Anda di halaman 1dari 45

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Vermikompos adalah pupuk organik yang dihasilkan dari perombakan bahan-
bahan organik dengan bantuan mikroorganisme dan cacing tanah (Aryani et al.,
2019). Vermikompos mengandung kadar hara N 2-3%, P sebanyak 1,55-2,25%,
serta K sebanyak 1,85-2,25% tergantung pada komposisi media tumbuh cacing
(Libra et al., 2018). Vermikompos dapat meningkatkan kualitas tanah, sehingga
meningkatkan produksi jagung yang ditandai dengan pH dan hasil tanaman jagung
yang jauh lebih tinggi (Fitria et al., 2018). Vermikompos dapat mempengaruhi
serapan P untuk hasil tanaman yang lebih baik dengan menggunakan pupuk organik
dari kotoran sapi (Rahmawati, 2021). Vermikompos dapat memberikan hasil terbaik
pada berat tongkol dan hasil tanaman jagung per petak dengan dosis 3 ton/ha
(Aminah et al., 2022).
Ultisol merupakan salah satu tanah di Bengkulu yang mempunyai sebaran
luasan 0,71 juta ha merupakan luasan kedua setelah tanah Inceptisol yang luasnya
lebih dari 0,99 juta (Prawito et al., 2022). Ultisol merupakan salah satu tanah tua,
terdapat horizon argilik/iluviasi yang padat, mengalami pencucian intensif, tanah
lapisan atas tipis, kesuburan rendah, dan tanah banyak mengalami degradasi. Curah
hujan, erosi, dan tingginya tingkat pelapukan di wilayah tropis yang lembap
menyebabkan terjadinya iluviasi lempung dan pemadatan pada lapisan berlempung,
penghilangan bahan-bahan basa, pH tanah yang bersifat asam, tingkat kejenuhan
fosfor yang tinggi, kemampuan peresapan air yang rendah, dan lapisan tanah paling
atas dengan cepat mengalami kejenuhan air. Selain erosi, tantangan utama yang
dihadapi dalam pertanian Ultisol adalah kerapatan tanah pada lapisan di bawah
lapisan kerja. Ketika daya dukung tanah untuk pertumbuhan tanaman menurun, ini
menunjukkan bahwa tanah telah mengalami penurunan nilai fungsinya atau
mengalami degradasi (Subogo, 2012).

1
Usaha pertanian di Ultisol akan menghadapi sejumlah permasalahan karena
Ultisol umumnya mempunyai pH rendah yang menyebabkan kandungan Al, Fe, dan
Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Jenis tanah ini biasanya miskin
unsur hara makro esensial seperti N, P, K, Ca, dan Mg dan unsur hara mikro Zn, Mo,
Cu, dan B, serta bahan organik. Umumnya tanah Ultisol atau Podsolik Merah
Kuning (PMK) banyak mengandung Al dapat dipertukarkan kisaran 20-70%
(Banamtuan et al., 2023).
Jagung (Zea mays. L) adalah sumber karbohidrat sebagai bahan pangan,
bahan pakan untuk ternak dan bahan baku industri. Salah satu faktor penghambat
perkembangan jagung di Indonesia adalah terbatasnya lahan produktif. Disisi lain
tanaman jagung memerlukan lebih banyak unsur hara esensial seperti N, P, K,
namun unsur hara di tanah Ultisol sangat sedikit (Riwandi et al., 2020). Optimalisasi
produktivitas jagung dapat dilakukan dengan cara pemupukan salah satunya
menggunakan vermikompos. Vermikompos mampu meningkatkan penyerapan unsur
hara tanaman, meningkatkan penyimpanan air tanah dan memperbaiki struktur tanah
(Surya et al., 2017).
Unsur hara fosfor adalah unsur hara utama yang diperlukan tanaman dalam
jumlah banyak. Fosfor merupakan bagian dari inti sel, sehingga penting dalam
pembelahan sel dan juga untuk perkembangan jaringan meristem. Fosfor dapat
merangsang pertumbuhan akar tanaman muda, mempercepat pembungaan dan
pemasakan buah, biji atau gabah, penyusun lemak dan protein. Fungsi P terpenting
dalam tanaman adalah sebagai bahan pembangunan nukleoprotein yang dijumpai
dalam setiap inti sel, pembentukan sel-sel baru tanaman. Fosfor mengaktifkan
pertumbuhan tanaman, pertumbuhan bunga, mempercepat pematangan buah dan
tanaman. Tidak ada unsur hara yang dapat menggantikan fungsi unsur hara P
didalam tanaman, tanaman harus mendapatkan atau mengandung unsur hara P secara
cukup untuk pertumbuhan secara normal pada tanaman (Zakia et al., 2022).

2
I.2 Rumusan Masalah
Ultisols merupakan jenis tanah yang memiliki permasalah diantaranya
memiliki kandungan hara bahan organik, N, P dan K rendah, kemasaman tinggi, peka
terhadap erosi serta mempunyai aerasi dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah
mudah menjadi padat serta mengakibatkan pertumbuhan akar tanaman terhambat
karena daya tembus akar ke dalam tanah menjadi berkurang. Oleh karena itu perlu
dilakukan Upaya untuk meningkatkan kesuburan dan kualitas tanah ultisol
diantaranya adalah dengan penambahan vermikompos. Pemberian vermikompos
diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah ultisol dan meningkatkan hasil
tanaman jagung.

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis terbaik pupuk vermikompos
terhadap serapan P daun dan hasil jagung BISI-18 di Ultisols.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Ultisol


Ultisols adalah salah satu jenis tanah yang tersebar luas di Indonesia,
mencapai sekitar 25% atau setara dengan 45.794.000 hektar dari total daratan
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Karakteristik utama dari Ultisols meliputi agregat
tanah yang tidak stabil, porositas rendah, kemampuan menahan air yang terbatas,
serta warna tanah merah kuning yang merupakan tanda dari penghancuran iklim yang
telah terjadi (Andalusia et al., 2016). Menurut penelitian Yulnafatmawita dan Adrinal
(2014), tingkat infiltrasi dan permeabilitas yang rendah membuat Ultisols menjadi
rentan terhadap erosi.
Ultisols memiliki faktor pembatas yang mencakup sifat fisik, kimia, dan
biologi. Dari segi sifat fisik, Ultisols ditandai oleh tingkat kejenuhan basa yang
kurang dari 35%, rentan terhadap erosi, tekstur lempung berliat, kemampuan
menahan air yang rendah, permeabilitas yang semakin rendah ke arah kedalaman,
serta kemampuan pemampatan pada tanah. Dalam hal sifat kimia, Ultisols memiliki
ketersediaan unsur hara seperti N, P, K yang terbatas, cadangan unsur hara makro dan
mikro yang rendah, pH rendah, kemampuan tukar kation yang terbatas, dan
kejenuhan basa yang rendah. Namun, Ultisols juga memiliki konsentrasi tinggi unsur
hara seperti Al, Fe, dan Mn, yang dapat bersifat toksik bagi tanaman (Fitriani et al.,
2014). Penelitian oleh Aryani et al. (2019) juga mencatat bahwa Ultisols memiliki
kandungan tinggi Al, Mn, dan Fe, tingkat keasaman tanah dengan pH di bawah 5,
kandungan bahan organik yang rendah, serta ketersediaan unsur hara seperti N, P, K,
Mo, Ca, dan Mg yang rendah, sementara kemampuan tukar kationnya kurang dari 24
meq/100g.
Tanah Ultisol yang mengalami degradasi adalah jenis Ultisol yang telah
mengalami berbagai bentuk degradasi, yang mengakibatkan penurunan nilai
fungsionalnya. Ini termasuk pencucian hara yang intensif, keberadaan horizon argilik,
lapisan atas tanah yang menjadi tipis, dan menurunnya kesuburan tanah (Gito, 2012).
Menurut Walida et al. (2020), pemberian pupuk organik sangat penting untuk

4
memperbaiki struktur tanah dan ketersediaan unsur hara pada tanah yang telah
mengalami degradasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan tersebut.
Ultisols merupakan salah satu ordo tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia (Subagyo dkk., 2004) dan sebagian besar budidaya tanaman pangan banyak
dilakukan pada ordo Ultisols seperti jagung. Tanah ini memiliki kendala dalam
pemanfaatannya antara lain yaitu mempunayi sifat fisik, kimia dan biologi kurang
mendukung pertumbuhan tanaman. Nilai pH yang biasanya masam, serta kandungan
unsure hara terutama P yang rendah karena adanya fiksasi P merupakan kendala bagi
pertumbuhan tanaman. Tanah dengan pH yang tinggi memiliki permasalahan
rendahnya kandungan P tersedia tanah karena adanya fiksasi oleh kalsium tanah (Tan,
2008).

