ALFIAH ALIF
H31110001
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON NANOPORI AMPAS TEBU
(Saccharum officianarum) DENGAN AKTIVATOR NaOH MELALUI
IRADIASI ULTRASONIK SEBAGAI BAHAN PENYIMPAN
ENERGI ELEKTROKIMIA
Oleh :
ALFIAH ALIF
H 311 10 001
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas
menyelesaikan skripsi ini dan skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan
1. Ayahanda dan Ibunda, H. Open Alif, SE dan Hj. Sitti Nurjannah atas segala
perhatian, kasih sayang, dan selalu menjadi motivator dalam kehidupan ini.
Untuk kedua adikku, Afdaliah Alif dan Muhammad Arafah Alif yang selalu
2. Bapak Dr. Muhammad Zakir, M.Si selaku pembimbing utama serta Bapak
3. Ketua Jurusan Kimia, Ibu Dr. Indah Raya, M.Si, dan seluruh dosen yang
i
4. Bapak Dr. Syarifuddin Liong, M.Si, Ibu Dr. Seniwati, M.Si dan Bapak Dr.
Firdaus, MS sebagai tim penguji yang telah banyak memberikan arahan dan
5. Ibu Prof. Dr. Nunuk Hariani S., MS dan Ibu Rugaiyah, M.Si, selaku dosen
9. Rekan satu pembimbing yaitu Nia Labanni, Tuti, Umi, Ririn, Shinta, Nia Azis,
Veby, Fhera, Amel, Imi, Pute, Kak Nasir, Kak Ninda, dan Kak Mery atas
10. Kakak-kakak Kimia Angkatan, 2008, 2009 dan adik-adik 2011, 2012, 2013
11. Semua pihak yang tidak sempat tersurat namanya yang telah memberikan
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
Penulis
2014
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .................................................................................................... iv
v
2.3.4 Proses Pembuatan Karbon Aktif ................................................ 19
vi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 41
4.4.4 Analisis Fasa Kristal Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan
vii
dengan dan tanpa Iradiasi Gelombang Ultrasonik ....................... 70
LAMPIRAN ................................................................................................... 84
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.2 Perkiraan produksi gula dan lilmbah perkebunan tebu dan industri
4.2 Kandungan unsur dan oksida dalam karbon ampas tebu ekstraksi
silika ......................................................................................................... 46
4.3 Nilai absorbansi deret standar metilen biru maks 658 nm .......................... 52
4.4 Komposisi unsur dan oksida yang terkandung dalam karbon aktif
4.5 Ukuran peak yang terkuat pada karbon aktif ampas tebu yang
4.6 Ukuran peak yang terkuat pada karbon aktif ampas tebu yang
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.6 Spektrum FTIR karbon ampas tebu sebelum ekstraksi silika ................ 49
x
4.7 Kurva penentuan panjang gelombang maksimum ................... 51
4.14 Pola difraksi karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
ultrasonik 67
4.15 Pola difraksi karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
ultrasonik 69
ultrasonik 71
ultrasonik 72
4.18 Grafik EDS karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
ultrasonik 73
4.19 Grafik EDS karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
ultrasonik .. .. 74
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xii
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
m = Mikrometer
nm = Nanometer
pH = Derajat Keasaman
WD = Working Distance
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
transportasi. Akibatnya dunia saat ini sangat bergantung pada energi yang
satu sumber energi alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam menangani krisis
energi dunia (Dell dan Rand, 2001). Sistem penyimpanan energi elektrokimia
adalah baterai, sel bahan bakar, dan kapasitor elektrokimia (Winter dan Brodd,
Karbon nanopori atau karbon aktif telah luas digunakan sebagai material
terpolarisasi, dan murah. Karbon berpori secara fisik terdiri dari bahan padat yang
birisi karbon (matriks) dan rongga kosong (pori) (Yang dkk,. 2008). Peningkatan
jumlah dan ukuran pori dilakukan melalui proses aktivasi fisika maupun kimia
87-97% dan sisanya berupa material lain. Umumnya karbon aktif memiliki luas
permukaan 300-3000 m2/g (Prabowo, 2009). Karbon aktif ini dapat dihasilkan
dari dekomposisi senyawa organik seperti sekam padi, kulit durian, tongkol
jagung, batang jagung, serabut kelapa, tempurung kelapa, cangkang kelapa sawit,
1
ampas tebu dan lain-lain melalui pemanasan pada temperatur yang sesuai
(Balitbang, 2006).
dari industri penggilingan lebih dari 100 juta ton per tahun. Selain itu, ampas tebu
merupakan biomassa yang murah dan mudah didapatkan (Wei, X., dkk., 2011).
ampas tebu di Indonesia cukup besar. Hal ini dikarenakan luas tanaman tebu di
Indonesia adalah 395.399,44 ha, yang tersebar di pulau Sumatera seluas 99.383,42
ha, pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, pulau Kalimantan seluas 13.970 ha, dan
pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap hektar tanaman tebu
litium dari bahan dasar karbon ampas tebu, dan menghasilkan kapasitansi spesifik
sebesar 310 mAh/g. Kalderis, dkk. (2008) telah melakukan penelitian pembuatan
karbon aktif dari ampas tebu dengan aktivator ZnCl 2 dan menghasilkan luas
karbon aktif berbahan baku ampas tebu dengan aktivasi senyawa KOH. Penelitian
tersebut menghasilkan luas permukaan yang tinggi sebesar 1135 m2/g. Penelitian
pembuatan karbon aktif dengan aktivator NaOH telah dilakukan oleh Rosi, M.,
dkk, (2013), dimana bahan baku yang digunakan berasal dari tempurung kelapa
2
dan menghasilkan luas permukaan maksimal sebesar 400 m 2/g dan kapasitansi
sebesar 26 F/g.
Dari hasil penelitian terdahulu tersebut, maka pada penelitian ini akan
ini jarang digunakan, dan belum ada studi yang mempelajari mekanisme
pembentukan dari suatu karbon berpori. Pembuatan karbon aktif dengan bahan
menghasilkan luas permukaan karbon aktif lebih dari 400 m 2/g dan nilai
temperature 5000 K dengan tekanan 1800 atm (Suslick, dkk., 1996). Gelombang
ulrasonik ini menyebabkan efek mekanik pada reaksi, seperti memperbesar luas
dimanfaatkan sebagai gula, 90% dibuang sebagai ampas tebu dan sisanya berupa
tetes tebu dan air (Witono, 2003). Ampas tebu mengandung air 48 52%, gula
rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Pemanfaatan tersebut masih sangat
terbatas. Komposisi serat yang terkandung pada ampas tebu terdiri dari selusosa
3
37,65%, pentosa 27,97%, lignin 22,09%, abu 3,82%, silika 3,01%, dan sari 1,81%
(Husin, 2007). Hasil analisa Tim Afiliansi dan Konsultasi Industri ITS Surabaya
juga menyebutkan bahwa kandungan senyawa dalam ampas tebu yaitu SiO2
Komponen utama dalam ampas tebu adalah karbon dan silika. Silika
amorf yang berada dalam ampas tebu dapat diekstraksi dengan HF, yang akan
memberikan struktur awal untuk aktivasi kimia lebih lanjut (Wei, X., dkk., 2011).
Agustin Retnosari (2013) juga telah melakukan penelitian mengenai ekstraksi dan
penentuan kadar silika dari abu terbang batubara dengan menggunakan pelarut
NaOH. Maka dari itu perlu suatu metode ekstraksi silika yang merupakan
modifikasi dari metode yang telah digunakan oleh penelitian sebelumnya. Guna
Pada penelitian ini, karbon aktif telah dibuat dari bahan ampas tebu
ampas tebu, kemudian diaktivasi dengan NaOH, lalu dibandingkan dengan dan
dan metode metilen biru digunakan untuk pengujian karakteristik ampas tebu
setelah aktivasi.
4
1.2 Rumusan Masalah
silika ?
analisis fasa kristal, dan kandungan karbon nanopori ampas tebu dengan
aktivator NaOH ?
tebu dengan aktivator NaOH dengan dan tanpa iradiasi ultrasonik melalui
karbon nanopori ampas tebu dengan aktivator NaOH dengan dan tanpa
5
Difraction (XRD), dan Scanning Electron Microscope Energi Dispersive
Spectroscopy (SEM-EDS)
metilen biru
analisis LCR-745meter
pembuatan material karbon dari karbon aktif ampas tebu yang berkualitas
baik.
2. Memberikan data karakteristik material pada karbon aktif ampas tebu yang
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
seperti energi potensial (air, udara), energi kimia (hidrogen, metanol, reaksi
kimia), energi kinetik (turbin), energi termal (uap air). Energi tersebut adalah
bentuk-bentuk energi yang bisa diakumulasi. Jika energi tersebut disimpan atas
baterai, sel bahan bakar (fuel cell), dan kapasitor elektrokimia (Winter dan Brodd,
konversi energi yang berbeda. Namun, terdapat kemiripan dari ketiga sistem
penyimpanan energi tersebut (Gambar 2.1). Didalam baterai dan sel bahan bakar,
energi listrik dibangkitkan melalui konversi energi pada reaksi redoks seperti
7
(c) Kapasitor elektrokimia
Gambar 2.1. Kapasitor Elektrokimia (a) Representasi baterai (sel Daniell: Zn/Zn2+
Cu2+/Cu), (b) Sel bahan bakar dengan suplai reaktan yang kontinyu
(hidrogen pada anoda dan oksigen pada katoda) dan reaksi redoks di
dalam sel, (c) Kapasitor elektrokimia yang menggambarkan
penyimpanan energi dalam EDL (Electric Double Layer) pada antar
muka elektroda-elektrolit (Winter dan Brodd, 2004).
penyimpanan muatan di lapisan ganda listrik atau dalam EDL (Electric Double
redoks. Oleh karena itu, penggunaan istilah anoda dan katoda tidak terlalu cocok.
