Oleh :
PAPANG SULTON NULARIF
F24102027
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PAPANG SULTON NULARIF
F24102027
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Karakteristik Sifat Amilografi Tepung Jagung Termodifikasi
Nama Mahasiswa : Papang Sulton Nularif
Nomor Pokok : F24102027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen ITP
Tanggal Lulus:
LAMPIRAN
Papang Sulton Nularif. F24102027. Karakteristik Sifat Amilografi Tepung
Jagung Termodifikasi. Di bawah bimbingan Tjahja Muhandri, STP, MT.
RINGKASAN
Halaman
i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30
A. Produksi Tepung Jagung ........................................................... 30
B. Distribusi Ukuran Partikel ......................................................... 33
C. Sifat Amilografi Tepung Jagung ................................................ 35
1. Penyeragaman kadar air ............................................................. 36
2. Sifat amilografi .......................................................................... 36
a. Suhu gelatinisasi tepung jagung ............................................ 36
b. Viskositas maksimum tepung jagung .................................... 41
c. Sifat adonan selama pemanasan tepung jagung ..................... 43
d. Retrogradasi adonan tepung jagung ...................................... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 50
A. Kesimpulan .................................................................................... 50
B. Saran ............................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 52
LAMPIRAN .............................................................................................. 57
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Jagung ............................................................................................ 3
2. Struktur biji jagung ........................................................................ 5
3. Pohon industri jagung .................................................................... 12
4. Ilustrasi kurva sifat-sifat amilografi ............................................... 21
5. Diagram alir pembuatan grits jagung ............................................. 24
6. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung
fermentasi spontan ......................................................................... 25
7. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung melalui
alkalinasi dengan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1% ........... 26
8. Grits jagung Pioneer 21 ................................................................. 30
9. Pin Disc Mill .................................................................................. 31
10. Tepung jagung................................................................................ 32
11. Pengaruh waktu fermentasi terhadap distribusi ukuran partikel
tepung jagung ................................................................................. 34
12. Pengaruh waktu perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% terhadap distribusi ukuran partikel tepung jagung . 34
13. Visco Amylographer Brabender ..................................................... 35
14. Grafik amilografi tepung terfermentasi .......................................... 37
15. Grafik amilografi tepung hasil perendaman Ca(OH)2 ................... 38
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung ............ 58
2. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung......... .................... 59
3. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung .. 60
4. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
Perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung ................................... 61
5. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas maksimum tepung jagung ............. 62
6. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu a
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas maksimum tepung jagung ............................... 63
7. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas panas suhu 95oC tepung jagung .... 64
8. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas panas suhu 95oC tepung jagung ...................... 65
9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas setelah penahanan pada suhu
95oC selama 10 menit..................................................................... 66
10. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
viskositas setelah penahanan pada suhu 95oC selama 10 menit .... 67
v
11. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap breakdown viscosity....................................... 68
12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
breakdown viscosity ....................................................................... 69
13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu a
fermentasi terhadap viskositas dingin ............................................ 70
14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu a
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
viskositas dingin ............................................................................. 71
15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap setback viscosiry ............................................ 72
16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
setback viscosiry ............................................................................ 73
17. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap perbandingan nilai viskositas dingin
dengan viskositas panas setelah ditahan 10 menit
(Vd/V10menit) .................................................................................... 74
18. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
perbandingan nilai viskositas dingin dengan viskositas panas
ditahan 10 menit (Vd/V10menit) ........................................................ 75
19. Hasil analisis kadar air tepung jagung .......................................... 76
20. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung .......................................... 77
21. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
rendemen tepung ............................................................................ 78
22. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung jagung
basis jagung pipil ........................................................................... 89
vi
23. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
rendemen tepung jagung basis jagung pipil .................................. 80
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
banyak jagung varietas unggul lokal yang beraneka-ragam jenisnya bisa
dibudidayakan sehingga bisa dimanfaatkan secara optimal. Seperti Arjuna,
Bisma, Lamuru, Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning dan varietas unggul
protein tinggi yaitu, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih.
Berbagai penelitian tentang modifikasi tepung pati serealia dan umbi-
umbian telah banyak dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia maupun sifat fungsional tepung jagung yang dihasilkan, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Aini (2009) fermentasi spontan pada jagung
putih dan Subagio (2006) fermentasi pada ubi kayu. Namun mengingat
Indonesia memiliki berbagai jenis dan varietas sumber pati, khususnya jagung
dan hal tersebut akan berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak
langsung pada sifat fisik, kimia maupun sifat fungsional tepung yang
dihasilkan. Maka dari itu penelitian ini sangatlah diperlukan agar diketahui
lebih spesifik sifat-sifat untuk varietas tertentu tersebut (Pioneer 21).
Potensi industri tepung jagung untuk dikembangkan dalam skala
industri kecil atau rumah tangga sangatlah besar. Namun, karena terbatasnya
dana, teknologi produksi yang rumit, dan informasi mengenai sifat kimia dan
fungsionalnya yang kurang, masih sangat jarang ditemui industri tepung
jagung skala rumah tangga. Maka dari itu, diperlukan penelitian untuk
mengetahui informasi tentang hal-hal tersebut sehingga didapatkan teknologi
proses produksi yang tepat dan sederhana dengan menggunakan bahan-bahan
yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat serta cocok untuk
dikembangkan dalam skala industri kecil atau rumah tangga.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia
yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama
di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan
di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (Madura dan
Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak
(hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung
(dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku
industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan
pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang
telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan
farmasi (Anomina, 2009).
Gambar 1. Jagung
3
yang cukup panas dengan curah hujan 250 – 5000 mm. Klasifikasi jagung
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L
Menurut Hughes (1972), terdapat beberapa subspesies jagung yang
mempunyai nilai ekonomis cukup penting, yaitu Zea mays tunicate (pod
corn), Zea mays amylacea (soft corn), Zea mays averta (pop corn), Zea mays
indurate (flint corn), Zea mays saccharata (sweet corn), dan Zea mays
indentata (dent corn).
Terdapat tiga jenis varietas jagung yang populer di Indonesia yaitu
BISI, Pioneer, dan NK (Takdir et al., 2007). Pioneer 21 merupakan salah satu
varietas yang berpotensi untuk dikembangkan karena telah banyak ditanam
oleh petani di Indonesia. Pioneer 21 adalah kelompok jagung kuning yang
merupakan produk jagung hibrida yang telah banyak ditanam oleh petani di
Lampung Timur dan Selatan, dan Tanggamus. Keunggulan dari jagung
varietas Pioneer 21 adalah tahan kekeringan dan kondisi yang tidak normal
serta mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi yaitu 13.3 MT/hektar pipilan
kering (Anonimb, 2008).
Jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung dan
rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai
pembungkus dan pelindung biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol
jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua umur jagung semakin
kering kelobotnya (Efffendi dan Sulistiati, 1991).
Menurut Effendi dan Sulistiati (1991), tongkol jagung merupakan
simpanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tonggol.
4
Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm. Pada umumnya tongkol
jagung mengandung 300-1000 biji jagung.
5
Kulit (perikarp) merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh
epikarp (lapisan kulit luar), mesocarp, dan tegmen (seed coat). Perikarp
dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron serta berfungsi mencegah dan
kehilangan air dan kerusakan biji dari organisme penggangu. Bagian terbesar
dari biji jagung yaitu endosperma (75% dari bobot biji). Fungsi endosperma
adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Endosperma jagung
terdiri dari dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperm) dan
endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang
lebih kecil dan tersusun rapat, demikian juga susunan granula pati yang ada di
dalamnya. Bagian endosperma lunak mengadung pati yang lebih banyak dan
susunan pati tersebut tidak serapat seperti pada endosperma keras (Watson,
2003).
Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan berhubungan
erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum
dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat
gizi selama perkecambahan biji. Jagung normal mengandung 10-12% lembaga
dari berat biji. Embrio mencakup 1,1% dari berat biji jagung (sekitar 10%
bagian lembaga) dan mengandung 30,8% protein. Sedangkan skutelum
merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan selama perkecambahan
biji. Skutelum terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epitelium, parenkim,
epidermis, dan provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang
mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati, dan oil bodies yang
mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003).
Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat melekatnya biji
jagung pada tongkol jagung. Tudung pangkal biji dapat tetap ada atau terlepas
dari biji selama proses pemipilan jagung atau tudung pangkal yang merupakan
bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung (Watson, 2003).
6
Tabel 1. Bagian-bagian anatomi biji jagung
Bagian anatomi Jumlah
Pericarp (bran) 5,3
Endosperma 82,9
Lembaga (germ) 11,1
Tip cap 0,8
Sumber: Watson (2003)
7
Protein dalam jagung kuning yang memiliki jumlah terbesar adalah
zein (prolamin) dan glutelin, persentasenya berurutan adalah 5% dan 3.15%
dari biji jagung kuning, sedangkan 0.45% terdiri dari protein yaitu globulin,
albumin, dan enzim (FAO, 1968).
Zein memiliki sifat tidak larut air karena protein tersebut mengandung
asam amino hidrofobik yang terdiri dari leusin, prolin, dan alanin. Selain asam
amino tersebut, zein memiliki komposisi asam amino asam glutamat yang
tinggi tetapi rendah kadungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin. Zein
merupakan protein dengan bobot molekul rendah yang larut pada etilalkohol
dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun tidak umum
digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti glasil, fenol, dan
dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu α-zein (larut pada
95% etanol) dan β-zein (larut dalam 60% etanol). Pada α-zein, kandungan
asam amino histidin, arginin, prolin, dan metionin lebih banyak daripada yang
terkandung pada β-zein (Lasztity, 1986).
Glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi
protein larut garam dan alkohol. Komposisi asam amino pada glutelin
memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan zein antara lain lisin, arginin,
histidin, dan triptofan, tetapi kandungan asam glutamatnya rendah (Lasztity,
1986). Oleh karena itu jagung tidak dapat membentuk gluten yang merupakan
komponen penting sebagai pembentuk tekstur yang kenyal dan elastis pada mi
8
dan roti. Gluten terdiri dari gliadin dan glutenin pada kondisi tertentu setelah
dicampurkan dengan air (Indreswari, 2005).
9
1%). Pada minyak jagung kasar (sebelum diproses lanjut), terdapat asam
lemak bebas, fosfolipid, dan wax (Johnson, 1991).
10
Biji jagung juga mengandung beberapa vitamin seperti kolin (567
mg/kg), niasin (28 mg/kg), asam pantotenat (6,6 mg/kg), piridoksin (5,3
mg/kg), tiamin (3,8 mg/kg), riboflavin (1,4 mg/kg), asam folat (0,3 mg/kg),
biotin (0,08 mg/kg), serta vitamin A (β-karoten) dan vitamin E (α-tokoferol)
masing-masing sebesar 2,5 mg/kg dan 30 IU/kg (Watson, 2003). Sedangkan
mineral–mineral yang terdapat pada biji jagung dapat dilihat pada Tabel 6.
B. Pemanfaatan Jagung
Jagung dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan, diantaranya adalah sebagai bahan pangan pokok masyarakat
daerah tropis, sebagai pakan ternak di daerah beriklim sedang, dan sebagai
bahan baku dalam industri minuman, industri tepung jagung dan campuran
pembuatan kopi bubuk. Pohon industri jagung disajikan dalam Gambar 3.
Di Afrika Selatan jagung dimakan sebagai bubur dengan nama ugali.
Di Afrika Timur dengan nama chenga dan polenta di Italia. Di Rumania dan
Serbia juga dimakan dalam bentuk bubur dan dikenal dengan nama mamalia
dan zgance. Di Meksiko dan Amerika Tengah jagung dimakan dalam bentuk
keripik atau yang lebih dikenal dengan tortillas.
Sebelum dikonsumsi sebagai makanan pokok, pengolahan jagung
dilakukan dengan cara pengupasan, pemipilan kemudian ditumbuk menjadi
butiran menyerupai beras, lalu direbus dan dikukus. Di Madura dan sebagian
besar Jawa Timur, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok.
Kontribusi jagung sekitar 10% dari total masukan kalori dan protein dengan
rata-rata konsumsi 15-20 kg/tahun (Warisno, 1998).
Dalam indusrti, pemanfaatan jagung yaitu dengan mengubah
komponen biji jagung menjadi bahan yang memiliki nilai tambah yang dapt
digunakan sebagai bahan tambahan makanan ataupun bahan kimia seperti pati
termodifikasi, dekstrin, dan high fructose corn syrup. Dalam bidang non
pangan biasanya digunakan sebagai makanan ternak. Produk-produk pakan
dari jagung meliputi silase jagung, gluten jagung, jagung biji, dan jagung
pipilan
11
Jagung Muda Jagung muda dalam Kaleng
Jagung
Minyak Jagung
Tepung Jagung
Tepung Maizena
C. Tepung jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang
diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L) yang baik dan
bersih. Tahap awal dalam pembuatan tepung jagung adalah melakukan
pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Bagian yang digunakan
dalam pembuatan tepung adalah endosperma, sehingga bagian lain harus
dipisahkan. Kulit mengandung serat yang tinggi sehingga dalam pembuatan
tepung jagung kulit harus dipisahkan dari endosperma karena batas maksimal
jumlah serat kasar dalam SNI 01-3727-1995 adalah 1.5%. Lembaga
merupakan bagian dari biji yang mengandung lemak tinggi, sehingga harus
dipisahkan untuk mencegah tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak.
Tip cap harus dipisahkan dalam pembuatan tepung karena dapat meyebabkan
adanya butir-butir hitam pada tepung jagung. Adanya butir hitam dalam
tepung jagung dapat mengkontaminasi produk sehingga akan menurunkan
kualitas.
12
Tabel 7. Syarat mutu tepung jagung (SNI 01-3727-1995)
Kriterian Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Normal
Rasa - Normal
Warna - Normal
Benda-benda asing - Tidak boleh ada
Serangga dalam bentuk stadia - Tidak boleh ada
dan potongan-potongan
Jenis pati lain selain pati jagung - Tidak boleh ada
Kehalusan
Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
Air % b/b Maks. 10
Kabu % b/b Maks. 1.5
Silikat % b/b Maks. 0.1
Serat kasar % b/b Maks. 1.5
Derajat asam ml N Maks. 4.0
Cemaran logam NaOH/100 g
Timbal (Pb) Maks. 1.0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0.5
Cemaran mikroba mg/kg
Angka lempeng total koloni/g Maks. 5 x 106
E, coli APM/g Maks. 10
Kapang koloni/g Maks 104
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)
Dalam usaha mereduksi ukuran jagung telah dikenal dua jenis teknik
penggilingan, yaitu penggilingan kering (dry milling) dan pemasakan dengan
alkali (alkali cooked milling). Pada proses penggilingan cara kering, jagung
tidak mengalami perendaman yang lama. Pembasahan hanya dilakukan untuk
mengkondisikan agar endosperma jagung melunak sebelum digiling pada
hammer mill (Johson, 1991).
Pada proses penggilingan kering dihasilkan grits, meal, flour, dan
germ. Grits biasanya kurang dari 1% lemak, 1-1.5% fine meal, dan 2% flour.
Germ biasanya digunakan untuk pakan ternak dan hanya sebagian kecil yang
13
digunakan untuk makanan. Grits digunakan untuk membuat makanan sereal
atau untuk makanan ringan yang dibuat dengan metode ekstrusi (Johson,
1991).
Pengolahan biji jagung dengan alkali adalah proses pembuatan tepung
jagung dengan penambahan Ca(OH)2 kemudian direbus dan dikeringkan baru
kemudian digiling untuk mendapatkan tepung jagung. Tujuan dari
penambahan Ca(OH)2 adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada
tepung jagung. Pengolahan dengan alkali ini biasanya digunakan pada industri
pangan (Johnson, 1991). Syarat mutu tepung jagung disajikan pada Tabel 7.