2.2 Unsur Fosfor


Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya
berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber fosfor di dalam tanah
mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan fosfor.Fosfor
lebih mudah larut pada tanah yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada
tanah dengan pH tinggi, kelarutannya menurun. Oleh karena itu, fosfor tidak sesuai
diaplikasikan pada tanah yang alkalis.Kadar Ca yang tinggi dalam tanah akan
menghambat kelarutan fosfor. Umumnya, P sukar tercuci oleh air hujan maupun air
irigasi disebabkankarena P bereaksi dengan ion dan membentuk senyawa yang
tingkat kelarutannya rendah. Bahkan sebagian menjadi ion yang tidak tersedia untuk
tanaman atauterfiksasi oleh senyawa lain (Rosmarkam dan Yuwono, 2012).
Unsur hara fosfor menjadi salah faktor penting yang sangat berperan dalam
jalur biosintesis sukrosa. Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh PG. Asembagoes
menyebutkan bahwa pemupukan pada tanaman tebu harus sesuai dengan sasaran
produktivitasnya. Tanaman tebu membutuhkan 110kg/ha dengan sasaran
produktivitas 100-140 ton/ha. Fosfor sebagai salah satu kunci kehidupan bagi
tanaman, karena fungsinya yang sangat netral dalam proses kehidupan tanaman.

5
Fungsi utama dalam tanaman adalah menyimpan dan mentransfer energi dalam
bentuk ADP dan ATP (Liferdi, 2010). Energi diperoleh dari fotosintesis dan
metabolisme karbohidrat yang disimpan dalam campuran fosfat untuk digunakan
dalam proses pertumbuhan. Tanpa P, proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung.
Oleh karena itu, peningkatan unsur hara fosfor yang diserap tanaman secara langsung
dapat meningkatkan biosintesis klorofil. Kandungan klorofil daun mempengaruhi
kapasitas fotosintesis tanaman. Klorofil merupakan pigmen yang dapat mengubah
energi cahaya menjadi kima (ATP dan NADPH) yang sangat diperlukan dalam reaksi
fotosintesis (Ai dan Banyo, 2011).
Unsur P setelah diserap oleh tanaman mula-mula diangkut ke daun muda,
kemudian dipindahkan ke daun yang lebih tua. Fosfor merupakan senyawa penyusun
jaringan tanaman seperti: asam nukleat, fosfolipida, dan fitin. P diperlukan untuk
pembentukan primordial bunga dan organ tanaman untuk reproduksi. Peranan P yang
lain adalah mempercepat masaknya buah biji tanaman, terutama pada tanaman
serealia. Bila kandungan P berlebihan, unsur tanaman akan menjadi lebih pendek
dibandingkan dengan tanaman yang normal. metabolism karbohidrat pada daun dan
pemindahan sukrosa juga dipengaruhi oleh P anorganik walaupun mungkin secara
tidak langsung. Pada proses pertama, penyusunan sukrosa dan heksosa memerlukan
fosfat energy tinggi (ATP dan UTP). Jadi, P anorganik diperlukan dalam sel daun
waktu penyusunan karbohidrat (Rosmarkar dan Yuwono, 2002)

2.3 Vermikompos
Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan
bahanbahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vermikompos merupakan
campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam
budidaya cacing tanah (Mashur, 2001). Vermikompos merupakan pupuk organik
yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan
kompos lain yang kita kenal selama ini. Casting merupakan kotoran cacing yang
dapat berguna untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari
bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan

6
casting tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting
mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral,
vitamin. (Prasetyo & Eliza, 2011).
Vermikompos adalah produk dari penguraian bahan organik yang diproses oleh
cacing tanah. Kotoran yang dihasilkan oleh cacing ini setelah mengonsumsi bahan organik
tersebut mengandung nutrisi yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman (Yadav et
al., 2010). Dikarenakan kandungan bahan organiknya, vermikompos juga dapat digunakan
sebagai pupuk alami atau pembenah tanah (Sari et al., 2022).
Rekhina (2012) menjelaskan bahwa vermikompos memberikan manfaat baik
bagi tanah dan tanaman. Hal ini disebabkan oleh kemampuan cacing dalam
vermikompos dalam meningkatkan proses dekomposisi bahan organik tanah,
meningkatkan infiltrasi air, meningkatkan kadar air dalam agregat tanah, merangsang
aktivitas mikroorganisme tanah, serta memperbaiki sirkulasi udara dan penetrasi akar
tanaman. Vermikompos sendiri merupakan hasil dari penguraian bahan organik yang
diperantara oleh cacing tanah, dan memiliki komposisi kimia yang mencakup
kandungan N sebesar 3,32%, P2O5 sebesar 0,32%, K2O sebesar 0,39%, Cl sebesar
0,04%, C-Organik sebesar 5,6%, S sebesar 0,04%, rasio C/N kurang dari 18, Fe
sebesar 0,31%, Zn sebesar 0,01%, Mg sebesar 0,14%, Al sebesar 0,19%, dan Ca
sebesar 0,03%. Vermikompos berkualitas baik biasanya memiliki warna coklat
hingga hitam, tidak berbau, memiliki tekstur yang remah, dan matang dengan
kelembaban sekitar 40-60% (Rohim et al., 2012).
Vermikompos memiliki keunggulan dalam menyediakan jumlah hara makro
seperti N, P, K, Ca, dan Mg yang seimbang dan mudah diakses oleh tanaman,
dibandingkan dengan kompos. Selain itu, vermikompos juga mengandung bahan
humus yang terdiri dari zat-zat humat yang berperan dalam reaksi anorganik dan
reaksi kompleks dalam tanah. Zat-zat ini memiliki dampak baik secara langsung
maupun tidak langsung pada pertumbuhan tanaman (Fatahillah, 2017).

