Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum

Kesuburan Tanah dan Pemupukan

PENGGUNAAAN PERANGKAT UJI TANAH SAWAH (PUTS)


DAN PERANGKAT UJI TANAH KERING (PUTK)

OLEH

Nama: Nadia Salsabila


Nim: G011181349
Kelas: Kesuburan Tanah dan Pemupukan B
Kelompok: 4
Asisten: 1. Kadar Wahid
2. Dinda Amalia Anandah

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah didefenisikan sebaga tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan
berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural forces) terhadap
bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi. Tanah sebagai salah
satu sumber daya alam yang memiliki fungsi cukup penting dalam kelangsungan
hidup mahluk hidup serta sebagai ekosistem mahkluk hidup itu sendiri. Penurunan
fungsi tanah dapat menyebabkan terganggunya ekosistem di sekitar. Keadaan fisik
tanah yang cukup baik umumnya dapat memperbaiki lingkungan untuk perakaran
tanaman dan secara tidak langsung memudahkan penyerapan unsur hara sehingga
relatif menguntungkan bagi proses pertumbuhan tanaman (Kasifah, 2017).
Tanah menyediakaan unsur hara sebagai makanan tanaman untuk
pertumbuhannya. Selanjutnya, hara diserap oleh akar tanaman, dan melalui daun
dirubah menjadi persenyawaan seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang amat
berguna untuk kehidupan manusia dan hewan. Untuk menjaga kebutuhan unsur
hara terpenuhi didalam tanah maka diperlukan pemupukan. Pemupukan ini harus
berimbang karena dapat mempengerahuhi pertumbuhan suatu tanaman, dengan
demikian rekomendsi pemupukan harus sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman
agar tidak merusak tanaman (Kasifah, 2017).
Rekomendasi pupuk pada setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, balai
penelitian tanah telah membuat satu perangkat alat bantu untuk menentukan
kandungan (status) hara tanah yang dapat dikerjakan di lapangan yang disertai
dengan rekomendasi pemupukannya. Alat bantu yang digunakan yaitu Perangkat
Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK). Penggunaan
PUTS dan PUTK mampu membantu petani untuk meningkatkan ketepatan
pemberian dosis pupuk N, P, K untuk tanaman dengan menghasilkan produksi
yang lebih tinggi (Hamdani, 2015).
Perangkat uji tanah sawah dan perangkat uji tanah kering ini diharapkan
mampu membantu petani meningkatkan ketepatan pemberian pupuk N, P, dan K
untuk padi sawah dan Ph tanah pada lahan kering, alat ini dapat menentukan
status hara tanah sawah di lapangan dan rekomendasi pupuk sesuai yang
dibutuhkan tanaman, mengetahui jika tanamannya kekurangan unsur hara dan
dapat menentukan dosis pemupukan (Aljabri,2013)
Kegiatan pertanian menggunakan lahan basah dan lahan kering, termasuk
dalam lahan yang sedang diberdayakan oleh pemerintah karena merupakan upaya
dari pembangunan nasional. Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemeritnah
dalam mencapai program ketahanan pangan nasional yaitu terbatasnya laha-lahan
yang produktif yang disebabkan ooleh alih fungsi lahan pertanian produkti
menjadi lahan non pertanian, biasanya tanah yang produktif dan subur hanya
berada dalam jumlah yang sedikit. Dengan adanya perangkat uji tanah sawah
(PUTS) dan perangkat uji tanah kering (PUTK) dapat membantu prduktifitas dan
suburnya tanah sehingga petani dapat tertolong.
Berdasarkan uraian diatas maka, dilakukanlah praktikum ini untuk lebih
menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara menggunakan Perangkat Uji
Tanah Sawah (PUTS) dan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK), untuk
mengetahui kadar hara suatu tanah, serta mengetahui rekomendasi pupuk yang
cocok pada tanah yang kering dengan tanah yang basah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui penentuan kadar hara tanah
kering dan tanah basah (sawah) dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah
Sawah (PUTS) dan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK), serta mengetahui cara
merekomendasikan pupuk yang dibutuhkan tanaman dan untuk mengetahui kadar
pH dalam tanah
Kegunaan dari praktikum ini adalah praktikan mampu mengukur kadar hara
dalam tanah kering dan basah dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah
(PUTS) dan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) sehingga dapat
merekomendasikan pupuk yang berimbang pada tanaman demi menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Basah


Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya
dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan air. Suatu lahan basah
adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi
pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus. Lahan basah
ditakrifkan (define) berdasarkan tiga parameter, yaitu hidrologi, vegetasi
hidrofitik, dan tanah hidrik (Notohadiprawiro, 2006).
Lahan basah mencakup suatu rentangan luas habitat pedalaman, pantai, dan
marin yang memiliki sejumlah tampakan sama. Lahan basah adalah wilayah rawa,
lahan gambut, dan air, baik alami maupun buatan, bersifat tetap atau sementara,
berair ladung (stagnant, static) atau mengalir yang bersifat tawar, payau, atau
asin, mencakup wilayah air marin yang di dalamnya pada waktu surut tidak lebih
daripada enam meter (Notohadiprawiro, 2006).
Fungsi khusus terpenting lahan basah mencakup pengimbuhan dan pelepasan,
air bumi, penqendalian banjir, melindungi garis pantai terhadap abrasi laut,
penambatan sedimen, toksikan, dan hara, serta pemendaman karbon khususnya di
lahan gambut. Hasil yang dapat dibangkitkan ialah sumberdaya hutan,
sumberdaya pertanian, perikanan, dan pasokan air. Tanda pengenal berharga pada
skala ekosistem ialah keanekaan hayati, keunikan warisan alami dan bahan untuk
penelitian ilmiah. Lahan basah, khususnya lahan gambut, merupakan gudang
penyimpan informasi, sangat berguna tentang lingkungan purba berkenaan
dengan ragam vegetasi (Notohadiprawiro, 2006).
Pemanfaaatan lahan basah sebagai lahan pertanian seharusnya dikelola dengan
sistem usahatani berkelanjutan dengan menekankan pada kelangsungan ekosistem
lahan basah. Lahan basah menjadi sangat peka terhadap perubahan yang
dilakukan manusia karena lahan basah memiliki peran penting bagi kehidupan
manusia dan margasatwa lain. Fungsi lahan basah tidak hanya untuk sumber air
minum dan habitat beraneka ragam makhluk, tapi memiliki fungsi ekologis seperti
pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan
pengendali iklim global (Rahmi, 2015)
Salah satu bentuk kerusakan lahan basah yang semakin banyak terjadi adalah
kebakaran gambut mudah terjadi di hutan rawa gambut tropis yang telah
terdegradasi karena konversi dan pembukaan lahan, terutama yang melibatkan
penebangan dan pembukaan kanal drainase. Dengan demikian, untuk melestarikan
fungsi kawasan lahan basah sebagai pengatur siklus air dan penyedia air
permukaan maupun air tanah perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan
pengendalian terhadap pencemaran air secara bijaksana dan dengan
memperhatikan keseimbangan ekologis (Harahap, 2016)
2.2 Lahan Kering
Lahan kering adalah lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik
secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan/air irigasi.
Jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok lahan kering adalah
tegalan, ladang, perkebunan.Kelebihan dari lahan kering adalah peluang untuk
pengembangan pertanian besar, karena di daerah tropis seperti Indonesia, sebagian
besar lahan adalah lahan kering (Aljabri, 2013).
Masalah utama lahan kering adalah masalah fisik lahan yang telah rusak atau
memiliki potensi yang besar untuk menjadai rusak. Sehingga paket teknologi yang
berorientasi pada perlindungan lahan kering sangat diperlukan. Untuk pengelolaan
lahan pertanian khususnya lahan kering yang lestari dan berkelanjutan
memerlukan penanganan yang professional dan mengikuti kaidah lingkungan.
Beberapa cara pengelolaan lahan kering yaitu dengan cara konservasi tanah dan
air. Pengaturan pola tanam embung, dan cara pemakaian pupuk (Aljabri, 2013).
Lahan kering juga memiliki keungulan komperatif yang dapat dikembangkan
sebagai komoditas pertanian unggulan baik tanaman pangan, perkebunan, peter
nakan, kehutanan, bahkan perikanan. Potensi pengembangan pertanian lahan
kering cukup besar dibandingkan dengan lahan sawah karena sangat
dimungkinkan untuk pengembangan berbagai macam komoditas pertanian untuk
keperluan eksport, dimungkinkan untuk pengembangan pertanian terpadu antara
