RENCANA PENELITIAN
OLEH
NURSIDA
UNIVERSITAS JAMBI
SEPTEMBER 2022
BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi merupakan komoditas pangan yang strategis bagi bangsa Indonesia, meskipun
demikian 50% produski padi nasional masih di pasok oleh pulau Jawa dan Bali. Beberapa
alternatif diperlukan untuk meningkatkan produksi padi di luar Pulau Jawa. Salah satunya adalah
dengan memanfaatkan Lahan Sub Optimal (selanjutnya di singkat menjadi LSO).
LSO adalah lahan yang memiliki prodiktifitas rendah. Hal ini diakibatkan faktor internal
(bahan induk, sifat fisik, kimia dan biologi tanah), faktor eksternal (curah hujan dan suhu
ekstrin) dan pengelolaanya. Indonesia memiliki LSO sebesar 157,2 Ha atau 83% dari luas
daratan Indonesia. LSO di Indonesia terdiri dari lahan kering masam, lahan kering iklim kering,
lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan lahan gambut (Mulyani & Sarwani, 2013).
Lahan rawa pasang surut merupakan lahan yang ketersediaan airnya dipengaruhi oleh
pergerakan air di permukaan sungai akibat pergerakan bulan. Berdasarkan tipe luapan airnya,
lahan pasang surut diklasifikasikan menjadi tipe luapan A, B, C dan D. Luapan A selalu terluapi
air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, sedangkan lahan bertipe luapan B
hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja. Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air
pasang tetapi air pasang mempengaruhi muka air tanahnya dengan kedalaman kurang dari 50 cm,
sedangkan lahan bertipe luapan D adalah seperti tipe C hanya kedalaman air tanahnya lebih dari
50 cm (Gazali & Fathurrahman, 2019).
Lahan pasang surut terdiri dari lahan sulfat masam (mineral soils) dan lahan gambut (pet
soils). (Hairani & Raihana, 2017). Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki lapisan pirit
berkadar > 2% pada kedalaman kurang dari 50 cm. Berdasarkan kedalaman lapisan pirit, tingkat
kematangan tanah (ripeness) dan sifat kimia tanahnya lahan sulfat masam dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu:sulfat masam potensial (SMP) dan sulfat masam aktual (SMA). Lahan sulfat
masam potensial (Sulfaquent) adalah lahan yang memiliki lapisan pirit belum teroksidasi. Lahan
ini memiliki ciri-ciri antara lain : warna tanah kelabu (gray), masih mentah (n>0,7), dan nilai pH
sedang sampai masam (pH 4,0). Lahan sulfat masam aktual (Sulfaquept) adalah lahan yang
memiliki lapisan pirit yang sudah teroksidasi. Lahan ini memiliki ciri-ciri adanya horizon
sulfuric dan pH tanah < 3,5. (Khairullah & Nur, 2018)
Tanah mineral ini terbentuk dari bahan endapan marin dan proses pengendapannya di
dalam lingkungan laut (marin) (Widjaja-Adhi et al, 2000). Endapan marin yang kaya akan sulfat
(SO4)2-, oksida besi yang berasal dari bahan-bahan induk, bahan organik yang menumpuk dalam
cekungan tersebut bersama-sama air dan oksigen akan bereaksi membentuk senyawa pirit (Dent
1986).
Pirit (FeS2) dalam kondisi reduksi bersifat stabil sesuai dengan suasana lingkungan
pembentukannya. Namun akibat penurunan air tanah (musim kemarau dan air surut), pirit yang
berada di tanah bagian atas ikut terbuka (exposed) di lingkungan yang aerob. Kondisi ini
menyebabkan pirit teroksidasi (Dent, 1986). Oksidasi pirit akan menghasilkan oksida-oksida
besi seperti goethite (a-FeOOH) dan hematit (a–Fe2). Besi oksida dapat berikatan dengan
kation dan anion di dalam tanah seperti P dan menghasilkan kompleks permukaan binuklear
dengan model jerapannya Fe-O-P(O)-O-Fe (anisa dan Purwanto, 2010). Hal ini menyebabkan
kekahatan unsur P di dalam Tanah.
