Anda di halaman 1dari 14

1

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN TERHADAP RESPIRASI


TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM KE-5

Lusia Finta Dewi1, Sri Yusnaini1, Jamalam lumbanraja1, dan Ainin Niswati2

1
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Jln. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Indonesia
*(Email : lusiafintad@gmail.com)

ABSTRAK
Respirasi tanah merupakan indikator mikroorganisme di dalam tanah. Perlakuan
pengolahan tanah dan pemupukan yang diberikan ke tanah akan mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme tanah. Penetapan respirasi tanah berdasarkan penetapan jumlah CO 2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme
tanah Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan
pemupukan terhadap respirasi tanah, mengetahui interaksi antara sistem olah tanah dan
aplikasi pemupukan terhadap respirasi tanah dan mengetahui korelasi antara respirasi tanah
dengan kadar air tanah, suhu tanah, pH tanah dan C-organik tanah pada pertanaman
jagung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai dengan bulan Maret
2020 di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, disusun
dengan rancangan acak kelompok (4 kelompok) dengan perlakuan terdiri dari olah tanah
(intensif dan minimum) dan pemupukan (tanpa pupuk dan dipupuk. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan olah tanah intensif berbeda nyata lebih baik meningkatkan
respirasi pada pengamatan 10 HST dibandingkan olah tanah minimum, terdapat interaksi
antara perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan pada pengamatan 3 HST, dimana
interaksi antara olah tanah intensif dengan pemupukan nyata lebih tinggi dibandingkan
interaksi antara olah tanah minimum dengan pemupukan, dan Kadar air tanah berkorelasi
nyata positif dengan respirasi tanah pada pengamatan 106 HST, tetapi suhu, pH tanah dan
C-organik tidak berkorelasi nyata dengan respirasi tanah sebelum olah tanah, 3 HST, 10
HST, 40 HST, dan 106 HST.

Kata kunci:Jagung, pemupukan, produksi, respirasi, sistem olah tanah,dan tanah ultisol

PENDAHULUAN

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang menghasilkan


karbohidrat penting, selain padi dan gandum. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS,
2017) pada tahun 2018 Provinsi Lampung tercatat memiliki luas panen tanaman jagung
sebesar 482.607 ha dengan produktivitas 52,96juta Mg ha-1. Produktivitas jagung di
Provinsi Lampung masih jauh di bawah angka target yaitu 5,167 juta Mg ha -1 sehingga
diperlukan teknologi yang sesuai yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi
jagung di Provinsi Lampung.
Pengolahan tanah secara terus-menerus dapat menyebabkan penurunan kualitas
lahan. Pemanfaatan lahan secara intensif di lahan penelitian akan berpengaruh terhadap
kondisi lahan. Salah satu usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah bagi tanaman
adalah dengan penambahan bahan organik. Menurut Utomo (2012) sistem olah tanah
konservasi (OTK) merupakan olah tanah yang dilakukan dengan memperhatikan aspek
2

tanah dan air. OTK merupakan sistem olah tanah yang menggunakan mulsa untuk
menutup tanah sebagai bahan organik dengan tujuan untuk menjaga kelembapan tanah,
melindungi tanah dari terpaan air hujan secara langsung, dan mengurangi penguapan dari
permukaan tanah.
Selain olah tanah, pemupukan juga merupakan cara untuk menjaga kualitas dan
meningkatkan produksi tanaman. Salah satu pupuk yang dapat meningkatkan
produktivitas tanaman adalah pupuk nitrogen. Pemberian unsur N akan mempengaruhi
produksi CO2, secara langsung dapat menyediakan N untuk tanaman dan mikroba, dan
secara tidak langsung dapat mempengaruhi pH tanah yang akan berpengaruh terhadap
aktivitas mikroba. ( Rastogi, dkk., 2002, dan Smith and Collins, 2007) menyatakan bahwa
secara langsung pemupukan N menyediakan N untuk pertumbuhan tanaman dan mikroba
sehingga dapat meningkatkan respirasi mikroba dan respirasi akar.
Respirasi tanah merupakan proses evolusi CO2 dari tanah menuju atmosfer, yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dan akar tanaman. Nasution, dkk. (2015) menyatakan
bahwa penetapan respirasi tanah dapat didasarkan oleh CO2 yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah. Laju
respirasi tanah dapat dilihat melalui aktivitas mikroorganisme tanah. Mikroorganisme
berperan sebagai dalam proses mineralisasi unsur hara sehingga dapat tersedia bagi
tanaman (Permana, Atmaja, dan Narka, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan terhadap respirasi tanah, mempelajari interaksi
antara sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan terhadap respirasi tanah dan mempelajari
korelasi antara respirasi tanah dengan kadar air tanah, suhu tanah, pH tanah dan C-organik
tanah pada pertanaman jagung

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung. Penelitian
tanaman jagung ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri
dari 4 perlakuan dengan 4 ulangan atau 16 satuan percobaan. Perlakuan yang diterapkan
terdiri dari 2 faktor yaitu sistem olah tanah (T) dan pemupukan (P). Sistem olah tanah
terdiri dari olah tanah minimum (T0) dan olah tanah intensif (T1). Sedangkan aplikasi
pupuk terdiri dari tanpa pupuk (P0) dan dengan pupuk (P1). Dengan demikian percobaan
ini terdiri dari 4 kombinasi perlakuan yaitu: A. Olah Tanah Minimum + Tanpa pemupukan,
B: Olah Tanah Minimum + Aplikasi pupuk (NPK 400 kg ha -1 + Urea 200 kg ha-1 + pupuk
kandang ayam 5 Mg ha-1C. Olah Tanah Intensif + Tanpa pemupukan dan D. Olah Tanah
Intensif + Aplikasi pupuk (NPK 400 kg + Urea 200 kg + pupuk kandang ayam 5 Mg ha-1).
Data yang diperoleh seperti respirasi tanah, C-Organik, pH tanah, kadar air tanah, suhu
tanah bobot brangkasan, dan bobot pipilan setelah panen diuji homogenitas ragam dengan
uji Bartlett, aditivitas data dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi akan dilakukan analisis
ragam. Hasil rata-rata nilai tengah dari data yang diperoleh diuji dengan uji BNT taraf 5%.
Untuk mengetahui hubungan antara respirasi tanah dengan C-Organik, pH tanah, kadar air
tanah, suhu tanah bobot brangkasan, dan bobot pipilan setelah panen dilakukan uji
korelasi.

Tabel 1. Kandungan Hara Bahan Pupuk Kandang Ayam


Kandungan C% N% P% K% C/N pH
Pupuk 41,82
1,80 (Sangat 2,12 (Sangat 1,54 (Sangat 22,97 6,7 (Agak
Kandang (Sangat
Tinggi) rendah) tinggi) (Tinggi) masam)
Ayam Tinggi)
(Balai Penelitian Tanah, 2009).
3

Penelitian dilakukan dengan penggunaan dua sistem olah tanah, yaitu olah tanah
minimum (minimum tillage) dan olah tanah intensif (full tillage) serta aplikasi pemupukan
dan tanpa aplikasi pemupukan. Lahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 16
petak percobaan sesuai dengan perlakuan dan dengan ukuran tiap petaknya 2,5 m x 2,5
m.Pada petak olah tanah minimum tanah diolah secara terbatas dan seperlunya yaitu hanya
dilakukan pembersihan gulma dan sisa tanaman dikembalikan ke petak percobaan. Pada
petak olah tanah intensif, tanah diolah secara intensif atau sempurna gulmanya
dikeluarkan. Kemudian dilakukan penanaman jagung dilakukan dengan jarak tanam 30 cm
x 60 cm. Pada perlakuan olah tanah minimum dilakukan penanaman dengan cara ditugal
lalu diberi benih jagung sebanyak 3 biji. Sedangkan untuk olah tanah konvensional
terlebih dahulu dilakukan pengolahan tanah dengan cara dicangkul dan digaru.
Aplikasi pupuk majemuk NPK diaplikasikan sebanyak 2 kali, pemupukan pertama
dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam menggunakan pupuk NPK
pupuk kandang ayam. Pemupukan kedua dilakukan pada fase vegetatif maksimum yaitu
satu bulan setelah pemupukan pertama menggunakan pupuk NPK. Pupuk yang digunakan
pada pemupukan pertama yaitu NPK 187,5 g plot -1, dan urea 62,5 g plot -1, serta pupuk
kandang ayam 6,250 g plot-1. Dan kebutuhan untuk pemupukan kedua yaitu pupuk
majemuk NPK 62,5 g plot-1 dan Urea 62,5 g plot-1. Pemeliharaan meliputi penyiraman,
penyiangan gulma, penjarangan, dan pembubunan. Kemudian pemanenan tanaman jagung
dilakukan saat berumur 120-130 hari setelah tanam dan dipastikan sudah kering. Kriteria
jagung siap panen bisa dilihat dari ciri tongkol atau kelobot mulai mengering, biji keras
dan mengkilap, dan biji jagung keras apabila ditekan jagung tersebut tidak membekas atau
keras.
Pengukuran respirasi tanah (metode Verstrate) (Anas, 1986) dilakukan dengan
menutup permukaan tanah menggunakan toples yang didalamnya telah diberikan botol
film yang berisi 10 ml selanjutnya KOH hasil pengukuran dititrasi di laboratorium untuk
menentukan kuatitas C-CO2 yang dihasilkan. Sebelum dilakukan proses titrasi botol yang
berisi KOH dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes penolptalin
(berubah warna menjadi merah muda), selanjutnya dititrasi dengan menggunakan 0,1 N
HCl hingga warna merah muda tersebut hilang. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi
tersebut dicatat. Kemudian larutan tersebut ditambahkan 2 tetes methyl orange (berubah
warna menjadi kuning), dan dititrasi kembali dengan menggunakan HCl sampai warna
kuning berubah menjadi pink. Volume HCl yang digunakan dalam proses titrasi tersebut
dicatat. Jumlah HCl yang digunakan pada tahap titrasi kedua ini berhubungan langsung
dengan jumlah CO2 yang difiksasi oleh KOH. Pada setiap 1 petak percobaan mewakili
KOH sampel dan KOH blanko, maka terdapat 32 sampel KOH di pagi hari dan 32 di sore
hari.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Anas, 1989):
1. Reaksi pengikatan CO2
2KOH + CO2 K2CO3 + H2O
2. Perubahan warna merah muda menjadi tidak bewarna (fenol ftalein)
K2CO3 + HCl KCl + KHCO3
3. Perubahan warna kuning menjadi merah muda kembali (metil orange)
KHCO3 + HCl KCl + H2O + CO2
1 me HCl ∞ 1 me CO2
4

Perhitungan Respirasi Tanah


Perhitungan respirasi tanah yaitu:

Keterangan :
C-CO2 = mg jam-1 m-2
a = ml HCl sampel (setelah ditambahkan metyl orange)
b = ml HCl blanko (setelah ditambahkan metyl orange)
t = normalitas (N) HCl
T = waktu ( jam)
r =jari-jari tabung toples (m).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Respirasi Tanah pada Pertanaman Jagung

Gambar 1 menunjukkan dinamika respirasi tanah pada pengamatan sebelum olah


tanah tinggi hal ini disebabkan karena adanya sisa tanaman sebelumnya pada lahan
tersebut sehingga dapat dijadikan bahan organik. Bahan organik tinggi dapat menunjang
kehidupan mikroorganisme karena tanah tersebut telah mengandung subtrat. Kemudian
menurun di 3 hari setelah tanam, selanjutnya mencapai puncaknya yaitu pada saat 10 hari
setelah tanam atau pada fase vegetatif maksimum hal ini dikarenakan adanya pemberian
pupuk kedua sehingga terdapat bahan organik yang tinggi selain itu respirasi tanah berasal
dari akar tanaman jagung dan mikroorganisme. Menurut Suwardjo (1981) pemberian
mulsa dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Adanya peningkatan
mikroorganisme tanah menyebabkan respirasi tanah akan mengalami peningkatan.
Selanjutnya respirasi tanah menurun pada pengamatan 106 hari setelah tanam hal ini
disebabkan karena akar tanaman jagung sudah tidak berkembang aktifsehingga CO2 hanya
berasal dari mikroorganisme tanah, dan kurangnya bahan organik di dalam tanah akan
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah yang akan menyebabkan respirasi tanah
menurun.

Gambar 1. Dinamika respirasi tanah pada pertanaman jagung dengan perlakuan sistem olah tanah
dan pemupukan pada pengamatan sebelum olah tanah, 3 HST, 10 HST, 40 HST, dan
5

106 HST ( T1= olah tanah minimum ; T1= olah tanah intensif; P0= tanpa pemupukan;
P1= pemupukan).
Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Respirasi Tanah pada
PertanamanJagung

Ringkasan hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan
terhadap respirasi tanah dapat dilihat pada Tabel 2 hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa perlakuan olah tanah (T) dan pemupukan (P) serta interaksi perlakuan olah tanah
dan pemupukan (T vs P) tidak berpengaruh nyata pada pengamatan sebelum olah tanah, 40
hari setelah tanam dan pada pengamatan setelah panen

Tabel 2. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap
Respirasi Tanah pada Pengamatan Sebelum Olah Tanah, 3 HST, 10 HST, 40HST, 106
HST pada Tanaman Jagung
0 HST 40HST
106 HST
(Sebelum Olah 3 HST 10 HST (Vegetatif
Perlakuan (Panen)
Tanah) Maksimum)
Respirasi Tanah (mg jam-1 m-2 )
T0P0 21,82 26,32 19,90 31,45 23.75
T0P1 23,75 10,91 28,89 33,38 33.38
T1P0 23,75 15,41 48,14 39,16 23.75
T1P1 37,23 22,47 75,10 36,59 28.89
Sumber
F Hitung dan Signifikansi
Keragaman
T 1,51tn 0,0tn 11,19* 0,48tn 0,13tn
P 1,51tn 1,09tn 2,61tn 0,002tn 1,40tn
TxP 0,85tn 7,87* 0,65tn 0,08tn 0,13tn
Keterangan : HST = hari setelah tanam; T0 = olah tanah minimum; T1= olah tanah intensif; P0 =
tanpa aplikasi pemupukan; P1 = aplikasi pemupukan; T = olah tanah; P = aplikasi
pemupukan; T x P = interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn=
tidak nyata pada taraf 5%; * = nyata pada taraf 5%

Tabel 3. Pengaruh Interaksi Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Respirasi Tanah pada
Pertanaman Jagung 3 HST
Perlakuan T0 (Olah Tanah Minimum) T1 (Olah Tanah Intensif )
Respirasi Tanah (mg jam-1 m-2 )
26,32a 15,40a
P0 (Tanpa Pupuk)
A A
10,91b 22,46a
P1 (Dipupuk)
A A
B NT 5 % 12,81
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dengan uji
BNT pada taraf 5%. Huruf kecil dibaca horizontal dan huruf kapital dibaca vertikal.

