Anda di halaman 1dari 96

SKRIPSI

KARAKTERISTIK SIFAT AMILOGRAFI TEPUNG JAGUNG


TERMODIFIKASI

Oleh :
PAPANG SULTON NULARIF
F24102027

2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI

KARAKTERISTIK SIFAT AMILOGRAFI TEPUNG JAGUNG


TERMODIFIKASI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
PAPANG SULTON NULARIF
F24102027

2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Karakteristik Sifat Amilografi Tepung Jagung Termodifikasi
Nama Mahasiswa : Papang Sulton Nularif
Nomor Pokok : F24102027

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Tjahja Muhandri, STP. MT.


NIP: 19720515.199702.1.001

Mengetahui,
Ketua Departemen ITP

Dr. Ir. Dahrul Syah___


NIP: 19650814.199002.1.001

Tanggal Lulus:
LAMPIRAN
Papang Sulton Nularif. F24102027. Karakteristik Sifat Amilografi Tepung
Jagung Termodifikasi. Di bawah bimbingan Tjahja Muhandri, STP, MT.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fermentasi spontan


dan perendaman dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% pada grits jagung
terhadap sifat amilografi tepung jagung yang dihasilkan serta menentukan metode
yang mengahasilkan rendemen terbanyak.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung cenderung meningkatkan rendemen di setiap
selang waktu fermentasi dan perendaman yang digunakan. Dimana perendaman
grits jagung dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 3 jam memiliki
rendemen tertinggi yaitu sekitar 90.72% (basis grits jagung) atau 70.49% (basis
jagung pipil).
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung mengubah grafik amilografi tepung jagung yang
dihasilkan. Perubahan tersebut antara lain pada suhu gelatinisasi, viskositas
maksimum, kestabilan selama pemanasan, kecenderungan terjadinya retrogradasi
dan viskositas dingin.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung menurunkan suhu gelatinisasi di setiap selang
waktu perendaman yang digunakan dimana fermentasi selama 48 jam memiliki
suhu gelatinisasi yang paling rendah yaitu 69.15oC. Selain itu fermentasi spontan
dan perendaman dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% pada grits jagung juga
cenderung menaikan viskositas maksimum tepung yang dihasilkan. Dimana
viskositas maksimum tepung jagung tertinggi dicapai setelah waktu fermentasi
selama 48 jam.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung cenderung meningkatkan kestabilan adonan
selama pemanasan. Hal tersebut ditandai dengan breakdown viscosity yang
menurun di setiap selang waktu fermentasi dan perendaman.
Perubahan yang lain juga terjadi pada kecenderungan terjadinya
retrogradasi dimana fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur
tohor (Ca(OH)2) 1% pada grits jagung menurunkan kecenderungan terjadinya
retrogradasi. Hal tersebut ditunjukan oleh rasio antara viskositas dingin dengan
viskositas maksimum yang menurun di setiap selang waktu fermentasi dan
perendaman perendaman.
Fermentasi spontan cenderung meningkatkan viskositas dingin tepung
jagung yang dihasilkan dimana fermentasi selama 24 jam meningkatkan
viskositas dingin hingga 1570.00 BU. Lain halnya dengan perendaman dengan
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%, perlakuan tersebut menurunkan viskositas
dingin tepung dimana perendaman selama 1 jam menurunkan viskositas hingga
680.00 BU kemudian viskositas dingin naik kembali sampai perendaman selama 2
jam. Kenaikan viskositas dingin tersebut terus berlangsung hingga waktu
perendaman selama 3 jam.
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Papang Sulton Nularif


dilahirkan pada tanggal 14 Maret 1984 di Majalengka
dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara
pasangan Suanda dan Darwinah. Penulis menempuh
pendidikan dasar di SD Negeri Waringin I (1990-
1996), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri I
Palasah (1996-1999), dan pendidikan lanjutan di SMU
Negeri I Jatiwangi-Majalengka (1999-2002).
Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI. Selama menempuh
pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi panitia Lepas
Landas Sarjana, fieldtrip ITP 2006 angkatan 39 dan BAUR. Penulis juga pernah
mengikuti pelatihan ESQ Leadership Mahasiswa yang diselenggarakan di Institut
Pertanian Bogor.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Karakteristik Sifat Amilografi Tepung Jagung Termodifikasi”.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbillalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada


Allah SWT, Raja dari segala Raja karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis panjatkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis
menyadari selama kegiatan penelitian berlangsung telah banyak menerima bantuan
baik moril ataupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu dan Bapa tercinta atas seluruh cinta dan pengorbanan yang begitu besar
kepada penulis. Dan setiap doa yang tak pernah putus dipanjatkan agar penulis
menjadi insan yang lebih baik. Penulis menyadari bahwa tak akan pernah ada satu
hal pun di dunia ini untuk mengganti semua cinta, kasih sayang dan pengorbanan
Bapa dan Ibu.
2. Tjahja Muhandri, STP, MT selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah
membimbing, memberikan arahan dan motivasi serta memberikan ilmunya
selama penulis menjalani perkuliahan sampai diselesaikannya skripsi ini.
3. Agus Dahyana, SE selalu kakak penulis yang telah banyak berkorban,
memberikan semangat dan bantuan selama penulis menjalani perkuliahan sampai
tugas akhir
4. Dra. Waysima, MSc yang telah memberikan nasehat, motivasi dan bimbingan
kepada penulis
5. Ir. Subarna, Msi yang telah memberikan ilmu dan pandangannya mengenai
penelitian penulis
6. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi selaku dosen pembimbing penulis terdahulu yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Dr. Fahin M Taqi STP, DEA selaku dosen penguji yang bersedia memberikan
arahan serta masukan yang bermanfaat bagi perbaikan tulisan ini.
8. Ma Mamin sebagai Ibu keduaku yang telah banyak berkorban agar penulis dapat
menyelesaikan kuliah. Dan seluruh keluarga besarku Ma Wetan, Ma Pos, Apa,
Wa Empih, Wa Nani dan semua sepupuku Kak Lina, Nana, Dewi, Lina S
Evaliana, dan semuanya terima kasih atas dukungannya selama ini.
9. Evrin Lutfika sebagai hal termanis dalam hidup penulis atas kesabaranya juga
untuk setiap nasehat serta segala bentuk bantuan dan kasih sayang yang sangat
besar. Terimakasih juga atas keyakinannya yang begitu besar bahwa penulis bisa
melewati semuanya dengan senyuman.
10. Kawan-kawan terbaik, saudara-saudara seperjuangan yang telah lebih dulu lulus.
Ary, Ajeng, Ulik, Via, Temin, Dadik, Ina, Izal, Bobby dan Didin (Alm) atas
saran, bantuan dan motivasinya, semoga kita bisa menjadi hamba Allah yang
seutuhnya. Manto yang bersedia menjadi kawan saat suka maupun duka. Juga
untuk Ami yang telah banyak menbantu, terima kasih penulis ucapkan untuk
megahnya persaudaraan yang telah kita bangun selama ini.
11. Teman-teman TPG 39 yang tidak ingin diketahui identitasnya, yang telah
membantu memberikan sujumlah dana kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
akhir. Terimakasih banyak penulis ucapkan.
12. Silvi Intriani yang telah menerima penulis apa adanya juga untuk setiap cinta dan
kasih sayang dan juga semangat yang begitu indah.
13. Dra. Novi Susilorini, Ibu Kokom, Pak Darsa dan seluruh staf administrasi ITP
yang telah banyak sekali memberikan semangat, mempermudah dan membantu
memberikan informasi kepada penulis
14. Pak Noor, Pak Iyas, Pak Jun, Abah, Pak Deni, Pak Gatot, Bu Rub, dan Pak Rozak
yang telah banyak membantu penulis selama menjalani penelitian.
15. Teman-teman TPG Rezza, Tutie, Nene, Nea, Hani, Nissa, Ribka, Ephot, Iqbal,
Eko, Rury, Farah, Irwan, Nyanya, Inal, Tono, Nuy, Kenot, Eva, Oneth, Ola, Nana
dan seluruh keluarga besar TPG atas bantuannya selama ini.
16. Teman-teman kos Maung, Arie, Bejo, Okii, Kobul, Moji, Hadi, Bowo, Aceng dan
lain-lain yang telah membawa keceriaan selama penulis menjalani penelitian
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................. i


DAFTAR TABEL .................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ v
I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
A. Jagung ........................................................................................... 3
B. Pemanfaatan Jagung .................................................................... 11
C. Tepung Jagung ............................................................................. 12
D. Tepung/Pati termodifikasi ............................................................ 16
1. Fermentasi Spontan .................................................................... 18
2. Perendaman dalam Larutan Kapur Tohor Ca(OH)2 .................. 19
E. Sifat Amilografi ............................................................................. 20
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 24
A. Bahan dan Alat ............................................................................. 24
B. Metode Penelitian ......................................................................... 24
1. Fermentasi Spontan ................................................................... 25
2. Perendaman dalam Larutan (Ca(OH)2) 1%............................... 26
D. Metode Analisis ........................................................................... 27
1. Perhitungan Rendemen ............................................................ 27
2. Distribusi Ukuran Partikel ....................................................... 27
3. Analisis Sifat Amilografi ......................................................... 28
a. Persiapan sampel (penyeragaman kadar air) ........................ 38
b. Analisis sampel .................................................................... 38

i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30
A. Produksi Tepung Jagung ........................................................... 30
B. Distribusi Ukuran Partikel ......................................................... 33
C. Sifat Amilografi Tepung Jagung ................................................ 35
1. Penyeragaman kadar air ............................................................. 36
2. Sifat amilografi .......................................................................... 36
a. Suhu gelatinisasi tepung jagung ............................................ 36
b. Viskositas maksimum tepung jagung .................................... 41
c. Sifat adonan selama pemanasan tepung jagung ..................... 43
d. Retrogradasi adonan tepung jagung ...................................... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 50
A. Kesimpulan .................................................................................... 50
B. Saran ............................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 52
LAMPIRAN .............................................................................................. 57

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Bagian-bagian anatomi biji jagung ................................................ 7


2. Komposisi gizi jagung kuning secara umum ................................. 7
3. Komposisi kimia biji jagung .......................................................... 8
4. Komposisi asam amino pada jagung .............................................. 9
5. Komposisi asam lemak utama dalam jagung ................................. 10
6. Jumlah mineral pada biji jagung .................................................... 10
7. Syarat mutu tepung jagung (SNI 01-3727-1995) ........................... 13
8. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 dan tepung
jagung kuning secara umum......................................................... 15
9. Beberapa proses fermentasi yang dilakukan pada serelia dan
umbi-umbian .................................................................................. 19
10. Rendemen tepung jagung ............................................................... 32
11. Suhu gelatinisasi tepung jagung ..................................................... 39
12. Viskositas maksimum tepung jagung............................................. 42
13. Sifat-sifat adonan tepung jagung selama pemanasan yang
dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi dan perendaman dalam
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% ................................................. 44
14. Pengaruh waktu fermentasi dan lamanya perendaman dalam
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap kecenderungan
retrogradasi tepung jagung ............................................................. 47

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Jagung ............................................................................................ 3
2. Struktur biji jagung ........................................................................ 5
3. Pohon industri jagung .................................................................... 12
4. Ilustrasi kurva sifat-sifat amilografi ............................................... 21
5. Diagram alir pembuatan grits jagung ............................................. 24
6. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung
fermentasi spontan ......................................................................... 25
7. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung melalui
alkalinasi dengan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1% ........... 26
8. Grits jagung Pioneer 21 ................................................................. 30
9. Pin Disc Mill .................................................................................. 31
10. Tepung jagung................................................................................ 32
11. Pengaruh waktu fermentasi terhadap distribusi ukuran partikel
tepung jagung ................................................................................. 34
12. Pengaruh waktu perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% terhadap distribusi ukuran partikel tepung jagung . 34
13. Visco Amylographer Brabender ..................................................... 35
14. Grafik amilografi tepung terfermentasi .......................................... 37
15. Grafik amilografi tepung hasil perendaman Ca(OH)2 ................... 38

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung ............ 58
2. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung......... .................... 59
3. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung .. 60
4. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
Perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung ................................... 61
5. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas maksimum tepung jagung ............. 62
6. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu a
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas maksimum tepung jagung ............................... 63
7. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas panas suhu 95oC tepung jagung .... 64
8. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas panas suhu 95oC tepung jagung ...................... 65
9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas setelah penahanan pada suhu
95oC selama 10 menit..................................................................... 66
10. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
viskositas setelah penahanan pada suhu 95oC selama 10 menit .... 67

v
11. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap breakdown viscosity....................................... 68
12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
breakdown viscosity ....................................................................... 69
13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu a
fermentasi terhadap viskositas dingin ............................................ 70
14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu a
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
viskositas dingin ............................................................................. 71
15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap setback viscosiry ............................................ 72
16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
setback viscosiry ............................................................................ 73
17. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap perbandingan nilai viskositas dingin
dengan viskositas panas setelah ditahan 10 menit
(Vd/V10menit) .................................................................................... 74
18. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
perbandingan nilai viskositas dingin dengan viskositas panas
ditahan 10 menit (Vd/V10menit) ........................................................ 75
19. Hasil analisis kadar air tepung jagung .......................................... 76
20. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung .......................................... 77
21. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
rendemen tepung ............................................................................ 78
22. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung jagung
basis jagung pipil ........................................................................... 89

vi
23. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
rendemen tepung jagung basis jagung pipil .................................. 80

vii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertambahan penduduk di dunia tidak sebanding dengan peningkatan


produksi pangan dan ketersediaan pangan di beberapa negara, termasuk di
Indonesia. Sampai saat ini, bahan pangan yang digunakan sebagai sumber
energi utama adalah beras. Namun pengadaan beras sebagai sumber bahan
pangan utama masih belum bisa sepenuhnya teratasi. Sebagai alternatif untuk
mengatasi persoalan tersebut melalui usaha diversifikasi pangan dan jagung
bisa digunakan sebagai bahan alternatif tersebut.
Pada tahun 2006, produksi jagung nasional diperkirakan mencapai 12
juta ton (Badan Pusat Statistik, 2006). Peningkatan produksi jagung di
Indonesia didukung oleh program pemerintah berupa ”Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (RPPK)” yang telah dicanangkan oleh Presiden RI
tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat. Program RPPK tersebut
memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk lima
komoditas pangan strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu dan daging sapi
(Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian, 2005). Arah
pengembangan dan sasaran komoditas pangan selama periode 2005-2010
untuk jagung adalah menuju swasembada pada tahun 2007 dan daya saing
ekspor pada tahun 2008.
Untuk memenuhi kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung,
masyarakat di beberapa daerah membuat tepung jagung dengan peralatan
sederhana (perendaman dan tanpa perendaman). Beberapa pabrik pengolahan
jagung juga menghasilkan tepung jagung (40 dan 50 mesh) sebagai produk
samping (10%) disamping grits jagung (8, 12, 16, 24 mesh) sebagai bahan
baku utama snacks jagung (Pusat Teknologi Agroindustri BPPT, 2008).
Kenaikan produksi jagung harus disertai dengan usaha penyelamatan dan
penanganan sebaik mungkin, untuk mencegah terjadinya kerusakan atau
kebusukan selama transportasi dan atau selama penyimpanan
Selain nilai tambahnya yang masih sangat kurang, jagung yang banyak
dimanfaatkan di Indonesia masih didominasi oleh jagung impor, padahal

 
banyak jagung varietas unggul lokal yang beraneka-ragam jenisnya bisa
dibudidayakan sehingga bisa dimanfaatkan secara optimal. Seperti Arjuna,
Bisma, Lamuru, Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning dan varietas unggul
protein tinggi yaitu, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih.
Berbagai penelitian tentang modifikasi tepung pati serealia dan umbi-
umbian telah banyak dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia maupun sifat fungsional tepung jagung yang dihasilkan, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Aini (2009) fermentasi spontan pada jagung
putih dan Subagio (2006) fermentasi pada ubi kayu. Namun mengingat
Indonesia memiliki berbagai jenis dan varietas sumber pati, khususnya jagung
dan hal tersebut akan berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak
langsung pada sifat fisik, kimia maupun sifat fungsional tepung yang
dihasilkan. Maka dari itu penelitian ini sangatlah diperlukan agar diketahui
lebih spesifik sifat-sifat untuk varietas tertentu tersebut (Pioneer 21).
Potensi industri tepung jagung untuk dikembangkan dalam skala
industri kecil atau rumah tangga sangatlah besar. Namun, karena terbatasnya
dana, teknologi produksi yang rumit, dan informasi mengenai sifat kimia dan
fungsionalnya yang kurang, masih sangat jarang ditemui industri tepung
jagung skala rumah tangga. Maka dari itu, diperlukan penelitian untuk
mengetahui informasi tentang hal-hal tersebut sehingga didapatkan teknologi
proses produksi yang tepat dan sederhana dengan menggunakan bahan-bahan
yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat serta cocok untuk
dikembangkan dalam skala industri kecil atau rumah tangga.

