Anda di halaman 1dari 27

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk
Pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur
hara ataupun nutrisi bagi tanaman guna untuk menopang tumbuh dan
perkembangan tanaman. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
diantaranya C, H, O, N, P, K ( Hara Makro) dan Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo dan B
( Hara Mikro). Pupuk dapat diberikan lewat tanah, daun atau diinjeksi ke
batang tanaman. Jenis pupuk dibagi menjadi dua yaitu padat dan cair.
Sedangkan berdasarkan prose pembuatannya pupuk dibedakan menjadi pupuk
alam dan pupuk buatan. Pupuk alam merupakan pupuk yang didapat langsung
dari alam misalnya fosfat alam, pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos.
Jumlah dan jenis unsur hara yang terkanding didalamnya sanagt bervariasi.
Sedangkan pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dihasilkan dari proses
pembuatan pabrik. Kadar, hara, jenis hara dan komposisi hara didalam pupuk
buatan sudah ditentukan. Berdasarkan ragam hara yang dikandungnya pupuk
buatan dibedakan menjadi 2 yaitu, pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk
tunggal merupakan jenis pupuk yang mengandung satu macam unsur hara.
Sedangkan pupuk majemuk merupakan jenis pupuk yang mengandung lebih
dari satu unsur hara (BALITBANGTAN, Kementerian Pertanian, 2015).
Unsur yang paling dominan dijumpai alam pupuk organic adalah unsur
N, P, dan K. pupuk majemuk merupakan pupuk yang dapat digunakan sangat
efisien dalam meningkatkan ketersedian unsur hara makro. Keuntungan
memakai pupuk majemuk adalah dapat dipergunakan dengan
memperhitungkan kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal, apabila
tidak ada pupuk tunggal dapat diatasi dengan pupuk majemuk, penggunaan
dari pupuk majemuk sendiri sangat sederhana, dan pengangkutan serta
penyimpanan pupuk ini dapat menghemat waktu, ruang dan biaya Baik
produksi maupun konsumsi (Sukmasari et a., 2019).
2.2 Pemupukan
Pemupukan merupakan pemberian bahan pada tanah dengan maksud
memperbaiki atau meningkatkan kesuburan tanah. Pemupukan menurut
pengertian khusus adalah pemberian bahan yang dimaksudkan untuk
menambah hara tanaman pada tanah dengan tujuan untuk memperbaiki
suasana tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi. Pemupukan
mencakup mulsa (Pengawetan lengas tanah), Pembenah tanah (Soil Conditioner;
memperbaiki Struktur tanah), kapur pertanian (menaikkan pH yang terlalu
rendah atau melawan racun Al atau Mn), Tepung belerang (menurunkan pH
yang terlalu tinggi). Hara N, P, dan K yang ditambahkan dalam tanah harus
dalam jumlah yang tepat. Jenis tanah, tingkat ketersedian hara dalam tanah,
kondisi iklim, varietas yang ditanam dan cara pemberian pupuk sangat
menentukan ketepatan jenis dan dosis pupuk yang harus ditambahkan atau
yang diberikan (Azri, 2018).
Pemberian pupuk yang tepat dan seimbang pada tanaman khusunya
padi akan menurunkan biaya pemupukan, takaran pupuk juga lebih rendah,
hasil padi relative sama, tanaman lebih sehat, mengurangi hara yang terlarut
dalam air dan menekan unsur berbahaya yang terbawa ke dalam makanan
(Alavan et al., 2015). Menurut Ramadhan (2014), menyatakan bahwa kombinasi
pemupukan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Kombinasi
pupuk yang digunakan (2105 kg ha-1 Urea + 237 kg ha-1 SP-36 +701 kgha-1
KCl + 421.052 kg ha-1 pupuk kandang) memberikan hasil terbaik dengan rata-
rata tinggi tanaman mencapai 116,65 cm, jumlah anakan 19,17 batang, umur
berbunga 61,29 hari, umur panen 101,79 hari, dan panjang malai 28,48 cm
pada kondisi tergenang. Sedangkan, pada kondisi tidak tergenang rata-rata
tinggi tanaman mencapai 98,92 cm, jumlah anakan 15,38 batang, umur
berbunga 68,08 hari, umur panen 108,04 hari, dan panjang malai 25,48 cm.

2.3 Makro Nutrient


Apabila status unsur hara N, P, K dan pH tanah telah diketahui, maka
pemilihan jenis dan dosis pemupukan dapat dilakukan. Hal ini dapat
meningkatkan efisiensi dan menekan kerugian akibat pemupukan. Nitrogen
merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan hampir sebagian besar jenis
tanaman. Nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut
bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan dan mudah terserap
oleh akar. Ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air sehingga tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Ion ammonium yang bermuatan positif akan
terikat oleh koloid tanah, tidak mudah hilang oleh proses pencucian, dan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Nitrogen
tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Sumber
nitrogen terbesar berasal dari atmosfer, dan dapat masuk ke tanah melalui air
hujan atau udara yang diikat oleh bakteri pengikat nitrogen seperti Rhizobium
sp. Bakteri memiliki kemampuan menyediakan 50-70% kebutuhan dari nitrogen
yang dibutuhkan oleh tanaman (Siswanto, 2018). Dengan demikian sebaran
kandungan nitrogen dalam tanah sangat erat berhubungan dengan perbedaan
bahan induk tanah, iklim dan cara pengelolaan.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor, akan
tetapi yang paling penting ialah pH tanah. Fosfor akan bereaksi dengan ion besi
dan aluminium dan membentuk besi fosfat dan aluminium fosfat yang sukar
larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman pada tanah yang
memiliki pH rendah atau masam. Fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium dan
membentuk kalsium fosfat yang sukar larut sehingga tidak dapat digunakan
oleh tanaman pada tanah yang memiliki pH tinggi atau alkalis (Dhage, et. al.,
2014). Oleh karena itu, pH tanah perlu diperhatikan dalam pemupukan fosfor.
Faktor lain yang menentukan ketersediaan fosfor dalam tanah ialah aerasi
tanah, suhu, bahan organik, dan ketersediaan unsur hara lain.
Dari ketiga unsur hara makro yang diserap tanaman (N, P dan K),
kalium lah yang jumlahnya paling melimpah di permukaan bumi. Tanah
mengandung 400-650 Kg kalium untuk 3 cm2 (pada kedalaman 15,24 cm).
sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang tidak dapat diserap oleh
tanaman, sekitar 1-10% terjebat dalam koloid tanah karena kalium bermuatan
positif, sisanya hanya 1-2 % terdapat dalam larutan tanah dan tersedia bagi
tanaman yang bisa diserap secara langsung. Unsur K tidak mudah dipindahkan
pada sebagian besar tanah. Perpindahan atau pergerakan K terutama melalui
proses difusi. Jika dibndingkan dengan nitrat, unsur K kurang mobile, tetapi
lebih mobile daripada unsur P. pada tanah-tanah berpasir dengan KTK rendah,
kalium dapat digerakkan melalui proses aliran massa, dan kehilangan dari
tanah permukaan akan terjadi terutama setelah hujan lebat. Kehilangan K
dapat diminimalkan dengan menerapkan praktek pengendalian erosi yang baik
dan benar, mempertahankan pH yang baik untuk meningkatkan KTK tanah,
mengembalikan sisa organic dan menggunakan aplikasi terpisah untuk
mengurangi kehilangan melalui pencucian padda tanah-tanah dengan KTK
rendah (Siswanto, 2018).

