Anda di halaman 1dari 14

Kuis 7 Mata Kuliah Lingkungan Mangrove

Dosen Pengampuh: Ahmad Dwi Setyawan, S.Si., M.Si

Disusun untuk memenuhi tugas kuis mata kuliah Lingkungan Mangrove

Disusun Oleh:

Aisyah Putri
N0122044

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNVIERSITAS SEBELAS MARET
2022
1. Jelaskan bagaimana faktor-faktor fisikokimia tanah mempengaruhi
distribusi/zonasi tumbuhan mangrove?
Jawaban:
A. Faktor Fisika Tanah
Zonasi hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh substrat, salinitas dan pasang
surut. Hal tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut),
keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pangaruh pasang surut.
Menurut Bengen (2002), zonasi hutan mangrove terdiri atas:
 Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat berpasir, sering ditumbuhi
oleh Avicennia spp. Pada zona ini, biasa berasosiasi Sonneratia spp. yang
dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
 Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp.
Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
 Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
 Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasanya
ditumbuhi oleh N. fruticans dan beberapa spesies lainnya.
Jika tumbuh di pantai berpasir atau terumbu karang maka tanaman akan
tumbuh kerdil, rendah, dan batangnya akan bengkok (Arief, 2003). Vegetasi
mangrove secara khas menunjukkan adanya pola zonasi. Sebagian besar spesies
mangrove tumbuh subuh di tanah berlumpur, terutama di daerah dimana endapan
lumpur terakumulasi. Komposisi mangrove sangat dipengaruhi oleh kondisi
salinitas. Hardjowigeno (2015) menyatakan bahwa sifat tanah dapat diketahui dari
perbedaan warna permukaan tanah yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
terdapat dalam tanah tersebut. Perbedaan kandungan bahan organik dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan warna permukaan tanah. Makin tinggi
kandungan bahan organik, warna tanah akan semakin gelap. Warna Menurut Kint
(1934), substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata
dan Avicennia marina. Jenis-jenis lain seperti Rhizopora stylosa tumbuh dengan
baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang, kerang dan bagian-bagian.
tanah akan berbeda bila tanah basah, lembab atau kering, sehingga pada saat
menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam keadaan
basah, lembab atau kering.