B. Tujuan dan Manfaat

Mempelajari pengaruh fermentasi spontan dan perendaman grits jagung


dengan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap sifat amilografi dari tepung
jagung yang dihasilkan serta mencari metode mana yang memberikan
rendemen tepung terbanyak.

 
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia
yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama
di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan
di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (Madura dan
Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak
(hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung
(dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku
industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan
pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang
telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan
farmasi (Anomina, 2009).

Gambar 1. Jagung

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya


diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif,
termasuk jenis tanaman rumput-rumputan (Graminae), dapat hidup di mana
saja di berbagai iklim, namun tanaman ini tumbuh baik dalam keadaan hawa

3
yang cukup panas dengan curah hujan 250 – 5000 mm. Klasifikasi jagung
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L
Menurut Hughes (1972), terdapat beberapa subspesies jagung yang
mempunyai nilai ekonomis cukup penting, yaitu Zea mays tunicate (pod
corn), Zea mays amylacea (soft corn), Zea mays averta (pop corn), Zea mays
indurate (flint corn), Zea mays saccharata (sweet corn), dan Zea mays
indentata (dent corn).
Terdapat tiga jenis varietas jagung yang populer di Indonesia yaitu
BISI, Pioneer, dan NK (Takdir et al., 2007). Pioneer 21 merupakan salah satu
varietas yang berpotensi untuk dikembangkan karena telah banyak ditanam
oleh petani di Indonesia. Pioneer 21 adalah kelompok jagung kuning yang
merupakan produk jagung hibrida yang telah banyak ditanam oleh petani di
Lampung Timur dan Selatan, dan Tanggamus. Keunggulan dari jagung
varietas Pioneer 21 adalah tahan kekeringan dan kondisi yang tidak normal
serta mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi yaitu 13.3 MT/hektar pipilan
kering (Anonimb, 2008).
Jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung dan
rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai
pembungkus dan pelindung biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol
jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua umur jagung semakin
kering kelobotnya (Efffendi dan Sulistiati, 1991).
Menurut Effendi dan Sulistiati (1991), tongkol jagung merupakan
simpanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tonggol.

4
Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm. Pada umumnya tongkol
jagung mengandung 300-1000 biji jagung.

Gambar 2. Struktur biji jagung (Johnson, 1991).

Rambut jagung merupakan tangkai putik yang sangat panjang dan


keluar ke ujung kelobot melalui sela-sela biji. Rambut mempunyai cabang-
cabang yang halus sehingga dapat menangkap sari saat pembuahan (Effendi
dan Sulistiati, 1991).
Biji melekat pada tongkol jagung dan berbentuk bulat. Susunan biji
jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat
berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret selalu genap. Warna biji jagung
bervariasi dari putih, kuning, merah dan ungu samapi hamper hitam. Biji
jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp menyatu
dengan kulit biji atau testa membentuk daging buah (Effendi dan Sulistiati,
1991).
Biji jagung terdiri dari empat bagian pokok yaitu kulit (perikarp),
endosperma, lembaga atau embrio, dan tudung pangkal biji (tip cap). Anatomi
biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2.

5
Kulit (perikarp) merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh
epikarp (lapisan kulit luar), mesocarp, dan tegmen (seed coat). Perikarp
dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron serta berfungsi mencegah dan
kehilangan air dan kerusakan biji dari organisme penggangu. Bagian terbesar
dari biji jagung yaitu endosperma (75% dari bobot biji). Fungsi endosperma
adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Endosperma jagung
terdiri dari dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperm) dan
endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang
lebih kecil dan tersusun rapat, demikian juga susunan granula pati yang ada di
dalamnya. Bagian endosperma lunak mengadung pati yang lebih banyak dan
susunan pati tersebut tidak serapat seperti pada endosperma keras (Watson,
2003).
Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan berhubungan
erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum
dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat
gizi selama perkecambahan biji. Jagung normal mengandung 10-12% lembaga
dari berat biji. Embrio mencakup 1,1% dari berat biji jagung (sekitar 10%
bagian lembaga) dan mengandung 30,8% protein. Sedangkan skutelum
merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan selama perkecambahan
biji. Skutelum terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epitelium, parenkim,
epidermis, dan provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang
mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati, dan oil bodies yang
mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003).
Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat melekatnya biji
jagung pada tongkol jagung. Tudung pangkal biji dapat tetap ada atau terlepas
dari biji selama proses pemipilan jagung atau tudung pangkal yang merupakan
bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung (Watson, 2003).

6
Tabel 1. Bagian-bagian anatomi biji jagung
Bagian anatomi Jumlah
Pericarp (bran) 5,3
Endosperma 82,9
Lembaga (germ) 11,1
Tip cap 0,8
Sumber: Watson (2003)

Komposisi gizi (Tabel 2) terbesar pada jagung adalah karbohidrat yang


terdapat dalam bentuk pati. Selain itu, jagung juga mengandung karbohidrat
lain seperti serat kasar dan pentosa. Sebanyak 86.4% pati terdapat pada bagian
endosperma jagung yang merupakan bagian terbesar pada jagung. Pati jagung
terdiri atas amilosa dan amilopektin sedangkan gulanya berupa sukrosa.
Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung umur dan
varietas jagung tersebut. Pada jagung muda, kandungan lemak dan proteinnya
lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua.

Tabel 2. Komposisi gizi jagung kuning secara umum


Kadar Gizi Jumlah
Energi (Kal/100g) 350
Air (g/100g) 14.5
Protein (g/100g) 8.6
Lemak (g/100g) 5.0
Karbohidrat (g/100g) 70.6
Abu (g/100g) 1.3
Karoten (µg) 150
Retinol ekuivalen (µg) 26
Serat larut (g) 0.6
Serat tidak larut (g) 8.4
Total serat pangan (g) 9
Sumber: FAO (2005)

7
Protein dalam jagung kuning yang memiliki jumlah terbesar adalah
zein (prolamin) dan glutelin, persentasenya berurutan adalah 5% dan 3.15%
dari biji jagung kuning, sedangkan 0.45% terdiri dari protein yaitu globulin,
albumin, dan enzim (FAO, 1968).

Tabel 3. Komposisi kimia biji jagung


Pati Protein Lipid Gula Abu Serat
Komponen
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Biji utuh 73,4 9,1 4,4 1,9 1,4 9,5
Endosperma 87,6 8,0 0,8 0,62 0,3 1,5
Lembaga 8,3 18,4 33,2 10,8 10,5 14
Perikarp 7,3 3,7 1,0 0,34 0,8 90,7
Tip cap 6,3 9,1 3,8 1,6 1,6 95
Sumber: Watson (2003)

Zein memiliki sifat tidak larut air karena protein tersebut mengandung
asam amino hidrofobik yang terdiri dari leusin, prolin, dan alanin. Selain asam
amino tersebut, zein memiliki komposisi asam amino asam glutamat yang
tinggi tetapi rendah kadungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin. Zein
merupakan protein dengan bobot molekul rendah yang larut pada etilalkohol
dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun tidak umum
digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti glasil, fenol, dan
dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu α-zein (larut pada
95% etanol) dan β-zein (larut dalam 60% etanol). Pada α-zein, kandungan
asam amino histidin, arginin, prolin, dan metionin lebih banyak daripada yang
terkandung pada β-zein (Lasztity, 1986).
Glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi
protein larut garam dan alkohol. Komposisi asam amino pada glutelin
memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan zein antara lain lisin, arginin,
histidin, dan triptofan, tetapi kandungan asam glutamatnya rendah (Lasztity,
1986). Oleh karena itu jagung tidak dapat membentuk gluten yang merupakan
komponen penting sebagai pembentuk tekstur yang kenyal dan elastis pada mi

8
dan roti. Gluten terdiri dari gliadin dan glutenin pada kondisi tertentu setelah
dicampurkan dengan air (Indreswari, 2005).

Tabel 4. Komposisi asam amino pada jagung


Jenis Asam Amino Jumlah (g asam amino/16 g Nitrogen)
Arginin 4.7
Cystin 2.5
Histidin 2.8
Isoleusin 4.0
Leusin 12.5
Lisin 3.0
Metionin 1.8
Fenilalanin 5.1
Treonin 3.6
Triptofan 0.8
Tirosin 4.4
Valin 5.2
Alanin 7.7
Asam Aspartat 6.4
Asam Glutamat 18.8
Glisin 3.9
Prolin 8.8
Serin 4.9
Sumber: Kent (1975)

Selain dua protein utama tersebut, protein jagung juga mengandung


protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein tersebut
antara lain albumin, globulin, dan beberapa enzim (FAO, 1968).
Minyak jagung memiliki perbandingan antara lemak tak jenuh dengan
lemak jenuh 6:7. Dari jumlah total asam lemak penyusunnya, asam lemak
jenuh hanya terdiri atas asam palmitat (C16:0 = 11%) dan asam stearat (C18:0
= 2%). Untuk asam lemak tak jenuhnya, minyak jagung terdiri atas asam oleat
(C18:1 = 28%), asam linoleat (C18:2 = 58%), dan asam linolenat (C18:3 =

9
1%). Pada minyak jagung kasar (sebelum diproses lanjut), terdapat asam
lemak bebas, fosfolipid, dan wax (Johnson, 1991).

Tabel 5. Komposisi asam lemak utama dalam jagung


Asam lemak Jumlah (%)
Asam linoleat 59.0
Asam oleat 27.0
Asam palmitat 12.0
Asam stearat 2.0
Asam linolenat 0.8
Asam arachidat 0.2
Sumber: Inglet (1970)

Serat, vitamin dan mineral juga merupakan komponen gizi yang


terdapat dalam jagung. Serat kasar pada jagung sekitar 2.1%-2.3% terdiri dari
41-46% hemiselulosa di dalam kulit ari. Vitamin jagung terdiri dari tiamin,
niasin, riboflavin, dan piridoksin. Niasin terdapat sekitar 50-80% tetapi masih
dalam ikatan niasitin sehingga masih dikatakan kekurangan niasin. Vitamin A
mempunyai hubungan kuantitatif dengan jumlah pigmen kuning dalam
endosperma. Serealia umumnya miskin vitamin B yang larut dalam air
(Laztity, 1986).

Tabel 6. Jumlah mineral pada biji jagung


Mineral Jumlah rata – rata (%)
Fosfor 0,29
Potasium 0,37
Magnesium 0,14
Sulfur 0,12
Sodium 0,05
Kalsium 0,03
klorin 0,03
Sumber: Watson (2003)

10
Biji jagung juga mengandung beberapa vitamin seperti kolin (567
mg/kg), niasin (28 mg/kg), asam pantotenat (6,6 mg/kg), piridoksin (5,3
mg/kg), tiamin (3,8 mg/kg), riboflavin (1,4 mg/kg), asam folat (0,3 mg/kg),
biotin (0,08 mg/kg), serta vitamin A (β-karoten) dan vitamin E (α-tokoferol)
masing-masing sebesar 2,5 mg/kg dan 30 IU/kg (Watson, 2003). Sedangkan
mineral–mineral yang terdapat pada biji jagung dapat dilihat pada Tabel 6.

B. Pemanfaatan Jagung
Jagung dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan, diantaranya adalah sebagai bahan pangan pokok masyarakat
daerah tropis, sebagai pakan ternak di daerah beriklim sedang, dan sebagai
bahan baku dalam industri minuman, industri tepung jagung dan campuran
pembuatan kopi bubuk. Pohon industri jagung disajikan dalam Gambar 3.
Di Afrika Selatan jagung dimakan sebagai bubur dengan nama ugali.
Di Afrika Timur dengan nama chenga dan polenta di Italia. Di Rumania dan
Serbia juga dimakan dalam bentuk bubur dan dikenal dengan nama mamalia
dan zgance. Di Meksiko dan Amerika Tengah jagung dimakan dalam bentuk
keripik atau yang lebih dikenal dengan tortillas.
Sebelum dikonsumsi sebagai makanan pokok, pengolahan jagung
dilakukan dengan cara pengupasan, pemipilan kemudian ditumbuk menjadi
butiran menyerupai beras, lalu direbus dan dikukus. Di Madura dan sebagian
besar Jawa Timur, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok.
Kontribusi jagung sekitar 10% dari total masukan kalori dan protein dengan
rata-rata konsumsi 15-20 kg/tahun (Warisno, 1998).
Dalam indusrti, pemanfaatan jagung yaitu dengan mengubah
komponen biji jagung menjadi bahan yang memiliki nilai tambah yang dapt
digunakan sebagai bahan tambahan makanan ataupun bahan kimia seperti pati
termodifikasi, dekstrin, dan high fructose corn syrup. Dalam bidang non
pangan biasanya digunakan sebagai makanan ternak. Produk-produk pakan
dari jagung meliputi silase jagung, gluten jagung, jagung biji, dan jagung
pipilan

11
Jagung Muda Jagung muda dalam Kaleng

Corn Syrup Liquor Media fermentasi

Jagung
Minyak Jagung
Tepung Jagung

Tepung Maizena

Jagung Tua Pati Jagung Dextrin

Grits Gula Jagung (Corn Syrup)

Etanol Asam Organik

Gambar 3. Pohon industri jagung (Purwono dan Hartono, 2006)

C. Tepung jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang
diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L) yang baik dan
bersih. Tahap awal dalam pembuatan tepung jagung adalah melakukan
pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Bagian yang digunakan
dalam pembuatan tepung adalah endosperma, sehingga bagian lain harus
dipisahkan. Kulit mengandung serat yang tinggi sehingga dalam pembuatan
tepung jagung kulit harus dipisahkan dari endosperma karena batas maksimal
jumlah serat kasar dalam SNI 01-3727-1995 adalah 1.5%. Lembaga
merupakan bagian dari biji yang mengandung lemak tinggi, sehingga harus
dipisahkan untuk mencegah tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak.
Tip cap harus dipisahkan dalam pembuatan tepung karena dapat meyebabkan
adanya butir-butir hitam pada tepung jagung. Adanya butir hitam dalam
tepung jagung dapat mengkontaminasi produk sehingga akan menurunkan
kualitas.

