Anda di halaman 1dari 8

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sifat Umum Latosol


Latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang
bercurah hujan sekitar 2000 sampai 4000 mm tiap tahun, bulan kering lebih kecil
tiga bulan dan tipe iklim A, B (Schmidt/Ferguson). Di Indonesia Latosol
umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa volkan maupun
batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan
ketinggian antara 10 - 1000 meter dengan curah hujan antara 2000 - 7000 mm per
tahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga
bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Soepardi, 1983).
Menurut Buringh (1970) Latosol terbentuk oleh proses feralisasi dan
latosolisasi. Proses ini meliputi :
1. Pelapukan yang intensif secara kontinu dan proses hidrolisis silika.
2. Pencucian basa-basa dan silika yang mengakibatkan tertimbunnya seskuioksida
secara relatif pada horison B.
3. Pembentukan mineral liat kaolinit.
Sifat-sifat tanah yang dijumpai mulai dari sifat fisik tanah yaitu berwarna
merah hingga coklat. Berhorizon A (horizon di permukaan dan merupakan
campuran bahan organik dan bahan mineral serta merupakan horison eluviasi
(pencucian), B2 (horizon penimbunan (iluviasi) maksimum liat, Fe dan Al
oksida), C (horizon Bahan induk dan sedikit terlapuk). Sifat kimia yang dijumpai
adalah memiliki kemasaman tinggi (pH H20 4,5 - 6,5), kandungan hara rendah,
berkadar bahan organik rendah hingga sedang (3 - 10 %) di lapisan atas dan
semakin kebawah semakin rendah, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa
rendah sampai sedang (20 - 65 %), kandungan Al dan Fe yang dapat
dipertukarkan relatif tinggi, kandungan silika dan seskuioksida tinggi, strukturnya
baik, permaebilitas dan stabilitas agregat tinggi, dan kepekaan terhadap erosi
rendah (Soepraptohardjo, 1961).
Latosol Darmaga mempunyai struktur tanah remah sampai gumpal,
konsistensi gembur, pori-pori tanah 63-68%, pori drainase cepat tergolong rendah

sampai sangat rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, air tersedia rendah
sampai sangat tinggi, batas horizon baur, berangsur sampai jelas (Yogaswara,
1977). Menurut Dewayany (1984) Latosol Coklat Kemerahan Darmaga, lapisan
atas memiliki KTK kurang dari 24 me/100 g liat, kejenuhan basa 32,48% kadar Corganik 1,17%, sifat - sifat fisik Latosol Darmaga umumnya baik, tekstur lempung
liat berdebu sampai lempung berpasir.
Latosol coklat kemerahan yang dijumpai disekitar Bogor umumnya
berbahan induk andesitik dan didominasi oleh mineral liat golongan kaolinit.
Bahan induk andesitik yang disertai pelapukan lanjut, pencucian yang kuat dan
bersifat masam akan membentuk mineral kaolinit (Yogaswara, 1977).
2.2. Pupuk
Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk
menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan
produksi, serta memperbaki kualitasnya. Pupuk digolongkan berdasarkan pada
sumber bahan yang digunakan, cara aplikasi, bentuk dan kandungan unsur
haranya. Berdasarkan sumbernya terdapat dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik
dan pupuk anorganik.
Pupuk anorganik atau disebut juga sebagai pupuk mineral adalah pupuk
yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004). Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau
nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya, sering dijumpai beberapa kelebihan dan
kelemahan pupuk anor-ganik. Beberapa manfaat dan keunggulan pupuk anorganik
antara lain: mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat,
menghasilkan nutrisi tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah
nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan.
Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan
mudah larut dan mudah hilang, menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan
dalam dosis yang tinggi. Unsur yang paling dominan dijumpai dalam pupuk
anorganik adalah unsur N, P, dan K.
Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N-organik. Nitrogen
dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila lingkungan baik ammonium