Lapisan ganda listrik (EDL: electrical double layer) akan terbentuk dan terlepas
sesuai orientasi ion-ion elektrolit dalam larutan elektrolit atau antar muka
elektron yang parallel dalam kabel eksternal, yaitu pada proses pembangkitan
8
Jika suatu elektroda (konduktor elektron) dibenamkan kedalam larutan
antar muka elektroda-elektrolit dimana satu lapisan berada pada elektroda dan
(a) (b)
Gambar 2.2. (a) Skema umum kapasitor elektrokimia, dan (b) skema EDL
(Electric Double Layer). IHP: Inner Helmholtz Plane, OHP: Outer
Helmholtz Plane (Winter dan Brodd, 2004).
maksimum akan diakumulasi pada jarak OHP yaitu pada pusat ion tersolvasi.
sedangkan IHP menunjukkan jarak terdekat penyerapan ion spesifik (anion) dan
cairan molekul ke permukaan elektroda (Gambar 2.2 (b) (Winter dan Brodd,
2004).
9
Kapasitor elektrokimia mengandung satu elektroda positif yang
kekurangan elektron dan elektroda negatif yang kelebihan elektron (Gambar 2a),
kedua elektroda dibuat dari bahan yang sama. Jumlah energi listrik yang
kapasitansi C dan tegangan listrik U sesuai persamaan berikut (Winter dan Brodd,
2004) :
W = CU2
komposisi elektrolit, dan medan potensial antara muatan pada antarmuka (Winter
Indonesia tergolong baik karena curah hujan dan intensitas matahari yang cukup
Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
batang, daun, akar, dan bunga. Batang tebu memiliki sosok tinggi kurus, tidak
bercabang, dan tegak. Tinggi batang umumnya 5 meter atau lebih. Kulit batang
tebu memiliki variasi warna, hijau, kuning, ungu, merah, atau kombinai warna
tersebut. Bentuk tanaman tebu berwujud helaian dengan pelepah. Panjang daun
permukaan kasar dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang terurai,
10
Gambar 2.3. (a) Batang tebu, (b) Tanaman tebu
melimpah, salah satu hasil dari bumi Indonesia adalah tanaman tebu. Berdasarkan
Kehutanan, menyatakan bahwa potensi ampas tebu di Indonesia cukup besar. Hal
ini dikarenakan luas tanaman tebu di Indonesia adalah 395.399,44 ha, yang
tersebar di pulau Sumatera seluas 99.383,42 ha, pulau Jawa seluas 265.671,82 ha,
pulau Kalimantan seluas 13.970 ha, dan pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha.
Diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton ampas
tebu.
11
Tebu digunakan sebagai bahan baku produksi gula. Proses produksi gula
akan menghasilkan limbah atau residu. Limbah merupakan hasil dari suatu proses
yang belum termanfaatkan (Murti, 2008). Dalam proses produksi gula dari setiap
tebu yang diproses, dihasilkan ampas tebu sebesar 90%, gula yang dimanfaatkan
5%, dan sisanya berupa tetes tebu (molases) dan air (Witono, 2003)
Ampas tebu atau biasa disebut bagas adalah hasil samping dari proses
Perkebunan Gula Indonesia ampas tebu dihasilkan rata sebanyak 32% dari berat
Tabel 2.2. Produksi gula dan lilmbah perkebunan tebu di Indonesia menurut BPS
tahun 2006
Tahun
Uraian
2001 2002 2003 2004 2005
Tebu 18.8003,2 19.593,6 18.746,5 30.968,4 30.114,9
Pucuk Tebu 2.838,0 2.957,2 2.829,4 3.164,7 3.075,9
Batang 15.965,3 16.636,4 15.917,1 17.803,6 17.304,0
Pith 12.544,1 13.071,4 12.506,3 13.988,6 14.182,7
Kulit 3.421,1 3.564,9 3.410,8 3.815,1 3.708,0
Bagas (ampas Tebu) 4.105,4 4.277,9 4.093,0 4.578,1 4.449,6
Gula 1.824,6 1.901,3 1.991,6 2.216,6 2.154,4
Tetes 709,5 739,3 707,4 791,2 709,02
sebagai bahan bakar pabrik bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut kering.
Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan
baku pada industri kertas, particleboard, fibreboard, dan lain-lain (Husin, 2007).
12
Gambar 2.4. Ampas tebu
(berserabut), dan lunak. Panjang serat ampas tebu antara 1,7 2 mm dengan
diameter sekitar 20 mikro (Husin, 2007). Ampas tebu yang dihasilkan dari
tanaman tebu tersusun atas kadar air 44,5%, serat 52%, gula 3,5% (Witono, 2003).
Ampas Tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif.
Hal ini disebabkan pada ampas tebu mengandung material yang mengandung
sekitar 35 40% dan kandungan abu yang sedikit (Monocha 2003). Zat yang
terkandung dalam ampas tebu yang jumlahnya besar yaitu selulosa sekitar 37%,
lignin 21%, dan hemiselulosa 28% (Bon, 2009). Menurut Husin (2007) kadar
Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
SiO2 3,01
13
Hasil analisa Tim Afiliansi dan Konsultasi Industri ITS Surabaya (1999)
menyebutkan bahwa kandungan senyawa dalam ampas tebu terdiri dari SiO2
70,97%, C5H10O5 22,27% dan sisanya berupa logam-logam dapat dilihat pada
SiO2 70,97
Al2O3 0,33
Fe2O3 0,36
K2O 4,82
Na2O 0,43
MgO 0,82
C5H10O5 22,27
Ampas tebu juga dapat mengandung jejak logam seperti Na, K, Mg, Ca,
dan Si. Komposisi senyawa tersebut tergantung dari berbagai tebu dan tanah.
kandungan unsur hidrogen (H) 6,9%, karbon (C) 48,9%, dan oksigen (O) 44,2%
sebelum pirolisis. Dan setelah pirolisis pada suhu 900 oC setelah karbonisasi
14
Tabel diatas menunjukkan bahwa fixed carbon atau kadar karbon yang
dimaksud ialah kadar arang yang tidak hanya mengandung karbon, masih terdapat
hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur yang tidak terbawa gas. Kadar karbon
ampas tebu sebesar 47% yang terdiri dari oksigen 44%, hidrogen 6,5% nitorgen
0,9%, dan sulfur 0,1% (Winaya, 2010). Kandungan karbon cukup potensial
didalam ampas tebu, sehingga dapat diproses dalam pembuatan bahan baku
karbon aktif.
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan
2003).
Karbon aktif adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang sebagian
besar terdiri dari karbon bebas serta mempunyai kemampuan daya jerap (adsorbsi)
yang baik (Prabowo, 2009). Karbon aktif juga merupakan material berpori dengan
kandungan karbon 87 97% dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan
material lain. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300 - 3500 m2/g dan ini
15
berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif
mempunyai sifat sebagai adsorben. Daya serap arang aktif yaitu 25 - 100%
Karbon aktif juga merupakan karbon yang telah diaktivasi sehingga terjadi
sedangkan bila ukuran partikel tidak masalah, kuantitas bahan yang diserap
dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif (Austin, 1996). Menurut Standar
sebagai berikut :
Tabel 2.6. Syarat mutu arang aktif teknis (SNI) No. 06-3730-1995
Persyaratan
No. Uraian Satuan
Butiran Serbuk
1 Bagian yang hilang pada % Maks. 15 Maks. 25
pemanasan 950 oC
2 Air % Maks. 4,4 Maks. 15
3 Abu % Maks. 2,5 Maks. 10
4 Bagian yang tidak - Tidak nyata Tidak nyata
terarang
5 Daya serap I2 mg/g Min. 750 Min. 750
6 Karbon aktif murni % Min. 80 Min. 65
7 Daya serap benzena % Min. 25 -
8 Daya serap biru metilena ml/g Min. 60 Min. 120
9 Kerapatan jenis curah g/ml 0,45-0,55 0,30-0,35
10 Lolos Ukuran mesh 325 % - Min. 90
11 Jarak mesh % 90 -
12 Kekerasan % 80 -
air, karbon aktif berfungsi untuk menghilangkan polutan seperti seng, timbal,
kuprum, krom, besi, dan uap amonia (Murti, dkk., 2008, Junior, dkk., 2009,
16
Prabowo, 2009, Lienden, dkk., 2010). Karbon aktif juga digunakan sebagai bahan
pemucat (penghilang zat warna), penyerap gas, penyerap logam, dan sebagainya.
Dari bahan tersebut yang paling sering dipergunakan sebagai bahan adsorben
(Sembiring, 2003) :
1. Karbon Aktif untuk fasa cair. Karbon ini berbentuk serbuk dan dibuat dari
bahan yang memiliki berat jenis rendah, seperti kayu, batu bara, dan bahan-
bahan yang mengandung lignin seperti limbah pertanian. Karbon aktif ini
banyak digunakan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau
pada zat cair. Misalnya untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas
2. Karbon aktif untuk fasa uap. Karbon ini berbentuk butiran/granular dan dibuat
dari bahan yang memiliki berat jenis yang besar, seperti tempurung kelapa,
batubara, dan residu minyak bumi. Karbon aktif jenis ini digunakan dalam
adsorbsi gas dan uap. Misalnya, adsorbsi emisi gas hasil pembakaran bahan
(mikrokristalin). Karbon aktif memiliki bentuk amorf yang tersusun atas lapisan
bidang datar dimana atom-atom karbon tersusun dan terikat secara kovalen dalam
17
aktif. Setiap garis menunjukkan lapisan atom karbon yang berbentuk heksagonal
dan adanya mikrokristalin dengan struktur grafit pada karbon aktif (Sudibandriyo,
2003).
Gambar 2.6. Lapisan atom heksagonal (a) dan struktur mikrokristalin karbon aktif
(b) (Sudibandriyo, 2003 dan Pujiyanto, 2010)
Sedangkan karbon aktif berbentuk granuar memiliki ukuran 0,8 - 1,2 mm.
Pororitas karbon aktif berbentuk pada saat proses karbonisasi (Marsh, 2006).