12
Tabel 7. Syarat mutu tepung jagung (SNI 01-3727-1995)
Kriterian Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Normal
Rasa - Normal
Warna - Normal
Benda-benda asing - Tidak boleh ada
Serangga dalam bentuk stadia - Tidak boleh ada
dan potongan-potongan
Jenis pati lain selain pati jagung - Tidak boleh ada
Kehalusan
Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
Air % b/b Maks. 10
Kabu % b/b Maks. 1.5
Silikat % b/b Maks. 0.1
Serat kasar % b/b Maks. 1.5
Derajat asam ml N Maks. 4.0
Cemaran logam NaOH/100 g
Timbal (Pb) Maks. 1.0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0.5
Cemaran mikroba mg/kg
Angka lempeng total koloni/g Maks. 5 x 106
E, coli APM/g Maks. 10
Kapang koloni/g Maks 104
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)

Dalam usaha mereduksi ukuran jagung telah dikenal dua jenis teknik
penggilingan, yaitu penggilingan kering (dry milling) dan pemasakan dengan
alkali (alkali cooked milling). Pada proses penggilingan cara kering, jagung
tidak mengalami perendaman yang lama. Pembasahan hanya dilakukan untuk
mengkondisikan agar endosperma jagung melunak sebelum digiling pada
hammer mill (Johson, 1991).
Pada proses penggilingan kering dihasilkan grits, meal, flour, dan
germ. Grits biasanya kurang dari 1% lemak, 1-1.5% fine meal, dan 2% flour.
Germ biasanya digunakan untuk pakan ternak dan hanya sebagian kecil yang

13
digunakan untuk makanan. Grits digunakan untuk membuat makanan sereal
atau untuk makanan ringan yang dibuat dengan metode ekstrusi (Johson,
1991).
Pengolahan biji jagung dengan alkali adalah proses pembuatan tepung
jagung dengan penambahan Ca(OH)2 kemudian direbus dan dikeringkan baru
kemudian digiling untuk mendapatkan tepung jagung. Tujuan dari
penambahan Ca(OH)2 adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada
tepung jagung. Pengolahan dengan alkali ini biasanya digunakan pada industri
pangan (Johnson, 1991). Syarat mutu tepung jagung disajikan pada Tabel 7.
Tepung yang dibuat dengan menggunakan pengilingan kering
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, penggilingan awal, pencucian dan
perendaman, penggilingan tahap akhir, kemudian pengayakan. Penggilingan
tahap awal dilakukan menggunakan hammer mill yang akan menghasilkan
penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit,
lembaga, dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman, grits akan
mengendap dan kulit serta lembaga akan mengapung. Grits jagung dikering-
anginkan hingga kadar air ±35% untuk mempermudah ke tahap penggilingan
selanjutnya. Kadar air grits yang tinggi dapat menyebabkan bahan menempel
pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat, sedangkan kadar
air yang terlalu rendah akan mengakibatkan partikel tepung setelah
penggilingan menjadi kasar dan lebih besar (tidak halus). Penggilingan tahap
akhir adalah penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill
(penggiling halus) untuk menghasilkan tepung yang lebih kecil ukurannya.
Tepung jagung yang didapat dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak
dengan menggunakan pengayak berukuran 80 mesh. Pengayakan ini bertujuan
agar ukuran partikel tepung seragam, karena perbedaan ukuran partikel
tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih
karena ukuran partikel yang lebih besar akan memerlukan waktu yang lebih
lama untuk meyerap air (Faridi dan Faubion, 1995).

14
Tabel 8. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 dan tepung
jagung kuning secara umum
Komposisi kimia Pioneer 21* Jagung kuning**

Kadar air (%) 5.46 14


Kadar protein (%) 6.32 6.6
Kadar abu (%) 0.31 0.5
Kadar lemak (%) 1.73 2.8
Kadar karbohidrat (%) 86.18 76.1
Kadar amilopektin (%) 43.52 -
Kadar amilosa (%) 23.04 -
Kadar karoten (ppm) - 1.3
Retinol equivalen (ppm) - 0.21
Kadar serat larut (%) - 0.2
Kadar serat tidak larut - 1.5
Total serat pangan (%) - 1.7
Keterangan: (-) tidak tercantum
Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005)

Komposisi tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil


penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO 2005)
dapat dilihat pada Tabel 8. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah
karbohidrat, dimana sebagian besar adalah pati. Pati merupakan simpanan
karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi
manusia (Almatsier 2003).
Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi
bercabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin
dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada 1,6-D-
glukopiranosa. Sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan ikatan
1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Komposisi amilosa dan
amilopektin berada dalam pati berbagai jenis bahan makanan, tetapi umumnya
jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa (Almatsier, 2003).
Berat amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstraksi
yang digunakan. Secara umum amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan

15
pati batang menpunyai berat molekul yang lebih tinggi dibanding amilosa dari
pati biji-bijian. Kemampuan amilosa untuk berinteraksi dengan iodin
membentuk komplek berwarna biru merupakan cara mendeteksi adanya pati.
Amilosa dapat terpisah dari granula yang mengembang di atas suhu
gelatinisasi. Fraksi amilosa biasanya dapat diisolasi dengan cara leaching
(Hizukuri, 1996), dengan cara dispersi dan presipitasi dan dengan metode
ultrasentrifugasi (Majzoobi et. al., 2003).
Peranan enzim β-amilase sangat bermanfaat dalam memberkan
informasi struktur amilopektin. Enzim ini akan mendegradasi amilopektin
secara tidak lengkap menghasilkan 50-60% maltosa dan dekstrin dengan berat
molekul tinggi yang mengandung semua ikatan antar dan bagian dalam
molekul (Hizukuri, 1996). Amilopektin juga secara dominan bertanggung
jawab terhadap kristalinitas granula pati (Gallant et. al., 1997).

D. Tepung/Pati Termodifikasi
Menurut Richana N dan Suarni (2006), pati jagung normal
mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa. Penggunaan pati
dalam makanan sangat terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu dan
shearing. Ketiga faktor tersebut sangat berperan dalam proses pengolahan
pangan. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
cara memodifikasi pati baik secara kimia dan enzimatik. Pengaruh modifikasi
terhadap sifat fungsional pati bergantung kepada jenis pati dan pereaksi yang
digunakan.
Menurut Fleche (1985), definisi pati termodifikasi berbeda-beda untuk
setiap ahli atau penulis. Fleche mendefinisikan pati termodifikasi sebagai pati
yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifiasi,
eterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur awalnya.
Pati yang telah dimodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang
dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-sifat yang
diinginkan adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi
dan suhu rendah, daya tahan terhadap shearing mekanis yang baik serta daya
pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi
(Wirakartakusumah, 1989). Glicksman (1969), menyatakan pati diberi

16
perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik
dari sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan
ini dapat berupa penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan
kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru adan atau perubahan
bentuk, ukuran struktur molekul pati.
Teknik modifikasi dapat dibagi menjadi dalam tiga tipe yaitu
modifikasi sifat reologi, modifikasi dengan stabilisasi, dan modifikasi spesifik.
Modifikasi pati yang termasuk ke dalam tipe modifikasi sifat reologi adalah
depolimerisasi dan ikatan silang. Proses depolimerisasi akan menurunkan
viskositas karena itu dapat digunakan pada tingkat total padatan yang lebih
tinggi. Cara yang dilakukan dapat berupa dekstrinasi, konversi asam dan
konversi basa atau oksidasi. Sedangkan teknik ikatan silang akan membentuk
jembatan antara rantai molekul sehingga didapatkan jaringan makromolekul
yang kaku. Cara ini akan mengubah sifat reologi dari pati dan sifat
resistensinya terhadap asam. Modifikasi dengan stabilisasi dilakukan melalui
reaksi esterifikasi dan eterifikasi. Sebagai hasilnya didapatkan pati dengan
tingkat retrogradasi yang lebih rendah dan stabilitas yang meningkat
(Wirakartakusumah et. al., 1989). Modifikasi melalui oksidasi dilakukan
dengan cara memasukan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke dalam
rantai lurus maupun rantai bercabang dari molekul pati. Pada proses ini terjadi
pemecahan rantai molekul pati secara acak. Hal tersebut akan mengakibatkan
sifat pati berubah antara lain menurunnya kekentalan, hilangnya sebagian sifat
gel, rendahnya retrogradasi dan tingginya daya dispersi (Luallen, 1985).
Modifikasi spesifik didapat dari reaksi-reaksi yang khas seperti kationisasi,
karboksimetilasi, graftin, dan osidasi asam secara periodik
(Wirakartakusumah et. al., 1989).
Beberapa teknik modifikasi lain yang telah dilakukan oleh para peneliti
yaitu fermentasi spontan dan perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) baik melalui proses pemasakan (nixtamalazation) ataupun tidak
melalui proses pemasakan.

17
1. Fermentasi Spontan
Salah satu proses pengolahan umbi-umbian dan serelia menjadi
tepung dan adonan adalah metode fermentasi spontan yang dapat
dilakukan secara sederhana yaitu dengan merendam bahan di dalam air
selama waktu tertentu. Menurut Sefa et. al. (2000) perendaman biji-bijian
dalam air yang berlebihan akan diikuti pertumbuhan beberapa
miokroorganisme yang diinginkan, seperti bakteri asam laktat, khamir, dan
kapang. Menurut Latunde-Dada (2009), pada proses fermentasi sereal
seperti jagung, sorgum, dan milet menjadi ogi dan ogidi terdapat peran
beberapa mikroorganisme seperti Saccharomyces cereviceae,
Lactobacillus sp, Fusarium sp, Candida mycoderma dan Penicillium sp.
Sementara itu Amusa et. al. (2005) menemukan adanya lactobacillus
lactis, Lactobacillus fermenter dan Streptococcus lactis pada ogi. Nago et.
al. (1998) menyatakan bahwa mikroorganisme yang dominan pada ogi
adalah bakteri asam laktat dan khamir.
Menurut Achi dan Akomas (2006), fermentasi digunakan secara
luas untuk mengubah dan mengawetkan makanan karena teknologinya
mudah dan keperluan energinya rendah serta produk akhirnya mempunyai
kualitas organoleptik yang unik. Beberapa penelitian mengenai fermentasi
sereal dan umbi-umbian menghasilkan perubahan beberapa sifat fisiko-
kimia dan fungsional seperti terlihat pada Tabel 9.
Proses fermentasi serealia dan umbi-umbian dalam pembuatan
tepung dan pasta memerlukan fermentasi yang bervariasi. Pembuatan ogi,
makanan tradisional dari Nigeria biasanya dipersiapkan dengan cara
perendaman biji jagung selama 1-2 hari, diikuti penggilingan dan
fermentasi lanjutan selama 1-3 hari (Nago et. al., 1998). Aremu (1993)
membuat ogi dengan cara merendam biji jagung dalam aquades dengan
perbandingan 1:2 selama 48 jam sehingga pH-nya mencapai 4.5.
Pembuatan uji, sereal yang difermentasi dilakukan dengan merendam
sereal dalam air dengan perbandingan 1:1 selama 24 jam (Onyango et. al.,
2003).

18
Tabel 9. Beberapa proses fermentasi yang dilakukan pada serelia dan
umbi-umbian

Peneliti Bahan baku dan produk Perubahan sifat produk yang


dihasilkan
Subagio (2006) Fermentai ubi kayu • Kadar serat tepung menurun
selama 13-72 jam • Kemampuan pembentukan
menghasilkan tepung ubi gel dan daya rehidrasi
kayu terfermentasi meningkat
• Viskositas adonan panas dan
dingin meningkat

Dufour et. al Fermentasi adonan dari • Viskositas maksimum


.(2006) ubi kayu adonan menurun
• Daya pengembangan adonan
meningkat

Elkhalifa et. al. Fermentasi sorgum 24 jam • Densitas menurun 10%


(2005) menghasilkan tepung
sorgum

Onofiok dan Fermentasi sereal


• Densitas dan viskositas
Nnanyelugo menghasilkan makanan adonan menurun
(1998) sapihan

Onyango et. al. Fermentasi sereal menjadi


• Viskositas menurun
(2003) ogi
Sumber: Nur Aini (2009)

2. Perendaman dalam Larutan Kapur Tohor Ca(OH)2

Kapur tohor atau kalsium hidroksida (Ca(OH)2) merupakan zat


padat yang berwarna putih dan amorf. Kapur tohor (quick lime) dihasilkan
dari batu gamping yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 600 oC
– 900 oC. Kapur tohor ini apabila disiram dengan air secukupnya akan
menghasilkan kapur padam (hydrated/slaked quicklime) dengan
mengeluarkan panas (Sukandarrumidi, 1999).
Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk
putih. Senyawa dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan
air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui

19
pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium
hidroksia (NaOH) (Sukandarrumidi, 1999).
Kapur tohor merupakan anhidrida basa, dan apabila bereaksi
dengan air akan menbentuk kalsium hidroksida. Larutan kapur tohor
mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah menarik
CO2 dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan kapur tohor
juga merupakan pengikat asam-asam nabati (Setyowati, 2000).
Teknik modifikasi dengan merendam jagung dalam larutan kapur
tohor ini telah biasa dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Meksiko
dan Amerika Tengah sebelum diolah menjadi tortila, salah satu makanan
ringan khas Meksiko dan Amerika Tengah (Sefa-Dedeh et. al., 2002).
Fernandez-Munoz et. al (2001) mengemukakan bahwa tortila yang dibuat
dari jagung yang direndam dalam larutan kapur tohor meningkatkan
ketersediaan niasin, meningkatkan kualitas protein, meningkatkan kadar
kalsium dan menurunkan jumlah aflatoksin.
Menurut Fernandez-Munoz et. al. (2001), penambahan Ca(OH)2
0.25% pada adonan tortilla selain menhasilkan tortilla dengan penerimaan
organoleptik yang lebih baik juga menghasilkan tortilla dengan struktur,
reologi, sifat fisik, dan sifat fungsional yang lebih baik.

E. Sifat Amilografi
Karakteristik sifat fungsional diperlukan untuk mendapatkan informasi
tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut
Sira (2000), karakteristik sifat fungsional yang penting dapat dilihat melalui
profil gelatinisasinya. Profil tersebut didefinisikan dengan fenomena sebagai
berikut. (1) Gelatinisasi berarti pemecahan ikatan intermolekuler dengan
meningkatnya suhu, dan sisi yang mengikat hidrogen menyerap air lebih
banyak sehingga meningkatkan kekacauan struktur, menurunkan daerah
kristalisasi dan kehilangan birefringence. Pati dengan kadar amilosa tinggi
sulit tergelatinisasi dan dapat membentuk film atau serat dengan kelarutan
yang lebih tinggi dan pengembangan pada kondisi alkali. Strukturnya yang
berupa rantai heliks dapat memerangkap asam lemak dan menghambat
pengembangan granula. (2) Pembentukan adonan merupakan fenomena yang

20
mengikuti proses gelatinisasi pada pati yang dilarutkan. Hal ini termasuk
pengembangan granula, keluarnya komponen-komponen molekuler dari
granula dan pada akhirya terjadilah kekacauan total pada granula. (3)
Retrogradasi berhubungan dengan jumlah percabangan. Ikatan hidrogen antara
gugus hidroksil pada amilosa dalam pati tergelatinisasi selama pendinginan
menghasilkan retrogradasi. Pati dengan amilopektin tinggi akan teretrogradasi
saat dibekukan.