dioksidakan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi 1983). Tanaman mengambil


nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Senyawa N digunakan tanaman
untuk membentuk klorofil. Senyawa N juga berperan dalam memperbaiki
pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N
berwarna lebih hijau. Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi
kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun menguning dan gugur. Gejala
kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman yang diakibatkan
terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah roboh serta
mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 1995).
Mobilitas unsur hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan
komponen tanah maupun dengan ion - ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe,
akan membentuk senyawa yang kurang larut dan dengan tingkat kelarutan yang
berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam
mobilitas unsur ini. Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk
energi, selain itu berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein
yang ada dalam inti sel. Unsur P juga menentukan pertumbuhan akar,
mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004). Gejala defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat karena
pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung
daun (Hardjowigeno, 1995).
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam
tanaman. Kalium diserap dalam bentuk kation K+. Kalium berperan dalam
pembelahan sel, pembukaan stomata, fotosintesis (pembentukan karbohidrat),
translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein dan dalam aktivitas
enzim (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Kalium juga merupakan unsur logam
yang paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang dapat mengatur keseimbangan
garam-garam dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke
dalam akar. Tanaman yang kekurangan unsur K akan kurang tahan terhadap
kekeringan, lebih peka terhadap penyakit, dan kualitas produksi berkurang.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa - sisa tanaman, hewan
atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik berbentuk

cair maupun bentuk padat. Dalam Permentan NOMOR28/PERMENTAN/SR.


130/5/2009, disebutkan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar
atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau
hewan yang telah mengalami proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair
yang digunakan mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah (Anonimous, 2008).
Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia,
fisik, biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Menurut Marsono,
(2001) beberapa kelebihan pupuk organik antara lain: (1) Mengubah struktur
tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman juga semakin baik. Saat
pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan organik pada pupuk akan dirombak
oleh mikroorganisme pengurai menjadi senyawa organik sederhana yang mengisi
ruang pori tanah sehingga tanah menjadi gembur. Pupuk organik juga dapat
bertindak sebagai perekat sehingga struktur menjadi lebih mantap. (2)
Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia
bagi tanaman. Hal ini karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih
besar dari bobotnya. Dengan demikian pupuk organik sangat berperan dalam
mengatasi kekeringan air pada musim kering. (3) Memperbaiki kehidupan
organisme tanah. Bahan organik dalam pupuk ini merupakan bahan makanan
utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut, dan mikroorganisme
tanah. Semakin baik kehidupan dalam tanah ini semakin baik pula pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman dan tanah itu sendiri.
Pupuk organik memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan
pupuk mineral, diantaranya: (1) Kandungan hara rendah. Kandungan hara pada
pupuk organik umumnya rendah namun bervariasi tergantung jenis bahan
dasarnya, (2) Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan
organik diperlukan untuk kegiatan mikroba tanah untuk diubah dari bentuk
organik komplek yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman menjadi bentuk
senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.
Untuk menutupi kekurangan hara pada pupuk organik, maka pada saat aplikasi
harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia bagi tanaman.

Berdasarkan cara pembentukannya, pupuk organik terbagi menjadi dua


kelompok, yaitu pupuk organik alami dan buatan. Jenis pupuk yang tergolong
dalam kelompok pupuk organik alami benar - benar diambil langsung dari alam,
seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah, baik dengan atau tanpa sentuhan
teknologi. Pupuk yang termasuk dalam kelompok ini antara lain pupuk kandang,
kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung. Pupuk organik buatan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami, berkualitas, baik;
dengan

bentuk,

ukuran,

dan

kemasan

yang

praktis;

