Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN

PENGENALAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR

Disusun Oleh :
Alfi Wijaya Septian 1706105662
Annisa Septyani 1706105726
Dyah Batiar Aprillia 1706105883
Endro Dwi Iswanto 1706105901
Rima Futihasari 1706106412
Rindang Azizah 1706106425
Septiyani Wijayanti 1706106463
Sonia Ariyanti Sareng 1706106513
Sri Anita Putri Simanullang 1706106526
Sri Juliandari 1706106532
Ulfa Nurul Q 1706106551

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA
2017

KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Pengenalan Air Bersih dan Limbah Cair”
di tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan.
Dalam pembuatan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingan,
arahan, dan kerjasama dari semua pihak baik moral maupun material kepada Yth:
1. Budi Hartono S.Si., M.K.M selaku dosen mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan.
2. Staf Perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan staf
Perpustakaan Pusat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mencari referensi buku sebagai bahan dalam pembuatan makalah.
3. Rekan-rekan satu kelompok yang telah saling bekerja sama dalam pembuatan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk pebaikan kedepannya.

Depok, 10 Oktober 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Siklus Hidrologi, Sumber dan Karakteristik Air Bersih ............................... 6


2.1.1 Siklus Hidrologi ..................................................................................... 6
2.1.2 Sumber dan Karakteristik Air Bersih...................................................... 7
2.2 Pengertian dan Parameter Pencemaran Air .................................................. 9
2.2.1 Definisi Pencemaran Air ........................................................................ 9
2.2.2 Parameter Pencemaran Air ..................................................................... 10
2.3 Penyediaan Air Bersih ................................................................................... 19
2.4 Pengenalan Pengelolaan Limbah Cair .......................................................... 22
2.4.1 Definisi Limbah Cair ............................................................................. 22
2.4.2 Karakteristik Limbah Cair ..................................................................... 23
2.4.3 Minimasi Limbah Cair ........................................................................... 27
2.4.4 Prinsip dan Tahapan Limbah Cair .......................................................... 29

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 36

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah upaya perlindungan, pengelolaan,
dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada

3
tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat. Kontribusi lingkungan
dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping
masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan
memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain mencakup: perumahan,
pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah,
pembuangan air kotor (limbah) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha
kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan
lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya
kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya (Notoadmodjo,
2003).
Penyediaan air bersih dan pencegahan atas pencemaran terhadap limbah cair
untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan
angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan
dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat. Oleh sebab itu
kami merasa perlu menyusun makalah tentang pengenalan penyediaan air bersih dan
pencemaran limbah cair yang didalamnya memuat ruang lingkup, siklus hidrologi,
sumer serta karakteristik air bersih, pengertian dan parameter pencemaran air,
penyediaan air bersih pada masyarakat, pengenalan pengelolaan limbah cair (definisi
dan karakteristik limbah cair, minisimasi limbah cair, serta tahapan dan prinsip
pengelolaan limbah cair), yang nantinya akan membantu pemahaman kita untuk
mempelajari kesehatan lingkungan dalam konteks lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Dari judul diatas, maka perumusan masalah dalam konteks pengenalan air bersih dan
limbah cair adalah sebagai berikut:

1. Siklus hidrologi, sumber dan karakteristik air bersih


2. Pencemaran air: pengertian dan parameter pencemaran air
3. Penyediaan air bersih pada masyarakat
4. Pengenalan pengelolaan limbah cair (definisi dan karakteristik limbah cair,
minisimasi limbah cair, serta tahapan dan prinsip pengelolaan limbah cair)

1.3 Tujuan
1. Mengetahui siklus hidrologi, sumber dan karakteristik air bersih.
2. Mengetahui pencemaran air: pengertian dan parameter pencemaran air.
3. Mengetahui penyediaan air bersih pada masyarakat
4. Mengetahui pengelolaan limbah cair (definisi dan karakteristik limbah cair,
minisimasi limbah cair, serta tahapan dan prinsip pengelolaan limbah cair)

4
1.4 Manfaat
1. Bagi Pembaca
Memberikan gambaran umum tentang Penyedian Air Bersih dan Limbah Cairdi
masyarakat dalam kesehatan lingkungan.

2. Bagi Penulis
Dapat melatih kemampuan diri dalam bidang menulis secara sistematis.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SIKLUS HIDROLOGI, SUMBER DAN KARAKTERISTIK AIR BERSIH

2.1.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri merupakan


suatu ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang dilaluinya, mulai dari