Gambar 4. Ilustrasi kurva sifat-sifat amilografi (Sumber: Sowbhagya dan


Bhattacharya, 2001)

Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula diikuti


berubahnya struktur granula dan hilangnya sifat kristalin. Sebelum granula
berubah, beberapa bahan (terutama amilosa) mulai terpisah dari granula.
Komponen-komponen yang terpisah meningkat dengan meningkatnya berat
molekul dan lebih meningkat lagi dengan meningkatnya suhu (Pretience et.
al., 1992). Tetapi tidak semua amilosa terpisah selama gelatinisasi (Ellies et.
al., 1988). Perubahan morfologis granula pati selama pengembangan
tergantung pada sifat alami pati itu sendiri. Kemampuan pembengkakan
granula biasanya dihitung dengan daya pengembangan (berat pengembangan
granula yang tersedimentasi tiap gram pati kering) atau volume
pengembangan (volume granula yang mengembang tiap gram pati kering)

21
pada suhu tertentu (Konik, 2001). Sifat-sifat pengembangan pati tidak hanya
pada sifat patinya tetapi juga tergantung pada kadar amilosa.
Sifat-sifat adonan pati sangat penting untuk karakteristik pati dan
aplikasinya. Informasi yang penting seperti suhu gelatinisasi, viskositas
maksimum, dan viskositas balik dapat ditentukan dengan Visco Amylographer
Brabender (Chen, 2003). Sifat-sifat adonan ini sangat berguna sebagai
indikator pada aplikasi pati. Beberapa sifat yang didapatkan langsung dari
kurva gelatinisasi seperti terlihat pada Gambar 4 meliputi:
1. Viskositas maksimum (Vm) adalah nilai maksimum viskositas yang
dicapai selama proses pemanasan
2. Viskositas panas (Vp) adalah viskositas yang dicapai pada suhu 95oC
3. Viskositas panas 10 menit (Vp10) adalah viskositas yang dicapai setelah
dipertahankan 10 menit pada suhu 95oC
4. Viskositas dingin (Vd) adalah viskositas yang dicapai pada waktu
pendinginan mencapai suhu 50oC
Selain itu ada sifat-sifat lain yang diperoleh dengan cara menghitung dari
sifat-sifat diatas yaitu:
1. Breakdown viscosity (BD) = Vp - Vp10
2. Setback viscosity (SV) = Vd - Vm
3. Rasio perbandingan antara viskositas dingin dan viskositas 10 menit =

Selama penyimpanan, adonan menjadi keruh dan biasanya terbentuk


endapan yang tidak larut. Hal ini disebabkan oleh rekristalinisasi molekul pati.
Pada awalnya amilosa membentuk rantai double helix yang diikuti
pengumpulan helix-helix. Fenomena ini disebut retrogradasi. Retrogradasi
adalah proses yang terjadi ketika molekul-molekul pati tergelatinisasi mulai
bergabung kembali membentuk suatu struktur tertentu yang merupakan proses
larutnya rantai linier polisakarida dan mengurangi kelarutan molekul.
Fenomena retrogradasi merupakan hasil ikatan hidrogen antara molekul pati
yang mempunyai gugus hidroksil dan sisi penerima hidrogen. Pada tahap
awal, dua atau lebih rantai molekul pati membentuk ikatan sederhana yang

22
dapat berkembang lebih luas pada suatu bagian secara teratur yang akhirnya
membentuk daerah kristalin.
Amilosa merupakan penyebab utama terjadinya retrogradasi dalam
waktu singkat karena molekul amilosa terdiri dari rantai paralel. Retrogradasi
dalam waktu lama ditunjukkan dengan rekristalisasi yang terjadi secara lambat
pada bagian luar molekul amilopektin (Daniel dan Weaver, 2000).
Amilopektin yang terekristalisasi dalam gel yang teretrogradasi dapat meleleh
pada suhu 55oC, sementara amilosa yang terekristalisasi suhu pelelehannya
mencapai 130oC (Zhang dan Jackson, 1992).
Kecepatan dan jumlah retrogradasi meningkat dengan meningkatnya
jumlah amilosa. Pada pati yang alami, retrogradasi juga tergantung pada
kosentrasi pati, suhu penyimpanan, pH, suhu proses dan kondisi adonan.
Retrogradsi umumnya dipicu oleh konsentrasi pati yang tinggi, suhu
penyimpanan rendah dan pH antara 5 sampai 7. Garam-garam anion dan
kation monovalen dapat memicu terjadinya retrogradasi pai (Chen, 2003).

23
III. METODELOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat


Bahan utama yang digunakan adalah grits jagung Pioneer 21, air,
akuades, dan kapur tohor (Ca(OH)2). Alat-alat yang digunakan adalah pin disc
mill, ember bertutup, ayakan 177 µm (80 mesh), ayakan 75 µm, 90 µm, 125
µm, kuas, wadah bertutup, wadah stainless steel, Visco Amylographer
Brabender, oven pengering, cawan alumunium, sendok, botol semprot, sudip,
gelas piala, jerigen, neraca digital, neraca analitik, refrigerator, plastik, dan
loyang alumunium.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian ini terbagi menjadi dua bagian yaitu, pembuatan


tepung jagung hasil fermentasi spontan dan pembuatan tepung jagung hasil
alkalinasi, perendaman dengan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%. Sebelumnya telah
dilakukan persiapan bahan yaitu pembuatan grits jagung. Berikut diagram alir
pembuatan grits jagung (Gambar 5).

Jagung pipil

Penimbangan (10 kg)

Penggilingan menggunakan Hammer Mill

Pengambangan untuk membersihkan germ dan kotoran

Pengeringan

Grits jagung

Gambar 5. Diagram alir pembuatan grit jagung

  24

 
1. Fermentasi Spontan
Grits jagung ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian dicuci
bersih di air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Sebelumnya
telah disediakan wadah bertutup yang bersih untuk digunakan sebagai
tempat permentasi spontan.

Grits jagung

Pencucian

Air (air:grits = 3:1) Wadah bertutup

Fermentasi spontan dalam wadah bertutup (12, 24, 48, dan 72 jam)

Penirisan/pengeringanginan (kadar air ±35%)

Penggilingan halus menggunakan pin disc mill

Pengeringan dengan sinar matahari

Pengayakan

Penimbangan (penghitungan rendemen)

Tepung jagung


Analisis

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung fermentasi spontan

Grits jagung difermentasi dengan media air secara spontan dalam


wadah bertutup selama 12, 24, 48, dan 72 jam. Perbandingan air yang
digunakan dengan grits adalah 3:1. Setelah difermentasi dalam selang
waktu tersebut, grits jagung diangkat dan ditiriskan kemudian
dikeringanginkan sampai setengah kering atau kadar air kurang lebih 35%.
Setelah itu jagung ditepungkan memakai alat pin disc mill. Tepung yang
dihasilkan dari penggilingan tersebut kemudian diayak menggunakan

  25

 
ayakan berukuran 177 µm (80 mesh) dan ditimbang. Setelah itu dilakukan
analisis pada semua tepung hasil fermentasi selama 12, 24, 48 dan 72 jam.
Proses pembuatan tepung jagung secara fermentasi spontan disajikan pada
Gambar 6.

2. Perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1%.

Grits jagung

Pencucian

Larutan Ca(OH)2 1%
Wadah bertutup
(larutan:grits = 2:1)

Perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1% (1, 2, dan 3 jam)

Penirisan/ pengeringanginan (kadar air ±35%)

Penggilingan halus menggunakan pin disc mill

Pengeringan dengan sinar matahari

Pengayakan

Penimbangan (penghitungan rendemen)

Tepung jagung

Analisis

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung melalui alkalinasi


dengan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1%

Grits jagung ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian dicuci


dengan air mengalir untuk menghilangan kotoran. Sebelumnya telah
disediakan wadah bertutup yang bersih untuk digunakan sebagai tempat
perendaman menggunakan larutan Ca(OH)2 1%. Grits jagung direndam
dalam larutan Ca(OH)2 1% selama 1, 2, dan 3 jam. Perbandingan larutan
Ca(OH)2 1% dengan grits jagung adalah 2:1. Setelah dilakukan

  26

 
perendaman dalam selang waktu tersebut, grits jagung diangkat dan
ditiriskan kemudian dikeringanginkan sampai setengah kering atau kadar
air kurang lebih 35%. Setelah itu jagung ditepungkan memakai alat pin
disc mill. Tepung yang dihasilkan dari penggilingan tersebut kemudian
diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh dan ditimbang. Setelah
itu dilakukan analisis pada semua tepung hasil fermentasi selama 1, 2, dan
3 jam. Berikut diagram alir proses pembuatan tepung jagung dengan
metode alkalinasi melalui perendaman dalam larutan Ca(OH)2 1%
(Gambar 7).

C. Metode Analisis

1. Penghitungan Rendemen
Rendemen dihitung melalui perbandingan jumlah tepung yang
dihasilkan (dalam gram) dengan jumlah grits jagung awal yang dipakai
dikalikan dengan 100%.
B
Rendemen (%) = x 100%
A
Dimana A = Jumlah grits jagung yang dipakai (g)
B = Jumlah tepung yang dihasilkan (g)

2. Distribusi Ukuran Partikel


Tepung jagung yang dihasilkan dengan waktu fermentasi 12, 24,
48, dan 72 jam serta tepung jagung hasil perendaman dengan larutan
kapur tohor 1% (Ca(OH)2) selama 60, 120, dan 180 menit ditimbang
masing-masing 100 gram kemudian difraksinasi menggunakan ayakan
bertingkat dengan ukuran ayakan berturut-turut 125 µm, 90 µm, dan 73
µm sehingga didapatkan kelompok ukuran partikel tepung jagung yaitu,
>125 µm, 90-125 µm, 75-90 µm dan <75 µm.

  27

 
3. Analisis Sifat Amilografi
a. Persiapan sampel (penyeragaman kadar air)
Tepung yang lolos ayakan berukuran 80 mesh atau setara
dengan 177 µm kemudian dikeringkan selama 24 jam dalam oven
pengering bersuhu 50oC. Diasumsikan bahwa setelah contoh
mengalami perlakuan pengeringan selama 24 jam, kadar air contoh
relatif seragam.
Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven pada suhu
100-102˚C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (W0). Lima gram contoh homogen dimasukkan ke
cawan tersebut dan ditimbang (W1) kemudian dipanaskan pada suhu
100-102˚C selama 24 jam. Selanjutnya, cawan yang telah berisi
contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Pemanasan
dalam oven dilakukan sampai diperoleh berat konstan.

W1 − W2
Kadar Air (%BK) =
W1 − W0

b. Analisis sampel
Pengukuran sifat-sifat amilografi menggunakan alat Visco
Amylographer Brabender tipe D-4100 Duisburg buatan Jerman. Mula-
mula suhu awal alat ditepatkan pada suhu ruang (30oC). Sampel
(tepung jagung yang lolos ayakan berukuran 80 mesh atau setara
dengan 177 µm) sebanyak 10% w/v (45.00 gram disuspensikan
dengan 450 ml aquades) dimasukkan ke dalam mangkok amilografi
pada kecepatan putaran 75 putaran per menit (75 rpm) sambil
dinaikkan suhu dari 30oC sampai suhu 95oC dengan laju kenaikan
suhu 1.5oC per menit.
Perubahan viskositas contoh dicatat secara kontinyu oleh Visco
Amylographer Brabender pada kertas grafik. Dari kurva yang
dihasilkan dapat ditentukan suhu gelatinisasi (oC), suhu gelatinisasi
maksimum, viskositas puncak/maksimum (BU), viskositas panas suhu
95oC (BU), viskositas penahanan suhu 95oC (dalam penelitian ini

  28

 
dilakukan penahan suhu selama 10 menit), breakdown viscosity (BU),
viskositas dingin (BU), setback viscosity (BU), dan rasio perbandingan
antara viskositas dingin dan viskositas maksimum.

  29

 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Produksi Tepung Jagung

Varietas jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung


adalah jagung P-21 (Pioneer-21) yang telah mengalami pemisahan lembaga
atau yang lebih dikenal dengan nama grits jagung.

Gambar 8. Grits jagung Pioneer 21

Untuk mendapatkan grits jagung, 10 kg jagung pipil digiling


menggunakan hammer mill. Dari penggilingan tersebut dihasilkan grits, germ
(lembaga), tip cap dan kotoran-kotoran. Untuk memisahkan grits jagung dari
germ, tip cap, kotoran dan komponen lainnya dilakukan pengambangan. Dari
10 kg jagung pipil didapakan grits jagung sebanyak 7.77 kg atau memiliki
rendemen sebesar 77.7%.
Secara umum, terdapat dua jenis teknik penepungan jagung yaitu
penggilingan kering dan penggilingan basah. Teknik yang digunakan pada
penelitian ini adalah penggilingan kering. Penggilingan tepung jagung
menggunakan pin disc mill (Gambar 9).
Pertama-tama, jagung hasil fermentasi dan hasil perendaman dengan
larutan kapur tohor 1% ditiriskan lalu dikeringanginkan di bawah sinar
matahari sampai setengah basah atau jagung siap untuk digiling. Kadar air
  30

 
grits jagung diusahakan tidak terlalu kering ataupun tidak terlalu basah, kira-
kira kadar air ±35%. Hal ini bertujuan untuk memudahkan saat penggilingan.
Karena bila grits jagung terlalu basah akan menghasilkan tepung jagung yang
kasar sedangkan apabila grits jagung terlalu basah akan meyebabkan lengket
di penggiling sehingga tepung sulit keluar melewati saringan. Banyaknya grits
yang masuk ke dalam alat juga diusahakan tidak terlalu banyak. Hal ini
bertujuan agar alat tidak menjadi macet sehingga penepungan berjalan dengan
optimal.

Gambar 9. Pin Disc Mill

Tepung yang dihasilkan dari proses penggilingan akan tertampung di


dalam wadah yang terbuat dari kain. Sebelum alat dijalankan, kain penampung
dipastikan harus terikat kuat pada alat supaya tepung yang dihasilkan tidak
berceceran dan jatuh tepat ke dalam kain. Setelah penepungan selesai, tepung
yang dihasilkan kemudian dikeringkan. Tepung jagung dikeringkan
menggunakan oven pengering selama 24 jam sampai kadar air maksimum
yang diperbolehkan yaitu 10% (sesuai SNI 01-3727-1995).
Setelah pengeringan tepung kemudian dilakukan pengayakan secara
manual untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih seragam. Pengayakan
tepung jagung menggunakan ayakan berukuran 80 mesh. Tepung jagung hasil

  31

 
pengayakan kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen yang
dihasilkan. Tabel 10 menunjukkan rendemen yang dihasilkan dari
penggilingan grits jagung hasil fermentasi dan perendaman dalam larutan
kapur tohor (Ca(OH)2) 1%.