mudah

didapat,

didistribusikan, dan diaplikasikan; serta dengan kandungan unsur hara yang


lengkap dan terukur.
Berdasarkan bentuknya pupuk organik dibagi menjadi dua, yaitu pupuk
cair dan pupuk padat. Pupuk organik padat merupakan pupuk organik yang
berbentuk padat dan lazim digunakan petani. Pemakaiannya dilakukan dengan
cara ditaburkan atau dibenamkan didalam tanah, sedangkan pupuk cair adalah
pupuk yang dibuat dalam bentuk cairan. Pupuk cair umumnya merupakan ekstrak
bahan organik yang sudah dilarutkan dengan pelarut seperti air, alkohol, atau
minyak. Senyawa organik yang mengandung unsur karbon, vitamin, atau
metabolit skunder dapat berasal dari ekstrak tanaman, tepung ikan, tepung tulang,
atau enzim. Pemberian pupuk organik cair umumnya dengan cara disemprotkan
ke tanaman atau dengan cara disiram ke tanah.
Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa
panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji,
kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasir, limbah rumah tangga dan
limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena dasar pembuatan pupuk organik
bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan kualitas
bahan asalnya.
Pupuk yang digunakan dalam peneitian ini adalah sebuah inovasi produk
pupuk dalam bentuk granul yaitu Pupuk Organik Phosta. Komposisi hara pupuk
organik Phosta adalah mengandung unsur N, P, K, dan C-organik masingmasing sekitar 1.12%, 0.73%, 0.82%, dan 19.67%. Sedangkan unsur - unsur
mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, B, Co, Mo, Pb, Cd, masing - masing adalah sebesar

3246.0ppm, 382.0ppm, 565.0ppm, 704.0ppm, 145.2ppm, 0.26ppm, 0.18ppm,


0.36 ppm. Kandungan unsur As dan Hg sangat rendah sehingga tidak terdeteksi.
Kamasaman (pH) pupuk dan kadar airnya juga tergolong tinggi yaitu sebesar 7.2
dan 18.26%.
2.3. Efisiensi Pemupukan
Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), efisiensi pupuk adalah
persentase perbandingan jumlah hara yang diserap dengan jumlah hara yang
ditambahkan. Efisiensi disini memperhitungkan efisiensi hara yang berasal dari
pupuk yang masuk ke tanaman, tanpa melihat respon tanaman akibat pemupukan.
Dalam definisi lain efisiensi pupuk adalah sejauh mana tanaman dapat
memanfaatkan unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa
menambah hara yang diperlukan atau jumlah hara yang diserap terhadap jumlah
hara yang ditambahkan kali seratus persen. Efisiensi disini mementingkan respon
tanaman akibat pemupukan, karena lebih condong kepada efisiensi berproduksi
tinggi yang dipakai dalam sistem pertanian. Usaha yang dapat digunakan untuk
meningkatan efisiensi penggunaan pupuk yaitu: uji tanah, pengapuran,
penempatan pupuk, waktu pemupukan penggunaan legum, penggunaan pupuk
kandang, dan pengelolaan lainnya seperti seleksi varietas, pengendalian hama
penyakit dan gulma, penentuan dan pengaturan waktu dan pola tanaman,
pengaruh rotasi tanaman, pengairan dan sebagainya.
Menurut Santi (2007) efisiensi pemupukan dapat ditempuh dengan
melakukan dua pendekatan, yaitu (i) peningkatan kesuburan tanah dan (ii)
modifikasi produk pupuk yang lebih efisien. Pedekatan pertama ditempuh melalui
usaha peningkatatan daya dukung tanah dengan input hayati, baik berupa bahan
organik maupun mikroorganisme. Dengan meningkatnya kesuburan tanah,
efisiensi penggunaan pupuk oleh tanaman dapat diperoleh. Pendekatan kedua
lebih menekankan kepada dosis aplikasi dapat dikurangi karena efektifitas produk
pupuknya ditingkatkan dan atau ongkos produksinya dapat dikurangi.
Usaha efisiensi pemupukan dalam praktek dapat ditempuh dengan
beberapa cara, diantaranya adalah perbaikan sifat pupuk. Upaya ini meliputi

