Anda di halaman 1dari 29

i

MODIFIKASI SELULOSA AMPAS TEBU DENGAN


ASETILASI

WIDA LESTARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK

WIDA LESTARI. Modifikasi Ampas Tebu dengan Asetilasi. Dibimbing oleh


HENNY PURWANINGSIH dan ZAINAL ALIM MAS’UD.
Ampas tebu mengandung selulosa yang tinggi (52.7%), yang sangat
dimungkinkan untuk menghasilkan selulosa asetat melalui asetilasi. Selulosa
dipisahkan dari ampas tebu melalui tahapan pencucian dengan air, delignifikasi
dengan NaOH dan NaClO2, dan aktivasi H2SO4. Analisis mikroskopi elektron
susuran menunjukkan bahwa proses delignifikasi menghasilkan selulosa yang
berbentuk serat kasar yang bersalut, sedangkan aktivasi H2SO4 menghasilkan
selulosa yang berbentuk serat mikro tidak bersalut. Spektrum inframerah
menunjukkan keberhasilan asetilasi yang dibuktikan dengan keberadaan serapan
C=O ester pada bilangan gelombang 1751–1749 cm-1 dan serapan regangan –C–
O– pada bilangan gelombang 1244–1267 cm-1. Proses asetilasi pada ampas tebu
hasil delignifikasi NaOH dan NaClO2 hanya dapat sedikit memodifikasi gugus –
OH selulosa. Nilai derajat substitusi produk asetilasi ampas tebu hasil
delignifikasi NaOH, delignifikasi NaClO2, dan aktivasi H2SO4 berturut-turut
adalah 0.07, 1.01, dan 2.37. Bobot molekul meningkat sedangkan derajat
polimerisasi menurun dengan meningkatnya derajat substitusi. Bobot molekul
berkisar antara 58,577–72,516 g mol-1 dan derajat polimerisasi berkisar antara
289–509. Untuk mengevaluasi kinerja hasil modifikasi ampas tebu digunakan
sebagai fase diam pada kolom kromatografi dengan toluena sebagai fase gerak.
Pada kromatografi lapis tipis dan spektrum ultraviolet-sinar tampak menunjukkan
bahwa hampir semua komponen ekstrak etanol temulawak pada fase diam hasil
modifikasi ampas tebu tidak terelusi.

ABSTRACT

WIDA LESTARI. Modification of Sugarcane Bagasse By Acetylation.


Supervised by HENNY PURWANINGSIH and ZAINAL ALIM MAS’UD.
Bagasse has high cellulose content (52.7%), that can be modified into
cellulose acetate by acetylation. Cellulose was isolated from bagasse by treatment
with water, delignification with NaOH and NaClO2, and activation with H2SO4.
Scanning Electron Microscopy analysis showed that cellulose fibers have coated
fibers after delignification and cellulose microfiber has not coated fibers after acid
treatment. Infrared spectra showed the acetylation succeeded as proved by
absorption of C=O at 1751–1749 cm-1 and absorption of –C–O– at 1244–1267
cm-1. The degree of substitution for delignified products were 0.07 (NaOH
delignification) and 1.01 (NaClO2 delignification). Acetylated product had the
highest degree of substitution (2.37). The degree of substitution and the molecular
weight increased, meanwhile the degree of polymerization decreased. Molecular
weight was 58,577–72,516 g mol-1 and degree of polymerization was 289–509.
To evaluate the modified bagasse performance, it was used as a stationary phase
in column chromatography and toluene was used as mobile phase. The extract of
Curcuma xanthorrhiza was not eluted in the modified bagasse column.
MODIFIKASI SELULOSA AMPAS TEBU DENGAN
ASETILASI

WIDA LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Modifikasi Selulosa Ampas Tebu dengan Asetilasi
Nama : Wida Lestari
NIM : G44062165

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Henny Purwaningsih, S.Si., M.Si. Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA.


NIP 19741201 200501 2 001 NIP 19560622 198601 1 001

Mengetahui
Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS


NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya dan semoga kita semua menjadi pengikutnya
hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Henny Purwaningsih, S.Si.,
M.Si. dan Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. selaku pembimbing atas saran, kritik,
dorongan, dan bimbingannya selama penelitian serta dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Muhamad
Farid. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Masyarakat
Perkebunan atas bantuan dana penelitian yang diberikan melalui Direktorat
Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia. Selain itu,
penulis mengucapkan terima kasih pada staf laboran di Laboratorium Kimia Fisik
(Pak Mail, Pak Nano, dan Ibu Ai), Kimia Organik (Pak Sobur), Kimia Analitik
(Pak Eman), dan analis di Laboratorium Terpadu (Kak Victoria, Kak Ema, dan
Kak Yono) atas bantuan serta masukan yang diberikan.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada orang tua dan keluarga atas
bantuan materi dan doa. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan penelitian di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium
Kimia Organik, dan Laboratorium Terpadu atas kerja sama, kritik, dan semangat
selama penelitian serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2010

Wida Lestari
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 30 Januari 1988 dari ayah


Apipudin dan ibu Syariah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi staf Human Research and
Development (HRD) Ikatan Mahasiswa Kimia IPB (IMASIKA) masa jabatan
2007/2008. Bulan Juli–Agustus 2009 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di
PT Hexpharm Jaya Cipanas dengan judul Analisis Sifat Fisik dan Kimia Produk
Dapyrin Tablet Di PT Hexpharm Jaya.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... ii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 1
Alat dan Bahan................................................................................................1
Metode Penelitian……………………………………………………………2
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 4
Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi ..........................................4
Modifikasi Selulosa ........................................................................................5
Derajat Substitusi, Bobot Molekul, dan Derajat Polimerisasi ........................5
Pencirian Spektrum FTIR ...............................................................................6
Pemisahan Ekstrak Temu Lawak....................................................................6
Analisis UV-tampak........................................................................................9
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 9
Simpulan .........................................................................................................9
Saran .............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10
LAMPIRAN.......................................................................................................... 12
DAFTAR TABEL
Halaman

1 Derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi berbagai produk


asetilasi………………………………………………………………………...5
2 Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak etanol temu lawak dengan fase
diam produk asetilasi ampas tebu hasil aktivasi H2SO4…………………….....8
3 Hasil KLT eluat kromatografi kolom ekstrak etanol temu lawak dengan fase
diam silika gel…………………………………………………………………8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ampas tebu dengan berbagai perlakuan. .......................................................... 4


2 Morfologi serat selulosa sebelum dan setelah aktivasi. .................................... 5
3 Produk asetilasi ampas tebu dari berbagai perlakuan ....................................... 5
4 Spektrum FTIR ampas tebu dengan berbagai perlakuan. ................................. 7
5 Spektrum FTIR produk asetilasi dari berbagai perlakuan. ............................... 7
6 Kromatogram KLT dengan berbagai fase gerak. .............................................. 8
7 Spektrum UV-tampak ekstrak etanol fase diam produk asetilasi ampas tebu
sebelum dan sesudah elusi…………………………………………………….9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ........................................................................................13