ternak dan tanaman, perkebunan/kehutanan serta tanaman pangan. Dalam
pengelolaan lahan kering, kegiatan tahap awal yang harus dilakukan adalah
bagaimana kita dapat memperbaiki kualitas tanah (soil quality), sehingga
produktivitasnya dapat ditingkatkan. (Matheus dkk, 2013).
2.3 Perangkat Uji Tanah Sawah
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) adalah suatu alat untuk analisis kadar hara
tanah secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah, murah dan cukup
akurat. PUTS ini dirancang untuk mengukur kadar N, P, K dan pH tanah. Satu
Unit Perangkat Uji Tanah Sawah terdiri dari satu paket bahan kimia dan alat
untuk ekstraksi kadar N, P, K dan pH, bagan warna untuk penetapan kadar pH, N,
P, dan K. Buku Petunjuk Penggunaan serta Rekomendasi Pupuk untuk padi sawah
dan Bagan Warna Daun (BWD) (Juanda, 2005).
Prinsip kerja PUTS ini adalah mengukur kadar hara N, P, dan K tanah dalam
bentuk tersedia, yaitu hara yang larut dan atau terikat lemah dalam kompleks
jerapan koloid tanah. Kadar atau status hara N, P, dan K dalam tanah ditentukan
dengan cara mengekstrak dan mengukur hara tersedia di dalam tanah. Manfaat
PUTS adalah mengukur status hara N, P, K, dan pH tanah sawah secara cepat dan
mudah. Dasar penentuan dosis rekomendasi pupuk N, P, K dan amelio ran tanah
sawah, dan menghemat penggunaan pupuk, meningkatkan pendapatan petani dan
menekan pencemaran lingkungan (Irwanto, 2015).
Perangkat uji tanah sawah (PUTS) terdiri dari satu set alat dan bahan kimia
yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar hara dalam tanah. Alat tersebut
dapat digunakan dilapangan dengan cara yang relatif lebih cepat, mudah, murah
dan cukup akurat. PUTS dikategorikan menjadi 3 kelas status hara yang mengacu
pada hasil penelitian uji tanah, yaitu, status rendah (R) , sedang (S), dan tinggi
(T). PUTS merupakan alat penyederhana yang digunakan untuk menganalisis
tanah secara sederhana tanpa dilakukan di laboratorium yang didasarkan pada
hasil penelitian uji tanah (Irwanto, 2015).
2.4 Perangkat Uji Tanah Kering
Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) adalah suatu alat untuk menganalisis kadar
hara tanah lahan kering yang dapat digunakan di lapangan dengan cepat, mudah,
murah, dan cukup akurat. PUTK dirancang untuk mengukur kadar hara P, K, C-
organik, pH, dan kebutuhan kapur, kecuali hara N (Hamdani, 2015).
Prinsip kerja PUTK adalah mengukur hara P, dan K tanah yang terdapat
dalam bentuk tersedia secara semi kuantitatif. Penetapan P dan pH dengan metode
kolorimetri (pewarnaan). Hasil analisis P dan K tanah selanjutnya digunakan
sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi untuk
tanaman jagung, kedelai dan padi gogo.Satu Unit Perangkat Uji Tanah Kering
terdiri dari: (1) satu paket bahan kimia dan alat untuk penetapan P, K, bahan
organik, pH, dan kebutuhan kapur, (2) bagan warna P dan pH tanah; bagan K,
kebutuhan kapur dan C-organik tanah, (3) Buku Petunjuk Penggunaan PUTK
serta Rekomendasi Pupuk untuk jagung, kedelai dan padi gogo (Irwanto, 2016)
Secara umum PUTK dapat digunakan untuk penilaian status tanah dengan
cepat. Tanah yang mempunyai kandungan hara N, P, K tinggi dinyatakan sebagai
tanah-tanah yang subur sehingga upaya untuk menjaga produktivitas lahannya
lebih ringan dibandingkan dengan tanah-tanah yang memiliki status hara rendah.
Manfaat penggunaan PUTK yaitu dapat digunakan untuk pemberian rekomendasi
pupuk N, P, dan K tanah agar dapat lebih tepat dan efisien sehingga diperoleh
cara penghematan pupuk (Aljabri, 2013).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin, Tamalanrea Makassar pada hari Kamis, 26
September 2019 pukul 13:00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu tabung reaksi, batang pengaduk,
lap. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu aquades, tanah sawah, tanah
alfisol, larutan pengekstrak.
3.3 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1. Menyiapkan sampel tanah basah dan tanah kering pada bagian top soilnya
2. Mengambil tanah tersebut dengan spatula dan masukan pada masing-masing
tabung reaksi
3. Mengikuti prosedur kerja secara seksama yang ada pada buku PUTK dan
PUTS
3.3.1 Prosedur kerja PUTS
3.3.1.1 Penetapan status N tanah sawah
1. Menyiapkan tanah uji sebanyak ½ sendok spatula dan dimasukan ke dalam
tabung reaksi
2. Menambahkan 3 ml pereaksi N-1, kemudian diaduk rata sampai homogen
dengan pengaduk kaca
3. Menambahkan 3 ml pereaksi N-2, dikocok sampai rata
4. Menambahkan 3 tetes pereaksi N-3, dikocok sampai rata
5. Menambahkan 5-10 butir pereaksi N-4, dikocok sampai rata
6. Mendiamkan selama ±10 menit
7. Membandingkan warna yang muncul pada larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna N tanah dan baca status hara N tanah.
3.3.1.2 Penetapan status P tanah sawah
1. Tanah uji sebnyak ½ sendok spatula diambil dimasukan kedalam tabung
reaksi
2. Menambahkan 3 ml Pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai merata
3. Menambahkan 5-10 butir atau seujung spatula Pereaksi P-2, dikocok 1
menit
4. Mendiamkan selama ± 10 menit
5. Membandingkan warna biru yang muncul dari larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna P tanah.
3.3.1.3 Penetapan status K tanah sawah
1. Tanah uji sebnyak ½ sendok spatula diambil dimasukan kedalam tabung
reaksi
2. Menambahkan 2 ml Pereaksi K-1, kemudian diaduk hingga merata
3. Menambahkan 1 tetes Pereaksi K-2, lalu kocok selama 1 menit
4. Menambahkan 1 tetes Pereaksi K-3, lalu kocok sampai merata
5. Mendiamkan selama ± 10 menit
6. Membandingkan warna kuning yang muncul pada larutan jernih di
permukaan tanah dengan bagan warna K tanah.
3.3.1.4 Penetapan status pH tanah sawah
1. Tanah uji sebnyak ½ sendok spatula diambil dimasukan kedalam tabung
reaksi
2. Menambahkan 4 ml pereaksi pH-1, kemudian diaduk sampai merata
3. Menambahkan 1-2 tetes indikator warna pereaksi pH-2
4. Mendiamkan larutan selama ± 10 menit hingga suspensi mengendap dan
terbentuk warna pada cairan jernih di bagian atas
5. Membandingkan warna yang muncul pada larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna pH tanah
6. Jika warna yang timbul meragukan, tanah dikocok ulang secara perlahan
sampai cairan jernih teraduk merata, lalu diamkan sampai mengendap
kembali. Selanjutnya bandingkan lagi dengan bagan warna pH.
3.3.2 ProsedurKerja PUTK
3.3.2.1 Penetapan status P tanah kering
1. Tanah uji sebnyak ½ sendok spatula diambil dimasukan kedalam tabung
reaksi
2. Menambahkan 3 ml Pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai homogen
3. Menambahkan 10 butir atau seujung spatula Pereaksi P-2 (dibutuhkan hanya
dalam jumlah sedikit sekali), lalu dikocok selama 1 menit
4. Mendiamkan ±10 menit
5. Membandingkan warna yang muncul dari larutan jernih di atas permukaan
tanah dengan bagan warna P tanah.
3.3.2.2 Penetapan status K tanah kering
1. Tanah uji sebnyak ½ sendok spatula diambil dimasukan kedalam tabung
reaksi
2. Menambahkan 4 ml K1 diaduk sampai homogen diamkan kira-kira 5 menit
sampai larutan jernih
3. Menambahkan 2 tetes Pereaksi K-2 kocok diamkan kira-kira 5 menit
4. Menambahkan 2 ml K-3 secara perlahan-lahan melalui dinding tabung
biarkan beberapa saat lalu amati endapan putih yang berbentuk antara
larutan K-3 dengan dibawahnya.
3.3.2.3 Penetapan status pH tanah kering
1. Tanah uji sebnyak ½ sendok spatula diambil dimasukan kedalam tabung
reaksi
2. Menambahkan 4 ml Pereaksi pH-1, kemudian diaduk sampai homogen
3. Menambahkan 1-2 tetes indikator warna pereaksi pH-2
4. Mendiamkan larutan ±10 menit hingga suspensi mengendap dan berbentuk
warna pada cairan jernih dibagian atas
5. Membandingkan warna yang muncul pada larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna pH tanah
6. Untuk menentukan kebutuhan kapur, tambahkan pereaksi kebutuhan kapur
tetes demi tetes sambil dikocok perlahan sampai muncul warna hijau yang
permanen (pH 6-7). Hitung jumlah tetes pereaksi kebutuhan kapur yang
ditambahkan. Jumlah tetes yang diperoleh menunjukan jumlah kapur yang
akan ditambahkan sesuai yang tertera pada tabel kebutuhan kapur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pengujian Tanah Sawah
N Unsur Status Rekomendasi
Foto
o Hara Hara/pH Pupuk

