Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik
berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya
perakaran penopang tumbuhnya tanaman dan menyuplai
kebutuhan air dan udara, secara kimiawi berfungsi sebagai
gudang dan penyuplai hara atau nutrisi dan secara biologi berfungsi
sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam
penyediaan hara dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi
tanaman, ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas
tanah. Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki
sebagian besar permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman
dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang
bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama
jangka waktu tertentu pula. Tanah juga merupakan faktor terpenting
dalam tumbuhnya tanaman dalam suatu sistem pertanaman.
Kesuburan tanah tidak terlepas dari keseimbangan biologi,
fisika dan kimia, ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan
penting untuk tingkat kesuburan tanah pada lahan pertanian.
Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam yang
ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi tanah
yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Kesuburan tanah terbagi
menjadi dua yaitu kesuburan tanah aktual dan juga kesuburan tanah
potensial. Kesuburan tanah aktual adalah kesuburan tanah yang hakiki.
Kesuburan tanah potensial adalah kesuburan tanah maksimum yang
dapat dicapai  dengan intervensi teknologi yang mengoptimalkan semua
faktor.
Tanah yang kekurangan suatu unsur hara akan menampakkan
gejala secara visual. Setiap hara umumnya menunjukkan gejala tertentu
yang bersifat spesifik, dilihat gejala yang tampak pada tanaman, maka
dapat diperkirakan adanya kekurangan hara tertentu dalam tanah.
Analisis untuk tanah yang diambil secara acak dan analisis tanaman
perlu dilakukan untuk mendukung hasil pengamatan visual, dan untuk
mengamati gejala kekahatan hara secara visual maka dilakukan
praktikum kesuburan agar dapat mengetahui dan mengamati keadaan
sekitar dengan cepat dan tepat, dapat mengamati gejala-gejala yang
ditunjukkan oleh tanaman yang tumbuh di daerah tersebut.
Mahasiswa perlu mengetahui hal yang mempengaruhi sifat–sifat
kimia maupun fisika tanah dan keadaaan tanah serta perkembangan
tanaman secara tepat. Masing–masing sifat yang berbeda–beda antara
tanah satu dengan tanah yang lainnya sehingga cara penanganan dan
pelaksanaan dari tanah tersebut dalam hal penggarapannya berbeda
pula. Praktikum ini diharapkan kita dapat mengerti jenis tanah beserta
sifatnya sehingga dalam hal penggarapannya diharapkan dapat mencapai
hasil yang maksimal.
B. Tujuan Praktikum
Praktikum Kesuburan Tanah ini dilaksanakan dengan tujuan
sebagai berikut :
1. Mahasiswa bisa melakukan analisis beberapa sifat kimia tanah
2. Mahasiswa mampu melihat pengaruh dari tindakan pemupukan atau
pengelolaan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman
C. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum kesuburan tanah dilaksanakan di dua tempat yaitu Acara
Percobaan Penanaman di Lahan dilaksanakan di Jumantono, Kecamatan
Karanganyar, Kabupaten Karanganyar setiap minggu pada hari Sabtu
pukul 07.00 sampai selesai dimulai dari tanggal 11 November 2017
sampai panen dan Acara Analisis di Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret pada hari Rabu
tanggal 25 Oktober 2017 pukul 07.30 – 14.00 WIB.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Alfisol
Tanah alfisol adalah tanah dimana terdapat penimbunan liat
dihorison bawah (argilik), mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan
jumlah kation) yang tertinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 150
cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun dari horison bawah ini
berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Tanah ini biasanya cenderung berwarna kemerahan tanah
ini cukup produktif untuk pengembangan berbagai komoditas
tanaman pertanian mulai tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan. Tingkat kesuburannya (secara kimiawi) tergolong baik.
pH-nya rata-rata mendekati netral (Hardjowigeno 2007).
Tanah Alfisol mempunyai keunggulan sifat fisika yang relatif
bagus, tetapi tanah Alfisol umumnya miskin hara tanaman baik yang
makro maupun mikro dan hanya kaya akan hara Ca dan Mg.
Produktivitas lahan umumnya relatif rendah sebagai akibat kandungan
humus yang sudah sangat rendah, terutama yang sudah cukup lama
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan. Tanah Alfisol di
Indonesia sekitar 7 juta hektar tersebar di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara. Namun demikian berapa luas lahan kering Alfisol yang sudah
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan belum diperoleh data
yang jelas (Ispandi 2008).