2 Bagan preparasi proses isolasi selulosa ampas tebu ........................................14
3 Bagan proses asetilasi ......................................................................................15
4 Data modifikasi ampas tebu.............................................................................16
5 Penentuan fase gerak terbaik............................................................................20
PENDAHULUAN Selulosa merupakan salah satu
polisakarida yang berbentuk homopolimer
Perkebunan tebu di Indonesia tersebar di linear dari D-anhidroglukosa dengan ikatan β-
Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan 1,4-glukosida. Senyawa lain dalam ampas tebu
Makassar dengan total produksi di tahun 2009 seperti hemiselulosa dan lignin perlu
mencapai ± 2.8 juta ton (Ditjen Perkebunan dihilangkan dengan cara ekstraksi
2010). Dalam industri pengolahan tebu menjadi menggunakan pelarut basa encer
gula, jumlah ampas tebu yang dihasilkan (Sastrohamidjojo 1995). Selulosa yang
adalah 90% dari setiap tebu yang diolah, berbentuk kristalin dan amorf sukar larut dalam
sedangkan kandungan gula yang termanfaatkan larutan basa dan akan larut dalam larutan asam.
hanya sebesar 5% (Wijanarko et al. 2006). Dalam penelitian ini, ampas tebu yang telah
Ampas tebu merupakan limbah berserat dicuci dengan air kemudian didelignifikasi
dari batang tebu setelah melalui proses menggunakan larutan NaOH dan NaClO2.
penghancuran dan ekstraksi. Ampas tebu, Selanjutnya, untuk mendapatkan serat
seperti halnya biomassa yang lain, terdiri atas selulosa yang berukuran mikro dilakukan
tiga penyusun utama, yaitu selulosa (52.7%), homogenisasi dan aktivasi dengan larutan asam
hemiselulosa (20%), lignin (24.2%), dan (Bhattacharya et al. 2008). Hal ini dilakukan
sisanya unsur penyusun lainnya (Samsuri et al. agar probabilitas gugus asetil (CH3CO-)
2007). Selulosa ampas tebu telah dimanfaatkan menggantikan gugus hidroksil (-OH) selulosa
menjadi etanol (Samsuri et al. 2007) dan pada saat reaksi asetilasi berlangsung menjadi
sebagai produk kompos (Cahaya & Nugroho lebih besar karena tapak aktif pada serat
2007). Lignin ampas tebu telah dimanfaatkan selulosa semakin banyak. Pereaksi yang lazim
oleh Iskandar et al. (2009) sebagai bahan baku digunakan untuk reaksi asetilasi antara lain
pembuatan surfaktan, sedangkan protein ampas anhidrida asetat, asetil klorida, dan ketena.
tebu telah dimanfaatkan untuk makanan ternak Reaksi asetilasi dapat berlangsung cepat
melalui amonifikasi dan fermentasi (Widodo melalui aktivasi dengan asam asetat glasial
2006), dan senyawa pentosan ampas tebu telah yang dibantu dengan katalis asam sulfat
dimanfaatkan untuk menghasilkan senyawa (Fengel & Wegener 1989).
furfural (Wijanarko et al. 2006). Modifikasi selulosa ampas tebu dalam
Ampas tebu juga telah dimanfaatkan penelitian ini dilakukan melalui asetilasi
sebagai bahan baku pembuatan papan partikel, menggunakan pereaksi anhidrida asetat serta
pulp, bahan bakar, pupuk, dan pakan ternak. diaktivasi dengan asam asetat glasial dan
Namun, pemanfaatannya bersifat terbatas dan katalis asam sulfat. Pencirian dilakukan dengan
bernilai ekonomi rendah. Oleh karena itu, spektrofotometer inframerah transformasi
dibutuhkan cara modifikasi lain agar ampas fourier (FTIR), mikroskopi elektron susuran
tebu bisa bernilai ekonomi tinggi. Salah (SEM), penentuan derajat substitusi, bobot
satunya adalah memodifikasi selulosa ampas molekul secara viskometri, dan derajat
tebu menjadi selulosa asetat melalui reaksi polimerisasi. Selanjutnya, kinerja selulosa
asetilasi. Steinmeier (2004), Sassi & Chanzy asetat dievaluasi sebagai media separator pada
(1995), Cerquiera et al. (2007), dan Shaikh et kromatografi kolom untuk memisahkan
al. (2009) telah memodifikasi ampas tebu senyawa kurkuminoid dari senyawa ekstrak
menjadi selulosa asetat. Selain ampas tebu, etanol temu lawak.
limbah industri hasil pertanian seperti rami,
ampas sagu (ELA), onggok singkong, dan
limbah lain yang mengandung selulosa dapat BAHAN DAN METODE
dimodifikasi membentuk selulosa asetat.
Alat dan Bahan
Beberapa penelitian telah melaporkan
modifikasi selulosa menjadi selulosa asetat. Alat-alat yang digunakan adalah radas
Santi (2006) telah memodifikasi selulosa kromatografi kolom, radas kromatografi lapis
onggok sagu menjadi selulosa asetat dan Netty tipis (KLT), viskometer Ostwald,
(2006) telah memodifikasi selulosa onggok spektrofotometer FTIR Prestige-21 Shimadzu
singkong menjadi selulosa asetat dan selulosa (Lab. Terpadu, IPB), spektrofotometer UV-
nitrat. Telah dilakukan pula modifikasi selulosa tampak Shimadzu 1700 (Lab. Terpadu, IPB),
ampas sagu menjadi selulosa asetat dengan dan SEM (Puslitbang Hutan, Bogor).
derajat substitusi 0.29–1.43 menggunakan Bahan-bahan yang digunakan adalah
katalis iodin (Irfana 2010) dan dengan derajat ampas tebu (Pabrik Gula Modjopanggung,
substitusi 1.15–1.41 menggunakan katalis asam Jawa Timur), temu lawak (Pusat Studi
sulfat (Cahyani 2010). Biofarmaka, IPB), standar kurkuminoid (Pusat
Studi Biofarmaka, IPB), dan lempeng KLT dikeringkan pada suhu 105 °C selama 3 jam
silika gel GF 254 (Merck). Pereaksi yang (A4). Proses isolasi selulosa disajikan pada
digunakan adalah anhidrida asetat, asam asetat Lampiran 2.
glasial, H2SO4, NaOH, NaClO2, aseton, dan
toluena (semua berasal dari Merck).
Modifikasi secara Asetilasi (Cerqueira et al.
2007)
Metode Penelitian Sebanyak 1 g A2, A3, dan A4 masing-
masing ditambahkan 25 ml asam asetat glasial
Preparasi Ampas Tebu
dan diaduk selama 30 menit dengan pengaduk
Ampas tebu dibersihkan dengan air keran magnet. Kemudian campuran ditambahkan
untuk menghilangkan bau dan kotoran yang 0.08 ml H2SO4 dan 9 ml asam asetat glasial dan
masih ada, lalu dikeringkan pada suhu 60 °C diaduk kembali selama 25 menit. Sebanyak 32
selama 16 jam. Ampas tebu kering digiling ml anhidrida asetat lalu ditambahkan dan
dalam blender selama 5 menit lalu diayak diaduk lagi selama 30 menit. Campuran
hingga terpisah dari bagian berseratnya. selanjutnya didiamkan selama 14 jam pada
Sebanyak 6 g bagian tepung ditambahkan 400 suhu 28 °C, sebelum ditambahkan akuades
ml akuades dan diaduk dengan pengaduk untuk menghentikan reaksi hingga terbentuk
magnet selama 5 menit. Campuran disaring dan dua lapisan. Campuran kemudian disaring dan
pencucian dilakukan tiga kali. Residu endapannya dicuci dengan akuades hingga pH
kemudian dikeringkan pada suhu 50 °C hingga filtratnya netral. Residu kemudian dikeringkan
bobotnya konstan. Contoh tersebut bebas dari pada suhu 50 °C hingga bobot konstan (SA2,
komponen polisakarida yang larut dalam air SA3, dan SA4). Hasil tersebut kemudian
(A1). dianalisis dengan spektrometer FTIR
(Lampiran 3).
Delignifikasi Ampas Tebu (Bhattacharya et
al. 2008 dan Sun et al. 2004) Penentuan Kadar Asetil (ASTM D-678-91)
Sebanyak 5 g A1 ditambahkan 95 ml Kadar asetil ditentukan dengan
NaOH 4% dan dipanaskan pada suhu 80 °C menentukan jumlah NaOH yang dibutuhkan
selama 4 jam. Campuran kemudian disaring untuk menyabunkan contoh. Sebanyak 0.5 g
dengan bantuan vakum dan endapannya dicuci SA dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
dengan akuades hingga pH filtratnya tidak yang bersih, kering, dan telah diketahui bobot
berubah. Residu kemudian dikeringkan pada kosongnya. Contoh kemudian dikeringkan
suhu 50 °C hingga bobotnya konstan (A2). pada suhu 105 °C selama 3 jam untuk
Sebanyak 5 g A2 ditambahkan 35 ml ditentukan kadar airnya.
NaClO2 1.3% yang diasamkan dengan asam Contoh kering kemudian ditambahkan 20
asetat glasial sampai pH 3.5–4, lalu campuran ml etanol 75% (v/v) dan dipanaskan selama 30
dipanaskan pada suhu 75 °C selama 2 jam. menit pada suhu 60 ○C. Sebanyak 20 ml NaOH
Campuran kemudian disaring dengan bantuan 0.5 N ditambahkan ke dalam contoh dan
vakum dan endapannya dicuci dengan NaOH dipanaskan pada suhu yang sama selama 30
5% dan air hingga pH filtratnya netral. Residu menit.
kemudian dikeringkan pada suhu 50 °C hingga Contoh didiamkan selama 72 jam dan
bobotnya konstan (A3). kelebihan NaOH dititrasi dengan HCl 0.5 N
menggunakan indikator fenolftalein sampai
warna merah muda hilang. Contoh didiamkan
Preparasi Serat Selulosa Berukuran Mikro lagi selama 24 jam untuk memberi kesempatan
(Bhattacharya et al. 2008) bagi HCl berdifusi. Selanjutnya contoh dititrasi
Sebanyak 5 g A3 disuspensikan dalam 95 dengan NaOH 0.5 N sampai terbentuk warna
ml akuades dan dipanaskan hingga suhu 75 °C merah muda kembali. Pengukuran blangko
lalu disonikasi selama 10 menit dan disaring. dilakukan sama dengan contoh tanpa
Residu kemudian dikeringkan pada suhu 50 °C. penambahan contoh SA. Kadar asetil (KA)
Residu tersebut kemudian direfluks dengan dihitung dengan rumus:
H2SO4 60% (b/v) pada suhu 60 °C selama 2.5
jam. Campuran ditambahkan air es untuk 4.305
menyempurnakan reaksi. Campuran kemudian KA  D  C N a   A  B N b  
dicuci dengan akuades dan didispersikan
W
selama 5 menit. Setelah disaring, residu
Keterangan: Ekstraksi Temu Lawak (Santi 2006)
A = volume NaOH untuk titrasi contoh
Serbuk temu lawak yang telah halus
Na = normalitas HCl
kemudian diekstraksi secara maserasi
B = volume NaOH untuk titrasi blangko
menggunakan pelarut etanol dengan nisbah
Nb = normalitas NaOH
bahan dan pelarut 1:3 selama 3×21 jam.
C = volume HCl untuk titrasi contoh
Ekstraksi dihentikan dan selanjutnya ekstrak
F = 4.305 untuk kadar asetil
disaring menggunakan kertas saring dan
D = volume HCl untuk titrasi blangko
dipekatkan dengan penguap putar (rotavapor)
W = bobot contoh
pada suhu 40 °C. Residu yang diperoleh
Sementara besarnya derajat substitusi dapat
merupakan ekstrak etanol temu lawak.
dihitung menggunakan rumus:

