) DALAM
MENGHAMBAT PEMBENTUKAN BLACKSPOT PADA
UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
TATTY YUNIARTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii
Tatty Yuniarti
NRP F261130081
iv
RINGKASAN
Pada tahap penelitian kedua adalah ekstrak bawang terpilih, yaitu yang mempunyai
kemampuan menghambat blackspot paling tinggi, ditentukan mekanisme
penghambatannya. Tahap penelitian ketiga yaitu penentuan komponen aktif yang
berperan dalam menghambat blackspot melalui pendekatan metabolomik.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak bawang bombay mengandung total
polifenol tertinggi yaitu sebesar 414.50±8.91 mg GAE/g ekstrak dan komponen
flavonoid terbesar terdapat pada ekstrak bawang merah yaitu sebesar 134.63±5.34
mg QE/g ekstrak. Kemampuan penghambatan aktivitas enzim PPO tertinggi oleh
ekstrak bawang merah diikuti oleh bawang bombay, bawang lokio, bawang daun
dan bawang putih. Perendaman udang dalam ekstrak bawang merah mencapai nilai
melanosis 5.1±0.8, pada bagian kepala dan kaki udang melanosis belum terjadi
secara sempurna, demikian pula pada bagian ekor melanosis masih sedikit terjadi.
Komponen flavonoid berkorelasi kuat dengan kemampuan ekstrak menghambat
blackspot.
Hasil fraksinasi bawang merah, pada fraksi etil asetat bawang merah (EAF),
menghambat aktivitas enzim PPO paling tinggi dibandingkan dengan fraksi bawang
merah menggunakan pelarut heksana, kloroform dan air, berturut-turut (%) sebesar
90.33 ± 0.93; 60.13 ± 0.78; 52.97 ± 0.34; 47.09 ± 0.90. EAF bawang merah
menghambat enzim PPO secara reversible dengan substrat L-DOPA. Kinetika
reaksi memperlihatkan jenis penghambatan enzim PPO oleh EAF adalah kompetitf
dengan nilai V maksimum adalah 0.0164 mM-1 dan nilai Km sebesar 0.222 mM
serta dapat mengkhelat logam Cu pada sisi aktif enzim PPO.
Hasil score plot profil senyawa analisis 1H-NMR (X) dan aktivitas
penghambatan enzim PPO (Y) menggunakan OPLS menunjukkan pemisahan yang
baik antara fraksi dengan aktivitas rendah dan fraksi dengan aktivitas tinggi
sehingga model dan OPLS dapat digunakan lebih lanjut untuk mengidentifikasi
senyawa aktif. Karakteristik sinyal NMR menunjukkan senyawa-senyawa yang
berperan dalam menghambat aktivitas enzim PPO atau menghambat blackspot
adalah quersetin, kaempferol, sianidin 3.4’-di-O-β-glukopiranosid, quersetin 4-O-
β-D-glukopiranosid, sianidin 7-O-(3”-O-glukosil-6”-O-malonil-β-glukopiranosid)
-4’-O-β-glukopiranosid, sianidin 3-(6”-O-malonil) laminaribiosid’.
Kesimpulan penelitian adalah kelima bawang dapat menghambat
pembentukan blackspot dan bawang merah mempunyai aktivitas penghambatan
yang paling tinggi ekstrak bawang lainnya. Fraksi etil asetat dari bawang merah
menghambat blackspot dengan mekanisme inhibitor kompetitif dan mengkhelat
logam. Pendekatan metabolomik menggunakan instrumen 1H-NMR dan 2D NMR
dapat menentukan senyawa yang berperan menghambat aktivitas enzim PPO.
Senyawa tersebut adalah quersetin, kaempferol, sianidin 3.4’-di-O-β-
glukopiranosid, quersetin 4-O-β-D-glukopiranosid, sianidin 7-O-(3”-O-glukosil-
6”-O-malonil-β-glukopiranosid)-4’-O-β-glukopiranosid, sianidin 3-(6”-O-malonil)
laminaribiosid’. Saran penelitian selanjutnya adalah mengkaji sianidin sebagai anti-
blackspot dan sinergitas senyawa-senyawa yang teridentifikasi.
SUMMARY
component found on red onion extract of 134.63 ± 5.34 mg QE/g extract. Ability to
inhibit the highest PPO enzyme activity by red onion extract followed by onions,
onion chives, leeks and garlic. Immersion of shrimp in onion extract reached
melanosis value 5.1 ± 0.8, at the head and feet of shrimp melanosis has not
happened perfectly, so also at the tail of melanosis still little happened. It is
suspected that the flavonoid component is strongly correlated with the ability of the
extract to inhibit blackspot.
The result of onion fractionation, on the fraction of onion ethyl acetate
(EAF), inhibited the highest PPO enzyme activity compared to the fraction of onion
using heksane, chloroform and water solvent, 90% -33 ± 0.93% respectively; 60.13
± 0.78; 52.97 ± 0.34; 47.09 ± 0.90. EAF onion inhibits PPO enzyme reversibly with
L-DOPA substrate. The reaction kinetics show the type of inhibition of PPO
enzyme by EAF is competitively with V max value is 0.0164 mM-1 and Km value
of 0.222 mM and can menghelat Cu metal on the active side of PPO enzyme. The
results of the plot score profile of the compound analysis of 1H-NMR (X) and the
inhibition activity of the PPO (Y) enzyme using OPLS showed good separation
between fraction with low activity and high activity fraction so that the model and
OPLS could be used further to identify the alleged active compound. Characteristics
of NMR signals indicate compounds that play a role in inhibiting PPO enzyme
activity or inhibiting blackspots are quercetin, kaempferol, cyanidine 3.4'-di-O-β-
glucopyranoside, quersetin 4-O-β-D-glucopyranoside, cyanidine 7-O- (3 "-O-
glucosyl-6" -O-malonyl-β-glucopyranoside) -4'-O-β-glucopyranoside, cyanidin 3-
(6 "-O-malonyl) laminaribioside '.
The research conclusion is that the five onions can inhibit the formation
of blackspot and onion have the highest inhibition activity of other onion extract.
The fraction of ethyl acetate from onion inhibits blackspot with the mechanism of
competitive inhibitor and metal hook. The metabolomic approach using the 1H-
NMR and 2D NMR instruments can predict binding compounds that inhibit PPO
enzyme activity. These compounds are quersetin, kaempferol, cyanidin 3.4'-di-O.
The next research suggestion is to study cyanidin as anti-blackspot and synergism
of the identified compounds.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ix
TATTY YUNIARTI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
x
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing,
Dr Ir Sukarno, MSc
Ketua
Diketahui oleh,
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga disertasi ini berhasil disusun dengan judul “Potensi Bawang-
Bawangan (Allium spp.) dalam Menghambat Pembentukan Blackspot pada Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei)”. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir
Sukarno, MSc selaku ketua komisi pembimbing, Dr Nancy Dewi Yuliana, STP,
MSc dan Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr selaku anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing dan mengarahkan penulisan disertasi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Iin Siti Djunaidah, MSc, Prof
Dr Ir Ekowati Chasanah, MSi, Dr Didah Nur Faridah, STP MSi sebagai penguji
luar komisi pada ujian prelim lisan, ujian tertutup dan ujian terbuka, serta kepada
Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi, (Sekretaris Program Doktor PS IPN), Prof Ono
Suparno, STP MT PhD (Wakil Dekan FATETA) yang telah memberi masukan
mendasar pada keseluruhan disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Kelautan dan
Perikanan melalui Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan,
Pusat Pendidikan dan Kelautan dan Perikanan, Ketua Sekolah Tinggi Perikanan,
Ketua Jurusan Penyuluhan Perikanan, serta Rektor dan Dekan Sekolah Pasca
Sarjana (SPs) IPB yang telah memberi izin dan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan program doktor di SPs IPB. Terima kasih kepada Ketua PS
Ilmu Pangan (IPN) dan seluruh dosen PS IPN untuk segala ilmu yang telah
diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Andin Taryoto, Dr Aef
Permadi, APi MSi, Dr Ir I Nyoman Suyasa, MS, Dr Nurhudah, MSc, Dra Ani
Leilani, M.Si, Dr Ir Lenny Stansye Syafei, MSi, Dr Ir Iin Siti Djunaidah, MSc, Dr
Ir Pigoselphi Anas, Msi, Iskandar Musa, APi MSi dan rekan-rekan lain yang tidak
bisa disebutkan satu per satu, atas dukungan dan doanya. Terima kasih kepada Prof
Dr Tati Nurhayati dan Dr Tri Rini Nuringtyas, MSc, Mbak Dita, Mbak Yuni atas
bantuan bahan kimia dan sarana penelitian di LPPT UGM, Laboratorium Biokimia,
Fakultas Biologi UGM.