Pada karbon aktif terdapat 3 ukuran pori, yaitu mikropori (< 2 nm),
mesopori (2 50 nm), dan makropori (> 50 nm) (Marsh, 2006). Selain itu, lebih
jauh ukuran supermikropori (0,7 2 nm) dan ultramikropori (0,7 nm) (Manocha,
18
2.3.3 Struktur Kimia Karbon Aktif
hidrogen dan oksigen yang terikat pada gugus fungsi seperti karboksil, fenol, dan
eter. Gugus fungsi tersebut berasal dari bahan baku karbon aktif. Selain itu gugus
fungsi pada karbon aktif terbentuk selama proses aktivasi oleh karena adanya
interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan oksigen atau nitrogen yang
permukaan karbon relatif secara kimia dan dapat mempengaruhi sifat adsorbsinya
(Murti, 2008)
Secara umum, pembuatan karbon aktif berlangsung tiga tahap yaitu proses
1. Dehidrasi
karbonisasi dan dilakukan dengan cara menjemur bahan baku dibawah sinar
19
2. Karbonisasi
baku dan pengeluaran pengotor. Sebagian besar unsur non-karbon akan hilang
pada tahap ini. Pelepasan unsur-unsur volatil akan membuat struktur pori mulai
terbentuk dan mulai terbuka. Seiring karbonisasi, struktur pori awal akan berubah
(Aisah, 2010).
suhu dapat mempercepat reaksi pembentukan pori, namun pembatasan suhu pun
o
harus dilakukan. Suhu yang terlalu tinggi seperti diatas 1000 C akan
dan membuat luas permukaan berkurang serta daya adsorbsi menurun (Aisah,
2010).
(Aisah, 2010) :
2. Tahap penguraian hemiselulosa dan selulosa pada suhu 200 - 240 oC menjadi
larutan piroglinat
240 - 400 oC. Selain itu lignin mulai terurai menghasilkan ter.
4. Tahap pembentukan lapisan aromatik terjadi pada suhu lebih dari 400 oC dan
lignin masih terus terurai sampai suhu 500 oC, sedangkan pada suhu lebih dari
600 oC terjadi proses pembesaran luas permukaan arang. Selanjutnya arang dapat
dimurnikan atau dijadikan arang aktif pada suhu 500 - 1000 oC.
20
Kalderis (2008) mengatakan pembakaran ampas tebu menjadi karbon
terjadi secara bertahap. Pada sampai 210 oC kandungan air hilang, kemudian dari
210 sampai 370 oC terjadi dekomposisi lignoselulosa yang terdiri dari lignin,
selulosa dan hemiselulosa, dan mulai pada 370 oC terjadi perengkahan atau
karbonisasi selesai ketika ampas tebu sudah sepenuhnya berubah menjadi warna
hitam dan hanya sedikit asap yang keluar. Hal ini menandakan bahwa arang sudah
terbentuk dan senyawa volatil sudah menguap (Shofa, 2012). Arang hasil ampas
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang dihasilkan dari pembakaran
pada suhu tinggi dengan proses karbonisasi, yaitu proses pembakaran tidak
besar pori-pori pada arang masih tertutup dengan hidrokarbon, ter, dan senyawa
organik lainnya (Kinoshita, K., 1988). Arang merupakan bahan yang memiliki
21
Tabel 2.7 Sifat fisika dan kimia arang (Ensiklopedia Nasiona Indonesia, 1995).
dkk (2007) arang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bahan bakar. Arang
Pari, G., 2006). Disamping itu, dapat ditingkatkan mutunya menjadi karbon aktif.
3. Aktivasi
karena terdapat residu yang menutupi permukaan pori dan pembentukan pori-pori
belum sempurna. Maka dari itu, perlu dilakukan proses aktivasi untuk mengetahui
luas permukaan dan daya adsorbsi karbon aktif. Pada proses ini terjadi
pelesapasan hidrokarbon, tar , dan senyawa organik yang melekat pada karbon
tersebut. Terdapat 2 jenis proses aktivasi yaitu aktifasi fisika dan aktifasi kimia.
Aktivasi Fisika
Pada aktivasi secara fisika, karbon dipanaskan pada suhu sekitar 800oC
1000 oC dan dialiri gas pengoksidasi seperti uap air, oksigen, dan CO2. Gas
22
dan hidrogen untuk gas pengoksidasi berupa uap air. Senyawa-senyawa produk
samping juga akan terlepas sehingga akan memperluas pori dan meningkatkan
daya adsorbsi. Gasifikasi karbon dengan uap air dan CO2 terjadi melalui reaksi
Pada aktivasi ini terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang
besar karena adanya pembentukan struktur karbon. Namun pada aktivasi fisika
Aktivasi Kimia
lignoselulosa. Pada aktivasi ini karbon dicampur dengan larutan kimia yang
berperan sebagai activating agent atau aktivator. Larutan kimia yang dipakai
biasanya garam dari logam alkali dan alkali tanah seperti zat asam seperti KOH,
NaOH, ZnCL2, H3PO4, dan H2SO4. Aktivator akan mengoksidasi karbon dan
merusak permukaan bagian dalam karbon sehingga akan terbentuk pori. Aktivator
23
Salah satu jenis larutan kimia yang banyak dipakai sebagai aktivator dari
logam alkali tanah adalah KOH (Kalium Hidroksida). KOH akan bereaksi dengan
Pori yang terbentuk akan menghasilkan karbon aktif. KOH juga mencegah
pembentukan tar, asam asetat, metanol, dan lainnya (Atmayudha, 2006). Reaksi
Pada aktivasi kimiawi suhu yang digunakan lebih rendah dari pada aktivasi fisika.
Selain itu, aktivasi kimiawi menghasilkan pembentukan struktur pori yang lebih
baik, luas permukaan yang lebih tinggi, dan yield karbon yang lebih besar (Shofa,
2012)
24
Tabel 2.8 Beberapa penelitian tentang karbon aktif
25
2.4 Silika
Silika merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
menghindari dari penyakit, radiasi matahari, serta keracunan unsur hara. Silika
merupakan unsur terbesar kedua di kerak bumi setelah oksigen, dan sebagian
memiliki jumlah yang melimpah. Silika berada di dalam tanah berbentuk silika
menjadi bentuk silika amorf. Beberapa karbohidrat dan protein tanaman diketahui
(Husnain, 2010).
Silikon dioksida atau silika adalah salah satu senyawaan kimia yang paling
umum. Silika murni terdapat dalam dua bentuk yaitu kuarsa dan kristobalit.
Silikon selalu terikat secara tetrahedral kepada empat atom oksigen, namun
atom silikon ditempatkan seperti halnya atom-atom karbon dalam intan dengan
atom-atom oksigen berada di tengah dari setiap pasangan. Dalam kuarsa terdapat
heliks sehingga terbentuk kristal enansiomorf. Kuarsa dan kristobalit dapat saling
tinggi. Silika relatif tidak reaktif terhadap Cl, asam-asam dan sebagian besar
logam pada suhu 25 oC atau pada suhu yang lebih tinggi, tetapi dapat diserang
oleh F2, HF aqua, hidroksida alkali dan leburan karbonat (Cotton, 1989).
26
Bentuk-bentuk silika merupakan struktur kristal yang penting . Hal ini
bukan hanya karena silika merupakan zat yang melimpah dan berguna, tetapi
karena strukturnya (SiO4) adalah unit yang mendasar dalam kebanyakan mineral.
1. Setiap atom silikon berada pada pusat suatu tetrahedron yang terdiri dari empat
atom oksigen.
molekul SiO2. Nama lain dari silika yaitu kuarsa, silika, silika oksida, dan silikon
massa molar 60,08 g mol, titik lebur 1600-1725 C, titik didih 2230 C, dan
Adapaun sifat kimia silika sebagai berikut (R. Bakri, dkk., 2008) :
a. Reaksi Asam
b. Reaksi Basa
Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat seperti
27
2.4.2 Ekstraksi Silika
bantuan pelarut (Svehla, G., 1985). Pelarut yang digunakan harus dapat
Metode ekstraksi didasarkan atas distribusi senyawa di antara dua fase pada dua
Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase
ekstrak.
Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur
antara lain menggunakan alat corong pisah. Ada suatu jenis pemisahan lainnya
dimana pada satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain,
misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut
organik, dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor sokhlet. Metode
sokhlet merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan pelarut cair secara
digunakan untuk ekstraksi kontinue dari sejumlah kecil bahan (Indra Wibawa,
2012).
28
Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi
dan penentuan kadar silika dari abu terbang batubara dengan menggunakan
pelarut NaOH. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi NaOH dan semakin lama waktu ekstraksi maka endapan silika yang
dikeluarkan akan semakin banyak. Pelarut NaOH dipilih dengan alasan bahwa
silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat, seperti hidroksida
alkali. Secara komersial, silika dibuat dengan mencampur larutan natrium silikat
2.5 Sonokimia
seperti pada Gambar 2.15 di bawah (Suslick, 1990). Jika suatu larutan
29
gelembung terjadi. Titik panas yang terlokalisasi ini memiliki temperatur 5000 K,
tekanan 1800 atm, dan waktu hidup beberapa mikrodetik (Susulick, dkk.,1996).
Pembentukan gelembung
Gambar 2.11. Fenomena kavitasi akustik (acoustic cavitation) terdiri dari tiga
tahap, (1) pembentukan gelembung (formation of bubbles), (2)
pembesaran gelembung (growth of bubbles) hingga mencapai
ukuran maksimum, dan (3) gelembung mengecil hingga pecah
(implosive collapse of bubbles)
Pada gambar (a) penjerapan pada kondisi tanpa gelombang ultrasonik. (b)
pada permukaan M. Efek ultrasonik juga dapat dilihat pada Gambar 2.12.
30
Gambar 2.12. Morfologi permukaan nanopartikel MoS2. Morfologi permukaan
partikel yang dibuat secara konvensional (a), dan (b) permukaan
partikel yang dibuat dengan bantuan gelombang ultrasonik. Luas
permukaan (a) jauh lebih kecil dari (b), (Suslick et al. 1999).
Suatu karbon aktif dapat dianalisis dengan berbagai instrument dan metode
yang digunakan. Adapun alat yang dapat digunakan antara lain Scanning Electron
spesifik karbon. Adapun metode metilen biru digunakan untuk mengukur luas
permukaan.