B. Faktor Kimia Tanah


a. Salinitas Tanah
Kondisi yang sangat mempengaruhi komposisi mangrove adalah salinitas.
Beberapa jenis mangrove memiliki tingkat adaptasi dengan salinitas berbeda-
beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan
garam dari media tumbuhnya, sementara sebagian lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya. Avicennia marina mampu tumbuh
dengan baik di kadar salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90%.
Rhizopora mucronata mampu hidup di kadar salinitas 55%, jenis –jenis
Bruguiera umumnya tumbuh pada daerah dengan kadar salinitas dibawah 25%.
(Noor et. al., 2006).
b. PH Tanah
pH tanah penting karena pH tanah dapat menentukan mudah tidaknya
unsur-unsur hara diserap tanaman, pH tanah juga mampu menunjukkan
kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, dan pH tanah mempengaruhi
perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut.
Nilai pH suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara asam dan
basa dalam air. Nilai pH perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
aktifitas fotosintesis, aktifitas biologi, temperatur, kandungan oksigen dan adanya
kation serta anion dalam perairan (Aksornkoae dan Wattayakon 1987. dalam
Hidayati, 2004). pH tanah pada zona daerah transisi (RB 1) (Rhizophora
apiculata, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus) dengan kedalaman 60 cm yaitu 7,2
(netral) lebih tinggi dibandingkan dengan zona yang selalu tergenang air (RB 4)
(Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata ) dengan
pH 6,7 (masam), maupun pada zona tergenang pada saat pasang sedang (RB 3)
(Rhizophora apiculata) dengan Ph 6,1 (masam) dan zona pasang tinggi (RB 2)
(Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorhiza) dengan pH 6,4 (masam).
Sedangkan penelitian yang di lakukan oleh Jeyanny et al., (2009) melaporkan
bahwa sifat kimia tanah pada hutan mangrove di Muara Resort, Kampung Sungai
Haji Dorani, Selangor, Malaysia memiliki kandungan pH lebih tinggi dengan nilai
7,7 dibandingkan pada lokasi penelitian di Desa Tumpapa. Hal ini juga tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Fajar, (2013) dengan kandungan pH
berkisar antara 6,9-7,4 berada pada kategori sedang. Hal ini sesuai dengan Onrizal
dan Kusmana (2008) dalam Fajar (2013) yang menyatakan bahwa pH tanah
dengan kisaran nilai antara 6-7 merupakan pH yang sesuai untuk pertumbuhan
mangrove. Lebih tingginya pH pada zona daerah transisi dapat disebabkan adanya
sumbangan serasah daun, akar, batang yang jatuh ke tanah dan terkomposisi atau
mengalami pelapukan dengan membentuk lapisan bahan organik. Selain itu
tingginya pH pada daerah berair juga disebabkan oleh kandungan sulfat tanah
yang lebih rendah (Toknok dkk, 2006). Sedangkan kandungan pH tanah yang
agak masam dikarenakan adanya perombakan serasa vegetasi mangrove oleh
mikroorganisme tanah yang menghasilkan asam-asam organik sehingga
menurunkan pH tanah (Setiawan 2013). pH pada permukaan tanah lebih tinggi
dari pada lapisan dibawahnya akibat dari seresah yang mengalami dekomposisi
pada permukaan lebih banyak sehingga tanah mempunyai kandungan bahan
organik yang tinggi yang menyebabkan sedimen tanah menjadi masam
(Kushartono, 2009). Perairan dengan nilai pH lebih kecil dari 4 merupakan
perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup,
sedangkan lebih dari 9,5 merupakan perairan yang sangat basa dan dapat pula
menyebabkan kematian serta mengurangi produktivitas (Hasrun 2013). Tingkat
pH yang paling optimal adalah netral dengan nilai 6.6 sampai 7,5. Pada kondisi
pH netral mudah bagi tanaman untuk menyerap unsur hara (Setiawan, 2013).
c. Kandungan Organik
Dekomposisi detritus dalam sistem mangrove merupakan sumber nutrisi
untuk fotosintesis. Sumber nutrisi lainnya berasal dari drainase terestrial, air
pasang surut, curah hujan, dan penyimpanan sedimen
Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar (macronutrients)
diantaranya adalah nitrogen (N), Phospor (P), dan Kalium (K). Ketiga unsur hara
tersebut merupakan unsur hara primer karena menjadi faktor pembatas
pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen diperlukan untuk proses metabolisme dan
merangsang pertumbuhan. Unsur phospor berperan dalam proses fotosintesis,
penggunaan gula dan pati, serta tranfer energi, Unsur kalium mempunyai fungsi
penting dalam proses fisiologi tanaman dan berpengaruh dalam absorpsi hara,
pengaturan pernapasan, transpirasi, kerja enzim, dan translokasi karbohidrat.

Kandungan C-organik yang rendah menunjukkan jumlah bahan organik


dalam tanah rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada lokasi dengan tingkat
ketebalan mangrovenya tinggi, memiliki bahan organik yang lebih besar dari pada
lokasi yang tanpa mangrove. Dengan semakin melimpahnya bahan organik akan
menunjukkan bahwa perairan tersebut termasuk perairan yang sehat karena bahan
organik akan terdekomposisi dan selanjutnya menjadi makanan bagi
mikroorganisme. Secara umum bahan organik dapat memelihara agregasi dan
kelembaban tanah, penyedia energi bagi organisme tanah serta penyedia unsur
hara bagi tanaman. Bahan organik memiliki fungsi produktif yang mendukung
produksi biomassa tanaman dan fungsi protektif sebagai pemelihara kesuburan
tanah dan stabilitas biotik tanah.

