Anda di halaman 1dari 14

PEMBERIAN PUPUK N DAN ZEOLIT DI TANAH ULTISOL TERHADAP

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN JAGUNG MANIS

TUGAS FISIOLOGI HARA

Oleh
Shella Ayu Sartika
Nim. 24020120410001

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA


PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
PEMBERIAN PUPUK N DAN ZEOLIT DI TANAH ULTISOL TERHADAP
KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN JAGUNG MANIS

A. Latar Belakang

Konversi lahan pertanian yang terus meningkat, menuntut para


penggerak di bidang pertanian memanfaatkan lahan marginal untuk
meningkatkan produksi. Indonesia memiliki lebih dari 100 juta hektar
lahan pertanian marginal. Menururt Suprapto (2002) bahwa potensi lahan
kering sebagai lahan marginal di Indonesia mencakup tanah ultisol 47.5
juta hektar dan 18 juta tanah oxisol. Untuk dapat memanfaatkan tanah
kering diperlukan teknologi yang tepat guna sehingga tidak berdampak
pada kerusakan tanah yang memperparah kondisi fisik, kimia dan biologi
tanah tersebut.
Lahan kering Indonesia sebanyak 148 juta ha, dari jumlah tersebut
sejumlah 102,8 juta ha termasuk kedalam lahan kering masam. Luas lahan
yang kering masam yang sesuai untuk usaha pertanian baik tanaman
pangan, perkebunan/tahunan sekitar 55.8 juta ha. Seluas 47 juta ha lahan
kering masam termasuk lahan yang tidak sesuai untuk lahan pertanian, hal
tersebut dikarenakan sifat tanah, kesuburan tanah rendah, lereng curam
(>40%), solum tanah dangkal dan banyaknya batuan di permukaan tanah.
Lahan-lahan tersebut diarahkan untuk kawasan hutan baik itu sebagai
hutan lindung, hutan sempadan sungai atau hutan konservasi (Mulyani,
2006).
Diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan
kering terutama di lahan ultisol agar dapat menunjang produktivitas
tanaman. Dalam upaya peningkatan produktivitas ini perlu ditinjau
pemenuhan hara pada lahan kering masam dengan memperhatikan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga keberadan hara dalam tanah akan
lebih terjaga. Salah satunya dengan menggunakan pupuk. Pupuk terbagi
atas dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk anorganik merupakan pupuk yang berasal dari bahan
anorganik yaitu senyawa-senyawa kimia yang dibuat untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara tanah bagi tanaman. Kelemahan pupuk anorganik
jika pemberiannya diberikan secara terus menerus atau berlebih akan
berdampak buruk pada tanah, tanaman maupun lingkungan. Musnamar
(2003), menyebutkan bahwa penggunaan pupuk anorganik secara terus
menerus menjadi tidak efisien dan dapat mengganggu keseimbangan sifat
tanah baik secara fisik, kimia dan biologi sehingga menurunkan
produktivitas lahan, mempengaruhi produksi tanaman serta meninggalkan
residu yang dapat merusak lingkungan oleh karena itu dalam usaha
pertanian saat ini lebih dianjurkan pemberian pupuk anorganik diimbangi
dengan penggunaan pupuk organik.
Pupuk organik ramah terhadap lingkungan, mengandung bahan
penting yang dibutuhkan untuk menciptakan kesuburan tanah baik fisik,
kimia dan biologi. Pupuk organik pun dapat berfungsi sebagai pemantap
agregat tanah disamping sebagai sumber hara penting bagi tanah dan
tanaman. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat
meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan
sehingga penggunaannya dapat membantu upaya konservasi tanah yang
lebih baik.
Kombinasi pemberian pupuk organik yang dipadukan dengan
pupuk anorganik dapat menciptakan kondisi tanah (sifat fisik, kimia dan
biologi) terpelihara dengan baik sehingga meningkatkan produktivitas
tanaman dan efisien dalam penggunaan pupuk. Penggunaan pupuk organik
dan anorganik digunakan dengan dosis yang sesuai agar kebutuhan hara
untuk tanaman dapat terpenuhi. Hal yang lebih diharapkan adalah
penggunaan pupuk organik dapat menekan atau meminimalkan
penggunaan pupuk anorganik. Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi pupuk organik cair
(POC) dan dosis pupuk N, P, K terhadap pertumbuhan dan hasil jagung
manis.
Zeolit merupakan satu kelompok berkerangka alumino-silikat yang