Tanah alfisol merupakan jenis tanah yang cukup potensial bagi
pertanian dalam praktek pertaniannya, petani biasanya hanya
menggunakan pupuk N dengan dosis yang berlebihan dan jarang
menggunakan pupuk organik hal ini akan mengakibatkan kondisi tanah
cepat mengalami kerusakan yang diindikasikan dengan penurunan bahan
organik. Tanah akan mengalami pemadatan dan peka terhadap erosi
akibat rendahnya kandungan bahan organik. Kondisi ini juga akan
mengakibatkan pemiskinan unsur hara di dalam tanah. diperlukan upaya-
upaya pengelolaan yang tepat sehingga kerusakan tanah dapat dicegah.
Upaya-upaya tersebut antara lain dengan pemberian pupuk organik dan
pemupukan yang seimbang. Alfisol menunjukkan bahwa penambahan
bahan organik berupa pupuk kandang dan pupuk hijau dapat
memperbaiki beberapa sifat fisik tanahseperti mengurangi kepadatan
tanah, meningkatkan pori drainase cepat, kadar air tersediadan C-organik
tanah. Perlakuan pupuk kombinasi organik dan anorganik juga
menghasilkan sistem perakaran yang dalam, perkembangan perakaran
yang baik dan hasil tanaman yang tinggi (Prasetyo 2014).
Tanah-tanah yang mempunyai kandungan liat tinggi di horison
argilik dibedakan menjadi afisol (pelapukan belum lanjut) dan ultisol
(pelapukan lanjut). Alfisol kebanyakan ditemukan di daerah beriklim
sedang, tetapi dapat pula ditemukan di daerah tropika dan subtropika
terutama di tempat-tempat dengan tingkat pelapukan sedang. Alfisol
ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit. Proses pembentukan
Alfisol memerlukan waktu yang lama karena lambatnya proses
akumulasi liat untuk membentuk horison argilik (Wijanarko 2007).
Tanah Alfisol yang umumnya memiliki unsur hara makro dan
mikro yang rendah. Pemakaian kompos azolla, fosfat alam, dan abu
sekam bukan tanpa alasan. Kompos azolla memiliki kandungan unsur
hara Nitrogen (N) 2,55 – 3,95%, Fosfor (P) 0,35 - 0,85%, dan Kalium
(K) 1,80 – 3,90%. Fosfat alam mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi
jika diaplikasikan pada tanah masam seperti Alfisol, sedangkan abu
sekam padi dengan dosis 2 ton/ha mempunyai pengaruh yang sama
dengan pupuk anorganik KCl dengan dosis 150 kg/ha (Sambodo 2014).
B. Pupuk Kandang, Urea
Pupuk urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N)
berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat
diperlukan tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna
putih, dengan rumus kimia NH2(CONH)2, merupakan pupuk yang
mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air
(higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan
tertutup rapat. Pupuk urea mengandung unsur hara N sebesar 46%
dengan pengertian setiap 100 kg urea mengandung 46 kg Nitrogen.
Unsur hara nitrogen yang terkandung dalam pupuk urea memiliki
kegunaannya bagi tanaman yaitu, membuat daun lebih banyak
mengandung butir hijau daun (chlorophyl), dapat mempercepat
pertumbuhan tanaman, dapat menambah kandungan protein tanaman dan
dapat dipakai untuk semua jenis tanaman, baik tanaman pangan,
holtikultura, tanaman perkebunan, usaha peternakan dan usaha perikanan
(Muhfandi 2011).
Pupuk urea merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan dan
hasil jagung. Maka dilakukan penelitian yang bertujuan (1) untuk
mengetahui waktu aplikasi urea yang diberikan secara bertahap dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung hibrida Pioneer 27, (2)
mengetahui dosis pupuk urea yang optimum dalam meningkatkan
pertumbuhan dan hasil jagung Pioneer 27, dan (3) mengetahui interaksi
antara dosis dan waktu aplikasi pupuk urea dalam meningkatkan
pertumbuhan (Saragih 2013).
Pemberian pupuk organik sangat baik digunakan untuk
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, meningkatkan efektifitas
mikroorganisme tanah dan lebih ramah terhadap lingkungan. Pupuk
kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan.
Ayam, kambing, sapi, kuda, dan babi merupakan beberapa contoh
hewan yang kotorannya dapat dijadikan sebagai pupuk kandang. Kotoran
yang dimanfaatkan biasanya berupa kotoran padat atau cair yang
digunakan secara terpisah maupun bersamaan. Mengoptimalkan
penggunaan lahan dan pemberian pupuk dapat meningkatkan produksi
tanaman
(Rahmah 2013).