Gambar 10. Tepung jagung

Tabel 10. Rendemen tepung jagung

Perlakuan Rendemen Rendemen


(% basis jagung pipil) (% basis jagung pipil)
Fermentasi
0 jam 57.87a 74.50a
12 jam 58.61a 75.43a
24 jam 63.13b 81.25b
48 jam 66.69c 87.19c
72 jam 67.75c 85.83c
Perendaman Ca(OH)2) 1%
0 jam 57.87a 74.50a
1 jam 60.65b 78.06b
2 jam 67.77c 87.23c
3 jam 70.49d 90.72d

Keterangan: *angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada taraf 5%
*Hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada
lampiran 20-23

  32

 
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rendemen tepung jagung yang
dihasilkan lebih dari 50%. Rendemen tepung jagung hasil fermentasi selama
0, 12, 24, 48, dan 72 jam berturut-turut adalah 74.50%, 75.43%, 81.25%,
87.19%, dan 85.83%. Sedangkan rendemen tepung jagung hasil perendaman
dengan larutan kapur tohor 1% selama 1, 2, dan 3 jam berturut-turut adalah
58.06%, 87.23%, dan 90.72%. Rendemen terbesar yang didapat adalah
rendemen tepung jagung hasil perendaman dengan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
selama 180 menit yaitu sebesar 90.72%. Perbedaan rendemen dari tepung
jagung yang dihasilkan ini disebabkan oleh adanya tepung yang menempel
pada alat penggiling dan kain penampung tepung hasil penggilingan atau
tercecer saat pemindahan.

B. Distribusi Ukuran Partikel Tepung


Tepung jagung yang dihasilkan dari penggilingan dan pengayakan 80
mesh. Menurut Anominc (2010), partikel berukuran 80 mesh setara dengan
177 µm. Tepung jagung diayak menggunakan ayakan bertingkat untuk
mengetahui distribusi ukuran partikel tepung. Ayakan yang dipakai adalah
ayakan bertingkat mulai dari ayakan dengan ukuran 125 µm, 90 µm, dan 75
µm. Dari hasil pengayakan tersebut akan didapatkan kelompok empat ukuran
partikel yaitu partikel yang berukuran lebih dari 125 µm (tepung jagung tidak
lolos ayakan berukuran 125 µm tetapi lolos ayakan 177 µm), 90-125 µm
(tepung jagung tidak lolos ayakan berukuran 90 µm tetapi lolos ayakan
berukuran 125 µm), 75-90 µm (tepung jagung tidak lolos ayakan berukuran 75
µm tetapi lolos ayakan berukuran 90 µm), dan tepung jagung yang berukuran
kurang dari 75 µm (tepung jagung yang lolos ayakan berukuran 75 µm).
Fermentasi grits jagung selama 12 dan 24 jam menghasilkan tepung
jagung dengan distribusi ukuran partikel yang hampir merata di setiap selang
ukuran partikel lebih dari 90 µm yaitu sebesar 10-20% persen berukuran lebih
dari 125 µm dan 20-30% di selang 90-125 µm. Jumlah partikel berukuran
paling kecil yaitu partikel tepung jagung dengan ukuran kurang dari 75 µm
selalu meningkat dibanding partikel berukuran lainnya pada setiap waktu
fermentasi dengan pola semakin lama waktu fermentasi akan menghasilkan
partikel tepung dengan ukuran paling halus semakin besar. Hal ini disebabkan
  33

 
oleh lamanya perendaman akan mempengaruhi tekstur grits jagung saat
penggilingan.

60

50
0 jam
Distribusi (
40
12 jam
30 24 jam
48 jam
20
72 jam
10

0
>125 µm 125 - 90 µm 90 - 75 µm <75 µm
Ukuran Partikel (µm)

Gambar 11. Pengaruh waktu fermentasi terhadap distribusi ukuran partikel


tepung jagung

Semakin lama waktu perendaman akan menghasilkan grits jagung


yang semakin lunak sehingga lebih mudah dalam proses penggilingan. Hasil
pengamatan terhadap pengaruh lamanya fermentasi terhadap distribusi ukuran
partikel tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Aini (2009),
fermentasi pada grits jagung putih selama 48 sampai 72 jam menghasilkan
tepung yang berukuran halus (<75 µm) paling banyak dibanding partikel
berukuran lainnya.

35

30

25
Distribusi (

0 jam
20 1 jam
15 2 jam
3 jam
10

0
>125 µm 125 - 90 µm 90 - 75 µm <75 µm
Ukuran Partikel (µm)

Gambar 12. Pengaruh waktu perendaman dalam larutan kapur tohor


(Ca(OH)2) 1% terhadap distribusi ukuran partikel tepung jagung

  34

 
Perendaman larutan grits jagung dengan larutan kapur tohor 1%
(Ca(OH)2) menghasilkan tepung jagung dengan distribusi ukuran partikel
yang hampir merata di setiap waktu perendaman. Pola yang didapatkan adalah
jumlah partikel yang berukuran paling halus selalu meningkat di setiap
perlakuan perendaman.
Jumlah partikel tepung jagung yang berukuran lebih dari 125 µm
berkisar antara 15-20%, jumlah partikel tepung jagung dengan ukuran antara
90-125 µm berkisar antara 21-30%, jumlah partikel tepung jagung dengan
ukuran antara 75-90 µm berkisar antara 26-28 %, dan jumlah partikel tepung
jagung dengan ukuran kurang dari 75 µm berkisar antara 29-38%. Gambar 12
adalah grafik pengaruh lamanya perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% terhadap distribusi partikel tepung jagung.

C. Sifat Amilografi Tepung Jagung


Sifat amilografi diukur berdasarkan peningkatan viskositas tepung
pada proses pemanasan menggunakan Visco Amylographer Brabender tipe D-
4100 Duisburg buatan Jerman.

Gambar 13. Visco Amylographer Brabender

Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan


oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi kinetik
  35

 
molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati penyusun tepung
sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Gambar 14 dan 15 adalah
grafik amilografi tepung jagung hasil fermentasi dan perendaman dengan
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%.

1. Penyeragaman kadar air


Sebelum dilakukan analisis amilografi, terlebih dahulu dilakukan
penyeragaman kadar air pada tepung hasil fermentasi dan perendaman.
Pengujian kadar air ini dilakukan untuk mengontrol kadar air tepung
jagung yang dihasilkan supaya seragam, tujuannya supaya saat dilakukan
pengujian sifat amilografi oleh Visco Amylographer Brabender, kadar air
dijadikan variabel tetap sehingga penyimpangan data viskositas dapat
diminimalisir.
Pengujian kadar air dalam penelitian ini menggunakan oven
pengering pada suhu 50oC selama 24 jam. Pengujian dilakukan dengan
cara sampling pada tepung setelah pengeringan. Kadar air tepung setelah
diseragamkan memiliki rata-rata 5.90±0.24% (basis kering). Hasil uji
kadar air selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
Menurut Muhandri (2007), sebenarnya bukan kadar air yang
berpengaruh langsung pada alat pengukuran sifat amilografi (Visco
Amylographer Brabender) melainkan jumlah total padatan tepung jagung.
Perbedaan jumlah total padatan 1 gram megakibatkan perbedaan viskositas
adonan tepung sebesar 57 BU.

2. Sifat amilografi
a. Suhu gelatinisasi tepung jagung
Suhu gelatinisasi menunjukkan suhu awal meningkatnya
viskositas saat pemanasan atau awal terjadinya gelatinisasi yang
disebabkan karena terjadinya pembengkakan granula pati yang
irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air
lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula (Leach
et. al., 1959).

  36

 
Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula diikuti
berubahnya struktur granula dan hilangnya sifat kristalin. Sebelum
granula berubah, beberapa bahan terutama amilosa mulai terpisah dari
granula. Komponen-komponen yang terpisah meningkat dengan
meningkatnya berat molekul dan lebih meningkat lagi dengan
meningkatnya suhu (Prentice et al., 1992). Tetapi tidak semua amilosa
terpisah selama gelatinisasi (Ellies et at., 1988).

Gambar 14. Grafik amilografi tepung terfermentasi

Mekanisme gelatinisasi dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap


awal, air secara perlahan-lahan berimbibisi dalam granula, selanjutnya
tahap kedua yaitu, pada suhu 60oC samapi 85oC granula akan
mengembang dengan cepat dan polimer yang lebih pendek akan larut,
sehingga pati kehilangan sifat birefringece-nya. Pada tahap ketiga,
jika suhu tetap naik maka molekul-molekul pati akan berdifusi keluar
granula (Fennema, 1996).
Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik
pati yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media
pemanasan (Collinson, 1968). Menurut Glicksman (1969) bahwa
lemak mampu berperan sebagai pengkompleks amilosa dengan
membentuk endapan yang tidak larut air sehingga akan menghambat
pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian diperlukan energi
yang lebih besar untuk melepaskan amilosa sehingga suhu awal
  37

 
gelatinisasi akan meningkat. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Eliasson dan Carlsson (1981) mengenai kurva amilografi pati gandum
dengan kandungan lemak yang cukup tinggi menunjukkan bahwa
viskositas mulai meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Sedangkan
jika lemak dihilangkan, kurva amilografi berubah dimana viskositas
mulai meningkat pada suhu yang lebih rendah dan viskositas
mencapai maksimum pada suhu yang lebih rendah pula.

Gambar 15. Grafik amilografi tepung hasil perendaman Ca(OH)2

Menurut Aini (2009), proses fermentasi grits jagung putih


selama 24 jam menurunkan suhu gelatinisasi tepung jagung putih.
Penurunan suhu gelatinisasi merupakan akibat dari melemahnya
struktur granula dan disintregrasi selama proses perendaman.
Gelatinisasi diawali pada bagian yang amorf karena ikatan hidrogen
lebih lemah pada bagian tersebut. Pada perendaman jagung, granula
pati mengalami pengembangan dan semakin lama perendaman bagian
amorf tersebut dapat mengalami leaching. Adanya leaching pada
sebagian granula yang bersifat amorf mengakibatkan partikel tepung
yang dihasilkan mudah tergelatinisasi sehingga suhu gelatinisai
menurun.

  38

 
Tabel 11. Suhu gelatinisasi tepung jagung
Suhu awal Suhu gelatinisasi
Perlakuan
gelatinisasi (oC) maksimum (oC)
Fermentasi
0 jam 76.50e  88.50d
12 jam 73.50d  88.75d
24 jam 71.55c  83.62a
48 jam 69.15a  85.50b
72 jam 70.65b  87.37c
Perendaman Ca(OH)2) 1%
0 jam 76.50c  88.50c 
1 jam 73.12b  81.60b 
2 jam 72.75b  80.25a 
3 jam 72.00a  79.20a

Keterangan: *angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak


berbeda nyata pada taraf 5%
*Hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat
pada lampiran 1-4

Berdasarkan hasil penelitian, fermentasi grits jagung selama


12 jam menurunkan suhu awal gelatinisasi. Tepung jagung yang
dihasilkan dari fermentasi tersebut mulai tergelatinisasi pada suhu
73.50oC berbeda nyata dengan suhu awal gelatinisasi tepung jagung
tanpa fermentasi (76.50oC) dan perlakuan fermentasi lainnya.
Gelatinisasi tersebut mencapai maksimum pada suhu 90.65oC. Suhu
gelatinisasi maksimum dari tepung jagung hasil fermentasi selama 12
jam tersebut berbeda nyata dengan suhu gelatinisasi maksimum
tepung jagung tanpa fermentasi dan waktu fermentasi lainya. Suhu
gelatinisasi terus menurun setelah fermentasi lanjutan 24 (71.55oC)
sampai 48 jam (69.15oC) kemudian naik kembali setelah waktu
fermentasi dinaikkan menjadi 72 jam (70.65oC). Hal tersebut senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aini (2009) pada jagung putih
dan Sefa-Dedeh et. al. (2002) yaitu fermentasi menurunkan suhu awal
gelatinisasi tepung jagung yang dihasilkan.
Penurunan juga terjadi pada suhu gelatinisasi maksimum. Grits
jagung yang difermentasi sampai 48 jam mengalami penurunan suhu

  39

 
gelatinisasi maksimum dan kemudian suhu gelatinsasi naik kembali
setelah fermentasi lanjutan selama 72 jam (87.37oC).
Perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) selama 1 jam menurunkan suhu awal gelatinisasi menjadi
73.12oC dan berbeda nyata dengan tepung jagung tanpa perlakuan
perendaman (76.50oC). Perendaman lanjutan selama 2 jam cenderung
tidak mengubah suhu awal gelatinisasi dari tepung yang dihasilkan
karena cenderung tetap (72.75oC) dan kemudian turun kembali setelah
perendaman selama 3 jam (72.00oC).
Tepung jagung yang dihasilkan dari perendaman grits jagung
dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 1 jam tergelatinisasi
maksimum pada suhu 81.60oC. Hal tersebut menunjukkan adanya
penurunan suhu gelatinisasi maksimum dan berbeda nyata bila
dibandingkan dengan tepung jagung yang dihasilkan dari grits jagung
tanpa perendaman (88.50oC). Penurunan suhu gelatiisasi maksimum
terus berlanjut sampai perendaman selama 2 jam (80.25oC) dan
perendaman selanjutnya selama 3 jam cenderung tidak mengubah
suhu gelatinisasi maksimum menjadi 79.20oC.
Penurunan suhu gelatinisasi juga berkaitan dengan ukuran
partikel. Fermentasi dan perendaman grits jagung dengan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% menghasilkan tepung yang berukuran paling halus (<75
µm) yang semakin meningkat di setiap selang waktu fermentasi dan
perendaman. Karena ukuran yang kecil dan seragam itulah
dimungkinkan gelatinisasi terjadi seraca serempak sehingga proses
gelatinisasi menjadi lebih cepat dan sebagai imbasnya suhu
gelatinisasi tepung menjadi turun.
Penambahan larutan basa kuat (Ca(OH)2) pada grits jagung
akan melarutkan sebagian besar protein jagung sehingga kadar protein
pada tepung jagung akan menurun. Penurunan kadar protein ini akan
membuat pati lebih mudah menyerap air sehingga mempercepat
proses gelatinisasi bila dibandingkan dengan tepung jagung tanpa
perlakuan perendaman Ca(OH)2.

  40

 
Menurut Christianson (1982), keberadaan gula pada
pemanasan pati akan menghambat gelatinisasi karena terhambatnya
pembengkakan granula pati oleh gula reduksi yang bersifat hidrofilik,
sehingga semakin banyak jumlah pati dibanding gula akan semakin
cepat terjadinya gelatinisasi yang akan menurunkan suhu gelatinisasi.
Pada aplikasi pembuatan produk pangan, untuk menghindari suhu
gelatinisasi yang terlalu tinggi karena adanya gula, maka penambahan
gula dilakukan setelah terjadinya gelatinisasi. Pengaruh gula terhadap
gelatinisasi tergantung jenis gula, sukrosa mempunyai suhu
gelatinisasi tertinggi, dimana peningkatannya tergantung konsentrasi
sukrosa. Gula lain yaitu fruktosa, glukosa atau maltosa mempengaruhi
gelatinisasi dengan pola yang sama. Lebih tinggi konsentrasi substansi
mengandung hidroksil yang larut air, lebih besar penghambatan
pengembangan granula.

b. Viskositas maksimum
Viskositas puncak merupakan titik puncak viskositas adonan
pada proses pemanasan yang merupakan indikator adonan pada proses
kemudahan jika dimasak dan juga menunjukkan kekuatan adonan
yang terbentuk dari gelatinisasi selama pengolahan dalam aplikasi
makanan. Pada saat suspensi pati dipanaskan, granula yang dimulai
mengembang sejak mencapai suhu gelatinisasi akan terus
mengembang.
Selama gelatinisasi, amilosa mengalami leaching dari granula
pati dan bersama dengan amilopektin menjadi sangat terhidrasi.
Akibatnya suspensi menjadi lebih jernih dan viskositasnya meningkat
terus sampai mencapai puncak dimana granula mengalami hidrasi
maksimum (Aini, 2009).
Viskositas maksimum menggambarkan fragilitas dari granula
pati yang mengembang, yaitu mulai saat pertama kali mengembang
sampai granula tersebut pecah selama pengadukan yang terus-menerus

  41

 
secara mekanik oleh Visco Amylographer Brabender (Wurzburg.,
1986).
Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai
viskositas maksimum 838.50 BU. Fermentasi selama 12 jam
menaikkan viskositas maksimum menjadi 875.00 BU. Viskositas
maksimum terus naik setelah waktu fermentasi selama 24 jam yaitu
sebesar 972.75 BU dan mencapai puncaknya setelah waktu fermentasi
selama 48 jam (1019.00 BU). Fermentasi lanjutan selama 72 jam
memiliki viskositas maksimum yang cenderung tetap (1007.00 BU).

Tabel 12. Viskositas maksimum tepung jagung


Perlakuan Viskositas Maksimum (BU)
Fermentasi
0 jam 838.50a
12 jam 870.00b
24 jam 972.75c
48 jam 1019.00d
72 jam 1007.50d
Perendaman Ca(OH)2) 1%
0 jam 838.50c
1 jam 858.50b
2 jam 900.00a
3 jam 907.50a

Keterangan: *angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak


berbeda nyata pada taraf 5%
*Hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat
pada lampiran 5-6

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan


Aini (2009), yaitu fermentasi pada grits jagung putih. Aini (2009)
menyebutkan bahwa tepung jagung putih yang dihasilkan melalui
proses fermentasi selama 48 sampai 60 jam menunjukkan peningkatan
viskositas yang nyata. Hal senada juga dikemukakan oleh Sefa-Dedeh
et. al. (2002) bahwa fermentasi jagung sampai 48 jam menghasilkan
tepung jagung yang semakin meningkat viskositas maksimumnya.
Perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) selama 1 jam menaikkan viskositas tepung yang dihasilkan
  42

 
menjadi 858.50 BU. Hasil tersebut berbeda nyata dengan viskositas
maksimum dari tepung jagung tanpa perendaman (838.50 BU) dan
terus naik setelah waktu perendaman hingga 2 jam (900.00 BU).
Sedangkan perendaman lanjutan selama 3 jam memiliki viskositas
maksimum yang cenderung sama (907.50 BU) dengan tepung yang
dihasilkan dari perendaman selama 2 jam.
Bryant dan Hamaker (1998) mengatakan bahwa perlakuan
perendaman dengan variasi konsentrasi Ca(OH)2 antara 0.1-1% pada
tepung jagung yang telah dihilangkan lemaknya menunjukkan
peningkatan viskositas maksimum dan perendaman dengan Ca(OH)2
0.1% memiliki viskositas maksimum tertinggi.

c. Sifat adonan selama pemanasan


Pembentukan adonan merupakan fenomena yang diikuti proses
gelatinisasi pada pati yang dilarutkan. Hal ini termasuk
pengembangan granula, keluarnya komponen molekuler dari granula
dan pada akhirnya terjadinya kekacauan total pada granula (Aini,
2009).
Bila proses pemanasan dilanjutkan pada suhu yang lebih
tinggi, granula pati akan pecah dan mengalami fragmentasi serta
mengeluarkan molekul-molekul pati. Keadaan tersebut menyebabkan
viskositas suspensi turun. Sifat-sifat adonan selama pemanasan dapat
dilihat dari nilai viskositas panas, viskositas panas 10 menit dan
breakdown viscosity. Viskositas panas merupakan indeks kemudahan
pemanasan dan merefleksikan kelemahan granula dalam
mengembang. Viskositas panas 10 menit merupakan nilai penurunan
viskositas yang terdiri dari viskositas maksimum menuju viskositas
terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit.
Breakdown viscosity menunjukkan stabilitas adonan selama proses
pemasakan. Sifat pasta yang stabil sangat dikehendaki, salah satunya
pada pembuatan mie yang bertujuan untuk menjaga keutuhan mie
ketika melalui proses pengukusan.

  43

 
Menurut Fredickson et. al. (1998) sifat pati selama gelatinisasi
dipengaruhi rasio antara amilosa dan amilopektin. Amilopektin
berperan terhadap pengembangan dan sifat adonan pati, sedangkan
amilosa menghambat pengembangan. Granula pati dengan kadar
amilopektin tinggi mengahasilkan granula yang lebih mengembang
dan viskositas sementara rantai linier amilosa keluar dari granula dan
membuat fase kontinyu di luar granula bersama lipid sehingga
menghambat pengembangan dan mengahsilkan viskositas adonan
yang rendah.

Tabel 13. Sifat-sifat adonan tepung jagung selama pemanasan yang


dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi dan perendaman
dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
Viskositas Viskositas Breakdown
Perlakuan  Panas panas 10 viscosity
(BU) menit (BU) (BU)
Fermentasi
0 jam 722.50a 647.50a 75.00b
12 jam 790.00b 755.00b 35.00a
24 jam 907.75d 870.00c 37.00a
c b
48 jam 825.50 745.00 80.00b
72 jam 780.00b 650.00a 130.00c
Perendaman Ca(OH)2)1%
0 jam 722.00c 647.50c 75.00bc
b a
1 jam 619.00 617.50 92.50c
2 jam 618.00b 555.00ab 63.00b
3 jam  603.00a 585.00b 80.00a

Keterangan: *angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak


berbeda nyata pada taraf 5%
*Hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat
pada lampiran 7-12

Menurut Henshaw et. al. (1996), pola viskositas panas


beberapa jenis legume ditentukan oleh dua faktor yaitu derajat
pengembangan granula pati dan resistensi granula yang mengembang
terhadap kelrutan oleh panas atau fragmentasi dengan shear.
Fermentasi grits jagung selama 0, 12, 24, 48 dan 72 jam
menghasilkan viskositas panas berturut-turut sebesar 722.50, 790.00,
  44

 
907.50, 825.50, dan 780.00. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa
fermentasi selama 12 sampai 48 jam menaikkan viskositas panas
kemudian viskositas panas tersebut turun kembali setelah fermentasi
lanjutan selama 72 jam. Peningkatan viskositas panas selama
fermentasi sesuai dengan penelitian Subagio (2006) bahwa tepung ubi
kayu yang dihasilan melalui proses fermentasi meningkat
viskositasnya. Hal serupa juga dikemukan oleh Aini (2009), proses
fementasi grits jagung putih selama 24 sampai 48 jam menaikkan
viskositas panas tepung yang dihasilkan kemudian turun kembali
setelah fermentasi lanjutan selama 60 sampai 72 jam.
Perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% selama 1 jam menghasilkan viskositas panas sebesar
619.00 BU berbeda nyata dengan viskositas panas tepung jagung
tanpa perendaman. Waktu perendaman lanjutan selama 2 jam relatif
tidak mengubah viskositas panas tepung jagung secara signifikan
dengan tepung hasil perendaman selama 2 jam. Namun waktu
perendaman berikutnya selama 180 menit, viskositas panas turun
kembali menjadi 603.00 BU.
Viskositas panas 10 menit adalah viskositas yang dicapai pada
suhu 95oC setelah dipertahankan selama 10 menit. Fermentasi sampai
24 jam menaikkan viskositas 10 menit tepung yang dihasilkan.
Viskositas 10 menit dari tepung jagung yang difermentasi selama 24
jam memberikan nilai paling tinggi yaitu 870.00 BU berbeda nyata
dengan viskositas 10 menit dari tepung jagung tanpa fermentasi
(647.50 BU). Fermentasi lanjutan sampai 48 jam menurunkan kembali
viskositas panas 10 menit menjadi 745.00 BU. Nilai tersebut terus
turun setelah perendaman lanjutan selama 72 jam (650.00 BU).
Perendaman dalam kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 1, 2, dan 3 jam
menurunkan viskositas panas 10 menit tepung yang dihasilkan.
Viskositas 10 menit dari tepung yang dibuat dari grits jagung yang
direndam dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 3 jam

  45

 
menurunkan viskositas panas 10 menit yang dari 647.50 BU untuk
tepung tanpa perendaman menjadi 585.00 BU.
Breakdown viscosity adalah selisih antara viskositas panas
dengan viskositas panas 10 menit pada suhu 95oC. Stabilitas
pemanasan dapat dilihat dari nilai breakdown viscosity, dimana
breakdown viscosity 0 BU atau mendekati 0 BU menunjukkan
stabilitas pemanasan yang baik. Fermentasi selama 12 jam
menghasilkan breakdown viscosity terkecil yaitu 35.00 BU berbeda
nyata dengan breakdown viscosity tepung jagung tanpa fermentasi
(75.00 BU). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tepung jagung yang
difermentasi selama 12 jam akan lebih stabil selama pemanasan.
Fermentasi lanjutan selama 24 jam cenderung tidak mengubah
breakdown viscosity. Kestabilannya terus menurun ditandai dengan
semakin meningkatnya breakdown viscosity tepung ketika waktu
fermentasi dilanjutan menjadi 48 jam dan 72 jam (80.00 BU dan
130.00 BU).
Perendaman dalam larutan kapur tohor tohor (Ca(OH)2) 1%
pada tiap perlakuan waktu perendaman menurunkan breakdown
viscosity. Tepung yang dihasilkan dari grits jagung yang direndam
dalam larutan kapur tohor selama 3 jam memiliki breakdown viscosity
terkecil (20.00 BU). Hal tersebut menunjukkan bahwa perendaman
selama 3 jam menghasilkan tepung yang paling stabil saat pemanasan
bila dibandingkan dengan tepung yang dihasilkan dari waktu
perendaman lainnya.

d. Retrogradasi adonan tepung jagung


Retrogradasi adalah proses yang terjadi ketika molekul-
molekul pati tergelatinisasi mulai bergabung kembali membentuk
suatu struktur tertentu yang merupakan proses larutnya rantai linier
polisakarida dan mengurangi kelarutan molekul.
Menurut Haganenimana et al. (2006), berkumpulnya kembali
antar molekul pati terutama amilosa selama pendinginan akan
menghasilkan pembentukan struktur gel dan viskositas akan
  46

 
meningkat ke viskositas akhir. Peningkatan viskositas saat
pendinginan menentukan kecenderungan berkumpul kembali pati
yang merefleksikan kecenderungan produk untuk teretrogradasi.
Retrogradasi berhubungan dengan jumlah percabangan. Ikatan
Hidrogen antara gugus OH dan sisi penerima hidrogen pada amilosa
dalam pati. Air keluar dari struktur gel dan pati menjadi tidak larut.
Pada tahap awal, dua atau lebih rantai pati membentuk ikatan
sederhana yang dapat berkembang lebih luas pada suatu bagian secara
teratur dan akhirnya membentuk daerah kristalin (Aini, 2009).

Tabel 14. Pengaruh waktu fermentasi dan lamanya perendaman


dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% terhadap
kecenderungan retrogradasi tepung jagung
Setback Vd
Perlakuan Viskositas
viscosity Vpa10
  dingin (BU)
(BU)
Fermentasi
0 jam 1340.00a 501.50b 2.07b
12 jam 1362.50a 487.50b 1.81a
24 jam 1570.00d 597.50c 1.80a
b a
48 jam 1419.50 400.50 1.91ab
72 jam 1472.50c 465.00b 2.27c
Perendaman Ca(OH)2)1%
0 jam 1340.00d 501.50b 2.07b
a a
1 jam 680.00 -178.50 1.29a
2 jam 710.00b -190.00b 1.28a
3 jam  770.00c -137.50c 2.27a

Keterangan: *angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak


berbeda nyata pada taraf 5%
*Hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat
pada lampiran 13-18

Amilosa merupakan penyebab utama terjadinya retrogradasi


dalam waktu singkat karena molekul amilosa terdiri dari rantai yang
paralel. Retrogradasi dalam waktu lama ditunjukkan dengan
rekristalisasi yang terjadi secara lambat pada bagian luar amilopektin
(Daniel dan Weaver, 2000). Kecepatan dan jumlah retrogradasi
meningkat dengan meningkatnya jumlah amilosa. Pada pati yang

  47

 
alami, retrogradasi juga tergantung pada konsentrasi pati, suhu
penyimpanan, pH, suhu proses dan komposisi adonan. Retrogradasi
pada umumnya dipicu oleh konsentrasi pati yang tinggi, suhu
penyimpanan rendah dan pH antara 5-7. garam-garam anion dan
kation monovalen juga dapat memicu retrogradasi pati (Chen, 2003).
Viskositas dingin adalah viskositas yang dicapai pada waktu
pendinginan mencapai suhu 50oC. Fermentasi grits jagung selama 24
jam meningkatkan viskositas dingin tepung jagung dari 1340.00 BU
pada tepung yang dibuat tanpa fermentasi menjadi 1570.00 BU.
Fermentasi lanjutan selama 48 jam viskositas dingin mengalami
penurunan kembali dan hal tersebut berlanjut sampai fermentasi
lanjutan selama 72 jam.
Sedangkan tepung jagung yang dihasilkan dari grits jagung
yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% selama 1 jam menurunkan viskositas dingin dari
1340.00 BU pada tepung tanpa perendaman menjadi 680.00 BU.
Perendaman lanjutan selama 2 dan 3 jam menaikkan kembali
viskositas dingin tepung dari 755.00 BU untuk tepung yang direndam
selama 2 jam menjadi 710.00 BU dan 770.00 BU. Jagung yang
mendapat perlakukan perendaman dengan kapur tohor (Ca(OH)2)
tanpa pemanasan akan menurunkan viskositas tepung yang dihasilkan
secara drastis. Penurunan viskositas tersebut terutama terjadi pada saat
suspensi tepung didinginkan. Hal tersebut disebabkan oleh penjenuhan
ikatan silang yang terjadi antara pati dengan ion Ca2+ dan atau
Ca(OH)+ yang mencegah berkumpulnya kembali molekul-molekul
pati sehingga megakibatkan viskositas dingin tepung menjadi turun
(Sefa-Dedeh, 1991).
Rasio antara viskositas dingin dengan viskositas panas 10
menit ( ) adalah indikasi terbentuknya retrogradasi, dimana

semakin tinggi nilai rasio antara viskositas dingin dengan viskositas


panas 10 menit kemungkinan terjadinya retrogradasi akan semakin
tinggi. Menurut Sowbhagya dan Bhattacharya (2001), rasio antara
  48

 
viskositas dingin dengan viskositas panas 10 menit lebih
menggambarkan retrogradasi selama pendinginan dibandingkan
parameter lain sepeti viskositas dingin atau setback viscosity. Tepung
jagung yang dibuat tanpa fermentasi memiliki rasio antara viskositas
dingin dengan viskositas panas 10 menit sebesar 2.07 dan fermentasi
sampai 12 jam menurunkan rasio antara viskositas dingin dengan
viskositas panas 10 menit menjadi 1.81. Rasio antara viskositas dingin
dengan viskositas panas 10 menit tersebut cenderung tetap setelah
fermentasi lanjutan selama 24 dan 48 jam yaitu sebesar 1.80 dan 1.91.
Fermentasi lanjutan selama 72 jam menaikkan kembali rasio antara
viskositas dingin dengan viskositas panas 10 menit menjadi 2.27.
Semakin tinggi kadar protein akan meningkatkan
kecenderungan terjadinya retogradasi tepung. Peningkatan
retrogradasi disinyalir karena adanya peningkatan ikatan hidrogen
selama pendinginan yang disebabkan perlakuan hidrotermal dan
interaksi antara polisakarida dan protein (Oluwamukomi et. al. 2005).
Kemudahan adonan saat dimasak juga mempengaruhi tingkat
retrogradasi tepung jagung. Semakin mudah pemasakan dan semakin
stabil selama pemanasan maka semakin rendah kecenderungan produk
teretrogradasi (Aini, 2009).
Perendaman grits jagung dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2)
1% selama 1, 2, dan 3 jam menurunkan rasio antara viskositas dingin
dengan viskositas panas 10 menit tepung dari 2.07 pada tepung tanpa
perendaman menjadi berturut-turut 1.29 1.28 dan 1.32. Hal itu
menunjukkan perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
sampai 3 jam menurunkan kemungkinan terjadinya retrogradasi
tepung.

  49

 
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Fermentasi dan perendeman grits jagung dengan larutan kapur tohor
1% mempengaruhi sifat fisik dan sifat fungsional tepung jagung yang
dihasilkan. Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung cenderung meningkatkan rendemen di setiap
selang waktu fermentasi dan perendaman yang digunakan. Dimana
perendaman grits jagung dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% selama 3
jam memiliki rendemen tertinggi yaitu sekitar 90.72% (basis grits jagung)
atau 70.49% (basis jagung pipil).
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung mengubah grafik amilografi tepung jagung
yang dihasilkan. Perubahan tersebut antara lain pada suhu gelatinisasi,
viskositas maksimum, kestabilan selama pemanasan, kecenderungan
terjadinya retrogradasi dan viskositas dingin.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung menurunkan suhu gelatinisasi di setiap selang
waktu perendaman yang digunakan dimana fermentasi selama 48 jam
memiliki suhu gelatinisasi yang paling rendah yaitu 69.15oC. Selain itu
fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
pada grits jagung juga cenderung menaikan viskositas maksimum tepung
yang dihasilkan. Dimana viskositas maksimum tepung jagung tertinggi
dicapai setelah waktu fermentasi selama 48 jam.
Fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) 1% pada grits jagung cenderung meningkatkan kestabilan adonan
selama pemanasan. Hal tersebut ditandai dengan breakdown viscosity yang
menurun di setiap selang waktu fermentasi dan perendaman.
Perubahan yang lain juga terjadi pada kecenderungan terjadinya
retrogradasi dimana fermentasi spontan dan perendaman dengan larutan kapur
tohor (Ca(OH)2) 1% pada grits jagung menurunkan kecenderungan terjadinya
retrogradasi. Hal tersebut ditunjukan oleh rasio antara viskositas dingin

50
dengan viskositas maksimum yang menurun di setiap selang waktu fermentasi
dan perendaman perendaman.
Fermentasi spontan cenderung meningkatkan viskositas dingin tepung
jagung yang dihasilkan dimana fermentasi selama 24 jam meningkatkan
viskositas dingin hingga 1570.00 BU. Lain halnya dengan perendaman dengan
larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%, perlakuan tersebut menurunkan viskositas
dingin tepung dimana perendaman selama 1 jam menurunkan viskositas
hingga 680.00 BU kemudian viskositas dingin naik kembali sampai
perendaman selama 2 jam. Kenaikan viskositas dingin tersebut terus
berlangsung hingga waktu perendaman selama 3 jam.

B. Saran
Tepung jagung termodifikasi dengan fermentasi dan perendaman
dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1% perlu dicoba dibuat menjadi produk.
Selain itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi kesesuaian
penggunaan tepung jagung termodifikasi tersebut dalam berbagai macam
produk pangan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Achi O K dan Akomas N S. 2006. Comparative Assessment of Fermentation


Techniques in The Processing of Fufu, A Traditional Fermented Cassava
Product. Pakistan Journal of Nutrition 5:224-229.

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Amusa N A, Ashaye O A, dan Oladapo M O. 2005. Microbiological Quality of


Ogi and Soy-ogi (a Nigerian Fermented Cereal Porridge) Widely
Consumed and Notable Weaning food in Southern Nigeria. Journal of
Food, Agricultural and Environment 3:81-83.

Anonima. 2009. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [8 Oktober 2009].

Anonimb. 2008. Piooner Siap Layani Kebutuhan Benih Petani. Radar Lampung.
Agricultural Chemistry. http://radarlampung.co.id. [8 Oktober 2009].

Anominc. 2010.
http://wiki.answers.com/Q/How_do_you_convert_mesh_to_pore_size_in_
micron.html [21 Januari 2010].

Aremu C Y. 1993. Nutrient Composition of Corn OGI Prepared by A slightly


Modified Traditional Technique. Food Chemistry 46:231-233.

Chrstianson D. 1982. Hydrocolloid Interaction with Starches. Di dalam Lineback


D R, Inglet G E, editor. Food Carbohydrates. Westport.

Badan Pusat Statistik. 2006. Harvested Area, Yield Rate and Production of Maize
by Province (2006). Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi


Ketahanan Pangan 2005-2010. Departemen Pertanian, Jakarta.

Bedolla S dan Rooney L W. 1984. Characteristics of US and Mexican Instant


Maize Flours fot Tortilla and Snack Preparation. Cereal Foods World.
29:732-736.

Bryant, C. M dan Hamaker B. R. 1997. Effect of Lime on Gelatinization of Corn


Flour and Starch. Cereal Chem: Carbohydrates 74(2): 171-175.

Chen, Z. 2003. Physicochemical properties of Sweet Potato Starches and Their


Application in Noodle Product. [Disertasi]. Wageningen University,
Belanda.

  52

 
Collinson, R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Di dalam J. A. Radley (ed).
Starch and ts Derivatives. Champman and Hall, Ltd. London.

Daniel J. R. dan Weaver C. M. 2000. Carbohydrate: Functional Properties. Di


dalam: Christen G. L. dan Smith J. S., editor. Food Chemistry: Principles
and Applications. California: Science Technology System. 321-429.

Effendi, S. dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta.

Eliasson, A.C.L. dan T.L.G Carlsson. 1981. Some Effect of Starch Lipids on The
Thermal and Rheological Properties of Wheat Starch. Starke 33(4): 130-
134.

Ellies H.S., Ring S.G., dan Whittam M.A. 1988. Time-Dependent Changes in The
Size and Volume of Gelatinized Starch Granule on Strorage. Food
Hydrocolloids 2:321-328.

Etikawati E. 2007. Pengaruh Perlakuan Passing, Konsentrasi Na2CO3 dan Kadar


Air Terhadap Mutu mi basah yang dibuat dengan Ekstruder Ulir Pemasak.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

FAO. 1968. Maize aand Maize Diets. Food and Agriculture Organization of The
United Nations. Rome.

FAO. 2005. Standard Table of Food Composition.


www.fao.org/infood/tables_asia_en.sym#japan. [8 Oktober 2009].

Faridi dan Faubon J.M. 1995. Wheat and Uses around The World. American
Association of cereal Chemist. Minnesota.

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker, Inc. New
York.

Fernandez-Munoz J. L., Zelaya-Angel O, Cruz-Orea A, dan F. Sanchez-Sinencio.


2001. Phase Transition in Amylose and Amylopectin Under The Influence
of Ca(OH)2 in Aqueous Solution. Analytical Sciences Journal 4(17): 338-
341.

Fleche, G. 1985. Chemical Modification and Degradation Starch. Di dalam G. M.


A. Van Beynum dan J. A. Rolls (eds). Starch Convertion Technology.
Marcell Dekker, New York.

Fredriksson H, Silverio J, Andersson R, Eliason A C, dan Aman P. 1998. The


Influence of Amylose and Amylopectin Characteristics on Gelatinization
and Retrogradation Properties of Different Starches. Carbohydrate
Polymers. 35:119-134.

Gallant D.J., B. Bouchet dan P.M. Baldwi. 1997. Microscopy of Starch: Evidence
of a New Level of Granule Organization. Carbohydrate Polymers 32: 177-
191.
  53

 
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in food Industry. Academic Press,
London.

Hagenimana A, Ding X, Fang T. 2006. Evaluation of Rice Flour Modified by


Extrusion Cooking. Journal of Cereal Science. 43:38-46.

Helstad S. 2006. Ingridient Interactions: Sweeteners. Di dalam Gaonkar A G dan


McPherson A. Editor. Ingridient Interactions: Effect on Food Quality. CRC,
Newyork.

Hizukuri, S. 1996. Starch: Analytical Aspect. Di dalam Eliasson A. editor.


Carbohydrate in Food. New York: Marcel Dekker. 363-403.

Indreswari Y. 2005. Pengawasan Mutu selama Produksi Tepung Terigu di PT


ISM Bogasari Flour Mill. Laporan Kerja Praktek. Universitas Pelita
Harapan. Karawaci.

Inglett, G. E. 1970. Corn: Culture, Processing, Products. The AVI Publishing


Company Inc., Westport, Connecticut.

Iwuoha C I dan Nwakanma M I. 1998. Density an Viscosity of Cold Flour Pastes


of Cassava (Manihot esculeta Grants), Sweet Potato (Ipomoea batatas L.)
and White Yam (Dioscorea rotundata Poir) Tubers as Affected by
Concentration and Particle Size. Carbohydrate Polymers. 37: 91-101.

Johnson, L. A. 1991. Corn: Production, Procesing, and Utilization. Di dalam:


Lorenz, K. J. dan K. Kulp (eds.). Handbook of Cereal Science and
Technology. Marcell Dekker Inc., New York

Kent, N.L. 1975. Technology of Cereals Second Edition. Permagon Press.


Oxford. New York.

Konik C.M. 2001. Evaluation of The 40 mg Swelling Test for Measuring Starch
Functionality. Starch/Starke 53:14-20.

Latunde-Dada GO. 2009. Fermented Foods and Cottage Industries in Nigeria.


http://www.unu.edu/unupress/food?v184c/ch3.htm. [8 Oktober 2009].

Laztity, R. 1986. The Chemistry of Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc.,
Boca Raton, Florida.

Leach, H.W., L.D. Mc Cowen dan T.J. Schooh. 1959. Structure of The Starch
granule I: Swelling and Solubility of Various Starch. Jurnal Cereal Chem.
36:534.

Luallen, T. E. 1985. Starch as A Function Ingredient. Food Tech. 39(1): 59-63.

Majzoobi M, A. J Rowe, M Connock, S.E. Hill dan S.E Harding. 2003. Partial
Fractionation of Wheat starch Amylose and Amylopectin Using Zonal
Ultracentrifugation. Carbohydrate Polymers 52: 269-274.
  54

 
Muctadi T R dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Muhandri, T. 2007. The Effect of Particle Size , NaCl, and Na2CO3 on The
Amilographic Characteristic of Corn Flour and Corn Starch. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan Vol XVIII No.2 Hal 109-117.

Nur-Aini. 2009. Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Grits Jagung


Putih Varietas Lokal (Zea Mays L.) Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia,
dan fungsional Tepung yang Dihasilkan. Ringkasan Disertasi. Sekolah
Pascasarjana-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Oluwamukomi, M O, Eleyinmi A F, dan Enujiugha V N. 2005. Effect of Soy


Suppementation and Its Stage of Inclusion on The Quality of Ogi – A
Fermented Maize Meal. Food Chemistry.

Onyango C, Okoth MW dan Mbugua S K. 2003. The Pasting Behaviour of Lactic-


Fermented and dried uji (An East African Sour Porridge). J Science Food
Agriculture. 83:1412-1418.

Pretince, R.D.M., Stark J.R., Gidley M.J. 1992. Granule Residues and ‘Ghosts’
Remaining after Heating A-Type Barley Starch Granule in Water.
Carbohydrate Research 227:121-130.

Purwono dan Hartono, R. 2006. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Pusat Tekonologi Agroindustri, Bahan Pengkajian dan Penerapan Industri, 2008.


Tepung Jagung Teknologi dan Tantangan Pengembangannya. Seminar
Pengembangan Agroindustri Tepung Jagung dalam Mendukung Ketahanan
Pangan, Jakarta.

Richana R dan Suarni. 2006. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar


Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Bogor.

Sefa-Dedeh, S. 1991. Improvements of Cereal and Root Crop Processing in


Africa. Kongres dunia ke-8 Food Science Technology (12-14).

Sefa-Dedeh S dan Cornelius B. 2000. The Microflora of Fermented Nixtamalized


Corn. Pertemuan Tahunan Institute of Food Technologist. Dallas, Texas 20-
25 Juni 2000.

Sefa-Dedeh, S, Cornelius B, dan Afoakwa EO. 2002. Effect of Fermentation on


The Quality Characteritics of Nixtalamized Corn. Food Research
International 36 (2003): 57-64.

  55

 
Sefa-Dedeh, S, Cornelius B, Sakyi-Dawson E, dan Afoakwa EO. 2003. Effect of
Nixtalamization on The Chemical and Functional Properties of Maize. Food
Chemistry 86 (2003): 317-324.

Setyowati, Nus Asih. 2000. Pengaruh Perendaman Konsentrasi Larutan Kapur


Tohor Terhadap Efektifitas Netralisasi Rasa Pahit Pada Produk Jelly Kulit
Buah Manggis. Fakultas Teknik UNNES.

Singh N, Kaur L, Sandhu K S, Kaur J, dan Nishinari. 2006. Relationships between


Physicochemical, Morphological, Thermal, and Rheological Properties of
Rice Starches. Food Hydrocolloids. Westport

Sira, E.P.P. 2000. Determination of The Correlation between Amylose and


Phosphorus Content and Gelatinization Profile of Starches and Flours
Obtained fron Edible Tropical Tubers Using Differential Scanning
Calorimetry and Atomic Absorption Spectroscopy. Tesis. Wisconsin.
University of Wisconsin-Stout.

Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3727-1995 tentang Tepung Jagung.


Badan Standardisasi Nasional.

Subagio, A. 2006. Ubi Kayu Subtitusi Berbagai Tepung-tepungan. Food Review


1(3): 18-21.

Sukandarrumidi, 1991. Bahan Galian Industri. UGM Press. Yogyakarta.

Takdir A, Sunarti S, dan Mejaya M J. 2007. Pembentukan Varietas Jagung


Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Gramedia. Jakarta.

Watson, S. A. 2003. Description, Development, Structure, and Composition of the


Corn Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds.). Corn:
Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal
Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.

Wirakartakusumah, M. A., R. syarief dan D. Syah. 1989. Pemanfaatan Teknologi


Pangan dalam Pengolahan Singkong. Buletin Pusbangtepa 7: 18.

Wurzburg, O. B. 1986. Starch in Food: Modified Starch: Properties and Uses.


CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.

Zhang W dan Jackson D.S. 1992. Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) Flour
Pasting Properties Influenced by Free Fatty Acids and Protein. Cereal
Chemistry 82:534-540.