Terima kasih atas ijin dan bantuan kepada Kepala BAPPL Serang, kepada
Bapak Suharyadi, MSi, staf dan taruna Sekolah Tinggi Perikanan, kepada seluruh
staf di Laboratorium Kimia dan Biokimia PAU, LJA IPB Mbak Ari, Pak Taufik,
Pak Yahya, Mbak Yuli, Teteh Yayam dan Ghina di Laboratorium Terpadu FPIK
IPB, juga adinda Khamdi Mubarak, PhD atas bantuan literatur. Terima kasih
penulis sampaikan kepada Bapak M Soetiro rahimahullah dan Ibu Emiliati, Bapak
dan Ibu M. Sukotjo rahimahullah, suami tercinta Goenawan, ST, ananda Rama
Akbar Hanifan dan Diyah Ayu Vania, adik dan kakak atas segala doa, dukungan.
Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di PS IPN Ibu Asnani, Ibu Retnani,
Mbak Fitri Tafzi, Dek Fathma, Mbak Erni, Winda Haliza, Reno Fitri Hasrini, Sri
Novalina, Nur Fatonah Sadek, Wendri, Bapak Abdullah Muzi dan Muhammad
Azril atas kebersamaan. Semoga disertasi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan teknologi pangan dan ilmu terkait lainnya.
Tatty Yuniarti
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xviii
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis 3
Novelty 3
Roadmap penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 5
2. TINJAUAN PUSTAKA 6
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) 6
Pembentukan Blackspot pada Udang 8
Enzim Polifenoloksidase (PPO) 8
Karakteristik Biokimia Enzim PPO 10
Upaya Mengatasi Blackspot 12
Jenis-jenis penghambatan enzim 15
Senyawa Fenolik sebagai Penghambat Pembentukan Blackspot 16
Komoditas Bawang-Bawangan 18
Komposisi Kimia Bawang-bawangan 19
Metabolit Sekunder pada Bawang-Bawangan 20
Metoda Metabolomik 21
Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (Nucleic Magnetic Resonance=NMR) 23
3. METODOLOGI PENELITIAN 25
Bahan dan Alat 25
Tahapan Penelitian 26
Prosedur Analisis 33
Analisis Data 35
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35
Tahap 1: Screening bawang-bawangan menghambat blackspot 35
Tahap 2: Penentuan Mekanisme Penghambatan Enzim PPO oleh
Ekstrak Bawang Terpilih 43
Tahap 3: Identifikasi Profil Senyawa Menggunakan Pendekatan Metabolomik
51
5. KESIMPULAN DAN SARAN 58
DAFTAR PUSTAKA ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
LAMPIRAN 71
RIWAYAT HIDUP 73
xiv
DAFTAR GAMBAR
1 Roadmap penelitian 4
2 Diagram alur penelitian 5
3 Udang vaname (litopenaeus vannamei) 6
4 Pembentukan melanin dari tirosin 9
5 Melanosis pada udang 12
6 Grafik Lineweaver-Burk beberapa jenis penghambatan enzim 16
7 Struktur senyawa fenolik 17
8 Berbagai jenis bawang-bawangan 19
9 Penentuan senyawa aktif dari bahan alam dengan pendekatan metabolomik 23
10 Profil spektrum H-NMR, pada sumbu X adalah chemical shift. 24
11 Coupling constant (J) puncak spin proton profil spektrum H-NMR 25
12 Diagram alur penelitian Tahap 1 screening ekstrak bawang-bawangan. 27
13 Diagram alur fraksinasi bertingkat ekstrak bawang terpilih 29
14 Diagram alur identifikasi senyawa aktif dengan pendekatan metabolomik 32
15 Persentase penghambatan aktivitas enzim PPO yang diberi berbagai ekstrak
bawang-bawangan. Perbedaan huruf menunjukkan adanya perbedaan nyata
(p<0.05). 38
16 Korelasi aktivitas penghambatan enzim PPO dengan konsentrasi flavonoid
dan fenolik ekstrak bawang-bawangan 39
17 Pembentukan blackspot pada udang vaname yang diberi ekstrak berbagai
jenis bawang dan sodium metabisulfit disimpan pada suhu 0 oC selama 10
hari. 40
18 Grafik laju melanosis udang vaname yang diberi ekstrak berbagai jenis
bawang disimpan pada suhu 0 oC selama 10 hari. 41
19 Grafik perubahan (a) nilai L*, (b) nilai a*, (c) nilai b*, (d) nilai pencoklatan
(browning index) udang vaname diberi ekstrak bawang disimpan pada
suhu 0 oC selama 10 hari. 42
20 Penghambatan enzim PPO oleh fraksi bawang merah dan jenis pelarut yang
digunakan dalam fraksinasi. 44
21 Berbagai konsentrasi EAF bawang merah menghambat aktivitas
enzim PPO 45
22 Kecepatan reaksi EAF bawang merah dengan enzim ppo vs konsentrasi
enzim PPO pada berbagai konsentrasi EAF bawang merah (mg/mL). 46
23 Plot Lineweaver–Burk reaksi L-DOPA dengan enzim PPO pada berbagai
konsentrasi inhibitor EAF bawang merah pada suhu 45 °C, pH 6.0 47
24 Plot bilangan Michaelis-Menten (Km app) dan konsentrasi fraksi EAF
bawang merah ([inhibitor EAF]) untuk menentukan bilangan KI. 48
25 Native page enzim PPO setelah diinkubasi selama 30 min dengan EAF
bawang merah. 49
xv
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembentukan browning atau blackspot terjadi pada bahan pangan segar yang
tidak segera ditangani dengan baik. Istilah browning terjadi pada buah-buahan dan
sayuran segar setelah dipotong dan istilah blackspot biasanya digunakan pada
peristiwa yang sama pada hewan seperti crustacea seperti udang setelah panen.
Pangan segar menjadi berwarna kecoklatan. Walaupun pigmen ini tidak berbahaya,
tetapi keberadaan pigmen tersebut dapat menurunkan tingkat penerimaan
konsumen (Senapati et al. 2017).
Pembentukan blackspot terjadi karena aktivitas enzim polifenol oksidase
(PPO). Enzim ini merupakan enzim indogeneus yang terdapat secara alami pada
makhluk hidup. Enzim ini bermanfaat sebagai respon imun dan pertahanan diri.
Namun pada saat fase post mortem, aktivitas enzim PPO tidak dapat dikendalikan,
sehingga mengoksidasi senyawa fenol menjadi quinon dengan cepat. Quinon
merupakan senyawa yang reaktif dan secara spontan membentuk polimer dengan
quinon sendiri atau dengan senyawa aromatis lain sehingga membentuk polimer
melanin yang berwarna hitam (blackspot) (Chang 2009). Pembentukan blackspot
akan terus berlangsung walaupun telah dilakukan penyimpanan pada suhu dingin
dan beku (Sriket et al. 2007).
Upaya untuk mencegah pembentukan blackspot telah dilakukan melalui
berbagai penelitian. Usaha tersebut meliputi penggunaan bahan tambahan pangan,
perbaikan proses penanganan, dan penggunaan inhibitor alami enzim PPO. Saat ini
senyawa sulfit adalah bahan tambahan pangan yang paling populer digunakan
untuk mencegah pembentukan blackspot. Agent sulfur yang populer digunakan
sebagai anti-blackspot adalah sodium metabisulfit (Na2S2O5) (E223). Nilai
Accetable daily intake (ADI) pada senyawa ini adalah 0.7 mg/Kg berat badan
(Queiroz et al. 2008). Namun senyawa ini mempunyai katerbatasan penggunaan
karena kelebihan residunya dapat mempengaruhi kesehatan (Pardio et al. 2011).
Penanganan untuk menginaktifkan enzim PPO telah dilakukan seperti
pemanasan cepat (Manheem et al. 2013), kemasan vacuum (Reddy et al. 2013),
penggunaan tekanan tinggi (Montero at al. 2011). Namun perlakuan tersebut dapat
mempengaruhi zat gizi dan vitamin serta mempengaruhi penampilan produk (Erkan
2017). Alternatif pencegahan dilakukan dengan menggunakan beberapa ekstrak
tanaman yang telah diketahui mempunyai aktivitas antioksidan, seperti penggunaan
ekstrak jamur (Encarnacion et al. 2011), ekstrak buah delima (Fang et al. 2013),
ekstrak petai cina (Nirmal dan Benjakul 2011), dan ekstrak teh hijau (Nirmal dan
Benjakul 2012a). Namun terkadang aplikasi ekstrak buah-buahan pada produk
perikanan mempunyai keterbatasan penggunaan karena dapat mempengaruhi bau
dan rasa (Yerlikaya dan Gökoglu 2010).
Komponen kimia flavonoid mengindikasikan bertanggung jawab terhadap
anti-browning melalui mekanisme inhibitor kompetitif (Zhang et al. 2016).
Komponen lainnya yang berperan sebagai anti-browning terdeteksi adalah senyawa
polifenol, dengan cara depigmentasi melanin (Fu et al. 2005). Kemampuan anti-
browning atau anti-blackspot berhubungan erat dengan kemampuan antioksidan
(Altunkaya dan Gokmen 2008; Wu et al. 2010) karena reaksi pembentukan
2
melanin merupakan reaksi oksidasi enzimatis. Namun tidak semua bahan aktif
alami yang mempunyai sifat antioksidan dapat menghambat browning.
