Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGELOLAAN BENCANA

QBD 2 : SIKLUS BENCANA


Penanggung Jawab Mata Kuliah : Indri Hapsari Susilowati, , SKM, MKKK, Ph.D.

Kelompok I
Anggota:

1. Annisa Septiyani (1706105725)

2. Rai Yarisunal F. (1706106375)

3. Rima Futihasari (1706106412)

S1 EKSTENSI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
A. Pengertian Siklus Bencana

Siklus bencana atau siklus hidup bencana adalah suatu rangkaian tertutup tahapan-
tahapan yang yang saling terkait dilakukan oleh manajer kegawatdaruratan dalam berbagai
komunitas dari tingkat lokal, nasional, hingga internasional dalam merencanakan dan
merespon terjadinya bencana (Rosenberg, 2015).
Menurut Veenema (2017), siklus bencana adalah suatu proses yang menggambarkan
managemen atau pengelolaan bencana, meliputi preventif, kesiapan kegawatdaruratan dan
bencana, respon saat bencana terjadi, pertolongan dan recover/pemulihan, mitigasi,
menurunkan risiko kehilangan.

B. Tahapan pada Siklus Bencana


Banyak pihak telah mencoba menyusun siklus manajemen dengan maksud dan tujuan
agar mudah dipahami dan mudah diaplikasikan terutama oleh masyarakat umum. Sebagai
contoh pihak United Nation Development Program (UNDP) dalam program pelatihan
manajemen bencana yang diselenggarakan tahun 1995 dan 2003, menyusun siklus
manajemen bencana dalam versi cukup sederhana, antara lain:
1. Tahap pertama kesiapsiagaan (perencanaan siaga, peringatan dini),
2. Tahap kedua tanggap darurat (kajian darurat, rencana operasional, bantuan darurat),
3. Tahap ketiga pasca darurat (pemulihan, rehabilitasi, penuntasan, pembangunan
kembali), tahap keempat pencegahan dan mitigasi atau penjinakan.
Penanganan keempat tahap sejak kesiapsiagaan, tanggap darurat, pasca darurat,
pencegahan dan mitigasi masing-masing memiliki bobot keseriusan yang sama.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, terdapat 3 tahapan dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana, yaitu tahap prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana (Pasal 3).
Dalam PP tersebut, di pasal 4 diuraikan bahwa tahapan prabencana dilaksanakan
dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Dalam situasi tidak terjadi bencana, tahapan prabencana meliputi (pasal 5 ayat 1) :
a. Perencanaan penanggulangan bencana, yang merupakan bagian dari perencanaan
pembangunan yang disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana. Rencana
penanggulangan bencana ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk
jangka waktu 5 tahun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh kepala BNPB dan
ditinjau secara berkala setiap dua tahun atau sewaktu-waku apabila terjadi bencana.
b. Pengurangan risiko bencana, yang merupakan kegiatan untuk mengurangi ancaman
dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
bencana.
c. Pencegahan, yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana
dengan cara mengurangi ancaman bencana dan kerentanan pihak yang terancam
bencana yang menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
d. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan, dilaksanakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan cara
memasukkan unsur-unsur penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan
nasional dan daerah.
e. Persayaratan analisis risiko bencana, yang ditujukan untuk mengetahui dan
menilai tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan
bencana. Persayaran analisis risiko bencana ini disusun dan ditetapkan oleh kepala
BNPB.
f. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang, yang dilaksanakan untuk
mengontrol pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
g. Pendidikan dan pelatihan, yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kepedulian, kemampuan, dan kesiapsiagaan masyarakat dlam menghadapi bencana.
h. Persayaratan standar teknis penanggulangan bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi


bencana meliputi :
a. Kesiapsiagaan, dilaksanakan oleh pemerintah (pusat dan daerah) bersama dengan
masyarakat dan lembaga usaha agar pada saat terjadi bencana dipastikan dapat
dilaksanakan tindkaan yang cepat dan tepat.
b. Peringatan dini, dilaksanakan untuk mengambil tindakan yang cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi risiko terkena bencana dan mempersiapkan tindakan tanggap
darurat oleh instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis ancaman
bencananya.
c. Mitigasi bencana, bertujuan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana terhadap
masyarakat yang berada dalam kawasan rawan bencana.