Pupuk kandang dapat diartikan sebagai semua produk buangan
dari hewan ternak yang dapat digunakan untuk menambah hara,
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Pemeliharan ternak diberi alas
sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut
akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut pupuk kandang pula.
Berdasarkan sifatnya pupuk kandang dibagi menjadi dua yaitu pupuk
kandang padat dan cair. Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang
berupa padatan termasuk yang belum dikomposkan, sebagai sumber hara
N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik
tanah. Pupuk kandang cair merupakan bentukan cair dari kotoran hewan
yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran
hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Pupuk
kandang yang masih segar jika dicampur dengan air dan dijadikan pupuk
kandang cair memiliki kandungan hara yang lebih baik dibanding
dengan pupuk kandang padat (Takdir 2017).
Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan
ternak baik ternak ruminansia ataupun ternak unggas. Sebenarnya,
keunggulan pupuk kandang tidak terletak pada kandungan unsur hara
karena sesungguhnya pupuk kandang memiliki kandungan hara yang
rendah. Kelebihannya adalah pupuk kandang dapat meningkatkan
humus, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan kehidupan
mikroorganisme pengurai (Zulkarnain 2009).
C. Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan
hara, air, dan oksigen dalam pada tanaman dalam jumlah yang seimbang.
Kemampuan ini dipengaruhi oleh sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.
Kesuburan tanah dari sudut kimia dapat diartikan kemampuan tanah
untuk menyediakan hara yang cukup bagi tanaman. Penilaian kesuburan
tanah biasanya didasarkan kandungan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium
karena nutrien makro ini dibutuhkan dalam jumlah banyak. Ketersediaan
unsur hara juga dipengaruhi oleh faktor tanah seperti tekstur, kapasitas
tukar kation, kandungan bahan organik, dan pH tanah (Supriyadi 2007).
Kesuburan tanah adalah suatu keadaan dimana tata air, udara, dan
unsur hara dalam keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai keutuhan
tanaman. Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara
yang tersedia selama siklus pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk
organik merupakan tindakan pengelolaan yang diharapan dapat
memperbaiki kesuburan tanah melalu perbaikan sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah. Pupuk organik dapat membantu kesuburan tanah dalam
meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik yang dapat
menunjang produksi yang maksimal (Rachman 2008).
Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah
adalah dengan melakukan pemupukan menggunaka pupuk organik.
Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi. Jenis
pupuk ini mempunyai lain yaitu dapat memperbaiki sifat – sifat fisik
tanah seperti permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya
menahan air dan kation – kation tanah (Roidah 2013).
Lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah,
terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah
menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin
diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama
pada saat tanaman semusim. Kadar bahan organik didaerah tropis cepat
menurun mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun secara alami. Bahan
organik memiliki peranan penting dalam memperbaiki sift kimia, fisika,
dan biologi tanah meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organik
tanah relatif rendah, peranannya cukup penting karna selain unsur NPK
bahan organik juga merupakan unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo,
Ca, Mg, dan Si (Abdurachman 2008).
D. Tanaman Kangkung
Kangkung darat (Ipomoea aquatica) adalah salah satu tanaman
hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki
potensi pasar yang cukup besar. Upaya peningkatan produksi dan mutu
yang tinggi umumnya petani masih mengandalkan pestisida sintetik
yang berlebihan sehingga menyebabkan adanya residu yang
membahayakan baik pada produsen, konsumen maupun lingkungan,
disamping itu menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya produksi dan
menekan serendah mungkin kandungan residu pestisida sintetik adalah
dengan cara menerapkan budidaya sistem organik (Supriyono 2010).
Kangkung adalah tanaman hijau yang memiliki akar, batang, daun
bunga, buah dan biji. Kangkung memiliki akar tunggang dengan banyak
akar samping. Akar tunggang tumbuh dari batang yang berongga dan
berbuku-buku. Daunnya berbentuk tunggal dengan ujung runcing atau
tumpul mirip bentuk jantung hati, warnanya hijau kelam atau hijau
keputihan dengan semburat ungu dibagian tengah. Bunganya berbentuk
terompet berwarna putih atau putih keunguan. Buahnya berbentuk telur
dalam bentuk mini warnanya cokelat kehitaman, tiap-tiap buah memiliki
tiga butir biji dan dijadikan bibit tanaman. Kangkung terdiri dari dua
jenis yaitu kangkung air dan kangkung darat (Nurliana 2017).
