%, sehingga
terjadi pengurangan volume sebesar 100 % - (200/5) % = 60%.
Proses pengolahan lumpur dengan cara thickening dibagi lagi menjadi
tiga proses, yaitu
1. Gravity
Gravity thickening biasanya dalam bentuk silinder dengan kedalaman
±3.00 meter dengan dasar berbentuk kerucut untuk memudahkan
pengurasan lumpur dengan waktu detensi selama I hari. Tujuan
penggunaan thickening adalah mengurangi volume lumpur hingga (30-
60)% dan mengkonsentrasikan solid underflow.

2. Flotation
Flotation thickener merupakan salah satu metoda mengurangi volume
lumpur dengan cara flotasi. Mekanisme kerja flotation thickener yaitu :
gelembung udara dilarutkan dengan tekanan tinggi,kemudian tekanan
dibebaskan sehingga gelembung udara naik dan menempel pada

10
gumpalan lumpur. Hal ini menyebabkan lumpur naik ke atas permukaan
bak dan akhirnya lumpur terkonsentrasi dan tersisihkan. Tekanan tipikal
pada reaktor ini sebesar (345-483) kPa atau (3,4-4,8) atm.

3. Centrifuge
Centrifugation dibagi menjadi tiga yaitu solid bowl decanter, basket
type, dan nozzle separator. Centrifugation merupakan percepatan dari
proses sedimentasi dengan bantuan gaya sentrifugal dan berkerja secara
kontinyu. Alat ini juga dapat digunakan pada tahapan dewatering.

11
b) Stabilisasi Lumpur dengan Sludge Digeste
Tujuan stabilisasi lumpur adalah mengurangi bakteri pathogen,
mengurangi bau yang menyengat dan mengendalikan pembusukan zat
organik. Stabilisasi ini dapat dilakukan dengan proses kimia, fisika dan
biologi. Umumnya proses biologi banyak digunakan dalam proses
pengeraman secara anaerobik.
Pengaruh temparatur sangat penting dalam mempercepat proses
pengeraman (digesting) yaitu temperatur antara 35°C s/d 55°C. Pada
kondisi tersebut bakteri thermophilic memegang peranan penting untuk
proses pengeraman. Jadi pemanasan akan meningkatkan laju pengolahan
dalam digester menjadi lebih tinggi. Namun, kawasan tropis pada dasarnya
tidak memerlukan pemanasan tambahan.
Adapun desain kriteria pengeraman anaerobic, yaitu ;

Parameter Standar Rate High Rate


Lama Pengeraman
30-60 10-30
(SRT), hari
Sludge Loading, kg
0,64- 1,60 2,40-6,41
VS/m3.hari
Kriteria Volume
Pengendapan I,
0,03-0,04 0,02-0,03
m3/capita
Pengendapan I+II (dari
activated sludge), 0,06-0,08 0,02-0,04
m3/kapita

Pengendapan I + II
0,06-0,14 0,02 -0,04
(tricling filter), m3/kapita
Konsentrasi solid
(lumpur kering) yg 2-4 4-6
masuk, %
Konsentrasi setelah
4-6 4-6
pengeraman
Sumber : Kriteria Teknis Prasarana dan sarana Pengelolaan Air Limbah,
(PU, 2006)

12
c) Pengeringan Lumpur (Dewatering)
Sludge dikeringkan untuk memudahkan pembuangannya, terutama dalam
hal transpotasi. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar kelembaban
lumpur. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan alami melalui
evaporasi dengan unit yang disebut sludge drying bed (SDB). Proses
pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan
mekanik seperti :
1. Vaccum Filter
Komponen-komponen yang terdapat pada vacuum filter adalah Drum
silinder dengan media filter (kain atau anyaman kawat), Pompa
vaccum, Penampung filtrate, dan Pompa umpan lumpur

13
2. Filter Press
Filter press tersusun oleh sejumlah plat filter vertikal yang menempel
pada tangkai horizontal.

14
3. Belt Filter.
Belt filter tersusun oleh dua belt yang ditum-pangkan pada roda.

Bak Pengering Lumpur/Sludge Drying Bed


Drying atau sludge drying bed merupakan salah satu metoda
dewatering dengan ukuran kecil hingga medium (maksimum setara dengan
25.000 orang). Dewatering terjadi karena evaporasi dan drain (peresapan).
Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid (30-40) % diperlukan
waktu (2-4) minggu. Satu unit SDB biasanya berukuran berukuran (6-9)
meter untuk lebar dan untuk ukuran panjangnya yaitu (7,5-37,5) meter.
Adapun kriteria Sludge Drying Be, antara lain:
1. Ukuran bak umumnya (8x30) m2
2. Area yang dibutuhkan yaitu (0.14 - 0.28) m2/kapita untuk SDB tanpa
penutup atap dan (0.10-0.20) m2/kapita dengan penutup atap.
3. Sludge loading rate (Laju Pembebanan Lumpur)
a. (100-300) kg lumpur kering/m2.tahun untuk SDB tanpa penutup
atap.
b. (150-400) kg lumpur kering/m2.tahun dengan penutup atap.
4. Sludge Cake (lumpur terpisah) terdiri dari (20-40)% padatan.

