Anda di halaman 1dari 121

PENGARUH LARUTAN ELEKTROLIT ALKALI SULFAT TERHADAP

KAPASITANSI SPESIFIK KARBON TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites


moluccana) TERAKTIVASI H3PO4

A. NURUL MUJAHIDAH MUHAMMADIYAH


H311 15 308

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PENGARUH LARUTAN ELEKTROLIT ALKALI SULFAT TERHADAP
KAPASITANSI SPESIFIK KARBON TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites
moluccana) TERAKTIVASI H3PO4

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

A. NURUL MUJAHIDAH MUHAMMADIYAH

H311 15 308

MAKASSAR

2019
PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Pengaruh

Larutan Elektrolit Alkali Sulfat terhadap Kapasitansi Spesifik Tempurung

Kemiri (Aleurites Moluccana) Teraktivasi H3PO4”. Skripsi ini merupakan salah

satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kimia S1, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Asshalatu wassalam ’ala Rasulillah, salam dan shalawat semoga tetap

tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi wasallam, seorang manusia

terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, dialah utusan Allah yang membawa

perbaikan bagi alam semesta dan seisinya terkhusus kepada manusia agar tak salah

arah dalam menentukan hidupnya.

Kemudian, penulis dengan tulus hati dan rasa hormat menyampaikan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Muh. Akib

Muhammadiyah, Ibunda Andi Herawati P, dan Kakakku tersayang Muh. Rizal

Pahlefy dan Zul Ikram Al-Hafidz atas do’a dan dorongan semangat yang telah

diberikan. Demikian pula keluarga besarku atas dukungannya yang senantiasa

mengiringi langkah penulis.

Ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing, Bapak Dr. Muh. Zakir,

M.Si selaku pembimbing utama dan Ibu Dr. Paulina Taba, M.Phill selaku

pembimbing pertama yang telah sabar memberikan bimbingan dan arahan mulai

dari pembuatan proposal sampai penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih juga

kepada:

iv
1. Ketua dan Sekertaris Jurusan Kimia Bapak Dr. Abdul Karim, M. Si dan

Ibu Dr. St. Fauziah, M.Si dan seluruh Dosen jurusan Kimia, serta staf dan

pegawai atas bimbingan dan bantuan dalam proses perkuliahan maupun

dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dosen Penguji, Bapak Abdurrahman Arif, S.Si, M.Si dan Ibu Syadza

Firdausiah, S.Si, M.Sc, terima kasih atas saran dan masukannya.

3. Pak Sugeng, Kak Fibi, Ibu Tini, Kak Linda, Kak Hanna, Kak Anti, Kak

Rahma dan Pak Iqbal, terima kasih atas bantuan yang diberikan.

4. Pak Sangkala dan Pak Suardi, terima kasih atas bantuan yang diberikan

dalam mengurus berkas sidang.

5. Partner penelitian Andi Novi Setiana Budi atas bantuan dan kerja samanya

dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

6. Rekan-rekan Peneliti Kimia Fisika S1 (Gita, Eka, Irwan, Riskawati,

Putu Santini, Yasinta, Ghia, Fira, Ojan dan Getsi).

7. Teman-teman THE CHOCHOL (Trihas si cerdas tapi suka bicara tolo,

Iqriah yang suka nge-Gas dan Bucin Oppa-oppa Korea, Gita si dengkor

tapi lumayan bijak, Neli si Hajja tidak mapan, Cica si panik, Lhia si kecil

tidak besar-besar tapi selalu mau antar pulang, dan Niel si hitam dari Toraja)

yang telah rela menjadi teman saya dari maba sampai sekarang, Love you

full.

8. Teman-teman LAMBE NYINYIR (Gita si ibu ndoro, Ghia si muka garang

tapi hati Hello Kitty, Qiyadah si selingkuhannya Lee Yong Dae, Iqriyah si

pembuat stiker, Juntak mamanya Moly, Mila si bungsu, Eka sang Mama

v
dari Lambe, Neli yang kalau bicara pasti membully, Elsye si tukang tidur

dan Cica si penakut dan selalu khawatir yang suka lap Hp).

9. PRIA-PRIA KECE (Niel kalau ngomong kayak bahasa alien, Ojan tukang

ojek andalan tapi selalu ngehina, Ono paling cepat tersinggung, dan Syafril

yang jati dirinya masih dipertanyakan).

10. Teman-teman OTW (Mba Lala bucinnya Chen EXO tapi menuju ditinggal

nikah, Mila si peternak lele, Yulinar si Ukhty tapi 1 kali bicara langsung

nyakko, dan Niluh si pintar tapi kadang terlewat pintar sehingga bisa bicara

tolo).

11. Terima kasih kepada Kak Akbar yang telah memberikan secara ikhlas

ilmunya.

12. Terima kasih kepada Koko Ronald yang selalu siap kalau ditanya dan

membantu mengerjakan tugas serta pasangan setinya, yaitu Aul yang

rumahnya siap ku tempati untuk dijemput.

13. Seluruh teman-teman Polihedra dan Kimia Angkatan 2015.

14. Terima kasih kepada Pak Taufik dan Om Parkiran yang senantiasa

menjaga motor saya dan meminjamkan helm.

15. Semua pihak yang tidak sempat tertulis namanya yang telah memberikan

dukungan maupun bantuan kepada penulis.

Semoga segala bentuk bantuan, yaitu do’a, saran, motivasi dan pengorbanan

yang telah diberikan kepada penulis dapat bernilai ibadah dan diganjarkan pahala

di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aamiin Allahumma Amin.

Makassar, November 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan karbon aktif dari tempurung kemiri.
Pembuatan karbon aktif dari tempurung kemiri ini melewati proses karbonisasi
dan aktivasi karbon. Karbonisasi dilakukan dengan suhu 750 ºC selama 90 menit
dan aktivasi dilakukan perendaman dengan H3PO4 2,5 %. Efek dari aktivator
H3PO4 dapat menurunkan kelembapan, kadar abu, serta meningkatkan luas
permukaan material karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
sebagian besar arang aktif yang dihasilkan telah memenuhi standar nasional
Indonesia SNI 06-3730-1995. Analisis dengan Fourier Transform Infra-Red
(FTIR), Scanning Electron Microscope (SEM) dan X-Ray Diffraction (XRD)
dilakukan guna mengetahui gugus fungsi, morfologi permukaan material karbon
serta struktur dan ukuran kristal. Efek dari aktivator H3PO4 juga dapat
meningkatkan nilai kapasitansi spesifik dengan nilai tertinggi pada larutan
elektrolit Li2SO4 pada scanrate 10 mV/s. Nilai kapasitansi spesifik KTK dalam
larutan elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 adalah 0,030837 F/g, 0,020575 F/g
dan 0,007588 F/g sedangkan nilai kapasitansi spesifik KATK dalam larutan
elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 adalah 0,053383 F/g, 0,047851 F/g dan
0,033619 F/g.

Kata kunci: Tempurung Kemiri, Aktivator H3PO4, Li2SO4, Na2SO4, K2SO4,


Kapasitansi Spesifik.

vii
ABSTRACT

In this research, the manufacture of activated carbon from candlenut shells was
carried out. The making of activated carbon from the candlenut shell passes through
carbonization and carbon activation processes. Carbonization was carried out at
750 ºC for 90 minutes and activation was immersed with 2,5% H3PO4. The effect
of the H3PO4 activator can reduce humidity, ash content, and increase the surface
area of carbon material. The results showed that the quality of most of the activated
charcoal produced had met the Indonesian National Standard SNI 06-3730-1995.
Analysis with Fourier Transform Infra-Red (FTIR), Scanning Electron Microscope
(SEM) and X-Ray Diffraction (XRD) was carried out to determine the functional
groups, surface morphology of carbon material and the structure and size of
crystals. The effect of the H3PO4 activator can also increase the specific capacitance
value with the highest value in the Li 2SO4 electrolyte solution at a scanrate of
10 mV/s. The specific capacitance values of KTK in Li2SO4, Na2SO4 and K2SO4
electrolyte solutions are 0,030837 F/g, 0,020575 F/g and 0,007588 F/g while the
KATK specific capacitance values in Li2SO4, Na2SO4 and K2SO4 electrolyte
solutions are 0,053383 F/g, 0,047851 F/g and 0,033619 F/g.

Keywords: Candlenut Shell, H3PO4 Activator, Li2SO4, Na2SO4, K2SO4, Specific


Capacitance.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA .................................................................................................. iv

ABSTRAK .................................................................................................. vii

ABSTRACT ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................ 6

1.3.1 Maksud Penelitian ................................................................ 6

1.3.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 7

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 8

2.1 Superkapasitor Sebagai Penyimpana Energi Elektrokimia ... 8

2.2 Karbon Aktif ........................................................................ 10

2.3 Tempurung Kemiri Sebagai Sumber Karbon Aktif ............. 13

2.4 Pengaruh Elektrolit terhadap Nilai Kapasitansi .................... 16

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 23

ix
3.1 Bahan Penelitian..................................................................... 23

3.2 Alat Penelitian ........................................................................ 23

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 23

3.4 Prosedur Penelitian................................................................. 24

3.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi .............................................. 22

3.4.1.1 Pembuatan Larutan Na2CO3 0,05 N................................. 24

3.4.1.2 Pembuatan Larutan NaHCO3 0,05 N ............................... 24

3.4.1.3 Pembuatan Larutan NaOH 0,05 N ................................... 24

3.4.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,05 N ....................................... 24

3.4.1.5 Pembuatan Larutan Na2B4O7 0,05 N ............................... 25

3.4.1.6 Pembuatan Larutan H2C2O4 0,05 N ................................. 25

3.4.1.7 Standarisasi Larutan HCl dengan Na2B4O7 0,05 N ......... 25

3.4.1.8 Pembuatan Larutan NaOH dengan H2C2O4 0,05 N ......... 25

3.4.1.9 Pembuatan Larutan Li2SO4 0,05 M ................................. 26

3.4.1.10 Pembuatan Larutan Na2SO4 0,05 M ............................. 26

3.4.1.10 Pembuatan Larutan K2SO4 0,05 M ............................... 26

3.4.1.11 Pembuatan Larutan Metilen Biru 5000 ppm ................. 26

3.4.1.12 Pembuatan Larutan Metilen Biru 50 ppm ...................... 27

3.4.1.13 Pembuatan Larutan Metilen Biru 0,5, 1, 2, 4, 8 ppm ..... 27

3.4.2 Pembuatan Karbon Aktif Tempurung Kemiri ................... 27

3.4.2.1 Preparasi Sampel ............................................................. 27

3.4.2.2 Karbonisasi Tempurung Kemiri ..................................... 27

3.4.2.3 Aktivasi Karbon Tempurung Kemiri .............................. 28

3.4.3 Pembuatan Elektroda ......................................................... 28

x
3.4.4 Karakterisasi Material ........................................................ 28

3.4.4.1 Penentuan Kadar Air ...................................................... 28

3.4.4.2 Penentuan Kadar Abu ..................................................... 29

3.4.4.3 Penentuan Luas Permukaan ........................................... 29

3.4.4.4 Karakterisasi Permukaan Material dengan SEM ........... 30

3.4.4.5 Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR ...................... 31

3.4.4.6 Karakterisasi Struktur dan Ukuran Kristal dengan

XRD ................................................................................ 31

3.4.4.7 Karakterisasi Kadar Gugus Fungsional Asam dan Basa

Total dengan Metode Titrasi Boehm .............................. 31

3.4.4.8 Penentuan Kapasitansi Spesifik dengan Metode Cyclic


Voltammetry ................................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ..................................................... 34

4.1 Karbonisasi dan Aktivasi Karbon Tempurung Kemiri ........ 34

4.2 Analisis Kadar Air dan Kadar Abu Material Karbon ........... 36

4.3 Karakterisasi dengan FTIR dan Titrasi Boehm .................... 38

4.4 Karakterisasi Luas Permukaan ............................................. 43

4.5 Karakterisasi dengan SEM ................................................... 44

4.6 Karakterisasi dengan XRD ................................................... 45

4.7 Analisis Kapasitansi Spesifik Karbon Tempurung Kemiri

dan Karbon Aktif Tempurung Kemiri ................................... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 53

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 53

5.2 Saran...................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 54

LAMPIRAN ............................................................................................... 61

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Rangkaian superkapasitor secara umum ........................................... 8

2. Karakteristik pola XRD dari sampel mkarbon nanopori dengan


suhu aktivasi 950 ○C sampai 1150 ○C ............................................... 12

3. Skema proses charging/discharging dalam superkapasitor .............. 17

4. Voltammogram siklik pada laju pemindaian yang berbeda (masing-


masing 1, 10 dan 100 mVs-1) dengan nilai kapasitansi untuk
kapasitor karbon-karbon yang beroperasi dalam 1 molL-1 larutan
logam alkali (Li, Na, K) sulfat .......................................................... 20

5. Kapasitansi vs muatan untuk berbagai larutan logam alkali sulfat ... 21

6. Reaksi aktivator H3PO4 pada material karbon .................................. 35

7. Reaksi pengikatan air oleh Phosphorus(V) Oxide ............................ 36

8. Grafik analisis kadar air dan kadar abu KTK dan KATK ................. 36

9. Spektrum FTIR dari Karbon Tempurung Kemiri dan Karbon Aktif


Tempurung Kemiri ........................................................................... 38

10. Beberapa spesies gugus fungsional berbasis oksigen pada


permukaan karbon aktif .................................................................... 39

11. Diagram analisis gugus fungsi dengan metode titrasi Boehm ......... 41

12. Reaksi penetralan pada gugus fungsi oksigen pada metode Titrasi
Boehm ............................................................................................... 42

13. Perbandingan kapasitas adsorpsi KTK dan KATK .......................... 43

14. Perbandingan luas permukaan KTK dan KATK ............................. 43

15. (a) Hasil SEM KTK perbesaran 10000x dan (b) Hasil SEM KATK
perbesaran 10000x ............................................................................ 44

16. Grafik karaterisasi XRD KTK (suhu karbonisasi 750 ○C) dan
KATK (setelah diaktivasi dengan H3PO4) ........................................ 46

xii
17. Kurva Scanrate vs Kapasitansi spesifik KTK dalam larutan
elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 0,5 M .................................... 49

18. Kurva Scanrate vs Kapasitansi spesifik KATK dalam larutan


elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 0,5 M .................................... 50

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Standar kualitas karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995 .................. 12

2. Komposisi kimia tempurung kemiri (Aleurites moluccana (L.) Wild) 15

3. Spektrum IR sampel Karbon Tempurung Kemiri dan Karbon Aktif


Tempurung Kemiri .............................................................................. 39

4. Hasil analisis nilai kapasitansi pada berbagai scanrate pada karbon


tempurung kemiri ................................................................................ 48

5. Hasil analisis nilai kapasitansi pada berbagai scanrate pada karbon


aktif tempurung kemiri ........................................................................ 50

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 61

2. Bagan Kerja ......................................................................................... 62

3. Dokumentasi Penelitian ...................................................................... 67

4. Perhitungan Pembuatan Larutan Pereaksi ........................................... 69

5. Data Spektrum FTIR ........................................................................... 72

6. Hasil SEM ........................................................................................... 74

7. Hasil Analisis XRD ............................................................................. 76

8. Database JCPDS Karbon .................................................................... 83

9. Perhitungan Kadar Air ........................................................................ 84

10. Perhitungan Kadar Abu ...................................................................... 86

11. Perhitungan Luas Permukaan dengan Metode Metilen Biru ............. 88

12. Perhitungan Kadar Gugus Fungsi dengan Titrasi Boehm .................. 91

13. Perhitungan Kapasitansi Spesifik ....................................................... 97

14. Grafik Voltammogram Kapasitansi Spesifik KTK dan KATK ......... 101

xv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol/Singkatan Arti

AC Activated Carbon

CRMD Centre de Recherche Sur la Matière Divisée

XRD X-Ray Diffraction

FTIR Fourier Transform Infra Red

SEM Scanning Electron Microscope

EDL Electrical Double-Layer

PRI Pinnacle Research Institute

m2/g Meter kuadrat per gram

kg/m3 Kilogram per meter kubik

EDLC Electrochemical Double Layer Capacitor

E Kepadatan energi

U Tegangan

C Kapasitansi

ESR Equivalent Series Resistance

CV Cyclic Voltammetry

EIS Electrochemical Impedance Spectroscopy

V Volt

mV/s Milivolt per second

KTK Karbon Tempurung Kemiri

KATK Karbon Aktif Tempurung Kemiri

nm Nanometer

xvi
JCPDS Joint Committee on Powder Diffraction
Standards

ICDD International Center for Diffraction Data

rad Radian

F/g Faraday per gram

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang

senantiasa menjadi perhatian semua bangsa karena kesejahteraan manusia dalam

kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang

dimanfaatkan. Penyediaan energi khususnya energi listrik di Indonesia yang

merupakan salah satu negara yang sedang berkembang merupakan faktor yang

sangat penting dalam mendorong pembangunan. Menurut Muhammad (2005),

pemakaian energi listrik selama kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun

2025 diperkirakan meningkat rata-rata 7,1% per tahun.

Sejumlah besar teknologi berbasis energi secara elektrokimia telah

dikembangkan. Sistem ini terus dioptimalkan dalam hal biaya, kinerja, dan waktu

jangka panjang. Teknologi yang lebih mapan seperti baterai dalam siklus

pengisian daya dan teknologi sensor bergabung dengan teknologi yang muncul

seperti sel bahan bakar, baterai litium-ion dalam ukuran besar, reaktor

elektrokimia, membran transpor ion, dan superkapasitor (Badwal dkk., 2014).

Permintaan yang meningkat untuk sistem energi secara elektrokimia

bersama dengan meningkatnya perkembangan sejumlah teknologi memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap penelitian secara global. Beberapa teknologi

energi elektrokimia dikembangkan dan dikomersialkan di masa lalu termasuk

sensor kimia untuk keselamatan manusia, efisiensi energi, proses industri/kontrol

kualitas, dan pengendalian/pemantauan polusi. Selain itu terdapat berbagai jenis

1
sel bahan bakar sebagai perangkat energi bersih untuk transportasi, stasioner dan

daya portabel; berbagai baterai penyimpanan energi; reaktor elektrokimia untuk

bahan bakar dan produksi bahan kimia; membran transport ion untuk pemisahan

udara; dan superkapasitor (Badwal., dkk 2014).

Baterai dan superkapasitor adalah perangkat sistem penyimpanan energi

listrik terkemuka saat ini. Keduanya didasarkan pada mekanisme elektrokimia.

Baterai menyimpan energi listrik dalam senyawa kimia yang mampu

menghasilkan muatan, sedangkan superkapasitor menyimpan energi listrik secara

langsung sebagai muatan. Li dkk., (2011) mengemukakan bahwa dalam beberapa

tahun terakhir, superkapasitor sangat menarik perhatian dalam teknologi

penyimpanan energi listrik karena memiliki kerapatan energi yang lebih tinggi

dibandingkan kapasitor konvensional dan kerapatan daya yang lebih tinggi

dibandingkan baterai. Keuntungan lain dari superkapasitor adalah tingkat

pengisian yang cepat dan umur siklus pengisian yang panjang (Zuleta 2005).

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keefektifan superkapasitor

adalah penggunaan bahan elektroda. Karbon aktif adalah salah satu jenis bahan

yang secara luas telah digunakan sebagai bahan elektroda untuk superkapasitor

karena memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi, ketahanan kimia,

konduktivitas listrik yang baik dan harga yang terjangkau (Babel dan Jurewicz

2004; Fellman 2010; Aripin dkk., 2010).