Kangkung merupakan tanaman sayuran komersial yang bersifat
manjalar. Kangkung berbatang kecil, bulat panjang, dan berlubang di
dalamnya. Jenis kangkung yang sering dibudidayakan antara lain
kangkung darat (Ipomoea reptans L, Poir) dan kangkung air (Ipomoea
aquatica Forski). Kangkung darat berdaun panjang, berujung runcing,
dan berwarna hijau keputih-putihan, bunganya berwarna putih.
Sedangkan kangkung air berdaun panjang, tetapi ujungnya agak tumpul
dan berawarna hijau tua, bunganya berwarna kekuning-kuningan atau
ungu. Varietas kangkung darat diantaranya sutera dan bangkok, untuk
kangkung air diantaranya sukabumi dan biru (Sunarjono 2013).
Pemeliharaan tanaman kangkung air lebih mudah karena tidak
memerlukan penyiraman. Tanaman kangkung darat tidak boleh
terlambat disiram karena sangat memerlukan air untuk pertumbuhannya.
Penyiraman kangkung darat dilakukan setiap hari pada pagi dan sore
hari. Volume air penyiraman harus benar-benar cukup sesuai
kebutuhannya agar produktivitas tanaman baik. Kebutuhan air untuk
penyiraman sekitar 200-300 liter untuk lahan 100 m2 (Suparinto 2011).
Kangkung dapat dipanen pada umur kurang lebih satu bulan. Cara
memanennya yaitu dengan mencabut tanaman kangkung hingga semua
akarnya ikut tercabut atau dapat dilakukan dengan pemangkasan hingga
pangkal batang. Setelah dipanen, tanaman kangkung lalu dikumpulkan
ditempat yang teduh. Selain itu, perendaman akar kangkung diakhir juga
dapat membantu agar kangkung yang dipanen menjadi tahan lama
(Pracaya 2016).
III. CARA KERJA
A. Praktikum Lapang
1. Alat
a. Cethok
b. Ember atau gembor
c. Penggaris atau meteran
d. Patok Kayu
e. Rafia
f. Cangkul
g. Papan nama
2. Bahan
a. Benih kangkung
b. Pupuk kandang
3. Prosedur Kerja
Dalam kegiatan ini mahasiswa di kelompokkan kedalam
beberapa kelompok. Setiap kelompok akan melakukan penanaman
tanaman kangkung di lapangan, pemupukan, pengamatan,
pemeliharaan tanaman sampai panen, di lahan percobaan Jumantono
Karanganyar
Cara kerja sebagai berikut :
a. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah di lakukan dengan mencangkul tanah pada
kedalaman olah, kemudian menggemburkan dan meratakannya
serta di bersihkan dari sisa-sisa tanaman penganggu.
b. Pembuatan petak
Pembuatan petak dengan ukuran 2 x 2 meter.
c. Penanaman
Menanam kangkung 2 biji perlubang dengan jarak tanam 15 x 15
cm.
d. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai perlakuan untuk setiap kelompok
sesuai kelompok masing-masing.
Cara pemupukan
1) Pupuk kandang diberikan sekali pada saat pengolahan tanah
2) Pupuk N, diberikan 2 kali, pemupukan pertama saat 1 minggu
setelah tanam dan pemupukan kedua 2 minggu setelah tanam.
Pupuk dilarutkan dalam air yang akan digunakan untuk
menyiram.
e. Pengamatan
Setiap praktikan (kelompok praktikum) wajib membawa
peralatan untuk pengukuran dan hasil pengamatan harus disetujui
oleh asisten.
Cara pengukuran/ pengamatan tanaman :
1) Tinggi Tanaman
Diukur dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh
untuk tanaman sampel dilakukan 1 minggu sekali.
2) Berat Brangkasan segar
Brangkasan segar meliputi seluruh tanaman yang dipanen
beserta akarnya serta sudah dibersihkan dari tanah.
3) Pemanenan Hasil
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 25 sampai
30 hari dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman, lalu
akarnya dicuci bersih.
B. Praktikum Laboratorium
1. Kadar Lengas
a. Alat
1) pH meter
2) tissue
3) botol semprot
b. Bahan
1) CTKA
2) Botol/flakon
3) Alat penggojog
4) Aquades
5) Labu ukur
c. Cara kerja
1) Menimbang botol timbang kosong (a)
2) Menimbang contoh tanah 5 gram dan memasukkanya ke
dalam botol timbang
3) Menimbang botol timbang dan contoh tanah (b)
4) Mengoven selama 4 jam pada suhu 105ºC.