terjadi di alam dengan kapasitas tukar kation yang tinggi, adsorpsi tinggi
dan bersifat hidrasi-dehidrasi (Kusdarto, 2008). Zeolit termasuk golongan
mineral alumino silikat terhidrasi dengan struktur tiga dimensi yang
memiliki rongga-rongga dan didalam rongga tersebut terdapat alkali tanah
khususnya kalium (K+), Natrium (Na+), kalsium (Ca2+) dan magnesium
(Mg2+) serta molekul air (H2O) (Suwardi, 2002). Karena bermuatan positif,
diharapkan penggunaan zeolit mampu menjerat senyawa dengan muatan
negatif di dalam tanah agar tidak mudah terlindi oleh air, sehingga mampu
mengoptimalkan penggunaan pupuk dalam upaya meningkatkan kualitas
tanah untuk tanaman.
Tanaman jagung merupakan tanaman yang sangat respon terhadap
pemupukan. Kebutuhan hara terutama unsur N menjadi hal pokok dalam
budidaya tanaman jagung manis. Kekurangan unsur N dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu, tanaman menjadi kerdil, daun
menguning dan hasil tanaman menjadi rendah. Kehilangan N dalam tanah
bisa mencapai 40% dari N yang diaplikasikan apabila teknologi yang
diterapkannya tidak tepat. Untuk dapat mempertahankan keberdaan N
dalam tanah diperlukan bahan organik sehingga N yang larut dalam air
dapat dipertahankan dengan kemampuan bahan organik dalam menahan
air dan kation-kation tanah. Pemberian pupuk kandang sebelum tanam
secara signifikan memproduksi pemanjangan batang dan hasil panen
gandum lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan pupuk kandang dan
mengurangi kehilangan N (Meade et al., 2011).
Penggunaan dosis pupuk yang tepat dan penambahan kompos
mampu meningkatkan kandungan hara tanaman pada tanah kering masam
sehingga ketersediaan hara bagi tanaman jagung lebih tercukupi. Serta
penggunaan zeolit mampu meningkatkan kualitas tanah. Karakteristik
pertumbuhan tanaman jagung manis dapat meningkat lebih baik sehingga
mampu memberikan hasil tanaman yang lebih optimal.
B. Tujuan
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan informasi
mengenai penggunaan kombinasi pupuk organik dan anorganik serta
aplikasi zeolit terhadap pertumbuhan tanaman jagung di tanah marginal
jenis tanah kering masam.
C. Pembahasan
Penelitian dimulai dengan melakukan analisa tanah digunakan
sebagai dasar pada penelitian untuk memastikan bahwa tanah yang
digunakan adalah lahan kering masam. Berdasarkan hasil analisis tanah
menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian memiliki pH
H2O sebesar 5,7 yang tergolong pada kriteria tanah agak masam, termasuk
pada jenis tanah ultisol, struktur tanah lempung berliat dengan kandungan
sifat fisik tanah sebagai berikiut‫ ׃‬pasir 28%, debu 26% dan liat 36%.
Tanah yang digunakan dalam penelitian termasuk pada golongan tanah
miskin hara maupun organik sehingga memiliki tingkat kesuburan yang
rendah. Hal tersebut ditunjukkan dari kandungan Ca, Mg, K dan KTK
yang sangat rendah. Kapasitas tukar kation bergantung pada kandungan
bahan organik dan fraksi liat yang terkandung dalam tanah tersebut, oleh
karena itu peningkatan produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan dengan
penggunaan bahan pembenah tanah, peningkatan jumlah bahan organik
dan pemupukan.
Kendala pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian
adalah kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi, kandungan hara dan
bahan organik rendah, dan tanah peka terhadap erosi. Berbagai kendala
tersebut dapat diatasi dengan penerapan teknologi seperti pengapuran,
pemupukan, dan pengelolaan bahan organik. Prasetyo dan Suriadikarta
(2006) menyatakan bahwa kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya
rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan
bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan
sebagian terbawa erosi.
Penelitian Subardja (2017) pada penelitian karakteristik
pertumbuhan dari tanaman jagung pada aplikasi campuran pupuk N dan
kompos mendapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 1.1. Karakteristik pertumbuhan tanaman jagung manis pada
perbedaan dosis pemupukan N dan kompos di lahan ultisol.
Tinggi Jumlah
Perlakuan tanaman (cm) daun (helai)