7
2.4 Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang
Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda
menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn (Warisno, 2007).
Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan menurut
Warisno (2007) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio :
Spermatophyta, Class : Monocotyledonae, Ordo : Graminaceae, Family :
Graminaceae, Genus : Zea, Species : Zea mays L.
Jagung semi (baby corn) adalah tongkol jagung yang dipetik ketika masih
sangat muda dan sebelum biji terbentuk. Pada prinsipnya baby corn dapat dihasilkan
dari setiap jenis jagung. Namun untuk mendapatkan hasil baby corn yang tinggi
diperlukan jenis jagung yang khusus. Baby corn dipanen pada umur yang relatif
muda, yaitu sebelum tongkol mengalami pembuahan dan masih lunak. Baby corn
memiliki umur produksi yang lebih singkat sehingga dalam pengusahaannya lebih
menguntungkan petani daripada jagung biasa. Baby corn digolongkan ke dalam
sayursayuran yang dikonsumsi dalam keadaan segar dengan kelobot atau tanpa
kelobot atau berupa produk olahan yang disajikan dalam kemasan kaleng yang
diawetkan (Buhaira dan Swari, 2013).
Biji jagung tunggal berbentuk pipih dengan permukaan atas yang cembung
atau cekung dan dasar runcing. Bijinya terdiri atas tiga bagian, yaitu pericarp,
endosperma, dan embrio. Pericarp atau kulit merupakan bagian paling luar sebagai
lapisan pembungkus. Endosperma merupakan bagian atau lapisan kedua sebagai
cadangan makanan biji (Paeru dan Dewi, 2017). Genotipe jagung mempunyai
keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar
helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm),
sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm) (Subekti dkk.,
2008). Batang jagung tidak bercabang dan kaku. Bentuk cabangnya silinder dan

8
terdiri atas beberapa ruas serta buku ruas. Adapun tingginya tergantung varietas dan
tempat penanaman, umumnya berkisar 60-250 cm (Paeru dan Dewi, 2017).
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal,
akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang
berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang semula
berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar
adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah (Subekti dkk.,
2008). Bunga jagung juga termasuk bunga tidak lengkap karena tidak memiliki petal
dan sepal. Alat kelamin jantan dan betinanya juga berada pada bunga yang berbeda
sehingga disebut bunga tidak sempurna. Bunga jantan terdapat di ujung batang.
Adapun bunga betina terdapat di bagian daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan (Paeru
dan Dewi, 2017).
Rambut jagung adalah kepala putik dan tangkai kepala putik buah Zea mays
L., berupa benang-benang ramping, lemas, agak mengkilat, dengan panjang 10-25 cm
dan diameter lebih kurang 0,4 mm. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari
saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan
panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang
rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot (Subekti dkk., 2008).
Tanaman jagung menghasilkan satu atau beberapa tongkol. Tongkol muncul dari
buku ruas berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi tongkol. Pada tongkol
terdapat biji jagung yang tersusun rapi. Dalam satu tongkol terdapat 200-400 biji
(Paeru dan Dewi, 2017).

9
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2022 – Desember 2022 Kecamatan
Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Dengan titik koordinat
3°43’54.5”S 102°17’06.9”E. Penelitian di lakukan dilapangan dan di Laboratorium
Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Penelitian ini merupakan
bagian dari penelitian dosen dalam skema penelitian unggulan Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu dengan judul Optimasi Pupuk Vermikompos dalam
meningkatkan Kalium (K) Daun, K tanah dan hasil tanaman jagung di Ultisols
Terdegradasi. Penelitian ini merupakan dosen yang diketuai oleh Riwandi
beranggotakan Hasanudin, Herry Gusmara dan Anandyawati.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Kegunaa
1 Bor tanah, klinometer, altimeter, GPS, Pengambilan sample tanah awal
kompas, buku warna, peta tanah, dan soil
testkit
2 Garpu, traktor, parang, gerobak. Pengolahan tanah
3 Handsprayer, bor tanah, pisau, gembor, Penanaman, pemeliharan,
timbangan, ember, meteran rol pengamatan, pengambilan
contoh tanah dan tanaman
4 Lumpang, oven, mesin grinder. Penghalusan & pengeringan
tanah /tanaman
5 Alat gelas, alat pengukur (pH meter, Analisis tanah dan tanaman
spektofotometer, fotonyala meter)

10
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Kegunaan
1 Kertas saring, pH universal 0-14, Sample tanah awal
H2O2 30% p.a, akuades
2 Paranet, benih jagung bisi 18, Persiapan lahan, pagar, benih, kapur,
dolomit, vermikompos, urea, SP36, pupuk, dan pestisida
KCl, dan pestisida
3 Air bersih, ember, botol, kantong Penanaman, pemeliharan,
kertas coklat, ATK pengamatan, pengambilan contoh
tanah dan tanaman
4 Niru bamboo Pengeringan contoh tanah dan
tanaman
5 Bahan kimia untuk analisis tanah,
Analisis di laboratorium
tanaman, dan pupuk
6 Software aplikasi statistik untuk Analisis data penelitian
mengolah data penelitian

3.3 Tahapan pelaksaan penelitian


3.3.1 Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan ialah Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 5 ulangan, dengan taraf perlakuan V0 = 0
ton ha-1, V1 = 7,5 ton ha -1 setara 4,5 kg petak-1, V2 = 15 ton ha-1 setara 9 kg
petak-1, V3 = 22,5 ton ha-1 setara 13,5 kg petak-1 dan V4 = 30 ton ha-1 setara 18 kg
petak-1. Penelitian dilakukan pada petak percobaan dengan ukuran 3 m x 2 m dan
tanaman 75 cm x 20 cm sehingga didapat 40 tanaman perpetak dengan jumlah
petakan 25 petak dengan luas lahan keseluruhan 414 m2.
3.3.1 Survei dan Pengambilan Contoh Tanah Awal
Persiapan lahan dimulai dari pemilihan lahan penelitian dan
survei tanah berupa pengecekan lokasi dan kemudian dilakukan pengujian pH
di lahan. Lahan yang dipilih dalam penelitian adalah tanah Ultisols, kemudian
pengukuran pH tanah (H2O 1 : 2,5 b/v) dan pengambilan contoh tanah yang
dilakukan untuk melihat tingkat kesuburan tanah.
3.3.2 Persiapan Lahan

11
Pembersihkan lahan dari gulma bertujuan untuk mencegah
serangan hama, penyakit, dan persaingan gulma dalam peyerapan unsur hara
tanah, lalu pembuatan petakan sebanyak 25 petak. yang terdiri atas 5 ulangan.
Setiap ulangan terdiri atas 5 petak penelitian dengan ukuran 2 m x 3 m, jarak
antar petak adalah 1 m dan jarak antar ulangan adalah 1 m. Setelah petak
selesai selanjutnya dilakukan pemberian dolomit di setiap petak dengan
jumlah ukuran yang sama. Dolomit diaplikasikan dengan cara di tebar di atas
permukaan tanah yang dilakukan pada saat sebelum tanam. Penggunaan dosis
dolomit sebesar 2, 8411 kg/petak. Dolomit digunakan untuk menaikkan pH
tanah dan juga untuk mengaktifkan mikrooganisme tanah.
3.3.3 Penanaman dan aplikasi pupuk
Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan 2 butir benih
jagung BISI-18 sedalam + 2 cm yang dicampur dengan furadan. Pupuk dasar
Urea, SP36, dan KCl diberikan masing-masing sebanyak 105 g, 60 g, dan 30 g
per petak. Pupuk dasar dimasukan kedalam lubang disisi lain berdekatan dengan
lubang tanam dengan jarak yang sama 2,5 cm.
3.3.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi beberapa tahapan antara lain yaitu,
penyiraman, penyulaman, penjarangan, penyiangan gulma, pembumbunan,
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyulaman dilakukan pada benih
yang tidak tumbuh. Penjarangan dilakukan dengan cara memotong tanaman
jagung yang tumbuh lebih dari satu batang setiap lubang. Penjarangan dilakukan
dengan memotong tanaman jagung sejajar dengan permukaan tanah pada saat
tanaman berumur 2 minggu. Penyiangan adalah proses pembersihan lahan
dari rumput-rumput (gulma) yang tumbuh di sekitar tanaman/lahan yang
mengganggu tanaman. Penyiangan gulma dilakukan setia dua minggu sekali
dengan cara di cabut atau disabit dan dibuang. Penyiraman dilakukan pada sore
hari yakni pukul 16.00-17.30 WIB. Secara merata pada setiap tanaman jagung.
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor dan air bersih. Jika hari
hujan maka tidak dilakukan penyiraman atau sesuai dengan kondisi lingkungan.