5) Mendinginkan dalam eksikator lalu menimbang botol
timbang (c)
6) Menghitung kadar lengas tanah
2. Bahan Organik
a. Alat
1) Labu takar 50 ml
2) Gelas piala 50 ml
3) Gelas ukur 25 ml
4) Pipet drop
5) Pipet ukur
b. Bahan
1) Ctka 0,5 mm
2) K2Cr2O7 1N
3) Asam sulfat pekat
4) Asam fosfat 85%
5) FeSO4 0,5 N
6) Indikator DPA
7) Aquadest
c. Cara kerja
1) Menimbang CTKA 0,5 mm seberat 0,5 g dan memasukkan
kedalam labu takar 50 ml
2) Menambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 10 ml
3) Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc asam
sulfat pekat setetes demi setetes, hingga menjadi berwarna
jingga. Apa bila muncul warna kehijauan, tambahkan lagi
K2Cr2O7 pekat dengan volume yang diketahui. Melakukan hal
yang sama untuk blanko (tanpa tanah)
4) Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit,
lalu mendiamkannya selama 30 menit
5) Menambahkan asam fosfat 85% dan mengencerannya dengan
aquadest hingga tanda tera (vol 50 ml) dan digojog sampai
homogen
6) Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 15 ml
aquadest serta indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian
menggojognya bolak-balik sampai homogen
7) Menitrasi dengan FeSO4 0,5 N hingga warna hijau cerah
3. N Total Tanah
a. Alat
1) Gelas arloji
2) Timbangan analitik
3) Tabung Kjeldahl
4) Erlenmeyer
5) Buret
6) Labu destilasi
b. Bahan
1) Ctka 0,5 mm
2) H2SO4 Pekat
3) CuSO4 dan K2SO4 (perbandingan 20:1)
4) Aquadest
5) H2SO4 0,1 N atau H2BO4 10%
6) Indikator Methyl red
7) NaOH 0,1N atau NCL 0,1N
8) Butir Zn
c. Prosedur kerja
1) Destruksi
a) Menimbang dengan gelas arloji bersih/kertas contoh
tanah kering angin diameter 0,5 mm 1 gram
b) Memasukkan ke tabung Kjedahl dan menambahkan 6
ml H2SO4 pekat
c) Menambahkan campuran serbuk K2SO4 dan CuSO4 1
sendok kecil
d) Melakukan destruksi hingga campuran homogen yaitu
asap hilang dan larutan menjadi putih kehijauan atau
tidak berwarna
2) Destilasi
a) Setelah larutan dalam tabung Kjedahl dingin,
menambahkan aquades 30 ml dan menuangkan dalam
tabung destilasi (tanah tidak ikut), menambahkan 2 butir
Zn dan 20 ml NaOH pekat.
b) Mengambil larutan penampung 10 ml (merupakan
campuran H2SO4 0,1 N dan 2 tetes metyl red) pada beker
glass atau Erlenmeyer (larutan penampung sudah
dibuatkan).
c) Melakukan destilasi hingga volume larutan penampung
40 ml.
3) Titrasi
a) Mengambil larutan penampung 10 ml dan melakukan
titrasi pada larutan dalam beker glass hasil destilasi,
dengan NaOH 0,1 N sampai warna hamper hilang/kuning
bening.
b) Melakukan prosedur diatas untuk blanko.
c) Menghitung nilai N total tanah.
4. P tersedia tanah
a. Alat
1) Gelas ukur
2) Timbangan analitik
3) Tabung reaksi
4) Corong
5) Kertas saring whatman
6) Erlenmeyer
7) Pipet ukur
8) Spektrofotometer
b. Bahan
1) Ctka 0,5 mm
2) Larutan HCl 0,025 N
3) Larutan NH4F 0,03 N
4) Ammonium Molibdat
5) Larutan SnCl2
6) Larutan standar P
c. Cara Kerja
1) Mengencerkan larutan standar P (dilakukan co-ass)
2) Menimbang 0,5 gram tanah kering angin kemudian
memasukkannya ke dalam flakon
3) Menambahkan 7 ml larutan Bray (0,025 N HCl + 0,03 N
NH4F), lalu menggojognya selama 1 menit
4) Menyaring dengan kertas whatman sampai jernih
5) Mengambil 2 ml filtrat dan menambah 5 ml aquadest
6) Menambah 2 ml ammonium molybdat hingga homogen
7) Menambah 1 ml SnCl2 dan menggojognya (sebelum
ditembak)
8) Mengukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
660 nm.