56 hst 56 hst

A1 = 100% dosis rekomendari N 99,71 9,1

A2 = 75% dosis rekomendari N + 1 ton kompos ha-1 120,13 10,4

A3 = 75% dosis rekomendari N +1,5 ton kompos ha-1 109,20 9,6

A4 = 75% dosis rekomendari N + 2 ton kompos ha-1 129,60 10,1

A5 = 100% dosis rekomendari N +1 ton kompos ha-1 107,07 9,7

A6 = 100% dosis rekomendari N + 1,5 ton kompos ha-1 138,8 10,9

A7 = 100% dosis rekomendari N + 2 ton kompos ha-1 121,07 10,1

A8 = 125% dosis rekomendari N +1 ton kompos ha-1 129,73 10,0

A9 = 125% dosis rekomendari N + 1,5 ton kompos ha-1 143,93 11,5

A10 = 125% dosis rekomendari N + 2 ton kompos ha-1 132,60 10,5

Hasil analisa tinggi tanaman pada Tabel 1 diatas memperlihatkan


bahwa tinggi tanaman pada 56 HST paling tinggi terdapat pada perlakuan
125% dosis rekomendasi N + 1.5 ton kompos ha-1 dan tinggi tanaman
terendah pada perlakuan 100% dosis rekomendasi N tanpa kompos.
Jumlah daun paling tinggi pada 56 HST, jumlah daun paling tinggi
sebanyak 11.05 helai daun terdapat pada perlakuan yang sama dengan
pengamatan 42 HST.
Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
cukup banyak bagi tanaman jagung. Menurut Akil (2009) bahwa kunci
utama dalam budidaya tanaman jagung adalah ketersediaan sumber N.
Absorbsi N oleh tanaman jagung berlangsung selama masa pertumbuhan
tanaman jagung, maka untuk mendapatkan hasil yang baik maka unsur
hara N harus cukup berada dalam media tanam jagung (Suwardi dan
Efendi, 2009). Penggunaan urea sebagai sumber N memiliki kelebihan
salah satunya adalah ketersediaan hara lebih cepat untuk tanaman sehingga
dapat langsung terserap oleh akar tanaman, meski demikian penggunaan
urea dalam dosis yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan tanah (Kresnatita dkk, 2013). Pemberian kompos
selain menambah jumlah hara juga mampu mempertahankan ketersediaan
N yang telah diberikan agar tidak mudah mengalami mobilisasi.

(Gambar 1. Mekanisme ketersediaan nitrogen dalam tanah oleh bakteri)

Tidak seperti mineral lain, ketersediaan nitrogen dalam tanah (ion


amonium (NH4+) dan ion nitrat (NO3-)) tidak berasal dari pengikisan
batuan. Sebagian besar nitrogen tanah berasal dari aktivitas bakteri tanah.
Bakteri amonifikasi (Ammonifying bacteria) merupakan dekomposer di
dalam tanah humus yang akan melepaskan amonia (NH3) dengan cara
memecah protein dan senyawa-senyawa organik lain dalam humus.
Bakteri pemfiksasi nitrogen (nitrogen fixation bacteria) mengubah gas
nitrogen (N2) menjadi NH3. NH3 yang dihasilkan akan mengambil H+ dari
larutan tanah untuk membentuk NH4+ (nitrogen yang dapat diserap oleh
tanaman), akan tetapi tanaman mendapatkan nitrogen dalam bentuk NO3-.
NO3- pada tanah dihasilkan dari proses nitrifikasi (oksidasi NH3 menjadi
nitrit (NO2-) dan oksidasi nitrit menjadi NO3-)) (Campbell, 2008).
(Gambar 2. Mekanisme serapan nitrogen dan distribusi nitrogen pada organ tanaman)