Bahan baku yang dapat digunakan untuk pengolahan karbon aktif,

persyaratannya adalah mengandung unsur karbon, baik organik maupun

anorganik dan yang memiliki banyak pori-pori. Bahan baku yang dapat digunakan

adalah limbah perkebunan seperti tempurung kelapa, tempurung kemiri, limbah

sawit, bahan tambang, kayu atau limbah kayu, gambut, hasil pertanian dan limbah

2
peternakan. Bahan-bahan tersebut mempunyai karakteristik yang lebih baik

dibandingkan dari bahan non biomassa atau fosil. Hal ini disebabkan antara lain

oleh kemudahan proses pengolahannya dan kualitas hasilnya untuk berbagai

aplikasi (BPS, 2002).

Tempurung kemiri merupakan limbah organik yang dapat diuraikan

namun teksturnya cukup keras sehingga waktu yang lama dibutuhkan untuk

menguraikannya secara alamiah. Berbagai upaya dilakukan untuk memanfaatkan

limbah tempurung kemiri. Selain untuk menanggulangi penumpukkan, limbah

tempurung kemiri juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang

aman dan ramah lingkungan. Dengan memperhatikan faktor lingkungan tersebut,

tempurung kemiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon

aktif (Meilita dan Tuti, 2003).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa persentase massa buah kemiri

menjadi tempurungnya adalah sebesar 64,57% dan tergolong sangat tinggi bila

dibandingkan dengan tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit yang tidak

lebih dari 30%. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa tempurung kemiri memang

sangat potensial untuk dijadikan bahan baku karbon aktif (Suhadak, 2005). Selain

itu, karbon aktif tempurung kelapa memiliki struktur yang sebagian besar

mikropori, sehingga kurang efektif digunakan untuk menyerap senyawa yang

berdiameter makropori (Actech, 2002 dalam Pari, 2004).

Karbon aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonisasi dan

aktivasi. Karbonisasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya

oksigen dan bahan kimia lainnya, sedangkan aktivasi diperlukan untuk mengubah

hasil karbonisasi menjadi adsorben yang memiliki luas permukaan yang besar

(Wulandari dkk., 2012).

3
Sifat karbon aktif selain dipengaruhi oleh jenis bahan baku, luas

permukaan, penyebaran pori dan sifat kimia permukaan karbon aktif, juga

dipengaruhi oleh cara aktivasi yang digunakan. Pada tahap aktivasi, arang

direndam terlebih dahulu dengan menggunakan bahan pengaktif antara lain ZnCl2,

KOH, NaCl, H2SO4 dan H3PO4, dimana peneliti sebelumnya mengemukakan

bahwa H3PO4 sebagai agen aktivasi akan memberikan hasil terbaik jika

dibandingkan dengan ZnCl2 (Grigis dkk., 2002). Penggunaan ZnCl2 sebagai

activator saat ini menurun karena masalah pencemaran lingkungan dibandingkan

dengan H3PO4 yang banyak digunakan dalam industri pembuatan karbon aktif

karena limbahnya mudah terurai, biaya rendah dan tingginya rendamen karbon

aktif yang dihasilkan (Montoya dan Petriciolet, 2012).

Karbon aktif telah luas digunakan sebagai material penyimpan energi

salah satunya superkapasitor disebabkan luas permukaannya yang besar, stabil

dan mudah terpolarisasi. Kepadatan energi superkapasitor dapat ditingkatkan

dengan meningkatkan tegangan dan kapasitansi. Untuk mencapai tujuan ini,

berbagai strategi telah diusulkan dalam literatur, yang melibatkan pengembangan

bahan baru, geometri baru dan elektrolit baru. Sebagian besar superkapasitor yang

tersedia di pasaran didasarkan pada elektroda karbon aktif (AC) dan elektrolit

organik. Meskipun teknologi karbon aktif dalam elektrolit organik sekarang sudah

berkembang, pengembangan dengan menggunakan karbon berpori baru dan atau

formulasi elektrolit diperlukan. Selain itu, solusi alternatif yang berdasarkan jenis

elektrolit lain harus diselidiki untuk mengembangkan sistem yang lebih baik atau

yang lebih murah (Gao, 2013).

4
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Energy/Environment Group in

CRMD menunjukkan bahwa karbon aktif superkapasitor memiliki tegangan sel

yang lebih tinggi dalam larutan natrium sulfat (Na2SO4) dibandingkan dalam

larutan H2SO4 atau KOH (Gao, 2013). Analisis elektrokimia karbon rumput laut

dalam Na2SO4 0,5 mol/L menunjukkan bahwa bahan elektroda dan pH elektrolit

mempengaruhi nilai kapasitansi dan stabilitas beda potensial karena adanya fungsi

nitrogen dalam karbon ini. Beda potensial yang dicapai 2,4 V dalam 0,5 mol/L

Na2SO4 (Bichat dkk., 2010). Dalam larutan elektrolit Li2SO4 nilai kapasitansi

spesifik dari karbon tinggi hingga 1000 Fg-1 (Lang dkk., 2011). Setelah

membandingkan berbagai larutan alkali sulfat pada suhu kamar, daya dan

kepadatan energi yang terbesar diperoleh untuk karbon aktif kapasitor simetris

yang beroperasi dalam larutan elektrolit K2SO4. Secara keseluruhan, penggunaan

alkali sulfat sebagai elektrolit menghilangkan sebagian efek korosi, dan ini

memberikan peluang untuk menghasilkan superkapasitor dengan kepadatan energi

tinggi yang ramah lingkungan, hemat biaya, dan aman (Gao, 2013).

Beberapa penelitian mengenai kinerja elektrokimia karbon aktif sebagai

penyimpanan energi superkapasitor telah dilakukan dalam elektrolit seperti

larutan elektrolit organik (Gao, 2013), larutan elektrolit netral (Bichat dkk., 2010),

larutan elektrolit ionik (Lin dkk., 2011), elektrolit asam dan basa (Lee dkk., 2013),

larutan elektrolit asetat (Piwek dkk., 2016), dan elektrolit redoks-additive (Zhang

dkk., 2018). Larutan garam seperti alkali asetat (Li2SO4, Na2SO4, dan K2SO4)

belum banyak diaplikasikan sebagai larutan elektrolit terutama dalam penentuan

kapasitansi spesifik karbon aktif tempurung kemiri.

5
Pada penelitian ini, penentuan kapasitansi spesifik karbon aktif tempurung

kemiri dilakukan dalam larutan elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 sehingga

elektrolit yang baik dalam meningkatkan nilai kapasitansi elektroda karbon aktif

pada superkapasitor dapat ditentukan. Adapun karakterisasi yang dilakukan terdiri

atas analisis kadar air, analisis kadar abu, penentuan luas permukaan dengan

menggunakan metilen biru dan spektrofotometer UV-Vis, karakterisasi

permukaan dengan SEM, analisis gugus fungsi dengan metode titrasi Boehm dan

FTIR, analisis struktur dan ukuran kristal dengan X-Rays difraction, serta

penentuan nilai kapasitansi spesifik elektroda menggunakan Cyclic Voltammetry.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:

1. bagaimana pengaruh aktivator H3PO4 terhadap sifat fisik dan kimia karbon

aktif tempurung kemiri?

2. bagaimana pengaruh larutan elektrolit Li2SO4, Na2SO4, dan K2SO4 terhadap

nilai kapasitansi spesifik karbon aktif tempurung kemiri?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menetukan atau membandingkan nilai

kapasitansi spesifik karbon aktif tempurung kemiri dalam larutan elektrolit litium

sulfat (Li2SO4), natrium sulfat (Na2SO4), dan kalium sulfat (K2SO4) sehingga

diperoleh larutan eletrolit yang baik untuk elektroda superkapasitor.

6
1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. menentukan pengaruh H3PO4 terhadap sifat fisik dan kimia karbon aktif

tempurung kemiri

2. menentukan pengaruh larutan elektrolit Li2SO4, Na2SO4, dan K2SO4

terhadap nilai kapasitansi spesifik karbon aktif tempurung kemiri dengan

metode Cyclic Voltammetry.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap pembuatan karbon aktif

dari tempurung kemiri, memberikan data mengenai pengaruh aktivator terhadap

sifat fisik dan kimia karbon aktif tempurung kemiri, dan memberikan informasi

mengenai data karakteristik karbon aktif tempurung kemiri sebagai bahan

penyimpanan energi elektrokimia dalam larutan elektrolit Li2SO4, Na2SO4, dan

K2SO4.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Superkapasitor sebagai Penyimpanan Energi Elektrokimia

Superkapasitor adalah perangkat penyimpan energi yang mirip dengan

baterai. Berbeda dengan baterai, superkapasitor dapat memberikan rapatan daya

(>10kWkg-1) dengan proses pengisian dan pengosongan muatan yang cepat dan

tingkat kestabilan yang tinggi (>106 siklus) (Vangari dkk, 2012). Teknologi

karbon yang digunakan pada kapasitor ini menciptakan area permukaan yang

sangat besar dengan jarak pemisah yang sangat kecil. Superkapasitor terdiri atas

dua elektroda yang direndam dalam larutan konduktif atau polimer konduktif

yang disebut elektrolit. Elektroda dipisahkan oleh pemisah/separator berbahan

dielektrik yang bukan hanya untuk mencegah agar tidak terjadi tumpang tindih

muatan pada kedua elektroda tetapi juga memiliki sifat listrik yang mempengaruhi

kinerja superkapasitor. Rangkaian superkapasitor diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rangkaian superkapasitor secara umum (Syarif, 2014)

Menurut Vuorilehto & Nuutinen (2014), komponen utama dari rangkaian

superkapasitor adalah:

8
a. aluminium tipis/aluminium foil yang dilekatkan dengan elektroda, aluminium

foil ini juga berfungsi sebagai pengumpul arus/current collector

b. elektroda yang berupa karbon dengan luas permukaan yang tinggi dan

bersifat konduktif dan ditambahkan binder atau perekat, sehingga bila muatan

listrik dihubungkan pada material, medan listrik yang dihasilkan berfungsi

seperti dielektrik yang membentuk lapisan ganda listrik dimana ketebalan

lapisan ganda listrik tersebut setipis molekul.

c. separator/pemisah yang berupa plastik atau kertas yang direndam dengan

elektrolit cair.

Bila potensial listrik diterapkan pada kedua elektroda, maka perbedaan

potensial terjadi pada antarmuka elektroda-elektrolit. Antarmuka elektrostatik ini

terdiri atas lapisan ganda antara ion dalam elektrolit dan muatan elektronik pada

elektroda. Pada superkapasitor, penyimpanan energi disebabkan oleh pemisahan

muatan elektronik dan ion pada antarmuka antara elektroda aktif

permukaan-permukaan yang tinggi dan larutan elektrolit.

Superkapasitor (atau kapasitor elektrokimia, atau ultrakapasitor),

berdasarkan elektroda karbon aktif, sebagian besar menyimpan muatan dalam

lapisan ganda listrik (EDL) yang terbentuk diantara permukaan

elektroda/elektrolit (Beeguin dan Frackowiak, 2013). Keuntungan utama dari

superkapasitor melibatkan kepadatan daya tinggi dan siklus hidup yang hampir

tidak terbatas (Gao, 2013).

Paten pertama superkapasitor menggunakan elektroda karbon berpori

dalam media larutan yaitu pada tahun 1957 oleh Becker yang ditugaskan ke

General Electric (Becker, 1957). Pada 1980-an, banyak perusahaan memproduksi

9
perangkat seperti kapasitor emas oleh Matsushita, dynacap oleh Elna,

ultrakapasitor PRI yang dirancang untuk aplikasi militer seperti persenjataan laser

dan sistem panduan rudal (Pandolfo dkk., 2006; Sharma dan Bhatti, 2010). Sejak

tahun 2000, superkapasitor telah secara efektif meresap dalam aplikasi industri

sebagian besar termasuk mobil, trem, bus, crane, forklift, turbin angin, perataan

beban listrik dalam sistem stasioner dan transportasi (Beeguin dan Frackowiak,

2013).

2.2 Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan padatan berpori yang dibuat dari bahan baku yang

mengandung karbon dengan proses khusus sehingga memiliki permukaan yang

aktif dan bersifat selektif pada penggunaannya. Proses khusus dalam pembuatan

karbon aktif meliputi proses aktivasi fisika dan aktivasi kimia yang dapat

membuat pori-pori dari bahan baku terbuka sehingga daya serapnya lebih besar

dari karbon biasa. Karbon aktif merupakan karbon amorf dengan luas permukaan

sekitar 300 sampai 2000 m2/gr. Luas permukaan karbon aktif besar karena

material ini mempunyai struktur pori-pori, sehingga karbon aktif mempunyai

kemampuan untuk menyerap (Surest dkk., 2008).

Karbon aktif banyak digunakan dalam berbagai aplikasi elektrokimia salah

satunya adalah sebagai bahan elektroda. Hal ini disebabkan oleh harga yang

murah, bahan dasar yang mudah didapat dari berbagai jenis bahan alam, sintesis

yang mudah, bentuk yang dapat diperoleh sebagai bubuk, fiber/serat, dan

komposit, luas permukaan yang besar dan porinya yang bisa diatur. Elektroda

karbon mudah terpolarisasi, stabil dalam larutan yang berbeda (asam, basa dan

10
aprotik) dan stabil dalam rentang temperatur tertentu (Marsh, 2006; Frackowiak

dkk, 2006).

Secara umum, proses pembuatan karbon aktif terdiri atas proses dehidrasi,

karbonisasi dan akitvasi. Pada dasarnya tahap dehidrasi digunakan untuk bahan

baku yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga dehidrasi perlu

dilakukan untuk menguapkan kandungan air yang berada pada bahan baku.

Tujuan dari karbonisasi ini untuk menghilangkan zat-zat yang mudah menguap

(volatile matter) yang terkandung pada bahan dasar. Aktivasi adalah bagian dalam

proses pembuatan karbon aktif yang bertujuan untuk membuka atau menciptakan

pori yang dapat dilalui oleh adsorbat atau memperbesar distribusi, ukuran pori

serta memperbesar luas permukaan dari karbon aktif dengan perlakukan fisika

maupun kimia. Aktivasi fisika dilakukan dengan mengalirkan uap air ataupun gas

pengoksidasi seperti oksigen, nitrogen (N 2) dan karbon dioksida (CO2) ke dalam

suatu reaktor pada rentang temperatur yang sangat tinggi yaitu 600-1000○C.

Reaksi gas yang mengalir dengan karbon akan melepaskan hidrogen dan CO

sehingga memperluas pori dan menghilangkan senyawa pengotor lainnya

sehingga pori-pori yang tertutup menjadi terbuka dan akhirnya memperluas

permukannya. Sementara itu, aktivasi kimia biasanya digunakan untuk bahan

baku yang mengadung lignoselulosa. Larutan kimia yang dipakai biasanya adalah

garam alkali, alkali tanah dan asam seperti KOH, NaOH, ZnCl2, K2CO3, H3PO4

dan H2SO4 (Yuliusman dan Diana, 2013).

Kualitas karbon aktif dapat dinilai berdasarkan persyaratan (SNI)

06-3730-1995 pada Tabel 1 (BSN, 1995).

11
Tabel 1. Standar Kualitas Karbon Aktif

Prasyarat kualitas
Uraian
Butiran Serbuk
Kadar air % Maks. 4,5 Maks. 15
Kadar abu % Maks. 2,5 Mas. 10

Daya serap terhadap yodium mg/g Min. 750 Min. 750

Daya serap metilen biru mg/g Min. 60 Min. 120

Karakterisasi karbon aktif umumnya menggunakan difraksi sinar-X

(XRD) dan Scanning Microscopy Electron (SEM). Di samping itu, Fourier

Transform Infra Red (FTIR) biasanya menjadi penunjang untuk analisis karbon

aktif. Difraksi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam

material dengan cara menentukan parameter struktur kisi melalui pemanfaatan

radiasi gelombang elektromagnetik sinar-X (Purbo dkk., 2009). Janes dkk., (2007)

mengkarakterisasi karbon nanopori menggunakan XRD untuk mengidentifikasi

perubahan struktur pada karbon nanopori dengan variasi suhu aktivasi. Pola XRD

karbon nanopori pada suhu aktivasi 1050 oC dan 1150 oC seperti pada Gambar 2

menunjukkan difraksi dengan sudut yang mendekati nilai 2θ = 43,5o yang

mengarah pada bentuk dasar grafit yang mengindikasikan strukur amorf pada

karbon nanopori.

Gambar 2. Karakteristik pola XRD dari sampel karbon nanopori dengan suhu
aktivasi 950 oC sampai 1150 oC (Janes dkk., 2007).

12
Analisis spektrofotometer IR digunakan untuk mengidentifikasi

gugus-gugus fungsi yang terdapat pada permukaan karbon aktif. Analisis ini

didasarkan pada perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Absorpsi inframerah

oleh suatu material dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yaitu kesesuaian antara

frekuensi radiasi inframerah dengan fungsional vibrasi dari gugus fungsional

dalam senyawa dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985).

2.3 Tempurung Kemiri sebagai Sumber Karbon Aktif

Biomassa lignoselulosa merupakan bahan baku potensial yang dapat

digunakan dalam sintesis material karbon berpori. Biomassa lignoselulosa terdiri

atas tiga komponen utama yang membentuk dinding selnya, yaitu selulosa,

hemiselulosa, dan lignin. Lignin mengandung 61 % elemen karbon yang lebih

banyak dibandingkan dengan sedangkan selulosa dan hemiselulosa

masing-masing memiliki 42 % dan 40 % (Darmawan dkk., 2016).

Penggunaan bahan biomassa untuk dijadikan karbon menjadi perhatian

saat ini karena mempunyai beberapa keuntungan secara ekonomi, lingkungan dan

sosial (Pari dkk, 2014). Beberapa material elektroda berbahan dasar karbon dari

biomassa yang juga merupakan limbah telah dilaporkan seperti ampas kacang

(Teng dkk, 2016), ampas kopi (Kamikuri dkk, 2014), limbah cangkang sawit

(Aziz dkk, 2016), keramik lantai (Tetra dkk, 2016), biji karet (Tetra dkk, 2015)

tepung singkong dan tapioka (Pari dkk, 2014), serta sekam padi (Thi dkk, 2014).

Kulit kemiri merupakan limbah organik yang dapat diuraikan namun

teksturnya cukup keras sehingga waktu yang lama dibutuhkan untuk

menguraikannya secara alamiah. Berbagai upayapun dilakukan untuk

memanfaatkan limbah kulit kemiri. Limbah kulit kemiri dapat digunakan untuk

13
menanggulangi penumpukkannya dan dapat menghasilkan produk yang berguna

seperti karbon aktif (Meilita dan Tuti 2003).

Seiring dengan berkembangnya industri, kebutuhan karbon aktif semakin

meningkat, baik untuk kebutuhan ekspor maupun domestik. Pada tahun 2000,

Indonesia mengekspor karbon aktif sebesar 10.205 ton. Selanjutnya Asian and

Pasific Coconut Community (Bansal, 2005) mengimpor karbon aktif dari

Indonesia tahun 2005 sebesar 25.671 ton.

Menurut Integrated Taxonomic Information System (2018), tata nama

Kemiri (Aleurites moluccana) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Aleurites

Spesies : Aleurites moluccana (L.) Willd.