Tepung yang dibuat dengan menggunakan pengilingan kering
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, penggilingan awal, pencucian dan
perendaman, penggilingan tahap akhir, kemudian pengayakan. Penggilingan
tahap awal dilakukan menggunakan hammer mill yang akan menghasilkan
penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit,
lembaga, dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman, grits akan
mengendap dan kulit serta lembaga akan mengapung. Grits jagung dikering-
anginkan hingga kadar air ±35% untuk mempermudah ke tahap penggilingan
selanjutnya. Kadar air grits yang tinggi dapat menyebabkan bahan menempel
pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat, sedangkan kadar
air yang terlalu rendah akan mengakibatkan partikel tepung setelah
penggilingan menjadi kasar dan lebih besar (tidak halus). Penggilingan tahap
akhir adalah penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill
(penggiling halus) untuk menghasilkan tepung yang lebih kecil ukurannya.
Tepung jagung yang didapat dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak
dengan menggunakan pengayak berukuran 80 mesh. Pengayakan ini bertujuan
agar ukuran partikel tepung seragam, karena perbedaan ukuran partikel
tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih
karena ukuran partikel yang lebih besar akan memerlukan waktu yang lebih
lama untuk meyerap air (Faridi dan Faubion, 1995).
14
Tabel 8. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 dan tepung
jagung kuning secara umum
Komposisi kimia Pioneer 21* Jagung kuning**
15
pati batang menpunyai berat molekul yang lebih tinggi dibanding amilosa dari
pati biji-bijian. Kemampuan amilosa untuk berinteraksi dengan iodin
membentuk komplek berwarna biru merupakan cara mendeteksi adanya pati.
Amilosa dapat terpisah dari granula yang mengembang di atas suhu
gelatinisasi. Fraksi amilosa biasanya dapat diisolasi dengan cara leaching
(Hizukuri, 1996), dengan cara dispersi dan presipitasi dan dengan metode
ultrasentrifugasi (Majzoobi et. al., 2003).
Peranan enzim β-amilase sangat bermanfaat dalam memberkan
informasi struktur amilopektin. Enzim ini akan mendegradasi amilopektin
secara tidak lengkap menghasilkan 50-60% maltosa dan dekstrin dengan berat
molekul tinggi yang mengandung semua ikatan antar dan bagian dalam
molekul (Hizukuri, 1996). Amilopektin juga secara dominan bertanggung
jawab terhadap kristalinitas granula pati (Gallant et. al., 1997).
D. Tepung/Pati Termodifikasi
Menurut Richana N dan Suarni (2006), pati jagung normal
mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa. Penggunaan pati
dalam makanan sangat terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu dan
shearing. Ketiga faktor tersebut sangat berperan dalam proses pengolahan
pangan. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
cara memodifikasi pati baik secara kimia dan enzimatik. Pengaruh modifikasi
terhadap sifat fungsional pati bergantung kepada jenis pati dan pereaksi yang
digunakan.
Menurut Fleche (1985), definisi pati termodifikasi berbeda-beda untuk
setiap ahli atau penulis. Fleche mendefinisikan pati termodifikasi sebagai pati
yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifiasi,
eterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur awalnya.
Pati yang telah dimodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang
dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-sifat yang
diinginkan adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi
dan suhu rendah, daya tahan terhadap shearing mekanis yang baik serta daya
pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi
(Wirakartakusumah, 1989). Glicksman (1969), menyatakan pati diberi
16
perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik
dari sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan
ini dapat berupa penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan
kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru adan atau perubahan
bentuk, ukuran struktur molekul pati.
Teknik modifikasi dapat dibagi menjadi dalam tiga tipe yaitu
modifikasi sifat reologi, modifikasi dengan stabilisasi, dan modifikasi spesifik.
Modifikasi pati yang termasuk ke dalam tipe modifikasi sifat reologi adalah
depolimerisasi dan ikatan silang. Proses depolimerisasi akan menurunkan
viskositas karena itu dapat digunakan pada tingkat total padatan yang lebih
tinggi. Cara yang dilakukan dapat berupa dekstrinasi, konversi asam dan
konversi basa atau oksidasi. Sedangkan teknik ikatan silang akan membentuk
jembatan antara rantai molekul sehingga didapatkan jaringan makromolekul
yang kaku. Cara ini akan mengubah sifat reologi dari pati dan sifat
resistensinya terhadap asam. Modifikasi dengan stabilisasi dilakukan melalui
reaksi esterifikasi dan eterifikasi. Sebagai hasilnya didapatkan pati dengan
tingkat retrogradasi yang lebih rendah dan stabilitas yang meningkat
(Wirakartakusumah et. al., 1989). Modifikasi melalui oksidasi dilakukan
dengan cara memasukan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke dalam
rantai lurus maupun rantai bercabang dari molekul pati. Pada proses ini terjadi
pemecahan rantai molekul pati secara acak. Hal tersebut akan mengakibatkan
sifat pati berubah antara lain menurunnya kekentalan, hilangnya sebagian sifat
gel, rendahnya retrogradasi dan tingginya daya dispersi (Luallen, 1985).
Modifikasi spesifik didapat dari reaksi-reaksi yang khas seperti kationisasi,
karboksimetilasi, graftin, dan osidasi asam secara periodik
(Wirakartakusumah et. al., 1989).
Beberapa teknik modifikasi lain yang telah dilakukan oleh para peneliti
yaitu fermentasi spontan dan perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) baik melalui proses pemasakan (nixtamalazation) ataupun tidak
melalui proses pemasakan.
17
1. Fermentasi Spontan
Salah satu proses pengolahan umbi-umbian dan serelia menjadi
tepung dan adonan adalah metode fermentasi spontan yang dapat
dilakukan secara sederhana yaitu dengan merendam bahan di dalam air
selama waktu tertentu. Menurut Sefa et. al. (2000) perendaman biji-bijian
dalam air yang berlebihan akan diikuti pertumbuhan beberapa
miokroorganisme yang diinginkan, seperti bakteri asam laktat, khamir, dan
kapang. Menurut Latunde-Dada (2009), pada proses fermentasi sereal
seperti jagung, sorgum, dan milet menjadi ogi dan ogidi terdapat peran
beberapa mikroorganisme seperti Saccharomyces cereviceae,
Lactobacillus sp, Fusarium sp, Candida mycoderma dan Penicillium sp.
Sementara itu Amusa et. al. (2005) menemukan adanya lactobacillus
lactis, Lactobacillus fermenter dan Streptococcus lactis pada ogi. Nago et.
al. (1998) menyatakan bahwa mikroorganisme yang dominan pada ogi
adalah bakteri asam laktat dan khamir.
Menurut Achi dan Akomas (2006), fermentasi digunakan secara
luas untuk mengubah dan mengawetkan makanan karena teknologinya
mudah dan keperluan energinya rendah serta produk akhirnya mempunyai
kualitas organoleptik yang unik. Beberapa penelitian mengenai fermentasi
sereal dan umbi-umbian menghasilkan perubahan beberapa sifat fisiko-
kimia dan fungsional seperti terlihat pada Tabel 9.
Proses fermentasi serealia dan umbi-umbian dalam pembuatan
tepung dan pasta memerlukan fermentasi yang bervariasi. Pembuatan ogi,
makanan tradisional dari Nigeria biasanya dipersiapkan dengan cara
perendaman biji jagung selama 1-2 hari, diikuti penggilingan dan
fermentasi lanjutan selama 1-3 hari (Nago et. al., 1998). Aremu (1993)
membuat ogi dengan cara merendam biji jagung dalam aquades dengan
perbandingan 1:2 selama 48 jam sehingga pH-nya mencapai 4.5.
Pembuatan uji, sereal yang difermentasi dilakukan dengan merendam
sereal dalam air dengan perbandingan 1:1 selama 24 jam (Onyango et. al.,
2003).
18
Tabel 9. Beberapa proses fermentasi yang dilakukan pada serelia dan
umbi-umbian
19
pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium
hidroksia (NaOH) (Sukandarrumidi, 1999).
Kapur tohor merupakan anhidrida basa, dan apabila bereaksi
dengan air akan menbentuk kalsium hidroksida. Larutan kapur tohor
mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah menarik
CO2 dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan kapur tohor
juga merupakan pengikat asam-asam nabati (Setyowati, 2000).
