Oleh :
Hadisa Novlina
11182202970
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tanah merupakan tempat tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.
Tanah mampu menyediakan air dan berbagai unsur hara makro maupun mikro.
Kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara, ditentukan oleh kandungan
bahan organik tanah dan kelengasan tanah. (Mustafa, 2012).
Tanah gambut adalah bahan organik yang terdiri dari akumulasi sisa-sisa
vegetasi yang telah mengalami humifikasi tetapi belum mengalami mineralisasi.
Gambut terbentuk dari serasah dan organik yang terdekomposisi secara anaerobik
dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi dari pada laju
dekomposisinya (Dharmawijaya, 1992). Rismunandar (2003) menyatakan bahwa
tanah gambut mengandung bahan organik yang tidak kalah tinggi jika
dibandingkan dengan pupuk kandang. Meskipun penanaman langsung pada lahan
gambut tidak produktif, berbagai manipulasi terkait dengan tingkat kemasaman
tanahnya, dapat mengembalikan produktivitas lahan.
Indonesia mempunyai lahan gambut ke-empat terluas di dunia setelah
Canada, Rusia dan Amerika Serikat, yaitu sekitar 26 juta ha. Endapan gambut
umumnya terkonsentrasi di sekitar wilayah Sumatera dan Kalimantan. Wilayah
Sumatera meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau,
Jambi dan Sumatera Selatan, dengan sebaran potensi endapan gambut sekitar 4.6
juta ha. Wilayah Kalimantan meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan dengan sebaran potensi endapan gambut sekitar 2.9
juta ha (Wahyunto et al.,2005).
Menurut Utomo (2008) gambut merupakan media yang kaya bahan organik
serta mempunyai sifat fisik yang baik antara lain strukturnya remah, daya serap
dan daya simpan air cukup baik juga mempunyai kapasitas udara yang cukup
tinggi. Media gambut memiliki 75-90% kesarangan 40-50% top soil, kapasitas air
media gambut 40-50% dan top soil 30 -50%, untuk kapasitas udara media gambut
30-40% dan top soil 15-20%. Ketebalan lapisan gambut bervariasi mulai dari 40
cm sampai lebih dari 5 m.
Secara alami status hara tanah gambut tergolong rendah, baik hara makro
maupun mikro. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh lingkungan
pembentukannya. Gambut yang terbentuk dekat pantai pada umumnya gambut
topogen yang lebih subur, dibandingkan gambut pedalaman yang umumnya
tergolong ombrogen. Tingkat kesuburan tanah gambut tergantung pada beberapa
faktor: (a) ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi; (b) komposisi
tanaman penyusunan gambut dan (c) tanah mineral yang berada dibawah lapisan
tanah gambut (Andriesse, 1974).
Polak (1949) menggolongkan gambut kedalam tiga tingkat kesuburan
yang didasarkan pada kandungan P2O5, CaO, K2O, dan kadar abunya, yaitu: (1)
gambut eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi; (2) gambut mesotrofik
dengan tingkat kesuburan yang sedang; dan (3) gambut oligotrofik dengan tingkat
kesuburan yang rendah. Pengaruh gambut pada pertumbuhan tanaman masih
menunjukkan hasil yang jauh lebih rendah dari pupuk organik. Hal ini karena C/N
yang terdapat pada gambut masih tinggi (> 30%) yang menyebabkan gambut
masih sulit terdekomposisi sehingga proses mineralisasi unsur hara pada tanah
gambut berlangsung lambat, selain sifat negatif lainnya yakni tingginya
kandungan asam-asam organik (Utomo, 2009).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan,
dan manusia (Mulyani 1994). Pupuk organik memiliki beberapa sifat yang
menonjol, diantaranya adalah dapat menambah unsur hara makro dan mikro
tanah, dan dapat memperbaiki struktur tanah pertanian (Lingga 1986).
Leiwakabessy et al., (2003) menyatakan bahwa pupuk kandang sebagai salah satu
bentuk pupuk organik dan merupakan pupuk utama yang dapat meningkatkan
kesuburan tanah sebelum ada pupuk buatan. Penggunaan pupuk kandang dapat
meningkatkan C-organik, kalsium, dan kalium yang dapat dipertukarkan (Sanchez
1976). Selain pupuk kandang digunakan juga pupuk kompos yaitu bahan
organik ,seperti daun-daun, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi,
batang jagung, salur, carang-carang atau kotoran hewan menhalami dekomposisi
oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat di manfaatkan untuk memperbaiki
sifat-sifat tanah (Setyorini, 2006).
kemudian
menyediakannya
untuk
kebutuhan
tanaman
yang
ada
permasalahan
diatas
maka
perlu
dilakukan
analisis
untuk
mendriskripsikan kondisi sifak kimia media tanah gambut sebelum dan sesudah
diberi pupuk kompos azolla. Masalah-masalah inilah yang mendorong penulis
mengajukan penelitian dengan judul Perubahan Kandungan Kimia Tanah
Gambut Pada Pemberian Dosis Kompos Azolla pinata Yang Berbeda.
1.2.
TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos
Azolla pinata dengan dosis berbeda terhadap kesuburan tanah gambut (analisis
pH, N, P, K,).
1.3.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang manfaat
Referensi :
Andriesse, J. P. 1988. Nature and management of tropical peat soils. FAO Soils
Bulletin 59. Food and Agriculture Organisation of The United
Nations.Rome.
Hanibal. 2007. Pengaruh Kombinasi Tanah Gambut Dan Tanah Mineral Sebagai
Media Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di
Utama. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jurnal Agronomi Vol.
11 No. 2,
Juli Desember 2007
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademi Pessindo : Jakarta. 97 hal.
Hilman,M, Deddy, R, Labay, F, dkk. 2010. Masterplan Pengelolaan Ekosistem
Gambut Provinsi Riau. Kemetrian Negara Lingkungan Hidup : Jakarta
Leiwakabessy F.M, U.M Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Diktat Kuliah Kesuburan
Tanah. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Pramuji dan Bastaman, M. 2009. Teknik Analisis Mineral Tanah Untuk Menduga
Cadangan Sumber Hara. Buletin Teknik Pertanian Vol. 14, No. 2, 2009:
8082
Seyrorini, D , Saraswati, S, dan Koesma . A . 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Laporan Proyek Penelitian Program Penembangan Agribisnis,
Balai Peneltian tanah, TA 2006. (Tidak dipulikasikan).
Utomo, B. 2008. Potensi Bahan Organik dalam Meningkatkan Produktivitas
Lahan Marginal. 4(2):11-15.
Wahyunto S. Ritung, Suparto, dan H Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan
Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change,
Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia
Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.