teknis dan proses pembuatan pupuk dengan bentuk, ukuran, kadar hara, atau
spesifikasi tertentu yang dapat menghasilkan reaktivitas ataupun efektifitas sesuai
dengan yang dikehendaki (Marsono, 2001). Dengan kata lain, teknologi
pengembangan produksi pupuk hendaknya mengacu pada kecukupan hara
tanaman dan spesifikasi yang dibutuhkan konsumen saat ini.
Pengembangan teknologi pemupukan harus mengacu kepada kecukupan
hara tanaman dan spesifikasi yang dibutuhkan konsumen. Pupuk

organik

PhOSta merupakan salah satu pupuk alternatif yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hara kimia dan organik tanaman. Penggunaan pupuk
organik PhOSta juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
pupuk, selain itu dapat mengurangi pencemaran air tanah dan lingkungan yang
timbul akibat pemakaian dosis pupuk konvensional berlebihan.
2.4. Caisin (Brassica chinensis)
Dalam sistem klasifikasi tumbuhan Caisin (Brassica chinensis) tergolong
ke dalam kingdom Viridiplantae, divisi Spermatophyte, sub divisi Angiospermae,
class Dicotyledonae, Ordo Brassicales, famili Brassicaceae/Cruciferae, genus
Brassicae, Spesies Brassica chinensis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Susunan tubuh Caisin pada dasarnya terdiri atas akar, batang, bunga,
buah, dan biji. Tangkai daunnya panjang, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya
lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Caisin tergolong tanaman herbal
semusim dengan tipe pertumbuhan tegak atau mendatar. Tanaman ini berakar
tunggang dengan tinggi tanaman berkisar 20 cm 60 cm. Diameter batang kurang
dari 1 cm dan termasuk kecil dibandingkan dengan tanaman Brassica lainnya.
Caisin berbunga majemuk tandan terminal, memanjang pada saat pembuahan.
Kelopak berwarna coklat muda hingga kuning cerah dan berjumlah empat buah
dengan diameter 9 mm. Mahkota seperti bola dengan jumlah benang sari enam.
Bentuk buah ramping dan panjangnya mencapai 5 cm mengandung 10 - 20 biji.
Bentuk biji bulat berdiameter 1 mm, permukaannya licin atau halus dengan garis
yang tidak nyata (Opena dan Tay, 1994). Menurut Rubatzky dan Yamaguci
(1998), kandungan gizi untuk setiap 100 g berat segar adalah protein 1.2 g, lemak

10

0.2 g, karbohidrat 1.2 g, vitamin A 5800 IU, vitamin B1 0.04 mg, vitamin B2
0.07mg, Fe 2.0 mg, Mg 27 mg, P 37 mg, K 180 mg, dan Na 100 mg.
Caisin tumbuh pada ketinggian dari 5 - 4000 m diatas permukaan laut,
sehingga dapat ditanam pada dataran tinggi dan dataran rendah dengan tanah yang
banyak mengandung bahan organik dan mempunyai pH 6 - 7. Tanah yang sesuai
untuk caisin adalah tanah yang bertekstur lempung berliat, remah, gembur, dan
kaya bahan organik. Di Indonesia, Caisin merupakan jenis sayuran yang digemari
setelah bayam dan kangkung (Haryanto, et al 2006). Sayuran ini banyak
diusahakan oleh petani karena disamping sangat digemari oleh masyarakat juga
mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik. Soeseno, (1999) menyatakan bahwa
salah satu jenis sayuran daun yang banyak digemari masyarakat adalah Caisin
atau disebut juga Sawi bakso karena biasanya dikonsumsi sebagai sayuran
pelengkap bakso. Kebutuhan Caisin dalam negeri saat ini masih besar karena
Caisin termasuk sebagai bahan pokok maupun bahan pelengkap dalam pembuatan
makanan.

Anda mungkin juga menyukai