2.4 Mikro Nutrient


Unsur hara mikro merupakan unsur unsur yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah kecil yakni kurang dari 0,025%. Unsur hara mikro meliputi Fe,
Mn, Cu, Zn, Mo, B dan Cl. Cl merupakan unsur mikro, tetapi konsentrasinya
didalam jaringan tanaman sebesar hara makro. Unsur S, Ca, dan Mg disebut
sebagai hara sekunder, yang jumlahnya didalam tanah pada umumnya dapat
mencukupi kebutuhan tanaman (Munawar, 2011).
Kalsium termasuk unsur hara yang esensial bagi tumbuhan, unsur ini
mempunyai dua fungsi utama dalam pertumbuhan tanaman yaitu mengatur
tekanan osmotic getah sel dan sebagai pengatur metabolism tanaman. Kalsium
sangat penting untuk pertumbuhan meristem tanaman, terutama untuk
mengfungsikan ujung-ujung akar. Kalsium merupakan penyusun kalium
pektat, yang mengisi lamella tengah dinding sel. Kalsium yang diserap tanaman
dalam bentuk Ca2+. Kekurangan kalsium menyebabkan kuncup tidak dapat
membuka sehingga tetap menggulung, terutama untuk tanaman kacang-
kacangan, ketela, bawang, dan kentang. Untuk tanaman lain kekuranagan Ca
dapat menyebabkan gejla pada ujung akar (Afandi,2005).
Magnesium yang diserap dalam bentuk Mg2+ dan merupakan bagian dari
klorofil. Kekuranagan zat ini dapat menyebabkan khlorisis. Gejalanya akan
tampak pada permukaan daun sebelah bawah. Mg banyak dalam buah dan jga
dalam tanah. Sebagai pupuk diberikan dalam bentuk: MgSO4, MgCO3, Mg(OH)2.
Didalam tanah, Mg berasal dari dekomposisi batuan yang mengandung mineral,
seperti: biotit, terpentin dan olivine. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ketersediaan magnesium dalam tanah yaitu, temperature, kelembapan dan pH
(Tehubijuluw, 2014). Selain itu magnesium juga memegang peranan penting
dalam nutrisi fosfat dan bertindak sebagai pembawa fosfor, khususnya ke
dalam biji, sebagai pengaktif sejumlah enzim yang mencakup transfosforilase,
dehidrogenasi dan karboksilase magnesium juga berperan dalam proses
pernapasan (Poerwowidodo, 1995).
Sulfur diserap dalam bentuk SO4-. Beleranng yang larut dalam air akan
segera diserp ke tanaman, karena zat ini sangat diperlukan tanaman (terutama
pada tanaman tanaman muda) pada tumbuhan pemula dan perkembangannya.
Tanaman yang biasanya mempunyai kandungan belerang yang cukup tinggi
adalah tanaman jenis legume, lili (seperti bawang). Oleh karena itu bagi
pertumbuhannya yang baik perlu ditanam ditanah yang cukup zat belerangnya
atau perlu diberikan pupuk belerang. Pada tanah-tanah pertanian banyak
ditemukan bentuk senyawa belerang antara lain: belerang organis, sulfat yang
larut dalam air, sulfat yang teradsorpsi, sulfat yang tidak larut dalam BaSO 4
dan sulfat yang tidak larut yang bersenyawa dengan CaCO 3, yang banyak
ditemukan dalam tanah dalam bentuk belerang organis, sedangkan bentuk
bentuk belerang organis hanya sekitar 7% dari totoal belerang yang terdapat
dalam tanah pertanian (Tehubijuluw, 2014).

2.5 Pupuk N, P dan K


Menurut Lingga dan Marson (2008), bahwa pupuk N, P dan K memiliki
fungsi dan peranan sebagai berikut:
1. Nitrogen
Peranan utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang
pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabangg dan daun.
Selain itu nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang
sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya adalah membentuk
protein, lemak dan berbagai persenyawaan organic lainnya. Sumber Nitrogen
biasanya berasal dari pupuk Urea, ZA dll.
2. Fosfor
Unsur fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan
akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi
sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu,
membantu asimilasi dan pernapasan serta mempercepat pembungaan,
pemasakan biji dan buah. Sumber Fosfor biasanya berasal dari pupuk DAP,
TSP dll.
3. Kalium
Fungsi utama kalium adalah membantu pembentukan protein dan
karbohidrat. Kalium pun berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar
daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Kalium juga merupakan sumber
kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit. Sumber
kalium biasanya Berasal dari pupuk KCl, K2SO4 dll.
Pupuk majemuk (NPK) merupakan salah satu pupuk organic yang dapat
digunakan sangat efisien dalam meningkatkan ketersediaan hara makro (N, P
dan K), menggantikan pupuk tunggal seperti urea, SP-36 dan KCl yang kadang-
kadang susah diperoleh dipasaran dan sangat mahal. Keuntungan
menggunakan pupuk majemuk (NPK) adalah dapat dipergunakan dengan
memperhitungkan kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal, apabila
tidak ada pupuk tunggal dapat diatasi dengan pupuk majemuk, penggunaan
pupuk majemuk sangat sederhana, dan pengangkutan dan penyimpanan
pupuk ini menghemat waktu ruangan dan biaya (Kaya, 2013). Pupuk NPK
Phonska (15:15:15) merupakan salah satu produk pupuk NPK yang telah
beredar dipasaran dengan kandungan Nitrogen 15%, Fosfor (P2O5) 15%, Kalium
(K2O) 15%, Sulfur 10% dan kadar air maksimal 2 %. Pupuk majemuk ini hampir
seluruhnya larut dalam air, sehingga unsur hara yang dikandungnya dapat
segera diserap dan digunakan oleh tanaman dengan efektif. Menurut penelitian
Diana et al (2017), tentang pengaplikasian pupuk majemuk dimana Aplikasi
pupuk majemuk dosis 140 N + 70 P + 84 K dan pupuk tunggal 60 N
memberikan pengaruh yang nyata terhadapm produktivitas tbu dan bobot
hablur dibandingkan dengan aplikasi pupuk pembanding. Aplikasi pupuk
majemuk dan tunggal tersebut menghasilkan nilai RAE (144,27%) dan
pendapatan petani (Rp. 66.720.000,00/ha) tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain dengan nilai R/C 1,84.