Berbagai jenis bawang (Allium spp.) digunakan sebagai bumbu di
Indonesia. Bawang kaya akan komponen fenolik dan flavonoid dan mempunyai
aktivitas antioksidan yang tinggi (Bhandari et al. 2014; Mnayer et al. 2014), seperti
kandungan antosianin pada bawang merah dan bawang putih (Geetha et al. 2011),
asam galat, asam ferulik, quersetin, proantosianin pada bawang lokio, bawang
merah dan bawang bombai (Cheng et al. 2013a), quersetin-glukosida pada bawang
merah (Ren et al. 2017). Penggunaan bawang pada produk perikanan lebih mudah
diterima daripada penggunaan bahan lain seperti penggunaan ekstrak teh hijau.
Aplikasi ekstrak bawang pada fillet ikan sekitar 1 % tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap mutu sensorinya (Sarah et al. 2010). Metoda ekstraksi menggunakan
pelarut yang tepat dapat mengurangi flavor yang tidak diinginkan dari ekstraksi
bahan aktif (Johnson et al.1979).
Aplikasi ekstrak bahan alam memerlukan informasi mengenai mekanisme
penghambatan bahan alam tersebut dan senyawa senyawa aktifnya. Bawang-
bawangan mempunyai kemampuan antioksidan yang berpotensi dapat menghambat
blackspot. Namun belum diketahui jenis bawang yang mempunyai kemampuan
menghambat blackspot paling tinggi. Demikian pula mekanisme penghambatan
serta senyawa yang berperan dalam menghambat blackspot. Pada umumnya ekstrak
bahan alam yang mempunyai kemampuan bioaktif menjadi alternatif pilihan karena
resiko terhadap kesehatan yang relatif lebih kecil dibandingkan penggunaan bahan
kimia. Pengetahuan tentang senyawa yang terdapat pada bahan alam dapat
digunakan untuk pencarian alternatif sumber bahan aktif. Penentuan senyawa aktif
dapat ditentukan menggunakan metoda isolasi dan metoda metabolomik.
Metoda metabolomik yaitu metoda yang dapat mengidentifikasi komponen
aktif suatu bahan secara kuantitatif dan kualitatif, menggunakan jumlah bahan
relatif sedikit tetapi dapat digunakan untuk membandingkan secara komprehensif
dengan kemampuan aktivitas senyawa aktif tersebut, tanpa harus melakukan isolasi
senyawa (Kim et al. 2010). Metoda ini telah digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa aktif pada kumis kucing yang berperan sebagai anti diabets (Yuliana et al.
2013). Berdasarkan kandungan komponen bioaktif dan kemampuan antioksidan,
maka diduga berbagai jenis bawang dapat menghambat pembentukan blackspot.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Novelty
Roadmap Penelitian
Blackspot udang
Penelitian dibagi dalam 3 tahap penelitian yaitu (1) screening ekstrak 5 jenis
bawang-bawangan, yaitu bawang putih (Allium sativum), bawang merah (Allium
cepa L. var Aggregatum), bawang bombay (Allium cepa Linnaeus), bawang daun
(Allium fistulosum), bawang lokio (Allium schoenoprasum L. (Chives)) yang dapat
menghambat laju blackspot; (2) mekanisme anti-blackspot komponen aktif; (3)
Identifikasi komponen aktif penghambat pembentukan blackspot. Diagram alur
penelitian disajikan Gambar 2.
5 jenis bawang-bawangan bawang-
bawangan
Uji flavonoid dan
Ekstraksi menggunakan metanol 80%
polifenol
Tahap 1 Uji aktivitas PPO
Uji melanosis
1 jenis ekstrak terpilih dengan Indeks browning
aktifitas penghambatan blackspot Aplikasi pada udang
tertinggi vannamei
Tahap 2
Fraksinasi ekstrak bawang terpilih menggunakan 5
pelarut: air, kloroform, etil asetat, heksana
2. TINJAUAN PUSTAKA
Mineral mg/g
Kalsium (Ca) 154.5
Magnesium (Mg) 13.41
Sodium (Na) 67.7
Potassium (K) 56.7
Fosforus (P) 6.98
Mangan (Mn) 0.898
Iron (Fe) 4.54
Kupper/tembaga (Cu) sedikit
Krom (Cr) Sedikit
Essential amino acids (EAA) EAA (%)
Arginin 1.2
Histidin 1.08
Isoleusin 12.3
Leusin 5.63
Lisin 13.42
Metionin 13.06
Fenilalanin 1.27
Triptofan 1.3
Valin 23.72
Total 72.98
Non essential amino acids (NEAA) NEAA (%)
Alanin 1
Asparagin 0.056
Asam aspartat 1.46
Sistein 5.56
Asam glutamat 2.51
Glisin 9.8
Prolin 4.26
Serin 2.66
Tirosin 2.51
Total 29.816
Sumber: Gunalan et al. (2013)
protein membentuk polimer secara cross-linked yaitu melanin yang berwarna gelap
atau hitam yang tidak larut air (Benjakul et al. 2005). Quinon adalah senyawa yang
sangat reaktif, dan dapat membentuk polimer secara spontan menjadi komponen
dengan berat molekul besar yaitu melanin/blackspot, bereaksi dengan asam amino
dan protein membentuk warna coklat (browning) (Kim et al. 2002).
Monofenol oksidase mengkatalisa reaksi hidroksilasi monofenol menjadi o-
difenol. Pada tanaman reaksi ini disebut aktivitas kresolase EC (1.14.18.1), karena
kemampuan aktivitas enzim tersebut terhadap substrat kresol. Selain itu enzim
polifenol oksidase pada tanaman juga disebut katekolase (EC 1.10.3.2), dan laccase
(EC 1.10.3.1). Pada hewan dan jamur, termasuk pada jenis crustacea, enzim PPO
disebut juga tirosinase (EC 1.14.18.1) karena substrat L-tirosin adalah substrat
monofenolik yang utama pada hewan (Aniszewski et al. 2008).
Tirosin adalah monohidroksil fenol. Reaksi hidroksilasi tirosin membentuk
dihidroksilfenilalanin (DOPA). Reaksi hidroksilasi monofenol ini berlangsung
lambat dibandingkan reaksi oksidasi difenol menjadi quinon. Pada penelitian lain,
menyebutkan kemungkinan terdapat dua (2) jenis substrat yang lain, yaitu aromatik
amin dan o-amonifenol yang mirip dengan mono- dan difenol. Reaksi kedua yaitu
oksidasi difenol menjadi quinon oleh enzim difenol oksidase berlangsung lebih
cepat. Reaksi difenol oksidasi ini melibatkan tiga (3) substrat, yaitu oksigen dan
dua (2) molekul difenol. Mekanisme hidroksilasi dan oksidasi oleh PPO ini
melibatkan dua (2) ion Cu enzim (Kim et al. 2002). Reaksi pembentukan melanin
dari tirosin disajikan pada Gambar 4.
PPO pada udang diaktivasi oleh enzim tripsin atau tripsin like enzyme di
jaringan udang. PPO adalah protein yang mengandung Cu. Sequence PPO
mengandung dua Cu yang terikat pada sisi aktif yang disebut dengan Cu-A dan
Cu-B yang terikat pada tiga residu histidine (Falguera dan Ibarz. 2012). Pada sisi
aktif inilah PPO berinteraksi dengan substrat molekul oksigen dan substrat fenolik.
Pada crustacea sistem PPO terdapat pada hemolimph sebagai enzim
prophenoloksidase yang inaktif (pro-PPO), yang diaktivasi oleh proteinase yang
dipicu oleh adanya komponen mikrobial seperti karbohidrat dan lipopolysakarida
(Wang et al. 2006). Enzim PPO pada tanaman berbeda dengan enzim PPO pada
crustacea. Enzim ini dapat menyebabkan browning enzimatis seperti pada buah
pisang, pepaya dan apel. Enzim PPO buah terdapat dalam sel atau dalam cairan
intraseluler sel, akan aktif ketika barier membran sel rusak akibat pemotongan buah,
sehingga bereaksi dengan substrat oksigen menyebabkan terbentuknya warna
coklat melanin atau dikenal sebagai browning enzimatis (Toivonen dan Brummell
2008).
Aktivitas PPO pada hewan crustacea banyak terdapat pada gill yang
mengandung hemolimph atau darah. Terdapat protein yang strukturnya mirip
dengan PPO yaitu hemosianin. Hemosianin adalah protein yang berguna untuk
menyalurkan oksigen dan ditemukan pada fraksi plasma hemolimph crustacea.
Hemosianin dan PPO mempunyai sisi yang mengikat oksigen yang dibentuk oleh
ion Cu berhubungan secara langsung oleh protein, tetapi hemosianin tidak dapat
mengkatalisis reaksi oksidasi fenol. Perbedaan ini dapat digunakan untuk
memprediksi struktur sisi aktif dari PPO (Kim et at. 2002).