Teknik modifikasi dengan merendam jagung dalam larutan kapur
tohor ini telah biasa dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Meksiko
dan Amerika Tengah sebelum diolah menjadi tortila, salah satu makanan
ringan khas Meksiko dan Amerika Tengah (Sefa-Dedeh et. al., 2002).
Fernandez-Munoz et. al (2001) mengemukakan bahwa tortila yang dibuat
dari jagung yang direndam dalam larutan kapur tohor meningkatkan
ketersediaan niasin, meningkatkan kualitas protein, meningkatkan kadar
kalsium dan menurunkan jumlah aflatoksin.
Menurut Fernandez-Munoz et. al. (2001), penambahan Ca(OH)2
0.25% pada adonan tortilla selain menhasilkan tortilla dengan penerimaan
organoleptik yang lebih baik juga menghasilkan tortilla dengan struktur,
reologi, sifat fisik, dan sifat fungsional yang lebih baik.
E. Sifat Amilografi
Karakteristik sifat fungsional diperlukan untuk mendapatkan informasi
tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut
Sira (2000), karakteristik sifat fungsional yang penting dapat dilihat melalui
profil gelatinisasinya. Profil tersebut didefinisikan dengan fenomena sebagai
berikut. (1) Gelatinisasi berarti pemecahan ikatan intermolekuler dengan
meningkatnya suhu, dan sisi yang mengikat hidrogen menyerap air lebih
banyak sehingga meningkatkan kekacauan struktur, menurunkan daerah
kristalisasi dan kehilangan birefringence. Pati dengan kadar amilosa tinggi
sulit tergelatinisasi dan dapat membentuk film atau serat dengan kelarutan
yang lebih tinggi dan pengembangan pada kondisi alkali. Strukturnya yang
berupa rantai heliks dapat memerangkap asam lemak dan menghambat
pengembangan granula. (2) Pembentukan adonan merupakan fenomena yang
20
mengikuti proses gelatinisasi pada pati yang dilarutkan. Hal ini termasuk
pengembangan granula, keluarnya komponen-komponen molekuler dari
granula dan pada akhirya terjadilah kekacauan total pada granula. (3)
Retrogradasi berhubungan dengan jumlah percabangan. Ikatan hidrogen antara
gugus hidroksil pada amilosa dalam pati tergelatinisasi selama pendinginan
menghasilkan retrogradasi. Pati dengan amilopektin tinggi akan teretrogradasi
saat dibekukan.
21
pada suhu tertentu (Konik, 2001). Sifat-sifat pengembangan pati tidak hanya
pada sifat patinya tetapi juga tergantung pada kadar amilosa.
Sifat-sifat adonan pati sangat penting untuk karakteristik pati dan
aplikasinya. Informasi yang penting seperti suhu gelatinisasi, viskositas
maksimum, dan viskositas balik dapat ditentukan dengan Visco Amylographer
Brabender (Chen, 2003). Sifat-sifat adonan ini sangat berguna sebagai
indikator pada aplikasi pati. Beberapa sifat yang didapatkan langsung dari
kurva gelatinisasi seperti terlihat pada Gambar 4 meliputi:
1. Viskositas maksimum (Vm) adalah nilai maksimum viskositas yang
dicapai selama proses pemanasan
2. Viskositas panas (Vp) adalah viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
3. Viskositas panas 10 menit (Vp10) adalah viskositas yang dicapai setelah
dipertahankan 10 menit pada suhu 95oC
4. Viskositas dingin (Vd) adalah viskositas yang dicapai pada waktu
pendinginan mencapai suhu 50oC
Selain itu ada sifat-sifat lain yang diperoleh dengan cara menghitung dari
sifat-sifat diatas yaitu:
1. Breakdown viscosity (BD) = Vp - Vp10
2. Setback viscosity (SV) = Vd - Vm
3. Rasio perbandingan antara viskositas dingin dan viskositas 10 menit =
22
dapat berkembang lebih luas pada suatu bagian secara teratur yang akhirnya
membentuk daerah kristalin.
Amilosa merupakan penyebab utama terjadinya retrogradasi dalam
waktu singkat karena molekul amilosa terdiri dari rantai paralel. Retrogradasi
dalam waktu lama ditunjukkan dengan rekristalisasi yang terjadi secara lambat
pada bagian luar molekul amilopektin (Daniel dan Weaver, 2000).
Amilopektin yang terekristalisasi dalam gel yang teretrogradasi dapat meleleh
pada suhu 55oC, sementara amilosa yang terekristalisasi suhu pelelehannya
mencapai 130oC (Zhang dan Jackson, 1992).
Kecepatan dan jumlah retrogradasi meningkat dengan meningkatnya
jumlah amilosa. Pada pati yang alami, retrogradasi juga tergantung pada
kosentrasi pati, suhu penyimpanan, pH, suhu proses dan kondisi adonan.
Retrogradsi umumnya dipicu oleh konsentrasi pati yang tinggi, suhu
penyimpanan rendah dan pH antara 5 sampai 7. Garam-garam anion dan
kation monovalen dapat memicu terjadinya retrogradasi pai (Chen, 2003).
23
III. METODELOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Jagung pipil
↓
Penimbangan (10 kg)
↓
Penggilingan menggunakan Hammer Mill
↓
Pengambangan untuk membersihkan germ dan kotoran
↓
Pengeringan
↓
Grits jagung
24
1. Fermentasi Spontan
Grits jagung ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian dicuci
bersih di air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Sebelumnya
telah disediakan wadah bertutup yang bersih untuk digunakan sebagai
tempat permentasi spontan.
Grits jagung
↓
Pencucian
↓
Air (air:grits = 3:1) Wadah bertutup
↓
Fermentasi spontan dalam wadah bertutup (12, 24, 48, dan 72 jam)
↓
Penirisan/pengeringanginan (kadar air ±35%)
↓
Penggilingan halus menggunakan pin disc mill
↓
Pengeringan dengan sinar matahari
↓
Pengayakan
↓
Penimbangan (penghitungan rendemen)
↓
Tepung jagung
↓
Analisis
25
ayakan berukuran 177 µm (80 mesh) dan ditimbang. Setelah itu dilakukan
analisis pada semua tepung hasil fermentasi selama 12, 24, 48 dan 72 jam.
Proses pembuatan tepung jagung secara fermentasi spontan disajikan pada
Gambar 6.
Grits jagung
↓
Pencucian
↓
Larutan Ca(OH)2 1%
Wadah bertutup
(larutan:grits = 2:1)
↓
Perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1% (1, 2, dan 3 jam)
↓
Penirisan/ pengeringanginan (kadar air ±35%)
↓
Penggilingan halus menggunakan pin disc mill
↓
Pengeringan dengan sinar matahari
↓
Pengayakan
↓
Penimbangan (penghitungan rendemen)
↓
Tepung jagung
↓
Analisis
26
perendaman dalam selang waktu tersebut, grits jagung diangkat dan
ditiriskan kemudian dikeringanginkan sampai setengah kering atau kadar
air kurang lebih 35%. Setelah itu jagung ditepungkan memakai alat pin
disc mill. Tepung yang dihasilkan dari penggilingan tersebut kemudian
diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh dan ditimbang. Setelah
itu dilakukan analisis pada semua tepung hasil fermentasi selama 1, 2, dan
3 jam. Berikut diagram alir proses pembuatan tepung jagung dengan
metode alkalinasi melalui perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1%
(Gambar 7).
C. Metode Analisis
1. Penghitungan Rendemen
Rendemen dihitung melalui perbandingan jumlah tepung yang
dihasilkan (dalam gram) dengan jumlah grits jagung awal yang dipakai
dikalikan dengan 100%.
B
Rendemen (%) = x 100%
A
Dimana A = Jumlah grits jagung yang dipakai (g)
B = Jumlah tepung yang dihasilkan (g)
27
3. Analisis Sifat Amilografi
a. Persiapan sampel (penyeragaman kadar air)
Tepung yang lolos ayakan berukuran 80 mesh atau setara
dengan 177 µm kemudian dikeringkan selama 24 jam dalam oven
pengering bersuhu 50oC. Diasumsikan bahwa setelah contoh
mengalami perlakuan pengeringan selama 24 jam, kadar air contoh
relatif seragam.
Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven pada suhu
100-102˚C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (W0). Lima gram contoh homogen dimasukkan ke
cawan tersebut dan ditimbang (W1) kemudian dipanaskan pada suhu
100-102˚C selama 24 jam. Selanjutnya, cawan yang telah berisi
contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Pemanasan
dalam oven dilakukan sampai diperoleh berat konstan.
W1 − W2
Kadar Air (%BK) =
W1 − W0
b. Analisis sampel
Pengukuran sifat-sifat amilografi menggunakan alat Visco
Amylographer Brabender tipe D-4100 Duisburg buatan Jerman. Mula-
mula suhu awal alat ditepatkan pada suhu ruang (30oC). Sampel
(tepung jagung yang lolos ayakan berukuran 80 mesh atau setara
dengan 177 µm) sebanyak 10% w/v (45.00 gram disuspensikan
dengan 450 ml aquades) dimasukkan ke dalam mangkok amilografi
pada kecepatan putaran 75 putaran per menit (75 rpm) sambil
dinaikkan suhu dari 30oC sampai suhu 95oC dengan laju kenaikan
suhu 1.5oC per menit.
Perubahan viskositas contoh dicatat secara kontinyu oleh Visco
Amylographer Brabender pada kertas grafik. Dari kurva yang
dihasilkan dapat ditentukan suhu gelatinisasi (oC), suhu gelatinisasi
maksimum, viskositas puncak/maksimum (BU), viskositas panas suhu
95oC (BU), viskositas penahanan suhu 95oC (dalam penelitian ini
28
dilakukan penahan suhu selama 10 menit), breakdown viscosity (BU),
viskositas dingin (BU), setback viscosity (BU), dan rasio perbandingan
antara viskositas dingin dan viskositas maksimum.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
grits jagung diusahakan tidak terlalu kering ataupun tidak terlalu basah, kira-
kira kadar air ±35%. Hal ini bertujuan untuk memudahkan saat penggilingan.
Karena bila grits jagung terlalu basah akan menghasilkan tepung jagung yang
kasar sedangkan apabila grits jagung terlalu basah akan meyebabkan lengket
di penggiling sehingga tepung sulit keluar melewati saringan. Banyaknya grits
yang masuk ke dalam alat juga diusahakan tidak terlalu banyak. Hal ini
bertujuan agar alat tidak menjadi macet sehingga penepungan berjalan dengan
optimal.
31
pengayakan kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen yang
dihasilkan. Tabel 10 menunjukkan rendemen yang dihasilkan dari
penggilingan grits jagung hasil fermentasi dan perendaman dalam larutan
kapur tohor (Ca(OH)2) 1%.
Keterangan: *angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada taraf 5%
*Hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada
lampiran 20-23
32
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rendemen tepung jagung yang
dihasilkan lebih dari 50%. Rendemen tepung jagung hasil fermentasi selama
0, 12, 24, 48, dan 72 jam berturut-turut adalah 74.50%, 75.43%, 81.25%,
87.19%, dan 85.83%. Sedangkan rendemen tepung jagung hasil perendaman
dengan larutan kapur tohor 1% selama 1, 2, dan 3 jam berturut-turut adalah
58.06%, 87.23%, dan 90.72%. Rendemen terbesar yang didapat adalah
rendemen tepung jagung hasil perendaman dengan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
selama 180 menit yaitu sebesar 90.72%. Perbedaan rendemen dari tepung
jagung yang dihasilkan ini disebabkan oleh adanya tepung yang menempel
pada alat penggiling dan kain penampung tepung hasil penggilingan atau
tercecer saat pemindahan.
oleh lamanya perendaman akan mempengaruhi tekstur grits jagung saat
penggilingan.
60
50
0 jam
Distribusi (
40
12 jam
30 24 jam
48 jam
20
72 jam
10
0
>125 µm 125 - 90 µm 90 - 75 µm <75 µm
Ukuran Partikel (µm)
35
30
25
Distribusi (
0 jam
20 1 jam
15 2 jam
3 jam
10
0
>125 µm 125 - 90 µm 90 - 75 µm <75 µm
Ukuran Partikel (µm)
34
Perendaman larutan grits jagung dengan larutan kapur tohor 1%
(Ca(OH)2) menghasilkan tepung jagung dengan distribusi ukuran partikel
yang hampir merata di setiap waktu perendaman. Pola yang didapatkan adalah
jumlah partikel yang berukuran paling halus selalu meningkat di setiap
perlakuan perendaman.
Jumlah partikel tepung jagung yang berukuran lebih dari 125 µm
berkisar antara 15-20%, jumlah partikel tepung jagung dengan ukuran antara
90-125 µm berkisar antara 21-30%, jumlah partikel tepung jagung dengan
ukuran antara 75-90 µm berkisar antara 26-28 %, dan jumlah partikel tepung
jagung dengan ukuran kurang dari 75 µm berkisar antara 29-38%. Gambar 12
adalah grafik pengaruh lamanya perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% terhadap distribusi partikel tepung jagung.
molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati penyusun tepung
sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Gambar 14 dan 15 adalah
grafik amilografi tepung jagung hasil fermentasi dan perendaman dengan
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%.
2. Sifat amilografi
a. Suhu gelatinisasi tepung jagung
Suhu gelatinisasi menunjukkan suhu awal meningkatnya
viskositas saat pemanasan atau awal terjadinya gelatinisasi yang
disebabkan karena terjadinya pembengkakan granula pati yang
irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air
lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula (Leach
et. al., 1959).
36
Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula diikuti
berubahnya struktur granula dan hilangnya sifat kristalin. Sebelum
granula berubah, beberapa bahan terutama amilosa mulai terpisah dari
granula. Komponen-komponen yang terpisah meningkat dengan
meningkatnya berat molekul dan lebih meningkat lagi dengan
meningkatnya suhu (Prentice et al., 1992). Tetapi tidak semua amilosa
terpisah selama gelatinisasi (Ellies et at., 1988).
gelatinisasi akan meningkat. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Eliasson dan Carlsson (1981) mengenai kurva amilografi pati gandum
dengan kandungan lemak yang cukup tinggi menunjukkan bahwa
viskositas mulai meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Sedangkan
jika lemak dihilangkan, kurva amilografi berubah dimana viskositas
mulai meningkat pada suhu yang lebih rendah dan viskositas
mencapai maksimum pada suhu yang lebih rendah pula.
38
Tabel 11. Suhu gelatinisasi tepung jagung
Suhu awal Suhu gelatinisasi
Perlakuan
gelatinisasi (oC) maksimum (oC)
Fermentasi
0 jam 76.50e 88.50d
12 jam 73.50d 88.75d
24 jam 71.55c 83.62a
48 jam 69.15a 85.50b
72 jam 70.65b 87.37c
Perendaman Ca(OH)2) 1%
0 jam 76.50c 88.50c
1 jam 73.12b 81.60b
2 jam 72.75b 80.25a
3 jam 72.00a 79.20a
39
gelatinisasi maksimum dan kemudian suhu gelatinsasi naik kembali
setelah fermentasi lanjutan selama 72 jam (87.37oC).
Perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) selama 1 jam menurunkan suhu awal gelatinisasi menjadi
73.12oC dan berbeda nyata dengan tepung jagung tanpa perlakuan
perendaman (76.50oC). Perendaman lanjutan selama 2 jam cenderung
tidak mengubah suhu awal gelatinisasi dari tepung yang dihasilkan
karena cenderung tetap (72.75oC) dan kemudian turun kembali setelah
perendaman selama 3 jam (72.00oC).
Tepung jagung yang dihasilkan dari perendaman grits jagung
dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 1 jam tergelatinisasi
maksimum pada suhu 81.60oC. Hal tersebut menunjukkan adanya
penurunan suhu gelatinisasi maksimum dan berbeda nyata bila
dibandingkan dengan tepung jagung yang dihasilkan dari grits jagung
tanpa perendaman (88.50oC). Penurunan suhu gelatiisasi maksimum
terus berlanjut sampai perendaman selama 2 jam (80.25oC) dan
perendaman selanjutnya selama 3 jam cenderung tidak mengubah
suhu gelatinisasi maksimum menjadi 79.20oC.
Penurunan suhu gelatinisasi juga berkaitan dengan ukuran
partikel. Fermentasi dan perendaman grits jagung dengan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% menghasilkan tepung yang berukuran paling halus (<75
µm) yang semakin meningkat di setiap selang waktu fermentasi dan
perendaman. Karena ukuran yang kecil dan seragam itulah
dimungkinkan gelatinisasi terjadi seraca serempak sehingga proses
gelatinisasi menjadi lebih cepat dan sebagai imbasnya suhu
gelatinisasi tepung menjadi turun.
Penambahan larutan basa kuat (Ca(OH)2) pada grits jagung
akan melarutkan sebagian besar protein jagung sehingga kadar protein
pada tepung jagung akan menurun. Penurunan kadar protein ini akan
membuat pati lebih mudah menyerap air sehingga mempercepat
proses gelatinisasi bila dibandingkan dengan tepung jagung tanpa
perlakuan perendaman Ca(OH)2.
40
Menurut Christianson (1982), keberadaan gula pada
pemanasan pati akan menghambat gelatinisasi karena terhambatnya
pembengkakan granula pati oleh gula reduksi yang bersifat hidrofilik,
sehingga semakin banyak jumlah pati dibanding gula akan semakin
cepat terjadinya gelatinisasi yang akan menurunkan suhu gelatinisasi.
Pada aplikasi pembuatan produk pangan, untuk menghindari suhu
gelatinisasi yang terlalu tinggi karena adanya gula, maka penambahan
gula dilakukan setelah terjadinya gelatinisasi. Pengaruh gula terhadap
gelatinisasi tergantung jenis gula, sukrosa mempunyai suhu
gelatinisasi tertinggi, dimana peningkatannya tergantung konsentrasi
sukrosa. Gula lain yaitu fruktosa, glukosa atau maltosa mempengaruhi
gelatinisasi dengan pola yang sama. Lebih tinggi konsentrasi substansi
mengandung hidroksil yang larut air, lebih besar penghambatan
pengembangan granula.
b. Viskositas maksimum
Viskositas puncak merupakan titik puncak viskositas adonan
pada proses pemanasan yang merupakan indikator adonan pada proses
kemudahan jika dimasak dan juga menunjukkan kekuatan adonan
yang terbentuk dari gelatinisasi selama pengolahan dalam aplikasi
makanan. Pada saat suspensi pati dipanaskan, granula yang dimulai
mengembang sejak mencapai suhu gelatinisasi akan terus
mengembang.
Selama gelatinisasi, amilosa mengalami leaching dari granula
pati dan bersama dengan amilopektin menjadi sangat terhidrasi.
Akibatnya suspensi menjadi lebih jernih dan viskositasnya meningkat
terus sampai mencapai puncak dimana granula mengalami hidrasi
maksimum (Aini, 2009).
Viskositas maksimum menggambarkan fragilitas dari granula
pati yang mengembang, yaitu mulai saat pertama kali mengembang
sampai granula tersebut pecah selama pengadukan yang terus-menerus
41
secara mekanik oleh Visco Amylographer Brabender (Wurzburg.,
1986).
Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai
viskositas maksimum 838.50 BU. Fermentasi selama 12 jam
menaikkan viskositas maksimum menjadi 875.00 BU. Viskositas
maksimum terus naik setelah waktu fermentasi selama 24 jam yaitu
sebesar 972.75 BU dan mencapai puncaknya setelah waktu fermentasi
selama 48 jam (1019.00 BU). Fermentasi lanjutan selama 72 jam
memiliki viskositas maksimum yang cenderung tetap (1007.00 BU).
menjadi 858.50 BU. Hasil tersebut berbeda nyata dengan viskositas
maksimum dari tepung jagung tanpa perendaman (838.50 BU) dan
terus naik setelah waktu perendaman hingga 2 jam (900.00 BU).
Sedangkan perendaman lanjutan selama 3 jam memiliki viskositas
maksimum yang cenderung sama (907.50 BU) dengan tepung yang
dihasilkan dari perendaman selama 2 jam.
Bryant dan Hamaker (1998) mengatakan bahwa perlakuan
perendaman dengan variasi konsentrasi Ca(OH)2 antara 0.1-1% pada
tepung jagung yang telah dihilangkan lemaknya menunjukkan
peningkatan viskositas maksimum dan perendaman dengan Ca(OH)2
0.1% memiliki viskositas maksimum tertinggi.
43
Menurut Fredickson et. al. (1998) sifat pati selama gelatinisasi
dipengaruhi rasio antara amilosa dan amilopektin. Amilopektin
berperan terhadap pengembangan dan sifat adonan pati, sedangkan
amilosa menghambat pengembangan. Granula pati dengan kadar
amilopektin tinggi mengahasilkan granula yang lebih mengembang
dan viskositas sementara rantai linier amilosa keluar dari granula dan
membuat fase kontinyu di luar granula bersama lipid sehingga
menghambat pengembangan dan mengahsilkan viskositas adonan
yang rendah.
907.50, 825.50, dan 780.00. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa
fermentasi selama 12 sampai 48 jam menaikkan viskositas panas
kemudian viskositas panas tersebut turun kembali setelah fermentasi
lanjutan selama 72 jam. Peningkatan viskositas panas selama
fermentasi sesuai dengan penelitian Subagio (2006) bahwa tepung ubi
kayu yang dihasilan melalui proses fermentasi meningkat
viskositasnya. Hal serupa juga dikemukan oleh Aini (2009), proses
fementasi grits jagung putih selama 24 sampai 48 jam menaikkan
viskositas panas tepung yang dihasilkan kemudian turun kembali
setelah fermentasi lanjutan selama 60 sampai 72 jam.
Perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% selama 1 jam menghasilkan viskositas panas sebesar
619.00 BU berbeda nyata dengan viskositas panas tepung jagung
tanpa perendaman. Waktu perendaman lanjutan selama 2 jam relatif
tidak mengubah viskositas panas tepung jagung secara signifikan
dengan tepung hasil perendaman selama 2 jam. Namun waktu
perendaman berikutnya selama 180 menit, viskositas panas turun
kembali menjadi 603.00 BU.
Viskositas panas 10 menit adalah viskositas yang dicapai pada
suhu 95oC setelah dipertahankan selama 10 menit. Fermentasi sampai
24 jam menaikkan viskositas 10 menit tepung yang dihasilkan.
Viskositas 10 menit dari tepung jagung yang difermentasi selama 24
jam memberikan nilai paling tinggi yaitu 870.00 BU berbeda nyata
dengan viskositas 10 menit dari tepung jagung tanpa fermentasi
(647.50 BU). Fermentasi lanjutan sampai 48 jam menurunkan kembali
viskositas panas 10 menit menjadi 745.00 BU. Nilai tersebut terus
turun setelah perendaman lanjutan selama 72 jam (650.00 BU).
Perendaman dalam kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 1, 2, dan 3 jam
menurunkan viskositas panas 10 menit tepung yang dihasilkan.
Viskositas 10 menit dari tepung yang dibuat dari grits jagung yang
direndam dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 3 jam
45
menurunkan viskositas panas 10 menit yang dari 647.50 BU untuk
tepung tanpa perendaman menjadi 585.00 BU.
Breakdown viscosity adalah selisih antara viskositas panas
dengan viskositas panas 10 menit pada suhu 95oC. Stabilitas
pemanasan dapat dilihat dari nilai breakdown viscosity, dimana
breakdown viscosity 0 BU atau mendekati 0 BU menunjukkan
stabilitas pemanasan yang baik. Fermentasi selama 12 jam
menghasilkan breakdown viscosity terkecil yaitu 35.00 BU berbeda
nyata dengan breakdown viscosity tepung jagung tanpa fermentasi
(75.00 BU). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tepung jagung yang
difermentasi selama 12 jam akan lebih stabil selama pemanasan.
Fermentasi lanjutan selama 24 jam cenderung tidak mengubah
breakdown viscosity. Kestabilannya terus menurun ditandai dengan
semakin meningkatnya breakdown viscosity tepung ketika waktu
fermentasi dilanjutan menjadi 48 jam dan 72 jam (80.00 BU dan
130.00 BU).
Perendaman dalam larutan kapur tohor tohor (Ca(OH)2) 1%
pada tiap perlakuan waktu perendaman menurunkan breakdown
viscosity. Tepung yang dihasilkan dari grits jagung yang direndam
dalam larutan kapur tohor selama 3 jam memiliki breakdown viscosity
terkecil (20.00 BU). Hal tersebut menunjukkan bahwa perendaman
selama 3 jam menghasilkan tepung yang paling stabil saat pemanasan
bila dibandingkan dengan tepung yang dihasilkan dari waktu
perendaman lainnya.
meningkat ke viskositas akhir. Peningkatan viskositas saat
pendinginan menentukan kecenderungan berkumpul kembali pati
yang merefleksikan kecenderungan produk untuk teretrogradasi.
Retrogradasi berhubungan dengan jumlah percabangan. Ikatan
Hidrogen antara gugus OH dan sisi penerima hidrogen pada amilosa
dalam pati. Air keluar dari struktur gel dan pati menjadi tidak larut.
Pada tahap awal, dua atau lebih rantai pati membentuk ikatan
sederhana yang dapat berkembang lebih luas pada suatu bagian secara
teratur dan akhirnya membentuk daerah kristalin (Aini, 2009).
47
alami, retrogradasi juga tergantung pada konsentrasi pati, suhu
penyimpanan, pH, suhu proses dan komposisi adonan. Retrogradasi
pada umumnya dipicu oleh konsentrasi pati yang tinggi, suhu
penyimpanan rendah dan pH antara 5-7. garam-garam anion dan
kation monovalen juga dapat memicu retrogradasi pati (Chen, 2003).
Viskositas dingin adalah viskositas yang dicapai pada waktu
pendinginan mencapai suhu 50oC. Fermentasi grits jagung selama 24
jam meningkatkan viskositas dingin tepung jagung dari 1340.00 BU
pada tepung yang dibuat tanpa fermentasi menjadi 1570.00 BU.
Fermentasi lanjutan selama 48 jam viskositas dingin mengalami
penurunan kembali dan hal tersebut berlanjut sampai fermentasi
lanjutan selama 72 jam.
Sedangkan tepung jagung yang dihasilkan dari grits jagung
yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% selama 1 jam menurunkan viskositas dingin dari
1340.00 BU pada tepung tanpa perendaman menjadi 680.00 BU.
Perendaman lanjutan selama 2 dan 3 jam menaikkan kembali
viskositas dingin tepung dari 755.00 BU untuk tepung yang direndam
selama 2 jam menjadi 710.00 BU dan 770.00 BU. Jagung yang
mendapat perlakukan perendaman dengan kapur tohor (Ca(OH)2)
tanpa pemanasan akan menurunkan viskositas tepung yang dihasilkan
secara drastis. Penurunan viskositas tersebut terutama terjadi pada saat
suspensi tepung didinginkan. Hal tersebut disebabkan oleh penjenuhan
ikatan silang yang terjadi antara pati dengan ion Ca2+ dan atau
Ca(OH)+ yang mencegah berkumpulnya kembali molekul-molekul
pati sehingga megakibatkan viskositas dingin tepung menjadi turun
(Sefa-Dedeh, 1991).
Rasio antara viskositas dingin dengan viskositas panas 10
menit ( ) adalah indikasi terbentuknya retrogradasi, dimana
viskositas dingin dengan viskositas panas 10 menit lebih
menggambarkan retrogradasi selama pendinginan dibandingkan
parameter lain sepeti viskositas dingin atau setback viscosity. Tepung
jagung yang dibuat tanpa fermentasi memiliki rasio antara viskositas
dingin dengan viskositas panas 10 menit sebesar 2.07 dan fermentasi
sampai 12 jam menurunkan rasio antara viskositas dingin dengan
viskositas panas 10 menit menjadi 1.81. Rasio antara viskositas dingin
dengan viskositas panas 10 menit tersebut cenderung tetap setelah
fermentasi lanjutan selama 24 dan 48 jam yaitu sebesar 1.80 dan 1.91.
Fermentasi lanjutan selama 72 jam menaikkan kembali rasio antara
viskositas dingin dengan viskositas panas 10 menit menjadi 2.27.
Semakin tinggi kadar protein akan meningkatkan
kecenderungan terjadinya retogradasi tepung. Peningkatan
retrogradasi disinyalir karena adanya peningkatan ikatan hidrogen
selama pendinginan yang disebabkan perlakuan hidrotermal dan
interaksi antara polisakarida dan protein (Oluwamukomi et. al. 2005).
Kemudahan adonan saat dimasak juga mempengaruhi tingkat
retrogradasi tepung jagung. Semakin mudah pemasakan dan semakin
stabil selama pemanasan maka semakin rendah kecenderungan produk
teretrogradasi (Aini, 2009).
Perendaman grits jagung dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2)
1% selama 1, 2, dan 3 jam menurunkan rasio antara viskositas dingin
dengan viskositas panas 10 menit tepung dari 2.07 pada tepung tanpa
perendaman menjadi berturut-turut 1.29 1.28 dan 1.32. Hal itu
menunjukkan perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
sampai 3 jam menurunkan kemungkinan terjadinya retrogradasi
tepung.
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Fermentasi dan perendeman grits jagung dengan larutan kapur tohor
1% mempengaruhi sifat fisik dan sifat fungsional tepung jagung yang
dihasilkan. Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung cenderung meningkatkan rendemen di setiap
selang waktu fermentasi dan perendaman yang digunakan. Dimana
perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 3
jam memiliki rendemen tertinggi yaitu sekitar 90.72% (basis grits jagung)
atau 70.49% (basis jagung pipil).
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung mengubah grafik amilografi tepung jagung
yang dihasilkan. Perubahan tersebut antara lain pada suhu gelatinisasi,
viskositas maksimum, kestabilan selama pemanasan, kecenderungan
terjadinya retrogradasi dan viskositas dingin.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung menurunkan suhu gelatinisasi di setiap selang
waktu perendaman yang digunakan dimana fermentasi selama 48 jam
memiliki suhu gelatinisasi yang paling rendah yaitu 69.15oC. Selain itu
fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
pada grits jagung juga cenderung menaikan viskositas maksimum tepung
yang dihasilkan. Dimana viskositas maksimum tepung jagung tertinggi
dicapai setelah waktu fermentasi selama 48 jam.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung cenderung meningkatkan kestabilan adonan
selama pemanasan. Hal tersebut ditandai dengan breakdown viscosity yang
menurun di setiap selang waktu fermentasi dan perendaman.
Perubahan yang lain juga terjadi pada kecenderungan terjadinya
retrogradasi dimana fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur
tohor (Ca(OH)2) 1% pada grits jagung menurunkan kecenderungan terjadinya
retrogradasi. Hal tersebut ditunjukan oleh rasio antara viskositas dingin
50
dengan viskositas maksimum yang menurun di setiap selang waktu fermentasi
dan perendaman perendaman.
Fermentasi spontan cenderung meningkatkan viskositas dingin tepung
jagung yang dihasilkan dimana fermentasi selama 24 jam meningkatkan
viskositas dingin hingga 1570.00 BU. Lain halnya dengan perendaman dengan
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%, perlakuan tersebut menurunkan viskositas
dingin tepung dimana perendaman selama 1 jam menurunkan viskositas
hingga 680.00 BU kemudian viskositas dingin naik kembali sampai
perendaman selama 2 jam. Kenaikan viskositas dingin tersebut terus
berlangsung hingga waktu perendaman selama 3 jam.
B. Saran
Tepung jagung termodifikasi dengan fermentasi dan perendaman
dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% perlu dicoba dibuat menjadi produk.
Selain itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi kesesuaian
penggunaan tepung jagung termodifikasi tersebut dalam berbagai macam
produk pangan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anonimb. 2008. Piooner Siap Layani Kebutuhan Benih Petani. Radar Lampung.
Agricultural Chemistry. http://radarlampung.co.id. [8 Oktober 2009].