Berdasarkan hasil uji BNT pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan olah tanah
minimum, tanpa pupuk respirasi tanah lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi pupuk
akan tetapi, olah tanah intensif pupuk dan tanpa pupuk tidak memberikan perbedaan yang
nyata. Sedangkan pada perlakuan pupuk dan tanpa pupuk respirasi tanah tidak berbeda
nyata pada perlakuan olah tanah minimum dan olah tanah intensif.
6

Tabel 4. Pengaruh Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Respirasi Tanah pada Pertanaman Jagung
10 HST
Perlakuan 10HST
Respirasi Tanah (mg jam-1 m-2 )
T0 (Olah Tanah Minimum) 24,39b
T1 (Olah Tanah Intensif 61,62a
BNT 5% 25,18
P0 (Tanpa Pupuk) 34,01a
P1 (Dipupuk) 51,99a
BNT% 25,18
Keterangan: T0 = (Olah Tanah Minimum), T1= (Olah Tanah Intensif), P0 = tanpa aplikasi
pemupukan; P1 = aplikasi pemupukan; T = olah tanah; P = aplikasi pemupukan; T x
P = interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak nyata pada
taraf 5%; * = nyata pada taraf 5%

Hasil BNT pada taraf nyata 5% (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah
tanah berbeda nyata terhadap respirasi tanah pada pengamatan 10 HST. Pada sistem olah
tanah intensif menghasilkan respirasi tanah yang lebih tinggi dibandingkan olah tanah
minimum. Pada sistem olah tanah intensif pengolahan tanah yang dilakukan secara terus-
menerus sehingga terdapat bongkahan yang lebih kecil dan luas permukaannya menjadi
lebih tinggi sehingga pori-pori makro akan lebih banyak. Tanah yang diolah secara terus-
menerus dapat meningkatkan oksigen dalam tanah, sehingga percepatan bahan oksidasi
menjadi lebih tinggi, dan mengakibatkan pelepasam CO2 ke udara akan semakin
meningkat (Widiyono, 2005).

Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Suhu Tanah, Kadar Air
Tanah, C-Organik Tanah, dan pH Tanah pada Pertanaman Jagung

Hasil analisis ragam (Tabel 5), menunjukan bahwa perlakuan sistem olah tanah pada
suhu tanah pengamatan panen memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan pada
perlakuan pemupukan dan interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan tidak
memberikan pengaruh yang nyata.
Tabel 5. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Suhu
Tanah (°C) pada Pengamatan Sebelum Olah Tanah, 3 HST, 10 HST, 40 HST, dan panen
di Pertanaman Jagung
Perlakuan 0 HST 3 HST 10 HST 40 HST 106 HST
Suhu Tanah (°C)
T0P0 35.31 30.25 32.06 26.13 30.69
T0P1 36.13 31.00 32.00 26.88 30.44
T1P0 36.75 31.00 31.69 26.69 31.56
T1P1 36.13 30.00 31.69 26.69 31.56
Sumber
F-hitung dan Signifikansi
keragaman
T 1,18tn 0,03tn 0,54,tn 0,42tn 7,11*
P 0,02tn 0,03tn 0,004tn 1,66tn 0,11tn
TxP 1,18tn 1,37tn 0,004tn 1,66tn 0,11tn
Keterangan : T0 = olah tanah minimum; T1= olah tanah intensif; P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan; T x P= interaksi antara
sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak nyata pada taraf 5%, *= nyata pada
taraf 5%.
7

Hasil analisis ragam suhu tanah pengamatan panen memberikan pengaruh yang
nyata, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata pada pengamatan sebelum olah tanah, 3
HST, 10 HST, dan 40 HST, sedangkan pada perlakuan pemupukan dan interaksi antara
sistem olah tanah dan pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Terdapat
beberapa faktor yang diduga berpengaruh pada penelitian ini yaitu faktor luar seperti
kelembapan udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin sehingga tidak berpengaruh
terhadap mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya di dalam tanah. Mikroorganisme
membutuhkan O2 dan mengeluarkan CO2 untuk melakukan setiap aktivitasnya yang
dijadikan dasar pengukuran respirasi tanah.

Tabel 6. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Suhu Tanah pada Pertanaman
Jagung Panen
Perlakuan 106 HST
Suhu Tanah (°C)
T0 (Olah Tanah minimum) 30.56 b
T1 (Olah Tanah Intensif) 31,56 a
BNT 5% 0,85
P0 (Tanpa Pupuk) 31,12 a
P1 (Dipupuk) 31,00 a
BNT 5% 0,85
Keterangan: T0 (Olah Tanah minimum), T1 (Olah Tanah Intensif), P0= tanpa pemupukan; P1=
aplikasi pemupukan; T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan; T x P= interaksi
antara sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak nyata pada taraf 5%, *=
nyata pada taraf 5%.

Hasil uji BNT dengan taraf 5% (Tabel 6) menunjukkan bahwa suhu tanah pada
pengamatan panen dengan perlakuan olah tanah intensif (T1) nyata lebih tinggi sebesar
(31,56oC) dibandingkan dengan olah tanah minimum (T0) hanya sebesar (30,56 oC).
Sedangkan suhu tanah pada perlakuan pemupukan tidak memberikan pengaruh nyata.

Tabel 7. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah terhadap Kadar Air Tanah (%)
pada Pertanaman Jagung
Perlakuan 0 HST 3 HST 10 HST 40 HST 106 HST
Kadar Air Tanah (%)
T0P0 13.82 17.83 33.67 37.11 34.03
T0P1 12.08 16.65 34.62 39.49 37.97
T1P0 11.71 20.69 31.05 34.11 31.33
T1P1 11.87 15.62 31.97 34.96 30.75
Sumber
F-hitung dan Signifikansi
keragaman
T 0,53tn 0,20tn 10,34* 17,90* 4,39tn
P 0,25tn 2,31tn 1,30tn 3,30tn 0,50tn
TxP 0,35tn 0,90tn 0,0003tn 0,75tn 0,91tn
Keterangan : T0 = olah tanah minimum; T1= olah tanah intensif; P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan; T x P= interaksi antara
sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak nyata pada taraf 5%; *= nyata pada
taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan perlakuan olah tanah terhadap kadar air tanah pengamatan 10 HST
dan 40 HST (vegetatif maksimum) memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan pada
8

perlakuan pemupukan dan interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan tidak
memberikan pengaruh yang nyata.

Tabel 8. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Kadar Air Tanah pada Pertanaman
Jagung 10 HST
Perlakuan 10HST
Kadar Air (%)
T0 (Olah Tanah Minimum) 34,14 a
T1 (Olah Tanah Intensif) 31,51 b
BNT 5% 1,85
P0 (Tanpa Pupuk) 32,53a
P1 (Dipupuk) 33,29a
BNT% 1,85
Keterangan :T0= Olah Tanah Minimum; T1= Olah Tanah Intensif, P0= tanpa pemupukan; P1=
aplikasi pemupukan; T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan; T x P= interaksi
antara sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak nyata pada taraf 5%, *=
nyata pada taraf 5%.

Tabel 9. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Kadar Air Tanah pada Pertanaman
Jagung 40 HST
Perlakuan 40HST
Kadar Air (%)
T0 (Olah Tanah Minimum) 38,29 a
T1 (Olah Tanah Intensif) 34,53 b
BNT 5% 2,01
P0 (Tanpa Pupuk) 37,22 a
P1 (Dipupuk) 35,60 a
BNT 5% 2,01
Keterangan :T0= Olah Tanah Minimum; T1= Olah Tanah Intensif, P0= tanpa pemupukan; P1=
aplikasi pemupukan; T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan; T x P= interaksi
antara sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak nyata pada taraf 5%, *=
nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah


berpengaruh nyata pada pengamatan 10 HST dan 40 HST, tetapi pada perlakuan
pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Perlakuan olah tanah minimum nyata
lebih tinggi menghasilkan kadar air tanah dibandingkan olah tanah intensif. Hal ini
dipengaruhi oleh pemberian serasah gulma pada petak percobaan olah tanah minimum
membuat kondisi tanah tetap lembab sehinggi kadar air tanah tinggi.
9

Tabel 10. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap pH
tanah pada Pertanaman Jagung
Perlakuan 0 HST 3 HST 10 HST 40 HST 106 HST
pH tanah
T0P0 6.22 6.23 6.06 6.15 6.04
T0P1 6.41 6.07 6.02 6.08 5.89
T1P0 6.24 6.03 5.93 6.12 5.89
T1P1 6.29 6.08 5.95 5.98 6.07
sumber
keragaman F-hitung dan Signifikan
T 0,80tn 0,31tn 1,14tn 0,10tn 0,01tn
P 4,77tn 0,10tn 0,01tn 0,31tn 0,01tn
TxP 1,45tn 0,38tn 0,12tn 0,03tn 1,57tn
Keterangan : T0= olah tanah minimum;T1= olah tanah intensif; P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan;T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan;T x P= interaksi antara sistem
olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil pengukuran pH tanah pada pengamatan sebelum olah tanah, 3 HST, 10
HST, 40 HST, dan setelah panen memiliki nilai pH berkisar antara 5,89-6,41, pH tersebut
tergolong dalam kriteria agak masam (Balai Penelitian Tanah, 2009). Nilai pH yang ada di
dalam tanah juga berpengaruh pada jumlah mikroorganisme yang ada di dalam tanah, pH
tanah yang tinggi maka semakin banyak jumlah mikroorganisme tanah sehingga CO2 yang
digunakan semakin banyak hal tersebut dapat mempengaruhi nilai respirasi yang
dihasilkan di dalam tanah. Kemasaman tanah memiliki peranan penting bagi
perkembangan mikroorganisme di dalam tanah.

Tabel 11. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap C-
Organik tanah pada Pengamatan Sebelum Olah Tanah, 40 HST, dan panen di
Pertanaman Jagung .
Perlakuan 106 HST 40 HST 106 HST
C-organik Tanah (%)
T0P0 1,74 1,84 1,84
T0P1 1,66 1,77 1,64
T1P0 1,83 1,71 1,57
T1P1 1,59 1,64 1,51
sumber
keragaman F-hitung dan Signifikan
T 0,00tn 3,15tn 2,42tn
P 3,26tn 0,79tn 0,98tn
TxP 0,85tn 0,00tn 0,29tn
Keterangan : T0 = olah tanah minimum; T1= olah tanah intensif; P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; T= sistem olah tanah; P= aplikasi pemupukan; T x P= interaksi antara
sistem olah tanah dan aplikasi pemupukan; tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Hasil analisis C-organik tanah pada pengamatan sebelum olah tanah, 3 HST, 10 HST, 40
HST, dan setelah panen berkisar antara 1,50-1,80%. (Departemen Pertanian, 1983 dalam
Suhariyono dan Menry, 2005) menyatakan kandungan C-organik tanah tersebut termasuk
dalam kriteria C-organik yang rendah karena <2%. Dari hasil analisis ragam tidak adanya
pengaruh nyata terhadap C-organik pada pengamatan sebelum olah tanah, 3 HST, 10 HST,
40 HST, dan setelah panen. C-organik yang rendah akan mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme di dalam tanah, karena salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
meningkatnya mikroorganisme yaitu C-organik.
10

Korelasi antara Suhu Tanah, Kadar Air Tanah, C-Organik Tanah, dan pH Tanah
dengan Respirasi Tanah

Tabel 12. Uji korelasi antara Suhu Tanah, Kadar Air Tanah, C-organik Tanah, dan pH Tanah,
dengan Respirasi Tanah.
0 HST 3 HST 10 HST 40 HST 106 HST Keseluruhan
Pengamatan Respirasi Tanah
Koefisien Korelasi ( r )
Suhu Tanah
0,012tn 0,058tn 0,007tn 0,017tn 0,013tn 0,01tn
(0C)
Kadar Air
0,000tn 0,039tn 0,073tn 0,150tn 0,238* 0,27*
Tanah (%)
C-organik (%) 0,112tn - - 0,114tn 0,121tn 0,07tn
pH Tanah 0,061tn 0,189tn 0,118tn 0,044tn 0,005tn 0,03tn
Keterangan : HST =hari setelah tanam; tn= tidak nyata dengan respirasi tanah pada taraf 5%; *=
nyata dengan respirasi tanahpada taraf 5%.

Hasil uji korelasi antara respirasi tanah dengan kadar air tanah menunjukkan
pengaruh yang nyata pada pengamatan 106 HST dan keseluruhan. Akan tetapi suhu tanah,
ph tanah dan C-Organik tanah tidak berkorelasi nyata dengan respirasi tanah sebelum olah
tanah, 3 HST, 10 HST, 40 HST, dan 106 HST. Hal ini dapat diartikan bahwa suhu tanah,
kadar air tanah, pH tanah, dan C-organik tanah tidak mempengaruhi laju respirasi tanah.
Secara langsung kadar air berpengaruh terhadap kondisi resirkulasi udara untuk
ketersediaan oksigen di dalam tanah. Kurangnya oksigen mendorong aktivitas
mikroorganisme sebagai pendekomposisi dapat bekerja pada kondisi anaerob. Kadar air
berpengaruh terhadap proses dekomposisi yang berhubungan dengan kadar oksigen
terlarut, apabila kadar air semakin tinggi maka ketersediaan oksigen semakin rendah dan
menyebabkan menghambat proses dekomposisi aerob yang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi laju respirasi tanah (Boyd, 1993).

Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Produksi Tanaman Jagung

Tabel 13. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap
Produksi Pipilan Jagung Per hektar
Bobot Biji kering panen Bobot Biji kering oven
Perlakuan (Mg ha-1)
T0P0 5,07 2,74
T0P1 5,86 3,16
T1P0 5,37 2,86
T1P1 6,49 3,51
Sumberkeragaman F-hitung dan Signifikansi
T 1,51tn 1,30tn
P 6,40* 6,92*
TxP 0,18tn 0,30tn
Keterangan : T0= olah tanah minimum;T1= olah tanah intensif, P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; tn=tidak berbeda nyata pada taraf 5%; *=berbeda nyata pada taraf 5%;
kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidakberbeda nyata pada uji BNT 5%.

Hasil analisis ragam (Tabel 13) menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK dan
Urea berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering panen, bobot biji oven dan bobot biji
kadar air 14%, namun perlakuan olah tanah tidak berpengaruh nyata. Interaksi perlakuan
11

olah tanah dengan pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering
brangkasan, bobot kering klobot dan bobot kering total tanaman jagung.

Tabel 14. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Produksi Pipilan Jagung per
hektar
Perlakuan Bobot Biji kering panen Bobot Biji kering oven
(Mg ha-1)
T0 (Olah Tanah Minimum) 5,46a 2,95a
T1 (Olah Tanah Intensif) 5,93a 3,18a
BNT 5% 0,85 0,46
P0 ( Tanpa Pupuk) 5,22 b 2,79b
P1 (dipupuk) 6,17 a 3,33a
BNT 5% 0,85 0,46
Keterangan : T0= olah tanah minimum;T1= olah tanah intensif, P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; tn=tidak nyata pada taraf 5%; *= nyata pada taraf 5%; kolom yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak nyata pada uji BNT 5%.

Tabel 15. Ringkasan Analisis Ragam Bobot Kering Brangkasan, Klobot, dan Tongkol pada
Pertanaman Jagung per hektar
Perlakuan Bobot Brangkasan Bobot Bobot Tongkol
Klobot
(Mg ha-1)

T0P0 5,42 0,46 0,88


T0P1 7,83 0,50 1,02
T1P0 5,39 0,37 0,82
T1P1 9,23 0,58 1,07
Sumber
Keragaman F-hitung dan Signifikansi
T 0,48tn 0,04tn 0,003tn
P 13,93* 5,30* 6,52*
TxP 0.74tn 2,43tn 0,40tn
Keterangan: T0= olah tanah minimum;T1= olah tanah intensif, P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; tn=tidak nyata pada taraf 5%; *=nyata pada taraf 5%; kolom yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak nyata pada uji BNT 5%.

Tabel 14 menunjukkan perlakuan pemupukan memberikan pengaruh yang nyata


terhadap bobot pipilan jagung kering panen, kering oven dan hasil analisis ragam (Tabel
15) menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK dan Urea dan pemberian pupuk
kandang ayam berpengaruh nyata terhadap bobot kering brangkasan, bobot kering klobot,
bobot kering tongkol dan bobot kering total tanaman jagung, namun olah tanah tidak
berpengaruh nyata. Sedangkan interaksi olah tanah dengan pemberian pupuk tidak
berpengaruh nyata terhadap berat kering brangkasan, berat kering klobot dan berat kering
total tanaman jagung.
12

Tabel 16. Pengaruh Pemupukan terhadap Bobot Brangkasan, Klobot dan Tongkol Kering Panen
Tanaman Jagung
Bobot Bobot
Bobot Tongkol
Perlakuan Brangkasan Klobot
(Mg ha-1)
T0 (Olah Tanah Minimum) 6,62a 0,48 a 0,95 a
T1 (Olah Tanah Intensif) 7,31a 0,47 a 0,94 a
BNT 5% 1,89 0,12 0,18
P0 ( Tanpa Pupuk) 5,41 b 0,41 b 0,84 b
P1 (dipupuk) 8,53 a 0,54 a 1,04 a
BNT 5% 1,89 0,12 0,18
Keterangan:T0= olah tanah minimum;T1= olah tanah intensif, P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; tn=tidak nyata pada taraf 5%; *=nyata pada taraf 5%; kolom yang diikuti
oleh huruf yang sama tidak nyata pada uji BNT 5%.

Tabel 16 menunjukkan perlakuan pemberian pupuk nyata lebih tinggi menghasilkan berat
kering tanaman dibandingkan tanpa pemupukan. Hal ini juga menunjukkan bahwa
perlakuan tanpa diberi pupuk tidak mampu menghasilkan peningkatan yang signifikan
terhadap berat kering tanaman dan penambahan berat kering tanaman masih tergantung
dari pemberian pupuk anorganik dan organik yang diberikan. . Sedangkan perlakuan olah
tanah tidak nyata pengaruhnya terhadap berat kering brangkasan, klobot dan total jagung.

Tabel 17. Ringkasan Analisis Ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap
Produksi Brangkasan Kering Oven Jagung per hektar
Bobot Bobot
Bobot Brangkasan
Klobot Tongkol
Perlakuan (Mg ha-1)
T0P0 1,67 0,25 0,40
T0P1 2,35 0,43 0,48
T1P0 1,74 0,27 0,38
T1P1 2,79 0,29 0,50
Sumber F-hitung dan Signifikansi
keragaman
T 1,15tn 2,09tn 0,00001tn
P 13,33* 6,75* 6,92*
TxP 0,66tn 3,92tn 0,33tn
Keterangan: T0= olah tanah minimum;T1= olah tanah intensif, P0= tanpa pemupukan; P1= aplikasi
pemupukan; tn=tidak berbeda nyata pada taraf 5%; *=berbeda nyata pada taraf 5%;
kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Hasil analisis ragam (Tabel 17) menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK dan
Urea dan pemberian kompos berpengaruh nyata terhadap berat kering oven brangkasan,
berat kering klobot, berat kering tongkol dan berat kering total tanaman jagung, namun
olah tanah dan interaksi antara olah tanah dengan pemberian pupuk tidak berpengaruh
nyata terhadap berat kering brangkasan, berat kering klobot dan berat kering total tanaman
jagung.
13

Tabel 18. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan terhadap Bobot Brangkasan, Klobot dan
Tongkol Kering Oven Tanaman Jagung
Bobot
Bobot Klobot Bobot Tongkol
Perlakuan Brangkasan
(Mg ha-1)
2,01a 0,34 a 0,43a
T0 (Olah Tanah Minimum)
2,26a 0,28 a 0,44a
T1 (Olah Tanah Intensif)
BNT 5% 0,53 0,08 0,09
P0 ( Tanpa Pupuk) 1,70a 0,26 a 0,38a
P1 (dipupuk) 2,57b 0,36 b 0,48b
BNT 5% 0,53 0,08 0,09
Keterangan : T0= Olah Tanah Minimum; T1= Olah Tanah Intensif, P1= NPK 400 kg ha -1+ Urea
200 kg ha-1+ Kompos 5 Mg ha-1 ; tn=tidak nyata pada taraf 5%; *= nyata pada taraf 5%;
kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Tabel 18 menunjukkan pengaruh perlakuan olah tanah dan pemberian pupuk terhadap
bobot kering brangkasan, bobot klobot, bobot tongkol dan jagung. Perlakuan olah tanah
tidak nyata pengaruhnya terhadap berat kering brangkasan, klobot dan total jagung.
Sementara perlakuan pemberian pupuk nyata lebih tinggi menghasilkan berat kering
tanaman dibandingkan tanpa pemupukan.

Korelasi antara Produksi Brangkasan dan Produksi Pipilan Jagung terhadap


Respirasi Tanah

Tabel 19. Uji Korelasi antara Respirasi dengan Produksi Brangkasan dan Pipilan Tanaman Jagung
Pengamatan Bobot Bobot Bobot Pipilan Bobot Pipilan
Brangkasan Brangkasan Kering Panen Kering Oven
Kering Panen Kering Oven
Produksi
Koefisien Korelasi ( r )
Respirasi
Vegetatif 0,078tn 0,145tn - -
Maksimum
Respirasi Pasca
- - 0,007tn 0,003tn
Panen
Keterangan : HST =hari setelah tanam; tn= tidak nyata pada taraf 5%.

Tabel 20 Uji Korelasi antara Respirasi dengan Produksi Brangkasan dan Pipilan Tanaman
Jagung

No Uji korelasi Persamaan R


Respirasi vegetatif maksimum VS
1 Brangkasan kering panen y = 23,147+1,7216x 0,078 tn
Respirasi vegetatif maksimum VS
2 Brangkasan kering oven y = 16,821+8,5746x 0,144 tn
Respirasi pasca panen VS Pipilan
3 kering panen y= 34,031-1,1562x 0,0073 tn
Respirasi pasca panen VS Pipilan
4 kering oven y =31,685-1,3832x - 0,003 tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf 5%.
14

Hasil uji korelasi Tabel 19 dan Tabel 20, menunjukkan bahwa respirasi vegetatif
maksimum berkorelasi positif dan tidak berpengaruh nyata dengan brangkasan kering
panen dan brangkasan kering oven. Sedangkan respirasi pasca panen berkorelasi negatif
dan tidak berpengaruh nyata dengan pipilan kering panen dan pipilan kering oven.
Respirasi vegetaif maksimum memeprngaruhi produksi brangkssan dilihat dari persamaan
korelasi positif sedangkan respirasi pasca panen tidak mempengaruhi produksi pipilan
jagung dilihat dari persamaan korelasi yang nilanya negatif

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1)Respirasi tanah pada perlakuan
olah tanah intensif lebih tinggi pada pengamatan 10 HST (2)Pemupukan tidak
berpengaruh pada semua pengamatan(3)Terdapat interaksi antara perlakuan sistem olah
tanah dan pemupukan pada pengamatan 3 HST, dimana interaksi antara olah tanah
intensif dengan pemupukan nyata lebih tinggi dibandingkan interaski antara olah tanah
minimum dengan pemupukan.(4)Kadar air tanah berkorelasi nyata positif dengan respirasi
tanah pada pengamatan 106 HST, tetapi suhu, pH tanah dan C-organik tidak berkorelasi
nyata dengan respirasi tanah sebelum olah tanah, 3 HST, 10 HST, 40 HST, dan 106 HST.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C. E. 1993. Shrimp Pond Bottom Soil and Sedimen Managemen. U. S. Wheat
Assosiaties. Singapore. 25 pp.
BPS. 2017. Data Produksi Jagung Indonesia pada Tahun 2016 ( http://www.bps.go.id).
Diakses pada 11 April 2019. 82 hlm.
Nasution, N. A. P., S. Yusnaini, dan A. Niswati, dan Dermiyati. 2015. Respirasi Tanah
Pada Sebagian Lokasi Di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Tnbbs).
Agrotek Tropika., 3 (3) : 427-433.
Permana, I. B. P. W., I W. D. Atmaja, dan I. W. Narka. 2017. Pengaruh sistem pengolahan
tanah dan penggunaan mulsa terhadap populasi mikroorganisme dan unsur hara pada
daerah rhizosfer tanaman kedelai (Glycine max L.). Jurnal Agroekoteknologi
Tropical., 6 (1): 41-51.
Rastogi, M., S. Singh dan Pathak. 2002. Emission of carbondioxide from soil. Current
Science, 82(5): 510-517.
Suhariyono, G. dan Y. Menry. 2005. Analisis karakteristik unsur-unsur dalam tanah di
berbagai lokasi dengan menggunakan XRF. ProsidingPPIPDIPTN. Yogyakarta,
12 Juli 2005. 197-206 hlm.
Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-Sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada
Usaha Tani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sarjana, IPB.
Bogor. 240 hlm.
Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah: Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan Kering.
Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110 hlm.
Widiono, H. 2005. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pertanaman terhadap Erosi Tanah.
Jurnal Akta-Agrosia. 11-18.

Anda mungkin juga menyukai