Fraksinasi Ekstrak Temu Lawak dengan


Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi yang berisi 5 g
Keterangan: selulosa asetat disiapkan. Tinggi fase diam di
162 = bobot molekul anhidroglukosa dalam kolom 10 cm, laju alir ± 0.1 ml/menit,
43 = bobot molekul asetil dan ekstrak etanol temu lawak yang digunakan
adalah sebanyak 0.5 ml. Fase gerak yang
digunakan adalah toluena. Ekstrak dielusi
Pencirian Selulosa Asetat (SNI 06-2115- dengan mengalirkan pelarut sampai semua
1991) fraksi keluar dari kolom. Fraksi yang keluar
Viskositas. Sebanyak 0.13 g SA dari kolom ditampung sebanyak 3 ml di dalam
dikeringkan pada suhu 105 °C selama 2 jam. tabung gelap. Fraksi yang diperoleh diuji
Contoh kering ditimbang ke dalam Erlenmeyer dengan KLT dan nilai retardation factor (Rf)
dan dilarutkan dengan 50 ml aseton. Larutan yang diperoleh dibandingkan dengan dengan
disimpan dalam penangas air dengan suhu 25 nilai Rf standar kurkuminoid.
°C. Hal yang sama dilakukan terhadap aseton
sebagai blangko. Pengukuran viskositas Analisis Kromatografi Lapis Tipis
dilakukan pada suhu 25 °C. Viskositas dihitung
berdasarkan rumus KLT dilakukan dengan menotolkan
ekstrak etanol temu lawak, standar
t contoh kurkuminoid, fraksi-fraksi hasil kolom, dan
η nisbi =
t blangko hasil pengocokan fase diam dengan etanol
[η] = (K/C) x {antilog [log η nisbi/K]- 1} (sebelum dan setelah elusi) pada lempeng KLT
Keterangan: silika gel GF 254 berukuran 5×10 cm dengan
[η]: viskositas intrinsik larutan selulosa asetat bantuan pipa kapiler. Selanjutnya dielusi
(ml/g) dengan fase gerak toluena lalu dikeringkan.
K : 10 (aseton) Pola pemisahannya dapat dideteksi dengan
C : konsentrasi larutan (g/dl) sinar UV pada panjang gelombang 254 nm.