PP no. 21 tahun 2008 pasal 21 menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan


bencana pada saat tanggap darurat meliputi :

a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya.
Tahap ini bertujuan untuk menentukan kebutuhan dan tindakan yang tepat dalam
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang dilakukan oleh tim kaji cepat
dan dikoordinasikan oleh kepala BNPB atau kepala BPBD.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
Penentuan ini dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah sesuai dengan tingkatan
bencana.
c) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
Tahapan ini dilaksanakan melalui usaha dan kegiatan pencarian, pertolongan, dan
penyelamatan masyarakat sebagai korban bencana yang dilaksanakan oleh tim reaksi
cepat dengan melibatkan unsur masyarakat dibawah komando komandan penanganan
darurat bencana.
d) Pemenuhan kebutuhan dasar.
Tahapan ini dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, lembaga
usaha, lembaga internasional, dan/atau lembaga asing nonpemerintah sesuai dengan
standar minimum.
e) Perlindungan terhadap kelompok rentan.
Perlindungan kepada kelompok-kelompok rentan seperti ibu hamil, anak-anak, dan
lansia.
f) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Bertujuan mengembalikan fungsi prasarana dan sarana vital masyarakat dengan
segera untuk menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Sebagaimana diatur dalam PP no. 21 tahun 2008 pasal 55, tahap pasca bencana dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas:

a) Rehabilitasi. Program rehabilitasi merupakan tanggung jawab pemerintah dan/atau


pemerintah daerah yang terkena bencana yang menyusun rencana rehabilitasi
berdasarkan analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana dengan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. Pelayanan kesehatan;
f. Pekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik.

b) Rekonstruksi. Program rekonstruksi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah


yang terkena bencana atau pemerintah pusat ang dilaksanakan dengan menyusun
rencana rekonstruksi yang memperhatikan rencana tata ruang, pengaturan mengenai
standar konstruksi bangunan, kondisi social, adat istiadat, budaya lokal, dan ekonomi.

C. Penanganan Bencana dalam Setiap Siklus Bencana


Manajemen bencana adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi berbagai aspek
penanggulangan bencana pada sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana yang dikenal
sebagai Siklus Manajemen Bencana . Tujuan dari siklus manajemen bencana ini diantaranya
adalah:
a. Mencegah kehilangan jiwa;
b. Mengurangi penderitaan manusia;
c. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pihak yang berwenang mengenai
risiko,
d. Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber
ekonomis. (BNPB, 2013)
Menurut Khan (2008) manajemen risiko bencana mencakup semua kegiatan,
program, dan tindakan yang dapat diambil sebelum, selama dan setelah bencana dengan
tujuan menghindari bencana, mengurangi dampaknya, atau memulihkan dari kerugian yang
diakibatkan oleh bencana tersebut. Tiga langkah kunci siklus manajemen bencana
digambarkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2._ Manajemen Bencana (Khan, 2008)

a. Sebelum bencana (pra-bencana).