SEM adalah salah satu jenis mikrosop elektron yang menggunakan berkas
adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron yang lebih tinggi
31
Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas
tersebut atau menghasilkan elektron sekunder kesegalah arah. Tetapi ada satu arah
profil permukaan benda sepertii seberapa landa dan kemana arah kemiringan
mendeflesikan berkas elektron untuk men-scan permukaan sampel. Hasil scan ini
tersinkronisasi dengan tabung sinar katoda dan gambar sampel akan tampak pada
area yang di-scan. Tingkat kontras yang tampak pada tabung sinar katoda timbul
karena hasil refleksi yang berbeda-beda dari sampel (Anggraeni, N. D., 2008).
satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan
dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
32
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan
tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X.
pengukuran tenaga dan intensitas sinar X suatu unsure didalam cuplikan hasil
electron bagian dalam dari atom akibat dikenai sumber radiasi dan pengukuran
intensitas pendar sinar-X karakteristik yang dipancarkan oleh atom unsure dalam
sampel. Metode ini tidak merusak bahan yang dianalisis lebih dari segi fisik
(Iswani, 1883)
teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu
adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat
33
(memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah
dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat
frekuensi vibrasi, dan Sinar yang diserap karakteristik untuk setiap ikatan (Hayati,
2007)
proses penyimpanan energi. Semakin besar luas permukaan maka akan semakin
dengan metode adsorbsi metilen biru. Banyaknya molekul metilen biru yang
luas permukaan batu padas. Untuk memntukan luas permukaan suatu suatu
metilen biru 2 ppm, dan diukur adsorbansinya dengan menggunakan UV-Vis pada
34
panjang gelombang 500 700 nm. Kurva standar metilen biru dibuat berdasarkan
Dimana,
35
BAB III
METODE PENELITIAN
tebu, kertas saring whatman 42, larutan NaOH 2,5, 5, dan 10 M, HCl 1 N, metilen
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanur (Muffle furnace
tipe 6000), Oven (tipe SPNISOSFD), penangas air (Hot plate), pengaduk
magnetik (fisher tipe 115), neraca analitik (Shimadzu AW220), FTIR (Shimadzu,
ukuran 100 mesh, pompa vakum, statif, lumpang, desikator, cawan porselin, alat
36
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Preparasi Alat dan Bahan Baku
Semua alat dan bahan untuk tahap dalam pembuatan karbon aktif
dapat menyala, dan alat yang lainya. Bahan seperti ampas tebu, NaOH, HCl, dan
akuades memiliki kuantitas yang cukup untuk membuat karbon aktif, larutan
Ampas tebu diambil dari Pabrik Gula PT. Perkebunan Nusantara XIV,
Ampas tebu dicuci dengan akuades hingga bersih lalu dikeringkan dibawah sinar
matahari dan oven. Ampas tebu yang sudah bersih dan kering dibakar diatas
dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu dibakar kembali dalam tanur pada
temperatur 350 C selama 1 jam. Proses ini akan menghasilkan karbon dari ampas
3.3.3 Ekstraksi Silika (Wei, X., Xiao, Li., Jin Zhou, dan Ping, Z. S., 2011)
kecepatan yang sama dan dibiarkan selama 60 menit. Selanjutnya disaring dengan
37
kertas saring whatman 42. Filtrat dibuang sedangkan residu yang dihasilkan
pada suhu 110 oC sampai kering. Ketiga karbon hasil ekstraksi tersebut di uji
dengan FTIR dan XRF untuk mendapatkan konsentrasi terbaik NaOH yang
karbon tanpa penambahan NaOH atau tanpa ekstraksi dimana karbon masih
mengandung silika.
silika yang diperoleh kemudian dicampur dengan larutan aktivator NaOH. Ditutup
dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya diberi perlakuan
2013)
diinteraksikan dengan gelombang ultrasonik dengan variasi waktu 10, 15, 30, 45,
90, 120, 150, 180 menit, dan variasi suhu 30, 40, 50, dan 60 oC. Sebagai
waktu dan suhu optimum karbon aktif dengan iradiasi ultrasonik dan sampel
karbon aktif tanpa iradiasi ultrasonik yang diperoleh dicuci dengan HCl 1 N dan
dengan temperatur 110 oC. Karbon aktif kemudian dimasukkan dalam tanur
38
dengan suhu 350 oC selama jam. Selanjutnya, sampel karbon aktif yang
Kedua sampel karbon aktif hasil interkasi dengan dan tanpa iradiasi
dengan menggunakan instrumen XRF, XRD, FTIR, SEM, LCR-745 meter , dan
metode metilen biru untuk memperoleh karakteristik karbon nanopori ampas tebu.
50 ml larutan metilen biru 300 ppm ditambahkan pada karbon aktif 0,3
gram kedalam Erlenmeyer dan ditutup aluminium foil. Kemudian diaduk dengan
magnetic stirrer selama 30 menit pada kecepatan 100 rpm. Setelau itu, disaring
Xm. N. a
S=
Mr
Keterangan :
39
3.3.6.2 Pembuatan Kapasitor Elektrokimia
(PVA) kedalam akuades 100 mL sehingga diperoleh PVA 5%. Campuran tersebut
0,5 gram. Penambahan natrasol yang sedikit, disebabkan sampel dengan mudah
cetakan. Selanjutnya diletakkan diatas cawan petri dan dibiarkan kering secara
alami selama tiga hari. Pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut air.
sebelum penambahan natrosol campuran PVA dan H2SO4 ditambahkan karbon 0,5
sandwich, dimana dua buah elektroda karbon dengan hidrogel yang diletakkan
ditengah.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
preparasi bahan, dan karbonisasi. Ampas tebu diambil dari batang tebu hasil
pengeringan. Ampas tebu dicuci dengan akuades secara berulang dan dilakukan
dan uap air yang masih terdapat dalam ampas tebu. Selanjutnya, ampas tebu
dipotong kecil-kecil untuk mereduksi ukurannya. Ampas tebu dari proses tersebut
41
Gambar 4.2 Ampas tebu yang telah bersih dan kering
oven juga bertujuan untuk mengetahui kadar air. Hasil percobaan tersebut
memberikan nilai kandungan air ampas tebu yang telah dipreparasi sebesar 1,5%.
Kadar air tersebut tidak mengurangi daya jerap karbon aktif pada gas atau cairan
4.1.2 Karbonisasi
350 oC yang terjadi pemutusan ikatan C-O dan C-C. Proses karbonisasi selesai
apabila ampas tebu telah sepenuhnya menjadi warna hitam dan sedikit asap yang
keluar. Karbon hasil proses karbonisasi dapat dilihat pada Gambar 4.3
42
Gambar 4.3 Karbon hasil karbonisasi ampas tebu
Data jumlah karbon dalam ampas tebu yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel 4.1
perolehan karbon dari ampas tebu sebesar 33,75% dari massa awal ampas tebu
yang dikarbonisasi. Perolehan nilai ini lebih tinggi dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Kalderis (2008) yang menyebutkan bahwa kandungan karbon yang
terdapat pada ampas tebu 24,7%. Proses karbonisasi ampas tebu ini berlangsung
maksimal sehingga menghasilkan karbon dengan sedikit material volatil dan abu.
43
Setelah proses karbonisasi selesai, karbon dari ampas tebu yang dihasilkan
mesh (150 m). Penghalusan ini bertujuan agar karbon berukuran homogen dan
ukuran partikel menjadi lebih kecill sehingga luas permukaan karbon aktif lebih
besar. Karbon ampas tebu yang hasil ayakan 100 mesh dapat dilihat pada
Gambar 4.4
penelitian ini adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat cair merupakan suatu
proses yang melibatkan perpindahan massa antar fasa, dalam hal ini yang
bertindak sebagai fasa padat adalah karbon ampas tebu dan NaOH sebagai
ekstraktan. Pada ekstraksi ini, ketika bahan ekstraksi dicampur dengan ekstraktan
maka ekstraktan akan bereaksi dengan bahan padat membentuk ekstrak. Proses ini
memerlukan kontak yang lama antara ekstraktan dan padatan. Berdasarkan data
analisa Tim Afiliansi dan Konsultasi Industri ITS Surabaya (1999) menyebutkan
44
Karbon ampas tebu yang dihasilkan diberi perlakuan ekstraksi silika sebab
kandungan silika yang terdapat dalam ampas tebu memiliki komposisi yang
digunakan semakin banyak silika yang terekstraksi. Oleh karena itu, dilakukan
sebanyak 100 ml dalam 5 gram karbon yang diaduk selama 60 menit pada suhu
95 oC. Variasi konsentrasi ini digunakan agar memperoleh hasil konsentrasi yang
optimal dalam mengekstraksi silika yang terdapat dalam karbon ampas tebu.
Pada proses ekstraksi silika 5 gram karbon ampas tebu dicampur dalam
100 ml larutan NaOH 2,5, 5, dan 10 M kemudian dipanaskan pada suhu 95 oC dan
ekstraksi silika dari material karbon ampas tebu. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
tidak stabil, sehingga akan terjadi dehidrogenasi dan ion hidroksil yang kedua
akan berikatan dengan hidrogen membentuk molekul air. Dua ion Na+ akan
dan residunya. Residu yang diperoleh kemudian dicuci dengan akuades hingga pH
netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 3 jam. Karbon hasil
45
ekstraksi yang telah bersih dan kering selanjutnya dianalisis dengan FTIR dan
ekstraksi silika dilakukan. Analisis dilakukan melalui instrumen XRF, FTIR, dan
metode metilen biru. Analisis XRF bertujuan untuk mengetahui komposisi karbon
ampas tebu, FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terkandung, serta
melalui instrumen XRF untuk mengetahui komposisi unsur atau oksida yang
terkandung dalam karbon ampas tebu. Data hasil analisis instrumen XRF dapat
Tabel 4.2 Kandungan unsur dan oksida dalam karbon ampas tebu sebelum dan
setelah ekstraksi silika
46
Data Tabel 4.2 menunujukkan bahwa terjadi kenaikan nilai komposisi
unsur Fe atau oksida Fe2O3 pada karbon ampas tebu sebelum ekstraksi hingga
unsur Si, disusul K, Ca, P, Mn, dan Ti atau oksida SiO2, disusul K2O, CaO, P2O5,
adalah Si, disusul Fe, K, Ca, dan P, atau kandungan oksida terbesar adalah SiO2
disusul Fe2O3, K2O, CaO, dan P2O. Unsur dan oksida tersebut mempengaruhi
proses selanjutnya dari pemanfaatan karbon aktif ampas tebu. Seperti pada
keberadaan unsur Si atau oksida SiO2 dengan jumlah terbesar 53,15% akan
10,93%, dan hasil ekstraksi 5 dan 10 M mampu menghilangkan kadar silika yang
terkandung didalam karbon ampas tebu. Namun ekstraksi silika dengan NaOH 10
yang lebih baik digunakan dalam melakukan proses ektraksi silika. Grafik
pengaruh konsentrasi NaOH 2,5, 5, dan 10 M terhadap kadar SiO2 dapat dilihat
47
60
50
40
20
10
0
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi NaOH (M)
Berdasarkan grafik karbon ampas tebu baik sebelum dan setelah ekstraksi
digunakan pada proses ekstraksi maka silika yang dihasilkan semakin banyak,
sehingga menurunkan kadar silika yang terkandung dalam karbon ampas tebu dan
dengan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada karbon ampas
tebu. Spektrum FTIR sebelum dan setelah ekstraksi silika dapat dilihat pada
Gambar 4.6
48
Gambar 4.6 Spektrum karbon ampas tebu sebelum dan setelah ekstraksi silika
beberapa gugus fungsi dalam sampel baik yang dimiliki oleh silika atau gugus
fungsi yang lain. Pada spektrum sebelum ekstraksi silika, adanya gugus fungsi
silika ditunjukkan oleh serapan pada bilangan gelombang 1037 cm-1.. Puncak
serapan ini menunjukkan vibrasi regangan asimetris Si-O dari siloksan Si-O-Si
dengan intensitas kuat (Adam, dkk., 2006). Terdapat pula vibrasi ulur sedang pada
bilangan gelombang 466,7 cm-1 yang menunjukkan rentangan Si-O. Kedua pita
serapan ini memperkuat adanya kandungan silika yang terdapat dalam karbon
Selain pita serapan dari gugus fungsi silika, terdapat pula beberapa gugus
fungsi lain seperti pada bilangan gelombang 3419,79 cm-1 dan 1616,35 cm-1 yang
dan vibrasi rentangan C=C dari gugus aromatik dengan intensitas sedang.
49
Terdapat pula pita serapan pada bilangan gelombang 1390 cm-1 dan 1465 cm-1
yang menunjukkan gugus fungsi C-H alifatik (dari CH3 dan CH2).
5 dan 10 M dapat dilihat dari intensitas, lebar, dan pergeseran pita serapan. Makin
besar konsentrasi yang digunakan pada proses ekstraksi silika membuat bentuk
profil serapan gugus fungsi OH semakin melebar, hal ini disebabkan adanya
ikatan hidrogen antar molekul. Terdapat pula, intensitas pita serapan meningkat
pada bilangan gelombang berturut-turut 1616,35 cm-1 dan 1593,20 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi rentangan C=C dari gugus aromatik, dan pada bilangan
gelombang 1392,61 cm-1 dan 1379,10 cm-1 menunjukkan adanya intensitas yang
gelombang 1028,06 cm-1 dan 1026,13 cm-1 yang menunjukkan vibrasi regangan
asimetris Si-O dari siloksan Si-O-Si dan pada bilangan gelombang 462,92 cm-1
yang menujukkan vibrasi ulur sedang rentangan Si-O. Kedua gugus fungsi ini
ini sesuai dengan analisis XRF yang menunjukkan kandungan silika semakin
kandungan karbon dan silika dalam karbon ampas tebu. Semakin besar
konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses ekstraksi maka semakin rendah
jumlah silika dan semakin meningkat jumlah karbon pada karbon ampas tebu
hasil ekstraksi.
50
c. Analisis Luas Permukaan Karbon Ampas Tebu Sebelum dan Setelah
Ekstraksi Silika
ekstraksi silika menggunakan metode adsorbsi metilen biru. Adsorbsi metilen biru
merupakan salah satu metode dalam penentuan luas permukaan berdasarkan daya
serap metilen biru. Banyaknya metilen biru yang diadsorbsi sebanding dengan
maksimum. Dimana, dibuat larutan standar metilen biru 2 ppm sebanyak 10 mL,
Kurva maks
0.42
0.418
0.416
Absorbansi
0.414
0.412
0.41
0.408
0.406
0.404
653 654 655 656 657 658 659 660 661
Panjang Gelombang
diberikan maka semakin besar pula absorbansinya, namun pada keadaan tertentu
51
nilai absorbansi kembali menurun dengan bertambahnya panjang gelombang.
Sehingga diperoleh panjang gelombang maksium adalah 658 nm. Pada panjang
memperoleh absorbansi sebesar 0,418 atau 41,8% cahaya yang diserap. Panjang
Tabel 4.3 Nilai absorbansi deret standar Metilen Biru pada maks 658 nm
meningkatnya konsentrasi larutan deret standar. Hal ini sesuai dengan hukum
larutan. Dari data absorbansi deret standar diatas, kemudian dibuat kurva kalibrasi
52
1.6
1.4 y = 0.1731x + 0.0817
R = 0.9722
1.2
1
Absorbansi
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8
Konsentrasi Metilen Biru (ppm)
Xm. N. a
S=
Mr
a = luas permukaan oleh satu molekul metilen biru (197.10 -20 m2)
dilakukan penentukan konsentrasi metilen biru setelah adsorbsi. Dimana, 0,3 gram
sampel karbon ampas tebu sebelum ekstraksi, setelah ekstraksi 2,5, 5, dan 10 M
53
ditambahkan kedalam 50 ml larutan metilen biru 300 ppm kedalam erlenmeyer,
dan 0,245. Kemudian dimasukkan dalam persamaan regresi linier metilen biru,
22,7262; 1,2954; 0,4739; dan 1,1145 ppm. Konsentrasi ini selanjutnya digunakan
untuk menghitung berat metilen biru yang teradsorbsi dan luas permukaan karbon
49,784; 49,9210; dan 49,8142 mg/g. Sehingga, luas permukaan yang dihasilkan
pengaruh konsentrasi NaOH pada proses ekstraksi terhadap luas permukaan dapat
190
185
Luas Permukaan (m2/g)
180
175
170
165
160
ekstraksi 0 M ekstraksi 2,5 M ekstraksi 5 M ekstraksi 10 M
54
Grafik diatas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi NaOH yang
digunakan dalam mengekstraksi silika, maka semakin besar luas permukaan yang
dihasilkan. Akan tetapi terjadi penurunan luas permukaan pada hasil ekstraksi
jenuh dalam mengekstraksi silika yang ada pada karbon ampas tebu, sehingga
konsentrasi optimum yang memberikan luas permukaan yang besar adalah hasil
ekstraksi silika dengan konsentrasi NaOH 5 M. Oleh sebab itu, hasil ekstraksi
yang lebih luas. Metode aktivasi dibagi menjadi dua, yaitu aktivasi kimia dan
aktivasi fisika. Aktivasi kimia yaitu dengan panambahan bahan kimia atau
suhu yang lebih tinggi. Kedua metode ini digunakan pada proses aktivasi karbon
ampas tebu.
aktif tempurung kelapa dengan aktivator NaOH yang dilakukan oleh Rosi, M.,
dkk. (2013), menghasilkan luas permukaan maksimal sebesar 400 m 2/g dan
kapasitansi sebesar 26 F/g. Dari penelitian tersebut, maka pada penelitian ini
Selain itu, material lignoselulosa yang terkandung dalam ampas tebu lebih
dapat bereaksi dengan basa dibandingkan dengan asam, hal ini karena material
lignoselulosa mengandung banyak oksigen dan asam yang akan bereaksi baik
55
dengan gugus fungsi yang mengandung oksigen. Aktivator NaOH juga murah dan
tidak korosif. Aktivator ini jarang digunakan, dan belum ada studi yang
mempelajari mekanisme pembentukan dari suatu karbon berpori yang berasal dari
ampas tebu.
air sehingga diperoleh konsentrasi NaOH 5 M atau setara dengan 20%. Menurut
Langkah awal dalam pembuatan karbon aktif yaitu larutan aktivator NaOH
pori karbon. NaOH meresap kedalam karbon dan membuka permukaan yang
semula tertutup oleh komponen kimia sehingga volume dan pori bertambah besar.
Langkah selanjutnya, karbon aktif hasil aktivasi NaOH masuk kedalam tahap
zat-zat hasil reaksi sewaktu aktivasi yang mungkin menutupi permukaan pori-pori
karbon aktif. Bila tidak dilakukan pencucian, tertutupnya pori-pori karbon aktif
oleh zat-zat hasil rekasi akan memberikan luas permukaan menjadi rendah. Tahap
pencucian dengan HCl untuk menghilangkan pengotor hasil reaksi yang tersimpan
dalam karbon aktif, sisa-sisa aktivator yang kemungkinan masih ada, serta
56
mengurangi kadar abu. Saat HCl dicampurkan ke dalam karbon aktif timbul
gelembung-gelembung. Hal ini merupakan gas hasil reaksi yang menempati pori-
pori pada saat proses aktivasi sehingga pada saat proses pencucian, gas tersebut
keluar dari pori-pori karbon aktif. Karbon aktif hasil aktivasi dicuci sebanyak tiga
kali. Saat proses pencucian ketiga, gelembung sudah tidak terbentuk sehingga
menandakan bahwa hasil reaksi maupun sisa aktivator sudah tidak ada lagi.
di dalam oven selama 3 jam dengan suhu 110 oC sehingga diperoleh berat
4,25 gram.
dengan pembakaran dalam tanur dengan suhu 350 oC selama setengah jam
sehingga diperoleh berat 3,38 gram. Perlakuan ini agar karbon aktif yang didapat
murni hanya mengandung karbon tanpa zat pengotor lainnya. Karbon aktif
setelah proses aktivasi kimia dan fisika dapat dilihat pada Gambar 4.10
(a) (b)
Gambar 4.10 Karbon aktif (a) Hasil aktivasi kimia (b) Hasil aktivasi fisika
57
Dari hasil perhitungan berat diatas baik setelah aktivasi kimia maupun
fisika, terlihat bahwa perolehan karbon aktif yang dihasilkan semakin rendah.