Bahan organik yang terdapat dalam ekosistem mangrove dapat berupa


bahan organik yang terlarut dalam air (tersuspensi) dan bahan organik yang
tertinggal dalam sedimen. Sebagian bahan organik lainnya akan digunakan
langsung oleh tingkatan tropik yang lebih tinggi dan akhirnya dilepaskan ke
dalam kolom air melalui autolisis dari sel-sel mati (Kushartono, 2009). Bahan
organic yang terdekomposisi dalam tanah akan mempengaruhi jenis vegetasi di
daerah tersebut. Tanah di bawah Rhizophora memiliki kandungan tertinggi bahan
organic berserat. Terakumulasinya bahan organic sekunder, terutama dari akar
dan serasah daun.
Tanah hutan mangrove dengan kadar N dan P tinggi, biomasanya akan
meningkat. Unsur P tersedia dalam tanah bisa berasal dari bahan organik,
pemupukan maupun dari mineral dalam tanah. Unsur P-tersedia banyak
dibutuhkan tanaman untuk pembentukan bunga, buah, biji, perkembangan akar
dan untuk memperkuat batang agar tidak mudah roboh (Setiawan 2013). Nitrogen
(N-total) Nitrogen tanah merupakan unsur esensial bagi tanaman. Bahan organik
merupakan sumber N utama di dalam tanah. Fungsi N adalah memperbaiki
pertumbuhan vegetatif tanaman (Soewandita 2008)
Penurunan kandungan nitrogen sebanding dengan kelimpahan akar
mangrove. Keadaan seperti ini mungkin juga dijsebabkan oleh intensitas dan
genangan pasang surut yang di alami pada daerah penelitian cukup tinggi
sehingga memungkinkan terangkutnya kembali serasah yang ada oleh pasang
surut meninggalkan daerah penelitian menuju perairan pantai (Wibowo, 2004).
Sementara itu, akibat respirasi bakteri, oksigen tanah menjadi terbatas.
Lebih jauh, dekomposisi mikroba dan mineralisasi bahan organic di bawah
kondisi reduksi difasilitasi oleh anaerob fakultatif yang tidak membutuhkan
oksigen tetapi yang membutuhkan sumber oksidan alternatif seperti ion nitrat,
besi dan sulfat untuk respirasi.

2. Jelaskan mengapa canopy gap mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi hutan


mangrove?
Jawaban:
Canopy gap merupakan frasa yang digunakan dalam ekologi yang mengacu pada
ruang terbuka di kanopi hutan dimana sinar matahari dapat masuk dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dibawahnya. Terbentuknya gap menunjukkan
perbedaan dalam lingkungan fisikokimia dalam hal peningkatan cahaya, nutrisi, suhu
tanah dan kelemababan. Penelitian Feller dan McKee (1999) menemukan tidak ada
perbedaan antara celah dan kanopi utuh untuk konsentrasi sulfida, interstisial, salinitas
dan potensi redoks. Namun, dimana cahaya tersedia, proses kehilangan oksigen radial
dari akar bibit akan mendetoksifikasi sulfida terlarut; di mana cahaya terbatas, sulfida
larut menjadi fitotoksin yang kuat. Karena cahaya tidak seluruhnya mengenai tanaman
akibat kanopi tertutup, keberadaan tumbuhan bawah menunjukkan konsentrasi sulfida
yang rendah. Sementara Clarkee dan Kerrigan (2000) tidak menemukan perbedaan dalam
jumlah fosfor total. Sedangkan Shenna dkk. (2000). ketika mereka memeriksa kepadatan
bibit di tempat yang berbeda zona vegetasi, pola yang berbeda muncul. Kepadatan bibit
R. mangle adalah jauh lebih besar di bawah kanopi daripada di celah kanopi di hutan
Rhizophora. Di hutan Rhizophora-Laguncuklria, bibit A. genninans dan L. racemose
kerapatannya lebih besar di tumbuhan bawah daripada di celah, sedangkan bibit R.
mangle kepadatan serupa di celah dan di bawah kanopi utuh.

Dengan penurunan PPF 80-85%, kelangsungan hidup bibit dan pertumbuhan


Avicennia marina, Ceriops tagal dan Rhizophora stylosa diturunkan secara signifikan di
Australia timur laut. Demikian pula, Clarke dan Allaway (1993) menyimpulkan bahwa
sinar matahari penuh sangat penting untuk pertumbuhan bibit A. marina hingga tahap
pancang di Australia selatan. Di Thailand, Tarnai dan Iampa (1988) menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup dan pertumbuhan Rhizophora dan Bruguiera sangat meningkat di
celah gap kanopi. Bibit mangle Rhizophora di Belize (ElIison dan Farnsworth 1993) dan
celah kecil (12-72 m2) fonnasi oleh pohon tumbang atau kumbang penggerek kayu
dilaporkan meningkatkan kelangsungan hidup bibit Rhizophora mangle.