Pada saat hewan crustacea tumbuh, bagian cangkang (shell) menjadi
kurang besar karena tubuh hewan tersebut membesar. Udang kana mengalami
molting atau terbentuknya cangkang baru yang lunak menggantikan cangkang yang
lama. Peranan enzim PPO adalah mengkatalisasi pembentukan quinon, quinon akan
berikatan silang dengan protein shell berdekatan sehingga terbentuk matriks protein
yang kaku. Peristiwa ini disebut sebagai sklerotisasi yang memerlukan enzim PPO.
Konsentrasi enzim PPO tinggi pada jaringan kutikel seperti cangkang udang
(karapas) (Bartolo dan Brik 1998).
Blackspot atau melanin adalah polimer polifenol yang tidak berbahaya.
Pada keadaan yang diinginkan, melanin adalah pigmen yang biasanya digunakan
sebagai pewarna makanan dan kosmetik. Melanin dapat diisolasi dari berbagai
mikroorganisme. Melanin yang diisolasi dari jamur Lachnum singerianum YM-292
Melanin bersifat tidak larut air, larut pada suasana basa NaOH dan ammonia dan
asam dan terlarut pada pelarut organik etil asetat, kloroform, etanol, aseton dan etil
eter (Ye et al. 2011). Melanin juga dapat diisolasi dari endofit jamur Phyllosticta
capitalensis (teleomorph Guignardia mangiferae) (Suryanarayanan et al. 2004),
jamur Ophiocordyceps sinensis (Dong and Yao 2012), jamur Azadirachta indica A.
Juss (Rajagopal et al. 2011), bakteri Klebsiella sp. GSK (Sajjan et al. 2010).
Enzim PPO telah diisolasi dari berbagai sumber hewan laut. Nirmal dan
Benjakul (2012b) mengisolasi polifenol oksidase dari chepalotorax udang Pasific
white shrimp (L.vannemaei). Enzim ini mempunyai berat molekul 210 kDa dengan
aktivitas pada kondisi optimum pH 6, suhu 55 oC, substrat spesifik adalah L-β-(3,4-
11
asam organik. Agen asidulan sebagai anti-browning adalah asam sitrat dan asam
fosfat. Inhibitor enzim PPO adalah senyawa jenis asam karboksilat aromatik, anion
alkohol alfa, peptida dan subsitusi resosinols, dan perlakuan enzim lain yang dapat
digunakan adalah menggunakan enzim oksigenase, o-metiltransferase dan
proteases; dan agen pengkompleks seperti siklodeksrins (Selçuk 2017).
Penggunaan anti-blackspot pada udang sudah umum dilakukan pada
pascapanen maupun ketika udang masih dalam budidaya. Senyawa anti-blackspot
yang sering digunakan adalah agent sulfur seperti sodium metabisulfit (Na2S2O5)
(E223). Nilai Acceptable daily intake (ADI) pada senyawa ini adalah 0.7 mg/Kg
berat badan. Namun beberapa penelitian menyebutkan pengaruh kesehatan
terhadap konsumsi residu sodium metabisulfit, seperti alergi dan pemicu asthma
(Queiroz et al. 2008). Pada pemberian trisodiumfosfat (TSP) (Na3PO4) 5% suhu 3-
4 oC pada udang White Marine Shrimp (Penaeus spp.) berukuran 45-65 ekor/kg
selama 30 menit dapat menghambat melanosis yang disimpan beku suhu -20 oC
selama 6 bulan (Moawad et al. 2013).
Kemampuan bahan kimia sebagai anti-browning diteliti oleh Pardio et al.
(2011). Sampel udang (Panaeus aztecus) yang direndam dalam A (asam askorbat
4.50, asam sitrat 0.12, kalium sorbat 18.60 dan 4-hexil resorsinol 0.25 g/L) dan B
(asam askorbat 4.37, asam sitrat 1.26, kalium sorbat 7.03 dan 4-heksil resorsinol
0.25 g/L) kemudian disimpan dingin pada suhu -1 oC hingga hari ke-30 tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan udang segar, sedangkan kontrol
tanpa perlakuan perendaman menunjukkan skor melanosis 3.7 pada hari ke-5 dan
pada hari ke-15 akumulasi blackspot sekitar 30% atau skor 3.0 terjadi pada bagian
kepala, kaki dan ekor udang dan yaitu sekitar 40-60% blackspot atau skor 2.0 terjadi
pada hari ke 19 sehingga sudah tidak diterima secara sensori oleh konsumen.
Mekanisme ketiga bahan kimia tersebut kemungkinan karena terjadi sinergi 4-
heksilresosinol dan asam askorbat, potassium sorbat sebagai bahan penghelat dan
adanya asam dapat menurunkan pH udang sehingga menurunkan aktifitas enzim
PPO.
Penelitian yang dilakukan oleh Altunkaya dan Gokmen, (2008)
mempelajari efektifitas inhibitor enzim PPO dari daun lettuce (Lactuca sativa).
Inhibitor yang digunakan antara lain asam askorbat, sistein, asam oksalat dan asam
sitrat. Inhibitor yang paling efektif ditunjukkan oleh sistein yang merupakan asam
amino mengandung sulfur. Mekanisme penghambatan sistein merupakan inhibitor
kompetitif, dimana sistein akan membentuk kompleks dengan o-quinon, yang
merupakan hasil reaksi enzimatis substrat dan enzim PPO sehingga tidak terbentuk
warna hitam. Penghambatan maksimal diperoleh pada kombinasi asam askorbat
dengan sistein, dimana asam askorbat merupakan inhibitor kompetitif dan
penghelat logam Cu2+ pada sisi aktif enzim PPO. Beberapa inhibitor browning atau
blackspot bertindak antioksidan.
Penelitian lain melaporkan bahwa waktu perendaman dan konsentrasi
senyawa penghambat blackspot dapat menentukan laju pembentukan blackspot.
Lama waktu perendaman dan konsentrasi EDTA terhadap udang Pacific White
Shrimp (Litopenaeus vannamei) yang disimpan es menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap pembentukan blackspot. Pada udang dengan perlakuan A (kontrol),
ED-32 (30 mM EDTA selama 20 min), ED-33 (30 mM EDTA selama 30 min), ED-
52 (50 mM EDTA selama 20 min) dan ED-53 (50 mM EDTA selama 30 min),
menunjukkan laju penghambatan pembentukan blackspot tertinggi adalah udang
14
Teh hijau Kloroform 1:20 pada suhu Katekin; penghelat Nirmal dan
ruang, dilanjutkan dengan logam Benjakul (2012)
etanol 80% perbandingan
1:40 pada suhu 40 oC
Km. Jenis inhibitor ini biasanya tidak memiliki struktur mirip substrat, sehingga
inhibitor berikatan di luar sisi aktif enzim. Penghambatan jenis unkompetitif
(Gambar 6 C), inhibitor berikatan secara reversibel pada molekul kompleks enzim
substrat membentuk kompleks enzim-substrat-inhibitor sehingga menjadi inaktif
(Ring et al. 2014).
Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki gugus hidroksil pada salah
satu cincin aromatis atau satu gugus fenol. Senyawa polifenol adalah senyawa yang
mempunyai lebih dari satu gugus fenolik. Terdapat sekitar 8000 senyawa fenolik
telah teridentifikasi dan 4000 diantaranya adalah jenis flavonoid. Senyawa fenolik
dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, fungsi biologi dan struktur kimia
jumlah atom karbonnya. Sebagian besar senyawa fenolik mengandung glikosida
dengan perbedaan jumlah gula dan gula asilasi pada posisi skeleton polifenol yang
berbeda. Senyawa fenolik sederhana adalah asam benzoat (C1–C6) dan asan
sinamik (C3–C6) dan turunannya, merupakan polifenol non flavonoid. Pada buah
dan sayur asam fenolik berada dalam keadaan bebas. Namun pada gandum dan biji-
bijian, asam fenolik ditemukan terikat. Asam fenolik bebas ketika terjadi hidrolisis
asam basa atau enzimatik. Asam fenolik sendiri merupakan substrat enzim PPO
pada buah-buahan sehingga ketika buah dipotong, asam fenolik bereaksi dengan
oksigen dan dengan adanya enzim PPO membentuk warna cokelat atau browning.
Flavonoid mempunyai struktur backbone (C6–C3–C6) dengan dua unit C6 pada
ring A dan B). Berdasarkan pola hidroksilasi dan variasinya pada gugus C, maka
flavonoid dibagi menjadi beberapa sub-group seperti antosianin, flavan-3-ols,
flavon, flavanon dan flavonol (Tsao 2010). Struktur berbagai senyawa fenolik
disajikan pada Gambar 7.
17
(Flavonoid) (Fenolik)
Turunan asam R1 R2 R3 R4
sinamik
Asam kafeat OH OH H H
Asam ferulik OCH3 OH H H
Asam sinapik OCH3 OH OCH3 H
Asam p- H OH H H
kaumarik
Asam H OH OH C5H9O5
(Katekin) klorogenik
Gambar 7 Struktur senyawa fenolik (Liu et al. 2014)
Komoditas Bawang-Bawangan
dan kalsium (694.41-1824.29 mg/Kg). Bawang putih (A. sativum) kaya akan fosfor
dan zink (4777.88 dan 66.08 mg/Kg) dan sedikit mengandung kalsium, magnesium,
iron dan aluminium. Bawang putih juga mempunyai kandungan asam piruvat, kadar
abu dan total solid suspension (TSS) yeng lebih tinggi dibandingkan bawang
merah. Bawang merah mengandung kadar air dan vitamin C yang lebih tinggi.