2.6 Slow Release Fertilizer


Slow Release Fertilizer atau pupuk lepas lambat, adalah pupuk yang
dapat mengendalikan atau memperlambat pelepasan unsur-unsur nutrien bagi
pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur ini biasanya mudah hilang karena
kelarutannya dalam air yang tinggi, volatile, dan terjadi proses denitrifikasi pada
pupuk tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi serapan dan
penggunaan pupuk nitrogen buatan (khususnya urea), antara lain dengan cara
mengurangi tingkat kelarutan pupuk nitrogen tersebut dengan menggunakan
suatu matriks untuk melapisi pupuk tersebut (Savana, 2018). Slow Release
Fertilizer (SRF) adalah pupuk yang dapat mengontrol pelepasan unsur-unsur
hara yang mudah hilang akibat pelarutan dan penguapan secara lambat dan
bertahap. Selain itu, SRF dapat meningkatkan efisiensi pemupukan serta
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan (Idaryani dan Wahid, 2019).
Pupuk dalam bentuk Slow Release Fertilizer (SRF), dapat
mengoptimalkan penyerapan hara oleh tanaman dan mempertahankan
keberadaan hara dalam tanah, karena SRF dapat mengendalikan pelepasan
unsur sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Melalui
cara ini, pemupukan tanaman, yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam
satu kali musim tanam, cukup dilakukan sekali sehingga menghemat
penggunaan pupuk dan tenaga kerja (Yerizam et al., 2017). Pupuk lepas lambat
(Slow Release Fertilizer) dapat dibuat melalui proses pelapisan (coating) maupun
pertukaran ion. Pembuatan pupuk lepas lambat melalui coating (pelapisan)
maupun enkapsulasi sudah dilakukan beberapa penelitiannya, antara lain
Purnamasari et al (2012), memodifikasi urea menjadi SRF dengan dilapisi urea-
asetaldehid. Hasil menunjukkan bahwa dihasilkan enkapsulasi urea.
Pupuk SRF dibuat melalui beberapa cara, yaitu dengan memperbesar
ukuran butiran pupuk, menambah kekerasan butiran pupuk serta melapisi
atau menambahkan aditif terhadap butiran dengan bahan yang dapat
melindungi atau mempertahankan keberadaan unsur-unsur hara. Beberapa
keunggulan dari pupuk SRF dibandingkan dengan pupuk nitrogen lainnya
antara lain mempunyai waktu pelepasan unsur N lebih dari 2 bulan serta
terkendalikan. Faktor lain yang merupakan keunggulan pupuk SRF adalah
efisiensi dari penggunaan pupuk mencapai 70 persen, dalam arti 70 persen
unsur N dari pupuk dapat terserap oleh tanaman. Adapun pada pupuk lainnya
pada umunya hanya berkisar 40 persen. Dengan demikian frekuensi pemberian
pupuk pada tanaman menjadi berkurang, yaitu hanya dilakukan satu hingga 2
kali. Adanya kemampuan waktu pelepasan yang lebih lambat dari pupuk SRF
ini disebabkan adanya zeolite dalam formulasi pupuk SRF tersebut atau dalam
pembuatan pembuatannya (Razak dan Sirappa, 2014).

2.7 Zeolite
Zeolite merupakan Kristal alumina silikat terhidrasi yang mengandung
kation alkali atau alkali tanah terbentuk kerangka tiga dimensi, bersifat asam
dan mempunyai pori yang berukuran molekul. Rumus molekul empiris zeolite
adalah M2n (Al2O3.ySiO2)wH2O. Zeolit terdiri dari 3 komponen yaitu kation yang
dapat dipetukarkan, kerangka alumina silikat dan kandungan air. Kandungan
air berubah-ubah tergantung sifat kation-kation yang ditukar dan kondisi
kristalisasi. Air dan kation yang berada di dalam rongga zeolit dapat
didistribusikan dengan molekul lain. Zeolite merupakan mineral berpori dan
memiliki sifat yang sama dengan mineral silica lainnya. Jika terdapat beberapa
interaksi molekul dengan zeolite (Atikah, 2017).
Zeolit berdasarkan asalnya ada dua jenis yaitu zeolit alam dan zeolit
sintesis. Zeolit alam memiliki permukaan yang muatan negatif sebagai gugus
aktif penukar kation. Zeolit sintesis terbuat dari campuran antara bahan kimia,
terutama silika dan alumina. Zeolit alam mempunyai kation penyeimbang yang
berupa kation alkali atau alkali tanah misalnya Na+, K+, atau Ca2+. Kation
penyeimbang ini berperan sebagai penyeimbang muatan zeolit yang dapat
berfungsi sebagai gugus aktif penukar kation lain misalnya surfaktan kationik
(Zhan et al., 2011). Namun, zeolit alam memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta
kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat
mengurangi aktivitas dari zeolit, sehingga zeolit alam dapat diganti dengan zeolit
sintesis yang digunakan dalam berbagai aplikasi.
Zeolit alam merupakan batuan mineral anorganik yang banyak terdapat
diindonesia, zeolite alam merupakan bahan berpori yang memiliki sifat
fisikokimia yang baik, seperti kapasitas tukar kation yang tinggi, selektivitas
kation dan volume pori besar (Atikah, 2017). Zeolit merupakan salah satu
bahan yang dapat mengikat nitrogen sementara. Zeolit memiliki nilai kapasitas
tukar kation (KTK) yang tinggi (antara 120-180 me/100g) yang berguna sebagai
pengadsorpsi, pengikat dan penukar kation (Hidayat et al.,2014). KTK zeolit
dikatakan tinggi jika nilainya berkisar 80-200 cmol (+) kg-1 dengan kandungan
zeolite > 50%, dimana zeolite tersebtu sebelumnya sudah diaktivasi sampai
suhu 300 ˚C. sebaliknya jika nilai KTK zeolite < 80 cmol (+) kg-1 yang dinilai
rendah dengan kandungan zeolit < 50%, dan disamping itu, sangat
dimungkinkan bahwa zeolit tersebut sebelumnya tidak diaktivasi sampai suhu
300 ˚C (Al-Jabri, 2008).
Zeolite alam ini terbentuk dari reaksi antara batuan tufa asam berbutir
halus dan bersifat rilitik dengan air pori atau air meteoric (air hujan). Mineral
ini merupakan kelompok aluminosilikat terhidrasi dan unsur utama terdiri dari
kation, alkali dan alkali tanah, mempunyai pori pori yang dapat diisi oleh oleh
molekul air. Kandungan air yang terperangkap dalam rongga zeolit biasanya
berkisar 10-50%. Bila terhidrasi kation-kation yang berada dalam rongga
tersebut akan terekubungi molekul air. Molekul air ini sifatnya labil atau
mudah terlepas (Basri,1995). Zeolit alam sukabumi terdiri atas 3 komposisi
mineral, yaitu kuarsa, mordenit dan klinoptilolit. Berdasarkan hasil
karakterisasi XRD, zeolite ini cenderung kepada jenies zeolite mordenit
(Juniansyah et al., 2017). Umumnya aktivasi zeolite dibagi menjadi tiga, yaitu
aktivasi secara fisik dengan pemanasan dan secara kimia dengan asam atau
basa. Proses aktivasi dengan panas dapat dilakukan pada suhu antara 200-
400˚C selama beberapa jam. Sedangkan aktivasi dengan basa dapat dialkukan
dengan larutan NaOH, dimana penurunan rasio Si/Al akan terjadi pada aktivasi
dengan pH tinggi (Jozefaciuk dan Bowanko, 2002).
Menurut Estiaty (2015), untuk komposisi unsur-unsur kimia dari zeolite
alam adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Unsur Kimia Zeolite Alam
Senyawa Jumlah (%)
SiO2 72,3
Al2O3 10,68
Fe2O3 1,03
K2 O 0,88
Na2O 0,88
CaO 2,93
MgO 0,35
MnO 0,001
TiO2 0,39
P2O5 0,11
LOI 9,64
H2O- 5,03