Daniel et al (1992) dalam Irwanto (2006) menyatakan bahwa cahaya berpengaruh


langsung terhadap pertumbuhan tumbuhan. Kondisi lingkungan yang banyak terpapar
cahaya matahari menyebabkan suhu di daerah tersebut tinggi dan mengindikasikan
jumlah CO2yang banyak pula. Tumbuhan akan menggunakan CO2sebagai bahan baku
fotosintesis dalam proses metabolisme. Pertumbuhan optimal akan tercapai jika laju
fotosintesis yang terjadi optimal juga, dengan meningkatkan penyerapan CO2 sebagai
bahan baku fotosintesi didukung adanya cahaya matahari yang optimal. Stomata yang
banyak akan meningkatkan penyerapan CO2.Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa
laju fotosintesis optimal akan tercapai pada kondisi suhu tertentu tergantung jenisnya.
Sebagai contoh spesies mangrove Australia melakukan fotosintesis yang optimal pada
suhu 21-28°C, sedangkan Xylocarpus yang tumbuh di daerah tropika pada suhu lebih dari
28°C (Hutchings dan Saenger, 1987 dalam Kusmana, 2010).

Shennan et al. (2000) menemukan bahwa yang dari R. mangle secara signifikan
lebih besar di celah kanopi daripada di bawah utuh kanopi di semua zona vegetasi dan
kerapatan pancang R. mangle adalah secara signifikan lebih besar daripada dua spesies
lainnya baik di celah maupun di bawah hutan kanopi, menunjukkan bahwa celah disukai
R. mangle.
3. Jelaskan tanggapan tumbuhan mangrove terhadap temperature?
Jawaban:
Suhu udara yang terlalu dingin, menyebabkan sel-sel pada daun mangrove rusak
karena embun beku. Setiap tanaman memiliki sel, dimana dalam sel biasanya terdapat
cairan sel atau kadang juga disebut plasma sel. maka ketika terpapar embun beku cairan
itu akan membeku dan mengeras.
Saat cairan berubah menjadi padatan atau es, volume es itu bertambah, akibatnya
membrane plasma yang melindungi sel tersebut akan pecah. Pecahnya atau koyaknya
membrane ini menyebabkan semua isi sel keluar dan menyebabkan sel itu mati. Saat sel
mati, organ daun akan kehilangan kemampuan utamanya yaitu sebagi tempat "memasak"
makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel.

Pada saat temperature rendah, embun beku dapat sangat mempengaruhi


pertumbuhan tanaman, reproduksi, dan proses komunitas , dan hutan bakau tampaknya
sangat sensitif dalam hal ini toleransi terbatas mangrove terhadap suhu rendah, dan
pengaruhnya terhadap distribusi Avicennia marina tampaknya yang paling toleran
terhadap suhu rendah, membentang di luar garis lintang tropis dan subtropis di Australia,
Selandia Baru dan Afrika Selatan. Chapman dan Ronaldson (1958) dan Farrell (1973)
menganggap Avicennia marina dibatasi oleh terjadinya pembunuhan beku, yaitu sekitar -
3°C.

Toleransi dingin diukur pada 27 jenis mangrove. Spesies tertentu seperti


Bruguiera exaristata dan Ceriops decandra sangat tidak toleran, karena mereka dikurung
di iklim tropis dan subtropis yang lebih hangat. Secara keseluruhan, berbagai toleransi
dingin ditemukan, tetapi, dalam genus, toleransi dingin spesies berkorelasi dengan
distribusi lintang. Dengan kata lain, semakin jauh ke selatan spesies lebih besar toleransi
dinginnya.
McMillan (1971) melaporkan bahwa bibit muda Avicennia germinans mati oleh
suhu air 39- 40 °C di Teluk Meksiko, meskipun bibit dan pohon yang sudah mapan tidak
rusak. Optima suhu untuk fotosintesis di mangrove Florida tunduk pada beberapa variasi
musiman, tetapi untuk semua spesies suhu optimum untuk fotosintesis yakni di bawah
35°C dengan sedikit atau tanpa fotosintesis terjadi pada 40°C (Moore et al. 1972, 1973).
Untuk mangrove Australia, baik tingkat asimilasi dan konduktansi stomata maksimal
pada daun suhu berkisar antara 25-30 ° C, dan menurun tajam dengan kenaikan di atas 35
° C (Clough dkk. 1982, Andrews dkk. 1984, Andrews dan Muller 1985, Ball dkk. 1988).
Semua spesies menunjukkan tingkat panas yang sangat tinggi toleransi
dibandingkan dengan tanaman lain yang diuji dengan teknik yang sama; bakau muncul
berada di ujung yang sangat tinggi dari kisaran toleransi panas untuk tanaman tropis non-
kering. Spesies yang paling peka terhadap panas adalah Acrostichum speciosum.
Acanthus ilicifolius dan Rhizophora stylosa. Baik Acrostichum dan Acanthus tumbuh di
tempat teduh. Di sisi lain, paling sering tumbuh di bawah sinar matahari penuh yakni
spesies Rhizophora stylosa.
Menurut Aksornkoae (1993), suhu merupakan faktor penting dalam proses
fisiologi tumbuhan seperti fotosintesis dan respirasi. Diperkirakan suhu rata-rata didaerah
tropis meupakan habitat terbaik bagi tumbuhan mangrove. Mikroorganisme mempunyai
batasan suhu tertentu untuh bertahan terhadap kegiatan fisiologisnya. Respon bakteri
terhadap suhu berbeda-beda, umumnya mempunyai batasan suhu optimum 27–36˚C.
Oleh karena itu, suhu perairan berpengaruh terhadap penguraian daun mangrove dengan
asumsi bahwa serasah daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Hutchings dan
Saenger (1987) menyatakan bahwa Avicennia marina yang ada di Australia memproduksi
daun baru pada suhu 18–20˚C, jika suhunya lebih tinggi maka laju produksi daun baru
akan lebih rendah. Selain itu, laju tertinggi produksi dari daun Rhizopora spp., Ceriops
spp., Exocoecaria spp., dan Lumnitzera spp. adalah pada suhu 26–28˚C. Adapun laju
tertinggi produksi daun Bruguiera spp. adalah 27˚C.
Tiga kelompok termal tanaman telah diidentifikasi di vegetasi Australia,
didasarkan pada distribusi spesies dan suhu ambang di mana tunas pertumbuhan dimulai.
Jadi, dalam kelompok tanaman tropis-subtropis, pertumbuhan tunas dimulai ketika udara
rata-rata suhu naik di atas 25 ° C; kelompok suhu hangat menunjukkan pertumbuhan
tunas antara 15 dan 25 °C; dan kelompok bersuhu dingin menunjukkan pertumbuhan
tunas ketika rata-rata suhu udara naik di atas 10° C.
Pengelompokan ini mirip dengan pengelompokan yang digunakan di tempat lain,
seperti di Cina, di mana Li dan Lee (1997) mengklasifikasikan mangrove menjadi (1)
spesies eurytopic tahan dingin seperti Kandelia candel, Avicennia marina dan Aegiceras
comiculatum; (2) spesies eurytopic yang tidak toleran terhadap dingin (termofilik) seperti
Rhizophora stylosa, Bruguiera sexangula, B. gymnorhiza, Excoecaria agallocha dan
Acrostichum aureum; dan (3) spesies stenotopik termofilik seperti Rhizophora
mucronata, R. apiculata, Lumnitzera littorea. Nypafruticans dan Pemphis acidula.
Dari persebaran spesiesnya saja, mangrove sebagian besar termasuk ke dalam
kelompok tropis-subtropis, meskipun beberapa spesies jauh melampaui subtropis Dari
mangrove yang diteliti, mayoritas diklasifikasikan sebagai beriklim hangat, dengan
produksi daun berhenti di bawah 16-18°C dan produksi daun maksimal hanya di bawah
30°C. Hanya satu yang dipelajari spesies, Xylocarpus granatum, diklasifikasikan sebagai
tropis-subtropis, dengan daun produksi berhenti di bawah 26°C dan produksi daun
maksimal di atas sekitar 30°C.
Hanya Avicennia marina yang diklasifikasikan sebagai bersuhu dingin oleh
Hutchings dan Saenger (1987), dengan produksi daun berhenti di bawah 12°C dan daun
maksimal produksi pada 20°C. Optima suhu ini tercermin dalam geografisnya yang luas
jangkauan. Di Afrika Selatan, bagaimanapun, Avicennia marina tampaknya merespons
secara berbeda terhadap suhu.
Tingkat respirasi dan bersih fotosintesis berbeda nyata pada ketiga suhu, dengan
suhu terendah tingkat yang tercatat dalam setiap kasus pada 17°C dan tertinggi pada