Bobot Molekul. Bobot molekul dihitung Analisis Spektrofotometer UV-tampak


berdasarkan rumus: (Cahyani 2010)
[η] = KMα Sebanyak 0.3 g SA setelah elusi
Keterangan: ditambahkan 5 ml etanol dan diaduk dengan
[η]: viskositas intrinsik pengaduk magnet selama 10 menit. Kemudian
K : 2,38 × 10-3 ml/g (Fenger & Wegener 1989) campuran disaring dengan kertas saring.
M : bobot molekul Penambahan etanol dan penyaringan diulangi
α : 1,0 dua kali lagi. Filtrat dari ketiga ulangan
kemudian dianalisis dengan spektrofotometer
Derajat Polimerisasi. Derajat polimerisasi UV-tampak. Blangko yang digunakan adalah
dihitung berdasarkan rumus: filtrat etanol dari fase diam sebelum elusi.
M = (BM per unit) n
dengan n adalah derajat polimerisasi.
PEMBAHASAN mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam
sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai
Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan perlakuan disajikan pada Gambar 1.
Aktivasi
Ampas tebu mengandung tiga senyawa
kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan
hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007),
ampas tebu mengandung 52.7% selulosa, 20%
hemiselulosa, dan 24.2% lignin (berdasarkan
bobot kering). Target utama proses asetilasi
adalah senyawa selulosa, sehingga senyawa
lainnya perlu dihilangkan. Salah satunya
melalui proses delignifikasi dengan NaOH dan A0 A1 A2 A3 A4
NaClO2. Sebelum dilakukan delignifikasi, Gambar 1 Ampas tebu dengan berbagai
ampas tebu dicuci dengan air untuk perlakuan. Sebelum pencucian air
menghilangkan senyawa-senyawa yang larut (A0), tercuci air (A1),
dalam air (A1). Pencucian tersebut terdelignifikasi NaOH (A2),
menyebabkan warna ampas tebu yang cokelat terdelignifikasi NaClO2 (A3), dan
menjadi berwarna lebih pudar dibandingkan teraktivasi H2SO4 (A4).
dengan dengan sebelum pencucian. Bobot
contoh ampas tebu hasil pencucian air juga
berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa Serat selulosa yang diperoleh dari proses
pencucian telah menghilangkan senyawa- delignifikasi diaktivasi dengan H2SO4 pada
senyawa yang larut dalam air. suhu 60 °C (A4). Sebelum diaktivasi, serat
Produk delignifikasi dengan larutan NaOH selulosa disuspensikan dalam air panas dan
(A2) menghasilkan serat yang berwarna kuning disonikasi untuk menghomogenkan suspensi
muda dan teksturnya sedikit lebih keras tersebut. Setelah diaktivasi, selulosa berwarna
sehingga sulit untuk dihaluskan. Warna serat cokelat, padat, dan rapuh.
yang pucat menunjukkan hilangnya lignin Mikrograf SEM memperlihatkan adanya
selama proses delignifikasi. Lignin larut dalam perbedaan morfologi permukaan serat selulosa
NaOH pada suhu tinggi (70–80 °C) setelah dan sebelum aktivasi asam (Gambar 2).
(Bhattacharya et al. 2008). Tekstur yang sedikit Morfologi permukaan produk sebelum
lebih keras disebabkan oleh terbukanya bagian diaktivasi menggunakan H2SO4 berupa serat
kristalin selulosa sehingga rongga kosong pada selulosa kasar dengan ukuran lebih besar dan
serat selulosa akan runtuh yang menyebabkan permukaan serat berselaput (Gambar 2a),
bahan menjadi lebih padat. Menurut Stevens sedangkan morfologi permukaan serat selulosa
(2007), ion-ion hidroksida dari NaOH diikat setelah diaktivasi memperlihatkan adanya
oleh ikatan hidrogen sehingga terbentuk fragmen-fragmen dengan ukuran yang lebih
interaksi baru yang lebih kuat antara gugus kecil dan permukaan tidak berselaput (Gambar
hidroksil selulosa dan NaOH yang membuka 2b). Menurut Bhattacharya et al. (2008), serat
bagian kristalin selulosa. selulosa berkisar 20–200 nm dan sering
Produk delignifikasi dengan larutan menggumpal sehingga ukuran seratnya terlihat
NaClO2 (A3) menghasilkan serat yang lebih lebih besar, sedangkan serat selulosa tunggal
pucat, tetapi masih berwarna kuning muda dan yang berukuran mikro berkisar 3–20 nm.
lebih keras, jika dibandingkan dengan produk Untuk melihat pengaruh aktivasi terhadap
sebelumnya, yaitu hasil delignifikasi dengan kristalinitas serat selulosa dibutuhkan analisis
NaOH. Tahapan ini tampaknya dapat lebih lanjut menggunakan mikroskopi gaya
menghilangkan sisa-sisa lignin yang tidak atom (AFM). Analisis ini dapat menunjukkan
hilang dengan larutan NaOH (A2). Senyawa bahwa proses aktivasi dengan asam akan
NaClO2 merupakan oksidator yang lazim menghilangkan sebagian besar bagian amorf
digunakan dalam pemucatan pulp di industri dari selulosa tanpa merusak struktur kristal
kertas. Dalam suasana asam, NaClO2 akan selulosa.
membentuk senyawa ClO2 yang dapat
sedangkan produk asetilasi dari contoh yang
diaktivasi H2SO4 (SA4) berbentuk butiran yang
rapuh sehingga mudah untuk dihaluskan.

SA2 SA3 SA4


a Gambar 3 Produk asetilasi ampas tebu dari
berbagai perlakuan. Delignifikasi
dengan NaOH (SA2), delignifikasi
dengan NaClO2 (SA3), dan
aktivasi H2SO4 (SA4).

Keberhasilan modifikasi dengan asetilasi


dapat dipantau secara gravimetri. Produk
asetilasi seharusnya memiliki bobot yang lebih
besar dibandingkan dengan sebelum asetilasi.
Hal ini disebabkan adanya substitusi gugus
hidroksil (–OH) dengan gugus asetil
(CH3COO-). Hasil yang diperoleh
menunjukkan adanya penurunan bobot produk
(Lampiran 4). Penurunan bobot produk ini
b disebabkan kendala-kendala teknis yang terjadi
selama proses pencucian produk. Oleh karena
Gambar 2 Morfologi serat selulosa sebelum itu, evaluasi keberhasilan modifikasi dilakukan
aktivasi (a) dan setelah aktivasi dengan menentukan derajat substitusi.
(b) perbesaran 100×.

Derajat Substitusi, Bobot Molekul, dan


Modifikasi Selulosa Derajat Polimerisasi
Modifikasi selulosa ampas tebu dilakukan Derajat substitusi (DS) diperoleh dengan
dengan cara asetilasi. Contoh yang digunakan menentukan kadar asetil produk-produk
untuk modifikasi adalah contoh yang diperoleh asetilasi. Penentuan kadar asetil dilakukan
dari tahapan delignifikasi dengan NaOH, hasil secara titrimetri berdasarkan kebutuhan NaOH
delignifikasi dengan NaClO2, dan hasil aktivasi dalam penyabunan gugus ester selulosa asetat
dengan H2SO4. Semua produk asetilasi pada medium etanol. Tabel 1 menyajikan
berwarna pucat (Gambar 3). Sementara itu, derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat
tekstur produk yang dihasilkan berbeda-beda. polimerisasi beberapa produk asetilasi.
Tekstur produk asetilasi dari contoh yang
didelignifikasi NaOH (SA2) dan NaClO2 (SA3)
masih berbentuk serat kasar dan sedikit keras,

Tabel 1 Derajat substitusi, bobot molekul, dan derajat polimerisasi berbagai produk asetilasi