Anominc. 2010.
http://wiki.answers.com/Q/How_do_you_convert_mesh_to_pore_size_in_
micron.html [21 Januari 2010].
Badan Pusat Statistik. 2006. Harvested Area, Yield Rate and Production of Maize
by Province (2006). Badan Pusat Statistik, Jakarta.
52
Collinson, R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Di dalam J. A. Radley (ed).
Starch and ts Derivatives. Champman and Hall, Ltd. London.
Effendi, S. dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta.
Eliasson, A.C.L. dan T.L.G Carlsson. 1981. Some Effect of Starch Lipids on The
Thermal and Rheological Properties of Wheat Starch. Starke 33(4): 130-
134.
Ellies H.S., Ring S.G., dan Whittam M.A. 1988. Time-Dependent Changes in The
Size and Volume of Gelatinized Starch Granule on Strorage. Food
Hydrocolloids 2:321-328.
FAO. 1968. Maize aand Maize Diets. Food and Agriculture Organization of The
United Nations. Rome.
Faridi dan Faubon J.M. 1995. Wheat and Uses around The World. American
Association of cereal Chemist. Minnesota.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker, Inc. New
York.
Gallant D.J., B. Bouchet dan P.M. Baldwi. 1997. Microscopy of Starch: Evidence
of a New Level of Granule Organization. Carbohydrate Polymers 32: 177-
191.
53
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in food Industry. Academic Press,
London.
Konik C.M. 2001. Evaluation of The 40 mg Swelling Test for Measuring Starch
Functionality. Starch/Starke 53:14-20.
Laztity, R. 1986. The Chemistry of Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc.,
Boca Raton, Florida.
Leach, H.W., L.D. Mc Cowen dan T.J. Schooh. 1959. Structure of The Starch
granule I: Swelling and Solubility of Various Starch. Jurnal Cereal Chem.
36:534.
Majzoobi M, A. J Rowe, M Connock, S.E. Hill dan S.E Harding. 2003. Partial
Fractionation of Wheat starch Amylose and Amylopectin Using Zonal
Ultracentrifugation. Carbohydrate Polymers 52: 269-274.
54
Muctadi T R dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Muhandri, T. 2007. The Effect of Particle Size , NaCl, and Na2CO3 on The
Amilographic Characteristic of Corn Flour and Corn Starch. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan Vol XVIII No.2 Hal 109-117.
Pretince, R.D.M., Stark J.R., Gidley M.J. 1992. Granule Residues and ‘Ghosts’
Remaining after Heating A-Type Barley Starch Granule in Water.
Carbohydrate Research 227:121-130.
55
Sefa-Dedeh, S, Cornelius B, Sakyi-Dawson E, dan Afoakwa EO. 2003. Effect of
Nixtalamization on The Chemical and Functional Properties of Maize. Food
Chemistry 86 (2003): 317-324.
Zhang W dan Jackson D.S. 1992. Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) Flour
Pasting Properties Influenced by Free Fatty Acids and Protein. Cereal
Chemistry 82:534-540.
56
Lampiran 1. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
58
Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
59
Lampiran 3. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung
N
Pengaruh .00 2
Fermentasi 12.00 2
24.00 2
48.00 2
72.00 2
60
Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh .00 2
Perendaman 60.00 2
Kapur Tohor 120.00 2
180.00 2
61
Lampiran 5. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas maksimum tepung jagung
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
62
Viskositas Maksimum
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4
,00 2 838,5000
12,00 2 875,0000
24,00 2 972,5000
72,00 2 1007,5000
48,00 2 1019,0000
Sig. 1,000 1,000 1,000 ,115
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 36,300.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas maksimum tepung jagung
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
63
Viskositas Maksimum
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
,00 T h 2 838,5000
60,00 2 858,5000
120,00 2 900,0000
180,00 2 907,5000
Sig. 1,000 1,000 ,080
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 10,375.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 7. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas panas suhu 95 oC
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets
Lampiran 8. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas panas suhu 95 oC
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets
Lampiran 9. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas setelah penahanan pada suhu
95 oC selama 10 menit
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets
Lampiran 10. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas setelah penahanan pada suhu 95 oC selama
10 menit
67
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
Lampiran 11. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap breakdown viscosity
68
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
Breakdown Viscosity
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
12,00 2 35,0000
24,00 2 37,5000
,00 2 75,0000
48,00 2 80,0000
72,00 2 130,0000
Sig. ,842 ,693 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 142,500.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 12. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap breakdown viscosity
69
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
Breakdown Viscosity
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
180,00T h 2 20,0000
120,00 2 63,0000
,00 2 75,0000 75,0000
60,00 2 92,5000
Sig. 1,000 ,303 ,160
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 103,125.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 13. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas dingin
70
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
Viskositas Dingin
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4
,00 2 1340,0000
12,00 2 1362,5000
48,00 2 1419,5000
72,00 2 1472,5000
24,00 2 1570,0000
Sig. ,249 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 297,100.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 14. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas dingin
71
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
Viskositas Dingin
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
60,00 T h 2 680,0000
120,00 2 710,0000
180,00 2 770,0000
,00 2 1340,0000
Sig. ,070 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 150,000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 15. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap setback viscosity
72
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
Setback Viscosity
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
48,00 2 400,5000
72,00 2 465,0000
12,00 2 487,5000
,00 2 501,5000
24,00 2 597,5000
Sig. 1,000 ,117 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 350,800.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 16. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap setback viscosity
73
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
Setback Viscosity
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
120,00T h 2 -190,0000
60,00 2 -178,5000
180,00 2 -137,5000
,00 2 501,5000
Sig. ,354 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 120,375.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
74
Lampiran 17. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap perbandingan nilai viskositas dingin
dengan viskositas panas setelah ditahan 10 menit (Vd/V10menit)
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2
VdVp10
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
24,00 2 1,8047
12,00 2 1,8072
48,00 2 1,9067 1,9067
,00 2 2,0696
72,00 2 2,2659
Sig. ,205 ,062 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
75
Lampiran 18. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap perbandingan nilai viskositas dingin dengan
viskositas panas setelah ditahan 10 menit (Vd/V10menit)
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2
76
Perbandingan Vd/Vp10
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2
K
120,00T h 2 1,2795
60,00 2 1,2919
180,00 2 1,3167
,00 2 2,0696
Sig. ,325 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,001.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.
Keterangan:
Pengujian kadar air dalam penelitian ini menggunakan oven pengering pada suhu
50oC selama 24 jam. Pengujian dilakukan dengan cara sampling pada tepung
setelah pengeringan.
77
Lampiran 20. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung basis grits jagung
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh .00 2
Fermentasi 12.00 2
24.00 2
48.00 2
72.00 2
78
Rendemen
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
.00 2 74.5000
12.00 2 75.4300
24.00 2 81.2500
72.00 2 85.8300
48.00 2 87.1900
Sig. .226 1.000 .099
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .454.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
Lampiran 21. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap rendemen tepung basis grits jagung
Between-Subjects Factors
N
Pengaruh .00 2
Perendaman 60.00 2
Kapur Tohor 120.00 2
180.00 2
79
Rendemen
a,b
Duncan
Pengaruh Perendaman Subset
Kapur Tohor N 1 2 3 4
.00 2 74.5000
60.00 2 78.0600
120.00 2 87.2300
180.00 2 90.7200
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .406.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
Lampiran 22. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung basis jagung pipil
Between-Subjects Factors
N
Fermentasi .00 2
12.00 2
24.00 2
48.00 2
72.00 2
Rendemen
a,b
Duncan
Subset
Fermentasi N 1 2 3
.00 2 57.8865
12.00 2 58.6091
24.00 2 63.1313
72.00 2 66.6899
48.00 2 67.7466
Sig. .226 1.000 .099
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .274.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
Lampiran 23. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap rendemen tepung basis jagung pipil
Between-Subjects Factors
N
Perendaman .00 2
60.00 2
120.00 2
180.00 2
Homogeneous Subsets
Rendemen
a,b
Duncan
Subset
Perendaman N 1 2 3 4
.00 2 57.8865
60.00 2 60.6526
120.00 2 67.7777
180.00 2 70.4894
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .245.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
82