25°C. Sementara bibit pada 25 ° C tumbuh dengan baik, sangat sedikit pertumbuhan yang
tercatat pada l7°C.
Demikian pula, pada cahaya jenuh intensitas, pertukaran CO2 maksimal di
Avicennia marina terjadi pada suhu 31°C pada tanaman Afrika Selatan. Satu-satunya
spesies lain yang juga dapat diklasifikasikan sebagai bersuhu dingin adalah Kandelia
candel yang menempati batas utara sebaran mangrove global dan menunjukkan toleransi
dingin yang berbeda di seluruh jangkauannya (Maxwell 1995).
Pada Rhizophora stylosa pembentukan daun berhenti di bawah 16°C.
Menariknya, bekerja dengan R. mangle, Miller (1975) menunjukkan, dengan mengukur
ketahanan daun, bahwa stomata spesies ini hanya terbuka penuh di atas 18°C, sehingga
membatasi transpirasi dan pertukaran gas fotosintesis pada suhu rendah. Dengan
demikian, tampaknya bahwa baik R. stylosa dan R. mangle cocok dengan baik ke dalam
kelompok bersuhu hangat.
4. Jelaskan pengaruh angin dan cuaca terhadap ekosistem mangrove?
Jawaban
Angin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui
aksi gelombang dan arus di daerah pantai. Hal ini mengakibatkan terjadinya erosi pantai
dan perubahan sistem ekosistem mangrove. Angin berpengaruh pada tumbuhan
mangrove sebagai agen polinasi dan desiminasi biji, serta meningkatkan evapotranspirasi.
Angin yang yang kuat memungkinkan untuk menghalangi pertumbuhan mangrove dan
menyebabkan karakteristik fisiologis yang tidak normal. Angin juga berpengaruh
terhadap jatuhan serasah mangrove, angin yang tinggi mengakibatkan besarnya produksi
serasah.
Angin mempengaruhi hutan bakau dalam banyak cara: arus air pantai dan arus pasang
surut dimodifikasi oleh arah dan kecepatan angin; aksi gelombang ditekankan, terutama
pada tinggi pasang surut, oleh kondisi badai; gelombang dan pergerakan air
mempengaruhi sedimen mengangkut; angin memainkan peran utama dalam
menyebabkan penguapan dan dalam meningkatkan salinitas, dan itu dapat menyebabkan
kerusakan fisik pada kanopi dan mengeringkan dedaunan di bawah lebih banyak kondisi
ekstrim. Sisi positifnya, ini dapat memfasilitasi penyerbukan dan penyebaran propagul di
sejumlah spesies yang diserbuki angin seperti Rhizophora dan Excoecaria. Namun, ada
tiga aspek angin yang menimpa secara langsung kinerja fisiologis mangrove: kapasitas
penguapannya, pengaruhnya terhadap permukaan laut, dan perannya dalam mengatur
evapotranspirasi dari daun.
Angin mempengaruhi evapotranspirasi dari mangrove dengan mekanisme yang
sama seperti di tanaman lainnya. Karena mangrove berada di antarmuka darat-laut.
mereka cenderung lebih konsisten terkena kondisi berangin, dan angin mungkin
mengasumsikan a
lebih penting dalam kaitannya dengan evapotranspirasi di hutan bakau daripada di
tanaman lain komunitas.
Di Meksiko. rata-rata permukaan laut naik sekitar 0,3 m selama periode angin
darat yang persisten di bulan Oktober dan November setiap tahun. Angin juga
mempengaruhi gelombang laut, semakin kencang angin, maka akan semakin besar
gelombang laut dan dapat merusak mangrove yang belum kuat. Sepertinya pohon-pohon
yang rentan terhadap tiupan angin adalah mereka yang memiliki sistem root kabel yang
kurang berkembang, atau yang sistem root-nya dilemahkan oleh erosi atau penurunan
tebing, Imbert et al. (1996) menunjukkan bahwa pohon terbesar, terutama Rhizophora
mangle, tampak paling rentan terhadap terpaan angin dan komunitas yang lebih pendek
tidak terlalu rusak. Namun, dalam badai yang lebih baru tetapi lebih ringan yang melanda
hutan bakau pantai Pasifik Meksiko.
Semakin cepat pergerakan udara. semakin cepat udara lembab akan terbawa dan
semakin tinggi laju transpirasi. Jika angin kencang, stomata dapat menutup, mungkin
karena kehilangan air yang berlebihan. dan transpirasi kemudian berkurang. Suhu juga
mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata
Curah hujan juga mempengaruhi tingkat salinitas mangrove. semakin tinggi
konsentrasi curah hujan, tingkat salinitas akan menurun begitupun sebaliknya. salinitas
merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove,
terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Pemanasan
global sekarang ini menyebabkan meningkatnya suhu bumi. tanaman bakau bisa rusak
dan mati jika suhu lebih panas atau lebih dingin 10 derajat celcius. Sehingga mengganggu
keseimbangan habitat tanaman bakau. Hal tersebut mengakibatkan cuaca ekstrem dan
meningkatkan intensitas badai terutama di daerah tropis tempat habitat bakau berada.
Angin badai yang kuat dapat merusak tanaman bakau, belum lagi gelombang badai.
Dilansir dari NASA, kelebihan garam dan air dari gelombang badai yang terperangkap
dapat merusak akar, mengubah komunitas mikroba, merusak tanah, dan menyebabkan
kematian pohon.