Aktivitas pra-bencana yang dilakukan untuk mengurangi kerugian
manusia dan harta benda yang disebabkan oleh potensi bahaya. Misalnya,
melakukan kampanye penyadaran, memperkuat struktur lemah yang ada,
persiapan rencana penanggulangan bencana di tingkat rumah tangga dan
masyarakat, dll. Tindakan pengurangan risiko yang dilakukan pada tahap ini
disebut sebagai kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan. (Khan, 2008)
b. Selama bencana (terjadinya bencana).
Ini termasuk inisiatif yang diambil untuk memastikan bahwa kebutuhan
dan ketentuan korban terpenuhi dan penderitaan diminimalkan. Kegiatan yang
dilakukan di bawah tahap ini disebut kegiatan tanggap darurat. (Khan, 2008)
c. Setelah bencana (pascabencana).
Ada inisiatif yang diambil dalam menanggapi bencana dengan tujuan
untuk mencapai pemulihan awal dan rehabilitasi masyarakat yang terkena
dampak, segera setelah bencana terjadi. Ini disebut sebagai kegiatan respons dan
pemulihan. (Khan, 2008)
Diagram siklus manajemen risiko bencana menyoroti berbagai inisiatif yang biasanya
terjadi selama tahap tanggap darurat dan pemulihan bencana. Beberapa di antaranya melintasi
kedua tahap (seperti koordinasi dan pemberian bantuan berkelanjutan); sementara kegiatan
lain untuk setiap tahap adalah peringatan dini dan evakuasi selama tanggap darurat; dan
rekonstruksi dan pemulihan ekonomi dan sosial sebagai bagian dari pemulihan. (Khan, 2008).
Siklus manajemen bencana juga menyoroti peran media, di mana ada hubungan yang
kuat antara ini dan peluang pendanaan. Diagram ini bekerja paling baik untuk bencana yang
timbul secara tiba-tiba, seperti banjir, gempa bumi, kebakaran hutan, tsunami, topan, dll.,
Tetapi kurang mencerminkan bencana yang terjadi lambat, seperti kekeringan, di mana tidak
ada satu peristiwa jelas yang dapat dikenali yang memicu pergerakan. ke dalam tahap
Tanggap Darurat. (Khan, 2008)
Fase mitigasi dan kesiapsiagaan terjadi ketika perbaikan penanggulangan bencana
dilakukan untuk mengantisipasi peristiwa bencana. Pertimbangan pembangunan ini
merupakan suatu kontribusi pada mitigasi dan persiapan masyarakat untuk menghadapi
bencana secara efektif. Ketika bencana terjadi, para pelaku manajemen bencana, khususnya
organisasi-organisasi kemanusiaan menjadi terlibat dalam respon segera dan fase pemulihan
jangka panjang. Keempat fase penanggulangan bencana yang diilustrasikan di sini tidak
selalu, atau bahkan secara umum, terjadi secara terpisah atau dalam urutan yang tepat ini.
Seringkali fase siklus tumpang tindih dan panjang setiap fase sangat tergantung pada tingkat
keparahan bencana.
a. Mitigasi - Meminimalkan dampak bencana. Contoh: kode bangunan dan zonasi;
analisis kerentanan; edukasi publik.
b. Kesiapan - Merencanakan cara merespons. Contoh: rencana kesiapan; latihan /
pelatihan darurat; sistem peringatan.
c. Respon - Upaya untuk meminimalkan bahaya yang ditimbulkan oleh bencana.
Contoh: pencarian dan penyelamatan; bantuan darurat.
d. Pemulihan - Mengembalikan komunitas ke normal. Contoh: perumahan sementara;
hibah; perawatan medis. (Khan, 2008)

D. Rapid Health Assessment


Rapid Health Assessment (RHA) adalah kegiatan mengumpulkan informasi, untuk
mengukur kerusakan dan mengidentifikasi kebutuhan dasar yang memerlukan respons segera
setelah bencana (WHO, 1999). Menurut Azizah, dkk (2014) Rapid Health Assessment (RHA)
sangat diperlukan dalam kondisi bencana, dimana bencana merupakan kejadian yang sering
terjadi akibat pengaruh alam yang dapat menimpa kehidupan manusia dan mengancam
lingkungan. RHA sangat dibutuhkan untuk mengumpulkan data, memberikan informasi yang
objektif sehingga mampu memecahkan masalah selama tanggap darurat bencana sampai
dengan pemulihan pasca bencana. Tujuan Rapid Health Assessment diantaranya adalah:
a. Untuk mengkonfirmasi keadaan darurat
b. Untuk menggambarkan jenis, dampak dan kemungkinan evolusi darurat
c. Untuk mengukur dampak kesehatan saat ini dan potensialnya
d. Untuk menilai kecukupan kapasitas respons yang ada dan kebutuhan tambahan
segera
e. Untuk merekomendasikan tindakan prioritas untuk tanggapan segera