5
proses evaporasi, kondensasi uap air, presipitasi, penyebaran air dipermukaan bumi,
penyerapan air ke dalam tanah, sampai berlangsungnya proses daur ulang. Pergerakan air
di alam secara umum (Candra, Budiman. 2006):
1. Penguapan air (evaporasi)
2. Pembentukan awan (kondensasi)
3. Peristiwa jatuhnya air ke bumi/hujan (presipitasi)
4. Aliran air pada permukaan bumi dan di dalam tanah.
Air laut menguap manjadi awan, awan mengalami kondensasi dan menjadi titik
air yang disebut hujan, air hujan menuju permukaan bumi menjadi air laut, run off (air
permukaan) dan (perkolasi) diserap menjadi air tanah. Air tanah keluar menjadi mata air,
bergabung membentuk sungai, danau, dan sebagian menguap menjadi awan sebagaian
lagi mengalir menuju lautan dan air laut menguap menjadi awan dan proses berulang-
ulang terus.
Siklus hidrologi merupakan salah satu proses alamiah untuk membersihkan
dirinya sendiri, dengan syarat kualitas udara cukup bersih, apabila udara tercemar maka
kualitas air pun akan tercemar. Karena turunnya hujan dan salju membersihkan udara
secara alamiah dari debu, gas, aerosol.
Secara umum, Siklus air dan Daur Hidrologi dapat ditengkan sebagai berikut
(Candra, Budiman. 2006): Air di bumi mengalami sirkulasi yang terus menerus sepanjang
masa.Menguap, mengembun, dan mengalir. Air menguap ke udara dari permukaan bumi
berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses, kemudian jatuh ke prmukaan
bumi dalam bentuk hujan, baik hujan air ataupun hujan es atau salju. Sebelum tiba di
permukaan bumi, sebagian langsung menguap kembali ke udara dan sebagian sisanya
tiba di permukaan bumi, yakni ke daratan (termasuk sungai dan danau) dan ke laut. Dari
bagian yang tidak langsung menguap kembali ke udara tadi, tidak semuanya pula benar-
benar mencapai tanah, melainkan sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan. Air yang
tertahan oleh tetumbuhan ini sebagian akan menguap ke udara, sebagian sisanya jatuh
atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Air hujan yang tiba di permukaan bumi, sebagian masuk menyusup ke dalam
tanah, bagian lainnya masuk mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, mengalir ke daerah-
daerah rendah dan kemudian masuk ke sungai untuk akhirnya bermuara ke laut.Sebagian
air yang masuk ke dalam tanah kembali keluar memasuki sungai-sungai dan akhirnya pun
ke laut.Akan tetapi sebagian besar tersimpan di dalam tanah sebagai air tanah, kemudian
dalam jangka waktu yang lama keluar sedikit demi sedikit ke daerah-daerah yang rendah
di permukaan tanah.Sementara itu, butir-butir air yang mengalir di permukaan tanah,
yakni yang tidak sempat masuk ke dalam tanah, tidak seluruhnya sampai ke laut.Dalam
perjalanannya menuju laut sebagian menguap kembali ke udara. Uap-uap air yang naik
ke atmosfer bumi kembali terbentuk menjadi awan dan kelak pun akan jatuh kembali
berupa hujan. Kegiatan ini berlangsung terus-menerus sepanjang masa tanpa pernah
berhenti.

6
Proses menguapnya uap air menjadi hujan dan jatuh menuju bumi dinamakan
presipitasi (precipitation). Proses menguapnya air dari daratan dan lautan menuju
atmosfer bumi dinamakan evaporasi (evaporation), sedangkan proses menguapnya air
dari tanaman disebut transpirasi (transpiration), keduanya secara bersama-sama disebut
evapotranspirasi. Adapun proses masuknya air ke dalam tanah yang menyusup melalui
pori-pori tanah dinamakan infiltrasi (infiltration) atau perkolasi (percolation). aliran air di
permukaan bumi dari daratan ke sungai kemudian akhirnya ke laut dinamakan aliran
permukaan (surface stream flow). Aliran air yang masuk ke dalam tanah tetapi kemudian
segera kembali keluar dan menuju sungai disebut aliran intra (interflow).Air yang
tersimpan di dalam tanah atau diantara lapisan-lapisan tanah dinamakan air tanah (ground
water). Secara keseluruhan, sirkulasi air yang berlangsung di bumi ini mencakup semua
proses tadi dan disebut daur hidrologi (hidrological cycle).
Siklus hidrologi merupakan aspek penting untuk yang menyuplai daerah daratan
dengan air. Selain itu, juga siklus hidrologi merupakan salah satu proses alami untuk
membersihkan air dari pencemar, dengan syarat bahwa kualitas sudah cukup bersih.

2.1.2 Sumber dan Karakteristik Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih
adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun
persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi
kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak
menimbulkan efek samping berdasarkan Ketentuan Umum Permenkes
No.416/Menkes/PER/IX/1990 (Kemenkes RI, 1990).
Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas
memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap
individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan
bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Sumantri,
Arif. 2010).

a. Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi (Sumantri, Arif. 2010):
1.) Air Angkasa (Hujan)
Air hujan merupakan sumber air di bumi.Walau pada saat presipitasi merupakan
air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada
di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh
partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbondioksida, nitrogen, dan
ammonia.
2.) Air Permukaan

7
Air Permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk,
rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh
ke bumi. Air hujan tersebut akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah,
maupun lainnya.
3.) Air Tanah
Air Tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian
mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi
secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, didalam
perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih jernih dibandingkan
air permukaan. Kelebihan air tanah, yaitu: Air tanah bebas dari kuman penyakit dan
tidak perlu mengalami proses penjernih, persedian air tanah cukup tersedia sepanjang
tahun. Kelemahannya : air tanah mengandung zat-zat mineral semacam magnesium,
kalsium, dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu
untuk mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan pompa.

b. Sumber dan Karakteristik Air Bersih dan Aman


Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber bersih dan
aman. Batasan-batasan air yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Sumantri, Arif.
2010):

a)
Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
b)
Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c)
Tidak berasa dan tidak berbau
d)
Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestic dan rumah tangga
e)
Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Depertemen
Kesehatan RI
Air dikatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia
yang berbahaya, dan sampah atau limbah industri.
Air dikatakan bersih bila tidak mengandung kuman-kuman, cacing atau bahan
kimia beracun.

2.2 PENGERTIAN DAN PARAMETER PENCEMARAN AIR

2.2.1 Definisi Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,


energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukkannya (UU no.7 tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran
Air).
Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau
komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia

8
sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian,
rekreasi atau maksud lain seperti sebelum terkena pencemaran. Polusi air merupakan
penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat
bervariasi tergantung dari jenis dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan
polusi (Sumengen, 1987).
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air
didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat
diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek
penyebab atau pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa
masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga
menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur
pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin,
misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam,
atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi
hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan
aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu.
Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang
menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan
tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar
baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No.
23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat,
harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas
tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter kualitas air minum/air bersih yang terdiri
dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam
PERMENKES 416/1990 (Achmadi, 2001).

2.2.2 Parameter Pencemaran Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan
atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau
dan rasa
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia
yang terlarut, perubahan pH

9
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.

Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau
konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen
biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi
(Chemical Oxygen Demand, COD).
Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan
pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit badan air
sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub,
2003).

1. Parameter Fisika
a. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air.
Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini erat
hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat
dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai
berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia
meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas suhu
yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992).

b. Daya Hantar Listrik


Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan cair
untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion, total
konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran. Makin tinggi
konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida, 1986).

c. Padatan
 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS), Total Padatan Terlarut
(Total Dissolved Solid, TDS),
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang
terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel

10
Sumber : APHA, 1989

Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah


setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. Total
padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik
terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam
badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan
kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,
sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya
menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.
Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui
dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam
badan air, sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat
mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang.
Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis
perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.
Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu
pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang
tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm.
Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut
dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah
bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh
air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut
air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.
 Padatan terendap (sendimen)
Adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak
terganggu selama beberapa waktu. Dapat menyebabkan penyumbatan saluran air
dan selokan, bila mengendap di dasar sungai atau danau dapat mengurangi

11
populasi ikan dan hewan air lainnya karena sumber makanan mungkn tertutup
sedimen tersebut. adanya sedimen mengurangi penetrasi sinar ke dalam air
sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis oleh tanaman air. Menyebabkan air
menjadi keruh.

d. Kekeruhan dan Kecerahan

Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam


air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya
disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-
bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Effendi (2003),
menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

e. Minyak dan Lemak


Minyak tidak larut oleh air, oleh karena itu jika air tercenar oleh minyak, maka minyak
tersebut akan tetap mengapung, kecuali jika terdampat ke pantai atau tanah di
sekeliling sungai.

2. Parameter Kimia
a. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen
dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral,
pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan
kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan
hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asamasam mineral bebas
dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah
tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi
spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di
perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan
tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)


Merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan air.
Kehidupan makhluk hidup didalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Oksigen terlarut (dissolved oxygen = OD) dapat berasal dari fotosintesis tanaman air,
dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, danm dari
atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas.
Air dikategorikan sebagai air tercemar jika konsentrasi oksigen terlarut menurun
dibawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Bahan-bahan buangan yang

12
memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan-bahan organik, dan mungkin
beberapa bahan anorganik. Pencemaran semacam ini berasal dari berbagai sumber
seperti kotoran manusia dan hewan, tanaman-tanaman yang mati atau sampah
organik, bahan-bahan buangan dari industri pengolahan pangan, pabrik kertas,
industri penyamakan kulit, industri pemotongan daging, pembekuan udang dan ikan,
dan sebagainya.
Kebanyakan bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen mengandung
karbon sebagai unsur terbanyak. Salah satu reaksi yang terjadi dengan pertolongan
bakteri adalah oksidasi karbon menjadi karbon doksida.

C + O2  CO2
Dalam reaksi tersebut diperlukan 32 gram oksigen untuk mengoksidasi 12 gram
karbon, atau diperlukan 9 ppm oksigen untuk bereaksi dengan kira-kira 3 ppm
karbon terlarut.
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk
molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanyadinyatakan
dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapatberkurang bila
dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable.
Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang
anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan
yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat,
belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air
habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang
adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992).
Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi. Pada
tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor lain yang
mempengaruhi kelarutan oksigen adalah pergolakan dan luas permukaan air terbuka
bagi atmosfer (Mahida, 1986). Persentase oksigen di sekeliling perairan dipengaruhi
oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian tempat dan plankton yang terdapat
di perairan (di udara yang panas, oksigen terlarut akan turun). Daya larut oksigen
lebih rendah dalam air laut jika dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar.
Daya larut O2 dalam air limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya larut
dalam air tawar (Setiaji, 1995).
Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air untuk
membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air limbah
untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran. Oksidasi biologis meningkat
bersama meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen terlarut juga
meningkat (Mahida, 1986).
Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi
antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20 ppm. Besarnya
kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di
dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di

13
dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO dalam
air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu
diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).
Karena bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat menutunkan
oksigen terlarut di dalam air dengan cepat, maka uji terhadap bahan-bahan buangan
tersebut penting dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran air. Untuk
mengetahui adanya pencemaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uji BOD
(biochemical oxygen demand) dan uji COD (chemical oxygen demand).

 Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)

Menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organismehidup


untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Nilai BOD
tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur
secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
buangan tersebut.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk
beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel,
dan oksidasi sel.
1. Oksidasi bahan organik

Enzim

(CH2O)n + nO2  nCO2 + nH2O + Panas

2. Sintesis Sel

Enzim

(CH2O) + NH3 + O2  komponen sel + CO2 H2O + Panas

3. Oksidasi Sel

Enzim

Komponen sel + O2  CO2 + H2O + NH3 +Panas

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :

14
1. Dalam uji BOD ikut tehitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan
anorganik atau bahan-bahan terduksi lainnya yang disebut juga “ intermediate
oxygen demand”
2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari.
3. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukan nilai total
BOD melainkan hanya kira-kira 68persen dari total BOD.
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat dalam air tersebut,
misalnya klorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD menjadi
kurang teliti.

 Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan suatu
uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu
bahan oksidan. Biasa disebut uji COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji
yang menetukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya
kalium dikromat, untuk mengoksiasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
air.
Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksiden yang lebih tinggi
daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan
mikroorganismedapat ikut teroksidasi dala uji COD.
Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen
yangdibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang
dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2
dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap
paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat
didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji
COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air.
Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat
berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik tersebut
juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi
CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga
menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama. Di
samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme
dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil uji COD
yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama lima
hari (Kristianto, 2002).

c. Fosfat (PO4)

15
Keberadaan fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi
dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berguna di
dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP) dan
adenosine difosfate (ADP) (Boyd, 1982).
Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan
pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau
air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa
fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel
organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang
masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat
memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan
bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industry pencucian, industri logam
dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa
makanan.
Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air minum
adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara 0,005-
0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof.

3. Parameter Biologi
Air mempunyai peranan untuk kehidupan manusia, hewan tumbuhtumbuhan dan
jasad lain. Salah satu sumber daya air yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia adalah sungai. Sungai sering dipakai untuk membuang kotoran baik kotoran
manusia, hewan maupun untuk pembuangan sampah, sehingga air yang terdapat dalam
sungai tersebut sering mengandung bibit penyakit menular seperti disentri, kolera, tipes
dan penyakit saluran pencernaan yang lain. Lingkungan perairan mudah tercemar oleh
mikroorganisme pathogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti
permukiman, pertanian dan peternakan.
Bakteri adalah salah satu indikator pencemaran air yang masuk dalam parameter
biologi, yang mana bakteri tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi
feses atau kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan
organisme komensal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan.
Bateri-bakteri tersebut misalnya : Escherichia coli streptokokus fekal dan Clostridium
perfringens.

Escherichia coli
Adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam
kotoran manusia maupun hewan, dapat pula disebut koliform fekal. Banteri kolofrom
yang berasal dari hewan atau tanaman mati disebut kolifrom nonfekal, misalnya
Enterobacter aerogenes, E. Coli adalah grup kolifrom yang mempunyai sifat dapat
mentransfer laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37 0Cmaupun suhu
44,5=0,50C dalam waktu 48 jam. Menurut Kementrian Kesehatan, air yang memenuhi

16
syarat sebagai air minum tidak bolah mengandung bakteri golongan koli dalam 100ml
contoh air yang dianalisis.

Streptococcus Fekal
Adalah bakteri yang bersifat gram positif, berbentuk bulat atau kokuc, atau berbentuk
bulat memanjang yang disebut juga kokobasil. Streptococcus fekal dapat dibedakan dari
Streptococcus lainnya karena bakteri ini hidup di dalam saluran pencernaan hewan
berdarah panas, dan dapat tumbuhan pada suhu 45 0C. Sebagai bakteri indikator, uji
kontaminasi kotoran menggunakan Streptococcus fekal kadang-kadang meragukan
karena beberapa bakteri yang termasuk grup ini, misalnya S. Faecalis varietas
liquefaciens, sering ditemukan di lingkungan di luar saluran pencernaan.

Clostridium perfringens
Merupakan baketri yang bersifat gram positif berbentuk batang dan membentuk spora.
Bakteri ini bersifat anaerobik, tetapi masih tahan hidup pada kondisi aerobik, meskipun
pertumbuhannya lebih dirangsang pada kondisi anaerobik.

2.3 PENYEDIAAN AIR BERSIH

Mahluk hidup di dunia ini tanpa terkecuali sangat menggantungkan hidupnya pad air.
Untuk manusia, air selain sebagai konsumsi makan dan minum juga diadalkan untuk
keperluan pertanian, industri, dan lain-lain.
Dalam perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlh penduduk di
dunia ini, denga sendirinya menambah aktivitas kehidupannya yang mau tidak mau
menambah pengotoran atau pencemaran air yang pada hakikatnya dibutuhkan.
Didalam perencanann penyediaan air bersih sangat diperlukan informasi mengenai
sumber air. Dimana nantinya sumber air tersebut memiliki debit yang cukup untuk
mengalirkan air kepada konsumen. Selain informasi mengenai debit yang tersedia dari
sumber air, sangat diperlukan juga data-data atau informasi lainnya, seperti : kualitas air,
jarak antara sumber air dengan konsumen, keadaan topografi di lokasi sumber air, yang
mana nantinya data-data tersebut bisa membantu didalam pengembangan sistem
pelayanan air bersih yang baru.
1. Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih
Sistem penyedian air bersih harus memenuhi beberapa persyarakat utama.
Persyarakat tersebut meliputi persyaratan kualitatif, persyaratan kuantitatif dan
persyaratan kontinuitas.
a. Persyaratan Kualitatif.
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia,
persyaratan biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut

17
berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990 dinyatakan bahwa
persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:
1) Syarat-Syarat Fisik.
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu
juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 25oC,
dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25 oC ±
30oC.
2) Syarat-Syarat Kimia.
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang
melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total
solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan
(Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam
berat.
3) Syarat-Syarat Bakteriologis dan Mikrobiologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang
mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak
adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.
4) Syarat-Syarat Radiologis
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh
mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

b. Persyaratan Kuantitatif (Debit)


Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari
standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah
kebutuhan air bersih.

c. Persyaratan Kontinuitas
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun
musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia
24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan
tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di
Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air
dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas
pemakaian air. Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari,
yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00 WIB.
Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah

18
kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk
kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu,
diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir
pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat.
Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran
tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa
harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem
harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan
dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang
diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.

2. Sistem Distribusi dan Sistem Pengaliran Air Bersih


a. Sistem Distribusi Air Bersih.
Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan
konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah
memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem
perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem
pemompaan, dan reservoir distribusi.
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa
yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan menuju
pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga termasuk
dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah (reservoir
distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari suplai instalasi,
meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan keran kebakaran.
Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah
tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas
pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi
pengolahan.
Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air bersih
kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan faktor
kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal. Faktor yang
didambakan oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap waktu. Suplai air
melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem sebagai berikut :
1) Continuous System.
Dalam sistem ini air minum yang disuplai ke konsumen mengalir terus
menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat
dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi pipa
manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air akan cenderung akan lebih
boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air yang hilang
akan sangat besar jumlahnya.
2) Intermitten System.

19
Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam
pada sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat
mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan bila
terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter (pemadam kebakaran) akan sulit
didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena kebutuhan
air untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja. Sedang
keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga sistem ini
cocok untuk daerah dengan sumber air yang terbatas.

b. Sistem Pengaliran Air Bersih


Pendistribusian air minum kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas
dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir,
pompa dan dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air
tergantung pada kondisi topografi dari sumber air dan posisi para konsumen
berada. Sistem pengaliran yang dipakai adalah sebagai berikut :
1) Cara Gravitasi
Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap
cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi.
2) Cara Pemompaan
Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang
diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke
konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau
instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan
tekanan yang cukup.
3) Cara Gabungan
Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan
tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada
kondisi darurat,misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi.
Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan
dalam reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai
cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak,
maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.

c. Perencanaan Sistem Distribusi Air Bersih


Kegiatan perencanaan untuk sistem distribusi air bersih/minum dibagi
menjadi dua kategori yaitu :
1) Perencanaan pada daerah yang belum ada sistem distribusi perpipaansama
sekali atau biasa disebut sebagai Green Area.

20
2) Perencanaan pada daerah yang sudah ada sistem distribusi sebelumnyadan
sifat perencanaan adalah mengembangkan sistem yang sudah ada. Secara
umum perbedaan langkah-langkah dalam perencanaan dari keduakategori
tersebut adalah pada perencanaannya, dimana sistem sudah ada
perencana harus mengevaluasi sistem yang sudah ada terutama dari
kapasitas, kemudian beranjak dari kapasitas yang ada direncanakan
pengembangannya.
Ada dua hal penting yang harus dikaji dalam merancang sistem air bersih
yaitu:
1) Kajian dari sisi kebutuhan air.
2) Kajian dari sisi pasokan air.
Dengan mengkaji kedua hal ini dengan baik maka dapatlah dirancang
sistem distribusi yang optimal.

d. Perencanaan Jaringan Perpipaan Air Bersih di Green Area


Pada kondisi ini pelayanan air minum dengan perpipaan diasumsikan
belum ada sehingga perencana mempunyai keleluasaan untuk membentuk
jaringanpipa sesuai dengan kebutuhan air dilapangan.
1) Kajian dari Sisi Kebutuhan Air
Tahapan mengkaji kebutuhan air meliputi :
a) Kajian terhadap peta.
b) Pembuatan zona pelayanan.
c) Perhitungan kebutuhan air zona pelayanan tersebut.
2) Kajian Terhadap Peta
Kajian terhadap topografi lokasi perencanaan, kajian ini
dilakukandengan menggunakan peta kurang lebih 1:10.000 sampai
1:25.000.Sumber peta dapat diperoleh di Bakosurtanal sementara sampai
tahun2004 baru sebagian dari Indonesia yang sudah dipetakan dengan
skala1:25.000. Adapun yang harus diamati pada peta ini adalah:
a) Lokasi pemukiman dan daerah.
b) Jalur jalan.
c) Elevasi tanah.

2.4 PENGENALAN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR

2.4.1 Definisi Limbah Cair

Wilgoso (1979) mendefinisikan air limbah sebagai wastewater is water


carriying waste from hames, bussines and indutries that mixture and dissolved or
suspended solids. Yang artinya limbah cair adalah air kotor yang membawa sampah
dari tempat tinggal, bangunan perdagangan, dan industri berupa campuran air dan
bahan padat terlarut atau bahan tersuspensi.

21
Menurut Environmental Protection Agency 1977, wastewater is water carriying
dissolved or suspended solids from homes farms businesses and industries. Yang
artinya limbah cair adalah air yang membawa bahan padat terlarut atau tersuspensi
dari tempat tinggal, kebun, bangunan perdagangan, dan industri.
Menurut Salvato (1982), air limbah adalah air bekas yang berasal dari
penyediaan air bersih yang sudah dicemari berbagai macam penggunaannya.
Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan
terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari
padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan
organik (Mahida, 1984).
Sedangkan menurut P. Gintings 2005, limbah adalah buangan yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki di lingkungan
karena tidak mempunyai nilai ekonomi.

2.4.2 Karakteristik Limbah Cair

Karakteristik limbah cair diketahui dari berbagai parameter kualitas limbah


cair tersebut. Karakteristik limbah cair dibedakan atas:
1) Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik dengan parameter yang penting, antara lain:
a) Total zat padat (total solid)
Kandungan total zat padat dalam limbah cair didefinisikan sebagai
seluruh bahan yang tertinggal dari penguapan pada suhu 103 o C sampai
105o C, sedangkan zat padat menguap pada suhu tersebut tidak dinyatakan
sebagai zat padat. Total zat padat menurut ukurannya dapat
dikelompokkan atas suspended solid dan filterable solid. Termasuk dalam
suspended solid adalah bila padatan dapat ditahan dengan diamter
minimum 1 mikron (1µ). Bagian dari suspended solid yang mengendap
dalam Inhoff cone disebut settleable solid yang merupakan taksiran
volume lumpur yang dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi.
Filterable solid digolongkan atas colloidal solid dan dissolved solid,
tergolong dalam colloidall solid adalah partikel yang berukuran antara 1
milimikron (1 mµ) hinggan 1 µ. Sedangkan dissolved solid terdiri dari
molekul dan ion organik maupun anorganik yang terkandung dalam air.
Koloid ini tidak dapat dihilangkan dengan cara pengendapan biasa.
Atas dasar ventilasi pada suhu 600o C zat padatan dapat pula
dikelompokkan atas volatile suspended solid (fraksi organik) yang
teroksidasi dan menjadi gas pada suhu tersebut dan fixed suspended soil
(fraksi anorganik) yang tersisa dan tertinggal sebagai abu.

b) Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solids)


Padatan terlarut (dissolved solids) ini terdiri dari berbagai macam
material yang terlarut di dalam air, diantaranya mineral, garam, logam,

22
serta anion. Sedangkan Total Dissolved Solids (TDS) merupakan jumlahh
dari padatan terlarut yang terdiri dari garam anorganik (terutama kalsium,
magnesium, potassium, sodium, bicarbonates, chlorides dan sulfates) dan
sebagian kecil jumlah organik lain yang larut dalam air.
c) TSS (Total Suspended Solids)
TSS (Total Suspended Solids) merupakan hasil dari penyaringan
padatan terlarut, yang biasanya merupakan partikel koloid, yang
pengendapannya dilakukan dengan gravitasi.
d) Bau
Bau limbah cair tergantung dari sumbernya, bau dapat disebabkan
oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air
baik yang hidup maupun mati.
e) Temperatur
Limbah cair mempunyai temperatur lebih tinggi daripada asalnya.
Tingginya temperatur disebabkan oleh pengaruh cuaca, pengaruh kimia
dalam limbah cair dan kondisi bahan yang dibuang ke dalam saluran
limbah.
f) Warna
Warna limbah cair menunjukkan kesegaran limbah tersebut, bila
warna berubah menjadi hitam maka hal itu menunjukkan telah terjadi
pencemaran.

2) Karakteristik Kimia
Sifat kimia ini disebabkan oleh adanya zat-zat organik di dalam limbah
cair yang berasal dari buangan manusia. Zat-zat organik tersebut dapat
menghasilkan oksigen di dalam limbah serta menimbulkan rasa dan bau yang
tidak sedap. Bahan kimia penting yang ada dalam limbah cair pada umumnya
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Kandungan Organik
Pada umumnya berisikan kombinasi dari karbon, hidrogen, dan
oksigen. Elemen yang juga penting diantaranya belerang, fosfat, dan besi.
Pada umumnya kandungan bahan organik yang dijumpai dalam limbah
cair berisikan 40-60% protein, 25-50% karbohidrat, 10% lainnya berupa
lemak atau minyak. Jumlah dan jenis bahan organik yang semakin banyak
sebagai contoh dalam pemakaian pestisida pertanian akan mempersulit
pengelolaan limbah cair karena beberapa zat organik tidak dapat diuraikan
oleh mikroorganisme (Metealf dan Eddy, 1991).
Untuk menentukan kandungan organik dalam limbah cair umumnya
dipakai parameter biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen
demand (COD).
- BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk
menguraikan benda organik oleh bakteri aerobik melalui proses

23
biologis (biological oxidation) secara dekomposisi aerobik (Riady,
1984).
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu analisa
empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD
menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh bakteri
untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang
terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi di dalam air.
Pemeriksaan BOD dilakukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat buangan dan untuk merancang sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar. Prinsip pencemaran
BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di
dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri.
Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan
amonial. Dengan demikian zat organis yang ada di dalam air
diukur berdasarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk
mengoksidasi zat organis tersebut (Alaerts dan Santika, 1987)
BOD ditentukan dengan mengukur oksigen yang diserap
oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama
satu periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur
tertentu, umumnya 20o C. Namun untuk negara-negara yang
beriklim tropis temperatur lebih tinggi dapat digunakan untuk
mengurangi biaya inkubasi yang memerlukan unit-unit pemanasan
dan pendinginan (BOD pada 30oC) sesuai untuk bagian-bagian
dunia yang temperatur ambientnya cenderung tinggi. Suhu tersebut
juga tepat untuk daerah dimana temperatur lebih tinggi digunakan
untuk standar penentuan sehingga lamanya pemeriksaan dari 5 hari
menjadi 4 hari atau bahkan 3 hari, hal ini akan mengurangi
inkubator yang diperlukan karena sampel harus dieramkan pada
periode yang lebih pendek.
Semakin banyak zat organik yang diuraikan maka semakin
banyak pula pemakaian oksigen di dalam air, akibatnya akan
menuju keadaan yang anaerobik kemudian akan menyebabkan bau
kurang enak karena timbulnya gas-gas.
Pemeriksaan bakteri BOD diperlukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat limbah cair dan juga diperlukan untuk
mendesain sistem untuk pengolahan limbah cair secara biologis di
samping banyak dipakai untuk mengetahui cemaran organik
(Mahida, 1984).
- COD (Chemical Oxygen Demand)

24
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan analisis
terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-
zat organis yang ada di dakan 1 liter sampel air dengan
menggunakan pengoksidasi KerO sebagai sumber oksigen. Angka
COD yang didapat merupakan ukuran bagi pencemarana air oleh
zat organis, dimana secara alami dapat dioksidasikan melalui
proses mikrobiologi yang mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut di dalam air (Alaerts dan Santika, 1987).
COD atau kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah
kebutuhan oksiden yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat
organik. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh
zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui
proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kandungan
oksigen di dalam air. Hasil pengukuran COD dapat dipergunakan
untuk memperkirakan BOD ultimate atau nilai BOD tidak dapat
ditentukan karena terdapat bahan-bahan beracun (Mahida, 1984).
Hubungan antara BOD/COD adalah limbah rumah sakit
bisa mengandung bermacam0macam mikroorganisme tergantung
pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan
sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (misalnya kandang
ternak, laboratorium, dan lain-lain).
b) Kandungan Anorganik
i. DO (Dissolve Oxygen)
Yang dimaksud adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air
berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen
diperlukan oleh semua makhluk hidup di air seperti ikan, udang, kerang,
dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit
5 mg/liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang
dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen
terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang
mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan
bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan
organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut
akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan,
udang, dan kerang akan mati.
ii. pH
Konsentrasi ion hidrogen (pH) merupakan parameter penting untuk
kualitas air dan air limbah. pH sangat berperan dalam kehidupan biologi
dan mikrobiologi (Alaerts dan Santika, 1987).

25
pH sangat berpengaruh dalam proses pengolahan air limbah. Baku
mutu yang ditetapkan sebesar 6-9. Pengaruh yang terjadi apabila pH
terlalu rendah adalah penurunan oksigen terlarut, konsumsi oksigen
menurun, peningkatan aktivitas pernapasan serta penurunan selera
makan. Oleh karena itu, sebelum limbah diolah, diperlukan pemeriksaan
pH serta menambahkan larutan penyangga, agar dicapai pH yang
optimal.
iii. NH3 (Ammonia)
Ammonia (NH3) merupakan senyawa alkali yang berupa gas tidak
berwarna dan dapat larut dalam air. Pada kadar di bawah 1 ppm dapat
dideteksi adanya bau yang menyengat (Plog; Niland dan Quinland,
1996). Ammonia berasal dari reduksi zat organis (HOCNS) secara
mikrobiologis (Hammer, 1996).
Kadar NH3 yang tinggi di dalam air selalu menunjukkan adanya
pencemaran. Dari segi estetika, NH3 mempunyai rasa kurang enak dan
bau sangat menyengat, sehingga kadar NH3 harus rendah, pada air
minum kadar NH3 harus 0 (nol) dan pada air permukaan harus di bawah
0,5 mg/l N (Alaerts dan Santika, 1987).
Efek kesehatan dapat terjadi apabila NH3 telah berubah menjadi
nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) yang akan membahayakan kesehatan. Nitrit
dan nitrat dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan
gastrointestinal, diare bercampur darah yang diisi dengan konvulsi,
koma, dan apabila tidak dapat pertolongan mengakibatkan kematian.
Keracunan kronis menyebabkan depresi umum, sakit kepala, dan
gangguan mental (Soemirat S.J, 1994).

2.4.3 Minimalisasi Limbah Cair


Minisimasi limbah cair dapat dilakukan dengan cara mereduksi pada sumber
dan melakukan pemanfaatan limbah. Reduksi pada sumber adalah upaya mengurangi
volume, konsentrasi, tingkat bahaya limbah yang dibuang secara langsung pada
sumbernya. Reduksi pada sumber dapat berupa modifikasi bahan baku, modifikasi
proses, teknologi bersih, house keeping, dan segresi limbah (memisahkan limbah
menurut komponen dan konsentrasi).
Sedangkan pemanfaatan limbah, yiatu 1) reuse, yaitu limbah digunakan
kembali untuk penggunaan yang sama tanpa mengalami proses pengubahan; 2)
recycle, yaitu pemanfaatan limbah melalui pengolahan fisik atau kimiawi untuk
menghasilkan produk yang sama atau yang lain; 3) recovery, yaitu pemanfaatan
limbah kembali untuk mendapatkan satu atau lebih komponen yang terkandung
dalam air limbah.

2.4.4 Prinsip dan Tahapan Pengelolaan Limbah Cair

26
Jika air limbah yang tidak diolah dibiarkan terakumulasi, maka dekomposisi
material organik yang terdapat dalam air limbah dapat menimbulkan gas yang berbau
busuk. Selain itu juga mengandung mikroorganisme penyebab penyakit (pathogen)
(Metcalf & Eddy Inc, 1979).
Minimisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi, dengan cara
reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah berupa reuse, recycle, dan
recovery. Menurut Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004, minimisasi limbah
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan pelayanan kesehatan. Jadi, minimisasi limbah medis yaitu upaya untuk
mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal
dari dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, dengan cara reduksi pada sumbernya
dan/atau pemanfaatan limbah berupa reuse, recycle, dan recovery.
Minimisasi limbah mencakup pencegahan pencemaran dan daur ulang serta
cara lain untuk mengurangi jumlah limbah yang harus diolah atau ditimbun. Prioritas
utama minimisasi limbah adalah reduksi pada sumbernya. Aktivitas yang dapat
mereduksi limbah lebih baik dilakukan daripada aktivitas mendaur ulang limbah
karena lebih mungkin untuk dilakukan dan dapat menghemat biaya. Sedangkan
pemanfataan limbah melalui daur ulang dan perolehan kembali setelah upaya reduksi
pada sumber dilakukan
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan meminimisasi
limbah harus kita ketahui, seperti informasi mengenai jenis material yang dapat
direduksi ataupun dimanfaatkan kembali, volume produksi limbah yang dihasilkan,
upaya minimisasi limbah yang telah dilakukan, analisis biaya untuk menentukan
kemungkinan perubahan praktek yang dilakukan, prioritas upaya berdasarkan
peraturan yang berlaku, biaya, volume, dan lainnya, serta identifikasi peluang
minimisasi limbah baik reduksi limbah pada sumbernya, penggunaan kembali
limbah, maupun daur ulang limbah. (Lee, 1992).
Tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel
tercampur, dan membunuh mikroorganisme pathogen, serta menghilangkan bahan
nutrisi, komponen beracun yang tidak dapat didegradasi (Sugiharto, 1987).
Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah menghilangkan atau mengurangi
sebesar-besarnya kontaminasi yang terdapat dalam limbah cair sehingga hasil olahan
limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan apabila dibuang ke tanah atau badan
air penerima.
Beberapa upaya minimisasi limbah antara lain, dengan reduksi pada sumber,
pemanfaatan limbah, dan pemilahan limbah, sebagai berikut :

a. Reduksi pada sumber


Merupakan upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan
tingkat bahaya limbah yang akan menyebar di lingkungan, secara preventif

27
langsung pada sumber pencemar. Juga merupakan upaya untuk mengurangi
volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang dilakukan
langsung dari sumbernya.
Konsep minimisasi limbah berupa reduksi limbah langsung dari sumbernya
menggunakan pendekatan pencegahan dan teknik yang meliputi perubahan bahan
baku (pengelolaan bahan dan modifikasi bahan), perubahan teknologi (modifikasi
proses dan teknologi bersih), praktek operasi yang baik (housekeeping, segregasi
limbah, preventive maintenance), dan perubahan produk yang tidak berbahaya.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada reduksi ini, antara lain dengan
Melakukan Housekeeping, Pemilahan (Segregasi) Limbah, Pemeliharaan
Pencegahan (Preventive Maintenance), Pemilihan Teknologi dan Proses,
Pengelolaan bahan (material inventory, Pengaturan kondisi proses dan operasi
yang baik, Pengoperasian alat sesuai dengan kondisi yang optimum sehingga
dapat , Modifikasi atau subsitusi bahan, Penggunaan teknologi bersih.

b. Pemanfaatan Limbah
Pemanfaatan limbah merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya penyebarannya di lingkungan, dengan cara
memanfaatkannya melalui cara penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle),
dan perolehan kembali (recovery).s

c. Pemilahan Limbah
Merupakan cara paling tepat dalam pengelolaan limbah medis adalah
dengan melakukan pemilahan limbah berdasarkan warna kantong atau kontainer
plastik yang digunakan.

A. Prinsip Pengolahan Limbah Cair


Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah
cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp
dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah
memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian,
mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan,
penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi
pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi
teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat
yang bersangkutan. Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan
polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air
buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode

28
pengolahan. Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut
dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi:
a. Pengolahan secara fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air
buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang
mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang
mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

Gambar 1. Skema Diagram Pengolahan Fisik


Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan
berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)
dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan

29
untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar
tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan
dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan
senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya,
terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit
pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan
kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

b. Pengolahan secara kimia


Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-
logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan
bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada
prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari
tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik
dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil
reaksi oksidasi.

Gambar 2. Skema Diagram pengolahan Kimiawi

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan


membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan
muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga

30
akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan
dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan
logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada
pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom
hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada
konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2),
kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat
memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya
pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.

c. Pengolahan secara biologi


Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan
yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang
berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.Pada dasarnya,
reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak
dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus
berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan
kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional,
oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan
BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang
dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak
stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total
lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD
tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak
diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga
termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti
Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi
maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen
yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi
cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.Di dalam reaktor pertumbuhan lekat,
mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan

31
film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan
selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar
80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara
biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l,
proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Gambar 2. Skema Diagram pengolahan Biologi

B. Tahapan Pengelolaan Limbah Cair


1. Preliminary treatment
Merupakan tahap pengolahan awal yang tujuan utamanya melindungi alat-alat
yang ada pada instalasi pengolahan air limbah. Pada tahap ini, dilakukan proses

32
penyaringan yang bertujuan memisahkan air dari partikel-partikel yang dapat merusak
alat-alat pengolahan air limbah. Seperti pasir, plastik, kayu, sampah, dll.

2. Primary treatment
Pada tahap ini, mulai dilakukan proses fisika dengan sedimentasi dan flotasi
untuk melenyapkan partikel-partikel padat organik dalam air limbah. Kemudian,
partikel padat akan mengendap, sementara partikel lemak dan minyak akan berada di
permukaan.

3. Secondary treatment
Untuk menghancurkan material organik yang masih terdapat pada air limbah,
pada tahap ini, mikroorganisme dimasukkan ke dalam air limbah. Mikroorganisme
inilah yang bertugas mengurai dan menghancurkan material organik dalam air.
Terdapat tiga kategori yang biasa dilakukan pada tahap ini. Meliputi : fixed film,
suspended film, dan lagoon system.

4. Final treatment
Pada tahap keempat, perlakuan difokuskan pada menghilangkan organisme
penyebab penyakit yang ada pada air. Hal ini dilakukan dengan cara menambahkan
khlorin atau dengan sinar ultra violet.

5. Advanced treatment
Tahap ini juga disebut dengan tahap pengolahan lanjutan. Pada tahap ini, terjadi
pengolahan lanjutan hingga komposisi air limbah sudah dianggap aman untuk dibuang
ke got atau aliran sungai. Misalnya, tahap lanjutan untuk membuang kandungan fosfor
atau amoniadari air limbah.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyediaan air bersih dan pencegahan atas pencemaran terhadap limbah cair
untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan
angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan
dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat. Terkait dengan
penyediaan air bersih serta pengenalan tentang pencemaran limbah cair, hal-hal yang
perlu diketahui dan dijadikan pedoman aspek-aspek berikut ini antara lain: siklus
hidrologi, sumber dan karakteristik air bersih, definsi dan parameter pencemaran air,
penyediaan air bersih pada masyarakat, pengenalan pengelolaan limbah cair (definisi
dan karakteristik limbah cair, minisimasi limbah cair, serta tahapan dan prinsip
pengelolaan limbah cair) guna meningkatkan upaya masyarakat mencapai kesehatan
lingkungan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

UU no.7 tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya,


Yogyakarta, hal : 66, 68.

Alaerts, G and S.S. Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional
Surabaya

Boyd, CE. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Fond, Auburn University
Agricultural Experimenta. Auburn Alabama.

Cottam, T. 1969. Research for Establishment of Water Quality Criteria for Aquatic Life.
Reprint Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20-24, Ohio.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

34
Mahida, U.N. 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. Mc Graw
Hill. Publishing Company Limited. Environmental

Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press,
Jakarta.

Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan
MIGAS dan Panas Bumi. Lokakarya Kajian Ilmiah tentang Komponen,
Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan Panas

Yassin, Mohamad Oktora. 2013. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih Untuk
Zona Pelayanan Ipa Pilolodaa Kota Gorontalo. Manado : Jurnal Sipil Statik
Vol.1 No.12.

Anonim. Penyediaan Air Bersih. 2011 [Diakses pada tanggal 10 Oktober 2017]. Didapat
dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38270/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=69F00624F8B801E361D30796BB9FA466?sequence=4

Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990

Conant, Jeff., dan Pam Fadem.2008.A Community Guide to Environmental


Health.California: Hesperian Foundation

Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta : Kencana

Channdra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC

35
36

Anda mungkin juga menyukai