5. Jelaskan pengaruh salinitas tanah dan air terhadap ekosistem mangrove?


Jawaban:
Pada umumnya salinitas tinggi pada ekosistem mangrove menyebabkan
terbentuknya hutan lebaut namun pertumbuhan yang rendah di ekosistem mangrove.
Salinitas air tanah interstisial telah lama dikenal sebagai faktor penting mengatur
pertumbuhan, tinggi, kelangsungan hidup, distribusi dan zonasi mangrove. Misalnya,
Macnae (1968) menunjukkan bahwa Avicennia marina dan Lumnitzera racerrwsa dapat
mentolerir salinitas hingga 90% di dalam tanah. Rhizophora mangle mungkin terbatas
pada salinitas tanah di bawah 65 % (Cintron et al. 1978, Teas 1979), Avicennia
genninans menjadi kerdil dan keriput di Florida ketika salinitas tanah mendekati 60-
80%0, dan Laguncularia racel1wsa terjadi pada
salinitas maksimal sekitar 80% 0 (Jimenez 1984); sebaliknya budaya percobaan
menunjukkan batas salinitas untuk Rhizophora mangle, Avicennia genninans dan
Laguncularia racerrwsa masing-masing menjadi 130%, 100% dan 80%.
Salinitas tanah diatur oleh sejumlah faktor, termasuk genangan air pasang, jenis
tanah, topografi, kedalaman lapisan tanah kedap air, jumlah dan musim curah hujan, debit
air tawar sungai, limpasan dari daerah terestrial yang berdekatan, dan penguapan.
Namun, dalam situasi tergenang air pasang, kerugian evaporatif dan frekuensi banjir
adalah faktor utama yang menentukan salinitas tanah. Pada titik tertentu di gradien
intertidal salinitas tanah dapat berhubungan langsung dengan: (I) salinitas air pasang
surut; (2) selang waktu antar genangan; (3) curah hujan; (4) tingkat penguapan; (5) sifat
retensi tanah; dan (6) run-on dikurangi run-off.
Pada setiap lokasi tertentu, salinitas tanah sepanjang gradien intertidal ditentukan
kurang lebih oleh interval waktu antara genangan. Di lokasi dengan curah hujan rendah
dan penguapan tinggi, salinitas tanah maksimum mungkin luas dan terletak tinggi di
gradien intertidal di mana genangan jarang terjadi. salinitas tinggi baik di permukaan dan
air tanah dataran asin menghambat kolonisasi makroflora. Avicennia marina tampaknya
tumbuh pada kisaran salinitas terbesar, sedangkan Cynometra iripa dan Heritiera
littoralis tampaknya memiliki kisaran yang paling sempit dan tidak tumbuh di mana
salinitas tinggi. Rhizophora stylosa, Aegialitis annulata, Bruguiera gymnorhiza dan
Ceriops tagal tumbuh pada salinitas hingga tiga sampai empat kali konsentrasi air laut.
Aegiceras comiculatum akan mentolerir salinitas yang ekstrem baik pada suhu tinggi
maupun rendah , meskipun jangkauan keseluruhannya kurang dari Avicennia marina.
Faktor-faktor yang terkait dengan toleransi garam pada spesies mangrove termasuk biaya
karbon penyerapan air, dan efisiensi penggunaan air.Jumlah karbon dari penyerapan air
meningkat dengan meningkatnya salinitas dan lebih besar pada spesies yang lebih toleran
terhadap garam.
Pergeseran angin musiman juga dapat mempengaruhi permukaan laut rata-rata.
Persistent di darat atau angin lepas pantai dapat menaikkan atau menurunkan muka air
laut rata-rata efektif sampai tingkat tertentu.

Anda mungkin juga menyukai