RHA berisi data tentang jenis bencana, lokasi bencana, dampak bencana, kondisi
korban, kondisi sanitasi lingkungan penampungan, upaya yang telah dilakukan, kemungkinan
KLB yang akan terjadi serta kesiapan logistik dan bantuan yang mungkin segera diperlukan.
RHA juga mengidentifikasi angka morbiditas dan mortalitas pada penduduk yang mengalami
bencana terutama masyarakat khusus seperti anak-anak dibawah 5 tahun, orang tua, ibu hamil
dan wanita menyusui (Depoortere & Brown, 2006, Kemenkes, 2013 dalam Azizah, 2014).
Langkah-langkah Rapid Health Assessment dapat dilakukan dengan menetapkan
prioritas penilaian, mengumpulkan data (dengan meninjau informasi yang ada, dengan
memeriksa area yang terkena dampak, wawancara dengan stakeholder, dengan survei cepat)
kemudian dilakukan analisis data dan sajikan hasil dan kesimpulan. Rapid Health Assessment
dilakukan pada saat ada peringatan dini suatu bencana dan setelah bencana terjadi (segera
setalah terjadi gempa bumi dan tumpahan bahan kimia) dan 2-4 hari setelah pemberitahuan
terjadi outbreak atau banjir. (WHO, 1999)
Berikut ini merupakan beberapa hal yang diperlukan dalam Rapid Assessment:
a. Garis wewenang dan pelaporan yang jelas
b. Kemitraan
c. Pembagian tanggung jawab dan prosedur yang disepakati
d. Peta
e. Formulir pengumpulan data, wadah untuk spesimen, peralatan lainnya
f. Laboratorium rujukan dan prosedur pengiriman khusus
g. Saluran dan sistem komunikasi
h. Personel yang berkualifikasi
i. Jaminan tindak lanjut beruapa bantuan dan penilaian lain.

Informasi yang dikumpulkan


Kebutuhan Dasar Indikator
Kondisi umum Jumlah populasi
Jumlah pendatang baru setiap minggu
Jumlah kematian setiap hari
Jumlah kematian setiap hari pada usia di bawah 5
tahun
Penyebab pertama kematian
1.1 Keamanan Jumlah cedera yang disengaja dan ranjau (kasus
baru)
Serangan terhadap fasilitas kesehatan
1.2 Air Jumlah kasus diare
Jumlah yang dibutuhkan orang per liter per hari
Jarak antara pemukiman dan sumber air
Jenis sumber air per rumah tangga per sumber
Ketersediaan klorin
1.3 Makanan Jumlah kasus malnutrisi
Jumlah kasus pertumbuhan yang goyah
Distribusi jatah umum dan tambahan
Jumlah kasus untuk makanan terapeutik
Jumlah kasus defisiensi mikro nutrisi klinis
1.4 Tempat tinggal dan Jumlah kasus diare
Sanitasi
Keadaan tempat tinggal
Keadaan lingkungan
Jumlah jamban per rumah tangga
Ketersediaan alat untuk menggali jamban
1.5 Ember dan Pot Sabun Jumlah kasus diare
Jumlah kasus infeksi mata dan kulit
Aktivitas pendidikan kesehatan
1.6 Pelayanan Kesehatan Jumlah kasus measles, kolera, disentri, meningitis
Kondisi stok terhadap wabah epidemi
Jumlah kasus ISPA, malaria
Imunisasi
Ketersediaan kondom
Jumlah kasus TB diluar pengobatan
Kondisi tenaga kesehatan
Kondisi obat dan bahan-bahan
Kondisi infrastruktur dan perlengkapan
Kegiatan Pendukung
2.1 Informasi Alur pengawasan epidemiologis dan gizi
Sirkulasi informasi kesehatan ke sektor lain
2.2 Logistik dan Keadaan sistem untuk penerimaan, distribusi gudang
komunikasi
bahan medis
Jumlah dan status kendaraan agensi
Jumlah dan keadaan alat komunikasi
2.3 Koordinasi Jumlah rapat koordinasi yang diadakan baik pada
sektor kesehatan maupun lintas sektor
Sirkulasi dari pertemuan sektoral
Sirkulasi buletin, berita dll.
2.4 Pelatihan Kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga
Kegiatan pelatihan di mana lembaga berpartisipasi
(termasuk
pengawasan)