Urea 300 kg/ha (tanah


1. berpasir)
Nitrogen Rendah
Urea 250 kg/ha (tanah
liat)

Phospor Rendah SP-36 100 kg/ha


2.

KCL 100 kg/ha


3. Kalium Rendah 50 kg/ha + 5 t
Jerami/ha

Sistem drainase
4. Agak Masam
pH Konvensional, pupuk
(pH 5-6)
N dalam bentuk urea

Sumber: Data Primer, 2019


Tabel 3. Hasil Pengujian Tanah Kering
N Unsur Status Rekomendas
Foto
o Hara Hara/pH i Pupuk

1. Phospor Rendah 100 kg SP-36/ha

KCl 100 kg/ha


2. Kalium Rendah KCl 50 kg/ha+
5 t jerami

Sistem
Drainase
Agak
3. Konvensional
pH Masam
Pupuk N
(pH 5-6)
Dalam Bentuk
Urea

Sumber: Data Primer, 2019


4.2 Pembahasan
Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa
pada Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) yang pertama yaitu uji nitrogen (N),
didapatkan hasil berwarna kekuningan yang mendekati warna pada bagan warna.
Status hara N tanah yang berarti status haranya rendah. Dengan demikian, perlu
adanya penambahan urea dengan rekomendasi kg/ha untuk tanah berpasir 300
gr/ha dan untuk tanah liat sebanyak 250 gr/ha. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Nurmegawati (2012), yang menyatakan bahwa Nitrogen yang dikandung tanah
pada umumnya rendah, banyak yang hilang karena terbawa aliran permukaan
(run-off), menguap dan mereseap kebawh. Sehingga harus selalu ditambahkan
dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada setiap awal pertanaman.
Pada uji yang kedua yaitu uji fosfor (P), didapatkan hasil berwarna biru pekat
yang sesuai pada bagan warna status hara N tanah yang berarti menunjukkan
status haranya tinggi. Maka dengan demikian, perlu adanya penambahan SP-36
sebanyak 100 kg/ha. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Irwanto (2015),
yang menyatakan bahwa Unsur P dalam tanah ketersediaannya (availability) bagi
tanaman rendah karena P terikat oleh liat, bahan organik serat oksidasi Fe dan Al
pada tanah yang pH rendah (tanah masam pH 4 – 5,5) dan oleh Ca, dan Mg pada
tanah yang pH tinggi (7-8). Unsur P berperan penting dalam pembentukan bunga,
buah dan biji serta mempercepat kematangan buah.
Pengujian yang ketiga yaitu uji kalium (K), maka didapatkan hasil berwarna
orange yang sesuai pada bagan warna status hara N tanah yang menunjukka status
hara pada tanah tersebut rendah. Dengan demikian, perlu adanya penambahan
KCL 100 kg/ha 50 kg/ha + 5 t Jerami/ha. Kurangnya kandungan kalium dalam
tanah disebabkan karena unsur tersebut dalam bentuk mobil, sehingga mudah
hilang tercuci dan berdampak buruk bagi tanaman. hal ini sesuai dengan pendapat
Irwanto (2015), yang menyatakan bahwa unsur hara K merupakan unsur hara
utama ketiga yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar. Unsur tersebut dalam
bentuk mobil, sehingga mudah hilang tercuci. Bila terjadi kekurangan unsur K
tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama penyakit, proses metabolisme
terganggu, sehingga kualitas dan kuantitas produksi tanaman rendah.
Untuk uji keempat yaitu uji pH, didapati larutan tanah yang berwarna orange
yang sesuai pada bagan warna untuk pH tanah . Dengan demikian tanah tersebut
memiliki pH agak masam (5-6) hingga direkomendasikan untuk menggunakan
sistem drainase konvensional, pupuk N dalam bentuk urea. Tanah yang bersifat
masam akan cenderung mengandung racun besi. Hal ini seseuai dengan teori dari
Nurmegawati (2012), yang menyatakan bahwapada tanah masam (pH < 4,5),
ketersediaan beberapa hara lebih rendah dari pada tanah netral, serta kemungkinan
besar muncul keracunan besi (Fe++) akibat kondisi tanah m enjadi reduktif.
Pada pengujian sampel lahan kering didapat hasil PUTK uji posfor (P),
nampak warna sampel tanah kering yang diberi uji PUTK P memiliki biru warna