Jenis Kadar air Kadar M


DS [η] (ml/g) DP
Produk (%) asetil (%) (g mol-1)
SA2 14.12 1.83 0.07 139.41 58,577 509
SA3 18.13 21.20 1.01 149.03 62,616 367
SA4 7.63 38.91 2.37 172.59 72,516 289
Ket: SA2=produk asetilasi dari contoh hasil delignifikasi NaOH, SA3=produk asetilasi dari conth hasil delignifikasi
NaClO2, dan SA4=produk asetilasi dari contoh hasil aktivasi H2SO4, DS=derajat substitusi, η=viskositas intrinsik, M=bobot
molekul, dan DP=derajat polimerisasi
DS berbagai produk asetilasi memiliki yang lebih rendah dibandingkan dengan
nilai yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan dengan molekul berbobot kecil. Oleh karena
adanya pengaruh perlakuan terhadap derajat itu, derajat polimerisasi produk asetilasi
subsitusi. Nilai DS suatu bahan dapat menurun dengan meningkatnya derajat
digunakan untuk melihat kelarutan bahan substitusi.
tersebut dalam berbagai pelarut (Brandrup &
Immergut 1975, Steinmeier 2004).
Pencirian Spektrum FTIR
Derajat substitusi produk asetilasi dari
contoh hasil delignifikasi dengan NaOH adalah Spektrum inframerah contoh ampas tebu
0.07. Hal ini disebabkan kandungan lignin hasil pencucian dengan air (A1) dan aktivasi
dalam contoh masih tinggi. Keberadaan lignin dengan asam (A4) menunjukkan pola spektrum
dalam ampas tebu menghalangi proses asetilasi khas selulosa (Gambar 4). Delignifikasi
sehingga pereaksi sulit untuk menjangkau menurunkan intensitas serapan –OH pada
gugus hidroksil selulosa yang akan disubstitusi bilangan gelombang 3356–3361 cm-1.
dengan gugus asetil. Keberadaan lignin pada contoh hasil pencucian
Produk asetilasi dari contoh hasil dengan air (A1) dan delignifikasi dengan
delignifikasi dengan NaClO2 (A3) memiliki NaOH (A2) ditandai dengan serapan pada
DS=1.01. Kandungan lignin yang terdapat bilangan gelombang 1470 dan 1651 cm-1 yang
dalam contoh ini diharapkan lebih kecil jika merupakan pita serapan vibrasi ulur kerangka
dibandingkan dengan contoh hasil delignifikasi aromatik (Silverstein et al. 2005). Hal ini
dengan NaOH, sehingga derajat substitusi menunjukkan bahwa selulosa pada A2 masih
produk asetilasinya lebih tinggi daripada terlindungi oleh lignin sehingga proses asetilasi
produk asetilasi contoh hasil delignifikasi terhambat (DS=0.07). Ketidakberadaan serapan
dengan NaOH. lignin pada contoh ampas tebu A3 dan A4
Derajat substitusi produk asetilasi hasil menunjukkan bahwa proses delignifikasi
aktivasi dengan asam adalah 2.37. Hal ini dengan NaClO2 dan aktivasi H2SO4 dapat
didukung oleh mikrograf SEM. Tekstur contoh menghilangkan lignin.
hasil aktivasi memiliki banyak fragmen serat Keberhasilan modifikasi asetilasi pada
selulosa yang berukuran lebih kecil jika contoh A4 ditunjukkan dengan adanya serapan
dibandingkan dengan contoh hasil delignifikasi C=O pada bilangan gelombang 1759 cm-1. Hal
dengan NaClO2 (contoh sebelum aktivasi ini diperkuat dengan adanya serapan –C–O–
asam) yang berbentuk serat kasar berukuran pada bilangan gelombang 1244–1267 cm-1
besar. Fragmen-fragmen kecil serat selulosa (Gambar 5). Kekuatan serapan ulur C=O sesuai
pada contoh hasil aktivasi H2SO4 menyebabkan dengan besarnya nilai derajat substitusi.
tapak aktif selulosa menjadi lebih banyak, Spektrum produk SA2 dan SA3 memiliki
sehingga probabilitas substitusi gugus asetil serapan –OH pada bilangan gelombang 3200
pada contoh ini menjadi lebih besar. cm-1 yang menunjukkan bahwa gugus –OH
Keberhasilan modifikasi selulosa dengan pada struktur selulosa tidak terasetilasi semua.
asetilasi juga dapat dipantau melalui penentuan Hal ini dibuktikan dengan nilai derajat
kadar air produk asetilasi. Modifikasi dengan substitusi yang diperoleh SA2 dan SA3, yaitu
asetilasi menyebabkan gugus hidroksil pada berturut-turut 0.07 dan 1.01. Spektrum semua
selulosa ampas tebu akan tersubstitusi oleh produk asetilasi ampas tebu tidak menunjukkan
gugus asetil yang bersifat lebih nonpolar keberadaan anhidrida asetat yang memiliki
sehingga produk asetilasinya menjadi kurang serapan pada bilangan gelombang 1800, 1750,
higroskopis karena kemampuan menjerap air dan 1020 cm-1 (Pavia et al. 2001 & Silverstein
dari gugus ester pada selulosa asetat tidak et al. 2005).
sebaik gugus alkohol pada selulosa. Secara
umum, kadar air produk asetilasi sesuai dengan
nilai derajat substitusinya. Semakin besar Pemisahan Ekstrak Temu Lawak
derajat substitusi maka kadar airnya semakin Komponen dalam ekstrak temu lawak
kecil. dipisahkan dengan cara kromatografi kolom.
Nilai derajat substitusi menunjukkan Fase diam yang digunakan adalah produk
perubahan molekul produk modifikasi. asetilasi ampas tebu hasil aktivasi H2SO4
Semakin tinggi nilai derajat substitusi semakin (SA4), karena memiliki derajat substitusi yang
besar molekul produk asetilasi, sehingga mendekati pustaka, yaitu 2.46 (Bandrup &
hambatan alir molekul tersebut lebih tinggi. Immergut 1975). Fase gerak yang digunakan
Molekul besar memiliki substitusi polimerisasi merupakan fase gerak terbaik, yaitu toluena.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3871 3582 3292 3003 2714 2425 2135 1846 1557 1267 978 689 399
cm-1
Gambar 4 Spektrum FTIR ampas tebu: biru=tercuci air, merah muda=delignifikasi dengan NaOH,
merah=delignifikasi dengan NaClO2, biru muda=aktivasi dengan H2SO4.