Komposisi fitokimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif berbeda pada
setiap jenis bawang-bawangan. Penelitian yang dilakukan oleh Vlase et al. (2013)
menjelaskan perbedaan komposisi komponen fitokimia Allium fistulosum L. dan A.
ursinum L. Terdapat asam fenol karboksilat p-kaumarik dan asam ferulik pada
kedua spesies. Isoquersitrin dan quersitrin hanya terdapat pada A.fistulosum.
Quercetol dan kaempferol terdapat pada sesudah dan sebelum hidrolisis pada A.
fistulosum, dan hanya kaempferol terdapat setelah hidrolisis hydrolysis pada A.
ursinum. Allicin terdapat pada kedua ekstrak spesies bawang dan paling tinggi
terdapat pada A. ursinum. Komponen β-sitosterol dan campesterol terdapat pada
kedua spesies dan hanya stigmasterol terdapat pada A. fistulosum.
Metoda Metabolomik
Ha
Hb-Hd
Resonansi terjadi akibat dua benda memiliki frekuensi yang sama. Pada H-
NMR, resonansi terjadi akibat proton yang berpresisi memiliki frekuensi presisi
sama dengan frekuensi radio yang dihasilkan oleh alat alternator pada NMR, yang
merupakan energi dari luar berbentuk frekuensi radio yang sengaja diberikan agar
terjadi resonansi. Transisi akan terjadi bila frekuensi radio sama dengan frekuensi
presisi proton. Perbedaan frekuensi resonansi suatu proton terhadap proton standar
disebut sebagai pergeseran kimia (chemical shift=δ). Chemical shift diukur tidak
secara absolut tetapi relatif terhadap proton standar yaitu tetrametil silan (Si (CH3)4
= TMS) (Panji 2012).
Bila terjadi interaksi antara spin atom hidrogen satu dengan lainnya yang
terikat dalam satu senyawa, maka terjadi perjodohan spin atau spin-spin coupling.
Perjodohan spin mengakibatkan spin proton A dipengaruhi oleh spin proton B dan
sebaliknya. Profil spektrum H-NMR akan menggambarkan puncak proton A dan B
terpecah dan muncul sebagai dua puncak dengan perbandingan 1:1, seperti pada
Gambar 11. Jarak antara puncak A dan B disebut sebagai bilangan perjodohan atau
coupling constant=J. Nilai J sebanding dengan kuatnya interaksi antara proton A
dan B. Profil spektrum senyawa yang menggambarkan chemical shift (ppm) pada
sumbu Y dan J coupling constant (Hz) pada sumbu X adalah gambaran analisis dua
dimensi H-NMR (Breitmaier 2002).
25
Gambar 11 Coupling constant (J) puncak spin proton profil spektrum H-NMR
(Breitmaier 2002)
3. METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan Penelitian
Penelitian dibagi dalam 3 tahap penelitian yaitu (1) screening lima jenis
bawang-bawangan yang mempunyai kemampuan menghambat blackspot yang
dilakukan secara in vitro menggunakan enzim komersial dan menggunakan udang
vaname; (2) penentuan beberapa jenis mekanisme anti-blackspot dari ekstrak
bawang terpilih yang telah difraksinasi; (3) identifikasi komponen aktif dari
bawang terpilih yang telah difraksinasi menggunakan instrumen NMR dengan
pendekatan metabolomik.
Pencucian
Pengeringan
Pengering beku
(freeze drying)
-20 oC selama Penepungan dengan food processor
48 jam
Ekstraksi menggunakan
metanol 80 % 1 gr bawang: 20
volume metanol
Sonikasi 30 menit
suhu ruang
Pengeringan ekstrak
Evaporasi 45 oC
200 bar
Uji fitokimia: total
5 ekstrak bawang- flavonoid dan polifenol
bawangan Uji aktivitas enzim PPO
Uji melanosis pada udang
Indeks browning
evaporasi 45 oC
tekanan 200 Bar
evaporasi 45 oC
tekanan 200 Bar
+ 250 ml etil asetat
Fraksi kloroform Fraksi air terpisah Digojok, dipisahkan
kering (2)
Elektroforesis
Native polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) digunakan untuk
mempelajari pengaruh fraksi bawang terpilih terhadap aktifitas enzim PPO (He et
al. 2008). Enzim PPO, fraksi dan buffer fosfat 0.05 M pH 6.0 direaksikan dalam
tabung vial. Fraksi dilarutkan dalam 0.5% metanol, kemudian dilarutkan dalam air
dengan konsentrasi 1; 5; 10 mg/mL, sodium metabisulfit 1.25% atau 12.5 mg/mL.
Larutan fraksi 100 µl dicampur dengan enzim PPO 100 µl, dibiarkan bereaksi
selama 30 menit. Campuran bromofenol blue (0.001%, w/ v) dan gliserol (0.05%,
v/v) digunakan sebagai kontrol jalannya sampel elektroforesis, dimasukkan dalam
sumur gel sebanyak 20 µL. Elektroforesis di-running pada suhu 4 oC menggunakan
Mini PROTEAN system (Bio-Rad, Hercules, CA), dengan Tris–Glicine (pH 8.3)
sebagai running buffer. Setelah selesai running, gel direndam dalam larutan yang
mengandung 15mM LDOPA. Aktifitas penghambatan enzim PPO dapat dilihat dari
hasil perendaman dalam larutan substrat tersebut yaitu terbentuknya warna gelap
dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Senyawa aktif
Prosedur Analisis
Skala Diskripsi
0 Tanpa noda
2 Sedikit, terdapat pada beberapa udang
4 Sedikit, terdapat pada sebagian besar udang
6 Moderat, terdapat pada sebagian besar udang
8 Banyak, terdapat pada sebagian besar udang
10 Banyak, tertolak
Analisis Data
Tabel 6 Konsentrasi total fenolik dan flavonoid ekstrak berbagai jenis bawang.
Total fenolik*) Total flavonoid*)
Jenis ekstrak
mg GAE/g ekstrak mg QE/g ekstrak
Bawang putih 78.66±9.77a 58.03±1.98a
Bawang daun 186.68±9.18b 79.57±1.41b
Bawang merah 341.96±7.51c 134.63±5.34e
Bawang bombay 414.50±8.91d 126.10±2.05d
Bawang lokio 181.26±9.32b 87.38±5.92c
*) Nilai rata-rata±SD dari 3 ulangan
**)Perbedaan huruf pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05)
Bawang putih
Daun bawang
Bawang merah
Bawang bombay
Bawang lokio
Sodium
Metabisulfit
Kontrol
Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-8 Hari ke-10
10
9
8 Bawang putih
Nilai melanosis
7 Daun bawang
6
5 Bawang merah
4 Bawang bombay
3 Bawang lokio
2
1 Sodium metabisulfit
0 Kontrol
0 2 4 6 8 10
Waktu penyimpanan hari ke-
Gambar 18 Grafik laju melanosis udang vaname yang diberi ekstrak berbagai jenis
bawang disimpan pada suhu 0 oC selama 10 hari.
Warna coklat adalah kombinasi dari ketiga indikator warna tersebut dan
dirumuskan menjadi indeks pencoklatan (indeks browning) (Palou et al. 1999).
Gambar 19 menunjukkan nilai indeks browning meningkat pada keseluruhan udang
baik dengan perlakuan maupun kontrol. Peningkatan nilai indeks browning ini
karena terjadinya penurunan nilai L dan penurunan nilai a, dan kenaikan nilai b.
Semakin rendah nilai L maka semakin gelap warna sampel. Semakin rendah nilai a
maka semakin membentuk warna merah. Nilai b semakin meningkat karena
semakin terbentuk warna kuning. Indeks browning udang yang direndam dalam
ekstrak berbagai jenis bawang dan sodium metabisulfit menunjukkan terjadinya
kenaikan. Udang yang direndam dalam ekstrak bawang merah mempunyai nilai
indeks browning yang terendah yaitu 16.76±0.94, dibandingkan ekstrak bawang
lainnya dan sodium metabisulfit pada penyimpanan hari ke-10 suhu 0 oC.
Pengamatan perubahan warna menggunakan alat chromameter
menghasilkan warna L* (keterangan lightness), a*(kemerahan redness) dan
b*(kekuningan yellowness). Pada penelitian ini perlakuan ekstrak bawang-
bawangan dan sodium metabisulfit secara umum dapat menurunkan nilai warna L*
dan a*, meningkatkan nilai b*. Semakin rendah nilai L* maka semakin gelap warna
sampel. Semakin rendah nilai a* maka semakin membentuk warna biru. Warna
coklat adalah kombinasi dari ketiga indikator warna tersebut dan dirumuskan
menjadi indeks pencoklatan (Browning index= BI) (Palou et al. 1999).
Nilai indeks pencoklatan udang yang direndam dalam ekstrak bawang-
bawangan dan sodium metabisulfit menunjukkan terjadinya kenaikan. Pada
penyimpanan hari ke-10, nilai BI terendah adalah udang yang direndam dalam
larutan sodium metabisulfit. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan perendaman
menggunakan ekstrak bawang merah. Nilai BI dari yang terendah hingga tertinggi
selanjutnya berturut-turut adalah ekstrak bawang bombay; ekstrak bawang daun;
ekstrak bawang putih dan kontrol. Perbedaan kenaikan nilai BI terjadi pada
penambahan ekstrak bawang merah pada terong (Solanum melongena L.)
(Barbagallo dan Riggy 2012); perlakuan panas dan penambahan asam askorbat
pada potongan buah apel (Malus domestica Borkh) (Javdani et al. 2013). Grafik
kenaikan nilai BI disajikan pada Gambar 19.
42
(A) (B)
(C) (D)
Gambar 19 Grafik perubahan (A) nilai L*, (B) nilai a*, (C) nilai b*, (D) nilai
pencoklatan (Browning Index) udang vaname diberi ekstrak bawang
disimpan pada suhu 0 oC selama 10 hari. Keterangan:
43
100.00 90.33±5.04d
Gambar 20 Penghambatan enzim PPO oleh fraksi bawang merah dan jenis pelarut
yang digunakan dalam fraksinasi.
Nilai konstanta Km adalah 0.4038 mM dan Km/KI adalah 1.8129, maka nilai KI
adalah 0.4038 mM/1.8129 atau 0.222 mM. Penghambatan EAF bawang merah
bersifat kompetitif dimana grup hydroksil berikatan dengan sisi aktif enzim PPO,
membentuk steric hindrance atau perubahan konformasi enzim (Taherkhani dan
Gheibi 2014). Inhibitor menyebabkan Nilai Km’ menjadi lebih besar dari nilai Km
semula. Nilai KI menunjukkan afinitas enzim terhadap substrat, dimana semakin
besar nilai Km, maka afinitas enzim semakin berkurang. Inhibitor mengakibatkan
enzim akan mampu mencapai kecepatan maksimum normalnya tetapi memerlukan
waktu yang lama, atau memerlukan konsentrasi substrat yang lebih banyak (Gacche
et al. 2006).
48
Gambar 24 Plot bilangan Michaelis-Menten (Km app) dan konsentrasi fraksi EAF
bawang merah ([inhibitor EAF]) untuk menentukan bilangan KI.
Beberapa senyawa dari ekstrak tanaman diketahui mempunyai aktivitas
penghambatan anti-browning kompetitif antara lain salidrosid, senyawa jenis
flavonoid yang ditemukan pada tanaman walnut Rhodiola rosea (Zhu et al. 2014),
katekin dari greentea (Sae-Leaw et a. 2017). Dugaan mekanisme penghambatan
anti-browning ekstrak air berbagai jenis bawang pada enzim PPO dari umbi edible
yam (Dioscorea cayenensis-rotundata cv. Kponan) antara lain penghambatan non
kompetitif (ekstrak bawang merah); kompetitif (ekstrak bawang bombay);
unkompetitif (ekstrak bawang putih) (Yapi et al. 2015).
enzim komersial tirosinase dari Merck, yang juga digunakan pada penelitian
sebelumnya yaitu He et al. (2008).
Adanya EAF nampak pengaruhnya pada enzim tersebut dari terbentuknya
warna gelap. EAF bawang merah secara kualitatif dan meyakinkan dapat
menghambat pembentukan melanin, EAF berikatan dengan enzim bebas sehingga
enzim PPO bebas tidak dapat berikatan dengan substrat L-DOPA dan tidak
terbentuk warna gelap. Peningkatan konsentrasi EAF bawang merah dari 0-10 maka
pita gelap terihat semakin menipis, dan penghambatan yang kuat terlihat pada
inkubasi enzim PPO dengan EAF bawang merah dengan konsentrasi 10 mg/mL,
membentu pita paling tipis, seperti pada pemberian SMS 1.25 mg/mL, dapat dilihat
pada Gambar 25.
1 2 3 4 5
Rf= 0.44
Gambar 25 Native PAGE enzim PPO setelah diinkubasi selama 30 min dengan
EAF bawang merah. Konsentrasi EAF bawang merah adalah pada
(1), (2), (3), (4) berturut-turut 10; 5; 1; 0 mg/mL dan (5) 1.25
mg/mL SMS. Substrat yang digunakan adalah L-DOPA.
EAF bawang merah dapat berfungsi sebagai metal chelator. Asam kojik
adalah inhibitor enzim PPO standar yang mempunyai fungsi dan mekansime
sebagai inhibitor kompetitif dan pengkhelat logam (metal chelator) (Hashemi dan
Emami 2015). Inhibitor PPO dengan mekanisme penghambatan kompetitif, dapat
berfungsi sebagai metal chelator, analog non-metabolit dan atau derivat dari
substrat sesungguhnya (Chen et al. 2017). Senyawa polifenol seperti sianidin
mempunyai tiga struktur grup yang menentukan kemampuan mengkhelat logam.
Pertama, struktur ortho-hidroksi pada cincin B, kemudian ikatan ganda 2, 3 pada
konjugasi dan 4 oksofungsi pada cincin C. Flavonoid membentuk kompleks dengan
ion Cu2+ pada 3- atau 5- hidroksil dan 4-ketosubstituent atau gugus hidroksil pada
posisi ortho di cincin B (Nimse dan Pal. 2015). Mekanisme senyawa flavonoid
dalam mengkhelat logam Cu pada sisi aktif enzim PPO adalah sebagai berikut:
Gambar 29 Score plot OPLS empat fraksi bawang merah dan aktivitas
penghambatan enzim PPO (%): A (fraksi air), K (fraksi kloroform),
H (fraksi heksana), EA (fraksi etil asetat). Warna merah ke hitam
menunjukkan kemampuan fraksi semakin aktif.
Hasil score plot profil senyawa analisis 1H-NMR (X) dan aktivitas
penghambatan enzim PPO (Y) menggunakan OPLS menunjukkan pemisahan yang
baik antara fraksi dengan aktivitas rendah dan fraksi dengan aktivitas tinggi
(Gambar 29). OPLS memisahkan fraksi aktif pada kuadran 1 dan fraksi kurang aktif
pada kuadran 2 dan semakin kurang aktif pada kuadran 3 dan 4. OPLS dapat
digunakan lebih lanjut untuk mengidentifikasi gugus fungsi senyawa aktif.
Ketepatan model OPLS dapat dilihat dari nilai R2Y pada model ini yang
mempunyai nilai >0.5 yaitu sebesar 0.92 sedangkan nilai Q2Y sebesar 0.76. Model
data metabolomik tidak diterima nilai distribusi Q2 < 0 atau nilai rata-rata
klasifikasi (Q2(cum) < 0.05 dan > 2. Model kuat jika Q2 > 40% dan R2 > 50%,
tetapi nilai ini memerlukan konfirmasi kondisi bioaktivitas (Blasco et al. 2015).
Penelitian Hu et al. (2015) menggunakan pendekatan metoda metabolomik
menggunakan Proton nuclear magnetic resonance spectroscopy secara
berpasangan yaitu 1HNMR dan 1H-1H COSY. Data yang diperoleh dianalisis
dengan multivariate analysis (1H NMR- PCA/PLS-DA) mempunyai nilai R2X =
0.737, R2Y = 0.991, Q2 = 0.958. Pendekatan ini selain untuk menentukan fraksi
dan jenis senyawa aktif, dapat digunakan untuk membedakan kultivar anggur yang
digunakan produk minuman dari anggur. Penelitian ini tanpa memurnikan
(mengisolasi) minuman anggur, dan menggunakan empat ulangan untuk
mengidentifikasi perbedaan metabolit dan jenis kultivar anggur V. vinifera L.
Faktor genotip berhubungan dengan jenis metabolit yang dihasilkan, sehingga
dapat dibedakan jenis kultivar anggur walaupun ditanam pada lingkungan yang
berbeda.
53
Senyawa aktif
Penentuan senyawa aktif dari sinyal aktif yang ditampilkan pada Gambar
30, menunjukkan beberapa area puncak berkorelasi positif dengan aktivitas
penghambatan enzim PPO, yang ditunjukkan pada nilai chemical shift (ppm) 1H-
NMR. Lokasi fraksi aktif di kuadran 1 pada Gambar 29 bersesuain dengan sebaran
s-plot chemical shift fraksi pada Gambar 30. Chemical shift senyawa yang tidak
berperan akan berkumpul pada kuadran 2, 3 dan 4, dimana semakin kurang aktif
suatu senyawa yang ditunjukkan pada nilai chemical shift, maka berada pada
kuadran 4.
OPLS mengorelasikan dua jenis data matriks, yaitu data berupa komposisi
kimia sampel (X) dan data penghambatan aktivitas enzim PPO sampel (Y).
Terdapat keluaran OPLS diantaranya score plot, plot Y-related coefficient dan plot
variable influence on projection (VIP). Identifikasi gugus fungsi senyawa aktif, plot
VIP digunakan sebagai parameter sinyal x penting terhadap data Y sedangkan plot
Y-related coefficient digunakan guna mempelajari sinyal yang berkorelasi positif
dengan mariks data Y (bioaktivitas = persen penghambatan aktivitas enzim PPO).
VIP hanya memberikan nilai korelasi positif untuk semua sinyal sedangkan plot Y-
related coefficient dapat memberikan nilai korelasi baik positif dan negatif
(Eriksson et al. 2006). Sinyal aktif dipilih akan berkorelasi positif dan bernilai
VIP>0.5 (Juliani et al. 2016). Nilai spektrum chemical shift yang berkorelasi positif
ini dirangkum dalam Tabel 7 selanjutnya diidentifikasi komponen aktifnya dengan
menganalisis fraksi yang mempunyai aktitas penghambatan enzim PPO paling
tinggi yaitu fraksi etil asetat (EAF) menggunakan 2D NMR J-resolved. Gambar 31
adalah plot Y-related coeffiscient dan chemical shift fraksi etil asetat bawang merah
(EAF).
54
Gambar 31 Profil plot Y-related coefficient dan nilai chemical shift fraksi etil
asetat bawang merah (EAF).
Telah teridentifikasi jenis chemical shift yang paling aktif menghambat
enzim PPO. Studi selanjutnya adalah menentukan secara komprehensif jenis
senyawa yang berperan tersebut menggunakan 2D NMR sehingga dapat dihindari
overlap interpretasi jenis senyawa. Tujuan dari analisis 2D NMR menentukaan
interaksi spin-spin yang memungkinkan transfer secata magnetis antar molekul
(Bingol et al. 2015). Spektroskopi J-resolved merupakan salah satu uji 2D NMR
yang mudah dan akurat dalam optimasi penentuan urutan pulse 2D. Double-Spin
Echo variant (DSE JRES) digunakan untuk mengurangi angka artifact akibat
coupling yang kuat. Supresi air dikurangi menggunakan WET diikuti oleh
presaturasi. WET digunakan agar gangguan akibat keberadaan air pada sampel atau
sistem tidak mengurangi sensitifitas alat dan hasil uji 2D NMR ini. Ukuran yang
diperoleh menggunakan deteksi single channel, seperti yang digunakan pada
homonuclear J-resolved. Coupling dikurangi terlebih dahulu, untuk pasangan
proton yang lebih kuat dapat digunakan sebagai data (Guennec 2015). Hal yeng
penting pada penggunaan spektra 2D dan 1H J-resolved. NMR adalah untuk
menetapkan besaran coupling constant (J) atom hidrogen dari sinyal 1H-NMR.
Demikian pula ketika metabolit yang dianalisis berada pada level rendah dan sinyal
sulit diamati menggunakan spektra 1H-NMR (Dona et al. 2016). Sinyal yang
tersebar pada analisis 2D NMR J-resolved pada sampel EAF ulangan 3 disajikan
pada Gambar 32.
55
66 4
2
5 3 1
Gambar 32 Spektrum 2D J-resolved NMR pada daerah frekuensi 500 MHz fraksi
etil asetat bawang merah (EAF). Sumbu X adalah chemical shift (nm)
dan sumbu Y adalah jarak coupling constant
Data hasil 1H dan 2D NMR berupa chemical shift, pola spin multiplet dan
J-coupling constants dari metabolit sampel EAF yang berperan pada penghambatan
enzim PPO dirangkum pada Tabel 7. Data tersebut dikompilasi dengan data yang
sama dari literatur khususnya untuk jenis tanaman yang sama, maka didapatkan
jenis-jenis senyawa yang berperan menghambat enzim PPO. Senyawa lain yang
diduga terdapat pada fraksi etil asetat bawang merah antara lain pada nilai chemical
shift +4.2-3.5 ppm namun tidak berperen dalam menghambat blackspot adalah
senyawa grup gula glikoprotein dan asam amino. Chemical shift 4.5-0.7 ppm
merupakan sinyal proton alifatik, 1.6 ppm adalah grup metilen, grup 6-8 ppm adalah
gugus aromatis atau senyawa fenolik (Budantsev et al. 2010).
Tabel 7 Spektrum data 1H 2D NMR fraksi etil asetat (EAF) bawang merah.
No. Chemical Splitting Metabolit
shift (ppm) Pattern (J)
1 6.16 d (J =2.5) Quersetin (Mohamed 2013)
6.37 d (J=2)
2 6.85 d (J=8) Kaempferol (Mohamed 2013)
3 7.61 d (J=10) Sianidin 3.4’-di-O-β-glukopiranosid (Fossen et al.
2003)
4 7.70 d (J=2) Quersetin 4 -O- β-D-glukopiranosid (Mohamed
2013)
5 7.73 d (J=2) sianidin 7-O-(3”-O-glukosil-6”-O-
malonil-b-glukopiranosid)-4’-O-b-glukopiranosid
(Fossen et al. 2003)
6 7.87 d (J=2) Sianidin 3-(6"-O-malonil) laminaribiosid'
(Terahara et al. 1994)
56
molekul C15H11O6 berat molekul 287.247 g/mol dan nama IUPAC 2-(3,4-
dihidroksifenil) khromenilium-3,5,7-triol, struktur molekul quersetin, kaempferol
dan sianidin disajikan pada Gambar 33.
(1) (2)
Simpulan
maksimum adalah 0.0164 mM-1 dan nilai Km sebesar 0.222 mM serta dapat
mengkhelat logam Cu pada sisi aktif enzim PPO.
Pendekatan metabolomik menggunakan instrumen 1H-NMR dan 2D NMR
dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang berperan menghambat
aktivitas enzim PPO. Senyawa tersebut adalah golongan flavonoid yaitu quersetin,
kaempferol, sianidin 3.4’-di-O-β-glukopiranoside, quersetin 4-O-β-D-gluko
piranoside, sianidin 7-O-(3”-O-glukosil-6”-O-malonil-β-glukopiranoside)-4’-O-β-
glukopiranoside, sianidin 3-(6”-O-malonil) laminaribioside’.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Gawad MM, El-Hashash MA, El-Sayed MM, El-Wakil EA, Ezzat E. 2014.
Chromatographic isolation of Allium cepa (ssp. Red onion) and its cytotoxic
activity against Human Liver Carcinoma Cell Lines (HEPG2). Int. J. Pharm.
Pharm. Sci. 6(8):6–9.
Adeshina GO, Jibo S, Agu VE, Ehinmidu JO. 2001. Antibacterial activity of fresh
juices of Allium cepa and Zinger officinale against multidrug resisteant
bacteria. Int. J. Pharma Bio Sci. Res. 2(2):289–295.
Adeyeye E, Ekiti A, Aremu MO. 2016. Chemical composition of whole shrimp,
flash and shell of Pandalus borealis from Lagos Atlantic Ocean. FUW Trends
Sci. Technol. J. 1(1):26–32.
Akinwande B:, Olatunda S. 2015. Comparative evaluation of the mineral profile
and other selected components of onion and garlic. Int. Food Res. J.
22(1):332–336.
Altunkaya A, Gokmen V. 2008. Effect of Various inhibitors on enzymatic
browning, antioxidant activity and total phenol content of fresh lettuce
(Lactuca sativa). Food Chem. 1071173–1179. doi:10.1016 /j.foodchem.
2007.09.046.
Ana ANF, Guiomar PB, Luiz AOR, Danilo PSJ, Tiago MCS, Liris K. 2016. Effects
of different additives on colorimetry and melanosis prevention of Atlantic
Seabob Shrimp (Xyphopenaeus kroyeri) stored under refrigeration. Int. J.
Fish. Aquac. 8(8):74–80. doi:10.5897/IJFA2016.0564.
Aniszewski T, Lieberei R, Gulewicz K. 2008. Research on cetecholases, laccases
and cresolases in plants . recent progress and future needs. Acta Biol.
Cracoviensia Ser. Bot. 50(1):7–18.
Aoyama SA, Yamamoto YY. 2007. Antioxidant activity and flavonoid content of
welsh onion (Allium fistulosum) and the effect of thermal treatment. Food Sci.
Technol. Res. 13(1):67–72.
60
Erkan N. 2017. The Effect of Active and vacuum packaging on the quality of turkish
traditional salted dried fish çı̇ roz”. J. Food Heal. Sci. 3(1):29–35.
doi:10.3153/JFHS17004.
Falguera1 V, Ibarz A. 2012. Inhibitory effect of enzymatic browning products on
trypsin activity víctor. In AfinidAd LXVII, pp. 435–438.
Fan T, Li M, Wang J, Yang L, Cong R. 2009. Purification and characterization of
phenoloxidase from Octopus ocellatus. (September):865–872. doi:10.1093
/abbs/gmp078.Advance.
Fang X, Sun H, Huang B, Yuan G. 2013. Effect of pomegranate peel extract on the
melanosis of Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei) during iced
storage. J. Food, Agric. Environ. Vol.11 11(1):105–109.
Farag MA, Ali SE, Hodaya RH, El-Seedi HR, Sultani HN, Laub A, Eissa TF, Abou-
Zaid FOF, Wessjohann LA. 2017. Phytochemical Profiles and Antimicrobial
Activities of Allium cepa red cv. and A. sativum Subjected to Different Drying
Methods: A Comparative MS-Based Metabolomics. Molecules 22(761):1–
18. doi:10.3390/molecules22050761.
Fathi F, Brun A, Rott KH, Cobra PF, Tonelli M, Eghbalnia HR, Caviedes-Vidal E,
Karasov WH, Markley JL. 2017. NMR-based identification of metabolites in
polar and non-polar extracts of avian liver. Metabolites 7(4):1–9.
doi:10.3390/metabo7040061.
Fenwick G, Hanley A. 1990. Chemical composition. In Onion and Allied Crops, J.
Brewster, & H. Rabinowitch (Ed. by), Boca Raton, Florida, USA: CRC Press,
Boca Raton, Florida, USA, pp 17-31, pp. 17–31.
Fossen T, Slimestad R, Andersen ØM. 2003. Anthocyanins with 4 0 -glucosidation
from red onion, Allium cepa. Phytochemistry 641367–1374. doi:10.1016/
j.phytochem.2003.08.019.
De Freitas Formenton Macedo Dos Santos VA, Dos Santos DP, Castro-Gamboa I,
Zanoni MVB, Furlan M. 2010. Evaluation of antioxidant capacity and
synergistic associations of quinonemethide triterpenes and phenolic
substances from Maytenus ilicifolia (Celastraceae). Molecules 15(10):6956–
6973. doi:10.3390/molecules15106956.
Friedman M, Hella S J. 2000. Effect of pH on the stability of plant phenolic
compounds. J. Agric. Food Chem. 48(6):2101–2110. doi:DOI:
10.1021/jf990489j.
Friesen N, Fritsch RM, Blattner FR. 2006. Phylogeny and new intrageneric
classification of allium (alliaceae) based on nuclear ribosomal DNA its
sequences. Aliso. (1999):372–395.
Fu B, Li H, Wang X, Lee FSC, Shufen Cui. 2005. Isolation and identification of
flavonoids in licorice and a study of their inhibitory effects on tyrosinase. J.
Agric. Food Chem. 53(19):7408–7414. doi:doi: 10.1021/jf051258h.
Gacche RN, Shete AM, Dhole NA, Ghole VS. 2006. Reversible inhibition of
polyphenol oxidase from apple using L-cysteine. Indian J. Chem. Technol.
13(5):459–463.
Gbashi S, Njobeh P, Steenkamp P, Tutu H, Madala N. 2016. The effect of
temperature and methanol-water mixture on Pressurized Hot Water
Extraction (PHWE) of anti-HIV analogoues from Bidens pilosa. Chem. Cent.
J. 10(1):1–12. doi:10.1186/s13065-016-0182-z.
63
Nirmal NP, Benjakul S. 2010. Effect of catechin and ferulic acid on melanosis and
quality of Pacific white shrimp subjected to prior freeze – thawing during
refrigerated storage. Food Control. 21(9):1263–1271. doi:10.1016
/j.foodcont.2010.02.015.
Nirmal NP, Benjakul S. 2012a. Effect of green tea extract in combination with
ascorbic acid on the retardation of melanosis and quality changes of pacific
white shrimp during iced storage. Food Bioprocess Technol. 2941–2951.
doi:10.1007/s11947-010-0483-5.
Nirmal NP, Benjakul S. 2012b. Biochemical properties of polyphenoloxidase from
the cephalothorax of Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei). 1–13.
Nowakowski AB, Wobig WJ, Petering DH. 2015. Native SDS-PAGE: High
resolution electrophoretic separation of proteins with retention of native
properties including bound metal ions. Metallomics 6(5):1068–1078.
doi:10.1039/c4mt00033a.Native.
Olayeriju OS, Olaleye MT, Crown OO, Komolafe K, Boligon AA, Athayde ML,
Akindahunsi AA. 2015. Ethylacetate extract of red onion (Allium cepa L.)
tunic affects hemodynamic parameters in rats. Food Sci. Hum. Wellness
4(3):115–122. doi:10.1016/j.fshw.2015.07.002.
Ouyang H, Hou K, Peng W, Liu Z, Deng H. 2017. Antioxidant and xanthine oxidase
inhibitory activities of total polyphenols from onion. Saudi J. Biol. Sci. .
doi:10.1016/j.sjbs.2017.08.005.
Palou E, Welti-chanes J, Palou E, Swanson BG. 1999. Polyphenoloxidase activity
and color of blanched and high hydrostatic pressure treated banana puree
polyphenoloxidase activity and color of blanched and high hydrostatic. J.
Food Sci. · 64(1):42–45. doi:10.1111/j.1365-2621.1999.tb09857.x.
Pandey S, Pandey P, Kumar R, Singh NP. 2011. Residual solvent determination by
head space gas chromatography with flame ionization detector in omeprazole
API. Brazilian J. Pharm. Sci. 47(2):379–384. doi:10.1590/S1984-
82502011000200019.
Panji T. 2012. Teknik Spektroskopi Untuk Elusidasi Struktur Molekul. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Pardio VT, Waliszewski KN, Zun P. 2011. Original article biochemical,
microbiological and sensory changes in shrimp (Panaeus aztecus) dipped in
different solutions using face-centred central composite design. Int. J. Food
Sci. Technol. 46305–314. doi:10.1111/j.1365-2621.2010.02474.x.
Parisa S, Reza H, Ghasemifar E, Rashid Jamei. 2007. Effect of heating, uv
irradiation and pH on stability of the anthocyanins copigmenat complex.
Pakistan J of Bio Sci. 5(1):109–121.
Park H, In G, Kim J, Cho B, Han G, Chang I. 2014. Metabolomic approach for
discrimination of processed ginseng genus (Panax ginseng and Panax
quinquefolius) using UPLC-QTOF MS. J. Ginseng Res. 38(1):59–65.
doi:10.1016/j.jgr.2013.11.011.
Parvu M, Toiu A, Vlase L, Parvu EA. 2010. Determination of some polyphenolic
compounds from Allium species by HPLC-UV-MS. Nat. Prod. Res.
24(14):1318–1324. doi: 10.1080/14786410903309484.
Queiroz C, Lúcia M, Lopes M, Fialho E, Valente-mesquita VL. 2008a. Polyphenol
oxidase: characteristics and mechanisms of browning control. Food Rev. Int.
24(4):361–375. doi:10.1080/87559120802089332.
67
Keterangan:
*Rendemen b/bb adalah berat ekstrak dibagi dengan berat basah bahan baku
(bawang-bawangan) sebelum keringkan dengan menggunakan freeze
dryer.
**Rendemen b/bk adalah berat ekstrak/berat kering bahan baku (bawang-
bawangan) setelah dikeringkan dengan freeze dryer.
***Kadar air adalah kadar air dari ekstrak, pengukuran kadar air menggunakan
metoda gravimetri.
Sampel *Rendemen %
Fraksi Air 58.70 ± 3.45
Fraksi Heksana 0.22 ± 0.13
Fraksi etil asetat 1.58 ± 0.06
Fraksi Kloroform 0.37 ± 0.08
Keterangan:
*Rendemen (%) fraksi adalah berat fraksi yang dihasilkan dibagi dengan bawang
merah kering freeze dryer.
**Kadar air adalah kadar air dari fraksi hasil fraksinasi bawang merah
menggunakan perbedaan pelarut yang diukur menggunakan metoda
gravimetri.
72
Lampiran 2 Persen aktivitas penghambatan enzim PPO oleh pelarut methanol dan
DMSO untuk pemilihan jenis pelarut untuk melarutkan fraksi non polar
bawang merah.
a. Pengaruh metanol 5% dan DMSO 5% terhadap aktivitas relatif enzim PPO
100.0
90.0
% aktivitas relatif enzim PPO
80.0
70.0
60.0
50.0
40.0 Series1
30.0
20.0
10.0
0.0
Enzim PPO Enzim Enzim
PPO+Methanol PPO+DMSO
Pelarut fraksi non polar
Metanol dipilih untuk melarutkan fraksi non polar bawang merah seperti fraksi
kloroform dan heksan ketika melakukan uji aktivitas enzim PPO karena persen
penghambatan enzim PPO yang lebih rendah dibandingkan DMSO pada
konsentrasi yang sama.
b. b. Penghambatan enzim PPO oleh metanol 5% dan DMSO 5%
Perlakuan % Penghambatan
Enzim PPO 0.0±0.000
Enzim PPO+Metanol 4.0±0.005
Enzim PPO+DMSO 10.6±0.006
73
60
Konsentrasi standar polifenol
y = 77.04x - 21.273
50 R² = 0.99
40
µg/mL
30
Series1
20 Linear (Series1)
10
0
0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000
Absorban
300
Konsentyrasi standar quersetin
y = 500.89x - 6.9107
250 R² = 0.9958
200
µg/mL
150
Series1
100 Linear (Series1)
50
0
0.000 0.200 0.400 0.600
Absorban
74
RIWAYAT HIDUP