bening, dan merujuk pada warna adisol dengan status P rendah maka tanah kering
ini direkomendasikan diberi pupuk SP-36 sebanyak 100 kg/ha .Kandungan Fosfor
yang kurang pada tanah akan mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Farik (2018), yang menyatakan bahwa kekurangan P
dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembanggan tanaman terganggu seperti
tanamaan menjadi kerdil, jumlah anakan sedikit (berkurang), pemasakan buah
terlambat dan produksi tanaman rendah alibat kurangnya kandungan hara
posfor dalam tanah
Pada uji kedua, yaitu uji kalium (K), tanah kering yang telah ditetesi berbagai
macam jenis K, menunjukkan warna larutan tanah adalah kuning pekat atau
oranye maka berdasarkan bagan rekomendasi K, K pada tanah kering yang
diujikan termasuk ke dalam status K yang rendah. Maka dari itu, perlu diberi
penambahan pupuk KCl dengan rekomendasi (kg/ha) sebanyak 100 kg/ha.
Kandungan Kalium yang kurang pada tanah juga akan mengakibatkan
terhanbatnya pertumbuhan pada tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Irwanto (2015), yang menyatakan bahwa kurangan hara kalium menyebabkan
tanaman kerdil, proses pengangk utan hara,pernafasan, dan fotosintesis terganggu,
yang pada akhirnya mengurangi produksi.
Untuk uji ketiga penggunaan PUTK yaitu uji pH, didapati larutan tanah yang
berwarna oranye yang warnanya sesuai pada bagan warna untuk pH tanah . Maka
tanah tersebut memiliki pH yang agak masam (5-6) hingga direkomendasikan
untuk menggunakan sistem drainase konvensional, kapur 1-2t/ha, serta pupuk N
bentuk Urea. Tanah yang bersifat masam akan cenderung mengandung racun besi.
Hal ini seseuai dengan teori dari Nurmegawati (2012), yang menyatakan bahwa
pada tanah agak masam (pH < 5,6), ketersediaan beberapa hara lebih rendah dari
pada tanah netral, serta kemungkinan besar muncul keracunan besi akibat kondisi
tanah menjadi reduktif.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa PUTS bekerja dengan
cara mengukur hara N, P, dan K yang terdapat di dalam tanah secara semi
kuantitatif dengan metode kolorimetri atau pewarnaan. Hasil analisis ini
digunakan sebagai dasar penentuan pemupukan N, P, dan K. Satu unit Perangkat
Uji Tanah Sawah terdiri dari satu paket bahan kimia dan alat ekstraksi kadar N, P,
K, dan pH; bagan warna untuk penetapan kadar pH, N, P, dan K, buku petunjuk
penggunaan serta rekomendasi pupuk untuk padi sawah; dan bagan warna daun.
Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) juga memiliki fungsi dan kegunaan yang
hampir sama. Bedanya, PUTK digunakan untuk menguji tanah kering
seperti tanah perkebunan.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam menentukan dosis pupuk, harus dilakukan dengan teliti agar
hasil yang didapatkan akurat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut
sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman menjadi lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri Muhammad. 2013. Teknologi Uji Tanah Untuk Penyusunan
Rekomendasi Pemupukan Berimbang Tanaman Padi Sawah.
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 6 No. 1 Maret 2013: 11-22.
Farik Khalimi, Zaenal Kusuma. 2018. Analisis Ketersediaan Air pada Pertanian
Lahan Kering di Gunung Kudul Yogyakarta. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan Vol 5 No 1 : 721-725, e-ISSN:2549-9793.
Hamdani, K K. K Permadi. 2015. Pemupukan Tanaman Ubi Kayu Berdasarkan
Metode Perangkat Uji Tanah Kering Dalam Meningkatkan Produksi
(Fertilization Cassava Pursuant To Method Upland Soil Test Kit Inrease
Producting). Journal Agros. Jawa Barat : Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Vo.17. No.1. ISSN 1411-0172.