Amonia (NH3) yang tersedia di tanah dan diserap oleh akar


tanaman akan diangkut melalui sistem transport untuk didistribusikan di
organ-organ lain pada tanaman. Asimilasi amonia akan menaikkan kadar
protein dan pertumbuhan daun tanaman.
Pemupukan merupakan salah satu upaya yang digunakan dalam
memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman. Kandungan hara tanah ultisol
yang cukup rendah sangat tergantung pada kegiatan pemupukan ketika
tanah tersebut digunakan sebagai lahan budidaya. Teknologi pemupukan
yang digunakan haruslah tepat guna, kombinasi antara pupuk kimia dan
kompos dapat menjadi teknologi tepat guna agar ketersediaan hara dan
kelestarian didalamnya dapat dipertahankan. Selain dapat menambah
nutrisi, penggunaan kompos dapat memperbaiki beberapa sifat fisika dan
biologi tanah ultisol. Kompos memiliki kandungan hara yang rendah
namun unsur mikro yang sangat lengkap, maka penggunaannya yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik merupakan teknologi yang tepat
untuk tanah kering marginal seperti ultisol.
Selain menggunakan pupuk campuran organik dan anorganik,
perlu adanya pembenah tanah yang berfungsi untuk mengoptimalkan
kandungan unsur hara pupuk agar tidak mudah terlarut ai, salah satunya
menggunakan zeolit. Penelitian Sabilu (2015) menyebutkan bahwa
aplikasi zeolit pada tanah ultisol mampu meningkatkan pH, KTK
peningkatan N dan penurunan Al serta meningkatnya fraksi liat. Berikut
merupakan tabel analisis kandungan kompos dan KTK zeolit.
Tabel 1.3. Analisis kandungan kompos dan KTK zeolit.
NO. PARAMETE SATUAN HASIL UJI KETERANGAN
R

KOMPOS

1. Nitrogen % 2,08 Tinggi

2. Kalium % 0,62 Tinggi

3. KTK Me/100g 41,28 Sangat tinggi

4. Ca % 0,029 Sangat tinggi

5. Mg % 18,07 Tinggi

6. Na % 0,004 Sangat rendah

ZEOLIT

7. KTK Me/100g 96,2 Sangat tinggi

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat


hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu
menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada KTK rendah.
Tanah dengan kandungan bahan organik dengan kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah dengan kandungan bahan
organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno, 2007).
Reaksi tanah menunjukan sifat kemasaman tanah atau alkalisitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH tanah menunjukan
banyaknya kosentrasi ion hidrogen (H+) dalam tanah. Makin tinggi kadar
ion H+ di dalam tanah maka semakin masam tanah tersebut. Selain ion H +
dalam tanah juga ditemukan ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik
dengan banyaknya ion H+. Semakin banyak kandungan OH- dalam tanah
maka semakin alkalis tanah tersebut. Bila kandungan H+ sama dengan
kandungan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH 7. Pada
pH sekitar netral unsur hara mudah diserap oleh tanaman, karena unsur
hara tersebut kebanyakan larut dalam air.

(Gambar 3. Mekanisme zeolit dalam mempertahankan hara dalam tanah)

Fungsi dari zeolit dalam hal ini yaitu menaikkan KTK dalam tanah
karena zeolit mempunyai KTK yang tinggi dan bersifat basa (OH-)
sehingga mampu menjerap unsur-unsur hara K+, Na+, Ca2+ dan Mg2+,
sehingga unsur-unsur tersebut tersedia di tanah dan tidak mudah terbawa
oleh air. Penggunaan zeolit mampu meningkatkan efisiensi pemupukan.
Struktur zeolit yang berpori dengan permukaan yang negatif maka mampu
mengurangi pencucian hara di dalam tanah. Zeolit juga memiliki
kemampuan untuk menyimpan molekul air (H2O) dan memperpanjang
ketersediaan kelembaban tanah selama masa kering.
D. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam pembahasan tersebut yaitu:
1. Optimasi tanah marginal khususnya tanah ultisol dengan karakteristik
masam dan rendah ketersediaan hara dapat diatasi dengan penambahan
pemupukan N dan kompos. Pada komposisi 125% : 1 ton kompos ha -1
pada tanaman jagung mampu tumbuh secara optimal.
2. Penambahan pembenah tanah zeolit mampu mengoptimalkan
penggunaan pupuk karena mampu menambat senyawa dari pupuk agar
tidak mudah terlarut dalam air. Serta, zeolit mampu menjadi
penyimpan air untuk tanah sehingga air menjadi tersedia saat masa
kering.
DAFTAR PUSTAKA

Akil, M. (2009). “Aplikasi Pupuk Urea pada Tanaman Jagung”. Prosiding


Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Campbell, Neil A; Jane B. Reece; Lisa A. Urry; Michael I. Cain; Steven A.


Wasserman; Peter V. Minorsky; Robert B. Jackson. (2008). Biologi.
Jakarta: Erlangga.

Hardjowigeno, S. (2007). Ilmu Tanah Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Akademika


Pressindo.

Kresnatia, S; Koesriharti; M. Santoso. (2013). “Soil Organic Matter Effects on


Phosphorus Sorption: A Path Analysis”. Jurnal of Malaysian Soil Science
Soccieties. 73(2): 360-366.

Kusdarto. (2008). “Potendi Zeolit di Indonesia”. Jurnal Zeolit Indonesia. 7(2): 78-
68.

Meade, G; STJ Lalor; TMc. Cebe. (2011). “An Evaluation of The Combined
Usage of Separted Liquid Pig Manure and Inorganic Fertilizer in Nutrient
Programmes for Winter Wheat Production”. European Journal of
Agronomy. 34(2): 62-70.

Mulyani, A. (2006). Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam. Sinar Tani.

Musnamar, El. (2003). Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan Aplikasi.
Jakarta.

Puspadewi, S; W. Sutari; Kusmiyati. (2016). “Pengaruh Konsentrasi Pupuk


Organik Cair (POC) dan Dosis Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. var. Rugosa Bonaf) Kultivar
Talenta”. Jurnal Kultivasi. 15(3): 208-216.

Prasetyo, B.H; D.A. Suriadikarta. (2006). “Karakteristik, Potensi dan Teknologi


Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering
di Indonesia”. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 39-47.

Sabilu, Yusuf. (2015). “Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Lahan Ultisol
yang Diaplikasikan Azotobacter sp., Mikoriza dan Kompos dengan
Pembenah Tanah Zeolit”. Disertasi. Universitas Hassanudin Makasar.

Sabilu, Yusuf. (2016). “Aplikasi Zeolit Meningkatkan Hasil Tanaman pada Tanah
Ultisol”. Jurnal Biowallacea. 3(2): 396-407.
Subardja, Vera; Muharam; Sayfulloh Nugraha. (2017). “Karakteristik
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis di Lahan Marginal dengan
Pemupukan N yang Berbeda”. Junrnal Agrotek Indonesia. 2(1): 7-12.

Suprapto, A. (2002). “Land and Water Resources Development in Indonesia”.


Proceedings of the Regional Consultation. In FAO: Investment in Land
and Water.

Suwardi; Roy Efendi. (2009). “Efisiensi Penggunaan Pupuk N pada Jagung


Komposit Menggunakan Bagan Warna Daun”. Prosiding Seminar
Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Anda mungkin juga menyukai