Tempurung kemiri memiliki kandungan lignin tertinggi. Sehingga

kandungan lignin tinggi dalam kemiri memberikan hasil yang sama tinggi untuk

karbon aktifnya. Adapun kadar senyawa kimia yang terdapat dalam kemiri

ditunjukkan pada Tabel 2.

14
Tabel 2. Komposisi kimia tempurung kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd.)
(Darmawan dkk., 2016)

Komposisi kimia Kadar (%)


Selulosa 25,77
Hemiselulosa 28,73
Total lignin 36,02
Klason 36,00
Lignin terlarut asam 0,02
Alkohol – benzena terlarut 8,53

Lignoselulosa merupakan unsur yang banyak mengandung karbon.

Lignoselulosa terdiri atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Material yang

mengandung lignin memiliki kandungan karbon sekitar 35 % - 40 %, densitas

yang rendah sekitar 0,3 kg/m3 - 0,4 kg/m3, dan kandungan abu yang sangat sedikit

(Manocha, 2003).

Aktivasi kimiawi biasanya digunakan untuk bahan baku yang mengandung

lignoselulosa. Pada aktivasi ini, karbon dicampur dengan larutan kimia yang

berperan sebagai activating agent. Activating agent ini berperan sebagai

dehydrating agent yang akan mempengaruhi dekomposisi pirolisis, menghambat

pembentukan tar, dan mengurangi pembentukan asam asetat, dan metanol

(Ahmadpour, 1995; Lillo dkk, 2003; Manocha, 2003).

Menurut Laos dkk (2016), karbon aktif dapat diperoleh dari kulit kemiri

yang diaktifkan dengan menggunakan zat aktivator berupa H3PO4 dengan

konsentrasi 2,5 % selama 24 jam dan disintering pada suhu 200 ○C, 250 ○C,

300 ○C, 350 ○C dan 400 ○C. Karbon aktif yang dihasilkan cukup baik dan

memenuhi standar SNI dengan hasil pengujian kadar air yaitu antara

4,15 % -14,35% dimana standar SNI maksimum 15 %, hasil pengujian kadar abu

15
maksimal yaitu 8,5 % dengan standar SNI minimum 10 %. Daya serap iodin

252,97 mg/g dengan standar SNI minimum 750 mg/g, dan semakin tinggi suhu

sintesis maka semakin baik daya serap karbon aktif terhadap metilen biru

sehingga limbahnya semakin jernih.

2.4 Pengaruh Elektrolit terhadap Nilai Kapasitansi

Electrical double-layer capacitor (EDLCs), juga dikenal sebagai

superkapasitor, adalah perangkat penyimpanan energi yang berdasarkan elektroda

karbon aktif (AC) dan menghasilkan daya yang tinggi dalam waktu singkat

dengan siklus hidup yang sangat baik. Kepadatan energi (E) kapasitor

elektrokimia dinyatakan dengan persamaan (1) (Beeguin dkk., 2013):

E = ½ CU2 (1)

dimana 'C' adalah kapasitansi dan 'U' tegangan listrik atau beda potensial;

tegangan maksimum bergantung pada stabilitas elektrokimia dari elektrolit.

Performa sebuah superkapasitor dapat disesuaikan dengan mengubah sifat

elektrolit. Sebuah superkapasitor dapat memanfaatkan larutan atau elektrolit

organik. Elektrolit seperti H2SO4 dan KOH, umumnya memiliki ESR/tahanan seri

yang lebih rendah dan memiliki ukuran pori lebih kecil dibandingkan dengan

elektrolit organik, seperti asetonitril. Namun, larutan elektrolit juga memiliki

tegangan breakdown yang lebih rendah. Oleh karena itu, pemilihan antara larutan

elektrolit atau organik harus mempertimbangkan kapasitansi, dan tahanan dalam.

Performa superkapasitor dapat diuji dengan sistem yang berbeda, misal Cyclic

Voltammetry (CV) dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). Sistem

pengukuran akan menghasilkan performance dari kapasitansi spesifik, jendela

16
potensial stabilitas charging/discharging, waktu pemakaian dan tahanan listrik

dari superkapasitor (Kötz dkk., 2001; Ruiz dkk., 2009).

Komponen utama dari superkapasitor adalah permukaan elektroda yang

luas, elektrolit yang memberikan muatan ion, dan separator sebagai pemisah

antara permukaan elektroda yang meningkatkan nilai kapasitansi. Superkapasitor

menggunakan lapisan rangkap listrik pada antarmuka elektroda/elektrolit dimana

terjadi akumulasi ion pada permukaan elektroda karena adanya tarikan

elektrostatik (Zhou dkk., 2013). Luas permukaan yang tinggi, memberikan nilai

kapasitansi yang tinggi juga jika semua pori dapat diakses oleh ion dan material

karbon mempunyai tingkat kebasaan yang baik (Frackowiak, 2006).

Material elektroda utama untuk kapasitor adalah karbon aktif (AC) tapi

tidak mudah untuk mengontrol porositasnya, ukuran pori, dan perbandingan

mikor/meso. Prinsip penyimpanan energi pada superkapasitor adalah akumulasi

muatan elektrostatik pada antarmuka elektroda dan elektrolit seperti pada Gambar

3 (Chen dan Liming, 2013).

Gambar 3. Skema proses charging/discharging dalam superkapasitor (Chen dan


Liming, 2013)

Elektrolit adalah larutan yang mengandung ion yang berperilaku sebagai

media elektrik konduktif. Elektrolit kimia umumnya ada sebagai larutan asam,

basa, atau garam. Elektrolit yang digunakan pada superkapakitor dapat

17
memainkan peran penting dalam mencapai rapatan daya dan energi yang

diinginkan. Jika elektrolit rusak pada voltase yang relatif rendah, sel

superkapasitor mungkin tidak memiliki energi atau kerapatan daya yang cukup

tinggi. Proses ini adalah difusi dan pergerakan ion-ion ini yang memungkinkan

terbentuknya muatan yang berlawanan pada antarmuka elektroda yang

menyebabkan penyimpanan muatan. Bila tidak ada bias potensial yang diterapkan

pada superkapasitor, ion-ion dalam elektrolit didistribusikan secara acak. Begitu

ada bias potensial, anion tertarik ke lapisan elektroda positif dan kation sebaliknya

beralih ke lapisan elektroda negatif. Dengan demikian, faktor yang menghambat

gerak ion dapat menyebabkan menurunnya kemampuan superkapasitor. Dengan

mekanisme yang melibatkan difusi melalui materi (dalam hal ini ion melalui

membran pemisahan, atau ke lokasi adsorpsi elektroda), beberapa parameter dapat

mempengaruhi gerak ionik: ukuran ion elektrolit, viskositas elektrolit,

keterbasahan permukaan, dan berat molekul elektrolit. Superkapasitor yang ideal

memiliki luas permukaan tinggi yang memungkinkan dengan sebanyak mungkin

ion dapat mencapai permukaan elektroda tanpa adanya hambatan sifat kimiawi

(struktur ikatan, massa, reaktivitas, keasaman, dll.) Elektrolit menjadi perhatian

untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap pergerakan ion melalui membran

pemisah/separator dan permukaan elektroda. Sampai batas tertentu, ada distribusi

ion lapisan difusi pada elektroda. Suatu jenis elektrolit yang disebut cairan ionik

suhu ruangan dapat digunakan pada superkapasitor. Cairan ini adalah larutan

elektrolit dengan suhu leleh di bawah suhu kamar (Boyea dkk, 2007)

Elektrolit larutan netral seperti alkali sulfat dapat mencapai tegangan yang

lebih tinggi dengan kapasitor karbon/karbon simetris daripada yang umumnya

18
diperoleh dalam media asam atau basa. Dalam penelitian sebelumnya, jendela

potensial stabilitas sekitar 2,0 V telah ditunjukkan dengan karbon aktif dalam

Na2SO4 0,5 molL-1 (Demarconnay dkk., 2010). Fic dkk., (2012) melaporkan

bahwa di antara tiga elektrolit (Li2SO4, Na2SO4, K2SO4) 1 molL-1 larutan lithium

sulfat memberikan hasil terbaik. Tegangannya sangat besar, terutama untuk ion

Li+ dan SO42-. Tegangan operasi tertinggi 2,2 V dengan stabilitas siklus yang luar

biasa telah ditunjukkan dalam Li2SO4, hidrasi yang lebih kuat dari Li+

dibandingkan dengan ion Na+ dan K+ bertanggung jawab untuk tegangan yang

lebih besar dalam larutan Li2SO4. Penyebaran muatan yang baik dan nilai

kapasitansi tertinggi 140 Fg-1 dicapai dalam 1 molL-1 Li2SO4. Oleh karena itu,

nilai kapasitansi yang disajikan pada Gambar 4 dinyatakan per massa satu

elektroda.

Pengisian muatan dan nilai kapasitansi terbaik dicapai larutan Li2SO4. Ini

sangat terkait dengan mobilitas ion logam alkali, meningkat sebagai berikut: Li+ <

Na+ < K+. Tidak seperti sistem pseudocapacitive, di mana transfer ion yang cepat

ke antarmuka elektroda/elektrolit diperlukan untuk proses redoks cepat, pengisian

sederhana dan pemakaian lapisan ganda listrik pada EDLCs tidak memerlukan

mobilitas ion yang sangat tinggi. Oleh karena itu, mobilitas tinggi dapat

memperburuk penyebaran muatan yang cepat dan efisien. Hasil yang diperoleh

untuk tiga larutan logam alkali (Li, Na, K) sulfat membuktikan dengan jelas

asumsi ini. Untuk kecepatan pemindaian yang relatif lambat (1 mVs-1) perbedaan

dalam penyebaran muatan tidak signifikan untuk ketiga larutan, namun, nilai

kapasitansi adalah yang tertinggi pada larutan Li2SO4 (170 Fg-1) bila

dibandingkan dengan 105 Fg-1 untuk Na2SO4 dan 78 Fg-1 untuk K2SO4; pada

19
tingkat pemindaian sedang (10 mVs-1) Li2SO4 tampaknya masih merupakan

elektrolit yang paling menjanjikan, dengan mempertimbangkan penyebaran

muatan dan nilai kapasitansi (153 Fg-1) (Fic dkk., 2012).

Gambar 4. Voltammogram siklik pada laju pemindaian yang berbeda (masing-


masing 1, 10 dan 100 mVs-1) dengan nilai kapasitansi untuk
kapasitor karbon-karbon yang beroperasi dalam 1 molL-1 larutan
logam alkali (Li, Na, K) sulfat (Fic dkk., 2012).

Pada laju pemindaian cepat (100 mVs-1), karakter voltammogram yang

cukup resistif menunjukkan beberapa kesulitan dalam perambatan muatan, nilai

kapasitansi tertinggi yaitu 76 Fg-1 masih dipertahankan Li2SO4, secara signifikan

lebih tinggi daripada Na2SO4 (28 Fg-1) dan K2SO4 (23 Fg-1). Untuk mendapatkan

nilai kapasitansi yang andal, teknik pengisian/pengosongan galvanostatik

diterapkan menggunakan berbagai densitas, mis., dari 0,2 hingga 50 Ag-1. Hasil

ini disajikan pada Gambar 5 (Fic dkk., 2012).

Selain itu, teknik ini benar-benar membuktikan kecenderungan yang

ditunjukkan oleh voltametri siklik. Dapat dilihat bahwa nilai kapasitansi tertinggi

diperoleh Li2SO4. Dalam kisaran kerapatan arus dari 0,2 A hingga 10 Ag-1

kapasitansi elektroda di atas 100 Fg-1, namun, penurunan yang signifikan dapat

diamati untuk nilai-nilai ini (178 Fg-1 pada 0,25 Ag-1 dan 102 Fg-1 pada 10 Ag-1)

(Fic dkk., 2012).

20
Gambar 5. Kapasitansi vs muatan untuk berbagai larutan logam alkali sulfat (Fic
dkk., 2012).

Dalam larutan Na2SO4 kapasitansi pada 0,2 Ag-1 adalah 130 Fg-1, 72 Fg-1

pada 10 Ag-1 dan sedikit menurun menjadi 55 Fg-1 pada 50 Ag-1. Hasil yang sama

diperoleh untuk larutan K2SO4, yaitu, penurunan yang signifikan dari nilai

kapasitansi dari 114 Fg-1 hingga 50 Fg-1 dalam kisaran densitas dari 0,2 Ag-1

hingga 10 Ag-1. Penurunan lebih lanjut dari nilai kapasitansi pada kepadatan arus

tinggi dari 10 hingga 50 Ag-1 agak berkurang, mencapai nilai dari 50 hingga

29 Fg-1. Hasil terbaik yang diperoleh larutan Li2SO4 mungkin dijelaskan oleh

dimensi ion. Telah diketahui bahwa ion logam alkali sangat terlarut dalam larutan

air dengan peningkatan diameter kompleks pelarut ion dalam urutan K+ < Na+ <

Li+. Tentu saja, agak tidak mungkin untuk secara tepat menentukan jumlah

molekul air di sekitar kation logam alkali, dengan mempertimbangkan bahwa

jumlah elektrolit adalah sistem yang dinamis dan angka-angka itu dapat dengan

mudah berubah (Fic dkk., 2012).

Nilai kapasitansi tertinggi yang diperoleh untuk ion terbesar dan paling

terlarut, yaitu Li+ yang bahkan dikelilingi oleh 27 molekul air dapat dijelaskan

21
dengan mobilitasnya yang buruk dan koefisien difusi yang rendah. Kedua kation

Na+ dan K+ dicirikan oleh mobilitas dan koefisien difusi yang lebih tinggi, oleh

karena itu Na+ dan K+ dapat bermigrasi ke dalam jumlah elektrolit selama

pemakaian dan kembalinya Na+ dan K+ ke antarmuka elektroda/elektrolit selama

pengisian mungkin tidak begitu cepat. Selain itu, ketika mempertimbangkan

dimensi ion dan energi solvasi, mungkin juga diasumsikan bahwa kation Li+

terlarut lebih baik menghindari desolvasi (Fic dkk., 2012). Hasil ini memberikan

informasi berharga untuk mengeksplorasi lebih lanjut mengenai superkapasitor.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung

kemiri, H3PO4 85 %, metilen biru, Na2CO3, NaHCO3, NaOH, HCl,

Na2B4O7.10H2O, H2C2O4.2H2O, akuades, HNO3 6 N, KBr, Li2SO4 0,5 M, Na2SO4

0,5 M, K2SO4 0,5 M, indikator metil merah, indikator fenolftalin, kawat tembaga,

kawat platina, elektroda Ag/AgCl, elektroda Pt, parafin, parafilm, kertas saring

Whatman nomor 42 dan kertas pH universal.

3.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas yang

biasa digunakan di laboratorium, tanur (Muffle furnace tipe 6000), hot plate,

ayakan ukuran 100 mesh, desikator, labu semprot, cawan porselin, mortar

porselin, lumpang, pompa vakum, solder uap, pipet, oven (tipe SPNISOSFD),

pengaduk magnet (CERAMAG Midi), neraca analitik (Shimadzu AW220), SEM,

XRD, FTIR (Shimadzu IR Prestige21), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-

2600) dan peralatan Cyclic Voltammetry (Potentiostats EA161).

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan April sampai Oktober 2019 di Laboratorium

Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Terpadu

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Hasanuddin, dan Laboratorium FMIPA Institut Teknologi Bandung.

23
3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.4.1.1 Pembuatan Larutan Na2CO3 0,05 N

Padatan Na2CO3 ditimbang sebanyak 1,3250 g, kemudian dilarutkan

dengan akuades sebanyak 25 mL, larutan dipindahkan ke dalam labu ukur

250 mL, dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur hingga

homogen (Jeffery dkk., 1989).

3.4.1.2 Pembuatan Larutan NaHCO3 0,05 N

Padatan NaHCO3 ditimbang sebanyak 1,0500 g, dilarutkan dengan

akuades sebanyak 25 mL, larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL,

dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur hingga homogen

(Jeffery dkk., 1989).

3.4.1.3 Pembuatan Larutan NaOH 0,05 N

Padatan NaOH ditimbang sebanyak 0,5000 g, dilarutkan dengan akuades

sebanyak 25 mL, larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL, dihimpitkan

dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur hingga homogen (Jeffery dkk.,

1989).

3.4.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,05 N

Larutan HCl 37 % dipipet sebanyak 1,0300 mL ke dalam labu ukur

250 mL, kemudian dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur

hingga homogen (Jeffery dkk., 1989).

24
3.4.1.5 Pembuatan Larutan Na2B4O7 0,05 N

Larutan Na2B4O7.10H2O ditimbang sebanyak 0,9530 g, kemudian

dilarutkan dengan akuades sebanyak 25 mL, larutan dipindahkan ke dalam labu

ukur 100 mL, dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan

(Jeffery dkk., 1989).

3.4.1.6 Pembuatan Larutan H2C2O4 0,05 N

Padatan H2C2O4.2H2O ditimbang sebanyak 0,3150 g, kemudian dilarutkan

dengan akuades sebanyak 25 mL, larutan dipindahkan ke dalam labu ukur

100 mL, dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur hingga

homogen (Jeffery dkk., 1989).

3.4.1.7 Standarisasi Larutan HCl dengan larutan Na2B4O7 0,05 N

Larutan Na2B4O7 dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam

erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan indikator metil merah sebanyak

2-3 tetes lalu dititrasi dengan HCl hingga berubah warna. Volume HCl yang

digunakan dicatat. Titrasi dilakukan secara triplo dan konsentrasi larutan HCl

dihitung (Jeffery dkk., 1989).

3.4.1.8 Standarisasi Larutan NaOH dengan larutan H2C2O4 0,05 N

Larutan H2C2O4 0,05 N dipipet sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer,

ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalin, dititrasi dengan larutan NaOH hingga

terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda, volume NaOH dicatat.

Titrasi dilakukan secara triplo dan konsentrasi larutan NaOH dihitung (Jeffery

dkk., 1989).

25
3.4.1.9 Pembuatan Larutan Li2SO4 0,5 M

Lithium sulfat ditimbang sebanyak 2,7485 g, kemudian Li2SO4 dilarutkan

dengan akuades sebanyak 25 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur

50 mL, kemudian larutan dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan

dicampur hingga homogen.

3.4.1.10 Pembuatan Larutan Na2SO4 0,5 M

Natrium sulfat ditimbang sebanyak 3,551 g, kemudian Na2SO4 dilarutkan

dengan akuades sebanyak 25 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur

50 mL, kemudian larutan dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan

dicampur hingga homogen.

3.4.1.11 Pembuatan Larutan K2SO4 0,5 M

Kalium sulfat ditimbang sebanyak 4,3567 g, kemudian K2SO4 dilarutkan

dengan akuades sebanyak 25 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur

50 mL, kemudian larutan dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan

dicampur hingga homogen.

3.4.1.12 Pembuatan Larutan Metilen Biru 5000 ppm

Metilen biru ditimbang sebanyak 1,25 gram, kemudian dilarutkan dengan

akuades sebanyak 25 mL larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL,

dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur hingga homogen

(Jeffery dkk., 1989).

26
3.4.1.13 Pembuatan Larutan Metilen Biru 50 ppm

Larutan metilen biru 500 ppm dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur

100 mL, kemudian dihimpitkan dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur

hingga homogen.