Menurut Gultom (2015), Berikut merupakan struktur molekul dari


zeolite:

Gambar 1. Struktur Permukaan Zeolit


Gambar 2. Permukaan Kerangka dasar Zeolit

Gambar 3. Struktur Molekul Zeolit

Zeolite merupakan senyawa alumino silikat dengan klasifikasi yakni, [AlO 4] - dan
[SiO4]- saling berhubungan pada sudut-sudut tetrahedralnya membentuk Al, Si
Framework 3D yang berpori. Zeolit dengan struktur Kristal alumina silikat yang
berbentuk rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran
serta mengandung ion-ion logam seperti Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air.
Kerangka dasar struktur zeolite terdiri dari unit tetrahedral AlO dan SiO yang
saling berhubungan melalui atom O, sehingga Zeolit mempunyai rumus empiris
sebagai berikut :

Mx/n [(AlO2) x (SiO2)y ]·zH2O


Keterangan

- Mx/n = Kation bermuatan n


- [] = Kerangka alumina-silika
- z = Jumlah air Kristal
- x,y = Jumlah AlO2 dan SiO2,
- y > x atau y/x ≥ 1
2.8 Kelapa
Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang dijuluki sebagai “tree of
life” karena semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (Damayanti et al., 2018). Tanaman kelapa (coconus
nucifera L.) merupakan tanaman yang memiliki posisi strategis terutaman
sebagai bahan baku pembuatan minyak goring. Kelapa merupakan tanaman
tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia, hal ini terlihat dari
penyebarannya hampir diseluruh wilayah nusantara (Ariyanti et al., 2018).
Menurut Mardiatmoko dan Ariyanti (2018), Kelapa merupakan tanaman
tahunan, memiliki batang yang keras dan pada umumnya tidak bercabang
(monopodial) dn berakar serabut. Pertumbuhan kelapa biasanya tegak namun
pada daerah tepian pantai, sempadan sungai batangnya tumbuh melengkung
ke arah matahari. Dalam tata nama tumbuhan, tumbuhan kelapa diberi nama
Cocos nucifera yang secara lengkap pengklasifikasiannya mulai dari tingkat
kingdom sampai spesies adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Diviso : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera, Linneaeus
Buah kelapa terdiri dari sabut kelapa, tempurung kelapa, daging kelapa
dan air kelapa. Sabut kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan
sekitar 5 cm, dan merupakan bagian terluar dari buah kelapa. Tempurung
kelapa terletak disebelah dalam sabut, ketebalannya berkisar 3-5 mm. ukuran
buah kelapa dipengaruhi oleh ukuran tempurung kelapa yang sangat
dipengaruhi oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa. Tempurung kelapa
beratnya antara 15-19% berat kelapa. Sebagian besar dipedesaan sabut dan
tempurung kelapa dimanfaatkan untuk bahan bakar baik dalam bentuk
tempurung kering atau arang tempurung (Suhartana, 2006).
Limbah tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai produk karbon
aktif. Karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa dapat diolah secara
sederhana melalui proses aktivasi dan karbonasi. Pada umumnya luas
permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m 2/gram. Karbon aktif
memiliki sifat kapasitas adsorpsi tinggi, sifat kimia yang special, luas
permukaan serta ukuran pori yang besar (Latifah, 2020).
2.9 Abu Tempurung Kelapa
Abu merupakan sisa pembakaran suatu material atau bahan pada suhu
dengan kisaran 500-600 ˚C selama beberapa waktu akan menyebabkan
senyawa organic yang terkandung di dalamnya menguap, sedangkan sisanya
yang tidak menguap merupakan abu. Menurut Kamal (1994) dimana dalam abu
hasi pembakaran sabut dan tempurung kelapa terkandung campuran dari
berbagai oksida mineral antara lain, Na2O, K2O, MgO, ZnO, Fe2O3 dan SiO2.
Menurut Madakson et al (2012), abu tempurung kelapa memiliki
komposisi kimia sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi Kimia Abu tempurung kelapa
Element Al2O3 CaO Fe2O3 K2O MgO Na2O SiO2 MnO2 ZnO
% 15,6 0,57 12.4 0,52 16,2 0,45 45,05 0,22 0,3

Untuk memanfaatkan tempurung kelapa sebagai bahan organic


khusunya di bidang pertanian maka tempurng kelapa bisa dimanfaatkan
menjadi abu tempurung kelapa yang berguna sebagai bahan ameliorant. Abu
tempurung kelapa digunakan untuk menaikkan pH tanah yang bersifat masam
menjadi pH netral serta mengaktifkan mikroorganisme dalam tanah. Menurut
Surachman dan Mustamir (2018), pemberian abu tempurung kelapa
berpengarruh nyata terhadap luas daun, volume akar, berat kering bagian atas
tanaman, umur berbunga, jumlah buah per tanaman, umur bunga, jumlah
buah per tanaman dan berat buah per tanaman.

2.10 Tetes Tebu (Molasses)


Salah satu jenis binder yang sering digunakan yaitu molasses. Molasses
merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan bentuk cair.
Kandungan yang terdapat pada molases antara lain 20% air, 3,5% protein, 58%
karbohidrat, 0,80% Ca, 0,10% fosfor dan 10,50 mineral lain. Kandungan pati
yang cukup banyak mendukung penggunaan molases sebagai bahan perekat
pada proses pembuatan pellet. Pati yang tergelatinisasi akan membentuk
struktur gel yang akan merekatkan bahan, sehingga bahan akan tetap merekat
dan tidak mudah hancur (Ismi et al., 2017).
Tetes tebu (molasses) termasuk produk samping pabrik gula. Tetes
merupakan sisa sirup terakhir dari stasiun masakan yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tidak mungkin lagi
menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Tetes diproduksi sekitar
4,5% dari tebu. Selain dapat digunakan sebagai pupuk dan pakan ternak, tetes
dapat juga digunakan sebagai bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan
etanol, asam asetat, asam sitrat, monosodium glutamate, asam laktat dan lain-
lain. Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi yang melalui
proses fermentasi (Pamungkas dan Adiguna, 2020).
Molasses merupakan produk samping industri gula dengan karakteristik
memiliki kandungan gula yang tinggi. Keberadaan kandungan gula dapat
menjadi sumber energy mikroorganisme tanah yang sedang melakukan
fermentasi. Hal ini mendorong terjadinya kesuburan tanah ketika molasses
diterapkan dalam budidaya tanaman. Sumber energy tersebut dapat
diamnfaatkan oleh mikroba terutama saccharomyces cereviceae yang dapat
mengdegradasi mineral organic seperti nitrogen yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman jagung (Suhariyanto et al., 2018).