  56

 
Lampiran 1. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Suhu Gelatinisasi Awal


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 63,846a 4 15,962 591,167 ,000
Intercept 52316,289 1 52316,289 1937640 ,000
Fermentasi 63,846 4 15,962 591,167 ,000
Error ,135 5 ,027
Total 52380,270 10
Corrected Total 63,981 9
a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,996)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Suhu Gelatinisasi Awal


a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4 5
48,00 2 69,1500
72,00 2 70,6500
24,00 2 71,8500
12,00 2 73,5000
,00 2 76,5000
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,027.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

  58

 
Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap suhu gelatinisasi awal tepung jagung

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Suhu Gelatinisasi Awal


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 23,836a 3 7,945 113,000 ,000
Intercept 43328,320 1 43328,320 616225.0 ,000
Perendaman 23,836 3 7,945 113,000 ,000
Error ,281 4 ,070
Total 43352,438 8
Corrected Total 24,117 7
a. R Squared = ,988 (Adjusted R Squared = ,980)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Suhu Gelatinisasi Awal


a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
180,00T h 2 72,0000
120,00 2 72,7500
60,00 2 73,1250
,00 2 76,5000
Sig. 1,000 ,230 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,070.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

  59

 
Lampiran 3. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors

N
Pengaruh .00 2
Fermentasi 12.00 2
24.00 2
48.00 2
72.00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Suhu Gelatinisasi Maksimum


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 37.563a 4 9.391 68.295 .000
Intercept 75255.625 1 75255.625 547313.6 .000
Fermentasi 37.563 4 9.391 68.295 .000
Error .688 5 .138
Total 75293.875 10
Corrected Total 38.250 9
a. R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .968)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Suhu Gelatinisasi Maksimum


a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4
24.00 2 83.6250
48.00 2 85.5000
72.00 2 87.3750
.00 2 88.5000
12.00 2 88.7500
Sig. 1.000 1.000 1.000 .530
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .138.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.

  60

 
Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap suhu gelatinisasi maksimum tepung jagung

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh .00 2
Perendaman 60.00 2
Kapur Tohor 120.00 2
180.00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Suhu Gelatinisasi Maksimum


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 105.424a 3 35.141 156.183 .000
Intercept 54301.601 1 54301.601 241340.5 .000
Perendaman 105.424 3 35.141 156.183 .000
Error .900 4 .225
Total 54407.925 8
Corrected Total 106.324 7
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .985)

Post Hoc Tests


Pengaruh Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Suhu Gelatinisasi Maksimum


a,b
Duncan
Pengaruh Perendaman Subset
Kapur Tohor N 1 2 3
180.00 2 79.2000
120.00 2 80.2500
60.00 2 81.6000
.00 2 88.5000
Sig. .091 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .225.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.

  61

 
Lampiran 5. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas maksimum tepung jagung

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Maksimum


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 52699,000a 4 13174,750 362,941 ,000
Intercept 8883062,500 1 8883062,500 244712.5 ,000
Fermentasi 52699,000 4 13174,750 362,941 ,000
Error 181,500 5 36,300
Total 8935943,000 10
Corrected Total 52880,500 9
a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,994)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

  62

 
Viskositas Maksimum
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4
,00 2 838,5000
12,00 2 875,0000
24,00 2 972,5000
72,00 2 1007,5000
48,00 2 1019,0000
Sig. 1,000 1,000 1,000 ,115
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 36,300.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas maksimum tepung jagung

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Maksimum


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6561,375a 3 2187,125 210,807 ,000
Intercept 6140760,125 1 6140760,125 591880.5 ,000
Perendaman 6561,375 3 2187,125 210,807 ,000
Error 41,500 4 10,375
Total 6147363,000 8
Corrected Total 6602,875 7
a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,989)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

  63

 
Viskositas Maksimum
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
,00 T h 2 838,5000
60,00 2 858,5000
120,00 2 900,0000
180,00 2 907,5000
Sig. 1,000 1,000 ,080
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 10,375.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 7. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas panas suhu 95 oC

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Panas Suhu 95


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 37125,000a 4 9281,250 59,879 ,000
Intercept 6480250,000 1 6480250,000 41808,065 ,000
Fermentasi 37125,000 4 9281,250 59,879 ,000
Error 775,000 5 155,000
Total 6518150,000 10
Corrected Total 37900,000 9
a. R Squared = ,980 (Adjusted R Squared = ,963)

Post Hoc Tests


  64

 
Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Viskositas Panas Suhu 95


a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4
,00 2 722,5000
72,00 2 780,0000
12,00 2 790,0000
48,00 2 825,0000
24,00 2 907,5000
Sig. 1,000 ,458 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 155,000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 8. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas panas suhu 95 oC

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Panas Suhu 95


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 17902,375a 3 5967,458 370,075 ,000
Intercept 3288330,125 1 3288330,125 203927.4 ,000
Perendaman 17902,375 3 5967,458 370,075 ,000
Error 64,500 4 16,125
Total 3306297,000 8
Corrected Total 17966,875 7
a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,994)

Post Hoc Tests


  65

 
Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Viskositas Panas Suhu 95


a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
180,00T h 2 605,0000
120,00 2 618,0000
60,00 2 619,0000
,00 2 722,5000
Sig. 1,000 ,816 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 16,125.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 9. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas setelah penahanan pada suhu
95 oC selama 10 menit

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Panas Setelah Ditahan 10 Menit


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 67190,000a 4 16797,500 39,757 ,001
Intercept 5380222,500 1 5380222,500 12734,254 ,000
Fermentasi 67190,000 4 16797,500 39,757 ,001
Error 2112,500 5 422,500
Total 5449525,000 10
Corrected Total 69302,500 9
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,945)

Post Hoc Tests


  66

 
Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Viskositas Panas Setelah Ditahan 10 Menit


a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
,00 2 647,5000
72,00 2 650,0000
48,00 2 745,0000
12,00 2 755,0000
24,00 2 870,0000
Sig. ,908 ,647 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 422,500.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 10. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas setelah penahanan pada suhu 95 oC selama
10 menit

Univariate Analysis of Variance

  67

 
Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Panas Suhu 95 setelah Ditahan selama 10 menit


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 16119,000a 3 5373,000 32,712 ,003
Intercept 2677298,000 1 2677298,000 16300,140 ,000
Perendaman 16119,000 3 5373,000 32,712 ,003
Error 657,000 4 164,250
Total 2694074,000 8
Corrected Total 16776,000 7
a. R Squared = ,961 (Adjusted R Squared = ,931)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Viskositas Panas Suhu 95 setelah Ditahan selama 10 menit


a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
60,00 T h 2 526,5000
120,00 2 555,0000 555,0000
180,00 2 585,0000
,00 2 647,5000
Sig. ,090 ,079 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 164,250.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 11. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap breakdown viscosity

Univariate Analysis of Variance

  68

 
Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Breakdown Viscosity


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 11990,000a 4 2997,500 21,035 ,003
Intercept 51122,500 1 51122,500 358,754 ,000
Fermentasi 11990,000 4 2997,500 21,035 ,003
Error 712,500 5 142,500
Total 63825,000 10
Corrected Total 12702,500 9
a. R Squared = ,944 (Adjusted R Squared = ,899)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Breakdown Viscosity
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
12,00 2 35,0000
24,00 2 37,5000
,00 2 75,0000
48,00 2 80,0000
72,00 2 130,0000
Sig. ,842 ,693 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 142,500.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 12. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap breakdown viscosity

  69

 
Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Breakdown Viscosity


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 5725,375a 3 1908,458 18,506 ,008
Intercept 31375,125 1 31375,125 304,244 ,000
Perendaman 5725,375 3 1908,458 18,506 ,008
Error 412,500 4 103,125
Total 37513,000 8
Corrected Total 6137,875 7
a. R Squared = ,933 (Adjusted R Squared = ,882)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Breakdown Viscosity
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
180,00T h 2 20,0000
120,00 2 63,0000
,00 2 75,0000 75,0000
60,00 2 92,5000
Sig. 1,000 ,303 ,160
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 103,125.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 13. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap viskositas dingin

  70

 
Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Dingin


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 68261,400a 4 17065,350 57,440 ,000
Intercept 20532024,1 1 20532024,10 69108,126 ,000
Fermentasi 68261,400 4 17065,350 57,440 ,000
Error 1485,500 5 297,100
Total 20601771,0 10
Corrected Total 69746,900 9
a. R Squared = ,979 (Adjusted R Squared = ,962)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Viskositas Dingin
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3 4
,00 2 1340,0000
12,00 2 1362,5000
48,00 2 1419,5000
72,00 2 1472,5000
24,00 2 1570,0000
Sig. ,249 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 297,100.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 14. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap viskositas dingin
  71

 
Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Viskositas Dingin


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 585000,000a 3 195000,000 1300,000 ,000
Intercept 6125000,000 1 6125000,000 40833,333 ,000
Perendaman 585000,000 3 195000,000 1300,000 ,000
Error 600,000 4 150,000
Total 6710600,000 8
Corrected Total 585600,000 7
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,998)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Viskositas Dingin
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
60,00 T h 2 680,0000
120,00 2 710,0000
180,00 2 770,0000
,00 2 1340,0000
Sig. ,070 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 150,000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 15. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap setback viscosity

  72

 
Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Setback Viscosity


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 40658,400a 4 10164,600 28,975 ,001
Intercept 2404921,600 1 2404921,600 6855,535 ,000
Fermentasi 40658,400 4 10164,600 28,975 ,001
Error 1754,000 5 350,800
Total 2447334,000 10
Corrected Total 42412,400 9
a. R Squared = ,959 (Adjusted R Squared = ,926)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

Setback Viscosity
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
48,00 2 400,5000
72,00 2 465,0000
12,00 2 487,5000
,00 2 501,5000
24,00 2 597,5000
Sig. 1,000 ,117 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 350,800.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 16. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap setback viscosity
  73

 
Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Setback Viscosity


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 676731,375a 3 225577,125 1873,953 ,000
Intercept 10,125 1 10,125 ,084 ,786
Perendaman 676731,375 3 225577,125 1873,953 ,000
Error 481,500 4 120,375
Total 677223,000 8
Corrected Total 677212,875 7
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

Setback Viscosity
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2 3
K
120,00T h 2 -190,0000
60,00 2 -178,5000
180,00 2 -137,5000
,00 2 501,5000
Sig. ,354 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 120,375.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

  74

 
Lampiran 17. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap perbandingan nilai viskositas dingin
dengan viskositas panas setelah ditahan 10 menit (Vd/V10menit)

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh ,00 2
Fermentasi 12,00 2
24,00 2
48,00 2
72,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: VdVp10


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,311a 4 ,078 16,733 ,004
Intercept 38,840 1 38,840 8369,755 ,000
Fermentasi ,311 4 ,078 16,733 ,004
Error ,023 5 ,005
Total 39,174 10
Corrected Total ,334 9
a. R Squared = ,930 (Adjusted R Squared = ,875)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

VdVp10
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
24,00 2 1,8047
12,00 2 1,8072
48,00 2 1,9067 1,9067
,00 2 2,0696
72,00 2 2,2659
Sig. ,205 ,062 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

  75

 
Lampiran 18. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap perbandingan nilai viskositas dingin dengan
viskositas panas setelah ditahan 10 menit (Vd/V10menit)

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh Waktu ,00 2
Perendaman 60,00 2
Kapur Tohor 120,00 2
180,00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Perbandingan Vd/Vp10


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,899a 3 ,300 280,736 ,000
Intercept 17,747 1 17,747 16625,638 ,000
Perendaman ,899 3 ,300 280,736 ,000
Error ,004 4 ,001
Total 18,650 8
Corrected Total ,903 7
a. R Squared = ,995 (Adjusted R Squared = ,992)

Post Hoc Tests


Pengaruh Waktu Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

  76

 
Perbandingan Vd/Vp10
a,b
Duncan
Pengaruh Waktu Subset
Perendaman N 1 2
K
120,00T h 2 1,2795
60,00 2 1,2919
180,00 2 1,3167
,00 2 2,0696
Sig. ,325 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,001.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

Lampiran 19. Hasil analisis kadar air tepung jagung

Berat berat Kadar


Berat Berat Standard
Sampel Cawan+sampel sampel Air Rataan
Cawan Sampel deviasi
akhir akhir (%BK)
1 5.3017 5.0247 10.0587 4.7570 5.6275 5.90 0.239413
2 5.2433 5.1237 10.0804 4.8371 5.9250
3 4.8443 5.0035 9.5549 4.7106 6.2178
4 5.2427 5.2011 10.1446 4.9019 6.1037
5 5.1723 5.1458 10.0318 4.8595 5.8915
6 5.0361 5.0982 9.8634 4.8273 5.6118
7 5.0625 5.3567 10.1154 5.0529 6.0123
8 5.1378 5.1006 9.9396 4.8018 6.2226
9 5.1235 5.0009 9.8576 4.7341 5.6357
10 5.1078 5.20014 10.0261 4.9183 5.7304

 
Keterangan:
Pengujian kadar air dalam penelitian ini menggunakan oven pengering pada suhu
50oC selama 24 jam. Pengujian dilakukan dengan cara sampling pada tepung
setelah pengeringan.

  77

 
Lampiran 20. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung basis grits jagung

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh .00 2
Fermentasi 12.00 2
24.00 2
48.00 2
72.00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rendemen


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 269.709a 4 67.427 148.636 .000
Intercept 65351.056 1 65351.056 144059.3 .000
Fermentasi 269.709 4 67.427 148.636 .000
Error 2.268 5 .454
Total 65623.033 10
Corrected Total 271.977 9
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .985)

Post Hoc Tests


Pengaruh Fermentasi
Homogeneous Subsets

  78

 
Rendemen
a,b
Duncan
Subset
Pengaruh Fermentasi N 1 2 3
.00 2 74.5000
12.00 2 75.4300
24.00 2 81.2500
72.00 2 85.8300
48.00 2 87.1900
Sig. .226 1.000 .099
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .454.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.

Lampiran 21. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap rendemen tepung basis grits jagung

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Pengaruh .00 2
Perendaman 60.00 2
Kapur Tohor 120.00 2
180.00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rendemen


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 347.180a 3 115.727 285.392 .000
Intercept 54618.430 1 54618.430 134694.0 .000
Perendaman 347.180 3 115.727 285.392 .000
Error 1.622 4 .406
Total 54967.232 8
Corrected Total 348.802 7
a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .992)

Post Hoc Tests


Pengaruh Perendaman Kapur Tohor
Homogeneous Subsets

  79

 
Rendemen
a,b
Duncan
Pengaruh Perendaman Subset
Kapur Tohor N 1 2 3 4
.00 2 74.5000
60.00 2 78.0600
120.00 2 87.2300
180.00 2 90.7200
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .406.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.

Lampiran 22. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
fermentasi terhadap rendemen tepung basis jagung pipil

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Fermentasi .00 2
12.00 2
24.00 2
48.00 2
72.00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rendemen


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 162.831a 4 40.708 148.636 .000
Intercept 39454.328 1 39454.328 144059.3 .000
Fermentasi 162.831 4 40.708 148.636 .000
Error 1.369 5 .274
Total 39618.528 10
Corrected Total 164.200 9
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .985)

Post Hoc Tests


Fermentasi
Homogeneous Subsets
  80

 
Rendemen
a,b
Duncan
Subset
Fermentasi N 1 2 3
.00 2 57.8865
12.00 2 58.6091
24.00 2 63.1313
72.00 2 66.6899
48.00 2 67.7466
Sig. .226 1.000 .099
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .274.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.

Lampiran 23. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh waktu
perendaman dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2) 1%
terhadap rendemen tepung basis jagung pipil

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N
Perendaman .00 2
60.00 2
120.00 2
180.00 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rendemen


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 209.602a 3 69.867 285.392 .000
Intercept 32974.730 1 32974.730 134694.0 .000
Perendaman 209.602 3 69.867 285.392 .000
Error .979 4 .245
Total 33185.312 8
Corrected Total 210.582 7
a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .992)

Post Hoc Tests


Perendaman
  81

 
Homogeneous Subsets

Rendemen
a,b
Duncan
Subset
Perendaman N 1 2 3 4
.00 2 57.8865
60.00 2 60.6526
120.00 2 67.7777
180.00 2 70.4894
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .245.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.

  82

Anda mungkin juga menyukai