3.4.1.14 Pembuatan Larutan Standar Metilen Biru 0,5, 1, 2, 4, dan 8 ppm

Larutan metilen biru 50 ppm dipipet masing-masing sebanyak 1 mL,

2 mL, 4 mL, 8 mL dan 16 mL kedalam labu ukur 100 mL, kemudian dihimpitkan

dengan akuades hingga tanda batas dan dicampur hingga homogen.

3.4.2 Pembuatan Karbon Aktif Tempurung Kemiri

3.4.2.1 Preparasi Sampel

Preparasi tempurung kemiri dilakukan dengan cara mencuci tempurung

kemiri untuk membersihkan kotoran-kotoran (sisa-sisa daging buah kemiri,

kerikil, tanah) dan dikeringkan dengan cara dijemur. Kemudian dipecah

kecil-kecil.

3.4.2.2 Karbonisasi Tempurung Kemiri

Tempurung kemiri yang sudah bersih dan kering dipecah kecil-kecil.

Tempurung kemiri kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu

dikarbonisasi dalam tanur pada temperatur 750 oC selama 90 menit. Proses ini

akan menghasilkan karbon tempurung kemiri. Setelah karbonisasi, karbon yang

dihasilkan kemudian didinginkan, dihaluskan, lalu diayak dengan ukuran

100 mesh (Efendi dan Astuti, 2016).

27
3.4.2.3 Aktivasi Karbon Tempurung Kemiri

Karbon tempurung kemiri direndam dalam larutan H3PO4 2,5 % dengan

perbandingan volume H3PO4 : massa karbon yaitu 5:1. Campuran diaduk

kemudian didiamkan selama 20 jam. Setelah itu, disaring menggunakan corong

Buchner kemudian dicuci dengan akuades berulang-ulang hingga filtrat pH netral

dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 2 jam. Selanjutnya, karbon

aktif tempurung kemiri didinginkan dalam desikator (Efendi dan Astuti, 2016).

3.4.3 Pembuatan Elektroda Karbon

Badan elektroda dibuat dengan cara menyambungkan kawat Tembaga

(Cu) dan kawat Platinum (Pt) menggunakan solder uap. Kemudian dimasukkan ke

dalam pipet yang selanjutnya direkatkan dengan parafilm. Karbon aktif dicampur

dengan lilin parafin dengan perbandingan massa karbon/massa lilin parafin adalah

1 : 1 dan diaduk sampai homogen menggunakan spatula pada cawan petri. Setelah

itu, pasta karbon dimasukkan ke dalam badan elektroda dengan cara ditekan

menggunakan spatula agar memadat (Vytras dkk., 2009; Wachid dan Setiarso,

2014).

3.4.4 Karakterisasi Material

3.4.4.1 Penentuan Kadar Air

Karbon tempurung kemiri dan karbon aktif masing-masing ditimbang

sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya

dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Kemudian karbon

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dimasukkan kembali ke

dalam oven selama 30 menit dan didinginkan kembali dalam desikator. Percobaan

28
diulangi sampai bobotnya tetap dan ditentukan kadar airnya dalam persen (%).

Kadar zat menguap arang dapat dihitung dengan rumus pada persamaan (2).

berat sampel awal - berat kering sampel


Kadar air (%) = x 100 % (2)
berat sampel awal

3.4.4.2 Penentuan Kadar Abu

Cawan porselin yang telah bersih dikeringkan dalam oven pada suhu

115 ○C selama 2 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit,

kemudian ditimbang bobot kosongnya. Karbon tempurung kemiri dan karbon

aktif masing-masing sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut.

Kemudian dimasukkan dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 600 oC selama

6 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang bobotnya.

Kadar abu karbon dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan

(3).

massa abu
Kadar abu (%) = x 100 % (3)
berat sampel

3.4.4.3 Penentuan Luas Permukaan

Luas permukaan karbon tempurung kemiri dan karbon aktif dapat

ditentukan dengan menggunakan metilen biru yang didasarkan pada kemampuan

adsorpsi karbon terhadap senyawa metilen biru. Sebanyak 0,3 gram karbon aktif

dan karbon tempurung kemiri masing-masing dicampurkan dengan 25 mL larutan

metilen biru 5000 ppm kemudian distirer selama 90 menit. Selanjutnya campuran

disaring, kemudian filtrat yang dihasilkan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang maksimum. Adapun larutan standar dibuat dari larutan metilen biru

dengan konsentrasi 0,5; 1; 2; 4; dan 8 ppm yang diukur absorbansinya pada pada

29
λ maksimum 664 nm, lalu dibuat kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi

sampel.

Karbon aktif yang telah diaktivasi ditentukan luas permukaannya dengan

metode adsorpsi metilen biru. Banyaknya metilen biru yang diadsorpsi sebanding

dengan luas permukaan adsorben. Konsentrasi metilen biru yang teradsorpsi dapat

dihitung dengan rumus pada persamaan (4).

(Co - Ce ) x Volume Larutan


Xm = (4)
massa karbon

Setelah menghitung konsentrasi metilen biru yang teradsorpsi, dapat

ditentukan luas permukaan metilen biru berdasarkan rumus pada persamaan (5),

Xm . N . a
S= (5)
Mr

dimana, Xm adalah berat adsorbat teradsorpsi (mg/g), C o dan Ce masing-masing

adalah konsentrasi awal dan konsentrasi akhir (ppm), N adalah bilangan

Avogadro (6,02 x 1023 mol-1), Mr adalah berat molekul metilen biru

(320,5 g/mol), a adalah luas permukaan 1 molekul metilen biru (197 x 10 -20 m2)

dan S adalah luas permukaan adsorben (m2/g) (Labbanni’ dkk., 2015).

3.4.4.4 Karakterisasi Permukaan Material dengan SEM

Sebelum dianalisis, sampel diusahakan dalam keadaan kering dan bebas

uap air. Sampel film ditempelkan pada sel holder dengan perekat ganda, kemudian

dilapisi dengan logam emas dalam keadaan vakum. Setelah itu, sampel

dimasukkan pada tempatnya di dalam SEM. Gambar topografi diamati dan

dilakukan perbesaran 1000 kali.

30
3.4.4.5 Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR

Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FTIR model

Shimadzu 820 IPC di Laboratorium Kimia Terpadu Jurusan Kimia FMIPA

Unhas dengan preparasi sampel metode pellet KBr. Preparasi sampel dilakukan

dengan 1-10 mg sampel dihaluskan dan dicampur dengan 100 mg KBr dan

dicetak menjadi cakram tipis atau pelet lalu dianalisis.

3.4.4.6 Karakterisasi Struktur dan Ukuran Kristal dengan X-Rays difraction

Analisis struktur karbon tempurung kemiri dan karbon aktif dilakukan

dalam bentuk serbuk lolos saringan 100 mesh menggunakan perangkat XRD.

Menghitung besar ukuran kristal (nm) dapat dilihat pada Persamaan 6 (Sandi dan

Astuti, 2014):


D= (6)
B cos θ

Dimana:

λ = 0,15406 nm (panjang gelombang radiasi Cu atau Ca);

B = lebar setengah puncak maksimum (rad);

K = Konstanta material = 0,9;

θ = sudut bragg puncak difraksi;

D = ukuran kristal (nm).

3.4.4.7 Penentuan Gugus Fungsi Asam dan Basa Total dengan Metode Titrasi

Boehm

Karbon tempurung kemiri dan karbon aktif masing-masing ditimbang

sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam 4 buah gelas kimia yang berisi larutan

Na2CO3 0,05 N, NaHCO3 0,05 N, NaOH 0,05 N (untuk penentuan gugus

31
fungsional asam) dan HCl 0,05 N (untuk penentuan gugus fungsional basa)

masing-masing sebanyak 25 mL, kemudian campuran didiamkan selama 24 jam

dan disaring. Filtrat yang telah dipisahkan, masing-masing dipipet sebanyak

10 mL dari larutan Na2CO3, NaHCO3 dan NaOH, kemudian ditambahkan HCl

0,05 N berlebih, lalu ditirasi balik dengan menggunakan larutan NaOH 0,05 N.

Sedangkan filtart HCl dipipet sebanyak 10 mL dan ditambahkan NaOH 0,05 N

berlebih, kemudian dititrasi balik dengan menggunakan HCl 0,05 N.

Titrasi Boehm mengasumsikan bahwa NaHCO3 dapat menetralkan gugus

karboksil, Na2CO3 dapat menetralkan gugus karboksil dan lakton, NaOH dapat

menetralkan gugus karboksil, lakton dan fenol, dan HCl dapat menetralkan gugus

basa total. Analisis gugus asam total dan basa total dapat menggunakan rumus

pada persamaan (7 - 10) (Goertzen dkk., 2010).

Vp
[VNaH𝐶𝑂3 NNaH𝐶𝑂3 - (NHCl VHCl - NNaOH VNaOH )]
Vs
ncarboxylic = (7)
w
Vp
[V𝑁𝑎2𝐶𝑂3 N𝑁𝑎2𝐶𝑂3 - (NHCl VHCl - NNaOH VNaOH )]
Vs
nlactonic = - ncarboxylic (8)
w
Vp
[VNaOH NNaOH - (NHCl VHCl - NNaOH VNaOH )]
Vs
nphenolic = - ncarboxylic - nlactonic (9)
w
Vp
[ VHCl NHCl - (NNaOH VNaOH - NHCl VHCl ) ]
Vs
ntotal base = (10)
w

3.4.4.8 Penentuan Kapasitansi Spesifik dengan Metode Cyclic Voltammetry

Elektroda pasta karbon diukur kapasitansi spesifik penyimpanan energinya

dengan menggunakan teknik cyclic voltammetry. Pengukuran ini menggunakan

alat Potensiostat EA161 dengan tiga elektroda yaitu elektroda Pt, elektroda

32
Ag/AgCl dan elektroda pasta karbon. Pengujian elektroda dilakukan dengan nilai

laju scan 10, 20, dan 50 mV/s menggunakan larutan elektrolit 0,5 M Li2SO4,

Na2SO4, K2SO4 sehingga diperoleh data voltammogram, kemudian dihitung nilai

kapasitansi spesifik penyimpanan energinya menggunakan rumus berikut:

Ic – Id
Cs = (11)
vxm

dimana, Cs adalah nilai kapasitansi spesifik (F/g), Ic adalah arus charge (A), Id

adalah arus discharge (A), v adalah scanrate (V/s) dan m adalah massa elektroda

karbon aktif (g) (Himmaty dan Endarko, 2013).

33
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil karakterisasi sampel karbon tempurung kemiri

dan karbon aktif tempurung kemiri melalui analisis proksimat (kadar air dan

kadar abu), analisis morfologi permukaan dengan SEM (Scanning Electron

Microscope), analisis luas permukaan dengan metode metilen biru dan

spektrofotometri UV-Vis, analisis gugus fungsional dengan titrasi Boehm dan

FTIR, analisis struktur dan ukuran kristal dengan XRD, serta analisis nilai

kapasitansi spesifik dengan metode voltammetri siklik menggunakan elektrolit

Li2SO4, Na2SO4, dan K2SO4.

4.1 Karbonisasi dan Aktivasi Karbon Tempurung Kemiri

Karbonisasi adalah proses pembakaran material organik pada bahan baku

yang akan menyebabkan terjadinya dekomposisi material organik dan

pengeluaran pengotor dimana sebagian besar unsur non-karbon akan hilang pada

tahap ini. Karbonisasi menggunakan tanur pada suhu 750 oC selama 90 menit

karena menurut Efendi dan Astuti (2016), ukuran pori yang didapatkan mulai

membesar jika suhu karbonisasi diatas 700 oC.

Setelah dikarbonisasi, karbon diayak dengan pengayak berukuran

100 mesh untuk mereduksi ukurannya. Karena ukuran partikel karbon yang kecil

memberikan luas permukaan yang besar. Selain itu, hal ini dilakukan agar karbon

memiliki ukuran partikel yang sama (Labbani dkk., 2015).

Komposisi dari karbon dan activator dalam proses aktivasi karbon akan

mempengaruhi produk akhir material. Semakin tinggi konsentrasi H3PO4 maka

34
akan membentuk spesies polipospat yang panjang (Ali dkk., 2014) yang kemudian

reaksi ini disertai dengan tranformasi kimia berlanjut seperti degradasi, dehidrasi,

kondensasi sehingga meningkatkan gugus fungsional, porositas karbon, sifat

aromatik dan menurunkan karakter gugus alifatiknya (Dastgheib dan Rockstraw,

2001; Nahil dan Williams, 2012; Jagtoyen dan Deryshire, 1998; Yakout dan

El-Deen, 2016; Timur dkk., 2006). Reaksi aktivator H3PO4 dengan karbon dapat

dilihat pada Gambar 6 (Li dkk., 2012).

Gambar 6. Reaksi aktivator H3PO4 pada material karbon (Li dkk., 2012).

Selain bereaksi dengan atom C, reaksi lain yang terjadi saat aktivasi

karbon dengan H3PO4 dapat dilihat pada Gambar 7 (Masson, 2008).

35
Gambar 7. Reaksi pengikatan air oleh Phosphorus(V) Oxide (Masson, 2008).

Senyawa P4O10 sebagai sisa hasil reaksi yang tidak lagi bereaksi dengan

karbon, dapat berperan sebagai agen pendehidrasi sesuai reaksi pada Gambar 7

(Masson, 2008).

4.2 Analisis Kadar Air dan Kadar Abu Material Karbon

Analisis kadar air dan kadar abu dilakukan untuk menentukan kualitas

sampel karbon tempurung kemiri dan karbon aktif tempurung kemiri agar sesuai

dengan standar SNI. Hasil analisis dan perbandingan kadar air dan kadar abu

dapat dilihat pada Gambar 8.

5.5000
5.4000
5.3000
5.2000
5.1000
5.0000
4.9000
4.8000
KTK KATK
Uap Air (%) 5.4464 5.0577
Abu (%) 5.2942 5.1274
Gambar 8. Grafik analisis kadar air dan kadar abu KTK dan KATK

36
Pada gambar tersebut diketahui bahwa kadar air karbon tempurung kemiri

yaitu sebesar 5,4464 %. Sedangkan kadar air karbon aktif tempurung kemiri

menurun yaitu sebesar 5,0577 %. Hal ini menunjukkan kualitas karbon aktif yang

dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik. Kadar air yang terkandung sesuai

persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3703-1995 yaitu

maksimum 15%.

Penurunan kadar air sangat erat hubungannya dengan sifat higrokopis dari

aktivator H3PO4, dimana karbon aktif mempunyai sifat afinitas yang besar

terhadap air. Terikatnya molekul air yang ada pada karbon aktif oleh aktivator

menyebabkan pori-pori pada karbon aktif semakin besar. Semakin besar pori-pori

maka luas permukaan karbon aktif semakin bertambah (Laos dkk., 2016).

Kadar abu merupakan banyaknya kandungan oksida logam yang terdiri

dari mineral-mineral dalam suatu bahan yang tidak dapat menguap pada proses

pengabuan (Budiono, 2009). Dari Gambar 8 terlihat bahwa kadar abu karbon

tempurung kemiri menurun setelah diaktivasi dengan H3PO4. Kadar abu karbon

tempurung kemiri yaitu sebesar 5,2942 %. Sedangkan kadar abu pada karbon aktif

tempurung kemiri yaitu sebesar 5,1274 %. Keseluruhan kadar abu yang diperoleh

pada penelitian ini telah memenuhi SNI 06-3703-1995 yaitu dibawah 10%.

Pada karbon aktif, kadar abu diupayakan sekecil mungkin karena akan

menurunkan kemampuan daya serapnya baik dalam bentuk gas maupun larutan.

Kandungan abu dapat berupa kalsium, kalium, magnesium dan natrium yang

dapat menutup dan menghalangi pori-pori karbon aktif (Manocha, 2003).

37
4.3 Karakterisasi dengan FTIR dan Titrasi Boehm

Karakterisasi material karbon dilakukan dengan menggunakan FTIR untuk

mengidentifikasi perubahan gugus fungsional dari KTK dan KATK serta

konsentrasi gugus asam dan basa dari material karbon ditentukan melalui metode

titrasi Boehm. Hasil analisis FTIR dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 3.

KATK
2927.94
3165.19

1647.21
3277.06

C-H
O-H =C-H C=C

1064.71
1132.21
%T

KTK C-O
2922.16

1118.71
1056.99
3414.00

C-H 1535.34
C=C C-O
O-H

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 9. Spektrum FTIR dari Karbon Tempurung Kemiri dan Karbon Aktif
Tempurung Kemiri

38
Tabel 3. Spektrum IR sampel Karbon Tempurung Kemiri dan Karbon Aktif
Tempurung Kemiri
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang cm-1
KTK KATK
O-H 3414.00 3277.09
C-O 1118.71 1132.21
C=C aromatik 1535.34 1647.21
C-H 2922.16 2927.94

Spektrum FTIR memberikan data gugus fungsional pada permukaan

karbon tempurung kemiri dan karbon aktif tempurung kemiri secara kualitatif

berdasarkan karakteristik energi yang diserap dalam gugus tertentu. Menurut

Harris dkk., (2008), struktur tepat karbon aktif tidak diketahui, namun material

karbon memiliki beberapa kelompok asam dan basa yang berbeda di

permukaannya (Gambar 10), bergantung pada sumber, proses karbonisasi dan

aktivasinya.

Gambar 10. Beberapa spesies gugus fungsional berbasis oksigen pada permukaan
karbon aktif (Shafeeyan dkk., 2010).

Tabel 3 menunjukkan perbandingan bilangan gelombang pita serapan

KTK dan KATK. Pita serapan yang lebar dan kuat pada daerah 3414 cm -1 (KTK)

39
dan 3277.06 cm-1 (KATK) mengindikasikan adanya gugus O-H yang merupakan

gugus hidroksil baik dari kelompok alkohol, fenol atau asam karboksilat. Pita

serapan di daerah 1118.71 cm-1 (KTK) dan 1132.21 cm-1 (KATK) menunjukkan

vibrasi C-O dari fenol. Hal tersebut diperkuat dengan adanya vibrasi dari C=C

aromatik pada pita serapan 1535.34 cm-1 (KTK) dan 1647.21 cm-1 (KATK).

Pada karbon setelah aktivasi, terjadi peningkatan intensitas serapan pada

bilangan gelombang 1132.21 cm-1 yang merupakan vibrasi C-O, serta munculnya

pita serapan baru pada bilangan gelombang 3165.19 cm-1 yang menunjukkan

vibrasi dari =C-H aromatik, hal tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan

fenol pada karbon setelah aktivasi. Adapun pita serapan yang lemah pada daerah

2922.16 cm-1 (KTK) dan 2927.94 cm-1 (KATK) merupakan vibrasi dari C-H

alifatik.

Hasil dari karakterisasi gugus fungsi pada KTK dan KATK menggunakan

FTIR diperkuat dengan hasil dari titrasi Boehm. Jumlah gugus asam dan basa

dihitung dari hasil titrasi Boehm dan dinyatakan dalam meq/gram. Reaktan

Boehm dapat menetralkan gugus asam dan basa. NaOH dapat menetralkan gugus

karboksil, fenol dan lakton, Na2CO3 dapat menetralkan gugus karboksil dan

lakton, NaHCO3 menetralkan gugus karboksil, dan HCl dapat menetralkan gugus

basa total.