12
Pembumbunan dilakukan dengan cara sebelah kiri dan kanan tanaman diuruk
dengan cangkul, kemudian tanahnya ditimbunkan di barisan tanaman jagung.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan cara
menyemprotkan pestisida Regent® 50 SC RED berbahan aktif Fipronil 50 g/L
dengan dosis 2 mL L-1.
3.3.5 Pemanenan dan Pengambilan Contoh Tanaman
Tanaman sampel dipilih sebanyak 6 contoh tanaman (3 Vegetatif
dengan tanaman no 2,3,4,5 dan 3 Generatif) tanaman dari setiap tanaman
yang terdapat pada setiap petak. Setelah itu diberi tanda dengan menggunakan
plank/label yang telah di beri kode sesuai perlakuan masing-masing petakan.
Pemberian label pada setiap tanaman sampel ini bertujuan agar tidak terjadi
kesalahan pada saat pengamatan dan pengukuran tanaman sampel. Tanaman
yang terkena penyakit dapat dimusnakan dengan cara membakar atau
membenamkanya kedalam tanah.

3.4 Variabel pengamatan

3.4.1 Variabel utama antara lain :


1. Kadar P Daun (%) dianalisis pada saat vegetatif akhir diukur dengan
metode pengabuan basah (Balittanah, 2009).
2. Serapan P Daun (%) diukur pada fase vegetatif menggunakan rumus :
Serapan P (%) = Kadar P Daun x Bobot Kering Tanaman
3. Tinggi tanaman (cm) diukur pada minggu ke 2 sampai vegetatif akhir
menggunakan meteran gulung dengan cara diukur dari pangkal batang
sampai ujung daun tertinggi.
4. Bobot brangkasan basah dan kering (g) ditimbang menggunakan
timbangan digital 2 desimal pada saat vegetatif akhir. Pengamatan bobot
kering brangkasan tanaman dilakukan pada saat vegetatif akhir.
dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 70 0C sampai beratnya konstan
lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan digital (Pandito, 2020).

13
5. Bobot Akar Basah dan Kering (g) ditimbang hingga beratnya konstan
dengan cara mengoven brangkasan basah dengan suhu 70-80ºC hingga
konstan di ukur dengan timbangan digital 2 desimal pada saat vegetatif
akhir.
6. Bobot tongkol berkelobot (g) Diukur dengan menggunakan neraca digital
2 desimal, saat panen fase generatif.

3.4.2 Variabel pendukung :

Tabel 3. Variabel Tanah, Tanaman dan Komponen Iklim


Variabel Metode
3.a Analisis Tanah Awal di Laboratorium
Persiapan contoh tanah Kering angin
C-organik Walkley dan Black
N-total Kjeldahl
P-tersedia Bray I
K-dd Ammonium Acetate 1 N/Titrasi
pH (H2O, 1:2,5 b/v) pHmeter
Al-dd Titrasi
Kadar lengas tanah Gravimetri
Tekstur 3 fraksi (Liat, Pasir, Debu) Hidrometer
3.b Analisis Vermikompos
Persiapan contoh vermikompos Kering angin
C-organik, N-, P-, K-total Pengabuan basah
3.c Analisis Tanah Akhir
Persiapan contoh tanah Kering angin
Kadar lengas tanah Gravimetri
3.d Analisis Daun Tanaman Jagung
P-Total Pengabuan Basah
3.e Variabel Tanaman
Tinggi tanaman Meteran
Bobot brangkasan atas tanaman basah
dan kering Neraca
Bobot akar basah dan kering Neraca
Bobot tongkol berkelobot Neraca

14
3.5 Analisi Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan sidik ragam F taraf α
5%, bila menunjukan beda nyata dilanjutkan dengan Duncant’s Multi Range Test
(DMRT) taraf 5%.

15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan agustus sampai dengan bulan desember
di Desa Srikuncoro, Kec. Pondok Kelapa, Kab. Bengkulu Tengah, Provinsi
Bengkulu. Lahan ini termasuk kedalam ultisols terdegradasi dimana sebelumnya
merupakan bekas pembuatan batu bata yang sudah ditinggalkan bertahun-tahun.
Menurut Riwandi et all., (2014) tingkat kemasaman tanah (pH) yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung berkisar 5,6 sampai dengan 6,2
sedangkan nilai pH pada lahan penelitian ini 6, termasuk pada lahan yang ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Guna meningkatkan pH tanah
maka dilakukan pengapuran menggunakan dolomit sebelum penanaman. Hasil
analisis tanah awal menunjukakan kandungan N-total 0,15% tergolong sangat rendah,
C-organik 2,86% tergolong sedang, P 4,46 ppm tergolong rendah, Al- dd 1,01 Cmol
kg-1, dan K-dd 0,29 Cmol kg-1 tergolong rendah (Lampiran 5). Kemudian kadar unsur
hara pada vermikompos C-Organik 16,61%, N 2,09%, P 0,92%, K 1,12% (Lampiran
6).
Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bengkulu
menunjukkan curah hujan dibulan Agustus, September, Oktober, Novembar, dan
Desember secara berturut-turut 180 mm, 210 mm, 230 mm, 250 mm, dan 202 mm.
sehingga pada masa penelitian penyiraman hanya dilakukan pada sore hari karena
sering kali turun hujan. Suhu pada masa penelitian tersebut berturut-turut 28,5 °C,
27,2 °C, 27,9 °C, 27 °C, 28 °C. Sedangkan kelembaban udara 90%, 85,1%, 92%,
88,8%, 89% (Lampiran 7). Menurut Herlina & Prasetyorini (2020) bahwa tanaman
jagung dapat tumbuh optimal pada curah hujan 100 mm -140 mm/bulan.
Pada saat penelitian tanaman jagung tumbuh dengan baik, pada hari ke 6 biji
sudah bertunas. Namun pada masa fase vegetatif yakni 4 sampai 7 MST tanaman
jagung mengalami serangan hama ulat gerayak. Dengan demikian pengendalian

16
dilakukan menggunakan insektisida amamectin benzoate secara rutin 2 kali seminggu
hingga hama mati.

Gambar 1. Serangan ulat gerayak pada tanaman jagung bisi-18 di ultisol


terdegradasi Desa Srikuncoro

4.2 Hasil Analisis Varian


Hasil analisis varian menunjukkan bahwa dosis vermikompos berpengaruh
nyata terhadap kadar P jaringan, serapan P dan bobot brangkasan kering, namun
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman bobot brangkasan basah, bobot akar
basah, bobot akar kering dan bobot tongkol berkelobot (Tabel 1).

Table 1. Ringkasan hasil analisis varian pada tanaman jagung bisi-18 di ultisol
terdegradasi Desa Srikuncoro
Variabel Pangamatan F-hitung F-tabel 5%
Kadar P Jaringan 5,32* 3,01
Serapan P 9,13* 3,01
Tinggi Tanaman 0,55 ns 3,01
Bobot Brangkasan Kering 3,29* 3,01
Bobot Brangkasan Basah 2,84 ns 3,01
ns
Bobot Akar Basah 1,89 3,01
Bobot Akar Kering 2,37 ns 3,01
Bobot Tongkol Berkelobot 1,19 ns 3,01
ns
Ket : * berpengaruh nyata, = berpengaruh tidak nyata

4.3 Pengaruh Vermikompos terhadap Kadar P dan Serapan P Jaringan


Hasil uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa kadar P daun terendah
terapat pada pemberian 0 ton ha -1 vermikompos yaitu 0,21% yang berbeda tidak nyata