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0
3871,13 3485,37 3099,61 2713,84 2328,08 1942,32 1556,55 1170,79 785,028 399,265
cm -1

Gambar 5 Spektrum FTIR produk asetilasi: merah muda=delignifikasi dengan NaOH,


biru=delignifikasi dengan NaClO2, merah=aktivasi dengan H2SO4.
Pemilihan fase gerak terbaik dilakukan Hal ini dimungkinkan fase gerak yang
dengan melarutkan SA4 dalam beberapa pelarut digunakan bukan fase gerak terbaik untuk
organik yang memiliki sifat kepolaran berbeda- memisahkan senyawa kurkuminoid dari
beda, di antaranya heksana, toluena, kloroform, senyawa lain yang ada pada ekstrak etanol
dietil eter, etil asetat, etanol, air, aseton, temu lawak. Data tersebut diperkuat dengan
metanol, piridin, dan xilena. Dari semua pelarut hasil elusi toluena pada plat KLT silika gel
organik tersebut, hanya heksana, toluena, yang menunjukkan bahwa standar kurkuminoid
piridin, dan xilena yang tidak melarutkan SA4 memiliki 2 bercak.
(Lampiran 5a). Karena itu, keempat pelarut
Tabel 2 Hasil KLT eluat kromatografi kolom
tersebut dijadikan fase gerak dalam mengelusi
ekstrak temu lawak dengan fase diam
ekstrak etanol temu lawak dan standar
SA4
kurkuminoid dengan KLT.
Fase gerak terbaik memiliki daya pisah Nilai Rf Bercak Ke-
komponen contoh yang baik, di antaranya Tabung
menghasilkan bercak banyak dan teratur. 1 2 3 4 5 6 7
Pelarut toluena menghasilkan bercak lebih Ekstrak 0.03 0.12 0.21 0.44 0.49 0.53 0.90
banyak daripada keempat pelarut yang tidak standar 0.03 - - 0.43 - - -
melarutkan SA4 tersebut (Gambar 6). 8 - - 0.38 0.43 - - -
11 - - 0.18 - - - -
14 - - 0.29 - - - -
20 - - - - - 0.70 -
23 - - - - - - -
33 - - 0.28 - - - 0.85
Fase - - - - - - -
gerak

Hasil kolom SA4 memiliki pengotor yang


a b c d ditunjukkan pada tabung 14 sampai 20 (Tabel
2). Selain itu, penggunaan toluena sebagai fase
Gambar 6 Kromatog KLT dengan fase gerak gerak menyebabkan sebagian komponen
(a) heksana, (b) toluena, (c) piridin, ekstrak etanol temu lawak tidak terelusi pada
(d) xilena. fase diam SA4. Hal ini ditunjukkan dengan
ketidakberadaan bercak dengan nilai Rf
Standar kurkuminoid yang digunakan terendah pada semua tabung dan hasil analisis
memiliki konsentrasi 20 mg/25 ml. UV-tampak pada Gambar 7b.
Berdasarkan Batubara et al. (2004) standar
kurkuminoid menghasilkan 3 puncak terpisah Tabel 3 Hasil KLT eluat kromatografi kolom
dalam analisis kromatografi cairan kinerja ekstrak temu lawak dengan fase diam
tinggi (KCKT). Hal ini menunjukkan bahwa silika gel
dalam standar kurkuminoid terdapat 3
senyawa, yaitu kurkuminoid, Nilai Rf Bercak Ke-
Tabung
desmetoksikurkumin, dan bis-
1 2 3 4 5 6 7
desmetoksikurkumin. Berdasarkan struktur
ketiga senyawa tersebut, senyawa kurkuminoid Ekstrak 0.04 0.13 0.18 0.26 0.39 0.53 0.93
yang memiliki 2 gugus metoksi (–OCH3) Standar 0.04 - - 0.21 - - -
bersifat lebih polar daripada senyawa 7 - - - - 0.37 - -
desmetoksikurkumin yang memiliki satu gugus 8 - - - 0.20 - 0.50 -
metoksi dan senyawa bis-desmetoksikurkumin 9 0.04 - 0.16 - - - -
yang tidak memiliki gugus metoksi. Oleh 11 0.04 0.11 - - - 0.53 -
karena itu, senyawa kurkuminoid akan tertahan 13 0.04 - - - - - -
lebih lama di dalam fase diam sehingga 18 0.05 - - - - - -
menghasilkan bercak dengan nilai Rf lebih 24 - - - - - - -
rendah. 30 - - - - - 0.53 0.67
Hasil elusi kolom baik SA4 maupun silika
gel menunjukkan bahwa senyawa kurkuminoid
tidak terpisahkan sempurna (Tabel 3 dan 4).
Kolom silika gel berhasil mengeluarkan
hampir semua komponen yang ada pada
ekstrak etanol temu lawak. Hal ini ditunjukkan
dengan keberadaan semua bercak dengan nilai
Rf terendah sampai tertinggi (Tabel 3).
Walaupun demikian, kedua fase diam tersebut
masing-masing menghasilkan 3 fraksi, yaitu
pada tabung 8, 11, dan 33 untuk fase diam SA4
(DS=2.37) dan pada tabung 7, 13, dan 30 untuk
silika gel. Oleh karena itu, diperlukan analisis
lebih lanjut mengenai fase gerak terbaik untuk
menghasilkan pola pemisahan komponen
ekstrak etanol temu lawak yang lebih baik.
Sebagai perbandingan, pola pemisahan produk
asetilasi pada pemisahan komponen ekstrak a
etanol temu lawak dengan derajat substitusi
kurang dari 2 yang menggunakan
kloroform:etil asetat (85:15) sebagai fase gerak
tidak menghasilkan komponen tunggal (Irfana
2010 & Cahyani 2010).

Analisis UV-tampak
Analisis UV-tampak dilakukan terhadap
fase diam sebelum dan sesudah elusi. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui keberadaan
komponen ekstrak etanol temu lawak yang
tertahan dalam fase diam SA4. Etanol
digunakan untuk melarutkan pengotor dan
ekstrak etanol temu lawak yang mungkin b
tertahan di fase diam.
Fase diam SA4 sesudah elusi menunjukkan Gambar 7 Spektrum UV-tampak ekstrak etanol
kenaikan serapan dari sebelum elusi pada fase diam produk asetilasi ampas
panjang gelombang 300–480 nm (Gambar 7a tebu teraktivasi H2SO4 (a) sebelum
dan 7b). Serapan tersebut menunjukkan elusi, (b) sesudah elusi.
keberadaan ekstrak etanol temu lawak dalam
fase diam SA4. Ekstrak etanol temu lawak
memiliki serapan pada panjang gelombang
220–500 nm (Cahyani 2010). Hal ini
membuktikan bahwa sebagian komponen
SIMPULAN DAN SARAN
ekstrak etanol temu lawak pada fase diam SA4 Simpulan
tidak terelusi.
Modifikasi selulosa ampas tebu dengan
cara asetilasi dipengaruhi oleh keberadaan
senyawa-senyawa selain selulosa dan
morfologi permukaan serat selulosa. Bobot
molekul meningkat sedangkan derajat
polimerisasi menurun dengan meningkatnya
derajat substitusi. Bobot molekul berkisar
antara 58,577–72,516 g mol-1 dan derajat
polimerisasi berkisar antara 289–509. Produk
asetilasi dari ampas tebu dapat digunakan
sebagai media separator pada kromatografi
kolom.
Saran cellulose acetylation. Carbohydr Polym
69:579-582.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan.
Beberapa di antaranya adalah mencari fase
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Luas
gerak terbaik yang tidak melarutkan pelarut
Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh
produk asetilasi ampas tebu, pencirian lebih
Indonesia Menurut Pengusahaan.
lanjut menggunakan AFM dan XRD untuk
http://dirjenperkebunan.com/2010/luas-
melihat pengaruh perlakuan aktivasi dengan
area-dan-produksi/indeks [29 Jan 2010]
asam terhadap morfologi permukaan serat
selulosa ampas tebu, dan mengevaluasi kinerja
media separator untuk pemisahan senyawa Fengel D, Wegener G. 1989. Wood Chemistry
bahan alam lainnya. Ultrastructure Reactions. New York:
Walter de Gruyter.

Irfana L. 2010. Asetilasi selulosa ampas sagu


dengan katalis I2 dan aplikasinya sebagai
DAFTAR PUSTAKA
fasa diam kromatografi kolom [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
[ASTM] American Society for Testing
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Material. 1991. ASTM D871: Standard
Bogor.
Methods of Testing Cellulose Acetate.
Philadelphia: ASTM.
Iskandar L, Heri AP, Enggar H. 2009. Studi
Awal Mengenai Pembuatan Surfaktan dari
Batubara I, Yusnira, Darusman LK. 2004.
Ampas Tebu. Semarang: Universitas
Penentuan kadar kurkuminoid pada temu
Diponegoro.
lawak menggunakan metode spektroskopi
dan kromatografi cair kinerja tinggi. Di
Netty MR. 2006. Pemanfaatan onggok
dalam: Anam K, editor. Prosiding Seminar
singkong ternitrasi dan terasetilasi sebagai
Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004;
fase diam kromatografi kolom [skripsi].
Semarang, 4 Des 2004. Semarang:
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Diponegoro. hlm 57-60. Bogor.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001.


Bhattacharya D, Germinario LT, Winter WT.
Introduction To Spectroscopy. Ed ke-3.
2008. Isolation, preparation and
Washington: Thomson Learning.
characterization of cellulose microfibers
obtained from bagasse. Carbohydr Polym
73:371-377. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1991. SNI
06-2115-1991: Selulosa Asetat. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
Brandrup J, Immergut EH. 1975. Polymer
Handbook. Ed ke-2. New York: J Wiley.
Samsuri et al. 2007. Pemanfaatan selulosa
bagas untuk produksi etanol melalui
Cahaya A, Nugroho DA. 2007. Pembuatan
sakarifikasi dan fermentasi serentak
Kompos dengan Menggunakan Limbah
Padat Organik (Sampah Sayuran dan dengan enzim xylanase. Makara Teknol
Ampas Tebu). Semarang: Universitas 11:17-24.
Diponegoro.
Santi. 2006. Onggok sagu termodifikasi
sebagai fase diam dalam kromatografi
Cahyani RD. 2010. Asetilasi selulosa ampas
kolom [skripsi]. Bogor: Fakultas
sagu dan aplikasinya sebagai fase diam
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
kromatografi kolom [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Institut Pertanian Bogor.
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor. Sassi JF, Chanzy H. 1995. Ultrastructural
aspects of the acetylation of cellulose.
Cellulose 2:111-127.
Cerqueira DA, Filho GR, Meireles CS. 2007.
Optimization of sugarcane bagasse
Sastrohamidjojo H. 1995. Kayu: Kimia, Stevens MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta: penerjemah. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Gajah Mada Univ Pr. Terjemahan dari Polymer Chemistry.

Shaikh HM et al. 2009. Utilization of Sun JX et al. 2004. Isolation and


sugarcane baggase cellulose for producing characterization of cellulose from
cellulose acetates: Novel use of residual sugarcane bagasse. Polym Degrad
hemicellulose as plasticizer. Carbohydr Stability 84:331-339.
Polym 76:23-29.
Widodo Y. 2006. Penggunaan Bagas Tebu
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Teramoniasi dan Terfermentasi dalam
Spectrometric Identification of Organic Ransum Ternak Domba. Lampung:
Compounds. Ed ke-7. New York: J Will. Universitas Lampung.

Steinmeier H. 2004. Acetate manufacturing, Wijanarko A, Witono JA, Wiguna MS. 2006.
process and technology. Macromol Symp Tinjauan komprehensif perancangan awal
208:49-60. pabrik furfural berbasis ampas tebu di
Indonesia. Indones Oil Gas Community
8:1-10.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Ampas Tebu Pencirian: Analisis


Komposisi Kimia
(Proksimat)

Pencirian Selulosa:
Densitas, Viskositas, Preparasi
DP, dan BM Ampas Tebu

Modifikasi Asetilasi
(Cequeira et al. 2007)

FTIR, dan
Selulosa Asetat (3 penentuan derajat
Temu lawak prototipe) asetilasi

Aplikasi Kromatografi Kolom


Ekstrak Temu sebagai Fase diam (1prototype
lawak terbaik) UV Vis

Fraksi-fraksi dari
berbagai kolom

Analisis KLT
(Pelat Silika Gel)

Perhitungan Rf dan
dibandingkan dengan standar
Lampiran 2 Bagan preparasi proses isolasi selulosa ampas tebu (Modifikasi Bhattacharya et al.
2008 dan Sun et al. 2004)

Ampas tebu segar

Pencucian dengan air keran, pengeringan pada suhu 60 °C selama 16 jam

Ampas tebu (A0)

Pencucian dengan akuades pada suhu kamar hingga filtrat tidak berwarna, pengeringan
pada suhu 50 °C hingga bobot konstan

Ampas tebu (A1)

Delignifikasi dengan NaOH 4% pada suhu 80 °C selama 4 jam, pencucian dengan akuades
hingga pH filtratnya tidak berubah, pengeringan pada suhu 50 °C hingga bobot konstan

Ampas tebu terdelignifikasi NaOH (A2)

Delignifikasi dengan NaClO2 1.3% yang diasamkan dengan asam asetat glasial sampai pH
3.5–4, pada suhu 75 °C selama 2 jam, pencucian dengan NaOH 5% dan air hingga pH air
pencucian netral, pengeringan pada suhu 50 °C hingga bobot konstan

Ampas tebu terdelignifikasi NaClO2 (A3)

Pensuspensian dalam akuades hingga suhu 75 °C, sonikasi selama 10 menit, refluks dengan
asam sulfat 60% (b/v) pada suhu 60 °C selama 2.5 jam, penambahan air es, pencucian
dengan akuades, dispersi selama 5 menit, pengeringan pada suhu 105 °C selama 3 jam

Ampas tebu teraktivasi H2SO4 (A4)


Lampiran 3 Bagan proses asetilasi (Cerqueira et al. 2007)

1 g A2, A3, A4 ditambahkan 25 ml asam asetat glasial


(diaduk selama 30 menit dengan pengaduk magnet)

ditambahkan 0.08 mL asam sulfat pekat dan 9 mL asam asetat glasial


(diaduk selama 25 menit dengan pengaduk magnet)

ditambahkan 32 mL anhidrida asetat


(diaduk selama 30 menit dengan pengaduk magnet)

didiamkan selama 14 jam pada suhu 28 °C

dicuci dengan akuades hingga pH netral

dikeringkan pada suhu 50 °C hingga bobot konstan

ampas tebu terasetilasi (SA2, SA3, SA4)


Lampiran 4 Data modifikasi ampas tebu, penentuan kadar asetil, pencirian produk asetilasi ampas
tebu, dan mekanisme asetilasi dengan katalis H2SO4

a) Pembuatan selulosa asetat


Cawan kosong
Tipe Bobot awal (g) Cawan isi (g) Bobot akhir (g)
(g)
NaOH 2.0034 43.3189 44.4064 1.0675
NaClO2 2.0164 33.6817 35.4034 1.7217
H2SO4 1.8739 44.6596 47.6023 2.9427

b) Penentuan kadar asetil


Kadar air produk asetilasi ampas tebu
Rerata
Bobot awal Labu kosong Bobot akhir Kadar air
Tipe Labu isi (g) kadar air
(g) (g) (g) (%)
(%)
NaOH 0.5064 79.7795 80.2144 0.4349 14.1193 14.1193
0.5050 75.2338 75.6478 0.4140 18.0198
NaClO2 18.1341
0.5058 114.3156 114.7291 0.4135 18.2483
0.5225 112.3878 112.8694 0.4816 7.8276
H2SO4 7.6306
0.5112 126.1638 126.6370 0.4732 7.4335
Perhitungan:

Bobot awal (g) - Bobot akhir (g)


Kadar air   100%
Bobot awal (g)

Standarisasi HCl 0.5 N dengan Boraks (Na2BO4·10H2O)


Bobot Boraks : 4.7754 g
Volume : 50 ml
BE Boraks : 190.6825 g/ekivalen
[Boraks] : 0.5009 N
Penentuan [HCl] dengan boraks 0.05009 N
Volume boraks awal Volume boraks akhir Volume boraks terpakai
[HCl] (N)
(ml) (ml) (ml)
1.00 10.70 9.70 0.5164
10.70 20.70 10.00 0.5009
20.70 30.50 9.80 0.5111
Rataan [HCl] : 0.5095 N

Standarisasi NaOH 0.5 N dengan Asam Oksalat (H2C2O4·2H2O)


Bobot Asam oksalat : 1.6054 g
Volume : 50 ml
BE Asam oksalat : 63.035 g/ekuivalen
[Asam oksalat] : 0.5094 N
Penentuan [NaOH] dengan Asam oksalat 0.5094 N
Volume oksalat awal Volume oksalat akhir Volume oksalat terpakai
[NaOH] (N)
(ml) (ml) (ml)
2.00 12.10 10.10 0.5044
12.10 22.20 10.10 0.5044
22.20 32.20 10.00 0.5094
Rerata [NaOH]: 0.5061 N
Kadar asetilasi dan derajat substitusi
Volume
Bobot Volume Rerata
NaOH Kadar Derajat
Tipe contoh HCl 0.5095 derajat
0.5061 N asetil (%) substitusi
kering (g) N (ml) substitusi
(ml)
Blangko - 20.70 0.1 - - -
NaOH 0.4349 20.40 0.2 1.8255 0.0700 0.0700
0.4140 16.60 0.2 22.2483 1.0709
NaClO2 1.0082
0.4135 17.00 0.2 20.1534 0.9454
0.4816 12.80 0.3 36.8845 2.1722
H2SO4 2.3705
0.4732 11.90 0.2 40.9275 2.5688

Perhitungan:
[Vol blangko – Vol contoh] HCl (ml) × N HCl +
[Vol contoh – Vol blangko] NaOH (ml) × N NaOH
Kadar Asetil (%) = × 4.305
Bobot contoh kering (g)

162  KA
DS 
[4300  (42  KA)]

c) Pencirian produk asetilasi ampas tebu


Densitas produk asetilasi ampas tebu
Bobot Bobot larutan & Bobot Volume Densitas
Tipe
piknometer (g) piknometer (g) larutan (g) (ml) (g/ml)
NaOH 14.9234 34.5904 19.6670 25 0.7867
NaClO2 14.9485 34.6363 19.6878 25 0.7875
H2SO4 14.9458 34.6955 19.7497 25 0.7880

Konsentrasi larutan produk asetilasi ampas tebu


Bobot Bobot Bobot contoh & Bobot Konsentrasi
Tipe
wadah (g) contoh (g) wadah (g) kering (g) (g/ml)
NaOH 88.5779 0.1300 88.7039 0.1260 0.0025
NaClO2 79.7645 0.1339 79.8950 0.1305 0.0026
H2SO4 74.0258 0.1325 74.1469 0.1211 0.0024

Perhitungan:
Bobot contoh kering (g)
Konsentrasi larutan =
Volume pelarut (ml)

Viskositas intrinsik dan bobot molekul produk asetilasi ampas tebu


Tipe
Waktu (detik) η nisbi [η] (ml/g) M (g/mol)
Blangko 49.54 - - -
NaOH 69.78 1.4086 139.4130 58,576.8908
NaClO2 72.45 1.4625 149.0251 62,615.5882
H2SO4 74.34 1.5006 172.5891 72,516.4286
Derajat polimerisasi produk asetilasi ampas tebu
Tipe DS DS * asetil BM per unit DP
NaOH 0.0700 4.1300 115.1300 508.7891
NaClO2 1.0082 59.4838 170.4838 367.2817
H2SO4 2.3705 139.8595 250.8595 289.0719
Perhitungan:
Waktu contoh (detik)
η nisbi =
Waktu blangko (detik)

10 Log η nisbi
[η] = {antilog - 1}
C 10

[η] = K Mα

Rumus molekul selulosa asetat: [C6H7O2 (COOCH3)x]y


dengan x: derajat substitusi (DS)
y: derajat polimerisasi (DP)
BM asetil (COOCH3): 59 g/mol
BM C6H7O2: 111 g/mol

BM per unit = (DS X BM asetil) + BM C6H7O2

M
DP =
BM per unit
d) Mekanisme reaksi asetilasi selulosa dengan katalis H2SO4

OSO3H O O
OSO3H
2. O HO SO
HO3SO
O
3

O
+ H3C C O C CH3
OSO3H
OSO3H

O O O O
3.
H 3C C O C CH 3 + HO SO3 H H3 C C O SO 3H +H C
3 C OH

OH OH 2
OH 2
O OH H O
4. HO H O
O O 2
HO O H 2O O
OH OH 2
OH OH 2

OS O 3 H O
O SO 3H
O
HO 3SO
H O 3S O
O + H 3C C OH 2
O
O SO 3H
OSO 3H
Lampiran 5 Penentuan fase gerak terbaik

a. Uji kelarutan
Kelarutan produk asetilasi ampas tebu teraktivasi H2SO4

Pelarut Kelarutan
Heksana -
Toluena -
Kloroform ++
Dietil eter +
Etil asetat ++
Etanol +
Air +
Aseton ++
Metanol +
Piridin -
Xilena -
Keterangan: (+): larut
(-): tidak larut

b. Uji KLT ekstrak etanol temu lawak


Bercak hasil KLT ekstrak etanol temu lawak pada berbagai eluen
Eluen Bercak ekstrak etanol temu Standar kurkuminoid
lawak
toluena:heksana
0:100 0.06; 0.10
15:85 0.14; 0.19; 0.27
25:75 0.04; 0.21; 0.22; 0.31
50:50 0.02; 0.21; 0.26; 0.33
75:25 0.01; 0.07; 0.28; 0.40
85:15 0.02; 0.06; 0.29; 0.38
100:0 0.04; 0.12; 0.36; 0.46
piridin:toluena
0:100 0.04; 0.56; 0.93 0.05
10:90 0.13; 0.20 0.16
20:80 0.40; 0.48 0.44
25:75 0.66; 0.85 0.69
50:50 Pecah 0.80
75:25 Pecah 0.82
100:0 Pecah 0.89
Xilena Pecah Tidak ada
15:85 85:15 25:75 50:50 15:18
i) Kromatogram KLT eluen heksana:toluena

25:75 50:50 75:25 80:20 90:10


ii) Kromatogram KLT eluen pirirdina:toluena

Anda mungkin juga menyukai