2.11 Asam Humat


Asam humat merupakan senyawa organic yang telah mengalami proses
humifikasi dan larut dalam alkali. Asam humat dapat berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung yaitu memperbaiki status
kesuburan tanah baik dalam sifat fisik, kimia maupun biologi tanah. Dengan
meningkatnya kesuburan tanah, maka serapan hara tanaman akan meningkat,
sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman akan semakin optimal.
Sedangkan penaruh asam humat secara langsung yaitu memperbaiki proses
metabolisme dalam tanaman, seperti meningkatkan proses laju foro sintesis
tanaman, karena meningkatnya kandungan klorofil pada daun. Asam humat
merupakan hasil ekstraksi bahan organic yang dapat dijadikan sebagai
subtitusi pupuk kandang atay kompos. Salah satu bahan yang dapat diekstrak
untuk menghasilkan asam humat adalah batu bara muda (Victolika et al.,
2014).
Penggunaan asam humat untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas telah menjadi perhatian utama para periset beberapa dekade
terakhir ini. Asam humat merupan suatu molekul kompleks yang terdiri atas
kumpulan berbagai macam bahan organic yang berasal dari residu hasil
dekomposisi tanaman dan hewan. Sebagian besar asam humat diperoleh dari
ekstraksi bahan leonardite atau lignit (Santi, 2016).
Asam humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang
memiliki gugus fungsional –COOH, -OH fenolat, maupun –OH alkoholat,
sehingga asam humat membentuk komples dengan ion logam karena gugus ini
dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Peluang asam humat
untuk membentuk kompleks dengan ion logam diharapkan juga dapat
membentuk kompleks dengan ion yang dilepaskan oleh pupuk nitrogen,
sehingga pola pelepasan slow release fertilizer menjadi lebih stabil (Pratomo et
al., 2009). Berikut strukur gugus fungsional dari asam humat:
Gambar 4. Gugus fungsional Asam Humat (Firda et al., 2016)
Asam humat dalam meningkatkan kesuburan tanah dipengaruhi oleh
atraksi elektrostatik atau tolakan muatan yang ada dalam molekul dan ikatan
hydrogen sesame dan antar molekul. Secara umum komposisi bahan organic
tahan didominasi oleh fraksi humin yang berat molekulnya sangat besar, fraksi
asam humat yang berat molekulnya sedang, dan fraksi asam fulfat yang berat
molekulnya lebih rendah. Asam humat adalah fraksi yang larut dalam alkali
tetapi tidak larut dalam asam atau air. Asam humat mampu berinteraksi
dengan ion logam, oksida dan hidroksida mineral karena mengandung gugus
fungsional aktif seperti, karboksil, fenol,, karbonil, hidroksida, alcohol, amino,
kuinon dan metoksil, serta bentuknya yang berpori sehingga memiliki luas
permukaan yang besar. Asam ini berpengaruh kuat terhadap kapasitas
penjerapan tanah (Firda et al., 2016).

2.12 Coating/Enkapsulasi
Enkapsulasi adalah suatu teknik untuk melapisi (coating) atau menyalut
suatu bahan aktif dengan lapisan dinding polimer sehingga menghasilkan
partikel kecil berukuran mikro ataupun nano. Pelapisan atau penyalutan ini
dapat melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan sekitar seperti cahaya,
suhu, kelembapan, dan interaksi dengan zat lainnya. Ada beberapa teknik yang
sering digunakan enkapsulasi pewarna alam, seperti spray drying, freeze drying
coaservation, dan emulsi. Diantara semua teknik tersebut, spray drying yang
paling banyak digunakan (Ozkan dan Bilek, 2014).
Menurut Agustin dan Wibowo (2021), Penggunaan enkapsulasi sebagai
solusi penanganan bahan memberikan beberapa keuntungan diantaranya:
a. Penanganan bahan aktif menjadi lebih mudah
b. Memungkinkan immobilitas senyaw aktif
c. Meningkatkan stabilitas produk
d. Meningkatkan keamanan bahan
e. Menciptakan tampilan yang lebih baik
f. Property bahan aktif dapat diatur (dari segi ukuran, struktur dan warna)
dan,
g. Memungkinkan pelepasan yang terkontrol.
Fluidized bed coating merupakan teknik enkapsulasi yang dilakukan
dengan menggunakan proses pelapisan (coating) pada permukaan partikel
bubuk atau partikel dalam bentuk pellet (Margie et al., 2012). Bahan inti di
suspensikan dengan aliran udara dengan suhu tertentu dan disemprot dengan
material penyalut melalui atomisasi. Masing-masing partikel secara bertahap
akan terselubungi dengan penyalut seiring bertambahnya waktu zona spraying.
Bahan penyalut harus mempunyai viskositas tertentu sehingga bisa di
pompakan dan diatomisasi, haus tahan panas dan stabil, serta mampu
membentuk lapisan tipis diatas permukaan partikel (Agustin dan Wibowo,
2021).
Salah satu pembuatan pupuk pelepasan terkendali adalah proses
enkapsulasi dimana pupuk dibungkus dengan lapisan polimer atau biopolymer.
Metose-metode enkapsulasi pupuk yang sudah dilaporkan seperti metode gelasi
ionotropic dengan kitosan-pati sebagai penyalutnya (Perez dan Francois, 2016).
Biopolymer yang dapat digunakan selain kitosan khususnya untuk pupuk NPK
yaitu disalut mengginakan carboxymethyl cellulose (Olad et al., 2017).

2.13 BET (Brunauer, Emmet, Teller)


Metode BET (Brunauer, Emmet, Teller) untuk menentukan luas
permukaan yang didasarkan pada adsorbansi gas nitrogen ke dalam sampel
(Abdullah dan Khairurrijal, 2009). Adsrobansi merupakan proses pengumpulan
molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain karena adanya gaya Tarik
atom atau molekul pada permukaan zat padat. Dalam adsorpsi digunakan
istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerap
sedangkan adsorben adalah suatu media penyerap. Menurut Sudarlin (2012),
pengukuran untuk metode BET dapat dilakukan dengan menggunakan alat Gas
Sorption Analyzer (GSA). Alat ini melakukan pengukuran fisik terhadap suatu
material, meliputi luas permukaan, volume pori, jari-jari pori dan distribusi
pori. Syarat material yang dapat dikarakterisasi dengan GSA adalah material
padatan berpori.
Prinsip kerja alat ini menggunakan mekanisme adsorpsi gas pada
permukaan suatu bahan padat pada berbagai tekanan dan suhu yang konstan
(isotherm). Gas yang biasa digunakan adalah helium untuk mikropori (< 20 Ao),
nitrogen untuk mesopori (20-500 Ao), atau argon untuk makropori (> 500 Ao).
Saat analisis, GSA hanya mengukur volume gas yang diserap oleh pori/
permukaan padatan pada kondisi isotherm tersebut. Volume gas yang diperoleh
pada berbagai tekanan tersebut diplot pada grafik volume gas (v) vs tekanan
relative (P/P0). Data yang diperoleh tersebut, selanjutnya diolah menggunakan
berbagai pilihan teori dan model perhitungan yang dikembangkan para peneliti
untuk mengubahnya menjadi data luas permukaan, volume pori, jari-jari pori,
dsb. Misalnya saja untuk menghitung luas permukaan padatan dapat
digunakan teori BET, Langmuir teori, metode t-plot, dan lain sebagainya
(Sudarlin, 2012).
Landasan utama yang digunakan dalam teori BET menurut Abdullah
dan Khairurrijal (2009), sebagai berikut:
a. molekul dapat teradsorpsi pada permukaan zat padat hingga beberapa
lapis
b. dianggap bahwa tidak ada interaksi antara molekul gas yang teradsorpsi
pada permukaan zat padat
c. teori adsorpsi satu lapis dari Langmuir dapat diterapkan untuk masing-
masing lapis gas.
Berikut persamaan yang digunakan untuk menentukan luas permukaan
menurut Trisunaryanti (2018):
P V C-1 P
= + …………………………….(1)
Vads ( P0−P) Vm C V m C P0
Dengan Vads adalah volume gas teradsorpsi; P0 adalah tekanan uap jenuh ; V m
adalah volume gas lapisan tunggal ; dan C adalah konstanta BET yang
mengindikasikan interaksi adsorben atau adsorbat. Untuk menghitung nili V m
setidaknya minimal menggunakan 3 titik point. Dengan pembuatan kurva
antara P/P0 (tekanan relatrelativehadap volume adsorpsi seperti rumus berikut
ini
P P
versus …………………………….(2)
Vads ( P0−P) P0
Maka akan diperoleh harga slope dan intersept. Dengan adanya harga slope dan
intersept tersebut, maka nilai Vm dan C dapat di tentukan dengan persamaan
berikut ini:
1
V m= ..…………………………..(3)
(s +i)
i
C= +1 …………………………….(4)
s
Dan apabila seluruh nilai telah diketahui, maka dapat ditentukan luas
permukaaan total dengan menggunakan persamaan berikut ini:
−3
S=V m × N × A m 10 …………………………….(5)
Dengan S adalah luas permukaan total;N adalah bilangan Avogadro dan A m
adalah luas tampang lintang molekul adsorbat.
Analisa BET ini dapat bermanfaat untuk menentukan luas permukaan
dan volume pori sampel. Pengukuran luas permukaan dapat dilakukan dengan
menggunakan Instrumen BET Merk Quantachrome. Alat ini dapat digunakan
untuk analisa katalis, keramik, energy, karbon, zeolite dan farmasi. Alat ini
menggunakan prinsip kerja berdasarkan adsrorpsi gas padaa permukaan suatu
bahan padat pada berbagai tekanan dan suhu yang konstan. Gas yang biasa
digunakan adalah helium, nitrogen atau argon pada suhu mendidih gas
tersebut. Saat proses analisis, GSA mengukur volume yang diserap oleh pori-
pori atau permukaan bahan padatan pada kondisi tersebut ( Sudarlin, 2012).
Berikut ini gambar instrument BET Merk Quantachrome:

Gambar 5. Instrument BET Merk Quantachrome Seri Nova Touch LX2

Keterangan
1. Touchscreen 8. Analysis Port
2. Ethernet Port 9. P0 Cell
3. Degas Port 10. Samples Cell
4. Connect to PC Port 11. Dewar
5. Connect to Ampere Meter 12. Gas Input Port
Port 13. Automatic Elevator
6. Heating Mantles 14. Vacuum
7. Power Saver
Skema kerja instrument BET Merk Quantachrome Seri Nova Touch LX2
diatas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6. Skema kerja instrument BET Merk Quantachrome Seri Nova Touch
LX2

Skema kerja BET menurut manual book Instrument BET Merk


Quantachrome Seri Nova Touch LX 2
ketika analisa yaitu: saat point tekanan
relative (P/P0) telah ditentukan, maka ketika diklik start alat tersebut akan
menentukan Nilai P0. Kemudian pervalve akan didosing dengan gas asorbat
hingga mencapai yang diset dengan melewati manifold terlebih dahulu. Lalu gas
akan memasuki sampel cell yang terelup nitrogen dan akan mengalami
kondensasi dan mengisi pori-pori sampel hingga seluruh lubang atau pori-
porinya tertutup dengan ikatan secara fisik. Sehingga dapat mendeteksi volume
adsorbat teradsorpsi oleh sampel pertekanan yang ditentukan, dan diperoleh
hasil analisa berupa grafik. Menurut widayanto et al (2017), dimana semakin
tinggi tekanan relative yang diberikan, maka akan semakin besar volume
nitrogen dapat teradsorpsi oleh sampel. Sedangkan menurut Alberty (1987),
bahwa tekanan juga berbanding lurus dengan fraksi permukaan yang ditempati
molekul gas. Sehingga dapat dinyatakan pula bahwasanya tekanan yang
semakin tinggi akan menyebabkan permukaan tertutup oleh gas-gas yang
teradsorpsi.
2.14 SEM (Scanning Electron Microscopy)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah salah satu jenis jenis
mikroskop electron yang menggambar specimen dengan memindainya
menggunakan sinar electron berenergi tinggi dalam scan pola raster. Electron
memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu
mencapai 200 nm sedangkan electron bisa mencapai resolusi sampai 0,1-0,2
nm. Electron berinteraksi dengan atom atom sehingga specimen menghasilkan
sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan specimen,
komposisi, dan karakteristik lainnya seperti konduktivitas listrik. Peralatan
utama yang terdapat pada mikroskop electron atau SEM diantaranya, Yaitu
Pistol Elektron umumnya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah
untuk melepaskan elektron misalnya tungsten. Lensa untuk elektron berupa
lensa bersifat magnetis krena elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan
oleh medan magnet. Sistem Vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan
maka jika ada molekul udara lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan
terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan
molekul udara menjadi sangat penting (Wijayanto dan Bayuseno, 2013).
Morfologi Kristal dapat diamati dengan menggunakan berkas electron
yang dihasilkan dari instrument mikroskop SEM. SEM merupakan tipe
mikroskop electron yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran
sampel yang dianalisa. Sehingga gambar yang dihasilkan oleh SEM memiliki
karakteristik secara kualitatif dalam dua dimensi karena menggunakan electron
sebagai pengganti gelombang cahaya serta berguna untuk menentukan struktur
permukaan sampel. Material yang dikarakterisasi menggunakan instrument
SEM berupa lapisan tipis dengam ketebalan 20µm dari permukaan. Gambar
topografi permukaan berupa tonjolan, lekukan dan ketebalan lapisan tipis dari
penampang melintangnya (Cahyana et al,. 2014).
Gambar 7. Skema dasar SEM (Farikhin dan Sedyono, 2016)

Berdasarkan gambar diatas berikut prinsip kerja dari SEM:


a. Elektron gun menghasilkan elektrom beam dari filament. Pada
umumnya elektron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun
dengan filament berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda.
Tegangang yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya
pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat
menarik elektron melaju menuju ke anoda.
b. Lensa magnetic memfokuskan elektron menuju suatu titik pada
permukaan sampel.
c. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel
dengan diarahkan oleh koil pemulai.
d. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron,
baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari
permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detector dan dimunculkan
dalam bentuk gambar pada monitor CRT.
Perbedaan tipe yang berbeda dari SEM memungkinkan terjadinya
penggunaan yang berbeda-beda, antara lain untuk studi morfologi, analisis
komposisi dengam kecepatan tinggi, kekerasan permukaan, porositas, distribusi
ukuran partikel, homogenitas material ataupu studi lingkungan mengenai
masalah sensitifitas material (Cahyana et al., 2014). Morfologi sampel
menunjukkan butiran yang tidak teratur dengan ukuran bervariasi, dan
morfologi dengan warna yang lebih cerah merupakan elemen penyusun yang
memiliki nomor atom tinggi. Sedangkan morfologi yang berwarna gelap yang
tampak pada permukaan sampel merupakan elemen penyusun dengan nomor
atom rendah (Hamriani et al., 2016).
Identifikasi dengan alat SEM-EDX dapat memberikan hasil yang lebih
cepat dan akurat disamping itu metode yang digunakan juga sederhana dengan
waktu penelitian yang singkat. Dalam pengukuran SEM-EDX, setiap sampel
dianalisis dengan menggunakan analisis area. Sinar elektron yang dihasilkan
area gun dialihkan hingga mengenai sampel. Aliran sinar elektron ini
selanjutnya difokuskan menggunakan elektron optic coulomb sebelu sinar
elektron tersebut membentuk atau mengenai sampel.setelah sinar elektron
mengenai sampel, akan terjadi beberapa imteraksi-interaksi pada sampel yang
disinari. Interaksi-interaksi yang terjadi tersebut selanjutnya akan terdeteksi
dan diubah kedalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan dalam bentuk grafik
oleh analisis EDX (Julinawati et al., 2015). EDX dihasilkan dari sinar-X
karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang diinginkan,
maka akan muncul puncak-puncak tertentu yang mewakili unsur-unsur yang
terkandung dalam sampel. Dengan EDX juga dapat dibuat pemetaan elemen
dan EDX dapat digunakan untuk menentukan persentasi masing-masing
element secara kuantitatif (Cahyana et al., 2014).

2.15 XRF (X-Ray Flourescence)


Pengukuran dengan XRF adalah pemaparan langsung bubuk padatan
dengan sinar-X fluoresensi. Spectrum-spektrum yang terukur merupakan
spectrum yang khas terhadap unsur tertentu dan semua unsur unsur yang
menyusun mineral-mineral yang terdapat pada bubuk sampel yang memiliki
sifat aktif terhadap XRF akan menghasilkan peak-peak pada pola spektranya.
Dengan mengukur luas peak tertentu untuk unsur tertentu dan
membandingkannya dengan luas seluruh peak yang muncul maka dapat
ditentukan komposisi dari unsur-unsur yang menyusun mineral-mineral yang
ada (Karyasa, 2013).
Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan
pencacahan karakteristik sinar-X yang terjadi dari peristiwa efekfotolistrik.
Efekfotolistrik terjadi karean elektron dalam atom target (sampel) terkena
berkas berenergi tinggi (radiasi gamma, sinar-X). bila energy sinar lebih tinggi
daripada energy ikat elektron dalam orbit K, L atau M atom target, maka
elektron atom target keluar dari orbitnya. Dengan demikian atom target akan
mengalami kekosongan elektron. Kekosongan elektron ini akan diisi oleh
elektron dari orbital yang lebih luar diikuti pelepasan energi yang berupa sinar-
X. Skematik proses identfikasi dengan XRF tampak pada gambar berikut:
Gambar 8. (a) Prinsip X-Ray Flourescence , (b) kekosongan elektron pada kulit L
(Munasir et al., 2012)

Sinar-X yang dihasilkan merupakan gabungan spectrum sinambung dan


spectrum berenergi tertentu (discreet) yang berasal bahan sasaran yang
tertumbuk elektron. Jenis spectrum discreet yang terjadi tergantung pada
perpindahan elektron yang terjadi dalam atom bahan. Spektrum ini dikenal
dengan spectrum sinar-X yang dipancarkan oleh bahan yang selanjutnya
ditangkap oleh detector untuk dianalisis kandungan unsur dalam bahan.
Bahan yang dianalisis dapat berupa padat massif, pellet, maupun serbuk.
Analisis unur dilakukan secara kualitatuf dan kuantitatif. Analisis kualitatif
menganalisis jenis unsur yang terkandung dalam bahan dan analisis kuantitatif
dilakukan dengan menentukan konsentrasi unsur dalam bahan. Sinar-X yang
dihasilkan dari peristiwa tersebut diatas di tangkap oleh detector semi
kinduktor Silicon Litium (SiLi)(Munasir et al., 2012).
Menurut Setiabudi et al (2012), instrument XRF dalam pemisahan
berkas polikromatik menjadi monokromatik menggunakan 2 teknik, yaitu:
a. Teknik pemisahan panjang gelombang (Wavelenght-dispersive)
XRF jenis ini memperoleh sinar-X dari difraksi dengan menggunakan
Analyzer yang berupa Kristal yang berperan sebagai grid. Kisi Kristal yang
spesifik memilih panjang gelombang yang sesuai dengan hokum Bragg. Prinsip
kerja WDXRF yaitu, sampel yang terkena radiasi sinar-X akan mengemisikan
radiasi ke segala arah. Radiasi dengan arah yang spesifik yang dapat mencapai
klimator. Sehingga refleksi sinar radiasi dari Kristal ke detektor akan
memberikan sudut θ. Sudut ini akan terbentuk jika, panjang gelombang yang
diradiasikan sesuai dengan sudut θ dan sudut 2θ dari kisi Kristal. Maka hanya
panjang gelombang yang sesuai akan terukur oleh detektor. Karena sudut
refleksi spesifik bergantung panjang gelombang, maka untuk pengukuran
elemen yang berbeda perlu dilakukan pengaturan posisi klimator, Kristal serta
detektor.
b. Teknik Pemisahan Energi (Energy-dispersive)
EDXRF bekerja tanpa menggunakan Kristal, namun menggunakan
software yang mengatur seluruh radiasi dari sampel ke detektor. Prinsip EDXRF
yaitu radiasi emisi dari sampel yang dikenai sinar-X akan langsung di tangkap
oleh detektor. Detektor menangkap foton-foton lalu mengkonversikan menjadi
implus elektrik dengan amplitudo yang sesuai dengan energy foton yang
diterima detektor. Kemudian implus menuju perangkat MCA (Multi Channel
Analyzer), sehingga akan terbaca dalam memori computer sebagai channel.
Channel tersebut akan memberikan nilai yang spesifik terhadap sampel yang
dianalisa.
Teknik pemisahandapat dihasilkan pita panjang gelombang yang
berbeda-beda. Karena setiap transisi elektron pada setiap unsur atom memiliki
nilai panjang gelombang tertentu yang besarnya diketahui. Oleh sebab itu,
dengan diketahuinya panjang gelombang apa saja yang terdapat pada berkas
cahaya yang di pancarkan dari sampel, maka unsur apa saja yang terdapat
pada sampel dapt teridentifikasi. Dan konsentrasi unsur pada sampel dapat
ditentukan dengan menggunakan intensitas panjang gelombang yang
teridentifikasi pada spektrum tersebut.

