(Skripsi)
Oleh
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
ABSTRAK
Oleh
Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada keadaan
menurunkan Al-dd dan Fe-dd, akhirnya P tersedia meningkat. Penelitian ini yang
terhadap fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.), (2)
yang ditanami jagung (Zea mays L.) dan (3) mengetahui pengaruh pemberian
Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.). Penelitian dilakukan di Laboratorium
Bogo Purbolinggo Lampung Timur. Penelitian dilakukan 5-6 bulan dimulai dari
Ardi Wahyu Dwi K
pertama adalah macam biochar (B) dengan dosis 0 ton ha-1(B0), 2,5 ton ha-1(B1)
dan 5 ton ha-1(B2). Faktor kedua adalah dosis pemupukan SP-36 (P) dengan dosis
dengan uji Bartlett dan additivitas data diuji dengan uji Tukey. Data diolah
dengan analisis ragam dan dilanjutkkan dengan Uji BNJ pada taraf nyata 5%.
meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan
Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut dan (3) kombinasi biochar batang singkong dan
pemupukan meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P
dan P-terselimut.
Oleh
Skripsi
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Jito Prasetyo dan Ibu Katidamiyati.
Negeri 01 Rejo Basuki tahun 2008, SMP Negeri 02 Kotagajah tahun 2011, dan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi
Penulis juga melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Sang Hyang Seri (Persero)
Kantor Regional V Pekalongan, Lampung Timur pada bulan Juli – Agustus 2017.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum
Kupersembahkan karya sederhana ini, buah perjuangan dan kerja keras kepada
Kedua Orang Tua, Kakak yang telah memberikan doa, dukungan, serta kasih
sayang yang tiada henti.
Serta
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-
Fraksionasi P Pada Tanah Ultisol Yang Ditanami Jagung (Zea Mays L.)”.
Selama penelitian, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
3. Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku Ketua Bidang Ilmu
4. Ir. Sarno, M.S., selaku Pembimbing Pertama yang telah meluangkan banyak
6. Dr. Supriatin, S.P., M.Sc., selaku Penguji yang telah memberikan semangat,
masukan, kritik dan saran sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
7. Kedua orang tua dan kakak yang tak henti memberikan dukungan semangat,
motivasi, nasihat dan doa sejak awal perjalanan kehidupan hingga kini
8. Dr. Ir. Afandi, M.P., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan
nasihat, ilmu dan motivasi sejak awal perkuliahan hingga kini Penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
Lampung atas semua ilmu dan motivasi yang telah diberikan kepada Penulis.
Lampung atas semua bantuan dan kemudahan yang telah diberikan kepada
Penulis.
pembimbing, teman satu penelitian, teman satu kontrakan Blok B9, B11, dan
SK Squad terima kasih atas segala bantuan, dukungan, semangat, canda tawa,
12. Keluarga besar jurusan Agroteknologi 2014 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT melindungi dan membalas kebaikan yang telah diberikan
kepada Penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
LAMPIRAN............................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Dosis biochar..................................................................................... 31
2. Pupuk SP-36 ...................................................................................... 32
3. Pupuk Urea ........................................................................................ 32
4. Pupuk KCl ......................................................................................... 33
5. Pengaruh interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P
terhadap P tersedia............................................................................. 37
6. Pengaruh interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P
terhadap P larut (HN4Cl-P) (ppm) ..................................................... 39
7. Pengaruh interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P
terhadap Al-P (ppm) .......................................................................... 40
8. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Fe-P (ppm) ......................................................................................... 42
9. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Ca-P (ppm)......................................................................................... 44
10. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Fe-P Terselimut (ppm)....................................................................... 46
11. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Al-P terselmut (ppm) ......................................................................... 48
12. Pengaruh pemberian biochar terhadap pH tanah............................... 49
13. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Al-dd .................................................................................................. 50
14. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap P larut (NH4Cl-P)............................................................... 63
15. Uji homogenitas data P larut (NH4Cl-P) .......................................... 64
16. Daftar analisis ragam P larut (NH4Cl-P) ........................................... 64
17. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Al-P ..................................................................................... 65
18. Uji homogenitas data Al-P ................................................................ 65
19. Daftar analisis ragam Al-P ................................................................ 66
20. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
iv
Terhadap Fe-P.................................................................................... 66
21. Uji homogenitas data Fe-P ................................................................ 67
22. Daftar analisis ragam Fe-P ................................................................ 67
23. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Ca-P..................................................................................... 68
24. Uji homogenitas data Ca-P ................................................................ 68
25. Daftar analisis ragam Ca-P ................................................................ 69
26. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Fe-P Terselimut................................................................... 69
27. Uji homogenitas data Fe-P Terselimut .............................................. 70
28. Daftar analisis ragam Fe-P Terselimut .............................................. 70
29. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Al-P Terselimut................................................................... 71
30. Uji homogenitas data Al-P Terselimut .............................................. 71
31. Daftar analisis ragam Al-P Terselimut .............................................. 72
32. Data P tersedia (ppm) ........................................................................ 72
33. Uji homogenitas data P tersedia ........................................................ 73
34. Analisis ragam data P tersedia........................................................... 73
35. Data pH tanah .................................................................................... 74
36. Uji homogenitas data pH tanah ......................................................... 74
37. Analisis ragam data pH tanah ............................................................ 75
38. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Al-dd ................................................................................... 75
39. Uji homogenitas data Al-dd............................................................... 76
40. Daftar analisis ragam Al-dd............................................................... 76
41. Data analisis tanah awal dan biochar batang singkong. .................... 77
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia
diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi
(4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini
dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung. Tanah ini
dengan curah hujan yang tinggi. Tanah Ultisol biasanya memiliki penampang
tanah yang dalam dan merupakan media tumbuh yang baik bagi tanaman.
beberapa kendala yang umum pada tanah Ultisol adalah kemasaman tanah yang
tinggi, kadar oksida dan hidroksida Al dan Fe tinggi, kejenuhan Al tinggi, daya
fiksasi P tinggi, kandungan hara dan bahan organik rendah terutama hara P dan
kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar kation
rendah, dan peka terhadap erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006; Adiningsih dan
Mulyadi, 1993).
2
dan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah Ultisol. Tanah
Ultisol pada umumnya memberikan respon yang baik terhadap pemupukan fosfat
karena sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi tanaman.
Sejumlah pupuk P yang diberikan ke dalam tanah tidak seluruhnya diserap oleh
tanaman, tetapi ada yang difiksasi (dijerap) oleh tanah menjadi bentuk yang tidak
dengan keseimbangan cepat yaitu P yang dijerap pada permukaan liat maupun
asam nukleat dan fosfolipida dan fosfor dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk
ion orthofosfat primer dan sekunder H2PO4- dan HPO42-. Pada fosfor anorganik
terdapat reaksi reaksi pengendapan yaitu reaksi ion fosfat dengan kation-kation
dalam larutan tanah membentuk Al-P, Fe-P dan Ca-P yang kelarutannya sangat
rendah. Ion fosfat dengan mudah bereaksi dengan ion-ion Al, Fe dan Ca terikat
secara adsortif pada permukaan oksida-oksida hidrat dari besi dan alumunium.
Pengendapan fosfor di dalam tanah masam terjadi dalam bentuk Al(H2PO4)3 dan
perubahan secara kimia membentuk senyawa Al-P, Fe-P, dan Ca-P (Kasno dkk.,
pembenah tanah yang dapat digunakan adalah biochar. Biochar adalah produk
pirolisis, yaitu pembakaran biomassa pada kondisi rendah oksigen atau tanpa
oksigen. Biochar merupakan senyawa karbon yang relatif stabil, lebih stabil dari
bahan organik. Potensi bahan baku biochar tergolong melimpah yaitu berupa
cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam
padi, kulit buah kakao, tongkol jagung, batang singkong cukup tersedia (Nurida,
2014). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung (2017), pada tahun 2016
lahan panen 342.100 ha. Pada tahun 2017 produksi singkong meningkat menjadi
menurut Sumanda dkk., (2011) hanya sekitar 10% dari tinggi batang singkong
menjadi limbah pertanian. Produksi per hektar dengan ukuran jarak tanam 1m x
1m akan menghasilkan 10.000 batang tanaman per hektar, artinya akan dihasilkan
10.000 batang singkong pada saat panen. Jika 1 batang setelah dipotong untuk
bibit rata-rata berbobot 0,3 kg (hasil penimbangan, 2018), maka akan dihasilkan 3
ton limbah batang singkong per hektar. Di Provinsi Lampung luas lahan singkong
ton/tahun.
4
produktivitas, serta retensi dan ketersediaan hara bagi tanaman (Gani, 2009).
Fosfor dalam bentuk terikat atau terfiksasi oleh komponen tanah tidak dapat
diserap tanaman, oleh karena itu perlu diupayakan untuk menurunkan daya fiksasi
jerapan fosfor di dalam tanah Ultisol dapat diatasi dengan pemberian bahan
fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)?
fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)
Tanah Ultisol merupakan tanah yang pada umumnya tidak subur karena memiliki
kapasitas jerapan fosfor yang tinggi dan menyebabkan ketersediaan unsur hara
fosfor di dalam tanah Ultisol disebabkan oleh kelarutan ion Al dan Fe yang tinggi
daya jerap terhadap fosfor (P) yang kuat. Daya jerap terhadap fosfat yang kuat
menjadi salah satu kendala bagi budidaya tanaman di tanah Ultisol, sebab hara P
adalah salah satu hara makro esensial yang diperlukan oleh tanaman. Fosfor (P)
anorganik (Hakim, dkk., 1986). Perubahan dari satu bentuk fosfat ke bentuk yang
lain, terutama diatur oleh pH tanah. Tanah Ultisol adalah tanah masam sehingga
dalam tanah, maka akan segera diendapkan menjadi bentuk Al-P, Fe-P dan Ca-P
Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada keadaan
lapisan tanah pertanian akan memberikan manfaat yang cukup besar antara lain
dapat memperbaiki struktur tanah, menahan air dan tanah dari erosi karena luas
maksimum fosfor di dalam tanah pada dosis 1⁄2 dan penuh pupuk organik namun
relatif energi ikatan fosfor menurun pada perlakuan pupuk NPK yang tidak
dalam tanah yang diakibatkan oleh pemberian bahan organik dapat meningkatkan
menghasilkan anion organik yang bersifat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam
di dalam tanah secara langsung melalui proses mineralisasi atau secara tidak
(Zhang, 2016).
menurunkan fraksi Al-P dan Fe-P. Mekanisme asam oksalat dalam meningkatkan
ligan pada permukaan Al dan Fe oksida. Selain itu juga dapat dengan melalui
pelarutan permukaan logam oksida dan melepaskan P yang terjerap, serta dapat
pengendapan ulang dari senyawa P-logam dan penjerapan P oleh Al dan Fe.
Biochar memberi opsi untuk pengelolaan tanah terutama sebagai pemasok karbon
dan perekonstruksi fisika tanah (Prasetyo, dkk., 2014). Semua bahan organik yang
terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hakim
dkk., 1986). Biochar dilaporkan lebih efektif menahan unsur hara untuk
Selain itu, aplikasi biochar antara 5% dan 20% ke dalam tanah berdampak positif
Disamping dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi, sebagai bahan
logam di dalam tanah, terutama logam Al dan Fe, sehingga pemberian biochar
1.5 Hipotesis
menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut pada tanah Ultisol yang
Fe-P, Ca-P dan P-terselimut pada tanah Ultisol yang ditanami jagung
meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan
P-terselimut pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
yang cukup luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
di Indonesia (Subagyo dkk., 2000). Penampang tanah yang dalam dan KTK yang
tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang
semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali
yang terkendala oleh iklim dan relief (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam
hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen
masam. Diantara grup Ultisol, Haplu- dults mempunyai sebaran terluas. Hal ini
yaitu < 35% dan adanya horizon argilik, tanpa ada syarat tambahan lainnya.
Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan
sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan
erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Ultisol dan
sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena
kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan
10
organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin
oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman
tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini
mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini
juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti
Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka
Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar,
tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan
tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik (Prasetyo dan Suriadikarta,
2006).
Lahan kering masam dicirikan oleh pH tanah <5, C-organik dan tingkat kesuburan
tanah rendah dengan curah hujan relatif tinggi >2000 mm.th-1 (Dariah, 2012).
Lahan kering iklim kering dicirikan oleh terbatasnya ketersediaan air akibat curah
hujan yang sangat rendah. Umumnya lahan kering di Indonesia, utamanya yang
telah dikelola untuk pertanian, baik lahan kering masam maupun lahan kering
iklim kering telah mengalami degradasi dan salah satunya disebabkan kurang
kadar bahan organik tanah juga merupakan opsi untuk penanggulangan faktor
Upaya perbaikan kualitas tanah yang relatif murah adalah pemanfaatan sumber
bahan organik in situ, seperti pengembalian sisa tanaman. Selama ini upaya
berupa pupuk kandang, kompos, dan biomas tanaman. Dosis yang digunakan
masih tergolong cukup tinggi yaitu sekitar 10-20 t ha-1 pupuk kandang
(Nursyamsi dkk., 2004; Nurida, 2012), sehingga dibutuhkan jumlah yang cukup
Menurut Sudjana (2014), dominasi tanah ordo Ultisol disebagian besar wilayah
pertanian dan perkebunan yang optimal. Jenis tanah ini dicirikan dengan agregat
kurang stabil, permeabilitas, bahan organik dan tingkat kebasaan rendah. Tekstur
tanaman pada tanah ordo Ultisol tidak cukup hanya dengan memberikan pupuk
sebagai sumber hara karena pupuk tersebut tidak akan efektif bila pH tanah masih
dibawah 4,5. Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan terhadap kesuburan
besar tidak tersedia bagi tanaman. Sebagian besar pupuk yang diberikan ke dalam
tanah, tidak dapat digunakan tanaman karena bereaksi dengan bahan tanah
12
sangat rendah (Winarso, 2005). Hasil penelitian Kasno (2009) menyatakan bahwa
fosfat merupakan hara makro bagi tanaman, tetapi pada tanah masam fosfat
kemasaman tanah, kadar Fe dan Al oksida, serta jenis pupuk P yang ditambahkan
ke dalam tanah.
Sumber fosfor dalam tanah dapat berbentuk P-anorganik dan P-organik. Fosfor
anorganik berasal dari mineral tanah yang mengandung fosfor. Fosfor organik
tanah. Unsur P organik memerlukan proses mineralisasi terlebih dahulu agar dapat
diserap tanaman (Foth, 1998). Fosfor organik berasal dari hewan dan tumbuhan
yang mati dan diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfor anorganik,
sedangkan senyawa fosfor anoranik umumnya berasal dari air tanah dan mineral
Besi fosor (FePO4), aluminium fosfor (AlPO4), dan kalsium fosfor (Ca3(PO4)2)
pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka fosfor akan terikat oleh Fe dan
Al. Ketersediaan fosfor umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada tanah
dengan pH diatas 7, maka fosfor akan diikat oleh Mg dan Ca (Hakim dkk.,1986).
13
Ketersediaan fosfor di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, tetapi yang
paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah, fosfor akan bereaksi
dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau aluminium
fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Pada tanah ber pH tinggi, fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini
membentuk ion kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat
Selain pH, faktor lain yang menentukan pasokan fosfor pada tanaman adalah
sebagai berikut :
a. Aerasi
tanah. Pada tanah padat atau tergenang air, penyerapan fosfor dan unsur- unsur
b. Temperatur
ketersediaan fosfor. Pada temperatur yang relatif hangat, ketersediaan fosfor akan
c. Bahan organik
Sebagian besar fosfor yang mudah larut diambil oleh mikroorganisme tanah untuk
pertumbuhannya. Fosfor ini akhirnya diubah menjadi humus. Karena itu, untuk
pemupukan fosfor.
Fosfor juga tidak kalah pentingnya dalam pertumbuhan tanaman seperti halnya
Nitrogen dan Kalium walaupun diabsorpsinya dalam jumlah yang lebih kecil dari
kedua unsur tersebut. Sumber utama P larutan tanah, disamping dari pelapukan
(Foth, 1998).
a. Tipe liat
Fiksasi P akan lebih kuat pada liat tipe 1: 1 daripada tipe 2 : 1. Tipe liat 1 : 1 yang
banyak mengandung kaolinit lebih kuat mengikat P. Disamping itu oksida hidrous
b. Reaksi tanah
tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7. Adsorpsi P dalam larutan
kemasaman makin rendah (pH makin tinggi) ketersediaan P juga akan berkurang
oleh fiksasi Ca dan Mg yang banyak pada tanah- tanah alkalin. P sangat rentan
untuk diikat baik pada kondisi masam maupun alkalin. Semakin lama antara P dan
oleh Fe, sehingga kemungkinan akan terjadi bentuk Fe-P yang lebih sukar larut
dalam tanah dan keseimbangan antara bentuk P larut dan terjerap. Bila P dalam
larutan tanah meningkat (missal karena pemberian pupuk P) maka P akan segera
dijerap oleh koloid tanah menjadi bentuk tidak tersedia (sementara waktu), proses
ini disebut jerapan (adsorption). Namun demikian bila P dalam dalam larutan
tanah turun (misal P diserap tanaman atau tercuci) maka P terjerap tersebut akan
lepas ke dalam larutan sehingga dapat diserap tanaman, proses ini disebut sebagai
Sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Pada
tanah masam seperti Ultisol dan Oxisol, P biasanya dijerap oleh Al dan Fe
(kation, oksida dan hidroksida) serta liat tanah (Foth, 1998). Sementara itu, pada
tanah netral dan alkali seperti alfisol dan vertisol, P dijerap selain oleh Al, Fe dan
liat tanah juga oleh Ca (Soepardi, 1983). Sebagian besar pupuk yang diberikan ke
dalam tanah, tidak dapat digunakan tanaman karena beraksi dengan bahan tanah
sangat rendah.
16
diatur oleh sifat tanah dan kondisi lingkungan. Kandungan P organik sangat
berbeda – beda yaitu antara 20-80 %, tergantung pada bahan organik tanah dan
perbandingan C/P nya. P organik dapat ditemukan pada humus atau materi
organik lainnya.
Pada P anorganik tanah terdapat dua reaksi transformasi P dalam tanah, yaitu : (1)
reaksi pengendapan adalah reaksi ion fosfat dengan kation-kation di dalam larutan
tanah membentuk senyawa Al-P, Fe-P dan Ca-P yang kelarutannya sangat rendah.
(2) Reaksi penjerapan yaitu reaksi yang terjadi pada mineral-mineral kristalin
variabel seperti oksida atau hidrusoksida dari Al dan Fe, bahan organik, alofan
dan kalsit (Leiwakabessy, 1998). Semua bentuk P tersebut ada dalam semua jenis
tanah, tetapi Al-P dan Fe-P lebih dominan pada tanah masam. Bentuk P anorganik
yang ada dalam tanah bergantung pada tingkat pelapukan kimianya. Jika bagian
kalsium fosfat berkurang karena pelapukan kimia maka bagian besi fosfat akan
Fosfor di dalam tanah dijumpai dalam bentuk anorganik dan organik. Fosfor
ditemukan dalam bentuk asam nukleat dan fosfolipida dan fosfor dapat diserap
oleh tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer dan sekunder H2PO4- dan
HPO42-). Ion H2PO4- merupakan bentuk ion fosfor yang paling dominan pada
17
tanah-tanah yang memiliki pH 2,35-7,20 dan ion HPO42- lebih dominan pada pH
7,20-12,35 sedangkan ion H2PO4- dan HPO42- memiliki ketersediaan yang hampir
H PO ⎯⎯ H O + HPO ⎯⎯ H O + PO (1)
(Tanah sangat masam)
PO ⎯ HPO ⎯ + H PO ⎯ H PO (2)
(Tanah sangat basa)
Namun, ketersediaan unsur hara fosfor di dalam tanah relatif rendah terlebih lagi
tersedianya Ca pada tanah yang memiliki pH di atas 7, dan 5) jumlah dan tingkat
Al dan Fe di dalam tanah yang disebabkan oleh kandungan bahan organik yang
rendah. Kadar P tersedia di dalam tanah ultisol memiliki kriteria yang rendah,
yaitu 5,95 mg P2O5 kg-1 yang disebabkan karena terfiksasi oleh ion Al dan Fe.
Penjerapan ion P pada umumnya terjadi akibat ikatan ion P dengan mineral
3+ +
-
Al + H2PO4 + 2H2O → 2H + Al(OH)2H2PO4 (3)
3+ +
-
Fe + H2PO4 + 2H2O → 2H + Fe(OH)2H2PO4 (4)
Hal ini menyebabkan ketersediaan fosfor pada tanah ini rendah karena proses
penjerapan Al-P dan Fe-P yang tinggi. Menurut Lumbanraja, dkk., (2017) untuk
tanah, karena Al dan Fe dapat meningkatkan jerapan maksimum fosfor dan energi
ikatan fosfor.
Kelarutan pupuk fosfat dalam air tidak selalu menjadi kriteria yang terbaik dalam
ketersediaan unsur ini pada tanaman. Penentuan fosfor tidaklah mudah ketika
ketersediaan unsur- unsur pupuk ditentukan dengan cepat dalam sampel. Metode
kimia yang telah dikembangkan dimana penilaian yang cukup baik adalah larut
Istilah yang sering menggambarkan kandungan fosfor dalam pupuk adalah dengan
menentukan kelarutannya dalam air, kelarutan dalam sitrat, tidak larut dalam
sitrat, ketersediaannya dan fosfat total sebagai P2O5. Sampel kecil yang akan
dianalisa, pertama kali diekstraksi dengan air, kemudian endapannya disaring, dan
fosfor yang terkandung dalam filtrat ditentukan. Kandungan fosfor dari filtrat
19
ditentukan dan dinyatakan sebagai persentase berat total sampel. Ini mewakili
Fosfor yang larut dalam sitrat. Residu tersebut ditambahkan larutan ammonium
dinyatakan sebagai persentase berat total sampel, ini dinamakan fosfor yang larut
dalam sitrat.
Fosfor tersedia. Jumlah fosfor yang larut dalam air dan larut dalam asam sitrat
Fosfor total. Fosfor total dapat ditentukan secara langsung tanpa langkah –
Fosfor (P) merupakan unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen
dan kalium. Tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Unsur
fosfor di tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di
dalam tanah (apatit). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat
(H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4-). Menurut (Hakim dkk., 1986)
yang larut dalam air, misalnya asam nukleat dan phitin. Fosfor yang diserap
tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor
organik. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar
20
optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0.3% -
pembentukan bunga, buah dan biji. Selain itu fosfor juga berfungsi untuk
Biochar merupakan bahan kaya karbon yang berasal dari biomassa seperti kayu
maupun sisa hasil pengolahan tanaman yang dipanaskan wadah dengan sedikit
atau tanpa udara. Biochar berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya
tertutup oleh hidrogen dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari
abu, air, nitrogen, dan sulfur biochar telah diketahui dapat meningkatkan kualitas
tanah dan digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pembenah tanah.
dan unsur hara di dalam tanah. Keuntungan lain dari biochar adalah bahwa
karbon pada biochar bersifat stabil dan dapat tersimpan selama ribuan tahun di
berbagai fungsi tanah tak terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi
potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti kayu,
tempurung kelapa, sekam padi, batang singkong dan tanaman bakau cukup
sebagai bahan pembenah tanah berbahan baku sisa-sisa hasil pertanian yang sulit
Biochar merupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal dalam bidang
sekam padi, tempurung kelapa, kulit buah kakao, serta kayu-kayu yang berasal
dari tanaman hutan industri. Teknik penggunaan biochar berasal dari basin
Amazon sejak 2500 tahun yang lalu. Penduduk asli Indian memasukkan limbah-
limbah pertanian dan perkebunan tersebut ke dalam suatu lubang di dalam tanah.
Sebagai contoh yaitu “Terra Preta” yang sudah cukup dikenal di Brazil. Tanah ini
terbentuk akibat proses perladangan berpindah dan kaya residu organik yang
organik yang sulit terdekomposisi, yang dibakar secara tidak sempurna (pyrolisis)
atau tanpa oksigen pada suhu yang tinggi. Arang hayati yang terbentuk dari
seperti kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) dan karbon anorganik. Kualitas
senyawa organik yang terkandung dalam biochar tergantung pada asal bahan
2.6 Pengaruh Aplikasi Biochar terhadap Sifat Kimia, Fisika, dan Biologi
Tanah
Aplikasi biochar berdampak positif terhadap sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.
berikut:
meningkatkan beberapa sifat kimia tanah seperti pH tanah, KTK, dan beberapa
Nurida, 2014; Latuponu dkk., 2012). Perbaikan sifat kimia yang diakibatkan oleh
yang terfiksasi. Hasil dekomposisi bahan organik yang berupa asam-asam organik
23
menurunkan kelarutan ion Al dan Fe, maka dengan begitu ketersediaan P menjadi
meningkat. Asam- asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik
dkk., 1986).
Nigussie dkk., (2012) melaporkan bahwa aplikasi biochar yang berasal dari
bonggol jagung dengan dosis 10 ton ha-1 secara signifikan meningkatkan pH,
C-organik, P-tersedia, N-total, dan KTK tanah yang tercemar maupun yang tidak
tercemar Kromium (Cr). Peningkatan ini terjadi disebabkan biochar yang berasal
dibutuhkan tanaman, memiliki luas permukaan yang tinggi, porositas yang tinggi,
serta kandungan abu dalam biochar yang secara tidak langsung dapat melarutkan
tanaman. Putri dkk., (2017) juga melaporkan bahwa pemberian biochar mampu
tinggi tanaman, bobot kering tajuk, serapan N dan P akan tetapi tidak berpengaruh
tinggi, kandungan C dan KPK tinggi. Luas permukaan yang tinggi dan bahan
tingkat perombakan yang lanjut dapat meningkatkan unsur hara dan humus yang
pirolisis 200oC dan kombinasi Biochar pirolisis 400oC dengan pemupukan NPK
dosis anjuran nyata meningkatkan kualitas tanah (kandungan C organik dan KPK)
serta menurunkan kemasaman tanah (pH H2O dan Aldd) (Latuponu dkk., 2012).
24
ribuan tahun. Potensi biochar sebagai pembenah tanah selain dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dapat pula sebagai sumber utama bahan untuk
meningkatkan ketersediaan kation utama dan fosfor, N total dan kapasitas tukar
(Gani, 2009).
Pemberian biochar jerami padi, tandan kosong kelapa sawit, kulit durian dan
tinggi tanaman, bobot kering tajuk, serapan N dan P, serta kecepatan umur
berbunga tanaman jagung ditanah Ultisol (Putri dkk., 2017). Pada lahan kering
2012; Nurida dkk., 2013), namun tidak berpengaruh nyata pada tanah non masam
biochar dalam menurunkan konsentrasi Aldd tanah sangat tergantung pada jenis
biochar dan dosis yang digunakan. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah
perbaikan sifat kimia tanah sangat tergantung pada jenis biochar dan dosis yang
kapasitas menahan air, sehingga dapat mengurangi run-off dan pencucian unsur
hara. Selain itu, amandemen biochar juga dapat memperbaiki struktur, porositas,
dan formasi agregat tanah (Lehmann dan Joseph, 2009; Zhang dkk., 2011).
Pemberian perlakuan biochar sekam padi pada Typic Kanhapludult dengan dosis
tinggi memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah seperti menurunkan
berat isi dan berat jenis tanah, serta meningkatkan ruang pori total (RPT) dan pori
air tersedia tanah (PAT). Pemberian biochar sekam padi dosis tinggi hanya dapat
Nurida dkk., (2012) dan Dariah dkk., (2012) telah menguji pengaruh biochar
terhadap perbaikan sifat fisik tanah lainnya seperti Bulk Density (BD), porositas,
lahan kering kering iklim kering, Kupang (Alfisol). Biochar mampu menurunkan
BD tanah dan meningkatkan pori drainase cepat (PDC), pori air tersedia (PAT)
baik di lahan kering masm maupun lahan kering iklim kering. Respon
26
ranting legum berdampak positif terhadap pori drainase cepat dan pori air tersedia.
Pada lahan kering iklim kering, perbaikan pori drainase cepat akan sangat
membantu pada saat terjadi curah hujan yang tinggi dan bersifat erosif karena
sebagian air akan mudah bergerak ke lapisan bawah tanah. Pada saat yang
bersamaan, biochar yang ada di lapisan atas akan membantu meretensi air
dengan olah tanah berbeda meningkatkan nilai BI, RPT, PDC, PDL, dan PAT
tanah. Pemberian biochar dengan jenis olah tanah mempengaruhi jumlah agregat
halus contoh tanah. Agregat halus (≤ 1 mm dan ≤ 0.05 mm) didapat luas
permukaan dan ukuran pori yang beragam. Ukuran pori yang kecil meningkatkan
luas permukaan sehingga efektifitas dalam penyerapan bahan toksik lebih tinggi.
Selain itu ukuran pori ini dapat mengesampingkan penetrasi oleh enzim untuk
ditambahkan biochar.
jerami+Biochar dengan dosis 3-4 ton ha-1 meningkatkan jumlah populasi bakteri
populasi. Karbon stabil berasal dari Biochar berperan sebagai pemasok sumber
Menurut Hakim dkk., (1986) pengaruh bahan organik pada biologi tanah yaitu
Penelitian dilakukan 5-6 bulan dimulai dari bulan Desember 2018 - Juni 2019.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, hand tractor, hand
spectrophotometer, senterifius.
Penelitian ini menggunakan benih jagung, batang singkong, pupuk Urea, pupuk
TSP, pupuk KCl dan herbisida. Bahan yang digunakan untuk analisis
Laboratorium terdiri dari : aquadest, HCl, NaHCO3 dan NaOH serta bahan untuk
pewarnaan dan penetapan kadar P dalam larutan menurut metode Murphy dan
Riley (1964), yaitu H2SO4, NH4F, NH4Cl, NaOH, H2SO4, Sodium Sitrat, NaHCO3
dan Na2S2O4.
29
lengkap (RKTL), dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah dosis biochar (B)
dengan dosis 0 ton ha-1(B0), 2,5 ton ha-1(B1) dan 5 ton ha-1(B2). Faktor kedua
kg ha-1(P2).
U1 U2 U3
Retort Killn (ARK) yaitu alat pembuat biochar dengan fungsi mengolah bahan
baku dalam jumlah besar. Persiapan bahan yaitu batang singkong sisa hasil
pertanian. Bahan yang telah disiapkan dijemur hingga kering atau kadar air yang
terkandung sangat rendah. Bahan yang telah kering dimasukkan ke dalam alat
ARK. Setelah semua bahan masuk hingga batas maksimum daya tampung alat,
kemudian ARK ditutup menggunakan tutup yang berupa plat yang kedap udara.
Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses pembakaran tanpa oksigen. Tungku
Pembakaran di dalam tungku dijaga agar api tidak padam hingga pembakaran
terlihatnya asap tebal pada cerobong ARK. Asap ini mengindikasikan bahwa
untuk mencegah adanya oksigen yang masuk ke dalam proses pirolisis ARK.
Pengamatan dilanjutkan hingga asap yang terlihat dari cerobong sudah tidak pekat
dan yang terlihat hanya gelombang panas yang bisa mencapai suhu lebih dari
400°C. Setelah asap menghilang dan terlihat gelombang panas, tutup ARK dibuka
kemudian dilakukan penyiraman pada bahan setengah jadi. Hal ini berfungsi
untuk menghentikan proses pembakaran yang terjadi pada bahan baku pembuatan
biochar. Setelah padam, bahan biochar setengah jadi didiamkan hingga suhu
turun menjadi suhu kamar. Setelah suhu turun menjadi suhu kamar, biochar yang
kandungan air dalam biochar menjadi sangat rendah dan biochar dapat
tanah menggunakan alat garu dan cangkul agar agregat tanah menjadi remah dan
dibuat 27 petak perlakuan dengan ukuran petak 3 m x 3 m dan jarak antar petak
0,5 m.
Biochar diaplikasikan setelah pengolahan tanah selesai dengan cara dilarik pada
baris tanam dan diaduk hingga merata dengan tanah dengan dosis perlakuan
sebagai berikut.
Dosis
Biochar -1
ton ha kg plot-1
B0 0 0
B1 2,5 2,25
B2 5 4,5
3.5.3 Penanaman
Penanaman jagung dilakukan 7 hari setelah aplikasi biochar, hal ini dimaksudkan
agar biochar yang diaplikasikan sudah berikatan dengan tanah, sehingga tidak
sedalam 3 cm dengan jumlah 1 benih per lubang dengan jarak tanam yaitu
32
Penelitian ini menggunakan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pengaplikasian pupuk
dicampur secara merata terlebih dahulu dan diaplikasikan dengan cara ditugal
Dosis Pemupukan
Pupuk SP-36
kg P2O5 ha-1 kg SP-36 ha-1 g SP-36 plot-1
P0 0 0 0
P1 36 100 90
P2 72 200 180
Pupuk Urea diberikan dengan dosis 350 kg ha-1 dengan 3 tahap pemupukan.
Pemupukan pertama dilakukan pada 7 hari setelah tanam dengan dosis sebesar
100 kg ha-1, pemupukan kedua dilakukan pada 28 hari setelah tanam dengan dosis
sebesar 150 kg ha-1, dan pemupukan ketiga diberikan pada umur tanaman 40 hari
Pupuk KCl dengan dosis 100 kg ha-1 diberikan dalam 2 tahap pemberian.
Pemupukan KCl pertama diberikan pada umur tanaman 7 hari setelah tanam
dengan dosis sebesar 50 kg ha-1 dan pemupukan kedua diberikan pada umur
dua kali setiap harinya. Penyiangan terhadap gulma dilakukan dengan manual
yaitu dicabut atau dibabat kemudian dibakar di tempat yang telah disediakan.
3.5.6 Panen
Panen jagung dilakukan apabila sebagian besar kelobot pada pertanaman mulai
kering berwarna kuning yaitu 72 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara
dengan alat boring tanah. Sampel tanah diambil secara komposit di 5 titik sedalam
Sampel tanah diambil secara komposit di 5 titik sedalam 0-20 cm per petak
perlakuan. Sampel tanah dikering udarakan dan diayak dengan ayakan 2 mm.
Analisis tanah dilakukan setelah pemanenan. Contoh tanah sebelum tanam dan
dilakukan adalah pH tanah (pH meter), P tersedia (Metode Bray 1), Al-dd
lamanya waktu pengocokan. Untuk bahan pereaksi reduksi dipakai cara Murphy
1 g contoh
tanah
↓
50 ml 1 N NH4Cl, kocok 0,5 jam, Ekstrak di
disentrifusi 15 menit, saring →ukur NH4Cl-P
↓
50 ml 0,5 N NH4F, kocok 2,5 jam, Ekstrak diukur
disentrifusi 15 menit, saring → Al-P
↓
50 ml 0.1 N NaOH, kocok 2,5 jam,
Ekstrak diukur
disentrifusi 15 menit, saring + 2 ml 2N → Fe-P
H2SO4, sentrifus, saring
↓
50 ml 0.5 N H2SO4, kocok 1 jam, Ekstrak diukur
disentrifusi 15 menit, saring → Ca-P
↓
40 ml 0.3 M Sodium Sitrat + 5 ml
Ekstrak diukur
NaHCO3,panaskan + 1.0 g Na2S2O4,
kocok 0,5 jam, disentrifusi 15 menit, → Fe-P
Terselimut
saring
↓
Ekstrak diukur
50 ml 0.5 N NH4F, kocok 1 jam,
disentrifusi 15 menit, saring → Al-P
Terselimut
kocok hingga homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan
Data yang diperoleh dilakukan uji kesamaan ragam dengan uji Bartlett dan
5.1 Simpulan
sebagai berikut:
5.2 Saran
biochar yang berasal dari bahan yang berbeda selain batang singkong.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2017. Data Jumlah Produksi Singkong Indonesia. www.
BPS. com. Diakses pada 15 Maret 2018.
Graber, E.R., Harel, Y.M., Kolton, M., Crtryn, E., Silber, A., David, D.R.,
Tsechansky, L., Borenshtein, M., dan Elad, Y. 2010. Biochar Impact on
Developmenr and Productivity of Pepper and Tomato grown in Fertigated
Soilless Media. Plant Soil. 337: 481-496.
59
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha,
G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung, Bandar Lampung. 488 hlm.
Halvin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition.
Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey 07458.
Ismail, M., dan A.B. Basri. 2011. Pemanfaatan Biochar untuk Perbaikan Kualitas
Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Aceh. 23 hlm.
Latuponu H, Dj. Shiddieq, Abd. Syukur dan E. Hanudin. 2012. Kajian Daya
Sangga Biochar Limbah Sagu Pada Pelindian Terhadap Ketersediaan
Npk Di Tanah Ultisol. Buana Sains Vol 12 No 2: 91-99.
Lumbanraja, J. 2017. Kimia Tanah dan Air (Prinsip Dasar dan Lingkungan).
AURA Printing. Bandar Lampung. 295 hlm.
Nursyamsi, D., M.T. Sutriadi, Dan U. Kurnia. 2004. Metode Ekstraksi dan
Kebutuhan Pupuk P Tanaman Kedelai pada Typic Kandiudox di
Papanrejo, Lampung. Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Bogor. Jurnal
Tanah Dan Iklim No. 22.
Prasetyo B.H. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi Dan Teknologi
Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering
Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2) : 39-46.
Putri, V. I., Mukhlis, dan B. Hidayat. 2017. Pemberian Beberapa Jenis Biochar
Untuk Memperbaiki Sifat Kimia Tanah Ultisol Dan Pertumbuhan
Tanaman Jagung. Jurnal Agroekoteknologi FP USU. Vol.5.No.4, Oktober
2017 (107): 824- 828. E-ISSN No. 2337- 6597.
Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Jur. Tanah IPB Bogor. 112 hlm.
Soepardi, G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Tanah IPB Bogor. 111 hlm.
Sudjana, B. 2014. Pengaruh Biochar Dan Npk Majemuk Terhadap Biomas Dan
Serapan Nitrogen Di Daun Tanaman Jagung (Zea Mays) Pada Tanah
Typic Dystrudepts. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. Vol. 3 No.1 Hal
: 63-66. ISSN 2302-6308
61
Suwarto, W. Qamara, dan C. Santiwa. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Penebar
Swadaya, Jakarta. 127 hlm.
Syukur, M. dan A. Rifianto. 2014. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. 124
hlm.
Tisdale, and Nelson. 1975. Phosphate Adsorption variability within Soil Series
and in Diverse Soil Population Soil Sci. 6 : 408-411.
Widyantika, S, D., dan S. Prijono. 2019. Pengaruh Biochar Sekam Padi Dosis
Tinggi Terhadap Sifat Fisik Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
Pada Typic Kanhapludult. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. Vol 6
No 1 : 1157-1163. ISSN:2549-9793.
Zhaeittun, P. A. 2016. Pengaruh Biochar Terhadap Sifat Fisik Tanah Dan Agregat
Halus Contoh Tanah Typic Kanhapludult Kebun Percobaan Taman Bogo,
Lampung Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.
Zhang, H., C. Chen., E.M. Gray, S. E. Boyd., H. Yang, dan D. Zhang. 2016. Roles
of Biochar in Improving Phosphorus Avaibility in Soils; A Phosphat
Universitas Sumatera Utara 38 Adsorbent and A Source of Available
Phosphorus. Journal Geoderma Vol. 276: 1-6.