bahwa hasil reaksi yang terdapat dalam karbon aktif yang keluar dari tanur
semakin banyak. Setelah kedua metode aktivasi dilakukan maka telah diperoleh
karbon aktif yang murni yang selanjutnya dikarakterisasi dengan diberi perlakuan
4.4 Karakterisasi Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan tanpa Iradiasi
Gelombang Ultrasonik
dan dengan iradiasi gelombang ultrasonik. Kedua perlakuan ini dilakukan untuk
ultrasonik.
luas permukaan karbon aktif hasil aktivasi. Proses yang terjadi dalam iradisi
yang terlokalisasi ini memiliki temperatur 5000 oC, tekanan 500 atm dan waktu
58
Instrument terdiri dari sebuah Ultrasonik Cleaner (merk Elmasonic,
air destilasi hingga 1/3 volumenya terisi (kira-kira 3,5 L). Labu Erlenmeyer 100
ml yang digunakan sebagai wadah diletakkan di atas tatakan dalam air pada jarak
suhu optimum pada karbon aktif ampas tebu terhadap nilai luas permukaan.
gelombang ultrasonik dengan variasi waktu 10, 15, 30, 45, 90, 120, 150, 180
menit dan variasi suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 oC. Setelah proses iradiasi
terhadap karbon aktif tanpa iradiasi gelombang ultrasonik. Dimana, karbon aktif
sisa kotoran dan menetralkan karbon aktif, selanjutnya dikeringkan didalam oven
dengan temperatur 110 oC. Kemudian sampel karbon aktif yang diperoleh
disimpan dalam desikator agar karbon tetap kering. Karbon aktif kemudian
dibakar dalam tanur dengan suhu 350 oC selama jam. Karbon aktif hasil iradisi
yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis waktu dan suhu optimumnya terhadap
59
4.4.1 Analisis Luas Permukaan Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan
tanpa Iradiasi Gelombang Ultrasonik
Sebelum analisis luas permukaan karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi
Dimana, masing-masing 0,3 gram sampel karbon ampas tebu hasil iradiasi
disaring dan filtratnya dianalisis pada panjang gelombang maksimum 658 nm.
yang telah didapatkan sebelumnya dari penentuan luas permukaan dalam proses
171.9
171.8
171.7
Luas Permukaan (m2/g)
171.6
171.5
171.4
171.3
171.2
171.1
171
170.9
10 15 30 45 90 120 150 180
60
Grafik diatas menunjukkan nilai luas permukaan menurun seiring dengan
pada permukaan karbon telah tertutupi oleh aktivator NaOH sehingga jumlah
lambat. Waktu iradiasi yang tinggi belum tentu menghasilkan efisiensi yang lebih
baik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aqbar (2013) mengenai
kondisi optimum adsorspi ion logam Cu(II) menggunakan karbon aktif dari sekam
padi dengan iradiasi gelombang ultrasonik, bahwa waktu iradiasi yang lebih lama
singkat. Hal tersebut dapat menyebabkan rusaknya pori karbon yang tertutupi oleh
Cu(II) sehingga jumlah tumbukan berkurang dan akibatnya difusi ion Cu(II) ke
permukaan yang paling besar yaitu 171,8336 m2/g. Grafik pengaruh suhu kontak
171.8
171.7
Luas Permukaan (m2/g)
171.6
171.5
171.4
171.3
171.2
171.1
25 C 30 C 35 C 40 C 45 C 50 C
Temperatur (C)
61
Gambar diatas menunjukkan bahwa luas permukaan meningkat pada suhu
dalam iradiasi sangat cepat saat kondisi rata-rata suhu kamar sehingga
pembentukan celah dalam karbon menjadi cepat dan mampu memberikan luas
permukaan yann tinggi. Luas permukaan karbon aktif yang diiradiasi dengan
o
gelombang ultrasonik mencapai kondisi optimum pada suhu 30 C yang
memberikan luas permukaan yang paling besar yaitu 171,8336 m2/g. Oleh karena
itu, suhu dan waktu yang digunakan selanjutnya dalam mengkarakterisasi karbon
aktif ampas tebu hasil iradiasi gelombang ultrasonik yaitu dengan suhu 30 oC
selama selang waktu 15 menit. Sehingga luas permukaan karbon aktif ampas tebu
ultrasonik, perlakuan sama dilakukan seperti karbon hasil iradiasi. Dimana, 0,3
gram sampel karbon ampas tebu ditambahkan kedalam 50 ml larutan metilen biru
menit. Larutan hasil pengadukan disaring dan filtratnya dianalisis pada panjang
konsentrasi metilen biru dalam filtrat 22,5833 ppm, serta metilen biru teradsorbsi
46,2361 mg/g sehingga luas permukaan yang dihasilkan yaitu 171,3542 m2/g.
Dari hasil analisis dua perlakuan diatas, diperoleh nilai luas permukaan
dengan iradiasi 171,8336 m2/g dan nilai luas permukaan tanpa iradiasi
62
yang besar dari tanpa perlakukan iradiasi gelombang ultrasonik. Nilai luas
permukaan tanpa iradiasi juga meningkat dari luas permukaan yang diperoleh
sebelum aktivasi yaitu 171,2627 m2/g. Ini menunjukkan adanya aktivator akan
pori-pori semakin banyak pada karbon yang akan mempengaruhi luas permukaan
yang diperoleh. Sehingga semakin banyak pori yang terbentuk akan memberilkan
4.4.2 Analisis Gugus Fungsi Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan tanpa
Iradiasi Gelombang Ultrasonik
mengetahui adanya gugus fungsi pada sampel karbon aktif ampas tebu. Dimana
transmitan (T). Analisis gugus fungsi karbon aktif ampas tebu dengan
Gambar. 4.13 Spektrum karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
ultrasonik dan tanpa iradiasi gelombang ultrasonik
63
Spektrum gambar diatas menghasilkan beberapa puncak yang
menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi dalam sampel karbon aktif ampas
ultrasonik. Selama proses iradiasi terjadi, penguraian struktur kimia pada karbon
tertentu. Gugus fungsi yang teridentifikasi pada karbon aktif ampas tebu adalah
OH, C-H alifatik (dari CH3 dan CH2 ), ikatan C=O (karbonil), ikatan C-C dan
berikatan hidrogen. Disisi lain, Terdapat intensitas kuat pada bilangan gelombang
1598,99 cm-1 yang merupakan vibrasi rentangan C=C dari gugus aromatik dan
pita serapan yang banyak menunjukkan gugus fungsi C-H alifatik (dari CH3 dan
CH2) pada bilangan gelombang 1390 cm-1 dan 1465 cm-1. Adapun puncak yang
berkaitan dengan silika pada gugus fungsi Si-O dan Si-C yang terdapat pada
spektrum diatas dengan intensitas yang lemah pada bilangan gelombang 1033,85
cm-1.
menunjukkan gugus fungsi silika tidak tampak lagi. Tingginya suhu dalam proses
iradiasi menyebabkan gugus fungsi silika teroksidasi menjadi hilang.. Disisi lain,
intensitas meningkat tajam pada bilangan gelombang 3419,79 cm-1 dan 1606,70
64
cm-1 menunjukkan adanya rentangan OH yang berikatan hidrogen dan vibrasi
cerminan dari banyaknya senyawa kimia pada karbon aktif ampas tebu yang
lemah terdapat pada panjang gelombang 1714,72 cm-1 yang merupakan vibrasi
rentangan C=O dan pada panjang gelombang 2360,87 cm-1 yang merupakan
vibrasi rentangan O=C=O dari udara. Terdapat pula bentuk profil serapan baru
yang melebar dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 1238,30 cm-1
yang merupakan vibrasi rentangan C-O dari fenol. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa gugus fungsi pada karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
tertentu.
4.4.3 Analisis Komposisi Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan tanpa
Iradiasi Gelombang Ultrasonik
Analisis komposisi unsur dan oksida karbon aktif ampas tebu dilakukan
melalui instrumen XRF. Komposisi ini digunakan untuk melihat kandungan yang
dominan pada karbon aktif ampas tebu dengan dan tanpa iradiasi gelombang
ultrasonik.
65
Tabel 4.4 Komposisi unsur dan oksida yang terkandung dalam karbon aktif ampas
tebu dengan dan tanpa iradiasi gelombang ultrasonik
Konsentrasi Konsentrasi
No. Unsur Oksida Tanpa Iradiasi dengan Iradiasi
(%) (%)
1 Fe Fe2O3 76,53 -
2 Ca CaO 8,31 90,16
3 Mn MnO 4,55 -
4 Ti TiO2 3,98 -
5 K K2O 3,85 4,36
6 P P2O5 1,20 -
7 Zn ZnO 1,01 -
8 Sr SrO 0,34 -
Tabel 4.4 menunjukkan kandungan unsur yang terbesar karbon aktif tanpa
iradiasi adalah Fe dengan unsur oksida Fe2O3 sebesar 76,53%, selanjutnya diikuti
Ca, Mn, Ti, dan lain-lain. Sedangkan unsur terbesar karbon aktif hasil iradiasi
diikuti K, Nb, dan Mo. Banyaknya unsur CaO pada karbon ini disebabkan karbon
bereaksi dengan oksigen menghasilkan oksida karbon dalam suatu reaksi yang
mereduksi oksida logam menjadi logam. Disisi lain, karbon hasil iradiasi
kehilangan banyak unsur seperti Fe, Mn, Ti, dan lain-lain. Ini menunjukkan
4.4.4 Analisis Fasa Kristal Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan tanpa
Iradiasi Gelombang Ultrasonik
Analisis fasa kristal unsur karbon aktif ampas tebu dengan dan tanpa
dilakukan dengan jenis X-Ray Tube Cu, panjang gelombang 1,54060 , voltase
66
40,0 kV, Arus 30,0 mA, dan sudut pengamatan 2 10-80. Hasil analisis berupa
Analisis kristal karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi dapat dilihat pada Gambar
Gambar. 4.14 Pola difraksi karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi
gelombang ultrasonik
Tabel 4.5. Ukuran Peak yang terkuat pada karbon ampas tebu tanpa iradiasi
gelombang ultrasonik
karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang ultrasonik. Tiga puncak terkuat
yang tajam dan sempit, menunjukkan kristalinitas sampel yang tinggi. Puncak
67
yang memiliki intensitas tertinggi terdapat pada sudut 2 44,1163 dengan nilai
intensitas tertinggi pada karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
K.
D=
cos
didapatkan ukuran partikel intensitas tertinggi karbon aktif ampas tebu tanpa
iradiasi gelombang ultrasonik sebesar 43,2 nm. Selain itu, terdapat pola difraksi
karbon 2 berada pada rentang 14-23 yang memiliki intensitas lemah dan
melengkung yang menunjukkan sifat karbon adalah amorf. Sehingga karbon aktif
ampas tebu tanpa iradiasi gelombang ultrasonik hadir dalam bentuk kristal dan
amorf. Berdasarkan hukum Bragg, daftar data puncak (Lampiran 6) karbon aktif
keseluruhan jarak antar bidang karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
Dari pola difraksi diatas, diketahui sampel dalam keadaan kristal berupa
diperkuat dengan hasil analisis komposisi senyawa oleh XRF, bahwa karbon aktif
Hasil analisis fasa kristal karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
ultrasonik dengan menggunakan instrumen XRD dapat dilihat pada Gambar 4.15
68
Gambar 4.15 Pola difraksi karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi
gelombang ultrasonik
Tabel 4.6. Ukuran Peak yang terkuat pada karbon ampas tebu dengan iradiasi
gelombang ultrasonik
karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang ultrasonik. Terdapat tiga
puncak yang meningkat lebih tajam dan sempit, ini disebabkan suhu yang
kristalinitas karbon aktif, sehingga karbon aktif ampas tebu memiliki fasa
kristalinitas yang lebih besar daripada karbon aktif tanpa iradiasi. Puncak yang
memiliki intensitas tertinggi adalah pada sudut 2 44,1163 dengan nilai FWHM
69
0,19820 menghasilkan ukuran partikel sebesar 43,3 nm. Sifat karbon ini juga
amorf yang ditunjukkan adanya pola difraksi dengan intensitas lemah dan
ultrasonik hadir pula dalam bentuk kristal dan amorf. Berdasarkan hukum Bragg,
daftar data puncak karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang ultrasonik
Dari pola difraksi diatas, diketahui sampel dalam keadaan kristal berupa
Mg dalam bentuk senyawa MgO atau periclase. Hal ini diperkuat dengan hasil
analisis komposisi senyawa oleh XRF, bahwa karbon aktif ampas tebu dengan
4.4.5 Analisis Permukaan Karbon Aktif Ampas Tebu dengan dan tanpa
Iradiasi Gelombang Ultrasonik
karbon aktif ampas tebu. Pembesaran gambar karbon aktif ampas tebu dilakukan
mm. Analisis morfologi karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
70
(a) (b)
Gambar. 4.16 Morfologi karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
ultrasonik (a) Perbesaran skala 5 m, dan (b) Perbesaran skala 10 m
pada permukaan karbon aktif ampas tebu semakin jelas. Struktur mikropori
terbentuk dengan diameter pori 0,2-3 m. Semakin besar distribusi pori dan
semakin kecil ukuran pori pada karbon aktif memberikan luas permukaan
iradiasi gelombang ultrasonik memiliki fasa kristalinitas dan nilai jarak antar
bidang yang tinggi yaitu 4,0412 , hal ini diperkuat dengan hasil SEM yang
71
kristalisasi. Hasil analisis morfologi karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi
(a) (b)
Gambar 4.17 Morfologi karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
ultrasonik (a) Perbesaran skala 5 m, dan (b) Perbesaran skala 10 m
gelombang ultrasonik memiliki distribusi pori yang banyak dan diameter pori
yang cukup besar dari 1-8 m yang tergolong struktur mesopori. Pembentukan
sedikit. Secara keseluruhan diameter pori permukaan karbon aktif dengan dan
72
Berdasarkan hasil analisis XRD, diketahui bahwa karbon aktif dengan
iradiasi gelombang ultrasonik memiliki jarak antar bidang yang rendah yaitu
3,1811 , hal ini diperkuat dengan hasil SEM yang menunjukkan bentuk partikel
memiliki permukaan yang lebih halus dan pipih. Adapun hasil EDS memberikan
karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang ultrasonik dapat dilihat pada
Gambar 4.18
cps/eV
1.6
1.4
1.2
1.0
Cr Mg
0.8 ClTi Na
S Ni Al P Cl
O Si S Ti Cr Ni
0.6
0.4
0.2
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
keV
Gambar. 4.18 Grafik EDS karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang
ultrasonik
hasil analisis XRD, yang menunjukkan fasa kristal berupa Mg dalam bentuk FeO
4MgO 6O. Adapun komposisi elemental hasil analisa dengan EDS, elemen yang
memiliki kandungan yang banyak adalah karbon (C) 62,2%, disusul oksigen (O)
73
24,0% dan nitrogen (N) 13,8% Banyaknya kandungan karbon disebabkan karbon
yang dihasilkan adalah hasil dari proses aktivasi fisika dan kimia.
cps/eV
1.4
1.2
1.0
0.8
Mg
Cl
Na
S Al P Cl
0.6 O Si S Ca
Ca
0.4
0.2
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
keV
Gambar 4.19 Grafik EDS karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang
ultrasonik
dengan hasil analisis XRD, yang menunjukkan fasa kristal berupa Mg dalam
bentuk MgO. Adapun komposisi elemental hasil analisa dengan EDS, elemen
yang memiliki kandungan yang banyak adalah karbon (C) 68,8% disusul oksigen
(O) 30,6% dan kalsium (Ca) 0,6%. Meningkatnya kandungan karbon sesuai
dengan syarat mutu karbon aktif teknis (SNI) yaitu min. 65%, sedangkan
74
meningkatnya kandungan oksigen disebabkan karbon bereaksi dengan oksigen
yang bersifat eksotermik, dan adanya kandungan Ca, diperkuat dengan hasil
dahulu dibuat suatu kapasitor elektrokimia dari karbon aktif ampas tebu. Dimana,
kapasitor ini dibuat dari dua buah elektroda yang terbuat dari karbon aktif dan
sandwich, dimana dua buah elektroda karbon dengan hidrogel elektrolit yang
3,5 gram, diameter 4 cm dan ketebalan 0,7 cm. Hasil kapasitor elektrokimia
terdiri dari dua elektroda karbon nanopori yang mengapit hidrogel dapat dilihat
Gambar 4.20 Kapasitor elektrokimia terdiri dari dua elektroda karbon nanopori
yang mengapit hidrogel elektrolit
75
Pengukuran kapasitas suatu kapasitor elektrokimia dari karbon aktif ampas
tebu menggunakan alat LCR-745 meter dengan frekuensi 120 Hz. Nilai
kapasitansi karbon aktif ampas tebu tanpa iradiasi gelombang ultrasonik sebesar
5,49 x 10-5 F dengan nilai kapasitansi spesifik sebesar 1,56 x10-5 F/g. Sedangkan
nilai kapasitansi karbon aktif ampas tebu dengan iradiasi gelombang ultrasonik
sebesar 4,69x10-5 F dengan nilai kapasitansi spesifik sebesar 1,34 x 10-5 F/g.
tanpa iradiasi gelombang ulrasonik. Karbon aktif tanpa iradiasi memiliki nilai
kapasitas penyimpanan energi yang lebih besar daripada karbon aktif yang
diiradisi. Ini diperkuat dengan hasil analisis SEM yang memberikan distribusi pori
yang banyak dan diameter yang kecil. Dimana, semakin banyak pori dan semakin
kecil diameter pori yang terbentuk maka akan memberikan luas permukaan yang
dihasilkan oleh metode metilen biru tidak sesuai dengan nilai kapasitansi, dimana
luas permukaan yang lebih besar diperoleh pada karbon aktif hasil iradiasi
gelombang ultrasonik. Ini kemungkinan disebabkan akibat kontak yang tidak baik
akurat. Namun, nilai 5,49 x 10-5 F melebihi hasil yang telah dilakukan oleh Vinda,
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Si-O dan Si-C pada panjang gelombang 1028,06 cm-1 dan 1026,13 cm-1.
meningkat, seperti gugus fungsi -OH, C-H alifatik (dari CH3 dan CH2 ),
ikatan C=O (karbonil), ikatan C-C dan C=C, serta ikatan fenol (C-O).
fasa kristalinitas yang lebih besar berupa Mg dalam bentuk MgO atau
periclase, dan memiliki distribusi pori yang banyak, tidak teratur dan
tergolong mesopori.
77
5.2 Saran
78
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, 2013, Ektraksi dan Penentuan Kadar Silika dari Abu Terbang Batu
Bara, Skripsi, Jurusan Kimia, Universitas Jember, Depok.
Aisah, S., Yulianti, E., san Fasya, A.G., 2010, Penurunan Angka Peroksida dan
Asam Lemak Bebas(FFA) pada Proses BleachingMinyak Goreng
Bekasoleh KarbonAktif Polong Buah Kelor (Moringa oleifera. Lamk)
dengan Aktivasi NaCl, Alchemy, Vol. 1, ( 2), 53-103.
Anonim, 2012, Kajian Integrasi Sapi Potong Dengan Tanaman Tebu Rakyat Guna
Mendukung Program Peningkatan Populasi Sapi Potong Sebesar 2 Juta
Ekor Dan Produksi Gula Sebesar 45 Ribu Ton Di Provinsi Sulawesi
Selatan.
Bakri, Ridla, 2008, Kaolin sebagai sumber SiO2 untuk pembuatan katalis Ni/SiO:
karakterisasidan uji katalis pada hidrogenasi benzena menjadi
sikloheksana, Jurnal Sains, Vol 12, 1, (37-42).