17
dengan dosis 7,5 ton ha-1, namun berbeda nyata dengan dosis 15 ton ha -1, 22,5 ton ha-1
dan 30 ton ha-1. Selanjutnya dosis 30 ton ha-1 vermikompos menghasilkan kadar P
jaringan tertinggi yaitu 0,45 % yang berbeda tidak nyata pada pemberian
vermikompos dengan dosis 15 ton ha-1 dan 22 ton ha-1 (Tabel 2). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa peningkatan kadar P jaringan setelah dosis vermikompos
diatas dosis 15 ton/ha sudah tidak signifikan lagi berdasarkan uji DMRT taraf 5%.
Pemberian vermikompos dengan dosis 30 ton Ha -1 menghasilkan serapan P
daun tertinggi yaitu 0,58 g tanaman-1 yang berbeda dengan dosis 22,5 ton Ha-1, namun
berbeda nyata dengan dosis 0 ton Ha-1, 7,5 ton Ha-1 dan 15 ton Ha-1. Selanjutnya dosis
vermikompos 0 ton Ha-1 menghasilkan serapan P daun terendah yaitu 0,23 g tanaman -
1
yang berbeda tidak nyata dengan dosis 7,5 ton Ha -1, namun berbeda nyata dengan
dosis 15 ton Ha-1, 22,5 ton Ha-1 dan 30 ton Ha-1 (Tabel 5). Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa Hal meskipun masih terdapat peningkatan serapan P jaringan
setelah aplikasi vermikompos 30 ton/ha, akan tetapi sudah tidak signifikan lagi
setelah pemberian vermikompos dengan dosis 20 ton/ha. Hasil penelitian Libra et al.
(2018) melaporkan bahwa aplikasi vermikompos dapat meningkatkan serapan P
jaringan jagung pada tanah ultisol. Hasil yang sama dilaporkan oleh Yuka et al.
(2017) bahwa pemberian vermikompos 10 kg/polybag dapat meningkatkan serapan
P.

Table 2. Hasil uji DMRT pengaruh vermikompos terhadap kadar P dan serapan P
jaringan pada tanaman jagung Bisi-18 di ultisol terdegradasi Desa
Srikuncoro
Serapan P Daun (g tanaman
Kadar P Daun (%) -1
Perlakuan )
-1
0 ton ha 0,21 c 0,23 d
7,5 ton ha-1 0,30 bc 0,35 cd
15 ton ha-1 0,38 ab 0,39 bc
-1
22,5 ton ha 0,42 ab 0,51 ab
30 ton ha-1 0,45 a 0,58 a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut
DMRT taraf 5%

Kadar P daun akibat pemberian vermikompos lebih tinggi dibandingkan


dengan Kontrol. Hal tersebut karena vermikompos mampu meningkatkan pH tanah

18
dan menurunkan kadar Al-dd tanah sehingga ketersediaan P dalam tanah meningkat
yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya kadar P dalam jaringan tanaman. Hasil
penelitian Setiawan et al. (2015) menunjukkan bahwa aplikasi vermikompos dapat
meningkat nilai pH tanah ultisol sebesar 14,89%-23,76% dibandingkan tanpa
pemberian vermikompos. Peningkatan pH tanah akibat vermikompos akan diikuti
dengan meningkatnya kadar P tersedia dalam tanah dan jumlah P yang diserap
tanaman (Fitria et al., 2018). Sejalan dengan hasil peneltiian Libra et al. (2018)
bahwa pemberian vermikompos mampu menignkatkan kadar P jaringan tanaman
jagung di ultisol.

4.4 Pengaruh Vermikompos terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman


Hasil uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa bobot brangkasan kering
terendah terdapat pada pemberian 0 ton ha -1 vermikompos yaitu 181,40 g yang
berbeda tidak nyata dengan dosis 7,5 ton ha -1 dan 15 ton ha-1, namun berbeda nyata
dengan dosis 22,5 ton ha-1 dan 30 ton ha-1. Selanjutnya dosis 30 ton ha-1 vermikompos
menghasilkan bobot brangkasan kering tertinggi yaitu 234,2 g yang berbeda tidak
nyata pada pemberian vermikompos dengan dosis 22,5 ton/ha (Tabel 3).

3. Hasil uji DMRT pengaruh vermikompos terhadap bobot brangkasan kering, tinggi
tanaman, bobot berangkasan basah, bobot akar kering, dan bobot tongkol
berkelobot.
Bobot Bobot Bobot
Tinggi Bobot Bobot
Brangkas Akar tongkol
Perlakuan tanaman brangkasan Akar
an Kering Kering berkelobot
(cm) basah (g) Basah (g)
(g) (g) (g)
0 ton ha-1 181,40 c 223,54 305,07 93,60 42,00 156,53
7,5 ton ha-1 180,47 c 237,50 313,27 85,80 42,67 198,87
-1
15 ton ha 191,60 bc 229,15 343,47 104,07 59,20 185,40
22,5 ton ha-1 224,46 ab 254,85 388,07 122,40 68,67 218,20
-1
30 ton ha 234,20 a 251,67 397,13 125,87 75,80 207,07
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan kolom yang sama berarti berbeda tidak
nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vermikompos dapat


meningkatkan bobot kering tanaman. Hal tersebut karena vermikompos dapat

19
meningkatkan kadar dan serapan P jaringan tanaman jagung. Menurut Akasah &
Fauzi (2018) bahwa unsur hara P yang tersedia dan dimanfaatkan oleh tanaman
sehingga mempengaruhi berat tanaman jagung, dimana semakin banyak P yang
diserap tanaman maka semakin berat bobot tanaman. Menurut Novriani (2010) peran
penting fosfat yaitu penyediaan energi dalam proses metabolisme, mempercepat
pertumbuhan tanaman. Sejalan dengan hasil penelitian Miftahillah et al. (2022)
bahwa aplikasi vermikompos dapat menignkatkan bobot basah dan kering tanaman
jagung.
Peningkatan bobot kering tanaman juga dikarenakan vermikompos
mengandung zat pengatur tumbuh seperti giberellin, sitokinin dan auksin yang
berperan penting dalam pertumbuhan tinggi tanaman serta unsur hara N, P, K, Mg
dan Ca dan Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N nonsimbiotik yang
akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman (Setiawan et
al., 2015).
Aplikasi vermikompos berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman
bobot brangkasan basah, bobot akar basah, bobot akar kering dan bobot tongkol
berkelobot (Tabel 1). Hal tersebut diduga karena vermikompos yang diberikan masih
belum mencukupi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.
Tinggginya curah hujan tinggi saat penelitian hingga mencapai 250 mm/bulan
(Lampiran 7) dapat mengakibatkan unsur hara berkurang karean tercuci sehingga
berakibat tidak menunjukan pengaruh yang berbeda antara dosis vermikompos yang
diberikan. Selain itu, rata-rata curah hujan tersebut terlalu tinggi untuk tanaman
jagung. Menurut Sirait et al., (2020) tanaman jagung hanya membutuhkan secara
berturut-turut 23,45 mm, 90,72 mm, 128,55 mm, dan 13,83 mm sesuai dengan
fasenya guna mendapatkan hasil yang optimum.
Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa pemberian vermikompos
dengan dosis 22,5 ton/ha dan 30 ton/ha cenderung menghasilkan pertumbuhan dan
hasil lebih baik dibandingkan dengan dosis lainnya. Hal tersebut karena vermikompos
dapat meningkatkan kadar dan serapan P jaringan tanaman jagung (Tabel 2). Menurut
Nuryani et al. (2019) bahwa fosfat merupakan bagian inti sel yang sangat penting

20
dalam pembelahan sel dan untuk perkembangan jaringan meristem, dengan demikian
fosfat dapat merangsang pertumbuhan akar dan tanaman muda. Sejalan dengan hasil
penelitian Riwandi et al. (2023) bahwa aplikasi vermikompos dapat meningkatkan
bobot segar dan kering akar tanaman jagung.

300
Tinggi Tanaman (cm)

250
200
150
100
50
0
0 7.5 15 22.5 30
Dosis Vermikompos (ton ha-1)

Gambar 2. Pengaruh vermikompos terhadap tinggi tanaman jagung


450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0 ton/ha 7,5 ton/ha 15 ton/ha 22,5 ton/ha 30 ton/ha
vermikom- vermikompos vermikompos vermikompos vermikompos
pos
Bobot brangkasan basah (g) Bobot Akar Basah (g)
Bobot Akar Kering (g) Bobot tongkol berkelobot (g)

Gambar 3. Pengaruh vermikompos terhadap bobot brangkasan basah, bobot akar


basah, bobot akar kering, dan bobot tongkol berkelobot
Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman,
vermikompos juga berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu

21
menyediakan nutrisi bagi tanaman, dan juga vermikompos mengandung banyak
mikroba tanah yang berguna. Vermikompos mempunyai struktur yang remah,
sehingga dapat mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos
dihasilkan oleh aktivitas cacing tanah dengan mikrobiota tanah lain, sehingga
mengandung banyak hormon pertumbuhan tanaman, enzim – enzim tanah dan kaya
hara yang bersifat lepas lambat yang dapat memperbaiki pertumbuhan dan kualitas
hasil pertanian (Hanafi et al., 2023). Selain itu, vermikompos mengandung zat-zat
humat yang merupakan bahan humus yang berperan dalam reaksi anorganik dalam
tanah serta terlibat dalam reaksi yang kompleks baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman (Fatahillah, 2017).

22
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa 22,5 ton ha -1
merupakan dosis vermikompos terbaik. Pemberian vermikompos dengan dosis 22,5
ton ha-1 menghasilkan kadar P sebesar 0,42%, serapan P sebesar 0,51 g tanaman -1 dan
bobot kering tanaman seberat 224,46 g

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka diperlukan penelitian lanjutan dengan
meningkatkan dosis vermikompos agar didapat titik optimum untuk pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung di lahan ultisol.

23
DAFTAR PUSTAKA

Akasah, W., & Fauzi, M. D. (2018). Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
(Zea mays L.) Akibat Pemberian Kombinasi Bahan Organik dan SP-36 pada
Tanah Ultisol. Agroekoteknologi FP USU, 6(3), 640–647.
Aminah, R. I. S., Syafrullah, & Wijaya, H. (2022). Potensi Peningkatan Hasil Jagung
Manis ( Zea mays saccharata Sturt.) Melalui Kombinasi Aplikasi Vermikompos
dan Pupuk KCL. Klorofil Xvii, 1, 26–30.
Aryani, N., Hendarto, K., Wiharso, D., & Niswati, A. (2019). Peningkatan Produksi
Bawang Merah Dan Beberapa Sifat Kimia Tanah Ultisol Akibat Aplikasi
Vermikompos Dan Pupuk Pelengkap. Journal of Tropical Upland Resources (J.
Trop. Upland Res.), 1(1), 145–160.
https://doi.org/10.23960/jtur.vol1no1.2019.18
Banamtuan, E., Humoen, M. I., Martini, D. K. T., Sulistiani, A. I., Dos Santos, E. P.,
& Djata Ndua, N. D. (2023). Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Podsolik
Merah Kuning dengan Pemberian Kompos serta Pengaruhnya terhadap Produksi
Tanaman Caisim (Brassica juncea L.). Savana Cendana, 8(01), 6–11.
https://doi.org/10.32938/sc.v8i01.1954
Fatahillah, F. (2017). Uji penambahan berbagai dosis vermikompos cacing
(Lumbricus rubellus) terhadap pertumbuhan vegetatif cabai rawit (Capsicum
frutescens L.). Jurnal Biotek, 5(2), 191–204.
Fitria, U., Zuraida, Z., & Ilyas, I. (2018). Pengaruh Pemberian Vermikompos
Terhadap Perubahan Beberapa Sifat Kimia Ultisol. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian, 3(4), 885–896. https://doi.org/10.17969/jimfp.v3i4.9190
Hanafi, T. N. A., Julianto, E. A., & Peniwiratri, L. (2023). Pengaruh pemberian
pupuk kascing terhadap ketersediaan nitrogen pada berbagai jenis tanah dan
serapan nitrogen oleh pakcoy (Brassica rapa L.). Jurnal Tanah Dan Sumberdaya
Lahan, 10(2), 237–243. https://doi.org/10.21776/ub.jtsl.2023.010.2.07
Herlina, N., & Prasetyorini, A. (2020). Pengaruh perubahan iklim pada musim tanam
dan produktivitas jagung (Zea mays L.) di Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 25(1), 118–128.
Libra, N. I., Muslikah, S., & Basit, A. (2018). Pengaruh Aplikasi Vermikompos dan
Pupuk Anorganik Terhadap Serapan Hara dan Kualitas Hasil Jagung Manis
( Zea mays saccharata Sturt ). Folium, 1(2), 43–53.
Miftahillah, Marliah, A., & Halimursyadah. (2022). Pengaruh Dosis Pupuk
Vermikompos dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Agrobost Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis ( Zea mays saccharata Sturt .). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(2), 128–137.
Novriani. (2010). Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya
Jagung. Agronobis.

24
Nuryani, E., Haryono, G., & Historiawati. (2019). Pengaruh Dosis dan Saat
Pemberian Pupuk P terhadap Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L .)
Tipe Tegak. Jurnal Imu Pertanian Tropika Dan Subtropika, 4(1), 14–17.
Prawito, P., Wulandari, P., & Sulistyo, B. (2022). Biophysical properties of various
ages oil palm plantation in Ultisols of Bengkulu. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science, 974(1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/974/1/012026
Rahmawati, N. U. S. (2021). Serapan hara, pertumbuhan dan hasil tanaman sawi
pakcoy (Brassica rapa L.) yang dibudidayakan secara organik dengan aplikasi
vermikompos. Folium : Jurnal Ilmu Pertanian, 5(1), 57.
https://doi.org/10.33474/folium.v5i1.10361
Riwandi. (2014). Membangun kesuburan dan kesehatan kualitas tanah dengan pupuk
kompos. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Riwandi, Hasanudin, H., Gusmara, H., & Anandyawati, A. (2020). Soil Quality
Engineering Using Vermicompost and its Effect on the Corn (Zea mays L.)
Production in Coastal Area. Journal of Tropical Soils, 25(3), 127.
https://doi.org/10.5400/jts.2020.v25i3.127-135
Riwandi, R., Hasanudin, H., Anandyawati, A., & Prameswari, W. (2023). Optimizing
The Use of Vermicompost Fertilizer to Increase Growth and Yield of Maize on
Coastal Entisols. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 28(2), 291–296.
https://doi.org/10.18343/jipi.28.2.291
Setiawan, I. G. P., Niswati, A., Hendarto, K., & Yusnaini, S. (2015). Pengaruh dosis
vermikompos terhadap pertumbuhan tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dan
perubahan beberapa sifat kimia tanah ultisol Taman Bogo. Jurnal Agrotek
Tropika, 3(1), 170–173. https://doi.org/10.23960/jat.v3i1.2009
Sirait, S., Aprilia, L., & Fachruddin, F. (2020). Analisis neraca air dan kebutuhan air
tanaman jagung (Zea Mays L.) berdasarkan fase pertumbuhan di Kota Tarakan.
Rona Teknik Pertanian, 13(1), 1–12.
Surya, J. A., Nuraini, Y., & Widianto. (2017). Kajian porositas tanah pada pemberian
beberapa jenis bahan organikdi perkebunan kopi robusta. Journal of Soil and
Land Resources, 4(1), 463–471.
Yuka, M. F., Niswati, A., & Hendarto, K. (2017). Pengaruh Dosis Vermikompos
terhadap Pertumbuhan Produksi dan Serapan N & P Tanaman Mentimun
(Cucumis sativus L.) pada media asal Dua Kedalaman Tanah Ultisol. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan, 17(2), 117–123.
https://doi.org/10.25181/jppt.v17i2.290
Zakia, N., Darman, S., & Amelia, R. (2022). Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang
Sapi Terhadap Serapan Fosfor Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata
L.) Pada Entisols Sidera. Agrotekbis: E-Jurnal Ilmu Pertanian, 10(3), 124–131.

25
LAMPIRAN

26
27
Lampiran 1. Denah Lahan Percobaan
2m 1m

U
BLOCK BLOCK
BLOCK 2 3
1 BLOCK BLOCK
4 5
3m

1m

V0 V3 V2 V2 V1

V4 V1 V0 V0 V4
Luas Lahan = 23m x 18m
= 414 m2
Luas petakan = 2m x 3m
=6 m2
V3 V4 V4 V4 V3
−1
V0 = 0 Ton Ha
−1
V2 = 15 Ton Ha
−1
V3 = 22,5 Ton Ha
−1
V4 = 30 Ton Ha
V2 V0 V1 V1 V2
1,2,3,4,5 = Ulangan

V1 V2 V3 V3 V0

2m
2m

28
29
Lampiran 2. Perhitungan Jumlah Pupuk Dasar
1 Ha = 10000 m2
Kedalaman Lapisan Tanah =0,2 m
BV(Berat Volume) Tanah = 1 Ton Ha−1

Bobot tanah 1 Ha−1 = 10000 m2x 0,2 m x 1 Ton Ha−1


= 2 x 106 kg ha−1

Luas Petakan = 3m x 2m = 6 m2
Kedalaman Lapisan Tanah = 0,2 m
BV = 1 g cm-3

Bobot Tanah per 6 m2 = 6 m2 x 0,2 m x 1 g cm-3


= 1 , 2m3 x 1000 kg m−3
= 1200 kg Petak-1
a. Pupuk Dasar

Urea =175 kg Ha−1


SP36 =100 kg Ha−1
KCl =50 kg Ha−1

1200 kg
Urea per petak = 6 x 175 kg Ha−1
2 x 10 Kg
=0, 105 kg = 105 gram Petak −1
1200 kg
SP36 per petak = 6 x 100 kg Ha−1
2 x 10 Kg
=0,06 kg = 60 gram Petak −1
1200 kg
KCl per petak = 6 x 50 kg Ha−1
2 x 10 Kg
=0,03 kg = 30 gram Petak −1

30
b. Perhitungan Dosisi Kapur (Kalsit dan Dolomit)

Kode Tb Tb Kemasama Al- H-


T1 N T2 N
Sampl 1 2 FK n dd dd
NaOH HCl
e mL mL (me/100 g)
1.3 0.0 0.4 0.0 1.2
0.02 0.02 2.98 1,01 1.97
Ultisol 0 9 2 1 3
Ket : T1 = volume titrasi NaOH sampel, Tb1 = volume titrasi NaOH blanko, N NaOH =
normalitas NaOH, T2 = volume titrasi HCl sampel, Tb2 = volume titrasi HCl blanko,
N HCl = normalitas HCl

1 me/100 Al-dd = 1 me/100g Ca++


++¿
Ca
++
BA ¿
1 me Ca = 40
Val Ca++¿= mg=20 mg ¿
2
BM CaCo 3
CaCO3 = ++¿ 100
BA Ca x 20 mg= x 20 mg=50 mgCaCo 3 ¿
40
CaCo3 per 100 g = 50 mg
CaCO3 per pertak 6 m2
1200 Kg
= x50 = 600 g CacO3 Petak −1
100 g
Dosis Kapur Dolomit per Petak
CaMg(Co3)2 = BM CaMg ¿ ¿ ¿

31
Lampiran 3. Perhitungan Bobot Basah Vermikompos
b−c
Kl = x100%
b−a
1. a= 8, 220 b=37, 699 c= 17, 460
37,699 g−17,460 g
x 100 % = 68, 66 %
37 , 699 g−8,220 g
2. a= 8, 005 b=37, 850 c= 17, 459
37 , 850 g−17 , 459 g
x 100 % = 68, 32 %
37 , 850 g−8 , 005 g
3. a= 8, 004 b=37, 659 c= 17, 368
37 , 659 g−17 , 368 g
x 100 % = 68, 64 %
37 ,659 g−8 , 004 g
205 ,6
Rata-rata Kl= =68, 54 %
3
100+kl 100+68 , 54
FK= = = 1, 6854
100 100

Perhitungan pupuk Vermikompos perpetakan berukuran 2 x 3 m : Dengan KA :


68, 54%

2
Luas Petak 6 m / petak
V1 = x Dosis = x 0 kg = 0 Kg Petak −1
Lahan1 Ha 10. 000 m
2

2
Luas Petak 6 m / petak
V1 = x Dosis = x 7.56 kg = 4,5 Kg Petak −1
Lahan1 Ha 10. 000 m
2

2
Luas Petak 6 m / petak
V2 = x Dosis = x 15.12 kg = 9 Kg Petak −1
Lahan1 Ha 10. 000 m
2

2
Luas Petak 6 m / petak
V3 = x Dosis = x 22.75 kg = 13,5 Kg Petak −1
Lahan1 Ha 10. 000 m
2

2
Luas Petak 6 m / petak
V4 = x Dosis = x 30.24 kg = 18 Kg Petak −1
Lahan1 Ha 10. 000 m
2

1. V0 = 0 ton/ha = 0 kg petak−1

2. V1 = 7,5 ton/ha = 4,5 kg petak−1x 1, 6854 = 7,56 Kg Petak −1

3. V2 = 15 ton/ ha = 9 kg petak−1x 1, 6854 =15,12 Kg Petak −1

4. V3 = 22,5 ton/ha = 13,5 kg petak−1x 1, 6854 =22, 75 Kg Petak −1

32
5. V4 = 30 ton/ha = 18 kg petak−1x 1, 6854 = 30, 24 Kg Petak −1

33
Lampiran 4. Data Penelitian dan Hasil Analisis Varian

Kadar P jaringan
Dosis Vermikompos Ulangan Rata-
Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 0.27 0.18 0.14 0.24 0.21 1.05 0.21
7.5 0.15 0.31 0.43 0.33 0.27 1.49 0.30
15 0.56 0.35 0.29 0.41 0.28 1.90 0.38
22.5 0.64 0.36 0.38 0.43 0.29 2.10 0.42
30 0.63 0.41 0.37 0.40 0.45 2.26 0.45

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 0.0710 0.0178 1.9419 ns 3,01
Perlakuan 4 0.1947 0.0487 5.3247* 3,01
Linear 1 0.1861 0.1861 20.3478* 4.49
Galat 16 0.1463 0.0091
Total 24 0.4121 0.0172
ns
Ket : * = berpengaruh nyata, = berpengaruh tidak nyata

Serapan P Daun
Dosis Vermikompos Ulangan Rata-
Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 0.26 0.28 0.30 0.49 0.49 1.82 0.36
7.5 0.15 0.55 0.92 0.76 0.49 2.87 0.57
15 0.44 0.61 0.60 1.02 0.70 3.37 0.67
22.5 0.50 0.91 1.07 1.20 0.67 4.35 0.87
30 0.73 0.91 0.76 1.23 1.44 5.07 1.01

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 0.7189 0.180 5.113* 3,01
Perlakuan 4 1.2836 0.321 9.130* 3,01
Galat 16 0.5624 0.035
Total 24 2.56 0.107
Ket : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata

34
Tinggi tanaman (cm)

Dosis Vermikompos Ulangan Rata-


Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 227.75 240.60 212.17 205.67 231.50 1174.69 223.54
7.5 261.33 204.50 272.67 224.17 224.83 1187.50 237.50
15 256.60 223.83 199.83 219.17 246.33 1145.77 229.15
22.5 266.25 255.83 240.17 258.33 253.67 1274.25 254.85
30 253.33 257.67 261.00 241.50 244.83 1258.33 251.67

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 21727,62878 5431,9072 0,9791539 ns 3,01
Perlakuan 4 12311,1799 3077,795 0,5548023 ns 3,01
Galat 16 88760,83654 5547,5523
Total 24 122799,6452
ns
Ket : = berpengaruh tidak nyata

Bobot brangkasan kering (g)

Dosis Vermikompos Ulangan Rata-


Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 96.33 156.67 217.67 204.67 231.67 907.01 181.402
7.5 101.67 177.33 214.00 229.33 180.00 902.33 180.466
15 78.67 173.00 207.67 247.67 251.00 958.01 191.602
22.5 78.00 253.33 281.33 279.33 230.33 1122.32 224.464
30 116.33 221.00 206.67 307.67 319.33 1171.00 234.200

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 82587.2945 20646.824 21.396* 3,01
Perlakuan 4 12683.3483 3170.837 3.286* 3,01
Galat 16 15439.7523 964.985
Total 24 110710.40 4612.933
Ket : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata

Bobot brangkasan basah (g)


Dosis Vermikompos Ulangan Rata-
Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 357,33 233,00 319,33 347,67 268,00 1525,33 305,07
7.5 286,00 314,00 334,00 321,67 310,67 1566,34 313,27
15 205,00 358,33 426,00 358,00 370,00 1717,33 343,47
22.5 268,67 353,67 545,67 432,33 340,00 1940,34 388,07
30 353,67 424,33 427,00 395,67 385,00 1985,67 397,13

35
SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 38110,39646 9527,5991 3,0612912* 3,01
Perlakuan 4 35399,93158 8849,9829 2,8435679 ns 3,01
Galat 16 49796,49966 3112,2812
Total 24 123306,8277
Ket : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata

Bobot Akar Basah (g)

Dosis Vermikompos Ulangan Rata-


Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 48.00 80.00 87.33 104.67 148.00 468.00 93.60
7.5 47.67 88.00 99.33 104.67 89.33 429.00 85.80
15 35.00 101.33 91.33 103.00 189.67 520.33 104.07
22.5 33.67 173.33 115.33 175.00 114.67 612.00 122.40
30 59.33 135.67 106.00 136.33 192.00 629.33 125.87

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 29471,13178 7367,7829 9,1114115* 3,01
Perlakuan 4 6142,791736 1535,6979 1,8991298 ns 3,01
Galat 16 12938,11906 808,63244
Total 24 48552,04258
Ket : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata

Bobot Akar Kering (g)

Dosis Vermikompos Ulangan Rata-


Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 25.00 22.67 37.00 44.00 81.33 210.00 42.00
7.5 28.33 46.00 50.33 49.67 39.00 213.33 42.67
15 20.00 52.67 47.67 61.00 114.67 296.00 59.20
22.5 23.33 100.67 58.67 103.67 57.00 343.33 68.67
30 31.33 103.67 55.67 71.67 116.67 379.00 75.80

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 8968,619176 2242,1548 4,6063886* 3,01
Perlakuan 4 4613,706696 1153,4267 2,3696542 ns 3,01
Galat 16 7787,983184 486,74895
Total 24 21370,30906
Ket : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata

Bobot tongkol berkelobot (g)

36
Dosis Vermikompos Ulangan Rata-
Total
(ton/ha) 1 2 3 4 5 Rata
0 184.00 196.00 149.33 136.33 117.00 782.67 156.53
7.5 245.00 168.67 229.67 250.67 100.33 994.33 198.87
15 232.33 218.33 127.67 109.33 239.33 927.00 185.40
22.5 273.67 138.33 217.33 227.33 234.33 1091.00 218.20
30 218.33 195.00 213.33 228.00 180.67 1035.33 207.07

SK db JK KT F-hitung F-tab 5%
Ulangan 4 9497,451736 2374,3629 1,0055181 ns 3,01
Perlakuan 4 11273,52422 2818,3811 1,1935552 ns 3,01
Galat 16 37781,3253 2361,3328
Total 24 58552,30126
Ket : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata

37
Lampiran 5. Hasil Analisis Tanah Awal

Variabel Analisis Hasil Tanah Awal Kriteria


N-Total (%) 0,15 Rendah
pH 6 Agak Masam
C-organik (%) 2,86 Sedang
P (ppm) 4,46 Sangat
Rendah
Al- dd (Cmol (+) kg-1) 1,01 Rendah
-1
K-dd (Cmol (+)kg ) 0,29 Rendah
Tekstur tanah Lempung berliat
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu (2022)

Lampiran 6. Hasil Analisis Vermikompos Komposit

Variabel Analisis Hasil Analisis


pH 6,79
C-Organik (%) 16,61
N-total (%) 2,09
P-total (%) 0,92
K-total (%) 1,12
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu (2022)

38
Lampiran 7. Data Curah Hujan, Suhu, dan Kelembapan

ID WMO : 96255
Nama Stasiun : Stasiun Klimatologi Bengkulu
Lintang : -3.86520

Bujur : 102.31190
Elevasi : 12

Bulan Curah Hujan Temperatur (0C) Kelembaban


(mm/bulan) (%)
Agustus 180 28,5 90
September 210 27,2 85,1
Oktober 230 27,9 92
November 250 27 88,8
Desember 202 28 89
Rata - Rata 214,4 27,72 88,98
Sumber : BMKG (2022)

39
Lampiran 8. Deskripsi Varietas Benih Jagung Hibrida BISI-18
Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004
Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur
murni FS17
sebagai induk jantan
Umur : 50% keluar rambut :
Dataran rendah : + 57 hari
Dataran tinggi : + 70 hari
Masak fisiologis : Dataran rendah : +100 hari
Dataran tinggi : + 125 hari
Batang : Besar, kokoh, tegap
Warna batang : Hijau
Tinggi tanaman : + 230 cm
Daun : Medium dan tegak
Warna daun : Hijau gelap
Keragaman tanaman : Seragam
Perakaran : Baik
Kerebahan : Tahan rebah
Bentuk malai : Kompak dan agak tegak
Warna sekam : Ungu kehijauan
Warna anthera : Ungu kemerahan
Warna rambut : Ungu kemerahan
Tinggi tongkol : + 115 cm
Kelobot : Menutup tongkol cukup baik
Tipe biji : Semi mutiara
Warna biji : Oranye kekuningan
Jumlah baris/tongkol : 14 - 16 baris
Bobot 1000 biji : + 303 g
Rata-rata hasil : 9,1 t/ha pipilan kering
Potensi hasil : 12 t/ha pipilan kering
Ketahanan : Tahan terhadap penyakit karat daun dan bercak daun
Daerah pengembangan : Daerah yang sudah biasa menanam jagung hibrida pada musim kemarau
dan hujan, terutama yang menghendaki varietas berumur genjah-sedang
Keterangan : Baik ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl
Pemulia : Nasib W.W., Putu Darsana, M.H. Wahyudi, dan purwoka.

40
Sumber :http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/
des2012a.pdf

41
Lampiran 9 . Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Pengambilan Vermikompos

Pengambilan Vermikompos Pengecekan Kualitas Vermikompos

Pengambilan Sample Tanah Awal

Pengambilan Sampel
Pengecekan BO dengan H202
Tanah

Persiapan Lahan Penelitian

Pencangkulan Lahan Penelitian Pembuatan dan pengukuran Petak

42
Tanaman

Penanaman dan Pengaplikasian Pupuk

Pengaplikasian Pupuk Vermikompos


Penanaman Tanaman Jagung
dan Dasar

Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan dan
Penyiraman Tanaman Penanganan Gulma
Pengukuran Tanaman

43
Pemanenan Vegetatif

Pengecekan Sample Mengukur tinggi tanaman Pemanenan dari akar


Analisis Labolatorium

Penggilingan Daun Pengovenan Tanaman

Pengukuran KA
Pengecekan pH Tanah Destruksi Tanaman
Vermikompos

Pemanenan Generatif

44
Pemanenan Jagung Penimbangan Berat Jagung Pengukuran Jagung

Pengecekan dan Pemanenan Jagung Generatif

45

Anda mungkin juga menyukai