40
18

Kadar gugus fungsional (meq/gram)


16
14
12
10
8
6
4
2
0
KTK KATK
Karboksilat 8.5219 10.0785
Lakton 0 0
Fenol 5.6298 6.554
Asam total 14.1517 16.6325
Basa total 0 0
Gambar 11. Diagram analisis gugus fungsi dengan metode titrasi Boehm

Hasil yang didapatkan dari titrasi Boehm yang menunjukkan kadar asam

karboksilat dan fenol pada permukaan KATK lebih tinggi dari KTK. Asam total

yang dihasilkan pada karbon aktif lebih tinggi dari pada asam total pada karbon

sebelum aktivasi. Aktivasi dengan H3PO4 dapat meningkatkan konsentrasi asam

pada gugus karboksil dan fenol sedangkan konsentrasi gugus basa menurun. Hal

ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa peningkatan gugus yang

mengandung oksigen menyebabkan berkurangnya kepadatan elektron pada

permukaan karbon aktif dan akibatnya dapat mengurangi sifat basa dari karbon

aktif. Dengan adanya gugus aktif yang bersifat asam dan basa ini akan

mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu karbon aktif terhadap suatu senyawa

dan dapat meningkatkan nilai kapasitansi spesifik. Reaksi titrasi Boehm dapat

dilihat pada Gambar 12 (Li, 2012).

41
Gambar 12. Reaksi penetralan pada gugus fungsi oksigen pada metode Titrasi
Boehm (Li, 2012).

42
4.4 Karakterisasi Luas Permukaan

Luas permukaan karbon tempurung kemiri sebelum dan sesudah aktivasi

diukur dengan metode metilen biru. Prinsip metode metilen biru ini berdasarkan

pada daya adsorpsi karbon mesopori terhadap zat warna metilen biru. Hasil

perbandingan kapasitas adsorpsi dan luas permukaan ditunjukkan pada Gambar

13 dan 14.

350.0000
Kapasitas adsorpsi (mg/g)

300.0000
250.0000
200.0000
150.0000
100.0000
50.0000
0.0000
KTK KATK
Kapasitas adsorpsi
226.9437 293.2643
(mg/g)
Gambar 13. Perbandingan kapasitas adsorpsi KTK dan KATK

1200.00
Luas permukaan (m2/g)

1000.00
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00
KTK KATK
Series1 839.76 1085.16
Gambar 14. Perbandingan luas permukaan KTK dan KATK

43
Berdasarkan data pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa luas permukaan

dari tempurung kemiri sebelum aktivasi adalah 839,76 m2/g dan meningkat

setelah diaktivasi menggunakan aktivator H3PO4, yaitu sebesar 1085,16 m2/g. Hal

ini diakibatkan aktivator H3PO4 yang digunakan, jumlah pori yang terbentuk

akibat terjadinya cross-linking dari H3PO4 dengan rantai karbon yang terdapat

pada stuktur biomassa tempurung kemiri melalui proses aktivasi. Sehingga

menyebabkan terbentuk banyak pori-pori dengan ukuran diameter yang kecil.

Selain itu H3PO4 mampu meningkatkan luas permukaan material karbon

tempurung kemiri dengan mengangkat oksida-oksida logam hasil karbonisasi

tempurung kemiri.

4.5 Karakterisasi dengan SEM

Karakterisasi SEM yang diambil adalah perbesaran dengan 10000x karena

morfologi serta diameter pori lebih jelas yang diperlihatkan pada gambar 15.

`
(a) (b)
Gambar 15. (a) Hasil SEM KTK perbesaran 10000x dan (b) Hasil SEM KATK
perbesaran 10000x.

Berdasarkan hasil analisis morfologi dengan SEM pada material KTK dan

KATK menunjukkan perbedaan banyaknya pori-pori yang terbentuk baik bentuk

44
maupun ukurannya pada permukaan material karbonnya. Terlihat lebih banyak

pori yang terbentuk pada karbon yang telah diaktivasi dengan H3PO4. Hasil ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdiati dan Astuti (2015), karbon

tempurung kemiri yang diaktivasi dengan suhu 600 C dan menggunakan

aktivator H3PO4 2,5 % menghasilkan pori yang lebih banyak dan dengan pori

yang dalam.

Selain itu, larutan H3PO4 sebagai aktivator juga mempengaruhi karena

merupakan asam kuat yang mampu mengangkat senyawa hidrokarbon atau zat

pengotor sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan pori pada permukaan

karbon. Struktur dan ukuran pori hasil karakterisasi SEM menunjukkan bahwa

selama proses aktivasi pelat-pelat karbon kristalit yang tidak teratur mengalami

pergeseran sehingga permukaan kristalit menjadi terbuka terhadap gas pengaktif

yang dapat mendorong residu-residu hidrokarbon (Hassler, 1974). Karbon aktif

memiliki permukaan yang sangat kasar dan terdapat retakan, yang menegaskan

bahwa termasuk golongan amorf (Ren, 2013).

4.6 Karakterisasi dengan XRD

Selain beberapa karakterisasi dari material karbon yang telah dibahas

sebelumnya, maka perlu dilakukan karakterisasi mengenai struktur dan ukuran

kristal dengan X-Rays diffraction (XRD). Hasil karakterisasi XRD berupa pola

difraksi hubungan antara sudut 2θ terhadap intensitas hamburan. Grafik hasil

karakterisasi XRD karbon dengan suhu karbonisasi 750 ○C dapat dilihat pada

Gambar 16. Pola difraksi ini akan dibandingkan dengan pola pada data JCPDS-

International Center for Difraction Data (ICDD) nomor 20-058 (Lampiran 8).

Setelah dibandingkan pola grafit yang didapatkan menunjukkan pola yang

45
bersesuaian dengan pola dari JCPDS. Grafit merupakan material berbasis karbon

yang berstruktur kristal. Grafit adalah salah satu alotrop karbon yang sangat lunak

karena ikatan antar karbonnya masih sangat lemah. Grafit terdiri dari sejumlah

pelat yang tersusun secara paralel dan masing-masing pelat mempunyai sistem

heksagonal dengan enam atom karbon.

5000

4000

KATK
Intensity (Counts)

3000

2000

1000
KTK

0
10 30 50 70
2 (deg)
Gambar 16. Grafik karaterisasi XRD KTK (suhu karbonisasi 750 ○C) dan KATK
(setelah diaktivasi dengan H3PO4)

Hasil perbandingan profil difraktogram karbon sebelum diaktivasi dengan

data difraktogram standar dari data JCPDS menunjukkan bahwa karbon yang

dihasilkan masih mengandung partikel-partikel pengotor. Adanya partikel

pengotor ditandai dengan munculnya peak pada profil difraktogram yang tidak

sesuai dengan data JCPDS.

Puncak difraktogram dari data XRD karbon tempurung kemiri adalah

30.0221 º puncak ini sesuai dengan puncak karbon yang dilihat dari database

JCPDS yaitu 30.403 º. Pada gambar 15 terdapat puncak untuk bidang {210}

46
sesuai untuk struktur grafit. Ini menunjukkan terdapat karbon pada sampel hasil

karbonisasi tempurung kemiri. Dari hasil XRD diperoleh ukuran kristal KTK

menggunakan Persamaan 6 dengan memasukkan nilai λ sebesar 0,154060 nm, B

sebesar 0,0131 rad, dan θ sebesar 15,0111. Didapatkan ukuran kristal sebesar

10,9579 nm.

Gambar 16 menunjukkan pola hasil XRD karbon tempurung kemiri yang

telah diaktivasi secara kimia dengan larutan H3PO4. Pada difraktogram tersebut

terlihat terdapat puncak pada sekitar 26.3284 º dan 44 º hal ini menunjukkan

adanya karbon aktif pada sampel tersebut dan berbeda dengan nilai 2Ө pada

difraktogram karbon sebelum aktivasi. Puncak karbon yang dihasilkan berbentuk

struktur amorf yang ditandai dengan tidak beraturannya puncak yang dihasilkan.

Tinggi rendahnya puncak yang dihasilkan dari karakterisasi XRD dipengaruhi

oleh proses aktivasi yang menyebabkan terjadinya pergeseran pelat heksagonal

yang semula tingkat keteraturannya tinggi (kristalin) menjadi tidak beraturan

(amorf). Difraktogram KATK menunjukkan puncak pada sudut difraksi (2ϴ) yang

memiliki kesesuain terhadap data difraksi karbon aktif yang dimiliki Aisiyah

(2016).

Pada proses aktivasi, aktivator H3PO4 mengalami dehidrasi dan berubah

menjadi P4O10 yang menghadirkan polimorf kristal dan puncak yang beratutan

menunjukkan adanya struktur pori yang teratur. Pergeseran nilai 2Ө menunjukkan

terjadinya perbedaan jarak antara muka kristal karbon yang disebabkan oleh zat

aktivator H3PO4.

47
4.7 Analisis Kapasitansi Spesifik Karbon Tempurung Kemiri dan Karbon

Aktif Tempurung Kemiri

Pengukuran kapasitansi spesifik yang menggunakan tiga elektroda yaitu

elektroda Pt, elektroda Ag/AgCl dan elektroda pasta karbon. Elektroda Pt

berfungsi sebagai elektroda pembanding, elektroda Ag/AgCl berfungsi sebagai

elektroda referensi dan elektroda pasta karbon berfungsi sebagai elektroda kerja

(Himmaty dan Endarko, 2013). Berdasarkan pengujian voltametri siklik diperoleh

nilai arus charge-discharge dari data Voltammogram pada lampiran 13 dan 14.

Kemudian data ini digunakan untuk menghitung nilai kapasitansi spesifik

elektroda karbon menggunakan persamaan 11. Nilai kapasitansi spesifik yang

dihasilkan dalam penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

sifat dari bahan elektroda, jenis elektrolit, komposisi elektroda, laju scanrate dan

bahan perekat elektroda.

Perbandingan nilai kapasitansi spesifik dari karbon tempurung kemiri

dalam larutan elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 0,5 M dapat dilihat pada

Tabel 4 dan Gambar 17.

Tabel 4. Hasil analisis nilai kapasitansi pada berbagai scanrate pada karbon
tempurung kemiri

Scanrate Spesific Capacitance (F/g)


(mV/s) Li2SO4 Na2SO4 K2SO4
50 0.009281 0.003624 0.002043
20 0.027624 0.012315 0.003436
10 0.030837 0.020575 0.007588

48
0.035

Kapasitansi spesifik (F/g)


0.03
0.025
0.02
Li2SO4
0.015
Na2SO4
0.01
K2SO4
0.005
0
0 20 40 60
Scanrate (mV/s)

Gambar 17. Kurva Scanrate vs Kapasitansi spesifik KTK dalam larutan elektrolit
Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 0,5 M

Berdasarkan data pada Tabel 4 tentang perbandingan nilai kapasitansi

spesifik karbon tempurung kemiri pada elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4

0,5 M dengan variasi laju scanrate 10, 20 dan 50 mV/s menunjukkan

peningkatan. Terjadi peningkatana nilai kapasitansi spesifik dalam elektrolit

Li2SO4 pada scanrate 50 mV/s ke 10 mV/s yaitu 0.002043 F/g naik menjadi

0.007588 F/g. Pengukuran kapasitansi lainnya pada scanrate 10 mV/s pada

elektrolit K2SO4 sebesar 0.007588 F/g meningkat menjadi 0.020575 F/g pada

elektrolit Na2SO4. Sedangkan nilai kapasitansi spesifik dalam elektrolit Li2SO4

pada scanrate yang sama meningkat menjadi 0.030837 F/g. Pada umunya sifat

dari elektrolit seperti ukuran ion, jenis ion, konduktivitas ion dan konsentrasi

dapat mempengaruhi nilai kapasitansi elektroda. Zhong dkk (2015) menjelaskan

bahwa sifat dari elektrolit terutama ukuran ion sangat berpengaruh terhadap nilai

kapasitansi spesifik elektroda.

Selain menghitung nilai kapasitansi karbon tempurung kemiri, juga

dihitung nilai kapasitansi karbon yang telah diaktivasi. Perbandingan Nilai

49
kapasitansi spesifik dari KATK dalam larutan elektrolit Li 2SO4, Na2SO4 dan

K2SO4 0,5 M dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 18.

Tabel 5. Hasil analisis nilai kapasitansi pada berbagai scanrate pada karbon aktif
tempurung kemiri

Scanrate Spesific Capacitance (F/g)


(mV/s) Li2SO4 Na2SO4 K2SO4
50 0.012859 0.011589 0.0059
20 0.030758 0.027597 0.01743
10 0.053383 0.047851 0.033619

0.06
Kapasitansi spesifik (F/g)

0.05

0.04

0.03 Li2SO4
Na2SO4
0.02
K2SO4
0.01

0
0 20 40 60
Scanrate (mV/s)

Gambar 18. Kurva Scanrate vs Kapasitansi spesifik KATK dalam larutan


elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 0,5 M

Berdasarkan data pada Tabel 5 tentang perbandingan nilai kapasitansi

spesifik KATK pada elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 0,5 M dengan variasi

laju scanrate 10, 20 dan 50 mV/s menunjukkan peningkatan. Terjadi peningkatan

nilai kapasitansi spesifik dalam larutan elektrolit K2SO4 pada scanrate 50 mV/s ke

10 mV/s yaitu 0.0059 F/g naik menjadi 0.033619 F/g. Pengukuran kapasitansi

lainnya pada scanrate 10 mV/s untuk sampel KATK sebesar 0.033619 F/g

50
meningkat menjadi 0.047851 F/g dalam larutan elektrolit Na2SO4. Nilai

kapasitansi spesifik dalam larutan elektrolit Li2SO4 pada scanrate 10 mV/s

meningkat menjadi 0.053383 F/g, dimana terjadi peningkatan nilai kapasitansi

meskipun tidak terlalu signifikan.

Jika dibandingkan nilai kapasitansi spesisifik untuk sampel yang

menggunakan elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 berdasarkan penelitian ini,

maka elektrolit Li2SO4 yang memiliki nilai kapsitansi terbesar karena ukuran ion

dan konduktivitas ion akan mempengaruhi pergerakan ion dalam pori elektroda

untuk membentuk lapisan pasangan muatan. Nilai kapasitansi spesifik terkait

kation logam alkali berada pada urutan sebagai berikut: Li+ > Na+ > K+. Elektrolit

Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 akan terionisasi menjadi Li+, Na+, K+ dan SO42- dalam

air. Ion-ion ini akan masuk ke dalam pori-pori elektroda dan membentuk lapisan

ganda.

Seperti yang diketahui, ukuran ion logam alkali ada pada urutan Li+

(0,6 Å) < Na+ (0,95 Å) < K+ (1,33 Å), sedangkan jari-jari ion terhidrasi sesuai

pada urutan Li+ (3,82 Å) > Na+ (3,58 Å) > K+ (3,31 Å) (Qu dkk., 2009; Zheng

dkk., 2010). Di antara ketiga larutan ini, yang paling menjanjikan, ditandai dengan

nilai kapasitansi tertinggi dan perambatan muatan, serta kisaran tegangan

operasional tinggi adalah 0,5 molL-1 Li2SO4. Ini berarti bahwa ion membentuk

antarmuka elektroda/elektrolit dengan sangat cepat, terutama karena mobilitas

kecil kation Li+.

Nilai kapasitansi spesifik yang dihasilkan masih sangat jauh dibandingkan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fic dkk., (2012) yang menggunakan

elektrolit Li2SO4, Na2SO4 dan K2SO4 yang secara berturut-turut memiliki nilai

51
kapasitansi spesifik 170 F/g, 105 F/g dan 78 F/g pada scanrate 10 mV/s. Hal ini

dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti konsentrasi elektrolit yang

digunakan serta penggunaan elektroda yang berbeda. Tetapi nilai kapasitansi

karbon yang telah diaktivasi pada penelitian ini memiliki hasil yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan penelitian Muzakir (2018) yang menggunakan elektrolit

H2SO4 2 M memiliki nilai kapasitansi spesifik sebesar 7.2186 x 10 -5 F/g pada

scanrate 10 mV/s. Hal ini membuktikan bahwa elektrolit alkali sulfat lebih baik

jika dibandingkan dengan elektrolit asam meskipun dengan konsentrasi rendah.

52
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Karbon aktif dapat diperoleh dari tempurung kemiri yang diaktifkan dengan

menggunakan zat aktivator berupa H3PO4 dengan konsentrasi 2,5 % selama

20 jam. Karbon aktif yang dihasilkan memenuhi standar SNI dengan hasil

pengujian kadar air yaitu 5,0577 % dan kadar abu yaitu 5,1274 %. Aktivator

H3PO4 juga mampu meningkatkan luas permukaan karbon dan mampu

meningkatkan gugus fungsional oksigen (fenol dan karboksilat).

2. Nilai kapasitansi spesifik meningkat dalam urutan Li 2SO4 > Na2SO4 > K2SO4

dikarenakan ukuran ion dan konduktivitas ion yang akan mempengaruhui

pergerakan ion dalam pori elektroda untuk membentuk lapisan antarmuka

muatan elektroda/elektrolit.

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya terkait dengan pengaruh

elektrolit alkali sulfat terhadap nilai kapasitansi spesifik karbon tempurung kemiri

yaitu perlunya modifikasi permukaan karbon dengan H2SO4 atau H2O2 yang

kemudian diukur nilai kapasitansi spesifiknya menggunakan elektrolit alkali

sulfat.

53
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadpour, A. and Do, D.D., 1995, The Effect of Pore Structure on The
Adsorptionequilibria and Dynamics of A Commercial Activated Carbon
has Been Investigated, Carbon, 33 (10): 1393-1398.

Aisiyah, R. H., 2016, Pemanfaatan Karbon Aktif dari Limbah Tongkol Jagung
sebagai Filter Air, Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Ali, M. M. S., El-Sai, N., Girgis, B. S., 2014, Evaluation and Modeling of High
Surface Area Activated Carbon from Date Frond and Application on Some
Pollutants, Int. J. Comp. Eng. Res., 4(1): 70-78.

Aripin, H., Lestari, L., Ismail, D., Sabchevski, S., 2010, Sago Wasted Based
Activated Carbon Film as an Electrode Material for Electric Double Layer
Capacitor, The Open Materials Science Journal, 4(1): 117-124.

Aziz, H., Tetra, O.N., Alif, A., Syukri, and Ramadhan, W., 2016, Electrical
Properties of Supercapacitor Electrode Based on Activated Carbon from
Waste Palm Kernel Shells, Der Pharma Chemica, 8(15): 227-232.

Babel, K., Jurewicz, K., 2004, KOH Activated Carbon Fabrics as Supercapacitor
Material, Journal of Physics and Chemistry of Solids, 65(2): 275-280.

Biro Pusat Statistik, 2002, Statistik Indonesia Manufacturing, Energy and


Construction 2000, Direktori Industri.

Badwal, S.P.S., Giddey, S.S., Munnings, C., Bhatt, A.I., and Hollenkamp, A.F.,
2014, Emerging Electrochemical Energy Conversion and Storage
Technologies, Review Article, 2(79): 1-28.

Bansal, R.C., and Goyal, M., 2005, Activated Carbon Adsorption, Boca Raton,
FL: CRC Press.

Becker, H.I., 1957, Low Voltage Electrolytic Capacitor, United States Patent,
USA.

Béguin, F., and Frackowiak, E., 2013, Supercapacitors: Materials, Systems and
Applications, Ch. 2, Wiley-VCH, Weinheim.

Bichat, M.P., Raymundo-Pineero, E., and Béguin, F., 2010, High Voltage
Supercapacitor Built with Seaweed Carbons in Neutral Aqueous
Electrolyte, Carbon, 48(15): 4351–4361.

54
Boyea, J.M., Camacho, R.E., Turano, S.P., and Ready, W.J., 2007, Carbon
Nanotube Based Supercapacitors: Technologies and Markets,
Nanotechnology Law & Business, 4(1): 585-593.

BSN, 1995, SNI 06-3730-1995, Arang Aktif Teknis, Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.

Budiono, A., 2009, Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan Asam
Sulfat dan Asam Fosfat untuk Adsorpsi Fenol, Jurusan Kimia, Universitas
Diponegoro, Semarang.

Chatwal, G., 1985, Spectroscopy Atomic and Molecule, Himalaya Publishing


House, Bombay.
Chen, T. dan Dai, L., 2013, Carbon nanomaterials for high-performance
supercapacitors, Material Today, 16(7): 272-283.

Darmawan, S., Wistara, N. J., Pari, G., Maddu, A., dan Syafii, W., 2016,
Characterization of Lignocellulosic Biomass as Raw Material for the
Production of Porous Carbon-based Materials, BioResources, 11(2):
3561-3574.

Dastgheib, S. A., dan Rockstraw, D. A., 2001, Pecan Shell Activated Carbon:
Synthesis, Characterization, and Application for The Removal of Copper
From Aqueous Solution, Carbon, 39(12): 1849-1855.

Efendi, Z. dan Astuti, 2016, Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Morfologi dan
Jumlah Pori Karbon Aktif Tempurung Kemiri sebagai Elektroda, Jurnal
Fisika Unand, 5(4): 297-302.

Fellman, B., 2010, Carbon-Based Electric Double Layer Capacitors for Water
Desalination, Department of Mechanical Engineering, Massachusetts
Institute of Technology.

Fic, K., Lota, G., Meller, M., and Frackowiak, E., 2012, Novel Insight into
Neutral Medium as Electrolyte for High-Voltage Supercapacitors, Energy
Environ. Sci., 5: 5842–5850.

Frackowiak, E., 2006, Supercapacitors Based on Carbon Materials and Ionic


Liquids, J. Braz. Chem. Soc, 17(6): 1074-1082.

Gao, Q., 2013, Optimizing Carbon/Carbon Supercapacitors in Aqueous and


Organic Electrolytes, Université d’Orléans, English.

Goertzen, S. L., Theriault, K. D., Oikcle, A. M., Tarasuk, A. C., dan Andreas,
H. A., 2010, Standardization of The Boehm titration. Part I. CO2
Expulsion and Endpoint Determination, Carbon, 48: 1252-1261.

55
Girgis, B.S., Samya, S.Y., dan Ashraf, M.S., 2002, Characteristic of Activated
Carbon from Peanut Hulls in Relation to Condition of Preparation,
Materials Letters, 57(1): 164-172.

Hassler, J. W., 1974, Purification with Actived Carbon: Industrial Commercial,


Environmental, Chemical Publishing Co. Inc, New York.

Himmaty, I., dan Endarko, 2013, Pembuatan Elektroda dan Perancangan Sistem
Capacitive Deionization untuk Mengurangi Kadar Garam pada Larutan
Sodium Clorida (NaCl), Berkala Fisika, 16(3): 67 – 74.

Iguchi, M., 1997, Practice of Polymer X-ray Diffraction, Bandung Institute


Technology, Bandung.

Integrated Taxonomic Information System, 2018, Aleuritus moluccanus


(L.) Willd Taxonomic Serial No.: 845627,
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&sear
ch_value=845627#null, diakses 4 Februari 2019.

Jagtoyen, M., dan Deryshire, F., 1998, Activated Carbons from Yellow Poplar and
White Oak by H3PO4 Activation, Carbon, 36(7): 1085-1097.

Janes, A., Kurig, H., Lust, E., 2007, Characterization of Activated Nanoporous
Carbon for Supercapacitor Electrode Materials, Carbon, 45, 1226-1233.

Jeffery, G. H., Basset, J., Mendham, J., dan Denney, R. C., 1989, Vogel's textbook
of Quantitative Chemical Analysis 5th Edition, Longman Group UK,
England.
Kamikuri, N., Hamasuna, Y., Tashima, D., Fukuma, M., Kumagai, S., John,
D.W., and Madden, W., 2014, Low Cost Activated Carbon Materials
Produced from Used Coffee Grounds for Electric Double-Layer
Capacitors, International Journal of Engineering Science and Innovative
Technology (IJESIT), 3: 492-501.

Kötz, R., Baertschi, M., Müller, S., and Schnyder, B., 2001, Supercapacitors for
Peak-Power Demand in Fuelcell-Driven Cars, Electrochemical Society
Proceedings, 21: 564-575.

Kercher, A.K. and Nagle, D.C., 2003, Microstructural Evolution During Charcoal
Carbonization by X-Ray Diffraction Analysis, Carbon, 41(1): 15-27.

Lang, X.Y., Hirata, A., Fujita, T., Chen, M.W., 2011, Nanoporous metal/oxide
hybrid electrodes for electrochemical supercapacitors, Nat. Nanotechnol,
6: 232-236.

Labanni’, A., Zakir, M. dan Maming, 2015, Sintesis dan Karakterisasi Karbon
Nanopori Ampas Tebu (Saccharum officinarum) dengan Aktivator ZnCl2

56
melalui Iradiasi Ultrasonik sebagai Bahan Penyimpan Energi
Elektrokimia, Indo. Chim. Acta, 8 (1), 1-9.

Laos, L.E., Masturi, dan Yulianti, I., 2016, Pengaruh Suhu Aktivasi terhadap
Daya Serap Karbon Aktif Kulit Kemiri, E-Journal, 5: 135-140.

Lee, D., 2013, Preparation of a Sulfonated Carbonaceous Material from


Lignosulfonate and Its Usefulness as an Esterification Catalyst, Molecules,
18, 8169-8180.

Lestari, L. F. K. D., Ratnani, R. D., Suwardiyono dan Kholis, N., 2017, Pengaruh
Waktu dan Suhu Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa
Sebagai Upaya Pemanfaatan Limbah dengan Suhu Tinggi Secara Pirolisis,
Inovasi Teknik Kimia, 2(1): 32 – 38.

Li, X., Xing, W., Zhuo, S., Zhuo, J., Li, F., Qiao, S., Lu,G., 2011, Preparation of
Capacitor’s Electrode from Sunflower Seed Shell, Bioresour. Technol.,
102, 1118-1123.

Li, B., 2012, Charaterization of Pore Structure and Surface Chemistry of


Activated Carbons – A Review, Fourier Transform - Materials Analysis
Edited by Dr Salih Salih, InTech China, Shanghai, China.

Lillo-Ródenas, M.A., Cazorla-Amorós, D., and Linares-Solano, A., 2003,


Understanding Chemical Reactions between Carbons and NaOH and
KOH: an Insight into The Chemical Activation Mechanism, Carbon,
41(2): 267-275.

Lin, R.Y., Taberna, .L., Fantini, S., Presser, V., Pérez, C.R., Malbosc, F.,
Rupesinghe, N.L., Teo, K.K., Gogotsi, Y., and Simon. P., 2011,
Capacitive Energy Storage from -50 to 100 oC Using an Ionic Liquid
Electrolyte, J. Phys. Chem. Lett, 2(2011): 2396-2401.

Manocha, S., 2003, Porous Carbon, Sadhana, 28(1): 348-335.

Marsh, H., F.R.-R., 2006, Activated Carbon, 1 ed, Elsevier, Amsterdam, London.

Masson, J-F., 2008, Brief Review Of The Chemistry Of Polyphosphoric Acid


(PPA) and Bitumen, Energy & Fuels, 22(4): 2637-2640.

Meilita, T.S. dan Tuti, S.S., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatannya), Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Muhammad dan Turmuzi, 2005, Pengembangan Pori Arang Hasil Pirolisa


Tempurung Kemiri, Staf Pengajar Fakultas teknik USU, Medan.

57
Muzakir, M., 2018, Sintesis Nitrogen-Doped Carbon (NDC) dari Tempurung
Kemiri (Aleurites Moluccana) Teraktivasi H3PO4 sebagai Penyimpanan
Energi Superkapasitor, Skripsi, Universitas Hasanuddin.

Nurdiati, D., dan Astuti, 2015, Sintesis Komposit PAni/Karbon dari Tempurung
Kemiri (Aleurites moluccana) Sebagai Elektroda Kapasitor, Jurnal Fisika
Unand, 4(1): 51-57.

Nahil, M. A., dan Williams, P. T., 2012, Pore Characteristics Of Activated


Carbons From The Phosphoric Acid Chemical Activation Of Cotton
Stalks, Biomass and Bioenergy, 37: 142-149.

Qu, Q.T., Wang, B., Yang, L.C., Shi, Y., Tian, S., and Wu, Y.P., 2008, Study on
Electrochemical Performance of Activated Carbon in Aqueous Li2SO4,
Na2SO4 and K2SO4 electrolytes, Electrochemistry Communications,
10(2008): 1652-1655.

Qu, Q. T., Zhang, P., Wang, B., Chen, Y. H., Tian, S., Wu, Y. P., and Holze, R.,
2009, J. Phys. Chem. C., 113: 14020.

Pari, G., Darmawan, S., and Prihandoo, B., 2014, Porous Carbon Spheres from
Hydrothermal Carbonization and KOH Activation on Cassava and Tapioca
Flour Raw Material, Procedia Environmental Sciences, 20: 342 – 351.

Pandolfo, A.G. and Hollenkamp, A.F., 2006, Carbon Properties and Their Role in
Supercapasitors, CSIRO Division of Energy Technology.

Piwek, J., Platek, A., Fic, K., and Frackoiwak, E., 2016, Carbon-Based
Electrochemical Capacitors with Acetate Aqueous Electrolytes,
Electrochimica Acta, 215: 179–186.

Purbo, C., Rachman, F., Teguh, K.B., Sukma, R.N., Fadhilah, U.R., Kurniawati,
Y., 2009, X-Ray Difraktometer (XRD), Tugas Kimia Fisika Semester
Pendek, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Ren, X. J., 2013, Comparative study of graphene oxide, activated carbon and
carbon nanotubes as adsorbents for copper decontamination, Dalton Trans,
42: 5266-5274.

Rosi, M. Iskandar, F., Abdullah, M., Khairurrijal., 2013, Sintesis nanopori


Karbon dengan Variasi Jumlah NaOH dan aplikasinya sebagai
Superkapasitor, Seminar Nasional Material, ITB.

Ruiz, V., Santamaria, R., Granda, M., and Blanco, C., 2009, Long-term cycling of
carbon based supercapacitors in aqueous media, Electrochimica Acta,
54(19): 4481– 4486.

58
Sandi, A. P. dan Astuti, 2014, Pengaruh Waktu Aktivasi menggunakan H3PO4
terhadap Struktur dan Ukuran Pori Karbon Berbasis Arang Tempurung
Kemiri (Aleurites Moluccana), Jurnal Fisika Unand, 3(2): 115 - 120.

Sharma, S.S., Kumar, V., and Joshi, R.R., 2010, An Overview on Energy Storage
Options for Renewable Energy Systems, Udaipur, India.

Surest, A.H., Kasih, J.A.F., Wisanti, A., 2008, Pengaruh Suhu, Konsentrasi Zat
Aktivator dan Waktu Aktivasi terhadap Daya Serap Karbon Aktif dari
Tempurung Kemiri, Jurnal Teknik Kimia, 2(15): 17-22.

Syarif, N., 2014, Performance of Biocarbon based electrodes for electrochemical


capacitor, Energy Procedia, 52: 18-25.

Teng, Y., Liu, E., Ding, R., Liu, K., Liu, R., Wang, Luo., Yang, Z., and Jiang, H.,
2016, Bean Dregs-Based Activated Carbon/Copper Ion Supercapacitors,
Electrochimica Acta, 194: 394-404.
Tetra, O.N., Aziz, H., Emriadi, Wahyuni, H., and Alif, A., 2016, Performance of
TiO2-Carbon on Ceramic Template with Sodium Hydroxide Activation as
Supercapacitor Electrode Materials, Der Pharma Chemica, 8(17): 26-30.

Timur, S., Kantarli, C., Ikizoglu, E., dan Yanik, J., 2006, Preparation of Activated
Carbons from Oreganum Stalks by Chemical Activation, Energy and
Fuels, 20(6): 2636-2641.

Van, K. L., and Thi, T.T.L., 2014, Activated Carbon Derived From Rice Husk By
NaOH Activation And Its Apllication In Supercapacitor, Materials
International, 24(3): 191-198.

Vangari, M., Pryor, T., dan Jiang, L., Supercapacitors: review of materials and
fabrication methods, J. Energy Eng, 139(2): 72-79.

Vuorilehto, K., and Nuutinen, M., 2014, Supercapacitors-Basics and


Applications, Skeleton Tech, Bautzen.

Vytras, K., Svancara, I. dan Metelka, R., 2009, Carbon Paste Electrodes in
Electroanalytical Chemistry, J. Serb. Chem. Soc., 74(10), 1021-1033.

Wachid, M. R. dan Setiarso, P., 2014, Pembuatan Elektroda Pasta Karbon


Termodifikasi Bentonit untuk Analisis Ion Logam Tembaga(II) secara
Cyclic Voltammetry Stripping, Prosiding Seminar Nasional Kimia,
Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, 20 September.

Wulandari, F., Erlina., Bintoro, R.A., Budi, E., Umiatin, U., dan Nasbey, H.,
Pengaruh Temperatur Pengeringan Pada Aktivasi Arang Tempurung
Kelapa Dengan Asam Klorida dan Asam Fosfat Untuk Penyaringan Air
Keruh, E-Journal, 3: 289-293.

59
Yakout, S. M., dan El-Deen, G. S., 2016, Characterization Of Activated Carbon
Prepared By Phosphoric Acid Activation Of Olive Stones, Arab. J. Chem.,
9: 1155-1162.

Yuliusman dan Diana, A., 2013, Adsorption of Carbon Monoxide (CO) Gas And
Clearing Fire Smoke Using Activated Carbon From Coconut, The 13th
International Conference on QIR, Quality in Research, 496-503.

Zhang, M., Wang, G., Xu, H., Lu, L., Xiao, Z., and Liu, S., 2018, Synergistic
Interaction Between Redox-Active Electrolytes and Functionalized Carbon
in Increasing the Performance of Electric Double-Layer Capacitors,
Journal of Energy Chemistry, 27(4): 1219-1224.

Zheng, C., Qi, L., Yoshio, M., and Wang, H. Y., 2010, J. Power Sources, 195:
4406.

Zhong, C., Deng, Y., Hu, W., Qiao, J., Zhang, L., dan Zhang, J., 2015, A review
of Electrolyte Materials and Compositions For Electrochemical
Supercapacitors, Chem. Soc. Rev., 44(21): 7484 -7539.

Zhou, Z., Benbouzid, M., Charpentier, J.F., Scuiller, F., and Tang, T., 2013, A
Review of energy storage technologies for marine current energy systems,
Renewable and suistanable reviews, 18: 390-400.

Zuleta, M., Bjornbom, P., and Lundblad, A., 2005, Effects of Pore Surface
Oxidation on Electrochemical and Mass-Transport Properties of
Nanoporous Carbon, Journal of The Electrochemical Society, 152(2):
A270-A276.

60
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Preparasi Sampel Tempurung Kemiri

Karbonisasi

Aktivasi Karbon

Karakterisasi Pembuatan Elektroda Karbon

Penentuan Kapasitansi Spesifik

Analisis Kadar Air Analisis Kadar Abu Analisis dengan Analisis dengan FTIR
Spektrofotometer
UV-Vis

Analisis dengan SEM Analisis dengan XRD Analisis dengan


Titrasi Boehm

61
Lampiran 2. Bagan Kerja
1. Pembuatan Karbon Aktif Tempurung Kemiri (Efendi dan Astuti, 2016)

Tempurung Kemiri

• dibersihkan dan dikeringkan dengan cara dijemur.


• dipecah kecil-kecil
• dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu dikarbonisasi

dalam tanur pada temperatur 750 C selama 90 menit
• didinginkan, dihaluskan, lalu diayak dengan ukuran
100 mesh
Karbon Tempurung
Kemiri
• Diaktivasi dengan larutan H3PO4 2,5 % dengan

perbandingan 1:5 (massa karbon : volume H3PO4) selama

20 jam
• dicuci dengan akuades berulang-ulang hingga filtrat pH
o
netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C
selama 2 jam.
• didinginkan dalam desikator.

Karbon Aktif
Tempurung Kemiri

62
2. Analisis Kadar Air (Lestari dkk., 2017)

0,5 Gram Karbon


Tempurung Kemiri
• dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya
o
dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama
3 jam
• didinginkan dalam desikator dan timbang
• dimasukkan kembali ke dalam oven selama 30 menit dan
didinginkan kembali dalam desikator hingga bobot konstan

Hasil

Catatan: diulangi prosedur yang sama dengan sampel karbon aktif tempurung
kemiri

3. Analisis Kadar Abu (Lestari dkk., 2017)


0,5 Gram Karbon
Tempurung Kemiri
• dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya
o
• dimasukkan dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 600 C
selama 6 jam
• didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang
bobotnya

Hasil

Catatan: diulangi prosedur yang sama dengan sampel karbon aktif tempurung
kemiri

63
4. Analisis Luas Permukaan (Labbanni’ dkk., 2015)
0,3 Gram Karbon
Tempurung Kemiri
• dicampurkan dengan 25 mL larutan metilen biru 5000 ppm
kemudian distirer selama 90 menit
• disaring
• diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum

Hasil

Catatan: diulangi prosedur yang sama dengan sampel karbon aktif tempurung
kemiri

5. Analisis Morfologi dengan SEM

Karbon Aktif
Tempurung Kemiri
• diusahakan dalam keadaan kering dan bebas uap air
• ditempelkan pada sel holder dengan perekat ganda
• dilapisi dengan logam emas dalam keadaan vakum
• dimasukkan pada tempatnya di dalam SEM
• diamati dan dilakukan perbesaran 10000 kali
Hasil

6. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

1-10 mg Karbon Aktif


Tempurung Kemiri
• dihaluskan dan dicampur dengan 100 mg KBr
• dicetak menjadi cakram tipis atau pelet lalu dianalisis

Hasil

64
7. Analisis Kristalinitas dengan XRD (Kercher & Nagle, 2003; Iguchi, 1997)

Karbon Aktif
Tempurung Kemiri
• dibuat dalam bentuk serbuk lolos saringan 100 mesh
• dianalisis menggunakan perangkat XRD
Hasil

8. Analisis Gugus Fungsi Asam dan Basa Total dengan Metode Titrasi Boehm
(Goertzen dkk., 2010)

0,1 Gram Karbon Aktif


Tempurung Kemiri
• dimasukkan ke dalam 4 buah gelas kimia yang berisi
larutan Na2CO3 0,05 N, NaHCO3 0,05 N, NaOH 0,05 N

dan HCl 0,05 N masing-masing sebanyak 25 mL


• didiamkan selama 24 jam dan disaring

Filtrat Endapan
• dipipet sebanyak 10 mL dari larutan Na 2CO3, NaHCO3 dan NaOH,

kemudian ditambahkan HCl 0,05 N berlebih, lalu ditirasi balik


dengan menggunakan larutan NaOH 0,05 N
• dipipet sebanyak 10 mL dari filtrat HCl dan ditambahkan NaOH
0,05 N berlebih, kemudian dititrasi balik dengan menggunakan HCl
0,05 N

Hasil

65
9. Analisis Kapasitansi Spesifik (Vytras dkk., 2009; Wachid dan Setiarso,
2014; Himmaty dan Endarko, 2013)

Karbon Aktif
Tempurung Kemiri
• dicampur dengan lilin parafin dengan perbandingan
massa karbon/massa lilin parafin adalah 1 : 1 dan diaduk
sampai homogen menggunakan spatula pada cawan petri
• dimasukkan ke dalam badan elektroda dengan cara
ditekan menggunakan spatula

Elektroda
Karbon

Elektroda Karbon Elektroda Pt Elektroda Ag/AgCl

• dirangkai dalam alat Potensiostat


• dilakukan dengan nilai laju scan 10, 20 dan 50 mV/s
menggunakan larutan elektrolit 0,5 M Li 2SO4, Na2SO4, K2SO4

sehingga diperoleh data voltammogram


• dihitung nilai kapasitansi spesifik

Hasil

66
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Tempurung Kemiri Karbonisasi Tempurung Kemiri

Karbon Tempurung Kemiri Aktivasi Karbon Tempurung


ukuran 100 mesh dengan H3PO4

Penyaringan Karbon Karbon Aktif setelah


Tempurung Kemiri Teraktivasi Pengeringan pada Suhu 110 ○C
H3PO4 selama 2 jam

67
Analisis Kadar Air Analisis Kadar Abu

Analisis Luas Permukaan Perendaman Sampel pada Titrasi


Boehm

Hasil Titrasi Boehm Elektroda Karbon

Penentuan Kapasitansi Spesifik

68
Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Larutan Pereaksi

2.1 Pembuatan Larutan H3PO4 2.5% dari H3PO4 85%

V1 × M1 = V2× M2

V1 × 85% = 250 mL × 2.5%

V1 = 7.35 mL

2.2 Pembuatan Larutan Na2CO3 0,05 N

gram = L × N × BE

gram = 0,25 L × 0,05 N × 106 g/eq

gram = 1,3250 gram

2.3 Pembuatan Larutan NaHCO3 0,05 N

gram = L × N × BE

gram = 0,25 L × 0,05 N × 84 g/eq

gram = 1,0500 gram

2.4 Pembuatan Larutan NaOH 0,05 N

gram = L × N × BE

gram = 0,25 L × 0,05 N × 40 g/eq

gram = 0,5000 gram

2.5 Pembuatan Larutan HCl 0,05 N

% × bj × 10 V1 × N1 = V2× N2
N=
BE
V1 × 12,06 N = 250 mL × 0,05 N
37×1,19 g/mL × 10
N=
36,5 g/eq V1 = 1,03 mL
N= 12,06 N

69
2.6 Pembuatan Larutan Na2B4O7 0,05 N

gram = L × N × BE

gram = 0,1 L × 0,05 N × 190,6 g/eq

gram = 0,9530 gram

2.7 Pembuatan Larutan H2C2O4 0,05 N

gram = L × N × BE

gram = 0,1 L × 0,05 N × 63 g/eq

gram = 0,3150 gram

2.8 Pembuatan Larutan Li2SO4 0.5 M

gram = L × M × BM

gram = 0.05 L × 0.5 M × 109.94 g/mol

gram = 2.7485 gram

2.9 Pembuatan Larutan Na2SO4 0. 5 M

gram = L × M × BM

gram = 0.05 L × 0.5 M × 142.04 g/mol

gram = 3.551 gram

2.10Pembuatan Larutan K2SO4 0. 5 M

gram = L × M × BM

gram = 0.05 L × 0.5 M × 174.27 g/mol

gram = 4.3567 gram

2.11 Pembuatan Larutan Metilen Biru 5000 ppm

mg metilen biru = 5000 ppm x 0,25 L

70
mg metilen biru = 1250 mg

2.12 Pembuatan Larutan Metilen Biru 50 ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 500 ppm = 100 mL × 50 ppm

V1 = 10 mL

2.13 Pembuatan Larutan Standar Metilen Biru 0,5; 1; 2; 4 dan 8 ppm

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 50 ppm = 25 mL × 0,5 ppm

V1 = 0,25 mL

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 50 ppm = 25 mL × 1 ppm

V1 = 0,5 mL

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 50 ppm = 25 mL × 2 ppm

V1 = 1 mL

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 50 ppm = 25 mL × 4 ppm

V1 = 2 mL

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 50 ppm = 25 mL × 8 ppm

V1 = 4 mL

71
Lampiran 5. Data Spektrum FTIR

1. Karbon Tempurung Kemiri

100

1247.94

752.24
804.32
1653.00
1745.58
%T
2922.16

1797.66
2519.03

572.86
90

715.59
2358.94

1118.71

1056.99
3414.00

80

362.62
1535.34

875.68
70

60
1423.47

50

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
Karbon Tempurung Kemiri 1/cm

No. Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Area Corr. Area
1 362.62 80.847 19.317 410.84 349.12 2.877 2.9
2 572.86 97.095 0.781 634.58 559.36 0.538 0.101
3 715.59 92.788 6.914 736.81 680.87 0.722 0.653
4 752.24 98.938 0.762 777.31 736.81 0.119 0.068
5 804.32 98.92 0.766 829.39 777.31 0.169 0.099
6 875.68 73.919 25.754 921.97 831.32 3.331 3.203
7 1056.99 90.21 3.403 1103.28 923.9 5.304 1.793
8 1118.71 91.321 1.328 1199.72 1105.21 2.496 0.581
9 1247.94 99.629 0.476 1273.02 1246.02 0.026 0.031
10 1423.47 58.079 29.186 1533.41 1273.02 30.504 16.575
11 1535.34 77.96 0.429 1637.56 1533.41 6.716 1.154
12 1653 98.796 1.306 1666.5 1637.56 0.073 0.088
13 1745.58 98.682 0.878 1761.01 1724.36 0.138 0.076
14 1797.66 97.854 1.78 1828.52 1780.3 0.221 0.157
15 2358.94 92.554 3.594 2393.66 2343.51 0.997 0.354
16 2519.03 97.387 2.574 2636.69 2443.81 0.889 0.836
17 2922.16 98.02 0.561 2947.23 2904.8 0.309 0.052
18 3259.7 88.255 0.721 3431.36 3398.57 1.725 0.062

Comment;
Karbon Tempurung Kemiri Date/Time; 5/16/2019 11:29:51 AM
No. of Scans;
Resolution;
Apodization;

72
2. Karbon Aktif Tempurung Kemiri

100

%T

1456.26
1421.54
2927.94

653.87
90

1219.01
3165.19

1566.20

790.81
3277.06

2364.73

1647.21
3489.23
3547.09

80

873.75

364.55
70

576.72
985.62
60

1132.21

1064.71

526.57
50

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
Karbon Aktif Tempurung Kemiri 1/cm

No. Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Area Corr. Area
1 364.55 73.973 10.455 372.26 347.19 2.069 0.772
2 526.57 54.185 35.157 557.43 455.2 9.669 6.056
3 576.72 73.37 15.641 621.08 559.36 3.665 1.501
4 653.87 93.786 0.405 655.8 623.01 0.479 0
5 790.81 90.475 8.515 835.18 727.16 2.916 2.315
6 873.75 76.075 23.755 918.12 837.11 3.317 3.253
7 985.62 72.344 26.197 1018.41 947.05 4.045 3.612
8 1064.71 57.964 34.657 1095.57 1020.34 9.43 7.22
9 1132.21 58.215 35.204 1178.51 1097.5 9.589 7.377
10 1219.01 91.225 7.992 1280.73 1180.44 2.101 1.734
11 1421.54 96.063 1.684 1444.68 1406.11 0.543 0.171
12 1456.26 97.105 1.454 1479.4 1444.68 0.292 0.108
13 1566.2 90.57 0.216 1573.91 1564.27 0.401 0.006
14 1647.21 88.422 11.236 1674.21 1625.99 1.124 1.058
15 2364.73 89.999 2.673 2507.46 2347.37 2.834 0.213
16 2927.94 95.992 1.353 2949.16 2891.3 0.833 0.152
17 3165.19 90.555 4.005 3207.62 3074.53 3.473 1.082
18 3277.06 89.896 0.092 3278.99 3228.84 2.031 0.029
19 3489.23 85.895 6.786 3512.37 3435.22 2.995 1.145
20 3547.09 83.883 8.232 3606.89 3514.3 4.825 1.882

Comment;
Karbon Aktif Tempurung Kemiri Date/Time; 5/16/2019 11:23:38 AM
No. of Scans;
Resolution;
Apodization;

73
Lampiran 6. Hasil SEM

1. Karbon Tempurung Kemiri

74
2. Karbon Aktif Tempurung Kemiri

75
Lampiran 7. Hasil Analisis XRD

1. Karbon Tempurung Kemiri

Group : Standard
Data : C#kemiri

# Strongest 3 peaks
no. peak 2Theta d I/I1 FWHM Intensity Integrated Int
no. (deg) (A) (deg) (Counts) (Counts)
1 10 30.0221 2.97407 100 0.74980 1400 56507
2 9 27.0324 3.29582 30 0.86750 418 23768
3 6 23.5266 3.77841 24 2.05330 341 28215

# Peak Data List


peak 2Theta d I/I1 FWHM Intensity Integrated Int
no. (deg) (A) (deg) (Counts) (Counts)
1 18.6600 4.75140 5 1.58660 64 7040
2 19.3800 4.57647 5 0.00000 73 0
3 20.2400 4.38392 8 0.00000 111 0
4 21.2600 4.17584 12 0.00000 174 0
5 22.2000 4.00110 13 0.00000 180 0
6 23.5266 3.77841 24 2.05330 341 28215
7 24.7800 3.59006 12 0.00000 161 0
8 25.8200 3.44776 10 0.00000 140 0
9 27.0324 3.29582 30 0.86750 418 23768
10 30.0221 2.97407 100 0.74980 1400 56507
11 36.4900 2.46039 13 0.90000 188 9061
12 40.0379 2.25016 18 1.02240 256 15375
13 42.8400 2.10925 8 0.73340 106 5473
14 43.8221 2.06422 24 1.13080 335 19702
15 48.3600 1.88059 15 1.64000 215 14053
16 48.9800 1.85823 17 1.65140 243 14677
17 57.7800 1.59440 5 1.28000 71 4223
18 58.3200 1.58091 7 1.11000 95 3907
19 61.8800 1.49823 5 1.36000 69 5582

76
# Data Infomation
Group : Standard
Data : C#kemiri
Sample Nmae : serbuk
Comment :
Date & Time : 05-22-19 11:41:51

# Measurement Condition
X-ray tube
target : Cu
voltage : 40.0 (kV)
current : 30.0 (mA)
Slits
Auto Slit : Used
divergence slit : 1.00000 (deg)
scatter slit : 1.00000 (deg)
receiving slit : 0.30000(mm)
Scanning
drive axis : Theta-2Theta
scan range : 10.0000 - 65.0000 (deg)
scan mode : Continuous Scan
scan speed : 2.0000 (deg/min)
sampling pitch : 0.0200 (deg)
preset time : 0.60 (sec)

# Data Process Condition


Smoothing [ AUTO ]
smoothing points : 43
B.G.Subtruction [ AUTO ]
sampling points : 45
repeat times : 30
Ka1-a2 Separate [ MANUAL ]
Ka1 a2 ratio : 50 (%)
Peak Search [ AUTO ]
differential points : 39
FWHM threhold : 0.050 (deg)
intensity threhold : 30 (par mil)
FWHM ratio (n-1)/n : 2
System error Correction [ NO ]
Precise peak Correction [ NO ]

77
< Group: Standard
I (CPS)
Data: C#kemiri >

Profile

4000

3000

2000

1000
I (CPS)

Smoothing Profile

4000

3000

2000

1000
I (CPS)

B.G. Subtract Profile

4000

3000

2000

1000
I (CPS)

Ka1 Profile

4000

3000

2000

1000
I (CPS)

Peak

4000

3000

2000

1000

10

0 20

78
2. Karbon Aktif Tempurung Kemiri
Group : Standard
Data : C#Aktif3Kemiri

# Strongest 3 peaks
no. peak 2Theta d I/I1 FWHM Intensity Integrated Int
no. (deg) (A) (deg) (Counts) (Counts)
1 7 20.8399 4.25906 100 0.44810 686 19395
2 2 11.5921 7.62766 84 0.37570 576 11500
3 17 29.1790 3.05806 83 0.40660 570 14333

# Peak Data List


peak 2Theta d I/I1 FWHM Intensity Integrated Int
no. (deg) (A) (deg) (Counts) (Counts)
1 10.4444 8.46312 16 0.35550 109 2074
2 11.5921 7.62766 84 0.37570 576 11500
3 18.0565 4.90883 4 0.38300 27 622
4 18.7626 4.72565 24 0.47180 163 4469
5 19.4000 4.57180 8 0.00000 56 0
6 19.8000 4.48034 8 0.00000 54 0
7 20.8399 4.25906 100 0.44810 686 19395
8 21.6000 4.11087 12 0.00000 84 0
9 22.1200 4.01539 11 0.00000 78 0
10 22.5800 3.93462 14 0.00000 96 0
11 23.3000 3.81464 23 0.00000 155 0
12 23.8400 3.72944 17 0.00000 116 0
13 24.3600 3.65099 15 0.00000 103 0
14 25.1400 3.53946 12 0.00000 79 0
15 26.3284 3.38233 36 0.62680 249 10633
16 27.3000 3.26412 18 0.46660 121 3863
17 29.1790 3.05806 83 0.40660 570 14333
18 29.8200 2.99376 23 0.00000 158 0
19 30.3807 2.93978 66 0.54860 455 13472
20 31.1400 2.86980 7 0.38660 47 1355
21 34.1246 2.62532 69 0.45770 470 11907
22 36.9640 2.42992 17 0.60000 118 4064
23 38.9166 2.31237 3 0.35330 22 354
24 39.5400 2.27734 10 0.36000 66 1033
25 39.9200 2.25654 8 0.56000 52 1576
26 41.4400 2.17721 26 0.41660 181 3869
27 41.9400 2.15240 19 0.42000 128 2922
28 43.1980 2.09259 20 0.72400 134 5118
29 44.0043 2.05610 17 0.40860 118 2286
30 44.7000 2.02570 8 0.76000 52 1537
31 45.0846 2.00931 17 0.65730 115 2679
32 45.7800 1.98039 6 0.36000 42 863
33 47.6000 1.90883 3 0.42660 24 850
34 48.3053 1.88260 19 0.44270 133 3097
35 48.9200 1.86037 9 0.36500 65 1490
36 50.1154 1.81876 23 0.45420 158 3742
37 50.6600 1.80048 7 0.39340 49 1322
38 52.9200 1.72879 3 0.46000 22 535
39 53.3325 1.71638 9 0.36910 60 1119
40 55.1616 1.66372 3 0.30330 22 411
41 57.0400 1.61331 5 0.38000 35 963
42 57.4325 1.60321 12 0.34000 80 1362

79
43 58.6100 1.57378 4 0.38000 28 620
44 59.3750 1.55532 9 0.37660 63 1216
45 60.3000 1.53365 5 0.32000 31 588
46 60.7600 1.52314 4 0.36000 27 692
47 63.9200 1.45524 6 0.64000 41 1324
48 64.3994 1.44556 28 0.34630 195 3384

80
# Data Infomation
Group : Standard
Data : C#Aktif3Kemiri
Sample Nmae : serbuk
Comment :
Date & Time : 05-22-19 12:13:04

# Measurement Condition
X-ray tube
target : Cu
voltage : 40.0 (kV)
current : 30.0 (mA)
Slits
Auto Slit : Used
divergence slit : 1.00000 (deg)
scatter slit : 1.00000 (deg)
receiving slit : 0.30000(mm)
Scanning
drive axis : Theta-2Theta
scan range : 10.0000 - 65.0000 (deg)
scan mode : Continuous Scan
scan speed : 2.0000 (deg/min)
sampling pitch : 0.0200 (deg)
preset time : 0.60 (sec)

# Data Process Condition


Smoothing [ AUTO ]
smoothing points : 29
B.G.Subtruction [ AUTO ]
sampling points : 39
repeat times : 30
Ka1-a2 Separate [ MANUAL ]
Ka1 a2 ratio : 50 (%)
Peak Search [ AUTO ]
differential points : 25
FWHM threhold : 0.050 (deg)
intensity threhold : 30 (par mil)
FWHM ratio (n-1)/n : 2
System error Correction [ NO ]
Precise peak Correction [ NO ]

81
< Group: Standard
I (CPS)
Data: C#Aktif3Kemiri >

Profile
3000

2000

1000
I (CPS)

Smoothing Profile
3000

2000

1000
I (CPS)

B.G. Subtract Profile


3000

2000

1000
I (CPS)

Ka1 Profile
3000

2000

1000
I (CPS)

Peak
3000

2000

1000

10 20
0

82
Lampiran 8. Database JCPDS Karbon

83
Lampiran 9. Perhitungan Kadar Air

a. Karbon Tempurung Kemiri

Berat Berat Berat


Berat Akhir Berat Akhir Berat Akhir Rata-rata
Kosong Cawan + Berat Uap Awal Kadar Air
No. Penimbangan Penimbangan Penimbangan Berat
Cawan Sampel Air (B-C) Sampel (%)
I II III Akhir (C)
(A) (B) (B-A)
1. 43,2797 43,8388 43,8148 43,8011 43,7967 43,8042 0,0346 0,5591 6,1885
2. 39,6263 40,1885 40,1658 40,1529 40,1521 40,1569 0,0316 0,5622 5,6207
3. 44,2113 44,8095 44,7897 44,7874 44,7703 44,7824 0,0271 0,5982 4,5302
Rata-rata Kadar Air 5,4464

berat uap air 0,0346


Kadar air (%) = x 100% = x 100% = 6,1885%
berat awal sampel 0,5591

84
b. Karbon Aktif Tempurung Kemiri

Berat Berat Berat


Berat Akhir Berat Akhir Berat Akhir Rata-rata
Kosong Cawan + Berat Uap Awal Kadar Air
No. Penimbangan Penimbangan Penimbangan Berat
Cawan Sampel Air (B-C) Sampel (%)
I II III Akhir (C)
(A) (B) (B-A)
1. 38,6113 39,2005 39,1787 39,1696 39,1640 39,1707 0,0298 0,5892 5,0577
2. 36,3282 36,9016 36,8781 36,8766 36,8701 36,8749 0,0267 0,5734 4,6564
3. 48,5117 49,0788 49,0525 49,0410 49,0321 49,0418 0,037 0,5671 6,5244
Rata-rata Kadar Air 5,4128

berat uap air 0,0298


Kadar air (%) = x 100% = x 100% = 5,0577%
berat awal sampel 0,5892

85
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Abu

a. Karbon Tempurung Kemiri

Berat Berat Berat


Berat Akhir Berat Akhir Berat Akhir Rata-rata
Kosong Cawan + Berat Abu Awal Kadar Abu
No. Penimbangan Penimbangan Penimbangan Berat
Cawan Sampel (C-A) Sampel (%)
I II III Akhir (C)
(A) (B) (B-A)
1. 20,9305 21,4644 20,9569 20,9539 20,9516 20,9541 0,0236 0,5339 4,4203
2. 27,2698 27,8148 27,3000 27,2979 27,2905 27,2961 0,0263 0,5450 4,8256
3. 25,4046 25,9847 25,4457 25,4422 25,4416 25,4431 0,0385 0,5801 6,6367
Rata-rata Kadar Abu 5,2942

berat abu 0,0236


Kadar air (%) = x 100% = x 100% = 4,4203%
berat awal sampel 0,5339

86
b. Karbon Aktif Tempurung Kemiri

Berat Berat Berat


Berat Akhir Berat Akhir Berat Akhir Rata-rata
Kosong Cawan + Berat Abu Awal Kadar Abu
No. Penimbangan Penimbangan Penimbangan Berat
Cawan Sampel (C-A) Sampel (%)
I II III Akhir (C)
(A) (B) (B-A)
1. 25,2517 25,8274 25,2841 25,2824 25,2818 25,2827 0,0310 0,5757 5,3847
2. 26,0541 26,6015 26,0832 26,0824 26,0813 26,0823 0,0282 0,5474 5,1516
3. 24,6194 25,1518 24,6464 24,6448 24,6445 24,6452 0,0258 0,5324 4,8459
Rata-rata Kadar Abu 5,1274

berat abu 0,0310


Kadar abu (%) = x 100% = x 100% = 5,1274%
berat awal sampel 0,5757

87
Lampiran 11. Perhitungan Luas Permukaan dengan Metode Metilen Biru

Penentuan Persamaan Regresi

Konsentrasi Absorbansi 0.3

0,5 0,037 0.25

1 0,043 0.2

Absorbansi
0.15 y = 0.0279x + 0.0185
2 0,072 R² = 0.9987
4 0,131 0.1

0.05
8 0,242
0
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi

88
Penentuan konsentrasi awal metilen biru (Co)

y = 0,0279 x + 0,0185

1,6 = 0,0279 x + 0,0185

x = 5668,4587 ppm

a. Karbon Tempurung Kemiri

Faktor Ce Volume Massa Xm


Absorbansi Co (mg/L) S (m2/g)
Pengenceran (mg/L) Larutan (L) Karbon (g) (mg/g)
1,07 100 3768,8172 5668,4587 0,025 0,3115 152,4592 564,1419
0,634 100 2206,0932 5668,4587 0,025 0,3409 253,9136 939,5515
0,588 100 2041,2186 5668,4587 0,025 0,3304 274,4582 1015,5724
Rata-rata Luas Permukaan 839,7553

(Co - Ce)x Volume Larutan (5668,4587 - 3768,8172)ppm x 0,025 L


Xm = = = 152,4592 mg/g
massa karbon 0,3115 gram

Xm . N . a 152,4592 mg/g . 6,02 x 1023 mol-1 . 197 x 10-20 m2


S= = = 564,1419 m2/g
Mr 320,5 g/mol

89
b. Karbon Aktif Tempurung Kemiri

Faktor Ce Volume Massa Xm


Absorbansi Co (mg/L) S (m2/g)
Pengenceran (mg/L) Larutan (L) Karbon (g) (mg/g)
0,594 100 2062,7240 5668,4587 0,025 0,3083 292,3885 1081,9195
0,598 100 2077,0609 5668,4587 0,025 0,3058 294,7788 1090,7645
0,586 100 2034,0502 5668,4587 0,025 0,3105 292,6255 1082,7965
Rata-rata Luas Permukaan 1085,1602

(Co - Ce)x Volume Larutan (5668,4587 - 2062,7240)ppm x 0,025 L


Xm = = = 292,3885 mg/g
massa karbon 0,3083 gram

Xm . N . a 292,3885 mg/g . 6,02 x 1023 mol-1 . 197 x 10-20 m2


S= = = 1081,9195 m2/g
Mr 320,5 g/mol

90
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Gugus Fungsi dengan Titrasi Boehm

a. Karbon Tempurung Kemiri

Penentuan Kadar Karboksilat

V. Titran Massa
V. Sampel V. HCl V. NaOH n Carboxyl
No NaHCO3 N. NaHCO3 N. HCl N. NaOH Karbon
(Vs) (mL) (mL) (mL) (meq/g)
(Vp) (mL) (g)
1 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 5 0,1169 8,6762
2 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 4,7 0,1169 8,3676
Rata-rata 8,5219

Vp
[VNaH𝐶𝑂3 NNaH𝐶𝑂3 - (NHCl VHCl - NNaOH VNaOH )]
Vs
ncarboxylic =
w
25 mL
[10 mL x 0,05 N - (0,0279 N x 12 mL - 0,0481 N x 5 mL)]
ncarboxylic = 10 mL
0,1169 gram

25 mL
[0,5 meq - (0,3348 meq - 0,2405 meq)]
ncarboxylic = 10 mL
0,1169 gram

25 mL
[0,5 meq - 0,0943 meq]
ncarboxylic = 10 mL = 8,6762 meq
0,1169 gram gram

91
Penentuan Kadar Lakton
V. Titran Massa
V. Sampel V. HCl V. NaOH n Lactone
No Na2CO3 N. Na2CO3 N. HCl N. NaOH Karbon
(Vs) (mL) (mL) (mL) (meq/g)
(Vp) (mL) (g)
1 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 3,2 0,1040 -1,0050
2 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 3,2 0,1040 -1,0050
Rata-rata -1,0050

Vp
[VNa2 CO3 NNa2 CO3 - (NHCl VHCl - NNaOH VNaOH )]
Vs
nlactonic = - ncarboxylic
w
25 mL
[10 mL x 0,05 N - (0,0279 N x 12 mL - 0,0481 N x 3,2 mL)]
nlactonic = 10 mL - 8,6762 meq
0,1040 gram gram

25 mL
[0,5 meq - (0,3348 meq - 0,15392 meq)]
nlactonic = 10 mL - 8,6762 meq
0,1040 gram gram

meq meq meq


nlactonic = 7,6711 - 8,6762 = -1,0050
gram gram gram

92
Penentuan Kadar Fenol
V. Titran Massa
V. Sampel V. HCl V. NaOH n Phenolic
No NaOH (Vp) N. NaOH N. HCl N. NaOH Karbon
(Vs) (mL) (mL) (mL) (meq/g)
(mL) (g)
1 25 10 0,0481 0,0279 12 0,0481 5,4 0,1006 5,4505
2 25 10 0,0481 0,0279 12 0,0481 5,7 0,1006 5,8091
Rata-rata 5,6298

Vp
[VNaOH NNaOH - (NHCl VHCl - NNaOH VNaOH )]
Vs
nphenolic = - ncarboxylic - nlactonic
w
25 mL
[10 mL x 0,0481 N - (0,0279 N x 12 mL - 0,0481 N x 5,4 mL)]
nphenolic = 10 mL - 8,6762 meq - (-4,0388 meq )
0,1006 gram gram gram

25 mL
[0,481 meq - (0,3348 meq - 0,25974 meq)]
nphenolic = 10 mL - 8,6762 meq - (-4,0388 meq )
0.1006 gram gram gram

meq meq meq meq


nphenolic = 10,0879 - 8,6762 - (-4,0388 ) = 5,4505
gram gram gram gram

93
Penentuan Kadar Basa Total
V. Titran Massa
V. Sampel N. V. NaOH V. HCl n total base
No HCl (Vp) N. HCl N. HCl Karbon
(Vs) (mL) NaOH (mL) (mL) (meq/g)
(mL) (g)
1 25 10 0,0279 0,0481 12 0,0279 9 0,1551 -0,7591
2 25 10 0,0279 0,0481 12 0,0279 10 0,1551 -0,3094
Rata-rata -0,5342

Vp
[VHCl NHCl- (NNaOH VNaOH - NHCl VHCl )]
Vs
nphenolic =
w
25 mL
[10 mL x 0,0279 N - (0,0481 N x 12 mL - 0,0279 N x 9 mL)]
nphenolic = 10 mL
0,1551 gram

25 mL
[0,279 meq - (0,5772 meq - 0,2511 meq)]
nphenolic = 10 mL
0.1551 gram

25 mL
[0,279 meq - 0,3261 meq]
nphenolic = 10 mL = -0,7591 meq
0.1551 gram gram

94
b. Karbon Aktif Tempurung Kemiri
Penentuan Kadar Karboksilat
V. Titran Massa
V. Sampel V. HCl V. NaOH n Carboxyl
No NaHCO3 N. NaHCO3 N. HCl N. NaOH Karbon
(Vs) (mL) (mL) (mL) (meq/g)
(Vp) (mL) (g)
1 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 5 0,1066 9,5145
2 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 6 0,1066 10,6425
Rata-rata 10,0785

Penentuan Kadar Lakton


V. Titran Massa
V. Sampel V. HCl V. NaOH n Lactone
No Na2CO3 N. Na2CO3 N. HCl N. NaOH Karbon
(Vs) (mL) (mL) (mL) (meq/g)
(Vp) (mL) (g)
1 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 1,9 0,1487 -5,7646
2 25 10 0,05 0,0279 12 0,0481 2,7 0,1487 -5,1176
Rata-rata -5,4411

Penentuan Kadar Fenol


V. Titran Massa
V. Sampel V. HCl V. NaOH n Phenolic
No NaOH (Vp) N. NaOH N. HCl N. NaOH Karbon
(Vs) (mL) (mL) (mL) (meq/g)
(mL) (g)
1 25 10 0,0481 0,0279 12 0,0481 6,4 0,1025 6,4367
2 25 10 0,0481 0,0279 12 0,0481 6,6 0,1025 6,6713
Rata-rata 6,5540

95
Penentuan Kadar Basa Total
V. Titran Massa
V. Sampel N. V. NaOH V. HCl n total base
No HCl (Vp) N. HCl N. HCl Karbon
(Vs) (mL) NaOH (mL) (mL) (meq/g)
(mL) (g)
1 25 10 0,0279 0,0481 12 0,0279 7,7 0,1202 -1,7339
2 25 10 0,0279 0,0481 12 0,0279 7 0,1202 -2,1401
Rata-rata -1,9370

96
Lampiran 13. Perhitungan Kapasitansi Spesifik
a. Elektrolit Li2SO4 0,5 M
Massa
Scanrate Kapasitansi
Sampel Ic (A) Id (A) karbon
(V/s) spesifik (F/g)
(gram)
0.05 3.74E-05 -1.18E-05 0.106 0.009281
KTK 0.02 4.11E-05 -1.75E-05 0.106 0.027624
0.01 4.21E-05 9.44E-06 0.106 0.030837
0.05 5.19E-05 -1.75E-05 0.1079 0.012859
KATK 0.02 5.21E-05 -1.43E-05 0.1079 0.030758
0.01 4.56E-05 -1.20E-05 0.1079 0.053383

1. Penentuan Kapasitansi Spesifik KTK

1.1 Scan rate 50 mV/s

(3.74 x 10-5 - (-1.18 x 10-5 ) A (4.77 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.009281 F⁄g
V
0.05 ⁄s x 0.106 gram V
0.05 ⁄s x 0.106 gram

1.2 Scan rate 20 mV/s

(4.11 x 10-5 - (-1.75 x 10-5 ) A (5.86 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.027624 F⁄g
0.02 V⁄s x 0.106 gram 0.02 V⁄s x 0.106 gram

1.3 Scan rate 10 mV/s

(4.21 x 10-5 - 9.44 x 10-6 ) A (3.266 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.030837 F⁄g
0.01 V⁄s x 0.106 gram 0.01 V⁄s x 0.106 gram

2. Penentuan Kapasitansi Spesifik KATK

2.1 Scan rate 50 mV/s

(5.19 x 10-5 - (-1.75 x 10-5 ) A (6.94 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.012859 F⁄g
0.05 V⁄ V⁄
s x 0.1079 gram 0.05 s x 0.1079 gram

97
1.4 Scan rate 20 mV/s

(5.21 x 10-5 - (-1.43 x 10-5 ) A (6.64 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.030758 F⁄g
0.02 V⁄ V ⁄
s x 0.1079 gram 0.02 s x 0.1079 gram

1.5 Scan rate 10 mV/s

(4.56 x 10-5 - (-1.20 x 10-5 ) A (5.76 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.053383 F⁄g
V
0.01 ⁄s x 0.1079 gram V
0.01 ⁄s x 0.1079 gram

b. Elektrolit Na2SO4 0,5 M

Massa
Scanrate Kapasitansi
Sampel Ic (A) Id (A) karbon
(V/s) spesifik (F/g)
(gram)
0.05 2.51E-05 3.13E-06 0.1212 0.003624
KTK 0.02 3.01E-05 2.50E-07 0.1212 0.012315
0.01 2.67E-05 1.75E-06 0.1212 0.020575
0.05 5.19E-05 -1.25E-05 0.011589
0.1112
KATK 0.02 4.89E-05 -1.24E-05 0.027597
0.1112
0.01 4.54E-05 -7.81E-05 0.047851
0.1112

1. Penentuan Kapasitansi Spesifik KTK

1.1 Scan rate 50 mV/s

(2.51 x 10-5 - 3.13 x 10-6 ) A (2.197 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.003624 F⁄g
0.05 V⁄s x 0.1212 gram 0.05 V⁄s x 0.1212 gram

1.2 Scan rate 20 mV/s

(3.01 x 10-5 - 2.50 x 10-7 ) A (2.985 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.012315 F⁄g
0.02 V ⁄ V ⁄
s x 0.1212 gram 0.02 s x 0.1212 gram

1.3 Scan rate 10 mV/s

(2.67 x 10-5 - 1.75 x 10-6 ) A (2.495 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.020575 F⁄g
0.01 V ⁄ V ⁄
s x 0.1212 gram 0.01 s x 0.1212 gram

98
2. Penentuan Kapasitansi Spesifik KATK

1.4 Scan rate 50 mV/s

(5.19 x 10-5 - (-1.25 x 10-5 ) A (6.44 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.011589 F⁄g
0.05 V⁄ V ⁄
s x 0.1112 gram 0.05 s x 0.1112 gram

1.5 Scan rate 20 mV/s

(4.89 x 10-5 - (-1.24 x 10-5 ) A (6.13 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.027597 F⁄g
0.02 V⁄ V ⁄
s x 0.1112 gram 0.02 s x 0.1112 gram

1.6 Scan rate 10 mV/s

(4.54 x 10-5 - (-7.81 x 10-6 ) A (5.32 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.047851 F⁄g
V
0.01 ⁄s x 0.1112 gram V
0.01 ⁄s x 0.1112 gram

c. Elektrolit K2SO4 0,5 M

Massa
Scanrate Kapasitansi
Sampel Ic (A) Id (A) karbon
(V/s) spesifik (F/g)
(gram)
0.05 2.29E-05 1.22E-05 0.1046 0.002043
KTK 0.02 2.24E-05 1.52E-05 0.1046 0.003436
0.01 2.21E-05 1.42E-05 0.1046 0.007588
0.05 3.56E-05 2.87E-06 0.1108 0.0059
KATK 0.02 3.55E-05 -3.13E-06 0.1108 0.01743
0.01 3.44E-05 -2.81E-06 0.1108 0.033619

1. Penentuan Kapasitansi Spesifik KTK

1.1 Scan rate 50 mV/s

(2.29 x 10-5 - 1.22 x 10-5 ) A (1.07 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.002043 F⁄g
0.05 V⁄s x 0.1046 gram 0.05 V⁄s x 0.1046 gram

99
1.2 Scan rate 20 mV/s

(2.24 x 10-5 - 1.52 x 10-5 ) A (7.2 x 10-6 ) A


Cs = = = 0.003436 F⁄g
0.02 V ⁄ V⁄
s x 0.1046 gram 0.02 s x 0.1046 gram

1.3 Scan rate 10 mV/s

(2.21 x 10-5 - 1.42 x 10-5 ) A (7.9 x 10-6 ) A


Cs = = = 0.007588 F⁄g
V
0.01 ⁄s x 0.1046 gram V
0.01 ⁄s x 0.1046 gram

2. Penentuan Kapasitansi Spesifik KATK

2.1 Scan rate 50 mV/s

(3.56 x 10-5 - 2.87 x 10-6 ) A (3.273 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.0059 F⁄g
V
0.05 ⁄s x 0.1108 gram V
0.05 ⁄s x 0.1108 gram

2.2 Scan rate 20 mV/s

(3.55 x 10-5 - (-3.13 x 10-6 ) A (3.863 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.01743 F⁄g
0.02 V⁄s x 0.1108 gram 0.02 V⁄s x 0.1108 gram

2.3 Scan rate 10 mV/s

(3.44 x 10-5 - (-2.81 x 10-6 ) A (3.721 x 10-5 ) A


Cs = = = 0.033619 F⁄g
0.01 V⁄s x 0.1108 gram 0.01 V⁄s x 0.1108 gram

100
Lampiran 14. Grafik Voltammogram Kapasitansi Spesifik KTK dan KATK
1. Grafik voltammogram kapasitansi spesifik dalam elektrolit Li 2SO4 0,5 M

a. KTK
0.00004
Scanrate 50 mV/s Scanrate 20 mV/s
0.00004

0.00002
0.00002

I (A)
I (A)

0.00000
0.00000

-0.00002

-0.00002
0.60 0.65 0.70 0.75 0.70 0.75 0.80
E (V) E (V)

0.00004

0.00003
I (A)

0.00002

0.00001
Scanrate 10 mV/s

0.72 0.74 0.76 0.78 0.80


E (V)

b. KATK
0.00006
0.00006
Scanrate 20 mV/s

0.00004
0.00004

0.00002
I (A)

0.00002
I (A)

0.00000

0.00000

-0.00002
Scanrate 50 mV/s
-0.00002
0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.2 0.4 0.6 0.8
E (V) E (V)

101
0.00004

0.00002
I (A)

0.00000

Scanrate 10 mV/s
-0.00002
0.15 0.20 0.25 0.30
E (V)

2. Grafik voltammogram kapasitansi spesifik dalam elektrolit Na 2SO4 0,5 M

a. KTK
0.00006
0.00006
Scanrate 50 mV/s

0.00004 0.00004
Smoothed Y1

0.00002 0.00002
I (A)

0.00000 0.00000

Scanrate 20 mV/s
-0.00002 -0.00002
-0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
E (V) E (V)

0.00006
Scanrate 10 mV/s

0.00004

0.00002
I (A)

0.00000

-0.00002
0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20
E (V)

102
b. KATK
0.00003
Scanrate 50 mV/s Scanrate 20 mV/s
0.00003

0.00002
0.00002
I (A)

I (A)
0.00001
0.00001

0.00000

0.00000
0.0 0.5 1.0 0.68 0.70 0.72 0.74 0.76
E(V) E (V)

0.00003

0.00002
I (A)

0.00001

0.00000
Scanrate 10 mV/s

0.71 0.72 0.73 0.74 0.75


E (V)

3. Grafik voltammogram kapasitansi spesifik dalam elektrolit K2SO4 0,5 M

a. KTK
0.000025
Scanrate 50 mV/s Scanrate 20 mV/s
0.000022

0.000020 0.000020
I (A)
I (A)

0.000018

0.000015

0.000016

0.000010 0.000014
-0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 0.62 0.64 0.66 0.68 0.70 0.72
E (V) E (V)

103
Scanrate 10 mV/s
0.000022

0.000020

0.000018
I (A)

0.000016

0.000014

0.65 0.70 0.75 0.80


E (V)

b. KATK

0.00004 0.00004
Scanrate 50 mV/s

0.00003
0.00003

0.00002

0.00002 I (A)
I (A)

0.00001

0.00001
0.00000

Scanrate 20 mV/s
0.00000 -0.00001
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 0.65 0.70 0.75 0.80
E (V) E (V)

0.00004

0.00003

0.00002
I (A)

0.00001

0.00000

Scanrate 20 mV/s
-0.00001
0.65 0.70 0.75 0.80
E (V)

104

Anda mungkin juga menyukai