Kabupaten Indragiri Hilir (selanjutnya di singkat Inhil) merupakan salah satu kabupaten
di Propinsi Riau yang memiliki lahan pasang surut yang cukup luas. Data Statistik menunjukan
bahwa Inhil memiliki luas areal pasang surut sebesar 11.605,97 km² dan 25.188 Ha
diantaranya telah dimanfaatkan untuk budidaya tanaman padi. Namun demikian produktifitas
padi di Inhil baru mencapai 3,84 ton per Ha/tahun (Anonimus, 2020). Potensi lahan pasang surut
sebagai lahan pertanaman padi akan menurun pada saat kondisi air pasang dan musim kemarau
yang disertai oleh rendahnya kelarutan hara esensial sehingga terjadi kekahatan hara (Utama,
Haryoko, & Munir, 2009)
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada strain bakteri pelarut fosfat yang berada disekitar rizosfer pertanaman padi
lokal pasang surut di kabupaten Indragiri Hilir
2. Apakah strain strain pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan produksi
padi varietas unggul.
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada strain bakteri pelarut fosfat yang berada disekitar rizosfer pertanaman padi lokal
pasang surut di kabupaten Indragiri Hilir
2. Apakah strain strain pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan produksi
padi varietas unggul.
3. Apakah strain pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan indeks pertanaman padi di
Kabupaten Indragiri Hilir
Tujuan Umum
D. Tujuan Peelitian
1. Untuk mencari Strain Bakteri pelarut fosfat yang cocok untuk galur lokal padi varietas
pasang surut Kabupaten Indragiri Hilir.
2. Untuk melihat apakah strain pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan
produksi padi varietas unggul di Kabupaten Indragiri Hilir
3. Untuk melihat apakah strain pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan indeks
pertanaman padi di Kabupaten Indragiri Hilir
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara akademik (untuk pengembangan ilmu
pengetahuan teknologi), maupun secara praktis (dapat memecahkan masalah pembangunan
pertanian di lahan pasang surut dengan meningkatkan produksi padi menuju system pertanian
berkelanjutan).
DAFTAR PUSTAKA
Ahemad, M., & Kibret, M. (2013). Mechanisms and applications of plant growth promoting
rhizobacteria: current perspective. J King Saud Univ Sci. doi, 10, 1016.
Alwi, M. (2014). PROSPEK LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TANAMAN PADI.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 45.
Beck, S. D. (1965). Resistance of plants to insects. Annual review of entomology, 10(1), 207-232.
Bhattacharyya, P., & Jha, D. (2012). Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR): emergence
in agriculture. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 28(4), 1327-1350.
Dent, D. (1986). Acid sulphate soils: a baseline for research and development: ILRI.
Gazali, A., & Fathurrahman, F. (2019). Tinjauan aspek tanah dalam pengelolaan daerah rawa
pasang surut di Kalimantan Selatan. SPECTA Journal of Technology, 3(1), 13-24.
Hairani, A., & Raihana, Y. (2017). LAHAN RAWA PASANG SURUT: PERTANIAN MASA
DEPAN INDONESIA. Repositori Publikasi Kementrian Pertanian Indonesia.
Khairullah, I., & Nur, M. (2018). Upaya peningkatan produktivitas padi melalui pemupukan di
lahan pasang surut sulfat masam. Jurnal Pertanian Agros, 20(2), 123-133.
Maxwell, F. G., Jenkins, J. N., & Parrott, W. L. (1972). Resistance of plants to insects. Advances
in agronomy, 24, 187-265.
Mulyani, A., & Sarwani, M. (2013). Karakteristik dan potensi lahan sub optimal untuk
pengembangan pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan, 7(1).
Painter, R. H. (1958). Resistance of plants to insects. Annual review of entomology, 3(1),
267-290.
Sharma, S. B., Sayyed, R. Z., Trivedi, M. H., & Gobi, T. A. (2013). Phosphate solubilizing
microbes: sustainable approach for managing phosphorus deficiency in agricultural soils.
SpringerPlus, 2(1), 587.
Snelling, R. O. (1941). Resistance of plants to insect attack. The Botanical Review, 7(10),
543-586.
Utama, M. Z. H., Haryoko, W., & Munir, R. (2009). Penapisan Varietas Padi Toleran Salinitas
pada Lahan Rawa di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian
Journal of Agronomy), 37(2).