79
Chmiola, J., Yuhsin, G., Gogotsi, Y.,Portet, C., Simon, C.,Taberna, P. L., 2006,
Anomalus Increas In Carbon Capacitanse at Pore Sizes less than 1
nanometer, Science, 313(1760-1763).
Cotton dan Wilkinson, 1989, Kimia Anorganik Dasar Terjemahan Sahati Sunarto
dari Basic Inorganik Chemistry, Penerbit Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Dell, R.M., dan Rand, D.A.J., 2001. Energi storage a key technology for global
energi sustainability, J. Power Sources, (100), 2-7.
Elaine Y. M., Stella, M., Lala, dan Jose, M. R., 2010, Lithium Storage into
Carbonaceous Materials Obtained from Surcane Bagasse, J. Braz, Chem.
Soc, Vol 21, No. 10, 1877-1884.
Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1995, Sifat Fisika dan Kimia Arang Jil.2,
Departemen pandidikan Nasional, Jakarta
Frackowiak, E., dan Beguin, F., 2001. Carbon materials for the electrochemical
storage of energi in capacitors, Carbon, (39) 937-950.
Husnain, 2010, Mengenal Silika sebagai Unsur Hara, Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 32(3), 19-20.
80
Jones, T.S, 2000, Silicon, Geological Survey Minerals Yearbook, Amerika.
Junior, O. K., Gurgel, L. V. A., 2009, Adsorption of Cu(II), Cd(II), Pb(II) from
Aqueous Single Metal Solution by Mercerized Cellulose and Mercerized
Surcane Bagasse Chemically Modified with EDTA Dianhydrine
(EDTAD), Carbohydrate Polymers, 77(3), 643-650.
Keenan, C.W., Kleinfelter,D.C., dan Wood, J.H, 1992., Ilmu Kimia Untuk
Universitas Edisi keenam. Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kurniati, Ely. 2009. Ekstraksi Silica White Powder dari Limbah Padat
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dieng, UPN Press, Surabaya.
Lienden, C., Shan. L., Rao, S., Ranieri, E., Young, T. M., 2010, Metals Removal
from Stormwater by Commersian and Non-Commersial Granular
Activated Carbons, Water Environment Research, 82 (6) : 351-356
Marsch, H., dan Rodriguez-Reinoso, F., 2006, Activated Carbon, Elsevier Science
& Technology Books, Netherlands.
Matsuzawa, Y., Mae, K., Hasegawa, I., Suzuki, K., Fujiyoshi, H., Ito, M dan
Ayabe, M, 2007, Characterization of Carbonized Municipal Waste as
Substitute for Coal Fuel, Jepang.
Mujiyanti, Nuryono, Kunarti. 2010. Sintesis dan karakterisasi Silika Gel dari Abu
Sekam Padi yang diimobilisasi dengan 3-(Trimetoksisilil)-1-propantiol.
Jurnal Sains, 4(2), 150-167.
Murti, S., 2008, Pembuatan Karbon Aktif Tongkol Jagung untuk Adsorbsi
Molekul Amonia dan Ion Krom, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Prabowo, A. L., 2009, Pembuatan Karbon Aktid dari Tongkol Jagung serta
Aplikasinya untuk Adsorbsi Cu, Pb, dan Amonia, Skripsi, Universitas
Indonesia, Depok.
81
Pujianto, 2010, Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batubara dan Tempurung
Kelapa, Tesis, Universitas Indonesia, Depok.
Rahayu, T., 2004, Karakteristik Air Sumur Dangkal di Wilayah Kartasura dan
Upaya Penjernihannya, Jurnal MIPA. Vol. 14 (1), hlm. 40 51.
Rosi, M. Iskandar, F., Abdullah, M., Khairurrijal., 2013, Sintesis nanopori Karbon
dengan Variasi Jumlah NaOH dan aplikasinya sebagai Superkapasitor,
Seminar Nasional Material, ITB.
Sembiring dan Meilita R., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatannya), USU Digital Library, Medan.
Shofa, 2012, Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan
Aktivasi Kalium Hidroksida, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Suhendrawati, L., Suharto, B., dan Susanawati, L. D., 2013, Pengaruh Konsentrasi
Larutan KOH pada Abu dasar Ampas Tebu Teraktivasi, Jurnal Sumber
Daya Alam dan Lingkungan, Universitas Brawijaya
Sunardi, S.P., 2006, 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya, Yrama
Widya.
Svehla G, 1985, Vogel Bagian II Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro
dan Semimikro Edisi ke lima, Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Suslick, K. S., Dedinko, Y., Fang. M. M., Hyeon. T., Kolbeck, K. J., Mc Namara
III W. B., Mdleleni, M. M., dan Wong, M., 1996, Nanostructured Materials
Generated by High-Intensity Ultrasound: Sonochemical Synthesis and
Catalytic Studies, 8, 2127-2179.
82
Wei, X., Xiao, Li., Jin Zhou, dan Ping, Z. S., 2011, Nanoporous Carbon Derived
from Risk Husk for Electrochemical Capacitor Application, Advanced
Materials Research, 239-242, www.scientific.net
Wijayanti, R., 2009, Arang Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben pada
Permurnian Minyak Goreng Bekas, Skripsi, Institut Pertanian Bogor.
Winaya, I. N. S., 2010, Co-Firing Sistem Fludized Bed Berbahan Bakar Batu
Bara dan Ampas Tebu, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 4(2), 180-188.
Winter, M., dan Brodd, R.J., 2004., What are batteries, fuel cells, and
supercapacitors?, Chem. Rev., (104), 4245-4269.
Witono, J., A., 2003, Produksi Furfural dan Turunannya : Alternatif Peningkatan
Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia, Skripsi, Teknik Kimia, Universitas
Indonesia, Depok.
Yang, J. Liu, J. Chen, X. Hu, Z. Zhao, G., 2008, Carbone Electrode Material with
High Densities of Energi and Power, Acta Physica-Chimica Sinica, 24 (13-
19).
Zakir, M., 2010, Kimia Dasar Tim Dosen Kimia Universitas Hasanuddin, Unit
Pelaksanaan Teknis Mata Kuliah Umum, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
83
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
Karbonisasi T = 400 oC
Ekstraksi Silika
Aktivasi Kimia
Pencampuran aktivator NaOH
pada karbon ampas tebu
84
Lampiran 2. Bagan Kerja Penelitian
Ampas Tebu
3. Ekstraksi Silika (Wei, X., Xiao, Li., Jin Zhou, dan Ping, Z. S., 2011)
Filtrat Residu
85
4. Aktivasi Kimia (Shofa, 2012) (Yupeng Guo, dkk., 2003)
Karbon Bebas
Silika
- Ditambakan NaOH 5 M
- Direndam selama 24 jam
- Diberi perlakuan dengan dan tanpa iradiasi gelombang
ultrasonik
- Disaring dengan kertas saring
Filtrat Residu
86
6. Prosedur Penentuan Luas Permukaan dengan Metode Metilen Biru
Data
Data
PVA 5 gram
Data
87
b. Pembuatan Elektroda Karbon
PVA 5 gram
Elektroda Hidrogel
karbon Elektrolit
Kapasitor Elektrokimia
88
Lampiran 3. Perhitungan Luas Permukaan Karbon Ampas Tebu
Xm. N. a
S=
Mr
Keterangan :
S = luas permukaan adsorben (m2/g)
N = bilangan Avogadro (6,022.1023 mol-1)
Xm = berat adsorbat teradsorbsi (mg/g)
a = luas permukaan oleh satu molekul metilen biru (197.10 -20 m2)
M r = massa molekul relative metilen biru (320 g/mol)
89
a. Perhitungan Luas Permukaan Sebelum Ekstraksi Silika
x = 22,7262 ppm
Xm = 46,2122 mg/g
x = 1,2954 ppm
Xm = 49,7840 mg/g
90
Xm. N. a 49,7840 mg/g x 6,022.1023/mol x 197.10-20 m2
S= =
Mr 320,5 gram/mol
S = 184,4998 m2/g
x = 0,4739 ppm
Xm = 49,9210 mg/g
S = 185,0073 m2/g
x = 1,114 ppm
91
(Co-Ce) x V larutan (L)
Xm =
Massa karbon aktif (g)
Xm = 49,8142 mg/g
S = 184,6116 m2/g
x = 22,5781 ppm
Xm = 46,2369 mg/g
S = 171,3542 m2/g
92
Lampiran 4. Perhitungan Ukuran Partikel Karbon Aktif Ampas Tebu
Persamaan Schereer :
K.
D=
cos
dimana, D = Ukuran Partikel
Gelombang Ultrasonik
K. 0,9 . 1,54056
D= =
cos 0,003459243 . cos 22,05815
1,386504
=
0,003459243. 0,926803185
1,386504
=
3,206037432 x10-3
= 432,46
= 43,2 nm
93
b. Perhitungan Ukuran Partikel Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Iradiasi
Gelombang Ultrasonik
K. 0,9 . 1,54056
D= =
cos 0,003452261 . cos 22,05965
1,386504
=
0,003452261. 0,926832678
1,386504
=
3,199532549x10-3
= 433,34
= 43,3 nm
94
Lampiran 5. Data Hasil Karakterisasi FTIR
95
b. Karbon Aktif Ampas Tebu tanpa Iradiasi Gelombang Ultrasonik
96
Lampiran 6. Data Hasil Karakterisasi XRF
97
b. Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Iradiasi Gelombang Ultrasonik
98
Lampiran 7. Data Hasil Karakterisasi XRD
99
100
b. Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Iradiasi Gelombang Ultrasonik
101
Lampiran 8. Data Hasil Karakterisasi SEM
cps/eV
1.6
1.4
1.2
1.0
Cr Mg
0.8 ClTi Na
S Ni Al P Cl
O Si S Ti Cr Ni
0.6
0.4
0.2
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
keV
Spektrum: test
102
b. Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Iradiasi Gelombang Ultrasonik
cps/eV
1.4
1.2
1.0
0.8
Mg
Cl
Na
S Al P Cl
0.6 O Si S Ca
Ca
0.4
0.2
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
keV
Spektrum: test
103
Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
2. Proses Karbonisasi
104
4. Proses Aktivasi Karbon
105
6. Proses Iradisi Gelombang Ultrasonik
106