15
Konstruksi Sludge Drying Bed :
a. Konstruksi dibuat dari beton bertulang untuk dinding dan lantainya.
b. Elevasi lantai bangunan ini dibuat tidak terlalu dalam agar air sisa
pengeringan lumpur dapat mengalir secara grafitasi menuju saluran
sekitarnya.
c. Karena tidak terlalu dalam, maka gaya angkat (uplift) yang bekerja
pada lantai bangunan dapat diabaikan. Hal ini menyebabkan tidak
terjadi gaya-gaya dan momen pada lantai dan dinding bangunan.
d. Penulangan yang diperlukan adalah penulangan praktis untuk
mengatasi retak saja.
e. Untuk pelat lantai yang berada diluar dan berhubungan langsung
dengan cuaca, untuk diameter tulangan lebih kecil dari ({)I6 mm maka
jarak maksimum tulangan adalah 225 mm.

d) Disposal Lumpur
Lumpur kering yang disebut juga sludge cake dari hasil pengolahan
lumpur air limbah domestik setelah melalui proses digesting, sebenarnya
sudah merupakan humus, sehingga dapat digunakan untuk conditioning
tanah tandus, dan dapat juga digunakan sebagai landfill (tanah uruk). Jika
dikhawatirkan lumpur mengandung logam berat atau B3, sebaiknya
dijadikan tanah uruk yang diatasnya ditanami tumbuhan yang bukan untuk
konsumsi manusia dan hewan. Tumbuhan tersebut dapat difungsikan
sebagai phytoremediator untuk menyerap B3 dari tanah urug tersebut
dalam jangka panjang.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius diberbagai
pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan
mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan seperti permasalahan
limbah. Limbah adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif
terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi
baik dari alam maupun hasil dari kegiatan manusia. Limbah cair atau buangan
merupakan air yang tidak dapat dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan
dampak yang buruk terhadap manusia dan lingkungan.
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa
baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower
(diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan
mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok
menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan
memudahkan pemisahan partikel dan air limbah.
Proses lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara
biologi, dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau
tangki aerasi. Pada proses ini terdapat beberapa tahap, diantaranya :
1) Pengentalan
2) Stabilisasi Lumpur
3) Pengeringan Lumpur
4) Disposal Lumpur
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa limbah dapat berdampak
buruk bagi kesehatan maupun lingkungan. Pengolahan limbah terdapat beberapa
metode seperti dengan menggunakan lumpur aktif. Metode lumpur aktif ini dapat
mengubah limbah cair menjadi padatan dengan adanya proses sedimentasi. Oleh

17
karena itu, setiap perusahaan maupun home industry dapat menggunakan metode
lumpur aktif sebagai alternative untuk pengolahan limbah.

3.2 Saran
a. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat menerepakan pola hidup sehat dengan
melakukan system pengolahan sampah/SPAL sesuai dengan standar
kesehatan sehingga terhindar dari berbagai macam permasalahan
lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan.
b. Bagi Perusahaan
Perusahaan diharapkan dapat menerepkan sistem pengolahan limbah
sesuai dengan prosedur dan standar kesehatan agar tidak mencemari
lingkungan yang akan berdampak buruk bagi manusia maupun
lingkungan.
c. Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan sebagai monitoring dengan memberlakukan
kebijakan mengenai system pengolahan limbah di industri sehingga tidak
terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan adanyan pengolahan
limbah yang tidak sesuai dengan kebijakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahida, U.N. 2004. Pencemaran Air dan Pemanfaatan limbah Industri.


Jakarta: Rajawali.
2. Sugiharto. 2007. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta :
Universitas Indonesia Press.
3. Dini Mardini. 2004. Penggunaan Metode Lumpur Aktif Sebagai Salah
Satu Pengolahan Sekunder Terhadap Limbah Cair Industri Tekstil Pt.
Cagm Dengan Sistem Flow Skala Laboratorium. Jakarta: Rajawali
4. Ignasius D. A. Sutapa.1999. LUMPUR AKTIF : ALTERNATIF
PENGOLAH LIMBAH CAIR. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
5. Ginting, P. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta: Penerbit Pustaka
Sinar Harapan.
6. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP)
7. Direktorat Jenderal Cipta Karya
8. Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

19

Anda mungkin juga menyukai