Harahap, F R. 2016. Pengelolaan Lahan Basah Terkait Semakin Maraknya


Kebakaran Dengan Pendekatan Adaptasi Yang Didasarkan Pada Kovensi
Ramsar. Jurnal Society, Volume VI, Nomor II, Juni 2016.
Irwanto, SST. 2015. Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (Puts) Dan
Perangkat Uji Tanah Kering (Putk) Untuk Menentukan Status Hara
Tanah Sawah Dan Tanah Kering. Jambi: Widyaiswara Balai Pelatihan
Pertanian.
Juanda, 2006. Pemupukan Berimbang Dengan Perangkat Uji Tanah Sawah V.01
(Paddy Soil Test Kit). Bogor: Balai Penelitian Tanah.
Kasifah. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Makassar: Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Matheus, R. B Mika. Rompon. N Neonufa. 2013. Strategi Pengelolaan Pertanian
Lahan Kering Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Di Nusa
Tenggrara Timur. Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering
Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Partner, Tahun 22 Nomor 2,
Halaman 529 – 541.
Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian Lahan Kering Di Indonesia Dan Lahan
Basah Terra Incognita. Yogyakarta : Ilmu Tanah Gadjah Mada.

Nurmegawati, W. Wibawa, E.Makruf , D. Sugandi, dan T. Rahman. 2012.


Tingkat Kesuburan dan Rekomendasi Pemupukan N, P, dan KTanah
Sawah Kabupaten Bengkulu Selatan. Jurnal Solum. Vol. IX No.2 Juli
2012: 11-18 ISSN: 1829-799461.
Rahmi, O. 2015. Pengelolaan Lahan Basah Terpadu Di Desa Mulia Sari
Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI). Vol. 20 (3): 201 ISSN 0853-4217.
LAMPIRAN

Gambar 9. Larutan yang digunakan untuk Gambar 10. Tanah sawah yang
uji tanah sawa K1,K2, K3 dan pH 1 , pH 2 dimasukkan kedalam tabung
reaksi sebanya 0,5 gr

Gambar 11. pengukuran


larutan K1 sebanyak 2 ml Gambar 12. Penambahan larutan K2 dan
K3 seabanyak 3 tetes kedalam larutan
yang telah dihogenkan

Gambar 13. pengukuran


larutan pH1 dan pH2 Gambar 14. Gambar 15. proses
sebanyak 2 ml pencampuran pH 2 pendiaman selama 10
kedalam tabung reaksi menit larutan pH tanah
yang berisi larutan sawah
Gambar 16. Penentuan kecocokan Gambar 17. Penentuan kecocokan
warna larutan hara N tanah sawah warna larutan hara P tanah sawah

Gambar 18. Penentuan Gambar 19. Penentuan kecocokan


kecocokan warna larutan hara K warna larutan hara pH tanah sawah
tanah sawah

Gambar 20. Penentuan


Gambar 21. Penentuan Gambar 22. Penentuan
kecocokan warnalarutan
kecocokan warna larutan kecocokan warna
hara P tanah kering
hara pHtanahkering larutan hara Ktanah
kering
LAMPIRAN JURNA

Anda mungkin juga menyukai