5. K tersedia tanah
a. Alat
1) Gelas ukur
2) Tabung reaksi
3) Timbangan analitik
4) Corong
5) Flame photometer
b. Bahan
1) Ctka 0,5 mm
2) Lithium khlorida (LiCl2) 0,05 N
3) Amonium acetate 1 N pH 7
c. Cara kerja
1) Menimbang contoh tanah 2,5 gram
2) Menambah amonium asetat 25 ml dan menggojog selama 30
menit
3) Menyaring ekstrak dan mengambil 5 ml
4) Menambah 5 ml LiCl2 dan menjadikan volume 50 ml dengan
aquades
5) Menembak dengan flamefotometer
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A. 2008. Strategi dan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering


Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. J Litbang Pertanian 27(2) : 44.
Hardjowigeno 2007. Klasifkasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Ispandi 2008. Efektivitas Pupuk Pk dan Frekuensi Pemberian Pupuk K dalam
Meningkatkan Serapan Hara dan Produksi Kacang Tanah. J Ilmu
Tanah dan Lingkungan 2(3) : 55-58.
Muhfandi 2011. Unsur N dalam Pupuk Urea. www.pusri.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 15 November 2017.
Nurliana, 2017. Identifikasi Tanaman Sayuran. Majalah Ilmiah Universitas
Almuslim, 9(3) : 37-44.
Pracaya. 2016. Bertanam 8 Sayuran Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prasetyo, Adi. 2014. Hubungan Sifat Fisik Tanah Perakaran Dan Hasil Ubi Kayu
Tahun Kedua Pada Alfisol Jatikerto Akibat Pemberian Pupuk Organik Dan
Anorganik. J Tanah dan Sumberdaya Lahan 1(1) : 27-28
Rachman, Idris Abd. 2008. Penggunaan Bahan Organik Dan Pupuk NPK
Terhadap Serapan Hara Dan Produksi Jagung Di Inceptisol Ternate. J
Tanah Dan Lingkungan 10(1) : 7.
Roidah, Ida Syamsu. 2013.Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan
Tanah. J Universitan Tulungagung Bonorowo 1(1) : 30-32
Sambodo, Anandeya Satrio. 2014. Pengaruh Pupuk Organik Berbasis Azolla,
Fosfat Alam, Dan Abu Sekam Padi Terhadap Hasil Kacang Tanah Di
Alfisols (The Effect Of Azolla- Based Organic Fertilizer, Rock Phosphate
And Rice Husk Ash To Peanut In Alfisols) J Ilmu-Ilmu Pertanian 29(2) :
73-74.
Saparinto, Cahyo. 2011. Panen Sayur secara Rutin di Lahan Sempit. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Saragih, Diana. 2013. Pengaruh Dosis Dan Waktu Aplikasi Pupuk Urea Dalam
Meningkatkan Pertumbuhan Dan Hasil Jagung (Zea mays, L.) Pioneer 27. J
Agrotek Tropika 1(1) : 50-51.
Sunarjono, Hendra. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Depok: Penebar Swadaya.
Supriyadi, Slamet. 2007. Kesuburan Tanah Di Lahan Kering Madura. J Embryo
4(2) : 124.
Supriyono, Edi. 2010. Perbedaan Usahatani Kangkung Darat (Ipomoea Aquatica)
Sistem Organik dan Anorganik. J Agribisnis dan Pengembangan Wilayah
2 (1): 22-34.
Sutanto, Rahmah. 2013. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan &
Pengembangannya. Yogyakarta : Kasinius.
Takdir, Muhammad. 2017. Sikap Anggota Wanita Tani Karya Mandiri Terhadap
Penggunaan Pupuk Organik Cair di Muang Ilir Kecamatan Samarinda
Utara Kota Samarinda. J Ekonomi Pertanian dan Pembangunan 14(2)
:1-13.
Wijanarko, Sudaryono, dan Sutarno. 2007. Karakteristik Sifat Kimia dan Fisika
Tanah Alfisol di Jatim dan Jateng. J Iptek Tanaman Pangan 2(2): 214-
226.
Zulkarnain, H. 2009. Dasar-dasar Hortikultura (HRT). Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai