Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH PEMBERIAN BIOCHAR BATANG SINGKONG DAN

PEMUPUKAN P TERHADAP FRAKSIONASI P PADA TANAH ULTISOL


YANG DITANAMI JAGUNG ( Zea mays L.)

(Skripsi)

Oleh

ARDI WAHYU DWI KUSUMA

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN BIOCHAR BATANG SINGKONG DAN


PEMUPUKAN P TERHADAP FRAKSIONASI P PADA TANAH ULTISOL
YANG DITANAMI JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

Ardi Wahyu Dwi Kusuma

Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada keadaan

oksigen terbatas atau tanpa oksigen. Biochar mengandung karbon tinggi

menyebabkan stabilitas biochar di dalam tanah tinggi. Biochar dapat

meningkatkan pH tanah, secara efektif memfiksasi Al dan Fe, sehingga

menurunkan Al-dd dan Fe-dd, akhirnya P tersedia meningkat. Penelitian ini yang

bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh pemberian biochar batang singkong

terhadap fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.), (2)

mengetahui pengaruh pemupukan P terhadap fraksionasi P pada tanah Ultisol

yang ditanami jagung (Zea mays L.) dan (3) mengetahui pengaruh pemberian

biochar batang singkong dan pemupukan P terhadap fraksionasi P pada tanah

Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.). Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan analisis tanah

dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Pembuatan biochar dilakukan di Balai Penelitian Tanah Kebun Percobaan Taman

Bogo Purbolinggo Lampung Timur. Penelitian dilakukan 5-6 bulan dimulai dari
Ardi Wahyu Dwi K

bulan Desember 2018 - Juni 2019. Penelitian disusun secara faktorial (3 x 3)

dalam rancangan kelompok teracak lengkap (RKTL), dengan 3 ulangan. Faktor

pertama adalah macam biochar (B) dengan dosis 0 ton ha-1(B0), 2,5 ton ha-1(B1)

dan 5 ton ha-1(B2). Faktor kedua adalah dosis pemupukan SP-36 (P) dengan dosis

0 kg ha-1 (P0), 36 kg ha-1(P1) dan 72 kg ha-1(P2). Homogenitas ragam data diuji

dengan uji Bartlett dan additivitas data diuji dengan uji Tukey. Data diolah

dengan analisis ragam dan dilanjutkkan dengan Uji BNJ pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemberian biochar batang singkong

meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan

P-terselimut (2) pemupukan P meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi

Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut dan (3) kombinasi biochar batang singkong dan

pemupukan meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P

dan P-terselimut.

Kata kunci: Biochar, Fraksionasi P, Pemupukan P, Ultisol.


PENGARUH PEMBERIAN BIOCHAR BATANG SINGKONG DAN
PEMUPUKAN P TERHADAP FRAKSIONASI P PADA TANAH ULTISOL
YANG DITANAMI JAGUNG ( Zea mays L.)

Oleh

Ardi Wahyu Dwi Kusuma

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotagajah, 9 Agustus 1995. Penulis merupakan anak kedua

dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Jito Prasetyo dan Ibu Katidamiyati.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Rejo Basuki pada tahun 2002, SD

Negeri 01 Rejo Basuki tahun 2008, SMP Negeri 02 Kotagajah tahun 2011, dan

menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Seputih Raman

pada tahun 2014. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi

Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi

mahasiswa, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Pariaman,

Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus pada bulan Januari – Februari 2018.

Penulis juga melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Sang Hyang Seri (Persero)

Kantor Regional V Pekalongan, Lampung Timur pada bulan Juli – Agustus 2017.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum

mata kuliah Kesuburan Tanah.


Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkah nikmat dan karunia-Nya skripsi ini
dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana ini, buah perjuangan dan kerja keras kepada
Kedua Orang Tua, Kakak yang telah memberikan doa, dukungan, serta kasih
sayang yang tiada henti.

Serta

Almamater tercinta, Universitas Lampung.


Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan,
maka apabila telah mengerjakan (suatu urusan),
tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain.
Dan kepada Tuhan mu kamu berharap.
(Q.S. Al Insyirah 95 : 6-8)

Kebanggaan terbesar adalah bukan karena kita tidak pernah gagal,


namun bangkit kembali saat kita jatuh.
SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-

NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pemberian Biochar Batang Singkong Dan Pemupukan P Terhadap

Fraksionasi P Pada Tanah Ultisol Yang Ditanami Jagung (Zea Mays L.)”.

Selama penelitian, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku Ketua Bidang Ilmu

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Ir. Sarno, M.S., selaku Pembimbing Pertama yang telah meluangkan banyak

waktu untuk memberikan bimbingan ilmu, saran, nasehat, motivasi, dan

kesabaran dalam membimbing Penulis selama melaksanakan penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.


5. Ir. Hery Novpriansyah, M.Si., selaku Pembimbing Kedua yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, nasehat dan ilmu

kepada Penulis selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

6. Dr. Supriatin, S.P., M.Sc., selaku Penguji yang telah memberikan semangat,

masukan, kritik dan saran sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

7. Kedua orang tua dan kakak yang tak henti memberikan dukungan semangat,

motivasi, nasihat dan doa sejak awal perjalanan kehidupan hingga kini

Penulis dapat menyelesaikan skripsi.

8. Dr. Ir. Afandi, M.P., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan

nasihat, ilmu dan motivasi sejak awal perkuliahan hingga kini Penulis dapat

menyelesaikan skripsi.

9. Seluruh dosen Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lampung atas semua ilmu dan motivasi yang telah diberikan kepada Penulis.

10. Seluruh karyawan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lampung atas semua bantuan dan kemudahan yang telah diberikan kepada

Penulis.

11. Sahabat-sahabatku serta teman-teman selama masa perkuliahan, teman satu

pembimbing, teman satu penelitian, teman satu kontrakan Blok B9, B11, dan

SK Squad terima kasih atas segala bantuan, dukungan, semangat, canda tawa,

dan kebersamaannya selama ini.

12. Keluarga besar jurusan Agroteknologi 2014 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT melindungi dan membalas kebaikan yang telah diberikan

kepada Penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin

Bandar Lampung, 30 Januari 2020


Penulis,

Ardi Wahyu Dwi Kusuma


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.............................................................................................. i

DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.4 Kerangka Pemikiran ................................................................... 5
1.5 Hipotesis ..................................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 9

2.1 Tanah Ultisol .............................................................................. 9


2.2 Ketersediaan Unsur Hara P di Tanah.......................................... 11
2.3 Klasifikasi fosfor ........................................................................ 18
2.4 Peran Unsur Hara P bagi Tanaman............................................. 19
2.5 Pengertian biochar...................................................................... 20
2.6 Pengaruh Aplikasi biochar terhadap Sifat Kimia, Fisika, dan
Biologi Tanah ............................................................................. 22
2.6.1 Sifat Kimia Tanah............................................................. 22
2.6.2 Sifat Fisika Tanah ............................................................. 25
2.6.3 Sifat Biologi Tanah........................................................... 26

III. BAHAN DAN METODE ................................................................ 28

3.1 Waktu dan Tempat...................................................................... 28


3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 28
ii

3.3 Metode Penelitian ....................................................................... 29


3.4 Pembuatan biochar ..................................................................... 29
3.5 Pelaksanaan Percobaan............................................................... 31
3.5.1 Pengolahan Tanah.............................................................. 31
3.5.2 Pengaplikasian biochar...................................................... 31
3.5.3 Penanaman......................................................................... 31
3.5.4 Pemupukan Tanaman ........................................................ 32
3.5.5 Pemeliharaan Tanaman...................................................... 33
3.5.6 Panen ................................................................................. 33
3.5.7 Sampling Tanah ................................................................. 34
3.6 Pelaksanaan Laboratorium.......................................................... 34
3.6.1 Analisis Tanah ................................................................... 34
3.6.2 Penetapan Fraksionasi P Tanah ......................................... 34
3.7 Analisis Data................................................................................ 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 36

4.1 Hasil Penelitian........................................................................... 36


4.1.1 P Tersedia.......................................................................... 36
4.1.2 P Larut (NH4Cl-P)............................................................. 38
4.1.3 Alumunium-Fosfor (Al-P) ................................................ 39
4.1.4 Besi-Fosfor (Fe-P)............................................................. 41
4.1.5 Kalsium-Fosfor (Ca-P)...................................................... 43
4.1.6 Fe-P Terselimut................................................................. 45
4.1.7 Al-P Terselimut................................................................. 47
4.1.8 Kemasaman Tanah (pH) ................................................... 49
4.1.9 Alumunium Dapat Ditukar (Al-dd)................................... 50
4.2 Pembahasan ................................................................................ 52

V. SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 57

5.1 Simpulan ..................................................................................... 57


5.2 Saran ........................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 58

LAMPIRAN............................................................................................... 62

Tabel 14-41 ................................................................................................. 63-77


iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dosis biochar..................................................................................... 31
2. Pupuk SP-36 ...................................................................................... 32
3. Pupuk Urea ........................................................................................ 32
4. Pupuk KCl ......................................................................................... 33
5. Pengaruh interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P
terhadap P tersedia............................................................................. 37
6. Pengaruh interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P
terhadap P larut (HN4Cl-P) (ppm) ..................................................... 39
7. Pengaruh interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P
terhadap Al-P (ppm) .......................................................................... 40
8. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Fe-P (ppm) ......................................................................................... 42
9. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Ca-P (ppm)......................................................................................... 44
10. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Fe-P Terselimut (ppm)....................................................................... 46
11. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Al-P terselmut (ppm) ......................................................................... 48
12. Pengaruh pemberian biochar terhadap pH tanah............................... 49
13. Interaksi antara pemberian biochar dan pemupukan P terhadap
Al-dd .................................................................................................. 50
14. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap P larut (NH4Cl-P)............................................................... 63
15. Uji homogenitas data P larut (NH4Cl-P) .......................................... 64
16. Daftar analisis ragam P larut (NH4Cl-P) ........................................... 64
17. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Al-P ..................................................................................... 65
18. Uji homogenitas data Al-P ................................................................ 65
19. Daftar analisis ragam Al-P ................................................................ 66
20. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
iv

Terhadap Fe-P.................................................................................... 66
21. Uji homogenitas data Fe-P ................................................................ 67
22. Daftar analisis ragam Fe-P ................................................................ 67
23. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Ca-P..................................................................................... 68
24. Uji homogenitas data Ca-P ................................................................ 68
25. Daftar analisis ragam Ca-P ................................................................ 69
26. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Fe-P Terselimut................................................................... 69
27. Uji homogenitas data Fe-P Terselimut .............................................. 70
28. Daftar analisis ragam Fe-P Terselimut .............................................. 70
29. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Al-P Terselimut................................................................... 71
30. Uji homogenitas data Al-P Terselimut .............................................. 71
31. Daftar analisis ragam Al-P Terselimut .............................................. 72
32. Data P tersedia (ppm) ........................................................................ 72
33. Uji homogenitas data P tersedia ........................................................ 73
34. Analisis ragam data P tersedia........................................................... 73
35. Data pH tanah .................................................................................... 74
36. Uji homogenitas data pH tanah ......................................................... 74
37. Analisis ragam data pH tanah ............................................................ 75
38. Pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P
terhadap Al-dd ................................................................................... 75
39. Uji homogenitas data Al-dd............................................................... 76
40. Daftar analisis ragam Al-dd............................................................... 76
41. Data analisis tanah awal dan biochar batang singkong. .................... 77
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak percobaan .......................................................................... 29


2. Prosedur analisis fraksionasi P tanah................................................. 35
3. Limbah batang singkong.................................................................... 78
4. Penjemuran batang singkong............................................................. 78
5. Adam Retort Killn (ARK).................................................................. 79
6. Pembakaran batang singkong ............................................................ 79
7. Penggilingan batang singkong setelah dibakar.................................. 80
8. Penjemuran batang singkong setelah digiling ................................... 80
9. Pengaplikasian biochar dosis 2,5 kg ................................................. 81
10. Pengaplikasian biochar dosis 5 kg .................................................... 81
11. Pengambilan sampel tanah ................................................................ 82
12. Pembuatan larutan pengekstrak ......................................................... 82
13. Pengocokan ekstrak menggunakan alat Shaker................................. 83
14. Penyaringan eksktrak......................................................................... 83
15. Ekstrak di Sentrifus............................................................................ 84
16. Ekstrak diukur menggunakan Spectrophotometer............................. 84
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

(Subagyo, dkk., 2000). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha),

diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi

(4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini

dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung. Tanah ini

berkembang pada berbagai topografi, mulai dari bergelombang hingga bergunung

dengan curah hujan yang tinggi. Tanah Ultisol biasanya memiliki penampang

tanah yang dalam dan merupakan media tumbuh yang baik bagi tanaman.

Pemanfaatan tanah Ultisol menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman pangan bila tidak dikelola dengan baik,

beberapa kendala yang umum pada tanah Ultisol adalah kemasaman tanah yang

tinggi, kadar oksida dan hidroksida Al dan Fe tinggi, kejenuhan Al tinggi, daya

fiksasi P tinggi, kandungan hara dan bahan organik rendah terutama hara P dan

kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar kation

rendah, dan peka terhadap erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006; Adiningsih dan

Mulyadi, 1993).
2

Usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol ini telah banyak

dilakukan seperti dengan pengapuran, pemupukan, penambahan bahan organik

dan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah Ultisol. Tanah

Ultisol pada umumnya memberikan respon yang baik terhadap pemupukan fosfat

(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Hara P bersifat immobile di dalam tanah

karena sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi tanaman.

Sejumlah pupuk P yang diberikan ke dalam tanah tidak seluruhnya diserap oleh

tanaman, tetapi ada yang difiksasi (dijerap) oleh tanah menjadi bentuk yang tidak

tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1979; Halvin, dkk., 1999).

Fraksi P tanah meliputi P cepat, sedang dan lambat tersedia. Bentuk-bentuk P

dengan keseimbangan cepat yaitu P yang dijerap pada permukaan liat maupun

oksida-oksida/hidrus oksida Fe dan Al. Fraksi P dengan keseimbangan sedang

sampai lambat yaitu P yang diikat di bawah permukaan (Occluded P) yang

kelarutannya sedang sampai rendah. Fosfor organik ditemukan dalam bentuk

asam nukleat dan fosfolipida dan fosfor dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk

ion orthofosfat primer dan sekunder H2PO4- dan HPO42-. Pada fosfor anorganik

terdapat reaksi reaksi pengendapan yaitu reaksi ion fosfat dengan kation-kation

dalam larutan tanah membentuk Al-P, Fe-P dan Ca-P yang kelarutannya sangat

rendah. Ion fosfat dengan mudah bereaksi dengan ion-ion Al, Fe dan Ca terikat

secara adsortif pada permukaan oksida-oksida hidrat dari besi dan alumunium.

Pengendapan fosfor di dalam tanah masam terjadi dalam bentuk Al(H2PO4)3 dan

Fe(H2PO4)3 yang tidak tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy, 1998). Apabila

sejumlah pupuk P ditambahkan ke dalam tanah Ultisol maka akan mengalami


3

perubahan secara kimia membentuk senyawa Al-P, Fe-P, dan Ca-P (Kasno dkk.,

2009; Nursyamsi dkk., 2011).

Selain pemupukan, untuk memperbaiki sifat-sifat pada tanah Ultisol dapat

dilakukan dengan menggunakan bahan pembenah tanah. Salah satu bahan

pembenah tanah yang dapat digunakan adalah biochar. Biochar adalah produk

pirolisis, yaitu pembakaran biomassa pada kondisi rendah oksigen atau tanpa

oksigen. Biochar merupakan senyawa karbon yang relatif stabil, lebih stabil dari

bahan organik. Potensi bahan baku biochar tergolong melimpah yaitu berupa

limbah sisa pertanian. Di Indonesia potensi penggunaan charcoal atau biochar

cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam

padi, kulit buah kakao, tongkol jagung, batang singkong cukup tersedia (Nurida,

2014). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung (2017), pada tahun 2016

potensi singkong di Indonesia didominasi oleh Provinsi Lampung dengan luas

lahan panen 342.100 ha. Pada tahun 2017 produksi singkong meningkat menjadi

8,45 ton/ha termasuk produksi limbah batang singkong. Namun demikian,

menurut Sumanda dkk., (2011) hanya sekitar 10% dari tinggi batang singkong

dimanfaatkan ditanam kembali dan hampir 90% tidak dimanfaatkan sehingga

menjadi limbah pertanian. Produksi per hektar dengan ukuran jarak tanam 1m x

1m akan menghasilkan 10.000 batang tanaman per hektar, artinya akan dihasilkan

10.000 batang singkong pada saat panen. Jika 1 batang setelah dipotong untuk

bibit rata-rata berbobot 0,3 kg (hasil penimbangan, 2018), maka akan dihasilkan 3

ton limbah batang singkong per hektar. Di Provinsi Lampung luas lahan singkong

mencapai 342.100 ha (BPS Lampung, 2017), artinya secara umum di Lampung

akan menghasilkan limbah biomassa batang singkong sebanyak 1.026.300

ton/tahun.
4

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa biochar mengandung karbon tinggi

menyebabkan stabilitas biochar di dalam tanah tinggi. Biochar dapat

meningkatkan pH tanah, secara efektif memfiksasi Al dan Fe, sehingga

menurunkan Al-dd dan Fe-dd, akhirnya P tersedia meningkat, sehingga

meningkatkan produksi tanaman. Bila digunakan sebagai pembenah tanah

bersama pupuk organik dan anorganik, biochar dapat meningkatkan

produktivitas, serta retensi dan ketersediaan hara bagi tanaman (Gani, 2009).

Fosfor dalam bentuk terikat atau terfiksasi oleh komponen tanah tidak dapat

diserap tanaman, oleh karena itu perlu diupayakan untuk menurunkan daya fiksasi

P, agar P yang ditambahkan dapat secara efektif diserap tanaman. Tingginya

jerapan fosfor di dalam tanah Ultisol dapat diatasi dengan pemberian bahan

organik ke dalam tanah. Maka diperlukan sebuah studi untuk mengetahui

pengaruh pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P terhadap

fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Apakah pemberian biochar batang singkong dapat berpengaruh terhadap

fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)?

2. Apakah pemupukan P dapat berpengaruh terhadap fraksionasi P pada tanah

Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)?

3. Apakah kombinasi pemberian biochar batang singkong dan pemupukan P

dapat berpengaruh terhadap fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami

jagung (Zea mays L.)?


5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian biochar batang singkong terhadap

fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)

2. Untuk mengetahui pengaruh pemupukan P terhadap fraksionasi P pada tanah

Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian biochar batang singkong dan

pemupukan P terhadap fraksionasi P pada tanah Ultisol yang ditanami jagung

(Zea mays L.)

1.4 Kerangka Pemikiran

Tanah Ultisol merupakan tanah yang pada umumnya tidak subur karena memiliki

kapasitas jerapan fosfor yang tinggi dan menyebabkan ketersediaan unsur hara

fosfor yang rendah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Rendahnya ketersediaan

fosfor di dalam tanah Ultisol disebabkan oleh kelarutan ion Al dan Fe yang tinggi

dan mengakibatkan tingginya kapasitas jerapan fosfor. Tanah Ultisol memiliki

daya jerap terhadap fosfor (P) yang kuat. Daya jerap terhadap fosfat yang kuat

tersebut menyebabkan P-tersedia bagi tanaman sangat rendah. Hal tersebut

menjadi salah satu kendala bagi budidaya tanaman di tanah Ultisol, sebab hara P

adalah salah satu hara makro esensial yang diperlukan oleh tanaman. Fosfor (P)

diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat (H2PO4-, HPO42-) yang disebut

P-tersedia. Sedangkan P tidak tersedia terdapat dalam bentuk P organik dan P-

anorganik (Hakim, dkk., 1986). Perubahan dari satu bentuk fosfat ke bentuk yang

lain, terutama diatur oleh pH tanah. Tanah Ultisol adalah tanah masam sehingga

aktivitas Fe dan Al tinggi sedangkan Ca tidak larut. Bila pupuk P diberikan ke


6

dalam tanah, maka akan segera diendapkan menjadi bentuk Al-P, Fe-P dan Ca-P

yang tidak tersedia bagi tanaman (Soepardi dkk., 1979).

Tingginya kapasitas jerapan fosfor dapat dikurangi dengan pemberian biochar.

Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada keadaan

oksigen terbatas atau tanpa oksigen. Biochar mengandung karbon tinggi

menyebabkan stabilitas biochar di dalam tanah tinggi. Penambahan biochar pada

lapisan tanah pertanian akan memberikan manfaat yang cukup besar antara lain

dapat memperbaiki struktur tanah, menahan air dan tanah dari erosi karena luas

permukaannya lebih besar, memperkaya karbon organik dalam tanah sehingga

secara tidak langsung meningkatkan produksi tanaman (Gani, 2009). Menurut

Nurlista, (2017) menyatakan bahwa pemberian arang meningkatkan P mudah larut

(NH4Cl-P) dan menurunkan fraksi Fe-P.

Pemberian bahan organik ditanah Ultisol dapat menurunkan 50% kapasitas

jerapan maksimum fosfor di dalam tanah dan mampu meningkatkan ketersediaan

fosfor. Pemberian pupuk organik dan NPK mampu mengurangi jerapan

maksimum fosfor di dalam tanah pada dosis 1⁄2 dan penuh pupuk organik namun

relatif energi ikatan fosfor menurun pada perlakuan pupuk NPK yang tidak

dikombinasikan dengan pupuk organik. Semakin rendahnya jerapan fosfor di

dalam tanah yang diakibatkan oleh pemberian bahan organik dapat meningkatkan

P tersedia dan meningkatkan produksi tanaman (Satgada, 2017).

Biochar dapat mempengaruhi ketersediaan P melalui hasil dekomposisi yang

menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik tersebut akan

menghasilkan anion organik yang bersifat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam

tanah sehingga P tersedia akan meningkat (Hakim, 1986). Pemberian biochar


7

mampu menurunkan fraksi Al-P dan Fe-P sehingga meningkatkan ketersediaan P

di dalam tanah secara langsung melalui proses mineralisasi atau secara tidak

langsung dengan membantu pelepasan P yang diendapkan oleh ion Al dan Fe

(Zhang, 2016).

Menurut Foth (1998), asam-asam organik sederhana seperti asam oksalat

merupakan salah satu senyawa penting dalam proses pelepasan pengendapan P,

menurunkan fraksi Al-P dan Fe-P. Mekanisme asam oksalat dalam meningkatkan

ketersediaan P, dapat dengan menggantikan P yang terjerap melalui pertukaran

ligan pada permukaan Al dan Fe oksida. Selain itu juga dapat dengan melalui

pelarutan permukaan logam oksida dan melepaskan P yang terjerap, serta dapat

juga melalui pengkompleksan Al dan Fe pada larutan, lalu mencegah

pengendapan ulang dari senyawa P-logam dan penjerapan P oleh Al dan Fe.

Biochar memberi opsi untuk pengelolaan tanah terutama sebagai pemasok karbon

dan perekonstruksi fisika tanah (Prasetyo, dkk., 2014). Semua bahan organik yang

ditambahkan ke dalam tanah nyata meningkatkan berbagai fungsi tanah tidak

terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hakim

dkk., 1986). Biochar dilaporkan lebih efektif menahan unsur hara untuk

ketersediaannya bagi tanaman dibandingkan bahan organik lain seperti sampah

dedaunan, kompos atau pupuk kandang (Gani, 2009). Penelitian di daerah

beriklim tropika dan iklim sedang menunjukkan bahwa biochar memiliki

kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, mengurangi pencucian

unsur hara, meningkatkan resistensi hara, dan meningkatkan aktivitas mikroba.

Selain itu, aplikasi biochar antara 5% dan 20% ke dalam tanah berdampak positif

terhadap pertumbuhan tanaman (Mindari dkk., 2018).


8

Disamping dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi, sebagai bahan

pembenah tanah aplikasi biochar diharapkan dapat berperan mengkelat logam-

logam di dalam tanah, terutama logam Al dan Fe, sehingga pemberian biochar

diharapkan dapat menurunkan fraksi-fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut

yang tidak tersedia dan akhirnya dapat meningkatkan ketersediaan P, sehingga

dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Pemberian biochar batang singkong dapat meningkatkan fraksi P-larut dan

menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut pada tanah Ultisol yang

ditanami jagung (Zea mays L.)

2. Pemupukan P dapat meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P,

Fe-P, Ca-P dan P-terselimut pada tanah Ultisol yang ditanami jagung

(Zea mays L.)

3. Kombinasi biochar batang singkong dan pemupukan P dapat dapat

meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan

P-terselimut pada tanah Ultisol yang ditanami jagung (Zea mays L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

yang cukup luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

di Indonesia (Subagyo dkk., 2000). Penampang tanah yang dalam dan KTK yang

tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang

sangat penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia hampir

semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali

yang terkendala oleh iklim dan relief (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam

hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen

masam. Diantara grup Ultisol, Haplu- dults mempunyai sebaran terluas. Hal ini

karena persyaratan klasifikasinya hanya didasarkan pada nilai kejenuhan basa

yaitu < 35% dan adanya horizon argilik, tanpa ada syarat tambahan lainnya.

Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan

sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan

erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Ultisol dan

sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena

kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan
10

organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin

bahan organik dan hara.

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan

oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman

tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini

mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini

juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti

Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka

terhadap erosi (Adiningsih dan Mulyadi 1993).

Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar,

tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan

tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu

penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik (Prasetyo dan Suriadikarta,

2006).

Lahan kering masam dicirikan oleh pH tanah <5, C-organik dan tingkat kesuburan

tanah rendah dengan curah hujan relatif tinggi >2000 mm.th-1 (Dariah, 2012).

Lahan kering iklim kering dicirikan oleh terbatasnya ketersediaan air akibat curah

hujan yang sangat rendah. Umumnya lahan kering di Indonesia, utamanya yang

telah dikelola untuk pertanian, baik lahan kering masam maupun lahan kering

iklim kering telah mengalami degradasi dan salah satunya disebabkan kurang

tepatnya sistem pengelolaan (Nurida, 2012), sehingga perbaikan status bahan

organik harus menjadi priorias dalam pemulihan lahan terdegradasi. Peningkatan


11

kadar bahan organik tanah juga merupakan opsi untuk penanggulangan faktor

pembatas lahan kering suboptimal.

Upaya perbaikan kualitas tanah yang relatif murah adalah pemanfaatan sumber

bahan organik in situ, seperti pengembalian sisa tanaman. Selama ini upaya

pemulihan dilakukan dengan menggunakan berbagai pembenah tanah organik

berupa pupuk kandang, kompos, dan biomas tanaman. Dosis yang digunakan

masih tergolong cukup tinggi yaitu sekitar 10-20 t ha-1 pupuk kandang

(Nursyamsi dkk., 2004; Nurida, 2012), sehingga dibutuhkan jumlah yang cukup

besar dan seringkali sulit dalam pengadaannya.

Menurut Sudjana (2014), dominasi tanah ordo Ultisol disebagian besar wilayah

Indonesia menimbulkan masalah tersendiri dalam hal pencapaian produktivitas

pertanian dan perkebunan yang optimal. Jenis tanah ini dicirikan dengan agregat

kurang stabil, permeabilitas, bahan organik dan tingkat kebasaan rendah. Tekstur

tanah berlempung, mengandung mineral sekunder kaolinit yang sedikit tercampur

gibsit dan montmorilonit, pH tanah rata- rata 4,2-4,8. Peningkatan produksi

tanaman pada tanah ordo Ultisol tidak cukup hanya dengan memberikan pupuk

sebagai sumber hara karena pupuk tersebut tidak akan efektif bila pH tanah masih

dibawah 4,5. Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan terhadap kesuburan

tanah dengan penambahan bahan organik seperti biochar.

2.2 Ketersediaan Unsur Hara P di Tanah

Di dalam tanah P terdapat dalam berbagai bentuk persenyawaan yang sebagian

besar tidak tersedia bagi tanaman. Sebagian besar pupuk yang diberikan ke dalam

tanah, tidak dapat digunakan tanaman karena bereaksi dengan bahan tanah
12

lainnya, sehingga nilai efisiensi pemupukan P pada umumnya rendah hingga

sangat rendah (Winarso, 2005). Hasil penelitian Kasno (2009) menyatakan bahwa

fosfat merupakan hara makro bagi tanaman, tetapi pada tanah masam fosfat

menjadi pembatas utama bagi peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Ketersediaan dan bentuk-bentuk hara P dalam tanah dipengaruhi oleh tingkat

kemasaman tanah, kadar Fe dan Al oksida, serta jenis pupuk P yang ditambahkan

ke dalam tanah.

Sumber fosfor dalam tanah dapat berbentuk P-anorganik dan P-organik. Fosfor

anorganik berasal dari mineral tanah yang mengandung fosfor. Fosfor organik

dihasilkan dari dekomposisi bahan organik yang mentranslokasikan P dari larutan

tanah. Unsur P organik memerlukan proses mineralisasi terlebih dahulu agar dapat

diserap tanaman (Foth, 1998). Fosfor organik berasal dari hewan dan tumbuhan

yang mati dan diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfor anorganik,

sedangkan senyawa fosfor anoranik umumnya berasal dari air tanah dan mineral

tanah sendiri. Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu

Besi fosor (FePO4), aluminium fosfor (AlPO4), dan kalsium fosfor (Ca3(PO4)2)

(Hakim dkk., 1986).

Kelarutan senyawa fosfor anorganik secara langsung mempengaruhi ketersediaan

P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu pada

pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka fosfor akan terikat oleh Fe dan

Al. Ketersediaan fosfor umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada tanah

dengan pH diatas 7, maka fosfor akan diikat oleh Mg dan Ca (Hakim dkk.,1986).
13

Ketersediaan fosfor di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, tetapi yang

paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah, fosfor akan bereaksi

dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau aluminium

fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.

Pada tanah ber pH tinggi, fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini

membentuk ion kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat

digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa memperhatikan pH tanah,

pemupukan fosfor tidak akan berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman.

Selain pH, faktor lain yang menentukan pasokan fosfor pada tanaman adalah

sebagai berikut :

a. Aerasi

Ketersediaan oksigen di dalam tanah (aerasi) diperlukan untuk meningkatkan

pasokan fosfor lewat proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme

tanah. Pada tanah padat atau tergenang air, penyerapan fosfor dan unsur- unsur

lainnya akan terganggu.

b. Temperatur

Secara langsung temperatur kamar dapat meningkatkan atau menurunkan

ketersediaan fosfor. Pada temperatur yang relatif hangat, ketersediaan fosfor akan

meningkat karena proses perombakan bahan organik juga meningkat.

Ketersediaan fosfor menipis di daerah yang bersuhu rendah.

c. Bahan organik

Sebagian besar fosfor yang mudah larut diambil oleh mikroorganisme tanah untuk

pertumbuhannya. Fosfor ini akhirnya diubah menjadi humus. Karena itu, untuk

menyediakan cukup fosfor, kondisi tanah yang menguntungkan bagi


14

perkembangan mikroorganisme tanah perlu dipertahankan.

d. Unsur hara lain

Tercukupinya jumlah unsur hara lain dapat meningkatkan penyerapan fosfor.

Ammonium yang berasal dari nitrogen dapat meningkatkan penyerapan fosfor.

Kekurangan unsur hara mikro dapat menghambat respon tanaman terhadap

pemupukan fosfor.

Fosfor juga tidak kalah pentingnya dalam pertumbuhan tanaman seperti halnya

Nitrogen dan Kalium walaupun diabsorpsinya dalam jumlah yang lebih kecil dari

kedua unsur tersebut. Sumber utama P larutan tanah, disamping dari pelapukan

bebatuan/bahan induk juga berasal dari mineralisasi P organik hasil dekomposisi

sisa-sisa tanaman yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan

(Foth, 1998).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfor dalam tanah menurut

Winarso (2005) adalah :

a. Tipe liat

Fiksasi P akan lebih kuat pada liat tipe 1: 1 daripada tipe 2 : 1. Tipe liat 1 : 1 yang

banyak mengandung kaolinit lebih kuat mengikat P. Disamping itu oksida hidrous

dari Al dan Fe pada tipe liat 1 : 1 juga ikut menjerap P.

b. Reaksi tanah

Ketersediaan dan bentuk-bentuk P di dalam tanah sangat erat hubungannnya

dengan kemasaman (pH) tanah. Pada kebanyakan tanah ketersediaan P maksimum

dijumpai pada kisaran pH antara 5,5 – 7. Ketersediaan P akan menurun bila pH

tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7. Adsorpsi P dalam larutan

tanah oleh Fe dan Al oksida dapat menurun apabila pH meningkat. Apabila


15

kemasaman makin rendah (pH makin tinggi) ketersediaan P juga akan berkurang

oleh fiksasi Ca dan Mg yang banyak pada tanah- tanah alkalin. P sangat rentan

untuk diikat baik pada kondisi masam maupun alkalin. Semakin lama antara P dan

tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi. Dengan waktu Al akan diganti

oleh Fe, sehingga kemungkinan akan terjadi bentuk Fe-P yang lebih sukar larut

jika dibandingkan dengan Al-P.

Ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman tergantung kepada mobilitasnya di

dalam tanah dan keseimbangan antara bentuk P larut dan terjerap. Bila P dalam

larutan tanah meningkat (missal karena pemberian pupuk P) maka P akan segera

dijerap oleh koloid tanah menjadi bentuk tidak tersedia (sementara waktu), proses

ini disebut jerapan (adsorption). Namun demikian bila P dalam dalam larutan

tanah turun (misal P diserap tanaman atau tercuci) maka P terjerap tersebut akan

lepas ke dalam larutan sehingga dapat diserap tanaman, proses ini disebut sebagai

pelepasan (desorption). Proses jerapan dan pelepasan P di dalam mengendalikan

bentuk-bentuk P tanah sehingga sangat penting dalam mempengaruhi ketersediaan

P tanah (Hakim, dkk., 1986).

Sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Pada

tanah masam seperti Ultisol dan Oxisol, P biasanya dijerap oleh Al dan Fe

(kation, oksida dan hidroksida) serta liat tanah (Foth, 1998). Sementara itu, pada

tanah netral dan alkali seperti alfisol dan vertisol, P dijerap selain oleh Al, Fe dan

liat tanah juga oleh Ca (Soepardi, 1983). Sebagian besar pupuk yang diberikan ke

dalam tanah, tidak dapat digunakan tanaman karena beraksi dengan bahan tanah

lainnya, sehingga nilai efisiensi pemupukan P pada umumnya rendah hingga

sangat rendah.
16

Di dalam tanah P berbentuk organik dan anorganik. P organik dan P anorganik

merupakan sumber utama P bagi pertumbuhan tanaman. Tetapi, ketersediaannya

diatur oleh sifat tanah dan kondisi lingkungan. Kandungan P organik sangat

berbeda – beda yaitu antara 20-80 %, tergantung pada bahan organik tanah dan

perbandingan C/P nya. P organik dapat ditemukan pada humus atau materi

organik lainnya.

Pada P anorganik tanah terdapat dua reaksi transformasi P dalam tanah, yaitu : (1)

reaksi pengendapan adalah reaksi ion fosfat dengan kation-kation di dalam larutan

tanah membentuk senyawa Al-P, Fe-P dan Ca-P yang kelarutannya sangat rendah.

(2) Reaksi penjerapan yaitu reaksi yang terjadi pada mineral-mineral kristalin

(permukaan dengan muatan tetap) maupun pada permukaan dengan muatan

variabel seperti oksida atau hidrusoksida dari Al dan Fe, bahan organik, alofan

dan kalsit (Leiwakabessy, 1998). Semua bentuk P tersebut ada dalam semua jenis

tanah, tetapi Al-P dan Fe-P lebih dominan pada tanah masam. Bentuk P anorganik

yang ada dalam tanah bergantung pada tingkat pelapukan kimianya. Jika bagian

kalsium fosfat berkurang karena pelapukan kimia maka bagian besi fosfat akan

bertambah (Hakim dkk., 1986).

Fosfor di dalam tanah dijumpai dalam bentuk anorganik dan organik. Fosfor

anorganik ditemukan dalam bentuk mineral Al(OH)2H2PO4 (variasit),

Fe(OH)2H2PO4 (strenggit), dan CaHPO4 (monetit), sedangkan fosfor organik

ditemukan dalam bentuk asam nukleat dan fosfolipida dan fosfor dapat diserap

oleh tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer dan sekunder H2PO4- dan

HPO42-). Ion H2PO4- merupakan bentuk ion fosfor yang paling dominan pada
17

tanah-tanah yang memiliki pH 2,35-7,20 dan ion HPO42- lebih dominan pada pH

7,20-12,35 sedangkan ion H2PO4- dan HPO42- memiliki ketersediaan yang hampir

sama pada pH 7,20 (Hakim, dkk., 1986).

Berikut merupakan reaksi bolak-balik bentuk ketersediaan unsur hara P yang

dipengaruhi oleh pH tanah (Hakim dkk., 1986).

H PO ⎯⎯ H O + HPO ⎯⎯ H O + PO (1)
(Tanah sangat masam)

PO ⎯ HPO ⎯ + H PO ⎯ H PO (2)
(Tanah sangat basa)

Namun, ketersediaan unsur hara fosfor di dalam tanah relatif rendah terlebih lagi

pada jenis tanah ultisol. Berikut merupakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi ketersediaan fosfor di dalam tanah, 1) pH tanah, 2) ketersediaan

ion Al dan Fe dilarutan tanah, 3) mineral oksida-hidroksida Al dan Fe, 4)

tersedianya Ca pada tanah yang memiliki pH di atas 7, dan 5) jumlah dan tingkat

dekomposisi bahan organik (Hakim dkk., 1986).

Menurunnya kandungan P tersedia disebabkan oleh meningkatnya kelarutaan ion

Al dan Fe di dalam tanah yang disebabkan oleh kandungan bahan organik yang

rendah. Kadar P tersedia di dalam tanah ultisol memiliki kriteria yang rendah,

yaitu 5,95 mg P2O5 kg-1 yang disebabkan karena terfiksasi oleh ion Al dan Fe.

Penjerapan ion P pada umumnya terjadi akibat ikatan ion P dengan mineral

oksida-hidroksida Al dan Fe di dalam larutan tanah. Pengikatan ion P oleh

(Hakim dkk., 1986). Mineral oksida-hidroksida Al dan Fe dapat dilihat pada

reaksi berikut (3 dan 4).


18

3+ +
-
Al + H2PO4 + 2H2O → 2H + Al(OH)2H2PO4 (3)

3+ +
-
Fe + H2PO4 + 2H2O → 2H + Fe(OH)2H2PO4 (4)

Hal ini menyebabkan ketersediaan fosfor pada tanah ini rendah karena proses

penjerapan Al-P dan Fe-P yang tinggi. Menurut Lumbanraja, dkk., (2017) untuk

mengatasi permasalahan pada tanah ultisol yang memiliki pH masam dapat

dilakukan antara lain dengan pemberian bahan organik yang mampu

meningkatkan kandungan P-tersedia dan menurunkan jerapan fosfor pada koloid

tanah, karena Al dan Fe dapat meningkatkan jerapan maksimum fosfor dan energi

ikatan fosfor.

2.3 Klasifikasi Fosfor

Kelarutan fosfor di dalam fosfat pembawa yang berbeda akan bervariasi.

Kelarutan pupuk fosfat dalam air tidak selalu menjadi kriteria yang terbaik dalam

ketersediaan unsur ini pada tanaman. Penentuan fosfor tidaklah mudah ketika

ketersediaan unsur- unsur pupuk ditentukan dengan cepat dalam sampel. Metode

kimia yang telah dikembangkan dimana penilaian yang cukup baik adalah larut

dalam air, ketersediaan, dan kandungan fosfor total dari pupuk.

Istilah yang sering menggambarkan kandungan fosfor dalam pupuk adalah dengan

menentukan kelarutannya dalam air, kelarutan dalam sitrat, tidak larut dalam

sitrat, ketersediaannya dan fosfat total sebagai P2O5. Sampel kecil yang akan

dianalisa, pertama kali diekstraksi dengan air, kemudian endapannya disaring, dan

fosfor yang terkandung dalam filtrat ditentukan. Kandungan fosfor dari filtrat
19

ditentukan dan dinyatakan sebagai persentase berat total sampel. Ini mewakili

fraksi sampel yang larut dalam air.

Fosfor yang larut dalam sitrat. Residu tersebut ditambahkan larutan ammonium

sitrat 1 N, kemudian diekstraksi. Kandungan fosfor dari filtrat ditentukan dan

dinyatakan sebagai persentase berat total sampel, ini dinamakan fosfor yang larut

dalam sitrat.

Fosfor tersedia. Jumlah fosfor yang larut dalam air dan larut dalam asam sitrat

2 % mewakili taksiran yang tersedia untuk tanaman.

Fosfor total. Fosfor total dapat ditentukan secara langsung tanpa langkah –

langkah yang digambarkan (Tisdale, 1975).

2.4 Peran Unsur Hara P bagi Tanaman

Fosfor (P) merupakan unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar (hara

makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen

dan kalium. Tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Unsur

fosfor di tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di

dalam tanah (apatit). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat

(H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4-). Menurut (Hakim dkk., 1986)

menyatakan bahwa kemungkinan unsur P diserap dalam bentuk senyawa oraganik

yang larut dalam air, misalnya asam nukleat dan phitin. Fosfor yang diserap

tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor

organik. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar
20

optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0.3% -

0.5% dari berat kering tanaman.

Peran fosfor bagi tanaman untuk pembelahan sel, pembentukan albumin,

pembentukan bunga, buah dan biji. Selain itu fosfor juga berfungsi untuk

mempercepat pematangan buah, memperkuat batang, untuk perkembangan akar,

memperbaiki kualitas tanaman, metabolisme karbohidrat, membentuk

nucleoprotein (sebagai penyusun RNA dan DNA) dan menyimpan serta

memindahkan energi seperti ATP. Unsur Fosfor juga berfungsi untuk

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.

2.5 Pengertian Biochar

Biochar merupakan bahan kaya karbon yang berasal dari biomassa seperti kayu

maupun sisa hasil pengolahan tanaman yang dipanaskan wadah dengan sedikit

atau tanpa udara. Biochar berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya

tertutup oleh hidrogen dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari

abu, air, nitrogen, dan sulfur biochar telah diketahui dapat meningkatkan kualitas

tanah dan digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pembenah tanah.

Pemberian biochar ke tanah berpotensi meningkatkan kadar C-tanah, retensi air

dan unsur hara di dalam tanah. Keuntungan lain dari biochar adalah bahwa

karbon pada biochar bersifat stabil dan dapat tersimpan selama ribuan tahun di

dalam tanah (Gani, 2009).

Semua bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah nyata meningkatkan

berbagai fungsi tanah tak terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi

pertumbuhan tanaman. Biochar lebih efektif menahan unsur hara untuk


21

ketersediaannya bagi tanaman dibandingkan bahan organik lain. Di Indonesia

potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti kayu,

tempurung kelapa, sekam padi, batang singkong dan tanaman bakau cukup

tersedia. Pembuatan arang cukup dikenal masyarakat indonesia, namun belum

dimanfaatkan sebagai pembenah tanah. Selama ini umumnya pembuatan arang

(charcoal) dari limbah pertanian ditujukan untuk ekspor. Penggunaan biochar

sebagai bahan pembenah tanah berbahan baku sisa-sisa hasil pertanian yang sulit

terdekomposisi merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk

peningkatan kualitas sifat fisik tanah sehingga produksi tanaman dapat

ditingkatkan (Nurida, 2014).

Biochar merupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal dalam bidang

pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas tanah. Bahan utama

untuk pembuatan biochar adalah limbah-limbah pertanian dan perkebunan seperti

sekam padi, tempurung kelapa, kulit buah kakao, serta kayu-kayu yang berasal

dari tanaman hutan industri. Teknik penggunaan biochar berasal dari basin

Amazon sejak 2500 tahun yang lalu. Penduduk asli Indian memasukkan limbah-

limbah pertanian dan perkebunan tersebut ke dalam suatu lubang di dalam tanah.

Sebagai contoh yaitu “Terra Preta” yang sudah cukup dikenal di Brazil. Tanah ini

terbentuk akibat proses perladangan berpindah dan kaya residu organik yang

berasal dari sisa-sisa pembakaran kayu hutan (Gani, 2009).

Menurut Lehmann dan Joseph (2009), biochar diproduksi dari bahan-bahan

organik yang sulit terdekomposisi, yang dibakar secara tidak sempurna (pyrolisis)

atau tanpa oksigen pada suhu yang tinggi. Arang hayati yang terbentuk dari

pembakaran ini akan menghasilkan karbon aktif, yang mengandung mineral


22

seperti kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) dan karbon anorganik. Kualitas

senyawa organik yang terkandung dalam biochar tergantung pada asal bahan

organik dan metode karbonisasi. Dengan kandungan senyawa organik dan

anorganik yang terdapat di dalamya, biochar banyak digunakan sebagai bahan

amelioran untuk meningkatkan kualitas tanah, khususnya tanah marginal.

2.6 Pengaruh Aplikasi Biochar terhadap Sifat Kimia, Fisika, dan Biologi
Tanah

Aplikasi biochar berdampak positif terhadap sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, efek positif biochar diuraikan sebagai

berikut:

2.6.1 Sifat Kimia Tanah

Beberapa hasil penelitian yang telah banyak dilakukan menunjukkan bahwa

biochar yang diaplikasikan ke dalam tanah secara nyata berpotensi dalam

meningkatkan beberapa sifat kimia tanah seperti pH tanah, KTK, dan beberapa

senyawa seperti C-organik, N-total, serta dapat mereduksi aktivitas senyawa Fe

dan Al yang berdampak terhadap peningkatan P-tersedia (Endriani dkk., 2013;

Nurida, 2014; Latuponu dkk., 2012). Perbaikan sifat kimia yang diakibatkan oleh

penambahan biochar secara tidak langsung berdampak positif pula terhadap

pertumbuhan tanaman yang tumbuh diatasnya.

Penambahan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah.

Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara langsung melalui

proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu pelepasan P

yang terfiksasi. Hasil dekomposisi bahan organik yang berupa asam-asam organik
23

dapat membentuk ikatan khelasi dengan ion-ion Al dan Fe sehingga dapat

menurunkan kelarutan ion Al dan Fe, maka dengan begitu ketersediaan P menjadi

meningkat. Asam- asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik

juga dapat melepaskan P yang terjerap sehingga ketersediaan P meningkat (Hakim

dkk., 1986).

Nigussie dkk., (2012) melaporkan bahwa aplikasi biochar yang berasal dari

bonggol jagung dengan dosis 10 ton ha-1 secara signifikan meningkatkan pH,

C-organik, P-tersedia, N-total, dan KTK tanah yang tercemar maupun yang tidak

tercemar Kromium (Cr). Peningkatan ini terjadi disebabkan biochar yang berasal

dari bonggol jagung ini diketahui mengandung senyawa-senyawa yang

dibutuhkan tanaman, memiliki luas permukaan yang tinggi, porositas yang tinggi,

serta kandungan abu dalam biochar yang secara tidak langsung dapat melarutkan

senyawa-senyawa yang terjerap seperti Ca, K, dan N yang dibutuhkan oleh

tanaman. Putri dkk., (2017) juga melaporkan bahwa pemberian biochar mampu

meningkatkan pH tanah, C- organik, N-total, P-tersedia, K tukar , umur berbunga,

tinggi tanaman, bobot kering tajuk, serapan N dan P akan tetapi tidak berpengaruh

dalam meningkatkan serapan K dan bobot kering akar tanaman jagung.

Pemberian biochar potensial untuk meningkatkan kualitas tanah karena pH nya

tinggi, kandungan C dan KPK tinggi. Luas permukaan yang tinggi dan bahan

tingkat perombakan yang lanjut dapat meningkatkan unsur hara dan humus yang

bermanfaat untuk meningkatkan kualitas tanah. Pemberian macam biochar

pirolisis 200oC dan kombinasi Biochar pirolisis 400oC dengan pemupukan NPK

dosis anjuran nyata meningkatkan kualitas tanah (kandungan C organik dan KPK)

serta menurunkan kemasaman tanah (pH H2O dan Aldd) (Latuponu dkk., 2012).
24

Hasil penelitian lainnya, menunjukan bahwa biochar dapat menambah

kelembaban dan kesuburan tanah pertanian. Disamping itu, dalam konteks

pengurangan emisi CO , biochar persisten dalam tanah bahkan dilaporkan sampai

ribuan tahun. Potensi biochar sebagai pembenah tanah selain dapat memperbaiki

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dapat pula sebagai sumber utama bahan untuk

konservasi karbon organik di dalam tanah. Penambahan biochar ke tanah

meningkatkan ketersediaan kation utama dan fosfor, N total dan kapasitas tukar

kation tanah (KTK) yang pada akhirnya meningkatkan hasil produksi

(Gani, 2009).

Pemberian biochar jerami padi, tandan kosong kelapa sawit, kulit durian dan

kotoran sapi dapat meningkatan pH tanah, C-organik, N-total, P-tersedia, K tukar,

tinggi tanaman, bobot kering tajuk, serapan N dan P, serta kecepatan umur

berbunga tanaman jagung ditanah Ultisol (Putri dkk., 2017). Pada lahan kering

masam, pengaruh pemberian biochar signifikan meningkatkan pH (Nurida dkk.,

2012; Nurida dkk., 2013), namun tidak berpengaruh nyata pada tanah non masam

(Nurida dkk., 2013).

Biochar dapat dijadikan sebagai bahan amelioran untuk menurunkan konsentrasi

Aldd pada lahan kering masam di Indonesia. Namun demikian, kemampuan

biochar dalam menurunkan konsentrasi Aldd tanah sangat tergantung pada jenis

biochar dan dosis yang digunakan. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa efektivitas pemberian biochar terhadap

perbaikan sifat kimia tanah sangat tergantung pada jenis biochar dan dosis yang

diberikan serta kualitas tanah awal (Nurida dkk., 2014).


25

2.6.2 Sifat Fisika Tanah

Penambahan biochar memengaruhi sifat fisika tanah melalui peningkatan

kapasitas menahan air, sehingga dapat mengurangi run-off dan pencucian unsur

hara. Selain itu, amandemen biochar juga dapat memperbaiki struktur, porositas,

dan formasi agregat tanah (Lehmann dan Joseph, 2009; Zhang dkk., 2011).

Biochar berpengaruh langsung terhadap tanaman. Perbaikan sifat fisika

menyebabkan jangkauan perakaran tanaman semakin luas sehingga memudahkan

tanaman untuk mendapatkan nutrisi dan air yang dibutuhkan dalam

pertumbuhannya (Prasetyo dkk., 2014).

Pemberian perlakuan biochar sekam padi pada Typic Kanhapludult dengan dosis

tinggi memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah seperti menurunkan

berat isi dan berat jenis tanah, serta meningkatkan ruang pori total (RPT) dan pori

air tersedia tanah (PAT). Pemberian biochar sekam padi dosis tinggi hanya dapat

meningkatkan porsi karbon dalam media tumbuh tanaman untuk menunjang

pertumbuhan vegetatif tanaman jagung ditunjukkan melalui peningkatan tinggi

tanaman, biomassa basah dan kering tanaman (Widyantika dkk., 2019).

Nurida dkk., (2012) dan Dariah dkk., (2012) telah menguji pengaruh biochar

terhadap perbaikan sifat fisik tanah lainnya seperti Bulk Density (BD), porositas,

dan permeabilitas; masing-masing di lahan kering masam Lampung (Ultisol) dan

lahan kering kering iklim kering, Kupang (Alfisol). Biochar mampu menurunkan

BD tanah dan meningkatkan pori drainase cepat (PDC), pori air tersedia (PAT)

baik di lahan kering masm maupun lahan kering iklim kering. Respon
26

permeabilitas terhadap pemberian biochar sulit disimpulkan karena data yang

diperoleh tidak konsisten.

Hasil pengujian di lahan kering iklim kering dengan menggunakan biochar

ranting legum berdampak positif terhadap pori drainase cepat dan pori air tersedia.

Pada lahan kering iklim kering, perbaikan pori drainase cepat akan sangat

membantu pada saat terjadi curah hujan yang tinggi dan bersifat erosif karena

sebagian air akan mudah bergerak ke lapisan bawah tanah. Pada saat yang

bersamaan, biochar yang ada di lapisan atas akan membantu meretensi air

sehingga air lebih tersedia untuk tanaman (Nurida, 2014)

Pemberian biochar dapat memperbaiki karakteristik tanah, pemberian biochar

dengan olah tanah berbeda meningkatkan nilai BI, RPT, PDC, PDL, dan PAT

tanah. Pemberian biochar dengan jenis olah tanah mempengaruhi jumlah agregat

halus contoh tanah. Agregat halus (≤ 1 mm dan ≤ 0.05 mm) didapat luas

permukaan dan ukuran pori yang beragam. Ukuran pori yang kecil meningkatkan

luas permukaan sehingga efektifitas dalam penyerapan bahan toksik lebih tinggi.

Selain itu ukuran pori ini dapat mengesampingkan penetrasi oleh enzim untuk

pembusukan bahan organik (Zhaeittun, 2016).

2.6.3 Sifat Biologi Tanah

Biochar juga dapat memengaruhi populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah.

Menurut hasil penelitian Graber dkk., (2010), kehadiran biochar dapat

merangsang populasi rhizobakteria dan fungi yang menguntungkan bagi

pertumbuhan tanaman. Ini diakibatkan oleh perubahan komposisi dan aktivitas

enzim di daerah sekitar perakaran yang meningkat dengan penambahan biochar.


27

Selain itu, daya tumbuh (viabilitas) bakteri mengalami peningkatan setelah

ditambahkan biochar.

Menurut Citraresmini dkk., (2016), menunjukan bahwa pemberian kompos

jerami+Biochar dengan dosis 3-4 ton ha-1 meningkatkan jumlah populasi bakteri

pelarut fosfat (BPF). Keberadaan kompos jerami+Biochar menjadi bahan baku

bagi mikroorganisme tanah untuk melakukan perombakan dan menghasilkan

asam-asam organik yang antara lain dimanfaatkan untuk meningkatkan jumlah

populasi. Karbon stabil berasal dari Biochar berperan sebagai pemasok sumber

energi dan juga sebagai mikrohabitat bagi mikroorganisme tanah.

Menurut Hakim dkk., (1986) pengaruh bahan organik pada biologi tanah yaitu

meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah dan meningkatkan

kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik.


III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Lampung dan analisis tanah dilakukan di Laboraturium Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pembuatan biochar dilakukan di Balai

Penelitian Tanah Kebun Percobaan Taman Bogo Purbolinggo Lampung Timur.

Penelitian dilakukan 5-6 bulan dimulai dari bulan Desember 2018 - Juni 2019.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, hand tractor, hand

sprayer, oven, timbangan, meteran, sabit. Instrumentasi yang digunakan adalah

spectrophotometer, senterifius.

Penelitian ini menggunakan benih jagung, batang singkong, pupuk Urea, pupuk

TSP, pupuk KCl dan herbisida. Bahan yang digunakan untuk analisis

Laboratorium terdiri dari : aquadest, HCl, NaHCO3 dan NaOH serta bahan untuk

pewarnaan dan penetapan kadar P dalam larutan menurut metode Murphy dan

Riley (1964), yaitu H2SO4, NH4F, NH4Cl, NaOH, H2SO4, Sodium Sitrat, NaHCO3

dan Na2S2O4.
29

3.3 Metode Penelitian

Penelitian disusun secara faktorial (3 x 3) dalam rancangan kelompok teracak

lengkap (RKTL), dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah dosis biochar (B)

dengan dosis 0 ton ha-1(B0), 2,5 ton ha-1(B1) dan 5 ton ha-1(B2). Faktor kedua

adalah dosis pemupukan SP-36 dengan dosis 0 kg ha-1(P0), 36 kg ha-1(P1) dan 72

kg ha-1(P2).

U1 U2 U3

B1P0 B2P0 B2P1


B0P2 B0P1 B2P2
B0P1 B1P0 B0P0
B0P0 B2P1 B2P0
B1P2 B0P2 B1P0
B1P1 B0P0 B0P1
B2P1 B1P2 B1P1
B2P2 B1P1 B0P2
B2P0 B2P2 B1P2

Gambar 1. Tata letak percobaan


Keterangan:

B0P0 : Biochar 0 ton ha-1 + pemupukan SP-36 0 kg ha-1


B0P1 : Biochar 0 ton ha-1 + pemupukan SP-36 36 kg ha-1
B0P2 : Biochar 0 ton ha-1 + pemupukan SP-36 72 kg ha-1
B1P0 : Biochar 2,5 ton ha-1 + pemupukan SP-36 0 kg ha-1
B1P1 : Biochar 2,5 ton ha-1 + pemupukan SP-3636 kg ha-1
B1P2 : Biochar 2,5 ton ha-1 + pemupukan SP-36 72 kg ha-1
B2P0 : Biochar 5 ton ha-1 + pemupukan SP-36 0 kg ha-1
B2P1 : Biochar 5 ton ha-1 + pemupukan SP-36 36 kg ha-1
B2P2 : Biochar 5 ton ha-1 + pemupukan SP-36 72 kg ha-1

3.4 Pembuatan Biochar

Pembuatan biochar dilakukan di Balai Penelitian Tanah Kebun Percobaan Taman

Bogo Lampung Timur. Pembuatan biochar menggunkan alat berjenis Adam


30

Retort Killn (ARK) yaitu alat pembuat biochar dengan fungsi mengolah bahan

baku dalam jumlah besar. Persiapan bahan yaitu batang singkong sisa hasil

pertanian. Bahan yang telah disiapkan dijemur hingga kering atau kadar air yang

terkandung sangat rendah. Bahan yang telah kering dimasukkan ke dalam alat

ARK. Setelah semua bahan masuk hingga batas maksimum daya tampung alat,

kemudian ARK ditutup menggunakan tutup yang berupa plat yang kedap udara.

Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses pembakaran tanpa oksigen. Tungku

pembakaran mulai dinyalakan dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakar.

Pembakaran di dalam tungku dijaga agar api tidak padam hingga pembakaran

sempurna. Pembakaran dilakukan hingga suhu di dalam ARK mencukupi untuk

pembuatan biochar yaitu 200°C-400°C. Indikator yang ke dua yaitu mulai

terlihatnya asap tebal pada cerobong ARK. Asap ini mengindikasikan bahwa

bahan baku mulai melakukan pembakaran. Kemudian tungku pembakaran ditutup

untuk mencegah adanya oksigen yang masuk ke dalam proses pirolisis ARK.

Pengamatan dilanjutkan hingga asap yang terlihat dari cerobong sudah tidak pekat

dan yang terlihat hanya gelombang panas yang bisa mencapai suhu lebih dari

400°C. Setelah asap menghilang dan terlihat gelombang panas, tutup ARK dibuka

kemudian dilakukan penyiraman pada bahan setengah jadi. Hal ini berfungsi

untuk menghentikan proses pembakaran yang terjadi pada bahan baku pembuatan

biochar. Setelah padam, bahan biochar setengah jadi didiamkan hingga suhu

turun menjadi suhu kamar. Setelah suhu turun menjadi suhu kamar, biochar yang

sudah matang dikeluarkan kemudian dijemur. Penjemuran dilakukan agar

kandungan air dalam biochar menjadi sangat rendah dan biochar dapat

dikategorikan menjadi kering. biochar yang telah kering dapat dilakukan

penggilingan dan dihaluskan lalu disaring dengan ayakan 1 mm.


31

3.5 Pelaksanaan Percobaan

Adapun hal – hal yang dipersiapkan di dalam penelitian terdiri atas :

3.5.1 Pengolahan Tanah

Pengolahan dilakukan dengan olah tanah intensif yaitu dengan perlakuan

pembalikan tanah menggunakan hand tracktor. Penggaruan untuk meratakan

tanah menggunakan alat garu dan cangkul agar agregat tanah menjadi remah dan

dibuat 27 petak perlakuan dengan ukuran petak 3 m x 3 m dan jarak antar petak

0,5 m.

3.5.2 Pengaplikasian Biochar

Biochar diaplikasikan setelah pengolahan tanah selesai dengan cara dilarik pada

baris tanam dan diaduk hingga merata dengan tanah dengan dosis perlakuan

sebagai berikut.

Tabel 1. Dosis Biochar

Dosis
Biochar -1
ton ha kg plot-1
B0 0 0
B1 2,5 2,25
B2 5 4,5

3.5.3 Penanaman

Penanaman jagung dilakukan 7 hari setelah aplikasi biochar, hal ini dimaksudkan

agar biochar yang diaplikasikan sudah berikatan dengan tanah, sehingga tidak

mudah terbawa aliran permukaan. Penanaman dilakukan dengan alat tugal

sedalam 3 cm dengan jumlah 1 benih per lubang dengan jarak tanam yaitu
32

25 cm x 75 cm. Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam apabila ada benih

yang tidak tumbuh atau benih terkena penyakit.

3.5.4 Pemupukan Tanaman

Penelitian ini menggunakan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pengaplikasian pupuk

dicampur secara merata terlebih dahulu dan diaplikasikan dengan cara ditugal

pada baris tanaman dengan jarak 5 cm dari lubang tanam.

Tabel 2. Dosis Pupuk SP-36

Dosis Pemupukan
Pupuk SP-36
kg P2O5 ha-1 kg SP-36 ha-1 g SP-36 plot-1
P0 0 0 0
P1 36 100 90
P2 72 200 180

Pemupukan SP-36 diberikan sekaligus seminggu setelah tanam dengan dosis

perlakuan yaitu P0 0 kg ha-1, P1 36 kg ha-1, dan P2 72 kg ha-1.

Tabel 3. Dosis Pupuk Urea

Pupuk Dasar Urea Dosis Pemupukan


350 kg ha-1
7 HST 28 HST 42 HST
kg ha1 100 150 100
g plot-1 90 135 90

Pupuk Urea diberikan dengan dosis 350 kg ha-1 dengan 3 tahap pemupukan.

Pemupukan pertama dilakukan pada 7 hari setelah tanam dengan dosis sebesar

100 kg ha-1, pemupukan kedua dilakukan pada 28 hari setelah tanam dengan dosis

sebesar 150 kg ha-1, dan pemupukan ketiga diberikan pada umur tanaman 40 hari

setelah tanam dengan dosis sebesar 100 kg ha-1.


33

Tabel 4. Dosis Pupuk KCl

Pupuk Dasar KCl Dosis Pemupukan


100 kg ha-1 7 HST 28 HST 42 HST
kg ha-1 50 50 -
g plot-1 45 45 -

Pupuk KCl dengan dosis 100 kg ha-1 diberikan dalam 2 tahap pemberian.

Pemupukan KCl pertama diberikan pada umur tanaman 7 hari setelah tanam

dengan dosis sebesar 50 kg ha-1 dan pemupukan kedua diberikan pada umur

tanaman 28 hari setelah tanam dengan dosis sebesar 50 kg ha-1.

3.5.5 Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaaan tanaman dilakukan secara intensif. Pemeliharaan pada tanaman ini

berupa penyiraman, penyiangan, dan pengendalian OPT. Penyiraman dilakukan

dua kali setiap harinya. Penyiangan terhadap gulma dilakukan dengan manual

yaitu dicabut atau dibabat kemudian dibakar di tempat yang telah disediakan.

Pengendalian OPT dilakukan sesuai dengan kondisi serangan dengan

menggunakan pestisida, dan tanaman yang terkena penyakit akan dilakukan

seleksi kemudian dibakar.

3.5.6 Panen

Panen jagung dilakukan apabila sebagian besar kelobot pada pertanaman mulai

kering berwarna kuning yaitu 72 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara

manual yaitu memetik tongkol jagung.


34

3.5.7 Sampling Tanah

Pengambilan sampel tanah awal dilakukan sebelum pengaplikasian biochar

dengan alat boring tanah. Sampel tanah diambil secara komposit di 5 titik sedalam

0-20 cm per ulangan. Setelah panen dilakukan pengambilan contoh tanah.

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan alat boring tanah.

Sampel tanah diambil secara komposit di 5 titik sedalam 0-20 cm per petak

perlakuan. Sampel tanah dikering udarakan dan diayak dengan ayakan 2 mm.

Selanjutnya sampel tanah disimpan dalam botol untuk dianalisis.

3.6 Pelaksanaan Laboratorium

3.6.1 Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan setelah pemanenan. Contoh tanah sebelum tanam dan

sesudah panen diambil pada kedalaman 0-20 cm (topsoil). Analisis yang

dilakukan adalah pH tanah (pH meter), P tersedia (Metode Bray 1), Al-dd

(Metode Titrasi). Fraksionasi P dilakukan dengan cara Jackson (1958) dengan

modifikasi lamanya waktu pengocokan. Untuk bahan pereaksi reduksi dipakai

cara Murphy dan Riley (1964).

3.6.2 Penetapan Fraksionasi P tanah

Ekstraksi fraksi P diperoleh dengan cara Jackson (1958) dengan modifikasi

lamanya waktu pengocokan. Untuk bahan pereaksi reduksi dipakai cara Murphy

dan Riley (1964).


35

1 g contoh
tanah

50 ml 1 N NH4Cl, kocok 0,5 jam, Ekstrak di
disentrifusi 15 menit, saring →ukur NH4Cl-P
↓
50 ml 0,5 N NH4F, kocok 2,5 jam, Ekstrak diukur
disentrifusi 15 menit, saring → Al-P
↓
50 ml 0.1 N NaOH, kocok 2,5 jam,
Ekstrak diukur
disentrifusi 15 menit, saring + 2 ml 2N → Fe-P
H2SO4, sentrifus, saring
↓
50 ml 0.5 N H2SO4, kocok 1 jam, Ekstrak diukur
disentrifusi 15 menit, saring → Ca-P
↓
40 ml 0.3 M Sodium Sitrat + 5 ml
Ekstrak diukur
NaHCO3,panaskan + 1.0 g Na2S2O4,
kocok 0,5 jam, disentrifusi 15 menit, → Fe-P
Terselimut
saring
↓
Ekstrak diukur
50 ml 0.5 N NH4F, kocok 1 jam,
disentrifusi 15 menit, saring → Al-P
Terselimut

Gambar 2. Prosedur analisis fraksionasi P tanah

Larutan Ekstrak masing-masing dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan

selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat,

kocok hingga homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 889 nm.

3.6.3 Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan uji kesamaan ragam dengan uji Bartlett dan

kemenambahan data dianalisis dengan uji Tukey. Kemudian dilakukan analisis

ragam dan dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf nyata 5 %.


V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pemberian biochar batang singkong meningkatkan fraksi P-larut dan

menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut.

2. Pemupukan P meningkatkan fraksi P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P,

Ca-P dan P-terselimut.

3. Kombinasi biochar batang singkong dan pemupukan meningkatkan fraksi

P-larut dan menurunkan fraksi Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-terselimut.

5.2 Saran

Penelitian yang sama perlu dilakukan di lapangan dengan menggunakan jenis

biochar yang berasal dari bahan yang berbeda selain batang singkong.
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, J.S. dan Mulyadi. 1993. Alternatif Teknik Rehabilitasi dan


Pemanfaatan Lahan Alang-Alang. Hal. 29-50. Prosiding Pemanfaatan
Alang-Alang untuk Usahatani Berkelanjutan. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Citraresmini, A dan T. Bachtiar. 2016. Dinamika Fosfat Pada Aplikasi Kompos


Jerami-Biochar dan Pemupukan Fosfat Pada Tanah Sawah. Jurnal Ilmiah
Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 12 No. 2 Desember 2016. ISSN 1907-
0322

Dariah, A. dan N. L. Nurida. 2012. Pemanfaatan Biochar Untuk Meningkatkan


Produktivitas Lahan Kering Beriklim Kering. Balai Penelitian Tanah,
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang
Pertanian, Bogor. Buana Sains Vol 12 No 1: 33-38.

Endriani, Sunarti, Ajidirman. 2013. Pemanfaatan Biochar Cangkang Kelapa Sawit


Sebagai Soil Amandement Ultisol Sungai Bahar-Jambi. Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains. Volume 15, Nomor 1, Hal. 39-46
ISSN:0852-8349.

Badan Pusat Statistik. 2017. Data Jumlah Produksi Singkong Indonesia. www.
BPS. com. Diakses pada 15 Maret 2018.

Foth, D, H. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Gajah Mada University


Press, Yogyakarta. 544 hlm.

Gani, A, 2009. Biochar Penyelamat Lingkungan. Warta Penelitian dan


Pengembangan Pertanian 31(6): 15-16.

Graber, E.R., Harel, Y.M., Kolton, M., Crtryn, E., Silber, A., David, D.R.,
Tsechansky, L., Borenshtein, M., dan Elad, Y. 2010. Biochar Impact on
Developmenr and Productivity of Pepper and Tomato grown in Fertigated
Soilless Media. Plant Soil. 337: 481-496.
59

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha,
G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung, Bandar Lampung. 488 hlm.

Halvin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition.
Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey 07458.

Ismail, M., dan A.B. Basri. 2011. Pemanfaatan Biochar untuk Perbaikan Kualitas
Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Aceh. 23 hlm.

Kasno, A., I G.M. Subiksa, dan S. Dwiningsih. 2009. Pengaruh Pemupukan P


Terhadap Bentuk Fosfat Tanah dan Hapada Typic Plintudults dan Placic
Petraquepts. Jurnal Tanah dan Iklim. (29) : 15-22.

Latuponu H, Dj. Shiddieq, Abd. Syukur dan E. Hanudin. 2012. Kajian Daya
Sangga Biochar Limbah Sagu Pada Pelindian Terhadap Ketersediaan
Npk Di Tanah Ultisol. Buana Sains Vol 12 No 2: 91-99.

Lehmann, J. and S. Joseph., 2009. Biochar for Environmental Management


Science and Technology. Earthscan in the UK and USA. Pp 1-12.

Leiwakabessy, F. M. 1998. Kesuburan Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas


Pertanian IPB. Bogor. 6-36 hlm.

Lumbanraja, J. 2017. Kimia Tanah dan Air (Prinsip Dasar dan Lingkungan).
AURA Printing. Bandar Lampung. 295 hlm.

Mindari, M. Purnomo Edi Sassongko, Uswatun Khasanah dan Pujiono. 2018.


Rasionalisasi Peran Biochar dan Humat terhadap Ciri Fisik-Kimia Tanah.
Jurnal Folium Vol. 1 No. 2. 34-42 EISSN 2599-3070.

Nigussie, A., E. Kissi., M. Misganaw, and G. Ambaw. 2012. Effect of Biochar


Application on Soil Properties and Nutrient Uptake of Lettuces (Lactuca
sativa) Grown in Chromium Polluted Soils. American-Eurasian J. Agric.
& Environ. Sci., 12 (3): 369-376, 2012 ISSN 1818-6769.

Nurida, L. N. 2014. Potensi Pemanfaatan Biochar untuk Rehabilitasi Lahan


Kering di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan Edisi Khusus
Karakteristik dan Variasi Sumberdaya Lahan Pertanian Hal: 57-68 ISSN
1907-0799.

Nurida, L. N. dan A. Rachman dan Sutono. 2012. Potensi Pembenah Tanah


Biochar Dalam Pemulihan Sifat Tanah Terdegradasi Dan Peningkatan
Hasil Jagung Pada Typic Kanhapludults Lampung. Balai Penelitian Tanah,
Bogor. Buana Sains Vol 12 No 1: 69-74.
60

Nurlista, S. D. 2017. Dinamika Fraksi P Inorganik pada Ultisol Jasinga yang


diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam: P mudah
larut, Al-P, dan Fe-P. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
IPB. Bogor.

Nursyamsi, D., L. Anggria, dan Nurjaya. 2011. Pengaruh Pemberian P-Alam


terhadap Jerapan dan Bentuk-Bentuk P Tanah pada Dystrudept Cibatok,
Bogor. Tanah dan Iklim. (22) : 1-12.

Nursyamsi, D., M.T. Sutriadi, Dan U. Kurnia. 2004. Metode Ekstraksi dan
Kebutuhan Pupuk P Tanaman Kedelai pada Typic Kandiudox di
Papanrejo, Lampung. Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Bogor. Jurnal
Tanah Dan Iklim No. 22.

Prasetyo B.H. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi Dan Teknologi
Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering
Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2) : 39-46.

Prasetyo, Y., H. Djatmiko, dan N. Sulistyaningsih. 2014. Pengaruh Kombinasi


Bahan Baku Dan Dosis Biochar Terhadap Perubahan Sifat Fisika Tanah
Pasiran Pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.). Berkala Ilmiah Pertanian.
Vol. 3, No. 7, hlm 3-5.

Purwono dan R. Hartono. 2011. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,


Jakarta. 10-14.

Putri, V. I., Mukhlis, dan B. Hidayat. 2017. Pemberian Beberapa Jenis Biochar
Untuk Memperbaiki Sifat Kimia Tanah Ultisol Dan Pertumbuhan
Tanaman Jagung. Jurnal Agroekoteknologi FP USU. Vol.5.No.4, Oktober
2017 (107): 824- 828. E-ISSN No. 2337- 6597.

Satgada, C. P. 2017. Hubungan Perilaku Jerapan Dan Ketersediaan Fosfor


Dalam Tanah Dengan P-Terangkut Oleh Tanaman Tebu (Saccharum
Officinarum L.) Akibat Perlakuan Pupuk Organonitrofos Dan Npk Di
Tanah Ultisol Gedung Meneng. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.

Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Jur. Tanah IPB Bogor. 112 hlm.

Soepardi, G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Tanah IPB Bogor. 111 hlm.

Sudjana, B. 2014. Pengaruh Biochar Dan Npk Majemuk Terhadap Biomas Dan
Serapan Nitrogen Di Daun Tanaman Jagung (Zea Mays) Pada Tanah
Typic Dystrudepts. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. Vol. 3 No.1 Hal
: 63-66. ISSN 2302-6308
61

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah pertanian di


Indonesia. Dalam Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 21-66 hlm.

Sumanda, K., Tamara, P.E., Alqani, F. 2011. Isolation study of efficient a-


cellulose from waste plant stem manihot esculenta crantz,. Jurnal Teknik
Kimia, Vol. 5, no. 2:434-438.

Suwarto, W. Qamara, dan C. Santiwa. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Penebar
Swadaya, Jakarta. 127 hlm.

Syukur, M. dan A. Rifianto. 2014. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. 124
hlm.

Tisdale, and Nelson. 1975. Phosphate Adsorption variability within Soil Series
and in Diverse Soil Population Soil Sci. 6 : 408-411.

Widyantika, S, D., dan S. Prijono. 2019. Pengaruh Biochar Sekam Padi Dosis
Tinggi Terhadap Sifat Fisik Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
Pada Typic Kanhapludult. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. Vol 6
No 1 : 1157-1163. ISSN:2549-9793.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.


Penerbit Gava Media, Yogyakarta.

Zhaeittun, P. A. 2016. Pengaruh Biochar Terhadap Sifat Fisik Tanah Dan Agregat
Halus Contoh Tanah Typic Kanhapludult Kebun Percobaan Taman Bogo,
Lampung Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.

Yuliana, W. 2019. Aplikasi Beberapa Jenis Biochar Untuk Meningkatkan


Ketersediaan P Pada Tanah Andisol. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara. Sumatra Utara. 35 hlm.

Zhang, H., C. Chen., E.M. Gray, S. E. Boyd., H. Yang, dan D. Zhang. 2016. Roles
of Biochar in Improving Phosphorus Avaibility in Soils; A Phosphat
Universitas Sumatera Utara 38 Adsorbent and A Source of Available
Phosphorus. Journal Geoderma Vol. 276: 1-6.

Anda mungkin juga menyukai