2.16 XRD (X-Ray Diffraction)


Difraksi sinar-X merupakan metode karakterisasi material yang
didasarkan pada hamburan koheren sinar-X oleh awan elekton dan interferensi
konstruktif yang terjadi antara sinar-X yang dihamburkan oleh sederetan atom-
atom dalam Kristal. Metode difraksi sinar-X didasarkan pada sinar-X yang
dihamburkan pada sudut tertentu (Sudut Bragg) oleh atom-atom yang tertera
dalam system Kristal. XRD dapat digunakan untuk identifikasi senyawa secara
kualitatif maupun kuantitatif untuk meneentukan kelimpahan senyawa dalam
campuran (Setianingsih dan Sutarno, 2018).
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi material kristalit, sebagai contoh identifikasi struktur kristalit
(Kualitatif) dan fasa (Kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan
radiasi gelombang elektromagnetik sinar-X. selain itu juga dimanfaatkan untuk
mengetahui rincian lainseoerti susunan berbagai jenis atom dalam Kristal,
kehadiran cacat, orientasi dan cacat Kristal (Munasir et al., 2012). Penentuan
struktur Kristal dapat dilakukan dengan metode difraksi. Difraksi adalah suatu
metode eksperimen hamburan elastis, dimana proses transfer energy dapat
diabaikan dalam proses hamburan tersebut. Informasi yang diperoleh dari
metode difraksi ini yakni data koordinat atom-atom dalam Kristal yang
mendasari sifat dan karakteristik bahan pada umumnya (Bunaciu et al., 2015).
Menurut Hakim et al (2019), Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi
cahaya yang melalui celah Kristal . difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau Kristal ini
dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal radius yang memiliki panjan
gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom.
Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron dan neutron. Sinar-X
merupakan foton dengan energy tinggi yang memiliki panjang gelombang
berkisar antara 0,5 sampai 2,5 amstrong. Ketika berkas sinar-X berinteraksi
dengan suatu material, maka sebagian berkas akan diadsorbsi, ditransmisikan
dan sebagiannya lagi dihamburkan terdifraksi. Hamburan terdifraksi inilah
yang dideteksi oleh XRD. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang
saling menghilangkan karena fasana berbeda dan ada juga yang saling
menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan
itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merumuskan tentang
persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan
tersebut merupakan berkas difraksi. ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD dapat
di lihat pada gambar berikut:

Gambar 9. Difraksi sinar-X XRD Gambar 10. Ilustrasi difraksi sinar-X

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sinar datang yang menumbuk
pada titik bidang pertama dan hamburan oleh atom P. sinar dating yang kedua
menumbuk bidang berikutnya dan dihamburkan oleh atom Q, sinar ini
menempuh jarak SQ + QT bila dua sinar tersebut paralel dan satu fasa (saling
menguatkan). Jarak tempuh ini merupakan kelipatan (n) panjang gelombang (λ),
sehingga persamaan menjadi:

n λ=2 d h kl sin θ …………………………...(6)

Dimana
λ = panjang gelombang sinar-X (1 Cu = 1,540562 Ǻ)
θ = sudut difraksi yang menggambarkan posisi puncak
dhkl = jarak antar bidang yang menggambarkan system, ukuran sel satuan
dan indeks Miller bidang tersebut

Gambar 11. Spektrum Elektromagnetik (http://www.kelaspintar.id)

Keunggulan metode difraksi sinar-X adalah difraktogram yang spesifik


terhadap komposisi kimia dan struktur Kristal material, artinya material yang
mengandung komposisi kimia sama namun fasa (struktur) nya berbeda atau
komposisi berbeda namun fasa (strukur)nya sama menghasilkan pola pada
difraktogram yang berbeda sehingga dapat diidentifikasi. Oleh karean itu,
difraksi sinar-X dapat digunakan untuk mengidentifikasi material polimorf.
Sebagai contoh yaitu, material yang mengandung campuran α-alumina dan γ-
alumina atau material yng mengandung campuran TiO 2 anatase, rutil dam
brookit (Setianingsih dan Sutarno, 2018).

2.17 AAS (Atomic Absorption Spektrofotomter)


Spektrofotmetri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode suatu metode
analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energy radiasi oleh atom-
atom yang berada pada tingkat energy dasar (ground state). Penyerapan tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energy yang
lebih tinggi. Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya bergantung pada perbandingan dan
tidak bergantung pada temperatur. Dalam AAS atom bebas bereksitasi dengan
berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energy
kimia, dan energy listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom
bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas.
Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang
yang karakteristik untuk setiap atom bebas. Adanya adsorpsi atau emisi radiasi
disebabkan adanya transisi elektronik yaitu perrpindahan elektron dalam atom
dari tingkat energy yang satu ke tingkat energy lain (Nasir, 2019).
Menurut Anshori (2005), pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu
suatu sel atom yang menghasilkan atom-atom gaas bebas dalam keadaan
dasarnya dan suatu system optic untuk pengukuran sinyal. Berikut skema
umum dari alat SSA:

Gambar 12. Skema Umum Komponen pada Alat SSA (Anshori, 2005)
Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomic yang lain,
contoh harus diubah dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal
dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan didekomposisi
untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom
bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pengisian pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
b. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
c. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energy yang lebih
tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu
memancarkan energy.
Menurut Djunaidi (2018), terdapat 3 bagian pokok pada peralatan AAS
yaitu, sumber radiasi unruk menghasilkan sinar yang diperlukan, system
pengatoman untuk menghasilkan atom-atom bebasdan system monokromator,
deteksi dan pembacaan. Berikut penjelasan mengenai bagian bagian dari
instrument AAS:
a. Sumber sinar, sumber radiasi yang paling banyak digunakan pada
pengukuran AAS adalah lampu katoda cekung (hollow cathode lamp).
Lampu katode cekung terdiri dari anoda dan katoda dimana kedua
elektroda tersebut berada dalam tabung gelas yang diisi dengan gas Ne
dan Ar yang bertekanan rendah. Jendela kaca depan terbuat dari kuarsa
atau silica boron. Sedangkan katodanya terbuat dari logam berbentuk
cekung yang sama dengan unsur yang akan dianalisa dan anodanya
terbuat dar wolfram.

Gambar 13. Diagram of a Hollow Cathode Lamp


Proses emisi hollow cathode lamp sebagai berikut:

Gambar 14. Proses emisi hollow cathode lamp


Apabila terdapat perbedaan potensial antara kedua elektroda, maka
atom gas mulia disekitar anoda akan terionisasi menjadi bermuatan +
dan dengan kecepatan tinggi tertarik kea rah anoda. Benturan antara
ion gas dengan katoda akan menyebabkan terpentalnya atom-atom dari
katoda yang disebut sebagai “sputtering”. Benturan lebih lanjut dari ion
gas mulia akan memancarkan radiasi emisi pada waktu atom-atom
logam kembali ke permukaan katoda atau keadaan dasar.
b. Atomisator, berfungsi untuk mengatomisasi logam-logam sehingga dapat
menyerap energy radiasi yang diberikan. Untuk memperoleh atom-atom
dalam keadaan dasar dilakukan dengan cara pemanasan. Larutan
cuplikan disemprotkan ke dalam nyala dengan menggunakan nebulizer.
Nebulizer ini berfungsi mengubah larutan menjadi butir-butir kabut dan
kemudian partikel-partikel kabut yang halus ini bersama-sama aliran
gas bahan bakar masuk ke dalam nyala. Proses yang terjadi dalam nyala
api dapat digambarkan berikut ini:
c. Monokromator, berfungsi untuk memisahkan radiasi dari lampu katoda
yang telah melalui pembakar dengan radiasi-radiasi lain yang dihasilkan
oleh pembakar sehingga yang masuk kedalam detektor merupakan
radiasi monokromatis.
d. Detektor, berfungsi sebagai pengolah sinyal radiasi menjadi radiasi
listrik.
e. Amplifier, sebagai penguat sinyal yang dihasilkan oleh detektor.
f. Pencatat berfungsi sebagai pengubah sinyal listrik menjadi tampilan-
tampilan tertentu sehingga bisa dibaca.

Anda mungkin juga menyukai