2.5 Mobilisasi Sumber Daftar proyek kesehatan yang diajukan untuk


Daya pendanaan
Dana dikonfirmasi
Dana dicairkan

Ketika bencana melanda, penting untuk menyadari bahwa selain masalah kesehatan
akut yang akan ditangani oleh unit gawat darurat, banyak masalah lain yang mungkin terjadi.
Diantaranya:
a. Rumah mungkin rusak, kadang-kadang mengakibatkan perpindahan penduduk.
Korban mungkin terserang penyakit atau memiliki masalah kesehatan lainnya
sebagai akibat dari bencana. Masalah-masalah ini dapat mengakibatkan kebutuhan
terkait kesehatan seperti perawatan medis dan penggunaan obat-obatan. Karena
bencana mungkin memiliki konsekuensi langsung bagi perawatan kesehatan
masyarakat, tinjauan yang jelas tentang kebutuhan kesehatan ini penting. Oleh
karena itu diperlukan metode penilaian cepat untuk mengumpulkan informasi
yang andal dan obyektif yang segera diperlukan untuk pengambilan keputusan
pada fase pemulihan acara. Badan layanan kesehatan, pemangku kepentingan, dan
pembuat kebijakan akan meminta wawasan cepat mengenai status kesehatan
untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terkena dampak.
b. Dengan informasi yang dikumpulkan ini tentang status dan kebutuhan kesehatan,
intervensi kesehatan masyarakat dapat diprioritaskan. Alat penilaian cepat juga
penting untuk memandu upaya darurat di daerah yang terkena dampak
c. Intervensi kesehatan masyarakat dan upaya darurat dapat mencakup peningkatan
akses ke perawatan medis, dukungan keuangan dan pemulihan rumah yang rusak.
Karena kebutuhan kesehatan dapat berubah dengan cepat.
d. Setelah fase akut dan masalah kesehatan umum, penting untuk menjaga perawatan
kesehatan yang memadai.

Daftar Pustaka

1. Azizah, dkk. 2014. Pengalaman Perawat Dalam Melakukan Penilaian Cepat Kesehatan
Kejadian Bencana Pada Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Kelud Tahun 2014 Di
Kabupaten Malang. Dinkes Kabupaten Malang & Program Magister Keperawatan
Universitas Brawijaya.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana
http://www.searo.who.int/indonesia/documents/ermpub-technicalguidelines.pdf. Diakses
pada tanggal 23 Februari 2019.
3. Khan, Himayatullah. 2008. Disaster Management Cycle. https://www.mnmk.ro. Diakses
pada tanggal 23 Februari 2018.
4. Rosenberg M. The Disaster Cycle.[internet]. Available from :
http://geography.about.com/od/hazardsanddisasters/a/The-Disaster-Cycle.htm
5. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
6. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2013.
https://www.slideshare.net/mobile/bambangpriyono/rapid-health-assessment-in-disaster.
Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.
7. WHO. 1999. Rapid Health Assessment in Emergencies.
http://apps.who.int/disasters/repo/5526.pdf. Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai